Step 7 Pembahasan Sasbel

13
STEP 5 1. Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) 2. Diagnosis (Anamnesis, Pemriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang) Gangguan Pendengaran 3. Penatalaksanaan Gangguan Pendengaran 4. Alur Diagnosis Penyakit Akibat Kerja 5. Peraturan yang mengatur tentang K3 STEP 6 STEP 7 1. Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) a. Bagian dari sistem manajemen keseluruhan 1) struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, sumberdaya 2) pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja 3) Pengendalian resiko b. Tujuan dan sasaran 1) menciptakan sistem keselamatan dan kesehatan di tempat kerja 2) melibatkan unsur manajemen, pekerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi 3) mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit

description

K3

Transcript of Step 7 Pembahasan Sasbel

STEP 51. Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)2. Diagnosis (Anamnesis, Pemriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang) Gangguan Pendengaran3. Penatalaksanaan Gangguan Pendengaran4. Alur Diagnosis Penyakit Akibat Kerja5. Peraturan yang mengatur tentang K3

STEP 6

STEP 71. Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)a. Bagian dari sistem manajemen keseluruhan1) struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, sumberdaya2) pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja3) Pengendalian resikob. Tujuan dan sasaran1) menciptakan sistem keselamatan dan kesehatan di tempat kerja2) melibatkan unsur manajemen, pekerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi3) mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit4) tempat kerja yang aman, efisien dan produktifc. Aspek-aspek sistem manajemen K31) Pembangunan dan pemeliharaan komitmen2) Pendokumentasian (strategi, pengendalian) 3) Standard pemantauan4) Keamanan bekerja5) Pengelolaan material dan pemindahannya6) Pemeriksaan sistem manajemen7) Pengembangan keterampilan dan kemampuand. Penerapan sistem manajemen K31) Komitmen dan Kebijakana) Organisasi K3 termasuk dalam posisi penentu keputusanb) Anggaran, tenaga kerja berkualitas, sarana memadaic) Personil bertanggung jawab, wewenang, kewajiban yang jelasd) Perencanaan terkoordinasie) Penilaian kinerja dan tindak lanjut2) Perencanaana) Perencanaan identifikas bahaya, penilaian resiko, dan pengendalian resikob) Pertimbangan saat merumuskan rencana pemenuhan kebijakan K3c) Perlu penetapan dan pemeliharaan prosedur3) Penerapana) Identifikasi sumber bahaya- Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan bahaya- Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerjab) Penilaian Risiko- Proses untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat risiko kecelakaan atau penyakit akibat kerjac) Tindakan Pengendalian- Pengendalian teknis (eliminasi, substitusi, isolasi, ventilasi, higiene dan sanitasi)- Pendidikan dan pelatihan- Pembangunan kesadaran dan motivasi (sistem bonus, insentif, penghargaan)- Evaluasi melalu internal audit, penyelidikan insiden- Penegakan hukumd) Perancangan dan Rekayasa- Pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit dalam proses rekayasa harus dimlai sejak tahap perancangan dan perencanaan

4) Pengukuran dan Evaluasia) Personil yang terlibat berpengalaman dan keahlian cukupb) Catatan inspeksi, pengujian dan pemantauan terpelihara dan tersedia bagi manajemen, pekerja dan kontraktor kerja terkaitc) Peralatan dan metode pengujian memadai untuk menjamin terpenuhinya standar K3d) Tindakan perbaikan pada saat ditemukan ketidak sesuaian terhadap persyaratan K3e) Penyelidikan memadai untuk menemukan inti permasalahan dari suatu insidenf) Analisis dan tinjauan ulang suatu hasil temuan5) Tinjauan Ulang dan Peningkatana) Dilakukan berkala untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3b) Harus dapat mengatasi implikasi K3 terhadap seluruh kegiatan, produk barang dan jasa termasuk dampaknya pada kinerja perusahaanc) Meliputi:- evaluasi penerapan kebijakan K3- tujuan, sasaran dan kinerja K3- hasil temuan audit- evaluasi efektivitas penerapan sistem manajemen K3 dan kebutuhan untuk mengubah sistem manjemen K3 (berdasar tuntutan UU, pasar, produk, perkembangan iptek, pengalaman insiden, umpan balik

2. Diagnosis (Anamnesis, Pemriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang) Gangguan Pendengarana. Anamnesis1) Riwayat pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bisnis dalam jangka waktu yang cukup lama.2) Riwayat timbulnya ketulian dan progresifitasnya3) Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan, dan lama pekerjaan4) Riwayat menggunakan proteksi pendengaran5) Meneliti bising di tempat kerja, untuk menentukan intensitas dan durasi bising yang menyebabkan ketulian.6) Hasil pemeriksaan audiometri sebelum kerja dan berkala selama kerja7) Riwayat penggunaan obat ototoksik atau riwayat penyakit sebelumnyab. Pemeriksaan Fisik 1) Otoscope ear2) Tes Rinne : tes untuk membandingkan hambatan melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa.3) Tes Weber : tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan.4) Pada tuli akibat bising : bersifat sensorineural, hampir selalu bilateral, jarang menyebabkan ketulian derajat sangat berat (profound hearing loss), apabila paparan bising dihentikan maka tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang signifikan, selain itu dapat berpengaruh pada gangguan komunikasi wicara, gangguan konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan penengaran yang terjadi.c. Pemeriksaan Penunjang 1) Tes Audiometri menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian dan volume tertentu. Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya.2) Tes Bisika) Tuli Konduksi Hanya mendengar suara desis (Huruf S) Suara lunak tidak terdengarb) Tuli Sensorineural Hanya mendengar suara huruf U dan A Tidak mendengar suara desis Mendengar suara lunak3) Tes garis pendengaran4) Garputala3. Penatalaksanaan Gangguan Pendengarana. Hindari penyebabnyab. Pemasangan alat bantu dengar atau alat pelindunng diric. Psikoterapid. Latihan pendengaran dengan mimik dan latihan bibir

4. Alur Diagnosis Penyakit Akibat KerjaPendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:a. Tentukan Diagnosis klinisnyaDiagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.b. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama iniPengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:1) Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara khronologis2) Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan3) Bahan yang diproduksi4) Materi (bahan baku) yang digunakan5) Jumlah pajanannya6) Pemakaian alat perlindungan diri (masker)7) Pola waktu terjadinya gejala8) Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)9) Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label)c. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebutApakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama).d. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut.Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.e. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhiApakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.f. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakitApakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.

g. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannyaSesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.5. Peraturan yang mengatur tentang K3a. Keputusan Presiden RI No.22/1993, tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja.1) Pasal 1 : penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.2) Pasal 4 : penyakit yang timbul karena hubungan kerja sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan presiden.b. Peraturan perundangan sehubungan dengan penyakit akibat kerja.1) Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No.02 /MEN/1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan keselamatan kerja.2) Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No.01/MEN/1981 tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja.3) Peraturan menteri tenaga kerja RI No.Per.05/02/1988 tentang petunjuk teknis pendaftaran pesertaan, pembayaran iuran, dan pelayanan jaminan sosial tenaga kerja.4) Keputusan menteri tenaga kerja RI No. KPTS.333/MEN/1989 tentang diagnosa dan pelaporan penyakit akibat kerja.5) Kepres RI No. 22 Tahun 1993 tentang penyakit yang ditimbulkan karena hubungan kerja.c. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tanggal 27 Februari 1993.1) UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja2) PP Nomor 14 Tahun 1993 tentang penyelenggaraan program.d. UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerjae. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada kontruksi bangunan.f. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.g. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum masing-masing Nomor Kep.174/MEN/1986 dan 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada tempat kegiatan kontruksi.

Daftar Pustaka1. Melnick, W. Industrial Hearing Conservation. Katz J, Ed. Handbook of clinical audiology. 4th Ed. Balltimore : Williams & Wilkinns. 1994. 2. Oedono, M.R.T. Penatalaksanaan penyakit akibat lingkungan kerja dibidang THT. Malang.1996. 3. Buchari. Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Terkait Kerja. Sumatera Utara:USU Repository.2007.4. Yunita, A. Gangguan pendengaran akibat bising. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan, USU. 2008.5. Novi, A. Pengaruh bising terhadap kesehatan telinga pekerja. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.