Reretak #2 'Payung'

20

description

reretak #2 'Payung'. 14 Januari 2015. Yogyakarta, Indonesia.

Transcript of Reretak #2 'Payung'

Page 1: Reretak #2 'Payung'
Page 2: Reretak #2 'Payung'

Manusia modern memaknai payung secara praksis

berdasarkan fungsinya. Namun gelar animal symbolicum

yang disematkan kepada identitas manusia bukanlah

sesuatu yang tanpa alasan. Payung, secara tidak

sederhana merangkum aktivitas pemaknaan manusia

selama berabad-abad baik sebagai perangkat ritual,

menjadi penanda budaya, penunjuk kekuasaan, bukti

eksistensi pertentangan kelas, hingga lambang

pembebasan gerakan politik feminis.

Melepas diri dari beban historisnya yang berat,

Kepingan Giok Cina memberikan kisah lain mengenai

sejarah payung.

Tentang Yun yang selalu datang

senyum senang membawa rantang

tak peduli hujan panas ia terjang

demi Luban kekasih tersayang (aha!)

Sekarang kita tau, Luban tersayang-lah yang

menciptakan payung untuk Yun kekasihnya.

Ah, tentu saja kita juga tidak lupa bahwa payung

memang seringkali menjadi alibi bagi kebersamaan

singkat para muda mudi kala hujan.

Turut bereuforia dalam pesta memaknai payung,

salam ini juga ingin melekatkan secuil arti meski

sekedarnya. Dalam bentuk harapan bahwa sesuatu yang

sedang anda pegang ini menjadi payung yang cukup luas

untuk arisan dari berbagai makna dan karya.

Apabila ada yang ingin menuduh. Pun, boleh saja

dikatakan sesuatu ini juga hanya alibi bagi seseorang agar

memiliki payung untuk bisa terus melanjutkan pesta

makna pribadinya. (pemberi salam memohon maaf atas

ketidakmengertian pembaca.)

Salam romantis,

:*

Ide

@ilhammmbp

Teks

@ioktrgtmpl

@zanij

@rindi_danika

Ilustrasi

@uptovegan

@rindi_danika

Surel

[email protected]

Sampul

@rindi_danika

Page 3: Reretak #2 'Payung'

Manusia modern memaknai payung secara praksis

berdasarkan fungsinya. Namun gelar animal symbolicum

yang disematkan kepada identitas manusia bukanlah

sesuatu yang tanpa alasan. Payung, secara tidak

sederhana merangkum aktivitas pemaknaan manusia

selama berabad-abad baik sebagai perangkat ritual,

menjadi penanda budaya, penunjuk kekuasaan, bukti

eksistensi pertentangan kelas, hingga lambang

pembebasan gerakan politik feminis.

Melepas diri dari beban historisnya yang berat,

Kepingan Giok Cina memberikan kisah lain mengenai

sejarah payung.

Tentang Yun yang selalu datang

senyum senang membawa rantang

tak peduli hujan panas ia terjang

demi Luban kekasih tersayang (aha!)

Sekarang kita tau, Luban tersayang-lah yang

menciptakan payung untuk Yun kekasihnya.

Ah, tentu saja kita juga tidak lupa bahwa payung

memang seringkali menjadi alibi bagi kebersamaan

singkat para muda mudi kala hujan.

Turut bereuforia dalam pesta memaknai payung,

salam ini juga ingin melekatkan secuil arti meski

sekedarnya. Dalam bentuk harapan bahwa sesuatu yang

sedang anda pegang ini menjadi payung yang cukup luas

untuk arisan dari berbagai makna dan karya.

Apabila ada yang ingin menuduh. Pun, boleh saja

dikatakan sesuatu ini juga hanya alibi bagi seseorang agar

memiliki payung untuk bisa terus melanjutkan pesta

makna pribadinya. (pemberi salam memohon maaf atas

ketidakmengertian pembaca.)

Salam romantis,

:*

Ide

@ilhammmbp

Teks

@ioktrgtmpl

@zanij

@rindi_danika

Ilustrasi

@uptovegan

@rindi_danika

Surel

[email protected]

Sampul

@rindi_danika

Page 4: Reretak #2 'Payung'
Page 5: Reretak #2 'Payung'
Page 6: Reretak #2 'Payung'
Page 7: Reretak #2 'Payung'
Page 8: Reretak #2 'Payung'
Page 9: Reretak #2 'Payung'
Page 10: Reretak #2 'Payung'

Teks oleh : @ilhammmbp

Ilustrasi oleh : @rindi_danika

Payung, dan Perempuan

di dalam Mimpi

Page 11: Reretak #2 'Payung'

Teks oleh : @ilhammmbp

Ilustrasi oleh : @rindi_danika

Payung, dan Perempuan

di dalam Mimpi

Page 12: Reretak #2 'Payung'
Page 13: Reretak #2 'Payung'
Page 14: Reretak #2 'Payung'

Aku Bawa PayungTeks oleh : @rindi_danika

Ilustrasi oleh : @uptovegan

Gang itu terlampau sempit. Seharusnya kita tidak jalan berdua bersisian. Kamu berjalan di depan, aku berjalan dibelakang—maksudnya aku berjalan di depan, kamu berjalan di belakang.

Fiksi

Page 15: Reretak #2 'Payung'

Aku Bawa PayungTeks oleh : @rindi_danika

Ilustrasi oleh : @uptovegan

Gang itu terlampau sempit. Seharusnya kita tidak jalan berdua bersisian. Kamu berjalan di depan, aku berjalan dibelakang—maksudnya aku berjalan di depan, kamu berjalan di belakang.

Fiksi

Page 16: Reretak #2 'Payung'

Dan lalu konspirasi semesta mengirim

gerimis datang menyelinap diantara kita.

Skenario semesta: sepayung berdua. Apakah

payungmu sudah kau bawa? Selain

kepalamu yang keras dan sifatmu yang licik

itu kamu adalah orang yang teliti, rapi, dan

teratur.. Karena aku yang berantakan. Aku

yakin kamu tidak akan lupa membawa

payung. Aku bahkan boleh curiga hujan dan

payung ini adalah rencanamu mengakali

momen… Pasti tidak sulit untuk seorang

penggila mesin seperti kamu untuk merakit

semacam mesin untuk menenun hujan. Tapi,

pun kamu bawa..ia tak dapat

dikembangkan karena gang ini terlampau

sempit. Tapi, oh tapi… Kita tak berjalan di

gang sempit saat hujan setiap waktu kan..

jadi ini kesempatanmu.

Kamu menggeleng pada gerimis lalu

membuka jaket, 'He!' panggilmu. 'Sini! Ujan

lho.' Aku menggeram… memang aku bisa

kemana lagi? Jarak kita hanya sejengkal.

Gang ini terlampau sempit untuk bisa

berdiri lebih jauh lagi di sampingmu.

Aku (atau kamu)—lebih— merapatkan

diri. Kita diam, lalu tertawa. Kamu bilang

ini seperti film Korea. Gang sempit sudah

tidak ada. 'Sok romantis ah, sana geser. Aku

bawa payung.'

Payung terbentang dan kita bisa

sedikit lega. Aku tak perlu begitu dekat

dengan bunyi jantungmu. Suara detak

jantung selalu membuatku tak nyaman.

Seolah olah aku akan mendengarnya

berhenti berdetak.

***

Gang itu terlampau sempit.

Jangankan untuk membuka payung, jalan

berdua saja kita susah. Kita baru saja

bertengkar—atau…..lagi-lagi kita saling

membakar. Tidak ada payung, kamu

membuka jaket dan memintaku

mendekat. Kita tertawa. Aku tau kamu

penggila kisah romantis tapi gang sempit

sudah habis. Aku membuka payungku.

***

Gang itu terlampau sempit. Hujan.

Kedua dinding yang mengapit kita tidak

mengijinkan payung untuk hadir. Gang ini

terlampau sempit untuk dijajaki dua

langkah yang berbeda arah. Sampai di

ujung gang kita sudah lelah. Jaketmu

basah. 'Sok romantis ah, sana geser. Aku

bawa payung.'

Kamu tertawa. Kamu bilang supaya

seperti di film Korea.

***

Kamu memintaku membuka tas,

kamu bilang isinya pasti berantakan.

Kamu kalkulasi pakai ilmu eksakta. Ah

lama-lama kita gila. Gerimis oh Sayang!

Ayo pulang, kita lewat gang.

***

Aku bawa payung. Tapi gang ini

terlalu sempit. Mungkin pikiranmu yang

sempit. Maksudnya, pikiranku sempit. ah?

Baiklah, kita tidak bisa membuka

payungnya. Kamu membuka jaketmu.

***

Kamu suka satu film Korea. Kamu

bilang film itu romantis. Tidak ada

payung dalam film itu. Aku saja yang

bawa payung.

16 | Fiksi

Page 17: Reretak #2 'Payung'

Dan lalu konspirasi semesta mengirim

gerimis datang menyelinap diantara kita.

Skenario semesta: sepayung berdua. Apakah

payungmu sudah kau bawa? Selain

kepalamu yang keras dan sifatmu yang licik

itu kamu adalah orang yang teliti, rapi, dan

teratur.. Karena aku yang berantakan. Aku

yakin kamu tidak akan lupa membawa

payung. Aku bahkan boleh curiga hujan dan

payung ini adalah rencanamu mengakali

momen… Pasti tidak sulit untuk seorang

penggila mesin seperti kamu untuk merakit

semacam mesin untuk menenun hujan. Tapi,

pun kamu bawa..ia tak dapat

dikembangkan karena gang ini terlampau

sempit. Tapi, oh tapi… Kita tak berjalan di

gang sempit saat hujan setiap waktu kan..

jadi ini kesempatanmu.

Kamu menggeleng pada gerimis lalu

membuka jaket, 'He!' panggilmu. 'Sini! Ujan

lho.' Aku menggeram… memang aku bisa

kemana lagi? Jarak kita hanya sejengkal.

Gang ini terlampau sempit untuk bisa

berdiri lebih jauh lagi di sampingmu.

Aku (atau kamu)—lebih— merapatkan

diri. Kita diam, lalu tertawa. Kamu bilang

ini seperti film Korea. Gang sempit sudah

tidak ada. 'Sok romantis ah, sana geser. Aku

bawa payung.'

Payung terbentang dan kita bisa

sedikit lega. Aku tak perlu begitu dekat

dengan bunyi jantungmu. Suara detak

jantung selalu membuatku tak nyaman.

Seolah olah aku akan mendengarnya

berhenti berdetak.

***

Gang itu terlampau sempit.

Jangankan untuk membuka payung, jalan

berdua saja kita susah. Kita baru saja

bertengkar—atau…..lagi-lagi kita saling

membakar. Tidak ada payung, kamu

membuka jaket dan memintaku

mendekat. Kita tertawa. Aku tau kamu

penggila kisah romantis tapi gang sempit

sudah habis. Aku membuka payungku.

***

Gang itu terlampau sempit. Hujan.

Kedua dinding yang mengapit kita tidak

mengijinkan payung untuk hadir. Gang ini

terlampau sempit untuk dijajaki dua

langkah yang berbeda arah. Sampai di

ujung gang kita sudah lelah. Jaketmu

basah. 'Sok romantis ah, sana geser. Aku

bawa payung.'

Kamu tertawa. Kamu bilang supaya

seperti di film Korea.

***

Kamu memintaku membuka tas,

kamu bilang isinya pasti berantakan.

Kamu kalkulasi pakai ilmu eksakta. Ah

lama-lama kita gila. Gerimis oh Sayang!

Ayo pulang, kita lewat gang.

***

Aku bawa payung. Tapi gang ini

terlalu sempit. Mungkin pikiranmu yang

sempit. Maksudnya, pikiranku sempit. ah?

Baiklah, kita tidak bisa membuka

payungnya. Kamu membuka jaketmu.

***

Kamu suka satu film Korea. Kamu

bilang film itu romantis. Tidak ada

payung dalam film itu. Aku saja yang

bawa payung.

16 | Fiksi

Page 18: Reretak #2 'Payung'

@rindi_danika

Page 19: Reretak #2 'Payung'

@rindi_danika

Page 20: Reretak #2 'Payung'