STRATEGI PENANAMAN IDEOLOGI KEBANGSAAN DI …
Transcript of STRATEGI PENANAMAN IDEOLOGI KEBANGSAAN DI …
i
STRATEGI PENANAMAN IDEOLOGI KEBANGSAAN
DI PONDOK PESANTREN ASH-SHIDDIQI MATARAM ILIR
SEPUTIH SURABAYA LAMPUNG TENGAH
TESIS
Diajukan Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Megister
dalam Bidang Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Oleh :
NURSIN
NPM : 18001755
Pembimbing I : Dr. Mukhtar Hadi, S.Ag, M.Si
Pembimbing II : Dr. Zainal Abidin, M.Ag
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1441 H/TAHUN 2019
ii
STRATEGI PENANAMAN IDEOLOGI KEBANGSAAN
DI PONDOK PESANTREN ASH-SHIDDIQI MATARAM ILIR
SEPUTIH SURABAYA LAMPUNG TENGAH
TESIS
Diajukan Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Megister
dalam Bidang Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Oleh :
NURSIN
NPM : 18001755
PembimbingI :Dr. MukhtarHadi, S.Ag, M.Si
PembimbingII : Dr. ZainalAbidin, M.Ag
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)METRO
1441 H/TAHUN 2019
iii
ABSTRAK
Nursin. 2019. Strategi Penanaman Ideologi Kebangsaan di Pondok Pesantren
Ash-Shiddiqi Mataram Ilir Seputih Surabaya Lampung Tengah. Tesis.
Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro Lampung.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara,
maka nilai- nilai kehidupan dalam berbangsa dan bernegara sejak saat itu haruslah
berdasarkan pada Pancasila. Memasuki Era Globalisasi yang kompetitif dan
terbuka, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Uandang – undang 1945
mulai memudar. Munculnya fenomena alumni pondok pesantren yang berideologi
radikal (mengaku jihad) dan anti nasionalis. Fenomena radikalisme yang berjuang
pada aksi kekerasan. Jika suatu pesantren melakukan upaya penanaman nilai-nilai
Pancasila pada kehidupan santri dengan berbagai tantangan dan kendala yang
dihadapi saat ini, maka santri bukan hanya nampak identitasnya sebagai orang
yang beragama, namun identitas kewarganegaraannya juga semakin jelas.
Kepatuhan santri berdasarkan yang digariskan Pancasila, menjadi cerminan santri
adalah warga negara yang baik. Oleh sebab itu Tesis ini akan membahas
bagaimana Strategi Penanaman Ideologi Kebangsaan di Pondok Pesantren Ash –
Shiddiqi Mataram Ilir Seputih Surabaya Lampung Tengah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus (Case Study)
adalah suatu penelitian kualitatif yang berusaha menemukan makna, menyelidiki
proses, dan memperoleh pengertian dan pemahaman yang mendalam dari individu,
kelompok, atau situasi. Penilitian ini bertujan untuk mendeskripsikan tentang
Strategi Penanaman Ideologi Kebangsaan di Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi
Mataram Ilir Seputih Surabaya Lampung Tengah. Sumber data pada penelitian ini
terbagi menjadi dua : Sumber Primer adalah data yang dapat diperoleh langsung
dari lapangan atau tempat penelitian dengan mengamati atau mewawancarai secara
langsung (sumber asli) dan Sumber Skunder adalah data yang didapat dari sumber
bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang berkaitan dengan pokok
pembahasan pada tesis ini.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pimpinan Pondok Pesantren Ash –
Shiddiqi berusaha secara konsisten menanamkan ideologi kebangsaan kepada para
santri dengan berbagai strategi yang digunakan diantaranya dengan melaksanakan
upacara hari senin dan hari – hari besar lainya, selalu memeberikan motivasi
terkait ideologi kebangsaan, menonton video perjuangan dan pertandingan
Timnas Indonesia serta memanfaatkan metode musyawarah (Bahtsul Masa‟il) dan
rihlah ilmiyah. Metode musyawarah digunakan untuk mengkaji sebuah tema,
misalnya nilai-nilai kebangsaan yang tercermin dalam Al Quraan & Hadist.
Sementara metode rihlah ilmiyah adalah kegiatan pembelajaran yang
diselenggarakan melalui kegiatan kunjungan ke suatu tempat tertentu dangan
tujuan untuk mencari ilmu. Tentu saja tempat-tempat yang memiliki nilai religius
dan sejarah, sekaligus bermanfaat untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan.
iv
ABSTRACT
Nursin 2019. The Strategy for Building National Ideology in the Ash-Shiddiqi
Islamic Boarding School Mataram Ilir Seputih Surabaya, Central Lampung.
Thesis. Postgraduate of State Islamic Institute (IAIN) Metro Lampung.
On August 18, 1945 Pancasila was established as the basis of the state, the
values of life in the nation and state from then on must be based on Pancasila.
Entering the era of globalization which is competitive and open, the values
contained in Pancasila and the 1945 Law are starting to fade.The emergence of the
phenomenon of boarding school alumni who were radical (claimed jihad) and anti-
nationalist.The phenomenon of radicalism that fought on the action violence. If a
boarding school make an effort building of Pancasila values in the life of students
with various challenges and obstacles facing the current, then the students not only
appear to his identity as a religious person, but the identity of citizenship is also
increasingly clear. Compliance students based on the outlined Pancasila, be a
reflection of the students is a good citizen. Therefore, this Thesis will discuss how
the Strategy of Building the Ideology of Nationality in Boarding school Ash-
Shiddiqi Mataram Ilir Seputih Surabaya, Central Lampung .
The method used in this research is descriptive qualitative research methods
using a case study approach (Case Study). A Case study is a qualitative research
that seeks to find meaning, to investigate processes, and to obtain understanding
and a deep understanding of individual, group, or situation.This research aims to
describe about the Strategy of Build‐ ing the Ideology of Nationality in Boarding school Ash – Shiddiqi Mataram Ilir Seputih Surabaya, Lampung Tengah. Data
source in this study is divided into two : Primary Sources are data that can be
obtained directly from the field or place of study by observing or interviewing
directly (the original source) and The Source of the Secondary data is obtained
from the source readings and a variety of other sources related to the subject of
discussion in this thesis.
The results showed that the head of Ash - Shiddiqi Islamic Boarding School
trying to consistently instill the ideology of nationalism to the students with
various strategies that are used to carry out the ceremony on Monday and the feast
days, always give the motivation related to the ideology of nationality, to watch
the fight video and the match Timnas Indonesia as well as utilizing the methods of
consultation (Bahtsul Masa'il) and rihlah seminary. The deliberation method is
used to study a theme, for example the national values reflected in the Qur'an and
the Hadith. While the rihlah seminary method is a learning activity that is carried
out through a visit to a certain place with the purpose of seeking knowledge.
Moreover, the other places that have religious and historical values, as well as
being useful for instilling national values.
v
vi
vii
viii
MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.1
1 Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahanya, Semarang : PT.
Karya Toha Putra, 1989, h. 1176
ix
PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT, Tesis ini saya persembahkan kepada:
1. Ayah dan Ibu beserta keluarga yang saya sayangi, dengan kasih
sayangnya telah mendidik, membimbing, membina, memberikan
dorongan baik moril maupun materil dan senantiasa mendo‟akan untuk
keberhasilan dengan penuh kesabaran.
2. Bapak ibu Dosen, Dewan Guru dan Ustadz Ustadzah yang telah
dengan ikhlas memberikan ilmunya, semoga bermanfaat dan berkah
dunia akhirat.
3. Almamater Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI)
Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro Lampung.
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
1) Huruf Arab dan Latin
Huruf Arab
Huruf Latin
Huruf Arab
Huruf Latin
ţ ط Tidak Dilambangkan ا
z ظ B ب
' ع T ت
G غ Ŝ ث
F ف J ج
Q ق h ح
K ك Kh خ
L ل D د
M م Ż ذ
N ن R ر
W و Z ز
H ه S س
„ ء Sy ش
Y ي Ş ص
d ض
2) Maddah atau Vokal Panjang
Harkat dan Huruf Huruf dan Tanda
 ي ـ ا ـ
Î ي ـ
Û و ـ
Ai ا ي
Au ا و ـ
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas taufik dan inayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini tepat pada
waktunya.
Penulisan tesis ini adalah sebagai salah satu bagian dari persyaratan untuk
menyelesaikan pendidikan propgram strata dua (S2) atau megister pada program
pascasarjana IAIN Metro guna memperoleh gelar M.Pd.
Dalam upaya penyelesaian tesis ini, penulis telah menerima banyak bantuan
dan bimbingan dari pihak. Oleh karenanya penulis mengucapkan terima kasih
kepada Yth :
1. Prof. Dr. Hj. Enizar, M.Ag, selaku Rektor IAIN Metro.
2. Dr. Tobibatussaadah, M.Ag, selaku Direktur Pascasarjana IAIN Metro.
3. Dr. Mahrus As‟ad, M.Ag, selaku Asisten Direktur Pascasarjana IAIN Metro.
4. Dr. Sri Andri Astuti, M.Ag selaku Ketua Kaprodi Pascasarjana IAIN Metro.
5. Dr. Mukhtar Hadi, M.Ag, selaku Pembimbing I yang banyak memberikan
kontribusi bagi perbaikan penulisan proposal tesis selama bimbingan
berlangsung.
6. Dr. Zainal Abidin, M.Ag, yang telah memberikan banyak koreksi yang
berharga dalam penulisan proposal tesis ini sesuai kapasitasnya sebagai
pembimbing II.
7. Bapak dan Ibu Dosen beserta Karyawan Pascasarjana IAIN Metro yang telah
menyediakan waktu dan fasilitas dalam rangka pengumpulan data.
8. Ayahanda dan ibunda penulis yang senantiasa mendoakan dan memberikan
dukungan dalam menyelesaikan pendidikan.
Kritik dan saran demi perbaikan tesis ini sangat diharapkan dan akan
diterima dengan lepang dada. Dan akhirnya semoga hasil penelitian yang telah
dilakukan kiranya dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan agama
islam.
Metro,01 Juni 2020
Penulis
NURSIN
NPM. 18001755
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN ................................................................. i
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................... iii
ABSTRACT ................................................................................................. iv
PERSETUJUAN ......................................................................................... v
PENGESAHAN .......................................................................................... vi
PERNYATAAN ORISINILITAS PENELITIAN ....................................... vii
MOTTO ....................................................................................................... viii
............................................................................................................
PERSEMBAHAN ........................................................................................ ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................. x
KATA PENGANTAR ................................................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 10
C. Batasan Masalah ........................................................................ 11
D. Rumusan Masalah ...................................................................... 11
E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 12
F. Manfaat Penelitian ..................................................................... 13
G. Penelitian Relevan...................................................................... 13
H. Sistematika Penulisan ............................................................... 15
xiii
BAB II KAJIAN TEORI ........................................................................... 17
A. IDEOLOGI KEBANGSAAN .................................................... 17
1. Pengertian Ideologi ................................................................ 17
2. Hakikat Ideologi .................................................................... 21
3. Tipe – Tipe Ideologi .............................................................. 22
4. Ideologi Dunia ....................................................................... 25
5. Pancasila Sebagai Ideologi Negara ....................................... 28
6. Sejarah Perumusan Ideologi Pancasila .................................. 31
7. Fungsi dan Kedudukan Ideologi Pancasila ............................ 42
B. PONDOK PESANTREN ........................................................... 46
1. Pengertian Pondok Pesantren ................................................ 46
2. Sejarah Pondok Pesantren ..................................................... 48
3. Unsur – Unsur Pondok Pesantren .......................................... 51
4. Kategori Pondok Pesantren ................................................... 56
5. Kurikulum dan Identitas Pesantren ....................................... 58
6. Peran dan Fungsi Pondok Pesantren ...................................... 65
C. STRATEGI PENANAMAN IDEOLOGI KEBANGSAAN DI
PONDOK PESANTREN ........................................................... 66
1. Pengertian Strategi ................................................................. 66
2. Komponen Strategi ................................................................ 67
3. Jenis Strategi .......................................................................... 68
4. Penyusunan Strategi .............................................................. 69
5. Proses Menejemen Strategi ................................................... 70
6. Penanaman Ideologi Pancasila .............................................. 71
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 73
A. Metode Penelitian ...................................................................... 73
B. Pendekatan Penelitian ................................................................ 74
C. Sumber Data ............................................................................... 76
D. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 77
E. Instrumen Penelitian .................................................................. 81
F. Teknik Analisis Data ................................................................. 81
G. Pengujian Keabsahan Data ......................................................... 82
xiv
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................... 84
A. Profil Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi ................................... 84
B. Kurikulum Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi ........................... 93
C. Hasil Penelitian .......................................................................... 95
D. Pembahasan ................................................................................ 99
E. Bentuk Strategi Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi
dalam Penanaman Ideologi Kebangsaan .................................... 103
F. Kendala yang di hadapi Pondok Pesantren
Ash – Shiddiqi dalam Penanaman Ideologi Kebangsaan........... 107
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 108
A. Kesimpulan ................................................................................ 108
B. Saran........................................................................................... 110
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN – LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xv
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Identitas Pondok Pesantren
2. Tabel 2 Struktur Kepengurusan
3. Tabel 3 Sumber Daya Manusia
4. Tabel 4 Keadaan Santri
5. Tabel 5 Tingkat Unit Pendidikan
6. Tabel 6 Kegiatan Wajib Pondok Pesantren
7. Tabel 7 Kegiatan Ekstra Pondok Pesantren
8. Tabel 8 Jadwal Kegiatan Harian
9. Tabel 9 Jadwal Kegiatan Mingguan
10. Tabel 10 Jadwal Kegiatan Bulanan
11. Tabel 11 Jadwal Kegiatan Tahunan
12. Tabel 12 Sarana dan Prasarana
xvi
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1 Plang Pondok Pesantren
2. Gambar 2 Gedung Asrama Putra
3. Gambar 3 Gedung Asrama Putri
4. Gambar 4 Gedung MA
5. Gambar 5 Gedung MTs
6. Gambar 6 Masjid Pondok Pesantren
7. Gambar 7 Kegiatan Bahtsul Masa‟il
8. Gambar 8 Kegiatan Mujahadah dan Doa Bersama
9. Gambar 9 Kegiatan Lomba Santri
10. Gambar 10 Kegiatan Olahraga
11. Gambar 10 Kegiatan Upacara Hari Santri
12. Gambar 10 Kegiatan Seni Hadroh
13. Gambar 10 Kegiatan Haflah Khotmil Qur‟an
14. Gambar 10 Kegiatan Rihlah Ilmiyah
15. Gambar 15 Interview Pengasuh Pondok Pesantren
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 Kisi – kisi Soal Instrumen Pengaasuh Pondok Pesantren
2. Lampiran 2 Kisi – kisi Soal Instrumen Santri
3. Lampiran 3 Instrumen Penelitian Pengasuh Pondok Pesantren
4. Lampiran 4 Instrumen Penelitian Santri
5. Lampiran 5 Dokumentasi Pondok Pesantren dan Kegiatan Santri
6. Lampiran 6 Kartu Konsultasi Bimbingan Tesis
7. Lampiran 7 Surat Izin Riset / Penelitian
8. Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Wawasan kebangsaan adalah pemahaman seseorang akan suatu objek
yang mempengaruhi dirinya untuk memiliki rasa cinta terhadap tanah airnya
dan diciptakan dalam rangka bagian penting dari konstruksi elit politik
terhadap bangunan citra bangsa Indonesia. Kesatuan atau integrasi nasional
bersifat kultural dan tidak hanya bernuansa struktural mengandung satu
kesatuan ideologi, kesatuan politik, kesatuan sosial budaya, kesatuan
ekonomi, dan kesatuan pertahanan dan keamanan. Wawasan kebangsaan
menentukan cara bangsa mendayagunakan kondisi geografis negara, sejarah,
sosial-budaya, ekonomi dan politik serta pertahanan keamanan dalam
mencapai cita-cita dan menjamin kepentingan nasional.1
Pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila ditetapkan sebagai dasar
negara, maka nilai- nilai kehidupan dalam berbangsa dan bernegara sejak
saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila. Pancasila sebagai konsensus
nasional yang dapat diterima oleh semua paham, golongan, dan kelompok
1 Muhammad Bimo Sakti, Skripsi “Peranan Pesantren Dalam Menumbuhkan Wawasan
Kebangsaan Kepada Santri”, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung,
2008. h. 1
2
masyarakat di Indonesia. Oleh karenanya, suatu keniscayaan bahwa
Pancasila difungsikan dalam setiap elemen kelembagaan, pendidikan,
kebudayaan, dan organisasi- organisasi di Indonesia. Misalnya pesantren
sebagai pendidikan tertua di Indonesia sangat berkembang pesat dan besar.
Perkembangannya pun tidak hanya pada tekstual, namun lebih mengikuti
perkembangan zaman, dengan tujuan mempersiapkan siswa atau santri lebih
maju, bukan hanya ahli di bidang agama, namun tentang kepemerintahan
juga digalakkan dengan diadakan Pendidikan-pendidikan di pesantren.2
Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang
merupakan produk budaya Indonesia. Dalam perspektif historis, pesantren
tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung
makna keaslian Indonesia (indigenous), dimana pondok pesantren tetap
mempertahankan tentang nilai-nilai keaslian Indonesia yang dapat
menumbuhkan sikap nasionalisme, Pesantren membantu anak-anak bangsa
memelihara segenap memori kolektif bangsa ini dari masa lalu tentang
kejayaannya, tentang segenap pengalamannya berhadapan dengan bangsa-
bangsa asing, hingga membantu mereka mengingat kembali perjuangan
orang-orang yang berkorban untuk bangsa dan tanah air ini. Mekanisme itu
dilakukan dengan memelihara sejumlah tradisi, ritual, upacara dan segenap
praktik-praktik keagamaan, kesenian dan berkebudayaan yang
menghubungkan satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga solidaritas
2 Jurnal Civics, Media Kajian Kewarganegaraan ,Vol 15 No. 2 Tahun 2018, h. 103 – 110
3
berbangsa, persatuan dan kebersamaan di antara komponen bangsa ini jadi
terjaga.3
Pondok Pesantren juga menjadi wadah kaderisasi anak- anak bangsa
untuk menjadi pemimpin di masa depan, calon- calon pemimpin bangsa
yang dikader untuk menjadi pelindung, penjaga dan pemelihara tradisi-
tradisi berkebudayaan bangsa ini. Selain itu, pesantren juga menjadi pusat
pemeliharaan berbagai tradisi keilmuan yang diproduksi oleh anak-anak
bangsa ini. Mulai dari tradisi kesusastraan nusantara hingga tradisi ilmu-ilmu
sosial pesantren. Puncak dari jiwa nasionalisme yang ditunjukkan pesantern,
khusunya para ulama sebagai “the founding fathers” negara ini yaitu saat
disepakatinya pengggantian tujuh kata dalam Sila pertama Piagam Jakarta,
yang semula berbunyi “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dan diganti dengan “Ketuhanan Yang
Maha Esa”.4
Dalam sejarah perkembangan bangsa Indonesia pesantren memiliki
peran yang cukup penting. Kyai dan para santri telah mendukung sejarah
pembentukan negara kesatuan republik Indonesia (NKRI). Para kyai dan
berbagai santri ikut serta dalam menumpas penjajah di Indonesia, dari
kalangan pesantren sudah banyak menghasilkan para pahlawan-pahlawan
sampai Indonesia merdeka seperti Hasyim Asy‟ari, Ahmad Dahlan, Mas
3 Agama RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan, (Jakarta,
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, h. 8 – 9 4 Moesa, Ali Maschan, Nasionalisme Kiai Konstruksi Sosial Berbasis Agama. Yogyakarta:
LKiS Yogyakarta, h. 26
4
Mansur, Abdurahman Wahid atau Gus Dur yang telah menjadi presiden
yang keempat republik Indonesia. Meskipun memiliki peran penting dalam
masyarakat dan bangsa pesantren tetap dianggap sebagai lembaga yang
terbelakang bahkan dianggap sangat statis karena yang diajarkan produk
produk pemikiran ulama masa lampau yang sudah kehilangan relevensinya
dalam kehidupan modern.
Memasuki era globalisasi yang kompetitif dan terbuka, nilai-nilai
masyarakat yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945 mulai
memudar. Gejalanya bisa dilihat dari banyak kalangan anggota masyarakat
yang tidak lagi memahami kedudukan, fungsi, dan makna Pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Di kalangan generasi muda,
menunjukkan bahwa banyak di antara mereka yang tidak mengetahui lagi
bahwa Pancasila adalah dasar negara dan ideologi nasional Indonesia.5
Gejala seperti ini sudah terlihat sejak era reformasi 1998 dan sejak era ini
Pancasila tidak mendapatkan porsi yang memadai dalam sistem pendidikan.6
Generasi muda juga tidak mengenal lagi pengertian, makna, unsur-unsur,
dan nilai-nilai Pancasila dalam susunan dan kedudukan serta fungsinya yang
benar.7 Banyak generasi muda yang tidak hapal teks Pancasila, hal yang
lebih menghawatirkan adalah terjadinya dekradasi moral anak bangsa seperti
5 Ana Irhandayaningsih, Peranan Pancasila Dalam Menumbuhkan Kesadaran Nasionalisme
Generasi Muda Di Era Global (Semarang: Jur. Perpustakaan FIB, 2015), h. 1 6 Al Chaidar dan Herdi Sahrasad, “Negara, islam, dan Nasionalisme sebuah Perspektif”
Kawistara, Vol.3, No. 1, 21 April 2013, h. 42 7 Piliang, Y.A., Dunia yang Dilipat: Realitas Kebudayaan Menjelang Milenium ketiga dan
Matinya Posmodernisme, (Bandung: Mizan, 1998), h. 5
5
tindakan anarkisme, intoleransi, dan budaya korupsi.8 Melihat realitas
semacam itu, tidak mengherankan kalau generasi muda buta akan jati diri
bangsa yang bersumber pada Pancasila.
Dewasa ini perkembangan dunia semakin modern dan mengalami
kemajuan yang pesat. Kemajuan masyarakat dunia memberi dampak yang
positif dan negatif terhadap arah masyarakat modern ke depan. Menurut
Muhaimin, dinamika global saat ini cenderung mengarah pada liberalisme
dan post modernisme.9 Manusia modern cenderung bersikap materialistik
dan positifistik dalam menjalani kehidupan. Hegemoni sikap tersebut akan
membuat krisis multidemensi bagi manusia itu sendiri dalam segala aspek
kehidupan sosial karena ketidaksesuaian antara unsur-unsur masyarakat.10
Sikap materialistik dan posifitistik mengantarkan manusia dalam
penghancuran jiwa dan munculnya krisis multidimensi. Menurut
Kartanegara, krisis multidimensi ini menimbulkan disorientasi pada manusia
modern.11
Manusia modern cenderung semakin jauh dari nilai-nilai
ketuhanan yang berdampak pada psikologis dan spiritual yang lambat laun
akan menyebabkan “kehampaan spiritual”.12
Menurut Adz Dzakiey, generasi muda Indonesia saat ini mengalami
dua sisi yaitu krisis jati diri (identitas) dan krisis nasionalisme. Sementara itu
8 Huriah Rachmah, Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945”, Widya, Volume 1 Nomor 1 Juli-Desember 2013, h. 8 9 Muhaimin, 1993, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar
Operasionalisasinya, Bandung: Trigenta Raya, h. 21 10
Soekanto, S., 2000, Sosiologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, h. 45 11
Kartanegara, M., 2006, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta: Erlangga, h. 226 12
Subeidi, 2011, “Konsep Pendidikan Sufistik „Abdul Wahab Asy-Sya‟rani”, Jurnal
Khatulistiwa (Journal of Islamic Studies), Vol. 1, No. 2, September 2011, h. 120
6
kondisi berbangsa dan bernegara saat ini mengalami krisis nilai-nilai
ketuhanan, krisis nilai-nilai moral, krisis nilai- nilai psikologis (mental), dan
krisis nilai-nilai. Padahal pemuda mempunyai posisi yang strategis dalam
segala aspek kehidupan terutama dalam mengawal tercapainya tujuan
kemerdekaan Tanah Air.13
Pemuda merupakan garda depan dalam pembangunan suatu bangsa
sebagai tulang punggung bagi suatu negara. Pemuda merupakan entitas masa
“transisi” yaitu dari anak-anak menuju masa dewasa, dari pendidikan menuju
pekerjaan, dari keluarga asal ke keluarga tujuan.14
Posisi pemuda yang
demikian itu mempunyai peranan penting dalam perubahan sosial untuk
menjaga sikap nasionalisme yaitu berpegang pada falsafah Pancasila. Peran
penting pemuda berbanding lurus dengan tantangan yang dihadapi baik dari
dalam diri generasi muda sendiri maupun tantangan dari luar yaitu
pembangunan masyarakat dan lingkungan.15
Salah satu tantangan dari luar
diri pemuda ialah terdapat ancaman yang bersifat jangka panjang dengan
merusak moral dan mental dalam berbagai macam cara.16
Penurunan kualitas
moral merupakan ancaman pemuda saat ini. Hal ini dapat dilihat dari
berbagai contoh kasus yang merebak seperti adanya praktek korupsi, konflik
13
Adz-Dzakey, H. B., 2009, Prophetic Leadership, Yogyakarta: Al Manar, h. 7 14
Lloyd, C. (ed.), 2005, Growing Up Global: The Changing Transitions to Adulthood in
Developing Countries, Washington: The National Academies Press, h. 22 15
Departemen Agama Republik Indonesia, 1987, Moral Agama, Suluh Kepribadian
Pemuda dalam menghadapi Budaya Massa, Jakarta: Proyek Penguatan Mahasiswa Departemen
Agama Republik Indonesia, h. 12 – 13 16
Alfandi, W., 2002, Reformasi Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, h.
208
7
sosial, meningkatnya kriminalitas, dan lain-lain.17
Pemuda saat ini cenderung
membicarakan hal-hal yang bersifat rasional seperti mode dan gaya hidup
dibandingkan semangat ideologi kebangsaan (Adib, 2010: 80).18
Fenomena yang memprehatinkan lagi yaitu munculnya fenomena
alumni pondok pesantren yang berideologi radikal (mengaku jihad) dan anti
nasionalis. Kelompok garis keras ini beranggapan bahwa cara kekerasan ini
lebih efektif dibanding dengan pola pendidikan yang dinilai terlalu lambat.
Fenomena radikalisme yang berjuang pada aksi kekerasan tidak menutup
kemungkinan ditahun-tahun mendatang akan terus menjadi ancaman
sekaligus tantangan toleransi agama-agama di negri kita, dengan demikian
menghadirkan pemahaman keagamaan anti kekerasan dengan segenap nilai-
nilai kearifan pendidikan di pesantren, barangkali sebagian upaya untuk
membangun kesadaran normatif teologis dan juga kesadaran sosial, dimana
kita hidup di tengah masyarakat. Kesadaran sosial dimana kita hidup di
tengah masyarakat yang plural, dari segi agama, budaya, etnis dan berbagai
keragaman sosial laianya.
Radikalisme Islam menjadi topik yang sering dibicarakan di berbagai
belahan dunia pada awal abad ke-21 ini. Setelah cukup lama tidak terdengar
suaranya, setelah Uni Soviet menarik diri dari Afghanistan akhir tahun 1979-
an, kini dunia internasional menghadapi kenyataan munculnya ancaman baru
17
Megawangi, R., 2004, Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat Untuk Membangun
Bangsa, Bandung: Bpmigas dan Energi, h. 14 18
Adib, M., 2010, Ecxellence with Morality: Mutiara Jati Diri Universitas Airlangga dan
Identitas Kebangsaan, Malang: Bayu Media, h. 80
8
berupa aksi kekerasan teroristik yang diduga kuat melibatkan kelompok-
kelompok Islam radikal.19
Selain itu, juga banyak bermunculan gerakan
Islam keras, fundamentalis, dan lain-lain.20
Bentuk-bentuk gerakan Islam keras ini berkembang sangat pesat
hingga muncul di berbagai pelosok negeri, termasuk salah satunya adalah
gerakan Islam radikal yang menyebarkan paham- paham radikalisme. Hal ini
bisa dilihat dari banyak serangan baku tembak, bom bunuh diri, serangan
fisik, terorisme atau yang lainnya. Kasus seperti ini menjadi bukti bahwa
kekerasan berbalut agama masih terus bermunculan.21
Adanya konflik agama tersebut disebabkan karena adanya pemahaman
yang keliru terhadap agama. Agama dipahami dan ditafsiri secara tekstual
dan literal, sehingga misi Islam menghadirkan kedamaian dan rahmat
tereduksi oleh pemahaman yang sempit.22
Dari sinilah muncul istilah
radikalisme agama yang terkenal dengan sikap dan pemikirannya yang
sempit dan tidak mau berdialog dengan agama lain.
Pandangan Islam nasionalisme adalah sebuah bentuk perasaan untuk
memupuk rasa memiliki bersama dalam suatu bangsa. Berlandaskan pada
rasa tanggung jawab terhadap negara untuk kesejahteraan bangsa dan negara
19 M Zaki Mubarak, Genealogi Islam Radikal di Indonesia: Gerakan, Pemikiran, dan
Prospek Demokrasi, (Jakarta: Pustaka LP3SP, 2007), h.1 20 Khamami Zada, Islam Radikal: Pergulatan Ormas-ormas Islam Garis Keras di
Indonesia, (Jakarta: Teraju, 2002), h. 87 21
Zainuddin dkk, Radikalisme Keagamaan & Perubahan Sosial, (Surakarta:
Muhammadiyah University Press, 2002), h. 3 22
Bustanul Arifin, “Implikasi Prinsip Tasamuh,” (Toleransi) dalam Interaksi Antar Umat
Beragama”, Jurnal Fikri 1 (2016): h. 395
9
untuk semua golongan yang ada di dalam negara tersebut.23
Globalisasi
memiliki peran besar dalam menumbuhsuburkan gerakan-gerakan
radikalisasi massa. Nilai-nilai kebangsaan harus ditanamkan pada para santri
di pondok Pesantren. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam
tertua yang merupakan produk budaya Indonesia dan telah lama berurat akar
di negeri ini. Semakin besar efek yang ditimbulkan globalisasi, maka nilai-
nilai kebangsaan Indonesia akan terpinggirkan bahkan terancam.24
Namun demikian, pancasila sebagai ideologi bangsa masih memiliki
relevansi dan kesaktian sebagai landasan pembangunan karakter bangsa
Indonesia untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa mandiri di era
globalisasi dengan keanekaragaman suku bangsa, adat istiadat hingga
berbagai macam agama dan aliran kepercayaan. Ada berbagai nilai
tradisional yang layak kita warisi dalam rangka mempertahankan budaya
nasional kita.25
Dengan kondisi sosiokultur yang begitu heterogen
dibutuhkan sebuah ideologi yang netral namun dapat mengayomi berbagai
keragaman yang ada di Indonesia. Karena itu dipilihlah Pancasila sebagai
dasar negara.26
Berdasarkan uraian di atas, dengan berbagai data dan fakta, jika suatu
pesantren melakukan upaya penanaman nilai-nilai Pancasila pada kehidupan
23
Madjid, N., 1997, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: Paramadina,
h. 395 24
Jurnal Vidya Karya | Volume 31, Nomor 1, April 2016, h. 8 25
Djoko Dwiyanto, Ignas. G. Saksono, Ekonomi (Sosialis) Pancasila Vs Kapitalisme,
Keluarga Besar Marhenisme, Yoyakarta, 2011, h. 19 26
Admin, Pemilihan Ideologi Pancasila, http://www.pemilihan_ideologi_pancasila.com/ 14
Agustus 2007, h. 1
10
santri dengan berbagai tantangan dan kendala yang dihadapi saat ini, maka
santri bukan hanya nampak identitasnya sebagai orang yang beragama,
namun, identitas kewarganegaraannya juga semakin jelas. Kepatuhan santri
berdasarkan yang digariskan Pancasila, menjadi cerminan santri adalah
warga negara yang baik. Dengan hal tersebut, bahwa Pancasila sebagai
kristalisasi dari agama Islam memang tidak diragukan lagi.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarakan latar belakang masalah yang sudah dikemukakan di atas,
penulis mempunyai gambaran komprehensif tentang Strategi Penanaman
Ideologi Kebangsaan di Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi Mataram Ilir
Seputih Surabaya Lampung Tengah, dengan mengidentifikasi beberapa
permaslahan sebagai berikut : Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan
Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia, pondok pesantren
tetap mempertahankan tentang nilai – nilai keaslian Indonesia yang dapat
menumbuhkan sikap nasionalisme, pondok pesantren juga menjadi wadah
kaderisasi anak- anak bangsa untuk menjadi pemimpin di masa depan, calon-
calon pemimpin bangsa yang dikader untuk menjadi pelindung, penjaga dan
pemelihara tradisi-tradisi berkebudayaan bangsa ini, namun masihkah
pondok pesantren di era saat ini mampu menjaga dan mempertahankan nilai
– nilai keaslian Indonesia sehingga menumbuhkan sikap nasionalisme yang
tinggi. Meskipun memiliki peran penting dalam masyarakat dan bangsa
11
pesantren tetap dianggap sebagai lembaga yang terbelakang bahkan
dianggap sangat statis karena yang diajarkan produk - produk pemikiran
ulama masa lampau yang sudah kehilangan relevansinya dalam kehidupan
modern, globalisasi memiliki peran besar dalam menumbuhsuburkan
gerakan-gerakan radikalisasi massa. Semakin besar efek yang ditimbulkan
globalisasi, maka nilai-nilai kebangsaan Indonesia akan terpinggirkan
bahkan terancam, mampukah lembaga pondok pesantren menghilangan
pandangan negatif masyarakat khususnya di pondok pesantren Ash- Shiddiqi
dan bisa menanamkan ideologi kebangsaan yaitu pancasila sehingga
mewujudkan generasi yang memiliki rasa cinta terhadap tanah airnya.
C. Batasan Masalah
Mengingat begitu banyaknya masalah yang terdapat dalam identifikasi
tersebut, maka tidak mungkin semuanya dapat dikaji dalam penelitian ini,
karena keterbatasan waktu, dana, dan kemampuan. Oleh karena itu penelitian
ini akan di batasi pada dua masalah pokok yaitu Strategi Penanaman
Ideologi Kebangsaan di Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi Mataram Ilir
Seputih Surabaya Lampung Tengah.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas, maka penulis merumuskan dalam
tesis ini bagaimana menanamkan Ideologi Kebangsaan di Pondok Pesantren
12
Ash – Shiddiqi Mataram Ilir Seputih Surabaya Lampung Tengah dengan
pokok permasalahan sebagai berikut :
1. Seperti apa Profil Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi Mataram Ilir
Seputih Surabaya Lampung Tengah ?
2. Dimana Ideologi Kebangsaan di tempatkan dalam Kurikulum Pondok
Pesantren Ash – Shiddiqi Mataram Ilir Seputih Surabaya Lampung
Tengah ?
3. Kendala apa yang di hadapi dalam Penanaman Ideologi Kebangsaan di
Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi Mataram Ilir Seputih Surabaya
Lampung Tengah ?
E. Tujuan Penelitian
Beranjak dari rumusan masalah yang sudah di jelaskan di atas, maka
penelitian ini bertujuan :
1. Ingin mengetahui Profil Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi Mataram Ilir
Seputih Surabaya Lampung Tengah.
2. Ingin mengetahui di mana Ideologi Kebangsaan di tempatkan dalam
Kurikulum Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi Mataram Ilir Seputih
Surabaya Lampung Tengah
3. Ingin mengetahui kendala apa yang di hadapi dalam penanaman
Ideologi Kebangsaan di Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi Mataram Ilir
Seputih Surabaya Lampung Tengah.
13
F. Manfaat Penelitian
Secara umum penelitian tesis ini diharapkan bermanfaat bagi seluruh
masyarakat yang berkepentingan, terutama bagi lembaga podndok pesantren
yang berada di persada nusantara ini, khususnya bagi peneliti diharapkan
bermanfaat dalam beberapa hal, seperti:
1. Memperkaya khazanah pengetahuan tentang Strategi Penanaman
Ideologi Kebangsaan di Pondok Pesantren.
2. Menambah wawasan bagi para pengelola pendidikan terutama pondok
pesantren, yakni dalam menanamkan Ideologi Kebangsaan.
3. Menjadi kajian lebih lanjut bagi peneliti lain yang tertarik terhadap
Strategi Penanaman Ideologi Kebangsaan di Pondok Pesantren.
4. Menjadi bahan pertimbangan bagi lembaga terkait, dalam
menanamkan Ideologi Kebangsaan.
G. Penelitian Relevan
Penelitian yang berkaitan dengan Ideologi Kebangsaan yaitu Pancasila
sudah banyak dilaksanakan oleh para ahli, namun penelitian ini akan
difokuskan pada Strategi Penanaman Ideologi Kebangsaan di Pondok
Pesantren Ash – Shiddiqi Mataram Ilir Seputih Surabaya Lampung Tengah.
Untuk melengkapi literatur sebagai bahan informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian maka dibutuhkan tinjauan penelitian terdahulu yang relevan,
diantaranya :
14
Muhammad Bimo Sakti (2018), Peranan Pondok Pesantren
Menumbuhkan Wawasan Kebangsaan Kepada Santri (Studi Kasus Di
Pondok Pesantren Darul Ulum Kecamatan Seputih Banyak), Skripsi
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung Bandar
Lampung, 2108. Dalam penelitianya mendiskripsikan tentang peranan
pesantren dalam menumbuhkan wawasan kebangsaan kepada santri.
Fatiyah (2017), Pemahaman Santri Mahasiswa Terhadap Nilai-
Nilai Pancasila, Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 1/2017. Dalam
penelitianya mendiskripsikan tentang pemahaman santri mahasiswa terhadap
nilai-nilai pancasila dengan menganalisis pemahaman santri mahasiswa
Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan kalijaga Yogyakarta terhadap
nilai- nilai Pancasila sebagai dasar negara.
Agus Prasetyo dan Bambang Sumardjoko (2016), Penanaman
Nilai-Nilai Kebangsaan Di Pondok Pesantren Khalafiyah (Studi Kasus Di
Pondok Pesantren Al Huda Doglo Candigatak Cepogo Boyolali). Jurnal
Vidya Karya | Volume 31, Nomor 1, April 2016 Prodi Ppkn Fkip Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Dalam penelitianya mendiskripsikan tentang
penanaman nilai-nilai kebangsaan yang dilakukan pengajar kepada santri di
pondok pesantren Al Huda Doglo Candigatak Cepogo Boyolali.
Hendri, Cecep Dermawan dan Muhammad Halimi (2018),
Penanaman nilai-nilai Pancasila pada kehidupan santri di pondok
pesantren. Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan Vol. 15 No. 2
Tahun 2018, Departemen Pendidikan Kewarganegaraan, Universitas
15
Pendidikan Indonesia, Bandung. Dalam peneitianya mendiskripsikan tentang
aktivitas pesantren dalam menanamkan nilai- nilai Pancasila pada kehidupan
santri.
Nur Rois, S.Pd.I., M.Pd.I (2017), Penanaman Nilai – Nilai
Nasionalisme Dalam Pendidikan Pondok Pesentren Miftahul Ulum Ungaran
Timur Kabupaten Semarang, Jurnal Pendidikan Agama Islam Universitas
Wahid Hasyim. Dalam penelitianya mendiskripsikan tentang penanaman
nilai-nilai nasionalisme dalam lingkup kehidupan sehari-hari di Pondok
Pesantren Miftahul Ulum Susukan Kab. Semarang.
Firdyan Andramika (2013), Menumbuhkan Sikap Nasionalisme Santri
(Studi Kasus Di Pondok Pesantren Modern Assalaam, Desa Gandoan,
Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung), Skripsi Jurusan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Dalam penelitianya
mendiskripsikan tentang menumbuhkan sikap nasionalisme santri (studi
kasus di pondok pesantren modern assalaam, desa gandoan, kecamatan
kranggan kabupaten temanggung).
H. Sistematika Penulisan
Dalam tesis ini penulis membagi penelitian terdiri atas lima bab,
selanjutnya secara holistic tiap-tiap bab yang terdiri atas beberapa sub bab
secara garis besar hasil penelitian ini sebagai berikut:
Bab Pertama Pendahuluan : Sebagai gambaran untuk memberikan
pola pemikiran bagi keseluruhan tesis ini pendahuluan yang meliputi : Latar
16
Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian.
Bab Kedua Kajian Teori : Bab ini berisi teori – teori hasil penelusuran
pustaka yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian tentang Strategi
Penenaman Ideologi Kebangsaan di Pondok Pesantren.
Bab Ketiga Metodologi Penelitian : Bab ini berisi uraian tentang
Disain Penelitian, Sumber data, Teknik Pengumpulan Data dan Teknik
Analisis Data yang digunakan.
Bab Keempat Hasil penelitian dan pembahasan : Berisi tentang Profil,
Strategi yang diterapkan dalam menanamkan ideologi kebangsaan dan
Hambatan yang di alami dalam menanamkan idoelogi kebangsaan di Pondok
Pesantren Ash – Shiddiqi Mataram Ilir Seputih Surabaya Lampung Tengah.
Bab Kelima Penutup : yang memuat kesimpulan dari permasalahan
yang dikemukakan. Kemudian diharapkan dari kesimpulan ini dapat ditarik
benang merahnya terhadap uraian-uraian sebelumnya dan memuat saran-
saran penulis terhadap strategi penanaman ideologi kebangsaan di pondok
pesantren.
17
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Ideologi Kebangsaan
1. Pengertian Ideologi
Ideologi secara umum merupakan sistem keyakinan yang dianut
oleh masyarakat untuk menata dirinya sendiri. Ideologi menjadi pusat
perdebatan banyak pakar di Amerika Serikat pada era setelah Perang
Dingin setelah Perang Dunia II. Dua pendapat yang terkenal antara lain
Daniel Bell yang menyimpulkan dalam bukunya Matinya Ideologi
telah meramalkan bahwa ideologi telah sampai kepada ajalnya.1 Dan
ramalan itu terbukti dengan hancurnya komunisme pada abad.
Kehancuran komunisme seakan-akan membenarkan “ideologi yang
baru” seperti yang telah dicetuskan oleh Francis Fukuyama dalam
bukunya The end of history and the last men.2 Namun bagaimanapun
juga tesis Fukuyama merupakan suatu ideologi baru yaitu kepercayaan
pada ideologi liberalisme.
1 Daniel Bell. Matinya Ideologi. Magelang: Indonesia Tera, 2001.
2 Francis Fukuyama. The end of history and the last men; kemenangan kapitalisme dalam
ideologi liberal. Yogyakarta: Qalam, 2003
18
Istilah ideologi pertama kali digunakan oleh seorang filsuf
Perancis, Destutt de Tracy, pada tahun 1796. Destutt de Tracy
menggunakan kata ideologi untuk menunjuk pada suatu bidang ilmu
yang otonom, ialah analisis ilmiah dari berpikir manusia, otonom
dalam arti lepas dari metafisika tetapi juga untuk mendefinisikan
"sains tentang ide". Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang
komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan
Weltanschauung)3, sebagai akal sehat dan beberapa kecenderungan
filosofis, atau sebagai serangkaian ide yang dikemukakan oleh kelas
masyarakat yang dominan kepada seluruh anggota masyarakat (definisi
ideologi marxisme).
Kajian mengenai ideologi lahir pada abad 19 yang disebut abad
ideologi. Marx berpendapat dalam bukunya yang berjudul German
Ideology bahwa :
“The Ideas of the rulling class are, in every age, the rulling
ideas:i.e. the class, which is the dominant material force in
society, is the same time the dominant intellectual force”.
Marx memandang dalam ideologi sangat erat dengan kekuasaan yang
terpusat pada negara atau masyarakat politik berhadap- hadapan
dengan masyarakat sipil. Pandangan Marx mengenai hubungan antara
kekuasaan dan ideologi yang berpusat pada negara tersebut ditentang
oleh Antonio Gramsci. Menurut Gramsci, ideologi yang dominan tidak
hanya dapat dimenangkan melalui jalan revolusi atau kekerasan oleh
3 Lorens Bagus. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000, h. 1178
19
institusi-institusi negara tapi juga dapat melalui jalan hegemoni
melalui institusi-institusi lain, seperti institusi agama, pendidikan,
media massa, dan keluarga.4 Dalam hal ini bisa melalui juga dalam
suatu ormas.
Salah seorang pemikir posmodernis abad 20, Louis Althusser
mengatakan bahwa ideologi merupakan sistem keyakinan yang
menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi internalnya. Artinya, dalam
setiap ideologi disembunyikan kontradiksi- kontradiksi dalam ajaran-
ajarannya. Misalnya, di dalam ajaran demokrasi liberal terdapat
kelemahan-kelemahan yang merugikan sesama manusia dalam
pemberian kesempatan untuk berkembang. Manusia yang gagal
merupakan orang-orang yang tidak mampu mencapai kesuksesan dan
bukan kontradiksi dalam sistem ekonomi itu sendiri. Foucalt
menyimpulkan bahwa ideologi tersangkut dengan empat hal, yaitu:
a. Ekonomi sebagai basisnya
b. Kelas yang berkuasa
c. Kekuasaan represif
d. Sesuatu yang berlawanan dengan kebenaran sejati.5
Sehingga tidak mengherankan apabila ideologi ditemukan tidak hanya
dalam domain politik tetapi juga pada bidang-bidang ilmu lain yang
4 Donny Gahral Adian, Arus Pemikiran Kontemporer, (Yogyakarta: Jalasutra, 2001), h. 121-
127 5 Donny Gahral Adian, Arus Pemikiran Kontemporer, h.128
20
membentuk social action.6 Seperti yang dikemukakan oleh Winston
Churchill dalam pidatonya tanggal 5 September 1943, “The empires
of the future are the empires of the mind”.7 Sebagaimana telah dikutip
oleh Firmanzah bahwa Winston Churchill secara jelas menyatakan
bahwa untuk dapat menguasai dunia, cukup dengan menguasai pikiran
masyarakat luas.8
Ideologi juga dapat didefinisikan sebagai aqidah 'aqliyyah
(akidah yang sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan aturan-
aturan dalam kehidupan.9 Di sini akidah ialah pemikiran menyeluruh
tentang alam semesta, manusia, dan hidup; serta tentang apa yang ada
sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan
sebelum dan sesudah alam kehidupan. Dari definisi di atas, sesuatu
bisa disebut ideologi jika memiliki dua syarat, yakni: Ide yang meliputi
aqidah 'aqliyyah dan penyelesaian masalah hidup.10
Jadi, ideologi
harus unik karena harus bisa memecahkan problematika kehidupan.
Metode yang meliputi metode penerapan, penjagaan, dan
penyebarluasan ideologi. Jadi, ideologi harus khas karena harus
disebarluaskan ke luar wilayah lahirnya ideologi itu. Jadi, suatu
6SocialActionTheory,
http://www.apla.org/accionmutua/pdf/Social%20Action%20Theory.pdf, diunduh tanggal 20
September 2019. 7 Firmanzah. Mengelola Partai Politik. Ed. I. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008,
h.XXIX 8 Firmanzah. Mengelola Partai Politik, h.XXX
9 Achmad Reza, “Pengertian Ideologi”, http://sospol.pendidikanriau.com/2009/ 11/dalam
pembicaraan-sehari-hari-sering.html, diunduh tanggal 20 September 2019 10
HafidzAbdurrahman,„Aqidah’Aqliyyah‟,http://wisnusudibjo.wordpress.com/2009/01/24/%
E2%80 %98aqidah%E2%80%98aqliyyah/, diunduh tanggal 20 September 2019
21
ideologi bukan semata berupa pemikiran teoretis seperti filsafat,
melainkan dapat dijelmakan secara operasional dalam kehidupan.
Menurut definisi kedua tersebut, apabila sesuatu tidak memiliki dua
hal di atas, maka tidak bisa disebut ideologi, melainkan sekedar
paham. Terlepas dari perdebatan-perdebatan para pemikir di atas,
namun pada kenyataannya ideologi itu selalu menentukan arah hidup
masyarakat.
2. Hakikat Ideologi
Dalam sejarah di Indonesia, ideologi seringkali dianut karena
manfaatnya.11
Akan tetapi orang menganut dan mendukung suatu
ideologi pada dasarnya juga karena keyakinan bahwa ideologi itu
benar. Ide-ide atau pengertian itu merupakan suatu sistem, suatu
perangkat yang menjadi suatu kesatuan, menjadi ideologi mengenai
manusia dan seluruh realitas. Setiap ideologi pada intinya pasti
mempunyai citra manusia tertentu. Dengan kata lain, setiap ideologi
pasti mempunyai suatu citra dan gambaran; manusia itu apa, dan
bagaimana relasi-relasinya dengan alam semesta dengan sesama
manusia dan dengan Penciptanya. Dikatakan: mengenai manusia dan
seluruh realitas, mengandung arti bahwa manusia itu mempunyai
11
Utojo Usman, Pancasila sebagai Ideologi: dalam Berbagai Bidang Kehidupan
Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara, Cet.III (Surabaya: Karya Anda, 1993), h. 48
22
posisi tertentu, mempunyai kedudukan, berarti mempunyai hubungan
atau relasi.12
3. Tipe – Tipe Ideologi
Terdapat dua tipe ideologi sebagai ideologi suatu negara. Kedua
tipe tersebut adalah ideologi tertutup dan ideologi terbuka.13
Ideologi
tertutup adalah ajaran atau pandangan dunia atau filsafat yang
menentukan tujuan-tujuan dan norma- norma politik dan sosial, yang
ditasbihkan sebagai kebenaran yang tidak boleh dipersoalkan lagi,
melainkan harus diterima sebagai sesuatu yang sudah jadi dan harus
dipatuhi. Kebenaran suatu ideologi tertutup tidak boleh
dipermasalahkan berdasarkan nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral
yang lain. Isinya dogmatis dan apriori sehingga tidak dapat dirubah
atau dimodifikasi berdasarkan pengalaman sosial. Karena itu ideologi
ini tidak mentolerir pandangan dunia atau nilai-nilai lain.
a. Ideologi Tertutup
Salah satu ciri khas suatu ideologi tertutup adalah tidak hanya
menentukan kebenaran nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar saja,
tetapi juga menentukan hal-hal yang bersifat konkret operasional.
Ideologi tertutup tidak mengakui hak masing-masing orang
12
H.A.R. Tilaar, Kekuasaan Pendidikan; Suatu Tinjauan dari Perspektif Pendidikan,
cet.1(Magelang: Indonesia Tera, 2003), h. 118 13
Franz Magnis-Suseno menyebutnya sebagai ideologi dalam arti penuh, ideologi terbuka,
dan ideologi implisit, h. 232-238
23
untuk memiliki keyakinan dan pertimbangannya sendiri. Ideologi
tertutup menuntut ketaatan tanpa reserve.
Ciri lain dari suatu ideologi tertutup adalah tidak bersumber dari
masyarakat, melainkan dari pikiran elit yang harus dipropagandakan
kepada masyarakat. Sebaliknya, baik- buruknya pandangan yang
muncul dan berkembang dalam masyarakat dinilai sesuai tidaknya
dengan ideologi tersebut. Dengan sendirinya ideologi tertutup tersebut
harus dipaksakan berlaku dan dipatuhi masyarakat oleh elit tertentu,
yang berarti bersifat otoriter dan dijalankan dengan cara yang totaliter.
Contoh paling baik dari ideologi tertutup adalah Marxisme-Leninisme.
Ideologi yang dikembangkan dari pemikiran Karl Marx yang
dilanjutkan oleh Vladimir Ilianov Lenin ini berisi sistem berpikir mulai
dari tataran nilai dan prinsip dasar dan dikembangkan hingga praktis
operasional dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ideologi Marxisme-Leninisme meliputi ajaran dan paham tentang (a)
hakikat realitas alam berupa ajaran materialisme dialektis dan ateisme;
(b) ajaran makna sejarah sebagai materialisme historis; (c) norma-
norma rigid bagaimana masyarakat harus ditata, bahkan tentang
bagaimana individu harus hidup; dan (d) legitimasi monopoli
kekuasaan oleh sekelompok orang atas nama kaum proletar.14
14
Franz Magnis-Suseno, ideologi terbuka, dan ideologi implisit, h.239
24
b. Ideologi Terbuka
Tipe kedua adalah ideologi terbuka. Ideologi terbuka hanya
berisi orientasi dasar, sedangkan penerjemahannya ke dalam
tujuan-tujuan dan norma-norma sosial-politik selalu dapat
dipertanyakan dan disesuaikan dengan nilai dan prinsip moral
yang berkembang di masyarakat. Operasional cita-cita yang akan
dicapai tidak dapat ditentukan secara apriori, melainkan harus
disepakati secara demokratis. Dengan sendirinya ideologi
terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter dan tidak dapat dipakai
melegitimasi kekuasaan sekelompok orang. Ideologi terbuka
hanya dapat ada dan mengada dalam sistem yang demokratis.
Tipe ideologi tertutup maupun terbuka masing-masing memiliki
acuan seperti pendapat Soerjanto Poespowardojo dalam buku Pancasila
sebagai ideologi: dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bermasyarakat sebagai berikut :
1) Ideologi ditangkap dalam artian negatif, karena dikonotasikan
dengan sifat totaliter, yaitu memuat pandangan dan nilai yang
menentukan seluruh segi kehidupan manusia secara total, secara
mutlak menurut manusia hidup dan bertindak sesuai dengan apa
yang digariskan oleh ideologi itu, sehingga akhirnya
mengingkari kebebasan pribadi manusia serta membatasi ruang
geraknya.
25
2) Ideologi ditangkap dalam artian positif, terutama pada sekitar
Perang Dunia II karena menunjuk kepada keseluruhan,
pandangan cita-cita, nilai, dan keyakinan.15
Sesuai dengan pendapat Soerjanto Poespowardojo tersebut maka tipe
ideologi terbuka termasuk dalam artian yang positif karena ada pada
sistem demokrasi yang mengoperasionalkan seluruh cita-cita, nilai, dan
keyakinan secara holistik sesuai dengan perkembangan masyarakat.
4. Ideologi Dunia
Istilah ideologi negara mulai banyak digunakan bersamaan
dengan perkembangan pemikiran Karl Marx yang dijadikan sebagai
ideologi beberapa negara pada abad ke-18. Namun sesungguhnya
konsepsi ideologi sebagai cara pandang atau sistem berpikir suatu
bangsa berdasarkan nilai dan prinsip dasar tertentu telah ada sebelum
kelahiran Marx sendiri. Bahkan awal dan inti dari ajaran Marx adalah
kritik dan gugatan terhadap sistem dan struktur sosial yang eksploitatif
berdasarkan ideologi kapitalis.
Pemikiran Karl Marx kemudian dikembangkan oleh Engels dan
Lenin kemudian disebut sebagai ideologi sosialisme-komunisme.
Sosialisme lebih pada sistem ekonomi yang mengutamakan
kolektivisme dengan titik ekstrem menghapuskan hak milik pribadi,
15
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif dan Tinjauan Singkat.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010
26
sedangkan komunisme menunjuk pada sistem politik yang juga
mengutamakan hak-hak komunal, bukan hak-hak sipil dan politik
individu.16
Ideologi tersebut berhadapan dengan ideologi liberalisme-
kapitalis yang menekankan pada individualisme baik dari sisi politik
maupun ekonomi.
Kedua ideologi besar tersebut menjadi ideologi utama negara-
negara dunia pasca perang dunia kedua hingga berakhirnya era perang
dingin. Walaupun demikian baik komunisme maupun kapitalisme
memiliki warna yang berbeda-beda dalam penerapannya di tiap
wilayah. Ideologi selalu menyesuaikan dengan medan pengalaman dari
suatu bangsa dan masyarakat. Komunisme Uni Soviet berbeda dengan
komunisme di Yugoslavia, Cina, Korea Utara, dan beberapa negara
Amerika Latin. Demikian pula dengan kapitalisme yang memiliki
perbedaan antara yang berkembang di Eropa Barat, Amerika Serikat,
dan Asia.
Walaupun negara-negara yang menganut kedua besaran ideologi
tersebut saling berhadap-hadapan, namun proses penyesuaian diantara
kedua ideologi tersebut tidak dapat dihindarkan. Kapitalisme, dalam
perkembangannya banyak menyerap unsur-unsur dari sosialisme.
Setelah mengalami krisis besar pada tahun 1920-an (the great
depression) Amerika Serikat banyak mengadopsi kebijakan-kebijakan
intervensi negara di bidang ekonomi untuk meningkatkan
16
Kuntara, Kelebihan Ideologi Pancasila Dibanding dengan Komunisme dan Liberalisme,
“Kertas Karya Perorangan (Taskap) Peserta Kursus Reguler Angktan ke XIX”, (Jakarta: Markas
Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Lembaga Pertahanan Nasional, 1986), h. 42.
27
kesejahteraan rakyat. Kebijakan-kebijakan tersebut kemudian
berkembang menjadi konsep negara tersendiri, bahkan ada yang
menyebutnya sebagai ideologi, yaitu negara kesejahteraan (welfare
state) yang berbeda dengan ideologi kapitalisme klasik.
Di sisi lain, beberapa negara komunis yang semula sangat
tertutup lambat-laun membuka diri, terutama dalam bentuk pengakuan
terhadap hak-hak sipil dan politik. Proses demokratisasi terjadi secara
bertahap hingga keruntuhan negara-negara komunis yang ditandai
dengan tercerai-berainya Uni Soviet dan Yugoslavia pada dekade
1990-an. Ada yang menafsirkan bahwa keruntuhan Uni Soviet dan
Yugoslavia sebagai pilar utama adalah tanda kekalahan komunisme
berhadapan dengan kapitalisme. Bahkan Fukuyama pernah
mendalilkan hal ini sebagai berakhirnya sejarah yang selama ini
merupakan panggung pertentangan antara kedua ideologi besar
tersebut. Namun kesimpulan tersebut tampaknya terlalu premature.
Keruntuhan komunisme, tidak dapat dikatakatan sebagai kemenangan
kapitalisme karena dua alasan, yaitu (a) ide-ide komunisme, dan juga
kapitalisme tidak pernah mati; dan (b) ideologi kapitalisme yang ada
sekarang telah menyerap unsur-unsur sosialisme dan komunisme.
Ide-ide komunisme tetap hidup, dan memang perlu dipelajari
sebagai sarana mengkritisi sistem sosial dan kebijakan yang
28
berkembang.17
Ide-ide tersebut juga dapat hidup kembali menjadi suatu
gerakan jika kapitalisme yang saat ini mulai kembali ke arah
libertarian berada di titik ekstrim sehingga menimbulkan krisis sosial.
Demikian pula halnya dengan gerakan-gerakan demokratisasi dan
perjuangan atas hak- hak individu akan muncul pada sistem yang
terlalu menonjolkan komunalisme.
5. Pancasila Sebagai Ideologi Negara
Ideologi berasal dari kata yunani yaitu iden yang berarti melihat,
atau idea yang berarti raut muka, perawakan, gagasan buah pikiran dan
kata logi yang berarti ajaran. Dengan demikian ideologi adalah ajaran
atau ilmu tentang gagasan dan buah pikiran atau science des ideas.18
Puspowardoyo (1992 menyebutkan bahwa ideologi dapat
dirumuskan sebagai komplek pengetahuan dan nilai secara keseluruhan
menjadi landasan seseorang atau masyarakat untuk memahami jagat
raya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk
mengolahnya. Berdasarkan pemahaman yang dihayatinya seseorang
dapat menangkap apa yang dilihat benar dan tidak benar, serta apa
yang dinilai baik dan tidak baik. Bila kita terapkan rumusan ini pada
Pancasila dengan definisi-definisi filsafat dapat kita simpulkan, maka
Pancasila itu ialah usaha pemikiran manusia Indonesia untuk mencari
17
Kuntara, Kelebihan Ideologi Pancasila Dibanding dengan Komunisme dan
Liberalisme,H.43 18
Al-Marsudi, Subandi. Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 57
29
kebenaran, kemudian sampai mendekati atau menanggap sebagai suatu
kesanggupan yang digenggamnya seirama dengan ruang dan waktu.
Kemudian isi rumusan filsafat yang dinamakan Pancasila itu
diberi status atau kedudukan yang tegas dan jelas serta sistematis dan
memenuhi persyaratan sebagai suatu sistem filsafat. Termaktub dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke empat maka filsafat
Pancasila itu berfungsi sebagai Dasar Negara Republik Indonesia yang
diterima dan didukung oleh seluruh bangsa atau warga Negara
Indonesia. Demikian isi rumusan sila-sila dari Pancasila sebagai satu
rangkaian kesatuan yang bulat dan utuh merupakan dasar hukum, dasar
moral, kaidah fundamental bagi peri kehidupan bernegara dan
masyarakat Indonesia dari pusat sampai ke daerah-daerah.
Kalau dikaji dari butir-butir kelima sila dalam ideologi Pancasila
tersebut, sebenarnya sudah mencakup gambaran pembentukan karakter
manusia Indonesia yang ideal, sebagai mana yang diharapkan para
penggali dari pancasila itu sendiri. Gambaran pembentukan manusia
Indonesia seutuhnya itu, dapat diilustrasikan Pada sila pertama tersirat
bagaimana manusia Indonesia berhubungan dengan Tuhannya atau
kepercayaannya. Pada sila kedua tergambar bagaimana manusia
Indonesia harus bersikap hidup dengan orang lain sebagaimana
layaknya manusia yang punya pikiran dan ahklak hingga dia bisa
bersikap sebagai mahkluk yang tertinggi dibandingkan dengan
mahkluk lainnya yaitu binatang. Sila ketiga menerangkan bagaiama
30
manusia Indonesia menciptakan suatu pandangan betapa pentingnya
arti persatuan dan kesatuan bangsa dari pada bercerai berai seperti
pada pepatah bersatu kita teguh dan bercerai kita runtuh. Sila keempat
telah menegaskan bagaimana manusia Indonesia
mengimplementasikan cara bersikap dan berpendapat serta
memutuskan sesuatu menyangkut kepentingan umum secara bijak
demi kelangsungan kehidupan berdemokrasi yang terlindungi antara
hak dan kewajibannya berimbang dalam mengimplementasikannya.19
Pada sila kelima dijabarkan bagaimana manusia Indonesia
mewujudkan suatu keadilan dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat
Indonesia itu sendiri.
Dari penjabaran kelima sila tersebut di atas, maka sudah
sepantasnya bahwa Pancasila beserta kelima silanya itu layak dijadikan
sebagai pandangan dan pegangan hidup serta dijadikan sebagai
pembimbing dalam menciptakan kerangka berpikir untuk menjalankan
roda demokratisasi dan diimplementasikan dalam segala macam
praktik kehidupan menyangkut berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat di dalam Negara kesatuan Republik Indonesia tercinta
ini. maka mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai dasar
Negara mempunyai sifat imperatif dan memaksa, artinya setiap warga
Negara Indonesia harus tunduk dan taat kepadanya. Siapa saja yang
19
Al-Marsudi, Subandi. Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, h.58
31
melangggar Pancasila sebagai dasar Negara, harus ditindak menurut
hukum yakni hukum yang berlaku di Indonesia.
6. Sejarah Perumusan Ideologi Pancasila
Nama Indonesia mulai dipakai untuk menyebut Kepulauan
Hindia Belanda pada bulan Maret 1942 pada saat pemerintah Hindia
Belanda menyerah pada bala tentara Jepang. Nama Indonesia itu untuk
pertama kalinya dahulu dipakai oleh orang Inggris bernama Logan
pada tahun 1850, kemudian pada tahun 1884 dipakai oleh Adolf
Bastian seorang etnograf. Nama Indonesia itu berasal dari bahasa
Yunani Indos dan nesos atau dalam bahasa Sanskerta nusa yang berarti
pulau.20
Jepang berusaha mendapat legitimasi untuk kekuasaan atas
Indonesia yang mereka duduki. Tanggal 20 Maret 1942 dibentuklah
pergerakan tiga A: Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan
Nippon Pemimpin Asia. Inilah ideologi yang hendak dipaksakan
orang Jepang pada bangsa Indonesia. Mereka menyanggupi akan
memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan. Mereka segera menyadari
bahwa tanpa Soekarno, M. Hatta dan pemimpin Indonesia lainnya,
mustahil akan dapat menguasai rakyat Indonesia. Maka dalam bulan
Juli 1942 Soekarno dipindahkan dari tempat pembuangannya ke tanah
Jawa.
20
Gunawan Setiardja,Hak-hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, (Yogykarta:
Kanisius, 1993), h. 32-33
32
Pada tanggal 8 Maret 1943 Jepang melancarkan suatu pergerakan
rakyat di Indonesia yang disebut Pusat Tenaga Rakyat (Putera)21
.
Tujuan Jepang ialah untuk membujuk kaum nasionalis sekuler dan
golongan intelektual agar mengerahkan tenaganya untuk membantu
Jepang. Empat tokoh Indonesia yang dianggap paling terkemuka, yang
dikenal dengan nama Empat Serangkai, yaitu Soekarno, M. Hatta,
K.H. Mansyur, dan pemimpin Taman Siswa Ki Hajar Dewantoro
mendapat kepercayaan untuk memimpin gerakan itu. Tetapi ternyata
gerakan Tiga A dan Putera kurang memuaskan hasilnya.22
Pada tanggal 1 Maret 1944 Putera dibubarkan, dan dibentuklah
suatu organisasi yang meliputi semua usaha tonarigumi (rukun
tetangga) dan Jawa Hokokai. Di dalam Jawa Hokokai ditonjolkan sifat
berbakti. Pemimpin tertinggi adalah Gunseikan, sedangkan Soekarno
menjabat sebagai Komon (penasihat). Keadaan Jepang pada
pertengahan tahun 1944 semakin buruk dan terus menerus menderita
kekalahan perang dari sekutu. Hal ini kemudian membawa perubahan
baru bagi pemerintah Jepang di Tokyo dengan janji kemerdekaan yang
di umumkan Perdana Mentri Kaiso tanggal 7 september 1944 dalam
sidang istimewa Parlemen Jepang (Teikoku Gikai) ke 85. Janji tersebut
kemudian diumumkan oleh Jenderal Kumakhichi Haroda tanggal 1
21
Modul Online” http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=107&fname=s
ej204_05.html 22
Modul Online” http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=107&fname=s
ej204_05.html
33
Maret 1945 yang merencanakan pembentukan Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Sebagai realisasi janji tersebut pada tanggal 29 April 1945 kepala
pemerintahan Jepang untuk Jawa (Gunseikan) membentuk BPUPKI
dengan Anggota sebanyak 60 orang yang merupakan wakill atau
mencerminkan suku/golongan yang tersebar di wilaya Indonesia.
BPUPKI diketuai oleh DR Radjiman Wedyodiningrat sedangkan wakil
ketua R.P Suroso dan Penjabat yang mewakili pemerintahan Jepang
“Tuan Hchibangase”. Dalam melaksanakan tugasnya di bentuk
beberapa panitia kecil, antara lain panitia sembilan dan panitia
perancang UUD. Inilah langkah awal dalam sejarah perumusan
pancasila sebagai dasar negara. Secara ringkas proses perumusan
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mr. Muhammad Yamin, pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei
1945 menyampaikan rumus asas dan dasar degara sebagai
berikut:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat.
Setelah menyampaikan pidatonya, Mr. Muhammad Yamin
menyampaikan usul tertulis naskah Rancangan Undang- Undang
34
Dasar. Di dalam Pembukaan Rancangan UUD itu, tercantum rumusan
lima asas dasar negara yang berbunyi sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Mr. Soepomo, pada tanggal 31 Mei 1945 antara lain dalam
pidatonya menyampaikan usulan lima dasar negara, yaitu sebagai
berikut :
1. Paham Negara Kesatuan
2. Perhubungan Negara dengan Agama
3. Sistem Badan Permusyawaratan
4. Sosialisasi Negara
5. Hubungan antar Bangsa.23
c. Ir. Soekarno, dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945
mengusulkan rumusan dasar negara adalah sebagai berikut :
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
23
PancasilasebagaiIdeologiTerbuka,http://mjieschool.multiply.com/journal/item/22/Pancasil
a_Sebagai_Ideologi_Terbuka_PKn_Kelas_XII_Semester_1_Bag_2, diunduh tanggal 20 September
2019
35
5. KeTuhanan yang berkebudayaan.
d. Panitia Kecil pada Sidang PPKI, tanggal 22 Juni 1945, memberi
usulan rumusan dasar negara adalah sebagai berikut:
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.24
Rumusan akhir Pancasila yang ditetapkan pada tanggal 18
Agustus 1945, dalam sidang PPKI merumuskan sebagai berikut:
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
Sebagai hasil refleksi terhadap hidup manusia Indonesia sejak
zaman kuno, khususnya dalam hidup masyarakat desa, para pendiri
negara kita sampai pada kesimpulan: manusia Indonesia mengakui
Tuhan yang satu adanya, entah dengan adanya, entah dengan sebutan
Tuhan, Widi, Widi, Wasa, Sang Hyang Hana, Gusti atau Allah.
Adanya dunia dengan segala isinya mendorong manusia ke dalam
keyakinan: ada suatu realitas, yang tertinggi, yang menjadi sumber
adanya seluruh realitas di dunia sebagai sebab yang pertama, sebagai
causa prima. Bagaimana orang-orang menghayati keyakinannya,
24
PancasilasebagaiIdeologiTerbuka,http://mjieschool.multiply.com/journal/item/22/Pancasil
a_Sebagai_Ideologi_Terbuka_PKn_Kelas_XII_Semester_1_Bag_2, diunduh tanggal 20 September
2019
36
bagaimana mereka bertaqwa, mengabdi kepada Tuhan, tergantung
pada pribadi masing-masing. Maka di Indonesia ada kebebasan
beragama. Indonesia bukan negara “teokratis”, bukan negara agama
yaitu negara yang dalam penyelenggaraan kehidupan berpemerintahan
berdasarkan kekuasaan (kratia) Tuhan (Theos) menurut ajaran agama
tertentu.25
Para pemeluk agama dan para penganut kepercayaan bebas
dalam menghayati dan melaksanakan keyakinan mereka, saling
menerima serta saling menghargai dengan penuh toleransi dan dengan
semangat kerjasama yang serasi.
b. Kemanusiaan yang Adil dan Beradap
Bangsa Indonesia mempunyai gambaran atau citra manusia
sendiri. Setiap manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang
dianugerahi budi dan karsa merdeka, dihargai dan dihormati sesuai
dengan martabatnya. Semua manusia adalah sama derajatnya sebagai
manusia. Semua manusia sama hak dan kewajibannya. Pada dasarnya
manusia dibedakan atas dasar ras, agama, adat atau keturunan atau
jenis kelamin. Manusia adalah makhluk rohani sekaligus makhluk
jasmani, adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial. Hal ini
disebut untuk mempergunakan istilah Prof. Notonagoro: monodualitas.
25
Achmad Fauzi, et.al., Pancasila Ditinjau dari Segi Sejarah-Segi Yuridis Konstitusional
dan Segi Filosofis, cet.III (Malang: Lembaga Penerbitan Universitas Brawijaya, tanpa tahun), h.
93-94
37
Setiap manusia diharapkan mendapat apa yang menjadi haknya.
Maka dirumuskan: “Kemanusiaan yang adil”.26
Di sini kita
menemukan dasar hak-hak asasi manusia dalam pandangan hidup
bangsa Indonesia. Disadari pula bahwa dunia dengan isinya itu
merupakan obyek bagi manusia. Dunia ini merupakan obyek bagi
pancaindera manusia: bagi mata, untuk dinikmati keindahan alamnya;
bagi telinga, dinikmati bermacam-macam suaranya. Manusia dapat
menangkap itu semua sehingga timbul getaran-getaran dalam jiwanya,
dengan bermacam-macam perasaan. Apa yang dialami dalam jiwanya
dapat diekspresikan dan dimanifestasikan dalam bermacam-macam
bentuk kesenian; umpamanya dalam bentuk lagu, tari-tarian, atau
lukisan. Tetapi dunia ini terutama merupakan obyek untuk budinya dan
karsanya. Manusia dengan jiwanya yang rohani bersifat transenden,
mengatasi struktur dan kondisi alam jasmani. Manusia dapat mengenal
hukum-hukum alam dapat menemukan potensi yang terkandung dalam
alam; manusia mampu mengolah dan mengubah alam dalam batas-
batas tertentu. Transendensinya relatif dan terbatas. Dengan demikian
manusia mampu menciptakan kebudayaan. Ia mengolah tanah, air, api
dan logam yang didapatnya dalam alam. Hal ini dirumuskan dalam
istilah “yang beradab”.
c. Perstuan Indonesia
26
Achmad Fauzi, et.al., Pancasila Ditinjau dari Segi Sejarah-Segi Yuridis Konstitusional
dan Segi Filosofis, h. 101-102
38
Persatuan Indonesia atau kebangsaan Indonesia diilhami oleh
kata-kata pujangga Empu Tantular pada jaya-jayanya Majapahit
dahulu, yang sekarang tercantum dalam lambang negara; “Bhineka
Tunggal Ika”: walaupun beraneka ragam adalah satu! Indonesia
memang terdiri atas bermacam-macam suku atau kelompok etnik:
orang Jawa, Timor, Madura, Batak, Aceh, Bali, Bugis dan seterusnya,
masing-masing dengan bahasa daerah, adat, kesenian, dan watak
kebiasaan mereka masing-masing.27
Terdapat bermacam-macam
agama dan kepercayaan. Tetapi suku- suku atau kelompok-kelompok
etnik, yang selama berabad-abad telah mengalami nasib yang sama,
bertekad hendak bersatu. Bersama-sama sudah menderita dijajah oleh
kaum kolonialis; hasrat keinginannya hanya satu; tetap bersatu.
Nasionalisme ini tidak boleh menjadi satu chauvinisme.28
Oleh karena
itu sila II ini tidak boleh lepas dari sila III. Artinya, sila Kebangsaan
atau Persatuan Indonesia dijiwai oleh sila Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab; kebangsaan yang ingin berhubungan secara serasi dengan
bangsa-bangsa lain di dunia.
d. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan
Sejak dahulu, bahkan pada zaman Majapahit (1293-1517) orang
mengenal adat kebiasaan cara khusus mengadakan perundingan, yang
disebut “musyawarah untuk mufakat”. Cara melakukan segala sesuatu
27
Achmad Fauzi, et.al., Pancasila Ditinjau dari Segi Sejarah-Segi Yuridis Konstitusional
dan Segi Filosofis, h.105 28
Nurcholish Majid, Indonesia Kita, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 69-70
39
bersama di desa-desa Indonesia juga terungkap dalam prosedur, yang
ditempuh oleh para sesepuh dalam mengambil keputusan. Pada
umumnya di Nusantara orang mengenal musyawarah. Setiap anggota
sidang dapat berbicara, setiap orang berhak agar gagasannya
didengarkan dan bahwa orang lain juga harus memperhitungkannya.
Setelah mengadakan pembicaraan, timbang-menimbang maka
akhirnya diambil keputusan. Dalam keputusan itu tak tercantumkan
keinginan siapa saja dan tak seorang pun boleh memaksakan kehendak
pribadinya. Dalam musyawarah dan memutuskan secara bersama -
sama, kepala desa memegang pimpinan. Keputusan terakhir disebut
mufakat yaitu konsensus, kesepakatan bersama.29
Jadi keputusan
mufakat adalah langkah terakhir dari musyawarah yang berlangsung
lama. Pada waktu mempertimbangkan dan bersepakat kepala desa
tidak dibenarkan bertindak selaku pembesar dalam arti selaku orang
yang mendikte, akan tetapi sebagai kepala sosial suatu keluarag besar,
seorang bapak bagi seluruh persekutuan.
Cara berunding musyawarah untuk mufakat ini dilaksanakan
bukan hanya dalam rapat dan rembug desa, tetapi juga dalam forum
sidang MPR, DPR pusat sampai dengan DPRD tingkat II. Musyawarah
untuk mufakat merupakan suatu bentuk dan proses berunding yang
tidak mengenal adanya usaha untuk saling menghantam atau saling
menjebak dengan akal muslihat supaya akhirnya dapat tampil sebagai
29
Ahmad Fauzi, Pancasila Ditinjau dari Segi Sejarah-Segi Yuridis Konstitusional dan Segi
Filosofis, h.119-120
40
pemenang yang unggul dalam perdebatan. Musyawarah untuk mufakat
merupakan suatu metode dengan tukar pikiran, menyumbangkan
gagasan-gagasan berusaha untuk bersama-sama dapat menemukan
kebenaran dan kebaikan.
Dalam musyawarah orang boleh saja adu argumentasi dan
berdiskusi. Hal ini oleh Sukarno dikemukakan juga ketika ia berbicara
tentang asas musyawarah mufakat dalam sidang paripurna BPUPKI
pada tanggal 1 Juni 1945 yang dikenal dengan sebutan “Lahirnya
Pancasila” :
“Dalam perwakilan, nanti ada perjuangan sehebat-hebatnya.
Tidak ada suatu saat yang hidup betul-betul jikalau dalam badan
perwakilannya tidak seakan-akan bergolak mendidih kawah
Candradimuka, kalau tidak ada perjuangan faham di
dalamnya.”
Demokrasi Indonesia memang tidak mengenal oposisi, dalam arti
kelompok atau partai yang a priori menentang pendirian orang yang
sedang berkuasa. Tetapi perbedaan pendapat mempunyai tempat dalam
demokrasi Pancasila.30
Orang boleh saja mengemukakan pendapat dan
pendiriannya yang berbeda dengan pendapat orang yang berkuasa, asal
caranya menurut aturan permainan yang benar. Dalam perundingan
orang jangan menuruti emosinya atau jangan memaksakan
kehendaknya sendiri, melainkan supaya berbicara dengan bijaksana.
Kebebasan memang dijunjung tinggi, tetapi kebebasan yang
bertanggung jawab.
30
“RUU TAP MPR tahun 1998 tentang Demokrasi Pancasila”, pada konsideran
menimbang, http://www.mpr.go.id., diunduh tanggal 21 Sepetember 2019
41
e. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
Di dekat kota Palembang ada sebuah batu dengan prasasti
“Kedukan Bukit” (683). Menurut Prof. Muhammad Yamin batu itu
merupakan peninggalan Gründungsakt kerajaan Sriwijaya. Tulisannya
berbunyi: “Marwuat wanua Sriwijaya jaya siddhayatra subbiksa”. Oleh
M. Yamin diterjemahkan: “Mereka mendirikan negara Sriwijaya agar
jaya sejahtera sentosa”. Jadi negara Sriwijaya didirikan bukan untuk
keagungan dinasti Syailendra, melainkan untuk kesejahteraan
rakyatnya.31
Kata siddhayatra adalah “sejahtera” dalam bahasa
Indonesia. Ideologi Pancasila jelas bertujuan untuk mengusahakan
terwujudnya kesejahteraan rakyat. Prof. Djojodiguno menulis :
“Kita ini rakyat yang terikat secara sosial dan tradisional; kita
masing-masing bertindak atau bertingkah laku seperti semua
orang lain, tiap orang bersifat komunal.”
Rumusan inilah yang kemudian dijadikan dasar negara, hingga
sekarang bahkan hingga akhir perjalanan Bangsa Indonesia. Bangsa
Indonesia bertekad bahwa Pancasila sebagai dasar negara tidak dapat
dirubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR hasil pemilu. Jika merubah
dasar negara Pancasila sama dengan membubarkan negara hasil
proklamasi (Tap MPRS No. XX/MPRS/1966).
7. Fungsi dan Kedudukan Ideologi Pancasila
31
Ahmad Fazui Pancasila Ditinjau dari Segi Sejarah-Segi Yuridis Konstitusional dan Segi
Filosofis, h.125-126
42
Sebagai ideologi, yaitu selain kedudukannya sebagai dasar
Negara kesatuan republik Indonesia Pancasila berkedudukan juga
sebagai ideologi nasional Indonesia yang dilaksanakan secara
konsisten dalam kehidupan bernegara. Sebagai ideologi bangsa
Indonesia, yaitu Pancasila sebagai ikatan budaya (cultural bond) yang
berkembangan secara alami dalam kehidupan masyarakat Indonesia
bukan secara paksaan atau Pancasila adalah sesuatu yang sudah
mendarah daging dalam kehidupanehari-hari bangsa Indonesia.
a. Pancasila Sebagai Dasar Negara bangsa Indonesia
Dasar negara merupakan fundamen atau Alas yang dijadikan
pijakan serta dapat memberi kekuatan kepada berdirinya suatu negara.
Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu alas atau landasan
yaitu Pancasila. Pancasila pada fungsinya sebagai dasar negara, adalah
sumber kaidah hukum yang mengatur Bangsa Indonesia, termasuk di
dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni rakyat, pemerintah dan
wilayah. Pancasila pada posisi seperti inilah yang merupakan dasar
pijakan penyelenggaraan negara serta seluruh kehidupan berbangsa
dan bernegara.
b. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Pancasila merupakan kristalisasi pengalaman hidup dalam
sejarah bangsa indonesia yang telah membentuk watak, sikap, prilaku,
etika dan tata nilai norma yang telah melahirkan pandangan hidup.
Pandangan hidup sendiri adalah suatu wawasan menyeluruh terhadap
43
kehidupan yang terdiri dari kesatuan rangkaian dari nilai-nilai luhur.
Pandangan hidup berguna sebagai pedoman / tuntunan untuk mengatur
hubungan sesama manusia, hubungan manusia dengan Tuhan dan
hubungan manusia dengan lingkungan
c. Pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia
Ideoligi berasal dari kata “Idea” yang berarti konsep, gagasan,
pengertian dasar, cita-cita dan logos yang berarti ilmu jadi Ideologi
dapat diartikan adalah Ilmu pengertian-pengertian dasar. Dengan
demikian Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dimana pada hakikatnya
adalah suatu hasil perenungan atau pemikiran Bangsa Indonesia.
Pancasila di angkat atau di ambil dari nilai-nilai adat istiadat yang
terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia, dengan kata
lain pancasila merupakan bahan yang di angkat dari pandangan hidup
masyarakat Indonesia.
d. Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Indonesia
Pancasila sebagai nilai-nilai kehidupan yang ada di masyarakat
indonesia, hal tersebut melalui penjabaran instrumental sebagai acuan
hidup yang merupakan cita-cita yang ingin digapai serta sesuai dengan
jiwa Indonesia serta karena pancasila lahir bersamaan dengan lahirnya
Indonesia. Menurut Von Savigny bahwa setiap bangsa punya jiwanya
masing-masing yang disebut Volkgeist, artinya Jiwa Rakyat atau Jiwa
Bangsa. Pancasila sebagai jiwa Bangsa lahir bersamaan dengan adanya
44
Bangsa Indonesia yaitu pada jaman dahulu kala pada masa kejayaan
nasional.
e. Pancasila merupakan Sumber dari segala sumber tertib hukum
Poin ini dapat diartikan bahwa segala peraturan perundang-
undangan / hukum yang berlaku dan dijalankan di Indonesia harus
bersumber dari Pancasila atau tidak bertentangan (kontra) dengan
Pancasila. Karena segala kehidupan negara indonesia berdasarkan
pancasila.
f. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia
Pancasila sebagai kepribadian bangsa karena Pancasila lahir
bersama dengan lahirnya bangsa Indonesia dan merupakan ciri khas
bangsa Indonesia dalam sikap mental maupun tingkah lakunya
sehingga dapat membedakan dengan bangsa lain. dan Pancasila
Merupakan wujud peran dalam mencerminkan adanya kepribadian
Negara Indonesia yang bisa mem bedakan dengan bangsa lain, yaitu
amal perbuatan, tingkah laku dan sikap mental bangsa Indonesia.
g. Pancasila sebagai Cita-cita dan tujuan yang akan dicapai bangsa
Indonesia
Dalan Pancasila mengandung cita-cita dan tujuan negara
Indonesia yang menjadikan pancasila sebagai patokan atau landasan
pemersatu bangsa. dimana tujuan akhirnya yaitu untuk mencapai
masyarakat adil, makmur yang merata baik materiil maupun spiritual
yang berdasarkan Pancasila.
45
h. Pancasila sebagai Perjanjian Luhur
Karena saat berdirinya bangsa indonesia, Pancasila merupakan
perjanjian luhur yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa untuk
dilaksanakan, di lestarikan dan di pelihara. Artinya Pancasila telah
disepakati secara nasional sebagai dasar negara tanggal 18-Agustus-
1945 pada sidang PPKI (Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia),
PPKI ini merupakan wakil-wakil dari seluruh rakyat Indonesia yang
mengesahkan perjanjian luhur (Pancasila) tersebut.
i. Pancasila sebagai Falsafah Hidup yang Mempersatukan Bangsa
Indonesia
Pancasila merupakan sarana yang ampuh untuk mempersatukan
Bangsa Indonesia. Karena Pancasila merupakan palsafah hidup dan
kepribadian Bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai dan
norma-norma yang oleh Bangsa Indonesia diyakini paling benar,
bijaksana, adil dan tepat bagi Bangsa Indonesia guna mempersatukan
Rakyat Indonesia.
j. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional memiliki
konsekuensi bahwa di dalam segala aspek pembangunan nasional
wajib berlandasakan pada hakikat nilai nilai dari sila sila yang ada
pada pancasila.32
32
http://www.markijar.com/2015/11/10-fungsi-dan-kedudukan-pancasila.html
46
B. PONDOK PESANTREN
1. Pengertian Pondok Pesantren
Istilah pondok pesantren berasal dari pengertian asrama-asrama
para santri atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu, atau berasal
dari kata funduk yang berarti hotel atau asrama. Sedangkan perkataan
pesantren berasal dari kata santri yang dengan awalan ”pe” dan akhiran
”an”, yang berati tempat tinggal para santri.33
Lebih jelas lagi dan terinci Nurcholis mengupas asal-usul kata
santri. Ia berpendapat “santri” berasal dari kata sastri (Sansekerta)
yang berarti “melek huruf”, senada dengan itu perkataan santri juga
berasal dari bahasa Jawa (catrik) yang berarti orang yang selalu
mengikuti seorang guru kemana guru pergi menetap, tentu dengan
tujuan agar dapat belajar dari guru mengenai suatu keahlian.34
Pondok pesantren sering juga disebut sebagai lembaga
pendidikan tradisional yang telah beroperasi di Indonesia semenjak
sekolah pola barat belum berkembang. Lembaga pendidikan ini telah
memiliki sistem pengajaran yang unik. Pembinaan kader atau
pendidikan guru dengan sistem magang spesifik pula. Pondok
pesantren dengan berbagai keunikannya itu telah banyak mewarnai
33
Zamakhasary Dhofier, Tradisi Pesantren-Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta:
LP3ES, 1984) h.18 34
Abudinnata, Sejarah Pertumbuhan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Gramedia, 2001), h. 91
47
perjuangan bangsa kita dalam melawan imperialisme dan merebut
kemerdekaan pada zaman revolusi phisik.35
Menurut Sudjoko Prasodjo, sebagaimana telah dikutip oleh Dr.
Manfred Ziemek, mungkin istilah “pondok” diambil dari khazanah
bahasa Arab “funduq” yang berarti ruang tidur, wisma atau hotel
sederhana. Dalam dunia pesantren, pondok merupakan unsur penting
karena fungsinya sebagai tempat tinggal atau asrama santri, sekaligus
untuk membedakan apakah lembaga tersebut layak dinamakan
pesantren atau tidak. Mengingat terkadang sebuah masjid atau bahkan
musholla setiap saat ramai dikunjungi oleh kalangan mereka yang
bersungguh- sungguh dalam menuntut ilmu agama, akan tetapi tidak
dikenal sebagai pesantren lantaran tidak memiliki bangunan pondok
atau asrama santri.36
Sedangkan menurut Geertz, juga dikutip oleh Wahjoetomo,
menjelaskan bahwa pengertian pesantren diturunkan dari bahasa India
sastri yang berarti ilmuwan Hindu yang pandai menulis, maksudnya
pesantren adalah tempat bagi orang-orang yang pandai membaca dan
menulis. Geertz menganggap bahwa pesantren dimodifikasi dari pura
Hindu.37
Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam
yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem
35
Yacub, Pondok Pesantren dan pembangunan Masyarakat Desa, (Bandung: Angkasa,
1984), h. 64 36
Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, (Jakarta:, P3M, cet. I, 1986) h. 98-
99 37
Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, Cet. I, (Jakarta: Gema Insani Pers, 1997) h. 70
48
asrama (kampus) yang santri- santrinya menerima pendidikan agama
melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di
bawah kedaulatan dan kepemimpinan seorang atau beberapa orang
kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatis serta independen
dalam segala hal.38
Selain itu disebutkan bahwa pondok pesantren adalah suatu
bentuk lingkungan “masyarakat” yang unik dan memiliki tata nilai
kehidupan yang positif. Pada umumnya, pesantren terpisah dari
kehidupan sekitanya. Komplek pondok pesantren minimal terdiri atas
rumah kediaman pengasuh disebut juga kyai, masjid atau mushola, dan
asrama santri. Tidak ada model atau patokan tertentu dalam
pembangunan fisik pesantren, sehingga penambahan bangunan demi
bangunan dalam lingkungan pesantren hanya mengambil bentuk
improvisasi sekenanya belaka.39
2. Sejarah Pondok Pesantren
Lembaga pendidikan yang disebut pondok pesantren sebagai
pusat penyiaran Islam tertua yang lahir dan berkembang seirama
dengan masuknya Islam di Indonesia. Pada awal berdirinya, pondok
pesantren umumnya sangat sederhana. Kegiatan pembelajaran
biasanya diselenggarakan di langgar (mushala) atau masjid oleh
seorang kyai dengan beberapa orang santri yang datang mengaji. Lama
38
Djamaluddin, & Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, h. 99 39
Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, h. 65
49
kelamaan “pengajian” ini berkembang seiring dengan pertambahan
jumlah santri dan pelebaran tempat belajar sampai menjadi sebuah
lembaga yang unik, yang disebut pesantren.40
Di Indonesia pondok pesantren lebih dikenal dengan istilah
Kutab merupakan suatu lembaga pendidikan Islam, yang di dalamnya
terdapat seorang kyai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para
santri (anak didik) dengan sarana masjid yang digunakan untuk
menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung adanya pondok
sebagai tempat tinggal para santri.41
Sedangkan asal-usul pesantren di Indonesia tidak bisa dipisahkan
dari sejarah pengaruh Walisongo abad 15-16 di Jawa. Pesantren
merupakan lembaga pendidikan Islam yang unik di Indonesia.
Lembaga pendidikan ini telah berkembang khususnya di Jawa selama
berabad-abad. Syekh Maulana Malik Ibrahim (w 1419 H, di Gresik
Jawa Timur), spiritual father Walisongo, dalam masyarakat santri Jawa
biasanya dipandang sebagai gurunya-guru tradisi pesantren di tanah
Jawa.42
Ini karena Syekh Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada 12
Rabi‟ul Awal 822 H bertepatan dengan 8 April 1419 M dan dikenal
sebagai Sunan Gresik adalah orang yang pertama dari sembilan wali
yang terkenal dalam penyebaran Islam di Jawa.43
40
Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Logos, 2001) h. 157 41
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1996) h.
24 42
Qodri Abdillah Azizy, Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2002) h. 3 43
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, h. 26
50
Alwi Shihab menegaskan bahwa Syekh Maulana Malik Ibrahim
atau sunan Gresik, merupakan orang pertama yang membangun
pesantren sebagai tempat mendidik dan menggembleng para santri.
Bahkan dari hasil penelusuran sejarah ditemukan sejumlah bukti kuat
yang menunjukkan bahwa cikal bakal pendirian pesantren pada
periode awal ini terdapat di daerah-daerah sepanjang pantai utara
Jawa, seperti Giri (Gresik), Ampel Denta (Surabaya), Bonang (Tuban)
dan sebagainya. Kota-kota tersebut pada waktu itu merupakan kota
cosmopolitan yang menjadi jalur penghubung perdagangan dunia,
sekaligus sebagai tempat persinggahan para pedagang dan mubaligh
Islam yang datang dari Jazirah Arabia Persia, Irak, Hadramaut dan
sebagainya.44
Pada masa penjajahan kolonial Belanda yaitu sekitar abad ke-
18an, nama pesantren sebagai lembaga pendidikan rakyat terasa sangat
berbobot terutama dalam bidang penyiaran agama Islam. Pada masa
penjajahan ini pondok pesantren menjadi satu-satunya lembaga
pendidikan Islam yang menggembleng kader-kader umat yang tangguh
dan gigih mengembangkan agama serta menentang penjajahan berkat
dari jiwa Islam mereka. Kelahiran pesantren baru, selalu diawali
dengan cerita perang nilai antara pesantren yang akan berdiri dengan
masyarakat sekitarnya, dan diakhiri dengan kemenangan pihak
pesantren, sehingga pesantren dapat diterima untuk hidup di
44
Amin Haedari, Masa Depan Pesantren: Dalam Tantangan modernitas dan Tantangan
Kompleksitas Global (Jakarta: IRD Press, 2004), Cet. Ke-1, h.7
51
masyarakat, dan kemudian menjadi panutan bagi masyarakat
sekitarnya dalam bidang kehidupan moral. Bahkan dengan kehadiran
pesantren dengan jumlah santri yang banyak dan datang dari berbagai
masyarakat lain yang jauh, maka terjadilah semacam kontak budaya
antara berbagai suku dan masyarakat sekitar. Dari segi cultural para
ulama Islam berusaha menghindarkan tradisi serta ajaran agama Islam
dari pengaruh kebudayaan Barat. Segala sesuatu yang berbau Barat
secara apriori ditolak oleh mereka, termasuk system pendidikan.45
3. Unsur – Unsur Pondok Pesantren
Unsur-unsur pokok pesantren, yaitu kyai, masjid, santri, pondok
dan kitab Islam klasik (atau kitab kuning) adalah elemen unik yang
membedakan sistem pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan
lainnya.
a. Kyai
Peran penting Kyai dalam pendirian, pertumbuhan,
perkembangan dan pengurusan sebuah pesantren berarti dia
merupakan unsur yang paling esensial. Sebagai pemimpin pesantren,
watak dan keberhasilan pesantren banyak bergantung pada keahlian
dan kedalaman ilmu, karismatik dan wibawa, serta ketrampilan kyai.
45
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003, h.
229-230
52
Dalam konteks ini, pribadi kyai sangat menentukan sebab dia adalah
tokoh sentral dalam pesantren.46
Dalam bahasa Jawa, perkataan kyai dipakai untuk tiga jenis gelar
yang berbeda, yaitu: (1) sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang
yang dianggap keramat; contohnya, “kyai garuda kencana” dipakai
untuk sebutkan kereta emas yang ada di Kraton Yogyakarta; (2) gelar
kehormatan bagi orang-orang tua pada umumnya; (3).gelar yang
diberikan oleh masyarakat kepada orang ahli agama Islam yang
memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab
Islam klasik kepada para santrinya.47
b. Masjid
Masjid merupakan elmen yang sangat penting yang tak dapat di
pisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling
tempat untuk mendidik para santri, terutama pada praktek sembahyang
lima waktu, kutbah sembahyang jamaah dan pengajaran kitab-kitab
Islam. Sangkut paut pendidikan Islam dan masjid sangat dekat dan erat
dalam tradissi Islam di seluruh dunia. Dahulu, kaum muslim selalu
memanfaatkan masjid untuk tempat beribadah dan juga sebagai tempat
lembaga pendidikan Islam.
Sebagai pusat kehidupan rohani, sosial dan politik, dan
pendidikan Islam masjid merupakan aspek kehidupan sehari-hari yang
46
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2001, h.144 47
Zamakhsyari Dhofier. 1994. Tradisi pesantren. Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai.
Jakarta: LP3ES, 1994. h.55
53
sangat penting bagi masyarakat. Dalam rangka pesantren, masjid
dianggap sebagai “tempat yang paling tepat untuk mendidik para
santri, terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah, dan
sembahyang Jumat, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik”48
.
Biasanya yang pertama-tama didirikan oleh seorang kyai yang ingin
mengembangkan sebuah pesantren adalah masjid, masjid itu terletak
dekat atau di belakang rumah kyai.
c. Santri
Santri merupakan unsur yang penting sekali dalam
perkembangan sebuah pesantren karena langkah pertama dalam tahap-
tahap membangun pesantren adalah bahwa harus ada murid yang
datang untuk belajar dari seorang alim. Kalau murid itu sudah menetap
di rumah seorang alim, baru seorang alim itu bisa disebut kyai dan
mulai membangun fasilitas yang lebih lengkap untuk pondoknya.
Santri biasanya terdiri dari dua kelompok, yaitu santri kalong dan
santri mukim. Santri kalong merupakan bagian santri yang tidak
menetap dalam pondok tetapi pulang ke rumah masing-masing sesudah
selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren. Santri kalong biasanya
berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren jadi tidak keberatan kalau
sering pergi pulang. Makna santri mukim ialah putera atau puteri yang
menetap dalam pondok pesantren dan biasanya berasal dari daerah
jauh. Pada masa lalu, kesempatan untuk pergi dan menetap disebuah
48
Zamakhsyari Dhofier. 1994. Tradisi pesantren. Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,
h.56
54
pesantren yang jauh merupakan suatu keistimewaan untuk santri
karena dia harus penuh cita - cita, memiliki keberanian yang cukup dan
siap menghadapi sendiri tantangan yang akan dialaminya di
pesantren.49
d. Pondok
Definisi singkat istilah „pondok‟ adalah tempat sederhana yang
merupakan tempat tinggal kyai bersama para santrinya.50
Di Jawa,
besarnya pondok tergantung pada jumlah santrinya. Adanya pondok
yang sangat kecil dengan jumlah santri kurang dari seratus sampai
pondok yang memiliki tanah yang luas dengan jumlah santri lebih dari
tiga ribu. Tanpa memperhatikan berapa jumlah santri, asrama santri
wanita selalu dipisahkan dengan asrama santri laki-laki. Komplek
sebuah pesantren memiliki gedung-gedung selain dari asrama santri
dan rumah kyai, termasuk perumahan ustad, gedung madrasah,
lapangan olahraga, kantin, koperasi, lahan pertanian atau lahan
pertenakan. Kadang-kadang bangunan pondok didirikan sendiri oleh
kyai dan kadang- kadang oleh penduduk desa yang bekerja sama untuk
mengumpulkan dana yang dibutuhkan.
Ada tiga alasan utama mengapa pesantren harus menyediakan
asrama bagi para santri. Pertama sebagai kemashuran seorang kiyai
dan kedalaman pengetahuanya tentang Islam menarik santri-santri dari
jauh, untuk mengali ilmu dari kyai tersebut secara teratur dan dalam
49
Zamakhsyari Dhofier.Tradisi pesantren. Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, h.57 50
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan. h.142
55
waktu yang lama para santri tersebut harus meninggalkan kampung
halamanya dan menetap di kediaman kyai. Kedua hampir semua
pesantren berada di desa-desa dimana tidak tersedia perumahan yang
cukup untuk menampung santri. Dengan demikian perlulah adanya
asrama khusus bagi para santri. Ketiga ada sikap timbal balik antara
kiyai dan santri dimana kiyai mengangap kiyainya seolah-olah sebagai
bapaknya sendiri sebaliknya kyai jga mengangap santrinya sebagai
anaknya sendiri. Pondok selain dari yang dimaksudkan sebagai tempat
asrama para santri adalah sebagai tempat latihan bagi santri untuk
mengembangkan ketrampilan kemandiriannya agar mereka siap hidup
mandiri dalam masyarakat sesudah tamat dari pesantren. Santri harus
memasak sendiri, mencuci pakaian sendiri dan diberi tugas seperti
memelihara lingkungan pondok.51
e. Kitab-Kitab Islam Klasik
Kitab-kitab Islam klasik dikarang para ulama terdahulu dan
termasuk pelajaran mengenai macam-macam ilmu pengetahuan agam
Islam dan Bahasa Arab. Dalam kalangan pesantren, kitab-kitab Islam
klasik sering disebut kitab kuning oleh karena warna kertas edisi-edisi
kitab kebanyakan berwarna kuning. Pada masa lalu pengajaran kitab-
kitab Islam klasik merupakan satu-satunya pengajaran formal yang
diberikan dalam lingkungan pesantren. Pada saat ini, kebanyakan
pesantren telah mengambil pengajaran pengetahuan umum sebagai
51
Zamaksary Dhofier, Tradisi pesantren. Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, h.45
56
suatu bagian yang juga penting dalam pendidikan pesantren, namun
pengajaran kitab-kitab Islam klasik masih diberi kepentingan tinggi.
Pada umumnya, pelajaran dimulai dengan kitab- kitab yang sederhana,
kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab yang lebih mendalam dan
tingkatan suatu pesantren bisa diketahui dari jenis kitab-kitab yang
diajarkan
Ada delapan macam bidang pengetahuan yang diajarkan dalam
kitab- kitab Islam klasik termasuk nahwu dan sahraf (morfologi), fiqh,
usul fiqh, hadis, tafsir, tauhid,. tasawuf dan etika, dan cabang-cabang
lain seperti tarikh dan balaghah. Semua jenis kitab ini dapat
digolongkan kedalam kelompok menurut tingkat ajarannya, misalnya:
tingkat dasar, tingkat menengah, dan tingkat lanjut. Kitab yang
diajarkan di pesantren di Jawa pada umumnya sama.52
4. Kategori Pondok Pesantren
Pondok pesantren adalah sebuah sistem yang unik, bukan hanya
dalam pendekatan pembelajarannya tapi juga pandangan hidup dan tata
nilai yang dianut masing-masing pondok pesantren mempunyai
keistimawan tersendiri, secara garis besar pondok pesantren dapat
dikategorikan dalam tiga kategori:
a. Pesantren modern
52
Zamaksary Dhofier, Tradisi pesantren. Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, h.45
57
yang bercirikan : (1) memiliki menejemen dan dan adminitrasi
dengan setandar modern; (2) tidak terikat dengan figur kiai sebagai
tokoh sentral; (3) pola dan system pendidikan modern dengan
kurikulum tidak hanya ilmu agama tetapi juga pengetahuan umum, dan
(4) sarana dan bentuk bangunan pesantren lebih mapan dan teratur
permanan dan berpagar. Tujuan proses modernisasi pondok pesantren
adalah berusaha untuk menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang
ada di pesantren. Akhir- akhir ini pondok pesantren mempunyai
kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap
sistem yang selama ini dipergunakan. Perubahan-perubahan yang bisa
dilihat di pesantren modern termasuk: mulai akrab dengan metodologi
ilmiah modern, lebih terbuka atas perkembangan di luar dirinya,
diversifikasi program dan kegiatan di pesantren makin terbuka dan
luas, dan sudah dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan
masyarakat.53
b. Pesantren tradisonal
Sistem pendidikan pesantren tradisional sering disebut sistem
salafi. Yaitu sistem yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab
Islam klasik sebagai inti pendidikan di pesantren. bercirikan ; (1) tidak
memiliki menejemen dan adminitrasi modern, sistem pengelolaan
pesantren berpusat pada aturan yang dibuat kiai dan diterjemahkan
oleh pengurus pondok pesantren; (2) terikat kuat terhadap figur kiai
53
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan. h.155
58
sebagai tokoh sentral,setiap kebijakan pondok mengacu pada
wewenang yang diputuskan kiai; (3) pola dan system pendidikan
bersifat konvrensonal berpijak pada tradisi lama, pengajaran bersifat
suatu arah, kia mengajar santri mendengar secara seksama. (4)
bangunan asrama santri tidak tertata rapi, masih mengunakan
bangunan kuno atau bangunan kayu. Pondok pesantren menyatu
dengan masyarakat sekitar, tidak ada pembatas memisahkan wilayah
pondok pesantren, dari lingkunga masyarakat sekitar. Model pesantren
tradisonal ini masih terdapat hampir disemua kawasan basis pesantren
di Jawa Tengah, Jawa Barat, jawa Timur dan luar jawa.
c. Semi modern
Paduan antara tradisonal modern, yang bercirikan tradisonal
masih kental dipegang, masih menaempati figur sentral, norma dan
kode etik pesantren klasik tetap menjadi setandar pola relasi dan norma
keseharian. Tetapi mengadaptasi system pendidikan dan sarana fisik
pesantren merupakan unsur pokok pesantren yang harus dimiliki setiap
pondok pesantren (Hasyim, 1998: 39).
5. Kurikulum dan Identitas Pesantren
Pesantren di Indonesia dibagi menjadi tiga bagian yaiti
syalafiyah modern dan terpadu, beberapa kalangan ada yang
mengatakan bahwa sebenarnya ada dua tipe utama yaitu syalaf dan
modern sedangkan pesantren terpadu adalah rangkian akhir dari dua
59
tipe tersebut. Mendeskripsikan pesantren syalaf sebagai yang
memelihara bentuk pengajaran teks klasik sebagai inti pendidikan.
Dalam pesantren seperti ini sistem madrasah diambil untuk
memenuhi pengajaran sekunder pada teks klasik dasar tanpa
memakai pelajaran-pelajaran sekuler.54
Tipe-tipe pesantren yang muncul dari wawancara pribadi dan
kelompok, pertama dan yang paling utama kepemipinan dalam
pesantren salaf terpust pada satu orang yang memiliki wewenang
penuh. Sering kyai di sebut raja kecil selajutnya para santi
memberlakukan kyai dengan penuh rasa hurmat patuh tidak berani
menatap langsung ketika berbicara langsung, saat kyai lewat para
santri memberikan jalan bahwa sampai menundukkan kepalanya.
Apabila pendiri atau sesepuh pesantren meninggal maka yang
mengantikan adalah putra laki-lakinya, model kepemimpinan
tunggal kemudian mengarah krisis kepemimpinan dan kadang
perpecahan dalam pesnatren.
Pesantren modern dikatakan meniru teori dan praktik
pendidikan barat. Pesantren modern terkenal dengan training
bahasa Arab dan Inggris pendidikan agama tidak terlalu kuat sebab
didasarkan pada buku buku ambilan para santrinya tidak belajar
kitab kuning. Pesantren modern mendapat gelar diploma pemerintah,
meskipun secara ironis misalya Gontor yang juga modern tidak
54
Zamaksary Dhofier, Tradisi pesantren. Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, h.84
60
memperolehya. Kepemimpinan dalam kepemimpinan pesantren
modern lebih terbuka dan demokratis mengedepankan diskusi atau
musyawarah dalam melakukan pembelajaran atau dalam
menyelesaikan masalah, kepemimpinan dilihat dari pengetahuan
kyai dan bukan factor pewarisan atau karisma.55
Pada abad ke 19 dan awal abad 20, pendidikan pesantren
ditentukan oleh masing masing pondok dan kyai yang
menghususkan pada suatu bidang pengetahuan. Sehingga dalam
pendidikan pondok pesanten adanya pendidikan tambahan dari
pondok atau dari kyai disamping pendidikan umum, seperti di
pondok pesantren Tebu Ireng dengan pendiri K.H Hasim Asy‟ari
dengan terkenal Hadisnya, pondok pesanteren Jampes dengan
mengedamkan sufinya.
Kurikulum dalam pendidikan pesanteren kontemporer sering
menawarkan pengetahuan agama secara lengkap dengan memeiliki
beberapa guru yang mengajar berbagai pelajaran. Pada pesantren
yang telah mengadoposi kurikulum dari pemerintah, para santri
mendapat mengetahuan lebih luas,. Karena santri juga belajar
pendidikan umum, waktu untuk mengkaji pelajaran agama
berkurang. Kurikulum pada pesantren kontemporer di bagi dalam
empat bentuk : Ngaji (pendidkan agama), pengalaman sekolah
(pendidikan umum),pengalaman dan pendidikan moral, serta
55
Zamaksary Dhofier, Tradisi pesantren. Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, h.85
61
ketrampilan kursus.
a. Ngaji dan pendidkan agama
Ngaji, kadang-kadang disebut pula pengajian, adalah
pendidikan agama yang sama-sama merupakan bentuk pendidikan
dan kewajiban di pesantren. Seorang santri bisa mengaajar ngaji ,
yaitu belajar bagaimana membaca teks, dapat pula ngaji sebuah
teks, yaitu membaca dan memahami artinya. Bentuk awal ngaji
adalah sangat sederhana, yaitu belajar bagaimana cara membaca
teks arab, terutama sekali Alquran. Pendidikan tradisonal di
pesantren sendiri santri memiliki kitab-kitab sendiri dan
mempelajari di bawah bimbingan kyai atau yang disebut sorongan,
merupakan keseriusan dan kesabaran yang dalam, sedangkan dalam
pengajaran yang lebih tinggidengan metode wetonan berlangsung
di masjid para santi membawa kitab dan memakai pena.56
Menurut Imam Arifin ada tiga pola pengajaran yaitu
musawarah, muzakiroh dan majlis taklim yaitu, pertama
menggunakan metode musawarah melibatkan praktek percakapan
dengan bahasa arab. Seperti halya dalam pesantren modern di
Gontor, dalam praktek sehari-hari para santri diwajibkan
mengunakan bahasa Arab Inggris dalam sehari harinya, dalam
setiap minggu biasanya dikombinasikan atau dijadwal dalam
pengunaan percakapan bahasa. Kedua metode muzakiroh yaitu
56
Zamaksary Dhofier, Tradisi pesantren. Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, h.86
62
memakai pola diskusi kelompok, Imam Arifin dalam metode ini
membagi dalam 2 kelompok yaitu, tingkat pertama melibatkan
kelompok kecil, ke dua yaitu kelompok besar yang langsung dari
kyai. Ketiga metode pengajian terakhir dalam majlis taklim yang
sebenarnya bukan metode pendidikan yang sesungguhnya bagi para
santri di pesantren. Sebuah variasi pengajian rutin bagi pimpinan
atau pemuka agama setempat.57
b. Pengalaman dan pendidikan moral
Pengalaman adalah bagian dari pendidkan pesantren, seperti
halnya dalam pengalaman berdakwah, pengalaman mengajar,
pengalaman berpidato dan lainya. Kadang-kadang santri di kirim ke
desa-desa untuk pengalaman berdakwah, atau dam pesantren di
kenal PDL (pengalaman dakwah lapangan). Nilai-nilai moral yang
ditekankan di pondok pesantren termasuk nilai persaudaraan,
keikhlasan, kesederhanaan dan kemandirian. Di samping itu
pesantren juga bermaksud untuk menananamkan kepada santrinya
kesalehan dan komitmen atas lima rukun Islam.
Guru atau pengasuh pondok pesantren menekankan kepada
santrinya agama dan moralitas, tetepi guru tidak berarti langsung
bisa mencetak santrinya menjadi moralis. Pendidikan moral dalam
mengartikan sikap yang baik perlu pengalaman sehingga pesantren
berusaha untuk menciptakan lingkungan tempat moral keagamaan
57
Arifin, Zainal. 1998. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya, h.40
63
dapat dipelajari dan dapat pula dipraktikan. Para santri mempelajari
moralitas saat mengaji dan kemudian diberi keepantan untuk
memprektekan.
c. Sekolah dan pendidikan umum
Sekolah bukanlah fenomena yang bisa ditemukan di semua
pesantren. Sekolah biasanya mencakup satu dari jenis kurikulum
pemerintah yaitu sekuler disebut sistem nasional dan keagamaan
yang disebut sistem madrasah, yang sekarang dalam proses
pengabungan. Pesantren mungkin tidak mempunyai keduanaya atau
hanya mempunyai salah satu bahkan mempunyai keduanya.
Pendidikan pesantren yang mempunyai keduanya biasanya pondok
modern, contoh yang mengunakan sistem nasiaonal dan madrasah
yaitu pesantren Gontor, pesantren Assalaam, pesantren Indramayu
dan lainya. Pada pesantren yang mengunakan sistem keduanya
santri belajar di sekolah ketika siang, ketika sore adanya ekstra
kemudian malamnya belajar kependidkan kepondokan.
d. Pendidikan karakter
Pendidikan karakter dipesantren dapat beredar dengan baik
dan berkesinambungan dikarnakan pondok pesantren mampu
melaksanakan tahap-tahap sebagi berikut:
1) Tahap moral knowing disamping dalam dimensi masjid dan
dimensi komonitas kyai atau ustad.
2) Moral feeling dikembangkan melalu pengalaman langsung
64
para santri dalam kontak sosial dan persoalanya. Aspek
emosi yang ditekankan untuk para santri melalui 9 pilar
yaitu, cinta Allah dan segenap ciptaaNya, kemendririan dan
tanggung jawab, kejujuran, amanah dan bijaksana, hormat
dan santun, dermawan dan suka menolong antar sesama,
percaya diri, kreatif dan bekerja keras, kepemimpinan dan
keandilan, baik rendah hati, teloransi dan kedamaiaan serta
kesatuan.58
3) Moral action upaya pesantren dalam rangka menjadikan pilar
pendidikan karakter rasa cinta Allah dan segenap ciptaaNya
dengan diwujudkan tindakan nyata dengan diwujudkan
serangkaian progam pembiasaan berbuat baik di lingkuangan
pesantren.
e. Kursus dan ketrampilan
Pesantren tradisonal para santri tidak membayar kos atau
asrama, tetapi mereka bekerja pada sang kyai dalam bagian kerja
ini mereka akan mendapat banyak skill yang bisa mereka pakai
setelah ia pulang dari pesantren atau lulus. Trening ketrampilan
dalan melatih para santri dengan berbentuk kerja dalam rangka
mengnti ongkos pendidikan, sebab penambahan pendidikan umum
berarti mengurangi jam belajar agama tetapi sekarang menjadi
umum bagi para santri dan orang tua mereka untuk membayar
58
Ratna Megawangi. 2004. Pendidikan karakter: Solusi yang tepat untuk Membangun
Bangsa. Jakarta: Star Energy (Kakap) Ltd.Susuhunan pakubuana IV, serat Wulangreh (1968 -
1920).
65
langsung ongkos atau biaya pendidikan fenomena ini kadang
berarti bahwa hanya mereka yang tidak mampu membayar akan
menerima training ketrampilan tersebut.
6. Peran dan Fungsi Pondok Pesantren
Pondok pesantren memiliki fungsi sebagai lembaga pendidikan
dan dakwah serta lembaga kemasyarakatan yang telah memberikan
warna daerah pedesaan, Ia tumbuh dan berkembang bersama warga
masyarakatnya sejak berabad-abad, Oleh karena itu, tidak hanya secara
kultural bisa diterima, tapi bahkan telah ikut serta membentuk dan
memberikan gerak serta nilai kehidupan pada masyarakat yang
senantiasa tumbuh dan berkembang, figur kyai dan santri serta
perangkat fisik yang memadai sebuah pesantren senantiasa dikelilingi
oleh sebuah kultur yang bersifat keagamaan. Kultur tersebut mengatur
hubungan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain.
Pesantren dapat juga disebut sebagai lembaga pendidikan luar
sekolah, karena eksistensinya berada dalam jalur sistem pendidikan
kemasyarakatan, pesantren memiliki program yang disusun sendiri dan
pada umumnya bebas dari ketentuan formal, non formal dan informal
yang berjalan sepanjang hari dalam system asrama. Dengan demikian
pesantren bukan saja lembaga belajar, melainkan proses kehidupan itu
sendiri.
66
C. Strategi Penanaman Ideologi Kebangsaan Di Pondok Pesantren
1. Pengertian Strategi
Menurut Chandler, strategi merupakan alat untuk mencapai
tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang,
program tindak lanjut serta proritas alokasi sumber daya. Menurut
Stephania K. Marrus, strategi didefinisikan sebagai suatu proses
penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan
jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya
bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai.59
Strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu
yang mengaitkan antara keunggulan strategi perusahaan (factor intern)
dengan tantangan lingkungannya (factor ekstern). Rencana yang
disatukan artinya bahwa rencana tersebut mengikat semua bagian
perusahaan menjadi satu kesatuan yang tergabung dalam rencana
strategis perusahaan. Rencana yang menyeluruh artinya meliputi
semua aspek penting perusahaan harus dicakup dalam rencana strategis
ini. Rencana yang terpadu artinya semua rencana yang dibuat sacara
partial didalam perusahaan harus merupakan serangkaian rencana yang
terintegrasi. Artinya antara rencana yang satu dengan rencana yang
59
Husein Umar, “Desain Penelitian Manajemen Strategik (Cara mudah Meneliti Masalah-
Masalah Manajemen Strategik Untuk Skripsi, Tesis, dan Praktek Bisnis), (Jakarta : Rajawali Pers,
2010), h.16
67
lain yang ada di dalam perusahaan saling mendukung dan tidak satu
pun rencana partial yang bertentangan dengan rencana strategis.60
2. Komponen Strategi
Secara umum, sebuah strategi memiliki komponen-komponen
strategi yang senantiasa dipertimbangkan dalam menentukan strategi
yang akan dilaksanakan. Komponen tersebut adalah kompetensi yang
berbeda (distinctive competence), ruang lingkup (scope), dan distribusi
sumber daya (resource deployment).61
a. Kompetensi yang berbeda
Kompetensi yang berbeda adalah sesuatu yang dimiliki oleh
perusahaan dimana perusahaan melakukannya dengan baik
dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Dalam pengertian lain,
kompetensi yang berbeda bermakna kelebihan perusahaan
dibandingkan perusahaan lainnya.
b. Ruang lingkup
Ruang lingkup adalah lingkungan dimana organisasi atau
perusahaan tersebut beraktifitas.
c. Distribusi sumber daya
60
Muslich, Ekonomi Manajerial : “Alat Analisis dan Strategi Bisnis”, (Yogyakarta:
Ekonisia, 1997), h.11 61
Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan saefullah, “Pengantar manajemen”, (Jakarta :
Prenadamedia Group, 2012), h.133
68
Distribusi sumber daya adalah bagaimana sebuah perusahaan
memanfaatkan dan mendistribusikan sumber daya yang
dimilikinya dalam menerapkan strategi perusahaan.
3. Jenis Strategi
Menurut Griffin, secara umum strategi dapat dibagi menjadi 3
(tiga) jenis dilihat dari tingkatannya.
a. Strategi pada tingkat perusahaan (corporate-level-strategy).
b. Strategi pada tingkat bisnis (business-level-strategy). Strategi
pada level perusahaan atau korporat dilakukan perusahaan
sehubungan dengan persaingan antar perusahaan dalam sektor
bisnis yang dijalankannya secara keseluruhan. Strategi pada level
bisnis adalah alternatif strategi yang dilakukan oleh perusahaan
sehubungan dengan persaingan bisnis yang dijalankannya pada
beberapa jenis bisnis yang diperdagangkan. Berbeda dengan
Griffin, Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995) menambahkan
kedua jenis strategi tadi dengan tingkatan strategi.
c. Strategi pada tingkat fungsional (functional level strategy).
Strategi pada tingkat fungsional, di mana kedua perusahaan
melakukan strategi pada bagian pemasarannya, khususnya di
tingkat periklanannya.62
62
Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan saefullah, “Pengantar manajemen”, h.134
69
4. Penyusunan Strategi
Perusahaan melakukan strategi untuk memenangkan persaingan
bisnis yang dijalankannya, serta mempertahankan keberlangsungan
kehidupan perusahaan dalam jangka panjang. Untuk melakukan
strategi, dilakukan penyusunan strategi yang pada dasarnya terdiri dari
3 fase, yaitu Penilaian Keperluan Penyusunan Strategi, Analisis
Situasi, dan Pemilihan Strategi.
a. Penilaian Keperluan Penyusunan Strategi.
Sebelum strategi disusun, perlu ditanyakan terlebih dahulu
apakah memang penyusunan strategi (baik strategi baru maupun
perubahan strategi) perlu untuk dilakukan ataukah tidak. Hal ini
terkait dengan apakah strategi yang akan dilakukan memang
sesuai dengan tuntutan perubahan di lingkungan ataukah
sebaliknya.
b. Analisis Situasi.
Pada tahap ini, perusahaan perlu melakukan analisis mengenai
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh organisasi sekaligus
juga menganalisis peluang dan tantangan yang dihadapi oleh
organisasi.
c. Pemilihan Strategi.
Setelah perusahaan melakukan analisis terhadap keadaan internal
dan eksternal perusahaan, maka perusahaan perlu menentukan
strategi yang akan diambil dari berbagai alternatif yang ada. Pada
70
dasarnya alternatif strategi terbagi ke dalam tiga bagian besar,
yaitu strategi yang cendrung mengambil resiko, yaitu strategi
yang menyerang atau agresif (aggresive or offensive strategy),
strategi yang cendrung menghindari risiko, yaitu strategi
bertahan (defensive strategy), serta strategi yang memadukan
antara mengambil risiko dan menghindari risiko. Artinya, berada
di tengah-tengah. Strategi ini sering dinamakan sebagai turn-
around strategy.63
5. Proses Menejemen Strategi
Jika penyusunan strategi telah diketahui perinsipnya secara
umum, bagaimana manajemen strategi dilakukan? Setidaknya
manajemn strategi dapat dibagi dua secara garis besarnya, yaitu
perencanaan strategis (strategic planning) dan implementasi strategi
(strategic implementation).
a. Perencanaan strategis.
Proses ini mencakup dari mulai penentuan tujuan hingga
penyusunan strategi.
b. Implementasi strategi.
63
Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan saefullah, “Pengantar manajemen”, h.135
71
Proses ini mencakup implementasi yang dijalankan berdasarkan
strategi yang dipilih dan juga pengendalian atas implementasi
yang dilakukan.64
6. Penanaman Ideologi Pancasila
Penanaman berasal dari kata tanam, yakni menanamkan,
menaburkan paham, ajaran, dan sebagainya; lebih lanjut penanaman
dimaknai sebagai proses, pembuatan, dan cara menanamkan.65
Pancasila adalah pernyataan dari niat dan cita-cita kebaikan yang
harus di usahakan pelaksanaannya di dalam Bangsa Negara Indonesia.
Selanjutnya Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa di dalam
pancasila di kemukakan sifat-sifat pokok dari kehalusan dan keluhuran
manusia, sedangkan menurut Dr. Ruslan Abdulgani berpendapat
bahwa pancasila adalah sebagai pondamen moral dan politik.66
Dalam pancasila manusia mencari keseimbangan antara hidup
sebagai pribadi dan hidup sebagai anggota masyarakat, antara materi
dan rohani. Setiap masyarakat mempunyai sistem nilai tertentu yang
dianggap di sepakati oleh seluruh anggota masyarakat tanpa sistem
nilai tidak akan adanya kebudayaan dan sistem peradaban. Sistem nilai
atau falsafah dasar Bangsa Indonesia yang kini sudah menjadi ideologi
64
Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan saefullah, “Pengantar manajemen”, h.136 65
Yandianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, M25, Bandung, 2001, h. 601 - 602 66
M. Daryono, Dkk, Pengantar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Renika
Cipta, Jakarta 1998, h. 11
72
bangsa kita adalah pancasila.67
Karena pancasila sudah kita sepakati sebagai falsafah dasar yang
menjadi pandangan dan pegengan hidup bangsa, maka ia menjadi
moral kehidupan bangsa, ia menjadi ideologi yang menjiwai peri
kehidupan bangsa kita dibidang sosial budaya, sosial ekonomi, sosial
politik dan Hamkam, segala pemikiran tentang ideologi adalah
keseluruhan berfikir, nilai-nilai dan sikap dasar suatu kelompok sosial
atau kebudayaan tertentu dalam kehidupan masyarakat.68
Penanaman Ideologi Pancasila adalah proses menanamkan
Ideologi Pancasila pada diri siswa yang bersumber dari ajaran dan
falsafah Pancasila.
67
Abdul Madjid, Sri-Edi Swasono, Wawasan Ekonomi Pancasila, Universitas Indonesia,
Jakarta, 1988, h. 91 68
Abdul Madjid, Sri-Edi Swasono, Wawasan Ekonomi Pancasila, h.92
73
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode berasal dari bahasa Yunani yakni “methodos”, yang berarti
cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang
berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu objek
penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan keabsahanya.1
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif kualitatif. Penilitian ini bertujan untuk mendeskripsikan tentang
Strategi Penanaman Ideologi Kebangsaan di Pondok Pesantren Ash –
Shiddiqi Mataram Ilir Kecamatan Seputih Surabaya Kabupataen Lampung
Tengah. Pada penyusunan tesis ini, peneliti menggunakan metode penelitian
kualitatif yaitu suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi
karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka
langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian.
Menurut Strauss dan Corbin penelitia kualitatif merupakan jenis
penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai
1 Rosadi Ruslan, Metode Penelitian Public Relation Dan Komunikasi, (Jakarta : Rajawali
Pers, 2010), h. 24
74
dengan menggunanakan prosedur statistik.2 Paradigma kualitatif dinamakan
juga dengan pendekatan konstruktifis, naturalistis atau interpretatif
(constructivist, naturalistic or interpretative approach) atau perspektif
postmodern. Paradigm kualitatif merupakan paradigma penelitian yang
menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan
sosial berdasarkan kondisi realitas atau natural setting yang holistis,
kompleks dan rinci. Penelitian-penelitian dengan pendekatan induktif yang
mempunyai tujuan penyusunan konstruksi teori atau hipotesis melalui
pengungkapan fakta merupakan contoh tipe penelitian yang menggunakan
paradigma kualitatif.3 Penelitian ini merupakan data yang diambil dari
lapangan dengan pendekatan survey, data yang dikumpulkan berupa kata-
kata, gambar dan bukan angka-angka.
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini penulis menggunakan pendekatan studi kasus (Case
Study). Studi kasus termasuk dalam penelitian analisis deskriptif, yaitu
penelitian yang dilakukan terfokus pada suatu kasus tertentu untuk diamati
dan dianalisis. Penelitian studi kasus adalah suatu penelitian kualitatif yang
berusaha menemukan makna, menyelidiki proses, dan memperoleh
pengertian dan pemahaman yang mendalam dari individu, kelompok, atau
2 Rosadi Ruslan, Metode Penelitian Public Relation Dan Komunikasi, h. 214.
3 Nur indriantoro dan bambang supomo, “Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi &
manajemen”, (yogyakarta : BPFE-Yogyakarta, 2013), h.12
75
situasi.4 Kasus yang dimaksud bisa berupa tunggal atau jamak, misalnya
berupa individu atau kelompok.
Kahija mendefinisikan studi kasus sebagai suatu penelitian satu atau
beberapa kasus dengan menggali informasi dari beberapa sumber
mengungkapkan bahwa metode penelitian ini sangat cocok digunakan saat
seorang peneliti ingin mengungkap sesuatu dengan bertolak pada pertanyaan
“How” atau ”Why”. Dilihat dari sudut kegunaannya, studi kasus dapat
dipakai untuk penelitian kebijakan, ilmu politik, dan administrasi umum,
pendidikan, psikologi, dan sosiologi, studi organisasi dan manajemen,
lingkungan dan agama, dan sebagainya.
Menurut Mukhtar penelitian jenis ini dibedakan menjadi 3 tipe, yakni
Studi Kasus Eksplanotaris, Studi Kasus Eksploratoris, dan Studi Kasus
Deskriptif. Studi kasus eksplanatoris sangat baik untuk melihat penjelasan-
penjelasan atau suatu peristiwa yang sama atau berbeda, dan menunjukkan
rangkaian kasus seperti itu dapat berlaku atau diaplikasikan pada situasi atau
peristiwa yang lain. Sedangkan studi kasus eksplorotaris dapat dipergunakan
untuk mengungkapkan suatu kejadian atau peristiwa, dimana
berlangsungnya suatu peristiwa yang bersifat berkelanjutan (continue)
antcara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang berikutnya. Untuk studi
kasus deskriptif sangat baik dipergunakan untuk melacak suatu peristiwa
atau hubungan antar pribadi, menggambarkan subbudaya yang sudah jarang
menjadi topik penelitian dan menemukan fenomena kunci seperti kemajuan
4 Emzir, Metode penelitian kualitatif analisis data, (Jakarta: rajawali pers, 2014), h.20
76
karir, prestasi dan berbagai realitas yang muncul dalam masyarakat.5 Dalam
studi kasus, kita dapat menggunakan berbagai teknik termasuk wawancara,
observasi, dan kadang-kadang pemeriksaan dokumen dan artefak (benda-
benda arkeologi) dalam pengumpulan data.6
C. Sumber Data
Penelitian ini, penulis mengambil sumber data pada :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dapat diperoleh langsung dari
lapangan atau tempat penelitian dengan mengamati atau
mewawancarai secara langsung (sumber asli). Dalam hal ini, maka
proses pengumpulan datanya perlu dilakukan dengan memrhatikan
siapa sumber utama yang akan dijadikan objek penelitian.7 Peneliti
mengunakan data ini untuk mendapatkan informasi langsung tentang
Strategi Penanaman Ideologi Kebangsaan di Pondok Pesantren Ash –
Shiddiqi Mataram Ilir Kecamatan Seputih Surabaya Kabupataen
Lampung Tengah. Adapun sumber data langsung penulis dapatkan dari
santri, pengurus santri, para alumni, Ustadz dan Ustadzah, dan
Pengasuh Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi.
5 Dewi Rokhmah, dkk, metode penelitian kualitatif, (Jember: Jember University Press,
2014), h.7-8 6 Emzir, Metode penelitian kualitatif analisis data, h.21
7 Muhammad, “Metodologi Penelitian Ekonomi Islam pendekatan kuantitatif”, (Jakarta :
Rajawali Pers, 2013), h.103
77
2. Data Skunder
Sebelum memutuskan untuk mengambil data primer, kita harus
terlebih dahulu menganalisis data sekunder. Jika data sekunder sudah
tidak memadai, barulah beralih ke data primer. Secara umum, data
sekunder memiliki beberapa keunggulan dibandingkan data primer,
diantaranya: hemat waktu dan biaya, relatif lebih mudah diakses,
memberikan data perbandingan sehingga data primer dapat
diinterpretasikan secara lebih akurat, dan lain-lain.8
Data sekunder adalah data yang didapat dari sumber bacaan dan
berbagai macam sumber lainnya yang berkaitan dengan Strategi
Penanaman Ideologi Kebangsaan di Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi
Mataram Ilir Kecamatan Seputih Surabaya Kabupataen Lampung
Tengah. Data ini dapat dari buku, publikasi dari berbagai organisasi,
hasil-hasil studi, hasil survei, studi historis dan sebagainya.
D. Metode Pengumpulan Data
Peneliti dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan 3 (tiga)
metode pengambilan data, yaitu :
1. Penelitian kepustakaan ( library research)
Penelitian kepustakaan yaitu pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mencari buku literar yang berhubangan dengan
pembahasan pada tesis ini.
8 Muhammad, “Metodologi Penelitian Ekonomi Islam pendekatan kuantitatif”, h.103
78
2. Penelitian lapangan (field research)
Penelitian lapangan yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi
penelitian, dalam megumpulkan data ini dilakukan dengan berbagai
metode di antaranya :
a. Wawancara
Wawancara dapat didefinisikan sebagai “interaksi bahasa yang
berlangsung antara dua orang dalam situasi saling berhadapan salah
seorang, yaitu yang melakukan wawancara meminta informasi atau
ungkapan kepada kepada orang yang diteliti yang berputar disekitar
pendapat dan keyakinannya”.9
Metode wawancara yang peneliti lakukan adalah wawancara
mendalam dan wawancara terstrutur. Wawancara mendalam
maksutnya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam
yang berhubungan dengan fokus permasalahan, sehingga dengan
wawancara mendalam data-data bisa terkumpul semaksimal mungkin.
Sedangkan wawancara terstruktur maksutnya bahwa dalam penelitian
ini, peneliti menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan
yang akan diajukan.10
Dalam penelitian ini, wawancara diarahkan kepada sumber data
yaitu informan (interview) yang diasumsikan memiliki keterikatan
langsung dengan perjalan obyek penelitian yakni: Pondok Pesantren
9 Emzir, Metode penelitian kualitatif analisis data, h.50
10 Muh.Khalifah Mustamin Dkk, Metodologi Penelitian Pendidikan, h.94-95.
79
Ash – Shiddiqi Mataram Ilir Seputih Surabaya Lampung Tengah atas
beberapa pertimbangan tertentu, diataranya : (1) Mengetahui atau
menguasai dengan baik terhadap masalah yang diteliti, (2). Memiliki
keterlibtan langsung dengan obyek penelitian, dan (3). Mudah ditemui
oleh penulis. Diantara informan yang dipilih, yaitu: Pengurus pondok
pesantren, sebagai pihak yang melaksanakan segala hal-hal yang
berhubungan dengan administrasi baik keuangan maupun surat
menyurat, baik urusan di dalam pondok pesantren maupun diluar
pondok pesantren terutama yang berkaitan dengan pembelajaran,
pengelola Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi Mataram Ilir Seputih
Surabaya Lampung Tengah ( Kepala Yayasan dan staf-stafnya serta
dewan gurunya), Komite pondok pesantren, orang tua, dan santri, serta
alumni pondok pesantren tersebut.
b. Observasi
Dengan metode observasi ini penulis mengadakan pengamatan
langsung pada obyek penelitian yaitu Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi
Mataram Ilir Seputih Surabaya Lampung Tengah. Untuk menjaga
kevalidan metode ini, penulis menggunakan buku catatan lapangan.
Hal ini dilakukan agar berbagai peristiwa yang ditemukan , baik yang
disengaja maupun tidak diharapkan dapat dicatat dengan
segera.Walaupun pengamatan ini hanya dititik beratkan kepada data
dan fakta yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Misalnya pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas atau di luar
80
kelas, aktivitas social keagamaan, ketertiban dan kebersihan
lingkungan, hubungan dengan masyarakat sekitar pondok pesantren ,
pergaulan sesama santri, dengan ustadz dan lingkungan pondok
pesantren serta berbagai kegiatan sosio cultural, baik yang sifatnya
rutin maupun incidental.
c. Dokumentasi
Selanjutnya, pengumpulan data dengan menggunakan teknik
dokumentasi. Teknik ini merupakan pelengkap dari penggunaan
metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.11
Dengan dokumentasi hasil penelitian akan semakin kredibel atau dapat
dipercaya.
d. Mengakses Website atau Situs
Situs web (website) adalah suatu halaman web yang saling
berhubungan yang umumnya berada pada peladen (sebuah sistem
komputer yang menyediakan jenis layanan tertentu dalam sebuah
jaringan komputer) yang sama berisikan kumpulan informasi yang
disediakan secara perorangan, kelompok atau organisasi. Dalam hal ini
peneliti mengakses website atau situs-situs yang menyediakan
informasi yang berkaitan dengan masalah yang sedang penulis teliti.
11
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
h. 329
81
E. Instrumen Penelitian
Pada penelitian kualitatif, Instrument penelitian merupakan alat
bantu yang dipilih peneliti untuk memudahkan dalam pengumpulan
data agar data tersebut menjadi sistematis dan lebih mudah. Wujud dari
instrument peneliti yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan
data-data yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti adalah
pedoman wawancara, yang didukun dengan alat untuk merekam hasil
wawancara.
Alat perekam digunakan sebagai alat bantu untuk merekam
informasi selama wawancara berlangsung agar tidak ada informasi
yang terlewatkan sehingga peneliti dapat fokus pada pertanyaan-
pertanyaan yang di akan diajukan tanpa harus mencatat. Dengan alat
rekaman ini juga mempermudah peneliti untuk mengulang kembali
hasil wawancara agar dapat memperoleh data yang lengkap, sesuai
dengan apa yang disampaikan responden selama wawancara.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses pengumpulan data secara
sistematis yang berlangsung terus-menerus.12
Analis ini membantu
untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti.
Adapun analisis data yang digunakan peneliti adalah metode
deskriptif, yaitu sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki,
12
Christine Daymon Dan Immy Halloway, Metode Riset Kualitatif, (Yogyakarta : PT
Bentang Pustaka, 2008), h. 38
82
dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek penelitian
pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya.
Analisis data dimulai dengan melakukan wawancara secara
mendalam dengan informan, setelah itu peneliti membuat transkip dari
hasil wawancara dengan cara melihat atau memutar kembali hasil
rekaman wawancara kemudian menuliskan kata- kata yang sesuai
dengan hasil wawancara yang direkam tersebut kedalam transkip,
kemudian peneliti membuat reduksi data dengan cara abstraksi, yaitu
megambil data yang sesuai dengan konteks penelitian dan
mengabaikan (membuang) data yang dianggap tidak diperlukan.
G. Pengujian Keabsahan Data
Pada penelitian ini, data yang telah terkumpul akan diolah dan
pengolahan data dilakukan dengan cara :
1. Triangulasi
Triangulasi digunakan sebagai gabungan atau kombinasi
berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang
saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda.
83
2. Reduksi data
Reduksi adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstraan dan transformasi data kasar
yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan, proses ini
berlanjut terus-menerus. Reduksi data meliputi : merangkum,
memilih hal-hal pokok dan memfokuskan pada hal-hal penting.
3. Penyajian data
Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah
penyajian data. Penyajian data adalah adalah kegiatan ketika
sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data
disajikan dengan mengelompokkan sesuai dengan sub bab
masing-masing.
4. Penarikan kesimpulan
Setelah data disajikan, maka langkah terakhir yaitu
penarikan kesimpulan. Setelah menjabarkan berbagai data yang
telah diperoleh dari tempat penelitian maka peneliti membuat
kesimpulan yang merupakan hasil akhir dari suatu penelitian.
84
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Pondok Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi
Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi adalah lembaga pendidikan Islam
swasta (non-pemerintah). Didirikannya Pondok Pesantren pada tahun 1987
oleh (Alm) KH. Ahmad Zuhri terletak di Dusun V Sragen Kampung
Mataram Ilir Kecamatan Seputih Surabaya Kabupaten Lampung Tengah
Provinsi Lampung 34158 dengan akte Notaris Nomor 1 - tgl 5 Mei 2004.
Dengan didukung oleh lingkungan yang asri, Pondok Pesantren Ash –
Shiddiqi berupaya untuk mencetak manusia yang muttafaqoh fiddin untuk
menjadi kader pemimpin umat/bangsa, selalu mengupayakan terciptanya
pendidikan santri yang memiliki jiwa keikhlasan, kesederhanaan,
kemandirian, ukhuwah Islamiyah, kebebasan berfikir dan berperilaku atas
dasar Al - Qur‟an dan Sunnah Rasulullah SAW untuk meningkatkan taqwa
kepada Allah SWT. Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi mempunyai pikiran
terbuka dan moderat, tanpa menghilangkan unsur peran Islam. Disiplin dan
kesederhanaan, diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan
pondok pesantren.
Di Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi, pengelolaan pendidikan dan
pengajaran serta kegiatan santri sehari-hari dilaksanakan oleh para
guru/ustadz dengan latar belakang pendidikan dari berbagai perguruan tinggi
85
dan alumni pondok pesantren dari jawa, yang sebagian besar tinggal di
lingkungan asrama dan secara penuh mengawasi serta membimbing santri
dalam proses kegiatan belajar mengajar dan kepengasuhan santri.
Seiring berjalannya waktu, Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi dengan
keikhlasan dan idealisme para pendirinya, lembaga ini terus berkembang,
hingga saat ini. Dengan usaha selalu meningkatkan mutu pendidikan,
pembangunan fisik, pengembangan dana dan mempersiapkan para kader
untuk kemajuan jangka panjang lembaga pendidikan dan pengabdian kepada
masyarakat.
1. Identitas Pondok Pesantren
Tabel 1 Identitas Pondok Pesantren
1 Nama Pesantren Pondok Pesantren Ash - Shiddiqi
2 Tahun berdiri 1987
3 Pendiri/Penyelenggara Yayasan Roudlotush - Shiddiqi
4 NSPP 050803070011
5 Akte Notaris Nomor 1,- tgl 5 Mei 2004
6 Pimpinan Yayasan H. Bambang Irawan, S.Pd.I
7 Pimpinan Pesantren KH. Abdul Wahid Zuhri, S.Pd.I
8 Lokasi Pesantren
Dusun V Sragen Kampung Mataram
Ilir Kecamatan Seputih Surabaya
Kabupaten Lampung Tengah
Provinsi Lampung 34158
86
2. Struktur Kepengurusan
Tabel 2 Struktur Kepengurusan
No Jabatan Nama
1 Pengasuh Kh. Abdul Wahidd Zuhri, S.Pd.I
2 Ketua M. Wildan Aldiansyah
3 Wakil Ketua Ferry Ferdian
Hadi Nur Kholis
4 Sekertaris Salman Latif
M. Taufikkus Sofyan
5 Bendahara Wahid Kuncoro
6 Seksi Keamanan Muhammad Nasirudin
Ariyo Wijaya
7 Seksi Pendidikan M. Rizki Ardiansyah
Rijal Mustofa
8 Seksi Kebersihan
M. Ulil Albab
Ken Saelendra
Muhammad Amin
9 Seksi Kesehatan Nurdin Hidayat
Khoirul Anwar
10 Seksi Penerangan M. Miftahul Zaki
11 Seksi Logistik M. ZamronI Amin Khutbi
12 Seksi Pengairan Kharimal Manan
3. Visi dan Misi
Visi : Mencetak manusia yang muttafaqah fiddin untuk menjadi
kader pemimpin umat/bangsa
87
Misi : Mendidik kader-kader umat dan bangsa yang ber-tafaqqah
fiddin ; para ulama, zuama dan aghniya, cendekiawan muslim yang
bertakwa, berakhlak mulia, berpengatahuan luas, jasmani yang sehat,
terampil dan ulet.
4. Sumber Daya Manusia
Pondok Pesantren Ash - Shiddiqi saat ini dikelola oleh 21 orang
Ustadz Ustadzah yang masing-masing berpendidikan 2 orang S2, 13
orang S1 dan 6 orang SLTA.
Secara rinci sumber daya manusia (SDM) dapat dilihat pada tabel
daftar berikut :
Tabel 3 Sumber Daya Manusia
No Nama Pendidikan
Terakhir
1 Kh. Abdul Wahid Zuhri, S.Pd.I S1
2 H. Bambang Irawan, S.Pd.I S1
3 Taufiq Handoyo, S.Pd.I S1
4 Ahmad Darwis, S.Pd.I S1
5 Salim, A.Ma S1
6 Abdul Manan, A.Ma S1
7 Solihin, A.Ma S1
8 Munawir Shodiq, S.H.I S1
9 Abdul Afif, S.Pd.I S1
10 Aliyanah, M,Pd S2
11 Martuhono, St. M.Pd S2
88
12 Supriyanto, S.Pd S1
13 Turmudzi, S.Pd.I ( Al Hafidz ) S1
14 Agung Wibowo, S.Pd S1
15 Patoni, S.H.I S1
16 M. Zainul Alim ( Al Hafidz ) SLTA
17 Abdul Jalil SLTA
18 Muhammad Said SLTA
19 Solehan SLTA
20 Sahudi SLTA
21 Ahmad Rasyid SLTA
5. Keadaan Santri
Perkembangan jumlah siswa pada 3 tahun terakhir dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 4 Keadaan Santri
No Tahun Pelajaran Jumlah Santri Keterangan
1
2
3
4
5
6
2015
2016
2017
2018
2019
2020
380
413
488
486
418
493
Mukim
89
6. Tingkat Unit Pendidikan
Tabel 5 Tingkat Unit Pendidikan
1 TK Roudlotuth Tholiibin
2 Taman Pendidikan Al-Qur‟an (TPQ)
3 Madrasah Diniyah
4 Madrasah Tsanawiyah (MTs)
5 Madrasah Aliyah (MA),
6 Majlis Ta‟lim, Masyarakat/kaum Ibu
7 Majlis Ta‟lim, Masyarakat Jamaah Toriqoh
7. Kegiatan Podok Pesantren
a. Kegiatan Wajib
Tabel 6 Kegiatan Wajib Podok Pesantren
No Jenis Kegiatan
1 Khitobah (latihan berpidato)
2 Praktek Mengajar
3 Praktek Da‟wah dan Pengembangan Masyarakat
4 Albarzanji
5 Kilatan Kitab Kuning
6
Pengajian Kitab (Qur'an Hadits, Tauhid, Fiqih, Akhlak, SKI,
Bahasa Arab, Aswaja, Tajwid, Shorof, Nahwu, Tafsir Al-
Qur‟an, Sejarah Nabi dan Sahabat)
7 Organisasi dan Kepemimpinan
8 Safari Da‟wah ke Masyarakat
90
9 Semaan Al-Qur'an
10 Tahlil dan Do'a
b. Kegiatan Ekstra
Tabel 7 Kegiatan Ekstra Podok Pesantren
No Jenis Kegiatan
1 Tilawah (seni baca) dan kajian al-qur‟an
2 Rihlah Ilmiyah (study tour)
3 Olahraga
4 Keterampilan
5 Seni Hadroh
6 Pramuka
7 Pendidikan Komputer
8 Tahfidz Al – Qur‟an
c. Jadwal Kegiatan Harian
Tabel 8 Kegiatan Harian Podok Pesantren
No Waktu Janis Kegiatan
1 03.00 Solat Tahajud
2 04.30 Jama‟ah Subuh
3 05.00 Mengaji Al – Quran
4 07.00 Sekolah Formal
5 12.15 Jama‟ah Dzuhur
6 14.00 Sekolah Diniyah
7 16.00 Jama‟ah Ashar
8 16.30 Olahraga
91
9 18.00 Jam‟ah Maghrib
10 18.30 Mengaji Kitab Kuning
11 19.30 Jam‟ah Isya‟
12 20.00 Musyawarah/ Bahtsul Masa‟il
13 22.00 Sorogan Al – Qur‟an
14 23.00 Belajar Formal
15 24.00 Istirahat
d. Jadwal Kegiatan Mingguan
Tabel 9 Kegiatan Mingguan Podok Pesantren
No Waktu Janis Kegiatan
1 Kamis
Tilawah ( Seni Baca ) Al – Qur‟an
Sholawat Burdah / Albarzanji
Khitobah
Ziarah Kubur
Ta‟ziran
2 Jum‟at
Ro‟an
Kordinasi Pengurus
Ziarah Kubur
Sema‟an Al – Qur‟an
e. Jadwal Kegiatan Bulanan
Tabel 10 Kegiatan Bulanan Podok Pesantren
No Waktu Janis Kegiatan
1 Akhir Bulan Kordinasi Yayasan
Istighosah dan Doa bersama
92
Pembacaan Manaqib Nurul Burhan
Safari Da‟wah ke Masyarakat
f. Jadwal Kegiatan Tahunan
Tabel 11 Kegiatan Tahunan Podok Pesantren
No Waktu Janis Kegiatan
1 Bulan Muharram Lomba – Lomba
2 Bulan Ramadhan Kilatan Kitab Kuning
3 Bulan Syawal Haflah Khotmil Qur‟an dan Kitab
8. Sarana dan Prasarana
Tabel 12 Sarana dan Prasarana
No Jenis Sarana
1 Masjid
2 Gedung Asrama Santri dan Guru
3 Gedung Sekolah/Ruang Belajar
4 Sarana MCK, Toilet dan Instalasi air bersih
5 Sarana air minum
6 Perpustakaan Pesantren dan Sekolah
7 Laboratorium Komputer
8 Laboratorium IPA
9 Aula/Gedung Pertemuan
10 Lapangan Olahraga
11 Balai Kesehatan (Poskestren)
93
12 Koperasi
13 Dapur Umum
14 Listrik PLN (90.000 Watt)
15 Rumah Pimpinan Pesantren
16 Kendaraan 1 buah
17 Diesel Listrik dan Pompa air
18 Genset
19 Gudang penyimpanan
20 Kantor TU Sekretariat Pesantren dan Organisasi Pelajar.
B. Kurikulum Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi
Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi merupakan lembaga pendidikan ber-
asrama, semua santri yang menuntut ilmu di lembaga ini diwajibkan untuk
mukim atau menetap di dalam asrama dengan pengawasan 24 jam.
Dengan pola pendidikan yang diterapkan, lembaga ini memerlukan
sumber daya manusia yang tepat guna dalam pelaksanaan kegiatan belajar
dan mengajar maupun pengawasan para santri di lingkungan asrama. Tenaga
pengajar tersebut disyaratkan sehat jasmani dan rohani, memiliki jenjang
pendidikan minimal berlatar belakang pondok pesantren, dengan latar
belakang yang dimilikinya, lembaga ini dapat memberikan standarisasi
pelayanan dan standarisasi pola dasar pendidikan kepada para santri.
Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi juga melaksanakan penyegaran
untuk selalu meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran, baik berupa
fasilitas pendidikan hingga tingkat kesarjanaan maupun dalam bentuk
94
pelatihan jangka pendek atau berupa kunjungan ke lembaga-lembaga
pendidikan lain guna memberikan masukan terhadap kemajuan lembaga
pesantren.
Pondok Pesantren Ash - Shiddiqi menerapkan sistem pendidikan
terpadu, dimana kekurangan sistem akan diisi dengan kelebihan sistem
lainnya. Tiga sistem yang diterapkan adalah (1). Sistem Pesantren Salaf (2).
Sistem Madrasah, (3). Sistem Pesantren Tahfidz. Pondok Pesantren Ash –
Shiddiqi lebih mengutamakan pendidikan dari pada pengajaran, karena
pendidikan tidak hanya mengasah daya fikir santri, tetapi lebih kepada
pembentukan pribadi santri dalam seluruh hidupnya.
Pendidikan di Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi lebih diarahkan
kepada (1). Pendidikan kader-kader umat yang mampu dan terampil di
tengah-tengah masyarakatnya, (2). Pembinaan generasi muda yang mampu
melanjutkan studinya sesuai dengan bakatnya dan kelak tetap berada di
tengah masyarakat dengan menjunjung tinggi amar ma‟ruf nahi munkar, (3).
Beribadah dan mencari ilmu karena Allah SWT.
Dalam upaya tercapainya pendidikan, Pesantren Ash – Shiddiqi
menerapkan pola dasar pendidikan yang meliputi :
Panca Jiwa adalah pendidikan yang ditanamkan kepada setiap santri untuk
membentuk dan melandasi kepribadiannya ;
1. Jiwa Keikhlasan
2. Jiwa Kesederhanaan
3. Jiwa Mandiri
95
4. Jiwa Ukhuwah Islamiyah
5. Jiwa Bebas Merdeka
Panca Bina merupakan arah pembinaan santri yang akan melahirkan sikap
hidup yang nyata dalam langkah dan amaliah sehari-hari ;
1. Bertaqwa kepada Allah SWT
2. Berakhlak Mulia
3. Berbadan Sehat
4. Berwawasan Luas
5. Kreatif dan Terampil
Panca Dharma adalah bakti santri sebagai makhluk, anggota masyarakat dan
warga negara, sehingga keberadaan santri tidak hanya bermanfaat bagi
dirinya, tetapi juga bagi orang lain dan alam sekitarnya;
1. Ibadah
2. Ilmu yang berguna di masyarakat
3. Kader umat
4. Dakwah Islamiyah
5. Cinta tanah air dan berwawasan Nusantara
C. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian tentang strategi penanaman ideologi
kebangsaan di pondok pesantren Ash – Shiddiqi Mataram Ilir Seputih
Surabaya Lampung Tengah, maka diperoleh data sebagai beikut :
96
1. Pemahaman Santri Tentang Ideologi Bangsa
Menurut para santri Pancasila adalah ideologi bangsa Indonesia,
mereka juga sangat menghormati agama atau kepercayaan orang lain,
karena tujuan manusia dalah sama yaitu kembali kepada tuhan yang
maha ESA. Pada saat belajar mereka diajarkan untuk saling
menghormati agama atau kepercayaan orang lain seperti dalam surat
Al-Kafirun : Lakum dinukum waliyadin “ untukmu agamamu, untukku
agamaku”. Mereka juga merasa prihatin apabila ada kasus perpecahan
antar agama, karena menurut mereka kurangya rasa nasionalisme
sehingga terlalu fanatik terhadap agamanya.
Para santri juga mencintai orang lain meskipun belum kenal
dengan orang tersebut, contohnya bila ada santri baru yang belum
dekat dengan mereaka, menurut mereka kita diajarkan untuk selalu
khusnudzon dan baik terhadap orang lain. Mereka juga suka
melakukan kegiatan kemanusiaan, seperti gotong royong di masjid dan
masyarakat.
Menurut para santri mereka mencintai tanah air indonesia seperti
jasa para pahlawan yang memperjuangkan Negara Indonesia dengan
darah dan nyawa, mereka juga bangga dengan Negara Indonesia,
karena keanekaragaman suku, budaya, bahasa dan agama serta negara
tropis yang membentang indah dengan banyak objek wisata alamnya.
Serta rela berkorban demi Negara Indonesia, karena Negara yang
97
diperjuagkan dengan susah payah oleh para pahlawan harus kita
pertahankan.
2. Pemahaman Pengasuh Pondok Pesantren Tentang Ideologi Bangsa
Kurang lebih beliau baru 3 tahun menjadi pengasuh pondok
pesantren Ash - Shiddiqi, tapi sebelumnya beliau mendampingi ayah
handa Kh. Ahmad Zuhri Almarhum, sejak lulus dari pondok pesantren
di jawa tengah. Beliau sangat bangga menjadi warga Negara Indonesia,
menurut beliau sebagai salah satu bentuk rasa syukur atas perjuangan
para pahlawan terdaulu dan atas nikmat yang Allah berikan dengan
begitu kaya alamnya, bergbagai suku dan budaya yang beraneka
ragam.
Menurut beliau Ideologi bangsa adalah sebuah keyakinan
masyarakat terhadap negaranya, sehingga taat dan patuh pada aturan
sesuai dengan ideologi bangsa tersebut. Seorang siswa atau santri
harus mempunyai ideologi yang kuat, agar kuat juga pendirian dan
keyakinanya terhadap Negara, taat dan patuh pada aturan negara, serta
tidak mudah terpengaruh dengan bujukan fanatisme yang
menimbulkan radikalisme.
Terkait dengan idologi santri di pondok pesantren Ash - Shiddiqi
tiodak perlu dikhawatiran, para santri mempunyai ideologi yang kuat,
karena dalam program pondok pesantren saya bertatap muka dengan
para santri guna memperkuat ideologi mereka. Juga perlunnya
mengembangkan nilai – nilai ideology bangsa, supaya para santri lebih
98
menjadi orang yang santun, berakhlakul karimah , dan cinta kepada
tanah air.
Beberapa tindakan dalam mengembangkan ideology para santri
diantaranya beliau seminggu sekali bertatap muka dengan para santri
guna menamkan ideologi bangsa dan agama kepada mereka, selain itu
ada program pondok pesantren maupun sekolah juga bertujuan untuk
menguatkan ideologi para santri. Kegiatan nonton bareng yang
berkaitan dengan Timnas Indonesia pun diselengarakan guna
menghibur dan menumbuhkan rasa cinta mereka kepada negeri ini,
upacara bendera khusus para santri setiap hari senin yang tidak sekolah
formal, serta upacara hari santri juga sangat menunjang bertumbuh
kembangnya ideologi bangsa mereka.
Terkait kendala dalam penanaman ideology bangsa menurut
beliau kendala pasti ada tapi tidak begitu menghawatirkan, salah satu
contoh bertemunya para santri dengan anak – anak yang lain saat
sekolah formal tentunya menjadi kendala tersendiri terhadap
penanaman ideologi bangsa terhadap para santri. Tapi beiau tidak
menghawatirkan kendala tersebut, karena memang ranahnya
mereka untuk berproses.
Adapun strategi dan metode yang digunakan dalam menanamkan
ideology bangsa kepada para santri banyak ragamnya, seperti di
sekolah formal mereka mendapat materi yang memang untuk
mengembangkan rasa nasionalisme, di pondok pesantren dalam
99
kegiatan musyawarah/bahtsul masa‟il, nonton bareng video perjuangan
dan pertandingan timnas indonesia, rihlah ilmiyah dan lainya. Beliau
juga bertatap muka tiap minggu dengan para santri, untuk memotivasi
iman, islam dan ahlakul karimah mereka. Tidak ada pelanggaran sikap
ideology di pondok pesantren Ash – Shiddiqi, apabila memang ada
beliau akan terus menasehati para santri, namun jika kesalahan yang
fatal bisa langsung dikleuarkan.
Menurut beliau tentang prilaku santri yang menyimpang adalah
sebatas wacana yang banyak memojokkan santri padahal mungkin
hanya sebagian dari pondok lain sedangkan kurikulum yang ada tidak
ada hubunganya tentang kurangnya nasionalisme, justru mereka
setelah keluar dari pondok pesantren kemudian bergaul dan bergabung
dengan orang-orang yang notabenya kurang cinta dan tidak puas
dengan negara kita ini dan dengan mengatakan jihad dalam menjadi
teroris itu sendiri. Simbul santri itu yang membuat santri beranggapan
seperti itu, padahal hanya sebagian dan pondok pesantren Ash -
Shiddiqi tidak mendukung adanya terorisme.
D. Pembahasan
Nasionalisme bangsa saat ini lebih banyak diisi dengan berbagai
pembangunan, terutama melalui pembangunan fisik atau infratruktur
misalnya gedung-gedung, jalan raya, pelabuhan, bandara dan lain-lain.
Pembangunan bangsa yang tidak diikuti penanaman nilai nasionalisme akan
100
berdampak runtuhnya sikap nasionalisme bangsa terutama bagi kalangan
generasi muda. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya generasi muda (pelajar)
yang melakukan tindak kriminalitas seperti tawuran pelajar, terjebak ke
dalam lingkarannarkoba, miras, seks bebasdanlain-lain, yang mana hal ini
menandakan rapuhnya karakter bangsa. Karakterbangsa Indonesia yang
relegius, ramah, toleran, suka gotong royong dan sejenisnya, kini telah
hilang. Padahal mereka adalah insan pendidikan yangseharusnya memiliki
semangat jiwa nasionalismedanbukanya melakukan suatu tindakan yang
mengarah padaperpecahanbangsa.
Arus globalisasi yang masuk begitu cepat tanpa diimbangi kesiapan
mental dalam diri pribadi generasi muda akan membuat anak muda
kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan
dengan gejala- gejala yang muncul dalam kehidupan sehari-hari anak muda
sekarang. Dari cara berpakaian banyak dari mereka yang berdandan seperti
selebritis yang cenderung ke budaya barat. Mereka menggunakan pakaian
yang minim bahan yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya
tidak kelihatan. Padahal cara berpakaian tersebut jelas-jelas tidak sesuai
dengan kebudayaan bangsa Indonesia yang menganut budaya ketimuran.
Menurut hasil wawancara dengan informan dapat diketahui bahwa
ideology bangsa yang kuat sehingga mewujudkan sikap nasionalisme santri
di Pondok Ash - Shiddiqi adalah sebagai berikut :
101
1. Bangga menjadi orang Indonesia
Tidak ada yang lebih menbanggakan selain menjadi orang
Indonesia, Negara yang diakui orang karena keramahan
rakyatnya.kekayaan alam dan budayanya. Semua santri di pondok
Assalaam mengaku banga denagn negara Indonesia denagan berbagi
alasan, ada yang mngatakan karena negara Indonesia kaya akan
sumber daya alam, seperti hasil bumi, hasil laut, hasil hutan dan
kekayaan alam lainya, ada sebagin santri menjawab dengan alasan
karena lahir di negara Idonesia atau sebagi tanah kelahiran.
2. Mengenal dan menghargai pahlawan
Para pahlawan rela mengorbankan hidupnya demi menjaga dan
mempertahankan negara Indonesia. Tanpa jasa mereka, kita tidak bisa
menjadi bangsa dan negara Indonesia seperti sekarang. Kita juga harus
menghargai jasa para pahlawan bangsa. Sikap menghargai jasa para
pahlawan harus kita tanamkan sejak dini. Pada bagian ini kita akan
membahas bentuk- bentuk penghargaan itu dan meneladani sikap
kepahlawanan dan patriotisme. Para santri selalu menggenag para
pahlawan denagan cara memajang gambar di dinding kelas gambar
para pahlawan sebagi wujud kecitaan pada para pahlawan, di samping
itu selalu mengabadikan nama pahlawan meneladani dan mengisi
kemerdekaan.
102
3. Memiliki kebanggaan pada budaya nasional
Budaya Indonesia memang memiliki nilai yang unik dan dapat
menggugah ketertarikan dari warga manca negara di belahan dunia.
Namun, sayangnya budaya yang beraneka ragam ini tidak banyak
dicintai oleh warganya sendiri (kita). Terbukti, dengan lebih
tertariknya warga kita pada budaya luar. Budaya yang semestinya
menjadi warisan untuk anak bangsa dari Sabang sampai Merauke ini,
malah kurang diminati dirumahnya sendiri. Mulai dari kalangan anak
kecil sampai kalangan tua.
4. Mengikuti upacara bendera pada hari senin maupun hari besar
Bendera merupakan salah satu identitas bangsa. Di balik
wujudnya sebagai benda mati, tesirat sebuah kisah bagaimana
perjuangan para pahlawan dalam merebut dan memerdekakan sebuah
negara.Mengikuti upacara di hari senin, maupun dihari besar,
merupakan sikap cinta kepada negara dan mengingat kemerdekaan
Indonesia pada tahun 1945, dalam hal ini santri selalu tertib
mengikutinya, dan apabila ada santri lain tidak mengikuti atau engan
untuk mengikuti, santi satu dengan yang lainya saling tegur dengan
harapan bisa melakukanya upacara tersebut.
5. Teloransi terhadap agama lain
Negara Indonesia dengan keragaman budaya dan agama,
merupakan bagian dari kekayaan negara Indonesia ini, dalam hal ini
santri selau menghormati atas kepercayaan agama lainya, dikarnakan
103
dalam agama sudah disebutkan untuk selalu toleransi bersifat damai
dan saling menghurmati menghargai atas agama dan kepercayan
lainya, apabila ada orang yang mengaku islam dengan alasan jihad
untuk memperangi bahkan menjadi teroris itu tidak dari pelajaran yang
telah di berikan di pondok melainkan ada kelompok tertentu atau ikut
ketika santri sudah keluar dari pondok pesantren.
6. Cinta tanah air, peduli terhadap lingkungan sekitar dan rela
berkorban.
Dalam wujud bela negara tentu saja sebagai warga negara
Indonesia wajib untuk rela berkorban untuk bangsa dan negara, dalam
perwujudan relaberkurban bagi para santri yaitu selalu belajar dengan
sungguh-sungguh sebagi bekal kelak dan bisa meningkatkan mutu
negra Indonesia, dan bisa berguna bagi diri, lingkungan maupun
negara dan bangsa.
E. Bentuk Strategi Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi dalam Penanaman
Ideologi Kebangsaan
Pondok Pesantren Ash - Shiddiqi memiliki jenjang pendidikan formal di
dalamnya. Pendidikan formal tersebut adalah Taman Kanak-Kanak (TK)
Roudlotuth Tholibin, Madrasah Tsanawiyah (MTs) Roudlotul Ulum, dan
Madrasah Aliyah (MA) Roudlotul Ulum. Hasil wawancara Kh. Abdul Wahid
Zuhri, S.Pd.I sebagai pimpinan Pondok Pesantren Ash - Shiddiqi, menyebutkan
jika penanaman ideoloogi kebangsaan yang dilakukan pada jejang pendidikan
104
formal dengan memanfaatkan mata pelajaran yang ada. Mata pelajaran yang
dimaksud seperti pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan sejarah. Guru
dalam proses pembelajaran juga mengikuti prosedur umum yang berlaku
seperti mempersiapkan silabus, RPP, penilaian, dan lain-sebagainya. „Pada
dasarnya materi pelajaran sejarah dan PKn cukup dapat memberikan manfaat
yang berarti bagi upaya penanaman ideologi kebangsaan para santri‟.
Pelajaran sejarah dan PKn dianggap Kh. Abdul Wahid Zuhri, S.Pd.I
sangat terkait dengan penumbuhan kesadaran berbangsa dan nasionalisme.
Banyak orang yang berpendapat bahwa bangsa besar adalah bangsa yang
menghargai pahlawannya (sejarahnya). Dengan keyakinan seperti itulah
pelajaran sejarah dan PKn yang diberikan pada jenjang pendidikan formal di
Pondok Pesantren, menjadi salah satu sarana penanaman ideologi kebangsaan
bagi santri. Kh. Abdul Wahid Zuhri, S.Pd.I juga mengatakan jika guru
pengampu mata pelajaran PKn dan sejarah juga terkadang menyisipkan nilai-
nilai kebangsaan yang terkandung dalam Al Quran, untuk diberikan ke siswa.
Terkadang juga menyisipkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al Qur‟an atau
Al Hadist dalam pembelajaran di kelas. Semisal ada Hadist yang berbunyi
“Hubbul wathan minal iman (Cinta tanah air adalah bagian dari iman)”.
Selanjutnya, berbeda dengan tingkat sekolah menengah, penanaman
ideologi kebangsaan di tingkat Taman Kanak-Kanak dengan lebih sederhana.
Pengajar biasanya memanfaatkan lagu-lagu nasional, untuk memberikan
penanaman nilai kebangsaan pada santri di TK. Dengan lagu-lagu nasional,
santri di TK bisa lebih memahami nilai-nilai nasionalisme. Sementara di tingkat
105
TK selain dengan lagu nasional, pengajar juga memberikan tugas-tugas sekolah
yang ada hubungannya dengan nilai-nilai kebangsaan. Tugas tersebut sebagai
sarana pendalaman materi bagi santri agar lebih memahami nilai-nilai
nasionalisme.
Pimpinan Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi berusaha secara konsisten
menanamkan nilai- nilai kebangsaan pada santri. Langkah yang juga dilakukan
adalah mengajak santri untuk pergi ke tempat-tempat bersejarah. Tujuan dari
kegiatan ini adalah sebagai sarana hiburan bagi para santri dan juga menambah
wawasan tentang tempat- tempat bersejarah. Dengan melihat langsung
peninggalan sejarah, maka akan tumbuh rasa kagum dan bangga dari diri santri.
Misalnya tiap tahun diajak untuk berziarah dan berkunjung ke tempat
bersejarah di Jawa Timur. Santri di bawa berkunjung ke makam Gusdur, Tugu
Pahlawan Surabaya, museum serta tempat-tempat lain.
Kunjungan ke objek- objek bersejarah, terutama museum merupakan
metode yang dapat dipilih untuk memperkenalkan aspek-aspek tersebut. Selain
melalui pendidikan formal pesantren. Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi masih
menggunakan metode pembelajaran yang khas dalam memberikan pemahaman
nilai-nilai keagamaan. Metode pembelajaran tersebut seperti sorogan,
bandongan, musyawarah, pengajian,hapalan, demonstrasi/paktek, rihlah
lmiyah, Muhawarah/Muadatsah, dan Riyadhah. Tentu saja metode-metode yang
dilakukan ini, juga dijadikan sarana untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan.
Secara khusus penanaman nilai-nilai kebangsaan bisa muncul ketika ustad
atau Kyai menggunakan metode musyawarah/Bahtsul Masa’il. Metode ini juga
106
bisa dikatakan sebagai metode diskusi atau seminar. Para santri dalam jumlah
tertentu duduk membentuk halaqah dan dipimpin langsung oleh kyai atau bisa
juga santri senior untuk membahas suatu tema yang telah ditentukan
sebelumnya. Tema yang akan dikaji, misalnya adalah nilai-nilai kebangsaan
yang tercermin dalam Al – Qur‟an & Hadist. Untuk melakukan pembelajaran
dengan metode ini, sebelumnya pengajar telah mempertimbangkan kesesuaian
topik atau persoalan (materi) dengan kondisi dan kemampuan peserta (para
santri). Metode ini berguna untuk membangun pemahaman santri tentang
kebangsaan dan memahami isu kebangsaan yang berkaitan dengan nilai ke-
Islam-an. Metode ini sebagai upaya untuk meghindarkan tumbuhnya
„etnonasionalisme‟ yang membatasi pemikiran peserta didik (santri), tentang
nasionalisme Indonesia.
Selain metode musyawarah, Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi juga
melakukan metode rihlah ilmiyah. Metode rihlah ilmiyah adalah kegiatan
pembelajaran yang diselenggarakan melalui kegiatan kunjungan (perjalanan)
menuju ke suatu tempat tertentu dengan tujuan untuk mencari ilmu. Kegiatan
kunjungan yang bersifat keilmuan ini dilakukan oleh para santri untuk
menyelidiki atau mempelajari suatu hal dengan bimbingan ustadz atau kyai.
Metode ini terintegrasi juga dengan kegiatan di sekolah, yang sering dinamakan
study tour atau mengunjungi tempat bersejarah.
107
F. Kendala yang di hadapi Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi dalam
Penanaman Ideologi Kebangsaan
Menurut hasil wawancara dengan informan dapat diketahui bahwa
kendala dalam proses penanaman ideology pada santri di Pondok Pesantren
Ash –Shidiqqi hampir tidak ada kendala hanya ada beberapa faktor yang
mempengaruhi proses masuknya penanaman ideology bangsa tersebut yaitu
bertemunya santri dengan siswa umum yang tidak mukim di pondok
pesantren pada saat sekolah formal, karena dengan bertemunya mereka akan
menimbulkan sebuah pengaruh yang sangat besar, apalagi teman sekelas
bahkan sebangku. Karena siswa umum bisa saja membawa pengaruh kepada
para santri, yang nota banenya siswa umum saat diluar lingkungan sekolah
bergaul dan berkomunikasi dengan banyak orang.
108
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan tentang Strategi
Penanaman Ideologi Kebangsaan di Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi
Kelurahan Mataram ilir Kecamatan Seputih Suarabaya Kabupaten Lampung
Tengah, Penulis memperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pimpinan Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi berusaha secara konsisten
menanamkan ideologi kebangsaan pada santri. Langkah yang juga
dilakukan dengan memanfaatkan lembaga pendidikan formal dan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan pengurus Pondok Pesantren Ash –
Shiddiqi. Penanaman melalui pendidikan formal dengan
memanfaatkan mata pelajaran yang memiliki hubungan dengan nilai
kebangsaan, seperti PKn dan Pendidikan Sejarah. Penanaman ideologi
kebangsaan juga dilakukan dengan memanfaatkan lagu-lagu nasional,
untuk dinyanyikan oleh santri di tingkat Taman Kanak- Kanak.
2. Strategi penanaman ideologi kebangsaan juga dilakukan melalui
kegiatan keagamaan di Pondok Pesantren Ash – Shiddiqi, diantaranya
dengan melaksanakan upacara hari senin dan hari – hari besar lainya,
selalu memeberikan motivasi terkait ideology kebangsaan, serta
109
memanfaatkan metode musyawarah (Bahtsul Masa‟il) dan rihlah
ilmiyah. Metode musyawarah digunakan untuk mengkaji sebuah tema,
misalnya adalah nilai-nilai kebangsaan yang tercermin dalam Al
Quraqn & Hadist. Sementara metode rihlah ilmiyah adalah kegiatan
pembelajaran yang diselenggarakan melalui kegiatan kunjungan
(perjalanan) menuju ke suatu tempat tertentu dangan tujuan untuk
mencari ilmu. Kota yang dikunjungi tentu saja tempat-tempat yang
memiliki nilai religius dan sejarah, sekaligus bermanfaat untuk
menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Selain itu penanaman ideologi
kebangsaan dengan cara melakukan kegiatan nonton bareng, pada saat
Timnas Indonesia bertanding dan video – video perjuangan seperti
G30SPKI, Sang Kyai dan lainya, guna meningkatakan rasa
nasionalisme para santri.
3. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam yang
tumbuh dan diakui oleh masyarakat, sudah semestinya ikut berperan
serta dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Pondok pesantren di
Indonesia secara umum, hingga kini tetap eksis. Eksistensi pondok
pesantren tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai
sarana dakwah Islam dan lembaga pengembangan masyarakat yang
mengentaskan para santri untuk dibina atas tanggung jawab menuju
kehidupan yang lebih baik. Pondok pesantren sebagai lembaga
pendidikan terbukti telah melahirkan kader- kader yang berguna bagi
bangsa dan negara.
110
B. Saran
Berdasarkan dari hasil kesimpulan penelitian, maka penulis ingin
menyampaikan saran-saran, yaitu sebagai berikut:
1. Hendaknya dalam proses menanamkan ideology kebangsaan di pondok
pesantren Ash – Shiddiqi dilakukan pemisahan ruang kelas antara
santri dan siswa umum pada saat sekolah formal, agar tidak
terpengaruh baik sikap bahkan pemikiran yang menyimpang tentang
ideology kebangsaan.
2. Menyediakan asrama khusus para ustadz dan kyai untuk bisa mukim di
pondok pesantren, sehingga bisa mengawasi seluruh kegiatan dan
aktifitas para santri selama 24 jam penuh.
3. Mengadakan pelatihan atau study banding pegurus pondok pesantren
ke pondok pesantren lain untuk observasi dan mencari referensi terkait
strategi penanaman ideologi kebangsaan guna mendapatkan inisisatif
baru untuk diterapkan.
108
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an dan Terjemahanya Departemen Agama Republik Indonesia, Semarang
: PT. Karya Toha Putra, 1989
Abdul Madjid, Sri-Edi Swasono, Wawasan Ekonomi Pancasila, Universitas
Indonesia, Jakarta, 1988
Abudinnata, Sejarah Pertumbuhan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di
Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2001)
Achmad Fauzi, et.al., Pancasila Ditinjau dari Segi Sejarah-Segi Yuridis
Konstitusional dan Segi Filosofis, cet.III (Malang: Lembaga Penerbitan
Universitas Brawijaya, tanpa tahun)
Adib, M, Ecxellence with Morality: Mutiara Jati Diri Universitas Airlangga dan
Identitas Kebangsaan, Malang : Bayu Media, 2010
Adz-Dzakey, H. B., Prophetic Leadership, Yogyakarta: Al Manar, 2009
Agama RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan,
(Jakarta, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam), 1987
Al Chaidar dan Herdi Sahrasad, “Negara, islam, dan Nasionalisme sebuah
Perspektif” Kawistara, 2013
Alfandi, W, Reformasi Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2002
Al-Marsudi, Subandi. Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001)
Amin Haedari, Masa Depan Pesantren: Dalam Tantangan modernitas dan
Tantangan Kompleksitas Global (Jakarta: IRD Press, 2004)
Ana Irhandayaningsih, Peranan Pancasila Dalam Menumbuhkan Kesadaran
Nasionalisme Generasi Muda Di Era Global (Semarang: Jur.
Perpustakaan FIB, 2015)
Arifin, Zainal. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1998
Bustanul Arifin, “Implikasi Prinsip Tasamuh,” (Toleransi) dalam Interaksi Antar
Umat Beragama”, Jurnal Fikri 1 (2016)
Christine Daymon Dan Immy Halloway, Metode Riset Kualitatif, (Yogyakarta :
PT Bentang Pustaka, 2008)
Daniel Bell. Matinya Ideologi. Magelang: Indonesia Tera, 2001.
Departemen Agama Republik Indonesia, Moral Agama, Suluh Kepribadian
Pemuda dalam menghadapi Budaya Massa, Jakarta: Proyek Penguatan
Mahasiswa Departemen Agama Republik Indonesia, 1987
Dewi Rokhmah, dkk, Metode Penelitian Kualitatif, (Jember: Jember University
Press, 2014)
Djamaluddin, & Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Jalasutra, 2002
Djoko Dwiyanto, Ignas. G. Saksono, Ekonomi (Sosialis) Pancasila Vs
Kapitalisme, Keluarga Besar Marhenisme, Yoyakarta, 2011
Donny Gahral Adian, Arus Pemikiran Kontemporer, (Yogyakarta: Jalasutra, 2001)
Emzir, Metode penelitian kualitatif analisis data, (Jakarta: rajawali pers, 2014)
Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan saefullah, “Pengantar manajemen”, (Jakarta :
Prenadamedia Group, 2012)
Firmanzah. Mengelola Partai Politik. Ed. I. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008
Francis Fukuyama. The end of history and the last men; kemenangan kapitalisme
dalam ideologi liberal. Yogyakarta: Qalam, 2003
Franz Magnis-Suseno menyebutnya sebagai ideologi dalam arti penuh, ideologi
terbuka, dan ideologi implisit, 1999
Gunawan Setiardja,Hak-hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila,
(Yogykarta: Kanisius, 1993)
H.A.R. Tilaar, Kekuasaan Pendidikan; Suatu Tinjauan dari Perspektif Pendidikan,
cet.1(Magelang: Indonesia Tera, 2003)
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,
1996)
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Lintasan Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2001
Huriah Rachmah, Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”, Widya, Volume 1 Nomor 1 Juli-
Desember 2013
Husein Umar, Desain Penelitian Manajemen Strategik (Cara mudah Meneliti
Masalah- Masalah Manajemen Strategik Untuk Skripsi, Tesis, dan
Praktek Bisnis), (Jakarta : Rajawali Pers, 2010)
Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Logos, 2001)
Jurnal Civics, Media Kajian Kewarganegaraan , Vol 15 No. 2 Tahun 2018
Jurnal Vidya Karya | Volume 31, Nomor 1, April 2016
Kartanegara, M., Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta: Erlangga, 2006
Khamami Zada, Islam Radikal: Pergulatan Ormas-ormas Islam Garis Keras di
Indonesia, (Jakarta: Teraju, 2002)
Kuntara, Kelebihan Ideologi Pancasila Dibanding dengan Komunisme dan
Liberalisme, “Kertas Karya Perorangan (Taskap) Peserta Kursus Reguler
Angktan ke XIX”, (Jakarta: Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia Lembaga Pertahanan Nasional, 1986)
Lloyd, C. (ed.), Growing Up Global: The Changing Transitions to Adulthood in
Developing Countries, Washington: The National Academies Press, 2005
Lorens Bagus. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000
M Zaki Mubarak, Genealogi Islam Radikal di Indonesia: Gerakan, Pemikiran, dan
Prospek Demokrasi, (Jakarta: Pustaka LP3SP, 2007
M. Daryono, Dkk, Pengantar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Renika Cipta, Jakarta 1998
Madjid, N.,Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: Paramadina,
1997
Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, (Jakarta:, P3M, cet. I,
1986)
Megawangi, R., Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat Untuk Membangun
Bangsa, Bandung: Bpmigas dan Energi, 2004
Moesa, Ali Maschan, Nasionalisme Kiai Konstruksi Sosial Berbasis Agama.
Yogyakarta: LKiS Yogyakarta,1997
Muh.Khalifah Mustamin Dkk, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta:
Paramadina, 1997
Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar
Operasionalisasinya, Bandung: Trigenta Raya, 1993
Muhammad Bimo Sakti, Skripsi “Peranan Pesantren Dalam Menumbuhkan
Wawasan Kebangsaan Kepada Santri”, Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung, 2008
Muhammad, “Metodologi Penelitian Ekonomi Islam pendekatan kuantitatif”,
(Jakarta : Rajawali Pers, 2013)
Muslich, Ekonomi Manajerial : “Alat Analisis dan Strategi Bisnis”, (Yogyakarta:
Ekonisia, 1997)
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara,
2003
Nur indriantoro dan Bambang Supomo, “Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi & manajemen”, (yogyakarta : BPFE-Yogyakarta, 2013)
Nurcholish Majid, Indonesia Kita, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004)
Piliang, Y.A., Dunia yang Dilipat: Realitas Kebudayaan Menjelang Milenium
ketiga dan Matinya Posmodernisme, (Bandung: Mizan, 1998)
Qodri Abdillah Azizy, Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002)
Ratna Megawangi, Pendidikan karakter: Solusi yang tepat untuk Membangun
Bangsa. Jakarta: Star Energy (Kakap) Ltd.Susuhunan pakubuana IV, serat
Wulangreh (1968 -1920)
Rosadi Ruslan, Metode Penelitian Public Relation Dan Komunikasi, (Jakarta :
Rajawali Pers, 2010)
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif dan Tinjauan
Singkat. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010
Subeidi,“Konsep Pendidikan Sufistik Abdul Wahab Asy-Sya‟rani”, Jurnal
Khatulistiwa (Journal of Islamic Studies), Vol. 1, No. 2, September 2011
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010)
Oetojo Usman, Pancasila sebagai Ideologi: dalam Berbagai Bidang Kehidupan
Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara, Cet.III (Surabaya: Karya
Anda, 1993)
Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, Cet. I, (Jakarta: Gema Insani Pers,
1997)
Yacub, Pondok Pesantren dan pembangunan Masyarakat Desa, (Bandung:
Angkasa, 1984)
Yandianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, M25, Bandung, 2001
Zainuddin dkk, Radikalisme Keagamaan & Perubahan Sosial, (Surakarta:
Muhammadiyah University Press, 2002)
Zamakhasary Dhofier, Tradisi Pesantren-Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai
(Jakarta: LP3ES, 1984)
Achmad Reza, “Pengertian Ideologi”, http://sospol.pendidikanriau.com/2009/
11/dalam pembicaraan-sehari-hari-sering.html, diunduh tanggal 20
September 2019
Admin, Pemilihan Ideologi Pancasila,
http://www.pemilihan_ideologi_pancasila.com/ 14 Agustus 2007
HafidzAbdurrahman,„Aqidah’Aqliyyah‟,http://wisnusudibjo.wordpress.com/2009/
01/24/%E2%80 %98aqidah%E2%80%98aqliyyah/, diunduh tanggal 20
September 2019
http://www.markijar.com/2015/11/10-fungsi-dan-kedudukan-pancasila.html
Modul Online” http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=107&fname=s
ej204_05.html
PancasilasebagaiIdeologiTerbuka,http://mjieschool.multiply.com/journal/item/22/
Pancasila_Sebagai_Ideologi_Terbuka_PKn_Kelas_XII_Semester_1_Bag
_2, diunduh tanggal 20 September 2019
RUU TAP MPR tahun 1998 tentang Demokrasi Pancasila, pada konsideran
menimbang, http://www.mpr.go.id., diunduh tanggal 21 Sepetember 2019
SocialActionTheory,
http://www.apla.org/accionmutua/pdf/Social%20Action%20Theory.pdf,
diunduh tanggal 20 September 2019.
Lampiran 1
1. Kisi – kisi Soal Instrumen Pengaasuh Pondok Pesantren
VARIABEL SUB
VARIABEL INDIKATOR
NOMOR
BUTIR JUMLAH
Strategi
penanaman
ideologi
kebangsaan
1. Memahami
sikap-sikap
nasionalism
e pada
siswa/santri
a. Pentingya ideologi
bangsa
di kalangan
siswa/santri
b. Sejauh mana
siswa/santri
dalam memahami
ideologi bangsa
1, 2, 3, 4
5
4
1
2. Proses
dalam
menanamka
n ideologi
bangsa pada
siswa/santri
a. Menanamkan
ideologi bangsa pada
siswa/santri
b. Menumbuhkan sikap
nasionalisme pada
siswa/santri
c. Kendala-kendala
dalam menanamkan
ideologi bangsa pada
siswa/santri
6
7, 8
9, 10
1
2
2
3. Strategi
dalam
menanamka
n ideologi
bangsa
pada
siswa/santri
a. Metode atau strategi
yang dipakai dalam
Menanamkan
ideologi bangsa pada
siswa/santri
b. Membeberi motivasi
terhadap santri
c. Adanya sangsi
terhadap santri yang
kurang bahkan
melangar dalam
sikap cinta tanah air
11
12
13, 14, 15
1
1
3
Jumlah 15
Lampiran 2
2. Kisi – kisi Soal Instrumen Santri
VARIABEL SUB
VARIABEL INDIKATOR
NOMOR
BUTIR JUMLAH
Strategi
penanaman
ideologi
kebangsaan
1. Pemahaman
siswa/santri
terhadap
ideologi
bangsa
a. Pengertian ideologi
bangsa menurut para
siswa/santri
1 1
2. Sikap
nasionalisme
siswa/santri
a. Hormat dan bekerja
sama antara
pemeluk agama dan
penganut
kepercayaan yang
berbeda
b. Tidak memaksakan
suatu agama atau
kepercayaannya
kepada orang lain
c. Saling mencintai,
Tenggang rasa,
Tidak semena-mena
terhadap orang lain
d. Menjunjung tinggi
nilai-nilai
kemanusiaan dan
Gemar melakukan
kegiatan
kemanusiaan
e. Cinta kepada tanah
air dan bangga
berkebangsaan dan
bertanah air
Indonesia
f. Rela berkorban
untuk kepentingan
bangsa dan Negara
2
3, 4, 5
6
7
8, 9
10
1
3
1
1
2
1
Jumlah 10
Lampiran 3
3. Instrumen Penelitian Pengasuh Pondok Pesantren
INSTRUMEN PENELITIAN
STRATEGI PENANAMAN IDEOLOGI KEBANGSAAN
DI PONDOK PESANTREN ASH-SHIDDIQI MATARAM ILIR
SEPUTIH SURABAYA LAMPUNG TENGAH
(INFORMAN PENGASUH PONDOK)
Identitas Informan
Nama : KH. Abdul Wahid Zuhri, S.Pd.I
Hari, Tanggal : Senin, 01 Juni 2020
Alamat : Jl. Kh. Hasyim Asy‟ari Dusun V, Kel. Mataram Ilir, Kec. Seputih
Surabaya Kab. Lampung Tengah Prov. Lampung
1. Sudah berapa lama bapak menjadi pengasuh di Pondok Pesantren Ash-
shiddiqi ini ?
Alhamdulillah kurang lebih baru 3 tahun saya menjadi pengasuh pondok
pesantren, tapi sebelumnya mendampingi beliau ayah handa Kh. Ahmad
Zuhri Almarhum, sejak saya lulus dari pondok pesantren di jawa tengah.
2. Apakah bapak bangga sebagai warga NegaraIndonesia ?
Tentu saya sangat bangga menjadi warga Negara Indonesia, sebagai salah
satu bentuk rasa syukur atas perjuangan para pahlawan terdaulu dan atas
nikmat yang Allah berikan dengan begitu kaya alamnya, bergbagai suku dan
budaya yang beraneka ragam.
3. Apakah yang bapak ketahui tentangideologi bangsa ?
Sebuah keyakinan masyarakat terhadap negaranya, sehingga taat dan patuh
pada aturan sesuai dengan ideologi bangsa tersebut.
4. Apakah menurut bapak ideologi bangsa itu penting dimiliki olih siswa/santri,
alasanya ?
Sangatlah penting, karena apabila seorang siswa atau santri mempunyai
ideologi yang kuat, kuat juga pendirian dan keyakinanya terhadap Negara,
taat dan patuh pada aturan negara, serta tidak mudah terpengaruh dengan
bujukan fanatisme yang menimbulkan radikalisme.
5. Seperti apakah ideologi bangsa pada santri, apakah bapak memperhatikan
pada sekarang ini ?
Alhamdulillah santri – santri disini mempunyai ideologi yang kuat, karena
dalam program pondok pesantren saya bertatap muka dengan para santri
guna memperkuat ideologi mereka.
6. Apkah menurut bapak nilai – nilai ideologi bangsa perlu di kembangkan
lagi?
Perlu dikembangkan, supaya para santri lebih menjadi orang yang santun,
berakhlakul karimah , dan cinta kepada tanah air.
7. Tindakan apa yang akan bapak lakukan untuk menumbuhkan sikap
nasionalisme terhadap santri ?
Seperti yang saya sampaikan diatas, saya seminggu sekali bertatap muka
dengan para santri guna menamkan ideologi bangsa dan agama kepada
mereka, selain itu ada program pondok pesantren maupun sekolah juga
bertujuan untuk menguatkan ideologi para santri. Kegiatan nonton bareng
video perjuangan dan yang berkaitan dengan Timnas Indonesia pun kami
selenggarakan guna menghibur dan menumbuhkan rasa cinta mereka kepada
negeri ini.
8. Menurut bapak faktor apakah yang mendukung santri dalam menumbuhkan
sikap nasionalisme, dan selalu bangga dengan Negara Indonesia?
Banyak sekali tentunya, seperti kegiatan nonton bareng, upacara bendera
khusus para santri setiap hari senin yang memang tidak sekolah formal, serta
upacara hari santri juga sangat menunjang bertumbuh kembangnya ideologi
bangsa mereka.
9. Apakah ada kendala dalam menanamkan ideologi bangsa atau menumbuhan
sikap nasionalisme dikalangan santri ?
Kalau ada tujuan tentunya tidak luput dari sebuah kendala, kendala pasti ada
tapi tidak begitu menghawatirkan, salah satu contoh bertemunya para santri
dengan anak – anak yang lain saat sekolah formal tentunya menjadi kendala
tersendiri terhadap penanaman ideologi bangsa terhadap para santri.
10. Bagimanakah tanggapan bapak dalam menanggapai kendala-kendala
tersebut?
Saya tidak begitu menghawatirkan kendala tersebut, karena memang
ranahnya mereka untuk berproses.
11. Metode dan strategi apa yang bapak gunkan dalam menananmkan ideologi
kebangsaan di kalangan para santri ?
Banyak sekali strategi dan metode yang kami gunakan, seperti di sekolah
formal mereka mendapat materi yang memang untuk mengembangkan rasa
nasionalisme, di pondok pesantren dalam kegiatan musyawarah/bahtsul
masa‟il, nonton bareng, rihlah ilmiyah dan lainya.
12. Apakah bapak memberi motivasi terkait ideologi bangsa terhadap para santri
?
Iya saya bertatap muka tiap minggu dengan mereka, untuk memotivasi iman,
islam dan ahlakul karimah mereka.
13. Apakah ada sangsi atau hukuman kepada para santri yang melanggar dalam
sikap ideologi, dan nasionalisme ?
Tidak ada, mungkin bila memang ada pelanggaran seperti itu saya akan terus
menasehati mereka, namun jika kesalahan yang fatal bisa langsung
dikleuarkan.
14. Bagaimana tanggapan bapak jika ada salah satu santri melakukan sikap
menyimpang yang menimbulkan sikap fanatik kurangnya
nasionalismebahkan ada yang menjadi teroris itu kebanyakan berasal dari
kalangan santri?
Ya begitulah wacana yang banyak memojokkan santri padahal mungkin
hanya sebagian dari pondok lain sedangkan kurikulum yang ada tidak ada
hubunganya tentang kurangnya nasionalisme, justru mereka setelah keluar
dari pondok pesantren kemudian bergaul dan bergabung dengan orang-orang
yang notabenya kurang cinta dan tidak puas dengan negara kita ini dan
dengan mengatakan jihad dalam menjadi teroris itu sendiri.
15. Bagaimanakah tanggapan bapak jika masyarakat luas mengatakan sikap
kekerasan bahkan fanatik yang menjadikan anti nasionalis atau menjadi
teroris berasal dari kalangan santri ?
Ya simbul santri itu yang membuat santri beranggapan seperti itu, padahal
hanya sebagian dan saya para ustadz, guru tidak mendukung adanya
terorisme dari kalangan santri.
Lampiran 4
4. Instrumen Penelitian Santri
INSTRUMEN PENELITIAN
STRATEGI PENANAMAN IDEOLOGI KEBANGSAAN
DI PONDOK PESANTREN ASH-SHIDDIQI MATARAM ILIR
SEPUTIH SURABAYA LAMPUNG TENGAH
(INFORMAN SANTRI)
Identitas Informan
Nama : Salman Latif
Kelas : Lulus
Sekolah : Lulus
1. Apakah anda tau ideologi bangsa Indonesia kita ini ?
Ideologi Bangsa Indonesia adalah Pancasila.
2. Apakah anda menghormati agama atau kepercayaan yang dianut orang lain ?
Saya sangat menghormati agama atau kepercayaan orang lain, karena tujuan
kita adalah sama yaitu tuhan yang maha ESA.
3. Menurut anda apakah orang lain harus mengkuti kepercayaan atau agama
yang sama dengan anda ?
Tidak, karena pada saat mengaji kita diajarkan untuk saling menghormati
agama atau kepercayaan orang lain seperti dalam surat Al-Kafirun : Lakum
dinukum waliyadin “ untukmu agamamu, untukku agamaku”.
4. Bagaimanakah anda dalam menyikapi kemajemukan Negara kita yang
banyak sekali perbedaan dari suku bahasa maupun agama?
Bukan menjadi masalah, justru karena keaneragaman suku, budaya, bahasa
dan agama menjadikan kebanggaan tersendiri sebagai warga indonesa.
5. Apakah tangapan anda jika ada konflik antar agama ?
Saya sangat prihatin dengan kasus tersebut, dikarnakan kurangya rasa
nasionalisme sehingga terlalu fanatik terhadap agamanya.
6. Apakah anda mencintai dan tidak semena – mena terhadap orang lain ?
Iya saya sangat mencintai orang lain meskipun belum kenal dengan orang
tersebut, karena kita diajarkan untuk selalu khusnudzon dan baik terhadap
orang lain.
7. Apakah anda gemar melakukan kegiatan kemanusiaan ?
Saya sangat suka melakukan kegiatan kemanusiaan, seperti gotong royong di
masjid dan masyarakat.
8. Sebagai warga negara Indonesia, apakah anda mencintai tanah air indonesia
?
Saya mencintai tanah air indonesia seperti jasa para pahlawan yang
memperjuangkan Negara Indonesia dengan darah dan nyawa.
9. Sebagai warga negara Indonesia, apakah anda bangga dengan Negara
indonesia ?
Saya bangga dengan Negara Indonesia, karena keanekaragaman suku,
budaya, bahasa dan agama serta negara tropis yang membentang indah
dengan banyak objek wisata alamnya.
10. Apakah anda rela berkorban demi kepentingan bangsa dan Negara Indonesia
?
Saya rela berkorban demi Negara Indonesia, karena Negara yang
diperjuagkan dengan susah payah oleh para pahlawan harus kita
pertahankan.
INSTRUMEN PENELITIAN
STRATEGI PENANAMAN IDEOLOGI KEBANGSAAN
DI PONDOK PESANTREN ASH-SHIDDIQI MATARAM ILIR
SEPUTIH SURABAYA LAMPUNG TENGAH
(INFORMAN SANTRI)
Identitas Informan
Nama : M. Taufikus Sofyan
Kelas : Lulus
Sekolah : Lulus
1. Apakah anda tau ideologi bangsa Indonesia kita ini ?
Ideologi Bangsa Indonesia adalah Pancasila.
2. Apakah anda menghormati agama atau kepercayaan yang dianut orang lain ?
Iya saya menghormati agama atau kepercayaan orang lain.
3. Menurut anda apakah orang lain harus mengkuti kepercayaan atau agama
yang sama dengan anda ?
Tidak, kita diajarkan untuk saling menghormati agama atau kepercayaan
orang lain.
4. Bagaimanakah anda dalam menyikapi kemajemukan Negara kita yang
banyak sekali perbedaan dari suku bahasa maupun agama?
Justru karena keaneragaman suku, budaya, bahasa dan agama menjadikan
kebanggaan tersendiri sebagai warga indonesa.
5. Apakah tangapan anda jika ada konflik antar agama ?
Mungkin mereka terlalu fanatik dengan agamanya.
6. Apakah anda mencintai dan tidak semena – mena terhadap orang lain ?
Iya saya sangat mencintai orang lain.
7. Apakah anda gemar melakukan kegiatan kemanusiaan ?
Saya sangat suka melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Sebagai warga negara Indonesia, apakah anda mencintai tanah air indonesia
?
Saya mencintai tanah air Indonesia, karena Indonesia adalah tanah lahir saya.
9. Sebagai warga negara Indonesia, apakah anda bangga dengan Negara
indonesia ?
Saya bangga dengan Negara Indonesia, karena Indonesia indah.
10. Apakah anda rela berkorban demi kepentingan bangsa dan Negara Indonesia
?
Saya rela berkorban demi Negara Indonesia.
INSTRUMEN PENELITIAN
STRATEGI PENANAMAN IDEOLOGI KEBANGSAAN
DI PONDOK PESANTREN ASH-SHIDDIQI MATARAM ILIR
SEPUTIH SURABAYA LAMPUNG TENGAH
(INFORMAN SANTRI)
Identitas Informan
Nama : M. Wildansyah
Kelas : Lulus
Sekolah : Lulus
1. Apakah anda tau ideologi bangsa Indonesia kita ini ?
Ideologi Bangsa Indonesia adalah Pancasila.
2. Apakah anda menghormati agama atau kepercayaan yang dianut orang lain ?
Saya sangat menghormati agama atau kepercayaan orang lain.
3. Menurut anda apakah orang lain harus mengkuti kepercayaan atau agama
yang sama dengan anda ?
Tidak, seperti dalam surat Al-Kafirun : Lakum dinukum waliyadin “
untukmu agamamu, untukku agamaku”.
4. Bagaimanakah anda dalam menyikapi kemajemukan Negara kita yang
banyak sekali perbedaan dari suku bahasa maupun agama?
Bukan menjadi masalah, justru itulah istimewanya Indonesia.
5. Apakah tangapan anda jika ada konflik antar agama ?
Saya sangat prihatin dengan kasus tersebut.
6. Apakah anda mencintai dan tidak semena – mena terhadap orang lain ?
Iya saya selalu khusnudzon dan baik terhadap orang lain.
7. Apakah anda gemar melakukan kegiatan kemanusiaan ?
Saya sangat suka melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Sebagai warga negara Indonesia, apakah anda mencintai tanah air indonesia
?
Saya mencintai tanah air indonesia.
9. Sebagai warga negara Indonesia, apakah anda bangga dengan Negara
indonesia ?
Saya bangga dengan Negara Indonesia.
10. Apakah anda rela berkorban demi kepentingan bangsa dan Negara Indonesia
?
Saya rela berkorban demi Negara Indonesia, karena Negara yang
diperjuagkan dengan susah payah oleh para pahlawan harus kita
pertahankan.
Lampiran 5
5. Dokumentasi Pondok Pesantren dan Kegiatan Santri
Gambar 1
Gambar 2
Asrama Putra
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Asrama Putri
Gedung MA
Gedung MTs
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Masjid PondokPesantrten
Bahtsul Masa‟il
Mujahadah Doa Bersama
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Lomba Santri
Kegiatan Olahraga
Upacara Hari Santri
Gambar 12
Gambar 13
Gambar 14
Rihlah Ilmiyah
Seni Hadroh
Haflah Khotmil Qur‟an
Gambar 15
RIWAYAT HIDUP
Nursin dilahirkan di Wonosobo Kecamatan Seputih Surabaya Kabupaten
Lampung Tengah pada tanggal 01 Maret 1992, anak pertama dari pasangan
Sunarji dan Srianik.
Pendidikan dasar penulis tempuh di SD Negeri 5 Mataram Ilir dan selesai
pada tahun 2004. Kemudian melanjutkan di Madrasah Tsanawiyah Roudlotul
Ulum Seputih Surabaya, dan selesai pada tahun 2007. Sedangkan pendidikan
menengah atas pada Madrasah Aliyah Roudlotul Ulum Seputih Surabaya dan
selesai pada tahun 2010. Kemudian melanjutkan pendidikan di STAI Madiun Jawa
Timur Jurusan Tarbiyah Pogram Studi Pendidikan Agama Islam dan lulus pada
tahun 2014. Kemudian melanjutkan Studi pada Program Pascasarjana IAIN Metro
Lampung mengambil Program Studi Pendidikan Agama Islam, tahun 2018 sampai
sekarang.
Sampai saat ini yang sedang ditekuni antara lain sebagai Staf Menejemen
dan Tenaga Pendidik di Madrasah Aliyah Roudlatul Ulum Seputih Surabaya.