Stop Diskriminasi Buruh Perempuan

8
Stop Diskriminasi Buruh Perempuan Penulis: Putu Ayu Bertyna Lova 12:20 WIB | Rabu, 01 Mei 2013 JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Diskriminasi terhadap buruh perempuan, mestinya menjadi isu utama yang diangkat untuk memperingati hari buruh yang jatuh pada Rabu (1/5). Karena paradigma yang dialami oleh sebagian besar buruh perempuan Indonesia, seringkali menempatkan buruh perempuan sebagai korban. Banyak perusahaan atau pengusaha lebih memilih untuk mempekerjakan buruh perempuan dibandingkan dengan buruh laki- laki. Alasannya, karena buruh perempuan lebih rajin, enggan terlibat dalam serikat pekerja, dan cenderung patuh kepada majikan. Padahal dalam pelaksanaannya, mayoritas pekerja perempuan yang dipekerjakan dengan perjanjian outsourching atau

description

kasus etbis

Transcript of Stop Diskriminasi Buruh Perempuan

Stop Diskriminasi Buruh Perempuan

Penulis: Putu Ayu Bertyna Lova

12:20 WIB | Rabu, 01 Mei 2013

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM Diskriminasi terhadap buruh perempuan, mestinya menjadi isu utama yang diangkat untuk memperingati hari buruh yang jatuh pada Rabu (1/5). Karena paradigma yang dialami oleh sebagian besar buruh perempuan Indonesia, seringkali menempatkan buruh perempuan sebagai korban.

Banyak perusahaan atau pengusaha lebih memilih untuk mempekerjakan buruh perempuan dibandingkan dengan buruh laki-laki. Alasannya, karena buruh perempuan lebih rajin, enggan terlibat dalam serikat pekerja, dan cenderung patuh kepada majikan. Padahal dalam pelaksanaannya, mayoritas pekerja perempuan yang dipekerjakan dengan perjanjian outsourching atau pekerja temporer, lebih mudah terkena PHK. Hal ini bisa terjadi tanpa alasan yang jelas, bisa karena pekerja tersebut hamil atau terlibat dalam serikat pekerja.

Sejumlah kasus yang terjadi pada pekerja perempuan, dapat terjadi karena pengusaha atau majikan tidak memberikan perlindungan. Sedangkan pemerintah yang semestinya membela hak-hak pekerja perempuan, mengabaikan sejumlah kasus yang terjadi. Pemerintah tidak menindak perusahaan atau pengusaha yang telah melakukan diskriminasi dan kekerasan terhadap pekerja perempuan.

Berbagai kebijakan diskriminatif juga masih dialami oleh pekerja perempuan. Untuk jurnalis perempuan, masih banyak yang belum mendapatkan hak dan asuransi, seperti pekerja laki-laki. Jurnalis perempuan yang bekerja di televisi, kebanyakan hanya dinilai dari daya tarik fisik, tanpa melihat kemampuannya. Di kasus lain, minimnya jumlah pekerja perempuan yang menempati posisi sebagai pengambil keputusan dalam suatu perusahaan atau organisasi, juga merupakan tindakan diskriminatif.

Padahal Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Tentang Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan (CEDAW) telah menetapkan, bahwa pekerja perempuan dan laki-laki memiliki tanggungjawab yang sama dalam rumah tangga.

Upaya pemerintah menghapuskan diskriminasi pekerjaan terhadap perempuan

CEDAW (Convention of Ellimination of All Forms of Discrimination Against Women) adalah suatu bentuk perjanjian internasional tentang perempuan yang paling komprehensif dalam upaya penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Konvensi produk majelis umum PBB tahun1979 ini telah diratifikasi oleh lebih dari 177 negara. Indonesia telah meratifikasinya sejak tahun 1984 melalui Undang-undang No.7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.Konvensi CEDAW memiliki arti penting karena merupakan suatu instrumen hukum internasional pertama yang menetapkan arti diskriminasi terhadap perempuan sebagai Segala pembedaan, pengesampingan, atau pembatasan apapun yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang mempunyai mempunyai pengaruh atau menghapuskan pengakuan, penikmatan, atau penggunaan Hak-hak Asasi Manusia dan kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau bidang apapun lainnya oleh kaum dan kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau bidang apapun lainnya oleh kaum perempuan, terlepas dari apapun status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan (CEDAW pasal (1)).

Peran utama pemerintah adalah membuat peraturan-peraturan yang mengatur penghapusan diskriminasi terhadap pekerja wanita tersebut. Seperti pasal 5 dan 6 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 yang mengatakan bahwa dalam dunia kerja tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Pasal 81 Undang-undang No. 13 tahun 2003 yang mengatakan bahwa pekerja wanita dalam masa haid terdapat dysmenorrhoea dan memberitahu pada perusahaan tidak wajib bekerja pada hari 1 dan 2 dalam masa haid.Selain itu pemerintah dapat meminimilisasikan deskriminasi itu dengan cara :1. Melakukan pembinaan terhadap Tenaga Kerja Wanita.2. Penempatan dan pekerjaan yang tepat bagi Tenaga Kerja Wanita.3. Perlindungan bagi Tenaga Kerja Wanita dan penyediaan fasilitas yang diperlukan.4. Mengembangkan motivasi khusus kewanitaan.5. Mendukung program Keluarga Berencana.Undang-undang dasar yang dirumuskan tahun 1945 sejak semula telah mencantumkan dalam pasal 27 ayat 1 bahwa semua orang mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum. Jadi sejak tahun 1945 di Negara kita prinsip kesetaran pria dan wanita di depan hukum telah di akui.

Undang-undang perkawinan (undang-undang no. 1 tahun 1974, pasal 31 ayat 1 memuat kalimat-kalimat yang menyatakan bahwa hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama di masyarakat.

Kebijakan menghapus diskriminasi terhadap wanita bertujuan untuk :

1. Membuat peraturan perundang-undangan yang tepat dan peraturan lainya termasuk sangsi-sangsinya dimana perlu melarang semua diskriminasi terhadap wanita.

2. Menegakkan perlindungan hukum terhadap hak-hak wanita atas dasar yang sama dengan kaum pria dan untuk menjamin melalui pengadilan nasional yang kompeten dan badan-badan pemerintah lainnya.

3. Tidak melakukan suatu tindakan atau praktek diskriminasi terhadap wanita dan untuk menjamin bahwa pejabat-pejabat terhadap wanita, dan untuk menjamin bahwa pejabat-pejabat pemerintah dan lembaga-lembaga Negara akan bertindak sesuai dengan kewajiban ini.

Analisa Kasus Deskriminasi Pekerja Perempuan Perusahaan diatas hanya ingin memperoleh hasil yang maksimal dengan cara apapun walaupun cara yang dilakukannya salah dan melanggar hukum. Perusahaan ini telah melanggar hak asasi manusia, karena seharusnya manusiamempunyai derajatnya yang sama. Cara mengatasi agar diskriminasi terhadap perempuan tidak terjadi lagi yaitu setiap orang harus mempunyai rasa saling menghargai terhadap orang lain, harus adanya perlindungan hak-hak bagi perempuan dalam pekerjaan, setiap perusahaan harus menyadari tentang kesamaan derajat antara laki-laki dengan perempuan dalam sebuah pekerjaan, dengan itu akan dapat mengurangi kasus deskriminasi pekerja perempuan. Dalam hal ini diskriminasi pekerjaan terhadap perempuan, telah melanggar norma dan aturan etika bisnis, dimana sebuah perusahaan seharusnya tidak dibolehkan mendiskriminasikan para karyawannya. Selain itu, diskriminasi telah menyalahi nilai-nilai moral karena diskriminasi telah membeda-membedakan antara satu individu dengan indivisu lainnya.

Dalam kasus diskriminasi pekerjaan terhadap perempuan merupakan diskriminasi dalam bentuk sengaja karena perusahaan atau pun yang menyeleksi karyawan tersebut telah menilai sendiri tanpa melihat skill dan kemampuan yang dimiliki oleh orang tersebut dengan aturan yang telah dibuat oleh perusahaan tersebut dan kebutuhannya juga. Kesimpulannya lebih baik tidak melakukan diskriminasi dalam pekerjaan, dan sebaiknya mengikuti etika bisnis dalam menjalankan suatu perusahaan agar mendapatkan hasil yang maksimal dalam jangka panjang dan belajar untuk menghargai orang lain dalam sebuah pekerjaan.

Dampak Diskriminasi Pekerjaan terhadap perempuan Dampak dari adanya diskriminasi kerja pada wanita di antaranya adalah wanita menjadi tidak percaya diri. Dari diskriminasi ini juga menimbulkan adanya kesenjangan dalam hal upah, posisi jabatan dalam bekerja, dan jenjang karir. Bahkan dampak terparah mengakibatkan produktifitas kaum perempuan menurun cukup drastis.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan, diskriminasi gender ini menyebabkan adanya marginalisasi terhadap perempuan, stereotype yang buruk, subordinasi terhadap wanita, beban berlebihan, dan kekerasan.

1. Marginalisasi

Marginalisasi dapat diartikan sebagai proses penyingkiran perempuan dalam pekerjaan yang mengakibatkan kemiskinan. Sebagaimana dikutip oleh Saptari menurut Alison Scott, seorang ahli sosiologi Inggris melihat berbagai bentuk marginalisasi dalam empat bentuk yaitu:

a. Proses pengucilan, perempuan dikucilkan dari kerja upahan atau jenis kerja tertentu,

b. Proses pergeseran perempuan ke pinggiran (margins) dari pasar tenaga kerja, berupa kecenderungan bekerja pada jenis pekerjaan yang memiliki hidup yang tidak stabil, upahnya rendah, dinilai tidak atau kurang terampilc. Proses feminisasi atau segregasi, pemusatan perempuan pada jenis pekerjaan tertentu (feminisasi pekerjaan), atau pemisahan yang semata-mata dilakukan oleh perempuan saja atau laki-laki sajad. Proses ketimpangan ekonomi yang mulai meningkat yang merujuk di antaranya perbedaan upah.

2. SubordinasiSubordinasi adalah suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional menjadikan perempuan tidak bisa tampil sebagai pemimpin, dan ini berakibat pada munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang kurang penting.

3. StereotipeStereotipe mempunyai arti pemberian citra baku atau label/cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat. Stereotipe umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan kelompok atas kelompok lainnya. Stereotipe juga menunjukkan adanya hubungan kekuasaan yang timpang atau tidak seimbang yang bertujuan untuk menaklukkan atau menguasai pihak lain. Stereotipe negatif juga dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun seringkali pelabelan negatif ditimpakan kepada perempuan seperti perempuan yang pulang larut malam adalah pelacur, jalang dan berbagai sebutan buruk lainnya.