Reretak #2 'Payung'
-
Upload
reretakzine -
Category
Documents
-
view
220 -
download
2
description
Transcript of Reretak #2 'Payung'
Manusia modern memaknai payung secara praksis
berdasarkan fungsinya. Namun gelar animal symbolicum
yang disematkan kepada identitas manusia bukanlah
sesuatu yang tanpa alasan. Payung, secara tidak
sederhana merangkum aktivitas pemaknaan manusia
selama berabad-abad baik sebagai perangkat ritual,
menjadi penanda budaya, penunjuk kekuasaan, bukti
eksistensi pertentangan kelas, hingga lambang
pembebasan gerakan politik feminis.
Melepas diri dari beban historisnya yang berat,
Kepingan Giok Cina memberikan kisah lain mengenai
sejarah payung.
Tentang Yun yang selalu datang
senyum senang membawa rantang
tak peduli hujan panas ia terjang
demi Luban kekasih tersayang (aha!)
Sekarang kita tau, Luban tersayang-lah yang
menciptakan payung untuk Yun kekasihnya.
Ah, tentu saja kita juga tidak lupa bahwa payung
memang seringkali menjadi alibi bagi kebersamaan
singkat para muda mudi kala hujan.
Turut bereuforia dalam pesta memaknai payung,
salam ini juga ingin melekatkan secuil arti meski
sekedarnya. Dalam bentuk harapan bahwa sesuatu yang
sedang anda pegang ini menjadi payung yang cukup luas
untuk arisan dari berbagai makna dan karya.
Apabila ada yang ingin menuduh. Pun, boleh saja
dikatakan sesuatu ini juga hanya alibi bagi seseorang agar
memiliki payung untuk bisa terus melanjutkan pesta
makna pribadinya. (pemberi salam memohon maaf atas
ketidakmengertian pembaca.)
Salam romantis,
:*
Ide
@ilhammmbp
Teks
@ioktrgtmpl
@zanij
@rindi_danika
Ilustrasi
@uptovegan
@rindi_danika
Surel
Sampul
@rindi_danika
Manusia modern memaknai payung secara praksis
berdasarkan fungsinya. Namun gelar animal symbolicum
yang disematkan kepada identitas manusia bukanlah
sesuatu yang tanpa alasan. Payung, secara tidak
sederhana merangkum aktivitas pemaknaan manusia
selama berabad-abad baik sebagai perangkat ritual,
menjadi penanda budaya, penunjuk kekuasaan, bukti
eksistensi pertentangan kelas, hingga lambang
pembebasan gerakan politik feminis.
Melepas diri dari beban historisnya yang berat,
Kepingan Giok Cina memberikan kisah lain mengenai
sejarah payung.
Tentang Yun yang selalu datang
senyum senang membawa rantang
tak peduli hujan panas ia terjang
demi Luban kekasih tersayang (aha!)
Sekarang kita tau, Luban tersayang-lah yang
menciptakan payung untuk Yun kekasihnya.
Ah, tentu saja kita juga tidak lupa bahwa payung
memang seringkali menjadi alibi bagi kebersamaan
singkat para muda mudi kala hujan.
Turut bereuforia dalam pesta memaknai payung,
salam ini juga ingin melekatkan secuil arti meski
sekedarnya. Dalam bentuk harapan bahwa sesuatu yang
sedang anda pegang ini menjadi payung yang cukup luas
untuk arisan dari berbagai makna dan karya.
Apabila ada yang ingin menuduh. Pun, boleh saja
dikatakan sesuatu ini juga hanya alibi bagi seseorang agar
memiliki payung untuk bisa terus melanjutkan pesta
makna pribadinya. (pemberi salam memohon maaf atas
ketidakmengertian pembaca.)
Salam romantis,
:*
Ide
@ilhammmbp
Teks
@ioktrgtmpl
@zanij
@rindi_danika
Ilustrasi
@uptovegan
@rindi_danika
Surel
Sampul
@rindi_danika
Teks oleh : @ilhammmbp
Ilustrasi oleh : @rindi_danika
Payung, dan Perempuan
di dalam Mimpi
Teks oleh : @ilhammmbp
Ilustrasi oleh : @rindi_danika
Payung, dan Perempuan
di dalam Mimpi
Aku Bawa PayungTeks oleh : @rindi_danika
Ilustrasi oleh : @uptovegan
Gang itu terlampau sempit. Seharusnya kita tidak jalan berdua bersisian. Kamu berjalan di depan, aku berjalan dibelakang—maksudnya aku berjalan di depan, kamu berjalan di belakang.
Fiksi
Aku Bawa PayungTeks oleh : @rindi_danika
Ilustrasi oleh : @uptovegan
Gang itu terlampau sempit. Seharusnya kita tidak jalan berdua bersisian. Kamu berjalan di depan, aku berjalan dibelakang—maksudnya aku berjalan di depan, kamu berjalan di belakang.
Fiksi
Dan lalu konspirasi semesta mengirim
gerimis datang menyelinap diantara kita.
Skenario semesta: sepayung berdua. Apakah
payungmu sudah kau bawa? Selain
kepalamu yang keras dan sifatmu yang licik
itu kamu adalah orang yang teliti, rapi, dan
teratur.. Karena aku yang berantakan. Aku
yakin kamu tidak akan lupa membawa
payung. Aku bahkan boleh curiga hujan dan
payung ini adalah rencanamu mengakali
momen… Pasti tidak sulit untuk seorang
penggila mesin seperti kamu untuk merakit
semacam mesin untuk menenun hujan. Tapi,
pun kamu bawa..ia tak dapat
dikembangkan karena gang ini terlampau
sempit. Tapi, oh tapi… Kita tak berjalan di
gang sempit saat hujan setiap waktu kan..
jadi ini kesempatanmu.
Kamu menggeleng pada gerimis lalu
membuka jaket, 'He!' panggilmu. 'Sini! Ujan
lho.' Aku menggeram… memang aku bisa
kemana lagi? Jarak kita hanya sejengkal.
Gang ini terlampau sempit untuk bisa
berdiri lebih jauh lagi di sampingmu.
Aku (atau kamu)—lebih— merapatkan
diri. Kita diam, lalu tertawa. Kamu bilang
ini seperti film Korea. Gang sempit sudah
tidak ada. 'Sok romantis ah, sana geser. Aku
bawa payung.'
Payung terbentang dan kita bisa
sedikit lega. Aku tak perlu begitu dekat
dengan bunyi jantungmu. Suara detak
jantung selalu membuatku tak nyaman.
Seolah olah aku akan mendengarnya
berhenti berdetak.
***
Gang itu terlampau sempit.
Jangankan untuk membuka payung, jalan
berdua saja kita susah. Kita baru saja
bertengkar—atau…..lagi-lagi kita saling
membakar. Tidak ada payung, kamu
membuka jaket dan memintaku
mendekat. Kita tertawa. Aku tau kamu
penggila kisah romantis tapi gang sempit
sudah habis. Aku membuka payungku.
***
Gang itu terlampau sempit. Hujan.
Kedua dinding yang mengapit kita tidak
mengijinkan payung untuk hadir. Gang ini
terlampau sempit untuk dijajaki dua
langkah yang berbeda arah. Sampai di
ujung gang kita sudah lelah. Jaketmu
basah. 'Sok romantis ah, sana geser. Aku
bawa payung.'
Kamu tertawa. Kamu bilang supaya
seperti di film Korea.
***
Kamu memintaku membuka tas,
kamu bilang isinya pasti berantakan.
Kamu kalkulasi pakai ilmu eksakta. Ah
lama-lama kita gila. Gerimis oh Sayang!
Ayo pulang, kita lewat gang.
***
Aku bawa payung. Tapi gang ini
terlalu sempit. Mungkin pikiranmu yang
sempit. Maksudnya, pikiranku sempit. ah?
Baiklah, kita tidak bisa membuka
payungnya. Kamu membuka jaketmu.
***
Kamu suka satu film Korea. Kamu
bilang film itu romantis. Tidak ada
payung dalam film itu. Aku saja yang
bawa payung.
16 | Fiksi
Dan lalu konspirasi semesta mengirim
gerimis datang menyelinap diantara kita.
Skenario semesta: sepayung berdua. Apakah
payungmu sudah kau bawa? Selain
kepalamu yang keras dan sifatmu yang licik
itu kamu adalah orang yang teliti, rapi, dan
teratur.. Karena aku yang berantakan. Aku
yakin kamu tidak akan lupa membawa
payung. Aku bahkan boleh curiga hujan dan
payung ini adalah rencanamu mengakali
momen… Pasti tidak sulit untuk seorang
penggila mesin seperti kamu untuk merakit
semacam mesin untuk menenun hujan. Tapi,
pun kamu bawa..ia tak dapat
dikembangkan karena gang ini terlampau
sempit. Tapi, oh tapi… Kita tak berjalan di
gang sempit saat hujan setiap waktu kan..
jadi ini kesempatanmu.
Kamu menggeleng pada gerimis lalu
membuka jaket, 'He!' panggilmu. 'Sini! Ujan
lho.' Aku menggeram… memang aku bisa
kemana lagi? Jarak kita hanya sejengkal.
Gang ini terlampau sempit untuk bisa
berdiri lebih jauh lagi di sampingmu.
Aku (atau kamu)—lebih— merapatkan
diri. Kita diam, lalu tertawa. Kamu bilang
ini seperti film Korea. Gang sempit sudah
tidak ada. 'Sok romantis ah, sana geser. Aku
bawa payung.'
Payung terbentang dan kita bisa
sedikit lega. Aku tak perlu begitu dekat
dengan bunyi jantungmu. Suara detak
jantung selalu membuatku tak nyaman.
Seolah olah aku akan mendengarnya
berhenti berdetak.
***
Gang itu terlampau sempit.
Jangankan untuk membuka payung, jalan
berdua saja kita susah. Kita baru saja
bertengkar—atau…..lagi-lagi kita saling
membakar. Tidak ada payung, kamu
membuka jaket dan memintaku
mendekat. Kita tertawa. Aku tau kamu
penggila kisah romantis tapi gang sempit
sudah habis. Aku membuka payungku.
***
Gang itu terlampau sempit. Hujan.
Kedua dinding yang mengapit kita tidak
mengijinkan payung untuk hadir. Gang ini
terlampau sempit untuk dijajaki dua
langkah yang berbeda arah. Sampai di
ujung gang kita sudah lelah. Jaketmu
basah. 'Sok romantis ah, sana geser. Aku
bawa payung.'
Kamu tertawa. Kamu bilang supaya
seperti di film Korea.
***
Kamu memintaku membuka tas,
kamu bilang isinya pasti berantakan.
Kamu kalkulasi pakai ilmu eksakta. Ah
lama-lama kita gila. Gerimis oh Sayang!
Ayo pulang, kita lewat gang.
***
Aku bawa payung. Tapi gang ini
terlalu sempit. Mungkin pikiranmu yang
sempit. Maksudnya, pikiranku sempit. ah?
Baiklah, kita tidak bisa membuka
payungnya. Kamu membuka jaketmu.
***
Kamu suka satu film Korea. Kamu
bilang film itu romantis. Tidak ada
payung dalam film itu. Aku saja yang
bawa payung.
16 | Fiksi
@rindi_danika
@rindi_danika