Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan...

20
Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS……. Kristian Mairi, Iwanuddin dan Isdomo Yuliantoro 43 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS Lintas Kabupaten 1 Kristian Mairi, Iwanuddin dan Isdomo Yuliantoro 2 ABSTRAK Penelitian Sistem Kelembagaan Pengelolaan DAS Lintas Kabupaten dirancang untuk mengidenfikasi lembaga/institusi yang terlibat dalam pengelolaan DAS lintas kabupaten, mengkaji tupoksi lembaga/institusi terkait, mengkaji peraturan perundangan yang terkait pengelolaan DAS, mengkaji sistem perencanaan pengelolaan DAS lintas kabupaten. Hasil kajian berupa data dan informasi digunakan sebagai bahan untuk memformulasi sistem kelembagaan pengelolaan DAS yang fungsional yang dapat diterima semua pihak. Pengumpulan data primer menggunakan teknik purposive sampling. Responden adalah para pemangku kebijakan di semua institusi yang terlibat baik di lembaga eselon II, III, dan IV serta tokoh kunci NGO yang konsern dengan pengelolaan DAS. Teknik wawancara adalah deep interview (wawancara mendalam) menggunakan kuesioner dan tape recorder. Jumlah responden sebanyak 42 pejabat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk lembaga yang paling sesuai untuk diterapkan dalam pengelolaan DAS terpadu adalah bentuk kelembagaan kombinasi Polycentric dengan Monocentric. Bentuk kelembagaan kombinasi Polycentric dengan Monocentric adalah kelembagaan bersama (colaborative) seperti forum DAS atau LKPDAS (Lembaga Koordinasi Pengelolaan DAS) tingkat Provinsi. Anggota lembaga ini adalah pimpinan instansi di daerah/SKPD. Lembaga ini bersifat non struktural dan bertanggung jawab langsung ke Gubernur sebagai pemegang otoritas kebijakan. Forum DAS/LK-PDAS berfungsi sebagai wadah komunikasi, konsultasi dan koordinasi antar para pihak terkait untuk membantu Gubernur merumuskan kebijakan pengelolaan DAS di lintas kabupaten. Kata kunci: Kelembagaan, DAS . I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa batas Daerah Aliran Sungai (DAS) dan batas administrasi pemerintahan tidak selalu kompatibel. Oleh karena DAS merupakan kesatuan sistem alami dari hulu, tengah sampai daerah hilirnya 1 Makalah ini disampaikan dalam Seminar Rehabilitasi dan Restorasi Kawasan Hutan Menyongsong 50 Tahun Sulawesi Utara, diselenggarakan oleh Balai Penelitian Kehutanan Manado, Manado 9 Oktober 2014 2 Balai Penelitian Kehutanan Manado; Jl. Raya Adipura Kel. Kima Atas, Kec. Mapanget, Kota Manado Telp. 0431-3666683

Transcript of Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan...

Page 1: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS……. Kristian Mairi, Iwanuddin dan Isdomo Yuliantoro

43

Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS

Lintas Kabupaten1

Kristian Mairi, Iwanuddin dan Isdomo Yuliantoro2

ABSTRAK

Penelitian Sistem Kelembagaan Pengelolaan DAS Lintas Kabupaten dirancang untuk

mengidenfikasi lembaga/institusi yang terlibat dalam pengelolaan DAS lintas

kabupaten, mengkaji tupoksi lembaga/institusi terkait, mengkaji peraturan

perundangan yang terkait pengelolaan DAS, mengkaji sistem perencanaan

pengelolaan DAS lintas kabupaten. Hasil kajian berupa data dan informasi digunakan

sebagai bahan untuk memformulasi sistem kelembagaan pengelolaan DAS yang

fungsional yang dapat diterima semua pihak. Pengumpulan data primer

menggunakan teknik purposive sampling. Responden adalah para pemangku

kebijakan di semua institusi yang terlibat baik di lembaga eselon II, III, dan IV serta

tokoh kunci NGO yang konsern dengan pengelolaan DAS. Teknik wawancara adalah

deep interview (wawancara mendalam) menggunakan kuesioner dan tape recorder.

Jumlah responden sebanyak 42 pejabat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk

lembaga yang paling sesuai untuk diterapkan dalam pengelolaan DAS terpadu adalah

bentuk kelembagaan kombinasi Polycentric dengan Monocentric. Bentuk

kelembagaan kombinasi Polycentric dengan Monocentric adalah kelembagaan

bersama (colaborative) seperti forum DAS atau LKPDAS (Lembaga Koordinasi

Pengelolaan DAS) tingkat Provinsi. Anggota lembaga ini adalah pimpinan instansi di

daerah/SKPD. Lembaga ini bersifat non struktural dan bertanggung jawab langsung

ke Gubernur sebagai pemegang otoritas kebijakan. Forum DAS/LK-PDAS berfungsi

sebagai wadah komunikasi, konsultasi dan koordinasi antar para pihak terkait untuk

membantu Gubernur merumuskan kebijakan pengelolaan DAS di lintas kabupaten.

Kata kunci: Kelembagaan, DAS .

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana diketahui bahwa batas Daerah Aliran Sungai (DAS) dan

batas administrasi pemerintahan tidak selalu kompatibel. Oleh karena DAS

merupakan kesatuan sistem alami dari hulu, tengah sampai daerah hilirnya

1 Makalah ini disampaikan dalam Seminar Rehabilitasi dan Restorasi Kawasan Hutan

Menyongsong 50 Tahun Sulawesi Utara, diselenggarakan oleh Balai Penelitian Kehutanan Manado, Manado 9 Oktober 2014

2 Balai Penelitian Kehutanan Manado; Jl. Raya Adipura Kel. Kima Atas, Kec. Mapanget, Kota

Manado Telp. 0431-3666683

Page 2: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

44| Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2014

yang tidak dibatasi oleh wilayah administrasi pemerintahan. Untuk itu

diperlukan tindakan kolektif semua pengguna sumberdaya untuk mengelola

proses hidrologis agar memperoleh produktivitas maksimum seluruh sistem

DAS. Dengan demikian kesepakatan antar stake holders tentang peraturan

akses sumber daya, alokasi, dan kontrol menjadi hal yang sangat penting

dalam pengelolaan DAS (Steins dan Edwards 1999a dalam Kerr, 2007).

Pada tataran inilah institusi atau lembaga pengelola DAS menjadi

prasyarat utama dalam mencapai tujuan pengelolaan DAS. Oleh sebab itu

penelitian ini menjadi penting untuk mengkaji kelembagaan yang tepat agar

tujuan pengelolaan DAS bisa terwujud. Mengingat hingga sekarang belum

ada institusi yang menjadi pemegang otoritas dalam pengelolaan DAS baik

di tingkat kabupaten, tingkat provinsi dan tingkat nasional.

Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama

setelah terbitnya PP No. 37 tahun 2012. Pemerintah Daerah juga sudah

mulai menindak lanjuti peraturan tersebut dengan menerbitkan Perda yang

mendukung pengelolaan DAS. Juga sudah terbentuk Forum DAS di hampir

seluruh provinsi di Indonesia yang surat keputusannya ditandatangani oleh

Gubernur di masing-masing provinsi. Namun faktanya hingga sekarang

payung hukum tersebut berserta turunannya belum terimplementasi secara

riil di lapangan. Program pengelolaan DAS terpadu baru sampai pada produk

peraturan perundangannya dan belum sampai pada tahap implementasi

sesuai dengan maksud peraturan perundangan tersebut. Implementasi

pengelolaan DAS selama ini masih dilaksakanakan secara parsial dan bersifat

sektoral. Belum mengacu pada prinsip pengelolaan DAS yaitu “one river

one plan one management” dan KISS (Koordinasi, Integrasi,

Sinkronisasasi dan Sinergitas) diantara pemangku kepentingan. Oleh karena

itu penelitian ini akan mengkaji lebih jauh akar masalah penyebab sulitnya

implementasi pengelolaan DAS terpadu dari sisi perspekftif kelembagaan

birokrasi.

B. Tujuan dan Sasaran

Tujuan penyelenggaraan penelitian adalah untuk memperoleh sistem

kelembagaan pengelolaan Daerah Tangkapan Air (DTA) yang selaras dengan

sistem pemerintahan otonomi daerah berdasarkan hierarki sistem

pengelolaan DAS yang meliputi wilayah lintas provinsi.

Sasaran yang dibidik dalam penelitian ini adalah menemukan suatu

sistem kelembagaan pengelolaan DAS lintas provinsi.

Page 3: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS……. Kristian Mairi, Iwanuddin dan Isdomo Yuliantoro

45

II. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian Sistem kelembagaan pengelolaan DAS dilaksanakan mulai

dari tahun 2012 s/d 2013. Sedangkan lokasi penelitian dilaksanakan sesuai

dengan lokus penelitian yaitu di DAS Tondano di Provinsi Sulawesi Utara dan

DAS Limboto di Provinsi Gorontalo dengan sasaran pada instansi pemerintah

tingkat propinsi dan LSM tingkat provinsi serta Forum DAS dan DSDA tingkat

kabupaten.

B. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survey. Teknik pengumpulan data

primer adalah wawancara secara mendalam (deep interview) dengan

menggunakan kuesioner dan perekam suara. Sedangkan teknik

pengumpulan data sekunder adalah menghimpun data-data yang relevan

dari instansi/institusi yang terlibat dalam pengelolaan DAS baik dengan cara

mengkopi maupun dengan cara mencatat langsung.

Data primer yang menyangkut pandangan, saran, usul dan pendapat

mengenai struktur kelembagaan, mekanisme kerja kelembagaan, sistem

pendanaan, sistem koodinasi dan payung hukum/legalitas kelembagaan

dalam rangka mendapatkan suatu konsep kelembagaan yang baik untuk

mencapai kelembagaan pengelolaan DAS terpadu dalam wilayah kabupaten

dominan. Data sekunder yang dikumpulkan dari instansi responden adalah

struktur organisasi, AD/ART, TUPOKSI, program dan rencana kegiatan/aksi,

PERDA, SK Gubernur, laporan kegiatan SKPD dan UPT Pusat, serta data

statistik Kabupaten Dalam Angka, Provinsi Dalam Angka dll.

Teknik analisis yang digunakan adalah analisis isi (contents analysis)

khususnya untuk data sekunder. Contents analysis menyangkut Peraturan

perundang-undangan, Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan

Perencanaan Pengelolaan DAS terpadu. Teknik analisis lain yang digunakan

adalah analisis stakeholder (stkeholder analysis) untuk keperluan

mengetahui sejauh mana tingkat kepentingan dan wewenang tiap institusi

dalam pengelolaan DAS. Untuk menganalisis data primer mengenai

preferensi responden digunakan analisis sebab-akibat terutama soal masalah

kelembagaan DAS terpadu hubungannya dengan peraturan yang relevan di

era desentralisasi.

Page 4: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

46| Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2014

III. HASIL PENELITIAN

A. Institusi Pengelola DAS

Kelembagaan merupakan unsur utama dalam pengelolaan DAS terpadu,

karena tanpa kelembagaan maka semua program dan kegiatan pengelolaan

DAS tidak bisa berjalan dengan efektif dan optimal. Oleh karena itu

Kementerian kehutanan memprakarsai embrio kelembagaan DAS terpadu.

Sejak tahun 2003 Departemen Kehutanan (Dephut) cq. Dirjen RLPS, cq.

BPDAS terus mensosialisasikan kelembagan DAS terpadu dan membentuk

secara sistematis mulai dari pusat, provinsi sampai ke kabupaten. Hasilnya

adalah terbentuknya Forum-forum DAS yang meliputi hampir seluruh

provinsi di Indonesia. Dalam perkembangannya, mulai tahun 2010 sampai

sekarang ini oleh Kementerian Kehutanan cq. Dirjen Bina Pengelolaan DAS

dan Perhutanan Sosial cq. BPDAS telah menginisiasi lagi lembaga koordinasi

pengelolaan DAS terpadu yang disebut LK-PDAS baik di tingkat nasional,

provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota.

Hasil penelusuran ke semua instansi di tingkat kabupaten diperoleh

stakeholder pengelola DAS. Penentuan stakeholder pengelola DAS di tingkat

kabupaten didasarkan pada tupoksi dan program kerja yang berhubungan

dengan pengelolaan DAS. Berdasarkan hasil analisis tupoksi dan program

kerja instansi pemerintah maka dapat diklasifikasikan institusi pengelola DAS

kedalam dua kategori yaitu stakeholder utama dan stakeholder penunjang.

Stakeholder utama adalah institusi teknis yang tupoksinya dan program

kerjanya sangat erat dan berhubungan langsung dengan kegiatan di lapang.

Sedangkan stakeholder penunjang adalah institusi yang non teknis yang

tupoksi dan program kerjanya berhubungan dengan pengelolaan DAS tapi

tidak melakukan secara intens kegiatan di lapang.

Berikut ini adalah stakeholder utama dan penunjang dalam pengelolaan

DAS.

Tabel 1. Stakeholder Pengelolaan DAS Tondano dan DAS Limboto

No. Provinsi Staheholder Utama Stakeholder Penunjang

1 Sulawesi Utara 1. BPDAS Tondano

2. Forum DAS

3. Dinas Kehutanan

4. BWS-1 Manado

5. Bappeda Provinsi

6. BLH

7. Dinas Pertanian, Perkebunan

1. BALITBANGDA

2. BPN

3. PLN

4. PDAM

5. Perguruan Tinggi

(UNSRAT, dll)

Page 5: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS……. Kristian Mairi, Iwanuddin dan Isdomo Yuliantoro

47

No. Provinsi Staheholder Utama Stakeholder Penunjang

dan peternakan

8. Dinas Kelautan dan

perikanan

9. Dinas PU Provinsi

10. Dinas Pariwisata

2 Gorontalo 1. BPDAS Tondano

2. Forum DAS

3. Dishuttamben

4. BWS-2 Gorontalo

5. BLH

6. Bappeda Provinsi

7. Dinas Pertanian Tanaman

Pangan dan Perkebunan

8. Dinas peternakan dan

perikanan

9. Dinas PU Provinsi

10. Dinas Pariwisata

1. BAPPPEDA/BALIHRIS

TI

2. BPN

3. PLN

4. PDAM

5. Perguruan Tinggi

(UNG, UG)

B. Analisis Stakeholder

Analisis stakeholder dilakukan untuk mengetahui minat/kepentingan

dan peranan masing-masing stakeholder dan wewenang mereka dalam

pengelolaan DAS. Keberhasilan dari penanganan suatu masalah yang

kompleks dan terkait dengan banyak pihak, bergantung pada pemahaman

yang jelas pada minat dan hubungan antar stakeholder (pihak terkait). Ada

delapan teknik analisis stakeholder menurut Bryson (2003), diantaranya

adalah teknik Power versus Interest Grids yang digunakan pada penelitian

ini. Analisis ini dimulai dengan menyusun stakeholder pada matrix dua kali

dua menurut Interest (minat) stakeholder terhadap suatu masalah dan

Power (kewenangan) stakeholder dalam mempengaruhi masalah tersebut.

Interest adalah minat atau kepentingan stakeholder terhadap

pengelolaan DAS. Hal ini bisa dilihat dari tupoksi masing-masing instansi.

Power adalah kekuasaan/wewenang stakeholder untuk mempengaruhi atau

membuat kebijakan maupun peraturan-peraturan yang berkaitan dengan

pengelolaan DAS. Berikut ini disajikan matriks analisis stakeholder pengelola

DAS.

Page 6: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

48| Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2014

A. Subject

- Forum DAS/LK-PDAS**

- LSM dan masyarakat yang

peduli terhadap

pengelolaan DAS*

- Akademisi/Perguruan

Tinggi**

B. Players

- BPDAS*

- BWSS I dan II*

- Dishut Kabupaten*

- Dinas PU Kabupaten*

- Dinas Pertanian dan

perkebunan**

- Dinas Perikanan dan

pariwisata**

- Balitbangda**

- BPLH/BLH Kab**

D. Crowd

- Masyarakat umum

C. Contest setter

-Bappeda/Bappelitbangda**

Power

Keterangan : * = sangat penting ** = penting

Gambar 1. Matriks analisis stakeholder (kedudukan stakeholder dalam

pengelolaan DAS)

Gambar 1 menunjukkan bahwa kuadran subjek merupakan kelompok

stakeholder yang memiliki kepentingan tinggi namun memiliki kewenangan

dan pengaruh yang rendah terhadap pengelolaan DAS. Kelompok

stakeholder ini terdiri dari individu atau kelompok yang memiliki kegiatan

pelestarian lingkungan, pengambil manfaat dari sumberdaya alam dalam

DAS, akan tetapi stakeholder ini tidak memiliki kewenangaan dalam

pengambilan keputusan ataupun perencanaan dalam kebijakan program

pengelolaan DAS. Kelompok masyarakat menjadi salah satu stakeholder

kunci yang memiliki kepentingan terhadap kelestarian sumberdaya alam

karena mereka mendapatkan manfaat langsung dari kelestarian DAS,

Namun secara kewenangan mereka memiliki kekuatan rendah dalam

menentukan kebijakan pengelolaan DAS terpadu. Selain itu keberadaan

forum DAS baik Forum DAS Limboto maupun Tondano dianggap tidak

mempunyai kewenangan dan pengaruh yang besar dalam kegiatan

pengelolaan DAS karena forum ini hanya sebatas tempat bertukar pikiran

dan diskusi yang tidak didukung oleh payung hukum yang jelas. Yang

Inte

rest

High

Low High

Page 7: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS……. Kristian Mairi, Iwanuddin dan Isdomo Yuliantoro

49

termasuk kedalam subyek dalam pengelolaan DAS ini adalah Forum DAS

dan Masyarakat yang peduli terhadap pengelolaan DAS serta akademisi.

Kuadran players merupakan kelompok stakeholder yang memiliki

tingkat minat/kepentingan dan kewenangan yang tinggi dalam mewujudkan

keberhasilan pengelolaan DAS. Pemerintah pusat dan pemerintah provinsi

memiliki otoritas yang tinggi dalam perumusan kebijakan, perencanaan serta

penganggaran dalam pengelolaan. Selain itu stakeholder tersebut juga

memiliki peran mengorganisir, mengkoordinasikan serta mensinkronkan

program kegiatan dalam pengelolaan DAS. Stakeholder yang termasuk

dalam kategori players antara lain :

a. BPDAS Bone-Bolango/ Tondano

b. Dinas Kehutanan Provinsi

c. Dinas Kehutanan Kabupaten.

d. Dinas Pertanian

e. BLH

f. Balitbangpedalda

g. Dinas PU Prop/Kab

Stakeholder yang masuk dalam kuadran contest setter memiliki

minat/kepentingan yang rendah dengan pengaruh yang tinggi dalam proses

penentuan kebijakan. Tingkat pengaruh yang tinggi terkait dengan

terselenggaranya perencanaan pembangunan di daerah, memiliki

minat/kepentingan yang rendah karena dalam perencanaan belum

mendorong secara optimal pengelolaan DAS terpadu. Selain itu, pengaruh

yang tinggi karena perguruan tinggi melakukan penelitian, melakukan

ekspose hasil penelitian yang dapat mempengaruhi pengambil kebijakan.

a. Bappeda Provinsi

b. Universitas/Perguruna Tinggi

c. Bappppeda Kabupaten

Sedangkan stakeholder yang masuk dalam kuadran crowd memiliki

pengaruh yang rendah dan kepentingan yang rendah pula. Dengan adanya

stakeholder yang masuk dalam crowd ini menghambat terwujudnya

pengelolaan.

C. Sistem Pendanaan Kelembagaan Pengelolaan DAS Terpadu

Pada akhirnya keterpaduan pengelolaan DAS akan jelas terlihat bila

program dan perencanaan pengelolaan DAS terpadu dapat

diimplementasikan ditingkat tapak. Untuk keperluan tersebut dukungan

penganggaran merupakan kebutuhan mutlak. Dari uraian latarbelakang di

Page 8: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

50| Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2014

atas telah dikemukakan bahwa salah satu kendala tidak berjalannya konsep

pengelolaan DAS terpadu adalah dukungan dana yang tidak jelas. Oleh

karena itu diperlukan kajian untuk menyusun sistem pendanaan yang tepat

sebagai motor penggerak kelembagaan pengelolaan DAS terpadu.

Berdasarkan ketersediaan dana, maka hampir dipastikan bahwa untuk

kepentingan teknis pengelolaan DAS Tondano, kabupaten minahasa sangat

tergantung dengan bantuan pendanaan dari pemerintah provinsi maupun

pemerintah pusat dan luar negeri. Sebab anggaran daerah yang bersumber

dari DAU, 70-80 % hanya habis untuk pembiayaan belanja pegawai.

Berdasarkan hal itu, dengan memandang DAS Tondano dan DAS

Limboto sebagai DAS Strategis nasional dengan Danau Tondano dan Danau

Limboto didalamnya maka pemerintah pusat berkewajiban memberikan

perhatian yang serius terhadap upaya pelestarian DAS khususnya di hulu.

Yang berjalan selama ini adalah; program pembantuan pemerintah pusat

terhadap upaya pelestarian DAS langsung dilaksanakan oleh instansi terkait

dengan Kementerian pemberi program dan tentunya akan mengikuti

standard dan kriteria yang ditetapkan oleh Kementerian yang bersangkutan

karena pertanggungjawabannya pun kepada Kementerian bersangkutan.

Yang menjadi permasalahan adalah karena kadang-kadang program

pembantuan tersebut tidak sinkron dengan program pembangunan yang

disusun oleh pemerintah daerah.

Bila memandang DAS Tondano dan DAS Limboto berdasarkan letak

administrasinya serta peran DAS Tondano bagi pembangunan Sulawesi

utara dan DAS Limboto di Gorontalo, maka pemerintah provinsi bertanggung

jawab penuh dan berkewajiban memberikan perhatian bagi penyelamatan

DAS Tondano dan DAS Limboto. Yang dirasakan oleh pemerintah Kabupaten

Minahasa dan Kabupaten Gorontalo adalah bahwa pemerintah provinsi

belum ada perhatian khusus dan terkesan membiarkan tanggung jawab

pelestarian DAS bahkan hasil retribusi dari PLN dan PDAM serta perusahaan

air minum lainnya yang langsung maupun tidak langsung menggunakan

sumberdaya air DAS Tondano tidak jelas pembagian dan peruntukannya.

Padahal kewenangan pemungutan retribusi ditangani oleh pemerintah

provinsi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan SKPD di tingkat kabupaten

bahwa mekanisme pendanaan dalam rangka pengelolaan DAS yang

memungkinkan bisa dilaksanakan sekarang ini adalah sebagai berikut:

- Menggunakan skema DIPA di masing-masing SKPD teknis yang

bersumber dari APBD. Kendala yang dihadapi dengan cara ini adalah

Page 9: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS……. Kristian Mairi, Iwanuddin dan Isdomo Yuliantoro

51

bahwa dana APBD sangat terbatas sedang program prioritas daerah

sangat banyak khususnya untuk sektor infrastruktur, pertanian,

kesehatan dan pendidikan.

- Anggaran tugas pembantuan dari pusat/kementerian berupa DAK

(Dana Aloksi Khusus). Skema ini bagi daerah sangat memungkinkan

karena disamping bisa mengeleminir keterbatasan dana daerah juga

koordinasi pusat dan daerah bisa terjalin dengan baik. Hal ini sudah

dibuktikan dalam implementasi GERHAN di lapangan. Kelemahan

skema ini hanya melibatkan kementerian tertentu saja dan SKPD

tertentu saja. Belum melibatkan semua pemangku di dalam DAS.

- Anggaran dari UPT Kementerian seperti dana dari Kemenhut cq.

BPDAS; dari Kemen. PU cq. BWS; dana dari Kemeneg. Lingkungan

Hidup, cq BLH. SKPD siap memfasilitasi dan membantu di daerah.

- Anggaran dari lembaga donor dan pihak ketiga.

Menurut pandangan dan pendapat pimpinan SKPD bahwa yang paling

penting adalah sumber dananya jelas dulu, baru membahas siapa, berbuat

apa, dimana, kapan, bagimana dalam suatu DAS tertentu. Bila ini semua

jelas maka tentu KISS dalam konsep pengelolaan terpadu dengan sendirinya

akan terwujud karena KISS merupakan dampak dari berjalannya kegiatan

kolaboratif.

D. Keterkaitan RPDAS Terpadu dengan Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata

cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana

pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang

dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat

Pusat dan Daerah. Secara ringkas sistem perencanaan pembangunan

nasional berdasarkan UU no. 25 tahun 2004 adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Hierarki sistem perencanaan pembangunan nasional

No Tingkat Nasional Tingkat Daerah

(Provinsi dan

Kabupaten/ kota

Kementerian

dan

Lembaga

SKPD Periode

1 RPJP Nasional RPJP Daerah 20 tahun

2 RPJM Nasional RPJP Daerah Rentra-KL Rentra-

SKPD

5 tahun

3 RKP RKPD Renja-KL Renja-

SKPD

1 tahun

Page 10: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

52| Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2014

Proses penyusunan RPJM Nasional/Daerah dan RKP/RKPD dilakukan

melalui urutan kegiatan sebagai berikut:

a. Penyiapan rancangan awal rencana pembangunan;

b. Penyiapan rancangan rencana kerja;

c. Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang)

d. Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.

Adapun penyusun dan pengesahaan sistem perencanaan pembangunan

nasional seuai dengan UU no. 25 tahun 2004 adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Penyusun dan pengesahan perencanaan pembangunan nasional di

berbagai level pemerintahan

No Level

Pemerintahan

Jenis Perencanaan

(Periode)

Penyusun Penetapan/

Pengesahan

1 Nasional RPJP-Nas

(20 tahun)

Menteri/Kepala

Bappenas

Undang-undang

RPJM -Nas

(5 tahun)

sda PERPRES

RKP(1 tahun) sda PERPRES

2 Kementerian/

Lembaga (KL)

RENSTRA- KL

(5 tahun)

Menteri/kepala

lembaga

sektoral

Peraturan

Pimpinan

Kementerian/

Lembaga

RENJA - KL

(1 tahun)

sda Peraturan

Pimpinan

Kementerian/

Lembaga

3 Daerah

( Provinsi dan

Kebupaten/

kota)

RPJP-Daerah

(20 tahun)

Kepala

Bappeda

PERDA

RPJM-Daerah

(5 tahun)

sda Peraturan

Kepala Daerah

RKPD

( 1 tahun)

sda Peraturan

Kepala Daerah

4 SKPD (Provinsi

dan

Kabupaten/

Kota)

RENSTRA SKPD

(5 tahun)

Kepala SKPD Peraturan

Pimpinan SKPD

RENJA SKPD

(1 tahun)

sda Peraturan

Pimpinan SKPD

Setelah RKP ditetapkan dan disahkan maka RKP menjadi pedoman

Penyusunan RAPBN oleh DPR. Demikian pun dengan RKPD menjadi

pedoman penyusunan RAPBD oleh DPRD.

Page 11: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS……. Kristian Mairi, Iwanuddin dan Isdomo Yuliantoro

53

Berdasarkan hierarki, proses penyusunan dan penetapan rencana

pembangunan nasional bila dikaitkan dengan RPDAS terpadu maka hingga

saat ini belum masuk dalam sistem perencanaan pembangunan nasional.

Oleh karena itu bila RPDAS terpadu bisa diterapkan secara nasional maka

RPDAS tersebut harus masuk dalam sistem perencanaan pembangunan

nasional sebagaimana diatur dalam UU no. 25 tahun 2004 yang selama ini

dijalankan oleh pemerintah pusat dan daerah.

Sesungguhnya RPDAS terpadu dapat diakomodasi dalam sistem

perencanaan pembangunan nasional kerena dalam pasal 1 UU no. 25 tahun

2004 disebutkan bahwa Program Kewilayahan dan Lintas Wilayah adalah

sekumpulan rencana kerja terpadu antar-Kementerian/Lembaga dan Satuan

Kerja Perangkat Daerah mengenai suatu atau beberapa wilayah, daerah,

atau kawasan. Program kewilayahan dan lintas wilayah dimaksud sangat

sesuai dengan program pengelolaan DAS. Untuk itu maka hanya dibutuhkan

usaha berupa mekanisme pengaturannya agar RPDAS masuk dalam sistem

perencanaan pembangunan nasional karena perangkat peraturan

perundang-undangan memungkinkan untuk itu.

Untuk tingkat kabupaten/kota, RPDAS harus masuk dalam RPJP daerah,

RPJM daerah dan RKPD. Dengan demikian maka akan dapat dituangkan

dalam Renstra dan Renja SKPD agar bisa terimplementasi secara formal. Bila

hal ini sudah berjalan maka kendala mengenai RPDAS tidak diakomodir oleh

Pemda dan sumber pendanannya yang dialami selama ini dapat tereleminir.

E. Respon Pemda terhadap RPDAS Terpadu

Pertanyaan pokok yang perlu dijawab dalam analisis ini adalah

mengapa Pemda terkesan sulit mengadomodasi RPDAS terpadu yang telah

dibuat oleh kementerian kehutanan cq. BPDAS Tondano di Sulut dan BPDAS

Bonebolango di Gorontalo. Untuk menjawab pertanyaan ini peneliti

menggunakan pendekatan kajian peraturan perundangan yang berlaku dan

pendapat para pimpinan stakeholder pengelola DAS di Kabupaten Minahasa,

Bolmong, dan Kabupaten Gorontalo.

Bila ditinjau dari segi peraturan perundangan-undangan bahwa sistem

perencanaan pembangunan di daerah mengacu pada UU no. 25 tahun 2004.

Dengan demikian maka semua program pembangunan di daerah termasuk

mengenai program pengelolaan DAS terpadu seharusnya masuk dalam

proses penyusunan dan penetapan RPJP, RPJM, RPKD, Renstra dan Renja

SKPD. Namun dalam kenyataannya bahwa proses penyusunan RPDAS

terpadu ternyata terpisah dengan proses penyusunan rencana

Page 12: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

54| Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2014

pembangunan di daerah. Penyusunan RPDAS terpadu disusun oleh

Kementerian Kehutanan cq. BPDAS. Dengan demikian maka posisi pemda

dalam hal mengakomodasi RPDAS sangat sulit karena bila RPJP, RPJM,

RPKD, Renstra dan Renja SKPD telah ditetapkan sedangkan RPDAS hendak

masuk maka hal ini tidak memungkinkan.

Hal ini sangat terkait dengan alokasi pendanaan karena dalam UU no

25 tahun 2004 juga telah diatur bahwa bila RKPD telah ditetapkan dan

disahkan maka RKPD tersebut menjadi pedoman penyusunan RAPBD oleh

DPRD. Konsekuensinya bila RPDAS tidak masuk dalam RKPD maka tentu

tidak akan mendapat alokasi anggaran dari APBD. Dengan demikian maka

RPDAS tidak bisa dijalankan oleh SKPD dengan menggunakan APBD.

Hal inilah yang mengakibatkan sikap Pemda/SKPD terkesan sulit

mengadomodasi RPDAS terpadu. Dengan kondisi demikian sikap SKPD

hanya menunggu bila program dan kegiatan RPDAS terpadu dilengkapi

dengan dana dari inisiator itu sendiri, posisi SKPD siap membantu

mengimplementasikannya. Bila inisiator mengharapkan dana dari APBD

maka hal ini sulit terealisasi.

F. Alternatif Kelembagaan Pengelolaan DAS

Dalam menentukan dan mengembangkan bentuk kelembagaan

pengelolaan DAS, ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan.

Pertimbangan tersebut didasarkan pada kekuatan dan kelemahan yang ada

pada setiap bentuk kelembagaan tersebut (Kartodihadrjo, 2004). Secara

umum ada tiga bentuk kelembagaan yaitu (Yudono dan Iwanuddin, 2008):

a. Bentuk kelembagaan Polycentric, yaitu kelembagaan yang menganggap

individu sebagai dasar dari unit analisis. Otoritas yang dimiliki seseorang

itulah yang diartikulasikan kedalam tindakan. Tidak ada supremasi

otoritas, otoritas tergantung pada bagaimana mempertemukan

kepentingan dalam suatu struktur pengambilan keputusan antar pihak

(Kartodihardja, 2004). Kelebihan dari sebuah sistem polycentric yaitu

masing-masing wilayah dan masing-masing sektor berkedudukan setara,

salah satu ciri polycentric adalah mampu untuk menangani sistem yang

kompleks dan sistem biofisik yang dinamik. Kelemahan dari sistem

polycentric adalah belum adanya saling percaya baik secara hierarki,

maupun secara horizontal, lemahnya asas timbal balik, kurangnya arahan

sentral dan permasalahan yang terlalu kompleks.

b. Bentuk kelembagaan Monocentric; dalam kelembagaan ini otoritas

terpusat di satu titik, hubungan antar anggota tidak setara, tetapi

Page 13: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS……. Kristian Mairi, Iwanuddin dan Isdomo Yuliantoro

55

dibawah komando dari pusat. Kelebihan sistem ini adalah bersifat

sentralistik sehingga memungkinkan dilaksanakannya konsep one river,

one plan and multi management. Ada arahan yang jelas dari pusat.

Kelemahan kelembagaan Monocentric, antara lain pengelolaan DAS

hanya sampai pada tataran formal, kurang implementatif dan

mengurangi kewenangan wilayah administrasi, padahal yang diinginkan

adalah kerjasama dari mereka.

c. Bentuk kelembagaan gabungan Polycentric dan Monocentric;

kelembagaan ini merupakan kombinasi antara bentuk lembaga

Polycentric dengan Monocentric, artinya masing-masing pihak

mempunyai kedudukan yang setara, tetapi masih ada beberapa arahan

dari pusat, misalnya dalam hal kebijakan, penyusunan pola perencanaan

dan pedoman monitoring dan evaluasi.

Dari tiga bentuk kelembagaan yang disebutkan di atas maka bentuk

lembaga yang paling sesuai untuk diterapkan dalam pengelolaan DAS

terpadu adalah bentuk kelembagaan kombinasi Polycentric dengan

Monocentric. Bentuk kelembagaan kombinasi Polycentric dengan

Monocentric adalah kelembagaan bersama (colaborative), baik dengan

membentuk lembaga baru atau memanfaatkan kelembagaan yang sudah

ada. Bentuk kelembagaan bersama (dalam bentuk forum/badan koordinasi)

merupakan salah satu alternatif yang paling memungkinkan dalam

pembentukan kelembagaan pengelolaan DAS saat ini.

Secara faktual untuk mendapatkan suatu kelembagaan pengelolaan

DAS yang baik dan diakui oleh semua pihak tidak bisa instan. Lembaga

bukanlah blue print karena bersifat dinamis. Seiring dengan waktu maka

sambil jalan dengan kegiatan di lapang, lembaga yang mengawal kegiatan

tersebut akan mengalami proses penyempurnaan. Untuk itu lembaga

pengelolaan DAS terpadu dirancang agar bisa mengikat semua pemangku

DAS. Sebagai langkah awal perlu dibuat prototipe lembaga pengelolaan DAS

terpadu yang legitimate. Artinya bahwa perlu suatu “payung hukum” yang

mengikat semua pemangku berupa peraturan perundangan-undangan serta

turunannya sebagai pedoman dalam menjalankannya. Dengan demikian

maka kendala utama yang selama ini dirasakan soal koordinasi, integrasi,

sinkronisasi, sinergitas (KISS) yang lemah dan sulit terlaksana serta

dukungan dana yang tidak jelas bisa tereleminasi. Disamping itu slogan

“siabudiba” (siapa, berbuat apa, dimana, dan bilamana) dalam pengelolaan

Page 14: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

56| Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2014

DAS akan lebih jelas dan bisa terlaksana dengan baik. Prakondisi

pembentukan prototipe kelembagaan DAS terpadu adalah:

- Adanya peraturan perundangan-undangan serta turunannya sebagai

pedoman dalam menjalankannya yang bersifat mengikat semua

pemangku DAS

- Memanisme penyusunan rencana pengelolaan DAS terpadu harus link

dengan proses perencanaan di Pemda/SKPD sebagai bagian dari

pemangku DAS. Dengan demikian dihasilkan perencanaan yang dapat

dijalankan oleh semua pemangku, baik itu intansi pusat maupun instansi

daerah.

- Hal yang paling krusial adalah adanya dukungan dana yang jelas,

kontinu, legal dan akuntabel.

Bila prakondisi diatas sudah dilakukan maka berlanjut kepada

pembentukan Prototipe Kelembagaan DAS terpadu. Prototipe Kelembagaan

DAS terpadu bisa berjalan secara baik bila:

- Ada issu pokok yang menjadi prioritas penanganan

- Ada role of the game yang jelas

- Kualifikasi SDM yang memadai

- Ada sumber dana yang jelas, kontinu dan legal.

G. Strategi Pengelolaan DAS Lintas Daerah

Penggunaan SDA yang meliputi beberapa wilayah perlu diatur oleh

strategi pengelolaan DAS secara terpadu, menyeluruh, fleksibel, efisien, dan

berkeadilan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Dari uraian diatas

terlihat bahwa kapasitas untuk mengelola DAS secara berkelanjutan masih

lemah . Untuk itu diperlukan kegiatan peningkatan kapasitas (Capacity

building) yang sistematis secara terus menerus. Strategi yang dapat

ditempuh dalam peningkatan kapasitas dan untuk menghindari terjadinya

konflik antar wilayah adalah :

1. Membangun Kesepahaman dan Kesepakatan

Masing-masing daerah otonom perlu memahami mekanisme hidrologis

yang berjalan secara alami dalam penggunaan SDA lintas regional.

Mekanisme hidrologis menekankan adanya karakteristik

ketergantungan/interdependensi (interdependency) antar spasial.

Sebagai contoh terjadi penurunan penutupan lahan di bagian hulu DAS

dapat mengakibatkan terjadinya banjir saat musim hujan di bagian hilir, dan

meningkatnya buangan limbah di bagian hulu dapat menurunkan kualitas air

aliran sungai di hilirnya.

Page 15: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS……. Kristian Mairi, Iwanuddin dan Isdomo Yuliantoro

57

Masalah ketidakmerataan dan ketidakefisienan penggunaan alokasi SDA

yang mencakup kuantitas dan kualitasnya sering memicu timbulnya konflik

antar daerah. Daerah yang memiliki sumberdaya lebih dan cenderung

menguasainya secara eksklusif akan mengancam daerah-daerah lainnya

sepanjang DAS. Penguasaan secara eksklusif bersifat kaku akan memicu

terjadinya inefisiensi sumberdaya dan meningkatkan biaya pemakaian

sumberdaya serta memicu konflik.

Beragam aktifitas pembangunan yang dilakukan sepanjang DAS selalu

saling terkait, sehingga untuk menghindari terjadinya konflik dalam

pemanfaatan SDA perlu dibangun kesepakatan antar daerah otonom. Dasar

kesepakatan adalah komitmen bersama untuk membangun sistem

pengelolaan DAS yang berkelanjutan yang melandaskan setiap strategi pada

upaya untuk mencapai keseimbangan dan keserasian antara kepentingan

ekonomi, ekologis, dan sosial budaya. Komitmen bersama antar daerah

otonom adalah strategi awal yang perlu dilakukan untuk menyusun langkah-

langkah pengelolaan DAS. Salah satu faktor dari ketidakberhasilan

pengelolaan DAS selama ini adalah tidak dibangunnya komitmen bersama

antar daerah secara baik. Wujud dari komitmen bersama adalah munculnya

perhatian dan tanggung-jawab bersama terhadap kelestarian SDA pada

setiap unit kegiatan pembangunan di daerah masing-masing.

Proses untuk mencapai komitmen bersama dapat ditempuh dengan

melakukan negosiasi politik antar daerah yang didasarkan pada adanya

kepentingan bersama dalam memanfaatkan SDA, sehingga alokasi dan

distribusi SDA dapat ditetapkan secara adil.

Kerjasama antar daerah otonom dapat diwujudkan dengan membentuk

Badan Kerjasama antar Daerah (Pasal 87 ayat 2, UU No. 22/1999).

Keputusan bersama yang membebani masyarakat dan daerah harus

mendapat persetujuan DPRD masing-masing. Jika Kabupaten/Kota tidak

dapat melaksanakan kerjasama antar daerah, maka kewenangan

penyediaan pelayanan lintas kabupaten/kota dilaksanakan oleh Provinsi.

Apabila kerjasama antar Provinsi diperlukan maka kerjasama tersebut harus

dibawah koordinasi pemerintah pusat. Kewenangan provinsi juga mencakup

kewenangan yang tidak dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota karena dalam

pelaksanaannya dapat merugikan Kabupaten/Kota masing-masing. Jika

pelaksanaan kewenangan Kabupaten/Kota dapat menimbulkan konflik

kepentingan antar Kabupaten/Kota, maka Kabupaten dan Kota dapat

membuat kesepakatan agar kewenangan tersebut dilaksanakan oleh

Provinsi.

Page 16: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

58| Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2014

2. Membangun Sistem Legislasi yang Kuat

Kebijakan publik dalam aspek pengelolaan sumberdaya alam akan

memiliki kekuatan untuk mengendalikan perilaku masyarakat (publik)

apabila dikukuhkan oleh sistem legal (hukum) yang memadai. Legislasi

dalam pengelolaan DAS sangat diperlukan terutama dalam merancang dan

mendukung pelaksanaan kebijakan pengelolaan DAS. Beberapa peran

legislasi dalam menjamin pelaksanaan pengelolaan DAS yang baik adalah :

a. Adanya Undang-undang, keputusan presiden, atau produk hukum lainnya

yang dapat dijadikan dasar untuk membentuk institusi dan perangkat

organisasi yang dibutuhkan dalam mengimplementasikan pengelolaan

DAS berkelanjutan.

b. Untuk melegalisasi mandat yang diterima oleh institusi yang dibentuk dan

menjamin sahnya alokasi anggaran rutin yang diberikan oleh pemerintah

c. Untuk mengurangi aktivitas yang menimbulkan kerusakan lingkungan

dalam DAS dan “memaksa” publik untuk mentaati prinsip-prinsip

pengelolaan DAS berkelanjutan.

Legislasi lingkungan dapat mengatur perilaku manusia dalam

hubungannya dengan alokasi dan pemanfaatan sumberdaya alam, seperti

lahan, air, udara, mineral, hutan dan lanskap alam. Perilaku manusia dalam

memanfaatkan sumberdaya alam diberi pedoman agar tidak menimbulkan

degradasi sumberdaya alam dan lingkungan.

Legislasi memberikan kekuatan (power) dan kewenangan (authorities)

kepada pemerintah atau lembaga yang ditunjuk berdasarkan undang-

undang untuk melakukan pengaturan, penguasaan, pengusahaan,

pemeliharaan, perlindungan, rehabilitasi, pemberian sanksi, penyelesaian

konflik dan sebagainya, dalam mengatur hubungan manusia dengan

sumberdaya alam dan lingkungan untuk mewujudkan tujuan pengelolaan

sumberdaya alam yang dikehendaki (sustainable natural resources

development) Produk legal harus menempatkan prinsip keadilan dan

kemanfaatan sebagai pertimbangan dalam merumuskan kebijakan

pengelolaan DAS.

3. Meningkatkan Peranan Institusi Pengelolaan DAS.

Institusi atau kelembagaan merupakan suatu sistem yang kompleks,

rumit, dan abstrak yang mencakup ideologi, hukum, adat istiadat, aturan

dan kebiasaan yang tidak terlepas dari lingkungan. Institusi mengatur apa

yang dilarang untuk dikerjakan oleh individu atau dalam kondisi bagaimana

individu dapat mengerjakan sesuatu. Oleh karena itu, institusi adalah

Page 17: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS……. Kristian Mairi, Iwanuddin dan Isdomo Yuliantoro

59

instrumen yang mengatur antar individu. Institusi sebagai modal dasar

masyarakat (social capital) dapat dipandang sebagai aset produktif yang

mendorong anggotanya untuk bekerjasama menurut aturan perilaku

tertentu yang disetujui bersama untuk meningkatkan produktifitas

anggotanya secara keseluruhan. Ikatan institusi masyarakat yang rusak

secara langsung akan menurunkan produktifitas masyarakat dan menjadi

faktor pendorong percepatan eksploitasi sumberdaya alam disekitarnya

(Kartodihardjo et al., 2000).

Perwujudan institusi masyarakat dapat diidentifikasi melalui sifat-sifat

kepemilikan (property rights) sumberdaya, batas-batas kewenangan

(jurisdiction boundary) masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya, dan

aturan-aturan perwakilan (rules of representation) dalam memanfaatkan

sumberdaya, apakah ditetapkan secara individu atau kelompok. Instansi

pemerintah merupakan institusi formal yang menjadi agen pembangunan

dan berperan sentral dalam menentukan perubahan-perubahan yang

diinginkan. Kinerja institusi sangat tergantung dari kapasitas dan kapabilitas

yang dimilikinya.

Penguatan institusi dalam pengelolaan DAS dibutuhkan untuk mencapai

tujuan-tujuan pengelolaan DAS. Kondisi institusi yang kuat merupakan

prasyarat penyelenggaraan pengelolaan DAS yang baik. Kinerja institusi

pengelolaan DAS di Indonesia relatif tertinggal dibandingkan dengan

Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, bahkan Thailand.

Ketergantungan terhadap sumberdaya alam yang masih tinggi dan

kurangnya kepedulian masyarakat terhadap kelestarian sumberdaya alam

dan lingkungan merupakan indikator lemahnya institusi pengelolaan DAS di

Indonesia. Institusi pengelolaan DAS yang ada di Indonesia belum memiliki

peranan yang kuat terhadap peningkatan ekonomi dan kesejahteraan

masyarakat dalam DAS. Pengembangan kelembagaan masih bersifat

keproyekan, sehingga intervensi penguatan institusi hanya berjalan selama

proyek masih ada.

Instansi pemerintah yang terlibat dalam pengelolaan DAS di Indonesia

sebagai institusi formal cukup beragam. Kendala yang sering dihadapi antara

lain adalah masalah koordinasi program; seringkali program yang sama atau

mirip diusulkan oleh instansi yang berbeda.

Duplikasi program akan menyebabkan ketidakefisienan anggaran

berupa pemborosan dan mark-up, ketidaksinambungan pembinaan program,

serta ketidakjelasan rentang kewenangan pengelolaan DAS. Kenyataan ini

menunjukkan bahwa pengelolaan DAS di Indonesia belum menerapkan

Page 18: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

60| Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2014

prinsip strategi satu perencanaan (one plan strategy) dengan baik, sehingga

tingkat keberhasilan program pengelolaan DAS masih rendah. Prinsip one

river one plan belum diimplementasikan secara menyeluruh.

4. Meningkatkan Kualitas SDM

Kualitas sumberdaya manusia untuk pengelolaan SDA secara umum

masih rendah dan terdapat kesenjangan di seluruh daerah otonom.

Kemampuan petani, perencana pengelolaan DAS, pejabat yang

melaksanakan pengelolaan DAS masih sangat rendah untuk mengelola SDA

secara berkelanjutan dan menerapkan prinsip one river one plan.

Petani tidak mempunyai cukup pengetahuan tentang tindakan tepat

apa yang harus dia lakukan didalam usahataninya agar tidak terjadi

degradasi lahan yang dapat menurunkan produktivitas lahannya. Para

penyuluh pun tidak dibekali pengetahuan dan pedoman yang memadai

untuk membimbing petani dalam memilih dan menerapkan agroteknologi

atau teknik-teknik konservasi yang memadai. Pejabat yang berwenang

menentukan kebijakan pun tidak punya pemikiran dan konsep yang

menyeluruh (holistic) untuk mengelola SDA secara berkelanjutan dalam

suatu DAS.

Oleh sebab itu diperlukan program pelatihan yang sistematis secara

terus menerus untuk meningkatkan kapasitas individu/SDM dalam

pengelolaan SDA agar prinsip pembangunan berkelanjutan terlaksana

diseluruh DAS dan daerah otonom.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Bentuk kelembagaan yang paling sesuai dalam pengelolaan DAS lintas

kabupaten saat ini adalah kelembagaan kolaboratif baik itu berupa

Forum DAS atau Lembaga Koordinasi Pengelolaan DAS (LK-PDAS).

Anggota lembaga ini adalah pimpinan instansi di daerah/SKPD.

Lembaga ini bersifat non struktural dan bertanggung jawab langsung

ke Gubernur sebagai pemegang otoritas kebijakan. Forum DAS/LK-

PDAS berfungsi sebagai wadah komunikasi, konsultasi dan koordinasi

antar para pihak terkait untuk membantu Gubernur merumuskan

kebijakan pengelolaan DAS lintas kabupaten.

2. Forum/Lembaga Koordinasi DAS bukan lembaga eksekutif pengelolaan

DAS karena pelaksanaan pengelolaan DAS tetap dilakukan oleh

lembaga atau instansi teknis kementerian dan satuan kerja pemerintah

daerah (SKPD) sesuai kewenangan dan tupoksinya masing-masing.

Page 19: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS……. Kristian Mairi, Iwanuddin dan Isdomo Yuliantoro

61

3. Perencanaan pengelolaan DAS terpadu yang telah disusun harus masuk

dalam tahapan dan mekanisme penyusunan rencana pembangunan

nasional sesuai dengan UU. No.25 tahun 2004 yaitu melalui

MUSRENBANGDA.

4. Program pengelolaan DAS terpadu mau tidak mau harus masuk dalam

program pembangunan nasional jangka panjang dan menengah (RPJP

& RPJM) sehingga dapat dijalankan di level kabupaten maupun provinsi

(sikron dengan RKPD) dan disyahkan oleh pejabat yang berotoritas

tinggi agar mendapat legitimasi yang kuat dan dapat diikuti instansi

SKPD dan instansi vertikal kementerian teknis.

5. Optimalisasi peran dan fungsi Forum DAS atau LK-PDAS sangat

ditentukan oleh dukungan intansi pemerintah terutama soal kebijakan

dan pendanaannya.

6. Sumber perdanaan pengelolan DAS terpadu untuk SKPD adalah APBD

dan dana tugas pembantuan dari pusat berupa DAK serta pihak

ketiga/lembaga donor, sedangkan UPT kementerian bersumber dari

APBN.

7. Semua sumber pendanaan untuk pengelolaan DAS dikoordinasikan

melalui forum DAS atau LK-PDAS untuk mensinkronkan dengan

kegiatan agar prinsip one river, one plan, multi manajemen bisa

terealisasi.

8. Strategi pengelolaan DAS dalam era otonomi daerah harus dilakukan

melalui peningkatan kapasitas (capacity building) daerah yang meliputi

: (a) membangun kesepahaman dan kesepakatan antar daerah otonom

dalam pengelolaan SDA; (b) membangun sistem legislasi yang kuat;

dan (c) meningkatkan peranan institusi (kelembagaan) dalam

pengelolaan SDA dan (d) meningkatkan kapasitas SDM melalui

pelatihan (training).

B. Saran

1. Keterpaduan pengelolaan DAS akan jelas terlihat bila program dan

perencanaan pengelolaan DAS terpadu dapat diimplementasikan

ditingkat tapak. Untuk itu dukungan penganggaran yang jelas dan

kontinyu dari institusi yang terlibat merupakan kebutuhan mutlak

sebagai motor penggerak kelembagaan pengelolaan DAS terpadu.

2. Perlu ada suatu pilot project implementasi pengelolaan DAS terpadu

dimana dalam satu DAS prioritas tertentu semua unsur terkait terlibat

melaksanakan kegiatan pengelolaan DAS secara bersama-sama sesuai

Page 20: Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DASdatabase.forda-mof.org/uploads/Kristian_prosiding.pdf · Payung hukum pengelolaan DAS sesungguhnya sudah ada terutama setelah terbitnya

62| Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2014

dengan tupoksi dan rencana kerjanya dalam satu bingkai rencana untuk

membuktikan sejauh mana keterpaduan seperti dalam konsep

pengelolaan DAS terpadu dapat diwujudkan.

DAFTAR PUSTAKA

Bryson, J,M. 2003. ”what to do when stakeholder matter; a guide to stakeholder identification and analysis techniques. University of minnoseta

Kementerian Kehutanan. 2000. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Ditjen RLPS Dit. RLKT.

Kementerian Kehutanan –a. 2001. Eksekuitf. Data Strategis Kehutanan. Badan

Planologi Kehutanan. Jakarta.

Kementerian Kehutanan –b. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. DitJen. RLPS. Dit. RLKT. Jakarta.

Kementerian Kehutanan dan Perkebunan RI. 2000. Pedoman Survey Sosial Ekonomi Kehutanan Indonesia (PSSEKI). P2SE. Bogor

Kartodihardjo, H., K. Murtilaksono, H.S. Pasaribu, U. Sudadi, dan N. Nuryantono. 2000. Kajian Institusi Pengelolaan DAS danKonservasi Tanah. K3SB. Bogor.

Kartodihardjo, H., K. Murtilaksono, dan U. Sudadi. 2004. Institusi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai: Konsep dan Pengantar Analisis Kebijakan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Kerr, John. 2007. “Watershed management; Lessons from common property theory”. International Journal of The Commons 1(1):89-109. publisher: Igitur Utrecht Publishing & Archiving Services For IASC.

Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri; Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri Pekerjaan Umum, No.19 tahun 1984 – No.059/Kpts-II/1984 – No.124/Kpts/1984 tanggal 4 April 1984, tentang Penanganan Konservasi Tanah dalam Rangka Pengamanan Daerah Aliran Sungai Prioritas.

Yudono, H. dan Iwanuddin. 2008. Kelembagaan dan nilai air DAS: Mulai dari yang kecil, mulai dari diri sendiri dan mulai saat ini (Pengalaman dari Sub DAS Mararin, DAS Saddang, Tana Toraja). Prosiding Penelitian Puslit Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.