(SUATU TINJAUAN FILOLOGIS) - digilib.uns.ac.id/Naskah... · Kawruh Landhdeyan (Suatu Tinjauan...
Transcript of (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS) - digilib.uns.ac.id/Naskah... · Kawruh Landhdeyan (Suatu Tinjauan...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
NASKAH KAWRUH LANDHEYAN
(SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh
WAKHID ARIYANTO C0106057
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERNYATAAN
Nama : Wakhid Ariyanto NIM : C 0106057
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “Naskah
Kawruh Landhdeyan (Suatu Tinjauan Filologis)” adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, 2012
Wakhid Ariyanto
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
1. Golèk sampurnaning urip lahir batin lan golèk sampurnaning pati.
Terjemahan : sudah menjadi kewajiban manusia untuk mencari kesejahterakan hidup di dunia dan akhrat.
2. Kawula mung saderma, mobah- mosik kersaning hyang sukmo.
Terjemahan : lakukan yang kita bisa , setelahnya serahkan kepada Tuhan. ( filosofis Jawa)
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSEMBAHAN
Bapak dan Ibu. Adik- adik Sahabat-sahabatku. Almamater tercinta
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini berjudul ” Naskah Kawruh Landheyan”(Suatu Tinjauan Filologis)”. Penelitian ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna melengkapi gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daera, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari semangat, doa, bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Supardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Sastra
dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret.
3. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret.
4. Dra. Hartini, M.Hum. selaku koordinator bidang Filologi, Jurusan Sastra
Daerah untuk Daerah Jawa, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret sekaligus pembimbing II yang selalu memberikan motivasi, pengarahan, dan mendorong penulis hingga terselesaikannya ini skripsi ini.
5. Drs. Sisyono Eko Widodo, M.Hum., selaku pembimbing I yang dengan sabar
memberikan pengarahan kepada penulis hingga penulis selesai dalam menyusun skripsi.
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6. Dr. Supono, M. Hum, selaku Pembimbing Akademik yang senantiasa
memberikan pengarahan dari semester 1 hingga penulis menyelesaikan studi.
7. Seluruh Dosen Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas maret Surakarta yang telah memberikan berbagai macam ilmu pengetahuan yang sangat membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini dan bekal yang sangat bermanfaat untuk nantinya.
8. Staf dan Karyawan di Fakultas Sastra dan Seni Rupa umumnya dan Jurusan
Sastra Daerah khususnya, atas bimbingan dan arahan selama penyelesaian studi.
9. Kepala dan Staf Perpustakaan Fakultas Sasta dan Seni Rupa dan Perpustakaan
Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah banyak membantu penulis memberikan kemudahan dalam pelayanan pada penyelesaian skripsi ini.
10. Kepala Perpustakaan Sasanapustaka Keraton Kasunanan Surakarta
Hadiningrat, yang berkenan memberikan sebagian besar data penelitian ini.
11. Bapak, Ibu, Adik terima kasih atas cinta yang tulus serta doanya. 12. Sahabat-sahabat satu angkatan Sastra Daerah 2006, terima kasih atas
dukungan dan semangatnya.
13. Teman-temanku bidang Filologi 2006, Ajik, Bangkit, Dhora, Erna, Septi,
Wini, cuwik, Inal, Enic, terima kasih atas kebersamaan dan dukungan kalian.
14. Semua pihak baik secara langsung maupun tidak membantu terhadap
terselesaikannya penulisan karya tulis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penelitian ini masih
banyak kekurangan karena keterbatasan waktu, pengetahuan dan kemampuan
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi sempurnanya penelitian ini.
Surakarta, 2012
Wakhid Ariyanto
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................................ii PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI ..............................................................iii PERNYATAAN...............................................................................................iv MOTTO ...........................................................................................................v PERSEMBAHAN ............................................................................................vi KATA PENGANTAR .....................................................................................vii DAFTAR ISI....................................................................................................x DAFTAR TABEL ............................................................................................xii DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG.................................................. xiii ABSTRAK .......................................................................................................xiv BAB I PENDAHULUAN.........................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..........................................................1 B. Batasan Masalah......................................................................13 C. Rumusan Masalah ...................................................................13 D. Tujuan Penulisan .....................................................................14 E. Manfaat Penulisan ...................................................................14 F. Sistematika Penulisan............................................................. 15
BAB II KAJIAN TEORI........................................................................... 17
A. Pengertian Filologi ...................................................................17 B. Objek Filologi ..........................................................................17
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Langkah Kerja Penelitian Filologi ...........................................18 D. Tentang Landheyan ..................................................................20
BAB III METODE PENELITIAN ..............................................................26
A. Bentuk dan Jenis Penelitian .....................................................26 B. Sumber Data dan Data .............................................................26 C. Teknik Pengumpulan Data .......................................................27 D. Teknik Analisis Data................................................................28
BAB IV KAJIAN FILOLOGIS dan PEMBAHASAN ISI......................... 30
A. Kajian Filologis .......................................................................30
1. Deskripsi Naskah ...............................................................30 2. Kritik Teks, Suntingan Teks, dan Aparat Kritik ................37 3. Terjemahan………………………………………………. 53
B. Pembahasan Isi.........................................................................65
1. Jenis Landheyan .................................................................65 2. Alat- Alat Untuk Membuat Landheyan .............................66 3. Cara Membuat Landheyan………………………………. 67 4. Makna Filosofis Bentuk Landheyan dan Kayu- Kayu Yang
Dapat Dibuat Landheyan……………………………...... .70
5. Daftar Glusari Teks Kawruh Landheyan………………… 73
BAB V PENUTUP .....................................................................................77
1. Simpulan ............................................................................77 2. Saran...................................................................................77
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................79 LAMPIRAN…………………………………………………………………. 81
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Table 1 Daftar Lacuna Teks Kawruh Landheyan………………………… 36 Tabel 2 Daftar Adisi Teks Kawruh Landheyan………………………….. 37
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
(…^…) : Tanda diakritik yang menjelaskan vokal “e” pepet, contoh pada
kata lẽmẽs „lẽmas .
`…) : Tanda diakritik yang menjelaskan vokal “e” pada kata akẻh
‘banyak .
[ 1,2,3,.dst] : Nomor kritik teks pada kata yang terdapat kesalahan. [1,2,3,dst] : Adalah untuk menunjukkan pergantian lembar halaman teks. Cm : Centi Meter
Hal : Halaman No : Momor
xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Wakhid Ariyanto. C 0106057. 2011. Kawruh Landheyan (Suatu Tinjauan Filologis). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah untuk Daerah Jawa Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
Penelitian terhadap naskah Kawruh Landheyan berdasarkan dua alasan yaitu segi filologis maupun segi isi. Dari segi filologis mengidentifisikan adanya konvensi penulisan yang baru dan terdapat varian di Naskah Kawruh Landheyan. Dari segi isi karena isi yang menarik yang membahas tentang cara pembuatan Landheyan, alat- alat yang digunakan, sampai jenis- jenis Landheyan. Permasalahan yang dibahas dalam permasalahan ini yaitu: 1) Bagaimanakah bentuk suntingan teks naskah Kawruh Landheyan yang bersih dari kesalahan sesuai cara kerja filologi? 2) Bagaimanakah deskripsi cara pembuatan landheyan sesuai teks naskah Kawruh Landheyan? Tujuan penelitian ini adalah 1) Menentukan bentuk suntingan teks Kawruh Landheyan yang bersih dari kesalahan. 2) Mendeskripsikan cara pembuatan landheyan sesuai teks naskah Kawruh Landheyan?
Metode penelitian yang digunakan adalah bentuk penelitian deskriptif kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka (library research ). Ada dua jenis data dalam penelitian ini yaitu data primer dan sekunder. Data primer adalah haskah Kawruh Landheyan dengan teknik pengumpulan datanya dengan metode studi pustaka (libralan dry research) teknik berikutnya yaitu teknik fotografi digital tanpa blitz. Data sekunder berupa hasil wawancara, ensiklopedi, buku dan artikel yang membahas tentang Landheyan, data sekunder diperoleh dengan melakukan wawancara, membaca buku dan artikel. Analisis data menggunakan tiga komponen yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil dari analisis secara filologis didapat 1) Suntingan teks Kawruh Landheyan dalam penelitian pada ini ialah suntingan teks yang bersih dari kesalahan sesuai cara kerja filologi. 2) Kawruh Landheyan berisi tentang cara pembuatan Landheyan , alat- alat yang digunakan, dan jenis- jenis Landheyan. cara pembuatan Landheyan dimulai dari pemilihan kayu yang baik, kemudian dibuat persegi empat, lalu persegi delapan, dan dibuat bulatan, setelah itu mulai dibentuk Landheyan yang diinginkan. Untuk alat- alat yang digunakan seperti pethel, pasah, gergaji, bor manual, kikir, amplas, sampai dengan balok kayu untuk meluruskan Landheyan yang bengkok. Jenis- jenis Landheyan meliputi bentuk ngusus, ngadhal meteng, ngebung, dan ngelabu.
xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Wakhid Ariyanto. C 0106057. 2011. Kawruh Landheyan (An Evaluation of Philologists). Skripsi. Major of Art for Java Faculty of Letters and Fine Arts Sebelas Maret University
Research of Kawruh Landheyan text based on two reasons there are, first is existence of study by philologist and also study of context of Kawruh Landheyan text. Second reason is interesting content which study about the way of making Landheyan, appliances to be used and the type of Landheyan. The problem which discuss in this research there are 1) How to form the copied text of Kawruh Landheyanwhich clear of mistake according to the way of philology activity 2) How to describe the way of making Landheyan according to copied text of Kawruh Landheyan? Target of this research are 1) Determine the form of text edition of Kawruh Landheyan which clear of mistake 2) Describe the way of making Landheyan according to copied text of Kawruh Landheyan.
Research method which is used is descriptive research qualitative. Research type which is used is research library. There are two types of data in this research; there are primary data and secondary data. Primary data is done by libralan dry research method; the next technique is digital photography technique without blitz. Secondary data obtain by interview, reading book and article. Analyzing data use three components, there are reducing data, presenting data and taking the conclusion. The result of analysis by philologist there are 1) Edition text with correction of mistake which pursuant to elementary directive of linguistics include spelling of Java language which is completed, structure, and sentence context and the other considerations according to habit of text and researcher interpretation, so the text which edition considered to be the text which similar with the first text and also clear of mistake 2) Text of Kawruh Landheyan contain about way of making Landheyan, appliances to be used, the types of Landheyan. Until the woods which can used to make Landheyan.
xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
SARI PATHI
Wakhid Ariyanto. C 0106057. 2011. Kawruh Landheyan (Suatu Tinjauan Filologis). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah untuk Daerah Jawa Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
Panalitèn dhumatêng naskah Kawruh Landheyan kanthi cara kalih pêrkawis inggih saking segi filologis saha segi isi. Saking segi filologis amargi wontênipun konvensi panulisan enggal saha wontênipun varian ing naskah Kawruh Landheyan. Saking segi isi amargi isi ingkang ngrêmênakên ingkang ngrêmbag babagan tata cara damêl Landheyan, pirantos- pirantos ingkang dipun- ginakakên, ngantos jênisipun Landheyan. Pêrkawis ingkang dipunrêmbag saklêbêtipun pêrkawis punika inggih: 1) Kados pundi wujud suntingan teks Kawruh Landheyan ingkang têbih saking kalêpatan jumbuh kalihan cara kêrjaning fillogi? 2) Kados pundi trêp- trêpanipun adamêl Landheyan ingkang cocok kalihan teks Kawruh Landheyan? tujuan panalitèn inggih punika: 1) Hanêntokakên wujud suntingan teks Kawruh Landheyan ingkang rêsik saking kalêpatan. 2) Nyariyosakên trêp- trêpanipun damêl Landheyan ingkang sami kalihan teks naskah Kawruh Landheyan.
Wujud panalitèn ingkang dipun- ginakakên inggih punika panalitên deskriptif kualitatif. Jinising panalitèn ingkang dipun- ginakakên inggih punika panêlitian pustaka ( library research). Wontên kalih jinis data wontên ing panalitèn menika data primer kalihan sekunder. Data primer inggih menika naskah Kawruh Landheyan, ingkang pamêndhêting data kanthi metode panalitênan pustaka ( Libralan dry researchi ), sêlajêngipun kanthi cara fotografi digital mbotên ngginakakên blitz. Data sekunder menika asiling wawan pangandikan kalihan nara sumber, ensiklopedi, buku saha artikel ingkang bahas babagan Landheyan. Data sekunder mênika pikantuk saking wawan pangandikan, maos buku kalihan artikel. Analising data ngginakakên tiga bab inggih mênika reduksi data, sajian data, lan anyimpulkakên pêrkawis.
Asil saking analisis kanthi cara filologi inggih punika: 1) Suntingan teks Kawruh Landheyan wontên ing panalitèn inggih mênika suntingan teks ingkang rêsik saking kalêpatan cocok kalihan cara kerja filologi. 2) Naskah Kawruh Landheyan nyariosakên cara adamêl Landheyan, pirantos- pirantos ingkang dipun ginakaken, saha jênis-jênising Landheyan. Cara damêl Landheyan dipunwiwiti saking pamilihing kajêng ingkang sahê, sêlajêngipun dipun damêl sêgi sêkawan, sêgi wolu, dipun damêl gilig, sêlajêngipun dipun damêl Landheyan ingkang dipun kêrsani. Pirantosipun kados, pêthèl, pasah, gorok, jara, kikir, amplas, saha dhalangan. Jênising Landheyan untawisipun wujud ngusus, ngadhal mêtêng, ngêbung, saha ngêlabu.
xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebudayaan terbentuk sebagai hasil sintesa dari pengalaman-pengalaman
masa lalu. Oleh karena itu, untuk memahami kebudayaan suatu bangsa dengan
baik, informasi-informasi dari masa lalu mutlak diperlukan. Informasi-informasi
tersebut dapat diperoleh melalui beberapa hal yang masih tersisa dari masa lalu
seperti cerita-cerita lisan, benda-benda (artefak) dan tulisan-tulisan. Salah satu
informasi penting berupa tulisan adalah naskah-naskah lama. Sebagai salah satu
peninggalan tertulis, naskah lama menyimpan informasi dari masa lampau yang
lebih banyak jika dibandingkan dengan peninggalan berwujud benda.
Naskah kuna merupakan salah satu sumber informasi kebudayaan daerah
masa lampau yang sangat penting. Pemeliharaan naskah lama sangat penting
karena sastra lama yang ruang lingkupnya amat luas dapat merupakan sumber
yang tak ternilai bagi pengertian terhadap berbagai aspek kebudayaan yang pada
hakikatnya bersumber pada kebudayaan tradisional (Achadiati Ikram, 1997: 29).
Berdasar fakta tersebut, penelitian dalam rangka penentuan naskah asli perlu
dilakukan sebagai upaya penyelamatan terhadap peninggalan sejarah.
Pengetahuan mengenai naskah dan seluk beluknya dipelajari dalam ilmu filologi.
Kegiatan filologi yang menitik beratkan kepada bacaan yang rusak disebut dengan
filologi tradisional (W. Hendrosaputra, Sisyono EW, 1997: 2).
Girardet-Soetannto (1964: 64) mengelompokkan naskah kuna menjadi
empat jenis, yaitu:
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
a) Kronik, legenda, dan mite: Di dalamnya termasuk naskah-naskah: (1)
babad, (2) pakem, (3) wayang purwa, (4) menak, (5) panji, (6)
pustakaraja, dan (7) silsilah;
b) Agama, filsafat dan etika; Didalamnya termasuk naskah-naskah yang
mengandung unsure-unsur: (1) hinduisme-budhisme, (2) islam, (3)
mistik jawa, (4) Kristen, (5) magic dan ramalan, dan (6) sastra wulang.
c) Peristiwa keraton, hukum, peraturan-peraturan.
d) Buku teks dan penuntun, kamus, ensiklopedi tentang linguistik, obat-
obatan, pertanian, antropologi, geografi, perjalanan, perdagangan,
masak-memasak dan sebagainya.
Dari berbagai naskah terdapat naskah Landheyan. Berdasarkan
pengelompokan tersebut naskah Landheyan termasuk dalam kelompok d. Naskah
Landheyan ini merupakan naskah yang menjelaskan tentang berbagai jenis
‘landheyan’. Kata ‘landheyan’ dalam bahasa Jawa diartikan sebagai gagang keris
dan gagang tombak. Sedangkan menurut (Bambang Harsrinuksmo. 2008: 256)
Landheyan artinya adalah pegangan atau gagang. Dalam naskah ini ‘landheyan’
yang dimaksud adalah gagang tombak. Dalam naskah ini dijelaskan cara
pembuatan gagang tombak, beserta peralatan dan bahan yang digunakan.
Ketertarikan penulis pada naskah landheyan di karenakan berbagai hal, yaitu:
1. Landheyan merupakan salah satu alat tradisional atau produk peninggalan
yang merupakan kekayaan khasanah ilmu pengetahuan masyarakat
terdahulu.
2. Berdasarkan sejarahnya, landheyan memiliki fungsi tertentu sebagai
berikut:
1. Jaman Nabi : untuk perang, dan untuk tandha melaksanakan
sholat dhuha.
2. Jaman kerajaan : untuk perang dan berburu.
3. Jaman sekarang : digunakan untuk koleksi, dan untuk
melestarikan budaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Menurut data yang diperoleh, sampai saat ini belum banyak kajian yang
meneliti naskah landheyan, sehingga dengan keistimewaan yang dimiliki
landheyan, penulis tertarik untuk menelaah lebih jauh mengenai naskah
landheyan.
Secara umum, berdasarkan wawancara, berikut penjelasan mengenai
landheyan. Landheyan adalah tangkai tombak atau gagang tombak.
1. Kayu- kayu untuk membuat landheyan.
1. Kayu mentaos : dengan ciri- ciri ulet dan lentur
2. Kayu Jati : dengan cirri- cirri lurus, mudah dikerjakan, ulet, dank
eras.
3. Kayu cendana : Kayu cendana disebut mustikanya kayu, dengan
memiliki ciri- cirri wangi atau harum, lurus, dan keras.
4. Kayu Kemuning : dengan cirri- cirri keras, doreng, dan berserat
bagus.
5. Kayu Tima : memiliki bobot yang ringan dibandingkan dengan
yang lain.
2. Bentuk atau jenis- jenis.
1. Ngusus : yaitu Landheyan yang bagian pangkal sampai ujungnya
besarnya sama.
2. Ngebung : yaitu Landheyan yang bagian pangkalnya besar lalu
mengecil sampai ujung.
3. Nglabu : yaitu Landheyan yang bagian tengahnya mengembung.
4. Landheyan variasi sekarang dimana terdapat ornament di bagian
atas dan bawahnya.
3. Alat- alat untuk membuat landheyan.
1. Gergaji.
2. Pasah.
3. Bubut manual.
4. Pisau kecil (wali) (pongot).
5. Patah.
4. Langkah- langkah membuat landheyan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
1. Mencari kayu yang lurus.
2. Kayu yang diperoleh di bentuk persegi empat.
3. Kemudian dibentuk persegi delapan.
4. Kemudian mengarah ke bulat atau di ambil kebulatannya.
5. Bagian- bagian landheyan.
Pada dasarnya Landheyan terbagi menjadi tiga yaitu ujung, tengah, dan
bawah.
1. Tunjung : yaitu ornament bawah dan atas Landheyan berupa
kuningan.
2. Cincin : cincin di ikat dengan benang, kemudian di beri cincin lagi,
kemudian di serlak. Hal seperni ini merupakan produk lama.
6. Pemilihan kayu.
Untuk membuat Landheyan memilih kayu yang ulet, lentur, dan tuwa.
7. Ukuran landheyan.
Pada dasarnya ukuran landheyan tergantung dengan pemakai, akan tetapi
memiliki aturan bahwa Landheyan memiliki panjang harus di atas kepala. Hal
tersebut diuraikan karena untuk membuat Landheyan tidak dapat di ukur dengan
hitungan, akan tetapi semuanya di ukur dengan perasaan berdasarkan karya.
Akan tetapi yang lazim, ukuran panjangnya antara
60cm,90cm,120cm,180cm,2m,2,5m,3m. sedangkan diameternya bekisar 3- 3,5
cm.
Langkah awal penelitian naskah Landheyan ialah menginventarisasi keberadaan
naskah tersebut dari berbagai catalog, yaitu :
1. Descriptive Catalogus of the Javanese Manuscripts and Printed Book
in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girardet-Sutanto,
1983)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
2. Javanese Language Manuscripts of Surakarta Central Java A
Preliminary Descriptive Catalogus Level I and II (Nancy K. Florida,
1996)
3. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Sana Budaya
Yogyakarta (T.E. Behrend, 1990)
4. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3B (Fakultas sastra
Universitas Indonesia, 1998)
5. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia (Lindstay, Jennifer, 1994)
6. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2 Keraton Yogyakarta
7. Daftar Naskah Perpustakaan Museum Radyapustaka Surakarta dan
8. Daftar Naskah Perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Surakarta
ditemukan tiga naskah yang berisi tentang Landheyan, yaitu:
1. Kawruh Landheyan. Naskah dengan no KS 235 SMP 121/23 (Nancy K.
Florida, 1993:148). 530 Ra (katalog lokal). Selanjutnya disebut dengan naskah
A.
2. Bab Saradunipun Jejeran. Naskah dengan no KS 234.2 SMP 121/22 (Nancy
K. Florida, 1993: 148). M472/XIV (katalog lokal). Selanjutnya disebut dengan
naskah B.
3. Kawruh Ukuripun Landheyan, Ukuripun Dhuwung, Anutut Kewan, Ukuring
Griya. Naskah dengan no KS 236 SMP 121/24 (Nancy K. Florida, 1993:148).
343 Ra (katalog lokal). Selanjutnya disebut dengan naskah C.
Ketiga naskah tersebut tersimpan pada Perpustakaan Sasanapustaka Keraton
Kasunanan Surakarta.
Naskah yang sudah berhasil dikumpulkan, dideskripsikan. Naskah A yang
berjudul Kawruh Landheyan dengan no KS 235 SMP 121/23 (Nancy K. Florida,
1993:148). 530 Ra (katalog lokal) merupakan naskah yang berbentuk gancaran
(prosa). Naskah yang terdiri dari 35 halaman tersebut memiliki keadaan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
sangat baik dan isinya masih utuh. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa
Baru ragam Krama. Huruf yang digunakan dalam penulisan serat ini adalah huruf
jawa carik. Ukuran huruf sedang dengan tulisan miring ke kanan dan
menggantung. Warna tinta yang digunakan adalah hitam. Jarak antara huruf
sedan, sedangkan jarak antara baris renggang. Pemakaian tanda baca
menggunakan adeg-adeg sebagai penanda awal paragraf. Naskah ini dikarang oleh
M. Ng. Karyabuntara.
Isi naskah ini meliputi macam-macam landheyan beserta tata cara
pembuatan landheyan. Seluruhnya terdiri dari 9 bab, yaitu:
a) Nama kayu bahan pembuat landheyan
b) Macam-macam landheyan beserta ukurannya
c) Bentuk landheyan
d) Alat-alat yang digunakan untuk membuat landheyan
e) Langkah-langkah membuat landheyan
f) Bagian-bagian landheyan
g) Pengambilan kayu dari hutan
h) Pengolahan kayu
i) Ukuran landheyan
Naskah B yang berjudul Bab Saradunipun Jejeran, dengan no KS 234.2
SMP 121/22 (Nancy K. Florida, 1993: 148). M472/XIV (katalog lokal)
merupakan bagian naskah bendel yang berjudul Kawruh Kawontênanipun
Mranggi, dengan no KS 234.0 SMP 121/22(Nancy K. Florida, 1993: 148).
Naskah ini terdiri dari 12 halaman ayang berisi tentang gambar ilustrasi alat- alat
pertukangan di halaman 1, 2, 4,5 ,7 , dan halaman 8, gambar Warangka pada
halaman 3, 9, dan halaman 10- 17. dan Landheyan pada halaman 6. Dalam catalog
telah di jelaskan naskah ini merupakan naskah salinan.
Naskah C yang berjudul Kawruh Ukuripun Landheyan, Ukuripun Dhuwung,
Anutut Kewan, Ukuring Griya dengan no KS 236 SMP 121/24 (Nancy K. Florida,
1993:148). 343 Ra (katalog lokal). Nahkah ini terdiri dari 7 lembar halan teks,
yang terdiri dari 4 sub judul yaitu: a). Kawruh Ukuripun Landheyan pada lembar
ke 1, bait 1 yang terdiri dari 6 baris. b). Ukuripun Dhuwung pada lembar 1- 2 yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
terdiri dari 17 baris. c). Anutut Kewan pada lembar 2- 3 yang terdiri 12 baris,dan
d). Ukuring Griya pada lembar 3- 7 yang terdiri dari 50 baris.
Berdasarkan deskripsi ketiga naskah dapat diketahui bahwa naskah A
memiliki isi yang paling utuh dan lengkap. Selain itu pada naskah B terdapat
keterangan bahwa naskah tersebut menyalin dari Kanjeng Pangeran Arya
Hadiwijaya. Keterangan ini dapat dilihat pada halaman terakhir:
Gambar 1 :
‘rampungipun nêdhak ing dinten senen kaliwon tanggal kaping 19
Jumadilakir alip. 1859. Utawi kaping 3 Desember 1928. Ingkang nyerat
Widasupama.’
Sedangkan naskah C dieliminasi dikarenakan isi yang sangat sedikit dan
tidak dapat digunakan sebagai perbandingan. Isi pada bagian Ukuripun
Landheyan hanya terdiri dari 6 baris, yang berisi mengenai ukuran landheyan
sebesar satu kepal tangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Gambar 2 :
Sumber: Naskah C hal I
Berdasarkan hal tersebut naskah A dipilih sebagai naskah yang paling baik
di bandingkan naskah B dan naskah C, sedangkan naskah B dieliminasi
dikarenakan naskah tersebut tidak memiliki infomasi tentang landheyan, dan
merupakan naskah salinan, sehingga tidak relevan dengan penelitian ini. Naskah
C dieliminasi dikarenakan naskah tersebut tidak layak dijadikan sumber data.
Untuk penelitian selanjutnya hanya akan dilakukan pada naskah A.
Pemilihan naskah Kawruh Landheyan sebagai bahan penelitian adalah
berdasarkan 2 hal, yaitu segi filologis dan segi isi. Segi filologis
mengidentifikasikan adanya konvensi penulisan yang baru dalam naskah tersebut,
yaitu adanya penulisan tanda petik dua ( II
) sebagai keterangan kata yang
mengisyaratkan sama dengan kata di atasnya. Salah satunya tampak pada gambar
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Gambar 3 : konvensi tanda petik dua ( “ )
Sumber: naskah A hal 34
Konvensi dengan penggunaan tanda petik dua ( II
) tersebut biasanya
ditemui dalam konvensi penulisan pada teks yang ditulis dengan huruf latin, yang
mengidentikkan sebuah kata dengan kata di atasnya. Konvensi penulisan dengan
huruf latin, sangat jelas karena sistem penulisanya terpisah antara satu kata
dengan kata yang lain, maka ketika tanda petik dua ( II
) tersebut ditempatkan pada
konvensi latin akan mudah diidentifikasi untuk merujuk pada kata di atasnya. Di
lain pihak, konvensi penulisan dengan huruf Jawa tidak ditulis dengan kata per
kata, sehingga jika tanda petik dua ( II
) tersebut ditempatkan pada teks dengan
huruf Jawa diperlukan identifikasi tersendiri untuk mengetahui kata apa yang
dirujuk dari tanda petik dua ( II
) tersebut.
Selain itu dalam penulisan naskah Kawruh Landheyan juga terdapat
penggunaan tanda titik dua /:/ sebagai penunjuk keterangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Gambar 4 : penggunaan tanda titik dua ( : )
Sumber: naskah Kawruh Landheyan hal 12
Tanda /:/ sebagai penanda keterangan untuk menjelaskan poin di atasnya
Penggunaan angka Romawi dan angka Arab juga sering digunakan di
dalam penulisan naskah ini. Akan tetapi penomoran halaman menggunakan angka
jawa. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Gambar 5 : penggunaan angka Jawa, Arab, dan Romawi
Sumber: naskah A hal 2
Keterangan:
2 : angka Jawa (digunakan sebagai penomoran halaman)
6,7,8,9 : angka Arab (digunakan sebagai nomor urut penjelasan/ isi )
I : angka Romawi (digunakan sebagai penanda sub bab)
Selain varian yang tersebut di atas, ditemukan pula varian lain baik berupa
suku kata, kata, kelompok kata, maupun kalimat yang dapat dikelompokkan
menjadi :
1. Lacuna, bagian yang terlampaui atau kelewatan, baik suku kata, kata,
kelompok kata maupun kalimat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Gambar 6 : lacuna
Sumber: naskah Kawruh landheyan hal 8
puni seharusnya punika
salêtipun seharusnya salêbêtipun
Gambar 7 : lacuna
Sumber: naskah Kawruh Landheyan hal 26
wiwitan seharusnya wit-witan
2. Adisi, bagian yang kelebihan atau penambahan baik suku kata, kata, kelompok
kata maupun kalimat.
Gambar 8 : adisi
Sumber: naskah Kawruh Landheyan hal 33
waosipun katêpusakên dhaêeng landheyan ing ingkang badhe dipun…
kata ing tidak perlu digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Kajian isi dilakukan untuk menguraikan hal-hal mengenai landheyan,
yaitu mulai dari pemilihan kayu yang layak untuk dijadikan landheyan sampai
pada proses pembuatan landheyan. Seluruhnya terdiri dari 9 bab, yaitu nama kayu
bahan pembuat landheyan, macam-macam landheyan beserta ukurannya, bentuk
laandheyan, alat-alat yang digunakan untuk membuat landheyan, langkah-langkah
membuat landheyan, bagian-bagian landheyan, pengambilan kayu dari hutan,
pengolahan kayu, ukuran landheyan.
Dalam pengungkapan kajian isi digunakan wawancara dan teori mendasar
mengenai landheyan. Wawancara dilakukan terhadap informan yang bergelut
dalam bidang landheyan, sedangkan teori yang digunakan untuk mengungkap isi
ialah teori/ pustaka yang menjelaskan mengenai landheyan, seperti Ensiklopedi
dan buku- buku mengenai landheyan.
B. Batasan Masalah
Berbagai bentuk permasalahan dalam Kawruh Landheyan memungkinan
naskah tersebut dapat diteliti dari berbagai sudut pandang. Untuk itu diperlukan
perbatasan masalah untuk mencegah melebarnya pembahasan. Batasan masalah
tersebut lebih ditekankan pada dua kajian utama, yakni kajian filologis dan kajian
isi. Kajian filologis digunakan untuk mengupas permasalahan seputar uraian-
uraian dalam naskah melalui cara kerja filologis, sedangkan kajian isi berfungsi
untuk mengungkapkan isi yang terkandung dalam Kawruh Landheyan.
C. Rumusan Masalah
Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah bentuk suntingan teks naskah Kawruh
Landheyan yang bersih dari kesalahan sesuai cara kerja
filologi?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
2. Bagaimanakah deskripsi cara pembuatan landheyan sesuai teks
naskah Kawruh Landheyan?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Menentukan bentuk suntingan teks Kawruh Landheyan yang
bersih dari kesalahan.
2. Mendeskripsikan cara pembuatan landheyan sesuai teks naskah
Kawruh Landheyan?
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua,
yakni manfaat praktis dan teoritis, sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis
a. Memperkaya penerapan teori filologi terhadap naskah.
b. Menambah kajian terhadap naskah Jawa lama yang belum banyak
terungkap isinya.
c. Memberikan kontribusi dan membantu peneliti selanjutnya yang
relevan untuk mengkaji lebih lanjut naskah Kawruh Landheyan
khususnya dan naskah Jawa lama pada umumnya dari berbagai
disiplin ilmu.
2. Manfaat Praktis
a. Menyelamatkan naskah Kawruh Landheyan dari kerusakan dan
hilangnya data dalam naskah tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
b. Mempermudah membaca naskah huruf Jawa bagi yang belum bisa
membaca sehingga mempermudah pemahaman isi yang
terkandung di dalam teks Kawruh Landheyan, sekaligus
memberikan informasi kepada generasi penerus tentang ajaran
yang terkandung di dalamnya.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika yang hendak dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Bab I Pendahuluan
Diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian manfaat panelitian dan sistematika penelitian.
Bab II Kajian Teoretis
Menguraikan tentang teori-teori yang berhubungan dan atau yang
digunakan untuk mengungkap kajian yang hendak dilakukan, yaitu kajian
filologi dan kajian isi. Teori-teori tersebut diantaranya; pengertian filologi,
objek filologi, dan cara kerja filologi dan teori-teori yang berhubungan
dengan isi teks, yaitu tentang ajaran kepemimpinan.
Bab III Metodologi Penelitian
Bab ini menguraikan metode yang akan digunakan dalam penelitian ini,
diantaranya: bentuk dan jenis penelitian, sumber data dan data, teknik
pengumpulan data dan teknik analisis data.
Bab IV Pembahasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Pembahasan diawali dengan pembasan kajian filologi dan dilanjutkan
dengan pembahasan kajian isi, kemudian dianalisis sesuai dengan metode
analisis data.
Bab V Penutup
Berisi simpulan dan saran, sebagai bagian akhir dicantumkan daftar
pustaka dan lampiran-lampiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Filologi
Filologi secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani philologia yang
berasal dari dua kata yaitu Philos yang berarti “senang” dan Logos yang berarti
“pembicaraan” atau “ilmu”. Jadi filologi berarti “senang berbicara”, yang
kemudian berkembang menjadi “senang belajar”, “senang kepada ilmu”, “senang
kepada tulisan-tulisan”, dan kemudian “senang kepada tulisan-tulisan yang
bernilai tinggi” seperti karya-karya sastra (Siti Baroroh Baried, et. al. 1994 : 2).
Dalam perkembangannya, istilah filologi mengalami perubahan dan
perkembangan. Menurut Edward Djamaris (2002: 2), filologi adalah ilmu yang
objek penelitiannya naskah- naskah lama. Sedangkan menurut Achadiati Ikram (
1980: 1), filologi dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari segala segi
kehidupan di masa lalu seperti yang di temukan dalam tulisan. Didalamnya
tercakup bahasa, sastra, adat istiadat, hukum, dan lain segalanya.
Di Indonesia yang dalam sejarahnya telah banyak dipengaruhi oleh bangsa
Belanda, maka arti filologi mengikuti penyebutan yang ada di negeri Belanda,
ialah suatu disiplin yang mendasarkan kerjanya pada bahan tertulis dan bertujuan
mengungkapkan makna teks tersebut dalam segi kebudayaannya.
B. Objek Filologi
Objek penelitian filologi terdiri dari dua hal yakni naskah dan teks. (
Edward Djamaris: 2002). Siti Baroroh Baried, dkk mengemukakan bahwa filologi
mempunyai obyek penelitian yaitu naskah dan teks. Dalam filologi istilah teks
menunjukkan pengertian sebagai sesuatu yang abstrak, sedangkan naskah
merupakan sesuatu yang konkret (1985: 3-4). Semua bahan tulisan tangan disebut
naskah (handschrift atau manuschrift), sedangkan teks adalah kandungan atau
muatan naskah berupa abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja dan memuat
17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
berbagai ungkapan pikiran serta perasaan penulis yang disampaikan kepada
pembacanya.
C. Langkah Kerja Penelitian Filologi
Langkah kerja penelitian filologi menurut Masyarakat Pernaskahan
Nusantara (Manassa), terdiri atas penentuan sasaran penelitian, inventarisasi
naskah, observasi pendahuluan, penentuan naskah dasar, transliterasi naskah, dan
penerjemahan teks. Sedangkan menurut Edwar Djamaris, langkah kerja yang
dilakukan dalam penelitian filologi meliputi inventarisasi naskah, deskripsi
naskah, perbandingan naskah, dasar-dasar penentuan naskah yang akan
ditransliterasi, singkatan naskah dan transliterasi naskah (1977: 23). Cara tersebut
digunakan apabila peneliti menemukan naskah jamak atau naskah yang lebih dari
satu. Karena Kawruh Landheyan merupakan naskah tunggal, maka langkah kerja
penelitian filologi ini tidak menggunakan perbandingan naskah.
Secara terperinci, langkah kerja penelitian filologi sebagai berikut :
1. Penentuan Sasaran Penelitian
Langkah pertama adalah menentukan sasaran, karena banyak ragam yang
perlu dipilih, baik tulisan, bahan, bentuk, maupun isinya. Ada naskah yang
bertuliskan huruf Arab, Jawa, Bali dan Batak. Ada naskah yang ditulis pada
kertas, daun lontar, kulit kayu, atau rotan. Ada naskah yang berbentuk puisi dan
ada pula yang berbentuk prosa. Ada naskah yangbberisi sejarah/babad,
kesusastraan, cerita wayang, cerita dongeng, primbon, adat istiadat,
ajaran/piwulang, dan agama.
Berdasarkan hal tersebut, ditentukan sasaran yang ingin diteliti adalah
naskah bertuliskan Jawa carik, ditulis pada kertas, berbentuk prosa dan berisi
masalah piwulang/ajaran. Keseluruhan bentuk di atas terangkum di dalam Kawruh
Landheyan.
2. Inventarisasi Naskah
Langkah awal dari penelitian suatu karya sastra sesuai cara kerja filologi
yaitu dengan mendaftar semua naskah yang ingin diteliti di berbagai tempat-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
tempat penyimpanan naskah. Menurut Edi S. Ekadjati (1980), bila hendak
melakukan penelitian filologi, pertama-tama harus mencari dan memilih naskah
yang akan dijadikan pokok penelitian, dengan mendatangi tempat-tempat koleksi
naskah atau mencarinya melalui katalog. Langkah tersebut dilakukan untuk
mengetahui jumlah naskah, tempat penyimpanan, dan penjelasan lain tentang
keadaan naskah. Naskah-naskah yang diperlukan didaftar untuk mengetahui
jumlah naskah, dimana naskah itu disimpan, serta penjelasan mengenai nomor
naskah, umur naskah, tulisan naskah, tempat dan tanggal penyalisan
naskah.keterangan-keterangan tersebut dapat dilihat dalam katalog (Edwar
Djamaris, 2002: 10).
3. Observasi Pendahuluan dan Deskripsi Naskah
Observasi pendahuluan dilakukan dengan mengecek data secara langsung
ke tempat koleksi naskah sesuai dengan informasi yang diungkapkan oleh katalog.
Setelah mendapatkan data yang dimaksud yakni Kawruh Landheyan maka
diadakan deskripsi naskah dan ringkasan isi.
Deskripsi naskah ialah uraian ringkasan naskah terperinci. Deskripsi
naskah penting untuk mengetahui keadaan naskah dan sejauh mana isi naskah itu.
Emuch Sumantri menguraikan bahwa deskripsi naskah merupakan sarana untuk
memberikan informasi mengenai: judul naskah, nomor naskah, tempat
penyimpanan naskah, asal naskah, ukuran naskah dan teks, keadaan naskah,
jumlah baris setiap halaman, huruf, aksara, tulisan, cara penulisan, bahan naskah,
bahasa naskah, bentuk naskah, umur naskah, fungsi sosial naskah serta ikhtisar
teks (1986: 2). Sedangkan ringkasan isi naskah digunakan untuk mengetahui garis
besar kandungan naskah sesuai dengan urutan cerita dalam naskah.
4. Transliterasi Naskah
Transliterasi naskah ialah penggantian atau pengalihan huruf demi huruf
dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Penyajian bahan transliterasi harus
selengkap-lengkapnya dan sebaik-baiknya, agar mudah dibaca dan dipahami.
Transliterasi dilakukan dengan menyusun kalimat yang jelas disertai tanda-tanda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
baca yang teliti, pembagian alinea dan bab untuk memudahkan konsentrasi pikiran
(Edward Djamaris, 1977 : 25).
5. Kritik Teks
Pengertian kritik teks menurut Paul Mass dalam Darusuprapta (1984)
adalah menempatkan teks pada tempat yang sewajarnya, memberi evaluasi
terhadap teks, meneliti atau mengkaji lembaran naskah dan lembaran bacaan yang
mengandung kalimat-kalimat atau rangkaian kata-kata tertentu.
6. Suntingan Teks dan Aparat Kritik
Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk aslinya, yang bersih
dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah yang dikritisi.
Aparat kritik merupakan suatu pertanggungjawaban dalam penelitian naskah yang
menyertai suntingan teks dan merupakan kelengkapan kritik teks. Segala kelainan
bacaan yang ditampilkan merupakan kata-kata atau bacaan salah yang terdapat
dalam naskah tampak dalam aparat kritik.
7. Terjemahan
Terjemahan adalah pemindahan makna atau bahasa sumber ke bahasa
sasaran. Pemindahan makna tersebut harus lengkap dan terperinci. Hal ini
bertujuan untuk memudahkan dalam memahami isi teks dari suatu naskah.
Sehingga masyarakat yang tidak menguasai bahasa naskah aslinya dapat juga
menikmati, sehingga naskah itu lebih tersebar luas (Darusuprapta, 1989:27).
D. Tentang Landheyan
Kajian isi pada penulisan ini dipaparkan melalui teknik deskripsi, yaitu
penjabaran dari data primer dalam hal ini adalah teks Kawruh Landheyan dan data
sekunder yang meliputi hasil wawancara dan informasi dari ensiklopedi dan buku-
buku yang membahas tentang Landheyan. Kandungan isi dalam penulisan ini
membahas tentang macam- macam Landheyan beserta cara pembuatanya.
1. Nama Kayu bahan Pembuatan Landheyan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Ada banyak macam kayu yang dapat dipergunakan dalam pembuatan
Landheyan, kayu- kayu tersebut memiliki kelebihan dan kekurangn dengan ciri-
ciri yang di miliki. Kayu- kayu tersebut antara lain :
1. Waru, warnanya pethak sulak jenne beratnya ringan, seratnya
kasar, pilihannya yang seratnya padat serta beratnta agak berat,
waru ini paling baik dipakai untuk landheyan panjang, karena dari
ringan dan ulet.
2. Timaha, warnanya putih dan bercorak hitam, coraknya warna-
warni, seperti : sembur, tutul, daler, encok sekar atau tembelang-
tembelang. Pilihannya yang dasarnya banyak coraknya, timaha ini
baiknya untuk landheyan celak, panjangnya dua dhepa, karena
kurang ulet.
3. Kayu garu, warnanya ungu belang-belang hitam, seratnya ada yang
halus ada yang kasar, bobotnya berat, karena berminyak.
4. Walik elar, warnanya jenne lirik-lirik, seratnya andalir urang,
bobotnya sedang, golongan mudah patah.
5. Janglot, warnanya putih, seratnya halus, bobotnya berat, ulet.
6. Wali kukun, warnanya merah sewarna dengan kayu sawo, seratnya
halus, bobotnya berat, kuat.
7. Therok, warnanya merah dan ungu belang seperti kayu garu,
bobotnya berat, seratnya halus, kuat.
8. Areng-arengan, warnanaya hitam kusam, seratnya halus, bobotnya
berat, kuat.
9. Aruman , sewarna tima, dasarnya sulak jenne, coraknya hitam
10. Kalak kambing, juga seperti tima, dasarnya jenne, bobotnya berat,
keras, tetapi coraknya merembet dan lunak.
11. Kalak basu, warnanya hitam seperti tima, mudah busuk, seratnya
kasar
12. Gedhondhong, warnanya putih, seratnya kasar, bobotnya sedang.
Deskripsi diatas merupakan hasil penjabaran dari teks Kawruh Landheyan.
Selain hal tersebut, dari hasil wawancara peneliti juga memperoleh informasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
tentang kayu- kayu yang sering digunakan untuk membuat Landheyan, yaiti
sebagai berikut:
1. Kayu mentaos : dengan ciri- ciri ulet dan lentur
2. Kayu Jati : dengan cirri- cirri lurus, mudah dikerjakan, ulet, dank eras.
3. Kayu cendana : Kayu cendana disebut mustikanya kayu, dengan memiliki ciri-
cirri wangi atau harum, lurus, dan keras.
4. Kayu Kemuning : dengan cirri- cirri keras, doreng, dan berserat bagus.
5. Kayu Tima : memiliki bobot yang ringan dibandingkan dengan yang lain.
2. Macam- macam Landheyan Beserta Ukurannya.
1. Blandaran, pangjangnya 3 atau 3,5 dhepa
2. Panurun, panjangnya 2,5 atau 3,5 dhepa
3. Pegon, panjangnya 2 atau 3,5 dhepa
4. Tlepak, panjangnya 1,5 atau 3,5 dhepa
5. Towok, panjangnya 1,5 atau 3,5 dhepa
6. Limpung, panjangnya 1,5 atau 3,5 dhepa
Sedangkan dari hasil wawancara mengenai ukurannya pada dasarnya
ukuran landheyan tergantung dengan pemakai, akan tetapi memiliki aturan bahwa
Landheyan memiliki panjang harus di atas kepala. Hal tersebut diuraikan karena
untuk membuat Landheyan tidak dapat di ukur dengan hitungan, akan tetapi
semuanya di ukur dengan perasaan berdasarkan karya.Akan tetapi yang lazim,
ukuran panjangnya antara 60cm,90cm,120cm,180cm,2m,2,5m,3m. sedangkan
diameternya bekisar 3- 3,5 cm.
3. Bentuk Landheyan
Dari hasil deskripsi dari data yang dikumpulkan memperoleh informasi
tentang bentuk- bentuk landheyan yaitu:
1. Ngusus : yaitu Landheyan yang bagian pangkal sampai ujungnya besarnya
sama.
2. Ngebung : yaitu Landheyan yang bagian pangkalnya besar lalu mengecil
sampai ujung.
3. Nglabu : yaitu Landheyan yang bagian tengahnya mengembung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
4. Landheyan variasi sekarang dimana terdapat ornament di bagian atas dan
bawahnya.
4. Alat Untuk Membuat Landheyan
1. Pêthèl, untuk memotong bahan, atau bila untuk memasang tunjung.
2. Pasah kiping, untuk memasang grabahan.
3. Graji gorok, untuk memotong.
4. Pasah sugu 2 iji, 1 grabahan, panjangnya 1½ kilan, 1 pangalus, panjangnya
2 kilan.
5. Kikir agêng alit, untuk memasang karah lagri.
6. Pangot, untuk nêtês yang akan dijadikan perabot.
7. Jara, untuk melubangi.
8. Dhalangan, kajêng balik.
5. Langkah- langkah Membuat Landheyan
Bahan landheyan yang baru saja dari hutan, ini tentu masih besar, atau
belum turut, ini lalu dipotonghanya memilih mandhukulipun bisa. Namun abila
kayu masih gêbingan,dipotong menurut kakêncênganipun lalu dipotong menjadi
delapan, bila sudah menjadi seperti ini namanya menjadi pêthèlan.
Bila sudah menjadi pêthèlan, lalu di pasah kiping, dipasah dengan dua
tangan. Selesai digrabahi menggunakan pasah sugu celak, diarahkan gilignya,
serta diarahkan mengikuti badannya. Setelah dipasah menggunakan pasah sugu
panjang supaya mendapat kekencangan dan gilignya juga, ini sudah dinamakan
bakal jadi.
Selanjutnya dipasang peralatan seperti,karah,lagri, sopal,tunjung,apabila
memakai grendim grendimnya juga dipasang, apabila dengan anggethak
landheyan agar lurus dan bagus.
Selanjutnya diselesaikan pembuatannya berdasarkan peralatannya, artinya
dibagian pangkal mengambil berdasarkan besarnya sopal, di ujung mengambil
besarnya lagri, dengan pasah penghalus, atau kikir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Apabila sudah lurus dan halus bulatanya,kemudian digosok di wacu calep
[apabila sekarang lebih baik amril apabila sudah halus hilang serat dari pasahan
dan kikiran, kemudian di ampelas, sampai halus, hilang serat amril, kemudian
digosok dengan sisa pasahan, agar hilang kotoranya, di usap dengan tangan,
sampai mengkilat dan licin, nama sudah jadi. Kemudian di pacak, macak itu
memasang perlengkapan landheyan, dengan baik.
6. Bagian- bagian Landheyan
Pada dasarnya Landheyan terbagi menjadi tiga yaitu ujung, tengah, dan
bawah. Akan tetapi secara terperinci bagian- bagian Landheyan adalah sebagai
berikut:
1. Karah
2. Godhi
3. Lagri
4. Sopal.
5. Tunjung.
perabot tlêmpak ini sama saja dengan perabot wahos, bila perabot wahos
wêwah satu, dinamakan wêgig, bentuknya gombyok songa tamparan dibawahnya
lagri.
7. Pengambilan Kayu Dari Hutan
Kayu Waru Gunung itu daunnya keriting dan bulunya panjang, pohonnya
lurus rantinya tumbuh di ujung pohon, yang sudah dapat digunakan untuk
landheyan paling sedikit dapat di bagi menjadi 4 bagian: pembagiannya di ambil
panjangnya, lebih baiknya pohon waru yang akan di bagi di potong terlebih
dahulu tepat di bawah ranting yang paling bawah, kemudian di diamkan sebentar,
selanjutnya di potong dari atas dengan sedikit demi sedikit sampai bawah, karena
itu apa bila di tidurkan takut apabila sering patah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Apabila sudah jadi potongan kemudian di pethel sampai lurus, dan di
pasah kebulatannya, penyimpananya harus berdiri di tempat yang teduh jangan
sampai kehujanan dan jangan di ikat menjadi satu agar tidak bengkok.
8. Pengolahan Landheyan
Dijaman kuna Landheyan ini apabila sudah jadi calon selanjudnya di olah,
pengolahannya dengan kakeplok dan kagedhug.
1. Keplok, ini dengan dipukulkan pada air setiap pagi sebanyan sepuluh
pukulan, selama satu tahun.
2. Gedhug,hal ini dengan dipukulkan pada tanah sekuwat mungkin setiap
pagi, lamanya setahun.
9. Ukuran Landheyan
Tombaknya ditalikan dengan Landheyan yang akan dimasuki, mulai
akhiran Landheyan diratakan dengan Pesi, kemudian dibolak- balik sampai
selesainya Landheyan, ketemu beberapa lipatan kemudian diambil empat- empat
sisanya berapa, apabila sisa:
1. Dhawah songga, baik.
2. Dhawah rungga, jelek sekali.
3. Dhawah sarah, jelek.
4. Dhawah watang jelek.
jadi apabila membuat Landheyan itu sebelum memasang perabot harus dihitung
terlebih dahulu.
Ukuranya godhi mulai dari lagri sampai karah sama dengan lingkaran
kepalanya sendiri, mulai dari mata kiri melingkar sampai mata kanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Bentuk dan Jenis Penelitian
Bentuk penelitian adalah cara yang digunakan peneliti dalam mengkaji
objek kajian. Bentuk penelitian terhadap naskah Kawruh landheyan adalah
penelitian filologi, yang objek kajiannya mendasarkan pada manuskrip (naskah
tulisan tangan). Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif. Pendekatan kualitatif
yang bersifat deskriptif ini berpandangan bahwa semua hal yang berupa sistem
tanda tidak ada yang patut diremehkan, semuanya penting dan semuanya
mempunyai pengaruh dan berkaitan dengan yang lain. Dengan mendeskepsikan
segala sistem tanda (semiotic) mungkin akan membentuk dan memberikan suatu
pemahaman yang lebih komprehensif mengenai apa yang dikaji (M Atar Semi,
1993: 24).
Jenis penelitian termasuk dalam penelitian pustaka (library research).
Penelitian pustaka bertujuan untuk mengumpulkan data-data, informasi dengan
bantuan buku-buku, majalah, naskah-naskah, cetakan-cetakan, kisah sejarah dan
dokumen lain yang relevan (Kartini Kartono, 1983:28).
B. Sumber Data dan Data
Sumber data yaitu sesuatu yang mengandung data, atau bisa juga disebut
tempat dimana data itu berada. Untuk lebih mudahnya sumber data mengacu pada
tempat penyimpanan naskah tersebut baik berupa perpustakaan maupun koleksi
pribadi. Sumber data dalam penelitian ini adalah pustaka, yaitu Perpustakaan
26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Sasana Pustaka Keraton Kasunanan Surakarta. Sedangkan data adalah suatu yang
mengacu pada objek penelitian.
Data penelitian dibagi menjadi data primer dan sekunder. Data primer
berupa naskah teks Kawruh Landheyan dengan nomor KS 235 SMP 121/23
(Nancy K. Florida, 1993:148). 530 Ra (katalog lokal). Sedangkan data sekunder
adalah data hasil wawancara, ensiklopedi, dan buku- yang membahas tentang
Landheyan.
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data Primer
Teknik pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan metode studi
pustaka (libralan dry reseach), yaitu katalogus naskah yang tersimpan di berbagai
perpustakaan, museum atau instansi lain yang menaruh perhatian terhadap naskah.
Teknik berikutnya yaitu dengan teknik fotografi digital tanpa blitz, yaitu
dengan memotret naskah dengan kamera digital yang kemudian ditransfer dalam
program Microsoft Office Picture Manager di komputer. Naskah sebagai data
utama yang telah terbaca kemudian dideskripsikan. Hal ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran wujud asli naskah.
2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan melakukan wawancara, membaca buku,
artikel maupun buku- buku ilmiah, kemudian dianalisis lebih lanjut apabila
terdapat informasi yng menunjang data primer.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
D. Teknik Analisis Data
Analisis data menggunakan tiga komponen analisis yaitu reduksi data,
sajian data dan penarikan simpulan. Reduksi data dilakukan dengan menggunakan
teknik analisis sesuai metode suntingan teks standar. Metode standar digunakan
bila isi naskah itu dianggap sebagai cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci
atau penting dari sudut agama dan sejarah, sehingga tidak perlu diperlakukan
secara khusus atau istimewa (Edwar Djamaris, 2002: 24).
Sajian data juga didasarkan pada metode standar (Edwar Djamaris,
2002:25). Hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
1. mentransliteraskan teks
2. membetulkan kesalahan teks, dalam penanganan kasus pada teks
naskah Kawruh Landheyan, pembetulan dilakukan dengan
memberikan kritik terhadap teks, tanpa merubah esensi dari isi teks
tersebut.
3. membuat catatan perbaikan/ perubahan
4. memberi komentar, tafsiran
5. membagi teks dalam beberapa bagian. Naskah Kawruh landheyan
bukan merupakan naskah bendel, sehingga teks tidak harus dibagi
dalam beberapa bagian.
6. menyusun daftar kata sukar (glossary).
Sajian data guna mengungkap kajian isi yang di tunjang dengan data
sekunder yaitu dari hasil wawancara di lapangan,ensiklopedi dan buku- buku
yang kemudian dikroscekkan teks naskah serat Kawruh Landheyan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Simpulan akhir merupakan jawaban atas tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini. Penarikan simpulan didasarkan pada analisis data dengan
menyajikan hasil suntingan teks yang bersih dari kesalahan dan menelaah isi
beserta seluruh keterangan berbagai istilah-istilah kultural yang terdapat dalam
teks naskah Kawruh Landheyan.
Ketiga aktivitas analisis tersebut dilakukan dalam bentuk interaktif dengan
proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus. Peneliti dalam
melaksanakan proses aktivitasnya tetap bergerak di antara komponen analisis
dengan mengumpulkan datanya, selama proses pengumpulan data masih
berlangsung. Selanjutnya peneliti hanya bergerak di antara tiga komponen analisis
tersebut. Sesudah pengumpulan data selesai pada setiap unitnya dengan
menggunakan waktu yang masih tersisa dalam penelitian ini (Sutopo, 2002: 91).
Pengumpulan Data
Sajian Data
Penarikan Simpulan
Reduksi Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
BAB IV
KAJIAN FILOLOGIS DAN PEMBAHASAN ISI
A. Kajian Filologis
1. Deskripsi Naskah
Sebuah naskah yang terdapat dalam katalog, umumnya telah
dideskripsikan secara singkat. Setiap katalog memuat informasi yang bertalian
dengan naskah, antara lain identitas fisik naskah, judul, umur, corak dan bentuk,
asal-usul, rangkuman, hubungan antar naskah dan fungsi naskah. Informasi yang
terletak dalam katalog tersebut memuat informasi yang lengkap, karena hal ini
bergantung pada seberapa jauh penyusun katalog memperoleh informasi
mengenai naskah-naskah tersebut. Informasi yang lengkap tersebut biasannya
diperoleh dari naskah itu sendiri (Emuch Hermansumantri, 1986:1).
Mendeskripsikan naskah ialah menjelaskan secara mendetail mengenai
keadaan naskah baik secara fisik, teks maupun koteks. Uraian mengenai naskah
ini dideskripsikan secara apa adanya. Teknis yang digunakan dalam
mendeskripsikan atau mengidentifikasi naskah Kawruh Landheyan ini mengacu
pada teknis Emuch Hermansoemantri (1986:2).
30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
a. Judul naskah
Kawruh Landheyan Pengambilan judul didasarkan pada tulisan yang
terletak pada cover depan.
Gambar 9 : cover depan naskah Kawruh Landheyan
b. Nomor naskah
KS 235 SMP 121/23 (Nancy K. Florida, 1993:148). 530 Ra (katalog
lokal).
c. Tempat penyimpanan naskah
Perpustakaan Sasanapustaka Keraton Surakarta Hadiningrat.
d. Asal naskah
Surakarta, Jawa Tengah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
e. Keadaan naskah
Naskah cukup baik dan masih utuh. Hanya saja pada beberapa bagian
naskah yang ditulis dengan cara verso-recto hurufnya pada halaman verso
tembus hingga halaman recto, tetapi masih cukup dapat terbaca.
f. Ukuran naskah
Panjang: 21,5 cm Lebar : 17 cm
g. Ukuran teks dan margin
Ukuran kertas : panjang: 21,5 cm lebar: 17 cm
Ukuran Margin : batas kanan 1cm, kiri 1 cm, atas 1cm, bawah 1 cm.
Ukuran teks : 19,5 cm x 15 cm
h. Tebal naskah
1 cm
i. Jumlah baris per halaman
Jumlah halaman pada halaman 1 adalah : 12 baris
Jumlah halaman pada halaman 2 adalah :10 baris
Jumlah halaman pada halaman 3- 10 adalah : 12 baris
Jumlah halaman pada halaman 11 adalah : 11 baris + gambar
Jumlah halaman pada halaman 12 adalah : 12 baris
Jumlah halaman pada halaman 13 adalah : 5 baris + gambar
Jumlah halaman pada halaman 14-16 adalah : 12 baris
Jumlah halaman pada halaman 17 adalah : 8 baris + gambar
Jumlah halaman pada halaman 18 adalah : 11 baris
Jumlah halaman pada halaman 19 adalah : 6 baris + gambar
Jumlah halaman pada halaman 20 adalah : 6 baris + gambar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Jumlah halaman pada halaman 21 adalah : 8 baris + gambar
Jumlah halaman pada halaman 22 adalah : 6 baris + gambar
Jumlah halaman pada halaman 23 adalah : 9 baris + gambar
Jumlah halaman pada halaman 24-34 adalah : 12 baris
Jumlah halaman pada halaman 35 adalah : 1 baris
j. Huruf, aksara, tulisan
Huruf yang digunakan dalam penulisan serat ini adalah huruf jawa carik.
Ukuran huruf sedang dengan tulisan miring ke kanan dan menggantung.
Warna tinta yang digunakan adalah hitam. Jarak antara huruf sedang,
sedangkan jarak antara baris renggang. Pemakaian tanda baca
menggunakan adeg-adeg sebagai penanda awal paragraf.
k. Cara penulisan
Ditulis bolak- balik ( rekto verso) yaitu lembaran naskah yang ditulisi pada
kedua halaman muka dan belakang.
l. Bahan naskah
Bahan yang digunakan adalah kertas folio bergaris dengan warna yang
sudah kekuning-kuningan, mungkin karena faktor usia.
m. Bahasa naskah
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa baru ragam krama.
n. Bentuk naskah
Naskah berbentuk prosa dan sebagian halaman terdapat berbagai gambar,
yaitu pada halaman 11, 13, 17, 19, 20, 21, 22, dan halaman 23.
o. Umur naskah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Dalam katalog dan naskah tidak dijelaskan secara eksplisit mengenai umur
naskah. Kunci yang digunakan sebagai pedoman umur naskah ialah
penjelasan pada teks halaman satu yang menyatakan bahwa naskah
tersebut merupakan hasil wawancara dari mas Ngabehi Karya Kuntara.
p. Pengarang/penyalin
Tidak ditemukan penjelasan mengenai pengarang/ penyalin baik dalam
teks maupun koteks.
q. Asal- usul Naskah
Koleksi pribadi Perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Surakarta
Hadiningrat.
r. Fungsi sosial naskah
Sebagai salah satu sumber pembuatan Landheyan pada masa lampau,
sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam pembuatan landheyan
dewasa ini.
s. Ikhtisar teks
Isi nahkah ini meliputi macam- macam landheyan beserta cara
pembuatannya yang terdiri dari 9 sub bab yaitu :
1. Nama kayu bahan pambuatan landheyan yang meliputi kayu
waru, timaha, kayu garu, walik elar, janglot, wali kukun, therok, arêng-
arêngan, aruman, kalak kambing, kalak basu,dan gêdhondong.
2. Macam- macam landheyan beserta ukuranya.
3. Bentuk landheyan.
4. Alat- alat untuk membuat landheyan seperti pêthèl, pasah kiping,
graji gorok, pasah sugu, kikir, pangot,dan jara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
5. Langkah- langkah membuat landheyan.
6. Bagian- bagian landheyan.
7. Pengambilan kayu dari hutan.
8. Pengolahan kayu, dan
9. Ukuran landheyan.
t. Cacatan lain
1. Penggunaan angka arab sebagai nomor urut penjelasan/ isi.
Gambar 10 :
Sumber : naskah Kawruh Landheyan halaman 2
2. Penggunaan angka Romawi sebagai penanda sub bab.
Gambar 11 :
Sumber : naskah Kawruh Landheyan halaman 2
3. Penggunaan tanda petik dua ( “ ) sebagai keterangan kata yang
mengisyaratkan sama dengan kata di atasnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Gambar 12 :
Sumber : naskah Kawruh Landheyan halaman 34
4. Penggunaan titik dua ( : ) sebagai tanda penunjuk keterangan.
Gambar 13 :
Sumber : naskah Kawruh Landheyan halaman 12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
2. Kritik teks, Suntingan Teks dan Aparat Kritik
a. Kritik Teks
Kritik teks menurut Paul Mass dalam Darusuprapta ( 1984) adalah
menempatkan teks pada tempat yang sewajarnya, memberi evaluasi terhadap teks,
meneliti atau mengkaji lembaran naskah dan lembaran bacaan yang mengandung
kalimat-kalimat atau rangkaian kata-kata tertentu. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan teks asli atau mendekati aslinya. Seorang filolog sangat jarang
mendapatkan naskah dan teks yang asli atau autograf tetapi setidaknya kritik teks
ini dapat mencapai ketetapan teks, naskah yang dianggap sedekat mungkin dengan
autografnya naskah yang bersih dari penyimpangan-penyimpangan atau
kekeliruan yang dapat dipertanggungjawabkan. Kritik teks digunakan peneliti
sebagai usaha untuk mengembalikan teks ke dalam sajian bentuk teks yang
mendekati aslinya, yang bersih dari kesalahan dengan tidak merubah makna dari
isi yang terkandung dalam teks. Berikut edisi teks naskah kawruh landheyan.
Tabel 1. Daftar Lacuna teks Kawruh Landheyan
No. Halaman Lacuna Edisi Teks
1 6 Tima Timaha
1 8 Puni punika
2 8 saletipun salebetipun
3 26 wiwitan Wit-witan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Tabel 2. Daftar Adisi teks Kawruh Landheyan
No Halaman Adisi Edisi Teks
1 33 dhatêng landheyan ing
ingkang badhe dipun
anjingi
dhatêng landheya ingkang
badhe dipun anjingi
2 34 wiwit ing lagri dumugi
karah kasami kaliyan tipus
sirahipun piyambak
wiwit ing lagri dumugi karah
sami kaliyan tipus sirahipun
piyambak
b. Suntingan Teks dan Aparat Kritik
Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk aslinya, yang bersih
dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah yang dikritisi.
Aparat kritik merupakan suatu pertanggung jawaban dalam penelitian naskah
yang menyertai suntingan teks dan merupakan kelengkapan kritik teks. Segala
kelainan bacaan yang ditampilkan merupakan kata-kata atau bacaan salah yang
terdapat dalam naskah tampak dalam aparat kritik.
Pengkajian secara filologis dalam naskah dan teks Kawruh Landheyan ini
dilakukan dengan aparat kritik dan suntingan teks dilakukan dengan bersamaan.
Kritik teks yang berupa interpretasi peneliti terhadap teks yang dianggap kurang
tepat langsung ditulis benar dalam edisi teks, sedangkan kata atau kelompok kata
yang dikritisi ditulis di bagian bawah teks (semacam catatan kaki) sebagai bagian
dari aparat kritik. Edisi teks yang sudah mendapatkan berbagai pembenaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
tesebut yang merupakan suntingan teks dari naskah Kawruh landheyan.
Keseluruhan dari suntingan teks dan aparat kritik disajikan dalam sebuah
transeliterasi.
Sebagai acuan dalam transeliterasi guna kepentingan edisi teks diperjelas
dengan tanda- tanda sebagai berikut:
a. Vokal “e” pepet, fonem yang dipakai memakai tanda diakritik (…ê…) sebagai
contoh pada kata têlês „basah‟.
b. Vokal “e” taling tetap ditulis dengan fonem “e”, sebagai contoh, fonem ini
digunakan pada kata landheyan.
c. Vokal “e” pada kata akeh ‘banyak‟ fonem yang dipakai memakai tanda
diakritik (...è…)sebagai contoh pada Bahasa Indonesia fonem ini dipakai kata
„kalẻng‟.
d. Tanda [ 1,2,3,......dst
] yang berada dalam teks adalah nomor kritik teks pada kata
yang terdapat kesalahan.
e. Tanda [1,2,3,...dst] adalah untuk menunjukkan pergantian lembar halaman
teks.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
[hal. 1] Kawruh Landheyan
Pandangon saking Mas Ngabehi Karya Buntara, Abdi Dalêm Mantri
Tukang Landheyan, ingkang kapratelakakên,
1. Namaning kajêng ingkang kenging kangge landheyan.
2. Beba- bedaning namanipun landheyan sarta ukuranipun.
3. Wanguning landheyan.
4. Namaning pirantosipun anggarap landheyan.
5. Uruting panggarap. [hal.2]
6. Namanipun praboting landheyan.
7. Patrapipun pamêndhêting kajêng saking wana.
8. Pangulahing kajêng.
9. Petang ukuraning landheyan dhawahipun ingkang awon, miwah ingkang
sae,wijangipun kados ing ngandhap punika.
I Namaning Kajêng
1.Waru, wujudipun pêthak sulak jêne[hal.3] bobotipun ènthèng, sêratipun agal,
pilihanipun ingkang sêratipun madhêt sarta bobotipun radi awrat, waru punika
prayogi piyambak dipunangge landheyan panjang, amargi saking ènthèng saha
ulêt.
2.Timaha, wujudipun pêthak, mawi pèlèt cêmêng, corakipun warni-warni,
kadosta: sêmbur, tutul, daler,encok sêkar utawi têmbêlang-têmbêlang
sasaminipun, pilihanipun ingkang dhasaripun sumringah pèlètipun kathah[hal.4].
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Timaha punika prayoginipun kaangge landheyan cêlak, panjang- panjangipun
kalih dhêpa, amargi kirang wulêt.
3. kajêng Garu, wujudipun wungu lorèk- lorèk cêmêng, sêratipun wontên ingkang
alus, wontên ingkang kasar, bobotipun awrat, amargi nglisah.
4. Walik êlar,wujudipun jêne lirik- lirik, sêratipun andalir urang, bobotipun
sêdhêng, golongan gêtas.
5. Janglot, wujudipun pêthak, sê -[hal.5] ratipun alus, bobotipun awrat, wulêt.
6. Walikukun, wujudipun abrit sawêrni kajêng sawo, sêratipun alus, bobotipun
awrat, kiyat.
7. Therok , wujudipun abrit sarta wungu lorèk kados kajêng garu, bobotipun
awrat, sêratipun alus, kiyat.
8. Arêng- arêng, wujudipun cêmêng mêlês, sêratipun alus, bobotipun awrat,
kiyat.[hal.6]
9. Aruman, sawêrni [ tima]1, dhêdhasaripun sulak jêne, pèlètipun cêmêng.
10.Kalak kambing, ugi kados tima, dhasaripun jêne, bobotipun awrat, atos,
nanging pèlètipun rêmbêt- rêmbêt sarta êmpuk.
11. Kalak basu, wujudipun cêmêng kados tima, bosokan, sêratipun kasar.
12. Gêdhondhong, wujudipun pêthak, sêratipun kasar, bobotipun sêdhêng.
Amangsuli kajêng waru, ingkang sahe wêda -[hal.7] lan saking tanah
kilèn, pintên banggi angsal wêdalan ing Rêdi Wangi, sêratipun madhêt, kiyat
wulêt, titikanipun mawi dipun pêthèl gadhah gilap sawatawis.
1 timaha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Dene kajêng garu, therok, arêng- arêng punika sami kajêng saking tanah
sabrang nanging botên sagêd anêrangakên asalipun, sarta kajêng garu punika
warni kalih: 1. Garu ramês, punika gandanipun arum. 2. Garu baya, gandanipun
amung sawatawis, sanèsipun kajêng ti -[hal.8] ga [puni]2 sadaya sami wêdalan
[salêttipun]3 pulo Jawi.
II Nama Sarta Ukuraning Landheyan
1.Blandaran, panjangipun, 3 utawi 3½ dhêpa.
2.Panurung, 2½
3.Pegon, 2
4,Tlêpak,
5.Towok, 1½ dhêpa utawi
6. limping,
Cêlak- cêlakipun sadhêpa, naming bedanipun makatên: [hal.9]
tlêmpak punika prabotipun sami kaliyan waos.
towok punika prabotipun mawi gombyok tumrap sangandhaping lagri nama
wêgig.
limpung punika wujudipun mêthit, rangkanipun gilik turut kaliyan
landheyanipun, mandhap- mandhap saya alit ngantos dumugi tunjung.
III Wanguning Landheyan
1. Dipunwastani ngusus, wujudipun wiwit bongkot dumugi pucuk lêmpêng
kema -[hal.10] won turut botên mawi agêng têngah tumrapipun kangge
wawangunaning landheyan ingkang panjangipun, 2½ dhêpa minggah.
2 punika 3 salebetipun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
2. Dipunwastani ngadhal mêtêng, wujudipun bongkot pucuk alit, ing têngah
agêng tumrapipun kangge wawangunaning landheyan ingkang
panjangipun,1½ dhêpa.
Dene waos ingkang landheyan panjangipun, 2 dhêpa, punika sasênêngan,
kawangun ngusus kenging, kawangun ngadhal mêtêng ugi kenging nanging
ng[hal.11]dhal mêtêngipun radi mlorot.
IV Praboting Landheyan
Landheyan punika lantaraning tumbak, minangka garanipun, kanggenipun
mawi prabot kados dene gambar ing ngandhap punika:
Gambar angka “1” punika gambar pêthiting landheyan, prabotipun dipun
wastani:
1. Karah.[hal.12]
2. Godhi.
3. Lagri.
Gambar angka “2” bongkoting landheyan, prabotipun dipun wastani:
4. Sopal.
5. Tunjung.
Praboting tlêmpak punika sami kemawon kaliyan praboting waos, manawi
praboting wahos wêwah satunggal, dipun wastani wêgig, wujudipun gombyok
songa tamparan tumrap sangandaping lagri, kado-[hal.13] s dene gambar ing
ngandhap punika:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Limping punika kalêbêt panunggilaning wahos utawi tlêmpak, nanging
wujud sarta prabotipun sanès wangun, wujudipun kados ing ngandhap punika:
[hal.14]
1. Tutup
2. Karah warongka
3. Karah ing wahos
4. Karah landheyan
5. Sopal
6. Tunjung
Mênggah praboting landheyan ingkang nama karah, lagri sopal,
sasaminipun punika ingkang dipundamêl warni- warni kados ta: jêne, salak,
suwasa, mamas, kuningan, namung tunjung sanadyan wahos kagungan dalêm
punika sami mamas u-[hal.15]tawi tosan.
Saka karah lagri punika wontên ingkang katatah sêsêkaran sapantêsipun, wontên
ingkang lugasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Dene godhi punika ing kinanipun naming tanparaning duk ingkang lêmbat,
utawi rambut, agêngipun sasada ingkang alit, cacahipun kalih êlêr, ingkang
satunggal tamparanipun ngiwa, satunggal nêngên, lajêng kagodhèkakên sarêng
wiwit ing karah dumugi ing lagri, punika wujudipun ka-[hal.16]dos dene
klabangan, godhi kalih warni wau awèt wulêt, lami- lami saya katingal alus, sarta
cariyosipun para sêpuh punika gadhah daya lêpat ing têguh, dados singa
kadhawahan botên wangsul.
Wontên malih godhi kawat salaka dipuntampar lajêng kaêtrap kados dene
godhi duk ing nginggil wau.
Sulam, punika godhi duk kados ing nginggil wau nanging mawi dipun
sulami januran jane, kados anam kepang[hal.17] wujudipun kados ing ngandhap
punika:
Blongsong punika lintuning karah lagri godhi, ingkang dipunangge jêne,
salak, utawi suwasa wujudipun inggih saistha pasanging karah lagri godhi,
gambaripun kados ing ngandhap punika:
Menggah blongsong punika tatahanipun kajawi anam kepang wontên malih
limar-[hal.18]an, êndhog mimi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Grêndim, punika karah panjangipun sapanjanging godhen, dados wiwit ing
lagri dumugi sapuputing pucuk landheyan, ingkang dipunangge têmbagi, utawi
salaka, namung lajêng katumpangan godhi, namung manawi sampun blongsong
botên mawi grêndim.
Pirantos Anggarap Landheyan
1. Pêthèl, kangge mêthèl calonan, utawi manawi badhe masang tunjung,
wuju[hal.19]dipun kados ing ngandhap punika.
2. Pasah kiping, kangge masah grabahan manawi nyaloni, wujudipun kados
ing ngandhap punika.
3. Graji gorok, kangge ngêngêthok, wujudipun kados ing ing ngandhap
puni[hal.20]ka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
4. Pasah sugu 2 iji, 1 grabahan, panjangipun 1½ kilan, 1 pangalus,
panjangipun 2 kilan, pucukipun mawi nyênthang wujudipun kados
ngandhap punika.
5. Kikir agêng alit, kangge masang karah lagri sapanunggilipun, sar-
[hal.21]ta mêmêtakên bullet, wujudipun kados ing ngandhap punika.
6. Pangot, kangge nêtês ingkang badhe kaanjingan prabot, wujudipun kados
ing ngandhap punika:
7. Jara, kangge ambolong ingkang badhe kaanjingan pêsining wahos,
wujudipun kados ing nga-[hal.22]ndhap punika:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Dhalangan, kajêng balik, iringanipun kakrèwèk sacêkaping landheyan,
pirantos kangge ngêluk landheyan, wujudipun kados ing ngandhap
punika:[hal.23]
Uruting Panggarap
Calonaning landheyan ingkang sawêk saking wana, punika tamtu taksih
agêng, utawi dèrèng turut, punika lajêng dipunpêthèli namung milihi
mandhukulipun sagêt.
Dene manawi kajêng taksih gêbingan, punika dipunpêthèli kapêndhêt
kakêncênganipun pas gen rumiyi-[hal.24] n, tumuntên dipunpêthèli lingiripun
kadamêl gêbingan wolu, manawi sampun turut punika sawêg nama pêthèlan.
Sasampunipun dados pêthèlan, lajêng dipunpasah kiping, kapasah tangan
kalih, landheyan wau sumèlèh ing siti sarta dipunidak.
Tumuntên dipun grabahi ngangge pasah sugu cêlak, dipunangkah
giligipun, sarta dipunangkah turuting dapuripun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Tumuntên dipunpasahi ngangge pasah [hal.25]sugu panjang supados
kacêpêng kakêncênganipun sarta giligipun sawatawis, punika sampun nama
calonan dados.
Landheyan punika ingkang tamtu mawi bengkong, sagêtipun jêjêg kêdah
mawi dipunluk, patrapipun makatên, landheyan ingkang lêrês bengkong wau
dipunanthok ing dêbog lajêng dipunsloboki bumbung dêling apus utawi ori
ingkang têlês, dêbogipun ing-[hal.26]kang ngantos têtêl, lajêng kabêsmi ing latu
arêng. Manawi landheyanipun sampun benter sangêt, tondha toyaning dêbog
sampun dados wedang sarta kathah ingkang malêbêt ing landheyan, lajêng
dipunêntas anthokipun karucat, dipunluk wontên dhalangan, bengkokipun
kajêpitakên kowokaning dhalangan, pucuking landheyan dipunbandhuli
samurwatipun.[ dhalangan wau dipundêgakên angsal [wiwitan]4 utawi
cagak.][hal.27]. Manawi sampun radi asrêp lajêng kabikak, punika manawi
tumrap kajêng waru, tumrapipun kajêng tima walikukun sapanunggalipun,
pambikakipun saking dhalangan kêdah radi benter sawatawis. Manawi sampun
jêjêg lajêng dipunpasahi malih satêngah dados.
Tumuntên dipun pasangi prabotipun, kadosta, karah, lagri, sopal, tunjung,
manawi mawi grêndim inggih grêndimipun kaanjingakên, manawi[hal.28] sarana
anggêthak landheyan supados smag sarta dhamis.
Lajêng kadadosakên wawangunanipun miturut prabotipun, têgêsipun ing
pêthit amêndhêt guru agênging sopal, ing pucuk amêndhêt guru agênging lagri,
sarana pasah sugu panglus, utawi kikir.
4 Wit- witan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Manawi sampun turut sarta mêmêt giligipun, lajêng dipungosok ing wacu
calêp [ manawi sapunika prayogi amril] manawi sampun alus sir-[hal.29]na
tabêting pasahan sarta kikiran, lajêng dipunampêlas, ingkang ngantos alus, ical
tabêting amril, tumuntên kagosok ing kawul pasahan, supados ical balêdugipun,
kagêbêg tangan, ingkang ngantos gilap sarta lunyu, nama sampun dados.
Lajêng dipunpacak, macak punika nganjingakên waosipun dhatêng
landheyan, sarana kajabung,[hal.30]
Lajêng kagodhi, angangge godhi punapa sasênêngipun.
Pamêndhêtipun Kajêng Waru Saking Wana
Kajêng waru gunung punika godhongipun pating jêngkêrut sarta
wulunipun panjang, witipun dalêjêr thukuling pangipun inggil. Ingkang sampun
kenging kangge landheyan punika apes- apêsipun kenging kaangge sigar 4:
pamêndhêtipun kasigar adêgan, patrapipun wit waru ingkang badhe kapêndhêt
punika dipunpronggol watês sangandhaping pang ingkang [hal.31] ngandhap
piyambak, ing ngandhap katêrês sawatawis, lajêng kasigar saking nginggil sarana
dipunpaju saking sakêdhik ngantos dumugi ing ngandhap pisan, mila makatên
manawi karêbahakên sumêlangipun asring pêpês.
Manawi sampun dados sigaran lajêng dipun pêthèli kagêbing ingkang
turut, sarta dipunpasah kagiligakên sawatawis. Pangrimatipun kêdah kaêdêgakên
panggenan eyub sampun ngantos kajawahan sarta kabong-[hal.32]kok amurih
botên bengkong.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Pangulahing Landheyan
Ing jaman kina landheyan punika manawi sampun dados calonan mawi
kaulah, pangulahipun kakêplok sarta kagêdhuk.
1. Kêplok, punika dipun sabêt- sabêtakên ing toya sabên enjing wontêna kaping
sadasa sabêtan, laminipun satahun.
2. Gêdhug, punika kagêdhug- gêdhugakên ing siti sakuwawinipun sabê-[hal.33]n
enjing, laminipun satahun.
Petanging Landheyan
Waosipun katêpusakên dhatêng landheyan[ ing ]5ingkang badhe
dipunanjingi, wiwit pêthiting landheyan kapapak kalihan pêsi, lajêng wolak-
walik minggah sakêmputing landheyan, kapanggih pintên têkuk lajêng kapêndhêt
sakawan- sakawan tirah pintên, manawi tirah:
1. Dhawah songga, sahe.
2. rungga, awon sangêt. [hal.34]
3. Dhawah sarah, awon
4. watang
Dados manawi damêl landheyan punika sadèrèngipun masang prabot kêdah
katêpus rumiyin.
Ukuraning godhi wiwit ing lagri dumugi karah [kasami]6 kalihan têpus
sirahipun piyambak, wiwit suluhan maripat kiwa anggubêt dhatêng wingking
dumugi suluhan maripat têngên.
5Wahosipun katêpusakên dhatêng landheyan ingkang badhe dipun anjingi 6 wiwit ing lagri dumugi karah sami kaliyan têpus sirahipun piyambak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Ukuran panjanging sopal sami kalihan satêpusing kagunganipun
pi[hal.35]yambak manawi wungu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
3. Terjemahan
Terjemahan adalah pemindahan makna atau bahasa sumber ke bahasa
sasaran. Pemindahan tersebut harus lengkap dan terperinci, agar memudahkan
dalam memahami isi teks dalam suatu naskah. Dengan terjemahan tersebut dapat
memudahkan masyarakat yang tidak menguasai bahasa naskah aslinya, sehingga
dapat memahami dan menikmati kandungan isi yang ada dalam haskah.
Terjemahan dalam penelitian ini menggunakan terjemahan bebas, yaitu
keseluruhan teks bahasa sumber diganti dengan bahasa sumber secara bebas.
Terjemahan naskah Kawruh Landheyan adalah sebagai berikut.
Hal 1
Kawruh Landheyan
Pandangan dari Mas Ngabehi Karya Buntara, abdi dalem mantri Tukang
Landheyan yang dipisahkan,
1. Nama kayu yang bisa dijadikan landheyan
2. Macam-macam nama landheyan dan ukurannya
3. Bentuk landheyan
4. Nama alat-alat untuk membuat landheyan
5. Urutan pembuatan (hal 2)
6. Nama-nama bagian dari landheyan
7. Cara mengambil kayu dari hutan sampai menjadi calon
8. Pengolahan kayu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
9. Hitungan ukuran landheyan dari yang baik, keterangannya seperti
dibawah ini.
I
Nama Kayu
1. Waru, warnanya putih kekuningan (hal 3) berat ringan, serat kasar, pilihannya
yang seratnya padat serta bobotnya sedang, waru ini paling baik dipakai untuk
landheyan panjang, karena ringan dan ulet.
2. Timaha, warnanya putih dan bercorak hitam, coraknya warna-warni, seperti :
sembur, tutul, daler, encok sekar atau belang- belang, kebanyakan memilih
yang banyak coraknya (hal 4), timaha ini paling baik untuk landheyan pendek,
yang panjangnya dua dhepa, karena kurang ulet.
3. Kayu garu, warnanya ungu belang-belang hitam, seratnya ada yang halus ada
yang kasar, bobotnya berat, karena berminyak.
4. Walik elar, warnanya kuning lurik-lurik, seratnya andalir urang, bobot sedang,
masuk dalam golongan kayu yang mudah patah.
5. Janglot, warnanya putih, se(hal 5) rat halus, bobotnya berat, dan ulet.
6. Walikukun, warnanya merah sama dengan warna kayu sawo, serat halus,
bobot berat, dan kuat.
7. Therok, warnanya merah dan ungu belang seperti kayu garu, bobot berat, serat
halus, dan kuat.
8. Areng-arengan, warnanaya hitam kusam, serat halus, bobot berat, dan kuat
(hal 6)
9. Aruman, sewarna tima, dasarnya kuning, ketahnya hitam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
10. Kalak kambing, juga seperti tima, dasarnya kuning, bobot berat, keras, tetapi
coraknya merembet dan lunak.
11. Kalak basu, warnanya hitam seperti tima, mudah busuk, seratnya kasar
12. Gedhondhong, warnanya putih, seratnya kasar, bobot sedang.
Kembali ke kayu waru, yang bagus berasal (hal 7) dari tanah barat, lebih
baiknya mendapat kayu yang wangi, seratnya padat, kuat ulet, cirri- cirinya
apabila di pethel ada kilatannya sebentar.
Bila kayu garu, therok, areng-areng itu sama dengan kayu dari tanah
seberang akan tetapi tidak bisa diketahui asalnya, serta kayu garu ini ada dua : 1.
Garu rames, baunya harum, 2. Garu baya baunya hanya tahan sebentar, selain tiga
kayu tiga (hal 8) ini semuanya berasal dari pulau jawa.
II Nama dan Ukuran Landheyan
1. Blandaran, pajangnya 3 atau 3,5 dhepa
2. Panurung, pangjangnya 2,5 atau 3,5 dhepa
3. Pegon, pangjangnya 2 atau 3,5 dhepa
4. Tlepak, pangjangnya 1,5 dhepa atau paling pendek 1 depa
5. Towok, pangjangnya 1,5 dhepa atau paling pendek 1 depa
6. Limpung, pangjangnya 1,5 dhepa paling pendek 1 depa
Akan tetapi yang membedakan tlepak, towok, dan limping seperti ini: (hal 9)
- Templak, alatnya sama dengan wahos
- Towok, alatnya menggunakan benang sutra di pasang dibawa lagri yaitu
wegig.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
- Limpung ini bentuknya meruncing, rangkanya bullet seperti landheyannya,
semakin kebawah semakin kecil sampai tunjung.
III Bentuk Landheyan
1. Dinamakan ngusus, karena bentuk landheyan dari pangkal sampai ujung lurus
[hal.10] dan bagian tengah tidak membesar sering digunakan untuk landheyan
yang panjangnya 2,5 dhepa atau lebih.
2. Dinamakan ngadhal meteng, karena bentuk pangkal dan ujung landheyan
kecil, sedangkan bagian tengah besar, digunakan untuk landheyan yang
panjangnya 1,5 dhepa.
- sedangkan waos yang landheyan panjangnya 2 dhepa, bisa menggunakan
bentuk ngusus atu ngadhal meteng juga, sesuai dengan selera,(hal 11) akan
tetapi jika menggunakan bentuk ngadhal mêtêng, bagian tengah yang
membesar agak di geser ke bawah.
IV Nama Alat-alat Untuk Membuat Landheyan
Landheyan adalah gagang tombak yaitu sebagai pegangan, kegunaannya
sebagai perabot seperti gambar di bawah ini :
“gambar nomer 1 ini gambar pethiting landheyan, alatnya dinamakan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
1. Karah [hal.12]
2. Godhi
3. Lagri
Gambar nomer 2 adalah pangkal landheyan, alatnya dinamakan :
6. Sopal.
7. Tunjung
perabot tlêmpak ini sama dengan perabot wahos, bila perabot wahos
wêwah satu, dinamakan wêgig, bentuknya Sembilan rentengan
dibawahnya lagri, seperti [hal.13] gambar di bawah ini:
Limping termasuk wahos atau tlêmpak, akan tetapi bentuk dan perabotnya
bukan wangun, bentuknya seperti dibawah ini:
[hal.14]
1. Tutup
2. Karah warongka
3. Karah ing wahos
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
4. Karah landheyan
5. Sopal
6. Tunjung
Perabot landheyan yang bernama karah, lagri sopal, dan sejenisnya yang
akan dibuat bermacam-macam seperti: jêne, salak, suwasa, mamas, kuningan,
tetapi tunjung meskipun wahos sama dengan mamas [hal.15]atau besi.
karah lagri ini ada yang ditatah motif bunga yang bagus, ada juga yang
polos.
Namun godhi pada jaman dahulu hanya ditali keduk yang lebat, atau
rambut, besarnya seperti lidi yang kecil, jumlahnya dua biji, yang satu talinya ke
kiri, satunya ke kanan, lalu ditalikan bersama mulai dari karah sampai di lagri, ini
bentuknya seperti [hal.16] klabangan. Kedua godhi itu awet uletnya, lama
kelamaan terlihat halus, serta cerita para orang tua, memiliki daya lêpat yang kuat,
menjadi singa kadhawahan tidak kembali.
Ada lagi godhi kawat salaka ditali lalu dipakai godhi seperti di atas tadi.
Sulam, ini godhi duk seperti diatas tadi tetapi dengan disulami dengan
janur, seperti anam kepang[hal.17] bemntuknya sepertri dibawah ini:
Blongsong ini gantinya karah lagri godhi, yang dipake jêne, salak, atau
suwasa bentuknya yaitu [saistha] pasanging karah lagri godhi, gambarnya seperti
dibawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
namun blongsong ini tatahannya kecuali anam kepang ada lagi limaran [hal.18],
êndhog mimi.
Grêndim, ini karah yang panjangnya sepanjang godhen, mulai dari lagri
sampai ujung landheyan, yang dipakai têmbaga, atau salaka, selanjutnya hanya
ditumpangi godhi, tetapi bila sudah blongsong tidak memakai grêndim.
Alat Membuat Landheyan
8. Pêthèl, untuk memotong bahan, atau untuk memasang tunjung,
bentuknya[hal.19] seperti dibawah ini.
9. Pasah kiping, untuk memasang grabahan, bentuknya seperti dibawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
10. Gergaji, untuk memotong, bentuknya seperi dibawai ini[hal 20]
11. Pasah sugu 2 iji, 1 grabahan, panjangnya 1½ kilan, 1 pangalus, panjangnya 2
kilan, pucuknya dengan nyênthang bentuknya seperti dibawah ini.
12. Kikir besar kecil, untuk memasang karah lagri dan lain-lainnya, serta[hal.21]
mêmêtakên bullet, bentuknya seperti dibawah ini.
13. Pangot, untuk nêtês yang akan dijadikan perabot, bentuknya seperti dibawah
ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
14. Jara, untuk melubangi apa yang akan dijadikan pêsining wahos, bentuknya
seperti di [hal.22]bawah ini:
Dhalangan, kajêng balik, iringannya berlobang sebesar landheyan, alat
untuk meluruskan landheyan, bentuknya seperti dibawah ini:[hal.23]
Urutan Pengerjaan
Bahan landheyan yang baru saja di ambil dari hutan, tentu masih besar,
atau belum rata, ini lalu dipotong hanya memilih yang bias digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
apabila kayu masih balokan, dipotong diambil kelurusannya ditempatnya
dahulu[hal.24], kemudian dipotong menjadi delapan, bila sudah menjadi seperti
ini namanya menjadi pêthèlan.
Bila sudah menjadi pêthèlan, lalu di pasah kiping, dipasah dengan dua
tangan, landheyan di letakkan ditanah lalu diinjak.
Selesai digrabahi menggunakan pasah sugu celak, diarahkan gilignya,
serta diarahkan mengikuti badannya.
Setelah dipasah menggunakan pasah [hal.25] sugu panjang untuk
mendapat kekencangan dan gilignya juga, ini sudah dinamakan bakal jadi.
Landheyan kebanyakan ada yang bengkok, agar menjadi lurus harus
dilipat, kurang lebih seperti ini, landheyan yang bengkok dibungkus pelepah
pisang lalu dimasukkan bumbung yang masih basah, pelepahnya jangan sampai
lepas, lalu kabesmi di batu arang, bila landheyannya sudah sangat panas, tanda air
dari pelepas pisang mendidih dan banyak yang masuk ke landheyan, lalu
diangkat, dilipat di dhalangan, bengkoknya dijepitkan di dhalangan, ujung dari
landheyan tadi diberi gantungan yang bagus.[dhalangan itu disandarkan pada
pohon atau tiyang.] [hal.27] bila sudah lumayan dingin lalu dibuka, ini bila
memakai kayu waru, untuk kayu tima walikukun dan lain-lain, menganbil dari
dhalangan harus agak panas sementara.
Apabila sudah lurus kemudian dipasah lagi setengah jadi.
Selanjutnya dipasang peralatan seperti,karah,lagri, sopal,tunjung,apabila
memakai grendim grendimnya juga dipasang, apabila [hal 28] agar landheyan
menjadi lurus dan bagus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Selanjutnya diselesaikan pembuatannya berdasarkan peralatannya, artinya
dibagian pangkal mengambil berdasarkan besarnya sopal, di ujung mengambil
besarnya lagri, dengan pasah penghalus, atau kikir.
Apabila sudah lurus dan halus bulatanya,kemudian digosok dengan wacu
calep [apabila sekarang lebih baik amril] apabila sudah halus dan hilang [hal 29]
serat dari pasahan dan kikiran, kemudian di ampelas, sampai halus, hilang serat
amril, kemudian digosok dengan sisa pasahan, agar hilang kotoranya, di usap
dengan tangan, sampai mengkilat dan licin, landheyan sudah jadi.
Kemudian di pacak, macak itu memasang perlengkapan landheyan,
dengan baik. [hal 30]
Kemudian kagodhi, menggunakan godhi atau yang lain.
Pengambilan Kayu Waru Dari Hutan
Kayu Waru Gunung itu daunnya keriting dan bulunya panjang, pohon
lurus ranting tumbuh di ujung pohon, yang sudah dapat digunakan untuk
landheyan paling sedikit dapat di bagi menjadi 4 bagian: pembagiannya di ambil
panjangnya, lebih baiknya pohon waru yang akan di bagi di potong terlebih
dahulu tepat di bawah ranting yang [hal 31]paling bawah, kemudian di diamkan
sebentar, selanjutnya di potong dari atas dengan sedikit demi sedikit sampai
bawah, karena apa bila di tidurkan sering patah.
Apabila sudah jadi potongan kemudian di pethel sampai lurus, dan di
pasah kebulatannya, penyimpananya harus berdiri di tempat yang teduh jangan
sampai kehujanan dan jangan di ikat menjadi satu[hal 32] agar tidak bengkok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Pembuatan Landheyan
Dijaman kuna Landheyan ini apabila sudah jadi calon selanjudnya di olah,
pengolahannya dengan kakeplok dan kagedhug.
1. Keplok, ini dengan dipukulkan pada air setiap pagi sebanyan sepuluh pukulan,
selama satu tahun.
2. Gedhug, hal ini dengan dipukulkan pada tanah sekuwat mungkin setiap
[hal.33] pagi, lamanya setahun.
Hitungan Landheyan
Tombaknya dipasangkan pada Landheyan yang dibuat, mulai akhiran
Landheyan diratakan dengan Pesi, kemudian dibolak- balik sampai selesainya
Landheyan, ketemu beberapa lipatan kemudian diambil empat- empat sisanya
berapa, apabila sisa:
5. Dhawah songga, baik.
6. Dhawah rungga, jelek sekali. [hal.34]
7. Dhawah sarah, jelek.
8. Dhawah watang jelek.
“ jadi apabila membuat Landheyan itu sebelum memasang perabot harus dihitung
terlebih dahulu.
Ukuranya godhi mulai dari lagri sampai karah sama dengan lingkaran
kepalanya sendiri, mulai dari mata kiri melingkar sampai mata kanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Ukuran panjangnya sopal sama dengan satepusing sendiri [hal. 35]ketika
bangun tidur.
B. Pembahasan Isi
Serat Kawruh Landheyan merupakan naskah Jawa yang membahas
mengenai Landheyan. Pada dasarnya bahasan naskah mencakup: a) jenis
Landheyan; b) alat-alat untuk membuat Landheyan; c) cara-cara membuat
landheyan; dan d) makna filosofis bentuk-bentuk Landheyan dan beberapa kayu
yang dapat dibuat Landheyan.
1. Jenis Landheyan
Dalam teks kawruh landheyan, landheyan terdiri dari dua jenis yang
memiliki ciri- ciri dan ukuran yang berbeda yaitu:
a. Ngusus
Landheyan ini bentuknya lurus mulai dari pangkal sampai ujung, landheyan
seperti ini biasa dibuat untuk landheyan yang panjangnya 2,5 dhepa.
b. Ngadhal Mêteng
yang dimaksud bentuk ngadal meteng adalah dimana pangkal dan ujung
Landheyannya kecil sedangkan bagian tengah landheyan ukuranya besar,
landheyan bentuk ini biasa dibuat untuk landheyan yang berukuran 1,5 dhepa.
Berdasarkan hasil wawancara, penulis mendapatkan informasi mengenai
jenis- jenis landheyan pada masa kini. Keberadaan jenis ngusus tetap eksis,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
sedangkan jenis ngadal meteng dikreatifkan menjadi bentuk ngebung dan nglabu.
Berikut penjelasan jenis landeyan pada masa kini:
a. Ngusus
yaitu Landheyan yang bagian pangkal sampai ujungnya besarnya sama.
b. Ngebung
yaitu Landheyan yang bagian pangkalnya besar lalu mengecil sampai ujung.
c. Nglabu
yaitu Landheyan yang bagian tengahnya mengembung.
d. Landheyan modern
yaitu jenis landheyan yang terdapat ornament di bagian atas dan bawahnya.
2. Alat-alat Untuk Membuat Landheyan
Untuk membuat landheyan diperlukan alat-alat pertukangan. Alat-alat
tersebut memiliki fungsi dan kegunaan yang berbeda-beda dalam pembuatan
Landheyan. Berikut alat-alat untuk membuat Landheyan beserta fungsinya:
a. Pêthèl
berfungsi untuk memotong bahan pembuatan Landheyan yang masih berupa
balok kayu. Selain itu, Pêthèl juga berfungsi untuk memasang tunjung.
b. Pasah kiping
digunakan ketika kayu balokan sudah selesai di potong dengan Pêthèl, yang
berfungsi untuk membuat calonan landheyan.
c. Gergaji
berfungsi untuk memotong calon Landheyan sesuai dengan panjang yang
yang di inginkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
d. Pasah sugu
dalam pembuatan Landheyan diperlukan dua biji Pasah sugu, Pasah sugu
yang panjangnya 21/2 kilan berfungsi untuk memasah grabahani, dan yang
panjangnya 2 kilan berfungsi untuk menghaluskan.
e. Kikir
dalam hal ini di butuhkan dua kikir yaiti kikir besar dan kecil. Kikir ini
berfungsi untuk memasang karah lagri dan untuk membulatkan calon
Landheyan.
f. Pongot
berfungsi untuk menyayat yang akan dijadikan perabot.
g. Jara
berfungsi untuk membuat lobang yang akan di pasangi waos.
h. Dhalangan
adalah balok kayu yang bagian sampingnya berlobang sebesar Landheyan.
dhalangan berfungsi untuk meluruskan jika ada landheyan yang bengkong.
3. Cara Membuat Landheyan
a. Cara membuat landheyan berdasarkan teks naskah
Teks naskah Kawruh Landheyan menjelaskan cara pembuatan landheyan
sebagai berikut:
Bahan landheyan yang baru saja dari hutan, ini tentu masih besar,
atau belum turut, ini lalu dipotonghanya memilih mandhukulipun bisa.
namun bila kayu masih gêbingan, ini dipotong menurut kakêncênganipun
pas ditempatnya dulu, lalu dipotong menjadi delapan, bila sudah menjadi
seperti ini namanya menjadi pêthèlan.
Bila sudah menjadi pêthèlan, lalu di pasah kiping, kapasah dengan
dua tangan, landheyan tadi ditaruh ditanah lalu diinjak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Selesai digrabahi menggunakan pasah sugu celak, diarahkan
gilignya, serta diarahkan mengikuti badannya.
Setelah dipasah menggunakan pasah sugu panjang supaya mendapat
kekencangan dan gilignya juga, ini sudah dinamakan bakal jadi.
Landheyan ini yang pokok ada bengkoknya, bisanya lurus harus
dilipat, kurang lebih seperti ini, landheyan yang bengkok tadi dipun anthok di
pelepah pisang lalu dimasuki bumbung yang masih basah, pelepahnya yang
sampai lepas, lalu kabesmi di batu arang, bila landheyannya sudah sangat
panas, tanda air dari pelepas pisang sudah menjadi wedang dan banyak yang
masuk ke landheyan, lalu diangkat anthokipun karucat, dilipat di dhalangan,
bengkoknya dijepitkan di dhalangan, pucuk dari landheyan tadi diberi
gantungan yang bagus.[dhalangan itu disandarkan pada pepohonan atau
tiyang.] bila sudah agak dingin lalu dibuka, ini bila memakai kayu waru,
untuk kayu tima walikukun dan lain-lain, membuka dari dhalangan harus
agak panas sementara.
Apabila sudah lurus kemudian dipasah lagi setengah jadi.
Selanjutnya dipasang peralatan seperti,karah,lagri,
sopal,tunjung,apabila memakai grendim grendimnya juga dipasang, apabila
dengan anggethak landheyan agar lurus dan bagus.
Selanjutnya diselesaikan pembuatannya berdasarkan peralatannya,
artinya dibagian pangkal mengambil berdasarkan besarnya sopal, di ujung
mengambil besarnya lagri, dengan pasah penghalus, atau kikir.
Apabila sudah lurus dan halus bulatanya,kemudian digosok di wacu
calep [apabila sekarang lebih baik amril] apabila sudah halus hilang serat
dari pasahan dan kikiran, kemudian di ampelas, sampai halus, hilang serat
amril, kemudian digosok dengan sisa pasahan, agar hilang kotoranya, di usap
dengan tangan, sampai mengkilat dan licin, nama sudah jadi.
Kemudian di pacak, macak itu memasang perlengkapan landheyan,
dengan baik.
Kemudian kagodhi, menggunakan godhi atau yang lain.
b. Cara membuat landheyan berdasarkan wawancara
Berdasarkan hasil wawancara, cara membuat landheyan sebagai berikut:
1) Mencari kayu yang lurus.
2) Kayu yang diperoleh di bentuk persegi empat.
3) Kemudian dibentuk persegi delapan.
4) Kemudian mengarah ke bulat atau di ambil kebulatannya
c. Kombinasi pembuatan landheyan dari teks naskah dan hasil wawancara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Apabila kedua data tersebut dibuat tata urutan yang jelas, maka
pembuatan landheyan adalah sebagai berikut:
1) Mengambil kayu dari hutan.
Penyesuaian pada kondisi sekarang, jika tidak dapat mengambil kayu dari
hutan tentu dapat memesan pada toko kayu atau toko bangunan yang
menyediakan banyak macam jenis kayu berkualitas.
2) Kayu yang masih utuh kemudian dipotong untuk mendapatkan kayu yang
halus yang dapat dibuat landheyan.
3) Kayu dibuat persegi empat, kemudian dinamakan balok kayu atau calonan.
4) Kemudian balok kayu dibuat persegi delapan, dengan cara di pethèl.
5) Setelah menjadi persegi delapan, kemudian di pasah kiping, atau
digrabahi.
6) Kayu hasil grabahan kemudian di pasah dengan pasah sugu pendek dan
panjang untuk mendapatkan kebulatan.
7) Setelah itu dipasang peralatan landheyan seperti karah, lagri, sopal,
tunjung, dan apabila menggunakan grêndim maka grêndimnya kemudian
dipasang.
8) Pembuatan di selesaikan berdasarkan peralatan yang di pasang, artinya
bagian pangkal landheyan mengambil berdasarkan besarnya sopal dan
ujung landheyan mengambil besarnya lagri, dengan pasah penghalus, atau
kikir.
9) Apabila sudah lurus dan halus bulatannya, kemudian di gosok dengan
wacu calêp sekarang lebih baik dengan amril, hal ini di lakukan untuk
menghilakan serat dari hasil pasahan dan kikiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
10) Landheyan kemudian di ampelas sampai halus untuk menghilangkan serat
hasil amrilan.
11) Agar lebih bagus kemudian landheyan di gosok dengan kotoran hasil
pasahan agar hilang debu- debunya, setelah itu digosok dengan tangan
sampai mengkilat dan licin.
12) Landheyan yang sudah jadi seperti ini, kemudian di lengkapi, yaitu dengan
memasang alat-alat landheyan dengan baik.
13) Yang terakhir landheyan di godhi dengan godhi atau yang lain.
4. Makna Filosofis Bentuk Landheyan dan Kayu yang Dapat Dibuat
Landheyan.
a. Filosofis bentuk Landheyan
1) Ngusus
usus memiliki bentuk yang panjang, dan di masarakat jawa sering kita
dengar ajaran “ dawa ususe “ panjang ususnya yang memiliki kandungan
filosofis tentang kesabaran. Jadi bentuk ngusus ini memiliki makna
filosofis untuk selalu sabar dalam berperilaku.
2) Ngebung
ngebung atau bung adalah bambu yang masih muda, yang memiliki
bentuk yang panjang dan semakin mengecil dari pangkal sampai ujung,
sehingga bila di lihat dari bentuknya memiliki makna filosofis untuk
memudahkan mencapai suatu keinginan.
3) Ngadal meteng
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
ngadal meteng yaitu kadal hamil. Dimana perutnya esar yang dapat kita
maknai orang yang kenyang atau tentram, sehingga makna filosofis kadal
meteng adalah sudah aman tidak ada lagi peperangan.
4) Nglabu
labu bentuknya bulat dan pendek, dimana memiliki makna filosofis
mendekati kedudukan tinggi, karena bentuknya yang bulat yang
mencerminkan kebulatan tekat.
b. Filosofis kayu yang dapat dijadikan Landheyan
1) Kayu Mentaos
Ciri-cirinya yang ulet dan lentur, kayu mentaos memiliki makna filosofis
mempunyai kesabaran dan keuletan tekat.
2) Kayu Jati
Kayu Jati memiliki kayu yang lurus, ulet, dank eras kayu jati merupakan
kayu pilihan, sehingga memiliki makna filosofis orang yang terpilih.
3) Kayu Kemuning
Bermakana napsu birahi.
4) Kayu Tima
Kayu tima ini dari peristiwa jaman majapahit, yaitu ada seorang istri yang
di tuduh selingkuh, kemudian di usir ke hutan, dan orang tersebut bunuh
diri, darahnya mengenai pohon, kemudian di sebut pohon tima.
5) Kayu Cendana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Kayu cendana merupakan mustikanya kayu yang memiliki bau yang
harum, sehingga melambangkan seorang raja yang bijaksana dan
berwibawa dimana keharuman nama besarnya di sukai rakyat- rakyatnya.
6) Kayu Garu
untuk memaknai kayu garu maka kita membicarakan tiga dimensi, yaitu
kayu garu, dewa daru, dan kayu setigi. Ketiga kayu tersebut merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan, apabila salah satu dari ketiga
kayu tersebut di tinggalkan maka akan terjadi bencana. Ketiga kayu
tersebut melambangkan raga, pikiran dan hati, apabila salah satu dari
ketiga unsure tersebut kita tinggalkan maka akan terjadi ketidak
seimbangan dalam hidup, bahkan akan berujung kehancuran dan kematian.
7) Kayu Walikukun
Kayu Walikukun melambangbangkan seorang wali, dimana warnanya
yang merah melambangkan jiwa yang keras dan bijasana. Sehingga
Walikukun memiliki makna filosofis seorang wali yang memiliki
pendirian yang keras dan bijaksana.
8) Kayu Gedhondhong
Bila bicara tentang gedhondhong kita bicara tentang buahnya, dimana di
luar halus tetapi dalamnya berduri, yang melambangkan tidak seperti
luarnya yang baik tetapi didalamnya jarat, atau dapat juga dikatakan
seorang yang munafik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
5. Daftar Glusari Teks Kawruh Landheyan
Amril : Ampelas
Anam kepang : Anyaman kepang
Andalir urang : Seperti ekor udang
Blandaran : “Blandar” kayu yang terletak di bawah
genting
Blongsong : Biasanya terbuat dari kuningan atau perak.
Bentuknya berupa selongsong yang melindungi
bagian tangkai tombak yang paling atas, agar jangan
sampai retak atau pecah karena tekanan pesi
tombak. Di beberapa daerah brongsong juga di
sebut blongsong, karah tombak, atau srumbung.
(Bambang Harsrinuksmo. 2008: 110)
Bumbung : Potongan bambu
Daler : Kayu kecil panjang
Dhalangan : Alas kayu untuk memotong bahan yang
dijadikan landheyan
Dhêpa : Panjang kedua tangan bila direntangkan
Encok sêkar : Bunga encok
Gilik : Bulat memanjang
Godhi : lilitan benang di ujung tangkai tombak atau
landheyan , yang berdekatan dengan bilah tombak.
Kadang- kadang di ujung lilitan itu di beri penghias
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
cicin: ada yang terbuat dari perak atau tembaga.
Cicin itu namanya Lagri. . (Bambang
Harsrinuksmo. 2008: 175)
Godhi duk : Godhi yang terbuat dari tali keduk, yaitu tali
yang terbuat dari pohon aren.
Grendim : Hiasan berupa kembang melati
Januran jêne : Melengkung seperti janur yang
dilengkungkan setengan lingkaran atas
Jara : Bor manual untuk membuat lobang dalam
membuat Landheyan
Kabêsmi : Di pendam
Kagêdhug : Dipukul
Karah : Cincin besi sebagai penguat antara gagang
dengan tombak
Karucat : Dikupas tidak teratur
Kêplok : Banting
Kiping : Pasah kiping “ pasah manual yang
bentuknya persegi panjang
Lagri : Cincinnya Landheyan
Landheyan : Gagang tombak
Limaran : Jarik sutra
Limping : Dipotong bentuk memanjang
Macak : Menyesuaikan pola dan diperindah
Mamas : Kuningan bercampur emas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Mandhukulipun : Patokan kekuatan untuk mencongkel atau
mengiris
Pacak : Dibuat pola
Panurung : Tujuan
Pasah kiping : Bentuk pasha yang miring
Pasha sugu cêlak : Bentuk pasah yang mengkotak
Pegon : Bentuk kayu yang agak bengkong
Pêsi : Besi
Pêthak sulak : Jenis daging kayu warna putih
Pêthèl : Alat kapak kecil
Pethiting : Ditekan dengan menangkupkan jempol dan
telunjuk
Pongot : Pisau kecil yang bengkok, berfungsi untuk
menyayat Landheyan
Salaka : Emas yang berkadar rendah
Satêpus : Dipotong/dibacok/diamplas sekali ayunan
tangan
Sêmbur : Motif bintik- bintik seperti beras
Sopal : Alen-rerengganing tobak
Sugu panjang : Kupasan kulit kayu yang memanjang
Suwasa : Emas
Tlêpak : Kulit kayu bagian luar
Towok : Takaran pemotongan kayu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Tunjung : terletak di ujung bawah landheyan atau
tangkai tombak. Sesuai dengan fungsinya sebagai
pelindung dan pengaman agar ujung tangkai tombak
tidak rusak dan aus. Tunjung terbuat dari logam.
Yang lazim dipakai adalah kuningan, tetapi ada pula
yang dari perak. Di atas bagian Tunjung yang paling
atas , biasanya diberi penghias seperti cincin yang
disebut sopal. (Bambang Harsrinuksmo. 2008: 492
Tutul : Motif blentong- blentong
Wacu calêp : Kalep dari kulit sapi atau kerbau
Wêgig : Kokoh, tepat, bagus
Wêwah : Ditambahi,lebih banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian kajian filologis dan pembahasan isi, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Suntingan teks Naskah Kawruh Landheyan dalam penelitian ini ialah
suntingan teks yang bersih dari kesalahan sesuai cara kerja filologi.
2. Naskah Kawruh Landheyan berisi tentang cara pembuatan Landheyan , alat-
alat yang digunakan, dan jenis- jenis Landheyan. Cara pembuatan Landheyan
dimulai dari pemilihan kayu yang baik, kemudian dibuat persegi empat, lalu
persegi delapan, dan dibuat bulatan, setelah itu mulai dibentuk Landheyan
yang diinginkan. Untuk alat- alat yang digunakan seperti pethel, pasah,
gergaji, bor manual, kikir, amplas, sampai dengan balok kayu untuk
meluruskan Landheyan yang bengkok. Jenis- jenis Landheyan meliputi bentuk
ngusus, ngadhal meteng, ngebung, dan ngelabu.
B. Saran
Saran berdasarkan hasil penelitian ini adalah:
1. Berdasar pengkajian terhadap teks Kawruh Landheyan, diperoleh suntingan
teks yang bersih dari kesalahan. Suntingan teks tersebut dapat diteliti lebih
lanjut oleh berbagai disiplin ilmu, seperti linguistik untuk kebahasaannya,
77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
sastra untuk kesastraannya, dan berbagai disiplin ilmu lain sesuai dengan
bidangnya.
2. Isi teks Kawruh Landheyan dapat digunakan sebagai dasar bagi para seniman
Landheyan sebagai upaya pembuatan Landheyan yang sesuai dengan isi
naskah Kawruh Landheyan yang merupakan informasi dari masa lalu.
3. Perlu adanya pengoptimalan potensi naskah kuna, mengingat masih banyak
terdapat naskah- naskah kuna yang perlu dibudidayakan agar terjaga
keberadaannya.