Strain
-
Upload
zam-azwar-annas -
Category
Documents
-
view
84 -
download
3
Transcript of Strain
BAB I
LANDASAN TEORI
1.1 Pengertian
Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlebihan, peregangan
berlebihan (Smeltzer Suzame, KMB Brunner dan Suddarth).
Strain adalah robekan mikroskopis tidak komplit dengan perdarahan
kedalam jaringan (Smeltzer Suzame, KMB Brunner dan Suddarth).
1.2 Anatomi Fisiologi
1.2.1 Otot
Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk
berkontraksi. Terdapat lebih dari 600 buah otot pada tubuh manusia.
Sebagian besar otot-otot tersebut dilekatkan pada tulang-tulang
kerangka tubuh oleh tendon, dan sebagian kecil ada yang melekat di
bawah permukaan kulit.
Fungsi sistem muskuler/otot:
A. Pergerakan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot
tersebut melekat dan bergerak dalam bagian organ internal tubuh.
B. Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang
rangka dan mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi
berdiri atau saat duduk terhadap gaya gravitasi.
C. Produksi panas. Kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan
panas untuk mepertahankan suhu tubuh normal.
1.2.2 Tendon
Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat
fleksibel, yang terbuat dari fibrous protein (kolagen). Tendon
berfungsi melekatkan tulang dengan otot atau otot dengan otot.
1.3 Etiologi
1.3.1 Pada strain akut :
Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak
1.3.2 Pada strain kronis :
Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan yang
berlebihan/tekanan berulang-ulang,menghasilkan tendonitis (peradangan
pada tendon).
1.4 Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung
(impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot
tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi
kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci
paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas
otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan
membengkak.
Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa nyeri, spasme otot,
kehilangan kekuatan, dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Strain kronis adalah
cidera yang terjadi secara berkala oleh karena penggunaan berlebihan atau
tekakan berulang-ulang, menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon).
Sebagai contoh, pemain tenis bisa mendapatkan tendonitis pada bahunya
sebagai hasil tekanan yang terus-menerus dari servis yang berulang-ulang.
1.5 Web Of Caution/Pathway
Penggunan berlebihan, tekanan yang berulang, peregangan yang berlebihan
↓
Cedera otot →
↓
Spasme otot
↓
Nyeri Akut
↓ ↓
↓ pengetahuan ↓
↓
↓
Gerakan minimal Hospitalisasi← →
Keterbatasan mobilitas fisik
Anxietas
Resti infeksi
Perubahan jaringan sekitar
Laserasi kulit
1.6 Klasifikasi
1.6.1 Derajat I/Mild Strain (ringan)
Yaitu adanya cidera akibat penggunaan yang berlebihan pada
penguluran unit muskulotendinous yang ringan berupa
stretching/kerobekan ringan pada otot/ligament.
1.6.2 Derajat II/Medorate Strain (ringan)
Yaitu adanya cidera pada unit muskulotendinous akibat
kontraksi/pengukur yang berlebihan.
1.6.3 Derajat III/Strain Severe (berat)
Yaitu adanya tekanan/penguluran mendadak yang cukup berat. Berupa
robekan penuh pada otot dan ligament yang menghasilkan
ketidakstabilan sendi.
1.7 Tanda dan Gejala
1.7.1 Strain ringan ditandai dengan kontraksi otot terhambat karena nyeri dan
teraba pada bagian otot yang mengaku.
1.7.2 Strain total didiagnosa sebagai otot tidak bisa berkontraksi dan terbentuk
benjolan
1.7.3 Nyeri yang tajam dan mendadak pada daerah otot tertentu. pada cidera
strain rasa sakit adalah nyeri yang menusuk pada saat terjadi cedera,
terlebih jika otot berkontraksi.
1.7.4 Nyeri menyebar keluar dengan kejang atau kaku otot.
1.7.5 Cidera strain membuat daerah sekitar cedera memar dan membengkak.
Setelah 24 jam, pada bagian memar terjadi perubahan warna, ada tanda-
tanda perdarahan pada otot yang sobek, dan otot mengalami kekejangan.
1.8 Penanganan
Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 – 72 jam sedangkan mati rasa
biasanya menghilang dalam 1 jam. Perdarahan biasanya berlangsung selama 30
menit atau lebih kecuali jika diterapkan tekanan atau dingin untuk
menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang kram akan memperoleh
kembali fungsinya secara penuh setelah diberikan perawatan konservatif.
Penangan pada strain biasanya dilakukan sperti berikut :
1.8.1 Letakkan penderita dalam posisi yang nyaman, istirahatkan bagian
yang cedera. Segera berhenti melakukan segala aktivitas, pepatah “no
pain no gain” yang dianut beberapa olahragawan tidak dapat
dibenarkan dalam kasus ini. Aktivitas yang berlebih pada bagian tubuh
yg terkena akan memicu terjadinya komplikasi lebih lanjut.
1.8.2 Tinggikan daerah yang cedera. Tujuannya untuk mengurangi
pembengkakan yang berlebihan.
1.8.3 Beri kompres dingin, selama 30 menit, ulangi setiap jam bila perlu.
Saat cedera baru berlangsung, akan terjadi robekan pembuluh darah
yang berakibat keluarnya “isi” pembuluh darah tersebut ke jaringan
sekitar nya sehingga bengkak, pembuluh darah sekitar tempat cedera
juga akan melebar (dilatasi) sebagai respon peradangan. Pemberian
kompres dingin/es akan “menyempitkan” pembuluh darah yg melebar
sehingga mengurangi bengkak. Kompres dingin bisa dilakukan 1-2
kali sehari, jangan lebih dari 20 menit karena justru kan mengganggu
sirkulasi darah.
Sebaliknya, saat cedera sudah kronik, tanda2 peradangan seperti
bengkak, warna merah, nyeri hebat sudah hilang, maka prinsip
pemberian kompres hangat bisa dilakukan
1.8.4 Balut tekan (pressure bandage) dan tetap tinggikan.
Kompres/penekanan pada bagian cedera, bisa dilakukan dengan
perban/dibalut. Jangan terlalu erat, tujuannya untuk mengurangi
pembengkakan dan dalam penekanan tetap ditinggikan. Tekanlah pada
daerah cedera sampai nyeri hilang (biasanya 7 sampai 10 hari untuk
cedera ringan dan 3 sampai 5 minggu untuk cedera berat.
1.8.5 Tinggikan daerah yang cedera. Tujuannya untuk mengurangi
pembengkakan yang berlebihan.
1.8.6 Jika dibutuhkan, gunakan tongkat penopang ketika berjalan.
Bila ragu rawat sebagai patah tulang lakukan foto rontgen dan rujuk ke
fasilitas kesehatan. Dan hindari HARM, yaitu
A. H : Heat, pemberian panas justru akan meningkatkan perdarahan
B. A :Alkohol, akan meningkatkan pembengkakan
C. R : Running, atau exercise terlalu dini akan memburuk cidera
D. M : Massage, tidak boleh diberikan pada masa akut karena akan
merusak jaringan.
1.9 Penatalaksanaan
1.9.1 Istirahat
Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat penyembuhan
1.9.2 Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan mengontrol
pembengkakan.
1.9.3 Kemotherapi
Dengan analgetik seperti Aspirin (300 – 600 mg/hari) atau
Acetaminofen (300 – 600 mg/hari).
1.9.4 Elektromekanis.
1.9.5 Pemberian kompres dingin
Kompres dingin basah atau kering dengan diberikan secara
intermioten 20-48 jam pertama yang akan mengurangi perdarahan
edema dan ketidaknyamanan.
A. Pembalutan atau wrapping eksternal.
Dengan pembalutan atau pengendongan bagian yang sakit.
B. Posisi ditinggikan atau diangkat.
Dengan ditinggikan jika yang sakit adalah ekstremitas.
C. Latihan ROM.
Latihan pelan-pelan dan penggunaan semampunya sesudah 48 jam.
Penyangga beban. Semampunya dilakukan penggunaan secara
penuh.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN DENGAN GANGGUAN
SISTEM MUSKULUSKELETAL “STRAIN”
2.1 Pengkajian
2.1.1 Triage
Gambaran triage pada kasus strain biasanya ditemukan sebagai
berikut:
A. Merah, P2 (Merah : Prioritas Pertama : Gangguan ABC, Prioritas
2 atau Urgent : Pasien dengan penyakit yang akut, Mungkin
membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki, Waktu tunggu 30
menit, Area Critical care).
B. Kuning, P2 (Kuning : Prioritas Sedang : Tanpa gangguan ABC
tapi bisa memburuk perlahan, Prioritas 2 atau Urgent : Pasien
dengan penyakit yang akut, Mungkin membutuhkan trolley, kursi
roda atau jalan kaki, Waktu tunggu 30 menit, Area Critical care).
2.1.2 Pengkajian Primer
A. Airway
Ada atau tidanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
B. Breathing
1. Look :Kesimetrisan bising nafas kanan dan kiri
dan mungkin juga dijumpai sianosis,
penggunaan otot bantu pernapasan,
Respirasi :
a. Dewasa : 12-20 kali/menit
b. Anak : 15-30 kali/menit
c. Bayi baru lahir : 30-50 kali/menit
Pada orang dewasa, abnormal bila pernapasan
>30 kali/menit atau <10 kali/menit.
2. Listen : suara nafas tambahan seperti
ronchi dan wheezing
3. Feel : adanya hembusan nafas
4. Palpasi : rate, ritme dan bentuk
pernapasan, juga diperiksa peranjakan paru
apakah simetris atau tidak dan dilihat adanya
tanda apnea.
5. Perkusi : pada daerah paru selalu sonor,
pada daerah jantung menjadi pekak dan di atas
lambung menjadi tympani, juga perkusi harus
simetris kanan dan kiri.
6. Aukskultasi : bising napas vesikuler tanpa
ronkhi, tempat pemeriksaan dibawah klavikula
dan pada garis aksilaris anterior, bising napas
harus simetris kanan dan kiri.
C. Circulation
TD dapat normal atau meningkat, takikardi, brakikardia, bunyi
jantung normal pada tahap dini, kulit dan membran mukosa pucat,
dingin, sianosis pada tahap lanjut, mungkin juga adanya gejala
syok dan henti jantung, denyut nadi, CRT.
D. Disability
Pemeriksaan neurologist secara cepat dapat dilakukan dengan
metode AVPU (Allert, Voice respons, Pain respons dan
Uniresponsive).
Pemeriksaan dengan CGS secara periodic dapat dilakukan untuk
hasil yang lebih detail pada survey secunder. Bila hipoksia dan
hipovolemia pada penderita dengan gangguan kesadaran dapat
disingkirkan, pikirkan adanya kerusakan CNS sampai terbukti lain.
E. Environment/exposure
Pemeriksaan seluruh bagian tubuh harus dilakukan disertai
tindakan untuk mencegah hipotermia. Pemasangan bidai atau
vacuum matras untuk menghentikan perdarahan dapat juga
dilakukan pada fase ini.
Pemeriksaan penunjang pada umumnya tidak dilakukan pada
survey primer. Yang dapat dilakukan pada survey primer adalah ;
pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oksimetri, foto
cervical, foto thoraks dan foto polos abdomen. Tindakan lainnya
yang dapat dilakukan pada survey primer adalah pemasangan
monitor EKG, kateter dan NGT. Pemeriksaan dikerjakan tanpa
menunda / menghentikan proses survey primer.
2.1.3 Pengkajian Sekunder
Prinsip pada pemeriksaan sekunder adalah memeriksa ulang tubuh
dengan lebih teliti mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki (head to
toe), baik pada tubuh bagian depan maupun belakang.
Dimulai dengan anamnesa singkat yang meliputi SAMPLE :
A. Sing & syptomp :
Nyeri, kelemahan, mati rasa, edema, perdarahan, perubahan
mobilitas / ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan
tendon.
B. Allergy :
Berkaitan dengan ada atau tidaknya riwayat alergi obat-obatan.
C. Medication :
Berkaitan dengan ada atau tidaknya riwayat penggunaan obat-
obatan (anti hipertensi, antibiotik).
D. Past medical history :
Berkaitan dengan ada atau tidaknya riwayat gangguan
kardiovaskuler, pernafasan, dsb.
E. Last meal :
Makan terakhir yang dilakukan oleh klien.
F. Even lead to injury :
Gambaran tentang bagaimana awal terjadinya strain hingga klien
sampai ke rumah sakit dan diperiksa oleh tenaga kesehatan.
2.1.4 Focus Assement
A. P (penyebab) : faktor yang menyebabkan nyeri itu datang.
1. Apa penyebab nyeri
2. Faktor yang meringankan nyeri
3. Faktor yang memperlambat nyeri
4. Obat_obatan yang diminum
B. Q (Quality) : menggambarkan nyeri yang dirasakan, klien
mendiskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya
sendiri. Perawat boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien
tidak mampu menggambarkan nyeri yang dirasakan. Bagaimana
rasa nyerinya : terbakar, ditusuk-tusuk, di gigit, di iris-iris, di
pukul-pukul dan lain-lain.
C. R(region/tempat) : meminta klien untuk menunjukkan dimana
nyeri terasa, menetap atau terasa pada menyebar.
1. Lokasi nyeri
2. Penyebaran nyeri
3. Penyebaran ini apakah sama intensitasnya dengan lokasi
sebenarnya.
D. S (skala) : untuk mengukur tingkat nyeri klien di suruh untuk
menunjukan tingkat nyeri tersebut dengan menggunakan skala
nyeri yang di beri oleh perawat.
1. Berapa berkurang skala nyeri
2. Apakah nyeri mengganggu aktivitasnya : gangguan motorik,
gangguan kesadaran.
3. Apakah nyeri semakin bertambah atau
E. T (Time/waktu) : kapan nyeri itu tersa atau datag dan lama nyeri
tersebut.
1. Kapan terasa nyari : pagi, siang, sore, malam.
2. Berapa kali serangannya dalam sehari.
3. Serangan tiba-tiba atau perlahan-lahan.
2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.1 Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyakan pada otot,
ligament atau tendon ditandai dengan kelemahan, mati rasa,
perdarahan, edema.
2.2.2 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidakmampuan
untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.
2.2.3 Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
2.2.4 Anxietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, kurang
pengetahuan.
2.2.5 Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit.
2.3 Rencana Keperawatan
2.3.1 Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyakan pada otot,
ligament atau tendon ditandai dengan kelemahan, mati rasa,
perdarahan, edema.
Tujuan : Setelah diberikan perawatan nyeri dapat berkurang dan
akhirnya hilang.
Kriteria :
A. klien tidak mengeluh sakit
B. tidak nampak meringis
C. skala nyeri berkurang
Intervensi:
A. Kaji lokasi, kualita dan intensitas nyeri
R/ Hasil kajian dapat membantu penentuan perawatan dan terapi
pengobatan.
B. Pantau TTV
R/ Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh nyeri terhadap sistem
tubuh lain
C. Anjurkan klien untuk mengatur posisi tubuhnya agar daerah luka
tidak tertekan.
R/ Untuk melancarkan vaskularisasi
D. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksimpada klien dan keluarga.
R/ Tehnik napas dalam dapat meminimalisir nyeri yang dirasakan
dengan terpenuhinya kebutuhan O2 jaringan.
E. Anjurkan dan dukung untuk menciptakan suasana yang nyaman.
R/ keadaan lingkungak berpengaruh pada sensitifitas sensasi
seseorang.
F. Kolaborasi pemberian obat penghilangnyeri dan antibiotik untuk
mencegah penyebab luka lebih lanjut.
2.3.2 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidakmampuan
untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.
A. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio,
koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
R/ Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol diri/harga
diri, membantu menurunkan isolasi sosial.
B. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai keadaan klien
R/ Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal,
mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi,
mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium
karena imobilisasi.
C. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai
indikasi.
R/ Mempertahankan posis fungsional ekstremitas.
D. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai
keadaan klien.
R/ Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai
kondisi keterbatasan klien.
E. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.
R/ Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan
(dekubitus, atelektasis, penumonia)
F. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.
R/ Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi
urinarius dan konstipasi.
G. Berikan diet TKTP.
R/ Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.
H. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.
R/ Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program
aktivitas fisik secara individual
I. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.
R/ Menilai perkembangan masalah klien.
2.3.3 Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
Kriteria Hasil:
A. Tidak ada tanda tanda dan gejala infeksi (rucatudolof).
B. Higien klien adekuat
C. Status gastrointestinal, pernapasan, genitourinaria, dan imun dalam
batas normal.
D. TTV dalam batas normal.
Intervensi:
A. Kaji TTV dan tanda-tanda serta gejala infeksi
R/ Mendeteksi dini infeksi pada pasien yang beresiko.
B. Pertahankan tehnik aseptik pada klien dengan penggunaan
antiseptik dan cucitangan sebelum dan sesudah tindakan.
R/ Mencegah infeksi silang dan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme penyebab infeksi.
C. Anjurkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan klien.
R/ Mencegah infeksi silang, apalagi keluarga klien mempunyai
intensitas serta frekwensi yang lebih banyak beada dekat dan
berhubungan dengan klien.
D. Anjurkan dan motivasi klien untuk mengingkatkan asupan
makanan yang bergizi
R/ Terpenihunya kebutuhan gizi akan menigkatkan status imunitas
tubuh.
E. Pantau hasil laboratorium (DPL, Hitung granulosit absolut, protein
serum, albumin, dan hasil-hasil yang berbeda).
R/ Segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi.
F. Kolaborasi pemberian antibiotik
R/ Adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang diberikan
dapat mengatasi organisme penyebab infeksi.
2.3.4 Anxietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, kurang
pengetahuan.
Tujuan: Cemas berkurang
Kriteria Hasil:
A. Kontrol agresi (tidak menunjukan perilaku agresif)
B. Kontrol cemas (klien mampu mengidentifikasi gejala yang
merupakan indikator kecemasan klien, melaporkan tidak ada
gangguan persepsi sensori, tidak ada manifestasi perilaku akibat
kecemasan, tidak adamanifestasi kecemasan secara fisik).
C. Koping efektif (klien mengkomunikasikan kebutuhan dna perasaan
negatif secara tepat.)
D. Keterampilan interaksi sosial efektif
Intervensi:
A. Kaji dan dokumentasi tingkat kecemasan klien setiap harinya.
R/ Mengetahui perkembangan kecemasan klien membantu dalam
menetapkan intervensi dan indakan siaga.
B. Gunakan komunikasi terapeutik, dengan menyesuaikan dengan
kondisi serta situasi klien.
R/ Penggunaan kata-kata yang tidak tepat dapat menyakiti klien
dan menghilangkan atau mengurangi rasa keperayaan klien
terhadap perawat.
C. Identifikasi kemampuan klien untuk mengurangi kecemasan
dimasa lalu.
R/ Memperkirakan sejauh apa ketergantungan klien dan koping
yang dimiliki.
D. Beri dorongan pada klien untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaan dan ijinkan klien untuk menangis.
R/ Mengeksternalisasikan kecemasan.
E. Sediakan informasi faktual menyangkut diagnosis, perawatan dan
prognosis
R/ Pengetahuan yang cukup dan benar mengenai kondisi klien
akan mengurangi kecemasan klien terhadpa ketidakpastian
kondisinya.
F. Ajarkan tehnik relaksasi, dan jelaskan semua prosedur, termasuk
sensasi yang biasanya dirasakan, dan anjurkan klien untuk
menggunakan tehnik relaksasi.
R/ Tehnik relaksasi dapat memberi perasaan nyaman dengan
menstimulasi sekresi endorpin.
G. Bantu klien untuk memfokuskan pada situasi saat ini
R/ Sebagai alat untuk mengidentifikasikasi mekanisme koping
yang dibutuhkan untuk mengurangi ansietas.
H. Yakinkan klien kembali dengan menyentuh, saling memberi
empatik secara verbal maupun non-verbal.
R/ Kepercayaan klien dapat mempermudah pemberin intervensi.
I. Kurangi rangsangan yang berlebihan dengan menyediakan
lingkungan yang tenang, kontak yang terbatas dengan orang lain.
R/ Suasana tenang akan memberikan perasaan nyaman
2.3.5 Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan: Menunjukan pengetahuan, ditandai dengan
Kriteria Hasil:klien dan keluarga mengetahui mengenai
A. Strain
B. Penyebab
C. Tanda dan gejala
D. Komplikasi
E. Penanganan (misal: peembedahan, kemoterapi, dll) dan kondisi2
yang biasanya muncul pada setiap pemberian penaganan
Intervensi:
A. Tentukan kebutuhan pengajaran klien dengan melakukan
penilaian tingkat pengetahuan klien dan pemahamannya.
R/ Untuk mengetahui kenbutuhan klien akan informasi/bahan
pembelajaran.
B. Tentukan kemampuan klien untuk mempelajari informasi khusus
(misalnya: tingkat perkembangan, status psikologis, orientasi,
nyeri, keletihan, keadaan emosional, dan adaptasi terhadap sakit).
R/ Untuk menentukan tehnik pemberian bahan ajaran.
C. Bantu klien untuk memahami dan mengetahui secara mental
mengenai pembedahan serta periode pemulihan pascaoperasi.
R/ Mengurangi kecemasan.
D. Berikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman klien
R/ Ketidaksesuaian antara tingkat pemahaman dengan tehnik
pembelajaran akan menghambat transformasi ilmu.
E. Ulangi informasi jika dibutuhkan.
R/ Peningkatan intensitas pemaparan bahan ajaran akan
membantu kemampuan mengingat.
F. Gunakan alat bantu pembelajarran jika diperlukan (Misalnya:
leafflet, alat peraga, video, dll)
R/ Membantu pemahaman dan proses mengingat
G. Berinteraksi kepada klien dengan cara tidak menghakimi untuk
memfasilitasi pengajaran.
R/ Sikap menggurui dapat mengundang ketersinggungan dan/atau
rendah diri pada klien, sehingga akan menghambat proses belajar.
H. Kaji feed back klien dan keluarga.
R/ Mengetahui sejauh mana penerimaan klien terhadap informasi
yang telah diberikan.
2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakaukan sesuai dengan intervensi tiap-tiap masalah,
dengan memperhatikan respon hasil serta waktu yang ditetapkan.
2.5 Evaluasi
Hal hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan
berfokus pada criteria hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan
pedoman pembuatan SOAP, atau SOAPIE pada masalah yang tidak
terselesaikan atau teratasi sebagian.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner & Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.
Wilkinson, judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC : Jakarta
Santosa, Budi. 2005. Panduan Dignosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Prima
Medika : Jakarta
Nurachman, Elly. 1989. Buku Saku Prosedur Keperawatan Medical Bedah. Penerbit :
EGC, Jakarta.
Idris, Adril. 2010. Askep. www.amrilidris.blogspot.com. 28 Maret 2011 pukul 21.35
WITA.
Ariefboy. 2008. Cedera Strain.www.ariefboy.multiply.com. 28 Maret pukul 21.42
WITA