Efek Anti Virus dari Virgin Coconut Oil terhadap Replikasi ...
STRATEGI PEMASARAN VIRGIN COCONUT OIL PRODUK … · dengan volume 125 ml terletak dalam posisi...
Transcript of STRATEGI PEMASARAN VIRGIN COCONUT OIL PRODUK … · dengan volume 125 ml terletak dalam posisi...
STRATEGI PEMASARAN VIRGIN COCONUT OIL
PRODUK INDUSTRI KECIL
(STUDI KASUS DI PT. BOGOR AGRO LESTARI)
Oleh: GADING DWI CAHYANTI
F34103088
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
2
STRATEGI PEMASARAN VIRGIN COCONUT OIL
PRODUK INDUSTRI KECIL
(STUDI KASUS DI PT. BOGOR AGRO LESTARI)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
GADING DWI CAHYANTI
F34103088
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
3
Gading Dwi Cahyanti. F34103088. Strategi Pemasaran Virgin Coconut Oil Produk Industri Kecil (Studi Kasus di PT. Bogor Agro Lestari). Di bawah bimbingan Sukardi dan Ade Iskandar. 2007
RINGKASAN
PT. Bogor Agro Lestari (PT. BAL) adalah perusahaan kerjasama antara pemerintah dan swasta yang bergerak pada bidang agroindustri. Salah satu produk yang dihasilkan PT. BAL adalah Virgin Coconut Oil (VCO) dengan merek dagang VISIO. Selama ini tingkat penjualan produk VCO dari PT. BAL mengalami penurunan. Hal ini mempengaruhi pangsa pasar PT. BAL di wilayah Bogor. Untuk mengatasi masalah tersebut, PT. BAL harus melakukan strategi pemasaran yang tepat. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menghasilkan strategi pemasaran yang tepat, yaitu mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman lingkungan perusahaan. Selain itu, PT. BAL perlu mengidentifikasi segmentasi pasar dan menganalisis bauran pemasaran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan produk di pasar terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang dapat dikendalikan oleh perusahaan. Faktor ini meliputi manajemen dan bauran pemasaran. Bauran pemasaran yang perlu diperhatikan adalah produk, harga, promosi, dan disribusi. Faktor eksternal merupakan faktor dari luar yang tidak dapat dipengaruhi oleh perusahaan. Faktor eksternal dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor eksternal makro dan faktor eksternal mikro. Faktor eksternal makro meliputi politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Sedangkan faktor eksternal mikro meliputi persaingan, kondisi pemasok, dan barang subsitusi. Setelah dilakukan analisa faktor internal dan eksternal perusahaan, dilakukan perhitungan nilai strategis internal dan eksternal. Sehingga, diperoleh kesimpulan bahwa PT. BAL harus melakukan strategi pemasaran pengembangan produk untuk meningkatkan pangsa pasar.
VCO merupakan produk minuman kesehatan yang sasarannya mencakup seluruh lapisan masyarakat. Untuk mencari segmentasi pasar yang tepat maka pembedaan terhadap konsumen yang loyal dan tidak loyal dilakukan. Diketahui dari hasil survey yang dilakukan, konsumen yang mengkonsumsi terus–menerus (loyal) sebesar 63% dari 100 orang responden yang diuji. Informasi yang diperoleh berdasarkan usia, konsumen VCO loyal terbanyak pada level usia lebih dari umur 35 tahun sebesar 26% dari total 100 responden. Berdasarkan pekerjaan, konsumen berstatus sebagai pegawai (pegawai swasta dan pegawai negri) memiliki tingkat keloyalan terbanyak yaitu sebesar 40%. Berdasarkan pendidikan, responden berpendidikan minimal pada perguruan tinggi memiliki tingkat keloyalan terbanyak yaitu sebesar 32%. Berdasarkan penghasilan, responden yang memiliki pengeluaran pribadi lebih dari Rp 1.500.000,- mempunyai tingkat keloyalan sebesar 16%.
Dari hasil penelitian diperoleh informasi karakteristik konsumen berdasarkan alasan mengkonsumsi, responden menjawab alasan kesehatan terletak pada posisi tertinggi yaitu sebesar 57%. Berdasarkan frekuensi pemakaian, konsumen dengan pemakaian satu kali dalam sebulan terletak dalam posisi tertinggi yaitu sebesar
4
59%. Berdasarkan volume pemakaian, konsumen menjawab pemakaian VCO dengan volume 125 ml terletak dalam posisi tertinggi yaitu sebesar 64%. Untuk melihat karakteristik konsumen terhadap bauran pemasaran Peneliti tidak membedakan konsumen yang loyal atau tidak. Informasi yang diperoleh dari penyebaran kuisioner terhadap atribut produk, yaitu aroma disukai terletak pada posisi tertinggi sebesar 41%, rasa lumayan disukai terletak pada posisi tertinggi sebesar 56%, warna disukai terletak pada posisi tertinggi sebesar 54%, dan kemasan lumayan disukai terletak pada posisi tertinggi yaitu sebesar 65%. Karakter produk yang diuji di atas terdiri dari aroma kelapa yang masih menyengat, rasa kelapa yang kelinyit ketika diminum sehingga menimbulkan rasa mual, warna yang bening, dan kemasan sederhana hanya berupa botol plastik bening. Strategi pemasaran yang dirancang PT. BAL untuk mendukung perluasan pangsa pasar lebih ditekankan kepada pengembangan produk dan promosi. Dari segi produk, perusahaan mengembangkan keragaman fungsi produk VCO. Selain itu, penyesuaian komponen kimia terhadap keragaman fungsi produk VCO. Dari segi promosi, PT. BAL melakukan edukasi untuk meningkatkan brand dan product awareness terhadap keragaman fungsi VCO dengan sistem Above The Line (ATL) dan Below The Line (BTL)
5
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Bapa atas segala berkat dan
anugerah-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul ”Strategi Pemasaran Produk Industri Kecil Virgin
Coconut Oil (Studi Kasus di PT. Bogor Agro Lestari)” sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian (STP) pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa kelancaran dalam proses pembuatan Skripsi tidak
luput dari campur tangan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis juga
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya pada beberapa pihak :
1. Dr. Ir. Sukardi, MM dan Ir. Ade Iskandar, MSi sebagai dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.
2. Ir. Lien Herlina, MSc yang telah memberikan saran dan arahan kepada
Penulis.
3. Pak Sarwobudy dan Mbak Kartika yang telah memberikan kesempatan dan
waktu di PT. Bogor Agro Lestari kepada Penulis untuk menyelesaikan
penelitian Penulis.
4. Papa Dwi Witarto, Mama (Alm) Sri Koesmiyati, Mami Priska Pinayanti,
Kakak Danang Bayu Dewanto, Adik Bintarto Wisnu Aji, Adik Mariska
Kumalayanti, Adik Febri Krisna Raharjo, Adri Octavianus yang selalu
memberikan dukungan dan cinta kepada Penulis.
5. Temen-temen TIN’40 (Ferdyan, Helmi, Wuri, Echie, Puji, Chris, Endah,
Ichsan, Rae, Indra, Affan, Mayang, Detri, Isti, Silvi, BaHom, Lusia, Dina,
Rian Ruli, Umi, Adam) yang telah menemani dan memberikan dukungan
dengan segala bantuan dan masukannya.
6. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor yang telah memberikan
dukungan dan kesempatan Penulis untuk penyelesaian skripsi ini.
7. Paguyuban Mojang dan Jajaka Kabupaten Bogor yang memberikan keceriaan,
dukungan, dan kesempatan kepada Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
6
8. Temen-temen TIN’40 seperjuangan yang telah bersama-sama selama lebih
kurang emat tahun ini. Kebanggaan dan rasa syukur yang terasa Penulis
panjatkan karena berada pada lingkungan TIN’40.
9. Penghuni Mega 2 (Lita, Rudy, Windy, Nora, Chibi, Neta, Endang, Maya,
Beti) atas kebersamaan yang telah dihadirkan selama 3 tahun terakhir.
10. Staf administrasi Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah banyak
membantu Penulis selama proses administrasi penyusunan skripsi ini.
11. Semua pihak yang telah membantu terwujudnya skripsi ini yang tidak bisa
disebutkan satu per satu
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga
kritik dan saran yang membangun sangat Penulis harapkan untuk kesempurnaan
penulisan selanjutnya. Permohonan maaf Penulis sampaikan setulus-tulusnya
kepada semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan
pengetahuan masa depan.
Bogor, September 2007
Penulis
7
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
I. PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................... 1 B. TUJUAN ........................................................................................ 2 C. RUANG LINGKUP....................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
A. BOTANI DAN FISIOLOGI TANAMAN KELAPA .................... 4 B. VIRGIN COCONUT OIL.............................................................. 6 C. TEKNOLOGI PROSES................................................................. 8 D. PEMASARAN ............................................................................... 10 E. STRATEGI PEMASARAN........................................................... 11 F. PREFENSI KONSUMEN.............................................................. 14 G. ANALISIS SITUASI ..................................................................... 15 H. ANALISIS SWOT ......................................................................... 19 I. MATRIKS INTERNAL-EKSTERNAL ........................................ 20
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 22
A. KERANGKA PEMIKIRAN .......................................................... 22 B. PENDEKATAN MASALAH ........................................................ 24 C. TATA LAKSANA......................................................................... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 31
A. LINGKUNGAN EKSTERNAL..................................................... 31 B. LINGKUNGAN INTERNAL........................................................ 41 C. ANALISIS SWOT ......................................................................... 62 D. STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK ................................ 64
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 68
A. KESIMPULAN ................................................................................ 68 B. SARAN............................................................................................. 69
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 70
LAMPIRAN.................................................................................................... 72
8
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Penampang melintang buah kelapa........................................ 4 Gambar 2. Pohon industri tanaman kelapa ................................................... 5 Gambar 3. Diagram alir teknik press VCO ................................................... 9 Gambar 4. Diagram alir proses teknik fermentasi VCO................................ 10 Gambar 5. Saluran pemasaran barang konsumen .................................. 13 Gambar 6. Lima kekuatan yang menentukan persaingan industri ................ 19 Gambar 7. Matriks SWOT ............................................................................ 20 Gambar 8. Total Faktor Eksternal-Internal .................................................. 21 Gambar 9. Diagram alir metode penelitian ................................................... 23 Gambar 10. Bagan struktur organisasi PT. Bogor Agro Lestari ...................... 43 Gambar 11. Proses produksi VCO cara enzimatik .................................... 44
Gambar 12. Grafik usia responden berdasarkan loyalitas produk VCO 48 Gambar 13. Grafik pekerjaan responden berdasarkan loyalitas produk produk VCO................................................................................. 49 Gambar 14. Grafik pendidikan responden berdasarkan loyalitas produk produk VCO ................................................................................ 51 Gambar 15. Grafik penghasilan responden berdasarkan loyalitas produk produk VCO ................................................................................ 52 Gambar 16. Alasan responden dalam mengkonsumsi VCO............................ 53 Gambar 17. Grafik penggunaan merek VCO oleh responden di Bogor .......... 54
Gambar 18. Grafik tingkat kesukaan konsumen terhadap atribut VCO 57
Gambar 19. Grafik tingkat harga menurut konsumen terhadap harga atribut VCO ............................................................................................ 59 Gambar 20. Jalur distribusi PT. BAL produk VCO di wilayah Bogor. .. 60
9
Gambar 21. Grafik tingkat ketersediaan produk VCO di wilayah Bogor 60
Gambar 22. Grafik media informasi untuk alat promosi Produk VCO .. 61
Gambar 23. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal dan Internal .................. 63
10
DAFTAR TABEL Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak kelapa murni ................................ 7
Tabel 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bogor menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan (tahun 2001-2005) dalam jutaan rupiah............................................................................ 34 Tabel 3. Tabel IHK dan Inflasi Tahun 2006 .................................................. 35
Tabel 4. Luas areal dan produksi kelapa di Indonesia (hektar) ..................... 36
Tabel 5. Informasi responden berdasarkan frekuensi pemakaian per bulan . 55
Tabel 6. Informasi responden berdasarkan jumlah pemakaian VCO per
bulan................................................................................................. 55
11
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pengujian realibilitas kuisioner ................................................. 73 Lampiran 2. Uji validitas ............................................................................... 74 Lampiran 3. Tabel penentuan strategis internal dan eksternal ....................... 76 Lampiran 4. Penentuan rating strategis internal dan eksternal ..................... 78 Lampiran 5. Penentuan bobot strategis internal dan eksternal....................... 80 Lampiran 6. Informasi respoden dari hasil penyebaran kuisioner ................. 84 Lampiran 7. Chiskuer segmentasi .................................................................. 86 Lampiran 8. Nama-nama perusahaan VCO di Indonesia............................... 91 Lampiran 9. Gambar alat pengolahan VCO dan produk VCO ...................... 92 Lampiran 10. Analisis biaya usaha PT. Bogor Agro Lestari mendirikan industri VCO ............................................................................. 93 Lampiran 11. Standar APCC PT. Bogor Agro Lestari..................................... 95 Lampiran 12. Ringkasan Matriks SWOT......................................................... 97
12
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kelapa merupakan salah satu komoditas yang memiliki arti ekonomi,
sosial, dan budaya bagi Indonesia yang sampai saat ini belum termanfaatkan
secara maksimal. Selain sebagai sumber devisa bagi negara, kelapa juga
merupakan tumpuan untuk berjuta-juta petani. Menurut data Coconut Statistic
Yearbook (1997) di dalam Intan (2000), luas areal kebun kelapa di Indonesia
adalah yang terbesar di dunia, yaitu seluas 3,74 juta hektar atau sebesar 31,4%
dari luas areal kebun kelapa di dunia. Pada posisi berikutnya berturut-turut
adalah Filipina dengan luas areal 3,314 juta hektar (27,7%), India dengan luas
1,886 juta hektar (15,8%), Srilanka dengan luas 0,337 juta hektar (3,1%).
Apabila buah kelapa diolah menjadi minyak goreng biasa, nilai tambah
yang diperoleh hanya 190 % dari harga kopra sedangkan bila diolah menjadi
minyak kelapa murni, nilai tambah yang diperoleh mencapai 584 % dari harga
kopra (Rindengan dan Novarianto, 2005). Dari data tersebut, buah kelapa
memiliki prospek yang bagus dalam meningkatkan pendapatan petani apabila
diolah menjadi minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil, VCO).
Salah satu perusahaan yang memproduksi VCO di Bogor adalah
PT. Bogor Agro Lestari yang terletak di jalan Tentara Pelajar. Pada
perkembangannya, perusahaan ini dituntut untuk dapat bersaing dengan
perusahaan-perusahaan VCO lainnya. Persaingan ini karena pertumbuhan
industri VCO di Indonesia tergolong cepat. Hal ini didukung oleh teknologi
yang sederhana dan modal yang tidak terlalu besar, sehingga fenomena
jenuhnya pasar tidak dapat dihindari lagi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
indikasi secara kualitatif. Pertama, supply meningkat secara bertahap
sedangkan permintaan bergerak linear menurun dari tahun ke tahun untuk
pasar lokal. Kedua, penurunan angka penjualan yang terjadi pada industri
VCO yang mengakibatkan banyaknya industri VCO yang gulung tikar. Hal ini
disebabkan karena tidak banyak industri VCO memiliki modal yang kuat.
Ketiga, permintaan akan produk VCO semakin lama mengalami penurunan
13
yang disebabkan oleh persaingan produk subsitusi yang juga sedang
berkembang.
Dalam situasi persaingan yang ketat dimana antara perusahaan satu dengan
perusahaan lainnya terlibat dalam memperebutkan pasar yang sama, maka
untuk mencapai suatu keberhasilan memenangkan persaingan sebagai usaha
mencapai tujuannya tergantung dari masing-masing perusahaan dalam
menjalankan strategi pemasarannya. Kemampuan untuk tetap bertahan dalam
perdagangan produk VCO salah satunya ditentukan oleh strategi pemasaran
yang digunakan. Dalam penyusunan strategi, PT. Bogor Agro Lestari perlu
memperhatikan sasaran bisnis perusahaan yang telah ditetapkan, yaitu situasi
lingkungan perdagangan produk VCO, kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman dari perusahaan.
B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Melakukan analisa pemasaran berdasarkan situasi lingkungan internal dan
eksternal PT. Bogor Agro Lestari.
2. Melakukan identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang
dihadapi di lingkungan PT. Bogor Agro Lestari.
3. Mengidentifikasi segmen dan bauran pemasaran produk VCO yang telah
ada di pasar.
4. Menentukan strategi pemasaran yang dipilih untuk mengembangkan
pangsa pasar PT. Bogor Agro Lestari.
C. RUANG LINGKUP Penelitian ini dilakukan pada sebuah industri kecil VCO di PT. Bogor
Agro Lestari yang berlokasi pada jalan Tentara Pelajar. Kondisi internal
perusahaan yang diamati terdiri dari data penjualan, pelanggan perusahaan,
dan manajemen pengelolaan produk VCO. Situasi mikro eksternal perusahaan
yang diamati meliputi pola perdagangan produk VCO, para pesaing produk
VCO, produk subsitusi produk VCO, pemasok bahan baku produk VCO ke
PT. Bogor Agro Lestari, dan konsumen produk VCO. Situasi makro eksternal
14
meliputi situasi politik, ekonomi, sosial, dan keamanan. Hasil analisa
lingkungan internal dan eksternal PT. BAL akan digunakan sebagai alat
penentu strategi pemasaran yang tepat.
15
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BOTANI DAN FISOLOGI TANAMAN KELAPA
Tanaman kelapa dengan nama latin Cocos nucifera termasuk famili
Palmaceae, ordo Arceales, dan kelas Monocotyledone. Tanaman kelapa
tersebut ditemukan tumbuh pada 80 negara tropis terutama di daerah yang
dekat dengan pantai antara lain Amerika Tengah, Amerika Selatan, Afrika
Barat, Malaysia, Filipina, Indonesia, India, Srilangka, dan Papua New Guines.
Menurut data Coconut Statistical Year Book (1997) di dalam Intan (2000),
tanaman kelapa terkonsentrasi di Asia Selatan dan Asia Tenggara terutama di
Indonesia, India, Filipina, dan Srilangka.
Menurut Ketaren (1986), buah terdiri dari sabut eksokarp dan mesokarp,
tempurung (endokarp), daging buah (endosperm) dan air buah. Tebal sabut
kelapa lebih dari lima sentimeter dan tebal daging buah satu sentimeter atau
lebih (Ketaren, 1986). Menurut Masefield (1949), buah kelapa memiliki berat
rata-rata 1-1,15 kg dan terdiri dari 30% berat serabut, 13% tempurung, 33%
daging buah, dan 24% air. Gambar penampang melintang buah kelapa dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Penampang melintang buah kelapa
Pethiyagoda (1980) membagi spesies kelapa menjadi tiga varietas yaitu
Typica nar, Nana griff, dan Aurantica liy. Di Indonesia varietas Typica nar
dan Nana griff dikenal dengan kelapa dalam sedang dan Aurantica liy dikenal
sebagai nama kelapa genjah.
Tempurung
Daging buah
Sabut
16
Gambar 2. Pohon industri tanaman kelapa (www.dprin.go.id/Ind/Teknologi/Pohin).
17
Pohon kelapa merupakan pohon yang paling banyak kegunaannya karena
hampir tiap bagian dari pohon tersebut dapat dimanfaatkan. Tidak berlebihan
bila pohon kelapa dikenal pula sebagai pohon kehidupan (tree of life).
Berbagai ragam industri berbahan baku kelapa telah berkembang mulai dari
yang tradisional seperti kelapa dan kopra sampai kepada pengolahan minyak
menjadi senyawa-senyawa kimia yang mempunyai nilai tambah yang
tinggi. Pohon industri dari tanaman kelapa dapat dilihat pada Gambar 2.
(www.dprin.go.id/Ind/Teknologi/Pohin).
B. VIRGIN COCONUT OIL
Buah kelapa memiliki banyak manfaat sebagai produk turunannya, salah
satunya yaitu sebagai minyak makan atau santan dalam sayur-sayuran.
Dengan perkembangan teknologi dan pengetahuan, pemanfaatan minyak
kelapa juga semakin berkembang yaitu penggunaan minyak kelapa sebagai
obat-obatan. Turunan minyak kelapa yang mempunyai khasiat obat-obatan ini
dikenal sebagai VCO. Berbagai penyakit yang berasal dari virus yang belum
ditemukan obatnya dapat ditangkal dengan mengkonsumsi VCO seperti flu
burung, HIV/AIDS, hepatitis dan jenis virus lainnya. Bukan itu saja, VCO
dapat juga mengatasi kegemukan, penyakit kulit hingga penyakit yang
tergolong kronis, misalnya kanker prostat, jantung, darah tinggi, dan diabetes
(Fife, 2004)
Minyak kelapa murni atau Virgin Coconut Oil (VCO) mengandung asam
laurat yang tinggi (≥ 50%), yaitu lemak jenuh dengan rantai karbon C-12
yang lazim disebut dengan Medium Chain Fatty Acid (MCFA). Monolaurin
merupakan bentuk ubahan dari asam lemak di dalam tubuh manusia berupa
senyawa monogliserida. Monolaurin dapat merusak membran lipida (lapisan
pembungkus virus) sehingga virus dapat mengalami pemisahan antara lain
virus HIV, Herves Simplex Virus-1 (HSV-1), Vasicular Stomatitis Virus
(VSV), Visna Virus Cytomegalovirus (CMV), dan influenza. Bakteri patogen
yang dapat diinaktifkan oleh monolaurin adalah Listeria monocytogenes dan
Heliobacter pylorid (bakteri penyebab sakit maag) serta protozoa seperti
Giardia lumblia (Suhirman, 2004).
18
Komponen minyak kelapa terdiri dari asam lemak jenuh (90%) dan
minyak tak jenuh (10 %). Tingginya kandungan asam lemak jenuh menjadikan
minyak kelapa sebagai sumber saturated fat. Kandungan kimia yang terdapat
dalam VCO merupakan salah satu kelebihan VCO dibandingkan jenis-jenis
minyak lainnya. Minyak kelapa tidak mengandung kolestrol, tidak bersifat
toksik, dan tidak karsinogenik. Hal ini disebabkan minyak kelapa
mengandung jenis asam lemak jenuh berantai sedang (Medium Chain
Saturated Fatty Acid, MCFA) sehingga apabila mengalami proses pemanasan
struktur kimianya tidak akan berubah dan bersifat stabil. MCFA merupakan
komponen asam lemak berantai sedang yang memiliki banyak fungsi, antara
lain mampu merangsang produksi inulin sehingga proses metabolisme glukosa
dapat berjalan normal. MCFA juga bermanfaat dalam mengubah protein
menjadi sumber energi (Fife, 2004). Asam laurat dan asam lemak jenuh
berantai pendek seperti asam kaprat, kaprilat dan miristat yang terkandung
dalam minyak kelapa murni dapat berperan positif dalam proses pembakaran
nutrisi makanan menjadi energi. (Fife, 2004). Komposisi asam lemak minyak
kelapa murni dapat dilihat pada Tabel 1.
Berbeda dengan asam lemak yang terkandung dalam minyak sayur,
minyak sayur memiliki jenis asam lemak tak jenuh sehingga apabila
mengalami proses pemanasan struktur kimianya akan berubah dan mengalami
proses polimerisasi/penggumpalan yang secara fisik nampak kental seperti oli
mobil. Disamping itu, kandungan free radicals merupakan sifat yang bersifat
toksik dan karsinogenik (Sulistyo, 2004).
Asam laurat yang terkandung dalam minyak kelapa mempunyai peranan
penting bagi kesehatan manusia. Komponen ini mempunyai kadar yang
tingginya setara dengan komponen yang ada pada air susu ibu (ASI) yaitu
kurang lebih 50%. Oleh karena itu semakin tinggi asam laurat yang
terkandung pada suatu minyak berarti kandungan tersebut dapat disamakan
dengan produk ASI (Sulistyo, 2004).
19
Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak kelapa murni Asam lemak jenuh
Asam lemak Jumlah (%)
Asam kaproat 0.5
Asam kaprilat 8.0
Asam kaprat 7.0
Asam laurat 48.0
Asam miristat 17.0
Asam palmitat 9.0
Asam stearat 2.0
Asam arakhidat 0.1
Asam dodekanoat 0
Total asam lemak jenuh 91.1
Asam lemak tak jenuh
Asam lemak Jumlah (%)
Asam palmitoleat 0.1
Asam oleat 6.0
Asam linoleat 0.1
Asam a-linoleat 0
Total asam lemak tak jenuh 6.2
Sumber: Duryatmo (2005)
C. TEKNOLOGI PROSES
Pada pengolahan minyak kelapa biasa atau minyak goreng secara
tradisional dihasilkan minyak kelapa dengan mutu yang kurang baik. Hal
tersebut ditandai dengan adanya kadar air dan asam lemak bebas yang cukup
tinggi di dalam minyak kelapa, warnanya agak kecoklatan sehingga menjadi
cepat tengik dan daya simpannya yang tidak lama.
Dengan memperbaiki teknik pengolahan minyak kelapa biasa menjadi
pengolahan minyak kelapa murni atau lebih dikenal dengan nama VCO akan
diperoleh mutu yang lebih baik. Minyak kelapa yang dihasilkan memiliki
kadar air dan kadar asam lemak bebas yang rendah, berwarna bening serta
20
berbau harum dan daya simpannya menjadi lebih lama. Selain itu, minyak ini
tidak mengandung kolesterol dan mengandung asam laurat yang diubah
menjadi monolaurin sehingga bersifat antivirus.
Ada beberapa macam teknik pengolahan VCO yang berkembang di
masyarakat sekarang ini, diantaranya teknik press, teknik fermentasi, teknik
sentrifugasi, teknik membran dan teknik minyak pancing. Namun, teknologi
yang aplikatif dan nyata diterapkan di industri kecil adalah teknologi dengan
teknik sederhana dan tidak memakan banyak biaya. Dari kelima teknik yang
disebutkan di atas hanya teknik press dan fermentasi yang mampu memenuhi
keterbatasan dalam pendirian industri kecil VCO.
Pengolahan dengan Teknik Press, diawali dengan daging buah yang
dipotong-potong. Kemudian, dikeringkan sehingga diperoleh kopra lalu
dilakukan pengepresan guna mendapatkan minyak. Teknik pengolahan ini
biasanya dilakukan dalam skala besar (pabrik). Pengolahan dengan cara kering
tersebut dapat dilihat dari Gambar 3.
Gambar 3. Diagram alir Teknik Press VCO (Alamsyah, 2005)
21
Pengolahan minyak kelapa dengan menggunakan enzim lazim disebut
teknik fermentasi. Teknik fermentasi dilakukan untuk meminimalkan
penggunaan panas. Caranya adalah dengan menggunakan enzim secara
langsung atau mikroba penghasil enzim tertentu untuk memecah protein yang
berikatan dengan minyak dan karbohidrat sehingga minyak dapat terpisah
secara baik. Pembuatan VCO dengan teknik fermentasi diawali dengan proses
pembuatan santan. Santan ditempatkan pada wadah yang bersih dan
selanjutnya dibiarkan 30–60 menit hingga terbentuk gumpalan krim atau
"biang santan". Krim dipisahkan ke dalam wadah yang tembus pandang
seperti stoples yang relatif besar lalu ditambahkan ragi atau larutan cuka nira
secukupnya. Campuran diaduk secara merata dan difermentasi selama 10-14
jam atau semalam. Proses fermentasi dinyatakan berjalan baik jika dari
campuran tersebut terbentuk tiga lapisan, yakni lapisan atas berupa minyak
murni (VCO), lapisan tengah berupa blondo (warna putih) dan lapisan bawah
berupa air. Kemudian, lapisan minyak dipisahkan secara hati-hati. Diagram
alir teknologi proses VCO dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah ini.
Gambar 4. Diagram alir proses Teknik Fermentasi VCO (Alamsyah, 2005)
22
D. PEMASARAN
Pemasaran umumnya dipandang sebagai tugas untuk menciptakan,
memperkenalkan, dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen dan
perusahaan lain. Pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses di dalam
individu dan kelompok mendapatkan apa saja yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas
mempertukarkan barang dan jasa yang bernilai dengan pihak lain (Kotler,
2004). Sementara itu menurut Limbong dan Sitorus (1987) di dalam Stanton
(1994), pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang
ditujukan untuk merencanakan, menetapkan harga, mempromosikan,
mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli
yang potensial. Menurut Hiebig dan Scott (1992), terdapat tiga dasar yang
perlu melandasi orientasi pemasaran (marketing orientation) yaitu target
konsumen yang dituju oleh industri, pesaing dalam industri, dan posisi
perusahaan dalam target konsumen pesaing.
E. STRATEGI PEMASARAN
Strategi adalah saran yang digunakan untuk mencapai tujuan akhir atau
sasaran dan bukanlah sekedar suatu rencana. Menurut David (2004),
manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan,
pelaksanaan, dan evaluasi keputusan-keputusan lintas fungsi yang
memungkinkan organisasi mencapai tujuannya. Manajemen strategi berfokus
pada upaya memadukan manajemen, pemasaran, keuangan atau akuntansi,
produksi atau operasi, penelitian, pengembangan, dan informasi komputer
untuk mencapai keberhasilan organisasi. Tujuan manajemen strategi adalah
memanfaatkan dan menciptakan peluang-peluang baru dan berbeda di masa
datang.
Strategi pemasaran adalah rencana yang disatukan, luas, terintegarasi, dan
komprehensif yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan dari pemasaran
perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang cepat dalam suatu
organisasi. Bauran Pemasaran (marketing mix) merupakan salah satu konsep
penting dalam teori pemasaran. Bauran pemasaran adalah seperangkat alat
23
pemasaran yang digunakan secara terus-menerus untuk mencapai tujuan
pemasaran untuk mencapai sasaran pemasaran (Kotler, 2000). Bauran
pemasaran ini dibagi menjadi produk (product), harga (price), promosi
(promotion), dan tempat (place):
1. Produk
Produk merupakan elemen pertama dan yang paling penting dalam
bauran pemasaran. Menurut Kotler (2000), produk adalah segala sesuatu
yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi keinginan dan
kebutuhan. Produk merupakan penawaran berwujud perusahaan kepada
pasar yang mencakup kualitas, bentuk, merek, dan kemasan produk.
2. Harga
Harga merupakan elemen penting dari bauran pemasaran walaupan
dalam proses pemasaran modern terjadi peningkatan peranan faktor bukan
harga. Harga adalah satu-satunya unsur dari empat alat bauran pemasaran
yang menghasilkan pendapatan, ketika yang lainnya menghasilkan biaya.
Harga merupakan jumlah uang yang pelanggan bayar untuk produk
tertentu. Strategi bauran harga meliputi strategi dalam penetapan harga
produk, tingkat harga, keseragaman harga, potongan harga serta syarat-
syarat pembayaran.
Perusahaan harus menentukan apa yang ingin dicapai dari produk yang
dipasarkannya sebelum penetapan harga dilakukan dengan
mempertimbangkan pelanggan, pesaing, dan biaya produksi. Menurut
Kotler (2000), perusahaan perlu menyesuaikan harga berdasarkan kondisi
dalam pasar, karena harga bersifat fleksibel, dapat diubah dengan cepat.
Sehingga muncul beberapa metode penetapan harga yang harus
dipertimbangkan perusahaan, yaitu penetapan harga geografis, diskon
harga dan potongan pembelian, penetapan harga promosi, penetapan harga
diskriminatif dan penetapan harga bauran produk.
3. Distribusi
Saluran distribusi adalah serangkaian organisasi yang saling
tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa
24
siap digunakan atau dikonsumsi (Kotler, 2000). Menurut Stanton (1994),
tugas saluran distribusi secara garis besar mencakup:
Mengumpulkan atau mengonsentrasikan aneka ragam produk dari
berbagai produsen.
Mengelompokkan produk-produk tersebut dalam jumlah yang sesuai
dengan keinginan konsumen.
Menyebarkan kelompok barang tersebut kepada konsumen.
Menurut Kotler (1993), saluran pemasaran barang konsumsi dari
produsen kepada konsumen dapat dilaksanakan melalui empat saluran,
dapat dilihat pada Gambar 5. Dari empat saluran tersebut, saluran yang
umum yang digunakan adalah saluran grosir-pengecer-konsumen.
Gambar 5. Saluran pemasaran barang konsumen (Kotler,1993)
4. Promosi
Promosi meliputi semua kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk
mengkomunikasikan dan mempromosikan produknya kepada pasar
sasaran. Bauran promosi terdiri dari tiga alat promosi yaitu :
1) Periklanan yang merupakan segala bentuk penyajian dan promosi ide,
barang atau jasa secara personal oleh suatu sponsor tertentu yang
memerlukan pembayaran.
Produsen
Agen
Pengecer Pengecer
Pengecer
Grosir
Grosir
Konsumen
25
2) Promosi penjualan merupakan kumpulan alat-alat insentif yang
beragam, sebagian besar berjangka pendek, dirancang untuk
mendorong pembelian suatu produk atau jasa tertentu secara lebih
cepat atau lebih besar oleh konsumen atau pedagang.
3) Hubungan masyarakat, hubungan masyarakat ini melibatkan berbagai
program yang dirancang untuk mempromosikan dan atau menjaga citra
perusahaan atau tiap produk perusahaan.
F. PREFERENSI KONSUMEN
Menurut Engel (1994), perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan
yang secara langsung mempengaruhi seseorang dalam usaha mendapatkan,
mengkonsumsi, dan menghabiskan produk/jasa, dan proses keputusan
sebelum atau sesudah tindakan itu dilakukan. Perilaku konsumen dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Pengaruh lingkungan, yang meliputi lingkungan budaya, kelas sosial,
pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi
2. Perbedaan individu, yang meliputi sumber daya konsumsi, motivasi,
keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi.
3. Proses psikologis yang meliputi pembelajaran, perubahan sikap dan
perilaku.
Faktor-faktor ini kelak akan diperlukan untuk mengembangkan suatu
strategi. Perilaku konsumen merupakan tindakan yang memperlihatkan sikap
konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan
menghabiskan produk dan jasa. Kegiatan konsumen tersebut dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan konsumen tersebut. Berdasarkan kedua definisi tersebut,
dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen berdasar sifat psikologis
sehingga mendorong tindakan konsumen pada saat sebelum dan sesudah
melakukan pemenuhan kebutuhan hidupnya atau dalam mengevaluasi
kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan tersebut. Hubungan antara
perilaku konsumen dan strategi pemasaran biasanya akan diaplikasikan pada
suatu usaha meningkatkan kemungkinan atau frekuensi konsumen dalam
26
mengkonsumsi suatu produk atau jasa terutama pada bagian segmen pasar dan
bauran pemasaran (Peter dan Olson, 1993)
G. ANALISIS SITUASI
Menurut Wheelen dan Hunger (1992), analisa situasi atau lingkungan
usaha merupakan suatu cara untuk mendapatkan suatu kemampuan strategis
dengan mengintegrasikan antara peluang-peluang yang ada dengan
kemampuan atau kekuatan yang dimiliki perusahaan. Cara ini dilakukan untuk
mengatasi atau mengantisipasi kemungkinan adanya ancaman dari luar
perusahaan dan mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut.
1. Analisis Lingkungan Internal Perusahaan
Ada tiga langkah dalam melakukan analisa internal perusahaan. Langkah
pertama adalah menganalisa aspek-aspek kunci dari operasional perusahaan.
Langkah kedua adalah mengevaluasi status perusahaan berdasarkan aspek
kunci perusahaan tersebut dengan cara membandingkan dengan kondisi
masa lampau. Langkah ketiga merupakan langkah kritis, pada langkah ini
manajemen harus mencari basis komparatif dan menganalisis kondisi faktor
internal strategis yang telah menggambarkan kekuatan dan kelemahan yang
potensial dari perusahaan.
Menurut David (2004), secara tradisional aspek-aspek lingkungan
perusahaan yang hendak diamati salah satunya dilihat dari pendekatan
fungsional. Pendekatan fungsional terdiri dari akuntansi, pemasaran, dan
distribusi, penelitian, pengembangan, produksi dan operasi, sumber daya
manusia dan sistem informasi manajemen.
a) Keuangan dan akutansi
Dana selalu dibutuhkan dalam kegiatan operasional perusahaan.
Oleh karena itu, faktor-faktor yang perlu diperhitungkan adalah total
sumber daya keuangan, biaya modal yang rendah dalam hubungannya
dengan industri dan para pesaing, struktur modal, hubungan yang
bersahabat dengan pemilik dan pemegang saham, kondisi pajak,
27
asuransi, perencanaan keuangan, modal kerja, dan prosedur kebijakan
penilaian persediaan.
b) Pemasaran dan distribusi
Agar posisi di pasar sesuai dengan harapan, faktor-faktor yang
perlu diperhatikan antara lain adalah struktur persaingan pangsa pasar,
sistem riset pasar, bauran produk dan jasa, lini produk dan jasa, produk
baru yang kuat dan kepemimpinan jasa baru, perlindungan hak paten,
strategi harga, tenaga penjual, periklanan, kegiatan promosi, jasa purna
jual, dan jalur distribusi.
c) Penelitian dan pengembangan
Penelitian dan pengembangan merupakan unggulan bersaing
karena dua alasan yaitu :
1) Faktor penelitian dan pengembangan menciptakan produk baru
atau produk yang ditingkatkan untuk dipasarkan.
2) Hal ini dapat pula meningkatkan proses bahan untuk mendapatkan
keunggulan biaya melalui efisiensi.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan antara lain kemampuan
penelitian dan pengembangan pengepakan, kemampuan memilih
tujuan desain dan keinginan konsumen, laba kontribusi dan fasilitas
pengujian, teknisi dan para ahli, lingkungan kerja yang cocok, dan
kemampuan untuk melaksanakan peramalan.
d) Produksi dan operasi
Kegiatan produksi dan operasi perusahaan paling tidak dapat
dilihat dari prinsip efisiensi, efektifitas, dan produktifitas. Oleh
karenanya, faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah biaya operasi
total yang rendah, kapasitas untuk memenuhi permintaan pasar
fasilitas, sistem pengendalian persediaan, prosedur, kebijakan
pemeliharaan dan keluwesan operasi.
e) Sumber Daya Manusia
Manusia merupakan sumber daya terpenting bagi perusahaan. Oleh
karena itu, manajer perlu berupaya agar terwujud perilaku positif
dikalangan karyawan perusahaan. Berbagai faktor yang perlu
28
diperhatikan adalah langkah-langkah yang jelas mengenai manajemen
sumber daya manusia, ketrampilan dan motivasi kerja, produktivitas
dan sistem imbalan.
f) Sistem Informasi Manajemen
Informasi mengikat semua fungsi bisnis menjadi satu dan menjadi
dasar untuk semua keputusan manajerial. Tujuan dari sistem informasi
manajemen adalah meningkatkan kinerja perusahaan dengan cara
meningkatkan kualitas keputusan manajerial.
2. Analisis Lingkungan Eksternal perusahaan
Suatu unit bisnis harus memantau kekuatan lingkungan makro
(demografi, ekonomi, teknologi, politik dan hukum, alam/fisik, dan sosial
budaya) dan pelaku lingkungan mikro utama (pelanggan, pesaing, saluran
distribusi dan pemasok) yang mempengaruhi kemampuannya memperoleh
laba. Tujuan utama pengamatan lingkungan adalah untuk melihat peluang
pasar baru (Kotler, 2000).
Ditambahkan oleh Porter (1995), lingkungan mikro yang mempengaruhi
persaingan dalam suatu industri terdiri dari lima kekuatan. Lima kekuatan
tersebut merupakan ancaman masuk pendatang baru, kekuatan tawar-
menawar dari pembeli, kekuatan tawar-menawar pemasok, ancaman produk
pengganti, dan persaingan antar industri/perusahaan yang saling
memperebutkan posisi.
a) Perseteruan di antara perusahaan yang saling bersaing.
Perseteruan di antara perusahaan merupakan kondisi yang saling
berpengaruh. Jika perseteruan di antara perusahaan yang bersaing
meningkat maka industri tidak menarik lagi dikarenakan laba industri
menurun. Strategi yang dijalankan oleh perusahaan dapat berhasil jika
strategi itu memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan perusahaan
pesaing.
b) Potensi masuknya Pesaing Baru
Menurut Kotler (1993), pesaing adalah keseluruhan barang dan jasa
maupun perusahaan-perusahaan yang menghasilkan produk untuk
29
memperebutkan pasar yang sama. Perusahaan harus mempelajari
strategi, tujuan, kekuatan, kelemahan, dan pola reaksi pesaingnya agar
dapat mempersiapkan strategi pemasaran yang efektif. Perusahaan harus
memperoleh keunggulan strategis dengan mendapatkan posisi yang kuat
pada tawaran dibandingkan tawaran pesaing dalam ingatan konsumen.
Potensi masuknya pesaing baru merupakan elemen kedua dalam model
kekuatan Porter. Mudah tidaknya pesaing memasuki sebuah industri
tergantung dari hambatan yang dimiliki industri tersebut.
c) Potensi Pengembangan Produk Pengganti
Potensi pengembangan produk pengganti diukur melalui pangsa pasar
yang dikuasai. Produk pengganti yang layak diperhatikan adalah produk
yang fungsi dan kualitasnya mampu menandingi produk utama.
d) Kekuatan Tawar Pemasok
Pemasok merupakan lembaga atau individu yang melakukan kegiatan
penyediaan sumber daya yang diperlukan untuk operasional perusahaan
(Kotler dan Amstrong, 1997).
Pemasok memiliki kemampuan untuk mempengaruhi suatu industri.
Input yang diperoleh dari pemasok ikut menentukan mutu dan harga
produk akhir perusahaan karena pemasok dapat mempengaruhi industri
lewat kemampuannya menaikkan harga atau mengurangi mutu produk
atau pelayanan. Seringkali demi kepentingan bersama, pemasok dan
produsen saling membantu dengan memberikan harga terjangkau, mutu
yang lebih baik, pengembangan pelayanan baru, penyerahan barang tepat
waktu, dan mengurangi biaya investasi sehingga meningkatkan
kemampuan meraih laba jangka panjang bagi semua pihak yang terkait
(David, 2004).
e) Kekuatan tawar konsumen
Kekuatan tawar konsumen tergantung pada konsentrasi pembeli, jumlah
pembeli dan jumlah pembelian. Kekuatan tawar konsumen akan besar
ketika produk yang ditawarkan kepada konsumen bersifat standar dan
tidak berbeda sehingga perusahaan perlu meningkatkan pelayanan
khusus untuk memperoleh loyalitas pelanggan. Jika konsumen memiliki
30
posisi tawar yang kuat, konsumen akan berusaha untuk memaksa agar
harga diturunkan dan meminta lebih banyak mutu dan pelayanan.
Gambar 6. Lima kekuatan yang menentukan persaingan industri (Porter, 1995)
H. ANALISIS SWOT
Analisis SWOT merupakan salah satu cara mengorganisasikan temuan
audit pemasaran. Analisis SWOT adalah ringkasan audit pemasaran yang
menganalisa kekuatan dan kelemahan internal dalam hubungannya dengan
peluang dan ancaman eksternal. Menurut Rangkuti (2006), analisa SWOT
adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan
strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada logika yang memaksimalkan
kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan
meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats).
Tahap formulasi strategis dalam merumuskan alternatif strategi utama
dapat dijabarkan dengan alat bantu matriks SWOT. Matriks ini dapat
dijabarkan dengan alat bantu SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan
secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi
perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang
dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan strategi
Pendatang baru
Pesaing industri (persaingan antar
industri yang telah ada)
Produk subsitusi
Pembeli Pemasok
Ancaman pendatang baru
Daya tawar-menawar pembeli
Ancaman produk atau jasa subsitusi
Daya tawar-menawar pemasok
31
yang mengkombinasikan S-O (strengths-opportunities), S-T(strengths-
threats), W-O (weakness-opportunities), W-T(weakness-threats).
Internal
Eksternal
Strength (S) Weakness (W)
Opportunity (O) Strategy S-O Strategy W-O
Threaths (T) Strategy S-T Strategy W-T
Gambar 7. Matriks SWOT (Wheelen dan Hunger, 2000)
a) SO, menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengambil
peluang yang ada.
b) ST, menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk menghindari
dan mengatasi ancaman.
c) WO, strategi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dari peluang
demi mengatasi kelemahan yang dimiliki.
d) WT, pada dasarnya strategi ini hanya bersifat bertahan, sehingga kegiatan
utamanya adalah meminumkan kelemahan dan menghindari ancaman.
I. MATRIKS INTERNAL – EKSTERNAL
Matriks Internal-Eksternal menempatkan perusahaan pada diagram skematik
dan disebut sebagai analisa portfolio. Matriks Internal-Eksternal dapat dibagi
menjadi 3 daerah utama yang membutuhkan strategi yang berbeda. Daerah-
daerah tersebut adalah: sel I, II. IV yang merupakan searah pertumbuhan.
Strategi intensive (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan
produk) maupun integratif (backward integration, forward integration dan
horizontal integration) sangat tepat bila digunakan pada daerah ini. Sel III,V,VII
merupakan daerah bertahan, dimana penetrasi pasar dan pengembangan produk
adalah dua strategi yang sangat unum dikembangkan, sedangkan sel VI, VIII, IX
merupakan daerah divestasi (David, 2004).
32
TOTAL FAKTOR INTERNAL Tinggi Rata-rata Lemah 4.0 3.0 2.0
I
II III
IV
V VI
T O T Tinggi A L F A 3.0 K T Rata-rata O R E K 2.0 S T E Lemah R N A L
VII VIII IX
Gambar 8. Total Faktor Eksternal-Internal (David, 2004)
Menurut Rangkuti (2006), vertical integration dilakukan dengan mengambil
alih fungsi supplier dan distributor. Pengambilalihan fungsi supplier disebut
backward integration, sedangkan pengambilalihan fungsi distributor disebut
forward integration. Dengan vertical integration biaya produksi menjadi lebih
efisien dibandingkan dengan melakukan kontrak untuk penjualan produk
maupun membeli bahan baku. Horizontal integration dilakukan dengan
mengembangkan produk di wilayah geografik atau dengan meningkatkan
jumlah produk di pasar yang telah ada. Perhitungan skor antara 1 sampai 1,99
pada sumbu horisontal menunjukkan posisi internal yang lemah, skor 2,00-2,99
menunjukkan rata-rata, sedangkan skor 3,00 sampai 4,00 menunjukkan posisi
internal yang kuat. Pada sumbu vertikal antara 1-1,99 menunjukkan posisi
eksternal yangrendah, skor 2,00-2,99 menunjukkan posisi eksternal yang
sedang, skor 3,00-4,00 menunjukkan pengaruh yang tinggi.
33
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. KERANGKA PEMIKIRAN
Persaingan yang terjadi pada industri VCO membuat setiap industri yang
bergerak memproduksi VCO harus selalu mengkaji ulang secara terus-
menerus strategi pemasarannya. Tingkat persaingan industri VCO yang tinggi
disebabkan teknologi yang digunakan untuk menciptakan dan mengolah
minyak kelapa untuk menjadi VCO sangat sederhana dan modal yang
diperlukan tidak besar. Hal ini menyebabkan perusahaan yang masuk semakin
banyak dan bervariasi dari tingkat rumah tangga, tingkat menengah, dan
industri besar.
Tingkat persaingan yang tinggi pada pasar VCO membawa perubahan
lingkungan dalam suatu industri secara langsung maupun tidak langsung.
Perubahan lingkungan ini mempengaruhi konsumen dalam pengambilan
keputusan dalam mengkonsumsi VCO. Sehingga, pangsa pasar pun akan
berubah dan pasar akan mengalami masa stasioner. Masa stasioner adalah
kondisi dimana perubahan pangsa pasar sudah mengalami kesetimbangan.
Perubahan ini akan menjadi suatu ancaman terutama untuk industri VCO yang
belum memiliki modal yang kuat, tetapi akan menjadi peluang untuk industri
VCO lainnya. Perusahaan perlu menganalisis lingkungan untuk mengetahui
kekuatan dan kelemahannya serta peluang dan ancaman yang dihadapinya.
Sehingga, perusahaan dapat mengambil keputusan strategi pemasaran yang
tepat.
VCO yang selama ini dijual di pasaran hanya dikenal sebagai produk
suplemen minum dalam kemasan yang berbentuk cair. Sebenarnya, khasiat
VCO banyak sekali, mulai dari produk kecantikan sampai pada kegunaan
dalam bidang farmasi baik untuk diminum atau penggunaan dioleskan pada
kulit. Multiple fungsi inilah yang seharusnya menjadi lokomotif penentuan
strategi pemasaran produk VCO yang dilakukan PT. Bogor Agro Lestari
untuk bertahan dan memperluas pangsa pasar.
34
Gambar 9. Diagram alir metode penelitian
Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
mengidentifikasi permasalahan PT. Bogor Agro Lestari sebagai produsen
VCO. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis dan mengidentifikasi
lingkungan pemasaran PT. Bogor Agro Lestari dengan pendekatan konsep
Permasalahan : Trend Permintaan pasar mulai berubah Lingkup pasar semakin sempit Persaingan yang semakin ketat dalam usaha industri VCO
PT. Bogor Agro Lestari
Konsep Lingkup Pemasaran
Analisi lingkungan eksternal: Lingkungan Makro Lingkungan Mikro
Matriks IFE dan EFE
Matriks SWOT
Rekomendasi Alternatif Strategi Pemasaran Terbaik
Analisis lingkungan internal Pemasaran SDM Produksi Keuangan
35
lingkungan pemasaran. Langkah-langkah operasional dalam analisis strategi
pemasaran terdiri dari tahap masukan, tahap pencocokan, dan tahap penelitian.
Proses penyusunan perencanaan strategis melalui tiga tahap analisis, yaitu;
tahap pengumpulan data, tahap analisis, dan tahap pengambilan keputusan
(Rangkuti, 2006). Tahap pengumpulan data, dengan melakukan Evaluasi
Faktor Eksternal (EFE) dan Evaluasi Faktor Internal (IFE) perusahaan.
Matriks IE (Internal-Eksternal) digunakan untuk melihat kondisi dan posisi
perusahaan saat ini. Kemudian, dilakukan pemilihan alternatif strategi bagi
perusahaan menggunakan matriks SWOT. Metode Penelitian yang dilakukan
dalam skripsi ini dapat dilihat secara skematik pada Gambar 9.
B. PENDEKATAN MASALAH
Dalam penelitian ini, pendekatan masalah dimulai dari identifikasi
masalah, sehingga permasalahan yang terjadi untuk produk industri VCO
dapat dirumuskan. Berdasarkan perumusan masalah yang ada maka akan
dicarikan metodologi yang tepat untuk memecahkan permasalahan yang ada
dengan tujuan, variabel-variabel dari penyelesaian yang ada. Pendekatan
masalah yang ada akan disesuaikan dengan masalah yang ada, sehingga hasil
penyelesaiannya dapat digunakan untuk permasalahan yang ada.
C. TATA LAKSANA
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan jenis penelitian studi kasus. Menurut Nazir (1988), pendekatan studi
kasus digunakan untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar
belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter khas dari suatu kasus, dan hasil
yang diperoleh penggunaanya terbatas objek yang diteliti. Penelitian ini
dilakukan di PT. Bogor Agro Lestari.
1. Pengumpulan data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer
dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui metode pertanyaan
terbuka dengan menggunakan kuisioner dalam bentuk pertanyaan terbuka
36
serta wawancara. Data sekunder diperoleh dari laporan manajemen PT.
Bogor Agro Lestari, Badan pusat Statistik, dan literatur yang mengarah
pada penelitian.
2. Metode penelitian
Metode yang digunakan untuk menganalisis data dilakukan urutan
sebagai berikut :
a. Analisis situasi internal perusahaan dilakukan dengan observasi dan
wawancara terhadap lingkungan internal perusahaan berdasarkan data
penjualan, teknologi proses, standar VCO, dan distributor VCO
perusahaan. Selain itu, analisis internal perusahaan dilakukan dengan
penyebaran kuisoner dengan pertanyaan terbuka untuk mendapatkan
data primer tentang faktor yang mempengaruhi lingkungan pemasaran.
b. Analisis eksternal dilakukan dengan observasi dan wawancara pada
pihak perusahaan berdasarkan lima kekuatan persaingan Porter yaitu
ancaman masuknya pendatang baru, kekuatan tawar-menawar pemasok,
ancaman produk pengganti dan persaingan antar perusahaan yang telah
ada.
c. Analisis bauran pemasaran merupakan salah satu cara analisis eksternal
melalui preferensi konsumen. Analisis ini dilakukan dengan cara
menyebarkan kuisioner dengan pertanyaan tertutup. Hal ini bertujuan
agar perusahaan dapat mengetahui kebutuhan dan keinginan konsumen
sehingga mendapatkan konsep produk dengan jelas sesuai dengan
harapan konsumen. Analisa data pemasaran yang diperoleh melalui
kuisioner tertutup ini akan diuji realibilitas data dengan menggunakan
metoda moment product. Data yang diolah pada metoda ini adalah data
yang diperoleh dari hasil pengukuran ulang (test-retest). Perhitungan
metoda ini dilakukan dengan cara langsung.
d. Metode pemilihan sampel merupakan cara untuk menyeleksi responden
untuk dijadikan sampel. Menurut Kinnear dan Taylor (1991), terdapat
dua macam metode pengambilan sampel, yaitu probability sampling dan
non probability sampling. Dalam probability sampling, seleksi unsur
populasi untuk dijadikan sampel adalah sama atau paling tidak diketahui.
37
Beberapa contoh probability sampling adalah simple random sampling,
stratified random sampling dan cluster random sampling. Pada metode
non probability sampling, seleksi unsur populasi untuk dijadikan sample
dilakukan atas dasar pertimbangan peneliti. Setiap unsur dalam populasi
yang terpilih sama sekali tidak memiliki kesempatan yang diketahui.
Beberapa contoh non probability sampling adalah convenience
sampling, purposive sampling dan quota sampling. Pemilihan sample
dilakukan dengan prosedur penarikan sampel non probability dengan
metode purposive sampling. Responden dipilih secara acak tanpa ada
syarat atau batas tertentu yang ditetapkan. Jumlah responden ditentukan
berdasarkan perhitungan rumus Slovin (Umar, 2000).
Rumus Slovin:
21 NeNn
+=
Keterangan : n : jumlah sampel
N: jumlah populasi
e : nilai kritis yang digunakan yaitu 10%
e. Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal (IFE-EFE),
penilaian ini dilakukan untuk mengukur sejauh mana kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki perusahaan. Kemudian Matriks IFE-EFE
digabungkan ke dalam matriks IE. Hal ini dilakukan untuk melihat
keberadaan perusahaan pada industri tersebut sehingga dapat mengetahui
posisinya.
f. Analisis matriks SWOT digunakan untuk analisis kualitatif dalam
penyusunan strategi pemasaran. Matriks ini mengkombinasikan
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Matriks ini diambil untuk
analisis strategi pemasaran dari pencocokan matriks IE sehingga dapat
disusun sebuah strategi pemasaran berdasarkan kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman perusahaan.
g. Penentuan posisi perusahaan dan penentuan strategi yang harus
digunakan didasarkan pada perhitungan bobot dan ranking matriks IE.
38
3. Metode Analisis
a) Perhitungan bobot dan ranking Matriks Internal-Eksternal
Perhitungan bobot dan ranking Matriks Internal-Eksternal digunakan
untuk menentukan posisi perusahaan. Perhitungan posisi perusahaan
diawali dengan menghitung bobot dan ranking masing-masing yang
setiap faktor diisi oleh pihak pakar internal perusahaan melalui
kuisioner. Tahapan perhitungan bobot dan nilai analisis SWOT adalah
sebagai berikut :
1. Identifikasi faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
Dari hasil identifikasi faktor internal dan eksternal dipisahkan
menjadi kelompok-kelompok tersendiri.
2. Penentuan bobot dilakukan dengan identifikasi faktor strategis
eksternal dan internal tersebut kepada pihak manajemen atau pakar
dengan metode Paired Comparison (Kinnear, 1991). Metode
tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot
setiap faktor penentu internal dan eksternal. Untuk menentukan
bobot setiap variabel digunakan skala 1, 2, dan 3. Bobot setiap
variabel diperoleh dengan menentukan setiap variabel terhadap
jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus
(Kinnear, 1991). Tabel penentuan tingkat bobot matriks internal
dan eksternal dapat dilihat pada Lampiran 3.
Metode Paired Comparison:
nXiai =
Keterangan : ai = bobot variabel k-i
Xi = nilai variabel ke-i
i = 1, 2, 3,...,n
n = jumlah variabel
3. Penentuan peringkat oleh manajemen atau pakar dari perusahaan
dilakukan terhadap variabel-variabel dari hasil analisis situasi
39
perusahaan. Untuk mengukur pengaruh masing-masing variabel
terhadap kondisi perusahaan digunakan sesuai peringkat dengan
menggunakan skala 1, 2, 3, dan 4 terhadap masing-masing faktor
strategis yang menandakan seberapa efektif strategis perusahaan
saat ini. Pemberian nilai rating pada matriks EFE untuk faktor
peluang bersifat positif yaitu dengan skala.
b) Pengukuran Reliabilitas Kuisioner
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan kebenarannya,
bila suatu alat pengukur digunakan dua kali untuk mengukur gejala
yang sama. Jika hasil yang diperoleh relatif konstan atau konsisten,
maka alat pengukur tersebut reliabel. Dengan kata lain, realibilitas
menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur
derajat yang sama (Singarimbun dan Effendi, 1989)
Teknik yang digunakan untuk uji reliabilitas harga ini adalah
teknik pengukuran ulang (test-retest). Teknik ini dipilih karena tidak
membutuhkan keahlian yang profesional dan biaya yang besar.
Pelaksanaan teknik ini dilakukan dengan memberikan kuisioner
sebanyak dua kali dalam jangka waktu tertentu. Menurut Singarimbun
dan Effendi (1989) selang waktu yang baik berkisar antara 15-30 hari
atau 3-4 minggu.
Para responden dihubungi kembali dengan mendatangi tempat
kerja responden serta mendatangi rumah responden berdasarkan alamat
yang diberikan. Untuk memudahkan dalam mengukur skor total hasil
kuisioner dari setiap responden, maka dilakukan nilai pada variabel-
variabel yang ada. Pemberian ini menggunakan nilai nominal dan
ordinal. Nilai nominal diberikan pada pola pembelian, pemetaan merk
dan beberapa variabel komponen pemasaran.
40
Rumus perhitungan indeks reliabilitas adalah sebagai berikut:
( ) ( )
( )[ ] ( )[ ]2222 ∑∑∑∑∑ ∑∑
−−
−=
YYnXXn
YXXYnr
Bila hasil perhitungan menunjukkan nilai rhit (moment product)
lebih besar daripada rtabel berarti hasil perhitungan konsisten.
c) Uji validitas
Menurut Sugiyono (2003), instrumen yang valid berarti alat ukur
yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid. Valid berarti
instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak
diukur. Sedangkan hasil penelitian yang valid adalah bila terdapat
kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya
terjadi pada obyek yang diteliti.
Teknik yang digunakan adalah teknik Alpha Cronbach, dengan
rumus berikut :
( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
−= ∑
2
2
11 11 t
b
kkr
σσ
Keterangan: r11 = keandalan instrumen
k = banyak butir pertanyaan
∑ 2bσ = jumlah ragam butir
2tσ = ragam total
d) Tabel Frekuensi dan Tabel Silang
Langkah pertama dalam menganalisa data adalah menyusun tabel
frekuensi. Tujuannya adalah menggambarkan karakteristik sampel
penelitian karena setiap sampel biasanya dipilih dari populasi yang
lebih luas dan tabel frekuensi ini dianggap dapat menerangkan
karakteristik dari populasi (Effendi dan Manning dalam Singaribun
dan Effendi, 1989).
41
Analisis tabel silang adalah metode paling sederhana tetapi
mempunyai daya menerangkan cukup kuat untuk menjelaskan
hubungan antar variabel. Pada analisis ini digunakan ditribusi
presentase pada sel-sel dalam tabel sebagai dasar untuk menyimpulkan
hubungan antara variabel-variabel (Effendi dan Manning dalam
Singarimbun dan Effendi, 1997), tabel silang adalah teknik untuk
membandingkan atau melihat hubungan antara dua variabel atau lebih.
Dalam tabel silang biasanya dihitung persentase responden untuk
setiap kelompok agar mudah dilihat hubungan antar variabel.
e) Uji Kebebasan (Chi-Kuadrat)
Menurut Siegel (1994), uji chi kuadrat merupakan suatu uji yang
digunakan untuk menetapkan signifikansi perbedaan-perbedaan
antara dua kelompok yang independen. Hipotesis dapat diuji dengan
formula sebagai berikut:
∑∑−
=r
k
k
j ij
ijij
EEO
x2
2 )(
Keterangan: X2 = nilai chi kuadrat
Oij = frekuensi pengamatan pada sel
kolom ke-i dan baris ke-j
Eij = frekuensi pada sel kolom e-i
n = baris ke-j
r = jumlah baris
k = jumlah kolom
Untuk mendapatkan frekuensi yang diharapkan bagi masing-
masing sel (Eij), jumlah total dan total kolom pada sel tertentu
dikalikan, kemudian hasilnya dibagi dengan jumlah sampel (n).
Hipotesis yang digunakan adalah:
Ho = kedua peubah bersifat bebas
H1 = kedua peubah bersifat berhubungan
42
Hipotesis nol ditolak jika nilai X2 yang diperoleh lebih dari satu
sama dengan nilai kritis chi-kudrat dari tabel dan sebaliknya
diterima bila nilai X2 kurang dari nilai kritis tabel. Derajat bebas
(db) yang digunakan dihitung dengan rumus db = (k-1) (r-1) dan
tingkat kepercayaan yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah 90 %.
43
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. LINGKUNGAN EKSTERNAL
Lingkungan eksternal adalah lingkungan yang berada di luar kendali
perusahaan. Lingkungan eksternal sangat berpengaruh terhadap kondisi
perusahaan secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu, kondisi
lingkungan ekstenal harus dipertimbangkan dalam penentuan strategi
perusahaan maupun pada pengembangan bauran pemasaran.
Lingkungan eksternal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu lingkungan
mikro (lingkungan tugas) dan lingkungan makro. Lingkungan mikro terdiri
dari para pelaku dalam lingkungan yang langsung berkaitan dengan
perusahaan yang mempengaruhi kemampuan untuk melayani pasar,
sedangkan lingkungan makro terdiri dari kekuatan–kekuatan yang lebih
bersifat kemasyarakatan dan mempengaruhi semua pelaku dalam lingkungan
mikro perusahaan. Dalam menganalisis lingkungan pemasaran yang dihadapi
pada pasar sasaran, perusahaan perlu memperhatikan lingkungan industri
untuk mengetahui intensitas persaingan dalam industri sejenis (Umar, 1999).
1. Lingkungan eksternal makro
a. Kondisi perekonomian
Keadaan perekonomian suatu negara akan mempengaruhi kinerja
perusahaan dalam suatu industri. Faktor ekonomi mengacu pada sifat, cara
dan arah perekonomian perusahaan. Lingkungan perekonomian yang
berubah harus mendapatkan reaksi yang cepat dalam pengambilan
keputusan untuk menentukan rencana pemasaran yang sesuai dengan
kondisi perkonomian. Lingkungan ekonomi juga sangat dipengaruhi oleh
interaksi ekonomi makro.
Kondisi perekonomian ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang
terus meningkat. Indikator yang sering dipakai untuk menggambarkan
tingkat kemakmuran masyarakat secara makro adalah pendapatan
perkapita atau Percapita Income. Semakin tinggi pendapatan yang
diterima penduduk di suatu wilayah maka tingkat kesejahteraan di wilayah
44
yang bersangkutan dapat dikatakan bertambah baik. Oleh karena
pendapatan faktor produksi dan transfer yang mengalir keluar (transfer
out) serta pendapatan faktor produksi dan transfer yang masuk (transfer
in) yang menjadi komponen perhitungan pendapatan regional belum dapat
dihitung maka yang dapat disajikan hanya Pendapatan Domestik Regional
Bruto (PDRB) perkapita. Angka ini diperoleh dengan cara membagi
PDRB dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun.
Salah satu besaran yang menggambarkan tingkat kesejahteraan
masyarakat secara makro di suatu daerah adalah menggunakan indikator
PDRB perkapita yaitu rata-rata nilai tambah yang dihasilkan oleh setiap
penduduk. PDRB perkapita dapat dijadikan pendekatan untuk indikator
pendapatan perkapita. Indikator pendapatan perkapita sering dijadikan
sebagai base line yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Kendati masih terdapat banyak kelemahan pada indikator ini, pendapatan
perkapita sampai saat ini masih banyak digunakan sebagai indikator makro
untuk menentukan maju mundurnya pembangunan di suatu kawasan.
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang dapat
menggambarkan kinerja perekonomian di suatu wilayah.
Sehingga, pertumbuhan ekonomi merupakan indikator makro yang sering
digunakan sebagai salah satu strategi kebijakan bidang ekonomi.
Perekonomian Nasional memasuki tahun 2005 mengalami gejolak dengan
adanya kenaikan harga BBM. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi
nasional tetap mampu tumbuh positif dengan laju sebesar 5,6%.
Peningkatan kinerja perekonomian nasional tersebut didukung oleh
kondisi sosial politik serta keamanan yang kondusif.
Dalam lima tahun terakhir (2001-2005) nilai PDRB kota Bogor
mengalami peningkatan dengan nilai di atas lima persen. Peningkatan
PDRB ditujukan pada Tabel 2 dimana pada tahun anggaran 2002 sebesar
5,47%, meningkat pada tahun anggaran berikutnya menjadi 5,72% tahun
2003, 5,74% tahun 2004, 5,76% tahun 2005. Peningkatan PDRB dari
sektor industri pengolahan dimana terlihat dari tahun anggaran 2002 yaitu
sebesar 5,73%, kemudian meningkat pada tahun anggaran berikutnya
45
menjadi 6,17% tahun 2003, 6,20% tahun 2004, 6,21% tahun 2005.
Sumbangan besar dimainkan oleh sektor industri terhadap peningkatan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Hal ini menandakan adanya
transformsi ke arah sektor industri. Salah satu industri yang mempunyai
kontribusi terbesar adalah berasal dari industri makanan.
Tabel 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bogor menurut
lapangan usaha atas dasar harga konstan (tahun 2001-2005) dalam jutaan rupiah
Tahun Uraian 2001 2002 2003 2004 2005
Pertanian 10,755.40 11,094.84 11,642.98 12,193.69 12,716.02 Pertambangan dan Penggalian - - - - - Industri Pengolahan 779,846.18 827,318.66 881,718.49 940,062.95 1,002,371.58 Listrik, Gas, dan Air Bersih 85,758.27 91,743.05 98,132.83 105,087.61 112,491.06 Bangunan 227,279.58 234,466.55 244,414.67 255,205.67 266,037.24 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 908,410.21 949,697.09 988,571.26 1,029,072.26 1.071.266.44 Pengangkutan dan Komunikasi 264,303.07 281,187.90 301,110.33 322,110.33 324,684.12 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 322,515.18 358,604.84 398,668.99 441,570.29 489,525.24 Jasa-Jasa 221,565.32 232,720.65 243,925.99 255,671.20 268,139.21 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2,823,430.21 2,986,837.37 3,168,185.54 3,361,438.93 3,567,230.91
Sumber: Badan Pusat Statistik Bogor, 2006
Menurut Sagir (1995), adanya laju inflasi yang cepat disebabkan oleh
meningkatnya permintaan akan barang dan jasa yang lebih cepat bila
dibandingkan dengan pengadaan barang dan jasa tersebut. Sehingga harga
barang dan jasa pun meningkat dengan tajam (terjadi overheated
economy). Indeks Harga Konsumen adalah indeks yang menggambarkan
perubahan harga pada suatu komoditi dan kelompok pengeluaran atau
harga secara umum. Perubahan indeks dari periode yang berbeda disebut
inflasi jika meningkat dan deflasi jika terjadi penurunan. Laju inflasi
46
merupakan salah satu indikator makro yang dapat menggambarkan
perekonomian secara menyeluruh terutama di bidang moneter. Laju inflasi
dipantau setiap bulan untuk evaluasi kinerja dan perencanaan
pembangunan. Dapat dilihat pada Tabel 3, inflasi Kota Bogor pada tahun
2006 mencapai 6,62%.
Secara umum perkembangan harga barang dan jasa pada tahun 2005
mengalami kenaikan yang sangat tajam. Tingkat inflasi di beberapa kota
Jawa Barat mencapai dua digit dikarenakan kenaikan harga BBM pada
bulan Maret dan Oktober. Selain itu, kebijakan moneter dengan BI rate
mencapai 12,75% mempengaruhi tingkat inflasi di Jawa Barat sampai
pada akhir 2005. Kota Bogor mengalami laju inflasi sebesar 0,536%
sepanjang tahun 2006.
Tabel 3. Tabel IHK dan Inflasi tahun 2006
Kota bogor Bulan IHK Inflasi
Januari 141.91 1.1 Februari 143.25 0.94 Maret 142.76 -0.34 April 142.45 -0.22 Mei 143.95 1.05 Juni 144.06 0.08 Juli 144.41 0.24 Agustus 145.35 0.65 September 145.94 0.41 Oktober 147.66 1.18 November 147.96 0.2 Desember 149.65 1.14 Desember'05 140.36 Laju inflasi Jan-Des 2006 6.62 Perbandingan IHK Jan-Des 2006
Sumber: Badan Pusat Statistik Bogor, 2007
b. Faktor Teknologi
Adaptasi teknologi yang menarik akan berdampak pada perencanaan
perusahaan melalui perkembangan produk, pengembangan proses
produksi, dan peningkatan pemasaran. Dua dimensi terbesar dalam suatu
47
industri adalah proses dan teknologi. Kedua dimnsi tersebut
mempengaruhi energi, material, transportasi, dan areal yang digunakan.
Penggunaan teknologi PT. Bogor Agro Lestari adalah teknologi
bioproses enzimatik (Enzymatic Bioprocessing Technology). Dilihat dari
segi penggunaan mesin dan peralatan, teknologi pengolahan VCO masih
tergolong pada taraf sedang (madya). Teknologi yang dipakai pada
PT. Bogor Agro Lestari dapat dibandingkan dengan teknologi yang
digunakan untuk industri yang sejenis (VCO) yang masih menggunakan
teknologi sederhana untuk proses pengolahannya.
Teknologi yang tergolong taraf sedang ini disebabkan sulitnya
mendapatkan pinjaman dan menarik investasi. Situasi ini tercipta karena
produk yang dihasilkan merupakan barang bukan bahan makanan pokok.
Selain itu, teknologi yang digunakan dapat memanfaatkan limbah hasil
pembuatan VCO. Minyak goreng VCO merupakan hasil damping dari
pengolahan limbah VCO, mempunyai keunggulan dibandingkan dengan
minyak goreng lainnya, yaitu manfaat yang sama dengan fungsi VCOitu
sendiri. Minyak goreng yang berasal dari VCO ini mendapat banyak
pesanan dari berbagai rumah makan untuk para pecinta makanan
vegetarian, dimana minyak goreng yang dihasilkan dari hasil samping
memiliki kadar laurat tinggi.
Persaingan sesama industri VCO, PT. Bogor Agro Lestari tidak kalah
baik dari segi kapasitas produksi dan mutu produk. Dengan teknologi
bioproses enzimatik ini, PT. Bogor Agro Lestari mampu memenuhi
permintaan konsumen berdasarkan preferensi dan kebutuhan. Preferensi
konsumen dapat dilihat dari mutu atau kualitas VCO yang
dihasilkan, sedangkan kebutuhan berdasarkan tingkat permintaan
konsumen terhadap VCO.
c. Faktor Sosial
Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai populasi
penduduk yang cukup besar, yaitu 230 juta jiwa. Dalam
perkembangannya, penduduk Indonesia yang sadar kesehatan akan
48
semakin meningkat pula sehingga akan menaikkan jumlah permintaan
akan VCO sebagai minuman kesehatan.
Kotamadya Bogor merupakan pasar potensial bagi industri minuman
kesehatan Vigin Coconut Oil PT. Bogor Agro Lestari dalam memasarkan
produknya. Dengan kondisi jumlah penduduk Kotamadya Bogor tahun
2006 sebesar 760.329 jiwa (Badan Pusat Statistik Bogor, 2007) akan
meningkatkan pemintaan minuman kesehatan VCO. Dengan adanya
pertahanan terhadap kualitas produk dari segi produk dan promosi produk
VCO diharapkan mampu menjawab permintaan pasar. Selain itu, hasil
samping yang diciptakan mampu menjadi produk subsitusi minyak
goreng. Minyak goreng kelapa (FERCO) mempunyai kadar lemak jenuh
yang tinggi (asam laurat) dan aman dikonsumsi oleh penderita
kolestrol.
d. Faktor politik
Pemerintah selalu berkaitan dengan keberadaan regulasi-regulasi
dan dukungan-dukungan lain yang non-regulatif. Secara umum,
variabel pemerintah berkenaan dengan keberadaan regulasi-regulasi
terkait, stabilitas politik, ekonomis, dan politis. Pemerintah memberikan
deregulasi terkait seperti Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun
1945 yang merupakan landasan ideologi dan konstitusional
pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha kecil
dan menengah.
Industri VCO di PT. Bogor Agro Lestari tergolong pada industri
kecil dan menengah. Pemerintah selaku penyelenggara negara
berusaha melindungi keberadaan sektor industri kecil dan menengah
sebagai salah satu pertahanan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu,
pemerintah mengeluarkan regulasi yang mendukung adanya Usaha Kecil
dan Menengah (UKM), yaitu Undang-undang Nomor 25/1992 tentang
Perkoperasian, Undang-undang Nomor 9/1995 tentang Usaha Kecil,
Undang-undang Nomor 25/2004 tentang Sistem Perencanaan
49
Pembangunan Nasional, serta berbagai undang-undang, peraturan
pemerintah, Inpres dan Keppres dan Perpres lainnya yang terkait.
e. Faktor Alam
Luas areal kebun kelapa di Indonesia adalah yang terbesar di dunia,
yaitu seluas 3,74 juta hektar atau sebesar 31,4% dari luas areal kebun
kelapa di dunia. Total areal kelapa di Indonesia dapat dilihat pada Tabel
4, tersebar di seluruh wilayah di Indonesia yang perkembangan pada
setiap wilayah mengalami penurunan dimana pada tahun 2002 menurun
1%, tahun berikutnya menurun 0,67%. Namun, penurunan luas wilayah
tidak terlalu mempengaruhi penyediaan bahan baku kelapa Nasional.
Tabel 4. Luas areal dan produksi kelapa di Indonesia (hektar)
Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun 2003 Propinsi Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi
D.I. Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarata Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I.Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa TenggaraBarat Nusa TengaraTimur Kalimantan Barat KalimantanTengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Irian Jaya
110.467 150.301
86.263 594.401 128.079 42.245 16.271 19.947
131.308 0
184.550 100.027 290.140 44.199
284.297 72.193 67.097 164.448 91.643 66.761 44.075
164.448 254.033 58.906
183.333 161.152 47.585 92.445
161.871 37.451
75.684 119.644 70.510
512.075 122.327
3.034 6.325
12.193 109.251
0 78.588 58.134
222.512 46.630
251.201 75.128
48.5 64.742
47.884 63.056 26.037 64.742
262.230 61.204
185.474 145.053 33.886 89.829
166.869 12.539
111.138 145.305 91.920
569.970 128.079 44.479 15.399 27.788
132.406 0
171.622 100.027 286.539 44.045
286.130 71.850 68.352
163.993 92.566 68.611 42.377
163.993 271.227 58.008
178.331 165.132 48.000 92.445
162.021 42.688
75.606 119.808 77.603
444.797 122.327 28.035 6.531 3.649
114.426 0
93.175 64.166
216.470 47.272
258.162 74.021 49.417 55.503 44.036 47.958 28.438 55.503
279.011 55.869
185.323 154.813 30.326 69.829
166.869 14.295
111.188 145.355 91.970
570.020 128.029 44.529 15.449 27.838
132.456 0
171.672 100.077 286.589 44.095
286.180 71.900 68.402
164.043 92.616 68.661 42.427
164.043 271.277 58.058
178.381 161.340 48.050 92.495
162.071 42.733
79.386 125.578 81.483
467.038 128.443 29.437 6.858 3.831
120.145 0
97.799 67.374
227.265 49.636
270.976 77.698 51.888 58.268 46.238 50.356 29.860 58.268
292.580 58.662
194.504 145.171 31.842 73.320
175.212 15.010
INDONESIA 3.739.451 3.012.511 3.734.057 2.968.384 3.731.565 3.098.539 Sumber: Deptan, Ditjen BP Perkebunan, 2004 Besaran angka-angka di atas menunjukkan bahwa potensi
ketersediaan bahan baku untuk membangun industri masih sangat besar..
Lahan ketersediaan bahan baku masih sangat luas dan belum
50
termanfaatkan dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan luas areal dan
produksi kelapa per propinsi tahun 2000-2003 terlihat pada Tabel 8.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa kelapa bagi masyarakat
Indonesia merupakan bagian dari kehidupan karena semua bagian
tanaman dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi,
sosia,l dan budaya. Di samping itu, arti penting kelapa bagi
masyarakat juga tercermin dari luas areal perkebunan rakyat yang
mencapai 98% dari 3,74 juta ha dan melibatkan lebih dari tiga juta
rumah tangga petani. Pengusahaan kelapa juga membuka
tambahan kesempatan kerja dari kegiatan pengolahan produk turunan dan
hasil samping yang sangat beragam.
2. Lingkungan eksternal mikro a. Lingkungan Persaingan
Pendatang baru dapat membawa kapasitas baru serta keinginan untuk
merebut pasar. Hal ini akan membawa dampak pada tertekannya
perusahaan. Faktor modal yang dibutuhkan untuk usaha ini tidak terlalu
besar yaitu fermentor, cold storage, incubator, dan blender Masuknya
pesaing atau pendatang baru dalam industri VCO sangat mudah, sehingga
akan meningkatkan persaingan dan ancaman dalam perusahaan, karena
dampaknya dapat merebut pangsa pasar. Selain itu, dalam memperoleh
pemasok industri VCO tergolong mudah terutama di wilayah Jawa Barat.
Dari data Nasional yang diperoleh, ada sekitar 40 buah industri VCO
yang terdaftar, dapat dilihat pada Lampiran 8. Dari angka perkembangan
Nasional industri tersebut, persaingan tingkat Nasional belum mencapai
kesulitan yang berarti, namun karena penggunaan teknologi yang
sederhana dan tingkat diferensiasi produk cukup kecil, sehingga
kemunculan-kemunculan produk serupa tidak dapat dihindari lagi.
Fenomena ini memunculkan penawaran lebih tinggi dari pada permintaan
Nasional terhadap produk VCO. Penawaran yang melebihi titik
keseimbangan pemintaan, membawa harga produk menurun dan kelebihan
51
stock di pasar (efek kejenuhan pasar). Tingkat kejenuhan pasar
diindikasikan pada daya tawar produsen yang lemah.
Masalah daya saing dalam pasar merupakan isu kunci dan tantangan
yang tidak ringan sehingga kemampuan dan keunggulan daya saing yang
tinggi harus melekat pada produk VCO PT. Bogor Agro Lestari. Produk
VCO perlu melakukan pembedaan yang mempunyai nilai tambah. Nilai
tambah yang menjadi unggulan tidak hanya penciptaan produk yang
bernilai tinggi, tetapi juga responsif terhadap perubahan pasar. Sehingga
keunggulan yang diciptakan perusahaan dapat meningkatkan daya saing
dan keunggulan kompetitif.
Untuk memenangkan persaingan selain keunggulan produk yang
diciptakan, sarana informasi seperti majalah, surat kabar, internet dapat
digunakan perusahaan untuk mendapatkan informasi mengenai
perkembangan produk. Riset pemasaran juga diharapkan dapat
memperluas jaringan pemasaran karena dapat mengetahui sejauh mana
perkembangan pasar dan daya beli masyarakat terhadap produk VCO.
Selain itu, dari riset pemasaran dapat diperoleh informasi segala
tanggapan dan komentar dari konsumen langsung mengenai produk VCO.
b. Kondisi Pemasok
Sebagai perusahaan yang bergerak pada bidang minuman kesehatan
VCO, PT. Bogor Agro Lestari membutuhkan penyediaan bahan mentah
berupa kelapa yang berkelanjutan. Sedangkan penyediaan raw material
yang berasal dari alam sangat tergantung pada keadaan iklim. Oleh karena
itu, diperlukan penjadwalan yang tepat agar pemenuhan bahan baku untuk
produksi dapat terus terpenuhi. Sampai saat ini, PT. Bogor Agro Lestari
sangat responsif untuk mempreventifkan terjadinya gagal panen kelapa
akibat iklim.
Indonesia sebagai negara pertanian dengan luas lahan pertanian seluas
107 juta hektar dengan 97 ribu hektar lahan kelapa (Badan Pusat Statistik,
2007) dapat menjamin bahan baku kelapa Indonesia. VCO PT. Bogor
52
Agro Lestari sampai saat ini menyediakan bahan baku buah kelapa yang
berasal dari Ciamis dan sekitarnya.
c . Potensi Produk Pengganti
Produk subsitusi merupakan produk pengganti yang dapat
menggantikan produk utama baik dalam keadaan tidak tersedia maupun
tersedia. PT. Bogor Agro Lestari dengan basis produk VCO merupakan
sebuah perusahaan herbal yang menyediakan produk yang berasal dari
alam. Untuk produk-produk kesehatan herbal berbahan baku alam sejenis
seperti VCO banyak ditemukan.
B. LINGKUNGAN INTERNAL
1. Sejarah Umum Perusahaan
Pada tanggal 17 Maret 2005, Bapak Joko mendirikan PT. Bogor Agro
Lestari, yang berkedudukan di jalan Sehat no.1 Kedung Badak, Kotamadya
Bogor sebagai kantor pemasaran, sedangkan pabriknya terletak di wilayah
Cibalagung Bogor. PT Bogor Agro Lestari berdiri dengan diawali dari
pembentukan Consortium Bogor agriBio yang dikepalai oleh Bapak Joko
(Peneliti LIPI). Pengembangan ini bertujuan sebagai fasilitator kerjasama
antara swasta dan pemerintahan. Pada saat yang bersamaan, produk
agribisnis VCO mulai berkembang karena memiliki manfaat dalam berbagai
industri, kemudian Bapak Joko inilah bersama dengan rekannya mendirikan
PT. Bogor Agro Lestari.
PT. Bogor Agro Lestari mempunyai visi yaitu terus berkembang untuk
menghasilkan produk dan jasa berkualitas dan misi yaitu meningkatkan nilai
tambah pada hasil pengolahan Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan untuk
kesejahteraan bersama. Berdasarkan visi dan misi yang dibangun PT. Bogor
Agro Lestari, kegiatan yang dilakukan meliputi bidang analisis, agroindustri,
dan Agri bisnis.
Awal tahun 2005, PT. Bogor Agro Lestari memproduksi produk VCO
dengan merk dagang VISIO. Selain itu, PT. Bogor Agro Lestari pada awal
53
tahun 2006 memproduksi produk minyak goreng sehat dengan merk dagang
FerCo. Kemudian, PT. Bogor Agro Lestari terus mengembangkan produk
agroindustri seperti Kecap Organik, Minyak jarak/ Biodiesel, Isotonik
Drink. Aktivitas yang dilakukan oleh PT. Bogor Agro Lestari adalah sebagai
1) Food Analysis; LIPI, BBPP, Indofood, Meiji, PT. Toyota Bio, Olaga
Food, PT. ABC, Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Universitas
Andalas, 2) Manufacture; PT. Sentra Husada Indonesia, Rajawali Nusindo
Group, PT. Famili sejahtera, PT. Tanjung Agroindusri Indonesia, PT. Amani
Mastra, 3) Consultant; Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara,
Kadin Kabupaten Minahasa Selatan, Pemerintah Daerah Kabupaten
Bulukumba 4) Supplier.
Saat ini perusahaan masih memanfaatkan teknologi sederhana untuk
mengolah produk agro industri. Produk yang dihasilkan didistribusikan ke
berbagai apotik di kawasan JaBoDeTaBek.
2. Struktur Organisasi dan Ketanagakerjaan
PT. Bogor Agro Lestari adalah suatu perusahaan yang berbadan
hukum Perseroan Terbatas. PT. Bogor Agro Lestari dipimpin direktur
sebagai penentu kebijaksanaan perusahaan, merumuskan rencana, cara kerja
pelaksanaan, dan menentukan personalia. Direktur membawahi manager
produksi, manager keuangan dan administrasi, manager marketing, dan
manager Resource and Development. Struktur tenaga kerja di PT. Bogor
Agro Lestari dapat dilihat pada Gambar 10. Kerja direktur akan diawasi
dewan komisaris sebagai penanam investasi di PT. Bogor Agro Lestari.
Struktur tenaga kerja PT. Bogor Agro Lestari dapat dilihat pada Gambar 10
dibawah ini.
54
Gambar 10. Bagan struktur organisasi PT. Bogor Agro Lestari
Manager produksi membawahi quality control proses produksi, hal ini
berkaitan dengan mutu produk VCO yang akan dihasilkan. Manager
keuangan dan administrasi yang membawahi staff keuangan dan
administrasi bertugas mengatur pengadaan uang. Seluruh kegiatan yang
berhubungan dengan bagian pemasaran, pelanggan, dan pemeriksaan
terhadap barang-barang yang akan dipersiapkan merupakan tanggung jawab
Manager Marketing. Manager Resource and Development bertugas mencari
dan memberi ide-ide baru dalam pengembangan produk yang akan
diluncurkan di pasar.
Tenaga kerja yang digunakan dalam industri pengolahan minyak kelapa,
pada umumnya tidak memerlukan keahlian khusus. Dengan tingkat
kapasitas produksi 600 kg minyak kelapa per sekali produksi atau sekitar
dua ton daging kelapa segar, diperlukan sekitar 5-10 orang tenaga kerja.
Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha ini dapat dibagi dalam tiga
kategori yaitu: (1) tenaga kerja tetap, yang bertanggungjawab pada proses
produksi, (2) tenaga kerja tidak tetap, yang bertanggungjawab pada proses
non produksi (seperti distribusi dan transportasi input-output), dan
(3) tenaga kerja manajemen, yang bertanggungjawab pada pengelolaan
usaha secara keseluruhan.
55
3. Proses Produksi
Secara umum, proses produksi VCO di PT. Bogor Agro Lestari sedikit
berbeda dengan pengolahan minyak kelapa yang dikerjakan secara
tradisional ataupun dengan teknik yang lebih modern baik oleh industri
kecil maupun industri skala menengah atau besar. Inti dari proses produksi
VCO di PT. Bogor Agro Lestari adalah memisahkan VCO yang
merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. VCO dapat
dipisahkan (diekstrak) langsung dari daging kelapa segar atau disebut
sebagai cara basah, sedangkan cara konvensional yang disebut cara kering
yaitu ekstraksi minyak kelapa dari daging kelapa yang terlebih dulu
dikeringkan (kopra). Kandungan minyak pada daging buah kelapa matang
diperkirakan mencapai 30%-35%.
Penggunaan daging kelapa segar sebagai bahan baku akan
menghasilkan perbedaan pada proses produksi dari perusahaan dengan
skala mikro (rumah tangga) dan perusahaan kecil yang menggunakan
peralatan yang lebih modern. Pada usaha skala mikro proses
ekstraksi dilakukan pada santan, sedangkan perusahaan dengan pabrik
skala kecil proses ekstraksi minyak dilakukan pada hasil penggilingan
kelapa.
Gambar 11. Proses produksi VCO cara enzimatik
Daging Kelapa Segar
Santan Kelapa Segar
Krim Santan Kelapa
VCO, Air, Residu Santan
VCO Kasar
VCO Murni
Ekstraksi Santan
Pemisahan Santan
Inokulasi Starter Inkubasi Enzimatik
Ekstraksi / Separasi
Filtrasi / Purifikasi
Daging Kelapa Segar
Santan Kelapa Segar
Krim Santan Kelapa
VCO, Air, Residu Santan
VCO Kasar
VCO Murni
Ekstraksi Santan
Pemisahan Santan
Inokulasi Starter Inkubasi Enzimatik
Ekstraksi / Separasi
Filtrasi / Purifikasi
56
( Proses ekstraksi minyak kelapa dengan skala pabrik kecil, diawali
dengan pencucian kelapa segar sampai bersih. Kemudian, diparut dengan
penggilingan atau mesin parut. Hasil parutan (kelapa parut) dipres sehingga
mengeluarkan santan. Ampas kelapa ditambah dengan air dengan
perbandingan satu banding setengah, kemudian dipress. Proses ini diulangi
sampai lima kali. Santan yang diperoleh dari tiap kali pengepresan dicampur
menjadi satu. Santan dimasukkan ke dalam wadah pemisah krim dan skim
selama 30-60 menit. Setelah terjadi pemisahan, kran saluran pengeluaran
dari wadah pemisah dibuka sehingga skim mengalir keluar dan menyisakan
krim. Kemudian krim ini dikeluarkan dan ditampung pada wadah terpisah
dari skim. Krim dicampur dengan starter enzimatik (2,5%). Selanjutnya,
krim ini dibiarkan selama 10-12 jam sehingga terjadi proses inkubasi oleh
enzim yang terdapat pada larutan starter. Krim yang telah diinkubasi akan
terpisah menjadi tiga fasa, yaitu fasa minyak, protein dan air. Selanjutnya
dipisahkan, disaring dengan alat filtrasi minyak dan dimurnikan
menggunakan alat ekstraktor/separator guna menurunkan kadar air dan
bahan-bahan ikutan lainnya. Fasa protein dapat dipanaskan sampai airnya
menguap dan proteinnya menggumpal. Gumpalan protein ini disebut
blondo. Pemanasan ini biasanya berlangsung selama 15 menit. Blondo yang
mengapung di atas minyak dipisahkan kemudian dipres sehingga
mengeluarkan minyak. Proses pembuatan VCO pada PT. Bogor Agro
Lestari dapat dilihat pada Gambar 11.
Cara basah ini dapat dilakukan dengan alat sentrifugasi. Pada cara
sentrifugasi, santan diberi perlakuan sentrifugasi pada kecepatan 3000-3500
rpm. Sehingga terjadi pemisahan fraksi krim dari fraksi skim. Selanjutnya
krim diasamkan, kemudian diberi perlakuan sentrifugasi sekali lagi untuk
memisahkan minyak dari bagian bukan minyak. Pemisahan minyak dapat
juga dilakukan dengan kombinasi pemanasan dan sentrifugasi. Santan diberi
perlakuan sentrifugasi untuk memisahkan krim dari skim. Setelah itu, krim
dipanaskan untuk menggumpalkan padatan bukan minyak. Minyak
dipisahkan dari bagian bukan minyak dengan cara sentrifugasi. Minyak yang
diperoleh disaring untuk memperoleh minyak yang bersih dan jernih.
57
4. Kondisi keuangan dan administrasi
Faktor yang merupakan keunggulan industri kecil dan menengah adalah
aspek fisik, manajemen, keunggulan dalam menghasilkan produk dalam
jumlah tertentu, desain, variasi, fleksibilitas operasi, ongkos operasi yang
lebih rendah, pelayanan penjualan yang lebih baik, dan adanya kemampuan
industri menengah untuk bertindak cepat dalam memanfaatkan kesempatan
berkembang. Selain adanya beberapa berbagai kekuatan yang
menguntungkan pada industri kecil menengah, juga terdapat kelemahan
dalam industri tersebut.
Dari hasil pengamatan, kesulitan yang dihadapi oleh pengusaha kecil
menengah adalah keterbatasan modal, manajemen dan administrasi yang
kurang sempurna, pengetahuan pemasaran masih bersifat tradisional, kurang
pandai memanfaatkan kondisi ekstern perusahaan, kurang mampu mencari
dan menembus daerah pemasaran yang baru, kualitas produk rendah, lemah
dalam pengelolaan pinjaman dan piutang, lemah dalam ketrampilan, dan
pengetahuan teknis khususnya tentang desain produk dan tidak mampu.
5. Bauran Pemasaran
Persaingan industri VCO yang semakin meningkat mendorong
perusahaan VCO agar merumuskan strategi bauran pemasaran yang tepat.
Perumusan tersebut harus disesuaikan dengan keadaan lingkungan internal
dan eksternal perusahaan. Untuk mendukung pencarian data keadaan
lingkungan usaha perusahaan, kuisioner merupakan salah satu alat yang
dapat digunakan.
Kuisioner yang disebarkan bertujuan agar strategi yang diterapkan
tepat guna dengan kondisi permasalahan yang ada terutama masalah
bauran pemasaran 4 P untuk mencapai tujuan perusahaan, yang terdiri dari
produk (product), tempat (place), harga (price), promosi (promote).
Menurut Kotler (2000), produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke
suatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan. Oleh karena itu,
58
dalam penelitian ini dilakukan penyebaran kuisioner yang dilakukan
bertujuan pengembangan produk VCO yang telah ada dalam pasar.
Sasaran responden tidak membedakan usia, pekerjaan, pendidikan, dan
penghasilan, karena dapat diasumsikan sasaran VCO mencakup seluruh
lapisan masyarakat. Jumlah sampel sebanyak 100 responden didapat dari
perhitungan Slovin dengan tingkat kesalahan 10%. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah teknik pengambilan kemudahan
(convenience sampling). Teknik ini dilakukan dengan memilih sampel
yang paling mudah ditemui dan telah mengkonsumsi VCO sebelumnya.
Untuk mencegah terjadinya data yang tidak valid, maka kuisioner yang
disebarkan sebanyak 120 kuisioner. Kuisioner disebarkan ke berbagai
wilayah Bogor yang dianggap mewakili, seperti institusi pendidikan,
perkantoran, pusat perbelanjaan, balai penelitian, dan apotik. Data
mengenai informasi responden dari hasil kuisioner dapat dilihat pada
Lampiran 6.
5.1. Karakteristik Responden
Produk VCO merupakan produk konsumsi umum, yang dasar
segmentasi pasarnya tidak ada pembedaan konsumen secara
demografi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini mencoba menyajikan
tingkat loyalitas konsumen berdasarkan usia terhadap produk VCO
yang bertujuan untuk melihat segmentasi usia yang cocok untuk
pengembangan produk VCO berikutnya. Pada Gambar 12, dapat
dilihat bahwa pemakaian konsumen terus-menerus (bersifat loyal)
dapat dilihat pada series ya, sedangkan pemakaian yang tidak terus-
menerus (bersifat tidak loyal) dapat dilihat pada series tidak.
Pada Gambar 12, dapat dilihat loyalitas konsumen terhadap
produk VCO yang diujikan pada berbagai usia. Dari berbagai tingkatan
usia yang diuji, ada 63 responden atau 63% yang memiliki kesetiaan
terhadap produk, sedangkan responden yang tidak memiliki kesetiaan
produk hanya 37 orang atau 37% dari 100 orang responden yang
diujikan. Hal ini menunjukkan adanya peluang untuk pengembangan
59
produk VCO masa mendatang, yaitu dengan ditunjukkan angka
loyalitas responden sebesar 63%.
Konsumen produk VCO terbanyak adalah usia 15-25 tahun yaitu
sebesar 40% dari total responden yang diuji. Konsumen untuk usia 15-
25 tahun dalam mengkonsumsi VCO mempunyai kecenderungan
untuk alasan mencoba, belum sampai pada alasan faktor kesehatan.
Sehingga atribut-atribut bauran pemasaran produk (harga, distribusi,
promosi, tempat) VCO masih cukup mempengaruhi keputusan
konsumen untuk tetap mengkonsumsi atau tidak. Dapat disimpulkan,
kecenderungan responden pada segmen usia 15-25 tahun untuk
bersikap loyal terhadap produk VCO masih kurang. Kecenderungan
rendahnya tingkat loyalitas terlihat pada usia 15-25 tahun yang hanya
memiliki loyalitas sebesar 17%. Presentase ini adalah tingkat yang
paling kecil dibandingkan segmen usia lainnya, yaitu untuk usia 26-35
tahun sebesar 20% dan untuk usia > 35 tahun sebesar 26% dari 100
responden yang diujikan.
0
5
10
15
20
25
30
Informasi Responden Berdasarkan Usia (%)
Ya 17 20 26
Tidak 23 9 5
15-25 tahun 26-35 tahun > 35 tahun
Gambar 12. Grafik usia responden berdasarkan loyalitas produk VCO
Dari hasil penelitian yang dilakukan melalui kuisioner, responden
dengan tingkat usia 26-35 tahun, memiliki tingkat keloyalan sebesar
20%. Hal ini disebabkan pada usia ini mulai memiliki kesadaran akan
kesehatan, tapi masih belum tinggi. Sedangkan, pada usia >35 tahun
60
konsumen VCO lebih loyal, yaitu sebesar 26% responden yang loyal
terhadap produk VCO. Terlihat dari Gambar 12, semakin tua tingkat usia
responden semakin meningkat tingkat kepercayaan terhadap produk
VCO, hal ini disebabkan tingkat kesadaran akan kesehatan semakin
meningkat. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Chi-Squere
Test pada Lampiran 7 diketahui bahwa karakteristik responden
berdasarkan usia berpengaruh nyata terhadap pola konsumsi konsumen
terhadap produk VCO.
Pada Gambar 13, terlihat informasi responden berdasarkan
pekerjaan. Responden dengan pekerjaan sebagai pegawai negri dan
pegawai swasta memiliki tingkat loyalitas terbesar yaitu 22% dan 18%
dari total responden yang diuji. Hal ini dikarenakan pegawai negri dan
pegawai swasta memilki daya beli dan memiliki aktivitas yang
memerlukan suplemen tambahan untuk kesehatan. Data ini cukup
membuktikan bahwa pasar potensial terletak pada usia > 35 tahun
dengan pekerjaan pegawai.
0
5
10
15
20
25
Jumlah responden
Informasi Responden Berdasarkan Pekerjaan (%)
Ya 2 22 18 7 11 3
Tidak 2 5 8 3 18 1
PengusahaPegawai
negriPegawai swasta
Ibu Rumah Tangga
Mahasiswa Lainnya
Gambar 13. Grafik pekerjaan responden berdasarkan loyalitas produk VCO
Responden dengan pekerjaaan mahasiswa memiliki tingkat
ketidakloyalan paling besar yaitu sebesar 18% dari 100 responden yang
61
diuji, hal ini disebabkan pengetahuan yang dimiliki mahasiswa tentang
khasiat VCO untuk kesehatan cukup banyak namun mempunyai kendala
daya beli yang kurang sehingga mahasiswa menempati urutan tertinggi
untuk konsumen VCO yang tidak loyal atau hanya sekedar mencoba.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Chi-Squere Test pada
Lampiran 7 diketahui bahwa karakteristik responden berdasarkan
pekerjaan berpengaruh nyata terhadap pola konsumsi konsumen
terhadap produk VCO.
Dari Gambar 14, dapat diperoleh informasi responden dengan tingkat
pendidikan terakhir Perguruan Tinggi memiliki kapasitas terbanyak
untuk mengkonsumsi VCO yaitu sebesar 56% dari total responden yang
diuji. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen dengan tingkat pendidikan
inilah memiliki pengetahuan yang lebih banyak tentang khasiat (sadar
akan kesehatan) dan berdaya beli lebih tinggi dibandingkan dengan
konsumen dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Dapat dilihat
dari Gambar 14, responden dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi
memiliki tingkat loyalitas yang paling tinggi yaitu sebesar 32% dari total
responden. Dan tingkat loyalitas terendah pada responden dengan
pendidikan SMP yaitu sebesar empat persen.
Responden dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi memiliki
tingkat ketidakloyan paling besar yaitu sebesar 24%. Pada Gambar 14,
terlihat bahwa responden yang memiliki tingkat ketidakloyalan dan
keloyalan paling besar terletak pada tingkat pendidikan yang sama yaitu
perguruan tinggi. Namun, responden dengan tingkat pendidikan terakhir
perguruan tinggi yang memiliki keloyalan terhadap produk VCO lebih
tinggi delapan persen dibandingkan dengan responden produk VCO
yang tidak loyal. Responden yang tidak loyal dari hasil observasi dan
wawancara adalah mahasiswa dengan tingkat pendidikan S1 dan
undergraduate, sedangkan responden yang loyal merupakan mahasiswa
dengan tingkat pendidikan lebih dari S1. Hal ini disebabkan tingkat
kesejahteraan untuk mahasiswa dengan tingkat S2 dan S3 sudah lebih
tinggi dan lebih sadar kesehatan dibanding dengan mahasiswa S1. Dari
62
hasil perhitungan dengan menggunakan Chi-Squere Test pada Lampiran
7 diketahui bahwa karakteristik responden berdasarkan pendidikan tidak
berpengaruh nyata terhadap pola konsumsi konsumen terhadap produk
VCO.
0
10
20
30
40
Jumlah Responden
Informasi Responden Berdasarkan Pendidikan (%)
Ya 5 4 17 5 32
Tidak 0 1 10 2 24
SD SMP SMA AkademikPerguruan
Tinggi
Gambar 14. Grafik pendidikan responden berdasarkan loyalita produk VCO
Dari Gambar 15, dapat dilihat responden yang paling banyak
mengkonsumsi VCO adalah masyarakat dengan tingkat
pendapatan < 500 ribu, yaitu sebesar 42%. Hal ini disebabkan dengan
pola konsumsi yang digunakan untuk responden dengan tingkat
penghasilan < 500 ribu menggunakan pola konsumsi membeli dari hasil
industri rumah tangga. Penggunaan teknologi untuk menghasilkan VCO
masih mudah dan murah sehingga akses langsung ke masyarakat untuk
memenuhi kebutuhannya akan VCO lebih mudah. Produk dari hasil
industri rumah tangga ini mempunyai karakter tanpa merek, tanpa
kemasan, dan produk yang dihasilkan tanpa standar yang jelas. Hal ini
tidak dapat ditunjukkan dengan signifikansi data, melainkan proses
wawancara. Selain itu, responden dalam menjawab pertanyaan
mempunyai kecenderungan tidak mau menjawab keadaan sebenarnya
mengenai penghasilan setiap bulannya. Sehingga data yang disajikan
terjadi bias, dimana akan terlihat responden dengan penghasilan pada
63
tingkat < 500 ribu mengkonsumsi lebih banyak dibandingkan dengan
responden tingkat penghasilan di atasnya.
Pada Gambar 15, dapat diperoleh informasi dari kuisioner yaitu
responden dengan penghasilan < 500 ribu lebih banyak ditemui
dibanding dengan tingkat penghasilan di atasnya Karakter pembelian
VCO responden dengan tingkat penghasilan > 500 ribu dilakukan pada
lokasi distributor resmi, seperti apotik dan toko obat. Oleh karena itu,
untuk segmen pasar dengan penghasilan < 500 ribu menjadi bahan
pertimbangan untuk persaingan produk non-brand, yang ternyata
responden dengan tingkat penghasilan < 500 ribu mengambil porsi yang
cukup banyak yaitu sebesar 42% dari 100 orang yang diuji. Karakteristik
responden berdasarkan penghasilan berdasarkan perhitungan Chi-Squere
Test pada Lampiran 7 diketahui bahwa karakteristik responden
berdasarkan penghasilan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat
konsumsi konsumen terhadap produk VCO.
0
5
10
15
20
25
Jumlah responden
Informasi responden Berdasarkan Penghasilan
Ya 22 13 12 16Tidak 20 7 6 4
<500ribu 500ribu-1juta 1juta-1.5juta >1.5juta
Gambar 15. Grafik penghasilan per bulan responden berdasarka loyalitas produk VCO
Dari Gambar 15, tingkat loyalitas kedua terbesar setelah responden
pada tingkat penghasilan < 500 ribu terletak pada penghasilan
per bulan > 1,5juta. Sehingga dapat disimpulkan dari semua faktor
karakteristik pasar yang diuji, responden produk VCO dengan tingkat
64
penghasilan > 1,5 juta, umur > 35 tahun, pekerjaan pegawai, dengan
tingkat pendidikan terakhir perguruan tinggi dapat menjadi pasar
potensial karena sudah mempunyai daya beli dan memiliki kesadaran
akan kesehatan.
5.2. Perilaku Konsumen Terhadap Produk
Produk VCO merupakan salah satu produk kesehatan herbal
berbentuk cair yang telah dikenal masyarakat umum. Masyarakat
sebagai konsumen memiliki beberapa alasan dalam mengkonsumsi VCO
yang dapat dilihat pada Gambar 16. Alasan kesehatan merupakan alasan
yang mempunyai posisi tertinggi yaitu sebesar 57%, diikuti dengan
alasan mencoba/kebetulan yaitu sebesar 32%. Alasan yang menduduki
posisi terbawah adalah alasan gaya hidup sebesar nol persen kemudian
meningkat diikuti dengan alasan lainnya sebesar empat persen, dan
alasan kecantikan sebesar tujuh persen. Dapat disimpulkan, responden
wilayah Bogor telah mengenal fungsi VCO sebagai minuman kesehatan.
Alasan Responden Mengkonsumsi VCO*
57%
7%0%
32%
4%
Kesehatan
Kecantikan
Gaya hidup
Kebetulan/mencoba
Lainnya
Gambar 16. Grafik alasan responden dalam mengkonsumsi VCO
Untuk menghasilkan produk VCO tidaklah sulit, sehingga pada pasar
VCO dapat ditemui berbagai macam merek VCO. Pada Gambar 17,
dapat dilihat bahwa merek VISIO terletak pada urutan ke-2 yaitu sebesar
21% setelah merek Lainnya sebesar 47%. Merek Lainnya merupakan
65
produk yang diproduksi dalam skala rumah tangga tanpa merek,
responden yang lupa merek, dan merek produk VCO selain VECO,
VISIO dan VICO.
Penggunaan Berbagai Merek VCO
8%
24%
21%
47% VECOVISIOVICOLainnya
Gambar 17. Grafik penggunaan merek VCO oleh responden di
Bogor
Responden yang membeli dari industri skala rumah tangga
merupakan konsumen yang memenuhi kebutuhannya dengan pesanan
mendadak pada seseorang yang terbiasa membuat VCO. Karakter
industri skala rumah tangga yang dimaksud adalah proses produksi akan
dilakukan tanpa ada penjadwalan (berdasarkan pemesanan),
menggunakan cara tradisional dalam memperolehnya, tanpa
menggunakan merek dan kemasan, sistem pembelian berdasarkan sistem
kepercayaan, dan tidak ada penetapan harga. Sedangkan responden yang
menjawab lupa merek dikarenakan terlalu banyaknya merek yang
muncul di pasar dan tidak adanya difrensiasi produk yang cukup berarti
sehingga responden dapat menggunakan merek lebih daripada satu
karena responden lupa terhadap merek apa yang telah digunakan.
Sehingga perpindahan merek yang dilakukan konsumen dilakukan dalam
tingkat frekuensi sering. Untuk merek selain VECO, VISIO dan VICO
merupakan merek-merek yang pangsa pasarnya masih sedikit dan belum
banyak ditemui produknya di wilayah Bogor. Dapat disimpulkan bahwa
persaingan produk VCO sangat kompetitif. Oleh karena itu, diperlukan
strategi pemasaran yang tepat untuk mengatasi masalah ini.
66
Informasi tambahan mengenai frekuensi pemakaian responden
terhadap VCO dalam jangka waktu 1 bulan dapat terlihat pada Tabel 5.
Frekuensi pemakaian terbesar pada frekuensi pemakaian satu kali
sebanyak 59%, dua kali sebanyak 24%, >empat kali sebanyak sembilan
persen, tiga kali sebanyak tujuh persen, kemudian empat kali sebanyak
satu persen. Frekuensi pemakaian VCO ini menunjukkan tanggapan
responden terhadap produk VCO yang ada di pasar sebagai minuman
kesehatan.
Tabel 5. Informasi responden berdasarkan frekuensi pemakaian per
bulan* Frekuensi Pemakaian VCO Jumlah Presentasi
satu kali 59 59% dua kali 24 24% tiga kali 7 7%
empat kali 1 1% > empat kali 9 9%
* Tergantung pada volume responden yang dibeli responden pada setiap pembelian (pada Tabel 10).
Informasi frekuensi pemakaian per bulan pada Tabel 5 berhubungan
informasi yang ditampilkan pada Tabel 6. Jumlah pemakaian dengan
volume 125ml sebanyak 64%, 250 ml sebanyak 25%, 500 ml sebanyak
tujuh persen, dan Lainnya sebanyak empat persen.
Tabel 6. Informasi responden berdasarkan jumlah pemakaian VCO per
bulan* Jumlah Pemakaian VCO Total Presentasi
125 ml 64 64% 250 ml 25 25% 500 ml 7 7% Lainnya 4 4%
Produk yang telah diciptakan dan dikembangkan oleh PT. Bogor
Agro Lestar, sampai saat ini belum mendominasi pasar VCO wilayah
Bogor dan sekitarnya. Jenis produk VCO yang dikembangkan PT. Bogor
Agro Lestari memiliki aroma, warna dan rasa minyak kelapa asli,
PT. Bogor Agro Lestari berpendapat bahwa VCO merupakan produk
67
alami dan tidak seharusnya dilakukan difrensiasi dengan bahan-bahan
sintetik. Namun, kenyataannya permintaan konsumen menuntut adanya
difrensiasi produk yang menonjolkan kualitas produk. Kualitas produk
merupakan hal yang menjadi bagian penting di dalam bauran pemasaran.
Kualitas akan menentukan tingkat kepuasan konsumen dan
mencerminkan segmen pasar yang akan dimasuki.
Atribut produk adalah segala sesuatu yang melekat pada suatu
produk yang menjadikan produk tersebut terciri sehingga membedakan
produk yang satu dengan yang lain. Dari hasil penelitian, atribut produk
VCO yang dianggap mewakili kualitas dari suatu produk, yaitu warna,
rasa, aroma, dan kemasan produk yang sudah ada di pasar. Atribut VCO
yang telah dikenal masyarakat adalah aroma kelapa yang tercampur
dengan aroma sedikit tengik, rasa kelapa yang merangsang mual karena
sedikit kelinyit minum minyak, warna yang bewarna bening, dan
kemasan produk dengan botol bening sederhana.
Dari Gambar 18, dapat diperoleh informasi bahwa atribut produk
VCO berupa aroma menduduki posisi terbesar pada taraf disukai
konsumen yaitu sebesar 41%. Dengan posisi kedua terbesar ditempati
oleh responden yang mempunyai tingkat kesukaan sedang sebesar 31%.
Responden yang menjawab sangat suka terhadap aroma VCO yang ada
di pasar hanya dua persen. Atribut produk VCO berupa rasa menduduki
posisi terbesar pada taraf sedang yaitu sebesar 56%. Posisi kedua
terbesar ditempati responden yang menjawab suka terhadap rasa VCO
yang ada di pasar. Responden yang menjawab sangat suka hanya sebesar
tiga pesen. Atribut produk VCO berupa warna menduduki posisi terbesar
pada taraf disukai konsumen yaitu sebesar 54%. Posisi kedua terbesar
ditempati oleh responden yang menjawab taraf sedang menyukai warna
VCO. Sedangkan atribut produk berupa kemasan menduduki posisi
terbesar pada taraf sedang yaitu sebesar 66%. Posisi kedua terbesar
ditempati oleh responden yang menjawab suka yaitu sebesar 24%.
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa konsumen sudah mengenal dan
menerima atribut VCO yang sudah ada di pasar. Namun, untuk
68
menghindari konsumen yang tidak loyal, perlu srategi untuk
pengembangan produk.
0%10%20%30%40%50%60%70%
Jumlah Responden
Tingkat Kesukaan Konsumen Terhadap Atribut VCO
Aroma 2% 41% 31% 21% 5%Rasa 3% 19% 56% 15% 7%Warna 5% 54% 34% 5% 2%Kemasan 0% 24% 66% 9% 1%
sangat suka suka sedang tidak suka sangat tidak suka
Gambar 18. Grafik tingkat kesukaan konsumen terhadap atribut VCO
Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan dapat ditemui
bahwa ada responden yang menginginkan rasa VCO dengan berbagai
rasa buah yang telah dikenal masyarakat umumnya (seperti strawberry,
jeruk, apel, dll) untuk menghindari kejenuhan konsumen dengan variasi
rasa. Selain itu, untuk menghindari rasa mual yang ditimbulkan VCO,
ada baiknya bentuk VCO dibuat dengan kapsulgel, sehingga rasa mual
yang ditimbulkan dapat tereduksi.
Untuk atribut produk aroma, responden menginginkan tidak adanya
produk yang berbau tengik. Tengik atau tidak produk VCO yang
dihasilkan berdasarkan quality control pengolahan produk yang baik,
sehingga dari segi proses produksi harus sangat diperhatikan.
Dari atribut produk untuk warna, ada responden menginginkan
variasi warna, namun responden yang menjawab dengan alternatif
variasi warna tidak banyak. Dapat disimpulkan warna yang
dipertahankan adalah bening. Selain itu, warna bening merupakan hasil
69
yang baik dari proses produksi VCO yang sempurna dan konsumen
mengidentifikasikan warna bening merupakan produk VCO yang baik.
Kemasan merupakan salah satu atribut produk yang digunakan untuk
melindungi produk dari kerusakan. Selain itu, kemasan merupakan salah
satu alat promosi yang dapat digunakan produsen untuk menarik
konsumen untuk membeli. Oleh karena itu, kemasan menjadi sasaran
penting untuk pengembangan produk, diantaranya dengan variasi
kemasan, diferensiasi dari botol plastik bening sederhana, sehingga
untuk brand VISIO dikenal betul oleh masyarakat karena ciri
kemasannya.
5.3. Perilaku Konsumen Terhadap Harga
Menurut Kotler dan Amstrong (1997), harga adalah jumlah uang
yang ditagihkan untuk suatu produk dan jasa, sejumlah nilai yang
dipertukarkan memiliki manfaat untuk menggunakan produk atau jasa
tersebut. Harga produk VCO merupakan penentuan dari biaya produksi
dan nilai tambah yang dihasilkan produk. Persaingan harga yang terjadi
untuk produk VCO di wilayah Bogor tidak terlalu signifikan dengan
kisaran harga Rp 20.000-25.000/125 ml.
Pada Gambar 19 dapat dilihat bahwa dari tawaran harga yang telah
disebutkan sebelumnya, responden menilai produk VCO pada titik
murah sebesar 17%, responden yang memilih harga murah ini
merupakan responden yang membeli VCO bukan dari jalur distribusi
resmi, melainkan pembelian dilakukan dengan sistem kepercayaan.
Responden yang memilih tingkat harga cukup sebesar 72%, ini
menandakan bahwa harga yang ditawarkan produk VCO di pasar telah
diterima konsumen sebagai harga yang pantas untuk sebuah produk
VCO. Untuk responden yang memilih tingkat harga mahal hanya sebesar
tujuh persen dan sangat mahal hanya sebesar empat persen.
Sehingga dapat disimpulkan, untuk dapat memenangkan persaingan
di pasar VCO harus menetapkan kisaran harga Rp20.000-Rp25.000.
70
Dalam hal ini VISIO, produk yang dihasilkan PT. Bogor Agro Lestari,
terletak pada penetapan range harga yang ditawarkan pasar.
Tingkat Harga Menurut Responden
4% 7%
72%
17% 0%
Sangat mahalMahalCukupMurahSangat murah
Gambar 19. Grafik tingkat harga menurut konsumen terhadap harga
VCO
Jika penetapan harga kurang dari harga yang ditawarkan maka
kecenderungan untuk menyeimbangkan harga jual adalah dengan
mengurangi biaya produksi yang akan berimplikasi pada kualitas produk
yang dihasilkan. Sedangkan, untuk harga yang dipasang melebihi dari
harga yang ditawarkan dapat dimungkinkan akan kalah dalam
persaingan apabila tidak ada diferensiasi produk yang sebelumnya.
5.4. Perilaku Konsumen Terhadap Distribusi
Strategi distribusi dan tempat merupakan fakor untuk
meningkatkan hasil penjualan karena saluran distribusi merupakan
jalur menyampaikan produk untuk sampai ke tangan konsumen. Faktor
distribusi sangat berpengaruh dengan ditunjukkan adanya kemudahan
konsumen untuk mendapatkan produk yang diinginkan. Selain itu,
faktor ketersediaan produk merupakan akses kemudahan dengan
mempertimbangkan ketersediaan produk di seluruh tempat penjualan.
PT. Bogor Agro Lestari dengan produk yang dihasilkan VISIO telah
menerapkan berbagai jalur distribusi yang tertera pada Gambar 20.
71
Gambar 20. Jalur distribusi PT. Bogor Agro Lestari produk VCO di wilayah Bogor.
Jalur distribusi yang ditempuh PT. Bogor Agro Lestari diharapkan
dapat memasok kebutuhan masyarakat terhadap produk VCO dan
mereduksi masuknya pesaing melalui media distribusi lainnya. Jalur
distribusi ini akan berhubungan dengan ketersediaan produk VCO
pada wilayah Bogor.
Ketersediaan VCO di Wilayah Bogor
2%25%
30%
38%
5%
Sangat sulit didapat
Sulit didapat
Cukup
Mudah didapat
Sangat mudah didapat
Gambar 21. Grafik tingkat ketersediaan produk VCO di wilayah Bogor.
Pada Gambar 21, responden berpendapat bahwa produk VCO
mudah didapat sebesar 38%, cukup mudah didapat sebesar 30%, sulit
72
didapat sebesar 25%, sangat mudah didapat lima persen, dan mudah
didapat sebesar dua persen.
Jalur distribusi yang dilakukan PT. Bogor Ago Lestari merupakan
jalur yang juga biasa digunakan oleh produk VCO lainnya. Persaingan
antar produk sejenis semakin terlihat dengan jalur distribusi yang
hampir sama, perlunya adanya pembedaan jalur distribusi agar
persaingan untuk jalur distribusi
5.5. Perilaku Konsumen Terhadap Promosi
Menurut Stanton (1994), promosi adalah semua kegiatan yang
berkaitan dengan mendesain dan mengatur tiga elemen bauran
pemasaran lainnya, yaitu produk, harga, distribusi untuk
mengkomunikasikannya dan mempengaruhi konsumen yang sudah
ada, dan konsumen yang potensial agar tetarik dan kemudian
melakukan tindakan pembelian. Menurut Kotler (2000), kegiatan
promosi dapat dijelaskan dalam bauran promosi yang terdiri dari empat
alat utama, yaitu iklan, promosi, penjualan pemasaran lengsung,
penjualan personal, dan hubungan masyarakat.
Media Responden Mendapatkan Informasi Produk VCO*
69%
7%
0%1%
13%
8% 2%Teman/Keluarga
Majalah/Koran
Radio
Televisi
Pamflet/Spanduk
Toko
Lainnya
Gambar 22. Grafik media informasi untuk alat promosi produk VCO
* Setiap responden dapat memilih lebih dari satu alasan
73
Persaingan di industri VCO cukup banyak mempengaruhi
PT.BAL, di antaranya adalah dalam penguasaan pangsa pasar.
Persaingan ini turut juga ditentukan faktor promosi yang dilakukan
perusahaan untuk mengenalkan produk yang dimiliki perusahaan
kepada konsumen. Dari hasil pengujian kuisioner, promosi yang
dilakukan produk VCO kepada konsumen dilakukan melalui beberapa
media yang dapat dilihat pada Gambar 22.
Alat informasi yang digunakan produk VCO menggunakan alat
infomasi mouth to mouth dinilai paling efektif sebagai alat promosi
dengan menduduki presentase terbesar, yaitu sebesar 69%. Kekuatan
alat informasi melalui mouth to mouth ditunjukkan peran yang besar
melalui teman/keluarga. Selanjutnya media informasi pamflet/spanduk
menduduki peringkat kedua yaitu sebesar 13%, media informasi
melalui toko sebesar delapan persen, media melalui majalah/koran
sebesar tujuh persen, media lainnya sebesar dua persen. Media lainnya
adalah media melalui internet, sedangkan media melalui radio tidak
memiliki andil untuk memberikan informasi kepada konsumen
mengenai produk VCO.
C. ANALISIS SWOT
Dari informasi analisis lingkungan eksternal, internal perusahaan, dan
penyebaran kuisioner yang dilakukan. Peneliti dapat menarik sebuah
kesimpulan berupa kelemahan, kekuatan, peluang, dan kekuatan perusahaan
dalam menghadapi persaingan. Kemudian, dilakukan perhitungan dengan
menggunakan Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) dan Evaluasi Faktor Internal
(IFE) pada pakar terhadap kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman
terhadap perusahaan sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwa perusahaan
terletak pada kolom V dengan faktor internal sebesar 2,6 dan faktor eksternal
2,0. Posisi PT. Bogor Agro Lestari berdasarkan Matriks Evaluasi Faktor
Internal dan Eksternal dapat dilihat pada Gambar 23.
74
TOTAL FAKTOR INTERNAL
Tinggi Rata-rata Lemah
4.0 3.0 2.0
I
II III
IV
V VI
T O T Tinggi A L
F 3.0 A K T Rata-rata O R E 2.0 K S T E Lemah R N A L
VII VIII IX
Gambar 23. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal dan Internal
PT. Bogor Agro Lestari berada dalam kolom moderate attractive industry,
kolom pengunaan strategi pertumbuhan konsentrasi melalui Integrasi
Horizontal. Menurut Rangkuti (2006), strategi pertumbuhan melalui integrasi
horizontal adalah suatu kegiatan untuk memperluas perusahaan dengan cara
membangun di lokasi yang lain dan meningkatkan jenis produk dan jasa.
Tujuannya relatif lebih defensive, yaitu menghindari kehilangan penjualan dan
kehilangan profit. Strategi yang diterapkan adalah konsolidasi. Strategi
pertumbuhan ini didesain untuk mencapai pertumbuhan, baik dalam
penjualan, asset, profit, atau kombinasi kegiatannya.
Perhitungan pakar dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5. Daerah V
merupakan daerah bertahan, dimana penetrasi pasar dan pengembangan
produk adalah dua strategi yang sangat umum dikembangkan. Analisis SWOT
75
disusun untuk melihat kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman sehingga
diperoleh informasi menyusun strategi pemasaran untuk produk VCO untuk
masa mendatang. Dari hasil analisa SWOT yang dilakukan, PT. Bogor Agro
Lestari diharapkan menggunakan strategi pemasaran dengan alternatif strategi
pemasaran pengembangan produk, dimana kekuatan produk dapat menutupi
kekurangan produk dan peluang produk dapat menutupi ancaman yang akan
datang.
D. STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK
1. Identifikasi kekuatan, kekurangan, peluang, dan ancaman produk VISIO
Strategi pengembangan produk VISIO pada PT. Bogor Agro Lestari
lebih difokuskan pada penempatan keragaman fungsi produk VISIO di
benak konsumen. Strategi positioning merupakan strategi yang berupaya
menempatkan suatu merek atau produk dimana produk tersebut dapat
diterima. Tujuan utama positioning dalam dunia bisnis yaitu menempatkan
produk di pasar sehingga produk tersebut terpisah atau berbeda dengan
produk-produk yang lain. Bentuk akhir positioning adalah persepsi
masyarakat mengenai kedudukan produk dan perusahaan terhadap
pesaingnya (Tjipto, 1997).
Dalam menempatkan posisi terdapat dua langkah yang harus dilakukan
yaitu mengidentifikasi keunggulan dan memilih keunggulan kompetitif
yang tepat. Oleh karena itu, diperlukan identifikasi kekuatan, kelemahan,
ancaman, dan peluang untuk produk VCO PT. Bogor Agro Lestari
(VISIO) sebelum menyusun strategi pengembangan produk.
Kekuatan yang dimiliki VISIO adalah:
• Mutu produk VISIO sesuai dengan standar Asian Pasific Coconut
Community (APCC).
• Penambahan vitamin E sebagai zat anti oksidan.
• Teknologi proses produksi menggunakan proses enzimatik.
Kelemahan yang dimiliki VISIO adalah:
76
• Content kimia yang terdapat dalam produk VISIO hanya terbatas pada
fungsinya sebagai obat-obatan.
• Belum adanya difrensiasi produk VISIO terhadap produk VCO lainnya.
• Pengemasan VISIO yang kurang menarik (hampir sama dengan VCO
lain).
• Terbatasnya atribut VISIO seperti rasa, aroma, dan warna yang tidak
memenuhi preferensi konsumen.
Peluang yang dimiliki VISIO adalah:
• Perluasan fungsi produk VISIO dengan memperhatikan content kimia
untuk fungsi-fungsi yang ditawarkan pada masyarakat.
• Peningkatan jumlah penduduk.
• Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan.
Ancaman yang dimiliki VISIO adalah:
• Munculnya industri yang serupa (industri VCO) dikarenakan karena
kemudahan memperoleh bahan baku dan teknologi proses.
• Memerlukan cukup banyak waktu dan dana untuk mengedukasi
masyarakat Indonesia akan keragaman fungsi VISIO selain sebagai obat-
obatan.
• Banyaknya produk subsitusi.
• Instabilitas ekonomi, sosial, dan politik yang akan mengancam
keberadaan industri kecil VISIO.
2. Penyusunan strategi
Dari hasil analisis yang dilakukan melalui analisa lingkungan internal
dan eksternal perusahaan, analisa SWOT lingkungan perusahaan,
perhitungan menggunakan matriks internal dan eksternal, analisa
kekuatan, kelemahan, kekuatan, peluang, dan ancaman produk VISIO
maka strategi pengembangan produk yang dapat dilakukan:
1. Melakukan edukasi kepada masyarakat melalui sistem Below The Line
(BTL) dan Above The Line (ATL) tentang keragaman fungsi yang
77
dimiliki VISIO. Contoh edukasi kepada masyarakat yang bisa
dilakukan melalui sistem BTL adalah melalui pendidikan atau
seminar-seminar proses produksi VCO. Sedangkan contoh edukasi
sistem ATL adalah melalui penggunaan VCO sebagai salah satu
minyak untuk penyedap makanan pada restoran mewah atau
penggunaan VCO sebagai obat oles memperhalus kulit yang biasa
dipakai pada salon kecantikan. Sehingga diharapkan edukasi yang
dilakukan dapat menanamkan product awareness masyarakat terhadap
VISIO tidak hanya terbatas fungsinya sebagai obat-obatan.
2. Komponen kimia yang terdapat di dalam VISIO dilakukan
penyesuaian-penyesuaian dengan keragaman fungsi VISIO selain
fungsi kesehatan, misalnya fungsi kecantikan, fungsi penyedap
makanan dll.
Penyusunan strategi pemasaran pengembangan produk berdasarkan
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman produk VISIO. Penyusunan
strategi pengembangan produk berdasarkan rekomendasi Strengths-
Opportunities (SO) yaitu menanamkan positioning VISIO sebagai produk
VCO yang memenuhi standar APCC, menanamkan positioning VISIO sebagai
produk yang tahan terhadap oksidasi, memperluas saluran distribusi terutama
daerah-daerah yang tepat untuk perluasan fungsi produk VISIO, seperti salon-
salon kecantikan, restoran mewah. Penyusunan strategi pengembangan
produk berdasarkan rekomendasi Strengths-Weaknesses (SW) adalah
diversifikasi fungsi produk VCO berdasarkan keterbatasan aroma, rasa, dan
warna VCO alami, promosi terus-menerus dilakukan melalui sistem BTL atau
ATL.
Penyusunan strategi pengembangan produk berdasarkan rekomendasi
Strengths-Threats (ST) adalah diversifikasi content kimia yang disesuaikan
dengan keragaman fungsi produk VCO sehingga ada pembeda dengan produk
serupa, menanamkan keunggulan produk pada keragaman fungsi produk,
promosi yang terus-menerus dengan pembagian sampel ke tempat tujuan
sesuai dengan fungsi produk, bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait
78
seperti salon, restoran, dan toko obat. Penyusunan strategi pengembangan
produk dapat dilihat pada Lampiran 12.
Penyusunan strategi pengembangan produk berdasarkan rekomendasi
Weaknesses-Threats (WT) adalah terus-menerus melakukan promosi sistem
ATL dan BTL, memperluas saluran distribusi. Penyusunan strategi pemasaran
produk VISIO tidak hanya terbatas dengan pengembangan produk, melainkan
keadaan lingkungan internal, eksternal perusahaan cukup membawa andil
dalam mendukung strategi pemasaran utama yang telah disebutkan
sebelumnya. Strategi pengembangan produk sebagai tujuan utama pemasaran
harus didukung dengan strategi pengembangan lingkungan perusahaan.
Empat kombinasi strategi pemasaran yang dapat dibentuk terdiri dari SO
(peluang-kekuatan), WO (peluang kelemahan), ST (ancaman-kekuatan) serta
WT (ancaman-kelemahan) lingkungan internal dan eksternal perusahaan.
Formulasi strategi pemasaran dari kombinasi WO adalah peningkatan
teknologi proses untuk memenuhi kebutuhan pasar, pemberian latihan untuk
peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM). Formulasi strategi pemasaran dari
kombinasi WT adalah berusaha meningkatkan kerjasama dengan distributor,
meningkatkan hubungan kemitraan dalam hal modal. Formulasi strategi
pemasaran dari kombinasi SO adalah memanfaatkan SDM yang berkualitas
untuk memperkuat jalur distribusi. Formulasi strategi ST adalah
mempertahankan tingkat harga yang relatif murah, merancang program
promosi yang berusaha untuk menanamkan image pada masyarakat.
79
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari identifikasi faktor lingkungan internal, karakteristik konsumen VCO
adalah berusia > 35 tahun, berstatus pegawai, berpendidikan minimal
perguruan tinggi, dengan penghasilan >1,5 juta adalah segmentasi produk
VCO yang ada di pasar. Faktor yang dipertimbangkan dalam membeli VCO
adalah kualitas (rasa, aroma, warna), harga, kemudahan memperoleh dan
penampilan luar (kemasan).
Identifikasi lingkungan internal yang merupakan kekuatan perusahaan
adalah. manajemen dan SDM yang berkualitas, kualitas produk sesuai
standar APCC, visi dan misi perusahaan, ruang lingkup kerja yang
mendukung, harga yang terjangkau, biaya/ongkos proses produksi yang tidak
terlalu besar, produksi yang mempunya stock. Sedangkan lingkungan internal
yang merupakan kelemahan adalah strategi jaringan pemasaran yang
sederhana, fasilitas teknologi proses yang masih sederhana, tidak adanya
derifikasi produk, R&D yang kurang berkembang, modal yang terbatas
sehingga produk kurang berkembang.
Hasil identifikasi dari lingkungan eksternal yang merupakan peluang
perusahaan adalah diversifikasi fungsi VCO/keragaman produk, peningkatan
jumlah penduduk, dukungan pemerintah, peningkatan kesadaran masyarakat
terhadap kesehatan, hubungan yang baik dengan pemasok. Sedangkan
ancaman dari lingkungan eksternal adalah perubahan konsumen akan cita
rasa, pertumbuhan pasar yang lambat, bertambahnya tekanan karena
persaingan, konsumen mengalami titik jenuh karena banyaknya industri yang
sama., masih terbatasnya konsumen, banyaknya produk subsitusi VCO,
instabilitas ekonomi, sosial, dan politik dalam negri.
Berdasarkan identifikasi lingkungan internal dan eksternal PT. Bogor
Agro Lestari, perusahaan terletak pada Kolom V dengan nilai faktor strategis
internal sebesar 2,6 dan faktor strategis eksternal sebesar 2,0, dimana strategi
bertahan diterapkan. Tujuannya relatif lebih defensive, yaitu menghindari
kehilangan penjualan dan kehilangan profit. Strategi pemasaran yang
80
disarankan apabila perusahaan terletak pada kolom ini adalah strategi
pengembangan produk.
Strategi pengembangan produk yang disarankan adalah melakukan edukasi
kepada masyarakat melalui sistem Below The Line (BTL) dan Above The Line
(ATL) tentang keragaman fungsi yang dimiliki VISIO. Sehingga diharapkan
edukasi yang dilakukan dapat menanamkan product dan brand awareness
masyarakat terhadap VISIO tidak hanya terbatas fungsi nya sebagai obat-
obatan. Selain itu, komponen kimia yang terdapat di dalam VISIO dilakukan
penyesuaian-penyesuaian dengan keragaman fungsi VISIO selain fungsi
kesehatan, misalnya fungsi kecantikan, fungsi penyedap makanan dll.
B. SARAN Beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan adalah:
1. Adanya diferensiasi produk, sehingga mencirikan produk VCO yang
dihasilkan PT. Bogor Agro Lestari sehingga dapat memperluas jaringan
pemasaran.
2. Lebih peka terhadap preferensi konsumen pada rasa, bentukan, dan
kemasan produk VCO PT. Bogor Agro Lestari.
3. Meningkatkan promosi yang dititikberatkan pada aspek fungsionalnnya.
4. Adanya saran dan peraturan penggunaan/pemakaian VCO secara tepat
sehingga fungsi VCO dapat terpakai secara baik untuk kesehatan.
81
DAFTAR PUSTAKA
Alam, S dan Andi N. 2005. Virgin Coconut Oil Defended Several Diseases. PT. Gramedia Pustaka, Depok.
Badan Pusat Statistik Bogor. 2006. Kota Bogor Dalam Angka. Bogor. Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Pertanian 2007. Badan Pusat Statistik,
Jakarta David, F.R. 2004. Manajemen Strategi. Konsep Versi Indonesia.
PT. Prehallindo, Jakarta. Duryatmo, S. 2005. Kombinasi VCO Dan Buah Merah. Trubus No.431, Edisi
Oktober 2005, Tahun XXXVI, Hal. 11-15, Jakarta. Engel. 1994. Perilaku Konsumen. Jilid 1. Edisi keenam. Binarupa Aksara,
Jakarta. Fife, B. 2004. Coconut Oil Miracle. PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta. Hiebing, R.G dan Scott W.C. 1992. The 1-Day Marketing Plan. NTC
Business Books Lincolnwood, Illinois. Intan, H. 2000. Analisis Skala Ekonomis, Nilai Tambah dan Peta Sumber Ba-
han Baku Industri Pengolahan Sabut Kelapa Nasional. Magister mana- jemen Agribisnis IPB, Bogor.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Lemak dan Minyak Pangan. UI-Press,
Jakarta. Kinnear, T.L and Taylor. 1991. Marketing Research-An Applied Approach 4
th ed. Mc Grow Hill, USA. Kotler, P. 1993. Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan dan
Pengendalian. Jilid I dan II. Terjemahan. Penerbit Erlangga, Jakarta. -------------- dan G. Amstrong. 1997. Dasar-Dasar Pemasaran. Edisi
Kesembilan. Intermedia, Jakarta. --------------. 2000. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium Jilid 1 dan 2. PT.
Prenhallindo, Jakarta. --------------. 2004. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Indeks, Jakarta. Masefield, G.B. 1949. A Hand Book of Tropical Agricultural. Oxford at
Clarendan Press, London.
82
Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. Umar, H. 1999. Riset Strategi Perusahaan. PT. Gramedia Pustaka Umum,
Jakarta. Pethiayagoda, U. 1980. Handbook of Coconut Cultivation. Coconut Research
Institute of Srilanka, Lumiwila. Porter, M.E. 1995. Strategi Bersaing: Teknik Menganalisa Industri dan
Pesaing. Terjemahan. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Peter dan Olson. 1993. Consumen Behavior And Marketing Strategy. 3th edition. Prentice Hall International, New Jersey.
Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. P.T.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Rindengan, B dan H. Novarianto. 2005. Minyak Kelapa Murni: Pembuatan
dan Pemanfaatan. Penerbit Swadaya, Depok. Sagir, S. 1995. Evaluasi Ekonomi 1994. Prospek Bisnis 1995 dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Era Globalisasi. Makalah Seminar.
Singarimbun, M. dan S. Effendi. 1989. Metoda Penelitian Survey. Penerbit
LP3ES, Jakarta. Stanton, W.J. 1994. Prinsip pemasaran. Edisi Ketujuh Jilid II. Terjemahan.
Penerbit Erlangga, Jakarta. Suhirman. 2004. Manfaat "Virgin Coconut Oil" Bagi Kesehatan Masyarakat.
Kompas, 13 April 2005, Jakarta.
Sulistyo, J. 4 Nov 2004. Pemasyarakatan, Penerapan dan Pengembangan TTG. Di dalam: Makalah Lokakarya TTG-Badan Pemberdayaan Masya-rakat dan Penanggulangan Sosial Pemerintah; Bogor, 4 November 2004: Bogor: Gedung PKK Bogor, 2004. halaman 3-5.
Tjipto, S. 1997. Strategi Pemasaran. Andi Offset, Yogyakarta. Wheelen, T.L dan Hunger J.D .2000. Strategic Management and Business
Policy. Fourth Edition. Addison-Wesley Pubishing Company. www.dprin.go.id/Ind/Teknologi/Pohin
http://www.mentawai-online.com
83
.
LAMPIRAN
84
Lampiran 1. Pengujian realibilitas kuisioner Responden PengukuranI PengukuranII
1 28 31 2 48 48 3 39 40 4 38 35 5 43 42 6 39 38 7 52 53 8 53 58 9 48 55
10 53 55 11 47 45 12 39 36 13 39 41 14 34 33 15 40 37 16 41 42 17 47 46 18 37 34 19 44 44 20 30 30 21 37 40 22 40 39 23 45 43 24 44 43 25 46 50 26 42 44 27 41 42 28 39 40 29 45 41 30 50 49
Jumlah 1268 1271
Correlations
1 .934**.000
30 30.934** 1.000
30 30
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
VAR00001
VAR00002
VAR00001 VAR00002
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Keterangan : r hitung = 0,934 t table 5% = 0,361 ; r table 1% = 0,463 r hitung > r table, maka kuisioner reliable.
85
Lampiran 2. Uji validitas
Correlations
1 .466**.009
30 30.466** 1.009
30 30
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
Rasa
Total
Rasa Total
Correlation is significant at the 0.01 level(2 il d)
**.
Correlations
1 .667**.000
30 30.667** 1.000
30 30
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
Aroma
Total
Aroma Total
Correlation is significant at the 0.01 level(2 il d)
**.
Correlations
1 .206.274
30 30.206 1.274
30 30
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
Warna
Total
Warna Total
Correlations
1 .427*.018
30 30.427* 1.018
30 30
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
Kemasan
Total
Kemasan Total
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).*.
86
Correlations
1 .435*.016
30 30.435* 1.016
30 30
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
Penggunaan
Total
Penggunaan Total
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).*.
Correlations
1 .282.131
30 30.282 1.131
30 30
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
Harga
Total
Harga Total
Correlations
1 .179.343
30 30.179 1.343
30 30
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
F.Kerusakan
Total
F.Kerusakan Total
Correlations
1 .646**.000
30 30.646** 1.000
30 30
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
Ketersediaan
Total
Ketersediaan Total
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
87
Lampiran 3. Tabel penentuan faktor strategis internal dan eksternal
Tabel 1. Penilaian bobot faktor strategis internal perusahaan
Tabel 2. Penilaian bobot faktor strategis eksternal perusahaan
Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah:
1 adalah jika indikator horisontal kurang penting daripada
indikator vertikal.
2 adalah jika indikator horisontal sama penting daripada
indikator vertikal.
3 adalah jika indikator horisontal lebih penting daripada
vertikal.
Tabel 3. Matriks faktor strategis internal perusahaan
Faktor Strategis Internal A B C D ..... Total A B C D
........ Total
Faktor Strategis Internal A B C D ..... Total A B C D
........ Total
Faktor-faktor Strategi Internal
Bobot Rating (Bobot x Rating) = SKOR
Kekuatan - -
Kelemahan - -
Total
88
Total skor dapat berkisar antara 1,0 dengan 4,0 dengan rata-rata
2,5. Total skor di bawah 2,5 menunjukkan bahwa organisasi tersebut
memiliki posisi interna yang lemah, sedangkan total skor 2,5
menunjukkan bahwa organisasi tersebut memilki potensi internal
yang kuat.
Tabel 4. Matriks Faktor Strategis Eksternal Perusahaan
1 = peluang kecil 3 = peluang tinggi
2 = peluang sedang 4 = peluang sangat tinggi
Sedangkan untuk faktor ancaman yang bersifat negatif
merupakan kebalikan dari faktor peluang, yaitu:
1 = ancaman sangat besar 3 = ancaman cukup berarti
2 = ancaman kurang berarti 4 = ancaman tidak berarti
Penentuan matriks IFE untuk faktor kekuatan yang bersifat
positif yaitu:
1 = kekuatan kecil 3 = kekuatan tinggi
2 = kekuatan sedang 4 = kekuatan sangat tinggi
Sedangkan faktor kelemahan merupakan kebalikan dari faktor
kekuatan, yaitu:
1 = kelemahan sangat berarti 3 = kelemahan cukup berarti
2 = kelemahan kurang berarti 4 = kelemahan tidak berarti
Selanjutnya nilai dari pembobotan dikalikan dengan peringkat
pada setiap faktor sehingga menghasilkan skor. Total skor
pembobotan dan peringkat (rating) berdasarkan situasi
perusahaan dalam matriks.
Faktor-faktor Strategi Eksternal
Bobot Rating (Bobot x Rating) = SKOR
Kekuatan - -
Kelemahan - -
Total
89
Lampiran 4. Penentuan rating strategis internal dan eksternal
Rating Faktor Strategi Internal Pakar I Pakar II
Rata-rata
Kekuatan 1. Sumber Daya Manusia yang berkualitas 2. Mempunyai mutu dan kualitas produk sesuai
dengan standar APCC 3. Visi dan misi perusahaan 4. Ruang lingkup kerja yang mendukung 5. Harga yang bersaing (terjangkau) 6. Biaya/ongkos proses produksi yang tidak terlalu
besar 7. Produksi yang mempunyai kelebihan stock 8. Manajemen yang solid
4 4 3 4 4 4 2 3
4 4 3 4 4 2 2 2 4
4 4 3 4 4 3 4 2
3.5
Kelemahan
1. Pemasaran yang kurang agresif 2. Fasilitas teknologi proses yang masih sederhana 3. Perusahaan hanya mengandalkan satu produk
saja/tidak adanya derifikasi produk 4. Modal yang terbatas sehingga produk kurang
berkembang 5. R&D yang kurang berkembang
1 2 1 1 2
1 2 1 2 1
1 2 1
1.5
1.5
Penentuan nilai rating matrks IFE untuk faktor kekuatan yang bersifat positif yaitu: 1 = kekuatan yang kecil 2 = kekuatan yang sedang 3 = kekuatan yang besar 4 = kekuatan yang sangat besar Penentuan faktor kelemahan merupakan kebalikan dari faktor kekuatan, yaitu 1 = kelemahan yang sangat berarti 2 = kelemahan yang cukup berarti 3 = kelemahan yang kurang berarti 4 = kelemahan yang tidak berarti
90
Penentuan Rating Strategis Eksternal (Matriks EFE)
Rating Faktor Strategi Eksternal Pakar I Pakar II
Rata-rata
Peluang 1. Jumlah penduduk yang meningkat (memperluas
pasar) 2. Derivikasi produk VCO 3. Melayani kelompok tambahan 4. Peningkatan masyarakat yang sadar akan
kesehatan 5. Hubungan yang baik terhadap pemasok
3 3 2 2 3
2 3 3 3 2
2.5
3
2.5 2.5
2.5
Ancaman
1. Konsumen yang tidak loyal 2. Banyaknya pesaing 3. Keterbatasan pengetahuan konsumen terhadap
fungsi VCO 4. Banyaknya produk subsitusi 5. Instabilitas ekonomi, sosial, dan politik dalam
negri 6. Konsumen mengalami titik jenuh karena
banyaknya industri yang sama
2 1 2 1 2 1
2 2 1 2 1 1
2
1.5 1.5
1.5 1.5
1
Penentuan nilai rating matrks EFE untuk faktor peluang yang bersifat positif yaitu: 1 = peluang yang kecil 2 = peluang yang sedang 3 = peluang yang besar 4 = peluang yang sangat besar Penentuan faktor ancaman merupakan kebalikan peluang, yaitu 1 = ancaman yang sangat berarti 2 = ancaman yang cukup berarti 3 = ancaman yang kurang berarti 4 = ancaman yang tidak berarti
Lampiran 5. Penetuan bobot strategis internal dan eksternal Pakar I
Tabel 1. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Perusahaan
Faktor penentu
A B C D E F G H I J K L M Total
Kekuatan: Sumber Daya Manusia yang berkualitas
A 2 2 2 3 2 2 3 1 3 1 2 3 26
Mempunyai mutu dan kualitas produk sesuai dengan standar APCC
B 2 2 2 3 2 2 3 1 3 1 2 3 26
Visi dan misi perusahaan C 2 2 2 2 2 2 3 1 3 1 2 3 25 Ruang lingkup kerja yang mendukung D 2 2 2 2 2 2 3 1 3 1 2 3 25 Harga yang bersaing (terjangkau) E 1 1 2 2 2 1 3 2 3 1 1 3 22 Biaya/ongkos proses produksi yang tidak terlalu besar
F
2
2
2
2
2
1
3
2
3
1
1
3
24 Manajemen yang solid G 2 2 2 2 3 3 3 1 3 1 1 3 26 Produksi yang mempunyai kelebihan stock H 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 3 16 Kelemahan: Pemasaran yang kurang agresif
I
3
3
3
3
2
2
3
3
3
1
2
3
31
Fasilitas teknologi proses yang masih sederhana J 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 15 Perusahaan hanya mengandalkan satu produk saja/tidak adanya derifikasi produk
K
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
35
R&D yang kurang berkembang L 2 2 2 2 3 3 3 3 2 2 2 3 29 Modal yang terbatas sehingga produk kurang berkembang
M
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
12 Total 22 22 23 23 26 24 22 32 17 33 13 19 36 312
Untuk menentukan bobot setiap variabel diberikan skala: 1 = Jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Jika indikator horisontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = Jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator vertikal
92
Pakar I
Tabel 2. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Perusahaan Faktor Penentu
A B C D E F G H I J K Total
Peluang: Jumlah penduduk yang meningkat (memperluas pasar)
A
2
3
2
2
3
2
2
2
3
2
23
Derivikasi produk VCO B 2 3 2 3 3 2 2 2 3 2 24 Melayani kelompok tambahan C 1 1 2 2 3 2 2 2 3 2 20 Peningkatan masyarakat yang sadar akan kesehatan D 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 22 Hubungan yang baik terhadap pemasok E 2 1 2 2 3 2 2 2 3 2 21 Ancaman: Konsumen yang tidak loyal
F
1
1
1
1
1
1
1
1
3
1
12
Banyaknya pesaing G 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 24 Konsumen mengalami titik jenuh karena banyaknya industri yang sama
H
2
2
2
2
2
3
2
2
3
2
22
Banyaknya produk subsitusi I 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 21 Instabilitas ekonomi, sosial, dan politik dalam negri J 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 10 Keterbatasan pengetahuan konsumen terhadap fungsi VCO K 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 21
Total 17 16 20 18 19 28 18 18 19 28 19 220 Untuk menentukan bobot setiap variabel diberikan skala: 1 = Jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Jika indikator horisontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = Jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator vertikal
93
Pakar II Tabel 1. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Perusahaan Faktor penentu
A B C D E F G H I J K L M Total
Kekuatan: Sumber Daya Manusia yang berkualitas
A
2
2
2
1
3
2
1
1
2
2
2
2
22
Mempunyai mutu dan kualitas produk sesuai dengan standar APCC
B
2
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
23
Visi dan misi perusahaan C 2 2 2 2 2 2 1 2 3 1 2 2 23 Ruang lingkup kerja yang mendukung D 2 3 2 2 2 1 2 3 3 2 2 2 26 Harga yang bersaing (terjangkau) E 3 2 2 2 1 2 3 2 2 2 2 2 25 Biaya/ongkos proses produksi yang tidak terlalu besar F 1 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 26 Manajemen yang solid G 2 2 2 3 2 1 2 2 2 2 1 2 23 Produksi yang mempunyai kelebihan stock H 3 2 3 2 1 1 2 2 2 2 1 2 21 Kelemahan: Pemasaran yang kurang agresif
I
3
2
2
1
2
2
2
2
3
2
3
3
27
Fasilitas teknologi proses yang masih sederhana J 2 2 1 1 2 2 2 2 1 3 3 3 24 Perusahaan hanya mengandalkan satu produk saja/tidak adanya derifikasi produk
K
2
2
3
2
2
2
2
2
2
1
3
3
26
R&D yang kurang berkembang L 2 2 2 2 2 2 3 3 1 1 1 2 23 Modal yang terbatas sehingga produk kurang berkembang M 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 21
Total 27 25 23 22 23 22 25 25 21 24 22 25 27 310
Untuk menentukan bobot setiap variabel diberikan skala: 1 = Jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Jika indikator horisontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = Jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator vertikal
94
Pakar II
Tabel 2. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Perusahaan Faktor Penentu
A B C D E F G H I J K Total
Peluang: Jumlah penduduk yang meningkat (memperluas pasar)
A
2
2
3
2
2
2
2
2
2
1
20
Derivikasi produk VCO B 2 2 1 1 2 2 2 2 1 2 17 Melayani kelompok tambahan C 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 17 Peningkatan masyarakat yang sadar akan kesehatan D 1 3 2 2 1 2 2 2 2 3 20 Hubungan yang baik terhadap pemasok E 2 3 2 2 2 1 3 3 2 3 23 Ancaman: Konsumen yang tidak loyal
F
2
2
2
3
2
3
2
2
2
2
22
Banyaknya pesaing G 2 2 3 2 3 1 2 2 2 2 21 Konsumen mengalami titik jenuh karena banyaknya industri yang sama
H
2
2
3
2
1
2
2
3
3
2
22
Banyaknya produk subsitusi I 2 2 3 2 1 2 2 1 2 2 19 Instabilitas ekonomi, sosial, dan politik dalam negri J 2 3 2 2 2 2 2 1 2 3 21 Keterbatasan pengetahuan konsumen terhadap fungsi VCO K 3 2 2 1 1 2 2 2 2 1 18
Total 20 23 23 20 17 18 19 18 21 19 22 220 Untuk menentukan bobot setiap variabel diberikan skala: 1 = Jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Jika indikator horisontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = Jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator vertikal
Faktor Strategis Internal Bobot (%)
(a) Rating
(b)
(a x b) A B C D E F G H
7,8% 7,9% 7,7% 8,2% 7,6% 8,05% 7,85% 5,95%
4 4 3 4 4 3 2
3,5
0,312 0,316 0,231 0,328 0,304 0,2415 0,157
0,20825 I J K L M
9,3% 6,25% 9,8% 8,35% 5,25%
1 2 1
1,5 1,5
0,093 0,125 0,098 0,125
0,07875 Total 1,00 34,5 2,6175 = 2,6
Faktor Strategis Eksternal Bobot (%) (a)
Rating (b)
(a x b))
A B C D E
9,8% 9,3% 8,4% 9,55% 9,95%
2,5 3
2,5 2,5 2,5
0,245 0,279 0,21
0,23875 0,2375
F G H I J K
7,75% 10,25%
10% 9,05% 7,1% 8,85%
2 1,5 1,5 1,5 1,5 1
0,155 0,15375
0,15 0,13575 0,1086 0,0885
Total 1.00 20,5 2,00575 = 2,00
96
Lampiran 6. Informasi responden dari hasil penyebaran kuisioner
Tabel 1. Informasi responden berdasarkan usia
Tabel 2. Informasi responden berdasarkan pekerjaan
Loyalitas Konsumen Ya Tidak
Total
Pekerjaan Pengusaha 2 2 4 Pegawai negri 22 5 27 Pegawai swasta 18 8 26 Ibu Rumah Tangga 7 3 10 Mahasiswa 11 18 29
Lainnya 3 1 4 Total 63 37 100
Tabel 3. Informasi responden berdasarkan pendidikan
Loyalitas Konsumen Total Ya Tidak
SD 5 0 5 SMP 4 1 5 SMA 17 10 27 Akademik 5 2 7
Pendidikan
Perguruan Tinggi 32 24 56 Total 63 37 100
Tabel 4. Informasi responden berdasarkan pekerjaan
Loyalitas Konsumen Total Ya Tidak
<500ribu 22 20 42 500ribu-1juta 13 7 20 1juta-1.5juta 12 6 18
Penghasilan per Bulan >1.5juta 16 4 20 Total 63 37 100
Loyalitas Konsumen Ya Tidak
Total
15-25tahun 17 23 40 26-35tahun 20 9 29
Usia
>35tahun 26 5 31 Total 63 37 100
97
Lampiran 7. Uji Chi-Squere
Crosstabs
Case Processing Summary
100 100.0% 0 .0% 100 100.0%100 100.0% 0 .0% 100 100.0%100 100.0% 0 .0% 100 100.0%100 100.0% 0 .0% 100 100.0%100 100.0% 0 .0% 100 100.0%100 100.0% 0 .0% 100 100.0%100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Rasa * TotalAroma * TotalWarna * TotalKemasan * TotalHarga * TotalF.Kerusakan * TotalKetersediaan * Total
N Percent N Percent N PercentValid Missing Total
Cases
Rasa * Total
Crosstab
Count
2 5 75 10 15
36 20 5617 2 19
3 0 363 37 100
sangat tidak enaktidak enaksedangenaksangat enak
Rasa
Total
Ya TidakTotal
Total
Chi-Square Tests
16.737a 4 .002 .001b .001 .00218.536 4 .001 .001b .001 .00216.173 .001b .001 .002
15.697c
1 .000 .000b
.000 .000 .000b
.000 .000
100
Pearson Chi-SquareLikelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided) Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval
Monte Carlo Sig. (2-sided)
Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval
Monte Carlo Sig. (1-sided)
4 cells (40.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.11.a.
Based on 10000 sampled tables with starting seed 2000000.b.
The standardized statistic is -3.962.c.
98
Aroma * Total
Crosstab
Count
0 5 59 12 21
17 14 3135 6 41
2 0 263 37 100
sangat tidak sukatidak sukasedangsukasangat suka
Aroma
Total
Ya TidakTotal
Total
Chi-Square Tests
23.028a 4 .000 .000b .000 .00026.287 4 .000 .000b .000 .00022.771 .000b .000 .000
21.640c
1 .000 .000b
.000 .000 .000b
.000 .000
100
Pearson Chi-SquareLikelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided) Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval
Monte Carlo Sig. (2-sided)
Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval
Monte Carlo Sig. (1-sided)
4 cells (40.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .74.a.
Based on 10000 sampled tables with starting seed 2000000.b.
The standardized statistic is -4.652.c.
Warna * Total
Crosstab
Count
0 1 13 2 5
17 17 3439 16 55
4 1 563 37 100
sangat tidak sukatidak sukasedangsukasangat suka
Warna
Total
Ya TidakTotal
Total
99
Chi-Square Tests
6.283a 4 .179 .162b .156 .1686.597 4 .159 .257b .250 .2646.112 .153b .147 .159
4.693c
1 .030 .042b
.039 .046 .022b
.020 .025
100
Pearson Chi-SquareLikelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided) Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval
Monte Carlo Sig. (2-sided)
Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval
Monte Carlo Sig. (1-sided)
6 cells (60.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .37.a.
Based on 10000 sampled tables with starting seed 2000000.b.
The standardized statistic is -2.166.c.
Kemasan * Total
Crosstab
Count
0 1 14 5 9
43 23 6616 8 2463 37 100
sangat tidak menariktidak menariksedangmenarik
Kemasan
Total
Ya TidakTotal
Total
Chi-Square Tests
3.302a 3 .347 .369b .361 .3763.535 3 .316 .369b .361 .3763.220 .358b .350 .365
1.746c
1 .186 .218b
.211 .224 .119b
.113 .124
100
Pearson Chi-SquareLikelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided) Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval
Monte Carlo Sig. (2-sided)
Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval
Monte Carlo Sig. (1-sided)
3 cells (37.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .37.a.
Based on 10000 sampled tables with starting seed 2000000.b.
The standardized statistic is -1.321.c.
Harga * Total
Crosstab
Count
3 1 44 3 7
43 29 7213 4 1763 37 100
sangat mahalmahalsedangmurah
Harga
Total
Ya TidakTotal
Total
100
Chi-Square Tests
2.005a 3 .571 .610b .602 .6182.108 3 .550 .624b .616 .6322.008 .606b .598 .614
.322c
1 .571 .630b
.622 .638 .338b
.331 .346
100
Pearson Chi-SquareLikelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided) Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval
Monte Carlo Sig. (2-sided)
Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval
Monte Carlo Sig. (1-sided)
4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.48.a.
Based on 10000 sampled tables with starting seed 2000000.b.
The standardized statistic is -.567.c.
F.Kerusakan * Total
Crosstab
Count
44 25 699 9 189 2 111 0 10 1 1
63 37 100
tidak pernahjarangkadang-kadangseringselalu
F.Kerusakan
Total
Ya TidakTotal
Total
Chi-Square Tests
5.284a 4 .259 .226b .219 .2336.053 4 .195 .220b .213 .2275.018 .218b .211 .225
.010c
1 .921 1.000b
1.000 1.000 .518b
.510 .526
100
Pearson Chi-SquareLikelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided) Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval
Monte Carlo Sig. (2-sided)
Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval
Monte Carlo Sig. (1-sided)
5 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .37.a.
Based on 10000 sampled tables with starting seed 2000000.b.
The standardized statistic is -.100.c.
101
Ketersediaan * Total
Crosstab
Count
2 0 217 8 2516 14 3027 11 38
1 4 563 37 100
sangat sulit didapatsulit didapatcukupmudahsangat mudah
Ketersediaan
Total
Ya TidakTotal
Total
Chi-Square Tests
7.669a 4 .105 .090b .086 .0958.261 4 .082 .111b .105 .1166.904 .110b .105 .116
.766c
1 .381 .447b
.439 .455 .225b
.218 .232
100
Pearson Chi-SquareLikelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided) Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval
Monte Carlo Sig. (2-sided)
Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval
Monte Carlo Sig. (1-sided)
4 cells (40.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .74.a.
Based on 10000 sampled tables with starting seed 2000000.b.
The standardized statistic is .875.c.
102
Lampiran 8. Nama-nama perusahaan VCO di Indonesia No Nama Perusahaan Kegiatan Lokasi
1 Coconut Center Produsen, Pelatihan, Konsultasi Yogyakarta
2 Mentawai VCO Produsen Mentawai
3 Patria Wiyata Vico Produsen Yogyakarta
4 Patria Wiyata Vico Distributor
5 Red Fruit Papua Produsen VCO dan Sari Buah Merah Wamena
6 Tunggal Sejati Produsen Essential Oil Bandung
7 CV. Makmur Lestari Produsen Yogyakarta
8 Vicolia Produsen Yogyakarta
9 Walagri Kelapa Nusantara Mikroba Starter, Pelatihan, Konsultasi Bandung
10 Javacoco Produsen Semarang
11 Retalindo Produsen, Ekstrak, Shampoo Bandung
12 Dimi Ube Produsen Surabaya
13 Bakti Guna Karya Makmur Produsen Jakarta
14 alBanna Coorporation Produsen Bandung
15 Cabin Plantation Produsen Lauric Acid Madiun
16 Nurya Prima Produsen Yogyakarta
17 Bunga Mekar Produsen Banten
18 Adi Timber Jaya Produsen Semarang
19 YGS Agro Produsen Bandung
20 Mulia Insani Produsen Jakarta
21 Agi Sembilan Empat Produsen Pontianak
22 Garuda Jaua Produsen Bandung
23 Bina Agro Nusantara Produsen Yogyakarta
24 Mitra Kita Gemilang Produsen Jakarta
25 UD. Nisa Produsen Sidoarjo
26 Bina Insan Cerdas Produsen Banten
27 VICOIL Produsen Medan
28 VICON Produsen Jakarta
29 Temang Delapan Tujuh Produsen Makasar
30 Giriwangi Produsen Yogyakarta
31 CostaVCO Produsen Solo
32 Presco VCO Produsen Pekanbaru
33 Bumi Pariaman Produsen Pariaman
34 Healco Produsen Massage VCO
35 Yayasan Link Produsen Bali
36 Makasar Coconut Produsen Makasar
37 Cahaya Treader Produsen Jakarta
38 Cocony Produsen Surabaya
39 Putra Pramanca Produsen Yogyakarta
40 Botanical Element Produsen Semarang
41 Tayuban Sejahtera Produsen Yogyakarta
42 Mulia Insani Produsen Jakarta
43 Toko Mesin Produsen, Pembuat Mesin Malang
44 Reza Herbal Produsen, Rempah dan Herbal Semarang
45 Duta Utama Produsen Mataram
46 Cocoyal Produsen Sidoarjo
47 Java Produsen Bogor
48 Virjin Produsen Bogor Sumber: http://www.mentawai-online.com
103
Lampiran 9. Gambar alat pengolahan VCO dan produk VCO
104
Lampiran 10. Analisis biaya usaha PT. Bogor Agro Lestari mendirikan industri VCO I. Starter No Keterangan Harga Satuan Kebutuhan Jumlah Harga 1 Fermentor 5 x 200 ltr 250.000.0002 Cold Storage 2 x 8 m3 50.000.0003 Incubator 1 25.000.0004 Blender 5 10.000.000
Jumlah 335.000.000 II. Starter Peralatan No Keterangan Harga Satuan Kebutuhan Jumlah Harga 1 Pengupas 200.000 5 set 1.000.0002 Pemarut 12.000.000 2 unit 24.000.0003 Penyantan 25.000.000 2 unit 50.000.0004 Tangki Santan 100L 16.000.000 1 unit 16.000.0005 Inkubator 30.000.000 2 unit 60.000.0006 Tangki VCO Raw 100L 16.000.000 1 unit 16.000.0007 Separador 150.000.000 1 unit 150.000.0008 Deinozr 12.000.000 1 unit 12.000.0009 Packaging 30.000.00010 Boiler 25.000.000 25.000.00011 Meja belah kelapa 2.000.000 1 unit 2.000.00012 Instalansi pipa 50.000.00013 Mesin Spinning 7.500.000 2 unit 15.000.00014 Air Bersih 50.000.000
Jumlah 501.000.000 III. Investasi Bangunan No Keterangan Jumlah Harga/m2 Satuan 1 Ruang Administrasi 16 m2 500.000 80.000.0002 Ruang Tangki Inkubator 16 m2 500.000 80.000.0003 Gudang Bahan Mentah 16m2 200.000 32.000.0004 Gudang VCO raw 16m2 500.000 80.000.0005 Ruang Laboratorium dan R&D 16m2 500.000 80.000.000
Jumlah 352.000.000 IV. Biaya Overhead No Keterangan Biaya 1 Peralatan Administrasi 20.000.000 2 Listrik 1.500.000 3 Telepon 750.000 4 Kendaraan 250.000.000 5 PAM 500.000
Jumlah 273.500.000
105
V. Peralatan Quality Control No Keterangan Biaya 1 Peralatan QC (1 paket) 500.000.000 VI. Operasional No Keterangan Biaya 1 Operasional (1 paket) 500.000.000 Total keseluran biaya investasi : 2.461.500.000
106
Lampiran 11. Standar APCC PT. Bogor Agro Lestari
DEPARTEMEN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BB PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN LABORATORIUM PASCAPANEN BOGOR Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16113
APCC STNDARDS FOR VIRGIN COCONUT OIL Essential Composition and quality Factors
APCC Standards BAL Identity Characteristic Relative density 0.915 - 0.920 0,92 Refractive index at 40°C 1.4480 - 1.4492 1,44 Moisture % wt. Max. 0.1 - 0.5 0,10 Insoluble impurities per cent by mass max. 0,005 0,04 Saponification Value 250 - 260 min 260,00 Iodine Value 4.1 - 11.0 5,00 Unsaponifiable matter % by mass. Max. 0.2 - 0.5 0,21 Specific gravity at 30 deg./ 30 deg. C 0.915 - 0.920 0,915 Acid Value max 0,5 0,35 Polenske Value min. 13 13,00 GLC Ranges of Fatty Acid Composition (%) C 6 : 0 0.4 - 0.6 0,50 C 8 : 0 5.0 - 10.0 7,00 C 10 : 0 4.5 - 8.0 7,00 C 12 : 0 43.0 - 53.0 50,00 C 14 : 0 16.0 - 21.0 20,00 C 16 : 0 7.5 - 10.0 7,50 C 18 : 0 2.0 - 4.0 3,00 C 18 : 1 5.0 - 10.0 5,00 C 18 : 2 1.0 - 2.5 0,00 C 18 : 3 - C 24 : 1 > 0.5 0,00
107
Bogor, 6 Juni 2006 Kepala Lab. Lalu Sukarno
Colour
Water Clean
Clean
Free Fatty Acid ≤ 0.5 % 0,35 Peroxide Value ° 3 meg/Kg oil 2,00 Total Plate Count < 10 cfu 5,00
Odour and Taste Free from foreign
and rancid odou and taste Contaminants Matter volatile at 105° C 0,20% 0,10 Iron : (Fe) 5 mg/Kg 3,50 Copper 0.4 mg/Kg 0,20 Lead 0.1 mg/Kg 0,00 Arsenic 0.1 mg/Kg 0,00
108
Lampiran 12. Ringkasan Matriks SWOT
Internal Eksternal
Kekuatan: Mutu produk VISIO sesuai
dengan standar Asian Pasific Coconut Community (APCC).
Penambahan vitamin E sebagai zat anti oksidan.
Teknologi proses produksi menggunakan proses enzimatik.
Kelemahan: Content kimia yang terdapat dalam produk VISIO hanya terbatas pada fungsinya sebagai obat-obatan.
Belum adanya difrensiasi produk VISIO terhadap produk VCO lainnya.
Pengemasan VISIO yang kurang menarik (hampir sama dengan VCO lain).
Terbatasnya atribut VISIO seperti rasa, aroma, dan warna yang tidak memenuhi preferensi konsumen.
Peluang: Perluasan fungsi produk
VISIO dengan memperhatikan content kimia untuk fungsi-fungsi yang ditawarkan pada masyarakat.
Peningkatan jumlah penduduk.
Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan.
SO Menanamkan positioning VISIO sebagai produk VCO yang memenuhi standar APCC
Menanamkan positioning VISIO sebagai produk yang tahan terhadap oksidasi
Memperluas saluran distribusi terutama daerah-daerah yang tepat untuk perluasan fungsi produk VISIO, seperti salon-salon kecantikan, restoran mewah.
WO Diversifikasi fungsi produk VCO berdasarkan keterbatasan aroma, rasa, dan warna VCO alami,
Promosi terus-menerus dilakukan melalui sistem BTL atau ATL.
Ancaman: Munculnya industri yang
serupa (industri VCO) dikarenakan karena kemudahan memperoleh bahan baku dan teknologi proses.
Memerlukan cukup banyak waktu dan dana untuk mengedukasi masyarakat Indonesia akan keragaman fungsi VISIO selain sebagai obat-obatan.
Banyaknya produk subsitusi. Instabilitas ekonomi, sosial,
dan politik yang akan mengancam keberadaan industri kecil VISIO.
ST Diversifikasi content kimia
yang disesuaikan dengan keragaman fungsi produk VCO sehingga ada pembeda dengan produk serupa
Menanamkan keunggulan produk pada keragaman fungsi produk, promosi yang terus-menerus dengan pembagian sampel ke tempat tujuan masing-masing fungsi produk
Bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait seperti salon, restoran, dan toko obat
WT Terus-menerus melakukan promosi sistem ATL dan BTL
Memperluas saluran distribusi.
109