Sta

4
Jembatan Budaya Eropa-Jawa Ndalem Natan dapat dibilang memiliki nafas art nouveau yang bisa diterjemahkan sebagai seni baru yang identik dengan motif flora dan fauna, begitu kental mewarnai bangunan ini. Itu pula sebabnya motif- motif yang menghias arsitekturnya, mirip pada gerbang stasiun kreta api bawah tanah di sejumlah negara Eropa penganut art nouveau. Di bagian yang disebut Gendok kanan terdapat ruangan berisi kereta kuda. Dulu ruang ini merupakan garasi kereta kencana. Di ruang dua lantai ini terpasang lukisan karya M Yusuf Taring Padi. Terkait ruang bekas garasi ini, pada buku karya Prof Mitsuo Nakamura disebut bahwa orang kaya pemilik mobil mewah Roll Royce pertama di Yogya tinggal di sini. Boleh jadi di sinilah Roll Royce itu diparkir. Sejarah mencatat keluarga yang dulu memiliki rumah ini adalah orang kalang. Golongan orang kalang pada zaman dahulu jika di Eropa ibarat kaum borjuasi. Mereka saudagar kaya raya dan memilih tinggal di Kotagede karena lokasinya yang begitu luas. Secara fisik, semua material penunjang masih asli. Saat proses penyempurnaan, material yang digunakan bukan semen tapi pakai blegon yaitu capuran gamping dan pasir. Sementara di sisi yang sama terdapat kamar Di dalamnya terisi tempat tidur kunno berbentuk ranjang yang biasanya dimiliki bangsawan kraton. Di salah satu meja terdapat gramafone, jam antik kunno serta selembar foto berbingkai pigura saat Nasir bertatap muka dengan Susilo Bambang Yudhoyono saat menjabat Presiden. Koleksi berbagai macam buku, juga tertata rapi dalam satu almari. Sementara di Gandok Kiri, selain dipakai sebagai Galeri Batik Jawa juga dihiasi sejumlah benda koleksi. Antara Wayang Klithik, lukisan Candi Ijo serta artefak dan genteng zaman dulu. Genteng ini sebagai bukti otentik material yang diambil dari sisa puing Ndalem Proyodranan sebelum direhab ulang menjadi Ndalem Natan Pemandangan semakin menawan dengan terdapatnya teknologi lukisan kaca patri yang mewarnai sejumlah bagian. Masuk ke bagian Pendapa, sangat terlihat kemegahan serta aura masa lalunya. Ruangan yang luas bisa dipakai sebagai ruang serbaguna. Kayu Jati lawasan mulai dari tiang penyangga maupun komponen atap

description

sejarah

Transcript of Sta

Page 1: Sta

Jembatan Budaya Eropa-Jawa

Ndalem Natan dapat dibilang memiliki nafas art nouveau yang bisa diterjemahkan sebagai seni baru yang identik dengan motif flora dan fauna, begitu kental mewarnai bangunan ini. Itu pula sebabnya motif-motif yang menghias arsitekturnya, mirip pada gerbang stasiun kreta api bawah tanah di sejumlah negara Eropa penganut art nouveau.

Di bagian yang disebut Gendok kanan terdapat ruangan berisi kereta kuda. Dulu ruang ini merupakan garasi kereta kencana. Di ruang dua lantai ini terpasang lukisan karya M Yusuf Taring Padi. Terkait ruang bekas garasi ini, pada buku karya Prof Mitsuo Nakamura disebut bahwa orang kaya pemilik mobil mewah Roll Royce pertama di Yogya tinggal di sini. Boleh jadi di sinilah Roll Royce itu diparkir.

Sejarah mencatat keluarga yang dulu memiliki rumah ini adalah orang kalang. Golongan orang kalang pada zaman dahulu jika di Eropa ibarat kaum borjuasi. Mereka saudagar kaya raya dan memilih tinggal di Kotagede karena lokasinya yang begitu luas.

Secara fisik, semua material penunjang masih asli. Saat proses penyempurnaan, material yang digunakan bukan semen tapi pakai blegon yaitu capuran gamping dan pasir. Sementara di sisi yang sama terdapat kamar Di dalamnya terisi tempat tidur kunno berbentuk ranjang yang biasanya dimiliki bangsawan kraton. Di salah satu meja terdapat gramafone, jam antik kunno serta selembar foto berbingkai pigura saat Nasir bertatap muka dengan Susilo Bambang Yudhoyono saat menjabat Presiden.

Koleksi berbagai macam buku, juga tertata rapi dalam satu almari. Sementara di Gandok Kiri, selain dipakai sebagai Galeri Batik Jawa juga dihiasi sejumlah benda koleksi. Antara Wayang Klithik, lukisan Candi Ijo serta artefak dan genteng zaman dulu. Genteng ini sebagai bukti otentik material yang diambil dari sisa puing Ndalem Proyodranan sebelum direhab ulang menjadi Ndalem Natan Pemandangan semakin menawan dengan terdapatnya teknologi lukisan kaca patri yang mewarnai sejumlah bagian.

Masuk ke bagian Pendapa, sangat terlihat kemegahan serta aura masa lalunya. Ruangan yang luas bisa dipakai sebagai ruang serbaguna. Kayu Jati lawasan mulai dari tiang penyangga maupun komponen atap dan langit-langit masih asli seperti saat bangunan ini pertama kali berdiri. Begitu pula lantainya, dengan corak kunci yang khas nampak masih orisinil. Masuk ke baggian dalam terdapat Senthong kanan, Senthong tengah, Senthong kiri yang masih berfungsi seperti aslinya. Sepasang Lroblonyo pengias ruang ini selaras berpadu dengan cermin yang tertempel dinding.

Foto Sri Sultan HB X yng kharismatik bersanding dengan GKR Hemas terpasangpula di ruang ini. Terdapatnya satu set bangku kuno makin melengkapi nuansa masa lalu. Mengapit ruangan ini, terdapat sejumah kamar yang bisa dipakai untuk menginap para tamu. Untuk merekonstruksi masa lalu saat adiluhungnya arsitektur, di bagian halaman juga dipelihara sejumlah tanaman seperti Pohon Walisongo, Pohon Sawo kecik serta Pohon Ketepeng.

Makna terpenting dari keberadaan rumah ini adalah sebagai simbol jembatan antara budaya Jawa dan Eropa. “Ini adalah jembatan untuk menyelami persahabatan,” sebut dosen yang pernah lama

Page 2: Sta

tinggal di Singapura ini. Keindahan kayu yang berbentuk melengkung di salah satu bagian, tetap dipertahankan karena berfilosofi sebagai saksi orang Jawa yang sangat terbuka. Bermakna pula sebagai toleransi. Bagi Nasir, rumh memang harus berkonsep.

“Rumah harus memberikan kenyamanan dan keamanan. Nyaman itu memberi bahagia. Suasana dimana kitta merasa enak dan aman,” urai penulis buku yang menghabskan masa studi S1 hingga S3 di Eropa ini. “Tak kena pana, hujan tidak bocor, gempa tidak robooh selain itu juga cantik,” tegasnya. Selainn itu rumah juga harus cukup udara dan cukup cahaya. Rumah nyaman bisa membuat penghuninya kreatif dan bisa mengmbangkan potensi dirinya. “Aman, nyaman, dan berestetika. Karena estetik memperkaya batin,” tegasnya.

Selanjutnya, rumah ini direncanakan sekaligus sebagai Sasono seni atau art space. “Rumah ini akan menjadi Ndalem Natan Art Space,” sebut Nasir. Dengan dilengkapi galeri, Ndalem Natan aka dijadikan pusat wisata dan pusat buday. Tujuannya agar orang Jawa kemali lagi kebudayaannya dan Indonsia janga sampai hiang sejarahnya. “Maka kami bangun Ndalem Natan dengan pakem Jawa,” pungkasnya. (Tulisan dan foto : Surya Adi Lesmana).

Menyelamatkan Cagar Budaya

Ada crita menarik ketika Nasir Tamara memilih membeli rumah tersebut. Ia merasa kerasan tinggal di Yogya. Pri ayang sebelumnya tinggal di Singapura itu meminta batuan kawannya untuk mencarikan rumah.

Sang kawan Laretna T Adisakti atau akrab dipanggil Sita itu memberi saran kepada Nasir untuk tidak membuat rumah baru, tetapi menyelamatkan rumah cagar budaya yang ada.

Alasannya, masih banyak rumah cagar budaya di Yogya yang rusak dan dijual pasca gempa 2006. Sita yag merupakan arsitek khawatir karena semakin banyak rumah cagar budaya di Yogya yang hanya diambil pendoponya, sedangkan tanah dibiarkan terbengkalai.

Bersama Sita yang merupakan isteri dari arsitek Aki Adhisakti, Nasir berkeliling Yogya untuk mencari rumah cagar budaya. Nasir pun merasa berjodoh dengan rumah Ndalem Natan itu karena tidak perlu negosiasi lama dengan keluarga pemilik rumah tersebut.

Nasir kemudian meminta bantuan Sita dan Aki untuk merevitalisasi Ndalem Natan. Pada tahun 2012, kondisi Ndalem Natan sangat mengenaskan karena terbengkalai sejak gemp bumi 2006.

Mengembalikan Ndalem Natan seperti sedia kala tidaklah mudah. Pasalnya, dia harus memperkukuh dinding-dindingnya dan mendesign bentuk bangunanseperti semua.

Kini, Nasir bersyukur, proses merevitalisasi selama 3,5 tahun sudah selesai sepenuhnya. Ia sekarang tinggal menambah bangunan di bagian belakang untuk keluarganya dengan tidak meninggalkan pakem yang ada.

“Ini rumah besar banget. Ini akan kkita pakai sendiri dan sekaligus untuk masyarakat agar orang-orang Jawa kembali lagi kebanggannya. Kami ingin merekonstruksi keadiluhungnya orang Jawa masa lalu, nenek moyang mereka mampu embuat sesuatu yang indah,” terang dia.

Page 3: Sta

Menurut dia, membeli rumah cagar budaya dan menyelamatkan arsitektur bangunan cagar budaya di Kotagede penting. Pasalnya, arsitektur Kotagede merupakan ikon kota tersebut. Ia pun bangga dengan rumahnya karena memiliki sejarah yang panjang dan menarik.

Selain itu, ia ingin rumahnya bisa terus hidup dan bermanfaat bagi yang lain. Untuk itu bagian gandok kiwa dari rumahnya dijadikan galeri batik. Sementara itu, bagian gandok tangen, yang dulunya dimanfaatkan sebagai garasi mobil, kini dijadikan sasana seni atau ruang paer seni rupa yang juga terdapat seacam kedai kopi (ATM-3)