STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

53
STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

Transcript of STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

Page 1: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

Page 2: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

ii

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

Oleh:

Purwanto, Ph.D. dan Ses Rini Mardiani, M.Sc.

USAID SEA Project

PROYEK USAID SUSTAINABLE ECOSYSTEM ADVANCED DAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

2020

Page 3: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

iii

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

Pengkaji:

Ir. Nilanto Perbowo, M.Sc., Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, KKP

Prof. Dr. Ir. Wudianto, M.Sc., Badan Riset dan Sumberdaya Manusia

Kelautan dan Perikanan, KKP

Dr. Ir. Duto Nugroho, M.Si., Badan Riset dan Sumberdaya Manusia

Kelautan dan Perikanan, KKP

Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc., Institut Pertanian Bogor.

Penyunting: Ses Rini Mardiani, S.Pi., M.Sc., Proyek USAID SEA

Diterbitkan oleh: Proyek USAID Sustainable Ecosystem Advanced (USAID SEA).

Kantor Proyek USAID SEA

Gedung Sona Topas, Lantai 16, Jl. Jendral Sudirman Kav.26, Jakarta

12920, Indonesia

Sitasi: Purwanto dan Mardiani, S.R. 2020. Status Sumber Daya Ikan dan

Perikanan Pelagis Kecil di WPP 715 serta Alternatif Strategi

Pengelolaannya. Proyek USAID Sustainable Ecosystems Advanced.

Jakarta, Indonesia. 45 p.

Disain sampul: Purwanto, Proyek USAID SEA

Foto sampul: Purwanto, Proyek USAID SEA

Diterbitkan di: Jakarta, Indonesia

Memperbanyak publikasi ini untuk tujuan pendidikan atau tujuan bukan komersial lainnya

diperbolehkan tanpa izin tertulis dari penulis asalkan sumbernya disebutkan sepenuhnya. Dilarang

memperbanyak publikasi ini untuk dijual kembali atau tujuan komersial lainnya tanpa izin tertulis dari

penulis.

Publikasi ini diproduksi atas dukungan dari United States Agency for International Development (USAID)

dan kolaborasi dengan Pemerintah Indonesia. Seluruh isi publikasi ini merupakan tanggung jawab

penulis dan tidak mencerminkan pandangan dari USAID maupun Pemerintah Amerika Serikat.

Page 4: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

iv

PENYIAPAN DOKUMEN

Dokumen Status Sumber Daya Ikan dan Perikanan Pelagis Kecil di Wilayah Pengelolaan

Perikanan 715 serta Alternatif Strategi Pengelolaannya merupakan dokumen yang disiapkan untuk diajukan sebagai masukan kepada Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan,

Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam penyusunan Strategi Pemanfaatan Sumber Daya

Ikan (Harvest Strategy) untuk Pengelolaan Perikanan Pelagis Kecil di Wilayah Pengelolaan

Perikanan (WPP) 715. Dokumen ini disiapkan berdasarkan hasil pertemuan persiapan

penyusunan dokumen harvest strategy untuk pengelolaan perikanan pelagis kecil di WPP 715

yang diselenggarakan oleh Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan/Direktorat Jenderal

Perikanan Tangkap (DPSDI/DJPT) di Jakarta pada awal tahun 2019, hasil kajian sumberdaya

ikan (SDI) dan perikanan pelagis kecil di WPP 715 yang diselenggarakan oleh Proyek USAID-

SEA pada tahun 2018-2020, dan hasil Lokakarya Konsultasi Pemangku-kepentingan Perikanan

Pelagis Kecil di WPP 715 di Ternate pada tahun 2019.

Hasil kajian SDI dan perikanan pelagis kecil WPP 715 telah dibahas dengan para peneliti dari

Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) dan dan Pusat Riset Perikanan (Puriskan) pada tahun 2018-

2020. Hasil kajian tersebut kemudian dipresentasikan pada beberapa pertemuan ilmiah di

dalam dan luar negeri, yaitu Pertemuan Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan (Komnas

Kajiskan) tahun 2018 dan 2020, Lokakarya konsultasi Pemangku-kepentingan Perikanan Pelagis

Kecil di WPP 715 di Ternate tahun 2019, the Scientific Session of the 12th Asian Fisheries and

Aquaculture Forum, conducted by Asian Fisheries Society, di IloIlo City, Philippines, 2019, serta USAID

SEA Virtual Symposium series 2020: SEA Lessons learned tahun 2020. Daftar kegiatan pertemuan,

dan diskusi hasil kajian sumberdaya ikan tersebut disajikan pada Lampiran bagian A.

Hasil kajian SDI dan perikanan tersebut digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam

perumusan elemen kunci harvest strategy untuk pengelolaan perikanan pelagis kecil WPP 715.

Tujuan pengelolaan perikanan dan indikator kinerja, dirumuskan dalam Lokakarya Konsultasi

Pemangku-kepentingan di Ternate. Alternatif elemen kunci harvest strategy yang lainnya

dirumuskan dan secara bertahap telah dibahas dalam diskusi kelompok terfokus (focus group

discussion) dengan para peneliti dari BRPL dan Puriskan pada tahun 2019 dan 2020, serta

dengan anggota Komnas Kajiskan pada tahun 2020.

Hasil dari berbagai pertemuan, lokakarya dan diskusi tersebut kemudian digunakan untuk menyusun dokumen Rancangan Strategi Pemanfaatan Sumber Daya Ikan (Harvest Strategy)

untuk Pengelolaan Perikanan Pelagis Kecil di Wilayah Pengelolaan Perikanan 715. Selanjutnya,

dokumen Rancangan Harvest Strategy tersebut dikaji (review) oleh empat orang pakar dari KKP

dan Perguruan Tinggi untuk penyempurnaannya. Koreksi dan masukan dari empat pakar

tersebut telah digunakan dalam penyempurnaannya dan menghasilkan dokumen ini. Daftar

kegiatan pertemuan dan diskusi strategi pengelolaan perikanan serta pengkajian (review)

dokumen ini disajikan pada Lampiran bagian B.

Page 5: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

v

DAFTAR ISI

PENYIAPAN DOKUMEN ................................................................................................................................ iv DAFTAR ISI .......................................................................................................................................................... v DAFTAR TABEL ................................................................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................................................... viii

1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

2. STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN ................................... 3

2.1 Perkembangan Upaya Penangkapan, Hasil Tangkapan Total dan per Satuan

Upaya, serta Komposisi Jenis Ikan ...................................................................... 3

2.2 Potensi Perikanan, Kondisi Sumber Daya Ikan dan Risiko Pengembangan

Perikanan terhadap Sumber Daya Ikan secara Agregat ................................... 6 2.2.1 Biomasa dan Potensi Produksi Ikan ................................................................................. 6 2.2.2 Perkembangan Kelimpahan Sumber Daya Ikan, Tekanan Penangkapan dan Hasil

Tangkapan per kapal ........................................................................................................... 7

2.3 Potensi Ekonomi Perikanan ................................................................................. 8

2.4 Risiko dari berbagai Target Produksi terhadap Kelestarian Sumber Daya

Ikan ....................................................................................................................... 11

2.5 Parameter Sejarah Hidup dan Potensi Pemijahan Stok Ikan Layang

(Decapterus macarellus) ...................................................................................... 14 2.5.1 Parameter Sejarah Hidup Ikan ........................................................................................ 15 2.5.2 Produksi Relatif dan Potensi Pemijahan ....................................................................... 16

3. ELEMEN KUNCI STRATEGI PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN

DAN LANGKAH PENGELOLAAN PERIKANAN ...................................... 19

3.1 Tujuan Pengelolaan Perikanan .......................................................................... 19 3.1.1 Tujuan Kebijakan Tingkat Tinggi dan Isu Umum ........................................................ 20 3.1.2 Tujuan Umum ..................................................................................................................... 21 3.1.3 Isu Prioritas dan Tujuan Operasional Pengelolaan Perikanan ................................. 21

3.2 Indikator, Tingkat Risiko dan Angka Acuan ..................................................... 23

3.3 Ketentuan Pengelolaan Perikanan dan Program Pendukung ........................ 24 3.3.1 Ketentuan atau Langkah Pengelolaan Perikanan ........................................................ 25 3.3.2 Program Pendukung Pengelolaan Perikanan ............................................................... 26

3.4 Pemantauan dan Pengkajian Perikanan ........................................................... 28 3.4.1 Strategi Pemantauan Perikanan ...................................................................................... 28 3.4.2 Prosedur Pengkajian Perikanan ...................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................................... 31 LAMPIRAN ......................................................................................................................................................... 35

Page 6: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai estimasi parameter dan koefisien determinasi dari model produksi perikanan pelagis

kecil di WPP-715..................................................................................................................................... 6

Tabel 2.2 Perkiraan nilai optimum biomasa dan produksi ikan pelagis kecil, serta tingkat optimal

kematian ikan karena penangkapan (fishing mortality) pada perikanan pelagis kecil di WPP 715 ......... 7

Tabel 2.3 Perkiraan produksi, hasil tangkapan per satuan upaya, biaya, perolehan, dan keuntungan

perikanan pelagis kecil dari operasi kapal pukat cincin skala menengah pada berbagai tingkat upaya

penangkapan di WPP 715 ..................................................................................................................... 11

Tabel 2.4 Probabilitas (%) dari perikanan pelagis kecil di WPP 715 untuk melanggar angka acuan

𝐵𝑀𝑆𝑌 dan 𝐹𝑀𝑆𝑌 dalam tiga dan 10 tahun, pada berbagai tingkat hasil tangkapan yang ditargetkan .. 12

Tabel 2.5 Proyeksi peluang risiko perikanan pelagis kecil di WPP 715 melanggar tingkat acuan 𝐹𝑀𝑆𝑌

pada berbagai sasaran hasil tangkapan .................................................................................................. 13

Tabel 2.6 Proyeksi peluang risiko perikanan pelagis kecil di WPP 715 melanggar tingkat acuan 𝐵𝑀𝑆𝑌

pada berbagai sasaran produksi ............................................................................................................ 14

Tabel 2.7 Parameter 𝐿𝑖𝑛𝑓 and 𝐾 dari Decapterus macarellus di WPP 715 ........................................ 15

Tabel 2.8 Nilai laju kematian alami (𝑀) dari D. macarellus betina di WPP 715 hasil estimasi

menggunakan beberapa persamaan empiris. ......................................................................................... 15

Tabel 2.9 Nilai laju kematian alami (𝑀) komposit dari D. macarellus betina di WPP 715 .................. 15

Tabel 2.10 Nilai estimasi SPR dan 𝐹/𝑀 dari D. macarellus di WPP 715, 2018-2019 .......................... 17

Tabel 3.1 Isu prioritas terkait dengan kondisi sumber daya ikan dan tujuan operasional pengelolaan

perikanan ............................................................................................................................................... 22

Tabel 3.2 Isu prioritas terkait dengan praktek penangkapan ikan dan tujuan operasional pengelolaan

perikanan ............................................................................................................................................... 22

Tabel 3.3 Isu terkait tata-kelola perikanan dan tujuan operasional pengelolaan perikanan ................. 23

Tabel 3.4 Isu prioritas terkait dengan usaha nelayan dan program pembangunan perikanan untuk

mendukung pengelolaan perikanan ....................................................................................................... 23

Tabel 3.5 Indikator dan angka acuan untuk mengukur capaian dalam pengelolaan perikanan ............. 24

Tabel 3.6 Langkah pengelolaan untuk mencapai tujuan operasional pengelolaan perikanan ................ 25

Tabel 3.7 Penyuluhan, pengawasan dan penegakan hukum untuk mencapai tujuan operasional

pengelolaan perikanan ........................................................................................................................... 26

Tabel 3.8 Upaya terkait tata-kelola perikanan untuk mencapai tujuan operasional pengelolaan

perikanan ............................................................................................................................................... 27

Tabel 3.9 Program pembangunan perikanan untuk mendukung pengelolaan perikanan ...................... 27

Tabel 3.10 Jenis data untuk masing-masing indikator, frekuensi pengumpulan dan jenis ikan yang

dipantau ................................................................................................................................................. 28

Tabel 3.11 Metode analis untuk masing-masing indikator capaian pengelolaan perikanan pelagis kecil

di WPP 715 ........................................................................................................................................... 29

Page 7: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Upaya penangkapan ikan (fishing effort), hasil tangkapan total (total catch), dan hasil

penangkapan per satuan upaya (catch per unit effort), pada perikanan pelagis kecil di WPP-715, 2005

- 2015. ..................................................................................................................................................... 4

Gambar 2.2 Hasil tangkapan total ikan layang (scads), selar (trevallies), kembung (mackerels) dan

tembang (sardines) dari penangkapan di WPP 715, 2005 - 2015. .......................................................... 5

Gambar 2.3 (A) Perkiraan lintasan, antara biomasa relatif (relative biomass) dan kematian karena

penangkapan relatif (relative fishing mortality), serta (B) trend biomasa ikan pelagis kecil dan

kematian ikan karena penangkapan di WPP 715, 2005 - 2016. .............................................................. 8

Gambar 2.4 Hasil pengamatan dan estimasi hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (observed

CPUE & estimated CPUE) pada perikanan pelagis kecil di WPP 715, 2005-2015. ................................ 8

Gambar 2.5 (A) Estimasi total biaya (total cost), total perolehan (total revenue), dan keuntungan

ekonomi (economic profit): (1) pada berbagai tingkat upaya penangkapan (fishing effort), dan (2) pada

berbagai tingkat kelimpahan stok ikan (fish biomass); serta (B) Estimasi produksi ikan atau hasil

tangkapan total, dan keuntungan ekonomi yang diharapkan, pada berbagai tingkat upaya penangkapan

ikan dari perikanan pelagis kecil di WPP 715 ....................................................................................... 10

Gambar 2.6 Kurva kematangan (maturity curve) gonad dan selektivitas untuk ikan Decapterus

macarellus betina di WPP 715. Keterangan: S-2018 dan S-2019 masing-masing adalah kurva

selektivitas pada 2018 dan 2019............................................................................................................ 16

Gambar 2.7 Produksi relatif dan ratio potensi pemijahan (SPR) dari D. macarellus di WPP 715 pada

berbagai tingkat 𝐹/𝑀. ........................................................................................................................... 17

Page 8: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

viii

DAFTAR LAMPIRAN BAGIAN A. PROSES KAJIAN STOK IKAN DAN PERIKANAN ........................................................ 36

BAGIAN B. PROSES PENYUSUNAN STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN ............................ 38

BAGIAN C. LAMPIRAN DARI ISI DOKUMEN INI ............................................................................. 41

Lampiran 1. Peta Indikatif Wilayah Pengelolaan Perikanan 715 ............................................................ 41

Lampiran 2. Daftar 16 Kelompok spesies ikan pelagis kecil yang selalu dilaporkan dalam buku tahunan

statistik perikanan tangkap selama 2005 - 2015 ................................................................................... 42

Lampiran 3. Isu, tujuan operasional dan aksi implementasi terkait dengan kontribusi perikanan

terhadap kesehatan ekologis (ecological wellbeing) ............................................................................. 43

Lampiran 4. Isu, tujuan operasional dan aksi implementasi terkait dengan kontribusi perikanan

terhadap kesejahteraan manusia (human wellbeing)............................................................................. 44

Lampiran 5. Isu, tujuan operasional dan indikator terkait dengan kemampuan mencapai (ability to

achieve) kontribusi optimum perikanan ............................................................................................... 45

Page 9: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

1

1. PENDAHULUAN

Sumber daya ikan (SDI) pelagis kecil di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 715 adalah

sumber daya alam yang penting bagi perekonomian provinsi-provinsi sekitarnya, dan bahkan

lebih penting lagi bagi provinsi yang terdiri dari pulau-pulau kecil, di mana masyarakat pesisirnya

lebih mengandalkan kegiatan pemanfaatan sumber daya tersebut untuk mata-pencahariannya.

Kontribusi penting dari perikanan pelagis kecil tersebut terhadap perekonomian mencakup

antara lain pasokan ikan untuk konsumsi domestik dan pengolahan, dukungan terhadap usaha

pemasaran ikan serta penyediaan lapangan kerja. Berdasarkan data statistik perikanan tangkap,

yang diterbitkan oleh DJPT (2017), sekitar 9 % dari produksi ikan pelagis kecil Indonesia tahun

2005 – 2015 berasal dari WPP 715 (Lampiran 1). Sementara itu, perikanan pelagis kecil di

WPP-715 menyumbang sekitar 35,4% dari total produksi perikanan tangkap laut di wilayah tersebut selama 2005-2015.

Pasal 33(3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia menetapkan bahwa kekayaan alam,

termasuk SDI, sebagai modal dasar yang harus dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran

rakyat Indonesia (UUD, 1945). SDI tersebut perlu didayagunakan potensi ekonominya pada

tingkat optimum untuk mencapai Tujuan dan Cita-cita Nasional, yaitu antara lain memajukan

kesejahteraan umum guna mewujudkan bangsa yang makmur, melalui pelaksanaan

Pembangunan Nasional (Lampiran UU No. 17 Tahun 2007). Rangkaian upaya pembangunan

tersebut memuat kegiatan pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan

tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi demi generasi. Pelaksanaan upaya tersebut

dilakukan dalam konteks pemenuhan kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan

generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya (Penjelasan UU No. 17 Tahun

2007).

Konsep pembangunan berkelanjutan tersebut membutuhkan pendekatan ekosistem untuk

perikanan (ecosystem approach to fisheries - EAF). EAF adalah sarana untuk menerapkan konsep

pembangunan berkelanjutan pada perikanan yang diarahkan untuk menyeimbangkan

kesejahteraan manusia dan kesehatan ekologis (FAO, 2003; Bianchi, 2008). Pendekatan

tersebut dibangun untuk merencanakan, mengembangkan dan mengelola perikanan dalam

rangka mengatasi berbagai kebutuhan dan keinginan masyarakat, dengan tanpa membahayakan

pilihan bagi generasi mendatang untuk mendapatkan manfaat dari barang dan jasa yang

disediakan oleh ekosistem laut (FAO, 2003).

Perikanan laut mencapai batas pertumbuhannya pada saat pemanenan SDI tersebut

menghasilkan manfaat optimum dan berkelanjutan serta stoknya tetap lestari. Setelah

mencapai batas pertumbuhannya, pengembangan perikanan akan mengakibatkan penurunan

manfaat dan peningkatan ancaman terhadap kelestarian SDI. Bila pengembangan armada

penangkap ikan tidak dikendalikan secara efektif, SDI akan berada pada kondisi dimanfaatkan

berlebih dan keuntungan ekonomi perikanan akan hilang (Clark, 2006). Agar SDI pelagis kecil

di WPP 715 lestari serta dapat menghasilkan manfaat optimum dan berkelanjutan, pemerintah perlu melaksanakan pengelolaan perikanan (Pasal 1 & 6 UU No. 31 Tahun 2004).1

1 Pengelolaan Perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati (Pasal 1(butir 7) UU nomor 31 tahun 2004).

Page 10: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

2

FAO (2003) merekomendasikan agar pengelolaan perikanan ditempatkan dalam konteks yang

lebih luas dari pembangunan berkelanjutan. Dengan komitmen Indonesia untuk menerapkan

dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (UNGA, 2015; PerPres No. 59 Tahun 2017),

tujuan pengelolaan perikanan juga harus mencakup Tujuan 14 dari Pembangunan Berkelanjutan

(Sustainable Development Goal – SDG 14), sebagaimana tertera pada (PerPres No. 59 Tahun

2017), yaitu untuk melestarikan dan memanfaatkan sumber daya kelautan dan samudera secara

berkelanjutan untuk kesinambungan pembangunan.2 Adapun Sasaran dari Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan 14 antara lain adalah “pada tahun 2020 secara efektif mengatur pemanenan dan

menghentikan penangkapan ikan yang berlebihan, penangkapan ikan yang ilegal dan praktek

penangkapan ikan yang merusak, serta melaksanakan rencana pengelolaan berbasis ilmu

pengetahuan untuk memulihkan persediaan ikan secara layak dalam waktu yang paling singkat

yang memungkinkan, setidaknya ketingkat yang dapat memproduksi hasil maksimum yang

berkelanjutan sesuai kharakteristik biologisnya” (PerPres No. 59 Tahun 2017).3

Tujuan pengelolaan perikanan diterjemahkan kedalam aksi pengelolaan, yang disusun sebagai

rencana pengelolaan perikanan (RPP) (FAO, 1995). Agar dapat diimplementasikan secara

efektif, RPP tersebut perlu dilengkapi dengan strategi pemanfaatan sumber daya ikan (harvest

strategy). Harvest strategy merupakan kerangka kerja yang menetapkan tindakan pengelolaan

perikanan yang telah ditentukan sebelumnya dan diperlukan untuk mencapai tujuan

pengelolaan perikanan yang telah disepakati (Sloan et al., 2014; PerDirJen PT No. 17/PER-

DJPT/2017). Harvest strategy menetapkan tindakan pengelolaan (management actions) yang

diperlukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan pada perikanan tertentu (DAFF, 2007).

Pada saat ini, RPP di WPP 715 telah diterbitkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (KepMen

KP nomor 82/KEPMENKP/ 2016). Namun, harvest strategy untuk pengelolaan perikanan pelagis

kecil di WPP 715 belum terdapat di dalam RPP tersebut. Oleh karena itu, harvest strategy untuk

perikanan tersebut perlu disusun. Informasi terkait dengan status sumber daya ikan dan

perikanan pelagis kecil di WPP715 serta alternatif strategi pengelolaannya yang dibutuhkan

untuk menyusun rencana pengelolaannya disajikan dalam tulisan ini. Ragam informasi yang

disiapkan dan disajikan dalam tulisan ini mengacu yang tertera dalam Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan nomor PER.29/MEN/2012, FAO (2003) serta Peraturan Direktur

Jenderal Perikanan Tangkap No. 17/PER-DJPT/2017.

2 SDG 14, sebagaimana tertera pada Resolusi yang diadopsi oleh United Nations General Assembly pada 25 September 2015, yaitu: “Conserve and sustainably use the oceans, seas and marine resources for sustainable development” (UNGA, 2015). 3 Sasaran (Target) dari SDG 14, sebagaimana tertera pada Resolusi yang diadopsi oleh United Nations General Assembly pada 25 September 2015, yaitu: “By 2020, effectively regulate harvesting and end overfishing, illegal, unreported and unregulated fishing and destructive fishing practices and implement science-based management plans, in order to restore fish stocks in the shortest time feasible, at least to levels that can produce maximum sustainable yield as determined by their biological characteristics” (UNGA, 2015).

Page 11: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

3

2. STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN

Pengkajian SDI pelagis kecil di WPP 715 telah dilakukan beberapa kali di masa lalu. Berdasarkan

perkembangan intensitas penangkapan ikan dan kondisi kesehatan SDI, Menteri Kelautan dan

Perikanan telah menetapkan bahwa SDI pelagis kecil di WPP 715 telah dimanfaatkan penuh

(Keputusan Menteri nomor KEP. 45/MEN/2011), kemudian dimanfaatkan secara berlebih

(Keputusan Menteri nomor 47/KEPMEN-KP/2016), dan kembali dimanfaatkan penuh

(Keputusan Menteri nomor 50/KEPMEN-KP/2017). Untuk penyempurnaan strategi

pengelolaan perikanan pelagis kecil di WPP 715, termasuk pula dalam penyusunan harvest

strategy, perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap SDI dan perikanan untuk memperbarui

informasi tentang potensi produksi ikan, potensi ekonomi perikanan, serta status SDI dan

perikanannya. Untuk tujuan penyusunan dokumen ini, kajian ulang dilakukan menggunakan data

statistik perikanan tangkap yang diterbitkan oleh DJPT, angka estimasi upaya penangkapan ikan

pelagis kecil dari BRPL, data ekonomi perikanan yang dikumpulkan oleh Pelabuhan Perikanan

Samudera Bitung, dan data komposisi panjang ikan hasil pemantauan yang dilaksanakan oleh

USAID SEA Project di Pelabuhan Perikanan Tobelo dan beberapa tempat pendaratan ikan di

Pulau Halmahera.

Data statistik perikanan tangkap yang diperlukan untuk pengkajian hanya tersedia sampai

dengan tahun 2016, sehingga hanya bisa digunakan untuk mengkaji potensi produksi ikan dan

potensi ekonomi perikanan, menggambarkan kondisi SDI dan perikanan pelagis kecil hingga

tahun 2016, serta memperkirakan tingkat resiko dari berbagai sasaran produksi perikanan

terhadap kelestarian SDI. Hasil kajian SDI dan perikanan serta risiko dari berbagai target

produksi perikanan yang digunakan dalam penyusunan dokumen ini bersumber dari Purwanto

et al. (2019) yang melakukan analisis menggunakan non-equlibrium biomass dynamic model

(Prager, 1994, 2002 & 2016; Haddon, 2011) dengan data terdiri dari hasil tangkapan

keseluruhan dan upaya penangkapan. Sementara itu, potensi ekonomi perikanan yang disajikan

disini bersumber dari Purwanto (2018) dan Purwanto & Mardiani (2019).

Pada dokumen ini, perkembangan biomasa dan perikanan terkini terutama diindikasikan oleh

perkembangan potensi induk ikan malalugis (mackerel scad, Decapterus macarellus Cuvier, 1833)

yang diukur dengan ratio potensi pemijahan (spawning potential ratio, SPR), tingkat kematian

ikan karena penangkapan (fishing mortality), dan ukuran ikan. Hasil kajian yang digunakan dalam

dokumen ini bersumber dari Purwanto & Mardiani (2020) yang melakukan analisis mengenai

panjang ikan pertama kali tertangkap (length at first capture) (Froese et al., 2016; 2018) dan

rasio potensi pemijahan berbasis panjang (length-based spawning potential ratio, LBSPR)

(Hordyk, 2019 & 2020; ICES, 2018) menggunakan data frekuensi panjang ikan betina.

2.1 Perkembangan Upaya Penangkapan, Hasil Tangkapan Total

dan per Satuan Upaya, serta Komposisi Jenis Ikan

SDI pelagis kecil di WPP 715 dimanfaatkan oleh nelayan dari enam provinsi yang berbatasan

dengan wilayah WPP tersebut, yaitu Provinsi Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara,

Maluku Utara, Maluku dan Papua Barat, meskipun besaran upaya penangkapan ikannya

bervariasi dari satu provinsi ke yang lain. Pemanfaatan stok ikan pelagis kecil di WPP 715 telah

meningkat secara signifikan setidaknya sejak pertengahan 1970-an karena motorisasi kapal

penangkap ikan skala kecil dan peningkatan alat tangkap ikan (Dwiponggo, 1987). Alat tangkap

Page 12: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

4

yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap jenis ikan pelagis kecil pun bermacam-macam.

Alat tangkap utama yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil di wilayah penangkapan

ikan tersebut adalah pukat cincin (purse seine), dengan rata-rata ukuran mata jaring pada bagian

kantong sekitar satu inci. Armada pukat cincin berkontribusi masing-masing sekitar 72% dan

74% dari produksi perikanan pelagis kecil yang mendarat di Provinsi Sulawesi Utara dan Maluku

Utara (DKP Sulut, 2013; DKP Malut, 2013). Pukat cincin dioperasikan oleh kapal penangkap

ikan dengan panjang yang bervariasi, mulai dari panjang keseluruhan (length over-all, LOA) 15

hingga 28 meter. Namun, sekitar 66% hasil tangkapan didaratkan kapal purse-seine berukuran

panjang keseluruhan sekitar 20 meter selama 2018-2019. Oleh karena itu, dalam pengkajian

SDI dan perikanan untuk dokumen ini, standarisasi upaya penangkapan ikan pelagis kecil di

WPP 715 menggunakan daya tangkap kapal pukat cincin medium berukuran panjang

keseluruhan 20 meter, dengan awak kapal 22 orang.

Upaya penangkapan armada pelagis kecil di WPP 715 cenderung stabil selama 2006 - 2010,

dan kemudian meningkat hingga 2014, kemudian menurun sesudahnya (Gambar 2.1). Tingkat

upaya penangkapan pada tahun 2014 dan 2015 masing-masing sekitar 1000 dan 843 unit.

Sementara itu, tingkat upaya penangkapan ikan terendah dan tertinggi selama 2003 - 2015

masing-masing adalah 485 dan 1000 unit.

Gambar 2.1 Upaya penangkapan ikan (fishing effort), hasil tangkapan total (total catch), dan hasil

penangkapan per satuan upaya (catch per unit effort), pada perikanan pelagis kecil di WPP-715,

2005 - 2015.

Sebagaimana tercantum dalam statistik perikanan tangkap tahunan yang diterbitkan oleh DJPT

untuk tahun 2003 - 2015 (DJPT, 2017; 2005-2007), hasil tangkapan perikanan pelagis kecil di

WPP 715 terdiri dari sejumlah spesies. Namun, komposisi spesies yang dilaporkan berbeda

dari tahun ke tahun, dan hanya data dari 16 kelompok spesies yang selalu muncul dalam

statistik perikanan tangkap setidaknya selama 2003 - 2015. Untuk menghindari bias dalam hasil

analisis sebagai konsekuensi dari komposisi spesies yang berbeda, hanya data produksi ikan

dari 16 kelompok spesies tersebut yang digunakan dalam analisis. Nama 16 kelompok spesies

tersebut disajikan dalam Lampiran 2.

Hasil tangkapan total dari 16 kelompok spesies ikan pelagis kecil yang mendarat cenderung

meningkat selama 2005 - 2012, kemudian menurun pada 2013, dan meningkat sesudahnya

(Gambar 2.1). Tangkapan dari 16 kelompok spesies yang mendarat pada tahun 2014 dan 2015

masing-masing sekitar 121,9 ribu dan 135,8 ribu ton. Sementara itu, keseluruhan pendaratan

50

100

150

200

250

300

500

700

900

1100

2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016

Has

il ta

ngk

apan

tota

l (1

000 t

on),

has

il penan

gkap

an p

er

satu

an

upay

a (t

on)

Upay

a penan

gkap

an (

Jum

lah k

apal

pukat

cin

cin m

ediu

m)

Tahun

Fishing effort Total catch Catch per unit effort

Page 13: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

5

minimum dan maksimum dari 16 kelompok spesies pelagis kecil selama 2005 - 2015 masing-

masing adalah 91,2 ribu dan 135,8 ribu ton.

Tangkapan per unit upaya (CPUE) cenderung meningkat selama 2006 - 2009, tetapi menurun

setelahnya hingga 2014, kemudian meningkat lagi (Gambar 2.1). CPUE pada 2014 dan 2015

masing-masing sekitar 122 dan 161 ton per kapal pukat cincin ukuran 20 m (LOA). Sementara

itu, CPUE terendah dan tertinggi selama 2005 - 2015 masing-masing adalah 122 dan 221 ton

per kapal pukat cincin ukuran 20 m (LOA).

Berdasarkan data statistik perikanan tangkap, yang diterbitkan oleh DJPT (2017), perikanan

pelagis kecil di WPP 715 menyumbang sekitar 35,4% dari total produksi perikanan tangkap

laut di WPP tersebut selama 2005 - 2015. Kontribusi dari 16 kelompok spesies (Lampiran 2)

terhadap produksi perikanan pelagis kecil yang didaratkan dari WPP 715 adalah sekitar 78,3%

dari total produksi perikanan pelagis kecil selama periode tersebut. Namun, sekitar 70,3% dari

total produksi perikanan pelagis kecil terdiri dari layang (40,9%), selar (14,0%), kembung

(8,4%), dan tembang (6,9%). Ikan layang (genus Decapterus, keluarga Carangidae) tergolong

jenis ikan ekonomi penting dari SDI pelagis kecil di WPP 715. Terdapat beberapa species ikan

layang antara lain layang biru (Decapterus macarellus Cuvier, 1833), layang anggur (Decapterus

kurroides Bleeker, 1855), Layang deles (Decapterus macrosoma Bleeker, 1851), dan layang

benggol (Decapterus russelli Rüppell, 1830). Komposisi hasil tangkapan ikan layang, 80,7%

diantaranya adalah ikan layang malalugis (mackerel scad, Decapterus macarellus Cuvier, 1833).

Hasil tangkapan total dari ikan layang, selar, kembung dan tembang yang didaratkan dari

kegiatan penangkapan di WPP 715 sama-sama menunjukkan berfluktuasi, namun dengan

kecenderungan (trend) yang berbeda (Gambar 2.2). Hasil tangkapan total layang cenderung

meningkat selama 2005 - 2012, tetapi menurun pada 2013, lalu meningkat lagi pada tahun

sesudahnya. Hasil tangkapan total selar cenderung meningkat selama 2005 - 2015. Sementara

itu, hasil tangkapan total tembang yang mendarat cenderung mendatar selama 2005 - 2015.

Hasil tangkapan total kembung cenderung mendatar selama 2008 - 2012, kemudian meningkat

sesudahnya.

Gambar 2.2 Hasil tangkapan total ikan layang (scads), selar (trevallies), kembung (mackerels)

dan tembang (sardines) dari penangkapan di WPP 715, 2005 - 2015.

0

5

10

15

20

25

30

35

0

20

40

60

80

2004 2007 2010 2013 2016

Has

il ta

ngk

apan

tota

l

ikan

sela

r, k

em

bung

dan

tem

ban

g (1

000 t

on)

Has

il ta

ngk

apan

tota

l ik

an

(1000 t

on)

Tahun

Scads Sardines Trevalies Mackerels

Page 14: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

6

2.2 Potensi Perikanan, Kondisi Sumber Daya Ikan dan Risiko

Pengembangan Perikanan terhadap Sumber Daya Ikan secara

Agregat

2.2.1 Biomasa dan Potensi Produksi Ikan

Penggambaran potensi produksi dan kondisi SDI secara agregat dalam dokumen ini didasarkan

pada data dari 16 kelompok spesies, karena spesies pelagis kecil lainnya, yang berkontribusi

21,7% dari total produksi, dapat terdiri dari spesies yang berbeda pada tahun yang berbeda.

Selanjutnya, dalam tulisan ini 16 kelompok spesies pelagis kecil hanya akan disebutkan sebagai

spesies pelagis kecil. Sementara itu upaya penangkapan ikan diukur berdasarkan estimasi daya

tangkap kapal pukat cincin berukuran panjang keseluruhan 20 meter.

Nilai parameter yang dihasilkan dari analisis produksi 16 kelompok spesies ikan pelagis kecil

yang dilakukan oleh Purwanto et al. (2019) menggunakan model dinamika biomasa non-

equilibrium berdasarkan model dari Schaefer dan Fox disajikan pada Tabel 2.1. Berdasarkan

hasil analisis, model Fox lebih baik karena kesesuaian dari model ini terhadap data (0,737) lebih

tinggi daripada model Schaefer (0,703). Oleh karena itu, model Fox digunakan dalam dokumen

ini untuk mengestimasi produksi dan biomasa ikan.

Tabel 2.1 Nilai estimasi parameter dan koefisien determinasi dari model produksi perikanan

pelagis kecil di WPP-715

Parameter Satuan Model Schaefer Model Fox r - 4.000 2.718

q 10-3 2.370 3.071

K 105 ton 1.245 1.228

R2 - 0.703 0.737 Keterangan: r = 2*FMSY untuk model Schaefer (Prager, 1994); r = FMSY untuk model Fox (Fox, 1970).

Sumber: Purwanto et al. (2019).

Perkiraan nilai optimum biomasa dan produksi ikan pelagis kecil, serta perkiraan tingkat

optimal kematian ikan pelagis kecil di WPP 715 disajikan pada Tabel 2.2. Hasil analisis

menunjukkan bahwa stok ikan pelagis kecil di WPP 715 dapat menghasilkan hasil tangkapan

berkelanjutan pada tingkat maksimum (maximum sustainable yield, MSY) sekitar 122.800 ton

per tahun yang dihasilkan dari upaya penangkapan 885 unit. Hasil tangkapan per satuan upaya

pada saat dicapai MSY adalah sekitar 138,7 ton/kapal/tahun. Kegiatan penangkapan ikan yang

menghasilkan hasil tangkapan lestari maksimum (MSY) menyebabkan laju kematian ikan karena

penangkapan (fishing mortality) pada stok ikan pelagis kecil sekitar 2,72. Nilai estimasi biomasa

ikan pada saat dicapai MSY adalah sekitar 41.900 ton/tahun.

Pada 2015, koefisien kematian ikan karena penangkapan (𝐹2015) diperkirakan sekitar 2,59, yang

lebih rendah dari perkiraan kematian karena penangkapan saat dicapai MSY (𝐹𝑀𝑆𝑌),

mengindikasikan kondisi underfishing. Tekanan penangkapan pada tahun 2015 berada pada

tingkat aman, yaitu tidak membahayakan kelestarian SDI. Di sisi lain, estimasi biomasa ikan

pada tahun 2015 (𝐵2015) lebih rendah dari kelimpahan biomasa ikan saat dicapai MSY (𝐵𝑀𝑆𝑌).

𝐵2015 adalah sekitar 40.100 ton, sedangkan 𝐵𝑀𝑆𝑌 sekitar 41.900 ton, mengindikasikan SDI pada

kondisi underexploited. Walaupun demikian, biomasa ikan diproyeksikan meningkat menjadi

46.900 ton pada 2016.

Page 15: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

7

Tabel 2.2 Perkiraan nilai optimum biomasa dan produksi ikan pelagis kecil, serta tingkat optimal

kematian ikan karena penangkapan (fishing mortality) pada perikanan pelagis kecil di WPP 715

Parameter Simbol Satuan

Angka

estimasi

(Point

estimate)

Estimasi batas tingkat

kepercayaan (Bias-

corrected approximate

confidence limits)

Batas

bawah 80%

Batas atas

80%

Fishing mortality saat dicapai MSY FMSY 2.72

Maximum sustainable yield MSY 103 ton 122,8 115,8 150,5

Biomasa saat dicapai MSY BMSY 103 ton 41,9 41,8 42,1

Perkiraan hasil tangkapan total 2016 Y2016 103 ton 122,8 116,6 137,5 Sumber: Purwanto et al. (2019).

2.2.2 Perkembangan Kelimpahan Sumber Daya Ikan, Tekanan Penangkapan

dan Hasil Tangkapan per kapal

Perkembangan tekanan penangkapan dan kelimpahan biomasa ikan pelagis kecil yang

dipengaruhinya di WPP 715 ditunjukkan dengan Kobe plot, yaitu plot kematian karena

penangkapan relatif dan biomasa ikan relatif (Gambar 2.3). Pada tahun 2005, perikanan pelagis

kecil menangkap ikan lebih sedikit daripada potensi sumber daya ikannya (underfishing), namun

stok ikan pelagis kecil pada tingkat kelimpahan yang lebih rendah dibanding kelimpahan

optimumnya, sebagaimana diindikasikan oleh 𝐹2005/𝐹𝑀𝑆𝑌<1 dan 𝐵2005/𝐵𝑀𝑆𝑌<1.4,5 Hal ini diduga

akibat dari pemanfaatan secara berlebihan (over-exploited) pada tahun-tahun sebelumnya.

Tekanan penangkapan meningkat pada tahun 2006, sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan

angka kematian karena penangkapan relatif, namun masih tetap pada tingkat yang lebih rendah

daripada tingkat optimalnya, sehingga kelimpahan biomasanya meningkat. Tekanan

penangkapan berada pada tingkat yang stabil selama 2006 - 2010. Ketika tekanan penangkapan

meningkat sejak 2011, kelimpahan biomasa ikan menurun sejak 2012. Pada tahun 2014,

tekanan penangkapan menjadi berlebihan (overfishing), yaitu 𝐹𝑡/𝐹𝑀𝑆𝑌=1.1, dan SDI berada pada

ambang batas pemanfaatan berlebih (overexploited), yaitu 𝐵𝑡/𝐵𝑀𝑆𝑌=1.0.

Pada tahun 2015, tekanan penangkapan menurun ke tingkat aman (𝐹𝑡/𝐹𝑀𝑆𝑌=0,95), namun stok

ikan berada dalam kondisi dimanfaatkan berlebihan (𝐵𝑡/𝐵𝑀𝑆𝑌=0,89). Angka-angka tersebut juga

mencerminkan bahwa pada 2015 kematian ikan karena penangkapan 5% lebih rendah dari

tingkat optimum (𝐹𝑀𝑆𝑌), namun biomasa ikan 11% lebih rendah dari kelimpahan biomasa

optimum (𝐵𝑀𝑆𝑌) (Gambar 2.3). Selain itu, hasil kajian peluang untuk kondisi tahun 2015

menunjukkan bahwa biomasa ikan berada pada tingkat yang tidak aman (ditunjukkan dengan

warna merah, jingga dan kuning dari diagram lingkaran), yaitu dalam kondisi dimanfaatkan

secara berlebih, dengan peluang sekitar 71% (Gambar 2.3A). Namun, hasil analisis

mengindikasikan bahwa stok ikan pelagis kecil di WPP 715 akan meningkat dan mencapai

tingkat aman, yaitu 𝐵𝑡/𝐵𝑀𝑆𝑌=1,04, pada tahun 2016 (Gambar 2.3B).

Perkembangan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (CPUE) yang dihasilkan dari

pengamatan dan estimasi disajikan pada Gambar 2.4. Nilai estimasi CPUE cenderung stabil

sekitar 200 ton per kapal selama 2006 - 2010, kemudian menurun ke tingkat terendah, yaitu

129.1 ton, pada tahun 2014, dan meningkat sesudahnya. Perkiraan CPUE pada tahun 2015

4 Under-fishing: 𝐹𝑡 < 𝐹𝑀𝑆𝑌, atau 𝐹𝑡/𝐹𝑀𝑆𝑌=<1; Fully/optimal fishing: 𝐹𝑡 = 𝐹𝑀𝑆𝑌 , atau 𝐹𝑡/𝐹𝑀𝑆𝑌=1; Over-fishing 𝐹𝑡 > 𝐹𝑀𝑆𝑌, atau 𝐹𝑡/𝐹𝑀𝑆𝑌>1; 𝐹𝑡 = tingkat kematian pada populasi ikan karena penangkapan (fishing mortality) tahun t, 𝐹𝑀𝑆𝑌= fishing mortality saat dicapai MSY. 5 Under-exploited: 𝐵𝑡 > 𝐵𝑀𝑆𝑌, atau 𝐵𝑡/𝐵𝑀𝑆𝑌>1; Fully exploited: Bt=BMSY, atau 𝐵𝑡/𝐵𝑀𝑆𝑌=1; Over-exploited 𝐵𝑡 < 𝐵𝑀𝑆𝑌 , atau 𝐵𝑡/𝐵𝑀𝑆𝑌<1; 𝐵𝑡 = biomasa ikan tahun t, 𝐵𝑀𝑆𝑌= biomasa ikan saat dicapai MSY.

Page 16: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

8

adalah sekitar 137.6 ton per kapal. Nilai CPUE tahun 2015 tersebut masih belum mencapai

perkiraan CPUE pada tingkat MSY, yaitu sekitar 138.7 ton.

(A) (B)

Gambar 2.3 (A) Perkiraan lintasan, antara biomasa relatif (relative biomass) dan kematian

karena penangkapan relatif (relative fishing mortality), serta (B) trend biomasa ikan pelagis kecil

dan kematian ikan karena penangkapan di WPP 715, 2005 - 2016.

Gambar 2.4 Hasil pengamatan dan estimasi hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan

(observed CPUE & estimated CPUE) pada perikanan pelagis kecil di WPP 715, 2005-2015.

2.3 Potensi Ekonomi Perikanan

Kegiatan perikanan yang dilakukan oleh nelayan dalam memanfaatkan SDI pada dasarnya adalah

kegiatan ekonomi yang dilakukan untuk memperoleh keuntungan. Sejarah perikanan laut

Indonesia menunjukkan bahwa perkembangan perikanan pada perairan nusantara sangat dipengaruhi oleh permintaan di pasar dan nilai ekonomi hasil perikanannya.

Permintaan akan ikan pelagis kecil dalam negeri berasal dari rumah tangga dan pengolah ikan

untuk konsumsi, maupun usaha penangkapan untuk dijadikan umpan. Permintaan tersebut

cenderung terus meningkat, yang mendorong pelaku usaha perikanan untuk terus

meningkatkan upaya penangkapannya hingga melebihi tingkat optimum pemanfaatan SDI sesuai

0.0

0.5

1.0

1.5

2004 2007 2010 2013 2016

Kelim

pah

an b

iom

asa

rela

tif (R

elative

bio

mass

) dan

kem

atia

n k

arena

penan

g-

kap

an r

ela

tif (r

elative

fishin

g m

orta

lity)

Tahun

Relative fishing mortalityRelative fish biomassLimit reference level

0

50

100

150

200

250

2004 2007 2010 2013 2016

has

il ta

ngk

apan

per

satu

an

upay

a penan

gkap

an(t

on)

Tahun

Observed CPUE Estimated CPUE

Over-exploited, over-fishing

under-exploited, over-fishing

Over-exploited, under-fishing

under-exploited, under-fishing

Page 17: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

9

daya dukung. Dampak dari hal tersebut selain menyusutnya stok ikan hingga lebih rendah

dibandingkan kelimpahan yang menghasilkan produksi optimumnya, juga menurunnya tingkat

keuntungan perikanan lebih rendah dibandingkan potensi ekonomi yang dapat dihasilkan.

Indikasi potensi ekonomi dari perikanan pelagis kecil di WPP 715 ditunjukkan dari keuntungan

ekonomi penangkapan ikan dengan pukat cincin, yang merupakan alat tangkap utamanya, yang

dioperasikan dengan kapal berukuran panjang keseluruhan (length over-all, LOA) 20 meter,

dengan awak kapal 22 orang. Potensi ekonomi perikanan pelagis kecil diestimasi menggunakan

parameter produksi perikanan dari Purwanto et al. (2018) (Tabel 2.1) dan data ekonomi tahun

2017 sebagaimana dilaporkan oleh Purwanto (2018) dan Purwanto & Mardiani (2019a),

mencakup harga rata-rata ikan pelagis kecil dan biaya operasional penangkapan kapal

penangkap ikan skala menengah tersebut, yaitu masing-masing sekitar Rp. 9300 per kilogram

dan yaitu sekitar Rp. 762 juta per kapal per tahun.

Gambaran umum perkiraan biaya, pendapatan dan keuntungan ekonomi dari pengoperasian

kapal pukat cincin skala menengah pada berbagai tingkat upaya penangkapan dan biomasa ikan

di WPP 715 disajikan pada Gambar 2.5 (A&B). Keuntungan ekonomi perikanan pelagis kecil

bervariasi dengan tingkat upaya penangkapan dan biomasa ikan. Pada awal pengembangan

perikanan, peningkatan upaya penangkapan meningkatkan keuntungan dan menurunkan

biomasa ikan. Namun, setelah mencapai tingkat keuntungan yang optimal, peningkatan upaya

penangkapan mengurangi keuntungan dan biomasa ikan. Keuntungan optimal dicapai pada

tingkat upaya penangkapan yang lebih rendah daripada yang menghasilkan produksi ikan

optimum secara biologis, yaitu MSY (Gambar 2.5C).

Ketika stok ikan pelagis kecil ditargetkan dimanfaatkan pada tingkat MSY, total biaya operasi

kapal pukat cincin skala menengah adalah sekitar Rp. 640 miliar per tahun (Tabel 2.3), dengan

pendapatan tahunan yang diharapkan dari perikanan pelagis kecil sekitar Rp. 1108 miliar.

Keuntungan yang diharapkan dari perikanan pelagis kecil, yang menargetkan produksi di tingkat

MSY, adalah sekitar Rp. 468 miliar per tahun. Keuntungan ekonomi rata-rata dari kegiatan

penangkapan ikan menggunakan kapal pukat cincin skala sedang adalah sekitar Rp. 557 juta per

kapal per tahun ketika produksi perikanan berada di tingkat MSY.

Ketika penangkapan ikan pelagis kecil ditargetkan menghasilkan 80% dari tingkat MSY,

keuntungan yang diharapkan dari perikanan pelagis kecil adalah sekitar Rp. 583 miliar per tahun

(Tabel 2.3). Keuntungan ekonomi rata-rata dari kegiatan penangkapan ikan oleh kapal

penangkap ikan skala sedang adalah sekitar Rp. 1475 juta per kapal per tahun.

Keuntungan ekonomi optimal dari perikanan pelagis kecil di WPP 715 diperkirakan sekitar Rp.

608 miliar per tahun, dihasilkan dari pengoperasian 512 unit kapal pukat cincin skala menengah.

Produksi ikan saat keuntungan ekonomi optimal (maximum economic yield, MEY) adalah sekitar

107 ribu ton per tahun. Biaya operasi armada penangkap ikan itu sekitar Rp. 390 miliar per

tahun (Tabel 2.3). Pada kondisi yang secara ekonomis optimal tersebut, tekanan penangkapan

(sebagaimana ditunjukkan oleh kematian ikan karena penangkapan relatif) lebih rendah, dan

karenanya lebih aman, dibanding pada kondisi yang secara biologis optimal, yaitu saat dicapai

MSY. Stok ikan pada saat dicapai MEY, seperti yang ditunjukkan oleh biomasa relatif, lebih sehat daripada kondisi stok pada saat dicapai MSY.

Page 18: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

10

Gambar 2.5 (A) Estimasi total biaya (total cost), total perolehan (total revenue), dan keuntungan

ekonomi (economic profit): (1) pada berbagai tingkat upaya penangkapan (fishing effort), dan (2)

pada berbagai tingkat kelimpahan stok ikan (fish biomass); serta (B) Estimasi produksi ikan atau

hasil tangkapan total, dan keuntungan ekonomi yang diharapkan, pada berbagai tingkat upaya

penangkapan ikan dari perikanan pelagis kecil di WPP 715

Perikanan tidak mendapatkan keuntungan ketika jumlah kapal yang dioperasikan sekitar 1301

unit. Pada tingkat upaya penangkapan ini, tekanan penangkapan dan stok ikan berada dalam

kondisi yang lebih buruk daripada kondisi di mana perikanan menggunakan stok ikan pada

tingkat produksi optimal secara biologis maupun ekonomis. Kematian ikan karena

penangkapan relatif dan biomasa ikan relatif menunjukkan kondisi tersebut (Tabel 2.3).

Membandingkan tiga sasaran tingkat produksi perikanan yang berbeda, yaitu MSY, 80% dari

MSY, dan MEY, keuntungan ekonomi tertinggi diharapkan dihasilkan dari penangkapan ikan

yang menargetkan MEY, sedangkan produksi ikan tertinggi diharapkan dihasilkan dari

penangkapan ikan yang menargetkan MSY (Tabel 2.3). Sementara itu, bila sasaran kegiatan

penangkapan ikan adalah produksi ikan pada 80% dari MSY, keuntungan ekonomi dan produksi

akan menjadi kurang optimal, tetapi laba per kapal, pendapatan nelayan, CPUE, dan kelimpahan

stok akan lebih tinggi daripada yang dihasilkan dari penangkapan ikan yang menargetkan MSY

atau MEY.

-400

100

600

1100

0 300 600 900 1200 1500

Tota

l bia

ya, t

ota

l per

ole

han

, dan

to

tal k

eun

tun

gan

eko

no

mi (

Rp

. m

ilyar

/th

)

Upaya pengkapan (Fishing effort)( Jumlah kapal)

Total costTotal revenueEconomic profit

EMEY EMSY

(A1)

-400

-200

0

200

400

600

800

1000

1200

0 50 100 150 200 250 300

Tota

l bia

ya, to

tal pero

lehan

, dan

keuntu

nga

n e

konom

i (R

p.m

ilyar

/th)

Biomasa ikan (1000 ton)

Total costTotal revenueEconomic profit

BMSY BMEY

(A2)

-400

-200

0

200

400

600

800

1000

1200

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

0 300 600 900 1200 1500K

eun

tun

gan

eko

no

mi

(Rp

. ju

ta/t

ahu

n

Pro

du

ksi (

10

00

to

n/t

ahu

n)

Upaya penangkapan (Fishing effort)(Jumlah kapal)

YieldEconomic profit

EMEY EMSY

(B)

MSY MEY

Page 19: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

11

Tabel 2.3 Perkiraan produksi, hasil tangkapan per satuan upaya, biaya, perolehan, dan

keuntungan perikanan pelagis kecil dari operasi kapal pukat cincin skala menengah pada

berbagai tingkat upaya penangkapan di WPP 715

Satuan

Sasaran pengelolaan

perikanan Tanpa

pengendalian

penangkapan

Kondisi

tahun

2015 MSY MEY 80%

MSY

Upaya penangkapan Jumlah kapal 840 512 396 1301 844

Produksi ikan 1000 ton 119,0 107,2 95,2 106,5 111,0

Hasil tangkapan per satuan upaya Ton/kapal 141,7 209,5 240,3 81,9 131,6

Kematian ikan karena penangkapan 1,20 0,73 0,57 1,86 1,20

Biomasa ikan 1000 ton 99,4 146,9 168,5 57,4 92,3

Total biaya Rp. milyar 640,2 389,9 301,9 991,3 642,9

Total perolehan Rp. milyar 1107,8 997,6 886,3 991,3 1033,0

Keuntungan ekonomi Rp. milyar 467,7 607,6 584,3 0,0 390,2

Keuntungan per kapal Rp. milyar 556,7 1187,4 1474,6 0,0 462,4

Jumlah nelayan Orang 18480 11264 8712 28622 18568

Biomasa ikan relatif 1,00 1,48 1,70 0,58 0,93

Kematian ikan karena penangkapan

relatif 1,00 0,61 0,47 1,55 1,00

Sumber: Purwanto (2018), dan Purwanto & Mardiani (2019).

Dari sudut-pandang ekonomi perikanan, pilihan sasaran pengelolaan pada MEY akan

memungkinkan efisiensi biaya penangkapan dan optimasi perolehan neto atau keuntungan

ekonomi usaha penangkapan ikan. Sementara itu, walau produksi ikan sedikit 10% lbh rendah

dari tingkat optimumnya (MSY), keuntungan ekonomi tersebut memungkinkan pelaku usaha

perikanan untuk memperluas cakupan usaha di bidang usaha perikanan atau bidang usaha

lainnya, dan hal ini tentunya akan berdampak positif terhadap pendapatan domestik bruto

(PDB). Namun demikian, dampak dari berbagai pilihan strategi pengelolaan perikanan tidak

dikaji sehingga tidak disajikan dalam dokumen ini.

2.4 Risiko dari berbagai Target Produksi terhadap Kelestarian

Sumber Daya Ikan

Akan selalu ada ketidakpastian dalam estimasi biomassa populasi (Buxton et al., 2010), karena

perikanan beroperasi pada ekosistem perairan yang fungsi dan responnya terhadap penangkapan

ikan dan aktivitas manusia lainnya belum diketahui secara sempurna (Haddon, 2011). Data dan

informasi yang tersedia tentang perikanan pelagis kecil WPP 715 tidak lengkap. Data yang

digunakan dalam analisis adalah data statistik perikanan yang memanfaatkan stok multispesies ikan

pelagis kecil, hidup dalam ekosistem perairan yang kompleks dan saling terkait, dengan variasi

alam yang cukup besar dimana belum ada proses ekologi yang diketahui secara sempurna. Kondisi

ini juga diperparah dengan terbatasnya kegiatan penelitian, serta praktek penangkapan ikan yang

ilegal dan tidak dilaporkan di wilayah penangkapan. Oleh karena itu, ketidakpastian dalam estimasi

yang berkaitan dengan stok ikan dan responnya terhadap upaya penangkapan akan selalu ada.

Namun, ketiadaan informasi ilmiah yang memadai tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk

menunda atau gagal mengambil tindakan konservasi dan pengelolaan (FAO, 1995; UNGA, 1995).

Masalah utamanya adalah memastikan bahwa batas tangkapan dalam strategi pengelolaan

perikanan ditetapkan sedemikian rupa sehingga berada dalam kisaran yang aman meskipun ada

ketidakpastian (Buxton et al., 2010). Risiko terkait pengambilan keputusan dalam pemilihan angka

acuan (reference points) penting untuk diukur guna menghindari hasil yang tidak diinginkan dan

mengurangi kemungkinan hancurnya sumberdaya ikan (De Anda-Montañez et al., 2017). Strategi

Page 20: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

12

pengelolaan perikanan harus memastikan bahwa risiko melebihi angka acuan, yaitu MSY, sangatlah

rendah (Lampiran II UNGA, 1995).

Hasil kajian resiko over-eksploitasi menunjukkan bahwa probabilitas perikanan pelagis kecil di

WPP 715 untuk melanggar tingkat acuan 𝐵𝑀𝑆𝑌 dan 𝐹𝑀𝑆𝑌 , yaitu stok ikan pelagis kecil turun lebih

rendah daripada 𝐵𝑀𝑆𝑌 (overexploited) dan kematian ikan karena penangkapan melebihi 𝐹𝑀𝑆𝑌

(overfishing), berkurang dengan penurunan tingkat hasil tangkapan yang ditargetkan (Tabel 2.4).

Tingkat hasil tangkapan (catch level) perikanan pelagis kecil di WPP 715 pada tahun terakhir

periode 2005-2015, sebagaimana ditunjukkan oleh rata-rata tangkapan tahun 2013-2015,

adalah sekitar 123 ribu ton. Hasil penilaian risiko menunjukkan bahwa jika tangkapan saat

tersebut dilanjutkan, risiko melanggar 𝐵𝑀𝑆𝑌 dan 𝐹𝑀𝑆𝑌 dalam tiga tahun masing-masing akan

menjadi sekitar 69% dan 72%, dan risiko melanggar 𝐵𝑀𝑆𝑌 dan 𝐹𝑀𝑆𝑌 akan lebih tinggi dalam

sepuluh tahun, yaitu 78%, (Tabel 2.4). Tingkat risiko stok ikan yang mengalami penangkapan

ikan berlebihan (overfishing, 𝐹𝑡>𝐹𝑀𝑆𝑌) dan dimanfaatkan berlebihan (overexploited, 𝐵𝑡 < 𝐵𝑀𝑆𝑌)

dalam tiga dan sepuluh tahun berada pada “risiko sedang-tinggi”.

Tabel 2.4 Probabilitas (%) dari perikanan pelagis kecil di WPP 715 untuk melanggar angka

acuan 𝐵𝑀𝑆𝑌 dan 𝐹𝑀𝑆𝑌 dalam tiga dan 10 tahun, pada berbagai tingkat hasil tangkapan yang

ditargetkan

Hasil tangkapan yang ditargetkan relatif terhadap hasil tangkapan tahun terakhir

60% 70% 80% 90% 97%

(MSY)

100% (Hasil

tangkapan tahun ter-

akhir*)

110% 120% 130% 140%

Skenario hasil tangkapan (1000 ton) 73,9 86,2 98,5 110,8 119,0 123,1 135,5 147,8 160,1 172,4

B2018<BMSY 37 45 54 62 67 69 75 80 85 88

F2018 >FMSY 11 17 36 56 68 72 83 90 94 96

B2025<BMSY 20 26 36 54 71 78 90 95 97 98

F2025 >FMSY 10 14 28 51 70 78 92 96 98 98

Catatan: * Hasil tangkapan tahun terakhir adalah rata-rata hasil tangkapan tiga tahun terakhir (2013-2015).

Keterangan warna:

Tingkat risiko Risiko rendah

(Low risk) Risiko sedang-rendah

(Medium-low risk) Risiko sedang-tinggi (Medium-high risk)

Risiko tinggi (High risk)

Probabilitas 0 - 20% 20 - 50% 50 - 80% 80 - 100

Sumber: Purwanto et al. (2019)

Tingkat MSY pada perikanan pelagis kecil di WPP 715 yang lebih rendah daripada tingkat

produksi tahun terakhir. Ketika perikanan menargetkan hasil tangkapan pada tingkat MSY,

risiko melanggar 𝐵𝑀𝑆𝑌 dalam tiga dan sepuluh tahun akan menjadi masing-masing sekitar 67%

dan 71%, sedangkan risiko melanggar 𝐹𝑀𝑆𝑌 dalam tiga dan sepuluh tahun masing-masing akan

menjadi sekitar 68% dan 70% (Tabel 2.4). Risiko untuk melanggar tingkat acuan 𝐵𝑀𝑆𝑌 dan 𝐹𝑀𝑆𝑌

sebagai konsekuensi dari penangkapan ikan dengan sasaran MSY adalah lebih rendah

dibandingkan dengan melanjutkan penangkapan yang menargetkan hasil tangkapan tahun

terakhir. Namun, tingkat risiko penangkapan ikan yang menargetkan tingkat MSY adalah juga

masih tergolong risiko sedang-tinggi.

Ketika hasil tangkapan yang ditargetkan (targeted catch level) menurun ke tingkat produksi yang

menghasilkan keuntungan ekonomi optimum (maximum economic yield, MEY), risiko melanggar

tingkat acuan 𝐵𝑀𝑆𝑌 dan 𝐹𝑀𝑆𝑌 dalam sepuluh tahun masing-masing akan menjadi sekitar 48%

dan 43%. Tingkat risiko ini dikategorikan sebagai risiko sedang-rendah (Tabel 2.5 & 2.6).

Demikian pula pada penangkapan ikan yang menargetkan 80% MSY, yaitu sekitar 95.200 ton,

risiko akan menjadi sekitar 33% untuk melanggar tingkat acuan 𝐵𝑀𝑆𝑌 dan 24% untuk melanggar

Page 21: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

13

tingkat acuan 𝐹𝑀𝑆𝑌 dalam 10 tahun (Tabel 2.5 & 2.6). Tingkat risiko ini dikategorikan sebagai

risiko sedang-rendah, mirip dengan tingkat risiko penangkapan ikan di tingkat MEY.

Tabel 2.5 Proyeksi peluang risiko perikanan pelagis kecil di WPP 715 melanggar tingkat acuan

𝐹𝑀𝑆𝑌 pada berbagai sasaran hasil tangkapan Hasil tangkapan yang ditargetkan Tahun

Jumlah

(1000 ton)

Perbedaan dari (%)

MSY Hasil tang-

kapan tahun terakhir

2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025

0 -100 -100 64 0 0 0 0 0 0 0 0 0

25 -79 -80 64 8 8 8 8 8 8 8 8 8

49 -59 -60 64 9 9 8 8 8 8 8 8 8

74 -38 -40 64 16 11 11 11 10 10 11 11 11

86 -28 -30 64 28 17 14 14 14 14 14 14 14

95a) -20 -23 64 39 30 27 25 24 24 24 24 24

99 -17 -20 64 43 36 32 30 28 28 28 28 28

107b) -10 -13 64 53 49 47 45 45 44 44 43 43

111 -7 -10 64 58 56 55 53 53 52 52 51 51

119c) 0 -3 64 66 68 68 69 69 70 70 70 70

123d) 3 0 64 70 72 74 76 77 77 78 78 79

135 13 10 64 79 83 87 88 90 91 91 92 92

148 24 20 64 85 90 93 94 95 95 96 96 96

160 34 30 64 89 94 96 97 97 97 98 98 98 Catatan: a) 80% dari MSY; b). MEY; c). MSY; d). Hasil tangkapan tahun terakhir adalah rata-rata hasil tangkapan tiga tahun terakhir

(2013-2015). Interpolasi digunakan untuk mengestimasi probabilitas resiko pada nilai a) dan b). Keterangan warna mengacu pada

Tabel 2.5.

Sumber: Purwanto et al. (2019)

Tabel 2.5 & 2.6 menyajikan proyeksi perkiraan risiko perikanan dalam melanggar tingkat acuan

𝐹𝑀𝑆𝑌 dan 𝐵𝑀𝑆𝑌 pada berbagai sasaran hasil tangkapan. Jika perikanan terus menggunakan SDI

dengan sasaran hasil tangkapan tahun terakhir (2015), risiko melanggar tingkat acuan 𝐹𝑀𝑆𝑌

dan 𝐵𝑀𝑆𝑌 akan cenderung meningkat selama 2016 - 2025. Demikian pula, risiko melanggar

tingkat acuan 𝐹𝑀𝑆𝑌 dan 𝐵𝑀𝑆𝑌 akan cenderung meningkat pada penangkapan dengan sasaran

tangkapan yang lebih tinggi selama 2016 - 2025.

Ketika hasil tangkapan ditingkatkan menjadi 10% lebih tinggi dari hasil tangkapan tahun terakhir

(2015), probabilitas risiko melanggar 𝐹𝑀𝑆𝑌 meningkat dari 64% pada 2016, menjadi 83% dan

92% masing-masing pada tahun 2018 dan 2025 (Tabel 2.5), sedangkan probabilitas risiko

melanggar 𝐵𝑀𝑆𝑌 meningkat dari 58% pada tahun 2016, menjadi 75% dan 90% masing-masing

pada tahun 2018 dan 2025 (Tabel 2.6). Sebaliknya, risiko cenderung menurun ketika

penangkapan ikan menargetkan hasil tangkapan lebih rendah dari MSY. Ketika hasil tangkapan

menurun ke tingkat 30% lebih rendah dari tangkapan tahun terakhir, probabilitas risiko

melanggar 𝐹𝑀𝑆𝑌 menurun dari 64% pada 2016 menjadi 28% dan 14% masing-masing pada tahun

2018 dan 2025 (Tabel 2.5), sedangkan probabilitas risiko melanggar 𝐵𝑀𝑆𝑌 menurun dari 58%

pada tahun 2016, menjadi 45% dan 26% pada tahun 2018 dan 2025, masing-masing (Tabel 2.6).

Risiko yang rendah untuk melanggar tingkat acuan 𝐹𝑀𝑆𝑌 dan 𝐵𝑀𝑆𝑌 dalam sepuluh tahun

diharapkan dari penangkapan pada tingkat tangkapan setara dengan 60% dari tangkapan tahun

terakhir atau lebih rendah (Tabel 2.4-2.6). Ketika menangkap ikan dengan sasaran hasil

tangkapan 60% dari hasil tangkapan tahun terakhir, risiko untuk melanggar tingkat acuan 𝐹𝑀𝑆𝑌

dan 𝐵𝑀𝑆𝑌 akan menjadi 11% dan 20% masing-masing dalam sepuluh tahun.

Page 22: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

14

Tabel 2.6 Proyeksi peluang risiko perikanan pelagis kecil di WPP 715 melanggar tingkat acuan

𝐵𝑀𝑆𝑌 pada berbagai sasaran produksi Hasil tangkapan yang ditargetkan

Tahun

Jumlah

(1000 ton)

Perbedaan dari (%)

MSY Hasil tang-

kapan tahun terakhir

2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025

0 -100 -100 58 65 8 0 0 0 0 0 0 0

25 -79 -80 58 65 11 8 8 8 8 8 8 8

49 -59 -60 58 65 21 12 11 11 11 10 10 10

74 -38 -40 58 65 37 23 21 20 20 20 20 20

86 -28 -30 58 65 45 32 28 27 27 27 26 26

95a) -20 -23 58 65 51 41 37 35 34 34 33 33

99 -17 -20 58 65 54 45 41 39 37 37 36 36

107b) -10 -13 58 65 59 55 52 50 49 48 48 48

111 -7 -10 58 65 62 60 58 56 55 54 54 54

119c) 0 -3 58 65 67 68 68 69 69 70 70 71

123d) 3 0 58 65 69 71 73 75 75 76 77 78

135 13 10 58 65 75 82 85 87 88 89 90 90

148 24 20 58 65 80 88 91 93 94 94 95 95

160 34 30 58 65 85 92 94 95 96 97 97 97 Catatan: a) 80% dari MSY; b). MEY; c). MSY; d). Hasil tangkapan tahun terakhir adalah rata-rata hasil tangkapan tiga tahun

terakhir (2013-2015). Interpolasi digunakan untuk mengestimasi probabilitas resiko pada nilai a) dan b). Keterangan warna

mengacu pada Tabel 2.5.

Sumber: Purwanto et al. (2019).

Sebagaimana direkomendasikan oleh FAO (1995), disepakati oleh negara anggota PBB (UNGA,

1995), dan diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007, pendekatan kehati-hatian

harus diterapkan pada konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan stok ikan untuk mencapai tujuan

pengelolaan perikanan. Dengan pendekatan kehati-hatian, ketidakpastian yang berkaitan dengan

ukuran dan produktivitas stok ikan perlu diperhitungkan (Pasal 6 (3) UNGA, 1995).

Ketidakpastian yang diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan yang tepat, perlu dipertimbangkan

dalam pengelolaan (Uusitalo et al., 2015). Mengacu pada Restrepo et al. (1998), sasaran tingkat

hasil tangkapan (targeted catch level) untuk angka acuan sasaran (target reference point) dalam

pengelolaan perikanan pelagis kecil di WPP 715 adalah tingkat hasil tangkapan dengan risiko

maksimum 50% peluang stok ikan akan dimanfaatkan berlebih (over-exploited) dalam sepuluh

tahun.

2.5 Parameter Sejarah Hidup dan Potensi Pemijahan Stok Ikan

Layang (Decapterus macarellus)

Implementasi pengkajian berbasis panjang ikan terhadap stok ikan pelagis kecil di WPP 715,

yang terdiri dari banyak spesies, akan menghadapi kesulitan terutama dalam pengumpulan data

frekuensi panjang berdasarkan spesies. Oleh karena itu, Decaptarus macarellus, yang merupakan

spesies dominan dan penting secara ekonomi dalam komposisi tangkapan pelagis kecil, dipilih

untuk menjadi perwakilan yang tepat dari stok ikan pelagis kecil untuk dikaji.

Kegiatan pengkajian stok terhadap suatu spesies dengan menggunakan data komposisi panjang

ikan mencakup estimasi parameter sejarah hidup, mencakup parameter fungsi pertumbuhan

dan mortalitas alami, serta estimasi SPR berbasis panjang (LB-SPR). Rasio potensi pemijahan

(SPR) digunakan sebagai patokan status stok ikan. SPR mengukur potensi reproduksi dari stok

ikan yang mengalami penangkapan relatif terhadap stok yang belum pernah dimanfaatkan,

sebagaimana ditunjukkan oleh proporsi potensi reproduksi dari stok yang belum pernah

Page 23: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

15

dimanfaatkan yang tersisa oleh tekanan penangkapan tertentu (Goodyear, 1990; 1993; Walters

& Martell, 2004). Hasil pengkajian disajikan berikut ini.

2.5.1 Parameter Sejarah Hidup Ikan

Berdasarkan analisis menggunakan fungsi pertumbuhan von Bertalanffy, D. macarellus

diperkirakan tumbuh hingga panjang asimtotik (𝐿𝑖𝑛𝑓) 36,03 cm (TL) dengan koefisien

pertumbuhan 𝐾, yaitu laju untuk mencapai 𝐿𝑖𝑛𝑓, sekitar 0.55 (Tabel 2.7). Berdasarkan koefisien

pertumbuhan tersebut, ikan layang betina akan hidup hingga maksimum sekitar 5,5 tahun bila

tidak ada penangkapan, yaitu ketika ikan mencapai 95% dari panjang asimtotik.

Tabel 2.7 Parameter 𝐿𝑖𝑛𝑓 and 𝐾 dari Decapterus macarellus di WPP 715

Parameter Median Batas bawah

(Lower limit)

Batas atas

(Upper limit)

𝐿𝑖𝑛𝑓 36,03 31,38 45,18

𝐾 0,55 0,26 0,75 Sumber: Purwanto & Mardiani (2020)

Laju kematian alami dari ikan D. macarellus hasil estimasi menggunakan metode yang berbeda

menghasil nilai estimasi yang juga berbeda, dengan rentang nilai 0,85 hingga 1,38 (Tabel 2.8).

Adapun nilai 𝑀 komposit dari nilai estimasi 𝑀 tersebut adalah 1,04 (Tabel 2.9).

Tabel 2.8 Nilai laju kematian alami (𝑀) dari D. macarellus betina di WPP 715 hasil estimasi

menggunakan beberapa persamaan empiris. Penyusun persamaan empiris Input Nilai estimasi M

Pauly (1980) 𝐿𝑖𝑛𝑓 , 𝐾, 𝑇(0C) 1,215

Roff (1984) 𝐾, 𝑡50 1,384

Jensen (1996) 𝐾 0,878 and 0,936

𝑡50 1,179

Then et al. (2015) 𝑡𝑚𝑎𝑥 1,074 and 1,099

𝐿𝑖𝑛𝑓 , 𝐾 0,850

Sumber: Purwanto & Mardiani (2020)

Tabel 2.9 Nilai laju kematian alami (𝑀) komposit dari D. macarellus betina di WPP 715

Quartile pertama Median Rata-rata Quartile ketiga

M komposit 0,867 1,043 1,083 1,259 Sumber: Purwanto & Mardiani (2020)

Berdasarkan sampel D. macarellus betina dengan kisaran ukuran panjang 15 hingga 31 cm,

peluang mereka untuk menjadi dewasa secara seksual ditunjukkan secara grafis pada Gambar

2.6. Perkiraan panjang betina pada saat pertama kali memijah (length at first maturity, 𝐿50)

adalah 19,7 cm, dan usia pertama kali memijah (age at first maturity, 𝑡50) adalah 1,4 tahun.

Sementara itu, panjang rata-rata ikan betina saat 50% ikan tertahan dalam jaring (𝐿𝑆50) adalah

sekitar 20,7 cm dan 20,9 cm masing-masing pada tahun 2018 dan 2019. Berdasarkan nilai 𝐿𝑆50

pada 2018 dan 2019 tersebut, usia pertama tertangkap (age at first capture, 𝑡𝑆50) pada tahun

2018 dan 2019 relatif sama, yaitu sekitar 1,6 tahun.

Nilai estimasi 𝐿𝑆50 pada 2018 dan 2019 menunjukkan bahwa selektivitas alat tangkap yang

digunakan oleh nelayan dalam menangkap ikan D. macarellus relatif sama. Hasil analisis juga

Page 24: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

16

menunjukkan bahwa panjang rata-rata ikan saat 50% pertama kali tertangkap (length at first

capture, 𝐿𝑆50) lebih besar dari panjang rata-rata pada saat pertama kali memijah (𝐿50).

Gambar 2.6 Kurva kematangan (maturity curve) gonad dan selektivitas untuk ikan Decapterus

macarellus betina di WPP 715. Keterangan: S-2018 dan S-2019 masing-masing adalah kurva

selektivitas pada 2018 dan 2019. Sumber: Purwanto & Mardiani (2020).

Panjang optimum ikan saat 50% pertama kali tertangkap (optimum length at first capture, 𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡),

yaitu rata-rata panjang 50% dari ikan pertama kali tertangkap yang memaksimumkan hasil

tangkapan dan biomasa ikan pada masing-masing tingkat upaya penangkapan, adalah 20 cm.

Nilai estimasi 𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡 digunakan sebagai nilai ambang batas panjang rata-rata ikan betina saat

50% diantaranya tertahan dalam jaring.

Rata-rata ukuran ikan pertama kali tertangkap (𝐿𝑆50), yang lebih panjang dibandingkan panjang

optimum ikan pertama kali tertangkap (𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡) maupun panjang ikan pertama kali memijah

(𝐿50) mengindikasikan bahwa ukuran mata jaring bukan faktor utama yang mengakibatkan SDI

dalam kondisi dimanfaatkan berlebih. 𝐿𝑆50 > 𝐿50 mengkondisikan tambahan anakan

(recruitment) secara optimum. Sementara itu, 𝐿𝑆50 > 𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡 mengoptimumkan biomasa ikan

dan hasil tangkapan pada berbagai tingkat upaya penangkapan.

2.5.2 Produksi Relatif dan Potensi Pemijahan

Hasil analisis menunjukkan bahwa produksi ikan relatif (𝑌/𝑌𝑚𝑎𝑥) meningkat dengan

peningkatan kematian ikan karena penangkapan (𝐹) hingga dicapai produksi ikan maksimum

(𝑌𝑚𝑎𝑥), kemudian produksi ikan relatif menurun dengan peningkatan lebih lanjut pada 𝐹.

Produksi relatif maksimum, sama dengan satu, dicapai ketika kematian karena penangkapan

relatif terhadap 𝑀, sama dengan 1,55, atau 𝐹𝑚𝑎𝑥 sama dengan 1,62. 𝐹 pada 2019 adalah 8%

lebih tinggi dari 𝐹𝑚𝑎𝑥 , sedangkan produksinya 0,13% lebih rendah dari 𝑌𝑚𝑎𝑥.

Dalam penilaian status perikanan, Restrepo et al. (1998) menggunakan 𝐹30%, yaitu kematian

karena penangkapan ikan saat dicapai SPR=30%, sebagai nilai ambang batas penangkapan ikan

secara berlebih (overfishing) untuk SDI dengan ketahanan (resilience) relatif tinggi. Hasil analisis

yang dilakukan oleh Brooks et al. (2010) menunjukkan bahwa hanya SDI dengan ketahanan

0.00

0.25

0.50

0.75

1.00

8 12 16 20 24 28 32

Pelu

ang

(Pro

babili

ty)

Panjang total (Total length) pada ikan (cm)

Maturity S-2018 S-2019

Page 25: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

17

paling tinggi yang dapat dijamin penangkapannya tidak melebihi 𝐹𝑀𝑆𝑌 saat menggunakan

SPR=30% sebagai ambang batas pemanfaatan SDI. Karena ketahanan sumberdaya D. macarellus

adalah tergolong tinggi (Fishbase.org), SPR=30% dan 𝐹30% masing-masing digunakan sebagai

angka acuan batas pemanfaatan SDI berlebih (overexploited) dan penangkapan berlebih

(overfishing).

Ratio potensi pemijahan (spawning potential ratio, SPR) dari D. macarellus di WPP 715 menurun

dengan peningkatan 𝐹/𝑀 (Gambar 2.7). Pada saat SPR=30%, nilai 𝐹30% adalah sekitar 1.57,

sedangkan 𝐹/𝑀 adalah 1.51. Sementara itu, SPR pada saat dicapai produksi maksimum adalah

sekitar 0.295.

Gambar 2.7 Produksi relatif dan ratio potensi pemijahan (SPR) dari D. macarellus di WPP 715

pada berbagai tingkat 𝐹/𝑀. Catatan: Produksi relatif (Relative yield); Produksi optimum (Optimum yield) Sumber: Purwanto & Mardiani (2020).

Pada tahun 2018, nilai estimasi SPR adalah 7% lebih tinggi dari ambang batas penangkapan ikan

yang berlebihan (SPR=30%) (Tabel 2.10) yang menunjukkan bahwa SDI tersebut tidak

dimanfaatkan penuh. Perikanan juga tidak memanfaatkan SDI hingga tingkat optimal, seperti

yang ditunjukkan oleh nilai estimasi 𝐹 untuk 2018 yang 30% lebih rendah dari 𝐹30%. Sementara

itu, nilai estimasi SPR pada 2019 adalah 3% lebih rendah dari ambang batas, dan nilai estimasi

𝐹 pada 2019 lebih tinggi 10% dari 𝐹30%. Hal tersebut menunjukkan bahwa SDI berada dalam

kondisi dimanfaatkan berlebihan dan upaya penangkapan ikan berada pada tingkat penangkapan

berlebihan pada tahun 2019.

Tabel 2.10 Nilai estimasi SPR dan 𝐹/𝑀 dari D. macarellus di WPP 715, 2018-2019 2018 2019

Angka estimasi (Point estimate)

Batas bawah (Lower limit)

Batas atas (Upper limit)

Angka estimasi (Point estimate)

Batas bawah (Lower limit)

Batas atas (Upper limit)

SPR 0,32 0,28 0,36 0,29 0,26 0,32

F/M 1,05 0,88 1,22 1,66 1,39 1,93 Sumber: Purwanto & Mardiani (2020).

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

SPR

dan

pro

duksi

rela

tif

F/M

SPR Relative yield

SPR 2019 Optimum yield

Page 26: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

18

Page 27: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

19

3. ELEMEN KUNCI STRATEGI PEMANFAATAN SUMBER

DAYA IKAN DAN LANGKAH PENGELOLAAN

PERIKANAN

Perumusan harvest strategy untuk melengkapi RPP Pelagis Kecil di WPP 715 dinilai mendesak,

karena hasil kajian terhadap sumber daya ikannya tahun 2019 menunjukkan bahwa sumberdaya

tersebut dalam kondisi dimanfaatkan berlebih dan tekanan penangkapannya juga melebihi

tingkat optimumnya. Hal tersebut sudah terjadi sejak tahun 2014. Kondisi sumberdaya ikan

yang tidak sehat pada tahun 2019 terutama disebabkan oleh tingkat upaya penangkapan yang

melebihi tingkat optimum. Ukuran mata jaring bukan faktor utama yang mengakibatkan SDI

dalam kondisi dimanfaatkan berlebih.

Pada tahun 2014, sebagaimana dijelaskan pada Bab sebelumnya, tekanan penangkapan menjadi

berlebihan (overfishing), yaitu 𝐹2014/𝐹𝑀𝑆𝑌=1.1, sementara biomasa ikannya berada pada tingkat

pemanfaatan penuh (fully-exploited), yaitu 𝐵𝑡2014/𝐵𝑀𝑆𝑌=1. Pada tahun 2015, walaupun tekanan

penangkapan menurun ke tingkat aman (𝐹2015/𝐹𝑀𝑆𝑌=0,95), SDI pelagis kecil di WPP 715

tersebut berada dalam kondisi dimanfaatkan berlebihan (𝐵2015/𝐵𝑀𝑆𝑌=0,89). Pada tahun 2019,

tekanan penangkapan kembali meningkat. Laju kematian ikan karena penangkapan (𝐹) adalah

8% lebih tinggi dari 𝐹𝑚𝑎𝑥 , sehingga produksinya 0,13% lebih rendah dari 𝑌𝑚𝑎𝑥. Sementara itu,

nilai estimasi SPR adalah 3% lebih rendah dari ambang batas pemanfaatan SDI secara berlebih

(over-exploited), yaitu SPR = 30%, dan nilai estimasi 𝐹 lebih tinggi 10% dari 𝐹30%, yaitu ambang

batas over-fishing. Secara umum, tekanan penangkapan tahun 2019 relatif sama dengan tahun

2014.

Di lain pihak, rata-rata ukuran ikan pertama kali tertangkap (length at first capture, 𝐿𝑆50) pada

tahun 2018 dan 2019, yang lebih panjang dibandingkan rata-rata ukuran ikan pertama kali

memijah (length at first maturity, 𝐿50, yaitu19,7 cm), ataupun panjang optimum ikan pertama

kali tertangkap (𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡, 20 cm), mengindikasikan bahwa ukuran mata jaring bukan faktor utama

yang mengakibatkan SDI dalam kondisi dimanfaatkan berlebih. 𝐿𝑆50 > 𝐿50 mengkondisikan

tambahan anakan (recruitment) secara optimum. Sementara itu, 𝐿𝑆50 > 𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡 mengoptimumkan

biomasa ikan dan hasil tangkapan.

Elemen-elemen kunci dari strategi pemanfaatan sumber daya ikan (harvest strategy) meliputi

tujuan operasional, indikator kinerja, angka acuan, tingkat risiko yang dapat diterima, strategi

pemantauan, pengkajian dan kaidah pengendalian panen (PerDirJen PT No. 17/PER-DJPT/2017;

DAWR, 2018). Elemen kunci harvest strategy untuk pengelolaan perikanan pelagis kecil di WPP

715 disajikan berikut ini. Selain itu, juga disajikan langkah pengelolaan (management measures)

untuk mencapai tujuan operasional yang telah ditetapkan.

3.1 Tujuan Pengelolaan Perikanan

Terdapat dua macam tujuan pengelolaan perikanan, yaitu tujuan umum (broad objectives) dan

tujuan operasional (operational objectives). Tujuan operasional adalah terjemahan dari tujuan

umum, karena tujuan umum masih terlalu luas untuk diimplementasikan. Perumusan tujuan

operasional mengacu pada masalah atau isu prioritas (priority issues), yaitu masalah atau isu yang

dipilih menggunakan skala prioritas dari sejumlah isu terkait perikanan yang diidentifikasi

Page 28: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

20

dengan mempertimbangkan tujuan umum pengelolaan perikanan. Tujuan umum untuk

perikanan memberikan pernyataan tentang hasil yang diinginkan dari rencana pengelolaan

perikanan dalam menangani serangkaian masalah atau isu umum (broad issues). Isu-isu umum

diidentifikasi dengan pedoman tujuan kebijakan tingkat tinggi (high-level policy goals) yang

ditetapkan pada tingkat nasional sebagaimana ditemukan dalam peraturan perundang-undangan

nasional (FAO, 2003; 2005 & 2016).

Dalam rangka perumusan tujuan pengelolaan perikanan, telah dilaksanakan Lokakarya

Konsultasi Pemangku-kepentingan Perikanan Pelagis Kecil di WPP 715 yang dilaksanakan di

Ternate, 27-29 Maret 2019 (Purwanto & Mardiani, 2019b). Lokakarya tersebut dihadiri oleh

wakil dari: (1) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yaitu dari Dit. Pengelolaan Sumber

Daya Ikan, Dit. Perizinan dan Kenelayanan, serta Pusat Riset Perikanan, (2) Unit Pelaksana

Teknis KKP, yaitu dari Balai Penelitian Perikanan Laut, Pangkalan Pengawasan Sumber Daya

Kelautan dan Perikanan di Bitung dan Ternate, serta Pelabuhan Perikanan Bitung, Ambon, dan

Ternate, (3) Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi

Tengah, Maluku Utara, dan Papua Barat, (4) Asosiasi Nelayan, Pengolah Ikan dan Pedagang

Ikan, (6) Universitas Sam Ratulangi, Gorontalo, Khairun, Muhammadiyah, Pattimura, dan

Papua, (7) Proyek USAID SEA, serta (8) Lembaga Swadaya Masyarakat, yaitu WWF, WCS,

MDPI, dan AP2HI. Hasil identifikasi tujuan kebijakan tingkat tinggi (high-level policy goals) dan

masalah/isu umum (broad issues), serta rumusan tujuan umum (broad objectives), masalah/isu

prioritas (priority issues) dan tujuan operasional (operational objectives) pengelolaan perikanan

pelagis kecil di WPP 715 yang dihasilkan dari Lokakarya tersebut disajikan berikut ini.

3.1.1 Tujuan Kebijakan Tingkat Tinggi dan Isu Umum

Sebagai negara kepulauan dengan wilayah laut yang luas, Indonesia memiliki sumber daya alam

laut, termasuk SDI yang relatif melimpah. Sebagai dijelaskan pada Bab 1, kekayaan alam,

termasuk SDI, adalah modal dasar yang harus dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran

rakyat Indonesia (Pasal 33(3) UUDRI 1945). Agar SDI di Indonesia lestari serta dapat

menghasilkan manfaat secara optimum dan berkelanjutan, pemerintah perlu melaksanakan

pengelolaan perikanan (Pasal 1 & 6 UU No. 31 Tahun 2004). Optimasi potensi manfaat

tersebut, yang ditujukan untuk memajukan kesejahteraan umum guna mewujudkan bangsa yang

makmur, dilakukan dalam konteks pemenuhan kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi

kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya (Penjelasan UU No. 17

Tahun 2007). Konsep pembangunan berkelanjutan tersebut diimplementasikan dalam pengelolaan perikanan dengan penerapan pendekatan ekosistem untuk perikanan (Ecosystem

Approach to Fisheries - EAF), yang mengarahkan untuk menyeimbangkan kesejahteraan manusia

dan kesehatan ekologis (FAO, 2003; Bianchi, 2008).

Indonesia berkomitmen menerapkan dan mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang

telah disepakati (UNGA, 2015; PerPres No. 59 Tahun 2017). Tujuan ke 14 dari Pembangunan

Berkelanjutan (Sustainable Development Goal – SDG 14) yaitu melestarikan dan menggunakan

secara berkelanjutan samudera, laut dan sumber daya kelautan untuk pembangunan

berkelanjutan. Adapun Sasaran dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 14 antara lain adalah

untuk mengatur secara efektif pemanenan, mengakhiri penangkapan ikan yang berlebihan,

ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (Illegal, Unreported, and Unregulated fishing) serta praktik

penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing), dan untuk mengimplementasikan rencana

pengelolaan berbasis ilmu pengetahuan pada tahun 2020, dalam rangka memulihkan cadangan

ikan dalam waktu sesingkat mungkin, setidaknya ke tingkat yang dapat menghasilkan produksi

lestari maksimum sesuai karakteristik biologisnya (UNGA, 2015). Hal tersebut relevan dengan

Page 29: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

21

masalah yang dihadapi dalam pembangunan perikanan di Indonesia saat ini, yaitu pemanfaatan

SDI yang dimanfaatkan penuh cenderung berlebih (KepMen KP No. 47/KEPMEN-KP/2016;

Keputusan Menteri nomor 50/KEPMEN-KP/2017) serta praktek penangkapan ikan secara

ilegal. Hal tersebut mengancam kelestarian SDI dan kelangsungan usaha perikanan, serta

menyebabkan menurunnya manfaat ekonomi yang dapat diperoleh oleh nelayan.

3.1.2 Tujuan Umum

Hasil kajian terhadap SDI pelagis kecil di WPP 715 menunjukkan bahwa SDI tersebut dalam

kondisi dimanfaatkan berlebih dan tekanan penangkapannya juga melebihi tingkat optimumnya.

Agar stok ikan tersebut dapat menghasilkan manfaat pada tingkat optimum secara

berkelanjutan dan terjamin kelestariannya (Pasal 6 UU No. 31 Tahun 2004), pemerintah atau

pihak berwenang lainnya perlu mengelola perikanan yang memanfaatkannya secara seimbang

untuk memastikan keberlanjutan Pembangunan Nasional, sumber daya alam dan lingkungan

(Lampiran UU No. 17 Tahun 2007). Pengelolaan perikanan pelagis kecil diharapkan dapat

mengkondisikan keberlanjutan perikanan pelagis kecil di WPP 715, mencakup kelestarian SDI

dan kelayakan sosial dan ekonomi perikanan pelagis. Hal tersebut sekaligus untuk memastikan

pengelolaan terhadap perikanan skala kecil di WPP 715 dilaksanakan sesuai dengan daya

dukung ekologi dan sumberdaya ikan, serta karakteristik sosial ekonominya.

Pendayagunaan potensi kemakmuran dari SDI akan ikut mendukung pencapaian Tujuan dan

Cita-cita Nasional. Mempertimbangkan peran strategis sumber daya alam tersebut dalam

Pembangunan Nasional, tujuan umum (broad objectives) dalam pengelolaan perikanan pelagis

kecil di WPP 715 mencakup:

(1) Mengoptimalkan manfaat SDI pelagis kecil di WPP 715;

(2) memastikan keberlanjutan dan kelestarian keanekaragaman hayati SDI pelagis kecil di

WPP 715;

(3) Memastikan keberlanjutan fungsi lingkungan WPP 715, dan optimalnya daya dukung,

serta pemulihannya.

3.1.3 Isu Prioritas dan Tujuan Operasional Pengelolaan Perikanan

Isu terkait pengelolaan perikanan pelagis kecil di WPP 715 juga telah diidentifikasi dan

diprioritaskan secara partisipatif oleh para wakil pemangku-kepentingan, berdasarkan tiga

kategori utama, yaitu kontribusi perikanan terhadap kesehatan ekologi (ecological wellbeing),

kontribusi perikanan terhadap kesejahteraan manusia (human wellbeing), dan kemampuan

perikanan untuk mencapai kontribusi optimumnya (ability to achieve). Isu terkait dengan

perikanan pelagis kecil tersebut diidentifikasi dengan mempertimbangkan tujuan umum (broad

objectives) pengelolaan perikanan. Isu tersebut diurutkan skala prioritasnya sesuai skor.

Penentuan skor tersebut didasarkan pada nilai risiko, yang dihitungkan dari besarnya dampak

masing-masing isu dan kemungkinan (probability) penanganannya (Cochrane et al., 2007; Grant,

2008; FAO-SWIOFC, 2009; FAO EAF-NP, 2010). Isu prioritas tersebut kemudian digunakan

sebagai acuan dalam merumuskan tujuan operasional dari pengelolaan perikanan pelagis kecil

di WPP 715.

Berdasarkan nilai risikonya, telah dipilih 33 isu prioritas, yang diharapkan dapat diatasi dengan

35 tujuan operasional pengelolaan perikanan (Lampiran 3-5). Isu tersebut dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu isu terkait dengan pengelolaan perikanan, mencakup kondisi

Page 30: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

22

SDI, praktek penangkapan ikan dan tata-kelola perikanan (Tabel 3.1, Tabel 3.2, dan Tabel 3.3),

serta isu terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat perikanan (Tabel 3.4).

Terdapat tiga isu terkait SDI, yaitu ancaman terhadap kelestarian SDI karena peningkatan

proporsi juvenile pada hasil tangkapan dan penurunan kelimpahan stok ikan, yang berakibat

penurunan produktivitas kapal dan perolehan nelayan. Tujuan operasional untuk mengatasi isu

tersebut disajikan dalam Tabel 3.1, dengan sasaran (target) sesuai angka acuan sasaran (target

reference points) pada Tabel 3.5.

Tabel 3.1 Isu prioritas terkait dengan kondisi sumber daya ikan dan tujuan operasional

pengelolaan perikanan Isu prioritas Tujuan operasional

1 Kecenderungan menurunnya kelimpahan biomasa ikan

karena meningkatnya jumlah kapal dan kapasitas

penangkapan.

Meningkatkan kelimpahan biomasa

ikan

2 Kecenderungan meningkatnya hasil tangkapan juvenile

ikan pelagis kecil

Menurunkan proporsi tangkapan

juvenile ikan pelagis kecil

3 Menurunnya produktivitas kapal Meningkatkan produktivitas kapal

4 Menurunnya perolehan nelayan karena produktivitas

kapal menurun, dan jumlah armada meningkat

Meningkatkan produktivitas kapal

Isu terkait praktek penangkapan ikan mencakup penggunaan alat tangkap tidak ramah

lingkungan, praktek penangkapan ikan secara ilegal dan destruktif serta ketidakpatuhan

terhadap ketentuan yang berlaku. Tujuan operasional untuk mengatasi isu tersebut disajikan

dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Isu prioritas terkait dengan praktek penangkapan ikan dan tujuan operasional

pengelolaan perikanan Isu prioritas Tujuan operasional

1 Meningkatnya illegal fishing Menurunkan illegal fishing

2 Meningkatnya destructive fishing Menurunkan destructive fishing

3 Kurang-patuhnya nelayan terhadap ketentuan

jalur penangkapan

Meningkatkan kepatuhan jalur penangkapan ikan

4 Meningkatnya pemasangan rumpon yang tidak

sesuai dengan regulasi yang ada, yaitu rumpon

tidak menjadi bagian dari unit penangkapan

Meminimumkan pemasangan rumpon yang bukan

bagian dari unit penangkapan

5 Banyaknya purse seine dan alat tangkap lain untuk

menangkap pelagis kecil dengan mata jaring yang

tidak sesuai dengan aturan

Mengurangi pengoperasian alat tangkap pelagis

kecil dengan mata jaring yang tidak sesuai dengan

aturan

6 Tingginya kerusakan habitat dan terumbu karang

akibat aktivitas masyarakat dan polusi di darat

Mengurangi kerusakan habitat dan terumbu karang

akibat aktivitas masyarakat dan polusi di darat

7 Masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang

pelestarian lingkungan perairan

Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang

pelestarian lingkungan perairan

Isu terkait tatakelola perikanan mencakup keterbatasan ketersediaan data yang dapat

digunakan untuk pengkajian perikanan dan perumusan kebijakan pengelolaan perikanan,

koordinasi antar Provinsi yang belum terjalin sesesuai harapan, belum optimalnya implementasi

kebijakan pengelolaan perikanan dan perlunya perbaikan peraturan terkait penggunaan rumpon

dan lampu. Tujuan operasional untuk mengatasi isu tersebut disajikan dalam Tabel 3.3.

Sementara itu, isu terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat perikanan mencakup

terbatasnya prasarana perikanan, menurunnya pendapatan nelayan akibat meningkatnya biaya

Page 31: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

23

penangkapan, rendahnya posisi tawar nelayan yang berakibat hasil tangkapannya tidak

memperoleh harga jual yang wajar, serta upaya mempertahankan mutu hasil tangkapan yang

terkendala oleh tidak memadainya sarana/prasarana sistem rantai dingin. Keterbatasan

keterampilan nelayan dalam peningkatan perolehan dari diversifikasi usaha juga masih rendah.

Tujuan operasional untuk mengatasi isu tersebut disajikan dalam Tabel 3.4.

Tabel 3.3 Isu terkait tata-kelola perikanan dan tujuan operasional pengelolaan perikanan

Isu prioritas Tujuan operasional

1 Kurangnya koordinasi antar provinsi berkaitan

dengan nelayan andon di WPP 715

Meningkatkan koordinasi antar provinsi berkaitan

dengan nelayan andon di WPP 715

2 Masih rendahnya koordinasi antar pemangku

kepentingan perikanan

Meningkatkan koordinasi antar pemangku

kepentingan perikanan

3 Belum optimalnya operasional Lembaga

Pengelolaan Perikanan (LPP) WPP 715

Mengoptimalkan operasional LPP WPP 715

4 Belum optimalnya implementasi RPP WPP 715 Mengoptimalkan implementasi RPP WPP 715

5 Adanya ketidaksinkronan UU No 23/2014 dan

UU No 7/2016 terkait perizinan, dan pendataan

perikanan skala kecil

Sinkronisasi ketentuan terkait perizinan kapal

perikanan dalam peraturan perundang-undangan,

dan pendataan perikanan skala kecil

6 Penempatan rumpon dan penggunaan cahaya

lampu yang tak terkendali mengganggu pola

migrasi SDI pelagis dan ikan yang tergolong

ecologically related species

Perbaikan peraturan penempatan rumpon dan

penggunaan cahaya lampu berdasarkan hasil riset

terkini.

7 Keterbatasan data perikanan pelagis kecil, antara

lain data hasil tangkapan, upaya penangkapan,

ukuran ikan serta data biologi lainnya

Meningkatkan cakupan, kualitas dan kuantitas

ketersediaan data produksi, upaya penangkapan dan

frekuensi ukuran panjang ikan

Tabel 3.4 Isu prioritas terkait dengan usaha nelayan dan program pembangunan perikanan

untuk mendukung pengelolaan perikanan Isu prioritas Tujuan operasional

1 Terbatasnya prasarana pendukung pengolahan Meningkatkan prasarana pendukung pengolahan

2 Terbatasnya kapasitas prasarana perikanan

(pangkalan pendaratan ikan dan pabrik es)

Meningkatkan kapasitas prasarana perikanan

3 Menurunnya perolehan nelayan karena mutu

hasil tangkapan yang didaratkan menurun

mempertahankan mutu hasil tangkapan

4 Semakin tingginya biaya operasi penangkapan

ikan karena daerah penangkapan semakin jauh

Mengefisienkan biaya operasional penangkapan ikan

5 Teknologi pengolahan masih rendah Mengembangkan teknologi pengolahan

6 Ketrampilan SDM pengolah masih rendah dalam

diversifikasi olahan

Meningkatkan keterampilan SDM dan inovasi

produk

7 Kurangnya pendampingan untuk pembinaan

usaha pengolahan

Meningkatkan pendampingan terhadap pengolah

8 Rendahnya pengetahuan dan ketrampilan

nelayan dalam mengelola usaha penangkapan

Meningkatkan kualitas sumberdaya nelayan

9 Sulitnya nelayan mendapatkan akses permodalan Memudahkan nelayan dalam mengakses permodalan

10 Pekerjaan berisiko tinggi Mendistribusikan asuransi nelayan secara merata

11 Lemahnya pengelolaan koperasi perikanan Memperbaiki manajemen koperasi perikanan

12 Terbatasnya akses pasar (Remote area) Memperluas akses pasar

3.2 Indikator, Tingkat Risiko dan Angka Acuan

Untuk mengukur kinerja dalam mencapai tujuan operasional 1-4 digunakan indikator rasio

potensi pemijahan, biomasa ikan relatif, ukuran panjang ikan pertama kali tertangkap, dan hasil

tangkapan per unit upaya penangkapan (Tabel 3.5). Indikator capaian tersebut dipilih setelah

mempertimbangkan data yang dapat dikumpulkan.

Page 32: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

24

Angka acuan yang diharapkan dicapai pada tahun 2025 ditentukan berdasarkan status stok

ikannya. Pada saat ini (2020) SDI pelagis kecil dalam kondisi dimanfaatkan berlebih. Oleh

karena itu, sasaran dari upaya pemulihan stok ikan tersebut adalah meningkatnya kelimpahan

biomasanya sehingga dapat menghasilkan produksi pada tingkat MSY (Annex II of UNGA,

1995; Restrepo et al., 1998).

Tabel 3.5 Indikator dan angka acuan untuk mengukur capaian dalam pengelolaan perikanan Tujuan operasional Indikator Satuan Angka acuan

1 Meningkatkan

kelimpahan biomasa

spawning potential ratio (SPR) 0.3

Biomasa ikan relatif (Bt/BMSY) 1.0

2 Menurunkan proporsi

tangkapan juvenille

Panjang ikan pertama kali

tertangkap (𝐿𝑆50) cm 20

3 Meningkatkan

produktivitas kapal

Hasil tangkapan per satuan

upaya (CPUE) Ton/kapal/tahun 139

Mengingat bahwa stok ikan pada kondisi dimanfaatkan berlebih, pengelolaannya diarahkan

untuk pemulihan kondisi stok dengan acuan sasaran panjang optimum ikan pertama kali

tertangkap (Lc-opt) sekitar 20 cm. Rasio potensi pemijahan dari masing-masing jenis ikan yang

dimanfaatkan berlebih tersebut ditargetkan meningkat menjadi 30% (Tabel 3.5). Biomasa ikan

yang dimanfaatkan berlebih juga ditargetkan meningkat sehingga dapat menghasilkan produksi

pada tingkat MSY, karena itu angka acuan biomasa relatif adalah Bt/BMSY =1. Hasil tangkapan

per satuan upaya penangkapannya diharapkan meningkat menjadi 139 ton pada akhir tahun

kelima dari upaya pemulihan kondisi stok ikan tersebut.

Ketika implementasi strategi pemulihan kembali (rebuilding strategy) stok ikan telah berhasil

mencapai BMSY, maka strategi optimalisasi perikanan kemudian dilaksanakan dengan angka

acuan sasaran yang dimaksudkan untuk memenuhi tujuan operasional pengelolaan. Mengingat

risiko penetapan target tangkapan pada tingkat MSY (Tabel 2.4-2.6), MSY tidak dapat digunakan

sebagai angka acuan sasaran, melainkan hanya digunakan sebagai angka acuan batas dari strategi

optimalisasi perikanan dalam pengendalian upaya penangkapan. Mengacu pada Restrepo et al.

(1998), sasaran tingkat tangkapan untuk dijadikan angka acuan sasaran pengelolaan perikanan

pelagis kecil di WPP 715 adalah dengan tingkat risiko maksimum 50% kemungkinan stok ikan

dimanfaatkan berlebih dalam sepuluh tahun. Untuk memenuhi persyaratan pengelolaan

perikanan yang menerapkan angka acuan sasaran tidak melebihi risiko 50%, maka angka acuan

sasaran adalah hasil tangkapan ikan pelagis kecil sebesar 80% dari tingkat MSY-nya, dengan

resiko 33% SDI dimanfaatkan berlebih (Tabel 2.6). Sasaran hasil tangkapan masih mungkin

ditingkatkan menjadi 90% dari MSY, dengan resiko 48% SDI dimanfaatkan berlebih.

3.3 Ketentuan Pengelolaan Perikanan dan Program Pendukung Dengan penerapan pendekatan ekosistem pada perikanan, pengelolaan perikanan tidak hanya

terkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melainkan juga terkait dengan

upaya mempertahankan kelestarian/kesehatan lingkungan, agar pemenuhan berbagai

kebutuhan dan keinginan masyarakat saat ini tidak akan menimbulkan risiko terhadap pilihan

bagi generasi mendatang untuk mendapatkan manfaat dari berbagai barang dan jasa yang disediakan oleh ekosistem laut (FAO, 2003). Oleh karena itu, upaya untuk mencapai tujuan

operasional pengelolaan perikanan tidak hanya dilakukan dengan penerapan langkah atau

Page 33: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

25

ketentuan pengelolaan (management measures),6 melainkan juga melalui program pembangunan

perikanan yang merupakan program pendukung pengelolaan perikanan.

3.3.1 Ketentuan atau Langkah Pengelolaan Perikanan

Tujuan operasional pengelolaan perikanan pelagis kecil di WPP 715 akan dicapai dengan

menerapkan pengendalian input atau upaya penangkapan (Tabel 3.6). Pengendalian input

penangkapan perlu dilakukan dengan pembatasan intensitas penggunaan alat tangkap yang

digunakan nelayan untuk menangkap ikan, mencakup pembatasan jumlah dan ukuran kapal

penangkap ikan (pengendalian kapasitas penangkapan), jumlah waktu kapal penangkap ikan

diizinkan untuk menangkap ikan (pengendalian penggunaan kapal) atau produk dari kapasitas dan penggunaan (pengendalian upaya penangkapan). Upaya penangkapan ikan diukur dari

kemampuan suatu armada untuk menangkap proporsi tertentu dari stok ikan setiap tahun.

Mengingat kapal dapat menggunakan alat penangkapan dan alat bantu penangkapan ikan dalam

jumlah yang bervariasi, pengendalian upaya penangkapan ikan juga perlu mempertimbangkan

faktor yang berkaitan dengan penggunaan peralatan per kapal.

Tabel 3.6 Langkah pengelolaan untuk mencapai tujuan operasional pengelolaan perikanan

Tujuan operasional Langkah pengelolaan

1 Meningkatkan kelimpahan biomasa ikan Pengendalian input/upaya penangkapan

2 Menurunkan proporsi tangkapan juvenile Pengendalian input/upaya penangkapan

3 Meningkatkan produktivitas kapal Pengendalian input/upaya penangkapan

Pengendalian input perikanan pelagis kecil di WPP 715 dilakukan dengan mengurangi tingkat

upaya penangkapan agar tekanan penangkapan terhadap sumber daya ikannya menurun.

Mempertimbangkan SDI pelagis kecil di WPP 715 yang dalam kondisi dimanfaatkan berlebih,

sasaran pemulihan stoknya adalah biomasa menghasilkan MSY (Annex II of UNGA, 1995;

Restrepo et al., 1998). Hasil estimasi menunjukkan bahwa angka estimasi Ft/FMSY tahun 2019

relatif sama dengan angka tahun 2014. Pengendalian tekanan penangkapan dilakukan dengan

mengurangi tingkat upaya penangkapan sekitar 10%, agar stok ikan pelagis kecil meningkat ke

kelimpahan yang menghasilkan MSY. Pengurangan tingkat upaya penangkapan tersebut antara

lain dapat dilakukan dengan pengaturan jumlah hari penangkapan.

Langkah pengelolaan perikanan lainnya yang secara teknis dapat digunakan untuk mencapai

tujuan operasional, yaitu (1) penerapan ketentuan teknis, yaitu pengaturan ukuran mata jaring,

dan (2) pengendalian output, tidak diterapkan pada kondisi saat ini. Penerapan ukuran mata

jaring yang dimaksudkan agar ikan-ikan berukuran kecil (juvenile) lolos dari jaring akan

memerlukan investasi baru untuk penggantian jaring yang dioperasikan oleh nelayan. Hal

tersebut akan memberikan beban tambahan yang relatif besar kepada nelayan dan sulit

diterapkan pada kondisi perekonomian sekarang ini, sebagai akibat pandemi covid. Selain itu,

hasil kajian menunjukkan bahwa ukuran mata jaring yang digunakan nelayan juga relatif aman

untuk memaksimumkan hasil tangkapan dan biomasa ikan pada berbagai tingkat upaya

penangkapan (Sub-bab 2.3). Upaya mengurangi proporsi juvenile dalam tangkapan nelayan dapat

6 Langkah pengelolaan (management measures) adalah tindakan yang diambil dalam mengelola perikanan untuk mencapai tujuan, meliputi: ketentuan teknis (technical measures), pengendalian input (input control) dan pengendalian output (output control). Ketentuan teknis adalah pembatasan atau batasan untuk mengatur output yang dapat diperoleh dari sejumlah upaya yang ditentukan, misalnya pembatasan alat tangkap, musim tertutup dan area tertutup. Dalam hal peraturan di atas, langkah-langkah ini umumnya dimaksudkan untuk mempengaruhi efisiensi alat tangkap. Pengendalian input secara langsung mengatur tingkat upaya yang dapat dimasukkan ke dalam perikanan. Secara umum, input lebih mudah dipantau daripada output. Pengendalian output secara langsung mengatur tangkapan yang dapat diambil dari perikanan dan dapat dilihat sebagai upaya untuk menghindari masalah yang terkait dengan mendefinisikan dan menegakkan aturan ketentuan teknis dan upaya yang tepat dengan secara langsung membatasi faktor yang menjadi perhatian utama, yaitu total hasil tangkapan. Namun, pengendalian hasil tangkapan juga memiliki masalah, yang sebagian besar terkait dengan pemantauan dan pengawasan (FAO, 1997).

Page 34: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

26

dilakukan melalui pengendalian tingkat upaya penangkapan ikan. Hasil kajian dari Addison

(1986), Bianchi et al. (2000), Berkeley et al. (2004), Ginter et al. (2015), Speirs et al. (2016),

dan Barnet et al. (2017) menunjukkan bahwa rata-rata ukuran ikan yang tertangkap menjadi

lebih besar bila tekanan penangkapan dikurangi.

Sementara itu, pengendalian output atau hasil tangkapan tidak dipilih untuk diterapkan dalam

mencapai tujuan operasional pengelolaan perikanan pelagis kecil di WPP 715. Pertimbangan

dari hal tersebut adalah karena WPP 715 terdiri dari beratus pulau, serta nelayannya

mengoperasikan perikanan skala kecil dan sering mendaratkan hasil tangkapan tidak di

pelabuhan perikanan. Di lain pihak, Pemerintah memiliki keterbatasan kapasitas dalam

melakukan pemantauan terhadap kegiatan perikanan dan hasil tangkapan setiap kapal, serta

dalam melakukan pengawasan terhadap kepatuhan pelaku usaha dalam menangkap ikan sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk pula dalam menangkap ikan sesuai

quota produksi, bila diterapkan.

3.3.2 Program Pendukung Pengelolaan Perikanan

Setelah diberlakukannya kebijakan pengendalian upaya penangkapan, pengawasan dan

penegakan hukum perlu dilakukan agar langkah pengelolaan perikanan tersebut efektif untuk

mencapai tujuan operasionalnya. Pengawasan dan penegakan hukum juga perlu dilakukan dalam

rangka meningkatkan penggunaan alat tangkap ramah lingkungan, dan mengurangi praktek

penangkapan ikan illegal (Tabel 3.7). Upaya peningkatan ketaatan pelaku usaha penangkapan

ikan tersebut perlu didahului dan dibarengi dengan kegiatan penyuluhan mengenai tujuan

operasional yang ingin dicapai melalui pengawasan dan penegakan hukum tersebut dan

dampaknya terhadap kelestarian SDI dan kesejahteraan masyarakat (Tabel 3.7).

Tabel 3.7 Penyuluhan, pengawasan dan penegakan hukum untuk mencapai tujuan operasional

pengelolaan perikanan Tujuan operasional Upaya

1 Menurunkan illegal fishing Pengawasan dan penegakan hukum terhadap

penangkapan ikan tanpa izin

2 Menurunkan destructive fishing Pengawasan dan penegakan hukum terhadap

destructive fishing

3 Meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan jalur

penangkapan ikan

Pengawasan dan penegakan hukum terhadap jalur

penangkapan

4 Meminimumkan pemasangan rumpon yang bukan

bagian dari unit penangkapan

Pengawasan dan penegakan hukum terhadap

pemasangan rumpon yang bukan bagian dari unit

penangkapan

5 Mengurangi pengoperasian alat tangkap pelagis

kecil dengan mata jaring yang tidak sesuai dengan

aturan

Pengawasan dan penegakan hukum terhadap

penggunaan mata jaring yang tidak sesuai ketentuan

6 Mengurangi kerusakan habitat dan terumbu

karang akibat aktivitas masyarakat dan polusi di

darat

Penyuluhan pelestarian habitat dan terumbu karang

7 Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang

pelestarian lingkungan perairan

Penyuluhan pelestarian lingkungan perairan

Pelaksanaan pengelolaan perikanan pelagis kecil di WPP 715 juga dihadapkan pada kendala atau

masalah terbatasnya data yang tersedia, kurang efektifnya koordinasi antar-provinsi, adanya

praktek penangkapan yang tidak ramah lingkungan dan belum efektifnya implementasi RPP.

Tujuan operasional untuk mengatasi masalah atau kendala tersebut, serta upaya yang perlu

ditempuh agar pengelolaan perikanan tersebut efektif dalam mencapai tujuan operasionalnya

Page 35: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

27

disajikan pada Tabel 3.8. Upaya tersebut mencakup perbaikan pengumpulan data statistik

perikanan, peningkatan efektivitas koordinasi antar-provinsi, serta perbaikan Peraturan

tentang rumpon dan lampu.

Tabel 3.8 Upaya terkait tata-kelola perikanan untuk mencapai tujuan operasional pengelolaan

perikanan Tujuan operasional Upaya

1 Meningkatkan koordinasi antar provinsi berkaitan

dengan nelayan andon di WPP 715

Peningkatan efektivitas koordinasi antar propinsi

dalam penanganan nelayan andon

2 Meningkatkan koordinasi antar pemangku

kepentingan perikanan

Peningkatan efektivitas koordinasi dengan seluruh

pemangku kepentingan terkait pengelolaan

perikanan

3 Mengoptimalkan operasional LPP WPP 715 Peningkatan efektivitas koordinasi untuk

optimalisasi operasional LPP-WPP 715

4 Mengoptimalkan implementasi RPP WPP 715 Peningkatan efektivitas koordinasi dalam

implementasi RPP-WPP 715

5 Sinkronisasi ketentuan terkait perizinan kapal

perikanan dalam peraturan perundang-undangan,

dan pendataan perikanan skala kecil

Perbaikan peraturan perundang-undangan terkait

perizinan di daerah dan pendataan

6 Perbaikan peraturan penempatan rumpon dan

penggunaan cahaya lampu berdasarkan hasil riset

terkini.

perbaikan peraturan perundang-undangan terkait

pemasangan rumpon dan intensitas lampu

7 Meningkatkan cakupan, kualitas dan kuantitas

ketersediaan data produksi, upaya penangkapan

dan data frekuensi ukuran panjang ikan pelagis

kecil

perbaikan pengumpulan data statistik perikanan

Dalam mengoptimumkan manfaat ekonomi dari pemanfaatan SDI pelagis kecil di WPP 715,

nelayan atau pelaku usaha penangkapan dihadapkan pada masalah tingginya biaya operasional

penangkapan, rendahnya harga jual ikan hasil tangkapan karena mutu ikan dan akses pasar,

keterbatasan sarana dan prasaran perikanan, serta ketrampilan nelayan atau anggota

keluarganya masing-masing dalam penanganan hasil tangkapan, serta dalam pengembangan

usaha diluar kegiatan penangkapan ikan. Tujuan operasional pengelolaan perikanan untuk

mengatasi hal-hal tersebut, serta upaya yang perlu ditempuh agar pengelolaan perikanan

tersebut efektif dalam mencapai tujuan operasionalnya disajikan dalam Tabel 3.9.

Tabel 3.9 Program pembangunan perikanan untuk mendukung pengelolaan perikanan

Tujuan operasional Upaya/Program

1 Meningkatkan prasarana pendukung pengolahan Pembangunan prasarana pengolahan

2 Meningkatkan kapasitas prasarana perikanan Pembangunan prasarana perikanan

3 mempertahankan mutu hasil tangkapan Program perbaikan mutu hasil

4 Mengembangkan teknologi pengolahan Diseminasi teknologi pengolahan

5 Meningkatkan keterampilan SDM dan inovasi

produk

Diseminasi teknologi pengolahan

6 Meningkatkan pendampingan terhadap pengolah Program penyuluhan usaha pengolahan

7 Meningkatkan kualitas sumberdaya nelayan Pelatihan nelayan dalam pengelolaan usaha

penangkapan

8 Memudahkan nelayan dalam mengakses

permodalan

Program peningkatan akses permodalan untuk

nelayan

9 Memperbaiki manajemen koperasi perikanan Program pembinaan koperasi perikanan

10 Memperluas akses pasar Program pengembangan pemasaran

11 Mendistribusikan asuransi nelayan secara merata Program asuransi untuk nelayan

Page 36: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

28

3.4 Pemantauan dan Pengkajian Perikanan

3.4.1 Strategi Pemantauan Perikanan

Pemantauan perlu dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi secara berkala, untuk

dipergunakan dalam mengevaluasi capaian pengelolaan perikanan dalam jangka pendek

(tahunan) dan jangka menengah (lima tahun). Pemantauan dilakukan di lokasi pelabuhan

perikanan dan pangkalan pendaratan ikan pelagis kecil. Adapun jenis data, frekuensi

pengumpulan dan jenis ikan yang dipantau disajikan dalam Tabel 3.10.

Kegiatan pemantauan menggunakan Protokol Pengambilan Contoh Ikan dan Kapal

Penangkapan dari Balai Riset Perikanan Laut (BRPL). Hal yang harus dipenuhi dalam

pengambilan contoh adalah keterwakilan “populasi” dalam contoh.

Pemantauan dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan atau PPI. Pelaksanaan

pemantauan juga dimungkinkan melalui kerja sama dengan Perguruan Tinggi di Provinsi sekitar

WPP 715 yang memiliki jurusan Perikanan. Perguruan Tinggi dapat memasukkannya ke dalam

kegiatan praktikum, serta kegiatan akademik lainnya dari mahasiswa perikanan. Data dan

informasi yang dikumpulkan dalam kerangka pemantauan perikanan dikelola oleh Direktorat

Pengelolaan Sumber Daya Ikan dan Balai Riset Perikanan Laut untuk dimanfaatkan dalam

pengkajian SDI dan perikanan serta dalam perumusan pengelolaan Perikanan.

Tabel 3.10 Jenis data untuk masing-masing indikator, frekuensi pengumpulan dan jenis ikan

yang dipantau

Indikator Jenis data Periode

pendataan Obyek pemantauan

1 Panjang ikan pertama

kali tertangkap Frekuensi panjang hasil

tangkap

Bulanan

▪ Decapterus macarellus

▪ Rastrelliger kanagurta

▪ Selar crumenophthalmus

▪ Amblygaster sirm

2 Panjang ikan rata-rata

3 Biomasa ikan relatif

4 SPR

Frekuensi panjang hasil

tangkap

Tingkat kematangan gonad

Berat individu ikan hasil

tangkap

5 CPUE

Hasil tangkapan per kapal

per satuan waktu

Triwulanan

▪ Semua jenis ikan yang

tertangkap

▪ Semua jenis alat

tangkap utama

▪ Semua ukuran kapal

penangkap

Praktek penangkapan ikan

Karakteristik teknis kapal,

alat tangkap, dan alat bantu

penangkapan

3.4.2 Prosedur Pengkajian Perikanan

Pengkajian ditujukan untuk mengestimasi status SDI dan perikanan dan merumuskan alternatif

strategi pengelolaan ikan pelagis kecil di WPP 715. Data yang dipergunakan bersumber dari

data hasil pemantauan perikanan (Tabel 3.10) dan data statistik perikanan. Metode analisis

untuk masing-masing indikator capaian pengelolaan perikanan disajikan dalam Tabel 3.11.

Page 37: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

29

Tabel 3.11 Metode analis untuk masing-masing indikator capaian pengelolaan perikanan pelagis

kecil di WPP 715

Indikator Metode analisis

1 Panjang ikan pertama kali tertangkap

▪ Rata-rata aritmatika tertimbang

2 Panjang ikan rata-rata ▪ Rata-rata aritmatika tertimbang

3 Biomasa ikan relatif

▪ Estimasi parameter dari fungsi pertumbuhan von Bertalanffy; ▪ Estimasi kurva kematangan gonad ikan betina, dan ukuran

pertama kali memijah (L50); ▪ Analisis dengan LBB method

4 SPR

▪ Estimasi parameter dari fungsi pertumbuhan von Bertalanffy; ▪ Estimasi selektivitas alat tangkap, serta length at 50% selectivity

(SL50) dan length at 95% selectivity (SL95); ▪ Estimasi kurva kematangan gonad ikan betina, serta length at

50% maturity (L50) dan length at 95% maturity (L95); ▪ Estimasi kematian alami (M); ▪ Analisis dengan LB-SPR method

5 CPUE

▪ Eksperimentasi langsung untuk mengestimasi fishing power index dari masing-masing alat tangkap dan/atau kapal perikanan, kemudian dibakukan terhadap alat tangkap dan/atau kapal perikanan yang dominan

▪ Standarisasi CPUE (CPUE standardization) berdasarkan data alat tangkap dan/atau kapal perikanan, serta data spasial dan temporal beberapa tahun;

▪ Analisis dengan generalized linear model (GLM) atau generalized additive model (GAM)

Pengkajian Perikanan diharapkan dilakukan oleh BRPL, dan Lembaga Ilmu Pengetahun

Indonesia (LIPI). Pelaksanaan pengkajian juga dimungkinkan melalui kerja sama dengan

Perguruan Tinggi di Provinsi sekitar WPP 715 yang memiliki jurusan Perikanan, sebagaimana

pelaksanaan pemantauan perikanan. Perguruan Tinggi dapat memasukkannya ke dalam kegiatan

penyusunan skripsi, tesis dan disertasi serta kegiatan akademik lainnya dari mahasiswa

perikanan.

Page 38: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

30

Page 39: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

31

DAFTAR PUSTAKA

Addison, J. T. 1986. Density-dependent mortality and the relationship between size composition and

fishing effort in lobster populations. Can. J. Fish. Aquat. Sci. 43: 2360-2367.

Barnett, L. A. K., T. A. Branch, R. A. Ranasinghe, & T. E. Essington. 2017. Old-Growth Fishes Become

Scarce under Fishing. Current Biology 27: 2843–2848.

Berkeley, S. A., M.A. Hixon, R.J. Larson, & M.S. Love. 2004. Fisheries sustainability via protection of

age structure and spatial distribution of fish populations. Fisheries 29(8): 23–32.

Bianchi, G. 2008. The Concept of the ecosystem approach to fisheries in FAO, in: G. Bianchi and H.R.

Skjoldal (eds), The Ecosystem Approach to Fisheries (pp: 20 – 38). CAB International and

FAO, Rome.

Bianchi, G., H. Gislason, K. Graham, L. Hill, X. Jin, K. Koranteng, S. Manickchand-Heileman, I. Paya, K.

Sainsbury, F. Sanchez, & K. Zwanenburg. 2000. Impact of fishing on size composition and

diversity of demersal fish communities. – ICES Journal of Marine Science, 57: 558–571.

Brooks, E. N., J. E. Powers, & E. Cortes. 2010. Analytical reference points for age-structured models:

application to data-poor fisheries. ICES Journal of Marine Science, 67: 165–175.

Buxton, C., G. Begg, J. Lyle, T. Ward, K. Sainsbury, T. Smith, & D. Smith. 2010. The Commonwealth

Small Pelagic Fishery: General background to the scientific issues. http://www.afma.gov.au/wp-

content/uploads/2010/06/SPF-discussion-paper-FINAL.pdf

Clark, W.C. 2006. The Worldwide Crisis in Fisheries: Economic models and human behavior.

Cambridge University Press, Cambridge. 263p.

Cochrane, K.L., C.J. Augustyn, G. Bianchi, P. de Barros, T. Fairweather, J. Iitembu, D. Japp, A.

Kanandjembo, K. Kilongo, N. Moroff, D. Nel, J.-P. Roux, L.J. Shannon, B. van Zyl, & F. Vaz

Velho. 2007. Results and conclusions of the project “Ecosystem approaches for fisheries

management in the Benguela Current Large Marine Ecosystem”. FAO Fisheries Circular. No.

1026. Rome, FAO. 167p.

De Anda-Montañez, J.A., S. Salas & G. Galindo-Cortes. 2017. Dealing with dynamics and uncertainty

of small pelagic fisheries: bioeconomic analysis of manager’s responses to alternative

management strategies. Revista de Biología Marina y Oceanografía 52(1): 51-65.

Department of Agriculture and Water Resources (DAWR). 2018. Guidelines for the Implementation

of the Commonwealth Fisheries Harvest Strategy Policy, Canberra, November. CC BY 4.0.

Department of Agriculture Fisheries and Forestry of Australia (DAFF), 2007. Commonwealth Fisheries

Harvest Strategy Policy. Canberra. 55p.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara (DKP Malut). 2013. Buku Tahunan Statistik

Perikanan Tangkap tahun 2012. Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Maluku Utara.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara (DKP Sulut). 2013. Buku Tahunan Statistik

Perikanan Tangkap tahun 2012. Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT). 2017. Buku Statistik Perikanan Tangkap di Laut

Menurut Wilayah Pengelolaan Perikanan, 2005-2015. Jakarta.

DJPT. 2005-2007. Buku Statistik Perikanan Tangkap Indonesia Menurut Provinsi, 2003-2005. Jakarta.

Dwiponggo, A. 1987. Indonesian marine fisheries resources, p. 10-63. In Bailey, C., A. Dwiponggo and

F. Marahudin. 1987. Indonesian marine capture fisheries. ICLARM Studies and Reviews 10,

196p.

Food and Agriculture Organization (FAO), 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. FAO,

Rome. 41p.

Page 40: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

32

FAO. 2003. Fisheries management. 2. The ecosystem approach to fisheries. FAO Technical Guidelines

for Responsible Fisheries. No. 4, Suppl. 2. FAO, Rome. 112p.

FAO. 2005. Putting into practice the ecosystem approach to fisheries. Rome, FAO. 76p.

FAO. 2016. Handbook of the EAF-Nansen project training course on the ecosystem approach to

fisheries: Preparation and implementation of an EAF management plan. FAO, Rome. 71p.

FAO EAF-Nansen Project (FAO EAF-NP). 2010. Report of the Regional Workshop on Ecosystem

Approach to Fisheries Management in the Gulf of Guinea and first Steering Committee

Meeting. Accra, Ghana, 23–26 October 2007. Report. No 1. Rome, FAO. 2010. 86p.

FAO South West Indian Ocean Fisheries Commission (FAO-SWIOFC). 2009. Report of the

Workshop on Bycatch, Particularly in Prawn Fisheries, and on the Implementation of an

Ecosystem Approach to Fisheries Management. Maputo, Mozambique, 15–24 November 2005.

FAO Fisheries and Aquaculture Report. No. 873. Rome, FAO. 47p.

Froese, R., H. Winker, D. Gascuel, U.R. Sumaila & D. Pauly. 2016. Minimizing the impact of fishing. Fish

and Fisheries, 17: 785–802.

Froese, R., H. Winker, G. Coro, N. Demirel, A.C. Tsikliras, D. Dimarchopoulou, G. Scarcella, W.N.

Probst, M. Dureuil, & D. Pauly. 2018. A new approach for estimating stock status from length

frequency data. ICES Journal of Marine Science, 75: 2004–2015.

Ginter, K., A. Kangur, P. Kangur, & K. Kangur. 2015. Consequences of size-selective harvesting and

changing climate on the pikeperch Sander lucioperca in two large shallow north temperate

lakes. Fisheries Research 165, 63–70.

Goodyear, C.P. 1990. Spawning stock biomass per recruit: the biological basis for a fisheries

management tool. ICCAT Col. Vol. Sci. Pap., Vol. XXXII (2): 487-497.

Goodyear, C.P. 1993. Spawning stock biomass per recruit in fisheries management: foundation and

current use. p. 67-81. In S.J. Smith, J.J. Hunt and D. Rivard [ed.] Risk evaluation and biological

reference points for fisheries management. Can. Spec. Publ. Fish. Aquat. Sci. 120.

Grant, S. 2008. Scientific basis for ecosystem-based management in the Lesser Antilles including

interactions with marine mammals and other top predators: Assessment of fisheries

management issues in the Lesser Antilles and the ecosystem approach to fisheries management

FAO, Barbados. 254p.

Haddon, M. 2011. Modelling and Quantitative Methods in Fisheries. 2nd edn. Chapman & Hall/CRC.

Boca Raton. 449p.

Haddon, M. 2011. Modelling and Quantitative Methods in Fisheries. 2nd edn. Chapman & Hall/CRC.

Boca Raton. 449p.

Hordyk. A. 2019. LBSPR: An R package for simulation and estimation using life-history ratios and length

composition data. https://cran.r-project.org/web/packages/LBSPR/vignettes/LBSPR.html

Hordyk. A. 2020. Length Based Spawning Potential Ratio R Package. https://github.com/AdrianHordyk/

LBSPR

ICES, 2018. Technical Guidelines - ICES reference points for stocks in categories 3 and 4.

http://ices.dk/sites/pub/Publication Reports/ Guidelines and Policies/16.04.03.02_Category_3-

4_Reference_Points.pdf

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 45/Men/2011 tentang Estimasi Potensi Sumber daya

Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 47/KEPMEN-KP/2016 tentang Estimasi Potensi,

Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber daya Ikan di Wilayah

Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Page 41: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

33

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 50/KEPMEN-KP/2017 tentang Estimasi Potensi,

Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber daya Ikan di Wilayah

Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KepMen KP) nomor 82/KEPMENKP/

2016 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik

Indonesia 715.

Peraturan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 17/PER-DJPT/2017 tentang Petunjuk Teknis

Penyusunan Dokumen Strategi Pemanfaatan Perikanan.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor PER.29/MEN/2012 tentang

Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan di bidang Penangkapan Ikan.

Peraturan Presiden Republik Indonesia (PerPres) No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Prager, M. H. 1994. A suite of extensions to a nonequilibrium surplus–production model. Fishery

Bulletin 92: 374–389.

Prager, M. H. 2002. Comparison of logistic and generalized surplus-production models applied to

swordfish, Xiphias gladius, in the north Atlantic Ocean. Fisheries Research 58: 41–57.

Prager, M. H. 2016. User’s Guide for ASPIC Suite, version 7: A Stock–Production Model Incorporating

Covariates and auxiliary programs. Prager Consulting Portland, Oregon, USA.

www.mhprager.com

Purwanto & S.R. Mardiani. 2019a. A compromise solution to the conflicting objectives in managing the

small pelagic fishery in Fisheries Management Area 715. Paper presented in the Scientific

Session of the 12th Asian Fisheries and Aquaculture Forum, conducted by Asian Fisheries

Society, held in IloIlo City, Philippines, on 9-12 April 2019.

Purwanto & S.R. Mardiani. 2019b. Stakeholder consultation workshop on formulating operational

objectives for developing harvest strategy in the management of small pelagic fishery in FMA

715, held in Ternate, March 25-29, 2019. Unpublished Technical Report, USAID Sustainable

Ecosystem Advanced Project, Jakarta. 24p.

Purwanto & S.R. Mardiani. 2020. Length-based assessment of the exploitation status of scad mackerel,

Decapterus macarellus, stock in Fisheries Management Area 715 of Indonesia. USAID SEA

Project. Jakarta. Manuscript.

Purwanto, S.R. Mardiani, F. Satria & Mahiswara. 2019. Stock and exploitation risk of small pelagic fish

in Fisheries Management Area 715 of Indonesia. Paper presented in the Scientific Session of

the 12th Asian Fisheries and Aquaculture Forum, conducted by Asian Fisheries Society, held in

IloIlo City, Philippines, on 9-12 April 2019.

Purwanto. 2018. An economic optimal level of small pelagic fish stock utilization in Fisheries

Management Area 715. USAID SEA Project. Jakarta. Manuscript.

Restrepo, V.R., G.G. Thompson, P.M. Mace, W.L. Gabriel, L.L. Low, A.D. MacCall, R.D. Methot, J.E.

Powers, B.L. Taylor, P.R. Wade, & J.F. Witzig. 1998. Technical guidance on the use of

precautionary approaches in implementing National Standard 1 of the Magnuson-Stevens

Fishery Conservation andManagement Act. NOAA Technical Memorandum NMFSF/SPO-031,

NOAA, USA: 54 pp.

Sloan, S. R., A.D.M. Smith, C. Gardner, K. Crosthwaite, L. Triantafillos, B. Jeffries, and N. Kimber.

2014. National Guidelines to Develop Fishery Harvest Strategies. FRDC Report – Project

2010/061. Primary Industries and Regions, South Australia, Adelaide, March 2014.

Speirs, D.C., S.P.R. Greenstreet, & M.R. Heath. 2016. Modelling the effects of fishing on the North Sea

fish community size composition. Ecological Modelling, 321: 35-45.

Page 42: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

34

The Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), 2003. Fisheries management. 2.

The ecosystem approach to fisheries. FAO Technical Guidelines for Responsible Fisheries.

No. 4, Suppl. 2. FAO, Rome. 112p.

Undang Undang Dasar Republik Indonesia (UUD) Tahun 1945.

Undang Undang Republik Indonesia (UU) Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional tahun 2005-2025.

United Nations General Assembly (UNGA), 1995. Agreement for the Implementation of the

Provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982

relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory

Fish Stocks. A/CONF.164/37. 8 September 1995.

United Nations General Assembly (UNGA), 2015. Resolution adopted by the General Assembly on

25 September 2015. 70/1. Transforming our world: the 2030 Agenda for Sustainable

Development. A/RES/70/1. 21 October 2015.

UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Uusitalo, L., A. Lehikoinen, I. Helle, & K. Myrberg. 2015. An overview of methods to evaluate

uncertainty of deterministic models in decision support. Environmental Modelling & Software

63: 24-31.

Walters, C. J., and S. J. D. Martell. 2004. Fisheries ecology and management. Princeton, NJ: Princeton

University Press.

www.fishbase.org

Page 43: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

35

LAMPIRAN

Page 44: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

36

BAGIAN A. PROSES KAJIAN STOK IKAN DAN PERIKANAN

No Tanggal/Tempat

Kegiatan Judul Kegiatan Agenda Peserta Hasil Pertemuan

1 Selasa-Rabu, 30-31 Januari 2018; Tempat: Ruang pertemuan Pusat Riset Perikanan, Ancol Timur, Jakarta Utara

Lokakarya pengumpulan dan Analisis Data Statistik untuk Pengkajian Sumber Daya Ikan (SDI)

▪ Analisis menggunakan aplikasi MS-Excel dan ASPIC untuk kajian stok ikan pelagis kecil di WPP 715 dan 716 (Fitting Step)

▪ Presentasi hasil analisis data untuk pengkajian SDI pelagis kecil, demersal dan karang di WPP 711-714 dan 717-718 menggunakan model dinamika biomasa non-ekuilibrium

▪ Interpretasi dan diskusi hasil pengkajian SDI

45 Peserta (17 Wanita dan 25 Pria), perwakilan dari: ▪ Pusat Riset Perikanan ▪ Balai Riset Perikanan Laut ▪ Balai Pemulihan Sumber Daya Ikan

(BRPSDI) ▪ SEA CORE

▪ Parameter fungsi produksi perikanan hasil estimasi menggunakan model dinamika biomasa non-ekuilibrium;

▪ Estimasi awal potensi dan status SDI.

2 Jumat, Senin, Rabu, 9-14 Maret 2018; 08.00 – 16.00 WIB; Tempat: Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Sempur, Bogor

Lokakarya Pengkajian SDI dan Perikanan di WPP Indonesia menggunakan model dinamika biomasa non-ekuilibrium

▪ Laporkan hasil lokakarya sebelumnya tentang analisis data, dan tujuan serta peta jalan yang diusulkan dari lokakarya serial tentang penilaian stok dan pengembangan harvest strategy.

▪ Presentasi, review, dan diskusi hasil reanalisis data perikanan yang dipilih pada lokakarya sebelumnya;

44 Peserta (18 Wanita dan 26 Pria), perwakilan dari: ▪ Pusat Riset Perikanan ▪ Balai Riset Perikanan Laut ▪ Balai Pemulihan Sumber Daya Ikan

(BRPSDI) ▪ SEA CORE

▪ Hasil analisis ulang dan review

▪ Status stok ikan awal dari delapan set data

▪ Status stok dan perikanan serta rekomendasi strategi pengelolaan

3 Rabu dan Jumat, 18 dan 20 April 2018; 08.00-17.00 WIB; Tempat: Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok Rabu-Jumat, 2-4 Mei 2018; 08.00-17.00 WIB; Tempat: Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Sempur, Bogor

Workshop on Formulation of Reference Points for Fisheries Management

▪ Presentasi dan diskusi konsep, teori dan metodologi Pengkajian SDI dan Risiko Pemanfaatan berlebih dengan studi kasus SDI pelagis kecil di WPP 715 dan 716.

▪ Analisis ulang untuk memproyeksikan

kelimpahan ikan dan kematian akibat penangkapan;

▪ Mempresentasikan hasil proyeksi kelimpahan stok ikan dan mendiskusikan titik acuan alternatif untuk setiap perikanan terpilih (peserta bekerja dalam kelompok kecil);

32 Peserta (11 Wanita dan 21 Pria), perwakilan dari: ▪ Pusat Riset Perikanan ▪ Balai Riset Perikanan Laut ▪ Balai Pemulihan Sumber Daya Ikan

(BRPSDI) ▪ SEA CORE 37 Peserta (15 wanita dan 22 Pria) perwakilan dari: ▪ Pusat Riset Perikanan ▪ Balai Riset Perikanan Laut ▪ Balai Pemulihan Sumber Daya Ikan

(BRPSDI) ▪ Dit PSDI ▪ SEA CORE

▪ Estimasi angka acuan ▪ Probabilitas (%) pelanggaran

angka acuan BMSY dan FMSY dalam tiga (2018) dan sepuluh tahun (2025) sebagai konsekuensi penangkapan ikan pada tingkat tangkapan saat ini (2015).

▪ Probabilitas (%) pelanggaran angka acuan BMSY dan FMSY dalam tiga (2018) dan sepuluh tahun (2025) sebagai konsekuensi penangkapan ikan di tingkat MSY.

4 Senin-Rabu, 16-18 Juli 2018; 08.30-16.30 WIB.

Lokakarya Penyiapan Kerangka-kerja

▪ Penyajian potensi produksi ikan, status stok ikan dan perkembangan perikanan, serta risiko melanggar angka acuan

44 Peserta (16 Wanita dan 28 Pria) perwakilan dari: ▪ Pusat Riset Perikanan

▪ Materi untuk pertemuan konsultatif dengan Komisi

Page 45: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

37

No Tanggal/Tempat

Kegiatan Judul Kegiatan Agenda Peserta Hasil Pertemuan

Ruang Rapat Hasanuddin Saanin Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Sempur, Bogor

Frame Survei Perikanan dan Stok Ikan serta Status Perikanan di beberapa WPP: Review Status Stok Ikan dan Perikanan di Beberapa FMA

BMSY dan FMSY di beberapa WPP selama tiga dan sepuluh tahun ketika perikanan menargetkan hasil tangkapan sesuai saat ini dan tingkat MSY;

▪ Review terhadap isi makalah tentang Status Stok Ikan dan Perikanan serta Resikonya yang telah disusun oleh masing-masing kelompok peneliti PUSRISKAN / BRPL.

▪ Penyempurnaan makalah untuk pertemuan konsultatif dengan Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan

▪ Balai Riset Perikanan Laut ▪ Balai Pemulihan Sumber Daya Ikan

(BRPSDI) ▪ SEA CORE

Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan;

▪ Kerangka-kerja penyusunan harvest strategy;

▪ Model penyajian status SDI dan perikanan.

5 Kamis, 18 Oktober 2018 Tempat: Hotel Salak the Heritage Jl. Ir. H. Djuanda No.9, Bogor, Jawa Barat

Pertemuan Konsultatif Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan

▪ Laporan pengembangan metodologi penilaian stok ikan dan risiko perikanan;

▪ Presentasi tentang Penilaian Stok Ikan dan Risiko Perikanan menggunakan model dinamis biomassa Non-Ekuilibrium: konsep, teori dan metodologi, Penilaian berbasis panjang vs penilaian upaya tangkapan, ekuilibrium vs non-ekuilibrium, model produksi spesies tunggal vs agregat;

▪ Penyajian stok ikan dan penilaian risiko ikan pelagis kecil di WPP 715.

69 Peserta (20 Wanita dan 49 Pria), perwakilan dari: ▪ KOMNAS KAJISKAN ▪ Dit PSDI ▪ BRPL ▪ BRPSDI ▪ BRPPU-PP ▪ PURISKAN ▪ BRSDM ▪ SEA CORE

▪ Data, metodologi, hasil pengkajian sumberdaya ikan dan resiko overeksploitasi ikan pelagis kecil di WPP 715;

6 IloIlo City, Philippines, 9-12 April 2019

The Scientific Session of the 12th Asian Fisheries and Aquaculture Forum, conducted by Asian Fisheries Society (AFS)

▪ Presentasi Potensi, Status dan Risiko Overexploitasi SDI Pelagis Kecil DI WPP 715;

▪ Solusi Kompromi terhadap Tujuan yang bertentang dalam Pengelolaan Perikanan Pelagis Kecil di WPP 715

Anggota AFS (antara peneliti, dosen, mahasiswa, dari berbagai negara di Asia) dan peserta bukan anggota AFS

7 27 Oktober 2020 Pertemuan daring menggunakan Zoom

USAID SEA Virtual Symposium series 2020: SEA Lessons learned

Stock Assessment Methodologies through the Lens of Small Pelagic Fishery in Fisheries Management Area 715

Simposium Terbuka untuk Umum, diikuti antara lain oleh: Staf Teknis KKP dan DKP, peneliti KKP, Pengajar dan mahasiswa Perguruan Tinggi, LSM

▪ Metodologi dan hasil analisis kajian sumberdaya ikan pelagis kecil di WPP 715

8 Hari, tgl: Selasa, 15 Desember 2020 Pertemuan daring menggunakan Zoom

Sidang tahunan Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan

Pemutakhiran Metodologi Pengkajian Sumber-Daya Ikan dalam Upaya Meningkatkan Pengelolaan Perikanan di WPPNRI: Studi kasus perikanan pelagis kecil di WPP 715

Anggota Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan

▪ Metodologi dan hasil analisis kajian sumberdaya ikan karang dan pelagis kecil di WPP 715

Page 46: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

38

BAGIAN B. PROSES PENYUSUNAN STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN

No Tanggal/Tempat

Kegiatan Judul Kegiatan Agenda Peserta Hasil Pertemuan

1 Selasa, 12 Februari 2019; 08.30-16.00 WIB Tempat: Ruang Nila dan Layur,Gedung Mina Bahari IV, Lantai 15, KKP Jl Medan Merdeka Timur No. 16, Jakarta Pusat 10110

Lokakarya Inisiasi Penyusunan Strategi Pemanfaatan (Harvest Strategy) Perikanan Pelagis Kecil dan Ikan Karang di WPP 715

▪ Presentasi potensi produksi dan status sumberdaya ikan di WPP 715

▪ Presentasi implementasi strategi panen untuk pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem

▪ Presentasi tentang peran penelitian dalam persiapan dan implementasi strategi panen

▪ Presentasi hasil penilaian stok ikan pelagis kecil dan ikan karang di WPP 715

▪ Diskusi tentang peran pengelola perikanan dalam perumusan dan implementasi strategi panen

57 Peserta (21 Wanita dan 36 Pria), perwakilan dari: ▪ Komisi Nasional Pengkajian

Sumber Daya Ikan; ▪ Biro Perencanaan KKP; ▪ Sekretariat Direktorat Jenderal

Perikanan Tangkap KKP; ▪ Direktorat Pengelolaan Sumber

Daya Ikan KKP; ▪ Pusat Data dan Informasi KKP; ▪ Direktorat Konservasi dan

Keanekaragaman Hayati Laut KKP;

▪ Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Tangkap Ikan KKP;

▪ Direktorat Pengawasan Sumber Daya Perikanan KKP;

▪ Pusat Riset Perikanan KKP; ▪ Balai Riset Perikanan Laut KKP; ▪ DKP Provinsi di sekitar WPP 715

(DKP Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat)

▪ PPN Ambon; ▪ LSM (WWF dan WCS) ▪ Universitas (IPB) ▪ USAID ▪ USAID SEA Project

▪ Identifikasi peran dan fungsi DIT.PSDI, BRPL/PURISKAN, dan NGO dalam menyusunan HS;

▪ Peta jalan (roadmap) penyusunan strategi pemanfaatn (harvest strategy) perikanan pelagis kecil dan ikan karang di WPP 715

2 Hari, tgl: Rabu-Jumat, 27-29 Maret 2019 Tempat: Ruang Pertemuan Halmahera, Hotel Grand Dafam Bela Ternate Jl Jati Raya No. 500, Ternate Selatan, Kota

Lokakarya Konsultasi Pemangku Kepentingan untuk Perumusan Tujuan Operasional dalam rangka Pengembangan Strategi Panen (Harvest Strategy) untuk Pengelolaan

Sesi Panel: ▪ Kebijakan nasional pengelolaan

perikanan (Fisheries management, FM) dengan pendekatan berbasis ekosistem (Ecosystem Approach to Fisheries, EAF), Strategi pemanfaatan (Harvest Strategy) dan Pendekatan kehati-hatian (Precautionary Approach).

▪ Status beberapa stok ikan pelagis kecil dan perikanan di WPP 715

58 Peserta (22 Wanita dan 36 Pria), mewakili: ▪ Universitas Sam Ratulangi,

Manado ▪ Universitas Negeri Gorontalo ▪ Universitas Khairun, Ternate ▪ Universitas Muhammadiyah,

Ternate ▪ Universitas Patimura, Ambon ▪ Universitas Negeri Papua ▪ DKP Sulawesi Utara

Identifikasi masalah dan nilai risiko, masalah prioritas, tujuan operasional dan indikator kesejahteraan ekologis, kesejahteraan manusia dan kemampuan pencapaian perikanan pelagis kecil di Wilayah Pengelolaan Perikanan 715:

Page 47: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

39

No Tanggal/Tempat

Kegiatan Judul Kegiatan Agenda Peserta Hasil Pertemuan

Ternate, Maluku Utara.

Perikanan Pelagis Kecil Di WPP 715

▪ Ikhtisar tujuan FM, dan metodologi untuk menetapkan tujuan operasional

▪ Diskusi tentang kebijakan tingkat tinggi, dan masalah serta tujuan yang luas

▪ Konteks kelompok diskusi, dan pengelompokan peserta menjadi: (1) Kesehatan ekologis (Ecological wellbeing, EW), (2) Kesejahteraan manusia (Human wellbeing, HW), dan (3) Kemampuan untuk mencapai (Ability to reach, AA)

Diskusi Kelompok EW, HW & AA: ▪ Identifikasi isu/masalah EAF ▪ Penentuan isu/masalah prioritas EAF ▪ Perumusan tujuan operasional FM ▪ Menentukan indikator untuk setiap

tujuan operasional ▪ Rangkuman hasil dari setiap kelompok Sesi Panel: Tinjau hasil: Masalah prioritas, tujuan operasional, dan indikator.

▪ DKP Gorontalo ▪ DKP Sulawesi Tengah ▪ DKP Maluku Utara ▪ DKP Papua Barat ▪ Dit. Pengelolaan Sumberdaya Ikan

KKP ▪ Dit. Perijinan dan Kenelayanan

KKP ▪ Pusat Riset Perikanan KKP ▪ Balai Riset Perikanan Laut KKP ▪ PSDKP Bitung and Ternate ▪ Pelabuhan Perikanan (Bitung,

Ambon, Ternate) ▪ Asosiasi (Pedagang dan

Pengolahan Ikan) ▪ LSM (WWF, WCS, MDPI, AP2HI) ▪ USAID SEA Project

▪ Masalah yang teridentifikasi dan nilai risiko setiap masalah pada aspek kesehatan ekologis, kesejahteraan manusia, dan kemampuan untuk mencapai;

▪ Masalah prioritas, tujuan operasional dan indikator pada aspek kesejahteraan ekologis, kesejahteraan manusia, dan kemampuan untuk mencapai.

3 Hari, tgl: Senin-Selasa, 22-23 Juli 2019 Tempat: Ruang Pertemuan, Kantor Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan, Sempur, Bogor

Persiapan Strategi Panen Perikanan Pelagis Kecil di WPP 715: Pembahasan Teknis terhadap Tujuan Operasional, Tingkat Risiko yang Dapat Diterima, dan Titik Referensi

22 Juli 2019: ▪ Presentasi tujuan operasional

alternatif yang dihasilkan dari lokakarya konsultasi Pemangku Kepentingan di Ternate.

▪ Pemilihan tujuan & indikator operasional.

23 Juli 2019: ▪ Diskusi tentang alternatif tingkat

risiko yang dapat diterima. ▪ Diskusi tentang angka acuan sasaran

dan angka acuan batas

21 Peserta (8 Wanita dan 13 Pria) ▪ Pusat Riset Perikanan ▪ Balai Riset Perikana Laut (BRPL) ▪ USAID SEA Project ▪ Lainnya

▪ Hasil penyempurnaan usulan tujuan operasional dan indikator yang dihasilkan dari Lokakarya Konsultasi Pemangku Kepentingan di Ternate, 25-29 Maret 2019, dan langkah-langkah untuk menentukan tingkat risiko yang dapat diterima dan angka acuan

▪ Usulan tujuan operasional, indikator, dan tindakan pengelolaan untuk perikanan pelagis kecil di WPP 715.

4 Hari, tgl: Senin - Selasa, 10-11Agustus 2020

FGD Pengkajian SDI dan Penyusunan Elemen Kunci Harvest Strategy Perikanan

10 Agustus 2020: Presentasi Hasil Kajian Berbasis Panjang Status Pemanfaatan SDI Layang malalugis di WPP 715

15 Peserta (4 Wanita dan 11Pria) ▪ Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) ▪ USAID SEA Project

▪ Status of small pelagic fishery Status SDI dan perikanan pelagis kecil dan hasil LB-SPR Decapterus macarellus

Page 48: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

40

No Tanggal/Tempat

Kegiatan Judul Kegiatan Agenda Peserta Hasil Pertemuan

Tempat: Pertemuan daring melalui Zoom

Pelagis Kecil di WPP 715

11 Agustus 2020: Presentasi Elemen Kunci Harvest Strategy Perikanan Pelagis Kecil di WPP 715

▪ Elemen Kunci dari Strategi Pemanfaatan (Harvest Strategy) Perikanan Pelagis Kecil di WPP 715.

▪ Tindakan/Langkah pengelolaan untuk mencapai tujuan operasional pengelolaan perikanan

5 Desember 2020 Review Rancangan Strategi Pemanfaatan (Harvest Strategy) Perikanan Pelagis Kecil di WPP 715

Review dokumen Rancangan Strategi Pemanfaatan (Harvest Strategy) Perikanan Pelagis Kecil di WPP 715

Empat pakar/tenaga ahli: 1. Ir. Nilanto Perbowo, M.Sc.

(Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, KKP)

2. Prof. Dr. Ir. Wudianto (Pusat Riset Perikanan, KKP)

3. Dr. Ir. Duto Nugroho (Pusat Riset Perikanan, KKP)

4. Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc. (IPB)

Dokumen Rancangan Strategi Pemanfaatan (Harvest Strategy) Perikanan

Page 49: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

41

BAGIAN C. LAMPIRAN DARI ISI DOKUMEN INI

Lampiran 1. Peta Indikatif Wilayah Pengelolaan Perikanan 715

WPP 715

Page 50: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

42

Lampiran 2. Daftar 16 Kelompok spesies ikan pelagis kecil yang selalu dilaporkan dalam buku tahunan statistik perikanan tangkap selama 2005 -

2015

No. Nama Indonesia Nama umum (Bahasa Inggris) Famili Genus

1 Layang Scad, Round-scad Carangidae Decapterus spp

2 Bentong Oxeye scad/Bigeye scad Carangidae Selar spp

3 Selar Trevallies Carangidae Selar spp, Selaroides spp, Atule spp

4 Sunglir Rainbow runner Carangidae Elagatis spp

5 Tetengkek Torpedo scad Carangidae Megalaspis spp

6 Daun bambu/Talang-talang Queen fish Carangidae Scomberoides spp

7 Japuh Rainbow sardine Clupeidae Dussumieria acuta

8 Siro Spotted sardinella Clupeidae Amblygaster spp

9 Tembang Fringescale/Deepbody/ Goldstripped sardinella Clupeidae Sardinella spp

10 Selanget Chacunda gizzard shad Clupeidae Anodonstoma spp

11 Terubuk Hilsa shad Clupeidae Tenualosa spp

12 Banyar and kembung Indian mackerel and short-bodied mackerel Scombridae Rastrelliger spp

13 Belanak Mangrove/Blue-spot/Blue-tail mullet Mugilidae Mugil spp

14 Cendro Needle fish Belonidae Tylosurus spp

15 Julung-julung Garfish and halfbeaks Hemiramphidae Hemirhampus spp

16 Ikan terbang Flying fish Exocoetidae Cypselurus spp Source: DGCF (2016); Fishbase.org.

Page 51: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

43

Lampiran 3. Isu, tujuan operasional dan aksi implementasi terkait dengan kontribusi perikanan terhadap kesehatan ekologis (ecological wellbeing)

Isu prioritas

Tujuan operasional Indikator 1 Kecenderungan menurunnya kelimpahan biomasa ikan, karena

meningkatnya jumlah kapal dan kapasitas penangkapan.

1 Meningkatkan kelimpahan biomasa ikan Spawning potential ratio (SPR)

Biomasa ikan relatif

2 Banyaknya hasil tangkapan juvenile ikan pelagis kecil 2 Menurunkan proporsi tangkapan juvenile ikan pelagis kecil Proporsi juvenile pada hasil tangkapan

3 Keterbatasan data perikanan pelagis kecil, antara lain data hasil

tangkapan, upaya penangkapan, ukuran ikan dan data biologi

lainnya

3 Meningkatkan cakupan, kualitas dan kuantitas ketersediaan data

produksi, upaya penangkapan dan data frekuensi ukuran panjang ikan

data produksi, data upaya penangkapan

dan data frekuensi ukuran panjang

4 Pemasangan rumpon dan penggunaan cahaya lampu yang tak

terkendali mengganggu pola migrasi SDI pelagis dan ikan yang

tergolong ecologically related species

4 pengaturan penempatan rumpon dan penggunaan cahaya lampu

berdasarkan hasil riset terkini.

jumlah dan posisi penempatan rumpon

Page 52: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

44

Lampiran 4. Isu, tujuan operasional dan aksi implementasi terkait dengan kontribusi perikanan terhadap kesejahteraan manusia (human

wellbeing)

Isu prioritas Tujuan operasional Indikator

1 Menurunnya perolehan nelayan (produksi menurun, jumlah

armada meningkat dan mutu hasil tangkapan kurang baik)

1 Meningkatkan produktivitas kapal Hasil tangkapan/kapal/tahun

2 mempertahankan mutu hasil tangkapan Mutu hasil tangkapan

2 Menurunnya produktivitas kapal (produksi kapal/tahun) 3 Meningkatkan produktivitas kapal Hasil tangkapan/kapal/tahun

3 Biaya operasi penangkapan ikan semakin tinggi (daerah

penangkapan semakin jauh)

4 Mengefisien biaya operasional penangkapan ikan Biaya operasional/kapal/tahun

4 Pekerjaan beresiko tinggi 5 Mendistribusikan asuransi nelayan secara merata Asuransi nelayan yang terdistribusi

5 Rendahnya pengetahuan dan ketrampilan nelayan dalam

mengelola usaha penangkapan

6 Meningkatkan kualitas sumberdaya nelayan Jumlah nelayan yang mendapatkan pelatihan

6 Sulit mendapat akses permodalan 7 Memudahkan nelayan dalam mengakses permodalan Nelayan yang memperoleh modal

7 Terbatasnya kapasitas prasarana perikanan (PPI dan pabrik es) 8 Meningkatkan kapasitas prasarana perikanan Kapasitas PPI dan pabrik es yang memadai

8 Meningkatnya illegal fishing 9 Menurunkan illegal fishing Proporsi tingkat kepatuhan nelayan

9 Meningkatnya destructive fishing 10 Menurunkan destructive fishing Proporsi kejadian destructive fishing

10 Terbatasnya akses pasar (Remote area) 11 Memperluas akses pasar Jejaring pasar

11 Teknologi pengolahan masih rendah 12 Mengembangkan teknologi pengolahan Inovasi teknologi

12 Ketrampilan SDM pengolah masih rendah (diversifikasi olahan) 13 Meningkatkan ketrampilan SDM dan inovasi produk Jumlah pengolah yang mendapatkan pelatihan

13 Terbatasnya prasarana pendukung pengolahan 14 Meningkatkan prasarana pendukung pengolahan Kapasitas prasarana pendukung pengolahan

14 Kurangnya pendampingan pembinaan usaha pengolahan 15 Meningkatkan pendampingan terhadap pengolah Frekuensi pendampingan

15 Kurang-patuhnya nelayan terhadap jalur penangkapan 16 Meningkatkan kepatuhan jalur penangkapan ikan Frekuensi pelanggaran jalur penangkapan

16 Lemahnya pengelolaan koperasi perikanan 17 Memperbaiki manajemen koperasi perikanan Rapat Anggota Tahunan/rapat rutin

Page 53: STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL …

STATUS SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WPP 715 SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

45

Lampiran 5. Isu, tujuan operasional dan indikator terkait dengan kemampuan mencapai (ability to achieve) kontribusi optimum perikanan

Isu prioritas Tujuan operasional Indikator

1 Adanya ketidaksinkronan UU No 23/2014 dan UU

No 7/2016 terkait perizinan, dan kemungkinan

pada pendataan perikanan skala kecil

1 Sinkronisasi ketentuan terkait perizinan kapal perikanan

dalam peraturan perundang-undangan, dan pendataan

perikanan skala kecil

Kesesuaian ketentuan terkait perizinan kapal perikanan

dalam peraturan perundang-undangan

2 Kurangnya koordinasi antar provinsi berkaitan

dengan nelayan andon di WPP 715

2 Meningkatkan koordinasi antar provinsi berkaitan dengan

nelayan andon di WPP 715

Koordinasi antar provinsi berkaitan dengan nelayan andon

di WPP 715

3 Masih rendahnya koordinasi antar pemangku

kepentingan perikanan

3 Meningkatkan koordinasi antar pemangku kepentingan

perikanan

Koordinasi antar pemangku kepentingan perikanan

4 Belum optimalnya operasional Lembaga

Pengelolaan Perikanan (LPP) WPP 715

4 Mengoptimalkan operasional LPP WPP 715 Operasional dari LPP WPP 715

5 Belum optimalnya implementasi RPP WPP 715 5 Mengptimalkan implementasi RPP WPP 715 Implementasi RPP WPP 715

6 Masih rendahnya cakupan, kualitas dan kuantitas

data perikanan

6 Meningkatkan cakupan, kualitas dan kuantitas data

perikanan

Cakupan, kualitas dan kuantitas data perikanan

7

Meningkatnya pemasangan rumpon yang tidak

sesuai dengan regulasi yang ada, yaitu rumpon tidak

menjadi bagian dari unit penangkapan

7 Meminimumkan pemasangan rumpon yang bukan bagian

dari unit penangkapan

Proporsi rumpon terpasang yang bukan bagian dari unit

penangkapan

8 Meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan tentang

penggunaan rumpon

Frekuensi pelanggaran peraturan penggunaan rumpon

menurun

8 Banyaknya purse seine dan alat tangkap lain untuk

menangkap pelagis kecil dengan mata jaring yang

tidak sesuai dengan aturan

9 Mengurangi pengoperasian alat tangkap pelagis kecil dengan

mata jaring yang tidak sesuai dengan aturan

Purse seine dengan mata jaring yang tidak sesuai dengan

aturan untuk menangkap pelagis kecil

9 Maraknya illegal fishing 10 Mengurangi praktek illegal fishing Frekuensi illegal fishing

10 adanya aktivitas destructive fishing 11 Mengurangi aktivitas destructive fishing Frekuensi destructive fishing

11 Kurangnya kepatuhan terhadap jalur penangkapan 12 Meningkatkan kepatuhan terhadap jalur penangkapan Frekuensi pelanggaran jalur penangkapan

12 Masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang

pelestarian lingkungan perairan

13 Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pelestarian

lingkungan perairan

Pemahaman masyarakat tentang pelestarian lingkungan

perairan

13 Tingginya kerusakan habitat dan terumbu karang

akibat aktivitas masyarakat dan polusi di darat

14 Mengurangi kerusakan habitat dan terumbu karang akibat

aktivitas masyarakat dan polusi di darat

Tingkat kerusakan habitat dan terumbu karang akibat

aktivitas masyarakat dan polusi di darat