Stephen Johnson

28
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM IMUNOLOGI SINDROM STEVEN JHONSON Disusun oleh: Bernadeta Pristy Estom Pangabdian Zendrato Grace Hodesyla Christa Mc Aulif Jeanny Andriani Maria Nani PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS PADALARANG 2013

description

Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Imunologi Stephen Johnson

Transcript of Stephen Johnson

Page 1: Stephen Johnson

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM

IMUNOLOGI

SINDROM STEVEN JHONSON

Disusun oleh:

Bernadeta Pristy

Estom Pangabdian Zendrato

Grace Hodesyla Christa Mc Aulif

Jeanny Andriani

Maria Nani

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS

PADALARANG

2013

Page 2: Stephen Johnson

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan

rahmat dan karunia-Nya kelompok dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Sindrom

Steven Jhonson. Makalah ini disusun untuk salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas

mata ajar Asuhan Keperawatan Sistem Imunologi.

Kelompok ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Monika Saptiningsih

selaku dosen pembimbing dalam mata ajar ini, yang telah bersedia meluangkan waktu untuk

memberi masukan kepada kelompok.

Kelompok menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu kelompok mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari

pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kelompok menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir.

Padaralang, September 2013

Penyusun

Page 3: Stephen Johnson

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sindrom Steven Johnson merupakan gangguan kulit yang berpotensial fatal dan

kebanyakan terjadi eritema multiforme (Smeltzer, 2008, hlm.1972). Sindrom Steven

Johnson terjadi 1 sampai 7 kasus per 1 juta penduduk dunia setiap tahun. Sindrom ini

dapat terjadi pada setiap ras, bahkan juga dapat terjadi pada anjing, kucing, dan kera.

Angka kematian Sindrom Steven Johnson, yaitu sekitar 15% (Gustiawan,

2010, http://sabdaspace.com, diunduh tgl 20 Oktober 2011) Sindrom Steven Johnson

jarang terjadi.

Di Indonesia kejadian Sindrom Steven Johnson adalah kasus yang langka dan hanya 1

dari 2000 orang yang menkonsumsi antibiotik penisilin yang terkena Sindrom Steven

Johnson. Dari masalah di atas, keterlibatan tim kesehatanlah yang bisa dianggap mampu

memberikan solusi dari masalah tersebut dan untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan

kerjasama diantara tim kesehatan. Perawat merupakan bagian dari tim kesehatan yang

memiliki lebih banyak kesempatan untuk melakukan intervensi kepada pasien, sehingga

fungsi dan peran perawat dapat dimaksimalkan dalam memberikan asuhan keperawatan

terhadap penderita seperti memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kesehatan fisik,

perawat juga dapat melakukan pendekatan spiritual, psikologis dan mengaplikasikan

fungsi edukatornya dengan memberikan penyuluhan kesehatan terhadap penderita sebagai

salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan penderita dan keluarga yang nantinya

diharapkan dapat meminimalisir resiko maupun komplikasi yang mungkin muncul

dari Sindrom Steven Johnson tersebut. Dalam penyusunan makalah ini, penyusun

mengharapkan seorang perawat dapat melakukan asuhan keperawatan secara

komprehensif berdasarkan teori yang telah diterima dan kebutuhan dari pemulihan

kondisi pasien. Perawat sebagai salah satu pelaksana asuhan keperawatan yang akan

memberikan pelayanan kesehatan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang akan

muncul

Page 4: Stephen Johnson

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis membuat rumusan masalah

yaitu sebagai berikut :

1. Apa pengertian dari Sindrom Steven Johnson?

2. Apa etiologi dari Sindrom Steven Johnson?

3. Bagaimanakah patofisiologis pada Sindrom Steven Johnson?

4. Apa saja manifestasi klinis dari Sindrom Steven Johnson?

5. Apakah pemeriksaan penunjang dari Sindrom Steven Johnson?

6. Bagaimana penatalaksanaanya?

7. Bagaimana komplikasi Sindrom Steven Johnson?

8. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Sindrom Steven

Johnson?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan penulisan dari penyusunan makalah ini secara umum yaitu

untuk mengetahui tentang Konsep Dasar Medis dan Konsep Dasar Keperawatan

tentang Sindrom Steven Johnson.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan penulisan dari penyusunan makalah ini secara khusus adalah

sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui tentang definisi Sindrom Steven Johnson.

b. Untuk mengetahui tentang etiologi Sindrom Steven Johnson.

c. Untuk mengetahui tentang patofisiologi Sindrom Steven Johnson.

d. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis Sindrom Steven Johnson.

e. Untuk mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik Sindrom Steven Johnson.

f. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan Sindrom Steven Johnson.

g. Untuk mengetahui tentang pengkajian pada pasien Sindrom Steven Johnson.

h. Untuk mengetahui tentang diagnosa keperawatan Sindrom Steven Johnson.

i. Untuk mengetahui tentang intervensi dan rasional asuhan keperawatan

Sindrom Steven Johnson.

Page 5: Stephen Johnson

B. Sistematika Penulisan

Penulisan makalah ini diawali dengan kata pengantar, daftar isi,  BAB I

pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,

sistematika penulisan, BAB II pembahasan tentang Sindrom Steven Johnson yang

berisi tentang definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, klasifikasi,

pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan pada Sindrom

Steven Johnson, BAB III penutup yang berisi kesimpulan, saran, dan di akhiri dengan

daftar pustaka.

Page 6: Stephen Johnson

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT

Kulit merupakan organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan

dalam homeostatis (Effendi, 1999). Kulit merupakan pelindung tubuh beragam luas dan

tebalnya. Luas kulit orang dewasa adalah satu setengah sampai dua meter persegi.

Tebalnya antara 1,5 – 5 mm, bergantung pada letak kulit, umur, jenis kelamin, suhu, dan

keadaan gizi. Kulit paling tipis pada kelopak mata, penis, labium minor dan bagian medial

lengan atas, sedangkan kulit tebal terdapat di telapak tangan dan kaki, punggung, bahu,

dan bokong.

Selain sebagai pelindung terhadap cedera fisik, kekeringan, zat kimia, kuman

penyakit, dan radiasi, kulit juga berfungsi sebagai pengindra, pengatur suhu tubuh, dan

ikut mengatur peredaran darah. Pengaturan suhu dimungkinkan oleh adanya jaringan

kapiler yang luas di dermis (vasodilatasi dan vasokonstriksi), serta adanya lemak subkutan

dan kelenjar keringat. Keringat yang menguap di kulit akan melepaskan panas tubuh yang

dibawah ke permukaan oleh kapiler. Berkeringat ini juga menyebabkan tubuh kehilangan

air (insesible water loss), yang dapat mencapai beberapa liter sehari. Faal perasa dan

peraba dijalankan oleh ujung saraf sensoris Vater Paccini, Meissner, Krause, Ruffini yang

terdapat di dermis.

Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau korium, dan

jaringan subkutan atau subkutis.

Page 7: Stephen Johnson

A. Epidermis

Epidermis terbagi atas lima lapisan :

1. Lapisan tanduk atau stratum korneum yaitu lapisan kulit yang paling luar yang

terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati, tidak berinti dan

protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).

2. Stratum Lusidum yaitu lapisan sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma

berubah menjadi eleidin (protein). Tampak jelas pada telapak tangan dan kaki.

3. Lapisan granular atau stratum granulosum yaitu 2 atau 3 lapisan sel gepeng

dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Mukosa

biasanya tidak memiliki lapisan ini. Tampak jelas pada telapak tangan dan kaki.

4. Lapisan malpighi atau stratum spinosum. Nama lainnya adalah pickle cell layer

(lapisan akanta). Terdiri dari beberapa lapis sel berbentuk poligonal dengan

besar berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasma jernih karena

mengandung banyak glikogen dan inti terletak ditengah-tengah. Makin dekat

letaknya ke permukaan bentuk sel semakin gepeng. Diantara sel terdapat

jembatan antar sel (intercellular bridges) terdiri dari protoplasma dan tonofibril

atau keratin. Penebalan antar jembatan membentuk penebalan bulat kecil disebut

nodus bizzozero. Diantara sel juga terdapat sel langerhans.

5. Lapisan basal atau stratum germinativium. Terdiri dari sel berbentuk kubus

tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal, berbaris seperti pagar

(palisade),mengadakan mitosis dari berbagai fungsi reproduktif dan terdiri dari :

a. Sel berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan

besar, dihubungkan satu dengan yang lain dengan jembatan antar sel.

b. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel berwarna

muda dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap dan mengandung butiran

pigmen (melanosomes).

B. Dermis

Dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas jaringan

subkutan.Dermis terdiri darijaringan  ikat  yang  dilapisan  atas  terjalin  rapat  (pars

papillaris),  sedangkan  dibagian bawah  terjalin  lebih longgar  (pars  reticularis).

Lapisan  pars  retucularis  mengandung  pembuluh  darah,  saraf,  rambut, kelenjar

keringat dan kelenjar sebaseus.

Page 8: Stephen Johnson

C. Jaringan Subkutan (Subkutis atau Hipodermis)

Jaringan subkutan merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis. Batas antara

jaringan subkutan dan dermis  tidak  tegas.  Sel – sel yang  terbanyak  adalah  liposit

yang  menghasilkan  banyak  lemak.  Jaringan subkutan  mengandung  saraf,

pembuluh  darah  dan  limfe,  kandungan  rambut  dan  di  lapisan  atas

jaringansubkutan  terdapat  kelenjar  keringat.  Fungsi  dari  jaringan  subkutan

adalah penyekat  panas,  bantalan terhadap trauma dan tempat penumpukan energi.

B. SINDROM STEVENS JOHNSON

1. Pengertian

Sindrom Steven Jhonson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di

orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan

ini terjadi pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura. (Arif Muttaqin,

2001).

Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula,

dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan

keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk (Mansjoer,A. 2000:136).

Sindrom Steven Johnson adalah kelainan yang ditandai dengan cepatnya perluasan

ruam makula, sering dengan lesi target atipikal (datar, irreguler), dan keterlibatan lebih

dari satu mukosa (rongga mulut, konjungtiva, dan genital) (Namayanja, et al.,2005).

Sindrom Steven Johnson adalah variasi eritema multiformis mukutan yang lebih parah

dengan tanda keterlibatan membran mukosa (Laskaris.2000).

Jadi Sindrom Steven Jhonson adalah sindrom yang mengenai kulit yang berupa lesi,

eritema, vesikel/bula yang meluas ke membran mukosa.

Page 9: Stephen Johnson

2. Etiologi

Etiologi pasti Sindrom Steven Johnson belum diketahui, karena penyebabnya

berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respons imum

terhadap obat.

Beberapa faktor penyebab timbulnya Sindrom Steven Johnson diantaranya :

1. Alergi obat secara sistemik

a. Penisilin dan semisintetiknya

b. Streptomicine

c. Sulfonamida

d. Tetrasiklin

e. Anti piretik atau analgesik (derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron

dan paracetamol)

f. Klorpromazin

g. Karbamazepin

h. Tegretol

2. Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit)

3. Neoplasma dan faktor endokrin

4. Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X)

3. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang khas yakni adanya Trias kelainan (3 kelainan) yakni,

1. Kelainan Kulit

Kelainan pada kulit berupa : eritema, vesikel, bula bahkan purpura. Kelainan

biasanya bersigat generalisata (penyeluruh). Sifat dari eritema yakni berbentuk cincin

(tengahnya lebih gelap) biasanya berwarna ungu.

2. Kelainan Selaput Lendir pada Orifisium

Kelainan selaput lendir yang paling sering adalah di mukosa (lapisan tipis) mulut

(100%), kemudian di alat genital (50%) sedangkan di lubang hidung atau anus jarang

(8% dan 5%). Kelainan ini dapat berupa vesikel ataupun bula yang cepat sekali

memecah sehingga terjadi erosi (kerusakan kulit yang dangkal) dan ekskoriasi

(lecet/kerusakan kulit yang dalam) dan krusta yang hitam. Mukosa berupa vesikel, bula,

erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna merah. Bula terjadi mendadak dalam

1-14 hari gejala prodormal, muncul pada membran mukosa, membran hidung, mulut,

Page 10: Stephen Johnson

anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta

hemoragis merupakan gambaran utama.

3. Kelainan pada Mata

Kelainan pada mata merupakan 80% di antara semua kasus. Dimana yang paling

sering adalah konjungtivitis (radang pada konjungtiva). Konjungtivitas kataralis,

blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada

kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan.

Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular

cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang

menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular

cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.

Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit

menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam

derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.

Page 11: Stephen Johnson

4. Patofisiologi

Stevens-Johnson Syndrome merupakan penyakit hipersensitivitas yang diperantarai

oleh kompleks imun yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis obat, infeksi virus, dan

keganasan. Kokain saat ini ditambahkan dalam daftar obat yang mampu menyebabkan

sindroma ini.Hingga sebagian kasus yang terdeteksi, tidak terdapat etiologi spesifik yang

dapat diidentifikasi.

Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk

mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi

neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada

organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang

tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan

sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000: 147).

Reaksi Hipersensitif tipe III

Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap

didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan

tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing

dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat

tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi

kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke

daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan

enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut

(Corwin, 2000: 72).

Reaksi Hipersensitif Tipe IV

Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau

sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan.

Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam

sampai 27 jam untuk terbentuknya.

Page 12: Stephen Johnson

5. Patoflow Diagram

Reaksi alergi tipe III dan IV

Terbentuknya komplek antigen-antibodi

Aktivasi sistem komplemen

Sensitivitas limfosit T

Akumulasi neutrofil

Peningkatan respon radang

Kerusakan jairngan pada organ sasaran

Kerusakan integritas jaringan

Trias gangguan pda kulit, mukosa, dan mata

Respon lokal: eritema, vesikel dan bula

Respon inflamasi sistemik Respon psikologis

Kerusakan saraf perifer

Port de entree

Nyeri Resiko tinggi infeksi

Gangguan gastrointestinal, demam, malaise.

Ketidk seimbangan nutrisi, defisit perawatn diri

Kondisi kerusakan jaringan kulit

Gangguan gambran diri, kecemasan

Page 13: Stephen Johnson

6. Pemeriksaan Diagnostik

1. Hitung darah lengkap :Ht awal menunjukan hemokosentrasi sehubungan

dengan perpidahan/kehilangan cairan

2. SDP :Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan

kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap cedera.

3. AGD :Dasar penting untuk kecurigaan cedera inhalasi

4. Alkalin fosfat :Peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan

intersitial/gangguan pompa natrium

5. BUN / Kreatinin :Peninggian menunjukkan penurunan perfusi/fungsi

ginjal, namun kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan

7. Komplikasi

Sindrom steven johnson sering menimbulkan komplikasi,antara lain sebagai berikut:

• Kehilangan cairan dan darah

• Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, Shock

• Oftalmologi – ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan

• Gastroenterologi - Esophageal strictures

• Genitourinaria – nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring,stenosis vagina

• Pulmonari – pneumonia, bronchopneumonia

• Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen,infeksi kulit

sekunder

• Infeksi sitemik, sepsis

8. Penatalaksanaan

a. Farmakologi

Menurut Siregar (2005, hlm.141) menjelaskan penatalaksanaan klien dengan

Sindrom Steven Johnson sebagai berikut :

1) Umum :

a) Mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan pemberian

cairan intravena.

b) Jika penderita koma, lakukan tindakan darurat terhadap keseimbangan

O2 dan CO2.

Page 14: Stephen Johnson

2) Khusus sistemik

a) Kortikosteroid dosis tinggi, Prednisone 80-200 mg (live saving) secara

perenteral / per oral, kemudian turunkan perlahan-lahan

b) Pada kasus berat diberi Deksametason IV, dosis 4x5 mg selama 3-10

hari. Jika keadaan umum membaik, penderita dapat menelan, maka obat

diganti dengan Prednisone (dosis ekivalen). Pada kasus ringan diberikan

Prednisone 4x5 mg-4x20 mg/ hari, dosis diturunkan secara bertahap

jika telah terjadi penyembuhan

c) Pengobatan lain : ACTH( (Sintetik) 1 mg, Obat Anabolic, KCL

( Kalium Klorida) 3x500 mg Antibiotic, Obat Hemostatik (Adona) dan

Antihistamin.

3) Topikal

a) Vesikel dan bula yang belum pecah diberi bedak salisil 2%

b) Kelainan yang basah dikompres dengan asam salisil 1%

c) Kelainan mulut yang berat diberikan kompres asam borat 3%

d)Konjungtivitis diberi salep mata yang mengandung antibiotic dan

kortikosteroid. (Siregar, 1996; hal, 164)

Page 15: Stephen Johnson

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

Menurut Smeltzer (2008, hlm 1975) hal-hal yang perlu dikaji antara lain:

1. Adanya eritema, area kemerahan yang disebabkan oleh peningkatan jumlah darah

yang teroksigenasi pada vaskularisasi dermal.

2. Adanya area yang melepuh dan perkembangannya di tubuh.

3. Pengeluaran cairan pada bulla (lepuhan) baik jumlah, warna dan bau.

4. Adanya rasa gatal, rasa terbakar dan kekeringan di mata.

5. Kaji kemampuan klien dalam menelan dan minum serta berbicara secara normal

juga ditentukan.

6. Kaji tanda tanda vital dan perhatikan khusus terhadap adanya demam, nafas yang

cepat, dalam, ritme dan batuk.

7. Pasien ditanya tingkat nyeri yang dirasakan.

8. Timbang berat badan tiap hari.

1. Identitas klien

Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya, yang meliputi: nama

jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal pengkajian.

2. Keluhan utama

Mengalami rasa gatal dan timbul benjolan yang berisi cairan.

3. Riwayat kesehatan sekarang

Demam tinggi, nyeri kepala, batuk, pilek, nyeri tenggorokan/sulit menelan.

4. Riwayat kesehatan dahulu

Pernah atau tidak di rawat di rumah sakit dengan keluhan utama.

5. Riwayat kesehatan keluarga

Ada atau tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.

6. Data dasar pengkajian pasien

a. Aktivitas/istirahat

Tanda : penurunan aktivitas, tahanan keterbatasan

Rentang gerak pada yang sakit.

Page 16: Stephen Johnson

b. Sirkulasi

Tanda : pembentukan edema jaringan

c. Eliminasi

Tanda : mengidentifikasikan kerusakan otot

Dalam,diuresis,penurunan bising usus/tak ada.

d. Integritas Ego

Gejala : Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.

Tanda : Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik

diri, marah.

e. Pernapasan

Tanda :ketidakmampuan menelan, sekresi oral dan

sianosis, indikasi cedera inhalasi.

f. Makanan/cairan

Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual/muntah

g.Neurosensori

Tanda :perubahan oriental, efek, perilaku, laserasi korneal, kerusakan,

retinal, penurunan ketajaman penglihatan, ruptur membran

timpani, paralisis.

h.Keamanan

Tanda :kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seperti kulit

samak halus; lepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan parut tebal.

V. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan rekasi inflamasi lokal.

2. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d intake tidak adekuat respons

sekunder dari kerusakan krusta pada mukosa mulut.

3. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit.

4. Resti infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi.

5. Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lunak.

6. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik secara umum.

7. Gangguan gambaran diri b.d perubahan struktur kulit, perubahan peran keluarga.

8. Kecemasan b.d kondisi penyakit, penurunan kesembuhan.

Page 17: Stephen Johnson

VI. RENCANA KEPERAWATAN

Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan rekasi inflamasi lokal.Tujuan : dalam 5 x 24 jam integritas kulit membaik secara optimalKriteria hasil: pertumbuhan jaringan membaik dan lesi psoarisis berkurang.

Intervensi RasionalKaji kerusakan jaringan kulit yang terjadi pada klien

Menjadi data dasar untuk memberikan informasi intervensi perawatan yang akan digunakan.

Lakukan tindakan peningkatan integritas jaringan

Perawatan lokal kulit m erupakan penatalaksanaan keperawatan yang penting. Jika diperlukan berikan kompres hangat, tetapi harus dilaksanakan dengan hati hatisekali pada darah yang erosif atau terkelupas. Lesi oral yang nyeri akan membuat higiene oral dipelihara.

Lakukan oral hygiene Tindakan oral higiene perlu dilakukan agar mulut selalu bersih.

Tingkatkan asupan nutrisi Diet diperlukan untuk meningkatkan asupan dari kebutuhan pertumbuhan jaringan

Evaluasi kerusakan jaringan dan perkembangan pertumbuhan jaringan.

apabila belum mencapai dari kriteria evaluasi 5 x 24 jam, maka perlu di kaji ualng faktor faktor menghambat pertumbuhan dan perbaikan dari lesi.

Kolaborasi untuk pemberian antibiotik Sebaiknya antibiotik yang diberikan berdasarkan hasil kultur kulit, mukosa, sputum.

Ketidakseimbangan nutrisi b.d intake tidak adekuatIntervensi Rasional

Evaluasi adanya alergi makanan dan kontraindikasi makanan

Beberapa pasien mungkinmengalami alergi terhadap beberapa komponen makanan tertentu dan beberapa penyakit lain.

Fasilitasi pasien memperoleh diet biasa yang disukai pasien

Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki asupan nutrisi

Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan.

Menurunkan rasa tidak enak karena sisa makanan atau bau obat yang dapat merangsang pusat muntah.

Berikan makanan perlahan pada lingkungan yang tenang

Pasien dapat berkosentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya gangguan dari luar

Anjurkan klien dan keluarga berpartisipasi dalm pemenuhan nutrisi

Meningkatkan kemandirian dalam pemenuhan asupan nutrisi sesuai dengan tingkat toleransi individu

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk mendapatkan komposisi dan jenis diet yang tepat

Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang tadekuat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan dengan status hipermetabolik pasien

Page 18: Stephen Johnson

Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit.Intervensi Rasional

Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya.

Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan

Berikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada area yang sakit.

Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan kelelahan umum

Pantau TTV. Metode IV sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat

Berikan analgetik sesuai indikasi. Menghilangkan rasa nyeri

Page 19: Stephen Johnson

DAFTAR PUSTAKA

Doenges. (2001). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C.(2008). Textbook of Medical Surgical Nursing, Philadelphia : By.

Lippicott-Raven Publishers

Smeltzer, Suzanne C.(2001). Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddart Edisi 8

Volume 2, alih bahasa Agung Waluyo. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. (2002). Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddart Edisi 8

volume 3, alih bahasa oleh Andry Hartono, dkk. Jakarta : EGC

Gustiawan, 2010, http:/sabdaspace.com, akses tgl 20 Oktober 2010.