Strategi Pemasaran Efektif
-
Upload
muhamadwahyudi -
Category
Documents
-
view
256 -
download
1
Transcript of Strategi Pemasaran Efektif
Strategi Pemasaran efektif di ASEAN Pada saat Menteri Perekonomian Hatta Rajasa menghadiri
pertemuan ASEAN Economic Community Council (AECC) ke-9 di
Brunei Darussalam bulan April 2013 lalu. Pak Hatta menegaskan
Indonesia harus siap menghadapi komunitas masyarakat
ekonomi ASEAN di 2015.
Tahun 2015 tinggal 2 tahun dari sekarang, pertanyaannya
apakah Indonesia siap menghadapi kompetisi dari sesama
negara ASEAN ?
Latar Belakang Masyarakat Ekonomi ASEAN
Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community)
merupakan sebuah kesepakatan antara anggota ASEAN yang
bertujuan untuk menghimpun negara-negara ASEAN ke dalam
sebuah pasar tunggal. Konsekuensi logis dari rencana ini adalah
adanya pasar bebas (Free Trade Area) antara Negara-negara
anggota ASEAN.
Ide Masyarakat Ekonomi ASEAN ini sudah di rintis sejak 10
tahun lalu, ide awal nya muncul pada saat KTT ASEAN ke-9 di
Bali tahun 2003 atau biasa disebut Bali Concorde II. Tujuannya
sih mulia yaitu untuk meningkatkan daya saing kawasan,
mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan
meningkatkan standar hidup penduduk negara anggota ASEAN.
Ada 4 area yang menjadi pilar Masyarakat Ekonomi ASEAN yaitu
:
Pasar tunggal dan basis produksi
Wilayah ekonomi yang berdaya saing tinggi
Menjadi Kawasan dengan pembangunan ekonomi yang
seimbang
Menuju integrasi penuh dengan ekonomi global.
Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN nantinya
tiap negara ASEAN akan mengurangi hambatan tarif seminimal
mungkin hingga mencapai nol persen. Dari sisi Indonesia artinya
dengan di implementasikannya pasar tunggal ASEAN berarti
arus barang impor dari Negara-negara anggota ASEAN lain akan
bebas masuk ke Indonesia.
Keuntungan dan Tantangan Indonesia menjelang MEA
2015
Di mata korporasi korporasi dunia, Indonesia dan ASEAN adalah
kawasan yang paling menjanjikan, baik dari sisi jumlah
penduduk maupun daya beli yang terus meningkat.
Di antara negara ASEAN, Indonesia merupakan pasar terbesar
dimana Sepertiga potensi pasar ASEAN ada di Indonesia.
Ditambah lagi pertumbuhan daya beli masyarakat Indonesia
yang terus menerus meunjukkan peningkatan tajam, ini juga
berkat pertumbuhan kelas menengah Indonesia yang setiap
tahunnya nambah 7 juta orang. Kalau di ibaratkan ASEAN ini
adalah sekumpulan gadis cantik, maka Indonesia adalah
Monalisa nya, yang tercantik di antara yang cantik.
Sebagai negara terbesar di ASEAN dengan populasi 250 juta
penduduk dan di support dengan kekayaan alam berlimpah,
adalah sangat absurb kalau Indonesia hanya bersikap pasif dan
pasrah menghadapi serbuan produk dari negara negara ASEAN
lain. Jangan sampai pengusaha dan Industri Indonesia bukannya
jadi tuan rumah, malah jadi penonton di negara sendiri.
Bagaimana Memenangkan Persaingan menghadapi
kompetitor ASEAN
Untuk bisa memenangkan persaingan dengan perusahaan
perusahaan ASEAN lainnya, ada beberapa hal yang harus segera
dilakukan korporat Indonesia.
Pertama, Mulai dengan merubah Pola Pikir atau Mindset.
Kita jangan lagi terlena masa lampau yang penuh proteksi
ataupun hanya fokus mengandalkan pasar Indonesia yang besar
ini dimana dikalangan pengusaha Indonesia masih banyak yang
punya mindset “Ngapain susah susah mikirin ekspor, jualan ke
pasar lokal saja tidak habis habis….”,
Menjelang Pasar bebas ASEAN, kompetisi akan semakin
ketat, this is not business as usual anymore ! dimana untuk
memenangkan kompetisi melawan korporasi dari negara ASEAN
lain diperlukan mental agresif menyerang, bukan mental pasif
bertahan.
“The Best Defense is a good and aggressive Offensive” begitu
kata pepatah, untuk bertahan kita harus berani menyerang,
bukan hanya menjadi local champion tapi juga berani
berkompetisi dengan masuk ke negara negara lain dan
menjadi champion in other country sambil merintis jalan
menjadi Regional ASEAN champion.
Ini bukan cita cita mustahil, namun di perlukan keseriusan, kerja
keras, komitmen dan konsistensi korporat dan marketer
Indonesia untuk mewujudkan cita cita ini.
Pengalaman saya tinggal dan bekerja di berbagai negara ASEAN
selama bertahun tahun memperlihatkan betapa cuek nya
korporat dan pengusaha Indonesia untuk menggarap pasar
internasional. Jangankan pasar Internasional, menggarap pasar
ASEAN yang ibaratnya masih di pekarangan rumah belakang
pun terlihat terseok seok dan tidak bersemangat.
Sebagai contoh, ketika saya ditempatkan di Vietnam tahun 2003-
2006, saya Cuma liat tidak sampai seratus perusahaan Indonesia
yang melakukan investasi atau buka kantor di Vietnam,
bandingkan dengan negara tetangga kita Malaysia dan
Singapura yang punya ratusan bahkan seribu lebih korporat
yang masuk membuka pasar Vietnam, sebagai Informasi, pasar
Vietnam bukanlah pasar kecil dan ecek ecek, dengan populasi 80
juta penduduk, Vietnam adalah salah satu rising star economy di
ASEAN.
Pilih Produk yang Pas
Walaupun keliatannya mirip, konsumen ASEAN sesungguhnya
punya kultur dan selera yang berbeda dalam berbelanja.
Carilah produk atau service yang pas, yang kira kira bakal di
minati dan bakal laku di negara yang di tuju. Misalnya untuk
produk makanan : Produk mie Instan rasa Indonesia cocok
dengan selera konsumen Malaysia namun kalau mau sukses di
Thailand atau Filipina, taste nya harus di adjust sesuai selera
lokal. Selera Rasa coklat tiap negara ASEAN agak mirip sehingga
produk wafer coklat Beng Beng bisa menguasai pasar Thailand,
Vietnam, Malaysia dan juga merupakan pemain kuat di Filipina.
Dari segi packaging, Marketer Indonesia harus jeli juga
membaca purchase habit konsumen di tiap negara, misalnya
produk deterjen bubuk, pasar Indonesia, Filipina dan Vietnam
agak mirip dari sisi purchase habit consumer yang banyak
membeli deterjen bubuk dalam bentuk kemasan kecil, bahkan
sachet 32 gram, sedangkan konsumen Malaysia, Singapura dan
Thailand lebih suka membeli kemasan besar 1 kg – 2 kg karena
lebih praktis dan secara value per gram nya lebih murah
dibandingkan beli kemasan renceng.
Untuk produk kuliner, kenapa kita harus pasif menunggu Tom
Yam Kung nya Thailand, Singapore Laksa atau Nasi Kandar nya
Malaysia menyerbu Indonesia, seharusnya dengan kekayaan
kuliner Indonesia, kita bisa jadi pemain besar kuliner di ASEAN,
ini sudah dibuktikan donat J.Co yang sukses menaklukkan pasar
Singapura, Malaysia dan Filipina begitupula dengan Resto
Bumbu Desa yang sukses di Malaysia dan Kedai Baba Rafi yang
juga sudah merambah ke berbagai negara ASEAN.
Ketiga, Pentingnya Investasi Merek
Di bandingkan dengan negara maju yang pertumbuhan pasar
Private label nya lebih bagus dari branded items atau kawasan
Timur tengah dan Afrika yang lebih kurang peduli akan brand,
konsumen ASEAN boleh dibilang sangat Brand concious, melek
merek. Ini bisa di lihat dari padatnya jumlah iklan di semua
media, dari media cetak, Televisi hingga media luar ruang
(outdoor).
Pengalaman saya menggarap beberapa produk di ASEAN
meyakinkan saya bahwa investasi merek adalah sangat penting
dilakukan oleh korporat dan brand owner Indonesia, dan ini akan
menguntungkan tidak saja untuk mendapatkan short term sales
tapi long term investment.
Investasi merek tidak mesti mahal atau harus menggunakan
medium TV, masih banyak lagi media yang bisa di gunakan untuk
melakukan komunikasi merek, termasuk Media on line dan social
Media. Yang di penting adalah keseriusan, konsistensi dan
komitmen pemilik merek Indonesia dalam melakukan investasi
merek di negara negara tujuan ekspor mereka.
Ke empat, Investasi sumber daya Manusia
Setelah punya produk yang pas dengan harga yang kompetitif,
maka tidak kalah pentingnya adalah pengembangan sumber daya
manusia.
Sudah bukan rahasia umum lagi kalau Indonesia di kenal salah
satu eksportir TKI terbesar di regional ini, selain Filipina, namun
lebih dari 90% Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri adalah
tenaga kerja sektor informal atau buruh, dan ironisnya “import”
pekerja justru di sektor tenaga kerja terdidik dan terlatih alias
expatriate. Sebagai contoh tenaga kerja Filipina di Indonesia, di
perkirakan tidak kurang dari 1000 tenaga kerjaterdidik filipina
bekerja di Indonesia padahal sebagian besar posisi yang di
tempati expat itu juga bisa di kerjakan orang Indonesia.
Salah satu kunci memenangkan persaingan di era Pasar bebas
ASEAN adalah dengan memiliki kualitas sumber daya manusia
yang baik, dengan adanya pasar bebas ASEAN, setiap Individu
warga negara ASEAN bisa bebas bekerja di negara manapun
tanpa restriksi artinya profesional Indonesia harus siap
bersaingan dengan profesional Singapura, Malaysia, Filipina
atau Thailand dalam merebut posisi posisi strategis di
perusahaan perusahaan yang beroperasi di negara negara
ASEAN. Jangan sampai pekerja pekerja Indonesia cuka kebagian
posisi staf sementara posisi manajer dan direktur di rebut oleh
profesional negara lain.
Inilah waktunya intropeksi, kita Cuma punya waktu 2 tahun
untuk menyiapkan tenaga profesional terdidik dan terlatih, yang
bukan saja siap berkompetisi memperebutkan posisi strategis di
korporat Indonesia, namun juga berani bersaing untuk berkarir
dan menjadi profesional di negara ASEAN lain.
Kelima, Pentingnya konsistensi.
Saya serng mendengar joke kalau orang Indonesia sering
konsisten dalam ketidak konsistenannya, it is a sad joke but often
it’s true.
Selama hampir dua dekade saya terlibat melakukan business
deal, baik di level regional dan international, sudah sangat sering
saya melihat ketidak konsistenan kita, bukan Cuma urusan
ngaret dalam meeting appointment tapi juga inkonsisten dalam
banyak hal, dari hal hal menyangkut waktu misalnya waktu
pengiriman order ekspor yang sering meleset, menyangkut
kualitas dimana seringkali produk sample dibuat jauh lebih
bagus dari real production nya , juga seringkali konsistensi kita
dalam men deliver komitmen di pertanyakan oleh buyer luar
negeri.
Istilah “hangat hangat kotoran ayam” saya rasakan sering di
implementasikan pengusaha Indonesia dalam business relation,
keliatan serius dan semangat di awal project namun sebentar
saja melempem, kurang fighting spirit, kurang daya tahan.
Dalam berbagai pameran di luar negeri yang saya ikuti, saya
sering bertemu pengusaha Indonesia yang baru ikutan pameran
di luar negeri satu dua kali saja sudah langsung berharap dapat
order ekspor ber kontainer kontainer. Padahal business
deal perlu building trust dan ini tidak bisa di lakukan dalam satu
dua pertemuan dengan calon pembeli di luar negeri.
Sikap konsistensi akan sangat membantu pengusaha dan
marketer Indonesia dalam membuka jalur pasar di negara lain
dan build up reputation yang merupakan komoditi paling mahal
dalam International business.
Penutup
Jalan menjadi pemain regional itu memang tidak semudah
membalikkan telapak tangan, perlu perjuangan namun bukanlah
Mission Impossible, banyak jalur yang bisa di manfaatkan untuk
meilihat celah bisnis di negara ASEAN lain, misalnya dengan
mengikuti misi dagang atau ikut pameran di berbagai negara
ASEAN, baik lewat jalur ikutan pameran yang di organisir oleh
BPEN maupun organisasi independen swasta.
Cara lain adalah dengan berpartisipasi dalam event pameran dan
edukasi seperti Jakarta Marketing Week yang merupakan acara
tahunan The Markplus conference dari Markplus Inc, dimana
pengusaha dan marketer bisa belajar dari para business leader
maupun government official yang bersedia sharing ilmu dan
pengalaman mereka dalam mengelola brand maupun company.
Jangan lupa, Marketing Week ini juga akan di hadiri oleh lebih
dari 3.500 peserta dari berbagai industri, ini adalah ajang paling
pas untuk melakukan networking yang pasti berguna untuk
kemajuan usaha, baik saat ini maupun di masa depan.
Balikpapan – Pemerintah terus mendorong peran aktif petani untuk meningkatkan daya
saing produknya. Hal ini terkait dengan kesiapan Indonesia menghadapi ASEAN
Economic Community 2015 dimana kawasan ASEAN akan menjadi pasar tunggal
berbasis produksi tunggal. Dengan demikian, seluruh negara ASEAN harus melakukan
liberalisasi perdagangan dengan arus modal yang lebih bebas sebagaimana yang telah
digariskan dalam ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint. Demikian dikatakan
Menteri Pertanian Dr. Ir. Suswono, MMA saat membuka Pertemuan Nasional Masyarakat
Perlindungan Tumbuhan dan Hewan Indonesia (MPTHI) di Balikpapan pada (21/8/2013).
Mentan mengatakan, pasar bebas ASEAN berdampak cukup besar bagi semua sektor
perdagangan, termasuk sektor pertanian. Penurunan dan penghapusan tarif secara
signifikan yang dilakukan oleh pemerintah akan mengakibatkan semakin banyaknya
produk impor masuk ke Indonesia. Kondisi inilah yang cukup mengkhawatirkan karena
berpengaruh pada eksistensi produk lokal, peningkatan daya saing produk lokal sangat
diperlukan menghadapi pasar bebas ASEAN 2015 mendatang.
“Dalam era globalisasi perdagangan, mutu produk merupakan salah satu indikator
keberhasilan peningkatan daya saing produk pertanian yang dapat dijadikan sebagai non
tariff barier dalam menekan laju importasi, untuk itu dibutuhkan kesiapan petani
Indonesia meningkatkan hasil pertaniannya ,” jelas Mentan.
Mentan mencontohkan pada subsektor hortikultura Indonesia menghadapi beberapa
permasalahan, salah satu diantaranya adalah masih tingginya kehilangan hasil produk
hortikultura segar dalam perdagangan. Hal itu disebabkan oleh adanya serangan OPT
dan faktor fisiologis pada saat distribusi/pengangkutan dan penyimpanan, karena itu
perlindungan pascapanen produk hortikultura harus ditingkatkan.
Selain masalah kehilangan hasil, saat ini ketentuan Sanitary and Phytosanitary (SPS)
dan batas maksimum residu (BMR) untuk produk hortikultura semakin banyak dan berat.
Hal tersebut cukup menyulitkan ekspor produk hortikultura segar karena untuk
memenuhinya memerlukan pendekatan lintas sektor bahkan dengan pihak-pihak luar
negeri.
Menghadapi masalah tersebut, Mentan berharap agar pertemuan nasional Masyarakat
Perlindungan Tumbuhan dan Hewan Indonesia diharapkan dapat menghasilkan
keputusan dan masukan yang solutif bagi masalah pertanian Indonesia ke depan.
Pada kesempatan tersebut, Mentan juga menekankan tekadnya mewujudkan
kemandirian pangan dengan melakukan peningkatan produksi dan produktivitas
komoditas pertanian. “Mengingat permintaan beras yang terus meningkat sementara di
lain pihak terjadi perubahan iklim global yang berdampak pada terganggunya produksi
pangan, maka pemerintah menaruh perhatian khusus terhadap masalah pangan ini,
apalagi menjelang dibukanya pasar bebas ASEAN dua tahun mendatang ” jelas Mentan.
Langkah strategis pengamanan produksi menghadapi dampak perubahan iklim tersebut
diantaranya dengan memanfaatkan informasi iklim yang bersumber dari Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang ada di masing-masing provinsi,
melakukan perencanaan budidaya sesuai iklim dan kondisi setempat, perencanaan dan
penyiapan sarana produksi (benih dan pupuk), penyiapan sarana penanggulangan,
penggunaan varietas umur pendek, dan varietas toleran terhadap kekeringan, dan
rendaman serta pemberdayaan petani dalam keadaan iklim ekstrim.
Sumber Berita: www.teraskreasi.com
http://eksim.deptan.go.id/setjenew/berita-hadapi-pasar-bebas-asean-petani-harus-tingkatkan-daya-
saing-produk-lokal.html#ixzz2n3xY4FHc
SEMINAR HPS KE-33 DI PADANG
PADANG, HALUAN—Di tengah upaya pemerintah untuk memperkuat kemandirian pangan berbasis
sumberdaya lokal, di sisi lain Indonesia juga harus mempersiapkan diri dalam menyongsong masya-
rakat ekonomi ASEAN (ASEAN Economy Community/AEC) yang tinggal kurang dari 2 tahun lagi.
Sedangkan pemberlakukan Pasar Tunggal ASEAN ini belum sepenuhnya menguntungkan petani
Indonesia.
Dilihat dari berbagai parameter daya saing, Indonesia relatif masih ketinggalan dibandingkan
sembilan negara ASEAN lainnya. Satu-satunya keunggulan Indonesia hanya segi penguasaan bahan
baku berbasis sumber daya alam, baik mineral maupun agro. Indonesia saat ini hanya menempati
posisi ke-6 dalam peringkat kesiapan negara ASEAN dalam menghadai Pasar Tunggal ASEAN 2015.
Padahal hampir separuh dari pasar ASEAN yang totalnya 600 juta jiwa adalah penduduk Indonesia
(250 juta jiwa). Namun demikian jika tak siap, Indonesia bisa menjadi pecundang, yang hanya akan
menjadi pasar bagi serbuan barang-barang impor terutama bahan pangan dan bukan menjadi pemain
dalam pasar itu sendiri.
Dengan memperhatikan daya saing RI yang rendah, harus ada upaya yang ekstra keras dari semua
pemangku kepentingan baik pemerintah di pusat dan daerah, dunia usaha, akademisi, dan masya-
rakat untuk secara cerdas meningkatkan daya saing Indonesia di pasar ASEAN dan mengantisipasi
dampak negative sebagai konsekuensi dari implementasi MEA 2015.
Hal itu terungkap dalam Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-33 dengan tema
“Optimalisasi Sumberdaya Lokal Melalui Diversifikasi Pangan Menuju Kemandirian Pangan dan
Perbaikan Gizi Masyarakat Menyongsong Masyarakat Ekonomi Asean 2015” yang dibuka oleh
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, di Pangeran Beach Hotel, Senin (21/10).
Menghadirkan pemateri, Dr. Harianto (Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi), Dr. Ir.
Haryadi Himawan (Direktur Bina Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan), Dr. Achmad Poernomo
( Kepala Badan Litbang Kelautan dan Perikanan) serta Prof. Dr. Ir. Benyamin Lakitan (SAM Bidang
Pangan dan Pertanian Kementerian Riset dan Teknologi).
Sedangkan bertindak sebagai moderator Kepala Badan Ketahanan Pangan Sumbar Ir. Effendi dan
Prof. Dr. Achmad Suryana, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan. Dengan peserta birokrat,
peneliti di lingkup kementerian pertanian, kehutanan, kelautan dan perikan, penyuluh, akademisi,
praktisi agribisnis, LSM dan masyarakat umum.
“Hampir setengahnya dari total 600 juta jiwa pangsa pasar ASEAN tersebut adalah penduduk dalam
negeri yang sekitar 250 juta jiwa. Kalau 9 negara lainnya bersikap ofensif atau siap siaga
menyerang, sedangkan kita hanya bersikap defensive atau bertahan saja, maka kita bisa jadi serbuan
negara lain,” ujar Benyamin Lakitan salah satu pemateri.
Dikatakan Benyamin, memang benar idealnya harus ada hubungan timbal balik antara negara yang
tergabung dalam Pasar Tunggal ASEAN tersebut, yakni tak hanya jadi pasar namun juga pemain.
Namun pada kenyataannya, Indonesia lebih banyak hanya menjadi sasaran ketimbang pemain.
“Pada saat AEC berlaku, semua tarif-tarif bea masuk impor di semua negara bakal dihapus, dan ini
membuat pergerakan barang-barang di ASEAN bakal bergerak bebas tanpa halangan. Dengan
terbentuknya pasar dan basis produksi tunggal, kawasan ASEAN akan menjadi kawasan bebas arus
barang, bebas jasa, bebas investasi, bebas tenaga kerja, dan bebas arus permodalan.
Ada lima sektor yang tak akan bisa dihambat masuk yakni industry manufaktur, pertanian, kehutanan,
kelautan dan pertambangan. Sementara itu kelima sektor itu pula yang kita besar potensinya yang
berarti semakin besar ancaman buat kita. Karenanya harus ada konsolidasi untuk menangkal
serangan tersebut,” tambahnya. (h/ita)
indonews.com - Dalam upaya mendorong konektivitasThe Association of Southeast Asian
Nations (ASEAN), negara-negara anggota didorong untuk segera mengimplementasikan
pembangunan infrastruktur guna memperkuat hubungan antar lembaga dan manusia atau
masyarakat.
Duta Besar Indonesia untuk ASEAN I Gede Ngurah Swajaya mengungkapkan, menjelang
diberlakukannya era pasar tunggal tahun 2015 mendatang, semua negara anggota mempersiapkan
diri dengan baik. Konektivitas ASEAN sudah di depan mata, sehingga hubungan antar lembaga
maupun masyarakat harus diperkuat antar negara anggota.
Dalam kerangka itu, kata Swajaya, digelar pertemuan antar duta besar negara ASEAN dan mitra
wicara ASEAN lainnya di Bali selama tiga hari, mulai hari in.
"Pertemuan ini untuk mempersiapkan konektivitas ASEA. Jadi, bagaimana mendorong konektvitas itu
dengan pembangunan infrastruktur dan hubungan antara manusia di kawasan," ujar Swajaya dalam
keterangan resminya di Institute for Peace and Democracy (IPD), Jimbaran, Bali, Selasa
(12/11/2013).
Tidak hanya pada penguatan infrastrukktur lembaga dan antar manusia, dia menuturkan, tak kalah
pentingnya adanya jaminan kelangsungan dari arus lalu lintas barang dan jasa di kawasan ASEAN.
Untuk itu, kata dia, harus dibangun interaksi atau hubungan kerja sama berbagai bidang di kawasan
ASEAN mulai kesenian, kebudayaan, ekonomi dan lain sebagainya.
Sementara pembahasan dengan mitra wicara ASEAN dilakukan dengan Amerika Serikat, Korea,
Kanada, Jepang, Australia, India dan lainnya. Arah pertemuan, bagaimana negara-negara mitra
wicara ASEAN itu bisa lebih meningkatkan perannya dalam membantu mengimplementasikan
proyek-proyek untuk konektivitas ASEAN, baik kelembagaan maupun antar manusia.
Hadir dalam pertemuan itu, Dubes Amerika untuk ASEAN David L Carden, Ketua IPD Ketut Putra
Erawan dan pejabat dubes lainnya.
Konektivitas ASEAN yang merupakan cetak biru bagi pembangunan kerja sama antar negara
anggota, diharapkan segara diimplementasikan oleh para kepala negara kawasan tersebut. Apalagi,
tahun 2015 ketika pasar tunggal terjadi yang ditandai tidak adanya bea masuk, arus lalu lintas barang
dan jasa yang semakin luas, sehingga hal itu akan menarik mitra negara ASEAN lainnya.
Pasar tunggal itu memungkinkan arus masuknya basis-basis produksi, maufactiring dan investasi
asing lainnya terus meningkat. Untuk menghubungkan itu, sambung Swajaya, ke depan ASEAN juga
mendorong penguatan infrastrutur, seperti jalan, pelabuhan maritim dan perhubungan udara.
ASEANsebagai pasar tunggal menjadi basis industri kompetitif dan merupakan pasar potensial Asia
Tenggara. "Jadi, kita merumuskan apa saja yang bisa dikerjakan untuk mempercepat cetak biru
ASEAN pada 2015 pascakomunitas ASEAN terbentuk," tutupnya.
Unhas Adakan Seminar Persaingan Indonesia Dalam Hadapi AEC 2015By iqbal_sultan - Posted on 14 November 2013
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Unhas bekerjasama
dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adakan Seminar Persaingan
usaha dengan tema “Ketahanan Pangan dan Kebijakan Persaingan Dalam
Menghadapi Pasar Bersama ASEAN”, Kamis (14/11) di ruang Senat lt. 2 Gedung
Rektorat Unhas. Seminar tersebut dirangkaikan dengan Memorandum of
Understanding (MoU) antara Unhas dan KPPU.
Hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut Prof. Dr. Ir. H.M Saleh S. Ali,
M.Sc., Prof Dr Ir. Ambo Ala, Emil Abeng selaku Anggota DPR-RI Komisi VI,
Syarkawi Rauf Komisioner KPPU, Nawir Messi Ketua KPPU, dan Hyelim Jang
director Korea Fair Trade Commision.
Prof. Dr. Dwia Aries Tina dalam sambutannya berharap agar seminar tersebut
menghasilkan pandangan yang bermanfaat karena seluruh hadirin Unhas
menyambut baik gagasan acara tersebut.
“Selama ini dikampus banyak gagasan yang membahas kekhawatiran kita
terhadap pasar bebas. Hal ini harus kita siapkan dengan sebuah kesiapan.
Jangan sampai ketika warga menjadi penonton akademisi tidak melakukan
sesuatu. Disinilah saatnya mahasiswa dapat berperan untuk memperkuat fungsi
pengawasan pasar bebas,”tuturnya.
Dalam seminar yang membicarakan daya saing produk pertanian dalam
menghadapi Asean Economy Community (AEC) 2013 Prof. Saleh Ali menjelaskan
bahwa AEC 2015 bisa saja menjadi berkah bagi Indonesia namun sekaligus
menjadi petaka.
“AEC bisa menjadi petaka apabila produk pertanian kita tidak mampu bersaing
dengan produk pertanian dari negara Asean yang lain, Aliran modal dan
investasi dari luar hanya mengeruk hasil bumi danTenaga kerja terdidik menjadi
penonton di negaranya sendiri” kata Saleh Ali yang juga guru besar pertanian
Unhas.
Untuk itu Prof Saleh Ali mengungkapkan perlunya upaya mengoptimalisasi
sektor pertanian Indonesia di AEC 2015 dengan cara Memperkokoh konektivitas
antar wilayah untuk menjadi bagian di tingkat ASEAN, dan selanjutnya di tingkat
global, Memberi ruang bagi setiap daerah untuk berkembang sesuai dengan
keunikan dan comparative advantage yang dimilikinya, Pengembangan innovasi
teknologi dan penyiapan infrastruktur pendukung dalam rangka meningkatkan
daya saing, harmonisasi prosedur, peraturan, dan standard yang menuju pada
peningkatan kualitas dan keamanan pangan (mengacu pada AEC Blueprint),
memasyarakatkan AEC sampai ke tingkat grass-root society.
Sejalan dengan itu, itu Emil Abeng yang juga membawakan materi dalam
seminar tersebut mengungkapkan kekhawatirannya melihat kondisi Indonesia
nantinya di AEC 2015. Menurutnya saat ini Indonesia berada pada kondisi defisit.
Kinerjanya semakin lama semakin menurun, lebih banyak impor dari pada
ekspor. Untuk menghadapi hal tersebut di perlukan adanya persiapan dan peran
generasi muda.
“Untuk menghadapi pasar bebas tersebut generasi muda harus menjadi titik
tumpu pembentukan generasi pemimpin ekonomi di masa depan yang
berwawasan politik global dan paham dengan konteks lokal. Selain itu Generasi
muda harus mampu melihat ke luar (internasional) dan menyadari potensi di
dalam (regional, mis. Sulawesi Selatan),” Ungkapnya. (JP-AS)