BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Abdul Ghofur Faza ...
Transcript of BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Abdul Ghofur Faza ...
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Abdul Ghofur Faza (2002), dalam penelitianya tetang’’ Analisa
sifat fisis dan mekanis alumunium paduan dengan komposisi Si 1,5%, 2,1%
dan 2,7% dengan mengunakan cetakan logam’’ dari penelitian menyatakan
hasil dari kekerasannya menunjukkan angka pada komposisi Si 1,5%
sebesar 49,28 kgf/mm2, komposisi Si 2,1% sebesar 54,68 kgf/mm2 dan
komposisi Si 2,7% sebesar 61,71 kgf/mm2. Sedangkan dari stuktur mikro
terlihat adanya porositas dan keropos, hal ini dikarenakan selain proses
pengecoran juga disebabkan laju pendinginan pada material casting alloy.
Untuk pengujian kimia didapatkan hasil pengujian unsur yang dominan
antara lain, Si, Fe, Cu dan Zn.
Dan Yanto (2002), dalam penelitianya tetang’’ Analisa sifat fisis
dan mekanis alumunium paduan dengan prosentase Si 1,5%, 2,1% dan 2,7%
dengan mengunakan cetakan pasir’’ dari penelitian menyatakan hasil dari
kekerasannya menunjukkan angka pada komposisi Si 1,5% sebesar 70,98
kgf/mm2, komposisi Si 2,1% sebesar 73,62 kgf/mm2 dan komposisi Si 2,7%
sebesar 42,58 kgf/mm2. Sedangkan dari stuktur mikro terlihat adanya
porositas dan keropos,hal ini dikarenakan selain proses pengecoran juga
disebabkan laju pendinginan pada material casting alloy. Untuk pengujian
kimia didapatkan hasil pengujian unsur yang dominan antara lain, Si, Fe, Cu
dan Zn.
Masyrukan (2004). Komposisi, temperatur dan waktu sangat
berpengaruh terhadap proses pengerasan paduan aluminium. Jenis
aluminium yang digunakan tergolong alloy 35 A-F. Kekerasannya 17,83
HRC untuk raw material, 17,83 HRC untuk solution treatment 450 oC, 18,1
HRC untuk solution treatment 500 oC, dan 18,5 HRC untuk solution
treatment 550 oC. Pada uji tarik untuk raw material 9,48 kg/mm2 dan
solution treatment 450 oC, 500 oC, dan 550 oC adalah 10,62 kg/mm2, 11,36
kg/mm2, 10,12 kg/mm2. Untuk struktur mikro terdiri dari CuAl2.
Purwato Dwi, Ir Pramuko Ilmu Purboputro, MT, Ir Bibit Sugito,
MT Tugas Akhir (2004). Untuk pengujian kimia didapatkan hasil pengujian
unsur Al sebesar 89,95%, unsur Si sebesar 1,20%, unsur Cu sebesar 1,98%,
unsur Mg sebesar 0,07%. Untuk meningkatkan kekerasan, maka dilakukan
proses heatreatmen. Dari hasil penujian diperoleh harga kekerasan spesimen
raw material sebesar 50,3 kg/mm2 , harga kekerasan spesimen quenching
sebesar 43,3 kg/mm2 , untuk kekerasan quenching-aging kekerasannya
meningkat menjadi 47,3 kg/mm2.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Sifat dan Karakteristik Alumunium
Beberapa sifat dan karakteristik alumunium yang sangat menonjol
antara lain adalah:
1. Ringan, dengan berat jenis sepertiga dari tembaga, sehingga banyak
dipergunakan pada konstruksi yang harus ringan, seperti pada mobil
dan pesawat terbang.
2. Kekuatannya akan meningkat jika ditambahkan unsure paduan seperti
Cu, Si, Mg secara bersama-sama atau satu persatu.
3. Alumunium merupakan penghantar panas maupun penghantar listrik
yang baik, tidak mengandung racun, tidak mengandung magnet serta
mempunyai daya refleksi terhadap sinar yang tinggi.
4. Alumunium juga mempunyai kemampuan untuk dicor, mudah
dikerjakan dengan mesin, kemampuan untuk diubah bentuk yang
sangat serta memiliki ketahanan terhadap korosi yang bagus.
2.2.2. Manfaat Alumunium
Alumunium memiliki sifat-sifat dan karakteristik yang sangat baik,
hal itu menjadikan logam alumunium banyak dimanfaatkan oleh manusia
diberbagai bidang untuk keperluan. Pemanfaatan alumunium antara lain,
ialah :
1. Digunakan sebagai bahan pembuatan kabel alumunium, karena kabel
alumunium berat yang lebih ringan dibandingkan kabel dari tembaga.
Ini penting karena alumunium merupakan penghantar listrik yang baik
serta karena petimbangan penyaluran listrik pada transmisi kabel yang
panjang.
2. Alumunium juga banyak digunakan dalam bidang arsitektur, yaitu
untuk pembuatan tangga, pintu, jendela, bingkai serta rangka.
3. Dalam bidang transportasi alumunium juga banyak digunakan pada
pembuatan pesawat terbang serta mobil dan motor.
4. Peralatan rumah tangga juga banyak yang dibuat dari bahan
alumunium karena alumunium mempunyai sifat mampu
menghantarkan panas yang baik, mampu bentuk serta ketahanan korosi
yang tinggi.
5. Alumunium memiliki pemanfaatan sangat besar bagi industri
makanan, yaitu sebagai pembungkus makanan dan minuman karena
alumunium memiliki sifat bebas racun, mampu bentuk, tahan korosi,
ringan dan kuat.
2.3. Klasifikasi Paduan Alumunium
Penggunaan alumunium sering kita dapati dalam bentuk paduan. Hal
ini dikarenakan memadukan dengan unsur lain, akan diperoleh sifat-sifat
mekanik yang lebih baik. Logam paduan alumunium secara umum dapat
diklasifikasikan dalam tiga cara. Cara pertama, berdasarkan diklasifikasikan
atas paduan alumunium cor dan tempa. Kedua, berdasarkan perlakuan
panasnya diklasifikasikan atas paduan yang dapat diperlakukan panas (heat
tretable alloy) dan yang tidak dapat diperlakupanaskan (not heat treatable
alloy). Dan yang ketiga berdasarkan unsur-unsur yang dikandungnya
diklasifikasikan atas beberapa nomor seri.
Adanya penambahan satu atau beberapa unsur lain dapat merubah dan
memperbaiki sifat alumunium. Besi membuat alumunium keras dan getas,
timah hitam membuatnya bergelembung tetapi memudahkan pengerjaan,
tembaga meninggikan kekerasan, magnesium memperbaiki kekuatan dan
kemudahan pengerjaan, alumunium dan titanium ketahanan terhadap air laut
dan mangan meninggikan kekuatan dan anti karat. Elemen tersebut
menunjukan kelarutan yang baik pada temperature tinggi, tapi kelarutan ang
rendah pada temperetur kamar.
Klasifikasi paduan alumunium secara garis besar digolongkan seperti
pada tabel berikut ini.
Tabel 2.1. Kode paduan aluminium
Nomor Klasifikasi Unsur Paduan Utama Keterangan
1XXX Aluminium 99%2XXX Cu Heat treatable3XXX Mn Non heat treatable4XXX Si Non heat treatable5XXX Mg Non heat treatable6XXX Mg+Si Heat treatable7XXX Zn Heat treatable8XXX Elemen lain
Heat treatable : Dapat di lakukan proses perlakuan panas (heat treatment).
Non heat treatable : Tidak dapat dilakukan proses perlakuan panas (heat
treatment)
2.3.1. Paduan Al - Si
(sumber : Sidney, H.A., 1974)
Gambar 2.1. Diagram Fasa Al-Si
Kelarutan maksimum silicon pada larutan padat adalah 1.65%
pada temperatur eutektik 1071 oF. Fasa alpha ( ) adalah fasa padat dimana
larutan atom-atom silicon (Si) larut didalam larutan Al. Fasa beta ( )
adalah larutan padat yang kaya kandungan Si, garis solvus menunjukan
kelarutan yang rendah pada temperature yang rendah, secara umum
paduan ini tidak bias mendapat perlakuan panas. Paduan Al-Si memiliki
mampu cor yang baik, ketahanan korosi yang baik. Paduan ini cocok
untuk membuat piston mobil.
2.3.2. Paduan Al – Cu
(Sumber : Sidney, H.A., 1974)
Gambar 2.2. Diagram Fasa Al-Cu
Kelarutan maksimum dari tembaga pada alumunium adalah 5,65%
pada 1018 oF, sedangkan pada suhu 572 oF kelarutannya turun menjadi
0,45%. Adapun paduan yang mengandung tembaga 2,5-5% dapat
mengalami perlakuan panas dengan pengerasan penuaan, fase theta ( )
adalah fase menengah paduan yang komposisinya mendekati senyawa
CuAl2, perlakuan kelarutan dilakukan dengan memenaskan paduan pada
daerah fase tunggal, kappa (K) yang diikuti dengan pendinginan secara
cepat. Penuaan selanjutnya baik alami maupun buatan akan
mengakibatkan presipitasi pada fase ( ) sehingga memperkuat paduan
tersebut. Paduan ini mungkin mengandung sejumlah kecil silicon, besi,
magnesium, mangan serta seng.
2.3.3. Paduan Al – Zn
(Sumber : Sidney, H.A., 1974)
Gambar 2.3. Diagram fasa Al-Zn
Kelarutan Zn pada aluminium adalah 31,6% pada suhu 257 oC, akan
tetapi turun menjadi 5,6% pada 257 oF. Paduan alumunium tempa komersil
mengandung Zn, Mg, dan Cu dengan sejumlah kecil penambahan Mg dan
Cr. Sedangkan paduan Al – Zn cor dikenal sebagai 40E, mengandung 5,5 %
Zn, 0,6% Mg,0,5% Cr, dan 0,2% Ti, memberikan sifat-sifat mekanik
perlakuan kelarutan.
2.3.4. Paduan Al – Mg
Garis solvus menunjukan penurunan yang sangat tajam pada
kelarutan magnesium dengan penurunan temperature, kebanyakan paduan
alumunium tempa pada kelompok ini mengandung magnesium kurang dari
5% dan juga kandungan slikon yang rendah, karakteristik paduan ini ialah
mampu las yang baik dan ketahanan korosi yang tinggi.
(Sumber Sidney,H.A., 1974)
Gambar 2.4. Diagram Fasa Al-Mg
Gambar 2.5. Struktur Mikro Paduan Al-Mg
Pada gambar di atas menunjukan struktur mikro dari paduan Al-
3,86% Mg, terlihat bahwa bagian putih menunjukan -Al, sedangkan titik
hitam menunjukan Mg2Si
2.3.5. Paduan Al-Si-Mg
Paduan dalam system ini mempunyai kekuatan kurang sebagai bahan
tempaan dibandingkan dengan paduan-paduan lainnya, tetapi sangat liat,
sangat baik mampu bentuknya untuk penempaan dan sangat baik untuk
mampu bentuk yang tinggi. Mempunyai mampu bentuk yang baik pada
ekstruksi dan tahan korosi, dan sebagai tambahan dapat diperkuat dengan
perlakuan panas setelah pengerjaan. Karena paduan ini mempunyai kekuatan
yang cukup baik tanpa mengurai hantaran listrik maka dipergunakan untuk
kabel tenaga.
(Sumber : Sidney, H.A., 1974)
Gambar 2.6. Diagram Fasa Al-Si-Mg
Gambar 2.7. Struktur Mikro Paduan Al-Si-Mg
2.3.6. Paduan Al-Mg-Zn
Paduan ini kelarutanna menurun apabila temperature turun, paduan
system ini dapat dibuat keras sekali dengan penuaan setelah perlakuan
pelarutan, tetapi sejak lama tidak dipakai karena memiliki sifat patah getas
dan retakan korosi tegangan. Di Jepang, pada pemulaan tahun 1940,
Igarashi dkk mengadakan penelitian dan berhasil dalam pengembangan
suatu paduan dengan penambahan kira-kira 0,3% Mn atau Cr, dimana
butir kristal padat diperhalus dan mengubah bentuk presipitasi serta
retakan korosi tegangan tidak terjadi. Paduan ini mempunyai kekuatan
tertinggi dibandungkan paduan-paduan lainna. Penggunaan paduan ini
yang paling besar adalah untuk bahan konstruksi pesawat udara.
( Sumber : Surdia,T.;Saito,S., 1990)
Gambar 2.8. Diagram Fasa Al-Mg-Zn
Gambar 2.9. Struktur Mikro Paduan Al-Mg-Zn
2.3.7. Paduan Al-Si-Cu
Paduan alumunium-silisium–tembaga dibuat dengan menambah
4,5% silisium pada paduan alumunium tembaga untuk memperbaiki
mampu cornya, paduan ini disebut “lautal”, adalah salah satu dari paduan
alumunium terutama. Paduan ini dipakai untuk bagian dari motor dan
mobil, meteran dan rangka utama dari katup. Seperti gambar di bawah ini
terlihat bagian putih adalah aluminium proetektik dan bagian hitam yang
berbentuk seperti jarum adalah CuAl2.
Gambar 2.10. Struktur Mikro Paduan Al-Si-Cu
2.3.8. Paduan Al-Mn
Mangan (Mn) merupakan unsure yang memperkuat ketahanan
korosi pada paduan alumunium. Kelarutan maksimum mangan pada
kelarutan padat adalah 1,82% pada temperature eutektik 1216 oF,
kelarutan berkurang dengan adanya penurunan temperature, secara umum
paduan pada kelompok ini tidak bisa mengalami pengerasan penuaan.
Dikarenakan keterbatasan kelarutan mengan tidak dipergunakan sebagai
elemen paduan utama pada paduan-paduan coran hanya dipergunakan
pada beberapa paduan tempa.
(Sumber : Sidney, H.A., 1974)
Gambar 2.11. Diagram Fasa Al-Mn
2.4. Pengaruh Unsur-unsur Paduan
a. Tembaga (Cu)
Meningkatkan sekitar 12% kekuatan, konsentrasi yang tinggi dapat
menyebabkan kerapuhan, meningkatkan sifat mampu mesin, mempunyai
kemampuan untuk pengerasan.
b. Magnesium (Mg)
Meningkatkan kekuatan dengan penguatan larutan padat (solid
solution strengthening) dan dengan paduan sekitar 3% (jika 0,5% silicon
ditambahkan) akan terjadi pengerasan presipitasi.
c. Mangan (Mn)
Bila penggunaannya dikombinasikan dengan besi dapat untuk
meningkatkan mampu cor, mengurangi penyusutan dari efek pada sifat
mekanik ialah meningkatkan keliatan (ductility) dan meningkatkan
kekuatan impact.
d. Silisium (Si)
Meningkatkan keadaan cair (fluiditas) dalam pengecoran dan
pengelasan paduan, mengurangi soliditas dan kecenderungan retak panas,
penambahan melebihi 13% membuat paduan secara tiba-tiba menjadi sulit
mengalami proses permesinan, meningkatkan ketahanan korosi.
e. Seng (Zn)
Mampu cornya rendah, paduan seng tinggi mudah atau cenderung
untuk retak pada saat panas (hot cracking) dan penyusutan yang tinggi,
dengan persentase 10% cenderung memproduksi tegangan retak korosi
(stress corrosion cracking), kombinasi seng dengan elemen lain menaikan
kekuatan dengan sangat tinggi.
f. Besi (Fe)
Prosentase yang sedikit dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasan pada beberapa paduan, mengurangi retak pada
saat panas ketika pengecoran.
g. Chromium (Cr)
Meningkatkan konduktivitas pada beberapa paduan dan pada
konsentrasi kecil (<0,35%) dapat bertindak seperti butir penghalus.
h. Titanium (Ti)
Dalam keadaan alamiah dapat mengotori bijih alumunium, tetapi
titanium ditambahkan pada beberapa paduan sebagai butir penghalus.
i. Bismuth (Bi)
Ditambahkan pada beberapa paduan untuk meningkatkan sifat
mampu mesin. Paduan alumunium memiliki cirri-ciri khas yaitu ringan
dan kekuatan tinggi, kekurangannya adalah kedap udara buruk dan
perlakuan permukaan kasar.
2.5. Pembuatan Alumunium
Bahan baku untuk pengolahan alumunium adalah bauksit. Akibat
pengolahan dengan lindi, bauksit dimurnikan dan hanya tinggal oksida
alumunium (Al2O3) sebagai sisa. Oksida alumunium sangat tinggi, yaitu
2015 oC, pengolahan alumunium sangat sukar. Untuk pemisahan alumunium
dipergunakan oven-elektrolis. Oven elektrolis terdiri dari bejana baja, bagian
dalam dilapisi dengan batu tahan api. Di atas dapur diletakkan blok-blok zat
arang, yang berfungsi sebagai kutub negatif.
Di atas dapur digantungkan 24 batang anoda pada jembatan anoda
dan pada tiap ujung dengan blok anoda, yang berfungsi sebagai kutub
positif. Blok zat arang digantungkan dalam cairan, yang bertentangan
dengan oven-elektrolis pada pemurniaan baja dimana batang arang
digantung diatas cairan dengan busur nyala api diopak. Isi oven terdiri dari
tiga lapisan, lapisan atas adalah kulit-kriolit. Kriolit adalah persenyawaan
fluor-alumunium, yang berfungsi sebagai elektrolit.lapisan tengah adalah
cairan kriolit. Lapisan bawah adalah alumunium yang dipisahkan dalam
keadaan cair.
Gerobak pengisi tanah tawas diletakkan di atas kerak-kriolit. Secara
beraturan kerak-kriolit didorong oleh pemecah kerak. Oleh karena itu
dengan kriolit juga jatuh tanah tawas dengan kriolit ini elektrolisis dapat
berlangsung pada ± 1000oC.
Jika dihubungkan suatu tegangan searah dari 4 volt kepada oven-
elektolis, terjadi satu aliran melalui cairan dalam dapur sebesar 100.000
ampere. Oleh karena aliran ini tanah-tawas (Al2O3) terpisah dalam
aluminium dan zat asam. Zat asam bersenyawa dengan blok zat arang dan
anoda dan menghilang selanjutnya sebagai monoksida-arang dan dioksida-
arang. Alumunium memisah pada dasar negative dan berkumpul di sana.
Proses elektrolisis ini dengan penggalvanisasian. Satu kali dalam dua puluh
empat jam oven dihisap sampai kosong.
Gambar 2.12. Pengolahan Alumunium
Alumunium dari semua oven dikumpulkan dalam oven pencampur.
Dalam dapur pencampur alumunium di campur dan dipadu. Pencampuran
mempunyai tujuan, agar dapat menghasilkan satu produk yang sama.
Perpaduan dilaksanakan dengan silisium, magnesium, tembaga, dan
sebagainya. Dari oven pencampur alumunium menuju ke oven tuang dimana
hasil dimurnikan. Setelah pemurnian, alumunium diangkat ke mesin tuang
ban, yang mengerjakan blok tuang yang diperlukan untuk pengolahan
selanjutnya dalam bengkel tuang atau mesin tuang vertical, dimana pelat dan
batang yang diperlukan guna pengolahan lebih lanjut dalam bengkel canai.
2.6. Proses Pengecoran Alumunium
Pendinginan pada proses pengecoran alumunium.
Pendinginan cepat, pada pendinginan cepat ini butiran yang terbentuk pada
material cor masih besar-besar dan terpisah-pisah sedangkan pada
pendinginan lambat butiran yang terbentuk lebih rapat dibandingkan dengan
pendinginan cepat sehingga mempengaruhi terhadap sifat-safat fisis dan
mekanisnya, pada butiran yang rapat akan didapatkan sifat-sifat mekanis
yang lebih baik dibandingkan dengan pendinginan cepat.
Tabel 2.2. Konduktivitas Termal Berbagai bahan pada 0oC
Konduktivitas termal (k)Bahan W/m. oC Btu/h.ft.oFLogam
Perak (murni) 410 237Tembaga (murni) 385 223Alumunium (murni) 202 117Nikel (murni) 93 54Besi (murni) 73 42
Baja karbon 43 25Timbale (murni) 35 20.3Baja,krom-nikel 16.3 9.4
Bukan logamKuarsa 41.6 24Magnesit 4.15 2.4Marmar 2.08 - 2.94 1.2 – 1.7Batu pasir 1.83 1.06Kaca, jendela 0.78 0.45Kayu maple atau ek 0.17 0.096Serbuk gergaji 0.059 0.034Wol kaca 0.038 0.022
Laju pendinginan cetakan pasir dan cetakan logam
Untuk mengetahui laju pendinginan pada cetakan pasir dan cetakan
logam yaitu dengan cara menggunakan rumus perpindahan panas sebagai
berikut :
q = -kAxT
∂∂
• laju pendinginan pada cetakan pasir
q = -1.83mCo
1.0360
q = -6588 W/m3
• laju pendinginan cetakan logam
q = -43mCo
02.0380
q = -817000 W/m3
Dari hasil tersebut dapat kita tetapkan bahwa laju perpindahan panas
logam lebih tinggi dibandingkan dengan laju perpindahan panas pasir. Maka
semakin tinggi nilai q(-) maka semakin cepat laju pendinginannya.
Dalam pembuatan coran, langkah-langkah dan persiapan yang harus
dilakuakn yaitu :
1. Membuat cetakan
2. Pencairan logam
3. Menuang logam cair dalam cetakan
4. Membongkar dan membersihkan hasil coran dari cetakan
5. Pemeriksaan coran
2.6.1. Macam – Macam Cetakan
Jenis bahan cetakan yang dipergunakan untuk industri pengecoran
logam biasanya adalah :
a. Cetakan Pasir
Pasir yang dipakai sebagai bahan untuk cetakan adalah pasir dalam
atau pasir buatan yang mengandung tanah lempung. Cetakan dibuat
dengan jalan memadatkan pasir. Cetakan jenis ini mudah dibuat dan biaya
pembuatanya juga tidak mahal , dlam pembuatanna kadang-kadang
diberikan pengikat khusus untuk memperkuat cetakan, misalnya semen,
dan sebaiknya dalam menggunakan pengikat tersebut perlu
mempertimbangkan bentuk, bahan dan jumlah produk, sehingga biaya
pembuatan dapat ditekan.
b. Cetakan Logam
Untuk cetakan dengan bahan logam sebaiknya dipilih jenis logam
yang memiliki titik lebur yang lebih tinggi daripada logam coran yang
akan dituang kedalamnya. Pada umumnya logam cair dituangkan dengan
pengaruh gaa berat dan kadang-kadang dipergunakan tekanan pada logam
cair selama penuangan. Dalam proses pembuatan cetakan dapat dilakuakn
dengan 2 cara, yaitu :
1. Pembuatan cetakan dengan tangan
Pembuatan cetakan dengan tangan dilaksanakan apabila
terdapat bentuk cetakan, yang sulit dibuat dengan mesin pembuat
cetakan. Bahan yang dipakai biasanya berupa pasir cetak dan tanah
lempung sebagai pengikat. Sehingga pembuatan cetakan dengan
tangan ini sangat cocok untuk industri pengecoran logam berskala
kecil.
2. Pembuatan cetakan dengan mesin
Untuk jumlah produksi missal, sangat effisiensi bila dilakukan
pembuatan cetakan dengan mesin. Selain itu keakuratan ukuran
cetakan bisa terjamin sehingga kualitas produksi bisa terjaga.
Alumunium yang dipergunakan untuk pengecoran cetak mengandung
12% Si dan 2,5% Cu, dimana paduan ini mempunyai kecairan dan
mampu mesin yang baik. Kalau ketahanan korosi diperlukan maka
dipakai paduan alumunium dengan kandungan 12% Si walaupun
paduan ini mempunyai mampu mesin yang kurang baik.
2.6.2. Pencairan Logam
Untuk mencairkan logam, dapat dilakukan bermacam-macam
tanur diantaranya yaitu : kupola atau tanur induksi frekuensi rendah untuk
penggunaan besi cor, tanur busur listrik atau tanur frekuensi tinggi untuk
penggunaan baja cor dan tanur krus untuk paduan tenbaga atau coran
paduan mangan. Karena bahan dasar paduan alumunium termasuk paduan
ringan, tanur krus merupakan jenis tanur induksi frekuensi rendah tak
berinti. Dimana ruangan tanur tempat logam cair berbentuk krus.
2.6.3. Penuangan
Setelah mengalami peleburan, langkah selanjutnya yaitu
penuangan. Buruknya lingkungan kerja dalam proses penuangan, yang
disebabkan oleh panas, debu dan asap mengakibatkan sulitnya melakukan
proses penuangan dengan tenaga manusia. Oleh sebab itu penuangan
kadang-kadang dilakukan secara otomatis.
2.6.4. Pembongkaran dan Pembersihan Coran
Setelah proses pengecoran selesai, maka langkah selanjutnya
adalah dilakukan pembongkaran atau pemisahan coran dari cetakan.
Dalam pengambilan coran dari cetakan, mula-mula kup diangkat dengan
menggunakan pengangkat. Dalam hal ini ada dua kemungkinan, yaitu
apakah coran diangkat bersama kup atau tetap tinggal di-drag. Apabila
kup diangkat bersama coran, maka harus langsung dipisahkan ke mesin
pembongkaran untuk dilakukan pembersihan. Sedangkan untuk coran
tetap tinggal di-drag, coran dapat diambil dengan jalan membalikkan drag
dan kemudian dilakukan pembersihan. Langkah selanjutnya setelah
dilakukan pembongkaran dan pembersihan coran yaitu proses
penyelesaian akhir. Proses penyelesaian akhir ini, dapat dilakukan secara
mekanik. Terutama untuk cara paduan alumunium atau coran paduan
ringan. Cara ini memiliki beberapa keuntungan diantaranya yaitu :
1. Pemotongan halus dan teliti, sehingga proses penyelesaian dengan
jalan ini menjadi lebih sedikit.
2. Tidak mengakibatkan terjadinya panas yang mempengaruhi
perubahan bentuk dan mengakibatkan retak.
3. Memungkinkan lebar pemotongan yang sempit dan serpih dapat
dikumpulkan, sehingga untuk logam yang mahal keuntungan akan
lebih besar.
Adapun peralatan yang digunakan untuk proses penyelesaian akhir
ini adalah dengan menggunakan gerind. Setelah proses penyelesaian akhir
selesai, maka hasil coran tesebut diberikan perlakuan panas yang bertujuan
untuk memperbaiki sifat-safat logam.
2.6.5. Pemeriksaan dan Pengujian Hasil Coran
Untuk tahap pemeriksaan yang dapat dilakukan pada hasil coran
yaitu:
1. Pemeriksaan rupa
Dengan pemeriksaan rupa ini, maka adiketahui fisik dari coran tersebut
terdapat cacat atau tidak, seperti adanya retakan atau rongga udara.
2. Pemeriksaan cacat dalam
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya cacat dalam
pada hasil coran. Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan jalan : ketukan,
supersonic, sinar radioaktif, dan lain-lain.
3. Pemeriksaan bahan
Dalam pemeriksaan ini sifat-sifat mekanik bahan diuji, selain itu
komponen dan struktur mikro bahan juga diuji. Pengujian sifat-sifat bahan
dilakukan sesuai dengan cara pengujian ditetapkan.
4. Pemeriksaan dan merusak
Pemeriksaan dengan merusak dilakukan dengan cara mematahkan atau
memotong bahan bertujuan untuk memastikan keadaan dan kualitas bahan.
2.7. Perlakuan Panas pada Paduan Alumunium
Perlakuan panas berkaitan dengan operasi pemanasan pendinginan,
dilakukan dengan tujuan untuk merubah sifat-sifat suatu material baik sifat
mekanis maupun sifat fisis.
Paduan alumunium dapat di kelompokkan menjadi paduan yang
tidak bisa diberi perlakuan panas (non heat treable alloy) dan paduan yang
dapat diberi perlakuan panas (heat treable alloy). Pada umumnya golongan
heat treable alloy adalah paduan yang mengandung Cu, Cu dan Zn, serta
Mg dan Si. Peningkatan kekerasan dan kekuatan dari paduan alumunium
secara teoritis dapat dicapai dengan perlakuan panas pelarutan, pencelupan,
serta pengerasan penuaan, akan tetapi annealing dan penghilangan tegangan
sisa (keretakan) juga sangan diperlukan dalam pencapaian kondisi tersebut.
Annealing dilakukan dengan cara memanaskan logam di bawah
temperature rekristalisasi yang kemudian didinginkan dengan tetap
membiarkannya berada di dalam tungku. Proses pemanasan yang melebihi
temperature rekristalisasi akan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan batas
butir (grain) dari logam, pertumbuhan batas butir yang berlebihan tersebut
akan mengurangi sifat mekanik dari logam dan akan menimbulkan efek
orange pell pada permukaan material ketika mengalami proses pengerjaan
berikutnya.
Peningkatan kekuatan pada paduan alumunium sehubungan dengan
proses perlakuan panas dapat dicapai dengan beberapa cara, yaitu :
a. Perlakuan Pelarutan (Solution Treatment)
Yaitu proses dimana suatu paduan hasil tempa atau cor dipanaskan
sampai temperature tertentu dan ditahan sampai berbentuk larutan padat
yang homogen. Ada dua factor penting yang berpengaruh terhadap
proses perlakuan panas pelarutan, yaitu temperatu dan waktu.
• Temperatur Perlakuan Panas Pelarutan
Besarnya temperature perlakuan panas pelarutan menatakan
besarnya derajat panas yang dibutuhkan untuk melarutkan sebanyak
mungkin unsur-unsur paduan yang ada. Karena daya larut dan
kecepatan difusi (perpindahan atom) bertambah dengan
meningkatnya temperature perlakuan panas, maka biasanya
digunakan temperature perlakuan panas maksimum yang masih
diizinkan. Penentuan temperaturnya dapat dilihat pada diagram fasa
masing-masing paduan.
Nilai nominal dari temperatur perlakuan panas pelarutan
komersil untuk suatu paduan ditentukan oleh batas komposisi
paduan. Pada paduan komersil dimana elemen-elemen paduannya
membentuk system ternary dan quartenary, fasa-fasa yang berbeda
akan menyebabkan temperatur solvus yang berbeda-beda sehingga
akan menyebabkan besarnya temperatur perlakuan panas pelarutan
yang berbeda,yang mana hal tersebut tergantungdari fasa-fasa yang
ada paduan tersebut.
Jika temperatur perlakuan panasnya terlalu tinggi maka akan
menurunkan sifat-sifatnya seperti kekuatan, duktilitas, fracture, dan
lain-lain karena terjadinya eutectic melting akibat dari pemanasan
berlebih. Sementara itu jika terlalu rendah maka larutan padat yang
diperoleh tidak lengkap, sehingga akan menurunkan kekuatan yang
diharapkan.
• Waktu Perlakuan Panas Pelarutan
Lamanya waktu perlakuan panas pelarutan atau yang disebut
dengan soaking time (waktu tahan) dimaksudkan untuk mendapatkan
suatu larutan padat yang lengkap dan homogen. Besar nominal
waktu tahannya bisa bervariasi mulai dari hanya semenit untuk
lembaran tipis hingga dua puluh jam untuk produk-produk mold
casting.
b. Quenching (pencelupan)
Adalah proses pendinginan yang dilakukan secara cepat pada paduan
setelah mengalami laku panas. Proses ini bertujuan untuk
mempertahankan kondisi larutan padat yang telah terbentuk. Lamanya
pencelupan dilakukan sampai suhu paduan sama dengan suhu media
celup.
Melalui pendinginan cepat maka pemisahan fasa kedua dari
larutan padatnya akan dapat dicegah pada temperature yang jauh lebih
rendah, paduan berada dalam keadaan larutan padat jenuh yang tidak
stabil. Selain itu atom-atom yang terlarut jadi perangkap dan tidak
memiliki kesempatan untuk berdifusi.
Hal lain yang terjadi adalah dengan terperangkapnya atom-atom
terlarut maka akan terbentuk daerah-daerah kosong yang didorong untuk
mempronosikan terjadinya difusi temperatur rendah yang diperlukan
nuntuk pembentukan zona.
Banyaknya daerah kisi kosong yang dihasilkan akibat proses
pencelupan tersebut dipengaruhi oleh besarnya kecepatan pendinginan
yang terjadi selama pencelupan. Semakin tinggi kecepatan
pendinginannya, daerah kisi kosong yang terbentuk akan semakin
banyak. Besarnya kecepatan pendinginan itu sendiri antara lain
dipengaruhi oleh media pencelupan dan ukuran bentuk produk. Media
pencelupan yang paling sering dipakai adalah air dan oli.
c. Pengerasan Penuaan (aging)
Pada tahap penuaan, larutan padat lewat jenuh yang tidak stabil untuk
jangka waktu tertentu akan mengendap kembali membentuk endapan fasa
kedua. Atom-atom yang ada akan bergerakdan mulai membentuk susunan
yang lebih stabil setelah sebelumnya membentuk endapan fasa transisi
terlebih dahulu. Pembentukan endapan fasa kedua ini mulai proses
nukleasi dan pertumbuhan fluktasi. Berdasarkan laju pembentukan
endapan tersebut dikendalikan oleh migrasi atom sehingga endapan akan
meningkat dengan naiknya temperatur penuaan. Endapan yang terjadi
akan semakin halus jika temperature penuaan menurun dan peningkatan
kekerasan paduan yang berarti akan terjadi jika ada disperse kritis dari
endapan tersebut.
Bila pada suatu temperatur tertentu, penuaan berlangsung terlalu
lama maka akan terjadi pengerasan endapan (endapan yang halus larut
kembali sementara yang kasar bertambah besar), sehingga jumlah halus
yang terdispersi dalam jumlah banyak secara berangsur-angsur akan
digantikan oleh partikel kasar yang lebih besar. Kejadian ini membuat
paduan bertambah lunak dan dalam hal ini dikatakan bahwa paduan berada
dalam kondisi over aging (penuaan berlebih).
Berdasarkan temperatur, proses penuaan dibagi menjadi dua
bagian, yaitu penuaan buatan (artificial aging) dan penuaan alami (natural
aging). Penuaan buatan yaitu proses penuaan dimana dilakukan pada
temperatur yang lebih tinggi daripada temperatur kamar sehingga terjadi
endapan lebih cepat. Sedangkan penuaan alami, yaitu proses penuaan
dimana dilakukan pada temperatur kamar.
Berikut adalah contoh gambar proses aging :
T
450 oC
150 oC
1 3
Gambar 2.13. Proses Aging dalam Heat
Solution Treatment
Quenching
Aging
Waktu (t)