SOUTH-SOUTH COOPERATION BRAZILeprints.umm.ac.id/60976/3/BAB II.pdf · 24 2.1 Orientasi South-South...
Transcript of SOUTH-SOUTH COOPERATION BRAZILeprints.umm.ac.id/60976/3/BAB II.pdf · 24 2.1 Orientasi South-South...
22
BAB II
SOUTH-SOUTH COOPERATION BRAZIL
Dalam hal kepemimpinan, baik Cardoso maupun Lula memandang
keterlibatan dalam komunitas internasional sebagai suatu kebutuhan. Dalam hal
ini, meskipun telah adanya kesadaran akan pentingnya untuk terlibat aktif dalam
arena internasional yang diamini dapat menguntungkan Brazil, namun baik
Cardoso maupun Lula bertindak dengan strategi yang berbeda. Meskipun
beberapa kebijakan Brazil di masa pemerintahan Lula merupakan kontinuitas
kebijakan dari era sebelumnya, spesifiknya era Cardoso, namun di era Lula,
seperti kebijakan atas SSC telah mengalami perkembangan.
Kebijakan luar negeri Lula memiliki karakteristik “mudança dentro da
continuidade” (“change within continuity”). Dalam hal ini, dengan perubahan
yang dirumuskan, Lula tetap tidak beranjak dari prinsip diplomasi Brazil yang
mana secara historis mendasarkan bahwa kebijakan luar negeri sebagai instrumen
dalam rangka pembangunan ekonomi dan perluasan otonomi negara. Lula
mempromosikan perubahan dengan melakukan penyesuaian terhadap tantangan
internasional yang baru.24
Bab ke dua ini menjelaskan tentang kebijakan SSC Brazil baik sebelum
dan saat Lula menjabat sebagai Presiden. SSC diartikan sebagai sebuah proses
24
Tullo Vigevani dan Gabriel Cepaluni, A Política Externa de Lula da Silva: A Estratégia da
Autonomia pela Diversificação, Contexto Internacional, Vol. 29, No. 2, Juli/Desember 2007, Rio
De Janeiro.
23
dimana dua atau lebih negara-negara berkembang yang mengejar tujuan
pembangunan kapasitas nasional atau bersama mereka melalui pertukaran
pengetahuan, keterampilan, sumber daya dan teknik, serta melalui tindakan
kolektif regional dan interregional.25
ABC (The Brazilian Cooperation Agency)
mengartikannya sebagai sebuah kerjasama horizontal yang mana merujuk kepada
kerjasama teknik yang diimplementasikan oleh Brazil dengan negara-negara
berkembang.26
Oleh karena itu, sederhananya dapat dipahami bahwa kebijakan
SSC Brazil merupakan kebijakan atas kerjasama Brazil dengan negara-negara
berkembang (Selatan) untuk mengejar kepentingan nasional atau bersama, bersifat
horizontal yakni antara yang setara dan berdasarkan pada prinsip solidaritas.
Bab ke dua ini terbagi menjadi tiga Sub Bab yaitu pertama, menjelaskan
tentang orientasi SSC Brazil di era Cardoso. Kedua, menjelaskan tentang orientasi
SSC Brazil di era Lula. Bagaimanapun, SSC bukanlah tren kebijakan yang baru
dalam kebijakan luar negeri Brazil. Mengetahui orientasi SSC di era sebelum Lula
spesifiknya di era Cardoso, pada akhirnya akan membantu pemahaman terhadap
perubahan orientasi yang terjadi dalam kebijakan SSC sejak Lula menjabat
menjadi Presiden. Oleh karena itu, penulis menjelaskan pada Sub Bab ketiga
mengenai orientasi SSC di era Lula yang merupakan sebuah perubahan namun
masih merupakan kontinuitas kebijakan dari era sebelumnya (change within
continuity).
25
Framework of operational guidelines on United Nations support to South-South and triangular
cooperation SSC/17/3 (2012) , Op. Cit. 26
Roberta de Freitas Santos dan Mateus Rodrigues Cerqueira, South South Cooperation: Brazilian
Experiences in South America and Africa, hal. 5.
24
2.1 Orientasi South-South Cooperation Brazil di Era Cardoso
Ketertarikan untuk aktif dalam arena internasional telah ditunjukkan Brazil
di era sebelum Lula, seperti halnya di era Cardoso (1995-1998 dan 1999-2002).
Dalam pidato pelantikan pertamanya sebagai Presiden, Cardoso menguatkan
komitmennya bahwa Brazil memastikan menjadi lebih aktif berpartisipasi di arena
internasional. “The Brazil that is entering the twenty-first century is a country
whose primary objectives for internal transformation and development are in
harmony with values universally disseminated on the international level.” Bagi
Cardoso, upaya melakukan perubahan kebijakan yang selaras dengan perubahan
yang terjadi di dunia merupakan kerangka mempromosikan negara dan selain itu,
kepatuhan penuh terhadap rezim internasional memungkinkan kebijakan luar
negeri Brazil dapat menyatu dengan tren global. Bagaimanapun, kebijakan luar
negeri dipandang sebagai kontribusi untuk pertumbuhan, pembangunan serta
penyelesaian atas masalah-masalah sosial.27
Di era Cardoso, kebijakan luar negeri diperkuat dengan memberikan
makna baru mengenai konsep otonominya28
yaitu autonomy through integration
yang berarti otonomi yang memilih untuk terhubung dengan situasi internasional
daripada melakukan isolasi dari arena internasional. Pemerintahan Cardoso tetap
27
Tullo Vigevani dan Marcelo Fernandes de Oliveira, Brazilian Foreign Policy in the Cardoso
Era: the Search for Autonomy through Integration,Terj, Timothy Thompson, Latin American
Perspectives, Vol. 34, No. 5, September 2007. 28
(a) “autonomy through distance” sebagai kebijakan atas tidak diterimanya rezim internasional
yang berlaku, sementara kepercayan pada pembangunan yang sebagian otonom, fokus penekanan
pada pasar internal; (b) “autonomy through participation” sebagai kepatuhan terhadap rezim
internasional termasuk yang liberal, namun tanpa kehilangan kapasitas manajemen kebijakan
internasional (beberapa sumber menyatakan pula sebagai autonomy through integration); (c)
“autonomy through diversification” sebagai aksesi negara kepada prinsip dan norma internasional
melalui aliansi Selatan-Selatan termasuk regional, serta perjanjian dengan mitra-mitra non-
tradisional (Cina, Asia-Pasifik, Afrika, Eropa Timur, Timur Tengah, dan sebagainya).
25
mempertahankan nilai-nilai universal dimana negara tunduk pada norma dari
rezim internasional. Kebijakan luar negeri Brazil mempertahankan sikap rendah
hati dalam hal politik. Pemerintahan Cardoso berharap mengurangi kesan negatif
dunia terhadap Brazil termasuk dengan mitra Brazil terutama pada masalah
finansial.29
Bagi pemerintahan Cardoso, keuntungan yang diperoleh dari proses
integrasi perlu untuk dipertahankan dengan kemampuannya dalam negosiasi
ekonomi dan perdagangan. Terkait hal ini, tak luput pula bahwa diplomasi dengan
negara-negara di kawasan Amerika Selatan mulai terlihat di era Cardoso. Brazil
berupaya membangun ikatan yang kuat dengan negara-negara tetangganya dan tak
jarang bertindak sebagai mediator dalam situasi krisis ketika Brazil diminta untuk
melakukannya.30
Selaras memperkuat hubungan dengan negara-negara di kawasan Amerika
Selatan yang ditekankan pada paruh kedua masa jabatannya, pemerintahan
Cardoso menaruh perhatian utama pada upaya mempertahankan retorika pro-
Mercosur31
. Menurut pemerintahan Cardoso, proses integrasi regional dipandang
sebagai instrumen dimana memungkinkan Brazil memiliki ruang politik. Untuk
hal negosiasi perdagangan, WTO menjadi forum penting bagi Brazil utamanya
karena WTO memungkinkan berkurangnya asimetri kekuasaan dengan
29
Tullo Vigevani dan Marcelo Fernandes de Oliveira, Op. Cit. 30
Ibid. 31
Mercosur (Southern Common Market) merupakan proses integrasi regional yang awalnya
didirikan oleh Brazil, Argentina, Paraguay dan Uruguay pada tahun 1991. Mercosur terdiri dari
negara-negara Amerika Selatan.Tujuan utamanya adalah untuk mempromosikan ruang bersama
untuk menghasilkan peluang bisnis dan investasi melalui integrasi ekonomi nasional ke pasar
internasional. (https://www.mercosur.int/en/about-mercosur/mercosur-in-brief/).
26
menghormati aturan internasional yang telah disepakati oleh negara-negara yang
berpartisipasi.32
Penguatan integrasi merupakan proses yang telah dimulai dengan
platformnya di Amerika Selatan. Bagaimanapun, bagi Cardoso, Mercosur bukan
hanya sekedar bentuk integrasi jangka pendek, melainkan sebuah platform dimana
Brazil akan memperkuat hubungan terkait ekonomi internasional. Sementara
mempertahankan perspektif ini, perlu halnya pula untuk menjaga pilihan terbuka.
Brazil tidak ingin membatasi diri pada kemitraan eksklusif, melainkan bertindak
di berbagai level, berhubungan dengan banyak mitra serta eksistensinya dapat
ditemui di berbagai arena. Menurut Cardoso, Amerika Selatan sebagai ruang
historis-geografis, namun di sisi lain meyakini bahwa selain Mercosur,
berhubungan dengan mitra lain juga merupakan suatu kebutuhan. “Mercosur is
our strategic pawn, but it is not enough: we need this broader integration”.33
Berangkat dari hal diatas, di era Cardoso, Brazil memiliki hubungan
bilateral yang lebih baik dengan Amerika Serikat, spesifiknya pada tahun pertama
masa jabatan Cardoso yaitu pada tahun 1995. Menurut Cardoso, menjaga
hubungan yang baik dengan Amerika Serikat adalah penting, yang mana
ditegaskannya secara eksplisit bahwa “The United States is our fundamental
partner because of its central position [in the world order]”. Hubungan bilateral
yang baik serta kebijakan otonomi melalui integrasi dengan Amerika Serikat
dianggap perlu diperkuat dalam rangka memperluas peran Brazil dalam arena
internasional. Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa Brazil berupaya untuk
32
Tullo Vigevani dan Gabriel Cepaluni, Op. Cit. 33
Ibid.
27
terlibat aktif dalam komunitas internasional dan memiliki kepatuhan terhadap
rezim internasional, dimana disini Amerika Serikat memiliki peran yang sangat
penting.34
Sementara pemerintahan Cardoso menaruh perhatian lebih terhadap
negara-negara maju terutama Amerika Serikat dan Eropa, membangun hubungan
dengan negara-negara besar di Selatan hanya ditujukan untuk mendapatkan
keuntungan material terutama di sektor komersial. Pada akhir jabatan kedua
Cardoso, Brazil berupaya memperluas hubungan dengan negara seperti Cina,
India, Rusia dan Afrika Selatan. Dalam hal ini, terdapat kasus seperti litigasi paten
farmasi terhadap Amerika Serikat yang mana Brazil kemudian mendekati India
dan Afrika Selatan namun tidak melembagakan kemitraannya tersebut. Hal yang
harus dipahami disini bahwa hubungan Brazil dengan negara-negara maju
terutama Amerika Serikat yang diistimewakan, bukan berarti Brazil mengabaikan
hubungannya dengan negara-negara di Selatan. Hal ini lebih kepada penekanan
prioritas dalam kebijakan luar negerinya.35
Sementara perhatian terhadap hubungan internasional yang meningkat
sama-sama ditunjukkan selama Brazil di masa kepemimpinan Cardoso dan Lula,
salah satu karakteristik dalam pemerintahan Brazil yang dikatakan bukan
merupakan tradisi Brazil adalah meningkatnya presidential diplomacy36
. Sebelum
34
Ibid. 35
Tullo Vigevani dan Gabriel Cepaluni, Op. Cit. 36
Telah terjadi penguatan konsep presidentialisation dalam kebijakan luar negeri Brazil yang
mana merupakan suatu proses dimana adanya peningkatan terkait keterlibatan Presiden dalam
diskusi-diskusi dan aktivitas diplomatik
28
tahun 1994, Presiden Brazil sangat bergantung pada MRE37
yang memilki hak
otonom dalam pembuatan kebijakan. Negosiasi-negosiasi internasional ditangani
langsung oleh Menteri Hubungan Luar Negeri dan / atau pejabat tinggi MRE. 38
Secara kuantitatif, presidential diplomacy dapat diukur dari frekuensi
kunjungan Presiden atau dengan kata lain seberapa sering Presiden melakukan
perjalanan ke luar negeri ataupun pertemuan-pertemuan. Cardoso dan Lula sama-
sama terlibat aktif dalam negosiasi-negosiasi lebih daripada pemerintahan-
pemerintahan sebelumnya. Lebih dari itu, Cardoso dan Lula berupaya
mengintensifkan hubungan internasional dengan menyelenggarakan pertemuan-
pertemuan di Brazil, sering diundang untuk menghadiri pertemuan bahkan
menerima kunjungan dari negara lain. Sebenarnya Cardoso yang menginisiasikan
untuk menggerakkan Brazil dari sebagai periphery menjadi centre dalam
hubungan luar negeri, kemudian dilanjutkan dan memuncak ketika Lula menjabat
sebagai Presiden.39
37
MRE (Ministério das Relações Exteriores / Kementerian Luar Negeri) yang juga dikenal dengan
istilah Itamaraty bertanggung jawab atas kebijakan luar negeri Brazil serta hubungan
internasionalnya baik di tingkat bilateral, multilateral maupun regional,
(http://www.itamaraty.gov.br/en/the-ministry). 38
Jeffrey Cason dan Timothy J. Power, 2006, Presidentialization, Pluralization, and the Rollback
of Itamaraty: Explaining Change in Brazilian Foreign Policy Making from Cardoso to Lula,
German Institute of Global and Area Studies (GIGA), Hamburg, hal 8-9. 39
Claudia Zilla, 2017, Brazil‟s Foeign Policy Under Lula, SWP Research Paper, Berlin, hal. 10.
29
Gambar 2.1 Frekuensi Kunjungan Presiden Cardoso dan Lula40
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa selama dua periode
kepemimpinannya, Cardoso melakukan kunjungan luar negeri sebanyak 94 kali
dan telah mengunjungi 44 total negara. Dari gambar ini pun ditunjukkan bahwa
aktivitas presidential diplomacy Brazil meningkat di era Lula yaitu sebanyak 146
kunjungan ke luar negeri dan 85 total negara yang telah dikunjungi selama dua
periode kepemimpinannya.
Dari pemaparan Sub Bab ini, dapat dirangkum mengenai karakteristik era
Cardoso seperti dalam tabel berikut:
40
Carlos Aurelio Pimenta de Faria dan Clarisse Goulart Paradis, 2013, Humanism and Solidarity
in Brazilian Foreign Policy Under Lula (2003-2010): Theory and Practice, Sao Paulo: Brazilian
Political Science Review, hal. 10.
30
Tabel 2.1 Karakteristik Era Cardoso
Karakteristik Pemerintahan
Ide kebijakan “Autonomy through integration”
Cardoso memilih lebih terlibat aktif dalam komunitas
internasional, aware terhadap situasi internasional,
adanya kepatuhan terhadap rezim internasional.
Mitra Kerjasama Cenderung ke Utara
Lebih menyukai untuk menjalin hubungan dengan
mitra tradisionalnya seperti Amerika Serikat dan
Eropa.
Bidang Kerjasama Ekonomi
Fokus pada isu ekonomi seperti penguatan forum
integrasi Mercosur.
Presidentialisation Penguatan aktivitas presidential diplomacy
Secara kuantitatif, dapat diukur dari frekuensi
kunjungan Presiden ke luar negeri. Selama dua periode
kepemimpinannya, Presiden telah melakukan
perjalanan ke luar negeri sebanyak 94 kali dan telah
mengunjungi 44 negara sehingga total kunjungan
Presiden adalah 135 kali.
2.2 Orientasi South-South Cooperation Brazil di Era Lula
Kebijakan luar negeri Brazil di masa kepemimpinan Lula ditandai dengan
strategi “autonomy through diversification” yang mana ada kepatuhan terhadap
prinsip dan norma-norma internasional melalui aliansi Selatan-Selatan termasuk
dalam lingkup regional serta melalui kerjasama dengan mitra-mitra non-
tradisionalnya. Hal ini dilakukan sebagai upaya mengurangi hubungan yang
asimetris dalam hubungan luar negeri dengan negara-negara kuat.41
Sementara Cardoso dengan paradigma “autonomy through integration”
dalam kebijakan luar negerinya mendorong Brazil untuk fokus pada hubungannya
dengan mitra tradisionalnya di Utara seperti Amerika Serikat dan Eropa, Lula
41
Otavia Macedo Viegas, 2013, Change over Continuity? An Analysis of Brazilian Foreign Policy
During President Lula‟s Years (2003-2010), Tesis, Sao Paulo: Universidade De Sao Paulo, hal.
13.
31
dengan paradigma “autonomy through diversification”, membawanya kepada
hubungan dengan negara-negara di Selatan. Dalam hal ini, di samping
mempertahankan hubungannya dengan mitra tradisionalnya di Utara, Lula juga
memperkuat kerjasama dengan negara-negara Selatan. Hubungan yang terjalin
pun tidak hanya diperkuat pada isu ekonomi seperti Mercosur saja, melainkan
diperluas ke lingkup lainnya termasuk isu politik, teknis, serta budaya baik
bilateral, multilateral, dengan negara-negara berkembang di dalam maupun di luar
kawasan.42
Terlepas dari perkembangan ini, dalam hubungan internasionalnya,
Lula tetap mempertahankan prinsip multilateralisme, self-determination, tidak
melakukan intervensi dalam urusan domestik negara lain, serta menghormati
hukum internasional.43
Di era Lula, dimana hubungan dengan negara-negara Selatan menjadi
perhatian dalam kebijakan luar negerinya, kemitraan dengan India dan Afrika
Selatan juga mulai dilembagakan yaitu IBSA (The India-Brazil-South Africa
Dialogue Forum) pada tahun 2003 yang mana mencakup berbagai sektor
kerjasama termasuk agrikultur, budaya, keamanan, pendidikan, dan sebagainya.
“IBSA is much more than just a diplomatic edifice. It is a natural
expression of particular views on great international relations. […] a
concrete expression of the objectives shared by Brazil, India and South
Africa. We are fully consolidated democracies that give an example of how
the various ethnic groups and cultures tahat from our societies can co-
exist in harmony. We are emerging economies, destined to have an ever
more relevant international presence. [...] India, South Africa and Brazil
can also offer a decisive contribution towards creating a more just, united
and balanced international order. […] Our capacity for positive influence
in our respective regions – Africa, Latin America and Asia – further
42
Dana de la Fontaine dan Jurek Seifert, The Role of South-South Cooperation in Present
Brazilian Foreign Policy: Actors, Interests and Functions, hal. 5. 43
Roberta de Freitas Santos dan Mateus Rodrigues Cerqueira, Op Cit., hal. 3
32
highlights the role that falls to the South in the principal international
debates and decisions. […] What we want, with IBSA and other initiatives,
is to take better advantage of previously unexplored South-South
cooperation opportunities. This does not mean that Brazil will neglect its
relations with the developed world. These two sides of our foreign policy
should not be seen as “no-win games”. They are complimentary; one
bolsters the other.”44
Bagi Lula, memperkuat kerjasama dengan negara-negara Selatan tidak
bisa dipahami sebagai pengganti hubungan Brazil dengan negara-negara maju
lainnya. Hubungan Brazil dengan negara-negara Selatan bukan berarti
mengabaikan hubungannya dengan negara-negara maju, melainkan sebuah
hubungan yang saling berdampingan, saling mendukung satu sama lain.
Pemerintahan Lula telah menunjukkan hubungan horizontal dan vertikal dalam
agenda Brazil yaitu melakukan perubahan dan mengaktualisasikan tradisi lama
melalui kombinasi yang seimbang yaitu antara dimensi Utara-Selatan dan Selatan-
Selatan.45
Di masa kepemimpinan Lula, orientasi SSC Brazil ditunjukkan oleh
penguatan kerjasama dengan negara-negara berkembang dan negara industri baru
dengan fokus ke Amerika Selatan, Afrika, dan Timur Tengah.46
Seperti halnya di
era Cardoso, Lula juga melakukan aktivitas presidential diplomacy secara lebih
aktif (Lihat Gambar 2.1). Telah ditunjukkan bahwa selama dua periode
kepemimpinannya, Lula telah melakukan kunjungan luar negeri sebanyak 146 kali
dan telah mengunjungi 85 negara sehingga total kunjungannya adalah 254 kali.
Berbeda dengan Cardoso yang memberikan perhatian lebih terhadap negara-
44
Pidato oleh Presiden Lula pada sesi pembukaan the First IBSA Summit di Brasilia pada 13
September 2006. (Brazilian Foreign Policy Handbook, Brasilia: Alexandre de Gusmao Foundation, hal. 158-159). 45
Otavia Macedo Viegas, Op. Cit., hal. 14. 46
Claudia Zilla, Op. Cit., hal. 6.
33
negara maju khususnya Amerika Serikat dan Eropa, di sisi lain, Lula lebih
menekankan pada hubungan Selatan-Selatan melalui aktivitas presidential
diplomacy untuk menjangkau regional yang kurang ditekankan di era sebelumnya
seperti Asia, Afrika, dan Timur Tengah.47
Dari Gambar 2.1 terlihat bahwa
peningkatan drastis ditujukan masih dalam kawasan Amerika Selatan, kemudian
menuju Afrika dan Timur Tengah.
2.2.1 South-South Cooperation Brazil dan Amerika Selatan
Di kawasan Amerika Selatan, di bawah kepemimpinan Lula, Brazil telah
menunjukkan keinginan untuk meningkatkan koordinasi dengan negara-negara di
kawasan.48
Brazil berupaya untuk mengambil peran penting untuk mendukung
integrasi kawasan Amerika Selatan. Brazil melakukan kerjasama teknis dan
keuangan dengan negara-negara tetangganya. Di bidang keuangan, telah terdapat
BNDES (The Brazilian Development Bank) yang meminjamkan dana untuk
proyek-proyek infrastruktur yang dilakukan oleh perusahaan Brazil. Forum
regional seperti IIRSA (Initiative for the Integration of the Regional Infrastructure
of South America) juga menjadi semakin penting dalam menggalang dana untuk
hal infrastruktur regional.49
Salah satu proyek regional dimana Brazil memiliki
peran yang signifikan pula adalah UNASUR (Union of South American Nations).
47
Jeffrey Cason dan Timothy J. Power, Op. Cit., hal. 10. 48
Miriam Gomes Saraive, 2010, Brazilian Foreign Policy Towards South America During the
Lula Administration: Caught Between South America and Mercosur, diakses di
http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0034-73292010000300009 (29/01/2020,
15:47 WIB). 49
Ibid.
34
UNASUR merupakan proyek integrasi yang diinisiasi oleh Brazil pada tahun 2008
yang mana merepresentasikan proyek integrasi politik dan ekonomi.50
Pada periode kepemimpinan Lula, dibentuklah FOCEM (Structural Fund
of the Mercosul) pada tahun 2005 yang ditujukan untuk kesenjangan di kawasan
dan mempromosikan pembangunan dimana Brazil menyuplai 70% dari sumber
dana.51
ABC juga memiliki peran dalam mendukung SSC ini. ABC
mendedikasikan sepertiga dari budgetnya untuk proyek-proyek di kawasan. ABC
bertanggung jawab dalam menyusun perjanjian kerjasama dengan negara-negara
mitra sekaligus mengkoordinasikan segala upaya teknik SSC. Adapula agensi lain
seperti Embrapa (agrikultur) atau Fiocrus (kesehatan) yang bertanggung jawab
dalam hal implementasi proyek yang utamanya fokus pada agrikultur, kesehatan,
pendidikan, teknologi dan sosial.52
2.2.2 South-South Cooperation Brazil dan Afrika
Hubungan antara Brazil dan Afrika menunjukkan perkembangan pada
masa kepemimpinan Lula. Dalam sejarah Brazil, tidak ada Presiden Brazil yang
berkunjung ke Afrika sesering seperti yang dilakukan oleh Lula. Selama dua
periode kepemimpinannya, dalam sumber lain (diluar Gambar 2.1) disebutkan
bahwa Lula telah mengunjungi 27 negara-negara Afrika. Selain itu, kedutaan-
kedutaan Brazil yang ditutup pada masa pemerintahan Cardoso dibuka kembali
seperti Addis Ababa, Dar es Salaam, Yaonde, Kinshasa, Lome dan Lusaka. Brazil
50
Claudia Zilla, Op. Cit., hal. 14. 51 Bethany Tasker, 2018, South-South Cooperation and International Norm Change: Brazil and
Venezuela‟s Development Assistance Programmes, 2005-2016, University College London, UK,
hal. 56. 52
Dana de la Fontaine dan Jrek Seifert, Op. Cit., hal.10
35
juga membangun kedutaan-kedutaan baru di Ibukota lainnya seperti Sao Tome,
Khartoum, Cotonou, Gaborone, Conakry, Malabo. Apabila ditotalkan, antara
tahun 2003 hingga 2009, terdapat 17 misi diplomatik yang dibuka kembali.53
Negara-negara Afrika juga melakukan kunjungan ke Brazil serta adanya inagurasi
kedutaan-kedutaan baru di Brasilia yang kemudian menambah jumlah representasi
diplomatik dari 16 ke lebih dari 25 sejak tahun 2003.54
Selain kedutaan, sejak tahun 2005, Brazil menandatangani kerangka
perjanjian untuk kerjasama teknik (TC) dengan banyak negara-negara Afrika
termasuk Uni Afrika. Terlebih lagi, pemerintahan Lula membatalkan hutang
bilateral sejumlah negara-negara Afrika sementara memberikan pinjaman.55
Lula
juga membentuk cultural diplomacy yang merupakan sebuah kebijakan
kompensasi atas perbudakan bertahun-tahun. Brazil merupakan negara dengan
lebih dari 80 juta Afro-Brazilians yang menjadikannya komunitas Afro-descendent
terbesar di luar Afrika.56
Apabila dilihat lebih jauh, Brazil telah menjadi fasilitator bagi perusahaan
Brazil. Terdapat beberapa perusahaan Brazil yang berada di Afrika termasuk
Petrobras, Camargo Correa, Odebrecht dan CVRD. Petrobras aktif di Afrika sejak
tahun 1959 dan telah melalui proses internasionalisasi sejak tahun 1999 dan
berinvestasi di African Oil and Gas Extraction di Angola, Nigeria yang
merupakan supplier oil terbesar Brazil, Equatorial Guinea dan Tanzania. Camargo
Correa ada di Afrika sejak 2005 setelah berpartisipasi sebagai delegasi resmi
53
Claudia Zilla., Op. Cit., hal. 16. 54
Dana de la Fontaine dan Jurek Seifert, Op. Cit., hal. 6. 55
Claudia Zilla., Op. Cit. 56
Dana de la Fontaine dan Jurek Seifert, Op. Cit.
36
bersama Presiden Lula di Mozambique dan Afrika Selatan. Beberapa proyek
infrastruktur juga dilakukan di Mauritania, Zaire, Congo-Brazzaville und
Cameron. Terakhir, CVRD yang berada di Afrika Selatan, Guinea, Angola,
Mozambique dan Democratic Republic of Congo.57
Brazil menghabiskan sekitar 356 juta USD per tahun untuk kerjasama
teknis. Kerjasama teknis fokus pada pendidikan dan sosial, kesehatan,
infrastruktur, agrikultur, dan industri. Namun perlu diketahui bahwa Brazil hanya
akan memulai kerjasama teknis ini ketika diminta oleh negara-negara lainnya.
Kemudian, kerjasama yang dilakukan bersifat no-conditionality, non-interference.
Ketika setengah bantuan teknis Brazil jatuh ke Amerika Latin; setengah sisanya
ke Afrika yang mana dengan projek tertinggi pada tahun 2006/2007 adalah
Angola, Mozambique, Senegal, Cape Verde, Sao Teme e Principe dan Guinea
Bissau; dan Asia.58
Pada masa pemerintahannya, Lula memulai inisiatif menciptakan kerangka
multilateral yang diharapkan dapat menyatukan negara-negara di Afrika dan
Amerika Selatan seperti ASA 1(Africa-South America Summit I) yang diadakan di
Abja Nigeria pada tahun 2006. Summit ini melahirkan ASACOF (Africa-South
America Cooperative Forum) yang mana dikoordinasikan oleh Brazil dan Nigeria.
Pada September 2009, diselenggarakan pula ASA II di Venezuela.59
57
Ibid. 58
Ibid., hal. 15. 59
Dana de la Fontaine dan Jurek Seifert, Op. Cit., hal. 15
37
2.2.3 South-South Cooperation Brazil dan Timur Tengah
Kebijakan luar negeri Brazil mengalami perluasan orientasi menuju Timur
Tengah. Perlu diketahui bahwa Lula merupakan Presiden pertama Brazil yang
berkunjung ke kawasan Timur Tengah. Jauh sebelumnya, Kaisar Dom Pedro II
melakukan perjalanan ke kekaisaran Ottoman pada akhir abad ke 19, namun
tujuan perjalanannya adalah ekspedisi agama dan budaya untuk pencerahan
pribadi. Di kawasan Timur Tengah, Lula berkunjung ke Suriah, Lebanon, Uni
Emirat Arab, Mesir, Aljazair, Qatar, Libya, Arab Saudi, Yordania, Israel,
Palestina dan Iran. Lula juga merupakan pemimpin Amerika Selatan pertama yang
menghadiri KTT Liga Arab.60
Untuk kawasan Timur Tengah, Lula menginisiasi ASPA (Summit of South
American-Arab Countries) saat pertemuan pertama di Brasilia pada Mei 2005.
ASPA merupakan sebuah forum koordinasi yang beranggotakan 34 Negara yakni
12 negara Amerika Selatan (negara anggota UNASUR) dan 22 negara Arab. Lima
tahun kemudian, Rio de Janeiro juga menjadi tempat untuk Third Forum of the
Alliance of Civilizations yang telah diinisiasi oleh Spanyol dan Turki pada tahun
2005 dan diinstitusionalkan oleh Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon pada
tahun 2007. Forum tersebut bertujuan untuk menyediakan kerangka kerjasama
antara Muslim dan Barat dengan mengedepankan dialog budaya, menghapuskan
kesenjangan sosial, ekonomi, serta memerangi terorisme.61
60
Celso Amorim, 2010, Brazilian Foreign Policy under President Lula (2003-2010): An
Overview, diakses di http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0034-
73292010000300013 (14/02/2020, 08:06 WIB). 61
Claudia Zilla., Op. Cit. hal. 18.
38
Bersama dengan Turki, Lula melakukan arbitrasi dalam ketidaksetujuan
nuklir dengan Iran. Pada tahun 2009, Lula menerima kunjungan dari Presiden Iran
Mahmoud Ahmadinejad di Brasilia hanya beberapa bulan setelah diadakan
pemilihan pada bulan Juni dan terjadi demonstrasi di Iran. Sejak tahun 1970an
Presiden Israel berkunjung ke Brazil, akhirnya pada November 2009, Presiden
Israel Shimon Peres melakukan kunjungan kembali. Tak hanya Presiden Israel,
namun juga Presiden Palestina Mahmod Abbas. Brazil memainkan peran sebagai
yang menjembatani di kawasan Timur Tengah termasuk menawarkan pelayanan
mediasi.62
Selama dua periode kepemimpinan Lula di Brazil, angka perdagangan
antara Brazil dan kawasan Timur Tengah meningkat hingga tiga kali lipat. Antara
tahun 2003 dan 2009, peningkatan terjadi dari 4,4 miliar USD menjadi 14,4 miliar
USD. Selain itu, Brazil menandatangani berbagai kerjasama ekonomi, teknik,
serta finansial dengan negara-negara seperti Bahrain, Yordan, Qatar, dan Kuwait.
Brazil juga mengirim delegasi-delegasi bisnis dan berpartisipasi dalam forum-
forum internasional atapun aktivitas yang diadakan di kawasan Timur Tengah.63
Dari Sub Bab ini, penulis dapat merangkum pembahasan dalam tabel di
bawah ini:
62
Ibid. 63
Ibid.
39
Tabel 2.2 Karakteristik Era Lula
Karakteristik Pemerintahan
Ide kebijakan “Autonomy through diversification”
Kepatuhan terhadap rezim internasional melalui aliansi
Selatan-Selatan, melakukan kerjasama dengan mitra-
mitra non-tradisional.
Mitra Kerjasama Cenderung ke Selatan
Intensifikasi kerjasama dengan negara-negara
berkembang dan negara industri baru dengan fokus ke
Amerika Selatan, Afrika, dan Timur Tengah.
Bidang Kerjasama Ekonomi, politik, teknik, budaya, dan lain-lain
Penguatan Mercosur, IBSA, IIRSA, UNASUR,
FOCEM, dan inisiatif lainnya.
Presidentialisation Penguatan aktivitas presidential diplomacy
Secara kuantitatif, dapat diukur dari frekuensi
kunjungan Presiden ke luar negeri. Selama dua periode
kepemimpinannya, Presiden telah melakukan
perjalanan ke luar negeri sebanyak 146 kali dan telah
mengunjungi 85 negara sehingga total kunjungan
Presiden adalah 254 kali, yang berarti meningkat lebih
dari dua kali lipat dibanding era Cardoso.
2.3 Perubahan Orientasi South-South Cooperation dari Era Cardoso ke Era
Lula: Change within Continuity
Di era Cardoso, Brazil memperluas hubungannya di arena internasional
selaras dengan strategi “autonomy through integration”64
dalam kebijakannya.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa strategi ini berupaya untuk
mempromosikan kepentingan nasional melalui peningkatan partisipasi Brazil
dalam hubungan internasional. Dalam mencapai hal ini, pemerintahan Cardoso
tetap dipandu oleh prinsip-prinsip dalam kebijakan luar negeri Brazil termasuk
64
Pietro Rodrigues, dkk, Measuring International Engagement: Systemic and Domestic Factors in
Brazilian Foreign Policy from 1998 to 2014.
40
penghormatan terhadap hukum internasional, mempertahankan prinsip self-
determination dan non-intervention.65
Berbeda dengan Lula, Cardoso lebih menyukai untuk menjalin hubungan
dengan negara-negara di Utara khususnya Amerika Serikat dan Eropa. Di era
Cardoso, hubungan dengan Amerika Serikat menjadi agenda penting dalam
kebijakan luar negeri Brazil utamanya dikarenakan memainkan peran yang krusial
dalam hubungan eksternal Brazil seperti pengaruh Amerika Serikat dalam
Washington Consensus terhadap politik domestik Brazil, FTAA (The Free Trade
Area of the Americas), serta posisi Amerika Serikat di institusi-institusi seperti
IMF dan WTO. Amerika Serikat juga merupakan mitra dagang penting bagi Brazil
yang mana telah menunjukkan peningkatan sejak proses pembukaan ekonomi
Brazil pada tahun 1990an.66 Dari hubungan kasual ini, dapat dilihat bahwa
partisipasi aktif Brazil dalam arena internasional dan menjalin hubungan yang
baik dengan Amerika Serikat merupakan sebuah tuntutan dari strategi “autonomy
through integration” Brazil dimana adanya prinsip kepatuhan terhadap rezim
internasional, sementara dalam hal ini Amerika Serikat memiliki peran yang
penting.
Di era Lula, terjadi peningkatan kerjasama yang utamanya ditekankan
pada hubungan Selatan-Selatan yang menjadi prioritas dalam kebijakan luar
negerinya.67 Lula sering disebut sebagai pemimpin Brazil yang paling pro-aktif
dalam hal kebijakan luar negeri dan menjadi tonggak dari agenda pro-kiri dan pro
65
Ibid. 66
Ibid., hal. 11-12. 67
Bruno Ayllon Pino, 2010, Brazilian Cooperation: a model under construction for an emerging
power (ARI), Real Instituto Elcano, hal. 7.
41
terhadap negara-negara berkembang. Di era Lula, Brazil membuka 40 kedutaan
besar di seluruh dunia yang mana sebagian besar di Afrika, memperkuat
kerjasama dengan negara-negara tetangganya di kawasan Amerika Selatan,
memperluas kerjasama dengan Afrika, terlibat aktif dalam inisiatif-inisiatif
multilateral antara Selatan-Selatan seperti IBSA, BRICS, KTT Amerika Selatan-
Arab, KTT Afrika-Amerika Selatan, CPLP (The Community of Portuguese-
Language Countries), serta mempromosikan pembentukan UNASUR.68
Di era Cardoso, fokus utama kebijakan luar negeri Brazil terletak pada
mitra tradisional di Utara seperti Amerika Serikat dan Eropa. Di era Lula,
sementara membangun hubungan dengan negara-negara Utara, Brazil juga
memperkuat kerjasama dengan negara-negara Selatan. Sebelum Lula, SSC Brazil
fokus pada isu ekonomi di regional seperti pembentukan Mercosur pada tahun
1991. Di era Lula, orientasi SSC lebih diperluas dan diperkuat dalam bidang
ekonomi, politik, teknik serta budaya baik bilateral maupun multilateral dengan
negara-negara berkembang baik di dalam maupun di luar kawasan.69 Membangun
hubungan dengan Utara bukan berarti tidak menjalin hubungan dengan Selatan,
begitupula sebaliknya. Yang perlu dipahami disini bahwa orientasi di era Cardoso
lebih cenderung ke Utara namun tidak meninggalkan Selatan, sementara di era
Lula lebih ke Selatan, namun tidak mengabaikan Utara pula. Jadi, orientasi
kebijakan luar negeri Brazil di era Cardoso dan Lula berbeda dalam hal hubungan
yang mana yang lebih diprioritaskan dalam kebijakannya.
68
Pietro Rodrigues, Op. Cit., hal. 13. 69
Dana de la Fontaine, Op. Cit., hal. 5.
42
Gambar 2.2 Presidentialisation dan Orientasi dalam Kebijakan Luar Negeri
Brazil (1965-2005)70
Dari gambar diatas, hingga tahun 2005, Selatan telah menjadi prioritas
dalam kebijakan luar negeri Brazil di era Lula. Pergeseran orientasi ke Selatan ini
merupakan wujud dari strategi “autonomy through diversification” Brazil di era
Lula. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa strategi ini membawa
Brazil untuk menjalin kerjasama dan fokus terhadap negara-negara Selatan, yang
pada akhirnya mewujudkan upaya Brazil untuk lebih pro-aktif di arena
internasional.71
Sementara Cardoso memberikan perhatian lebih pada hubungannya
dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa, Lula lebih
menekankan pada hubungannya dengan negara-negara Selatan. Dalam sejarah
70
Jeffrey Cason, Op. Cit., hal 13. 71
Pietro Rodrigues, Op. Cit.
43
kepresidenan Brazil, Cardoso dan Lula merupakan Presiden Brazil yang paling
aktif dalam aktivitas presidential diplomacy. Dalam hal ini, Lula memanfaatkan
aktivitas presidential diplomacy-nya sebagai alat untuk menjangkau negara-
negara yang berada di regional yang sebelumnya tidak ditekankan termasuk
Afrika, Asia dan Timur Tengah.72
Gambar 2.3 Persentase Jangka Waktu Presiden Brazil di Luar
Negeri73
Dari gambar diatas pula telah ditunjukkan bahwa terjadi peningkatan
persentase jangka waktu yang dihabiskan Presiden Brazil di luar negeri di era
Cardoso dan memuncak di era Lula, kemudian menurun di era setelahnya. Baik
Cardoso maupun Lula telah memiliki pandangan bahwa keterlibatan dalam
komunitas internasional secara langsung dalam mengkomunikasikan strategi
pembangunan Brazil merupakan suatu kebutuhan. Bagaimanapun, meningkatnya
72
Jefrey Cason, Op. Cit., hal. 12. 73
Octavio Amorim Neto dan Andres Malamud, 2019, The Policy-Making Capacity of Foreign
Ministries in Presidential Regimes: A Study of Argentina, Brazil, and Mexico, 1946-2015, Latin
American Research Review.
44
angka kunjungan terutama kunjungan yang dilakukan oleh Presiden merupakan
indikator kesediaan dan kemampuan negara dalam memperkuat kontak hubungan
dengan luar negeri. Menteri Luar Negeri Celso Amorim bahkan menyatakan
bahwa sejak pelantikannya, Lula telah melakukan kunjungan sebanyak 259 ke 83
negara dimana total termasuk menghadiri pertemuan-pertemuan internasional.
Sejak tahun 2003 pula, Presiden, Perdana Menteri, Raja, Ratu, Menteri, Wakil
Menteri dan pejabat tinggi dari 137 negara dan beberapa dari pemimpin organisasi
internasional telah melakukan kunjungan resmi ke Brazil.74
Selama dua periode kepemimpinan Lula, terjadi perubahan besar dalam
kebijakan luar negeri Brazil dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya.
Selama masa kediktatoran (1964-1985) begitu pula di era Cardoso, Amerika
Serikat telah menjadi mitra istimewa bagi Brazil. Di era Lula, Brazil mengadopsi
arah multipolar dalam kebijakan luar negerinya dan menekankan pada hubungan
Selatan-Selatan. Pemerintahan Lula menjalin kerjasama yang kuat dengan Afrika
khususnya dengan negara-negara yang berbahasa Portugis yang mana sepenuhnya
ditolak dalam kebijakan luar negeri Brazil di masa pemerintahan Cardoso. Lula
berupaya membangun kerjasama baik ekonomi, kerjasama pendidikan dan ilmiah,
serta mendukung proyek-proyek infrastruktur lainnya di Afrika.75
“We feel a special urgency in helping Africa […] We are modernizing
systems of information and communication (in the country) and
74
Celso Amorim, Loc. Cit. 75
Pablo Gentili, The Lula Government‟s Foreign Policy: An Interview with Emir Sader dalam
Lula’s Legacy in Brazil, Nacla Report on the Americas Vol. 44 No. 2, Maret/April 2011, hal. 32-
33.
45
transferring technology and capital, so that the African Continent can
compete in a increasingly globalized world.”76
Secara implisit, Lula menyatakan bahwa membangun hubungannya
dengan negara-negara seperti di Afrika merupakan bentuk kerjasama dalam
kerangka solidaritas yang mana merupakan salah satu prinsip dalam kebijakan
luar negerinya. Lula berupaya meyakinkan dunia bahwa negara-negara Selatan
juga memiliki kesempatan yang sama seperti negara-negara besar lainnya.
“We know that Brazilian society was constructed with the work, with the
efforts, with the sweat and blood of a great number of Africans; […] And
this relationship that Brazil aims to maintain with countries in Africa is
not the relationship of an imperialist country with hegemonic tendencies.
We have tired of this; we were colonized, and we have already freed
ourselves from hegemony. We now want partnerships, we want
companionship, and we want to work arm in arm, to construct an
equitable international policy, for multilateral democratic organisms and
to ensure that we have equal opportunities.”77
Setelah satu tahun pelantikan sebagai Presiden, Lula telah melakukan
perjalanan ke Afrika yang menandakan pentingnya Afrika dalam kebijakan luar
negeri Brazil. Lula mendedikasikan kunjungan pertamanya di Afrika pada
November 2003. Lula menekankan bahwa hampir setengah dari 180 juta
penduduk Brazil dapat melacak nenek moyang mereka langsung ke Afrika dan
Brazil memiliki populasi kulit hitam terbesar kedua di dunia setelah Nigeria.78
Dalam kunjungan ke Afrika, Lula juga menyatakan bahwa “Brazil has a
debt with Africa […] towards the construction of Brazil. We feel part of the
76
Pidato Presiden Lula dalam Konferensi ke-5 antara Kepala Negara dan Pemerintahan di Sao
Tome pada 26 Juli 2004 (Brazilian Foreign Policy Handbook, Op. Cit., hal. 167). 77
Pidato Presiden Lula dalam jamuan makan malam resmi dari Presiden Mozambik, Joaquim
Chissano di Maputo pada 5 November 2003 (Brazilian Foreign Policy Handbook, Ibid., hal. 166). 78
Ernest Harsch, 2004, Brazil repaying its „debt‟ to Africa: President‟s tour of Southern Africa
strengthens South-South ties, diakses di https://www.un.org/africarenewal/magazine/january-
2004/brazil-repaying-its-debt-africa (15/02/2020, 08:03 WIB).
46
African Continent‟s renewed commitment to take into its own hands the
responsibility to find answers to its problems.”79 Antara abad ke-16 dan ke-19,
jutaan budak dibawa ke Brazil. Brazil membawa sekitar 4 juta orang Afrika untuk
dijadikan budak. Sejarah ini mempengaruhi Brazil sebagai negara dengan
populasi keturunan Afrika terbesar di dunia. Oleh karena itu, perihal kunjungan
Lula ke Afrika tak lain terkait „historical debt‟ terhadap Afrika. ‘Utang’ terhadap
Afrika merupakan utang yang ingin dibayar Brazil dengan memperkuat solidaritas
dan kerjasama antara keduanya.80
Baik Cardoso maupun Lula memiliki karakteristik masing-masing dalam
formulasi kebijakannya dimana terdapat persamaan sehingga dikatakan sebagai
sebuah kontinuitas dan perbedaan yang dikatakan sebagai sebuah perubahan. SSC
merupakan bentuk kebijakan Brazil yang memiliki esensi change within
continuity di era Lula. Perubahan yang terjadi (dari era sebelumnya) dikerangkai
oleh ide kebijakan “autonomy through diversification” yang menjadi panduan
dan pendorong untuk lebih dekat dengan Selatan. Perubahan yang terjadi terletak
pada mitra yang menjadi prioritas dalam membangun kerjasama; perluasan
lingkup kerjasama; perluasan integrasi; pandangan terhadap mitra tradisional
Brazil seperti Amerika Serikat; serta kegigihan aktivitas presidential diplomacy
yang dilakukan oleh Lula yang dimanfaatkan sebagai alat untuk mewujudkan
intensifikasi Selatan-Selatannya. Secara garis besar, dari pembahasan dalam Bab
ini dapat dirangkum seperti dalam tabel di bawah ini:
79
Pidato oleh Presien Lula dalam jamuan makan malam resmi dari Presiden Afrika Selatan Thabo
Mbeki di Pretoria pada 8 November 2003 (Brazilian Foreign Policy Handbook, Op. Cit., hal. 166-
167). 80
Ernest Harsch, Loc. Cit.
47
Tabel 2.3 Perubahan Orientasi SSC Brazil
Lingkup Perubahan Era Cardoso Era Lula
Mitra Prioritas
Cenderung ke Utara
Cenderung ke Selatan Mitra hubungan yang
menjadi prioritas dalam
kebijakan luar negeri
Brazil
Lingkup Kerjasama
Lebih fokus ke ekonomi
Perluasan: ekonomi,
politik, teknik, budaya,
dan sebagainya. Arah kerjasama Brazil
Integrasi
Penguatan di dalam
kawasan Amerika Selatan
Perluasan baik di dalam
maupun di luar kawasan. Fokus hubungan yang
terintegrasi dengan
Selatan-Selatan
Mitra Tradisional
Penguatan
Penurunan Intensitas hubungan
Brazil dengan mitra
seperti Amerika Serikat
dan Eropa
Presidential Diplomacy
Peningkatan
Puncak peningkatan Keterlibatan langsung
Presiden dalam
aktivitas-aktivitas dan
diskusi diplomatik, serta
frekuensi kunjungan ke
luar negeri