STRATEGI KOMUNIKASI KH. M. AGUS ABDUL GHOFUR...
Transcript of STRATEGI KOMUNIKASI KH. M. AGUS ABDUL GHOFUR...
STRATEGI KOMUNIKASI KH. M. AGUS ABDUL GHOFUR
DALAM MENINGKATKAN NILAI AKHLAK
PADA MASYARAKAT LINGKUNGAN PONDOK
PESANTREN MADINATUNNAJAH JOMBANG CIPUTAT
TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Oleh:
SITI MAHMUDAH
NIM: 109051000063
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013 M
STRATEGI KOMUNIKASI KH. M. AGUS ABDUL GHOFUR
DALAM MENINGKATKAN NILAI AKHLAK
PADA MASYARAKAT LINGKUNGAN PONDOK
PESANTREN MADINATUNNAJAH JOMBANG CIPUTAT
TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Oleh:
Siti Mahmudah
NIM: 109051000063
Pembimbing,
Umi Musyarrofah, MA
NIP. 19710816 199703 2 002
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat
atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 30 Mei 2013
Penulis
SITI MAHMUDAH
i
ABSTRAK
Strategi Komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur Dalam Meningkatkan Nilai
Akhlak Pada Mayarakat Lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah
Jombang Ciputat Tangerang Selatan
Di zaman modern, bangsa kita sedang mengalami krisis moral, dan krisis
moral inilah yang menjadi penyebab utama ketidakmenentuan bangsa ini. Jika
krisis moral dibiarkan, maka kemungkinan besar bangsa ini akan hancur
kedepannya. Oleh karena itu kehadiran KH. M. Agus Abdul Ghofur sebagai
pimpinan Pondok Pesantren Madinatunajah serta ustadz di lingkungan Pondok
Pesantren tersebut, yang berlokasi di kampung Jombang Kramat Ciputat
mempunyai peranan penting untuk menyampaikan pesan-pesan yang mengandung
nilai-nilai keagamaan, diantaranya dalam meningkatkan nilai akhlak.
Bagaimana strategi komunikasi yang digunakan KH. M. Agus Abdul
Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok
Pesantren Madinatunnajah? Apa yang menjadi faktor penghambat komunikasi
dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren
Madinatunnajah?
Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Peneliti berusaha untuk menggambarkan secara
jelas segala yang terjadi di lapangan dengan melalui observasi, kemudian
dianalisa untuk mendapatkan hasil yang sesuai tujuan penelitian. Pendekatan
kualitatif ini menitik beratkan pada hasil data-data dari penelitian yang kemudian
digambarkan berupa kata-kata melalui pengamatan observasi dan wawancara.
Strategi komunikasi yang digunakan KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam
meningkatkan akhlak adalah mengenal komunikan, menentukan pesan yang akan
disampaikan, menentukan metode, mempengaruhi/membujuk, mengontrol,
antisipasi, merangkul, memberi kabar gembira dan peringatan. Sedangkan metode
yang digunakan adalah repetition (pengulangan), cerita, diskusi, tanya jawab,
ceramah serta nasihat. Faktor penghambat komunikasi adalah waktu dan kondisi
yang kurang signifikan diantara keduanya.
Strategi komunikasi yang ditentukan serta menggunakan komunikasi yang
sesuai dengan perencanaan, semua itu dapat berhasil dilakukan oleh KH. M. Agus
Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan
Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Ciputat, dan hasil yang diperoleh
sangat baik, meskipun masih ada penghambat yang tidak sulit untuk diatasi
beliau, hal ini dapat terlihat dari tanggapan masyarakat strategi komunikasi yang
dilakukan serta diterapkan oleh KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam kesehariannya
sebagai contoh serta panutan bagi masyarakat dengan memberikan serta berbagi
pengetahuan agama sebagai pedoman kehidupan.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohim
Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur Alhamdulillah kepada
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, Dialah Allah yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah memberikan nikmat Iman, Islam
dan Ikhsan kepada seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini. Dialah
Tuhan yang menciptakan akal sebagai mediator untuk berfikir dan merenung
tentang kekuasaan-Nya, untuk mempelajari lautan ilmu-Nya dan yang terpenting
untuk menyadari, mengetahui, mengingat dan menyaksikan akan eksistensi-Nya
setiap saat.
Bersama rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dan merupakan
kewajiban akademis di Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Besar
Muhammad SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan seluruh pengikutnya
yang senantiasa istiqamah dalam mengikuti dan memegang teguh ajaran-Nya dan
menjalankan agama Allah SWT. Semoga uswatu hasanah yang beliau contohkan,
menjadikan penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya pengikut yang
senantiasa mengikutinya dalam kehidupan sehari-hari.
Sepenuhnya penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini
banyak mengalami kesulitan, hambatan, dan gangguan hingga terkadang rasa
iii
putus asa dan bosan pernah dirasakan. Namun, berkat doa, bantuan, motivasi,
bimbingan dan pengarahan yang sangat berharga dari berbagai pihak akhirnya
skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu dengan segala ketulusan,
perkenankan penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Drs. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan dan
Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
dan Pembantu Dekan I Drs. Wahidin Saputra, MA, Pembantu Dekan II
Bpk. Mahmud Jalal, M. Ag, serta Pembantu Dekan III Bpk. Study Rizal,
LK, M. Ag.
2. Drs. Jumroni, M. Si, selaku Kepala Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam,
Umi Musyarrofah, M.A selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran
Islam.
3. Umi Musyarrofah, M.A selaku dosen pembimbing yang telah banyak
membimbing dan memberikan pengarahan serta motivasi yang terus-
menerus seraya memberikan dukungan guna meraih masa depan yang
lebih baik. Penulis menganturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada beliau, semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan dan
kebaikan setiap saat kepada beliau beserta keluarga.
4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi khususnya
untuk Drs. Masran, M.A selaku Dosen Pembimbing Akademik KPI B
2009, yang sangat berjasa dalam skripsi ini. Serta Semua Dosen Yang
telah mengajarkan dan mendidik ilmu pengetahuan serta ilmu yang
bermanfaat bagi penulis.
iv
5. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi serta Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memudahkan penulis untuk
mendapatkan berbagai refrensi dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Kedua orang tua yang sangat berarti bagi kehidupan penulis, Kepada
Bapak tercinta Tarzuki, dan Ibu wartini tersayang, engkaulah harta paling
berharga yang penulis punya, serta Kakak tercinta Nurhayati dan Saeiful
Aziz yang tidak henti-hentinya memberikan semangat serta motivasi, dan
Adik tersayang Ida Fitria Salsabila yang menjadi penyemangat penulis.
Kalian lah yang sangat penulis banggakan. Terima kasih atas semangat
dan motivasi serta bantuan kalian buat penulis yang bersifat materiil.
Semoga kebahagiaan dan keberkahan akan selalu menyertai serta
mendapatkan balasan dari Allah SWT.
7. KH. M. Agus Abdul Ghofur yang telah banyak memberikan waktu dan
ilmunya kepada penulis serta bantuan berupa mengarahkan, memotivasi,
menyemangati, dan mendoakan sehingga terselesaikannya skripsi ini.
8. Ustadz Fahrurrozi dan Ustadz Eko Tristiono dan para ustadz dan ustadzah
di Pondok Pesantren Madinatunnajah selaku tempat penulis mencari data
yang sangat membantu dan waktu luangnya untuk memberikan banyak
petunjuk sehingga dapat selesai dengan baik skripsi ini.
9. Teman-teman KPI angkatan 2009. Khususnya KPI B, Maulisa Sudrajat,
Ika Solihah, dan sahabat-sahabat Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang telah memberikan nuansa persahabatan, kekeluargaan
v
selama akhir hayat. Terima Kasih buat kalian yang telah memberikan
motivasi dan do’a kepada penulis.
10. Sahabat seperjuangan Farihah Jadwa Izzaty dan Elfira Hanum, kalian lah
yang menjadi semangat penulis untuk selalu optimis dan yakin dalam
setiap langkah, kalian yang selalu penulis banggakan.
11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil
kepada penulis sehingga terselesaikan penulisan skripsi ini.
Begitu besar ucapan terima kasih yang penulis sampaikan, semoga Allah
SWT membalas semua kebaikan keluarga dan sahabat-sahabatku tercinta Amin Ya
Robbal Alamin.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa Skripsi ini tidak terlepas dari
kekurangan. Karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan
dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Untuk itu penulis berharap
semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat terutama bagi penulis dan pembaca
pada umumnya.
Jakarta, 27 Mei 2013
Siti Mahmudah
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.................................... 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ................................................................ 7
E. Tinjauan Pustaka ................................................................... 8
F. Metodologi Penelitian .......................................................... 9
G. Sistematika Penulisan ........................................................... 13
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Pengertian Komunikasi ......................................................... 15
B. Strategi Komunikasi .............................................................. 25
C. Pengertian Nilai Dan Akhlak ................................................ 30
D. Masyarakat ............................................................................ 39
E. Pesantren .............................................................................. 42
BAB III SEKILAS TENTANG BIOGRAFI KH. M. AGUS ABDUL
GHOFUR DAN GAMBARAN UMUM KAMPUNG
JOMBANG KRAMAT
A. Biografi ............................................................................... 44
1. Riwayat Hidup ............................................................... 44
2. Aktifitas Dakwah ............................................................ 46
3. Karya Tulis. ..................................................................... 49
B. Kampung Jombang Kramat................................................... 49
1. Keadaan Penduduk .......................................................... 50
2. Keadaan Ekonomi, Agama dan Budaya.......................... 51
3. Tingkat Pendidikan ......................................................... 54
vii
4. Sarana Prasarana ............................................................. 55
C. Sekilas Pondok Pesantren Madinatunnajah .......................... 55
BAB IV ANALISIS STRATEGI KOMUNIKASI KH. M. AGUS
ABDUL GHOFUR DALAM MENINGKATKAN NILAI
AKHLAK
A. Strategi Komunikasi .............................................................. 59
B. Faktor Pendukung Dan Penghambat ..................................... 75
1. Faktor Pendukung ........................................................... 75
2. Faktor Penghambat.......................................................... 77
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 79
B. Saran ...................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 83
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di zaman modern, bangsa kita sedang mengalami krisis moral, dan
krisis moral inilah yang menjadi penyebab utama ketidakmenentuan bangsa
ini. Jika krisis moral dibiarkan, maka kemungkinan besar bangsa ini akan
hancur kedepannya. Praktik hidup yang menyimpang dan penyalahgunaan
kesempatan yang merugikan orang lain kian tumbuh subur di negeri kita yang
sungguh pelakunya tidak berakhlak. Korupsi, kolusi, nepotisme, penodongan,
perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, dan perampasan hak-hak asasi
manusia pada umumnya terlalu banyak yang dapat kita lihat dan saksikan. 1
Nilai agama yang sudah tertanam dalam diri masyarakat mulai tergeser
dengan adanya budaya-budaya asing yang dapat merusak tingkah laku moral
bangsa, dimana-mana terdengar macam-macam kenakalan, perkelahian,
penyalah-gunaan narkotika, kehilangan semangat untuk belajar, ketidak
patuhan terhadap orang tua dan sebagainya. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa
saat ini masyarakat makin lama sudah menurun akhlakul karimahnya. Dalam
pergaulan pada saat ini sudah tidak memandang lagi akan nilai-nilai moral,
karena pergaulan bebas dalam masyarakat. Allah SWT telah menjelaskan
dalam Al-Qur'an surah Al-A'raaf ayat 56:
1 M. Solihin dan M. Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup,
(Bandung: Nuansa, Cet-1, 2005). h. 16
2
Artinya:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat
dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”.2
Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan, bahwa Allah akan selalu
mencurahkan rahmatnya kepada hamba-Nya yang mempunyai akhlak yang
baik serta budi pekerti yang baik, karena apabila seorang tidak mempunyai
akhlak dan budi pekerti yang tidak baik, maka akan dapat merusak diri sendiri
dan lingkungan, bahkan dapat merusak moral bangsa ini, karena kelakuan dan
perbuatan yang buruk yang sudah tidak memandang lagi nilai dan norma-
norma dalam masyarakat.3
Persoalan yang melanda bangsa ini sudah cukup kompleks, dari
persoalan dampak bencana alam sampai persoalan yang muncul dari sistem
dan tingkat moral masyarakatnya. Persoalan kemiskinan, rendahnya kualitas
pendidikan, dan korupsi yang sampai saat ini masih belum menunjukkan hasil
yang memuaskan. Oleh karena itu, diperlukan upaya perbaikan sistem dan
peningkatan moralitas anak bangsa.
Salah satu manifestasi dari kerukunan adalah pola hubungan yang
dialogis dan komunikatif antar pemeluk agama dan antar aliran suatu agama.
2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Al-Aliyy (Bandung: Diponegoro,
2000). h. 125 3 Imam Badrudin Aba Muhammad Mahmud bin Ahmad al-'Ayni, Umdatul Qori fi Syarhil
shoheh Bukhory jus-32. (Lebanon: Daarul Fikri, 2005). h. 217
3
Hal ini dianggap urgen untuk merumuskan paradigma sosial yang diambil dari
nilai-nilai keagamaan. Paradigma sosial keagamaan yang dimaksud adalah
paradigma yang digali dari semangat ketuhanan yang mampu menumbuhkan
perilaku keagamaan yang baru yang lebih santun, toleran, dan humanis di
masyarakat.
Persoalan apapun yang dihadapi masyarakat dan bangsa ini, maka
Islam harus ditampilkan sebagai faktor nilai yang menjadi komplemen bagi
nilai-nilai yang lain dalam memberantas segala bentuk ketertindasan dan
kemunduran masyarakat. Dengan menempatkan Islam sebagai social salvation
(yang menyelamatkan), maka agama ini akan lebih dapat membumi dan
melebarkan sayap-sayap nilai keagamaannya sehingga tidak dianggap agama
primitif yang jauh dari dinamika persoalan sosio-historis.4
Eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang
mengakar ditengah rakyat terutama dikalangan pedesaan, tetap akan hidup dan
bahkan mungkin akan terus bermunculan pesantren-pesantren baru, dengan
berbagai bentuk dan kecenderungannya sebagai salah satu proses interaksi.
Pesantren diterima keberadaannya ditengah masyarakat lebih sebagai sebuah
institusi sosial yang memiliki akar nilai historis dalam proses perkembangan
umat Islam di Indonesia. Perkembangan yang mengarah pada peningkatan
peran kualitatif pesantren secara lebih riil, sehingga keberadaannya sebagai
proses perkembangan masyarakat.5
Kehadiran seorang kiai di dalam lingkungan masyarakat sangat
berperan dalam membentuk masyarakat yang bermoral dan berakhlakul
4 Syamsul Bakri, Agama, Persoalan Sosial, dan Krisis Moral, (komunikasi, vol.3, no.1,
Januari-juni 2009). h.39-44 5 Saifullah Ma'shum, Dinamika Pesantren: Telaah Kritis Keberadaan Pesantren Saat Ini
(Jakarta, Yayasan Islam al-Hamidiyah dan Yayasan Saifuddin Zuhri, Cet.1, 1998). h.40-41
4
karimah, ia bukan hanya sekedar menempatkan dirinya sebagai pengajar dan
pendidik santri-santrinya, melainkan aktif memecahkan masalah-masalah
krusial yang dihadapi masyarakat. Biasanya kiai adalah pemimpin nonformal
sekaligus pemimpin spiritual, oleh karena itu dibutuhkan strategi komunikasi
yang baik antara kiai dengan masyarakat yang berada dilingkungan pesantren
agar terciptanya keakraban, sehingga kiai mampu mengetahui sejauh mana
watak dan sifat warga masyarakat di lingkungan pesantrennya.
Menurut Mujamil Qomar dalam bukunya Pesantren dan transformasi
metodologi menuju demokrasi institusi menjelaskan bahwa:
”Kepercayaan masyarakat yang begitu tinggi terhadap kiai dan
didukung potensinya memecahkan berbagai problem sosio-psikis-kultural-
politik-religius menyebabkan kiai menempati posisi kelompok elit dalam
struktur sosial dan politik di masyarakat".6
KH. M. Agus Abdul Ghofur sebagai ketua serta pemimpin Pondok
Pesantren Madinatunnajah, juga aktif di organisasi sebagai Anggota syuriah
Nahdlotul Ulama (PCNU) Pengurus Cabang Nahdlotul Ulama Tangerang,
“beliau adalah sosok yang sangat disegani masyarakat lingkungan pondok
pesantren dan perhatian beliau terhadap masyarakat dalam meningkatkan nilai
akhlak sangatlah tinggi, terlihat dalam rutinitas yang beliau lakukan di
beberapa Majelis dan pengajian yang beliau adakan.7
6 Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi, (Jakarta, Erlangga, 2005). h.29 7 Wawancara Pribadi dengan Ustadz Eko (Sekretaris KH. M. Agus Abdul Ghofur) Sabtu
27 April 2013
5
Komunikasi dan interaksi yang terjadi antara kiai dan masyarakat ini
diharapkan dapat memberikan efek yang positif dalam meningkatkan nilai
akhlak terhadap masyarakat, lebih khusus masyarakat sekitar Pondok
Pesantren Madinatunnajah Jombang Kramat. Oleh karena itu dapat dilihat,
betapa pentingnya seorang figur kiai bukan hanya membina serta
meningkatkan nilai-nilai agama serta akhlak dan budi pekerti kepada santrinya,
akan tetapi lebih-lebih kepada masyarakat lingkungan yang berada di sekitar
Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Kramat agar terwujudnya
masyarakat yang madani.
Sebelum berdirinya Pondok Pesantren Madinatunnajah, wilayah
Jombang Kramat dan sekitanya menurut sejarah akan dibangunnya kristenisasi
untuk wilayah Tangerang Selatan ini, dengan disebarkannya agama Kristen di
wilayah ini, kemudian akan di bangun masyarakat yang menganut agama
Kristen. “Dengan mendengar akan dibangunnya sebuah kristenisasi sangat
miris mendengarnya, dan tergugahlah hati saya dan hati KH. Mahrus Amin
untuk mendirikan Pesantren di Jombang ini, untuk mencegah hal tersebut
terjadi, dan sekarang agama serta budaya Islam sudah tertanam pada
masyarakat, dengan usaha dan berdoa kepada Allah SWT terbagunlah
masyarakat yang lebih baik”.8
Oleh karena itu, penulis tertarik sekali untuk mengetahui dan
mengungkap perihal strategi komunikasi yang dilakukan oleh kiai pondok
pesantren terhadap masyarakat sekitar pondok pesantren dalam meningkatkan
8 Wawancara Pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur (Pimpinan Pondok Pesantren
Madinatunnajah) Senin 22 April 2013.
6
nilai akhlak sehingga penulis tertarik untuk mengambil judul skripsi: Strategi
Komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur Dalam Meningkatkan Nilai
Akhlak Pada Masyarakat Lingkungan Pondok Pesantren
Madinatunnajah Jombang Ciputat Tangerang Selatan.
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih fokus dan terarah, maka dalam penelitian
ini penulis membatasi masalah yang ingin diteliti mengenai strategi
komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak
hanya pada di kampung Jombang Kramat RT 003 / RW 017 Ciputat
Tangerang Selatan. Penulis memilih Jombang Kramat karena pada wilayah
Jombang cukup luas diantaranya terdiri dari Jombang Kramat, Jombang
Rawalele, Jombang Tengah, Jombang Pasar, Jombang Cilalung, Kampung
Gunung, dan Jombang Dua.
2. Perumusan Masalah
Kemudian untuk memperjelas masalah yang akan dibahas maka
peneliti merumuskan pada masalah, yaitu
1. Bagaimana strategi komunikasi yang diterapkan KH. M. Agus Abdul
Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan
Pondok Pesantren Madinatunnajah kampung Jombang Kramat?
7
2. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam meningkatkan nilai akhlak
pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah kampung
Jombang Kramat?
C. Tujuan Penelitian
Atas dasar latar belakang dan batasan serta perumusan masalah diatas,
maka tujuan dari penilitian skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui strategi komunikasi yang diterapkan oleh KH. M. Agus
Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat
lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah di Jombang Kramat.
2. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat
strategi komunikasi dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat
lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah di Jombang Kramat.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
a. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi kontribusi positif dalam bidang
studi keagamaan dan khususnya dalam ilmu komunikasi.
b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan
dokumentasi ilmiah dalam studi akhlak dan ilmu komunikasi.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan menambah wawasan seberapa penting
komunikasi sebagai media dalam membangun nilai akhlak.
8
E. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa skripsi/penelitian mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, khususnya jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam yang
pembahasannya hampir sama dengan judul yang peneliti bahas yaitu:
1. Strategi Komunikasi KH. Ahmad Syarifuddin Abdul Ghani Dalam
Pembinaan Akhlak Pada Masyarakat Lingkungan Pondok Pesantren al-
Hidayah Jakarta Barat oleh penulis Ahmad Mursyidi (Skripsi: UIN 2011).
Pembahasan masalah skripsinya adalah tentang bagaimana strategi yang
dilakukan KH. Ahmad Syarifuddin Abdul Ghofur dalam pembinaan
akhlak pada masyarakat lingkungan pondok pesantren al-Hidayah.
2. Strategi Komunikasi Prof. Dr. KH. Didin Hafiduddin, M.Sc, dalam
Mensosialisasikan Zakat di Indonesia oleh penulis Muhammad Alvi
(Skripsi: UIN 2008). Pembahasannya masalah skripsi ini adalah
membahas tentang bagaimana KH. Didin Hafiduddin mensosialisasikan
zakat di Indonesia serta membahas kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
KH. Didin Hafiduddin dalam mensosialisasikan zakat serta potensi zakat
profesi.
3. Pola Komunikasi Antara Pengasuh Dengan Anak Asuh Dalam Pembinaan
Akhlak Di Panti Asuhan Al-Ikhlas Vila Tomang Tangerang, oleh penulis
Herman Setiawan (Skripsi: UIN 2010). Skripsi tersebut membahas
tentang pola komunikasi antara pengasuh dengan anak asuh dalam
pembinaan akhlak di Panti Asuhan al-Ikhlas Vila Toman Tangerang.
Dalam skripsi ini lebih memfokuskan dalam komunikasi antarpribadi
antara pengasuh dan anak asuhnya saja.
9
Berbeda dari skripsi yang di atas, penelitian yang penulis lakukan
untuk menyusun skripsi ini adalah lebih cenderung kepada strategi
komunikasi serta faktor pendukung dan penghambat pada KH. M. Agus
Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat
lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah Ciputat Tangerang Selatan.
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif, penelitian deskriptif ialah hanyalah memaparkan situasi atau
peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak
menguji hipotesis atau membuat prediksi.9 Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang
digunakan karena beberapa pertimbangan yaitu bersifat luwes, tidak terlalu
rinci, tidak lazim mengidentifikasikan suatu konsep, serta memberi
kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang
lebih mendasar, menarik, dan unik bermakna lapangan.10
Peneliti berusaha untuk membuat gambaran mengenai situasi atau
kejadian secara jelas apa saja yang terjadi di lapangan dan
menganalisisnya untuk mendapatkan hasil yang berdasarkan tujuan
penelitian.
9 Jalaluddin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi. (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007). h.24. 10
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2003). Cet. Ke-2, h. 39.
10
Selain itu, penelitian dengan menggunakan kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian seperti: perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.11
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada KH. M. Agus Abdul Ghofur dan di
kampung Jombang Kramat Tangerang Selatan. Penelitian ini dimulai
bulan Maret sampai dengan Mei 2013.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah KH. M. Agus Abdul Ghofur
dan yang menjadi objek penelitiannya adalah strategi komunikasi KH. M.
Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat
lingkungan pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Ciputat
Tangerang.
4. Tahapan Penelitian
Proses penelitian ini meliputi tiga tahapan, yaitu:
a. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang aktual peneliti meninjau dari
masalah yang diselidiki, penyelidikan ini diadakan untuk memperoleh
fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-
11
Moleong J Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007). h. 6.
11
keterangan secara faktual. Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini,
teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah melalui:
1) Observasi
Observasi adalah kegiatan yang setiap saat di lakukan.
Dengan perlengkapan pancaindra yang kita miliki, kita sering
mengamati objek-objek disekitar kita. Observasi disini juga
diartikan sebagai kegiatan mengamati secara langsung tanpa
mediator sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang
dilakukan objek tersebut.12
Dalam penelitian ini, penelitian mengadakan pengamatan
terhadap kegiatan dan bentuk komunikasi serta strategi komunikasi
yang dilakukan KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan
nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren
Madinatunnajah Jombang Ciputat Tangerang.
2) Wawancara Mendalam
Selain dari pengumpulan data dengan cara pengamatan,
maka dalam ilmu sosial data dapat juga diperoleh dengan
mengadakan interview atau wawancara. Dalam hal ini informasi
atau keterangan diperoleh langsung dari responden atau informan
dengan cara tatap muka dan bercakap-cakap.
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka
12
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset
Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran (Jakarta:
Kencana, 2008). Ed.1 Cet.3 h.108
12
antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau
responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview
guide (panduan wawancara).13
Peneliti mewawancarai dan bertanya langsung kepada
narasumber untuk mendapatkan informasi yang tepat, wawancara
ini ditujukan kepada ketua pimpinan Pondok Pesantren
Madinatunnajah Jombang Kramat yaitu KH. M. Agus Abdul
Ghofur dan ketua RT 003 Bapak Mail Wuton, ketua RW 017
Bapak Misad, Ustadz Eko Tristiono, Bapak Suwanda ketua RT
004, dan Bapak Pakcing.
3) Dokumentasi
Dokumentasi sebagai sebuah metode pengumpulan data,
yang biasanya terjadi dalam riset-riset historis, yaitu bertujuan
untuk menggali data-data masa lampau secara sistematis dan
objektif. Metode observasi, kuesioner atau wawancara sering
dilengkapi dengan kegiatan penelusuran dokumentasi. Tujuannya
untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan
interpretasi data.14
Teknik dokumentasi sudah lama digunakan dalam
penelitian sebagai sumber data, karena dalam banyak hal
13
Moh. Nazar, Metode Penelitian. (Jakarta: Galia Indonesia, 2009). Cet. Ke-7 h.193-194 14
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset
Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran (Jakarta:
Kencana, 2008). Ed.1 Cet. Ke-3 h.118
13
dokumentasi sebagai sumber data dimanfaatkan untuk mengkaji,
menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.15
b. Teknik Pengolahan Data
Dalam pengolahan data, peneliti melakukan beberapa tahap,
yaitu data dikelompokkan, disederhanakan lalu dikemas dalam tabel,
grafik, maupun bagan. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, lalu dianalisis dengan menggabungkan
ketiga hasil data sementara dari observasi, dokumentasi, dan
wawancara kemudian dikumpulkan untuk dibuat kesimpulan,
kemudian data-data tersebut diolah atau direvisi kembali dengan
menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif.
Adapun dalam penulisan ini peneliti berpedoman pada buku
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)
terbitan CeQDA (Center for quality Development and Assurance).
G. Sistematika Penulisan
Penelitian dalam skripsi ini dibagi menjadi lima bab. Dalam setiap bab
akan dibagi kedalam sub bab sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian, kerangka konsep, tinjauan pustaka, dan sistematika
penulisan.
15
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009).
h.217
14
Bab II Kajian teoritis meliputi definisi komunikasi, strategi
komunikasi, bentuk-bentuk komunikasi, unsur-unsur
komunikasi, pengertian masyarakat, masyarakat dan peranan
pesantren, meningkatkan nilai akhlak dan definisi pondok
pesantren.
Bab III Sekilas Tentang Biografi KH. M. Agus Abdul Ghofur dan
Gambaran Umum Masyarakat, yang meliputi Riwayat Hidup
KH. M. Agus Abdul Ghofur, berkaitan dengan latar belakang
keluarga, latar belakang pendidikan. Aktifitas Dakwah KH. M.
Agus Abdul Ghofur. Gambaran singkat tentang masyarakat
sekitar pondok pesantren Madinatunnajah keadaan ekonomi,
sosial, budaya dan sekilas tentang Pesantren Madinatunnajah.
Bab IV Analisis Strategi Komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur
dalam Meningkatkan Nilai Akhlak Pada Masyarakat Sekitar
Pondok Pesantren Madinatunnajah, yang meliputi tentang
bagaimana strategi komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur
dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan
Pondok Pesantren Madinatunnajah, serta faktor pendukung dan
penghambat dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat
lingkungan pondok pesantren Madinatunnajah.
Bab V Penutup meliputi kesimpulan serta saran-saran yang dianggap
perlu.
15
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Pengertian Komunikasi
1. Definisi Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam
kehidupan manusia. Dan bahkan komunikasi telah menjadi suatu
fenomena bagi terbentuknya suatu masyarakat atau komunitas yang
terintegrasi oleh informasi, di mana masing-masing individu dalam
masyarakat itu sendiri saling berbagi informasi (information sharing)
untuk mencapai tujuan bersama. Secara sederhana komunikasi dapat
terjadi apabila ada kesamaan antara penyampai pesan dan orang yang
menerima pesan. Senada dengan hal ini bahwa komunikasi atau
communication berasal dari bahasa Latin “communis”. Communis atau
dalam bahasa Inggrisnya “commun” yang artinya sama. Apabila kita
berkomunikasi (to communicate), ini berarti bahwa kita berada dalam
keadaan berusaha untuk menimbulkan kesamaan.1
Komunikasi menurut bahasa atau etimologi dalam “Ensiklopedi
Umum” diartikan dengan “Perhubungan”, sedangkan yang terdapat dalam
buku komunkasi berasal dari perkataan latin, yaitu:
a. Communicare, yang berarti berpartisipasi ataupun memberi tahukan.
b. Communis, yang berarti milik bersama ataupun berlaku dimana-mana.
1 Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perpektif, Ragam, & Aplikasi, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, Cet-1, 2009) h. 8
16
c. Communis Opinion, yang berarti pendapat umum ataupun pendapat
mayoritas.
d. Communico, yang berarti membuat sama.
e. Demikian juga Communication berasal dari kata Comunis yang berarti
sama. Sama disini maksudnya sama makna.2
Komunikasi juga bisa berarti upaya yang disengaja serta
mempunyai tujuan dan juga pada dasarnya komunikasi merupakan
tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang baik
berupa kata-kata, yang semuanya itu tentu harus adanya kesamaan makna
sesuai dengan yang diharapkan komunikator. Dengan demikian akan
timbul empat tindakan bagi setiap pelakunya yaitu:
a. Membentuk Pesan, artinya menciptakan suatu ide atau gagasan, yang
terjadi dalam benak kepala seseorang melalui proses kerja sistem
syaraf.
b. Menyampaikan, artinya pesan yang telah dibentuk kemudian
disampaikan kepada orang lain, baik secara langsung ataupun tidak
langsung. Bentuk pesannya dapat berupa pesan-pesan verbal-non
verbal.
c. Menerima, artinya disamping membentuk dan menyampaikan pesan,
seseorang akan menerima pesan yang disampaikan oleh orang lain.
2 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007). Cet-1. h. 19
17
d. Mengolah, artinya pesan yang telah diterima, kemudian akan diolah
melalui sistem syaraf dan diinterpretasikan. Setelah diinterpretasikan
pesan dapat menimbulkan tanggapan atau reaksi dari si orang tersebut.3
Jadi, komunikasi adalah berlangsungnya pengiriman dan
penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan
yang dimaksud dapat dipahami. Itulah komunikasi yang efektif, begitu
pula sebaliknya komunikasi yang tidak efektif adalah berlangsungnya
komunikasi yang mana tidak dipahami oleh penerima pesan (komunikan).
Adapun pengertian komunikasi menurut istilah atau terminology
banyak dikemukakan oleh sarjana-sarjana yang menekuni ilmu
komunikasi yaitu:
a. Lasswell, 1960, mengatakan bahwa “komunikasi pada dasarnya
merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa”, “mengatakan apa”,
“dengan saluran apa”, “kepada siapa”, dan dengan akibat apa atau hasil
apa” (Who? Says What? In Which Channel? To Whom? With What
Effect?)4
b. Sedangkan menurut William J. Seller, memberikan komunikasi yang
lebih bersifat universal. Dia mengatakan bahwa komunikasi adalah
“proses dengan makna simbol verbal dan non verbal dikirimkan,
diterima, dan diberi arti”.5
3Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007). Cet-1. h. 21-22
4 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 21
5 Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi. (Jakarta: Bumi Aksara, 2009). Cet ke-10. h. 4
18
2. Unsur-Unsur Komunikasi
Komunikasi dianggap tindakan yang disengaja (intentional act) untuk
menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti
menjelaskan sesuatu kepada orang lain atau membujuknya untuk melakukan
sesuatu. Konseptualisasi komunikasi sebagai tindakan satu-arah menyoroti
penyampaian pesan yang efektif dan mengisyaratkan bahwa semua kegiatan
komunikasi bersifat instrumental dan persuasif. Definisi komunikasi dari
Harold Lasswell:
“(Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan
menjawab pertanyaan-pertanyan berikut) Who Says What In Which Channel
To Whom With What Effect?” Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran
Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?
Berdasarkan definisi Lasswell ini dapat diturunkan lima unsur
komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu:
a. Sumber (Source), sering disebut juga pengirim (sender), penyandi
(encoder), komunikator (communicator), pembicara (speaker), atau
originator.6 Sumber/Source adalah apa-apa yang ada dalam benak
seseorang, baik berupa ide, pemikiran, gagasan, peristiwa/kejadian,
pengetahuan dan lain-lain, yang semuanya itu hasil dari persepsi (pantauan
dan pemaknaan indra kepada yang ada disekelilingnya), yang kemudian
disimpan dalam kotak hitam dikepala, yang disebut dengan ideasi. Sumber
inipun terdiri dari komunikator, yakni orang yang pertama kali
6 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi:Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, Cet. Ke 12, 2008) h. 68-69
19
menyampaikan pesan. Encoder, adalah istilah lain yang mempunyai
pengertian yang sama dengan komunikator. Encoder dalam penyampaian
pesan mempunyai sifat Encoding, yaitu suatu usaha komunikator dalam
menafsirkan pesan yang akan disampaikan kepada komunikan, agar
komunikan dapat memahaminya.7
b. Message adalah: Pesan, baik berupa kata-kata, lambang-lambang, isyarat,
tanda-tanda atau gambar yang disampaikan.
c. Medium adalah: Alat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam
menyampaikan pesan kepada penerima, agar hasil komunikasi dapat
mencapai sasaran yang lebih banyak dan luas. Media ini ada yang bersifat
nirmasa, seperti: telepon, Handphone (HP) dan lainnya, dan ada pula yang
bersifat media massa, seperti: Televisi, Radio, Koran (Pers), dan Film.
d. Komunikan adalah orang yang menerima pesan. Decoder, adalah istilah
lain yang mempunyai pengertian sama dengan komunikan. Dalam
menerima pesan decoder mempunyai sifat Decoding, yaitu suatu usaha
komunikan dalam menafsirkan pesan yang disampaikan oleh komunikator.
Sering juga disebut sasaran/tujuan (destination), yakni tujuan yang ingin di
capai dari proses komunikasi.
e. Efek adalah perubahan yang terjadi di pihak komunikan sebagai akibat
dari diterimanya pesan melalui komunikasi. Efek bisa bersifat kognitif
yang meliputi pengetahuan, bisa juga bersifat afektif yang meliputi
perasaan emosi, atau bisa juga bersifat konatif yang merupakan tindakan.
7 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 46-47
20
f. Feed Back adalah tanggapan/umpan balik/jawaban atau respon komunikan
kepada komunikator, bahwa komunikasinya dapat diterima dan berjalan.8
3. Konteks Komunikasi
Komunikasi tidak berlangsung dalam suatu ruang hampa-sosial,
melainkan dalam konteks, yang terdiri dari aspek bersifat fisik, aspek
psikologis, aspek sosial, dan aspek waktu. Banyak pakar komunikasi
mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya. Indikator yang
paling umum guna mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya
atau tingkatnya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi. Maka
dikenallah: komunikasi intrapribadi, komunikasi antarpribadi, komunikasi
kelompok, komunikasi publik, komunikasi organisasi, dan komunikasi
massa.9
a. Komunikasi Intrapribadi
Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang berlangsung
dalam diri seseorang. Orang itu berperan baik sebagai komunikator atau
komunikan. Dia berbicara kepada dirinya sendiri, dia berdialog dengan
dirinya, dia bertanya pada dirinya dan dijawab oleh dirinya sendiri.
Komunikasi intrapribadi biasanya mencakup saat di mana seseorang
membayangkan mempersepsikan dan menyelesaikan berbagai persoalan
oleh dirinya sendiri.10
8Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 46-47
9 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, h. 77-78
10Syaiful Rohim, Teori Komunikasi, h. 17-18
21
Jadi, komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang terjadi pada
diri sendiri dan dilakukan dalam bentuk dialog internal, kebanyakan orang
melakukannya sering tidak disadari. Komunikasi ini juga berguna untuk
mengevaluasi diri dan menilai diri sendiri ketika kita akan melakukan
sesuatu atau sebelum kita berdialog dengan orang lain, karena
keberhasilan komunikator tergantung pada keefektifan komunikasi yang
kita lakukan.
b. Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi adalah ”komunikasi antara orang-orang
secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap
reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal”.11
Menurut Roudhonah dalam bukunya Ilmu Komunikasi mengatakan
bahwa:
“Secara umum, komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu
proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi.
Pengertian mengacu pada perubahan dan tindakan (action) yang
berlangsung secara terus menerus. Komunikasi antarpribadi juga
merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima
pesan secara timbal-balik. Sedangkan makna, yaitu sesuatu yang
dipertukarkan dalam proses tersebut, adalah kesamaan pemahaman
diantara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang
digunakan dalam proses komunikasi.”12
Jadi, komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang dilakukan
oleh dua orang secara tatap muka, pesan yang disampaikan oleh si
pengirim dapat diterima dan di tanggapi secara langsung oleh si penerima
11
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, h. 81 12
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 106
22
pesan (komunikan) seperti melakukan percakanpan, wawancara, serta
berdialog.
c. Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok (group communication) berarti komunikasi
yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang
yang jumlahnya lebih dari dua orang. Jika komunikannya hanya seorang
atau dua orang itu termasuk komunikasi antarpribadi.
Sekelompok orang yang menjadi komunikan itu bisa sedikit, bisa
banyak. Apabila jumlah orang yang dalam kelompok itu sedikit yang
berarti kelompok itu kecil, komunikasi yang berlangsung disebut
komunikasi kelompok kecil (small group communication), jika jumlahnya
banyak yang berarti kelompoknya besar dinamakan komunikasi kelompok
besar (large group communication).13
Komunikasi kelompok berjumlah tidak ditentukan, dalam
komunikasi kelompok hanya terdapat istilah small group dan large group.
Small group berjumlah lebih sedikit dan large group berjumlah lebih
banyak, keduanya tidak bisa ditentukan jumlah orang dalam kelompok
tersebut.
d. Komunikasi Publik
Komunikasi publik ialah komunikasi antara seorang pembicara
dengan sejumlah besar khalayak yang tidak bisa dikenali satu per satu,
13
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, Cet. Ke-3, 2007), h. 75
23
sebagaimana dapat dilihat dalam pidato, ceramah, seminar, dan
sebagainya.
Dalam komunikasi publik penyampaian pesan berlangsung secara
kontinu. Dapat diidentifikasi siapa yang berbicara (sumber) dan siapa
pendengarnya. Interaksi antara sumber dan penerima terbatas, sehingga
tanggapan balik juga terbatas. Hal ini disebabkan karena waktu yang
digunakan sangat terbatas, dan jumlah khalayak relatif besar. Sumber
sering tidak dapat mengidentifikasi satu per satu pendengarnya. Tipe
komunikasi publik biasanya ditemui dalam berbagai aktivitas seperti
kuliah umum, khotbah, pengarahan, ceramah dan semacamnya.14
Jadi, komunikasi publik adalah komunikasi yang dilakukan
seorang komunikator dengan pendengar yang tidak sedikit (komunikan),
serta mempunyai ruang dan waktu yang terbatas, yakni komunikan yang
tidak bisa diidentifikasikan satu persatu oleh komunikatornya.
e. Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi (organizational communication) terjadi
dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung
dalam jaringan yang lebih besar daripada kemunikasi kelompok. Oleh
karena itu, organisasi dapat diartikan sebagai kelompok dari kelompok-
kelompok.
Komunikasi organisasi seringkali melibatkan juga komunikasi
diadik (yang berlangsung antara dua orang saja), komunikasi antarpribadi
14
Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perpektif, Ragam, & Aplikasi, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, Cet-1, 2009), h. 20
24
dan ada kalanya juga komunikasi publik. Komunikasi formal adalah
komunikasi menurut struktur organisasi, yakni komunikasi ke bawah,
komunikasi ke atas, dan komunkasi horizontal, sedangkan komunikasi
informal tidak bergantung pada struktur organisasi, seperti komunikasi
antarsejawat, juga termasuk selentingan dan gosip.15
Komunikasi organisasi terdiri dari sekumpulan orang yang
melakukan komunikasi antar kelompok dari jumlah yang lebih besar,
bersifat formal maupun informal, serta mempunyai tujuan yang sama.
f. Komunikasi Massa
Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang
menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau
elektronik (televisi, radio), berbiaya relatif mahal, yang dikelola oleh suatu
lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah
besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim, dan heterogen.
Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak dan
selintas (khususnya media elektronik). Komunikasi antarpribadi,
komunikasi kelompok, komunikasi publik dan komunikasi organisasi
berlangsung juga dalam proses untuk mempersiapkan pesan yang
disampaikan media massa.16
Jadi, komunikasi massa adalah penyampaian pesan melalui media
yang ditujukkan kepada khalayak, yaitu sejumlah orang yang tidak tampak
oleh komunikator, seperti pembaca surat kabar, penonton televisi,
15
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, Cet. Ke 12, 2008), h. 83 16
Ibid, h. 83-84
25
pendengar radio dan sebagainya, yang mana mereka tidak tampak oleh
komunikator.
B. Strategi Komunikasi
1. Pengertian Strategi Komunikasi
Para ahli komunikasi, terutama di negara-negara yang sedang
berkembang, dalam tahun-tahun terakhir ini menumpahkan perhatiannya
yang besar terhadap strategi komunikasi (communication strategy), dalam
hubungannya dengan penggiatan pembangunan nasional di negara masing-
masing.17
Strategi dalam suatu kegiatan dapat diartikan sebagai langkah-
langkah operasional dalam menuju terlaksananya suatu kegiatan yang
merupakan taktik untuk mencapai suatu tujuan dari kegiatan itu, yakni
pengertian berhasil dengan baik dalam mencapai sasaran yang
dikehendaki.18
Semua aktivitas yang berhubungan dengan komunikasi sudah tentu
tidak asal jadi. Namun komunikasi yang terjadi pada manusia harus
direncanakan, diorganisasikan, ditumbuhkembangkan agar menjadi
komunikasi yang lebih berkualitas, salah satu langkah terpenting adalah
menetapkan strategi komunikasi. Dalam banyak kasus komunikasi
manusia, yang disebut strategi komunikasi yang baik adalah strategi yang
dapat menetapkan atau menempatkan posisi seseorang secara tepat dalam
17
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, Cet. Ke-3, 2007) h. 299 18 M. Bahri Ghazali, Da'wah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komuniasi
Da'wah (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1997) h.21-23
26
komunikasi dengan lawan komunikasinya sehingga dapat mencapai tujuan
komunikasi yang telah ditetapkan.19
Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan
manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk
mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang
hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana
taktik operasionalnya.20
Kata strategi berasal dari akar kata bahasa Yunani strategos yang
secara harfiah berarti seni umum.21
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia
strategi berarti:
a. Ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa untuk
melaksanakan kebijakan tertentu dalam perang dan damai.
b. Ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk menghadapi musuh dalam
perang, dalam kondisi yang menguntungkan.
c. Tempat yang baik untuk siasat perang.
d. Rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran
khusus. 22
Strategi komunikasi adalah sesuatu yang patut dikerjakan demi
kelancaran komunikasi.23
Yakni untuk menciptakan komunikasi yang
19
Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011) Ed.1
cet.1 h.238 20
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, (Bndung: PT. Citra
Aditya Bakti, Cet. Ke-3, 2007) h. 300 21
Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, h.240 22
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 1092 23
Ibid, h. 1092
27
konsisten, komunikasi yang dilakukan berdasarkan satu pilihan
(keputusan) dari beberapa opsi komunikasi.24
Demikian pula strategi komunikasi merupakan panduan dan
perencanaan komunikasi dan manajemen komunikasi untuk mencapai
suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus
dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus di
lakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda
sewaktu-waktu bergantung dari situasi dan kondisi. 25
Lasswell menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan
kegiatan komunikasi ialah menjawab pertanyaan “Who Says Which
Channel To Whom With What Effect?” Untuk memantapkan strategi
komunikasi, maka segala sesuatunya harus dipertautkan dengan
komponen-komponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan
dalam rumus tersebut.
a. Who? (Siapakah Komunikatornya?)
b. Says What? (Pesan apa yang dinyatakan?)
c. In Which Channel? (Media apa yang digunakan?)
d. To Whom? (Siapa komunikannya?)
e. With What Effect? (Efek apa yang diharapkan?)26
Dari beberapa pengertian dan pendapat di atas, maka dapat di
ambil kesimpulan tentang strategi adalah:
24
Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011) Ed.1
cet.1 h. 240 25
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, h. 301 26
Ibid, h. 301
28
a. Tentang arti strategi lekat sekali kaitannya dengan pencapaian tujuan yang
diinginkan, strategi hanya mengatur apa yang kita rencanakan, arahkan,
dan tujuan pada sasaran akhir saja.
b. Serangkaian keputusan dan tindakan yang dipilih serta dapat menentukan
tujuan dan dapat melakukan penetapan sasaran sesuai perencanaan.
Dengan mengingat kekuatan eksternal dan internal, perencanaan ataupun
perumusan kebijakan dan strategi untuk mencapai sasaran dan memastikan
implementasinya secara tepat, sehingga tujuan dan sasaran utama dapat
tercapai.
2. Tahapan-tahapan Strategi Komunikasi
Dalam pencapaian strategi komunikasi yang sesuai dengan tujuan
terdapat tahapan-tahapan dalam proses meraih hasil tujuan yang diinginkan
beberapa tahapan itu diantaranya adalah:
a. Perencanaan Strategi Komunikasi
Perlu diketahui bahwa kegiatan yang tidak berdasarkan
perencanaan strategis, hanya akan berupa ide yang diinginkan, tanpa
adanya pelaksanaan untuk menjalankan tujuan yang kita inginkan, sangat
berbeda dengan suatu kegiatan yang berbasis perencanaan dan target.27
Misalnya, jika kita menginginkan suatu tujuan, maka alangkah baiknya
jika kita menetapkan target apa saja yang harus dicapai, kemudian
menetapkan langkah yang sudah dipilih untuk menuju suatu tujuan yang
27
Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011) Ed.1
cet.1 h. 240
29
ditargetkan. Menurut Prof. Dr. Alo Liliweri dalam buku Komunikasinya
menyatakan; “sebagai bahan pertimbangan pada awal proses perencanaan,
kita harus belajar menjawab beberapa pertanyaan kunci yang membantu
kita dalam perencanaan berkomunikasi, seperti:”
1. Di mana kita sekarang berada dan kemana kita ingin berada?
2. Apa yang harus kita lakukan untuk sampai kesana?
3. Apa saja peran komunikasi, pendidikan, dan pelatihan untuk
mendukung kita sampai tujuan tersebut?
4. Bagaimana kita harus belajar dari pengalaman perjalanan hidup
kita?28
Perencanaan strategi komunikasi ini sebagai pengarah dalam
kegiatan berkomunikasi, serta sebagai tolak ukur efektifitas komunikasi
untuk mencapai suatu tujuan.
b. Implementasi Strategi Komunikasi
Dalam strategi komunikasi tidak akan efektif jika hanya ada
perencanaan saja, akan tetapi perlu adanya pelaksanaan yang sudah
terencana yang akan menjadikan strategi komunikasi ini efektif. Setelah
merencanakan dan memilih strategi yang ditetapkan, maka langkah
selanjutnya dengan memulai berpikir tentang kegiatan yang harus
disiapkan dan dilaksanakan untuk mendapatkan hasil dan tujuan yang
diinginkan meskipun terkadang terjadi adanya perubahan kebijakan,
praktik-praktik organisasi, atau perilaku individu.29
c. Evaluasi Strategi
Setelah adanya tahap perencanaan dan implementasi dalam strategi
komunikasi, tahap selanjutnya adalah adanya evaluasi implementasi
strategi. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui akibat dan
28
Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011) Ed.1
cet.1. h. 252 29
Ibid, h. 252
30
pengaruhnya dari tahap perencanaan serta implementasi yang dilakukan
sudah sesuai yang diinginkan atau sebaliknya. Karena tahap inilah yang
menentukan apakah sasaran sudah mencapai tujuan, jika sudah adanya
keberhasilan di tahap ini kita bisa meneruskan serta menetapkan tujuan-
tujuan selanjutnya yang ingin dicapai.
Tahap evaluasi merupakan salah satu tahap menuju komunikasi
yang efektif, yaitu komunikasi yang mengandung kesan bagi orang lain
dan dapat diterima oleh komunikan yang menjadi sasaran bagi
komunikator. Dalam buku Ilmu Komunikasi yang dikarang oleh
Roudhonah, Cultip dan Center mengemukakan empat tahap menuju
komunikasi efektif, yang diantaranya adalah:
“Tahap Evaluasi, yaitu setelah komunikasi (sesuai rencana)
dilaksanakan, maka untuk mengetahui akibat dan pengaruh-
pengaruhnya terhadap publik, dilaksanakan melalui evaluasi,
seperti riset khalayak. Penilaian ini bisa meliputi:
a. Apakah maksud dari keseluruhan pesan dapat dipahami oleh
publik?
b. Berapa banyak masalah yang dapat dipahami oleh publik?
c. Apakah gambaran atau pengertian yang diperoleh publik sesuai
dengan yang dimaksudkan komunikator?
d. Apakah pesan-pesan yang diterima dapat mengesankan, yang
kemudian dapat dipraktekkan d lam kehidupan publik?”30
C. Pengertian Nilai dan Akhlak
1. Pengertian Nilai
Mengenal bermacam-macam nilai, yaitu nilai material, nilai vital,
dan nilai keruhanian. Nilai material yaitu segala seseuatu yang berguna
bagi unsur manusia. Nilai material ini secara relatif lebih mudah diukur
30
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007). Cet-1. h. 59
31
dengan alat-alat pengukur, misalnya berat, panjang, luas, isi, dan
sebagainya. Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia
untuk mengadakan kegiatan dan aktivitas. Sedangkan nilai keruhanian
yaitu segala sesuatu yang berguna bagi ruhani manusia, misalnya nilai
religius, keindahan, nilai moral yang berasal dari kodrat manusia, dan nilai
kebenaran yang bersumber pada unsur akal manusia. Nilai ruhani tidak
dapat diukur menggunakan alat-alat pengukur yang biasa digunakan untuk
mengukur nilai-nilai material, tetapi hanya bisa diukur dengan akal budi
dan hati nurani manusia.31
Nilai, secara singkat dapat dikatakan sebagai hasil
penilaian/pertimbangan baik atau tidak baik terhadap sesuatu, yang
kemudian dipergunakan sebagai dasar alasan (motivasi) seseorang untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Adapun yang dinamakan norma
(kaidah) adalah petunjuk tingkah laku (perilaku) yang harus di lakukan
atau tidak boleh di lakukan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan suatu
alasan (motivasi) tertentu dengan disertai sanksi.32
Peran utama orang tua adalah memberikan makna kehidupan
kepada anaknya dalam menghadapi gejolak kehidupan, manusia
membutuhkan nilai untuk menuntutnya, termasuk ke dalam motif ini ialah
31
M. Solihin, dan M. Rosid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup,
(Bandung: Penerbit Nuansa, Cet.1, 2005) h. 27-28 32
Ibid, h. 27-28
32
motif keagamaan. Manusia membutuhkan nilai untuk kepastian bertindak,
tanpa nilai manusia kehilangan pegangan.33
2. Pengertian Akhlak
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan
akhlak, yaitu pendekatan linguistic (etimologi, kebahasaan, lughat) dan
pendekatan terminologik (peristilahan). Kata akhlak kalau kita
terjemahkan secara bahasa berarti budi pekerti dan sopan santun. Kata
akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim masdar (bentuk infinitif) dari
kata akhlaqa-yukhliqu-ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi
majid af’ala-yuf’ilu-if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), al-thabi’ah
(kelakuan, tabiat, watak dasar), al-‘adat (kebiasaan, kelaziman), al-
maru’ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama).
Dalam Bahasa Arab, kata akhlaq adalah jamak dari kata khilqun
atau khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlaq sebagaimana
disebutkan diatas.34
Definisi atau pengertian akhlak tidak ada yang
bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara yang satu dengan yang
lainnya. Bahkan definisi-definisi tersebut justru saling melengkapi.
Menurut Abuddin Nata dalam buku Akhlak Tasawuf : Manusia, Etika, dan
Makna Hidup yang di tulis oleh Dr. M. Sholihin, M.Ag dan M. Rosyid
Anwar, S.Ag, berdasarkan penjelasan para ulama setidaknya ada lima ciri-
ciri akhlak, yaitu:
33
Armawati Arbi, Psikologi Komunikasi Dan Tabligh, (Jakarta: Amzah, 2012) Ed.1,
Cet.1 h.66 34
M. Solihin, dan M. Rosid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup,
h. 17
33
a. Akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa
seseorang dan telah menjadi bagian dari kepribadian.
b. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa
pemikiran.
c. Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang
mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
d. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan secara sungguh-sungguh,
bukan main-main atau bersandiwara, seperti dalam film.
e. Sejalan dengan cirri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya
akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas
semata-mata karena Allah bukan karena ingin dipuji.35
3. Fungsi Akhlak Dalam Kehidupan Manusia
Ada dua macam naluri manusia yang paling kuat yaitu ingin
mempertahankan hidupnya di dunia ini dan ingin mencapai kehidupan
yang lebih baik di masa mendatang. Di samping itu, dalam diri manusia
ada hati nurani yang mendapat cahaya Tuhan dan dapat menilai hal-hal
yang baik untuk di kerjakan. Di dalam hati nurani manusia juga ada rasa
malu jika seseorang melakukan keburukan dan kejahatan.
Dengan pendengaran, penglihatan dan hatinya, manusia dapat
meningkatkan pengetahuan dan pengalaman. Manusia yang berilmu dan
berakhlak tidak akan sama dengan manusia yang tidak berilmu dan tidak
35
M. Solihin, dan M. Rosid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup,
(Bandung: Penerbit Nuansa, Cet.1, 2005), h. 23
34
berakhlak. Orang yang beriman, berakhlak, dan berilmulah yang akan
diangkat derajatnya oleh Allah SWT.36
Menurut Armawati Arbi dalam bukunya Psikologi Komunikasi
Dan tabligh, Din Syamsuddin menjelaskan sebagai berikut37
:
“Islam adalah agama etik (etichal religion), yaitu agama yang
berorientasi pada pengembangan etika dalam arti yang seluas-
luasnya atau apa yang disebut dalam Islam dengan akhlak.
Akhlak, dalam hal ini, mengandung konotasi etik dan etos
sekaligus. Keberagamaan yang tertinggi, dengan demikian akan
diukur dari sudut derajat manifestasi etika dan etos sosial dalam
kehidupan seorang muslim.”
4. Akhlak Sosial Islam
Secara garis besar, ajaran Islam meliputi tiga aspek penting yaitu
akidah, syariah, dan akhlak. Dengan begitu bisa dikatakan akhlak
merupakan sepertiga dari ajaran Islam dan sekaligus menjadi puncak dari
seluruh rangkaian ajaran Islam. Bahkan, semua bentuk ibadah bermuara
pada pembentukan akhlak yang mulia. Ini tergambar misalnya bahwa
shalat dimaksudkan untuk mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar,
puasa berujung pada ketakwaan, zakat untuk membersihkan harta dan
jiwa, sedangkan ibadah haji menitikberatkan pada pengorbanan fisik,
harta, dan persaudaraan universal.38
Akhlak yang mulia berakar dari pancaran keimanan. Itulah
sebabnya, kata „iman dan amal saleh‟ selalu disebut bertautan dalam
36
M. Solihin, dan M. Rosid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup
h.100-101 37
Armawati Arbi, Psikolgi Komunikasi Dan Tabligh, (Jakarta: Amzah, 2012), Ed.1 Cet.1,
h.274 38
Muhammad Maulana,Akhlak Sosial Muslim: Satu Hati dan Perbuatan, (Jakarta:
Pustaka Zaman, Cet-1, 2000) h.71-73
35
Alquran. Artinya, keimanan yang kuat akan mendorong seorang Muslim
untuk senantiasa melakukan perbuatan yang baik.
Akhlak sosial Islam bermula dari kesalehan pribadi/individu. Dari
kesalehan pribadi itulah yang akan membentuk keluarga yang saleh. Dan,
keluarga yang saleh merupakan salah satu indikator bagi suatu tatanan
masyarakat/sosial yang bermoral.39
Jika akhlak sosial Islam telah dihayati oleh setiap individu
masyarakat dan teraplikasikan dalam derap langkah kehidupan, maka hal
tersebut merupakan salah satu indikasi terwujudnya tatanan masyarakat
madani yang dicita-citakan bersama.40
Sebagai pegangan operatif dalam menjalankan pendidikan
keagamaan kepada anak, mungkin nilai-nilai akhlak berikut ini patut sekali
dipertimbangkan oleh orang tua untuk ditanamkan kepada anak dan
keturunannya41
:
a. Silaturrahmi (dari bahasa Arab, shilat al-rahm): Yaitu pertalian rasa
cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara saudara, kerabat,
handai taulan, tetangga, dst. Sifat utama Tuhan adalah kasih (rahm,
rahmah) sebagai satu-satunya sifat Ilahi yang di wajibkan sendiri atas
Diri-Nya. Maka manusia pun harus cinta kepada sesamanya, agar
Allah SWT cinta kepadanya. “Kasihlah kepada orang di bumi, maka
Dia (Tuhan) yang ada di langit akan kasih kepadamu.”
39
Muhammad Maulana,Akhlak Sosial Muslim: Satu Hati dan Perbuatan, (Jakarta:
Pustaka Zaman, Cet-1, 2000) h. 71-73 40
Muhammad Maulana,Akhlak Sosial Muslim, h.71-73 41
Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta: Paramadina, 1997). Cet.1 h. 134
36
b. Persaudaraan (ukhuwah): Yaitu semangat persaudaraan, lebih-lebih
antara sesama kaum beriman (biasa disebut ukhuwah islamiyah)
seperti disebutkan dalam Alquran, yang intinya ialah hendaknya
seseorang tidak mudah merendahkan golongan yang lain, kalau-kalau
mereka itu lebih baik daripada diri sendiri; tidak saling menghina,
saling mengejek, banyak berprasangka, suka mencari-cari kesalahan
orang lain, dan suka mengumpat (membicarakan keburukan seseorang
yang tidak ada di depan kita)42
c. Persamaan (al-musawah): Yaitu pandangan bahwa semua manusia,
tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan ataupun kesukuannya,
dan lain-lain, adalah sama dalam harkat dan martabat. Tinggi rendah
manusia hanya ada dalam pandangan Tuhan yang tahu kadar taqwa itu.
Prinsip ini dipaparkan dalam Kitab Suci sebagai kelanjutan pemaparan
tentang prinsip persaudaraan berdasarkan kemanusiaan (ukhuwah
insaniyah).
d. Adil (dari perkataan Arab “adl”): Yaitu wawasan yang “seimbang”
atau “balanced” dalam memandang, menilai atau menyikapi sesuatu
atau seseorang, dst. Jadi tidak secara apriori (berdasarkan teori
daripada kenyataan) menunjukkan sikap positif atau negatif. Sikap
kepada sesuatu atau seseorang dilakukan hanya setelah
mempertimbangkan segala segi tentang sesuatu atau seseorang tersebut
secara jujur dan seimbang, dengan penuh i‟tikad baik dan bebas dari
42
Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta: Paramadina, 1997). Cet.1, h. 135
37
prasangka. Sikap ini juga disebut tengah (wasth) dan Alquran
menyebutkan bahwa kaum beriman dirancang oleh Allah SWT untuk
menjadi golongan tengah (ummat wasath) agar dapat menjadi saksi
untuk sekalian umat manusia, sebagai kekuatan penengah.43
e. Baik Sangka (husn-u’zh-zhann): Yaitu sikap penuh baik sangka kepada
sesama manusia, berdasarkan ajaran agama bahwa manusia itu pada
asal dan hakikat aslinya adalah baik, karena diciptakan Allah SWT dan
dilahirkan atas fitrah atau kejadian asal yang suci. Sehingga manusia
itu pun pada hakikat aslinya adalah makhluk yang berkecenderungan
kepada kebenaran dan kebaikan.
f. Rendah Hati (tawadhu’): Yaitu sikap yang tumbuh karena keinsyafan
bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah SWT, maka tidak
sepantasnya manusia “mengklaim” kemuliaan itu kecuali dengan
pikiran yang baik dan perbuatan yang baik, yang itu pun hanya Allah
SWT yang akan menilainya. Lagi pula, seseorang di haruskan rendah
hati karena “Di atas setiap orang yang tahu (berilmu) adalah Dia
Yang Maha Tahu (Maha Berilmu). Apalagi sesama orang yang
beriman, sikap rendah hati itu adalah suatu kemestian. Hanya kepada
mereka yang jelas-jelas menentang kebenaran, kemudian
membolehkan untuk bersikap “tinggi hati.”
g. Tepat Janji (al-wafa’): Salah satu sifat orang yang benar-benar
beriman ialah sikap selalu menepati janji bila membuat perjanjian.
43
Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta: Paramadina, 1997). Cet.1, h. 134-
135
38
Dalam masyarakat dengan pola hubungan yang lebih kompleks dan
luas, sikap tepat janji lebih-lebih lagi merupakan unsur budi luhur yang
amat diperlukan dan terpuji. 44
h. Lapang Dada (insyirah): Yaitu sikap penuh kesediaan menghargai
orang lain dengan pendapat-pendapat dan pandangan-pandangannya,
seperti dituturkan dalam Alquran mengenai sikap Nabi sendiri disertai
pujian kepada beliau. Sikap terbuka dan toleran serta kesediaan
bermusyawarah secara demokratis terkait erat sekali dengan budi luhur
lapang dada ini.
i. Dapat dipercaya (al-amanah, “amanah”): Salah satu konsekuensi iman
ialah amanah atau penampilan diri yang dapat dipercaya. Amanah
sebagai budi luhur adalah lawan dari khianat (khiyanah) amat yang
tercela. Keteguhan masyarakat memerlukan orang-orang para
anggotanya yang terdiri dari pribadi-pribadi yang penuh amanah dan
memiliki rasa tanggung jawab yang besar.
j. Perwira (‘iffah atau ta’affuf): Yaitu sikap penuh harga diri namun
tidak sombong (jadi tetap rendah hati), dan tidak mudah menunjukkan
sikap memelas atau iba dengan maksud mengundang belas kasihan
orang lain dan mengharapkan pertolongannya.
k. Hemat (qawamiyah): Yaitu sikap tidak boros (israf) dan tidak pula
kikir (qatr) dalam menggunakan harta, melainkan sedang (qawam)
44
Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta: Paramadina, 1997). Cet.1, h. 135
39
antara keduanya. Apalagi Alquran menggambarkan bahwa orang yang
boros adalah teman setan yang menentang Tuhannya.45
l. Dermawan (al-munfiqun, menjalankan infaq): Yaitu sikap kaum
beriman yang memiliki kesediaan yang besar untuk menolong sesama
manusia, terutama mereka yang kurang beruntung seperti; para fakir-
miskin dan terbelenggu oleh perbudakan dan kesulitan hidup lainnya,
dengan mendermakan sebagian harta-benda yang dikaruniakan dan
diamanatkan Tuhan kepada mereka. Sebab manusia tidak akan
memperoleh kebaikan sebelum mendermakan sebagian dari harta-
benda yang dicintainya itu.
Nilai-nilai kemanusiaan inilah yang akan membentuk akhlak
mulia, dan tentunya masih dapat ditambah dengan deretan nilai akhlak
yang lain. Namun kiranya itu akan sedikit membantu mengidentifikasi dari
sebuah nilai akhlak.46
D. Masyarakat
1. Pengertian Masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan manusia seperti halnya dengan
kelompok dengan jumlah yang lebih besar. Hidup bersama dalam
masyarakat berbeda-beda. Arti hidup dalam masyarakat tergantung kepada
45
Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta: Paramadina, 1997). Cet.1, h. 136 46
Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, h. 137
40
aktualisasi dirinya dan sampai dimana penyerahan dirinya kepada Allah
SWT. 47
Masyarakat dalam pandangan Islam merupakan alat atau sarana
untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang menyangkut kehidupan
bersama. Karena itulah masyarakat harus menjadi dasar kerangka
kehidupan duniawi bagi kesatuan dan kerja sama umat menuju adanya
suatu pertubuhan manusia yang mewujudkan persamaan dan keadilan.
Islam mengajarkan bahwa kualitas manusia dari suatu segi bisa dipandang
dari manfaatnya bagi manusia yang lain.48
Meskipun manusia diciptakan dalam beribu-ribu tabiat dan selera
dalam keindividuan dan pribadi, namun ia difitrahkan untuk hidup
bermasyarakat. Adalah di luar jangkauan kemampuan manusia untuk
hidup sendiri-sendiri. Para peneliti menemukan, bahwa siksaan yang
paling mencekam bagi manusia adalah terkurungnya ia dalam penjara
kesendirian. Demikian itu setiap individu pada dasarnya sangat banyak
tergantung pada nilai-nilai kemanusian dan keberadaannya dalam
kelompok.49
Hidup bermasyarakat akan terciptanya rasa persaudaraan antara
satu sama lain, serta terciptanya komunikasi yang berlangsung secara
efektif. Manusia akan merasa tenang dan tentram bisa dilihat juga dari
keadaan masyarakat yang baik serta mempunyai nilai-nilai kemanusiaan.
47
Ikhwan Luthfi, Gazi Saloom, Hamdan Yasun, Psikologi Sosial, (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta, 2009) Cet 1. h. 95 48
Kaelany HD, Islam Dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet 1,
1992), h.125 49
Ibid h. 125
41
2. Lingkungan Dalam Bermasyarakat
Salah satu faktor yang turut menentukan kelakuan seseorang atau
suatu masyarakat adalah lingkungan. Manusia hidup selalu berhubungan
dengan manusia lainnya. Itulah sebabnya manusia harus bergaul. Dan
dalam pergaulan itu timbullah saling mempengaruhi dalam pikiran, sifat
dan tingkah laku. Lingkungan pergaulan misalnya pergaulan seorang
remaja dengan rekan-rekannya yang sudah ketagihan seperti terjerumus
dalam narkoba atau obat-obatan terlarang, maka dia pun akan terlibat
menjadi pecandu obat-obatan terlarang tersebut. Sebaliknya, jika remaja
itu bergaul dengan sesama remaja dalam bidang-bidang kabajikan, niscaya
pikirannya, sifatnya dan tingkah lakunya akan terbawa kepada kebaikan.50
Demikianlah salah satu faktor lingkungan yang dipandang cukup
menentukan bagi pematangan watak dan kelakuan seseorang. Hal ini
sejalan dengan keterangan Allah dalam Al-quran surat A-Israa ayat 84:
Artinya:
“Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya[867]
masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar
jalanNya.”51
Termasuk dalam pengertian Keadaan disini ialah tabiat dan
pengaruh alam sekitarnya.52
50
Hamzah, Ya‟qub, Etika Islam: Pembinaan Akhlaqul-Karimah, (Bandung: Diponegoro,
1988). Cet. Ke-4 h. 70-73 51
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Al-Aliyy (Bandung:
Diponegoro, 2000). h. 232 52
Hamzah, Ya‟qub, Etika Islam: Pembinaan Akhlaqul-Karimah, h. 70-23
42
E. Pesantren
Pesantren berasal dari kata peshasri (India) yang berarti orang yang
tahu buku-buku suci agama Hindu‟, atau seorang sarjana yang ahli kitab suci
agama Hindu. Istilah pondok berasal dari pengertian asrama para santri yang
di sebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambo. Adapun pondok
berasal dari bahasa Arab, funduq yang berarti „hotel atau asrama‟. Dalam kata
lain, pesantren berasal dari kata santri yang dapat awalan pe dan an (pesantrin,
yang kemudian dalam sebutan sehari-hari disebut dengan pesantren) berarti
tempat tinggal para santri.53
Sejarah mencatat bahwa kaum Muslimin di Jawa
mengambil lembaga Hindu-Budha kemudian diubah menjadi pesantren.
Pada dasarnya pesantren memiliki tradisi yang tidak bisa dilepaskan
dari pesantren itu sendiri. Tradisi-tradisi (bentuk fisik) atau dalam istilah
Zamakhasyari Dhofier “Tradisi Pesantren”, tradisi itu terdiri dari elemen-
elemen pesantren, diantaranya adalah:54
Pertama Pondokan, yakni sebuah asrama pendidikan Islam tradisional
dimana para santrinya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan kiai.
Kedua Masjid, yakni elemen yang tak dapat dipisahkan dengan pesantren dan
dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri. Ketiga
Pengajaran kitab-kitab Islam Klasik, yakni pengajaran yang diperoleh melalui
pengajian-pengajian, seperti diantaranya kitab Nahwu, Sharaf, Fiqhi, Usul
Fiqhi, Hadis, Tafsir, Tasawuf, dan Tauhid. Keempat Santri, yakni siswa yang
53
Umi Musyarrofah, Dakwah KH. Hamam Dja’far Dan Pondok Pesantren Pabelan,
(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2009). Ed.1Cet.1, h.25 54
Amin Haedari, Transformasi Pesantren: Pengembangan Aspek Pendidikan
Keagamaan, Dan Sosial, (Jakarta: LekDis & MediaNusantara, 2007). Cet. Ke-2, h. 121-123
43
tinggal di pesantren guna menyerahkan diri. Kelima Kiai, yang merupakan
elemen yang paling esensial dalam pesantren, sebab umumnya kiai menjadi
pendirinya. Oleh karena itu, wajar kalau hidup mati pesantren tergantung
kiainya.55
Pesantren mempunyai tujuan sebagai wadah untuk menjadikan anak
bangsa sebagai penerus dimasa yang akan datang, dengan harapan penerus
yang mempunyai budi pekerti yang tinggi dengan mengenal ilmu pengetahuan
agama maupun ilmu pengetahuan sebagai bekal kehidupan.
55
Amin Haedari, Transformasi Pesantren: Pengembangan Aspek Pendidikan
Keagamaan, Dan Sosial, (Jakarta: LekDis & MediaNusantara, 2007). Cet. Ke-2, h. 121-123
44
BAB III
SEKILAS TENTANG BIOGRAFI KH. M. AGUS ABDUL GHOFUR DAN
GAMBARAN UMUM KAMPUNG JOMBANG
A. Biografi
1. Riwayat Hidup
KH. M. Agus Abdul Ghofur di lahirkan di Bandung Jawa Barat
pada tanggal 15 November 1967, KH. M. Agus Abdul Ghofur yang biasa
di sapa warga Jombang dengan ustadz Agus merupakan anak terakhir dari
sebelas bersaudara, yaitu Bapak Budi Sosialman, Ibu Rohimiyah, Ibu
Rohmaniyah, Bapak Sadar Budiman, Bapak Agus Budiman, Ibu Ayu
Manah, Ibu Ayuhati, Bapak Didih Budiman, Bapak Taufik Hidayat, dan
ustadz M. Agus Abdul Ghofur. Dari sekian saudara-saudara beliau, ustadz
Agus inilah yang menjadi satu-satunya harapan orang tuanya agar bisa
menjadi penerus dakwah seperti Buya Hamka.1
Dimasa kanak-kanak, ustadz Agus adalah anak yang penurut
kepada kedua orang tuanya, dimana ustadz Agus ini mendapat pendidikan
agama dari seorang Ibu yang berlatar belakang santri yang pernah tinggal
di lingkungan pondok pesantren. Dari antara sifat beliau yang sejak kecil
sudah terlihat ada kemampuan dan bakat dalam bidang agama, maka
beliau inilah harapan satu-satunya yang akan di arahkan lebih ke bidang
keagamaan. Oleh karena itu orang tua dari ustadz Agus menginginkan agar
1 Wawancara Pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur. Jombang Kramat, Senin 22
April 2013
45
anaknya ini bisa mengenal bidang keagamaan melalui pesantren. Setelah
berpikir panjang dan mencari informasi tentang pesantren untuk anaknya,
orang tua ustadz Agus akhirnya memutuskan agar anaknya bisa masuk
Pondok Pesantren Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur. Harapan
dari orang tua ustadz Agus kepada beliau dikarenakan saudara-saudara
beliau yang lain hanya berlatar belakang pendidikan umum saja. Oleh
sebab itu orang tua ustdaz Agus berinisiatif agar anaknya ini setelah lulus
dari SD (Sekolah Dasar) bisa mengenal dunia pesantren. Sebelum ustadz
Agus masuk Pondok Pesantren Gontor, orang tua beliau sudah
mengenalkannya pada dunia pesantren dengan menempatkan ustadz Agus
di pesantren tepatnya di rumah kediaman kiai Fahruddin, yang mana
beliau inilah yang mengajari ustadz Agus mengaji Alquran).2
Pada tahun 1981 ustadz Agus masuk Pondok Pesantren
Darussalam Gontor, dengan mengikuti tes ujian masuk Pondok Pesantren.
Setelah beliau belajar di Gontor selama satu tahun setengah, beliau
mendapat kabar ayahanda tercinta wafat. Peristiwa itulah yang tidak bisa
dilupakan oleh ustdaz Agus, dari peristiwa itulah beliau termotivasi ingin
menjadikan harapan orang tua beliau bisa ustadz Agus wujudkan.
Ustadz Agus memang sejak kecil sudah terlihat kemampuannya
dalam bidang agama seperti ketika masih kanak-kanak beliau sudah pandai
mengaji, bahkan seringkali beliau tampil dalam lomba mengaji, pidato
maupun adzan di lingkungan sekitar rumah beliau. Kemampuan itu yang
2 Wawancara pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur. Jombang Kramat, Senin 22
April 2013
46
kemudian dikembangkan oleh orang tua beliau dengan mengenalkan
bidang keagamaan melalui dunia pesantren.
Pernikahan KH. M. Agus Abdul Ghofur dengan Hj. Nanah
Rusydiyanah, putri dari KH. Drs. Mahrus Amin yang tidak lain adalah
guru ustadz Agus sendiri, dan dari hasil pernikahannya beliau dikaruniai
empat orang anak, diantaranya tiga perempuan dan satu laki-laki, mereka
adalah Salsabila Abdul Ghofur, Shabina Abdul Ghofur, Rumaisya Abdul
Ghofur, dan Fawwaz Abdul Ghofur. Sama seperti ketika ustadz Agus
kecil, mereka sejak dini sudah diberi didikan Islami oleh beliau beserta
istri. Dengan harapan agar mereka bisa menjadi penerus bangsa yang
berkarakter muslim dan muslimah yang sejati.
Pada usia enam tahun ustadz Agus mulai masuk pendidikan formal
yaitu
a. SD (Sekolah Dasar) di Cirebon Tahun 1973-1980
b. SLTP di Cirebon Tahun 1980
c. KMI (Kulliyatul Mu’alimin AL-Islamiyah) Gontor Tahun1981-1987
d. S1 IPD (Institut Pendidikan Darussalam) Gontor Tahun 1987-1991
e. S2 UNJ (Universitas Negeri Jakarta) Tahun 2000-2003
f. S3 PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran) Jakarta Tahun 2012-
Sekarang
2. Aktifitas Dakwah
Pada tahun 1987 selepas mengenyam pendidikan di Gontor selama
sepuluh tahun. Aktivitas pertama yang beliau lakukan adalah mengajar di
47
Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Pondok Pesantren
Darunnajah Ulujami, Pesanggrahan Jakarta Selatan, dan juga mengajar di
beberapa majelis ta’lim yang ada di Jakarta dan sekitarnya.
Pengalaman demi pengalaman beliau rasakan, luasnya pergaulan
serta banyaknya prestasi, serta kedalaman ilmu yang dimilikinya, sehingga
beliau aktif dalam organisasi-organisasi tingkat kota Tangerang dan
propinsi DKI Jakarta. Lembaga-lembaga organisasi tersebut adalah:
a. Anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tangerang pada
tahun 2000-2005
b. Anggota Syuriah Nahdlotul Ulama (PCNU) Pengurus Cabang
Nahdlotul Ulama Tangerang Selatan pada tahun 2012 – sampai
sekarang
c. Kepala Madrasah Tsanawiyah (MTs) Madinatunnajah pada tahun
1997-1999
d. Kepala Madrasah Aliyah (MA) Madinatunnajah 1999-2001
e. Pimpinan di beberapa Majelis Ta’lim di daerah Jakarta dan Tangerang
Sejak tahun 1987 KH. Agus Abdul Ghofur mendidik dan mengajar
santri di Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Pesanggrahan Jakarta
Selatan, beliau juga aktif mengajar di sekolah Madrasah Tsanawiyah dan
Madrasah Aliyah Darunnajah. Dan sekarang sudah menjadi pimpinan
Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Ciputat Tangerang Selatan
pada tahun 1997, serta aktif mengajar di beberapa Majelis Ta’lim dan
48
menjadi khotib di beberapa Masjid di sekitar Jakarta dan Tangerang
seperti:
a. Majelis Ta’lim Madinatunnajah pada tahun 1997 – sekarang
b. Majelis Ta’lim Al-Ahad pada tahun 2000 – sekarang
c. Majelis Ta’lim Permataku pada tahun 2005 – sekarang
d. Majelis Ta’lim Al-Haud pada tahun 2007 – sekarang
e. Majelis Ta’lim Al-Hikmah pada tahun 2007 – sekarang
f. Masjid Madinatunnajah pada tahun 1997 – sekarang
g. Masjid Al-Muhsinin pada tahun 1999 – sekarang
h. Masjid Baitul Hikmah pada tahun 1999 –sekarang
i. Masjid Baiturrahman pada thun 2007 – sekarang
j. Masjid Kementrian Koperasi pada tahun 2007 - sekarang
Di dalam kesibukan dan aktifitas ustadz Agus dalam mengajar
beberapa Majelis Ta’lim disekitar Jakarta dan Tangerang, namun beliau
masih menyempatkan waktu senggangnya untuk memperhatikan dan
menanyakan tentang keadaan warga masyarakat lingkungan Pondok
Pesantren Madinatunnajah kampung Jombang Kramat ini agar warga
Jombang Kramat tidak terlibat dalam tindakan-tindakan kejahatan,
tindakan diluar batas syariat Islam, maupun tindakan yang menyebabkan
kerugian baik kerugian diri sendiri maupun pada lingkungan. 3
3 Wawancara pribadi dengan Ustadz Eko Tristiono, (Sekretaris KH. Agus Abdul Ghofur)
Jombang Kramat, Sabtu 27 April 2013
49
3. Karya Tulis
KH. M. Agus Abdul Ghofur mempunyai karya dua buah buku
yaitu ”Pegangan Para Qori” oleh penerbit Pondok Modern Gontor Press
pada tahun 1985. Dan buku Risalah Dzikir/Istighosah, serta Tesis beliau
yang berjudul Study Korelasional antara motivasi kerja, iklim kerja dan
penerapan learning Organisation di Pasca Sarjana UNJ (Universitas
Negeri Jakarta), serta makalah yang berjudul Peran Agama Dalam
Penanggulanagan Narkoba dengan penerbit BNN pada tahun 2008. Serta
Rootibul Haddad, Cetakan Pertama, yang diterbitkan atas kerjasama MN
Pres dan Aryudya Library. Dan buku materi Khutbah Jum’at, seperti yang
beliau tulis diantanya berjudul: Membangun Masyarakat Madani serta
Racun-Racun Islam dan lainnya.4
B. Kampung Jombang Kramat
Menurut salah satu tokoh masyarakat setempat, diperoleh informasi
bahwa “pada mulanya kampung Jombang Kramat bernama Jombang,
kemudian ada seorang pendatang dari Jombang Jawa Timur yang tinggal di
kampung tersebut, beliau tinggal di gubuk bawah pohon beringin yang besar.
Orang tersebut terlihat oleh warga di setiap setelah waktu dzuhur tiba beliau
selalu menyapu sekitar gubuknya yang berada di bawah pohon beringin
tersebut. Akan tetapi setelah beberapa bulan kemudian warga merasa
kehilangan keberadaan orang tersebut, yang mana sudah lama tidak terlihat
4 Wawancara pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur, Jombang Kramat, Senin 22
Apri 2013
50
lagi, warga setempat tidak tahu menahu kemana beliau pergi, yang warga tahu
hanya peninggalan gubuk yang bersih dan terawat. Dan sampai sekarang
gubuk itu masih dirawat oleh warga setempat, kemudian mayoritas dari warga
Jombang menyebut daerah sekitar dengan sebutan Jombang Kramat,
dikarenakan banyak meninggalkan sejarah yang sangat berkramat”.5
Jarak kampung Jombang ke pusat pemerintah yaitu sekitar 300 (tiga
ratus) meter dari kantor kecamatan Ciputat dan 4 (empat) kilo meter (KM)
dari kantor wali kota Tangerang Selatan, kampung Jombang Kramat
berbatasan dengan beberapa wilayah, batasan-batasan tersebut sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah kelurahan Perigi Lama Pondok
Aren.
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah kelurahan Serua Ciputat.
3. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah kelurahan Sawah Baru.
4. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah kelurahan Lengkong Gudang
Serpong.6
1. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk kampung Jombang Kramat pada bulan Mei 2013
sebanyak 3.055 jiwa, terdiri dari 1.435 orang laki-laki dan 1.620 orang
perempuan dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 600 jiwa.
Dengan jumlah empat RT di wilayah pemukiman tersebut, yakni terdiri
dari penduduk asli (Betawi) 65% dan pendatang dengan jumlah 35%. Hal
5 Wawancara pribadi dengan Bapak Pakcing (Warga masyarakat/Tokoh Masyarakat).
Jombang Kramat, Kamis 02 Mei 2013 6 Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwanda (ketua RT 004 ). Jombang Kramat, Kamis
02 Mei 2013
51
ini terlihat penduduk asli masih banyak yang tinggal di kampung Jombang
Kramat, meskipun tidak sedikit para pendatang yang sudah lama tinggal di
wilayah ini.
2. Keadaan Ekonomi, Agama, dan Budaya
a. Ekonomi
Menurut data yang penulis dapat pada bulan Mei 2013, bahwa
“di RW 017 Kampung Jombang Kramat mempunyai jumlah penduduk
3055 jiwa, 2291 jiwa (75%) terdiri dari orang dewasa, yaitu yang
tidak lagi berhubungan dengan pendidikan formal. Sedangkan anak-
anak atau remaja terdiri dari 764 (25%), yaitu yang masih dalam
pendidikan formal. Ditinjau dari status ekonomi pada umumnya,
masyarakat kampung Jombang Kramat sangat beragam mata
pencahariannya mulai dari buruh serabutan, guru, pedagang, petani,
sampai kepada pegawai baik swasta maupun negeri. Sebagian besar
dari mereka adalah laki-laki, sedangkan perempuan sebagian besar
tinggal di rumah sebagai ibu rumah tangga meskipun ada yang ikut
bekerja membantu ekonomi keluarga dengan berdagang dirumah.”7
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel dibawah ini:
7 Wawancara Pribadi dengan Bapak Misad (Ketua RW) Jombang Kramat, Kamis 02 Mei
2013
52
Tabel 1
Tentang Pekerjaan Masyarakat Kampung Jombang Kramat
NO Pekerjaan Jumlah (Jiwa) %
1 Pedagang 687 30
2 Pegawai/Karyawan 115 5
3 Guru 344 15
4 Wiraswasta 229 10
5 Lain-lain 916 40
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa masyarakat
Kampung Jombang Kramat 30% berprofesi sebagai pedagang, 5%
berprofesi sebagai pegawai/karyawan, 15% berprofesi sebagai guru,
10% berprofesi sebagai wiraswasta, dan dari 40% berprofesi selain
peagang, pegawai/karyawan, guru, maupun wiraswata, mereka terdiri
dari buruh serabutan yaitu seperti buruh kuli bangunan, buruh cuci
(bagi yang perempuan), pembantu rumah tangga, mapun berprofesi
sebagai ojek. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa penduduk
kampung Jombang Kramat dalam status Ekonomi menengah ke
bawah.
b. Agama
Dilihat dari jumlah agama, 99% penduduk masyarakat
kampung Jombang Kramat RW 017 menganut agama Islam,
sedangkan yang lainnya menganut agama Kristen, agama yang ada di
Jombang Kramat hanya ada dua agama saja, akan tetapi kerukunan
53
serta kehidupan beragama sehari-hari berlangsung sangat harmonis,
sampai dengan penulis mengadakan penelitian belum pernah terjadi
hal-hal yang membuat perpecahan dikalangan umat beragama. Untuk
lebih jelasnya dapat di lihat dari tabel di bawah ini.
Tabel 2
Tentang Agama Yang Dianut Masyarakat Kampung Jombang Kramat
NO Agama Jumlah (Jiwa) %
1 Islam 3024 99
2 Kristen 31 1
Dari tabel diatas terlihat jumlah penduduk yang beragama
Islam berjumlah (99%), dengan demikian agama Islam di RW 017
Jombang Kramat sangat berpotensial terlebih kampung Jombang
Kramat berdampingan dengan Pondok Pesantren Madinatunnajah serta
di dukung dengan sarana ibadah yaitu: tiga buah masjid, enam
mushola, dan tiga majelis ta’lim.8
c. Budaya
Warga Jombang Kramat Ciputat Tangerang Selatan ini masih
kental dengan budaya Betawinya yang sangat mewarnai masyarakat
warga Jombang Kramat, terutama tampak dari segi bahasa yang
digunakan sehari-hari. Kehidupan bergotong royong sudah menjadi
bagian kehidupan mereka, hal ini dapat dilihat seperti pada acara
bersih lingkungan bersama yang dilaksanakan seminggu sekali, acara
8 Wawancara dengan Bapak Suwanda, Masyarakat Kampung Jombang Kramat. Jombang
02 Mei 2013
54
walimah, ta’ziah dan tahlil, pembangunan rumah warga serta
pembangunan sarana umum.
Budaya dan tradisi di kampung Jombang Kramat adalah
budaya Islami, warga masyarakatnya sampai saat ini mengamalkan
budaya Islami yang mereka dapat dari pengajian maupun majelis
ta’lim yang diikutinya secara rutin. Misalnya budaya memberikan
salam jika bertemu, terutama ketika dalam pengajian dan majelis
ta’lim, memakai busana muslim dan muslimah, tradisi melaksanakan
haulan para alim ulama yang dimakamkan di kampung Jombang
Kramat, dan ketika suatu keluarga yang melangsungkan hajat
pernikahan atau lainnya, biasanya mengundang hiburan seperti
qosidah, marawis, hadroh bahkan ada yang mengadakan pengajian
dengan mengundang ulama ternama. Dahulu mayoritas masyarakat
betawi yang melestarikan budaya tersebut, namun ada sebagian
masyarakat berasal dari pendatang yang juga mengikuti budaya dan
tradisi ini.
3. Tingkat Pendidikan
Keadaan penduduk menurut tingkat pendidikannya dapat dikatakan
relatif baik: karena hampir seluruh masyarakat Jombang Kramat pernah
mengenyam pendidikan meskipun tidak sampai menyelesaikan sekolah
dasar, dan tidak sedikit juga yang mampu menyelesaikan sampai
perguruan tinggi.
55
4. Sarana Prasarana
a. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan yang ada dikampung Jombang Kramat terdapat
satu yayasan pendidikan, yaitu Pondok Pesantren Madinatunnajah
yang terdiri dari: 1 (satu) Raudhotul Athfal (RA) Madinatunnajah yang
setingkat dengan TK (Taman Kanak-kanak), 1 (satu) MI (Madrasah
Ibtidaiyah) Madinatunnajah, 1 (satu) MTs (Madrasah Tsanawiyah)
Madinatunnajah, 1 (satu) MA (Madrasah Aliyah) Madinatunnajah, dan
1 (satu) TPA (Taman Pendidikan Al-quran) dan Ma’had Aliy
Madinatunnajah, serta 1 SDN VI Jombang, dan mobil perpustakaan
keliling yang beroperasi satu bulan sekali.
b. Sarana olahraga
Sarana olahraga yang terdapat di kampung Jombang Kramat yaitu 2
(dua) lapangan sepak bola, 1 (satu) lapangan basket dan 1 (satu)
lapangan futsal.
c. Sarana kesehatan
Sarana kesehatan di kampung Jombang Kramat, ada POSYANDU
(Pos Pelayanan Terpadu) yang sekali dalam seminggu yaitu
mengadakan layanan kesehatan, khususnya buat ibu hamil dan anak-
anak.
C. Sekilas Tentang Pondok Pesantren Madinatunnajah
Pesantren Madinatunnajah didirikan oleh KH. Drs. Mahrus Amin,
pada tanggal 14 Februari 1997, di lahan milik pribadinya seluas 2,5 hektar
yang terletak di Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Diresmikan
56
oleh Almarhum KH. Shoiman Lukmanul Hakim salah satu Pimpinan Pondok
Modern Darussalam Gontor pada tanggal 20 September 1997.
Semangat berdakwah ini nampak pula dalam upaya KH. Mahrus Amin
dalam mengembangkan dan membina sebuah pondok pesantren. Maka setelah
sukses mendirikan Darunnajah Jakarta, beliau juga mendirikan Pesantren
Annajah di tempat kelahirannya yaitu Kalimukti, Cileduk, Cirebon. Kemudian
beliau mengembangkan “sayap” lainnya dengan mendirikan Pesantren
Madinatunnajah.
Keinginan agar diberikan kemampuan mendirikan seribu pondok
pesantren di Indonesia adalah sebagaimana Allah SWT telah memberikan
kekuasaan pada Dzulqarnain, yang mana beliau ungkapkan dalam do’nya di
dalam Ka’bah, yaitu agar diberikan kemampuan untuk mendirikan seribu
pesantren di Indonesia.
Madinatunnajah berdiri dengan berbagai fasilitas, disiplin, dan
sistemnya yang modern. Pada awalnya, pesantren ini hanya dibangun di atas
sebidang tanah seluas 300 meter persegi, peninggalan KH. Mahrus Amin
untuk anaknya Hj. Nanah Rusydiyanah (yang tidak lain istri KH. M. Agus
Abdul Ghofur). Namun kemudian, tanah tersebut diperluas menjadi lebih dari
2,5 hektar. Dengan lokasi yang cukup strategis, terletak di antara dua kota
mandiri Bumi Serpong Damai (BSD) dan Bintaro Jaya.
Pengembangan lahan ini memang teramat penting, terutama dalam
bidang dakwah maupun pedidikan, di mana sistem pendidikan modern saat ini
semakin mensyaratkan adanya fasilitas tempat yang memadai. Hal ini
57
memang amat disadari oleh kiai Mahrus Amin. Karena itu, beliau ingin
mengembangkan semacam pesantren dengan kekhususan yang memberi nilai
tambah kepada santri atau pesantren itu sendiri, Madinatunnajah yang
berlokasi di desa Jombang. Ciputat, Tngerang Selatan ini adalah
Implementasinya, sebuah pesantren yang bernilai tambah khususnya dalam
bidang dakwah dan pendidikan.9
Menurut pimpinan umum KH. Mahrus Amin dan pengasuh Pondok
Madinatunnajah KH. M. Agus Abdul Ghofur, M.Pd, nama Madinatunnajah
mengandung filosofi dan makna yang tinggi, yang di ambil dari dua kata
dalam Bahasa Arab yaitu madinah yang berarti “negeri” atau “kota” dan an-
najah yang berarti ”keberhasilan” atau “kota keberhasilan” atau “kota
kesuksesan”10
Dengan kata lain, Madinatunnajah merupakan sebuah pesantren yang
diharapkan menjadi kota keberhasilan bagi para penuntut ilmu, yang akan
melahirkan kader-kader ummat yang tangguh dan berintelektual tinggi,
sehingga mampu berkiprah di tengah masyarakat, sesuai dengan motto pondok
pesantren itu sendiri yaitu Berakhlak Mulia, Berwawasan Cendikia dan
Berbudaya Madina.11
Menurut pimpinan umum Pesantren Madinatunnajah, salah satu faktor
yang melatar belakangi berdirinya pesantren ini adalah keprihatinan dan
kepedulian beliau dengan kondisi masyarakat setempat di mana gereja
9 Wawancara Pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur, Jombang Kramat, Senin 22
April 2013 10
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia. (Jakarta: PT. Hidayah Agung 1989), h. 414 11
Wawancara Pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur, Jombang Kramat, Senin 22
April 2013
58
didirikan sementara kebiasaan yang berlangsung di tengah masyarakat banyak
sekali yang bertetangan dengan syari’at Islam, seperti minum-minuman, judi
dan hiburan-hiburan yang kurang mendidik generasi mudanya. Beliau ingin
merubah masa depan desa ini menjadi masyarakat yang mengenal agama
Islam, mengenai ilmu pengetahuan, dan mencegah usaha kristenisasi melalui
didirikannya pesantren Madinatunnajah.
59
BAB IV
ANALISIS STRATEGI KOMUNIKASI KH. M. AGUS ABDUL GHOFUR
DALAM MENINGKATKAN NILAI AKHLAK
A. Strategi Komunikasi
Strategi komunikasi yang diterapkan oleh KH. M. Agus Abdul Ghofur
dalam meningkatkan akhlak pada masyarakat lingkungan pondok pesantren
Madinatunnajah kampung Jombang, yaitu:
1. Mengenal Komunikan
Mengenal komunikan sebagai sasaran dalam melakuan komunikasi
merupakan langkah pertama bagi komunikator, agar mengetahui dengan
siapa komunikator berhadapan, yang mana ini dilakukan oleh KH. M.
Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan akhlak agar terjadinya
komunikasi yang efektif, yaitu mengenal warga masyarakat di sekitar
pondok pesantren Madinatunnajah kampung Jombang-Kramat dengan
beradaptasi dengan kegiatan-kegiatan yang ada di warga masyarakat
sekitar pondok pesantren Madinatunnajah Jombang, baik itu acara
mingguan sperti bersih lingkungan, mengikuti ta’ziah maupun tahlil, serta
acara walimah yang warga adakan. Melalui cara melihat secara langsung
keadaan warga sekitar, beliau mengikut sertakan dirinya pada acara
tersebut, serta menanyakan pada warga (komunikan) kegiatan apa saja
yang biasa warga lakukan dalam kesehariannya, karena dengan mengenal
warga disekitar terlebih dahulu dapat mengetahui latar belakang dan
60
psikologis warga (komunikan) yang berbeda-beda. Strategi ini dilakukan
dengan tujuan agar mampu menempatkan diri (komunikator) sesuai
dengan keadaan warga masyarakat (komunikan).
Hal ini sesuai dengan penuturan KH. M. Agus Abdul Ghofur
sebagai berikut:
“Saya ditugaskan disini (sebagai pimpinan pondok pesantren
Madinatunnajah) tidak hanya sebatas harus bisa memimpin pondok
saja, melainkan saya juga harus bisa dekat dengan warga sekitar,
agar keberadaan kami disini diterima di tengah-tengah masyarakat,
khususnya saya sendiri yang mana bukan asli warga Jombang ini.
Saya harus tahu keadaan warga sekitar yaitu dengan mendekatkan
diri pada warga melalui beradaptasi lingkungan dimulai dari
bagaimana saya berkomunikasi secara face to face atau langsung,
saya harus tahu latar belakang warga (komunikan) tersebut, seperti
latar belakang psikologisnya serta pendidikanya. Agar komunikasi
kita berjalan dengan baik yaitu terjadinya keakraban diantara
kita.”1
2. Menentukan Pesan
Setelah mengenal komunikan dengan mengetahui latar belakang serta
keadaan warga sekitar, maka strategi selanjutnya adalah dengan menentukan
pesan atau menyusun pesan sesuai tema maupun materi yang akan
disampaikan pada warga sekitar. Oleh karena itu, ketika KH. M. Agus Abdul
Ghofur menyampaikan pesannya kepada warga (komunikan) harus terlebih
dahulu mengetahui latar belakang warga dan psikologisnya, kemudian pesan
tersebut disusun atau ditentukan sesuai pokok permasalahan yang terjadi saat
itu, dan materi (pesan) tersebut sesuai dengan apa yang beliau ketahui, agar
1 Wawancara pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur (Tangerang Selatan, Senin 22
April 2013)
61
para komununikan (warga masyarakat) lebih tergugah pemikirannya untuk
mendengarkan ustadz Agus menyampaikan pesannya, kemudian beliau
sampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan tidak menyulitkan
warga (komunikan), agar pesan yang beliau sampaikan dapat diterima,
dipahami serta dapat menarik perhatian warga sekitar, sehingga komunikasi
yang terjalin dapat membawa perubahan pada masyarakat lingkungan pondok
pesantren Madinatunnajah ke arah yang lebih baik.
Hal ini sesuai dengan penuturan KH. M. Agus Abdul Ghofur sebagai
berikut:
“Strategi komunikasi selanjutnya yang saya gunakan dengan
menentukan pesan apa yang akan disampaikan pada warga sekitar, dengan
tidak jauh dari mengetahui latar belakang warga atau jama’ah itu sendiri.
Biasanya saya sesuaikan dengan kemampuannya dalam memahami materi
ataupun pesan yang saya sampaikan, agar warga atau jama’ah dapat
memahami dan mengerti apa yang saya sampaikan, selain itu juga saya harus
menyesuaikan bahasa yang digunakan yaitu bahasa yang mudah dipahami
oleh warga atau jama’ah sini, seperti ketika saya menyampaikan pesan dalam
pengajian bulanan menyampaikan keutamaan dari Rootibul Haddad (kajian
wirid), saya ungkapkan keutamaan orang yang membacanya diantaranya
adalah dapat menyelamatkan diri dari ajaran sesat, agar selalu terjaga oleh
Allah SWT dimanapun kita berada.”2
Menurut Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia sebut “The
condition of success in communication” yakni kondisi yang harus dipenuhi
jika menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang
dikehendaki yang antara lain:
a. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat
menarik perhatian komunikan.
2 Wawancara pribadi KH.M. Agus Abdul Ghofur (Tangerang Selatan, Senin 22 April
2013)
62
b. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman
yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama
mengerti.
c. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan
menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
d. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi
yang layak bagi situasi kelompok di mana komunikan berada pada saat ia
digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.3
Setelah mengenal komunikan dengan mengetahui latar belakangnya
tidak diragukan lagi kebenarannya dimana unsur ini sangat berperan terhadap
keberhasilan dan kesuksesan dakwah karena mengingat adanya seruan dari
sabda Nabi Allah:
ىوبيقال ال ن ا انىاس عهى قدز عق سهى خاطب صهى اهلل عهي
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: berbicaralah kamu kepada
manusia itu sesuai dengan kadar kemampuan akal mereka.”
Melalui hadits tersebut diatas dapat diambil pengertian sebagai berikut:
a. Para da’i (bisa juga komunikan) dituntut untuk mencernakan materi
dakwah (pesan yang akan disampaikan) sesuai dengan daya piker ummat.
b. Dapatnya para komunikator memenuhi hal tersebut adalah dengan jalan
memenuhi terlebih dahulu dengan siapa dia akan berhadapan.4
3 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007). Cet.1 h.64
4 Alwisral Imam Zaidallah, Strategi Dakwah: Dalam Membentuk Da’I dan Khotib
Profesional, (Jakarta, Kalam Mulia, 2005) Cet. Ke-2 h.76-77
63
3. Menentukan Metode
Agar tercapainya dalam meningkatkan akhlak pada masyarakat sekitar
Pondok Pesantren Madinatunnajah, KH. M. Agus Abdul Ghofur menetapkan
metode-metode, tujuannya adalah agar pesan yang akan disampaikan dapat
diterima serta mudah dipahami oleh masyarakat sekitar Pondok Pesantren
Madinatunnajah kampung Jombang.
Adapun metode-metode yang di gunakan KH. M. Agus Abdul Ghofur
dalam meningkatkan akhlak pada masyarakat kampung Jombang, yaitu
sebagai berikut:
a. Metode Redundancy (Repetition)
Metode ini sebagai cara untuk mempengaruhi khalayak
(komunikan) dengan jalan mengulang-ulang kembali pesan yang
disampaikan. Terkadang komunikasi yang diharapkan efektif, dalam
penyampaian pesan (komunikator) terhadap komunikan tidak cukup hanya
sekali, apalagi komunikasi yang mengarah dan bertujuan dapat merubah
pendapat, sikap dan perilaku pada komunikan haruslah dilakukan secara
kontinyu.5
Menurut Marhaeni Fajar dalam bukunya Ilmu Komunikasi: Teori
dan Praktik mengatakan:
“Dalam hubungan itu, mungkin disinilah kebenaran teori Hilter
mengenai metode redundancy atau repetition. Hilter menulis
dalam Mein Kampfnya, bahwa dalam melakukan propaganda kita
5 Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori Dan Praktik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009),
Ed.1, Cet.1 h. 198
64
harus mensimplisir persoalan dan dipompakan persoalan itu
berulang-ulang kali kepada khalayak”.6
Metode ini dilakukan oleh ustadz Agus (komunikator) dalam
menyampaikan pesan atau materi kepada jama’ahnya maupun warga
masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah (komunikan),
agar masyarakat dapat mengingat pesan atau materi apa yang telah beliau
sampaikan. Karena terkadang manusia itu perlu untuk diingatkan dalam
hal apapun, seperti dalam hal meningkatkan nilai akhlak, ustdaz Agus
tidak bosan mengingatkan berulang-ulang kali pada komunikannya tentang
pentingnya nilai akhlak yang harus diterapka dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak manfaat yang terkandung dalam metode ini, seperti dapat
mengingatkan komunikan kembali tentang apa yang disampaikan oleh
komunikator, serta manfaat bagi komunikator sendiri dalam memperbaiki
kekurangan-kekurangan pada pesan yang disampaikan sebelumnya.
b. Metode Cerita
Metode cerita ini digunakan, karena di dalamnya terdapat misi
pendidikan yang dalam dan sangat menarik, karena manusia secara fitrah
suka pada kisah-kisah terutama pada anak-anak. Tanpa terkecuali jama’ah
ustadz Agus yang terdiri dari berbagai kalangan dalam mengikuti
pengajian, seperti pengajian atau majelis dzikir yang selalu beliau
laksanakan setiap hari Ahad di awal bulan, tidak hanya para ibu dan bapak,
6Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori Dan Praktik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009),
Ed.1, Cet.1, h. 198
65
anak merekapun ikut serta dalam pengajian tersebut. Oleh karenanya agar
dapat diterima oleh kalangan manapun ustadz Agus selalu menggunakan
metode cerita yang berisi cerita-cerita sejarah nabi dan para sahabatnya
maupun berbagai pengalaman yang beliau pernah alami yang banyak
mengandung pelajaran akhlaqul karimah.
Hal ini sesuai dengan pendapat salah satu jama’ah warga
masyarakat kampung Jombang bernama Bapak Suwanda:
“Terkadang dalam penyampaian beliau ketika pengajian
maupun berdiskusi bersama, ustadz Agus selalu menggunakan kata-kata
yang arif seperti: menyarankan kepada kami semua jangan melupakan hal
yang kecil namun penuh makna, yaitu ucapkanlah Basmallah
Bismillahirrohmanirrohim sebelum melakukan pekerjaan yang akan kita
kerjakan, tidak jarang juga disertai cerita-cerita yang selalu membuat
inspirasi atau mendapat pelajaran dari cerita yang ustadz sampaikan,
bahkan guyon pun sering beliau lakukan, itu semua untuk mencairkan
suasana keakraban dan kekeluargaan diantara kami.”7
Kisah atau cerita serta humor yang segar adalah suatu hal yang
wajar bahkan sewaktu-waktu perlu dilakukan. Hal ini bertujuan ganda
yakni disamping menarik perhatian jama’ah juga menghilangkan kelesuan,
kejenuhan serta membangkitkan kegairahan dan semangat. Menurut KH.
A. Syamsury Shiddiq sebagai berikut:8
“Humor sebagai selingan kadang-kadang diperlukan untuk
menghilangkan capek dalam kantuk, namun humor bukanlah tujuan
berdakwah, karena humor itu jangan sampai mengaburkan tujuan dakwah,
7 Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwanda (Ketua RT 004 setempat dan Jama’ah
pengajian Ustadz Agus) Jombang Kramat, Kamis 02 Mei 2013 8 Alwisral Imam Zaidallah, Strategi Dakwah: Dalam Membentuk Da’I dan Khotib
Profesional, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005) Cet.2 h. 161-162
66
apalagi humor yang bernada cabul, hal yang demikian sungguh berlebihan,
agaknya kurang sesuai dengan perkembangan zaman.”
c. Metode Diskusi
Diskusi adalah “suatu proses yang melibatkan dua atau lebih
individu yang berintegrasi secara verbal dan saling berhadapan muka
mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tertentu melalui cara tukar
menukar informasi, mempertahankan pendapat dan pemecahan masalah”
Metode diskusi ini dilakukan ketika dalam pengajian umum, lalu
terdapat permasalahan fiqih yang belum jelas yang masih banyak
perbedaan dan perlu didiskusikan kepada ustdaz atau jama’ah yang lain
yang hadir dalam pengajian itu, tujuannya untuk memberikan solusi atau
jalan tengah atas masalah tersebut.
d. Metode Tanya Jawab
Metode ini dilakukan ketika dalam pengajian umum setelah
menjelaskan materi kepada jama’ah (warga masyarakat kampung
Jombang). Ustadz Agus memberikan pertanyaan kepada jama’ah
(komunikan) tentang materi yang sudah dijelaskan, hal ini dilakukan untuk
mengingat kembali materi-materi yang sudah disampaikan dan dijelaskan
kepada jama’ah. ustadz Agus juga memberi kesempatan kepada jama’ah
untuk menanyakan materi yang telah disampaikan atas kurangnya
pemahaman jama’ah, atau mengenai masalah tentang hukum fiqih dan
masalah akhlak, ataupun hanya sekedar meminta contoh dari materi
penjelasan yang telah disampaian oleh ustadz Agus, hal ini dilakukan
67
untuk membantu warga masyarakat kampung Jombang maupun jama’ah
dalam memahami materi yang telah disampaikan pada proses pengajian
berlangsung.
e. Metode Ceramah
Ceramah adalah “cara penyajian atau penyampaian informasi
melalui penerangan, dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap
siswanya”. Ceramah juga disebut sebuah cara pengajaran yang dilakukan
oleh kiai yang sifatnya monolog dan hubungannya satu arah.
Metode ini dilakukan oleh ustadz Agus dalam menyampaikan
materi kepada jama’ahnya dengan cara menerangkan dan menguraikan
materi yang bersumber dari Alquran, Hadits, ataupun buku-buku agama.
Dalam penyampaian tersebut, ustadz melakukan pengulangan materi, hal
ini dilakukan agar materi atau pesan yang disampaikan ustadz dapat lebih
di pahami dan diterima oleh warga masyarakat kampung Jombang. Metode
ini digunakan sebagai komunikasi secara lisan antara ustadz dengan
masyarakat kampung Jombang dalam proses belajar mengajar yaitu dalam
pengajian umum. Meskipun metode ini lebih banyak menuntut keaktifan
komunikator (ustadz) dari pada komunikan (jama’ah), metode ini
merupakan cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan
keterangan atau informasi tentang persoalan serta masalah secara lisan.
Ceramah merupakan metode komunikasi yang paling ekonomis
untuk menyampaikan informasi, karena dapat mengatasi kurangnya
pemahaman jama’ah masyarakat kampung Jombang (komunikan) dalam
68
membaca, jadi jama’ah masyarakat kampung Jombang hanya
mendengarkan pesan dari ustadz (komunikator) agar mempermudah
jama’ah dalam menerima dan memahami pesan atau materi yang
disampaikan oleh Ustadz. Selain itu, metode ceramah merupakan salah
satu metode komunikasi yang efektif, karena pesan yang disampaikan
ustadz lebih cepat dan serentak diterima oleh jama’ah masyarakat
kampung Jombang.
f. Metode Nasihat
Metode ini dilakukan ketika ada warga masyarakat di lingkungan
pondok pesantren Madinatunnajah kampung Jombang melakukan tindak
kejahatan atau perbuatan yang menyimpng, maka tindakan ustadz Agus
untuk memberi nasihat kepadanya atau bahkan dengan memberi hukuman,
bentuk hukuman atau ganjaran ini merupakan bentuk perhatian ustadz
Agus langsung.
4. Strategi Mempengaruhi/Membujuk
Salah satu dari fungsi komunikasi adalah mempengaruhi dengan
membujuk komunikan, yaitu orang yang menjadi tujuan pesan itu
disampaikan oleh komunikator. Bisa disebut juga komunikasi persuasif.
Menurut salah satu tokoh komunikasi Bettinghous, mengemukakan bahwa
komunikasi persuasif adalah “komunikasi manusia yang dirancang untuk
mempengaruhi orang lain dengan usaha mengubah keyakinan, nilai, atau sikap
mereka (komunikan).9
9 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press 2007). Cet.1 h. 155
69
Inti dari tujuan strategi ini adalah untuk mempengaruhi pikiran
seseorang, yakni agar dapat mengubah sikap, pendapat ataupun perilaku
seseorang atau kelompok, dengan cara yang halus tidak memaksa dan
mengancam, serta mamberikan penjelasan-penjelasan yang memungkinkan
dapat diterima oleh warga kampung masyarakat lingkungan pondok pesantren
Madinatunnajah kampung Jombang, kemudian melakukan tindakan atau
perbuatan yang komunikator (ustadz) kehendaki. Didalam strategi ini tidak
hanya membujuk serta merayu saja, melainkan suatu teknik untuk
mempengaruhi pola pikir seseorang melalui data dari latar belakang serta fakta
psikologis dan sosiologisnya dari komunikan, agar tidak timbulnya paksaan
melainkan dengan kesadaran dari dalam diri sendiri. Strategi ini lah yang
kerap kali harus dimiliki oleh ustadz (persuader) agar dapat memperkirakan
keadaan komunikan (warga masyarakat) yang akan dihadapinya.
Strategi ini membantu ustadz Agus dalam menjalankan komunikasinya
untuk mengajak dan membujuk warga masyarakat sekitar pondok pesantren
Madinatunnajah kampung Jombang ini untuk mengikuti pengajian dan majelis
ta’lim secara rutin dengan tujuan dapat meningkatkan nilai akhlak yang lebih
baik, serta melakukan kegiatan yang positif, agar terhindar dari perbuatan
yang dapat merugikan diri sendiri serta lingkungan masyarakat sekitar.
Dalam strategi ini, ustadz Agus menginginkan dan berharap agar
masyarakat warga Jombang bisa tergugah hatinya dan dapat meluangkan
waktunya untuk mengikuti pengajian rutin yang biasa dilaksanakan di
beberapa majelis ta’lim, masjid bahkan di beberapa mushola, serta bisa
70
mengikuti acara-acara perayaan hari besar Islam, terutama pengajian yang
dilaksanakan di setiap awal Ahad di bulan pertama dengan tema Pesan Ulama,
yang mana diisi oleh penceramah-penceramah ulama ternama. Hal ini
dilakukan karena banyak warga masyarakat sekitar pondok pesantren
Madinatunnajah Jombang yang terkadang masih belum sempat mengikuti
dikarenakan kesibukannya serta adanya urusan pribadi masing-masing.
5. Strategi Mengontrol
Yang dimaksud strategi mengontrol, adalah ustadz Agus mengontrol
secara langsung untuk melihat dan memperhatikan warga masyarakat sekitar
Pondok Pesantren Madinatunnajah kampung Jombang Kramat, dengan
beradaptasi, tidak lain inilah pendekatan pertama yang beliau lakukan, jika
beliau melihat serta mendengar adanya warga yang menyimpang serta
melakukan tindak kejahatan maka ustadz memberinya nasihat dan memberi
teguran kepada warga yang melakukan penyimpangan atau melakukan tindak
kejahatan, seperti minum-minuman keras dan lain sebagainya. Biasanya
ustadz Agus sampaikan pula pada jama’ah pengajian Pesan Ulama yang
beliau adakan sebulan sekali itu, karena pada pengajian itu yang datang tidak
dibatasi dari kalangan manapun, kesempatan inilah yang ustadz Agus lakukan
guna membantu beliau untuk menegur warga masyarakat satu sama lain.
6. Strategi Antisipasi
Tujuan dari strategi antisipasi ini adalah memenuhi apa yang
diinginkan warga masyarakat kampung Jombang Kramat, agar terpenuhinya
71
keinginan warga masyarakat, ustadz Agus pun melakukan hal, seperti
memberi izin atau memperbolehkan ketika ada warga masyarakat kampung
Jombang Kramat yang ingin mengadakan lomba-lomba seperti lomba sepak
bola, futsal, catur, dan lainnya selama kegiatan itu tidak melanggar ketentuan
dari nilai-nilai agama Islam, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya
pemberontakan terhadap diri masyarakat lingkungan Pondok Pesantren
Madinatunnajah Kampung Jombang Kramat ini.
Hal ini sesuai dengan penuturan KH. M. Agus Abdul Ghofur sebagai
berikut:
“Disini memang perlu mensiasati kembali bahwa ustadz disini
memang bukan warga asli, akan tetapi pendatang, oleh sebab itu
antisipasi dalam kegiatan warga disini selalu ustadz dukung, selama
kegiatan itu tidak menyimpang dari syariat Islam, bahkan jika
kegiatan itu mengembangkan bakat warga masyarakat, saya selalu
mendukung serta turut mendoakan agar kegiatan selalu diberkahi dan
mendatangkan manfaat bagi kami semua.”10
7. Strategi Merangkul
Strategi ini adalah salah satu upaya untuk memberikan kepercayaan
serta motivasi terhadap warga masyarakat lingkungan Pondok Pesantren
Madinatunnajah Kampung Jombang Kramat atas bakat serta kemampuan yang
dimilikinya dalam mencapai tujuan dan kondisi yang diinginkan.
Tujuan dari strategi ini adalah untuk merangsang dan menjadi suatu
kekuatan pengarah yang berasal dari adanya kehadiran orang lain. Dengan
mengetahui latar belakang terlebih dahulu, ustadz Agus pun mengkondisikan
10
Wawancara Pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur (Jombang Kramat, Senin 22
April 2013)
72
warga sekitar dengan mengetahui perbedaan yang terdapat pada setiap
individu. Kemampuan untuk memotivasi itu bertujuan agar bakat dan
kemampuan yang dimiliki warga masyarakat kampung Jombang Kramat dapat
dikembangkan dengan baik, seperti warga yang mempunyai bakat ceramah,
atau qori, dan itu bisa dikembangkan dengan melatih diri serta mengikuti
lomba-lomba dalam tingkat daerah sampai tingkat nasional (ke luar negeri
seperti Mesir).
Dalam strategi ini ustadz Agus berupaya untuk mengajak masyarakat
kampung Jombang Kramat untuk mengadakan acara peringatan hari besar
Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, tahun baru hijriyah serta Isra’
Mi’raj, hal ini dilakukan untuk mengingat kembali sejarah Islam serta
perjuangan para nabi pada masa lalu serta akhlak yang para nabi miliki
sebagai cerminan hidup kita , sehingga masyarakat kampung Jombang Kramat
ini dapat mengambil hikmah dari perayaan hari besar Islam tersebut.
Hal ini sesuai seperti penuturan KH. Agus Abdul Ghofur sebagai
berikut:
“Dalam strategi mengajak ini sering sekali saya lakukan pada warga
masyarakat sekitar pondok, sedikit demi sedikit saya rangkul, saya
ajak mereka. Yang saya dahulukan ketika itu saya mengajak warga
agar bisa menjalankan sholat berjama’ah di masjid pondok. Karena
yang saya lihat pertama sekali agak sedikit miris dengan keadaan
warga yang sedikit antusias dalam menjalankan ibadah. Saya ajak
satu persatu dengan merangkul mereka, memahami kondisi mereka,
terkadang dengan menasihati mereka serta memberitahu bahwa
keutamaan sholat berjama’ah itu banyak sekali. Dari itu semua
semakin kesini Alhamdulillah banyak warga yang mau menunaikan
ibadah sholat jama’ah. Bahkan disetiap sholat jum’at sekarang ini
selalu penuh dengan jama’ah sampai sholat diluar dan disekitar
73
masjid demi mengikuti sholat jama’ah. Disini saya senang sekali
melihat antusias warga yang begitu semangat”.11
8. Strategi memberi kabar gembira dan memberi peringatan
Maksud strategi ini adalah memberikan kabar atau informasi pada
warga masyarakat Jombang dan mengajaknya agar selalu berada pada jalan
yang Allah SWT ridhoi yaitu jalan yang menuju kebaikan dengan berbuat baik
dan meningkatkan akhlak pada warga masyarakatnya dalam kehidupan sehari-
hari. Melalui cara mengiming-ngimingi seseorang apabila dia berbuat baik
makan akan mendapatkan pahala dengan balasan surga dan menakut-nakuti
seseorang ketika dia berbuat maksiat akan mendapatkan adzab dari Allah
SWT. Contoh, ketika pada saat ustadz Agus memberian penjelasan bahwa
apabila seseorang yang sudah berniat untuk menghadiri sebuah Majelis Ilmu
atau pengajian, maka malaikat akan selalu memberkahi bahkan melindunginya
di setiap gerak dan langkahnya hingga usai pengajian yang diikutinya, dan
apabila seseorang yang berbuat maksiat dan tidak ada niat untuk menuntut
ilmu di jalan-Nya, maka akan mendapatkan laknat Allah SWT dan akan
masuk ke dalam api neraka jahanam, seperti dalam hadist menyatakan:
سيسة نع جمقال أبي عز و يركسن انه قال نا يقعد ق سهى أو عهي انىبي صهى انه
فيمه عىدي ى انه ذكس ى انسكيىت وزنت عهي ى انسحمت غشيت ى انمهائكت إنا حفت
11
Wawancara pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur (Jombang Kramat, Senin 22
April 2013)
74
Artinya:
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Tidaklah
suatu kaum yang duduk berkumpul untuk mengingat Allah, kecuali dinaungi
oleh para malaikat, dilimpahkan kepada mereka rahmat, akan diturunkan
kepada mereka ketenangan, dan Allah Azza Wa jalla akan menyebut-nyebut
mereka di hadapan para makhluk yang ada di sisi-Nya.12
Demikian pula strategi ini telah dijelaskan dalam Alqur’an surat Al-
Ahzab ayat 45:
Artinya: Hai Nabi, Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk Jadi saksi, dan
pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan,
Dalam ayat tersebut kata “Mubasyiron” yang artinya adalah pembawa
kabar gembira, maksudyna adalah Allah SWT telah berjanji akan memberi
balasan kebaikan kepada orang-orang yang baik, yaitu dengan mendapatkan
pahala dan surgalah jaminan untuk orang-orang yang selalu berada di jalan
yang Allah SWT ridhoi, sedangkan kata “Nadziron” yang artinya pemberi
peringatan, dengan menakut-nakuti bagi manusia yang melakukan kejahatan
dan Allah SWT mengancamnya dengan mendapatkan dosa dan akan masuk
neraka jahanam bagi orang-orang yang melakukan maksiat serta bentuk
kejahatan lainnya.
Tujuan strategi ini tidak lain adalah sebagai pendorong dan perangsang
perilaku manusia sehingga dapat melakukan perbuatan yang baik dan
12
Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, Kitab Adz-Zikru Wa ad-Du’aai wa at-Taubati, (Beirut:
Daar al-Fikr, 1993), Jilid 2, h. 574
75
menjauhi perbuatan jahat sesuai dengan nalurinya itu, dinyatakan dalam Al-
quran sebagai13
:
a. Tandzir: yakni peringatan berupa neraka atau siksaan akan ditimpakan
kepada orang-orang yang berbuat jahat.
b. Tabsyir: yakni berita gembira bahwa surge dan kebahagiaan yang kekal
dan abadi dijanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal
sholeh.
B. Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Meningkatkan Akhlak
1. Faktor Pendukung
a. Komunikator
Peran ustadz Agus sebagai komunikator, serta mempunyai latar
belakang pendidikan yang cukup dan adanya sumber kepercayaan dari
masyarakat kampung Jombang Kramat (komunikan) yang diketahui
dari kemampuan dan keahliannya serta pengalamannya yang luas
dalam berbagai bidang penyampaian materi akhlak maupun
meningkatkannya malalui peranan ustadz yang dihadapkan pada
masyarakatnya, selain itu juga ustadz Agus mempunyai sumber daya
tarik dalam penyampaian pesan moral dengan tutur kata dan bahasa
yang tidak menyulitkan komunikan dengan menyesuaikan
pengetahuannya, sehingga komunikan dengan mudah menerima pesan
yang disampaikan oleh ustadz Agus.
13
Hamzah Ya’qub, Etika Islam: Pembinaan Akhlaqul Karimah (Suatu Pengantar),
(Bandung: CV. Diponegoro, 1988) cet.IV h.78
76
b. Masyarakat
Warga masyarakat sebagai komunikan yang berperan
menerima pesan dari ustadz Agus (komunikator). Warga masyarakat
dapat menerima keadaan ustadz Agus sebagai sosok ustadz di Pondok
Pesantren Madinatunnajah dan di kampung Jombang Kramat dan
sekitarnya, hal ini dapat dilihat tidak ada terjadinya suatu pertentangan
dalam masyarakat terhadap keadaan ustadz Agus, serta adanya
kesadaran dalam diri masyarakat lingkungan Pondok Pesantren
Madinatunnajah akan pentingnya meningkatkan nilai-nilai keislaman,
serta di kampung Jombang Kramat dan sekitarnya inilah banyak tokoh
agama (ustdaz dan ustadzah) yang bisa membantu dalam
meningkatkan akhlak di dalam masyarakat Jombang Kramat.
c. Sarana
Keberadaan Pondok Pesantren, majelis ta’lim, masjid dan
mushola sebagai sarana dalam pembentukkan akhlak serta berjalannya
kegiatan berjalan secara rutin faktor pendukung guna meningkatkan
nilai akhlak pada lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah
kampung Jombang, serta adanya respon positif dari masyarakatnya.
Hal ini terlihat adanya antusias warga masyarakat kampung Jombang
Kramat dan sekitarnya dalam mengikuti pengajian-pengajian di majelis
ta’lim dan mushola serta masjid.
77
2. Faktor Penghambat
Dalam meningkatkan nilai akhlak yang dilakukan oleh KH. M.
Agus Abdul Ghofur tentu saja tidak semuanya dapat berjalan lancar, ada
beberapa faktor yang menghambat proses dalam meningkatkan nilai
akhlak yaitu:
a. Waktu
Salah satu faktor penghambat dalam upaya meningkatkan
akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah
adalah adanya waktu yang terkadang adanya ketidaksesuaian dengan
kegiatan serta kesibukan warga yang tidak terduga. Begitu juga dengan
kesibukan ustadz Agus yang tidak jarang berada di luar rumah, seperti
sibuk di dalam organisasi, mengajar dibeberapa majelis ta’lim yang
ada di luar kampung Jombang Kramat, serta tidak jarang memenuhi
undangan sebagai narasumber dalam acara seminar-seminar dan
sebagainya. Hal ini yang menjadi penghambat ketika ada warga
kampung Jombang Kramat yang ingin bertemu beliau di rumahnya
untuk berkomunikasi atau meminta pendapat dan nasihat dalam
masalah mereka.
b. Kondisi
Kondisi disini adalah keadaan yang terjadi pada warga
masyarakat kampung Jombang Kramat, misalnya kondisi warga
masyarakat yang bersifat pendiem, serta terkadang belum ada
keterbukaan jika ada masalah yang menyangkut dengan pribadinya
78
atau lingkungannya, mungkin hal seperti itu adanya mempunyai rasa
takut atau bahkan karena merasa dirinya belum dekat dengan ustdaz
Agus sendiri, itu semua disebabkan oleh faktor psikologis mereka,
biasanya terjadi ketika ada warga masyarakat kampung Jombang
Kramat yang ingin menyampaikan masalahnya, karena didorong rasa
segan atau bahkan malu. Hak itu semua yang menjadi faktor
penghambat ustadz Agus sebagai komuniator dalam penyampaian
materi atau pesan moral kepada masyarakat lingkungan Pondok
Pesantren Madinatunajah.
79
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian observasi, menganalisa data dan pembahasan dari
“Strategi Komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur Dalam Meningkatkan
Akhlak Pada Masyarakat Lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah”
maka penulis dalam rangka menjawab rumusan pertanyaan dalam skripsi ini,
dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Strategi yang di gunakan oleh KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam
meningkatkan akhlak: pertama mengenal komunikan, yaitu dengan
melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar dan memahami serta
mengetahui latar belakang warga masyarakat Jombang-Kramat
(komunikan), sebab setiap individu mempunyai latar belakang dan
psikologis yang berbeda. Agar dapat diterima di tengah masyarakat harus
mengetahui kebiasaan yang terjadi pada masyarakat serta dapat
beradaptasi didalamnya. Kedua menentukan pesan, yaitu menentukan
pesan atau menyusun pesan sesuai tema maupun materi yang akan
disampaikan pada warga sekitar. Ketiga menentukan metode, yaitu agar
pesan yang akan disampaikan dapat diterima serta mudah dipahami oleh
masyarakat sekitar Pondok Pesantren Madinatunnajah kampung Jombang.
Keempat Strategi mempengaruhi/membujuk, yaitu untuk mempengaruhi
pikiran seseorang, yakni agar dapat mengubah sikap, pendapat ataupun
80
perilaku seseorang atau kelompok, dengan cara yang halus tidak memaksa
dan mengancam, serta mamberikan penjelasan-penjelasan yang
memungkinkan dapat diterima oleh warga kampung masyarakat
lingkungan pondok pesantren Madinatunnajah kampung Jombang. Kelima
strategi mengontrol, yaitu melihat-lihat dan memperhatikan warga
masyarakat sekitar Pondok Pesantren Madinatunnajah kampung Jombang
Kramat, dengan beradaptasi. Keenam strategi antisipasi, yaitu dengan
memenuhi keinginan warga masyarakat kampung Jombang Kramat, agar
apa yang warga inginkan terpenuhi, selama tidak keluar dari syariat Islam.
Ketujuh strategi merangkul, yaitu upaya untuk memberikan kepercayaan
dan motivasi terhadap warga masyarakat sekitar Pondok Pesantren
Madinatunnajah Kampung Jombang Kramat atas bakat serta kemampuan
yang dimilikinya dalam mencapai tujuan dan kondisi yang diinginkan.
Kedelapan strategi member kabar gembira dan member peringatan, yaitu
memberikan kabar atau informasi pada warga masyarakat Jombang dan
mengajaknya agar selalu berada pada jalan yang Allah SWT ridhoi yaitu
jalan yang menuju kebaikan dengan berbuat baik dan meningkatkan
akhlak pada warga masyarakatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun metode yang digunakan oleh KH. M. Agus Abdul Ghofur
adalah metode repetition, metode cerita, diskusi, Tanya jawab, ceramah
serta metode nasihat
2. Faktor pendukung dalam strategi komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur
dalam meningkatkan akhlak pada masyarakat lingkungan pondok
81
pesantren Madinatunnajah Jombang-Kramat adalah pertama komunikator
(KH. M. Agus Abdul Ghofur) adalah panutan bagi masyarakat lingkungan
Pondok Pesantren Madinatunnajah sebagaimana beiau adalah pimpinan
Pondok Pesantren Madinatunnajah yang tidak diragukan lagi ilmu serta
pengalamannya yang dianggap lebih oleh masyarakat lingkungan Pondok
Pesantren. Kedua masyarakat, yang menerima kehadiran KH. M. Agus
sebagai ustadz (komunikator) meskipun beliau termasuk pendatang bukan
warga asli Jombang Kramat, serta masyarakat yang mempunyai kearifan
lokal yang sangat membantu yaitu keramahan warganya yang
memudahkan ustdaz Agus beradaptasi dalam pendekatan komunikannya.
Ketiga keberadaan sarana seperti Pondok Pesantren Madinatunnajah, serta
beberapa Majelis Ta’lim / Majelis Dzikir yang sangat diterima oleh
masyarakat sekitar sebagai tempat menimba ilmu, terutama dalam
meningkatkan akhlak yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun faktor penghambatnya adalah waktu dan kondisi, dalam
hal ini adalah ustadz Agus dan warga masyarakat yang terkadang tidak
menentu untuk menghadiri Majelis Ta’lim atau sekedar berkomunikasi
dengan KH. M. Agus oleh kesibukan maupun adanya kegiatan yang tidak
terduga menyebabkan kurangnya interaksi antara ustadz dan masyarakat.
B. Saran-saran
Penulis mengemukakan beberapa saran yang dianggap perlu mengenai
strategi komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan akhlak
82
pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang-
Kramat, diantaranya:
1. Hendaknya KH. M. Agus agar lebih bisa meluangkan waktunya untuk
warga masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah, dalam
berkomunikasi lebih dekat lagi, baik itu secara antarpribadi maupun
kelompok tidak hanya ketika acara Majelis Ta’lim atau Majelis Dzikir
saja, melainkan adanya hari khusus seperti open house di setiap
minggunya, agar lebih optimal dalam efektifitas berkomuniasi serta lebih
dekat lagi dengan warga masyarakatnya.
2. Hendaknya warga masyarakat mengkondisikan waktunya untuk
menghadiri Majelis Ta’lim serta Majelis Dzikir yang diadakan rutin dalam
meningkatkan akhlak. Tidak hanya minggu ini hadir kemudian minggu
selanjutnya tidak, akan tetapi diharapkan selalu hadir.
83
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hajjaj, Muslim bin, Shahih Muslim, Kitab Adz-Zikru Wa ad-Du’aai wa at-
Taubati, Beirut: Daar al-Fikr, 1993, Jilid 2.
Arbi, Armawati. Psikologi Komunikasi Dan Tabligh, Jakarta: Amzah, 2012.
Badrudin, Imam Aba Muhammad Mahmud bin Ahmad al-'Ayni, Umdatul Qori fi
Syarhil shoheh Bukhory jus-32, Lebanon: Daarul Fikri, 2005.
Bakri, Syamsul. Agama, Persoalan Sosial, dan Krisis Moral, Artikel komunikasi,
vol.3, no.1, Januari-Juni, 2009.
Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2003.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Al-Aliyy, Bandung:
Diponegoro, 2000.
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
Effendy, Onong Uchjana.. Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti. Cet. Ke-3, 2007.
Fajar, Marhaeni. Ilmu Komunikasi: Teori Dan Praktik, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ed.1, Cet.Ke-1, 2009.
Ghazali, Bahri. Da'wah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu
Komuniasi Da'wah, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1997.
Haedari, Amin. Transformasi Pesantren:Pengembangan Aspek Pendidikan,
Keagamaan, Dan Sosial, Jakarta: LekDis & MediaNusantara Cet. ke-2.
2007.
HD, Kaelany. Islam Dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, Jakarta: Bumi Aksara,
Cet. Ke-1, 1992.
J Lexy, Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007.
Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis
Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi,
Komunikasi Pemasaran, Jakarta: Kencana, 2008.
84
Liliweri, Alo. Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, Jakarta : Kencana, 2011.
Luthfi, Ikhwan. Gazi Saloom, Hamdan Yasun. Psikologi Sosial, Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta, 2009.
Madjid, Nurcholish. Masyarakat Religius, Jakarta: Paramadina, 1997.
Ma'shum, Saifullah.. Dinamika Pesantren: Telaah Kritis Keberadaan Pesantren
Saat Ini, Jakarta: Yayasan Islam al-Hamidiyah dan Yayasan Saifuddin
Zuhri. Cet. Ke-1, 1998.
Maulana, Muhammad. Akhlak Sosial Muslim: Satu Hati dan Perbuatan, Jakarta:
Pustaka Zaman. Cet. Ke-1, 2000.
Muhammad, Arni. Komunikasi Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi:Suatu Pengantar, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. Cet. Ke-12, 2008.
Musyarrofah, Umi. Dakwah KH. Hamam Dja’far Dan Pondok Pesantren
Pabelan, Jakarta: UIN Jakarta Press. 2009.
Nazar, Moh. Metode Penelitian, Jakarta: Galia Indonesia. Cet. Ke-7, 2009.
Qomar, Mujamil. Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi, Jakarta, Erlangga. 2005.
Rahmat, Jalaluddin. Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007.
Rohim, Syaiful. Teori Komunikasi: Perpektif, Ragam, & Aplikasi, Jakarta: PT.
Rineka Cipta. Cet. Ke-1, 2009.
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007.
Solihin, M. dan M, Rosyid Anwar. Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna
Hidup, Bandung: Nuansa. Cet. Ke-1, 2005.
Ya’qub, Hamzah. Etika Islam: Pembinaan Akhlaqul-Karimah, Bandung:
CV.Diponegoro. 1988.
Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT. Hidayah Agung, 1989.
Zaidallah, Alwisral Imam. Strategi Dakwah: Dalam Membentuk Da’i dan Khotib
Profesional, Jakarta: Kalam Mulia, Cet. Ke-2. 2005.
KH. M. Agus Abdul Ghofur
Penulis Bersama KH. M. Agus Abdul Ghofur
Penulis Bersama Bapak Misad Ketua RW 017
Penulis Bersama Bapak Mail Wutong Ketua RT 003
Penulis Bersama Bapak Suwanda Ketua RT 004
Penulis Bersama Bapak Pakcing Warga Masyarakat Jombang Kramat
Penulis Bersama Ustadz Eko Tristiono Sekretaris KH. M. Agus Abdul Ghofur
Suasana Majelis Ta’lim/Majelis Dzikir KH. M. Agus Abdul Ghofur
Jama’ah Terlihat Khusyu’ Ketika Mengikuti Majelis Ta’lim/Dzikir
Semangat Warga Masyarakat Ketika Melantunkan Sholawat di Majelis
Ta’lim/Dzikir
Denah Lokasi Jombang Kramat Ciputat dan Pondok Pesantren
Madinatunnajah
Sumber: www.wikimapia.org
Utara
Selatan