spb

14
PENGENDALIAN HAMA TERPADU PADA TANAMAN PADI 1. PENDAHULUAN Dalam pengembangan produksi pangan khususnya padi, petani dihadapkan kepada beberapa kendala baik yang bersifat fisik, sosio-ekonomi maupun kendala yang bersifat biologi (biological constraint). Salah satu kendala biologi adalah gangguan spesies organisme yang menyebabkan penurunan baik kuantitas maupun kualitas produk bahkan sampai menggagalkan panen. Sebelum swasembada pangan, kebijaksanaan pemerintah dalam pengendalian hama sangat mengandalkan pada penggunaan pestisida. Waktu itu, penyemprotan pestisida pada tanaman dilakukan secara terjadwal (scheduled) baik ada maupun tidak ada serangan hama. Penggunaan pestisida terjadwal dimasukan sebagai salah satu paket teknologi produksi padi dan petani bebas menggunakan berbagai jenis pestisida termasuk pestisida presisten (undegradable). Setelah swasembada pangan tercapai tahun 1984, metoda pengendalian hama mengalami perubahan mendasar karena diketahui bahwa penggunaan pestisida yang tidak bijaksana adalah sangat keliru. Subiyakto (1992) menyatakan bahwa, sejak pestisida digunakan secara besar-besaran, masalah hama bukan semakin ringan tetapi semakin rumit, beberapa spesies hama kurang penting berubah status menjadi sangat penting dan yang lebih menghawatirkan adalah kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan oleh residu pestisida yang mengancam kehidupan termasuk manusia. Mengingat dampak negatif dari penggunaan pestisida yang tidak terkendali, pemerintah mengintroduksikan suatu paket teknologi pengendalian hama yang lebih ramah lingkungan

description

pengetahuan

Transcript of spb

Page 1: spb

PENGENDALIAN HAMA TERPADU PADA TANAMAN PADI

1. PENDAHULUAN

Dalam pengembangan produksi pangan khususnya padi, petani dihadapkan kepada

beberapa kendala baik yang bersifat fisik, sosio-ekonomi maupun kendala yang bersifat

biologi (biological constraint). Salah satu kendala biologi adalah gangguan spesies

organisme yang menyebabkan penurunan baik kuantitas maupun kualitas produk bahkan

sampai menggagalkan panen. Sebelum swasembada pangan, kebijaksanaan pemerintah

dalam pengendalian hama sangat mengandalkan pada penggunaan pestisida. Waktu itu,

penyemprotan pestisida pada tanaman dilakukan secara terjadwal (scheduled) baik ada

maupun tidak ada serangan hama. Penggunaan pestisida terjadwal dimasukan sebagai salah

satu paket teknologi produksi padi dan petani bebas menggunakan berbagai jenis pestisida

termasuk pestisida presisten (undegradable).

Setelah swasembada pangan tercapai tahun 1984, metoda pengendalian hama mengalami

perubahan mendasar karena diketahui bahwa penggunaan pestisida yang tidak bijaksana

adalah sangat keliru. Subiyakto (1992) menyatakan bahwa, sejak pestisida digunakan

secara besar-besaran, masalah hama bukan semakin ringan tetapi semakin rumit, beberapa

spesies hama kurang penting berubah status menjadi sangat penting dan yang lebih

menghawatirkan adalah kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan oleh residu

pestisida yang mengancam kehidupan termasuk manusia.

Mengingat dampak negatif dari penggunaan pestisida yang tidak terkendali, pemerintah

mengintroduksikan suatu paket teknologi pengendalian hama yang lebih ramah lingkungan

disebut teknologi Pengendalian Hama Terpadu(integreted pest management). Pengendalian

Hama Terpadu (PHT) pada dasarnya terdiri atas dua kegiatan pengendalian yaitu usaha-

usaha pencegahan (preventive controls) dan penggunaan pestisida (pesticide

controls).Penggunaan pestisida boleh dilakukan apabila cara pertama sudah digunakan

tetapi belum memberikan hasil optimal.

Introduksi teknologi PHT bertujuan agar petani menjadi tahu dan mampu merubah perilaku

dalam pengendalian hama tanaman dari cara lama (sistem kalender) ke cara baru (konsep

PHT). Disamping itu, jenis pesisida yang boleh digunakan untuk tanaman padi juga

dibatasi, hanya boleh menggunakan jenis pestisida yang mudah terurai(degradable) dan

berspektrum sempit (narrow spectrum). Dalam pelaksananya, ditetapkan melalui Inpres

No.3 tahun 1986 mengenai berbagai jenis pestisida yang dilarang penggunaanya untuk

tanaman padi (Dirjentan, 1987).

Page 2: spb

2. POKOK BAHASAN

1. Pengertian PHT

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, PHT tidak lagi dipandang

sebagai teknologi, tetapi telah menjadi suatu konsep dalam penyelesaian masalah lapangan

(Kenmore 1996). Waage (1996) menggolongkan konsep PHT ke dalam dua kelompok,

yaitu konsep PHT teknologi dan PHT ekologi. Konsep PHT teknologi merupakan

pengembangan lebih lanjut dari konsep awal yang dicetuskan oleh Stern et al. (1959), yang

kemudian dikembangkan oleh para ahli melalui agenda Earth Summit ke-21 di Rio de

Janeiro pada tahun 1992 dan FAO. Tujuan dari PHT teknologi adalah untuk membatasi

penggunaan insektisida sintetis dengan memperkenalkan konsep ambang ekonomi sebagai

dasar penetapan pengendalian hama. Pendekatan ini mendorong penggantian pestisida

kimia dengan teknologi pengendalian alternatif, yang lebih banyak memanfaatkan bahan

dan metode hayati, termasuk musuh alami, pestisida hayati, dan feromon. Dengan cara ini,

dampak negatif penggunaan pestisida terhadap kesehatan dan lingkungan dapat dikurangi

(Untung 2000). Konsep PHT ekologi berangkat dari perkembangan dan penerapan PHT

dalam sistem pertanian di tempat tertentu. Dalam hal ini, pengendalian hama didasarkan

pada pengetahuan dan informasi tentang dinamika populasi hama dan musuh alami serta

keseimbangan ekosistem. Berbeda dengan konsep PHT teknologi yang masih menerima

teknik pengendalian hama secara kimiawi berdasarkan ambang ekonomi, konsep PHT

ekologi cenderung menolak pengendalian hama dengan cara kimiawi. Dalam menyikapi

dua konsep PHT ini, kita harus pandai memadukannya karena masing-masing konsep

mempunyai kelebihan dan kekurangan. Hal ini disebabkan bila dua konsep tersebut

diterapkan tidak dapat berlaku umum.

PHT dalam Konteks Produksi Padi

Luas panen padi pada tahun 2003 tercatat 11,48 juta hektar dan produksi padi pada tahun

tersebut mencapai 52,08 juta ton, meningkat 1,14% dibanding tahun 2002 (51,49 juta ton).

Kenaikan produksi merupakan dampak dari peningkatan produktivitas padi, dari 4,47 t/ha

pada tahun 2002 menjadi 4,52 t/ha pada tahun 2003. Hal ini menunjukkan bahwa

penerapan teknologi, termasuk pengendalian hama dan penyakit, memegang peranan

penting. Dengan asumsi tidak ada terobosan teknologi maka produksi padi pada tahun

2020 diproyeksikan 57,4 juta ton. Sementara itu jumlah penduduk Indonesia pada tahun

yang sama diperkirakan 262 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,27%/ tahun.

Apabila konsumsi beras per kapita masih tetap 134 kg/tahun maka kebutuhan beras pada

tahun 2020 mencapai 35,1 juta ton atau setara dengan 65,9 juta ton gabah kering giling

(GKG).

Page 3: spb

Kalau produksi padi tidak meningkat berarti pada tahun 2020 terjadi kekurangan beras 4,5

juta ton atau setara dengan 8,5 juta ton GKG (Budianto 2002). Untuk mengatasi

kekurangan pangan perlu adanya terobosan peningkatan produksi padi. Pengalaman di

lapangan menunjukkan bahwa produktivitas padi masih dapat ditingkatkan melalui

implementasi program PHT. Dalam praktek PHT, hasil padi petani di Karawang pada MK

1995 masih meningkat hingga 37% dengan penanaman varietas tahan hama wereng dan

meningkat 46,3% untuk varietas tidak tahan (Baehaki et al. 1996).

PHT Mendukung Pertanian Praktek Pertanian yang Baik

Aspek keselamatan, kesehatan, dan lingkungan pada keseluruhan proses produksi sampai

pemasaran dinilai denganInternational Standardization Organization (ISO) yang dikenal

dengan pendekatan sistem mutu dan keamanan pangan, termasuk di dalamnya Sistem

Manajemen ISO 9000 tentang Manajemen Mutu, ISO 14000 tentang Manajemen

Lingkungan, dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) tentang Sistem

Manajemen Keamanan Pangan. Produk yang berkualitas harus memiliki empat kriteria

yaitu:

(1) Memenuhi sifat keindraan (sensory properties) yang meliputi rasa, penampilan, bau,

dan warna;

(2) Memenuhi nilai nutrisi (nutritional value) yang menyangkut isi nutrisi, vitamin, dan

tidak terdapat hal yang tidak diinginkan seperti zat yang menimbulkan alergi;

(3) Menenuhi kualitas kesehatan (hygienic quality) yang menyangkut kebersihan,

kesegaran, tidak ada serangga, tidak menjijikkan; dan

(4) Memenuhi aspek keamanan pangan (food safety) yang menyangkut tidak adanya

mikroorganisme penyebab penyakit, tidak berisi zat toksik seperti pestisida, logam berat,

mikotoksin, dan tidak ada tipuan (Frost 2001).

GAP (Good Agricultural Practices) dapat diaplikasikan dalam rentang waktu dan daerah

yang luas terhadap sistem pertanian dengan skala yang berbeda. GAP digunakan dalam

sistem pertanian berkelanjutan yang mencakup PHT, pengelolaan hara terpadu,

pengelolaan gulma terpadu, pengelolaan irigasi terpadu, dan pemeliharaan (conservation)

lahan pertanian. Penerapan PHT diperlukan dalam sistem produksi pertanian berkelanjutan.

Oleh karena itu, GAP harus memiliki empat prinsip utama:

1. Penghematan dan ketepatan produksi untuk ketahanan pangan (food security), keamanan

pangan (food safety), dan pangan bergizi (food quality).

2. Berkelanjutan dan bersifat menambah (enhance) sumber daya alam.

3. Pemeliharaan kelangsungan usaha pertanian (farming enterprise) dan mendukung

kehidupan yang berkelanjutan (sustainable livelihoods).

Page 4: spb

4. Kelayakan dengan budaya dan kebutuhan suatu masyarakat (social demands).

Aspek yang akan disentuh oleh elemen GAP di bidang “perhamaan” adalah proteksi

tanaman. Hal ini membutuhkan strategi pengelolaan risiko, yang mencakup penggunaan

tanaman tahan hama dan penyakit, rotasi tanaman pangan dengan pakan ternak, ledakan

penyakit pada tanaman peka, dan penggunaan bahan kimia seminimal mungkin untuk

mengendalikan gulma, hama, dan penyakit dengan mengikuti konsep PHT. GAP akan

menjangkau beberapa aktivitas yang berkaitan dengan pengendalian hama sebagai berikut:

1. Penggunaan varietas tahan dalam proses pelepasan beruntun (sequencetial), asosiasi, dan

kultur teknis untuk mencegah perkembangan hama dan penyakit.

2. Pemeliharaan keseimbangan biologi antara hama dan penyakit dengan musuh alami.

3. Adopsi praktek pengendalian menggunakan bahan organik bila memungkinkan.

4. Penggunaan teknik pendugaan hama dan penyakit bila telah tersedia.

5. Pengkajian semua metode yang memungkinkan, baik dalam jangka pendek maupun

jangka panjang, terhadap sistem produksi dan implikasinya terhadap lingkungan guna

meminimalkan pemakaian bahan kimia pertanian, khususnya dalam meningkatkan adopsi

teknologi PHT.

6. Penyimpanan dan penggunaan bahan kimia yang sesuai dan teregistrasi untuk individu

tanaman serta waktu, dan interval penggunaan sebelum panen.

7. Pengamanan penyimpanan bahan kimia dan hanya digunakan oleh personel yang sudah

terlatih dan memiliki pengetahuan (knowledgeable persons).

8. Pengamanan peralatan yang digunakan untuk mengatasi bahan kimia dengan

meningkatkan keamanan dan pemeliharaan standar.

9. Pemeliharaan catatan secara akurat terhadap insektisida yang dipakai.

Alternatif Kebijakan Implementasi PHT dalam Praktek Pertanian yang Baik

Menuju Pertanian Berkelanjutan.

1. Pemilihan Varietas Tahan dan Hemat Energi

Keberlanjutan pertanian antara lain ditentukan oleh penggunaan varietas tahan hama

penyakit dan hemat energi. Usaha untuk menghasilkan varietas yang hemat energi di

antaranya adalah dengan mengubah tipe tanaman C3 menjadi C4, atau mengubah arsitektur

tanaman menjadi lebih produktif, misalnya padi tipe baru dengan anakan sedikit dan

bentuk daun yang memiliki kemampuan lebih tinggi untuk berfotosintesis sehingga dapat

berproduksi lebih tinggi (Cantrell 2004).

Dalam memilih varietas yang akan ditanam, nilai tambah produksi dan pemasaran juga

perlu diperhitungkan. Hal ini penting artinya karena setiap varietas mempunyai karakter

yang berbeda; ada yang cocok untuk dibuat bihun, beras kristal, nasi goreng, dan

Page 5: spb

sebagainya. Dalam praktek pertanian yang baik, petani perlu dibimbing dalam memilih

varietas yang tidak rakus hara, hemat air, tahan hama dan penyakit, dan berproduksi

normal di mana pun ditanam. Ini penting artinya agar mereka tidak

menggunakan input secara berlebihan, baik pupuk, air maupun pestisida, sebagaimana

yang dikehendaki oleh kaidah praktek pertanian yang baik menuju keberlanjutan sistem

produksi.

Dalam kesempatan ini dianjurkan kepada para pemulia tanaman untuk menyusun program

perakitan varietas padi yang hemat energi, tahan hama dan penyakit, dan berproduksi

normal di mana pun ditanam. Paradigma baru pemuliaan tanaman ini seyogianya dapat

dijabarkan ke dalam rencana strategis penelitian padi nasional. Pembentukan varietas padi

tahan hama penyakit dan hemat energi sesuai dengan dinamika paradigma pembentukan

varietas unggul baru dari zaman ke zaman.

2. Teknologi Pengendalian Hama secara Hayati

Pengendalian hayati secara inundasi adalah memasukkan musuh alami dari luar dengan

sengaja ke pertanaman untuk mengendalikan hama. Inundasi yang dapat dilakukan adalah

penggunaan cendawan Beauveria bassiana danMetarhizium anisopliae sebagai agens

hayati. Efektivitas biakan B. bassiana terhadap wereng coklat mencapai 40% (Baehaki et

al. 2001). Cendawan ini selain dapat mengendalikan wereng coklat, juga dapat digunakan

untuk mengendalikan walang sangit (Tohidin et al. 1993), Darna catenata (Daud dan

Saranga 1993), dan lembing batu (Caraycaray 2003). Formulasi cendawan M.

anisopliae dapat menurunkan populasi hama sampai 90%.

1. Pergiliran Varietas antar musim

Hama tanaman padi tidak akan meledak sepanjang musim dan peningkatan populasinya

hanya terjadi pada musim hujan. Pada musim kemarau, populasi hama, misalnya wereng,

cenderung rendah, kecuali pada musim kemarau yang banyak hujan atau di daerah

cekungan. Pergiliran varietas berdasarkan gen ketahanan yang terkandung pada tanaman

padi untuk menghadapi tingkat biotipe wereng coklat. Pada daerah wereng coklat biotipe 1,

pertanaman padi diatur dengan menanam varietas yang mempunyai gen tahan Bph1, bph2

dan Bph3 pada musim hujan. Pada musim kemarau dapat ditanam varietas padi yang tidak

mempunyai gen tahan.

Pergiliran varietas pada daerah wereng coklat biotipe 2 dilakukan dengan menanam

varietas yang mempunyai gen tahan bph2 dan Bph3 pada musim hujan. Pada musim

kemarau ditanam varietas yang mempunyai gen Bph1. Pergiliran varietas pada daerah

wereng coklat biotipe 3 dilakukan dengan menanam varietas yang mempunyai gen tahan

Bph1+ dan Bph3 pada musim hujan. Pada musim kemarau ditanam varietas dengan gen

Page 6: spb

tahan Bph1 dan bph2. Pengaturan pertanaman di dalam musim juga diperlukan untuk

menangkal serangan wereng coklat dan penggerek batang padi, yaitu pada awal musim

hujan menanam varietas tahan yang berumur pendek dan pada pertengahan musim sampai

akhir musim hujan menanam varietas yang tidak tahan ataupun tahan wereng coklat dan

berumur panjang.

3. Teknologi Pengendalian Hama Padi dengan Sistem Integrasi Palawija pada Pertanaman

Padi

Para ahli agroekologi sedang mengenalkan intercropping, agroforestry, dan metode

diversifikasi lainnya yang menyerupai proses ekologi alami (Alteri 2002). Hal ini penting

artinya bagi keberlanjutan kompleks agroekosistem. Pengelolaan agroekologi harus berada

di garis depan untuk mengoptimalkan daur ulang nutrisi dan pengembalian bahan organik,

alir energi tertutup, konservasi air dan tanah, serta keseimbangan populasi hama dan musuh

alami. Hama dan penyakit tanaman padi juga dapat dikendalikan berdasarkan agroekologi,

antara lain dengan sistem integrasi palawija pada pertanaman padi (SIPALAPA).

Sistem ini berupa pertanaman polikultur, yaitu menanam palawija di pematang pada saat

ada tanaman padi. SIPALAPA dapat menekan perkembangan populasi hama wereng coklat

dan wereng punggung putih. Hal ini disebabkan adanya predator Lycosa

pseudoannulata, laba-laba lain, Paederus fuscifes, Coccinella, Ophionea

nigrofasciata, dan Cyrtorhinus lividipennis yang mengendalikan wereng coklat dan wereng

punggung putih. Demikian juga parasitasi telur wereng oleh

parasitoid Oligosita dan Anagrus pada pertanaman SIPALAPA lebih tinggi daripada

pertanaman padi monokultur. Penerapan teknologi SIPALAPA dapat meningkatkan

keanekaragaman sumber daya hayati fauna dan flora (biodiversitas). Penanaman kedelai

atau jagung pada pematang sawah terbukti dapat memperkaya musuh alami, mempertinggi

dinamika dan dialektika musuh alami secara dua arah antara tanaman palawija dan padi.

Dalam praktek pertanian yang baik, pada pasal 13.b disebutkan bahwa keberhasilan usaha

tani terkait dengan upaya peningkatan keanekaragaman hayati melalui konservasi lahan

(EUREP 2001). Hal ini dapat diaktualisasikan melalui aktivitas kelompok tani dengan

menghindari kerusakan dan deteriorasi habitat, memperbaiki habitat, dan meningkatkan

keanekaragaman hayati pada lahan usaha tani.

4. Pengendalian berdasarkan Manipulasi Musuh Alami

Pengendalian hama berdasarkan manipulasi musuh alami dimaksudkan untuk memberikan

peranan yang lebih besar kepada musuh alami, sebelum memakai insektisida. Pada

prinsipnya musuh alami akan selalu berkembang mengikuti perkembangan hama. Selama

musuh alami dapat menekan hama maka pengendalian dengan bahan kimia tidak

Page 7: spb

diperlukan karena keseimbangan biologi sudah tercapai. Namun bila perkembangan musuh

alami sudah tidak mampu mengikuti perkembangan hama, artinya keseimbangan biologi

tidak tercapai, maka diperlukan taktik pengendalian yang lain, termasuk penggunaan bahan

kimia. Teknologi pengendalian wereng coklat menggunakan ambang kendali berdasarkan

manipulasi musuh alami dapat mengurangi pemakaian insektisida dan meningkatkan

pendapatan (Baehaki et al. 1996). Teknologi ini diawali dengan pemantauan pada

pertanaman untuk menentukan ambang ekonomi wereng terkoreksi musuh alami dengan

menggunakan formula Baehaki (1996). Insektisida yang direkomendasikan dapat

digunakan untuk pengendalian hama jika ambang ekonomi terkoreksi yang ditentukan

telah terlampaui.

Pengendalian hama berdasarkan manipulasi musuh alami menghemat penggunaan

insektisida 33-75%, meskipun pada musim hujan dengan kelimpahan hama wereng cukup

tinggi. Dengan cara ini, hasil padi di tingkat petani meningkat 36% dengan peningkatan

keuntungan 53,7%. Ambang ekonomi bukan harga yang tetap, tetapi berfluktuasi

bergantung pada harga gabah dan pestisida. Bila harga gabah meningkat maka ambang

ekonomi akan turun dan sebaliknya, tetapi bila harga insektisida naik maka amba

5. Teknologi Pengendalian Hama berdasarkan Ambang Ekonomi

Tidak semua hama dapat diformulasikan teknologi pengendaliannya berdasarkan musuh

alami karena terbatasnya pengetahuan tentang korelasi perkembangan musuh alami dengan

perkembangan suatu hama. Bagi hama yang belum ada teknologi pengendaliannya

berdasarkan perkembangan Musuh alami, dapat digunakan teknologi berdasarkan ambang

ekonomi tunggal atau ambang ekonomi ganda. Di lapangan, adakalanya pertanaman padi

diserang oleh lebih dari satu macam hama sehingga diperlukan teknologi yang mampu

mengendalikan lebih dari satu jenis hama. Untuk itu, pengendalian dapat berpatokan pada

ambang ekonomi hama ganda. Formula pengendalian hama berdasarkan ambang ekonomi

ganda pada fase vegetatif untuk wereng coklat-wereng punggung putih mengikuti pola 9-0-

14, sedangkan pada fase reproduktif mengikuti pola 18-0-21. Ambang ekonomi ganda

sundep-ulat grayak pada fase reproduktif mengikuti pola 9-0-15, sundep-hydrellia pada

fase vegetatif mengikuti pola 6-0-19, dan sundep-pelipat daun pada fase vegetatif

mengikuti pola 9-0-13 (Baehaki dan Baskoro 2000).

Pengendalian dengan insektisida dilakukan setelah populasi hama atau kerusakan tanaman

mencapai ambang ekonomi ganda yang telah ditentukan.

6. Minimalisasi Residu Pestisida

Penggunaan insektisida merupakan taktik dinamis yang dilaksanakan dalam kurun waktu

pertumbuhan tanaman bila teknik budi daya dan pengendalian hayati gagal menekan

Page 8: spb

populasi hama di bawah ambang ekonomi. Penentuan ambang ekonomi sangat penting

sebagai dasar pengambilan keputusan pengendalian. Bhat (2004) menyebutkan bahwa

ambang ekonomi merupakan komponen yang sangat penting dalam PHT. Pengendalian

hama berdasarkan ambang ekonomi juga bertujuan untuk mengatasi penggunaan bahan

kimia secara berlebihan yang berdampak terhadap tingginya residu pestisida pada produk

pertanian dan pencemaran lingkungan.

3. KESIMPULAN

PHT merupakan pengelolaan hama secara ekologis, teknologis, dan multi disiplin dengan

memanfaatkan berbagai taktik pengendalian yang kompatibel dalam satu kesatuan

koordinasi sistem pengelolaan pertanian berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Implementasi PHT memerlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk petani, peneliti,

pemerhati lingkungan, penentu kebijakan, dan bahkan politisi. Implementasi PHT dapat

mendukung keberlanjutan pengembangan pedesaan dengan mengamankan suplai air dan

menyediakan makanan sehat melalui praktek pertanian yang baik. PHT

mengakomodasikan teknologi ramah lingkungan dengan pendekatan hayati, tanaman inang

tahan, hemat energi, budidaya, dan aplikasi pestisida berdasarkan ambang ekonomi. Bahan

kimia yang digunakan harus sesuai dengan persyaratan pengelolaan yang diatur dengan

undang-undang. PHT harus mengembangkan diversitas agroekosistem yang

menguntungkan dari pengaruh integrasi antar tanaman sehingga terjadi interaksi dan

sinergisme, serta optimalisasi fungsi dan proses ekosistem, seperti pengaturan biotik yang

merusak tanaman, daur ulang nutrisi, produksi dan akumulasi biomassa. Hasil akhir dari

pola agroekologi adalah meningkatnya ekonomi dan keberlanjutan agroekologi dari suatu

agroekosistem. Pendekatan pertanian berkelanjutan untuk pengelolaan hama, yang meliputi

kombinasi pengendalian hayati, kultur teknis, dan pemakaian bahan kimia secara

bijaksana, merupakan alat dalam merintis pertanian ekonomis, pelestarian lingkungan, dan

menekan risiko kesehatan. PHT, GAP, dan pertanian berkelanjutan mengarah kepada

keselarasan lingkungan, secara ekonomi memungkinkan dipraktekkan, serta

memperhatikan keadilan masyarakat (socially equitable).

Page 9: spb

REFERENSI

1. https://penyuluhandasar.wordpress.com/2013/11/14/pengendalian-hama-terpadu-

berbasis-pertanian-berkelanjutan/

2. http://lissa-blogku.blogspot.com/2012/02/pengendalian-hama-terpadu-pht.html

http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/E-BOOK-PERTANIAN-ORGANIK.pdf

3. http://gemupertanian.blogspot.com/2012/06/pengertian-dan-ciri-ciri-pht.html#more