International Relations in South Asia

13
Page 1 of 13 Sejarah Hubungan Internasional Asia Tenggara Sejarah hubungan internasional di Asia Tenggara sebelum kehadiran negara-negara kolonial Eropa ditandai dengan pergulatan perebutan kekuasaan antarnegara yang ada di kawasan daratan meupun maritim Asia Tenggara. Di daratan Asia Tenggara, ada empat negara terkemuka yang menjadi aktor politik internasional pada saat itu, yakni: Kerajaan Vietnam, Siam (Thailand), Khmer (Kamboja) dan Burma (Myanmar). Keempat negara inilah yang membentuk dinamika hubungan antarnegara hingga kedatangan negara-negara kolonial Eropa. Diantara keempat kerajaan tersebut, Khmer merupakan kerajaan paling luas dan paling makmur. Sementara itu, diantara keempat kerajaan tersebut Siam dan Vietnam merupakan kerajaan-kerajaan yang paling ekspansionis. Sebaliknya, Laos dan Khmer merupakan dua kerajaan yang relatif tidak terlalu unggul dalam urusan peperangan. Kondisi ini mendorong Siam untuk memperluas wilayahnya ke Timur dengan merebut kawasan Barat Khmer. Sementara dari arah Timur Vietnam yang semula diharapkan menjadi penopang Khmer menghadapi agresifitas Siam, justru memanfaatkan kehadirannya di Khmer untuk menguasai kawasan Timur Khmer yang berada di Pantai Timur. Laos, sebagaimana Khmer, juga terancam agresi Siam dan Vietnam. Akan tetapi posisinya yang berada di tengah agaknya kurang menarik dibanding posisi Khmer yang memang agak strategis. Ke arah Barat Siam terlibat konflik berkepanjangan dengan Burma. Sementara ke arah Selatan Kerajaan Siam dapat merebut sebagian Kerajaan Malaka. Dinamika politik internasional sejak abad keempat belas ini tertunda untuk sementara waktu dengan kehadiran Perancis dan Inggris di kawasan tersebut. Vietnam, Khmer, dan Laos jatuh ke tangan Perancis. Kehadiran Perancis sebenarnya menguntungkan Laos dan Khmer karena dengan demikian baik Siam maupun Vietnam untuk beberapa waktu menjadi ancaman wilayah mereka. Namun, sebagaimana kita ketahui, Vietnam kembali memperlihatkan ambisi primitifnya sejak perang Vietnam berakhir, meskipun akhirnya dengan bantuan ASEAN dan beberapa negara lain akhirnya kedamaian kembali terwujud di kawasan Asia Tenggara. Sementara di kawasan maritim Asia Tenggara ada tiga kerajaan utama yang memainkan peran penting di kawasan tersebut. Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatera Selatan dikenal sebagai pusat perdagangan terkemuka di perairan Asia Tenggara sehingga menarik Kerajaan besar seperti Cina untuk berkunjung ke kawasan tersebut. Kerajaan kedua adalah Majapahit yang berpusat di Jawa Timur. Kedua kerajaan besar tersebut tampaknya tidak terlibat pertempuran besar yang menentukan karena masing-masing berusaha memperluas pengaruhnya dikawasan nusantara yang sedemikian luas pada saat itu. Setelah kedua kerajaan besar tersebut surut muncul Kerajaan Malaka yang semula berasal dari sebuah kampung nelayan dipinggir pantai. Kelak Kerajaan Malaka menjadi pusat perdagangan di kawasan Asia Tenggara menggantikan posisi Sriwijaya yang telah hilang dari peredaran. Hubungan internasional di Asia Tenggara setelah berakhirnya perang dunia kedua ditandai dengan terjadinya perang Vietnam dan invasi Vietnam ke Kamboja serta upaya pembentukan organisasi regional. Jika perang Vietnam merupakan akibat dari persaingan Amerika Serikat dengan Uni Soviet di masa perang dingin, invansi Vietnam ke Kamboja paska perang Vietnam merupakan manifestasi dari pengulangan tradisi primitif Vietnam yang cenderung meluaskan wilayah dan pengaruhnya dengan cara-cara berperang. Sementara upaya untuk membentuk organisasi regional bisa dikatakan merupakan pola berpikir modern paska kemerdekaan yang merupakan perkembangan dan sekaligus penolakan tradisi primitif yang hanya menekankan peperangan sebagai cara membangun hubungan internasional di kawasan tersebut. Untuk pertama kalinya negara-negara di Asia Tenggara mengenal organisasi regional pada saat terbentuknya SEATO (South Asia Treaty Organization). Organisasi ini sebenarnya lebih merupakan upaya Amerika untuk membendung pengaruh komunis di kawasan Asia Tenggara sehingga lebih merupakan prakarsa dari luar kawasan Asia Tenggara. Sedangkan organisasi yang dibentuk sepenuhnya oleh negara-negara Asia Tenggara adalah The Association of Southeast Asia (ASA) pada 1961. Negara anggotanya adalah Malaysia, Philipina, dan Thailand. Organisasi awal tidak bertahan lama karena pecahnya konflik Philipina dan Malaysia atas status daerah sabah yang diklaim sebagai bagian dari Philipina. Konflik ini mendorong terbentuknya Maphilindo (Malaysia, Philipina, dan Indonesia), tetapi juga hanya bernasib sama karena Indonesia menentang pembentukan Malaysia. Politik konfrontasi yang dilancarkan

Transcript of International Relations in South Asia

Page 1: International Relations in South Asia

Page 1 of 13

Sejarah Hubungan Internasional Asia Tenggara

Sejarah hubungan internasional di Asia Tenggara sebelum kehadiran negara-negara kolonial Eropa ditandai dengan pergulatan perebutan kekuasaan antarnegara yang ada di kawasan daratan meupun maritim Asia Tenggara. Di daratan Asia Tenggara, ada empat negara terkemuka yang menjadi aktor politik internasional pada saat itu, yakni: Kerajaan Vietnam, Siam (Thailand), Khmer (Kamboja) dan Burma (Myanmar). Keempat negara inilah yang membentuk dinamika hubungan antarnegara hingga kedatangan negara-negara kolonial Eropa.

Diantara keempat kerajaan tersebut, Khmer merupakan kerajaan paling luas dan paling makmur. Sementara itu, diantara keempat kerajaan tersebut Siam dan Vietnam merupakan kerajaan-kerajaan yang paling ekspansionis. Sebaliknya, Laos dan Khmer merupakan dua kerajaan yang relatif tidak terlalu unggul dalam urusan peperangan. Kondisi ini mendorong Siam untuk memperluas wilayahnya ke Timur dengan merebut kawasan Barat Khmer. Sementara dari arah Timur Vietnam yang semula diharapkan menjadi penopang Khmer menghadapi agresifitas Siam, justru memanfaatkan kehadirannya di Khmer untuk menguasai kawasan Timur Khmer yang berada di Pantai Timur. Laos, sebagaimana Khmer, juga terancam agresi Siam dan Vietnam. Akan tetapi posisinya yang berada di tengah agaknya kurang menarik dibanding posisi Khmer yang memang agak strategis.

Ke arah Barat Siam terlibat konflik berkepanjangan dengan Burma. Sementara ke arah Selatan Kerajaan Siam dapat merebut sebagian Kerajaan Malaka. Dinamika politik internasional sejak abad keempat belas ini tertunda untuk sementara waktu dengan kehadiran Perancis dan Inggris di kawasan tersebut. Vietnam, Khmer, dan Laos jatuh ke tangan Perancis. Kehadiran Perancis sebenarnya menguntungkan Laos dan Khmer karena dengan demikian baik Siam maupun Vietnam untuk beberapa waktu menjadi ancaman wilayah mereka. Namun, sebagaimana kita ketahui, Vietnam kembali memperlihatkan ambisi primitifnya sejak perang Vietnam berakhir, meskipun akhirnya dengan bantuan ASEAN dan beberapa negara lain akhirnya kedamaian kembali terwujud di kawasan Asia Tenggara.

Sementara di kawasan maritim Asia Tenggara ada tiga kerajaan utama yang memainkan peran penting di kawasan tersebut. Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatera Selatan dikenal sebagai pusat perdagangan terkemuka di perairan Asia Tenggara sehingga menarik Kerajaan besar seperti Cina untuk berkunjung ke kawasan tersebut. Kerajaan kedua adalah Majapahit yang berpusat di Jawa Timur. Kedua kerajaan besar tersebut tampaknya tidak terlibat pertempuran besar yang menentukan karena masing-masing berusaha memperluas pengaruhnya dikawasan nusantara yang sedemikian luas pada saat itu. Setelah kedua kerajaan besar tersebut surut muncul Kerajaan Malaka yang semula berasal dari sebuah kampung nelayan dipinggir pantai. Kelak Kerajaan Malaka menjadi pusat perdagangan di kawasan Asia Tenggara menggantikan posisi Sriwijaya yang telah hilang dari peredaran.

Hubungan internasional di Asia Tenggara setelah berakhirnya perang dunia kedua ditandai dengan terjadinya perang Vietnam dan invasi Vietnam ke Kamboja serta upaya pembentukan organisasi regional. Jika perang Vietnam merupakan akibat dari persaingan Amerika Serikat dengan Uni Soviet di masa perang dingin, invansi Vietnam ke Kamboja paska perang Vietnam merupakan manifestasi dari pengulangan tradisi primitif Vietnam yang cenderung meluaskan wilayah dan pengaruhnya dengan cara-cara berperang. Sementara upaya untuk membentuk organisasi regional bisa dikatakan merupakan pola berpikir modern paska kemerdekaan yang merupakan perkembangan dan sekaligus penolakan tradisi primitif yang hanya menekankan peperangan sebagai cara membangun hubungan internasional di kawasan tersebut.

Untuk pertama kalinya negara-negara di Asia Tenggara mengenal organisasi regional pada saat terbentuknya SEATO (South Asia Treaty Organization). Organisasi ini sebenarnya lebih merupakan upaya Amerika untuk membendung pengaruh komunis di kawasan Asia Tenggara sehingga lebih merupakan prakarsa dari luar kawasan Asia Tenggara. Sedangkan organisasi yang dibentuk sepenuhnya oleh negara-negara Asia Tenggara adalah The Association of Southeast Asia (ASA) pada 1961. Negara anggotanya adalah Malaysia, Philipina, dan Thailand. Organisasi awal tidak bertahan lama karena pecahnya konflik Philipina dan Malaysia atas status daerah sabah yang diklaim sebagai bagian dari Philipina.

Konflik ini mendorong terbentuknya Maphilindo (Malaysia, Philipina, dan Indonesia), tetapi juga hanya bernasib sama karena Indonesia menentang pembentukan Malaysia. Politik konfrontasi yang dilancarkan

Page 2: International Relations in South Asia

Page 2 of 13

Soekarno meremukkan pondasi Maphilindo. Namun dengan tumbangnya rejim Soekarno dan kemunculan Soeharto yang cenderung anti-komunis Indonesia kembali berpeluang untuk terlibat dalam perkembangan di kawasan Asia Tenggara. Pada 1967 ASEAN terbentuk yang dengan sendirinya melibatkan Indonesia didalamnya.

Sumber : http://masniam.wordpress.com/2009/03/26/sejarah-hubungan-internasional-di-asia-tenggara/

A. POLITIK LUAR NEGERI MALAYSIA [1]

Sejak kemerdekaan Malaysia 1957, kebijakan luar negeri yang dijalankan berpengaruh dengan pemegang pimpinan Negara. Selain itu, pertimbangan politik serta ekonomi dalam negeri juga keadaan regional dan international menjadi factor yang menentukan dalam perumusan kebijakan luar negeri Malaysia segera setelah Negara tersebut merdeka dan masa selanjutnya.

Kemerdekaan Malaysia dicapai ketika pemberontakan komunis masih berkelanjutan dan Negara masih dalam keadaan darurat, menyebabkan Negara tersebut sangat anti komunis. Oleh sebab itu lebih dari satu dasawarsa kemudian kebijakan luar negeri Malaysia sangat pro-Barat. Tenku secara terang menyatakan: “Bila terjadi konflik antara dua ideology barat dan timur (komunis), maka saya telah mengatakan secara terus terang bahwa kami memihak ideology barat”.

Tenku berpendapat bahwa dengan mengikuti gerakan pembentukan dunia ketiga ini akan menimbulkan masalah yang serius, sebab seolah-olah memberi hati kepada Partai Komunis Malaysia (PKM) yang orientasi politiknya adalah RRC. Sedangkan PKM yang merupakan ancaman yang serius. Selain itu keterlibatan dalam gerakan yang dijiwai oleh RRC, mengancam perekonomian Malaysia yang berorientasi ke Barat. Terganggunya bantuan ekonomi Barat akan mempersulit pembangunan ekonomi yang bertujuan memperbaiki ekonomi semua golongan.

Sikap politik luar negeri yang diambil oleh Tenku, menimbulkan suatu dilemma. Disatu pihak terjadi ketegangan hubungan antara Indonesia-RRC, menyebabkan buruknya hubungan Malaysia-Indonesia. Dipihak lain, sudah lama Tenku menginginkan kerjasama yang erat dengan Negara-negara di Asia Tenggara untuk menunjang pembangunan Malaysia.

Tan Sri Ghazali menegaskan bahwa politik luar negeri Malaysia dibimbing oleh keperluan untuk bergerak bersama Negara tetangganya sejauh mungkin dalam masalah esensiil. Masalah esensiil tersebut adalah integritas wilayah, yang dengan sendirinya menyangkut kemungkinan tekanan yang datang dari Negara besar. Kerjasama regional ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang dapat mengancam integritas wilayah Malaysia.

Tahun 1971 saat Tun Razak berkuasa, pemerintah bersifat netral pada politik luar negerinya, dengan maksud untuk mengatasi instabilitas kemacetan ekonomi dan ancaman regional. Sikap tersebut di realisir dengan kesediaan Malaysia menjalin persahabatan dengan Negara manapun tanpa membedakan ideologinya. Sebagai tindak lanjut dari kebijaksanaan itu, Malaysia membuka hubungan diplomatiknya dengan RRC yang ditandatangani pada 31 Mei 1947.

Hubungan dengan RRc makin dirasakan penting, sebab Malaysia melihat Uni Soviet cenderung ingin mempertahankan kedudukannya di Asia Tenggara melalui Vietnam. Konflik Uni Soviet dengan Cina dan persaingan globalnya dengan AS dalam perebutan pengaruh, menjadikan Vietnam sebagai senjata ampuh bagi Uni Soviet. Atas bantuan yang telah diterimanya, maka Vietnam memberikan posisi strategis bagi Uni Soviet yaitu melalui akses di Teluk Cam Ranh dan Da Nang. Pemerintah Kuala Lumpur perlu mendapatkan kawan (kekuatan) yang akan menjadi penghalang bagi penerobosan Vietnam ke Negara Aia Tenggara lainnya, termasuk Malaysia. Dengan adanya hubungan Vietnam-Uni Soviet dan persaingan kedua Negara itu dengan RRC, maka Malaysia memerlukan peranan RRC untuk maksud di atas.

Pada pemerintahan Mahathir Muhammad, politik luar negeri Malaysia mengalami perubahan yang mencolok, terlihat ketika Ia meluaskan orientasi politik luar negerinya yang tidak lagi ke Barat. Menurutnya orientasi pembangunan Malaysia yang selama ini dititik Baratkan pada model barat khusunya Inggris sudah tidak bisa dilakukan lagi, sebab: “Negara-negara Barat tidak lagi membuat kemjuan-kemajuan di bidang teknologi, disamping itu masyarakat mereka ditandai oleh sikap materialistis mementingkan diri sendiri, atheis dan

Page 3: International Relations in South Asia

Page 3 of 13

mengeksploitasi umat manusia sehingga tidak dapat lagi menjadi contoh bagi pembangunan ekonomi manapun pengembangan kehidupan bermasyarakat di Malaysia”

Kebijaksanaan luar negeri Mahathir dipengaruhi oleh masalah yang timbul dari internal Islam. Ia menempatkan hubungan Malaysia dengan Negara Islam pada urutan kedua setelah ASEAN dalam prioritas kebijaksanaan luar negeri. Kebijakasanaan ini dilakukan sebagai usaha untuk membungkam isu politik yang di kembangkan oleh PAS dan kelompok Islam Ekstrim lainnya, dimana mereka menyebutkan bahwa kegiatan modernisasi yang berorientasi ke Barat dan perbatasan gerakan politik Islam di Malaysia merupakan salah satu usahanya untuk mengisolir Malaysia dan gerakan Islam Internasional dan dengan hal tersebut memantapkan sekularisasi Malaysia.

REFERENSI

Abdullah, Malaysia: Integrasi Nasional dan Politik Luar Negeri dalam Lie Tek Tjeng (ed) Pathamanathan, Murgesu, Reading in Malaysia Foreign Policy (KL. University of Malaya Cooperative Book Shop, 1979), hal. 94-95:

Stephen chee “Malaysia’s changing foreign Policy dalam”Young Mun Cheong, Trends in Malaysia II (Singapore: ISEAS, 1974)

Shafie, M. Ghazalie, Malaysia International Relation (KL. Creative Enterprice SDN BHN, 1982),

B. Politik Luar negeri Vietnam

Berakhirnya perang dingin ikut membentuk politik luar negeri Vietnam yang lebih pragmatis dibanding era sebelumnya. Elit Vietnam mulai terbuka mengakui realitas baru yang berkembang di seluruh dunia. Mereka berpendapat bahwa dunia mulai menjadikan ekonomi sebagai tolak ukur keberhasilan suatu bangsa. Oleh karena itu, perang bukan lagi sarana yang diperlukan bagi negara untuk mencapai tujuannya khususnya untuk mencapai kesejahteraan rakyat.

Faktor eksternal. Diantara faktor eksternal yang paling menentukan politik luar negeri Vietnam adalah faktor Cina. Posisi Cina yang sedemikian dekat dengan Vietnam membuat negeri ini senantiasa mencemaskan kemungkinan invervensi Cina ke dalam negerinya. Disamping itu, pantai timurnya yang berbentuk S membentang sepanjang 3000 km yang berhadapan langsung dengan kepulauan Spratly merupakan kawasan yang dianggap peka terhadap invasi dari luar. Kawasan inilah yang sangat potensial menciptakan konflik antara Vietnam dan Cina. Sebagai contoh, tahun 1994 Cina telah memberikan konsesi pada sebuah perusahaan Amerika, Crestone Energy Corporation untuk menambang minyak disebelah barat kepulauan Spratly. Sebaliknya Vietnam pada 1996 juga telah menyewakan dua blok wilayah air di kawasan yang sama kepada Connoco, anak perusahaan Amerika, Dupont.

Sumber konflik lain adalah perdagangan lintas perbatasan yang semakin meningkat sejak dibuka pada akhir 1988. Hubungan dagang ini disatu pihak menguntungkan Vietnam karena mempermudah konsumen dalam negeri mendapatkan barang-barang konsumen dari Cina. Namun pada di sisi lain Vietnam tidak mampu mengurangi defisit perdagangannya dengan Cina. Oleh karena itu, sekalipun hubungan kedua negara berjalan normal, Cina tampaknya akan tetap dipandang sebagai ancaman bagi masa depan keamanan Vietnam. Untuk mengurangi tingkat kecemasan terhadap negara tetangga yang jauh lebih kuat dan perkasa ini Vietnam tidak ragu untuk melakukan penambangan minyak di kawasan Spratly sebagaimana disebutkan diatas. Konsesi yang diberikan Vietnam mengandung pertimbangan keamanan, yaitu, melibatkan Amerika dalam menghadapi Cina yang lebih besar dan kuat. Pelibatan faktor Amerika ini menjadi penting sejak Rusia meninggalkan basis militernya di Cam Ranh Bay, walaupun masih menyisakan kekuatan terbatas. Angkatan Laut AS sendiri memang kemudian rajin melakukan kunjungan ke berbagai negara di kawasan ASEAN untuk memperkuat posisinya di kawasan ASEAN yang sempat ditinggalkan sejak berkahirnya perang Vietnam.

Faktor Internal. Faktor internal juga memainkan peran penting dalam pembuatan politik luar negeri Vietnam. Faktor internal ini sangat menonjol perannya terutama dalam penciptaan stabilitas dalam negeri. Tanpa terbentuknya stabilitas dalam negeri tidak mudah bagi Vietnam menjalankan agenda politik luar negeri

Page 4: International Relations in South Asia

Page 4 of 13

mereka. Oleh karena itu, pemerintah Vietnam menekankan pentingnya keamanan dalam negeri dalam segenap aspeknya. Walaupun demikian sejak agenda renvoasi dicanangkan tahun 1986 pemerintah Vietnam secara bertahap mengurangi cengkeraman politik mereka terhadap warga negaranya sendiri. Sekalipun demikian, konsepsi ancaman dalam negeri mengalami transformasi sejalan dengan implementasi kebijakan pintu terbuka. Ancaman militer bukan lagi ancaman utama, sebaliknya ancaman non militer mulai berkembang dan diterima sebagai salah satu bentuk ancaman yang perlu mendapat perhatian penuh.

Ancaman terhadap stabilitas tersebut berupa korupsi yang merajalela di kalangan elit politik. Pemerintahan Republik Sosialis Vietnam tidak mampu mengatasinya. Ancaman lain adalah penyelundupan, kemiskinan yang menyebar luas, serta ketidak mampuan pemerintah mencegah Vietnam sebagai tempat pembuangan sampah dari negara lain.

Persoalan lain yang menghadang Vietnam berasal dari umat Buddha. Walaupun mayoritas penduduk Vietnam beragama Buddha, banyaknya organisasi Buddha menimbulkan persoalan tersendiri bagi pemerintah sosialis Vietnam. Persatuan Vihara Buddha Vietnam (UBCV) dikenal kritis dan memiliki jaringan kerjasama dengan aktifis Vietnam di luar negeri dan organisasi hak azasi manusia internasional. Mereka menuntut kebebasan beragama yang lebih luas. Pemerintah Vietnam menanggapi demonstrasi besar-besaran yang digelar UBCV tahun 1995 dengan menangkap tokoh-tokoh sentralnya. Disamping itu, terdapat juga peningkatan angka pengangguran, jumlah orang yang tidak memiliki tempat tinggal, ketergantungan pada obat, pelacuran, kenakalan remaja, memburuknya situasi di pedesaan. Sosialisme Vietnam tampaknya harus menghadapi persoalan-persoalan sosial ini sebagai salah satu ancaman potensial bagi kelangsungannya sebagai negara komunis di Asia Tenggara. Lemahnya institusi politik, hukum, dan ekonomi di tengah kekuasaan partai komunis membuat pelayanan yang diberikan pemerintah terhadap rakyat menjadi terbatas. Ketidakpastian hukum sering menciptakan kondisi dimana elit melakukan penyalahgunaan kekuasaan demi kepentingan personal. Kondisi inilah yang menggambarkan ancaman baru bagi pelaksanaan politik luar negeri Vietnam paska Perang Dingin.

Invasi Vietnam ke Kamboja 1977-1991 menguras energi politik dan ekonomi utama Republik Sosialis tersebut. Paska invasi Vietnam mulai menyadari cara berpikir yang lebih realistis menghadapi kenyataan regional dan internasional yang sedemikian kompleks dan menantang. Kondisi ini memaksa pemerintahan sosialis Vietnam untuk segera memupuk hubungan dengan ASEAN yang secara geografis paling dekat dan memang merupakan kumpulan dari negara-negara yang sedang menuju ke kemakmuran. Usaha keras ini memang ada hasilnya dan pada 1995 ASEAN menerima keanggotaan Vietnam.

Sudah barang tentu sebagai negara sosialis yang membutuhkan bantuan asing Vietnam menjadikan Amerika, negara yang pernah dikalahkannya dalam perang Vietnam, sebagai harapan utama guna memperbaiki perekonomiannya sejak 1995 hubungan kedua negara mulai membaik dan Vietnam pun membantu mencari dan menemukan orang-orang Amerika yang terlibat dalam peperangan (missing in action). Tahun 2000 merupakan salah satu puncak keberhasilan politik luar negeri Vietnam saat presiden Clinton melakukan kunjungan resmi ke Vietnam.

Hubungan Vietnam dengan negara-negara komunis terkemuka juga kembali membaik walaupun Vietnam tak selalu dapat berharap banyak dari sesama negara komunis. Rusia, misalnya, sekalipun berharap untuk tetap memelihara hubungan dengan Vietnam dan masih berhak menggunakan pangkalan militernya hingga 2004, perekonomian Rusia dewasa ini tidaklah sesehat sebagaimana pada era Perang Dingin. Salah satu isu politik luar negeri utama sesudah berakhirnya kolonisasi Kamboja adalah prospek hubungan Vietnam-Cina. Sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Cina selama ratusan tahun, Vietnam dipersepsikan sebagai ancaman utama dari utara. Isu yang mencuat dari hubungan kedua negara adalah perbatasan langsung sepanjang 750 mil, perdagangan lintas batas, kepulauan Paracel yang diduduki Cina, dan konflik atas kawasan di Laut Cina Selatan.

Sejak 2005 Cina sudah mulai mengaktifkan kegiatannya di beberapa wilayah yang masih masuk dalam kategori “Wilayah Sengketa (Dispute Territory) yang berada di Laut Cina Selatan. Secara terencana memperbanyak jumlah kapal penangkapan ikan dan kapal-kapal Angkatan Lautnya di Teluk Tonkin, Pulau Paracel serta Kepulauan Spratly. Di wilayah-wilayah yang masih menjadi sengketa berbagai negara tersebut, terungkap bahwa Cina telah memprakarsai didirikannya bangunan-bangunan dan gedung-gedung baru di pulau-pulau sengketa tersebut.

Page 5: International Relations in South Asia

Page 5 of 13

Pemerintah Cina secara sepihak malah telah merebut beberapa pulau baru dan bahkan mendorong warga Cina di wilayah sengketa untuk mendiami dan menghuni secara permanent wilayah-wilayah sengketa tersebut. Para analis intelijen strategis berpendapat bahwa Cina berupaya dengan sengaja dan terencana untuk memperluas perbatasan negaranya serta memperkuat posisi militernya di wilayah sengketa yang dipandang Cina sebagai daerah strategis untuk mendukung kepentingan geopolitik dan geostrategisnya. Cina diprediksi bakal terus melanjutkan proses perebutan pulau-pulau baru tersebut dengan menciptakan aksi destabilisasi di berbagai wilayah sengketa di kawasan Laut Cina Selatan.

Bahkan menurut salah satu sumber dari kalangan intelijen strategis menginformasikan bahwa Cina secara bertahap besar kemungkinan akan memasukkan beberapa desa di pulau-pulau sengketa tersebut ke dalam struktur administratif Provinsi Hainan. Jika prediksi ini terbukti jadi kenyataan di masa depan, tak pelak lagi bakal mengobarkan perselisihan territorial antara Vietnam dan Cina. Pakar politik Amerika Samuel Huntington telah memprediksi bahwa jika pada 2010 nanti meletus perang antara Amerika dan Cina, maka pemicunya adalah penyerbuan militer Cina ke Vietnam.

Manuver Cina yang kian agresif dan menyudutkan posisi Vietnam dalam soal Dispute Territory, hal ini akan dibaca oleh Amerika Seriakt sebagai niat Cina untuk meningkatkan eskalasi militernya di kawasan Asia Tenggara. Sehingga Amerika yang sebenarnya sudah bersiaga penuh dengan Armada Ketujuhnya di Asia Pasifik, tak pelak lagi seperti mendapat dalih dan momentum untuk melakukan eskalasi militernya pada skala yang sama dengan Cina. Apalagi kalau benar Cina memang akan menggiring soal wilayah sengketa ini dengan memposisikan Vietnam pada posisi yang tersudut, maka Amerika akan melihat perkembangan ini sebagai peluang untuk merangkul Vietnam sebagai sekutu strategis di Kawasan Asia Tenggara dan ASEAN pada khususnya.

Indikasi adanya upaya Amerika untuk merangkul Vietnam dalam suatu persekutuan di bidang pertahanan dan keamanan sebenarnya sudah terlihat sejak Oktober dan November 2007, ketika kapal militer Angkatan Laut Amerika mengunjungi pelabuhan Vietnam. Bahkan pada 3-5 Desember 2007, kedekatan kedua negara tersebut semakin intensif dengan kunjungan Wakil Sekretaris Menteri Luar Negeri Amerika bidang politik dan militer. Sebagai tindak lanjut dari pertemuan penting tersebut, untuk pertama kalinya pimpinan politik Vietnam tertarik untuk mengadakan latihan militer bersama dengan AS tersebut. Karena itu akan menjadi ironis ketika di tengah-tengah eratnya hubungan Cina-ASEAN, Amerika justru mendapat momentum untuk memperbesar kembali kehadiran militer dan pengaruh ekonominya di Asia Tenggara dengan dalih adanya ancaman dari Cina.

Sekarang ini, pemerintah Vietnam berniat merampungkan proyek pembangunan reaktor nuklir hingga tahun 2020 dan dalam hal ini beberapa perusahaan AS, Cina, Rusia, Jepang, dan Korea Selatan, tengah bersaing untuk mengantongi tender pembangunannya. Pasca runtuhnya Uni Soviet, Vietnam kehilangan salah satu pendukung terbesarnya di kancah global dan regional. Vietnam dengan sistem pemerintah komunisnya, tidak dapat menemukan negara lain sebaik Uni Soviet untuk dijadikan sebagai pelindung dan pengayomnya. Di sisi lain, Vietnam tidak dapat mengekor Cina menyusul munculnya friksi ideologis dengan pemerintah Beijing dalam masalah Laos dan Kamboja. Bahkan friksi tersebut nyaris menyulut konfrontasi.

Vietnam tampaknya akan berusaha semaksimal mungkin untuk meyakinkan sekutu komunisnya, Cina, bahwa hubungan kedua negara tak akan terganggu akibat kehadiran Amerika Serikat (AS), yang sekarang telah menjalin kemitraan baru dengan AS. Di masa pemerintahan Barack Obama sekarang ini, Singapura, Thailand, Vietnam, Indonesia dan Filipina jauh lebih mendapatkan tempat khusus dalam politik luar negeri AS. Belum lagi ditambah dengan posisi Vietnam sebagai Country Coordinator hubungan ASEAN_Cina untuk periode tahun 2009-2012. Peran lebih besar AS juga bakal menyorot isu sensitif seperti sengketa wilayah Lautan Cina Selatan, antara Vietnam, Filipina dan Cina. Pemerintah AS juga diharapkan menahan desakan Cina terhadap perusahaan negara adi daya itu untuk memutuskan hubungan dagangnya dengan Vietnam. Dewasa ini, terdapat lebih dari 350 proyek Cina dengan modal lebih dari US$ 732,3 juta, yang beroperasi di 42 kota dan propinsi di negara Vietnam. Fokus para investor Cina adalah di bidang industri dan pertambangan lebih dari 70% dari total proyek investasi mereka. Besar kemungkinan sebagai ketua ASEAN 2010, Vietnam akan mewakili ASEAN dalam G-20 nanti. Vietnam berkeinginan untuk membawa Visi ASEAN menjadi Aksi ASEAN (Bring ASEAN Visions to Actions.

Page 6: International Relations in South Asia

Page 6 of 13

B1. Vietnam menegaskan garis politik hubungan luar negeri yang independen dan mandiri

(VOVworld) – Ketentuan tentang hubungan luar negeri dalam rancangan amandemen Undang-Undang Dasar - tahun 1992 (UUD-1992) telah memanifestasikan pola berfikir memperbarui dan menginstitusikan secara tepat waktu semua pandangan dan politik tentang hubungan luar negeri dalam Program politik pembangunan Tanah Air dalam masa transisi ke sosialisme (penambahan dan pengembangan 2011) dan dalam semua dokumen lain dari Partai Komunis Vietnam. Semua ketentuan ini akan turut meningkatkan posisi Vietnam di arena internasional, turut memberikan sumbangan kepada perjuangan rakyat dunia demi perdamaian, kemerdekaan nasional, demokrasi dan kemajuan sosial.

Dalam rancangan amandemen UUD-1992, bagian mengenai hubungan luar negeri yang dikemukakan secara terpusat pada pasal 12, telah mewarisi semua prinsip dasar dalam aktivitas hubungan luar negeri dari Partai Komunis dan Negara Vietnam yang tercantum dalam UUD yang sedang berlaku. Yaitu damai, bersahabat dan bekerjasama dengan semua negara, tanpa membedakan sistim politik dan sosial, di atas dasar menghormati kemerdekaan, kedaulatan dan keutuhan wilayah, tidak saling melakukan intervensi terhadap urusan internal, setara dan saling menguntungkan. Jika UUD yang sedang berlaku hanya menyebutkan bahwa Vietnam menjalankan kebijakan yang damai dan bersahabat, maka dalam rancangan amandemen UUD kali ini telah diubah menjadi garis politik hubungan luar negeri.

Ini merupakan penegasan di skala yang lebih besar, tidak hanya sekedar satu kebijakan saja, bersamaan itu menunjukkan bahwa Vietnam berkomitmen melaksanakan secara serius dan konsekwen satu garis politik hubungan luar negeri. Selain itu, Pasal 12 juga secara khusus menekankan independensi, kemandirian, memanifestasikan kekreatifan, pertumbuhan dan posisi Vietnam. Rancangan amandemen UUD-1992 juga menekankan bahwa Vietnam adalah sahabat, mitra terpercaya dan anggota yang bertanggung jawab dalam komunitas internasional. Ini merupakan perubahan yang penting dari pada hanya terbatas pada hubungan persahabatan dan hubungan kerjasama seperti dalam UUD yang sedang berlaku. Hal ini akan memberikan pengarahan kepada aktivitas hubungan luar Vietnam pada periode baru, menyebutkan sifat hubungan persahabatan dan kerjasama, sekaligus mengemukakan skala yang besar dan luas dari hubungan tersebut.

Ketika memberikan penilaian umum terhadap ketentuan-ketentuan tersebut, Deputi Menteri Luar Negeri Vietnam, Nguyen Phuong Nga mengatakan: “Rancangan amandemen UUD-1992 telah mewarisi semua prinsip dan tradisi hubungan luar negeri dasar dari Vietnam sejak hari kemerdekaan dan sepanjang proses perkembangan pada waktu lalu. Ia juga sangat sesuai dengan perkembangan Tanah Air pada latar belakang situasi baru di kawasan dan di dunia. Hal ini termanifestasikan secara sangat jelas dalam Pasal 12 dalam naskah rancangan ini tentang garis politik hubungan luar negeri Tanah Air serta menambah 2 isi yang sangat seimbang dan bernas yaitu garis politik hubungan luar negeri yang independen dan mandiri, sebagai sahabat dan mitra yang terpercaya, bertanggung jawab dari komunitas internasional. Selain itu juga ada satu perkembangan lain ialah angkatan bersenjata rakyat bertugas turut membela perdamaian di kawasan dan di dunia, bersama dengan seluruh rakyat membangun Tanah Air dan melaksanakan tugas internasional”.

Walaupun dalam rancangan amandemen UUD-1992 ada penambahan-penambahan yang penting, tapi supaya garis politik hubungan luar negeri bisa menjadi lebih sempurna, beberapa pendapat menganggap bahwa naskah ini perlu ditambah lagi dengan ketentuan bahwa Vietnam aktif dan berinisiatif melakukan integrasi internasional. Hal ini ada dasarnya karena ketika bidang kerjasama antara Vietnam dengan dunia semakin beraneka-ragam, tidak hanya sekadar kerjasama tentang ekonomi – perdagangan saja, tapi juga sosial-budaya, militer, keamanan; tidak hanya kerjasama di setiap bidang saja, tapi juga masalah-masalah yang bersifat global. Selain itu, juga perlu ditetapkan dalam UUD bahwa Vietnam menaati semua persetujuan internasional dimana Vietnam menjadi anggotanya untuk bisa memperjelas lebih lanjut lagi akan isi Vietnam adalah negara anggota yang bertanggung jawab dalam komunitas internasional.

Deputi Menteri Luar Negeri Nguyen Phuong Nga mengatakan: “Kecenderungan umum dari semua negara sekarang ialah sangat menjunjung tinggi peranan hukum internasional untuk mengatur hubungan-hubungan internasional. UUD di banyak negar ajuga memanifestasikan komitmen menghormati hukum internasional sebagai manifesto hubungan luar negeri yang damai dan bersahabat dari semua negara dengan dunia. Untuk memanifestasikan komitmen negara Vietnam sebagai sahabat, mitra yang terpercaya dan anggota yang

Page 7: International Relations in South Asia

Page 7 of 13

bertanggung jawab dalam komunitas internasional, maka sebaiknya ditambahkan satu hal baru atau ayat baru dalam Pasal 12 yang menentukan bahwa Negara Republik Sosialis Vietnam menaati semua persetujuan internasional dimana Vietnam adalah anggotanya”.

Semua ketentuan tentang hubungan luar negeri dalam semua bab dari rancangan amandemen UUD-1992 terfokus menonjol masalah inti dalam pola berfikir baru dari Partai Komunis dan Negara Vietnam tentang garis politik hubungan luar negeri dalam proses pembaruan dan pengembangan Tanah Air. Semua ketentuan ini akan turut meningkatkan posisi Vietnam di gelanggang internasional, turut memberikan sumbangan kepada perjuangan yang dilakukan rakyat dunia demi perdamaian, kemerdekaan nasional, demokrasi dan kemajuan sosial.

C. PLN Thailand

Sejak tahun 1932 hingga 1988, militer telah memainkan peran dominan dalam kehidupan politik Thailand. Elit militer pula yang menjadi penentu utama politik luar negeri Thailand yaitu seperti halnya penanganan isu-isu politik luar negeri seperti konflik diwilayah perbatasan, pembelian senjata, penyusunan anggaran belanja militer, dan pengelolahan bantuan militer itu ditanggani oleh para perwira militer.1 Karena inilah politik luar negeri Thailand tidak dapat dilepaskan dari konsepsi keamanan nasional negara tersebut mengingat tujuan politik luar negeri antara lain adalah memelihara dan mempertahankan keamanan nasional setiap bangsa. Sejak militer berkuasa di Thailand, konsepi keamanan nasional merupakan salah satu produk dari rejim militer yang berkuasa, sebagaimana rejim lain di Asia Tenggara, militer Thailand menjadikan kesatuan, stabilitas, tata tertib, dan disiplin sebagai nilai-nilai dasar yang menopang negara Thailand. Secara umum nilai-nilai tersebut mencerminkan watak otoriter rejim militer yang menentang pendapat atau kekuatan yang berlawanan dengan nilai-nilai dasar diatas.

Gerakan komunis di Thailand memperkuat argumentasi militer tentang pentingnya konsepsi keamanan yang mengutamakan stabilitas dan integritas wilayah nasional. Kemajuan komunisme paska terbentuknya Cina di bawah komunis merupakan alasan bagi rejim militer untuk menjalankan kebijakan politik represif. Hingga tahun 1982 pihak militer Thailand terus berusaha memainkan peran menentukan guna menumpas gerakan komunis.2 Militer sebagai satu-satunya lembaga yang berhasil membuktikan diri sebagai lembaga pembela bangsa. Masuknya kembali militer kedalam politik Thailand pada dasarnya dikarenakan dua hal yaitu yang pertama karena gagalnya sipil dalam menjaga stabilitas negara menjadi penyebab terjadinya kudeta militer tahun 2006. Militer kecewa terhadap pemerintahan Thaksin yang sejak awal tahun 2006 dirundung permasalahan legitimasi kekuasaan akibat merebaknya kasus korupsi yang melibatkan dirinya dan money politics dalam upaya memenangkan kursi perdana menteri lewat pembelian suara dalam pemilu tahun 2006. Thaksin juga dituduh tidak nasionalis karena telah menjual saham The Shin Corp kepada Singapura dan ditambah adanya penjualan saham perusahaan keluarga yang dibebaskan dari pajak penjualan sehingga membawa keuntungan bagi keluarga Thaksin. Di samping itu, adanya restu dari raja juga merupakan faktor penting di balik adaanya kudeta ini.3

Penyebab yang kedua yaitu pasca terjadinya kudeta yang mana junta militer menepati janjinya untuk menyerahkan kekuasaan kepada sipil. Namun setelah itu militer Thailand tidak mampu menghindarkan diri dari penetrasi politik, seperti halnya pada pemilu pertama pasca kudeta banyak yang menilai militer memiliki andil besar dalam mendukung aksi-aksi aliansi rakyat untuk demokrasi. Kudeta tahun 2006 ini menjadi pemicu bagi militer untuk terlibat dalam situasi politik dan tidak melaakukan apa-apa bagi transformasi politik di Thailand. Ini berujung pada intervensi militer dalam dunia politik yang menjadi pangkal stabilitas Thailand.4 Intervensi militer ini berdampak pada beberapa hal yaitu yang pertama semakin meruncingnya friksi antara sosial-politik antara dua faksi utama dalam politik Thailand dan yang kedua yaitu intervensi politik kedalam dunia politik yang mengganggu demokrasi di Thailand dan meningkatkan kekerasan yang berujung pada pelanggaran HAM serta melemahnya penegakan hukum.5

____________________ 1Clark D.Neher, “The Foreign Policy of Thailand”, Wurfel and Burton, The Political Economic of Foreign Policy in Southeast Asia.

2Bambang Sucipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, Pustaka Belajar, Yogyakarta, 2007.

3http://www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kolom/jalan-panjang-demokrasi-thailand

Page 8: International Relations in South Asia

Page 8 of 13

4ibid

5 http://www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kolom/jalan-panjang-demokrasi-thailand

D. PLN Singapura

Singapura adalah sebuah negara kecil ditinjau dari ukuran geografi serta sumber daya alamnya. Negara yang usianya relatif baru ini berada di tengah negara-negara tetangga yang penduduknya mayoritas etnis Melayu dan yang jauh lebih besar ukuran geografis, penduduk, dan sumber daya alamnya. Apalagi negara-kota ini mayoritas penduduknya adalah etnis Cina. Singapura dengan demikian senantiasa merasa berada di tengah kawasan yang tidak menentu. Kondisi inilah yang ikut menentukan konsepsi keamanan nasional Singapura. Lebih jauh, keamanan nasional Singapura tidak dapat dilepaskan dari pertimbangan para pengambil keputusan terhadap kesatuan wilayah, stabilitas politik domestik, dan pertumbuhan ekonomi. Kesatuan Wilayah adalah persoalan paling mendasar para pemimpun Singapura, yang di dominasi oleh People Action Party (PAP)

Mentalitas ini membentuk dasar-dasar politik luar negeri Singapura. Itu sebabnya, Invasi Vietnam ke Kamboja dulu ditentang keras pemerintah Singapura. Dalam alam pikir para pengambil keputusan luar negeri Singapura, agresifitas semacam itu harus ditentang keras karena dapat ditiru negara lain untuk menghancurkan eksistensi Singapura sebagai negara kecil yang rentan dalam banyak hal. Sekalipun demikian, invasi Indonesia ke Timor Timur dianggap Singapura sebagai sebuah perkecualian. Perlu diingat bahwa invasi ini didukung penuh oleh Amerika sehingga bukan tidak mungkin Singapura, yang cukup dekat dengan Amerika, terpengaruh oleh dukungan tersebut.

Meskipun Singapura merupakan anggota ASEAN, namun ia juga sangat dekat dengan AS. Di dalam East Asia Summit (EAS), posisi Singapura juga jelas masih konsisten ingin Amerika Serikat turut serta dalam menentukan masa depan Asia Timur. Intinya, Singapura berpendirian EAS perlu inklusif dan melibatkan Amerika. Dalam perkembangan keadaan internasional yang menempatkan AS makin kuat bersaing dengan China sebagai kekuatan yang makin menonjol, belum jelas bagaimana sikap Singapura yang bagian terbesar rakyatnya adalah etnik China. Namun bahwa Singapura adalah sekutu dekat dengan AS, juga dalam strategi pertahanan, adalah kenyataan. Sudah sejak lama melibatkan militer AS dalam latihan-latihan tempurnya. Bahkan Singapura ikut berpartisipasi di dalam pengiriman pasukannya di Afghanistan untuk membantu AS.Jika militer Singapura kuat, akan kuat pula negara itu sebagai kepanjangan tangan AS. Dengan kata lain, semakin kuatnya Singapura akan semakin memperkuat hegemoni AS di sekitar Indonesia. Bahkan dengan sekutu AS lainnya, seperti Israel dan Australia hubungan Singapura juga terbilang mesra. Tanggal 18 September 2009, misalnya — Angkatan Laut Singapura dan Australia mengadakan latihan maritim bersama bertajuk Singaroo 2009 dari 18 hingga 25 September 2009 yang dilakukan di Laut Cina Selatan. Kedua AL (Angkatan Laut) akan melakukan operasi maritim, seperti pengamatan maritim, peperangan pertahanan udara dan anti kapal selam. Sementara dengan Israel, Singapura yang difasilitasi oleh Amerika Serikat pernah meneken kontrak kerjasama dalam bidang satelit mata-mata senilai satu milyar dolar Amerika. Atas nasihat Israel pula kini Singapura punya interest yang kuat dalam perdagangan dan kerjasama yang dibentuknya untuk empat hal. Empat hal tersebut adalah di bidang komando, kontrol, komunikasi dan intelijen.

Akankah Singapura dengan Israel di belakangnya kelak menjadi ancaman bagi negara-negara Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina dan Thailand yang notabene bisa disebut representasi negara Muslim? Jika kelak terbukti Singapura adalah ancaman, sesungguhnya tak mengherankan, sebab kini banyak signal dan indikasi yang menyebutkannya. Terlebih ketika isu terorisme menghantam Indonesia, Singapura menjadi corong paling dekat yang menyakitkan telinga warga Indonesia. Singapura sendiri adalah negara kecil yang dikepung oleh negara-negara muslim terbesar seperti Malaysia dan Indonesia. Jadi wajar kalau Singapura itu sangat ketakutan dengan munculnya gerakan-gerakan Islam. Akibatnya reaksi Singapura kadang berlebihan terhadap Islam Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong 18 September 2009 bahkan mengatakan bahwa kematian pemimpin teror Noordin Mohammad Top dalam serangan polisi Indonesia adalah “prestasi yang sangat besar” yang akan membuat wilayah ASEAN lebih aman.

Page 9: International Relations in South Asia

Page 9 of 13

Strategi keamanan Singapura dijabarkan dalam beberapa lapisan yang saling mendukung. Angkatan Bersenjata Singapura (SAF) merupakan lapis pertama dari kebijakan keamanan Singapura. Dalam konteks ini Singapura membangun angkatan bersenjata yangdapat mencapai kemenangan dalam waktu singkat. Untuk itu, sistem persenjataan Singapura bisa dikatakan terbaik dibanding rekan-rekannya di seluruh negara ASEAN. Sekalipun demikian, karena terbatasnya lahan untuk latihan mititer, Singapura harus bekerjasama dengan negara-negara tetangganya untuk mendapatkan tempat guna latihan militer.

Untuk memperkuat posisinya yang lemah secara fisik Singapura juga menjalin hubungan keamanan yang erat dengan Amerika yang diyakini oleh Pemimpin Singapura sebagai negara yang ramah dan bersahabat. Oleh karena itu, menjelang penutupan basis militer Amerika di Philipina, Singapura dengan cerdik segera mendekati Amerika dan membuka peluang bagi semacam basis militer sederhana. Pendekatan ini memang kemudian membuahkan hasil berupa komando logistik untuk kebutuhan Armada ke-7 Amerika.

Walaupun kedekatan dengan Amerika memberikan rasa aman, Singapura tetap menjadikan hubungan dengan negara tetangganya lebih penting khususnya dengan Indonesia dan Malaysia. Oleh karena itu, Singapura juga mengembangkan latihan militer bersama dengan kedua negara serta menyelenggarakan pertemuan rutin antar pejabat dari masing-masing negara.

Sungguh begitu, hubungan Singapura-Indonesia bisa dikatakan masih terdapat beberapa masalah terkait dengan Kabut Asap, Imigrasi, TKI, Perbatasan Maritim, dan Terrorisme. Kesepakatan perjanjian batas laut segmen barat antara Indonesia -Singapura telah ditetapkan Maret 2009 yang merupakan hasil dari delapan putaran perundingan yang dilakukan kedua negara sejak 2005. Penentuan garis batas laut wilayah Indonesia dan Singapura ditetapkan berdasarkan hukum internasional yang mengatur tata cara penetapan batas maritim yakni Konvensi Hukum Laut (Konvensi Hukla) 1982, dimana kedua negara adalah pihak pada konvensi. Dalam menentukan garis batas laut wilayah itu, Indonesia menggunakan referensi titik dasar (basepoint) Indonesia di Pulau Nipah serta garis pangkal kepulauan Indonesia (archipelagic baseline) yang ditarik dari Pulau Nipah ke Pulau Karimun Besar.

Garis pangkal itu adalah garis negara pangkal kepulauan yang dicantumkan dalam UU No.4/Prp/1960 tentang Perairan Indonesia dan diperbarui dengan PP No.38/2002 dan PP No.37/2008. Penetapan garis batas laut wilayah di segmen barat itu akan mempermudah aparat keamanan dan pelaksanaan keselamatan pelayaran dalam bertugas di Selat Singapura karena terdapat kepastian hukum tentang batas-batas kedaulatan kedua negara. Hal ini menjadi awal untuk memulai melakukan perundingan untuk perbatasan maritim wilayah timur antara ke 2 negara di masa datang. Bagi masyarakat Indonesia, kalau Malaysia adalah maling (pencuri), maka Singapura adalah negara pulau yang tidak demokratis, rakus, dan sangat tidak memiliki kemauan baik untuk melakukan perjanjian ekstradiksi dengan Indonesia. Siapa pun koruptor yang membawa uangnya masuk Singapura pasti akan aman berada di sana karena Singapura menutup mata terhadap asal usul uang yang dimiliki seseorang. Kasus Terakhir yang cukup menarik adalah keberadaan Tjoko Chandra yang diberitakan buron ke Singapura. Pada tanggal 19 September 2009, misalnya Pemerintah Indonesia melalui Kejaksaan Agung (Kejagung), telah menyusun surat permintaan resmi kepada Pemerintah Singapura untuk memberikan informasi keberadaan buronan pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.

Politik Luar Negeri Singapura bisa dikatakan adalah cermin representasi kepentingan AS di Asia Tenggara, walaupun tetap mengedepankan upaya-upaya diplomatik demi menjaga stabilitas regional di kawasan. Hal ini tampak terlihat dari posisi Singapura dalam kasus Mynmar, yang mendukung upaya AS melakukan pendekatan diplomasi terhadap Junta Militer di Mynmar. Singapura menyetujui bila ASEAN harus berperan mendesak Junta Myanmar untuk membebaskan Aung San Suu Kyi dan menjalankan konsiliasi nasional.

Di Phuket (Thailand), 22 Juli 2009 para Menlu ASEAN sepakat akan menetapkan pembentukan komisi pengawas HAM di 10 negara anggota. Kesepakatan mengenainya akan ditandatangani pada KTT ASEAN Oktober mendatang. Banyak pengamat mengkritik, komisi yang direncanakan itu memiliki kekuasaan terlalu kecil untuk menangani pelanggaran HAM di negara-negara seperti Birma, Vietnam atau Laos. Tidak mencampuri urusan dalam negeri negara anggota adalah prinsip yang dijunjung tinggi ASEAN selama ini. Namun dalam pertemuan Senior Official Meeting ASEAN terakhir di Jakarta, negara-negara anggota ASEAN sepakat untuk membuat semacam draft kesepakatan yang menyerukan pembebasan Aung San Syu Kyi dalam ASEAN Summit mendatang di Thailand. Indonesia adalah salah satu negara anggota ASEAN yang paling vokal melalui Menlu Hassan Wirajuda

Page 10: International Relations in South Asia

Page 10 of 13

yang mengatakan bahwa : pemilu yang dijadwalkan tahun 2010 depan di Birma tidak bisa berlangsung bebas dan adil selama Suu Kyi masih berada dalam tahanan. Hal ini sama dengan kebijakan AS yang ketika di Phuket lewat Hillary Clinton mengimbau junta militer Myanmar agar membebaskan tokoh oposisi Aung San Suu Kyi, karena pembebasan Suu Kyi bisa membuka jalan bagi investasi AS di Myanmar. Di Phuket, Clinton juga menandatangani Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama (TAC) dengan ASEAN. Dengan begitu, posisi Amerika Serikat serupa dengan negara mitra ASEAN lainnya, Cina, Jepang, Rusia, India, Australia dan Selandia Baru dalam membahas keamanan kawasan Asia Tenggara. Dalam kesempatan itu, Clinton juga memperingatkan bahwa Mynmar bisa ditarik dari keanggotaan ASEAN, bila terus-menerus melakukan pelanggaran HAM.

Selanjutnya yang cukup menarik adalah statement adanya kemungkinan jaringan nuklir antara Myanmar dan Korea Utara. Negara komunis itu bisa berbagi teknologi nuklir dengan Myanmar yang diperintah rejim militer dan memunculkan ancaman besar bagi kawasan.

Dukungan bagi pembangunan atom nuklirnya, diperoleh Myanmar dari Rusia dan Korea Utara. Sudah sejak dua tahun silam diketahui, Myanmar memiliki kontrak dengan badan atom Rusia ROSATOM untuk membangun reaktor nuklir untuk penelitian. Intinya, Amerika Serikat memperingatkan tentang adanya kerjasama yang lebih erat antara Myanmar dengan Korea Utara. Bahkan Bangkok Post pernah menulis, bahwa sejak beberapa tahun Myanmar telah mulai membangun apa yang disebut batalyon nuklir. Hingga tahun 2012, Myanmar dikabarkan sudah akan memberikan ketrampilan nuklir pada lebih dari 1000 serdadunya.

Di sela konferensi ASEM tanggal 25 Mei 2009 (Hanoi) yang lalu, Singapura mengadakan pertemuan bilateral dengan Indonesia dan membicarakan isu penting di wilayah Asia Tenggara, seperti masalah program nuklir Korea Utara, Energy, Terrorisme & Perubahan Iklim. Singapura seperti juga AS, sangat mengkhawatirkan krisis nuklir Korea Utara dibandingkan negara-negara lain di kawasan. Hal ini dapat dirasakan dari pernyataan PM Singapura, Lee Hsin Lung, bahwa jangan sampai krisis nuklir Pyongyang lepas kontrol. Bagi Singapura, aksi Korea Utara merupakan langkah provokatif, tergesa-gesa, dan berbahaya, yang akan menimbulkan dampak destruktif besar.

Bahkan menurut Negeri Singa Putih itu, krisis Korea Utara berpotensi menjalar ke seluruh kawasan. Meski demikian, para pejabat Singapura tetap memprioritaskan solusi logis yaitu dengan membujuk Pyongyang bersedia kembali ke meja perundingan. Lebih jauh, Kerjasama biregional intensif antara negara negara Asia dan Eropa ini membuat beberapa negara yang tidak tergabung baik dalam ASEAN dan Uni Eropa ingin bergabung dengan dengan ASEM, seperti Rusia dan Australia. Pada awalnya, negara anggota ASEAN yang sekarang rezimnya dekat dengan Amerika Serikat, seperti Singapura (juga Indonesia) masih melihat bahwa kalaupun beberapa anggota ASEAN lainnya setuju ke 2 negara tersebut ikut dalam ASEM, maka masalahnya dari koridor (geografis) apa Australia bergabung ?

Dalam isu minat Rusia bergabung dengan ASEM, ada kekhawatiran akan menimbulkan masalah dari sisi Uni Eropa (UE). Namun pada akhirnya, permintaan Rusia dan Australia untuk menjadi anggota ASEM telah disetujui. Penerimaan itu secara formal akan diumumkan pada pertemuan tingkat tinggi di Brussel tahun 2010. UE merupakan tujuan export yang sangat penting bagi ASEAN, sementara ASEAN berada tidak lebih penting dari AS, China, Swiss dan Rusia bagi UE. Bagi UE, ASEAN kurang lebih sama pentingnya dengan Jepang. EU merupakan salah satu tiga besar negara tujuan ekspor ASEAN selain AS dan Jepang, sedangkan untuk impor ASEAN, UE dan AS adalah dua terbesar. Di ASEAN negara Singapore, Thailand, Malaysia, Vietnam dan Indonesia mempunyai arti lebih penting bagi UE ketimbang negara anggota lainya Dalam perkembangan terakhir, UE mulai merubah strategi pendekatan kerjasama dengan ASEAN dari pendekatan Blok menjadi pendekatan bilateral dengan negara anggota. Sementara bagi sebagian besar warga Asia umumnya masih memandang Eropa sebagai kekuatan ekonomi belaka. Uni Eropa belum dinilai sebagai entitas politik regional yang berpengaruh.

Singapura Pada dasarnya menghormati salah satu prinsip ASEAN untuk tidak mencampuri urusan dalarn negeri negara lain. Paling tidak ada 5 hal pokok yang fundamental di dalam pelaksanaan Politik Luar Negeri Singapura sampai sekarang, yaitu :

Maintain a credible and deterent military defence as the fundamental underpining for effective foreign policy;

Page 11: International Relations in South Asia

Page 11 of 13

Promote and work for good relations with our immediate neighbours in all sphere based om mutual respect and sovereignity. In this regard, Singapore is fully committed to the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN);

Play an active role in international organizations such as the United Nations

Continue to work for the maintenance of a free and open multilateral trading system; and

Trade with any state for mutual benefit and maintain an open market

Rejim PAP juga memandang politik dalam negeri sebagai persoalan sangat mendasar bagi kelangsungan negara –kota Singapura. Dulu Perdana Menteri Lee Kuan Yew menjadikan PAP partai tunggal yang menopang dinamika politik Singapura. Walaupun kondisi ini menjauhkan Singapura dari prospek demokrasi, kelangsungan hidup sebagai negara-kota membuat sistem partai tunggal sebagai satu-satunya modal paling tepat untuk mengendalikan politik domestik. Dengan demikian, kelangsungan Singapura sangat ditentukan oleh dominasi PAP dalam setiap pemilihan dari tahun 1959 hingga kini. Di samping itu, dominasi etnis Cina di Singapura membuat dominasi partai tunggal menjadi sangat penting. Bahkan jauh lebih penting dari demokrasi mengingat besarnya sentimen, anti-Cina di negara tetangga seperti Malaysia dan Indonesia.Unsur mendasar lainnya bagi kelangsungan Singapura adalah pertumbuhan dan pembangunan ekonominya. Sebagai sebuah negara yang tidak memiliki sumber daya alam, Singapura bahkan mengimpor air dari Malaysia dan kemudian juga dari Indonesia. Dalam konteks ini Singapura benar-benar miskin. Untuk menjamin kelangsungan hidupnya. perekonomian diarahkan untuk menguasai pasar luar negeri, menarik sebanyak mungkin investasi asing, dan mencetak tenaga trampil untuk untuk mendukung potensi pasarnya. Buat Singapura, fokus pada pembangunan ekonomi dan perdagangan internasional dan dominasi etnis Cina memerlukan kebijakan yang tidak banyak mendapat perla-wanan. Oleh sebab itu, Singapura menutup pintu bagi partisipasi politik terbuka (sebagaimana di negara demokrasi maju) dan menindas oposisi agar pertumbuhan dan pembangunan ekonomi menjadi andalan utama kemajuan Negara Singapura.

Para pengambil keputusan Singapura memandang ada beberapa hal yang merupakan ancaman potensial bagi dasar-dasar keamanan negara sebagaimana diuraikan di atas. Ancaman ini sangat berpotensi menghadapi kelangsungan hidup negara-kota (City-State). Sebagai negara kecil dan miskin sumber daya alam Singapura dituntut untuk mampu merinci dengan jelas bentuk-bentuk ancaman tersebut sehingga akan memberinya kemudahan untuk melakukan antisipasi.

Potensi ancaman utama diasumsikan akan datang dari lingkup geografis yang menempatkan Singapura di dalam-nya. Indonesia dan Malaysia sebagai dua negara yang secara geografis jauh lebih besar dan didom masi oleh etnis-Melayu senantiasa menimbulkan kekhawatiran bagi para pemimpin Singapura. Mereka selalu menyadari bahwa negaranya adalah negara kecil dan mayoritas penduduknya keturunan Cina. Perbedaan pendapat dengan Malaysia dan Indonesia silih berganti mewarnai hubungan Singapura dengan kedua negara tetangganya tersebut. Kehadiran Presiden Israel, Chaim Herzog, ke Singapura dulu misalnya sempat menimbulkan protes rakyat Malaysia karena dianggap tidak peka terhadap keprihatinan orang Islam terhadap isu Palestina.

Disamping itu, para elit PAP juga sangat khawatir terhadap agresivitas Vietnam di Indo China. Kecenderungan berpikir ini tidak segera berhenti walaupun akhirnya konflik Kamboja dapat terselesaikan karena kepergian Uni Soviet dari Cam Ranh Bay juga menimbulkan persoalan lain, yakni, apakah Amerika akan kembali hadir di Asia Tenggara di tengah semakin kuatnya Cina dan India sebagai negara regional yang tampak paling ambisius. Kekhawatiran terhadap Cina ini membuat Singapura sangat terlambat dalam membuka hubungan dengan Cina dibanding negara tetangga lainnya. Bagaimana dengan posisi Singapura terhadap Rusia sekarang ini ? apalagi terkait dengan perluasan peran Rusia di ASEAN, APEC, ASEM, dan EAS. Tentu saja tidak akan bergeser jauh dari apa yang juga menjadi sikap Amerika Serikat sebagai sekutu terdekatnya di kawasan Asia Pasifik, dan dibelahan dunia yang lainnya Namun, baru-baru lalu ada sebuah kolaborasi yang strategis yang terbilang bersejarah ditorehkan negara pulau Singapura dengan menjalin kemitraan dengan salah satu kekuatan utama dunia di era perang dingin, Rusia. Kali ini bukan untuk kepentingan militer tetapi untuk pengembangan e-Government. Pada tanggal 28 September 2009 Pemerintah Singapura, Infocomm Development Authority (Badan Pembangunan Infokom) dan perwakilan Infokom Republik Tatarstan, salah satu negara

Page 12: International Relations in South Asia

Page 12 of 13

bagian Rusia menandatangani MoU. Kerjasama sector ICT akan berfokus pada pelaksanaan master plan e-Government, implementasi berbagai solusi government-to-business, government-to-employee dan government-to-citizen di Tarstan. Bahkan sekarang ini, Singapura tergolong sebgai salah satu Negara yang sukses dalam membentuk ‘pasukan khusus’ untuk memperkuat benteng pertahanan cyber mereka. Tim tersebut bernama Singapore Infocomm Technology Security Authority (SITSA), yang bertugas sebagai regulator yang bertanggung jawab atas keamanan cyber nasional- nya. Tim ini rencananya sudah mulai beroperasi hari kamis tanggal 8 Oktober 2009 minggu ini.ioddd Singapura sekarang ini cukup waspada dengan aktivitas teroris yang coba masuk ke negaranya. Buat Singapura, Asia Tenggara diyakini masih jadi basis operasi militan yang tak segan untuk melakukan aksi bom bunuh diri. Oleh karena itu, tidak hanya pengamanan ekstra di dunia nyata saja yang diperketat Singapura. Namun juga keamanan dari sisi lalu lintas informasi dan akses penerobosan sistem di dunia maya juga mereka waspadai, karena belum lama ini ada kejadian serangan hantu dunia maya yang di duga telah menerobos Korea Selatan dan Amerika Serikat. Dalam serangan itu, situs pemerintah dan personal telah menjadi korban. SITSA diharapkan dapat melakukan pencegahan dan membuat tindakan yang efektif dalam menghalau serangan dan meminimalisir dampak yang dihasilkan.

Berakhirnya Perang Dingin, di luar dugaan negara-negara ASEAN, membukaa pintu bagi kemunculan isu-isu hak asasi manusia dan demokratisasi yang dilancarkan Amerika Serikat. Kebijakan hak azasi manusia Amerika menimbulkan ancaman tersendiri bagi Singapura yang memang tidak mungkin menghindarkan diri dari tuduhan tersebut, karena PAP merupakan sistem partai dominan. Di samping itu, Singapura juga menerapkan Undang-undang Keamanan Dalam (Internal Security Act) yang memungkinkan pemerintah menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan rejim yang berkuasa. Walaupun demikian, sejak kampanye anti-teror dilancarkan pemerintahan Bush dulu, kebijakan keamanan internal Singapura tidak lagi dipersoalkan karena memang sesuai dengan kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Potensi ancaman lain adalah perekonomian Singapura yang tergantung pada perdagangan internasional, di samping ketergantungan air pada Malaysia dan Indonesia. Sebagai negara miskin sumber daya Singapura berusaha keras untuk dapat menjadi permain inti dalam sistem perdagangan internasional.

Ketergantungan Singapura pada investasi dan perdagangan internasoional menjadikan negara tersebut sangat agresif untuk memperkuat dan mengembangkan sayap ekonomi domestik dan internasional. Di tingkat domestik, pemerintahan Singapura memperkuat perusahaan-perusahaan negara dan mengelolanya secara profesional. Dampak positif dari usaha keras ini terlihat pada tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Bahkan untuk memperkuat sayap internasionalnya, Singapura sangat agresif pula mendorong ASEAN Free Trade Area dan APEC. Kesungguhan Singapura untuk memperkuat sayap ekonomi internasionalnya dibuktikan dengan menjadikan Singapura sebagai kantor pusat APEC. Dalam forum APEC, Singapura (sebagai negara tempat secretariat APEC berada) sebagai sekutu Amerika Serikat , bersama Jepang dan Australia, sepakat dalam posisi untuk mendorong reformasi pembuatan kebijakan forum tersebut, termasukuntuk memperkuat fungsi APEC sebelum 2010, batas waktu bagi ekonomi maju anggota APEC mewujudkan perdagangan multilateral, Mempercepat Integrasi Ekonomi Kawasan, dan investasi yang terbuka dan bebas sebagaimana tercantum dalam Tujuan Bogor 1994 dan komitment putaran di Doha Sementara target untuk negara berkembang adalah 2020. Australia, Singapura dan Jepang masing-masing menjadi tuan rumah KTT APEC tahun 2007, 2009 dan 2010.

Posisinya sebagai ‘informal leader Asean’ di bidang keuangan dengan cadangan devisa per Januari 2008 yang mencapai US$137 miliar, Singapura tentu saja memerlukan tempat di ASEAN dan sekitarnya untuk memarkir dananya, sekaligus menjamin masuknya dana, keuntungan ataupun input lain guna mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi. Kerentanan hubungan intra-ASEAN akan memengaruhi posisi Singapura yang menempatkan diri sebagai pintu masuk-keluar perdagangan Asean terhadap mitra dagangnya yang secara geografi letaknya jauh (Jepang, China, AS, Uni Eropa, dan lainnya). Itu sebabnya, secara ekonomi maupun politik, Singapura akan selalu diuntungkan oleh kemajuan negara-negara ASEAN. Akhir-akhir ini perkembangan ASEAN lebih dipengaruhi oleh kepentingan pelaku pasar ketimbang keinginan petinggi negara anggota. ASEAN + 3 (Korea, China dan Jepang) adalah format lobi yang mengarah kepada terbentuknya Komunitas Asia Timur. Ketiga negara yang perekonomianya lebih matang dari hampir semua anggota ASEAN ini tidak segan-segan turut menandatangani traktat amity ASEAN. Perkembangan terakhir dan terkesan tergesa-gesa dan tidak transparan ke warga negara anggota adalah penandatanganan ASEAN Charter.Berbagai usaha keras yang dilakukan PAP memang

Page 13: International Relations in South Asia

Page 13 of 13

menjadikan Singapura sebagai negara paling makmur dibandingkan dengan negara anggota ASEAN lainnya. Penampilan ekonominya hingga saat ini menjadikan iri hati negara-negara tetangganya. Singapura tercatat sebagai negara terkaya keempat di dunia setelah Swiss, Jepang, dan Norwegia. Untuk menopang keberhasilan ekonominya, PAP mengurangi peluang bagi peningkatan partisipasi politik warga. Oposisi ditekan secara sistematis, pegawai negara dikondisikan agar menjadi apolitis dan mendukung penuh program-program pemerintah, semua kelompok sipil di luar pemerintah harus tanduk pada petunjuk pemerintah. Sebagai gantinya, pemerintah. Singapura menyediakan layanan dan jaminan yang sangat baik bagi warganegaranya. Jadi walaupun hak-hak politiknya dibatasi, pemerintah konsekuen menyediakan berbagai kebutuhan rakyat Singapura.

Ekonomi Singapura sekarang ini diprediksikan berada dalam track yang baik dalam rangka pemulihan dari resesi terbesar sejak negara ini merdeka pada tahun 1965 lalu. Meskipun diperkirakan bahwa ekonomi Singapura akan mengalami kontraksi sebesar 6% di tahun 2009 ini, sinyal bahwa yang terburuk telah dilewati cukup baik. Pada bulan Juli 2009 ekspor dan sektor manufaktur mengalami kenaikan dan harga property mulai mengalami peningkatan. Sejak mencapai level terendah di bulan Maret 2009 bursa saham Singapura telah membukukan kenaikan sebesar 90%. Semantara itu, penduduk Singapura sekarang ini telah bertambah mencapai hampir lima juta jiwa. Seperempat darinya adalah buruh migran. Warga Singapura cemas arus buruh migran ini mengakibatkan persaingan di lapangan kerja, serta berdampak terhadap standar kehidupan. Penelitian pemerintah menunjukkan jumlah pendatang yang diberikan ijin tinggal tetap naik lebih dari sebelas persen tahun 2009. Awal bulan oktober 2009 Perdana Menteri Lee Hsien Loong mengatakan, pemerintah Singapura akan membatasi arus buruh migran setelah krisis ekonomi melanda pertumbuhan perekonomian Singapura. Tapi pada waktu bersamaan ia mengakui Singapura tetap butuh buruh migran.