Spaper Mata

31
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN NAMA : Suphontri Bon Pelum NIM : 100100199 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Macular hole merupakan defek keseluruhan lapisan atau lubang pada retina yang letaknya di dalam atau sekitar bagian tengah dari fovea. 1 Macular hole ditemukan pertama kali lebih 100 tahun yang lalu namun tidak begitu diberikan perhatian karena pathogenesisnya yang kurang jelas dan tidak ada pengobatan untuknya. Meskipun begitu, dua dekade terakhir ini ditemukan gambaran klinis dari premacular hole yang dapat dijadikan wawasan terhadap proses pembentukan macular hole tersebut. Selain itu, optical coherence tomography (OCT) juga tersedia sekarang sebagai alat untuk mendukung diagnosa macular hole. Terapi operasi juga kini dapat dilakukan untuk mengurangi gangguan penglihatan pada kasus macular hole. 2 Kebanyakan macular hole adalah idiopatik, dan timbul pada mata tanpa riwayat patologi okuler yang terdahulu. Selain itu, macular hole juga dapat terjadi sebagai proses patologis sekunder seperti akibat trauma tumpul, macula edema kistoid, merman epiretinal, sindrom traksi vitreomacular, paparan terhadap laser, myopia tinggi, injuri akibat petir, retinopati hipertensi dan retinopati diabetik proliferatif. 2 Macular hole sering 1

description

l

Transcript of Spaper Mata

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Suphontri Bon PelumNIM : 100100199

BAB 1

PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

Macular hole merupakan defek keseluruhan lapisan atau lubang pada retina yang letaknya di dalam atau sekitar bagian tengah dari fovea.1 Macular hole ditemukan pertama kali lebih 100 tahun yang lalu namun tidak begitu diberikan perhatian karena pathogenesisnya yang kurang jelas dan tidak ada pengobatan untuknya. Meskipun begitu, dua dekade terakhir ini ditemukan gambaran klinis dari premacular hole yang dapat dijadikan wawasan terhadap proses pembentukan macular hole tersebut. Selain itu, optical coherence tomography (OCT) juga tersedia sekarang sebagai alat untuk mendukung diagnosa macular hole. Terapi operasi juga kini dapat dilakukan untuk mengurangi gangguan penglihatan pada kasus macular hole.2Kebanyakan macular hole adalah idiopatik, dan timbul pada mata tanpa riwayat patologi okuler yang terdahulu. Selain itu, macular hole juga dapat terjadi sebagai proses patologis sekunder seperti akibat trauma tumpul, macula edema kistoid, merman epiretinal, sindrom traksi vitreomacular, paparan terhadap laser, myopia tinggi, injuri akibat petir, retinopati hipertensi dan retinopati diabetik proliferatif.2 Macular hole sering ditemukan pada golongan lanjut usia (60 sampai 80 tahun) dan lebih sering ditemukan pada golongan wanita. Gangguan ini dapat ditemukan pada mata miopik, atau pasca trauma okuli, namun yang paling sering ditemukan adalah idiopatik. Pasien dengan gangguan ini sering mengeluhkan metamorfopsia dan gangguan penglihatan sentral.3,4 Menurut The Beaver Dam Eye Study, ditemukan bahwa setelah dilakukan funduskopi terhadap 4926 individu berusia atas 42 tahun, prevalensi macular hole adalah 0,3% dari populasi tersebut. Prevalensi tersebut meningkat dari 0,0% pada golongan berusia antara 43 sampai 54 tahun menjadi 0,5% pada golongan berusia di atas 75 tahun. Follow-up dari penelitian tersebut menemukan peningkatan prevalensi macular hole menjadi 0,7% dari populasi.3 Penelitian Blue Mountains Eye Study menemukan prevalensi macular hole sebanyak 0,02% di Australi dan 0,09% di Cina. Di India Selatan, prevalensi macular hole adalah sebanyak 0,17%. Pada setiap peneltian tersebut, kasus macular hole ditemukan lebih sering pada golongan wanita dan kebanyakan darinya adalah unilateral. Walaupun prevalensi macular hole ditemukan meningkat, namun ianya bukan penyebab paling sering terjadinya buta.3,5 Patogenesis dari macular hole belum begitu jelas, namun beberapa temuan menunjukkan bahwa daya tarikan dari vitreous terhadap macula mungkin penyebab terjadinya macular hole. Operasi vitrektomi merupakan tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki dan juga mencegah progresi dari macular hole. Kesuksesan dari operasi vitreous untuk macular holes mendukung peranan badan vitreous dalam patogenesis macular hole.2 1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui anatomi dari struktur yang bersangkutan, mengetahui manifestasi macular hole mulai dari definisi, etiologi, diagnosa, manifestasi klinis, dan penatalaksanaanya. Selain itu, tujuan penulisan paper ini adalah sebagai salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA2.1. Makula2.1.1. Anatomi

Makula lutea secara anatomis didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal kuning xantofil (lutein dan zeaxantin). Pigmen-pigmen tersebut diumpai pada keseluruhan lapisan retina namun paling banyak dan padat ditemukan pada lapisan pleksiformis dari makula. Pigmen tersebut berperan dalam pencegahan penyimpangan kromatik dan juga sebagai antioksidant terhadap efek merusak radiasi UV. Sel-sel pigmen epitel pada makula lebih panang dan mengandung lebih banyak pigmen berbanding daerah lain yang memberikan gambaran lebih gelap pada daerah sentral retina. Jaringan kapiler pada koroid juga lebih tebal pada makula lutea dibandingkan daerah lain.6,7

Gambar 2.1. Anatomi makula (lingkaran biru) dan fovea (lingkaran kuning)

Visus berwarna mengambil sekitar 9 mm diameter pada daerah tengah retina dimana letaknya makula lutea. Makula lutea dibagi kepada daerah foveola, fovea, parafovea dan perifovea. Daerah-daerah tersebut dibagi secara histologis, namun agak sulit dibedakan apabila dilihat secara langsung dari pemeriksaan selain mikroskop.6,7,10

Gambar 2.2. Gambaran mikroskopis dari makula lutea.

Fovea

Depresi pada daerah sentral makula disebut sebagai fovea (fovea centralis retinae). Depresi tersebut terbentuk akibat pergeseran sel-sel retina, dimana yang tertinggal ada sel-sel fotoreseptor di bagian tengah. Diameter horizontal fovea adalah sekitar 1,5 mm. Dinding melengkung dari depresi tadi disebut sebagai clivus yang kemudian mendatar, membentuk daerah foveola. Daerah fovea mengandung konsentrasi sel-sel kerucut yang paling tinggi pada retina yaitu sekitar 199.000 sehingga 300.000 sel per millimeter persegi. Jumlah sel-sel kerucut berkurang dari daerah sentral fovea ke perifer. Daerah fovea berperan dalam diskriminasi perincian dan warna dari penglihatan. Perbandingan antara jumlah sel kerucut dengan sel ganglion adalah sekitar 1:1. Pada daerah perifer, terdapat perbandingan sel batang yang lebih tinggi berbanding dengan sel ganglion.7Di dalam fovea terdapat sebuah daerah berdiameter 0,4 sampai 0,5 mm tanpa vaskularisasi kapiler. Tidak adanya kapiler pada daerah ini membantu cahaya melewati ke fotoreseptor tanpa adanya obstruksi.7

Gambar 2.3. Gambaran jaringan kapiler pada makula. (a) daerah tanpa kapilerPada bagian tengah fovea, sel fotoreseptor yang ditemukan adalah cuma sel-sel kerucut. Sel-sel kerucut tersebut tersusun padat. Sel-sel pada lapisan inti internal fotoreseptor dan lapisan sel ganglion tersusun ke arah lateral dan menumpuk pada dinding fovea.7Foveola

Diameter foveola adalah sekitar 0,35 mm. Pada bagian tengah foveola, ketebalan lapisan retina adalah sekitar 0,13 mm, dibandingkan 0,18 mm pada garis ekuator dan 0,11 mm pada ora serrata. Daerah foveola mengandung populasi sel-sel kerucut paling padat.7

Lapisan yang ditemukan pada foveola adalah lapisan sel pigmen epitel retina (RPE), lapisan fotoreseptor, membran batas ekternal, lapisan inti eksterna (mengandung 10 baris inti sel batang), lapisan serat Henle, dan lapisan membran batas internal. Sel-sel retina yang lain hanya ditemukan pada daerah semakin lateral dari foveola.7Parafovea dan perifovea

Zona anullar yang mengelilingi fovea dapat dibagi kepada daerah internal parafovea dan daerah eksternal perifovea. Zona parafovea mengandung jumlah sel bipolar retina dan sel ganglion yang paling banyak. Lapisan inti internalnya terdiri dari 12 lapisan dan sel ganglionnya terdiri dari 7 lapisan. Zona perifovea bermulai di mana lapisan sel ganglion berkurang menjadi 4 lapis dan berakhir di mana lapisan sel ganglion menjadi 1 lapis. Serat-serat Henle balik ke orientasi seperti lapisan pleksiform ekternal. Lebar dari daerah parafovea adalah 0,5 mm dan daerah perifoveal adalah 1,5 mm.7

Gambar 2.4. Lapisan-lapisan histologis pada retina dan makula lutea

Retina menerima darah dari dua sumber: koriokapilaris yang berada tepat di luar membran Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari arteria centralis retinae, yang mendarahi dua pertiga dalam retina. Fovea seluruhnya didarahi oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang tidak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar darah-retina. Lapisan endotel pembuluh koroid berlubang-lubang. Sawar darah-retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.6,7 2.1.2. Fisiologi

Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Mata berfungsi sebagai suatu alat optik, suatu reseptor yang kompleks, dan suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan oksipital.6

Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel kerucut meningkat di pusat macula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan kerapatan sel batang, lebih tinggi di perifer. Di foveola, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat-serat saraf yang keluar, sedangkan di retina perifer, sejumlah fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama. Fovea berperan pada resolusi spasial (ketajaman penglihatan) dan penglihatan warna yang baik, keduanya memerlukan pengcahayaan ruang yang terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di foveola; sementara retina sisanya terutama digunakan untuk penglihatan gerak, kontras, dan penglihatan malam (skotopik).6

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar retina sensorik yang avaskular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mengawal proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandun rhodopsin, suatu pigmen penglihatan yang fotosensitif dan tetbenam di dalam diskus bermembran ganda pada fotoreseptor segmen luar. Pigmin ini tersusun atas dua komponen, sebuah protein opsin dan sebuah kromofot. Opsin dalam rhodopsin adalah scotopsin, yang terbentuk dari tujuh heliks transmembran. Opsin tersebut mengelilingi kromofornya, retinal, yang merupakan turunan dari vitamin A. Saat rhodopsin menyerap foton cahaya, 11-cis-retinal akan mengalami isomerisasi menjadi all-trans-retinal dan akhirnya menjadi all-trans-retinol. Perubahan bentuk itu akan mencetuskan terjadinya kaskade penghatar kedua (secondary messenger cascade). Puncak absorbsi cahaya oleh rhodopsin terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang merupakan daerah biru-hijau pada spektrum cahaya. Penelitian-penelitian sensitivitas spektrum fotopigmen kerucut memperlihatkan puncak absorbsi panjang gelombang, berturut-turut untuk sel kerucut sensitif-biru, -hijau, dan merah, pada 430, 540, dan 575 nm. Fotopigmen sel kerucut terdiri atas 11-cis-retinal yang terikat pada protein opsin selain scotopsin.6

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor batang. Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat beragam corak abu-abu, tetapi warna-warnanya tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh terhadap ahaya, sensitivitas spektrum retina bergeser dari puncak dominasi rhodopsin 500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu objek akan berwarna apabila objek tersebut secara selektif memantulkan atau menyalurkan sinar dengan panjang gelombang tertentu dalam kisaran spektrum cahaya tampak (400-700 nm). Penglihatan siang hari (fotopik) terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senjakala (mesopik) oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan malam (skotopik) oleh fotoreseptor batang.6

Fotoreseptor diperlihara oleh epitel pigmen retina, yang berpesan penting dalam proses penglihatan. Epitel ini bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan retina. Membran basalis sel-sel epitel pigmen retina membentuk lapisan dalam membran Bruch, yang juga tersusun atas matriks ekstraselular khusus dan membran basalis koriokapilaris sebagai lapisan luarnya. Sel-sel epitel pigmen retina mempunyai kemampuan terbatas dalam melakukan regenereasi.62.2. Macular hole2.2.1. DefinisiMacular hole merupakan defek keseluruhan lapisan atau lubang pada neurosensori retina yang letaknya di dalam atau di sekitar pertengahan fovea.1

Gambar 2.5. Gambaran perbandingan makula normal dengan macular hole2.2.2. Klasifikasi Macular hole idiopatik

Macular hole idiopatik merupakan tipe yang paling sering ditemukan. Ditemukan pada suatu penelitian bahwa 92% dari macular hole adalah idiopatik dengan rata-rata usia 68,6 tahun.1 Macular hole traumatikMacular holes dapat terjadi akibat trauma okuler dan pada penelitian yang sama tadi, ditemukan 2% dari populasi tersebut mengalami macular hole traumatik. Pada kejadian traumatik, terjadinya perubahan cepat dari lapisan vitreofoveal yang menyebabkan macular hole. Pembentukan macular hole traumatik lebih cepat dibandingkan dengan pembentukan macular hole idiopatik.1 Macular hole myopik

Myopia tinggi didefinisikan sebagai kesalahan refraksi 6,00 dioptri dari myopia aksial dengan panang aksis lebih dari 26 mm. Ditemukan bahwa pasien dengan myopia tinggi lebih tinggi resikonya mendapatkan macular hole.1 Macular hole pasca operasi retinal detachmentPada beberapa kasus, macular hole dapat timbul pasca operasi pelepasan retina. Prevalensi dari macular hole pasca operasi pelepasan retina adalah 0,9%. Pada satu penelitian ditemukan bahwa prevalensi macular hole pasca operasi pelepasan retina adalah 3 kali lipat lebih tinggi berbanding prevalensi macula hole idiopatik.1 2.2.3. PatogenesisBerdasarkan pemeriksaan menggunakan OCT dan ultrasonografi, macular hole idiopatik dikatakan timbul akibat daya traksi dari vitreous terhadap fovea. (1) Macular hole idiopatik juga dikatakan adalah komplikasi dari stadium awal perifoveal vitreous detachment (PVD). Macular hole idiopatik dapat dibagi 4 stadium.1,2,8,9,10 Stadium 0 atau stadium premacular holeStadium ini biasanya teradi pada pasien dengan perifoveal vitreous detachment (PVD), dan perubahan seperti depresi fovea kelihatan pada topografi macular. Visus pasien biasanya normal dan kebanyakan darinya tidak kan lanjut ke stadium berikutnya. 1,2,9,10 Stadium 1 Pada stadium ini, timbul gejala penglihatan dimana terjadi pengurangan penglihatan sentral dan juga metamorfopsia. Pada biomikroskopi, kelihatan cincin pada pertengahan fovea. Pada stadium 1-A, terjadi tarikan tangensial secara spontan oleh vitreus prefoveolar yang menyebabkan terlepasnya retina foveolar, hilangnya depresi foveal dan terjadi bintik foveal yang kekuningan dengan diameter 100-200 m. Terjadi pelepasan terlokalisir yang dangkal dari korteks vitreus perifoveal dengan tetap terjadi perlekatan yang persisten terhadap foveola. 1,8,9,10 Pada stadium 1-B teradi kontraksi vitreus yang kemudian menyebabkan lepasnya fovea, fovea menjadi mendatar. Perubahan ini menyebabkan gambaran cincin berbentuk donat yang berwarna kuning dengan diameter 200-350 m. Terjadi ekstensi posterior dari pseudokista dengan gangguan pada lapisan retina terluar. Atapnya masih utuh dengan tetap terdapat perlekatan hialoid posterior dengan retina. 1,2,8,9,10 Stadium 2

Pada stadium ini, terjadi progresi dari pseudokista di keseluruhan lapisan dan terjadi pemecahan dari atap pseudokista tersebut. Progresi ke stadium 2 biasanya mengambil beberapa minggu sampai bulan dan biasanya memperburukkan lagi ketajaman penglihatan. Pada pemeriksaan OCT ditemukan lapisan hyaloid yang tetap utuh berikatan pada pertengahan fovea pada stadium 2. Ketika telah terjadi lubang stadium 2, hamper selalu berkembang menjadi stadium 3 dengan harapan yang kecil untuk terjadinya perbaikan penglihatan secara spontan. 1,2,8,9,10 Stadium 3

Pada stadium ini, lubang yang terbentuk pada makula terbentuk sempurna (diameter 400 m), biasanya disertai dengan pinggir yang sedikit menonjol dan tebal. Lapisan hyaloid posterior tetap berikatan dengan diskus optikus namun ianya terlepas dari region macula. Dapat terjadi edema intratretinal dan kista. 1,2,8,9,10 Stadium 4

Pada stadium 4, lubang pada macular terbentuk sempurna disertai dengan pelepasan vitreous posterior yang ditandai dengan cincin Weiss, dengan diameter lubang mencapat 500 m dan dikelilingi oleh cairan subretina dengan deposit berwarna kekuningan di dalam lubang tersebut. Penurunan ketajaman penglihatan teradi terutama karena hilangnya fotoreseptor pada defek sentral, dengan hasil skotoma sentral absolut. Sebagai tambahan, cairan subretina yang mengelilingi lubang dan elevasi retina sekunder menyebabkan skotoma relatif di sekelilingnya. Penglihatan cenderung untuk menurun secara progresif. 1,2,8,9,10

Gambar 2.6. Gambaran funduskopi dan OCT stadium macular hole. A,B, Stadium 1-A. C,D, Stadium 1-B. E,F, Stadium 2. G, Stadium 3. H, Stadium 4

Gambar 2.7. Stadium pada macular holeAda hipotesa yang mengatakan bahwa macular hole traumatik terjadi akibat kompresi dari kornea dan pengembangan dari bola mata yang kemudian menyebabkan ekspansi bagian posterior mata dan daya traksi oleh lapisan fovea. Mekanisme ini terjadi tanpa adanya pelepasan vitreous.1 2.2.4. Gejala Klinis

Kebanyakan macular hole idiopatik tidak bergejala pada stadium awal. Keluhan yang sering dilaporkan oleh pasien simtomatik adalah kurangnya ketajaman visus, metamorfopsia, dan juga skotoma sentralis. Biasanya pasien menyadari hal tersebut ketika membaca atau membawa kendaraan. Gejala-gejala berkembang bertahap dan terdapat waktu di mana pasien akan menutup sebelah matanya dan menyadari bahwa menurunnya penglihatan sentral tersebut hanya monocular. Beberapa pasien asimtomati dan lubang pada macula hanya terdiagnosis saat pemeriksaan ofthalmologis rutin.1,3 2.2.5. Diagnosa

Kebanyakan kasus macular hole idiopatik bersifat asimtomatis pada stadium awal. Pasien dengan macular hole biasanya dating dengan mengeluhkan penglihatannya yang menjadi kabur pada bagian sentral. Secara umum, perlu ditanyakan beberapa hal kepada pasien, seperti sudah berapa lama gejala dirasakan, kemudian riwayat okuler seperti apakah pasien pernah menderita glaukoma atau penyakit mata lain, trauma yang mengenai mata, operasi pada mata, dan juga riwayat penggunaan obat-obatan.2,11

Pemeriksaan-pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk diagnosis macular hole antara lain:

Funduskopi

Macular hole yang full thickness akan tampak sebagai lesi bulat atau oval pada macula dengan deposit berwarna putih kekuningan pada dasarnya.2 Angiografi fluoresensPemeriksaan ini dapat berguna sebagai tambahan bagi biomikroskopi. Pemeriksaan angiografi fluoresens ini biasanya menunjukkan gambaran hiperfluoresensi sentral pada fase awal (79%), namun pada kelainan macula lain yang menyerupai macular hole juga memberikan gambaran yang sama, sehingga pemeriksaan ini tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis macular hole.2,9 Metode Watzke-Allen.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan lampu celah biomikroskop dengan sinar celah sempit dan lensa macula yang diarahkan fovea baik secara vertikal maupun horizontal. Pasien dengan macular hole akan melaporkan bahwa sinar yang dilihatnya menjadi lebih tipis atau tampak patah.2,9 Optical Coherence Tomography (OCT)

Pemeriksaan ini merupakan teknik pencitraan diagnostik untuk pencitraan beresolusi tinggi dari retina. Gambaran cross sectional dari retina dapat diperoleh dengan 10 resolusi longitudinal. OCT dilakukan dengan pasien duduk di depan slit lamp di mana lensa dengan kekuatan 78D dipasang. Suatu laser diode superluminesens menghasilkan probe beam dengan panjang gelombang 84D unit (infra merah) yang difokuskan ke retina. Sepasang galvanometrical drien orthogonal scanning mirror mengamati beam pada mata dan daerah retina dapat divisualisasikan dengan kamera infra merah. Gambaran cross-sectional dari retina digantikan dengan warna-warna yang sesuai dengan daerah dengan refleksivitas optikal yang relatif tinggi (merah dan putih) atau reflektivitas rendah (biru hingga hitam). Gambaran tomografik beresolusi tinggi yang didapat dari pemeriksaan OCT dapat membantu membedakan lubang macula yang sebenarnya dengan pseudohole dan lubang lamellar. Pemeriksaan OCT merupakan pemeriksaan gold standard untuk mendiagnosa stadium macular hole.2,11

Gambar 2.8. A,C, Gambaran fundus dan OCT pra-operasi. B,D, Gambaran fundus dan OCT pasca-operasi.

2.2.6. Diagnosa Banding

Diagnosa banding dari macular hole dapat dilihat sebagai berikut:

i. Epiretina hole

Lubang pada epiretina (membran epimakular) merupakan lesi yang paling umum dikelirukan dengan lubang makula adalah membran epitretina yang memiliki lubang, kontraksi atau pinggiran sirkumlinier dalam atau dekat dengan fovea. Biomikroskop lensa kontak menunjukkan membran tersebut kontraktur dan macular puckering dengan retina yang normal di bawah membran. Tidak ditemukan cairan subretina dan edema retina di sekitar lubang. Penting untuk diingatkan bahwa membran epiretina dapat ditemukan berhubungan dengan lubang makula sendiri, jadi dengan adanya membran tersebut tidak menghapus kemungkinan adanya macular hole.8 ii. Degenerasi makula berhubungan dengan usia

Strofi geografik dari epitel pigmen retina dan retina di atasnya dapat menyerupai macular hole.8 iii. Edema makula kistoid

Ketika ditemukan suatu kista sentral yang besar, hal ini dapat terlihat lubang makula yang full thickness. Kondisi ocular yang lain yang berhubungan dengan edema makula kistoid ini, seperti operasi pada mata atau kondisi inflamasi pada mata dapat membedakan dengan lubang makula.8 iv. Lubang lamellar

Ini merupakan defek dengan setengah ketebalan dari makula retina yang biasanya merupakan hasil dari pembentukan lubang makula yang terhenti atau yang dapat dilihat pada kasus edema makula kistoid kronik ketika lapisan dalam kistan yang tipis pecah. Suatu pseudo-operkulum dapat diamati menutupi lubang lamellar dapat membuat kesalahan diagnosis. Batas-batas dari lubang lamellar biasanya kurang tegas.8 v. NeovaskularisasiNeovaskularisasi koroid subfovea dengan kitas fovea dan edema dapat menyerupai macular hole.8 vi. Traksi vitreomakula dengan fovea kistik juga dapat menyerupai macular hole.8 2.2.7. Terapi

Sebelum tahun 1989, macular hole idiopatik dianggap tidak dapat diobati. Kelly dan Wendel merupakan yang pertama melaporkan bahwa bedah vitreus dapat meningkatkan ketajaman penglihatan pada beberapa mata dengan macular hole idiopatik. Sejak itu, vitrektomi menjadi presedur yang digunakan secara luas untuk penanganan macular hole di dunia.2

Macular hole stadium 1 awalnya diobservasi sahaja atas 3 alasan yaitu pada stadium ini ada kemungkinan 50% terjadinya perbaikan spontan, intervensi bedah tidak mencegah pembentukan lubang makula secara universal dan vitrektomi pada stadium 2 memiliki angka kesuksesan yang tinggi (>90%).2,11

Jika macular hole stadium 1 mengalami penurunan ketajaman penglihatan secara mendadak dan signifikan yang bertahan selama beberapa bulan, maka tindakan bedah dapat dipertimbangkan. Bedah lubang macula dilakukan dengan anestesi lokal, kecuali jika pasien yang meminta anestesi umum. Kemudian koreteks vitreus dan hialoid diangkat. Gas sulfur heksafluorida terdilusi atau gas perfluoropropan terdilusi diletakkan di kavum vitreus untuk penutupan tempat sklerotomi. Tindakan ini dapat dilakukan secara aman pada keadaan rawat jalan. Pasien biasanya diinstruksikan untuk tetap mengarahkan wajahnya ke bawah atau menunduk sekurang-kurangnya selama 7 hari setelah operasi, meskipun interval 3 hari hingga 3 minggu disarankan.2,11

Komplikasi dari tindakan operasi tersebut dapat berupa pembentukan katarak, dan robekan atau pelepasan retina (retinal detachment) atau keduanya dapat terjadi pada 10% pasien yang dilakukan bedah vitreus untuk lubang makula idiopatik. Selain itu juga dapat terjadi pembukaan kembali dari lubang makula yang telah tertutup.2,11 Menurut sebuah review multicenter dan random terkontrol menemukan bahwa komplikasi yang paling tinggi prevalensinya adalah katarak (>75%), late macular hole reopening (2 10%), retinal detachment (3%) dan endopthalmitis ( 90%.

DAFTAR PUSTAKAx

1.Lowe RJ, Gentile RC. Application of Optical Coherence Tomography and Macular holes in Ophthalmology InTech , editor.; 2013.

2.Yanoff M, Duker JS. Ophthalmology. 3rd ed.: Elsevier Health Science; 2009.

3.Cour l, Friis J. Macular holes: classification, epidemiology, natural history and treatment. Acta Opthalmologicca Scandinavica. 2002 December; 80(6).

4.British and Eire Association of Vitreoretinal Surgeons. beavrs. [Online]. [cited 2015 February 9. Available from: http://www.beavrs.org/data/documents/BEAVRS_MH.pdf .

5.McCannel CA, Ensminger JL, Diehl NN, Hodge DN. Population Based Incidence of Macular holes. Opthalmology. 2009 July;(7).

6.Riordan-Eva P, Cunningham E. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology. 18th ed.: MccGraw Hill Professional; 2011.

7.Remington LA. Clinical Anatomy and Physiology of the Visual System. 2nd ed.: Elsevier Health Sciences; 2011.

8.Sharma YR, Sudan R, Gaur A, Raja RR. Macular hole. JK Science. 2002 April; 4(2).

9.Jackson TL. Moorfield's Manual of Ophthalmology: Mosby Elsevier Limited; 2008.

10.Kanski JJ, Milewski SA. Diseases of the Macula: Mosby; 2002.

11.Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Retina and Vitreous. In Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Retina and Vitreous.: American Academy of Ophthalmology; 2011. p. 101-104.

12.Benson WE, Cruickshanks KC, Fong DS, et al. Surgical management of macular holes: A report by the American Academy of Ophthalmology. Ophthalmology 2001;108: 1328-35. - See more at: http://www.reviewofophthalmology.com/content/d/retinal_insider/i/1296/c/24953/#sthash.nIPRDKIL.dpuf

x

12