Spss
description
Transcript of Spss
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gula Darah Sewaktu
Novelia Puspita Widyanto – 102012059
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
Email: [email protected]
ABSTRAK
Kadar gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi
gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Kadar gula darah yang
meningkat dan menurun berkaitan erat dengan kelainan endokrin yaitu adanya hipersekresi,
hiperaktivitas, atau bahkan kekurangan dan kelemahan dari hormon yang dihasilkan. Diabetes
Mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang memiliki karakteristik yaitu hiperglisemia, yang
disebabkan oleh kegagalan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Seseorang dikatakan
mengidap diabetes, apabila glukosa darah pada saat puasa > 126 mg/dl dan > 200 mg/dl pada glukosa
darah 2 jam sesudah makan. Peningkatan gula darah yang di sebabkan oleh faktor eksogen erat
kaitannya dengan diabetes mellitus, yaitu: jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, aktivitas
fisik.
Kata kunci: gula darah sewaktu, jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, aktivitas fisik.
ABSTRACT
Blood sugar is a term that refers to the level of glucose in the blood. Blood sugar concentration, or
serum glucose level, strictly regulated in the body. Increased blood sugar levels and decreasing
closely related to endocrine disorder that is the hypersecretion, hyperactivity, or even the
shortcomings and weaknesses of the hormones produced. Diabetes Mellitus is a group of metabolic
diseases characterized by hyperglycemia, which is caused by the failure of insulin secretion, insulin
action, or both. A person is said to suffer from diabetes, when blood glucose during fasting> 126 mg /
dl and> 200 mg / dl in blood glucose 2 hours after a meal. Increased blood sugar caused by
1 | P a g e
exogenous factors closely associated with diabetes mellitus, namely: sex, age, weight, height, physical
activity.
Key words: random plasma glucose, sex, age, weight, height, physical activity.
Pendahuluan
Definisi kadar gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah.
Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Glukosa yang
dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk seluruh sel tubuh. Umumnya tingkat gula
darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari, yaitu 4-8 mmol/l (70-150 mg/dl).
Batasan ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada lebel terendah pada pagi hari, sebelum
makan.
Tingkat gula darah diatur melalui umpan balik negatif untuk mempertahankan keseimbangan
di dalam tubuh. Level glukosa menurun, karena di konsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi
tubuh, pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel hati. Kemudian sel-sel ini
mengubah glikogen menjadi glukosa (glikogenolisis) dan dilepaskan ke dalam aliran darah, sehingga
level gula darah akan meningkat. Apabila konsentrasi glukosa meningkat dalam darah, sel beta
pankreas akan melepaskan hormon insulin yang menyebabkan hati mengubah lebih banyak glukosa
menjadi glikogen dan level gula darah akan turun (glikogenesis). Nilai normal glukosa dalam darah
adalah 3,5-5,5 mmol/L.(James, Baker, & Swain, 2008). Dalam keadaan normal, kadar gula dalam
darah saat berpuasa berkisar antara 70 mg/dl - 110 mg/dl, sedangkan satu jam sesudah makan akan
mencapai 170 mg/dl, dan dua jam sesudah makan akan turun hingga mencapai 140 mg/dl. Menjelang
tidur biasanya di bawah 120 mg/dl. HbA1c nnormal adalah kurang dari 6%.1
Kadar gula darah yang meningkat dan menurun berkaitan erat dengan kelainan endokrin yaitu
adanya hipersekresi, hiperaktivitas, atau bahkan kekurangan dan kelemahan dari hormon yang
dihasilkan. Berikut merupakan penyakit yang berhubungan dengan glukosa darah:
1. Hiperglikemia
- Pembesaran kelenjar tiroid/ gondok. Pada pembesaran kelenjar tiroid makan akan terjadi
peningkatan kadar glukosa darah. Kenaikan kadar glukosa darah disebabkan
hiperaktivitas dari hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid (tiroksin).
- Hiperglikemia karena kelainan kelenjar otak (hipofise, hipothalamus)
- Hiperglikemia karena kekurangan/ kelemahan aktivitas hormon insulin yang diproduksi
dan dikeluarkan oleh pankreas (Diabetes Mellitus).
2. Hipoglikemia
2 | P a g e
- Hipoglikemia merupakan keadaan dimana kadar glukosa darah berada dibawah normal,
yang terjadi karena ketidakseimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan
obat-obatan yang digunakan. Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala seperti:
pusing, lemas, gemetar, padangan kabur dan gelap, keringat dingin, detak jantung
meningkat, dan hingga kehilangan kesadaran (syok hipoglikemik).
Untuk mengetahui kadar gula darah, terdapat beberapa jenis pemeriksaan gula darah
berdasarkan jenis spesimen yang digunakan, antara lain:
a. Gula darah sewaktu
Pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa
memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh orang tersebut.
(Depkes RI, 2008)
b. Gula darah puasa dan 2 jam setelah makan (post prandial)
Pemeriksaan gula darah puasa adalah pemeriksaan glukosa yang dilakukan setelah pasien
berpuasa selama 8-10 jam, sedangkan pemeriksaan gula 2 jam setelah makan adalah
pemeriksaan yang dilakukan 2 jam dihitung setelah pasien menyelesaikan makan.
(Depkes RI, 2010)
Seseorang dikatakan mengidap diabetes, apabila glukosa darah pada saat puasa > 126 mg/dl
dan > 200 mg/dl pada glukosa darah 2 jam sesudah makan, sesuai kriteria Diabetes Federation (IDF),
Amercian Diabetes Association (ADA), dan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni).1
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh dunia menderita
Diabetes Melitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi, insidennya terus meningkat dengan cepat dan
diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366 juta jiwa atau sekitar 4,4% dari populasi dunia, DM
terdapat diseluruh dunia, 90% adalah jenis Diabetes Mellitus tipe 2 terjadi di negara berkembang,
peningkatan prevalensi terbesar adalah di Asia dan Afrika, ini disebabkan oleh adanya tren urbanisasi
dan perubahan gaya hidup seperti pola makan yang tidak sehat. Di Indonesia, berdasarkan hasil
Riskesdas (2007) dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami toleransi glukosa
terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 4 jam diberikan beban glukosa
sebanyak 75 gram), DM lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding dengan pria, lebih sering
pada golongan tingkat pendidikan dan status sosial yang rendah, daerah dengan angka penderita DM
yang tertinggi adalah Kalimantan Barat dan Maluku Utara, yaitu 1,1% sedangkan kelompok usia
terbanyak DM adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%, beberapa hal yang dihubungkan dengan faktor resiko
DM adalah obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya konsumsi sayur dan buah
(Riskesdas, 2007).
Prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun
di perkotaan 5,7%, prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi kurang
3 | P a g e
aktivitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2% disebutkan pula bahwa prevalensi merokok
setiap hari pada penduduk >10 tahun sebesar 23,7% (Depkes, 2008).
Hasil penelitian epidemiologi yang dilakukan pada tahun 1993 di Jakarta daerah urban
membuktikan adanya peningkatan prevalensi DM dari 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% kemudian
tahun 2001 di Depok dan di daerah Jakata Selatan menjadi 12,8%, demikian juga di Ujung Pandang
daerah urban meningkat dari 1,5% pada tahun 1981 menjadi 3,5% pada tahun 1998, kemudian pada
akhir 2005 menjadi 12,5%, di daerah rural yang dilakukan oleh Arifin di Jawa Barat 1,1% di daerah
terpencil, di tanah Toraja didapatkan prevalensi DM hanya 0,8% dapat dijelaskan perbedaan
prevalensi daerah urban dan rural (Soegondo dkk, 2009).
Dari berbagai faktor yang mempengaruhi kadar gula darah yang telah diuraikan diatas, pada
makalah ini hanya akan dibahas beberapa faktor, yaitu: jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi
badan, dan aktivitas fisik.
Tinjauan Pustaka
Diabetes Mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang memiliki karakteristik yaitu
hiperglisemia, yang disebabkan oleh kegagalan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.
Hiperglisemia kronik pada diabetes, akan disertai dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan
kegagalan organ, khususnya mata, ginjal, saraf, hepar, dan pembuluh darah.2 Peningkatan gula darah
yang di sebabkan oleh faktor eksogen erat kaitannya dengan diabetes mellitus. Berikut beberapa
faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko angka diabetes mellitus:
a. Jenis kelamin
Prevalensi kejadian DM tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Wanita lebih
beresiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks
masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan, pasca-menopause yang membuat
distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga
wanita berisiko menderita diabetes mellitus tipe 2.3 Dapat pula dilihat dari penelitian yang
dilakukan pada 72 anak SMP yang obesitas. Didapatkan hasil resistensi insulin dari 13 anak
laki-laki (54,17%) dan 11 anak perempuan (45,83%). Pada penelitian ini didaptkan adanya
perbedaan resistensi insulin anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan
yang disebabkan karena jumlah sampel anak laki-laki lebih besar daripada anak perempuan. 4
hasil analisis lainnya menunjukkan bahwa laki-laki 0,9 kali lebih berisiko terjadi DM tipe 2
dibandingkan dengan perempuan meskipun secara statistik tidak bermakna.5 Berdasarkan
beberapa hasil analisis tersebut, variabel jenis kelamin terbukti tidak memiliki hubungan yang
bermakna.
b. Umur
4 | P a g e
Penelitian antar umur dengan kejadian diabetes melitus menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan. Kelompok umur <45 tahun merupakan kelompok yang kurang berisiko menderita
DM tipe 2. Risiko pada kelompok ini 72% lebih rendah dibandingkan kelompok umur ≥45
tahun.3 Pada data penelitian lain, dapat disimpulkan bahwa responden terbanyak pada usia 45-
54 tahun yang berjumlah 15 orang (32,6%) diikuti responden pada usia 55-64 tahun yang
berjumlah 14 orang (30,4%) dan responden pada usia di bawah 45 tahun memiliki jumlah
yang paling sedikit yaitu 6 orang (13%).6
c. IMT (Indeks Massa Tubuh/BMI)
IMT adalah perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan yang dikuadratkan. IMT
berfungsi untuk menilai status gizi seseorang yang mencerminkan keseimbangan masukan
dan keluaran konsumsi zat gizi. Gizi berlebih adalah konsumsi lebih besar dari yang
dikeluarkan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengetahui hubungan IMT dengan
diabetes melitus, IMT dibagi menjadi 2 bagian ,yaitu overweight (BMI ≥ 23) dan normal
(BMI < 23). Terdapat hasil analisis yang didapatkan OR sebesar 1,62 dan nilai p = 0,488. Hal
ini menunjukkan bahwa orang dengan status gizi overweight memiliki resiko 2 kali terjadi
DM tipe 2 dibandingkan dengan orang yang status gizi nya normal meskipun secara statistik
tidak bermakna.5 di penelitian lainnya, prevalensi sindrom metabolik pada remaja Amerika
sebesar 32,1% dengan IMT persentil ke 95, sedangkan yang mempunyai IMT antara persentil
85-95 didapatkan angka kejadian sindrom metabolik sebesar 7%. Dengan adanya peningkatan
angka sindrom metabolik, akan diikuti dengan peningkatan angka kesakitan dan kematian
akibat berbagai penyakit, salah satunya ialah DM tipe 2.7
d. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik berkaitan dengan timbul nya diabetes melitus. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebelum melakukan latihan fisik: senam aerobik, rata-rata kadar gula darah responden
adalah 240,27 mg% dengan standar deviasi 11,56 mg%. Kadar gula darah yang tinggi
tersebut dikarenakan terjadinya hiperglikemi akibat gangguan resistensi insulin dan gangguan
pada sekresi insulin. Setelah dilakukan senam aerobik rata-rata kadar gula darahnya menjadi
210,14 mg% dengan standar deviasi 15,93%. Penelitian lainnya menunjukkan hubungan yang
bermakna antara aktivitas fisik dengan kadar HbA1c. Hasil 26 dari 27 orang (96,3%) yang
beraktivitas fisik kurang, mendapatkan hasil dari dari kadar hbA1c yang buruk, sedangkan
responden yang memiliki aktivitas fisik baik 12 orang (63,2%) diantaranya mendapatkan hasil
kadar HbA1c yang baik pula.6 Dari tabel distribusi frekuensi penelitian lainnya yang
menunjukkan pekerjaan pada penderita diabetes pada puskesmas Gatak Sukoharjo, diperoleh
data yang menempati frekuensi tertinggi ialah pensiunan (33,3%) diikuti dengan PNS dan
ABRI (19,1%) dan tidak bekerja (16,7%) sebagai ketiga tertinggi dari hasil data frekuensi.9
5 | P a g e
Pengobatan diabetes merupakan pengobatan jangka panjang yang harus disertai dengan
ketaatan dari pasien agar pengobatan dapat berjalan sesuai yang direncanakan dan memperoleh hasil
yang memuaskan. Tujuan utama pengobatan diabetes adalah untuk menormalkan dan
mempertahankan kadar gula darah di dalam tubuh. Struktur terapi DM adalah sebagai berikut:
a. Latihan fisik teratur
Penderita DM harus melakukan 1-3 macam latihan setiap harinya, yaitu:
- Latihan pagi dan sore hari sebelum mandi (untuk DM yang gemuk). Alasan sebelum
mandi ini hanya untuk fisibilitasnya saja. Latihan ini terutama untuk menuju berat badan
ideal.
- Latihan setiap 1-1 jam sesudah makan, @10 menit dengan bentuk latihan ringan saja; jadi
3x @10 menit (untuk semua penderita DM). Latihan ini untuk memperbaiki glucose
uptake di jaringan, yang berarti mempermudah regulasi DM.
- Latihan pagi dan sore ditambah latihan 3x sesudah makan, berarti 5x sehari (untuk DM
yang gemuk tipe DM yang “resisten”).
b. Diit diabetes
Pemberian diet diabetes bertujuan menyesuaikan makanan dengan kesanggupan tubuh
untuk menggunakannya agar pasien mencapai keadaan faali normal dan dapat melakukan
pekerjaan sehari-hari seperti biasa. Syarat diet ini adalah jumlah kalori ditentukan
menurut umur, berat badan, aktivitas, jenis kelamin, tinggi badan, suhu tubuh, dan
kelainan metabolik.
c. Obat hipoglikemik (Obat antidiabetes oral dan insulin)
Obat yang dapat digunakan ialah sulfonilurea, obat ini menguatkan setiap sekresi insulin
pankreas residual. Klorpropamid memiliki lama kerja yang panjang sehingga lebih
mungkin menyebabkan hipoglikemia. Obat ini juga dapat menyebabkan wajah memerah
setelah minum alkohol. Glibenklamid biasanya diberikan dalam dosis tunggal sebelum
sarapan, sedangkan tolbutamid kerja singkat diberikan dalam dosis terbagi. Tolbutamid
dapat digunakan pada kerusakan ginjal, seperti juga gliklazid, yang pada prinsipnya di
metabolisme di hati. Obat lainnya yang biasa digunakan ialah metformin yang
menghambat produksi glukosa di hati, terutama dengan menghambat glukoneogenesis.
Terutama berguna pada pasien yang menderita obestitas karena dapat menurunkan berat
badan. Obat ini memperbaiki kadar lipid plasma dengan menurunkan kolestrol lipoprotein
densitas rendah (LDL) dan trigliserida. Secara umum obat ini di toleransi dengan baik dan
memperbaiki pengendalian glukosa baik sebagai obat tunggal maupun bila digabungkan
dengan sulfonilurea. Penggunaan insulin sulit karena hampir selalu terjadi resistensi
insulin yang berhubungan dengan diabetes tipe 2. Selain itu, insulin menstimulasi selera
makan dan bisa menyebabkan peningkatan berat badan pada pasien yang sudah menderita
6 | P a g e
obesitas. Akan tetapi, banyak pasien yang menyandang diabetes tipe 2 akhirnya
memerlukan terapi insulin untuk mengendalikan glukosa darahnya. Insulin harus
diberikan pada pasien dalam saat-saat stress (misalnya infeksi, pembedahan, infark
miokard). Pada beberapa penelitian, pemberian obat antidiabetes disarankan disertai
dengan pelayanan informasi obat (PIO) yang berfungsi sebagai peningkatan pemahaman
tentang instruksi pengobatan dan peningkatan kepatuhan pasien. secara klinik, pada
parameter glukosa 2 jam postprandial, HDL dan trigliserida, intervensi PIO memberikan
perbaikan yang lebih besar 16,01%, 6,73%, dan 6,31% dibanding terapi pengobatan tanpa
pelayanan kefarmasian tersebut.11 Pada intervensi PIO, selain dilakukan pemberian
edukasi mengenai penggunaan obat, edukasi mengenai penyakit DMT 2, dan anjuran diet
secara umum, juga dilakukan pemantauan agar subjek uji patuh terhadap pengobatan.
Patuh pada pengobatan adalah komponen vital pada terapi, dan farmasis berada pada
posisi ideal untuk berhadapan dengan pasien agar pengaruh untuk patuh dapat diberikan
secara positif.12
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik cross-sectional, yaitu penelitian yang
dilakukan dalam suatu waktu (snapshot) untuk mengetahui beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi gula darah sewaktu. Sumber data diambil dari data yang diberikan dosen kepada
mahasiswa. Besar sampel adalah 110 orang, yang teknik pengambilan sampelnya dengan mengunakan
simple random sampling.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, umur, berat badan,
tinggi badan, gula darah sewaktu dan aktivitas fisik. Jenis kelamin dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
laki-laki dan perempuan. Sedangkan aktivitas fisik dibagi menjadi tiga kategorik, yaitu tinggi, sedang,
dan rendah. Untuk memudahkan penelitian, data gula darah sewaktu yang tadinya numerik, juga
dikelompokan menjadi kategorik ordinal.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan dan
aktivitas fisik. Sedangkan, variabel terikatnya adalah gula darah sewaktu. Hipotesis kerja (Ha) dalam
penelitian ini adalah “terdapat hubungan antara gula darah sewaktu dengan jenis kelamin, umur, berat
badan, tinggi badan, dan aktivitas fisik.” Sedangkan hipotesa nol (Ho) nya adalah kebalikan dari Ha,
yaitu “ tidak terdapat hubungan antara gula darah sewaktu dengan jenis kelamin, umur, berat badan,
tinggi badan, dan aktivitas fisik.” Hipotesa nol inilah yang nanti akan diuji dengan menggunakan
analisa statistik.
Penganalisaan data pada makalah ini menggunakan program SPSS versi 16 yang dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu: univariant dan bivariant. Pada analisis univariant, analisis dilakukan pada
variable jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, dan aktivitas fisik, yang menampilkan data
7 | P a g e
dalam bentuk mean, median, modus, beserta grafiknya. Pada analisis bivariant, digunakan analisa
korelasi, t-test, anova dan crosstabs (Chi Square) untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor
independent dan dependent.
Hasil Penelitian
Tabel 1. Data Awal untuk Analisis.
sex umur TB BB GDS Aktivitas fisik1 52 163 69 103 20 63 140 53 111 20 35 152 56 83 20 46 147 47 106 11 42 160 77 108 10 35 148 86 101 10 60 145 50 92 10 27 155 53 112 21 40 170 52 92 10 46 162 53 235 21 36 152 38 130 11 42 168 63 106 11 27 151 67 106 21 38 163 56 122 11 32 171 73 73 20 61 170 55 125 20 27 159 91 100 11 35 157 70 138 11 30 167 53 100 21 31 168 70 74 20 34 157 101 235 00 45 152 41 95 10 62 143 50 123 20 40 160 68 135 10 31 156 85 102 10 27 152 55 105 21 22 158 56 99 21 35 168 60 111 20 22 151 56 122 20 47 142 42 138 11 65 165 107 112 21 40 162 63 127 20 50 150 62 98 21 42 157 65 117 10 37 153 75 112 21 59 154 66 100 20 70 156 48 98 1
8 | P a g e
1 46 164 66 204 00 40 146 32 79 20 61 147 61 108 21 45 160 53 125 20 66 154 48 89 10 41 149 59 126 10 48 153 49 89 20 55 148 35 99 21 34 170 60 105 20 30 159 46 97 11 60 166 53 102 10 45 152 63 136 11 34 171 68 107 10 34 149 54 129 20 44 152 70 120 20 59 148 65 211 00 27 167 85 125 10 35 155 41 136 00 20 162 108 94 20 31 160 55 83 20 43 145 61 115 21 65 152 54 201 10 31 161 56 108 20 48 151 40 103 20 28 152 60 118 00 68 150 65 112 21 56 166 68 112 21 53 164 66 103 10 57 148 76 125 20 62 152 55 96 21 48 165 85 97 21 56 167 58 358 00 29 155 60 205 00 59 152 87 86 11 35 178 50 115 11 31 164 91 145 21 46 168 64 79 21 46 167 66 108 10 49 147 57 115 11 64 163 63 86 10 70 152 54 112 11 42 161 58 88 21 36 178 75 115 11 72 149 54 202 00 60 151 50 92 20 41 155 65 92 1
9 | P a g e
1 30 172 84 98 21 59 155 47 100 10 32 158 55 112 10 30 148 65 88 10 46 155 79 222 10 70 141 43 127 20 39 147 65 112 21 49 158 60 92 20 25 156 70 117 10 30 160 79 83 20 69 157 63 206 00 62 156 68 93 20 60 152 70 391 01 53 171 62 144 11 35 173 95 103 21 60 64 160 238 00 52 148 50 101 20 49 153 74 204 11 41 167 74 116 10 60 158 50 241 10 58 157 69 98 20 30 152 70 94 21 49 164 79 248 00 25 160 45 95 11 24 165 77 122 21 50 166 65 144 20 24 158 57 94 2
Terdapat hasil penelitian dalam bentuk univariant dan bivariant
a. Univariant
1. Jenis kelamin
SEX
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid PEREMPUAN 65 59.1 59.1 59.1
LAKI-LAKI 45 40.9 40.9 100.0
Total 110 100.0 100.0
Berikut merupakan hasil frekuensi dari data jenis kelamin.
10 | P a g e
2. Umur
Statistics
UMUR
N Valid 110
Missing 0
Mean 44.4909
Median 43.5000
Mode 35.00
Range 52.00
Minimum 20.00
Maximum 72.00
Sum 4894.00
Berikut merupakan mean, median, modus, range, min, max, dan total dari data umur.
3. Tinggi Badan
Statistics
TB
N Valid 110
Missing 0
Mean 1.5655E2
Median 1.5650E2
Mode 152.00
Berikut merupakan mean, median, dan modus dari data tinggi badan.
4. Berat badan
Statistics
BB
N Valid 110
Missing 0
Mean 63.7818
Median 62.0000
Mode 65.00
Berikut merupakan mean, median, dan modus dari data berat badan.
5. Gula darah sewaktu
11 | P a g e
Statistics
GDS
N Valid 110
Missing 0
Mean 1.2528E2
Median 1.0950E2
Mode 112.00
Berikut merupakan mean, median, dan modus dari data gula darah sewaktu.
gds
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid normal 95 86.4 86.4 86.4
hiperglukos 15 13.6 13.6 100.0
Total 110 100.0 100.0
Berikut merupakan frekuensi gula darah sewaktu berdasarkan normal dan hiperglukosa.
6. Aktivitas fisik
AKTIVITAS_FISIK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid RENDAH 12 10.9 10.9 10.9
SEDANG 43 39.1 39.1 50.0
TINGGI 55 50.0 50.0 100.0
Total 110 100.0 100.0
Berikut merupakan frekuensi aktivitas fisik berdasarkan tingkatan rendah, sedang, tinggi.
b. Bivariant
Dalam data bivariant, dilakukan perbandingan antara variabel terikat dan tidak terikat.
Perbandingan variabel tersebut, antara lain:
1. Perbandingan antara GDS (dependent, numerik) dengan jenis kelamin (independent,
kategorik) menggunakan t-test.
12 | P a g e
Group Statistics
SEX N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
GDS PEREMPUAN 65 1.2471E2 52.58734 6.52266
LAKI-LAKI 45 1.2611E2 52.84034 7.87697
2. Perbandingan antara GDS (dependent, numerik) dengan umur (independent, numerik)
menggunakan pearson correlations.
Correlations
UMUR GDS
UMUR Pearson Correlation 1 .239*
Sig. (2-tailed) .012
N 110 110
GDS Pearson Correlation .239* 1
Sig. (2-tailed) .012
N 110 110
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
3. Perbandingan antara GDS (dependent, numerik) dengan berat badan (independent,
numerik) menggunakan pearson correlations.
Correlations
BB GDS
BB Pearson Correlation 1 .178
Sig. (2-tailed) .063
N 110 110
GDS Pearson Correlation .178 1
Sig. (2-tailed) .063
N 110 110
4. Perbandingan antara GDS (dependent, numerik) dengan tinggi badan (independent,
numerik) menggunakan pearson correlations.
13 | P a g e
Correlations
GDS TB
GDS Pearson Correlation 1 -.162
Sig. (2-tailed) .090
N 110 110
TB Pearson Correlation -.162 1
Sig. (2-tailed) .090
N 110 110
5. Perbandingan antara GDS (dependent, kategorik) dengan aktivitas fisik (independent,
kategorik) menggunakan Anova.
ANOVA
GDS
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 149429.136 2 74714.568 53.132 .000
Within Groups 150463.128 107 1406.197
Total 299892.264 109
Analisis dan Pembahasan
Univariant
1. Jenis kelamin
Berikut merupakan pie diagram dari frekuensi jenis kelamin berdasarkan data yang diberikan. Laki-
laki sebanyak 40,9% dan perempuan sebanyak 59,1%.
14 | P a g e
2. Umur
Berikut merupakan histogram dari frekuensi umur berdasarkan data yang diberikan. Paling banyak
adalah umur 35 tahun (6,4%) dari 110 orang.
3. Berat badan
Berikut merupakan histogram dari frekuensi berat badan berdasarkan data yang diberikan. Rata-rata
berat badan berdasarkan data ialah 63,78 kg dari 110 orang.
4. Tinggi badan
15 | P a g e
Berikut merupakan histogram dari frekuensi tinggi badan dengan rata-rata tinggi 156,55 cm dari 110
orang. Paling banyak adalah 152 cm (11,8%)
5. Gula darah sewaktu
Berikut merupakan histogram dari frekuensi gula darah sewaktu dengan rata-rata 125,28 mg/dl.
16 | P a g e
Berdasarkan pie diagram, gula darah yang didapatkan pada data adalah 86,4% hiperglukosa
dan 13,6% normal.
6. Aktivitas fisik
Berikut merupakan pie diagram dari aktivitas fisik dengan hasil: 55% orang memiliki aktivitas fisik
yang tinggi, 43% memiliki aktivitas fisik sedang dan 12% memiliki aktivitas fisik rendah.
Bivariant
1. Hubungan antara gula darah sewaktu dengan jenis kelamin
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-
Mean
Differe
Std.
Error
95% Confidence Interval of
the Difference
17 | P a g e
taile
d)
nce Differen
ce
Lower Upper
GDS Equal
variance
s
assume
d
.008 .927 -.137 10
8
.891 -
1.4034
2
10.2180
1
-21.65728 18.8504
5
Equal
variance
s not
assume
d
-.137 94.
48
6
.891 -
1.4034
2
10.2180
1
-2170803 18.9011
9
T-test digunakan untuk menguji data numerikal dengan kategorikal. Pertama kita lihat signifikansinya
terlebih dahulu, apabila lebih besar dari 0,05 maka kita melihat sig (2-tailed) di baris equal variances
assumed. Namun apabila kurang dari 0,05 maka kita melihat sig (2-tailed) di baris equal variances not
assumed. Oleh karena di tabel ini signifikansinya lebih besar dari 0,05 yaitu 0,927, maka kita melihat
sig (2-tailed) di baris equal variances assumed, yaitu 0,891. Nilai ini lebih dari batas kemaknaan
(0,05), maka hipotesa nol akan diterima, yang artinya tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan
gula darah sewaktu.
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .006a 1 .939
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .006 1 .939
Fisher's Exact Test 1.000 .586
Linear-by-Linear Association .006 1 .939
N of Valid Casesb 110
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,14.
b. Computed only for a 2x2 table
Untuk hubungan antar variabel ini, dapat juga digunakan crosstabs karena variabel terikat
sudah diubah menjadi kategorik, jadi kedua variabel, baik bebas maupun terikat merupakan
kategorik. Tabel antara jenis kelamin dan gula darah sewaktu ini merupakan tabel 2x2.
Dalam tabel juga tidak terdapat sel yang bernilai 0. Kemudian, jika kita melihat jumlah sel
yang expected nya <5 harus <20%, disini didapatkan yaitu 0%, maka kita dapat
menggunakan tabel Chi-square. Untuk menganalisa kita melihat baris Pearson Chi-Square
dan Continuity Correction. Dibaris ini nilai signifikansinya lebih besar dari taraf signifikan
18 | P a g e
(0,05) yaitu 0,939 dan 1,000. Oleh karena itu hipotesa nol akan diterima, yang artinya tidak
ada hubungan antara jenis kelamin dan gula darah sewaktu.
2. Hubungan antara gula darah sewaktu dengan umur
Correlations
UMUR GDS
UMUR Pearson Correlation 1 .239*
Sig. (2-tailed) .012
N 110 110
GDS Pearson Correlation .239* 1
Sig. (2-tailed) .012
N 110 110
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Korelasi digunakan untuk menguji data numerikal dengan numerikal. Tidak adanya tanda negatif pada
pearson correlation, menunjukkan bahwa adanya perbandingan lurus dari kedua variabel, yang artinya
semakin meningkat umur, semakin meningkat gula darah sewaktu. Di sini besar korelasi antara umur
dan GDS adalah 0,239 yang menggambarkan korelasi kedua variabel sangat lemah. Kemudian jika
diliat dari signifikansinya, yaitu 0,012, maka hipotesa nol akan ditolak karena signifikansi lebih kecil
dari 0.05, yang artinya ada hubungan antara umur dan gula darah sewaktu.
3. Hubungan antara gula darah sewaktu dengan berat badan
Correlations
BB GDS
BB Pearson Correlation 1 .178
Sig. (2-tailed) .063
N 110 110
GDS Pearson Correlation .178 1
Sig. (2-tailed) .063
N 110 110
Besar korelasi antara berat badan dengan GDS adalah 0,178 yang menggambarkan bahwa korelasi
kedua variabel tersebut sangat lemah. Tidak adanya tanda negatif pada pearson correlation,
menunjukkan bahwa adanya perbandingan lurus dari kedua variabel, yang artinya semakin meningkat
berat badan, semakin meningkat gula darah sewaktu. Kemudian signifikansinya 0,063, maka hipotesa
19 | P a g e
nol diterima karena signifikansi lebih besar dari 0,05, yang artinya tidak ada hubungan antara berat
badan dengan gula darah sewaktu.
4. Hubungan antara gula darah sewaktu dengan tinggi badan
Correlations
GDS TB
GDS Pearson Correlation 1 -.162
Sig. (2-tailed) .090
N 110 110
TB Pearson Correlation -.162 1
Sig. (2-tailed) .090
N 110 110
Besar korelasi pada tabel berikut adalah -0,162. Tanda minus disini mengartikan bahwa adanya
perbandingan terbalik antara tinggi badan dengan GDS, sehingga semakin tinggi seseorang, semakin
rendah GDS. Nilai 0,162 menunjukkan korelasi kedua variabel sangat lemah. Dilihat dari
signifikansinya yaitu 0,09, maka hipotesa nol diterima karena signifikansinya lebih besar dari 0,05,
yang artinya tidak ada hubungan antara tinggi badan dengan gula darah sewaktu.
5. Hubungan antara gula darah sewaktu dengan aktivitas fisik
ANOVA
GDS
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 149429.136 2 74714.568 53.132 .000
Within Groups 150463.128 107 1406.197
Total 299892.264 109
Anova digunakan untuk menguji data numerik dan kategorik, dimana jumlah kategorik >2. Untuk
melihat hubungan antara aktivitas fisik dengan gula darah sewaktu, digunakan Anova karena aktivitas
fisik terbagi atas 3 kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Untuk menilai hubungan variabel, dapat
dilihat signifikansinya yaitu: 0,000, maka hipotesis ditolak karena lebih kecil dari 0,05 yang artinya
ada hubungan antara aktivitas fisik dengan gula darah sewaktu.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data, didapatkan bahwa jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan
tidak memiliki hubungan dengan gula darah sewaktu, dimana hipotesa nol diterima (>0,05).
20 | P a g e
Sedangkan umur dan aktivitas fisik memiliki hubungan dengan gula darah sewaktu, yaitu hipotesa nol
ditolak (<0.05).
Secara teoritis, perempuan memiliki resiko diabetes lebih tinggi dibandingkan dengan laki-
laki oleh karena adanya akumulasi lemak yang mudah terjadi pada wanita. Begitu pula hubungan
berat badan-tinggi badan yang di maksudkan ke dalam IMT. Semakin besar IMT seseorang (obesitas),
semakin besar pula resiko diabetes. Hubungan tinggi badan pada IMT dengan diabetes, sesuai dengan
hasil analisa data korelasi tinggi badan dengan gula darah sewaktu, dimana tinggi badan memiliki
perbandingan terbalik dengan gula darah sewaktu.
Dengan demikian, aktivitas fisik dan mengatur pola makan menjadi hal yang penting untuk
mencegah terjadinya diabetes mellitus. Terutama pada umur >45 tahun yang menjadi salah satu faktor
resiko terjadinya diabetes.
Daftar Pustaka
1. Tandra H. Segala sesuatu yang harus anda ketahui tentang diabetes: tanya jawab lengkap
dengan ahlinya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2008.h.9.
2. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diab Car.
2004 [cited: 2015 august 2]. January. 27(1). S5. Available at:
https://scholar.google.co.id/scholar?q=diabetes&hl=id&as_sdt=0,5.
3. Trisnawati SK, Setyorogo S. Faktor risiko kejadian diabetes mellitus tipe II di puskesmas
kecamatan cengkareng jakarta barat tahun 2012. J ilmiah kesehatan. 2013 [cited: 2015
agustus 1]. Januari. 5(1).8. diunduh dari: http://lp3m.thamrin.ac.id/upload/artikel
%202.%20vol%205%20no%201_shara.pdf.
4. Umboh A, Kasie J, Edwin J. Hubungan antara resistensi insulin dan tekanan darah pada anak
obese. J Sar Ped. 2007 [cited: 2015 agustus 01]. Maret. 8(4). 291. Diunduh dari:
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/8-4-6.pdf.
5. Wicaksono RP. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2:
studi kasus di poliklinik penyakit dalam rumah sakit dr. Kariadi. 2012 [cited: 2015 agustus 1].
November 21. 9-17. Diunduh dari: http://eprints.undip.ac.id/37123/1/Radio_P.W.pdf.
6. Ramadhanisa A, Larasati TA, Mayasari D. Hubungan aktivitas fisik dengan kadar HBAIC
pasien diabetes melitus tipe 2 di laboratorium patologi klinik RSUD dr.h.moeloek bandar
lampung. Med J Lampung Univ. 2013 [cited: 2015 agustus 1]. Februari. 2(4). 47. Diunduh
dari: http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/61/60.
21 | P a g e
7. Sargowo D, Andarini S. Pengaruh komposisi asupan makan terhadap komponen sindrom
metabolik pada remaja. J Kardiol Indones. 2011 [cited: 2015 agustus 1]. Januari-maret. 32(1).
16-9. Diunduh dari: http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/karidn/article/view/103.
8. Indriyani P, Supriyatno H, Santoso A. Pengaruh latihan fisik: senam aerobik terhadap
penurunan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 di wilayah puskesmas bukateja
purbalingga. Med Ners. 2007 [cited: 2015 agustus 1]. 1(2). 94-5. Diunduh dari:
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/medianers/article/view/717/586.
9. Rahmadiliyani N, Muhlisin A. Hubungan antara pengetahuan tentang penyakit dan
komplikasi pada penderita diabetes melitus dengan tindakan mengontrol kadar gula darah di
wilayah kerja puskesmas I gatak sukoharjo. Ber Ilm Keper. 2008 [cited: 2015 agustus 1].
Juni. 1(2). 65-6. Diunduh dari:
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/478/2c.pdf?
sequence=1&isAllowed=y.
10. Tjokroprawiro HA. Diabetes mellitus di dalam masyarakat indonesia. Bul Penelit Kesehat.
2004 [cited: 2015 agustus 2]. 21(4). 57. Diunduh dari:
http://bpk.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/view/366/399.
11. Insani WN, Lestari K, Abdulah R, Ghassani SK. Pengaruh pelayanan informasi obat terhadap
keberhasilan terapi pasien diabetes melitus tipe 2. J Farma Klin Indo. 2013 [cited: 2015
agustus 2]. Desember. 2(4). 128-34. Diunduh dari:
http://www.researchgate.net/profile/Rizky_Abdulah/publication/261995320_Effect_of_Phar
maceutical_Information_Care_on_Clinical_Outcomes_of_Patients_With_Type_2_Diabetes_
Mellitus/links/004635362dfcf7170b000000.pdf.
12. Lanik AD. Preconception counseling. J prim car. 2012 [cited: 2015 agustus 2]. 39(1). 1-16.
Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22309578.
22 | P a g e