SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN...
Transcript of SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
SÊRAT WÊWULANG
(SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh ERNA ISTIKOMAH
C0106020
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)
Disusun oleh
ERNA ISTIKOMAH C0106020
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing I Dra. Endang Tri Winarni, M.Hum.
NIP. 195811011986012001
Pembimbing II
Drs. Sisyono Eko Widodo, M. Hum. NIP. 196205031988031002
Mengetahui Ketua Jurusan Sastra Daerah
Drs. Imam Sutardjo, M. Hum. NIP. 196001011987031004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)
Disusun oleh
ERNA ISTIKOMAH C0106020
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Pada tanggal ..........................................
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua
Drs. Imam Sutardjo, M.Hum. NIP. 19600101987031004
............................
Sekretaris Dra. Hartini, M.Hum. NIP. 195001311978032001
............................
Penguji I Dra. Endang Tri Winarni, M. Hum
NIP. 195811011986012001
............................
Penguji II Drs. Sisyono Eko Widodo, M. Hum
NIP. 196205031988031002
............................
Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Drs. Sudarno, M. A NIP. 195303141985061001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Erna Istikomah
NIM : C0106020
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “Sêrat Wêwulang
(Suatu Tinjauan Filologis)” adalah betul–betul karya sendiri, bukan plagiat, dan
tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal–hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini
diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh
dari skripsi tersebut.
Surakarta, Juli 2010
Yang menyatakan,
Erna Istikomah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTO
1. Seperti pelangi mengindahkan dalam segala keterbatasan. Sedetik mewarna,
sekejap terkenang dan bermakna.
(Penulis)
2. Têkên, têkun, têkan. Terjemahan: teguh, tekun, sampai.
(Filosofi Jawa)
3. Tabridu hararatil mushihibah ‘inda mautil ahab. Terjemahan: penyejuk hati
ditengah panasnya musibah.
(Said bin Ali bin Wahab Al Qahtani)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
1. Ibu dan Bapakku tercinta, matur nuwun atas segala curahan kasih di setiap
pijak kakiku, peyanggaku ketika aku terjatuh, dan dentum semangat ketika
aku terpuruk.
2. Keluarga besar terkasih, Mbah Putri, Simbah, Kakung, Pakde, Bude, Om,
Bulik, AA, kakak iparku yang cantik, atas pengertian dan dukungan di setiap
langkah kakiku.
3. Almamaterku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi-Mu, Allah SWT, atas segala limpahan
nikmat, kesempatan, dan kesehatan-Mu. Adalah suatu keniscayaan penulis
mampu menyelesaikan Skripsi dengan judul “Sêrat Wêwulang (Suatu Tinjauan
Filologis)” tanpa pertolongan dan kemurahan-Mu. Skripsi tersebut disusun untuk
memenuhi sebagian persyaratan guna melengkapi gelar sarjana sastra Jurusan
Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat dorongan, bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Drs. Sudarno, M.A selaku Dekan beserta staf Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menuntut ilmu dan menyelesaikan Skripsi ini.
2. Drs. Imam Sutardjo, M.Hum selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah atas segala
kemudahan administratif dan bekal bagi penyelesaian skripsi ini.
3. Dra. Sundari, M.Hum. selaku Pembimbing Akademik, terima kasih Ibu atas
teguran demi teguran agar saya fokus dan maju meniti jembatan kesuksesan.
4. Dra. Endang Tri Winarni, M.Hum. selaku dosen Pembimbing I yang selalu
memberikan semangat, kemudahan, dan bimbingan yang penuh dengan kasih
sayang selama penulis menyelesaikan Skripsi ini. Nuwun Ibu, semangat dan
marah Ibu adalah belai lembut bagiku.
5. Drs. Sisyono Eko Widodo, M.Hum., selaku dosen Pembimbing II yang
dengan penuh kearifan selalu menuntun penulis, matur nuwun Bapak atas
segala kasih dan banyak hal yang tidak terhitung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
6. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., atas pacu semangat yang tiada henti.
Matur nuwun Ibu, banyak jejakku terlukis atas peran Ibu.
7. Bapak Ibu seluruh dosen Jurusan Sastra Daerah, atas segala bekal dan
imajinasi luar biasa, bagi saya dan teman-teman.
8. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa dan Perpustakaan
Pusat Universitas Sebelas Maret yang telah menyediakan berbagai referensi.
9. Pengurus Perpustakaan Sasanapustaka Karaton Surakarta yang telah
membantu penulis dalam mencari data.
10. Adik-adik manis, Rahmat, Mahmud, Nia matur nuwun untuk hiburan dan
senyum manismu. Terimakasih untuk teman lembur yang sangat nikmat.
Terus berjuang temukan pijar yang lebih bercahya. I love you all.
11. Teman–teman seperjuangan Sena Alit angkatan 2006: Ipuq, Wahyu, Sansan,
Rini, Ina, Ageng, Wiji, dkk, segenap rindu untuk semuanya. Filolog’s 2006:
Cuix, Wakhid, Bangkit, Ajik, Dora, Wini, Septi, thank you full untuk
kebersamaan mencari hakikinya kehidupan. Tetap senyum dan semangat!!
12. Sahabatku Cuby, matur nuwun atas pinjaman laptopnya. Berkat dikau skripsi
ini semakin lancar tanpa halangan. Suprapti Mudmainah Istiqomah, Etik
Yuliati, Ratna Surastikaningsih, Herwening Rara Kusumaningsih, Ilafi
Brahwetagrani, Sulung, buat semua tentang kita.
13. Kadang Pandawa tanpa kalian aku tak mungkin seperti ini.
14. Guru besarku: Giyato, M.Pd., Drs. Sugeng Kristiono, Drs. Sugeng Darmadi,
Drs. Sukirno, dan Sumarni, S.Pd. atas rajutan mimpi-mimpi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
15. Mutiara-mutiaraku, sahabat sejati, saudariku, untuk tawa, pijar kasih tulus
serta usapan penghapus air mata, tanpa pintaku, yang tidak dapat aku sebutkan
satu per satu.
16. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses pembuatan skripsi.
Terimakasih semuanya.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Mohon saran dan kritik yang membangun demi perbaikan
kepenulisan di masa yang akan datang. Besar harapan penulis, karya sederhana ini
bermanfaat bagi semua pembaca.
Surakarta, Juli 2010
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
PERNYATAAN .............................................................................................. iv
MOTO ............................................................................................................. v
PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR BAGAN ........................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii
ABSTRAK ...................................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Batasan Masalah ................................................................................... 10
C. Rumusan Masalah ................................................................................ 11
D. Tujuan Penelitian ................................................................................. 11
E. Manfaat Penelitian ................................................................................ 12
1. Manfaat Teoretis ............................................................................... 12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
2. Manfaat Praktis ............................................................................... 12
F. Sistematika Penulisan ........................................ ................................... 12
BAB II. KAJIAN TEORI ............................................................................... 14
A. Pengertian Filologi .............................................................................. 14
B. Obyek Filologi ...................................................................................... 14
C. Cara Kerja Penelitian Filologi ............................................................. 15
1. Penentuan Sasaran Penelitian ......................................................... 16
2. Inventarisasi Naskah ....................................................................... 16
3. Observasi Pendahuluan dan Deskripsi Naskah ............................... 17
4. Transliterasi Naskah ...................................................................... 17
5. Kritik Teks ..................................................................................... 18
6. Suntingan Teks dan Aparat Kritik ................................................. 18
7. Terjemahan .................................................................................... 18
D. Pengertian Piwulang: Etika, Etiket dan Pandangan Hidup Orang Jawa 19
1. Etika dan Etiket ................................................................................. 19
a. Etika ............................................................................................ 19
b. Etiket ........................................................................................... 20
c. Perbedaan Etika dan Etiket ........................................................... 21
2. Pandangan Hidup Orang Jawa .......................................................... 23
BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................ 25
A. Bentuk dan Jenis Penelitian ................................................................. 25
B. Sumber Data dan Data ........................................................................ 27
C. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
1. Teknik Pengumpulan Data Primer ................................................... 28
2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder ............................................... 29
3. Teknik Pengumpulan Data Tersier.................................................... 29
D. Teknik Analisis Data .......................................................................... 29
BAB IV. KAJIAN FILOLOGIS DAN PEMBAHASAN ISI ......................... 33
A. Kajian Filologis ................................................................................... 33
1. Deskripsi Naskah ........................................................................... 33
2. Kritik Teks, Suntingan Teks dan Aparat kritik ............................. 38
a. Kritik teks .................................................................................. 38
b. Suntingan teks dan aparat kritik ................................................ 41
3. Terjemahan .................................................................................... 69
B. Pembahasan Isi ................................................................................... 84
1. Hati Suci ........................................................................................ 86
2. Hati Sufiah ...................................................................................... 95
3. Hati Amarah ..................................................................................... 98
4. Hati Aluamah .................................................................................... 100
BAB V. PENUTUP ........................................................................................ 103
A. Simpulan .............................................................................................. 103
B. Saran .................................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 105
LAMPIRAN .................................................................................................... 109
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Daftar LacunaSW ............................................................................. 39
Tabel 2 Daftar Adisi SW ......... .................................................................... 39
Tabel 3 Daftar Ketidaksesuaian Konvensi Linguistik ................................. 40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan Teknik Analisis Data ..................................................................... 32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
B/b : Bait
Br/br : Baris
è : Tanda diakritik (è) dibaca e seperti pada kata yèku yang berarti yaitu.
é : Tanda diakritik (é) dibaca e seperti pada kata salawasé yang berarti
selamanya.
ê : Tanda diakritik (ê) dibaca e seperti pada kata sêkar yang berarti tembang.
H/h : Halaman
SW : Sêrat Wêwulang
No : Nomor
# : Memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan konvensi
tembang.
* : Memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan pertimbangan
linguistik.
[....] : Memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan interpretasi
penulis.
/ : Menandakan tiap pergantian baris
// : Menandakan akhir dari tiap bait
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kata artati sebagai sasmita têmbang Dhandhanggula ............... 4
Gambar 2 Penulisan sastra laku .................................................................... 5
Gambar 3 Purwapada dalam SW .................................................................. 5
Gambar 4 Mandrawa dalam SW .................................................................. 5
Gambar 5 Akhir teks SW diakhiri dengan tanda (:) ...................................... 6
Gambar 6 Kekurangan guru wilangan .......................................................... 7
Gambar 7 Kekurangan suku kata .................................................................. 7
Gambar 8 Kelebihan guru wilangan .............................................................. 8
Gambar 9 Kelebihan suku kata ...................................................................... 8
Gambar 10 Penulisan kata têpane .................................................................... 8
Gambar 11 Penulisan aksara Jawa ganda walau bukan sastra laku ......................... 9
Gambar 12 Cover depan SW .......................................................................... 32
Gambar 13 Penulisan tanda padalingsa dengan tanda “=” .............................. 38
Gambar 14 Penulisan dirgamuluk .................................................................. 38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Cover Naskah SW ............................................................... 109
Lampiran 2 Naskah SW h. 1 .................................................................. 110
Lampiran 3 Naskah SW h. 2 .................................................................. 111
Lampiran 4 Naskah SW h. 3 ................................................................. 112
Lampiran 5 Naskah SW h. 4 ................................................................. 113
Lampiran 6 Naskah SW h. 5 ................................................................. 114
Lampiran 7 Naskah SW h. 6 ................................................................ 115
Lampiran 8 Naskah SW h. 7 .................................................................. 116
Lampiran 9 Naskah SW h. 8 ................................................................... 117
Lampiran 10 Naskah SW h. 9 .................................................................. 118
Lampiran 11 Naskah SW h. 10 ................................................................. 119
Lampiran 12 Naskah SW h. 11 ................................................................. 120
Lampiran 13 Naskah SW h. 12 ................................................................. 121
Lampiran 14 Naskah SW h. 13 ................................................................ 122
Lampiran 15 Naskah SW h. 14 ................................................................ 123
Lampiran 16 Naskah SW h. 15 ................................................................. 124
Lampiran 17 Naskah SW h. 16 ................................................................ 125
Lampiran 18 Naskah SW h. 17 ................................................................. 126
Lampiran 19 Naskah SW h. 18 ................................................................. 127
Lampiran 20 Naskah SW h. 19 ................................................................. 128
Lampiran 21 Naskah SW h. 20 ................................................................. 129
Lampiran 22 Naskah SW h. 21 ................................................................. 130
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
Lampiran 23 Naskah SW h. 22 ................................................................. 131
Lampiran 24 Naskah SW h. 23 ................................................................. 132
Lampiran 25 Naskah SW h. 24 ................................................................. 133
Lampiran 26 Naskah SW h. 25 ................................................................. 134
Lampiran 27 Naskah SW h. 26 ................................................................. 135
Lampiran 28 Naskah SW h. 27 ................................................................. 136
Lampiran 29 Naskah SW h. 28 ................................................................. 137
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
ABSTRAK
Erna Istikomah. C0106020. 2010. Sêrat Wêwulang (Suatu Tinjauan Filologis). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Kebudayaan terekam melalui berbagai media, salah satunya ialah naskah. Naskah terdiri dari berbagai jenis, salah satunya ialah naskah piwulang. Sêrat Wêwulang adalah naskah piwulang. Sêrat Wêwulang juga termasuk dalam kelompok naskah yang berisi agama, etika dan filsafat.
Dalam penelitian ini naskah yang didapat adalah naskah tunggal yaitu Sêrat Wêwulang. Naskah tersebut merupakan data primer penelitian ini.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu: 1) Bagaimanakah suntingan teks naskah Sêrat Wêwulang yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi? 2) Bagaimanakah isi isi ajaran yang terkandung dalam Sêrat Wêwulang?
Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mendapatkan suntingan teks naskah Sêrat Wêwulang yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi. 2) Mengungkapkan isi ajaran yang terkandung dalam Sêrat Wêwulang yang merupakan piwulang: etika, etiket dan pandangan hidup orang Jawa agar menjadi manusia utama.
Data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka. Kemudian data diolah sesuai dengan cara kerja filologi, yakni: dimulai dari pengumpulan data, penentuan sasaran penelitian, inventarisasi naskah, observasi pendahuluan, deskripsi naskah, transliterasi naskah, kritik teks, suntingan teks, aparat kritik, dan terjemahan. Analisis data pada kajian isi dilakukan setelah terjemahan. Penyuntingan teks Sêrat Wêwulang menggunakan metode standar (biasa). Tahap akhir dari analisis data dengan mengungkapkan isi yang terkandung dalam teks yang didukung dengan data penunjang: data sekunder dan tersier. Data diklasifikasikan dengan pendekatan deskriptif analitik kemudian dianalisis dengan model analisis mengalir atau menjalin (flow model of analysis). Teknik ini mengkaitkan tiga komponen, yaitu data display, data reduction, dan conclusion drawing/ varivication yang aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus. Ketiga komponen analisis berlaku saling menjalin dan dilakukan secara terus menerus baik sebelum, pada waktu, maupun sesudah pengumpulan data.
Hasil penelitian ini adalah: 1) Suntingan teks Sêrat Wêwulang yang bersih dari kesalahan. Naskah yang telah diedisikan dalam kajian ini yang dipandang baik. 2) Sêrat Wêwulang berisi ajaran etika, etiket dan pandangan hidup agar menjadi manusia utama. Etika, etiket, dan pandangan hidup meliputi sifat dan sikap. Ajaran tersebut dibedakan menjadi dua hal, yaitu: menempuh ajaran kebajikan dan menjauhi hal-hal tercela. Menempuh ajaran kebajikan ditempuh dengan melaksanakan ajaran hati suci. Menjauhi hal-hal tercela ialah menghindari perilaku: nafsu sufiah, nafsu amarah, dan nafsu aluamah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xx
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebudayaan suatu bangsa terekam melalui berbagai media, diantaranya
adalah media tulis. Pada masa lampau peralatan belum canggih, media tulis
tersebut kita kenal dengan sebutan naskah kuno. Pada kajian filologi yang
dimaksud naskah adalah hasil karya cipta budaya yang ditulis tangan di atas
media daun lontar, daun nipah, papirus, daluang, kain, tanduk, rotan, bambu, kulit
kayu, dan kertas Eropa. Naskah memuat sejarah, cerita rakyat, hikayat, seni
budaya, keagamaan, pengobatan tradisional, pertanian, hukum, adat istiadat,
ajaran moral, teknik membuat rumah atau barang tertentu, dan lain-lain.
Berbagai kandungan tersebut menuntut naskah untuk dipelihara dan
dilestarikan. Pemeliharaan tidak berhenti terhadap pemeliharaan secara fisik saja,
akan tetapi lebih dari itu pemeliharaan isi/ kandungan teks harus senantiasa
terjaga. Pemeliharaan naskah lama sangat penting untuk dilakukan, karena sastra
lama yang ruang lingkupnya amat luas dapat merupakan sumber yang tak ternilai
bagi pengertian terhadap berbagai aspek kebudayaan yang pada hakikatnya
bersumber pada kebudayaan tradisional (Ikram, 1997: 29).
Kandungan teks yang dimaksud, sesuai dengan zaman pembuatannya
dikenal sebagai sastra lama. Pemahaman terhadap sastra lama tidak semudah
memahami sastra modern. Kendala yang dihadapi diantaranya: aksara dan bahasa
yang digunakan tidak lagi dikenal oleh masyarakat modern, tradisi menyalin
secara terbuka yang sangat jarang ditemui penyalin dapat menyalin sama persis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxi
dengan yang disalin, pemahaman konteks masyarakat zaman pembuatan naskah,
terbatasnya sumber sejarah yang berkaitan dengan naskah, dan lain-lain.
Naskah kuno menurut Girardet–Soetanto (1964: 64) dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu: a. Kronik, Legende dan Mite; Di dalamnya termasuk naskah–naskah: (1) babad, (2) pakem,
(3) wayang purwa, (4) menak, (5) panji, (6) pustakaraja dan (7) silsilah.
b. Agama, Filsafat dan Etika; Di dalamnya termasuk naskah–naskah yang mengandung unsur–
unsur: (1) Hinduisme–Budhisme, (2) Islam, (3) mistik Jawa, (4) Kristen, (5) magic dan ramalan, (6) sastra wulang.
c. Peristiwa Karaton, hukum, peraturan-peraturan d. Buku teks dan penuntun, kamus, ensiklopedi tentang linguistik,
obat–obatan, pertanian, antropologi, geografi, perjalanan, perdagangan, masak–memasak dan sebagainya.
Dari berbagai naskah terdapat Sêrat Wêwulang. Berdasarkan
pengelompokan tersebut Sêrat Wêwulang termasuk dalam kelompok b. Serat
Wêwulang ini berisi ajaran moral yang bijak, bahasanya indah dan mudah
dipahami. Sedangkan menurut Nancy (1996), naskah dapat dikelompokan
menjadi beberapa jenis yaitu naskah babad, suluk, wayang, piwulang, sejarah,
historis roman, islam roman, dan lain-lain. Berdasarkan pengelompokan tersebut
Sêrat Wêwulang merupakan jenis naskah piwulang. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa Sêrat Wêwulang merupakan piwulang yang mengajarkan agama, filsafat,
dan etika. Inti dari ajaran tersebut mengenai etika, etiket dan pandangan hidup
orang Jawa agar menjadi manusia utama. Terdapat unsur sastra wulang dan
agama Islam dalam penyampaian etika, etiket dan pandangan hidup tersebut.
Selanjutnya, dilakukan penelusuran informasi keberadaan naskah
Sêrat Wêwulang. Berdasar informasi katalog, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxii
1. Descriptive Catalogus of the Javanese Manuscripts and Printed Book in the
Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girardet-Sutanto, 1983),
2. Javanese Language Manuscripts of Surakarta Central Java A Preliminary
Descriptive Catalogus Level I and II (Nancy K. Florida, 1996),
3. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Sana Budaya
Yogyakarta (T.E. Behrend, 1990),
4. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2 Keraton Yogyakarta,
5. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3A (FSUI, 1998),
6. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3B (FSUI, 1998),
7. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia (Lindstay, Jennifer, 1994),
8. Katalog Naksah Carik Koleksi Perpustakaan Museum Radyapustaka
Surakarta,
9. Daftar Naskah Perpustakaan Sasanapustaka Keraton Surakarta,
10. Daftar Naskah Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta,
ditemukan satu naskah Sêrat Wêwulang yang tersimpan di Perpustakaan Sasana
Pustaka Keraton Surakarta yang diinformasikan Girardet (1983: 110);
Nancy (1996: 216); dan katalog lokal (1998: 7). Judul naskah Sêrat Wêwulang
terdapat pada cover depan. Sêrat Wêwulang (selanjutnya disingkat SW).
Berdasarkan asal kata, SW terdiri dari dua kata, yaitu: 1) sêrat (1939: 559) berarti
buku yang memuat cerita (karya sastra), 2) wêwulang yang merupakan bentuk
dwipurwa dari kata wulang (1939: 667) yang berarti ajaran, sehingga wêwulang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxiii
berarti ajaran-ajaran. Berdasarkan asal usul kata tersebut dapat diduga bahwa SW
merupakan karya sastra yang berisi ajaran-ajaran.
Teks SW berbentuk têmbang yang terdiri dari dua pupuh têmbang
Dhandhanggula. Antara pupuh I dan pupuh II terdapat mandrawa, sebagai akhir
dari pupuh I dan awal dari pupuh II. Penentuan têmbang Dhandhanggula pada
pupuh I berdasarkan jumlah guru gatra, guru wilangan dan guru lagu, sedangkan
pada pupuh II berdasarkan sasmita têmbang yaitu kata artati (1939: 19) yang
berarti têmbang Dhandhanggula. Berikut kutipannya:
Gambar 1. Kata artati sebagai sasmita têmbang Dhandhanggula
Sumber: Naskah SW h. 19
Pupuh I terdiri dari 48 bait, pupuh II terdiri dari 26 bait, jumlah seluruh bait
adalah 74 bait. Pupuh I berisi ajaran mengenai manusia utama. Pupuh II berisi
ajaran yang keteladanan Sèh Tèkawerdi.
Ejaan yang digunakan dalam penulisan teks adalah ejaan standar,
maksudnya cenderung mengacu pada ejaan Sriwedari, di antaranya adalah
penulisan sastra laku. Berikut kutipannya:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxiv
Gambar 2. Penulisan Sastra Laku
Sumber: Naskah SW, h. 21 bait 55
datan nêdya angling jroning ati ‘tidak pernah berniat berkata dalam hati’
Keseluruhan teks berisi ajaran moral, yaitu bagaimana seseorang mencapai
sujalma utama ‘manusia utama’. Pada awal teks ditandai purwapada dengan ciri
khas gaya yang lazim digunakan pada masa pemerintahan Paku Buwana IX.
Terdapat mandrawa pada halaman 19 sebagai permulaan pupuh II, namun pada
akhir penulisan teks tidak diakhiri iti melainkan dengan tanda (:). Berikut
kutipannya:
Gambar 3. Purwapada dalam SW
Sumber: Naskah SW, h. 1.
Gambar 4. Mandrawa dalam SW
Sumber: Naskah SW, h. 19.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxv
Gambar 5. Akhir teks SW diakhiri dengan tanda (:)
Sumber: Naskah SW, h. 28.
Kemungkinan besar naskah ini belum selesai ditulis, mengingat sebagian
besar naskah pada zaman tersebut diakhiri dengan iti, jika menilik pada teks yang
disampaikan terdapat dugaan bahwa penulis hendak menambahnya dengan ajaran
moral yang lain. Dugaan tersebut diperkuat dengan adanya sisa 100 halaman
kosong, setelah teks tersebut.
SW merupakan naskah tulisan tangan (manuscript) dengan Aksara Jawa
(Ha Na Ca Ra Ka) berbahasa Jawa Baru ragam krama dan ngoko. Disisipi kata-
kata dari bahasa Kawi dan Arab. Naskah ini merupakan naskah anonim.
Disamping keunikan/ kelebihan naskah SW di atas, dua alasan lain yang
mendasari penulis mengangkat naskah tersebut sebagai bahan kajian ialah segi
filologis dan segi isi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxvi
1. Segi Filologis
Dari segi filologis naskah diteliti dikarenakan adanya kelainan bacaan
atau sering disebut varian. Pengelompokan varian pada SW sebagai berikut:
a. Lacuna yaitu bagian yang terlampaui atau kelewatan, baik suku kata, kata,
kelompok kata maupun kalimat. Bagian ini adalah ketidaksesuaian
konvensi têmbang dhandanggula yaitu kekurangan jumlah guru wilangan
dan kekurangan suku kata. Berikut contohnya:
Gambar 6. Kekurangan Guru Wilangan
Sumber: Naskah SW, h. 7 bait 44 baris 3
yèn tutut langkung mbune ‘apabila sampai melebihi baunya’
Gambar 7. Kekurangan Suku Kata
Sumber: Naskah SW, h. 21 bait 54 baris 5
kabakitan ‘kebangkitan’
b. Adisi yaitu bagian yang kelebihan atau penambahan baik suku kata, kata,
kelompok kata maupun kalimat. Bagian ini adalah ketidaksesuaian konvensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxvii
têmbang Dhandanggula yaitu kelebihan jumlah guru wilangan dan kelebihan
suku kata. Berikut contohnya:
Gambar 8. Kelebihan Guru Wilangan
Sumber: Naskah SW, h. 23 bait 60 baris 4
tapa ingkang tinemu ‘tapa yang ditemukan’
Gambar 9. Kelebihan suku kata
Sumber: Naskah SW, h. 15 bait 38 baris 1
jating ‘sejati’
c. Ketidaksesuaian konvensi linguistik yaitu ketidaktepatan dalam penggunaan
kata yang dimaksud oleh pengarang. Kemungkinan dikarenakan pengarang
naskah SW kurang dalam membubuhkan tanda baca dan atau kelebihan
membubuhkan tanda baca. Dalam SW ketidaksesuaian konvensi linguistik
ditemukan dalam bentuk kata. Berikut contohnya:
Gambar 10. Penulisan kata têpane
Sumber: Naskah SW, h. 1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxviii
d. Terdapat ejaan yang tidak lazim, yaitu penulisan aksara Jawa yang ditulis
ganda walaupun bukan sastra laku.
Gambar 11. Penulisan aksara Jawa ganda walau bukan sastra laku
Sumber: Naskah SW h.7, bait 17
nanging ana massalahe malih ‘tetapi terdapat permasalahan lagi’
2. Segi Isi
Berdasarkan deskripsi singkat katalog Nancy (1996:216), SW diduga
merupakan kompilasi dari beberapa naskah. Pada teks SW ditemukan keterangan
mengenai dugaan tersebut. Dugaan tersebut berdasar pada piwulang ‘ajaran’
moral SW, yaitu adanya bait-bait yang mirip atau sama dengan ajaran dari naskah
Bima Suci, Dewa Ruci dan Sêrat Waringin Sungsang,. Unsur ajaran moral Bima
Suci dan Dewa Ruci terdapat pada pupuh I yaitu ajaran ilmu hati kuning, merah,
hitam dan putih. Unsur ajaran moral Sêrat Waringin Sungsang terdapat pada bait-
bait yang menjelaskan mengenai Sèh Tèkawrêdi yang terdapat pada pupuh II.
Keseluruhan teks SW berisi ajaran moral, yaitu bagaimana seseorang
mencapai sujalma utama ‘manusia utama’. Proses pencapaian manusia utama
tersebut sebagian besar terjadi pada masa muda, sehingga pemuda adalah sosok
yang tepat untuk dididik sedemikian rupa agar menjadi manusia utama. Dalam
penggemblengan ‘didikan yang ketat’ tersebut, pemuda hendaknya menerima
pembelajaran dengan seksama, menyiapkan fisik (kesehatan) dan mampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxix
menahan diri, memenangkan rohani melalui keprihatinan, bersungguh-sungguh,
mengekang diri dari nafsu yang buruk, dan lain sebagainya.
Piwulang SW dimulai dengan memahami takdir kehidupan yang terdpat
pada pupuh I. Pada pupuh tersebut dijelaskah, bahwa takdir setiap orang berbeda,
ada yang ditakdirkan menjadi orang besar, ada juga yang ditakdirkan menjadi
rakyat kecil. Apapun takdir yang diperoleh, seorang manusia dituntut menjadi
manusia utama. Setelah memahami takdir kehidupan, ajaran yang harus ditempuh,
yaitu: melaksanakan hati putih, serta menjauhi: 1) hati kuning, 2) hati merah, dan
3) hati hitam. Pada pupuh II dijelaskan mengenai ajaran Sèh Tèkawrêdi. Ajaran
yang disampaikan oleh Sèh Tèkawrêdi merupakan ajaran yang selaras dengan
pupuh I, yaitu hal-hal yang menuju hati putih, dan menjauhi perkara hati kuning,
hati merah, dan hati hitam.
Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka naskah ini penting untuk diteliti,
baik dari segi filologis maupun isi.
B. Batasan Masalah
Permasalahan dalam SW di antaranya: ketidaksesuaian konvensi têmbang
Dhandhanggula, ketidaksesuaian konvensi linguistik, terdapat kata yang bukan
sastra laku tetapi ditulis dengan aksara Jawa ganda, ejaan yang digunakan penulis
tidak lazim, amanat yang disampaikan penulis, sejarah teks dan naskah,
keterkaitan teks dengan naskah lain (inter teks) seperti Sêrat Waringin Sungsang,
Bima Suci dan Dewa Ruci, dan lain-lain. Berbagai permasalahan yang terdapat
dalam SW, memungkinkan naskah ini bisa diteliti dari berbagai sudut pandang/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxx
disiplin ilmu, sehingga diperlukan batasan masalah guna mencegah melebarnya
pembahasan.
Batasan masalah pada penelitian ini, lebih ditekankan pada dua kajian
utama, yakni kajian filologis dan kajian isi. Kajian filologis digunakan untuk
mengupas permasalahan seputar uraian-uraian dalam naskah melalui cara kerja
filologis, yakni meliputi inventarisasi naskah, transliterasi naskah, kritik teks,
aparat kritik dan terjemahannya. Sehingga diperoleh suntingan teks yang bersih
dari kesalahan. Kajian isi berfungsi untuk mengungkapkan isi ajaran yang
terkandung dalam teks SW.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah tersebut, rumusan masalah penelitian SW
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah suntingan teks dari SW yang bersih dari kesalahan sesuai
dengan cara filologi?
2. Bagaimanakah isi ajaran yang terkandung dalam SW?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menyajikan suntingan teks SW yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara
kerja filologi.
2. Mengungkapkan isi ajaran yang terkandung dalam SW.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxi
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni
manfaat teoretis dan praktis, sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis
a. Menyelamatkan data dalam naskah SW dari kerusakan dan hilangnya data
dalam naskah tersebut.
b. Mempermudah pemahaman isi teks SW bagi khalayak umum karena teks
telah mengalami proses alih aksara dari huruf Jawa yang kurang
dimengerti khalayak umum menjadi huruf latin yang lebih mudah
dipahami.
c. Memberikan pengetahuan mengenai isi dari ajaran SW kepada
masyarakat.
2. Manfaat Praktis
a. Memperkaya penerapan teori filologi terhadap naskah.
b. Memberikan kontribusi dan membantu peneliti lain yang relevan untuk
mengkaji lebih lanjut naskah SW khususnya dan naskah Jawa pada
umumnya dari berbagai disiplin ilmu.
c. Menambah kajian terhadap naskah Jawa yang masih banyak dan belum
terungkap isinya.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxii
Bab I Pendahuluan
Menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan sistematika penelitian.
Bab II Kajian Teoretis
Menguraikan teori–teori yang digunakan untuk mengungkapkan naskah,
yaitu kajian filologi dan kajian isi. Teori–teori yang digunakan adalah
pengertian filologi, objek filologi, cara kerja filologi dan teori tentang
pengertian piwulang yaitu etika, etiket dan pandangan hidup orang Jawa.
Bab III Metodologi Penelitian
Menguraikan metode dalam penelitian ini, meliputi bentuk dan jenis
penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data dan teknik
analisis data.
Bab IV Pembahasan
Pembahasan diawali dengan pembahasan kajian filologi yang meliputi
deskripsi naskah, kritik teks, suntingan teks, aparat kritik serta terjemahan
dan dilanjutkan dengan pembahasan kajian isi yang mengungkapkan isi
yang terkandung dalam Sêrat Wêwulang yang merupakan ajaran moral
dalam pencapaian manusia utama.
Bab V Penutup
Berisi simpulan dan saran, sebagai bagian akhir dicantumkan daftar
pustaka dan lampiran–lampiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxiii
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Filologi
Filologi secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani philologia yang
berupa gabungan kata Philos yang berarti “senang” dan Logos yang berarti
“pembicaraan” atau “ilmu”. (Siti Baroroh Baried, 1994: 2). Istilah filologi muncul
pada saat para ahli dihadapkan pada upaya mengungkapkan kandungan suatu
naskah yang merupakan produk masa lampau, yaitu beratus-ratus tahun sebelum
penulis lahir. Dalam sejarah perkembangannya, istilah filologi mengalami
perubahan dan perkembangan. Menurut Edward Djamaris (2002: 2), filologi
adalah ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama. Sedangkan menurut
Achadiati Ikram (1980: 1), filologi dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari
segala segi kehidupan di masa lalu seperti yang ditemukan dalam tulisan. Di
dalamnya tercakup bahasa, sastra, adat istiadat, hukum, dan lain sebagainya.
B. Obyek Filologi
Edward Djamaris (2002) mengemukakan bahwa, objek penelitian filologi
terdiri dari dua hal yakni naskah dan teks. Siti Baroroh Baried (1985) pun
berpendapat sama, filologi mempunyai objek naskah dan teks. Dijelaskan juga
bahwa objek penelitian filologi adalah naskah tulisan tangan yang menyimpan
berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa lampau.
Semua bahan tulisan tangan itu disebut naskah (handschrift atau
manuschrift), sedangkan teks adalah kandungan atau muatan naskah sesuatu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxiv
abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja dan memuat berbagai ungkapan
pikiran serta perasaan penulis yang disampaikan kepada pembacanya.
C. Cara Kerja Penelitian Filologi
Langkah kerja penelitian filologi menurut Masyarakat Pernaskahan
Nusantara (Manassa), terdiri atas penentuan sasaran penelitian, inventarisasi
naskah, observasi pendahuluan, penentuan naskah dasar, transliterasi naskah, dan
penerjemahan teks. Sedangkan menurut Edward Djamaris (2002), langkah kerja
yang dilakukan dalam penelitian filologi meliputi inventarisasi naskah, deskripsi
naskah, perbandingan naskah, dasar-dasar penentuan naskah yang akan
ditransliterasi, singkatan naskah dan transliterasi naskah. Cara tersebut digunakan
apabila peneliti menemukan naskah jamak atau naskah yang lebih dari satu. Teori
tersebut tidak selamanya harus dipaksakan bisa diterapkan pada semua naskah.
Masing-masing naskah mempunyai kondisi yang berbeda-beda.
SW ini penanganannya menggunakan tahapan/ langkah kerja penelitian
filologi Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) yang dimodifikasi
dengan langkah kerja milik Edward Djamaris. Karena SW adalah naskah tunggal,
maka tidak terdapat perbandingan naskah. Namun terdapat naskah sekunder dan
tersier sebagai pemantapan dalam melakukan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxv
Secara terperinci, langkah kerja penelitian filologi sebagai berikut :
1. Penentuan sasaran penelitian
Langkah pertama adalah menentukan sasaran, karena banyak ragam yang
perlu dipilih, baik tulisan, bahan, bentuk, maupun isinya. Terdapat naskah yang
bertuliskan huruf Arab, Jawa, Bali dan Batak. Terdapat naskah yang ditulis pada
kertas, daun lontar, kulit kayu, atau rotan. Terdapat naskah yang berbentuk puisi
(têmbang) dan ada pula yang berbentuk prosa. Terdapat naskah yang berisi
sejarah/babad, kesusastraan, cerita wayang, cerita dongeng, primbon, adat istiadat,
ajaran/piwulang, dan agama.
Berdasarkan hal tersebut, ditentukan sasran yang ingin diteliti adalah sebagai
berikut: naskah bertuliskan Jawa carik, ditulis pada kertas, berbentuk puisi
(têmbang) dan berisi masalah piwulang/ ajaran. Keseluruhan bentuk di atas
terangkum di dalam SW.
2. Inventarisasi naskah
Inventarisasi naskah dilakukan dengan mendaftar dan mengumpulkan
naskah yang judulnya sama dan sejenis untuk dijadikan objek penelitian. Menurut
Edi S. Ekadjati (1980), bila hendak melakukan penelitian filologi, pertama-tama
harus mencari dan memilih naskah yang akan dijadikan pokok penelitian, dengan
mendatangi tempat-tempat koleksi naskah atau mencarinya melalui katalog.
Langkah ini dilakukan untuk mengetahui jumlah naskah, dimana tempat
penyimpanannya, dan penjelasan lain tentang keadaan naskah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxvi
Menurut informasi katalog SW terdapat di Perpustakaan Sasana Pustaka
Karaton Surakarta Hadiningrat dan berjumlah 1 (satu) buah. Keadaan naskah
lumayan baik, artinya naskah masih dapat terbaca dengan jelas.
3. Observasi pendahuluan dan deskripsi naskah
Observasi pendahuluan ini dilakukan dengan mengecek data secara
langsung ke tempat koleksi naskah sesuai dengan informasi yang diungkapkan
oleh katalog. Setelah mendapatkan data yang dimaksud yakni SW maka diadakan
deskripsi naskah dan ringkasan isi.
Deskripsi naskah ialah uraian ringkasan naskah terperinci. Deskripsi
naskah menjelaskan keadaan naskah dan sejauh mana isi naskah itu. Sumantri
(2002) menguraikan bahwa deskripsi naskah merupakan sarana untuk
memberikan informasi mengenai: judul naskah, nomor naskah, tempat
penyimpanan naskah, asal naskah, ukuran naskah dan teks, keadaan naskah,
jumlah baris setiap halaman, huruf, aksara, tulisan, cara penulisan, bahan naskah,
bahasa naskah, bentuk naskah, umur naskah, fungsi sosial naskah serta ikhtisar
teks. Sedangkan ringkasan isi naskah digunakan untuk mengetahui garis besar
kandungan naskah sesuai dengan urutan cerita dalam naskah.
4. Transliterasi Naskah
Transliterasi naskah ialah penggantian atau pengalihan huruf demi huruf
dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Penyajian bahan transliterasi harus
selengkap-lengkapnya dan sebaik-baiknya, agar mudah dibaca dan dipahami.
Transliterasi dilakukan dengan menyusun kalimat yang jelas disertai tanda-tanda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxvii
baca yang teliti, pembagian alinea dan bab untuk memudahkan konsentrasi pikiran
(Edward Djamaris, 2002: 25)
5. Kritik teks
Pengertian kritik teks menurut Paul Mass dalam Darusuprapta (1984)
adalah menempatkan teks pada tempat yang sewajarnya, memberi evaluasi
terhadap teks, meneliti atau mengkaji lembaran naskah dan lembaran bacaan yang
mengandung kalimat-kalimat atau rangkaian kata-kata tertentu.
6. Suntingan teks dan aparat kritik
Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk aslinya, yang bersih
dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah yang dikritisi.
Aparat kritik merupakan suatu pertanggungjawaban dalam penelitian
naskah yang menyertai suntingan teks dan merupakan kelengkapan kritik teks.
Segala kelainan bacaan yang ditampilkan merupakan kata-kata atau bacaan salah
yang terdapat dalam naskah tampak dalam aparat kritik.
7. Terjemahan
Terjemahan adalah pemindahan makna atau bahasa sumber ke bahasa
sasaran. Pemindahan makna tersebut harus lengkap dan terperinci. Hal ini
bertujuan untuk memudahkan dalam memahami isi teks dari suatu naskah.
Sehingga masyarakat yang tidak menguasai bahasa naskah aslinya dapat juga
menikmati, sehingga naskah itu lebih tersebar luas (Darusuprapta, 1989: 27).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxviii
D. Pengertian Piwulang: Etika, Etiket dan Pandangan Hidup
Orang Jawa
Kajian isi pada penulisan ini dipaparkan melalui teknik deskripsi, yaitu
penjabaran kandungan isi yang berkaitan piwulang dalam naskah SW. Piwulang
dalam SW merupakan ajaran yang berisi mengenai etika, etiket dan pandangan
hidup orang Jawa agar menjadi manusia utama.
1. Etika dan Etiket
a. Etika
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata etika
yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai
banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta
etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, dalam massofa, 2010: 1).
Etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1988–mengutip dari Masafa 2010), mempunyai
arti :
1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxix
Berdasarkan dua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu
mengenai perilaku atau adat kebiasaan yang membedakan akhlak terpuji dan
tercela yang berdasarkan suatu kumpulan asas akhlak yang dianut suatu golongan
atau masyarakat.
Antara etika dan moral saling terkait, keterkaitan tersebut mengenai apa
yang disebut sebagai etika biasanya merupakan penegasan dari moral. Moral
berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan
bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama
yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka
secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata
tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan, adat. Dengan kata lain, arti
kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka dapat dirumuskan arti kata ‘moral’
adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan
hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari
bahasa Latin. Sebagai contoh, apabila perbuatan pencuri disebut tidak bermoral,
maka pencuri telah melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku
dalam masyarakat.
b. Etiket
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata
“etiket”, yaitu :
1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu.
2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xl
c. Perbedaan Etiket dengan Etika
K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” (Massafa, 2010: 4)
memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :
1) Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan
manusia, sedangkan etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan
sekaligus member norma dari perbuatan itu sendiri.
Contoh: (a) Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya
harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya
menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar
etiket. (b) Adanya larangan mengambil barang milik orang lain tanpa izin
dikarenakan mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya
dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini
tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan
atau tangan kiri.
2) Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada
orang lain di sekitar kita), sedangkan etika selalu berlaku, baik kita sedang
sendiri atau bersama orang lain.
Contoh: Apabila Dira sedang makan bersama teman sambil
meletakkan kakinya di atas meja makan, maka Dira dianggap melanggat
etiket. Tetapi kalau Dira makan sendirian (tidak ada orang lain), maka Dira
tidak melanggar etiket jika Dira makan dengan cara demikian. Sedangkan
etika selalu berlaku, ketika meminjam barang, maka barang pinjaman
selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.
3) Etiket bersifat relatif sedangkan etika bersifat absolut.
Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap
sopan dalam kebudayaan lain. Contoh: Orang Jawa makan gaduh dianggap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xli
tidak beretiket, sedangkan bagi orang Jepang makan gaduh atau bersuara
lahap adalah suatu bentuk penghargaan bagi yang memberikan hidangan,
sehingga makan gaduh di Jepang dianggap beretiket. Tetapi suatu etika
berlaku sama di semua tempat di belahan bumi ini, seperti: larangan
mencuri, larangan membunuh, larangan merampok, dan lain sebagainya.
4) Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja, sedangkan etika
memandang manusia dari segi dalam (rohani).
Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal:
bisa saja orang tampil sebagai “serigala berbulu domba”, dari luar sangat
sopan dan halus, tetapi di dalam penuh kebusukan. Berbeda dengan orang
etis yang tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis
pasti orang yang sungguh-sungguh baik.
Antara etika dan etiket saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Etika dan etiket dalam tatanan perilaku bersanding dengan adat istiadat. Hal
tersebut dipertegas pernyataan yang dikemukakan Sartono, dkk (1988: 8) bahwa
kaidah-kaidah yang memolakan kelakuan dan hubungan-hubungan sosial
dilembagakan sebagai adat istiadat dan etika.
Orang Jawa dikenal dengan adat istiadat yang mencakup semua sendi
kehidupan. Pada zaman berkembangnya naskah SW penyampaian tatanan adat
istiadat dan etika tersebut melalui nasehat yang disampaikan secara lisan maupun
tertulis. Pola-pola tersebut apabila disampaikan oleh sesepuh atau orang yang
berwibawa sering diterima sebagai ajaran luhur. Rangkaian bait demi bait dalam
SW merupakan petuah bagi kaum muda. Dengan maksud, pelaksanan petuah
tersebut merupakan proses internalisasi yang akan tertanam pada individu, yang
biasa dikenal dengan sebutan budi-nurani. Budi nurani (Sartono, dkk, 1988: 9)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xlii
adalah kemampuan menilai dan memutuskan kelakuan mana yang baik dan yang
buruk. Baik dengan contoh atau model, maupun dari ajaran individu yang belajar
memolakan kelakuannya berdasarkan norma-norma. Budi nurani inilah yang
membawa seseorang pada derajad manusia utama.
Budi nurani pun merupakan etika dari Islam. SW dalam bait-baitnya
sedikit banyak menjelaskan mengenai etika Islam. Dalam etika Islam hidup
seseorang selalu dinilai. Atau kebanyakan orang melakukan sesuatu karena ingin
mendapatkan nilai. Sederhananya, dalam etika Islam seseorang dituntut untuk
melaksanakan kebajikan dan menjauhi perbuatan-perbuatan tercela. Abu Sangkan
(2006: 42) menjelaskan bahwa etika Islam adalah suatu pengertian. Pengertian
yang dimaksud adalah bahwa manusia memahami apa yang baik dan apa yang
buruk serta ia dapat membedakan keduanya dan selanjutnya mengamalkannya.
Firman Allah dalam QS. Asy Syams, 91: 7-8, yang artinya “Dan jiwa serta
penyempurnaan (ciptaan-Nya), maka Allah mengilhamkan kepada Jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketaqwaannya”. Pondasi yang tidak boleh dilupakan dalam
pencapaian manusia adalah pensucian jiwa. Dalam hal ini Allah berfirman:
“Sesungguhnya beruntunglah yang mensucikan jiwa itu. Dan merugilah
orang yang mengotorinya”. (QS. Asy Syams, 91: 9-10)
2. Pandangan Hidup Orang Jawa
Pandangan dunia menurut Suseno (dalam Rahyono, 2009: 105) adalah
kerangka guna mengerti setiap unsur kehidupan. Pandangan dunia sebagaimana
yang disampaikan Suseno adalah pengertian dari pandangan hidup bagi orang
Jawa. Pandangan hidup merupakan pondasi arah dan sarana keberhasilan dalam
menghadapi masalah kehidupan. Disebutkan pula bahwa dalam pandangan hidup
orang Jawa terdapat empat lingkaran bermakna. Keempat lingkaran tersebut
adalah: (1) kesatuan numinus (pengalaman khas religius) antara alam, masyarakat,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xliii
dan alam adikodrati, (2) penghayatan kekuasaan politik sebagai ungkapan alam
numinus, (3) pengalaman tentang keakuan sebagai jalan persatuan dengan yang
numinus, dan (4) penentuan semua lingkaran pengalaman oleh Yang Ilahi, oleh
takdir.
Pandangan hidup orang Jawa sering disampaikan melalui pralambang.
Wong Jawa ênggone semu ‘orang Jawa penuh dengan pralambang’. Menurut
Padmosoekotjo (1960) pralambang terdiri dari: 1) pralambang melalui barang, 2)
pralambang melalui gambar, 3) pralambang melalui warna, dan 4) pralambang
melalui bahasa.
SW mengajarkan mengenai kesatuan numinus (pengalaman khas religius)
antara alam, masyarakat, dan alam adikodrati dan penentuan semua lingkaran
pengalaman oleh Yang Ilahi, oleh takdir. Sartono, dkk (1988: 8) memaparkan pula
bahwa konsep yang demikian adalah konsep yang membawa sikap terarah kepada
dunia-dalam. Dimana seluruh tubuh kaidah-kaidah etika dan etiket sebagai
konvensi dan tradisi turun-temurun dari generasi ke generasi yang berkembang
sebagai kelembagaan. Kelembagaan itu memantapkan standard pola kelakuan.
Sehingga, pada dasarnya piwulang tersebut adalah konsep kehidupan yang patut
dan wajib dilaksanakan.
Etika, etiket, dan pandangan hidup orang Jawa yang merupakan ilmu lair
dipadukan dengan etika Islam sebagai ilmu batin agar antara keduanya seimbang.
Dijelaskan pula bahwa meskipun kita memeluk Islam bolehlah kita mencontoh
semua perilaku yang baik dari agama atau keyakinan lain. Penjelasan agar
menjalankan pelajaran/ nasehat dari Sèh Tèkawrêdi adalah kiasan agar tidak ada
batasan dalam mempelajari ilmu, meskipun berbeda keyakinan. Suatu sinkroni
yang harmoni.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xliv
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Bentuk dan Jenis Penelitian
Ilmu berkembang dikarenakan adanya penelitian terus-menerus dan
berkelanjutan. Penelitian memiliki berbagai ketentuan ilmiah yang digunakan
dalam menelaah suatu permasalahan. Ketentuan tersebut merupakan tanggung
jawab terhadap ilmu itu sendiri. Penelitian memerlukan bentuk dan jenis
penelitian sebagai suatu rangkaian dari metodologi penelitian. Bentuk penelitian
dimaksudkan sebagai strategi penelitian. Bentuk penelitian ialah cara atau langkah
yang digunakan penulis dalam mengkaji obyek kajiannya. Bentuk penelitian
terhadap SW adalah penelitian filologi.
Filologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang pernaskahan. Hal-hal
yang dipelajari dalam filologi meliputi umur naskah, bahan naskah, penulisan
naskah, bahasa naskah, cara penyampaian teks naskah, kandungan naskah, tujuan
penulisan naskah, dan sebagainya. Kesemuanya dimaksudkan dalam rangka
merunut sejarah dan menggali potensi atau warisan nenek moyang yang masih
relevan bagi perkembangan kehidupan manusia di masa kini. Filologi dapat
dikatakan sebagai ilmu dikarenakan telah memiliki syarat–syarat keilmuan. Salah
satu syarat tersebut adalah metode. Metode filologi ialah usaha guna mendapatkan
naskah yang bersih dari kesalahan atau mendapatkan naskah yang dipandang
mendekati aslinya. Metode tersebut dikenal sebagai metode edisi naskah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xlv
Metode edisi naskah terbagi menjadi lima jenis, yaitu: metode obyektif,
metode gabungan, metode landasan, metode stema, dan metode edisi naskah.
Penelitian naskah SW menggunakan metode edisi naskah tunggal yang dikenal
sebagai metode standar. Penelitian ini mengacu pada metode standar dikarenakan
isi naskah dianggap sebagai cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau
penting dari sudut agama atau bahasa, sehingga tidak perlu diperlakukan secara
khusus. Metode edisi naskah tunggal diawali dengan transliterasi, langkah
selanjutnya adalah menggunakan metode deskriptif untuk mengkaji isinya.
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, artinya penelitian dilaksanakan
melalui pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif
kualitatif adalah penelitian yang berarti semata-mata menggambarkan,
melukiskan, menuliskan, melaporkan objek penelitian pada saat ini berdasarkan
data yang ditemukan atau sebagaimana adanya, hasil penelitian diuraikan dalam
bentuk kata-kata bukan angka. Sebagaimana yang diungkapkan Sutopo (2002)
bahwa pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif ini berpandangan bahwa
semua data penting, mempunyai pengaruh dan berkaitan dengan yang lain.
Dengan mendeskripsikan segala macam bentuk tanda (semiotik) mungkin akan
membentuk dan memberikan suatu pemahaman yang lebih komprehensif
mengenai apa yang sedang dikaji. Penelitian ini mengutamakan kedalaman
penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji.
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian pustaka (library
research). Jenis penelitian ini diterapkan karena hampir lebih dari 50% kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xlvi
penelitian ini dilakukan dengan proses membaca yang berkaitan erat dengan
masalah perpustakaan, dengan mendayagunakan informasi yang terdapat di
perpustakaan dan jasa informasi yang tersedia. Penelitian pustaka memerlukan
perpustakaan sebagai mitra utama, pengabaian terhadap orientasi perpustakaan
adalah kendala yang cukup besar bagi suksesnya penelitian ini.
B. Sumber Data dan Data
Sumber data yaitu sesuatu yang mengandung data, atau bisa juga disebut
tempat dimana data itu berada. Untuk lebih mudahnya sumber data mengacu pada
tempat penyimpanan naskah tersebut baik berupa perpustakaan maupun koleksi
pribadi, sedangkan data adalah sesuatu yang mengacu pada obyek penelitian.
Sumber data dalam penelitian ini adalah pustaka. Data penelitian dibagi
menjadi data primer, data sekunder dan data tersier. Data primer berupa naskah
dan teks SW yang berbentuk tembang dan berhuruf Jawa carik, data sekunder
berupa naskah lain yang mempunyai keterkaitan naskah dan teks. Sedangkan data
tersier berupa data yang menunjang penelitian, yaitu: artikel baik di media cetak
maupun elektronik, buku-buku, majalah, dan jurnal ilmiah.
Data yang dikumpulkan dapat berupa pencatatan, gambar, dokumen atau
catatan-catatan resmi lainnya yang terurai dalam bentuk kata-kata bukan dalam
bentuk angka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xlvii
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan studi pustaka. Teknik studi
pustaka yaitu mencatat dokumen-dokumen atau arsip yang berkaitan dengan
masalah dan tujuan penelitian, catatan dapat berupa tulisan maupun foto.
Sedangkan teknik pengambilan data menggunakan teknik purposive sampling.
1. Teknik Pengumpulan Data Primer
Teknik pengumpulan data primer mengacu pada langkah awal dari cara kerja
penelitian filologi yaitu inventarisasi naskah. Inventarisasi naskah dilaksanakan
sesuai dengan sasaran penelitian yang telah diputuskan di awal, yakni jenis
piwulang. Inventarisasi naskah dalam penelitian ini adalah usaha-usaha mendata
dan mengumpulkan data. Salah satu caranya adalah membaca katalog. Dari
pembacaan katalog, didaftar semua judul naskah yang sama. Melalui katalog
tersebut akan diperoleh beberapa informasi dan keterangan tentang naskah yang
dimaksud, yaitu jumlah naskah, tempat penyimpanan naskah, deskripsi naskah
(nomor katalog, ukuran naskah, tulisan naskah, bahasa naskah, isi kandungan
naskah, dan lain-lain). Setelah mendapat informasi dari katalog-katalog, langkah
selanjutnya adalah mengecek langsung ke lokasi penyimpanan naskah dan
melakukan pengamatan (observasi).
Langkah selanjutnya teknik fotografi digital, yaitu memotret naskah dengan
kamera digital yang diprogram tanpa menggunakan blitz. Hal tersebut
dikarenakan penggunaan blitz dapat mempercepat proses perusakan naskah.
Kemudian naskah dideskripsikan sesuai dengan keadaan sesungguhnya. Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xlviii
tersimpan dalam bentuk tulisan maupun softfile (foto digital). Data dibawa pulang
untuk dianalisis lebih lanjut.
2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari penelusuran berbagai katalog. Data dibaca dan
dipahami, apabila terdapat hal yang menunjang data primer, data dicatat dan
dianalisis lebih lanjut.
3. Teknik Pengumpulan Data Tersier
Data tersier diperoleh dengan membaca buku, artikel cetak maupun elektronik,
majalah-majalah, dan jurnal ilmiah. Apabila terdapat hal yang menunjang data
primer, data dicatat dan dianalisis lebih lanjut.
D. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah mengolah data sesuai dengan cara kerja filologi.
Analisis data akan diolah sesuai dengan teori tahapan/ langkah kerja penelitian
filologi. Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) yang telah dimodifikasi
dengan langkah kerja milik Edward Djamaris (2002: 20-25) menyebutkan langkah
kerja penelitian filologi yaitu: penentuan sasaran penelitian, inventarisasi naskah,
observasi pendahuluan dan deskripsi naskah, transliterasi naskah, kritik teks,
suntingan teks, aparat kritik, dan terjemahan. Pada naskah tunggal, langkah kerja
perbandingan naskah dan dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasi
tidak berlaku. Analisis data pada kajian isi dilakukan setelah terjemahan, sebab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xlix
secara garis besar isi naskah secara keseluruhan dapat diketahui dan lebih jelas
setelah kerja filologi yang lain selesai.
Penyuntingan teks SW menggunakan metode standar (biasa). Metode
standar digunakan jika isi naskah dianggap sebagai cerita biasa, bukan cerita yang
dianggap suci atau penting dari sudut agama atau bahasa, sehingga tidak perlu
diperlakukan secara khusus atau istimewa (Edward Djamaris, 1991: 15). Hal-hal
yang dilakukan dalam edisi standar, yaitu: membetulkan kesalahan teks, membuat
catatan perbaikan, memberi komentar atau tafsiran, menyusun daftar kata sulit
sehingga memudahkan pembaca atau peneliti membaca dan memahami teks.
Tahap akhir dari analisis data ialah mengungkapkan isi yang terkandung
dalam teks dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif teknik analisis
menjalin. Data primer yang didukung dengan data penunjang: data sekunder dan
tersier, yakni naskah-naskah, buku-buku, artikel-artikel, majalah-majalah,
makalah-makalah, dan lain-lain diklasifikasikan dengan pendekatan deskriptif
analitik. Kemudian dianalisis dengan model analisis mengalir atau menjalin (flow
model of analysis). Teknik ini mengkaitkan tiga komponen, yaitu data display,
data reduction, dan conclusion drawing/ varivication yang aktivitasnya berbentuk
interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus (Sutopo,
2002: 91). Ketiga komponen analisis berlaku saling menjalin dan dilakukan secara
terus menerus baik sebelum, pada waktu, maupun sesudah pengumpulan data.
Pengertian dari ketiga komponen tersebut adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
l
a. Data display (Penyajian data)
Langkah penyajian data dilakukan dengan merakit informasi atau data
secara teratur dan terperinci supaya mudah dilihat dan dimengerti dalam
bentuk terpadu sehingga mudah untuk dianalisis. Langkah ini sudah mencakup
dan memasuki analisis data. Langkah-langkah yang ditempuh:
mendeskripsikan SW, mentransliterasikan SW, menerjemahkan SW,
memahami kandungan teks SW, memahami data sekunder dan tersier.
b. Data reduction (Reduksi data)
Berupa pencatatan data yang diperoleh dalam bentuk uraian yang
terperinci. Pada tahap ini data dirangkum, dipilih, dan difokuskan pada hal-hal
penting serta membuang yang tidak perlu. Tahapan pendeskripsian SW,
pentransliterasian SW, penterjemahan SW, pemahaman kandungan teks SW
yang dilaksanakan pada data display dianalisis kembali hingga fokus terhadap
hal-hal yang penting.
c. Conclusion drawing/ varivication (Penarikan kesimpulan/ verifikasi)
Penarikan kesimpulan/ verifikasi merupakan langkah yang sudah
memasuki tahap membuat kesimpulan dari data yang sudah diperoleh sejak
awal penelitian. Karena kesimpulan masih bersifat sementara maka akan
selalu diverifikasi selama penelitian. Tahap ini berupa: kritik teks, suntingan
teks, aparat kritik, terjemahan, dan kandungan teks.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
li
Kes
impu
lan/
Ver
ifik
asi
Red
uksi
Dat
a Pe
ndes
krip
sian
SW
, pen
tran
slite
rasi
an
SW, p
ente
rjem
ahan
SW
, dan
pe
mah
aman
kan
dung
an te
ks S
W,
dira
ngku
m, d
ipili
h, d
an d
ifok
uska
n pa
da
hal-
hal p
entin
g se
rta
mem
buan
g ya
ng
tidak
per
lu.
Dat
a D
ispl
ay
men
desk
rips
ikan
SW
men
tran
slite
rasi
kan
SW
men
erje
mah
kan
SW
mem
aham
i kan
dung
an te
ks S
W
mem
aham
i dat
a se
kund
er d
an te
rsie
r
Peng
umpu
lan
data
:
prim
er, s
ekun
der,
dan
ters
ier.
Bag
an T
ekni
k A
nalis
is D
ata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lii
BAB IV
KAJIAN FILOLOGIS DAN PEMBAHASAN ISI
A. Kajian Filologis
1. Deskripsi Naskah
Deskripsi naskah ialah pendahuluan tentang naskah atau uraian ringkas
tentang naskah. Uraian mengenai naskah ini dideskripsikan atau dipaparkan
secara apa adanya. Teknis yang digunakan dalam mendeskripsikan atau
mengidentifikasi naskah SW ini mengacu pada teknis Emuch Hermansoemantri
(1986: 2).
Berikut ini adalah deskripsi dari naskah SW:
a. Judul naskah
Sêrat Wêwulang. Judul ini terdapat pada cover depan.
Gambar 12. Cover depan SW
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
liii
b. Nomor naskah
Nomor 14207 dengan judul Sêrat Wêwulang (Katalog N. Girardet, 1983: 110);
nomor KS 385.0 dengan judul Kagungan Dalêm Sêrat Wêwulang (Katalog
Nancy K. F, 1996: 216); dan nomor 186 Na dengan judul Sêrat Wêwulang
(Katalog Lokal, 1995: 7).
c. Tempat penyimpanan naskah
Perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat
d. Asal naskah
Surakarta
e. Keadaan naskah
Keadaan fisik naskah cukup baik dan utuh. Tidak ada lembaran-lembaran
naskah yang hilang. Jilidan warna putih yang telah usang, dengan kondisi
cukup baik. Secara umum kondisi naskah baik artinya tidak dalam keadaan
rusak.
f. Ukuran naskah
20,5 cm x 16, 4 cm
g. Ukuran teks dan margin
Ukuran teks : 12, 4 cm x 17,6 cm
Ukuran margin : batas kanan 1,7 cm, atas 1,7 cm, kiri 0,8 cm, bawah 1cm.
h. Tebal naskah
1,2 cm
i. Jumlah halaman
Halaman yang ditulisi : 28 halaman
Halaman kosong : 100 halaman yang terdapat pada bagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
liv
belakang naskah.
Jumlah seluruh halaman : 128 halaman
j. Jumlah baris per halaman
17 baris
k. Huruf, aksara, tulisan
Huruf : Jawa
Aksara : aksara Jawa Carik dengan gaya tulisan miring ke kanan
Tulisan : jarak baris dan jarak huruf teratur. Ukuran huruf sedang, bentuknya
agak memanjang. Jarak antar huruf renggang sehingga jelas dan
mudah dibaca. Jarak antar baris relatif renggang. Tulisan bagus
mudah dibaca.
l. Cara penulisan
Ditulis bolak-balik (recto verso) yaitu lembaran naskah yang ditulisi pada
kedua halaman muka dan belakang. Penempatan tulisan pada lembaran
naskah, teks ditulis ke arah lebarnya. Artinya teks ditulis sejajar dengan lebar
lembaran naskah. Pengaturan ruang tulisan, larik-lariknya ditulisi secara
berdampingan lurus kesamping diteruskan ke bawahnya dan seterusnya. Bait
satu dengan lainnya diberi tanda batas. Penekanan tinta tidak terlalu keras/
tajam sehingga tidak tembus ke belakang. Penulisan teks dibantu dengan garis
pensil.
m. Bahan naskah
Kertas folio bergaris, terdapat garis bantu dengan pensil untuk batas margin.
Kualitas kertas, tebal, masih cukup baik. Warna kertas kecoklatan. Masih
bagus, tidak rapuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lv
n. Bahasa naskah
Bahasa Jawa Baru standar dengan menggunakan ragam ngoko dan krama.
Bahasa didalam Serat Wêwulang ini disisipi pula oleh unsur bahasa Kawi dan
Arab. Keterpahaman akan bahasa naskah, bahasa naskah bisa dipahami
masyarakat pembaca kini, walaupun tidak begitu mudah.
o. Bentuk teks
Puisi/ têmbang macapat, terdiri dari dua pupuh Dhandhanggula. Pupuh I
terdiri dari 48 bait, pupuh II terdiri dari 26 bait. Jumlah seluruh bait: 74 bait.
p. Umur naskah
81 tahun berdasarkan penjelasan dalam katalog Nancy yang menyatakan
dibuat pada tahun 1928, dalam teks tidak ditemukan penjelasan mengenai
umur naskah.
q. Pengarang
Anonim
r. Asal-usul naskah
Koleksi pribadi perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Surakarta Hadiningrat
s. Fungsi sosial naskah
Sebagai sumber piwulang yaitu ajaran mengenai keutamaan hidup.
t. Ikhtisar teks/ cerita
Manusia diberi pilihan dalam menjalani kehidupan. Pilihan bijak adalah
menjadi manusia utama. Dalam usaha pencapaian manusia utama, seseorang
dituntut untuk menunutut ilmu. Ilmu tersebut haruslah ilmu lair batin yang
mencakup ilmu duniawi dan batiniah, dalam istilah Jawa lebih dikenal dengan
piwulang yang artinya ajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lvi
Piwulang dalam naskah ini dimulai dengan memahami takdir
kehidupan. Dimana takdir kehidupan setiap orang berbeda. Ada yang
ditakdirkan menjadi orang besar, ada juga yang ditakdirkan menjadi rakyat
kecil. Baik orang besar maupun rakyat kecil, keduanya dituntut menjadi
manusia utama. Maka, salah satu hal yang tepat adalah mendidik pemuda
sedemikan rupa, agar menjadi manusia utama. Hal ini dipandang tepat karena
pemuda sebagai cikal bakal kehidupan lebih banyak memiliki kesempatan dan
ketepatan waktu menuntut ilmu.
Persiapan si pemuda dalam mempelajari ilmu tersebut adalah kesedian
lahir dan batin. Bersungguh-sungguh, mampu menahan diri, menyiapkan fisik,
serta berprihatin. Sebab melalui keprihatinan, batin akan sedia menerima
pembelajaran dan mengamalkan apa yang dipelajari.
Tahapan pembelajaran menuju manusia utama dapat dibedakan menjadi
dua hal, yaitu: menempuh ajaran kebajikan dan menjauhi hal-hal tercela.
Ajaran tersebut meliputi sifat dan sikap. Menempuh ajaran kebajikan ialah
melaksanakan sifat dan sikap hati putih. Sedangkan menjauhi hal-hal tercela
adalah menjauhi: 1) hati kuning, 2) hati merah, dan 3) hati hitam.
u. Catatan lain
Perbedaan yang sifatnya ajeg dianggap wajar selama tidak mempengaruhi
konteks kalimat. Perbedaan tersebut di antaranya:
1) Penulisan pada lungsi yang ditulis dengan tanda “ = “ (tanda sama
dengan).
Berikut kutipannya:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lvii
Gambar 13. Penulisan pada lingsa yang ditulis dengan tanda “ = “
Sumber: Naskah SW, h. 21
2) Penulisan tanda baca (pungtuasi) dengan dirga muluk pada akhir baris
yang diakhiri dengan vokal ‘u’. Terdapat pada bait 17 h.7, bait 38 h. 15,
bait 43 h. 17, bait 46 h. 18, bait 60 h.23, dan bait 69 h. 27.
Gambar 14. Penulisan dirga muluk
Sumber: Naskah SW h. 7
gatra keenam bait 17 têmbang Dhandanggula 6u, namun setelah 6u tidak
terdapat pada lingsa sebagai penanda batas memasuki gatra ketujuh.
2. Kritik Teks, Suntingan Teks dan Aparat Kritik
a. Kritik Teks
Kritik teks menurut Paul Mass dalam Darusuprapta (1984) adalah
menempatkan teks pada tempat yang sewajarnya, memberi evaluasi terhadap
teks, meneliti atau mengkaji lembaran naskah dan lembaran bacaan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lviii
mengandung kalimat-kalimat atau rangkaian kata-kata tertentu. Berikut edisi
teks SW:
Tabel 1. Daftar Lacuna SW
No. B. Br H Lacuna Edisi Teks
1. 44 3 17 yèn tutut langkung mbune yèn tutut langkung ambune
2. 54 5 21 Kabakitan kabangkitan
3. 65 1 25 nanging ana pamère kêdhik nanging ana pamère
sakêdhik
Tabel 2. Daftar Adisi SW
No. B. Br H Adisi Edisi Teks
1. 19 7 8 tap tap-tapaning
têmbung
tap-tapaning têmbung
2. 28 9 12 ing wong uripe angêta
tutur kang becik
ing wong uripe angêta
tutur becik
3. 38 1 15 Jating jati
4. 60 4 23 tapa ingkang tinêmu tapa kang tinêmu
5. 60 6 23 têgêse sasêpi sêpa têgêse sêpi sêpa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lix
Tabel 3. Daftar Ketidaksesuaian Konvensi Linguistik SW
No. B. Br H Kata Edisi Teks
1. 2 9 1 têpane tapane
2. 18 9 8 lina Lena
3. 20 8 8 ringringa riringa
4. 29 6 12 tintènana titènana
5. 37 1 15 angsring asring
6. 39 9 16 pribaddi pribadi
7. 21 1 16 katah kathah
8. 41 3 16 lannang lanang
9. 41 7 16 udut udud
10. 42 2 17 samabarang samubarang
11. 46 1 18 nana Ana
12. 54 1 18 buddi Budi
13. 56 9 22 agong agung
14. 57 9 22 ling adu lir adu
15. 61 6 24 panuwun panyuwun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lx
b. Suntingan Teks dan Aparat Kritik
Untuk mendapatkan suatu hasil suntingan teks yang dapat
dipertanggungjawabkan dalam hal ini secara filologi, maka dalam penelitian
ini tahapan suntingan teks disertai kritik teks dan aparat kritik secara
bersamaan. Adapun untuk kata–kata atau baris yang dianggap keliru diberi
nomor kritik teks dan pembetulannya ditempatkan pada bagian bawah teks
(semacam catatan kaki) sebagai bagian dari aparat kritik. Metode yang
digunakan dalam kritik teks ini adalah edisi standart.
Edisi standart dipergunakan untuk mengevaluasi teks pada bacaan
yang dianggap salah. Pembetulan pada edisi standart yang sifatnya sebagai
suatu usulan peneliti, ditempatkan pada aparat kritik (catatan kaki) serta
nomor kritik teks ditempatkan pada akhir kata atau kalimat. Hal ini merupakan
suatu bentuk yang terbuka bagi pemikiran pembaca yang mempunyai argumen
lain atas pembetulan tersebut.
Untuk mempermudah pembacaan dan pemahaman makna transliterasi
teks SW maka digunakan tanda–tanda sebagai berikut:
a. Angka Arab 1, 2, 3, ... dst yang berada dalam teks adalah nomor kritik teks
pada kata yang terdapat kesalahan.
b. Tanda [1, 2, 3, ... dst] adalah untuk menunjukkan pergantian lembar
halaman teks.
c. Tanda 1, 2, 3, ... dst yang terletak di sebelah kiri teks adalah untuk
menunjukkan pergantian bait.
d. Tanda diakritik (ê) dibaca e seperti pada kata wontên yang berarti terdapat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxi
e. Tanda diakritik (é) dibaca e seperti pada kata salawasé yang berarti
selamanya.
f. Tanda diakritik (è) dibaca e seperti pada kata yèku yang berarti yaitu.
g. Tanda # memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan
konvensi tembang.
h. Tanda * memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan
pertimbangan linguistik.
i. Tanda [........] menunjukkan pembetulan berdasarkan interpretasi penulis.
j. Tanda / menandakan tiap pergantian baris.
k. Tanda // menandakan akhir dari tiap bait.
l. Penulisan hasil transliterasi dan suntingan teks SW menggunakan spasi 1,5
supaya terlihat lebih rapi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxii
Berikut adalah Suntingan Teks dari SW:
Pupuh I Dhandhanggula
44/5 ka 186 na
SÊRAT WÊWULANG
1. [1] wontên pasal mangke kang winarni/
caritane sujalma utama/
kang wus akèh luwangane/
mêmulang anak putu/
dèn anggèa kang wuri-wuri/
padha sira rungokna/
ing pitutur ingsun/
lêlèjême wong sujana/
lan wong wirya wiwitan lara prihatin/
amatèkakên raga//
2. raganira dèn sumêdya êning/
êningêna lan nalaring kathah/
dadi wong jêmbar budine/
budi digdayèng tuhu/
tuhu têrus lan islam batin/
laire dhasar tapa/
batine aputus/
tan keguh dening bêbeka/
iya iku têpane1 wong padha mukti/
angati-ati tapa//
1 * tapane
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxiii
3. tapa tapi tap-tapaning ati/
atènira tan kêna ing lombang/
malar têkaa sêdyane/
ingkang sinêdyèng kayun/
rahayune sajêge u-[2]rip/
manggiha suka wirya/
wiryaning tumuwuh/
mundhak kawuwus sujana/
sujanane angluwihana sêsami/
sêsamaning manungsa//
4. iya iku kang manut sayêkti/
sayêktine anut suka wirya/
saking lara prihatine/
karane wêkasingsun/
anak putu kang wuri-wuri/
padha sira laria/
lampah kang pinunjul/
punjul sêsama ing jalma/
malah mandar oleha sapangat nabi/
wali mukmin sadaya//
5. sadinane sira aja lali/
limputêna mring nêpsu kang ala/
lêlimpenên sakarêpe/
karêping nêpsu iku/
anusupi panggawe bêcik/
rêricikaning basa/
binubrah binuwur/
karane sira yitnaa/
yèn wus yitna tan ana ala lan bêcik/
pintanên ing wardaya//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxiv
6. yèn wus bisa minta ala bêcik/
pan kalêbu rêrêsiking [3] janma/
kataman tuman têmêne/
nêlat kang sampun luhur/
kaluhuran kang sampun êning/
angêningakên nala/
nala mrih sumunu/
kang sumunu wus gumawang/
lan kawang-wang kèh ing janma ala bêcik/
katitik kang tênaga//
7. tênagane kang dipuntitèni/
wus kapusthi èsthining wardaya/
katara dèning solahe/
solah muna lan laku/
wus kacêtha osiking ati/
atènira wus pana/
paham ing pangrungu/
wruh saosiking buwana/
bapa iku sawabe wong brangtèng widhi/
widigdèng ing ngawirya//
8. prabawane wong wani prihatin/
yèn wus mukti nyawabi sadaya/
mring sanak wong sakadange/
nadyan liyane rawuh/
amuwuhi dahulat prapti/
tur ta mundhak suwara/
kaprawiranipun/
sugih rowang sugih [4] donya/
beda lawan wong nora gêlêm prihatin/
barang sinêdya tuna//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxv
9. nanging ana ujaringsun kaki/
mring kang maca tuwin kang miyarsa/
gêdhe cilik tuwa anom/
tan kêna sira guru/
sok sapaa dadi priyayi/
anut sikuning janma/
gandar solahipun/
sarta takdiring Hyang Suksma/
yèn wong iku takdire dadi wong tani/
pan balubut kewala//
10. nadyan bagus sagandare singgih/
yèn pasthene pêpancène bangsat/
pasthi kumêsat ujare/
ujar nêka alungguh/
anglungguhi ujar priyayi/
amrih aja katara/
polahe kang mawut/
sawênèh ingkang sujanma/
gandar ala dêgsura atine gingsir/
gingsiring barang karya//
11. kang satêngah sujanma puniki/
gandar ala nylêkuthis semunya/
[5] sarta dhêndhêng cêlukane/
sinêmon datan wêruh/
dipunsarah datan udani/
kinêras datan êsak/
ginêbug malupuh/
sawênèh ingkang sujanma/
api kêras nyêngangas ungas yèn angling/
nyaliwing ing wardaya//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxvi
12. kang sawênèh sujanma puniki/
bêg sujana pangucap miyarsa/
lèjême wali dèn amè/
Jawa Arab wus putus/
ing sarengat tarekat kaki/
makripat kang cinêtha/
ing kandhêg pamuwus/
kayêktène nora nana/
ambag lomba sêmbrana tan bêtah ngêlih/
trocoh rusaking bala//
13. basanira ambêg kumaluwih/
saru lamun nênggih amicara/
manggung agrayuk basane/
baya manut ing siku/
pasêmone angulêr sêrit/
dene bataling drajad/
wit pangucap rusuh/
amimi wus sabên dina/
nalarira arupè-[6]k sêsêg kacêpit/
kajêlit dèntingala//
14. satêngahe malih kang sujanmi/
pan ambulus malih ambêkira/
alus ngaluwus semune/
solahe nyanyak-nyunyuk/
kadi munyuk tan wruh ing krami/
krama kinarya entra/
jatine lir badhut/
balubut kataning basa/
kang mangkono angèl dadia priyayi/
pasthi dadi urakan//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxvii
15. aja dumèh yèn ala puniki/
gandarira yèn dhasar pasaja/
sarta kathah kawignyane/
lan wênês sêmonipun/
kathah ingkang dadi priyayi/
dene ugêring janma/
ing tindak lan tanduk/
lan têtêp mantêp ing basa/
sabobote ana kamuktène ugi/
tinimbang lan wong ala//
16. kang satêngah sujanma puniki/
gandar alus solahe prasaja/
lèjêm priyayi dènangge/
ing solah bawanipun/
[7] pan rineka-reka priyayi/
nanging tan bêtah tapa/
sarta untungipun/
arang kang dadi dangdanan/
ewuh têmên pratingkahe wong aurip/
riptanên ing wardaya//
17. nanging ana masalahe malih/
yèn wong iku anggêgulang tapa/
yêkti ana pamalêse/
mungguh ing hyang puniku/
nora samar solahing dasih/
saosiking wardaya/
Hyang Suksma wus mêngku/
Pangeran asipat rahman/
luwih murah ya rabil kang luwih asih/
asih mring wong nastapa//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxviii
18. nadyan silih saliring kumêlip/
kabèh iku ya sinungan murah/
sapancène dhewe-dhewe/
nadyan mancia iku/
ora kaya wong mangun tèki/
kinacèk ing sêsama/
ing daulatipun/
iya ta lawan kangelan/
[8] kangèlane pan wus lina2 kang kariyin/
anyêgah pangan nèndra//
19. karantêne dènaemut sami/
kang wong anom anganam-anama/
sakèhe kawigyan kabèh/
kabèh ungsêdên iku/
kaprawiran lair lan batin/
batinira dèntata/
tap tap-tapaning têmbung3/
têmbung-têmbunge ing basa/
basaning wong wangwangên dipunkalingling/
dêlingêna ing nala//
20. nalarira dèn sumêdya rampid/
rampidana lan udanagara/
iku kang dadi ugêre/
ugêrirêng tumuwuh/
aja lali tata lan titi/
dêduga lan prayoga/
poma aywa limput/
ringringa4 lawan wetara/
2 * lena 3 # tap-tapaning têmbung 4 * reringa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxix
angsal sira lalia kang nêm prakawis/
tan wande manggih cèla//
21. upamane rêraga puniki/
yèn praua kang aran prayoga/
[9] iku minangka dhayunge/
wêtara satangipun/
kang dêduga iku kêmudhi/
reringa iku layar/
poma dika etung/
pradadaning ing sarira/
kabèh iku lamun ora dènkawruhi/
mangsa sira arjaa//
22. nadyan ikêt bêbêd lawan kêris/
lamun ora bênêr panganggonya/
dadya cêlaning awake/
karane ing tumuwuh/
ewuh têmên angangkah budi/
nganggea sawêtara/
poma wêkasingsun/
sabarang ingkang prakara/
aja lali wiwiting ala lan bêcik/
rêrêsikên wardaya//
23. nadyan ngucap sakêcap puniki/
nadyan laku wong iku satindak/
yèn ora bênêr patrape/
nadyan silih dêdulu/
yèn tan bênêr agawe wèsthi/
karane ing a-[10]gêsang/
sangkanana ayu/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxx
amrih rahayuning bala/
witing ayu andhap asor aja lali/
iku patrap pusaka//
24. lawanana kang pusaka malih/
pusakane ing ngèlmu punika/
angkat-angkatên karepe/
dadya ngajia ngèlmu/
yèn tan bisa kalimah kalih/
ujare wong ulama/
têksir ngèlmunipun/
dening pusakaning tapa/
kang tawêkal marang hyang kang maha suci/
asrah aja ambèka//
25. dene ingkang pamuwus sayêkti/
sok niyata wong iku nastapa/
kang sarta osike dhewe/
wus lumrah ing tumuwuh/
sok janmaa kapengin mukti/
tapane ora ana/
apa marganipun/
yèn wani mêsu sarira/
sakarêpe hyang suksma iya nuruti/
sawêtaraning lampah//
26. [11] ing wong anom padhaa angreti/
dening witing wong tapa punika/
angkat-angkatên karêpe/
kalamun sira mêsu/
nêpsu hawa ngiwa pribadi/
lan sartane èngêta/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxi
sira ing tumuwuh/
yèn wong ora potang tapa/
dadya angèl sabarang kang dènsenêngi/
anggayuh-gayuh tuna//
27. karantène wong urip puniki/
kêdhik kang mukti kang dama kathah/
awêdi luwe wêtênge/
yèn esuk kudu muluk/
lingsir wetan amangan malih/
yèn bêdhug dharêdhêgan/
surup thêkul bêskup/
datan kêna towong iwak/
karantêne wong urip arang kang mukti/
nuruti budi hawa//
28. budi awak angèwuh-ewuhi/
amakewuh nèng sajroning nala/
dadya arusuh nalare/
witing hawa puniku/
doyan mangan lan doyan guling/
lan ora bisa nyêgah/
ujar [12] kang tan patut/
karane wêkas manira/
ing wong uripe angêta tutur kang bêcik5/
rêrêsik jroning nala//
29. basa rinicik ingatik-athik/
anggènên saprapataning basa/
linaras ala bêcike/
lamun bêcik rinasuk/
5 # ing wong uripe angêta tutur bêcik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxii
lamun ala dipunsinggahi/
nanging ta tintènana6/
gêgêlitanipun/
manawa kaworan ala/
lamun ora matêng denira nitèni/
akèh karoban basa//
30. basa basan dènengêt ngawruhi/
dènkalingling delingna ing nala/
nalar wit lan wêkasane/
ana wiwit rum-arum/
têngah onta wêkasan pahit/
paekaning sujanma/
kathah margènipun/
sami lan margining pêjah/
sajatine pari puniku sawiji/
wiji-wijining karsa//
31. karsa ala lawan karsa bêcik/
dèn katitik clêkuthiking basa/
kang ala lan basukine/
kinira-kira kalbu/
bu-[13]dèning wong sawiji-wiji/
tan kajajah sadaya/
kanyataanipun/
nadyan wasising carita/
yèn tan ana yêktine kang dènrasani/
yèku janma dol nama//
32. aja kagèt yên sujanma wêgig/
nadyan lantip pintêr amicara/
6 * titènana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxiii
yèn tan katêmu yêktine/
titènana ing kalbu/
bêbudène sawiji-wiji/
ana kandhêging solah/
kandhêging pamuwus/
maluwus angawus basa/
kang satêngah kumètes èthês yèn angling/
amrih kadêlingêna//
33. amrih kèringan sêsami sami/
tur yêktine bêbudèning bangsat/
mila kumêsat ajare/
satêngah wong puniku/
sampun tuwa ambêke rêsik/
tur rêsik jroning nala/
nalare arusuh/
kapatuh kumêd ing donya/
satêngahe ana karêthel mujati/
jatine tan sêmbada//
34. basan sê-[14]mbada têgêse ugi/
yèn wong gulang jatining sarira/
kang têrus lair batine/
batin ambêg rahayu/
lairira andhaping krami/
suka lila ing donya/
tan grantêsing kalbu/
iku wong wrêksa cêndhana/
jaba sarèh tètêla wigya ing krami/
ngramani ing sêsama//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxiv
35. sêsamanya akèh padha asih/
sih ing basa basuki tètêla/
tètèh titih pambêkane/
iku wênang tiniru/
ginurunan tinulur tuwi/
sênadyan wong nonoman/
angsring ana muwus/
muwus amrih kaluhuran/
sarta nyata yêktine kang dènrasani/
wênang yèn tinirua//
36. aja dumèh wong tuwa puniki/
yèn tan bêcik kalakuanira/
poma aja sira angge/
dene sayêktinènipun/
basa ala puniku ugi/
wong gulang gagêmbyakkan/
gêgo-[15]njakan udud/
dhadhu kêplèk kècèk kêmpyang/
iya iku pucuking ala sayêkti/
yèn tan tajêm ing manah//
37. yèn wong karêm wêwadonan angsring7/
yèku kabèh dadi pêpancadan/
yèn tan mikir pambudine/
milane wêkasingsun/
mring wong anom-anom prasami/
aywa pêgat gêgulang/
budi kang mrih puguh/
amrih kukuh jroning nala/
nalarira rampidên lan ngèlmu jati/
7 * asring
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxv
amrih aywantuk cêla//
38. jawanira basa ngèlmu jating8/
sajatine iya raganira/
akèh ana wilangane/
jaba jro ngisor dhuwur/
apadene kanan lan kèring/
sajroning pamicara/
ana kang amêngku/
pangambu myang pamiyarsa/
jroning tingal jroning ati dènjagani/
marang butaning suksma//
39. ana dene kang angel pribadi/
sratènane kang nèng jroning ra-[16]ga/
tigang prakara kathahe/
arang kang bisa ngangkus/
ati irêng abang lan kuning/
puniku kaprakosa/
jroning raga iku/
ping sakawan ati pêthak/
iya iku mung ingkang mulas pribaddi9/
amrih arjaning praja//
40. nanging arang kang bisa ngrêtèni/
marang ati putih kang utama/
amung sandhing tongga bae/
iku upamènipun/
beda lawan ati kang kuning/
abang irêng punika/
sadaya angrangkul/ 8 * jati 9 * pribadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxvi
sakèhe kang sipat janma/
padha ngakêt ati abang irêng kuning/
mila kathah wong ala//
41. mila katah10 wong bêgal amaling/
cêler juput brandhal lawan nayap/
lannang11 wadon dadi lonthe/
tuwin wong ngapus-apus/
kêplèk kècèk dhadha lan bêlit/
lawan ja sêsumbungan/
manggung gulang udut12/
lan kèkere aning pasar/
lan wong climut balurut lawan wong ngutil/
[17] wit sangking ati abang//
42. ati kuning anggung mêmalangi/
samabarang13 karêm mring raharja/
sami ingadangan kabèh/
amrih bubuning laku/
tuwin janma arsa prihatin/
nuli binatalêna/
amrih aja tutug/
dene ati irêng ika/
kawasane asangêt sabarang runtik/
andabra ngambra-ambra//
43. iya iku kang ngadhang-ngadhangi/
marang kosiking amrih raharja/
dene kang abang gawene/
10 * kathah 11 * lanang 12 * udud 13 * samubarang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxvii
sakèh panganan iku/
lan panganggo kang adi-adi/
milane ingkang lamba/
sujanma puniku/
wit sangking tigang prakara/
arang ingkang wong iku bisa nyratèni/
marang ati têtiga//
44. tur ta lamun gêlêm angêmasi/
marang ati kang tigang prakara/
yèn tutut langkung mbune14/
ati putih bèn ugung/
iya iku sujanma luwih/
angluwih-[18]i sêsama/
ing dahulatipun/
karane wêkas manira/
mring wong anom dènawas cirining ati/
karêpe kawruhana//
45. pan wus titi wirayating tulis/
mring kang maca tuwin kang miyarsa/
dèn padha èstokna kabèh/
sabarang ungêlipun/
jroning tulis kang amrih bêcik/
dene kang amrih ala/
gêgêlitanipun/
iku padha yêktènana/
poma-poma sira dèn padha nastiti/
wirayat mrih prayoga//
14 # yèn tututa langkung mbune
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxviii
46. lamun ora nana15 kang niteni/
ingkang maca tuwin kang miyarsa/
dadi wong ngurakan bae/
pasthi pancène buruh/
tur katutuh lumuh ing becik/
dadi janma katula/
tula alanipun/
dene kang sumarah ingkang/
amiyarsa amaca kang durung bakit/
wong anom mêksih mudha//
47. basa jêjaka dipunmaknani/
jaja ngarêp ênggone [19] maknanya/
panganggone ing ngarepe/
liring pangarêp iku/
dipunbisa abasa krami/
yèn wus kapanggih tuwa/
tuwuk ing pangawruh/
wruhing ngèring subasita/
aja kaya jêjakaning jaman mangkin/
pangarêp ati lamba//
48. basa lamba iku angêlebi/
angêlebi wêtêng kêbak sêga/
dadi grangsang sakarêpe/
dadi wong abêburuh/
munmuk radèn ing ngaranêki/
daya lamun rosaa/
wong iku mêmikul/
wus têlas wêkas manira/
poma kaki dèn padha anêstitèni/
15 * ana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxix
lêlèjêming sujana//
Pupuh II Dhandhanggula
49. sun amurwa atêmbang artati/
caritane sujanma utama/
kang tate ngêmbani rajèng/
anênggih wastanipun/
ajejuluk Sèh Tèka wrêdi/
salamine mandhita/
nênggih anèng gunung/
Maligèrêtna wastannya/
du-[20]k nom titi tatal ngêrèhkên nagari/
nagri Garbasumandha//
50. pambêkkane Ki Sèh Tèkawrêdi/
salamine nèng Maligè rêtna/
amêmulang pakaryane/
dhatêng kang para wiku/
kang ginêlar kang sabda gati/
artine wong nèng donya/
yata kang tinutur/
dening kang para satriya/
kang ginêlar lêlungid udanagari/
pepeka anèng praja/
51. miwah ingkang wayah-wayah nangkil/
sakathahe wong Garbasumandha/
têngah tuwuh sêpuh anèm/
sampun pêpak sadarum/
angandika Sèh Tèkawrêdi/
sakèhe putuningwang/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxx
kang anom kang sêpuh/
padha sira pirsakêna/
pratingkahe ngawula lan olah ngèlmi/
tan beda pangarsanya//
52. ingkang anom sun wulang kariyin/
liring anom iku maksih tuna/
durung kathah wulangane/
beda lan kang wus sêpuh/
liring sêpuh iku nyêpuh-[21]i/
nyêpuhi têgêsira/
nyawabi sadarum/
milane jênêng wong tuwa/
liring tuwa awênang tinuwi-tuwi/
mring anak putunira//
53. lamun ora mangkanaa kaki/
ora jumênêng aning tuwa/16
dadi têtuwan arane/
basa tuwuhan iku/
ngandêlakên tuwane ugi/
iku wong tuwa ampas/
liring ampas iku/
wastaning raga punika/
raganira wus cape luwas ing kardi/
mangka ing jro suwunga//
54. iya iku wong cupêt ing buddi17/
duk anome tan purun têtannya/
ngandêlkên kuwat rosane/
tan etang ulah ngèlmu/ 16 [tan jumênêng arane wong tuwa] 17 * budi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxxi
kabakitan18 tan dên kawruhi/
amung eca mêmangan/
esuk nyamuk-nyamuk/
tan ngetang wêkasing gêsang/
kang kaetang mung nikmat pucuking pêrji/
lan nikmat pucuk ngilat//
55. datan nêdya angling jroning ati/
yèn wong gêsang wêkasane pêjah/
[22] nèng donya sêsanjan bae/
milane wêkasingsun/
mring wong anom-anom ta kaki/
padha sira estokna/
ing pitutur ingsun/
aywa pêgat atêtannya/
mring wong luwih barang kaluwihan kaki/
padha sira gulanga//
56. anadene yèn wus luwih kaki/
olêhira gêgulang kawigyan/
anadene romahane/
nanging pangarêpipun/
andhap asor tan kêna lali/
sabarang karêpira/
yèn tan lali iku/
angajia ngawulaa/
amêrtapa andhap agong19 aywa lali/
wêkasan dadi guna//
57. nadyan guna yèn ora tabêri/
gunanira pan maksih kuciwa/ 18 * kabangkitan 19 * agung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxxii
dadya kurang utamane/
lan malih wêkasingsun/
panggrahita gulangên kaki/
iku minongka wungkal/
anglungiding sêmu/
sêmu bêcik lawan ala/
upamane ling adu20 pucuking [23] êri/
yèn wong alul sasmita//
58. sinaua nganam-anam kaki/
lan dèn bisa sira mardi guna/
lan nglanggana pakèwuhe/
dèn bisa têngkas nambung/
lan anukma ing agal alit/
ya ulah kridhaningrat/
sarjana kawêngku/
jana sêmu sarsadhela/
yèn wus nyandhak lêlungiding ala bêcik/
sinêbut wong sujana//
59. basa sujana puniku luwih/
angluwihi sêsamaning janma/
dadi sujana arane/
karane putuningsun/
aja wirang atèki-tèki/
wong wirang têmah nganggrang/
liring nganggrang suwung/
liring suwung iku sirna/
liring sirna budi istiyare kênting/
dadi wong tanpa karya//
20 * lir adu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxxiii
60. kang mêksih nom ana kang dipunprih/
mikul rosa kinongkona kêbat/
yèn wus tuwa kang ya priye/
tapa ingkang tinêmu21/
raga cape atine sêpi/
têgêse sasêpi sêpa22/
[24] tanpa ngrasa iku/
dadine wong tuwa bangka/
iya bangka tegese bangka sayekti/
kumlêkêr tanpa sila//
61. karantène gulang êntas mangkin/
sakathahing kawigyaning janma/
mumpung sira maksih anom/
ingkang wayah umatur/
inggih lêrês sabda sang yogi/
nanging panuwun23 kula/
dhumatêng sang wiku/
pratingkahe wong ngawula/
mung punika kawula suwun rumiyin/
ingkang amrih utama//
62. angandika sang Sèh Tèka Wêrdi/
luwih angèl kaki wong ngawula/
nanging aluwih gampange/
puniku basa ewuh/
liring èwuh durung mangrêti/
basa mangrêti ika/
ngawruhi sêdarum/
sabarang karsaning nata/
21 # tapa kang tinêmu 22 # têgêse sêpi sêpa 23 * panyuwun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxxiv
iya iku panêngêran kang janmadi/
widigdèng cipta maya//
63. maya iku utusaning kapti/
kapti suka lawan kapti duka/
anèng netra sasumuke/
lair wrêma lumaku/
lair iku utusan batin/
angsa-[25]l sira kaduga/
ujar kang puniku/
supaya yèn katrimaa/
ing angèle yèn sira durung mangrêti/
barang karsaning nata//
64. nanging ana bedanipun kaki/
angawula ing sang prabu tuwa/
kalawan satriya anèm/
sabarang karsanipun/
ing satriya anom puniki/
karya prêlu lan sunat/
sami patrapipun/
upami dipunpopoa/
karya prêlu kalawan kang nora gati/
sami sih asatira//
65. nanging ana pamère kêdhik24/
angawula ing satriya mudha/
kang tahan dènsêmu age/
sabarang karyanipun/
dene akêbat cukat têrampil/
sabarang kaduk kêbat/
24 # nanging ana pamere sakêdhik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxxv
trampil yèn umatur/
cêgaha pangan lan nêndra/
jurungana ing puji sarta sêmèdi/
amrih dhanganing karta//
66. yèn angadhêp gustinira runtik/
poma kaki sira dèn prayitna/
aja mapasi karsane/
nênggih upa-[26]mènipun/
ing satriya anom yèn runtik/
pan kadya banjir bandhang/
sing katrajang larut/
balikkan dèn angrerêpa/
nêtyanira dèn adoh asêmu wêdi/
amrih dhangani duka//
67. yèn ingutus dening gusti runtik/
tan wukira dèn matra kilata/
amrih lêmpêra dukane/
yèn aturira tambuh/
dadi sira kasabêt runtik/
ingkang sangsaya dadra/
dukane sang prabu/
lêlakonira dèn kêbat/
jroning kêbat akanthia ngati-ati/
manawa kawadaka//
68. yèn wus prapta denira tinuding/
aturira kaki dèn tètêla/
dèn asru asêmu sarèh/
yèn sêngak sira matur/
dadi sira mêwahi runtik/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxxvi
yèn asru esmu lêmbah/
trustha sang aprabu/
pan wus kocaping saloka/
satriya nom sabarang kang dèn karsani/
anggampangakên mongta//
69. pan wus kocap wirayating tulis/
ingkang aran satriya taru-[27]na/
basa taruna têgêse/
taru godhong puniku/
na pituduh maknane ugi/
mungguh caraka basa/
iku têgêsipun/
liring tuduh barang karta/
karya prêlu kalawan kang nora gati/
kandêl tipis dèn padha//
70. basa taru artine winarni/
kaya godhong upamane ika/
yèn lagi ana gaweane/
kalangkung ajènipun/
nora kètung mitung sukoni/
tur ta amung sadina/
gawene kang prêlu/
yèn uwis dadi sarahan/
iya iku maknane taruna kaki/
kang wus kocap carita//
71. benèh lawan prabu tuwa kaki/
liring tuwan pan ora anasar/
kang bangsa nasar artine/
sabarang karsanipun/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxxvii
nora supe akathi uwit/
wit bêcik lawan ala/
kapyarsa sadarum/
ngranggoni jênênging tuwa/
basa jênêng artine iku jênêngi/
jênêngi nora pisah//
72. beda lawan basa anom kaki/
liring a-[28]nom maksih nganaman-nam/
sabarang ing kawigyane/
yèn wus kapanggih sêpuh/
nuli bisa anamba iki/
karsa bêcik lan ala/
kapirsa sadarum/
milane ana wong ngucap/
sapa bisa wonge amrangkani kudhi/
ngabdia ratu mudha//
73. iya iku wong cupêt ing budi/
ingkang purun angucap mangkana/
dadi wong cupêt kawruhe/
beda kang sampun luhung/
kang wus wêruh ing ala bêcik/
ngawula ratu mudha/
ing ibaratipun/
sira ngêmban rare mothah/
lamun wigya ngarih-arih anyindhèni/
kèndêl lajêng anèndra//
74. yèn anglilir bocah dèn sandhangi/
kêkêmbangan kuning ngabang-abang/
bungah lêngêh-lêngêh bae/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxxviii
iku upamanipun/
angsal sira bisa ngladèni/
marang satriya mudha/
ing sakarsanipun/
yèn olèh sih lan dêrajad/
sarta olèh satriya kang ambêg jugig/
ngranggoni galih tuwa//
3. Terjemahan
Terjemahan adalah pemindahan makna atau bahasa sumber ke
bahasa sasaran. Pemindahan makna tersebut harus lengkap dan terperinci. Hal
ini bertujuan untuk memudahkan dalam memahami isi teks dari suatu naskah.
Melalui terjemahan masyarakat yang tidak menguasai bahasa naskah aslinya
dapat menikmati naskah tersebut, sehingga naskah tersebut lebih tersebar luas.
Terjemahan dalam penelitian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Terjemahan isi atau makna: kata-kata yang diungkapkan dalam bahasa
sumber diimbangi salinannya dengan kata-kata bahasa sasaran yang
sepadan.
b. Terjemahan bebas: keseluruhan teks bahasa sumber diganti dengan bahasa
sasaran secara bebas.
Sêrat Wêwulang diterjemahkan secara bebas per baris, berikut
terjemahannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxxix
Pupuh I Dhandhanggula
44/5 ka 186 na
SÊRAT WÊWULANG
1. Terdapat pasal yang menyampaikan/ cerita manusia utama/ yang telah banyak
memakan asam garam kehidupan/ memberi petuah terhadap anak-cucu/
supaya dipelajari dan diamalkan/ coba engkau dengarkan/ apa perkataannya/
usaha menjadi orang pandai/ dan mereka yang bekerja dimulai dengan perih
dan prihatin/ mengesampingkan raga//
2. supaya raga mengheningkan/ mengena dan berakal banyak/ menjadi orang
yang luas pemahamannya/ paham yang benar-benar kokoh keyakinannya/
senantiasa yakin dan Islam batinnya/ lahir berdasarkan tapa/ batin yang tidak
pernah putus/ tidak goyah oleh apapun/ itulah tapa bagi orang berwibawa/
senantiasa berhati-hati dalam bertapa//
3. melalui tingkatan hati/ hati yang tidak boleh bimbang/ sampai terwujud apa
yang dicitakan/ yang tentunya diinginkan/ adalah kesentosaan selama hidup/
berkerja suka cita/ pekerjaannya tumbuh/ meningkat kelebihannya/ kelebihan
yang melebihi sesama/ sesamanya manusia//
4. itulah yang menurut pada kesungguhan/ bersungguh-sungguh suka dalam
bekerja/ dari perih prihatinnya/ nasehatku kutujukan/ anak-cucu yang
memahami/ coba engkau bersedia/ melangkah lebih utama/ lebih diantara
sesamanya manusia/ kelak semoga memperoleh safaat nabi/ wali mukmin
semua//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xc
5. setiap harinya jangan engkau lupa/ menyelubungi hati dari nafsu yang buruk/
kekanglah semampumu/ kehendak nafsu tersebut/ yang berusaha
menghalangi perbuatan baik/ peribahasanya jangan sampai berubah kalau
tidak ingin hancur/ maka berhati-hatilah/ jika sudah tidak ada hal yang
mampu membedakan baik dan buruk/ memohonlah dalam hati//
6. jika sudah bisa minta baik dan buruk/ termasuk dalam pembersihan manusia/
yang sesungguhnya suka diulang/ mencontoh terhadap yang luhur/ keluhuran
yang telah bening/ membeningkan hati/ supaya hati memancarkan/ cahaya
yang telah sangat terang/ dan samar-samar banyak terdapat dalam diri
manusia baik dan buruk/ yang dilihat dari apa yang dikerjakan//
7. kerjaannya yang dapat dicermati/ telah diputuskan oleh sesungguhnya hati/
tercermin dari lakunya/ tingkah laku serta ucapannya/ telah menjelaskan apa
yang ada di hati/ hatimu telah mengerti/ telinga telah memahami/ mengetahui
gejolak dunia/ Ayah itulah kekuatan penghasil berkah dari orang yang
mencintai Tuhannya/ pintar dalam berperilaku//
8. kewibaan orang yang berani berprihatin/ apabila telah sukses mampu
menolong segala/ kepada sanak saudara dan sekitar/ walau kepentingan lain
datang/ tetap menetapi maksud/ justru semakin meningkat suara/
keperwiraannya/ kaya tetolong adalah kekayaan dunia/ berbeda dengan orang
yang tidak mau berprihatin/ apa-apa takut rugi//
9. namun ada ceritaku nak/ kepada yang membaca dan mendengarkan/ besar
kecil tua muda/ tidak diperkenankan dikau berlaku/ seakan bergaya seperti
priyayi/ menurut sudut pandang manusia/ segala tingkah lakunya/ serta takdir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xci
Yang Maha Kuasa/ apabila orang itu ditakdirkan menjadi petani/ hanya kotor
saja//
10. walau bagus segala perilaku sesuai/ kalau sesungguhnya sejatinya bangsat/
pastilah sombong ucapnya/ berucap telah menduduki/ menduduki ucapan
priyayi/ supaya tidak kelihatan/ tingkahnya yang kacau/ semua tentang
kemanusiaan/ sifatnya tercela tidak tahu tata krama hatinya goyah/ tergoyah
kebendaan//
11. yang setengahnya manusia itu/ sifatnya tercela samar-samar sombong
segalanya/ serta berat tangan panggilannya/ suka pura-pura tidak tahu
masalah/ diberitahu tidak pernah dilaksanakan/ keras kepala tidak dapat
diperindah/ makin dikerasi melemah/ sebagian manusia seperti api/ lebat
melalap sulit ditaklukkan kalau berbicara/ berbeda dengan hati//
12. yang sebagian lagi/ penuh dengan ucapan bijak supaya yang mendengar/
dirinya menganggapnya sebagai wali/ Jawa Arab sudah dikuasai/ dalam
syariat tarekat/ makrifat telah jelas/ teguh dalam pemahaman/ namun
kenyataannya kosong belaka/ asal-asalan ceroboh tidak mampu menahan
lapar/ suka menceritakan keburukan teman//
13. bahasanya suka menyombongkan (melebihkan)/ kata-katanya sering kotor/
berbunyi memikat gaya bahasanya/ buaya tunduk di tangannya/ seakan-akan
seperti ulat serit/ hanya saja batalnya derajad itu/ karena ucapan kotor/
berceloteh setiap hari/ pemikirannya sempit sesak terjepit/ terbersit dari apa
yang terlihat//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xcii
14. setengahnya lagi manusia itu/ nafasnya tidak lagi seperti kura-kura/ yang halus
melembut/ tingkahnya suka serobot/ seperti kera yang tidak tahu tata krama/
krama tercipta pratanda/ jatinya seperti badut/ dibalut indahnya bahasa/ yang
seperti itu sulit menjadi priyayi/ pasti menjadi biang keladi//
15. jangan mencela karena rupanya yang buruk/ apabila sifatnya memang
bersahaja/ serta banyak kepandaiannya/ dan ramah lagi/ banyak yang menjadi
priyayi/ sebab tatanya manusia/ ada dalam tingkah laku/ dan menetapi
kebenaran ucapan/ seberapapun kewibawaannya itu/ dinilai dan orang
tercela//
16. yang setengahnya lagi/ sifatnya halus tingkahnya bersahaja/ tata priyayi
dilaksanakan/ dalam tingkah perilakunya/ supaya ditebak-tebak sebagai
priyayi/ tetapi dia tidak tahan tapa/ ialah ujung-ujungnya/ jarang menjadi
orang terpuji/ susah benar perilaku orang hidup/ heningkan dalam hati//
17. namun ada lagi soal/ jika orang itu suka bertapa/ nyata ada ganjarannya/ dekat
dengan Tuhannya/ tidak khawatir mengenai kasih-Nya/ apapun bisikan hati/
jiwa telah mantap bahwa/ Tuhan bersifat pemurah (rahman)/ lebih kasih Ya
Rabbi dari yang melebihi kasih/ kasih terhadap orang-orang nestapa//
18. walau silih berganti ujian menerpa/ semua itu dalam naungan kemurahan/
tentunya berbeda kadar kemurahan itu/ walau sampailah pada/ tidak seperti
orang yang beruntung/ beda dari sesama/ rahmat-Nya/ disertai dengan
kesulitan/ kesulitan yang jauh lebih sulit dari sebelumnya/ mencegah makan
dan tidur//
19. tujuannya supaya ingat pratanda/ yang muda berlomba-lombalah membuat/
sebanyak-banyaknya kebaikan (kebaktian)/ semua itu usahakan/ keperwiraan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xciii
lahir dan batin/ supaya batinmu tertata/ tingkat-tingkatannya kata/ pilihan kata
dalam berucap/ bahasanya orang amatilah seksama/ lihatlah dengan hati//
20. pemikiranmu upayakan sedia menyerang/ menyeranglah asal bertata krama/
itulah yang menjadi pusaka/ pusakamu yang tumbuh/ jangan lupa aturan dan
berhati-hati hingga tidak ada satupun yang tertinggal/ prasangka dan prayoga/
diperhatikan betul jangan sampai ada yang ditutupi/ direm yang jelas/ jika
engkau tidak melupakan enam perkara/ tidak akan menemui kendala//
21. seumpamnya raga itu/ adalah perahu dapat disebut prayoga/ jika dayungnya/
jelas arahnya/ apa yang disebut prasangka adalah kemudi/ rem adalah layar/
coba andika hitung/ apa-apa dalam ragamu/ apablila semua itu tidak
diketahui/ tidak mungkin engkau selamat//
22. walau ikat kain dilawankan dengan keris/ jika tidak benar pemakaiannya/ jadi
cela bagi diri sendiri/ semuanya adalah hasil/ susah benar melangkah budi/
menjangkau sementara/ namun pada akhirnya/ sembarang dalam perkara/
janganlah lupa mulanya baik dan buruk/ bersihkanlah hati//
23. sekalipun berucap sekata/ sekalipun bertingkah sehal/ jika tidak benar
posisinya/ sekalipun berganti bulan/ jika tidak benar perbuatannya pastilah/
karma dalam kehidupan/ rencanakanlah kebaikan/ mengharap keselamatan
seperjuangan/ dimulainya kebaikan ialah jangan lupa rendah hati/ itulah
peraturan pusaka//
24. lengkapilah pusaka itu/ dengan pusaka berilmu/ bulatkan tekad/ guna mengaji
adalah berilmu/ apabila tidak bisa dua kalimat/ kata para ulama/ tafsir
(Qur’an) ilmunya/ dengan pusaka tapa/ yang bertawakal kepada Yang Maha
Suci/ betul-betul pasrah//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xciv
25. sedangkan yang berkata sakti/ sok berniat melalui nestapa/ serta kegundahan
sendiri/ sudah pasti menghasilkan/ manusia yang sok ingin sukses/ tapanya
tidak ada/ apa jalannya jika berani memaksakan badan/ sesuai kehendak
Hyang Suksma selalu menuruti/ sebagian langkah//
26. para pemuda cobalah mengerti/ bahwa dasar orang bertapa itu/ membulatkan
tekad/ mengekang diri dari/ hawa nafsu menyingkirkan kepentingan pribadi/
dan selalu ingatlah/ siapa berbuat menuai/ jika orang tidak kuat bertapa/
menjadi sulit segala barang yang disukai/ apa-apa yang dicitakan tak
berbuah//
27. jalannya orang hidup itu/ sedikit yang sukses dan banyak yang nista/ takut
lapar perutnya/ kalau pagi harus makan/ matahari baru sepenggalah makan
lagi/ kalau dzuhur (tengah hari) kelaparan/ sorenya siap santap/ jangan
sampai melewatkan daging/ jalannya orang hidup jarang yang sukses/ jika
menuruti nafsunya//
28. kehendak badan menghalangi/ mempersulit dalamnya kalbu/ jadi kacau
pikirannya/ dasarnya nafsu yaitu/ suka makan dan suka tidur/ tidak bisa
mencegah/ perkataan yang tidak pantas/ sebutannya manusia pamungkas/
jadilah manusia yang senantiasa ingat tutur berbudi/ membersihkan dalamnya
hati//
29. bahasa diracik sedemikian rupa/ gunakanlah seperempatnya bahasa/ perbedaan
baik dan buruk itu/ apabila baik merasuk/ apabila buruk disanggah hati/ tetapi
perhatikanlah/ seluk-beluknya/ apabila tercampur dengan yang buruk/ apabila
tidak masak dalam memperhatikan/ banyak kelebihan berbahasa//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xcv
30. basa basi bahasa supaya diperhatikan betul/ supaya dicermati dilihat dengan
hati/ mulainya logika lalu akhirnya/ terdapat wewangian/ tengah hampar
pamungkasnya pahit/ faedahnya manusia/ banyak jalan/ sama dan jalannya
kematian/ sejatinya padi itu hanya sebiji/ biji-bijinya keinginan//
31. keinginan buruk berbanding keinginan baik/ bisa dilihat dari rancunya bahasa/
yang tercela dan terpuji/ dikira-kira dalam kalbu/ budinya orang berbeda-
beda/ tidak dapat terbaca semuanya/ kenyataannya/ walau fasih bercerita/
apabila tidak ada faktanya apa yang diutarakan/ itulah manusia yang menjual
nama//
32. jangan kaget apabila orang itu pintar berbicara/ walau pandai betul berucap/
apabila tidak bertemu faktanya/ camkan dalam kalbu/ berbudinya orang
berbeda-beda/ ada yang terpaksa berhenti berbuat/ terpaksa berhenti
pamungkasnya/ mengotori kata yang terucap/ yang setengah menetes tes dari
ucapapan/ supaya perhatikan seksama//
33. supaya disisihkan dari sesama/ apalagi faktanya berbudi bangsat/ maka
sombong ucapannya/ setengah manusia itu/ sudah tua nafasnya bersih/ juga
bersih dalamnya hati/ akan tetapi pikirannya kacau/ terlalu menginginkan
keduniawian/ setengahnya ada yang sibuk memuja/ sejatinya tidak sepadan
(dengan yang dipuja)//
34. kata pantas maksudnya juga/ apabila orang mengolah jati diri/ hingga lahir dan
batinnya/ batin berupaya sentosa/ lahirnya dalam tata karma/ suka rela di
dunia/ tidak menuruti kemaksiatan kalbu/ itulah manusia yang diibaratkan
pohon cendana/ diluar sabar teguh pandai mengambil sikap/ menyikapkan
sesama//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xcvi
35. sesamanya banyak yang kasih/ kasih dalam bahasa teguh selamat/ jelas cermat
keputusannya/ itu pantas ditiru/ turun-temurun ditularkan juga/ walaupun
masih muda/ sering terdapat pembicaraan/ pembicaraan mengupayakan
keluhuran/ serta nyata apa yang digunjingkan/ pantas apabila ditiru//
36. jangan karena orang tua/ apabila tidak baik kelakuannya/ pantang engkau
gunakan/ memang sesungguhnya/ kata tercela itu merupakan/ ciri orang yang
mendulang kemerosotan/ mendewakan rokok/ suka berjudi/ iya betul itulah
ujung dari cela sesungguhnya/ apabila tidak peka hati//
37. apabila orang suka main perempuan/ dapat dijadikan gambaran/ bahwa dia
tidak memikirkan budi pekertinya/ maka petuahku/ kepada para pemuda
semuanya/ jangan putus belajar/ budi yang kokoh/ supaya kuat
mencengkeram dalam hati/ pemikiranmu bangkitkan dan berilmu sejati/
supaya mendapat penerangan//
38. Jawanya kata berilmu sejati/ sesungguhynya ialah ragamu/ terdapat banyak
bilangan/ luar dalam bawah atas/ apalagi kanan dan kiri/ dalam ucapan/ ada
yang mengatur/ pencium terhadap pendengar/ dalamnya terlihat dalam hati
supaya berjaga-jaga/ terhadap butanya jiwa//
39. ada yang sulit pribadinya/ keingingan dalam raga/ tiga perkara jumlahnya/
jarang yang dapat menghindar/ hati hitam merah dan kuning/ itulah yang
berkuasa/ dalam raga/ yang keempat hati putih/ ialah itu yang dapat merubah
pribadi/ supaya raharja sedia//
40. tetapi jarang yang dapat menguasai/ hati putih yang utama/ hanya mampu
bersanding tombak saja/ itu perumpamaannya/ beda dengan hati yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xcvii
kuning/ merah hitam tersebut/ semuanya berpelukan/ dalam banyaknya sifat
manusia/ sama mengikat hati merah hitam kuning/ maka banyak orang jahat//
41. maka banyak orang berandal mencuri/ cepat mengambil dan berani mencuri
siang bolong/ lelaki perempuan jadi pelacur/ serta para penipu/
mempermainkan perasaan dan berkelit/ dan jangan berhubungan dengan, para
pendewa rokok/ juga tuna karya di pasar/ juga orang tanpa perhitungan dan
suka mengutil/ asalnya dari hati merah//
42. hati kuning jelas menghalangai/ sembarang dalam raharja/ sama menghalangi
semua/ supaya merusak perilaku/ juga keinginan manusia berprihatin/ tuli
terhadap keadaan sekitar/ supaya jangan tercapai/ sedangkan hati hitam itu/
wilayahnya sangat suka kekacauan/ berantakan berserakan//
43. benar itu yang menghalangi/ terhadap bisikan supaya raharja/ sedang yang
merah sukanya/ banyak makanan itu/ dan perhiasan yang indah-indah/ maka
yang serakah/ manusia tersebut/ berasal dari tiga perkara/ jarang yang dapat
menghindari/ terhadap ketiga hati itu//
44. apabila ada yang mau mengemas sedemikian rupa/ terhadap hati yang tiga
perkara/ kalau dapat terus menghendel/ hati putih agar rajin/ iyalah itu
manusia utama/ melebihi sesama/ dalam keinginannya/ terdapat petuah
manusia/ kepada pemuda supaya waspada terhadap cacatnya hati/ maksudnya
agar diketahui//
45. sudah ditentukan dalam riwayat tulis/ kepada yang membaca dan yang
mendengarkan/ supaya semuanya mewujudkan/ sembarang bunyinya/ apa
yang tertulis yang mengupayakan kebaikan/ sedangkan yang menuju
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xcviii
keburukan/ gerak-geriknya/ itu perhatikan seksama/ supaya engkau waspada
dan teliti/ riwayat supaya prayoga//
46. sayangnya tidak ada yang memperhatikan/ yang membaca dan yang
mendengarkan/ menjadi orang seperti tong kosong berbunyi nyaring saja/
pasti memang buruh/ apalagi jika sebutannya sungkan berbuat kebajikan/
jadinya manusia yang terlunta-lunta/ timbangan dari keburukannya/
sedangkan yang pasrah/ mendengarkan membaca namun belum bangkit/
orang muda masih berbangga juga//
47. kata jejaka dimaknai/ gigi yang ada di depan maksudnya ialah/ sebagai
pemimpin/ kedipan sekilas pemimpin itu/ diupayakan sebisa mungkin
berkrama/ jika sudah bertemu tua/ kenyang dalam pengetahuan/
pengetahuannya pagar sopan santun/ jangan seperti jejaka zaman kelak/ yang
berhati serakah//
48. kata serakah itu menenggelamkan/ menenggelamkan perut penuh nasi/ jadi
bernafsu sesukanya/ jadi orang yang berburuh/ menjilat tuannya sebutannya/
tenaganya tidak mungkin mampu/ orang itu apabila memikul/ sudah habis
nasehatku/ perhatikan nak supaya engkau cermati seksama/ penghalang
kebajikan//
49. aku bernasehat menembangkan dhandhanggula/ ceritanya manusia utama/
yang telah mengajarkanku/ yaitu panggilannya/ disebut Sèh Tèkawrêdi/
selamanya menjadi pendeta/ duduk di gunung/ Maligèrêtna sebutannya/
dulunya ketika muda mengarahkan negara/ negara Garbasumandha//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xcix
50. keinginan dari Sèh Tèkawrêdi/ selamanya di Maligèrêtna/ mengajar
pekerjaannya/ terhadap para wiku/ yang mengajarkan ucap bertuah/ artinya
orang di dunia/ nyata yang diucapkan/ sedang para satria/ yang dikejar
penguasaan tata krama/ penuh dalam pemerintahan//
51. beserta cucu-cucu yang menghadap/ semua rakyat Garbasumandha/ yang
sedang berkembang tua muda/ sudah lengkap semua/ berkatalah Sèh
Tèkawrêdi/ para cucuku/ yang muda yang tua/ coba semua memperhatikan/
segala tingkah pengabdi dan pencari ilmu/ tidak beda hakekatnya//
52. yang muda mari aku ajarkan dahulu/ sepintas yang muda itu masih merugi/
belum banyak pemahaman/ berbeda dengan yang tua/ sebab tua dituakan/
maksud dituakan ialah/ mengayomi segala/ maka orang tua itu/ sebab tua
pantas memberi petuah/ kepada anak cucu//
53. namun jangan sampai dikau/ tidak mengindahkan tuamu/ disebut tetua/ karena
hasil dari/ mengandalkan ketuaannya/ itulah orang tua sampah/ sebutan
raganya/ raga berlabel luas dalam pemahaman/ padahal tidak tahu apa-apa/
kosong//
54. iya itulah orang yang sempit pemikirannya/ ketika muda tak mau bertanya/
hanya mengandalkan kekuatan fisik/ tidak memperhitungkan mencari ilmu/
kebangkitan tidak dikenal/ hanya nikmat makan/ pagi sedap menyantap/ tidak
memperhitungkan akhir hidup/ yang diperhitungkan hanya nikmat hasrat dan
nikmat lidah//
55. tidak pernah dipertimbangkan dalam hati/ apabila hidup akhirnya mati/ di
dunia hanya bertandang saja/ maka nasehatku/ kepada dikau yang muda-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c
muda/ coba amalkan/ perkataanku/ janganlah putus atau malu bertanya/
kepada yang lebih menguasai darimu/ belajarlah dikau//
56. apabila sudah mendapat kelebihan/ dari dirimu mempelajari kepandaian/
apabila ada yang kurang dikau kuasai/ harapannya rendah hati jangan
dilupakan/ sembarang keinginanmu/ jika tidak melupakan hal itu/ belajarlah
terus mengabdilah/ bertapa dengan rendah hati dan kemuliaan jangan
dilupakan/ karena akhirnya akan bermanfaat//
57. kalaupun berhasil guna tetapi tidak tekun/ guna itu masih mengecewakan/
menjadi kurang keutamaannya/ dan lagi nasehatku/ olahlah ketajaman
hatimu/ itu adalah asahan/ untuk memperjelas kesamaran/ kesamaran antara
baik dan buruk/ perumpamaan bagi yang belajar tafsir Quran ialah dapat
membedakan ujungnya duri//
58. belajarlah walau hanya menganyam/ kelak pasti berguna/ pilahkan yang
mempersulit/ supaya bisa terus menyambung (anyamannya)/ dan perhatikan
yang kasar dan kecil/ lalu perilaku ningrat/ ialah berpedoman pada
kepandaian/ jangan hanya samar-samar membahagiakan/ jika telah mencapai
ketajaman perbedaan baik dan buruk/ disebutlah orang pandai (sarjana)//
59. kata pandai itu melebihi/ melebihi sesamanya manusia/ menjadi sujana ‘lebih
pandai’ sebutannya/ sebutannya cucuku/ orang yang khawatir berupaya
jarang yang kelak mulia/ kemuliaannya itu kosong/ kosong itu sirna/ sirna
budi itu adalah habis segala/ menjadi orang tanpa hasil//
60. yang masih muda ada yang diminta/ memikul kuat dengan gesit/ lantas kalau
sudah tua bagaimana/ tapa yang ditemukan/ hasilnya label raga hanya hati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ci
yang sepi/ maksud sepi adalah tanpa rasa/ tanpa rasa itu/ jadinya tua bangka/
bergelut tanpa sila//
61. dikarenakan belajar sampai tamat kelak/ manusia mendapat banyak
kepandaian/ mumpung dikau masih muda/ tepat waktu disampaikan/ bahwa
benar perkataan sang yogi/ hanya saja permintaanku/ kepada para wiku/
perilaku orang yang mengabdi/ itu yang aku minta lebih dulu/ supaya utama//
62. berkatalah Sèh Tèkawrêdi/ lebih sulit menjadi abdi/ tetapi lebih mudah juga
kemudahannya/ itulah kata yang rancu/ kerancuan itu dikarenakan belum
mengerti/ kata mengerti itu/ memahami semua/ apapun keinginan raja/ iya
itulah kunci keberhasilannya/ pandai mencipta maya//
63. maya adalah utusan keinginan/ keinginan suka berlawanan dengan keinginan
duka/ dalam pandangan mata berkecamuk/ lahir kelabang berjalan/ lahir
adalah utusan batin/ asal dikau menebak/ pemahaman yang seperti itu/ supaya
dapat diterima/ sulitnya jika dikau belum memahami/ apa keingingan raja//
64. tetapi terdapat perbedaan nak/ mengabdi kepada prabu tua/ dengan satria
muda/ apapun keinginannya/ seorang satriya itu serba perlu dan sunah/
kepatuhannya/ seumpama dipaksapun/ barang yang perlu dilawankan dengan
yang tidak penting/ sama saja maksudnya//
65. tetapi terdapat kesulitannya sedikit/ mengabdi kepada satriya muda/ yang
tahan dengan prinsip serba segera/ apapun pekerjaannya/ supaya gesit tepat
terampil/ apapun serba gesit/ terampil jika berbicara/ cegahlah makan dan
tidur/ arahkan kepada ibadah dan bersemedi/ supaya wajar keinginannya//
66. ketika tuanmu sedang emosi/ dikau perhatikan/ jangan menolak kemauannya/
misalnya menunggu/ satriya muda yang sedang labil/ yang dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cii
diumpamakan sedang banjir bandang/ yang diterjang lautan/ berbaliklah dari
hadapannya/ mata dikau menjauh seraya memancarkan ketakutan/ dari
kemarahan tuanmu//
67. jika diutus tuan yang marah/ jangan menampakan kau lancang walau setitik
kilat/ supaya menurun kemarahannya/ jika ucapmu tidak tahu atau tidak
peduli/ bertambahlah kemarahannya/ semakin membesar/ bertindaklah yang
gesit/ gesit namun tetap hati-hati/ siapa tahu mereda//
68. jika telah selesai apa yang diperintahkan/ melaporlah dengan lembut/ jelas dan
sabar/ kalau laporanmu judes/ jadinya dikau memancing kemarahan/ jadi
melaporlah dengan jelas lagi lembut/ lalu jika sang prabu/ telah berbicara/
satriya muda apapun yang diinginkan/ memudahkan pelaksanaan//
69. telah diucapkan dalam riwayat tulis/ yang disebut satria taruna/ taruna artinya/
daun taru itu/ adalah sangkaan atau prasangka/ dalam aturan kata/ dapat
dimaknai/ maksud prasangka adalah barang guna/ barang perlu dibedakan
dengan yang tidak penting/ biarpun tebal tipisnya sama//
70. kata taru artinya beragam/ seperti perumpamaan daun/ masih ada maksud lain/
lebih dihormati/ ialah tidak terhidung faedahnya/ walaupun cuma sehari/
manfaatnya yang perlu/ kalau sudah menjadi seserahan pengantin sangat
berfaedah/ itulah arti dari taruna/ yang pernah diceritakan//
71. berbeda halnya dengan prabu tua nak/ maksud tuan selalu tepat/ jarang yang
luput maksudnya/ segala keinginannya/ tidak lupa dengan awalan/ awalan
baik atau buruk/ kehendaknya semua/ dalam batas kearifannya/ sesuai dengan
namanya (prabu tua)/ yang senantiasa bijak//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ciii
72. berbeda dengan kata muda nak/ sebab masih muda menerka-nerka/ segala
kepandaiannya/ kalau sudah dihadapkan pada kedewasaan/ mustahil bisa
membatasi/ mana keinginan baik atau buruk/ diketahui semuanya/ maka ada
orang berpendapat/ siapa yang dapat merawat senjata/ mengabdilah kepada
ratu muda//
73. iya itulah sempit pemikirannya/ yang bersedia berucap seperti itu/ menjadi
orang yang sempit pengetahuannya/ berbeda dengan yang lebih/ yang telah
mengetahui baik buruk/ mengabdi ratu muda/ yang ibaratnya/ mengasuh anak
rewel/ harus pintar-pintar merayu menghibur/ hingga pulas tertidur//
74. jika terbangun anaknya segera dipakaikan/ bebungaan kuning kemerah-
merahan/ biar bergembira/ begitu perumpamaannya/ asal dikau bisa
melayani/ satria muda/ dalam segala keinginannya/ akan mendapat kasih dan
derajat/ serta mampu menghantarkan satria muda yang teguh kedewasaannya/
seperti telah matang usia//
B. Pembahasan Isi
Membahas isi SW berarti memahami apa yang disampaikan pengarang
SW melaui teks dan konteksnya. Sebab pengkajian bahasa yang terlepas dari
konteks situasi sama halnya dengan pemahaman bahasa yang terlepas dari
manusia yang berbahasa dan masyarakat tempat manusia itu hidup dan
mengadakan interaksi sosial (Sumarlam, 2006: 111). Antara teks dan konteks
saling terkait dalam usaha pemahaman isi SW. Halliday (dalam Sumarlam, 2006:
111) menyatakan bahwa teks merupakan bahasa baik lisan maupun tulis atau
bentuk-bentuk sarana yang menyatakan apa saja yang kita pikirkan, yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
civ
berfungsi. Sedangkan konteks menurut Malinowski (Halliday dalam Sumarlam,
2006: 111) terdiri dari dua macam yaitu konteks bahasa dan konteks luar bahasa.
Konteks bahasa adalah teks-teks yang berupa kata-kata atau kalimat-kalimat yang
berada disekitar teks pokok yang sedang dikaji. Sedangkan konteks luar bahasa
adalah lingkungan yang berada di luar teks tetapi masih berkaitan dengan teks
yang sedang dikaji, yang meliputi faktor-faktor sosio-situasional dan kultural.
Berdasarkan pengertian tersebut teksnya adalah teks yang tertulis dalam SW,
sedang konteksnya adalah watak atau karakter manusia dan segala kultur
masyarakat pada saat naskah tersebut ditulis. Teks dan konteks tersebut yang
menjadi dasar bahwa apa yang disampaikan dalam SW merupakan suatu
piwulang. Sebab didalamnya dipaparkan watak dan karakter manusia. Watak dan
karakter tersebut terdiri dari etika, etiket dan pandangan hidup orang Jawa yang
bijak, yang dapat digunakan sebagai tahapan menjadi manusia utama.
Teks SW disampaikan melalui têmbang dhandhanggula. Sifat têmbang
dhandhanggula ialah mengggambarkan usia yang sudah mapan (dewasa), sudah
mulai dapat mengatur kebutuhan hidup, senang bekerja dan membantu sesama.
Berwatak supel, manis, menyenangkan, dikarenakan orang yang telah dewasa
dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan lingkungannya. Berdasarkan sifat
têmbang dhandhanggula tersebut dapat dipahami bahwa apa yang ditulis dalam
naskah SW dimaksudkan sebagai piwulang menuju kedewasaan dengan menjadi
manusia utama, yaitu sosok manusia yang dapat mengatur kehidupan, giat bekerja
dan ringan tangan. Mempunyai perilaku yang manis (sopan santun, ramah-tamah)
dan bertanggungjawab terhadap diri sendiri, keluarga serta masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cv
Piwulang adalah suatu ajaran mengenai ilmu lair batin yang mencakup
ilmu duniawi dan batiniah. Piwulang dalam naskah ini dimulai dengan memahami
takdir kehidupan. Dimana takdir kehidupan setiap orang berbeda. Ada yang
ditakdirkan menjadi orang besar, ada juga yang ditakdirkan menjadi rakyat kecil.
Baik orang besar maupun rakyat kecil, keduanya dituntut menjadi manusia utama.
Maka, salah satu hal yang tepat adalah mendidik pemuda sedemikan rupa, agar
menjadi manusia utama. Hal ini dipandang tepat karena pemuda sebagai cikal
bakal kehidupan lebih banyak memiliki kesempatan dan ketepatan waktu
menuntut ilmu. Persiapan si pemuda dalam mempelajari ilmu tersebut adalah
kesedian lahir dan batin. Bersungguh-sungguh, mampu menahan diri, menyiapkan
fisik, serta berprihatin. Sebab melalui keprihatinan, batin akan sedia menerima
pembelajaran dan mengamalkan apa yang dipelajari.
Berdasarkan pembacaan dan terjemahan naskah ini, secara garis besar
membahas tahapan pembelajaran menuju manusia utama yaitu: menempuh ajaran
kebajikan dan menjauhi hal-hal tercela. Secara keseluruhan naskah ini membahas
perihal hati putih, hati kuning, hati merah, dan hati hitam. Menempuh ajaran
kebajikan ialah melaksanakan ajaran hati putih, yaitu hati suci. Menjauhi hal-hal
tercela ialah menjauhi perkara hati kuning, merah dan hitam, yaitu menjauhi hati
sufiah, hati amarah, dan hati aluamah. Secara terperinci akan dibahas sebagai
berikut:
1. Hati Suci
Putih adalah pralambang melalui warna. Putih berarti suci
(Padmosoekotjo, 1960: 78), sehingga hati putih adalah lambang hati yang suci.
Hati yang mampu mengekang dan mengendalikan perilaku. Hati putih adalah hati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cvi
yang tajam kepekaannya. Dengan kata lain mampu membedakan mana yang baik
dan yang buruk, dan selalu tanggap akan masalah-masalah yang terjadi di
sekitarnya. Hati putih sulit dimiliki, sebab hati putih senantiasa bergulat dengan
hati kuning, hati merah, dah hati hitam. Manusia utama adalah manusia yang
senantiasa berjuang mendapatkan hati putih. Manusia yang memiliki hati putih
biasanya adalah orang yang ringan tangan, bertanggungjawab dan dapat
dipercaya. Penjelasan mengenai hati putih dikemukakan oleh penulis secara
berulang-ulang yaitu pada: bait 34, bait 35, bait 39 baris 8-10, bait 40 baris 1- 4,
bait 44 baris 3-10, bait 59-61. Berikut salah satu kutipannya:
ping sakawan ati pêthak/ iya iku mung ingkang mulas pribadi/ amrih arjaning praja// (bait 39, baris 8-10)
Terjemahan: yang keempat adalah hati putih/ itulah hati yang mampu
mewarnai/ merubah kepribadian/ menuju kesentosaan//
Pemahaman terhadap hati putih, tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Tuntutan hati putih adalah suci pikiran, perkataan, dan perbuatan. Berikut adalah
hal-hal yang dilakukan guna menuju hati putih:
a. Tekun.
Tekun berarti senantiasa teguh, sabar, dan ikhlas menjalankan sesuatu.
Tekun juga menuntut keprihatinan, sebab tanpa keprihatinan tidak akan
diperoleh kesabaran dan keikhlasan. Salah satu bentuk tekun, adalah tiadak
pernah berhenti bertapa. Bertapa tidak selamanya harus menepi di gua atau
tempat tertentu, bertapa lebih diartikan sebagai tindakan menjaga batin, suatu
keprihatinan. Dalam naskah SW dijelaskan bertapa sesuai dengan ajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cvii
Islam. Tujuannya supaya batin terhindar dari pengaruh buruk dan hal-hal
tercela. Berikut kutipannya:
raganira dèn sumêdya êning/ êningêna lan nalaring kathah/ dadi wong jêmbar budine/ budi digdayèng tuhu/ tuhu têrus lan islam batin/ laire dhasar tapa/ batine aputus/ tan keguh dening bêbeka/ iya iku têpane wong padha mukti/ angati-ati tapa// (bait 2)
Terjemahan: supaya raga mengheningkan/ mengena dan berakal
banyak/ menjadi orang yang luas pemahamannya/ paham yang benar-
benar kokoh keyakinannya/ senantiasa yakin dan Islam batinnya/ lahir
berdasarkan tapa/ batin yang tidak pernah putus/ tidak goyah oleh
apapun/ itulah tapa bagi orang berwibawa/ senantiasa berhati-hati
dalam bertapa//
b. Menuntut ilmu dan rendah hati.
Menuntut ilmu membuka cakrawala pengetahuan. Menuntut ilmu
tidak selalu identik dengan pendidikan formal, dengan sekadar
menanyakan sesuatu yang tidak diketahui berarti seseorang telah menuntut
ilmu. Ilmu yang sebenarnya adalah segala pengetahuan yang berujung
pada kebaikan. Baik kebaikan bagi diri sendiri maupun orang lain. Dengan
penguasaan ilmu atau kepandaian maka semakin mudah menyelesaikan
persoalan dan mewujudkan harapan-harapan. Menuntut ilmu diperlukan
kesabaran, sebab ilmu didapat dari sedikit demi sedikit, berjengjang dari
satu tahap ke tahap selanjutnya. Jika ingin mendapatkan ilmu yang
bermanfaat dan berbobot tentu syarat yang harus dipenuhi adalah
menuntaskan pelajaran hingga tamat. Seringkali dengan sulitnya
memperolah ilmu tersebut, seseorang merasa lebih dari sesamanya,
akibatnya ia sombong.
SW mengajarkan apabila seseorang mendapatkan kelebihan atau
kepandaian lebih dari sesamanya, diharapkan tetap rendah hati. Sebab
dengan kerendahan hati diperoleh kemuliaan. Dan dengan kemuliaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cviii
seseorang lebih banyak berbuat manfaat bagi sekitarnya. Berikut
kutipannya:
aywa pêgat atêtannya/ mring wong luwih barang kaluwihan kaki/ padha sira gulanga// (bait 55 baris 8-10) anadene yèn wus luwih kaki/ olêhira gêgulang kawigyan/ anadene romahane/ nanging pangarêpipun/ andhap asor tan kêna lali/ sabarang karêpira/ yèn tan lali iku/ angajia ngawulaa/ amêrtapa andhap agong aywa lali/ wêkasan dadi guna// (bait 56). karantène gulang êntas mangkin/ sakathahing kawigyaning janma/ (bait 61 baris 1-2).
Terjemahan: janganlah putus atau malu bertanya/ kepada yang
lebih menguasai darimu/ belajarlah dikau// Apabila sudah
mendapat kelebihan/ dari dirimu mempelajari kepandaian/ apabila
ada yang kurang dikau kuasai/ harapannya rendah hati jangan
dilupakan/ sembarang keinginanmu/ jika tidak melupakan hal itu/
belajarlah terus mengabdilah, bertapa dengan rendah hati dan
kemuliaan jangan dilupakan/ karena akhirnya akan bermanfaat//
dikarenakan belajar sampai tamat kelak/ manusia mendapat banyak
kepandaian//
c. Mengamalkan ilmu prayoga ‘kebaikan’ yang diibaratkan perahu.
Prayoga (Poerwadarminta, 1939: 509) artinya 1) panglimbang kang
becik; 2) becik ‘1) pertimbangan yang baik; 2) baik. Berdasarkan arti kata
tersebut dan konteks teks dapat diartikan bahwa ilmu prayoga adalah ajaran
guna menetapkan keputusan yang baik, yang diperoleh berdasarkan
pertimbangan yang masak. Agar setiap yang dilakukan adalah kebajikan.
Diibaratkan jika ilmu prayoga adalah perahunya, maka prasangka adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cix
kemudi, dan rem adalah layar. Maksudnya ketika seseorang hendak
memutuskan berbuat sesuatu ada dugaan-dugaan dan berhati-hati, ada rem
untuk memberhentikan atau mengatur jalannya tindakan tersebut. Dengan
demikian, seseorang dituntut tepat dalam mengambil dan menjalankan
keputusan. Berikut kutipannya:
upamane rêraga puniki/ yèn praua kang aran prayoga/ iku minongka dhayunge/ wêtara satangipun/ kang dêduga iku kêmudhi/ reringa iku layar/ poma dika etung/ pradadaning ing sarira/ kabèh iku lamun ora dèn kawruhi/ mongsa sira arjaa// (bait 21)
Terjemahan: seumpamnya raga itu/ adalah perahu dapat disebut
prayoga/ jika dayungnya/ jelas arahnya/ apa yang disebut prasangka
adalah kemudi/ rem adalah layar/ coba andika hitung/ apa-apa dalam
ragamu/ apablila semua itu tidak diketahui/ tidak mungkin engkau
berjaya//
d. Mempelajari tafsir Qur’an
Ilmu batin ialah kespiritualan. Pemahaman terhadap akidah keagamaan
mampu menuntun perilaku dan benteng jiwa bagi pelakunya. Etika Jawa yang
selaras dengan Islam adalah niat, kesungguhan, dan kepasrahan. Semua itu
dapat diperoleh dari keiklasan menjalankan ibadah. Beribadah tanpa
mengetahui hakekatnya adalah suatu kepercumaan, maka dalam naskah ini
disampaikan jangan hanya sekedar menjalankan ibadah tetapi juga memahami
hakekat dari ibadah itu sendiri. Dalam naskah ini dicontohkan apabila
seseorang memeluk Islam sebagai ajarannya, maka pelajarilah tafsir Qur’an
dan senantiasa bertawakal. Menyerahkan kembali segala keputusan kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cx
sang Khalik. Semakin berat uji yang diterima, semakin mendekat kepada-Nya.
Tetap berusaha akan tetapi menerima dengan ikhlas segala ketetapan Allah,
sebab dalam Qur’an disampaikan bahwa segala yang terjadi kepada setiap
hamba adalah yang terbaik baginya. Walaupun seringkali tidak selalu sesuai
dengan keinginan sang hamba. Berikut kutipannya:
lawanana kang pusaka malih/ pusakane ing ngèlmu punika/ angkat-angkatên karepe/ dadya ngajia ngèlmu/ yèn tan bisa kalimah kalih/ ujare wong ulama/ têksir ngèlmunipun/ dening pusakaning tapa/ kang tawêkal marang hyang kang maha suci/ asrah aja ambêka// (bait 24)
Terjemahan: lengkapilah pusaka itu/ dengan pusaka berilmu/ bulatkan
tekad/ guna mengaji berilmu/ apabila tidak bisa dua kalimat/ katanya
para ulama/ tafsir (Qur’an) ilmunya/ lalu pusakanya tapa/ yang
bertawakal kepada Hyang Maha Suci/ pasrah jangan berhenti//
e. Tutur kata yang berbudi
Maksud dari tutur yang berbudi adalah segala perkataan yang baik,
bijak, tidak melanggar norma, bukan perkataan kotor, tidak menyinggung
perasaan orang lain, tidak suka membicarakan keburukan teman, dan segala
yang disampaikan bermanfaat. Penyampaiannya pun dengan penuh sopan
santun. Tutur yang berbudi mampu membersihkan hati. Berikut kutipannya:
karane wêkas manira/ ing wong uripe angêta tutur kang bêcik/ rêrêsik jroning nala// (bait 28, baris 9-10)
Terjemahan: karena itulah pesanku/ orang hidup hendaknya selalu
ingat akan tutur yang berbudi/ membersihkan dalamnya hati//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxi
f. Tidak menyia-nyiakan waktu dan kesempatan
Para pemuda sering terlena oleh kenikmatan dunia, selalu terpacu
untuk memenuhi hasratnya. Terlebih lagi mengenai birahi. Sehingga
seringkali melupakan waktu dan kesempatan menuntut ilmu. Seringkali
terbengkalai dikarenakan tergoda oleh nafsu pribadinya sendiri. Selagi masih
muda, masih banyak waktu dan kesempatan hendaklah belajar hingga tamat/
tuntas. Menimba ilmu dan pengalaman sebanyak-banyaknya. Kelak ketika
telah tua, sarat dengan ilmu dan pengalaman, sehingga hidupnya tidak sia-sia.
Berikut kutipannya:
lamun ora mangkanaa kaki/ ora jumênêng aning tuwa/ dadi têtuwan arane/ basa tuwuhan iku/ ngandêlakên tuwane ugi/ iku wong tuwa ampas/ liring ampas iku/ wastaning raga punika/ raganira wus cape luwas ing kardi/ mongka ing jro suwunga// iya iku wong cupêt ing buddi/ duk anome tan purun têtannya/ ngandêlkên kuwat rosane/ tan etang ulah ngèlmu/ kabakitan tan dên kawruhi/ amung eca mêmangan/ esuk nyamuk-nyamuk/ tan ngetang wêkasing gêsang/ kang kaetang mung nikmat pucuking pêrji/ lan nikmat pucuk ngilat// (bait 53-54)
Terjemahan: Namun jangan sampai dikau/ tidak mengindahkan
tuamu/ disebut tetua/ karena hasil dari/ mengandalkan ketuaannya/
itulah orang tua sampah/ sebutan raganya/ raga berlabel luas dalam
pemahaman/ padahal tidak tahu apa-apa/ kosong// Iya itulah orang
yang sempit pemikirannya/ ketika muda tak mau bertanya/ hanya
mengandalkan kekuatan fisik/ tidak memperhitungkan mencari ilmu/
kebangkitan tidak dikenal/ hanya nikmat makan/ pagi sedap
menyantap/ tidak memperhitungkan akhir hidup/ yang diperhitungkan
hanya nikmat hasrat dan nikmat lidah//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxii
g. Bekerja pada atasan yang tepat
Hal yang sulit dilakukan ketika seseorang telah memperoleh
kepandaian/keahlian adalah bekerja pada atasan yang tepat. Kebanyakan ingin
segera bekerja, tanpa menimbang bagaimana kepribadian atasan, dengan kata
lain gampang-gampang susah.
luwih angèl kaki wong ngawula/ nanging aluwih gampange/
(bait 62 baris 2-3)
Terjemahan: gampang-gampang susah jika menjadi pegawai/
Maksud perkataaan tersebut adalah menjadi seorang pekerja banyak hal yang
harus dipertimbangkan. Pemikiran yang sering dituju adalah bagaimana
bekerja layak, tanpa menimbang lebih dulu bagaimana kepribadian atasannya.
Dalam SW dijelaskan, bahwa kepribadian atasan merupakan hal penting yang
harus dipertimbangkan. Bekerja bukan hanya sekedar mencari nafkah secara
materi, tetapi dapat juga sebagai ladang ketajaman batiniah jika kita bekerja
kepada atasan yang tepat. Hal tersebut dalam SW dikiaskan dengan mengabdi
kepada ratu muda/satria muda dan ratu tua. Berikut kutipannya:
nanging ana bedanipun kaki/ angawula ing sang prabu tuwa/ kalawan satriya anèm/ sabarang karsanipun/ ing satriya anom puniki/ karya prêlu lan sunat/ sami patrapipun/ upami dipunpopoa/ karya prêlu kalawan kang nora gati/ sami sihasatira// (bait 64) bênèh lawan prabu tuwa kaki/ liring tuwan pan ora anasar/ kang bongsa nasar artine/ sabarang karsanipun/ nora supe akathi uwit/ wit bêcik lawan ala/ kapyarsa sadarum/ ngranggoni jênênging tuwa/ basa jênêng artine iku jênêngi/ jênêngi nora pisah// beda lawan basa anom kaki/ liring anom maksih nganaman-nam/ sabarang ing kawigyane/ yèn wus kapanggih sêpuh/ nuli bisa anamba iki/ karsa bêcik lan ala/ kapirsa sadarum/ milane ana wong ngucap/ sapa bisa wonge amrangkani kudhi/ ngabdia ratu mudha// iya iku wong cupêt ing budi/ ingkang purun angucap mangkana/ dadi wong cupêt kawruhe/ beda kang sampun luhung/ kang wus wêruh ing ala bêcik/ ngawula ratu mudha/ ing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxiii
ibaratipun/ sira ngêmban rare mothah/ lamun wigya ngarih-arih anyindhèni/ kèndêl lajêng anêndra// (bait 71-73)
Terjemahan: Tetapi terdapat perbedaan nak/ mengabdi kepada prabu
tua/ dengan satria muda/ apapun keinginannya/ seorang satriya itu
serba perlu dan sunah/ kepatuhannya/ seumpama dipaksapun, barang
yang perlu dilawankan dengan yang tidak penting/ sama saja
maksudnya. Berbeda halnya dengan prabu tua nak/ maksud tuan selalu
tepat/ jarang yang luput maksudnya/ segala keinginannya/ tidak lupa
dengan awalan/ awalan baik atau buruk/ kehendaknya semua/ dalam
batas kearifannya/ kata menamai artinya memberi nama/ memberi
nama tidak pisah// Berbeda dengan kata muda nak/ sebab masih muda
menerka-nerka/ segala kepandaiannya/ kalau sudah dihadapkan pada
kedewasaan/ mustahil bisa membatasi/ mana keinginan baik atau
buruk/ diketahui semuanya/ maka ada orang berpendapat/ siapa yang
dapat merawat senjata/ mengabdilah kepada ratu muda// Iya itulah
yang sempit pemikirannya/ yang bersedia berucap seperti itu/ menjadi
orang yang sempit pengetahuannya/ berbeda dengan yang lebih/ yang
telah mengetahui baik buruk/ mengabdi ratu muda/ yang ibaratnya/
mengasuh anak rewel/ harus pintar-pintar merayu menghibur/ hingga
pulas tertidur//
Bekerja kepada ratu muda atau satria muda dianggap lebih mempunyai derajad,
daripada mengabdi kepada ratu tua. Hal tersebut dikarenakan kurangnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxiv
pemahaman serta kelabilan emosi dari sang ratu muda menuntut banyak
kesabaran dan banyak taktik.
Seseorang yang bekerja kepada eksekutif muda dituntut untuk dapat
mengambil sikap, bukan hanya mematuhi perintah saja akan tetapi juga turut
serta mengarahkan sang eksekutif muda kepada hal-hal bijak seperti lebih
menjaga kesabaran dan mempertimbangkan baik dan buruknya keputusan
sehingga tidak tergesa-gesa dalam mengambil kebijakan. Berbeda dengan bekerja
eksekutif yang dewasa, yang telah memiliki banyak asam garam dan kearifan,
sehingga tanggung jawab seorang pekerja lebih ringan.
Hal tersebut jika direlevansikan terhadap perkembangan zaman saat ini,
ialah pekerja yang percaya terhadap kemampuan eksekutif muda untuk terus
berkembang, sehingga ketika seseorang bekerja pada atasan yang belum terlalu
berpengalaman ada suatu keyakinan akan adanya perkembangan yang cukup
signifikan.
2. Hati Sufiah
Kuning adalah pralambang melalui warna. Kuning berarti sufiah,
sehingga hati kuning adalah lambang hati yang penuh dengan nafsu. Suka
dengan kekacauan, jauh dari keprihatinan, tidak peduli terhadap sesama, dan
segala perilaku yang menuju keraharjaan. Perkara hati sufiah dikemukakan
oleh penulis secara berulang-ulang, yaitu pada: Berikut kutipannya:
ati kuning anggung mêmalangi/ samabarang karêm mring raharja/ sami ing ngadangan kabèh/ amrih bubuning nglaku/ tuwin janma arsa prihatin/ nuli binatalèna/ amrih aja tutug/ (bait 42 baris 1-7).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxv
Terjemahan: hati kuning jelas menghalangi/ sembarang dalam
raharja/ sama menghalangi semua/ supaya merusak perilaku/ juga
keinginan manusia berprihatin/ tuli terhadap keadaan sekitar,
supaya jangan tercapai//
Berikut adalah perilaku hati sufiah:
a. Suka makan dan suka tidur.
Hal yang menghalangi budi pekerti yang baik adalah suka makan
dan suka tidur. Dasar dari nafsu adalah skua makan dan suka tidur. Jika
manusia suka makan dan tidur berarti tidak mampu mengekang nafsunya.
budi awak angèwuh-ewuhi/ amakewuh nèng sajroning nala/ dadya arusuh nalare/ witing hawa puniku/ doyan mangan lan doyan guling/ (bait 28 baris 1-5)
Terjemahan: yang menghalangi budi ialah kehendak/ yang
mempersulit dalamnya kalbu (ketajaman hati)/ jadi kacau
pikirannya/ dasarnya nafsu yaitu/ suka makan dan suka tidur//
b. Suka main perempuan.
Perilaku suka main perempuan mencerminkan bahwa dia tidak
berbudi. Begitu juga sebaliknya jika seorang perempuan suka main laki-
laki, maka ia jauh tidak berbudi. Berikut kutipannya:
yèn wong karêm wêwadonan angsring/ yèku kabèh dadi pêpancadan/ yèn tan mikir pambudine/ milane wêkasingsun/ mring wong anom-anom prasami/ aywa pêgat gêgulang/ budi kang mrih puguh/ amrih kukuh jroning nala/ nalarira rampidên lan ngèlmu jati/ amrih aywantuk cêla// (bait 37).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxvi
Terjemahan: Apabila orang suka main perempuan/ dapat dijadikan
gambaran/ bahwa dia tidak memikirkan budi pekertinya/ maka
petuahku/ kepada para pemuda semuanya/ jangan putus belajar/
budi yang kokoh/ supaya kuat mencengkeram dalam hati/
pemikiranmu bangkitkan dan berilmu sejati/ supaya mendapat
penerangan//
c. Serakah
Serakah ialah terlalu bernafsu, dan tidak peduli terhadap kepentingan
orang lain. Tidak mau kalah bersaing, suka menyerobot, tidak bertata
krama, senantiasa memenuhi segala nafsunya. Berikut kutipannya:
api kêras nyêngangas ungas yèn angling/nyaliwing ing wardaya// (bait 11 baris 9-10) pan ambulus malih ambêkira/ alus ngaluwus semune/ solahe nyanyak-nyunyuk/ kadi munyuk tan wruh ing krami/ krama kinarya entra/ jatine lir badhut/ balubut kataning basa/ (bait 14 baris 2-8). pangarêp ati lamba// basa lamba iku angêlebi/ angêlebi wêtêng kêbak sêga/ dadi grangsang sakarêpe/ (bait 47 baris 10, bait 48 baris 1-3).
Terjemahan: sebagian manusia seperti api/ lebat melalap sulit
ditaklukkan kalau berbicara/ berbeda dengan hati// Nafasnya tidak
lagi seperti kura-kura/ yang halus melembut/ tingkahnya suka
serobot/ seperti kera yang tidak tahu tata krama/ krama tercipta
pratanda/ jatinya seperti badut/ dibalut indahnya bahasa// Berhati
serakah/ maksud dari serakah itu ialah menenggelamkan/
menenggelamkan perut penuh nasi/ sehingga bernafsu sesukanya//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxvii
3. Hati Amarah
Merah adalah pralambang melalui warna. Merah berarti amarah, suatu
kemurkaan (Padmosoekotjo, 1960: 78), sehingga hati merah adalah hati yang
penuh dengan amarah dan kemurkaan. Perilaku hati merah dekat dengan tindakan
asusila dan kejahatan, seperti: pencuri, pencopet, berandalan, pelacur, penipu,
penjudi, pendewa rokok, pengemis dan sejenisnya yang merupakan tuna karya,
pengutil, suka makan banyak (apalagi yang enak-enak), terlampau suka perhiasan
yang indah-indah dan sebagainya. Berikut kutipannya:
mila katah wong bêgal amaling/ cêler juput brandhal lawan ayap/ lanang wadon dadi lonthe/ tuwin wong ngapus-apus/ kêplèk kècèk dhadha lan bêlit/ lawan ja sêsumbungan/ manggung gulang udut/ lan kêkère aning pasar/ lan wong climut balurut lawan wong ngutil/ wit sangking ati abang// (bait 41) dene kang abang gawene/ sakèh pangannan iku/ lan panganggo kang adi-adi/ (bait 43 baris 3-4).
Terjemahan: maka banyak orang berandal mencuri/ cepat mengambil
disertai gesit/ lelaki perempuan jadi pelacur/ serta para penipu/
mempermainkan perasaan dan berkelit/ dan jangan berhubungan dengan,
mereka pendewa rokok/ juga tuna karya di pasar/ juga orang tanpa
perhitungan dan suka mengutil/ asalnya dari hati merah// yang merah
sukanya/ banyak makanan/ dan perhiasan yang indah-indah//
Berikut perilaku hati amarah:
a. Tidak tahan berprihatin.
Tidak mampu bertapa berarti tidak mampu berprihatin dan
berpuasa. Padahal bertapa dan berpuasa merupakan salah satu cara
berprihatin. Keprihatinan mendekatkan pada akhlak yang terpuji, sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxviii
yang jauh dari sikap keprihatinan kurang mendapatkan pencerahan dalam
hatinya oleh Yang Maha Kuasa. Berikut kutipannya:
ambag lomba sêmbrana tan bêtah ngêlih/ (bait 12 baris 9) gandar alus solahe prasaja/ lèjêm priyayi dèn angge/ ing solah bawanipun/ pan rineka-reka priyayi/ nanging tan bêtah tapa/ (bait 16 baris 2-6).
Terjemahan: asal-asalan ceroboh tidak mampu menahan lapar,
Sifat dan tingkahnya halus bersahaja, tata priyayi dilaksanakan,
dalam tingkah perilakunya, supaya ditebak-tebak sebagai priyayi,
tetapi dia tidak tahan tapa.
Dengan demikian mereka yang tidak mampu bertapa tidak layak menjadi
manusia utama.
b. Sibuk memuja (beribadah) tetapi segala perilakunya tidak pantas.
Memuja dalam konteks ini diartikan beribadah. Beribadah
merupakan perilaku terpuji, dikarenakan menjalankan perintah agama atau
keyakinannya. Seharusnya mereka yang rajin beribadah juga memiliki
perilaku yang baik. Atau dalam etika Islam disebut akhlakul karimah,
berakhlak yang baik. Jika seseorang rajin beribadah tetapi perilakunya
tidak pantas, sama saja tidak ada maknanya ibadah yang dilakukannnya
setiap hari. Berikut kutipannya:
satêngahe ana karêthel mujati/ jatine tan sêmbada// (bait 33)
Terjemahan: ada yang sibuk memuja/ sejatinya tidak sepadan
(dengan yang dipuja)//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxix
4. Hati aluamah
Hitam merupakan pralambang melalui warna. Hitam disini diartikan
sebagai lambang dari aluamah, yaitu nafsu yang cenderung kecerobohan dan
kekacauan. Hati hitam adalah hati yang penuh dengan sifat dan perilaku
ceroboh yang berujung pada kekacauan. Apabila melakukan sesuatu tidak
dipikirkan masak-masak dan cenderung ceroboh, akibatnya menghalangi
keraharjaan. Berikut kutipannya:
dene ati irêng ika/ kawasane asangêt sabarang runtik/ andabra ngambra-ambra// (bait 42 baris 8-10) iya iku kang ngadhang-ngadhangi/ marang kosiking amrih raharja/ (bait 43 baris 1-2).
Terjemahan: sedangkan hati hitam itu/ wilayahnya sangat suka
kekacauan/ berantakan berserakan/ benar itu yang menghalangi/
terhadap bisikan supaya raharja//
Berikut adalah perilaku hati aluamah:
a. Sombong dan terlalu menginginkan keduniawian.
Kurang mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan kepadanya,
sehingga beberapa manusia mengingingkan yang lebih. Tidak bersyukur
dan tidak ikhlas dengan takdir yang diterima. Contoh: tukang batu yang
selalu menggurutu, mengapa dirinya tidak ditakdirkan menjadi pengawai
negeri sipil yang setiap bulan dapat gaji tetap dan terpandang di
masyarakatnya. Kemudian ada juga, yang diberik takdir nikmat menjadi
orang dengan kelebihan tertentu. Akan tetapi bukannya bersyukur atas
kelebihan tersebut tetapi justru sibuk menyombongkan diri. Dan sebagian
lagi diberikan rizqi lebih tetapi masih saja mengingingkan jauh yang lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxx
banyak. Demikian adalah sifat-sifat yang menjauhkan diri dari kemurahan
Tuhan. Sifat-sifat tersebut juga menjauhkan diri dari akhlak yang terpuji.
Berikut kutipannya:
tan kêna sira guru/ sok tapa adadi priyayi/ (bait 9, baris 3-4) nadyan bagus sagandare singgih/ yèn pasthene pêpancène bangsat/ pasthi kumêsat ujare/ ujar nêka alungguh/ anglungguhi ujar priyayi/ amrih aja katara/ polahe kang mawut/ sawênèh ingkang sujanma/ gandar ala dêgsura atine gingsir/ gingsiring barang karya// (bait 10) nalare arusuh/ kapatuh kumêd ing donya (bait 33 baris 7-8)
Terjemahan: tidak diperkenankan seorang guru/ bertapa agar
menjadi priyayi// walau bagus segala perilaku sesuai/ kalau
sesungguhnya sejatinya bangsat/ pastilah sombong ucapnya/
berucap telah menduduki/ menduduki ucapan priyayi/ supaya tidak
kelihatan/ tingkahnya yang kacau/ semua tentang kemanusiaan/
sifatnya tercela tidak tahu tata krama hatinya goyah/ tergoyah
kebendaan// Pikirannya kacau/ sebab terlalu menginginkan
keduniawian//
b. Tidak suka menolong.
Mengetahui seseorang sedang dalam masalah, tetapi hanya diam
dan pura-pura tidak tahu. Selalu masak bodoh dengan kepentingan orang
lain, yang penting adalah kepentingannya sendiri. Sifat dan sikap demikian
menjauhkan diri dari kemurahan dan kasih sayang antara sesama. Berikut
kutipannya:
kang satêngah sujanma puniki/ gandar ala nylêkuthis semunya/ sarta dhêndhêng cêlukane/ sinêmon datan wêruh/ dipunsarah datan udani/ kinêras datan êsak/ ginêbug malupuh/ sawênèh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxi
ingkang sujanma/ api kêras nyêngangas ungas yèn angling/ nyaliwing ing wardaya// (bait 11)
Terjemahan: yang setengahnya manusia itu/ sifatnya tercela
samar-samar sok segalanya/ serta berat tangan panggilannya/ suka
pura-pura tidak tahu masalah/ diberitahu tidak pernah
dilaksanakan/ keras kepala tidak dapat diperindah/ makin dikerasi
melemah/ sebagian manusia seperti api/ lebat melalap sulit
ditaklukkan kalau berbicara/ berbeda dengan hati//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxii
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian kajian filologis dan pembahasan isi, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Suntingan teks SW pada penulisan ini ialah suntingan teks yang bersih dari
kesalahan. Naskah SW yang telah diedisikan dalam kajian ini yang dipandang
baik.
2. SW berisi ajaran etika, etiket dan pandangan hidup agar menjadi manusia
utama. Etika, etiket, dan pandangan hidup meliputi sifat dan sikap. Ajaran
tersebut dibedakan menjadi dua hal, yaitu: menempuh ajaran kebajikan dan
menjauhi hal-hal tercela. Menempuh ajaran kebajikan ditempuh dengan
melaksanakan ajaran hati suci. Menjauhi hal-hal tercela ialah menghindari perilaku:
nafsu sufiah, nafsu amarah, dan nafsu aluamah. Yang tercermin pada hati sufiah, hati
amarah, dan hati aluamah.
B. Saran
Saran berdasarkan hasil penelitian ini adalah:
1. Berdasarkan pengkajian terhadap SW, diperoleh suntingan teks yang bersih
dari kesalahan. Suntingan teks tersebut dapat diteliti lebih lanjut oleh berbagai
disiplin ilmu, seperti linguistik untuk kebahasaannya, sastra untuk
kesastraannya, sosiologi untuk pengaruhnya terhadap dinamika sosial masa
lalu dan sekarang, serta berbagai disiplin ilmu lain sesuai dengan bidangnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxiii
2. Pengoptimalan ajaran atau kandungan dari suatu naskah dapat dilakukan
dengan cara merelevansikan dan mengimplementasikan ajaran tersebut.
Ajaran SW dapat direlevansikan terhadap kehidupan sekarang. Implementasi
ajaran tersebut dapat diawali dari siapapun yang membaca penulisan ini,
kemudian memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
3. Perlu adanya pemaksimalan potensi yang terdapat dalam karya sastra Jawa
pada umumnya, dan naskah kuno pada khususnya. Mengingat di luar sana,
masih banyak terdapat naskah-naskah kuno yang perlu dibudidayakan agar
terjaga kelestariannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxiv
DAFTAR PUSTAKA
Abu Sangkan. 2006. Berguru Kepada Allah Menghidupkan Kecerdasan Emosional dan Spiritual. Jakarta: PT Patrap Thursina Sejati.
Akhadiati Ikram. 1980. Perlunya Memelihara Sastra Lama. Kumpulan Naskah
dalam Analisis Kebudayaan No. 3 Tahun I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
_______. 1992. Beberapa Metode Kritik dan Edisi Naskah. Kumpulan Makalah
(Filologi). Bandung. Bani Sudardi. 2003. Penggarapan Naskah. Surakarta: Badan Penerbit Sastra
Indonesia. Behrend, T. E. 1990. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 1 Museum
Sanabudaya Yogyakarta. Jakarta: Djambatan. Behrend, T. E. dan Titik Pudjiastuti. 1990. Katalog Induk Naskah–Naskah
Nusantara Jilid 3 A FSUI. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Behrend, T. E. dan Titik Pudjiastuti. 1990. Katalog Induk Naskah–Naskah
Nusantara Jilid 3 B FSUI. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Darusuprapta. 1984. Naskah-naskah Nusantara Beberapa Penanganannya.
Yogyakarta: Javanologi. Edi S. Ekadjati. 1992. Cara Kerja Filologi. Kumpulan Makalah (Filologi).
Bandung. Edward Djamaris. 2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. _______. 2002. Metodologi Penelitian Filologi. Jakarta: MANASCO
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxv
Emuch Herman Soemantri. 1986. Identifikasi Naskah. Bandung: Fakultas Sastra Universitas Padjajaran.
Etty Indriati. 2005. Menulis Karya Ilmiah Artikel, Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Florida, Nancy K. 1994. Javanese Language Manuscripts of Surakarta, Central
Java A Preliminary Descriptive Catalogus Level I and II _______ 2000. Javanese Literature in Surakarta Manuscript Volume I.
Manuscript of The Kasunanan Palace.
Girardet, Nikolaus et al. 1983. Descriptive Catalogus of the javanese Manuscripts and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta. Weisbaden: Franz Steiner verslag GMBN.
Haryati Soebadio. 1975. Masalah Filologi. Filologi (Kumpulan Makalah). Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
_______. 1975. Penelitian Naskah Lama Indonesia. Bulletin Yaperna No. 7 Th. II
Juni 1975.
Jennifer, Lindstay. 1998. Katalog Induk Naskah – Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional RI. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Maryono Dwi Raharjo, et. al. 2005. Pedoman Penulisan dan Pembimbingan
Skripsi/Tugas Akhir Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
Maryono Dwi Raharjo. 2006. Sengkalan dalam Budaya Jawa. Solo: KATTA.
Nikolaus Girardet. 1983. Descriptive Catalogus of the Javanese Manuscripts and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta. Weisbaden: Franz Steiner Verslag GMBH.
Padmosoekotjo, S. 1960. Ngengrengan Kasusastran Djawa II. Yogyakarta: Hien Hoo Sing.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxvi
Poerwadarminta, W, S, J. 1939. Baoesastra Jawa. Batavia: J.B. Wolters’ Uitgevers Maatschappij.
Rahyono, FX. 2009. Kearifan Budaya dalam Kata. Jakarta: Wedatama Widya
Sastra.
Sartono, dkk. 1988. Beberapa Segi Etika dan Etiket Jawa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara Bagaian Jawa.
Siti Baroroh Baried. 1983. Naskah Jawa Bernafaskan Islam. Sarasehan Nasional Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sumarlam. 2006. Analisis Wacana Tekstual dan Kontekstual. Surakarta: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
Sutopo, HB. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Pengertian Etika Moral dan Etiket. Diakses dari http://massofa.wordpress.com/2008/11/17 pada 15 Juli 2010 pukul 21.06 WIB.