Strategi Pengembangan Domba Unggul

14
StrategiPengembanganDombaUnggulHasil PenelitianPemuliaan ISMETHINOUNI PusatPenelitiandanPengemban ; JalanRayaPajajaran,KayE59 E-mail: i inounu(dvaho ABSTRAK Pengembanganternakdombaunggulhasilpenelitianmemerlukanstrategiyang layaksecarabiologisdanekonomis .Untukituperludidukungolehstrukturproduksi yangberorientasikepadasistemusahayangmengutamakanefisiensiyangterdiri atastigastrata,yaitu :(1)strataproduksipembibitdenganprodukutamanyaberupa indukternakdombayangmempunyaigenetikunggul,(2)strataproduksipenghasil ternakdombabakalan,dan(3)strataproduksiakiiiryangmenghasilkan ternak dombapotong .Untukdapatbersaingsecaraketatdipasarglobal,produksiternak dombaharusmemerhatikanbibityangresponsifterhadapmasukanteknologi maupuntingkatefisiensinya .Sejalandenganharapantersebut, tulisanini menawarkanprogrampengembanganternakdombaunggulhasilpenelitian pemuliaanberbasisagribisnis .BalaiPenelitianTernak(Balitnak) telahberhasil membentukduagalurdombakomposit,yaitugalurdombakompositSumatera dangalurdombakompositGarut .Mengingatketerbatasansaranamaupunprasarana yangadadiBalitnak,pengembanganternakdombaunggulhasilpenelitian pemuliaanharesdilakukanmelaluikerjasamadenganpetemakmultiplikatoruntuk memperbanyakternakungguldiinti .Selanjutnya,ternak-ternakdari intiini dikembangkanmelaluipolainti-plasmaterbuka.Ternakjantanunggul dariinti mengalirkeplasma .Untukmeningkatkanpartisipasidalamprogramini,peternak kolaboratorperludilibatkansejakdalamperancangan . Untukmengatasi keterbatasanlahansebagaisumberhijauanpakanternak,makalokasiperbanyakan temakunggulmaupunpengembanganternakkomersialperludilaksanakandengan sistemintegrasiternak-tanaman (crop livestocksystem) . Untukmeningkatkandaya tawarpeternakpadasaatmendapatkan input maupunmemasarkanproduk,perlu dibentukkelompokpeternakyangdibimbingdandidampingiolehpeneliti dan penyuluhsecaraintensif .Untuksuksesnyaprogrampengembanganternakunggul hasilpenelitian,makadukungankebijakanpemerintahdalamhalkemudahan perizinanusaha,tataruang,permodalan,danperizinaneksporternaksangat dibutuhkan . Katakunci :domba,pemuliaan,ternak,strategipengembangan,dukungankebijakan

description

domba

Transcript of Strategi Pengembangan Domba Unggul

  • Strategi Pengembangan Domba Unggul Hasil

    Penelitian Pemuliaan

    ISMETH INOUNI

    Pusat Penelitian dan Pengemban;

    Jalan Raya Pajajaran, Kay E 59

    E-mail: i inounu(dvaho

    ABSTRAK

    Pengembangan ternak domba unggul hasil penelitian memerlukan strategi yang

    layak secara biologis dan ekonomis. Untuk itu perlu didukung oleh struktur produksi

    yang berorientasi kepada sistem usaha yang mengutamakan efisiensi yang terdiri

    atas tiga strata, yaitu : (1) strata produksi pembibit dengan produk utamanya berupa

    induk ternak domba yang mempunyai genetik unggul, (2) strata produksi penghasil

    ternak domba bakalan, dan (3) strata produksi akiiir yang menghasilkan ternak

    domba potong. Untuk dapat bersaing secara ketat di pasar global, produksi ternak

    domba harus memerhatikan bibit yang responsif terhadap masukan teknologi

    maupun tingkat efisiensinya . Sejalan dengan harapan tersebut, tulisan ini

    menawarkan program pengembangan ternak domba unggul hasil penelitian

    pemuliaan berbasis agribisnis . Balai Penelitian Ternak (Balitnak) telah berhasil

    membentuk dua galur domba komposit, yaitu galur domba komposit Sumatera

    dan galur domba komposit Garut. Mengingat keterbatasan sarana maupun prasarana

    yang ada di Balitnak, pengembangan ternak domba unggul hasil penelitian

    pemuliaan hares dilakukan melalui kerja sama dengan petemak multiplikator untuk

    memperbanyak ternak unggul di inti . Selanjutnya, ternak-ternak dari inti ini

    dikembangkan melalui pola inti-plasma terbuka. Ternak jantan unggul dari inti

    mengalir ke plasma . Untuk meningkatkan partisipasi dalam program ini, peternak

    kolaborator perlu dilibatkan sejak dalam perancangan. Untuk mengatasi

    keterbatasan lahan sebagai sumber hijauan pakan ternak, maka lokasi perbanyakan

    temak unggul maupun pengembangan ternak komersial perlu dilaksanakan dengan

    sistem integrasi ternak-tanaman (crop livestock system) . Untuk meningkatkan daya

    tawar peternak pada saat mendapatkan input maupun memasarkan produk, perlu

    dibentuk kelompok peternak yang dibimbing dan didampingi oleh penelitidan

    penyuluh secara intensif. Untuk suksesnya program pengembangan ternak unggul

    hasil penelitian, maka dukungan kebijakan pemerintah dalam hal kemudahan

    perizinan usaha, tata ruang, permodalan, dan perizinan ekspor ternak sangat

    dibutuhkan .

    Kata kunci: domba, pemuliaan, ternak, strategi pengembangan, dukungan kebijakan

  • PENDAHULUAN

    Pengembangan ternak domba unggul hasil penelitian memerlukan strategi

    yang memenuhi kriteria kelayakan secara biologis dan ekonomis. Hal

    tersebut perlu pula didukung oleh struktur produksi yang berorientasi

    kepada sistem usaha yang mengutamakan efisiensi yang terdiri atas tiga

    strata, yaitu : (1) strata produksi pembibit yang produk utamanya berupa

    induk-induk temak domba yang mempunyai kapasitas genetik yang unggul,

    (2) strata produksi penghasil ternak domba bakalan, dan (3) strata produksi

    akhir yang menghasilkan ternak domba potong atau lebih dikenal sebagai

    usaha penggemukan .

    Strata produksi penghasil bibit merupakan komponen yang sangat

    penting karena berperan sebagai usaha hilir dari keseluruhan sistem

    produksi ternak domba penghasil daging. Ternak domba yang dihasilkan

    merupakan kombinasi antara faktor genetik dan lingkungan, di mana faktor

    genetik merupakan komponen dasar yang dimiliki oleh ternak, sedangkan

    faktor lingkungan adalah kondisi yang memberi kesempatan agar potensi

    genetik dapat ditonjolkan sehingga terbentuk suatu produk yang unggul

    dari segi biologis. Strata ini memerlukan keahlian, ketekunan, biaya, dan

    waktu yang panjang. Untuk itu sangat tepat apabila strata ini dipegang oleh

    pemerintah. Dalam hal ini, Balai Penelitian Ternak (Balitnak) atau Balai

    Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) memegang peranan penting.

    Komponen penghasil ternak bakalan merupakan suatu usaha temak

    domba yang menggunakan bibit unggul untuk menghasilkan ternak yang

    siap digemukkan atau digunakan dalam proses produksi lainnya

    berdasarkan permintaan pasar. Dalam kondisi ini, biaya produksi harus

    minim bahkan kalau memungkinkan zero cost .Biasanya ini dapat terlaksana

    pada peternakan rakyat dengan sistem gembala, di mana ternak

    mendapatkan pakan dari alam secara `gratis' .

    Komponen usaha penggemukan merupakan usaha ternak domba yang

    merespons pasar dalam hal permintaan daging domba secara langsung

    melalui pengaturan produksi dan skala penggemukan. Pada strata ini tidak

    masalah apabila dibutuhkan inputpakan dengan biaya tinggi karena

    produknya akan berkaitan langsung dengan pasar.

    Fenomena yang terjadi di Indonesia sampai saat ini adalah peternak

    tradisional berperan sekaligus sebagai pembibit, penyedia bakalan, dan

    penghasil domba siap potong. Penyebab dari kondisi seperti itu adalah fungsi

    utama dari usaha ternak domba sebagai tabungan. Hal ini didukung oleh

    sifatnya yang tidak padat modal dan relatif mudah dipelihara. Hal ini dapat

    berjalan dengan balk selama usaha tidak berorientasi kepada keuntungan.

    156

    Membumikan Iptek Pertanian

    Apabila usaha tem,

    yang berorientasi agrib

    perkembangan teknolo

    pemuliaan, reproduksi,

    di satu pihak, dan doron

    sangat elastis terhadap

    itu, sistem produksi to

    antara lain melalui spe

    komponen model pengi

    Beranjak dari basis

    produksi ternak domb,

    keunggulan komparatif n

    era pasar global. Untuk

    domba harus memerh,

    teknologi maupun efisie

    menawarkan strategi pen

    pemuliaan berbasis agrib

    TERNAK

    Domba lokal memiliki b

    sepanjang tahun dan dap

    beranak atau beranak setii

    dengan jumlah anak satu

    anak dalam 2 tahun, atau

    domba di Balitnak didasari

    galur domba garut menjadi

    dan nonprolifk (FecJ -Fec

    baik terhadap lingkungan 1

    endoparasit (Raadsmaet a

    sekelahiran rata-rata 2,

    menghasilkan anak sekek

    ternak nonprolifik menghi

    induk (Inounu et al . 1999) . 1

    meningkatkan jumlah anak

    domba lokal mempunyai

    sehingga bobot anak yang

    rendah sehingga kebutuhar

    temak prolifik. Hal ini meng~

    kematian anak tinggi .

    Inounu: Strategi Pengembangan Domb

  • Apabila usaha ternak domba akan diarahkan kepada kegiatan usaha

    yang berorientasi agribisinis, maka mau tidak mau harus memerhatikan

    perkembangan teknologi budi daya ternak dari berbagai aspek, mulai dari

    pemuliaan, reproduksi, pakan, pemeliharaan dan pengendalian penyakit

    di satu pihak, dan dorongan permintaan pasar terhadap daging ternak yang

    sangat elastis terhadap pendapatan konsumen di lain pihak . Oleh karena

    itu, sistem produksi ternak domba harus ditingkatkan kemampuannya

    antara lain melalui spesialisasi komponen usaha seperti ketiga macam

    komponen model pengembangan tersebut .

    Beranjak dari basis efisiensi usaha melalui spesialisasi komponi

    produksi ternak domba, diharapkan komoditas ini mampu memili

    keunggulan komparatif maupun kompetitif, khususnya dalam menghada

    era pasar global. Untuk dapat bersaing di pasar global, produksi tern

    domba harus memerhatikan bibit yang responsif terhadap masuki

    teknologi maupun efisiensi. Sejalan dengan harapan tersebut, tulisan i

    menawarkan strategi pengembangan ternak domba unggul hasil penelitii

    Demuliaan berbasis airibisnis .

    sepanjang tahun dan dapat bunting kembali dengan baik 3 bulan setelah

    beranak atau beranak setiap 8 bulan sekali . Dengan demikian, seekor induk

    dengan jumlah anak satu ekor per kelahiran dapat menghasilkan 3 ekor

    anak dalam 2 tahun, atau rata-rata 1,5 ekor anak per tahun . Pembentukan

    domba di Balitnak didasari oleh hasil penelitian sebelumnya atas pemisahan

    galur domba garut menjadi ternak prolifik (FecJ'FecJ F ), medium (FecJ FFecJ+),

    dan nonprolifik (FecJ+FecJ+). Ternak ini mempunyai daya adaptasi yang

    baik terhadap lingkungan (Bradford dan Inounu 1996) dan tahan terhadap

    endoparasit (Raadsma et a! . 2002). Ternak domba prolifik mempunyai anak

    sekelahiran rata-rata 2,5 ekor per induk, induk medium prolifik

    menghasilkan anak sekelahiran rata-rata 2,0 ekor per induk, sedangkan

    ternak nonprolifik menghasilkan anak sekelahiran rata-rata 1,2 ekor per

    induk (Inounu et al . 1999). Dengan demikian, satu duplikat gen FeJ'' mampu

    meningkatkan jumlah anak sekelahiran rata-rata 0,8 ekor per induk . Namun

    domba lokal mempunyai kelemahan, di antaranya tubuh yang kecil

    sehingga bobot anak yang dilahirkan juga kecil, dan produksi susu induk

    rendah sehingga kebutuhan susu anak tidak dapat dipenuhi, terutama pada

    temak prolifik . Hal ini mengakibatkan pertumbuhan anak rendah dan tingkat

    kematian anak tinQQi .

  • Untuk meningkatkan bobot lahir dan produksi susu induk dibentuk

    domba komposit yang dapat memecahkan masalah tersebut . Kegiatan

    dimulai pada tahun 1995, di mana Balitnak melakukan persilangan dengan

    mengawinkan domba Garut betina (GG) sebanyak 34 ekor dengan pejantan

    domba St.Croix (HH) untuk menghasilkan domba persilangan (HG) . Pada

    tahun 1996 dilakukan persilangan antara domba Garut betina (GG) dengan

    domba Moulton Charollais (MM) dengan cara inseminasi buatan (1B) untuk

    mendapatkan domba persilangan (MG) . Inseminasi buatan pada domba

    ini dilakukan dengan cara intrauterine menggunakan teknik laparoskopi .

    Hasilnya cukup menggembirakan dengan tingkat keberhasilan 71 % domba

    berhasil beranak, lebih baik dari yang dilakukan di Tunisia dengan metode

    yang sama dengan tingkat keberhasilan hanya 59% (Djemali et al . 2009) .

    Domba hasil persilangan dua bangsa tersebut, HG (50% St. Croix : 50%

    Garut) dan MG (50% Moulton Charollais : 50% Garut) diseleksi, kemudian

    dikawinkan untuk menghasilkan domba persilangan tiga bangsa atau

    komposit, yaitu HMG (50% Garut : 25% Moulton Charollais : 25% St. Croix)

    hasil perkawinan antara pejantan HG dengan betina MG, dan MHG (50%

    Garut : 25% Moulton Charollais : 25% St.Croix) hasil perkawinan antara

    pejantan MG dengan betina HG .

    Bobot lahir anak domba GG, HG, dan MG masing-masing untuk tipe

    kelahiran tunggal adalah 3,09 ; 3,15 ; dan 3,39 kg, untuk tipe kelahiran kembar

    dua 2,27 ; 2,16; 2,33 kg, dan untuk tipe kelahiran kembar tiga 1,5 ; 1,85 ; dan

    1,76 kg (Inounu et al . 1998). Hal yang mengesankan, bobot ternak pada

    umur 12 bulan untuk domba GG, HG, dan MG adalah 21,25 ; 31,01 dan 35,48

    kg untuk tipe kelahiran tunggal, untuk tipe kelahiran kembar dua adalah

    20,09; 28,04; 31,50 kg, dan untuk tipe kelahiran kembar tiga 20,16 ; 24,65 ;

    dan 27,05 kg (Inounu et al. 1998) .

    Penelitian kemudian dilanjutkan untuk mendapatkan domba dengan

    komposisi darah 25% H, 25% M, dan 50% G atau disebut domba komposit .

    Bobot badan dewasa domba GG, MG, HG, MHG, dan HMG berturut-turut

    adalah 37,0 ; 44,1 ; 40,0; 43,3; dan 44,4 kg (Inounu et al . 2008), jauh lebih

    tinggi dari bobot domba komposit Sumatera yang hanya 31,6 kg dan dicapai

    pada umur 54 bulan (Subandriyo et al. 2000) . Secara ekonomi, domba

    komposit tersebut lebih efisien 69-71% dibandingkan dengan domba GG

    (Inounu dan Priyanti 2009) .

    KENDALA PENGEMBANGAN DOMBA HASIL PEMULIAAN

    Balitnak telah berhasil membentuk dua galur domba komposit, yaitu galur

    domba komposit Sumateradan Garut. Hasil penelitian di stasiun percobaan

    maupun di lapangan menunjukkan keunggulan dari domba komposit ini

    1 58 Membumikan lptek Pertanian

    dibandingkan dengan di

    domba komposit hasil

    komitmen yang tinggi .

    Pengembangan tern

    petemakan rakyat maupui

    saat ini masih sangat kecil

    pun sangat kecil . Peternz

    oleh rakyat. Peternakan ri

    dari lingkungan sekitar. Pa

    faktor pembatas bagi peter

    domba tidak lebih dari 5 ek

    jumlah pejantan juga terba

    identifikasi pedigree dan I

    dan kelembagaannya bell

    Dengan demikian, upayi

    pemuliaan tidak dapat diir

    Tingkat pengetahuan f

    masih sangat kurang dan

    input yang tinggi . Dengan

    dengan melibatkan petem

    peternak, menguntungkar

    kerja minimum, input r

    agroekosistem setempat.

    Kecilnya jumlah temal

    domba menyebabkan mai

    pada usaha komersial, mw

    tunai pada saat kebutuhan

    domba yang dikelola belur

    pemasaran ternak dibutul

    bergerak di desa, untuk kei

    peternak tidak mempunya

    ini menyebabkan petemal

    bila input tersebut juga me

    STRA

    Pola Pengemt

    Banyak pakar pemuliaan te.

    pola inti-plasma untuk me

    1982 ; Hodges 1990 ; Jasio

    Inounu : Strategi Pengembangan Dom

  • dibandingkan dengan domba lokal setempat . Namun, pengembangan

    domba komposit hasil penelitian pemuliaan memerlukan biaya dan

    komitmen yang tinggi .

    Pengembangan ternak hasil pemuliaan dapat dilakukan melalui

    petemakan rakyat maupun swasta. Namun, jumlah petemak swasta sampai

    saat ini masih sangat kecil dan perannya dalam pengembangan peternakan

    pun sangat kecil . Peternakan domba dan kambing hampir 99% dikelola

    oleh rakyat. Peternakan rakyat sangat mengandalkan ketersediaan pakan

    dari lingkungan sekitar. Pada kondisi tertentu, ketersedaaau 1 pakan menjadi

    faktor pembatas bagi petemak, terutama di Jawa, yang rata-rata memelihara

    domba tidak lebih dari 5 ekor tiap keluarga . Selain jumlah temak yang sedikit,

    jumlah pejantan juga terbatas, bahkan adakalanya tidak ada pejantan . Sistem

    identifikasi pedigree dan pencatatan produksi temak juga tidak dilakukan

    dan kelembagaannya belum ada atau kalaupun ada masih sangat lemah .

    Dengan demikian, upaya peningkatan kualitas genetik dan teknologi

    pemuliaan tidak dapat diimplementasikan dengan balk .

    Tingkat pengetahuan petemak rakyat tentang teknologi pemuliaan juga

    masih sangat kurang dan petemak enggan menanggung risiko maupun

    input yang tinggi . Dengan demikian, program pemuliaan harus dirancang

    dengan melibatkan petemak dan diarahkan agar sesuai dengan kebutuhan

    petemak, menguntungkan, tidak berisiko tinggi, jumlah kebutuhan tenaga

    kerja minimum, input minimum, dan mempertimbangkan kondisi

    agroekosistem setempat .

    Kecilnya jumlah ternak yang mampu dipelihara oleh seorang peternak

    domba menyebabkan manajemen usaha ternak domba belum mengarah

    pada usaha komersial, masih terbatas sebagai tabungan atau penyedia dana

    tunai pada saat kebutuhan mendadak . Dengan perkataan lain, usaha temak

    domba yang dikelola belum berorientasi agribisnis. Oleh karena itu, dalam

    pemasaran temak dibutuhkan pedagang pengumpul atau belantik yang

    bergerak di desa, untuk kemudian dijual di pasar temak . Dengan demikian,

    petemak tidak mempunyai posisi tawar pada saat menjual ternaknya . Hal

    ini menyebabkan peternak tidak peduli terhadap input teknologi, apalagi

    bila input tersebut juga meningkatkan biaya produksi .

    JGEMBANGAN

    Pola Pengembangan Ternak Hasil Pemuliaan

    Banyak pakar pemuliaan temak menyarankan untuk mengimplementasikan

    pola inti-plasma untuk mengembangkan ternak hasil pemuliaan (Turner

    1982; Hodges 1990; Jasiorowski 1990 ; Kiwuwa 1992). Hasil dari suatu

  • program pemuliaan hares dapat meningkatkan pendapatan peternak . Oleh

    karena itu diperlukan upaya untuk meningkatkan skala usaha peternakan

    domba yang berorientasi agribisnis. Hal ini dapat dilakukan dengan

    memanfaatkan lahan perkebunan karet, kelapa sawit, lada, tebu, dan kelapa

    sebagai sumber hijauan pakan ternak dalam suatu sistem yang terintegrasi .

    Dalam hal ini, buruh perkebunan dapat bertindak sebagai plasma . Melalui

    upaya ini, minimal kendala penyediaan pakan ternak sudah dapat teratasi .

    Di lain pihak, Balitnak dapat bertindak sebagai inti, yang bertanggung jawab

    terhadap penyediaan pejantan unggul dan sistem pencatatan (pedigree

    maupun produktivitas). Keterlibatan peneliti Balitnak lai igsung di lapangan

    sangat mendukung keberhasilan program pengembangan ternak hasil

    pemuliaan .

    Pada pola inti-plasma tertutup, tidak ada migrasi ternak dari plasma ke

    inti dan semua pencatatan dilakukan terbatas di inti . Sebaliknya, pada pola

    inti terbuka, terdapat kemungkinan ternak unggul bermigrasi ke inti untuk

    terlibat dalam program pemuliaan . Dari plasma hanya ternak betina unggul

    yang dibolehkan memasuki inti . Jasiorowski (1990) merekomendasikan

    pemanfaatan pola inti-plasma terbuka untuk pengembangan ternak

    ruminansia kecil di daerah tropis . Pola inti-plasma terbuka dapat melibatkan

    populasi ternak yang lebih besar dan mengurangi kejadian inbreeding,

    walaupun rnembutuhkan infrastruktur dan biaya karena akan menambah

    pekerjaan pencatatan pedigree dan keragaan ternak di plasma .

    Rancangan pola breeding yang dibuat akan berdampak terhadap hasil

    yang diharapkan . Sebagai contoh, seleksi terhadap jantan dan betina pada

    pola inti-plasma terbuka akan menghasilkan kemajuan genetik yang lebih

    tinggi dibanding apabila seleksi hanya dilakukan terhadap domba jantan .

    Bichard (1971) menyatakan bahwa jika plasma hanya mendapatkan jantan

    dari inti maka respons seleksi pada plasma akan tertinggal dua generasi

    dibanding intinya (kurang lebih 7 tahun untuk ternak domba dan kambing) .

    Dengan membuka inti, hal ini akan mendorong kemajuan yang lebih cepat

    dan akan menguntungkan pola inti-plasma secara keseluruhan . Bila kondisi

    peternakan di inti berjalan baik, maka kemajuan di plasma akan secepat

    kemajuan di inti (Kinghorn 2000) . Dengan rancangan pemuliaan yang

    optimum, respons seleksi pola inti-plasma terbuka dua strata 10-15% lebih

    cepat dibandingkan dengan pola inti-plasma tertutup (James 1977) .

    Penghasil Bibit Unggul

    Upaya perbanyakan ternak hasil pemuliaan terkendala oleh terbatasnya

    lahan dan dana. Sebagai gambaran, untuk membentuk domba komposit

    Greeline di Selandia Baru dibutuhkan waktu 40 tahun dan lahan 270 ha

    dengan jumlah induk 2 .500 ekor, betina muda 650 ekor dan pejantan muda

    1 60Memburnikan lptek Pertanian

    200 ekor (Greeline 2010

    a

    .

    kecil untuk dapat berperr

    J

    Balitnak untuk sumber hij

    pengembangan ternak has

    bekerja sama dengan pi

    multiplikator dan perlu a,

    perkebunan/kehutanan

    terintegrasi. Selanjutnya, d

    dukungan infrastruktur da

    dalam hal tata ruang, serl

    permodalan .

    Untuk mengembangk;

    bertindak sebagai inti ita

    sumber daya manusia, sun

    strategi pengembangan ten

    mempunyai ternak minim

    kemudian 400 ekor betina

    peternak multiplikator. Al

    pengembangan peternak r

    Setiap penambahan jumlah

    akan segera digulirkan ke pE

    lanjut.

    Denganlitter size 1,8 pi

    tahun, dan angka kematian

    dapat dihasilkan temak jan

    demikian, setiap tahun dap

    baru. Dukungan pendana

    pemerintah untuk pemelih

    Untuk memecahkan r

    pengembangan domba, pe

    sepanjang tahun . Agar prog

    dengan pihak perkebunan

    domba dan karet di Sei Puti

    baik; selain dapat meningki

    memperbaiki kesuburan tan

    memelihara 40 ekor domba 1

    penggembalaan pada pagi

    Sepuluh keluarga secan

    penggembala sehingga satu

    domba. Dengan metode ini l

    memenuhi keperluan seha

    tahap ini digunakan sistem

    Inounu: Strategi Pengembangan Domo

  • 200 ekor (Greeline 2010). Jumlah ternak hasil pemuliaan di Balitnak terlalu

    kecil untuk dapat berperan secara nasional . Sempitnya lahan yang dipunyai

    Balitnak untuk sumber hijauan pakan merupakan faktor pembatas utama

    pengembangan ternak hasil penelitian pemuliaan . Untuk itu Balitnak harus

    bekerja sama dengan pihak kedua yang bertindak sebagai peternah

    multiplikator dan perlu adanya dukungan kebijakan keterlibatan pihah

    perkebunan/kehutanan dalam pengembangan ternak domba secara

    terintegrasi. Selanjutnya, dalam pembentukan kawasan peternakan perlu

    dukungan infrastruktur dan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah

    dalam hal tata ruang, serta kemudahan perizinan usaha dan dukungan

    permodalan .

    Untuk mengembangkan ternak hasil penelitian pemuliaan, Balitnal

    bertindak sebagai inti utama karena mempunyai keunggulan dari seg

    sumber daya manusia, sumber daya temak unggul, strategi pemuliaan, dai

    strategi pengembangan ternak . Untuk melaksanakan program ini, inti hare

    mempunyai temak minimal 800 ekor betina dan 80 ekor pejantan, yani

    kemudian 400 ekor betina dan 40 ekor pejantan akan diserahkan kepad .

    peternak multiplikator. Apabila jumlah ternak belum memadai, make

    pengembangan petemak multiplikator dapat dilakukan secara bertahap

    Setiap penambahan jumlah temak dari hasil pengembangan pada inti utam .

    akan segera digulirkan ke petemak multiplikator untuk pengembangan lebil

    lanjut .

    tahun, dan angka kematian prasapih sampai umur setahun 15%, maka akai

    dapat dihasilkan temak jantan dan betina 918 ekor umur setahun . Dengai

    demikian, setiap tahun dapat dibuat satu kelompok peternak multiplikato

    baru. Dukungan pendanaan yang cukup dan berkesinambungan dai

    pemerintah untuk pemeliharaan bibit unggul pada inti sangat diperlukan .

    Untuk memecahkan masalah keterbatasan sumber pakan dalam

    pengembangan domba, perlu dicarikan suplai hijauan pakan yang cukup

    sepanjang tahun. Agar program ini dapat berjalan perlu dijalin kerja sama

    dengan pihak perkebunan kelapa sawit, karet, kelapa, dan tebu . Integrasi

    domba dan karet di Sei Putih, Sumatera Utara, dapat berkembang dengan

    baik; selain dapat meningkatkan pendapatan keluarga pekebun juga dapat

    memperbaiki kesuburan tanah . Satu kepala keluarga pekebun karet mampu

    memelihara 40 ekor domba tanpa permasalahan yang berarti, dengan sistem

    penggembalaan pada pagi had dan kembali ke kandang pada sorenya .

    Sepuluh keluarga secara berkelompok memperkerjakan seorang

    penggembala sehingga satu kelompok menggembalakan kira-kira 400 ekor

    domba. Dengan metode ini pendapatan petemak meningkat sehingga dapat

    memenuhi keperluan sehari-hari dan membiayai sekolah anaknya . Pada

    tahap ini digunakan sistem bagi hasil yang lebih banyak menguntungkan

  • pekerja kebun karena mereka harus berternak untuk keperluan inti .

    Pekerjaan pencatatan (pedigree maupun produktivitas) menjadi kewajiban

    mereka .

    Penentuan peternak multiplikator adalah kunci utama keberhasilan

    program pemuliaan ternak di luar Balitnak sebagai inti utama . Untuk itu,

    dalam kegiatan ini aspek sosial-budaya peternak multiplikator harus

    diperhatikan. Program ini harus menghasilkan uang tunai dari penjualan

    temak dan menguntungkan peternak, tersedianya daging untuk konsumsi

    rumah tangga, dan pupuk organik sebagai penghasilan tambahan . Di

    samping itu perlu pula diperhatikan bahwa temak domba juga dipelihara

    untuk berbagai keperluan lainnya, seperti untuk tabungan maupun kurban .

    Bibit unggul yang dilibatkan dalam kegiatan ini harus memenuhi syarat

    komponen utama pada petemakan rakyat dengan produktivitas yang tinggi,

    dapat diterima peternak, dan beradaptasi pada lingkungan setempat. Oleh

    karena itu, diperlukan keterlibatan peternak dalam setiap langkah

    perancangan dan pelaksanaan program pemuliaan di pedesaan . Untuk

    mendukung hal tersebut perlu dilakukan survei pendahuluan menggunakan

    metode Participatory Rural Appraisal (PRA) .

    Dalam survei tersebut diteliti kemampuan peternak untuk memelihara

    temak, yang meliputi fasilitas kandang, ketersediaan dan waktu luang tenaga

    kerja, serta ketersediaan pakan di lingkungan setempat . Selanjutnya,

    petemak plasma terpilih harus menandatangani surat perjanjian yang telah

    disetujui dalam kesepakatan bersama, dengan prinsip saling

    menguntungkan .

    Kesulitan dalam implementasi program peningkatan mutu genetik di

    lapangan yang melibatkan petemak multiplikator adalah pembentukan pola

    pemuliaan yang efektif, terutama dalam hal kecilnya populasi yang dimiliki

    (small population size), pencatatan keragaan temak danpedigree, hanya

    ada satu ekor pejantan yang dimiliki, rendahnya tingkat pengetahuan,

    keterbatasan kelembagaan, dan pemantauan kemajuan yang telah dicapai

    (Turner 1977; Kiwuwa 1992 ; Jaitner et al. 2001; Wollny et al. 2002). Agar

    program pemuliaan ini memberikan hasil yang maksimal, keterlibatan

    peneliti pemuliaan secara langsung dan intensif sangat diperlukan . Yapi-

    Gnoare (2000) menganjurkan untuk melibatkan penyuluh dalam

    pengembangan peterakan di pedesaan . Program pemuliaan harus

    didahului dengan penyuluhan untuk melatih dan meningkatkan keahlian

    teknis produksi dan menambah pengalaman dalam betemak domba. Dalarn

    periode tersebut, peternak dilatih untuk mengenali pentingnya menjaga

    catatan pedigree maupun produktivitas ternak dan keuntungan yang akan

    didapat dari kegiatan pencatatan (Moioli et al. 2002).

    1 62Membumikan Iptek Pertanian

    Peternak multiplikator

    yang beranggotakan 20 c

    kandang dengan kapasita

    bibit betina unggul dan dL

    mengembalikan dua el

    berkewajiban mengganti p

    yang baru . Hal ini bertujuai

    Ternak hasil pengembz

    peternak dengan kewajiba

    kandang minimal tetap 20

    dijual ke pasar hewan atau

    multiplikator swadana . DE

    mempunyai tambahan pen

    bertambah banyak, maka c

    berfungsi untuk mencari inj

    harga yang pantas .

    Dengan litter size 1,8 pE

    tahun, dan angka kematian I

    peternak dapat menghasilk

    Dua ekor pejantan terpilih

    mempunyai penghasilan 4

    Rp600.000, maka peternal

    Rp26,4 juta per tahun . Apat

    sampai 40 ekor, seperti yang

    Utara, maka pendapatannya

    Bila dipotong biaya produksi

    besar untuk kehidupan yan;

    Pengh,

    Program pengembangan tet

    sederhana, pragmatis, dan (

    tambahan diperlukan juga i

    teknologi . Kebanyakan pe

    penelitian bila insentifnya d

    menghasilkan keuntungan

    kegagalan program pemulia~

    untuk berpartisipasi dan mE

    kegiatan. Insentif dapat dib(

    melaksanakan program per

    secara berangsur-angsur bile

    Inounu :Strategi Pengembangan Domba

  • n atac kelnmnnk paternal

    yang beranggotakan 20 orang . Masing-masing peternak yang memiliki

    kandang dengan kapasitas minimal 20 ekor induk dewasa diberi 20 ekor

    bibit betina unggul dan dua ekor pejantan unggul . Mereka berkewajiban

    mengembalikan dua ekor pejantan unggul setiap tahun dan inti

    berkewajiban mengganti pejantan unggul mereka dengan pejantan unggul

    yang baru. Hal ini bertujuan untuk menekan angka inbreeding .

    Ternak hasil pengembangan oleh peternak multiplikator menjadi milik

    peternak dengan kewajiban hares menjaga ternak betina terseleksi dalam

    kandang minimal tetap 20 ekor dan dua ekor pejantan . Selebihnya dapat

    dijual ke pasar hewan atau ke tetangganya untuk pengembangan petemak

    multiplikator swadana. Dengan demikian, peternak multiplikator akan

    mempunyai tambahan penghasilan . Apabila jumlah peternak multiplikator

    bertambah banyak, maka dianjurkan untuk membuat kelembagaan yang

    berfungsi untuk mencari inputyang murah dan memasarkan output dengan

    harga yang pantas .

    Dengan litter size 1,8 per induk, frekuensi beranak tiga kali dalam dua

    tahun, dan angka kematian prasapih sampai umur setahun 15%, maka setiap

    petemak dapat menghasilkan 46 ekor ternak jantan dan betina per tahun .

    Dua ekor pejantan terpilih diserahkan ke inti/Balitnak sehingga mereka

    mempunyai penghasilan 44 ekor ternak. Apabila seekor ternak dihargai

    Rp600.000, maka peternak akan mendapatkan tambahan penghasilan

    Rp26,4 juta per tahun . Apabila peternak telah mampu memelihara ternak

    sampai 40 ekor, seperti yang dikerakan oleh peternak di Sei Putih, Sumatera

    Utara, maka pendapatannya meningkat menjadi di atas Rp50 juta per tahun .

    Bila dipotong biaya produksi sebesar 30%, pendapatan tersebut masih cukup

    besar untuk kehidupan yang sejahtera bagi para pekebun/peternak .

    Penghasil Ternak Komersial

    Program pengembangan ternak unggul akan berhasil apabila programnya

    sederhana, pragmatis, dan dapat dijalankan dengan biaya murah . Sebagai

    tambahan diperlukan juga insentif bagi peternak yang dapat mengadopsi

    teknologi. Kebanyakan peternak meninggalkan program kerja sama

    penelitian bila insentifnya dihentikan, kecuali bila program tersebut akan

    menghasilkan keuntungan yang jelas buat mereka . Untuk mengurangi

    kegagalan program pemuliaan temak di pedesaan, petemak hares didorong

    untuk berpartisipasi dan merasa mempunyai program sendiri sejak awal

    kegiatan. Insentif dapat diberikan pada awal kegiatan agar peternak turut

    melaksanakan program pemuliaan, namun kemudian dilakukan transisi

    secara berangsur-angsur bila program telah berjalan dengan balk .

  • Peternak plasma dapat terdiri atas kelompok peternak yang

    beranggotakan 20 orang dan masing-masing peternak mempunyai ternak

    betina 20 ekor. Peternak akan mendapat dua ekor pejantan unggul dari inti.

    Kewajiban mereka adalah menjaga agar ternaknya dapat berproduksi

    dengan baik. Semua ternak jantan yang mereka hasilkan hares dijual untuk

    ternak potong, kecuali ternak terseleksi dapat dijual ke inti . Selanjutnya

    mereka mendapat fasilitas untuk memperoleh pejantan unggul dengan cara

    menukar ternak jantan dengan ternak jantan unggul dari inti atau dengan

    cara membeli .

    Pemilihan peternak plasma dilakukan sama seperti pemilihan peternak

    multiplikator, bedanya mereka tidak terlalu banyak terlibat dalam pencatatan

    sehingga tugasnya lebih ringan . Keuntungannya, mereka mendapat

    bimbingan dalam aspek budi daya dan pemasaran ternak . Seleka (2001)

    menyatakan bahwa program pemuliaan harus berorientasi pasar yang

    memberikan insentif kepada peternak . Pada kondisi pasar yang dikuasai

    oleh belantik sehingga sangat dominan dalam menentukan harga, peternak

    tidak mendapat insentif dari kerja kerasnya untuk menghasilkan ternak

    berkualitas balk. Dengan demikian, inovasi feknologi pemuliaan maupun

    teknologi lainnya menjadi sia-sia. Untuk itu, peternak disarankan

    membentuk kelompok peternak yang akan berperan dalam penyediaan

    sarana produksi dan penentuan harga jual. Kelompok peternak ini perlu

    mendapat bimbingan/pengawalan dari penyuluh/peneliti . Kerja sama yang

    baik antara kelompok peternak dan penyuluh/peneliti, selain melancarkan

    alur informasi teknologi juga dapat menambah pengetahuan petemak yang

    akan meningkatkan rasa percaya diri mereka sehingga dalam memasarkan

    ternaknya tidak menjadi pihak yang tertekan. Dengan pengetahuan yang

    dimiliki, peternak akan mempunyai keberanian dalam menjual ternaknya

    dengan harga yang berbeda antara ternak bibit, ternak bakalan, maupun

    ternak hasil penggemukan .

    Dukungan Kebijakan

    Faktor yang sangat penting dalam program pemuliaan adalah pemasaran .

    Ternak domba di Indonesia dipasarkan sebagai ternak potong, bibit,

    maupun ternak untuk keperluan keagamaan (kurban dan akikah).

    Kebanyakan ternak domba dijual berdasarkan taksiran, bukan berdasarkan

    harga per kg bobot hidup . Apalagi untuk tujuan ritual keagamaan, harga

    ternak dapat berlipat ganda . Pada kondisi pemasaran seperti ini, peternak

    lebih banyak dirugikan. Pemasaran ternak melalui kelompok peternak akan

    meningkatkan daya tawar peternak sehingga peternak dapat menjual

    temaknya dengan harga yang lebih adil. Selain itu diperlukan pula dukungan

    pemerintah dalam membuat kebijakan sistem pemasaran melalui informasi

    pasar dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi .

    1 64

    Membumikan lptek Pertanian

    Sistem integrasi usa

    dapat dikembangkan mE

    berorientasi agribisnis . P

    meningkatkan daya sain

    ternak ke negara-negara

    kerja sama antara Bal

    memanfaatkan lahanm

    secara terintegrasi . Deng~

    diperluas kerja samanya

    maupun kehutanan. Un

    perkebunan/kehutanant

    secara terintegrasi yang

    sskehutanan maupun pet

    peternakan memerlukan

    pusat maupun daerah d~

    dan permodalan .

    Dengan terbentuknva

    ternak untuk dipasarkan

    waktu, dan tepat harga . In

    dan kuku (PMK) dan neg,

    tersendiri dalam mengek

    karkas maupun ternak

    pemasaran untuk pasar

    Mengingat keterbatasan

    maka pengembangan tern

    dilakukan melalui kerji

    memperbanyak temak u

    dikembangkan melalui p(

    inti mengalir ke plasma.

    Untuk meningkatkan l

    pengembangan ternak

    kolaborator perlu dilibatka

    keterbatasan lahan sebai

    perbanyakan temak unggi

    dilaksanakan dengan sistU

    Untuk meningkatkan

    input maupun memasark

    yang dibimbing dan didan

    Inounu:Strategi Pengembangan Don

  • Sistem integrasi usaha ternak domba dengan komoditas perkebunan

    dapat dikembangkan menjadi kawasan pengembangan ternak domba yang

    berorientasi agribisnis . Pengembangan kawasan usaha ternak domba dapat

    meningkatkan daya saing untuk suplai kebutuhan dalam negeri dan ekspor

    ternak ke negara-negara Timur Tengah. Untuk itu perlu dukungan kebijakan

    kerja sama antara Balitnak dengan pihak perkebunan untuk dapat

    memanfaatkan lahannya guna memperbanyak ternak hasil pemuliaan

    secara terintegrasi . Dengan menggunakan pola inti-plasma, kegiatan ini dapat

    diperluas kerja samanya dengan subsektor tanaman pangan, hortikultura,

    maupun kehutanan. Untuk itu dibutuhkan kebijakan pemanfaatan lahan

    perkebunan/kehutanan untuk kawasan pengembangan petemakan domba

    secara terintegrasi yang saling menguntungkan, baik bagi pihak perkebunan/

    kehutanan maupun peternak. Di samping itu, pembentukan kawasan

    petemakan memerlukan dukungan infrastruktur dan kebijakan pemerintah

    pusat maupun daerah dalam hal tata ruang, kemudahan perizinan usaha,

    dan permodalan .

    Dengan terbentuknya kawasan usaha temak domba, maka ketersediaan

    ternak untuk dipasarkan dapat diatur agar tepat jumlah, tepat kualitas, tepat

    waktu, dan tepat harga . Indonesia sebagai negara yang bebas penyakit mulut

    dan kuku (PMK) dan negara muslim terbesar mempunyai nilai keunggulan

    tersendiri dalam mengekspor ternak ke Timur Tengah, baik dalam bentuk

    karkas maupun ternak hidup . Untuk itu dibutuhkan dukungan sistem

    pemasaran untuk pasar Timur Tengah dan perizinan bagi ekspor ternak .

    KESIMPULAN

    Mengingat keterbatasan sarana maupun prasarana yang ada di Balitnak,

    maka pengembangan ternak domba unggul hasil penelitian pemuliaan hams

    dilakukan melalui kerja sama dengan peternak multiplikator untuk

    memperbanyak ternak unggul di inti . Selanjutnya, ternak-ternak dari inti

    dikembangkan melalui pola inti-plasma terbuka . Ternak jantan unggul dari

    inti mengalir ke plasma .

    Untuk meningkatkan partisipasi peternak dalam pelaksanaan program

    pengembangan ternak unggul hasil penelitian pemuliaan, peternak

    kolaborator perlu dilibatkan sejak dalam perancangannya . Untuk mengatasi

    keterbatasan lahan sebagai sumber hijauan pakan ternak, maka lokasi

    perbanyakan temak unggul maupun pengembangan temak komersial perlu

    dilaksanakan dengan sistem integrasi ternak-tanaman .

    Untuk meningkatkan daya tawar peternak pada saat mendapatkan

    input maupun memasarkan produk, perlu dibentuk kelompok peternak

    yang dibimbing dan didampingi oleh peneliti dan penyuluh secara intensif .

    (nounu : Strateoi Penuembanoan Domba Unaaul Hasil Penetitian Pemuliaan

  • Untuk menyukseskan program pengembangan temak domba unggul hasil

    pemuliaan diperlukan dukungan kebijakan pemerintah dalam hal

    kemudahan perizinan usaha, tata ruang, permodalan, dan perizinan ekspor

    temak.

    DAFTAR PUSTAKA

    Bichard. M. 1971 . Dissemination of genetic improvement through a livestock

    industry. Anim. Prod . 13: 401-411 .

    Bradford . G.E. and I. Inounu. 1996. Prolific breeds of Indonesia . In : H. Fahmy

    (Ed.) . pp. 137-145 . Prolific Sheep . CAB International, Cambridge .

    Djemali, M., S. Bedhiaf-Romdhani, L. Iniguez, and I. Inounu. 2009. Saving

    threatened native breeds by autonomous production, involvement

    of farmers organization, research and policy makers : The case of

    Sicilo-Sarde breed in Tunisia, North Africa . Livestock Sci . 120: 213-

    217 .

    Greeline. 2010. Greeline composite sheep - Genetics equal to the best in

    New Zealand. http//www.greelinesheep.co.nz . [ 20 May 20101 .

    Hodges, J . 1990. Genetic improvement of livestock in developing countries

    using the open nucleus breeding system . pp. 13-22 . In : Animal Science

    Papers and Reports 6, Polish Academy of Sciences, Institute of

    Genetics and Animal Breeding, Jastrzebiec . Proceedings of the FAO

    Conference on Open Nucleus Breeding Systems held at Bia 3obrzegi,

    Poland, 11-19 June 1989 . Polish Scientific Publishers, Warszawa .

    Inounu, I ., B . Tiesnamurti, E. Handiwirawan, T.D. Soedjana, dan A . Priyanti .

    1998. Optimalisasi keunggulan sifat genetis domba lokal dan

    persilangannya: Keragaan produksi dan analisis ekonomi . him. 990-

    1006. Dalam: Inovasi Teknologi Pertanian, Seperempat Abad Penelitian

    dan Pengembangan Pertanian . Badan Penelitian dan Pengembangan

    Pertanian, Jakarta .

    Inounu, I ., B. Tiesnamurti, Subandriyo, dan H . Martojo . 1999. Produksi anak

    pada domba prolifik . Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 4(3) :148-160 .

    Inounu, I ., D. Mauluddin dan Subandriyo . 2008. Karakteristik pertumbuhan

    domba garut dan persilangannya . Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner

    13(1) : 13-22 .

    Inounu, I and A . Priyanti . 2009. Biological and economical consequences of

    the FecB mutation in Indonesian thin tailed sheep . In : S.W. Walkden-

    Brown et al. (Eds .) . Use of the FecB (Booroola) Gene in Sheep-

    breeding Programs. ACIAR Proceedings 133 : 126-132 .

    1 66 Membwnikan Iptek Pertanian

    Jaitner, J ., J. Sowe, E . Sec

    and management

    implications for a t

    108 .

    James, J.W 1977. Open ni

    Jasiorowski, H . A. 1990.01

    the developing cot

    Reports 6, Polish Ac