sp blok 18

18
Penyakit Paru Obstruksi Kronik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta, 11510 Pendahuluan Beberapa penyakit paru yang jelas secara anatomi, memberikan tanda kesulitan pernafasan yang mirip, yaitu terbatasnya jalan udara yang kronis, terutama bertambahnya resistensi terhadap jalan udara saat ekspirasi. Bronkitis dan bronkiolitis menambah resistensi pada jalan udara, karena proses peradangan dan sekret yang menyempitkan jalan udara, sedang pada kerusakan karena emfisema, pada dinding septa tidak hanya mengurangi recoil elastik dari paru, tetapi juga sering disertai penyakit jalan udara kecil. Seringkali sulit secara klinik (bila mungkin) membedakan keadaan ini dan lebih dari itu, mereka sering merasa bahwa klinisi lebih senang menghimpun keadaan ini sebagai PPOK (COPD). Anamnesis Anamnesis yang bisa ditanyakan antara lain: Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

description

makalah blok 18

Transcript of sp blok 18

Penyakit Paru Obstruksi KronikFakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No.6, Jakarta, 11510

PendahuluanBeberapa penyakit paru yang jelas secara anatomi, memberikan tanda kesulitan pernafasan yang mirip, yaitu terbatasnya jalan udara yang kronis, terutama bertambahnya resistensi terhadap jalan udara saat ekspirasi. Bronkitis dan bronkiolitis menambah resistensi pada jalan udara, karena proses peradangan dan sekret yang menyempitkan jalan udara, sedang pada kerusakan karena emfisema, pada dinding septa tidak hanya mengurangi recoil elastik dari paru, tetapi juga sering disertai penyakit jalan udara kecil. Seringkali sulit secara klinik (bila mungkin) membedakan keadaan ini dan lebih dari itu, mereka sering merasa bahwa klinisi lebih senang menghimpun keadaan ini sebagai PPOK (COPD).

AnamnesisAnamnesis yang bisa ditanyakan antara lain: Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja Riwayat penyakit emfisema pada keluarga Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara Batuk berulang dengan atau tanpa dahak Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik awal yang harus dilakukan adalah- Keadaan umum- Tanda-tanda vital- Kesadaran- Inspeksi, palpasi, dan auskultasi.1Inspeksi Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu) Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding) Penggunaan otot bantu napas Hipertrofi otot bantu napas Pelebaran sela iga Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai Penampilan pink puffer atau blue bloater

Palpasi Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

Perkusi Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah

Auskultasi suara napas vesikuler normal, atau melemah terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa ekspirasi memanjang bunyi jantung terdengar jauh

Pemeriksaan Penunjang Terbagi kepada 2 bagian, yaitu :a) Pemeriksaan rutinb) Pemeriksaan tidak rutin

Pemeriksaan rutin :1Faal ParuSpirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %-VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.-Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%

Uji bronkodilator- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.-Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

Darah RutinHb, Ht, leukosit

RadiologiFoto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lainPada emfisema terlihat gambaran :- Hiperinflasi- Hiperlusen- Ruang retrosternal melebar- Diafragma mendatarJantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)Pada bronkitis kronik : Normal Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

Pemeriksaan tidak rutin:1Faal paruVolume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat- DLCO menurun pada emfisema- SRaw meningkat pada bronkitis kronik- Sgaw meningkat- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

Uji latih kardiopulmonerSepeda statis (ergocycle)- Jentera (treadmill)- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

Uji provokasi bronkusUntuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan

Uji coba kortikosteroidMenilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP 1 pasca bronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid

Analisis gas darahTerutama untuk menilai :- Gagal napas kronik stabil- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

Radiologi- CT - Scan resolusi tinggi-Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos- Scan ventilasi perfusiMengetahui fungsi respirasi paru

ElektrokardiografiMengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.

EkokardiografiMengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.

BakteriologiPemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.

Kadar alfa-1 antitripsinKadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

DiagnosisKlasifikasi dari PPOKPenyakit paru obstruktif kronik (PPOK) ditujukan untuk mengelompokkan penyakit-penyakit yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan. Masalah yang menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran pernapasan maupun pada parenkim paru. Kelompok penyakit yang dimaksud adalah bronchitis kronik (masalah pada saluran pernapasan), emfisema (masalah pada parenkim), akan tetapi ada beberapa ahli yang menambahkan asma bronchial, fibrosis kistik dan bronkiektasis.2Penyakit paru obstruktif menahun merupakan spectrum penyakit klinis dari emfisema murni ke bronchitis murni. Walaupun ada perbedaan tertentu antara keduanya, banyak penderita menunjukkan ciri yang tumpang tindih karena adanya faktor pathogenesis yang sama yaitu merokok.3

Kelainan terkait dengan obstruksi aliran udara : spektrum PPOK3Istilah klinisLokasi anatomikKelainan patologikEtiologiTanda/gejala

Bronchitis kronikBronkusHyperplasia dan hipersekresi kelenjar mukosaAsap rokok, polusi udaraBatuk, produksi sputum

BronkiektasisBronkus Dilatasi saluran udara dan jaringan parutInfeksi persisten atau beratBatuk, sputum purulen, demam

Asma Bronkus Hyperplasia otot polos, mucus berlebih, radangImunologik atau sebab tdiak jelasNafas berbunyi episodic, batuk , sesak

Penyakit saluran udara kecil bronkiolitisBronkiolus Radang jaringan parut/ obliterasiAsap rokok, polusi udara dan lain-lainBatuk, sesak (dispnea)

EmfisemaAsinus Pelebaran ruang udara; destruksi dindingAsap rokokSesak (dispnea)

Bronkitis khronik4Bronchitis kronik adalah gangguan paru obstruktif yang ditandai dengan produksi mucus yang berlebihan di saluran napas bawah dan menyebabkan batuk kronis. Kondisi ini terjadi selama setidaknya 3 bulan berturut-turut dalam setahun untuk 2 tahun berturut turut. Emfisema Emfisema adalah penyakit obstruktif kronis dengan karakteristik penurunan elastisitas paru dan luas permukaan alveolus yang berkurang akibat destruksi dinding alveolus dan pelebaran ruang distal udara ke bronkiolus terminal.4AsmaAsma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernafasan yang dihubungkan dengan hiper responsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala pernafasan. Asma menimbulkan gejala episodik berulang : wheezing, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam atau dini hari.BronkiektasisSuatu keadaan bronkus atau bronkiolus yang melebar akibat hilangnya sifat elastisita dinding otot bronkus yang dapat disebabkan oleh obstruksi dan peradangan yang kronis, atau dapat pula disebabkan oleh kelainan kongenital yang dikenal sebagai sindrom Kartegener, yaitu suatu sindrom yang terdiri atas bronkiektasis, sinusitis, dan dekstrokardia.3

EpidemiologiAkhir-akhir ini chronic obstructive pulmonary disease (COPD) atau penyakit paru obstruksi kronik semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka mortalitas yang terus meningkat. Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000.5Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit serebrovaskular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai 24 miliar per tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa menjelang lensi tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat.Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan meningkat dari keduabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke enam. Merokok merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.

EtiologiFaktor risiko1.Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. 2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja3. Hipereaktivitas bronkus4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

PatogenesisBronkhitis kronikKeadaan klinis yang jelas dari bronchitis-bronkiolitis kronik adalah hipersekresi dari mukus. Faktor penyebab tunggal yang paling penting adalah perokok, walaupun polusi udara yang lain seperti sulphur dioksida dan nitrogen dioksida dapat menyertainya. Iritan ini secara langsung atau melalui jalur neurohumoral dapat menyebabkan hipersekresi kelenjar mukus bronkus, diikuti oleh hiperplasia dan metaplasia, pembentukan sel-sel goblet yang mengeluarkan musin pada epitel permukaan kedua saluran udara besar ataupun yang kecil.Sekret ini apabila banyak akan menyebabkan hambatan aliran udara pada saluran udara yang lebih besar. Dalam saluran udara kecil bahkan dapat lebih membuntu, karena adanya emfisema sering menimbulkan hilangnya jaringan penyangga, dan perubahan tekanan udara di dalam bronkioli alveoli menyempitkan jalan udara dan membatasi aliran udara.

EmfisemaTerdapat opini yang menyatakan bahwa emfisema timbul sebagai konsekuensi dari dua ketidakseimbangan yang kritikal, yaitu ketidakseimbangan protease-antiprotease dan oksidan-antioksidan.6 Ketidakseimbangan tersebut hampir selalu berdampingan, dan pada kenyataannya, efek mereka aditif dalam memproduksi hasil akhir dari kerusakan jaringan.a) Hipotesis ketidakseimbangan protease-antiprotease menyebabkan kenaikan aktivitas elastase dalam paru, kemungkinan diikuti beberapa penghambat dari antielastase. Sumber elastase masih belum dapat ditetapkan, tetapi umumnya dikaitkan dengan rangsangan rokok pada makin banyaknya jumlah neutrofil yang kaya dengan elastase dan enzim katabolik lain, serta makrofag monosit yang mengandung kadar elastase rendah pada kedua paru. Pada perokok, jumlah sel-sel tersebut akan lebih besar dalam paru dari non-perokok. Walaupun makrofag dominan, kadang-kadang juga terdapat neutrofil kemoatraktan.6b)Hipotesis ketidakseimbangan oksidan-antioksidan Pada keadaan normal, paru mengandung komplemen antioksidan ( superoksida dismutase, glutation) yang memastikan kerusakan yang diakibatkan oleh proses oksidasi adalah minimum. Asap rokok mengandung banyak radikal bebas yang dapat mengurangkan mekanisme kerja anti-oksidan, yang dapat memicu pada kerusakan sel. Merokok telah dilaporkan mempercepat inaktivasi alfa 1 antiproteinase karena mengandung oksidan.6

Penatalaksanaana. BronkodilatorDiberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikandengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakaninhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat beratdiutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( longacting ).Macam - macam bronkodilator :- Golongan antikolinergikDigunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator jugamengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).- Golongan agonis beta - 2Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaandapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.- Golongan xantinDalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas, bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.b. AntiinflamasiDigunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsimenekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentukinhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.c. AntibiotikaHanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :- Lini I : amoksisilin, makrolid- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid barPerawatan di Rumah Sakit :dapat dipilih- Amoksilin dan klavulanat- Sefalosporin generasi II & III injeksi- Kuinolon per oralditambah dengan yang anti pseudomonas- Aminoglikose per injeksi- Kuinolon per injeksi- Sefalosporin generasi IV per injeksid. AntioksidanDapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.e. MukolitikHanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.f. AntitusifDiberikan dengan hati hatig. Terapi oksigenIndikasi- PaO2 < 60mmHg atau Sat O2< 90%- PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain

KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :1. Gagal napasa) Gagal napas kronikHasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan PCO2 > 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan :- Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2- Bronkodilator adekuat- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur- Antioksidan- Latihan pernafasan dengan pursed lips breathing b) Gagal napas akut pada gagal napas kronikDitandai oleh :- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis- Sputum bertambah dan purulen- Demam- Kesadaran menurun

2. Infeksi berulangPada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.3. Kor pulmonal- Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan

PrognosisSecara umumnya, prognosis yang didapatkan adalah buruk. PPOK merupakan penyakit yang secara progresif mengalami perburukan, terutama jika pasien terus merokok. Pasien dengan PPOK mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mendapat infeksi paru-paru yang dapat membawa kepada kematian pasien. Apabila terjadi kerusakan yang non-reversible pada paru, jantung juga akan ikut terpengaruh. Pasien dengan PPOK akhirnya mati apabila paru-paru tidak dapat berfungsi dan oksigen tidak bisa masuk ke organ tubuh dan jaringan, atau pada saat terjadinya komplikasi seperti infeksi berat. Pengobatan yang tepat pada PPOK dapat membantu mencegah komplikasi, memperpanjang jangka hidup selain meningkatkan kualitas hidup pasien

Pencegahan Hindari asap rokok Hindari polusi udara Hindari infeksi saluran napas berulang

KesimpulanPPOK adalah manifestasi dari penyakit paru kronik yang progresif dan ireversibel, sehingga pada penampilan klinis (keluhan dan tanda klinis) yang menonjol adalah gambaran adanya perburukan penyakit dari waktu ke waktu. Penatalaksaan yang menyeluruh dapat mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru selain dapat meningkatkan kualiti hidup penderita

Daftar Pustaka1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Diagnosis PPOK. Edisi 2003. Diunduh dari http://www.klikpdpi.com/modules.php?name=Content&pa=showpage&pid=93, 20 Juli 2011 2. Djojodibroto R.Darmanto. Respirologi. Jakarta; EGC; 2009. h.1213. Robbins, Cotran, Kumar. Dasar patologi penyakit. Ed 5th. Jakarta : EGC, 2000, h. 436-41.4. Corwin EJ. Buku saku patofisiologis. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009. H572-75. Hisyam B, Riyanto BS. PPOK eksaserbasi akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 2009 ; 5 : 22256. Underwood JCE . Emfisema. Patologi Umum dan Sistematik 2000 ; 2 : 402-4