Status Guru Honorer Terkait Pegawai Pemerintah dengan ...
Transcript of Status Guru Honorer Terkait Pegawai Pemerintah dengan ...
1
Status Guru Honorer Terkait Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara
Trisha Dayanara Tri Hayati
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Universitas Indonesia,
16425, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini membahas mengenai status guru honorer berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada tentang kepegawaian. Selain itu, skripsi ini juga membahas mengenai konsep Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan guru honorer. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dan metode kualitatif untuk pengolahan data. Simpulan dari skripsi ini yaitu status guru honorer dalam peraturan perundang-undangan adalah tidak jelas, namun adanya Pergub DKI Jakarta No. 235 Tahun 2015 dapat meredakan tuntutan terhadap permasalahan guru honorer di Jakarta. Hasil penelitian menyarankan bahwa pemerintah diharapkan dapat mengeluarkan peraturan yang mengatur mengenai guru honorer; merevisi UU ASN untuk memperjelas peran dan posisi dari PPPK dalam bagiannya menjadi Aparatur Sipil Negara; serta bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah diharapkan dapat mencontoh Pergub DKI Jakrta No. 235 Tahun 2015 dalam hal penyelesaian permasalahan guru honorer.
Kata kunci: Guru Honorer; Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK); Aparatur Sipil
Negara. Honorary Teacher's Status Related to Government Employee with Work Agreement in
Law No. 5 of 2014 concerning the Civil State Apparatus
Abstract
This study discusses about honorary teacher’s status by the laws concerning government employee. This study also discusses about Government Employee with Work Agreement in Law No. 5 of 2014 concerning the Civil State Apparatus which is expected to solve honorary teacher’s problem. This study uses the juridical-normative methods and qualitative methods for data processing. The conclusion of this study is that honorary teacher’s status in unclear by the law but Jakarta Governor Regulation No. 235 Year 2015 could solve honorary teacher’s problem in Jakarta. The results of the study suggest that the government is expected to regulate about honorary teacher; revise the Civil State Apparatus Law to clarify the role and position of Government Employee with Work Agreement as Civil State Apparatus; also for the central government and local governments are expected to follow the example of Jakarta Governor Regulation No. 235 Year 2015 in solving honorary teacher’s problem.
Keywords: Honorary Teacher; Government Employee with Work Agreement; Civil State Apparatus
Status Guru ..., Trisha Dayanara, FH UI, 2017
2
PENDAHULUAN
Guru merupakan salah satu sumber
daya manusia untuk mewujudkan tujuan
negara, baik guru yang berstatus Pegawai
Negeri Sipil (PNS) maupun yang berstatus
honorer. Saat ini terdapat dua status guru
di sekolah-sekolah negeri di DKI Jakarta
yaitu guru yang berstatus Pegawai Negeri
Sipil (PNS) dan honorer. Sebenarnya
terdapat pula penyebutan bagi status guru
yang mengajar di sekolah-sekolah yaitu
“guru tidak tetap” namun status yang
paling sering dipermasalahkan adalah
honorer. Adapun peraturan perundang-
undangan yang ada saat ini, terkhusus
mengenai kepegawaian di instansi
pemerintahan, sama sekali tidak
menyebutkan mengenai istilah pegawai
honorer maupun guru honorer.
Peraturan perundang-undangan
tentang guru yang berlaku saat ini tidak
membuat perbedaan terkait status guru
baik PNS ataupun honorer. Hal ini
tercermin dari pengertian guru dalam
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen bahwa
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.1
Pada pasal-pasal selanjutnya maupun
penjelasan pasal dari Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 ini tidak disinggung
sama sekali terkait status guru.
Perbedaan paling mendasar antara
guru berstatus PNS dengan guru yang
berstatus honorer yaitu bagi para guru
berstatus PNS tentu mereka harus tunduk
kepada peraturan-peraturan terkait dengan
PNS dan kode etik PNS. Sedangkan
pegawai honorer tidak diwajibkan untuk
tunduk pada peraturan-peraturan tersebut.
Terdapat dua undang-undang yang
mengatur kepegawaian yaitu Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian dan Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian. Kedua Undang-Undang
tersebut berdasarkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara (UU ASN) dinyatakan
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku2
1 Indonesia, Undang-Undang Guru dan Dosen, UU Nomor 14 Tahun 2005, LN No. 157 Tahun 2005, TLN No. 4586, Ps. 1 angka 1.
2 Indonesia, Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, UU Nomor 5 Tahun 2014, LN Nomor 6 Tahun 2014, TLN Nomor 5494, Ps. 136.
Status Guru ..., Trisha Dayanara, FH UI, 2017
3
sedangkan peraturan pelaksana dari kedua
Undang-Undang Pokok Kepegawaian
tersebut dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan belum
diganti berdasarkan UU ASN.3 Selain itu
UU ASN hingga penelitian ini dilakukan
juga belum memiliki peraturan
pelaksanaan yang lengkap, terkhusus untuk
manajemen PPPK baru terdapat rancangan
peraturan pemerintah saja sehingga belum
dapat diterapkan dengan optimal.
Permasalahan yang saat ini terjadi
terkait dengan guru honorer adalah guru-
guru honorer ingin diangkat menjadi PNS.
Pengangkatan tenaga honorer menjadi
CPNS telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang
Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi
Calon Pegawai Negeri Sipil. Terhadap
Peraturan Pemerintah ini dilakukan dua
kali perubahan yaitu pada Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 48 Tahun 2005 tentang
Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi
Calon Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan
Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang
Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi
Calon Pegawai Negeri Sipil. Guru
merupakan salah satu pihak yang 3 Ibid., Ps 139.
diprioritaskan dalam rangka pengangkatan
tenaga honorer menjadi CPNS.4 Meskipun
telah diprioritaskan namun tetap saja tidak
semua guru honorer dapat serta merta
langsung menjadi CPNS. Jika ternyata
guru honorer tidak lulus tes untuk menjadi
CPNS, meskipun ia sudah bekerja menjadi
guru dalam jangka waktu yang lama maka
ia akan tetap menjadi guru honorer.
Permasalahan mengenai tenaga
honorer termasuk juga mengenai guru
honorer merupakan permasalahan yang
sudah lama terjadi. Atas dasar
permasalahan tersebut maka pemerintah
merancang Rancangan Undang-Undang
Aparatur Sipil Negara yang pada tahun
2014 sudah disahkan menjadi UU ASN.
Alasan lain yaitu adanya keinginan untuk
melakukan reformasi birokrasi khusunya
dalam manajemen kepegawaian.5 Berbeda
dengan pengaturan mengenai kepegawaian
sebelumnya, pegawai ASN terdiri dari
pegawai tetap yang disebut pegawai negeri
sipil (PNS) dan pegawai pemerintah yang
pengangkatannya berdasarkan kontrak atau
disingkat PPPK.6
4 Indonesia, Peraturan Pemerintah Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, PP Nomor 43 Tahun 2007, Ps. 3 ayat (1) huruf a.
5 Miftah Thoha, Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia, ed. 2, cet. 5, (Jakarta: Prenamedia, 2014), hlm. 274.
6 Ibid., hlm. 276.
Status Guru ..., Trisha Dayanara, FH UI, 2017
4
Meskipun dalam UU ASN tidak
terdapat istilah tenaga honorer dan juga
tidak diatur mengenai pengangkatan tenaga
honorer, terdapat pihak yang memaknai
PPPK sebagai “baju baru” honorer.
Persepsi ini berimplikasi pada pegawai
honorer kategori dua (K2) yang tidak
terjaring dalam seleksi pengangkatan
CPNS menuntut agar dapat diangkat
menjadi PPPK tanpa harus mengikuti
tahapan penyaringan untuk menjadi
PPPK.7 Adapun lahirnya UU ASN juga
berimplikasi pada penghapusan tenaga
honorer. Pada kenyataannya masih terdapat
tenaga honorer, dalam hal ini khususnya
guru honorer, yang tetap dipekerjakan.
Guru honorer bekerja dalam ketidakjelasan
status, yaitu dianggap sebagai PPPK atau
tetap sebagai honorer yang seharusnya
telah dihapuskan berdasarkan UU ASN.
Berdasarkan latar belakang masalah
sebagaimana telah dijabarkan di atas,
penelitian ini merumuskan masalah
pertama yaitu bagaimana peraturan
perundang-undangan yang ada mengatur
mengenai status guru honorer? Kedua yaitu
bagaimana UU ASN melalui konsep PPPK
7 Ichwan Santosa, “Bureaucracy Makeover: Memahami Peran Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dalam Paradigma ASN”, http://inovasi.lan.go.id/uploads/download/1414146845_6.-Bureaucracy-makeover-Policy-Brief-(19-8-2014)-by-Ichwan-Santosa.pdf, diakses 8 Desember 2016, hlm. 1.
mengatur mengenai status guru honorer?
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
mengidentifikasi peraturan perundang-
undangan yang ada mengatur mengenai
status guru honorer serta menganalisis
pengaturan guru honorer melalui konsep
PPPK yang terdapat dalam UU ASN.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode
yuridis-normatif yang bertujuan untuk
mengidentifikasi norma hukum tertulis
dengan menggunakan studi dokumen atau
bahan pustaka. Tipe penelitian yang
digunakan apabila dilihat dari sudut
bentuknya, yaitu berupa penelitian
eksplanatoris. Peneliti ingin
menggambarkan keadaan mengenai status
guru honorer terkait dengan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja
(PPPK) dalam UU ASN. Selain itu juga,
penelitian ini termasuk dalam tipe
penelitian preskriptif yaitu peneliti juga
ingin memberikan saran agar permasalahan
mengenai status guru honorer dapat
diselesaikan dengan adanya kebijakan-
kebijakan pemerintah yang berpihak pada
keadilan. Apabila dilihat dari sudut ilmu
yang dipergunakan, penelitian ini termasuk
ke dalam tipe penelitian inter-displiner
yaitu Peneliti menggunakan disiplin ilmu
hukum dan administrasi negara dalam
melihat permasalahan status guru honorer
Status Guru ..., Trisha Dayanara, FH UI, 2017
5
terkait dengan pegawai pemerintah dengan
perjanjian kerja (PPPK) dalam UU ASN
yang berkaitan dengan permasalahan
kepegawaian negara.
Penelitian ini menggunakan bahan
hukum primer berupa beberapa peraturan
perundang-undangan seperti Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah, Surat
Edaran Menteri, dan Peraturan Gubernur
DKI Jakarta. Undang-Undang yang
Peneliti gunakan yaitu Undang-Undnag
Nomor 49 Tahun 1999 tentang tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara, dan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan
Pemerintah yang Peneliti gunakan dalam
penelitian ini yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 48 Tahun 2005 tentang
Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi
Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 48 Tahun 2005 tentang
Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi
Calon Pegawai Negeri Sipil. Surat edaran
menteri yang digunakan yaitu Surat Edaran
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 5 Tahun
2010 tentang Pendataan Tenaga Honorer
yang Bekerja di Lingkungan Instansi
Pemerintah. Terakhir yaitu Peraturan
Gubernur DKI Jakarta yang Peneliti
gunakan dalam penelitian ini adalah
Peraturan Gubernur Nomor 235 Tahun
2015 tentang Honorarium Guru Non
Pegawai Negeri Sipil dan Tenaga
Kependidikan Non Pegawai Negeri Sipil
Pada Sekolah Negeri.
Bahan hukum sekunder yang
digunakan berupa buku dan artikel ilmiah.
Buku yang Peneliti gunakan dalam
penelitian ini berjudul Manajemen
Kepegawaian Sipil di Indonesia. Artikel
ilmiah yang Peneliti gunakan dalam
penelitian ini berjudul Bureaucracy
Makeover: Memahami Peran
PegawaiPemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK) dalam Paradigma ASN dan
Analisa Status, Kedudukan, dan
Pekerjaan Pegawai Tidak Tetap dalam UU
No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Alat pengumpulan data pada
penelitian ini berupa studi dokumen serta
ditambah wawancara dengan informan
untuk mengetahui konsep-konsep yang
ingin diteliti oleh Peneliti. Wawancara
dilakukan dengan guru-guru honorer di
SMAN X dan Kepala Bidang Perencanaan
Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur
Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi. Metode
Status Guru ..., Trisha Dayanara, FH UI, 2017
6
analisis data yang dipilih Peneliti dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
HASIL PENELITIAN
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil wawancara
penulis pada tanggal 10 November 2016 di
SMAN X Jakarta Selatan, terdapat
beberapa poin penting terkait dengan
permasalahan yang dialami oleh para guru
honorer. Berikut adalah poin-poin
permasalahan guru honorer yaitu mengenai
perekrutan guru honorer, gaji/penghasilan
guru honorer, jangka waktu berstatus guru
honorer.
Perekrutan guru honorer di SMAN
X dilakukan dengan cara yaitu calon guru
honorer melamar di SMAN X kemudian
dilakukan tes keterampilan dan juga tes
wawancara terhadap guru honorer. Selain
dengan melamar, terdapat pula guru
honorer yang direkrut berdasarkan
rekomendasi dari kepala sekolah. Adapun
pada dasarnya, tenaga honorer termasuk
didalamnya juga guru honorer direkrut
dengan alasan untuk membantuk kinerja
daripada PNS dan juga didasarkan pada
cara perekrutannya yang dapat dilakukan
secara kecil-kecilan. Berbeda dengan PNS
yang dalam perekrutannya diperlukan
pemetaan dan formasi jabatan terlebih
dahulu. Permasalahan yang terjadi yaitu
bahwa setelah berlakunya PP Nomor 48
Tahun 2005 semua Pejabat Pembina
Kepegawaian dan pejabat lain di
lingkungan instansi, dilarang mengangkat
tenaga honorer atau yang sejenis, kecuali
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.8
Pada kenyataannya masih terdapat
pengangkatan tenaga honorer di
lingkungan instansi pemerintahan setelah
tahun 2005. Salah satu contohnya yaitu di
SMAN X yang mengangkat guru honorer
pada tahun 20089 dan tahun 201510.
Perekrutan guru honorer yang
diberlakukan saat ini dinilai menjadi
penyebab tidak terkendalinya jumlah guru
honorer di berbagai daerah termasuk di
Jakarta.
Permasalahan selanjutnya yang
dihadapi oleh para guru honorer yaitu
terkait penghasilan yang diterima oleh para
guru honorer setiap bulannya. Dari empat
orang guru honorer yang Peneliti
wawancarai, semuanya mengharapkan
adanya perbaikan dari gaji yang mereka
terima. Permasalahan mengenai gaji inilah
yang membuat guru honorer menuntut
untuk diangkat menjadi PNS. Para guru
honorer merasa diperlakukan secara
8 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, PP No. 48 Tahun 2005, Ps. 8.
9 Wawancara dengan Ibu I, guru honorer SMAN X Jakarta Selatan, tanggal 10 November 2016
10 Wawancara dengan Bapak T, guru honorer SMAN X Jakarta Selatan, tanggal 10 November 2016
Status Guru ..., Trisha Dayanara, FH UI, 2017
7
diskriminatif dibandingkan dengan para
guru PNS. Sebagai perbandingan yaitu
untuk guru PNS, mereka mendapatkan
beberapa tunjangan seperti tunjangan
sertifikasi dan tunjangan kinerja daerah
(TKD). Sebagai tambahan para guru PNS
DKI Jakarta juga berhak akan gaji ke-13
dan juga gaji ke-14 sedangkan para guru
honorer di SMAN X tidak berhak
mendapatkan tunjangan maupun gaji ke-13
dan ke-14 sebagaimana guru PNS terima.
Adapun terkait dengan permasalahan
penghasilan guru honorer di DKI Jakarta,
telah dikeluarkan Peraturan Gubernur DKI
Jakarta Nomor 235 tentang Honorarium
Guru Non Pegawai Negeri Sipil dan
Tenaga Kependidikan Non Pegawai Negeri
Sipil pada Sekolah Negeri. Honor yang
diterima oleh para guru honorer yang telah
bekerja minimal satu tahun adalah sebesar
Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI
Jakarta.11 Peraturan ini mulai diberlakukan
pada tahun 2016. Untuk mendapatkan
honor sesuai UMP maka berdasarkan
Pergub DKI Jakarta No. 235 Tahun 2015,
para guru honorer diharuskan membuat
kontrak kerja individu dengan Kepala Suku
Dinas Pendidikan yang berlaku selama satu
tahun. Terhadap kontrak kerja individu
11 Indoneisa, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Peraturan Gubernur tentang Honorarium Guru Non Pegawai Negeri Sipil dan Tenaga Kependidikan Non Pegawai Negeri Sipil Pada Sekolah Negeri, Pergub Nomor 235 Tahun 2015, Ps. 9 ayat (2).
tersebut, akan dilakukan evaluasi dan dapat
diperpanjang berdasarkan analisis
kebutuhan guru non PNS.12 Para guru
honorer mengapresiasi Pergub DKI Jakarta
Nomor 235 Tahun 2015 karena dianggap
telah sedikit memberi kelegaan terkait
honor para guru honorer.
Keempat guru honorer yang
Peneliti wawancarai direkrut menjadi guru
honorer berdasarkan Surat Keputusan
Kepala Sekolah SMAN X. Di dalam Surat
Keputusan Pengangkatan guru honorer
tersebut tidak disebutkan mengenai jangka
waktu daripada para guru honorer untuk
bekerja menjadi guru honorer. Hal ini
berarti terdapat ketidakjelasan mengenai
jangka waktu bagi para guru honorer untuk
menjadi guru honorer. Terdapat guru
honorer yaitu Ibu S yang sudah berulang
kali mencoba untuk mengikuti seleksi
pengangkatan tenaga honorer untuk
menjadi CPNS namun hasilnya tetap saja
nihil. Pengangkatan guru honorer
sebagaimana diamanatkan pada PP Nomor
56 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua
daripada PP Nomor 48 Tahun 2005 yang
seyogianya dituntaskan hingga tahun
anggaran 2014 juga tidak menyelesaikan
permasalahan guru honorer. Bahkan
sampai terbitnya UU ASN juga masih
terdapat ketidakjelasan status guru honorer
di SMAN X.
12 Ibid., Ps. 7-8.
Status Guru ..., Trisha Dayanara, FH UI, 2017
8
PEMBAHASAN
Status Guru Honorer Berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan
Pemerintah Indonesia mengatur
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
Kepegawaian untuk pertama kalinya dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1961
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kepegawaian. Pada Undang-undang ini
tidak terdapat ketentuan baik mengenai
pegawai tidak tetap maupun pegawai
honorer. Lahirnya Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian mencabut dan menyatakan
tidak berlaku Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1961. Adapun dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 juga tidak
mengatur ketentuan tentang adanya
pegawai tidak tetap dan juga honorer.
Ketentuan mengenai pegawai tidak tetap
baru muncul pada Undang-Undang Nomor
43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Sedangkan untuk istilah tenaga honorer
baru muncul dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 48 Tahun 2005 tentang Meskipun
isitilah pegawai tidak tetap baru diatur
dengan ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999, pada praktiknya
sebelum tahun 1999 sudah ada perekrutan
pegawai tidak tetap maupun tenaga
honorer. Hal ini dapat dilihat dari
terdapatnya guru honorer yang sudah
bekerja sejak tahun 1994 dan hingga
sekarang masih berstatus sebagai guru
honorer.
Pada dasarnya, tenaga honorer
direkrut dengan tujuan untuk membantu
kinerja daripada PNS. Meskipun tenaga
honorer berperan penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan,
permasalahan tenaga honorer yang
termasuk juga di dalamnya mengenai guru
honorer sudah berlangsung lama.
Pemerintah menanggapi tuntutan daripada
guru honorer dengan mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun
2005 tentang Pengangkatan Tenaga
Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri
Sipil. Sebagai kelanjutan dari PP Nomor
48 Tahun 2005, Kementerian
Pendayagunaan Aaparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB)
mengeluarkan Surat Edaran Nomor 5
Tahun 2010 tentang Pendataan Tenaga
Honorer yang Bekerja di Lingkungan
Instansi Pemerintah. Berdasarkan SE
Menpan-RB Nomor 5 Tahun 2010
tersebut, disebutkan bahwa pemerintah
telah melakukan pemrosesan tenaga
honorer sejumlah 920.702. Berdasarkan SE
tersebut diadakan pengategorian tenaga
honorer yang didasarkan pada sumber
penghasilan mereka. Untuk Kategori I
yaitu tenaga honorer yang penghasilannya
dibiayai oleh APBN ataupun APBD
sedangkan untuk Kategori II yaitu tenaga
Status Guru ..., Trisha Dayanara, FH UI, 2017
9
honorer yang pengjasilannya dibiayai
bukan dari APBN ataupun APBD.13
Pengangkatan tenaga honorer menjadi
CPNS sebagaimana dicita-citakan oleh PP
Nomor 48 Tahun 2005 beserta
perubahannya, ternyata mengalami kendala
dalam pelaksanaannya. Hal ini dapat
terlihat dari terdapatnya pengaduan
mengenai pemalsuan dokumen
sebagaimana tercantum dalam SE Menpan-
RB Nomor 3 Tahun 2012 tentang Data
Tenaga Honorer Kategori I dan Daftar
Nama Tenaga Honorer Kategori II. Selain
itu prioritas pengangkatan tenaga honorer
menjadi CPNS adalah tenaga honorer
untuk Kategori I sehingga menimbulkan
permasalahan bagi tenaga honorer untuk
Kategori II yang tidak mendapatkan
prioritas untuk diangkat menjadi CPNS.
Terlihat bahwa bahkan setelah
dikeluarkannya PP Nomor 48 Tahun 2005
tentang Pengangkatan Tenaga Honorer
Menjadi CPNS, masih terdapat
permasalahan terhadap guru honorer
khususnya berkaitan dengan status mereka
dalam Peraturan Perundang-undangan.
Tahun 2014 pemerintah kembali
mengeluarkan kebijakan terkait
permasalahan tenaga honorer maupun guru
honoer melalui Undang-Undang Nomor 5
13 Indonesia, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Surat Edaran tentang Pendataan Tenaga Honorer yang Bekerja di Lingkungan Instansi Pemerintah, Nomor 5 SE Tahun 2010, Angka 2
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
(UU ASN). Pada kenyataannya, UU ASN
tidak menyebutkan maupun mengatur
sama sekali soal tenaga honorer. UU ASN
justru menimbulkan konsep baru yaitu
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK). Penyebutan serta
pengaturan tenaga honorer dinilai penting
terkait status mereka apakah tetap menjadi
honorer, ataukah dihapuskan, ataupun akan
beralih menjadi PPPK. Hadirnya UU ASN
yang seyogianya dicita-citakan menjadi
solusi atas permasalahan mengenai tenaga
honorer justru menimbulkan ketidakjelasan
terhadap para tenaga honorer tak terkecuali
guru honorer.
Kebijakan Pemberlakuan PPPK untuk
Permasalahan Guru Honorer
Berdasarkan wawancara dengan
pihak Kemenpan-RB, munculnya konsep
PPPK dalam UU ASN berfungsi untuk
menduduki jabatan-jabatan tertentu yang
dapat diberikan untuk diduduki oleh PPPK
sebagaimana diatur dalam UU ASN. PPPK
dirancang untuk mengisi jabatan
fungsional dan salah satu yang termasuk di
dalamnya adalah guru. Kontrak PPPK
selalu dapat diperpanjang asalkan PPPK
memenuhi persyaratan jabatan. Apabila
beban kerja PPPK sudah habis dan sudah
ada PNS yang dapat menduduki jabatan
tersebut, maka kontrak PPPK akan putus
dan PPPK akan tersingkir dari jabatannya.
Status Guru ..., Trisha Dayanara, FH UI, 2017
10
Konsep PPPK sebagaimana
dirancangkan dalam UU ASN sebenarnya
baik apabila kembali kepada tujuannya
yaitu untuk membangunkan PNS dari zona
nyaman kepada zona kompetensi. Hal ini
didasarkan pada pandangan masayarakat
saat ini mengenai PNS yaitu PNS sering
bekerja asal-asalan dan kurang produktif.
UU ASN mengedepankan merit system
dalam pola perekrutan pegawai. Sisi positif
dari pengedepanan merit system dalam UU
ASN yaitu sebagai obat terhadap penyakit
birokrasi (patologi birokrasi) di Indonesia.
Hal ini dilakukan dengan langkah
mengedepankan transparansi dan
akuntabitilias dalam rekrutmen pegawai
tidak tetap (dalam hal ini merupakan
PPPK). Selama ini yang terjadi dalam
perekrutan pegawai tidak tetap didasarkan
pada faktor like and dislike dan berbasis
pada spoil system namun sekarang
didasarkan pada faktor kompetensi
berbasis merit.14 Selain itu berbeda dengan
pandangan yang didukung oleh fakta yang
terjadi di lapangan yaitu para tenaga
honorer tidak mendapatkan kesejahteraan
yang layak. Tekait honor yang tidak jelas
bahkan perlindungan kerja pun juga tidak
jelas. Hadirnya UU ASN yang melahirkan
konsep pegawai kontrak PPPK disatu sisi 14 Wasito Raharjo Jati, Analisa Status, “Kedudukan dan Pekerjaan Pegawai Tidak Tetap dalam UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara”, Jurnal Borneo Administrator Volume 11 No.1 (2015), hlm. 119.
lebih jelas dalam memberikan
kesejahteraan kepada pegawai kontrak.
Terdapat tiga perbedaan mendasar
antara PPPK dengan tenaga honorer yaitu
terkait pengangkatan, jangka waktu kerja,
dan hak-hak yang diperoleh masing-
masing dari tenaga honorer dan PPPK.
Terkait pengangkatan tenaga honorer, tidak
ada peraturan baku yang menentukan
syarat-syarat untuk dapat direkrut menjadi
tenaga honorer. Dalam konteks ini yaitu di
sekolah, praktik yang terjadi adalah apabila
suatu sekolah membutuhkan guru mata
pelajaran yang tidak ada guru PNS-nya,
maka mereka merekrut guru honorer.
Dalam merekrut seorang guru, tentu
diperlukan keahlian untuk mengajar mata
pelajaran yang dibutuhkan. Hal ini
dibuktikan dengan ijazah dari guru honorer
yang akan melamar menjadi guru honorer.
Setelah itu diadakan tes wawancara guru
honorer dengan pihak sekolah untuk
melihat apakah guru honorer tersebut
mumpuni untuk bekerja menjadi guru
honorer. Untuk PPPK maka
pengangkatannya harus sesuai dengan tata
cara pengangkatan PPPK sebagaimana
diatur dalam UU ASN. Selain itu harus
didahului dengan formasi jabatan untuk
melihat kebutuhan daripada PPPK secara
menyeluruh. Hingga tulisan ini dibuat,
Rancangan Peraturan Pemerintah dari
manajemen PPPK belum disahkan. Bahkan
ada rencana daripada pemerintah untuk
Status Guru ..., Trisha Dayanara, FH UI, 2017
11
melakukan revisi UU ASN. Pemerintah
berpendapat bahwa tenaga honorer yang
ada saat ini sudah seharusnya
diprioritaskan untuk diangkat daripada
mencari yang baru.15 Tahapan daripada
revisi UU ASN sudah masuk ke prolegnas
untuk dibahas pada tahun 2017. Hal ini
tentunya berdampak pada masih belum
dapat optimalnya pengangkatan PPPK.
Berkaitan dengan jangka waktu
kerja daripada honorer, sebagaimana telah
dibahas pada bagian sebelumnya bahwa
tidak ada jangka waktu yang jelas untuk
sampai berapa lama tenaga honorer akan
berstatus sebagai tenaga honorer.
Perbedaan dengan PPPK, pada kontrak
pengangkatan PPPK berdasarkan UU
ASN, disebutkan bahwa PPPK diangkat
dengan masa perjanjian kerja minimal satu
tahun.16
Terkait dengan hak-hak yang
diperoleh, dalam hal ini guru honorer yang
bekerja di SMAN X menyatakan bahwa
dalam menjalankan tugas menjadi guru
honorer, hak yang mereka dapatkan
hanyalah mendapatkan gaji dan tidak
mendapat tunjangan maupun jaminan
perlindungan kerja. Berbeda dengan PPPK
yang mendapatkan hak-hak sebagaimana 15 Harian Kompas, DPR Ingin Revisi UU ASN Dilanjutkan, Jumat 16 Desember 2016, hlm. 5.
16 Indonesia, Indonesia, Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, UU Nomor 5 Tahun 2014, LN Nomor 6 Tahun 2014, TLN Nomor 5494, Ps. 98 ayat (2).
disebutkan dalam UU ASN yaitu
mendapatkan gaji dan tunjangan, cuti,
perlindungan, serta pengembangan
kompetensi.17
Apabila melihat pada gaji maupun
hak-hak yang akan diperoleh PPPK
sebagaimana diatur dalam UU ASN,
memang harus diakui bahwa konsep PPPK
terlihat lebih tertata rapi jika dibandingkan
dengan honorer. Fenomena guru honorer
yang tidak mendapatkan gaji secara rutin
setiap bulan dan juga penghasilan yang
tidak menentu tentunya membuat para guru
honorer berharap agar ada perbaikan dalam
hal kesejahteraan. Hadirnya UU ASN yang
melahirkan konsep pegawai kontrak PPPK
disatu sisi lebih jelas dalam memberikan
kesejahteraan kepada pegawai kontrak.
Meskipun di satu sisi terlihat bahwa
konsep PPPK menjanjikan kesejahteraan
bagi pegawai kontrak, namun di sisi lain
hadirnya konsep PPPK justru
menimbulkan ketidakjelasan bagi status
tenaga honorer termasuk juga guru
honorer. Ketiadaaan istilah honorer
menandakan pemerintah masih belum
dapat menentukan soal status tenaga
honorer yang sampai saat ini masih nyata
keberadaannya. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Kemenpan-RB, dengan
lahirnya UU ASN maka untuk
kepegawaian di lingkungan instansi
17 Ibid., Ps. 22
Status Guru ..., Trisha Dayanara, FH UI, 2017
12
pemerintahan yang ada hanyalah ASN.
Adapun sebagaimana diatur dalam UU
ASN maka yang termasuk dalam kategori
ASN hanyalah PNS dan PPPK. Hal yang
menjadi permasalahan adalah soal pegawai
honorer yang masih bekerja di lingkungan
pemerintahan. Persepsi bermunculan
bahwa dengan adanya konsep PPPK maka
nantinya tenaga honorer akan secara
otomatis diangkat menjadi PPPK. Ada juga
persepsi bahwa PPPK sama saja dengan
tenaga honorer.
Pemerintah perlu memikirkan
mengenai transisi tenaga honorer untuk
menjadi PPPK jika memang nantinya
seluruh tenaga honorer akan dihapuskan
dan diganti menjadi PPPK. Tidak berhenti
sampai di situ, pemerintah juga perlu
mempertimbangkan masa kerja tenaga
honorer. Apabila pengangkatan tenaga
honorer menjadi PPPK semata-mata hanya
didasarkan pada seleksi seperti tes, maka
akan sama saja dengan seleksi untuk
diangkat menjadi CPNS.
Dirancangkan bahwa PPPK
tetaplah akan menjadi pegawai kontrak
yang dalam hal ini merupakan pegawai
kontrak di instansi pemerintahan. Hal ini
tentu akan merugikan pemerintah sendiri
nantinya. Apabila ternyata para PPPK bisa
bekerja di sektor swasta dengan gaji yang
lebih besar daripada menjadi PPPK dan di
sektor swasta mereka bisa menjadi
pegawai tetap, maka tidaklah
mengherankan jika nantinya akan banyak
PPPK yang ternyata ahli dibidangnya
justru berpindah ke sektor swasta. Selain
itu, apabila tidak terdapat lagi beban kerja
untuk PPPK dalam hal ini berarti sudah
terdapat PNS yang mengisi beban kerja
untuk PPPK maka PPPK akan tersingkir
dari jabatannya. Terlihat bahwa PPPK
justru berpotensi menimbulkan
pengangguran. Konsep PPPK yang
dirancangkan untuk menggantikan posisi
tenaga honorer termasuk juga guru
honorer, ternyata justru tidak berpihak
pada guru honorer.
Untuk wilayah DKI Jakarta,
berdasarkan Peraturan Gubernur DKI
Jakarta Nomor 235 Tahun 2015 tentang
Honorarium Guru Non Pegawai Negeri
Sipil dan Tenaga Kependidikan Non
Pegawai Sipil Pada Sekolah Negeri
(Pergub DKI Jakarta No. 235 Tahun 2015),
guru honorer diharuskan membuat kontrak
kerja individu. Kontrak Kerja Individu
tersebut terdiri dari sembilan pasal yang
berisikan tentang lingkup kerja; tugas dan
tempat; jangka waktu dan pembayaran;
hari dan waktu kerja; hak dan kewajiban;
pelanggaran dan sanksi; berakhirnya
kontrak kerja; penyelesaian perselisihan;
dan terakhir mengenai ketentuan penutup.
Munculnya keharusan bagi para guru
honorer untuk membuat kontrak kerja
individu tentunya mengingatkan kembali
kepada konsep dari PPPK yang diangkat
Status Guru ..., Trisha Dayanara, FH UI, 2017
13
berdasarkan perjanjian kerja. Berikut
adalah beberapa hal pokok terkait
pembahasan kontrak kerja individu dan
perjanjian kerja PPPK yang akan disajikan
dalam tabel. Tabel 1. Perbandingan Antara Kontrak Kerja Individu Guru Honorer dan Perjanjian Kerja PPPK
No. Kate-gori
Kontrak Kerja
Individu (Pergub No. 235 Tahun
2015)
Perjanjian Kerja PPPK
(UU ASN)
1. Pihak-pihak
Guru honorer dan Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan DKI Jakarta
PPPK dan Pejabat Pembina Kepegawaian
(Pasal 100 ayat 1)
2. Jangka Waktu
Satu (1) tahun (berdasarkan kontrak)
Paling singkat satu (1) tahun (Pasal 98 ayat 2)
3. Status Guru honorer PPPK
4. Hak-hak yang dipero-leh
1. upah setiap bulan;
2. meneri-ma asuransi BPJS Keseha-tan dan Ketena-gakerja-an
3. cuti mela-hirkan
1. gaji dan tunjangan;
2. cuti;
3. perlin-dungan;
4. pengem-bangan kompeten-si;
5. Sum-ber pembia-yaan
APBD (Pasal 11)
APBN ataupun APBD
(pasal 101)
upah/ gaji
Sumber: Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 235 Tahun 2015, Kontrak Kerja Individu Guru Honorer, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
Berdasarkan tabel di atas dapat
dilihat perbandingan antara Kontrak Kerja
Individu Guru Honorer sebagaimana
rancangan dalam Pergub DKI Jakarta No.
235 Tahun 2015 dan Perjanjian Kerja
PPPK sebagaimana rancangan dalam UU
ASN. Beberapa hal pokok untuk dibahas
terkait dengan Kontrak Kerja Individu
Guru Honorer dan Perjanjian Kerja PPPK
yaitu mengenai pihak-pihak yang dalam
kontrak kerja individu maupun perjanjian
kerja, jangka waktu kontrak kerja individu
dan perjanjian kerja PPPK, status dari
pihak guru honorer dam PPPK, hak-hak
yang diperoleh guru honorer berdasarkan
kontrak kerja individu dan PPPK, serta
sumber pembiayaan upah/gaji untuk guru
honorer dan PPPK.
Pada Kontrak Kerja Individu
berdasarkan Pergub DKI Jakarta No. 235
Tahun 2015, pihak-pihak dalam kontrak
kerja individu adalah guru honorer dan
Pemerintah Daerah melalui Dinas
Pendidikan DKI Jakarta Untuk jangka
waktu dari kontrak kerja individu
disebutkan dalam pasal 8 ayat (1) Pergub
DKI Jakarta No. 235 Tahun 2015 adalah
satu tahun. Pergub DKI Jakarta No. 235
Tahun 2015 sendiri tidak mengatur rinci
Status Guru ..., Trisha Dayanara, FH UI, 2017
14
mengenai hak-hak daripada guru honorer.
Namun berdasarkan kontrak kerja individu,
disebutkan bahwa hak-hak daripada guru
honorer yaitu menerima upah setiap bulan,
menerima asuransi BPJS Kesehatan dan
Ketenagakerjaan, serta cuti melahirkan
untuk guru honorer perempuan. Hal yang
terakhir yaitu terkait sumber pembiayaan
upah untuk guru honorer. Berdasarkan
Pasal 11 Pergub DKI Jakarta No. 235
Tahun 2015 disebutkan bahwa honor guru
honorer dibebankan kepada APBD DKI
Jakarta.
Pada UU ASN, pihak-pihak dalam
perjanjian kerja PPPK adalah PPPK dan
Pejabat Pembina Kepegawaian. Hal ini
didasarkan pada Pasal 100 ayat (1) UU
ASN. Untuk jangka waktu dari perjanjian
kerja PPPK disebutkan dalam pasal 98 ayat
(2) UU ASN adalah paling singkat satu
tahun dan dapat diperpanjang sesuai
kebutuhan. Hak-hak daripada PPPK
sebagaimana telah dibahas dalam Bab 2
yaitu disebutkan dalam Pasal 22 UU ASN,
PPPK berhak akan gaji dan tunjangan, cuti,
perlindungan, dan pengembangan
kompetensi. Hal yang terakhir yaitu terkait
sumber pembiayaan gaji untuk PPPK.
Sebagaimana terdapat dalam pembahasan
Bab 2, pada pasal 101 disebutkan bahwa
gaji PPPK dibebankan kepada APBN
untuk PPPK yang bekerja di instansi pusat
dan APBD untuk PPPK yang bekerja di
instansi daerah.
Berdasarkan tabel 1, terlihat bahwa
terdapat persamaan antara kontrak kerja
individu sebagaimana diatur dalam Pergub
DKI Jakarta No. 235 Tahun 2015 dengan
konsep perjanjian kerja PPPK sebagaimana
diamanatkan oleh UU ASN. Adapun
persamaan ini menunjukan bahwa ternyata
pengangkatan PPPK bukanlah satu-satunya
solusi dalam mengatasi permasalahan guru
honorer. Hadirnya Pergub DKI Jakarta No.
235 Tahun 2015 telah menolong para guru
honorer untuk memperjelas status mereka
dalam peraturan perundang-undangan
tanpa perlu menunggu kepastian daripada
pemerintah terkait dengan konsep PPPK.
Dari sisi perekrutan, penghasilan,
dan juga jangka waktu, maka terlihat
bahwa kontrak kerja individu sebagaimana
diatur dalam Pergub Nomor 235 Tahun
2015, telah memberikan kejelasan terhadap
ketiga hal pokok yang dipermasalahkan
oleh para guru honorer selama ini. Terkait
hal perekrutan, jelas syarat-syaratnya
sebagaimana diatur dalam Pergub Nomor
235 Tahun 2015, selain itu jelas bahwa
yang menjadi pihak dalam kontrak
bukanlah kepala sekolah melainkan guru
yang bersangkutan dengan Dinas
Pendidikan DKI Jakarta. Adapaun Dinas
Pendidikan DKI Jakarta merupakan
institusi yang berwenang dalam hal
perekrutan guru.18 Selain itu berdasarkan 18Indonesia, Undang-Undang Pemerintahan Daerah, UU No. 23 Tahun 2014, LN
Status Guru ..., Trisha Dayanara, FH UI, 2017
15
Pergub DKI Jakarta No. 235 Tahun 2015
ini berarti guru honorer juga bukan lagi
disebut sebagai pegawai sekolah namun
merupakan pegawai honorer Dinas
Pendidikan DKI Jakarta. Status mereka
berdasarkan Pergub DKI Jakarta No. 235
Tahun 2015 menjadi lebih jelas
dibandingkan peraturan perundang-
undangan lainnya. Terkait hal
penghasilan/honor, maka terlihat pula
disebutkan dalam kontrak tersebut bahwa
penghasilan guru honorer yang terikat
kontrak kerja individu tersebut adalah
sebesar Rp3.100.000,00 per bulan. Sebagai
tambahan pula, guru honorer yang terikat
kontrak kontrak kerja individu tersebut
diberikan upah ke-13 atau yang biasa di
kalangan pegawai sebutkan yaitu “gaji ke-
13”. Adapun jangka waktu kontrak kerja
individu adalah 12 bulan. Selain itu, hal
yang menarik dari kontrak ini yaitu
disebutkan bahwa Pihak Kedua ataupun
dalam hal ini yaitu guru honorer tidak
diperbolehkan untuk menunutut agar
diangkat menjadi CPNS di lingkungan
Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Terlihat bahwa pemerintah mengeluarkan
peraturan ini dikarenakan ingin
menyelesaikan tuntutan daripada guru
honorer untuk dapat diangkat menjadi
CPNS.
Nomor 244 Tahun 2014, TLN Nomor 5587, Lampiran Bagian I huruf A.
Pada kenyataannya, pengangkatan
semua guru honorer menjadi CPNS
bukanlah satu-satunya jalan keluar untuk
menyelesaikan permasalahan guru honorer.
Apabila semua guru honorer diangkat
menjadi CPNS maka akan terjadi
pembengkakan anggaran yang harus
dikeluarkan untuk membayar gaji maupun
tunjangan bagi para PNS. Oleh karena itu,
dapat dinilai bahwa pemerintah DKI
Jakarta sudah cukup cermat dalam
menganalisa permasalahan serta solusi
yang bijak untuk meredakan tuntutan para
guru honorer. Adapun jika dikemudian hari
para guru honorer tetap menuntut untuk
diangkat menjadi guru PNS, pemerintah
harus mempertimbangkan pula bahwa pada
kenyataannya masih terjadi
ketidakmerataan guru PNS di daerah-
daerah terpencil. Melihat pada kewajiban
ASN yang terdapat dalam Pasal 23 huruf h
UU ASN yaitu pegawai ASN harus
bersedia ditempatkan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia,
maka hal ini bisa menjadi bahan
pertimbangan baik bagi guru honorer yang
ingin diangkat menjadi PNS maupun bagi
pemerintah.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Status guru honorer berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku saat ini adalah tidak jelas. Namun
Status Guru ..., Trisha Dayanara, FH UI, 2017
16
untuk wilayah DKI Jakarta, terdapat
Pergub DKI Jakarta No. 235 Tahun 2015
yang memperjelas status guru honorer di
DKI Jakarta dalam peraturan perundang-
undangan baik dari segi perekrutan,
honorarium, maupun terkait dengan jangka
waktu daripada guru honorer. Selain itu,
konsep PPPK dalam UU ASN yang
seyogianya mengatasi permasalah teanaga
honorer justru tidak berpihak pada guru
honorer. Pemerintah sendiri masih belum
jelas terkait konsep PPPK dan
rancangannya untuk menggantikan posisi
tenaga honorer.
Saran
Pemerintah diharapkan dapat
mengeluarkan pengaturan yang mengatur
mengenai tenaga honorer dan juga
termasuk di dalamnya guru honorer. Revisi
UU ASN jelas dibutuhkan agar dapat
mengakomodasi status guru honorer dan
juga untuk memperjelas peran dan posisi
dari PPPK dalam bagiannya menjadi
Aparatur Sipil Negara. Konsep PPPK yang
ada dalam UU ASN sebaiknya tidak
diterapkan terlebih dahulu sebelum
konsepnya diperjelas baik melalui revisi
UU ASN ataupun pengaturan lainnya.
Selain itu, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah diharapkan dapat
mencontoh dari Pergub DKI Jakarta No.
235 Tahun 2015 ini dalam hal
penyelesaian permasalahan guru honorer.
Status Guru ..., Trisha Dayanara, FH UI, 2017
17
DAFTAR REFERENSI
Harian Kompas. DPR Ingin Revisi UU ASN Dlanjutkan. Jumat 16 Desember 2016. Hlm. 5.
Indonesia. Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, UU Nomor 43 Tahun 1999, LN No. 169 Tahun 1999, TLN No. 3890.
______. Undang-Undang Guru dan Dosen, UU Nomor 14 Tahun 2005, LN No. 157 Tahun 2005, TLN No. 4586.
______. Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, UU Nomor 5 Tahun 2014, LN No. 6 Tahun 2014, TLN No. 5494.
______. Undang-Undang Pemerintahan Daerah, UU No. 23 Tahun 2014, LN Nomor 244 Tahun 2014, TLN Nomor 5587.
______. Peraturan Pemerintah Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil. PP Nomor 48 Tahun 2005.
______. Peraturan Pemerintah Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. PP Nomor 43 Tahun 2007.
______. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Surat Edaran tentang Pendataan Tenaga Honorer yang Bekerja di Lingkungan Instansi Pemerintah. Nomor SE 5 Tahun 2010.
______. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Peraturan Gubernur tentang Honorarium Guru Non Pegawai Negeri Sipil dan Tenaga Kependidikan Non Pegawai Negeri Sipil Pada Sekolah Negeri. Pergub Nomor 235 Tahun 2015.
Jati, Wasito Raharjo Jati. (2015) “Analisa Status, Kedudukan dan Pekerjaan Pegawai Tidak Tetap dalam UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara.” Jurnal Borneo Administrator Volume 11 No.1. Hlm. 100-120.
Santosa, Ichwan. (2014). Bureaucracy Makeover: Memahami Peran Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dalam Paradigma ASN. Diakses 8 Desember 2016 dari http://inovasi.lan.go.id/uploads/do nload/1414146845_6. Bureaucracy makeover-Policy-Brief-(19-8 2014)-by-Ichwan-Santosa.pdf.
Thoha, Miftah. (2014). Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia. (ed. 2). Jakarta: Prenamedia.
Status Guru ..., Trisha Dayanara, FH UI, 2017