Strategi Pembangunan Kesehatan Di Bidang Preventif Dan Promotif
-
Upload
rizan-best-day-ever -
Category
Documents
-
view
47 -
download
10
description
Transcript of Strategi Pembangunan Kesehatan Di Bidang Preventif Dan Promotif
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Politik strategi merupakan suatu kebijakan yang dirancang oleh pemerintah.
Politik strategi juga sangat diperlukan dalam bidang kesehatan khususnya kesehatan
nasional, karena suatu negara memerlukan perencanaan pembangunan kesehatan
jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Selain itu bangsa indonesia
sedang menghadapi berbagai masalah penyakit yang menyebabkan kematian
sehingga menyebabkan menurunya angka derajat kesehatan, oleh karena itu
pemerintah memerlukan kebijakan dalam pencegahan penularan penyakit dari luar
negeri seperti kolera, mers, HIV, ebola dan lain sebagainya.
Berdasarkan Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, pencapaian AKB
di tahun 2007 telah membaik menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup.11 Meskipun
angkanya telah menurun, namun AKB di Indonesia masih tergolong tinggi jika
dibanding dengan anggota ASEAN yaitu 4,6 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,3 kali
lebih tinggi dari Filipina dan 1,8 kali lebih tinggi dari Thailand. Untuk itu diperlukan
pelayanan kesehatan yang baik yakni baik secara preventif, kuratif, rehabilitatif
maupun promotif. Maka dari itu kami mengangkat judul “Politik Strategi Nasional
dalam Bidang Kesehatan” agar derajat kesehatan di indonesia semakin membaik.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari politik dan strategi nasional?
2. Apa implementasi politik dan strategi nasional di bidang kesehatan?
3. Bagaimana strategi pembangunan kesehatan di bidang preventif dan
promotif?
4. Apa pengertian pembangunan kesehatan?
5. Apa saja strategi dari kementrian kesehatan untuk mencapai visi dan misinya?
6. Apa tujuan dari pembangunan kesehatan?
7. Apa hambatan dalam pembangunan kesehatan?
8. Apa contoh kasus dari strategi nasional di bidang kesehatan?
9. Bagaimana strategi nasional dalam penanggulangan HIV/AIDS?
10. Apa masalah cakupan air bersih melalui PDAM?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari politik dan strategi nasional
2. Untuk mengetahui implementasi politik dan strategi nasional di bidang
kesehatan
3. Untuk mengetahui strategi pembangunan kesehatan di bidang preventif dan
promotif
4. Untuk mengetahui pengertian pembangunan kesehatan
5. Untuk mengetahui strategi dari kementrian kesehatan untuk mencapai visi dan
misinya
6. Untuk mengetahui tujuan dari pembangunan kesehatan
7. Untuk mengetahui hambatan dalam pembangunan kesehatan
8. Untuk mengetahui contoh kasus dari strategi nasional di bidang kesehatan
9. Untuk mengetahui penanggulangan HIV/AIDS
10. Untuk mengetahui masalah cakupan air bersih melalui PDAM
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL
1.1 Politik dan Strategi Nasional
Kata “Politik” secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Politeia, yang akar katanya adalah polis, berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, yaitu negara dan teia, berarti urusan. Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian asas, prinsip, keadaaan, jalan, cara dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang kita kehendaki.
Politik nasional diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional. Dengan demikian definisi politik nasional adalah asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan negara tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pengendalian) serta penggunaan kekuatan nasional untuk mencapai tujuan nasional. Sedangkan strategi nasional adalah cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional.
Dalam arti kepentingan umum (politics) Politik dalam arti kepentingan umum atau segala usaha untuk kepentingan umum, baik yang berada dibawah kekuasaan negara di Pusat maupun di Daerah, lazim disebut Politik (Politics) yang artinya adalah suatu rangkaian azas/prinsip, keadaan serta jalan, cara dan alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau suatu keadaan yang kita kehendaki disertai dengan jalan, cara dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai keadaan yang kita inginkan.
Dalam arti kebijaksanaan (Policy) Politik adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang yang dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita / keinginan atau keadaan yang kita kehendaki.
3
Implementasi politik dan strategi nasional di bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial
1. Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling
mendukung dan memprioritaskan upaya peningkatan kesehatan, pencegahan,
penumbuhan, pemulihan, dan rehabilitasi sejak bayi dalam kandungan sampai
usia lanjut.
2. Meningkatkan dan memelihara mutu lembaga dan pelayanan kesehatan
melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara berkelanjutan dan sarana
serta prasarana dalam bidang medis yang mencakup ketersediaan obat yang
dapat dijangkau oleh masyarakat.
3. Mengembangkan sistem jaminan sosial tenaga kerja bagi seluruh tenaga kerja
untuk medapatkan perlindungan, keamanan, dan keselamatan kerja yang
memadai. Pengelolaannya melibatkan pemerintah, perusahaan, dan pekerja.
4. Membangun ketahanan sosial yang mampu memberi bantuan penyelamatan
dan pemberdayaan terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial dan
korban bencana serta mencegah timbulnya gizi buruk dan turunnya kualitas
generasi muda.
5. Membangun apresiasi terhadap penduduk lanjut usia dan veteran untuk
menjaga harkat dan martabatnya serta memanfaatkan pengalamannya.
2. STRATEGI PEMBANGUNAN KESEHATAN DI BIDANG PREVENTIF
DAN PROMOTIF
a. Pengertian Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan menurut Sistem Kesehatan Nasional adalah
masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup
dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
mempunyai kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata dalam wilayah kesatuan Negara RI yang
4
kuat,hal ini lebih tepat tergambar sebagai tujuan pembangunan kesehatan.
Gambaran masyarakat di masa depan tersebut dapat dicapai dengan landasan
visi, “Masyarakat yang Mandiri untuk Hidup Sehat” dalam mencapai
INDONESIA SEHAT 2015. Perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2015 yang
diharapkan adalah bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mecegah risiko penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit,
berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, serta mampu
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu (Depkes, 2004). Untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut dilakukan upayaupaya
kesehatan. Salah satu upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal adalah program pencegahan
dan pemberantasan penyakit.
Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang
bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi
bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah.
Pembangunan kesehatan harus diimbangi dengan intervensi perilaku yang
memungkinkan masyarakat lebih sadar, mau dan mampu melakukan hidup
sehat sebagai prasyarat pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development). Untuk menjadikan masyarakat mampu hidup sehat, masyarakat
harus dibekali dengan pengetahuan tentang cara-cara hidup sehat. Oleh sebab
itu promosi kesehatan hendaknya dapat berjalan secara integral dengan
berbagai aktivitas pencapaian MDGs dan mewujudkan jaminan kesehatan
masyarakat semesta.
Kesehatan adalah pilar utama pembangunan dan merupakan hak dasar
setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembangunan
kesehatan adalah untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing dengan
memprioritaskan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas.
5
Hal itulah yang disampaikan Menkes RI, dr. Endang Rahayu
Sedyaningsih,MPH,Dr,PH dalam seminar nasional Fakultas Kesehatan
Masyarakat dalam serangkaian peringatan Dies Natalis FKM UNDIP pada
tanggal 13 Maret 2010 lalu. Hal ini merupakan wujud kepedulian Perguruan
Tinggi terhadap kemajuan pembangunan kesehatan di Indonesia. Menkes
memaparkan dalam strategi kementerian kesehatan dalam pembangunan
kesehatan yang berbasis preventif dan promotif. Pelaksanaannnya adalah
dalam program pembangunan jangka panjang dan jangka pendek.
Sesuai dengan UU No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional tentang peningkatan SDM yang berkualitas dan
berdaya saing diwujudkan serta lebih diarahkan pada peningkatan kesadaran
serta kemampuan untuk hidup sehat agar tercapai derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Dengan adanya peningkatan SDM melalui pendidikan
diharapkan dapat tercipta SDM yang tangguh, produktif, dan mampu bersaing
dalam menghadapi tantangan. Menkes juga mengatakan bahwa pembangunan
kesehatan tahun 2005-2025 lebih memusatkan pada kelompok yang rentan
seperti bayi, Ibu, anak, usia lanjut, dan keluarga miskin.
Sasaran dalam MDG’s diharapkan dapat dipercepat pada akhir tahun
2014 yang meliputi meningkatnya usia harapan hidup (UHH) menjadi 72
tahun, menurunnnya Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 24 per 1000
kelahiran hidup, menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 118 per
100.000 kelahiran hidup, menurunnya prevalensi gizi kurang dan gizi buruk
pada balita menjadi kurang dari 15%.
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007,
UHH menunjukkan kenaikan menjadi 70,6 tahun, Angka Kematian Ibu
(AKI), Angka Kematian Balita, dan AKB juga mengalami penurunan.
Namun, penurunan angka tersebut masih sangat kecil dan belum
menunjukkan kondisi yang berarti. AKB pada tahun 2007 sebesar 34
kematian per 1000 kelahiran hidup. Tentu, angka ini masih terbilang stagnan
6
yang hanya turun satu poin dari tahun 2003. Perbaikan status gizi adalah
program jangka menengah dan prevalensinya masih tinggi pada 19 provinsi di
Indonesia.
b. Strategi Kementrian Kesehatan
Strategi kementerian kesehatan dalam menghadapi hal tersebut adalah
melalui 6 strategi untuk mencapai visi dan misi pembangunan kesehatan. Visi
tersebut diantaranya adalah mencapai masyarakat yang sehat, mandiri, dan
berkeadilan, dan tentunya juga untuk meningkatkan derajat kesehatan setiap
warga negara. 6 strategi untuk mencapai visi dan misi diantaranya melalui:
Pemberdayaan masyarakat swasta, madani melalui kerjasama nasional
dan global.
Pemerataan kesehatan bagi seluruh masyarakat
Peningkatan pembiayaan kesehatan
Peningkatan penggunaan daya guna SDM secara merata
Peningkatan pemerataan dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan
Peningkatan manajemen kesehatan agar lebih transparan dan berdaya
guna
Mengenai pelayanan kesehatan, Menkes mengatakan bahwa
pemerintah telah berhasil membangun puskesmas di setiap kecamatan. Saat
ini telah terdapat 8.548 Puskesmas, 22.337 Puskesmas Pembantu yang dibantu
dengan 6711 Puskesmas Keliling Roda 4 dan ratusan Puskesmas Keliling
Perahu/Kapal. Sebagai wujud pemberdayaan masyarakat telah tumbuh banyak
upaya kesehatan yaitu Posyandu sekitar 269.000, 52.000 Poskesdes, dan 1000
Poskestren.
Saat ini pemerintah sedang melakukan revitalisasi puskesmas sebagai
unit pelayanan kesehatan dasar yang mengutamakan promotif dan preventif
tetapi tanpa melupakan pula upaya kuratif dan rehabilitatif. Dalam perannya,
puskesmas memiliki 4 fungsi yaitu sebagai pusat pembangunan wilayah
7
berwawasan kesehatan, sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, pusat
pelayanan kesehatan primer, dan pusat pelayanan kesehatan perorangan
primer. Untuk pendekatan pelaksanaannya melalui 3 level prevention yang
meliputi specific protection (perlindungan khusus), early diagnosis and promt
treatment (diagnosis dini dan pengobatan yang tepat), dan disability limitation
and rehabilitation (pembatasan kecacatan dan rehabilitasi).STARA
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas Kabupaten/Kota yang
sumber pembiayaan utamanya berasal dari APBD. Namun, mulai tahun 2014
pemerintah akan memberikan subsidi melalui Bantuan Operasional Kesehatan
(BOK) yang dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan dan manajemen
untuk mendukung kegiatan Puskesmas sebagai upaya peningkatan derajat
kesehatan. Mengenai aspek SDM, Menkes mengatakan bahwa akan
dikeluarkan kebijakan terhadap pemerataan tenaga strategis yang meliputi
dokter, bidan, perawat, promotor kesehatan serta tenaga surveilans. Untuk
menjalankan program ini, tentunya tak bisa lepas dari peran serta semua pihak
seperti organisasi profesi, IAKMI, dan kerjasama antar sektor kesehatan yang
harus luwes bergabung dengan sektor lain, bekerja secara sinergi serta bahu
membahu demi membangun sasaran kesehatan. Perjalanan bangsa ini masih
panjang. Masih banyak yang perlu dibenahi dan ditingkatkan dari program-
program pemerintah khususnya di bidang kesehatan. Pencapaian Indonesia
Sehat 2010 memang belum banyak terlihat hasilnya, namun setidaknya dapat
dilihat dalam usia harapan hidup yang mengalami peningkatan. Masa depan
Indonesia masih panjang dan tidak bisa dicapai di tahun ini saja. Pencapaian
ini masih terus berproses di tahun-tahun berikutnya.Dari program, langkah-
langkah, dan kebijakan yang disampaikan Menkes memang talah mengarah
pada upaya preventif dan promotif. Masalah pembiayaan memang masih
menjadi kendala utama sehingga sedikit menghambat percepatan
pembangunan kesehatan di Indonesia. BOK sebagai kebijakan yang baru
8
menjadi suatu langkah pemerintah untuk lebih meningkatkan dan mendukung
peran puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan dasar.
Target dalam MDG’s sudah mulai sedikit demi sedikit tercapai,
meskipun tidak langsung mencapai hasil yang signifikan. Masih perlu banyak
usaha dan peran semua pihak dalam pencapaian target tersebut. Hal pokok
dalam pencapaian pembangunan kesehatan memang sangat diperlukan adanya
SDM yang berkualitas dan berdaya saing. Meskipun banyak terdapat fasilitas,
tanpa adanya SDM yang tangguh target pembangunan kesehatan akan sulit
tercapai. Dengan SDM yang berkualitas, diharpkan akan ada peningkatan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat yang tentunya akan
bermuara pada tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pembangunan kesehatan akan berhasil dengan menggerakkan masyarakat
malalui promosi kesehatan yang mampu melakukan pemberdayaan
masyarakat sehingga masyarakat akan sadar tentang pentingnya kesehatan.
3. PEMBANGUNAN KESEHATAN BERBASIS PREVENTIF DAN
PROMOTIF
Kesehatan merupakan hak dasar/hak fundamental warga negara dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk mewujudkan hal tersebut, sesuai
Undang undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025 dinyatakan untuk mewujudkan
bangsa yang berdaya saing, pembangunan nasional diarahkan untuk
mengedepankan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas dan berdaya saing.
Hal tersebut disampaikan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih,
MPH, Dr. PH dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro dengan topik Strategi
Kesehatan Kementerian Kesehatan dalam Pembangunan Kesehatan yang
9
Berbasiskan Preventif dan Promotif pada Sabtu (13/03/2010) di Semarang.
Untuk mewujudkan SDM yang berkualitas dan berdaya saing, kata Menkes
pembangunan kesehatan diarahkan pada peningkatan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Derajat kesehatan merupakan pilar
utama bersama-sama dengan pendidikan dan ekonomi yang sangat erat
dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, sehingga diharapkan akan
tercipta sumber daya manusia yang tangguh, produktif dan mampu bersaing
untuk menghadapi semua tantangan yang akan dihadapinya, ujar Menkes.
Menkes mengatakan, pembangunan kesehatan tahun 2005-2025 memberikan
perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain : ibu, bayi, anak, usia
lanjut dan keluarga miskin. Adapun sasaran pembangunan kesehatan pada
akhir tahun 2014 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui
percepatan pencapaian MDGs yang antara lain, yaitu 1) Meningkatnya umur
harapan hidup menjadi 72 tahun ; 2) Menurunnya angka kematian bayi
menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup ; 3) Menurunnya angka kematian ibu
melahirkan menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup ; dan 4) Menurunnya
prevalensi gizi kurang (gizi kurang dan gizi buruk) pada anak balita menjadi
lebih kecil dari 15%.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007,
dalam tiga dekade terakhir, berbagai indikator derajat kesehatan masyarakat di
Indonesia menunjukkan adanya perbaikan. Umur Harapan Hidup pada saat
lahir meningkat menjadi 70,6 tahun, Angka Kematian Ibu menurun menjadi
228 per 100.000 Kelahiran Hidup, Angka Kematian Neonatal menurun
menjadi 20 per 1.000 kelahiran Hidup, Angka Kematian Bayi menurun
menjadi 34 per 1.000 Kelahiran Hidup, serta Angka Kematian Anak Balita
menurun menjadi 44 per 1.000 Kelahiran Hidup, ujar Menkes.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007 menghasilkan
10
berbagai peta masalah kesehatan, diantaranya: Berdasarkan gabungan hasil
pengukuran Gizi Buruk dan Gizi Kurang menunjukkan bahwa sebanyak 19
provinsi mempunyai prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang diatas prevalensi
nasional sebesar 18,4%. Ini berarti, target Rencana Pembangunan Jangka
Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi yang diproyeksikan
sebesar 20%, dan target Millenium Development Goals sebesar 18,5% pada
2015, telah dapat dicapai pada 2007.
Menkes mengatakan, setiap hari dan dari hari ke hari, setiap individu,
keluarga dan kelompok masyarakat semakin tergantung pada pelayanan
kesehatan dasar yang semakin kompleks. Pada fase kehidupan setiap orang,
mulai dari janin hingga usia lanjut, baik perempuan maupun laki laki,
mempunyai risiko dan kebutuhan kesehatan yang unik. Mereka semua
bergantung pada berbagai upaya kesehatan, bukan saja untuk bertahan hidup
dari serangan penyakit mematikan (survival), untuk tumbuh dan berkembang
secara fisik, emosional dan intelektual (development), namun juga untuk
memperoleh perlindungan kesehatan (protection) agar dapat hidup sehat dan
produktif. Pada aspek penyediaan sarana pelayanan kesehatan, Pemerintah
telah berhasil membangun Puskesmas di setiap kecamatan, sampai saat ini
telah terdapat 8.548 Puskesmas, 22.337 Puskesmas. Pembantu yang didukung
dengan 6711 Puskesmas keliling Roda 4 dan 858 Puskesmas Keliling
Perahu/kapal. Di tingkat masyarakat telah tumbuh berbagai upaya kesehatan
bersumberdaya masyarakat sebagai wujud pemberdayaan masyarakat yaitu
sekitar 269.000 Posyandu, 52.000 Poskesdes dan 1000 Poskestren, ujar
Menkes.
Menurut Menkes, pelayanan kesehatan dasar harus terselenggara atau
tersedia untuk menjamin hak azasi semua orang untuk hidup sehat.
Penyelenggaraan atau penyediaan pelayanan kesehatan dasar ini harus secara
nyata menunjukkan keberpihakannya kepada kelompok masyarakat risiko
11
tinggi termasuk didalamnya kelompok masyarakat miskin. Bahkan lebih jauh
lagi, ruang lingkup pelayanan kesehatan dasar tersebut harus mencakup setiap
upaya kesehatan yang menjadi komitmen komunitas global, regional, nasional
maupun lokal.
Dr. Endang mengatakan, WHO Regional Meeting on Revitalizing
Primary Health Care di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan
tentang perlunya melakukan 'Primary Health Care Reforms'. Intinya adalah
reformasi 'universal coverage'; 'service delivery'; 'public policy' dan
'leadership'. Revitalisasi PHC akan berdampak pada Puskesmas. Untuk itu,
Kementerian Kesehatan sedang dalam proses melakukan Revitalisasi
Puskesmas untuk penetapan fungsi Puskesmas yang dapat menjawab arah
kebijakan pembangunan kesehatan yang mengutamakan promotif dan
preventif dengan tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Menurut Menkes ada 4 fungsi Puskesmas yang sejalan dengan fokus
pembangunan kesehatan yaitu sebagai pusat pembangunan wilayah
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan
kesehatan masyarakat primer dan pusat pelayanan kesehatan perorangan
primer. Sedangkan pendekatan pelaksanaannya melalui 3 level of prevention
yaitu health promotion and specific protection, early detection and prompt
treatment,serta rehabilitation and disability limitation. Pada tingkatan
Puskesmas level 1 dan 2 yang lebih dominan, dimana untuk level 3 tetap
dilaksanakan sesuai dengan kompetensi dan fungsi Puskesmas. Sehingga
perlu adanya dukungan pada tingkatan rujukan atau pelayanan sekunder ,
dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Rumah Sakit.
Berdasarkan aspek kelembagaan, Puskesmas adalah unit pelaksana teknis
dinas kesehatan kabupaten/kota dengan prinsip kewilayahan. Artinya
Puskesmas bertanggung jawab pada satu wilayah atau sebagian wilayah
12
kecamatan. Hal ini untuk menjamin rantai kesisteman tetap dalam wilayah
kabupaten/kota sesuai dengan prinsip desentralisasi, ujar Menkes.
Dalam aspek pembiayaan, sebagai UPT Dinas Kabupaten/kota,
sumber utama adalah dari APBD, akan tetapi karena masih besarnya
permasalahan kesehatan masyarakat maka Pemerintah akan memberikan
subsidi melalui Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang dipergunakan
untuk kegiatan pelayanan kesehatan dan manajemen di dalam maupun di luar
gedung.
Tujuannya untuk memberikan dukungan pelaksanaan kegiatan dan
manajemen Puskesmas dan jaringannya dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Sementara dalam aspek sumber daya manusia akan
dikeluarkan kebijakan tentang tenaga strategis yang meliputi dokter, bidan,
perawat, tenaga promosi kesehatan (yang mampu melakukan pemberdayaan
masyarakat), surveilans agar dapat melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, kata
Menkes. Suksesnya pelaksanaan tugas Puskesmas perlu didukung jejaring
rujukan dan pembinaan karena Revitalisasi Puskesmas tidak akan berhasil
tanpa penguatan kabupaten/kota baik dinas kesehatan maupun rumah sakit.
Puskesmas sebagai UPT kabupaten/kota mendapat pelimpahan kewenangan
untuk melaksanakan tugas kabupaten/kota, tapi tidak berarti kabupaten/kota
tidak mempunyai tugas sama sekali, ujar Menkes.
Menkes mengatakan pembangunan kesehatan tidak akan berhasil
tanpa peran aktif dari semua pelaku pembangunan kesehatan, termasuk semua
jajaran baik insan Perguruan Tinggi maupun organisasi profesi, termasuk
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia. Menkes berharap Perguruan
Tinggi dan IAKMI dapat berperan aktif dan berkontribusi positif dalam
pembangunan kesehatan baik melalui masukan dan kajian ilmiah, input
13
tentang teknologi tepat guna, serta penyediaan SDM yang kompeten.
Tujuan Pembangunan Kesehatan
Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa
dan negara Indonesia yang ditandai penduduk yang hidup dengan perilaku dan
dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia. Adapun
tujuan utama dari pembangunan kesehatan yaitu :
a) Peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya
sendiri dalam bidang kesehatan
b) Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin
kesehatan.
c) Peningkatan status gizi masyarakat.
d) Pengurangan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).
e) Pengembangan keluarga sehat sejahtera
Hambatan dalam pembangunan kesehatan
Masalah lain yang diperhatikan adalah masalah kemiskinan di
Indonesia. Bila kita memperhatikan data terakhir dari BPS, berarti masih
terdapat sekitar 76.800.000 penduduk miskin di Indonesia. Seperti diketahui
kualitas pertumbuhan pembangunan suatu bangsa dapat dilihat juga dari Indeks
Kemiskinan Manusia (IKM). Menurut UNDP nilai IKM Indonesia dewasa ini
adalah 17,9 yang menduduki peringkat ke-33 dari 99 negara yang dinilai.
14
Dengan demikian masalah pembangunan di Indonesia masih sangat
kompleks. IPM Indonesia masih rendah dan IKM Indonesia juga masih tinggi.
Derajat kesehatan masyarakat sangat mempengaruhi IPM maupun IKM.
Meskipun pembangunan kesehatan yang telah kita laksanakan secara bertahap
dan berkesinambungan, telah berhasil meningkatkan status kesehatan
masyarakat dengan cukup bermakna, namun kita masih menghadapi berbagai
masalah dalam pembangunan kesehatan.
Masalah pokok yang dihadapi dewasa ini dan ke depan adalah :
Status kesehatan masyarakat masih rendah, terutama pada masyarakat
lapisan bawah atau masyarakat miskin. Dari data yang ada dapat dikemukakan
bahwa kematian bayi pada kelompok masyarakat termiskin adalah sekitar 3,5
kali lipat lebih tinggi dari kematian bayi pada kelompok masyarakat terkaya.
Belum lagi disparitas status kesehatan antar wilayah, yaitu antar antar
perdesaan dan perkotaan, antar daerah maju dengan daerah tertinggal/terpencil.
Angka kesakitan dan kematian karena penyakit infeksi atau menular
masih tinggi. Di lain pihak angka kesakitan penyakit degeneratif mulai
meningkat. Di samping itu kita juga menghadapi berbagai masalah kesehatan
akibat bencana. Oleh karenanya kita menghadapi beban ganda atau double
burden, bahkan “multiple burden” dalam pembangunan kesehatan.
Sementara itu perilaku masyarakat belum sepenuhnya mendukung
upaya pembangunan kesehatan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Masalah pokok lainnya dalam pembangunan kesehatan adalah
pemerataan, keterjangkauan atau akses pelayanan kesehatan yang
bermutu/berkualitas masih rendah. Masalah akses pelayanan kesehatan oleh
masyarakat, dapat disebabkan karena geografi, ekonomi, dan ketidak-tahuan
masyarakat.
15
Berkaitan dengan masalah akses dan mutu pelayanan kesehatan,
masalah kurangnya tenaga kesehatan dan penyebarannya yang tidak sesuai
dengan kebutuhan di lapangan juga merupakan masalah yang pelik. Pelayanan
kesehatan di daerah tertinggal, daerah terpencil, dan daerah perbatasan masih
kurang dapat dilayani oleh tenaga kesehatan yang memadai, baik jumlah
maupun mutunya.
Kurangnya tenaga kesehatan, apalagi yang berkualitas seperti yang
diharapkan, sangat berkaitan dengan permasalahan yang lebih hulu lagi, yaitu
masalah pendidikan tenaga kesehatan. Dari laporan yang paling mutakhir yang
saya terima, pendidikan tenaga dokter termasuk dokter spesialis menghadapi
masalah yang sangat serius, yaitu kurangnya tenaga pendidik. Masalah serius
ini hanya dapat diatasi dengan kerjasama lintas sektor yang sinergis.
Masalah terakhir yang dikemukakan, mungkin pula dapat kita
kategorikan sebagai tantangan. Masalah tersebut berkaitan dengan kebijakan
desentralisasi dan otonomi daerah. Pembagian urusan antara berbagai jenjang
pemerintahan belum dapat ditetapkan secara tegas. Meskipun UU Nomor 22
tahun 1999 telah diperbaharui dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, namun pelaksanaannya belum dapat dirasakan, termasuk
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di daerah.
4. CONTOH KASUS
Ancaman HIV/AIDS di Indonesia
AIDS secara nyata ada di Indonesia dari pemeriksaan darah yang
sangat terbatas diketahui keberadaannya di 14 propinsi.Kasus pertama
ditemukan pada tahun 1987, dan 7 tahun kemudian (Maret 1994) dilaporkan
penderita AIDS berjumlah 55 orang, jumiah kumulatif HIV positif 213 orang,
tetapi menurut WHO diperkirakan jumiah sebenarnya sudah mendekati
35.000-50.000 orang, suatu peningkatan yang luar biasa banyaknya.
16
Serupa dengan pola penyebaran di negara-negara lain di Indonesia
juga muncul pertama kali diantara orang-orang homoseks; kemudian juga
muncul pada sekelompok kecil orang-orang berperilaku resiko tinggi, seperti
pecandu obat narkotik, para tunasusila serta pelanggannya. Namun akhirnya
penyakit fatal ini menyebar ke seluruh lapisan masyarakat tanpa pandang
bulu, pria dan wanita; bahkan sudah ada wanita hamil bukan WTS yang
mengidap AIDS. Prosentase terbesar ditemukan pada kelompok usia produktif
(15-49 tahun): 82,9%, sedangkan cara penularan yang paling banyak adalah
melalui hubungan seksual (95.7%), yang terdiri dari heteroseksual 62,6%, pria
homo/biseksual 33,1%.
Dilihat dari jumlah kasus, masalah penularan HIV/AIDS di Indonesia
bisa dianggap masih sedikit. Narnun, yang harus di waspadai adalah :
cepatnya peningkatan jumlah orang yang terinfeksi, luasnya penyebarannya
(14 propinsi, semua kelompok sosial ekonomi dan makin cepatnya
pertambahan jumlah wanita yang terinfeksi dibandingkan dengan pria). Hal
ini merupakan ancaman terhadap pembangunan dan kehidupan bangsa
Indonesia. Angka kematian kasar (terutama dari kelompok usia produktif)
akan meningkat, harapan hidup akan menurun. Jumiah dan produktifitas
tenaga kerja akan menurun dengan dratis, yang secara langsung
mempengaruhi produktifitas dan pendapatan nasional. Biaya kesehatan
(langsung dan tidak langsung), serta anggaran yang dibutuhkan untuk
kesejahteraan sosial (keluarga yang kehilangan mata pencaharian, anak-anak
yatim piatu) sebagai dampak AIDS akan sangat meningkat. Hal tersebut akan
mempengaruhi hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai dalam PJP I dan
beban anggaran negara akan demikian besarnya untuk mengatasi masalah
HIV/AIDS, sehingga upaya-upaya pengentasan kemiskinan dan program
pembangunan lainnya akan mengalami hambatan yang besar. Taraf infeksi di
negara-negara disekitar Indonesia seperti Australia, Filipina dan Singapura
pada saat ini sudah tinggi. Lalu lintas serta mobilitas manusia yang tinggi
17
antara Indonesia dan negara-negara tersebut merupakan ancaman dan
memungkinkan makin meningkatnya laju infeksi HIV/AIDS di Indonesia.
Reaksi politik, ekonomi, sosial dan budaya yang negatif dalam bentuk
deportasi, stigmatisasi, diskriminasi, isolasi dan tindak kekerasan terhadap
para pengidap HIV/penderita AIDS di Indonesia, juga perlu diantisipasi dan
diredam sedini mungkin. Sasaran umum pembangunan jangka panjang ke-2
(PJP II) sebagaimana dinyatakan dalam GBHN adalah "Terciptanya kualitas
manusia dan masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam suasana
tenteram sejahtera lahir dan batin dalam tata kehidupan masyarakat bangsa
dan negara berdasarkan Pancasila dan suasana kehidupan bangsa Indonesia
yang serba berkeseimbangan dan selaras dalam hubungan antar sesama
manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam dan
lingkungannya, manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa". Penyebaran
HIV/AIDS, keberadaan pengidap HIV/AIDS, bukan semata-mata masalah
kesehatan, tetapi mempunyai implikasi politik, ekonomi, sosial, etis, agama
dan hukum bahkan dampak secara nyata, cepat atau lambat menyentuh semua
aspek kehidupan bangsa dan negara. Hal ini mengancam upaya bangsa untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Dalam rangka mengamankan jalannya pembangunan nasional, demi
terciptanya kualitas manusia yang diharapkan, perlu peningkatan upaya
penanggulangan HIV/AIDS, yang melibatkan semua sektor pembangunan
nasional melalui program yang terarah, terpadu dan menyeluruh. Untuk itu
disusunlah Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS yang komprehensif,
menyeluruh dan multi-sektoral sebagai berikut :
2.1 TUJUAN
Tujuan penanggulangan HIV/AIDS adalah untuk :
1. mencegah penularan virus HIV/AIDS
2. mengurangi sebanyak mungkin penderitaan perorangan, serta
dampak sosial dan ekonomis dari HIV/AIDS diseluruh Indonesia
18
3. menghimpun dan menyatijkan upaya-upaya nasional untuk
penanggulangan HIV/AIDS.
5. STRATEGI NASIONAL PENANGGULANGAN HIV/AIDS
Strategi Nasional ini merupakan kerangka acuan dan panduan untuk
setiap upaya penanggulangan HIV/AIDS di lndonesia, baik oleh pemerintah,
masyarakat, lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM), keluarga,
perorangan, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian, donor dan
badan-badan internasional agar dapat bekerjasama dalam kemitraan yang
efektlif dan saling melengkapi dalam lingkup keahlian dan kepedulian
masing-masing.
Strategi Nasional ini disusun dengan sistematika :
Prinsip-prinsip dasar penanggulangan HIV/AIDS, Lingkup program,
Peran dan Tanggung jawab, Kerjasama lnternasional dan Pendanaan.
A. Prinsip-prinsip Dasar Penanggulangan HIV/AIDS.
1. Upaya penanggulangan HIV/AIDS dilaksanakan oleh masyarakat dan
pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama dan pemerintah
berkewajiban untuk mengarahkan membimbing, serta menciptakan
suasana yang menunjang.
2. Setiap upaya penanggulangan harus mencerminkan nilai-nilai agama
dan budaya yang ada di Indonesia.
3. Setiap kegiatan diarahkan untuk mempertahankan dan meniperkukuh
ketahanan dan kesejahteraan keluarga, serta sistem dukungan sosial
yang mengakar dalam masyarakat.
4. Pencegahan HIV/AIDS diarahkan pada upaya pendidikan dan
penyuluhan untuk memantapkan perilaku yang tidak memberikan
kesempatan penularan dan merubah perilaku yang beresiko tinggi.
5. Setiap orang berhak untuk mendapat informasi yang benar untuk
melindung diri dan orang lain terhadap infeksi HIV/AIDS.
19
6. Setiap kebijakan, program, pelayanan dan kegiatan harus tetap
menghormati harkat dan martabat dari para pengidap HIV/penderita
AIDS dan keluarganya.
7. Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV/AIDS harus didahului
dengan penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan yang
bersangkutan (informed consent). Sebelum dan sesudahnya harus
diberikan konseling yang memadai dan hasil pemeriksaan wajib
dirahasiakan.
8. Diusahakan agar peraturan perundang-undangan mendukung dan
selaras dengan Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS di semua
tingkat.
9. Setiap pemberi layanan berkewajiban memberikan layanan tanpa
diskriminasi kepada pengidap HIV/penderita AIDS.
B. Lingkup Program
Program Nasional Penanggulangan HIV/AIDS mempunyai tiga kepedulian
utama yang tak terpisahkan dan saling mengisi :
1. mengamankan upaya peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dari
dampak negatif HIV/AIDS
2. menggerakkan kegiatan perorangan, keluarga dan masyarakat di
seluruh Indonesia untuk pencegahan penyebaran virus HIV/AIDS
secara luas
3. menjamin pengobatan, perawatan dan pelayanan pendukung (support
services) yang secara teknis dapat dipertanggung jawabkan, manusiawi,
berkeadilan dan tidak diskriminatif bagi mereka yang hidup dengan dan
yang meninggal karena AIDS serta lingkungan terdekatnya (keluarga,
teman sekerja dan sepergaulan).
Hal ini membutuhkan serangkaian kegiatan yang dapat dilaksanakan
oleh pemerintah, lembaga-lembaga dan kelompok-kelompok non-
20
pemerintah termasuk organisasi masyarakat dan lembaga swadaya
masyarakat dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi sosial
budaya masyarakat setempat. Perjalanan penyakit dari saat sebelum infeksi
sampai kematian membutuhkan intervensi beraneka ragam. Untuk itu,
lingkup program yang utama adalah sebagai berikut :
Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
Kegiatan ini bertujuan untuk :
a. melaksanakan pendidikan dan memberikan informasi yang
tepat dan benar tentang HIV/AIDS kepada masyarakat luas
agar dapat mengembangkan sikap dan perilaku positif untuk
melindungi dirinya dan orang lain dari penularan HIV;
b. mengembangkan jiwa dan semangat saling membantu dan non
diskriminasi terhadap para mengidap HIV/penderita AIDS serta
lingkungannya yang terdekat : isteri/suami, keluarga, teman
sekerja dan sepergaulan;
c. memberikan penjelasan luas tentang Kebijaksanaan dan
Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia
serta pelaksanaannya sesuai situasi dan kondisi setempat.
Kelompok sasaran KIE adalah :
a. Masyarakat Umum :
Masyarakat umum perlu dibekali dengan informasi dasar
tentang HIV/AIDS yang pada hakekatnya sama untuk semua orang,
mencakup cara-cara penularan, kemungkinan dampaknya (bagi
perorangan, keluarga dan bangsa), cara-cara pencegahan untuk
rnelindungi diri dan orang lain. lnformasi dasar tersebut perlu
keanekaan dalarn metoda dan penekanan tertentu agar sesuai untuk
21
rakyat Indonesia yang beraneka ragam keadaan sosial budayanya.
Kelompok-kelompok masyarakat dan LSM berperan khusus dan
sangat penting dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat luas
akan pendidikan dan informasi yang tepat dan benar.
b. Petugas kesehatan (pemerintah, swasta dan masyarakat)
Petugas kesehatan mempunyai peran majemuk dan
menentukan dalam program penanggulangan HIV/AIDS yang meliputi
: pemberian informasi dasar tentang penularan dan penyebaran HIV
serta cara pencegahannya, pemeriksaan untuk deteksi dini, motivasi
pasien untuk pemeriksaan HIV sukarela dan melakukan konseling
yang tepat. Selain itu, mereka juga harus melaksanakan kewaspadaan
(universal precautions) dalam perawatan penderita untuk melindungi
dirinya dan penderita lain. Untuk itu mereka secara khusus perlu
mendapat latihan dan dibekali dengan informasi yang tepat.
c. Perorangan dan Lembaga-lembaga
Perorangan/lembaga-lembaga yang mempunyai peranan
khusus dan penting dalam gerakan pendidikan pencegahan HIV/AIDS
misainya, para guru dan pemimpin/pemuka-pemuka agama dan
masyarakat, lembaga keagamaan dan media massa.
d. Wanita dan remaja
Wanita dan remaja penting sekali baik sebagai anggota
masyarakat yang dalam hidup sehari-hari rawan terhadap penularan
HIV/AIDS tetapi juga berpotensi sebagai pendidik dan motivasi yang
sangat ampuh.
e. Orang beresiko tinggi
22
Orang-orang yang pekerjaan atau gaya hidupnya menyebabkan
mereka menghadapi kemungkinan resiko lebih tinggi untuk ketularan
dan menularkan HIV seperti misalnya : para tuna susila, pasangan dari
suami/isterinya, pecandu narkotika suntikan dan orang-orang tertentu
yang karena pekerjaannya menyebabkan dia terpisah dari keluarga
untuk waktu lama dan melibatkan diri dalam hubungan seksual dengan
"pasangan sementara".
f. Para pergidap HIV dan penderita AIDS.
Para pengidap HIV dan penderita AIDS penting untuk diberi
pengetahuan tentang hidup dengan penyakitnya dan cara-cara untuk
mencegah penularan kepada orang lain.
C. Tindakan Pencegahan
a. Tujuan utama kegiatan dalam lingkup program tindakan pencegahan
ini adalah : menjamin tersedianya peralatan, pelayanan, informasi dan
dukungan untuk setiap orang yang ingin melindungi dirinya dan orang
lain terhadap penularan HIV. Kegiatan lingkup ini merupakan tindak
lanjut dari program Komunikasi lnformasi Edukasi yaitu untuk
membantu orang melangkah dari "mengerti" kepada "berbuat".
Kerjasama yang erat antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat,
organisasi masyarakat dan badan internasional terkait mutlak
dibutuhkan.
b. Kaitan yang erat antara penyakit hubungan seksual (PHS) lainnya
dengan kepekaan terhadap infeksi HIV telah terbukti di seluruh dunia.
Karena itu identifikasi dan pengobatan PHS merupakan aspek yang
sangat penting dalam strategi nasional penanggulangan HIV/AIDS.
c. Salah satu tindakan yang penting untuk pencegahan penularan virus
HIV adalah pemeriksaan darah setiap donor, agar darah yang
23
ditranfusikan bebas "HIV". Bilamana ternyata ada yang HIV positif,
donor yang bersangkutan berhak untuk diberitahukan disertai
konseling yang tepat.
Berbagai permasalahan seperti meningkatkan kemampuan dan
ketrampilan wanita untuk mendiskusikan serta ber "negoisasi" tentang hal-
hal yang berkaitan dengan hubungan seksual, perlindungan anak-anak
terhadap eksploitasi seksual, penyediaan dan pemanfaatan kondom dan
lain-lain, merupakan unsur-unsur penting dalam pelaksanaan yang efektif
dari kebijaksanaan ini, karena masalahnya sangat kompleks dan sensitif,
maka penelitian dari kegiatan penanggulangan harus berjalan bersama dan
saling mendukung.
D. Peran dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat
Efektivitas upaya nasional untuk menanggulangi ancaman HIV/AIDS
di Indonesia tergantung pada kerjasama semua pihak. Rencana yang rinci
dan tanggung jawab operasional akan dikembangkan untuk masing-masing
kegiatan namun secara garis besar pembagian tugas dan tanggung jawab
adalah sebagai berikut :
1. Pemerintah
a. Tingkat Pusat
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat sebagai Ketua
Komisi dibantu oleh beberapa Menteri sebagai Wakil Ketua dan Anggota,
mengkoordinasikan penyusunan rencana kebijakan nasional tentang
pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia dengan titik
berat pada ketahanan keluarga.
Tugas dan tanggung jawab Komisi Nasional Penanggulangan
HIV/AIDS secara rinci adalah :
1) membina dan menyediakan layanan teknis dan layanan sosial
yang dibutuhkan program penanggulangan HIV/AIDS berada di
luar jangkauan/kemampuan masyarakat
24
2) bekerjasama dengan para mitra dalam upaya penanggulangan
HIV/AIDS, dengan mengembangkan petunjuk-petunjuk yang
tepat untuk menjamin pengelolaan kasus dan pelayanan langsung
yang merata dan berkualitas, sesuai kebutuhan
3) mengembangkan dan memelihara lingkungan dan tata cara kerja
yang mendorong, memudahkan dan mendukung kegiatan
penanggulangan HIV/AIDS yang kreatif dan bertanggung jawab
dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat dan lembaga non
pemerintah.
2. Masyarakat
Rumah tangga dan keluarga
Keluarga merupakan unit sosial yang sangat penting untuk
mengembangkan pola perilaku yang sehat dan bertanggung jawab dan
yang memberikan pelayanan dan dukungan pertama dan utama bagi
mereka yag hidup dengan HIV/AIDS.
Keluarga sebagai unit terkecil masyarakat perlu ditingkatkan
ketahanannya dengan meningkatkan dan memantapkan peran serta
fungsi-fungsi keluarga agar ikut bertanggung jawab membina
anggotanya untuk mencegah penularan HIV/AIDS serta tidak bersikap
diskriminatif terhadap pengidap HIV/serta penderita AIDS.
6. Cakupan pelayanan air bersih melalui perusahaan daerah air minum PDAM Tirta Mahakan di Kutai Kertanegara (Kukar) hingga tahun ini masih belum mencapai target millennium Development Goals.
Hingga April 2013, cakupan pelayanan PDAM belum mencapai 50% dari jumlah penduduk Kukar. Padahal, target (MDGs) 2015 adalah sebesar 80% untuk perkotaan dan 60% di wilayah pedesaan.
Hal tersebut diungkap Sekretaris Badan Pengawas PDAM Tirta Mahakan Akhdar Rivai saat membuka Rakor Pengawasan Internal Pelayanan Air Bersih PDAM Tirta Mahakan, Selasa (03/09) lalu, di Kota Bangun
25
Menurut Akhdar, belum tercapainya target disebabkan karena factor internal yang menyangkut kendala teknis dari operasional PDAM, serta factor eksternal yang berhubungan dengan masyarakat dan kondisi alam.
“oleh karena itu, PDAM sebagai BUMD dapat meningkatkan kualitas pengelolaan secara professional, dengan menerapkan prinsip ekonomi perusahaan dengan tetap memperhatikan fungsi social,” ujar Akhdar yang juga Kabag Administrasi Perekonomian Sutkab Kutai Kartanegara (Kukar) itu.
Terkait rakor yang digelar tersebut, menurut akhdar kegiatan ini penting dilaksanakan untuk menampung saran dan kritikan sebagi dasr tindakan selanjutnya guna meningkatkan kualitas pelayanan PDAM kepada masyarakat.
Sementara dikatakan Direktur Utama PDAM Tirta Mahakam, Fathoni Rozaki, pelayanan air bersih bukan hanya menjadi tanggung jawab PDAM, namun juga menjadi tanggung jawab bersama.
“tanpa partisipasi dari stakeholder terkait, PDAM sulit untuk maju. Kami jauh dari kata baik apalagi sempurna, untuk itu rector ini sangat penting guna memperbaiki pelayanan kami ,” demikian katanya.
Kegiatan Rakor Pengawasan internal pelayanan air bersih PDAM tirta Mahakam di kota bangun merupakan Rekor tahap II yang di gelar bagian administrasi perakonomian Setkab Kutai Kartanegara.
Rekor ini di ikuti perwakilkan masyarakat atau para pelanggan PDAM di wilayah hulu Mahakam, tokoh masyarakat, LSM, kepala cabang dan ranting PDAM Tirta Mahakam wilayah hulu, serta aparat kecamatan di wilayah pelayanan PDAM bagian hulu seperti Muara Kaman, Kenohan, Kembang Janggut, Muara Wis, Muara Muntain dan Kota Bangun.
26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembangunan kesehatan menurut Sistem Kesehatan Nasional adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata dalam wilayah kesatuan Negara RI yang kuat,hal ini lebih tepat tergambar sebagai tujuan pembangunan kesehatan.
Kesehatan adalah pilar utama pembangunan dan merupakan hak dasar setiap
warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembangunan kesehatan
adalah untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing dengan memprioritaskan
pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas.
Adapun strategi kementrian kesehatan, untuk mencapainya adapun visi dan missi
6 strategi untuk mencapai visi dan misi diantaranya melalui:
Pemberdayaan masyarakat swasta, madani melalui kerjasama nasional
dan global.
Pemerataan kesehatan bagi seluruh masyarakat
Peningkatan pembiayaan kesehatan
Peningkatan penggunaan daya guna SDM secara merata
Selain itu adapula pencegahan yang dilakukan pemerintah agar terhindar dari
berbagai penyakit seperti penyakit, HIV, kolera, mers dll.
27
DAFTAR PUSTAKA
Http://www.gizikia.depkes.go.id/. Di unduh pada tanggal 17 Desember 2014
Http://ibuhamil.com/diskusi-umum/826-angka-kematian-bayi-masih-
tinggi.html#ixzz3M7mmTrDp. Di unduh pada tanggal 17 Desember 2014
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22250/5/Chapter%20I.pdf. Di unduh pada
tanggal 17 Desember 2014
http://www.depkes.go.id/article/print/849/pembangunan-kesehatan-berbasis-preventif-dan-promotif.html. Di unduh pada tanggal 17 Desember 2014
http://www.spiritia.or.id/art/bacaart.php?artno=1060&gg=1. Di unduh pada tanggal 17 Desember 2014
http://www.kutaikartanegara.com/news.php?id=4085. Di unduh pada tanggal 17 Desember 2014
Hamdan,dkk. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
28