Spss

30
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gula Darah Sewaktu Novelia Puspita Widyanto – 102012059 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jln. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510 Email: [email protected] ABSTRAK Kadar gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Kadar gula darah yang meningkat dan menurun berkaitan erat dengan kelainan endokrin yaitu adanya hipersekresi, hiperaktivitas, atau bahkan kekurangan dan kelemahan dari hormon yang dihasilkan. Diabetes Mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang memiliki karakteristik yaitu hiperglisemia, yang disebabkan oleh kegagalan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Seseorang dikatakan mengidap diabetes, apabila glukosa darah pada saat puasa > 126 mg/dl dan > 200 mg/dl pada glukosa darah 2 jam sesudah makan. Peningkatan gula darah yang di sebabkan oleh faktor eksogen erat kaitannya dengan diabetes mellitus, yaitu: jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, aktivitas fisik. Kata kunci: gula darah sewaktu, jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, aktivitas fisik. 1 | Page

description

data analisis

Transcript of Spss

Page 1: Spss

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gula Darah Sewaktu

Novelia Puspita Widyanto – 102012059

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jln. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

Email: [email protected]

ABSTRAK

Kadar gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi

gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Kadar gula darah yang

meningkat dan menurun berkaitan erat dengan kelainan endokrin yaitu adanya hipersekresi,

hiperaktivitas, atau bahkan kekurangan dan kelemahan dari hormon yang dihasilkan. Diabetes

Mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang memiliki karakteristik yaitu hiperglisemia, yang

disebabkan oleh kegagalan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Seseorang dikatakan

mengidap diabetes, apabila glukosa darah pada saat puasa > 126 mg/dl dan > 200 mg/dl pada glukosa

darah 2 jam sesudah makan. Peningkatan gula darah yang di sebabkan oleh faktor eksogen erat

kaitannya dengan diabetes mellitus, yaitu: jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, aktivitas

fisik.

Kata kunci: gula darah sewaktu, jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, aktivitas fisik.

ABSTRACT

Blood sugar is a term that refers to the level of glucose in the blood. Blood sugar concentration, or

serum glucose level, strictly regulated in the body. Increased blood sugar levels and decreasing

closely related to endocrine disorder that is the hypersecretion, hyperactivity, or even the

shortcomings and weaknesses of the hormones produced. Diabetes Mellitus is a group of metabolic

diseases characterized by hyperglycemia, which is caused by the failure of insulin secretion, insulin

action, or both. A person is said to suffer from diabetes, when blood glucose during fasting> 126 mg /

dl and> 200 mg / dl in blood glucose 2 hours after a meal. Increased blood sugar caused by

1 | P a g e

Page 2: Spss

exogenous factors closely associated with diabetes mellitus, namely: sex, age, weight, height, physical

activity.

Key words: random plasma glucose, sex, age, weight, height, physical activity.

Pendahuluan

Definisi kadar gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah.

Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Glukosa yang

dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk seluruh sel tubuh. Umumnya tingkat gula

darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari, yaitu 4-8 mmol/l (70-150 mg/dl).

Batasan ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada lebel terendah pada pagi hari, sebelum

makan.

Tingkat gula darah diatur melalui umpan balik negatif untuk mempertahankan keseimbangan

di dalam tubuh. Level glukosa menurun, karena di konsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi

tubuh, pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel hati. Kemudian sel-sel ini

mengubah glikogen menjadi glukosa (glikogenolisis) dan dilepaskan ke dalam aliran darah, sehingga

level gula darah akan meningkat. Apabila konsentrasi glukosa meningkat dalam darah, sel beta

pankreas akan melepaskan hormon insulin yang menyebabkan hati mengubah lebih banyak glukosa

menjadi glikogen dan level gula darah akan turun (glikogenesis). Nilai normal glukosa dalam darah

adalah 3,5-5,5 mmol/L.(James, Baker, & Swain, 2008). Dalam keadaan normal, kadar gula dalam

darah saat berpuasa berkisar antara 70 mg/dl - 110 mg/dl, sedangkan satu jam sesudah makan akan

mencapai 170 mg/dl, dan dua jam sesudah makan akan turun hingga mencapai 140 mg/dl. Menjelang

tidur biasanya di bawah 120 mg/dl. HbA1c nnormal adalah kurang dari 6%.1

Kadar gula darah yang meningkat dan menurun berkaitan erat dengan kelainan endokrin yaitu

adanya hipersekresi, hiperaktivitas, atau bahkan kekurangan dan kelemahan dari hormon yang

dihasilkan. Berikut merupakan penyakit yang berhubungan dengan glukosa darah:

1. Hiperglikemia

- Pembesaran kelenjar tiroid/ gondok. Pada pembesaran kelenjar tiroid makan akan terjadi

peningkatan kadar glukosa darah. Kenaikan kadar glukosa darah disebabkan

hiperaktivitas dari hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid (tiroksin).

- Hiperglikemia karena kelainan kelenjar otak (hipofise, hipothalamus)

- Hiperglikemia karena kekurangan/ kelemahan aktivitas hormon insulin yang diproduksi

dan dikeluarkan oleh pankreas (Diabetes Mellitus).

2. Hipoglikemia

2 | P a g e

Page 3: Spss

- Hipoglikemia merupakan keadaan dimana kadar glukosa darah berada dibawah normal,

yang terjadi karena ketidakseimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan

obat-obatan yang digunakan. Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala seperti:

pusing, lemas, gemetar, padangan kabur dan gelap, keringat dingin, detak jantung

meningkat, dan hingga kehilangan kesadaran (syok hipoglikemik).

Untuk mengetahui kadar gula darah, terdapat beberapa jenis pemeriksaan gula darah

berdasarkan jenis spesimen yang digunakan, antara lain:

a. Gula darah sewaktu

Pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa

memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh orang tersebut.

(Depkes RI, 2008)

b. Gula darah puasa dan 2 jam setelah makan (post prandial)

Pemeriksaan gula darah puasa adalah pemeriksaan glukosa yang dilakukan setelah pasien

berpuasa selama 8-10 jam, sedangkan pemeriksaan gula 2 jam setelah makan adalah

pemeriksaan yang dilakukan 2 jam dihitung setelah pasien menyelesaikan makan.

(Depkes RI, 2010)

Seseorang dikatakan mengidap diabetes, apabila glukosa darah pada saat puasa > 126 mg/dl

dan > 200 mg/dl pada glukosa darah 2 jam sesudah makan, sesuai kriteria Diabetes Federation (IDF),

Amercian Diabetes Association (ADA), dan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni).1

Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh dunia menderita

Diabetes Melitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi, insidennya terus meningkat dengan cepat dan

diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366 juta jiwa atau sekitar 4,4% dari populasi dunia, DM

terdapat diseluruh dunia, 90% adalah jenis Diabetes Mellitus tipe 2 terjadi di negara berkembang,

peningkatan prevalensi terbesar adalah di Asia dan Afrika, ini disebabkan oleh adanya tren urbanisasi

dan perubahan gaya hidup seperti pola makan yang tidak sehat. Di Indonesia, berdasarkan hasil

Riskesdas (2007) dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami toleransi glukosa

terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 4 jam diberikan beban glukosa

sebanyak 75 gram), DM lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding dengan pria, lebih sering

pada golongan tingkat pendidikan dan status sosial yang rendah, daerah dengan angka penderita DM

yang tertinggi adalah Kalimantan Barat dan Maluku Utara, yaitu 1,1% sedangkan kelompok usia

terbanyak DM adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%, beberapa hal yang dihubungkan dengan faktor resiko

DM adalah obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya konsumsi sayur dan buah

(Riskesdas, 2007).

Prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun

di perkotaan 5,7%, prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi kurang

3 | P a g e

Page 4: Spss

aktivitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2% disebutkan pula bahwa prevalensi merokok

setiap hari pada penduduk >10 tahun sebesar 23,7% (Depkes, 2008).

Hasil penelitian epidemiologi yang dilakukan pada tahun 1993 di Jakarta daerah urban

membuktikan adanya peningkatan prevalensi DM dari 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% kemudian

tahun 2001 di Depok dan di daerah Jakata Selatan menjadi 12,8%, demikian juga di Ujung Pandang

daerah urban meningkat dari 1,5% pada tahun 1981 menjadi 3,5% pada tahun 1998, kemudian pada

akhir 2005 menjadi 12,5%, di daerah rural yang dilakukan oleh Arifin di Jawa Barat 1,1% di daerah

terpencil, di tanah Toraja didapatkan prevalensi DM hanya 0,8% dapat dijelaskan perbedaan

prevalensi daerah urban dan rural (Soegondo dkk, 2009).

Dari berbagai faktor yang mempengaruhi kadar gula darah yang telah diuraikan diatas, pada

makalah ini hanya akan dibahas beberapa faktor, yaitu: jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi

badan, dan aktivitas fisik.

Tinjauan Pustaka

Diabetes Mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang memiliki karakteristik yaitu

hiperglisemia, yang disebabkan oleh kegagalan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.

Hiperglisemia kronik pada diabetes, akan disertai dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan

kegagalan organ, khususnya mata, ginjal, saraf, hepar, dan pembuluh darah.2 Peningkatan gula darah

yang di sebabkan oleh faktor eksogen erat kaitannya dengan diabetes mellitus. Berikut beberapa

faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko angka diabetes mellitus:

a. Jenis kelamin

Prevalensi kejadian DM tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Wanita lebih

beresiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks

masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan, pasca-menopause yang membuat

distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga

wanita berisiko menderita diabetes mellitus tipe 2.3 Dapat pula dilihat dari penelitian yang

dilakukan pada 72 anak SMP yang obesitas. Didapatkan hasil resistensi insulin dari 13 anak

laki-laki (54,17%) dan 11 anak perempuan (45,83%). Pada penelitian ini didaptkan adanya

perbedaan resistensi insulin anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan

yang disebabkan karena jumlah sampel anak laki-laki lebih besar daripada anak perempuan. 4

hasil analisis lainnya menunjukkan bahwa laki-laki 0,9 kali lebih berisiko terjadi DM tipe 2

dibandingkan dengan perempuan meskipun secara statistik tidak bermakna.5 Berdasarkan

beberapa hasil analisis tersebut, variabel jenis kelamin terbukti tidak memiliki hubungan yang

bermakna.

b. Umur

4 | P a g e

Page 5: Spss

Penelitian antar umur dengan kejadian diabetes melitus menunjukkan adanya hubungan yang

signifikan. Kelompok umur <45 tahun merupakan kelompok yang kurang berisiko menderita

DM tipe 2. Risiko pada kelompok ini 72% lebih rendah dibandingkan kelompok umur ≥45

tahun.3 Pada data penelitian lain, dapat disimpulkan bahwa responden terbanyak pada usia 45-

54 tahun yang berjumlah 15 orang (32,6%) diikuti responden pada usia 55-64 tahun yang

berjumlah 14 orang (30,4%) dan responden pada usia di bawah 45 tahun memiliki jumlah

yang paling sedikit yaitu 6 orang (13%).6

c. IMT (Indeks Massa Tubuh/BMI)

IMT adalah perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan yang dikuadratkan. IMT

berfungsi untuk menilai status gizi seseorang yang mencerminkan keseimbangan masukan

dan keluaran konsumsi zat gizi. Gizi berlebih adalah konsumsi lebih besar dari yang

dikeluarkan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengetahui hubungan IMT dengan

diabetes melitus, IMT dibagi menjadi 2 bagian ,yaitu overweight (BMI ≥ 23) dan normal

(BMI < 23). Terdapat hasil analisis yang didapatkan OR sebesar 1,62 dan nilai p = 0,488. Hal

ini menunjukkan bahwa orang dengan status gizi overweight memiliki resiko 2 kali terjadi

DM tipe 2 dibandingkan dengan orang yang status gizi nya normal meskipun secara statistik

tidak bermakna.5 di penelitian lainnya, prevalensi sindrom metabolik pada remaja Amerika

sebesar 32,1% dengan IMT persentil ke 95, sedangkan yang mempunyai IMT antara persentil

85-95 didapatkan angka kejadian sindrom metabolik sebesar 7%. Dengan adanya peningkatan

angka sindrom metabolik, akan diikuti dengan peningkatan angka kesakitan dan kematian

akibat berbagai penyakit, salah satunya ialah DM tipe 2.7

d. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik berkaitan dengan timbul nya diabetes melitus. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa sebelum melakukan latihan fisik: senam aerobik, rata-rata kadar gula darah responden

adalah 240,27 mg% dengan standar deviasi 11,56 mg%. Kadar gula darah yang tinggi

tersebut dikarenakan terjadinya hiperglikemi akibat gangguan resistensi insulin dan gangguan

pada sekresi insulin. Setelah dilakukan senam aerobik rata-rata kadar gula darahnya menjadi

210,14 mg% dengan standar deviasi 15,93%. Penelitian lainnya menunjukkan hubungan yang

bermakna antara aktivitas fisik dengan kadar HbA1c. Hasil 26 dari 27 orang (96,3%) yang

beraktivitas fisik kurang, mendapatkan hasil dari dari kadar hbA1c yang buruk, sedangkan

responden yang memiliki aktivitas fisik baik 12 orang (63,2%) diantaranya mendapatkan hasil

kadar HbA1c yang baik pula.6 Dari tabel distribusi frekuensi penelitian lainnya yang

menunjukkan pekerjaan pada penderita diabetes pada puskesmas Gatak Sukoharjo, diperoleh

data yang menempati frekuensi tertinggi ialah pensiunan (33,3%) diikuti dengan PNS dan

ABRI (19,1%) dan tidak bekerja (16,7%) sebagai ketiga tertinggi dari hasil data frekuensi.9

5 | P a g e

Page 6: Spss

Pengobatan diabetes merupakan pengobatan jangka panjang yang harus disertai dengan

ketaatan dari pasien agar pengobatan dapat berjalan sesuai yang direncanakan dan memperoleh hasil

yang memuaskan. Tujuan utama pengobatan diabetes adalah untuk menormalkan dan

mempertahankan kadar gula darah di dalam tubuh. Struktur terapi DM adalah sebagai berikut:

a. Latihan fisik teratur

Penderita DM harus melakukan 1-3 macam latihan setiap harinya, yaitu:

- Latihan pagi dan sore hari sebelum mandi (untuk DM yang gemuk). Alasan sebelum

mandi ini hanya untuk fisibilitasnya saja. Latihan ini terutama untuk menuju berat badan

ideal.

- Latihan setiap 1-1 jam sesudah makan, @10 menit dengan bentuk latihan ringan saja; jadi

3x @10 menit (untuk semua penderita DM). Latihan ini untuk memperbaiki glucose

uptake di jaringan, yang berarti mempermudah regulasi DM.

- Latihan pagi dan sore ditambah latihan 3x sesudah makan, berarti 5x sehari (untuk DM

yang gemuk tipe DM yang “resisten”).

b. Diit diabetes

Pemberian diet diabetes bertujuan menyesuaikan makanan dengan kesanggupan tubuh

untuk menggunakannya agar pasien mencapai keadaan faali normal dan dapat melakukan

pekerjaan sehari-hari seperti biasa. Syarat diet ini adalah jumlah kalori ditentukan

menurut umur, berat badan, aktivitas, jenis kelamin, tinggi badan, suhu tubuh, dan

kelainan metabolik.

c. Obat hipoglikemik (Obat antidiabetes oral dan insulin)

Obat yang dapat digunakan ialah sulfonilurea, obat ini menguatkan setiap sekresi insulin

pankreas residual. Klorpropamid memiliki lama kerja yang panjang sehingga lebih

mungkin menyebabkan hipoglikemia. Obat ini juga dapat menyebabkan wajah memerah

setelah minum alkohol. Glibenklamid biasanya diberikan dalam dosis tunggal sebelum

sarapan, sedangkan tolbutamid kerja singkat diberikan dalam dosis terbagi. Tolbutamid

dapat digunakan pada kerusakan ginjal, seperti juga gliklazid, yang pada prinsipnya di

metabolisme di hati. Obat lainnya yang biasa digunakan ialah metformin yang

menghambat produksi glukosa di hati, terutama dengan menghambat glukoneogenesis.

Terutama berguna pada pasien yang menderita obestitas karena dapat menurunkan berat

badan. Obat ini memperbaiki kadar lipid plasma dengan menurunkan kolestrol lipoprotein

densitas rendah (LDL) dan trigliserida. Secara umum obat ini di toleransi dengan baik dan

memperbaiki pengendalian glukosa baik sebagai obat tunggal maupun bila digabungkan

dengan sulfonilurea. Penggunaan insulin sulit karena hampir selalu terjadi resistensi

insulin yang berhubungan dengan diabetes tipe 2. Selain itu, insulin menstimulasi selera

makan dan bisa menyebabkan peningkatan berat badan pada pasien yang sudah menderita

6 | P a g e

Page 7: Spss

obesitas. Akan tetapi, banyak pasien yang menyandang diabetes tipe 2 akhirnya

memerlukan terapi insulin untuk mengendalikan glukosa darahnya. Insulin harus

diberikan pada pasien dalam saat-saat stress (misalnya infeksi, pembedahan, infark

miokard). Pada beberapa penelitian, pemberian obat antidiabetes disarankan disertai

dengan pelayanan informasi obat (PIO) yang berfungsi sebagai peningkatan pemahaman

tentang instruksi pengobatan dan peningkatan kepatuhan pasien. secara klinik, pada

parameter glukosa 2 jam postprandial, HDL dan trigliserida, intervensi PIO memberikan

perbaikan yang lebih besar 16,01%, 6,73%, dan 6,31% dibanding terapi pengobatan tanpa

pelayanan kefarmasian tersebut.11 Pada intervensi PIO, selain dilakukan pemberian

edukasi mengenai penggunaan obat, edukasi mengenai penyakit DMT 2, dan anjuran diet

secara umum, juga dilakukan pemantauan agar subjek uji patuh terhadap pengobatan.

Patuh pada pengobatan adalah komponen vital pada terapi, dan farmasis berada pada

posisi ideal untuk berhadapan dengan pasien agar pengaruh untuk patuh dapat diberikan

secara positif.12

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik cross-sectional, yaitu penelitian yang

dilakukan dalam suatu waktu (snapshot) untuk mengetahui beberapa faktor-faktor yang

mempengaruhi gula darah sewaktu. Sumber data diambil dari data yang diberikan dosen kepada

mahasiswa. Besar sampel adalah 110 orang, yang teknik pengambilan sampelnya dengan mengunakan

simple random sampling.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, umur, berat badan,

tinggi badan, gula darah sewaktu dan aktivitas fisik. Jenis kelamin dibagi menjadi 2 kategori, yaitu

laki-laki dan perempuan. Sedangkan aktivitas fisik dibagi menjadi tiga kategorik, yaitu tinggi, sedang,

dan rendah. Untuk memudahkan penelitian, data gula darah sewaktu yang tadinya numerik, juga

dikelompokan menjadi kategorik ordinal.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan dan

aktivitas fisik. Sedangkan, variabel terikatnya adalah gula darah sewaktu. Hipotesis kerja (Ha) dalam

penelitian ini adalah “terdapat hubungan antara gula darah sewaktu dengan jenis kelamin, umur, berat

badan, tinggi badan, dan aktivitas fisik.” Sedangkan hipotesa nol (Ho) nya adalah kebalikan dari Ha,

yaitu “ tidak terdapat hubungan antara gula darah sewaktu dengan jenis kelamin, umur, berat badan,

tinggi badan, dan aktivitas fisik.” Hipotesa nol inilah yang nanti akan diuji dengan menggunakan

analisa statistik.

Penganalisaan data pada makalah ini menggunakan program SPSS versi 16 yang dibagi

menjadi 2 kelompok, yaitu: univariant dan bivariant. Pada analisis univariant, analisis dilakukan pada

variable jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, dan aktivitas fisik, yang menampilkan data

7 | P a g e

Page 8: Spss

dalam bentuk mean, median, modus, beserta grafiknya. Pada analisis bivariant, digunakan analisa

korelasi, t-test, anova dan crosstabs (Chi Square) untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor

independent dan dependent.

Hasil Penelitian

Tabel 1. Data Awal untuk Analisis.

sex umur TB BB GDS Aktivitas fisik1 52 163 69 103 20 63 140 53 111 20 35 152 56 83 20 46 147 47 106 11 42 160 77 108 10 35 148 86 101 10 60 145 50 92 10 27 155 53 112 21 40 170 52 92 10 46 162 53 235 21 36 152 38 130 11 42 168 63 106 11 27 151 67 106 21 38 163 56 122 11 32 171 73 73 20 61 170 55 125 20 27 159 91 100 11 35 157 70 138 11 30 167 53 100 21 31 168 70 74 20 34 157 101 235 00 45 152 41 95 10 62 143 50 123 20 40 160 68 135 10 31 156 85 102 10 27 152 55 105 21 22 158 56 99 21 35 168 60 111 20 22 151 56 122 20 47 142 42 138 11 65 165 107 112 21 40 162 63 127 20 50 150 62 98 21 42 157 65 117 10 37 153 75 112 21 59 154 66 100 20 70 156 48 98 1

8 | P a g e

Page 9: Spss

1 46 164 66 204 00 40 146 32 79 20 61 147 61 108 21 45 160 53 125 20 66 154 48 89 10 41 149 59 126 10 48 153 49 89 20 55 148 35 99 21 34 170 60 105 20 30 159 46 97 11 60 166 53 102 10 45 152 63 136 11 34 171 68 107 10 34 149 54 129 20 44 152 70 120 20 59 148 65 211 00 27 167 85 125 10 35 155 41 136 00 20 162 108 94 20 31 160 55 83 20 43 145 61 115 21 65 152 54 201 10 31 161 56 108 20 48 151 40 103 20 28 152 60 118 00 68 150 65 112 21 56 166 68 112 21 53 164 66 103 10 57 148 76 125 20 62 152 55 96 21 48 165 85 97 21 56 167 58 358 00 29 155 60 205 00 59 152 87 86 11 35 178 50 115 11 31 164 91 145 21 46 168 64 79 21 46 167 66 108 10 49 147 57 115 11 64 163 63 86 10 70 152 54 112 11 42 161 58 88 21 36 178 75 115 11 72 149 54 202 00 60 151 50 92 20 41 155 65 92 1

9 | P a g e

Page 10: Spss

1 30 172 84 98 21 59 155 47 100 10 32 158 55 112 10 30 148 65 88 10 46 155 79 222 10 70 141 43 127 20 39 147 65 112 21 49 158 60 92 20 25 156 70 117 10 30 160 79 83 20 69 157 63 206 00 62 156 68 93 20 60 152 70 391 01 53 171 62 144 11 35 173 95 103 21 60 64 160 238 00 52 148 50 101 20 49 153 74 204 11 41 167 74 116 10 60 158 50 241 10 58 157 69 98 20 30 152 70 94 21 49 164 79 248 00 25 160 45 95 11 24 165 77 122 21 50 166 65 144 20 24 158 57 94 2

Terdapat hasil penelitian dalam bentuk univariant dan bivariant

a. Univariant

1. Jenis kelamin

SEX

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid PEREMPUAN 65 59.1 59.1 59.1

LAKI-LAKI 45 40.9 40.9 100.0

Total 110 100.0 100.0

Berikut merupakan hasil frekuensi dari data jenis kelamin.

10 | P a g e

Page 11: Spss

2. Umur

Statistics

UMUR

N Valid 110

Missing 0

Mean 44.4909

Median 43.5000

Mode 35.00

Range 52.00

Minimum 20.00

Maximum 72.00

Sum 4894.00

Berikut merupakan mean, median, modus, range, min, max, dan total dari data umur.

3. Tinggi Badan

Statistics

TB

N Valid 110

Missing 0

Mean 1.5655E2

Median 1.5650E2

Mode 152.00

Berikut merupakan mean, median, dan modus dari data tinggi badan.

4. Berat badan

Statistics

BB

N Valid 110

Missing 0

Mean 63.7818

Median 62.0000

Mode 65.00

Berikut merupakan mean, median, dan modus dari data berat badan.

5. Gula darah sewaktu

11 | P a g e

Page 12: Spss

Statistics

GDS

N Valid 110

Missing 0

Mean 1.2528E2

Median 1.0950E2

Mode 112.00

Berikut merupakan mean, median, dan modus dari data gula darah sewaktu.

gds

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid normal 95 86.4 86.4 86.4

hiperglukos 15 13.6 13.6 100.0

Total 110 100.0 100.0

Berikut merupakan frekuensi gula darah sewaktu berdasarkan normal dan hiperglukosa.

6. Aktivitas fisik

AKTIVITAS_FISIK

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid RENDAH 12 10.9 10.9 10.9

SEDANG 43 39.1 39.1 50.0

TINGGI 55 50.0 50.0 100.0

Total 110 100.0 100.0

Berikut merupakan frekuensi aktivitas fisik berdasarkan tingkatan rendah, sedang, tinggi.

b. Bivariant

Dalam data bivariant, dilakukan perbandingan antara variabel terikat dan tidak terikat.

Perbandingan variabel tersebut, antara lain:

1. Perbandingan antara GDS (dependent, numerik) dengan jenis kelamin (independent,

kategorik) menggunakan t-test.

12 | P a g e

Page 13: Spss

Group Statistics

SEX N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

GDS PEREMPUAN 65 1.2471E2 52.58734 6.52266

LAKI-LAKI 45 1.2611E2 52.84034 7.87697

2. Perbandingan antara GDS (dependent, numerik) dengan umur (independent, numerik)

menggunakan pearson correlations.

Correlations

UMUR GDS

UMUR Pearson Correlation 1 .239*

Sig. (2-tailed) .012

N 110 110

GDS Pearson Correlation .239* 1

Sig. (2-tailed) .012

N 110 110

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

3. Perbandingan antara GDS (dependent, numerik) dengan berat badan (independent,

numerik) menggunakan pearson correlations.

Correlations

BB GDS

BB Pearson Correlation 1 .178

Sig. (2-tailed) .063

N 110 110

GDS Pearson Correlation .178 1

Sig. (2-tailed) .063

N 110 110

4. Perbandingan antara GDS (dependent, numerik) dengan tinggi badan (independent,

numerik) menggunakan pearson correlations.

13 | P a g e

Page 14: Spss

Correlations

GDS TB

GDS Pearson Correlation 1 -.162

Sig. (2-tailed) .090

N 110 110

TB Pearson Correlation -.162 1

Sig. (2-tailed) .090

N 110 110

5. Perbandingan antara GDS (dependent, kategorik) dengan aktivitas fisik (independent,

kategorik) menggunakan Anova.

ANOVA

GDS

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 149429.136 2 74714.568 53.132 .000

Within Groups 150463.128 107 1406.197

Total 299892.264 109

Analisis dan Pembahasan

Univariant

1. Jenis kelamin

Berikut merupakan pie diagram dari frekuensi jenis kelamin berdasarkan data yang diberikan. Laki-

laki sebanyak 40,9% dan perempuan sebanyak 59,1%.

14 | P a g e

Page 15: Spss

2. Umur

Berikut merupakan histogram dari frekuensi umur berdasarkan data yang diberikan. Paling banyak

adalah umur 35 tahun (6,4%) dari 110 orang.

3. Berat badan

Berikut merupakan histogram dari frekuensi berat badan berdasarkan data yang diberikan. Rata-rata

berat badan berdasarkan data ialah 63,78 kg dari 110 orang.

4. Tinggi badan

15 | P a g e

Page 16: Spss

Berikut merupakan histogram dari frekuensi tinggi badan dengan rata-rata tinggi 156,55 cm dari 110

orang. Paling banyak adalah 152 cm (11,8%)

5. Gula darah sewaktu

Berikut merupakan histogram dari frekuensi gula darah sewaktu dengan rata-rata 125,28 mg/dl.

16 | P a g e

Page 17: Spss

Berdasarkan pie diagram, gula darah yang didapatkan pada data adalah 86,4% hiperglukosa

dan 13,6% normal.

6. Aktivitas fisik

Berikut merupakan pie diagram dari aktivitas fisik dengan hasil: 55% orang memiliki aktivitas fisik

yang tinggi, 43% memiliki aktivitas fisik sedang dan 12% memiliki aktivitas fisik rendah.

Bivariant

1. Hubungan antara gula darah sewaktu dengan jenis kelamin

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig.

(2-

Mean

Differe

Std.

Error

95% Confidence Interval of

the Difference

17 | P a g e

Page 18: Spss

taile

d)

nce Differen

ce

Lower Upper

GDS Equal

variance

s

assume

d

.008 .927 -.137 10

8

.891 -

1.4034

2

10.2180

1

-21.65728 18.8504

5

Equal

variance

s not

assume

d

-.137 94.

48

6

.891 -

1.4034

2

10.2180

1

-2170803 18.9011

9

T-test digunakan untuk menguji data numerikal dengan kategorikal. Pertama kita lihat signifikansinya

terlebih dahulu, apabila lebih besar dari 0,05 maka kita melihat sig (2-tailed) di baris equal variances

assumed. Namun apabila kurang dari 0,05 maka kita melihat sig (2-tailed) di baris equal variances not

assumed. Oleh karena di tabel ini signifikansinya lebih besar dari 0,05 yaitu 0,927, maka kita melihat

sig (2-tailed) di baris equal variances assumed, yaitu 0,891. Nilai ini lebih dari batas kemaknaan

(0,05), maka hipotesa nol akan diterima, yang artinya tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan

gula darah sewaktu.

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .006a 1 .939

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .006 1 .939

Fisher's Exact Test 1.000 .586

Linear-by-Linear Association .006 1 .939

N of Valid Casesb 110

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,14.

b. Computed only for a 2x2 table

Untuk hubungan antar variabel ini, dapat juga digunakan crosstabs karena variabel terikat

sudah diubah menjadi kategorik, jadi kedua variabel, baik bebas maupun terikat merupakan

kategorik. Tabel antara jenis kelamin dan gula darah sewaktu ini merupakan tabel 2x2.

Dalam tabel juga tidak terdapat sel yang bernilai 0. Kemudian, jika kita melihat jumlah sel

yang expected nya <5 harus <20%, disini didapatkan yaitu 0%, maka kita dapat

menggunakan tabel Chi-square. Untuk menganalisa kita melihat baris Pearson Chi-Square

dan Continuity Correction. Dibaris ini nilai signifikansinya lebih besar dari taraf signifikan

18 | P a g e

Page 19: Spss

(0,05) yaitu 0,939 dan 1,000. Oleh karena itu hipotesa nol akan diterima, yang artinya tidak

ada hubungan antara jenis kelamin dan gula darah sewaktu.

2. Hubungan antara gula darah sewaktu dengan umur

Correlations

UMUR GDS

UMUR Pearson Correlation 1 .239*

Sig. (2-tailed) .012

N 110 110

GDS Pearson Correlation .239* 1

Sig. (2-tailed) .012

N 110 110

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Korelasi digunakan untuk menguji data numerikal dengan numerikal. Tidak adanya tanda negatif pada

pearson correlation, menunjukkan bahwa adanya perbandingan lurus dari kedua variabel, yang artinya

semakin meningkat umur, semakin meningkat gula darah sewaktu. Di sini besar korelasi antara umur

dan GDS adalah 0,239 yang menggambarkan korelasi kedua variabel sangat lemah. Kemudian jika

diliat dari signifikansinya, yaitu 0,012, maka hipotesa nol akan ditolak karena signifikansi lebih kecil

dari 0.05, yang artinya ada hubungan antara umur dan gula darah sewaktu.

3. Hubungan antara gula darah sewaktu dengan berat badan

Correlations

BB GDS

BB Pearson Correlation 1 .178

Sig. (2-tailed) .063

N 110 110

GDS Pearson Correlation .178 1

Sig. (2-tailed) .063

N 110 110

Besar korelasi antara berat badan dengan GDS adalah 0,178 yang menggambarkan bahwa korelasi

kedua variabel tersebut sangat lemah. Tidak adanya tanda negatif pada pearson correlation,

menunjukkan bahwa adanya perbandingan lurus dari kedua variabel, yang artinya semakin meningkat

berat badan, semakin meningkat gula darah sewaktu. Kemudian signifikansinya 0,063, maka hipotesa

19 | P a g e

Page 20: Spss

nol diterima karena signifikansi lebih besar dari 0,05, yang artinya tidak ada hubungan antara berat

badan dengan gula darah sewaktu.

4. Hubungan antara gula darah sewaktu dengan tinggi badan

Correlations

GDS TB

GDS Pearson Correlation 1 -.162

Sig. (2-tailed) .090

N 110 110

TB Pearson Correlation -.162 1

Sig. (2-tailed) .090

N 110 110

Besar korelasi pada tabel berikut adalah -0,162. Tanda minus disini mengartikan bahwa adanya

perbandingan terbalik antara tinggi badan dengan GDS, sehingga semakin tinggi seseorang, semakin

rendah GDS. Nilai 0,162 menunjukkan korelasi kedua variabel sangat lemah. Dilihat dari

signifikansinya yaitu 0,09, maka hipotesa nol diterima karena signifikansinya lebih besar dari 0,05,

yang artinya tidak ada hubungan antara tinggi badan dengan gula darah sewaktu.

5. Hubungan antara gula darah sewaktu dengan aktivitas fisik

ANOVA

GDS

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 149429.136 2 74714.568 53.132 .000

Within Groups 150463.128 107 1406.197

Total 299892.264 109

Anova digunakan untuk menguji data numerik dan kategorik, dimana jumlah kategorik >2. Untuk

melihat hubungan antara aktivitas fisik dengan gula darah sewaktu, digunakan Anova karena aktivitas

fisik terbagi atas 3 kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Untuk menilai hubungan variabel, dapat

dilihat signifikansinya yaitu: 0,000, maka hipotesis ditolak karena lebih kecil dari 0,05 yang artinya

ada hubungan antara aktivitas fisik dengan gula darah sewaktu.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data, didapatkan bahwa jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan

tidak memiliki hubungan dengan gula darah sewaktu, dimana hipotesa nol diterima (>0,05).

20 | P a g e

Page 21: Spss

Sedangkan umur dan aktivitas fisik memiliki hubungan dengan gula darah sewaktu, yaitu hipotesa nol

ditolak (<0.05).

Secara teoritis, perempuan memiliki resiko diabetes lebih tinggi dibandingkan dengan laki-

laki oleh karena adanya akumulasi lemak yang mudah terjadi pada wanita. Begitu pula hubungan

berat badan-tinggi badan yang di maksudkan ke dalam IMT. Semakin besar IMT seseorang (obesitas),

semakin besar pula resiko diabetes. Hubungan tinggi badan pada IMT dengan diabetes, sesuai dengan

hasil analisa data korelasi tinggi badan dengan gula darah sewaktu, dimana tinggi badan memiliki

perbandingan terbalik dengan gula darah sewaktu.

Dengan demikian, aktivitas fisik dan mengatur pola makan menjadi hal yang penting untuk

mencegah terjadinya diabetes mellitus. Terutama pada umur >45 tahun yang menjadi salah satu faktor

resiko terjadinya diabetes.

Daftar Pustaka

1. Tandra H. Segala sesuatu yang harus anda ketahui tentang diabetes: tanya jawab lengkap

dengan ahlinya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2008.h.9.

2. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diab Car.

2004 [cited: 2015 august 2]. January. 27(1). S5. Available at:

https://scholar.google.co.id/scholar?q=diabetes&hl=id&as_sdt=0,5.

3. Trisnawati SK, Setyorogo S. Faktor risiko kejadian diabetes mellitus tipe II di puskesmas

kecamatan cengkareng jakarta barat tahun 2012. J ilmiah kesehatan. 2013 [cited: 2015

agustus 1]. Januari. 5(1).8. diunduh dari: http://lp3m.thamrin.ac.id/upload/artikel

%202.%20vol%205%20no%201_shara.pdf.

4. Umboh A, Kasie J, Edwin J. Hubungan antara resistensi insulin dan tekanan darah pada anak

obese. J Sar Ped. 2007 [cited: 2015 agustus 01]. Maret. 8(4). 291. Diunduh dari:

http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/8-4-6.pdf.

5. Wicaksono RP. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2:

studi kasus di poliklinik penyakit dalam rumah sakit dr. Kariadi. 2012 [cited: 2015 agustus 1].

November 21. 9-17. Diunduh dari: http://eprints.undip.ac.id/37123/1/Radio_P.W.pdf.

6. Ramadhanisa A, Larasati TA, Mayasari D. Hubungan aktivitas fisik dengan kadar HBAIC

pasien diabetes melitus tipe 2 di laboratorium patologi klinik RSUD dr.h.moeloek bandar

lampung. Med J Lampung Univ. 2013 [cited: 2015 agustus 1]. Februari. 2(4). 47. Diunduh

dari: http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/61/60.

21 | P a g e

Page 22: Spss

7. Sargowo D, Andarini S. Pengaruh komposisi asupan makan terhadap komponen sindrom

metabolik pada remaja. J Kardiol Indones. 2011 [cited: 2015 agustus 1]. Januari-maret. 32(1).

16-9. Diunduh dari: http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/karidn/article/view/103.

8. Indriyani P, Supriyatno H, Santoso A. Pengaruh latihan fisik: senam aerobik terhadap

penurunan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 di wilayah puskesmas bukateja

purbalingga. Med Ners. 2007 [cited: 2015 agustus 1]. 1(2). 94-5. Diunduh dari:

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/medianers/article/view/717/586.

9. Rahmadiliyani N, Muhlisin A. Hubungan antara pengetahuan tentang penyakit dan

komplikasi pada penderita diabetes melitus dengan tindakan mengontrol kadar gula darah di

wilayah kerja puskesmas I gatak sukoharjo. Ber Ilm Keper. 2008 [cited: 2015 agustus 1].

Juni. 1(2). 65-6. Diunduh dari:

https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/478/2c.pdf?

sequence=1&isAllowed=y.

10. Tjokroprawiro HA. Diabetes mellitus di dalam masyarakat indonesia. Bul Penelit Kesehat.

2004 [cited: 2015 agustus 2]. 21(4). 57. Diunduh dari:

http://bpk.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/view/366/399.

11. Insani WN, Lestari K, Abdulah R, Ghassani SK. Pengaruh pelayanan informasi obat terhadap

keberhasilan terapi pasien diabetes melitus tipe 2. J Farma Klin Indo. 2013 [cited: 2015

agustus 2]. Desember. 2(4). 128-34. Diunduh dari:

http://www.researchgate.net/profile/Rizky_Abdulah/publication/261995320_Effect_of_Phar

maceutical_Information_Care_on_Clinical_Outcomes_of_Patients_With_Type_2_Diabetes_

Mellitus/links/004635362dfcf7170b000000.pdf.

12. Lanik AD. Preconception counseling. J prim car. 2012 [cited: 2015 agustus 2]. 39(1). 1-16.

Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22309578.

22 | P a g e