SSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN - · PDF fileEvaluasi Pembelajan Kimia Kelas XI Di SMA Negeri...
Transcript of SSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN - · PDF fileEvaluasi Pembelajan Kimia Kelas XI Di SMA Negeri...
SSN 1693-4849
JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU
(Wadah Informasi Ilmiah dan Kreativitas Intelektual Pendidikan)
VOLUME 7 NOMOR 2 MARET 2010
Diterbit Oleh
FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
Jurnal
Pendidikan
Serambi Ilmu
Volume 7
Nomor 2
Hal
61- 125
Banda Aceh
Maret
2010
• Pelaksanaan Proses Perkuliahan Mekanika Pada Semester Pendek
Berdasarkan Pada Masalah (Problem Based Learning) Dengan
Pendekatan Kooperatif
Abdul Hamid (1 - 6)
• Peranan Pelajar Islam Indonesia (PII) Dalam Mebina Moral Generasi
Muda Di Kabupaten Aceh Besar
Abubakar (7 - 15)
• Penerapan Penilaian Autentik Dalam Pembelajaran Matematika Realistik Di Kelas VII SMP
Negeri 3 Banda Aceh
Usman (16 – 22 )
• Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Perjanjian Pinjam Pakai Buku Perpustakaan Di Universitas
Abulyatama Aceh
Nasruddin AR (23 - 29)
• Pendidikan Dan Permasalahannya Terhadap Lingkungan Hidup
A. Jabar (30 - 35)
• Konsep Pendidikan Akhlak Perspektif Filosof Islam(Ibnu Miskawaih)
Hambali (36 - 40)
• Kemampuan Guru IPS Dalam Menerapkan Model Pembelajaran
Efektif Pada SMP Neg. I Darussalam Banda Aceh
Sakdiyah (41 - 45)
• Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Dan Menulis Permulaan Di
Kelas I SD Negeri 1 Jeumpet Aceh Besar
Darmawati (46 - 51)
Metode Pembelajaran Imajinatif Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar
Mengarang Bahasa Indonesia Pada Siswa Kelas V SD Negeri 7
Banda Aceh
Ruhadi (52 - 61)
Evaluasi Pembelajan Kimia Kelas XI Di SMA Negeri 1 Glumpang
Tiga Tahun Ajaran 2008/2009
Muhammad (63 - 69)
PELAKSANAAN PROSES PERKULIAHAN MEKANIKA PADA SEMESTER PENDEK
BERDASARKAN PADA MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)
DENGAN PENDEKATAN KOOPERATIF
Oleh : Abdul Hamid*
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kualitas Pembelajaran Mekanika, dalam
hal proses dan hasil belajar melalui model belajar berdasarkan masalah dengan pendekatan kooperatif.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam tiga siklus, melibatkan 48 orang mahasiswa Program
Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Syiah Kuala. Data tentang kualitas proses pembelajaran
dikumpulkan dengan metode observasi, dan dianalisis secara deskriptif menggunakan tabel persentase
aktivitas kelompok. Data tentang hasil belajar mahasiswa dikumpulkan dengan metode tes menggunakan
tes hasil belajar, dianalisis dengan menentukan skor rata-rata dan ketuntasan klasikal, sedangkan data
tentang respon mahasiswa terhadap strategi pembelajaran yang diterapkan dikumpulkan dengan teknik
angket dan interview, dianalisis dengan menentukan kategori skor rata-rata. Hasil analisis data
menunjukkan bahwa; (1) aktivitas belajar mahasiswa dapat ditingkatkan secara optimal, (2) hasil belajar
mahasiswa dapat ditingkatkan, ditunjukkan oleh rata-rata skor yang diperoleh mencapai lebih besar dari
65 untuk setiap siklus pembelajaran dan ketuntasan belajar mahasiswa lebih besar dari 70% untuk setiap
siklus pembelajaran, dan (3) respon mahasiswa terhadap strategi pembelajaran Mekanika adalah
berkategori positif, ditunjukkan oleh lebih besarnya persentase responden pada pilihan dengan skor 4 dan
5 dibandingkan persentase responden pilihan dengan skor 1 dan 2 untuk tiap item pernyataan.
Kata-kata kunci: belajar berdasarkan masalah dan pendekatan koperatif.
Pendidikan formal, khususnya di
Perguruan Tinggi pada umumnya dilaksanakan
dengan berpijak pada proses perkuliahan yang
mengandalkan pijakan pada semester-semester
reguler, yaitu semester ganjil dan semester
genap. Pelaksanaan perkuliahan (pembelajaran)
yang hanya mengandalkan perjalanan semester
reguler kurang memberikan peluang kepada
mahasiswa untuk meningkatkan efisiensi dan
produktivitas belajarnya, khususnya
memperpendek waktu studi dan meningkatkan
hasil belajarnya.
Ide pelaksanaan semester pendek adalah
salah satu terobosan yang dapat membuka
peluang tercapainya efisiensi, produktivitas dan
terjadinya peningkatan kualitas hasil belajar
mahasiswa, dan terutama dapat memperpendek
masa studi mahasiswa, sehingga untuk tahun
akademik 2008/2009 dilaksanakan semester
pendek.
Semester pendek dilaksanakan pada
periode bulan Juli sampai Agustus (selama tujuh
minggu efektif). Melalui semester pendek,
diharapkan mahasiswa dapat memanfaatkan
waktu secara efektif dan efisien sehingga tercapai
produktivtas pembelajaran yang semakin optimal,
karena program semester pendek memberikan
peluang kepada mahasiswa untuk meningkatkan
hasil belajar, memperpendek waktu studi,
memanfaatkan sarana dan fasilitas yang tersedia
secara optimal, dan memacu potensi yang lebih
besar pada mahasiswa.
Mata kuliah Mekanika merupakan salah
satu mata kuliah di program studi pendidikan
fisika yang diprogramkan oleh mahasiswa pada
pelaksanaan semester pendek tahun akademik
2008/2009. Mata kuliah ini memiliki bobot 4
sks, merupakan mata kuliah pendukung mata
kuliah lanjutan seperti fisika statistik dan fisika
kuantum. Dalam pelaksanaan perkuliahannya
dirancang enam kali pertemuan per minggu,
sehingga dari segi persyaratan minimal untuk
mata kuliah 4 sks 28 kali pertemuan tatap muka
dapat dicapai, hanya saja karena waktu yang
tersedia relatif singkat dan dengan frekuensi
perkuliahan yang begitu padat maka perlu
dipikirkan suatu pola perkuliahan
(pembelajaran) yang diperkirakan dapat
memberikan proses dan hasil yang optimal.
Pelaksanaan perkuliahan mekanika pada
semester pendek dapat diarahkan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses
belajar mahasiswa dengan mengoptimalkan
sumber daya yang tersedia dan memacu potensi
yang dimiliki oleh mahasiswa sehingga dapat
meningkatkan kualitas hasil belajar dan
produktivitas program studi pendidikan fisika,
baik dari IPK yang diperoleh maupun dari lama
waktu studi mahasiswa, terlebih lagi perkuliahan
mekanika merupakan salah satu mata kuliah
prasyarat untuk memprogramkan mata kuliah
pengajaran mikro (micro-teaching) yaitu mata
kuliah yang mempersiapkan mahasiswa sebagai
calon guru untuk melakukan praktik mengajar di
sekolah latihan. Melalui semester pendek
mahasiswa yang memiliki potensi kurang dapat
memperbaiki hasil belajarnya sehingga tidak
mengganggu program semester reguler,
sedangkan bagi mahasiswa yang memiliki potensi
baik akan mampu memanfaatkan waktu studi
secara lebih efektif dan efisien sehingga secara
umum akan dapat memperpendek waktu studi
mahasiswa.
Semester pendek yang dilaksanakan
dalam waktu yang sangat terbatas, sehingga untuk
mencapai sasaran dari pelaksanaan semester
pendek secara lebih sistematik, efektif dan
berdaya guna maka pengajar sebagai fasilitator
perlu mengupayakan suatu strategi pelaksanaan
yang dapat membantu kelancaran mahasiswa
dalam mengikuti semester pendek tersebut. Salah
satu dari beberapa upaya yang bisa dilaksanakan
adalah menyiapkan modul pembelajaran dan
merencanakan strategi pembelajaran lebih
terencana dan lebih sesuai dengan tuntutan
kemandirian mahasiswa dalam melaksanakan
proses pembelajaran dengan mempertimbangkan
waktu studi yang dimiliki dalam program
semester pendek. Dalam hal ini sebagai salah satu
upaya yang dipertimbangkan peneliti adalah
"belajar berdasarkan masalah (problem-based
learning) dalam pembelajaran dengan
pendekatan kooperatif".
Pendekatan kooperatif dicirikan oleh
struktur tugas dan penghargaan kooperatif,
dimana para mahasiswa yang bekerja dalam
situasi dan semangat kooperatif membutuhkan
kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam
penerapannya, dua atau lebih individu saling
bergantung untuk mencapai penghargaan bersama
(Arends: 1997:201). Selanjutnya menurut
(Nur,1996) metode pembelajaran kooperatif
memanfaatkan kecenderungan mahasiswa untuk
berinteraksi dan memilki dampak positif terhadap
mahasiswa yang rendah hasil belajarnya.
Dalam implementasi pembelajaran
dengan model belajar bersadarkan masalah
dirancang dengan struktur pembelajaran (Savoie
& Andrew, 1994:36); (1) mulai dengan masalah,
(2) masalah berhubungan dengan dunia siswa,
(3) organisasi materi pembelajaran sesuai
dengan masalah, (4) memberikan siswa
tanggung jawab utama untuk membentuk dan
mengarahkan pembelajarannya sendiri, (5)
menggunakan kelompok-kelompok kecil dalam
pembelajaran, dan (6) menuntut siswa untuk
menampilkan apa yang telah mereka pelajari
melalui hasil atau penampilan.
Pembelajaran berdasarkan masalah
dirancang dalam suatu prosedur pembelajaran
yang diawali dengan sebuah masalah dengan cara
mahasiswa dikonfrontasikan dengan masalah
yang nyata, sehingga dengan cara ini mahasiswa
mengetahui mengapa mereka harus mempelajari
materi perkuliahan tersebut. Informasi-informasi
akan mereka kumpulkan dan mereka analisis dari
unit-unit materi kuliah yang mereka pelajari
dengan tujuan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. Masalah yang disajikan juga hendaknya
dapat memunculkan konsep-konsep maupun
prinsip-prinsip yang relevan dengan tujuan
pembelajaran (Barrow, 1996:77).
Melalui pembelajaran berdasarkan
masalah dengan pendekatan kooperatif para
mahasiswa akan belajar menggunakan suatu
proses interaktif dalam mengevaluasi apa yang
mereka ketahui, mengidentifikasi apa yang
mereka ketahui, mengumpulkan informasi dan
berkolaborasi dalam mengevaluasi suatu hipotesis
berdasarkan data yang telah mereka kumpulkan,
sedangkan pengajar lebih berperan sebagai
fasilitator dalam menggali dan menemukan
hipotesis dan dalam mengambil kesimpulan.
Langkah-langkah yang perlu
diperhatikan dalam merancang program
pembelajaran berdasarkan masalah dengan
pendekatan kooperatif sehingga proses
pembelajaran berpusat pada mahasiswa adalah (1)
fokuskan permasalahan pembelajaran pada
konsep-konsep yang esensial dan strategis, (2)
berikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
mengevaluasi gagasannya melalui eksperimen
atau studi lapangan untuk mengali data yang
diperlukan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi, (3) berikan kesempatan untuk mengolah
data yang mereka miliki, (5) berikan kesempatan
kepada mahasiswa untuk mepresentasikan solusi-
solusi yang mereka kemukakan (Gallagher &
Stepien, 1995, 136-146).
Pembelajaran berdasarkan masalah
dimaksudkan untuk meningkatkan hasil belajar
mahasiswa melalui penerapan pengetahuan,
bekerja memecahkan masalah bersama,
menemukan sesuatu untuk dirinya dan saling
mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan
temannya. Hal ini hanya dapat diwujudkan secara
intensif dengan menerapkan pembelajaran
kooperatif. Selain itu belajar berdasarkan masalah
dengan pendekatan kooperatif dapat
meningkatkan motivasi mahasiswa, karena
melalui belajar berdasarkan masalah bersama,
mahasiswa dapat belajar bagaimana
menggunakan sebuah proses iteratif untuk menilai
apa yang mereka ketahui, mengidentifikasi apa
yang mereka ingin ketahui, mengumpulkan
informasi-informasi dan secara kolaborasi
mengevaluasi hipotesisnya berdasarkan data
yang telah mereka kumpulkan. Gallagher &
Stepien, 1995, 136-146).
Secara eksplisit terdapat tiga masalah
yang akan diupayakan pemecahannya dalam
penelitian ini. Ketiga masalah tersebut masing-
masing dirumuskan sebagai berikut. (1)
Apakah strategi pembelajaran berdasarkan
masalah dengan pendekatan kooperatif dapat
meningkatkan kualitas proses pembelajaran
Mekanika pada program semester pendek? (2)
Apakah strategi pembelajaran berdasarkan
masalah dengan pendekatan kooperatif dapat
meningkatkan kualitas hasil belajar Mekanika
yang dicapai mahasiswa pada program
semester pendek? (3) Bagaimana respon
mahasiswa terhadap strategi pembelajaran
Mekanika berdasarkan masalah dengan
pendekatan kooperatif pada program semester
pendek?
Melalui penelitian tindakan, peningkatan
kualitas pembelajaran Mekanika dengan
pendekatan pembelajaran kooperatif, tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut. (1) Mengoptimalisasi kualitas
proses pembelajaran mata kuliah Mekanika
dalam semester pendek melalui pembelajaran
berdasarkan masalah dengan pendekatan
kooperatif. (2) Meningkatkan kualitas hasil
belajar Mekanika mahasiswa dalam semester
pendek melalui pembelajaran berdasarkan
masalah dengan pendekatan kooperatif. (3)
Meningkatkan respon mahasiswa terhadap
strategi belajar berdasarkan masalah dengan
pendekatan kooperatif pada perkuliahan
Mekanika.
Metoda Penelitian Subjek penelitian ini adalah semua
mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika
yang memprogramkan mata kuliah Mekanika
pada program semester pendek tahun akademik
2008/2009, yaitu sebanyak 48 orang, yang
terbagi dalam dua unit, yaitu unit I sebanyak 23
orang dan unit II sebanyak 25 orang. Pada kedua
unit ini diterapkan strategi pembelajaran yang
sama.
Sebagai objek dari penelitian ini sesuai
dengan judul penelitian tindakan ini adalah;
belajar berdasarkan masalah dengan pendekatan
kooperatif, peningkatan kualitas proses
pembelajaran, peningkatan kualitas hasil belajar,
dan peningkatan respon mahasiswa.
Program semester pendek dilaksanakan
selama hampir dua bulan efektif (7 minggu)
yaitu; minggu ke-2 bulan Juli sampai sampai
minggu ke 4 bulan Agustus, dirancang untuk 24
sampai 32 kali pertemuan, namun untuk
penelitian tindakan ini dilaksanakan selama 12
kali pertemuan dengan tiga siklus besar. Masing-
masing siklus besar terdiri dari sub siklus yang
berjalan masing-masing selama empat kali
pertemuan
Dalam penelitian ini terdapat tiga jenis
data yang akan dikumpulkan untuk dianalisis.
Jenis data, metode pengumpulan data dan
instrumennya diikhtisarkan dalam tabel 01
Tabel 01. Teknik Pengumpulan Data
dan Instrumen
No Jenis Data Metode Instrume
n
1. Kualitas
proses
pembelajaran
Observasi Pedoman
observasi
2. Kualitas
Hasil Belajar
Tes Tes hasil
belajar
3. Respon
Mahasiswa
Angket
dan
interview
Kuesione
r dan
pedoman
interview
Indikator dari kualitas proses pembelajaran
Mekanika di kelas adalah interaksi mahasiswa
dalam melaksanakan proses pembelajaran di
kelas, dengan komponen interaksi yaitu; (1)
interaksi mahasiswa terhadap materi ajar yang
dihadapi (2) interaksi individu mahasiswa dalam
kelompoknya, (3) interaksi individu mahasiswa
dengan kelompok mahasiswa yang lain (4)
interaksi dalam mengerjakan tugas-tugas
pembelajaran, dan (5) interaksi individu
mahasiswa dengan dosen. Analisis terhadap data
kualitas proses pembelajaran dilakukan secara
deskriptif, dengan menentukan frekuensi
munculnya interaksi dari masing-masing
komponen dengan kriteria keberhasilan muncul
pada masing-masing komponen minimal pada
kategori cukup.
Hasil belajar mahasiswa ditentukan
dengan menghitung hasil belajar yang dicapai
pada masing-masing siklus pembelajaran. Hasil
belajar ini kemudian dianalisis dengan mencari
skor rata-rata yang diperoleh dan ketuntasan kelas
yang dicapai. Kriteria keberhasilan bahwa skor
rata-rata yang diperoleh ≥ 65 dengan ketuntasan
kelas mencapai 70%.
Respon mahasiswa dianalisis secara
deskriptif dengan kriteria keberhasilan
perbandingan persentase mahasiswa yang
memiliki respon positif lebih besar dari pada
persentase mahasiswa yang memiliki respon
negatif.
Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
a. Kualitas Pembelajaran Mekanika
Hasil analisis rata-rata kualitas
pembelajaran Mekanika selama siklus l sampai
siklus 3, menunjukkan bahwa dari lima jenis
interaksi yang diharapkan muncul dalam
pembelajaran rata-rata terjadi 4 sampai 5 jenis
interaksi pada masing-masing kelompok. Hasil ini
menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran
Mekanika berada antara baik sampai sangat baik,
utamanya interaksi mahasiswa terhadap materi
ajar sudah baik. Hal ini menunjukkan mahasiswa
telah bisa belajar mandiri.
b. Hasil Belajar Mekanika
Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus
belajar, dengan materi pembelajaran masing-
masing yaitu: kinematika partikel, dinamika
partikel dan medan gaya sentral. Hasil dari
masing-masing siklus ditunjukkan pada tabel 02.
Tabel 02. Kualitas hasil belajar
Siklus Pokok
Bahasan
Hasil
Rata-
rata
Simpangan
Baku
1 Kinematika
partikel
74,79 27,53
2 Dinamika
partikel
72,48 22,50
3 Medan gaya
sentral
66,30 20,00
Tabel 02, menunjukkan bahwa rerata
hasil belajar Mekanika mahasiswa pada siklus 1
sebesar 74,79, pada siklus 2 sebesar 72,48 dan
pada siklus 3 sebesar 66,30. Tampaknya rerata
hasil belajar yang dicapai selain bergantung
strategi belajar yang diterapkan juga bergantung
pada tingkat kesulitan materi ajar yang
dibelajarkan. Hal ini berhasil digali dari hasil
interview dengan mahasiswa yang menyatakan
bahwa mahasiswa merasa lebih mudah
memahami kinematika partikel dibandingkan
dinamika partikel dan medan gaya sentral.
c. Respon Mahasiswa terhadap Strategi
Pembelajaran
Respon mahasiswa terhadap strategi
pembelajaran mekanika berdasarkan masalah
ditunjukan pada tabel berikut.
Tabel 03 Respon mahasiswa terhadap strategi pembelajaran
No Pernyataan Persentase Jawaban
1 2 3 4 5
1 Materi ajar yang disediakan jelas dan mudah dipahami - - 37,5 62,5 -
2 Materi ajar yang disediakan menyertakan contoh-contoh
untuk memperjelas konsep
- - 25 75 -
3 Masalah yang diberikan pada awal pembelajaran menantang
untuk mempelajari materi ajar
- - 20,8 66,7 12,5
4 Masalah yang diberikan di awal pembelajaran berkaitan
dengan konsep Mekanika yang dipelajari
- - 85,4 14,6
5 Strategi pembelajaran yang diterapkan memotivasi untuk
menggunakan kekuatan diri
- - 35,4 64,6 -
6 Strategi yang diterapkan dapat menumbuhkan kepercayaan
pada diri sendiri
- - 47,9 52,1 -
7 Strategi yang diterapkan dapat membantu untuk
mengungkapkan buah pikiran
- - 22,9 77,1 -
8 Strategi pembelajaran dengan masalah dapat memusatkan
pada suatu konsep yang dipelajari
- - 37,5 52,1 10,4
9 Strategi pembelajaran yang diterapkan dapat lebih banyak
memberikan kesempatan mahasiswa untuk mengoptimalkan
- - 20,8 66,7 12,5
pandangan-pandangannya
10 Dengan adanya modul yang disediakan dosen, mahasiswa
merasa lebih siap untuk belajar
- - 45,8 54,2 -
Dari data dalam tabel 03 tampak bahwa
respon mahasiswa terhadap strategi pembelajaran
Mekanika dengan berdasarkan masalah adalah
positif. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa
dapat dapat menerima strategi belajar yang
ditetapkan
3.2 Pembahasan Dari hasil yang telah diuraikan di atas
dapat ditunjukkan bahwa belajar berdasarkan
masalah (problem based learning) dengan
pendekatan kooperatif untuk perkuliahan
Mekanika pada semester pendek program studi
pendidikan fisika FKIP Universitas Syiah Kuala,
Banda Aceh, dapat meningkatkan kualitas
proses pembelajaran, hasil belajar mahasiswa,
dan menghasilkan respon yang positif terhadap
strategi pembelajaran yang diterapkan.
Dalam implementasi pembelajaran
berdasarkan masalah terdapat tahapan-tahapan
pembelajaran seperti yang telah dikemukakan
oleh Savoie & Andrew pada bagian
pendahuluan. Sebagai awal pembelajaran
mahasiswa secara individual dihadapkan pada
masalah realistik yang berkaitan dengan konsep
yang akan dibelajarkan. Setelah mahasiswa
menyadari akan masalah yang dihadapi,
diharapkan muncul motivasi mahasiswa untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Langkah
selanjutnya melalui kelompok kooperatif
berinteraksi dengan materi ajar untuk
mendapatkan sendiri konsep-konsep yang
diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Dalam kegiatan inilah dosen sebagai
fasilitator memberikan tanggung jawab kepada
mahasiswa untuk memperoleh sendiri konsep-
konsep yang diperlukan melalui interaksi
kelompok kooperatifnya. Sebagai indikator
keberhasilan mahasiswa menguasai konsep-
konsep yang dibelajarkan dilakukan evaluasi,
sebagai akhir pembelajaran.
Strategi belajar yang diterapkan dapat
memberikan beberapa keuntungan, hal ini sesuai
dengan beberapa ciri penting dari pembelajaran
berdasarkan masalah (problem based
learning) adalah sebagai berikut (Brooks &
Martin, 1993); (1) Tujuan pembelajaran
dirancang untuk dapat merangsang dan
melibatkan pebelajar dalam pola pemecahan
masalah, sehingga pebelajar diharapkan mampu
mengembangkan keahlian belajar dalam
bidangnya secara langsung dalam
mengidentifikasi permasalahan, (2) Adanya
keberlanjutan permasalahan, dalam hal ini ada
dua tuntutan yang harus dipenuhi yaitu;
Pertama, masalah harus memunculkan konsep
dan prinsip yang relevan dengan kandungan
materi yang dibahas. Kedua permasalahan harus
bersifat nyata sehingga dapat melibatkan
pebelajar tentang kesamaan dengan suatu
permasalahan,(3) Adanya presentasi
permasalahan, pebelajar dilibatkan dalam
mempresentasikan permasalahan sehingga
pebelajar merasa memiliki permasalahan
tersebut, (4) Pengajar berperan sebagai tutor dan
fasilitator. Dalam posisi ini maka peran
fasilitator adalah mengembangkan kreativitas
berpikir para pebelajar dalam bentuk keahlian
dalam pemecahan masalah dan membantu
pebelajar untuk menjadi mandiri.
Dari tujuan pembelajaran berdasarkan
masalah di atas tampak bahwa setelah
pembelajaran mahasiswa secara individual
mampu menguasai konsep-konsep yang
dipelajari untuk memecahkan masalah yang
dihadapi, dari mengidentifikasi masalah,
mengidentifikasi konsep-konsep yang
diperlukan sampai pada kemampuan
menggunakan konsep-konsep untuk
memecahkan masalah tersebut.
4. Simpulan dan Rekomendasi Dari hasil dan pembahasan yang diuraikan,
maka dapat dirumuskan beberapa simpulan dari
penelitian ini yaitu sebagai berikut. (1) Strategi
pembelajaran berdasarkan masalah dengan
pendekatan kooperatif dapat meningkatkan
kualitas proses pembelajaran Mekanika pada
program semester pendek; (2) Strategi
pembelajaran berdasarkan masalah dengan
pendekatan kooperatif dapat meningkatkan
kualitas hasil belajar Mekanika yang dicapai
mahasiswa pada program semester pendek; dan
(3) Respon mahasiswa terhadap strategi
pembelajaran Mekanika berdasarkan masalah
dengan pendekatan kooperatif pada program
semester pendek adalah positif
Dari hasil penelitian ini, dapat
dikemukakan beberapa rekomendasi dari
penelitian ini yaitu seperti di bawah ini. (1)
Dalam merancang model belajar berdasarkan
masalah (problem based learning) masalah yang
diajukan kepada mahasiswa hendaknya
dikaitkan sedekat mungkin dengan lingkungan
sekitar mahasiswa atau masalah yang
merupakan sebuah model aplikasi dari materi
ajar.
DAFTAR RUJUKAN
Arends. R. I, (1997), Classroom Instruction and
Management. Mc. Graw-Hill Co.Inc,
New York
Barrows.. Howard S. (1996). Problem-Based
Learning in Medicine and Beyond New
Direction fo Teaching and Learning.
Jossey-Bass Publishers.
Brooks J.G & Martin G. B, (1993). In Search of
Understanding; The Case for
Constructivist Classroom, Alexandria
Virginia
Gallagher, Shelagh A & Stepien, William,
(1995), Implementing Problem Based
Learning in Science Classroom. School
Science and Mathematics.
Nur, M. (1996). Pembelajaran kooperatif dalam
kelas IPA (terjemahan dari Linda
Loungren 1994: cooperative learning
in the science classroom) Makalah
disampaikan dalam penyegaran dan
pelatihan penelitian bagi guru-guru
Pembina KIR SMU, 26 Agustus s.d. 7
September 1996 di IKIP Surabaya.
Savoie J. M. & Andrew S.H., (1994), Problem-
Based Learning as Classroom Solution,
Educational Leadership
Peranan Pelajar Islam Indonesia (PII) Dalam Mebina Moral Generasi
Muda Di Kabupaten Aceh Besar
Oleh : Abubakar*
Abstrak
Pelajar Islam Indonesia (PII), merupakan salah satu organisasi yang bergerak dalam bidang sosial
kemasyarakatan yang mempunyai tanggung jawab moral yang tinggi sehingga bisa menjadi wadah
pembentukan moral dan peningkatan prestasi generasi muda dalam setiap wilayah kerjanya. baik
mahasiswa, pelajar yang masih menempuh pendidikan di sekolah formal maupun di sekolah non formal.
Yang menjadi sampel adalah komunitas Pelajar Islam Indonesia di Kabupaten Aceh Besar yang meliputi
anggota, pengurus dan keluarga besar, Anggota yang dimaksud disini adalah para kader PII yang telah
mengikuti kegiatan training. Dari kesemua unsur PII tersebut diambil 14 orang sebagai sampel penelitian.
Metoda pengumpulan data adalah penelitian kepustakaan (library research dan penelitian lapangan
(field research) dengan teknik pengumpulan data adalah angket tertutup dan semi terbuka serta
wawancara mendalam, dengan hasil penelitiannya sebagai berikut : Peranan PII dalam pembinaan
moral dan kepribadian generasi muda di Kabupaten Aceh Besar sangat penting yang berfungsi sebagai
wadah, membentuk, mengembang dan pempertahan prilaku-prilaku yang luhur sesuai dengan nilai-nilai
yang Islami, bahkan di samping itu tujuan utama PII Aceh Besar adalah mempersiapkan kader-kader yang
sukses dalam pendidikannya dengan prestasi yang gemilang sehingga menjadi pemimpin-pemimpin yang
berbudi luhur di masa depan.
Untuk mencapai maksud-maksud tersebut PII Kabupaten Aceh Besar menempuh berbagai usaha
antara lain : training-traning (Leadership Basic Training, Leadership Intermediate Training, Leadership
Advace Training, Pendidikan Instruktur dan latihan Brigade PII serta belajar Islam bersama). hal ini
didasari pada pemikiran bahwa setiap kader PII dalam wilayah kerjanya perlu dibekali dengan
ketrampilann yang menyangkut dengan prilaku, kepemimpinan dan akhlak yang didasari pada nilai-nilai
keislaman dengan demikian para generasi muda akan sulit tergoyahkan dengan berbagai desakan
moderenisasi dan budaya-budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai keislaman, dengan kepribadian
yang kuat seperti itu sehingga para kader PII akan menjadi contoh yang baik lingkungan social dan
studinya dalam kontek seperti ini dapat disebut juga sebagai upaya pembinaan dalam pengertian yang
lebih luas.
Kendala-kendala yang sering dihadapi oleh PII dalam pembinaan moral dan kepribadian generasi
muda di Kabupaten Aceh Besa:r sangat beragam, namun kalau kita simpulkan antara lain : Terbatasnya
anggaran yang tersedia dalam menunjang pelaksanaan program pembinaan, sulitnya mendapat restu
orang tua bagi setiap kader, terutama sekali kader remaja putri, banyak anggota yang berstatus pelajar dan
mahasiswa juga menjadi kendala tersendiri, karena kita ketahui pelajar dan mahasiswa juga memiliki
kewajiban pendidikannya yang tidak bisa ditinggalkan, banyak anggota yang tidak aktif serta minimnya
dukungan masyarakat dalam menyukseskan berbagai program yang telah diagendakan.
Kata Kunci : Peran PII, moral dan prestasi, generasi muda
Keadaan Nanggroe Aceh Darussalam saat
ini memang tidak bisa ditebak dengan mudah,
apalagi memastikan akan sesuatu hal mengenai
nanggroe aceh sekarang ini, perubahan secara
drastis terjadi bukan hannya dalam hitungan
tahun atau bulan,bahkan terjadi dalam hitungan
hari atau jam,dimana konflik politik
berkepanjangan yang tiada henti-hentinya terus
menemani naggroe aceh tercinta.
Belum lagi musibah gempa dan sunami
yang melanda aceh pada tanggal 26 Desember
2004 yang telah memporak-porandakan aceh
sehingga aceh harus bangun kembali untuk bisa
bangkit lagi seperti sediakala, untuk itu
diperlukan format keadaan masyarakat yang
mampu menganalisa dan mampu menyesuaikan
diri dengan keadaan tersebut agar mampu
menjaga dirinya dari hal-hal yang dapat
merugikan pribadinya sendiri dan untuk itulah
harus dimulai dari mempertahankan kebersamaan
antar semua generasi muda khususnya pelajar
yang notabennya sangat mudah untuk menerima
sesuatu yang baru,dimana pelajar adalah suatu
bagian dari masyarakat yang merupakan tonggak
utama bagi kelangsungan suatu bangsa dalam
segala bidang (student today leader tomorrow)
pelajar hari ini adalah pemimpin dihari esok.
Apakah pada tahun – tahun yang akan
datang nasib rakyat Aceh berubah dengan
terciptanya perdamaian antara GAM dengan
pemerintahan pusat di Jakarta pada tahun 2005?
mative, akankah MoU Helsinki dan UU
pemerintahan Aceh (UUPA) mampu membawa
kesejahteraan, kedamaian,dan keadilan kepada
rakyat Aceh.? Apakah semua kedamaian yang
telah tercapai dapat berpengaruh pula perbaikan
moral generasi muda dalam berbagai bidan,
sosial, pendidikan dan keagamaan ?
Tentu tidak mudah menjawab pertanyaan
mendasar di atas.jawaban terhadap pertanyaan ini
berada di pundak mesyarakat Aceh yang bukan
dilakukan dengan berspekulasi, gosip, dan intrik
politik yang justru membunuh harapan-harapan
berbagai harapan sehingga semua unsur munuju
harapan yang islami.
Semua perubahan yang disebut di atas
adalah peristiwa-peristiwa yang sangat
menentukan tercapainya tindakan Aceh baru,
Aceh baru adalah Aceh yang bermartabat, dari
segi ekonomi, agama serta sosial budaya. Oleh
karna itu peranan Generasi muda dan pelajar
sangat dibutuhkan yang bisa menciptakan sebuah
skenario tentang masa depan Aceh sebagai
pedoman bagi masyarakat sipil di Aceh untuk
menjalankan perannya sebagai pelaku perubahan.
Agar kebersamaan antar pemuda dan
pelajar dapat dipersatukan, selama ini sudah ada
satu wadah tempat berkumpulnya para pelajar
yakni organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII),
dimana organisasi ini merupakan salah satu
organisasi yang bergerak dalam bidang sosial
kemasyarakatan yang mempunyai tanggung
jawab moral yang tinggi sehingga bisa menjadi
wadah pembentukan moral dan kepribadian
generasi muda dalam setiap wilayah kerjanya.
baik mahasiswa, pelajar yang masih menempuh
pendidikan di sekolah formal maupun di sekolah
non formal. Dengan harapan di samping para
generasi muda tersebut mampu mencapai prestasi
yang baik juga dibarengi prilaku yang islami
sebagai bentuk wajah baru masyarakat Aceh ke
depan yang islami sesuai dengan UU dan
berbagai qanun yang telah diberlakukan.
Peran utama PII sebagai wadah generasi
muda adalah membekali landasan moral bagi
generasi muda, artinya pembinaan dan
pendidikan moral yang telah dilakukan oleh PII
secara tidak langsung harus dapat membentuk
kepribadian generasi muda yang ada dan
mengurangi kenakalan yang terjadi dikalangan
generasi muda. di sisi lain PII adalah wahana
merajut ukhuwah islamiah dalam kata lain
“jembatan silaturrahmi”antara pelajar dari
sekolah formal dengan pelajar dari sekolah non
formal, karena dari kedua sekolah tersebut
masing-masing memiliki kekurangan dan
kelebihan sendiri dalam mengikuti kurikulum
pendidikan. Sering kali selisih paham tentang
sistem pendidikan yang terjadi dirasakan oleh
generasi muda, sehingga sering kali pula egoisme
masing-masing muncul kepermukan dan saling
menklaim bahwa sayalah benar, di sini pula
organisasi PII harus mampu mengikat rasa
persaudaraan yang tinggi dikalangan pelajar
tanpa memandang kelas sosial, ekonomi dan
sebagainya. untuk selanjutnya berbuat bersama-
sama demi kemaslahatan ummat dengan
meningkatkan prestasi dan prilaku yang baik,
sebagaimana diwujudkannya isi dan cita-cita PII
yang terkandung dalam pasal 4 Anggaran Dasar
PII adalah "Kesempurnaan pendidikan,
pengajaran dan kebudayaan yang sesuai dengan
Islam bagi segenap rakyat Indonesia dan umat
manusia". PII berlomba-lomba berbuat kebajikan
yang menurut istilah disebut " Fastabiqul
Khairat" Sesuai dengan firman Allah swt surat
Asy-Syams ayat 7 s/d 10 :
,������� ���ره� و���اه� ,و��� و� ���اه� � زآ��ه� � و"! %�ب � د���ه� ,"! أ�� Artinya : “Demi jiwa yang
menyempurnakan, lalu diilhamkan kepada
(manusia), mana yang buruk dan mana yang
baik, sesungguhnya mendapat kemenangan
(bahagia) orang-orang yang mensucikan
jiwanya dan rugi (kalah) orang yang
mengotorkan jiwanya (jahat hatinya).
Dari berbagai uraian diatas, dalam kesempatan
ini penulis tertarik untuk melakukan kajian untuk
melihat secara objektif tentang bagaimana peran
PII dalam membinan moral generasi muda
terutama di Kabupaten Aceh Besar dengan
rumusan masalahnya sebagai berikut :
1. Bagaimana peranan PII dalam pembinaan
moral dan peningkatan generasi muda di
Kabupaten Aceh Besar
2. Usaha-usaha apa saja yang ditempuh oleh
PII dalam pembinaan moral dan
peningkatan prestasi generasi muda
Kabupaten Aceh Besar
3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi
oleh PII dalam pembinaan moral dan
peningkatan prestasi generasi muda di
Kabupaten Aceh Besar1
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas maka yang
menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peranan PII dalam pembinaan
moral dan peningkatan prestasi generasi
muda di Kabupaten Aceh Besar
2. Usaha-usaha apa saja yang ditempuh oleh PII
dalam pembinaan moral dan peningkatan
prestasi generasi muda Kabupaten Aceh
Besar
3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh
PII dalam pembinaan moral dan peningkatan
prestasi generasi muda di Kabupaten Aceh
Besar
Metodologi Penelitian
A. Populasi Dan Sampel Dalam penelitian ini yang menjadi
populasi adalah komunitas Pelajar Islam
Indonesia di Kabupaten Aceh Besar yang
meliputi anggota, pengurus dan keluarga besar,
Anggota yang dimaksud disini adalah para kader
PII yang telah mengikuti kegiatan training baik
yang masih duduk di bangku sekolah maupun
yang di perguruan tinggi.Adapun keluarga besar
PII yang dimaksud disini adalah mantan
pengurus PII yang masih memberikan peranan
dalam mendistribusi materi,pemikiran dan
kebutuhan lainnya demi kelancaran jalan nya
kepengurusan PII.
Dari kesemua unsur PII tersebut diambil
14 orang sebagai sampel penelitian yang terdiri
dari Unsur Ketua dan Angga, beserta beberapa
orang mantan pengurusnya yang dianggap
memiliki data yang banyak tentan peran dan
fungsi PII selama ini.
B. Tehnik Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini akan digolongkan
dalam dua katagori yaitu data primer dan data
skunder, data primer adalah data yang terkumpul
dilapangan sedangkan data sekunder adalah data-
data yang bersumber dari berbagai bacaan baik
buku-buku majalah, foto-foto dan sebagainya.m
oleh sebab itu untuk mengumpulkan data-data
tersebut dapat ditempuh dengan teknik sebagai
berikut :
1. Penelitian kepustakaan (library research)
Yaitu dengan mengumpulkan berbagai
bacaan yang terkait dengan permasalah yang
sedang diteliti baik yang digunakan sebagai
sumber kajian kepustakaan maupun
memperkuat temuan-temuan di lapangan.
2. Penelitian lapangan (field researchh) Yaitu
penelitian berdasarkan fakta dan realita yang
terjadi dilapangan, dengan teknik
pengumpulan datanya adalah sebagai berikut
:
a. Angket Yaitu dengan cara menyebarkan sejumlah
pertanyaan sesuai dengan tujuan penelitian.item-item
pertanyaan yang akan di gunakan di rumuskan
sedemikian rupa dengan bantuan para senior/para
ahli untuk memungkinkan terungkapnya berbagai
data tentang Peranan Pelajar Islam Indonesia dalam
membina moral generasi muda di Aceh Besar.
pertanyaan-pertanyaan yang di rumuskan dalam
angket akan di susun dalam dua bentuk, yaitu secara
tertutup dan semi terbuka. Angket tertutup adalah
angket yang mengungkapkan setiap masalah yang di
teliti tersedia jawabannya yang telah di rumuskan
sematang-matangnya sehingga responden tidak perlu
menambah lagi dengan jawaban nya sendiri.
Sedangakan semi terbuka adalah setiap
pertanyaan yang akan mengungkapkan indikator
yang ingin di sandera,jawabannya sudah tersusun
dengan pertimbangan yang matang,tetapi responden
masih diberi kemungkinan jawaban tambahan sesuai
dengan yang diinginkan,dilakukan dan dirasakan
selama ini.hal ini dilakukan untuk memungkinkan
terungkap nya berbagai data yang di butuhkan untuk
memperdalam pembahasan setiap masalah
penelitian.
2.Wawancara
Wawancara digunakan untuk memperdalam
serta menemukan jawaban-jawaban yang lebih
terperinci,yang tidak mungkin terjawab tuntas dan
mendetil melalui angket.wawancara akan dilakukan
khususnya lepada sumber data dari berbagai yang
erat kaitannya dengan Organisasi Pelajar Islam
Indonesia Aceh Besar dan terkait dengan masalah
yang sedang di kaji, sebagaimana yang telah di
sebutkan, tujuannya adalah memperoleh data secara
komperhensif terhadap konsep yang baik dalam
membina moral generasi muda di Aceh Besar.
Wawancara terutama akan dilakukan terhadap
beberapa orang sumber dari unsur inti Pengurus
Daerah Pelajar Islam Indonesia Kabupaten Aceh
Besar.
Wawancara dilakukan berdasarkan pedoman
wawancara yang telah disusun dari hasil kerjasama
Tim dan senior/para ahli sedemikian rupa,sehingga
memungkinkan terungkap berbagai imformasi yang
dibutuhkan secara mendalam.Diskusi juga akan
dilakukan secara intensivdengan para señor dan
pakar yang dipandang capable dalam masalah ini.
C. Tehnik Pengolahan Dan Analisis Data
Data yang terkumpul akan diolah dengan
pendekatan”Trianggulási”.yaitu lebih dari satu
metoda, dengan cara mengawinkan metoda
kuantitatif dan metoda kualitatif (Pertti Alasuutari
1996 : 130).data yang terkumpul melelui angket
akan diolah dengan bantuan statistik deskriptif
kuantitatif, akan disajikan dalam bentuk prosentase-
prosentase sehingga menghasilkan indikator-
indikator di setiap masalah yang akan
dijelaskan.Data yang terkumpul melalui wawancara
dan observasi akan diolah dengan pendekatan
deskriptif kualiatatif (Suharsimi Arikunto 2000 :
350-357), tujuannya untuk menggambarkan
katagori-katagori yang relevan dengan tujuan yang
ingin di capai dalam penelitian secara mendalam dan
akurat.
Reduksi data dilakukan sebagai usaha Sejak awal
penelitian dimulai secara terus menerus,hal ini
ditempuh untuk menghindari penumpukan data
dalam waktu yang lama,sehingga memungkinkan
peneliti dan mengumpulkan data secara terus
menerus sesuai dengan jangaka waktu penelitian
untuk memperdalam setiap temuan sebelumnya dan
untuk mempertajam data-data yang suadah
ada,sehingga hasil dapat memberikan gambaran
yang objektif dan memadai.
Hasil Dan Pembahasan
A. Pengumpulan Data Sebagaimana telah dijelaskan di muka
pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
melalui angkaet dan wawancara, angket diedarkan
kepada seluruh responden yang telah ditentukan,
serta diperdalam dengan wawancara terhadap
beberapa orang yang pandang penting dalam
melengkapi informasi penelitian.
Semua angket yang telah diedarkan
Alhamdulillah dapat terkumpul semua dan
memenuhi syarat untuk diolah..
B. Pengolahan Data
Sebagaimana telah kita maklumi bersama pada
dasarnya PII didirikan merupaka sebagai wadah para
generasi muda yang cerdas dan islami, oleh itu titik
konsentrasi pembinaannya lebih banyak diarahkan
pada pembinaan kepribadian generasi muda,
terutama pelajar dan mahasiswa, hal ini lebih jelas
terlihat dalam table pengolahan data berikut :
TabTabel 1. Sasaran pembinaan PII
Kabupaten Aceh Besar(boleh lebih dari satu
jawaban)
No Alternatif
jawaban
f (%)
1.
2.
3.
Pelajar
Mahasiswa
Tidak dibatasi
8
8
2
57
57
14
Berdasarkan hasil pengolahan data di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa sebahagian besar
sasaran pembinaan adalah remaja baik yang
berstatus sebagai mahasiswa maupun sebagai pelajar
namun tidak tertutup kemungkinan juga PII
membuka diri dalam pembinaan unsure lain. Artinya
meskipun sasaran utan adalah generasi muda pelajar
dan mahasiswa namun masyarakat umum kadang-
kadang pernah juga dilibatkan dalam pembinaannya
dengan harapan dapat dijadikan sebagai syiar
eksistensi PII dalam suatu wilayah sehingga
kiprahnya dapat diasakan semua unsur.
Untuk memudahkan dan efektivitas pelaksanaan
pembinaan moral generasi muda dapat dilakukan
dengan berbagai media, penggunaan media
diperlukan untuk memudahkan penjaukauan sasaran
yang ingin di bina, selama ini dalam pembinaan
moral remaja media yang digunakan bervariasi
artinya tidak tergantung pada salah satu media saja.
Hal ini dapat terlihat dalam table olahan data berikut
;
Tabel 2. Media pembinaan generasiral bagi
generasi muda PII Kabupaten Aceh besar.
N Alternatif
jawaban
F (%)
1.
2.
3.
Media cetak
Media TV
Media elektronik
10
3
1
72
21
7
Dari semua responden memberikan
jawaban bahwa media yang paling banyak
digunakan dalam pembinaan generasi muda
adalah media cetak media cetak ini bisa berupa
berbagai hal seperti surat kabar, brosur, spanduk
dan sebagainya, beberapa alasan mengapa media
ini sangat dominant digunakan karena
pertimbangan biaya lebih murah, dan jaukaun
capaian yang lebih banyak dan daya simpan
lebih lama bila disbanding dengan media-media
lainnya.
Meskipun secara tidak terprogram dalam
berbagai program tahunan, bulan dan minguan,
setiap program yang dilakukan oleh PII
Kabupaten Aceh Besar harus dapat menjangkau
seluruh kader dan sasaran, maka setiap pogram
perlu disosialisasikan dengn pihak-pihak terkait,
untuk mengetahui sejauh mana program-prgram
yang dilakukan dapat dirasakan, oleh sebab itu
setiap program PII perlu disebarluaskan hal ini
dapat kita ketahui dengan memperhatikan table
olahan data berikut :
Tabel 3. Dipublikasi tidaknya program
pembinaan generasi muda oleh PII Kabupaten
Aceh Besar
N Alternatif jawaban f (%)
1.
2.
3.
Setiap kegiatan selalu
dipublikasikan
Tergantung situasi
Ada yang tidak
tertampung di media
10
1
3
72
7
21
Jumlah 14 100
Hasil olahan data dari table diatas dapat kita
simpul bahwa sebahagian besar kegiatan-
kegiatan dalam pembinaan generasi muda di
Kabupaten Aceh Besar adalah dipublikasikan
melalui berbagai cara, baik dalam bentuk brosur,
surat kabar poster dan telivisi masing-masing
media publikasi tersebut tentu mengandung baik
buruknya, baik ditinjau dari sudut capaian
sasaran maupun tenaga dan biaya yang
dikeluarkan.
Untuk mengetahui jenis publikasi yang
sering dipilih oleh PPI Kabupaten Aceh besar
dalam mempublikasi pembinaan generasi
mudanya dapat kita lihat dengan memperhatikan
table olahan data berikut :
Tabel 4. Media yang paling sering
digunakan PII dalam mempublikasikan kegiatan
pembinaan moral selama ini di Aceh Besar.
N Alternatif
jawaban
F (%)
1.
2.
3.
Surat kabar
Brosur/poster
TV
6
8
3
43
57
22
Jumlah 14 100
Berdasarkan table pengolahan data diatas
dapat kita simpulkan lebih dari setengah
publikasi pembinaan moral generasi muda oleh
PII Kabupaten Aceh Besar di lakukan brosur dan
poster, sedangkan selebihnya dilakukan melalui
surat kabar, terutama surat kabar lokal, pemilihan
brosur sebagai media publikasi dikarenakan
mengandung berbagai keuntungan, terutama
sekali ditinjau dari sudut biaya dan wilayah
capaian yang ingin dijangkau dalam wilayah
Kabupaten Aceh besar dan Propinsi secara lebih
luas.
Dalam prses pembinaan PII Kabupaten
Aceh Besar dilakukan dengan berbagai
pendekatan yang dianggap mampu membekali
kepribadian generasi muda terutama sekali kader
PII itu sendiri. Untuk mengetahui berbagai
kegiatan yang dilakukan oleh PII dalam
pembinaan tersebut dapat diketahui dengan
memperhatikan table olahan data berikut :
Tabel 5. Usaha apa saja yang telah ditempuh
PII dalam pembinaan moral bagi generasi muda
di Aceh Besar. (Boleh lebih dari satu jawaban)
N Alternatif jawaban f (%)
1.
2.
3.
Melakukan training-
training
Melaksanakan
seminar
Melakukan kajian-
kajian bulanan
11
2
1
79
14
7
Berdasarkan tabel olahan data diatas dapat
disimpulkan, bahwa selama ini usaha-usaha yang
paling sering dilakukan oleh PII Kabupaten Aceh
Besar dalam pembinaan moral generasi muda
antara lain ; melalui training-traning tentang
kepemimpinan dan keagamaa hal ini didasari
pada pemikiran bahwa setiap kader PII dalam
wilayah kerjanya perlu dibekali dengan
ketrampilann yang menyangkut dengan prilaku,
kepemimpinan dan akhlak yang didasari pada
nilai-nilai keislaman dengan demikian para
generasi muda akan sulit tergoyahkan dengan
berbagai desakan moderenisasi dan budaya-
budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai
keislaman, dengan kepribadian yang kuat seperti
itu sehingga para kader PII akan menjadi contoh
yang baik lingkungan sosialnya dalam kontek
seperti ini dapat disebut juga sebagai upaya
pembinaan dalam pengertian yang lebih luas.
Disamping itu Pelajar Islam Indonesia
Kabupaten Aceh Besar dalam melakukan
training-training biasanya dikelompokkan dalam
beberapa kegiatan Leadership Basic Training,
Leadership Intermediate Training, Leadership
Advace Training, Pendidikan Instruktur dan
latihan Brigade PII serta belajar Islam bersama.
Dalam pelaksanaan berbagai kegiatan
sebagaimana yang telah disebutkan, sudah
barang tentu PII sebagai lembaga social
keagamaan yang tidak mengejar untung dan tidak
memiliki modal yang kuat, perlu mendapat
perhatian serius dan bekerja sama dengan semua
pihak, sebagai mitra terutama sekali para unsure-
unsur terkait dalam pembinaan remaja guna
mewujutkan generasi masa depan yang baik.
Untuk mengetahui unsure-unsur yang
sering terlibat dalam pembinaan generasi muda
oleh PII Kabupaten Aeh Besar dapat kita
perhatikan pada table olehan data berikut :
Table 6.. Unsur-unsur yang telat dalam
pembinaan generasi muda oleh PII Kabupaten
Aceh Besar
N Alternatif jawaban F (%)
1.
2.
3.
PEMDA
OKP Paguyuban
Masyarakat Umum
10
1
3
72
7
21
Jumlah 14 100
Berdasarkan table olahn data diatas dapat
kita simpulkan bahwa yang menjadi patner utama
dalam pembinaan moral genrasi muda selama ini
adalah Pemda, tentu saja Pemda yang instansinya
terkait dengan tujuan PII. disamping itu hanya
sebagian kecil PII Kabupaten Aceh Besar bekerja
dengan masyarat umum.
Pembinaan generasi yang muda yang
dilaksanakan dengan bekerja sama tersebut, tentu
akan memerlukan dana yang tidak sedikit karena
pelaksanaan pelatihan./training oleh PII biasanya
diikuti oleh peserta yang lumayan besar , oleh
sebab itu dana yang diperlukan untuk
terlaksananya program tersebut juga besar, untuk
dapat kita ketahui dari mana saja sumber dana
yang mendukung pelaksanaan programnya dapat
kita ketahui dengan memperhatikan tabel olahan
data berikut :
Tabel 7. Sumber dana dalam menjalankan
kegiatan pembinaan moral bagi generasi muda di
Aceh Besar, .
N Alternatif jawaban F (%)
1.
2.
3.
4.
PEMDA
LSM / NGO
Keluarga Besar PII
Sukarela
masyarakat
12
-
2
2
86
-
14
14
Jumlah 14 100
Berdasarkan table olahan data diatas dapat
kita simpulkan dalam mendukung kelancaran
program-program pembinaan oleh PII Kabupaten
Aceh Besar pada umumnya sumber dana berasal
dari Pemda setempat, yang dimaksudkan dengan
pemda setempat dalam hal ini adalah terutama
Pemda Kabupaten Aceh Besar dan Pemda
Provinsi melalui berbagai instansi dan bidang-
bidang terkait, namun di samping itu hanya
sebahagian kecil untuk kelancaran pembinaan
program tersebut di dukung juga oleh dana yang
berasal dari keluarga besar PII Kabupaten Aceh
Besar dan umum lainnya.
Cara memperoleh dana tidaklah
semudah yang kita bayangkan, tapi penuh
dengan berbagai lika-likunya, karena sebahagian
besar instansi-instansi terkait tidak ada pos
khusus untuk penyelenggaraan kegiatan PII,
namun sumber dana dari setiap instansi tersebut
adalah dilihat keterkaitan program PII dengan
pos anggaran yang ada di instansi tersebut,
dengan mengajukan proposal-proposal untuk
dipelajari, namun ada juga sebahagian kecil
program-program pebinaan yang dilakukan oleh
PII Kabupaten Aceh Besar bersumber dari dana
tawaran dari Pemda setempat, hal ini dapat kita
pelajari dengan memperhatikan table olahan data
berikut :
Tabel 8. Usaha mendapatkan bantuan dana
dari Pemda dan Donatur.
N Alternatif jawaban f (%)
1.
2.
3.
Mengajukan program
ke PEMDA
Menunggu tawaran
program dari
PEMDA
Melakuka lobi-lobi
dengan semua pihak
9
2
3
65
14
21
Jumlah 14 100
Setiap program yang dilakukan dalam
pembinaan moral generasi muda oleh PII
Kabupaten Aceh Besar, selalu mengacu pada
prinsip kontinuitas dalam menjaga
kesinambungan proses pembinaan. Untuk
mengetahui bagaimana cara PII Kabupaten Aceh
Besar menjaga kesinambungan program
pembinaannya dan wilayah sasaran dapat kita
pelajari table olahan data berikut :
Tabel 9. Cara Pengurus PII menjaga
kesinambungan pembinaan moral bagi generasi
muda sampai kesemua kecamatan yang ada di
Kabupaten Aceh Besar.(Boleh lebih dari satu
jawaban)
No Alternatif jawaban f (%)
1.
2.
3.
Mengadakan kajian-kajian
bulanan di setiap komisariat
PII
Melakukan pemantauan
bulanan
Kegiatan di pusatkan di
kecamatan
5
8
1
36
57
7
Dari olahan data table diatas dapat kita
simpulkan bahwa dalam menjaga
kesinambungan program pembinaan moral bagi
generasi muda sampai ke semua kecamatan di
Aceh Besar. Antara lain dilakukan melalui
pantauan bulanan, kajian komisariat bulanan
serta dengan cara memusatkan beberapa kegiatan
dilakukan di kecamata-kecamatan, dengan cara
demikian berbagai permasalahan sampai dengan
ke kecamatan dapat dilakukan pembinaannya,
sehingga dapat disusun skala prioritas kecematan
yang diutamakan dan kemacamatan selanjutnya
dengan demikian pola-pola pembinaan akan
sampai kepada para generasi muda secara
menyeluruh.
Disamping karena banyak kegiatan PII di
tingkat kabupaten maka untuk menjaga
kesinambungan dibentukk Komisariat PII di
setiap kecamatan, di mana kegiatan yang tidak
tertampung di kabupaten dapat diberikan
wewenang kepada pengurus kecamatan untuk
mengatur sendiri program-program kerja dengan
catatan tidak bertentangan dengan visi dan misi
PII serta setiap kegiatan tersebut didampingan
oleh pengurus tingkat kabupaten.
Meskipun demikian karena sasaran
yang ingin dicapai adalah pembentukan suatu
prilaku tentu tidaklah mudah dan pasti akan
menghadapi berbagai kendala, .baik kendala
yang bersumber keaktifan internal anggota
maupun kendala yang bersumber dari eksternal
organisasi.
Untuk mengetahui kedala-kendala apa
saja yang sering dihadapi oleh PII Kabupaten
Aceh Besah dapat kita lihal dalam table olahan
data berikut.
Tabel 10. Kendala-kendala yang sering
dihadapi oleh PII Kabupaten Aceh Besar.(Boleh
lebih dari jawaban)
No Alternatif jawaban f (%)
1.
2.
3.
4
Terbatasnya anggaran
Banyak anggota tidak
aktif
Kurang dukungan dari
masyarakat
Banyak anggota masih
pelajar/Mhs
Tidak ada izin dari orang
tua
9
4
1
4
5
64
29
7
29
35
Berdasarkan table olahan data diatas dapat kita
simpulkan bahwa kendala-kendala yang sering
dihadapi oleh PII Kabupaten Aceh Besar dalam
pembinaan generasi muda dapat kita kelompokkan
dalam beberapa hal antara lain : Terbatasnya
anggaran yang tersedia dalam pelaksanaan program,
sering kali kader PII tidak mendapat restu orang tua,
banyak anggota yang berstatus pelajar dan
mahasiswa, banyak anggota yang tidak aktif serta
minimnya dukungan masyarakat dalam
menyukseskan berbagai program yang telah
diagendakan.
Disamping itu terdapat juga beberapa kendala
teknis yang sering menghambat kelancaran program
pembinaan generasi muda di Kabupaten Aceh Besar,
yaitu :
1. Banyaknya kegiatan, sehingga sebagian
aktifitas terporsir untuk kegiatan organisasi.
2. Kegiatan organisasi PII seperti pengkaderan,
bakti sosial, ke kecamatan dan lain-lain
banyak menyita tenaga. Akibatnya aktifis PII
kurang optimal, dan sering kali dapat
mengganngu tugas pokoknya yang
kebanyakan pelajar dan mahasiswa.
Pembahasan
Pembinaan dan pengembangan moral
bangsa merupakan salah satu komitmen kader
PII sejak pertama sekali didirikan tujuannya
adalah merealisasikan terwujud prilaku bangsa
yang Islami sesuai dengan anjuran Al-qur’an dan
Sunnah Rasul. Untuk mewujudkan prilaku yang
Islami secara keseluruhan perlu dibentuk
pengurus PII di setiap wilayah secara merata.
Dengan harapan syiar Islam secara menyeluruh
dapat tercapai terutama sekali melaui pembinaan
komunitas-komunitasnya artinya pemibinaan
dapat ditempuh melalui pendidikan,
penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai agama
serta mempunyai ilmu yang mendalam sesuai
disiplin ilmu yang dipelajari.
Pembinaan dan pengembangan PII
merupakan salah satu langkah dalam upaya
mewujudkan kesempurnaan pendidikan yang
sesuai dengan syari’at Islam dengan sasaran
utamanya adalah generasi muda, dengan harapan
baik generasi muda maka baiklah pemimpin dan
masyarakat suatu wilayah nantinya.
Sebagai wadah pembinaan generasi muda,
PII melakukan pembinaan moral moral
pembinaan moral yang dimaksud adalah
pembinaan mental spiritual kearah pembinaan
etika generasi muda. Salah satu indicator
keberhasilan pembinaan moral PII adalah
berhasilnya dalam pencapaian pendidikannya
dengan berdasarkan ilmu dan agama Islam dan
adat budayanya..
Oleh sebab itu PII setiap wilayah harus
berfungi sebagai agen pembawa syariat sebagai
wadah berlatih, wahana penghantar sukses studi,
pembentukan pribadi muslim dan sebagai alat
perjuangan.1
Konsep diatas mengindikasikan bahwa
para kader yang aktif dalam organisasi PII
diharapkan sukses dalam menyelesaikan studinya
dan siap untuk mengamalkan apa yang
dipelajarinya sehingga PII menjadi dorongan
moral bagi anggotanya agar berhasil
menyelesaikan studi dan terhindar dari prilaku-
prilaku yang tercela.
Mewujudkan maksud tersebut PII
Kabupaten Aceh Besar punya pola tersendiri,
antara lain melalui training-traning tentang
kepemimpinan dan keagamaa hal ini didasari
pada pemikiran bahwa setiap kader PII dalam
wilayah kerjanya perlu dibekali dengan
ketrampilann yang menyangkut dengan prilaku,
kepemimpinan dan akhlak yang didasari pada
nilai-nilai keislaman dengan demikian para
generasi muda akan sulit tergoyahkan dengan
berbagai desakan moderenisasi dan budaya-
budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai
keislaman, dengan kepribadian yang kuat seperti
itu sehingga para kader PII akan menjadi contoh
yang baik lingkungan social dan studinya dalam
kontek seperti ini dapat disebut juga sebagai
upaya pembinaan lam pengertian yang lebih luas.
Disamping itu Pelajar Islam Indonesia
Kabupaten Aceh Besar dalam melakukan
training-training biasanya dikelompokkan dalam
beberapa kegiatan Leadership Basic Training,
Leadership Intermediate Training, Leadership
Advace Training, Pendidikan Instruktur dan
latihan Brigade PII serta belajar Islam bersama.
Dalam memantap dan memperkuat
perannya dalam pembinaan moral bagi generasi
muda sampai kesemua kecamatan, PII Kabupaten
Aceh Besar. Antara melakukan berbagai kegiatan
seperti pantauan bulanan, kajian komisariat
bulanan serta dengan cara memusatkan beberapa
kegiatan dilakukan di kecamata-kecamatan,
dengan cara demikian berbagai permasalahan
sampai dengan ke kecamatan dapat dilakukan
pembinaannya, sehingga dapat disusun skala
prioritas kecematan yang diutamakan dan
kemacamatan selanjutnya dengan demikian pola-
pola pembinaan akan sampai kepada para
generasi muda secara menyeluruh.
Meskipun demikian karena sasaran yang
ingin dicapai adalah pembentukan suatu prilaku
tentu tidaklah mudah dan pasti akan menghadapi
berbagai kendala, .baik kendala yang bersumber
keaktifan internal anggota maupun kendalan
yang bersumber dari eksternal organisasi.
Kendala-kendala yang sering permasalahan
dan perlu dicari solusi oleh PII Kabupaten Aceh
Besar dalam pembinaan generasi muda dapat kita
kelompokkan dalam beberapa hal antara lain :
Terbatasnya anggaran yang tersedia dalam
menunjang pelaksanaan program pembinaan ,
sering kali kader PII tidak mendapat restu orang
tua, sehingga mereka hanya terdaftar saja sebagai
kader PII, namun setiap ada kegiatan tidak bias
dilalui dengan maksimal, banyak anggota yang
berstatus pelajar dan mahasiswa juga menjadi
kendala tersendiri, karena kita ketahui pelajar
dan mahasiswa juga memiliki kewajiban
pendidikannya yang tidak bisa ditinggalkan,
banyak anggota yang tidak aktif serta minimnya
dukungan masyarakat dalam menyukseskan
berbagai program yang telah diagendakan.
Di lain pihak terdapat juga beberapa
kendala yang sebenarnya teknis saja dan kadang-
kadang sangat terkait juga dengan kendala-
kenadala diatas dan sering menghambat
kelancaran program pembinaan generasi muda di
Kabupaten Aceh Besar, yaitu :
1. Banyaknya kegiatan, sehingga sebagian
aktifitas terporsir untuk kegiatan organisasi.
2. Kegiatan organisasi PII seperti pengkaderan,
bakti sosial, ke kecamatan dan lain-lain
banyak menyita tenaga. Akibatnya aktifis PII
kurang optimal, dan sering kali dapat
mengganngu tugas pokoknya yang
kebanyakan pelajar dan mahasiswa.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN Sesuai dengan permasalahan di atas,
maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan
sebagai berikut :
Peranan PII dalam pembinaan moral dan
kepribadian generasi muda di Kabupaten Aceh
Besar sangat penting yang berfungsi sebagai
wadah, membentuk, mengembang dan
pempertahan prilaku-prilaku yang luhur sesuai
dengan nilai-nilai yang Islami, bahkan di
samping itu tujuan utama PII Aceh Besar adalah
mempersiapkan kader-kader yang sukses dalam
pendidikannya sehingga menjadi pemimpin-
pemimpin yang berbudi luhur di masa depan.
1. Untuk mencapai maksud-maksud tersebut
PII Kabupaten Aceh Besar menempuh berbagai
usaha antara lain : training-traning (Leadership
Basic Training, Leadership Intermediate
Training, Leadership Advace Training,
Pendidikan Instruktur dan latihan Brigade PII
serta belajar Islam bersama). hal ini didasari pada
pemikiran bahwa setiap kader PII dalam wilayah
kerjanya perlu dibekali dengan ketrampilann
yang menyangkut dengan prilaku, kepemimpinan
dan akhlak yang didasari pada nilai-nilai
keislaman dengan demikian para generasi muda
akan sulit tergoyahkan dengan berbagai desakan
moderenisasi dan budaya-budaya yang
bertentangan dengan nilai-nilai keislaman,
dengan kepribadian yang kuat seperti itu
sehingga para kader PII akan menjadi contoh
yang baik lingkungan social dan studinya dalam
kontek seperti ini dapat disebut juga sebagai
upaya pembinaan dalam pengertian yang lebih
luas.
2. Kendala-kendala yang sering dihadapi oleh
PII dalam pembinaan moral dan kepribadian
generasi muda di Kabupaten Aceh Besa:r sangat
beragam, namun kalau kita simpulkan antara
lain :
a. Terbatasnya anggaran yang tersedia dalam
menunjang pelaksanaan program pembinaan,
sulitnya mendapat restu orang tua bagi setiap
kader, terutama sekali kader remaja putri,
b. Banyak anggota yang berstatus pelajar dan
mahasiswa juga menjadi kendala tersendiri,
karena kita ketahui pelajar dan mahasiswa
juga memiliki kewajiban pendidikannya yang
tidak bisa ditinggalkan, banyak anggota yang
tidak aktif serta minimnya dukungan
masyarakat dalam menyukseskan berbagai
program yang telah diagendakan.
c. Banyaknya kegiatan, sehingga sebagian
aktifitas terporsir untuk kegiatan organisasi.
d. Kegiatan organisasi PII seperti pengkaderan,
bakti sosial, ke kecamatan dan lain-lain
banyak menyita tenaga. Akibatnya aktifis PII
kurang optimal, dan sering kali dapat
mengganngu tugas pokoknya yang
kebanyakan pelajar dan mahasiswa
3. SARAN-SARAN Berdasarkan berbagai kendala-kendala di
atas, maka perlu disarankan sebagai berikut
b. Perlu kiranya pemda setiap kebupaten
menyidiakan pos anggaran khusus PII untuk
kelancaran pembinaan dan menjaga
kontinyunitas pelaksanaan berbagai program.
c. Perlu sosialisasi yang memadai kepada orang
tua kader sehingga dapat memahami maksud
dan tujuan program-program PII secara utuh
dan maksimal, demi pembinaan moral dan
keberhasilan pendidikan anaknya.
d. Perlu kiranya para pengurus PII menyusun
skala prioritas kerja program, sehingga
dengan program-program yang banyak dapat
dituntaskan dengan teratur, bertahap dan
tuntas, dengan prinsip kerja Fleksible,
terpogram, efektivitas dan efisiensi serta
berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA
Gufron Su’udi, 1986. Sosok Penbinaan Dalam
Rangka Mewujudkan Generasi Muda Idaman.
epartemen Agama RI, Jakarta.
Mohd. Husni Tamrin,Ma’roof, 1998. Pilar Dasar
Gerakan PII; Dasa Warsa Pertama, Karsa
Cipta Jaya,1998, Jakarta
Halim Tuasikal, MA. 1955. Sejarah PII dari
Kongres Ke Kongres, Yogyakarta.
Syahfawi. 2001. Idealisme PII dalam Pembinaan
Pelajar, (Skripsi FKIP Unsyiah, Darussalam.
Banda Aceh.
Punca. 2000. (Media Alternatif Perekat
Ukhuwah), Tabloid Mingguan PII Aceh, Edisi
05/th. I Maret 2000, hal.1.
Anonimous. 2002. Keputusan Muktamar Nasional
PII ke-23 Makasar, 06 Juli 2002
H. Hamzah Ya’qub, 1996. Etika Islam Pembinaan
Akhlak Karimah, Suatu Pengantar. CV
deponogiro, Bandung..
PENERAPAN PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
REALISTIK DI KELAS VIII SMP NEGERI 3 BANDA ACEH
Oleh
Usman*
Abstract
Aim of this research is to know (1) the students’activity, (2) mount the teacher ability in applying the
lesson, (3) to know the student ability level. This research in cassify category research experiment.
Population on this research is all of the seconds’ years student of SMP Negeri 3 Banda Aceh., and samples
of this research the student class VIII.1. The instrumen using for this research is test, the students pepper
activity, and the teacher pepper ability. Use descriptive analysis data. Based on data analysis aobtain: (1)
the student activity inclusive of efective category, (2) mount the teacher ability in applying lesson
inclusive category, (3) ability of seconds year students SMP Negeri 3 Banda Aceh after applying authentic
assessment, be at superior ability dand very gratifiying
Key Word: Authentic assessment
Fakta menunjukkan bahwa kualitas
sumber daya manusia (SDM) bangsa
Indonesia saat ini jauh dari harapan bahkan
sangat memprihatinkan. Hal ini didasarkan
oleh standar ukuran Human Development
Indeks UNDP, kualitas SDM bangsa
Indonesia termasuk dalam rangking paling
rendah di antara sesama negara ASEAN, dan
peringkat ke 109 dari 173 negara di dunia
(Sukamto dalam Akib, 2002). Rendahnya
kualitas SDM ini merupakan akibat kurang
relevannya program-program bangsa dalam
persepektif kekinian dan masa depan.
Menghadapi era AFTA, ANFTA, dan
APEC tahun 2020 mendatang yang ditandai
dengan persaingan secara terbuka, dengan
kondisi SDM kita seperti disebutkan di atas
akan menjadi ancaman bagi kelangsungan
hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
sektor pendidikan perlu mendapat perhatian
utama dengan melakukan pembahasan
ataupun pembenahan.
Persoalan sekarang, siapkah institusi
pendidikan kita menghasilkan SDM yang
mampu bersaing dalam dunia global?.
Siapkah pengembang kurikulum maupun
guru menghadapi tuntutan kekinian dan masa
depan?. Bagaimana guru menyiapkan siswa
agar mereka dapat hidup produktif dan sukses
di masa depan dan keterampilan apa yang
diperlukan untuk pekerjaan-pekerjaan di
masa depan.
Depdiknas menjawab pertanyaan-
pertanyaan di atas dengan melakukan
perubahan kurikulum, yaitu kurikulum 1994
ke kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis
Kompetensi). KBK ini dimaksudkan agar
lulusan pendidikan nasional memiliki
keunggulan kompetitif dan komperatif sesuai
standar mutu nasional maupun internasioanl.
Dalam KBK khususnya mata
pelajaran matematika (Depdiknas, 2002)
dijelaskan bahwa tujuan umum pendidikan
matematika ditekankan pada siswa untuk
memiliki; (1) kemampuan yang berkaitan
dengan matematika yang dapat digunakan
dalam memecahkan masalah matematika,
pelajaran lain maupun masalah yang
berkaitan dengan kehidupan nyata, (2)
kemampuan menggunakan matematika
sebagai alat komunikasi, (3) kemampuan
menggunakan matematika sebagai cara
bernalar, berpikir sistematis, bersifat
obyektif, bersifat jujur, disiplin dalam
memandang dan menyelesaikan masalah
matematika. Senada dengan itu, Soedjadi
(1999:138) menjelaskan bahwa tujuan
pendidikan matematika untuk masa depan
haruslah memperhatikan: (1) tujuan yang
bersifat formal yaitu penataan nalar serta
pembentukan pribadi anak didik, dan (2)
tujuan bersifat material yaitu penerapan
matematika serta keterampilan matematika.
Tujuan-tujuan pendidikan
matematika seperti di atas tampaknya
menitikberatkan atau memfokuskan pada
kemampuan-kemampuan maupun
keterampilan-keterampilan tertentu seperti
memecahkan masalah, keterampilan
menganalisis data, berpikir logis, membuat
keputusan, menyelesaikan masalah nyata, dan
lain-lain serta mengurangi penekanan pada
aturan/prosedur perhitungan. Hal ini
dimaksudkan dalam rangka mempersiapkan
siswa menghadapi perubahan-perubahan
sosial, baik pada persaingan dunia kerja
maupun membuka lapangan kerja.
Tujuan-tujuan di atas merupakan
suatu yang bersifat ideal dan mungkin sulit
dicapai. Namun yang penting adalah blu-
print dari tujuan-tujuan tersebut yakni
pembelajaran matematika lebih menekakan
pada suatu proses. Kemampuan –kemampuan
yang diharapkan dimiliki siswa, dapat
diperoleh melalui suatu pembelajaran yang
optimal. Oleh karena itu, guru seyogianya
berusaha membantu siswa untuk
mengkonstruksi pengetahuan tersebut dapat
terkonstruksi kembali. Demikian pula, ketika
siswa bekerja untuk mengkonstruksi
pengetahuan baru dengan mengintegrasikan
dengan pengetahuan sebelumnya, sebaiknya
guru bertindak sebagai fasilisator.
Pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru
(teacher oriented) namun berpusat pada
siswa (student oriented). Guru dalam proses
ini berfungsi sebagai mediator dan fasilisator.
Pendekatan pembelajaran yang
tertuang dalam KBK mata pelajaran
matematika (Depdiknas, 2002) menjelaskan
bahwa pemahaman suatu konsep atau
pengetahuan dibangun sendiri (diskontruksi)
oleh siswa. Ini berarti suatu rumus, konsep,
atau prinsip dalam matematika seyogianya
ditemukan oleh siswa di bawah bimbingan
guru (guided reinvention), kecuali untuk
pengetahuan yang bersifat faktual, dan
prosedural, yang cukup dikenalkan dan
diingatkan siswa, misalnya: lambang
bilangan dan notasi, prosedur pengalikan atau
membagi. Pembelajaran yang
mengkondisikan dan menemukan sesuatu,
dan ini sangat bermanfaat pada bidang
lainnya maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini dimaksudkan agar siswa
memiliki kompetensi dasar yang diharapkan
KBK tercapai melalui belajar matematika
yakni kemampuan memecahkan masalah,
penalaran, dan komunikasi. Oleh karena itu,
untuk mencapai kompetensi tersebut guru
harus menjabarkan kegiatan pembelajaran
dalam bentuk silabus dan disesuaikan dengan
kekhasan bahan ajar dengan memperhatikan
tingkat perkembangan berpikir siswa.
Berdasarkan perspektif di atas,
tujuan pendidikan tidak hanya terbatas pada
produk saja tetapi lebih dari itu menyangkut
proses dan keterkaitannya dengan kehidupan
sehari-hari. Namun sistem penilaiannya yang
berlaku selama ini masih secara tradisional
berupa paper and pencil (tes tulis). Alat
evaluasi ini digunakan secara luas, dengan
pertambahan lebih praktis, baik penyusunan
alat evaluasinya, cara penyelenggaraan
maupun koreksinya. Tetapi dari banyak
tinjauan, alat evaluasi ini di pandang banyak
kelemahannya. Salah satu kelemahan tes
tertulis tersebut adalah alat evaluasi ini hanya
mengukur sebagian kecil kemampuan siswa.
Tes tertulis hanya menguji daya ingat siswa
atas informasi faktual dan prosedur
logaritma. Evaluasi ini tidak menilai
partisipasi aktif siswa selama kegiatan
pembelajaran berlansung.
Paidi (2000:248) mengemukakan
bahwa menurut beberapa ahli pendidikan, tes
tertulis sebagai alat ukur kemampuan subyek
belajar hanya mampu mengukur paling
banyak 20% dari seluruh kemampuan yang
mereka miliki. Akibatnya, evaluasi yang
dipandang sebagai tolak ukur keberhasilan
siswa, menjadi bias yakni kurang mengukur
apa yang semestinya diukur. Melalui tes
tertulis, guru dapat menilai banyak hal, tetapi
tidak semuanya hasil proses belajar yang
penting. Dalam penilaian kelas, guru tidak
hanya membutuhkan tes tertulis namun
bentuk penilaiam yang lebih komprehensif
unuk mendapatkan informasi tentang
kemampuan siswanya. Demikian pula,
gambaran tentang kemajuan belajar siswa
diperlukan di sepanjang proses pembelajaran,
oleh karena penilaian tidak hanya dilakukan
pada akhir periode (semeter), tetapi
dilakukan bersama secara terintegrasi (tidak
terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran
(Nurhadi, 2002).
Mengukur upaya siswa mencapai
tujuan-tujuan pendidikan di atas,
menghendaki cara-cara penilaian baru.
Sistem penilaian ini disebut penilaian
autentik. Pada KBK (Depdiknas, 2002:9)
disebut penilaian berbasis kelas (PBK).
Penilaian autentik mengukur kemampuan
siswa sesungguhnya, yang mencakup aspek-
aspek yang luas seperti keseharian siswa.
Untuk penilaian autentik diperlukan tugas-
tugas autentik (authentic task) yang harus
diselesaikan oleh siswa serta dapat memberi
bukti beberapa banyak informasi yang telah
dikumpulkan siswa. Dengan demikian
diharapkan penilaian yang dilakukan lebih
komprehensif sehingga dapat digunakan
untuk membuat kesimpulan tentang profil
siswa secara rutin.
Penilaian autentik ini dilakukan
untuk mengevaluasi sejauhmana setiap siswa
belajar dan sejauh mana mereka menerapkan
hasil belajarnya. Cecep (2000:25)
mengemukakan bahwa penilain autentik
bertujuan untuk menyediakan informasi yang
absah/benar dan akurat mengenai apa yang
benar-benar diketahui dan dapat dilakukan
oleh siswa.
Dengan penilaian autentik, siswa
dalam mempelajari matematika dituntut
bukan hanya memahami materi, melainkan
juga mampu merumuskan masalah,
menentukan penyelesaian dan
menginterprestasikan hasil belajar yang
dicapai. Bahkan dengan penilaian autentik ini
siswa diharapkan mampu melakukan
tindakan nyata sebagai wujud dari
perolehan/pemahamannya atas materi dalam
pembelajaran.
Berkaitan dengan tugas autentik,
Johnson (2002:166) menyebutkan 4 (empat)
jenis tugas autentik yakni (1) Protofolio (the
portfolio), Kinerja (the performance), (3)
Proyek (the project), respon tertulis secara
luas (the extended written response).
Dari berbagai jenis tugas autentik di
atas, tugas penilain kerja menjadi fokus
pembahasan dalam artikel penelitian ini. Hal
ini didasarkan atas pertimbangan bahwa
penilaian kinerja akan meningkatkan tukar
menukar informasi antara guru dan siswa.
Sejauhmana usaha dan kemampuan siswa
menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan konteks serta sejauhmana guru
memberikan umpan balik dari hasil pekerjaan
siswa. Misalnya diberi tugas yang mencakup
penggunaan gergaji dan mengamati apakah
siswa dapat memilih gergaji yang tepat untuk
tugas yang diberikan. Bentuk demontrasi
penguasaan konsep untuk memecahkan
masalah-masalah yang praktis ini dapat
menilai tingkat pemikiran siswa yang lebih
tinggi.
Menurut Peressini& Bassett (1996),
tugas-tugas penilaian kinerja mengenai
matematika merupakan salah satu tugas yang
mampu mengembangkan kemampuan siswa
mengenai pemecahan masalah (problem
solving), penalaran (reasoning), dan
komunikasi (communication). Selanjutnya
Romberg (dalam Peressini & Bassett:1996)
mengemukakan bahwa tugas-tugas penilaian
kinerja telah menjadi dari berbagai harapan
untuk menilai pemahaman siswa mengenai
matematika. Tugas-tugas penilaian kinerja
memungkinkan siswa mengkomunikasikan
pengetahuan matematikanya dengan cara
autentik yang bermanfaat bagi kehidupannya
Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah (1) bagaimanakah aktivitas siswa
selama penerapan pembelajaran matematika
realistik pada materi sistem persamaan liner
dua variabel (SPLDV) di kelas VIII SMP?,
(2) bagaimanakah aktivitas guru selama
penerapan pembelajaran matematika realistik
pada materi sistem persamaan liner dua
variabel (SPLDV) di kelas VIII SMP?, (3)
bagaimanakah gambaran level kemampuan
siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Banda Aceh
menyelesaikan masalah sistem persamaan
liner dua variabel (SPLDV) yang realistik
dengan penerapan penilain authentik?
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk
mendeskripsikan aktivitas siswa selama
penerapan pembelajaran matematika realistik,
(2) untuk mendeskripsikan kemampuan guru
mengelola pembelajaran matematika
realistik, (3) untuk mendeskripsikan
gambaran level kemampuan siswa kelas VIII
SMP Negeri 3 Banda Aceh dalam
menyelesaikan masalah sistem persamaan
liner dua variabel (SPLDV) yang realistik
dengan penerapan penilaian autentik
METODE PENELITIAN
Penelitian ini disebut penelitian
eksperimen karena ditandai adanya perlakuan
yang dirancang secara sengaja untuk
mengubah kondisi yakni penerapan
pembelajaran matematika realistik pada
materi sistem persamaan linear dua variabel.
Papulasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Banda Aceh
tahun ajaran 2007/2008 yang terdiri dari 10
kelas. Sedangkan sampel adalah siswa kelas
VIII.1 yang dipilih secara acak dari 10
(sepuluh) kelas. Variabel dalam penelitian ini
adalah variabel bebas yakni variabel
perlakuan yaitu penerapan pembelajaran
matematika realistik
Raancangan penelitian ini adalah desain
pretes-postes satu kelompok yaitu:
Kelas Pretes Perlakuan Postes
Eksperimen T1 X T2
Keterangan: T1: Tes sebelum perlakuan
X: Perlakuan yaitu penerapan pembelajaran
realistik
T2: Tes sesudah perlakuan
Adapun instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
a. Tes hasil belajar. Instrumen ini digunakan
untuk mendapatkan data tentang hasil
kerja siswa dalam menyelesaikan
masalah yang realistik. Instumen ini juga
disusun berdasarkan pada indikator
pencapaian hasil belajar yang ingin
dicapai pada materi sistem persaman
linear dua variabel. Adapun indikator
tersebut adalah: (1) menuliskan
pengertian sistem persamaan linear dua
variabel, (2) menyelesaikan sistem
persamaan dua variabel dengan cara
eliminasi dan substitusi, (3)
menyelesaikan masalah-masalah realistik
dari sistem persamaan linear dua
variabel. Soal tes berbentuk esaay dan
terdiri dari 5 (lima) butir soal.
b. Lembar observasi aktivitas siswa.
Instrumen ini digunakan untuk
mendapatkan data tentang aktivitas siswa
selama pembelajaran berlangsung.
c. Lembar observasi kemampuan guru
mengelola pembelajaran. Instrumen ini
digunakan untuk mendapatkan data
tentang kemampuan guru mengelola
pembelajaran matematika realistik.
Sesuai dengan rencana penelitian,
data dikumpulkan dengan cara sebagai
berikut.
a. Tes hasil belajar. Data tentang hasil kerja
siswa dalam menyelesaikan masalah yang
realistik dikumpulkan melalui pemberian
tes yakni pretes diberikan sebelum
pembelajaran berlangsung dan postes
diberikan setelah pembelajaran
berlangsung.
b. Lembar observasi aktivitas siswa lembar
observasi diberikan kepada seorang
pengamat untuk di isi dengan cara
menuliskan cek lis (√ ) sesuai dengan
keadaan yang diamati.
c. Lembar observasi kemampuan guru
mengelola pembelajaran. Lembar
observasi diberikan kepada seorang
pengamat untuk di isi dengan cara
menuliskan cek lis (√ ) sesuai dengan
keadaan yang diamati.
Untuk menjawab pertanyaan yang
telah dirumuskan dalam penelitian ini, maka
setelah data dikumpulkan dilakukan analisis
dengan menggunakan analisis deskriptif.
a. Analisis data aktivitas siswa. Data hasil
pengamatan aktivitas siswa selama
kegiatan pembelajaran dianalisis dengan
menggunakan persentase. Dari hasil
setiap tatap muka diperoleh persentase
aktivitas siswa. Dari persentase setiap
tatap muka ditentukan rata-ratanya.
Persentase pengamatan aktivitas siswa
dihitunga dengan cara:
%100tan
tanx
pengamaaspeksemuarataratafrekuensiBanyaknya
pengamaaspeksetiapratarataFrekuensi
−
−
Penentuan kriteria aktivitas siswa
berdasarkan pencapaian waktu ideal yang
ditentukan dalam penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran. Aktivitas siswa
tercapai efektif bila setiap aktivitas siswa
berada pada kriteria efektif.
b. Analisis data kemampuan guru pengelola
pembelajara. Data tentang kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran yang diamati
oleh seorang pengamat, dianalisis dengan
menggunakan statistik deskriptif dengan
menghitung nilai rata-rata setiap aspek yang
diamati dalam mengelola pembelajaran.
Kriteria tingkat kemampuan guru (TKG)
dalam menerapkan pembelajaran sebagai
berikut
1,00≤TKG≤1,50: Sangat kurang baik
1,50 ≤ TKG ≤ 2,50 : Kurang baik
2,50 ≤ TKG ≤ 3,50 : Cukup
3,50 ≤ TKG ≤ 4,50 : Baik
4,50 ≤ TKG ≤ 5,00 : Sangat baik
TKG : Tingkat kemampuan guru
(Hasratuddin, 2002: 27)
Kemampuan guru mengelola
pembelajaran dikatakan baik jika setiap aspek
yang dinilai berada pada kategori minimal
baik.
c. Analisis tes hasil belajar. Untuk menjawab
rumusan pertanyaan penelitian yang ke dua
yaitu bagaimanakah gambaran level
kemampuan siswa kelas VIII SMP Negeri 3
Banda Aceh tentang materi sistem persamaan
linear dilakukan tes akhir kemudian hasil tes.
Lembar hasil tes (lembaran hasil kerja siswa)
yang diperoleh melalui tes akhir dianalisis
dengan mencermati setiap lembaran kerja
siswa.
Adapun syarat untuk
mengelompokkan kemampuan siswa ke
dalam level tertentu harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut.
1) Seorang siswa digolongkan dalam level
superior (hebat) apabila dapat (1)
menggunakan definisi sistem persamaan
linear dengan benar, (2) menggunakan
strategi yang tepat untuk menjawab
pertanyaan, (3) perhitungan benar, (4)
penjelasan tertulis jelas, (5) memenuhi
semua syarat permasalahan.
2) Seorang siswa digolongkan dalam level
sangat memuaskan apabila dapat
memenuhi 4 (empat) syarat dari 5 (lima)
syarat pada level hebat.
3) Seorang siswa digolongkan dalam level
memuaskan apabila ada 3 (tiga) syarat
dari 5 (lima) syarat pada level hebat yang
benar.
4) Seorang siswa digolongkan dalam level
cukup memuaskan apabila ada 1 (satu)
atau 2 (dua) syarat dari 5 (lima) syarat
pada level hebat yang benar.
5) Seorang siswa digolongkan dalam level
tidak memuaskan memuaskan apabila
tidak satu pun syarat pada level hebat
yang benar.
Kriterian kemampuan siswa
dikatakan baik bila kemampuan siswa
minimal berada pada level kemampuan
sangat memuaskan.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
1. Deskripsi Aktivitas Siswa Selama
Pembelajaran Berdasarkan hasil analisis data
aktivitas siswa diperoleh bahwa setiap aspek
pada RPP-1 efektif, setiap aspek pada RPP 2
efektif, dan setiap aspek pada RPP-3 efektif
Secara umum dapat disimpulkan bahwa
aktivitas siswa dalam pembelajaran adalah
efektif.
2. Deskripsi kemampuan guru mengelola
pembelajaran
Berdasarkan hasil analisis data
kemampuan guru mengelola pembelajaran
diperoleh:
a. Kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran pada RPP 1 termasuk
kategori baik karena rata-rata setiap
aspek adalah 4,3.
b. Kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran pada RPP 2 termausk
kategori baik karena rata-rata setiap
aspek adalah 4,3.
c. Kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran pada RPP 3 termausk
kategori sangat baik karena rata-rata
setiap aspek adalah 4,9.
Secara uumum kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran sudah berorientasi
pada pendekatan pembelajaran matematika
realistik.
3. Data Tes Hasil Belajar
Setelah dilakukan analisis terhadap
lembar hasil tes siswa kelas VIII SMP Negeri
3 Banda Aceh yang berjumlah 34 orang
siswa maka diperoleh hasil level kemampuan
siswa untuk masing-masing indikator
pembelajaran yang telah ditetapkan sebagai
berikut.
a. Kemampuan siswa menuliskan pengertian
sistem persamaan linear dua variabel
Level kemampuan siswa menuliskan
pengertian sistem persamaan linear dua
variabel adalah kemampuan superior
(23,52%), kemampuan sangat
memuaskan (61,76%), dan kemampuan
memuaskan (14,70%) sedangkan
kemampuan cukup dan tidak memuaskan
masing-masing (0%).
b. Kemampuan siswa menyelesaikan sistem
persamaan linear dua variabel dengan
cara eliminasi dan substitusi
Level kemampuan siswa menyelesaikan
sistem persamaan linear dua variabel
dengan cara eliminasi dan subsitusi
diperoleh kemampuan superior
(58,82%), kemampuan sangat
memuaskan (26,47%), dan kemampuan
memuaskan (5,88%) sedangkan
kemampuan cukup memuaskan (5,88%)
dan kemampuan tidak memuaskan
(2,94%).
c. Kemampuan siswa menyelesaikan
masalah sistem persamaan linear dua
variabel yang realistik
Level kemampuan siswa menyelesaikan
masalah sistem persamaan linear dua
variabel yang realistik diperoleh bahwa
kemampuan siswa menyelesaikan sistem
persamaan linear dua variabel yang
realistik adalah kemampuan superior
(29,41%), kemampuan sangat
memuaskan (47,6%), sedangkan
kemampuan memuaskan (20,58%),
cukup memuaskan (5,88%) dan tidak
memuaskan masing-masing (2,94%).
Secara keseluruhan gambaran level
kemampuan siswa setelah penerapan
penilaian autentik pada materi sistem
persamaan linear adalah level kemampuan
superior (37, 25%), kemampuan sangat
memuaskan (45,27%), kemampuan
memuaskan (13,72%), kemampuan cukup
memuaskan (3, 92%), dan kemampuan tidak
memuaskan (1,94%).
Berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan kemampuan siswa dikatakan baik
jika kemampuan siswa minimal berada pada
level kemampuan sangat memuaskan.
Dengan demikian kemampuan siswa dalam
menyelesaikan masalah sistem persamaan
linear dua variabel berada pada level
kemampuan superior dan kemampuan sangat
memuaskan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan tentang penerapan pembelajaran
matematika realistik dapat disimpulkan
adalah (1) aktivitas siswa selama kegiatan
pembelajaran dapat dikatakan efektif, (2)
kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran termasuk dalam kategori baik,
(3) gambaran level kemampuan siswa dalam
menyelesaikan masalah sistem persaaman
linear dua variabel (SPLDV) yang realitik
dengan penerapan penilaian autentik
umumnya berada pada level kemampuan
superior dan kemampuan sangat memuaskan.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian,
pembahasan dan kesimpulan penulis
sarankan kepada: (1) guru matematika, untuk
dapat menerapkan penilaian aunthentik untuk
menilai kemampuan siswa dalam
menyelesaikan masalah matematika yang
realistik, (2) pneliti selanjutnya yang tertarik
dengan penerapan penilaian autentik untuk
materi yang lain dan subyek penelitian yang
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Akib, Irwan. (2004). Adopsi Budaya Bugis
Makassar dalam Pembelajaran
Matematika. Proseding Makalah.
Konferensi Matematika XII Nasional.
Jurusan Matematika F.MIPA. Denpasar.
Arends, R. (1997). Classroom Instruction
and Manajemen. New York: McGraw-
Hill Companies. Inc.
Arends. (2001). Learning To Teach. New
York : Mcgraw-Companies
Cecep ER. (2002). Pembelajaran dan
Pengajaran Konstektual. Jakarta:
Direktorat SLTP, Dirjen pendidikan
Dasar dan Menengah, Depdiknas
Dahar, R.W.(1998). Teori- Teori Belajar.
Jakarta: Depdikbud P2LPTK.
Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004. Jakarta:
Balitbang Depdiknas. Jakarta
Hudoyo, H.(1998). Mengajar Belajar
Matematika. Jakarta: Depdikbud
P2LPTK.
Ibrahim, Muslimin.(2002). Asesmen
Authentik, Modul Pelatihan Terintegrasi
Berbasis Kompetensi Guru Mata
Pelajaran Biologi. Jakarta: Direktorat
SLTP, Dirjen pendidikan Dasar dan
Menengah, Depdiknas
Jack (1995). Performance Assesment:
Mathematics Aplication and
Connection. New York : Course glencoe
Mc Graw-Hil. Johnson, E. 2002.
Constektual Teaching and Learning:
What it is and Why it’s here to stay.
Corwin Press. Inc. california.
Kaunchak, Paul dan Eggen, D. (1993).
Strategies for Teacher, Teaching
Content and Thinking Skill. Boston :
Allyn and Bacon Publishers.
Nurhadi, dkk (2002). Pendekatan
Kontekstual (Constextual Learning and
Teaching). Malang: Universitas Negeri
Malang
Grounlud dan Linn, 1995. Measurement and
Assessment in Teaching. New York:
Prentice-hal Englewood clifts.
Paidi (2000). Implementasi Autentik
Assessment dalam Pembelajaran IPA di
Sekolah Dasar Makalah dalam
proceeding seminar nasional
pengembangan MIPA di Era
Globalisasi. FMIPA UNY. Yogjakarta.
Ratumanan, T.G. (2004). Belajar dan
Pembelajaran. Surabaya: Unesa Press.
Soedjadi. (1999). Kiat Pendidikan
Matematika di Indonesia. Jakarta: Dikti
Depdiknas. Jakarta
----------. (2002). Pemanfaatan Realitas dan
Lingkungan dalam Pembelajaran
Matematika. Makalah disajikan pada
seminar Nasional RME. Jurusan
Matematika UNESA. Surabaya
Halim Tuasikal, MA. 1955. Sejarah PII dari
Kongres Ke Kongres,
Yogyakarta.
Syahfawi. 2001. Idealisme PII dalam
Pembinaan Pelajar, (Skripsi FKIP
Unsyiah, Darussalam. Banda Aceh.
Punca. 2000. (Media Alternatif Perekat
Ukhuwah), Tabloid Mingguan PII
Aceh, Edisi 05/th. I Maret 2000,
hal.1.
Anonimous. 2002. Keputusan Muktamar
Nasional PII ke-23 Makasar, 06 Juli
2002
H. Hamzah Ya’qub, 1996. Etika Islam
Pembinaan Akhlak Karimah, Suatu
Pengantar. CV deponogiro,
Bandung..
WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM PAKAI BUKU
PERPUSTAKAAN DI UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH
Oleh
Nasruddin AR
ABSTRAK
Perpustakan Abulyatama sebagai wadah yang mendapat kepercayaan sebagai sarana pinjam
pakai buku. Dalam pelaksanaan pinjam pakai buku di buat perjanjian pinjam pakai dalam bentuk terrtulis
dan di dalamnya ditentukan hak-hak dan kewajiban para pihak yang berlaku secara timbal balik. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam perjanjian pinjam pakai
buku perpustakaan di Universitaws Abulyatama, untuk menjelaskan bentuk wanprestasi dalam
pelaksanaan pinjam pakai buku perpustakaan dan untuk menjelaskan upaya-upaya yang ditempuh dalam
penyelesaian kasus wanprestasi pelaksanaan pinjam pakai buku perpustakaan.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, alat pengumpulan data digunakan wawancara,
populasi dan sampel penelitian Kepala Perpustakaan dan tiga orang staf perpustakaan serta peminjam
pakai yang melakukan wanprestasi sebanyak 10 dari 107 orang.
Hasil penelitian menunjukan bahwa wanprestasi dalam pelaksanaan pinjam pakai buku
perpustakaan disebabkan masih rendah kesadaran dari peminjam, buku tersedia masih kurang sehingga
ada kehawatiran tidak memperoleh buku. Selain itu masih relatif ringannya sangsi serta peminjam buku
untuk kepentingan orang lain.
Kata kunci : wanprestasi, perjanjian dan pinjam pakai
Dalam hukum perdata telah diatur
berbagai hal dalam kehidupan ini, termasuk
masalah perjanjian pinjam pakai serta segala
akibat hukumnya tidak dapat dipisahkan dari
ketentuan-ketentuan umum yang tertdapat
dalam kitab undang-undang hukum perdata
(KUHPerdata) khususnya buku ke III yang
mengatur tentang perikatan. Ketentuan-
ketentuan, hak-hak, dan kewajiban-kewajiban
para pihak dalam perjanjian pinjam pakai,
selain secara umum diatur mulai pasal 1740
sampai dengan 1753 KUH Perdata, diatur
juga secara khusus didalam perjanjian yang
dibuat oleh para pihak.
Pada umumnya, dalam setiap
perjanjian para pihak saling berjanji untuk
melakukan prestasi, salah satu pihak
mengikatkan dirinya untuk melakukan
prestasi dan pihak lainnya melakukan kontra
prestasi. Perjanjiannya merupakan perjanjian
timbal balik. Demikian pula halnya dalam
perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan,
dimana pihak yang meminjamkan buku
perpustakaan mengikatkan dirinya untuk
meyerahkan suatu buku tertentu untuk
dipakai dengan cuma –cuma, tetapi dengan
syarat bahwa pihak peminjam buku setelah
memakai buku atau setelah suatu rentan
waktu tertentu akan mengembalikan buku
tersebut ( Pasal 1740 KUH Perdata).
Dalam perjanjian pinjam pakai
disebut bahwa objek perjanjiannya
merupakan barang yang tidak habis karena
pemakaian (Pasal l742 KUHPerdata). Buku
perpustakaan termasuk salah satu barang
yang tidak habis karena pemakaian, sehingga
sah menurut hukum bahwa buku
perpustakaan dapat dijadikan objek perjanjian
pinjam pakai.
Pada perinsipnya bilamana telah
tercapai kata sepakat tentang prestasi, hak-
hak dan kewajiban para pihak, maka berarti
telah melahirkan suatu hubungan pinjam
pakai buku perpustakaan dan ini merupakan
konsekuwensi dari azas kebebasan
berkontrak yang tersimpul dalam pasal l338
ayat (l) KUHPerdata. Berdasarkan azas
tersebut, maka para pihak dalam perjanjian
pinjam pakai buku perpustakaan bebas untuk
mengadakan perjanjian, baik dalam
menentukan bentuk, maupun hak dan
kewajiban masing-masing pihak menurut
dikehendaki dalam batas-batas yang tidak
bertentangan dengan undang-undang,
kepatutan dan ketertiban umum (Pasal l337
KUHPerdata ).
Perjanjian pinjam pakai buku
perpustakaan pada perpustakaan Universitas
Abulyatama dibuat dalam bentuk tertulis dan
didalamnya ditentukan hak-hak dan
kewajiban para pihak yang berlaku secara
timbal balik. Hak-hak pihak perpustakaan
merupakan kewajiban-kewajiban pihak pihak
peminjam pakai buku.
Dalam perjanjian pinjam pakai buku
perpustakaan disyaratkan bahwa pihak
peminjam pakai buku terlebih dahulu
diwajibkan untuk menjadi anggota
perpustakaan. Pada prinsipnya hanya anggota
perpustakaan yang berhak untuk meminjam
pakai buku perpustakaan, kecuali ditentukan
secara lain oleh pihak perpustakaan.
Dalam perjanjian pinjam pakai buku
perpustakaan disebutkan prestasi (kewajiban-
kewajiban) pihak peminjam pakai buku
perpustakaan yaitu mengembalikan buku
perpustakaan menurut waktu yang telah
ditentukan dalam perjanjian yaitu dalam
rentang waktu tertentu (7 hari atau l4 hari
atau lebih dari 30 hari). Dalam pelaksanaan
perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan
pada perpustakaan Universitas Abulyatama
mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2009
terdapat l08 orang peminjam pakai buku
perpustakaan telah melakukan wanprestasi.
Berdasarkan gambaran tersebut
diatas, maka yang menjadi permasalahan
dalam kajian ini adalah sebagai berikut :
1. Apa sebab terjadinya wanprestasi pada
perjanjian pinjam pakai buku
perpustakaan Universitas Abulyatama?
2. Apa upaya penyelesaian kasus
wanprestasi pelaksanaan perjanjian
pinjam pakai buku perpustakaan?
3. Apa hambatan yang timbul dalam
penyelesaian kasus wanprestasi
perjanjian pinjam pakai buku pada
perpustakaan Universitas Abulyatama
Tujuan Penulisan.
Sesuai dengan judul penelitian ini
maka pembahasannya di tekankan pada
perjanjian pinjam pakai dan wanprestasi pada
umumnya, namun secara khusus dibahas
wanprestasi dalam perjanjian pinjam pakai
buku perpustakaan Universitas Abulyatama.
Pembahasannya dilakukan dengan
menelaah faktor-faktor penyelesaian
wanprestasi yang ditempuh dan hambatan-
hambatan dalam penyelesaian wanprestasi
pelaksanaan perjanjian pinjam pakai buku
perpustakaan pada perpustakaan Universitas
Abulyatama.
Data yang diteliti adalah peminjam
pakai buku yang wanprestasi dari tahun 2004
hingga tahun 2009 pada perpustakaan
Universitas Abulyatama. Penulisan karya ini
antara lain bertujuan :
1. Untuk mengetahui faktor penyebab
terjadinya wanprestasi dalam perjanjian
pinjam pakai buku perpustakaan pada
perpustakaan Universitas Abulyatama.
2. Untuk menjelaskan bentuk-bentuk
wanprestasi dalam pelaksanaan pinjam
pakai buku perpustakaan.
3. Untuk menjelaskan upaya-upaya yang
ditempuh dalam penyelesaian kasus
wanprestasi pelaksanaan perjanjian
pinjam pakai buku perpustakaan.
Metode Penelitian. Untuk memperoleh data dan bahan-
bahan yang diperlukan dalam penyusunan
tulisan ini diperlukan metode deskriptif
dengan cara pengumpulan data sebagai
berikut:
1. Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan dengan
menelah sejumlah buku teks, peraturan
perundang–undangan dan bahan–bahan lain
yang relevan guna memperoleh data skunder
dan landasan teoritis yang berupa pendapat
para sarjana.
2. Penelitian Lapangan
Melalui penelitian lapangan
diharapkan akan diperoleh data primer
dengan mewawancarai pihak-pihak yang
berhubungan dengan penelitian. Populasi dari
penelitian ini adalah :
a. Kepala dan petugas/ pustakawan pada
perpustakaan Universitas Abulyatama.
b. Peminjaman pakai buku yang
wanprestasi.
Pengambilan sampel dilakukan
dengan cara proforsif, yaitu dengan
pemilihan sampel yang mudah dihubungi.
Berdasarkan populasi diatas maka ditentukan
sampel sebagai berikut :
a. Kepala perpustakaan Universitas
Abulyatama sebanyak satu orang.
b. Petugas/ pustakawan pada perpustakaan
Universitas Abulyatama sebanyak 3
orang
c. Peminjam pakai buku perpustakaan
universitas Abulyatama yang melakukan
wanprestasi sebanyak 10 orang dari l07
orang. Data yang diperoleh akan diolah
dan kemudian dianalisa secara
kuantitatif.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Faktor Penyebab Terjadinya
Wanprestasi Perjanjian pinjam pakai buku
perpustakaan yang diadakan oleh pihak
perpustakaan dengan pihak peminjam
merupakan perjanjian yang bersifat timbal
balik dimana hal-hal yang merupakan hak-
hak bagi pihak perpustakaan menjadi
kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak
peminjam buku. Demikian juga sebaliknya,
yakni hak-hak bagi pihak peminjam
merupakan kewajiban yang harus dipenuhi
oleh pihak perpustakaan
Dalam perjanjian pinjam pakai buku
perpustakaan tersebut telah disebutkan
prestasi yang harus dipenuhi oleh para pihak.
Pihak perpustakaan berkewajiban ntuk
menyerahkan buku-buku yang akan dipinjam
kepada peminjam sesuai dengan yang
dibutuhkannya. Di lain pihak peminjam
berhak untuk memakai atau mempergunakan
buku yang dipinjamnya itu dalam suatu
rentang waktu tertentu.
Sebelum seseorang dapat menjadi
peminjam buku pada perpustakaan
Universitas Abulyatama, maka ia haruslah
mendaftarkan diri terlebih dahulu sebagai
anggota peerpustakaan. Orang tersebut
haruslah terdaftar sebagai mahasiswa
Universitas Abulyatama yang masih aktif,
dengan memperlihatkan bukti pembayaran
spp dan ia pun harus membayar uang
pendaftaran sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan.
Seorang peminjam buku
perpustakaan berhak untuk meminjam buku
sejumlah 2 (dua) buah buku untuk satu kali
peminjaman. Ia berhak menggunakan buku
tersebut untuk jangka waktu 7 (tujuh) hari.
Apabila pihak peminjam merasa bahwa ia
masih memerlukan buku tersebut, maka
pihak perpustakaan memberikan kesempatan
kepadanya untuk memperpanjang masa
peminjaman buku tersebut selama 7 (tujuh)
hari lagi, sesudah waktu tersebut diatas
lampau, pihak peminjam harus
mengembalikan buku yang dipinjamnya
dengan segera.
Pengembalian buku yang melapaui
waktu yang telah diberitahukan merupakan
pelanggaran atas perjanjian pinjam pakai
buku perpustakaan, oleh karena itu pihak
peminjam dianggap telah melakukan ingkar
janji atau wanprestasi, sebagai konsekwensi
atas kelalaian pihak peminjam buku tersebut,
maka pihak perpustakaan membebankan
kepada peminjam untuk membayar sejumlah
denda, yang dihitung berdasarkan jumlah hari
keterlambatan pengembalian buku yang
dikalikan dengan Rp.500,- (lima ratus ribu
rupiah).
Menurut kepala perpustakaan, pihak
peminjam paling banyak melakukan
wanprestasi dalam bentuk keterlambatan
pengembalian dan hal ini sangat mengganggu
bagi calon peminjam lainnya yang juga
memerlukan buku yang bersangkutan.
Bahkan ada peminjam yang tidak
mengembalikan buku yang dipinjam itu,
padahal batas peminjam yang diberikan
sudah lama berakhir.
Peminjam yang tidak
mengembalikan buku sama sekali terhitung
sejak tahun 2004 hingga tahun 2009
berjumlah 130 orang dengan jumlah buku
2007 buah. Untuk lebih jelas dapat dilihat
pada tabel berikut :
No Th
Jumlah
Peminjaman
yang tidak
mengembalikan
buku
Jumlah Buku
yang tidak
dikembalikan
1
2
3
4
5
2004
2005
2006
2007
2008
6 orang
26 orang
40 orang
31 orang
27 orang
7 buah
56 buah
60 buah
52 buah
32 buah.
JUMLAH 130 Orang 207 Buah
Sumber : Perpustakaan Universitas
Abulyatama tahun 2009
Peminjam buku perpustakaan hanya
dapat dilakukan atas nama anggota
perpustakaan itu sendiri. Sehubungan dengan
hal itu, maka apabila seseorang pemegang
kartu perpustakaan meminjamkan buku-buku
perpustakaan kepada orang lain dengan
mempergunakan kartu miliknya, maka
apabila terjadi sesuatu hal terhadap buku
tersebut, tanggung jawab tetap dibebankkan
kepada pemegang kartu yang sah, sedangkan
orang yang mempergunakan buku tersebut
tdak dapat dimintai ikut
Wanprestasi yang dilakukan oleh
peminjam pakai buku perpustakaan terjadi
karena beberapa faktor tertentu. Setiap
peminjam pakai buku yang melakukan
wanprestasi mempunyai latar belakang yang
berbeda-beda, sehingga mengakibatkan
mereka melakukan wanprestasi.
Adapun faktor penyebab terjadinya
wanprestasi oleh peminjam pakai buku
perpustakaan dapat diklasifikasi sebagai
berikut :
1. Kurangnya kesadaran dari peminjam
pakai buku.
Beberapa peminjam pakai buku
perpustakan melakukan wanprestasi karena
kurangnya kesadaran untuk mengembalikan
buku yang dipinjamnya setelah tenggang
waktu peminjam yang diberikan berakhir.
Hal tersebut sesuai dengan keterangan yang
diberikan oleh pegawai perpustakaan, bahwa
banyak peminjam yang enggan
mengembalikan buku yang dipinjamnya
walaupun waktu pinjamnya telah berakhir.
Bahkan ada peminjam yang tidak tahu
tanggal berapa ia harus mengembalikan buku
yang dipinjamnya itu, padahal dengan jelas
dicantumkan pada bahagian kartu buku yang
diselipkan pada sampul belakang buku.
2. Buku yang tersedia masih kurang.
Sebagaimana diketahui bahwa objek
utama dari perjanjian pinjam pakai buku
perpustakaan adalah buku-buku yang
disediakan pada perpustakaan yang
bersangkutan. Pihak perpustakaan
berkewajiban untuk menyediakan buku-buku
yang dibutuhkan oleh calon peminjam, agar
ia dengan mudah memperoleh buku-buku
dalam rangka menunjang proses belajar
mengajar yang diikutinya
Adapun rasio antara jumlah anggota
perpustakaan dengan jumlah buku maupun
judul buku seimbang, maka hal ini
merupakan keadaan yang paling ideal.
Namun seirng dengan bertambahnya
mahasiswa Universitas Abulyatama, maka
bertambah pula anggota pada perpustakaan
Universitas Abulyatama. Hal ini menuntut
kepada pihak perpustakaan untuk
menyediakan buku untuk lebih banyak lagi,
sehingga pihak perpustakaan tetap dapat
melayani anggotanya dengan baik.
3. Kekhawatiran tidak memperoleh
buku..
Faktor ini kalau dilihat secara
sepintas lalu, sama dengan faktor
sebelumnya, namun pada faktor ini ada dua
atau lebih peminjam buku yang saling
bekerja sama saling pinjam meminjam suatu
buku tertentu yang sama-sama mereka
perlukan.
Karena peminjaman buku hanya
dibenarkan untuk suatu rentang waktu
tertentu, yakni selama 7 (tujuh) hari dengan
kesempatan untuk memperpanjang 7 (tujuh )
hari berikutnya, maka sesudah waktu tersebut
lampau seorang peminjam buku harus
mengembalikan buku yang dipinjamnya.
Bagi peminjam yang masih memerlukan
suatu buku tertentu, sedangkan ia telah
meminjam buku tersebut selama 14 (empat
belas) hari, maka ia dapat meminta kepada
temannya sesama anggota perpustakaan
untuk meminjam kembali buku yang
bersangkutan agar dapat mereka pergunakan
bersama. Peminjaman kedua ini dimaksutkan
agar mereka tetap dapat menguasai buku
tersebut, dan apabila masa peminjaman bagi
temannya juga telah berakhir, maka
peminjam yang pertama tadi akan meminjam
kembali buku tersebut, sehingga buku
tersebut hanya dipinjam dan beralih tangan
pada kedua peminjam tersebut. Dengan
tindakan mereka ini, maka calon peminjam
yang lain tidak dapat meminjam atau
memperoleh kesempatan mempergunakan
buku tersebut.
Perbuatan pengalihan yang mereka
lakukan ini disebabkan oleh karena adanya
kekhawatiran akan kesulitan untuk
memperoleh buku tersebut kembali. Namun
dalam melakukan perpanjangan ataupun
pengalihan peminjam persebut mereka saling
melakukan kelalaian atau melakukannya
setelah lampaunya waktu yang diberikan,
sehingga mereka dianggap telah wanprestasi.
Namun, sebagaimana dikatakan oleh kepala
perpustakaan, bahwa faktor kekhawatiran
untuk tidak memperoleh buku pada peminjam
buku itu memang wajar, terutama apabila
buku tersebut mereupakan buku wajib untuk
suatu mata kuliah tertentu.
4. Sanksi denda yang relatif ringan.
Bagi peminjam pakai buku
perpustakaan yang melakukan wanprestasi,
maka berdasarkan peraturan yang berlaku
pada perpustakaan Universitas Abulyatama,
peminjam tersebut akan dikenakan sanksi
tertentu sesuai dengan bentuk kelalaian yang
dilakukannya.
Sanksi tersebut merupakan suatu
daya pemaksa bagi peminjaman buku
perpustakaan agar ia dengan sadar mematuhi
peraturan yang ada. Apabila suatu peraturan
atau suatu norma hukum tidak disertai sanksi-
sanksi tertentu bagi mereka yang melanggar
peraturan tersebut. Maka peraturan tersebut
tidak mempunyai upaya pemaksa agar orang
mematuhi peraturan tersebut dan pembuat
peraturan hanya dapat mengharapkan
kesadaran dari pihak-pihak mana peraturan
tersebut dimaksudkan.
Pada perpustakaan Universitas
Abulyatama ditetapkan beberapa macam
sanksi kepada peminjam buku yang
melakukan wanprestasi. Dimana bagi
peminjam yang terlambat mengembalikan
buku yang dipinjamnya, akan dikenakan
sanksi berupa denda. Denda ini dihitung
berdasarkan jumlah hari keterlambatan,
termasuk hari libur, kemudian dikalikan
dengan Rp. 500,- (Lima ratus rupiah).
Penetapan sanksi denda tersebut masih relatif
ringan, sehingga pihak peminjam masih
berkemungkinan tidak ataupun kurang
mematuhi peraturan yang berlaku pada
perpustakaan Universitas Abulyatama.
Oleh karena sanksi denda tersebut di
atas relatif ringan, maka peminjam tidak
merasa khawatir dan enggan mengembalikan
buku tersebut setelah jangka waktu
peminjamannya berakhir.
5. Peminjaman Buku Untuk
Kepentingan Orang lain
Faktor ini terjadi apabila seseorang
yang bukan anggota perpustakaan Universitas
Abulyatama, namun ia memerlukan sutu
judul buku tertentu yang ada perpustakaan di
atas. Kemudian ia meminta temannya yang
anggota perpustakaan untuk meminjamkan
buku tersebut untuk kepentingannya. Si
pemilik atau pemegang kartu, karena ingin
membantu temannya lalu meminjam buku
tersebut dari perpustakaan dengan
mempergunakan kartu miliknya. Kemudian
buku tersebut diserahkan dan dipergunakan
oleh temannya. Namun ternyata sewaktu
masa peminjaman atau tenggang waktunya
berakhir si pemilik kartu tidak dapat
mengembalikan buku tersebut, karena buku
tersebut tidak ada ditangannya.
Karena keadaan tersebut, si pemilik
atau pemegang kartu yang sah, dianggap
telah melakukan wanprestasi, walaupun
keadaan itu bukan atas kehendaknya dan
tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan
si pemilik atau pemegang kartu yang sah.
B. Upaya Penyelesaian Wanprestasi Upaya Penyelesaian terhadap
peminjam yang terlambat mengembalikan
buku, Peminjam pakai buku perpustakaan
pada perpustakaan Universitas Abulyatama
yang terlambat mengembalikan buku jumlah
setiap tahunnya cukup banyak, namun jumlah
yang pasti tidak pernah didaftar, kecuali
mereka yang sama sekali tidak
mengembalikan buku.
Upaya penyelesaian terhadap
peminjaman yang terlambat mengembalikan
buku yang dilakukan oleh pihak perpustakaan
Universitas Abulyatama adalah dengan
mengirimkan surat teguran, hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh kepala
perpustakaan, bahwa surat teguran tersebut
dialamatkan kepada bahagian pengajaran
masing-masing peminjam yang terlambat
mengembalikan buku, dimana dimintakan
untuk menahan Kartu Rencana Studi (KRS)
mahasiswa yang bersangkutan, sampai ia
mengembalikan buku yang di pinjamnya itu.
Apabila si peminjam buku ternyata
tidak juga mengembalikan buku tersebut,
sedangkan tahun ajaran telah berlalu, maka
pihak perpustakaan tidak lagi membuat surat
teguran melalui bahagian pengajaran, tetapi
teguran langsung dilakukan melalui
komputer. Sehingga semua bahagian
mengetahui bahwa si peminjam atau
mahasiswa tersebut belum mengembalikan
buku perpustakaan, sehingga mereka dapat
melakukan penundaan segala urusan yang
berkaitan dengannya sampai ia
mengembalikan buku tersebut.
Peneguran tersebut biasanya
dilakukan semester yang bersangkutan lewat,
dan peneguran ini hanya dilakukan sekali saja
karena setelah itu bahagian pengajaran
langsung menegur peminjam atau mahasiswa
yang bersangkutan untuk mengembalikan
buku yang dipinjamnya itu dengan segera,
karena tenggang waktunya telah lama
berakhir, dan pihak bagian pengajaran
biasanya menahan proses pengusuran KRS
mahasiswa yang bersangkutan hingga ia
mengembalikan buku tersebut.
Setelah si peminjam mengembalikan
buku tersebut, ia akan dikenakan denda
sebagai sanksi atas keterlambatan
pengembalian. Denda tersebut dihitung Rp.
500,- (lima ratus rupiah) perhari perbuku
(termasuk hari libur), sehingga ia harus
membayar denda terlebih dahulu apabila ia
ingin mendapatkan kembali pelayanan dari
pihak perpustakaan.
Di samping sanksi yang berupa
denda, maka pihak perpustakaan akan
memberikan sanksi dalam bentuk penskoran
si peminjam dari keanggotaannya, apabila ia
terbukti ada melakukan pengrusakan terhadap
buku yang dipinjamnya, seperti merobek
lembaran atau halaman tertentu dari buku itu.
Penskoran itu biasanya berlaku untuk masa
tahun ajaran yang berasangkutan, di samping
itu kepadanya tetap dibebankan denda dan
uang pengganti atas buku yang rusak
tersebut.
PENUTUP Berdasarkan gambaran pada bab-bab
sebelumnya, maka pada bab ini akan ditarik
beberapa kesimpulan dan saran-saran sebagai
masukan bagi siapa saja pihak terkait.
A. Kesimpulan
1. Faktor penyebab terjadinya wanprestasi
dalam pelaksanaan perjanjian pinjam
pakai buku perpustakaan pada
perpustakaan universitas abulyatama
adalah karena kurangnya kesadaran-
kesadaran dari peminjam, buku yang
tersedia masih kurang, kekhatiran tidak
memperoleh buku, sanksi denda yang
relatif ringan serta peminjam buku untuk
kepentingan orang lain.
2. upaya penyelesaian wanprestasi yang
telah ditempuh adalah dengan melakukan
peneguran terhadap peminjam dengan
mengirimkan surat teguran kepada
bahagian pengajaran untuk menahan
proses pengurusan KRS mahasiswa yang
bersangkutan atau menahan ijazah dan
transkrip nilai bagi peminjam yang sama
sekali tidak mengembalikan buku.
Terhadap keterlambatan dikenakan
sanmksi berupa denda, atau pergantian
buku apabila buku yang dipinjam tersebut
hilang, ada juga sanksi administratif
berupa skoran dari keanggotaan untuk
suatu waktu tertentu atau pencabutan
status keanggotaan dari si peminjam.
B. Saran-saran 1. Disarankan kepada peminjam pakai buku
perpustakaan untuk mengembalikan buku
tepat pada waktunya, tidak merusak buku
dan tidak memeinjam buku untuk
kepentingan orang lain.
2. Disarankan kepada pihak terkait untuk
membantu dengan sungguh-sungguh
penyelesaian peminjam yang wanprestasi.
3. Disarankan kepada pihak perpustakaan
untuk menambah judul maupun jumlah
buku yang ada, demi mendukung proses
belajar mengajar dengan baik.
4. Disarankan kepada pihak perpustakaan
untuk menerapkan sanksi denda yang
lebih berat dan jenis sanksi lainnya
kepada peminjam yang benar-benar tidak
mau mengembalikan buku milik
perpustakaan.
5. Disarankan kepada pihak
perpustakaan untuk lebih
meningkatkan upaya penyelesaian
peminjam yang wanprestasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdu lkadir Muhammad, Hukum Perjanjian .
Aqlumni Bandung, l980.
..............Hukum Perikatan, Alumni
Bandung, l982
Ahmat Ichsan, Hukum Perdata I B, PT,
Pembimbing Masa, Jakarta, l989
Apeldoorn, I J. Van., Pengantar Ilmu hukum,
terjemahan Nor Keumala, pradnya
paramita, jakarta 1987.
Arif Masdoeki, H.M. dan Tirta Amijaya,
Asas-Asas hukum perdata, Djambatan,
Jakarta, 1969.
Hari Saheroji, Pokok-Pokok hukum Perdata,
Aksara Baru, Jakarta, 1980.
Racmat Setiawan, Pokok-Pokok hukum
Perikatan, Bina cipta, Bandung, 1977.
Subekti, R. Aneka Perjanjian, alumni,
Bandung, 1984.
..............., Hukum Perjanjian, PT .Intermasa,
Jakarta, 1984.
Sunaryati Hartono, Mencari Bentuk Hukum
Perjanjian Nasional Kita, Alumni,
Bandung, 1983.
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum
Perjanjian, Sumur, Bandung, 1978.
................., Hukum Perdata Tentang
Persetujuan Tertentu, Sumur,
Bandung ,1960.
Yahya Harahap, M. Segi-Segi Hukum
Perjanjian, Alumni, Bandung, 1968.
PENDIDIKAN DAN PERMASALAHANNYA
TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP
Oleh
A. Jabar *
Abstrak
Penelaahan ini menarik untuk dikaji, karena upaya pemantapan pendidikan dan lingkungan hidup bagi
masyarakat dirasakan sangat penting. Dan tanggung jawab pendidikan terlibat semua pihak, yaitu
keluarga, masyarakat dan pemerintah. Berkembang tidaknya suatu negara sangat tergantung pada
pendayagunaan Sumberdaya Manusia (SDM). Dengan perkataan lain runtuh tidaknya peradaban suatu
bangsa itu ditentukan oleh etika moral dan kebudayaan. Tugas pendidikan adalah membangun dan
membina kehidupan peserta anak didik dan masyarakat yang bermartabat serta lingkungan hidup yang
berkesinambungan, sehingga manusia dapat mengenal jati dirinya sebagai utusan Tuhan di planet bumi
untuk hidup berwawasan lingkungan, menuju hidup yang lebih baik, sehat, aman dan sejahtera.
Kata Kunci : Pendidikan, Lingkungan Hidup, dan Kesejahteraan.
Membina kesadaran masyarakat terhadap
lingkungan hidup pada dasarnya adalah tugas
pendidikan. Kesadaran itu ada selama dalam
diri manusia mengalir daya-daya yang
menjelmakan pikiran (Suryadipura, 1990 :
63). Kemampuan daya-daya itu mengalir
sesuai perkembangan tingkat kematangan
manusia, dan berpengaruh terhadap
lingkungannya.
Pada anak-anak yang masih bayi
daya-daya tersebut hanya mampu mengalir
dari panca indera sampai pangkal otak, yang
bekerja pada mereka hanya pangkal otaknya,
dan karena itu dinamakan kesadaran
pendahuluan. Akan tetapi dengan semakin
meningkat usia, kesadaran juga semakin
bertahan dan bertambah mendalam. Pada
anak-anak dalam masa hayati arus daya
tersebut dapat mengalir sampai ke pusat
kesadaran dan pusat ingatan. Kesadaran yang
demikian dinamakan kesadaran sederhana.
Pada tingkat yang lebih dalam lagi, yaitu
ketika manusia berada pada usia akhir hayati,
daya-daya tersebut dapat mengalir sampai ke
pusat akal dan pusat kemauan, pada tingkat
ini dinamakan kesadaran akan diri sendiri,
manusia mulai menamakan diri “aku”.
Seterusnya, apabila dalam kesadarannya,
manusia dapat berhubungan dengan
rohaninya, maka tingkatannya sudah
mencapai kesadaran “luhur”.
Pada tingkat kesadaran ini kadang-
kadang berhubungan dengan rohani dalam
wujud mimpi yang mengandung ramalan,
tentang sesuatu yang mungkin akan menimpa
dirinya. Pada yang terdalam akan ditemui
kesadaran jagad yaitu apabila kesadaran kita
dapat berhubungan dengan Tuhan. Itulah
beberapa penjelasan Suryadipura kesadaran
seseorang terhadap lingkungannya.
Dengan demikian, tugas pendidikan
adalah membangun dan membina kehidupan
masyarakat dan lingkungan yang
berkesinambungan. Kesadaran lingkungan
terhadap manusia tidak akan berkembang
secara otomatis ke arah yang diinginkan.
Katakan saja ke arah lingkungan hidup sehat.
Banyak faktor yang mempengaruhi karena itu
peranan pendidikan, tidak hanya cukup
dengan memberi pengertian.
Kesadaran lingkungan terhadap hidup
sehat bukanlah hanya soal pengertian, dan
karena itu tidak mungkin hanya diajar secara
teoritis, tetapi merupakan soal kegiatan
praktis. Cara mengerjakannya adalah dengan
menjalankan, dan perlu diikuti pula dengan
contoh hidup, taat pada suara hati tentang apa
yang terpuji atau tercela, serta mengenai
manfaat dan mudharatnya berdasarkan semua
ukuran manusia. Suara hati bukan hanya rasa,
tetapi pengertian yang dalam mengenai
seluruh pribadi manusia secara hakiki dan
total. Bukan pula hanya mengerti dengan akal
budinya, tetapi mengerti dan mengalami
dengan seluruh pribadinya. Suara itu
senantiasa menuntun manusia untuk dapat
menjunjung dirinya sampai setinggi-
tingginya ke arah kesempurnaan dengan
Chaliknya. Upaya pembinaan kesadaran
lingkungan akan memberikan hasil yang
lebih nyata, dari keadaan sikap pemukim
suatu lingkungan hidup. Maka sikap dapat
dikatakan, merupakan aktualisasi perbuatan
seorang atau sekelompok orang.
Mengacau pada konsep tujuan
pendidikan nasional, didalam Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1989, Bab-II Pasal-4
disebutkan bahwa : Pendidikan nasional
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu yang berbudi luhur,
memiliki pengetahuan dan ketrampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
PEMBAHASAN
1. Peranan Pendidikan dan Lingkungan
Hidup Peranan pendidikan dalam
pembinaan kesadaran berlingkungan hidup
yang bermartabat dapat disalurkan melalui
dua jalur : Pertama, melalui program-
program pengajaran yang dirancang secara
kurikuler. Kedua, melaui kegiatan-kegiatan
yang nyata. Pembinaan lewat program-
program kurikuler terutama dimaksudkan
untuk menumbuhkan pengertian dan
pemahaman, mengenali lingkungan hidup
yang bermartabat.
Bentuk yang lazim dilakukan dalam
menumbuh dasar pengertian dapat dibedakan
antara, pendekatan monolitik, dan pendekatan
integratif. Pendekatan monolitik mengandung
pengertian, bahwa materi pendidikan disusun
dan bisa disajikan secara tersendiri, sama
seperti mata pelajaran yang lain. Pada
pendekatan monolitik, pendidikan lingkungan
hidup mempunyai tempat, materi pelajaran
dan tuntutan implementasi tersendiri.
Dalam pendekatan monolitik
pemahaman masalah-masalah lingkungan
hidup dapat ditekankan pada hal-hal
berhubungan dengan program study,
misalnya biologi, kimia, fisika, geografi,
pendidikan dunia usaha, PMP, PLS, PKK,
sejarah, bahasa indonesia, dan olahraga.
Kemampuan yang diharapkan dapat
berkembang pada peserta didik antara lain
penguasaan bahan pendalaman dan aplikasi
bidang study. Pengalaman belajar peserta
didik meliputi kegiatan mempelajari materi
yang relevan, dan meliputi sejumlah pokok
bahasan.
Pendekatan integratif, pemahaman
pada masalah-masalah lingkungan hidup
dapat ditambahkan dalam proses belajar
mengajar, dengan penekanan pada hal-hal
yang berhubungan dengan program study
mata pelajaran dasar umum. Dalam hal ini
materi pendidikan lingkungan hidup dapat
disepadukan dengan ilmu sosial dasar, ilmu
alam dasar, dan pendidikan sejarah
perjuangan bangsa. Cara penyampaian dapat
dilakukan dalam bentuk tatap muka,
praktikum, atau kerja lapangan. Kecuali
melalui lembaga pendidikan formal.
Pengertian mengenai lingkungan hidup juga
dapat dikembangkan melalui media massa,
televisi, surat kabar, selebaran atau papan
pengumuman.
Dalam menyebar luaskan pengetahuan
tentang lingkungan hidup melalui cara media
massa itu memerlukan rencana khusus agar
bisa menumbuhkan kesadaran lingkungan
hidup yang bermartabat. Untuk itu diperlukan
kerja sama di antara beberapa komponen
terkait diantaranya, pendidikan, pemerintah
daerah, perusahaan, industri, dan pekerjaan
umum. Realisasi dalam pelaksanaan
misalnya, anak-anak sekolah dibawah
pimpinan guru dengan membersihkan
halaman sekolah, menanami tepi-tepi jalan
dengan pepohonan yang indah dan berfaedah.
Bagi Pamong Praja menjaga kerusakan
tanaman, jangan mengotori, menyediakan
sarana pembuangan sampah dan lain-lain.
Bagi Dinas Pekerjaan Umum, membangun
sarana-sarana pembuangan air, dan
menetukan tempat pembuangan sampah. Bagi
perusahaan industri mengembangkan sarana
pengaman terhadap limbah pabrik, polusi
udara, dan sebagainya.
Perlu disadari bahwa, menggeser sikap
gampangan dan serampangan kepada sikap
menahan diri dan rasa memiliki
membutuhkan jangka waktu yang relatif
lama. Karena itu diperlukan upaya secara
terus menerus dalam wujud, kegiatan-
kegiatan yang nyata. Bukan tidak mungkin
untuk membiasakan berbagai upaya tersebut
akan memerlukan waktu relatif lama,
sehingga terjadi perubahan sikap yang
meyakinkan.
Menelusuri sikap dan perilaku, sesuai
dengan petunjuk UU. No. 2 Tahun 1989
mengenai pengertian dan maksud pendidikan,
pasal-1 butir 1, disebutkan bahwa, yang
dimaksud dengan pendidikan adalah usaha
sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan pengajaran dan atau
latihan bagi peranannya di masa yang akan
datang. Mengacu pada pengertian tersebut di
atas menurut hemat penulis ada beberapa hal
yang perlu diangkat didalam pengkajian ini
antara lain :
1. Tujuan pendidikan sebaiknya lebih
diarahkan kepada kemurnian ilmu bagi
setiap manusia Indonesia, sehingga dapat
meningkatkan harkat dan martabat secara
lebih terpadu dan serasi.
2. Pemanfaatan sarana dan prasarana
pendidikan mutlak diperlukan, seperti
perpustakaan keliling, sehingga
masyarakat luas akan mudah
memperoleh informasi sumber-sumber
bacaan, dan sebaik juga tidak perlu
terjadi kesenjangan antara Sekolah
Negeri dan Swasta, mulai dari tingkat
Dasar sampai Perguruan Tinggi.
3. Akibat kemajuan teknologi khususnya di
bidang komunikasi telah berkembang
dengan pesat, maka pengaruh akulturasi
dan ideologi luar (asing) semakin sukar
dibendung. Ini merupakan tantangan
berat bagi Bangsa Indonesia, salah satu
upaya pengendalian dapat dilakukan
lewat jalur pendidikan, sesuai dengan
Undang-Undang yang berlaku.
4. Bagi generasi muda sebagai penerus cita-
cita bangsa memerlukan pembinaan
formal dan informal. Hal ini sangat
penting agar tidak mudah menimbulkan
persepsi, sehingga akan membuka
peluang akhirnya usaha-usaha baru yang
dapat merongrong UUD-1945 dan
Pancasila sebagai falsafah negara.
5. Lembaga-lembaga Adat seperti LAKA
perlu dijunjung, karena masyarakat
majemuk, dan Indonesia terdiri dari
beribu-ribu pulau, memerlukan bahasa
yang sama.
Konsep ini tidaklah mudah akan
tetapi perlu mendapat pengertian dan
perhatian dari semua pihak, dalam
mewujudkan cita-cita pendidikan secara utuh
dan menyeluruh.
2. Kesejahteraan Sosial Menurut perumusan Undang-
Undang No. 6 Tahun 1974, tentang ketentuan
pokok Kesejahteraan Sosial yang diartikan
dengan “Kesejahteraan sosial adalah suatu
tata kehidupan dan penghidupan sosial
material maupun spiritual yang diliputi oleh
rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman
lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap
warga negara untuk mengadakan usaha-usaha
pemenuhan kebutuhan manusia yang
jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-
baiknya, bagi diri sendiri, keluarga serta
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-
hak asasi serta kewajiban manusia sesuai
dengan Pancasila”.
Bidang kesejahteraan adalah sangat
luas mencakup antara lain : pendidikan,
kesehatan, agama, kesempatan kerja, dan
sebagainya. Mengingat demikian luas dan
kompleksnya bidang kesejahteraan sosial
dalam upaya dalam mewujudkan sustainible
development perlu diikut sertakan semua
lapisan masyarakat bersama pemerintah
sebagai bagian integral dari pembangunan
nasional.
Sasaran pokok dalam ichtiar
pengembangan kesejahteraan sosial adalah
memulihkan kemampuan insan-insan itu
sendiri, kembali ke jalan hidup yang benar.
Sang manusia itu sendiri harus menjadi titik
tolak dari tujuan kehendaknya. Kepada diri
manusia itu harus dibangkitkan kesadaran
dan berlaku adil. Dengan demikian mereka
penuh dedikasi dalam bekerja dan terpenuhi
kebutuhan sosialnya, sehingga dirinya
menjadi unsur penting dalam pengembangan
lingkungan hidup yang berimbang. Ini bisa
dicapai apabila mereka diikutsertakan dalam
program-program terbukanya kesempatan
kerja, sekaligus mengembangkan lingkungan
hidup. Misalnya program pemeliharaan
“madu”, usaha ini merangsang orang
memelihara hutan dan tanaman yang
diperlukan lebah. Sehingga bergabunglah
pengembangan madu sebagai sumber
pendapatan dengan cara melestarikan hutan.
Dan masih banyak usaha-usaha lain yang
dapat dikembangkan didukung oleh modal
yang mencukupi.
Pendidikan dengan penerapan yang
sistematis untuk menumbuhkan solidaritas
sosial sangat diperlukan, sehingga
menghasilkan gerakan sukarela dalam
menghimpun dana oleh maasyarakat itu
sendiri sebagai dana kesejahteraan sosial,
disamping itu langkah-langkah yang
menumbuhkan prestige penyumbang dapat
diusahakan sebagai kompensasi.
Lebih lanjut, dengan terbukanya
kesempatan kerja, dan bantuan dana sosial,
kita harapkan gerakan masyarakat ke arah
pendidikan selangkah lebih maju. Dan
sekaligus usaha ini sebagai perwujudan
dalam membina masyarakat yang adil dan
makmur.
3. Kesehatan Lingkungan Sebelum pengkajian lebih lanjut,
terlebih dahulu kita melihat beberapa
pengertian tentang ilmu kesehatan.
Menurut Walter R. Lym, ”Yang
dimaksud dengan kesehatan lingkungan ialah,
hubungan timbal balik antara manusia dengan
lingkungan yang berakibat atau
mempengaruhi derajat kesehatan manusia”.
Menurut dr. Azrul Azwar M. P. H, (2002
: 9), ”Yang dimaksud dengan ilmu kesehatan
lingkungan tidak lain dari pada suatu ilmu
yang merupakan bagian dari ilmu kesehatan
masyarakat yang menitikberatkan
perhatiannya pada perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengawasan,
pengkoordinasian, dan penilaian dari semua
faktornya yang ada pada fisik lingkungan
manusia, yang diperkirakannya ada hubungan
atau berhubungan dengan perkembangan
fisik, kesehatan ataupun kelangsungan hidup
manusia, sedemikian rupa sehingga derajat
kesehatan dapat lebih baik dan juga dapat
ditingkatkan”.
Sedangkan W.H.O, memberikan
pengertian tentang ilmu kesehatan
lingkungan yaitu “Sebagai suatu ilmu yang
memusatkan perhatiannya pada usaha
pengendalian semua faktor yang telah ada
pada lingkungan fisik manusia, dan
diperkirakan menimbulkan atau akan
menimbulkan hal-hal yang merugikan
perkembangan fisiknya, kesehatannya,
ataupun kelangsungan hidupnya”.
Mendasari pada pengertian tersebut
diatas, maka tujuan dari pada kesehatan
lingkungan ialah, terciptanya keadaan yang
serasi dari semua faktor di lingkungan fisik
manusia, sehingga perkembangannya dapat
dipelihara dan ditingkatkan. Jika tujuan
umum ini diperinci, maka secara garis
besarnya dapat dibedakan :
1. Melakukan koreksi, yakni memperkecil
atau memodifikasi terjadinya bahaya dari
lingkungan terhadap kesehatan dan
kesejahteraan hidup manusia
2. Melakukan pencegahan dalam arti,
mengefisienkan pengaturan sumber-
sumber lingkungan untuk meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan hidup
manusia, serta untuk menghindarkannya
dari bahaya.
Tujuan yang seperti ini adalah
tujuan yang amat besar, karena faktor
lingkungan tersebut mempengaruhi
kehidupan manusia. Pengaruh yang
ditimbulkannya berkisar pada tiga hal, yaitu :
1. Terhadap kesehatan manusia
2. Terhadap etika, kenikmatan dan efisiensi
kehidupan manusia
3. Terhadap keseimbangan ekologi dan
sumber daya alam.
Dalam sub topik ini permasalahan yang
ditonjolkan adalah point 1 dan 2, karena ini
menyangkut dengan kesehatan lingkungan
manusia.
Setelah Indonesia merdeka, khususnya
setelah tahun 1956, usaha kesehatan
lingkungan terus diprioritaskan. Untuk daerah
pedesaan, misalnya diperkenankan konsep
integrasi, antara usaha kesehatan lingkungan,
dengan usaha pengobatan. Di daerah Bekasi
didirikan sebuah model bangunan kesehatan
yang fungsinya sebagai pusat pendidikan.
Tentu dalam aktivitasnya memerlukan
tenaga-tenaga kesehatan. Ada petugas
kesehatan yang ditetapkan ada pula
didatangkan dari seluruh Indonesia. Untuk
Daerah Perkotaan, usaha kesehatan
lingkungan dipelopori oleh Prof. Mochtar
dengan melaksanakan beberapa proyek di
daerah Jakarta. Selanjutnya, pada tahun 1956
– 1959, di daerah Pasar Minggu didirikan
sebuah gedung proyek kesehatan lingkungan,
tujuannya untuk mendapatkan gambaran
lengkap pelaksanaan kesehatan yang sesuai
penerapannya di Indonesia.
Pada tahun 1959 itu pula, dicanangkan
program pembasmi “Penyakit Malaria”,
sebagai titik tolak dari pada program
kesehatan lingkungan yang dilaksanakan
secara nasional di tanah air. Hari
dicanangkannya pembasmian “Penyakit
Malaria” tanggal 12 November, hingga saat
ini ditetapkan sebagai “Hari Kesehatan
Nasional” di Indonesia. Selanjutnya, ketika
konsep PUSKESMAS pada tahun 1968
diperkenankan, usaha kesehatan lingkungan
sebelumnya dilaksanakan petugas secara
terpisah, kini digabungkan ke dalam beban
sebagai tugas PUSKESMAS, dan dijadikan
sebagai salah satu program yang harus
dijalankan oleh PUSKESMAS. Dalam
mensukseskan program kesehatan lingkungan
sejak tahun 1974 pemerintah menyusun
program khusus yang dikenal dengan
INPRES KESEHATAN Nomor-5 tahun
1974. Salah satu aktivitas yang tercantum
yaitu soal sarana “air minum” serta “jamban
keluarga”, disingkat (SAMIJAGA) dengan
maksud tertentu agar kesehatan masyarakat
dapat terjaga dan terpelihara.
Jika diperhatikan corak dan macamnya
penyakit saat ini terdapat di Indonesia
ditandai oleh :
1. Masih tingginya penyakit infeksi
2. Masih tingginya angka penyakit
menular, seperti demam, malaria,
muntaber, TBC, dan lain-lain.
Maka yang perlu penekanannya
dalam pengkajiannya adalah dengan
kesehatan lingkungan antara lain :
1. Masalah air minum
2. Masalah benang, dan sisa barang bekas
3. Masalah perumahan
4. Masalah pengawasan arthropoda dan
redentia, yang mana secara mudah dapat
berkembang biaknya berbagai macam
serangga, menyebabkan penyakit
malaria, dan demam berdarah (termasuk
gigitan nyamuk)
5. Masalah makanan dan minuman, hal ini
perlu diperhatiakan sejak barang dari
sumbernya, dipasarkan, sampai dengan
dikonsumsikan
6. Masalah pencemaran, baik udara, air dan
pencemaran tanah.
Penekanan butir-butir tersebut diatas
perlu perhatian, karena terkait dengan
Sasaran Pengelolaan Lingkungan Hidup
menurut UU. RI. Nomor 23 tahun 1997.
Menurut UU. PLH. No. 23/1997,
didalam Pasal 4 dijelaskan sebagai berikut :
a. Tercapainya keselarasan, keserasian,
keseimbangan antara manusia dan
lingkungan hidup.
b. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai
insan lingkungan hidup yang memiliki
sikap dan tindak melindungi, dan
membina lingkungan hidup.
c. Terjaminya kepentingan generasi masa
kini dan generasi masa depan.
d. Tercapainya kelestarian fungsi
lingkungan hidup.
e. Terkendalinya pemanfaatan sumberdaya
secara bijaksana.
f. Terlindungi Negara Kesatuan Republik
Indonesia terhadap dampak usaha dan
kegiatan di luar wilayah negara yang
menyebabkan pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup.
Dalam pasal 5 disebutkan :
1. Setiap orang mempunyai hak yang sama
atas lingkungan hidup yang sehat.
2. Setiap orang mempunyai hak atas
informasi lingkungan hidup yang
berkaitan dengan peran dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
3. Setiap orang mempunyai hak untuk
berperan dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Lebih lanjut, sebagai akibat kondisi
lingkungan tidak terbatas, maka pencemaran
yang terjadi di alam dapat dibedakan atas
tiga macam, yaitu : 1. Pencemaran udara,
2. Pencemaran air, 3. Pencemaran tanah.
1. Pencemaran udara (air pollution)
Yang dimaksud dengan “Pencemaran
udara adalah terdapatnya segala sesuatu yang
sifatnya membahayakan kelangsungan hidup
manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan serta hal-
hal lain yang berhubungan dengan itu pada
udara yang berada di luar rumah, sebagai
akibat tingkah laku manusia (umumnya
karena kemajuan IPTEK), ataupun yang
terjadi secar alamiah”. (Dr. Azrul Azwar,
MPH, 2002 : 171).
Pencemaran di udara seperti, aerosol
yaitu suatu gejala suspensi di udara yang
bersifat debu dan cair.
Penyebab pencemaran udara (air
pollution) itu seperti, Carbon monoksida
(Co), Sulfur Oksida (SO), Hidrocarbon
(CHO), Nitrogen Oksida (N20), dan partikel.
2. Pencemaran air (water pollution)
Pencemaran karena ketidak tahuan
manusia, seperti pembuangan air limbah,
tinja, dan sebagainya. Pencemaran air karena
tingkah laku manusia juga terkait dengan
kemajuan IPTEK.
Pencemaran air (water pollution)
dapat berasal dari :
1. Yang berasal dari kegiatan industri
2. Yang berasal dari alat transportasi
3. Yang berasal dari daerah tempat tinggal,
terutama daerah kota
4. Yang berasal dari daerah pertanian.
3. Pencemaran tanah (land pollution)
Pencemaran tanah juga dapat terjadi
karena tingkah laku manusia dalam
kehidupan sehari-hari, akibat
dipergunakannya berbagai macam zat kimia
untuk pupuk atau keperluan industri.
Pencemaran tanah misalnya, karena plastik
botol bekas, kaleng bekas, dan sebagainya.
Ketiga macam pencemaran tersebut
sangat terkait dengan kondisi kesehatan
lingkungan manusia. Pencemaran udara dapat
menyebabkan manusia penyakit flu yang
membandel. Pencemaran air dapat
menyebabkan penyakit diare (desentri).
Pencemaran tanah dapat
menyebabkan bagi anak-anak kecacingan,
dan berbagai jenis penyakit lainnya. Sebagai
akibat pollutan sangat membahayakan bagi
kelangsungan hidup manusia. Maka
pemerintah dalam usaha mengelola kualitas
lingkungan sejak tahun 1972 telah
membentuk “Panitia Nasional Lingkungan
Hidup”.
Salah satu point yang mengatur
tentang kualitas hidup dan lingkungan adalah
“pengaturan tentang kesehatan termasuk di
dalamnya segi-segi kesehatan radiasi”.
Sebagai anjuran dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa memerlukan
makanan yang bergizi, menu 4 sehat 5
sempurna yakni, nasi, sayur-sayuran, buah-
buahan, lauk pauk dan susu. Kegiatan ini
terus dikembangkan dalam upaya
meningkatkan kualitas hidup, mempersiapkan
anak-anak bangsa yang tangguh dalam
menghadapi modernisasi global dewasa ini.
Dalam menghadapi modernisasi global salah
satu jawaban yang tepat adalah,
pengembangan sumber daya manusia (SDM)
lewat jalur pendidikan. Hal ini sesuai dengan
amanat tujuan pendidikan nasional yaitu,
manusia Indonesia yang :
1. Berbudi pekerti luhur.
2. Memiliki pengetahuan dan keterampilan.
3. Sehat jasmani dan rohani.
4. Kepribadian yang mantap.
5. Mandiri.
6. Memiliki rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
PENUTUP Harapan-harapan dan tugas yang
harus dilaksanakan di satu pihak, masalah-
masalah yang dihadapi masa kini serta
tantangan masa depan di lain pihak,
merupakan dinamika dalam bidang
pendidikan dan lingkungan hidup.
Sustainable development yang
berwawasan lingkungan, sebagai upaya sadar
dan terencana harus mampu, memadukan
lingkungan hidup termasuk sumber daya ke
dalam proses pembangunan untuk menjamin
kemampuan, kesejahteraan, dan hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan.
Pendidikan diharapkan, dapat
memenuhi tuntunan masyarakat dan
pembangunan yang urgen pada masa kini,
untuk dapat menyesuaikan, menyerasikan
out-putnya tuntunan di masa depan.
Disamping itu, pendidikan juga diharapkan
agar dapat berperan dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa yang menyeluruh, serta
mampu mengimbangi kecepatan
perimbangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
DAFTAR PUSTAKA Azrul Azwar, Dr, MPH, 2002. Pengantar
Ilmu Kesehatan Lingkungan.
PT. Mutiara Sumber Widya Jakarta.
AW. Turnip, Drs. 2001. Karya Tulis Motivasi
Belajar. Disajikan Pada Peserta
Penatraan Guru IPS Provinsi
Sumatra Utara dan Provinsi Aceh.
Emil Salim, 1998. Lingkungan Hidup dan
Pembangunan. PT. Mutiara Sumber
Widya Jakarta Pusat.
Mohd. Kasim, Ir, 1994. Peranan Pendidikan
Tinggi. Seminar Sehari Tentang
Pengentasan Kemiskinan. Pelaksana
Universitas Iskandar Muda Banda
Aceh.
Muhammad Gade, Dr, 1998. Makalah
Sumberdaya Manusia Dalam
Peningkatan Ketahanan Nasional.
Disajikan Pada Pentaloka DOSWIR
Se-Kodam Bukit Barisan di Banda
Aceh.
Otto Soemarwoto, 2002. Ekologi Lingkungan
Hidup dan Pembangunan.
Djambatan Bandung.
Soerjono Soekanto, SH, MH, 2003. Beberapa
Teori Sosiologi Tentang Struktur
Masyarakat. CV. Rajawali Jakarta.
Suryadipura, R. Paryana, 2002. Alam
Pemikiran Neijenhuis & Co.
Bandung.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989.
Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor
23 Tahun 1997. Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK PERSPEKTIF
FILOSOF ISLAM(IBNU MISKAWAIH)
Oleh :
Hambali*
Abstrak
Akhlak merupakan permasalahan utama yang selalu menjadi tantangan manusia dalam sepanjang sejarah,
suatu bangsa akan kokoh apabila akhlaknya baik dan sebaliknya, suatu bangsa akan runtuh bila akhlaknya
rusak. Rasulullah sendiri bersabda : “sesungguhnya orang yang paling baik islamnya adalah orang yang
paling baik akhlaknya” Ibnu Miskawaih salah seorang Filosof Islam bidang Filsafat Akhlak, didalam
perspektifnya ia menawarkan berbagai cara yang harus ditempuh manusia guna mencapai akhlak yang
sesungguhnya dianjurkan dalam agama Islam. Untuk menuju kesempurnaan diri, manusia harus melalui
dengan aplikasi akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Moral atau akhlak adalah suatu sikap mental yang
mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berfikir dan pertimbangan. Sikap mental ini terbagi dua :
ada yang berasal dari watak dan ada pula yang berasal dari kebiasaan dan latihan, ia menolak pendapat
sebahagian pemikiran filosof Yunani yaitu tentang akhlak yang berasal dari watak tidak mungkin berubah.
Ibnu Miskawaih menegaskan kemungkinan perubahan akhlak itu melalui pendidikan. Menurut Ibnu
Miskawaih ada empat keutamaan akhlak yaitu : kebijaksanaan, menjaga kesucian diri, dan keadilan.
Akhlak merupakan ilmu apa baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban. Pendidikan akhlak
berdasarkan pada konsep tentang manusia, tugas pendidikan akhlak adalah memperkokoh daya-daya
positif yang dimiliki manusia agar tercapai tingkatan manusia yang seimbang sehingga perbuatan yang
semata-mata baik dan lahir secara spontan. Tujuan pendidikan akhlak terwujutnya sikap batin yang
mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang benilai baik sehingga tercapai
kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan yang sempurna.
Kata kunci : Konsep, Pendidikan Akhlak, Ibnu Miskawaih.
Akhlak merupakan permasalahan
utama yang selalu menjadi tantangan
manusia dalam sepanjang sejarahnya. Sejarah
bangsa-bangsa baik yang diabadikan dalam
Al-Qur’an seperti kaum ‘Ad, Samud,
Madyan, dan Saba maupun yang terdapat
dalam buku-buku sejarah menunjukkan
bahwa suatu bangsa akan kokoh apabila
akhlaknya kokoh, dan sebaliknya suatu
bangsa akan runtuh apabila akhlaknya
rusak,Suwito (2004:130). Agama tidak akan
sempurna manfaatnya, kecuali dibarengi
dengan akhlak yang mulia Suwito
(2004:130).
Di dalam Haditsnya Rasulullah
meriwayatkan, beliau pernah ditanya oleh
sahabat:”Ya Rasulullah apakah yang paling
baik yang diberikan kepada manusia?”Beliau
menjawab: ”Akhlak Yang Baik.” (HR. Ibnu
Hibban). Kemudian dalam
Riwayatnya yang lain mengatakan bahwa
tingkah laku yang baik merupakan
kesempurnaan iman dan Islam. Rasulullah
bersabda: ”Sesungguhnya orang yang paling
baik Islamnya adalah orang yang paling
baik akhlaknya.” (HR. Ahmad). Rasulullah
juga pernah ditanya oleh salah seorang
sahabatnya Rasulullah, seorang mukmin
yang bagaimanakah yang paling sempurna
imannya? Beliau menjawab,”Sesungguhnya
orang yang paling sempurna imannya,
adalah orang yang paling baik akhlaknya”. .
(HR Tabrani).
Dari Hadits tersebut dapat kita katakan
bahwa akhlak merupakan satu hal yang
sangat penting untuk memperlihatkan
eksistensi manusia antara satu dengan
lainnya berupa tingkah laku perbuatan, baik
itu perbuatan yang mendorong manusia
menuju kearah kebaikan maupun hal yang
buruk. Sehingga dalam hal ini terbukti
bahwa Islam bukan hanya terkait pada hal-
hal yang bersifat peribadatan dan akhirat.
Kewajiban yang dibebankan agama adalah
latihan akhlak bagi jiwa manusia yang
bertujuan untuk syiar agama.J.De
Boer,(1954:188-189)
Pembicaraan mengenai akhlak tidak
akan lepas dari hakikat manusia sebagai
khalifah di muka bumi ini pada satu sisi, dan
manusia sebagai makhluk Allah pada sisi
yang lain. Sebagai khalifah, manusia bukan
saja diberi kepercayaan untuk menjaga,
memelihara dan memakmurkan alam ini.
Tetapi juga dituntut untuk berlaku adil dalam
segala urusannya.Al-Quran Surat Al-
baqarah(2):30 dan QS Shad (38):27.Sebagai
makhluk, manusia harus berusaha mencapai
kedudukan sebagai hamba yang tunduk patuh
terhadap segala perintah dan larangan
Allah.QS Al-Dzariyat(51):15.
Etika pada umumnya diidentikkan
dengan moral (moralitas). Namun walaupun
sama-sama terkait dengan baik buruk
tindakan manusia, etika dan moral memiliki
perbedaan pengertian. Secara singkat, jika
moral lebih condong pada pengertian “nilai
baik buruk dari setiap perbuatan manusia itu
sendiri”, maka etika berarti “ilmu yang
mempelajari tentang baik buruk” (ethics atau
’ilm al-akhlaq) dan moral (aklaq) adalah
praktiknya. Dalam disiplin filsafat, terkadang
etika disamakan dengan filsafat moral.Haidar
Bagir,(2005:193-194).
Ibnu Miskawaih adalah salah seorang
tokoh muslim di bidang filsafat akhlak dan
juga sejarawan yang hidup pada masa
pemerintahan dinasti Buaihi. Walaupun
karya-karya beliau kurang terkenal, namun
klaim yang pantas yang perlu diperhatikan
terletak pada sistem etikanya yang tersusun
dengan baik.Sirajuddin Dzar(2004:130) Ibnu
Miskawaih mencoba menelaah Akhlak dalam
perspektif Filsafat. Secara umum dan Khusus
ia menawarkan berbagai cara yang harus
ditempuh manusia guna mencapai akhlak
yang sesungguhnya yang dianjurkan dalam
agama Islam dan bagaimana sebenarnya arti
dari sebuah kebahagiaan yang hakiki.
Etika di dalam Islam mempunyai
beberapa prinsip utama yang menjadi
landasan pemikiran. Di antaranya Pertama,
Islam berpihak pada teori tentang etika yang
bersifat universal dan fitri. Al-Qur’an
mengatakan, Maka Dia (Allah.
Mengilhamkan kepadanya (jiwa manusia)
yang salah dan yang benar. Sesungguhnya
beruntungkah orang yang membersihkan
jiwanya. Dan sesungguhnya rugi besar orang
yang mengotorinya.QS Al-Syams(91):8-10.
Dalam sebuah hadits, Nabi SAW
mengajarkan agar untuk mengetahui baik
buruknya sebuah perbuatan, kita harus
bertanya kepada hati nurani kita. Nabi
menyatakan, “Perbuatan baik adalah yang
membuat hatimu tenteram, sedangkan
perbuatan buruk adalah yang membuat
hatimu gelisah.”Artinya semua manusia pada
hakikatnya baik itu Muslim atau bukan
memiliki pengetahuan fitri tentang baik
buruk. Kedua, moralitas dalam Islam
didasarkan pada keadilan, yakni
menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
Ketiga, tindakan etis itu sekaligus dipercayai
pada puncaknya akan menghasilkan
kebahagiaan bagi pelakunya.Haidar Bagir
(2005:207-210).
PEMBAHASAN Menurut Miskawaih, untuk menuju pada
kesempurnaan diri, manusia harus melaluinya
dengan aplikasi akhlak dalam kehidupan
sehari-hari. moral atau akhlak adalah suatu
sikap mental (halun li al-nafs) yang
mengandung daya dorong untuk berbuat
tanpa berpikir dan pertimbangan. Yusuf
Musa dalam Dar al-Ma’arif(1971:70).
Sikap mental ini terbagi dua, ada yang
berasal dari watak dan ada pula yang yang
berasal dari kebiasaan dan latihan. Dengan
demikian, sangat penting menegakkan akhlak
yang benar dan sehat. Sebab dengan landasan
yang demikian akan melahirkan perbuatan-
perbuatan baik tanpa kesulitan. Berdasarkan
ide di atas, Miskawaih secara tidak langsung
menolak pendapat sebagian pemikir Yunani
yang mengatakan bahwa akhlak yang berasal
dari watak tidak mungkin berubah.Ahmad
Daudy(1986:61).
Berbicara mengenai pokok
keutamaan akhlak yang disajikan oleh
Miskawaih, dia memberikan beberapa
ketentuan atau jalan yang harus ditempuh
oleh setiap individu demi mencapai
kesempurnaan akhlak. Miskawaih secara
umum memberi “pengertian
pertengahan/jalan tengah” tersebut antara lain
dengan keseimbangan, moderat, harmoni,
utama, mulia, atau posisi tengah antara dua
ekstrem
Ibnu Miskawaih menegaskan bahwa
kemungkinan perubahan akhlak itu terutama
melalui pendidikan. Dengan demikian,
dijumpai di tengah masyarakat ada orang
yang memiliki akhlak yang dekat kepada
malaikat dan ada pula yang lebih dekat
kepada hewan. Pemikiran ini sejalan dengan
ajaran Islam. Al-Qur’an dan Hadits sendiri
menyatakan bahwa kedatangan Nabi
Muhammad adalah untuk menyempurnakan
akhlak manusia. Hal ini terlihat dari salah
satu tujuan melakukan ibadah adalah untuk
pembentuk watak yang pada gilirannya akan
memperbaiki tingkah laku masyarakat dan
pribadi muslim. Bahkan, akhlak sering
dijadikan ukuran sebagai keberhasilan
seseorang dalam mengamalkan ajaran Islam
yang dianutnya. Dalam hal ini, Ibnu
Miskawaih mengartikan kata al-insan
(manusia) berasal dari kata al-uns, berarti
jinak. Pendapat ini berbeda dengan pendapat
umumnya yang mengatakan bahwa kata al-
insan berasal dari kata al-nisyan berarti
pelupa. Memang ajaran-ajaran agama
menguatkan perasaan al-uns tersebut, seperti
shalat berjama’ah lebih utama dari shalat
yang dikerjakan secara sendirian, puasa
sebagai upaya mengendalikan keinginan
hawa nafsu, demikian juga dengan bentuk
ibadah-ibadah lainnya.T.J.De Boer(1954:162)
Berbicara mengenai pokok keutamaan
akhlak yang disajikan oleh Miskawaih, dia
memberikan beberapa ketentuan atau jalan
yang harus ditempuh oleh setiap individu
demi mencapai kesempurnaan akhlak.
Miskawaih secara umum memberi
“pengertian pertengahan/jalan tengah”
tersebut antara lain dengan keseimbangan,
moderat, harmoni, utama, mulia, atau posisi
tengah antara dua ekstrem. Akan tetapi ia
tampak cenderung berpendapat bahwa
keutamaan akhlak secara umum diartikan
sebagai posisi tengah antara ekstrem
kelebihan dan ekstrim kekurangan masing-
masing jiwa manusia, yang mana jiwa ini
berasal dari pancaran Tuhan. Dalam hal ini
Miskawaih memberi tekanan yang lebih bagi
pribadi masing-masing dari manusia.
Menurut Miskawaih jiwa manusia itu ada
tiga, jiwa al-bahimiyyat (nafsu), jiwa al-
ghadabiyyat (berani), dan jiwa nathiqat
(berfikir/rasional). Posisi tengah jiwa al-
bahimiyyat adalah menjaga kesucian diri,
posisi tengah jiwa al-ghadabiyyat adalah
keberanian, dan yang terakhir posisi jiwa
natiqhat adalah kebijaksanaan. Adapun
gabungan dari posisi tengah/keutamaan
semua jiwa tersebut adalah
keadilan/keseimbangan, dan alat yang
dijadikan ukuran untuk memperoleh sikap
pertengahan adalah akal dan syari’at. Suwito
(2004:83).
Menurut Miskawaih kebahagiaan
bisa dianggap paripurna jika juga mencakup
kebahagiaan fisik . Dalam hal ini secara
tegas ia menolak bahwa kebahagiaan sebagai
tujuan tindakan etis baru bisa diperoleh
pelakunya di akhirat setelah kematian kelak.
Baginya kebahagiaan itu bisa diraih sejak
kehidupan dunia ini. Haidar Bagir
(2005:208).Berikut ini rincian pokok
keutamaan akhlak menurut Ibnu Miskawaih:
1. Kebijaksanaan
Kebijaksanaan merupakan sebuah
keadaan jiwa yang memungkinkan jiwa
seseorang mampu membedakan antara yang
benar dan yang salah. Dalam semua keadaan.
Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa
kebijaksanaan adalah keutamaan jiwa
rasional yang mengetahui segala yang
maujud, baik hal-hal yang bersifat ketuhanan
maupun hal-hal yang bersifat kemanusiaan.
Pengetahuan ini melahirkan pengetahuan
rasional yang mampu memberi keputusan
antara yang wajib dilaksanakan dengan yang
wajib ditinggalkan.Ibnu Maskawaih Dalam
Hasan Tamin(1398:40).
Ibnu Miskawaih juga memberi
pengertian bahwa, kebijaksanaan adalah
pertengahan antara kelancangan dan
kedunguan. Yang dimaksud dengan
kelancangan di sini adalah penggunaan daya
pikir yang tidak tepat. Adapun yang
dimaksud dengan kedunguan ialah
membekukan dan mengesampingkan daya
pikir tersebut walau sebetulnya mempunyai
kemampuan. Sehingga yang ditekankan oleh
beliau di sini adalah pada sisi kemauan untuk
menggunakannya, bukan pada sisi kualitas
daya pikir. Ibnu Maskawaih Dalam Hasan
Tamin(1398:46).
Secara sederhana dapat kita katakan
maksud dari kebijaksanaan di sini adalah
kemampuan dan kemauan seseorang
menggunakan pemikirannya sebagai secara
benar untuk memperoleh pengetahuan apa
saja sehingga mendapatkan pengetahuan
yang rasional. Yang kemudian pengetahuan
ini diaplikasikan dalam wujud perbuatan
berupa keputusan untuk wajib melaksanakan
atau meninggalkan keputusan tersebut.
Suwito (2004:99).
2. Keberanian
Keberanian merupakan keutamaan
dari jiwa yang muncul pada diri manusia
pada saat nafsu terbimbing oleh jiwa. Artinya
tidak takut terhadap hal-hal yang besar. Sifat
seperti ini kedudukannya pertengahan antara
pengecut dan nekat. Pengecut adalah takut
terhadap sesuatu yang seharusnya tidak perlu
ditakuti. Adapun nekat adalah berani
terhadap sesuatu dan menafikan sebuah
konsekuensi. Gejala terbesar dari keberanian
ini berupa tetapnya pikiran ketika berbagai
bahaya datang. Kondisi seperti ini akan
hadir karena faktor ketenangan dan
keteguhan jiwa dalam menghadapi segala
hal. Sehingga jika ditinjau dari sifat dasar
jiwa, pada dasarnya jiwalah yang mampu
membedakan antara manusia dan binatang.
Jiwa dalam hal ini memanfaatkan badan
untuk menjalin hubungan dengan alam wujud
yang lebih spiritual dan tinggi.Oliver Leamen
Dalam Said Hossin Nasir(2003:312)
Sehingga dapat kita katakana bahwa
seseorang yang mampu menempatkan
keberanian pada posisinya adalah manusia
yang bisa memanfaatkan jiwa menurut
esensinya.
3. Menjaga Kesucian Diri
Menjaga kesucian diri merupakan
keutamaan jiwa yang akan muncul pada diri
manusia apabila nafsunya dikendalikan oleh
pikirannya. Sehingga mampu menyesuaikan
pilihannya dengan tepat dan tidak dikuasai
serta diperbudak oleh nafsunya. Ibnu
Maskawaih Dalam Hasan Tamin(1398:40).
Kesucian diri yang terdapat pada
setiap orang akan berbeda-beda tergantung
bagaimana seseorang bisa mengatur hati dan
tingkah lakunya dalam aplikasi
kesehariannya.
4. Keadilan
Keadilan adalah bagaimana sikap
seseorang bisa menempatkan segala sesuatu
pada tempat dan porsinya masing-masing.
Keadilan yang dimaksud Ibnu Miskawaih
dalam hal ini berarti kesempurnaan dari
keutamaan akhlak yaitu perpaduan antara
kebijaksanaan, keberanian, dan menahan diri,
sehingga melahirkan keseimbangan berupa
keadilan. Adapun keadilan yang diupayakan
manusia dalam hal ini adalah menjaga
keselarasan atau keseimbangan agar tidak
saling berselisih dan menindas antara satu
dengan yang lainnya. Hal ini berlaku bagi
kesehatan jiwa dan tubuh. Hal ini bisa
tercapai apabila manusia dapat menjaga
keseimbangan dalam temperamen yang
moderat.
Dari uraian tersebut dapat diperoleh
pemahaman bahwa, keadilan yang
diupayakan manusia diarahkan kepada
dirinya dan orang lain. Sehingga pokok
keutamaan akhlak yang dimaksudkan Ibnu
Miskawaih adalah terciptanya keharmonisan
pribadi dengan lingkungannya. Dapat kita
pahami bahwa akhlak merupakan jalan
tengah mengajarkan seseorang untuk mencari
jalan keselamatan. Mengingat pentingnya
pembinaan akhlak, Ibnu Miskawaih
memberikan perhatian yang sangat besar
terhadap akhlak manusia. Sehingga untuk
membentuk akhlak yang sempurna dan sesuai
dengan fitrahnya manusia, ia menekankan
pendidikan akhlak yang dimulai sejak masa
kanak-kanak. Ia menyebutkan masa kanak-
kanak merupakan mata rantai jiwa hewan
dengan jiwa manusia berakal. Pada jiwa anak
secara perlahan berakhir dan jiwa manusiawi
dengan sendirinya akan muncul sesuai
dengan perkembangan kehidupan manusia.
Pokok keutamaan akhlak yang
disajikan oleh Miskawaih pada dasarnya
adalah terciptanya keharmonisan pribadi
dengan lingkungannya sesama manusia,
alam, dan Tuhan. Keharmonisan itu
ditunjukkan oleh kemampuan manusia dalam
mengharmonisasikan jiwa al-bahimiyyat, al-
ghadabiyyat dan al-nathiqat yang ada pada
dirinya dan dengan pihak di luar dirinya.
Keserasian/ keseimbangan/ keharmonisan/
pertengahan dalam akhlak dapat dipahami
sebagai sikap menghindari konflik. Dalam
hal ini syari’at berfungsi efektif bagi
terciptanya posisi tengah jiwa al-bahimiyyat
dan al-ghadabiyyat, sedangkan filsafat
berfungsi efektif bagi terciptanya posisi
tengah jiwa al-nathiqat. Dengan demikian,
berarti syari’at dan filsafat harus mewujud
dalam diri seseorang agar terciptanya
kehidupan yang harmonis antara manusia
sebagai khalifah dan hubungannya dengan
sang khalik.
KESIMPULAN
Akhlak (etika) adalah ilmu tentang
apa yang baik dan apa yang buruk tentang
hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika baru
menjadi ilmu bila kemungkinan-
kemungkinan etis (asas-asas dan nilai tentang
yang dianggap baik dan buruk) yang begitu
saja diterima dalam suatu masyarakat. Etika
dalam hal ini sama artinya dengan Falsafat
moral.
Pendidikan Akhlak menurut Ibnu
Miskawaih didasarkan pada konsepnya
tentang manusia. Tugas pendidikan akhlak
adalah memperkokoh daya-daya positif yang
dimiliki manusia agar mencapai tingkatan
manusia yang seimbang (harmonis) sehingga
perbuatannya mencapai tingkatan perbuatan
ketuhanan. Perbuatan yang semata-mata baik
dan yang lahir secara spontan.
Menurut Miskawaih jiwa manusia
itu ada tiga, jiwa al-bahimiyyat (nafsu), jiwa
al-ghadabiyyat (berani), dan jiwa nathiqat
(berfikir/rasional). Posisi tengah jiwa al-
bahimiyyat adalah menjaga kesucian diri,
posisi tengah jiwa al-ghadabiyyat adalah
keberanian, dan yang terakhir posisi jiwa
natiqhat adalah kebijaksanaan.
Yang menjadi pokok keutamaan
akhlak bagi Ibnu Miskawaih meliputi
kebijaksanaan, keberanian, menjaga kesucian
diri dan keadilan. Dengan menggabungkan
keempat keutamaan ini Ia mengharapkan
agar terciptanya keharmonisan pribadi
dengan lingkungan, baik sesama manusia,
Tuhan dan alam.
Tujuan dari pendidikan akhlak yang
dirumuskan Ibnu Miskawaih adalah
terwujudnya sikap batin yang mampu
mendorong secara spontan untuk melahirkan
semua perbuatan yang bernilai baik.
Sehingga mencapai kesempurnaan dan
memperoleh kebahagiaan yang sempurna.
Untuk membentuk akhlak yang
sempurna dan sesuai dengan fitrah manusia,
Ibnu Miskawaih menekankan pendidikan
akhlak yang dimulai sejak masa kanak-kanak.
Karena masa ini merupakan perpaduan antara
jiwa hewan dan jiwa manusia yang secara
perlahan akan berubah dengan sendirinya
menjadi jiwa manusiawi yang akan muncul
sesuai dengan perkembangan kehidupan
manusia dari perbuatannya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Bagir, Haidar, (2005) Buku Saku Filsafat
Islam, Bandung: Mizan.
Daudy,Ahmad, (1986) Kuliah Filsafat
Islam, Jakarta: Bulan Bintang.
Dzar Sirajuddin, (2004) Filsafat
Islam: Filosof dan Filsafatnya,
Jakarta: PT . Raja Grafindo
Persada.
Leamen Oliver, (2003) Ensiklopedi Tematis
Filsafat Islam, (ed.) Seyyed Hossein
Nasr, Bandung: Mizan.
Miskawaih Ibnu, (1398 H) Tahzib al-Akhlak,
(ed.) Hasan Tamim, Beirut: Mansyurat
Dar Maktabat al-Hayat
.
Suwito, 2004 Filsafat Pendidkan Akhlak Ibnu
Miskawaih, Yogyakarta: Belukar.
T. J, De Boer, 1945 Tarikh al-Falsafat fi al-
Islam, (terj.) M.Abd Al-Hady Abu
Zahidah, Kairo: Mathba’at Lajnat al-
Ta’lif wa al-Tarjamat wa al-
Nasyri.
Yusuf Musa, Muhammad, 1971 Bain al-
Din wa al-Falsafah, Kairo: Dar al-
Ma’arif.
--------, Falsafah al-Akhlak fi al-Islam, Kairo:
Muassasat al- Khaniji,1963.
KEMAMPUAN GURU IPS DALAM MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN
EFEKTIF PADA SMP N. I DARUSSALAM BANDA ACEH
Oleh :
Sakdiyah*
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan guru IPS dalam menerapkan model
pembelajaran, dan untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi guru IPS dalam menerapkan
model pembelajaran di SMPN.I Darussalam. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru bidang
studi IPS dengan sampel diambil seluruh guru yang berjumlah sebanyak 13 orang (total sampel).
Setelah data terkumpul dengan menggunakan kuesioner dan observasi. Maka data diolah dengan
menggunakan statistik sederhana dengan mentabulasi setiap item dalam persentase dari setiap
alternatif jawaban responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru bidang studi IPS di SMPN.I Darussalam sudah
menggunakan model pembelajaran yang efektif dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran
yang sering digunakan adalah model pembelajaran langsung dan dikombinasikan dengan
pembelajaran kooperatif, sedangkan model pembelajaran quantum teaching dan berbasis masalah
belum pernah digunakan oleh guru IPS, karena tidak semua model yang digunakan sesuai dengan
kemampuan siswa. Adapun kendala-kendala yang paling banyak dihadapi guru adalah kurangnya
sarana dan prasarana yang tersedia, disamping kompetensi siswa dan minat siswa juga masih kurang
Kata Kunci : Kemampuan Guru, Model Pembelajaran
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di sekolah yaitu dengan cara
memperbaiki proses belajar mengajar.
Berbagai konsep dan wawasan baru tentang
proses belajar mengajar telah muncul dan
berkembang seiring dengan pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Guru merupakan komponen yang
paling menentukan kualitas pendidikan, maka
dalam rangka mengembangkan sumber
dayanya untuk menjadi lebih profesional,
dituntut untuk terus mengikuti perkembangan
konsep-konsep dan model-model
pembelajaran baru dalam dunia pendidikan.
Sejalan dengan perkembangan tersebut
pendidikan dewasa ini menunjukkan
kemajuan pesat, perubahan dan pembaharuan
bukan saja terjadi dalam bidang kurikulum,
media, alat dan model pembelajaran, akan
tetapi juga terjadi dalam bidang administrasi,
organisasi dan personal bahkan secara
keseluruhan perubahan itu merupakan
pembaharuan dalam sitem pengajaran yang
menyangkut keseluruhan komponen yang ada
demi efektivitas pengajaran pada suatu
lembaga pendidikan.
Pernyataan tersebut menunjukkan
bahwa untuk meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia Indonesia yaitu melalui
system pendidikan nasional, lebih lanjut
disebutkan bahwa “ Untuk mewujudkan
proses pencapaian tujuan pendidikan nasonal
dituntut agar pihak yang terlibat dalam dunia
pendidikan lebih profesional dalam
mengupayakan proses belajar mengajar”
(Depdikbud, 1994:3). Berkaitan dengan hal
tersebut tentu saja guru yang harus
menentukan dan mengupayakan sistem
pengajaran supaya lebih bermakna dan
berdaya guna. Didalam proses belajar
mengajar guru diharapkan dapat memilih
model-model pembelajaran yang efektif dan
bervariasi.
Pemilihan model pembelajaran
sangat tergantung kepada tujuan pengajaran,
bahan yang diajarkan, kompetensi siswa serta
sarana dan prasarana yang tersedia.
Persyaratan lain yang harus diperhatikan
untuk memilih model pembelajaran adalah
guru harus mengenal dan menguasai model
pembelajaran itu sendiri, tujuan yang ingin
dicapai dalam pembelajaran tersebut
sesuaikan dengan bahan/ tujuan dan ruang
lingkupnya ( Engoswara, 1998 : 47 ).
Proses pembelajaran adalah upaya
pendayagunaan semua komponen-komponen
yang saling pengaruh mempengaruhi satu
sama lain. Ada beberapa komponen yang
mempengaruhi proses pembelajaran, namun
dalam penelitian ini hanya diangkat model
pembelajaran saja. Model pembelajaran
merupakan salah satu komponen yang sangat
besar pengaruhnya terhadap keberhasilan guru
dalam mengajar dan keberhasilan murid dalam
belajar. Karena model pembelajaran
merupakan suatu konsepsi untuk mengajar
suatu materi guna mencapai tujuan tertentu.
Sukamto (1997) mengatakan bahwa, model
pembelajaran adalah kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur yang sistimatis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi
sebagai pedoman bagi perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan dan melaksanakan aktivitas
belajar mengajar.
Dengan demikian model
pembelajaran merupakan suatu pola atau
kerangka dasar yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran
didalam kelas dan penentuan perangkat-
perangkat pembelajaran yang mendukung,
misalnya; penentuan metode, penentuan
pendekatan yang dipilih, alat-alat
pembelajaran dan cara-cara atau teknik yang
dapat memotivasi siswa terlibat secara aktif
dalam proses belajarnya. Yoyce dan Weil
dalam Sukamto (1997), mengemukakan ada 5
(lima) unsur penting yang menggambarkan
suatu model pembelajaran, yaitu: Sintakmatik,
Sistem social, prinsip reaksi, sistem
pendukung, dampak instruksional dan dampak
pengiring.
Dalam penerapan model
pembelajaran khususnya pada bidang studi
IPS yang merupakan salah satu bidang studi
yang diajarkan pada tingkat SMP. Materi IPS
ini biasanya kurang disenangi oleh sebagian
besar siswa, dengan demikian guru harus
dapat memilih teknik dan model pembelajaran
yang lebih menarik serta dapat memotivasi
siswa belajar lebih efektif dan efisien.
Menurut Sukamto (1997), model
pembelajaran efektif adalah: a. Model
pembelajaran langsung ( Direct Instruction ).
Model pengajaran langsung adalah suatu
model pengajaran yang berbasis behaviorisme
Ratumanan (2004), model pengajaran ini lebih
berpusat pada guru, sebelum pembelajaran
berdasarkan kompetensi dikembangkan model
pembelajaran ini banyak dianut oleh guru. b,
Model pembelajaran berbasis masalah
(Problem Based Instruction = PBI), yaitu
suatu model pembelajaran yang juga mengacu
pada strategi pengajaran yang berasosiasi
pembelajaran kontekstual. Gagne dalam
Ibrahim (2005), mengatakan bahwa “
kemampuan pemecahan masalah merupakan
hasil belajar yang paling tinggi. c, Model
pembelajaran Quantum Teaching yaitu proses
belajar mengajar di warnai unsur-unsur seni
dan pencapaian yang terarah. Hal ini sesuai
dengan pendapat Porter (2001), Quantum
teaching adalah pengubahan belajar yang
meriah dengan segala nuansanya yang
menyertakan segala yang terkait, interaksi dan
perbedaan individual untuk memaksimalkan
momen belajar. d. Model pembelajaran
perubahan konseptual (Conseptual
Change),merupakan salah satu model
pembelajaran yang menganut paham
konstruktifis. Lonning (1993), mengatakan “
perubahan konseptual digambarkan sebagai
assimilasi, yaitu penambahan konsep-konsep
baru pada pengetahuan yang telah ada dan
sebagai akomodasi yaitu penyusunan ulang
dan penggantian ide baru dengan konsep yang
lebih tepat. e. Model Pembelajaran Kooperatif
yaitu model pembelajaran dimana siswa
membangun sendiri pengetahuan mereka
lewat keterlibatan aktif dalam proses belajar
mengajar. Slavin (1995), berpendapat;
Pembelajaran kooperatif siswa bekerja sama
dalam kelompok-kelompok kecil untuk
mempelajari materi akademik dan ketrampilan
antar pribadi. Anggota kelompok bertanggung
jawab atas ketuntasan tugas-tugas kelompok
dan untuk mempelajari materi itu sendiri.
Berdasarkan definisi-definisi yang
telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang menggambarkan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi
guru dalam merancang pembelajaran,
sehingga kualitas pendidikan dapat meningkat.
Hal ini sangat tergantung pada kemampuan
guru dalam menerapkan model pembelajaran.
METODE PENELITIAN Adapun metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,
karena metode tersebut dapat menggambarkan
keadaan data dan situasi yang sedang
berlangsung dan actual. Adapun pengertian
metode deskriptif menurut Nazir (2005: 62),
penelitian yang mempelajari masalah-masalah
dalam masyarakat, tatacara yang berlaku serta
situasi-situasi tertentu, termasuk tentang
hubungan kegiatan-kegiatan, sikap,
pandangan, serta proses-proses yang sedan
berlangsung dan pengaruh dari suatu
fenomena.
A. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh guru yang mengajar bidang studi IPS
pada SMP Negeri I Darussalam, sebanyak 13
orang. Mengingat populasi tidak begitu besar
maka semua populasi dijadikan sampel ( Total
Sample ), penelitian ini juga dikatakan
penelitian sensus atau penelitian populasi
B.Teknik Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah, Observasi, Wawancara,
dan Kuesioner. Hal ini sesuai dengan pendapat
Rusefendi (1994:115), yaitu, Terdapat
beberapa cara bagaimana tanggapan atau sikap
seseorang biasa diungkapkan. Cara pertama
adalah melalui laporan diri, kuesioner dengan
skala sikap, kalimat tidak lengkap dan
karangan. Cara kedua yaitu diamati oleh orang
lain (observasi), cara ketiga adalah
diwawancarai. Jawaban yang diberikan
responden melalui kuesioner, diharapkan
dapat menjawab tujuan penelitian yang sudah
penulis rumuskan sebelumnya. Tujuan
penelitian tersebut di rangkum dalam dua
buah pernyataan, yaitu kemampuan guru
menerapkan model-model pembelajaran, dan
kendala-kendala yang dihadapi guru IPS
dalam menerapkan model-model
pembelajaran.
C. Teknik Pengolahan Data Data penelitian yang telah terkumpul,
selanjutnya diolah dengan menggunakan
statistik sederhana yaitu persentase dengan
rumus ( Sudjana 2002 : 50 )
%100×=N
Fp
Selanjutnya pengolahan data
dilakukan dengan menghitung jumlah
frekuensi (f) dan persentase (%) dari setiap
jawaban responden. Dalam melakukan analisis
data kuesioner dimulai dari bilangan terbesar
kepada bilangan terkecil berdasarkan kriteria:
100 persen = seluruhnya
80 – 99 persen = pada umumnya
60 – 79 persen = sebagian besar
50 – 59 persen = lebih dari setengah
40 – 49 persen = kurang dari setengah
20 – 39 persen = sebagian kecil
0 – 19 persen = sedikit sekali
Hasil Penelitian dan Pembahasan Data yang dikumpulkan dan diolah
dalam penelitian ini berasal dari jawaban
responden melalui kuesioner. Sebagaimana
telah ditegaskan bahwa penelitian ini
mempunyai dua pertayaan penelitian yang
masih perlu dibahas, yaitu tentang penerapan
model pembelajaran dan kendala – kendala
yang dihadapi guru IPS. Hal ini disajikan
dalam table 1, 2, 3, 4
Tabel 1. Penggunaan model pembelajaran
sesuai dengan materi
No Alternatif
Jawaban
F %
1 Sering 8 61,54
2 Kadang-kadang 3 23,08
3 Tidak Pernah 2 15,38
Jumlah 13 100,00
Tabel di atas menunjukkan bahwa
sebanyak 8 orang guru (61,54%) selalu
menggunakan model pembelajaran yang
sesuai dengan materi yang diajarkan, 3 orang
guru (23,08%) menjawab kadang-kadang dan
2 orang (15,38%) menyatakan tidak pernah
menggunakan model pembelajaran yang
sesuai dengan materi dalam mengajar. Dari
hasil diatas maka dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar guru bidang studi IPS di SMP
Negeri I Darussalam sudah menggunakan
model pembelajaran yang sesuai dengan
materi yang diajarkan. Setiap pembelajaran
tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai,
untuk mencapai tujuan tersebut tentu
memerlukan model pembelajaran yang sesuai.
Adapun model pembelajaran yang digunakan
guru, adalah seperti dalam table 2 dibawah ini.
Tabel 2. Model pembelajaran yang sering
digunakan
N Alternatif Jawaban F %
1 Pembelajaran Langsung
dan Kooperatif
9 69,23
2 Berbasis Masalah (PBI) - -
3 Quantum Teaching - -
4 Kombinasi keempat model 4 30,77
Jumlah 13 100,00
Data dari 13 orang responden
menunjukkan bahwa sebanyak 9 orang
(69,23%), menjawab model yang sering
digunakan yaitu pembelajaran langsung dan
kooperatif, 4 orang (30,77%) menyatakan
model yang sering digunakan yaitu kombinasi
keempat model pembelajaran sesuai dengan
materi yang diajarkan. Sedangkan model
pembelajaran berbasis masalah (PBI) dan
Quantum teaching belum pernah digunakan
oleh responden secara terpisah. Dari hasil
jawaban responden tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa, sebahagian besar guru
bidang studi IPS di SMPN I. Darussalam
sudah menggunakan model pembelajaran
langsung dan dikombinasi dengan model
pembelajaran kooperatif. Tabel 3 dibawah ini
menjelaskan tentang keseringan responden
membuat persiapan mengajar.
Tabel 3. Keseringan membuat persiapan
mengajar (SP) dan (RPP)
No Alternatif
Jawaban
F %
1 Selalu 10 76,92
2 Kadang-kadang 3 23,08
3 Tidak pernah - -
Jumlah 13 00,00
Tabel 3. Diatas menunjukkan bahwa 10
orang responden (76,92), menyatakan selalu
membuat persiapan dalam mengajar, 3 orang
responden (23,08) menjawab kadang-kadang
mebuat persiapan dalam mengajar, tidak ada
satu orang pun responden (guru) tidak
membuat persiapan dalam mengajar. Dengan
demikian dapat diambil kesimpulan bahwa
sebahagian besar guru bidang studi IPS Di
SMPN. I Darussalam membuat persiapan
mengajar baik SP maupun RPP. Tabel 4
berikut ini menjalaskan tentang kendala-
kendala yang di hadapi guru dalam
menerapkan model pembelajaran.
Tabel 4. Kendala-kendala yang dihadapi
dalam menerapkan model pembelajaran
No Alternatif Jawaban F %
1 Kompetensi Siswa 4 30,77
2 Minat siswa 2 15,38
3 Sarana dan
prasarana yang
tersedia
7 53,85
Jumlah 13 100,00
Data yang diperoleh dari 13 orang
responden tentang kendala-kendala yang
dihadapi dalam menerapkan model
pembelajaran adalah 4 orang(30,77%)
menyatakan kompetensi siswa, 2 orang
(15,38%) menjawab minat siswa dan 7 orang
(53,85) menyatakan sarana dan prasarana
yang tersedia. Berdasarkan data tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa lebih dari setengah
guru (responden) menghadapi kendala-
kendala dalam bidang sarana dan prasarana
yang tersedia disekolah, kurangnya bahan
belajar, alat-alat pembelajaran belum
mendukung.
PENUTUP
Model pembelajaran yang sering
digunakan oleh guru bidang studi IPS di
SMPN.I Darussalam yaitu model
pembelajaran langsung dan dikombinasikan
dengan model pembelajaran kooperatif.
Sebelum siswa dibagikan dalam kelompok-
kelompok kecil guru terlebih dahulu
memberikan intrusi langsung. Model
Pembelajaran yang belum pernah digunakan
oleh guru adalah Quantum teaching dan model
pembelajaran berbasis masalah (PBI).
Sebelum melaksanakan proses
belajar mengajar guru sebahagian besar
membuat persiapan yaitu membuat SP dan
RPP, baik persub pokok bahasan, maupun
perpokok bahasan hanya sebahagian kecil saja
yang membuat persemester.
Kendala-kendala yang dihadapi oleh
guru-guru bidang studi IPS, yaitu lebih dari
setengah menghadapi masalah dalam bidang
sarana dan prasarana di sekolah belum
memadai untuk digunakan dalam penerapan
model pembelajaran yang efektif. Kurangnya
buku paket, bahan bacaan dan fasilitas
lainnya, maka guru harus mencari bahan
diluar dan diberikan kepada siswa untuk
dipelajari.
Kepada guru-guru perlu diberikan
pelatihan-pelatihan untuk menambah
pengetahuan tentang model-model
pembelajaran yang efektif agar dapat
meningkatkan kualitas pendidikan. Pihak
sekolah perlu mengupayakan sarana dan
prasarana yang dapat mendukung penggunaan
model pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
DePorte, Bobbi, dkk, (2000), Quantum
Teaching, (terj), Kaifa, Bandung
Depdikbud, (1994), Garis-Garis Besar
Haluan Negara, Tap MPR/1994, Jakarta
Engoswara, (1998), Dasar-Dasar Metodologi
Pengajaran, Bina Aksara, Jakarta
Ibrahim,H. Muslim, (2005), Pembelajaran
Berdasarkan Masalah, Seri
pembelajaran Inovatif, Unesa University
Press, Ambon
Moh. Nazir, (2005), Metode Penelitian, Chalia
Indonesia, Jakarta
Rusefendi, E.T, (1994), Dasar-Dasar
Penelitian Pendidikan dengan
Lingkungan Hidup, (Majalah) Analisis
Pendidikan No.5
Ratumanan, TG, (2004), Belajar dan
Pembelajaran, Unesa University Press,
Ambon
Sudjana, (2002), Metoda Statistika, Tarsito,
Bandung
Soekamto, Toeti (1997), Teori Belajar dan
Model-Model Pembelajaran, Depdikbud
Dikti, Jakarta
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN
DI KELAS I SD NEGERI 1 JEUMPET ACEH BESAR
Oleh :
Darmawati*
Abstrak.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) langkah-langkah
pelaksanaan pembelajaran membaca dan menulis permulaan, 2) metode pelaksanaan membaca dan
menulis permulaan, 3) pemakaian media dalam pelaksanaan pembelajaran pembaca dan menulis
permulaan, 4) pelaksanaan evaluasi pembelajaran membaca dan menulis permulaan, dan 5) hambatan-
hambatan yang dialami guru dalam pelaksanaan pembelajaran membaca dan menulis permulaan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan
data pengamatan dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan membaca dan
menulis permulaan di kelas i SD Negeri 1 Jeumpet Aceh Besar proses pelaksanaan membaca dan
menulis permulaan dilaksanakan sesuai dengan tujuan pengajaran. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disarankan bahwa pengajaran membaca dan menulis permulaan perlu di tingkatkan terus secara
berkesinambungan, agar mencapai hasil yang memuaskan.
Kata Kunci : Pembelajaran, membaca dan menulis
Pendidikan memegang peranan penting
dalam pembangunan. Dengan pendidikan
dipersiapkan tenaga-tenaga dalam
pembangunan bangsa dan negara. Pendidikan
yang terpadu dan terus menerus dapat
mengembangkan seluruh potensi yang ada
dalam diri seseorang.
Peningkatan mutu pendidikan ,
khususnya pada tingkat sekolah dasar telah
menjadi kebijaksanaan pemerintah yang harus
diwujudkan dengan sebaik-baiknya. Usaha ini
dilaksanakan dalam rangka peningkatan
kualitas sumber daya manusia untuk mencapai
tujuan pembangunan.
Dalam usaha peningkatan mutu faktor
guru memegang peranan penting, karena itu
profesionalisme tenaga guru kelas digalang
secara sistematis, melalui wadah-wadah
pembinaan profesional guru.
Maju mundurnya masyarakat dalam
suatu negara sangat bergantung pada maju
mundurnya pendidikan di negara tersebut.
Pendidikan dapat dianggap tinggi mutunya
apabila pengetahuan sikap dan keterampilan
yang dimiliki para lulusan berguna bagi
perkembangan selanjutnya, baik di lembaga
pendidikan maupun dalam kehidupan
masyarakat. Selanjutnya mutu pendidikan itu
dapat tercapai dengan baik apabila proses
belajar mengajar diselenggarakan dalam kelas
atau disekolah benar-benar efektif dan
fungsional sesuai dengan sasaran yang
diinginkan.
Dalam proses belajar mengajar di
sekolah, murid di pandang sebagai individu
yang potensial. Potensial tersebut tidak dapat
berkembang dengan baik tanpa bantuan guru.
Ada kemungkinan pula keterlambatan
perkembangan potensi murid di sebabkan oleh
guru. Guru sangat memegang peranan penting
dalam kegiatan pembinaan belajar murid.
Dalam hal ini Hamalik (1992) menyatakan:
proses belajar dan hasil belajar anak bukan
saja ditentukan oleh sekolah, pada struktur
dan isi kurikulum akan tetapi ditentukan oleh
kompetensi guru yang mengajar dan
membimbing mereka, guru yang
berkonpentensi akan lebih mampu mengelola
kelasnya, sehingga hasil belajar para anak
didik berada pada tingkat optimal.
Membaca dan menulis permulaan
merupakan tingkat keterampilan berbahasa
yang tidak dapat diabaikan pembinaannya.
Adapun tujuan membaca dan menulis
permulaan adalah agar siswa dapat memahami
dan melaksanakan cara membaca dan menulis
dengan baik dan benar. Selain itu dapat
mengembangkan kemampuan siswa untuk
mengenal dan menulis huruf-huruf abjad dan
menulis permulaan ini sangat penting karena
merupakan dasar dari pengajaran membaca
dan menulis pada tingkat yang lebih tinggi di
sekolah.
Tujuan Penelitian Tujuannya yaitu untuk mengetahui
langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran
membaca dan menulis permulaan di kelas I
SD, mengetahui metode pelaksanaan
pembelajaran membaca dan menulis
permulaan di kelas I SD, untuk mengetahui
pemakaian media dalam pelaksanaan
pembelajaran membaca dan menulis
permulaan di kelas I SD, untuk mengetahui
pelaksanaan evaluasi/penilaian pembelajaran
membaca dan menulis permulaan di kelas I
SD dan untuk mengetahui hambatan-
hambatan yang dialami guru dalam
pelaksanaan membaca dan menulis permulaan
di kelas I SD.
Metode Penelitian Metode penelitian sesuai dengan
karakteristik penelitian yang mengarah pada
penelitian kualitatif sebagaimana yang
disebutkan oleh Bogdan dan Biklen dalam
Amiruddinb (1990) bahwa penelitian kualitatif
memiliki karakteristik (1) natural setting
(setting alami), (2) bersifat deskriptif, (3) lebih
mengutamakan proses dari pada hasil, (4)
analisis data dilakukan secara induktif, dan (5)
makna (meaning) merupakan perhatian utama.
Selain itu, pengolahan data penelitian
ini dilakukan dalam bentuk pendeskripsian
tanpa menggunakan rumus-rumus statistik.
D. Teknik Penelitian Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah pengamatan dan
wawancara.
E. Teknik Pengolahan Data Data penelitian ini diolah secara
kualitatif. Pengolahan data dilakukan
berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara.
Selanjutnya peneliti kelompokkan dalam
bidang-bidang yang menjadi sasaran
penelitian. Data hasil pengamatan dan
wawancara diolah bersama-bersama atau
sekaligus.
PEMBAHASAN
A. Langkah-langkah Pelaksanaan
Pembelajaran Membaca Permulaan
Langkah mengajar permulaan di bedakan
menjadi dua macam yaitu membaca tanpa
buku dan membaca dengan buku.
1) Membaca permulaan tanpa buku
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
(a) guru menunjukkan gambar yang berisi
cerita
(b) Guru menceritakan isi gambar
(c) Siswa disuruh menceritakan kembali isi
gambar
(d) Menuliskan kata yang terdapat cerita
dalam rangka mengenalkan huruf dan
cara membaca.
(e) Gambar sudah tidak digunakan, sebagai
gantinya guru membuka cerita sederhana
dan menuliskannya di papan tulis. Cara
yang ditempuh adalah: (1) mengenal kata
dalam kalimat, (2) mengenal suku kata
dalam kata, (3) mengenal huruf dalam
suku kata, (4) merangkai huruf dalam
suku kata, (5) merangkai suku kata
menjadi kata.
2) Membaca dengan buku
Pengajaran membaca dengan buku mulai
dilaksanakan setelah anak mengenal huruf.
Cara yang ditempuh adalah:
Membaca buku pelajaran
a) Membagikan buku atau menyuruh anak
mengeluarkan buku yang dibawanya
b) Memperkenalkan buku, warna, jilid,
tulisan, dsb
c) Memberi petunjuk cara membuat buku
d) Menjelaskan angka dalam nomor halaman
e) Memusatkan perhatian anak pada
halaman yang akan dipelajari.
f) Menceritakan gambar yang terdapat pada
halaman tersebut.
g) Mengajak siswa membaca kalimat dengan
intonasi yang tepat.
Membaca majalah yang telah dipilih oleh guru
a) Menunjukkan gambar yang akan
dijadikan judul bacaan
b) Menulis judul yang sesuai dengan gambar
c) Menulis beberapa kalimat yang ada
kaitannya dengan gambar.
d) Membaca bacaan yang telah disusun
bersama.
B. Langkah-langkah Pelaksanaan
Pembelajaran Menulis Permulaan Dalam buku petunjuk pengajaran
Membaca dan Menulis di SD (Depdikbud,
1996) dikemukakan langkah-langkah
pengajaran menulis di kelas I dan II SD, yang
secara garis besar dapat dikemukakan sebagai
berikut:
1) Pengenalan Huruf
Pengenalan huruf dilakukan melalui
: a) penyajian gambar, b) menyebut dan
menulis nama yang terdapat dalam gambar, c)
menggunakan teknik analisis dan sintesis, dan
d) memperkenalkan bentuk huruf-huruf.
2) Latihan
Kegiatan yang dilakukan: a)
memegang pensil dan sikap duduk, b) gerakan
tangan dalam menulis garis lurus, setengah
lingkaran, c) mengeblat menggunakan
karbon, kertas tipis, menebalkan tulisan, d)
menghubungkan titik-titik untuk membentuk
huruf, dan e) menatap huruf/kata (koordinasi
mata ingatan, dan ujung jari).
3) Menyalin tulisan
Kegiatan yang dilakukan menyalin
huruf, menyalin kata, menyalin kalimat dan
menyalin bacaan sederhana.
4) Menulis halus/Indah
Penekanan diarahkan pada bentuk
huruf, ukuran huruf, tebal tipisnya penulisan
huruf serta kerapian tulisan.
5) Dekte
Kegiatan yang dilakukan dalam dekte
meliputi anak menyiplakkan alat tulis, guru
mengucapkan kalimat , anak menulis kalimat
yang diucapkan guru, tulisan anak dikoreksi
oleh temannya, dan anak membetulkan
tulisannya.
6) Melengkapi
Kegiatan yang disarankan meliputi
melengkapi dengan huruf, melengkapi dengan
suku kata, dan melengkapi dengan kata.
C. Komponen-Komponen Membaca dan
Menulis Permulaan di SD Proses belajar mengajar (PBM)
merupakan suatu sistem atau struktur yang
didalamnya terdapat komponen yang saling
berhubungan dengan yang lain, yang meliputi
komponen tujuan pengajaran, bahan atau
materi pengajaran, dan evaluasi pengajaran.
Jika komponen itu dihubungkan dengan
pengajaran bahasa Indonesia, pengajaran
membaca dan menulis permulaan meliputi:
1) Tujuan pengajaran membaca dan menulis
permulaan
2) Bahan atau materi membaca dan menulis
permulaan
3) Metode pengajaran membaca dan
menulis permulaan.
4) Media pengajaran membaca dan menulis
permulaan, dan
5) Evaluasi/penilaian pengajaran membaca
dan menulis permulaan.
Kelima komponen tersebut mempunyai
hubungan yang sangat erat. Hal ini karena
kelima komponen tersebut saling menunjang
untuk terlaksananya proses belajar mengajar
yang diinginkan. Oleh karena itu, apabila
salah satu dari komponen tersebut tidak
berfungsi maka tujuan pengajaranpun tidak
akan tercapai dengan baik.
D. Tujuan Pengajaran Membaca dan
Menulis Permulaan di Sekolah Dasar Proses belajar mengajar yang
dilaksanakan di berbagai tingkat pendidikan
mempunyai rumusan tujuan yang jelas.
Demikian juga halnya pengajaran bahasa
Indonesia yang dilaksanakan di sekolah-
sekolah harus jelas tujuannya.
Tujuan pengajaran membaca dan
menulis permulaan meliputi:
1) Memupuk dan mengembangkan
kemampuan siswa untuk memahami dan
melaksanakan cara membaca dan menulis
dengan baik dan benar.
2) Melatih mengembangkan kemampuan
siswa untuk mengenal dan menulis huruf-
huruf (abjad) sebagai tanda bunyi atau
suara.
3) Melatih dan mengembangkan
kemampuan siswa agar terampil
mengubah tulisan menjadi suara dan
terampil menulis bunyi atau suara yang
didengar.
4) Mengenal dan melatih siswa mampu
membaca dan menulis sesuai dengan
teknik-teknik tertentu.
5) Melatih keterampilan siswa untuk dapat
memahami kata-kata yang dibaca atau di
tulis dan mengingat artinya dengan baik.
6) Melatih keterampilan siswa untuk dapat
menetapkan arti tertentu dari sebuah kata
dalam konteks kalimat.
Tujuan pengajaran bahasa Indonesia dan
dirumuskan dalam berbagai kurikulum adalah
agar murid memiliki pengetahuan tentang
bahasa Indonesia dan menggunakannya
sebagai alat komunikasi, murid terampil
menggunakan bahasa Indonesia baik lisan
maupun tulisan, dan dapat menghargai
(bersikap positif) terhadap kebudayaan dan
tradisi nasional termasuk bahasa Indonesia.
Tujuan tersebut merupakan tujuan umum yang
digariskan oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan dalam rencana pengajaran bahasa
Indonesia di sekolah-sekolah.
Tujuan-tujuan bahasa Indonesia
tersebut di rumuskan dalam kurikulum bahasa
Indonesia di SD, yaitu dalam garis-garis besar
program pengajaran (GBPP) 1994 bahasa
Indonesia dalam bentuk tujuan kurikuler dan
tujuan instruksional. Tujuan kurikuler adalah
tujuan pencapaiannya di bebankan kepada
program pengajaran suatu bidan studi. Tujuan
instruksional ialah tujuan pencapaian
dibebankan pada suatu pengajaran dalam suatu
bidang pengajaran atau pokok bahasan.
E. Materi Membaca dan Menulis
Permulaan SD
Sebagaimana diketahui bersama, bagi
sebahagian besar murid SD bahasa Indonesia
merupakan bahasa kedua. Dalam teori belajar
bahasa dikemukakan bahwa bahasa pertama
(bahasa ibu) memiliki peran dalam
keberhasilan belajar bahasa kedua, termasuk
belajar membaca dan menulis permulaan.
Dulay dan Krashen (1982) mengemukakan
bahwa bahasa pertama dapat berpengaruh
positif dan negatif terhadap proses belajar
bahasa kedua. Kesamaan-kesamaan terdapat
dalam bahasa pertama dan bahasa kedua
termasuk kategori pengaruh positif dari bahasa
pertama terhadap proses belajar bahasa kedua.
Yang dimaksud pengaruh negatif adalah
bahasa pertama yang telah dikuasai siswa
dengan bahasa kedua seringkali menjadi
penghambat proses belajar bahasa kedua.
Kesamaan yang terdapat dalam
bahasa pertama (bahasa daerah) yang dikuasai
siswa dengan bahasa kedua (bahasa Indonesia)
hendaknnya dijadikan bahan dalam pengajaran
membaca dan menulis permulaan. Kesamaan
yang dimaksud dapat berupa kesamaan dalam
hal bunyi/fonem, suku kata, kata, kelompok
kata , atau struktur kalimat.
Penentuan materi pengajaran
didasarkan pada tujuan kelas dan butir-butir
pembelajaran. Rambu-rambu yang terdapat
kurikulum 1994 di antaranya memberikan
arahan tentang teknik penentuan bahan
pengajaran. Rambu-rambu yang terkait dengan
bahan pengajaran antara lain dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1. Karena belajar bahasa Indonesia pada
hakekatnya hádala belajar berkomunikasi
meningkatkan kemampuan berpikir, dan
memperluas wawasan, maka bahan
pengajaran harus diarahkan pada
kepentingan tersebut.
2. Bahan pengajaran bersifat terpadu dan
berkesinambungan dapat dipadukan
dengan pelajaran lain.
3. Penyajian bahan pengajaran bersifat
fleksibel dengan mempertimbangkan
prinsip-prinsip pengajaran.
Karena kurikulum 1994
menggunakan pendekatan komunikatif, maka
perlu memperhatikan kriteria pemilihan bahan
pengajaran. Kriteria yang dimaksud meliputi:
1) Bahan pengajaran harus mencerminkan
kurikulum yang digunakan.
2) Bahan pengajaran harus memiliki teks
(isi) dan tugas yang otentik.
3) Bahan pengajaran harus mampu
menumbuhkan interaksi.
4) Bahan pengajaran harus memungkinkan
pembelajar memusatkan perhatiannya
pada aspek-aspek formal bahasa.
5) Bahan pengajaran harus mendorong
pembelajar mengembangkan keterampilan
belajar bagaimana belajar (learning – how
– to – learn)
6) Bahan pengajaran harus dapat mendorong
pembelajar menerapkan keterampilan
berbahasa (Dubin dan olshtain, 1986:
Nunan, 1988).
Secara garis besar bahan pengajaran
membaca permulaan yang terdapat dalam
kurikulum 1994 dapat dipilah menjadi dua
macam untuk pramembaca dan untuk
membaca permulaan. Dalam pengajaran
pramembaca anak diperkenalkan pada tatacara
membaca yang baik, misalnya:
1) Duduk wajar dan baik (kepala tegak,
punggung lurus, posisi tangan dan kaki
pada tempatnya).
2) Meletakkan buku dengan jarak ke mata
yang cukup dengan sudut tegak lurus.
3) Memegang buku dengan baik, membaca
buku dari kiri ke kanan, dari atas ke
bawah.
Bahan pengajaran untuk membaca
permulaan meliputi bunyi-bunyi bahasa,
huruf, suku kata, kalimat sederhana, dan
pemahaman terhadap isi bacaan.
Dalam kurikulum 1994 (GBPP) SD,
mata pelajaran bahasa Indonesia, pengajaran
menulis permulaan (kelas I dan II) dipilah
menjadi 2 kategori, yakni pengajaran
pramenulis dan menulis. Yang termasuk
kategori pengajaran pramenulis adalah:
1) Melemaskan lengan dengan menulis di
udara
2) Memegang pensil dengan benar (pensil
tajam jarak mata pensil dan jari cukup,
posisi atau kemiringan pensil benar,
susunan jari, dan posisi tangan kiri benar).
3) Melemaskan jari dengan mewarnai,
menjiplak, menggambar melatih dasar
menulis (garis tegak, miring, lurus,
lengkung).
4) Melemaskan jari dengan cara menuliskan
huruf dengan menggunakan jari ( di bak
pasir, di meja, atau di udara).
Pengajaran menulis (permulaan)
difokuskan pada penulisan huruf, penulisan
kata, penggunaan kalimat sederhana, dan
tanda baca (huruf kapital, titik, koma, dan
tanda tanya). Dengan demikian dapat
dikemukakan bahwa materi pelajaran menulis
permulaan meliputi:
1) Penulisan huruf
2) Penulisan kata
3) Penggunaan kalimat sederhana
4) Tanda baca (huruf kapital, titik, koma dan
tanda tanya).
F. Metode pengajaran Membaca dan
Menulis Permulaan SD
Untuk mencapai tujuan pengajaran
membaca dan menulis permulaan di tempuh
berbagai metode yang digunakan seperti
berikut ini:
1) Metode Eja
Penggunaan metode eja dalam belajar
membaca dimulai dari huruf-huruf yang
dirangkai menjadi suku kata dan kata.
Jadi pengajaran membaca dan
menulis permulaan dimulai dengan
memperkenalkan huruf-huruf kepada murid
menurut lafalnya masing-masing dari huruf a
sampai seterusnya ke z. cara yang dilakukan
dalam mengeja ada dua yaitu, (1) berdasarkan
nama huruf atau abjad dan (2) berdasarkan
bunyi huruf atau fonem. Mengeja berdasarkan
nama huruf atau abjad murid dilatih dalam
mengucapkan huruf-huruf sesuai dengan
lafalnya, seperti dilafalkan a, b dilafalkan be,
dan seterusnya sampai z. sebagai langkah-
langkahnya hádala:
a) Mengenalkan berbagai huruf lepada
murid
b) Merangkai huruf menjadi suku kata
c) Merangkai suku kata menjadi kata
d) Menyusun kata-kata menjadi kalimat
(Depdikbud, 1995/1996).
2) Metode Kata Lembaga
Penggunaan kata lembaga
berdasarkan pendekatan kata, yaitu cara mulai
mengerjakan membaca permulaan dengan
menampilkan kata-kata. Metode kata lembaga
memulai mengajar membaca permulaan
dengan mengenalkan kata, menguraikan kata
menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf,
kemudian menggabungkan huruf menjadi
suku kata, dan suku kata menjadi suku kata,
dan selanjutnya menfariasik.
G. Media Pengajaran Membaca dan
Menulis di SD Media sebagai salah satu componen
pengajaran harus digunakan dalam proses
belajar mengajar dan tidak boleh dilupakan
jika hasil pengajaran yang dilaksanakan itu
diharapkan dapat memberi hasil yang sangat
memuaskan. Hal ini karena penggunaan media
dalam pengajaran dapat menyalurkan pesan
yang tepat dari statu sumber (guru) kepada
penerima (murid).
Fungís dan peranan media dalam
pengajaran sangat besar karena media
pengajaran tidak hanya sekedar membantu
penyaluran pesan, tetapi dapat pula membantu
penyederhanaan proses pengajaran dari yang
ruwet ke proses komunikasi belajar yang
cukup lancar. Selain itu, media pengajaran
berfungsi pula sebagai alat pendorong murid
untuk lebih berpartisipasi dalam proses
belajar-mengajar, sehingga dapat
meningkatkan keaktifan dan kegairahan murid
yang dapat mengakibatkan keberhasilan murid
dalam mengikuti proses belajar mengajar.
Sehubungan hal tersebut, hafni
(1984) mengatakan: salah satu tujuan
penggunaan media hádala menyederhanakan
pengajaran, salah media yang digunakan
menjadi pengajaran lebih ruwet. Supaya
kekeliruan yang tidak perlu dihindarkan,
karakteristik media yang efektif perlu dikenali,
relevan dan sesuai dengan tujuan, dan
pengalaman belajar, sederhana esencial dan
menarik serta menghemat tenaga dan waktu
hádala beberapa ciri media efektif.
Pendapat diatas mempertegas pentingnya
media dalam pengajaran. Penggunaan media
pengajaran yang tepat akan banyak membantu
berlangsungnya proses belajar mengajar
dengan baik. Media tidak hanya berfungsi
mempercepat penerimaan pesan, tetapi
berfungsimembantu kesalahpahaman murid
dalam penerimaan pengajaran. Media juga
dapat membantu ingatan karena murid
diharapkan kepada atraksi langsung terhadap
wujud sebenarnya.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan
pada Kelas I SD di Aceh Besar proses
pelaksanaan membaca dan menulis permulaan
dilaksanakan sesuai dengan tujuan
pengajaran, media pengajaran dan evaluasi
pengajaran. Dengan demikian hasil yang
diperoleh sesuai dengan tujuan yang
diharapkan.
Usaha guru dalam meningkatkan
kegiatan membaca dan menulis permulaan di
kelas I SD di Aceh Besar sudah baik,
terutama didalam kegiatan membimbing
murid membaca dan menulis huruf, suku kata,
kata dan kalimat.
B. Saran
1. Untuk mencapai hasil pengajaran
membaca dan menulis permulaan yang
memuaskan perlu ditingkatkan secara
berkesinambungan.
2. Usaha guru dalam meningkatkan
kemampuan membaca dan menulis
permulaan murid sangat diharapkan,
karena itu tugas guru khususnya guru
kelas I dituntut adanya dedikasi yang
tinggi terhadap tugasnya, berhasil
tidaknya murid tergantung pada
kemampuan membaca dan menulisnya.
3. tersedia, dengan demikian dalam proses
belajar mengajar tidak mengalami
hambatan yang dapat mengganggu
aktivitas belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Reneka Cipta
Amiruddin, 1990. Pengembangan Penelitian
Kualitatif Dalam Bidang Bahsa dan
Sastra. Malang: HISKI Malang.
Depdikbud, 1989. Undang-Undang
Penididkan Nomor 2 Tahun 1989. Jaya
Giri Lembang.
Depdikbud, 1993. Kurikulum Pendidikan
Dasar: Garis-Garis Besar Program
Pengajaran (GBPP) Kelas I Sekolah
Dasar. Jakarta.
Depdikbud, 1996/1997. Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Belajar Mengajar Bahasa
Indonesia Kelas I dan II. Jakarta.
Engkoswara, 1972. Didaktik Pengajaran
Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar.
Jakarta. Depdikbud.
Hafni, Amran, 1984. Kearah Kebermaknaan
dan Kekayaan Pengalaman Belajar
Bahasa Melalui Media Yang Tepat
Guna. Jakarta: Depdikbud.
Poedjosoepomo, Soepomo. 1977. Pembinaan
Bahasa Indonesia dan Kebudayaan
Masyarakat. Semarang. Seminar
Pengajaran Bahasa. FKSS IKIP
Semarang.
Wiryodijoyo, Suarsono. 1989. Membaca
Strategi Pengantar dan Tekniknya.
Jakarta. FKIP Universitas Bengkulu.
Sirait, Bistok. 1984. Evaluasi Hasil Belajar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan, Depdikbud
METODE PEMBELAJARAN IMAJINATIF DALAM MENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR MENGARANG BAHASA INDONESIA PADA
SISWA KELAS V SD NEGERI 7 BANDA ACEH
Oleh :
Ruhadi
ABSTRAK
Sudah bukan rahasia lagi dan seolah-olah sudah menajadi asumsi umum bahwa hasil pengajaran
bahasa Indonesia di sekolah-sekolah dari sekolah dasar sampai sekolah dasar kurang memuaskan.
Masalah yang dimaksud adalah dilihat dari hasil ujian sebagai salah satu barometer keberhasilan
pengajaran bahasa Indonesia. Kenyataan tersebut juga pernah penulis jumpai dalam beberapa kali
pengalaman mengoreksi hasi ujian mengarang bahasa Indonesia pada siswa. Dari hasil karangan para
siswa tersebut banyak sekali penulis jumpai kelemahan-kelemahan siswa dalam penguasaan unsur-
unsur pembentuk karangan itu sendiri. Terlepas dari faktor-faktor lain dari kenyataan tersebut, kita
dapat berasumsi bahwa pembelajaran bahasa Indonesia khususnya mengarang masih perlu
mendapatkan perhatian lebih serius dari para guru bahasa Indonesia.
Penelitian berdasarkan permasalahan, (a) Seberapa jauh peningkatan prestasi belajar siswa
dengan diterapkannya metode pembelajaran imajinatif dalam belajar bahasa Indonesia pada siswa
Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh ? (b) Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran imajinatif
terhadap motivasi belajar bahasa Indonesia pada siswa Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh ?
Tujuan penelitian tindakan ini adalah: (a) Mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah
diterapkannya metode pembelajaran imajinatif pada siswa Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh Tahun
2009 (b) Mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan metode pembelajaran
imajinatif dalam belajar bahasa Indonesia pada siswa Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh .
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap
putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi.
Sasaran penelitian ini adalah siswa SD Negeri 7 Banda Aceh. Data yang diperoleh berupa hasil tes
tanya jawab, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I
sampai siklus III yaitu, siklus I (70,73%), siklus II (80,50%), siklus III (90,24%).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah merode pembelajaran imajinatif dapat berpengaruh
positif terhadap motivasi belajar siswa SD Negeri 7 Banda Aceh, serta model pembelajaran ini dapat
digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran mengarang bahasa Indonesia.
Kata kunci: mengarang bahasa indonesia, metode pembelajaran imajinatif
Di dalam pengajaran Bahasa Indonesia,
ada tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu
aspek pengetahuan/kompetensi, skill dan
sikap. Ketiga aspek itu berturut-turut
menyangkut ilmu pengetahuan, perasaan, dan
keterampilan atau kegiatan berbahasa. Ketiga
aspek tersebut harus berimbang agar tujun
pengajaran bahasa yang sebenarnya dapat
dicapai. Kalau pengajaran bahasa terlalu
banyak mengotak-atik segi gramatikal saja
(teori), murid akan tahu tentang aturan bahasa,
tetapi belum tentu dia dapat menerapkannya
dalam tuturan maupun tulisan dengan baik.
Bahasa Indonesia erat kaitannya dengan
guru bahasa Indonesia, yakni orang-orang
yang tugasnya setiap hari membina pelajaran
bahasa Indonesia. Dia adalah orang yang
merasa bertanggung jawab akan
perkembangan bahasa Indonesia. Dia juga
yang akan selalu dituding oleh masyarakat
bila hasil pengajaran bahasa Indonesia di
sekolah tidak memuaskan. Berhasil atau
tidaknya pengajaran bahasa Indonesia
memang di antaranya ditentukan oleh faktor
guru, disamping faktor-faktor lainnya, seperti
faktor murid, metode pembelajaran,
kurikulum (termasuk silabus), bahan
pengajaran dan buku, serta yang tidak kalah
pentingnya ialah perpustakaan sekolah dengan
disertai pengelolaan yang memadai.
Sekarang ini pengajaran bahasa
Indonesia diajarkan di sekolah-sekolah,
terutama dari sekolah dasar sampai pada
sekolah menengah pertama, bahkan sampai
sekolah menengah tingkat atas. Menurut
Mulyono Sumardi, ketua Himpunan Pembina
Bahasa Indonesia menyatakan bahwa, “Dalam
dunia Pendidikan, keterampilan berbahasa
Indonesia perlu mendapatkan tekanan yang
lebih banyak lagi, mengingat kemampuan
berbahasa Indonesia di kalangan pelajar ini
juga disebabkan oleh kualitas guru, dari pihak
lain munculnya anggapan bahwa setiap orang
Indonesia pasti bisa berbahasa Indonesia.
Anggapan ini justru ikut merunyamkan dunia
kebahasaan Indonesia itu sendiri. (dalam JS.
Badudu. 1988:74).
Sudah bukan rahasia lagi dan seolah-
olah sudah menjadi asumsi umum bahwa hasil
pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-
sekolah dari sekolah dasar sampai sekolah
lanjutan kurang memuaskan.” Masalah yang
dimaksud adalah dilihat dari hasil ujian
sebagai salah satu barometer keberhasilan
pengajaran bahasa Indonesia. Kenyataan
tersebut juga pernah penulis jumpai dalam
beberapa kali pengalaman mengoreksi hasi
ujian mengarang bahasa Indonesia pada siswa
sekolah dasar. Dari hasil karangan para siswa
tersebut banyak sekali penulis jumpai
kelemahan-kelemahan siswa dalam
penguasaan unsur-unsur pembentuk karangan
itu sendiri. Terlepas dari faktor-faktor lain dari
kenyataan tersebut, kita dapat berasumsi
bahwa pembelajaran bahasa Indonesia
khususnya mengarang masih perlu
mendapatkan perhatian lebih serius dari para
guru bahasa Indonesia.
Pelajaran mengarang sebenarnya
sangat penting diberikan kepada murid untuk
melatih menggunakan bahasa secara aktif. Di
samping itu, pengajaran mengarang di
dalamnya secara otomatis mencakup banyak
unsur kebahsaan termasuk kosa kata dan
keterampilan penggunaan bahasa itu sendiri
dalam bentuk bahasa tulis. Akan tetapi dalam
hal ini guru bahasa Indonesia dihadapkan pada
dua masalah yang sangat dilematis. Di satu
sisi guru bahasa harus dapat menyelesaikan
target kurikulum yang harus dicapai dalam
kurun waktu yang telah ditentukan. Sementara
di sisi lain porsi waktu yang disediakan untuk
pelajaran mengarang relatif terbatas, padahal
untuk pelajaran mengarang seharusnya
dibutuhkan waktu yang cukup panjang, karena
diperlukan latihan-latihan yang cukup untuk
memberikan siswa dalam karang-mengarang.
Dari dua persoalan tersebut kiranya
dibutuhkan kreaivitas guru untuk mengatur
sedemikian rupa sehingga materi pelajaran
mengarang dapat diberikan semaksimal
mungkin dengan tidak mengesampingkan
materi yang lain.
Sekolah kita pada umumnya agak
mengabaikan pelajaran mengarang. Ada
beberapa faktor penyebabnya yaitu, (1) sistem
ujian yang biasanya menjabarkan soal-soal
yang sebagian besar besifat teoritis, (2) kelas
yang terlalu besar dengan jumlah murid
berkisar antara empat puluh sampai lima
puluh orang.
Materi ujian yang bersifat teoritis dapat
menimbulkan motivasi guru bahasa
mengajarkan materi mengarang hanya untuk
dapat menjawab soal-soal ujian, sementara
aspek keterampilan diabaikan. Sedangkan
dengan kelas yang besar konsekuensi biasanya
guru enggan memberikan pelajaran
mengarang, karena ia harus memeriksa
karangan murid-muridnya yang berjumlah
mencapai empat puluh sampai lima puluh
lembar, kadang hal itu masih harus
berhadapan dengan tulisan-tulisan siswa yang
notabene sulit dibaca. Belum lagi ia harus
mengajar lebih dari satu kelas atau mengajar
di sekolah lain, berarti yang harus diperiksa
empat puluh kali sekian lembar karangan.
Oleh karena itu, tidak jarang guru yang
menyuruh muridnya mengarang hanya
sebulan sekali atau bahkan sampai berbulan-
bulan.
RumusanMasalah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka
dapat dirumuskan suatu masalah sebagai
berikut
1. Bagaimanakah peningkatan prestasi
belajar siswa dengan diterapkannya
metode pembelajaran imajinatif dalam
belajar bahasa Indonesia pada siswa
Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh ?
2. Bagaimanakah penerapan metode
pembelajaran imajinatif terhadap motivasi
belajar bahasa Indonesia pada siswa
Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh ?
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian
tindakan (action research), karena penelitian
dilakukan untuk memecahkan masalah
pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga
termasuk penelitian deskriptif, sebab
menggambarkan bagaimana suatu teknik
pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil
yang diinginkan dapat dicapai.
Menurut Sukidin dkk. (2002:54) ada
4 macam bentuk penelitian tindakan, yaitu: (1)
penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2)
penelitian tindakan kolaboratif, (3) penelitian
tindakan simultan terintegratif, dan (4)
penelitian tindakan sosial eksperimental.
Keempat bentuk penelitian tindakan
di atas, ada persamaan dan perbedaannya.
Menurut Oja dan Smulyan sebagaimana
dikutip oleh Kasbolah, (2000) (dalam Sukidin,
dkk. 2002:55), ciri-ciri dari setiap penelitian
tergantung pada: (1) tujuan utamanya atau
pada tekanannya, (2) tingkat kolaborasi antara
pelaku peneliti dan peneliti dari luar, (3)
proses yang digunakan dalam melakukan
penelitian, dan (4) hubungan antara proyek
dengan sekolah.
Dalam penelitian ini menggunakan
bentuk guru sebagai peneliti, dimana guru
sangat berperan sekali dalam proses penelitian
tindakan kelas. Dalam bentuk ini, tujuan
utama penelitian tindakan kelas ialah untuk
meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di
kelas. Dalam kegiatan ini, guru terlibat
langsung secara penuh dalam proses
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Kehadiran pihak lain dalam penelitian ini
peranannya tidak dominan dan sangat kecil.
Penelitian ini mengacu pada perbaikan
pembelajaran yang berkesinambungan.
Kemmis dan Taggart (1988:14) (dalam
Arikunto, 2002: 83), menyatakan bahwa
model penelitian tindakan adalah berbentuk
spiral. Tahapan penelitian tindakan pada suatu
siklus meliputi perencanaan atau pelaksanaan
observasi dan refleksi. Siklus ini berlanjut dan
akan dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan
dan dirasa sudah cukup.
Rancangan Penelitian Menurut pengertiannya penelitian
tindakan adalah penelitian tentang hal-hal
yang terjadi dimasyarakat atau sekolompok
sasaran, dan hasilnya langsung dapat
dikenakan pada masyarakat yang
bersangkutan (Arikunto, 2002:82). Ciri atau
karakteristik utama dalam penelitian tindakan
adalah adanya partisipasi dan kolaborasi
antara peneliti dengan anggota kelompok
sasaran. Penelitian tidakan adalah satu strategi
pemecahan masalah yang memanfaatkan
tindakan nyata dalam bentuk proses
pengembangan invovatif yang dicoba sambil
jalan dalam mendeteksi dan memecahkan
masalah. Dalam prosesnya pihak-pihak yang
terlibat dalam kegiatan tersebut dapat saling
mendukung satu sama lain.
Sedangkan tujuan penelitian tindakan
harus memenuhi beberapa prinsip sebagai
berikut:
1. Permasalahan atau topik yang dipilih
harus memenuhi kriteria, yaitu benar-
benar nyata dan penting, menarik
perhatian dan mampu ditangani serta
dalam jangkauan kewenangan peneliti
untuk melakukan perubahan.
2. Kegiatan penelitian, baik intervensi
maupun pengamatan yang dilakukan tidak
boleh sampai mengganggu atau
menghambat kegiatan utama.
3. Jenis intervensi yang dicobakan harus
efektif dan efisien, artinya terpilih dengan
tepat sasaran dan tidak memboroskan
waktu, dana dan tenaga.
4. Metodologi yang digunakan harus jelas,
rinci, dan terbuka, setiap langkah dari
tindakan dirumuskan dengan tegas
sehingga orang yang berminat terhadap
penelitian tersebut dapat mengecek setiap
hipotesis dan pembuktiannya.
5. Kegiatan penelitian diharapkan dapat
merupakan proses kegiatan yang
berkelanjutan (on-going), mengingat
bahwa pengembangan dan perbaikan
terhadap kualitas tindakan memang tidak
dapat berhenti tetapi menjadi tantangan
sepanjang waktu. (Arikunto, 2002:82-83).
Sesuai dengan jenis penelitian yang
dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka
penelitian ini menggunakan model penelitian
tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam
Arikunto, 2002: 83), yaitu berbentuk spiral
dari siklus yang satu ke siklus yang
berikutnya. Setiap siklus meliputi planning
(rencana), action (tindakan), observation
(pengamatan), dan reflection (refleksi).
Langkah pada siklus berikutnya adalah
perncanaan yang sudah direfisi, tindakan,
pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk
pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan
yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus
spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan
kelas dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3.1. Alur PTK
Penjelasan alur di atas adalah:
1. Rancangan/rencana awal, sebelum
mengadakan penelitian peneliti
menyusun rumusan masalah, tujuan dan
membuat rencana tindakan, termasuk di
dalamnya instrument penelitian dan
perangkat pembelajaran.
2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi
tindakan yang dilakukan oleh peneliti
sebagai upaya membangun pemahaman
konsep siswa serta mengamati hasil atau
dampak dari diterapkannya metode
pengajaran berbasis tugas proyek.
3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan
mempertimbangkan hasil atau dampak
dari tindakan yang dilakukan
berdasarkan lembar pengamatan yang
diisi oleh pengamat.
4. Rancangan/rencana yang direfisi,
berdasarkan hasil refleksi dari pengamat
membuat rangcangan yang direfisi untuk
dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Observasi dibagi dalam tiga putaran,
yaitu putaran 1, 2, dan 3, dimana masing
putaran dikenai perlakuan yang sama (alur
kegiatan yang sama) dan membahasa satu sub
pokok bahasan yang diakhiri dengan tes
formatif di akhir masing putaran. Dibuat
dalam tiga putaran dimaksudkan untuk
memperbaiki sistem pengajaran yang telah
dilaksanakan
Refleksi
Tindakan/
Observasi
Refleksi
Refleksi
Tindakan/
Observasi
Tindakan/
Observasi
Rencana yang
direfisi/Siklus 3
Rencana awal/Siklus
1
Rencana yang
direfisi/Siklus 2
C.Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian yang digunakan
dalam melakukan penelitian untuk
memperoleh data yang diinginkan. Penelitian
ini bertempat di SD Negeri 7 Banda Aceh .
Waktu penelitian adalah waktu
berlangsungnya penelitian atau saat
penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Agustus s/d
Nopember tahun 2009.
D. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa-
siswi Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh
tahun 2009 pokok bahasan mengarang.
E. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui tiga
tahap, yaitu: (1) tahap persiapan, (2) tahap
pelaksanaan, dan (3) tahap penyelesaian.
1. Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan dalam
tahap persiapan ini adalah mempersiapkan
segala sesuatu yang berhubungan dengan
pelaksanaan penelitian. Dalam kegiatan
ini diharapkan pelaksanaan penelitian
akan berjalan lancar dan mencapai tujuan
yang diinginkan. Kegiatan persiapan ini
meliputi: (1) kajian pustaka, (2)
penyusunan rancangan penelitian, (3)
orientasi lapangan, dan (4) penyusunan
instrumen penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan
penelitian ini, kegiatan yang dilakukan
meliputi: (1) pengumpulan data melalui
tes dan pengamatan yang dilakukan
persiklus, (2) diskusi dengan pengamat
untuk memecahkan kekurangan dan
kelemahan selama proses belajar
mengajar persiklus, (3) menganalisi data
hasil penelitian persiklus, (4)
menafsirkan hasil analisis data, dan (5)
bersama-sama dengan pengamat
menentukan langkah perbaikan untuk
siklus berikutnya.
3. Tahap Penyelesaian
Dalam tahap penyelesaian,
kegiatan yang dilakukan meliputi: (1)
menyusun draf laporan penelitian, (2)
mengkonsultasikan draf laporan
penelitian, (3) merefisi draf laporan
penelitian, (4) menyusun naskah laporan
penelitian, dan (5) menggandakan
laporan penelitian.
F. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari:
1. Silabus
Yaitu seperangkat rencana dan
pengaturan tentang kegiatan
pembelajaran pengelolahan kelas, serta
penilaian hasil belajar.
2. Rencana Pelajaran (RP)
Yaitu merupakan perangkat
pembelajaran yang digunakan sebagai
pedoman guru dalam mengajar dan
disusun untuk tiap putaran. Masing-
masing RP berisi kompetensi dasar,
indikator pencapaian hasil belajar,
tujuan pembelajaran khusus, dan
kegiatan belajar mengajar.
3. Tugas mengarang
Tes ini disusun berdasarkan
tujuan pembelajaran yang akan dicapai,
digunakan untuk mengukur kemampuan
pemahaman kalimat langsung dan tidak
langsung pada pokok bahasan
mengarang.
G. Analisis Data
Untuk mengetahui keefektivan suatu
metode dalam kegiatan pembelajaran perlu
diadakan analisa data. Pada penelitian ini
menggunakan teknik analisis deskriptif
kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang
bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta
sesuai dengan data yang diperoleh dengan
tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang
dicapai siswa juga untuk memperoleh respon
siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta
aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Untuk menganalisis tingkat
keberhasilan atau persentase keberhasilan
siswa setelah proses belajar mengajar setiap
putarannya dilakukan dengan cara
memberikan evaluasi berupa tugas
mengajang pada setiap akhir putaran.
Untuk mempermudah evaluasi
terhadap tingkat kemampuan siswa, perlu
dirumuskan kriteria penilaian sebagai berikut:
1. Kategori benar semua.
2. Kategori benar sebagian.
3. Kategori salah semua.
4. Katageri tanpa percakapan.
Prosentase dan jumlah kategori 1
dan 2 menunjukkan tingkat keberhasilan
pembelajaran. Kriteria ini diberikan karena
pertimbangan bahwa penulisa kalimat
langsung merupakan pekerjaan yang sulit
dicapai kesempurnaannya.
Untuk ketuntasan belajar ada dua
kategori ketuntasan belajar yaitu secara
perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan
petunju pelaksanaan belajar mengajar
kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu
seorang siswa telah tuntas belajar bila telah
mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas
disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut
terdapat 85% yang telah mencapai daya serap
lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk
menghitung persentase ketuntasan belajar
digunakan rumus sebagai berikut:
%100...
xSiswa
belajartuntasyangSiswaP
∑∑
=
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
I. Analisis Data Penelitian Persiklus
1. Siklus I a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti
mempersiapkan perangkat pembelajaran yang
terdiri dari rencana pelajaran 1, tugas
mengarang 1 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung. Selain itu juga dipersiapkan
lembar observasi pengolahan belajar aktif.
b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada
tanggal 6 Agustus 2009 di Kelas V dengan
jumlah siswa 41 siswa. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai guru. Adapun proses
belajar mengajar mengacu pada rencana
pelajaran yang telah dipersiapkan.
Pengamatan (observasi) dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksaaan belajar
mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar
siswa diberi tugas mengarang I dengan tujuan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa
dalam proses belajar mengajar yang telah
dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada
siklus I adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil Tugas Mengarang Siswa
Pada Siklus I No
. Kategori F %
1
2
3
4
Benar semua
Benar sebagian
Salah semua
Tanpa percakapan
16
13
6
6
39,02%
31,71%
14,63%
14,63%
Tingkat keberhasilan pada siklus I
adalah 39,02% + 31,71% = 70,73%. Siswa
yang membuat karangan tanpa percakapan
sebanyak 6 siswa dan yang membuat
karangan dengan percakapan tapi salah cara
membuat kutipannya sebanyak 6 orang. Hal
ini menunjukkan siswa kurang memahami
penjelasan guru. Hasil observasi masih
kurang memuaskan, karena perhatian siswa
diperoleh secara paksa. Meskipun hanya
tahab awal. Perhatian tidak tumbuh secara
alamiah.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa
pada siklus pertama secara klasikal siswa
belum tuntas belajar, karena siswa yang
memahami mata pelajaran karang-mengarang
hanya sebesar 70,73% lebih kecil dari
persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu
sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa
masih merasa baru dan belum mengerti apa
yang dimaksudkan dan digunakan guru
dengan menerapkan model belajar aktif.
c. Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar diperoleh informasi dari hasil
pengamatan sebagai berikut:
1) Guru kurang baik dalam memotivasi
siswa dan dalam menyampaikan tujuan
pembelajaran
2) Guru kurang baik dalam pengelolaan
waktu
3) Siswa kurang begitu antusias selama
pembelajaran berlangsung
d. Refisi
Pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar pada siklus I ini masih terdapat
kekurangan, sehingga perlu adanya refisi
untuk dilakukan pada siklus berikutnya.
1) Memperbaiki segala kelemahan yang
terjadi pada siklus I.
2) Memberi pengarahan pada siswa yang
masih mengalami kesulitan.
3) Memberi bimbingan pada siswa yang
masih belum mengerti tentang kalimat
langsung dan kalimat tidak langsung.
2. Siklus II
a. Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti
mempersiapkan perangkat pembelajaran yang
terdiri dari rencana pelajaran 2, tugas
mengarang II dan alat-alat pengajaran yang
mendukung. Selain itu juga dipersiapkan
lembar observasi pengelolaan belajar aktif
dan lembar observasi guru dan siswa.
b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada
tanggal 13 Agustus 2009 di Kelas V dengan
jumlah siswa 41 siswa. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai guru. Adapun proses
belajar mengajar mengacu pada rencana
pelajaran dengan memperhatikan refisi pada
siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan
pada siklus I tidak terulanga lagi pada siklus
II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksanaan belajar
mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar
siswa diberi tugas mengarang II dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
siswa dalam proses belajar mengajar yang
telah dilakukan. Instrumen yang digunakan
adalah tugas mengarang II. Adapun data hasil
penelitian pada siklus II adalah sebagai
berikut.
Tabel 4.2. Hasil Tugas Mengarang Siswa
Pada Siklus II
No. Kategori F %
1
2
3
4
Benar semua
Benar
sebagian
Salah semua
Tanpa
percakapan
18
15
4
4
43,92%
36,58%
9,75%
9,75%
Tingkat keberhasilan pada siklus I
adalah 43,92% + 36,58% = 80,50%. Siswa
yang membuat karangan tanpa percakapan
sebanyak 4 siswa dan yang membuat
karangan dengan percakapan tapi salah cara
membuat kutipannya sebanyak 4 orang. Hasil
ini menunjukkan bahwa ketuntasan belajar
mencapai 80,50% atau ada 33 siswa yang
tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa
pada siklus II ini ketuntasan belajar secara
klasikal telah mengalami peningkatan sedikit
lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan
hasil belajar siswa ini karena setelah guru
menginformasikan bahwa setiap akhir
pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga
pada pertemuan berikutnya siswa lebih
termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa
juga sudah mulai mengerti apa yang
dimaksudkan dan dinginkan guru dengan
menerapkan model belajar aktif.
c. Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar
diperoleh informasi dari hasil pengamatan
sebagai berikut:
1) Memotivasi siswa
2) Membimbing siswa merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep
3) Pengelolaan waktu
d. Refisi Rancangan
Pelaksanaan kegiatan belelajar pada
siklus II ini masih terdapat kekurangan-
kekurangan. Maka perlu adanya refisi untuk
dilaksanakan pada siklus II antara lain:
1) Guru dalam memotivasi siswa
hendaknya dapat membuat siswa lebih
termotivasi selama proses belajar
mengajar berlangsung.
2) Guru harus lebih dekat dengan siswa
sehingga tidak ada perasaan takut dalam
diri siswa baik untuk mengemukakan
pendapat atau bertanya.
3) Guru harus lebih sabar dalam
membimbing siswa merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep.
4) Guru harus mendistribusikan waktu
secara baik sehingga kegiatan
pembelajaran dapat berjalan sesuai
dengan yang diharapkan.
5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak
contoh soal dan memberi soal-soal
latihan pada siswa untuk dikerjakan pada
setiap kegiatan belajar mengajar.
3. Siklus III a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti
mempersiapkan perangkat pembelajaran yang
terdiri dari rencana pelajaran 3, tugas
mengarang 3 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung. Selain itu juga dipersiapkan
lembar observasi pengelolaan cara belajar
aktif model penajaran terarah dan lembar
observasi aktivitas guru dan siswa.
b. Tahap kegiatan dan pengamatan
Pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada
tanggal 20 Agustus 2009 di Kelas V dengan
jumlah siswa 41 siswa. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai guru. Adapun proses
belajar mengajar mengacu pada rencana
pelajaran dengan memperhatikan refisi pada
siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan
pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus
III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksanaan belajar
mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar
siswa diberi tugas mengarang III dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
siswa dalam proses belajar mengajar yang
telah dilakukan. Instrumen yang digunakan
adalah tugas mengarang III. Adapun data
hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.3. Hasil Tugas Mengarang Siswa
Pada Siklus III
No. Kategori F %
1
2
3
4
Benar semua
Benar sebagian
Salah semua
Tanpa percakapan
21
16
4
-
51,22%
39,02%
9,76%
-
Tingkat keberhasilan pada siklus I
adalah 51,22% + 39,02% = 90,24%. Siswa
yang membuat karangan tanpa percakapan
tidak ada dan yang membuat karangan
dengan percakapan tapi salah cara membuat
kutipannya sebanyak 4 orang. Hasil ini
menunjukkan bahwa ketuntasan belajar
mencapai 90,24% atau ada 37 siswa yang
tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa
pada siklus III ini ketuntasan belajar secara
klasikal telah tercapai. Adanya peningkatan
hasil belajar pada siklus III ini dipengaeruhi
oleh adanya peningkatan kemampuan guru
dalam menerapkan belajar aktif sehingga
siswa menjadi lebih terbiasa dengan
pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih
mudah dalam memahami materi yang telah
diberikan.
c. Refleksi
Pada tahap ini akah dikaji apa yang
telah terlaksana dengan baik maupun yang
masih kurang baik dalam proses belajar
mengajar dengan penerapan belajar aktif.
Dari data-data yang telah diperoleh dapat
diuraikan sebagai berikut:
1) Selama proses belajar mengajar guru
telah melaksanakan semua pembelajaran
dengan baik. Meskipun ada beberapa
aspek yang belum sempurna, tetapi
persentase pelaksanaannya untuk
masing-masing aspek cukup besar.
2) Berdasarkan data hasil pengamatan
diketahui bahwa siswa aktif selama
proses belajar berlangsung.
3) Kekurangan pada siklus-siklus
sebelumnya sudah mengalami perbaikan
dan peningkatan sehingga menjadi lebih
baik.
4) Hasil belajar siswa pada siklus III
mencapai ketuntasan.
d. Refisi Pelaksanaan
Pada siklus III guru telah
menerapkan belajar aktif dengan baik dan
dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar
siswa pelaksanaan proses belajar mengajar
sudah berjalan dengan baik. Maka tidak
diperlukan refisi terlalu banyak, tetapi yang
perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya
adalah memaksimalkan dan mepertahankan
apa yang telah ada dengan tujuan agar pada
pelaksanaan proses belajar mengajar
selanjutnya penerapan belajar aktif dapat
meningkatkan proses belajar mengajar
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Pembahasan 1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil peneilitian ini
menunjukkan bahwa cara belajar aktif
model pengajaran imajinatif memiliki
dampak positif dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa. Hal ini dapat
dilihat dari semakin mantapnya
pemahaman siswa terhadap materi yang
disampaikan guru (ketuntasan belajar
meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu
masing-masing 70,73%, 80,50%, dan
90,24%. Pada siklus III ketuntasan
belajar siswa secara klasikal telah
tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola
Pembelajaran
Berdasarkan analisis data,
diperoleh aktivitas siswa dalam proses
belajar aktif dalam setiap siklus
mengalami peningkatan. Hal ini
berdampak positif terhadap prestasi
belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan
dengan meningkatnya nilai rata-rata
siswa pada setiap siklus yang terus
mengalami peningkatan.
PENUTUP
1.Kesimpulan Kemampuan menuliskan kalimat
langsung dalam karangan dapat ditingkatkan
dengan cara belajar aktif model pembelajaran
terarah. Kalimat langsung memiliki system
penulisan yang sangat rumit, oleh karena itu
pembelajarannya perlu secara berulang ulang.
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang
telah dilakukan selama tiga siklus, dan
berdasarkan seluruh pembahasan serta
analisis yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan cara belajar aktif
model pengajaran imajinatif memiliki
dampak positif dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa yang ditandai
dengan peningkatan ketuntasan belajar
siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I
(70,73%), siklus II (80,50%), siklus III
(90,24%).
2. Penerapan cara belajar aktif model
pengajaran imajinatif mempunyai
pengaruh positif, yaitu dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa yang
ditunjukan dengan rata-rata jawaban
siswa yang menyatakan bahwa siswa
tertarik dan berminat dengan model
belajar aktif sehingga mereka menjadi
termotivasi untuk belajar.
2.Saran-saran Dari hasil penelitian yang diperoleh
dari uraian sebelumnya agar proses belajar
mengajar Bahasa Indonesia lebih efektif dan
lebih memberikan hasil yang optimal bagi
siswa, makan disampaikan saran sebagai
berikut:
1. Untuk melaksanakan belajar aktif
memerlukan persiapan yang cukup
matang, sehingga guru harus mempu
menentukan atau memilih topik yang
benar-benar bisa diterapkan dengan cara
belajar aktif model pengajaran imajinatif
dalam proses belajar mengajar sehingga
diperoleh hasil yang optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prestasi
belajar siswa, guru hendaknya lebih
sering melatih siswa dengan kegiatan
penemuan, walau dalam taraf yang
sederhana, dimana siswa nantinya dapat
menemukan pengetahuan baru,
memperoleh konsep dan keterampilan,
sehingga siswa berhasil atau mampu
memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya.
3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut,
karena hasil penelitian ini hanya
dilakukan di SD Negeri 7 Banda Aceh.
4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya
dilakukan perbaikan-perbaikan agar
diperoleh hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ambary, Abdullah, dkk. 1999. Penuntun
Terampil berbahasa Indonesia dan
Petunjuk Guru. Bandung: Trigenda
Karya.
Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT Rineksa Cipta.
Badudu, J.S. 1988. Cakrawala Bahasa
Indonesia. Inilah Bahasa Indonesia yang
Benar. Jakarta: Gramedia.
Hadi, Sutrisno. 1984. Metodologi Research.
Jilid I. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
UGM.
Harisiati, Titik. 1999. Penelitian Tindakan
Sebagai Aplikasi Metode Ilmiah dan
Pemecahan Masalah Pembelajaran
Bahasa. Dalam Seminar FPBS IKIP
Malang.
Mariskan, A. 1982. Ikthisar Bahasa
Indonesia untuk SMP.
Jakarta.Edumedia
Melvin. L. Silberman. 2007. Active Learning.
101 Cara Belajar Siswa Aktif.
Bandung: Nuansa dan Nusamedia.
Mukhlis, Abdul. (Ed). 2003. Penelitian
Tindakan Kelas. Makalah Panitian
Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah
untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban.
Nurkancana, Wayan. 1986. Evalusi
Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional.
Poerwadarminta, WJS. 1979. ABC Karang
Mengarang. Yokyakarta. UP.
__________, 1987. Kamus Umum Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005.
Metodologi Penelitian Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sumardi & Nur Anggraeni. 2005. Terampil
Berbahasa Indonesia Untuk SMP.
Jakarta: Erlangga.
EVALUASI PEMBELAJAN KIMIA KELAS XI DI SMA NEGERI 1
GLUMPANG TIGA TAHUN AJARAN 2008/2009
Muhammad*
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi proses kegiatan pembelajaran kimia di
sekolah menengah umum, penelitian dilakukan terhadap guru (tenaga pendidik), siswa (anak didik) di
SMA Negeri 1 Glumpang Tiga dengan pengisian angket, melakukan observasi dan wawancara.
Pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok di sekolah sehingga berhasil tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan tergantung bagaimana proses berjalannya pembelajaran, untuk itu
diharapkan kinerja yang serius dan maksimal serta didukung lengkap dan memadainya fasilitas sarana
prasarana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran kimia kurang maksimal
terlihat dari angket yang diberikan pada siswa. Populasi dalam penelitian ini seluruh siswa kelas XI
SMA Negeri 1 Glumpang Tiga yang berjumlah 3 kelas. Sampel yang digunakan pada penelitian ini 2
kelas berjumlah 40 orang siswa. Berdasarkan hasil tabulasi angket proses pembelajaran yang
diterapkan guru (tenaga pendidik) 81,16% (baik), cara belajar siswa 66,78% (cukup). Hasil observasi
pada sekolah yang laboratorium dan perpustakaan yang tidak difungsikan dan hasil wawancara pada
guru menyatakan penggunaan media kurang maksimal dan perlengkapan belajar siswa kurang
lengkap. Dengan melihat proses pembelajaran di sekolah khususnya mata pelajaran kimia kurang
maksimal, perlu ditingkatkan sehingga mencapai hasil yang baik.
Kata kunci : Evaluasi pembelajaran
* Drs. Muhammad, M.Si adalah Dosen Kopertis wil I. Dpk pada FKIP Unaya Banda Aceh
Pembelajaran adalah sebagai suatu
aktivitas untuk mencoba menolong,
membimbing seseorang untuk mendapatkan,
mengubah atau membangkitkan skill,
attitudes, ideas (cita-cita), appreciations
(penghargaan) dan knowledge. Di dalam
perolehan hasil pembelajaran sangat
ditentukan aktivitas guru sebagai tenaga
pengajar yang bertugas sebagai pendidik,
aktivitas siswa sebagai anak didik dan
didukung oleh sarana dan prasarana, Alvin W.
Howard (Roestiyah, 1989). Sehingga apa yang
menjadi tujuan pendidikan tercapai, dengan
meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam proses pendidikan di sekolah,
kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan
paling pokok. Berhasil tidaknya pencapaian
tujuan pendidikan tergantung pada bagaimana
proses berjalannya pembelajaran. untuk itu
mengharapkan kinerja yang serius dan
maksimal.
Kimia merupakan salah satu cabang
dari IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) yang
membahas tentang perubahan materi,
perubahan energi, masalah sintesa sifat-sifat
dan reaksi-reaksi dari unsur-unsur dan
senyawa kimia serta sistem pembentuknya.
Dalam mempelajari kimia, siswa diajak untuk
lebih teliti, cermat sehingga dapat
menganalisis, menggunakan rumus-rumus
kimia, mampu berpikir abstrak dan
sebagainya. Keadaan seperti ini menuntut
guru dan anak didik dapat mengoptimalkan
pembelajaran.
Kajian para aktivis-aktivis dan
pemerhati pendidikan bahwa proses
pembelajaran di sekolah merupakan bidang
yang paling penting di sekolah, sehingga, dari
tahun-tahun belakangan ini terjadinya
sewaktu-waktu perubahan sistem pendidikan
salah satunya kurikulum yang dipakai,
semuanya itu mengarah pada perbaikan pada
proses pembelajaran di sekolah.
METODE PENELITIAN
1. Populasi dan Sampel a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek
penelitian sebagai sumber data. Yang
menjadi populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas XI SMA
Negeri 1 Glumpang Tiga tahun
ajaran 2008/2009.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi
yang menjadi sumber data, sampel
dalam penelitian ini siswa kelas XI
sebanyak 2 kelas.
2. Alat Pengumpul Data Untuk dapat mengumpulkan data
yang diperlukan untuk evaluasi maka peneliti
mempergunakan instrumen penelitian yaitu
angket, observasi, wawancara dan
dokumentasi. Angket merupakan sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam
arti laporan tentang perbandingan atau hal-hal
yang diketahui. Adapun angket yang
digunakan adalah angket tertutup, yang
dilengkapi dengan jawaban pilihan dimana
setiap item terdiri dari 4 alternatif jawaban
pertanyaan sebagai berikut :
Angket 2.1.1 : Cara belajar siswa
Tabel 2.1 Skor Penilaian Angket
(Arikunto, S, 2003:245
No Pilihan Skor
Pertanyaan
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
4
3
2
1
Agar angket ini tidak menyimpang
dari aspek yang akan dinilai, maka dalam
penyusunan ini diberi kisi-kisi angket
yaitu : Angket 2.I.2 : Cara Belajar Siswa
Tabel 2.2 Kisi-kisi dan Jumlah Angket Cara Belajar Siswa
No Aspek yang diamati No item Jlh pertanyaan
1
2
3
4
5
Kehadiran siswa
Disiplin belajar siswa
Persiapan belajar
Minat belajar
Kegiatan belajar
1,2
3,4
5,6,7,8,9
10,11,12
13,14,15,16,17,18,19,20
2
2
5
3
8
Jumlah 20
Observasi merupakan metode
pengumpulan data yang menggunakan
pengamatan terhadap objek penelitian.
Adapun observasi yang dilakukan adalah
menyangkut aspek sarana dan prasarana.
Observasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah langsun
Wawancara pengumpulan data
untuk memperoleh informasi langsung
dari sumbernya, dengan cara mengajukan
sejumlah pertanyaan secara lisan untuk
dijawab. Dalam penelitian wawancara
dilakukan untuk guru kimia.
Untuk memperoleh data hasil
belajar siswa, maka peneliti mengambil
dokumen berupa nilai hasil ujian akhir
sekolah (UAS) kimia tahun ajaran
2008/2009.
3. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini diperoleh
dengan menggunakan angket gabungan dan
bersifat langsung. Untuk memperkuat
kebenaran angket peneliti juga menggunakan
observasi (pengamatan) dan wawancara.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah :
a. Membuat angket
b. Angket divalidkan pada validator
c. Setelah angket dinyatakan valid,
angket dibagi secara langsung kepada
siswa SMA Negeri 1 Glumpang Tiga
d. Melakukan observasi untuk
mengetahui sarana dan prasarana
e. Melakukan wawancara kepada guru
f. Mengumpulkan nilail kimia dari
raport
4. Teknik Analisa Data Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif, teknik yang digunakan untuk
menganalisis data yang diperoleh adalah
teknik persentase yaitu dengan rumus :
%100xn
fiPi =
Keterangan :
Pi = Persentase %
fi = Skor masing-masing item angket
n = Skor total angket, 40 x 4 = 40
Hasil analisis deskriptif tersebut
dinyatakan dalam bentuk persentase ke dalam
skala normal.
Tabel 2.3 Interval Penilaian dalam persen
No Angka Keterangan
1
2
3
4
5
80 – 100 %
66 – 79 %
56 – 65 %
40 – 55 %
30 – 39 %
Baik sekali
Baik
Cukup
Kurang
Gagal
HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
1. Deskripsi Hasil Penelitian Penulisan ini adalah penelitian yang
bersifat deskriptif yaitu penelitian tentang
proses pembelajaran kimia, cara belajar siswa
(angket) setelah dilakukan menvalidkan
angket penelitian pada validator dari 25 item
terdapat 21 item dinyatakan valid, dengan
demikian dari 21 item yang valid dan yang
dipakai sebagai alat pengumpul datan 20 item.
Tabel 1.1 Data angket : Proses pembelajaran kimia
No Aspek yang diamati No
item Skor % Keterangan
1 Kehadiran guru 1
2
158
126 88,75 Baik sekali
2 Penggunaan media dan metode
mengajar
3
4
5
6
7
8
132
95
122
84
84
97
63,95 Kurang
3 Pengelolaan kelas 9
10
11
12
148
148
153
150
93,59 Baik sekali
4 Penguasaan dan penerapan
teori
13
14
15
16
17
18
19
20
151
89
145
116
145
118
128
111
78,35 Baik
Berdasarkan hasil tabulasi angket
yang diperoleh dari tabel tersebut dapat dilihat
yaitu kehadiran guru (88,75%) baik sekali,
penggunaan media dan pemakaian metode
mengajar (63,95%) kurang, pengelolaan kelas
(93,59%), baik sekali penguasaan dan
penerapan materi (78,35%. Sehingga proses
pembelajaran yang diterapkan guru dapat
disimpulkan bahwa penggunaan media dan
pemakaian metode mengajar kurang maksimal
(63,95%).
Grafik hasil persentase angket pembelajaran kimia
Keterangan :
KG : Kehadiran guru
PM : Penggunaan media
PK : Pengelolaan kelas
PPT : Penguasaan dan penerapan teori
Tabel 1.2 Data angket : Data Angket Cara Belajar Siswa
No Aspek yang diamati No
item Skor % Keterangan
1 Kehadiran siswa 1
2
152
135 90,5 Baik sekali
2 Disiplin siswa 3
4
110
102 66,25 Cukup
3 Persiapan belajar 5
6
7
8
9
82
134
104
54
47
64,37 Kurang
4 Minat belajar 10
11
12
42
135
127 63,33 Kurang
5 Kegiatan proses belajar 13
14
15
16
17
18
19
20
94
98
110
109
111
86
94
107
63,20 Kurang
Berdasarkan hasil tabulasi angket
yang diperoleh dari tabel tersebut yaitu
kehadiran siswa (90,5%) baik sekali, disiplin
belajar (66,25%) cukup, persiapan belajar
(64,37%) kurang, minat belajar (63,33%)
kurang, kegiatan proses belajar (63,20%)
kurang. Dengan demikain dapat disimpulkan
disiplin belajar, persiapan belajar, minat
belajar dan kegiatan belajar siswa masih
rendah.
88,75
63,95
93,59
78,35
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
KG PM PK PPT
Per
sen
tase
Grafik persentase data angket cara belajar siswa
Keterangan : KS : Kehadiran Siswa
DS : Disiplin Siswa
PB : Persiapan Belajar
MB : Minat Belajar
KPB : Kegiatan Proses Belajar
Tabel 1.3 Data Obsevasi
No Sarana/
Prasarana
Me
madai
Kurang
Memadai
Tidak
Memadai Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
Laboratorium
Perpustakaan
Media belajar
Ruangan kelas
Meja kursi
Papan tulis
Kapur tulis
√
√
√
√
√
√
√ Jarang
digunakan
Tidak aktif
Tidak
digunakan
dalam belajar
-
-
-
-
Berdasarkan hasil tabulasi observasi pada tabel tersebut dapat disimpulkan penggunaan
laboratorium tidak digunakan karena tidak tersedianya alat-alat dan bahan praktek, demikian juga
perpustakaan tidak diaktifkan karena tidak tersedianya buku-buku penunjang pembelajaran.
0
20
40
60
80
100
KS DS PB MB KPB
Per
sen
tase
Tabel 1.4 Wawancara
No Objek wawancara Baik Cukup Tidak
Baik Keterangan
1
2
Kesiapan tenaga pengajar
- Waktu
- SP
- Media
Kesiapan siswa belajar
- Waktu
- Buku
- Alat-alat tulis
√
√
√
√
√
√
-
-
Kurang mengaktifkan
media
-
-
-
Berdasarkan hasil tabulasi wawancara dapat disimpulkan bahwa penggunaan media pada
proses belajar mengajar kurang maksimal dan perlengkapan belajar siswa kurang lengkap.
2. Dokumentasi Daftar nilai mata pelajaran kimia kelas XI semester I sekolah SMA Negeri 1 Glumpang Tiga
tahun ajaran 2008/2009
No Nama Siswa Nilai Raport Keterangan
1 Ratnawati 60 C
2 Katrina 75 B
3 Yuliarti 75 B
4 Rusmiati 65 B
5 Sudirman 60 C
6 Ansharuddin 65 B
7 Nellyati 70 B
8 Dermawan 60 C
9 T. Iskandar 70 B
10 Rusman 65 B
11 Fatimah 80 B
12 Srimurni 85 A
13 Syamaun 75 B
14 Usman 95 B
15 Ekapurnama sari 60 C
16 Rini agustina 75 B
17 Rudi hasan 85 A
18 Rohani 60 C
19 Dina darmayanti 65 B
20 T. Maimun 65 B
21 Anita zahara 75 B
22 Dedi zulfiadi 70 B
23 Cristina handayani 60 C
24 Lilis rahmawati 65 B
25 Aprilina 65 B
26 Muhammad Jusuf 60 C
27 Ernadewi 65 B
28 Malahayati 85 A
29 Rini oktavia 65 B
30 Raniyanti 80 B
31 Susi 70 B
32 Irma Lestari 70 B
33 Reni 85 A
34 Hendra husin 70 B
35 Hermawan 65 B
36 Sri yuni 65 B
37 Yessi ratnasari 70 B
38 Lusianasari 65 B
39 Vera faulani 70 B
40 Sri Mariani 60 C
3. Pembahasan
Untuk meningkatkan sumber daya
manusia yang berkualitas, harus didasari atau
dimodali dengan ilmu pengetahuan serta
mengikuti perkembangannya. Sekolah
merupakan lembaga untuk menimba ilmu
pengetahuan, dalam kegiatan pembelajaran di
sekolah ada 3 objek yang harus diperhatikan
yaitu guru sebagai tenaga pendidik, siswa
sebagai anak didik dan fasilitas sarana
prasarana yang memadai. Sekarang ini terlihat
masih banyak sekolah dengan kurang
maksimalnya dalam kegiatan pembelajaran.
Dari hasil penelitian yang dilakukan,
terlihat bahwa kegiatan pembelajaran yang
diterapkan guru (tenaga pendidik) yaitu
kehadiran guru 88,75% (baik sekali),
penggunaan media/pemakaian metode
mengajar 63,95% (kurang), pengelolaan kelas
93,59 % (baik sekali), penguasaan/penerapan
materi 78,35% (baik) dengan demikian
penggunaan media dan pemakaian metode
mengajar kurang maksimal dikarenakan oleh
tidak tersedianya media atau alat bantu di
sekolah itu sehingga tidak mendukungnya
dalam pemakaian metode-metode menggajar,
disamping itu guru (tenaga pengajar) kurang
inisiatif dalam pemakaian metode. Jika lihat
cara belajar siswa (anak didik) yaitu kehadiran
siswa 90,59 (baik sekali), displin belajar
66,25% (cukup), persiapan belajar 64.37%
(kurang), minat belajar 63,33 (kurang),
kegiatan proses belajar 63,20% (kurang)
dengan demikian dapat lihat bahwa displin
belajar, persiapan belajar, minat belajar,
kegiatan belajar siswa masih rendah,
dikarenakan rata-rata 80% siswa berasal dari
pedesaan sehingga menempuh 30-50 menit
dalam perjalanan. Di samping itu setelah
siswa sampai di rumah keluar sekolah mereka
harus membantu orang tua bekerja ke ladang,
pada sarana prasarana yaitu laboratorium tidak
digunakan karena tidak tersedianya alat-alat
dan bahan praktek, demikian juga
perpustakaan tidak diaktifkan karena tidak
tersedianya buku-buku penunjang
pembelajaran.
Kesimpulan Setelah data diperoleh dari hasil
penelitian yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan:
a. Cara belajar siswa yang masih rendah
yaitu kurangnya displin belajar,
persiapan belajar dan rendahnya
minat belajar serta kegiatan
belajarnya
b. Penggunaan media dan penerapan
metode mengajar dalam pelajaran
kimia kurang maksimal
c. Sarana dan prasarana yaitu
perpustakaan, laboratorium tidak
difungsikan dalam kegiatan
pembelajaran, karena tidak
tersedianya alat-alat dan bahan serta
buku-buku pelajaran yang
mendukung pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
Anas, S, (2001), Pengantar Evaluasi
Pendidikan, Penerbit PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Anwar. B, (2002), Cara Belajar, Penerbit PT.
Gramedia Pustaka, Jakarta.
Badani. A, (1990), Proses Belajar Mengajar,
Penerbit PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Dalyono. M, (1997), Psikologi pendidikan,
Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Darywanto, (2001), Evaluasi Pendidikan,
Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Dekdikbud, (2007), PP Republik Indonesia
No.22 Thn 2006, Tentang Pedoman
Khusus Pengembangan Silabus dan
Penilaian, Jakarta.
Edward, (2001), Proses Belajar Mengajar di
Sekolah, Penerbit PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Hasan. H, (1992), Evaluasi Hasil Belajar,
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Proyek
Pembinaan Tenaga Kependidikan,
Jakarta.
Howard. W.A.R, Prinsip Dasar Evaluasi
Belajar Mengajar, Penerbit Rineka
Cipta, Jakarta.
Mehrens dan Lehman, (1978), Evaluasi
Belajar Mengajar, Penerbit PT.
Gramedia, Jakarta.
Michael. P, (2004), Kimia SMA Kelas XI,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Usman. M.U, (1990), Psikologi Belajar,
Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.
Oemar. H, (2005), Proses Belajar Mengajar,
Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Slameto, (2003), Belajar dan Faktor-faktor
yang Mempengaruhinya, Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta.
Situmorang. M, (2000), Pengembangan
Kurikulum Kimia Untuk Sekolah
Menengah Tingkat Pertama, Jurnal
Pendidikan Matematika dan Sains,
diterbitkan oleh FMIPA, Unimed,
Medan.
Situmorang. M, dan Yusfians, Marnida,
(2006), Analisis Kesulitan
Pembelajaran Kimia di SMA Kota
Medan, Jurnal Pendidikan
Matematika dan Sains, diterbitkan
oleh FMIPA, Unimed, Medan.
Subagyo. PJ, (2004), Metode Penelitian,
Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Suharsimi. A, (2002), Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan, Penerbit Bulan Aksara,
Jakarta.
Suryobroto, (2002), Proses Belajar Mengajar
di Sekolah, Penerbit Rineka Cipta,
Jakarta.
Purwanto. N, (2000), Prinsip-prinsip dan
Teknik Evaluasi Pembelajaran,
Penerbit PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
_________(2000), Psikologi Pendidikan,
Penerbit PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Winkel. WS, (1989), Psikologi Pengajaran,
Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.