STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …
Transcript of STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
ii
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
Oleh:
Purwanto, Ph.D. dan Ses Rini Mardiani, M.Sc.
USAID SEA Project
PROYEK USAID SUSTAINABLE ECOSYSTEM ADVANCED DAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2020
iii
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
Pengkaji:
Ir. Nilanto Perbowo, M.Sc., Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, KKP
Prof. Dr. Ir. Wudianto, M.Sc., Badan Riset dan Sumberdaya Manusia
Kelautan dan Perikanan, KKP
Dr. Ir. Duto Nugroho, M.Si., Badan Riset dan Sumberdaya Manusia
Kelautan dan Perikanan, KKP
Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc., Institut Pertanian Bogor.
Penyunting: Ses Rini Mardiani, S.Pi., M.Sc., Proyek USAID SEA
Diterbitkan oleh: Proyek USAID Sustainable Ecosystem Advanced (USAID SEA).
Kantor Proyek USAID SEA
Gedung Sona Topas, Lantai 16, Jl. Jendral Sudirman Kav.26, Jakarta
12920, Indonesia
Sitasi: Purwanto dan Mardiani, S.R. 2020. Status Sumber Daya Ikan dan
Perikanan Pelagis Kecil di WPP 715 serta Alternatif Strategi
Pengelolaannya. Proyek USAID Sustainable Ecosystems Advanced.
Jakarta, Indonesia. 45 p.
Disain sampul: Purwanto, Proyek USAID SEA
Foto sampul: Purwanto, Proyek USAID SEA
Diterbitkan di: Jakarta, Indonesia
Memperbanyak publikasi ini untuk tujuan pendidikan atau tujuan bukan komersial lainnya
diperbolehkan tanpa izin tertulis dari penulis asalkan sumbernya disebutkan sepenuhnya. Dilarang
memperbanyak publikasi ini untuk dijual kembali atau tujuan komersial lainnya tanpa izin tertulis dari
penulis.
Publikasi ini diproduksi atas dukungan dari United States Agency for International Development (USAID)
dan kolaborasi dengan Pemerintah Indonesia. Seluruh isi publikasi ini merupakan tanggung jawab
penulis dan tidak mencerminkan pandangan dari USAID maupun Pemerintah Amerika Serikat.
iv
PENYIAPAN DOKUMEN
Dokumen Status Sumber Daya Ikan dan Perikanan Pelagis Kecil di Wilayah Pengelolaan
Perikanan 715 serta Alternatif Strategi Pengelolaannya merupakan dokumen yang disiapkan untuk diajukan sebagai masukan kepada Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan,
Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam penyusunan Strategi Pemanfaatan Sumber Daya
Ikan (Harvest Strategy) untuk Pengelolaan Perikanan Pelagis Kecil di Wilayah Pengelolaan
Perikanan (WPP) 715. Dokumen ini disiapkan berdasarkan hasil pertemuan persiapan
penyusunan dokumen harvest strategy untuk pengelolaan perikanan pelagis kecil di WPP 715
yang diselenggarakan oleh Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan/Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap (DPSDI/DJPT) di Jakarta pada awal tahun 2019, hasil kajian sumberdaya
ikan (SDI) dan perikanan pelagis kecil di WPP 715 yang diselenggarakan oleh Proyek USAID-
SEA pada tahun 2018-2020, dan hasil Lokakarya Konsultasi Pemangku-kepentingan Perikanan
Pelagis Kecil di WPP 715 di Ternate pada tahun 2019.
Hasil kajian SDI dan perikanan pelagis kecil WPP 715 telah dibahas dengan para peneliti dari
Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) dan dan Pusat Riset Perikanan (Puriskan) pada tahun 2018-
2020. Hasil kajian tersebut kemudian dipresentasikan pada beberapa pertemuan ilmiah di
dalam dan luar negeri, yaitu Pertemuan Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan (Komnas
Kajiskan) tahun 2018 dan 2020, Lokakarya konsultasi Pemangku-kepentingan Perikanan Pelagis
Kecil di WPP 715 di Ternate tahun 2019, the Scientific Session of the 12th Asian Fisheries and
Aquaculture Forum, conducted by Asian Fisheries Society, di IloIlo City, Philippines, 2019, serta USAID
SEA Virtual Symposium series 2020: SEA Lessons learned tahun 2020. Daftar kegiatan pertemuan,
dan diskusi hasil kajian sumberdaya ikan tersebut disajikan pada Lampiran bagian A.
Hasil kajian SDI dan perikanan tersebut digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam
perumusan elemen kunci harvest strategy untuk pengelolaan perikanan pelagis kecil WPP 715.
Tujuan pengelolaan perikanan dan indikator kinerja, dirumuskan dalam Lokakarya Konsultasi
Pemangku-kepentingan di Ternate. Alternatif elemen kunci harvest strategy yang lainnya
dirumuskan dan secara bertahap telah dibahas dalam diskusi kelompok terfokus (focus group
discussion) dengan para peneliti dari BRPL dan Puriskan pada tahun 2019 dan 2020, serta
dengan anggota Komnas Kajiskan pada tahun 2020.
Hasil dari berbagai pertemuan, lokakarya dan diskusi tersebut kemudian digunakan untuk menyusun dokumen Rancangan Strategi Pemanfaatan Sumber Daya Ikan (Harvest Strategy)
untuk Pengelolaan Perikanan Pelagis Kecil di Wilayah Pengelolaan Perikanan 715. Selanjutnya,
dokumen Rancangan Harvest Strategy tersebut dikaji (review) oleh empat orang pakar dari KKP
dan Perguruan Tinggi untuk penyempurnaannya. Koreksi dan masukan dari empat pakar
tersebut telah digunakan dalam penyempurnaannya dan menghasilkan dokumen ini. Daftar
kegiatan pertemuan dan diskusi strategi pengelolaan perikanan serta pengkajian (review)
dokumen ini disajikan pada Lampiran bagian B.
v
DAFTAR ISI
PENYIAPAN DOKUMEN ................................................................................................................................ iv DAFTAR ISI .......................................................................................................................................................... v DAFTAR TABEL ................................................................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................................................... viii
1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
2. STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN ................................... 3
2.1 Perkembangan Upaya Penangkapan, Hasil Tangkapan Total dan per Satuan
Upaya, serta Komposisi Jenis Ikan ...................................................................... 3
2.2 Potensi Perikanan, Kondisi Sumber Daya Ikan dan Risiko Pengembangan
Perikanan terhadap Sumber Daya Ikan secara Agregat ................................... 6 2.2.1 Biomasa dan Potensi Produksi Ikan ................................................................................. 6 2.2.2 Perkembangan Kelimpahan Sumber Daya Ikan, Tekanan Penangkapan dan Hasil
Tangkapan per kapal ........................................................................................................... 7
2.3 Potensi Ekonomi Perikanan ................................................................................. 8
2.4 Risiko dari berbagai Target Produksi terhadap Kelestarian Sumber Daya
Ikan ....................................................................................................................... 11
2.5 Parameter Sejarah Hidup dan Potensi Pemijahan Stok Ikan Layang
(Decapterus macarellus) ...................................................................................... 14 2.5.1 Parameter Sejarah Hidup Ikan ........................................................................................ 15 2.5.2 Produksi Relatif dan Potensi Pemijahan ....................................................................... 16
3. ELEMEN KUNCI STRATEGI PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN
DAN LANGKAH PENGELOLAAN PERIKANAN ...................................... 19
3.1 Tujuan Pengelolaan Perikanan .......................................................................... 19 3.1.1 Tujuan Kebijakan Tingkat Tinggi dan Isu Umum ........................................................ 20 3.1.2 Tujuan Umum ..................................................................................................................... 21 3.1.3 Isu Prioritas dan Tujuan Operasional Pengelolaan Perikanan ................................. 21
3.2 Indikator, Tingkat Risiko dan Angka Acuan ..................................................... 23
3.3 Ketentuan Pengelolaan Perikanan dan Program Pendukung ........................ 24 3.3.1 Ketentuan atau Langkah Pengelolaan Perikanan ........................................................ 25 3.3.2 Program Pendukung Pengelolaan Perikanan ............................................................... 26
3.4 Pemantauan dan Pengkajian Perikanan ........................................................... 28 3.4.1 Strategi Pemantauan Perikanan ...................................................................................... 28 3.4.2 Prosedur Pengkajian Perikanan ...................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................................... 31 LAMPIRAN ......................................................................................................................................................... 35
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai estimasi parameter dan koefisien determinasi dari model produksi perikanan pelagis
kecil di WPP-715..................................................................................................................................... 6
Tabel 2.2 Perkiraan nilai optimum biomasa dan produksi ikan pelagis kecil, serta tingkat optimal
kematian ikan karena penangkapan (fishing mortality) pada perikanan pelagis kecil di WPP 715 ......... 7
Tabel 2.3 Perkiraan produksi, hasil tangkapan per satuan upaya, biaya, perolehan, dan keuntungan
perikanan pelagis kecil dari operasi kapal pukat cincin skala menengah pada berbagai tingkat upaya
penangkapan di WPP 715 ..................................................................................................................... 11
Tabel 2.4 Probabilitas (%) dari perikanan pelagis kecil di WPP 715 untuk melanggar angka acuan
𝐵𝑀𝑆𝑌 dan 𝐹𝑀𝑆𝑌 dalam tiga dan 10 tahun, pada berbagai tingkat hasil tangkapan yang ditargetkan .. 12
Tabel 2.5 Proyeksi peluang risiko perikanan pelagis kecil di WPP 715 melanggar tingkat acuan 𝐹𝑀𝑆𝑌
pada berbagai sasaran hasil tangkapan .................................................................................................. 13
Tabel 2.6 Proyeksi peluang risiko perikanan pelagis kecil di WPP 715 melanggar tingkat acuan 𝐵𝑀𝑆𝑌
pada berbagai sasaran produksi ............................................................................................................ 14
Tabel 2.7 Parameter 𝐿𝑖𝑛𝑓 and 𝐾 dari Decapterus macarellus di WPP 715 ........................................ 15
Tabel 2.8 Nilai laju kematian alami (𝑀) dari D. macarellus betina di WPP 715 hasil estimasi
menggunakan beberapa persamaan empiris. ......................................................................................... 15
Tabel 2.9 Nilai laju kematian alami (𝑀) komposit dari D. macarellus betina di WPP 715 .................. 15
Tabel 2.10 Nilai estimasi SPR dan 𝐹/𝑀 dari D. macarellus di WPP 715, 2018-2019 .......................... 17
Tabel 3.1 Isu prioritas terkait dengan kondisi sumber daya ikan dan tujuan operasional pengelolaan
perikanan ............................................................................................................................................... 22
Tabel 3.2 Isu prioritas terkait dengan praktek penangkapan ikan dan tujuan operasional pengelolaan
perikanan ............................................................................................................................................... 22
Tabel 3.3 Isu terkait tata-kelola perikanan dan tujuan operasional pengelolaan perikanan ................. 23
Tabel 3.4 Isu prioritas terkait dengan usaha nelayan dan program pembangunan perikanan untuk
mendukung pengelolaan perikanan ....................................................................................................... 23
Tabel 3.5 Indikator dan angka acuan untuk mengukur capaian dalam pengelolaan perikanan ............. 24
Tabel 3.6 Langkah pengelolaan untuk mencapai tujuan operasional pengelolaan perikanan ................ 25
Tabel 3.7 Penyuluhan, pengawasan dan penegakan hukum untuk mencapai tujuan operasional
pengelolaan perikanan ........................................................................................................................... 26
Tabel 3.8 Upaya terkait tata-kelola perikanan untuk mencapai tujuan operasional pengelolaan
perikanan ............................................................................................................................................... 27
Tabel 3.9 Program pembangunan perikanan untuk mendukung pengelolaan perikanan ...................... 27
Tabel 3.10 Jenis data untuk masing-masing indikator, frekuensi pengumpulan dan jenis ikan yang
dipantau ................................................................................................................................................. 28
Tabel 3.11 Metode analis untuk masing-masing indikator capaian pengelolaan perikanan pelagis kecil
di WPP 715 ........................................................................................................................................... 29
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Upaya penangkapan ikan (fishing effort), hasil tangkapan total (total catch), dan hasil
penangkapan per satuan upaya (catch per unit effort), pada perikanan pelagis kecil di WPP-715, 2005
- 2015. ..................................................................................................................................................... 4
Gambar 2.2 Hasil tangkapan total ikan layang (scads), selar (trevallies), kembung (mackerels) dan
tembang (sardines) dari penangkapan di WPP 715, 2005 - 2015. .......................................................... 5
Gambar 2.3 (A) Perkiraan lintasan, antara biomasa relatif (relative biomass) dan kematian karena
penangkapan relatif (relative fishing mortality), serta (B) trend biomasa ikan pelagis kecil dan
kematian ikan karena penangkapan di WPP 715, 2005 - 2016. .............................................................. 8
Gambar 2.4 Hasil pengamatan dan estimasi hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (observed
CPUE & estimated CPUE) pada perikanan pelagis kecil di WPP 715, 2005-2015. ................................ 8
Gambar 2.5 (A) Estimasi total biaya (total cost), total perolehan (total revenue), dan keuntungan
ekonomi (economic profit): (1) pada berbagai tingkat upaya penangkapan (fishing effort), dan (2) pada
berbagai tingkat kelimpahan stok ikan (fish biomass); serta (B) Estimasi produksi ikan atau hasil
tangkapan total, dan keuntungan ekonomi yang diharapkan, pada berbagai tingkat upaya penangkapan
ikan dari perikanan pelagis kecil di WPP 715 ....................................................................................... 10
Gambar 2.6 Kurva kematangan (maturity curve) gonad dan selektivitas untuk ikan Decapterus
macarellus betina di WPP 715. Keterangan: S-2018 dan S-2019 masing-masing adalah kurva
selektivitas pada 2018 dan 2019............................................................................................................ 16
Gambar 2.7 Produksi relatif dan ratio potensi pemijahan (SPR) dari D. macarellus di WPP 715 pada
berbagai tingkat 𝐹/𝑀. ........................................................................................................................... 17
viii
DAFTAR LAMPIRAN BAGIAN A. PROSES KAJIAN STOK IKAN DAN PERIKANAN ........................................................ 36
BAGIAN B. PROSES PENYUSUNAN STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN ............................ 38
BAGIAN C. LAMPIRAN DARI ISI DOKUMEN INI ............................................................................. 41
Lampiran 1. Peta Indikatif Wilayah Pengelolaan Perikanan 715 ............................................................ 41
Lampiran 2. Daftar 16 Kelompok spesies ikan pelagis kecil yang selalu dilaporkan dalam buku tahunan
statistik perikanan tangkap selama 2005 - 2015 ................................................................................... 42
Lampiran 3. Isu, tujuan operasional dan aksi implementasi terkait dengan kontribusi perikanan
terhadap kesehatan ekologis (ecological wellbeing) ............................................................................. 43
Lampiran 4. Isu, tujuan operasional dan aksi implementasi terkait dengan kontribusi perikanan
terhadap kesejahteraan manusia (human wellbeing)............................................................................. 44
Lampiran 5. Isu, tujuan operasional dan indikator terkait dengan kemampuan mencapai (ability to
achieve) kontribusi optimum perikanan ............................................................................................... 45
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
1
1. PENDAHULUAN
Sumber daya ikan (SDI) pelagis kecil di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 715 adalah
sumber daya alam yang penting bagi perekonomian provinsi-provinsi sekitarnya, dan bahkan
lebih penting lagi bagi provinsi yang terdiri dari pulau-pulau kecil, di mana masyarakat pesisirnya
lebih mengandalkan kegiatan pemanfaatan sumber daya tersebut untuk mata-pencahariannya.
Kontribusi penting dari perikanan pelagis kecil tersebut terhadap perekonomian mencakup
antara lain pasokan ikan untuk konsumsi domestik dan pengolahan, dukungan terhadap usaha
pemasaran ikan serta penyediaan lapangan kerja. Berdasarkan data statistik perikanan tangkap,
yang diterbitkan oleh DJPT (2017), sekitar 9 % dari produksi ikan pelagis kecil Indonesia tahun
2005 – 2015 berasal dari WPP 715 (Lampiran 1). Sementara itu, perikanan pelagis kecil di
WPP-715 menyumbang sekitar 35,4% dari total produksi perikanan tangkap laut di wilayah tersebut selama 2005-2015.
Pasal 33(3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia menetapkan bahwa kekayaan alam,
termasuk SDI, sebagai modal dasar yang harus dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat Indonesia (UUD, 1945). SDI tersebut perlu didayagunakan potensi ekonominya pada
tingkat optimum untuk mencapai Tujuan dan Cita-cita Nasional, yaitu antara lain memajukan
kesejahteraan umum guna mewujudkan bangsa yang makmur, melalui pelaksanaan
Pembangunan Nasional (Lampiran UU No. 17 Tahun 2007). Rangkaian upaya pembangunan
tersebut memuat kegiatan pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan
tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi demi generasi. Pelaksanaan upaya tersebut
dilakukan dalam konteks pemenuhan kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan
generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya (Penjelasan UU No. 17 Tahun
2007).
Konsep pembangunan berkelanjutan tersebut membutuhkan pendekatan ekosistem untuk
perikanan (ecosystem approach to fisheries - EAF). EAF adalah sarana untuk menerapkan konsep
pembangunan berkelanjutan pada perikanan yang diarahkan untuk menyeimbangkan
kesejahteraan manusia dan kesehatan ekologis (FAO, 2003; Bianchi, 2008). Pendekatan
tersebut dibangun untuk merencanakan, mengembangkan dan mengelola perikanan dalam
rangka mengatasi berbagai kebutuhan dan keinginan masyarakat, dengan tanpa membahayakan
pilihan bagi generasi mendatang untuk mendapatkan manfaat dari barang dan jasa yang
disediakan oleh ekosistem laut (FAO, 2003).
Perikanan laut mencapai batas pertumbuhannya pada saat pemanenan SDI tersebut
menghasilkan manfaat optimum dan berkelanjutan serta stoknya tetap lestari. Setelah
mencapai batas pertumbuhannya, pengembangan perikanan akan mengakibatkan penurunan
manfaat dan peningkatan ancaman terhadap kelestarian SDI. Bila pengembangan armada
penangkap ikan tidak dikendalikan secara efektif, SDI akan berada pada kondisi dimanfaatkan
berlebih dan keuntungan ekonomi perikanan akan hilang (Clark, 2006). Agar SDI pelagis kecil
di WPP 715 lestari serta dapat menghasilkan manfaat optimum dan berkelanjutan, pemerintah perlu melaksanakan pengelolaan perikanan (Pasal 1 & 6 UU No. 31 Tahun 2004).1
1 Pengelolaan Perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati (Pasal 1(butir 7) UU nomor 31 tahun 2004).
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
2
FAO (2003) merekomendasikan agar pengelolaan perikanan ditempatkan dalam konteks yang
lebih luas dari pembangunan berkelanjutan. Dengan komitmen Indonesia untuk menerapkan
dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (UNGA, 2015; PerPres No. 59 Tahun 2017),
tujuan pengelolaan perikanan juga harus mencakup Tujuan 14 dari Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development Goal – SDG 14), sebagaimana tertera pada (PerPres No. 59 Tahun
2017), yaitu untuk melestarikan dan memanfaatkan sumber daya kelautan dan samudera secara
berkelanjutan untuk kesinambungan pembangunan.2 Adapun Sasaran dari Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan 14 antara lain adalah “pada tahun 2020 secara efektif mengatur pemanenan dan
menghentikan penangkapan ikan yang berlebihan, penangkapan ikan yang ilegal dan praktek
penangkapan ikan yang merusak, serta melaksanakan rencana pengelolaan berbasis ilmu
pengetahuan untuk memulihkan persediaan ikan secara layak dalam waktu yang paling singkat
yang memungkinkan, setidaknya ketingkat yang dapat memproduksi hasil maksimum yang
berkelanjutan sesuai kharakteristik biologisnya” (PerPres No. 59 Tahun 2017).3
Tujuan pengelolaan perikanan diterjemahkan kedalam aksi pengelolaan, yang disusun sebagai
rencana pengelolaan perikanan (RPP) (FAO, 1995). Agar dapat diimplementasikan secara
efektif, RPP tersebut perlu dilengkapi dengan strategi pemanfaatan sumber daya ikan (harvest
strategy). Harvest strategy merupakan kerangka kerja yang menetapkan tindakan pengelolaan
perikanan yang telah ditentukan sebelumnya dan diperlukan untuk mencapai tujuan
pengelolaan perikanan yang telah disepakati (Sloan et al., 2014; PerDirJen PT No. 17/PER-
DJPT/2017). Harvest strategy menetapkan tindakan pengelolaan (management actions) yang
diperlukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan pada perikanan tertentu (DAFF, 2007).
Pada saat ini, RPP di WPP 715 telah diterbitkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (KepMen
KP nomor 82/KEPMENKP/ 2016). Namun, harvest strategy untuk pengelolaan perikanan pelagis
kecil di WPP 715 belum terdapat di dalam RPP tersebut. Oleh karena itu, harvest strategy untuk
perikanan tersebut perlu disusun. Informasi terkait dengan status sumber daya ikan dan
perikanan pelagis kecil di WPP715 serta alternatif strategi pengelolaannya yang dibutuhkan
untuk menyusun rencana pengelolaannya disajikan dalam tulisan ini. Ragam informasi yang
disiapkan dan disajikan dalam tulisan ini mengacu yang tertera dalam Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan nomor PER.29/MEN/2012, FAO (2003) serta Peraturan Direktur
Jenderal Perikanan Tangkap No. 17/PER-DJPT/2017.
2 SDG 14, sebagaimana tertera pada Resolusi yang diadopsi oleh United Nations General Assembly pada 25 September 2015, yaitu: “Conserve and sustainably use the oceans, seas and marine resources for sustainable development” (UNGA, 2015). 3 Sasaran (Target) dari SDG 14, sebagaimana tertera pada Resolusi yang diadopsi oleh United Nations General Assembly pada 25 September 2015, yaitu: “By 2020, effectively regulate harvesting and end overfishing, illegal, unreported and unregulated fishing and destructive fishing practices and implement science-based management plans, in order to restore fish stocks in the shortest time feasible, at least to levels that can produce maximum sustainable yield as determined by their biological characteristics” (UNGA, 2015).
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
3
2. STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN
Pengkajian SDI pelagis kecil di WPP 715 telah dilakukan beberapa kali di masa lalu. Berdasarkan
perkembangan intensitas penangkapan ikan dan kondisi kesehatan SDI, Menteri Kelautan dan
Perikanan telah menetapkan bahwa SDI pelagis kecil di WPP 715 telah dimanfaatkan penuh
(Keputusan Menteri nomor KEP. 45/MEN/2011), kemudian dimanfaatkan secara berlebih
(Keputusan Menteri nomor 47/KEPMEN-KP/2016), dan kembali dimanfaatkan penuh
(Keputusan Menteri nomor 50/KEPMEN-KP/2017). Untuk penyempurnaan strategi
pengelolaan perikanan pelagis kecil di WPP 715, termasuk pula dalam penyusunan harvest
strategy, perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap SDI dan perikanan untuk memperbarui
informasi tentang potensi produksi ikan, potensi ekonomi perikanan, serta status SDI dan
perikanannya. Untuk tujuan penyusunan dokumen ini, kajian ulang dilakukan menggunakan data
statistik perikanan tangkap yang diterbitkan oleh DJPT, angka estimasi upaya penangkapan ikan
pelagis kecil dari BRPL, data ekonomi perikanan yang dikumpulkan oleh Pelabuhan Perikanan
Samudera Bitung, dan data komposisi panjang ikan hasil pemantauan yang dilaksanakan oleh
USAID SEA Project di Pelabuhan Perikanan Tobelo dan beberapa tempat pendaratan ikan di
Pulau Halmahera.
Data statistik perikanan tangkap yang diperlukan untuk pengkajian hanya tersedia sampai
dengan tahun 2016, sehingga hanya bisa digunakan untuk mengkaji potensi produksi ikan dan
potensi ekonomi perikanan, menggambarkan kondisi SDI dan perikanan pelagis kecil hingga
tahun 2016, serta memperkirakan tingkat resiko dari berbagai sasaran produksi perikanan
terhadap kelestarian SDI. Hasil kajian SDI dan perikanan serta risiko dari berbagai target
produksi perikanan yang digunakan dalam penyusunan dokumen ini bersumber dari Purwanto
et al. (2019) yang melakukan analisis menggunakan non-equlibrium biomass dynamic model
(Prager, 1994, 2002 & 2016; Haddon, 2011) dengan data terdiri dari hasil tangkapan
keseluruhan dan upaya penangkapan. Sementara itu, potensi ekonomi perikanan yang disajikan
disini bersumber dari Purwanto (2018) dan Purwanto & Mardiani (2019).
Pada dokumen ini, perkembangan biomasa dan perikanan terkini terutama diindikasikan oleh
perkembangan potensi induk ikan malalugis (mackerel scad, Decapterus macarellus Cuvier, 1833)
yang diukur dengan ratio potensi pemijahan (spawning potential ratio, SPR), tingkat kematian
ikan karena penangkapan (fishing mortality), dan ukuran ikan. Hasil kajian yang digunakan dalam
dokumen ini bersumber dari Purwanto & Mardiani (2020) yang melakukan analisis mengenai
panjang ikan pertama kali tertangkap (length at first capture) (Froese et al., 2016; 2018) dan
rasio potensi pemijahan berbasis panjang (length-based spawning potential ratio, LBSPR)
(Hordyk, 2019 & 2020; ICES, 2018) menggunakan data frekuensi panjang ikan betina.
2.1 Perkembangan Upaya Penangkapan, Hasil Tangkapan Total
dan per Satuan Upaya, serta Komposisi Jenis Ikan
SDI pelagis kecil di WPP 715 dimanfaatkan oleh nelayan dari enam provinsi yang berbatasan
dengan wilayah WPP tersebut, yaitu Provinsi Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara,
Maluku Utara, Maluku dan Papua Barat, meskipun besaran upaya penangkapan ikannya
bervariasi dari satu provinsi ke yang lain. Pemanfaatan stok ikan pelagis kecil di WPP 715 telah
meningkat secara signifikan setidaknya sejak pertengahan 1970-an karena motorisasi kapal
penangkap ikan skala kecil dan peningkatan alat tangkap ikan (Dwiponggo, 1987). Alat tangkap
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
4
yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap jenis ikan pelagis kecil pun bermacam-macam.
Alat tangkap utama yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil di wilayah penangkapan
ikan tersebut adalah pukat cincin (purse seine), dengan rata-rata ukuran mata jaring pada bagian
kantong sekitar satu inci. Armada pukat cincin berkontribusi masing-masing sekitar 72% dan
74% dari produksi perikanan pelagis kecil yang mendarat di Provinsi Sulawesi Utara dan Maluku
Utara (DKP Sulut, 2013; DKP Malut, 2013). Pukat cincin dioperasikan oleh kapal penangkap
ikan dengan panjang yang bervariasi, mulai dari panjang keseluruhan (length over-all, LOA) 15
hingga 28 meter. Namun, sekitar 66% hasil tangkapan didaratkan kapal purse-seine berukuran
panjang keseluruhan sekitar 20 meter selama 2018-2019. Oleh karena itu, dalam pengkajian
SDI dan perikanan untuk dokumen ini, standarisasi upaya penangkapan ikan pelagis kecil di
WPP 715 menggunakan daya tangkap kapal pukat cincin medium berukuran panjang
keseluruhan 20 meter, dengan awak kapal 22 orang.
Upaya penangkapan armada pelagis kecil di WPP 715 cenderung stabil selama 2006 - 2010,
dan kemudian meningkat hingga 2014, kemudian menurun sesudahnya (Gambar 2.1). Tingkat
upaya penangkapan pada tahun 2014 dan 2015 masing-masing sekitar 1000 dan 843 unit.
Sementara itu, tingkat upaya penangkapan ikan terendah dan tertinggi selama 2003 - 2015
masing-masing adalah 485 dan 1000 unit.
Gambar 2.1 Upaya penangkapan ikan (fishing effort), hasil tangkapan total (total catch), dan hasil
penangkapan per satuan upaya (catch per unit effort), pada perikanan pelagis kecil di WPP-715,
2005 - 2015.
Sebagaimana tercantum dalam statistik perikanan tangkap tahunan yang diterbitkan oleh DJPT
untuk tahun 2003 - 2015 (DJPT, 2017; 2005-2007), hasil tangkapan perikanan pelagis kecil di
WPP 715 terdiri dari sejumlah spesies. Namun, komposisi spesies yang dilaporkan berbeda
dari tahun ke tahun, dan hanya data dari 16 kelompok spesies yang selalu muncul dalam
statistik perikanan tangkap setidaknya selama 2003 - 2015. Untuk menghindari bias dalam hasil
analisis sebagai konsekuensi dari komposisi spesies yang berbeda, hanya data produksi ikan
dari 16 kelompok spesies tersebut yang digunakan dalam analisis. Nama 16 kelompok spesies
tersebut disajikan dalam Lampiran 2.
Hasil tangkapan total dari 16 kelompok spesies ikan pelagis kecil yang mendarat cenderung
meningkat selama 2005 - 2012, kemudian menurun pada 2013, dan meningkat sesudahnya
(Gambar 2.1). Tangkapan dari 16 kelompok spesies yang mendarat pada tahun 2014 dan 2015
masing-masing sekitar 121,9 ribu dan 135,8 ribu ton. Sementara itu, keseluruhan pendaratan
50
100
150
200
250
300
500
700
900
1100
2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016
Has
il ta
ngk
apan
tota
l (1
000 t
on),
has
il penan
gkap
an p
er
satu
an
upay
a (t
on)
Upay
a penan
gkap
an (
Jum
lah k
apal
pukat
cin
cin m
ediu
m)
Tahun
Fishing effort Total catch Catch per unit effort
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
5
minimum dan maksimum dari 16 kelompok spesies pelagis kecil selama 2005 - 2015 masing-
masing adalah 91,2 ribu dan 135,8 ribu ton.
Tangkapan per unit upaya (CPUE) cenderung meningkat selama 2006 - 2009, tetapi menurun
setelahnya hingga 2014, kemudian meningkat lagi (Gambar 2.1). CPUE pada 2014 dan 2015
masing-masing sekitar 122 dan 161 ton per kapal pukat cincin ukuran 20 m (LOA). Sementara
itu, CPUE terendah dan tertinggi selama 2005 - 2015 masing-masing adalah 122 dan 221 ton
per kapal pukat cincin ukuran 20 m (LOA).
Berdasarkan data statistik perikanan tangkap, yang diterbitkan oleh DJPT (2017), perikanan
pelagis kecil di WPP 715 menyumbang sekitar 35,4% dari total produksi perikanan tangkap
laut di WPP tersebut selama 2005 - 2015. Kontribusi dari 16 kelompok spesies (Lampiran 2)
terhadap produksi perikanan pelagis kecil yang didaratkan dari WPP 715 adalah sekitar 78,3%
dari total produksi perikanan pelagis kecil selama periode tersebut. Namun, sekitar 70,3% dari
total produksi perikanan pelagis kecil terdiri dari layang (40,9%), selar (14,0%), kembung
(8,4%), dan tembang (6,9%). Ikan layang (genus Decapterus, keluarga Carangidae) tergolong
jenis ikan ekonomi penting dari SDI pelagis kecil di WPP 715. Terdapat beberapa species ikan
layang antara lain layang biru (Decapterus macarellus Cuvier, 1833), layang anggur (Decapterus
kurroides Bleeker, 1855), Layang deles (Decapterus macrosoma Bleeker, 1851), dan layang
benggol (Decapterus russelli Rüppell, 1830). Komposisi hasil tangkapan ikan layang, 80,7%
diantaranya adalah ikan layang malalugis (mackerel scad, Decapterus macarellus Cuvier, 1833).
Hasil tangkapan total dari ikan layang, selar, kembung dan tembang yang didaratkan dari
kegiatan penangkapan di WPP 715 sama-sama menunjukkan berfluktuasi, namun dengan
kecenderungan (trend) yang berbeda (Gambar 2.2). Hasil tangkapan total layang cenderung
meningkat selama 2005 - 2012, tetapi menurun pada 2013, lalu meningkat lagi pada tahun
sesudahnya. Hasil tangkapan total selar cenderung meningkat selama 2005 - 2015. Sementara
itu, hasil tangkapan total tembang yang mendarat cenderung mendatar selama 2005 - 2015.
Hasil tangkapan total kembung cenderung mendatar selama 2008 - 2012, kemudian meningkat
sesudahnya.
Gambar 2.2 Hasil tangkapan total ikan layang (scads), selar (trevallies), kembung (mackerels)
dan tembang (sardines) dari penangkapan di WPP 715, 2005 - 2015.
0
5
10
15
20
25
30
35
0
20
40
60
80
2004 2007 2010 2013 2016
Has
il ta
ngk
apan
tota
l
ikan
sela
r, k
em
bung
dan
tem
ban
g (1
000 t
on)
Has
il ta
ngk
apan
tota
l ik
an
(1000 t
on)
Tahun
Scads Sardines Trevalies Mackerels
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
6
2.2 Potensi Perikanan, Kondisi Sumber Daya Ikan dan Risiko
Pengembangan Perikanan terhadap Sumber Daya Ikan secara
Agregat
2.2.1 Biomasa dan Potensi Produksi Ikan
Penggambaran potensi produksi dan kondisi SDI secara agregat dalam dokumen ini didasarkan
pada data dari 16 kelompok spesies, karena spesies pelagis kecil lainnya, yang berkontribusi
21,7% dari total produksi, dapat terdiri dari spesies yang berbeda pada tahun yang berbeda.
Selanjutnya, dalam tulisan ini 16 kelompok spesies pelagis kecil hanya akan disebutkan sebagai
spesies pelagis kecil. Sementara itu upaya penangkapan ikan diukur berdasarkan estimasi daya
tangkap kapal pukat cincin berukuran panjang keseluruhan 20 meter.
Nilai parameter yang dihasilkan dari analisis produksi 16 kelompok spesies ikan pelagis kecil
yang dilakukan oleh Purwanto et al. (2019) menggunakan model dinamika biomasa non-
equilibrium berdasarkan model dari Schaefer dan Fox disajikan pada Tabel 2.1. Berdasarkan
hasil analisis, model Fox lebih baik karena kesesuaian dari model ini terhadap data (0,737) lebih
tinggi daripada model Schaefer (0,703). Oleh karena itu, model Fox digunakan dalam dokumen
ini untuk mengestimasi produksi dan biomasa ikan.
Tabel 2.1 Nilai estimasi parameter dan koefisien determinasi dari model produksi perikanan
pelagis kecil di WPP-715
Parameter Satuan Model Schaefer Model Fox r - 4.000 2.718
q 10-3 2.370 3.071
K 105 ton 1.245 1.228
R2 - 0.703 0.737 Keterangan: r = 2*FMSY untuk model Schaefer (Prager, 1994); r = FMSY untuk model Fox (Fox, 1970).
Sumber: Purwanto et al. (2019).
Perkiraan nilai optimum biomasa dan produksi ikan pelagis kecil, serta perkiraan tingkat
optimal kematian ikan pelagis kecil di WPP 715 disajikan pada Tabel 2.2. Hasil analisis
menunjukkan bahwa stok ikan pelagis kecil di WPP 715 dapat menghasilkan hasil tangkapan
berkelanjutan pada tingkat maksimum (maximum sustainable yield, MSY) sekitar 122.800 ton
per tahun yang dihasilkan dari upaya penangkapan 885 unit. Hasil tangkapan per satuan upaya
pada saat dicapai MSY adalah sekitar 138,7 ton/kapal/tahun. Kegiatan penangkapan ikan yang
menghasilkan hasil tangkapan lestari maksimum (MSY) menyebabkan laju kematian ikan karena
penangkapan (fishing mortality) pada stok ikan pelagis kecil sekitar 2,72. Nilai estimasi biomasa
ikan pada saat dicapai MSY adalah sekitar 41.900 ton/tahun.
Pada 2015, koefisien kematian ikan karena penangkapan (𝐹2015) diperkirakan sekitar 2,59, yang
lebih rendah dari perkiraan kematian karena penangkapan saat dicapai MSY (𝐹𝑀𝑆𝑌),
mengindikasikan kondisi underfishing. Tekanan penangkapan pada tahun 2015 berada pada
tingkat aman, yaitu tidak membahayakan kelestarian SDI. Di sisi lain, estimasi biomasa ikan
pada tahun 2015 (𝐵2015) lebih rendah dari kelimpahan biomasa ikan saat dicapai MSY (𝐵𝑀𝑆𝑌).
𝐵2015 adalah sekitar 40.100 ton, sedangkan 𝐵𝑀𝑆𝑌 sekitar 41.900 ton, mengindikasikan SDI pada
kondisi underexploited. Walaupun demikian, biomasa ikan diproyeksikan meningkat menjadi
46.900 ton pada 2016.
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
7
Tabel 2.2 Perkiraan nilai optimum biomasa dan produksi ikan pelagis kecil, serta tingkat optimal
kematian ikan karena penangkapan (fishing mortality) pada perikanan pelagis kecil di WPP 715
Parameter Simbol Satuan
Angka
estimasi
(Point
estimate)
Estimasi batas tingkat
kepercayaan (Bias-
corrected approximate
confidence limits)
Batas
bawah 80%
Batas atas
80%
Fishing mortality saat dicapai MSY FMSY 2.72
Maximum sustainable yield MSY 103 ton 122,8 115,8 150,5
Biomasa saat dicapai MSY BMSY 103 ton 41,9 41,8 42,1
Perkiraan hasil tangkapan total 2016 Y2016 103 ton 122,8 116,6 137,5 Sumber: Purwanto et al. (2019).
2.2.2 Perkembangan Kelimpahan Sumber Daya Ikan, Tekanan Penangkapan
dan Hasil Tangkapan per kapal
Perkembangan tekanan penangkapan dan kelimpahan biomasa ikan pelagis kecil yang
dipengaruhinya di WPP 715 ditunjukkan dengan Kobe plot, yaitu plot kematian karena
penangkapan relatif dan biomasa ikan relatif (Gambar 2.3). Pada tahun 2005, perikanan pelagis
kecil menangkap ikan lebih sedikit daripada potensi sumber daya ikannya (underfishing), namun
stok ikan pelagis kecil pada tingkat kelimpahan yang lebih rendah dibanding kelimpahan
optimumnya, sebagaimana diindikasikan oleh 𝐹2005/𝐹𝑀𝑆𝑌<1 dan 𝐵2005/𝐵𝑀𝑆𝑌<1.4,5 Hal ini diduga
akibat dari pemanfaatan secara berlebihan (over-exploited) pada tahun-tahun sebelumnya.
Tekanan penangkapan meningkat pada tahun 2006, sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan
angka kematian karena penangkapan relatif, namun masih tetap pada tingkat yang lebih rendah
daripada tingkat optimalnya, sehingga kelimpahan biomasanya meningkat. Tekanan
penangkapan berada pada tingkat yang stabil selama 2006 - 2010. Ketika tekanan penangkapan
meningkat sejak 2011, kelimpahan biomasa ikan menurun sejak 2012. Pada tahun 2014,
tekanan penangkapan menjadi berlebihan (overfishing), yaitu 𝐹𝑡/𝐹𝑀𝑆𝑌=1.1, dan SDI berada pada
ambang batas pemanfaatan berlebih (overexploited), yaitu 𝐵𝑡/𝐵𝑀𝑆𝑌=1.0.
Pada tahun 2015, tekanan penangkapan menurun ke tingkat aman (𝐹𝑡/𝐹𝑀𝑆𝑌=0,95), namun stok
ikan berada dalam kondisi dimanfaatkan berlebihan (𝐵𝑡/𝐵𝑀𝑆𝑌=0,89). Angka-angka tersebut juga
mencerminkan bahwa pada 2015 kematian ikan karena penangkapan 5% lebih rendah dari
tingkat optimum (𝐹𝑀𝑆𝑌), namun biomasa ikan 11% lebih rendah dari kelimpahan biomasa
optimum (𝐵𝑀𝑆𝑌) (Gambar 2.3). Selain itu, hasil kajian peluang untuk kondisi tahun 2015
menunjukkan bahwa biomasa ikan berada pada tingkat yang tidak aman (ditunjukkan dengan
warna merah, jingga dan kuning dari diagram lingkaran), yaitu dalam kondisi dimanfaatkan
secara berlebih, dengan peluang sekitar 71% (Gambar 2.3A). Namun, hasil analisis
mengindikasikan bahwa stok ikan pelagis kecil di WPP 715 akan meningkat dan mencapai
tingkat aman, yaitu 𝐵𝑡/𝐵𝑀𝑆𝑌=1,04, pada tahun 2016 (Gambar 2.3B).
Perkembangan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (CPUE) yang dihasilkan dari
pengamatan dan estimasi disajikan pada Gambar 2.4. Nilai estimasi CPUE cenderung stabil
sekitar 200 ton per kapal selama 2006 - 2010, kemudian menurun ke tingkat terendah, yaitu
129.1 ton, pada tahun 2014, dan meningkat sesudahnya. Perkiraan CPUE pada tahun 2015
4 Under-fishing: 𝐹𝑡 < 𝐹𝑀𝑆𝑌, atau 𝐹𝑡/𝐹𝑀𝑆𝑌=<1; Fully/optimal fishing: 𝐹𝑡 = 𝐹𝑀𝑆𝑌 , atau 𝐹𝑡/𝐹𝑀𝑆𝑌=1; Over-fishing 𝐹𝑡 > 𝐹𝑀𝑆𝑌, atau 𝐹𝑡/𝐹𝑀𝑆𝑌>1; 𝐹𝑡 = tingkat kematian pada populasi ikan karena penangkapan (fishing mortality) tahun t, 𝐹𝑀𝑆𝑌= fishing mortality saat dicapai MSY. 5 Under-exploited: 𝐵𝑡 > 𝐵𝑀𝑆𝑌, atau 𝐵𝑡/𝐵𝑀𝑆𝑌>1; Fully exploited: Bt=BMSY, atau 𝐵𝑡/𝐵𝑀𝑆𝑌=1; Over-exploited 𝐵𝑡 < 𝐵𝑀𝑆𝑌 , atau 𝐵𝑡/𝐵𝑀𝑆𝑌<1; 𝐵𝑡 = biomasa ikan tahun t, 𝐵𝑀𝑆𝑌= biomasa ikan saat dicapai MSY.
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
8
adalah sekitar 137.6 ton per kapal. Nilai CPUE tahun 2015 tersebut masih belum mencapai
perkiraan CPUE pada tingkat MSY, yaitu sekitar 138.7 ton.
(A) (B)
Gambar 2.3 (A) Perkiraan lintasan, antara biomasa relatif (relative biomass) dan kematian
karena penangkapan relatif (relative fishing mortality), serta (B) trend biomasa ikan pelagis kecil
dan kematian ikan karena penangkapan di WPP 715, 2005 - 2016.
Gambar 2.4 Hasil pengamatan dan estimasi hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan
(observed CPUE & estimated CPUE) pada perikanan pelagis kecil di WPP 715, 2005-2015.
2.3 Potensi Ekonomi Perikanan
Kegiatan perikanan yang dilakukan oleh nelayan dalam memanfaatkan SDI pada dasarnya adalah
kegiatan ekonomi yang dilakukan untuk memperoleh keuntungan. Sejarah perikanan laut
Indonesia menunjukkan bahwa perkembangan perikanan pada perairan nusantara sangat dipengaruhi oleh permintaan di pasar dan nilai ekonomi hasil perikanannya.
Permintaan akan ikan pelagis kecil dalam negeri berasal dari rumah tangga dan pengolah ikan
untuk konsumsi, maupun usaha penangkapan untuk dijadikan umpan. Permintaan tersebut
cenderung terus meningkat, yang mendorong pelaku usaha perikanan untuk terus
meningkatkan upaya penangkapannya hingga melebihi tingkat optimum pemanfaatan SDI sesuai
0.0
0.5
1.0
1.5
2004 2007 2010 2013 2016
Kelim
pah
an b
iom
asa
rela
tif (R
elative
bio
mass
) dan
kem
atia
n k
arena
penan
g-
kap
an r
ela
tif (r
elative
fishin
g m
orta
lity)
Tahun
Relative fishing mortalityRelative fish biomassLimit reference level
0
50
100
150
200
250
2004 2007 2010 2013 2016
has
il ta
ngk
apan
per
satu
an
upay
a penan
gkap
an(t
on)
Tahun
Observed CPUE Estimated CPUE
Over-exploited, over-fishing
under-exploited, over-fishing
Over-exploited, under-fishing
under-exploited, under-fishing
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
9
daya dukung. Dampak dari hal tersebut selain menyusutnya stok ikan hingga lebih rendah
dibandingkan kelimpahan yang menghasilkan produksi optimumnya, juga menurunnya tingkat
keuntungan perikanan lebih rendah dibandingkan potensi ekonomi yang dapat dihasilkan.
Indikasi potensi ekonomi dari perikanan pelagis kecil di WPP 715 ditunjukkan dari keuntungan
ekonomi penangkapan ikan dengan pukat cincin, yang merupakan alat tangkap utamanya, yang
dioperasikan dengan kapal berukuran panjang keseluruhan (length over-all, LOA) 20 meter,
dengan awak kapal 22 orang. Potensi ekonomi perikanan pelagis kecil diestimasi menggunakan
parameter produksi perikanan dari Purwanto et al. (2018) (Tabel 2.1) dan data ekonomi tahun
2017 sebagaimana dilaporkan oleh Purwanto (2018) dan Purwanto & Mardiani (2019a),
mencakup harga rata-rata ikan pelagis kecil dan biaya operasional penangkapan kapal
penangkap ikan skala menengah tersebut, yaitu masing-masing sekitar Rp. 9300 per kilogram
dan yaitu sekitar Rp. 762 juta per kapal per tahun.
Gambaran umum perkiraan biaya, pendapatan dan keuntungan ekonomi dari pengoperasian
kapal pukat cincin skala menengah pada berbagai tingkat upaya penangkapan dan biomasa ikan
di WPP 715 disajikan pada Gambar 2.5 (A&B). Keuntungan ekonomi perikanan pelagis kecil
bervariasi dengan tingkat upaya penangkapan dan biomasa ikan. Pada awal pengembangan
perikanan, peningkatan upaya penangkapan meningkatkan keuntungan dan menurunkan
biomasa ikan. Namun, setelah mencapai tingkat keuntungan yang optimal, peningkatan upaya
penangkapan mengurangi keuntungan dan biomasa ikan. Keuntungan optimal dicapai pada
tingkat upaya penangkapan yang lebih rendah daripada yang menghasilkan produksi ikan
optimum secara biologis, yaitu MSY (Gambar 2.5C).
Ketika stok ikan pelagis kecil ditargetkan dimanfaatkan pada tingkat MSY, total biaya operasi
kapal pukat cincin skala menengah adalah sekitar Rp. 640 miliar per tahun (Tabel 2.3), dengan
pendapatan tahunan yang diharapkan dari perikanan pelagis kecil sekitar Rp. 1108 miliar.
Keuntungan yang diharapkan dari perikanan pelagis kecil, yang menargetkan produksi di tingkat
MSY, adalah sekitar Rp. 468 miliar per tahun. Keuntungan ekonomi rata-rata dari kegiatan
penangkapan ikan menggunakan kapal pukat cincin skala sedang adalah sekitar Rp. 557 juta per
kapal per tahun ketika produksi perikanan berada di tingkat MSY.
Ketika penangkapan ikan pelagis kecil ditargetkan menghasilkan 80% dari tingkat MSY,
keuntungan yang diharapkan dari perikanan pelagis kecil adalah sekitar Rp. 583 miliar per tahun
(Tabel 2.3). Keuntungan ekonomi rata-rata dari kegiatan penangkapan ikan oleh kapal
penangkap ikan skala sedang adalah sekitar Rp. 1475 juta per kapal per tahun.
Keuntungan ekonomi optimal dari perikanan pelagis kecil di WPP 715 diperkirakan sekitar Rp.
608 miliar per tahun, dihasilkan dari pengoperasian 512 unit kapal pukat cincin skala menengah.
Produksi ikan saat keuntungan ekonomi optimal (maximum economic yield, MEY) adalah sekitar
107 ribu ton per tahun. Biaya operasi armada penangkap ikan itu sekitar Rp. 390 miliar per
tahun (Tabel 2.3). Pada kondisi yang secara ekonomis optimal tersebut, tekanan penangkapan
(sebagaimana ditunjukkan oleh kematian ikan karena penangkapan relatif) lebih rendah, dan
karenanya lebih aman, dibanding pada kondisi yang secara biologis optimal, yaitu saat dicapai
MSY. Stok ikan pada saat dicapai MEY, seperti yang ditunjukkan oleh biomasa relatif, lebih sehat daripada kondisi stok pada saat dicapai MSY.
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
10
Gambar 2.5 (A) Estimasi total biaya (total cost), total perolehan (total revenue), dan keuntungan
ekonomi (economic profit): (1) pada berbagai tingkat upaya penangkapan (fishing effort), dan (2)
pada berbagai tingkat kelimpahan stok ikan (fish biomass); serta (B) Estimasi produksi ikan atau
hasil tangkapan total, dan keuntungan ekonomi yang diharapkan, pada berbagai tingkat upaya
penangkapan ikan dari perikanan pelagis kecil di WPP 715
Perikanan tidak mendapatkan keuntungan ketika jumlah kapal yang dioperasikan sekitar 1301
unit. Pada tingkat upaya penangkapan ini, tekanan penangkapan dan stok ikan berada dalam
kondisi yang lebih buruk daripada kondisi di mana perikanan menggunakan stok ikan pada
tingkat produksi optimal secara biologis maupun ekonomis. Kematian ikan karena
penangkapan relatif dan biomasa ikan relatif menunjukkan kondisi tersebut (Tabel 2.3).
Membandingkan tiga sasaran tingkat produksi perikanan yang berbeda, yaitu MSY, 80% dari
MSY, dan MEY, keuntungan ekonomi tertinggi diharapkan dihasilkan dari penangkapan ikan
yang menargetkan MEY, sedangkan produksi ikan tertinggi diharapkan dihasilkan dari
penangkapan ikan yang menargetkan MSY (Tabel 2.3). Sementara itu, bila sasaran kegiatan
penangkapan ikan adalah produksi ikan pada 80% dari MSY, keuntungan ekonomi dan produksi
akan menjadi kurang optimal, tetapi laba per kapal, pendapatan nelayan, CPUE, dan kelimpahan
stok akan lebih tinggi daripada yang dihasilkan dari penangkapan ikan yang menargetkan MSY
atau MEY.
-400
100
600
1100
0 300 600 900 1200 1500
Tota
l bia
ya, t
ota
l per
ole
han
, dan
to
tal k
eun
tun
gan
eko
no
mi (
Rp
. m
ilyar
/th
)
Upaya pengkapan (Fishing effort)( Jumlah kapal)
Total costTotal revenueEconomic profit
EMEY EMSY
(A1)
-400
-200
0
200
400
600
800
1000
1200
0 50 100 150 200 250 300
Tota
l bia
ya, to
tal pero
lehan
, dan
keuntu
nga
n e
konom
i (R
p.m
ilyar
/th)
Biomasa ikan (1000 ton)
Total costTotal revenueEconomic profit
BMSY BMEY
(A2)
-400
-200
0
200
400
600
800
1000
1200
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
0 300 600 900 1200 1500K
eun
tun
gan
eko
no
mi
(Rp
. ju
ta/t
ahu
n
Pro
du
ksi (
10
00
to
n/t
ahu
n)
Upaya penangkapan (Fishing effort)(Jumlah kapal)
YieldEconomic profit
EMEY EMSY
(B)
MSY MEY
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
11
Tabel 2.3 Perkiraan produksi, hasil tangkapan per satuan upaya, biaya, perolehan, dan
keuntungan perikanan pelagis kecil dari operasi kapal pukat cincin skala menengah pada
berbagai tingkat upaya penangkapan di WPP 715
Satuan
Sasaran pengelolaan
perikanan Tanpa
pengendalian
penangkapan
Kondisi
tahun
2015 MSY MEY 80%
MSY
Upaya penangkapan Jumlah kapal 840 512 396 1301 844
Produksi ikan 1000 ton 119,0 107,2 95,2 106,5 111,0
Hasil tangkapan per satuan upaya Ton/kapal 141,7 209,5 240,3 81,9 131,6
Kematian ikan karena penangkapan 1,20 0,73 0,57 1,86 1,20
Biomasa ikan 1000 ton 99,4 146,9 168,5 57,4 92,3
Total biaya Rp. milyar 640,2 389,9 301,9 991,3 642,9
Total perolehan Rp. milyar 1107,8 997,6 886,3 991,3 1033,0
Keuntungan ekonomi Rp. milyar 467,7 607,6 584,3 0,0 390,2
Keuntungan per kapal Rp. milyar 556,7 1187,4 1474,6 0,0 462,4
Jumlah nelayan Orang 18480 11264 8712 28622 18568
Biomasa ikan relatif 1,00 1,48 1,70 0,58 0,93
Kematian ikan karena penangkapan
relatif 1,00 0,61 0,47 1,55 1,00
Sumber: Purwanto (2018), dan Purwanto & Mardiani (2019).
Dari sudut-pandang ekonomi perikanan, pilihan sasaran pengelolaan pada MEY akan
memungkinkan efisiensi biaya penangkapan dan optimasi perolehan neto atau keuntungan
ekonomi usaha penangkapan ikan. Sementara itu, walau produksi ikan sedikit 10% lbh rendah
dari tingkat optimumnya (MSY), keuntungan ekonomi tersebut memungkinkan pelaku usaha
perikanan untuk memperluas cakupan usaha di bidang usaha perikanan atau bidang usaha
lainnya, dan hal ini tentunya akan berdampak positif terhadap pendapatan domestik bruto
(PDB). Namun demikian, dampak dari berbagai pilihan strategi pengelolaan perikanan tidak
dikaji sehingga tidak disajikan dalam dokumen ini.
2.4 Risiko dari berbagai Target Produksi terhadap Kelestarian
Sumber Daya Ikan
Akan selalu ada ketidakpastian dalam estimasi biomassa populasi (Buxton et al., 2010), karena
perikanan beroperasi pada ekosistem perairan yang fungsi dan responnya terhadap penangkapan
ikan dan aktivitas manusia lainnya belum diketahui secara sempurna (Haddon, 2011). Data dan
informasi yang tersedia tentang perikanan pelagis kecil WPP 715 tidak lengkap. Data yang
digunakan dalam analisis adalah data statistik perikanan yang memanfaatkan stok multispesies ikan
pelagis kecil, hidup dalam ekosistem perairan yang kompleks dan saling terkait, dengan variasi
alam yang cukup besar dimana belum ada proses ekologi yang diketahui secara sempurna. Kondisi
ini juga diperparah dengan terbatasnya kegiatan penelitian, serta praktek penangkapan ikan yang
ilegal dan tidak dilaporkan di wilayah penangkapan. Oleh karena itu, ketidakpastian dalam estimasi
yang berkaitan dengan stok ikan dan responnya terhadap upaya penangkapan akan selalu ada.
Namun, ketiadaan informasi ilmiah yang memadai tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk
menunda atau gagal mengambil tindakan konservasi dan pengelolaan (FAO, 1995; UNGA, 1995).
Masalah utamanya adalah memastikan bahwa batas tangkapan dalam strategi pengelolaan
perikanan ditetapkan sedemikian rupa sehingga berada dalam kisaran yang aman meskipun ada
ketidakpastian (Buxton et al., 2010). Risiko terkait pengambilan keputusan dalam pemilihan angka
acuan (reference points) penting untuk diukur guna menghindari hasil yang tidak diinginkan dan
mengurangi kemungkinan hancurnya sumberdaya ikan (De Anda-Montañez et al., 2017). Strategi
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
12
pengelolaan perikanan harus memastikan bahwa risiko melebihi angka acuan, yaitu MSY, sangatlah
rendah (Lampiran II UNGA, 1995).
Hasil kajian resiko over-eksploitasi menunjukkan bahwa probabilitas perikanan pelagis kecil di
WPP 715 untuk melanggar tingkat acuan 𝐵𝑀𝑆𝑌 dan 𝐹𝑀𝑆𝑌 , yaitu stok ikan pelagis kecil turun lebih
rendah daripada 𝐵𝑀𝑆𝑌 (overexploited) dan kematian ikan karena penangkapan melebihi 𝐹𝑀𝑆𝑌
(overfishing), berkurang dengan penurunan tingkat hasil tangkapan yang ditargetkan (Tabel 2.4).
Tingkat hasil tangkapan (catch level) perikanan pelagis kecil di WPP 715 pada tahun terakhir
periode 2005-2015, sebagaimana ditunjukkan oleh rata-rata tangkapan tahun 2013-2015,
adalah sekitar 123 ribu ton. Hasil penilaian risiko menunjukkan bahwa jika tangkapan saat
tersebut dilanjutkan, risiko melanggar 𝐵𝑀𝑆𝑌 dan 𝐹𝑀𝑆𝑌 dalam tiga tahun masing-masing akan
menjadi sekitar 69% dan 72%, dan risiko melanggar 𝐵𝑀𝑆𝑌 dan 𝐹𝑀𝑆𝑌 akan lebih tinggi dalam
sepuluh tahun, yaitu 78%, (Tabel 2.4). Tingkat risiko stok ikan yang mengalami penangkapan
ikan berlebihan (overfishing, 𝐹𝑡>𝐹𝑀𝑆𝑌) dan dimanfaatkan berlebihan (overexploited, 𝐵𝑡 < 𝐵𝑀𝑆𝑌)
dalam tiga dan sepuluh tahun berada pada “risiko sedang-tinggi”.
Tabel 2.4 Probabilitas (%) dari perikanan pelagis kecil di WPP 715 untuk melanggar angka
acuan 𝐵𝑀𝑆𝑌 dan 𝐹𝑀𝑆𝑌 dalam tiga dan 10 tahun, pada berbagai tingkat hasil tangkapan yang
ditargetkan
Hasil tangkapan yang ditargetkan relatif terhadap hasil tangkapan tahun terakhir
60% 70% 80% 90% 97%
(MSY)
100% (Hasil
tangkapan tahun ter-
akhir*)
110% 120% 130% 140%
Skenario hasil tangkapan (1000 ton) 73,9 86,2 98,5 110,8 119,0 123,1 135,5 147,8 160,1 172,4
B2018<BMSY 37 45 54 62 67 69 75 80 85 88
F2018 >FMSY 11 17 36 56 68 72 83 90 94 96
B2025<BMSY 20 26 36 54 71 78 90 95 97 98
F2025 >FMSY 10 14 28 51 70 78 92 96 98 98
Catatan: * Hasil tangkapan tahun terakhir adalah rata-rata hasil tangkapan tiga tahun terakhir (2013-2015).
Keterangan warna:
Tingkat risiko Risiko rendah
(Low risk) Risiko sedang-rendah
(Medium-low risk) Risiko sedang-tinggi (Medium-high risk)
Risiko tinggi (High risk)
Probabilitas 0 - 20% 20 - 50% 50 - 80% 80 - 100
Sumber: Purwanto et al. (2019)
Tingkat MSY pada perikanan pelagis kecil di WPP 715 yang lebih rendah daripada tingkat
produksi tahun terakhir. Ketika perikanan menargetkan hasil tangkapan pada tingkat MSY,
risiko melanggar 𝐵𝑀𝑆𝑌 dalam tiga dan sepuluh tahun akan menjadi masing-masing sekitar 67%
dan 71%, sedangkan risiko melanggar 𝐹𝑀𝑆𝑌 dalam tiga dan sepuluh tahun masing-masing akan
menjadi sekitar 68% dan 70% (Tabel 2.4). Risiko untuk melanggar tingkat acuan 𝐵𝑀𝑆𝑌 dan 𝐹𝑀𝑆𝑌
sebagai konsekuensi dari penangkapan ikan dengan sasaran MSY adalah lebih rendah
dibandingkan dengan melanjutkan penangkapan yang menargetkan hasil tangkapan tahun
terakhir. Namun, tingkat risiko penangkapan ikan yang menargetkan tingkat MSY adalah juga
masih tergolong risiko sedang-tinggi.
Ketika hasil tangkapan yang ditargetkan (targeted catch level) menurun ke tingkat produksi yang
menghasilkan keuntungan ekonomi optimum (maximum economic yield, MEY), risiko melanggar
tingkat acuan 𝐵𝑀𝑆𝑌 dan 𝐹𝑀𝑆𝑌 dalam sepuluh tahun masing-masing akan menjadi sekitar 48%
dan 43%. Tingkat risiko ini dikategorikan sebagai risiko sedang-rendah (Tabel 2.5 & 2.6).
Demikian pula pada penangkapan ikan yang menargetkan 80% MSY, yaitu sekitar 95.200 ton,
risiko akan menjadi sekitar 33% untuk melanggar tingkat acuan 𝐵𝑀𝑆𝑌 dan 24% untuk melanggar
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
13
tingkat acuan 𝐹𝑀𝑆𝑌 dalam 10 tahun (Tabel 2.5 & 2.6). Tingkat risiko ini dikategorikan sebagai
risiko sedang-rendah, mirip dengan tingkat risiko penangkapan ikan di tingkat MEY.
Tabel 2.5 Proyeksi peluang risiko perikanan pelagis kecil di WPP 715 melanggar tingkat acuan
𝐹𝑀𝑆𝑌 pada berbagai sasaran hasil tangkapan Hasil tangkapan yang ditargetkan Tahun
Jumlah
(1000 ton)
Perbedaan dari (%)
MSY Hasil tang-
kapan tahun terakhir
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
0 -100 -100 64 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 -79 -80 64 8 8 8 8 8 8 8 8 8
49 -59 -60 64 9 9 8 8 8 8 8 8 8
74 -38 -40 64 16 11 11 11 10 10 11 11 11
86 -28 -30 64 28 17 14 14 14 14 14 14 14
95a) -20 -23 64 39 30 27 25 24 24 24 24 24
99 -17 -20 64 43 36 32 30 28 28 28 28 28
107b) -10 -13 64 53 49 47 45 45 44 44 43 43
111 -7 -10 64 58 56 55 53 53 52 52 51 51
119c) 0 -3 64 66 68 68 69 69 70 70 70 70
123d) 3 0 64 70 72 74 76 77 77 78 78 79
135 13 10 64 79 83 87 88 90 91 91 92 92
148 24 20 64 85 90 93 94 95 95 96 96 96
160 34 30 64 89 94 96 97 97 97 98 98 98 Catatan: a) 80% dari MSY; b). MEY; c). MSY; d). Hasil tangkapan tahun terakhir adalah rata-rata hasil tangkapan tiga tahun terakhir
(2013-2015). Interpolasi digunakan untuk mengestimasi probabilitas resiko pada nilai a) dan b). Keterangan warna mengacu pada
Tabel 2.5.
Sumber: Purwanto et al. (2019)
Tabel 2.5 & 2.6 menyajikan proyeksi perkiraan risiko perikanan dalam melanggar tingkat acuan
𝐹𝑀𝑆𝑌 dan 𝐵𝑀𝑆𝑌 pada berbagai sasaran hasil tangkapan. Jika perikanan terus menggunakan SDI
dengan sasaran hasil tangkapan tahun terakhir (2015), risiko melanggar tingkat acuan 𝐹𝑀𝑆𝑌
dan 𝐵𝑀𝑆𝑌 akan cenderung meningkat selama 2016 - 2025. Demikian pula, risiko melanggar
tingkat acuan 𝐹𝑀𝑆𝑌 dan 𝐵𝑀𝑆𝑌 akan cenderung meningkat pada penangkapan dengan sasaran
tangkapan yang lebih tinggi selama 2016 - 2025.
Ketika hasil tangkapan ditingkatkan menjadi 10% lebih tinggi dari hasil tangkapan tahun terakhir
(2015), probabilitas risiko melanggar 𝐹𝑀𝑆𝑌 meningkat dari 64% pada 2016, menjadi 83% dan
92% masing-masing pada tahun 2018 dan 2025 (Tabel 2.5), sedangkan probabilitas risiko
melanggar 𝐵𝑀𝑆𝑌 meningkat dari 58% pada tahun 2016, menjadi 75% dan 90% masing-masing
pada tahun 2018 dan 2025 (Tabel 2.6). Sebaliknya, risiko cenderung menurun ketika
penangkapan ikan menargetkan hasil tangkapan lebih rendah dari MSY. Ketika hasil tangkapan
menurun ke tingkat 30% lebih rendah dari tangkapan tahun terakhir, probabilitas risiko
melanggar 𝐹𝑀𝑆𝑌 menurun dari 64% pada 2016 menjadi 28% dan 14% masing-masing pada tahun
2018 dan 2025 (Tabel 2.5), sedangkan probabilitas risiko melanggar 𝐵𝑀𝑆𝑌 menurun dari 58%
pada tahun 2016, menjadi 45% dan 26% pada tahun 2018 dan 2025, masing-masing (Tabel 2.6).
Risiko yang rendah untuk melanggar tingkat acuan 𝐹𝑀𝑆𝑌 dan 𝐵𝑀𝑆𝑌 dalam sepuluh tahun
diharapkan dari penangkapan pada tingkat tangkapan setara dengan 60% dari tangkapan tahun
terakhir atau lebih rendah (Tabel 2.4-2.6). Ketika menangkap ikan dengan sasaran hasil
tangkapan 60% dari hasil tangkapan tahun terakhir, risiko untuk melanggar tingkat acuan 𝐹𝑀𝑆𝑌
dan 𝐵𝑀𝑆𝑌 akan menjadi 11% dan 20% masing-masing dalam sepuluh tahun.
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
14
Tabel 2.6 Proyeksi peluang risiko perikanan pelagis kecil di WPP 715 melanggar tingkat acuan
𝐵𝑀𝑆𝑌 pada berbagai sasaran produksi Hasil tangkapan yang ditargetkan
Tahun
Jumlah
(1000 ton)
Perbedaan dari (%)
MSY Hasil tang-
kapan tahun terakhir
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
0 -100 -100 58 65 8 0 0 0 0 0 0 0
25 -79 -80 58 65 11 8 8 8 8 8 8 8
49 -59 -60 58 65 21 12 11 11 11 10 10 10
74 -38 -40 58 65 37 23 21 20 20 20 20 20
86 -28 -30 58 65 45 32 28 27 27 27 26 26
95a) -20 -23 58 65 51 41 37 35 34 34 33 33
99 -17 -20 58 65 54 45 41 39 37 37 36 36
107b) -10 -13 58 65 59 55 52 50 49 48 48 48
111 -7 -10 58 65 62 60 58 56 55 54 54 54
119c) 0 -3 58 65 67 68 68 69 69 70 70 71
123d) 3 0 58 65 69 71 73 75 75 76 77 78
135 13 10 58 65 75 82 85 87 88 89 90 90
148 24 20 58 65 80 88 91 93 94 94 95 95
160 34 30 58 65 85 92 94 95 96 97 97 97 Catatan: a) 80% dari MSY; b). MEY; c). MSY; d). Hasil tangkapan tahun terakhir adalah rata-rata hasil tangkapan tiga tahun
terakhir (2013-2015). Interpolasi digunakan untuk mengestimasi probabilitas resiko pada nilai a) dan b). Keterangan warna
mengacu pada Tabel 2.5.
Sumber: Purwanto et al. (2019).
Sebagaimana direkomendasikan oleh FAO (1995), disepakati oleh negara anggota PBB (UNGA,
1995), dan diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007, pendekatan kehati-hatian
harus diterapkan pada konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan stok ikan untuk mencapai tujuan
pengelolaan perikanan. Dengan pendekatan kehati-hatian, ketidakpastian yang berkaitan dengan
ukuran dan produktivitas stok ikan perlu diperhitungkan (Pasal 6 (3) UNGA, 1995).
Ketidakpastian yang diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan yang tepat, perlu dipertimbangkan
dalam pengelolaan (Uusitalo et al., 2015). Mengacu pada Restrepo et al. (1998), sasaran tingkat
hasil tangkapan (targeted catch level) untuk angka acuan sasaran (target reference point) dalam
pengelolaan perikanan pelagis kecil di WPP 715 adalah tingkat hasil tangkapan dengan risiko
maksimum 50% peluang stok ikan akan dimanfaatkan berlebih (over-exploited) dalam sepuluh
tahun.
2.5 Parameter Sejarah Hidup dan Potensi Pemijahan Stok Ikan
Layang (Decapterus macarellus)
Implementasi pengkajian berbasis panjang ikan terhadap stok ikan pelagis kecil di WPP 715,
yang terdiri dari banyak spesies, akan menghadapi kesulitan terutama dalam pengumpulan data
frekuensi panjang berdasarkan spesies. Oleh karena itu, Decaptarus macarellus, yang merupakan
spesies dominan dan penting secara ekonomi dalam komposisi tangkapan pelagis kecil, dipilih
untuk menjadi perwakilan yang tepat dari stok ikan pelagis kecil untuk dikaji.
Kegiatan pengkajian stok terhadap suatu spesies dengan menggunakan data komposisi panjang
ikan mencakup estimasi parameter sejarah hidup, mencakup parameter fungsi pertumbuhan
dan mortalitas alami, serta estimasi SPR berbasis panjang (LB-SPR). Rasio potensi pemijahan
(SPR) digunakan sebagai patokan status stok ikan. SPR mengukur potensi reproduksi dari stok
ikan yang mengalami penangkapan relatif terhadap stok yang belum pernah dimanfaatkan,
sebagaimana ditunjukkan oleh proporsi potensi reproduksi dari stok yang belum pernah
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
15
dimanfaatkan yang tersisa oleh tekanan penangkapan tertentu (Goodyear, 1990; 1993; Walters
& Martell, 2004). Hasil pengkajian disajikan berikut ini.
2.5.1 Parameter Sejarah Hidup Ikan
Berdasarkan analisis menggunakan fungsi pertumbuhan von Bertalanffy, D. macarellus
diperkirakan tumbuh hingga panjang asimtotik (𝐿𝑖𝑛𝑓) 36,03 cm (TL) dengan koefisien
pertumbuhan 𝐾, yaitu laju untuk mencapai 𝐿𝑖𝑛𝑓, sekitar 0.55 (Tabel 2.7). Berdasarkan koefisien
pertumbuhan tersebut, ikan layang betina akan hidup hingga maksimum sekitar 5,5 tahun bila
tidak ada penangkapan, yaitu ketika ikan mencapai 95% dari panjang asimtotik.
Tabel 2.7 Parameter 𝐿𝑖𝑛𝑓 and 𝐾 dari Decapterus macarellus di WPP 715
Parameter Median Batas bawah
(Lower limit)
Batas atas
(Upper limit)
𝐿𝑖𝑛𝑓 36,03 31,38 45,18
𝐾 0,55 0,26 0,75 Sumber: Purwanto & Mardiani (2020)
Laju kematian alami dari ikan D. macarellus hasil estimasi menggunakan metode yang berbeda
menghasil nilai estimasi yang juga berbeda, dengan rentang nilai 0,85 hingga 1,38 (Tabel 2.8).
Adapun nilai 𝑀 komposit dari nilai estimasi 𝑀 tersebut adalah 1,04 (Tabel 2.9).
Tabel 2.8 Nilai laju kematian alami (𝑀) dari D. macarellus betina di WPP 715 hasil estimasi
menggunakan beberapa persamaan empiris. Penyusun persamaan empiris Input Nilai estimasi M
Pauly (1980) 𝐿𝑖𝑛𝑓 , 𝐾, 𝑇(0C) 1,215
Roff (1984) 𝐾, 𝑡50 1,384
Jensen (1996) 𝐾 0,878 and 0,936
𝑡50 1,179
Then et al. (2015) 𝑡𝑚𝑎𝑥 1,074 and 1,099
𝐿𝑖𝑛𝑓 , 𝐾 0,850
Sumber: Purwanto & Mardiani (2020)
Tabel 2.9 Nilai laju kematian alami (𝑀) komposit dari D. macarellus betina di WPP 715
Quartile pertama Median Rata-rata Quartile ketiga
M komposit 0,867 1,043 1,083 1,259 Sumber: Purwanto & Mardiani (2020)
Berdasarkan sampel D. macarellus betina dengan kisaran ukuran panjang 15 hingga 31 cm,
peluang mereka untuk menjadi dewasa secara seksual ditunjukkan secara grafis pada Gambar
2.6. Perkiraan panjang betina pada saat pertama kali memijah (length at first maturity, 𝐿50)
adalah 19,7 cm, dan usia pertama kali memijah (age at first maturity, 𝑡50) adalah 1,4 tahun.
Sementara itu, panjang rata-rata ikan betina saat 50% ikan tertahan dalam jaring (𝐿𝑆50) adalah
sekitar 20,7 cm dan 20,9 cm masing-masing pada tahun 2018 dan 2019. Berdasarkan nilai 𝐿𝑆50
pada 2018 dan 2019 tersebut, usia pertama tertangkap (age at first capture, 𝑡𝑆50) pada tahun
2018 dan 2019 relatif sama, yaitu sekitar 1,6 tahun.
Nilai estimasi 𝐿𝑆50 pada 2018 dan 2019 menunjukkan bahwa selektivitas alat tangkap yang
digunakan oleh nelayan dalam menangkap ikan D. macarellus relatif sama. Hasil analisis juga
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
16
menunjukkan bahwa panjang rata-rata ikan saat 50% pertama kali tertangkap (length at first
capture, 𝐿𝑆50) lebih besar dari panjang rata-rata pada saat pertama kali memijah (𝐿50).
Gambar 2.6 Kurva kematangan (maturity curve) gonad dan selektivitas untuk ikan Decapterus
macarellus betina di WPP 715. Keterangan: S-2018 dan S-2019 masing-masing adalah kurva
selektivitas pada 2018 dan 2019. Sumber: Purwanto & Mardiani (2020).
Panjang optimum ikan saat 50% pertama kali tertangkap (optimum length at first capture, 𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡),
yaitu rata-rata panjang 50% dari ikan pertama kali tertangkap yang memaksimumkan hasil
tangkapan dan biomasa ikan pada masing-masing tingkat upaya penangkapan, adalah 20 cm.
Nilai estimasi 𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡 digunakan sebagai nilai ambang batas panjang rata-rata ikan betina saat
50% diantaranya tertahan dalam jaring.
Rata-rata ukuran ikan pertama kali tertangkap (𝐿𝑆50), yang lebih panjang dibandingkan panjang
optimum ikan pertama kali tertangkap (𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡) maupun panjang ikan pertama kali memijah
(𝐿50) mengindikasikan bahwa ukuran mata jaring bukan faktor utama yang mengakibatkan SDI
dalam kondisi dimanfaatkan berlebih. 𝐿𝑆50 > 𝐿50 mengkondisikan tambahan anakan
(recruitment) secara optimum. Sementara itu, 𝐿𝑆50 > 𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡 mengoptimumkan biomasa ikan
dan hasil tangkapan pada berbagai tingkat upaya penangkapan.
2.5.2 Produksi Relatif dan Potensi Pemijahan
Hasil analisis menunjukkan bahwa produksi ikan relatif (𝑌/𝑌𝑚𝑎𝑥) meningkat dengan
peningkatan kematian ikan karena penangkapan (𝐹) hingga dicapai produksi ikan maksimum
(𝑌𝑚𝑎𝑥), kemudian produksi ikan relatif menurun dengan peningkatan lebih lanjut pada 𝐹.
Produksi relatif maksimum, sama dengan satu, dicapai ketika kematian karena penangkapan
relatif terhadap 𝑀, sama dengan 1,55, atau 𝐹𝑚𝑎𝑥 sama dengan 1,62. 𝐹 pada 2019 adalah 8%
lebih tinggi dari 𝐹𝑚𝑎𝑥 , sedangkan produksinya 0,13% lebih rendah dari 𝑌𝑚𝑎𝑥.
Dalam penilaian status perikanan, Restrepo et al. (1998) menggunakan 𝐹30%, yaitu kematian
karena penangkapan ikan saat dicapai SPR=30%, sebagai nilai ambang batas penangkapan ikan
secara berlebih (overfishing) untuk SDI dengan ketahanan (resilience) relatif tinggi. Hasil analisis
yang dilakukan oleh Brooks et al. (2010) menunjukkan bahwa hanya SDI dengan ketahanan
0.00
0.25
0.50
0.75
1.00
8 12 16 20 24 28 32
Pelu
ang
(Pro
babili
ty)
Panjang total (Total length) pada ikan (cm)
Maturity S-2018 S-2019
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
17
paling tinggi yang dapat dijamin penangkapannya tidak melebihi 𝐹𝑀𝑆𝑌 saat menggunakan
SPR=30% sebagai ambang batas pemanfaatan SDI. Karena ketahanan sumberdaya D. macarellus
adalah tergolong tinggi (Fishbase.org), SPR=30% dan 𝐹30% masing-masing digunakan sebagai
angka acuan batas pemanfaatan SDI berlebih (overexploited) dan penangkapan berlebih
(overfishing).
Ratio potensi pemijahan (spawning potential ratio, SPR) dari D. macarellus di WPP 715 menurun
dengan peningkatan 𝐹/𝑀 (Gambar 2.7). Pada saat SPR=30%, nilai 𝐹30% adalah sekitar 1.57,
sedangkan 𝐹/𝑀 adalah 1.51. Sementara itu, SPR pada saat dicapai produksi maksimum adalah
sekitar 0.295.
Gambar 2.7 Produksi relatif dan ratio potensi pemijahan (SPR) dari D. macarellus di WPP 715
pada berbagai tingkat 𝐹/𝑀. Catatan: Produksi relatif (Relative yield); Produksi optimum (Optimum yield) Sumber: Purwanto & Mardiani (2020).
Pada tahun 2018, nilai estimasi SPR adalah 7% lebih tinggi dari ambang batas penangkapan ikan
yang berlebihan (SPR=30%) (Tabel 2.10) yang menunjukkan bahwa SDI tersebut tidak
dimanfaatkan penuh. Perikanan juga tidak memanfaatkan SDI hingga tingkat optimal, seperti
yang ditunjukkan oleh nilai estimasi 𝐹 untuk 2018 yang 30% lebih rendah dari 𝐹30%. Sementara
itu, nilai estimasi SPR pada 2019 adalah 3% lebih rendah dari ambang batas, dan nilai estimasi
𝐹 pada 2019 lebih tinggi 10% dari 𝐹30%. Hal tersebut menunjukkan bahwa SDI berada dalam
kondisi dimanfaatkan berlebihan dan upaya penangkapan ikan berada pada tingkat penangkapan
berlebihan pada tahun 2019.
Tabel 2.10 Nilai estimasi SPR dan 𝐹/𝑀 dari D. macarellus di WPP 715, 2018-2019 2018 2019
Angka estimasi (Point estimate)
Batas bawah (Lower limit)
Batas atas (Upper limit)
Angka estimasi (Point estimate)
Batas bawah (Lower limit)
Batas atas (Upper limit)
SPR 0,32 0,28 0,36 0,29 0,26 0,32
F/M 1,05 0,88 1,22 1,66 1,39 1,93 Sumber: Purwanto & Mardiani (2020).
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5
SPR
dan
pro
duksi
rela
tif
F/M
SPR Relative yield
SPR 2019 Optimum yield
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
18
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
19
3. ELEMEN KUNCI STRATEGI PEMANFAATAN SUMBER
DAYA IKAN DAN LANGKAH PENGELOLAAN
PERIKANAN
Perumusan harvest strategy untuk melengkapi RPP Pelagis Kecil di WPP 715 dinilai mendesak,
karena hasil kajian terhadap sumber daya ikannya tahun 2019 menunjukkan bahwa sumberdaya
tersebut dalam kondisi dimanfaatkan berlebih dan tekanan penangkapannya juga melebihi
tingkat optimumnya. Hal tersebut sudah terjadi sejak tahun 2014. Kondisi sumberdaya ikan
yang tidak sehat pada tahun 2019 terutama disebabkan oleh tingkat upaya penangkapan yang
melebihi tingkat optimum. Ukuran mata jaring bukan faktor utama yang mengakibatkan SDI
dalam kondisi dimanfaatkan berlebih.
Pada tahun 2014, sebagaimana dijelaskan pada Bab sebelumnya, tekanan penangkapan menjadi
berlebihan (overfishing), yaitu 𝐹2014/𝐹𝑀𝑆𝑌=1.1, sementara biomasa ikannya berada pada tingkat
pemanfaatan penuh (fully-exploited), yaitu 𝐵𝑡2014/𝐵𝑀𝑆𝑌=1. Pada tahun 2015, walaupun tekanan
penangkapan menurun ke tingkat aman (𝐹2015/𝐹𝑀𝑆𝑌=0,95), SDI pelagis kecil di WPP 715
tersebut berada dalam kondisi dimanfaatkan berlebihan (𝐵2015/𝐵𝑀𝑆𝑌=0,89). Pada tahun 2019,
tekanan penangkapan kembali meningkat. Laju kematian ikan karena penangkapan (𝐹) adalah
8% lebih tinggi dari 𝐹𝑚𝑎𝑥 , sehingga produksinya 0,13% lebih rendah dari 𝑌𝑚𝑎𝑥. Sementara itu,
nilai estimasi SPR adalah 3% lebih rendah dari ambang batas pemanfaatan SDI secara berlebih
(over-exploited), yaitu SPR = 30%, dan nilai estimasi 𝐹 lebih tinggi 10% dari 𝐹30%, yaitu ambang
batas over-fishing. Secara umum, tekanan penangkapan tahun 2019 relatif sama dengan tahun
2014.
Di lain pihak, rata-rata ukuran ikan pertama kali tertangkap (length at first capture, 𝐿𝑆50) pada
tahun 2018 dan 2019, yang lebih panjang dibandingkan rata-rata ukuran ikan pertama kali
memijah (length at first maturity, 𝐿50, yaitu19,7 cm), ataupun panjang optimum ikan pertama
kali tertangkap (𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡, 20 cm), mengindikasikan bahwa ukuran mata jaring bukan faktor utama
yang mengakibatkan SDI dalam kondisi dimanfaatkan berlebih. 𝐿𝑆50 > 𝐿50 mengkondisikan
tambahan anakan (recruitment) secara optimum. Sementara itu, 𝐿𝑆50 > 𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡 mengoptimumkan
biomasa ikan dan hasil tangkapan.
Elemen-elemen kunci dari strategi pemanfaatan sumber daya ikan (harvest strategy) meliputi
tujuan operasional, indikator kinerja, angka acuan, tingkat risiko yang dapat diterima, strategi
pemantauan, pengkajian dan kaidah pengendalian panen (PerDirJen PT No. 17/PER-DJPT/2017;
DAWR, 2018). Elemen kunci harvest strategy untuk pengelolaan perikanan pelagis kecil di WPP
715 disajikan berikut ini. Selain itu, juga disajikan langkah pengelolaan (management measures)
untuk mencapai tujuan operasional yang telah ditetapkan.
3.1 Tujuan Pengelolaan Perikanan
Terdapat dua macam tujuan pengelolaan perikanan, yaitu tujuan umum (broad objectives) dan
tujuan operasional (operational objectives). Tujuan operasional adalah terjemahan dari tujuan
umum, karena tujuan umum masih terlalu luas untuk diimplementasikan. Perumusan tujuan
operasional mengacu pada masalah atau isu prioritas (priority issues), yaitu masalah atau isu yang
dipilih menggunakan skala prioritas dari sejumlah isu terkait perikanan yang diidentifikasi
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
20
dengan mempertimbangkan tujuan umum pengelolaan perikanan. Tujuan umum untuk
perikanan memberikan pernyataan tentang hasil yang diinginkan dari rencana pengelolaan
perikanan dalam menangani serangkaian masalah atau isu umum (broad issues). Isu-isu umum
diidentifikasi dengan pedoman tujuan kebijakan tingkat tinggi (high-level policy goals) yang
ditetapkan pada tingkat nasional sebagaimana ditemukan dalam peraturan perundang-undangan
nasional (FAO, 2003; 2005 & 2016).
Dalam rangka perumusan tujuan pengelolaan perikanan, telah dilaksanakan Lokakarya
Konsultasi Pemangku-kepentingan Perikanan Pelagis Kecil di WPP 715 yang dilaksanakan di
Ternate, 27-29 Maret 2019 (Purwanto & Mardiani, 2019b). Lokakarya tersebut dihadiri oleh
wakil dari: (1) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yaitu dari Dit. Pengelolaan Sumber
Daya Ikan, Dit. Perizinan dan Kenelayanan, serta Pusat Riset Perikanan, (2) Unit Pelaksana
Teknis KKP, yaitu dari Balai Penelitian Perikanan Laut, Pangkalan Pengawasan Sumber Daya
Kelautan dan Perikanan di Bitung dan Ternate, serta Pelabuhan Perikanan Bitung, Ambon, dan
Ternate, (3) Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi
Tengah, Maluku Utara, dan Papua Barat, (4) Asosiasi Nelayan, Pengolah Ikan dan Pedagang
Ikan, (6) Universitas Sam Ratulangi, Gorontalo, Khairun, Muhammadiyah, Pattimura, dan
Papua, (7) Proyek USAID SEA, serta (8) Lembaga Swadaya Masyarakat, yaitu WWF, WCS,
MDPI, dan AP2HI. Hasil identifikasi tujuan kebijakan tingkat tinggi (high-level policy goals) dan
masalah/isu umum (broad issues), serta rumusan tujuan umum (broad objectives), masalah/isu
prioritas (priority issues) dan tujuan operasional (operational objectives) pengelolaan perikanan
pelagis kecil di WPP 715 yang dihasilkan dari Lokakarya tersebut disajikan berikut ini.
3.1.1 Tujuan Kebijakan Tingkat Tinggi dan Isu Umum
Sebagai negara kepulauan dengan wilayah laut yang luas, Indonesia memiliki sumber daya alam
laut, termasuk SDI yang relatif melimpah. Sebagai dijelaskan pada Bab 1, kekayaan alam,
termasuk SDI, adalah modal dasar yang harus dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat Indonesia (Pasal 33(3) UUDRI 1945). Agar SDI di Indonesia lestari serta dapat
menghasilkan manfaat secara optimum dan berkelanjutan, pemerintah perlu melaksanakan
pengelolaan perikanan (Pasal 1 & 6 UU No. 31 Tahun 2004). Optimasi potensi manfaat
tersebut, yang ditujukan untuk memajukan kesejahteraan umum guna mewujudkan bangsa yang
makmur, dilakukan dalam konteks pemenuhan kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi
kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya (Penjelasan UU No. 17
Tahun 2007). Konsep pembangunan berkelanjutan tersebut diimplementasikan dalam pengelolaan perikanan dengan penerapan pendekatan ekosistem untuk perikanan (Ecosystem
Approach to Fisheries - EAF), yang mengarahkan untuk menyeimbangkan kesejahteraan manusia
dan kesehatan ekologis (FAO, 2003; Bianchi, 2008).
Indonesia berkomitmen menerapkan dan mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang
telah disepakati (UNGA, 2015; PerPres No. 59 Tahun 2017). Tujuan ke 14 dari Pembangunan
Berkelanjutan (Sustainable Development Goal – SDG 14) yaitu melestarikan dan menggunakan
secara berkelanjutan samudera, laut dan sumber daya kelautan untuk pembangunan
berkelanjutan. Adapun Sasaran dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 14 antara lain adalah
untuk mengatur secara efektif pemanenan, mengakhiri penangkapan ikan yang berlebihan,
ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (Illegal, Unreported, and Unregulated fishing) serta praktik
penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing), dan untuk mengimplementasikan rencana
pengelolaan berbasis ilmu pengetahuan pada tahun 2020, dalam rangka memulihkan cadangan
ikan dalam waktu sesingkat mungkin, setidaknya ke tingkat yang dapat menghasilkan produksi
lestari maksimum sesuai karakteristik biologisnya (UNGA, 2015). Hal tersebut relevan dengan
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
21
masalah yang dihadapi dalam pembangunan perikanan di Indonesia saat ini, yaitu pemanfaatan
SDI yang dimanfaatkan penuh cenderung berlebih (KepMen KP No. 47/KEPMEN-KP/2016;
Keputusan Menteri nomor 50/KEPMEN-KP/2017) serta praktek penangkapan ikan secara
ilegal. Hal tersebut mengancam kelestarian SDI dan kelangsungan usaha perikanan, serta
menyebabkan menurunnya manfaat ekonomi yang dapat diperoleh oleh nelayan.
3.1.2 Tujuan Umum
Hasil kajian terhadap SDI pelagis kecil di WPP 715 menunjukkan bahwa SDI tersebut dalam
kondisi dimanfaatkan berlebih dan tekanan penangkapannya juga melebihi tingkat optimumnya.
Agar stok ikan tersebut dapat menghasilkan manfaat pada tingkat optimum secara
berkelanjutan dan terjamin kelestariannya (Pasal 6 UU No. 31 Tahun 2004), pemerintah atau
pihak berwenang lainnya perlu mengelola perikanan yang memanfaatkannya secara seimbang
untuk memastikan keberlanjutan Pembangunan Nasional, sumber daya alam dan lingkungan
(Lampiran UU No. 17 Tahun 2007). Pengelolaan perikanan pelagis kecil diharapkan dapat
mengkondisikan keberlanjutan perikanan pelagis kecil di WPP 715, mencakup kelestarian SDI
dan kelayakan sosial dan ekonomi perikanan pelagis. Hal tersebut sekaligus untuk memastikan
pengelolaan terhadap perikanan skala kecil di WPP 715 dilaksanakan sesuai dengan daya
dukung ekologi dan sumberdaya ikan, serta karakteristik sosial ekonominya.
Pendayagunaan potensi kemakmuran dari SDI akan ikut mendukung pencapaian Tujuan dan
Cita-cita Nasional. Mempertimbangkan peran strategis sumber daya alam tersebut dalam
Pembangunan Nasional, tujuan umum (broad objectives) dalam pengelolaan perikanan pelagis
kecil di WPP 715 mencakup:
(1) Mengoptimalkan manfaat SDI pelagis kecil di WPP 715;
(2) memastikan keberlanjutan dan kelestarian keanekaragaman hayati SDI pelagis kecil di
WPP 715;
(3) Memastikan keberlanjutan fungsi lingkungan WPP 715, dan optimalnya daya dukung,
serta pemulihannya.
3.1.3 Isu Prioritas dan Tujuan Operasional Pengelolaan Perikanan
Isu terkait pengelolaan perikanan pelagis kecil di WPP 715 juga telah diidentifikasi dan
diprioritaskan secara partisipatif oleh para wakil pemangku-kepentingan, berdasarkan tiga
kategori utama, yaitu kontribusi perikanan terhadap kesehatan ekologi (ecological wellbeing),
kontribusi perikanan terhadap kesejahteraan manusia (human wellbeing), dan kemampuan
perikanan untuk mencapai kontribusi optimumnya (ability to achieve). Isu terkait dengan
perikanan pelagis kecil tersebut diidentifikasi dengan mempertimbangkan tujuan umum (broad
objectives) pengelolaan perikanan. Isu tersebut diurutkan skala prioritasnya sesuai skor.
Penentuan skor tersebut didasarkan pada nilai risiko, yang dihitungkan dari besarnya dampak
masing-masing isu dan kemungkinan (probability) penanganannya (Cochrane et al., 2007; Grant,
2008; FAO-SWIOFC, 2009; FAO EAF-NP, 2010). Isu prioritas tersebut kemudian digunakan
sebagai acuan dalam merumuskan tujuan operasional dari pengelolaan perikanan pelagis kecil
di WPP 715.
Berdasarkan nilai risikonya, telah dipilih 33 isu prioritas, yang diharapkan dapat diatasi dengan
35 tujuan operasional pengelolaan perikanan (Lampiran 3-5). Isu tersebut dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu isu terkait dengan pengelolaan perikanan, mencakup kondisi
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
22
SDI, praktek penangkapan ikan dan tata-kelola perikanan (Tabel 3.1, Tabel 3.2, dan Tabel 3.3),
serta isu terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat perikanan (Tabel 3.4).
Terdapat tiga isu terkait SDI, yaitu ancaman terhadap kelestarian SDI karena peningkatan
proporsi juvenile pada hasil tangkapan dan penurunan kelimpahan stok ikan, yang berakibat
penurunan produktivitas kapal dan perolehan nelayan. Tujuan operasional untuk mengatasi isu
tersebut disajikan dalam Tabel 3.1, dengan sasaran (target) sesuai angka acuan sasaran (target
reference points) pada Tabel 3.5.
Tabel 3.1 Isu prioritas terkait dengan kondisi sumber daya ikan dan tujuan operasional
pengelolaan perikanan Isu prioritas Tujuan operasional
1 Kecenderungan menurunnya kelimpahan biomasa ikan
karena meningkatnya jumlah kapal dan kapasitas
penangkapan.
Meningkatkan kelimpahan biomasa
ikan
2 Kecenderungan meningkatnya hasil tangkapan juvenile
ikan pelagis kecil
Menurunkan proporsi tangkapan
juvenile ikan pelagis kecil
3 Menurunnya produktivitas kapal Meningkatkan produktivitas kapal
4 Menurunnya perolehan nelayan karena produktivitas
kapal menurun, dan jumlah armada meningkat
Meningkatkan produktivitas kapal
Isu terkait praktek penangkapan ikan mencakup penggunaan alat tangkap tidak ramah
lingkungan, praktek penangkapan ikan secara ilegal dan destruktif serta ketidakpatuhan
terhadap ketentuan yang berlaku. Tujuan operasional untuk mengatasi isu tersebut disajikan
dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Isu prioritas terkait dengan praktek penangkapan ikan dan tujuan operasional
pengelolaan perikanan Isu prioritas Tujuan operasional
1 Meningkatnya illegal fishing Menurunkan illegal fishing
2 Meningkatnya destructive fishing Menurunkan destructive fishing
3 Kurang-patuhnya nelayan terhadap ketentuan
jalur penangkapan
Meningkatkan kepatuhan jalur penangkapan ikan
4 Meningkatnya pemasangan rumpon yang tidak
sesuai dengan regulasi yang ada, yaitu rumpon
tidak menjadi bagian dari unit penangkapan
Meminimumkan pemasangan rumpon yang bukan
bagian dari unit penangkapan
5 Banyaknya purse seine dan alat tangkap lain untuk
menangkap pelagis kecil dengan mata jaring yang
tidak sesuai dengan aturan
Mengurangi pengoperasian alat tangkap pelagis
kecil dengan mata jaring yang tidak sesuai dengan
aturan
6 Tingginya kerusakan habitat dan terumbu karang
akibat aktivitas masyarakat dan polusi di darat
Mengurangi kerusakan habitat dan terumbu karang
akibat aktivitas masyarakat dan polusi di darat
7 Masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang
pelestarian lingkungan perairan
Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang
pelestarian lingkungan perairan
Isu terkait tatakelola perikanan mencakup keterbatasan ketersediaan data yang dapat
digunakan untuk pengkajian perikanan dan perumusan kebijakan pengelolaan perikanan,
koordinasi antar Provinsi yang belum terjalin sesesuai harapan, belum optimalnya implementasi
kebijakan pengelolaan perikanan dan perlunya perbaikan peraturan terkait penggunaan rumpon
dan lampu. Tujuan operasional untuk mengatasi isu tersebut disajikan dalam Tabel 3.3.
Sementara itu, isu terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat perikanan mencakup
terbatasnya prasarana perikanan, menurunnya pendapatan nelayan akibat meningkatnya biaya
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
23
penangkapan, rendahnya posisi tawar nelayan yang berakibat hasil tangkapannya tidak
memperoleh harga jual yang wajar, serta upaya mempertahankan mutu hasil tangkapan yang
terkendala oleh tidak memadainya sarana/prasarana sistem rantai dingin. Keterbatasan
keterampilan nelayan dalam peningkatan perolehan dari diversifikasi usaha juga masih rendah.
Tujuan operasional untuk mengatasi isu tersebut disajikan dalam Tabel 3.4.
Tabel 3.3 Isu terkait tata-kelola perikanan dan tujuan operasional pengelolaan perikanan
Isu prioritas Tujuan operasional
1 Kurangnya koordinasi antar provinsi berkaitan
dengan nelayan andon di WPP 715
Meningkatkan koordinasi antar provinsi berkaitan
dengan nelayan andon di WPP 715
2 Masih rendahnya koordinasi antar pemangku
kepentingan perikanan
Meningkatkan koordinasi antar pemangku
kepentingan perikanan
3 Belum optimalnya operasional Lembaga
Pengelolaan Perikanan (LPP) WPP 715
Mengoptimalkan operasional LPP WPP 715
4 Belum optimalnya implementasi RPP WPP 715 Mengoptimalkan implementasi RPP WPP 715
5 Adanya ketidaksinkronan UU No 23/2014 dan
UU No 7/2016 terkait perizinan, dan pendataan
perikanan skala kecil
Sinkronisasi ketentuan terkait perizinan kapal
perikanan dalam peraturan perundang-undangan,
dan pendataan perikanan skala kecil
6 Penempatan rumpon dan penggunaan cahaya
lampu yang tak terkendali mengganggu pola
migrasi SDI pelagis dan ikan yang tergolong
ecologically related species
Perbaikan peraturan penempatan rumpon dan
penggunaan cahaya lampu berdasarkan hasil riset
terkini.
7 Keterbatasan data perikanan pelagis kecil, antara
lain data hasil tangkapan, upaya penangkapan,
ukuran ikan serta data biologi lainnya
Meningkatkan cakupan, kualitas dan kuantitas
ketersediaan data produksi, upaya penangkapan dan
frekuensi ukuran panjang ikan
Tabel 3.4 Isu prioritas terkait dengan usaha nelayan dan program pembangunan perikanan
untuk mendukung pengelolaan perikanan Isu prioritas Tujuan operasional
1 Terbatasnya prasarana pendukung pengolahan Meningkatkan prasarana pendukung pengolahan
2 Terbatasnya kapasitas prasarana perikanan
(pangkalan pendaratan ikan dan pabrik es)
Meningkatkan kapasitas prasarana perikanan
3 Menurunnya perolehan nelayan karena mutu
hasil tangkapan yang didaratkan menurun
mempertahankan mutu hasil tangkapan
4 Semakin tingginya biaya operasi penangkapan
ikan karena daerah penangkapan semakin jauh
Mengefisienkan biaya operasional penangkapan ikan
5 Teknologi pengolahan masih rendah Mengembangkan teknologi pengolahan
6 Ketrampilan SDM pengolah masih rendah dalam
diversifikasi olahan
Meningkatkan keterampilan SDM dan inovasi
produk
7 Kurangnya pendampingan untuk pembinaan
usaha pengolahan
Meningkatkan pendampingan terhadap pengolah
8 Rendahnya pengetahuan dan ketrampilan
nelayan dalam mengelola usaha penangkapan
Meningkatkan kualitas sumberdaya nelayan
9 Sulitnya nelayan mendapatkan akses permodalan Memudahkan nelayan dalam mengakses permodalan
10 Pekerjaan berisiko tinggi Mendistribusikan asuransi nelayan secara merata
11 Lemahnya pengelolaan koperasi perikanan Memperbaiki manajemen koperasi perikanan
12 Terbatasnya akses pasar (Remote area) Memperluas akses pasar
3.2 Indikator, Tingkat Risiko dan Angka Acuan
Untuk mengukur kinerja dalam mencapai tujuan operasional 1-4 digunakan indikator rasio
potensi pemijahan, biomasa ikan relatif, ukuran panjang ikan pertama kali tertangkap, dan hasil
tangkapan per unit upaya penangkapan (Tabel 3.5). Indikator capaian tersebut dipilih setelah
mempertimbangkan data yang dapat dikumpulkan.
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
24
Angka acuan yang diharapkan dicapai pada tahun 2025 ditentukan berdasarkan status stok
ikannya. Pada saat ini (2020) SDI pelagis kecil dalam kondisi dimanfaatkan berlebih. Oleh
karena itu, sasaran dari upaya pemulihan stok ikan tersebut adalah meningkatnya kelimpahan
biomasanya sehingga dapat menghasilkan produksi pada tingkat MSY (Annex II of UNGA,
1995; Restrepo et al., 1998).
Tabel 3.5 Indikator dan angka acuan untuk mengukur capaian dalam pengelolaan perikanan Tujuan operasional Indikator Satuan Angka acuan
1 Meningkatkan
kelimpahan biomasa
spawning potential ratio (SPR) 0.3
Biomasa ikan relatif (Bt/BMSY) 1.0
2 Menurunkan proporsi
tangkapan juvenille
Panjang ikan pertama kali
tertangkap (𝐿𝑆50) cm 20
3 Meningkatkan
produktivitas kapal
Hasil tangkapan per satuan
upaya (CPUE) Ton/kapal/tahun 139
Mengingat bahwa stok ikan pada kondisi dimanfaatkan berlebih, pengelolaannya diarahkan
untuk pemulihan kondisi stok dengan acuan sasaran panjang optimum ikan pertama kali
tertangkap (Lc-opt) sekitar 20 cm. Rasio potensi pemijahan dari masing-masing jenis ikan yang
dimanfaatkan berlebih tersebut ditargetkan meningkat menjadi 30% (Tabel 3.5). Biomasa ikan
yang dimanfaatkan berlebih juga ditargetkan meningkat sehingga dapat menghasilkan produksi
pada tingkat MSY, karena itu angka acuan biomasa relatif adalah Bt/BMSY =1. Hasil tangkapan
per satuan upaya penangkapannya diharapkan meningkat menjadi 139 ton pada akhir tahun
kelima dari upaya pemulihan kondisi stok ikan tersebut.
Ketika implementasi strategi pemulihan kembali (rebuilding strategy) stok ikan telah berhasil
mencapai BMSY, maka strategi optimalisasi perikanan kemudian dilaksanakan dengan angka
acuan sasaran yang dimaksudkan untuk memenuhi tujuan operasional pengelolaan. Mengingat
risiko penetapan target tangkapan pada tingkat MSY (Tabel 2.4-2.6), MSY tidak dapat digunakan
sebagai angka acuan sasaran, melainkan hanya digunakan sebagai angka acuan batas dari strategi
optimalisasi perikanan dalam pengendalian upaya penangkapan. Mengacu pada Restrepo et al.
(1998), sasaran tingkat tangkapan untuk dijadikan angka acuan sasaran pengelolaan perikanan
pelagis kecil di WPP 715 adalah dengan tingkat risiko maksimum 50% kemungkinan stok ikan
dimanfaatkan berlebih dalam sepuluh tahun. Untuk memenuhi persyaratan pengelolaan
perikanan yang menerapkan angka acuan sasaran tidak melebihi risiko 50%, maka angka acuan
sasaran adalah hasil tangkapan ikan pelagis kecil sebesar 80% dari tingkat MSY-nya, dengan
resiko 33% SDI dimanfaatkan berlebih (Tabel 2.6). Sasaran hasil tangkapan masih mungkin
ditingkatkan menjadi 90% dari MSY, dengan resiko 48% SDI dimanfaatkan berlebih.
3.3 Ketentuan Pengelolaan Perikanan dan Program Pendukung Dengan penerapan pendekatan ekosistem pada perikanan, pengelolaan perikanan tidak hanya
terkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melainkan juga terkait dengan
upaya mempertahankan kelestarian/kesehatan lingkungan, agar pemenuhan berbagai
kebutuhan dan keinginan masyarakat saat ini tidak akan menimbulkan risiko terhadap pilihan
bagi generasi mendatang untuk mendapatkan manfaat dari berbagai barang dan jasa yang disediakan oleh ekosistem laut (FAO, 2003). Oleh karena itu, upaya untuk mencapai tujuan
operasional pengelolaan perikanan tidak hanya dilakukan dengan penerapan langkah atau
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
25
ketentuan pengelolaan (management measures),6 melainkan juga melalui program pembangunan
perikanan yang merupakan program pendukung pengelolaan perikanan.
3.3.1 Ketentuan atau Langkah Pengelolaan Perikanan
Tujuan operasional pengelolaan perikanan pelagis kecil di WPP 715 akan dicapai dengan
menerapkan pengendalian input atau upaya penangkapan (Tabel 3.6). Pengendalian input
penangkapan perlu dilakukan dengan pembatasan intensitas penggunaan alat tangkap yang
digunakan nelayan untuk menangkap ikan, mencakup pembatasan jumlah dan ukuran kapal
penangkap ikan (pengendalian kapasitas penangkapan), jumlah waktu kapal penangkap ikan
diizinkan untuk menangkap ikan (pengendalian penggunaan kapal) atau produk dari kapasitas dan penggunaan (pengendalian upaya penangkapan). Upaya penangkapan ikan diukur dari
kemampuan suatu armada untuk menangkap proporsi tertentu dari stok ikan setiap tahun.
Mengingat kapal dapat menggunakan alat penangkapan dan alat bantu penangkapan ikan dalam
jumlah yang bervariasi, pengendalian upaya penangkapan ikan juga perlu mempertimbangkan
faktor yang berkaitan dengan penggunaan peralatan per kapal.
Tabel 3.6 Langkah pengelolaan untuk mencapai tujuan operasional pengelolaan perikanan
Tujuan operasional Langkah pengelolaan
1 Meningkatkan kelimpahan biomasa ikan Pengendalian input/upaya penangkapan
2 Menurunkan proporsi tangkapan juvenile Pengendalian input/upaya penangkapan
3 Meningkatkan produktivitas kapal Pengendalian input/upaya penangkapan
Pengendalian input perikanan pelagis kecil di WPP 715 dilakukan dengan mengurangi tingkat
upaya penangkapan agar tekanan penangkapan terhadap sumber daya ikannya menurun.
Mempertimbangkan SDI pelagis kecil di WPP 715 yang dalam kondisi dimanfaatkan berlebih,
sasaran pemulihan stoknya adalah biomasa menghasilkan MSY (Annex II of UNGA, 1995;
Restrepo et al., 1998). Hasil estimasi menunjukkan bahwa angka estimasi Ft/FMSY tahun 2019
relatif sama dengan angka tahun 2014. Pengendalian tekanan penangkapan dilakukan dengan
mengurangi tingkat upaya penangkapan sekitar 10%, agar stok ikan pelagis kecil meningkat ke
kelimpahan yang menghasilkan MSY. Pengurangan tingkat upaya penangkapan tersebut antara
lain dapat dilakukan dengan pengaturan jumlah hari penangkapan.
Langkah pengelolaan perikanan lainnya yang secara teknis dapat digunakan untuk mencapai
tujuan operasional, yaitu (1) penerapan ketentuan teknis, yaitu pengaturan ukuran mata jaring,
dan (2) pengendalian output, tidak diterapkan pada kondisi saat ini. Penerapan ukuran mata
jaring yang dimaksudkan agar ikan-ikan berukuran kecil (juvenile) lolos dari jaring akan
memerlukan investasi baru untuk penggantian jaring yang dioperasikan oleh nelayan. Hal
tersebut akan memberikan beban tambahan yang relatif besar kepada nelayan dan sulit
diterapkan pada kondisi perekonomian sekarang ini, sebagai akibat pandemi covid. Selain itu,
hasil kajian menunjukkan bahwa ukuran mata jaring yang digunakan nelayan juga relatif aman
untuk memaksimumkan hasil tangkapan dan biomasa ikan pada berbagai tingkat upaya
penangkapan (Sub-bab 2.3). Upaya mengurangi proporsi juvenile dalam tangkapan nelayan dapat
6 Langkah pengelolaan (management measures) adalah tindakan yang diambil dalam mengelola perikanan untuk mencapai tujuan, meliputi: ketentuan teknis (technical measures), pengendalian input (input control) dan pengendalian output (output control). Ketentuan teknis adalah pembatasan atau batasan untuk mengatur output yang dapat diperoleh dari sejumlah upaya yang ditentukan, misalnya pembatasan alat tangkap, musim tertutup dan area tertutup. Dalam hal peraturan di atas, langkah-langkah ini umumnya dimaksudkan untuk mempengaruhi efisiensi alat tangkap. Pengendalian input secara langsung mengatur tingkat upaya yang dapat dimasukkan ke dalam perikanan. Secara umum, input lebih mudah dipantau daripada output. Pengendalian output secara langsung mengatur tangkapan yang dapat diambil dari perikanan dan dapat dilihat sebagai upaya untuk menghindari masalah yang terkait dengan mendefinisikan dan menegakkan aturan ketentuan teknis dan upaya yang tepat dengan secara langsung membatasi faktor yang menjadi perhatian utama, yaitu total hasil tangkapan. Namun, pengendalian hasil tangkapan juga memiliki masalah, yang sebagian besar terkait dengan pemantauan dan pengawasan (FAO, 1997).
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
26
dilakukan melalui pengendalian tingkat upaya penangkapan ikan. Hasil kajian dari Addison
(1986), Bianchi et al. (2000), Berkeley et al. (2004), Ginter et al. (2015), Speirs et al. (2016),
dan Barnet et al. (2017) menunjukkan bahwa rata-rata ukuran ikan yang tertangkap menjadi
lebih besar bila tekanan penangkapan dikurangi.
Sementara itu, pengendalian output atau hasil tangkapan tidak dipilih untuk diterapkan dalam
mencapai tujuan operasional pengelolaan perikanan pelagis kecil di WPP 715. Pertimbangan
dari hal tersebut adalah karena WPP 715 terdiri dari beratus pulau, serta nelayannya
mengoperasikan perikanan skala kecil dan sering mendaratkan hasil tangkapan tidak di
pelabuhan perikanan. Di lain pihak, Pemerintah memiliki keterbatasan kapasitas dalam
melakukan pemantauan terhadap kegiatan perikanan dan hasil tangkapan setiap kapal, serta
dalam melakukan pengawasan terhadap kepatuhan pelaku usaha dalam menangkap ikan sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk pula dalam menangkap ikan sesuai
quota produksi, bila diterapkan.
3.3.2 Program Pendukung Pengelolaan Perikanan
Setelah diberlakukannya kebijakan pengendalian upaya penangkapan, pengawasan dan
penegakan hukum perlu dilakukan agar langkah pengelolaan perikanan tersebut efektif untuk
mencapai tujuan operasionalnya. Pengawasan dan penegakan hukum juga perlu dilakukan dalam
rangka meningkatkan penggunaan alat tangkap ramah lingkungan, dan mengurangi praktek
penangkapan ikan illegal (Tabel 3.7). Upaya peningkatan ketaatan pelaku usaha penangkapan
ikan tersebut perlu didahului dan dibarengi dengan kegiatan penyuluhan mengenai tujuan
operasional yang ingin dicapai melalui pengawasan dan penegakan hukum tersebut dan
dampaknya terhadap kelestarian SDI dan kesejahteraan masyarakat (Tabel 3.7).
Tabel 3.7 Penyuluhan, pengawasan dan penegakan hukum untuk mencapai tujuan operasional
pengelolaan perikanan Tujuan operasional Upaya
1 Menurunkan illegal fishing Pengawasan dan penegakan hukum terhadap
penangkapan ikan tanpa izin
2 Menurunkan destructive fishing Pengawasan dan penegakan hukum terhadap
destructive fishing
3 Meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan jalur
penangkapan ikan
Pengawasan dan penegakan hukum terhadap jalur
penangkapan
4 Meminimumkan pemasangan rumpon yang bukan
bagian dari unit penangkapan
Pengawasan dan penegakan hukum terhadap
pemasangan rumpon yang bukan bagian dari unit
penangkapan
5 Mengurangi pengoperasian alat tangkap pelagis
kecil dengan mata jaring yang tidak sesuai dengan
aturan
Pengawasan dan penegakan hukum terhadap
penggunaan mata jaring yang tidak sesuai ketentuan
6 Mengurangi kerusakan habitat dan terumbu
karang akibat aktivitas masyarakat dan polusi di
darat
Penyuluhan pelestarian habitat dan terumbu karang
7 Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang
pelestarian lingkungan perairan
Penyuluhan pelestarian lingkungan perairan
Pelaksanaan pengelolaan perikanan pelagis kecil di WPP 715 juga dihadapkan pada kendala atau
masalah terbatasnya data yang tersedia, kurang efektifnya koordinasi antar-provinsi, adanya
praktek penangkapan yang tidak ramah lingkungan dan belum efektifnya implementasi RPP.
Tujuan operasional untuk mengatasi masalah atau kendala tersebut, serta upaya yang perlu
ditempuh agar pengelolaan perikanan tersebut efektif dalam mencapai tujuan operasionalnya
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
27
disajikan pada Tabel 3.8. Upaya tersebut mencakup perbaikan pengumpulan data statistik
perikanan, peningkatan efektivitas koordinasi antar-provinsi, serta perbaikan Peraturan
tentang rumpon dan lampu.
Tabel 3.8 Upaya terkait tata-kelola perikanan untuk mencapai tujuan operasional pengelolaan
perikanan Tujuan operasional Upaya
1 Meningkatkan koordinasi antar provinsi berkaitan
dengan nelayan andon di WPP 715
Peningkatan efektivitas koordinasi antar propinsi
dalam penanganan nelayan andon
2 Meningkatkan koordinasi antar pemangku
kepentingan perikanan
Peningkatan efektivitas koordinasi dengan seluruh
pemangku kepentingan terkait pengelolaan
perikanan
3 Mengoptimalkan operasional LPP WPP 715 Peningkatan efektivitas koordinasi untuk
optimalisasi operasional LPP-WPP 715
4 Mengoptimalkan implementasi RPP WPP 715 Peningkatan efektivitas koordinasi dalam
implementasi RPP-WPP 715
5 Sinkronisasi ketentuan terkait perizinan kapal
perikanan dalam peraturan perundang-undangan,
dan pendataan perikanan skala kecil
Perbaikan peraturan perundang-undangan terkait
perizinan di daerah dan pendataan
6 Perbaikan peraturan penempatan rumpon dan
penggunaan cahaya lampu berdasarkan hasil riset
terkini.
perbaikan peraturan perundang-undangan terkait
pemasangan rumpon dan intensitas lampu
7 Meningkatkan cakupan, kualitas dan kuantitas
ketersediaan data produksi, upaya penangkapan
dan data frekuensi ukuran panjang ikan pelagis
kecil
perbaikan pengumpulan data statistik perikanan
Dalam mengoptimumkan manfaat ekonomi dari pemanfaatan SDI pelagis kecil di WPP 715,
nelayan atau pelaku usaha penangkapan dihadapkan pada masalah tingginya biaya operasional
penangkapan, rendahnya harga jual ikan hasil tangkapan karena mutu ikan dan akses pasar,
keterbatasan sarana dan prasaran perikanan, serta ketrampilan nelayan atau anggota
keluarganya masing-masing dalam penanganan hasil tangkapan, serta dalam pengembangan
usaha diluar kegiatan penangkapan ikan. Tujuan operasional pengelolaan perikanan untuk
mengatasi hal-hal tersebut, serta upaya yang perlu ditempuh agar pengelolaan perikanan
tersebut efektif dalam mencapai tujuan operasionalnya disajikan dalam Tabel 3.9.
Tabel 3.9 Program pembangunan perikanan untuk mendukung pengelolaan perikanan
Tujuan operasional Upaya/Program
1 Meningkatkan prasarana pendukung pengolahan Pembangunan prasarana pengolahan
2 Meningkatkan kapasitas prasarana perikanan Pembangunan prasarana perikanan
3 mempertahankan mutu hasil tangkapan Program perbaikan mutu hasil
4 Mengembangkan teknologi pengolahan Diseminasi teknologi pengolahan
5 Meningkatkan keterampilan SDM dan inovasi
produk
Diseminasi teknologi pengolahan
6 Meningkatkan pendampingan terhadap pengolah Program penyuluhan usaha pengolahan
7 Meningkatkan kualitas sumberdaya nelayan Pelatihan nelayan dalam pengelolaan usaha
penangkapan
8 Memudahkan nelayan dalam mengakses
permodalan
Program peningkatan akses permodalan untuk
nelayan
9 Memperbaiki manajemen koperasi perikanan Program pembinaan koperasi perikanan
10 Memperluas akses pasar Program pengembangan pemasaran
11 Mendistribusikan asuransi nelayan secara merata Program asuransi untuk nelayan
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
28
3.4 Pemantauan dan Pengkajian Perikanan
3.4.1 Strategi Pemantauan Perikanan
Pemantauan perlu dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi secara berkala, untuk
dipergunakan dalam mengevaluasi capaian pengelolaan perikanan dalam jangka pendek
(tahunan) dan jangka menengah (lima tahun). Pemantauan dilakukan di lokasi pelabuhan
perikanan dan pangkalan pendaratan ikan pelagis kecil. Adapun jenis data, frekuensi
pengumpulan dan jenis ikan yang dipantau disajikan dalam Tabel 3.10.
Kegiatan pemantauan menggunakan Protokol Pengambilan Contoh Ikan dan Kapal
Penangkapan dari Balai Riset Perikanan Laut (BRPL). Hal yang harus dipenuhi dalam
pengambilan contoh adalah keterwakilan “populasi” dalam contoh.
Pemantauan dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan atau PPI. Pelaksanaan
pemantauan juga dimungkinkan melalui kerja sama dengan Perguruan Tinggi di Provinsi sekitar
WPP 715 yang memiliki jurusan Perikanan. Perguruan Tinggi dapat memasukkannya ke dalam
kegiatan praktikum, serta kegiatan akademik lainnya dari mahasiswa perikanan. Data dan
informasi yang dikumpulkan dalam kerangka pemantauan perikanan dikelola oleh Direktorat
Pengelolaan Sumber Daya Ikan dan Balai Riset Perikanan Laut untuk dimanfaatkan dalam
pengkajian SDI dan perikanan serta dalam perumusan pengelolaan Perikanan.
Tabel 3.10 Jenis data untuk masing-masing indikator, frekuensi pengumpulan dan jenis ikan
yang dipantau
Indikator Jenis data Periode
pendataan Obyek pemantauan
1 Panjang ikan pertama
kali tertangkap Frekuensi panjang hasil
tangkap
Bulanan
▪ Decapterus macarellus
▪ Rastrelliger kanagurta
▪ Selar crumenophthalmus
▪ Amblygaster sirm
2 Panjang ikan rata-rata
3 Biomasa ikan relatif
4 SPR
Frekuensi panjang hasil
tangkap
Tingkat kematangan gonad
Berat individu ikan hasil
tangkap
5 CPUE
Hasil tangkapan per kapal
per satuan waktu
Triwulanan
▪ Semua jenis ikan yang
tertangkap
▪ Semua jenis alat
tangkap utama
▪ Semua ukuran kapal
penangkap
Praktek penangkapan ikan
Karakteristik teknis kapal,
alat tangkap, dan alat bantu
penangkapan
3.4.2 Prosedur Pengkajian Perikanan
Pengkajian ditujukan untuk mengestimasi status SDI dan perikanan dan merumuskan alternatif
strategi pengelolaan ikan pelagis kecil di WPP 715. Data yang dipergunakan bersumber dari
data hasil pemantauan perikanan (Tabel 3.10) dan data statistik perikanan. Metode analisis
untuk masing-masing indikator capaian pengelolaan perikanan disajikan dalam Tabel 3.11.
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
29
Tabel 3.11 Metode analis untuk masing-masing indikator capaian pengelolaan perikanan pelagis
kecil di WPP 715
Indikator Metode analisis
1 Panjang ikan pertama kali tertangkap
▪ Rata-rata aritmatika tertimbang
2 Panjang ikan rata-rata ▪ Rata-rata aritmatika tertimbang
3 Biomasa ikan relatif
▪ Estimasi parameter dari fungsi pertumbuhan von Bertalanffy; ▪ Estimasi kurva kematangan gonad ikan betina, dan ukuran
pertama kali memijah (L50); ▪ Analisis dengan LBB method
4 SPR
▪ Estimasi parameter dari fungsi pertumbuhan von Bertalanffy; ▪ Estimasi selektivitas alat tangkap, serta length at 50% selectivity
(SL50) dan length at 95% selectivity (SL95); ▪ Estimasi kurva kematangan gonad ikan betina, serta length at
50% maturity (L50) dan length at 95% maturity (L95); ▪ Estimasi kematian alami (M); ▪ Analisis dengan LB-SPR method
5 CPUE
▪ Eksperimentasi langsung untuk mengestimasi fishing power index dari masing-masing alat tangkap dan/atau kapal perikanan, kemudian dibakukan terhadap alat tangkap dan/atau kapal perikanan yang dominan
▪ Standarisasi CPUE (CPUE standardization) berdasarkan data alat tangkap dan/atau kapal perikanan, serta data spasial dan temporal beberapa tahun;
▪ Analisis dengan generalized linear model (GLM) atau generalized additive model (GAM)
Pengkajian Perikanan diharapkan dilakukan oleh BRPL, dan Lembaga Ilmu Pengetahun
Indonesia (LIPI). Pelaksanaan pengkajian juga dimungkinkan melalui kerja sama dengan
Perguruan Tinggi di Provinsi sekitar WPP 715 yang memiliki jurusan Perikanan, sebagaimana
pelaksanaan pemantauan perikanan. Perguruan Tinggi dapat memasukkannya ke dalam kegiatan
penyusunan skripsi, tesis dan disertasi serta kegiatan akademik lainnya dari mahasiswa
perikanan.
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
30
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
31
DAFTAR PUSTAKA
Addison, J. T. 1986. Density-dependent mortality and the relationship between size composition and
fishing effort in lobster populations. Can. J. Fish. Aquat. Sci. 43: 2360-2367.
Barnett, L. A. K., T. A. Branch, R. A. Ranasinghe, & T. E. Essington. 2017. Old-Growth Fishes Become
Scarce under Fishing. Current Biology 27: 2843–2848.
Berkeley, S. A., M.A. Hixon, R.J. Larson, & M.S. Love. 2004. Fisheries sustainability via protection of
age structure and spatial distribution of fish populations. Fisheries 29(8): 23–32.
Bianchi, G. 2008. The Concept of the ecosystem approach to fisheries in FAO, in: G. Bianchi and H.R.
Skjoldal (eds), The Ecosystem Approach to Fisheries (pp: 20 – 38). CAB International and
FAO, Rome.
Bianchi, G., H. Gislason, K. Graham, L. Hill, X. Jin, K. Koranteng, S. Manickchand-Heileman, I. Paya, K.
Sainsbury, F. Sanchez, & K. Zwanenburg. 2000. Impact of fishing on size composition and
diversity of demersal fish communities. – ICES Journal of Marine Science, 57: 558–571.
Brooks, E. N., J. E. Powers, & E. Cortes. 2010. Analytical reference points for age-structured models:
application to data-poor fisheries. ICES Journal of Marine Science, 67: 165–175.
Buxton, C., G. Begg, J. Lyle, T. Ward, K. Sainsbury, T. Smith, & D. Smith. 2010. The Commonwealth
Small Pelagic Fishery: General background to the scientific issues. http://www.afma.gov.au/wp-
content/uploads/2010/06/SPF-discussion-paper-FINAL.pdf
Clark, W.C. 2006. The Worldwide Crisis in Fisheries: Economic models and human behavior.
Cambridge University Press, Cambridge. 263p.
Cochrane, K.L., C.J. Augustyn, G. Bianchi, P. de Barros, T. Fairweather, J. Iitembu, D. Japp, A.
Kanandjembo, K. Kilongo, N. Moroff, D. Nel, J.-P. Roux, L.J. Shannon, B. van Zyl, & F. Vaz
Velho. 2007. Results and conclusions of the project “Ecosystem approaches for fisheries
management in the Benguela Current Large Marine Ecosystem”. FAO Fisheries Circular. No.
1026. Rome, FAO. 167p.
De Anda-Montañez, J.A., S. Salas & G. Galindo-Cortes. 2017. Dealing with dynamics and uncertainty
of small pelagic fisheries: bioeconomic analysis of manager’s responses to alternative
management strategies. Revista de Biología Marina y Oceanografía 52(1): 51-65.
Department of Agriculture and Water Resources (DAWR). 2018. Guidelines for the Implementation
of the Commonwealth Fisheries Harvest Strategy Policy, Canberra, November. CC BY 4.0.
Department of Agriculture Fisheries and Forestry of Australia (DAFF), 2007. Commonwealth Fisheries
Harvest Strategy Policy. Canberra. 55p.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara (DKP Malut). 2013. Buku Tahunan Statistik
Perikanan Tangkap tahun 2012. Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Maluku Utara.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara (DKP Sulut). 2013. Buku Tahunan Statistik
Perikanan Tangkap tahun 2012. Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT). 2017. Buku Statistik Perikanan Tangkap di Laut
Menurut Wilayah Pengelolaan Perikanan, 2005-2015. Jakarta.
DJPT. 2005-2007. Buku Statistik Perikanan Tangkap Indonesia Menurut Provinsi, 2003-2005. Jakarta.
Dwiponggo, A. 1987. Indonesian marine fisheries resources, p. 10-63. In Bailey, C., A. Dwiponggo and
F. Marahudin. 1987. Indonesian marine capture fisheries. ICLARM Studies and Reviews 10,
196p.
Food and Agriculture Organization (FAO), 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. FAO,
Rome. 41p.
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
32
FAO. 2003. Fisheries management. 2. The ecosystem approach to fisheries. FAO Technical Guidelines
for Responsible Fisheries. No. 4, Suppl. 2. FAO, Rome. 112p.
FAO. 2005. Putting into practice the ecosystem approach to fisheries. Rome, FAO. 76p.
FAO. 2016. Handbook of the EAF-Nansen project training course on the ecosystem approach to
fisheries: Preparation and implementation of an EAF management plan. FAO, Rome. 71p.
FAO EAF-Nansen Project (FAO EAF-NP). 2010. Report of the Regional Workshop on Ecosystem
Approach to Fisheries Management in the Gulf of Guinea and first Steering Committee
Meeting. Accra, Ghana, 23–26 October 2007. Report. No 1. Rome, FAO. 2010. 86p.
FAO South West Indian Ocean Fisheries Commission (FAO-SWIOFC). 2009. Report of the
Workshop on Bycatch, Particularly in Prawn Fisheries, and on the Implementation of an
Ecosystem Approach to Fisheries Management. Maputo, Mozambique, 15–24 November 2005.
FAO Fisheries and Aquaculture Report. No. 873. Rome, FAO. 47p.
Froese, R., H. Winker, D. Gascuel, U.R. Sumaila & D. Pauly. 2016. Minimizing the impact of fishing. Fish
and Fisheries, 17: 785–802.
Froese, R., H. Winker, G. Coro, N. Demirel, A.C. Tsikliras, D. Dimarchopoulou, G. Scarcella, W.N.
Probst, M. Dureuil, & D. Pauly. 2018. A new approach for estimating stock status from length
frequency data. ICES Journal of Marine Science, 75: 2004–2015.
Ginter, K., A. Kangur, P. Kangur, & K. Kangur. 2015. Consequences of size-selective harvesting and
changing climate on the pikeperch Sander lucioperca in two large shallow north temperate
lakes. Fisheries Research 165, 63–70.
Goodyear, C.P. 1990. Spawning stock biomass per recruit: the biological basis for a fisheries
management tool. ICCAT Col. Vol. Sci. Pap., Vol. XXXII (2): 487-497.
Goodyear, C.P. 1993. Spawning stock biomass per recruit in fisheries management: foundation and
current use. p. 67-81. In S.J. Smith, J.J. Hunt and D. Rivard [ed.] Risk evaluation and biological
reference points for fisheries management. Can. Spec. Publ. Fish. Aquat. Sci. 120.
Grant, S. 2008. Scientific basis for ecosystem-based management in the Lesser Antilles including
interactions with marine mammals and other top predators: Assessment of fisheries
management issues in the Lesser Antilles and the ecosystem approach to fisheries management
FAO, Barbados. 254p.
Haddon, M. 2011. Modelling and Quantitative Methods in Fisheries. 2nd edn. Chapman & Hall/CRC.
Boca Raton. 449p.
Haddon, M. 2011. Modelling and Quantitative Methods in Fisheries. 2nd edn. Chapman & Hall/CRC.
Boca Raton. 449p.
Hordyk. A. 2019. LBSPR: An R package for simulation and estimation using life-history ratios and length
composition data. https://cran.r-project.org/web/packages/LBSPR/vignettes/LBSPR.html
Hordyk. A. 2020. Length Based Spawning Potential Ratio R Package. https://github.com/AdrianHordyk/
LBSPR
ICES, 2018. Technical Guidelines - ICES reference points for stocks in categories 3 and 4.
http://ices.dk/sites/pub/Publication Reports/ Guidelines and Policies/16.04.03.02_Category_3-
4_Reference_Points.pdf
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 45/Men/2011 tentang Estimasi Potensi Sumber daya
Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 47/KEPMEN-KP/2016 tentang Estimasi Potensi,
Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber daya Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
33
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 50/KEPMEN-KP/2017 tentang Estimasi Potensi,
Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber daya Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KepMen KP) nomor 82/KEPMENKP/
2016 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia 715.
Peraturan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 17/PER-DJPT/2017 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan Dokumen Strategi Pemanfaatan Perikanan.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor PER.29/MEN/2012 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan di bidang Penangkapan Ikan.
Peraturan Presiden Republik Indonesia (PerPres) No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Prager, M. H. 1994. A suite of extensions to a nonequilibrium surplus–production model. Fishery
Bulletin 92: 374–389.
Prager, M. H. 2002. Comparison of logistic and generalized surplus-production models applied to
swordfish, Xiphias gladius, in the north Atlantic Ocean. Fisheries Research 58: 41–57.
Prager, M. H. 2016. User’s Guide for ASPIC Suite, version 7: A Stock–Production Model Incorporating
Covariates and auxiliary programs. Prager Consulting Portland, Oregon, USA.
www.mhprager.com
Purwanto & S.R. Mardiani. 2019a. A compromise solution to the conflicting objectives in managing the
small pelagic fishery in Fisheries Management Area 715. Paper presented in the Scientific
Session of the 12th Asian Fisheries and Aquaculture Forum, conducted by Asian Fisheries
Society, held in IloIlo City, Philippines, on 9-12 April 2019.
Purwanto & S.R. Mardiani. 2019b. Stakeholder consultation workshop on formulating operational
objectives for developing harvest strategy in the management of small pelagic fishery in FMA
715, held in Ternate, March 25-29, 2019. Unpublished Technical Report, USAID Sustainable
Ecosystem Advanced Project, Jakarta. 24p.
Purwanto & S.R. Mardiani. 2020. Length-based assessment of the exploitation status of scad mackerel,
Decapterus macarellus, stock in Fisheries Management Area 715 of Indonesia. USAID SEA
Project. Jakarta. Manuscript.
Purwanto, S.R. Mardiani, F. Satria & Mahiswara. 2019. Stock and exploitation risk of small pelagic fish
in Fisheries Management Area 715 of Indonesia. Paper presented in the Scientific Session of
the 12th Asian Fisheries and Aquaculture Forum, conducted by Asian Fisheries Society, held in
IloIlo City, Philippines, on 9-12 April 2019.
Purwanto. 2018. An economic optimal level of small pelagic fish stock utilization in Fisheries
Management Area 715. USAID SEA Project. Jakarta. Manuscript.
Restrepo, V.R., G.G. Thompson, P.M. Mace, W.L. Gabriel, L.L. Low, A.D. MacCall, R.D. Methot, J.E.
Powers, B.L. Taylor, P.R. Wade, & J.F. Witzig. 1998. Technical guidance on the use of
precautionary approaches in implementing National Standard 1 of the Magnuson-Stevens
Fishery Conservation andManagement Act. NOAA Technical Memorandum NMFSF/SPO-031,
NOAA, USA: 54 pp.
Sloan, S. R., A.D.M. Smith, C. Gardner, K. Crosthwaite, L. Triantafillos, B. Jeffries, and N. Kimber.
2014. National Guidelines to Develop Fishery Harvest Strategies. FRDC Report – Project
2010/061. Primary Industries and Regions, South Australia, Adelaide, March 2014.
Speirs, D.C., S.P.R. Greenstreet, & M.R. Heath. 2016. Modelling the effects of fishing on the North Sea
fish community size composition. Ecological Modelling, 321: 35-45.
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
34
The Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), 2003. Fisheries management. 2.
The ecosystem approach to fisheries. FAO Technical Guidelines for Responsible Fisheries.
No. 4, Suppl. 2. FAO, Rome. 112p.
Undang Undang Dasar Republik Indonesia (UUD) Tahun 1945.
Undang Undang Republik Indonesia (UU) Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional tahun 2005-2025.
United Nations General Assembly (UNGA), 1995. Agreement for the Implementation of the
Provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982
relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory
Fish Stocks. A/CONF.164/37. 8 September 1995.
United Nations General Assembly (UNGA), 2015. Resolution adopted by the General Assembly on
25 September 2015. 70/1. Transforming our world: the 2030 Agenda for Sustainable
Development. A/RES/70/1. 21 October 2015.
UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Uusitalo, L., A. Lehikoinen, I. Helle, & K. Myrberg. 2015. An overview of methods to evaluate
uncertainty of deterministic models in decision support. Environmental Modelling & Software
63: 24-31.
Walters, C. J., and S. J. D. Martell. 2004. Fisheries ecology and management. Princeton, NJ: Princeton
University Press.
www.fishbase.org
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
35
LAMPIRAN
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
36
BAGIAN A. PROSES KAJIAN STOK IKAN DAN PERIKANAN
No Tanggal/Tempat
Kegiatan Judul Kegiatan Agenda Peserta Hasil Pertemuan
1 Selasa-Rabu, 30-31 Januari 2018; Tempat: Ruang pertemuan Pusat Riset Perikanan, Ancol Timur, Jakarta Utara
Lokakarya pengumpulan dan Analisis Data Statistik untuk Pengkajian Sumber Daya Ikan (SDI)
▪ Analisis menggunakan aplikasi MS-Excel dan ASPIC untuk kajian stok ikan pelagis kecil di WPP 715 dan 716 (Fitting Step)
▪ Presentasi hasil analisis data untuk pengkajian SDI pelagis kecil, demersal dan karang di WPP 711-714 dan 717-718 menggunakan model dinamika biomasa non-ekuilibrium
▪ Interpretasi dan diskusi hasil pengkajian SDI
45 Peserta (17 Wanita dan 25 Pria), perwakilan dari: ▪ Pusat Riset Perikanan ▪ Balai Riset Perikanan Laut ▪ Balai Pemulihan Sumber Daya Ikan
(BRPSDI) ▪ SEA CORE
▪ Parameter fungsi produksi perikanan hasil estimasi menggunakan model dinamika biomasa non-ekuilibrium;
▪ Estimasi awal potensi dan status SDI.
2 Jumat, Senin, Rabu, 9-14 Maret 2018; 08.00 – 16.00 WIB; Tempat: Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Sempur, Bogor
Lokakarya Pengkajian SDI dan Perikanan di WPP Indonesia menggunakan model dinamika biomasa non-ekuilibrium
▪ Laporkan hasil lokakarya sebelumnya tentang analisis data, dan tujuan serta peta jalan yang diusulkan dari lokakarya serial tentang penilaian stok dan pengembangan harvest strategy.
▪ Presentasi, review, dan diskusi hasil reanalisis data perikanan yang dipilih pada lokakarya sebelumnya;
44 Peserta (18 Wanita dan 26 Pria), perwakilan dari: ▪ Pusat Riset Perikanan ▪ Balai Riset Perikanan Laut ▪ Balai Pemulihan Sumber Daya Ikan
(BRPSDI) ▪ SEA CORE
▪ Hasil analisis ulang dan review
▪ Status stok ikan awal dari delapan set data
▪ Status stok dan perikanan serta rekomendasi strategi pengelolaan
3 Rabu dan Jumat, 18 dan 20 April 2018; 08.00-17.00 WIB; Tempat: Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok Rabu-Jumat, 2-4 Mei 2018; 08.00-17.00 WIB; Tempat: Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Sempur, Bogor
Workshop on Formulation of Reference Points for Fisheries Management
▪ Presentasi dan diskusi konsep, teori dan metodologi Pengkajian SDI dan Risiko Pemanfaatan berlebih dengan studi kasus SDI pelagis kecil di WPP 715 dan 716.
▪ Analisis ulang untuk memproyeksikan
kelimpahan ikan dan kematian akibat penangkapan;
▪ Mempresentasikan hasil proyeksi kelimpahan stok ikan dan mendiskusikan titik acuan alternatif untuk setiap perikanan terpilih (peserta bekerja dalam kelompok kecil);
32 Peserta (11 Wanita dan 21 Pria), perwakilan dari: ▪ Pusat Riset Perikanan ▪ Balai Riset Perikanan Laut ▪ Balai Pemulihan Sumber Daya Ikan
(BRPSDI) ▪ SEA CORE 37 Peserta (15 wanita dan 22 Pria) perwakilan dari: ▪ Pusat Riset Perikanan ▪ Balai Riset Perikanan Laut ▪ Balai Pemulihan Sumber Daya Ikan
(BRPSDI) ▪ Dit PSDI ▪ SEA CORE
▪ Estimasi angka acuan ▪ Probabilitas (%) pelanggaran
angka acuan BMSY dan FMSY dalam tiga (2018) dan sepuluh tahun (2025) sebagai konsekuensi penangkapan ikan pada tingkat tangkapan saat ini (2015).
▪ Probabilitas (%) pelanggaran angka acuan BMSY dan FMSY dalam tiga (2018) dan sepuluh tahun (2025) sebagai konsekuensi penangkapan ikan di tingkat MSY.
4 Senin-Rabu, 16-18 Juli 2018; 08.30-16.30 WIB.
Lokakarya Penyiapan Kerangka-kerja
▪ Penyajian potensi produksi ikan, status stok ikan dan perkembangan perikanan, serta risiko melanggar angka acuan
44 Peserta (16 Wanita dan 28 Pria) perwakilan dari: ▪ Pusat Riset Perikanan
▪ Materi untuk pertemuan konsultatif dengan Komisi
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
37
No Tanggal/Tempat
Kegiatan Judul Kegiatan Agenda Peserta Hasil Pertemuan
Ruang Rapat Hasanuddin Saanin Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Sempur, Bogor
Frame Survei Perikanan dan Stok Ikan serta Status Perikanan di beberapa WPP: Review Status Stok Ikan dan Perikanan di Beberapa FMA
BMSY dan FMSY di beberapa WPP selama tiga dan sepuluh tahun ketika perikanan menargetkan hasil tangkapan sesuai saat ini dan tingkat MSY;
▪ Review terhadap isi makalah tentang Status Stok Ikan dan Perikanan serta Resikonya yang telah disusun oleh masing-masing kelompok peneliti PUSRISKAN / BRPL.
▪ Penyempurnaan makalah untuk pertemuan konsultatif dengan Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan
▪ Balai Riset Perikanan Laut ▪ Balai Pemulihan Sumber Daya Ikan
(BRPSDI) ▪ SEA CORE
Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan;
▪ Kerangka-kerja penyusunan harvest strategy;
▪ Model penyajian status SDI dan perikanan.
5 Kamis, 18 Oktober 2018 Tempat: Hotel Salak the Heritage Jl. Ir. H. Djuanda No.9, Bogor, Jawa Barat
Pertemuan Konsultatif Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan
▪ Laporan pengembangan metodologi penilaian stok ikan dan risiko perikanan;
▪ Presentasi tentang Penilaian Stok Ikan dan Risiko Perikanan menggunakan model dinamis biomassa Non-Ekuilibrium: konsep, teori dan metodologi, Penilaian berbasis panjang vs penilaian upaya tangkapan, ekuilibrium vs non-ekuilibrium, model produksi spesies tunggal vs agregat;
▪ Penyajian stok ikan dan penilaian risiko ikan pelagis kecil di WPP 715.
69 Peserta (20 Wanita dan 49 Pria), perwakilan dari: ▪ KOMNAS KAJISKAN ▪ Dit PSDI ▪ BRPL ▪ BRPSDI ▪ BRPPU-PP ▪ PURISKAN ▪ BRSDM ▪ SEA CORE
▪ Data, metodologi, hasil pengkajian sumberdaya ikan dan resiko overeksploitasi ikan pelagis kecil di WPP 715;
6 IloIlo City, Philippines, 9-12 April 2019
The Scientific Session of the 12th Asian Fisheries and Aquaculture Forum, conducted by Asian Fisheries Society (AFS)
▪ Presentasi Potensi, Status dan Risiko Overexploitasi SDI Pelagis Kecil DI WPP 715;
▪ Solusi Kompromi terhadap Tujuan yang bertentang dalam Pengelolaan Perikanan Pelagis Kecil di WPP 715
Anggota AFS (antara peneliti, dosen, mahasiswa, dari berbagai negara di Asia) dan peserta bukan anggota AFS
7 27 Oktober 2020 Pertemuan daring menggunakan Zoom
USAID SEA Virtual Symposium series 2020: SEA Lessons learned
Stock Assessment Methodologies through the Lens of Small Pelagic Fishery in Fisheries Management Area 715
Simposium Terbuka untuk Umum, diikuti antara lain oleh: Staf Teknis KKP dan DKP, peneliti KKP, Pengajar dan mahasiswa Perguruan Tinggi, LSM
▪ Metodologi dan hasil analisis kajian sumberdaya ikan pelagis kecil di WPP 715
8 Hari, tgl: Selasa, 15 Desember 2020 Pertemuan daring menggunakan Zoom
Sidang tahunan Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan
Pemutakhiran Metodologi Pengkajian Sumber-Daya Ikan dalam Upaya Meningkatkan Pengelolaan Perikanan di WPPNRI: Studi kasus perikanan pelagis kecil di WPP 715
Anggota Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan
▪ Metodologi dan hasil analisis kajian sumberdaya ikan karang dan pelagis kecil di WPP 715
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
38
BAGIAN B. PROSES PENYUSUNAN STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN
No Tanggal/Tempat
Kegiatan Judul Kegiatan Agenda Peserta Hasil Pertemuan
1 Selasa, 12 Februari 2019; 08.30-16.00 WIB Tempat: Ruang Nila dan Layur,Gedung Mina Bahari IV, Lantai 15, KKP Jl Medan Merdeka Timur No. 16, Jakarta Pusat 10110
Lokakarya Inisiasi Penyusunan Strategi Pemanfaatan (Harvest Strategy) Perikanan Pelagis Kecil dan Ikan Karang di WPP 715
▪ Presentasi potensi produksi dan status sumberdaya ikan di WPP 715
▪ Presentasi implementasi strategi panen untuk pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem
▪ Presentasi tentang peran penelitian dalam persiapan dan implementasi strategi panen
▪ Presentasi hasil penilaian stok ikan pelagis kecil dan ikan karang di WPP 715
▪ Diskusi tentang peran pengelola perikanan dalam perumusan dan implementasi strategi panen
57 Peserta (21 Wanita dan 36 Pria), perwakilan dari: ▪ Komisi Nasional Pengkajian
Sumber Daya Ikan; ▪ Biro Perencanaan KKP; ▪ Sekretariat Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap KKP; ▪ Direktorat Pengelolaan Sumber
Daya Ikan KKP; ▪ Pusat Data dan Informasi KKP; ▪ Direktorat Konservasi dan
Keanekaragaman Hayati Laut KKP;
▪ Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Tangkap Ikan KKP;
▪ Direktorat Pengawasan Sumber Daya Perikanan KKP;
▪ Pusat Riset Perikanan KKP; ▪ Balai Riset Perikanan Laut KKP; ▪ DKP Provinsi di sekitar WPP 715
(DKP Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat)
▪ PPN Ambon; ▪ LSM (WWF dan WCS) ▪ Universitas (IPB) ▪ USAID ▪ USAID SEA Project
▪ Identifikasi peran dan fungsi DIT.PSDI, BRPL/PURISKAN, dan NGO dalam menyusunan HS;
▪ Peta jalan (roadmap) penyusunan strategi pemanfaatn (harvest strategy) perikanan pelagis kecil dan ikan karang di WPP 715
2 Hari, tgl: Rabu-Jumat, 27-29 Maret 2019 Tempat: Ruang Pertemuan Halmahera, Hotel Grand Dafam Bela Ternate Jl Jati Raya No. 500, Ternate Selatan, Kota
Lokakarya Konsultasi Pemangku Kepentingan untuk Perumusan Tujuan Operasional dalam rangka Pengembangan Strategi Panen (Harvest Strategy) untuk Pengelolaan
Sesi Panel: ▪ Kebijakan nasional pengelolaan
perikanan (Fisheries management, FM) dengan pendekatan berbasis ekosistem (Ecosystem Approach to Fisheries, EAF), Strategi pemanfaatan (Harvest Strategy) dan Pendekatan kehati-hatian (Precautionary Approach).
▪ Status beberapa stok ikan pelagis kecil dan perikanan di WPP 715
58 Peserta (22 Wanita dan 36 Pria), mewakili: ▪ Universitas Sam Ratulangi,
Manado ▪ Universitas Negeri Gorontalo ▪ Universitas Khairun, Ternate ▪ Universitas Muhammadiyah,
Ternate ▪ Universitas Patimura, Ambon ▪ Universitas Negeri Papua ▪ DKP Sulawesi Utara
Identifikasi masalah dan nilai risiko, masalah prioritas, tujuan operasional dan indikator kesejahteraan ekologis, kesejahteraan manusia dan kemampuan pencapaian perikanan pelagis kecil di Wilayah Pengelolaan Perikanan 715:
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
39
No Tanggal/Tempat
Kegiatan Judul Kegiatan Agenda Peserta Hasil Pertemuan
Ternate, Maluku Utara.
Perikanan Pelagis Kecil Di WPP 715
▪ Ikhtisar tujuan FM, dan metodologi untuk menetapkan tujuan operasional
▪ Diskusi tentang kebijakan tingkat tinggi, dan masalah serta tujuan yang luas
▪ Konteks kelompok diskusi, dan pengelompokan peserta menjadi: (1) Kesehatan ekologis (Ecological wellbeing, EW), (2) Kesejahteraan manusia (Human wellbeing, HW), dan (3) Kemampuan untuk mencapai (Ability to reach, AA)
Diskusi Kelompok EW, HW & AA: ▪ Identifikasi isu/masalah EAF ▪ Penentuan isu/masalah prioritas EAF ▪ Perumusan tujuan operasional FM ▪ Menentukan indikator untuk setiap
tujuan operasional ▪ Rangkuman hasil dari setiap kelompok Sesi Panel: Tinjau hasil: Masalah prioritas, tujuan operasional, dan indikator.
▪ DKP Gorontalo ▪ DKP Sulawesi Tengah ▪ DKP Maluku Utara ▪ DKP Papua Barat ▪ Dit. Pengelolaan Sumberdaya Ikan
KKP ▪ Dit. Perijinan dan Kenelayanan
KKP ▪ Pusat Riset Perikanan KKP ▪ Balai Riset Perikanan Laut KKP ▪ PSDKP Bitung and Ternate ▪ Pelabuhan Perikanan (Bitung,
Ambon, Ternate) ▪ Asosiasi (Pedagang dan
Pengolahan Ikan) ▪ LSM (WWF, WCS, MDPI, AP2HI) ▪ USAID SEA Project
▪ Masalah yang teridentifikasi dan nilai risiko setiap masalah pada aspek kesehatan ekologis, kesejahteraan manusia, dan kemampuan untuk mencapai;
▪ Masalah prioritas, tujuan operasional dan indikator pada aspek kesejahteraan ekologis, kesejahteraan manusia, dan kemampuan untuk mencapai.
3 Hari, tgl: Senin-Selasa, 22-23 Juli 2019 Tempat: Ruang Pertemuan, Kantor Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan, Sempur, Bogor
Persiapan Strategi Panen Perikanan Pelagis Kecil di WPP 715: Pembahasan Teknis terhadap Tujuan Operasional, Tingkat Risiko yang Dapat Diterima, dan Titik Referensi
22 Juli 2019: ▪ Presentasi tujuan operasional
alternatif yang dihasilkan dari lokakarya konsultasi Pemangku Kepentingan di Ternate.
▪ Pemilihan tujuan & indikator operasional.
23 Juli 2019: ▪ Diskusi tentang alternatif tingkat
risiko yang dapat diterima. ▪ Diskusi tentang angka acuan sasaran
dan angka acuan batas
21 Peserta (8 Wanita dan 13 Pria) ▪ Pusat Riset Perikanan ▪ Balai Riset Perikana Laut (BRPL) ▪ USAID SEA Project ▪ Lainnya
▪ Hasil penyempurnaan usulan tujuan operasional dan indikator yang dihasilkan dari Lokakarya Konsultasi Pemangku Kepentingan di Ternate, 25-29 Maret 2019, dan langkah-langkah untuk menentukan tingkat risiko yang dapat diterima dan angka acuan
▪ Usulan tujuan operasional, indikator, dan tindakan pengelolaan untuk perikanan pelagis kecil di WPP 715.
4 Hari, tgl: Senin - Selasa, 10-11Agustus 2020
FGD Pengkajian SDI dan Penyusunan Elemen Kunci Harvest Strategy Perikanan
10 Agustus 2020: Presentasi Hasil Kajian Berbasis Panjang Status Pemanfaatan SDI Layang malalugis di WPP 715
15 Peserta (4 Wanita dan 11Pria) ▪ Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) ▪ USAID SEA Project
▪ Status of small pelagic fishery Status SDI dan perikanan pelagis kecil dan hasil LB-SPR Decapterus macarellus
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
40
No Tanggal/Tempat
Kegiatan Judul Kegiatan Agenda Peserta Hasil Pertemuan
Tempat: Pertemuan daring melalui Zoom
Pelagis Kecil di WPP 715
11 Agustus 2020: Presentasi Elemen Kunci Harvest Strategy Perikanan Pelagis Kecil di WPP 715
▪ Elemen Kunci dari Strategi Pemanfaatan (Harvest Strategy) Perikanan Pelagis Kecil di WPP 715.
▪ Tindakan/Langkah pengelolaan untuk mencapai tujuan operasional pengelolaan perikanan
5 Desember 2020 Review Rancangan Strategi Pemanfaatan (Harvest Strategy) Perikanan Pelagis Kecil di WPP 715
Review dokumen Rancangan Strategi Pemanfaatan (Harvest Strategy) Perikanan Pelagis Kecil di WPP 715
Empat pakar/tenaga ahli: 1. Ir. Nilanto Perbowo, M.Sc.
(Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, KKP)
2. Prof. Dr. Ir. Wudianto (Pusat Riset Perikanan, KKP)
3. Dr. Ir. Duto Nugroho (Pusat Riset Perikanan, KKP)
4. Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc. (IPB)
Dokumen Rancangan Strategi Pemanfaatan (Harvest Strategy) Perikanan
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
41
BAGIAN C. LAMPIRAN DARI ISI DOKUMEN INI
Lampiran 1. Peta Indikatif Wilayah Pengelolaan Perikanan 715
WPP 715
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
42
Lampiran 2. Daftar 16 Kelompok spesies ikan pelagis kecil yang selalu dilaporkan dalam buku tahunan statistik perikanan tangkap selama 2005 -
2015
No. Nama Indonesia Nama umum (Bahasa Inggris) Famili Genus
1 Layang Scad, Round-scad Carangidae Decapterus spp
2 Bentong Oxeye scad/Bigeye scad Carangidae Selar spp
3 Selar Trevallies Carangidae Selar spp, Selaroides spp, Atule spp
4 Sunglir Rainbow runner Carangidae Elagatis spp
5 Tetengkek Torpedo scad Carangidae Megalaspis spp
6 Daun bambu/Talang-talang Queen fish Carangidae Scomberoides spp
7 Japuh Rainbow sardine Clupeidae Dussumieria acuta
8 Siro Spotted sardinella Clupeidae Amblygaster spp
9 Tembang Fringescale/Deepbody/ Goldstripped sardinella Clupeidae Sardinella spp
10 Selanget Chacunda gizzard shad Clupeidae Anodonstoma spp
11 Terubuk Hilsa shad Clupeidae Tenualosa spp
12 Banyar and kembung Indian mackerel and short-bodied mackerel Scombridae Rastrelliger spp
13 Belanak Mangrove/Blue-spot/Blue-tail mullet Mugilidae Mugil spp
14 Cendro Needle fish Belonidae Tylosurus spp
15 Julung-julung Garfish and halfbeaks Hemiramphidae Hemirhampus spp
16 Ikan terbang Flying fish Exocoetidae Cypselurus spp Source: DGCF (2016); Fishbase.org.
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
43
Lampiran 3. Isu, tujuan operasional dan aksi implementasi terkait dengan kontribusi perikanan terhadap kesehatan ekologis (ecological wellbeing)
Isu prioritas
Tujuan operasional Indikator 1 Kecenderungan menurunnya kelimpahan biomasa ikan, karena
meningkatnya jumlah kapal dan kapasitas penangkapan.
1 Meningkatkan kelimpahan biomasa ikan Spawning potential ratio (SPR)
Biomasa ikan relatif
2 Banyaknya hasil tangkapan juvenile ikan pelagis kecil 2 Menurunkan proporsi tangkapan juvenile ikan pelagis kecil Proporsi juvenile pada hasil tangkapan
3 Keterbatasan data perikanan pelagis kecil, antara lain data hasil
tangkapan, upaya penangkapan, ukuran ikan dan data biologi
lainnya
3 Meningkatkan cakupan, kualitas dan kuantitas ketersediaan data
produksi, upaya penangkapan dan data frekuensi ukuran panjang ikan
data produksi, data upaya penangkapan
dan data frekuensi ukuran panjang
4 Pemasangan rumpon dan penggunaan cahaya lampu yang tak
terkendali mengganggu pola migrasi SDI pelagis dan ikan yang
tergolong ecologically related species
4 pengaturan penempatan rumpon dan penggunaan cahaya lampu
berdasarkan hasil riset terkini.
jumlah dan posisi penempatan rumpon
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
44
Lampiran 4. Isu, tujuan operasional dan aksi implementasi terkait dengan kontribusi perikanan terhadap kesejahteraan manusia (human
wellbeing)
Isu prioritas Tujuan operasional Indikator
1 Menurunnya perolehan nelayan (produksi menurun, jumlah
armada meningkat dan mutu hasil tangkapan kurang baik)
1 Meningkatkan produktivitas kapal Hasil tangkapan/kapal/tahun
2 mempertahankan mutu hasil tangkapan Mutu hasil tangkapan
2 Menurunnya produktivitas kapal (produksi kapal/tahun) 3 Meningkatkan produktivitas kapal Hasil tangkapan/kapal/tahun
3 Biaya operasi penangkapan ikan semakin tinggi (daerah
penangkapan semakin jauh)
4 Mengefisien biaya operasional penangkapan ikan Biaya operasional/kapal/tahun
4 Pekerjaan beresiko tinggi 5 Mendistribusikan asuransi nelayan secara merata Asuransi nelayan yang terdistribusi
5 Rendahnya pengetahuan dan ketrampilan nelayan dalam
mengelola usaha penangkapan
6 Meningkatkan kualitas sumberdaya nelayan Jumlah nelayan yang mendapatkan pelatihan
6 Sulit mendapat akses permodalan 7 Memudahkan nelayan dalam mengakses permodalan Nelayan yang memperoleh modal
7 Terbatasnya kapasitas prasarana perikanan (PPI dan pabrik es) 8 Meningkatkan kapasitas prasarana perikanan Kapasitas PPI dan pabrik es yang memadai
8 Meningkatnya illegal fishing 9 Menurunkan illegal fishing Proporsi tingkat kepatuhan nelayan
9 Meningkatnya destructive fishing 10 Menurunkan destructive fishing Proporsi kejadian destructive fishing
10 Terbatasnya akses pasar (Remote area) 11 Memperluas akses pasar Jejaring pasar
11 Teknologi pengolahan masih rendah 12 Mengembangkan teknologi pengolahan Inovasi teknologi
12 Ketrampilan SDM pengolah masih rendah (diversifikasi olahan) 13 Meningkatkan ketrampilan SDM dan inovasi produk Jumlah pengolah yang mendapatkan pelatihan
13 Terbatasnya prasarana pendukung pengolahan 14 Meningkatkan prasarana pendukung pengolahan Kapasitas prasarana pendukung pengolahan
14 Kurangnya pendampingan pembinaan usaha pengolahan 15 Meningkatkan pendampingan terhadap pengolah Frekuensi pendampingan
15 Kurang-patuhnya nelayan terhadap jalur penangkapan 16 Meningkatkan kepatuhan jalur penangkapan ikan Frekuensi pelanggaran jalur penangkapan
16 Lemahnya pengelolaan koperasi perikanan 17 Memperbaiki manajemen koperasi perikanan Rapat Anggota Tahunan/rapat rutin
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA
45
Lampiran 5. Isu, tujuan operasional dan indikator terkait dengan kemampuan mencapai (ability to achieve) kontribusi optimum perikanan
Isu prioritas Tujuan operasional Indikator
1 Adanya ketidaksinkronan UU No 23/2014 dan UU
No 7/2016 terkait perizinan, dan kemungkinan
pada pendataan perikanan skala kecil
1 Sinkronisasi ketentuan terkait perizinan kapal perikanan
dalam peraturan perundang-undangan, dan pendataan
perikanan skala kecil
Kesesuaian ketentuan terkait perizinan kapal perikanan
dalam peraturan perundang-undangan
2 Kurangnya koordinasi antar provinsi berkaitan
dengan nelayan andon di WPP 715
2 Meningkatkan koordinasi antar provinsi berkaitan dengan
nelayan andon di WPP 715
Koordinasi antar provinsi berkaitan dengan nelayan andon
di WPP 715
3 Masih rendahnya koordinasi antar pemangku
kepentingan perikanan
3 Meningkatkan koordinasi antar pemangku kepentingan
perikanan
Koordinasi antar pemangku kepentingan perikanan
4 Belum optimalnya operasional Lembaga
Pengelolaan Perikanan (LPP) WPP 715
4 Mengoptimalkan operasional LPP WPP 715 Operasional dari LPP WPP 715
5 Belum optimalnya implementasi RPP WPP 715 5 Mengptimalkan implementasi RPP WPP 715 Implementasi RPP WPP 715
6 Masih rendahnya cakupan, kualitas dan kuantitas
data perikanan
6 Meningkatkan cakupan, kualitas dan kuantitas data
perikanan
Cakupan, kualitas dan kuantitas data perikanan
7
Meningkatnya pemasangan rumpon yang tidak
sesuai dengan regulasi yang ada, yaitu rumpon tidak
menjadi bagian dari unit penangkapan
7 Meminimumkan pemasangan rumpon yang bukan bagian
dari unit penangkapan
Proporsi rumpon terpasang yang bukan bagian dari unit
penangkapan
8 Meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan tentang
penggunaan rumpon
Frekuensi pelanggaran peraturan penggunaan rumpon
menurun
8 Banyaknya purse seine dan alat tangkap lain untuk
menangkap pelagis kecil dengan mata jaring yang
tidak sesuai dengan aturan
9 Mengurangi pengoperasian alat tangkap pelagis kecil dengan
mata jaring yang tidak sesuai dengan aturan
Purse seine dengan mata jaring yang tidak sesuai dengan
aturan untuk menangkap pelagis kecil
9 Maraknya illegal fishing 10 Mengurangi praktek illegal fishing Frekuensi illegal fishing
10 adanya aktivitas destructive fishing 11 Mengurangi aktivitas destructive fishing Frekuensi destructive fishing
11 Kurangnya kepatuhan terhadap jalur penangkapan 12 Meningkatkan kepatuhan terhadap jalur penangkapan Frekuensi pelanggaran jalur penangkapan
12 Masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang
pelestarian lingkungan perairan
13 Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pelestarian
lingkungan perairan
Pemahaman masyarakat tentang pelestarian lingkungan
perairan
13 Tingginya kerusakan habitat dan terumbu karang
akibat aktivitas masyarakat dan polusi di darat
14 Mengurangi kerusakan habitat dan terumbu karang akibat
aktivitas masyarakat dan polusi di darat
Tingkat kerusakan habitat dan terumbu karang akibat
aktivitas masyarakat dan polusi di darat