stabilisasisolidifikasi

4
(sumber: http://depisatir.bl ogspot.com/2013/01/solidifi kasi.html) Stabilisasi/Solidifikasi  Secara umum stabilisasi didefinisikan sebagai proses pencampuran bahan berbahaya dengan  bahan tambahan (aditif ) dengan tujuan untuk menurunkan laju migrasi dan toksisitas bahan  berbahaya tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu  bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama (Roger Spence and Caijun Shi, 2006). Prinsip kerja stabilisasi/solidifikasi adalah pengubahan watak fisik dan kimiawi bahan  berbahaya (limbah B-3) dengan cara penambahan senyawa pengikat sehingga pergerakan senyawa-senyawa B-3 dapat dihambat atau terbatasi dan membentuk ikatan massa monolit dengan struktur yang kekar ( massive). Proses stabilisasi/solidifikasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu : 1.  Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar; 2.  Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan  pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik; 3.  Precipitation; 4.  Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan  pemadat melalui mekanisme adsorpsi; 5.  Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan  pemadat; 6.  Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali. Menurut Roger Spence and Caijun Shi (2006), tata cara kerja stabilisasi/ solidifikasi : 1. Limbah B-3 sebelum distabilisasi/solidifikasi harus dianalisis karakteristik-nya guna menentukan jenis stabillisasi/solidifikasi yang diperlukan terhadap limbah B-3 tersebut; 2. Setelah dilakukan stabilisasi/solidifikasi, terhadap hasil olahan tersebut selanjutnya dilakukan uji kuat tekan (Compressive Strenghth) dengan Soil Penetrometer Test . Hasil uji tekan harus mempunyai nilai tekanan minimum sebesar 10 ton/m². 3. Kemudian dilakukan uji TCLP untuk mengukur kadar/konsentrasi parameter dalam lindi. Hasil uji TCLP sebagaimana dimaksud, kadarnya tidak boleh melewati nilai ambang batas sebagaimana ditetapkan. 4. Hasil olahan yang telah memenuhi persyaratan kadar TCLP dan n ilai uji kuat tekan,disamping bisa dibuang ke landfill  juga dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi. Produk solidifikasi biasanya berupa blok monolitik, material berbasis lempung, granular, dan bentuk fisik lain yang berupa padatan. 

Transcript of stabilisasisolidifikasi

Page 1: stabilisasisolidifikasi

7/18/2019 stabilisasisolidifikasi

http://slidepdf.com/reader/full/stabilisasisolidifikasi 1/4

(sumber: http://depisatir.blogspot.com/2013/01/solidifikasi.html)

Stabilisasi/Solidifikasi 

Secara umum stabilisasi didefinisikan sebagai proses pencampuran bahan berbahaya dengan

 bahan tambahan (aditif ) dengan tujuan untuk menurunkan laju migrasi dan toksisitas bahan berbahaya tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu

 bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait

sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama (Roger Spence and Caijun Shi, 2006).

Prinsip kerja stabilisasi/solidifikasi adalah pengubahan watak fisik dan kimiawi bahan

 berbahaya (limbah B-3) dengan cara penambahan senyawa pengikat sehingga pergerakan

senyawa-senyawa B-3 dapat dihambat atau terbatasi dan membentuk ikatan massa monolit

dengan struktur yang kekar (massive). Proses stabilisasi/solidifikasi berdasarkan

mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu :

1.   Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus

dalam matriks struktur yang besar;

2.   Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan

 pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik;

3.   Precipitation; 

4.   Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan

 pemadat melalui mekanisme adsorpsi;

5.   Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan

 pemadat;6.   Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain

yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali.

Menurut Roger Spence and Caijun Shi (2006), tata cara kerja stabilisasi/ solidifikasi :

1.  Limbah B-3 sebelum distabilisasi/solidifikasi harus dianalisis karakteristik-nya guna

menentukan jenis stabillisasi/solidifikasi yang diperlukan terhadap limbah B-3

tersebut;

2.  Setelah dilakukan stabilisasi/solidifikasi, terhadap hasil olahan tersebut selanjutnya

dilakukan uji kuat tekan (Compressive Strenghth) dengan Soil Penetrometer Test .

Hasil uji tekan harus mempunyai nilai tekanan minimum sebesar 10 ton/m².

3.  Kemudian dilakukan uji TCLP untuk mengukur kadar/konsentrasi parameter dalam

lindi. Hasil uji TCLP sebagaimana dimaksud, kadarnya tidak boleh melewati nilai

ambang batas sebagaimana ditetapkan.

4.  Hasil olahan yang telah memenuhi persyaratan kadar TCLP dan nilai uji kuat

tekan,disamping bisa dibuang ke landfill  juga dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi.

Produk solidifikasi biasanya berupa blok monolitik, material berbasis lempung,

granular, dan bentuk fisik lain yang berupa padatan. 

Page 2: stabilisasisolidifikasi

7/18/2019 stabilisasisolidifikasi

http://slidepdf.com/reader/full/stabilisasisolidifikasi 2/4

 

Solidifikasi Limbah 

Pembuangan limbah padat menjadi isu utama dikarenakan potensinya untuk

mengkontaminasi air permukaan dan air tanah dengan kontaminan berupa arsenik, boron,logam berat, anion sulfat, dsb. Pengolahan yang aman terhadap limbah padat dengan

mengutamakan perlindungan terhadap pencemaran air permukaan dan air tanah merupakan

hal penting (Marinkovic et al., 2003).

Solidifikasi/stabilisasi merupakan teknik yang secara luas diterapkan untu remediasi

limbah yang mengandung konstituen berbahaya. Pengolahan ini mencegah

migrasi/penyebaran konstituen berbahaya ke lingkungan. Solidifikasi (transformasi lumpur

semi-liquid menjadi bentuk solid/padat) mengarah pada perubahan karakteristik fisik limbah.

Pengolahan ini mencakup peningkatan kekuatan kompresi, penurunan permeabilitas, dan

enkapsulasi konstituen berbahaya (Marinkovic et al., 2003). Pengolahan limbah secara

solidifikasi dapat diterapkan pada berbagai bentuk limbah, yaitu lumpur, solid, liquid,

drainase tambang, dan pupuk. Solidifikasi digunakan untuk mengubah limbah menjadi bentuk fisik yang sesuai dan tahan yang lebih kompatibel untuk penyimpanan, landfill, atau

reuse yaitu bentuk padat yang memiliki interitas tinggi. Bentuk ini dapat diperoleh dengan

atau tanpa fiksasi kimiawi (Goni et al., 2009; Meegoda et al.,2003; Mater et al., 2006;

Mijno et al., 2007, Jun et al., 2005). Solidifikasi menciptakan barrier antara komponen

limbah dan lingkungan dengan mereduksi permeabilitas limbah danatau mengurangi luas area

 permukaan yang efektif untuk difusi (Meegoda et al., 2003). Penelitian dari Andres et

al.  (2009) menyebutkan bahwa anhydrite dapat mengimobilisasi logam berat pada sludge

yang mengandung logam berat sebanyak 90% sehingga aman untuk landfill.

Salah satu bahan yang digunakan dalam solidifikasi limbah adalah fly ash.

Penambahan fly ash dapat meningkatkan kekuatan ikatan pada limbah, workability, buffering

capacity, dan heavy metal leachability. Penambahan fly ash secara efektif mengimobilisasi

tiga jenis logam berat Pb, Cr 3+, dan Cr 6+. Imobilisasi tetap terjadi secara efektif walaupun pH

 pada saat penambahan bersifat asam atau basa (Dermatas dan Meng, 2003). Pada

 penelitian yang dilakukan oleh Marinkovic et al. (2003), solidifikasi dapat dilakukan dengan

menggunakan fly ash-FGD gypsum-lime-water dan fly ash-calcined FGD gypsum dapat

digunakan sebagai proses solidifikasi. Sistem ini meningkatkan kekuatan kompresi (0.34

MPa). Pada limbah yang mengandung kromium dibawah batas yang ditentukan EPA, rasio

komposisi limbah dengan fly ash tidak berpengaruh secara signifikan (Parsal et al., 1996).

Teknik ini menghasilkan limbah yang tersolidifikasi sehingga menghindarkan penyebarankonstituen pada air permukaan atau air tanah. Karbonasi dengan menggunakan fly ash dan

kapur juga efektif dalam solidifikasi limbah organik dan inorganik (Swarnalatha et al., 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Arce et al. (2010) membuktikan bahwa karbonasi

menggunakan fly ash menghasilkan stabilisasi Ba yang efektif, sedangkan untuk Cl -, SO42-,

dan F-karbonasi dengan fly ash dapat mensolidifikasi setengah dari kandungannya pada

limbah, dan untuk DOC (dissolved organic carbon) memerlukan waktu retensi yang lama

untuk mengoptimalkan solidifikasi. Selain itu fly ash juga dapat digunakan pada solidifikasi

dengan teknik geopolimer. Penelitian solidifikasi dengan menggunakan fly ash dengan teknik

geoplimerisasi telah dilakukan oleh Galiano et al. (2011) dengan menggunakan reagen yaitu

sodiumhydroxide, potassiumhydroxide, sodiumsilicate, potassium silicate, kaolin, metakaolin

dan ground blast furnace slag. Penelitian ini dilakukan pada limbah yang mengandung logam

Page 3: stabilisasisolidifikasi

7/18/2019 stabilisasisolidifikasi

http://slidepdf.com/reader/full/stabilisasisolidifikasi 3/4

 berat yaitu Pb, Cd, Cr, Zn, dan Ba dengan hasilnya solidifikasi yaitu kekuatan kompresi

mencapai 1-9 MPa sehingga imobilisasi logam berat sangan efektif.

Cement based technology merupakan salah satu taknik dari solidifikasi yang

menggunakan batu kapur, tanah liat, atau materi silika yang dicampur pada suhu tinggi

(Meegoda et al., 2003). Salah satu contoh penerapan teknik ini yaitu dalam pengolahan

limbah yang mengandung logam berat seperti penelitian yang telah dilakukan olehAnastasiadou et al. (2012) yang menggunakan fly ash kemudian dilakukan sementasi.

Limbah yang diolah mengandung logam berat Cr, Fe, Ni, Cu, Cd dan Ba. Dengan

menggunakan teknik sementasi ini hasilnya aman untuk landfill atau digunakan sebagai

material konstruksi karena pengikatan logam berat yang cukup kuat sehingga tidak mudah

terlepas ke lingkungan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Coz et al. (2009) menunjukkan

 bahwa pencampuran sodium silicate pada materi semen dapat meningkatkan leachabilitas

logam berat terutama Zn, dengan konsentrasi silikat 5-25% menghasilkan leachabilitas yang

optimum pada materi semen. Voglar dan Lestan (2010) menyatakan bahwa sementasi dapat

diterapkan untuk solidifikasi berbagai jenis logam berat yaitu Cd, Pb, Zn, Cu, Ni dan As .

 pada penelitian mereka selanjutnya, Voglar dan Lestan (2011) menyatakan dalam jurnalnya

 bahwa formula solidifikasi paling efisien yaitu semen kalsium aluminat ditambah denganacrylic polymer akrimal menghasilkan materi yang dapat mengikat sangat kuat terhadap

logam berat antara lain Cd, Pb, Zn, Cu, Ni dan As sehingga materi tersebut dapat digunakan

untuk landfill atau landcover.

Kalsium sangat berperan dalam teknik sementasi, jenis kalsium yang sering

digunakan antara lain Calcium Silicate Hydrate, Calcium Hydroxide, Calcium

Sulfoaluminate (Meegoda et al., 2003). Kalsium berperan penting dalam teknik sementasi.

Sementasi baik yang menggunakan Portlan cement (PC) atau cement kiln dust (CDK)

memanfaatkan ikatan yang terbentuk antara Ca dengan As(III) dan As(V) untuk

mengimobilisasi logam arsenit tersebut (Yoon et al., 2010). Penelitian dari Qian et

al., (2008) membuktikan bahwa teknik sementasi dapat mengimobilisasi logam berat,

terutama logam berat Zn dan Pb. Pada penelitian ini proses solidifikasi dilakukan dengan

menggunakan fly ash dan calcium sulfoaluminate cement matrix sehingga imobilisasi logam

 berat yang efektif matrix semen. Ketidakadaan kalsium dalam materi dapat menurunkan

 pengikatan logam berat pada semen, atau yang disebut dengan dekalsifikasi materi semen,

dapat menurunkan luasan area pengikatan logam berat (Laforest dan Duchesne, 2007).

Komponen organik pada limbah berpengaruh pada containment dan karakteristik

kekuatan pada limbah hasil solidifikasi. Kandungan minyak dan fenol dalam limbah

mengganggu kekuatan dan durabilitas sistem pengikatan pada solidifikasi (Minocha et al.,

2003). Kandungan bahan organik juga berpengaruh pada lama waktu hidrasi pada semen.

Penelitian Zhang et al.  (2008) menunjukkan bahwa keberadaan sukrosa dan sorbitol pada

limbah yaitu semakin mempercepat hidrasi semen, keberadaan sukrosa atau sorbitol jugamengurangi leachabilitas semen terhadap Pb. Semakin besar kandungan bahan organik

(fenol) pada limbah maka dibutuhkan konsentrasi materi semen yang tinggi untuk

mendapatkan hasil solidifikasi yang cukup (Vipulanandan dan Krishnan, 1990). Komponen

organik ini dapat dihilangkan dengan cara pembakaran pada suhu 800oC (Swranalatha et

al.,2006). Cara lain yaitu dengan menggunakan reactivated carbon yang memiliki daya serap

tinggi terhadap fenol (Arafat et al., 1999).

Tingkat kekerasan materi semen juga berpengaruh pada kemampuan mengimobilisasi

logam berat. Sala satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan tingkat kekerasan semen

adalh dengan menambahkan 2-chloroaniline yang berfungsi untuk mempermudah

 penghilangan air dari tanah liat yang merupakan materi semen (Botta et al., 2004). Selain itu

materi semen juga harus diperhatikan dalam teknik solidifikasi. Pada penelitian Mohameddan Gamal (2011) disebutkan bahwa cement kiln dust kurang direkomendasikan untuk

Page 4: stabilisasisolidifikasi

7/18/2019 stabilisasisolidifikasi

http://slidepdf.com/reader/full/stabilisasisolidifikasi 4/4

solidifikasi karena tidak stabil secara kimiawi yang kemampuan mengikat logam beratnya

kurang. Permeabilitas terhadap oksigen juga penting karena menggambarkan kualitas fisik

material limbah hasil solidifikasi (Poon et al., 1986).