SPM Untuk Pemerataan Mutu Pendidikan

8
SPM untuk Pemerataan Mutu Pendidikan Jakarta (Mandikdasmen): Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan paradigma baru yang bertujuan menciptakan pemerataan mutu pendidikan. SPM yang merupakan ketentuan minimal tentang apa yang harus tersedia dan apa yang harus terjadi di SD/MI dan SMP/MTs, adalah tahapan paling rendah untuk mencapai sekolah bermutu. Demikian kesimpulan dalam press conference yang digelar Kementerian Pendidikan Nasioanal c.q Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, bersama wartawan media cetak dan elektronik di lantai 2 Gedung Dikti, Kemdiknas, Senayan, Selasa (24/08). Hadir dalam pertemuan ini, Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Dr. Fasli Jalal; Sekretaris Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Dr. Bambang Indriyanto; Kepala Bagian Tatalaksana Sekretariat Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Ir Sri Renani Panjastuti, M. PA; dan dua Staf Ahli Mendiknas, yaitu Prof M. Alkaff [Staf Ahli Mendiknas bidang Reformasi Birokrasi Internal], dan Herina Yuheti [Staf Ahli Mendiknas bidang Kurikulum dan Mutu Pendidikan]. “Tahapan berikutnya adalah Standar Nasional Pendidikan (SNP), dan tahapan paling tinggi adalah sekolah di atas SNP, seperti Sekolah Bertaraf Internasional,” kata Bambang Indriyanto. SPM Pendidikan Dasar (SD/MI-SMP/MTs) secara singkat dapat diartikan sebagai ketentuan minimal jumlah dan mutu layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota (SD-SMP) dan Kandepag (MI-MTs), secara langsung maupun tidak langsung melalui sekolah dan madrasah. Ketentuan minimal tentang apa yang harus tersedia di sekolah antara lain meliputi: a) unsur sumber daya manusia yang mencangkup guru/pendidik dan tenaga kependidikan (kepala sekolah/pengawas sekolah); dan b) unsur sarana dan prasarana, yang mencangkup infrastruktur, peralatan, media, dan buku.

Transcript of SPM Untuk Pemerataan Mutu Pendidikan

Page 1: SPM Untuk Pemerataan Mutu Pendidikan

SPM untuk Pemerataan Mutu Pendidikan

Jakarta (Mandikdasmen): Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan paradigma baru yang bertujuan menciptakan pemerataan mutu pendidikan.  SPM yang merupakan ketentuan minimal tentang apa yang harus tersedia dan apa yang harus terjadi di SD/MI dan SMP/MTs, adalah tahapan paling rendah untuk mencapai sekolah bermutu.

Demikian kesimpulan dalam press conference yang digelar Kementerian Pendidikan Nasioanal c.q Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, bersama wartawan media cetak dan elektronik di lantai 2 Gedung Dikti, Kemdiknas, Senayan, Selasa (24/08).

Hadir dalam pertemuan ini, Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Dr. Fasli Jalal; Sekretaris Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Dr. Bambang Indriyanto; Kepala Bagian Tatalaksana Sekretariat Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Ir Sri Renani Panjastuti, M. PA; dan dua Staf Ahli Mendiknas, yaitu Prof M. Alkaff [Staf Ahli Mendiknas bidang Reformasi Birokrasi Internal], dan Herina Yuheti [Staf Ahli Mendiknas bidang Kurikulum dan Mutu Pendidikan].

“Tahapan berikutnya adalah Standar Nasional Pendidikan (SNP), dan tahapan paling tinggi adalah sekolah di atas SNP, seperti Sekolah Bertaraf Internasional,” kata Bambang Indriyanto.

SPM Pendidikan Dasar (SD/MI-SMP/MTs) secara singkat dapat diartikan sebagai ketentuan minimal jumlah dan mutu layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota (SD-SMP) dan Kandepag (MI-MTs), secara langsung maupun tidak langsung melalui sekolah dan madrasah.

Ketentuan minimal tentang apa yang harus tersedia di sekolah antara lain meliputi: a) unsur sumber daya manusia yang mencangkup guru/pendidik dan tenaga kependidikan (kepala sekolah/pengawas sekolah); dan b) unsur sarana dan prasarana, yang mencangkup infrastruktur, peralatan, media, dan buku.

Sedangkan ketentuan minimal tentang apa yang harus terjadi di sekolah antara lain mencangkup; a) apa saja yang harus dilakukan guru untuk mempersiapkan dan menyelenggarakan pembelajaran; b) apa saja yang dapat dilakukan kepala sekolah untuk memastikan terjadinya pembelajaran yang baik di sekolah; dan c) apa yang harus dilakukan pengawas sekolah untuk mendukung pengendalian kualitas pembelajaran.

“SPM ini merupakan amanah UU Desentralisasi, dan juga untuk meyakinkan bahwa pelayanan pendidikan dasar untuk publik bisa dilaksanakan,” kata Sri Renani Panjastuti.

Karena itu, lanjut Sri Renani Panjastuti, tujuan utama yang hendak dicapai SPM pendidikan dasar adalah menipisnya kesenjangan mutu pendidikan. Disparitas mutu pendidikan yang ada sekarang kalau terus dibiarkan tentu sangat membahayakan rajutan sosial bangsa ke dapan. Anak-anak orang miskin tidak akan pernah bisa masuk sekolah/madrasah yang dihuni anak-anak orang kaya.

Page 2: SPM Untuk Pemerataan Mutu Pendidikan

Pada gilirannya anak-anak miskin akan terus terbelenggu dalam kubangan warisan kemiskinan, dan sulit melakukan mobilitas sosial-ekonomi untuk menjangkau status kelas sosial menengah dan atas.

Selain untuk mempersempit disparitas dan meningkatkan mutu pendidikan, alasan lain yang mendasari perlunya SPM Pendidikan Dasar adalah:

a) masih terpuruknya mutu pendidikan dasar Indonesia dibandikan dengan negara-negara lain, yang hal itu tampak dari berbagai survei internasional dari tahun ke tahun (survei TIMSS, PISA, dan lain-lain).

Meski siswa-siswi Indonesia cukup sering mendapat penghargaan pada ajang olimpiade keilmuan internasional, namun secara umum kondisi sekolah/madrasah masih menyedihkan. Banyak sekolah yang kekurangan guru, guru-guru tidak kompeten, tidak memiliki sarana-prasarana yang layak, dan lain-lain;

b) masih terpuruknya peringkat Indonesia dalam daya saing global, yang antara lain tampak dari rendahnya peringkat Indonesia dalam HDI (Human Development Index), yang salah satu parameternya adalah aspek pendidikan;

c) pemberian layanan pendidikan dasar yang bermutu dan merata merupakan amanat konstitusi, dan setiap anak berhak mendapatkan layanan pendidikan berkualitas. Tanpa pelaksanaan SPM di sekolah/madrasah,  tidak mungkin hak anak untuk mendapatkan layanan pendidikan bermutu dapat terpenuhi.

Pada dasarnya penerapan SPM Pendidikan Dasar dimaksudkan untuk mewujudkan keterjangkauan memperoleh pendidikan yang sesungguhnya. SPM berupaya memastikan bahwa siswa di semua sekolah/madrasah memperoleh layanan pendidikan, setidaknya pada level minimal tertentu. Dengan demikian, SPM Pendidikan Dasar merupakan kunci sukses untuk meningkatkan dan memeratakan mutu SD/MI – SMP/MTs.*

Kemdiknas Targetkan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal pada 2013

Jakarta,  Rabu (25 Juli 2010)–Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) mentargetkan pencapaian standar pelayanan minimal (SPM) pendidikan bagi seluruh jenjang sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) pada 2013. SPM pendidikan merupakan tolak ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar yang berlaku bagi pemerintah kabupaten/kota dan satuan pendidikan.

Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdiknas Didik Suhardi menyampaikan, kabupaten/kota dan sekolah harus merealisasikan aspek-aspek yang tertuang dalam SPM. Dia mengatakan, ada 27 indikator

Page 3: SPM Untuk Pemerataan Mutu Pendidikan

SPM pendidikan dasar. “Semua SMP harus mencapai SPM pada 2013,” katanya saat memberikan keterangan pers di Kemdiknas, Jakarta, Rabu (25/08/2010).

SPM pendidikan dasar bagi kabupaten/kota terdiri atas 14 indikator dikelompokkan ke dalam aspek ketersediaan, kualifikasi, dan kompetensi guru/kepala sekolah serta ketersediaan, kualifikasi, kompetensi pengawas, dan frekuensi pengawasan. Adapun SPM bagi satuan pendidikan terdiri atas 13 indikator dikelompokkan  ke dalam aspek isi pembelajaran, proses pembelajaran, penilaian pendidikan, buku, peralatan, dan media pembelajaran.

SPM pendidikan dasar dikembangkan sejalan dan berdasarkan pada Standar Nasional Pendidikan (SNP), serta instrumen akreditasi sekolah/madrasah. SPM pendidikan dasar merupakan tahap awal implementasi SNP yang mencakup delapan standar, yakni standar isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, evaluasi pendidikan, dan kompetensi lulusan. “SPM dielaborasi dari delapan standar nasional pendidikan,” kata Didik.

Kemdiknas melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.15 Tahun 2010 telah menetapkan standar pelayanan minimal pendidikan dasar di kabupaten/kota. Dengan berlakunya peraturan ini maka Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 129a/U/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan yang mengatur standar pelayanan minimal pendidikan dasar dinyatakan tidak berlaku.

Sasaran utama penerapan SPM pendidikan dasar adalah sekolah/madrasah yang memiliki nilai akreditasi terendah atau ‘D’, belum menempuh proses akreditasi, dan belum memenuhi persyaratan akreditasi terendah (D).

SPM pendidikan dasar bagi kabupaten/kota terdiri atas 14 indikator dikelompokkan ke dalam aspek ketersediaan, kualifikasi, dan kompetensi guru/kepala sekolah serta ketersediaan, kualifikasi, kompetensi pengawas, dan frekuensi pengawasan. Adapun SPM bagi satuan pendidikan terdiri atas 13 indikator dikelompokkan  ke dalam aspek isi pembelajaran, proses pembelajaran, penilaian pendidikan, buku, peralatan, dan media pembelajaran.

Didik menyebutkan, berdasarkan jumlah sekolah peserta Ujian Nasional terdapat sebanyak 30.118 SMP baik negeri maupun swasta. Menurut dia, program-program yang diluncurkan Kemdiknas diprioritaskan bagi sekolah-sekolah yang saat ini belum mencapai SPM. “Jumlah sekolahnya sekitar 40 persen berdasarkan akreditasi,” kata Didik.

Didik menyampaikan, program-program untuk mendukung tercapainya SPM diantaranya melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan blockgrant. Dia mencontohkan, pemenuhan SPM dicapai misalnya melalui pengadaan buku teks pada program BOS dan pengadaan peralatan dan sarana prasarana melalui program DAK. “Pemda juga membuat program untuk menunjang sekolah mencapai SPM,” katanya.***

Sumber: Media Center Diknas

Sosialisasi SPM Pendidikan Harus Komprehensif

Page 4: SPM Untuk Pemerataan Mutu Pendidikan

Jakarta (Mandikdasmen): Terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota memerlukan sosialisasi yang komprehensif. Jangan sampai pelaksana kebijakan tidak mengetahui kebijakan dengan baik.

“Tidak hanya sosialisasi, advokasi dan pengembangan kapasitas yang tepat untuk Pemerintah Kabupaten/Kota juga harus dilakukan secara simultan,” ujar Prof. Suyanto, Ph.D., Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasonal di Jakarta, Selasa (31/8).

Suyanto berkata demikian dalam pengarahannya pada Seminar Sosialisasi Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar Tingkat Pusat yang digelar di Ruang Auditorium Dikti, Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta. Acara dihadiri perwakilan dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, dan sejumlah pejabat di lingkungan Ditjen Mandikdasmen.

Lebih lanjut Suyanto mengatakan, Pemerintah Kabupaten/Kota selaku pelaksana kebijakan akan melaksanakan kebijakan jika yakin pada manfaatnya dan mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat dan Dewan Perwakilan Rayat Daerah. “Untuk itu perlu dirumuskan strategi sosialisasi dan pengembangan kapasitas dapat berjalan secara tertib dan efisien,” tegasnya.

Ditjen Mandikdasmen merencanakan SPM Pendidikan Dasar mulai dilaksanakan secara bertahap pada 2011. Untuk mencapainya, Ditjen Mandikdasmen bekerjasama dengan dua lembaga donor asing (Bank Pembangunan Asia/ADB dan Masyarakat Eropa), membentuk tim Basic Education Sector Capacity Support Program (BESCSP).

Tim BESCSP bertugas mempersiapkan  pelaksanaan SPM Pendidikan Dasar, menyusun strategi dan pentahapan pelaksanaan SPM Pendidikan Dasar di seluruh SD/MI dan SMP/MTs sampai 2013. Jika pentahapan berjalan baik, maka pada 2015 diharapkan seluruh sekolah/madrasah sudah memenuhi SNP.

Agar program berjalan  mulus dan baik, kata Suyanto, pendekatan yang dilakukan pun harus terintegrasi dan melibatkan pemangku kepentingan terkait. Tak hanya melalui jalur sektoral pendidikan. Maka, selain dengan Pemerintah Kabupaten/Kota, Ditjen Mandikdasmen Kemdiknas bekerjasama dengan Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan.

Dukungan Kemendagri sangat penting dalam membantu mensosialisasikan SPM melalui berbagai forum dan monitor pelaksanaan SPM Pendidikan di daerah karena memiliki aspek kewenangan dalam pemantauan dan evaluasi kinerja Pemerintah Daerah.

Sementara peran Kementerian Keuangan sangat besar dalam menyediakan dana untuk memenuhi biaya pendidikan. Biaya tersebut digunakan untuk memperbaiki sarana dan prasarana, meningkatkan kualifikasi guru, sekolah, dan madrasah yang masih tertinggal. “Ini berarti bahwa tidak hanya penambahan dana yang harus dilakukan, tetapi pengelolaan pun harus dilakukan cepat, transparan, dan akuntabel,” ucap Suyanto.

Page 5: SPM Untuk Pemerataan Mutu Pendidikan

Dr. Bambang Indriyanto, Sekretaris Ditjen Mandikdasmen, dalam laporannya, mengatakan SPM merupakan benchmarking secara internal untuk mengetahui posisi sekolah berdasarkan standar-standar yang ada. “Dengan melakukan benchmarking ini kita bisa menetapkan target secara institusional menuju Standar Nasional Pendidikan dan Sekolah Bertaraf Internasional,” tuturnya.

Keluarnya Permendiknas nomor 15 tahun 2010, menurutnya, mengindikasikan pada perlunya dengan segera melakukan sosialisasi secara ekstensif dan intensif dimulai dengan sosialisasi dari tingkat Pemerintah Pusat kemudian Pemerintah Daerah.

Saat konferensi pers, Suyanto mengatakan dengan adanya SPM Pendidikan, Pemerintah Kabupaten/Kota tidak ragu-ragu lagi melaksanakan apa yang harus dilaksanakan di dalam bidang pendidikan. “Kalau memang belum ada yang ideal, minimal itu yang dilakukan,” ujarnya. “Tujuannya untuk meningkatkan kualitas dan menghilangkan disparitas.” Disparitas itu seperti kualitas antara desa-kota, Jawa-luar Jawa, dan pria-wanita.

SPM di Gorontalo

Bupati Gorontalo David Bobihoe Akib, dalam konferensi pers, mengatakan, dalam rangka penyelenggaraan pendidikan untuk SPM, ia telah menerbitkan Peraturan Daerah nomor 1 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Kemudian ia menerbitkan 13 Peraturan Bupati tentang SPM.

Tiga belas peraturan itu meliputi SPM, Evaluasi Kinerja, Kurikulum, Pendidikan Non-formal dan Informal, Pembelajaran Kelas Rangkap, Pemindahan dan Penempatan Guru, Mapping Pendidikan, Pendidikan Anak Usia Dini, Regrouping, Penyusunan RKAS, Rolling Teacher, Sertifikasi Guru, dan Pengembangan Kompetensi.

Untuk menyukseskan program-program tersebut, Pemda telah menyiapkan dana yang lumayan besar dalam pengalokasian APBD untuk sektor pendidikan. “APBD murni kita arahkan untuk pendidikan 36,8%  pada 2009 dan 36% pada tahun 2010,” katanya. Dana itu di luar gaji guru.

Seminar Sosialisasi Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar Tingkat Pusat menggelar presentasi dan diskusi panel. Presentasi bertajuk SPM Pendidikan: Maksud tujuan, isi pokok, metode pengukuran indikator, dan langkah implementasi dibawakan oleh Abdul Malik, Tim BESCSP ADB.

Lalu Implementasi SPM Pendidikan sebagai instrumen kebijakan untuk menjamin mutu pelayanan publik dalam era desentralisasi oleh Hasudungan Hutauruk, Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri. Sedangkan Buati Gorontalo David Bobihoe Akib mempresentasikan makalah tentang Rencana implementasi SPM Pendidikan di Kabupaten Gorontalo.