STRATEGI PEMBERIAN TUGAS PENGAJUAN SOAL (PROBLEM ...

106
STRATEGI PEMBERIAN TUGAS PENGAJUAN SOAL (PROBLEM POSING) PADA PEMBELAJARAN MATERI POKOK GERAK HARMONIK SEDERHANA, KERJA, dan ENERGI: (Studi Kasus) TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada Universitas Negeri Semarang Oleh INTAN INDIATI NIM 4001503010 PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA 2005

Transcript of STRATEGI PEMBERIAN TUGAS PENGAJUAN SOAL (PROBLEM ...

STRATEGI PEMBERIAN TUGAS PENGAJUAN SOAL

(PROBLEM POSING) PADA PEMBELAJARAN

MATERI POKOK GERAK HARMONIK

SEDERHANA,

KERJA, dan ENERGI: (Studi Kasus)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

INTAN INDIATI NIM 4001503010

PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA 2005

ii

SARI

Indiati, Intan. 2005. Strategi Pemberian Tugas Pengajuan Soal (Problem Posing)

pada Pembelajaran Materi Pokok Gerak Harmonik Sederhana, Kerja, dan Energi: (Studi Kasus). Tesis. Program Studi Pendidikan IPA. Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: I. Prof. Drs. YL Sukestiyarno, Ph.D

II. Drs. Sunyoto Eko Nugroho, Msi

Kata Kunci: Strategi, Pengajuan Soal, Pemberian Tugas

Pengajuan soal (problem posing) merupakan teknik dari metode

pemberian tugas. Dalam pemberian tugas pengajuan soal, siswa tidak hanya diminta untuk mengerjakan soal tetapi sebelumnya diminta untuk membuat soal berdasarkan informasi yang diberikan guru. Melalui pemberian tugas pengajuan soal, mahasiswa diberi keleluasaan membangun pemahaman sendiri dari pengetahuan terdahulu.

Tujuan tesis ini adalah untuk memecahkan masalah: 1) apakah efektif, pembelajaran dengan menggunakan strategi pemberian tugas pengajuan soal untuk materi pokok Gerak Harmonik Sederhana, Kerja dan Energi , 2) apakah ada korelasi antara keterampilan mengajukan soal dengan prestasi belajar mahasiswa. Metode kualitatif digunakan untuk menjawab masalah 1) bagaimanakah proses berpikir mahasiswa dalam mengajukan soal, 2) bagaimanakah keterampilan mahasiswa dalam mengajukan soal.

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif

deskriptif dengan menggunakan teknik studi kasus. Data kuantitatif berupa hasil tes prestasi belajar dan hasil tes (tugas) pengajuan soal dan penyelesaiannya. Data kualitatif berupa sikap mahasiswa terhadap strategi pemberian tugas pengajuan soal yang diperoleh dengan angket dan berupa proses berpikir mahasiswa dalam kegiatan pengajuan soal yang diperoleh dengan wawancara.

Berdasarkan analisis data mengacu pada masalah yang diajukan dapat dikemukakan simpulan berikut ini: 1. Pembelajaran dengan strategi pemberian tugas pengajuan soal (problem

posing) untuk materi gerak harmonik sederhana, kerja, dan energi pada mahasiswa kelas IB jurusan Pendidikan Fisika IKIP PGRI Semarang dapat dikatakan efektif ditinjau dari segi prestasi belajar mahasiswa, sikap dan aktivitas mahasiswa dalam mengajukan soal.

2. Ada korelasi positif yang tidak signifikan antara keterampilan mengajukan soal dengan prestasi belajar mahasiswa. Artinya, secara umum peningkatan keterampilan yang dimiliki mahasiswa dalam mengajukan soal, tidak diikuti dengan peningkatan prestasi belajar.

iii

3. Proses berpikir mahasiswa dalam mengajukan soal dimulai dengan menerima data atau informasi dari keterangan dosen, membaca petunjuk tugas dan membaca informasi. Kemudian dengan pengetahuan dan data yang ada mereka mengolah data. Proses berpikir mahasiswa dalam mengajukan soal adalah asosiasi. Kelompok atas, sedang, dan rendah dalam mengajukan soal mempertimbangkan hal yang sama, yaitu soal yang diajukan harus dapat dikerjakan, soalnya harus mudah, juga susunan kalimat soal harus sebaik mungkin dan tidak menambah data. Dalam mengajukan soal, kelompok atas berpikir dengan cermat, kelompok sedang, dan rendah berpikir dengan kurang cermat. Hasil proses berpikir mahasiswa secara umum menunjukkan mahasiswa telah memiliki pengetahuan mengajukan soal sesuai permintaan tugas dengan hasil mengajukan soal rata-rata baik.

4. Keterampilan mahasiswa dalam mengajukan soal pada tugas individu menunjukkan kelompok rendah tidak dapat mengerjakan tugas mengajukan soal dengan dengan baik (tidak membuat soal). Kelompok tinggi umumnya banyak menyelesaikan tugas dengan baik. Kelompok sedang umumnya banyak menyelesaikan tugas dengan kurang baik. Keterampilan mahasiswa dalam mengajukan soal untuk tugas kelompok menunjukkan pada umumnya kelompok mahasiswa mengajukan soal dengan baik.

Sebaiknya strategi pemberian tugas pengajuan soal digunakan sebagai

alternatif strategi pembelajaran untuk materi pokok yang lain agar pembelajaran lebih bervariasi, prestasi belajar, aktivitas, dan sikap mahasiswa dapat ditingkatkan.

iv

ABSTRACT

Indiati, Intan. 2005. The Strategy of Problem Posing Assignment in Teaching The

Main Subject of Simple Harmonic Movement, Work, and Energy: (Case Study). Thesis. Science Department Post Graduate, Semarang State University. Advisor I: Prof. Drs. Sukestiyarno, Ph.D,

II: Drs. Sunyoto Eko Nugroho, MSi

Key Words: Strategy, Problem Posing, Assignment

Problem posing is one of techniques assignment. In problem posing assignment, the students are not only requested to do exercises but they must make some exercises before in accordance with the information given by their teacher. Through problem posing assignment, the students have freedom to build their own understanding of the former knowledge.

The objectives of thesis study are to find out: a) whether or not teaching

Simple Harmonic Movement, Work, and Energy using problem posing assignment strategy effective, b) whether or not correlation between skill in posing problem and students’achievement, c) the students’thinking process in posing problem, d) the students’skill in posing problem in reference to the type of problem.

This study applies a desciptive qualitative approach by using a case study technique. The qualitative data are derived from the students’ achievement test and the problem posing assignments and their resolutions. Whereas the qualitative data are in the form of the students’attitude toward problem posing assignments strategy which are gained by using questionaire in addition to the studens’thinking process in posing problems which are achieved through interviews.

Based on the data analysis and the problem proposed, it can be concluded as follows: 1. Teaching Simple Harmonic Movement, Work, and Energy using problem

posing assignment strategy for the semester IB students of Physic Departmen of IKIP PGRI Semarang is effective for the students’achievement, attitude and activities in posing problems.

2. There is a positive correlation which is not significant between skill in posing problem and students’achievement. This means, in general the improvement of the students’skill in posing problem is not followed by the improvement of the students’achievement.

3. The students’thinking process starts which receiving data or information from the lecturer, reading task instruction and reading information. And then with the information and data in hand, they manipulate the data. The students’thinking process in posing problem is association. The higher,

v

medium, and lower group in posing problem have the same consideration, those are the exercises proposed must be able to be done, the exercises must be easy, the arrangement of the exercises sentences must be as good as possible and it can’t added the data. In posing problem the higher group will think accurately but the medium and lower group will think less accurately. The result of the students’ thinking process in general indicates that the students has got knowledge of posing problem in accordance with the task requirements by the result of posing problem in average good.

4. The Students’skill for individual task in problem posing shows that the lower

group can’t do task well (they don’t make any exercises). Whereas most of the higher group performs well. The medium group mostly performs unstatisfarily. The Students’skill for group task in problem posing shows that in general it is good.

It will be better that the strategy of problem posing assignment used as

the alternative strategy of teaching the other main subjects in order that the teaching will be more various so that the students’achichevement, attitude, and activities can be improved.

vi

PERSETUJUAN PEMBIMBING Tesis ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian tesis. Semarang, Juli 2005 Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. YL. Sukestiyarno Drs. Sunyoto Eko Nugroho, MSi

vii

PENGESAHAN KELULUSAN Tesis ini telah dipertahankan di dalam Sidang Panitia Ujian Tesis Program

Pascasarjana Universitas Negeri Semarang pada

hari :

tanggal:

Panitia Ujian

Ketua Sekretaris

A. Maryanto, Ph.D Dr. Supartono, MSi

NIP: 130529509 NIP: 131281224

Penguji I Penguji II/Pembimbing II

Dr. Putut Marwoto, MSi Drs. Sunyoto Eko Nugroho, Msi

NIP: 131764029 NIP: 131813679

Penguji III/Pembimbing I

Prof. Drs. YL. Sukestiyarno, Ph.D

NIP: 131404322

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Mahasiswa yang memasuki dunia perguruan tinggi berarti

melibatkan diri dalam situasi hidup dan akademis yang secara fundamental

berbeda dengan yang pernah dialami dalam lingkungan sekolah pada

jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sebagai konsekuensinya,

mahasiswa wajib beradaptasi dengan dunia baru. Dunia baru tersebut yaitu

lingkungan kampus di perguruan tinggi, terutama adaptasi pola berpikir,

belajar, berkreasi, bertindak, dan beramal. Adaptasi ini memerlukan

kesadaran bahwa mahasiswa berada di antara berbagai ragam masalah

secara sendirian, dan tentunya sangat berbeda dengan situasi di sekolah

menengah atas yang relatif mudah mendapatkan bimbingan dan

penyuluhan. Mahasiswa yang secara fisik dan kejiwaan telah mencapai

taraf kedewasaan dan kematangan rasional dan emosional, seyogjanya

mampu mendidik dan membentuk dirinya sendiri menjadi ilmuwan.

Pembelajaran di perguruan tinggi seharusnya sangat berbeda

dengan pembelajaran di sekolah-sekolah pada jenjang pendidikan dasar

dan menengah. Pembelajaran di perguruan tinggi tidak hanya memberikan

mata kuliah, topik, dan konsep-konsep yang strategis, tetapi juga harus

memberikan pengalaman belajar yang memungkinkan kemampuan belajar

mandiri mahasiswa berkembang dengan memanfaatkan fasilitas dan

sumber belajar yang tersedia.

2

Perguruan tinggi harus mampu memberikan pelayanan kepada

mahasiswa untuk memperoleh suatu kualifikasi yang disebut kesarjanaan

dengan menyediakan peluang, sarana, informasi, dan bimbingan. Dalam

hal ini, peranan dosen lebih bersifat sebagai narasumber, fasilitator,

motivator, dan pembimbing.

Model proses perkuliahan yang cenderung memberikan

pengetahuan hafalan tentunya menjadi tidak relevan apalagi jika dilakukan

di perguruan tinggi. Perkuliahan yang dilakukan bukan saja harus mampu

mendorong penguasaan keterampilan berpikir tingkat tinggi tetapi juga

memberi ruang bagi tumbuh kembangnya keterampilan sosial-emosional.

Merujuk konsep multiple intelligence Gardner (da1am Yuaelawati,

2004:116) maka bidang garapan pendidikan bukan hanya kecerdasan

intelektual semata tetapi juga kecerdasan emosi dan spiritual. Perkuliahan

mestinya tidak lagi mendorong mahasiswa untuk belajar tentang “apa”,

melainkan lebih mengarah pada belajar tentang “bagaimana belajar”.

Proses perkuliahan harus mampu mengembangkan potensi yang dimiliki

mahasiswa sebaik mungkin, tanpa ketergantungan kepada dosen atau

teman sebagai sumber belajar yang sangat terbatas.

Perkuliahan harus mampu mendorong perubahan dan

menciptakan situasi atau konteks belajar yang dapat mendorong

mahasiswa agar secara aktif bergelut dengan materi perkuliahan sehingga

mereka dapat membentuk dan membangun sendiri pengetahuan materi

perkuliahan. Artinya, mereka harus mampu mengelola, memotivasi, dan

mendisiplinkan diri dalam aktivitas belajar mandiri.

3

Belajar mandiri membutuhkan kesiapan kondisi kognisi, afeksi,

dan psikomotor serta fasilitas tertentu. Arah belajar mandiri tidak hanya

penguasaan materi saja atau kognisi, tetapi juga harus mencakup ranah

afeksi dan psikomotor agar dapat diidentifikasi secara menyeluruh

keunggulan dan kelemahan mahasiswa dalam mencapai kompetensi yang

telah ditetapkan.

Mc. Asham dalam Suyanto seperti yang dikutip Sopyan (2003:

2), menyatakan “Competency is knowledge, skills, and abilities that a

person can learn and develop, which became parts of his or her being to

the extent her or she can satisfactorily perform particular cognitive,

affective, and psychomotor behavior”.. Kemampuan yang memadai atas

kognisi, afeksi, dan psikomotor mengenai materi pokok tersebut, harus

dikembangkan secara maju dan berkelanjutan sesuai dengan

perkembangan mahasiswa.

Pengembangan struktur dan isi program kurikuler yang

berdasarkan sistem kredit semester menuntut terjadinya proses perkuliahan

yang menitikberatkan pada strategi pembelajaran aktif. Dengan cara ini

diharapkan terjadi peningkatan kegiatan aktif mahasiswa menuju ke arah

kemandirian dan pembentukan kemampuan yang sesuai dengan tuntutan

lapangan kerja di masyarakat (Hamalik 2003:5). Konsekuensinya, dosen

sebagai pembimbing mahasiswa diharapkan mampu memahami kondisi

awal mahasiswa dan merencanakan dengan baik program perkuliahan

yang mampu mengaktifkan mahasiswa belajar mandiri. Artinya, proses

perkuliahan yang dilakukan tidak hanya menggunakan metode ceramah.

4

Zaini (2002:113), merangkum beberapa pendapat tentang

penggunaan metode ceramah dalam perkuliahan, yaitu:

a. Menurut Johnson, Johnson and Smith, perkuliahan dalam bentuk ceramah saja dapat menimbulkan beberapa masalah, yaitu: perhatian mahasiswa berkurang seiring dengan berlalunya waktu, hanya menarik dan cocok bagi mahasiswa auditorial, cenderung mendorong belajar tingkat rendah yang hanya menyajikan informasi faktual, menimbulkan asumsi bahwa semua maahasiswa membutuhkan informasi yang sama di tempat yang sama, dan mahasiswa cenderung tidak menyukai ceramah.

b. Penelitian Harley dan Davies menunjukkan bahwa perhatian mahasiswa meningkat pada 10 menit pertama perkuliahan, dan menurun setelah itu.

c. Menurut McKeachi, mahasiswa mampu mengingat 70% informasi yang disampaikan dosen pada 10 menit pertama, tetapi pada 10 menit terakhir mereka hanya mampu mengingat 20% dari materi yang disampaikan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pendapat ahli di atas,

menunjukkan bahwa perkuliahan dengan ceramah saja menyebabkan

mahasiswa tidak dapat mengingat banyak dan mudah lupa. Menurut Mel

Siberman (dalam Zaini, 2002:112), belajar lebih bermakna dan bermanfaat

jika mahasiswa menggunakan semua alat indera, sekaligus berpikir

mengolah informasi, dan ditambah mengerjakan sesuatu. Menurut

Patahudin (1998:22), pemberian tugas menyebabkan pengetahuan yang

diperoleh dari hasil belajar, hasil eksperimen, atau penyelidikan yang

banyak berhubungan dengan minat dan dirasakan berguna untuk hidup,

akan lebih lama diingat.

Pemberian tugas untuk mengerjakan sesuatu selain dapat

membuat mahasiswa mengingat lebih banyak, juga dapat mengaktifkan

mahasiswa belajar mandiri. Hasil penelitian Sunarmi dan Mariani dalam

Jurnal Penelitian UNNES (2003:134), menunjukkan program belajar

5

mandiri mahasiswa dapat dilakukan dalam bentuk pemberian tugas dan

teknik mengevaluasi tugas secara terpadu. Hal senada juga dikemukakan

oleh Patahudin (1998:22) yang menyatakan pemberian tugas dapat

memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan sikap kreatif,

bertanggung jawab, dan berdiri sendiri.

Pemberian tugas yang direncanakan dengan baik, selain dapat

mengaktifkan mahasiswa belajar mandiri, diharapkan juga dapat

meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk menyelesaikan soal atau

memecahkan masalah yang banyak dijumpai dalam pembelajaran fisika.

Dalam pembelajaran fisika, penyelesaian soal-soal berperan penting dalam

meningkatkan pemahaman siswa sehingga tidak hanya terbatas pada

mekanisme penggunaan rumus-rumus semata. Penyelesaian soal-soal

dalam fisika penting untuk menuntun mahasiswa memahami pengetahuan

yang abstrak. Semakin memahami pengetahuan yang abstrak serta

keterkaitannya, mahasiswa akan mampu berpikir dan menyelesaikan soal-

soal fisika dalam waktu yang relatif singkat. Oleh karena itu, dosen harus

memberi keleluasaan berpikir bagi mahasiswa untuk menyelesaikan soal-

soal.

Ruseffendi (1988:177) menyatakan, untuk membantu siswa

memahami soal dapat dilakukan dengan menulis kembali soal

menggunakan kata-kata sendiri, menulis soal dalam bentuk lain, atau

dalam bentuk yang lebih operasional. Menurut Cars dalam Perry dan

Corroy (1994) yang dirangkum Sutawidjaja (1998:9) menyatakan secara

umum untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan

6

masalah salah satu cara yang dapat ditempuh adalah setiap siswa atau

kelompok siswa harus diberanikan membuat soal atau pertanyaan. Cara

yang disarankan oleh Cars dan Ruseffendi dikenal dengan istilah

pengajuan soal (problem posing).

Dalam pembelajaran, pengajuan soal merupakan teknik dari

metode pemberian tugas. Dalam pemberian tugas pengajuan soal, siswa

tidak hanya diminta untuk mengerjakan soal tetapi sebelumnya diminta

untuk membuat soal berdasarkan informasi yang diberikan guru. Hasil

penelitian oleh Hashimoto (dalam Silver dan Cai, 1996:295) menunjukkan

hasil pembelajaran dengan pemberian tugas pengajuan soal menimbulkan

dampak positif terhadap kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

Hasil penelitian yang dilakukan English (1997:173) juga menunjukkan

kemampuan membuat soal dan mengerjakannya membantu memecahkan

masalah atau menyelesaikan soal yang lain.

Pemberian tugas pengajuan soal juga memberikan kesempatan

pada siswa untuk menyelidiki informasi atau keterangan yang ada.

Kemampuan menyelidiki akan menentukan kemampuan siswa untuk

mempertahankan pengetahuan dan menerapkan pengetahuan (Mark,

1988:27). Hasil penelitian Siswono (1999:117) juga menyatakan

pembelajaran matematika dengan pemberian tugas pengajuan soal mampu

membuat siswa aktif belajar dan menimbulkan sikap positif. Pemberian

tugas pengajuan soal melibatkan aktivitas siswa secara mental, fisik,

maupun sosial sebab setelah siswa membuat soal ditantang untuk

menyelesaikannya dan mendiskusikan penyelesaiannya dalam diskusi

7

kelompok atau kelas. Aktivitas siswa dalam pengajuan soal mampu

mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya yang

pada akhirnya akan meningkatkan kemampuannya untuk belajar mandiri

(English, 1997: 173). Hasil-hasil penelitian tersebut, menunjukkan

keberhasilan siswa memecahkan masalah dan kemandiriannya dalam

belajar akan dapat dicapai dengan cara memberikan tugas untuk

mengajukan soal. Strategi pemberian tugas pengajuan soal juga dapat

digunakan untuk melatih keterampilan profesional mahasiswa sebagai

calon guru, yaitu keterampilan membuat soal.

Berdasarkan uraian tersebut, maka akan dilakukan penelitian

tentang pembelajaran dengan menggunakan strategi pemberian tugas

pengajuan soal. Penelitian perlu dilakukan dengan mempertimbangkan:

a. Hasil penelitian yang ada memberlakukan strategi pemberian tugas

pengajuan soal pada siswa bukan mahasiswa.

b. Hasil penelitian yang ada memberlakukan strategi pemberian tugas

pengajuan soal pada pembelajaran matematika bukan pada

pembelajaran fisika.

c. Mahasiswa sebagai calon guru perlu dilatih keterampilan mengajukan

soal.

d. Proses membangun pengetahuan sangat penting, sebab akan bermakna

terhadap materi yang dipelajari.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari hasil pengalaman, dan pengamatan pada semester

sebelumnya dapat digambarkan keadaan pembelajaran mata kuliah Fisika

8

Dasar I di jurusan Pendidikan Fisika IKIP PGRI Semarang sebagai

berikut:

a. Pada umumnya pembelajaran masih menggunakan ceramah yang

diikuti memberi contoh, dan memberi tugas (PR).

b. Mahasiswa kurang mampu mengelola, memotivasi, dan

mendisiplinkan diri dalam aktivitas belajar mandiri.

c. Ada kecenderungan dosen memberikan tugas mandiri kurang

bervariasi, hanya memberikan dalam bentuk soal-soal dan belum

pernah memberikan tugas untuk mengajukan/membuat soal.

d. Mahasiswa belum memanfaatkan secara maksimal perpustakaan dan

sarana-sarana lain sebagai sumber belajar dalam belajar mandiri untuk

memaksimalkan hasil belajar.

e. Mahasiwa belajar dengan sungguh-sungguh “hanya” menjelang ujian

tengah semester dan akhir semester.

f. Materi pokok Gerak Harmonik Sederhana banyak muncul dalam

persoalan fisis seperti bidang akustika, optika, dan bahkan persoalan

kehidupan sehari-hari. Materi pokok Kerja dan Energi juga banyak

muncul dalam persoalan kehidupan sehari-hari.

1.3. Permasalahan

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka permasalahan

yang timbul adalah:

a. Apakah efektif, pembelajaran dengan menggunakan strategi pemberian

tugas pengajuan soal untuk Materi Pokok Gerak Harmonik Sederhana,

Kerja, dan Energi ?

9

b. Apakah keterampilan mengajukan soal mempunyai korelasi positif

dengan prestasi belajar mahasiswa ?

c. Bagaimana proses berpikir mahasiswa dalam mengajukan soal ?

d. Bagaimana keterampilan mahasiswa dalam mengajukan soal ?

1.4. Cara Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah yang dipilih adalah meningkatkan kualitas

proses pembelajaran mata kuliah Fisika Dasar I dengan menerapkan

strategi pemberian tugas pengajuan soal. Dengan menggunakan strategi

tersebut, mahasiswa diharapkan dapat mempunyai keterampilan

mengajukan soal.

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1. Tujuan Penelitian

Memperhatikan permasalahan yang ada, maka tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui:

a. Efektivitas strategi pemberian tugas pengajuan soal untuk Materi

Pokok Gerak Harmonik Sederhana, Kerja, dan Energi

b. Hubungan keterampilan mengajukan soal dengan prestasi belajar

mahasiswa

c. Proses berpikir mahasiswa dalam mengajukan soal

d. Keterampilan mahasiswa dalam mengajukan soal

10

1.5.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

a. Memberikan masukan bagi dosen tentang strategi pemberian tugas

pengajuan soal yang dapat digunakan sebagai alternatif meningkatkan

prestasi belajar mahasiswa

b. Digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan proses

perkuliahan lebih lanjut berdasarkan minat dan keterampilan

mahasiswa dalam mengajukan soal

c. Memperkaya khasanah pengajaran dalam mata kuliah Fisika

Dasar I

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis

2.1.1. Hakekat Pembelajaran Fisika

Menurut Brotosiswoyo (2000:6), fisika adalah ilmu tentang

gejala dan perilaku alam sepanjang dapat diamati manusia. Ilmu fisika

perlu diberikan pada mahasiswa di perguruan tinggi dengan

mempertimbangkan sekurang-kurangnya tiga alasan, yaitu: 1) ilmu fisika

dipandang sebagai kumpulan pengetahuan yang dapat digunakan untuk

membantu pengembangan bidang-bidang profesi, 2) ilmu fisika

dipandang sebagai suatu disiplin kerja yang dapat menghasilkan sejumlah

kemahiran generik, 3) ilmu fisika ditujukan bagi mereka yang menyenangi

kegiatan menggali informasi baru yang dapat ditambahkan kepada ilmu

fisika yang sudah ada (Brotosiswoyo, 2000:1). Konsekuensinya, ilmu

fisika harus dipilah-pilah menjadi topik-topik yang relevan dengan bidang

profesi dan juga kehidupan sehari-hari untuk disajikan dalam proses

perkuliahan..

Berorientasi pada pendapat tersebut hendaknya dalam

perkuliahan fisika lebih mengutamakan proses perkuliahan yang

melibatkan berbagai kegiatan ilmiah. Kegiatan ilmiah itu hendaknya

dimulai dari hal – hal yang konkrit sampai hal – hal yang abstrak, dari

yang sederhana sampai yang kompleks dan dari pengindraan sampai

pemikiran.

12

Perkuliahan yang didasari oleh pengalaman hidup mahasiswa

akan lebih bermakna dari pada perkuliahan yang berorientasi pada hal –

hal yang abstrak yang tidak didasari pengalaman yang dialami oleh

mahasiswa. Perkuliahan yang dilakukan harus menggunakan metode

pembelajaran yang tepat antara lain praktikum, kuliah/tutorial/responsi,

pemberian tugas, eksplorasi, dan penelitian. Dosen dituntut untuk dapat

berperan sebagai organisatoris kegiatan belajar mahasiswa, yang mampu

memanfaatkan lingkungan, baik di dalam maupun di luar kelas.

Peristiwa belajar dapat terlihat bila dalam pembelajaran terjadi

interaksi dua arah antara dosen dan mahasiswa, sehingga belajar dan

pembelajaran dapat dipandang sebagaai suatu proses yang komprehensif

yang harus diarahkan untuk kepentingan mahasiswa, yaitu belajar

(Hudoyo, 1988:6). Mahasiswa berhasil dalam belajar, jika daya serap

terhadap bahan perkuliahan mencapai hasil yang tinggi, baik secara

individu maupun kelompok, dan tujuan perkuliahan juga tercapai secara

indivudu maupun kelompok. Strategi pembelajaran dapat menjadi sebab

terjadinya perubahan dalam hasil belajar. Untuk mengetahui keberhasilan

strategi pembelajaran dalam membantu mahasiswa belajar, maka perlu

ditinjau keefektifannya.

2.1.2. Efektivitas Pembelajaran

Keberhasilan pembelajaran tidak hanya dilihat dari hasil belajar

yang dicapai mahasiswa, tetapi juga dari segi prosesnya. Hasil belajar pada

dasarnya merupakan akibat dari suatu proses belajar. Optimalnya hasil

13

belajar mahasiswa tidak hanya bergantung pada proses belajar mahasiswa

tetapi juga dari proses pembelajaran yang dilakukan dosen. Penilaian

terhadap proses pembelajaran perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa

jauh efektivitas pembelajaran dalam mengubah tingkah laku mahasiswa

ke arah tujuan yang diharapkan.

Menurut Sudjana (1989: 59), efektivitas berkenaan dengan jalan,

upaya, teknik, atau strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan secara

tepat dan cepat. Ada beberapa kriteria untuk mengukur efektivitas

pembelajaran, yaitu motivasi belajar mahasiswa, keaktifan mahasiswa

dalam kegiatan belajar, dan kualitas hasil belajar yang dicapai mahasiswa.

Motivasi belajar mahasiswa dapat dilihat dalam hal sikap dan perhatiannya

terhadap pelajaran, semangat, dan tanggung jawabnya pada saat

mengerjakan tugas-tugas belajar. Keaktifan mahasiswa dalam kegiatan

belajar ditunjukkan oleh keterlibatannya dalam pemecahan masalah,

keikutsertaanya dalam melaksanakan tugas-tugas belajar, dan menilai

kemampuan dirinya. Kualitas hasil belajar yang dicapai mahasiswa

ditunjukkan oleh perubahan pengetahuan, sikap, perilaku setelah

menyelesaikan pengalaman belajarnya, kualitas dan kuantitas penguasaan

tujuan pembelajaran oleh mahasiswa.

Kemp dan Diamond (dalam Mudhofir, 1987:164) juga

mengajukan cara untuk mengukur efektivitas hasil pembelajaran. Kemp

berawal dari pertanyaan: Apa yang telah dicapai mahasiswa ? Untuk

menjawab pertanyaan ini harus diketahui berapa banyak mahasiswa yang

berhasil mencapai tujuan belajar dalam waktu yang telah ditentukan.

14

Diamond mengukur efektivitas dari segi mahasiswa, dengan kriteria

menggunakan variabel tanggapan/sikap mahasiswa terhadap proses

pembelajaran.

Keterlibatan mahasiswa secara aktif merupakan salah satu

indikator efektivitas belajar. Mahasiswa tidak hanya menerima materi

perkuliahan yang diberikan dosen, melainkan juga dilibatkan dalam

pengorganisasian dan penemuan pengetahuan. Mahasiswa harus berusaha

menggali dan mengembangkan sendiri pengetahuannya . Hasil perkuliahan

tidak hanya meningkatkan pengetahuan tetapi juga keterampilan

berpikir. Hal tersebut diungkapkan oleh Eggen dan Kauchack (1988:1):

“Effective learning occurs when students are actively involved in organizing and finding relationships in the information. They encounter rather than being passive recipients of teacher delivered bodies of knowledge. The activity results not only increased learning and retention of content but also in improved thinking skills”.

Menurut Sriyono (1992:9), keterlibatan mahasiswa secara aktif

dapat dilihat dari kebebasan atau keleluasaan melakukan sesuatu tanpa

tekanan guru atau pihak lain (kemandirian belajar). Sesuatu yang akan

dilakukan berkenaan dengan keinginan untuk berpartisipasi dalam

kegiatan persiapan, proses, dan kelanjutan belajar, serta menampilkan

berbagai usaha atau kreativitas belajar dalam menjalani dan menyelesaikan

kegiatan belajar sampai mencapai keberhasilan. Semakin aktif mahasiswa

dalam belajar mandiri maka akan semakin efektif pembelajarannya.

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Hartono (2001:94), yang

menyatakan perkuliahan akan berjalan efektif dan efisien jika sebagian

besar mahasiswa memiliki kemandirian yang tinggi dalam belajar.

15

Berdasar beberapa pendapat di atas, dalam penelitian ini

indikator efektivitas pembelajaran ditunjukkan oleh prestasi belajar

mahasiswa, tanggapan/sikap mahasiswa terhadap proses pembelajaran,

aktivitas mahasiswa dalam melaksanakan tugas-tugas belajar berupa

mengajukan soal dan sekaligus menyelesaikannya.

2.1.3. Belajar Mandiri

Pada hakekatnya setiap mahasiswa seharusnya melakukan

aktivitas belajar mandiri. Kalaupun harus mengikuti kuliah, diskusi,

mengerjakan tugas, dan sebagainya, maka mereka sendiri yang harus aktif,

misalnya menentukan topik yang akan dipelajari, menentukan sumber

bacaan, menulis atau mengarangnya, menyerap informasi yang disajikan,

hendaknya juga dilakukan secara mandiri. Peranan dosen lebih bersifat

sebagai narasumber, fasilitator, motivator, dan pembimbing.

Menurut Ansjar dan Sembiring (2000:22), belajar mandiri adalah

belajar dengan inisiatif, tanggung jawab, usaha sendiri, dan mengevaluasi

sendiri hasil belajarnya. Pada belajar mandiri, belajar terjadi di dalam diri

si pembelajar sehingga mampu membuat keputusan-keputusan yang

diperlukan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan. Hal itu diungkapkan oleh

Kesten yang menyatakan “Independent learning is that learning in the

learner, in conjunction with relevant others, can make the decisions to

meet the learner’s own learning needs”.

(www.sabes.org/resources/fieldnotes/vol 10/fo 1 fost.htm)

16

Core Curriculum Advisory Committee menyatakan “It is

essential for schools and teachers for their learning and increase

students’ capability to set and meet their own learning goals”.

(www.sabes.org/resources/fieldnotes/vol 10/fo 1 fost.htm)

Artinya, sangat penting bagi sekolah untuk mengurangi ketergantungan

siswa pada sekolah dan guru serta meningkatkan kemampuan untuk

menata dan menghadapi tujuan pembelajarannya. Pembelajaran

menyiapkan siswa memiliki kemandirian sehingga mereka dapat

bertanggung jawab atas belajarnya.

Sunarmi dan Mariani (2003:135) merangkum beberapa pendapat

tentang belajar mandiri, yaitu:

a. Menurut Brookfield, belajar mandiri memberikan kesempatan kepada

mahasiswa untuk menentukan tujuan belajarnya, merencanakan proses

belajarnya, menggunakan sumber-sumber belajar yang dipilihnya,

membuat keputusan keputusan akademik, dan melakukan kegiatan-

kegiatan yang dipilih untuk mencapai tujuan belajarnya.

b. Menurut Adderly & Ashwin, dalam belajar mandiri, mahasiswa

mempunyai tanggung jawab yang besar atas proses belajarnya. Belajar

mandiri mengharuskan mahasiswa menyelesaikan suatu tugas atau

masalah melalui analisis, sintesis, dan evaluasi suatu topik mata kuliah

secara mendalam, kadang-kadang juga melalui suatu kombinasi antara

pengetahuan yang sudah dimiliki dengan pengetahuan yang diperoleh

dari mata kuliah lain.

17

Menurut Paul B. Diedrich (dalam Rusyan, 1989:138), aktivitas

belajar mandiri dapat meliputi hal-hal berikut ini:

a. Visual activities, seperti membaca, memperhatikan gambar, mengamati

pekerjaan orang lain

b. Oral activities, seperti memiliki kemampuan menyatakan,

merumuskan, membuat pertanyaan

c. Listening activities, seperti mendengarkan uraian, diskusi

d. Writing activities, seperti menulis soal, menyusun laporan

e. Drawing activities, seperti melukis, menggambar, membuat grafik

f. Motor activities, seperti melakukan percobaan, membuat

model/konstruksi

g. Emotional activities, seperti menaruh minat, memiliki ketenangan

Berdasarkan beberapa pendapat tentang belajar mandiri seperti

tersebut di atas, maka dapat disimpulkan ciri utama belajar mandiri adalah

pengembangan dan peningkatan keterampilan serta kemampuan

mahasiswa untuk melakukan proses belajar secara mandiri, tidak

tergantung pada dosen. Dalam penelitian ini, aktivitas belajar mandiri

mengharuskan mahasiswa menyelesaikan suatu tugas atau masalah melalui

analisis, sintesis, dan evaluasi suatu topik mata kuliah secara mendalam

untuk waktu yang telah ditentukan dan mempertanggungjawabkan tugas

tersebut. Tugas atau masalah yang harus diselesaikan dan

dipertanggungjawabkan berupa menulis (mengajukan) soal.

Berbekal keterampilan dan kemampuan tersebut, diharapkan

mahasiswa akan mampu menghadapi tantangan baru tanpa ketergantungan

18

pada pemecahan masalah tradisional atau orang lain. Peran utama dosen

dalam belajar mandiri adalah sebagai pembimbing dan fasilitator, bukan

sebagai otoritas dan satu-satunya sumber ilmu.

2.1.4. Prestasi Belajar

Mahasiswa berhasil dalam belajar, jika daya serap terhadap

bahan perkuliahan mencapai hasil yang tinggi, baik secara individu

maupun kelompok, dan tujuan perkuliahan juga tercapai secara

individu maupun kelompok. Kemampuan mahasiswa dalam menyerap

atau memahami materi biasa disebut prestasi belajar (Umar, 1996:7).

Prestasi belajar mahasiswa dapat diukur dengan cara memberikan tes

prestasi belajar. Tes tersebut disusun berdasarkan tujuan pembelajaran

yang harus dicapai mahasiswa.

Tingkat pencapaian tujuan pembelajaran tidak lepas dari

ketuntasan belajar. Belajar dikatakan tuntas jika materi yang dipelajari

mahasiswa dapat dikuasai sepenuhnya atau siswa telah mencapai taraf

penguasaan tertentu mengenai tujuan pembelajaran yang ditetapkan sesuai

dengan standar norma tertentu (Ischak, 1982:8; Usman, 1993:96).

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Zainul dan Noehi (1998:146),

yang menyatakan keberhasilan seseorang dalam proses pembelajaran

ditentukan oleh tingkat penguasaan tujuan pembelajaran atau dengan kata

lain kelulusan seseorang ditentukan oleh penguasaan tujuan pembelajaran.

Penilaian dengan pendekatan patokan (PAP) selalu digunakan

dalam sistem belajar tuntas dan juga dalam belajar mandiri (Zainul dan

Noehi, 1998:149). Pemberian tes yang didasarkan pada acuan patokan

19

akan dapat memonitor kemajuan setiap mahasiswa dalam proses

pembelajaran. Hasil monitoring individual dapat dijadikan sebagai

monitoring kelompok atau kelas.

Penetapan tingkat ketuntasan atau batas kelulusan, baik secara

individu maupun kelompok belum ada patokan yang pasti atau baku.

Patokan yang ditetapkan tergantung pada sistem penilaian yang digunakan

(Zainul dan Noehi, 1998:149). IKIP PGRI Semarang menggunakan sistem

penilaian seperti yang tercantum pada tabel 1:

Tabel 1 Sistem Penilaian IKIP PGRI Semarang

Persentase Penguasaan Nilai

85 – 100 A

70 – 85 B

60 – 69 C

50 – 59 D

< 50 E

Sumber: Pedoman Akademik IKIP PGRI Semarang

Mahasiswa dinyatakan tidak lulus jika memperoleh nilai E atau

persentase penguasaannya minimal 50%. Dalam penelitian ini, persentase

penguasaan minimal/batas lulus minimal yang digunakan sebagai

indikator prestasi belajar ditetapkan 60% atau memperoleh nilai 60.

2.1.5. Sikap Mahasiswa

Sikap pada hakekatnya adalah kecenderungan seseorang untuk

berperilaku. Sikap juga dapat diartikan reaksi seseorang terhadap suatu

20

stimulus yang datang padanya. Sikap selalu bermakna jika dihadapkan

pada objek tertentu, misal sikap siswa terhadap mata pelajaran, atau sikap

guru terhadap profesinya.

Ada tiga komponen sikap, yaitu kognisi, afeksi, dan konasi.

Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek atau

stimulus yang dihadapinya, afeksi berkenaan dengan perasaan dalam

menanggapi objek tersebut, dan konasi berkenaan dengan kecenderungan

berbuat terhadap objek itu.

Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang

terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa kategori sikap, yaitu mendukung

(positif), menolak (negatif), dan netral. Skala sikap dinyatakan dalam

bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden apakah pernyataan itu

didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu.

Dalam penelitian ini akan diukur sikap mahasiswa terhadap

pembelajaran dengan strategi pemberian tugas pengajuan soal. Bila jumlah

tanggapan mahasiswa yang memilih kategori setuju dan sangat setuju

lebih besar daripada jumlah tanggapan mahasiswa yang memilih kategori

ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju, berarti dari segi sikap

dapat ditunjukkan strategi pemberian tugas pengajuan soal efektif.

Beberapa tanggapan/sikap yang perlu diungkap berdasar

pendapat beberapa ahli berkenaan dengan strategi pemberian tugas

pengajuan soal, yaitu:

a. mengerjakan soal yang dibuat sendiri lebih menyenangkan (English,

1997:173)

21

b. dengan membuat soal dan mengerjakannya, menyebabkan materi

pelajaran mudah diingat (English, 1997:173; Suryanto, 1998:3)

c. membuat soal dan mengerjakannya dapat membantu saya memecahkan

masalah atau menyelesaikan soal lain (English, 1997:173)

d. tugas membuat soal memudahkan saya memahami materi yang telah

dijelaskan guru di kelas (Silver and Cai, 1996:522)

e. tugas membuat soal

f. tugas membuat soal mendorong saya lebih banyak membaca materi

pelajaran (English, 1997:173; Silver and Cai, 1996:522)

g. saya senang mengikuti pembelajaran ini, sehingga saya ingin tahu

lebih banyak tentang materi yang disajikan (English, 1997:173)

2.1.7. Pemberian Tugas Pengajuan Soal (Problem Posing)

Dalam pembelajaran, pengajuan soal merupakan teknik dari

metode pemberian tugas. Silver, et al (1996:294) menjelaskan arti

pengajuan soal adalah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat

pada soal yang telah dipecahkan dalam rangka pencarian alternatif

pemecahan atau alternatif soal yang relevan. Pendapat serupa juga

dikemukakan oleh Suryanto (1998:8) yang menjelaskan arti pengajuan

soal atau pembentukan soal adalah perumusan soal sederhana atau

perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih

sederhana sehingga lebih mudah dapat diselesaikan mahasiswa.

Untuk memperjelas pemahaman terhadap arti pengajuan soal,

maka disajikan contoh berikut ini: mahasiswa diberikan soal “Suatu pegas

mempunyai tetapan pegas 200 N/m. Pegas ini dipasang pada lantai miring

22

dan membuat sudut 30 0 dengan bidang horisontal. Berapa pertambahan

panjang pegas bila diberi beban bermassa 10 kg ?”. Untuk memudahkan

mahasiswa memahami soal dan merencanakan penyelesaiannya maka

diberikan tugas: “Buatlah soal lain atau pertanyaan berdasarkan soal di

atas yang mengarah pada penyelesaian soal itu.” Kemungkinan soal-soal

yang dapat dibuat adalah:

a. Berapa tetapan pegas ?

b. Berapa massa beban ?

c. Berapa besar sudut kemiringan pegas ?

d. Bagaimana rumus menentukan panjang pegas ?

Ducker dalam Silver (1996:294) menyarankan penggunaan

pengajuan soal untuk merumuskan kembali soal yang muncul dalam

proses pemecahan masalah yang rumit ketika seorang pemecah soal

mengatakan atau menyusun kembali soal yang diberikan dalam beberapa

cara untuk membuatnya lebih mudah dipahami dan dipecahkan.

Silver dalam Silver dan Cai (1996:292) memberikan istilah

pengajuan soal diaplikasikan pada tiga bentuk aktivitas kognitif, yaitu:

a. Pengajuan pre-solusi (presolution posing), yaitu perumusan soal dari

situasi yang diadakan

b. Pengajuan di dalam soal (within solution posing), yaitu perumusan

ulang soal seperti yang telah diselesaikan

c. Pengajuan setelah solusi (post solution posing), yaitu melakukan

modifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk

membuat soal yang baru.

23

Aplikasi pengajuan soal pada tiga bentuk aktivitas kognitif dapat

dilakukan dengan tiga cara seperti yang disarankan Menon. Menon

(1996:530) menyarankan pemberian tugas pengajuan soal dapat dilakukan

dengan tiga cara, yaitu:

1. Guru memberikan kepada siswa soal cerita yang tidak lengkap (soal

cerita tanpa pertanyaan), tetapi seluruh informasi yang diperlukan

untuk memecahkan soal diberikan. Tugas siswa adalah melengkapi

soal dengan membuat pertanyaan berdasarkan informasi yang

diberikan tersebut. Cara ini merupakan aplikasi pengajuan soal pada

bentuk aktivitas kognitif pengajuan pre-solusi menurut Silver.

2. Guru memilih dan menyeleksi sebuah topik. Kemudian meminta siswa

untuk membagi kelompok. Setiap kelompok ditugaskan membuat soal

cerita dengan penyelesaiannya. Soal beserta penyelesaiannya

didiskusikan dalam suatu diskusi kelas. Kegiatan diskusi akan

memberikan nilai komunikasi dan pengalaman belajar. Cara ini

merupakan aplikasi pengajuan soal pada bentuk aktivitas kognitif

pengajuan di dalam soal menurut Silver.

3. Guru memberikan kepada siswa sebuah soal cerita yang lengkap dan

siswa diminta membuat daftar pertanyaan yang berhubungan dengan

soal tersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah dibuat, dipilih untuk

diselesaikan. Cara ini merupakan aplikasi pengajuan soal pada bentuk

aktivitas kognitif pengajuan setelah solusi menurut Silver.

Dalam penelitian ini, istilah pengajuan soal diaplikasikan pada

ketiga bentuk aktivitas kognitif pengajuan pre-solusi, pengajuan di dalam

24

soal, dan pengajuan setelah solusi. Merujuk cara yang disarankan Menon,

pemberian tugas pengajuan soal dalam penelitian ini dilakukan dengan

kombinasi tiga cara, yaitu:

1 Dosen memberi mahasiswa soal cerita yang tidak lengkap ( soal cerita

tanpa pertanyaan ), tetapi seluruh informasi yang diperlukan untuk

memecahkan soal diberikan. Tugas mahasiswa adalah melengkapi soal

dengan membuat pertanyaan berdasarkan informasi yang diberikan

tersebut dan menyelesaikannya.

Contoh:

Suatu gerak harmonik sederhana mempunyai persamaan

x (t) = 5 sin ( t + 30 0 )cm

Pertanyaan yang mungkin dibuat:

a. Lukiskan fasor simpangan untuk t = 0 dan t = 2 detik

b. Lukiskan fasor kecepatan untuk t = 0 dan t = 2 detik

2. Dosen memilih dan menyeleksi sebuah topik. Kemudian meminta

mahasiswa untuk membagi kelompok. Setiap kelompok yang

beranggotakan tiga atau empat orang ditugaskan membuat soal cerita

dengan penyelesaiannya. Soal beserta penyelesaiannya didiskusikan

dalam suatu diskusi kelas. Kegiatan diskusi akan memberikan nilai

komunikasi dan pengalaman belajar.

3. Dosen memberi mahasiswa sebuah soal cerita yang lengkap.

Mahasiswa diminta membuat daftar pertanyaan yang berhubungan

dengan soal tersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah dibuat, dipilih

untuk diselesaikan.

25

Contoh:

Sebuah bandul matematik berayun dengan persamaan gerak :

X(t) = 0,1 sin (2t + 30 0 ) dengan θ menyatakan sudut antara tali dan

arah vertikal. Percepatan gravitasi adalah 10 m/det 2 . Berapa derajat

amplitudo simpangan ?

Kemungkinan pertanyaan yang diajukan mahasiswa dan berhubungan

dengan soal, yaitu:

a. Apa yang dimaksud dengan bandul matematik ?

b. Apa yang dimaksud dengan θ pada ayunan bandul matematik ?

c. Berapa panjang tali ?

d. Berapa laju bandul pada saat posisi vertikal ?

Secara garis besar aplikasi pengajuan soal dalam proses

pembelajaran dengan strategi pemberian tugas pengajuan tugas (problem

posing) dapat dilakukan dengan menempuh langkah berikut:

(1) Tahap Pendahuluan

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah mengkomunikasikan

tujuan pembelajaran dan mengingatkan kembali tentang materi yang

relevan.

(2) Tahap Pengembangan

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menjelaskan materi

pembelajaran dan memberikan contoh mengajukan soal dengan

memperhatikan jenis soal.

26

(3) Tahap Penerapan

Pada tahap ini mahasiswa mengajukan soal, menyelesaikannya, dan

menskor penyelesaian yang telah dibuat. Pada tahap ini pengajuan soal

diaplikasikan dalam bentuk aktivitas kognitif yang dipilih. Pemberian

tugas pengajuan soal juga dipilih dengan menggunakan cara yang sudah

dijelaskan di atas.

(4) Tahap Penutup

Pada tahap ini mahasiswa membuat rangkuman materi yang sudah

dipelajari.

Langkah-langkah tersebut secara rinci akan dituangkan dalam

satuan acara perkuliahan.

Pengajuan soal merupakan strategi dari pemberian tugas. Pada

pembelajaran dengan pemberian tugas pengajuan soal, mahasiswa diberi

tugas berbentuk pengajuan soal yang harus diselesaikan dalam waktu yang

telah ditentukan serta mempertanggungjawabkan tugas yang telah

diberikan.

Respon yang diberikan siswa terhadap tugas untuk mengajukan

soal bervariasi. Menurut Silver dan Cai (1996:295), soal yang dibuat oleh

siswa dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: a) pertanyaan yang

dapat diselesaikan, b) pertanyaan yang tidak bisa diselesaikan, dan c)

bukan pertanyaan tetapi pernyataan.

Pada dasarnya pembelajaran dengan pemberian tugas pengajuan

soa merupakan pengembangan dari pembelajaran dengan pemecahan

masalah.. Pengembangan ini dapat dilihat pada tahap-tahap kegiatan

27

pembelajaran antara pemberian tugas pengajuan soal dengan pemecahan

masalah. Pemecahan masalah memerlukan kemampuan dalam memahami

soal, merencanakan langkah penyelesaian soal, dan menyelesaikan soal

tersebut. Penambahan satu langkah lagi berupa merumuskan/mengajukan

soal pada ketiga langkah pemecahan masalah tersebut merupakan langkah

pembelajaran pemberian tugas pengajuan soal.

English (1997:173) mengemukakan manfaat pemberian tugas

pengajuan soal adalah:

a. memberikan penguatan terhadap konsep yang diterima dan

memperkaya konsep-konsep dasar

b. mampu meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk belajar mandiri

c. orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada

dasarnya adalah pemecahan masalah

Pemberian tugas pengajuan soal memberikan kesempatan kepada

mahasiswa untuk aktif secara mental, fisik, dan sosial dalam melakukan

aktivitas belajar mandiri serta memberikan kesempatan untuk menyelidiki

dan membuat jawaban-jawaban yang divergen.

2.1.8. Proses Berpikir

Pada saat proses pembelajaran, dosen harus berusaha mengetahui

kesan-kesan yang ditangkap oleh indera dan kemudian disimpan dalam

otak. Hasil penyimpanan tersebut dapat dipanggil kembali dan digunakan

untuk memecahkan masalah. Mereka juga ingin mengetahui yang terjadi

dalam pikiran siswa saat dijelaskan, atau saat membaca buku pelajaran,

atau saat memecahkan masalah (Dahar, 1988:25).

28

Suryabrata (1990:54) berpendapat bahwa berpikir merupakan

proses yang dinamis yang dilukiskan menurut proses atau jalannya. Ada

tiga langkah dalam proses berpikir, yaitu: pembentukan pengertian,

pembentukan pendapat, dan penarikan simpulan. Marpaung (1986:6)

mengatakan proses berpikir adalah proses yang dimulai dari penemuan

informasi, pengolahan, penyimpanan, dan memanggil kembali informasi

itu dari ingatan siswa.

Merujuk pendapat di atas, proses berpikir dalam penelitian ini

adalah suatu proses yang dimulai dari menerima data, mengolah, dan

menyimpannya dalam ingatan serta memanggil kembali dari ingatan pada

saat dibutuhkan untuk pengolahan selanjutnya. Proses berpikir mahasiswa

dapat diamati melalui prosedur yang dilakukan saat memecahkan masalah

yang dituliskan secara logis dan terurut. Selain itu, juga dilengkapi dengan

melakukan wawancara untuk mengungkap cara kerja yang dilakukan

mahasiswa.

Berdasarkan penelitian Silver dan Cai (1996:257), ada beberapa

pertanyaan yang perlu dijawab dalam rangka menelusuri proses berpikir

siswa, yaitu:

a. Dari mana ia mendapatkan ide untuk membuat soal seperti itu ?

Apakah dari membaca buku ? Apakah dari mengingat-ingat soal yang

pernah dikerjakan atau mencoba-coba saja ?

b. Mana yang lebih disukai, membuat soal dengan penyelesaiannya atau

menerjakan soal langsung ? Mengapa demikian ?

29

c. Apakah dalam membuat soal harus menggunakan informasi data yang

ada dalam tugas tersebut ? Mengapa demikian ?

d. Apa yang harus dilakukan jika menjumpai kesulitan atau tidak dapat

mengerjakan soal ?

e. Mana yang lebih sulit, membuat soal atau menyelesaikan soal yang

dibuat sendiri ? Mengapa demikian ?

f. Apakah soal yang dibuat harus sulit ? Apakah soal yang dibuat harus

menggunakan kalimat yang baik ? Mengapa demikian ?

2.2. Kerangka Berpikir

Logika berpikir dalam penelitian ini mengikuti asumsi bahwa

dalam pembelajaran fisika, pemecahan masalah/penyelesaian soal-soal

berperan penting dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap

pengetahuan yang abstrak sehingga tidak hanya terbatas pada mekanisme

penggunaan rumus-rumus semata. Oleh karenanya, mahasiswa harus

mampu memanfaatkan secara maksimal keleluasaan berpikir yang

diberikan dosen agar mahasiswa mampu memecahkan masalah melalui

aktivitas belajar mandiri.

Aktivitas belajar mandiri yang dilakukan mahasiswa agar

memiliki kemampuan memecahkan masalah dapat dilakukan dengan

memberikan tugas merumuskan/mengajukan soal. Strategi pemberian

tugas pengajuan soal juga dapat digunakan untuk melatih keterampilan

profesional mahasiswa sebagai calon guru, yaitu keterampilan menyusun

soal sebagai alat evaluasi.

30

Kerangka berpikir seperti yang diuraikan tersebut di atas dapat

disajikan dalam gambar 1.

Gambar 1 Skema Kerangka Berpikir

2.3. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka teoritik dan kerangka berpikir tersebut di

atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah :

a. pembelajaran dengan menggunakan strategi pemberian tugas

pengajuan soal, efektif untuk materi pokok Gerak Harmonik

Sederhana, Kerja, dan Energi

b. ada korelasi positif antara keterampilan mengajukan soal dengan

prestasi belajar mahasiswa

c. mahasiswa mempunyai sikap positif terhadap pembelajaran dengan

menggunakan strategi pemberian tugas pengajuan soal

d. mahasiswa memiliki keterampilan mengajukan soal

Belajar Mandiri

Strategi Pemberian Tugas Pengajuan Soal

Keterampilan Mengajukan Soal

Keterampilan

Memecahkan Masalah

Sikap positif

31

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan deskriptif

kualitatif dengan teknik studi kasus. Metode kuantitatif dan metode

kualitatif digunakan secara bersama-sama. Metode kuantitatif digunakan

untuk menjawab masalah : 1) apakah efektif, pembelajaran dengan

menggunakan strategi pemberian tugas pengajuan soal untuk materi pokok

Gerak Harmonik Sederhana, Kerja dan Energi , 2) apakah ada korelasi

antara keterampilan mengajukan soal dengan prestasi belajar mahasiswa.

Metode kualitatif digunakan untuk menjawab masalah 1) bagaimanakah

proses berpikir mahasiswa dalam mengajukan soal, 2) bagaimanakah

keterampilan mahasiswa dalam mengajukan soal.

3.2. Jenis Sumber Data

Sesuai dengan metode yang digunakan, maka jenis data yang

diperoleh adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif

berupa hasil tes prestasi belajar mahasiswa dan hasil tes (tugas) pengajuan

soal dengan penyelesaiannya. Data kualitatif berupa sikap mahasiswa

terhadap strategi pemberian tugas pengajuan soal yang didapat dari hasil

angket mahasiswa dan berupa proses berpikir mahasiswa dalam

mengajukan soal yang didapat dari wawancara.

Sumber data penelitian adalah mahasiswa semester I jurusan

pendidikan Fisika IKIP PGRI Semarang yang terdiri dari dua kelas, yaitu

32

IA dan IB. Secara acak dipilih kelas IB sebagai subjek penelitian

dengan jumlah mahasiswa 22 orang.

3.3. Instrumen Penelitian dan Perangkat Pembelajaran

Untuk memperoleh data penelitian digunakan empat jenis

instrumen penelitian dan dua jenis perangkat pembelajaran. Instrumen

penelitian yang dimaksud adalah (1) tes prestasi belajar, (2) tes (tugas)

pengajuan soal, (3) angket mahasiswa, dan (4) pedoman wawancara.

Sedangkan perangkat pembelajaran yang dimaksud adalah satuan acara

perkuliahan (SAP) dan buku petunjuk untuk dosen.

Berikut uraian tentang instrumen penelitian :

1. Tes Prestasi Belajar

Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan belajar mandiri

mahasiswa yang ditunjukkan dengan penguasaan materi-materi. Tes ini

disusun berdasarkan rumusan tujuan pembelajaran khusus (TPK) yang

dituangkan dalam indikator-indikator. Bentuk tes esai. Prosedur

pengembangan tes prestasi belajar fisika yang digunakan adalah sebagai

berikut :

a) Menyusun kisi-kisi tes prestasi belajar disesuaikan dengan TPK

Tes ini disusun berdasarkan rumusan tujuan pembelajaran khusus,

yang dituangkan dalam indikator-indikator. Tes ini tergolong tes

beracuan patokan, karena digunakan untuk mengukur seberapa jauh

setiap siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran khusus yang telah

dirumuskan.

33

b) Menyusun butir soal dan menelaahnya.

c) Validasi oleh "ahli"

Sebelum diujicobakan, perangkat tes telah disusun diberikan kepada

ahli untuk dinilai validitas isinya. Validasi meliputi materi, konstruksi

dan bahasa. Dari segi materi yang ditinjau adalah kesesuaian dengan

indikator, kejelasan ruang lingkup yang diukur, kesesuaian isi materi

dengan tujuan pengukuran dan tingkat kelas. Dari segi konstruksi

yang ditinjau adalah kesesuaian tuntutan pertanyaan yang diminta, dan

tidak adanya butir soal yang menimbulkan penafsiran ganda. Dari segi

bahasa yang ditinjau adalah kesederhanaan bahasa, komunikatif,

mudah dipahami, kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia, kalimat

tidak menimbulkan penafsiran ganda, dan tidak menggunakan bahasa

setempat. Berdasarkan hasil validasi ahli, setiap butir soal pada

perangkat tes prestasi belajar layak digunakan.

d) Uji coba instrumen tes prestasi belajar

Uji coba dilakukan kepada siswa kelas I A Jurusan Pendidikan Fisika

IKIP PGRI Semarang.

e) Analisis data uji coba

Analisis butir-butir tes prestasi belajar meliputi validitas dan

reliabilitas. Analisis indek kesukaran dan daya pembeda butir tes tidak

dilakukan karena tes ini beracuan patokan, sehingga indeks kesukaran

dan pembeda kurang bermanfaat (Wintarti dalam Siswono, 1999:56).

Tujuan pokok analisis butir tes ini adalah menentukan sejauhmana

34

butir soal telah mengukur suatu hasil belajar tertentu. Kisi-kisi dan

butir soal tes prestasi belajar dapat dilihat pada lampiran 2.

Validitas Butir

Untuk mengetahui validitas secara empiris dilakukan dengan

mengkorelasikan skor yang diperoleh pada masing-masing butir

dengan skor total. Apabila skor butir-butir soal berkorelasi positif

dengan skor total, maka dapat dikatakan bahwa alat ukur itu

mempunyai validitas. Untuk mengetahui validitas butir dapat

dirumuskan rumus korelasi product moment sebagai berikut :

( )( )( )( ) ( )( )2222 YXYNXXN

YXXYNrxyΣ−ΣΣ−Σ

ΣΣ−Σ=

Dengan X = skor butir, Y = skor total

r xy = koefisien korelasi antara skor butir dan skor total

N = banyak siswa (testi)

(Arikunto, 1993:69)

Kriteria: Jika r xy > r tabel , maka butir soal valid. Harga r tabel

diperoleh dari tabel product moment.

Dalam penelitian ini analisis validitas instrumen menggunakan SPSS

versi 11,0. Untuk mengetahui soal yang valid dan tidak valid dilihat

nilai korelasi yang dibandingkan dengan nilai korelasi pada tabel

harga kritik product moment untuk N=16 dan α = 5%, yaitu 0,497.

Soal valid jika r hit > r tab . Ternyata hanya soal nomor 10 yang tidak

valid karena r hit < r tab . Butir soal nomor 10 tidak valid, tetapi soal itu

tetap dipakai karena digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan

35

pembelajaran khusus. Hasil analisis validitas secara lengkap dapat

dilihat pada lampiran 4

Reliabilitas Tes

Suatu butir tes memiliki reliabilitas tinggi apabila instrumen itu

memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Hasil pengukuran

tersebut memberi hasil yang relatif sama, jika pengukurannya

dilakukan pada subjek yang sama meskipun dilaksanakan oleh orang

yang berbeda. sebagaimana dikatakan Suherman (1994:153) bahwa

alat evaluasi (tes dan non tes) disebut reliabel jika hasi evaluasi

tersebut relatif tetap, jika digunakan untuk subjek yang sama. Arikunto

(1984:81) mengemukakan bahwa koefisien korelasi suatu tes bentuk

Uraian dapat ditaksir dengan menggunakan rumus alpha (α ) sebagai

berikut :

α = ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

−1kk

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ ∑− 2

2

1t

i

SS

Dengan

α = koefisien reliabilitas tes

k = banyaknya butir tes

2iS∑ = jumlah varians butir

2tS = varians total

Arikunto (1984:81)

Kriteria: Jika r xy > r tabel , maka tes reliabel. Harga r tabel

diperoleh dari tabel product moment

36

Dalam penelitian ini analisis reliabilitas instrumen menggunakan

SPSS versi 11,0. Untuk mengetahui reliabilitas instrumen dapat dilihat

pada nilai Alpha, yaitu 0,9360 yang kemudian dibandingkan dengan

nilai korelasi pada tabel harga kritik product moment untuk N=16 dan

α = 5%, yaitu 0,497. Ternyata r hit > r tab berarti signifikan sehingga

dapat dikatakan instrumen reliabel. Hasil analisis reliabilitas secara

lengkap dapat dilihat pada lampiran 4.

2. Tugas Pengajuan Soal

Tugas tersebut digunakan untuk mengungkapkan kemampuan

mengajukan soal sekaligus penyelesaiannya setelah mengikuti

pembelajaran dengan strategi pemberian tugas pengajuan soal.

Perangkat tugas tersebut tertuang dalam satuan acara perkuliahan

(SAP) ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4 (contoh SAP dapat dilihat pada

lampiran 5) . Secara garis besar yang diukur adalah klasifikasi soal

tersebut, yaitu merupakan soal fisika yang dapat diselesaikan atau

tidak dapat diselesaikan, dan prosedur penyelesaian soal fisika yang

dapat diselesaikan. Mahasiswa dikatakan mengajukan soal dengan

baik, jika mahasiswa dapat mengajukan/membuat soal sekaligus

penyelesaiannya dengan benar dan sesuai dengan permintaan tugas.

Mahasiswa dikatakan mengajukan soal dengan kurang baik, jika

mahasiswa dapat mengajukan/membuat soal dengan benar tetapi soal

yang dibuat tidak disertai penyelesaian dengan benar. Mahasiswa

dikatakan mengajukan soal dengan tidak baik, jika mahasiswa tidak

dapat mengajukan/membuat soal.

37

Agar tugas pengajuan soal layak dan valid untuk digunakan

dalam penelitian ini maka diadakan validasi isi. Validasi isi ditentukan

berdasarkan penilaian dan pertimbangan dari beberapa orang ahli

(orang yang mempu melakukan penelitian yang dituntut dalam

validasi isi). Tugas ini diberikan setelah pokok bahasan Gerak

Harmonik Sederhana, Kerja, dan Energi selesai diajarkan. Hasil

validasi isi, menyatakan tugas pengajuan soal layak digunakan.

3. Angket Mahasiswa

Angket ini disusun guna mengetahui lebih jauh tentang

tanggapan atau sikap mahasiswa terhadap strategi yang diterapkan

dalam pembelajaran dan kegiatan belajar mandiri mahasiswa. Indikator

untuk mengungkap sikap mahasiswa terhadap strategi yang diterapkan

dalam pembelajaran, yaitu:

a. Tugas mengajukan soal sendiri merupakan tantangan yang

menyenangkan

b. Mengerjakan soal yang dibuat sendiri lebih menyenangkan

c. Tugas mengajukan soal dan menyelesaikannya, membantu

mahasiswa dalam memecahkan masalah

d. Tugas mengajukan soal dan menyelesaikannya membuat

mahasiswa memiliki rasa percaya diri

e. Tugas mengajukan soal dan menyelesaikannya memudahkan

mahasiswa memahami materi

f. Tugas mengajukan soal dan menyelesaikannya, melatih mahasiswa

menskor tugas

38

g. Tugas mengajukan soal dan menyelesaikannya mendorong

mahasiswa mengunjungi perpustakaan

h. Dengan mendiskusikan soal yang diajukan dan penyelesaiannya

membuat mahasiswa senang mengikuti pelajaran

i. Tugas mengajukan soal dan menyelesaikannya mendorong

mahasiswa lebih banyak membaca buku

j. Tugas mengajukan soal dan menyelesaikannya dalam kelompok

membuat mahasiswa mampu bekerja sama dengan teman

Indikator untuk mengungkap kegiatan belajar mandiri mahasiswa,

yaitu:

a. Belajar fisika secara rutin satu jam setiap minggu

b. Memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber belajar

c. Memanfaatkan internet sebagai sumber belajar

d. Keterlibatan dalam kelompok belajar

4. Pedoman Wawancara

Salah satu instrumen pendukung dalam suatu penelitian adalah

pedoman wawancara. Pedoman wawancara digunakan untuk

mengarahkan tujuan wawancara. Wawancara digunakan untuk

mengetahui proses berpikir mahasiswa dalam mengajukan soal yang

dibuatnya. Wawancara bersifat terbuka dan tidak terstruktur. Setiap

subjek diwawancarai minimal satu kali. Wawancara tidak dilakukan

tiga kali setiap selesai tatap muka pertemuan karena untuk efisiensi

waktu dan disesuaikan dengan tujuan wawancara yang mengarah pada

prosedur mahasiswa dalam mengajukan soal, bukan pada materi

39

pengajuan soal yang dilakukan tiap pertemuan. Minimal satu kali

diusahakan sudah mencakup pengajuan soal yang diberikan pada 4 kali

pembelajaran.

Subjek yang diwawancarai diambil dari kelompok di atas rata-

rata (tinggi), kelompok sedang dan kelompok rendah. Pembagian

kelompok ini didasarkan pada hasil tes prestasi belajar. Pembagian ini

dilakukan untuk melihat secara utuh proses berpikir mahasiswa.

Materi wawancara dan pertanyaan yang diajukan secara tertulis

meliputi :

1. Dari mana ide yang Anda peroleh untuk dapat mengajukan soal ?

Jelaskan !

2. Menurut Anda, apakah sulit mengajukan soal ? Mengapa demikian

?

3. Apa yang Anda lakukan jika mengalami kesulitan mengajukan soal

dan menyelesaikannya ? Jelaskan !

4. Apakah soal yang diajukan harus dapat diselesaikan ditinjau dari

jenis soal ? Mengapa demikian ?

5. Mana yang Anda sukai, mengajukan soal dengan langsung

menggunakan data yang ada, atau tidak hanya langsung

menggunakan data yang ada, tetapi juga ditambah data lain ?

Mengapa demikian ?

6. Mana yang Anda sukai, diberi tugas mengajukan soal dengan

penyelesaiannya atau diberi tugas mengerjakan soal ?

40

7. Apakah Anda mengalami kesulitan pada saat melakukan penskoran

terhadap penyelesaian soal yang dibuat oleh teman Anda ? Jelaskan !

Berikut uraian tentang Perangkat Perkuliahan:

1. Satuan acara perkuliahan (SAP)

Untuk memudahkan dosen dalam melaksanakan pengajaran

sesuai dengan yang digariskan dalam penelitian ini, maka dibuat

skenario pembelajaran yang disebut satuan acara perkuliahan. Setiap

satu satuan acara perkuliahan diadakan analisis topik (konsep) dan

analisis tugas sebagai landasan untuk menyusun sasaran pembelajaran

(tujuan pembelajaran khusus) dan merancang instrumen ujian guna

mengevaluasi pembelajaran (Kemp, 1994:99).

Analisis tugas pengidentifikasian ketrampilan-ketrampilan utama

tersebut dirinci menjadi suatu kerangka sub-sub keterampilan. Analisis

in menjamin cakupan tugas-tugas dalam materi pembelajaran.

Perangkat satuan acara perkuliahan ini ada empat buah.

2. Lembar Petunjuk untuk Dosen

Lembar pentunjuk untuk dosen digunakan sebagai acuan atau

petunjuk dalam mengajarkan materi Gerak Harmonik Sederhana, Kerja

dan Energi dengan menggunakan strategi pemberian tugas pengajuan

soal. Lembar petunjuk untuk dosen dibuat oleh peneliti (lihat lampiran

6). Sebelum digunakan, lembar petunjuk untuk dosen ini divalidasi isi

oleh beberapa validator.

41

3.4. Validasi Data

Agar data kualitatif yang diperoleh dijamin kebasahannya atau

valid, maka diperlukan pemeriksaan terhadap data. Dalam penelitian ini,

pemeriksaan keabsahan data ditinjau dari derajat kepercayaan data

(credibility) Teknik pemeriksaan yang digunakan adalah dengan

trianggulasi (kaji silang data). Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan

keabsahan data yang dimanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu

(Moeleong, 1993:178). Trianggulasi menempuh tahap-tahap berikut:

1. Reduksi data, yaitu kegiatan yang mengacu pada proses pemilihan,

pemusatan perhatian penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi

data mentah yang terdapat di lapangan. Kegiatan tersebut adalah:

a. Mentranskripkan semua ucapan mahasiswa sebagai cuplikan untuk

dijadikan contoh analisis.

b. Hasil transkripsi diperiksa ulang kebenarannya oleh peneliti dan

teman sejawat. Hal ini untuk mengurangi kesalahan dalam

transkripsi.

c. Hasil transkripsi kemudian diketik rapi

2. Mengklasifikasikan dan mengidentifikasi data, yaitu menuliskan

kumpulan data yang terorganisasi dan terkategori sehingga

memungkinkan untuk menarik kesimpulan dari data tersebut.

3. Menarik kesimpulan dari data yang telah dikumpulkan.

Dalam penelitian ini juga dilakukan trianggulasi dengan jalan

membandingkan hasil wawancara dengan hasil kerja mahasiswa. Hasil

42

kerja tersebut terdiri dari hasil kerja/tugas sebelum wawancara berupa

pengerjaan soal tes prestasi belajar dan hasil kerja ketika dalam

pembelajaran berupa pengajuan soal. Hasil trianggulasi disimpulkan untuk

mengetahui kesesuaian antara keterangan yang diberikan dengan

kenyataan.

3.5. Prosedur Penelitian

Prosedur pengumpulan data dibagi atas dua bagian, yaitu

kegiatan awal dan kegiatan inti.

1. Kegiatan Awal

a) Pengembangan Instrumen Penelitian

Instrumen Penelitian yang akan digunakan berupa tes prestasi

belajar, tes (tugas) pengajuan soal sekaligus aturan penskorannya,

angket sikap mahasiswa, pedoman wawancara, dan perangkat satuan

acara perkuliahan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah pembuatan

instrumen tersebut dan validasi isi.

b) Orientasi Kelas

Orientasi kelas gunanya untuk melihat kondisi lapangan seperti

berapa jumlah mahasiswanya, cara mengajar dosen apakah

menggunakan teknik pengajuan soal atau tidak. Jurusan Pendidikan

Fisika semester I dibagi menjadi dua kelas, yaitu kelas IA terdiri dari

28 mahasiswa dan Kelas IB terdiri dari 22 siswa. Kedua kelas tersebut

diampu oleh Bapak Suyatman. Dosen tersebut belum pernah

memberikan tugas pengajuan soal kepada mahasiswanya.

43

c) Kegiatan tahap berikutnya adalah mengadakan uji coba.

Uji coba yang dilakukan adalah uji coba empiris terhadap tes

prestasi belajar untuk mengetahui validitas dan reliabilitas tes.

Subjeknya mahasiswa kelas IA sebanyak 16 orang yang dipilih secara

acak.

2. Kegiatan Inti

a) Mengadakan kegiatan pembelajaran dengan strategi pemberian tugas

pengajuan soal pada tanggal 1, 8, 15, dan 22 Desember 2004. Pada

pertemuan kesatu dan kedua pengajuan soal diaplikasikan dalam

bentuk aktivitas kognitif pengajuan pre-solusi. Pada pertemuan ketiga

pengajuan soal diaplikasikan dalam bentuk aktivitas kognitif

pengajuan di dalam soal. Pada pertemuan keempat pengajuan soal

diaplikasikan dalam bentuk aktivitas kognitif pengajuan setelah solusi.

b) Memberikan angket untuk mengetahui sikap mahasiswa terhadap

strategi pemberian tugas pengajuan soal pada tanggal 29 Desember

2004. Pengisian dan pengembalian angket dilakukan pada saat itu

juga.

c) Mengadakan tes prestasi belajar dengan materi pokok gerak harmonik

sederhana, kerja, dan energi pada tanggal 6 Januari 2005.

d) Memilih subjek untuk wawancara

e) Melaksanakan wawancara pada tanggal 13 Januari 2005

f) Melaksanakan analisa data-data yang didapat dengan menggunakan

teknik analisa data kualitatif dan kuantitatif.

g) Menulis laporan penelitian

44

Pengajuan Proposal

Secara ringkas prosedur pelaksanaan penelitian yang dilakukan

pada persiapan hingga akhir penelitian digambarkan pada gambar 2

berikut :

Gambar 2 Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Pengembangan Instrumen

Orientasi Lapangan dan ujicoba

Strategi pemberian Tugas Pengajuan Soal

Tes Prestasi Belajar Siswa Analisis kuantitatif

Diberikan Angket

Pemilihan Subjek Wawancara

Wawancara

Analisis Data

Penulisan Laporan

Trianggulasi

45

3.6. Teknik Analisa Data

Data dalam penelitian ini ada dua yaitu data kualitatif dan data

kuantitatif. Data kuantitatif didapat dari hasil tes prestasi belajar dan hasil

tes (tugas) pengajuan soal. Data kualitatif didapat dari hasil angket dan

wawancara.

Data dari hasil tes prestasi belajar dan hasil angket yang telah

dikuantitatifkan digunakan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran

dengan menggunakan strategi pemberian tugas pengajuan soal untuk

materi pokok Gerak Harmonik Sederhana, Kerja, dan Energi. Hasil tes

prestasi belajar akan dianalisis menggunakan uji T satu sampel dengan

SPSS versi 11,0. Dasar pengambilan keputusan: jika probabilitas (sig) >

0,05, maka Ho diterima, dan jika probabilitas (sig) < 0,05, maka Ho

ditolak (Ho: μ = 0μ ). Hasil analisis dapat disimpulkan, apabila rata-rata

prestasi belajar mahasiswa tidak berbeda dengan kriteria tingkat

penguasaan tujuan/tingkat ketuntasan maka dari segi prestasi belajar,

pembelajaran dengan strategi pemberian tugas pengajuan soal efektif.

Hasil angket menunjukkan sikap mahasiswa terhadap strategi

pemberian tugas pengajuan soal, apakah mereka memiliki kecenderungan

atau ketertarikan untuk terus belajar dengan strategi tersebut. Bila jumlah

persentase mahasiswa yang memilih setuju dan sangat setuju lebih besar

daripada jumlah persentase mahasiswa yang ragu-ragu, tidak setuju, dan

sangat tidak setuju, berarti dari segi sikap mahasiswa strategi pemberian

tugas pengajuan soal efektif.

46

Data kuantitasif didapat dari hasil tes prestasi belajar dan tes

(tugas) pengajuan soal. Hasil tes tersebut digunakan untuk mengetahui

korelasi positif antara keterampilan mengajukan soal dengan prestasi

belajar mahasiswa .

Langkah-langkah analisis adalah :

a) Menuliskan hipotesis

Ho: r > 0, artinya ada korelasi positif antara keterampilan mengajukan

soal dengan prestasi belajar mahasiswa.

H1: r ≤ 0, artinya tidak ada korelasi positif antara keterampilan

mengajukan soal dengan prestasi belajar mahasiswa.

b) Menentukan variabel bebas = keterampilan mengajukan soal (X),

variabel tak bebas = prestasi belajar mahasiswa (Y)

c) Menentukan koefisien korelasi

))()()((

))(((2222 YYNXXN

YXXYXYNrΣ−ΣΣ−Σ

ΣΣ−Σ−Σ= (Ferguson dan Takane,

1989:125)

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui hubungan keterampilan

mengajukan soal dengan prestasi belajar mahasiswa digunakan analisis

korelasi dengan SPSS versi 11,0. Sedangkan data kualitatif yang dapat dari

wawancara, dianalisis dengan trianggulasi.

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas pembelajaran dengan strategi pemberian tugas

pengajuan soal untuk materi pokok Gerak Harmonik Sederhana, Kerja,

dan Energi ditunjukkan oleh prestasi belajar mahasiswa, sikap mahasiswa

terhadap proses pembelajaran, aktivitas mahasiswa dalam melaksanakan

tugas-tugas belajar berupa mengajukan soal dan sekaligus

menyelesaikannya.

Tes prestasi belajar mahasiswa materi gerak harmonik sederhana,

kerja dan energi dilaksanakan pada tanggal 6 Januari 2005. Tes tersebut

diberikan setelah pembelajaran pokok bahasan gerak harmonik sederhana,

kerja dan energi selesai diajarkan selama empat kali pertemuan. Subjek

penelitian yang digunakan sebanyak 16 mahasiswa dari 22 mahasiswa

kelas IB, karena 16 mahasiswa tersebut mengikuti pembelajaran dari awal

hingga akhir.

Hasil analisis uji signifikansi perbedaan dengan uji T satu sampel

diperoleh nilai rata-rata tes prestasi belajar adalah 56,81 dan nilai sig 0,065

dengan batas lulus minimal 60. Karena nilai sig > 0,05, maka Ho diterima.

Jadi, rata-rata prestasi belajar mahasiswa tidak berbeda dengan kriteria

tingkat penguasaan tujuan/tingkat ketuntasan. Hasil analisis dapat dilihat

pada lampiran 7. Mahasiswa yang sudah mencapai batas lulus minimal

atau tuntas belajar hanya delapan orang dari 16 orang mahasiswa. Nilai tes

48

prestasi belajar dan keterangan tentang ketuntasan masing-masing

mahasiswa dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

Tabel 2 Ketuntasan Belajar Mahasiswa Terhadap Materi Pokok

Gerak Harmonik Sederhana, Kerja, dan Energi

No Kode Mahasiswa Tes Prestasi Keterangan

1 S-1 46 B

2 S-2 66 T

3 S-3 63 T

4 S-4 63 T

5 S-5 60 T

6 S-6 54 B

7 S-7 57 B

8 S-8 60 T

9 S-9 60 T

10 S-10 54 B

11 S-11 54 B

12 S-12 46 B

13 S-13 46 B

14 S-14 60 T

15 S-15 57 B

16 S-16 63 T

JUMLAH RATA-RATA

912 56,81

Keterangan : T = tuntas, B = Belum tuntas;

Berdasar kriteria keefektifan, maka pembelajaran dengan strategi

pemberian tugas pengajuan soal efektif ditinjau dari segi prestasi belajar.

Aktivitas mahasiswa selama kegiatan pembelajaran dengan

strategi pemberian tugas pengajuan soal dapat ditunjukkan dari

keikutsertaannya dalam menyelesaikan tugas pengajuan soal. Semua

49

mahasiswa menyelesaikan tugas pengajuan soal yang diberikan secara

individu maupun kelompok. Analisis hasil tugas pengajuan soal yang

diselesaikan mahasiswa dapat dilihat pada tabel 7, 8, 9, dan 10. Mahasiswa

dapat dikatakan terlibat aktif dalam pembelajaran, sehingga dari segi

keterlibatan siswa pembelajaran dengan strategi pemberian tugas

pengajuan soal efektif.

Sikap mahasiswa terhadap pembelajaran menggunakan strategi

pemberian tugas pengajuan soal didapat dari hasil angket. Banyaknya

tanggapan pilihan semua mahasiswa = 16 x 10 = 160 pilihan. Hasil angket

sikap menunjukkan bahwa jumlah pilihan mahasiswa yang memilih

kategori setuju dan sangat setuju, yaitu sebesar 96, yang lebih besar

daripada jumlah pilihan mahasiswa yang memilih kategori ragu-ragu, tidak

setuju dan sangat tidak setuju, yaitu sebesar 64. Berarti mahasiswa

cenderung setuju atau bersikap positif terhadap strategi pembelajaran yang

digunakan. Dengan demikian dari segi sikap mahasiswa terhadap

pembelajaran, maka strategi pemberian tugas pengajuan soal efektif. Hasil

tanggapan pilihan mahasiswa ditunjukkan dalam tabel 4. Angka-angka

dalam tabel menyatakan jumlah mahasiswa yang memilih salah satu

kategori untuk tiap nomor butir tanggapan.

Kegiatan belajar mandiri mahasiswa kelas IB jurusan

Pendidikan Fisika IKIP PGRI Semarang dapat diketahui dari hasil angket

yang diberikan pada mereka. Hasil angket menunjukkan semua mahasiswa

hanya mengeluarkan waktu satu sampai dua jam untuk belajar fisika

secara rutin. Mahasiswa yang memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber

50

belajar fisika setiap minggunya hanya lima orang dari 22 orang

mahasiswa. Semua mahasiswa juga belum pernah memanfaatkan internet

sebagai sumber belajar fisika. Semua mahasiswa belum pernah terlibat

dalam belajar kelompok. Hasil angket belajar mandiri mahasiswa dapat

dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 Hasil angket belajar mandiri mahasiswa

Kegiatan Belajar Mandiri Jumlah Mahasiswa 1. Belajar fisika secara rutin satu jam setiap minggu

22

2. Seminggu sekali atau lebih memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber belajar

5

3. Seminggu sekali atau tidak pernah sama sekali memanfaatkan internet sebagai sumber belajar

22

4. Tak lebih dari dua kali sebulan atau tidak sama sekali terlibat dalam kelompok belajar

22

4.1.2. Korelasi Antara Keterampilan Mengajukan Soal dengan Prestasi

belajar Mahasiswa

Hasil analisis korelasi antara keterampilan mengajukan soal

dengan prestasi belajar mahasiswa digunakan untuk membuktikan

hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian. Penyimpulannya hanya

berlaku untuk mahasiswa kelas IB jurusan Pendidikan Fisika IKIP PGRI

Semarang yang berjumlah 16 orang.

Berdasarkan hasil analisis korelasi dengan SPSS versi 11,0

diperoleh koefisien korelasi r = 0,383 dengan probabilitas (sig) 0,143.

Angka korelasi menunjukkan adanya korelasi positif antara keterampilan

mengajukan soal dengan prestasi belajar tetapi korelasi ini sangat lemah.

Angka korelasi ini tidak signifikan pada tingkat signifikansi 0,05. Artinya,

51

secara umum peningkatan keterampilan yang dimiliki mahasiswa dalam

mengajukan soal, tidak diikuti dengan peningkatan prestasi belajar. Hasil

analisis dapat dilihat pada lampiran 7.

4.1.3. Proses Berpikir Mahasiswa dalam Mengajukan Soal

Proses berpikir mahasiswa kelas IB dalam mengajukan soal

dapat diketahui dengan cara mengadakan wawancara dan memberikan

pertanyaan secara tertulis. Subjek yang diwawancarai diambil dari

kelompok atas, kelompok sedang dan kelompok rendah. Pembagian

kelompok ini didasarkan pada hasil tes prestasi belajar materi gerak

harmonik, kerja, dan energi. Pembagian ini dilakukan untuk melihat secara

utuh proses berpikir mahasiswa kelas IB. Dari masing-masing kelompok

tersebut, dipilih tiga orang mahasiswa untuk diwawancarai dengan

mempertimbangkan keberaniannya mengemukakan pendapat atau yang

mudah diajak berkomunikasi. Mahasiswa yang tidak dipilih untuk

diwawancarai diberi pertanyaan secara tertulis untuk mengetahui proses

berpikir mereka dalam mengajukan soal.

Pembagian kelompok dilakukan dengan cara menentukan

pembagian panjang interval untuk tiap kelompok yang dapat diperoleh

dengan mencari hasil bagi jangkauan, yaitu data terbesar dikurangi data

terkecil dengan 3. Dari data hasil tes prestasi diperoleh data terbesar 66

dan data terkecil 36, sehingga didapat panjang intervalnya yaitu 10.

Berdasar hasil tes prestasi belajar materi gerak harmonik, kerja, dan energi

(dilambangkan P), pembagian kelompok tersebut adalah :

52

I. Kelompok Atas (56 < P ≤ 66); mahasiswa yang masuk kelompok ini

adalah Diah, Sairini, Ariyatun, Yuli, Indah, Ika, Askuri, Thihroh, Dian,

dan Leli.

II. Kelompok Sedang (46 < P ≤ 56); siswa yang masuk dalam kelompok

ini adalah Irwanto, Kuswanti, dan Zainal.

III. Kelompok Rendah (36 < P ≤ 46); siswa yang masuk dalam kelompok

ini adalah Mahmudah, Sholikul, dan Urwati.

Mahasiswa yang diwawancarai secara individu adalah

Mahmudah, Sholikul, dan Urwati dari kelompok rendah; Irwanto, Zainal,

dan Kuswanti dari kelompok sedang; Diah, Yuli, dan Dian dari kelompok

atas. Mahasiswa yang diwawancarai wajib menjawab tujuh buah

pertanyaan yang diajukan. Mahasiswa yang tidak diwawancarai juga wajib

menjawab tujuh buah pertanyaan yang diajukan secara tertulis. Materi

wawancara dan pertanyaan yang diajukan secara tertulis meliputi :

a. Dari mana ide yang Anda peroleh agar dapat mengajukan soal ?

Jelaskan !

b. Menurut Anda, apakah sulit mengajukan soal ? Mengapa demikian ?

c. Apa yang Anda lakukan jika mengalami kesulitan mengajukan soal

dan menyelesaikannya ? Jelaskan !

d. Apakah soal yang diajukan harus dapat diselesaikan ditinjau dari jenis

soal? Mengapa demikian ?

e. Mana yang Anda sukai, mengajukan soal dengan langsung

menggunakan data yang ada, atau tidak hanya langsung menggunakan

data yang ada, tetapi juga ditambah data lain ? Mengapa demikian ?

53

f. Mana yang Anda sukai, diberi tugas mengajukan soal dengan

penyelesaiannya atau diberi tugas mengerjakan soal ?

g. Apakah Anda mengalami kesulitan pada saat melakukan penskoran

terhadap penyelesaian soal yang dibuat oleh teman Anda ? Jelaskan !

Tanda * = Pertanyaan peneliti atau pewawancara. Tanda # = Jawaban

siswa.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap mahasiswa kelompok

atas, mereka cenderung berpikir bahwa dalam membuat soal yang

dibuatnya, soal harus dapat diselesaikan, berkaitan dengan informasi atau

keterangan yang ada, susunan kalimat soal harus sebaik-baiknya, tidak

menambah data yang tidak perlu dan ide membuat soal berdasar buku

rujukan atau keterangan-keterangan dosen. Hal ini dapat dilihat dari

petikan wawancara beberapa orang mahasiswa:

S-2

Pertanyaan 1.

Darimana ide yang Anda peroleh untuk mengajukan/membuat soal in ?

#Dari buku rujukan. *Tidak mencoba-coba. #Tidak. *Dari keterangan

dosen ? #Ya, termasuk.

Pertanyaan 4.

*Jika Anda diminta membuat soal, apakah soal yang dibuat harus dapat

diselesaikan ? #Ya.*Mengapa? #Kalau tidak ada penyelesaiannya, tidak

bisa membuat soal.*Mengapa yang dibuat bukan penyelesaiannya dulu?

#Biar bisa dijawab.

54

Pertanyaan 5.

*Mana yang Anda sukai, mengajukan soal dengan langsung

menggunakan data yang ada, atau tidak hanya langsung menggunakan

data yang ada, tetapi juga ditambah data lain ? # Saya suka mengajukan

soal dengan langsung menggunakan data yang ada. Mengapa ? # Lebih

mudah. *Apakah Anda tidak pernah menambahkan data yang lain?

#Tidak. *Mengapa? #Karena tidak ada datanya. *Tidak pernah mencoba?

#Tidak. *Mengapa? #Takut salah.

Mahasiswa kelompok atas yang lain juga memiliki proses

berpikir hampir sama dengan temannya, tetapi mereka mengalami

kesulitan dalam membuat soal karena belum terbiasa mengajukan soal dan

contoh yang diberikan kurang banyak/kurang jelas. Hal ini dapat dilihat

pada jawaban pertanyaan yang diajukan peneliti terhadap mahasiswa

berikut ini:

S-5 dan S-16

Pertanyaan 2

*Menurut Anda, apakah sulit untuk mengajukan soal ? #Agak sulit sedikit.

*Sulitnya dimana? # Penjelasan materi hanya disampaikan secara garis

besar dan tidak diberi contoh penerapan seperti biasanya. *Jadi sulit

kalau diberi tugas seperti ini #Ya, bisa. Tapi, agak sulit sedikit.

Pertanyaan 6

*Mana yang Anda sukai, diberi tugas mengajukan soal dengan

penyelesaiannya atau diberi tugas mengerjakan soal secara langsung ?

#Lebih sulit mengajukan/membuat soal dulu. *Mengapa demikian ? #

55

Karena sejak sekolah sudah terbiasa mengerjakan/menjawab soal secara

langsung dan belum pernah dilatih mengajukan soal sekaligus

penyelesaiannya.

Tiga orang mahasiswa kelompok atas yang diwawancarai,

cenderung menyukai mengerjakan soal langsung dari pada membuat soal

dulu, karena tidak berpikir soal, sudah terbiasa langsung mengerjakan soal,

dan kalau soalnya mudah maka menyelesaikannya juga mudah. Mereka

juga menyatakan lebih sulit membuat soal, karena belum tahu soal yang

dibuat betul atau salah, dapat diselesaikan atau tidak, dan menyusun

kalimatnya sulit. Mereka juga mengalami kesulitan untuk melakukan

penskoran terhadap penyelesaian soal yang dibuat oleh temannya, karena

belum pernah dilatih melakukannya dan takut salah. Hal ini dapat dilihat

pada petikan wawancara berikut.

S-2, S-5, dan S-16

Pertanyaan 2

*Menurut Anda, apakah sulit untuk mengajukan soal ? #Agak sulit sedikit.

*Sulitnya dimana? # Soal yang sudah dibuat belum tentu betul dan belum

tentu dapat diselesaikan..Selain itu, juga sulit menyusun kalimatnya.

Pertanyaan 6

*Mana yang Anda sukai, diberi tugas mengajukan soal dengan

penyelesaiannya atau diberi tugas mengerjakan soal secara langsung ?

#Lebih menyukai diberi tugas mengerjakan soal secara langsung.

*Mengapa demikian ? #Karena sejak sekolah tidak pernah berpikir soal,

sudah terbiasa mengerjakan/menjawab soal secara langsung dan belum

56

pernah dilatih mengajukan soal sekaligus penyelesaiannya. Selain itu, pada

saat diberi tugas mengerjakan soal secara langsung, jika soal yang

diberikan adalah soal mudah maka menyelesaikannya juga mudah.

Pertanyaan 7

*Apakah Anda mengalami kesulitan pada saat melakukan penskoran

terhadap penyelesaian soal yang dibuat oleh teman Anda ? #Ya.

*Mengapa ? #Karena belum pernah dilatih melakukannya dan takut

salah.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap mahasiswa kelompok

sedang, mereka cenderung berpikir bahwa soal yang dibuatnya harus jelas

dan dapat diselesaikan. Mereka juga berpendapat dalam membuat soal

kalimat yang digunakan harus baik agar dapat diselesaikan. Hal ini dapat

dilihat dari petikan wawancara salah seorang mahasiswa berikut:

S-10

Pertanyaan 4.

*Jika Anda diminta membuat soal, apakah soal yang dibuat harus dapat

diselesaikan? #Ya.*Kenapa? #Kalau tidak ada jawabannya, tidak bisa

membuat soal.*Apa yang harus anda perhatikan agar soal yang dibuat

dapat diselesaikan? #Soal yang dibuat harus jelas dan kalimat yang

digunakan harus baik.

Mahasiswa kelompok sedang yang lain juga memiliki proses

berpikir hampir sama dengan temannya, tetapi mereka mengalami

kesulitan dalam membuat soal karena belum terbiasa mengajukan soal dan

contoh yang diberikan kurang banyak/kurang jelas. Hal ini dapat dilihat

57

pada jawaban pertanyaan yang diajukan peneliti terhadap mahasiswa

berikut ini:

S-6

Pertanyaan 2

*Menurut Anda, apakah sulit untuk mengajukan soal ? #Agak sulit sedikit.

*Sulitnya dimana? # Penjelasan materi hanya disampaikan secara garis

besar dan tidak diberi contoh penerapan seperti biasanya. *Jadi sulit

kalau diberi tugas seperti ini #Ya, bisa. Tapi, agak sulit sedikit.

S-11

Pertanyaan 2

*Menurut Anda, apakah sulit untuk mengajukan soal ? #Lebih sulit

mengajukan/membuat soal dulu. *Mengapa demikian ? # Karena sejak

sekolah sudah terbiasa mengerjakan/menjawab soal secara langsung dan

belum pernah dilatih mengajukan soal sekaligus penyelesaiannya.

Mahasiswa kelompok sedang, juga memiliki kecenderungan

tidak menambah data atau informasi lain pada soal yang dibuat dengan

alasan tidak bisa menambah data dan takut salah. Hal ini dapat dilihat

pada petikan wawancara berikut:

S-6, S-10, dan S-11

Pertanyaan 5.

*Mana yang Anda sukai, mengajukan soal dengan langsung

menggunakan data yang ada, atau tidak hanya langsung menggunakan data

yang ada, tetapi juga ditambah data lain ? # Saya suka mengajukan soal

dengan langsung menggunakan data yang ada. Mengapa ? *Mengapa?

58

#Karena tidak bisa menambah datanya. *Tidak pernah mencoba? #Tidak.

*Mengapa? #Takut salah.

Mahasiswa kelompok sedang, mendapatkan ide membuat soal

dari buku-buku, mengingat-ingat keterangan yang telah diajarkan dosen,

dan tidak asal membuat tetapi dipikirkan. Hal ini dapat dilihat dari

pendapat tiga orang mahasiswa dalam petikan wawancara berikut:

S-6, S-10, dan S-11

Pertanyaan 1

*Dari mana Ide yang Anda peroleh untuk dapat mengajukan soal ? #Dari

buku-buku dan mengingat-ingat keterangan yang telah diajarkan dosen.

Dipelajari. *Apakah Anda pernah menjumpai seperti ini di buku? #Ya.

*Ada yang asal dibuat saja? #Tidak. Dipikirkan.

Tiga orang mahasiswa dari kelompok sedang berpendapat bahwa

mengerjakan soal langsung lebih mudah dari pada membuat soal, karena

lebih cepat dan tidak berpikir soal dan jawabannya harus sesuai.

Mahasiswa ini juga berpendapat kalau langsung mengerjakan soal tidak

perlu mencoba-coba membuat soal. Hal ini dapat dilihat pada petikan

wawancara berikut:

S-10 dan S-11

Pertanyaan 6.

*Mana yang Anda sukai, diberi tugas mengajukan soal dengan

penyelesaiannya atau diberi tugas mengerjakan soal secara langsung ?

#Kalau soalnya enak, ya lebih suka diberi tugas mengerjakan soal secara

langsung.kan. *Umumnya, lebih mudah yang mana? #Lebih mudah yang

59

mengerjakan saja. *Mengapa ? #Lebih cepat dan tidak perlu memikikan

soal dan jawabannya harus sesuai.*Soalnya harus benar begitu? #Ya.

S-6

Pertanyaan 6.

*Mana yang Anda sukai, diberi tugas mengajukan soal dengan

penyelesaiannya atau diberi tugas mengerjakan soal secara langsung ? #

Lebih suka diberi tugas mengerjakan soal secara langsung. Mengapa? #

Tidak perlu mencoba-coba membuat soal. Membuat soal itu berpikir dua kali.

Membuat soal dan mengerjakan.

Mahasiswa kelompok sedang, juga cenderung berpikir membuat

soal lebih sulit, karena harus menyesuaikan dengan data yang ada,

menyusun kata-kata/kalimatnya sulit. Seperti diungkapkan dalam petikan

wawancara berikut:

S-10

Pertanyaan 2

*Menurut Anda, apakah sulit untuk mengajukan soal ? #Agak sulit sedikit.

*Sulitnya dimana? #Menyusun kata-kata atau kalimatnya sulit.

S-6 dan S-11

Pertanyaan 2

*Menurut Anda, apakah sulit untuk mengajukan soal ? #Agak sulit sedikit.

*Sulitnya dimana? # Menyesuaikan dengan data yang ada.

Tiga orang mahasiswa kelompok jika sedang yang

diwawancarai, menyatakan lebih menyukai bertanya pada temannya

sedang mengalami kesulitan mengajukan soal dan menyelesaikannya.

Mereka juga mengalami kesulitan untuk melakukan penskoran terhadap

60

penyelesaian soal yang dibuat oleh temannya, karena belum pernah dilatih

melakukannya dan takut salah. Hal ini dapat dilihat pada petikan

wawancara berikut:

S-6, S-10, dan S-11

Pertanyaan 3

*Apa yang Anda lakukan jika mengalami kesulitan mengajukan soal dan

menyelesaikannya ? # Bertanya pada teman.

S-6, S-10, dan S-11

Pertanyaan 7

*Apakah Anda mengalami kesulitan pada saat melakukan penskoran

terhadap penyelesaian soal yang dibuat oleh teman Anda ? #Ya.

*Mengapa ? #Karena belum pernah dilatih melakukannya dan takut

salah.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap mahasiswa kelompok

rendah,, mereka cenderung berpikir bahwa soal yang dibuatnya harus

jelas, mudah, dan dapat diselesaikan. Mereka juga berpendapat dalam

membuat soal kalimat yang digunakan harus baik agar dapat diselesaikan.

Hal ini dapat dilihat dari petikan wawancara pada mahasiswa berikut:

S-1

Pertanyaan 4.

*Jika Anda membuat soal, apakah soal yang dibuat harus dapat

diselesaikan ? #Ya.*Kenapa? #Kalau tidak ada jawabannya, tidak bisa

membuat soal.*Apa yang harus diperhatikan agar soal yang dibuat dapat

61

diselesaikan ? #Soal yang dibuat harus jelas dan kalimat yang digunakan

harus baik.

S-12

Pertanyaan 4.

*Jika Anda membuat soal, apakah soal yang dibuat harus dapat

diselesaikan ? #Ya. *Mengapa ? # Karena soal yang dibuat adalah soal

mudah sehingga dapat diselesaikan.

S-13

Pertanyaan 4.

*Jika Anda membuat soal, apa yang Anda pikirkan agar soal yang dibuat

dapat diselesaikan ? #Soal yang dibuat harus jelas dan kalimat yang

digunakan harus baik.

Mahasiswa kelompok rendah, juga memiliki kecenderungan

tidak menambah data atau informasi lain pada soal yang dibuat dengan

alasan tidak bisa menambah data dan takut salah. Hal ini dapat dilihat

pada petikan wawancara berikut:

S-1, S-12, dan S-13

Pertanyaan 5.

*Mana yang Anda sukai, mengajukan soal dengan langsung

menggunakan data yang ada, atau tidak hanya langsung menggunakan

data yang ada, tetapi juga ditambah data lain ? # Saya suka mengajukan

soal dengan langsung menggunakan data yang ada. Mengapa ?

*Mengapa? #Karena tidak bisa menambah datanya. *Tidak pernah

mencoba? #Tidak. *Mengapa? #Takut salah.

62

Mahasiswa kelompok rendah, mendapatkan ide membuat soal

tidak berdasarkan buku-buku, tetapi hanya mengingat-ingat keterangan

yang telah diajarkan dosen, dan langsung mencoba membuat. Hal ini dapat

dilihat dari pendapat tiga orang mahasiswa dalam petikan wawancara

berikut:

S-1

Pertanyaan 1

*Dari mana Ide yang Anda peroleh untuk dapat mengajukan soal ?

#Mengingat-ingat keterangan yang telah diajarkan dosen dan terus

mencoba-coba langsung.

S-12

Pertanyaan 1

*Dari mana Ide yang Anda peroleh untuk dapat mengajukan soal ? #Dari

pikiran saya sendiri. *Tidak dari buku-buku ? #Tidak

S-13

Pertanyaan 1

*Dari mana Ide yang Anda peroleh untuk dapat mengajukan soal ?

#Langsung dari contoh-contoh yang telah diajarkan dosen dan langsung

dibuat.

Mahasiswa kelompok rendah, cenderung menyukai mengerjakan

tugas bersama dengan teman-temannya, karena kalau mengalami kesulitan

dapat dibantu oleh teman. Hal ini diungkapkan dalam petikan wawancara

berikut ini :

63

S-1, S-12, dan S-13

Pertanyaan 3

*Apa yang Anda lakukan jika mengalami kesulitan mengajukan soal dan

menyelesaikannya ? # Bertanya pada teman. *Berarti Anda lebih

menyukai mengerjakan tugas mengajukan soal bersama teman-teman ?

#Ya

Tiga orang mahasiswa dari kelompok rendah berpendapat

bahwa mengerjakan soal langsung lebih mudah dari pada membuat soal,

karena lebih cepat dan tidak berpikir soal dan jawabannya harus sesuai.

Mahasiswa ini juga berpendapat kalau langsung mengerjakan soal tidak

perlu mencoba-coba membuat soal. Mereka juga berpendapat dalam

membuat soal harus berpikir dua kali, yaitu membuat soal dan sekaligus

menyelesaikannya. Hal ini dapat dilihat pada petikan wawancara berikut:

S-1

Pertanyaan 6.

*Mana yang Anda sukai, diberi tugas mengajukan soal dengan

penyelesaiannya atau diberi tugas mengerjakan soal secara langsung ?

#Kalau soalnya mudah, ya lebih suka diberi tugas mengerjakan soal

secara langsung. *Umumnya, lebih mudah yang mana? #Lebih mudah

yang mengerjakan saja. *Mengapa ? #Lebih cepat dan tidak perlu

memikikan soal dan jawabannya harus sesuai.*Soalnya harus benar

begitu? #Ya.

64

S-12

Pertanyaan 6.

*Mana yang Anda sukai, diberi tugas mengajukan soal dengan

penyelesaiannya atau diberi tugas mengerjakan soal secara langsung ? #

Lebih suka diberi tugas mengerjakan soal secara langsung. Mengapa? #

Tidak perlu mencoba-coba membuat soal.

S-13

Pertanyaan 6.

*Mana yang Anda sukai, diberi tugas mengajukan soal dengan

penyelesaiannya atau diberi tugas mengerjakan soal secara langsung ? #

Lebih suka diberi tugas mengerjakan soal secara langsung. *Mengapa? #

Karena membuat soal itu berpikir dua kali. Membuat soal dan

mengerjakan.

Mahasiswa kelompok rendah, juga cenderung berpikir membuat

soal lebih sulit, karena harus menyesuaikan dengan data yang ada,

menyusun kata-kata/kalimatnya sulit, dan tidak terbiasa membuat soal.

Seperti diungkapkan dalam petikan wawancara berikut:

S-12

Pertanyaan 2

*Menurut Anda, apakah sulit untuk mengajukan soal ? #Agak sulit sedikit.

*Sulitnya dimana? #Menyusun kata-kata atau kalimatnya sulit.

65

S-1

Pertanyaan 2

*Menurut Anda, apakah sulit untuk mengajukan soal ? #Agak sulit sedikit.

*Sulitnya dimana? #Menyesuaikan dengan data yang ada.

S-13

Pertanyaan 2

*Menurut Anda, apakah sulit untuk mengajukan soal ? #Agak sulit sedikit.

*Sulitnya dimana? # Tidak terbiasa membuat soal.

Tiga orang mahasiswa kelompok rendah yang diwawancarai,

juga menyatakan kalau mereka mengalami kesulitan untuk melakukan

penskoran terhadap penyelesaian soal yang dibuat oleh temannya, karena

belum pernah dilatih melakukannya dan takut salah. Hal ini dapat dilihat

pada petikan wawancara berikut:

S-1, S-12, dan S-13

Pertanyaan 7

*Apakah Anda mengalami kesulitan pada saat melakukan penskoran

terhadap penyelesaian soal yang dibuat oleh teman Anda ? #Ya.

*Mengapa ? #Karena belum pernah dilatih melakukannya dan takut

salah.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap tiga kelompok, diperoleh

kesamaan pendapat yang menyatakan lebih mudah diberi tugas

mengerjakan soal secara langsung daripada diberi tugas

membuat/mengajukan soal dan sekaligus menyelesaikannya. Mereka juga

menyatakan penyebab kesulitan dalam mengajukan soal dan sekaligus

66

menyelesaikannya karena belum terbiasa diberi tugas mengajukan soal.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap tiga kelompok, juga terdapat

perbedaan yang menonjol antara kelompok atas, sedang, dan rendah, yaitu

memperoleh ide untuk membuat soal. Kelompok rendah hanya langsung

mencoba-coba tanpa berdasarkan buku-buku atau keterangan yang

diberikan dosen. Kelompok atas dan sedang memperoleh ide membuat

soal dari keterangan-keterangan dosen atau buku-buku.

Berdasarkan jawaban tertulis dari mahasiswa yang tidak

diwawancarai, secara umum diperoleh kesamaan pendapat dengan

mahasiswa yang diwawancarai. Mereka berpikir lebih mudah diberi tugas

mengerjakan soal secara langsung daripada diberi tugas

membuat/mengajukan soal dan sekaligus menyelesaikannya. Mereka

mempunyai kesamaan berpikir dengan mahasiswa yang diwawancarai dari

kelompok atas dan sedang dalam memperoleh ide untuk membuat soal,

yaitu dari keterangan-keterangan dosen atau buku-buku. Simpulan hasil

identifikasi dan klasifikasi dari transaksi wawancara dapat dilihat dalam

tabel 5. Berdasarkan hasil penyimpulan wawancara, dapat ditunjukkan

proses berpikir mahasiswa dalam mengajukan soal dan perbedaannya

untuk setiap kelompok dalam tabel 6.

4.1.4. Keterampilan Mahasiswa dalam Mengajukan Soal

Mahasiswa diberi tugas mengajukan soal sebanyak empat kali,

dua kali tugas individu (tugas kesatu dan kedua) dan dua kali tugas

kelompok (tugas ketiga dan keempat). Pada tugas kesatu, mahasiswa

diberi tugas mengajukan soal dari situasi yang diadakan (pengajuan pre-

67

solusi). Mahasiswa diberi soal cerita yang tidak lengkap (tanpa

pertanyaan), tetapi seluruh informasi yang diperlukan untuk memecahkan

soal diberikan. Soal cerita yang diberikan berhubungan dengan gerak

harmonik sederhana. Tugas mahasiswa adalah melengkapi soal cerita

tersebut dengan membuat pertanyaan berdasarkan informasi yang

diberikan. Hasil tugas kesatu yang diajukan mahasiswa dapat dilihat pada

tabel 7.

Pada tugas kedua, mahasiswa diberi tugas mengajukan soal dari

situasi yang diadakan (pengajuan pre-solusi). Mahasiswa diberi soal cerita

yang tidak lengkap (tanpa pertanyaan), tetapi seluruh informasi yang

diperlukan untuk memecahkan soal diberikan. Soal cerita yang diberikan

berhubungan dengan kerja dan energi. Mahasiswa diberi tugas

mengajukan satu soal untuk setiap informasi tersebut. Hasil tugas yang

diajukan mahasiswa dapat dilihat pada tabel 8.

Dosen menetapkan topik gerak harmonik sederhana, kerja, dan

energi. Kemudian meminta mahasiswa untuk membentuk lima kelompok.

Setiap kelompok mahasiswa diberi tugas ketiga untuk membuat sebuah

soal cerita yang lengkap (pengajuan di dalam soal). Topik untuk soal cerita

yang akan diajukan dipilih oleh mahasiswa sesuai minat mereka asalkan

tentang gerak gerak harmonik atau kerja, dan energi. Hasil tugas yang

diajukan kelompok mahasiswa pada tugas ketiga dapat dilihat pada tabel 9.

Dosen memberi setiap kelompok mahasiswa sebuah soal cerita

yang lengkap. Setiap kelompok mahasiswa diberi tugas keempat untuk

mengajukan dua buah soal lain yang berhubungan dengan soal cerita

68

tersebut (pengajuan setelah solusi). Pertanyaan-pertanyaan yang sudah

dibuat, dipilih untuk diselesaikan. Hasil tugas yang diajukan kelompok

mahasiswa pada tugas keempat dapat dilihat pada tabel 10.

Skor dan nilai hasil tugas pengajuan soal untuk setiap pertemuan

dapat dilihat pada tabel 11.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Efektivitas Pembelajaran

Hasil analisis data menunjukan bahwa berdasar hasil tes prestasi

belajar diketahui pembelajaran dengan strategi pemberian tugas pengajuan

soal efektif. Hasil ketuntasan belajar menunjukkan ada delapan dari 16

mahasiswa yang belum tuntas belajar. Strategi pembelajaran pemberian

tugas pengajuan soal memang efektif dalam pembelajaran materi pokok

Gerak Harmonik Sederhana, Kerja, dan Energi, tetapi belum dapat

diperoleh ketuntasan belajar secara maksimal. Hasil ini didiskusikan

dengan dosen fisika untuk mengetahui kemungkinan penyebabnya.

Menurut pendapat dosen tersebut, kemungkinan penyebab ketidaktuntasan

tersebut karena input mahasiswa yang rendah, belum terbiasa belajar

mandiri, dan belum terbiasa menerima pembelajaran dengan strategi

pemberian tugas pengajuan soal. Peneliti juga mengajukan pertanyaan

tertulis kepada guru tentang pembelajaran dengan strategi pemberian tugas

pengajuan soal. Hasil pengajuan pertanyaan secara tertulis kepada guru

dapat dilihat pada tabel 12.

Hasil ini menunjukan bahwa penerapan strategi pemberian tugas

pengajuan soal dalam pembelajaran materi gerak harmonik sederhana,

69

kerja, dan energi secara umum tidak mengalami hambatan masalah. Hanya

ada satu hambatan yang dialami dosen, yaitu masalah waktu. Menurut

dosen, waktu yang dibutuhkan untuk mengajukan soal, menyelesaikan

soal, dan sekaligus mempresentasikan hasil tugas, masih kurang. Masalah

kekurangan waktu menyebabkan hasil tugas tidak dapat dipresentasikan

semuanya dan dipilih hanya satu orang atau satu kelompok untuk

mempresentasikan hasil tugasnya.

Masalah kekurangan waktu untuk membahas hasil tugas dapat

menjadi penyebab ketidaktuntasan mahasiswa dalam belajar. Ini sesuai

dengan pendapat John B. Carrol (dalam Ischak,1982:12) bahwa bakat

bukan merupakan indeks tingkat penguasaan siswa yang dapat dicapai

siswa, tetapi bakat merupakan ukuran kecepatan belajar, yaitu sebagai

jumlah waktu yang diperlukan siswa untuk mencapai tingkat penguasaan

dalam kondisi belajar yang ideal. Ini berarti penguasaan materi pelajaran

dapat dicapai siswa baik siswa yang berbakat maupun yang tidak berbakat.

Asalkan kepada mereka diberikan waktu yang cukup dan pelayanan

individu.

Hasil wawancara kepada beberapa mahasiswa didapat kesulitan

mahasiswa dalam mengajukan soal terletak penjelasan yang masih kurang

dan contoh yang sedikit, serta kesulitan dalam menyesuaikan data yang

ada dengan permintaan yang ditanyakan dan menyusun kalimat soal.

Kesulitan mahasiswa dalam mengajukan soal juga disebabkan karena

mereka belum terbiasa dengan strategi pemberian tugas pengajuan soal.

Hasil ini secara tidak langsung mempengaruhi ketuntasan atau

70

keberhasilan mahasiswa dalam belajar materi gerak harmonik, kerja, dan

energi.

Hasil angket untuk mengetahui kegiatan belajar mandiri

mahasiswa menunjukkan mahasiswa belum melakukan kegiatan belajar

mandiri sesuai ketentuan yang berlaku pada sistem kredit semester, yaitu

60 menit dalam satu minggu untuk satu sks pada satu mata kuliah. Mata

kuliah Fisika Dasar I mempunyai bobot tiga sks, sehingga waktu yang

dibutuhkan untuk melakukan kegiatan belajar mandiri adalah 180 menit

atau tiga jam dalam satu minggu. Mahasiswa belum melakukan kegiatan

belajar mandiri secara maksimal, akibatnya mereka belum memiliki

kemampuan belajar mandiri. Hal ini ditunjukkan oleh ketidaktuntasan

mahasiswa dalam belajar materi gerak harmonik sederhana, kerja, dan

energi.

Berdasarkan pembahasan diatas, pembelajaran dengan strategi

pemberian tugas pengajuan soal memang efektif, tetapi prestasi belajar

mahasiswa ada yang belum tuntas, secara tidak langsung dikarenakan

beberapa hal antara lain :

1. Kesulitan mahasiswa dalam mengajukan soal, terutama pada

menyesuaikan data yang ada dengan permintaan yang akan ditanyakan,

menyusun kalimat soal, dan menyelesaikannya. Hal ini disebabkan

karena mahasiswa belum terbiasa menerima pembelajaran dengan

strategi pemberian tugas pengajuan soal yang relatif baru diberikan.

2. Alokasi waktu yang relatif kurang untuk melakukan kegiatan

mengajukan, menyelesaikan soal, dan sekaligus mempresentasikan

71

hasil tugas. Hal ini menyebabkan mahasiswa belum memahami

materi yang diberikan.

3. Kegiatan belajar mandiri mahasiswa yang belum memenuhi ketentuan

sistem kredit semester. Hal ini disebabkan karena mahasiswa masih

duduk di semester I sehingga belum terbiasa melakukan kegiatan

mandiri.

Hasil analisis sikap mahasiswa menunjukan bahwa mahasiswa

cenderung berminat atau bersikap positif terhadap pembelajaran dengan

strategi pemberian tugas pengajuan soal. Sehingga dari segi sikap

mahasiswa, pembelajaran dengan strategi pemberian tugas pengajuan soal

efektif. Dengan demikian terbukti bahwa dengan pemberian tugas

pengajuan soal dalam pembelajaran materi gerak harmonik, kerja, dan

energi, mahasiswa akan:

1. Senang, sebab soal dibuat sendiri dan dikerjakan sendiri. Ini sejalan

dengan pendapat English (1997:173) bahwa tugas pengajuan soal

membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan

terhadap matematika.

2. Mudah mengingat materi pelajaran. Ini sejalan dengan pendapat

English (1998:173) bahwa tugas pengajuan soal mempertinggi

kemampuan pemecahan masalah (soal) siswa, sebab pengajuan soal

memberi penguatan-penguatan dan memperkaya konsep-konsep dasar.

3. Terbantu dalam memusatkan perhatian, sebab dalam tugas pengajuan

soal, penyelesaian soal didiskusikan. Ini sejalan dengan pendapat

72

English (1997:173) yang mengatakan bahwa tugas pengajuan soal

mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya.

4. Tertuntut untuk mengulang pelajaran di rumah. Ini sejalan dengan

pendapat English (1997:173) yang mengatakan bahwa tugas pengajuan

soal mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam

belajarnya.

5. Terdorong untuk lebih banyak membaca materi pelajaran. Ini sejalan

dengan pendapat English (1997:173) yang menyatakan bahwa tugas

pengajuan soal mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab

dalam belajarnya.

6. Terdorong untuk lebih meningkatkan kegiatan belajar mandiri

sehingga memiliki kemampuan belajar mandiri. Ini sejalan dengan

pendapat English (1997:173) yang mengatakan bahwa tugas pengajuan

soal mampu meningkatkan kemampuan siswa untuk belajar mandiri.

7. Terbantu dalam memecahkan soal (masalah) atau menyelesaikan soal

lain. Ini sejalan dengan pendapat English (1997:173) yang mengatakan

tugas pengajuan soal mempertinggi kemampuan pemecahan masalah

(soal) siswa, sebab pengajuan soal memberi penguatan-penguatan dan

memperkaya konsep-konsep dasar. Dalam hal ini juga sejalan dengan

pendapat Silver & Cai (1996:522) yang menyatakan bahwa pengajuan

soal mempunyai pengaruh terhadap kemampuan memecahkan masalah

dan sikap mereka terhadap matematika dan berkorelasi positif dengan

kemampuan memecahkan masalah.

73

Pendapat yang dikemukakan oleh English (1997), Silver & Cai

(1996) berkaitan dengan sikap siswa dalam pembelajaran matematika

dengan strategi pemberian tugas pengajuan soal. Merujuk pendapat

beberapa ahli tersebut, ternyata hasil penelitian ini membuktikan strategi

pemberian tugas pengajuan soal juga efektif dari sikap mahasiswa dalam

pembelajaran fisika.

Hasil pengamatan aktivitas mahasiswa menunjukkan bahwa pada

pertemuan I, II, III dan IV, mahasiswa lebih banyak melakukan aktivitas

aktif. Aktivitas mahasiswa selama kegiatan pembelajaran dengan strategi

pemberian tugas pengajuan soal dapat ditunjukkan dari keikutsertaannya

dalam menyelesaikan tugas pengajuan soal. Semua mahasiswa

menyelesaikan tugas pengajuan soal secara individu maupun kelompok

(analisis hasil tugas pengajuan soal yang diselesaikan mahasiswa dapat

dilihat pada tabel 6, 7, 8, dan 9). Mahasiswa dapat dikatakan terlibat aktif

dalam pembelajaran, sehingga dari segi aktivitas mahasiswa, pembelajaran

dengan strategi pemberian tugas pengajuan soal efektif.

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditunjukkan

pembelajaran pada materi pokok Gerak Harmonik Sederhana, Kerja, dan

Energi dengan strategi pemberian tugas pengajuan soal efektif ditinjau

dari segi prestasi belajar, sikap, dan aktivitas mahasiswa dalam

mengajukan soal.

74

4.2.2. Korelasi Antara Keterampilan Mengajukan Soal dengan Prestasi

Belajar Mahasiswa

Hasil analisis korelasi menunjukan bahwa ada korelasi positif

yang tidak signifikan antara keterampilan mengajukan soal dengan prestasi

belajar mahasiswa. Artinya, secara umum keterampilan yang dimiliki

mahasiswa dalam mengajukan soal, tidak diikuti dengan prestasi belajar

yang maksimal. Hasil ini tidak sependapat dengan pendapat Kilpatrick

(dalam Silver & Cai, 1996:534) yang mengatakan bahwa kualitas

mengajukan soal dapat berfungsi sebagai indeks seberapa baik kualitas

mereka menyelesaikan soal. Mahasiswa yang memiliki keterampilan

mengajukan soal dan sekaligus menyelesaikannya akan memperlihatkan

prestasi belajar yang baik. Hasil penelitian juga tidak sependapat dengan

English (1997:173) yang mengatakan bahwa tugas pengajuan soal akan

mendorong mahasiswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya.

Mahasiswa akan terdorong untuk mengulang pelajaran di rumah dan lebih

banyak membaca materi pelajaran. English (1997:173) juga mengatakan

tugas pengajuan soal akan mendorong mahasiswa untuk lebih

meningkatkan kegiatan belajar mandiri sehingga mereka dapat memiliki

kemampuan belajar mandiri. Mahasiswa yang bertanggung jawab dalam

belajarnya akan memiliki kemampuan belajar mandiri dan memperlihatkan

prestasi belajar yang baik.

Hasil penelitian yang tidak sependapat dengan pendapat

Kilpatrick (dalam Silver & Cai, 1996:534) dan English (1997:173),

disebabkan karena mahasiswa belum terbiasa menerima pembelajaran

75

dengan strategi pemberian tugas pengajuan soal yang relatif baru

diberikan dan belum terbiasa belajar mandiri. Mahasiswa juga belum

mampu mengkonstruksi pengetahuan secara maksimal sehingga mereka

tidak dapat memanfaatkan penambahan pengetahuan baru untuk

memecahkan masalah. Hasil penelitian yang tidak sependapat dengan

pendapat Kilpatrick juga disebabkan karena proses kognitif mahasiswa

dalam mengajukan soal adalah asosiasi. Maksudnya, begitu mahasiswa

pada awalnya membuat soal dapat dipecahkan dan sesuai dengan

permintaan tugas, mereka akan cenderung membuat soal seperti itu lagi.

Kecenderungan seperti yang dilakukan mahasiswa mengakibatkan mereka

tidak dapat memecahkan masalah dengan baik sehingga prestasi belajar

juga tidak baik. Secara statistik, banyak data (N) yang kurang dari 20

dapat mengakibatkan adanya korelasi yang tidak signifikan.

4.2.3. Proses Berpikir Mahasiswa dalam Mengajukan Soal

Hasil analisis wawancara menunjukan bahwa proses berpikir

mahasiswa dalam mengajukan soal adalah dimulai dengan menerima

data/informasi dari keterangan dosen, membaca petunjuk tugas dan

membaca informasi. Kemudian dengan pengetahuan dan data yang ada

mereka mengolah data. Data hasil olahan tersebut disimpan dalam

ingatannya dan dipanggil kembali dengan jalan siswa mengajukan soal,

sekaligus menjawab soal yang dibuatnya. Beberapa karakter mahasiswa

dalam mengajukan soal adalah :

a. Kelompok atas berpikir soal yang diajukan harus dapat dikerjakan,

soalnya harus mudah, juga susunan kalimat soal harus sebaik mungkin dan

76

tidak menambah data. Ide membuat soal diperoleh dari keterangan-

keterangan dosen dan membaca buku, tidak hanya dari pikiran sendiri

dengan langsung mencoba-coba. Kelompok sedang atau rendah juga

berpikir soal yang diajukan harus dapat dikerjakan, soalnya harus mudah,

juga susunan kalimat soal harus sebaik mungkin dan tidak menambah

data. Kelompok sedang atau rendah mempunyai perbedaan dengan

kelompok atas dalam hal memperoleh ide membuat soal, yaitu soal yang

dibuat tidak berdasar keterangan dosen atau membaca buku tetapi

langsung mencoba-coba saja.

b. Kelompok tinggi, sedang, dan rendah cenderung berusaha

menyelesaikan tugas dengan baik karena bila dalam mengajukan soal dan

menyelesaikannya mendapatkan kesulitan mereka akan bertanya pada

teman dan mendiskusikannya.

c. Kelompok tinggi, sedang, dan rendah cenderung memiliki pemikiran

yang sama terhadap tugas mengajukan soal tetapi alasan yang

dikemukakan berbeda. Mereka menyukai diberi tugas mengerjakan soal

secara langsung daripada membuat soal lebih dulu dan menyelesaikannya.

Kelompok tinggi mempunyai kekhawatiran soal yang dibuat salah atau

tidak bisa dikerjakan, dan sudah terbiasa mengerjakan soal secara

langsung. Kelompok sedang dan rendah berpendapat dalam

mengajukan/membuat soal harus berpikir dua kali, yaitu membuat soal

dan menyelesaikannya.

77

d. Mahasiswa kelompok tinggi, sedang dan rendah berpendapat tugas

membuat/mengajukan soal merupakan tugas yang sulit, karena belum

terbiasa menerima tugas tersebut dan sulit dalam menyusun kalimatnya.

e. Mahasiswa kelompok tinggi, sedang dan rendah mengalami kesulitan

untuk melakukan penskoran terhadap penyelesaian soal yang dibuat oleh

temannya, karena belum pernah dilatih melakukannya dan takut salah

dalam memberikan skor.

Proses pengerjaan tugas pengajuan soal antara mahasiswa

kelompok tinggi, sedang dan rendah yang langsung diwawancarai dan

mahasiswa yang menjawab pertanyaan secara tertulis relatif sama.

Perbedaannya adalah mahasiswa dari kelompok rendah membuat soal

langsung mencoba-coba saja tanpa berdasarkan buku-buku atau

keterangan yang diberikan dosen, sedangkan kelompok atas dan sedang

memperoleh ide membuat soal dari keterangan-keterangan dosen atau

buku-buku.

4.2.4. Keterampilan Mahasiswa dalam Mengajukan Soal

Hasil analisis terhadap keterampilan mahasiswa dalam

mengajukan soal pada tugas individu menunjukkan kelompok rendah tidak

dapat mengerjakan tugas mengajukan soal dengan dengan baik (tidak

sesuai permintaan tugas atau tidak mengajukan soal). Pada tugas kesatu,

mahasiswa kelompok rendah hanya mampu mengajukan dua buah soal dan

penyelesaiannya dari empat buah soal yang diminta, sedangkan pada tugas

kedua hanya sebuah soal dari dua buah soal yang diminta. Kelompok

tinggi pada umumnya menyelesaikan tugas dengan baik. Artinya, soal-soal

78

yang dihasilkan sesuai dengan permintan tugas dan diselesaikan dengan

benar. Kelompok sedang pada umumnya menyelesaikan tugas dengan

kurang baik. Artinya soal yang dihasilkan sesuai dengan permintaan tugas,

tetapi penyelesaiannya salah atau tidak dikerjakan.

Hasil analisis terhadap keterampilan mahasiswa dalam

mengajukan soal untuk tugas kelompok menunjukkan pada umumnya

kelompok mahasiswa dapat mengajukan soal dengan baik. Artinya, soal-

soal yang dihasilkan sesuai dengan permintan tugas dan diselesaikan

dengan benar.

Hasil ini sejalan dengan pendapat Kilpatrick (dalam Silver &

Cai, 1996:534) bahwa salah satu proses kognitif dalam mengajukan soal

adalah asosiasi. Jaringan tersebut dapat digunakan untuk membuat soal

yang mengambil kesimpulan dari jaringan sebelumnya dengan cara

mengasosiasikan. Maksudnya, begitu mahasiswa pada awalnya membuat

soal dapat dipecahkan dan sesuai dengan permintaan tugas, mereka akan

cenderung membuat soal seperti itu lagi. Hal ini terlihat dari

kecenderungan hasil tugas untuk tiap kelompok di atas.

79

BAB V

SIMPULAN dan SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan analisis data mengacu pada masalah yang diajukan

dapat dikemukakan simpulan berikut ini:

4. Pembelajaran dengan strategi pemberian tugas pengajuan soal

(problem posing) untuk materi gerak harmonik sederhana, kerja, dan

energi pada mahasiswa kelas IB jurusan Pendidikan Fisika IKIP PGRI

Semarang dapat dikatakan efektif ditinjau dari segi prestasi belajar

mahasiswa, sikap dan aktivitas mahasiswa dalam mengajukan soal.

5. Ada korelasi positif yang tidak signifikan antara keterampilan

mengajukan soal dengan prestasi belajar mahasiswa. Artinya, secara

umum peningkatan keterampilan yang dimiliki mahasiswa dalam

mengajukan soal, tidak diikuti dengan peningkatan prestasi belajar.

6. Proses berpikir mahasiswa dalam mengajukan soal dimulai dengan

menerima data atau informasi dari keterangan dosen, membaca

petunjuk tugas dan membaca informasi. Kemudian dengan

pengetahuan dan data yang ada mereka mengolah data. Proses berpikir

mahasiswa dalam mengajukan soal adalah asosiasi. Kelompok atas,

sedang, dan rendah dalam mengajukan soal mempertimbangkan hal

yang sama, yaitu soal yang diajukan harus dapat dikerjakan, soalnya

harus mudah, juga susunan kalimat soal harus sebaik mungkin dan

tidak menambah data. Dalam mengajukan soal, kelompok atas berpikir

dengan cermat, kelompok sedang, dan rendah berpikir dengan kurang

80

cermat. Hasil proses berpikir mahasiswa secara umum menunjukkan

mahasiswa telah memiliki pengetahuan mengajukan soal sesuai

permintaan tugas dengan hasil mengajukan soal rata-rata baik.

7. Keterampilan mahasiswa dalam mengajukan soal pada tugas individu

menunjukkan kelompok rendah tidak dapat mengerjakan tugas

mengajukan soal dengan dengan baik (tidak membuat soal). Kelompok

tinggi umumnya banyak menyelesaikan tugas dengan baik. Kelompok

sedang umumnya banyak menyelesaikan tugas dengan kurang baik.

Keterampilan mahasiswa dalam mengajukan soal untuk tugas

kelompok menunjukkan pada umumnya kelompok mahasiswa

mengajukan soal dengan baik.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti memberi saran berikut ini:

1. Kepada dosen mata kuliah fisika dasar I, sebaiknya strategi pemberian

tugas pengajuan soal dapat digunakan sebagai alternatif strategi

pembelajaran untuk materi pokok yang lain agar pembelajaran lebih

bervariasi, prestasi belajar, aktivitas, dan sikap mahasiswa dapat

ditingkatkan.

2. Sebaiknya mahasiswa dilatih secara rutin untuk mengajukan soal

sekaligus menyelesaikannya agar mereka memiliki prestasi belajar

yang baik.

3. Sebaiknya dosen selalu mengarahkan mahasiswa untuk menggunakan

buku-buku penunjang atau keterangan atau contoh-contoh yang telah

diberikan dosen sebagai sumber ide dalam mengajukan soal.

81

DAFTAR PUSTAKA

Ansjar dan Sembiring. 2000. Hakikat Pembelajaran MIPA di Perguruan

Tinggi, Jakarta: Proyek Pengembangan Universitas Terbuka Arikunto, Suharsimi. 1984. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Yogyakarta:

Bina Aksara Brotosiswoyo, B. Suprapto. 2000. Hakekat Pembelajaran Fisika di

Perguruan Tinggi, Jakarta: Proyek Pengembangan Universitas Terbuka

Dahar, Ratna Wilis. 1989. Teori-teori Belajar, Jakarta: Erlangga Eggen dan Kauchack. 1988. Strategies for Teachers, Teaching Content and

Thinking Skills, New Jersey: Prentice Hall English, Lyn D. 1997. “Promoting a Problem Posing Classroom”. Teaching

Chlidren Mathematics, Journal for Research in Mathematics Education, Volume 29, Number 1, November 1997, h.172-179

Ferguson, George A & Yoshio Takane. 1989. Statistical Analysis in

Psychology and Education. Singapore: McGraw Hill Book Company

Hamalik, Oemar. 2003. Manajemen Belajar Di Perguruan Tinggi, Bandung:

Sinar Baru Algensindo Hartono. 2001. Pengembangan Model pembelajaran Berorientasi kepada

Peningkatan Kemampuan Belajar Mandiri Mahasiswa, Jurnal Penelitian UNNES Volume 17 No 1 h.94

Hudoyo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika, Jakarta: Depdikbud,

LPTK Kemp, Jerold E. 1994. Proses Perancangan Pengajaran. Terjemahan Asril

Marjohan, Bandung: ITB Bandung Kesten. Independent Learning, http // www.

sabes.org/resources/fieldnotes/vol 10/fo 1 fost. Htm (Akses 15 Maret 2004)

Ischak, S W & Wardji. 1982. Program Remedial dalam Proses Belajar

Mengajar, Yogyakarta: CV Bina Usaha Mark, Hiatt, dan Nonfeld. 1988. Metode pengajaran Matematika untuk SD.

Terjemahan Bambang Sumantri, Jakarta: Erlangga

82

Marpaung, Y. 1986. Proses Berpikir Siswa dalam Pembentukan Konsep Algorima Matematis. Makalah Pidato Dies Natalis XXXI IKIP Sanata Darma, 25 Oktober 1986

Menon, Ramakrishnan. 1996. “Mathematical Communication through

Student Constructed Question”. Teaching Chlidren Mathematics, Journal for Research in Mathematics Education, Volume 2, Number 9, May 1996, h.530-532

Moleong, Lexi J. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosda Karya Mudhofir. 1987. Teknologi Instruksional. Bandung: Remaja Karya Patahudin, S M. 1998. Metode Pemberian Tugas Menulis Terfokus dalam

Proses Pembelajaran Matematika Siswa Kelas II SMU Khadijah Surabaya. Tesis. PPs IKIP Surabaya. Tidak dipublikasikan.

Rusyan, T A. 1989. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung:

Remaja Karya

Rusefendi, E T. 1988. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Potensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA, Bandung: Tarsito.

Sardiman. 2000. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Silver, E dan Cai J. 1996. “An Analysis of Arithmetics Problem Posing by Middle School Student”. Journal for Research in Mathematics Education, Volume 27, Number 5, November 1996, h.521-539

Silver, E dan Mamona Downs. 1996. “Posing Mathematical Problems”. An

Exploratory Study. Journal for Research in Mathematics Education, Volume 27, Number 3, May 1996, h.293-309

Siswono, Tatag Yuli Eko. 1999. Metode Pemberian Tugas Pengajuan Soal

(Problem Posing) dalam Pembelajaran Matematika Pokok BahasanPerbandingan di MTs Rungkut Surabaya. Tesis. PPs IKIP Surabaya. Tidak dipublikasikan.

Soekamto, Toeti dan Saripudin W. 1997. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran, Jakarta: Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional

Sofyan, Ahmad. 2003. Pengembangan Pembelajaran Fisika Berbasis

Kompetensi, Program Pendidikan Fisika UNNES

83

Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Suherman, Erman & Winataputra. 1993. Materi Pokok Strategi Belajar

Mengajar Matematika. Modul 1-9, Jakarta: depdikbud Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Press Sriyono, dkk. 1992. Teknik Mengajar Belajar dalam CBSA. Jakarta: Rineka

Cipta Sunarmi dan Mariani. 2003. Merangsang Aktivitas Belajar Mandiri dengan

Strategi Pemberian Tugas Terpadu, Jurnal Penelitian UNNES Volume 19 No 1 h.135

Suryanto.1998. Pembentukan Soal dalam Pembelajaran Matematika.

Makalah Seminar Nasional di PPs IKIP Malang, 4 April 1998 Sutawidjaja, Akbar. 1998. Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran

Matematika. Makalah Seminar Nasional di PPs IKIP Malang, 4 April 1998

Usman, M uzer dan Lilis Setyawati. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan

Belajar Mengajar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Yulaelawati, Ella. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran, Filosofi Teori dan

Aplikasi, Jakarta: Pakar Raya

Zaini, Hisyam dkk. 2002. Desain pembelajaran di Perguruan Tinggi, Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga

Zainul, Asmawi & Noehi Nasoetion. 1996. Penilaian Hasil Belajar, Jakarta: Ditjen Dikti

84

LAMPIRAN 1

DAFTAR NAMA MAHASISWA KELAS IB

No Nama

1 Mahmudah

2 Diah Puspita Sari

3 Sairini Trihastuti

4 Ariyatun Nafi’ah

5 Yuli Noveliani

6 Zainal Abidin

7 Indah Suminar

8 Ika Yuliany

9 Askuri

10 Irwanto

11 Kuswanti

12 Sholikul Huda

13 Urwati Wusgorini

14 Thihroh Fitriani

15 Leli Nurdiasih

16 Dian Christianingrum

85

TABEL 4

Sikap Mahasiswa Terhadap Strategi Pemberian Tugas Pengajuan

Soal

No Pernyataan STS TS R S SS 1. Tugas mengajukan soal sendiri

merupakan tantangan yang menyenangkan

0 4 2 9 1

2. Mengerjakan soal yang dibuat sendiri lebih menyenangkan

0 4 2 9 1

3. Tugas mengajukan soal dan menyelesaikannya, membantu saya untuk memecahkan masalah

0 2 6 8 0

4. Tugas mengajukan soal dan menyelesaikannya membuat saya percaya diri

0 3 3 9 1

5. Tugas mengajukan soal dan menyelesaikannya memudahkan saya memahami materi

0 3 5 8 0

6. Tugas mengajukan soal dan menyelesaikannya , melatih saya menskor tugas yang diselesaikan teman

0 3 7 6 0

7. Tugas mengajukan soal dan menyelesaikannya mendorong saya mengunjungi perpustakaan

0 4 3 7 2

8. Dengan mendiskusikan soal yang diajukan dan penyelesaiannya membuat saya senang mengikuti pelajaran

0 4 1 8 3

9. Tugas mengajukan soal dan menyelesaikannya mendorong saya lebih banyak membaca buku

0 3 3 8 2

10. Tugas mengajukan soal dan menyelesaikannya dalam kelompok membuat saya mampu bekerja sama dengan teman

0 0 2 9 5

Jumlah pilihan mahasiswa yang memilih salah satu kategori

0 30 34 81 15

Keterangan :

STS = sangat tidak setuju; ST = tidak setuju; R = ragu-ragu; S = setuju;

SS = sangat setuju.

86

TABEL 5

Simpulan Hasil Wawancara Proses Berpikir Mahasiswa

NO KELOMPOK ATAS KELOMPOK SEDANG KELOMPOK RENDAH

1. Ide membuat atau

mengajukan soal

bervariasi dari contoh-

contoh keterangan dosen,

buku, atau membuat

sendiri.

Ide membuat soal dari buku-buku atau langsung coba-coba.

Ide membuat soal tidak diperoleh dari melihat buku atau dari contoh dosen , tetapi langsung saja dengan coba-coba.

2. Mengajukan soal

merupakan tugas yang

sulit karena tidak

terbiasa diberi tugas ini,

tidak tahu soal yang

sudah dibuat betul atau

salah, dan juga sulit

menyusun kalimatnya.

Mengajukan soal merupakan tugas yang sulit karena tidak terbiasa diberi tugas ini, sulit menyesuaikan datanya, dan juga sulit menyusun kalimatnya.

Mengajukan soal merupakan tugas yang sulit karena tidak terbiasa diberi tugas ini, sulit menyesuaikan datanya, dan juga sulit menyusun kalimatnya.

3. Mahasiswa lebih senang bertanya pada temannya jika mengalami kesulitan dalam mengajukan soal dan menyelesaikannya.

Mahasiswa lebih senang bertanya pada temannya jika mengalami kesulitan dalam mengajukan soal dan menyelesaikannya

Mahasiswa lebih senang bertanya pada temannya jika mengalami kesulitan dalam mengajukan soal dan menyelesaikannya.

4. Dalam membuat soal, soal yang dibuat harus dapat diselesaikan dan susunan kalimat soal harus baik agar mudah diselesaikan.

Dalam membuat soal, soal yang dibuat harus dapat diselesaikan dan susunan kalimat soal harus baik agar mudah diselesaikan.

Dalam membuat soal, soal yang dibuat harus dapat diselesaikan dan susunan kalimat soal harus baik agar mudah diselesaikan.

5. Mahasiswa cenderung

tidak ingin menambah

data yang ada, karena

takut salah dalam

Mahasiswa cenderung

tidak ingin menambah

data yang ada, karena

takut salah dalam

Mahasiswa cenderung

tidak ingin menambah

data yang ada, karena

takut salah dalam

87

membuat soal.

membuat soal.

membuat soal.

6. Kelompok ini cenderung

suka diberi tugas

langsung mengerjakan

soal daripada

mengajukan soal dengan

penyelesaiannya, karena

mereka khawatir soalnya

salah atau tidak bisa

dikerjakan. Selain itu

karena sudah terbiasa

mengerjakan soal secara

langsung.

Kelompok ini cenderung

suka diberi tugas

langsung mengerjakan

soal daripada membuat

soal, karena mencoba-

coba tidak perlu

membuat soal. Mereka

juga berpendapat dalam

membuat soal harus

berpikir dua kali, yaitu

membuat soal dan

menyelesaikannya.

Kelompok ini cenderung

suka diberi tugas

langsung mengerjakan

soal daripada membuat

soal, tidak perlu

mencoba-coba membuat

soal. Mereka juga

berpendapat dalam

membuat soal harus

berpikir dua kali, yaitu

membuat soal dan

menyelesaikannya.

7. Mereka juga mengalami

kesulitan untuk

melakukan penskoran

terhadap penyelesaian

soal yang dibuat oleh

temannya, karena belum

pernah dilatih

melakukannya dan takut

salah dalam memberikan

skor.

Mereka juga mengalami

kesulitan untuk

melakukan penskoran

terhadap penyelesaian

soal yang dibuat oleh

temannya, karena belum

pernah dilatih

melakukannya dan takut

salah dalam memberikan

skor.

Mereka juga mengalami

kesulitan untuk

melakukan penskoran

terhadap penyelesaian

soal yang dibuat oleh

temannya, karena belum

pernah dilatih

melakukannya dan takut

salah dalam memberikan

skor.

88

TABEL 6

Proses Berpikir Mahasiswa dalam Mengajukan Soal dan Perbedaannya

untuk Setiap Kelompok

Menerima

data/informasi

Mengolah data dan

menyimpan dalam

ingatan

Memanggil kembali

dari ingatan

Mengolah

selanjutnya

Diberi tugas mengajukan soal, mahasiswa mendengarkan keterangan dosen dan membaca informasi/petunjuk tugas.

Kelompok Atas, Kelompok Sedang, dan Kelompok Rendah: Dalam membuat

soal, soal yang

dibuat harus dapat

diselesaikan, susunan

kalimat soal harus

baik agar mudah

diselesaikan, dan

mahasiswa

cenderung tidak

ingin menambah data

yang ada, karena

takut salah dalam

membuat soal.

Mahasiswa

membuat/mengajukan

soal dan

menyelesaikan soal

tersebut.

Bila terdapat

kesulitan

dalam

mengajukan

soal,

mahasiswa

tetap

berusaha

mengajukan

soal dengan

cara bertanya

pada

temannya.

89

LAMPIRAN 7

Correlations

1 .383. .143

16 16.383 1.143 .

16 16

Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N

X1

X2

X1 X2

T-Test

One-Sample Statistics

16 56.8125 6.40020 1.60005X2N Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean

One-Sample Test

-1.992 15 .065 -3.1875 -6.5979 .2229X2t df Sig. (2-tailed)

MeanDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

Test Value = 60

90

LAMPIRAN 4

Reliability ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** _ R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Mean Std Dev Cases 1. X1 7.1250 1.4083 16.0 2. X2 6.8125 1.2764 16.0 3. X3 7.0625 1.6919 16.0 4. X4 5.7500 1.1255 16.0 5. X5 5.5000 1.2111 16.0 6. X6 5.1250 1.1475 16.0 7. X7 4.7500 1.0000 16.0 8. X8 4.7500 1.0000 16.0 9. X9 4.2500 1.0000 16.0 10. X10 4.0000 1.0954 16.0 N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE 55.1250 93.4500 9.6670 10 Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted X1 48.0000 72.5333 .7893 .9274 X2 48.3125 73.8292 .8202 .9254 X3 48.0625 68.4625 .7902 .9301 X4 49.3750 77.3167 .7511 .9292 X5 49.6250 73.7167 .8784 .9227 X6 50.0000 75.8667 .8138 .9262 X7 50.3750 77.0500 .8772 .9246 X8 50.3750 77.0500 .8772 .9246 X9 50.8750 81.8500 .5858 .9364 X10 51.1250 84.6500 .3770 .9453 Reliability Coefficients N of Cases = 16.0 N of Items = 10

91

Alpha = .9360

TABEL 7

Hasil Tugas Mengajukan Soal (Individu)

No Nama Soal yang dibuat untuk informasi nomor 1

Soal yang dibuat untuk informasi nomor 2

1. Yuli Noveliani a)Tentukan frekuensi

b)Tidak membuat soal

a)Tentukan kecepatan awal pada saat t = 0 b)Tentukan fasor untuk t = 1

2. Diah Puspita a)Tentukan tetapan pegas

b) Tentukan frekuensi

a)Tentukan frekuensi getaran b)Tentukan fasor untuk t = 0 dan t = 0,2

3. Sholikul Huda a)Tentukan tetapan pegas

b)Tentukan kecepatan awal jika persamaan x (t) = 30 cos (0,5 t + 30 0 )

a)Tentukan fasor untuk t = 0 dan t = 0,5 b)Gambar diagram fasornya

4. Kuswanti a)Tentukan percepatan sudut b)Tentukan persamaan geraknya

a)Tentukan fasor kecepatan untuk t = 0 dan t = 0,5 b)Tidak membuat soal

5. Askuri a) Tentukan kecepatan sudut b)Tentukan persamaan geraknya

a)Tidak membuat soal

b)Tidak membuat soal

6. Dian Christianingrum a) Tentukan kecepatan sudut b)Tentukan persamaan geraknya

a)Tentukan kecepatan awal b)Tentukan fasor untuk t = 1

7. Ika Yuliani a)Tentukan tetapan pegas

b)Tentukan kecepatan awal jika persamaan x (t) = 40 cos (0,4 t + 30 0 )

a)Tentukan kecepatan awal b)Tentukan fasor untuk t = 0 dan t = 3

8. Aliyatun Nafi’ah a)Tentukan frekuensi gerak benda b)Tentukan kecepatan awal jika persamaan

x (t) = 30 cos (0,36t + 30 0 )

a)Tentukan fasor untuk t = 0 dan t = 2

b)Tidak membuat soal

9. Leli Nurdiasih a)Tentukan tetapan pegas

b)Tentukan kecepatan awal jika persamaan

a)Tentukan fasor untuk t = 0,1 dan t = 0,5 b)Gambar diagram fasornya

92

x (t) = 1,0 cos (0,5t + 30 0 )10. Thihroh Fitriani a)Tentukan tetapan pegas

b)Tentukan kecepatan awal

a) Tentukan kecepatan awal

b)Tentukan diferensial kedua dari persamaannya

11. Indah Suminar a)Tentukan frekuensinya

b)Tidak membuat soal

a)Tentukan kecepatan awal b)Tentukan fasor untuk t = 0

12. Sairini Tri H a)Tentukan percepatan sudut b)Tentukan persamaan geraknya

a)Tentukan fasor untuk t = 0

b)Tidak membuat soal

13. Mahmudah a)Tentukan frekuensinya

b)Tidak membuat soal

a)Tentukan fasor untuk t = 0

b)Tidak membuat soal 14. Urwati Wusqorini a)Tentukan tetapan pegas

b) Tentukan frekuensi

a)Tentukan kecepatan awal b)Tentukan fasor untuk t = 0

15. Irwanto a)Tentukan tetapan pegas

b) Tentukan frekuensi

a)Tentukan fasor untuk t = 0

b)Tidak membuat soal 16. Zainal Abidin a)Tentukan percepatan

sudut b)Tentukan persamaan

geraknya

a)Tidak membuat soal

b)Tidak membuat soal

93

TABEL 8

Hasil Tugas Mengajukan Soal (Individu)

No Nama Soal yang dibuat untuk informasi nomor 1

Soal yang dibuat untuk informasi nomor 2

1. Yuli Noveliani Tidak membuat soal Tentukan besar usaha yang dilakukan

2. Diah Puspita Tentukan percepatannya Tentukan percepatannya

3. Sholikul Huda Tentukan besar usaha yang bekerja pada benda

Tentukan kecepatan mobil yang bergerak itu

4. Kuswanti Tentukan besar usaha yang dilakukan

Tentukan besar usaha yang dilakukan

5. Askuri Tidak membuat soal Tentukan besar usaha yang dilakukan mobil

6. Dian Christianingrum Tentukan besar usaha yang dilakukan

Tentukan besar usaha yang bekerja pada benda

7. Ika Yuliani Tentukan besar usaha yang bekerja pada benda

Tentukan besar usaha yang dilakukan mobil

8. Aliyatun Nafi’ah Tentukan besar usaha yang dilakukan

Tentukan besar usaha yang dilakukan

9. Leli Nurdiasih Tentukan besar usaha yang dilakukan

Tentukan kecepatan mobil yang bergerak itu

10. Thihroh Fitriani Tentukan besar usaha yang dilakukan

Tentukan besar usaha yang dilakukan

1. Indah Suminar Tentukan besar usaha

yang bekerja pada benda

Tentukan besar usaha yang dilakukan mobil

12. Sairini Tri H Tidak membuat soal Tentukan kecepatan mobil yang bergerak itu

13. Mahmudah Tentukan besar usaha yang bekerja pada benda

Tentukan kecepatan mobil yang bergerak itu

14. Urwati Wusqorini Tentukan besar usaha yang bekerja pada benda

Tentukan besar usaha yang dilakukan mobil dalam waktu 5 jam

15. Irwanto Tentukan percepatannya Tentukan jarak yang ditempuh mobil dalam waktu 180 menit

16. Zainal Abidin Tentukan besar usaha yang bekerja pada benda

Tentukan percepatannya

94

TABEL 9

Hasil Tugas Mengajukan Soal (Kelompok)

Kelompok Nama Soal cerita yang diajukan

1. 1. Leli Nurdiasih 2. Mahmudah 3. Urwati Wusqorini

Sebuah pegas memiliki tetapan 5 Nm. Berapakah periodenya jika beban tersebut digetarkan ?

2. 1. Irwanto 2. Aliyatun Nafi’ah 3. Sairini Tri Hastuti

Massa suatu ayunan yang bergerak secara harmonik adalah 400 gram dengan frekuensi 25 Hz dan amplitudo 8 cm. Hitunglah percepatan maksimum !

3. 1. Sholikul Huda 2. Askuri 3. Zainal Abidin

Sebuah pegas memiliki tetapan 5 Nm. Berapakah massa beban yang digantungkan agar pegas bertambah panjang 98 mm ?

4. 1. Dian Christianing 2. Ika Yuliani 3. Indah Suminar

Seorang anak menarik kereta mainan yang beratnya 10 pon sejauh 30 kaki sepanjang bidang horisontal dengan laju tetap. Berapa usaha yang dilakukan pada kereta mainan, jika koefisien gesek kinetik 0,20 dan tarikannya membentuk sudut 45 0 dengan horisontal ?

5. 1. Thihroh Fitriani 2. Kuswanti 3. Yuli Noveliani 4. Diah Puspita

Sebuah mobil bergerak dengan kecepatan 36 km/jam dan gaya dorongan mesin mobil 7460 newton. Berapa daya yang digunakan mobil itu ?

95

TABEL 10

Hasil Tugas Mengajukan Soal (Kelompok)

Kelompok Nama Soal cerita yang diberikan dan soal lain yang diajukan

1. 1. Leli Nurdiasih 2. Mahmudah 3. Urwati Wusqorini

Soal cerita yang diberikan: Sebuah pegas horisontal dikenai gaya 0,75 pon akan terentang sejauh 3,0 inci dari titik setimbangnya. Sebuah benda seberat 1,5 pon kemudian dipasang di ujung pegas dan ditarik sejauh 4,0 inci dari titik setimbangnya sepanjang meja horisontal tanpa gesekan. Kemudian benda dilepaskan dan melakukan gerak harmonik. Berapa konstanta gaya pegas ? Soal yang diajukan: 1. Berapa periode osilasi setelah benda dilepaskan ?, 2. Berapa amplitudo geraknya ?

2. 1. Irwanto 2. Aliyatun Nafi’ah 3. Sairini Tri Hastuti

Soal cerita yang diberikan: Sebuah balok es seberat 100 pon diturunkan melalui bidang miring yang panjangnya 5,0 kaki dan tingginya 3,0 kaki. Seseorang menahan balok es sejajar bidang miring sehingga balok meluncur turun dengan laju konstan. Koefisien gesekan antara es dan bidang miring adalah 0,10. Tentukan usaha yang dilakukan gaya resultan pada balok ! Soal yang diajukan: Tentukan: 1. usaha yang dilakukan orang pada balok, 2. gaya yang dilakukan orang !

3. 1. Sholikul Huda 2. Askuri 3. Zainal Abidin

Soal cerita yang diberikan: Sebuah balok es seberat 100 pon diturunkan melalui bidang miring yang panjangnya 5,0 kaki dan tingginya 3,0 kaki. Seseorang menahan balok es sejajar bidang miring sehingga balok meluncur turun dengan laju konstan. Gaya yang dilakukan orang 52 pon. Tentukan usaha yang dilakukan orang pada balok ! Soal yang diajukan: 1. Tentukan Koefisien gesekan antara es dan bidang miring !, 2. Tentukan usaha yang dilakukan orang pada balok !

4. 1. Dian Christianing 2. Ika Yuliani 3. Indah Suminar

Soal cerita yang diberikan: Sebuah bola dari karet massanya 50 gr, diletakkan di ujung lempeng tipis dan ujung yang lain diikatkan vertikal pada bidang tumpuan. Bola tersebut ditarik dengan gaya 10 N ke kanan sejauh 50 cm

96

kemudian dilepas. Hitunglah frekuensi getaran ! Soal yang diajukan: 1. Hitunglah periode getaran, 2. Hitunglah amplitudo geraknya !

5. 1. Thihroh Fitriani 2. Kuswanti 3. Yuli Noveliani 4. Diah Puspita

Soal cerita yang diberikan: Sebuah ayunan bandul sederhana dengan panjang 2 m dan beban 4 kg digantung pada atap lift. Percepatan gravitasi di tempat itu 10 m/s 2 . Tentukan frekuensi saat lift diam ! Soal yang diajukan: Nyatakanlah besar periode bandul jika lift dalam keadaan: 1. diam, 2. bergerak ke atas

97

TABEL 11 SKOR TUGAS PENGAJUAN SOAL dari TUGAS INDIVIDU dan KELOMPOK

Kode Mhs

T1 (28)

T1(*) T2 (14)

T2(*) T3(8) T3(*) T4 (14)

T4(*) Rata-rata

S-1 10

32

38,09 5

31

38,09 7 87,5 8

32

61,90 56,39

S-2 21

31

79,76 10

32

76,19 7 87,5 12 85,71 82,29

S-3 10

32

38,09 5

31

38,09 7 87,5 12 85,71 62,35

S-4 10

32

38,09 10

32

76,19 7 87,5 12 85,71 71,87

S-5 16 57,14 10

32

76,19 7 87,5 12 85,71 76,64

S-6 10

32

38,09 10

32

76,19 7 87,5 10

31

73,81 68,89

S-7 16 57,14 10

32

76,19 7 87,5 12 85,71 76,64

S-8 16 57,14 10

32

76,19 7 87,5 12 85,71 76,64

S-9 10

32

38,09 5

31

38,09 7 87,5 10

31

73,81 59,37

S-10 16 57,14 10

32

76,19 7 87,5 12 85,71 76,64

S-11 16 57,14 10

32

76,19 7 87,5 12 85,71 76,64

S-12 16 57,14 10

32

76,19 7 87,5 10

31

73,81 73,66

S-13 21

31

79,76 10

32

76,19 7 87,5 8

32

61,90 76,33

S-14 10

32

38,09 10

32

76,19 7 87,5 12 85,71 76,64

S-15 16 57,14 10

32

76,19 7 87,5 8

32

61,90 70,68

S-16 21

31

79,76 10

32

76,19 7 87,5 10

31

73,81 79,31

Tn (k) = skor mentah tugas pengajuan soal pada pertemuan n, dengan nilai

maksimum k Tn (*) = nilai tugas pengajuan soal dengan Tn (*) = k

kTn )( x 100

98

Rata-rata = nilai tugas pengajuan soal : 4 = TABEL 12

Pertanyaan dan Jawaban Guru tentang pembelajaran dengan strategi

pemberian tugas pengajuan soal

No Pertanyaan Jawaban guru 1.

2. 3.

4.

Bagaimana pendapat bapak tentang strategi pemberian tugas pengajuan soal untuk mengajarkan materi gerak harmonik sederhana, kerja, dan energi ? Menurut bapak, apakah strategi pemberian tugas pengajuan soal dapat diterapkan untuk materi lain ? Hambatan-hambatan apa yang bapak alami dalam pembelajaran menggunakan strategi pemberian tugas pengajuan soal ? Keuntungan -keuntungan apa yang dapat diperoleh dalam pembelajaran menggunakan strategi pemberian tugas pengajuan soal ?

Strategi pemberian tugas pengajuan soal memang baru pertama kali digunakan pada pembelajaran mata kuliah fisika dasar I, tetapi saya melihat mahasiswa aktif terlibat untuk mengajukan soal. Strategi ini juga sangat positif untuk lebih memotivasi mahasiswa memahami materi kuliah. Dapat saja diterapkan. Hambatannya pada : Kekurangan waktu yang dibutuhkan untuk mengajukan soal dan menyelesaikannya. Keuntungannya :

• Mahasiswa dapat lebih memahami materi karena mempunyai pengalaman mengajukan dan menyelesaikan soal.

• Mahasiswa merasa termotivasi belajar mandiri

99