SPESIFIKASI TEKNIS PETA DASAR UNTUK ...tataruang.big.go.id › modules › pustaka › Spek...

27
` 1 SPESIFIKASI TEKNIS PETA DASAR UNTUK PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG

Transcript of SPESIFIKASI TEKNIS PETA DASAR UNTUK ...tataruang.big.go.id › modules › pustaka › Spek...

`

1

SPESIFIKASI TEKNIS

PETA DASAR UNTUK PENYUSUNAN

RENCANA DETAIL TATA RUANG

`

2

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN 4

1. Latar Belakang 4

2. Acuan 5

3. Maksud dan Tujuan 6

4. Ruang Lingkup 6

5. Istilah dan Definisi 7

BAB II PENYIAPAN DATA DASAR 9

1. Sumber Data 9

1.1. Citra satelit resolusi tinggi 9

1.2. Digital Elevation Model (DEM) 9

2. Titik Kontrol Untuk Orthorektifikasi 10

2.1. Persiapan Pengukuran titik kontrol untuk Orthorektifikasi 10

2.1.1. Perencanaan titik kontrol 10

2.1.2. Penamaan titik kontrol 11

2.1.3. Pembuatan Peta Kerja 11

2.2. Pengukuran titik kontrol untuk Orthorektifikasi 11

2.2.1. Pengukuran titik kontrol 11

2.2.2. Pengolahan titik kontrol 12

2.2.3. Pembuatan Deskripsi Titik Kontrol 12

3. Orthorektifikasi & Uji Akurasi 12

3.1. Penyiapan Data 12

3.2. Orthorektifikasi 13

3.3. Pansharpening 13

3.4. Cloud Patching 13

3.5. Mosaicking 13

3.6. Citra Hasil Orthorektifikasi 13

3.7. Uji Akurasi 14

BAB III PETA DASAR UNTUK PENYUSUNAN RDTR 15

1. Sistem Referensi Geospasial 15

2. Format Basisdata 15

3. Digitasi 15

`

3

4. Aturan Topologi 16

5. Pengumpulan Nama Rupabumi dan Penyelarasan Data 18

Lampiran 1. Struktur Data Dan Atribut 19

Lampiran 2. Klasifikasi Bangunan 21

Lampiran 3. Klasifikasi Penutup Lahan 23

Lampiran 4. Klasifikasi Toponim 25

`

4

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menegaskan

bahwa tingkat ketelitian Peta rencana tata ruang diatur dengan peraturan pemerintah.

Rencana tata ruang dilaksanakan melalui proses perencanaan tata ruang yang

menghasilkan antara lain Peta rencana tata ruang, pemanfaatan ruang berdasarkan hasil

perencanaan tata ruang yang telah ditetapkan, dan pengendalian pemanfaatan ruang agar

pemanfaatan ruang sesuai dengan Peta rencana tata ruang. Dengan kata lain, kualitas

pemanfaatan ruang ditentukan antara lain oleh tingkat ketelitian rencana tata ruang yang

bentuknya digambarkan dalam Peta rencana tata ruang yang disusun berdasarkan suatu

sistem perpetaan yang disajikan berdasarkan pada unsur serta simbol dan/atau notasi yang

dibakukan secara nasional.

Proses penyusunan Peta rencana tata ruang diawali dengan penyediaan Peta Dasar,

oleh karena itu setiap jenis Peta harus memiliki Ketelitian Peta yang pasti sesuai

karakteristiknya. Peta Dasar dengan segala karakteristik ketelitiannya, menjadi dasar bagi

pembuatan Peta rencana tata ruang wilayah. Selanjutnya Peta rencana tata ruang itu

digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan

analisis dan proses síntesis penuangan rencana tata ruang wilayah dalam bentuk Peta bagi

penyusunan rencana tata ruang.

Oleh karena ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi ruang

daratan, ruang lautan, dan ruang udara yang terbagi dalam wilayah daerah propinsi, wilayah

daerah kabupaten/kota, maka masing-masing rencana tata ruang wilayah tersebut secara

berurutan digambarkan dalam Peta Wilayah Negara Indonesia, Peta Wilayah provinsi, Peta

Wilayah kabupaten, dan Peta Wilayah kota. Peta Wilayah tersebut diturunkan dari Peta

Dasar sedemikian rupa sehingga hanya memuat unsur rupa bumi yang diperlukan dari Peta

Dasar, dengan maksud agar Peta Wilayah tersebut tetap memiliki karakteristik ketelitian

georeferensinya. Penggambaran rencana tata ruang wilayah pada Peta Wilayah tersebut

berwujud Peta rencana tata ruang wilayah. Sesuai dengan ruang lingkup pengaturannya,

Peraturan Pemerintah ini hanya mengatur tentang ketelitian Peta rencana tata ruang dan

turunannya.

Peta rencana tata ruang wilayah nasional ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah,

sedangkan rencana tata ruang wilayah daerah propinsi, rencana tata ruang wilayah daerah

kabupaten, rencana tata ruang wilayah daerah kota serta rencana detail tata ruang

ditetapkan dengan peraturan daerah masing-masing. Oleh karena rencana tata ruang

wilayah tersebut berkekuatan hukum, maka Peta rencana tata ruang wilayah sebagai bagian

yang tidak terpisahkan dengan rencana tata ruang wilayah harus mengandung tingkat

ketelitian yang sesuai dengan Skala penggambarannya. Alokasi pemanfaatan ruang untuk

kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, dan

kawasan tertentu dalam rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah

provinsi, rencana tata ruang wilayah kabupaten, dan rencana tata ruang wilayah kota, serta

rencana detail tata ruang, digambarkan dengan unsur alam seperti garis pantai, sungai,

`

5

danau, dan unsur buatan seperti jalan, pelabuhan, bandar udara, pemukiman, serta unsur

kawasan lindung dan kawasan budidaya dengan batas wilayah administrasi dan nama kota,

nama sungai, dan nama laut. Penggambaran unsur tersebut disesuaikan dengan keadaan

di muka bumi dan pemanfaatan ruang yang direncanakan.

Oleh karena dalam perencanaan tata ruang diperlukan data dan informasi tentang

tema tertentu yang berkaitan dengan sumber daya alam dan sumber daya buatan, maka

Pembuatan Peta Dasar Rencana Detail Tata Ruang ini erat kaitannya dengan peraturan

perundang-undangan lain yang memuat ketentuan yang mengandung segi-segi penataan

ruang.

2. Acuan

• Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

• Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial

• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Tata Cara

Penyelenggaraan Kegiatan Penginderaan Jauh

• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Ketelitian

Peta Rencana Tata Ruang

• Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Penyediaan,

Penggunaan, Pengendalian Kualitas, Pengolahan Dan Distribusi Data Satelit

Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi

• Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 6 Tahun 2018 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun

2014 Tentang Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar

• Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun 2014 Tentang

Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar

• Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Tata

Cara Konsultasi Penyusunan Peta Rencana Tata Ruang

• Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 16 Tahun 2014 Tentang Tata

Cara Pengelolaan Peta Rencana Tata Ruang

• Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun 2013 Tentang

Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013

`

6

3. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan disusunnya spesifikasi teknis peta dasar untuk keperluan penyusunan

peta rencana detail tata ruang, adalah untuk:

1. Memberikan panduan bagi pemerintah daerah dan pihak lain tentang standar output

peta dasar sebagai salah satu bahan utama dalam pembuatan peta rencana detail tata

ruang.

2. Memberikan acuan bagi Tim Konsultasi Pemetaan Tata Ruang dalam melakukan

verifikasi terhadap data dan informasi geospasial dasar yang digunakan dalam

pemetaan tata ruang.

4. Ruang Lingkup

Spesifikasi teknis ini mencakup tentang standar output data dasar dan peta dasar

skala 1:5.000 yang digunakan dalam penyusunan rencana detail tata ruang. Standar output

data dasar meliputi kualitas sumber data, resolusi spasial dan tingkat ketelitian hasil uji

akurasi. Standar output peta dasar (pemrosesan data geospasial dasar menjadi unsur peta

dasar skala 1:5000) meliputi sistem referensi geospasial, format basis data dan kelengkapan

atribut, ketepatan digitasi unsur dasar, aturan topologi, penamaan unsur rupabumi dan

penyelarasan data yang harus dipenuhi. Spesifikasi teknis ini dijadikan sebagai acuan dalam

penyusunan peta dasar skala 1:5.000 untuk keperluan penyusunan RDTR agar hasil yang

diperoleh memiliki kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan.

Gambar 1. Ruang Lingkup dan Tahapan

`

7

5. Istilah dan Definisi

Area of Interest (AOI)

area yang menjadi lokasi pelaksanaan dalam pekerjaan penyediaan peta dasar untuk

peta rencana tata ruang.

Citra Satelit Resolusi Sangat Tinggi

Citra Satelit yang menggambarkan kondisi spasial sangat teliti dengan ketelitian spasial

kurang dari atau sama dengan 0,65 meter

Ground Control Point (GCP)

titik kontrol yang digunakan dalam proses pengolahan orthorektifikasi dan berfungsi

sebagai referensi koordinat

Independent Check Point (ICP)

titik kontrol yang tidak disertakan dalam proses orthorektifikasi, namun digunakan

sebagai referensi untuk cek ketelitian dari data yang dihasilkan dalam pengolahan citra

Incidence Angle

sudut yang diukur dari arah sensor yang menghadap permukaan tanah terhadap garis

vertikal/normal

Koreksi Radiometrik

proses untuk memperbaiki nilai intensitas pada data yang diakibatkan oleh efek sudut

dan posisi matahari saat pencitraan, topografi permukaan bumi, kondisi atmosfer,

dan/atau sensor

Koreksi Geometrik

proses untuk memperbaiki posisi/koordinat data sehingga sesuai dengan posisi di

permukaan bumi

Multispektral

citra yang dibuat dengan menggunakan sensor kanal jamak (lebih dari satu)

Orthorektifikasi

proses koreksi geometrik yang bertujuan untuk memperbaiki distorsi geometri yang

disebabkan oleh karakteristik sensor, arah penginderaan, dan pergeseran relief

sehingga arah penginderaan memiliki proyeksi perspektif

Pankromatik

data citra yang berasal dari seluruh spektrum gelombang tampak

Peta Dasar

Izzud
Highlight

`

8

Peta yang menyajikan unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di

permukaan bumi, digambarkan pada suatu bidang datar dengan Skala, penomoran,

proyeksi, dan georeferensi tertentu.

Rational Polynomial Coefficient (RPC)

parameter yang menggambarkan hubungan geometris antara citra dengan tanah

(ground) yang memungkinkan pemrosesan citra tanpa memerlukan model fisik sensor

Resolusi Spasial

ukuran terkecil objek di lapangan yang dapat direkam pada citra

Scene Citra

Cakupan citra satelit per file yang akan digunakan. Satu scene citra bisa lebih besar

atau lebih kecil dari AOI. Namun dalam satu AOI harus mengikutsertakan seluruh scene

citra yang berada di dalam AOI tersebut.

Skala Besar

data geospasial dan informasi geospasial dengan skala 1:10.000 dan lebih besar

Sistem Referensi Geospasial

suatu sistem referensi koordinat, yang digunakan dalam pendefinisian dan penentuan

posisi suatu entitas geospasial mencakup posisi horizontal, posisi vertikal maupun nilai

gayaberat berikut perubahannya sebagai fungsi waktu

Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 (SRGI2013)

Sistem Referensi Geospasial yang digunakan secara nasional dan konsisten untuk

seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta kompatibel dengan sistem

referensi geospasial global

Tie Point

titik pada citra yang menggambarkan lokasi yang sama pada beberapa citra yang

bertampalan

`

9

BAB II PENYIAPAN DATA DASAR

1. Sumber Data

1.1. Citra satelit resolusi tinggi

Spesifikasi citra satelit yang dapat digunakan untuk pembuatan peta dasar RDTR adalah:

1. Resolusi Spasial

Citra satelit resolusi tinggi yang digunakan memiliki resolusi spasial lebih baik dari

≤ 0.65 meter.

2. Informasi Parameter Orbit

Harus dilengkapi dengan informasi parameter orbit satelit dan parameter sensor

(dapat berupa parameter fisik orbit dan parameter fisik sensor atau RPC)

3. Tahun akuisisi data

Tahun akuisisi citra satelit resolusi tinggi direkomendasikan tidak boleh lebih lama

dari 2 tahun, dengan mempertimbangkan kondisi perkembangan daerah dan

ketersediaan data.

4. Jenis Data

Belum dilakukan koreksi geometrik, orthorektifikasi, atau mosaik.

5. Sudut Pengambilan (Incidence Angle)

Sudut pengambilan pada saat akuisisi data adalah sebesar ≤ 20° pada saat

kondisi nadir (tegak lurus terhadap bumi), dalam hal tidak tersedia data tersebut

maka sudut pengambilan maksimal adalah sebesar ≤ 30°.

6. Tutupan Awan

Tutupan Awan direkomendasikan sebesar ≤10 % per scene dan Dalam hal

keterbatasan data Citra maka tutupan awan boleh sebesar ≤ 10% dari AOI (Area

of Interest). Awan tidak boleh menutupi objek-objek penting seperti Fasilitas sosial,

fasilitas umum, perkantoran pemerintah, kawasan industri, dll. Tutupan Awan

diluar ketentuan di atas maka akan dianalisis lebih lanjut oleh Tim Teknis BIG.

1.2. Digital Elevation Model (DEM)

Berikut ini persyaratan yang dapat dipenuhi untuk resolusi spasial data DEM:

1. Memiliki resolusi spasial ≤ 20 x dari resolusi citra yang digunakan. Dalam hal

keterbatasan data DEM di BIG, maka dapat digunakan data DEM lain yang

tersedia.

2. Memiliki sistem referensi sesuai yang ditetapkan BIG yaitu SRGI2013 (Datum

Horizontal: WGS84; Datum Vertikal: EGM2008)

`

10

2. Titik Kontrol Untuk Orthorektifikasi

2.1. Persiapan Pengukuran titik kontrol untuk Orthorektifikasi

2.1.1. Perencanaan titik kontrol

• Mendefinisikan AOI

• Titik kontrol yang digunakan adalah post-marking.

• Titik kontrol terdiri dari GCP dan ICP.

• Kriteria sebaran GCP adalah sebagai berikut:

➢ Tersebar merata pada seluruh scene citra di AOI.

➢ Pada satu scene citra minimal terdapat 9 GCP dan pada area yang

bertampalan paling sedikit 1 GCP

➢ Dalam hal objek tidak dapat tersebar merata karena suatu hal, jumlah

dan sebaran GCP menyesuaikan kondisi citra

➢ Dalam hal tidak ada objek yang dapat diidentifikasi dalam satu scene,

boleh tidak diberikan GCP pada scene tersebut dengan syarat scene

tersebut bukan single scene dan akan diolah bersamaan dengan scene

lainya.

• Kriteria sebaran ICP adalah sebagai berikut:

➢ Tersebar merata pada seluruh scene citra di AOI

➢ Jumlah minimal ICP adalah ¼ dari jumlah GCP

➢ Dalam hal jumlah GCP kurang dari 48 titik, maka minimal jumlah ICP

adalah 12 titik

➢ ICP diletakkan di antara titik-titik GCP namun tidak terlalu dekat

• Identifikasi titik kontrol dengan kriteria sebagai berikut:

➢ Objek diidentifikasi dari citra yang akan digunakan dalam orthorektifikasi

➢ Objek dapat diidentifikasi secara jelas dan akurat di citra yang

digunakan (jika di daerah bertampalan, maka harus nampak di seluruh

scene yang digunakan)

➢ Objek bukan merupakan bayangan

➢ Objek tidak memiliki pola yang sama

➢ Objek merupakan permanen dan diam serta diyakini tidak akan

mengalami perubahan atau pergeseran pada saat pengukuran di

lapangan

➢ Bentuk objek harus jelas dan tegas

➢ Warna objek harus kontras dengan warna disekitarnya

➢ Terdapat akses menuju lokasi titik kontrol (berdasarkan visual dan data

sekunder)

➢ Objek idealnya berada pada permukaan tanah

➢ Bukan berada di sudut atau pojok yang tertutup atap bangunan

`

11

2.1.2. Penamaan titik kontrol

• Nama file: IDENTIFIKASI_<NAMAPEKERJAAN>_<YYYYMMDD>.shp

• Nama titik: ABC1234 untuk GCP dan IABC1234 untuk ICP

Keterangan: ABC= Tiga huruf yang menunjukkan singkatan nama wilayah administrasi

1234= Nomor urut titik

• Singkatan nama wilayah administrasi mengacu pada SNI 7657 : 2010 tentang

Singkatan Nama Kota

2.1.3. Pembuatan Peta Kerja

• Peta kerja dibuat berdasarkan rencana distribusi titik kontrol yang sudah

diidentifikasi

• Titik kontrol dapat terlihat jelas di peta kerja

• Peta kerja harus memuat objek yang akan diukur

2.2. Pengukuran titik kontrol untuk Orthorektifikasi

2.2.1. Pengukuran titik kontrol

• Pengukuran titik kontrol dilakukan pada objek yang sesuai dengan titik yang

direncanakan. Titik kontrol tersebut diikatkan pada titik JKG atau CORS milik

BIG dalam sistem referensi SRGI 2013.

• Metode pengukuran titik kontrol bisa menggunakan statik radial, statik jaring

atau menggunakan metode Real Time Kinematic (RTK).

• Pengukuran Titik Kontrol Menggunakan Metode RTK digunakan dengan

ketentuan sebagai berikut:

➢ Jarak antara Base dengan Rover ≤ 20 Km

➢ Hasil pengamatan harus fixed, dibuktikan dengan dokumentasi foto

geotaging pada controller

• Pengukuran titik kontrol menggunakan metode statik radial digunakan dengan

ketentuan sebagai berikut:

➢ Pengukuran titik kontrol bersifat independen antar titik pengamatan

(baseline dibentuk dengan stasiun CORS atau pilar JKG terdekat).

➢ Lama pengamatan tiap titik kontrol disesuaikan dengan panjang

baseline

Tabel 1. Lama Pengamatan GPS untuk Setiap Jarak Baseline

Jarak Baseline (km) Lama Pengamatan (menit)

0-30 45

30-50 60

50-75 90

75-100 120

➢ Bila jarak baseline >100 km maka dibuat titik ikat bantu. Titik Ikat bantu

diukur selama 12 jam dengan interval pengamatan ≤ 30 sekon.

`

12

• Dalam hal objek telah berubah bentuk (berbeda) sehingga tidak sesuai

dengan kriteria pemilihan objek titik kontrol atau tidak dapat diakses dan

berpotensi mengancam keselamatan, maka titik kontrol dapat direposisi dan

dipindahkan pada objek lain. Ketentuan reposisi objek adalah sebagai berikut:

➢ Mempertahankan sebaran dan jumlah titik kontrol

➢ Menggunakan kriteria pemilihan objek sebagai titik kontrol

➢ Membuatkan peta kerja baru untuk hasil reposisi

➢ Penamaan titik reposisi diberikan huruf “_R” dibelakang nama titik

kontrol

● Pengisian formulir lapangan yang menghasilkan formulir pengukuran yang

telah diisi dengan informasi dari hasil survei lapangan. Informasi yang harus

dituliskan pada formulir pengukuran lapangan adalah seperti data wilayah

administrasi, keterangan detail instrumen/alat yang dipakai, metode yang

digunakan dan dilengkapi sketsa lokasi

● Melakukan dokumentasi pengukuran titik kontrol dengan mengambil foto

yang menunjukkan objek yang diukur yang menunjukkan 4 (empat) arah

mata angin (Utara, Timur, Selatan dan Barat) serta 1 foto jarak jauh (sekitar

15 meter) dari arah yang paling jelas untuk diidentifikasi

2.2.2. Pengolahan titik kontrol

● Hasil pengolahan disajikan dalam bentuk daftar koordinat titik kontrol pada

sistem koordinat geografis dan UTM. Selain itu juga dilengkapi dengan report

olahan yang dikeluarkan oleh perangkat lunak pengolah data

● Syarat ketelitian minimal Horizontal dan Vertikal adalah sebagai berikut:

➢ Ketelitian Horizontal ≤ 15 cm

➢ Ketelitian Vertikal ≤ 30 cm

● Perhitungan tinggi orthometrik menggunakan koreksi undulasi geoid Sistem

Referensi Geospasial Indonesia (SRGI 2013)

2.2.3. Pembuatan Deskripsi Titik Kontrol

● Berisi rekapitulasi dari formulir lapangan, dokumentasi pengukuran titik

kontrol dan hasil olahan data lapangan

3. Orthorektifikasi & Uji Akurasi

3.1. Penyiapan Data

Data yang diperlukan dalam proses orthorektifikasi adalah:

• Data citra telah dilakukan pemeriksaan seperti pada tahap sebelumnya

• Data DEM telah dilakukan pemeriksaan seperti pada tahap sebelumnya

• Data GCP dilengkapi dengan deskripsi yang berisi berbagai informasi sebagai

referensi dalam proses orthorektifikasi.

`

13

3.2. Orthorektifikasi

• Citra wilayah pekerjaan, DSM dan GCP yang digunakan harus dalam satu sistem

referensi yang sama saat dimasukkan pada perangkat lunak.

• Citra yang bertampalan harus diberikan tie point pada area yang bertampalan.

• Orthorektifikasi harus melalui proses bundle adjustment untuk tie point ataupun

GCP

• Proses orthorektifikasi harus melampirkan report statistik RMSE terakhir yang

didapatkan

3.3. Pansharpening

• Citra yang telah orthorektifikasi harus dilakukan pansharpening antara citra multi-

spektral terkoreksi dan citra pankromatik terkoreksi

• Citra hasil proses pansharpening harus menghasilkan besar GSD sesuai dengan

GSD kanal pankromatiknya, sedangakan warna sesuai dengan warna kanal

multispektalnya

3.4. Cloud Patching

• Seluruh citra di tumpang-susunkan dengan posisi citra yang memiliki akuisisi terkini

berada di atas citra yang lain

• Awan dari satu scene disubstitusikan dengan tampakan bebas awan dari scene lain

sehingga mendapatkan komposisi tampakan citra bebas awan ataupun awan

minimal.

3.5. Mosaicking

• Seluruh scene citra wilayah pekerjaan telah di-mozaik dan dipilih berdasar kondisi

data terbaik. Kondisi data terbaik adalah data yang bebas awan dan/atau memiliki

waktu akuisisi terkini.

3.6. Citra Hasil Orthorektifikasi

• Data citra hasil orthorektifikasi disimpan dalam format .tiff. Tiling citra disusun

berdasarkan indeks dari PPRT dan ditampilkan dalam format utuh satu BWP.

`

14

3.7. Uji Akurasi

Tahapan uji akurasi dilakukan dengan membandingkan koordinat objek pada Citra

Tegak hasil Orthorektifikasi dengan koordinat titik ICP. Uji akurasi hanya dilakukan

untuk nilai horizontal (X dan Y). Nilai uji akurasi Citra Tegak Satelit Resolusi Sangat

Tinggi dapat digunakan sebagai sumber data pemetaan skala besar apabila sesuai

dengan Peraturan BIG Nomor 6 Tahun 2018. Syarat ketelitian ditunjukkan pada tabel

dibawah.

Tabel 2. Syarat Ketelitian Uji Akurasi

Skala Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3

1:5.000 1,5 m 3 m 4,5 m

`

15

BAB III PETA DASAR UNTUK PENYUSUNAN

RDTR

1. Sistem Referensi Geospasial

2.1. Datum

Datum yang digunakan adalah Sistem Referensi Geospasial SRGI2013 (Datum

Horizontal: WGS84; Datum Vertikal: EGM2008)

2.2. Proyeksi Peta

Menggunakan sistem proyeksi UTM.

2. Format Basisdata

Format penyimpanan data mengikuti skema geodatabase atau shapefile. Unsur Peta

Dasar hasil digitasi disimpan dalam suatu geodatabase atau shapefile dengan struktur

data dan struktur atribut sesuai dengan skema pada Lampiran 1-4. Pengisian data atribut

harus lengkap dengan penamaan domain yang sesuai. Data atribut merupakan

keterangan dari sebuah objek geografis, yang dalam atribut tersebut memberikan

informasi tentang objek yang digambarkan.

3. Digitasi

Digitasi merupakan tahapan yang dilakukan untuk mengekstraksi fitur yang terdapat di

atas permukaan bumi. Tahapan ini menghasilkan fitur dalam format vektor dua dimensi

yang memiliki bentuk geometri titik,garis atau poligon.

Tahapan Digitasi bertujuan untuk mengumpulkan unsur peta dasar dalam format vektor

2 dimensi (2D) berdasarkan sumber data yang ditetapkan. Seluruh unsur peta dasar

direkam secara 2D. Spesifikasi teknis pekerjaan Pembuatan Unsur Peta Dasar RDTR

Skala 1:5.000, dijelaskan sebagai berikut:

1) Unsur Peta dasar yang didigitasi mencakup unsur-unsur titik (point), garis (line)

dan poligon.

2) Unsur batas wilayah kabupaten atau provinsi merujuk dari data batas Pusat

Pemetaan Batas Wilayah atau Kementerian Dalam Negeri. Unsur batas desa

dan batas kecamatan bisa bersumber dari pemerintah daerah atau Pusat

Pemetaan Batas Wilayah BIG.

3) Menerapkan prinsip ‘Create Once Used Many Times’ dengan pengertian bahwa

setiap objek hanya boleh di’capture’ satu kali. Tidak diperkenankan melakukan

digitasi terhadap objek yang sama lebih dari satu kali.

4) Unsur BANGUNAN FASUM_AR dan PERAIRAN_AR detail unsur dengan

ukuran lebih besar dari atau sama dengan 2,5m x 2,5m didigitasi sebagai area.

`

16

5) Untuk bangunan yang padat digunakan sharing boundary sehingga sisi yang

merupakan sharing boundary hanya akan terdigitasi satu kali (auto complete

polygon).

6) Unsur TRANSPORTASI dan PERAIRAN yang memiliki geometri memanjang

(sungai, jalan, rel, dll) dengan lebar lebih besar dari atau sama dengan 2,5m

didigitasi sebagai garis dan area.

7) Unsur TRANSPORTASI dan PERAIRAN yang memiliki geometri memanjang

(sungai, jalan, rel, dll) dengan lebar kurang dari 2,5m didigitasi sebagai garis.

8) Sungai harus terhubung satu sama lain dan membentuk jaringan satu sama lain

(snap), aliran sungai menggantung diperbolehkan pada daerah tertentu.

9) Semua jalan harus terhubung satu sama lain (snap) dan membentuk suatu

jaringan (road network).

10) Kesesuaian geometri jembatan terhadap geometri jalan dan geometri sungai.

Jembatan dibentuk dalam format titik, yang berada tepat pada perpotongan as

jalan dan as perairan.

11) Penutup lahan dengan tema area terbuka, hutan, pertanian dan peternakan

yang berukuran lebih dari atau sama dengan 25 x 25 meter digambarkan

menjadi area terpisah.

12) Kontur digambarkan dengan interval tertentu sesuai ketelitian sumber datanya

(DEMNAS, IFSAR, LIDAR, dll); Kontur tidak terputus, tidak saling berpotongan,

tidak memotong sungai yang sama lebih dari 1 kali, tidak berpotongan dengan

perairan tergenang (danau, kolam, waduk, dll), dan sesuai dengan unsur

lainnya (terutama sungai)

13) Seluruh unsur Peta Dasar yang harus disajikan dalam skala 1:5.000 dan terlihat

di dalam sumber data harus diplot dan diberikan atribut sesuai dengan petunjuk

yang ditetapkan.

4. Aturan Topologi

Topologi merupakan ketentuan yang terkait dengan hubungan antar objek-obyek spasial

berupa titik, garis maupun area dari suatu unsur geografis. Topologi diperlukan untuk

mengelola geometri dari objek-objek spasial yang digunakan bersama (shared geometry)

serta untuk menjaga integritas data.

Tahapan pengecekan topologi dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan sebagai

berikut:

a) Melakukan pembentukan topologi (topology build) sesuai dengan topological

rules yang ditetapkan. Pembentukan topologi secara iteratif mencakup

topologi dalam satu unsur maupun topologi antar unsur dari geometri titik dan

garis.

`

17

Tabel 3. Aturan Topologi

NO ENTITAS GEOMETRI ATURAN TOPOLOGI

1 TITIK (JEMBATAN & TOPONIM Must Be Disjoint

2 GARIS (BATAS, TRANSPORTASI, PERAIRAN, GARIS PANTAI, KONTUR)

Must Not Overlap Must Not Intersect Must Not Self-Intersect Must Not Self-Overlap Must Not Have Pseudo Nodes Must Be Single Part Must Not Have Dangles Must Be Covered By

3 POLIGON (BANGUNAN, TRANSPORTASI, PERAIRAN, PENUTUP LAHAN

Must Not Overlap Must Not Have Gaps

b) Melakukan editing topologi terhadap kesalahan topologi (topological error)

yang dijumpai. Tahapan berikutnya dapat dilakukan setelah data bebas dari

kesalahan topologi.

c) Aturan Must Be Covered By untuk entitas garis hanya berlaku untuk unsur

TRANSPORTASI dan PERAIRAN yang juga terbentuk dalam poligon.

d) Pengecualian (exception) aturan must not overlap TRANSPORTASIAR

berlaku untuk kasus jalan layang dengan jalan yang berada di tanah.

e) Pengecualian (exception) aturan must not overlap PERAIRANAR berlaku

untuk kasus saluran air yang melintas di atas sungai.

f) Khusus untuk PENUTUP LAHAN hasil export topology errors, perlu di cek

kembali karena tidak semuanya bisa disebut sebagai error (kesalahan). Ada

beberapa kasus yang menjadi pengecualian (exception). Berikut merupakan

hal yang dikecualikan atau bukan error apabila ditemukan kondisi sebagai

berikut:

1. Tema PERAIRAN dengan Tema TRANSPORTASI, misal jalan yang

melintasi sungai.

2. Tema BANGUNAN dengan tema PERAIRAN jika kondisi sebenarnya

memang bertampalan maka lakukan pengecekan secara manual

(prioritaskan pengecekan pada bangunan yang memiliki bertampalan

dengan perairan namun ukuran area yang overlapnya kecil).

3. Tema BANGUNAN dengan TRANSPORTASI jika kondisi sebenarnya

memang bertampalan maka lakukan pengecekan secara manual

(prioritaskan pengecekan pada bangunan yang memiliki bertampalan

dengan transportasi namun ukuran area yang overlapnya kecil).

`

18

5. Pengumpulan Nama Rupabumi dan Penyelarasan Data

Tahapan pengumpulan nama rupabumi dilakukan untuk mengumpulkan nama rupabumi

di lapangan yang meliputi nama rupabumi unsur alami dan buatan. Sebelum melakukan

survei perlu disiapkan beberapa hal dengan ketentuan sebagai berikut :

a) Peta manuskrip menyajikan orthoimage dengan unsur perairan, transportasi,

bangunan dan penutup lahan dan dicetak per NLP skala 1:5.000

b) Pada area urban/padat, peta manuskrip dicetak pada zoom level 1:2.500

c) Unsur yang disurvei hanya unsur peta rupabumi yang memiliki nama

(toponimi)

d) Informasi yang dikumpulkan terdiri dari nama rupabumi (toponimi), koordinat

dan foto objek tersebut

e) Informasi nama rupabumi dituliskan pada peta manuskrip

f) Formulir nama unsur rupabumi diisi lengkap dan diketahui oleh pemerintah

daerah setempat.

Penyelarasan data merupakan proses editing fitur dan attributing terhadap data dari hasil

pekerjaan tahapan digitasi peta dasar berdasarkan data yang diperoleh dari hasil

pengumpulan nama rupabumi.

Tahapan pekerjaan penyelarasan data dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan

sebagai berikut:

a) Editing atribut dan geometri dilakukan dengan mengisi atribut dan melakukan

editing geometri jika diperlukan, yang dilakukan di masing-masing unsur Peta

Dasar yang sudah seamless dalam format geodatabase atau shapefile.

b) Editing geometri fitur dilakukan jika terdapat penambahan atau pengurangan

objek yang informasinya didapatkan ketika di lapangan.

`

19

LAMPIRAN 1. STRUKTUR DATA DAN ATRIBUT

No NAMA UNSUR

ATRIBUT / KOLOM

DOMAIN / ISIAN KOLOM

1 01_BATAS_ADMINITRASI_LN JENIS Batas Negara/Provinsi/Batas Kabupaten,Kota/Batas Kecamatan/Batas Desa

STATUS Definitif/Indikatif

SUMBER Contoh: PPBW, Kemendagri, BNPP

2 02_BATAS_ADMINITRASI_AR PROVINSI Contoh: Nusa Tenggara Timur

KABUPATEN Contoh: Timor Tengah Utara

KECAMATAN Contoh: Insana Utara

DESA Contoh: Humusu

SUMBER Contoh: PPBW, Kemendagri, BNPP

3 03_BATAS_BWP_LN JENIS Batas BWP/Batas SBWP/Batas Blok

SUMBER Contoh: Analisis Perencanaan , 2017

4 04_BATAS_BWP_AR BWP Nama BWP

SBWP Nama Sub BWP

BLOK Nama Blok

SUMBER Contoh: Analisis Perencanaan , 2017

5 05_JEMBATAN_PT JENIS Beton/Kayu/Batu/Bambu/Lainnya

SUMBER Contoh: CSRT BIG 2013, Ditjen Bina Marga 2017, dan SKL 2017

6 06_TRANSPORTASI_LN JENIS Jalan/Rel/Landas Pacu/Dermaga/Terminal

FUNGSI Arteri/Kolektor/Lokal/Lingkungan/Setapak/Lainnya

NAMA Contoh: Jl. Gatot Subroto

SUMBER Contoh: CSRT BIG 2013, Ditjen Bina Marga 2017, dan SKL 2017

7 07_TRANSPORTASI_AR JENIS Jalan/Rel/Landas Pacu/Dermaga/Terminal

FUNGSI Arteri/Kolektor/Lokal/Lingkungan/Setapak/Lainnya

NAMA Contoh: Jl. Gatot Subroto

SUMBER Contoh: CSRT BIG 2013, Ditjen Bina Marga 2017, dan SKL 2017

8 08_PERAIRAN_LN JENIS Sungai/Saluran Air/ Lainnya

NAMA Contoh: Sungai Ciliwung

SUMBER Contoh: CSRT BIG 2013, dan SKL 2017

9 09_PERAIRAN_AR JENIS Sungai/Saluran Air/Kolam/Rawa/Danau/Waduk/Tambak/Penampungan Air/Embung / Terumbu Karang /Padang Lamun

NAMA Contoh: Sungai Ciliwung

SUMBER Contoh: CSRT BIG 2013, dan SKL 2017

10 10_GARISPANTAI_LN JENIS Sesaat/MSL/Pasang Tertinggi/Surut Terendah

SUMBER LPI/CSRT BIG/ KSP

11 11_BANGUNAN FASUM_AR JENIS Klasifikasi sesuai lampiran 2

`

20

JENISBANGUNAN Klasifikasi sesuai lampiran 2

TOPONIM Contoh: Puskesmas Insana Utara

SUMBER Contoh: CSRT BIG 2013, dan SKL 2017

12 12_KONTUR_LN INTERVAL_KONTUR 10 m, 20 m, 30 m, 40 m, dan seterusnya

SUMBER Contoh: DEMNAS, TerrasarX BIG, Tahun 2013

13 13_PENUTUP_LAHAN_AR TEMA Sesuai Lampiran 3

JENIS Sesuai Lampiran 3

JENISBANGUNAN Sesuai Lampiran 3

SUMBER Contoh: CSRT BIG 2013, dan SKL 2017

14 14_TOPONIM_PT JENIS_UTAMA Sesuai Lampiran 4

JENIS Sesuai Lampiran 4

KEGIATAN / OBJEK Sesuai Lampiran 4

TOPONIM Contoh: Tanjung Puting

SUMBER Contoh: CSRT BIG 2013, dan SKL 2017

FOTO "link foto"

`

21

LAMPIRAN 2. KLASIFIKASI BANGUNAN

No Jenis (Wajib) Jenis Bangunan (Wajib) Toponim

1 Bangunan Perdagangan dan

Jasa

Pertokoan Wajib untuk unsur peta rupabumi yang memiliki

nama Ruko

Jasa

Pasar

Supermarket

Mall

Warung

2 Bangunan Perkantoran Kantor Pemerintah

Kantor Swasta

3 Bangunan Industri

Pabrik

Pergudangan

UKM

4 Bangunan Pendidikan

SD / Setingkat

SMP / Setingkat

SMA / Setingkat

Perguruan Tinggi / Setingkat

Pesantren

Pendidikan Lain

5 Bangunan Transportasi

Terminal

Stasiun

Halte

Pelabuhan

Dermaga

Bandara

SPBU

6 Bangunan Kesehatan

Rumah Sakit

Puskesmas

Posyandu

Klinik

Praktek Dokter

Praktek Bidan

7 Bangunan Olahraga

Lapangan Olahraga

Stadion

Padang Golf

Sirkuit

Fasilitas Olahraga Lainnya

8 Bangunan Sosial

Balai Warga

Gedung Serbaguna

Panti Sosial

`

22

Gedung Pertemuan

Fasilitas Sosial Lain

9 Bangunan Peribadatan

Masjid

Mushola

Gereja

Vihara

Pura

Klenteng

10 Bangunan Pariwisata dan

Hiburan

Hotel dan Penginapan

Objek Wisata

Restoran

Bioskop

Tempat Hiburan

Museum

11 Bangunan Pertahanan dan

Keamanan

Kantor Polisi

Rumah Tahanan

Kodim

Koramil

Pangkalan Militer

Fasilitas Hankam Lainnya

12 Bangunan Permukiman

Perumahan

Apartemen

Rusun

Asrama

Rumah Dinas

Rumah Adat

13 Bangunan Utilitas

Telekomunikasi

Kelistrikan

Air Limbah

Drainase

Air Minum

Irigasi

Persampahan

`

23

LAMPIRAN 3. KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

No Tema (Wajib) Jenis (Wajib) Jenis Bangunan

(opsional) Toponim (opsional)

1 Bangunan Fasum

Bangunan Perdagangan Jasa

Sesuai Lampiran 2

untuk unsur peta rupabumi yang memiliki nama

Bangunan Perkantoran

Bangunan Industri

Bangunan Pendidikan

Bangunan Transportasi

Bangunan Kesehatan

Bangunan Olahraga

Bangunan Sosial

Bangunan Peribadatan

Bangunan Pariwisata

Bangunan Hankam

Bangunan Permukiman

Bangunan Utilitas

2 Transportasi

Jalan -

Rel -

Dermaga -

Terminal -

Landas Pacu -

3 Perairan

Sungai -

Saluran Air -

Kolam -

Danau -

Waduk -

Tambak -

Penampungan Air -

Embung -

Terumbu Karang -

Padang Lamun -

Rawa -

4 Area Terbuka

Semak Belukar -

Padang Rumput -

Hamparan Pasir -

Lapangan Olahraga -

Permukaan/Lapangan Diperkeras -

Pekarangan -

Tanaman Campuran -

Taman -

Makam -

`

24

Jalur Hijau -

Tanah Kosong -

Median Jalan -

Pertambangan -

Hamparan Pasir -

5 Hutan

Hutan Rawa/Gambut -

Hutan Rimba -

Hutan Mangrove -

Hutan Kota -

Hutan Lainnya -

6 Pertanian dan

Peternakan

Tegalan/Ladang -

Perkebunan -

Sawah -

Peternakan -

`

25

LAMPIRAN 4. KLASIFIKASI TOPONIM

Klasifikasi Toponim (Wajib)

Jenis Utama (Wajib)

Jenis (Wajib) Kegiatan / Objek (Wajib) Survei Toponim /

Nama Objek / Kegiatan (Wajib)

Toponim Relief Unsur Alam Fisik Alamiah

Gunung

Bukit

Toponim Perairan Teluk

Toponim Wilayah Administrasi

Adminitratif

Adminitratif

Provinsi

Kabupaten/Kota

Kecamatan

Desa/Kelurahan/Kampung

Dusun

Perecanaan

BWP

SBWP

Blok

Toponim Vegetasi dan Lahan Terbuka RTH dan Sejenis

RTH dan Sejenis

Taman

RPTRA

Toponim Pemakaman Makam

Toponim Perekonomian dan Perdagangan

Limbah Limbah IPAL

Toponim Vegetasi dan Lahan Terbuka

Kebun Kebun Perkebunan

Toponim Pertambangan Mineral

Tambang Tambang "Nama Tambang"

Toponim Pemerintahan

Perkantoran dan

Perdagangan-Jasa

Perkantoran Kantor Pemerintah

Toponim Perekonomian dan Perdagangan Kantor Swasta

Toponim Perekonomian dan Perdagangan

Perdagangan dan Jasa

Pertokoan

Ruko

Jasa

Pasar

Supermarket

Mall

Warung

Bank

Toponim Industri

Industri Industri

Pabrik

Toponim Perekonomian dan Perdagangan

Pergudangan

UKM

Toponim Pendidikan dan IPTEK

Fasilitas Umum dan Sosial

Pendidikan

SD / Setingkat

SMP / Setingkat

SMA / Setingkat

Perguruan Tinggi / Setingkat

`

26

Pesantren

Pendidikan Lain

Toponim Transportasi Transportasi

Terminal

Stasiun

Halte

Pelabuhan

Dermaga

Bandara

Toponim Utilitas SPBU

Toponim Sarana Kesehatan Kesehatan

Rumah Sakit

Puskesmas

Posyandu

Klinik

Praktek Dokter

Praktek Bidan

Toponim Olahraga Olahraga

Lapangan Olahraga

Stadion

Padang Golf

Sirkuit

Fasilitas Olahraga Lainnya

Toponim Sosial Sosial

Balai Warga

Gedung Serbaguna

Panti Sosial

Gedung Pertemuan

Fasilitas Sosial Lain

Toponim Peribadatan Peribadatan

Masjid

Mushola

Gereja

Vihara

Pura

Klenteng

Toponim Pariwisata, Seni, dan Budaya

Pariwisata dan Hiburan

Pariwisata dan Hiburan

Hotel dan Penginapan

Objek Wisata

Restoran

Bioskop

Tempat Hiburan

Museum

Toponim Pertahanan dan Keamanan

Pertahanan dan Keamanan

Pertahanan dan

Keamanan

Kantor Polisi

Rumah Tahanan

Kodim

Koramil

Pangkalan Militer

Fasilitas Hankam Lainnya

`

27

Toponim Permukiman Permukiman Permukiman

Perumahan

Apartemen

Rusun

Asrama

Rumah Dinas

Rumah Adat