SPS 2

download SPS 2

of 8

Transcript of SPS 2

DAMPAK GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PADA SOLAR POWER SATELLITE (SPS) TERHADAP LINGKUNGAN DAN KESEHATAN I Gusti Ngurah Dion Adi Putra Jurusan Teknik Elektro,Fakultas Teknik Universitas Udayana Abstrak Radiasi dalam istilah fisika, pada dasarnya adalah suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke lingkunganya tanpa membutuhkan medium. Beberapa contohnya adalah perambatan panas, perambatan cahaya, dan perambatan gelombang radio. Dalam istilah sehari hari radiasi selalu diasosiasikan sebagai radio aktif sebagai sumber radiaso pengion. Radiasi elektromagnetik adalah kombinasi medan listrik yang berosilasi dan medan magnet merambat lewat ruang dan membawa energi dari satu tempat ke tempat yang lain. Dalam pengunaan Solar Power Satellite, energi matahari di himpun oleh sebuah satellite yang ditempatkan di orbit sinkron bumi. Energi yang terhimpun dalam bentuk energi listrik di tranfer ke bumi dalam bentuk energi elektromagnetik. Pada dasarnya energi elektromagnetik berdaya tinggi memiliki dampak dan pengaruh buruk terhadap ekosisitem dan kesehatan.

Kata kunci : Radiasi, Gelombang Elektromagnetik, Solar Power Satellite, ekosistem, kesehatan. 1. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Cahaya merupakan bentuk energi yang dikenal sebagai elektromagnetik, yang juga disebut radiasi. Energi elektromagnetik bergerak dalam gelombang berirama yang analog dengan gelombang berirama yang diciptakan dengan menjatuhkan kerikil ke dalam genangan air. Akan tetapi gelombang elektromagnetik merupakan gangguan pada medan listrik dan medan magnetik, dan bukannya gangguan pada medium materi air. Jarak antara puncak puncak gelombang elektromagnetik disebut panjang gelombang. Panjang gelombang berkisar antara kurang dari satu nanometer ( untuk sinar gamma ) hingga lebih dari satu kilometer ( untuk gelombang radio ). Keseluruhan kisaran radiasi ini dikenal sebagai spektrum elektromagnetik. Segmen yang paling penting bagi kehidupan ialah pita sempit yang panjang gelombangnya berkisar antara kira kira 380 hingga 750 nm. Radiasi ini dikenal sebagai cahaya tampak, karena terdeteksi oleh mata manusia sebagai macam macam warna.

Model cahaya sebagai gelombang menerangkan bahaya sifa sifat cahaya, tetapi dalam hal tertentu cahaya berprilaku seperti tersusun atas partikel partikel diskrer, yang disebut foton. Foton bukanlah objek kasat mata, tetapi foton itu yang bertindak seperti objek yang memiliki jumlah energi yang tetap. Jumlah energi berbanding terbaik dengan panjang gelombang cahayanya; semakin pendek panjang gelombangnya, semakin tinggi energi seperti foton cahaya tersebut. Dengan demikian, foton cahaya ungu ( violet ) berisi hampir dua kali energi foton cahaya merah. (Cambell, Reece, Mitchell. 2002. BIOLOGY. Fifth Edition. Terjemahan Amalia Safitri, Lemeda Simarmata, Hilarius W. Hardani. Jakarta: Erlangga. hal 186 ). Dalam hal ini radiasi elektromagnetik memiliki spektrum luas, mulai dari elektromagnetik dengan frekuensi ekstrem rendah ( ELF Elektromagnetik ) sampai pada elektromagnetik frekuensi tinggi seperti halnya pengunaan Solar Power Satellite ( SPS ) untuk sumber pengahasil energi listrik yang memiliki frekuensi elektromagnetik tinggi. Yang dapat mengakibatkan terjadinya potensi gangguan kesehatan seperti leukimia, leinfoma, dan lain lain serta berdampak pada perubahan lingkungan ( Siahaan. 2004. Hukum lingkungan dan ekoogi pembangunan. Jakarta : Erlangga. hal. 33 ) Berdasarkan hal di atas akan dijelaskan secara garis besar Solar Power Satellite, gelombang elektromagnetik serta pengaruhnya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut: Bagaimanakah pengaruh radiasi gelombang elektromagnetik terhadap lingkungan dan kesehatan manusia? Artikel ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh radiasi gelombang elektromagnetik yang ditimbulkan akibat pengoprasian solar power satellite (SPS) terhadap mahluk hidup, lingkungan hidup dan kesehatan manusia. 1.2 Rumusan masalah 1. Bagaimanakah pengaruh radiasi gelombang elektromagnetik terhadap mahluk hidup ? 2. Bagaimanakah pengaruh radiasi gelombang elektromagnetik terhadap lingkungan? 3. Bagaimanakah pengaruh radiasi gelombang elektromagnetik terhadap kesehatan manusia?

1.3 Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan artikel ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh radiasi gelombang elektromagnetik yang ditimbulkan akibat pengoprasian solar power satellite (SPS) terhadap mahluk hidup, lingkungan hidup dan kesehatan manusia.

2. HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1 Hasil Konsep dasar Solar Power Satellite (SPS), yaitu energi matahari yang dihimpun oleh sebuah satelit yang ditempatkan di orbit sinkron bumi dan lazim disebut dengan spacetenna (space antenna). Energi yang terhimpun dalam bentuk energi listrik dikirimkan ke bumi dalam bentuk energi elektromagnetik (gelombang radio). Menggunakan sebuah pemancar berdaya ultra tinggi, energi radio ini dikirimkan ke bumi, dan diterima oleh sebuah sistem antena penerima (rectifying antenna, rectenna) yang akan mengubahnya menjadi energi listrik kembali dan didistribusikan ke pemakai. Prinsip yang sangat sederhana ini ternyata memerlukan pertimbangan, perhitungan dan evaluasi banyak aspek dengan cermat dan mendalam, karena sistem ini boleh dikatakan baru sama sekali dan menuntut penggunaan teknologi sangat tinggi. Karena terbatasnya ruang maka tulisan ini hanya akan membahas secara garis besar aspek kontruksi spacetenna, rectenna, dan dampak lingkungan. Spacetenna menjadi masalah paling utama karena pembangunan satelit penampung energi matahari di orbit sinkron bumi adalah satelit ini harus berukuran raksasa, karena harus menghimpun energi matahari yang sanggup menghasilkan energi listrik yang optimal. Sebagai contoh, dengan tingkat teknologi masa ini, agar mampu menghasilkan energi listrik sebesar 5 GW diperlukan jajaran sel fotovoltaik berukuran 5x10x0,5 km[5]. Teknologi pembuatan sel surya ini hingga saat ini masih terus disempurnakan agar mampu menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi dari yang mampu dicapai pada 1 dekade terakhir ini (18% untuk silikon dan 21% untuk gallium arsenide[6],[7]), antara lain dengan penyempurnaan sel silikon celah pita-ganda (multiband gap) dan sel silikon nir-bentuk (amorphous silicon cells). Konversi arus listrik searah yang dihasilkan sel surya ke gelombang radio (dalam hal ini mikrogelombang) dilakukan dengan tabung klystron, magnetron, atau solid state amplifier berdaya tinggi. Frekuensi kerja yang dipilih adalah sebesar 2,45 GHz dengan alternatif frekuensi 5,8 GHz. Pemilihan frekuensi ini erat kaitannya dengan pertimbangan karakteristik peredaman mikrogelombang oleh atmosfir, efisiensi dan masalah efek pemanasan ionosfir oleh mikrogelombang. Sistem dan diameter antena pengirim yang digunakan untuk mengirimkan energi mikrogelombang ke bumi akan mempengaruhi kemampuan daya yang dipancarkan, kerapatan daya di ionosfir, diameter antena penerima, dan daya listrik arus searah yang akan dihasilkan oleh rectenna. Tabel 1 memberikan gambaran karakteristik sistem mikrogelombang dalam kaitannya dengan diameter antena yang digunakan pada frekuensi 2,45 GHz[8]. Dari tabel ini dapat diketahui bahwa untuk menghasilkan energi listrik sebesar 5 GW di permukaan bumi tanpa melewati batas ambang kerapatan daya 23 mW/cm2 di atmosfir, maka diperlukan

diameter rectenna sebesar 1 km. Batas ambang kerapatan daya sebesar maksimum 23 mW/cm2 diperkirakan cukup aman bagi mahluk hidup yang melintas berkas. Tabel 1 Karakteristik sistem mikro gelombang pada 2,45 Ghz Karakteristik Diameter antena pengirim (km) Daya gelombang-mikro terkirim (GW) Kerapatan daya di ionosfir (mW/cm2) Daya DC keluaran dari rectenna (GW) Diameter rentenna agar mampu menangkap 88% energi terkirim (km) 10 7,6 6,8 5 Batas Ionosfir 23 mW/Cm2 1 6,5 23 5 1,36 3,53 23 2,72 1,53 2,78 23 2,14 2 1,6 23 1,2

Distribusi Efisiensi Sistem SPS Efisiensi total dari sistem SPS ini diperkirakan sebesar 7,5%, dengan distribusi efisiensi seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Umur hidup (life time) sebuah SPS diperkirakan tidak kurang dari 30 tahun dengan periode perawatan setiap 5 tahun. Grumman Aerospace Corporation[1] memproyeksikan bahwa tingkat produksi yang mampu dihasilkan dengan teknologi tahun 2000-an adalah 7 satelit (maksimum) per-tahun. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa pembangunan sebuah sistem SPS memakan waktu yang relatif sangan pendek dibandingkan pembangunan jenis pembangkit energi listrik lainnya.

Sistem/Elemen/Faktor Orientasi pengarahan panel sel surya GaA1As (sel surya) Perancangan lariksel surya (ketaksepadanan, interkoneksi,dll) Pemantulan sinar matahari Distribusi ke subsistem antena Distribusi di dalam slip-ring dan antena Konversi DC ke RF (peredam atmosfir,pegumpulan oleh rectenna dan konversi RF ke DC) Distribusi antar muka daya

Efisiensi 91% 19,6% 87,6% 90% 92% 96%

65% 98%

2.2 Pembahasan Sistem dari penggunaan solar power satellite (SPS) pada dasarnya adalah pengumpulan energi matahari oleh satelit di angkasa luar (pada orbit sinkron bumi), mengirimkan energi tersebut dalam bentuk gelombang radio ke bumi, dan kemudian mengubahnya menjadi energi listrik. Karena pengumpulan energi matahari (dengan sel fotovoltaik) dilakukan di luar angkasa maka pengaruh cuaca dihilangkan dan siklus siangmalam nyaris tak terjadi. Bahkan unjuk kerjanya meningkat tajam karena di luar angkasa (di GEO) panel sel surya akan menerima iluminasi cahaya lebih dari 22 jam untuk setiap harinya. Secara teoritis kapasitas daya yang mampu dibangkitkan oleh sebuah satelit jenis ini cukup besar (5~10 GW) dan dampak dari penggunaan solar power satellite (SPS) dan gelombang elektro magnetik (mikrogelombang) yang saya golongkan menjadi tiga bagian yaitu : dampak terhadap mahluk hidup, dampak terhadap lingkungan dan dampak terhadap kesehatan manusia.

2.2.1

Dampak Terhadap Mahluk Hidup

Radio mikrogelombang tidak memiliki cukup energi untuk mengionisasi molekul (tidak seperti radiasi sinar-X dan emisi radioaktif lainnya), tetapi memiliki kemampuan agitasi. Jika intensitas radiasi mikrogelombang yang digunakan cukup tinggi (dalam tingkat mW/cm2) maka gelombang ini akan menyebabkan kenaikan suhu molekul. Tubuh mahkluk hidup akan mulai meningkat suhunya bila dikenai radiasi sebesar 4~30 mW/cm2. Sebuah studi menyebutkan bahwa batas ambang aman bagi mahkluk hidup (terutama manusia) adalah 5 m/cm2 pada daerah frekuensi 1,5~100 GHz[9],[10]. Banyak studi telah dilakukan untuk mempelajari dampak yang ditimbulkan oleh mikrogelombang terhadap mahkluk hidup, namun sejauh ini belum ada kesepakatan untuk merumuskan secara pasti besarnya energi yang aman bagi mahkluk hidup serta dampak apa saja yang mungkin timbul jika batas aman ini dilewati. Namun demikian, mengambil dari kenyataan sehari-hari tentang penggunaan energi pengulang telekomunikasi terrestrial/TV, radar, dlsb.) dengan aman, maka bisa diambil kesimpulan sementara bahwa kerapatan energi mikrogelombang sebesar 5 mW/cm2 bisa dianggap memadai.

Kerapatan energi mikrogelombang di dalam dan di dekat rectenna. Kerapatan energi sebesar ini bisa dipandang aman bagi mahkluk hidup (terutama manusia) mengingat bahwa dalam kenyataan sehari hari gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh stasiunstasiun radio, TV dan sumber- sumber lainnya (mengambil contoh di AS) bisa mencapai 5x10-6 mW/cm2[5]. Dengan mengambil jarak minimum 25 km dari daerah zona penyangga rectenna, akan diperoleh kerapatan energi yang hampir sama dengan bilangan ini. Artinya, pada jarak yang relatif dekat dengan rectenna bisa diperoleh zona yang benar- benar aman bagi mahluk hidup. Yang sulit untuk dihindari adalah bila ada sekawan burung yang mungkin terbang tepat di pusat berkas mikrogelombang.

2.2.2

Dampak Terhadap Lingkungan Aspek yang berdampak pada lingkungan yang berkaitan dengan pengunaan gelombang

elektromagnetik ( mikro gelombang ) berdaya tinggi terhadap ekosistem dan kesehatan. Secara umum, ada 2 aspek lingkungan dominan yang harus dipertimbangkan dampaknya akibat penggunaan mikrogelombang, yaitu : 1. Dampak atmosfir. 2. Dampak pada astronomi.1. Dampak Atmosfir

Ini adalah dampak yang timbul pada saat perakitan spacetenna. Pada lapisan terrendah atmosfir bumi tempat segala macam kehidupan berlangsung, dampak paling serius yang ditimbulkan adalah pencemaran akibat semburan gas buang roket peluncur (HLLV - high lift launch vehicle) selama peluncuran berlangsung. Efek ini memang bisa mengakibatkan perubahan cuaca lokal dan penurunan kualitas udara bersih. Derajat perubahan cuaca ini memang sangat tergantung pada kondisi meteorologis, ukuran dari pesawat peluncur dan frekuensi peluncuran. Inilah efek tak langsung dari sistem SPS terhadap lingkungan atmosfir bumi. Efek ini akan menurun tajam bila penyempurnaan mesin-mesin roket pendorong berhasil dengan baik, atau sampai ditemukannya bahan bakar roket berbahan pencemaran rendah. Namun demikian, secara global efek ini diperkirakan masih jauh lebih rendah dibandingkan efek serupa yang ditimbulkan oleh mesin-mesin pembangkit konvensional berbahan bakar fossil, yang terus menerus menghasilkan pollutan selama masa hidupnya.2. Dampak pada Astronomi

Sebagian besar komponen SPS, yakni panel-panel fotovoltaik, dihadapkan mengarah ke matahari, dan sebagian yang lain (antena, rangka, dll) tidak menghadap ke matahari sehingga memungkinkan timbulnya pantulan sinar matahari ke bumi. Jika pantulan yang dihasilkan oleh keseluruhan sistem satelit cukup besar, maka ada kemungkinan timbulnya efek cahaya yang cukup terang di waktu malam yang tampak dengan jelas dari bumi (night sky brightness effect). Efek ini tentu tidak menguntungkan bagi dunia astronomi. Cahaya yang dihasilkan oleh sebuah SPS diperkirakan seterang cahaya planet Venus dan bisa mengganggu astronomi optis. Efek night sky brightness bisa ditekan dengan pemakaian sesedikit mungkin bahan-bahan yang mudah memantulkan cahaya matahari. Sedangkan astronomi radio yang menggunakan panjang gelombang sentimeter pada teleskop radionya hanya akan terganggu bila lokasinya berdekatan dengan lokasi rectenna atau bila teleskopnya mengarah langsung ke SPS. Belum ditemukan cara yang tepat untuk mengatasi efek ini. 2.2.3. Dampak kesehatan Radiasi yang di sebabkan gelombang elektromagnetik baik itu frekuensi rendah dan frekuensi tinggi, memiliki dampak yang besar terhadap kesehatan manusia. Dimana dalam penelitian, manusia yang telah terkena radiasi elektromagnetik memiliki potensi gangguan kesehatan antara lain berupa leukimia, leinfoma, infertilitas pada pria, cacat kongenital, proses generatif, perubahan ritme jantung, perubahan metabolisme melatonin, neurosis, dll. Sel sel tubuh yang mudah membelah adalah bagian yang paling mudah dipengaruhi oleh radiasi. Hasil penelitian memperlihatkan (melalui hewan percobaan) berupa tingkah laku, timbulnya proses keganasan, sampai terjadinya cacat pada keturunan ( Hasil Penelitian Dr. Anies, 1997). (Siahaan. 2004. Hukum lingkungan dan ekoogi pembangunan. Jakarta Erlangga. hal. 33). 2.2.4 Pencegahan Upaya pencegahan penyakit seharusnya tidak hanya melibatkan agent (penyebab sakit) dan host (manusia) semata, melainkan juga faktor lingkungan yang ternyata berperan sangat besar. Upaya meminimalkan dampak negatif radiasi elektromagnetik ini perlu selalu diusahakan. Seperti halnya dampak mikrogelombang terhadap mahkluk hidup yang ditimbulkan SPS terhadap lingkungan. Dimana jarak pengiriman melalui pemancar radio mikrogelombang minimum 25 km dari zona penyangga rectenna, karena dengan jarak yang relatif dekat dengan rectenna bisa diperoleh zona yang benar benar aman bagi mahluk hidup. Untuk dampak pemanasan ionosfir (efek dimana meningkatnya suhu fisik) dapat kita :

kurangi dengan cara pemilihan lokasi stasiun rectenna di daerah terpencil atau di lepas pantai akan sangat membantu menghindari timbulnya iterferensi. Untuk sementara hanya beberapa dampak yang dapat di tangulangi yang disebabkan SPS terhadap lingkungan.3.

SIMPULAN Berdasarkan penjelasan diatas dapat di simpulkan bahwa dalam pengunaan Solar Power Satelite (SPS) sebagai energi alternatif, selain menguntungkan juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, terutama dari radiasi yang ditimbulkan oleh gelombang elektromagnetik yang di pancarkan ke Bumi.

4.

DAFTAR PUSTAKA1. Cambell, Reece, Mitchell. 2002. BIOLOGY. Fifth Edition. Terjemahan S. Amalia, S.

Lemeda, H.W. Hardani. Jakarta: Erlangga. 2. Anies. 2009. Cepat Tua Akibat Radiasi ?. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.3. Purwanto, Yuliman. 1996. Solar Power Satellite (SPS): Alternatif Baru Sumber Energi

Listrik untuk Masa Depan. Jakarta : Elektro Indonesia 4.