Statin

19
1. Mekanisme Kerja Statin sebagai Obat Hipolipidemik Kolesterol memegang peranan penting dalam fungsi tubuh, tubuh membutuhkan kolesterol untuk membentuk membrane sel, membuat hormon, vitamin D dan asam empedu yang membantu mencerna makanan dalam usus. Namun akan menimbulkan masalah bila kadarnya berlebih dalam darah. Kolesterol disintesis di dalam hati. Acetyl Co-A diubah menjadi 3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A (HMG C0-A) oleh HMG Co-A sintetase, kemudian HMG Co-A diubah menjadi mevalonate oleh HMG Co-A reduktase. Selanjutnya mevalonate diubah menjadi molekul dasar isoprene, isopentenyl pyrophosphate (IPP) bersamaan dengan hilangnya CO2. IPP diubah menjadi squalene, yang akhirnya squalene diubah menjadi kolesterol. 5,13,17 Gambar 1. Mekanisme Biosintesis Kolesterol 18 Statin adalah inhibitor yang kompetitif terhadap enzim HMG-Coa reduktase, yang mengontrol biosintesis kolesterol. Secara keseluruhan statin memiliki efek untuk menurunkan kadar kolesterol LDL sebesar 20-55%, tergantung jenis statin yang digunakan. Statin juga

description

tentang obat2an statin dan efek samping

Transcript of Statin

Page 1: Statin

1. Mekanisme Kerja Statin sebagai Obat Hipolipidemik

Kolesterol memegang peranan penting dalam fungsi tubuh, tubuh

membutuhkan kolesterol untuk membentuk membrane sel, membuat hormon,

vitamin D dan asam empedu yang membantu mencerna makanan dalam usus.

Namun akan menimbulkan masalah bila kadarnya berlebih dalam darah. Kolesterol

disintesis di dalam hati. Acetyl Co-A diubah menjadi 3-hydroxy-3-methylglutaryl

coenzyme A (HMG C0-A) oleh HMG Co-A sintetase, kemudian HMG Co-A diubah

menjadi mevalonate oleh HMG Co-A reduktase. Selanjutnya mevalonate diubah

menjadi molekul dasar isoprene, isopentenyl pyrophosphate (IPP) bersamaan

dengan hilangnya CO2. IPP diubah menjadi squalene, yang akhirnya squalene

diubah menjadi kolesterol.5,13,17

Gambar 1. Mekanisme Biosintesis Kolesterol18

Statin adalah inhibitor yang kompetitif terhadap enzim HMG-Coa reduktase,

yang mengontrol biosintesis kolesterol. Secara keseluruhan statin memiliki efek

untuk menurunkan kadar kolesterol LDL sebesar 20-55%, tergantung jenis statin

yang digunakan. Statin juga menurunkan kadar trigliserida sebesar 7-30%, dan

melalui mekanisme yang belum diketahui meningkatkan kadar kolesterol HDL

sebanyak 5-15%.13

Statin menurunkan kadar kolesterol dengan cara menghambat secara

kompetitif HMG Co-A reduktase sehingga asetil Ko-A tidak dapat berubah menjadi

HMG Co-A sehingga produksi kolesterol dihati menjadi terhambat.18 Dengan

menghambat produksi kolesterol di hati, statin menurunkan kadar kolesterol LDL

dengan 3 mekanisme, yaitu :13

Page 2: Statin

Mengurangi kolesterol intrahepatik dengan menginduksi peningkatan ekspresi

gen reseptor LDL sehingga menyebabkan lebih banyak reseptor LDL yang

muncul pada permukaan hepatosit, yang memfasilitasi pengikatan dan

beredarnya LDL dari sirkulasi.

Sirkulasi precursor LDL yang dikenal sebagai lipoprotein densitas sangat

rendah (VLDL) dan lipoprotein densitas moderate (IDL) dihilangkan lebih

cepat dari peredaran karena mereka cross-recognition dengan reseptor LDL

hati.

Produksi VLDL hati menurun untuk mengurangi ketersediaan kolesterol

intraseluluer demi perakitan lipoprotein. Karena katabolisme VLDL dalam

sirkulasi membentuk LDL, maka menurunkan produksi VLDL juga akan

menurunkan jumlah LDL. Menurunnya produksi VLDL juga berkaitan dengan

efek statin yang menurunkan kadar trigliserida, karena lipoprotein ini adalah

pembawa utama trigliserida dalam sirkulasi.

Penurunan dari kadar LDL akan mengurangi kadar lipid pada lesi

aterosklerosis dan meningkatkan stabilisasi plak, sehingga mengurangi kerentanan

plak untuk pecah, dimana juga akan menurunkan kemungkinan pembentukan

trombus dan sumbatan pada pembuluh darah.13

2. Efek Pleiotropik Statin

Statin digunakan sangat luas pada pasien-pasien dengan penyakit jantung

koroner karena banyak penelitian-penelitian membuktikan bahwa statin mengurangi

angka kematian, kejadian kardiovaskular dan stroke walaupun kadar kolesterol LDL

nya tinggi atau dalam kisaran normal. Pada beberapa studi pasien yang tidak

diketahui memiliki penyakit jantung koroner, terapi statin telah terbukti mengurangi

kejadian koroner pada pasien dengan risiko tinggi, pada mereka dengan kadar

kolesterol LDL yang tinggi ataupun dengan kadar total kolesterol rata-rata tetapi

memiliki kadar kolesterol HDL yang rendah.13

Meningkatkan fungsi endotel

Selain sifatnya sebagai modulasi lipid, statin memiliki efek

kardioprotektif lainnya yaitu meningkatkan fungsi endotel. Adanya disfungsi

Page 3: Statin

endotel yang terjadi pada penyakit jantung koroner terjadi akibat adanya

vasokonstriksi dari asetilkolin dan gangguan pada sintesis dan aktivitas

endothelium nitrit oksida.19,20

Dasar molekulnya berkaitan dengan interaksi produksi nitrit okside

ditingkat seluler.21 Statin meningkatkan fungsi endotel dengan upregulasi

ekspresi dan aktivitas endothelial Nitric Oxide Syntase (eNOS) yang juga

memegang peranan dalam antioksidan. Sintesis nitrit oksida endothelial

diregulasi melalui dua jalur yang berbeda. Jalur pertama adalah dengan

mengaktifkan protein kinase (Akt) pada sel endotel yang merupakan regulator

penting dari sejumlah proses seluler shingga meningkatkan fosforilasi substrat

Akt endogen dan meningkatkan produksi nitrit oksida. Jalur kedua adalah

penghambatan dari geranylgeranylation dari G-protein Rho kecil.21,22,23

Antioksidan

Mekanisme lain dimana statin dapat mempengaruhi endothelium adalah

melalui efek antioksidannya. Statin dapat menghambat oksidasi LDL dan

VLDL, menghambat aktivitas makrofag untuk mengoksidasi lipoprotein atau

menurunkan aktivitas makrofag CD 36 yang merupakan reseptor yang diakui

untuk oksidasi LDL.24 Statin melemahkan angiotensin II (Ang II) yang

menginduksi produksi radikal bebas pada otot polos pembuluh darah dengan

menghambat Rac1-dimediasi oleh aktivitas NAD(P)H oksidase dan

downregulasi angiotensin AT1-receptor expression. Sejalan dengan hipotesis

ini, studi RECIFE yang termasuk didalamnya 60 pasien dengan miokard

infark akut, dilaporkan bahwa penggunaan pravastatin 40mg/hari dapat

meningkatkan fungsi endotel, dan juga mengurangi total kolesterol dan

kolesterol LDL sebesar 23 dan 33%.18

Stabilisasi plak

Pengurangan dari kolesterol LDL dapat mengurangi ukuran dari lipid

core. Statin menghambat penyerapan LDL teroksidasi oleh CD36 dan

menghambat oksidasi makrofag sehingga mengurangi pembentukan sel busa.

Melemahnya fibrous cap pada plak yang tidak stabil berhubungan dengan

meningkatnya produksi Matriks Metalloproteinase (MMP) oleh makrofag. 18,24

Dalam sebuah studi mengenai pravastatin, pasien dengan stenosis arteri

carotid menerima pravastatin 40mg/hari dengan tanpa terapi selama 3 bulan

Page 4: Statin

sebelum endaterectomi karotis. Plak berkurang secara signifikan pada mereka

yang mendapat terapi statin dengan berkurangnya lipid dan LDL teroksidasi.,

dimana kadar makrofag dan sel T juga berkurang, selain itu apoptosis dan

penghambat matriks metalloproteinase meningkat secara signifikan.24

Sejumlah penelitian juga telah menunjukkan bahwa statin mengurangi

ekspresi dan aktivitas MMP. Penelitian terbaru mengatakan bahwa statin dapat

mencegah terjadinya pecah plak melalui penurunan ekspresi MMP-9.18

Anti inflamasi

Selama satu dekade terakhir, inflamasi memegang peranan dalam

terjadinya aterosklerosis. Peningkatan penanda-penanda inflamasi seperti C-

Reactive Protein (CRP), Interleukin 6 (IL6), Intracelluler Adhesion Molecule-

1 (ICAM-1), dan serum amiloid A (SAA) memiliki hubungan dengan

peningkatan kejadian kardiovaskular.24 Menghambat pembentukan

mevalonate, isoprenoid dan mencegah pembentukan geranyl-geranyl

pirofosfat, statin memegang peranan dalam menghambat kaskade inflamasi.

Studi mengenai Rosuvastatin menunjukkan bahwa rosuvastatin mencegah

terjadinya translokasi Rho A ke plasma membrane, inhibisi dari Rho dapat

mencegah penghambatan aktivitas nitrit oksida.18,24

Pada studi CARE, pasien dengan kadar serum Amyloid A dan C-

Reactive Protein (CRP) yang tinggi memiliki risiko tinggi terjadinya penyakit

kardiovaskular. Pravastatin mengurangi kejadian kardiovaskular hingga 54%

pada pasien dengan mengurangi inflamasi. 18,24

Pada studi MIRACL, dosis tinggi atorvastatin dapat mengurangi kadar

CRP sebanyak 34% dan serum amiloid A sebesar 13% yang berhubungan

dengan berkurangnya kejadian ulang iskemik. 18,24

Tousoulis dkk menunjukkan bahwa dosis rendah atorvastatin dapat

menurunkan penanda-penanda inflamasi seperti interleukin 6 (IL-6), Tumor

Necrosis Factor alpha (TNF-a), soluable Vascular Cell Adhesion Molecule

1(sVCAM-1) dan Monocyte Chemotactic Protein 1 (MCP-1) pada pasien yang

menerima terapi statin dibandingkan dengan grop placebo.18

Statin juga berperan dalam mengurangi adhesi dan kemotaksis molekul

yang akan menghambat aktivitas integrin yang juga memegang peranan

dalam proses inflamasi.24

Page 5: Statin

Trombosis

Sanguigni dkk menunjukkan bahwa statin memiliki menfaat pada proses

trombotik. Pada studi ini 30 pasien hiperkolesterolemia dan 20 pasien control.

Dosis atorvastatin 10 mg/hari selama 3 hari menurunkan platelet pada

pembentukan thrombin secara signifikan. Torsoulis dkk juga menunjukkan

statin memiliki efek terhadap thrombosis, dimana pada penelitian tersebut 45

pasien dengan angina pectoris tidak stabil dengan kolesterol yang normal

diberikan atorvastatin 10 mg/hari selama 6 minggu, dengan kontrolnya pasien

yang tidak menerima obat. Dosis rendah atorvastatin dapat memblok

peningkatan faktor von willebrand selama minggu pertama pengobatan, juga

menghambat faktor V, protein C dan antitrombin III. 18

Efek statin lainnya adalah menstimulasi sel progenitor endothelial, dimana sel

progenitor memiliki peranan dalam memperbaiki kerusakan iskemik dan berperan

dalam pembentukan neovaskularisasi, serta berfungsi sebagai imunomodulator

dimana mekanisme imun juga memegang peranan penting dalam proses

aterogenesis.24

3. Efek Samping Statin

Statin adalah obat yang memiliki toleransi baik. Beberapa efek samping yang

timbul akibat pemakaian obat golongan statin ini antara lain gangguan

gastrointestinal ringan. Efek samping yang signifikan adalah adanya

hepatotoksisitas dan miopati. Dimana hepatotoksisitas terjadi tergantung dosisnya,

dan kurang lebih sekitar 1% dari keseleruhan pasien. Efek samping lainnya yang

dapat ditimbulkan dari obat golongan statin antara lain kelelahan, anoreksi hingga

penurunan berat badan. Kebanyakan pasien ada yang tidak bergejala tetapi pada

pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan kadar enim transaminase (SGOT dan

SGPT). Resiko terjadinya toksisitas hepar pada penggunaan statin meningkat pada

mereka yang mengkonsumsi alcohol.13

Miopati terutama terjadi pada otot kaki ataupun tangan secara simetris, dan

bervariasi mulai dari mialgia dan ketidaknyamanan pada otot, hingga yang paling

jarang yaitu terjadinya rhabdomiolisis (kerusakan otot) yang disertai dengan

mioglobinuria dan gangguan fungsi ginjal. Kejadian kerusakan otot ini meningkat

Page 6: Statin

dengan adanya penggunaan obat lainnya, termasuk obat untuk menurunkan kadar

lemak seperti obat golongan niasin, dan fenofibrat, obat antibiotic makrolid seperti

eritromicin, claritromicin, obat anti jamur seperti ketokonazole, dan itrakonazole.13

Menurut American Heart Association Guidelines tahun 2013 mengenai terapi

kolesterol untuk mengurangi risiko kardiovaskular aterosklerotik pada dewasa,

kondisi-kondisi pasien yang biasanya menimbulkan efek samping pada penggunaan

statin adalah mereka dengan gangguan fungsi hati atau ginjal, riwayat intoleransi

statin sebelumnya atau gangguan otot sebelumnya, umur > 75 tahun, peningkatan

enzim transaminase dalam hal ini SGOT > 3x dari nilai normal yang tidak dapat

dijelaskan penyebabnya, riwayat penyakit stroke dengan perdarahan, dan orang-

orang keturunan asia.25

STATIN DAN RISIKO DIABETES

Pada 28 Februari 2012, US Food and Drug Administration (FDA) memperbarui keterangan mengenai statin; di samping memberikan rekomendasi pemantauan fungsi hepar dan laporan kehilangan memori, FDA juga memperingatkan terhadap kemungkinan kejadian baru diabetes melitus dan perburukan kontrol glikemik pada pasien pengguna statin. Perubahan ini menimbulkan debat mengenai risiko diabetes pada penggunaan statin dan implikasi efek tersebut.7

Penurunan kolesterol LDL dengan statin telah menurunkan kejadian aterosklerosis pasien dengan risiko, termasuk individu dengan diabetes. Penelitian mengenai efek pengobatan statin jangka panjang memberikan perhatian terhadap peningkatan enzim transaminase, miopati, kanker, serta metabolisme glukosa.

Pravastatin pertama kali dilaporkan menurunkan kejadian diabetes di antara individu non-diabetik pada West of Scotland Coronary Prevention Study (WOSCOPS), tetapi timbul risiko berlebih kejadian diabetes pada era statin potensi tinggi.8 Studi WOSCOPS menunjukkan kejadian diabetes 30% lebih rendah pada pasien yang mengonsumsi pravastatin 40 mg/hari dibandingkan plasebo. Namun, hal ini tidak ditemukan dengan atorvastatin 10 mg/hari pada pasien hipertensi dalam studi Anglo-Scandinavian Cardiac Outcomes Trial Lipid Lowering Arm (ASCOT-LLA) atau pada pasien diabetes dalam studi Collaborative Atorvastatin Diabetes Study (CARDS), dan dengan simvastatin 40 mg/hari dalam studi Heart Protection Study (HPS). Studi The Justification for the Use of Statins in Primary Prevention: An Intervention Trial Evaluating Rosuvastatin (JUPITER) yang menggunakan agen lebih poten, rosuvastatin 20 mg/hari

pada pasien dengan peningkatan kadar CRP, dihentikan lebih awal karena analisis telah menunjukkan 44% penurunan kejadian primer. Namun, studi ini juga melaporkan 26% peningkatan kejadian diabetes pada pemantauan kurang dari 2 tahun. Prospective Study of Pravastatin in the Elderly at Risk (PROSPER) dengan usia rerata saat studi 75 tahun, menunjukkan 32% peningkatan kejadian diabetes dengan pengobatan pravastatin.7,9,10

Page 7: Statin

Meta-analisis pada tahun 2009 atas 6 studi— WOSCOPS, ASCOT-LLA, JUPITER, HPS, the Longterm Intervention with Pravastatin in Ischaemic Disease (LIPID), dan the Controlled Rosuvastatin Multinational Study in Heart Failure (CORONA)—dengan total pasien 57.593 orang menemukan kejadian diabetes 13% lebih tinggi pada pengguna statin, yang signifikan secara statistik. Pada analisis awal, peningkatan risiko relatif kurang dari 6% dan tidak signifikan jika WOSCOPS dikeluarkan dari analisis.9,11

Meta-analisis yang lebih besar pada tahun 2010 melibatkan 91.140 partisipan dalam 13 studi mayor statin yang dilakukan antara 1994 dan 2009. Masing-masing studi memiliki lebih dari 1.000 pasien dan pemantauan lebih dari 1 tahun. Kejadian diabetes baru ditetapkan apabila klinisi melaporkan diabetes baru, penggunaan obat diabetes baru, atau glukosa puasa lebih besar dari 7 mmol/L (126 mg/dL). Kejadian diabetes timbul pada 2.226 pasien (4,89%) pengguna statin dan pada 2.052 pasien (4,5%) penerima plasebo, perbedaan absolut 0,39%, dengan OR (odds ratio) 1,09 dan 95%CI 1.02-1.17. Kejadian diabetes bervariasi di antara

13 studi, hanya JUPITER dan PROSPER yang menjumpai peningkatan signifikan secara statistik (masing-masing sebesar 26% dan 32%). Sebelas studi lainnya memperlihatkan temuan berbeda, 4 memiliki kecenderungan insidens lebih rendah yang tidak signifikan, 7 studi memiliki kecenderungan insidens lebih tinggi yang tidak signifikan.3,7

Beberapa studi menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hubungan statin dan diabetes:7,12

• Penggunaan statin hidrofilik vs lipofilik Statin hidrofilik meliputi pravastatin, rosuvastatin. Statin lipofilik meliputi atorvastatin, lovastatin, simvastatin. Studi menunjukkan bahwa statin lipofilik memiliki pengaruh terhadap kadar gula darah dan HbA1c.

• Besar dosis dan jangka waktu penurunan kolesterol LDLTerapi statin dosis intensif mengurangi risiko kardiovaskular lebih tinggi dibandingkan dengan terapi dosis sedang atau rendah, yang mendukung pengobatan agresif terhadap kolesterol LDL pada pasien risiko tinggi. Namun, sebuah meta-analisis pada tahun 2011, melibatkan 32.752 pasien tanpa diabetes dari 5 uji klinis statin, memperlihatkan peningkatan risiko kejadian diabetes dibandingkan terapi statin dosis moderat, yaitu 0,8% peningkatan absolut kejadian diabetes dan penurunan absolut 2,6% kejadian kardiovaskular pada statin dosis tinggi.

• Usia atau karakteristik klinis populasi Sebuah meta-analisis menunjukkan risiko diabetes dengan statin lebih tinggi pada pasien yang lebih tua, tetapi tidak dipengaruhi oleh indeks massa tubuh atau berapa lama kolesterol LDL diturunkan.3

Beberapa mekanisme mencoba menjelaskan hubungan antara statin dan peningkatan kadar glukosa darah, yaitu beberapa statin meningkatkan kadar insulin dan mengurangi sensitivitas insulin bergantung-dosis, de- ngan mengurangi kadar adiponektin dan memperburuk kontrol glikemik melalui kehilangan adiponektin yang memiliki efek protektif anti-proliferatif dan anti-angiogenik. Studi in-vitro dan in-vivo menunjukkan atorvastatin mengurangi maturasi adiposit, menyebabkan penurunan ekspresi GLUT-4 dan peningkatan regulasi GLUT-1 pada kultur sel pre-adiposit dan

Page 8: Statin

pada mencit. Statin dapat memengaruhi kontrol glikemik dengan mengurangi sejumlah metabolit, seperti isoprenoid, farnesil pirofosfat, geranilgeranil pirofosfat, dan ubikuinon (Coenzyme Q

10, CoQ

10), yang secara normal diproduksi selama proses

pembentukan kolesterol dari asetil- CoA melalui asam mevalonat. Isoprenoid dapat meningkatkan ambilan glukosa dengan upregulation protein membran transporter glukosa (glucose transporter type 4, GLUT-4), yang berperan dalam ambilan glukosa di adiposit. Penekanan biosintesis ubikuinon (CoQ

10), faktor penting dalam sistem

perpindahan elektron di mitokondria, menyebabkan terhambatnya produksi ATP pada sel beta pankreas dan mengganggu pelepasan insulin.5,7,13

Mekanisme di atas berbeda-beda bergantung pada sifat statin. Statin hidrofilik bersifat spesifik terhadap hepatosit dan tidak tersedia untuk diambil oleh sel pankreas dan adiposit. Sementara itu, statin lipofilik memasuki sel ekstrahepatik dengan mudah dan menghambat sintesis protein isoprenoid, yang memengaruhi kerja insulin. Lovastatin (statin lipofilik) menyebabkan downregulation respons GLUT-4 dan upregulation GLUT-1 pada adiposit 3T3-L1 sehingga menghambat stimulasi transpor glukosa oleh insulin. Simvastatin (statin lipofilik) menghambat peningkatan induksi glukosa pada Ca2+ intraselular di sel beta pankreas, menyebabkan inhibisi sekresi insulin bergantung-dosis, sedangkan pravastatin (statin hidrofilik) tidak memiliki efek tersebut sekalipun pada konsentrasi tinggi.5,7

Statin memiliki efek menurunkan sintesis endogen kolesterol, dengan inhibisi produk reaksi HMG-CoA reduktase, serta memiliki efek pleiotropik terhadap plak aterosklerotik. Meta-analisis menunjukkan adanya hubungan antara statin dengan perburukan kontrol glikemik yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat (lipofilik vs hidrofilik), dosis, dan jangka waktu penurunan kolesterol LDL, serta usia dan karakteristik klinis populasi. Pada pasien kelompok risiko sedangdantinggi,manfaatstatinterhadap penurunan kejadian kardiovaskular melebihi peningkatan risiko kejadian diabetes. Namun, risiko kejadian diabetes perlu dipertimbangkan pada kelompok pasien dengan risiko kardiovaskular rendah atau pasien dengan manfaat kardiovaskular yang belum terbukti.

Hipoglikemia adalah keadaan yang menunjukkan kadar glukosa darah di bawah normal. Pada umumnya kadar glukosa puasa pada orang normal jarang melampaui 126 mg/dl, jika diatas itu tergolong tidak normal. Biasanya pada penderita hipoglikemia terjadi kadar glukosa yangrendah yaitu kurang dari 50 mg/dl(2,8 mmol/L) atau bahkan kurang dari 40 mg/dl (2,2 mmol/L). Kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) lebih rendah 10% dibandingkan dengan kadar glukosa plasma dikarenakan eritrosit memiliki kadar glukosa yang relatif rendah.

Page 9: Statin

Hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 1 (DMT 1) dan diabetes mellitus tipe 2 (DMT 2) merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal atau mendekati normal. Pengendalian glukosa darah yang baik dan lengkap didasarkan pada kondisi bebas dari hipoglikemia. Risiko hipoglikemia timbul akibat mekanisme dalam tubuh yang tidak sempurna dimana kadar insulin pada malam hari meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan fisiologis tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman.

Hipoglikemia biasanya dibagi menjadi hipoglikemia pasa-makan

(reaktif), hipoglikemia puasa, dan hipoglikemia pada pasien rawat inap.

Hipoglikemia pasca-makan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme pencernaan,

intoleransi fruktosa herediter, galaktosemia, sensitivitas leusin, dan idiopatik. Pada

hipoglikemia puasa penyebab utamanya adalah kurangnya produksi glukosa atau

karena penggunaan glukosa yang berlebihan, sedangkan pada hipoglikemia pasien

rawat inap paling lazim disebabkan oleh penggunaan obat (Longo, 2011).

Hipoglikemia pasca-makan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme

pencernaan. Pasien yang menjalani gastrektomi, gastrojejunostomi, piloroplasti

atau vagotomi dapat mengalami hipoglikemia pasca-makan. Hal ini disebabkan

karena pengosongan lambung yang cepat dengan penyerapan singkat glukosa

turun lebih cepat dibanding insulin. Ketidakseimbangan insulin-glukosa yang

terjadi menyebabkan hipoglikemia. Intoleransi fruktosa herediter yang dipicu

pemasukan fruktosa dan galaktosa juga dapat menyebabkan hipoglikemia pada

anak-anak. Hipoglikemia pasca-makan karena sebab idiopatik dapat dibagi

menjadi hipoglikemia sejati dan pseudohipoglikemia. Pada hipoglikemia sejati,

gejala adrenergik muncul sesudah makan dan disertai dengan glukosa plasma

rendah pada saat gejala muncul spontan dalam kehidupan sehari-hari. Gejala

tersebut berkurang dengan pemasukan karbohidrat yang meningkatkan glukosa

plasma. Pseudohipoglikemia adalah keadaan yang mengarah ke hipoglikemia 2

sampai 5 jam setelah makan, tetapi tidak memiliki konsentrasi glukosa plasma

rendah ketika muncul gejala secara spontan dalam kehidupan sehari-hari (Longo,

2011).

Hipoglikemia puasa dapat disebabkan oleh kurangnya produksi atau

penggunaan glukosa, defek enzim, defisiensi substrat, penyakit hati kongenital,

ataupun obat-obatan. Defisiensi hormon penyebab hipoglikemia puasa karena

Page 10: Statin

kurangnya glukosa dapat terjadi pada hipohipofisisme, insufisiensi adrenal,

defisiensi katekolamin, dan defisiensi glukagon. Adapun defek enzim yang

menyebabkan hipoglikemia puasa karena kurangnya glukosa adalah defek enzim

Glucose-6-fosfatase, fosforilase hati, piruvat karboksilase, fosfoenolpiruvat

karboksikinase, fructose-1,6-difosfatase, dan glikogen sintetase. Defisiensi

substrat penyebab hipoglikemia puasa adalah kurangnya produksi glukosa yang

terjadi pada kasus hipoglikemia ketotik pada bayi, malnutrisi berat, penyusutan

otot, dan kehamilan lanjut. Penyakit hati kongenital yang menyebabkan

hipoglikemia puasa karena kurangnya produksi glukosa dapat berupa kongesti

hati, hepatitis berat, sirosis, uremia, dan hipotermia. Penggunaan obat seperti

alkohol, propranolol, dan salisilat juga dapat menyebabkan hipoglikemia puasa

akibat produksi glukosa yang berkurang. Pada hipoglikemia puasa akibat

penggunaan glukosa berlebihan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme atau pada

kadar insulin memadai tetapi terdapat kelainan lain di luar pankreas.

Hiperinsulinisme disebabkan karena adanya insulinoma, insulin eksogen,

sulfonilurea, penyakit imun dengan insulin atau antibodi reseptor insulin, dan

mengkonsumsi obat-obatan seperti kuinin pada malaria falciparum, disopiramid,

dan pentamidin serta dapat disebabkan oleh syok endotoksik. Pada kasus kadar

insulin memadai tetapi terjadi hipoglikemia adalah akibat pemakaian glukosa

berlebih, dapat disebabkan oleh tumor ekstrapankreas, defisiensi karnitin sistemik,

defisiensi enzim oksidasi lemak, defisiensi 3-hidroksi-3-metilglutaril-CoA liase,

dan kakeksia dengan penipisan lemak (Longo, 2011).

Pasien rawat inap yang mengalami hipoglikemia paling lazim disebabkan

oleh pengunaan obat-obatan yang diberikan. Tiga obat yang paling sering

menyebabkan hipoglikemia pada pasien rawat inap adalah insulin, sulfonylurea,

dan alkohol. Diperkirakan 60% kasus ketiga obat ini terlibat dalam diagnosis

hipoglikemia (Longo, 2011).

A. Patogenesis

Turunnya produksi glukosa dan penggunaan glukosa yang

Puasa

Hiperinsulinmia

Obat-obatan

Contohnya insulin, alkohol, dan sulfonylurea

Pasca Makan

Page 11: Statin

Bagan 1. Patogenensis Hipoglikemia (Isselbacher, 2000 ; Longo, 2011).

B. Patofisiologi

Hipoglikemia dapat terjadi ketika kadar insulin dalam tubuh berlebihan.

Terkadang kondisi berlebih ini merupakan sebuah kondisi yang terjadi setelah

melakukan terapi diabetes mellitus. Selain itu, hipoglikemia juga dapat

disebabkan antibodi pengikat insulin, yang dapat mengakibatkan tertundanya

pelepasan insulin dari tubuh. Selain itu, hipoglikemia dapat terjadi karena

malproduksi insulin dari pankreas ketika terdapat tumor pankreas. Setelah

hipoglikemia terjadi, efek yang paling banyak terjadi adalah naiknya nafsu makan

dan stimulasi masif dari saraf simpatik yang menyebabkan takikardi, berkeringat,

dan tremor (Silbernagl dan Lang, 2010).

Ketika terjadi hipoglikemia tubuh sebenarnya akan terjadi mekanisme

homeostasis dengan menstimulasi lepasnya hormon glukagon yang berfungsi

untuk menghambat penyerapan, penyimpanan, dan peningkatan glukosa yang ada

di dalam darah. Glukagon akan membuat glukosa tersedia bagi tubuh dan dapat

Turunnya produksi glukosa dan penggunaan glukosa yang

Page 12: Statin

meningkatkan proses glikogen dan glukoneogenesis. Akan tetapi, glukagon tidak

memengaruhi penyerapan dan metabolisme glukosa di dalam sel (Carrol, 2007).

Gambar 1. Mekanisme regulasi glukosa pada tubuh manusia (Cryer,

2011).

Selain itu, mekanisme tubuh untuk mengompensasi adalah dengan

meningkatkan epinefrin, sehingga prekursor glukoneogenik dapat dimobilisasi dari

sel otot dan sel lemak untuk produksi glukosa tambahan. Tubuh melakukan

pertahanan terhadap turunnya glukosa darah dengan menaikkan asupan karbohidrat

secara besar-besaran. Mekanisme pertahanan ini akan menimbukan gejala

neurogenik seperti palpitasi, termor, adrenergik, kolinergik, dan berkeringat.

Ketika hipoglikemia menjadi semakin parah maka mungkin juga dapat terjadi

kebingungan, kejang, dan hilang kesadaran (Cryer, 2011).

Hipoglikemia berat didefinisikan sebagai hipoglikemia yang tidak dapat di tangani oleh mekanisme homeostasis tubuh. Pada kondisi ini orang yang terkena hipoglikemia berat dapat kehilangan kesadaran atau merasa kebingungan. Walaupun penderita hipoglikemia berat akan terlihat sadar, tapi penderita akan terlihat lethargik (kelelahan) dan emosional. Hal ini disebabkan karena glukagon tidak dapat mengompensasi adanya insulin yang berlebihan. Sehingga terkadang ketika seseorang mengalami hipoglikemia berat dibutuhkan penyuntikkan glukagon. Penyuntikkan

Page 13: Statin

glukagon ini dapat diberikan dengan orang terdekat yang dilatih atau tenaga medis terlatih