SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN...

126
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Disusun oleh ERNA ISTIKOMAH C0106020 FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN...

Page 1: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

SÊRAT WÊWULANG

(SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh ERNA ISTIKOMAH

C0106020

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010

Page 2: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)

Disusun oleh

ERNA ISTIKOMAH C0106020

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing I Dra. Endang Tri Winarni, M.Hum.

NIP. 195811011986012001

Pembimbing II

Drs. Sisyono Eko Widodo, M. Hum. NIP. 196205031988031002

Mengetahui Ketua Jurusan Sastra Daerah

Drs. Imam Sutardjo, M. Hum. NIP. 196001011987031004

Page 3: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)

Disusun oleh

ERNA ISTIKOMAH C0106020

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Pada tanggal ..........................................

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua

Drs. Imam Sutardjo, M.Hum. NIP. 19600101987031004

............................

Sekretaris Dra. Hartini, M.Hum. NIP. 195001311978032001

............................

Penguji I Dra. Endang Tri Winarni, M. Hum

NIP. 195811011986012001

............................

Penguji II Drs. Sisyono Eko Widodo, M. Hum

NIP. 196205031988031002

............................

Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M. A NIP. 195303141985061001

Page 4: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Erna Istikomah

NIM : C0106020

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “Sêrat Wêwulang

(Suatu Tinjauan Filologis)” adalah betul–betul karya sendiri, bukan plagiat, dan

tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal–hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini

diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh

dari skripsi tersebut.

Surakarta, Juli 2010

Yang menyatakan,

Erna Istikomah

Page 5: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTO

1. Seperti pelangi mengindahkan dalam segala keterbatasan. Sedetik mewarna,

sekejap terkenang dan bermakna.

(Penulis)

2. Têkên, têkun, têkan. Terjemahan: teguh, tekun, sampai.

(Filosofi Jawa)

3. Tabridu hararatil mushihibah ‘inda mautil ahab. Terjemahan: penyejuk hati

ditengah panasnya musibah.

(Said bin Ali bin Wahab Al Qahtani)

Page 6: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

1. Ibu dan Bapakku tercinta, matur nuwun atas segala curahan kasih di setiap

pijak kakiku, peyanggaku ketika aku terjatuh, dan dentum semangat ketika

aku terpuruk.

2. Keluarga besar terkasih, Mbah Putri, Simbah, Kakung, Pakde, Bude, Om,

Bulik, AA, kakak iparku yang cantik, atas pengertian dan dukungan di setiap

langkah kakiku.

3. Almamaterku.

Page 7: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi-Mu, Allah SWT, atas segala limpahan

nikmat, kesempatan, dan kesehatan-Mu. Adalah suatu keniscayaan penulis

mampu menyelesaikan Skripsi dengan judul “Sêrat Wêwulang (Suatu Tinjauan

Filologis)” tanpa pertolongan dan kemurahan-Mu. Skripsi tersebut disusun untuk

memenuhi sebagian persyaratan guna melengkapi gelar sarjana sastra Jurusan

Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat dorongan, bimbingan dan

bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Drs. Sudarno, M.A selaku Dekan beserta staf Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta. Yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk menuntut ilmu dan menyelesaikan Skripsi ini.

2. Drs. Imam Sutardjo, M.Hum selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah atas segala

kemudahan administratif dan bekal bagi penyelesaian skripsi ini.

3. Dra. Sundari, M.Hum. selaku Pembimbing Akademik, terima kasih Ibu atas

teguran demi teguran agar saya fokus dan maju meniti jembatan kesuksesan.

4. Dra. Endang Tri Winarni, M.Hum. selaku dosen Pembimbing I yang selalu

memberikan semangat, kemudahan, dan bimbingan yang penuh dengan kasih

sayang selama penulis menyelesaikan Skripsi ini. Nuwun Ibu, semangat dan

marah Ibu adalah belai lembut bagiku.

5. Drs. Sisyono Eko Widodo, M.Hum., selaku dosen Pembimbing II yang

dengan penuh kearifan selalu menuntun penulis, matur nuwun Bapak atas

segala kasih dan banyak hal yang tidak terhitung.

Page 8: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

6. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., atas pacu semangat yang tiada henti.

Matur nuwun Ibu, banyak jejakku terlukis atas peran Ibu.

7. Bapak Ibu seluruh dosen Jurusan Sastra Daerah, atas segala bekal dan

imajinasi luar biasa, bagi saya dan teman-teman.

8. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa dan Perpustakaan

Pusat Universitas Sebelas Maret yang telah menyediakan berbagai referensi.

9. Pengurus Perpustakaan Sasanapustaka Karaton Surakarta yang telah

membantu penulis dalam mencari data.

10. Adik-adik manis, Rahmat, Mahmud, Nia matur nuwun untuk hiburan dan

senyum manismu. Terimakasih untuk teman lembur yang sangat nikmat.

Terus berjuang temukan pijar yang lebih bercahya. I love you all.

11. Teman–teman seperjuangan Sena Alit angkatan 2006: Ipuq, Wahyu, Sansan,

Rini, Ina, Ageng, Wiji, dkk, segenap rindu untuk semuanya. Filolog’s 2006:

Cuix, Wakhid, Bangkit, Ajik, Dora, Wini, Septi, thank you full untuk

kebersamaan mencari hakikinya kehidupan. Tetap senyum dan semangat!!

12. Sahabatku Cuby, matur nuwun atas pinjaman laptopnya. Berkat dikau skripsi

ini semakin lancar tanpa halangan. Suprapti Mudmainah Istiqomah, Etik

Yuliati, Ratna Surastikaningsih, Herwening Rara Kusumaningsih, Ilafi

Brahwetagrani, Sulung, buat semua tentang kita.

13. Kadang Pandawa tanpa kalian aku tak mungkin seperti ini.

14. Guru besarku: Giyato, M.Pd., Drs. Sugeng Kristiono, Drs. Sugeng Darmadi,

Drs. Sukirno, dan Sumarni, S.Pd. atas rajutan mimpi-mimpi.

Page 9: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

15. Mutiara-mutiaraku, sahabat sejati, saudariku, untuk tawa, pijar kasih tulus

serta usapan penghapus air mata, tanpa pintaku, yang tidak dapat aku sebutkan

satu per satu.

16. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses pembuatan skripsi.

Terimakasih semuanya.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Mohon saran dan kritik yang membangun demi perbaikan

kepenulisan di masa yang akan datang. Besar harapan penulis, karya sederhana ini

bermanfaat bagi semua pembaca.

Surakarta, Juli 2010

Penulis

Page 10: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii

PERNYATAAN .............................................................................................. iv

MOTO ............................................................................................................. v

PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii

DAFTAR BAGAN ........................................................................................... xiv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .................................................. xv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii

ABSTRAK ...................................................................................................... xix

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

B. Batasan Masalah ................................................................................... 10

C. Rumusan Masalah ................................................................................ 11

D. Tujuan Penelitian ................................................................................. 11

E. Manfaat Penelitian ................................................................................ 12

1. Manfaat Teoretis ............................................................................... 12

Page 11: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

2. Manfaat Praktis ............................................................................... 12

F. Sistematika Penulisan ........................................ ................................... 12

BAB II. KAJIAN TEORI ............................................................................... 14

A. Pengertian Filologi .............................................................................. 14

B. Obyek Filologi ...................................................................................... 14

C. Cara Kerja Penelitian Filologi ............................................................. 15

1. Penentuan Sasaran Penelitian ......................................................... 16

2. Inventarisasi Naskah ....................................................................... 16

3. Observasi Pendahuluan dan Deskripsi Naskah ............................... 17

4. Transliterasi Naskah ...................................................................... 17

5. Kritik Teks ..................................................................................... 18

6. Suntingan Teks dan Aparat Kritik ................................................. 18

7. Terjemahan .................................................................................... 18

D. Pengertian Piwulang: Etika, Etiket dan Pandangan Hidup Orang Jawa 19

1. Etika dan Etiket ................................................................................. 19

a. Etika ............................................................................................ 19

b. Etiket ........................................................................................... 20

c. Perbedaan Etika dan Etiket ........................................................... 21

2. Pandangan Hidup Orang Jawa .......................................................... 23

BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................ 25

A. Bentuk dan Jenis Penelitian ................................................................. 25

B. Sumber Data dan Data ........................................................................ 27

C. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 28

Page 12: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

1. Teknik Pengumpulan Data Primer ................................................... 28

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder ............................................... 29

3. Teknik Pengumpulan Data Tersier.................................................... 29

D. Teknik Analisis Data .......................................................................... 29

BAB IV. KAJIAN FILOLOGIS DAN PEMBAHASAN ISI ......................... 33

A. Kajian Filologis ................................................................................... 33

1. Deskripsi Naskah ........................................................................... 33

2. Kritik Teks, Suntingan Teks dan Aparat kritik ............................. 38

a. Kritik teks .................................................................................. 38

b. Suntingan teks dan aparat kritik ................................................ 41

3. Terjemahan .................................................................................... 69

B. Pembahasan Isi ................................................................................... 84

1. Hati Suci ........................................................................................ 86

2. Hati Sufiah ...................................................................................... 95

3. Hati Amarah ..................................................................................... 98

4. Hati Aluamah .................................................................................... 100

BAB V. PENUTUP ........................................................................................ 103

A. Simpulan .............................................................................................. 103

B. Saran .................................................................................................... 103

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 105

LAMPIRAN .................................................................................................... 109

Page 13: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Daftar LacunaSW ............................................................................. 39

Tabel 2 Daftar Adisi SW ......... .................................................................... 39

Tabel 3 Daftar Ketidaksesuaian Konvensi Linguistik ................................. 40

Page 14: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR BAGAN

Bagan Teknik Analisis Data ..................................................................... 32

Page 15: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

B/b : Bait

Br/br : Baris

è : Tanda diakritik (è) dibaca e seperti pada kata yèku yang berarti yaitu.

é : Tanda diakritik (é) dibaca e seperti pada kata salawasé yang berarti

selamanya.

ê : Tanda diakritik (ê) dibaca e seperti pada kata sêkar yang berarti tembang.

H/h : Halaman

SW : Sêrat Wêwulang

No : Nomor

# : Memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan konvensi

tembang.

* : Memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan pertimbangan

linguistik.

[....] : Memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan interpretasi

penulis.

/ : Menandakan tiap pergantian baris

// : Menandakan akhir dari tiap bait

Page 16: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kata artati sebagai sasmita têmbang Dhandhanggula ............... 4

Gambar 2 Penulisan sastra laku .................................................................... 5

Gambar 3 Purwapada dalam SW .................................................................. 5

Gambar 4 Mandrawa dalam SW .................................................................. 5

Gambar 5 Akhir teks SW diakhiri dengan tanda (:) ...................................... 6

Gambar 6 Kekurangan guru wilangan .......................................................... 7

Gambar 7 Kekurangan suku kata .................................................................. 7

Gambar 8 Kelebihan guru wilangan .............................................................. 8

Gambar 9 Kelebihan suku kata ...................................................................... 8

Gambar 10 Penulisan kata têpane .................................................................... 8

Gambar 11 Penulisan aksara Jawa ganda walau bukan sastra laku ......................... 9

Gambar 12 Cover depan SW .......................................................................... 32

Gambar 13 Penulisan tanda padalingsa dengan tanda “=” .............................. 38

Gambar 14 Penulisan dirgamuluk .................................................................. 38

Page 17: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Cover Naskah SW ............................................................... 109

Lampiran 2 Naskah SW h. 1 .................................................................. 110

Lampiran 3 Naskah SW h. 2 .................................................................. 111

Lampiran 4 Naskah SW h. 3 ................................................................. 112

Lampiran 5 Naskah SW h. 4 ................................................................. 113

Lampiran 6 Naskah SW h. 5 ................................................................. 114

Lampiran 7 Naskah SW h. 6 ................................................................ 115

Lampiran 8 Naskah SW h. 7 .................................................................. 116

Lampiran 9 Naskah SW h. 8 ................................................................... 117

Lampiran 10 Naskah SW h. 9 .................................................................. 118

Lampiran 11 Naskah SW h. 10 ................................................................. 119

Lampiran 12 Naskah SW h. 11 ................................................................. 120

Lampiran 13 Naskah SW h. 12 ................................................................. 121

Lampiran 14 Naskah SW h. 13 ................................................................ 122

Lampiran 15 Naskah SW h. 14 ................................................................ 123

Lampiran 16 Naskah SW h. 15 ................................................................. 124

Lampiran 17 Naskah SW h. 16 ................................................................ 125

Lampiran 18 Naskah SW h. 17 ................................................................. 126

Lampiran 19 Naskah SW h. 18 ................................................................. 127

Lampiran 20 Naskah SW h. 19 ................................................................. 128

Lampiran 21 Naskah SW h. 20 ................................................................. 129

Lampiran 22 Naskah SW h. 21 ................................................................. 130

Page 18: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

Lampiran 23 Naskah SW h. 22 ................................................................. 131

Lampiran 24 Naskah SW h. 23 ................................................................. 132

Lampiran 25 Naskah SW h. 24 ................................................................. 133

Lampiran 26 Naskah SW h. 25 ................................................................. 134

Lampiran 27 Naskah SW h. 26 ................................................................. 135

Lampiran 28 Naskah SW h. 27 ................................................................. 136

Lampiran 29 Naskah SW h. 28 ................................................................. 137

Page 19: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xix

ABSTRAK

Erna Istikomah. C0106020. 2010. Sêrat Wêwulang (Suatu Tinjauan Filologis). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Kebudayaan terekam melalui berbagai media, salah satunya ialah naskah. Naskah terdiri dari berbagai jenis, salah satunya ialah naskah piwulang. Sêrat Wêwulang adalah naskah piwulang. Sêrat Wêwulang juga termasuk dalam kelompok naskah yang berisi agama, etika dan filsafat.

Dalam penelitian ini naskah yang didapat adalah naskah tunggal yaitu Sêrat Wêwulang. Naskah tersebut merupakan data primer penelitian ini.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu: 1) Bagaimanakah suntingan teks naskah Sêrat Wêwulang yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi? 2) Bagaimanakah isi isi ajaran yang terkandung dalam Sêrat Wêwulang?

Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mendapatkan suntingan teks naskah Sêrat Wêwulang yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi. 2) Mengungkapkan isi ajaran yang terkandung dalam Sêrat Wêwulang yang merupakan piwulang: etika, etiket dan pandangan hidup orang Jawa agar menjadi manusia utama.

Data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka. Kemudian data diolah sesuai dengan cara kerja filologi, yakni: dimulai dari pengumpulan data, penentuan sasaran penelitian, inventarisasi naskah, observasi pendahuluan, deskripsi naskah, transliterasi naskah, kritik teks, suntingan teks, aparat kritik, dan terjemahan. Analisis data pada kajian isi dilakukan setelah terjemahan. Penyuntingan teks Sêrat Wêwulang menggunakan metode standar (biasa). Tahap akhir dari analisis data dengan mengungkapkan isi yang terkandung dalam teks yang didukung dengan data penunjang: data sekunder dan tersier. Data diklasifikasikan dengan pendekatan deskriptif analitik kemudian dianalisis dengan model analisis mengalir atau menjalin (flow model of analysis). Teknik ini mengkaitkan tiga komponen, yaitu data display, data reduction, dan conclusion drawing/ varivication yang aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus. Ketiga komponen analisis berlaku saling menjalin dan dilakukan secara terus menerus baik sebelum, pada waktu, maupun sesudah pengumpulan data.

Hasil penelitian ini adalah: 1) Suntingan teks Sêrat Wêwulang yang bersih dari kesalahan. Naskah yang telah diedisikan dalam kajian ini yang dipandang baik. 2) Sêrat Wêwulang berisi ajaran etika, etiket dan pandangan hidup agar menjadi manusia utama. Etika, etiket, dan pandangan hidup meliputi sifat dan sikap. Ajaran tersebut dibedakan menjadi dua hal, yaitu: menempuh ajaran kebajikan dan menjauhi hal-hal tercela. Menempuh ajaran kebajikan ditempuh dengan melaksanakan ajaran hati suci. Menjauhi hal-hal tercela ialah menghindari perilaku: nafsu sufiah, nafsu amarah, dan nafsu aluamah.

Page 20: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebudayaan suatu bangsa terekam melalui berbagai media, diantaranya

adalah media tulis. Pada masa lampau peralatan belum canggih, media tulis

tersebut kita kenal dengan sebutan naskah kuno. Pada kajian filologi yang

dimaksud naskah adalah hasil karya cipta budaya yang ditulis tangan di atas

media daun lontar, daun nipah, papirus, daluang, kain, tanduk, rotan, bambu, kulit

kayu, dan kertas Eropa. Naskah memuat sejarah, cerita rakyat, hikayat, seni

budaya, keagamaan, pengobatan tradisional, pertanian, hukum, adat istiadat,

ajaran moral, teknik membuat rumah atau barang tertentu, dan lain-lain.

Berbagai kandungan tersebut menuntut naskah untuk dipelihara dan

dilestarikan. Pemeliharaan tidak berhenti terhadap pemeliharaan secara fisik saja,

akan tetapi lebih dari itu pemeliharaan isi/ kandungan teks harus senantiasa

terjaga. Pemeliharaan naskah lama sangat penting untuk dilakukan, karena sastra

lama yang ruang lingkupnya amat luas dapat merupakan sumber yang tak ternilai

bagi pengertian terhadap berbagai aspek kebudayaan yang pada hakikatnya

bersumber pada kebudayaan tradisional (Ikram, 1997: 29).

Kandungan teks yang dimaksud, sesuai dengan zaman pembuatannya

dikenal sebagai sastra lama. Pemahaman terhadap sastra lama tidak semudah

memahami sastra modern. Kendala yang dihadapi diantaranya: aksara dan bahasa

yang digunakan tidak lagi dikenal oleh masyarakat modern, tradisi menyalin

secara terbuka yang sangat jarang ditemui penyalin dapat menyalin sama persis

Page 21: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxi

dengan yang disalin, pemahaman konteks masyarakat zaman pembuatan naskah,

terbatasnya sumber sejarah yang berkaitan dengan naskah, dan lain-lain.

Naskah kuno menurut Girardet–Soetanto (1964: 64) dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu: a. Kronik, Legende dan Mite; Di dalamnya termasuk naskah–naskah: (1) babad, (2) pakem,

(3) wayang purwa, (4) menak, (5) panji, (6) pustakaraja dan (7) silsilah.

b. Agama, Filsafat dan Etika; Di dalamnya termasuk naskah–naskah yang mengandung unsur–

unsur: (1) Hinduisme–Budhisme, (2) Islam, (3) mistik Jawa, (4) Kristen, (5) magic dan ramalan, (6) sastra wulang.

c. Peristiwa Karaton, hukum, peraturan-peraturan d. Buku teks dan penuntun, kamus, ensiklopedi tentang linguistik,

obat–obatan, pertanian, antropologi, geografi, perjalanan, perdagangan, masak–memasak dan sebagainya.

Dari berbagai naskah terdapat Sêrat Wêwulang. Berdasarkan

pengelompokan tersebut Sêrat Wêwulang termasuk dalam kelompok b. Serat

Wêwulang ini berisi ajaran moral yang bijak, bahasanya indah dan mudah

dipahami. Sedangkan menurut Nancy (1996), naskah dapat dikelompokan

menjadi beberapa jenis yaitu naskah babad, suluk, wayang, piwulang, sejarah,

historis roman, islam roman, dan lain-lain. Berdasarkan pengelompokan tersebut

Sêrat Wêwulang merupakan jenis naskah piwulang. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa Sêrat Wêwulang merupakan piwulang yang mengajarkan agama, filsafat,

dan etika. Inti dari ajaran tersebut mengenai etika, etiket dan pandangan hidup

orang Jawa agar menjadi manusia utama. Terdapat unsur sastra wulang dan

agama Islam dalam penyampaian etika, etiket dan pandangan hidup tersebut.

Selanjutnya, dilakukan penelusuran informasi keberadaan naskah

Sêrat Wêwulang. Berdasar informasi katalog, yaitu:

Page 22: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxii

1. Descriptive Catalogus of the Javanese Manuscripts and Printed Book in the

Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girardet-Sutanto, 1983),

2. Javanese Language Manuscripts of Surakarta Central Java A Preliminary

Descriptive Catalogus Level I and II (Nancy K. Florida, 1996),

3. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Sana Budaya

Yogyakarta (T.E. Behrend, 1990),

4. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2 Keraton Yogyakarta,

5. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3A (FSUI, 1998),

6. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3B (FSUI, 1998),

7. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional

Republik Indonesia (Lindstay, Jennifer, 1994),

8. Katalog Naksah Carik Koleksi Perpustakaan Museum Radyapustaka

Surakarta,

9. Daftar Naskah Perpustakaan Sasanapustaka Keraton Surakarta,

10. Daftar Naskah Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta,

ditemukan satu naskah Sêrat Wêwulang yang tersimpan di Perpustakaan Sasana

Pustaka Keraton Surakarta yang diinformasikan Girardet (1983: 110);

Nancy (1996: 216); dan katalog lokal (1998: 7). Judul naskah Sêrat Wêwulang

terdapat pada cover depan. Sêrat Wêwulang (selanjutnya disingkat SW).

Berdasarkan asal kata, SW terdiri dari dua kata, yaitu: 1) sêrat (1939: 559) berarti

buku yang memuat cerita (karya sastra), 2) wêwulang yang merupakan bentuk

dwipurwa dari kata wulang (1939: 667) yang berarti ajaran, sehingga wêwulang

Page 23: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxiii

berarti ajaran-ajaran. Berdasarkan asal usul kata tersebut dapat diduga bahwa SW

merupakan karya sastra yang berisi ajaran-ajaran.

Teks SW berbentuk têmbang yang terdiri dari dua pupuh têmbang

Dhandhanggula. Antara pupuh I dan pupuh II terdapat mandrawa, sebagai akhir

dari pupuh I dan awal dari pupuh II. Penentuan têmbang Dhandhanggula pada

pupuh I berdasarkan jumlah guru gatra, guru wilangan dan guru lagu, sedangkan

pada pupuh II berdasarkan sasmita têmbang yaitu kata artati (1939: 19) yang

berarti têmbang Dhandhanggula. Berikut kutipannya:

Gambar 1. Kata artati sebagai sasmita têmbang Dhandhanggula

Sumber: Naskah SW h. 19

Pupuh I terdiri dari 48 bait, pupuh II terdiri dari 26 bait, jumlah seluruh bait

adalah 74 bait. Pupuh I berisi ajaran mengenai manusia utama. Pupuh II berisi

ajaran yang keteladanan Sèh Tèkawerdi.

Ejaan yang digunakan dalam penulisan teks adalah ejaan standar,

maksudnya cenderung mengacu pada ejaan Sriwedari, di antaranya adalah

penulisan sastra laku. Berikut kutipannya:

Page 24: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxiv

Gambar 2. Penulisan Sastra Laku

Sumber: Naskah SW, h. 21 bait 55

datan nêdya angling jroning ati ‘tidak pernah berniat berkata dalam hati’

Keseluruhan teks berisi ajaran moral, yaitu bagaimana seseorang mencapai

sujalma utama ‘manusia utama’. Pada awal teks ditandai purwapada dengan ciri

khas gaya yang lazim digunakan pada masa pemerintahan Paku Buwana IX.

Terdapat mandrawa pada halaman 19 sebagai permulaan pupuh II, namun pada

akhir penulisan teks tidak diakhiri iti melainkan dengan tanda (:). Berikut

kutipannya:

Gambar 3. Purwapada dalam SW

Sumber: Naskah SW, h. 1.

Gambar 4. Mandrawa dalam SW

Sumber: Naskah SW, h. 19.

Page 25: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxv

Gambar 5. Akhir teks SW diakhiri dengan tanda (:)

Sumber: Naskah SW, h. 28.

Kemungkinan besar naskah ini belum selesai ditulis, mengingat sebagian

besar naskah pada zaman tersebut diakhiri dengan iti, jika menilik pada teks yang

disampaikan terdapat dugaan bahwa penulis hendak menambahnya dengan ajaran

moral yang lain. Dugaan tersebut diperkuat dengan adanya sisa 100 halaman

kosong, setelah teks tersebut.

SW merupakan naskah tulisan tangan (manuscript) dengan Aksara Jawa

(Ha Na Ca Ra Ka) berbahasa Jawa Baru ragam krama dan ngoko. Disisipi kata-

kata dari bahasa Kawi dan Arab. Naskah ini merupakan naskah anonim.

Disamping keunikan/ kelebihan naskah SW di atas, dua alasan lain yang

mendasari penulis mengangkat naskah tersebut sebagai bahan kajian ialah segi

filologis dan segi isi.

Page 26: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxvi

1. Segi Filologis

Dari segi filologis naskah diteliti dikarenakan adanya kelainan bacaan

atau sering disebut varian. Pengelompokan varian pada SW sebagai berikut:

a. Lacuna yaitu bagian yang terlampaui atau kelewatan, baik suku kata, kata,

kelompok kata maupun kalimat. Bagian ini adalah ketidaksesuaian

konvensi têmbang dhandanggula yaitu kekurangan jumlah guru wilangan

dan kekurangan suku kata. Berikut contohnya:

Gambar 6. Kekurangan Guru Wilangan

Sumber: Naskah SW, h. 7 bait 44 baris 3

yèn tutut langkung mbune ‘apabila sampai melebihi baunya’

Gambar 7. Kekurangan Suku Kata

Sumber: Naskah SW, h. 21 bait 54 baris 5

kabakitan ‘kebangkitan’

b. Adisi yaitu bagian yang kelebihan atau penambahan baik suku kata, kata,

kelompok kata maupun kalimat. Bagian ini adalah ketidaksesuaian konvensi

Page 27: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxvii

têmbang Dhandanggula yaitu kelebihan jumlah guru wilangan dan kelebihan

suku kata. Berikut contohnya:

Gambar 8. Kelebihan Guru Wilangan

Sumber: Naskah SW, h. 23 bait 60 baris 4

tapa ingkang tinemu ‘tapa yang ditemukan’

Gambar 9. Kelebihan suku kata

Sumber: Naskah SW, h. 15 bait 38 baris 1

jating ‘sejati’

c. Ketidaksesuaian konvensi linguistik yaitu ketidaktepatan dalam penggunaan

kata yang dimaksud oleh pengarang. Kemungkinan dikarenakan pengarang

naskah SW kurang dalam membubuhkan tanda baca dan atau kelebihan

membubuhkan tanda baca. Dalam SW ketidaksesuaian konvensi linguistik

ditemukan dalam bentuk kata. Berikut contohnya:

Gambar 10. Penulisan kata têpane

Sumber: Naskah SW, h. 1.

Page 28: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxviii

d. Terdapat ejaan yang tidak lazim, yaitu penulisan aksara Jawa yang ditulis

ganda walaupun bukan sastra laku.

Gambar 11. Penulisan aksara Jawa ganda walau bukan sastra laku

Sumber: Naskah SW h.7, bait 17

nanging ana massalahe malih ‘tetapi terdapat permasalahan lagi’

2. Segi Isi

Berdasarkan deskripsi singkat katalog Nancy (1996:216), SW diduga

merupakan kompilasi dari beberapa naskah. Pada teks SW ditemukan keterangan

mengenai dugaan tersebut. Dugaan tersebut berdasar pada piwulang ‘ajaran’

moral SW, yaitu adanya bait-bait yang mirip atau sama dengan ajaran dari naskah

Bima Suci, Dewa Ruci dan Sêrat Waringin Sungsang,. Unsur ajaran moral Bima

Suci dan Dewa Ruci terdapat pada pupuh I yaitu ajaran ilmu hati kuning, merah,

hitam dan putih. Unsur ajaran moral Sêrat Waringin Sungsang terdapat pada bait-

bait yang menjelaskan mengenai Sèh Tèkawrêdi yang terdapat pada pupuh II.

Keseluruhan teks SW berisi ajaran moral, yaitu bagaimana seseorang

mencapai sujalma utama ‘manusia utama’. Proses pencapaian manusia utama

tersebut sebagian besar terjadi pada masa muda, sehingga pemuda adalah sosok

yang tepat untuk dididik sedemikian rupa agar menjadi manusia utama. Dalam

penggemblengan ‘didikan yang ketat’ tersebut, pemuda hendaknya menerima

pembelajaran dengan seksama, menyiapkan fisik (kesehatan) dan mampu

Page 29: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxix

menahan diri, memenangkan rohani melalui keprihatinan, bersungguh-sungguh,

mengekang diri dari nafsu yang buruk, dan lain sebagainya.

Piwulang SW dimulai dengan memahami takdir kehidupan yang terdpat

pada pupuh I. Pada pupuh tersebut dijelaskah, bahwa takdir setiap orang berbeda,

ada yang ditakdirkan menjadi orang besar, ada juga yang ditakdirkan menjadi

rakyat kecil. Apapun takdir yang diperoleh, seorang manusia dituntut menjadi

manusia utama. Setelah memahami takdir kehidupan, ajaran yang harus ditempuh,

yaitu: melaksanakan hati putih, serta menjauhi: 1) hati kuning, 2) hati merah, dan

3) hati hitam. Pada pupuh II dijelaskan mengenai ajaran Sèh Tèkawrêdi. Ajaran

yang disampaikan oleh Sèh Tèkawrêdi merupakan ajaran yang selaras dengan

pupuh I, yaitu hal-hal yang menuju hati putih, dan menjauhi perkara hati kuning,

hati merah, dan hati hitam.

Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka naskah ini penting untuk diteliti,

baik dari segi filologis maupun isi.

B. Batasan Masalah

Permasalahan dalam SW di antaranya: ketidaksesuaian konvensi têmbang

Dhandhanggula, ketidaksesuaian konvensi linguistik, terdapat kata yang bukan

sastra laku tetapi ditulis dengan aksara Jawa ganda, ejaan yang digunakan penulis

tidak lazim, amanat yang disampaikan penulis, sejarah teks dan naskah,

keterkaitan teks dengan naskah lain (inter teks) seperti Sêrat Waringin Sungsang,

Bima Suci dan Dewa Ruci, dan lain-lain. Berbagai permasalahan yang terdapat

dalam SW, memungkinkan naskah ini bisa diteliti dari berbagai sudut pandang/

Page 30: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxx

disiplin ilmu, sehingga diperlukan batasan masalah guna mencegah melebarnya

pembahasan.

Batasan masalah pada penelitian ini, lebih ditekankan pada dua kajian

utama, yakni kajian filologis dan kajian isi. Kajian filologis digunakan untuk

mengupas permasalahan seputar uraian-uraian dalam naskah melalui cara kerja

filologis, yakni meliputi inventarisasi naskah, transliterasi naskah, kritik teks,

aparat kritik dan terjemahannya. Sehingga diperoleh suntingan teks yang bersih

dari kesalahan. Kajian isi berfungsi untuk mengungkapkan isi ajaran yang

terkandung dalam teks SW.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah tersebut, rumusan masalah penelitian SW

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah suntingan teks dari SW yang bersih dari kesalahan sesuai

dengan cara filologi?

2. Bagaimanakah isi ajaran yang terkandung dalam SW?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menyajikan suntingan teks SW yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara

kerja filologi.

2. Mengungkapkan isi ajaran yang terkandung dalam SW.

Page 31: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxxi

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni

manfaat teoretis dan praktis, sebagai berikut :

1. Manfaat Teoretis

a. Menyelamatkan data dalam naskah SW dari kerusakan dan hilangnya data

dalam naskah tersebut.

b. Mempermudah pemahaman isi teks SW bagi khalayak umum karena teks

telah mengalami proses alih aksara dari huruf Jawa yang kurang

dimengerti khalayak umum menjadi huruf latin yang lebih mudah

dipahami.

c. Memberikan pengetahuan mengenai isi dari ajaran SW kepada

masyarakat.

2. Manfaat Praktis

a. Memperkaya penerapan teori filologi terhadap naskah.

b. Memberikan kontribusi dan membantu peneliti lain yang relevan untuk

mengkaji lebih lanjut naskah SW khususnya dan naskah Jawa pada

umumnya dari berbagai disiplin ilmu.

c. Menambah kajian terhadap naskah Jawa yang masih banyak dan belum

terungkap isinya.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Page 32: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxxii

Bab I Pendahuluan

Menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

Bab II Kajian Teoretis

Menguraikan teori–teori yang digunakan untuk mengungkapkan naskah,

yaitu kajian filologi dan kajian isi. Teori–teori yang digunakan adalah

pengertian filologi, objek filologi, cara kerja filologi dan teori tentang

pengertian piwulang yaitu etika, etiket dan pandangan hidup orang Jawa.

Bab III Metodologi Penelitian

Menguraikan metode dalam penelitian ini, meliputi bentuk dan jenis

penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data dan teknik

analisis data.

Bab IV Pembahasan

Pembahasan diawali dengan pembahasan kajian filologi yang meliputi

deskripsi naskah, kritik teks, suntingan teks, aparat kritik serta terjemahan

dan dilanjutkan dengan pembahasan kajian isi yang mengungkapkan isi

yang terkandung dalam Sêrat Wêwulang yang merupakan ajaran moral

dalam pencapaian manusia utama.

Bab V Penutup

Berisi simpulan dan saran, sebagai bagian akhir dicantumkan daftar

pustaka dan lampiran–lampiran.

Page 33: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxxiii

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Filologi

Filologi secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani philologia yang

berupa gabungan kata Philos yang berarti “senang” dan Logos yang berarti

“pembicaraan” atau “ilmu”. (Siti Baroroh Baried, 1994: 2). Istilah filologi muncul

pada saat para ahli dihadapkan pada upaya mengungkapkan kandungan suatu

naskah yang merupakan produk masa lampau, yaitu beratus-ratus tahun sebelum

penulis lahir. Dalam sejarah perkembangannya, istilah filologi mengalami

perubahan dan perkembangan. Menurut Edward Djamaris (2002: 2), filologi

adalah ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama. Sedangkan menurut

Achadiati Ikram (1980: 1), filologi dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari

segala segi kehidupan di masa lalu seperti yang ditemukan dalam tulisan. Di

dalamnya tercakup bahasa, sastra, adat istiadat, hukum, dan lain sebagainya.

B. Obyek Filologi

Edward Djamaris (2002) mengemukakan bahwa, objek penelitian filologi

terdiri dari dua hal yakni naskah dan teks. Siti Baroroh Baried (1985) pun

berpendapat sama, filologi mempunyai objek naskah dan teks. Dijelaskan juga

bahwa objek penelitian filologi adalah naskah tulisan tangan yang menyimpan

berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa lampau.

Semua bahan tulisan tangan itu disebut naskah (handschrift atau

manuschrift), sedangkan teks adalah kandungan atau muatan naskah sesuatu yang

Page 34: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxxiv

abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja dan memuat berbagai ungkapan

pikiran serta perasaan penulis yang disampaikan kepada pembacanya.

C. Cara Kerja Penelitian Filologi

Langkah kerja penelitian filologi menurut Masyarakat Pernaskahan

Nusantara (Manassa), terdiri atas penentuan sasaran penelitian, inventarisasi

naskah, observasi pendahuluan, penentuan naskah dasar, transliterasi naskah, dan

penerjemahan teks. Sedangkan menurut Edward Djamaris (2002), langkah kerja

yang dilakukan dalam penelitian filologi meliputi inventarisasi naskah, deskripsi

naskah, perbandingan naskah, dasar-dasar penentuan naskah yang akan

ditransliterasi, singkatan naskah dan transliterasi naskah. Cara tersebut digunakan

apabila peneliti menemukan naskah jamak atau naskah yang lebih dari satu. Teori

tersebut tidak selamanya harus dipaksakan bisa diterapkan pada semua naskah.

Masing-masing naskah mempunyai kondisi yang berbeda-beda.

SW ini penanganannya menggunakan tahapan/ langkah kerja penelitian

filologi Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) yang dimodifikasi

dengan langkah kerja milik Edward Djamaris. Karena SW adalah naskah tunggal,

maka tidak terdapat perbandingan naskah. Namun terdapat naskah sekunder dan

tersier sebagai pemantapan dalam melakukan penelitian.

Page 35: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxxv

Secara terperinci, langkah kerja penelitian filologi sebagai berikut :

1. Penentuan sasaran penelitian

Langkah pertama adalah menentukan sasaran, karena banyak ragam yang

perlu dipilih, baik tulisan, bahan, bentuk, maupun isinya. Terdapat naskah yang

bertuliskan huruf Arab, Jawa, Bali dan Batak. Terdapat naskah yang ditulis pada

kertas, daun lontar, kulit kayu, atau rotan. Terdapat naskah yang berbentuk puisi

(têmbang) dan ada pula yang berbentuk prosa. Terdapat naskah yang berisi

sejarah/babad, kesusastraan, cerita wayang, cerita dongeng, primbon, adat istiadat,

ajaran/piwulang, dan agama.

Berdasarkan hal tersebut, ditentukan sasran yang ingin diteliti adalah sebagai

berikut: naskah bertuliskan Jawa carik, ditulis pada kertas, berbentuk puisi

(têmbang) dan berisi masalah piwulang/ ajaran. Keseluruhan bentuk di atas

terangkum di dalam SW.

2. Inventarisasi naskah

Inventarisasi naskah dilakukan dengan mendaftar dan mengumpulkan

naskah yang judulnya sama dan sejenis untuk dijadikan objek penelitian. Menurut

Edi S. Ekadjati (1980), bila hendak melakukan penelitian filologi, pertama-tama

harus mencari dan memilih naskah yang akan dijadikan pokok penelitian, dengan

mendatangi tempat-tempat koleksi naskah atau mencarinya melalui katalog.

Langkah ini dilakukan untuk mengetahui jumlah naskah, dimana tempat

penyimpanannya, dan penjelasan lain tentang keadaan naskah.

Page 36: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxxvi

Menurut informasi katalog SW terdapat di Perpustakaan Sasana Pustaka

Karaton Surakarta Hadiningrat dan berjumlah 1 (satu) buah. Keadaan naskah

lumayan baik, artinya naskah masih dapat terbaca dengan jelas.

3. Observasi pendahuluan dan deskripsi naskah

Observasi pendahuluan ini dilakukan dengan mengecek data secara

langsung ke tempat koleksi naskah sesuai dengan informasi yang diungkapkan

oleh katalog. Setelah mendapatkan data yang dimaksud yakni SW maka diadakan

deskripsi naskah dan ringkasan isi.

Deskripsi naskah ialah uraian ringkasan naskah terperinci. Deskripsi

naskah menjelaskan keadaan naskah dan sejauh mana isi naskah itu. Sumantri

(2002) menguraikan bahwa deskripsi naskah merupakan sarana untuk

memberikan informasi mengenai: judul naskah, nomor naskah, tempat

penyimpanan naskah, asal naskah, ukuran naskah dan teks, keadaan naskah,

jumlah baris setiap halaman, huruf, aksara, tulisan, cara penulisan, bahan naskah,

bahasa naskah, bentuk naskah, umur naskah, fungsi sosial naskah serta ikhtisar

teks. Sedangkan ringkasan isi naskah digunakan untuk mengetahui garis besar

kandungan naskah sesuai dengan urutan cerita dalam naskah.

4. Transliterasi Naskah

Transliterasi naskah ialah penggantian atau pengalihan huruf demi huruf

dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Penyajian bahan transliterasi harus

selengkap-lengkapnya dan sebaik-baiknya, agar mudah dibaca dan dipahami.

Transliterasi dilakukan dengan menyusun kalimat yang jelas disertai tanda-tanda

Page 37: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxxvii

baca yang teliti, pembagian alinea dan bab untuk memudahkan konsentrasi pikiran

(Edward Djamaris, 2002: 25)

5. Kritik teks

Pengertian kritik teks menurut Paul Mass dalam Darusuprapta (1984)

adalah menempatkan teks pada tempat yang sewajarnya, memberi evaluasi

terhadap teks, meneliti atau mengkaji lembaran naskah dan lembaran bacaan yang

mengandung kalimat-kalimat atau rangkaian kata-kata tertentu.

6. Suntingan teks dan aparat kritik

Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk aslinya, yang bersih

dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah yang dikritisi.

Aparat kritik merupakan suatu pertanggungjawaban dalam penelitian

naskah yang menyertai suntingan teks dan merupakan kelengkapan kritik teks.

Segala kelainan bacaan yang ditampilkan merupakan kata-kata atau bacaan salah

yang terdapat dalam naskah tampak dalam aparat kritik.

7. Terjemahan

Terjemahan adalah pemindahan makna atau bahasa sumber ke bahasa

sasaran. Pemindahan makna tersebut harus lengkap dan terperinci. Hal ini

bertujuan untuk memudahkan dalam memahami isi teks dari suatu naskah.

Sehingga masyarakat yang tidak menguasai bahasa naskah aslinya dapat juga

menikmati, sehingga naskah itu lebih tersebar luas (Darusuprapta, 1989: 27).

Page 38: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxxviii

D. Pengertian Piwulang: Etika, Etiket dan Pandangan Hidup

Orang Jawa

Kajian isi pada penulisan ini dipaparkan melalui teknik deskripsi, yaitu

penjabaran kandungan isi yang berkaitan piwulang dalam naskah SW. Piwulang

dalam SW merupakan ajaran yang berisi mengenai etika, etiket dan pandangan

hidup orang Jawa agar menjadi manusia utama.

1. Etika dan Etiket

a. Etika

Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata etika

yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai

banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,

kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta

etha yaitu adat kebiasaan.

Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, dalam massofa, 2010: 1).

Etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 1988–mengutip dari Masafa 2010), mempunyai

arti :

1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);

2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau

masyarakat.

Page 39: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxxix

Berdasarkan dua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu

mengenai perilaku atau adat kebiasaan yang membedakan akhlak terpuji dan

tercela yang berdasarkan suatu kumpulan asas akhlak yang dianut suatu golongan

atau masyarakat.

Antara etika dan moral saling terkait, keterkaitan tersebut mengenai apa

yang disebut sebagai etika biasanya merupakan penegasan dari moral. Moral

berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan

bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama

yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka

secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata

tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan, adat. Dengan kata lain, arti

kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka dapat dirumuskan arti kata ‘moral’

adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau

suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan

hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari

bahasa Latin. Sebagai contoh, apabila perbuatan pencuri disebut tidak bermoral,

maka pencuri telah melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku

dalam masyarakat.

b. Etiket

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata

“etiket”, yaitu :

1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu.

2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.

Page 40: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xl

c. Perbedaan Etiket dengan Etika

K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” (Massafa, 2010: 4)

memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :

1) Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan

manusia, sedangkan etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan

sekaligus member norma dari perbuatan itu sendiri.

Contoh: (a) Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya

harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya

menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar

etiket. (b) Adanya larangan mengambil barang milik orang lain tanpa izin

dikarenakan mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya

dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini

tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan

atau tangan kiri.

2) Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada

orang lain di sekitar kita), sedangkan etika selalu berlaku, baik kita sedang

sendiri atau bersama orang lain.

Contoh: Apabila Dira sedang makan bersama teman sambil

meletakkan kakinya di atas meja makan, maka Dira dianggap melanggat

etiket. Tetapi kalau Dira makan sendirian (tidak ada orang lain), maka Dira

tidak melanggar etiket jika Dira makan dengan cara demikian. Sedangkan

etika selalu berlaku, ketika meminjam barang, maka barang pinjaman

selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.

3) Etiket bersifat relatif sedangkan etika bersifat absolut.

Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap

sopan dalam kebudayaan lain. Contoh: Orang Jawa makan gaduh dianggap

Page 41: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xli

tidak beretiket, sedangkan bagi orang Jepang makan gaduh atau bersuara

lahap adalah suatu bentuk penghargaan bagi yang memberikan hidangan,

sehingga makan gaduh di Jepang dianggap beretiket. Tetapi suatu etika

berlaku sama di semua tempat di belahan bumi ini, seperti: larangan

mencuri, larangan membunuh, larangan merampok, dan lain sebagainya.

4) Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja, sedangkan etika

memandang manusia dari segi dalam (rohani).

Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal:

bisa saja orang tampil sebagai “serigala berbulu domba”, dari luar sangat

sopan dan halus, tetapi di dalam penuh kebusukan. Berbeda dengan orang

etis yang tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis

pasti orang yang sungguh-sungguh baik.

Antara etika dan etiket saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama

lain. Etika dan etiket dalam tatanan perilaku bersanding dengan adat istiadat. Hal

tersebut dipertegas pernyataan yang dikemukakan Sartono, dkk (1988: 8) bahwa

kaidah-kaidah yang memolakan kelakuan dan hubungan-hubungan sosial

dilembagakan sebagai adat istiadat dan etika.

Orang Jawa dikenal dengan adat istiadat yang mencakup semua sendi

kehidupan. Pada zaman berkembangnya naskah SW penyampaian tatanan adat

istiadat dan etika tersebut melalui nasehat yang disampaikan secara lisan maupun

tertulis. Pola-pola tersebut apabila disampaikan oleh sesepuh atau orang yang

berwibawa sering diterima sebagai ajaran luhur. Rangkaian bait demi bait dalam

SW merupakan petuah bagi kaum muda. Dengan maksud, pelaksanan petuah

tersebut merupakan proses internalisasi yang akan tertanam pada individu, yang

biasa dikenal dengan sebutan budi-nurani. Budi nurani (Sartono, dkk, 1988: 9)

Page 42: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xlii

adalah kemampuan menilai dan memutuskan kelakuan mana yang baik dan yang

buruk. Baik dengan contoh atau model, maupun dari ajaran individu yang belajar

memolakan kelakuannya berdasarkan norma-norma. Budi nurani inilah yang

membawa seseorang pada derajad manusia utama.

Budi nurani pun merupakan etika dari Islam. SW dalam bait-baitnya

sedikit banyak menjelaskan mengenai etika Islam. Dalam etika Islam hidup

seseorang selalu dinilai. Atau kebanyakan orang melakukan sesuatu karena ingin

mendapatkan nilai. Sederhananya, dalam etika Islam seseorang dituntut untuk

melaksanakan kebajikan dan menjauhi perbuatan-perbuatan tercela. Abu Sangkan

(2006: 42) menjelaskan bahwa etika Islam adalah suatu pengertian. Pengertian

yang dimaksud adalah bahwa manusia memahami apa yang baik dan apa yang

buruk serta ia dapat membedakan keduanya dan selanjutnya mengamalkannya.

Firman Allah dalam QS. Asy Syams, 91: 7-8, yang artinya “Dan jiwa serta

penyempurnaan (ciptaan-Nya), maka Allah mengilhamkan kepada Jiwa itu (jalan)

kefasikan dan ketaqwaannya”. Pondasi yang tidak boleh dilupakan dalam

pencapaian manusia adalah pensucian jiwa. Dalam hal ini Allah berfirman:

“Sesungguhnya beruntunglah yang mensucikan jiwa itu. Dan merugilah

orang yang mengotorinya”. (QS. Asy Syams, 91: 9-10)

2. Pandangan Hidup Orang Jawa

Pandangan dunia menurut Suseno (dalam Rahyono, 2009: 105) adalah

kerangka guna mengerti setiap unsur kehidupan. Pandangan dunia sebagaimana

yang disampaikan Suseno adalah pengertian dari pandangan hidup bagi orang

Jawa. Pandangan hidup merupakan pondasi arah dan sarana keberhasilan dalam

menghadapi masalah kehidupan. Disebutkan pula bahwa dalam pandangan hidup

orang Jawa terdapat empat lingkaran bermakna. Keempat lingkaran tersebut

adalah: (1) kesatuan numinus (pengalaman khas religius) antara alam, masyarakat,

Page 43: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xliii

dan alam adikodrati, (2) penghayatan kekuasaan politik sebagai ungkapan alam

numinus, (3) pengalaman tentang keakuan sebagai jalan persatuan dengan yang

numinus, dan (4) penentuan semua lingkaran pengalaman oleh Yang Ilahi, oleh

takdir.

Pandangan hidup orang Jawa sering disampaikan melalui pralambang.

Wong Jawa ênggone semu ‘orang Jawa penuh dengan pralambang’. Menurut

Padmosoekotjo (1960) pralambang terdiri dari: 1) pralambang melalui barang, 2)

pralambang melalui gambar, 3) pralambang melalui warna, dan 4) pralambang

melalui bahasa.

SW mengajarkan mengenai kesatuan numinus (pengalaman khas religius)

antara alam, masyarakat, dan alam adikodrati dan penentuan semua lingkaran

pengalaman oleh Yang Ilahi, oleh takdir. Sartono, dkk (1988: 8) memaparkan pula

bahwa konsep yang demikian adalah konsep yang membawa sikap terarah kepada

dunia-dalam. Dimana seluruh tubuh kaidah-kaidah etika dan etiket sebagai

konvensi dan tradisi turun-temurun dari generasi ke generasi yang berkembang

sebagai kelembagaan. Kelembagaan itu memantapkan standard pola kelakuan.

Sehingga, pada dasarnya piwulang tersebut adalah konsep kehidupan yang patut

dan wajib dilaksanakan.

Etika, etiket, dan pandangan hidup orang Jawa yang merupakan ilmu lair

dipadukan dengan etika Islam sebagai ilmu batin agar antara keduanya seimbang.

Dijelaskan pula bahwa meskipun kita memeluk Islam bolehlah kita mencontoh

semua perilaku yang baik dari agama atau keyakinan lain. Penjelasan agar

menjalankan pelajaran/ nasehat dari Sèh Tèkawrêdi adalah kiasan agar tidak ada

batasan dalam mempelajari ilmu, meskipun berbeda keyakinan. Suatu sinkroni

yang harmoni.

Page 44: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xliv

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Bentuk dan Jenis Penelitian

Ilmu berkembang dikarenakan adanya penelitian terus-menerus dan

berkelanjutan. Penelitian memiliki berbagai ketentuan ilmiah yang digunakan

dalam menelaah suatu permasalahan. Ketentuan tersebut merupakan tanggung

jawab terhadap ilmu itu sendiri. Penelitian memerlukan bentuk dan jenis

penelitian sebagai suatu rangkaian dari metodologi penelitian. Bentuk penelitian

dimaksudkan sebagai strategi penelitian. Bentuk penelitian ialah cara atau langkah

yang digunakan penulis dalam mengkaji obyek kajiannya. Bentuk penelitian

terhadap SW adalah penelitian filologi.

Filologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang pernaskahan. Hal-hal

yang dipelajari dalam filologi meliputi umur naskah, bahan naskah, penulisan

naskah, bahasa naskah, cara penyampaian teks naskah, kandungan naskah, tujuan

penulisan naskah, dan sebagainya. Kesemuanya dimaksudkan dalam rangka

merunut sejarah dan menggali potensi atau warisan nenek moyang yang masih

relevan bagi perkembangan kehidupan manusia di masa kini. Filologi dapat

dikatakan sebagai ilmu dikarenakan telah memiliki syarat–syarat keilmuan. Salah

satu syarat tersebut adalah metode. Metode filologi ialah usaha guna mendapatkan

naskah yang bersih dari kesalahan atau mendapatkan naskah yang dipandang

mendekati aslinya. Metode tersebut dikenal sebagai metode edisi naskah.

Page 45: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xlv

Metode edisi naskah terbagi menjadi lima jenis, yaitu: metode obyektif,

metode gabungan, metode landasan, metode stema, dan metode edisi naskah.

Penelitian naskah SW menggunakan metode edisi naskah tunggal yang dikenal

sebagai metode standar. Penelitian ini mengacu pada metode standar dikarenakan

isi naskah dianggap sebagai cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau

penting dari sudut agama atau bahasa, sehingga tidak perlu diperlakukan secara

khusus. Metode edisi naskah tunggal diawali dengan transliterasi, langkah

selanjutnya adalah menggunakan metode deskriptif untuk mengkaji isinya.

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, artinya penelitian dilaksanakan

melalui pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif

kualitatif adalah penelitian yang berarti semata-mata menggambarkan,

melukiskan, menuliskan, melaporkan objek penelitian pada saat ini berdasarkan

data yang ditemukan atau sebagaimana adanya, hasil penelitian diuraikan dalam

bentuk kata-kata bukan angka. Sebagaimana yang diungkapkan Sutopo (2002)

bahwa pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif ini berpandangan bahwa

semua data penting, mempunyai pengaruh dan berkaitan dengan yang lain.

Dengan mendeskripsikan segala macam bentuk tanda (semiotik) mungkin akan

membentuk dan memberikan suatu pemahaman yang lebih komprehensif

mengenai apa yang sedang dikaji. Penelitian ini mengutamakan kedalaman

penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji.

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian pustaka (library

research). Jenis penelitian ini diterapkan karena hampir lebih dari 50% kegiatan

Page 46: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xlvi

penelitian ini dilakukan dengan proses membaca yang berkaitan erat dengan

masalah perpustakaan, dengan mendayagunakan informasi yang terdapat di

perpustakaan dan jasa informasi yang tersedia. Penelitian pustaka memerlukan

perpustakaan sebagai mitra utama, pengabaian terhadap orientasi perpustakaan

adalah kendala yang cukup besar bagi suksesnya penelitian ini.

B. Sumber Data dan Data

Sumber data yaitu sesuatu yang mengandung data, atau bisa juga disebut

tempat dimana data itu berada. Untuk lebih mudahnya sumber data mengacu pada

tempat penyimpanan naskah tersebut baik berupa perpustakaan maupun koleksi

pribadi, sedangkan data adalah sesuatu yang mengacu pada obyek penelitian.

Sumber data dalam penelitian ini adalah pustaka. Data penelitian dibagi

menjadi data primer, data sekunder dan data tersier. Data primer berupa naskah

dan teks SW yang berbentuk tembang dan berhuruf Jawa carik, data sekunder

berupa naskah lain yang mempunyai keterkaitan naskah dan teks. Sedangkan data

tersier berupa data yang menunjang penelitian, yaitu: artikel baik di media cetak

maupun elektronik, buku-buku, majalah, dan jurnal ilmiah.

Data yang dikumpulkan dapat berupa pencatatan, gambar, dokumen atau

catatan-catatan resmi lainnya yang terurai dalam bentuk kata-kata bukan dalam

bentuk angka.

Page 47: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xlvii

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menggunakan studi pustaka. Teknik studi

pustaka yaitu mencatat dokumen-dokumen atau arsip yang berkaitan dengan

masalah dan tujuan penelitian, catatan dapat berupa tulisan maupun foto.

Sedangkan teknik pengambilan data menggunakan teknik purposive sampling.

1. Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer mengacu pada langkah awal dari cara kerja

penelitian filologi yaitu inventarisasi naskah. Inventarisasi naskah dilaksanakan

sesuai dengan sasaran penelitian yang telah diputuskan di awal, yakni jenis

piwulang. Inventarisasi naskah dalam penelitian ini adalah usaha-usaha mendata

dan mengumpulkan data. Salah satu caranya adalah membaca katalog. Dari

pembacaan katalog, didaftar semua judul naskah yang sama. Melalui katalog

tersebut akan diperoleh beberapa informasi dan keterangan tentang naskah yang

dimaksud, yaitu jumlah naskah, tempat penyimpanan naskah, deskripsi naskah

(nomor katalog, ukuran naskah, tulisan naskah, bahasa naskah, isi kandungan

naskah, dan lain-lain). Setelah mendapat informasi dari katalog-katalog, langkah

selanjutnya adalah mengecek langsung ke lokasi penyimpanan naskah dan

melakukan pengamatan (observasi).

Langkah selanjutnya teknik fotografi digital, yaitu memotret naskah dengan

kamera digital yang diprogram tanpa menggunakan blitz. Hal tersebut

dikarenakan penggunaan blitz dapat mempercepat proses perusakan naskah.

Kemudian naskah dideskripsikan sesuai dengan keadaan sesungguhnya. Data

Page 48: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xlviii

tersimpan dalam bentuk tulisan maupun softfile (foto digital). Data dibawa pulang

untuk dianalisis lebih lanjut.

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari penelusuran berbagai katalog. Data dibaca dan

dipahami, apabila terdapat hal yang menunjang data primer, data dicatat dan

dianalisis lebih lanjut.

3. Teknik Pengumpulan Data Tersier

Data tersier diperoleh dengan membaca buku, artikel cetak maupun elektronik,

majalah-majalah, dan jurnal ilmiah. Apabila terdapat hal yang menunjang data

primer, data dicatat dan dianalisis lebih lanjut.

D. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah mengolah data sesuai dengan cara kerja filologi.

Analisis data akan diolah sesuai dengan teori tahapan/ langkah kerja penelitian

filologi. Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) yang telah dimodifikasi

dengan langkah kerja milik Edward Djamaris (2002: 20-25) menyebutkan langkah

kerja penelitian filologi yaitu: penentuan sasaran penelitian, inventarisasi naskah,

observasi pendahuluan dan deskripsi naskah, transliterasi naskah, kritik teks,

suntingan teks, aparat kritik, dan terjemahan. Pada naskah tunggal, langkah kerja

perbandingan naskah dan dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasi

tidak berlaku. Analisis data pada kajian isi dilakukan setelah terjemahan, sebab

Page 49: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xlix

secara garis besar isi naskah secara keseluruhan dapat diketahui dan lebih jelas

setelah kerja filologi yang lain selesai.

Penyuntingan teks SW menggunakan metode standar (biasa). Metode

standar digunakan jika isi naskah dianggap sebagai cerita biasa, bukan cerita yang

dianggap suci atau penting dari sudut agama atau bahasa, sehingga tidak perlu

diperlakukan secara khusus atau istimewa (Edward Djamaris, 1991: 15). Hal-hal

yang dilakukan dalam edisi standar, yaitu: membetulkan kesalahan teks, membuat

catatan perbaikan, memberi komentar atau tafsiran, menyusun daftar kata sulit

sehingga memudahkan pembaca atau peneliti membaca dan memahami teks.

Tahap akhir dari analisis data ialah mengungkapkan isi yang terkandung

dalam teks dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif teknik analisis

menjalin. Data primer yang didukung dengan data penunjang: data sekunder dan

tersier, yakni naskah-naskah, buku-buku, artikel-artikel, majalah-majalah,

makalah-makalah, dan lain-lain diklasifikasikan dengan pendekatan deskriptif

analitik. Kemudian dianalisis dengan model analisis mengalir atau menjalin (flow

model of analysis). Teknik ini mengkaitkan tiga komponen, yaitu data display,

data reduction, dan conclusion drawing/ varivication yang aktivitasnya berbentuk

interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus (Sutopo,

2002: 91). Ketiga komponen analisis berlaku saling menjalin dan dilakukan secara

terus menerus baik sebelum, pada waktu, maupun sesudah pengumpulan data.

Pengertian dari ketiga komponen tersebut adalah:

Page 50: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

l

a. Data display (Penyajian data)

Langkah penyajian data dilakukan dengan merakit informasi atau data

secara teratur dan terperinci supaya mudah dilihat dan dimengerti dalam

bentuk terpadu sehingga mudah untuk dianalisis. Langkah ini sudah mencakup

dan memasuki analisis data. Langkah-langkah yang ditempuh:

mendeskripsikan SW, mentransliterasikan SW, menerjemahkan SW,

memahami kandungan teks SW, memahami data sekunder dan tersier.

b. Data reduction (Reduksi data)

Berupa pencatatan data yang diperoleh dalam bentuk uraian yang

terperinci. Pada tahap ini data dirangkum, dipilih, dan difokuskan pada hal-hal

penting serta membuang yang tidak perlu. Tahapan pendeskripsian SW,

pentransliterasian SW, penterjemahan SW, pemahaman kandungan teks SW

yang dilaksanakan pada data display dianalisis kembali hingga fokus terhadap

hal-hal yang penting.

c. Conclusion drawing/ varivication (Penarikan kesimpulan/ verifikasi)

Penarikan kesimpulan/ verifikasi merupakan langkah yang sudah

memasuki tahap membuat kesimpulan dari data yang sudah diperoleh sejak

awal penelitian. Karena kesimpulan masih bersifat sementara maka akan

selalu diverifikasi selama penelitian. Tahap ini berupa: kritik teks, suntingan

teks, aparat kritik, terjemahan, dan kandungan teks.

Page 51: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

li

Kes

impu

lan/

Ver

ifik

asi

Red

uksi

Dat

a Pe

ndes

krip

sian

SW

, pen

tran

slite

rasi

an

SW, p

ente

rjem

ahan

SW

, dan

pe

mah

aman

kan

dung

an te

ks S

W,

dira

ngku

m, d

ipili

h, d

an d

ifok

uska

n pa

da

hal-

hal p

entin

g se

rta

mem

buan

g ya

ng

tidak

per

lu.

Dat

a D

ispl

ay

men

desk

rips

ikan

SW

men

tran

slite

rasi

kan

SW

men

erje

mah

kan

SW

mem

aham

i kan

dung

an te

ks S

W

mem

aham

i dat

a se

kund

er d

an te

rsie

r

Peng

umpu

lan

data

:

prim

er, s

ekun

der,

dan

ters

ier.

Bag

an T

ekni

k A

nalis

is D

ata

Page 52: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lii

BAB IV

KAJIAN FILOLOGIS DAN PEMBAHASAN ISI

A. Kajian Filologis

1. Deskripsi Naskah

Deskripsi naskah ialah pendahuluan tentang naskah atau uraian ringkas

tentang naskah. Uraian mengenai naskah ini dideskripsikan atau dipaparkan

secara apa adanya. Teknis yang digunakan dalam mendeskripsikan atau

mengidentifikasi naskah SW ini mengacu pada teknis Emuch Hermansoemantri

(1986: 2).

Berikut ini adalah deskripsi dari naskah SW:

a. Judul naskah

Sêrat Wêwulang. Judul ini terdapat pada cover depan.

Gambar 12. Cover depan SW

Page 53: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

liii

b. Nomor naskah

Nomor 14207 dengan judul Sêrat Wêwulang (Katalog N. Girardet, 1983: 110);

nomor KS 385.0 dengan judul Kagungan Dalêm Sêrat Wêwulang (Katalog

Nancy K. F, 1996: 216); dan nomor 186 Na dengan judul Sêrat Wêwulang

(Katalog Lokal, 1995: 7).

c. Tempat penyimpanan naskah

Perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat

d. Asal naskah

Surakarta

e. Keadaan naskah

Keadaan fisik naskah cukup baik dan utuh. Tidak ada lembaran-lembaran

naskah yang hilang. Jilidan warna putih yang telah usang, dengan kondisi

cukup baik. Secara umum kondisi naskah baik artinya tidak dalam keadaan

rusak.

f. Ukuran naskah

20,5 cm x 16, 4 cm

g. Ukuran teks dan margin

Ukuran teks : 12, 4 cm x 17,6 cm

Ukuran margin : batas kanan 1,7 cm, atas 1,7 cm, kiri 0,8 cm, bawah 1cm.

h. Tebal naskah

1,2 cm

i. Jumlah halaman

Halaman yang ditulisi : 28 halaman

Halaman kosong : 100 halaman yang terdapat pada bagian

Page 54: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

liv

belakang naskah.

Jumlah seluruh halaman : 128 halaman

j. Jumlah baris per halaman

17 baris

k. Huruf, aksara, tulisan

Huruf : Jawa

Aksara : aksara Jawa Carik dengan gaya tulisan miring ke kanan

Tulisan : jarak baris dan jarak huruf teratur. Ukuran huruf sedang, bentuknya

agak memanjang. Jarak antar huruf renggang sehingga jelas dan

mudah dibaca. Jarak antar baris relatif renggang. Tulisan bagus

mudah dibaca.

l. Cara penulisan

Ditulis bolak-balik (recto verso) yaitu lembaran naskah yang ditulisi pada

kedua halaman muka dan belakang. Penempatan tulisan pada lembaran

naskah, teks ditulis ke arah lebarnya. Artinya teks ditulis sejajar dengan lebar

lembaran naskah. Pengaturan ruang tulisan, larik-lariknya ditulisi secara

berdampingan lurus kesamping diteruskan ke bawahnya dan seterusnya. Bait

satu dengan lainnya diberi tanda batas. Penekanan tinta tidak terlalu keras/

tajam sehingga tidak tembus ke belakang. Penulisan teks dibantu dengan garis

pensil.

m. Bahan naskah

Kertas folio bergaris, terdapat garis bantu dengan pensil untuk batas margin.

Kualitas kertas, tebal, masih cukup baik. Warna kertas kecoklatan. Masih

bagus, tidak rapuh.

Page 55: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lv

n. Bahasa naskah

Bahasa Jawa Baru standar dengan menggunakan ragam ngoko dan krama.

Bahasa didalam Serat Wêwulang ini disisipi pula oleh unsur bahasa Kawi dan

Arab. Keterpahaman akan bahasa naskah, bahasa naskah bisa dipahami

masyarakat pembaca kini, walaupun tidak begitu mudah.

o. Bentuk teks

Puisi/ têmbang macapat, terdiri dari dua pupuh Dhandhanggula. Pupuh I

terdiri dari 48 bait, pupuh II terdiri dari 26 bait. Jumlah seluruh bait: 74 bait.

p. Umur naskah

81 tahun berdasarkan penjelasan dalam katalog Nancy yang menyatakan

dibuat pada tahun 1928, dalam teks tidak ditemukan penjelasan mengenai

umur naskah.

q. Pengarang

Anonim

r. Asal-usul naskah

Koleksi pribadi perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Surakarta Hadiningrat

s. Fungsi sosial naskah

Sebagai sumber piwulang yaitu ajaran mengenai keutamaan hidup.

t. Ikhtisar teks/ cerita

Manusia diberi pilihan dalam menjalani kehidupan. Pilihan bijak adalah

menjadi manusia utama. Dalam usaha pencapaian manusia utama, seseorang

dituntut untuk menunutut ilmu. Ilmu tersebut haruslah ilmu lair batin yang

mencakup ilmu duniawi dan batiniah, dalam istilah Jawa lebih dikenal dengan

piwulang yang artinya ajaran.

Page 56: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lvi

Piwulang dalam naskah ini dimulai dengan memahami takdir

kehidupan. Dimana takdir kehidupan setiap orang berbeda. Ada yang

ditakdirkan menjadi orang besar, ada juga yang ditakdirkan menjadi rakyat

kecil. Baik orang besar maupun rakyat kecil, keduanya dituntut menjadi

manusia utama. Maka, salah satu hal yang tepat adalah mendidik pemuda

sedemikan rupa, agar menjadi manusia utama. Hal ini dipandang tepat karena

pemuda sebagai cikal bakal kehidupan lebih banyak memiliki kesempatan dan

ketepatan waktu menuntut ilmu.

Persiapan si pemuda dalam mempelajari ilmu tersebut adalah kesedian

lahir dan batin. Bersungguh-sungguh, mampu menahan diri, menyiapkan fisik,

serta berprihatin. Sebab melalui keprihatinan, batin akan sedia menerima

pembelajaran dan mengamalkan apa yang dipelajari.

Tahapan pembelajaran menuju manusia utama dapat dibedakan menjadi

dua hal, yaitu: menempuh ajaran kebajikan dan menjauhi hal-hal tercela.

Ajaran tersebut meliputi sifat dan sikap. Menempuh ajaran kebajikan ialah

melaksanakan sifat dan sikap hati putih. Sedangkan menjauhi hal-hal tercela

adalah menjauhi: 1) hati kuning, 2) hati merah, dan 3) hati hitam.

u. Catatan lain

Perbedaan yang sifatnya ajeg dianggap wajar selama tidak mempengaruhi

konteks kalimat. Perbedaan tersebut di antaranya:

1) Penulisan pada lungsi yang ditulis dengan tanda “ = “ (tanda sama

dengan).

Berikut kutipannya:

Page 57: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lvii

Gambar 13. Penulisan pada lingsa yang ditulis dengan tanda “ = “

Sumber: Naskah SW, h. 21

2) Penulisan tanda baca (pungtuasi) dengan dirga muluk pada akhir baris

yang diakhiri dengan vokal ‘u’. Terdapat pada bait 17 h.7, bait 38 h. 15,

bait 43 h. 17, bait 46 h. 18, bait 60 h.23, dan bait 69 h. 27.

Gambar 14. Penulisan dirga muluk

Sumber: Naskah SW h. 7

gatra keenam bait 17 têmbang Dhandanggula 6u, namun setelah 6u tidak

terdapat pada lingsa sebagai penanda batas memasuki gatra ketujuh.

2. Kritik Teks, Suntingan Teks dan Aparat Kritik

a. Kritik Teks

Kritik teks menurut Paul Mass dalam Darusuprapta (1984) adalah

menempatkan teks pada tempat yang sewajarnya, memberi evaluasi terhadap

teks, meneliti atau mengkaji lembaran naskah dan lembaran bacaan yang

Page 58: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lviii

mengandung kalimat-kalimat atau rangkaian kata-kata tertentu. Berikut edisi

teks SW:

Tabel 1. Daftar Lacuna SW

No. B. Br H Lacuna Edisi Teks

1. 44 3 17 yèn tutut langkung mbune yèn tutut langkung ambune

2. 54 5 21 Kabakitan kabangkitan

3. 65 1 25 nanging ana pamère kêdhik nanging ana pamère

sakêdhik

Tabel 2. Daftar Adisi SW

No. B. Br H Adisi Edisi Teks

1. 19 7 8 tap tap-tapaning

têmbung

tap-tapaning têmbung

2. 28 9 12 ing wong uripe angêta

tutur kang becik

ing wong uripe angêta

tutur becik

3. 38 1 15 Jating jati

4. 60 4 23 tapa ingkang tinêmu tapa kang tinêmu

5. 60 6 23 têgêse sasêpi sêpa têgêse sêpi sêpa

Page 59: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lix

Tabel 3. Daftar Ketidaksesuaian Konvensi Linguistik SW

No. B. Br H Kata Edisi Teks

1. 2 9 1 têpane tapane

2. 18 9 8 lina Lena

3. 20 8 8 ringringa riringa

4. 29 6 12 tintènana titènana

5. 37 1 15 angsring asring

6. 39 9 16 pribaddi pribadi

7. 21 1 16 katah kathah

8. 41 3 16 lannang lanang

9. 41 7 16 udut udud

10. 42 2 17 samabarang samubarang

11. 46 1 18 nana Ana

12. 54 1 18 buddi Budi

13. 56 9 22 agong agung

14. 57 9 22 ling adu lir adu

15. 61 6 24 panuwun panyuwun

Page 60: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lx

b. Suntingan Teks dan Aparat Kritik

Untuk mendapatkan suatu hasil suntingan teks yang dapat

dipertanggungjawabkan dalam hal ini secara filologi, maka dalam penelitian

ini tahapan suntingan teks disertai kritik teks dan aparat kritik secara

bersamaan. Adapun untuk kata–kata atau baris yang dianggap keliru diberi

nomor kritik teks dan pembetulannya ditempatkan pada bagian bawah teks

(semacam catatan kaki) sebagai bagian dari aparat kritik. Metode yang

digunakan dalam kritik teks ini adalah edisi standart.

Edisi standart dipergunakan untuk mengevaluasi teks pada bacaan

yang dianggap salah. Pembetulan pada edisi standart yang sifatnya sebagai

suatu usulan peneliti, ditempatkan pada aparat kritik (catatan kaki) serta

nomor kritik teks ditempatkan pada akhir kata atau kalimat. Hal ini merupakan

suatu bentuk yang terbuka bagi pemikiran pembaca yang mempunyai argumen

lain atas pembetulan tersebut.

Untuk mempermudah pembacaan dan pemahaman makna transliterasi

teks SW maka digunakan tanda–tanda sebagai berikut:

a. Angka Arab 1, 2, 3, ... dst yang berada dalam teks adalah nomor kritik teks

pada kata yang terdapat kesalahan.

b. Tanda [1, 2, 3, ... dst] adalah untuk menunjukkan pergantian lembar

halaman teks.

c. Tanda 1, 2, 3, ... dst yang terletak di sebelah kiri teks adalah untuk

menunjukkan pergantian bait.

d. Tanda diakritik (ê) dibaca e seperti pada kata wontên yang berarti terdapat.

Page 61: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxi

e. Tanda diakritik (é) dibaca e seperti pada kata salawasé yang berarti

selamanya.

f. Tanda diakritik (è) dibaca e seperti pada kata yèku yang berarti yaitu.

g. Tanda # memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan

konvensi tembang.

h. Tanda * memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan

pertimbangan linguistik.

i. Tanda [........] menunjukkan pembetulan berdasarkan interpretasi penulis.

j. Tanda / menandakan tiap pergantian baris.

k. Tanda // menandakan akhir dari tiap bait.

l. Penulisan hasil transliterasi dan suntingan teks SW menggunakan spasi 1,5

supaya terlihat lebih rapi.

Page 62: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxii

Berikut adalah Suntingan Teks dari SW:

Pupuh I Dhandhanggula

44/5 ka 186 na

SÊRAT WÊWULANG

1. [1] wontên pasal mangke kang winarni/

caritane sujalma utama/

kang wus akèh luwangane/

mêmulang anak putu/

dèn anggèa kang wuri-wuri/

padha sira rungokna/

ing pitutur ingsun/

lêlèjême wong sujana/

lan wong wirya wiwitan lara prihatin/

amatèkakên raga//

2. raganira dèn sumêdya êning/

êningêna lan nalaring kathah/

dadi wong jêmbar budine/

budi digdayèng tuhu/

tuhu têrus lan islam batin/

laire dhasar tapa/

batine aputus/

tan keguh dening bêbeka/

iya iku têpane1 wong padha mukti/

angati-ati tapa//

1 * tapane

Page 63: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxiii

3. tapa tapi tap-tapaning ati/

atènira tan kêna ing lombang/

malar têkaa sêdyane/

ingkang sinêdyèng kayun/

rahayune sajêge u-[2]rip/

manggiha suka wirya/

wiryaning tumuwuh/

mundhak kawuwus sujana/

sujanane angluwihana sêsami/

sêsamaning manungsa//

4. iya iku kang manut sayêkti/

sayêktine anut suka wirya/

saking lara prihatine/

karane wêkasingsun/

anak putu kang wuri-wuri/

padha sira laria/

lampah kang pinunjul/

punjul sêsama ing jalma/

malah mandar oleha sapangat nabi/

wali mukmin sadaya//

5. sadinane sira aja lali/

limputêna mring nêpsu kang ala/

lêlimpenên sakarêpe/

karêping nêpsu iku/

anusupi panggawe bêcik/

rêricikaning basa/

binubrah binuwur/

karane sira yitnaa/

yèn wus yitna tan ana ala lan bêcik/

pintanên ing wardaya//

Page 64: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxiv

6. yèn wus bisa minta ala bêcik/

pan kalêbu rêrêsiking [3] janma/

kataman tuman têmêne/

nêlat kang sampun luhur/

kaluhuran kang sampun êning/

angêningakên nala/

nala mrih sumunu/

kang sumunu wus gumawang/

lan kawang-wang kèh ing janma ala bêcik/

katitik kang tênaga//

7. tênagane kang dipuntitèni/

wus kapusthi èsthining wardaya/

katara dèning solahe/

solah muna lan laku/

wus kacêtha osiking ati/

atènira wus pana/

paham ing pangrungu/

wruh saosiking buwana/

bapa iku sawabe wong brangtèng widhi/

widigdèng ing ngawirya//

8. prabawane wong wani prihatin/

yèn wus mukti nyawabi sadaya/

mring sanak wong sakadange/

nadyan liyane rawuh/

amuwuhi dahulat prapti/

tur ta mundhak suwara/

kaprawiranipun/

sugih rowang sugih [4] donya/

beda lawan wong nora gêlêm prihatin/

barang sinêdya tuna//

Page 65: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxv

9. nanging ana ujaringsun kaki/

mring kang maca tuwin kang miyarsa/

gêdhe cilik tuwa anom/

tan kêna sira guru/

sok sapaa dadi priyayi/

anut sikuning janma/

gandar solahipun/

sarta takdiring Hyang Suksma/

yèn wong iku takdire dadi wong tani/

pan balubut kewala//

10. nadyan bagus sagandare singgih/

yèn pasthene pêpancène bangsat/

pasthi kumêsat ujare/

ujar nêka alungguh/

anglungguhi ujar priyayi/

amrih aja katara/

polahe kang mawut/

sawênèh ingkang sujanma/

gandar ala dêgsura atine gingsir/

gingsiring barang karya//

11. kang satêngah sujanma puniki/

gandar ala nylêkuthis semunya/

[5] sarta dhêndhêng cêlukane/

sinêmon datan wêruh/

dipunsarah datan udani/

kinêras datan êsak/

ginêbug malupuh/

sawênèh ingkang sujanma/

api kêras nyêngangas ungas yèn angling/

nyaliwing ing wardaya//

Page 66: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxvi

12. kang sawênèh sujanma puniki/

bêg sujana pangucap miyarsa/

lèjême wali dèn amè/

Jawa Arab wus putus/

ing sarengat tarekat kaki/

makripat kang cinêtha/

ing kandhêg pamuwus/

kayêktène nora nana/

ambag lomba sêmbrana tan bêtah ngêlih/

trocoh rusaking bala//

13. basanira ambêg kumaluwih/

saru lamun nênggih amicara/

manggung agrayuk basane/

baya manut ing siku/

pasêmone angulêr sêrit/

dene bataling drajad/

wit pangucap rusuh/

amimi wus sabên dina/

nalarira arupè-[6]k sêsêg kacêpit/

kajêlit dèntingala//

14. satêngahe malih kang sujanmi/

pan ambulus malih ambêkira/

alus ngaluwus semune/

solahe nyanyak-nyunyuk/

kadi munyuk tan wruh ing krami/

krama kinarya entra/

jatine lir badhut/

balubut kataning basa/

kang mangkono angèl dadia priyayi/

pasthi dadi urakan//

Page 67: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxvii

15. aja dumèh yèn ala puniki/

gandarira yèn dhasar pasaja/

sarta kathah kawignyane/

lan wênês sêmonipun/

kathah ingkang dadi priyayi/

dene ugêring janma/

ing tindak lan tanduk/

lan têtêp mantêp ing basa/

sabobote ana kamuktène ugi/

tinimbang lan wong ala//

16. kang satêngah sujanma puniki/

gandar alus solahe prasaja/

lèjêm priyayi dènangge/

ing solah bawanipun/

[7] pan rineka-reka priyayi/

nanging tan bêtah tapa/

sarta untungipun/

arang kang dadi dangdanan/

ewuh têmên pratingkahe wong aurip/

riptanên ing wardaya//

17. nanging ana masalahe malih/

yèn wong iku anggêgulang tapa/

yêkti ana pamalêse/

mungguh ing hyang puniku/

nora samar solahing dasih/

saosiking wardaya/

Hyang Suksma wus mêngku/

Pangeran asipat rahman/

luwih murah ya rabil kang luwih asih/

asih mring wong nastapa//

Page 68: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxviii

18. nadyan silih saliring kumêlip/

kabèh iku ya sinungan murah/

sapancène dhewe-dhewe/

nadyan mancia iku/

ora kaya wong mangun tèki/

kinacèk ing sêsama/

ing daulatipun/

iya ta lawan kangelan/

[8] kangèlane pan wus lina2 kang kariyin/

anyêgah pangan nèndra//

19. karantêne dènaemut sami/

kang wong anom anganam-anama/

sakèhe kawigyan kabèh/

kabèh ungsêdên iku/

kaprawiran lair lan batin/

batinira dèntata/

tap tap-tapaning têmbung3/

têmbung-têmbunge ing basa/

basaning wong wangwangên dipunkalingling/

dêlingêna ing nala//

20. nalarira dèn sumêdya rampid/

rampidana lan udanagara/

iku kang dadi ugêre/

ugêrirêng tumuwuh/

aja lali tata lan titi/

dêduga lan prayoga/

poma aywa limput/

ringringa4 lawan wetara/

2 * lena 3 # tap-tapaning têmbung 4 * reringa

Page 69: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxix

angsal sira lalia kang nêm prakawis/

tan wande manggih cèla//

21. upamane rêraga puniki/

yèn praua kang aran prayoga/

[9] iku minangka dhayunge/

wêtara satangipun/

kang dêduga iku kêmudhi/

reringa iku layar/

poma dika etung/

pradadaning ing sarira/

kabèh iku lamun ora dènkawruhi/

mangsa sira arjaa//

22. nadyan ikêt bêbêd lawan kêris/

lamun ora bênêr panganggonya/

dadya cêlaning awake/

karane ing tumuwuh/

ewuh têmên angangkah budi/

nganggea sawêtara/

poma wêkasingsun/

sabarang ingkang prakara/

aja lali wiwiting ala lan bêcik/

rêrêsikên wardaya//

23. nadyan ngucap sakêcap puniki/

nadyan laku wong iku satindak/

yèn ora bênêr patrape/

nadyan silih dêdulu/

yèn tan bênêr agawe wèsthi/

karane ing a-[10]gêsang/

sangkanana ayu/

Page 70: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxx

amrih rahayuning bala/

witing ayu andhap asor aja lali/

iku patrap pusaka//

24. lawanana kang pusaka malih/

pusakane ing ngèlmu punika/

angkat-angkatên karepe/

dadya ngajia ngèlmu/

yèn tan bisa kalimah kalih/

ujare wong ulama/

têksir ngèlmunipun/

dening pusakaning tapa/

kang tawêkal marang hyang kang maha suci/

asrah aja ambèka//

25. dene ingkang pamuwus sayêkti/

sok niyata wong iku nastapa/

kang sarta osike dhewe/

wus lumrah ing tumuwuh/

sok janmaa kapengin mukti/

tapane ora ana/

apa marganipun/

yèn wani mêsu sarira/

sakarêpe hyang suksma iya nuruti/

sawêtaraning lampah//

26. [11] ing wong anom padhaa angreti/

dening witing wong tapa punika/

angkat-angkatên karêpe/

kalamun sira mêsu/

nêpsu hawa ngiwa pribadi/

lan sartane èngêta/

Page 71: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxi

sira ing tumuwuh/

yèn wong ora potang tapa/

dadya angèl sabarang kang dènsenêngi/

anggayuh-gayuh tuna//

27. karantène wong urip puniki/

kêdhik kang mukti kang dama kathah/

awêdi luwe wêtênge/

yèn esuk kudu muluk/

lingsir wetan amangan malih/

yèn bêdhug dharêdhêgan/

surup thêkul bêskup/

datan kêna towong iwak/

karantêne wong urip arang kang mukti/

nuruti budi hawa//

28. budi awak angèwuh-ewuhi/

amakewuh nèng sajroning nala/

dadya arusuh nalare/

witing hawa puniku/

doyan mangan lan doyan guling/

lan ora bisa nyêgah/

ujar [12] kang tan patut/

karane wêkas manira/

ing wong uripe angêta tutur kang bêcik5/

rêrêsik jroning nala//

29. basa rinicik ingatik-athik/

anggènên saprapataning basa/

linaras ala bêcike/

lamun bêcik rinasuk/

5 # ing wong uripe angêta tutur bêcik

Page 72: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxii

lamun ala dipunsinggahi/

nanging ta tintènana6/

gêgêlitanipun/

manawa kaworan ala/

lamun ora matêng denira nitèni/

akèh karoban basa//

30. basa basan dènengêt ngawruhi/

dènkalingling delingna ing nala/

nalar wit lan wêkasane/

ana wiwit rum-arum/

têngah onta wêkasan pahit/

paekaning sujanma/

kathah margènipun/

sami lan margining pêjah/

sajatine pari puniku sawiji/

wiji-wijining karsa//

31. karsa ala lawan karsa bêcik/

dèn katitik clêkuthiking basa/

kang ala lan basukine/

kinira-kira kalbu/

bu-[13]dèning wong sawiji-wiji/

tan kajajah sadaya/

kanyataanipun/

nadyan wasising carita/

yèn tan ana yêktine kang dènrasani/

yèku janma dol nama//

32. aja kagèt yên sujanma wêgig/

nadyan lantip pintêr amicara/

6 * titènana

Page 73: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxiii

yèn tan katêmu yêktine/

titènana ing kalbu/

bêbudène sawiji-wiji/

ana kandhêging solah/

kandhêging pamuwus/

maluwus angawus basa/

kang satêngah kumètes èthês yèn angling/

amrih kadêlingêna//

33. amrih kèringan sêsami sami/

tur yêktine bêbudèning bangsat/

mila kumêsat ajare/

satêngah wong puniku/

sampun tuwa ambêke rêsik/

tur rêsik jroning nala/

nalare arusuh/

kapatuh kumêd ing donya/

satêngahe ana karêthel mujati/

jatine tan sêmbada//

34. basan sê-[14]mbada têgêse ugi/

yèn wong gulang jatining sarira/

kang têrus lair batine/

batin ambêg rahayu/

lairira andhaping krami/

suka lila ing donya/

tan grantêsing kalbu/

iku wong wrêksa cêndhana/

jaba sarèh tètêla wigya ing krami/

ngramani ing sêsama//

Page 74: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxiv

35. sêsamanya akèh padha asih/

sih ing basa basuki tètêla/

tètèh titih pambêkane/

iku wênang tiniru/

ginurunan tinulur tuwi/

sênadyan wong nonoman/

angsring ana muwus/

muwus amrih kaluhuran/

sarta nyata yêktine kang dènrasani/

wênang yèn tinirua//

36. aja dumèh wong tuwa puniki/

yèn tan bêcik kalakuanira/

poma aja sira angge/

dene sayêktinènipun/

basa ala puniku ugi/

wong gulang gagêmbyakkan/

gêgo-[15]njakan udud/

dhadhu kêplèk kècèk kêmpyang/

iya iku pucuking ala sayêkti/

yèn tan tajêm ing manah//

37. yèn wong karêm wêwadonan angsring7/

yèku kabèh dadi pêpancadan/

yèn tan mikir pambudine/

milane wêkasingsun/

mring wong anom-anom prasami/

aywa pêgat gêgulang/

budi kang mrih puguh/

amrih kukuh jroning nala/

nalarira rampidên lan ngèlmu jati/

7 * asring

Page 75: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxv

amrih aywantuk cêla//

38. jawanira basa ngèlmu jating8/

sajatine iya raganira/

akèh ana wilangane/

jaba jro ngisor dhuwur/

apadene kanan lan kèring/

sajroning pamicara/

ana kang amêngku/

pangambu myang pamiyarsa/

jroning tingal jroning ati dènjagani/

marang butaning suksma//

39. ana dene kang angel pribadi/

sratènane kang nèng jroning ra-[16]ga/

tigang prakara kathahe/

arang kang bisa ngangkus/

ati irêng abang lan kuning/

puniku kaprakosa/

jroning raga iku/

ping sakawan ati pêthak/

iya iku mung ingkang mulas pribaddi9/

amrih arjaning praja//

40. nanging arang kang bisa ngrêtèni/

marang ati putih kang utama/

amung sandhing tongga bae/

iku upamènipun/

beda lawan ati kang kuning/

abang irêng punika/

sadaya angrangkul/ 8 * jati 9 * pribadi

Page 76: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxvi

sakèhe kang sipat janma/

padha ngakêt ati abang irêng kuning/

mila kathah wong ala//

41. mila katah10 wong bêgal amaling/

cêler juput brandhal lawan nayap/

lannang11 wadon dadi lonthe/

tuwin wong ngapus-apus/

kêplèk kècèk dhadha lan bêlit/

lawan ja sêsumbungan/

manggung gulang udut12/

lan kèkere aning pasar/

lan wong climut balurut lawan wong ngutil/

[17] wit sangking ati abang//

42. ati kuning anggung mêmalangi/

samabarang13 karêm mring raharja/

sami ingadangan kabèh/

amrih bubuning laku/

tuwin janma arsa prihatin/

nuli binatalêna/

amrih aja tutug/

dene ati irêng ika/

kawasane asangêt sabarang runtik/

andabra ngambra-ambra//

43. iya iku kang ngadhang-ngadhangi/

marang kosiking amrih raharja/

dene kang abang gawene/

10 * kathah 11 * lanang 12 * udud 13 * samubarang

Page 77: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxvii

sakèh panganan iku/

lan panganggo kang adi-adi/

milane ingkang lamba/

sujanma puniku/

wit sangking tigang prakara/

arang ingkang wong iku bisa nyratèni/

marang ati têtiga//

44. tur ta lamun gêlêm angêmasi/

marang ati kang tigang prakara/

yèn tutut langkung mbune14/

ati putih bèn ugung/

iya iku sujanma luwih/

angluwih-[18]i sêsama/

ing dahulatipun/

karane wêkas manira/

mring wong anom dènawas cirining ati/

karêpe kawruhana//

45. pan wus titi wirayating tulis/

mring kang maca tuwin kang miyarsa/

dèn padha èstokna kabèh/

sabarang ungêlipun/

jroning tulis kang amrih bêcik/

dene kang amrih ala/

gêgêlitanipun/

iku padha yêktènana/

poma-poma sira dèn padha nastiti/

wirayat mrih prayoga//

14 # yèn tututa langkung mbune

Page 78: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxviii

46. lamun ora nana15 kang niteni/

ingkang maca tuwin kang miyarsa/

dadi wong ngurakan bae/

pasthi pancène buruh/

tur katutuh lumuh ing becik/

dadi janma katula/

tula alanipun/

dene kang sumarah ingkang/

amiyarsa amaca kang durung bakit/

wong anom mêksih mudha//

47. basa jêjaka dipunmaknani/

jaja ngarêp ênggone [19] maknanya/

panganggone ing ngarepe/

liring pangarêp iku/

dipunbisa abasa krami/

yèn wus kapanggih tuwa/

tuwuk ing pangawruh/

wruhing ngèring subasita/

aja kaya jêjakaning jaman mangkin/

pangarêp ati lamba//

48. basa lamba iku angêlebi/

angêlebi wêtêng kêbak sêga/

dadi grangsang sakarêpe/

dadi wong abêburuh/

munmuk radèn ing ngaranêki/

daya lamun rosaa/

wong iku mêmikul/

wus têlas wêkas manira/

poma kaki dèn padha anêstitèni/

15 * ana

Page 79: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxix

lêlèjêming sujana//

Pupuh II Dhandhanggula

49. sun amurwa atêmbang artati/

caritane sujanma utama/

kang tate ngêmbani rajèng/

anênggih wastanipun/

ajejuluk Sèh Tèka wrêdi/

salamine mandhita/

nênggih anèng gunung/

Maligèrêtna wastannya/

du-[20]k nom titi tatal ngêrèhkên nagari/

nagri Garbasumandha//

50. pambêkkane Ki Sèh Tèkawrêdi/

salamine nèng Maligè rêtna/

amêmulang pakaryane/

dhatêng kang para wiku/

kang ginêlar kang sabda gati/

artine wong nèng donya/

yata kang tinutur/

dening kang para satriya/

kang ginêlar lêlungid udanagari/

pepeka anèng praja/

51. miwah ingkang wayah-wayah nangkil/

sakathahe wong Garbasumandha/

têngah tuwuh sêpuh anèm/

sampun pêpak sadarum/

angandika Sèh Tèkawrêdi/

sakèhe putuningwang/

Page 80: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxx

kang anom kang sêpuh/

padha sira pirsakêna/

pratingkahe ngawula lan olah ngèlmi/

tan beda pangarsanya//

52. ingkang anom sun wulang kariyin/

liring anom iku maksih tuna/

durung kathah wulangane/

beda lan kang wus sêpuh/

liring sêpuh iku nyêpuh-[21]i/

nyêpuhi têgêsira/

nyawabi sadarum/

milane jênêng wong tuwa/

liring tuwa awênang tinuwi-tuwi/

mring anak putunira//

53. lamun ora mangkanaa kaki/

ora jumênêng aning tuwa/16

dadi têtuwan arane/

basa tuwuhan iku/

ngandêlakên tuwane ugi/

iku wong tuwa ampas/

liring ampas iku/

wastaning raga punika/

raganira wus cape luwas ing kardi/

mangka ing jro suwunga//

54. iya iku wong cupêt ing buddi17/

duk anome tan purun têtannya/

ngandêlkên kuwat rosane/

tan etang ulah ngèlmu/ 16 [tan jumênêng arane wong tuwa] 17 * budi

Page 81: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxxi

kabakitan18 tan dên kawruhi/

amung eca mêmangan/

esuk nyamuk-nyamuk/

tan ngetang wêkasing gêsang/

kang kaetang mung nikmat pucuking pêrji/

lan nikmat pucuk ngilat//

55. datan nêdya angling jroning ati/

yèn wong gêsang wêkasane pêjah/

[22] nèng donya sêsanjan bae/

milane wêkasingsun/

mring wong anom-anom ta kaki/

padha sira estokna/

ing pitutur ingsun/

aywa pêgat atêtannya/

mring wong luwih barang kaluwihan kaki/

padha sira gulanga//

56. anadene yèn wus luwih kaki/

olêhira gêgulang kawigyan/

anadene romahane/

nanging pangarêpipun/

andhap asor tan kêna lali/

sabarang karêpira/

yèn tan lali iku/

angajia ngawulaa/

amêrtapa andhap agong19 aywa lali/

wêkasan dadi guna//

57. nadyan guna yèn ora tabêri/

gunanira pan maksih kuciwa/ 18 * kabangkitan 19 * agung

Page 82: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxxii

dadya kurang utamane/

lan malih wêkasingsun/

panggrahita gulangên kaki/

iku minongka wungkal/

anglungiding sêmu/

sêmu bêcik lawan ala/

upamane ling adu20 pucuking [23] êri/

yèn wong alul sasmita//

58. sinaua nganam-anam kaki/

lan dèn bisa sira mardi guna/

lan nglanggana pakèwuhe/

dèn bisa têngkas nambung/

lan anukma ing agal alit/

ya ulah kridhaningrat/

sarjana kawêngku/

jana sêmu sarsadhela/

yèn wus nyandhak lêlungiding ala bêcik/

sinêbut wong sujana//

59. basa sujana puniku luwih/

angluwihi sêsamaning janma/

dadi sujana arane/

karane putuningsun/

aja wirang atèki-tèki/

wong wirang têmah nganggrang/

liring nganggrang suwung/

liring suwung iku sirna/

liring sirna budi istiyare kênting/

dadi wong tanpa karya//

20 * lir adu

Page 83: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxxiii

60. kang mêksih nom ana kang dipunprih/

mikul rosa kinongkona kêbat/

yèn wus tuwa kang ya priye/

tapa ingkang tinêmu21/

raga cape atine sêpi/

têgêse sasêpi sêpa22/

[24] tanpa ngrasa iku/

dadine wong tuwa bangka/

iya bangka tegese bangka sayekti/

kumlêkêr tanpa sila//

61. karantène gulang êntas mangkin/

sakathahing kawigyaning janma/

mumpung sira maksih anom/

ingkang wayah umatur/

inggih lêrês sabda sang yogi/

nanging panuwun23 kula/

dhumatêng sang wiku/

pratingkahe wong ngawula/

mung punika kawula suwun rumiyin/

ingkang amrih utama//

62. angandika sang Sèh Tèka Wêrdi/

luwih angèl kaki wong ngawula/

nanging aluwih gampange/

puniku basa ewuh/

liring èwuh durung mangrêti/

basa mangrêti ika/

ngawruhi sêdarum/

sabarang karsaning nata/

21 # tapa kang tinêmu 22 # têgêse sêpi sêpa 23 * panyuwun

Page 84: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxxiv

iya iku panêngêran kang janmadi/

widigdèng cipta maya//

63. maya iku utusaning kapti/

kapti suka lawan kapti duka/

anèng netra sasumuke/

lair wrêma lumaku/

lair iku utusan batin/

angsa-[25]l sira kaduga/

ujar kang puniku/

supaya yèn katrimaa/

ing angèle yèn sira durung mangrêti/

barang karsaning nata//

64. nanging ana bedanipun kaki/

angawula ing sang prabu tuwa/

kalawan satriya anèm/

sabarang karsanipun/

ing satriya anom puniki/

karya prêlu lan sunat/

sami patrapipun/

upami dipunpopoa/

karya prêlu kalawan kang nora gati/

sami sih asatira//

65. nanging ana pamère kêdhik24/

angawula ing satriya mudha/

kang tahan dènsêmu age/

sabarang karyanipun/

dene akêbat cukat têrampil/

sabarang kaduk kêbat/

24 # nanging ana pamere sakêdhik

Page 85: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxxv

trampil yèn umatur/

cêgaha pangan lan nêndra/

jurungana ing puji sarta sêmèdi/

amrih dhanganing karta//

66. yèn angadhêp gustinira runtik/

poma kaki sira dèn prayitna/

aja mapasi karsane/

nênggih upa-[26]mènipun/

ing satriya anom yèn runtik/

pan kadya banjir bandhang/

sing katrajang larut/

balikkan dèn angrerêpa/

nêtyanira dèn adoh asêmu wêdi/

amrih dhangani duka//

67. yèn ingutus dening gusti runtik/

tan wukira dèn matra kilata/

amrih lêmpêra dukane/

yèn aturira tambuh/

dadi sira kasabêt runtik/

ingkang sangsaya dadra/

dukane sang prabu/

lêlakonira dèn kêbat/

jroning kêbat akanthia ngati-ati/

manawa kawadaka//

68. yèn wus prapta denira tinuding/

aturira kaki dèn tètêla/

dèn asru asêmu sarèh/

yèn sêngak sira matur/

dadi sira mêwahi runtik/

Page 86: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxxvi

yèn asru esmu lêmbah/

trustha sang aprabu/

pan wus kocaping saloka/

satriya nom sabarang kang dèn karsani/

anggampangakên mongta//

69. pan wus kocap wirayating tulis/

ingkang aran satriya taru-[27]na/

basa taruna têgêse/

taru godhong puniku/

na pituduh maknane ugi/

mungguh caraka basa/

iku têgêsipun/

liring tuduh barang karta/

karya prêlu kalawan kang nora gati/

kandêl tipis dèn padha//

70. basa taru artine winarni/

kaya godhong upamane ika/

yèn lagi ana gaweane/

kalangkung ajènipun/

nora kètung mitung sukoni/

tur ta amung sadina/

gawene kang prêlu/

yèn uwis dadi sarahan/

iya iku maknane taruna kaki/

kang wus kocap carita//

71. benèh lawan prabu tuwa kaki/

liring tuwan pan ora anasar/

kang bangsa nasar artine/

sabarang karsanipun/

Page 87: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxxvii

nora supe akathi uwit/

wit bêcik lawan ala/

kapyarsa sadarum/

ngranggoni jênênging tuwa/

basa jênêng artine iku jênêngi/

jênêngi nora pisah//

72. beda lawan basa anom kaki/

liring a-[28]nom maksih nganaman-nam/

sabarang ing kawigyane/

yèn wus kapanggih sêpuh/

nuli bisa anamba iki/

karsa bêcik lan ala/

kapirsa sadarum/

milane ana wong ngucap/

sapa bisa wonge amrangkani kudhi/

ngabdia ratu mudha//

73. iya iku wong cupêt ing budi/

ingkang purun angucap mangkana/

dadi wong cupêt kawruhe/

beda kang sampun luhung/

kang wus wêruh ing ala bêcik/

ngawula ratu mudha/

ing ibaratipun/

sira ngêmban rare mothah/

lamun wigya ngarih-arih anyindhèni/

kèndêl lajêng anèndra//

74. yèn anglilir bocah dèn sandhangi/

kêkêmbangan kuning ngabang-abang/

bungah lêngêh-lêngêh bae/

Page 88: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxxviii

iku upamanipun/

angsal sira bisa ngladèni/

marang satriya mudha/

ing sakarsanipun/

yèn olèh sih lan dêrajad/

sarta olèh satriya kang ambêg jugig/

ngranggoni galih tuwa//

3. Terjemahan

Terjemahan adalah pemindahan makna atau bahasa sumber ke

bahasa sasaran. Pemindahan makna tersebut harus lengkap dan terperinci. Hal

ini bertujuan untuk memudahkan dalam memahami isi teks dari suatu naskah.

Melalui terjemahan masyarakat yang tidak menguasai bahasa naskah aslinya

dapat menikmati naskah tersebut, sehingga naskah tersebut lebih tersebar luas.

Terjemahan dalam penelitian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a. Terjemahan isi atau makna: kata-kata yang diungkapkan dalam bahasa

sumber diimbangi salinannya dengan kata-kata bahasa sasaran yang

sepadan.

b. Terjemahan bebas: keseluruhan teks bahasa sumber diganti dengan bahasa

sasaran secara bebas.

Sêrat Wêwulang diterjemahkan secara bebas per baris, berikut

terjemahannya.

Page 89: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxxix

Pupuh I Dhandhanggula

44/5 ka 186 na

SÊRAT WÊWULANG

1. Terdapat pasal yang menyampaikan/ cerita manusia utama/ yang telah banyak

memakan asam garam kehidupan/ memberi petuah terhadap anak-cucu/

supaya dipelajari dan diamalkan/ coba engkau dengarkan/ apa perkataannya/

usaha menjadi orang pandai/ dan mereka yang bekerja dimulai dengan perih

dan prihatin/ mengesampingkan raga//

2. supaya raga mengheningkan/ mengena dan berakal banyak/ menjadi orang

yang luas pemahamannya/ paham yang benar-benar kokoh keyakinannya/

senantiasa yakin dan Islam batinnya/ lahir berdasarkan tapa/ batin yang tidak

pernah putus/ tidak goyah oleh apapun/ itulah tapa bagi orang berwibawa/

senantiasa berhati-hati dalam bertapa//

3. melalui tingkatan hati/ hati yang tidak boleh bimbang/ sampai terwujud apa

yang dicitakan/ yang tentunya diinginkan/ adalah kesentosaan selama hidup/

berkerja suka cita/ pekerjaannya tumbuh/ meningkat kelebihannya/ kelebihan

yang melebihi sesama/ sesamanya manusia//

4. itulah yang menurut pada kesungguhan/ bersungguh-sungguh suka dalam

bekerja/ dari perih prihatinnya/ nasehatku kutujukan/ anak-cucu yang

memahami/ coba engkau bersedia/ melangkah lebih utama/ lebih diantara

sesamanya manusia/ kelak semoga memperoleh safaat nabi/ wali mukmin

semua//

Page 90: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xc

5. setiap harinya jangan engkau lupa/ menyelubungi hati dari nafsu yang buruk/

kekanglah semampumu/ kehendak nafsu tersebut/ yang berusaha

menghalangi perbuatan baik/ peribahasanya jangan sampai berubah kalau

tidak ingin hancur/ maka berhati-hatilah/ jika sudah tidak ada hal yang

mampu membedakan baik dan buruk/ memohonlah dalam hati//

6. jika sudah bisa minta baik dan buruk/ termasuk dalam pembersihan manusia/

yang sesungguhnya suka diulang/ mencontoh terhadap yang luhur/ keluhuran

yang telah bening/ membeningkan hati/ supaya hati memancarkan/ cahaya

yang telah sangat terang/ dan samar-samar banyak terdapat dalam diri

manusia baik dan buruk/ yang dilihat dari apa yang dikerjakan//

7. kerjaannya yang dapat dicermati/ telah diputuskan oleh sesungguhnya hati/

tercermin dari lakunya/ tingkah laku serta ucapannya/ telah menjelaskan apa

yang ada di hati/ hatimu telah mengerti/ telinga telah memahami/ mengetahui

gejolak dunia/ Ayah itulah kekuatan penghasil berkah dari orang yang

mencintai Tuhannya/ pintar dalam berperilaku//

8. kewibaan orang yang berani berprihatin/ apabila telah sukses mampu

menolong segala/ kepada sanak saudara dan sekitar/ walau kepentingan lain

datang/ tetap menetapi maksud/ justru semakin meningkat suara/

keperwiraannya/ kaya tetolong adalah kekayaan dunia/ berbeda dengan orang

yang tidak mau berprihatin/ apa-apa takut rugi//

9. namun ada ceritaku nak/ kepada yang membaca dan mendengarkan/ besar

kecil tua muda/ tidak diperkenankan dikau berlaku/ seakan bergaya seperti

priyayi/ menurut sudut pandang manusia/ segala tingkah lakunya/ serta takdir

Page 91: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xci

Yang Maha Kuasa/ apabila orang itu ditakdirkan menjadi petani/ hanya kotor

saja//

10. walau bagus segala perilaku sesuai/ kalau sesungguhnya sejatinya bangsat/

pastilah sombong ucapnya/ berucap telah menduduki/ menduduki ucapan

priyayi/ supaya tidak kelihatan/ tingkahnya yang kacau/ semua tentang

kemanusiaan/ sifatnya tercela tidak tahu tata krama hatinya goyah/ tergoyah

kebendaan//

11. yang setengahnya manusia itu/ sifatnya tercela samar-samar sombong

segalanya/ serta berat tangan panggilannya/ suka pura-pura tidak tahu

masalah/ diberitahu tidak pernah dilaksanakan/ keras kepala tidak dapat

diperindah/ makin dikerasi melemah/ sebagian manusia seperti api/ lebat

melalap sulit ditaklukkan kalau berbicara/ berbeda dengan hati//

12. yang sebagian lagi/ penuh dengan ucapan bijak supaya yang mendengar/

dirinya menganggapnya sebagai wali/ Jawa Arab sudah dikuasai/ dalam

syariat tarekat/ makrifat telah jelas/ teguh dalam pemahaman/ namun

kenyataannya kosong belaka/ asal-asalan ceroboh tidak mampu menahan

lapar/ suka menceritakan keburukan teman//

13. bahasanya suka menyombongkan (melebihkan)/ kata-katanya sering kotor/

berbunyi memikat gaya bahasanya/ buaya tunduk di tangannya/ seakan-akan

seperti ulat serit/ hanya saja batalnya derajad itu/ karena ucapan kotor/

berceloteh setiap hari/ pemikirannya sempit sesak terjepit/ terbersit dari apa

yang terlihat//

Page 92: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xcii

14. setengahnya lagi manusia itu/ nafasnya tidak lagi seperti kura-kura/ yang halus

melembut/ tingkahnya suka serobot/ seperti kera yang tidak tahu tata krama/

krama tercipta pratanda/ jatinya seperti badut/ dibalut indahnya bahasa/ yang

seperti itu sulit menjadi priyayi/ pasti menjadi biang keladi//

15. jangan mencela karena rupanya yang buruk/ apabila sifatnya memang

bersahaja/ serta banyak kepandaiannya/ dan ramah lagi/ banyak yang menjadi

priyayi/ sebab tatanya manusia/ ada dalam tingkah laku/ dan menetapi

kebenaran ucapan/ seberapapun kewibawaannya itu/ dinilai dan orang

tercela//

16. yang setengahnya lagi/ sifatnya halus tingkahnya bersahaja/ tata priyayi

dilaksanakan/ dalam tingkah perilakunya/ supaya ditebak-tebak sebagai

priyayi/ tetapi dia tidak tahan tapa/ ialah ujung-ujungnya/ jarang menjadi

orang terpuji/ susah benar perilaku orang hidup/ heningkan dalam hati//

17. namun ada lagi soal/ jika orang itu suka bertapa/ nyata ada ganjarannya/ dekat

dengan Tuhannya/ tidak khawatir mengenai kasih-Nya/ apapun bisikan hati/

jiwa telah mantap bahwa/ Tuhan bersifat pemurah (rahman)/ lebih kasih Ya

Rabbi dari yang melebihi kasih/ kasih terhadap orang-orang nestapa//

18. walau silih berganti ujian menerpa/ semua itu dalam naungan kemurahan/

tentunya berbeda kadar kemurahan itu/ walau sampailah pada/ tidak seperti

orang yang beruntung/ beda dari sesama/ rahmat-Nya/ disertai dengan

kesulitan/ kesulitan yang jauh lebih sulit dari sebelumnya/ mencegah makan

dan tidur//

19. tujuannya supaya ingat pratanda/ yang muda berlomba-lombalah membuat/

sebanyak-banyaknya kebaikan (kebaktian)/ semua itu usahakan/ keperwiraan

Page 93: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xciii

lahir dan batin/ supaya batinmu tertata/ tingkat-tingkatannya kata/ pilihan kata

dalam berucap/ bahasanya orang amatilah seksama/ lihatlah dengan hati//

20. pemikiranmu upayakan sedia menyerang/ menyeranglah asal bertata krama/

itulah yang menjadi pusaka/ pusakamu yang tumbuh/ jangan lupa aturan dan

berhati-hati hingga tidak ada satupun yang tertinggal/ prasangka dan prayoga/

diperhatikan betul jangan sampai ada yang ditutupi/ direm yang jelas/ jika

engkau tidak melupakan enam perkara/ tidak akan menemui kendala//

21. seumpamnya raga itu/ adalah perahu dapat disebut prayoga/ jika dayungnya/

jelas arahnya/ apa yang disebut prasangka adalah kemudi/ rem adalah layar/

coba andika hitung/ apa-apa dalam ragamu/ apablila semua itu tidak

diketahui/ tidak mungkin engkau selamat//

22. walau ikat kain dilawankan dengan keris/ jika tidak benar pemakaiannya/ jadi

cela bagi diri sendiri/ semuanya adalah hasil/ susah benar melangkah budi/

menjangkau sementara/ namun pada akhirnya/ sembarang dalam perkara/

janganlah lupa mulanya baik dan buruk/ bersihkanlah hati//

23. sekalipun berucap sekata/ sekalipun bertingkah sehal/ jika tidak benar

posisinya/ sekalipun berganti bulan/ jika tidak benar perbuatannya pastilah/

karma dalam kehidupan/ rencanakanlah kebaikan/ mengharap keselamatan

seperjuangan/ dimulainya kebaikan ialah jangan lupa rendah hati/ itulah

peraturan pusaka//

24. lengkapilah pusaka itu/ dengan pusaka berilmu/ bulatkan tekad/ guna mengaji

adalah berilmu/ apabila tidak bisa dua kalimat/ kata para ulama/ tafsir

(Qur’an) ilmunya/ dengan pusaka tapa/ yang bertawakal kepada Yang Maha

Suci/ betul-betul pasrah//

Page 94: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xciv

25. sedangkan yang berkata sakti/ sok berniat melalui nestapa/ serta kegundahan

sendiri/ sudah pasti menghasilkan/ manusia yang sok ingin sukses/ tapanya

tidak ada/ apa jalannya jika berani memaksakan badan/ sesuai kehendak

Hyang Suksma selalu menuruti/ sebagian langkah//

26. para pemuda cobalah mengerti/ bahwa dasar orang bertapa itu/ membulatkan

tekad/ mengekang diri dari/ hawa nafsu menyingkirkan kepentingan pribadi/

dan selalu ingatlah/ siapa berbuat menuai/ jika orang tidak kuat bertapa/

menjadi sulit segala barang yang disukai/ apa-apa yang dicitakan tak

berbuah//

27. jalannya orang hidup itu/ sedikit yang sukses dan banyak yang nista/ takut

lapar perutnya/ kalau pagi harus makan/ matahari baru sepenggalah makan

lagi/ kalau dzuhur (tengah hari) kelaparan/ sorenya siap santap/ jangan

sampai melewatkan daging/ jalannya orang hidup jarang yang sukses/ jika

menuruti nafsunya//

28. kehendak badan menghalangi/ mempersulit dalamnya kalbu/ jadi kacau

pikirannya/ dasarnya nafsu yaitu/ suka makan dan suka tidur/ tidak bisa

mencegah/ perkataan yang tidak pantas/ sebutannya manusia pamungkas/

jadilah manusia yang senantiasa ingat tutur berbudi/ membersihkan dalamnya

hati//

29. bahasa diracik sedemikian rupa/ gunakanlah seperempatnya bahasa/ perbedaan

baik dan buruk itu/ apabila baik merasuk/ apabila buruk disanggah hati/ tetapi

perhatikanlah/ seluk-beluknya/ apabila tercampur dengan yang buruk/ apabila

tidak masak dalam memperhatikan/ banyak kelebihan berbahasa//

Page 95: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xcv

30. basa basi bahasa supaya diperhatikan betul/ supaya dicermati dilihat dengan

hati/ mulainya logika lalu akhirnya/ terdapat wewangian/ tengah hampar

pamungkasnya pahit/ faedahnya manusia/ banyak jalan/ sama dan jalannya

kematian/ sejatinya padi itu hanya sebiji/ biji-bijinya keinginan//

31. keinginan buruk berbanding keinginan baik/ bisa dilihat dari rancunya bahasa/

yang tercela dan terpuji/ dikira-kira dalam kalbu/ budinya orang berbeda-

beda/ tidak dapat terbaca semuanya/ kenyataannya/ walau fasih bercerita/

apabila tidak ada faktanya apa yang diutarakan/ itulah manusia yang menjual

nama//

32. jangan kaget apabila orang itu pintar berbicara/ walau pandai betul berucap/

apabila tidak bertemu faktanya/ camkan dalam kalbu/ berbudinya orang

berbeda-beda/ ada yang terpaksa berhenti berbuat/ terpaksa berhenti

pamungkasnya/ mengotori kata yang terucap/ yang setengah menetes tes dari

ucapapan/ supaya perhatikan seksama//

33. supaya disisihkan dari sesama/ apalagi faktanya berbudi bangsat/ maka

sombong ucapannya/ setengah manusia itu/ sudah tua nafasnya bersih/ juga

bersih dalamnya hati/ akan tetapi pikirannya kacau/ terlalu menginginkan

keduniawian/ setengahnya ada yang sibuk memuja/ sejatinya tidak sepadan

(dengan yang dipuja)//

34. kata pantas maksudnya juga/ apabila orang mengolah jati diri/ hingga lahir dan

batinnya/ batin berupaya sentosa/ lahirnya dalam tata karma/ suka rela di

dunia/ tidak menuruti kemaksiatan kalbu/ itulah manusia yang diibaratkan

pohon cendana/ diluar sabar teguh pandai mengambil sikap/ menyikapkan

sesama//

Page 96: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xcvi

35. sesamanya banyak yang kasih/ kasih dalam bahasa teguh selamat/ jelas cermat

keputusannya/ itu pantas ditiru/ turun-temurun ditularkan juga/ walaupun

masih muda/ sering terdapat pembicaraan/ pembicaraan mengupayakan

keluhuran/ serta nyata apa yang digunjingkan/ pantas apabila ditiru//

36. jangan karena orang tua/ apabila tidak baik kelakuannya/ pantang engkau

gunakan/ memang sesungguhnya/ kata tercela itu merupakan/ ciri orang yang

mendulang kemerosotan/ mendewakan rokok/ suka berjudi/ iya betul itulah

ujung dari cela sesungguhnya/ apabila tidak peka hati//

37. apabila orang suka main perempuan/ dapat dijadikan gambaran/ bahwa dia

tidak memikirkan budi pekertinya/ maka petuahku/ kepada para pemuda

semuanya/ jangan putus belajar/ budi yang kokoh/ supaya kuat

mencengkeram dalam hati/ pemikiranmu bangkitkan dan berilmu sejati/

supaya mendapat penerangan//

38. Jawanya kata berilmu sejati/ sesungguhynya ialah ragamu/ terdapat banyak

bilangan/ luar dalam bawah atas/ apalagi kanan dan kiri/ dalam ucapan/ ada

yang mengatur/ pencium terhadap pendengar/ dalamnya terlihat dalam hati

supaya berjaga-jaga/ terhadap butanya jiwa//

39. ada yang sulit pribadinya/ keingingan dalam raga/ tiga perkara jumlahnya/

jarang yang dapat menghindar/ hati hitam merah dan kuning/ itulah yang

berkuasa/ dalam raga/ yang keempat hati putih/ ialah itu yang dapat merubah

pribadi/ supaya raharja sedia//

40. tetapi jarang yang dapat menguasai/ hati putih yang utama/ hanya mampu

bersanding tombak saja/ itu perumpamaannya/ beda dengan hati yang

Page 97: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xcvii

kuning/ merah hitam tersebut/ semuanya berpelukan/ dalam banyaknya sifat

manusia/ sama mengikat hati merah hitam kuning/ maka banyak orang jahat//

41. maka banyak orang berandal mencuri/ cepat mengambil dan berani mencuri

siang bolong/ lelaki perempuan jadi pelacur/ serta para penipu/

mempermainkan perasaan dan berkelit/ dan jangan berhubungan dengan, para

pendewa rokok/ juga tuna karya di pasar/ juga orang tanpa perhitungan dan

suka mengutil/ asalnya dari hati merah//

42. hati kuning jelas menghalangai/ sembarang dalam raharja/ sama menghalangi

semua/ supaya merusak perilaku/ juga keinginan manusia berprihatin/ tuli

terhadap keadaan sekitar/ supaya jangan tercapai/ sedangkan hati hitam itu/

wilayahnya sangat suka kekacauan/ berantakan berserakan//

43. benar itu yang menghalangi/ terhadap bisikan supaya raharja/ sedang yang

merah sukanya/ banyak makanan itu/ dan perhiasan yang indah-indah/ maka

yang serakah/ manusia tersebut/ berasal dari tiga perkara/ jarang yang dapat

menghindari/ terhadap ketiga hati itu//

44. apabila ada yang mau mengemas sedemikian rupa/ terhadap hati yang tiga

perkara/ kalau dapat terus menghendel/ hati putih agar rajin/ iyalah itu

manusia utama/ melebihi sesama/ dalam keinginannya/ terdapat petuah

manusia/ kepada pemuda supaya waspada terhadap cacatnya hati/ maksudnya

agar diketahui//

45. sudah ditentukan dalam riwayat tulis/ kepada yang membaca dan yang

mendengarkan/ supaya semuanya mewujudkan/ sembarang bunyinya/ apa

yang tertulis yang mengupayakan kebaikan/ sedangkan yang menuju

Page 98: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xcviii

keburukan/ gerak-geriknya/ itu perhatikan seksama/ supaya engkau waspada

dan teliti/ riwayat supaya prayoga//

46. sayangnya tidak ada yang memperhatikan/ yang membaca dan yang

mendengarkan/ menjadi orang seperti tong kosong berbunyi nyaring saja/

pasti memang buruh/ apalagi jika sebutannya sungkan berbuat kebajikan/

jadinya manusia yang terlunta-lunta/ timbangan dari keburukannya/

sedangkan yang pasrah/ mendengarkan membaca namun belum bangkit/

orang muda masih berbangga juga//

47. kata jejaka dimaknai/ gigi yang ada di depan maksudnya ialah/ sebagai

pemimpin/ kedipan sekilas pemimpin itu/ diupayakan sebisa mungkin

berkrama/ jika sudah bertemu tua/ kenyang dalam pengetahuan/

pengetahuannya pagar sopan santun/ jangan seperti jejaka zaman kelak/ yang

berhati serakah//

48. kata serakah itu menenggelamkan/ menenggelamkan perut penuh nasi/ jadi

bernafsu sesukanya/ jadi orang yang berburuh/ menjilat tuannya sebutannya/

tenaganya tidak mungkin mampu/ orang itu apabila memikul/ sudah habis

nasehatku/ perhatikan nak supaya engkau cermati seksama/ penghalang

kebajikan//

49. aku bernasehat menembangkan dhandhanggula/ ceritanya manusia utama/

yang telah mengajarkanku/ yaitu panggilannya/ disebut Sèh Tèkawrêdi/

selamanya menjadi pendeta/ duduk di gunung/ Maligèrêtna sebutannya/

dulunya ketika muda mengarahkan negara/ negara Garbasumandha//

Page 99: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xcix

50. keinginan dari Sèh Tèkawrêdi/ selamanya di Maligèrêtna/ mengajar

pekerjaannya/ terhadap para wiku/ yang mengajarkan ucap bertuah/ artinya

orang di dunia/ nyata yang diucapkan/ sedang para satria/ yang dikejar

penguasaan tata krama/ penuh dalam pemerintahan//

51. beserta cucu-cucu yang menghadap/ semua rakyat Garbasumandha/ yang

sedang berkembang tua muda/ sudah lengkap semua/ berkatalah Sèh

Tèkawrêdi/ para cucuku/ yang muda yang tua/ coba semua memperhatikan/

segala tingkah pengabdi dan pencari ilmu/ tidak beda hakekatnya//

52. yang muda mari aku ajarkan dahulu/ sepintas yang muda itu masih merugi/

belum banyak pemahaman/ berbeda dengan yang tua/ sebab tua dituakan/

maksud dituakan ialah/ mengayomi segala/ maka orang tua itu/ sebab tua

pantas memberi petuah/ kepada anak cucu//

53. namun jangan sampai dikau/ tidak mengindahkan tuamu/ disebut tetua/ karena

hasil dari/ mengandalkan ketuaannya/ itulah orang tua sampah/ sebutan

raganya/ raga berlabel luas dalam pemahaman/ padahal tidak tahu apa-apa/

kosong//

54. iya itulah orang yang sempit pemikirannya/ ketika muda tak mau bertanya/

hanya mengandalkan kekuatan fisik/ tidak memperhitungkan mencari ilmu/

kebangkitan tidak dikenal/ hanya nikmat makan/ pagi sedap menyantap/ tidak

memperhitungkan akhir hidup/ yang diperhitungkan hanya nikmat hasrat dan

nikmat lidah//

55. tidak pernah dipertimbangkan dalam hati/ apabila hidup akhirnya mati/ di

dunia hanya bertandang saja/ maka nasehatku/ kepada dikau yang muda-

Page 100: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c

muda/ coba amalkan/ perkataanku/ janganlah putus atau malu bertanya/

kepada yang lebih menguasai darimu/ belajarlah dikau//

56. apabila sudah mendapat kelebihan/ dari dirimu mempelajari kepandaian/

apabila ada yang kurang dikau kuasai/ harapannya rendah hati jangan

dilupakan/ sembarang keinginanmu/ jika tidak melupakan hal itu/ belajarlah

terus mengabdilah/ bertapa dengan rendah hati dan kemuliaan jangan

dilupakan/ karena akhirnya akan bermanfaat//

57. kalaupun berhasil guna tetapi tidak tekun/ guna itu masih mengecewakan/

menjadi kurang keutamaannya/ dan lagi nasehatku/ olahlah ketajaman

hatimu/ itu adalah asahan/ untuk memperjelas kesamaran/ kesamaran antara

baik dan buruk/ perumpamaan bagi yang belajar tafsir Quran ialah dapat

membedakan ujungnya duri//

58. belajarlah walau hanya menganyam/ kelak pasti berguna/ pilahkan yang

mempersulit/ supaya bisa terus menyambung (anyamannya)/ dan perhatikan

yang kasar dan kecil/ lalu perilaku ningrat/ ialah berpedoman pada

kepandaian/ jangan hanya samar-samar membahagiakan/ jika telah mencapai

ketajaman perbedaan baik dan buruk/ disebutlah orang pandai (sarjana)//

59. kata pandai itu melebihi/ melebihi sesamanya manusia/ menjadi sujana ‘lebih

pandai’ sebutannya/ sebutannya cucuku/ orang yang khawatir berupaya

jarang yang kelak mulia/ kemuliaannya itu kosong/ kosong itu sirna/ sirna

budi itu adalah habis segala/ menjadi orang tanpa hasil//

60. yang masih muda ada yang diminta/ memikul kuat dengan gesit/ lantas kalau

sudah tua bagaimana/ tapa yang ditemukan/ hasilnya label raga hanya hati

Page 101: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ci

yang sepi/ maksud sepi adalah tanpa rasa/ tanpa rasa itu/ jadinya tua bangka/

bergelut tanpa sila//

61. dikarenakan belajar sampai tamat kelak/ manusia mendapat banyak

kepandaian/ mumpung dikau masih muda/ tepat waktu disampaikan/ bahwa

benar perkataan sang yogi/ hanya saja permintaanku/ kepada para wiku/

perilaku orang yang mengabdi/ itu yang aku minta lebih dulu/ supaya utama//

62. berkatalah Sèh Tèkawrêdi/ lebih sulit menjadi abdi/ tetapi lebih mudah juga

kemudahannya/ itulah kata yang rancu/ kerancuan itu dikarenakan belum

mengerti/ kata mengerti itu/ memahami semua/ apapun keinginan raja/ iya

itulah kunci keberhasilannya/ pandai mencipta maya//

63. maya adalah utusan keinginan/ keinginan suka berlawanan dengan keinginan

duka/ dalam pandangan mata berkecamuk/ lahir kelabang berjalan/ lahir

adalah utusan batin/ asal dikau menebak/ pemahaman yang seperti itu/ supaya

dapat diterima/ sulitnya jika dikau belum memahami/ apa keingingan raja//

64. tetapi terdapat perbedaan nak/ mengabdi kepada prabu tua/ dengan satria

muda/ apapun keinginannya/ seorang satriya itu serba perlu dan sunah/

kepatuhannya/ seumpama dipaksapun/ barang yang perlu dilawankan dengan

yang tidak penting/ sama saja maksudnya//

65. tetapi terdapat kesulitannya sedikit/ mengabdi kepada satriya muda/ yang

tahan dengan prinsip serba segera/ apapun pekerjaannya/ supaya gesit tepat

terampil/ apapun serba gesit/ terampil jika berbicara/ cegahlah makan dan

tidur/ arahkan kepada ibadah dan bersemedi/ supaya wajar keinginannya//

66. ketika tuanmu sedang emosi/ dikau perhatikan/ jangan menolak kemauannya/

misalnya menunggu/ satriya muda yang sedang labil/ yang dapat

Page 102: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cii

diumpamakan sedang banjir bandang/ yang diterjang lautan/ berbaliklah dari

hadapannya/ mata dikau menjauh seraya memancarkan ketakutan/ dari

kemarahan tuanmu//

67. jika diutus tuan yang marah/ jangan menampakan kau lancang walau setitik

kilat/ supaya menurun kemarahannya/ jika ucapmu tidak tahu atau tidak

peduli/ bertambahlah kemarahannya/ semakin membesar/ bertindaklah yang

gesit/ gesit namun tetap hati-hati/ siapa tahu mereda//

68. jika telah selesai apa yang diperintahkan/ melaporlah dengan lembut/ jelas dan

sabar/ kalau laporanmu judes/ jadinya dikau memancing kemarahan/ jadi

melaporlah dengan jelas lagi lembut/ lalu jika sang prabu/ telah berbicara/

satriya muda apapun yang diinginkan/ memudahkan pelaksanaan//

69. telah diucapkan dalam riwayat tulis/ yang disebut satria taruna/ taruna artinya/

daun taru itu/ adalah sangkaan atau prasangka/ dalam aturan kata/ dapat

dimaknai/ maksud prasangka adalah barang guna/ barang perlu dibedakan

dengan yang tidak penting/ biarpun tebal tipisnya sama//

70. kata taru artinya beragam/ seperti perumpamaan daun/ masih ada maksud lain/

lebih dihormati/ ialah tidak terhidung faedahnya/ walaupun cuma sehari/

manfaatnya yang perlu/ kalau sudah menjadi seserahan pengantin sangat

berfaedah/ itulah arti dari taruna/ yang pernah diceritakan//

71. berbeda halnya dengan prabu tua nak/ maksud tuan selalu tepat/ jarang yang

luput maksudnya/ segala keinginannya/ tidak lupa dengan awalan/ awalan

baik atau buruk/ kehendaknya semua/ dalam batas kearifannya/ sesuai dengan

namanya (prabu tua)/ yang senantiasa bijak//

Page 103: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ciii

72. berbeda dengan kata muda nak/ sebab masih muda menerka-nerka/ segala

kepandaiannya/ kalau sudah dihadapkan pada kedewasaan/ mustahil bisa

membatasi/ mana keinginan baik atau buruk/ diketahui semuanya/ maka ada

orang berpendapat/ siapa yang dapat merawat senjata/ mengabdilah kepada

ratu muda//

73. iya itulah sempit pemikirannya/ yang bersedia berucap seperti itu/ menjadi

orang yang sempit pengetahuannya/ berbeda dengan yang lebih/ yang telah

mengetahui baik buruk/ mengabdi ratu muda/ yang ibaratnya/ mengasuh anak

rewel/ harus pintar-pintar merayu menghibur/ hingga pulas tertidur//

74. jika terbangun anaknya segera dipakaikan/ bebungaan kuning kemerah-

merahan/ biar bergembira/ begitu perumpamaannya/ asal dikau bisa

melayani/ satria muda/ dalam segala keinginannya/ akan mendapat kasih dan

derajat/ serta mampu menghantarkan satria muda yang teguh kedewasaannya/

seperti telah matang usia//

B. Pembahasan Isi

Membahas isi SW berarti memahami apa yang disampaikan pengarang

SW melaui teks dan konteksnya. Sebab pengkajian bahasa yang terlepas dari

konteks situasi sama halnya dengan pemahaman bahasa yang terlepas dari

manusia yang berbahasa dan masyarakat tempat manusia itu hidup dan

mengadakan interaksi sosial (Sumarlam, 2006: 111). Antara teks dan konteks

saling terkait dalam usaha pemahaman isi SW. Halliday (dalam Sumarlam, 2006:

111) menyatakan bahwa teks merupakan bahasa baik lisan maupun tulis atau

bentuk-bentuk sarana yang menyatakan apa saja yang kita pikirkan, yang

Page 104: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

civ

berfungsi. Sedangkan konteks menurut Malinowski (Halliday dalam Sumarlam,

2006: 111) terdiri dari dua macam yaitu konteks bahasa dan konteks luar bahasa.

Konteks bahasa adalah teks-teks yang berupa kata-kata atau kalimat-kalimat yang

berada disekitar teks pokok yang sedang dikaji. Sedangkan konteks luar bahasa

adalah lingkungan yang berada di luar teks tetapi masih berkaitan dengan teks

yang sedang dikaji, yang meliputi faktor-faktor sosio-situasional dan kultural.

Berdasarkan pengertian tersebut teksnya adalah teks yang tertulis dalam SW,

sedang konteksnya adalah watak atau karakter manusia dan segala kultur

masyarakat pada saat naskah tersebut ditulis. Teks dan konteks tersebut yang

menjadi dasar bahwa apa yang disampaikan dalam SW merupakan suatu

piwulang. Sebab didalamnya dipaparkan watak dan karakter manusia. Watak dan

karakter tersebut terdiri dari etika, etiket dan pandangan hidup orang Jawa yang

bijak, yang dapat digunakan sebagai tahapan menjadi manusia utama.

Teks SW disampaikan melalui têmbang dhandhanggula. Sifat têmbang

dhandhanggula ialah mengggambarkan usia yang sudah mapan (dewasa), sudah

mulai dapat mengatur kebutuhan hidup, senang bekerja dan membantu sesama.

Berwatak supel, manis, menyenangkan, dikarenakan orang yang telah dewasa

dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan lingkungannya. Berdasarkan sifat

têmbang dhandhanggula tersebut dapat dipahami bahwa apa yang ditulis dalam

naskah SW dimaksudkan sebagai piwulang menuju kedewasaan dengan menjadi

manusia utama, yaitu sosok manusia yang dapat mengatur kehidupan, giat bekerja

dan ringan tangan. Mempunyai perilaku yang manis (sopan santun, ramah-tamah)

dan bertanggungjawab terhadap diri sendiri, keluarga serta masyarakat.

Page 105: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cv

Piwulang adalah suatu ajaran mengenai ilmu lair batin yang mencakup

ilmu duniawi dan batiniah. Piwulang dalam naskah ini dimulai dengan memahami

takdir kehidupan. Dimana takdir kehidupan setiap orang berbeda. Ada yang

ditakdirkan menjadi orang besar, ada juga yang ditakdirkan menjadi rakyat kecil.

Baik orang besar maupun rakyat kecil, keduanya dituntut menjadi manusia utama.

Maka, salah satu hal yang tepat adalah mendidik pemuda sedemikan rupa, agar

menjadi manusia utama. Hal ini dipandang tepat karena pemuda sebagai cikal

bakal kehidupan lebih banyak memiliki kesempatan dan ketepatan waktu

menuntut ilmu. Persiapan si pemuda dalam mempelajari ilmu tersebut adalah

kesedian lahir dan batin. Bersungguh-sungguh, mampu menahan diri, menyiapkan

fisik, serta berprihatin. Sebab melalui keprihatinan, batin akan sedia menerima

pembelajaran dan mengamalkan apa yang dipelajari.

Berdasarkan pembacaan dan terjemahan naskah ini, secara garis besar

membahas tahapan pembelajaran menuju manusia utama yaitu: menempuh ajaran

kebajikan dan menjauhi hal-hal tercela. Secara keseluruhan naskah ini membahas

perihal hati putih, hati kuning, hati merah, dan hati hitam. Menempuh ajaran

kebajikan ialah melaksanakan ajaran hati putih, yaitu hati suci. Menjauhi hal-hal

tercela ialah menjauhi perkara hati kuning, merah dan hitam, yaitu menjauhi hati

sufiah, hati amarah, dan hati aluamah. Secara terperinci akan dibahas sebagai

berikut:

1. Hati Suci

Putih adalah pralambang melalui warna. Putih berarti suci

(Padmosoekotjo, 1960: 78), sehingga hati putih adalah lambang hati yang suci.

Hati yang mampu mengekang dan mengendalikan perilaku. Hati putih adalah hati

Page 106: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cvi

yang tajam kepekaannya. Dengan kata lain mampu membedakan mana yang baik

dan yang buruk, dan selalu tanggap akan masalah-masalah yang terjadi di

sekitarnya. Hati putih sulit dimiliki, sebab hati putih senantiasa bergulat dengan

hati kuning, hati merah, dah hati hitam. Manusia utama adalah manusia yang

senantiasa berjuang mendapatkan hati putih. Manusia yang memiliki hati putih

biasanya adalah orang yang ringan tangan, bertanggungjawab dan dapat

dipercaya. Penjelasan mengenai hati putih dikemukakan oleh penulis secara

berulang-ulang yaitu pada: bait 34, bait 35, bait 39 baris 8-10, bait 40 baris 1- 4,

bait 44 baris 3-10, bait 59-61. Berikut salah satu kutipannya:

ping sakawan ati pêthak/ iya iku mung ingkang mulas pribadi/ amrih arjaning praja// (bait 39, baris 8-10)

Terjemahan: yang keempat adalah hati putih/ itulah hati yang mampu

mewarnai/ merubah kepribadian/ menuju kesentosaan//

Pemahaman terhadap hati putih, tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Tuntutan hati putih adalah suci pikiran, perkataan, dan perbuatan. Berikut adalah

hal-hal yang dilakukan guna menuju hati putih:

a. Tekun.

Tekun berarti senantiasa teguh, sabar, dan ikhlas menjalankan sesuatu.

Tekun juga menuntut keprihatinan, sebab tanpa keprihatinan tidak akan

diperoleh kesabaran dan keikhlasan. Salah satu bentuk tekun, adalah tiadak

pernah berhenti bertapa. Bertapa tidak selamanya harus menepi di gua atau

tempat tertentu, bertapa lebih diartikan sebagai tindakan menjaga batin, suatu

keprihatinan. Dalam naskah SW dijelaskan bertapa sesuai dengan ajaran

Page 107: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cvii

Islam. Tujuannya supaya batin terhindar dari pengaruh buruk dan hal-hal

tercela. Berikut kutipannya:

raganira dèn sumêdya êning/ êningêna lan nalaring kathah/ dadi wong jêmbar budine/ budi digdayèng tuhu/ tuhu têrus lan islam batin/ laire dhasar tapa/ batine aputus/ tan keguh dening bêbeka/ iya iku têpane wong padha mukti/ angati-ati tapa// (bait 2)

Terjemahan: supaya raga mengheningkan/ mengena dan berakal

banyak/ menjadi orang yang luas pemahamannya/ paham yang benar-

benar kokoh keyakinannya/ senantiasa yakin dan Islam batinnya/ lahir

berdasarkan tapa/ batin yang tidak pernah putus/ tidak goyah oleh

apapun/ itulah tapa bagi orang berwibawa/ senantiasa berhati-hati

dalam bertapa//

b. Menuntut ilmu dan rendah hati.

Menuntut ilmu membuka cakrawala pengetahuan. Menuntut ilmu

tidak selalu identik dengan pendidikan formal, dengan sekadar

menanyakan sesuatu yang tidak diketahui berarti seseorang telah menuntut

ilmu. Ilmu yang sebenarnya adalah segala pengetahuan yang berujung

pada kebaikan. Baik kebaikan bagi diri sendiri maupun orang lain. Dengan

penguasaan ilmu atau kepandaian maka semakin mudah menyelesaikan

persoalan dan mewujudkan harapan-harapan. Menuntut ilmu diperlukan

kesabaran, sebab ilmu didapat dari sedikit demi sedikit, berjengjang dari

satu tahap ke tahap selanjutnya. Jika ingin mendapatkan ilmu yang

bermanfaat dan berbobot tentu syarat yang harus dipenuhi adalah

menuntaskan pelajaran hingga tamat. Seringkali dengan sulitnya

memperolah ilmu tersebut, seseorang merasa lebih dari sesamanya,

akibatnya ia sombong.

SW mengajarkan apabila seseorang mendapatkan kelebihan atau

kepandaian lebih dari sesamanya, diharapkan tetap rendah hati. Sebab

dengan kerendahan hati diperoleh kemuliaan. Dan dengan kemuliaan

Page 108: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cviii

seseorang lebih banyak berbuat manfaat bagi sekitarnya. Berikut

kutipannya:

aywa pêgat atêtannya/ mring wong luwih barang kaluwihan kaki/ padha sira gulanga// (bait 55 baris 8-10) anadene yèn wus luwih kaki/ olêhira gêgulang kawigyan/ anadene romahane/ nanging pangarêpipun/ andhap asor tan kêna lali/ sabarang karêpira/ yèn tan lali iku/ angajia ngawulaa/ amêrtapa andhap agong aywa lali/ wêkasan dadi guna// (bait 56). karantène gulang êntas mangkin/ sakathahing kawigyaning janma/ (bait 61 baris 1-2).

Terjemahan: janganlah putus atau malu bertanya/ kepada yang

lebih menguasai darimu/ belajarlah dikau// Apabila sudah

mendapat kelebihan/ dari dirimu mempelajari kepandaian/ apabila

ada yang kurang dikau kuasai/ harapannya rendah hati jangan

dilupakan/ sembarang keinginanmu/ jika tidak melupakan hal itu/

belajarlah terus mengabdilah, bertapa dengan rendah hati dan

kemuliaan jangan dilupakan/ karena akhirnya akan bermanfaat//

dikarenakan belajar sampai tamat kelak/ manusia mendapat banyak

kepandaian//

c. Mengamalkan ilmu prayoga ‘kebaikan’ yang diibaratkan perahu.

Prayoga (Poerwadarminta, 1939: 509) artinya 1) panglimbang kang

becik; 2) becik ‘1) pertimbangan yang baik; 2) baik. Berdasarkan arti kata

tersebut dan konteks teks dapat diartikan bahwa ilmu prayoga adalah ajaran

guna menetapkan keputusan yang baik, yang diperoleh berdasarkan

pertimbangan yang masak. Agar setiap yang dilakukan adalah kebajikan.

Diibaratkan jika ilmu prayoga adalah perahunya, maka prasangka adalah

Page 109: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cix

kemudi, dan rem adalah layar. Maksudnya ketika seseorang hendak

memutuskan berbuat sesuatu ada dugaan-dugaan dan berhati-hati, ada rem

untuk memberhentikan atau mengatur jalannya tindakan tersebut. Dengan

demikian, seseorang dituntut tepat dalam mengambil dan menjalankan

keputusan. Berikut kutipannya:

upamane rêraga puniki/ yèn praua kang aran prayoga/ iku minongka dhayunge/ wêtara satangipun/ kang dêduga iku kêmudhi/ reringa iku layar/ poma dika etung/ pradadaning ing sarira/ kabèh iku lamun ora dèn kawruhi/ mongsa sira arjaa// (bait 21)

Terjemahan: seumpamnya raga itu/ adalah perahu dapat disebut

prayoga/ jika dayungnya/ jelas arahnya/ apa yang disebut prasangka

adalah kemudi/ rem adalah layar/ coba andika hitung/ apa-apa dalam

ragamu/ apablila semua itu tidak diketahui/ tidak mungkin engkau

berjaya//

d. Mempelajari tafsir Qur’an

Ilmu batin ialah kespiritualan. Pemahaman terhadap akidah keagamaan

mampu menuntun perilaku dan benteng jiwa bagi pelakunya. Etika Jawa yang

selaras dengan Islam adalah niat, kesungguhan, dan kepasrahan. Semua itu

dapat diperoleh dari keiklasan menjalankan ibadah. Beribadah tanpa

mengetahui hakekatnya adalah suatu kepercumaan, maka dalam naskah ini

disampaikan jangan hanya sekedar menjalankan ibadah tetapi juga memahami

hakekat dari ibadah itu sendiri. Dalam naskah ini dicontohkan apabila

seseorang memeluk Islam sebagai ajarannya, maka pelajarilah tafsir Qur’an

dan senantiasa bertawakal. Menyerahkan kembali segala keputusan kepada

Page 110: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cx

sang Khalik. Semakin berat uji yang diterima, semakin mendekat kepada-Nya.

Tetap berusaha akan tetapi menerima dengan ikhlas segala ketetapan Allah,

sebab dalam Qur’an disampaikan bahwa segala yang terjadi kepada setiap

hamba adalah yang terbaik baginya. Walaupun seringkali tidak selalu sesuai

dengan keinginan sang hamba. Berikut kutipannya:

lawanana kang pusaka malih/ pusakane ing ngèlmu punika/ angkat-angkatên karepe/ dadya ngajia ngèlmu/ yèn tan bisa kalimah kalih/ ujare wong ulama/ têksir ngèlmunipun/ dening pusakaning tapa/ kang tawêkal marang hyang kang maha suci/ asrah aja ambêka// (bait 24)

Terjemahan: lengkapilah pusaka itu/ dengan pusaka berilmu/ bulatkan

tekad/ guna mengaji berilmu/ apabila tidak bisa dua kalimat/ katanya

para ulama/ tafsir (Qur’an) ilmunya/ lalu pusakanya tapa/ yang

bertawakal kepada Hyang Maha Suci/ pasrah jangan berhenti//

e. Tutur kata yang berbudi

Maksud dari tutur yang berbudi adalah segala perkataan yang baik,

bijak, tidak melanggar norma, bukan perkataan kotor, tidak menyinggung

perasaan orang lain, tidak suka membicarakan keburukan teman, dan segala

yang disampaikan bermanfaat. Penyampaiannya pun dengan penuh sopan

santun. Tutur yang berbudi mampu membersihkan hati. Berikut kutipannya:

karane wêkas manira/ ing wong uripe angêta tutur kang bêcik/ rêrêsik jroning nala// (bait 28, baris 9-10)

Terjemahan: karena itulah pesanku/ orang hidup hendaknya selalu

ingat akan tutur yang berbudi/ membersihkan dalamnya hati//

Page 111: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxi

f. Tidak menyia-nyiakan waktu dan kesempatan

Para pemuda sering terlena oleh kenikmatan dunia, selalu terpacu

untuk memenuhi hasratnya. Terlebih lagi mengenai birahi. Sehingga

seringkali melupakan waktu dan kesempatan menuntut ilmu. Seringkali

terbengkalai dikarenakan tergoda oleh nafsu pribadinya sendiri. Selagi masih

muda, masih banyak waktu dan kesempatan hendaklah belajar hingga tamat/

tuntas. Menimba ilmu dan pengalaman sebanyak-banyaknya. Kelak ketika

telah tua, sarat dengan ilmu dan pengalaman, sehingga hidupnya tidak sia-sia.

Berikut kutipannya:

lamun ora mangkanaa kaki/ ora jumênêng aning tuwa/ dadi têtuwan arane/ basa tuwuhan iku/ ngandêlakên tuwane ugi/ iku wong tuwa ampas/ liring ampas iku/ wastaning raga punika/ raganira wus cape luwas ing kardi/ mongka ing jro suwunga// iya iku wong cupêt ing buddi/ duk anome tan purun têtannya/ ngandêlkên kuwat rosane/ tan etang ulah ngèlmu/ kabakitan tan dên kawruhi/ amung eca mêmangan/ esuk nyamuk-nyamuk/ tan ngetang wêkasing gêsang/ kang kaetang mung nikmat pucuking pêrji/ lan nikmat pucuk ngilat// (bait 53-54)

Terjemahan: Namun jangan sampai dikau/ tidak mengindahkan

tuamu/ disebut tetua/ karena hasil dari/ mengandalkan ketuaannya/

itulah orang tua sampah/ sebutan raganya/ raga berlabel luas dalam

pemahaman/ padahal tidak tahu apa-apa/ kosong// Iya itulah orang

yang sempit pemikirannya/ ketika muda tak mau bertanya/ hanya

mengandalkan kekuatan fisik/ tidak memperhitungkan mencari ilmu/

kebangkitan tidak dikenal/ hanya nikmat makan/ pagi sedap

menyantap/ tidak memperhitungkan akhir hidup/ yang diperhitungkan

hanya nikmat hasrat dan nikmat lidah//

Page 112: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxii

g. Bekerja pada atasan yang tepat

Hal yang sulit dilakukan ketika seseorang telah memperoleh

kepandaian/keahlian adalah bekerja pada atasan yang tepat. Kebanyakan ingin

segera bekerja, tanpa menimbang bagaimana kepribadian atasan, dengan kata

lain gampang-gampang susah.

luwih angèl kaki wong ngawula/ nanging aluwih gampange/

(bait 62 baris 2-3)

Terjemahan: gampang-gampang susah jika menjadi pegawai/

Maksud perkataaan tersebut adalah menjadi seorang pekerja banyak hal yang

harus dipertimbangkan. Pemikiran yang sering dituju adalah bagaimana

bekerja layak, tanpa menimbang lebih dulu bagaimana kepribadian atasannya.

Dalam SW dijelaskan, bahwa kepribadian atasan merupakan hal penting yang

harus dipertimbangkan. Bekerja bukan hanya sekedar mencari nafkah secara

materi, tetapi dapat juga sebagai ladang ketajaman batiniah jika kita bekerja

kepada atasan yang tepat. Hal tersebut dalam SW dikiaskan dengan mengabdi

kepada ratu muda/satria muda dan ratu tua. Berikut kutipannya:

nanging ana bedanipun kaki/ angawula ing sang prabu tuwa/ kalawan satriya anèm/ sabarang karsanipun/ ing satriya anom puniki/ karya prêlu lan sunat/ sami patrapipun/ upami dipunpopoa/ karya prêlu kalawan kang nora gati/ sami sihasatira// (bait 64) bênèh lawan prabu tuwa kaki/ liring tuwan pan ora anasar/ kang bongsa nasar artine/ sabarang karsanipun/ nora supe akathi uwit/ wit bêcik lawan ala/ kapyarsa sadarum/ ngranggoni jênênging tuwa/ basa jênêng artine iku jênêngi/ jênêngi nora pisah// beda lawan basa anom kaki/ liring anom maksih nganaman-nam/ sabarang ing kawigyane/ yèn wus kapanggih sêpuh/ nuli bisa anamba iki/ karsa bêcik lan ala/ kapirsa sadarum/ milane ana wong ngucap/ sapa bisa wonge amrangkani kudhi/ ngabdia ratu mudha// iya iku wong cupêt ing budi/ ingkang purun angucap mangkana/ dadi wong cupêt kawruhe/ beda kang sampun luhung/ kang wus wêruh ing ala bêcik/ ngawula ratu mudha/ ing

Page 113: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxiii

ibaratipun/ sira ngêmban rare mothah/ lamun wigya ngarih-arih anyindhèni/ kèndêl lajêng anêndra// (bait 71-73)

Terjemahan: Tetapi terdapat perbedaan nak/ mengabdi kepada prabu

tua/ dengan satria muda/ apapun keinginannya/ seorang satriya itu

serba perlu dan sunah/ kepatuhannya/ seumpama dipaksapun, barang

yang perlu dilawankan dengan yang tidak penting/ sama saja

maksudnya. Berbeda halnya dengan prabu tua nak/ maksud tuan selalu

tepat/ jarang yang luput maksudnya/ segala keinginannya/ tidak lupa

dengan awalan/ awalan baik atau buruk/ kehendaknya semua/ dalam

batas kearifannya/ kata menamai artinya memberi nama/ memberi

nama tidak pisah// Berbeda dengan kata muda nak/ sebab masih muda

menerka-nerka/ segala kepandaiannya/ kalau sudah dihadapkan pada

kedewasaan/ mustahil bisa membatasi/ mana keinginan baik atau

buruk/ diketahui semuanya/ maka ada orang berpendapat/ siapa yang

dapat merawat senjata/ mengabdilah kepada ratu muda// Iya itulah

yang sempit pemikirannya/ yang bersedia berucap seperti itu/ menjadi

orang yang sempit pengetahuannya/ berbeda dengan yang lebih/ yang

telah mengetahui baik buruk/ mengabdi ratu muda/ yang ibaratnya/

mengasuh anak rewel/ harus pintar-pintar merayu menghibur/ hingga

pulas tertidur//

Bekerja kepada ratu muda atau satria muda dianggap lebih mempunyai derajad,

daripada mengabdi kepada ratu tua. Hal tersebut dikarenakan kurangnya

Page 114: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxiv

pemahaman serta kelabilan emosi dari sang ratu muda menuntut banyak

kesabaran dan banyak taktik.

Seseorang yang bekerja kepada eksekutif muda dituntut untuk dapat

mengambil sikap, bukan hanya mematuhi perintah saja akan tetapi juga turut

serta mengarahkan sang eksekutif muda kepada hal-hal bijak seperti lebih

menjaga kesabaran dan mempertimbangkan baik dan buruknya keputusan

sehingga tidak tergesa-gesa dalam mengambil kebijakan. Berbeda dengan bekerja

eksekutif yang dewasa, yang telah memiliki banyak asam garam dan kearifan,

sehingga tanggung jawab seorang pekerja lebih ringan.

Hal tersebut jika direlevansikan terhadap perkembangan zaman saat ini,

ialah pekerja yang percaya terhadap kemampuan eksekutif muda untuk terus

berkembang, sehingga ketika seseorang bekerja pada atasan yang belum terlalu

berpengalaman ada suatu keyakinan akan adanya perkembangan yang cukup

signifikan.

2. Hati Sufiah

Kuning adalah pralambang melalui warna. Kuning berarti sufiah,

sehingga hati kuning adalah lambang hati yang penuh dengan nafsu. Suka

dengan kekacauan, jauh dari keprihatinan, tidak peduli terhadap sesama, dan

segala perilaku yang menuju keraharjaan. Perkara hati sufiah dikemukakan

oleh penulis secara berulang-ulang, yaitu pada: Berikut kutipannya:

ati kuning anggung mêmalangi/ samabarang karêm mring raharja/ sami ing ngadangan kabèh/ amrih bubuning nglaku/ tuwin janma arsa prihatin/ nuli binatalèna/ amrih aja tutug/ (bait 42 baris 1-7).

Page 115: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxv

Terjemahan: hati kuning jelas menghalangi/ sembarang dalam

raharja/ sama menghalangi semua/ supaya merusak perilaku/ juga

keinginan manusia berprihatin/ tuli terhadap keadaan sekitar,

supaya jangan tercapai//

Berikut adalah perilaku hati sufiah:

a. Suka makan dan suka tidur.

Hal yang menghalangi budi pekerti yang baik adalah suka makan

dan suka tidur. Dasar dari nafsu adalah skua makan dan suka tidur. Jika

manusia suka makan dan tidur berarti tidak mampu mengekang nafsunya.

budi awak angèwuh-ewuhi/ amakewuh nèng sajroning nala/ dadya arusuh nalare/ witing hawa puniku/ doyan mangan lan doyan guling/ (bait 28 baris 1-5)

Terjemahan: yang menghalangi budi ialah kehendak/ yang

mempersulit dalamnya kalbu (ketajaman hati)/ jadi kacau

pikirannya/ dasarnya nafsu yaitu/ suka makan dan suka tidur//

b. Suka main perempuan.

Perilaku suka main perempuan mencerminkan bahwa dia tidak

berbudi. Begitu juga sebaliknya jika seorang perempuan suka main laki-

laki, maka ia jauh tidak berbudi. Berikut kutipannya:

yèn wong karêm wêwadonan angsring/ yèku kabèh dadi pêpancadan/ yèn tan mikir pambudine/ milane wêkasingsun/ mring wong anom-anom prasami/ aywa pêgat gêgulang/ budi kang mrih puguh/ amrih kukuh jroning nala/ nalarira rampidên lan ngèlmu jati/ amrih aywantuk cêla// (bait 37).

Page 116: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxvi

Terjemahan: Apabila orang suka main perempuan/ dapat dijadikan

gambaran/ bahwa dia tidak memikirkan budi pekertinya/ maka

petuahku/ kepada para pemuda semuanya/ jangan putus belajar/

budi yang kokoh/ supaya kuat mencengkeram dalam hati/

pemikiranmu bangkitkan dan berilmu sejati/ supaya mendapat

penerangan//

c. Serakah

Serakah ialah terlalu bernafsu, dan tidak peduli terhadap kepentingan

orang lain. Tidak mau kalah bersaing, suka menyerobot, tidak bertata

krama, senantiasa memenuhi segala nafsunya. Berikut kutipannya:

api kêras nyêngangas ungas yèn angling/nyaliwing ing wardaya// (bait 11 baris 9-10) pan ambulus malih ambêkira/ alus ngaluwus semune/ solahe nyanyak-nyunyuk/ kadi munyuk tan wruh ing krami/ krama kinarya entra/ jatine lir badhut/ balubut kataning basa/ (bait 14 baris 2-8). pangarêp ati lamba// basa lamba iku angêlebi/ angêlebi wêtêng kêbak sêga/ dadi grangsang sakarêpe/ (bait 47 baris 10, bait 48 baris 1-3).

Terjemahan: sebagian manusia seperti api/ lebat melalap sulit

ditaklukkan kalau berbicara/ berbeda dengan hati// Nafasnya tidak

lagi seperti kura-kura/ yang halus melembut/ tingkahnya suka

serobot/ seperti kera yang tidak tahu tata krama/ krama tercipta

pratanda/ jatinya seperti badut/ dibalut indahnya bahasa// Berhati

serakah/ maksud dari serakah itu ialah menenggelamkan/

menenggelamkan perut penuh nasi/ sehingga bernafsu sesukanya//

Page 117: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxvii

3. Hati Amarah

Merah adalah pralambang melalui warna. Merah berarti amarah, suatu

kemurkaan (Padmosoekotjo, 1960: 78), sehingga hati merah adalah hati yang

penuh dengan amarah dan kemurkaan. Perilaku hati merah dekat dengan tindakan

asusila dan kejahatan, seperti: pencuri, pencopet, berandalan, pelacur, penipu,

penjudi, pendewa rokok, pengemis dan sejenisnya yang merupakan tuna karya,

pengutil, suka makan banyak (apalagi yang enak-enak), terlampau suka perhiasan

yang indah-indah dan sebagainya. Berikut kutipannya:

mila katah wong bêgal amaling/ cêler juput brandhal lawan ayap/ lanang wadon dadi lonthe/ tuwin wong ngapus-apus/ kêplèk kècèk dhadha lan bêlit/ lawan ja sêsumbungan/ manggung gulang udut/ lan kêkère aning pasar/ lan wong climut balurut lawan wong ngutil/ wit sangking ati abang// (bait 41) dene kang abang gawene/ sakèh pangannan iku/ lan panganggo kang adi-adi/ (bait 43 baris 3-4).

Terjemahan: maka banyak orang berandal mencuri/ cepat mengambil

disertai gesit/ lelaki perempuan jadi pelacur/ serta para penipu/

mempermainkan perasaan dan berkelit/ dan jangan berhubungan dengan,

mereka pendewa rokok/ juga tuna karya di pasar/ juga orang tanpa

perhitungan dan suka mengutil/ asalnya dari hati merah// yang merah

sukanya/ banyak makanan/ dan perhiasan yang indah-indah//

Berikut perilaku hati amarah:

a. Tidak tahan berprihatin.

Tidak mampu bertapa berarti tidak mampu berprihatin dan

berpuasa. Padahal bertapa dan berpuasa merupakan salah satu cara

berprihatin. Keprihatinan mendekatkan pada akhlak yang terpuji, sehingga

Page 118: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxviii

yang jauh dari sikap keprihatinan kurang mendapatkan pencerahan dalam

hatinya oleh Yang Maha Kuasa. Berikut kutipannya:

ambag lomba sêmbrana tan bêtah ngêlih/ (bait 12 baris 9) gandar alus solahe prasaja/ lèjêm priyayi dèn angge/ ing solah bawanipun/ pan rineka-reka priyayi/ nanging tan bêtah tapa/ (bait 16 baris 2-6).

Terjemahan: asal-asalan ceroboh tidak mampu menahan lapar,

Sifat dan tingkahnya halus bersahaja, tata priyayi dilaksanakan,

dalam tingkah perilakunya, supaya ditebak-tebak sebagai priyayi,

tetapi dia tidak tahan tapa.

Dengan demikian mereka yang tidak mampu bertapa tidak layak menjadi

manusia utama.

b. Sibuk memuja (beribadah) tetapi segala perilakunya tidak pantas.

Memuja dalam konteks ini diartikan beribadah. Beribadah

merupakan perilaku terpuji, dikarenakan menjalankan perintah agama atau

keyakinannya. Seharusnya mereka yang rajin beribadah juga memiliki

perilaku yang baik. Atau dalam etika Islam disebut akhlakul karimah,

berakhlak yang baik. Jika seseorang rajin beribadah tetapi perilakunya

tidak pantas, sama saja tidak ada maknanya ibadah yang dilakukannnya

setiap hari. Berikut kutipannya:

satêngahe ana karêthel mujati/ jatine tan sêmbada// (bait 33)

Terjemahan: ada yang sibuk memuja/ sejatinya tidak sepadan

(dengan yang dipuja)//

Page 119: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxix

4. Hati aluamah

Hitam merupakan pralambang melalui warna. Hitam disini diartikan

sebagai lambang dari aluamah, yaitu nafsu yang cenderung kecerobohan dan

kekacauan. Hati hitam adalah hati yang penuh dengan sifat dan perilaku

ceroboh yang berujung pada kekacauan. Apabila melakukan sesuatu tidak

dipikirkan masak-masak dan cenderung ceroboh, akibatnya menghalangi

keraharjaan. Berikut kutipannya:

dene ati irêng ika/ kawasane asangêt sabarang runtik/ andabra ngambra-ambra// (bait 42 baris 8-10) iya iku kang ngadhang-ngadhangi/ marang kosiking amrih raharja/ (bait 43 baris 1-2).

Terjemahan: sedangkan hati hitam itu/ wilayahnya sangat suka

kekacauan/ berantakan berserakan/ benar itu yang menghalangi/

terhadap bisikan supaya raharja//

Berikut adalah perilaku hati aluamah:

a. Sombong dan terlalu menginginkan keduniawian.

Kurang mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan kepadanya,

sehingga beberapa manusia mengingingkan yang lebih. Tidak bersyukur

dan tidak ikhlas dengan takdir yang diterima. Contoh: tukang batu yang

selalu menggurutu, mengapa dirinya tidak ditakdirkan menjadi pengawai

negeri sipil yang setiap bulan dapat gaji tetap dan terpandang di

masyarakatnya. Kemudian ada juga, yang diberik takdir nikmat menjadi

orang dengan kelebihan tertentu. Akan tetapi bukannya bersyukur atas

kelebihan tersebut tetapi justru sibuk menyombongkan diri. Dan sebagian

lagi diberikan rizqi lebih tetapi masih saja mengingingkan jauh yang lebih

Page 120: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxx

banyak. Demikian adalah sifat-sifat yang menjauhkan diri dari kemurahan

Tuhan. Sifat-sifat tersebut juga menjauhkan diri dari akhlak yang terpuji.

Berikut kutipannya:

tan kêna sira guru/ sok tapa adadi priyayi/ (bait 9, baris 3-4) nadyan bagus sagandare singgih/ yèn pasthene pêpancène bangsat/ pasthi kumêsat ujare/ ujar nêka alungguh/ anglungguhi ujar priyayi/ amrih aja katara/ polahe kang mawut/ sawênèh ingkang sujanma/ gandar ala dêgsura atine gingsir/ gingsiring barang karya// (bait 10) nalare arusuh/ kapatuh kumêd ing donya (bait 33 baris 7-8)

Terjemahan: tidak diperkenankan seorang guru/ bertapa agar

menjadi priyayi// walau bagus segala perilaku sesuai/ kalau

sesungguhnya sejatinya bangsat/ pastilah sombong ucapnya/

berucap telah menduduki/ menduduki ucapan priyayi/ supaya tidak

kelihatan/ tingkahnya yang kacau/ semua tentang kemanusiaan/

sifatnya tercela tidak tahu tata krama hatinya goyah/ tergoyah

kebendaan// Pikirannya kacau/ sebab terlalu menginginkan

keduniawian//

b. Tidak suka menolong.

Mengetahui seseorang sedang dalam masalah, tetapi hanya diam

dan pura-pura tidak tahu. Selalu masak bodoh dengan kepentingan orang

lain, yang penting adalah kepentingannya sendiri. Sifat dan sikap demikian

menjauhkan diri dari kemurahan dan kasih sayang antara sesama. Berikut

kutipannya:

kang satêngah sujanma puniki/ gandar ala nylêkuthis semunya/ sarta dhêndhêng cêlukane/ sinêmon datan wêruh/ dipunsarah datan udani/ kinêras datan êsak/ ginêbug malupuh/ sawênèh

Page 121: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxi

ingkang sujanma/ api kêras nyêngangas ungas yèn angling/ nyaliwing ing wardaya// (bait 11)

Terjemahan: yang setengahnya manusia itu/ sifatnya tercela

samar-samar sok segalanya/ serta berat tangan panggilannya/ suka

pura-pura tidak tahu masalah/ diberitahu tidak pernah

dilaksanakan/ keras kepala tidak dapat diperindah/ makin dikerasi

melemah/ sebagian manusia seperti api/ lebat melalap sulit

ditaklukkan kalau berbicara/ berbeda dengan hati//

Page 122: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxii

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian kajian filologis dan pembahasan isi, dapat disimpulkan

bahwa:

1. Suntingan teks SW pada penulisan ini ialah suntingan teks yang bersih dari

kesalahan. Naskah SW yang telah diedisikan dalam kajian ini yang dipandang

baik.

2. SW berisi ajaran etika, etiket dan pandangan hidup agar menjadi manusia

utama. Etika, etiket, dan pandangan hidup meliputi sifat dan sikap. Ajaran

tersebut dibedakan menjadi dua hal, yaitu: menempuh ajaran kebajikan dan

menjauhi hal-hal tercela. Menempuh ajaran kebajikan ditempuh dengan

melaksanakan ajaran hati suci. Menjauhi hal-hal tercela ialah menghindari perilaku:

nafsu sufiah, nafsu amarah, dan nafsu aluamah. Yang tercermin pada hati sufiah, hati

amarah, dan hati aluamah.

B. Saran

Saran berdasarkan hasil penelitian ini adalah:

1. Berdasarkan pengkajian terhadap SW, diperoleh suntingan teks yang bersih

dari kesalahan. Suntingan teks tersebut dapat diteliti lebih lanjut oleh berbagai

disiplin ilmu, seperti linguistik untuk kebahasaannya, sastra untuk

kesastraannya, sosiologi untuk pengaruhnya terhadap dinamika sosial masa

lalu dan sekarang, serta berbagai disiplin ilmu lain sesuai dengan bidangnya.

Page 123: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxiii

2. Pengoptimalan ajaran atau kandungan dari suatu naskah dapat dilakukan

dengan cara merelevansikan dan mengimplementasikan ajaran tersebut.

Ajaran SW dapat direlevansikan terhadap kehidupan sekarang. Implementasi

ajaran tersebut dapat diawali dari siapapun yang membaca penulisan ini,

kemudian memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

3. Perlu adanya pemaksimalan potensi yang terdapat dalam karya sastra Jawa

pada umumnya, dan naskah kuno pada khususnya. Mengingat di luar sana,

masih banyak terdapat naskah-naskah kuno yang perlu dibudidayakan agar

terjaga kelestariannya.

Page 124: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxiv

DAFTAR PUSTAKA

Abu Sangkan. 2006. Berguru Kepada Allah Menghidupkan Kecerdasan Emosional dan Spiritual. Jakarta: PT Patrap Thursina Sejati.

Akhadiati Ikram. 1980. Perlunya Memelihara Sastra Lama. Kumpulan Naskah

dalam Analisis Kebudayaan No. 3 Tahun I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

_______. 1992. Beberapa Metode Kritik dan Edisi Naskah. Kumpulan Makalah

(Filologi). Bandung. Bani Sudardi. 2003. Penggarapan Naskah. Surakarta: Badan Penerbit Sastra

Indonesia. Behrend, T. E. 1990. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 1 Museum

Sanabudaya Yogyakarta. Jakarta: Djambatan. Behrend, T. E. dan Titik Pudjiastuti. 1990. Katalog Induk Naskah–Naskah

Nusantara Jilid 3 A FSUI. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Behrend, T. E. dan Titik Pudjiastuti. 1990. Katalog Induk Naskah–Naskah

Nusantara Jilid 3 B FSUI. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Darusuprapta. 1984. Naskah-naskah Nusantara Beberapa Penanganannya.

Yogyakarta: Javanologi. Edi S. Ekadjati. 1992. Cara Kerja Filologi. Kumpulan Makalah (Filologi).

Bandung. Edward Djamaris. 2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. _______. 2002. Metodologi Penelitian Filologi. Jakarta: MANASCO

Page 125: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxv

Emuch Herman Soemantri. 1986. Identifikasi Naskah. Bandung: Fakultas Sastra Universitas Padjajaran.

Etty Indriati. 2005. Menulis Karya Ilmiah Artikel, Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Florida, Nancy K. 1994. Javanese Language Manuscripts of Surakarta, Central

Java A Preliminary Descriptive Catalogus Level I and II _______ 2000. Javanese Literature in Surakarta Manuscript Volume I.

Manuscript of The Kasunanan Palace.

Girardet, Nikolaus et al. 1983. Descriptive Catalogus of the javanese Manuscripts and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta. Weisbaden: Franz Steiner verslag GMBN.

Haryati Soebadio. 1975. Masalah Filologi. Filologi (Kumpulan Makalah). Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

_______. 1975. Penelitian Naskah Lama Indonesia. Bulletin Yaperna No. 7 Th. II

Juni 1975.

Jennifer, Lindstay. 1998. Katalog Induk Naskah – Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional RI. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Maryono Dwi Raharjo, et. al. 2005. Pedoman Penulisan dan Pembimbingan

Skripsi/Tugas Akhir Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Maryono Dwi Raharjo. 2006. Sengkalan dalam Budaya Jawa. Solo: KATTA.

Nikolaus Girardet. 1983. Descriptive Catalogus of the Javanese Manuscripts and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta. Weisbaden: Franz Steiner Verslag GMBH.

Padmosoekotjo, S. 1960. Ngengrengan Kasusastran Djawa II. Yogyakarta: Hien Hoo Sing.

Page 126: SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)eprints.uns.ac.id/5989/1/205801111201108011.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cxxvi

Poerwadarminta, W, S, J. 1939. Baoesastra Jawa. Batavia: J.B. Wolters’ Uitgevers Maatschappij.

Rahyono, FX. 2009. Kearifan Budaya dalam Kata. Jakarta: Wedatama Widya

Sastra.

Sartono, dkk. 1988. Beberapa Segi Etika dan Etiket Jawa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara Bagaian Jawa.

Siti Baroroh Baried. 1983. Naskah Jawa Bernafaskan Islam. Sarasehan Nasional Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sumarlam. 2006. Analisis Wacana Tekstual dan Kontekstual. Surakarta: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Sutopo, HB. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Pengertian Etika Moral dan Etiket. Diakses dari http://massofa.wordpress.com/2008/11/17 pada 15 Juli 2010 pukul 21.06 WIB.