Strategi Bisnis

22
Tugas 3 Audit TI Strategi Bisnis Audit TI – [B] Nama: Gede Indra Raditya Martha [1204505051] Dewa Putu Andre Sanjaya [1204505057] Suryadinatha [1204505069] Putu Pande Bagus Arjaya[1204505090] Made Angga Amerta[1204505093] FAKULTAS TEKNIK – TEKNOLOGI INFORMASI

description

none

Transcript of Strategi Bisnis

Tugas 3 Audit TIStrategi Bisnis

Audit TI [B]

Nama:Gede Indra Raditya Martha [1204505051]Dewa Putu Andre Sanjaya [1204505057]Suryadinatha [1204505069]Putu Pande Bagus Arjaya[1204505090]Made Angga Amerta[1204505093]

FAKULTAS TEKNIK TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS UDAYANA20151. Pendahuluan

Dalam melaksanakan strategi yang telah ditetapkan perusahaan, pengukuran kinerja beserta evaluasinya menjadi sangat penting. Kinerja perusahaan diukur dan dievaluasi untuk mengetahui apakah suatu strategi perusahaan telah dijalankan dengan baik atau tidak. Selain itu pengukuran kinerja juga memperlihatkan kontribusi para manajer terhadap perusahaan serta menjadi sumber informasi dalam mengevaluasi tindakan manajer. Sistem pengukuran kinerja yang selama ini dilaksanakan oleh banyak perusahaan adalah sistem pengukuran kinerja berdasarkan pendekatan tradisional yaitu memandang dan menilai kinerja dari sudut keuangan (Financial aspect) saja. Tetapi ternyata, lingkungan bisnis yang semakin kompetitif saat ini juga menuntut suatu pengukuran kinerja dari aspek non keuangan (non-financial aspect) perusahaan. Sistem pengukuran kinerja yang dirancang oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton, meliputi empat perspektif yaitu perspektif keuangan, pelanggan atau konsumen, proses bisnis internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Melalui empat perspektif dalam balanced scorecard manajemen mampu menafsirkan dampak trend perubahan lingkungan bisnis yang kompleks terhadap visi, misi dan strategi perusahaan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.2. Balance Scorecard

Balance Scorecard merupakan kerangka sistem pengukuran yang komprehensif yang meliputi aspek keuangan dan aspek non keuangan telah dirancang oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton dengan sebutan Balanced Scorcard. Balanced Scorecard mendidik manajemen dan organisasi untuk memandang perusahaan secara keseluruhan dari empat persepektif: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.Balanced scorecard terdiri dari dua kata yaitu kartu skor (scorecard) dan berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang / personel serta merencanakan skor yang akan dicapai di masa yang akan datang. Hasil perbandingan antara rencana yang ditetapkan dengan hasil sesungguhnya yang berhasil dicapai digunakan untuk melakukan evaluasi. Sedangkan kata berimbang menunjukkan bahwa kinerja personel tersebut diukur secara berimbang dari dua aspek baik keuangan dan non-keuangan, jangka panjang dan jangka pendek, intern dan ekstern. Berikut ini adalah beberapa definisi balanced scorecard. Atkinson, Banker, dan Young mendefinisikan balanced scorecard sebagai berikut: A measurement and management system that views a business units performance from four perspektif: financial, customers, internal business process and learning and growth. Sedangkan menurut Kaplan dan Norton [1996], balanced scorecard merupakan: A set of measures that gives top manager a fast but comprehensive view of the business, includes financial measures that tell the results of actions already taken, complement the financial measures with operational measures on customer satisfaction, internal processes, and the organizations innovation and improvement activities-operational measures that are the driver of future financial performance. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat dikatakan bahwa balanced scorecard merupakan suatu pengukuran kinerja dan sistem manajemen yang memandang perusahaan dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan untuk memperbaiki keputusan strategis dalam mencapai tujuan perusahaan serta memberikan pemahaman kepada manajer terhadap performance bisnis. Hubungan dari keempat perspektif tersebut dapat diilustrasikan pada gambar 1 pada Aspek pengukuran Balance Scorecard.2.1 Aspek-aspek Pengukuran Balanced Scorecard

Dalam pengukuran kinerja berdasarkan balanced scorecard terdapat 4 aspek yang penting yang meliputi perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

Gambar 1: Hubungan Keempat Perspektif Balanced Scorecard2.1.1 Perspektif Keuangan

Menurut Kaplan dan Norton (1996) balanced scorecard tetap mempertahankan ukuran finansial sebagai suatu ringkasan penting kinerja manajerial dan bisnis. Laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal/ ekuitas, serta laporan arus kas tetap memegang peranan penting dimana informasi yang disediakan bersifat kuantitatif sehingga dapat selalu mengingatkan manajer untuk mengadakan tindakan perbaikan di sektor-sektor yang penting. Sofyan S. Harahap [1999], menguraikan jenis-jenis laporan keuangan yang telah dikemukakan di atas, yaitu: 1. Neraca 2. Laporan Laba Rugi 3. Laporan Perubahan Modal 4. Laporan Arus Kas Analisa lebih lanjut terhadap data-data keuangan yang ada di laporan keuangan dapat berupa analisa rasio keuangan. Analisa rasio keuangan yang diambil dari pos-pos laporan keuangan tersebut dapat menjadi informasi yang menjelaskan atau memberi gambaran tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan yang kemudian dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja keuangan serta berbagai bahan pertimbangan dalam proses pengembalian keputusan. Berikut ini adalah jenis-jenis rasio yang dijelaskan oleh Brigham et.al1. Liquidity Rations

Rasio ini umumnya terdiri dari : a. Current Ratio Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang/ kewajiban lancar Rasio ini memperbandingkan jumlah aktiva lancar dengan kewajiban lancar. b. Quick, or Acid Test Ratio Rasio ini dihitung dengan mengurangkan persediaan dari aktiva lancar dan sisanya dibagi dengan kewajiban lancar. Persediaan merupakan unsur aktiva lancar yang paling tidak likuid dan sering menjadi kerugian bila terjadi likuidasi. Oleh karena itu persediaan tidak diperhitungkan.

2. Asset Management Ratios Yang termasuk dalam rasio ini adalah: a. Inventory Turnover Ratio Rasio ini memperbandingkan antara penjualan dan persediaan

b. Days Sales Qutstanding (DSO) Days Sales Qutstanding disebut juga penagihan rata-rata (average collection period), yang dihitung dengan rumus:

c. Fixed Asset Turnover Ratio Mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan alat-alat dan mesin pabriknya. Rasio ini dihitung dengan membagi penjualan dengan aktiva tetap bersihnya.

d. Total Assets Turnover Ratio Rasio ini mengukur perputaran seluruh aktiva perusahaan dan dihitung dari penjualan dibagi dengan jumlah aktiva.

3. Debt Management Ratio Yang termasuk dalam rasio ini adalah : a. Debt Ratio Rasio ini mengukur persentase total dana yang disediakan para kreditor, yaitu dengan membandingkan antara total hutang dengan total aset. b. Times Interest Earned (TIE) Ratio Rasio ini di hitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak (Earnings Before Interest and Taxes = EBIT) dengan beban bunga. Rasio ini mencerminkan sejauh mana laba perusahaan boleh menurun karena tidak mampu membayar beban bunga tahunan.

4. Profitability Ratio a. Profit Margin on Sales dihitung dengan membagi laba bersih setelah pajak (net income) dengan penjualan.

b. Return on Total Assets (ROA) Hasil pengembalian atas total aset ini mencerminkan efektivitasnya perusahaan dalam memanfaatkan seluruh sumber dayanya.

c. Basic Earning Power (BEP) Rasio ini menggambarkan kekuatan pendapatan terhadap assets perusahaan sebelum dipengaruhi oleh beban pajak dan bunga.

Dalam hal pengukuran kinerja berdasarkan balanced scorecard, tolok ukur utama serta tujuan keuangan di setiap tahap siklus kehidupan bisnis adalah berbeda. Tahapan siklus kehidupan ini oleh Kaplan dan Norton (1996) dibagi atas : 1. Growth (pertumbuhan). Growth adalah tahap awal dari siklus kehidupan perusahaan. Produk dan jasa perusahaan yang berada di tahap ini memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi. Agar potensi ini dapat dimanfaatkan dengan baik maka perusahaan harus melibatkan sumber daya yang cukup banyak untuk mengembangkan produk dan jasa tersebut. Selain itu, pembangunan dan perluasan fasilitas produksi juga dibutuhkan serta pentingnya membangun kemampuan operasi, menanamkan investasi dan mengembangkan sistem, infrastruktur, dan jaringan distribusi yang mendukung terciptanya hubungan global. Pembinaan dan pengembangan hubungan yang erat dengan pelanggan juga dilakukan pada tahap ini. 2. Sustain (bertahan). Sustain merupakan tahap kedua dari siklus kehidupan perusahaan. Sebagian besar perusahaan berada pada tahap ini, dimana unit bisnisnya melakukan investasi dan reinvestasi yang diharapkan dapat menghasilkan pengembalian modal yang cukup tinggi. Perusahaan pada tahap ini mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada bahkan mengusahakannya agar lebih berkembang dari tahun ke tahun. Investasi yang dilakukan lebih diarahkan untuk mengatasi berbagai kemacetan (bottleneck), mengembangkan kapasitas serta peningkatan aktivitas perbaikan yang berkelanjutan. Tujuan finansial pada tahap ini bertumpu pada ukuran finansial tradisional dengan tolok ukur seperti: tingkat pengembalian investasi (ROI = Return on Investment), return-on-capitalemployed (ROCE), dan economic value added (EVA). 3. Harvest (menuai). Pada tahap ini perusahaan mencapai kedewasaan dalam siklus hidupnya, dimana perusahaan benar-benar memanen hasil investasi yang dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya. Investasi yang besar sudah tidak dilakukan lagi dan pemaksimalan tingkat pengembalian investasi bukanlah menjadi sasaran perusahaan karena hal ini dapat mendorong para manajer untuk mencari dana investasi tambahan. Perusahaan justru memaksimalkan pengembalian kas atas investasi-investasi yang ditanamkan pada waktu yang lalu. Perusahaan juga melakukan penghematan bahkan pengurangan modal kerja serta pemeliharaan peralatan dan fasilitas. 2.1.2Perspektif PelangganPelanggan Pelanggan cenderung akan berpindah dan mencari produsen atau supplier lain jika kepuasannya tidak terpenuhi. Oleh karena itu kinerja yang baik dari perspektif ini sangat perlu di tingkatkan. Jika kinerjanya buruk, bukan tidak mungkin, perusahaan akan kehilangan pelanggan dimasa depan walaupun kinerja keuangan saat ini terlihat baik. Produk dan jasa yang bernilai tinggi bagi pelanggan harus diciptakan untuk mencapai kinerja jangka panjang yang baik. Ada dua kelompok pengukuran pelanggan yang dimiliki oleh perspektif ini yaitu customer core measurement dan customer value propositions. 1. Customer Core Measurement. Kelompok pengukuran ini terdiri dari komponen-komponen ukuran yaitu market share, customer retention, customer acquisition, customer satisfaction dan customer profitability. Kelima hal ini dapat dikelompokkan dalam suatu rantai hubungan sebab akibat seperti pada gambar 2 dibawah ini. a) Market share (pangsa pasar). Pengukuran ini menggambarkan proporsi bisnis yang dikuasai perusahaan di pasar tertentu baik dalam bentukjumlah pelanggan, jumlah penjualan maupun volume unit penjualan dan lain sebagainya. b) Customer Retention (retensi pelanggan). Pengukuran ini mencerminkan sampai dimana perusahaan dapat membina hubungan yang baik dan sejauh mana perusahaan mampu mempertahankan pelanggan. Loyalitas perusahaan juga diperhitungkan dalam pengukuran ini. c) Customer Acquistion (akuisisi pelanggan). Pengukuran ini menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menarik dan memenangkan pelanggan baru di segmen pasar yang ada. Hal ini dapat ditunjukkan oleh pengukuran terhadap banyaknya jumlah pelanggan baru atau jumlah penjualan kepada pelanggan baru. d) Customer Satisfaction (kepuasan pelanggan). Pengukuran ini menilai tingkat kepuasan pelanggan atas kriteria kinerja tertentu di dalam value proposition. Kepuasan pelanggan yang diukur ini memberikan umpan balik mengenai seberapa baik perusahaan menjalankan bisnisnya. e) Customer Profitability (profitabilities pelanggan). Pengukuran ini menghitung laba bersih yang diperoleh dari pelanggan atau segmen tertentu setelah dikurangi dengan berbagai pengeluaran yang dibutuhkan untuk mendukung pelanggan tersebut. Hal ini dapat memberikan yang baik bagi manajer mengenai efektifitas strategi segmen pasar perusahaan.

Gambar 2 The Customer Perspective Core Mesure2. Customer Value Propositon. Customer value proposition merupakan faktor pendorong bagi terciptanya loyalitas dan kepuasan pelanggan terhadap produk dan jasa perusahaan.Tiga hal dalam CVP yaitu waktu, mutu dan kualitas merupakan faktor pendorong dari kepuasan pelanggan. Customer value proposition memiliki tiga atribut yaitu : product / service attributes, customer relationship dan image and reputation. a) Product/ Service attributes (atribut produk/ jasa). Fungsionalitas produk jasa, harga, serta kualitas tercakup dalam atribut ini. Tiap pelanggan memiliki preferensi yang berbeda terhadap produk atau jasa yang diinginkannya. Contoh preferensi pelanggan terhadap produk/ jasa misalnya harga yang rendah, produk yang unik, produk yang bermutu tinggi, pengiriman yang tepat waktu dan sebagainya. b) Customer Relationship (Hubungan pelanggan). Menyangkut penyampaian produk/ jasa kepada pelanggan yang meliputi dimensi waktu tanggap dan penyerahan serta perasaan pelanggan setelah membeli produk/ jasa tersebut yang responsif dengan ketepatan waktu merupakan faktor penting bagi kepuasan pelanggan. c) Image and reputation (citra dan reputasi). Image dan reputasi perusahaan dapat dibangun melalui iklan atas produk/ jasa yang ditawarkan serta menyediakan mutu yang baik atas produk / jasa tersebut. Image and reputation menggambarkan faktor-faktor tak terwujud yang menarik pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan.2.1.3Perspektif Proses Bisnis Internal

Perspektif ini memiliki tujuan dan ukuran yang diterjemahkan dari strategi dan ditujukan untuk memenuhi harapan para pemegang saham serta pelanggan. Tujuan dan ukuran ini umumnya dikembangkan setelah tujuan dan ukuran dalam perspektif keuangan dan pelanggan dirumuskan. Dalam hal ini manajemen mengidentifikasi proses bisnis internal yang kritis yang bisa diandalkan oleh perusahaan. Seberapa baik perusahaan telah menjalankan bisnisnya serta apakah produk dan jasa yang ditawarkan telah sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat dilihat dari scorecard yang dibuat, dalam perspektif ini. Oleh karena itu, pendesainan perspektif ini penting dilakukan oleh mereka yang mengetahui secara mendalam atas misi perusahaan dan bukan dari konsultan dari luar. Perusahaan menciptakan nilai pada pelanggan melalui rangkaian proses tertentu, yang terbagi atas proses inovasi, operasi, dan layanan purna jual. 1. Proses Inovasi Proses ini terbagi atas dua bagian penting mengenai pemahaman tentang kebutuhan pelanggan dan penciptaan produk/ jasa yang dibutuhkan tersebut. Pertama, penelitian tentang pasar yang meliputi ukuran pasar, preferensi pelanggan yaitu segala hal yang berhubungan dengan produk jasa dan jasa yang dibutuhkan pelanggan diidentifikasi oleh para manajer. Hal ini umumnya dilakukan melalui survei. Setelah itu barulah dilakukan penciptaan produk/ jasa yang sesuai dengan hasil riset tersebut. Proses ini biasanya dilakukan oleh bagian R & D (Riset and Development) dalam perusahaan. 2. Proses Operasi Proses ini merupakan proses dalam membuat produk/ jasa yang kemudian disampaikan oleh pelanggan. Proses yang dimulai dari penerimaan pesanan pelanggan, pembuatan produk dan melaksanakan jasa serta diakhiri dengan penyampaian produk/ jasa tersebut, menekankan pada efisiensi dan ketepatan waktu kegiatan operasi yang sempurna dan pengurangan biaya dalam menghasilkan produk/ jasa merupakan tujuan yang penting dalam proses ini. Pengukuran kinerja produk/ jasa merupakan tujuan yang penting dalam proses ini. Pengukuran kinerja dalam proses ini meliputi pengukuran dalam hal waktu, mutu dan biaya. a) Waktu Mulai dari saat melakukan pesanan sampai dengan produk/jasa diterima, pelanggan sangat mengharapkan tenggang waktu (lead times) yang singkat. Alat ukur yang umum digunakan oleh banyak perusahaan, dalam hal ini, disebut Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE).

Waktu pemeriksaan, pemindahan, menunggu dan waktu penyimpanan sebenarnya merupakan waktu yang tidak memiliki nilai tambah jika rasio MCE semakin mendekati I, maka waktu selain waktu pengolahan telah berkurang sehingga waktu tanggap terhadap pesanan pelanggan akan meningkat. Rasio ini dapat juga digunakan oleh perusahaan jasa walaupun mungkin dalam komponen yang berbeda, karena tiap pelanggan umumnya tidak memiliki toleransi yang lama terhadap tenggang waktu yang cukup panjang. b) Mutu Program peningkatan mutu yang umum dilakukan setiap perusahaan sangat memerlukan suatu pengukuran seperti persentase produk cacat, reworks, jumlah pengembalian barang dan seterusnya. Selain itu, untuk meningkatkan mutu, pengukuran juga harus dilaksanakan disetiap tahapan sebelum suatu produk berhasil dibuat atau suatu jasa selesai dilaksanakan. c) Biaya Biaya memegang peranan penting dalam setiap segmen dalam perusahaan termasuk dalam hal proses operasi. Penekanan biaya tanpa harus menurunkan kualitas produk atau jasa, sangat penting dilakukan oleh para manajer sesuai dengan strategi dan tujuan perusahaan.

3. Proses Layanan Purna Jual Pelayanan kepada pelanggan setelah penjualan produk/ jasa dilakukan dalam proses ini. Layanan ini dapat berupa aktivitas perbaikan dan penggantian produk yang rusak, penanganan garansi serta proses penagihan dan pembayran pelanggan. Kinerja dalam proses ini dapat dinilai dengan ukuran waktu, biaya dan kualitas. Dalam hal waktu, misalnya perusahaan dapat mengukur lamanya siklus penanganan keluhan pelanggan. Dalam hal biaya, perusahaan dapat mengukur penggunaan sumber daya yang digunakan dalam layanan purna jual sedangkan dalam hal kualitas, persentase jumlah produk yang dikembalikan dan banyaknya jumlah keluhan pelanggan, dapat menjadi ukuran yang tepat. 2.1.4Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Pengetahuan, kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh manajer dan karyawan merupakan intangible resource/ assets perusahaan. Harta perusahaan ini tidak bisa dinilai dengan uang, tetapi merupakan faktor pendorong yang penting dalam mencapai kinerja keuangan yang mengagumkan, kinerja dalam proses bisnis internal yang baik serta kinerja yang memuaskan dalam perspektif pelanggan perusahaan. Dengan kata lain tujuan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur (para pekerja, sistem dan prosedur) sebagai pendorong yang memungkinkan tujuan dan kinerja yang istimewa dalam tiga perspektif sebelumnya dapat tercapai. Tolok ukur yang digunakan dalam perspektif ini adalah : employee capabilities, information systems capabilities, serta motivation, empoverment, and aligment. Berikut ini adalah penjelasan dari ketiga tolok ukur tersebut : 1. Employee Capabilities (kapabilitas pekerja) Ada tiga tolok ukur utama yang berhubungan dengan tujuan pekerja didalam perusahaan. Pengukuran tersebut terdiri dari kepuasan pekerja, retensipekerja, serta produktivitas pekerja dimana hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kompetensi staff, insfrastruktur teknologi dan iklim untuk bertindak. a. Kepuasan Pekerja Mengukur kepuasan pekerja sangat penting dilakukan oleh perusahaan. Meningkatnya produktivitas, daya tanggap, mutu dan pelayanan pelanggan yang baik dapat melalui kontribusi pekerja yang terpuaskan oleh perusahaan. Survei, wawancara pekerja, atau pengamatan langsung pada saat bekerja merupakan cara untuk mengukur pekerja. b. Retensi Pekerja Dalam hal ini perusahaan harus menciptakan loyalitas bagi para pekerjaanya. Persentase keluarnya pekerja yang memegang jabatan kunci merupakan tolok ukur umum untuk retensi pekerjaan. c. Produktivitas Pekerja Produktivitas pekerja merupakan suatu ukuran hasil, dampak keseluruhan usaha peningkatan moral dan keahlian pekerja, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Dalam hal ini, keluaran yang dihasilkan oleh para pekerja diperbandingkan dengan jumlah pekerja yang dikerahkan untuk menghasilkan keluaran tersebut. income per employee dapat menjadi salah satu tolok ukur yang digunakan. 2. Information System Capabilities (Kapabilitas sistem informasi) Lingkungan bisnis yang kompetitif dewasa ini menuntut perusahaan untuk menyediakan system informasi yang memadai. Tingkatkan manajemen dan pekerja membutuhkan informasi baik yang berhubungan dengan finansial, proses internal, distribusi informasi, pelanggan dan sebagainya. Pemenuhan akan kebutuhan ini akan sangat mendukung tercapainya tujuan perusahaan. 3. Motivation, Empowerment and Aligment (motivasi, pemberdayaan dan keselarasan) Tiap pekerja memiliki tujuan masing-msing dalam bekerja sedangkan organisasi juga memiliki tujuan tertentu. Masalahnya adalah bagaimana perusahaan dapat menyelaraskan tujuan pribadi pekerja dengan tujuan perusahaan ( good congruance).Sumber:

Robert S. Kaplan, David P. Norton, The Balanced Scorecard : Translating Strategy Into Action, 1996, Kaplan, Norton, The Balanced Scorecard: Translating Strategy Into Action, 1996 Himawan, Ferdinandus Agung, Balanced Scorecard sebagai Alat Pengukuran Kinerja Manajemen (STUDI KASUS PT. MAKRO INDONESIA CABANG PASAR REBO, JAKARTA) , 2005