Sosial Budaya Papua

24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Papua adalah sebuah provinsi terluas Indonesia yang terletak di bagian tengah Pula Papua atau bagian paling timur West New Guinea (Irian Jaya). Belahan timurnya merupakan negara Papua Nugini atau East New Guinea.Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah Papua bagian barat sehingga sering disebut sebagai Papua Barat terutama oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM), gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara sendiri. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea). Setelah berada bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002. Nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Pada tahun 2003, disertai oleh berbagai protes (penggabungan Papua Tengah dan Papua Timur), Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (setahun kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang menjadi wilayah Provinsi Papua pada saat ini. Untuk lebih jelas dalam mengetahui bentuk sosial budaya, maka penulis membuat sebuah makalah untuk meberikan tambahan pengetahuan kepada pembaca yang berninat untuk mengetahui bentuk sosial dan budaya Papua. B. Tujuan Tujuan penulis adalah untuk meberikan penjelasan tentang pembaca tentang bentuk sosial dan budaya Papua.

description

dsdsd

Transcript of Sosial Budaya Papua

Page 1: Sosial Budaya Papua

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangPapua adalah sebuah provinsi terluas Indonesia yang terletak di bagian tengah

Pula Papua atau bagian paling timur West New Guinea (Irian Jaya). Belahan timurnya merupakan negara Papua Nugini atau East New Guinea.Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah Papua bagian barat sehingga sering disebut sebagai Papua Barat terutama oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM), gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara sendiri. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea). Setelah berada bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002.

Nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Pada tahun 2003, disertai oleh berbagai protes (penggabungan Papua Tengah dan Papua Timur), Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (setahun kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang menjadi wilayah Provinsi Papua pada saat ini.

Untuk lebih jelas dalam mengetahui bentuk sosial budaya, maka penulis membuat sebuah makalah untuk meberikan tambahan pengetahuan kepada pembaca yang berninat untuk mengetahui bentuk sosial dan budaya Papua.

B. TujuanTujuan penulis adalah untuk meberikan penjelasan tentang pembaca tentang

bentuk sosial dan budaya Papua.

BAB II

Page 2: Sosial Budaya Papua

PEMBAHASANA. Sistem Sosial dan Budaya di Papua

Perspektif sosial dan budaya merupakan proses perubahan yang diakibatkan oleh kemajuan pola pikir, gagasan dan ide-ide manusia mengakibatkan terjadinya perbedaan dengan keadaan sebelumnya dengan keadaan yang sedang dihadapi seperti perubahan struktur, fungsi budaya baik dalam wujud penambahan unsur baru atau pengurangan dan penghilangan unsur lama bisa dalam manifestasi kemunduran (regress) dan bisa juga kemajuan (progress).Kelompok asli di Papua terdiri atas 193 suku dengan 193 bahasa yang masing-masing berbeda. Tribal arts yang indah dan telah terkenal di dunia dibuat oleh suku Asmat, Ka moro, Dani dan Sentani.

Sumber berbagai kearifan lokal untuk kemanusiaan dan pengelolaan lingkungan yang lebih baik diantaranya dapat ditemukan di suku Aitinyo, Arfak, Asmat, Agast, Aya maru, Mandacan, Biak, Ami, Sentani dan lain-lain. Umumnya masyarakat Papua hidup dalam sistem kekerabatan dengan menganut garis keturunan ayah (patrilinea). Budaya setempat berasal dari Melanesia. Masyarakat penduduk asli Papua cenderung menggunakan bahasa daerah yang sangat dipengaruhi oleh alam laut, hutan dan pegunungan.

Berbicara mengenai sistem sosial, terkandung sistem nilai sosial budaya. Koentjaraningrat (1974:25)1 menganggap nilai sosial budaya sebagai faktor mental yang menentukan perbuatan seseorang atau sekelompok orang di masyarakat. Sistem nilai budaya terdiri dari konsep-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu suatu nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem-sistem tata kelakuan manusia lain yang tingkatnya lebih konkrit, seperti aturan-aturan khusus, hukum dan norma-norma, semuanya juga berpedoman kepada sistem nilai budaya.

Semua sistem nilai budaya dalam semua kebudayaan, akan berkisar dalam lingkup masalah kehidupan (hakekat hidup), kerja, waktu, alam atau lingkungan hidup dan hubungan dengan sesama manusia. Sedangkan mengikuti klasifikasi Alisyahbana (1981:22)2, berusaha memilah-milah berbagai macam nilai budaya menjadi enam kelompok: Nilai teori, nilai ekonomi, nilai solidaritas, nilai agama, nilai seni dan nilai kuasa. Pertama nilai teori mendasari perbuatan seseorang atau sekeklompok orang yang bekerja terutama atas pertimbangan-pertimbangan rasional. Nilai ini dilawankan dengan nilai agama, yaitu nilai budaya yang mendasari perbuatan-perbuatan atas pertimbangan kepercayaan bahwa ‘’sesuatu’’ itu benar. Kedua nilai ekonomi yaitu pertimbangan utama yang mendasari perbuatan dengan ada tidaknya keuntungan finansial sebagai akibat dari perbuatannya, dilawankan dengan nilai seni, yakni nilai budaya yang mempengaruhi tindakan seseorang atau sekelompok orang terutama atas pertimbangan rasa keindahan atau rasa seni yang terlepas dari pertimbangan material. Ketiga nilai solidaritas, apabila perbuatan seseorang didasarkan atas pertimbangan bahwa teman atau tetangganya juga berbuat demikian tanpa menghiraukan akibat perbuatan itu terhadap dirinya sendiri. Nilai ini dilawankan dengan nilai kuasa, yaitu budaya yang mendasari perbuatan seseorang atau sekelompok orang terutama atas pertimbangan baik-buruk untuk kepentingan diri atau kelompoksendiri..Keenam jenis nilai tersebut, timbul dari aktivitas budi manusia, yaitu:

Page 3: Sosial Budaya Papua

(1) nilai teori atau ilmu yang merupakan identitas tiap benda atau peristiwa,terutama berkait erat dengan aspek penalaran (reasoning) ilmu dan teknologi;

(2) nilai ekonomi, yang mencari dan member makna bagaimana kegunaan segala sesuatu, berpusat pada penggunaan sumber dan benda ekonomi secara efektif dan efisien berdasarkan kalkulasi dan pertanggung jawaban;

(3) nilai agama, yang melihat segala sesuatu sebagai penjelmaan kekudusan, dikonsentrasikan pada nilai-nilai dasar bagi kemajuan kehidupan di dunia dan akhirat;

(4) nilai seni, yang menjelmakan keindahan atau keekspresifan; (5) nilai kekuasaan, yang merupakan proses vertikal dari organisasi sosial yang

terutama terjelma dalam hubungan politik, ditandai oleh pengambilan keputusan; dan (6) nilai solidaritas sosial, yang merupakan poros horizontal dari organisasi,

terjelma dalam cinta dan kasih sayang, namun lebih berorientasi kepada kepoercayaan diri sendiri.

Di dalam suatu masyarakat, seseorang mungkin mendasarkan perbuatannya terutama atas satu atau beberapa gabungan nilai budaya, sementara orang lain mendasarkan perbuatan atas nilai lainnya, sehingga sangat sulit ditarik suatu benang pemisah yang tegas nilai mana yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Meskipun demikian, kiranya dapat diterima bahwa nilai budaya yang dominan pada masyarakat tradisional adalah nilai solidaritas, nilai agama, dan nilai seni, sedangkan pada masyarakat maju (modern) nilai budaya yang dominan adalah nilai teori, nilai ekonomis dan nilai kuasa. Nilai-nilai tersebut tidaklah tetap begitu saja dari satu generasi ke generasi berikutnya, melainkan berubah sejalan dengan kemajuan itu sendiri. Satu atau dua nilai budaya yang lain mengalami pemudaran.

Mengacu pada perbedaan tofografi dan adat istiadat, penduduk Papua dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, masing-masing :

1) penduduka daerah pantai dan kepulauan dengan ciri-ciri umum rumah di atas tiang (rumah panggung) dengan mata pencaharian menokok sagu dan menangkat ikan;

2) Penduduk daerah pedalaman yang hidup di daerah sungai, rawa danau dan lebah serta kaki gunung. Umunya mereka bermata pencaharian menangkap ikan, berburu dan mengumpulkan hasil hutan;

3) Penduduk daerah dataran tinggi dengan mata pencaharian berkebun dan beternak secara sederhana.

B. Suku di PapuaKelompok asli di Papua terdiri atas 193 suku dengan 193 bahasa yang masing-

masing berbeda. Tribal arts yang indah dan telah terkenal di dunia dibuat oleh suku Asmat, Ka moro, Dani dan Sentani. Sumber berbagai kearifan lokal untuk kemanusiaan dan pengelolaan lingkungan yang lebih baik diantaranya dapat ditemukan di suku Aitinyo, Arfak, Asmat, Agast, Aya maru, Mandacan, Biak, Ami, Sentani dan lain-lain. Umumnya masyarakat Papua hidup dalam sistem kekerabatan dengan menganut garis keturunan ayah (patrilinea). Budaya setempat berasal dari Melanesia. Masyarakat penduduk asli Papua cenderung menggunakan bahasa daerah yang sangat dipengaruhi oleh alam laut, hutan dan pegunungan.

Dalam perilaku sosial terdapat suatu falsafah masyarakat yang sangat unik, misalnya seperti yang ditujukan oleh budaya suku Komoro di Kabupaten Mimika, yang membuat gendering dengan menggunakan darah. Suku Dani di kabupaten Jayawijaya

Page 4: Sosial Budaya Papua

yang gemar melakukan perang-perangan, yang dalam bahasa Dani disebut Win. Budaya ini merupakan warisan turun-temurun dan dijadikan festival budaya Lembah Baliem. Ada juga rumah tradisional Honai, yang di dalamnya terdapat mummy yang diawetkan dengan ramuan tradisional. Terdapat tiga mummy di Wamena; Mummy Aikima berusia 350 tahun, Mummy Jiwika 300 tahun, dan Mummy Pumo berusia 250 tahun.

Di suku Marin, Kabupaten Merauke, terdapat upacara Tanam Sasi, sejenis kayu yang dilaksanakan sebagai bagian dari rangkaian upacara kematian. Sasi ditanam 40 hari setelah hari kematian seseorang dan akan dicabut kembali setelah 1.000 hari. Budaya Suku Asmat mempunyai empat makna dan fungsi, masing-masing;

(1) melambangkan kehadiran roh nenek moyang; (2) untuk menyatakan rasa sedih dan bahagia; (3) sebagai suatu lambing kepercayaan dengan motif manusia, hewan, tetumbuhan

dan benada-benda lain; (4) sebagai lambing keindahan dan gambaran ingatan kepada nenek moyang.

Budaya Suku Imeko di Kabupaten Sorong Selatan menampilkan tarian adat Imeko dengan budaya suku Maybrat dengan tarian adat memperingati hari tertentu seperti panen tebu, memasuki rumah baru dan lainnya.

C. Agama yang di Anut Masyarakat PapuaKeagamaan merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan

masyarakat di Papua dan dalam hal kerukunan antar umat beragama di sana dapat dijadikan contoh bagi daerah lain, mayoritas penduduknya beraga Kristen, namun demikian sejalan dengan semakin lancarnya transportasi dari dan ke Papua, jumlah orang dengan agama lain termasuk Islam juga semakin berkembang. Banyak misionaris yang melakukan misi keagamaan di pedalaman-pedalaman Papua. Mereka memainkan peran penting dalam membantu masyarakat, baik melalui sekolah misionaris, balai pengobatan maupun pendidikan langsung dalam bidang pertanian, pengajaran bahasa Indonesia maupun pengetahuan praktis lainnya. Misionaris juga merupakan pelopor dalam membuka jalur penerbangan ke daerah-daerah pedalaman yang belum terjangkau oleh penerbangan reguler.

Menurut Abuddin Nata (2000:34)4, ciri utama aliran fundamentalis Gereja adalah paham tentang supernaturalisme konservatif. Yaitu, Pertama, kebebasan mutlak dan tiadanya kesalahan pada Kitab Suci Injil (Holy Bible). Kedua, kelahiran Jesus dari Ibunda Maria yang suci.

Ketiga, penebusan dosa umat manusia oleh Jesus. Keempat, kebangkitan Jesus secara jasmaniah yang turun ke bumi. Dan kelima, ketuhanan Jesus Kristus. Butir pertama dari doktrin yang merupakan rukun iman kaum fundamentalis itu timbul sebagai reaksi terhadap teori evolusi dalam kejadian manusia yang dikemukakan oleh ahli biologi Inggris, Charles Darwin. Jika pendapat ilmu penegatahuan itu diterima, maka empat pilar doktrin keimanan itu akan mengalami ancaman, karena bias ditarik kesimpulan bagi hal-hal yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan.

Dalam konteks demikian agama muncul dan mempunyai peran ganda, yaitu untuk individu dan untuk masyarakat. Terhadap seorang individu, agama adalah jalan penyucian diri, sarana penyucian jiwa yang akan memberi berbagai pegangan dan pedoman untuk mencapai kesempurnaan hidup. Terhadap masyarakat, agama menjadi suatu sarana penting dalam tertib sosial dan norma-normanya yang sering amat efektif untuk membentuk suatu sistem sosial.

Page 5: Sosial Budaya Papua

D. Pendidikan di PapuaPendidikan merupakan masalah yang serius di Papua. Pendidikan yang dimaksud

adalah untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan masyarakat Papua dalam dalam menghidupi dirinya dan sesamanya. Sisi lain berkaitan erat dengan peningkatan taraf hidup masyarakat. Namun dengan aspek pertama toh, aspek kedua terpenuhi pula. Jadi, untuk melakukannya tentu melalui pendidikan dan pelatihan/ keterampilan yang berkesinambungan, sehingga kemampuan yang keahlian dalam bekerja dapat dimiliki.

Pendidikan Anak-anak di Papua (pedalaman), rata-rata masih tergolong dalam tingkat pendidikan yang kurang.. Karena kebanyakan masyarakat Papua berpedoman pada petunjuk turun temurun yang diberikan oleh keluarga tanpa terkembangkan potensi yang ada pada diri mereka. Maka penting untuk mendorong mereka untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki, tentu dengan pendidikan dan pelatihan/keterampilan.

Dan juga bila kita kembali melihat, pendidikan di pedalaman sangat menyayangkan, terutama sangat sayang sekali bila pendidik hanya terjadi dalam kelas, namun akhirnya siswa tidak dirangsang untuk merefleksikan apa yang dia belajar dengan apa yang dia lihat. Misalkan refleksi budaya, sejarah dan pengetahuan masyarakat pribumi kepada hubungannya dengan pelajaran yang mereka dapatkan, sehingga pelajaran yang mereka dapatkan tidak sia-sia karena kurikulum yang ada belum mengarah sampai ke sana.

Dalam rangka meningkatkan rata-rata level pendidikan masyarakat Papua, perlu segera diberikan solusi, baik oleh Lembaga Swadaya Masyarakat maupun Pemerintah daerah, serta pemerhati pendidikan untuk menjadikan pendidikan Papua yang lebih lokalitas.

Atas usaha Pusat Bahasa dan ratapan masyarakat adat di kampung-kampung yang begitu keras terhadap pemerintah, barulah disadari untuk kembali berpikir menegakkan panji dan jiwa muatan pendidikan lokal melalui pelajaran muatan lokal KTSP berstandar isi 2006.Rupanya ratapan dan isaktangis itu pun mengagetkan Depdiknas dari tidurnya dan baru menyadari bahwa politik dominasi budaya selama ini telah mematikan keanekaragaman budaya Indonesia yang lain, melalui berbagai media, buku pelajaran, maupun bentuk konspirasi lainnya.

Sebab itu, pelajaran muatan lokal di Tanah Papua mulai dikembangkan secara resmi di sekolah-sekolah formal, contohnya di Kabupaten Biak-Numfor, dengan pelajaran muatan lokal bahasa daerah Biak yang disesuaikan dengan perkembangan umur dan tingkat satuan pendidikan berbasis budaya Papua dan lingkungan para murid saat itu.

Upaya-Upaya Peningkatan Pendidikan Masyarakat PapuaHal-hal yang kiranya perlu untuk meningkatkan sumber daya manusia Papua

adalah : 1. menetapkan program wajib belajar tanpa memandang gender; 2. memperbaiki sekolah–sekolah yang sudah tua 3. menyediakan fasilitas yang merupakan faktor utama berhasil tidaknya pendidikan; 4. membiayai guru putra daerah untuk kulih ke luar Papua; 5. mengadakan pelatihan-pelatihan (keterampilan) yang memberikan wawasan lokal, nasional bakan internasional;

Page 6: Sosial Budaya Papua

6. menaikan gaji guru agar guru benar-benar mengajar tanpa meninggalkan sekolah untuk mencari penghasilan tambahan (apalagi yang bertugas di tempat terpencil); 7. mengembangkan keterpaduan antara perencanaan pendidikan dengan perencanaan ketenagakerjaan; 8. inovasi sistem pendidikan terutama mengenai kurikulum yang sangat sentralistik (kurikulum disesuaikan dengan karakter akar lokal Papua); 9. pengembangan sistem pendidikan nonformal untuk memberikan berbagai keterampilan dan keahlian kepada generasi muda.

Di samping pendidikan latihan juga merupakan salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan sumber daya manusia. Terutama bagi masyarakat yang berpendidikan rendah. Melalui kegiatan ini masyarakat dibina dan diberi berbagai keterampilan sebagai bekal untuk hidup. Maka dalam pelatihan perlu memberikan wawasan untuk menciptakan pekerjaan sendiri, mapun orang lain.

Juga ditekankan perhatian kepada pemerintah daerah, karena pemerintah selama lebih sibuk dengan jabatannya. Lebih sibuk dengan pemekaran. Kiranya ini sejalan dengan pendapat bahwa ‘pemerintah daerah jarang sekali memikirkan masyarakatnya yang menderita di atas tanah yang menghasilkan susu dan madu. Pemerintah mendapatkan tugas mulia untuk membebaskan masyaraknya dari berbagai keterbelakangan. Maka untuk latihan, pemerintah diharapkan memperluas dan mengintensifkan pemakaian berbagai pusat latihan keterampilan. Pusat keterampilan ini akan memungkinkan masyarakat yang putus sekolah atau sama sekali tidak sekolah memperoleh pendidikan praktis.

Selain melalui jalur pendidikan dan latihan perlu juga melalui bantuan dana secara jelas. Telah kita ketahui bersama bahwa Papua memiliki sejuta potensi alam yang harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Namun pemanfaatan tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit, yang tidak mungkin dikeluarkan oleh masyarakat sendiri. Pemerintah hendaknya memberikan dana secara jelas, artinya harus dikoordinasikan secara baik. Karena kenyataan yang terjadi dilapangan sampai saat ini, pemerintah memberikan dana kepada masyarakat tanpa kontrol, alias dibiarkan entah dana itu lari ke mana. Akhirnya dana yang berikan tidak dikembangkan dengan usaha-usaha jangka panjang. Pemerintah perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat yang mendapatkan bantuan akan pentingnya menerapkan prinsip ekonomi “ menggunakan dana sekecil-kecilnya tetapi memperoleh hasil yang sebesar-besarnya”

Disamping usaha-usaha di atas, penting juga penyediaan fasilitas yang memadai bagi masyarakat. Usaha yang ketiga ini memang tidak muda dan agak susah untuk dilakukan. Karena, Pulau paling Timur dari Indonesia ini sangat luas dan ada daerah-daerah yang tidak mudah dijangkau dengan jalan darak atau laut. Hal itu nampaknya salah satu kendala bagi pembangunan di Papua. Namun kiranya ini bukan salah satu kendala yang mendasar untuk membangun, kalau memang kita mau membangun Papua.

Penyediaan fasilitas dari pemerintah bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang jauh dari perkotaan sebut saja pedalaman, menuju taraf kehidupan masyarakat yang lebih baik. Fasilitas yang memberikan dukungan terhadap kehidupan mereka sekarang dan akan datang. Masyarakat juga memerlukan informasi dan komunitas, disamping pendidikan kalau memang berbicara untuk membebaskan manusia Papua dari keterbelakangan. Yang fasilitas yang benar-benar berfungsi dalam segala bidang kehidupan masyarakat. Misalnya, dengan yang namanya ‘listrik masuk desa’ atau listrik

Page 7: Sosial Budaya Papua

masuk pedalaman, maka masyarakat dengan cepat akan mengalami perkembangan, baik melalui radio maupun televisi. Karena fungsi radio dan televis itu tidak hanya sekedar informasi dan hiburan tetapi juga mengandung nilain pendidikan, penerangan dan sebagainya. Kalau itu semua dapat diserap oleh sebagian dari mereka maka sangat beruntung bagi yang lain. Maka secara otomatis sedikit demi sedikit akan berkembang.

Salah satu fasilitas yang penting dalam peningkatan sumber daya masyarakat papua setelah melalui tingkat pendidikan adalah Balai Latihan Kerja (BLK) bagi masyarakat. BLK merupakan latihan kerja bagi lulusan SLTP dan SLTA yang ingin memasuki dunia kerja. Mereka diberi keterampilan serta pelatihan secara gratis, alias tanpa memungut biaya seperti yang terjadi selama ini di Jayapura dan daerah lain. Sehingga semua generasi muda Papua dapat mempersiapkan diri untuk masuk dunia kerja. Gratis yang dimaksud di sini tidak disamakan dengan pendidkan formal. Pendidikan formal tidak harus gratis, pendidikan yang gratis hanya memanjakan masyarak, bukan berarti pemerintah menutup tangan untuk memberikan subsidi kepada pihak sekolah.

Bila masyarakat Papua mau berbicara perbaikan pendidikan dan sumber daya masyarakatnya, maka tidak terlepas dari segala usaha yang disengaja, antara lain beberapa pokok penting di atas. Untuk mengembangkannya semangat repolusioner jiwa nasionalis sangat diperlukan, artinya pemimpin yang benar-benar berpikir untuk keluar dari keterbelakangan. Maka dengan sendirinya akan berakibat adanya perubahan struktural dalam masyarakat dan dengan demikian masyarakat akan merasakan kesejahteraan dan keadilan yang wajar.

E. Mata Pencaharian Masyarakat Papau1) Penduduk Pesisir Pantai; Penduduk ini mata pencaharian utama sebagai

nelayan disamping berkebun dan meramu sagu yang disesuaikan dengan lingkungan pemukiman itu. Komunikasi dengan kota dan masyarakat luar sudah tidak asing bagi mereka.

2) Penduduk Pedalaman yang Mendiami Dataran Rendah; Mereka termasuk peramu sagu, berkebun, menagkap ikan di sungai, berburu di hutan di sekeliling lingkungannya. Mereka senang mengembara dalam kelompok kecil. Mereka ada yang mendiami tanah kering dan ada yang mendiami rawa dan payau serta sepanjang aliran sungai. Adat istiadat mereka ketat dan selalu mencurigai pendatang baru.

3) Penduduk Pegunungan Yang Mendiami Lembah; Mereka bercocok tanam, dan memelihara babgi sebagai ternak utama, kadangkala mereka berburu dan memetik hasil dari hutan. Pola pemukimannya tetap secara berkelompok, dengan penampilan yang ramah bila dibandingkan dengan penduduk tipe kedua. Adat istiadat dijalankan secara ketat dengan ‘’Pesta Babi’’ sebagai simbolnya. Ketat dalam memegang dan menepati janji. Pembalasan dendam merupakan suatu tindakan heroism dalam mencari keseimbangan sosial melalui ‘’Perang Suku’’ yang dapat diibaratkan sebagai pertandingan atau kompetisi. Sifat curiga terhadap orang asing ada tetapi tidak seketat penduduk tipe kedua.

4) Penduduk Pegunungan yang Mendiami Lereng-Lereng Gunung; Melihat kepada tempat pemukimannya yang tetap di lereng-lereng gunung, member eksan bahwa mereka ini menempati tempat yang strategis terhadap jangkauan musuh dimana sedini

Page 8: Sosial Budaya Papua

mungkin selalu mendeteksi setiap makhluk hidup yang mendekati pemukimannya. Adat istiadat mereka sangat ketat, sebagian masih ‘’KANIBAL’’ hingga kini, dan bunuh diri merupakan tindakan terpuji bila melanggar adat karena akan menghindarkan bencana dari seluruh kelompok masyarakatnya. Perang suku merupakan aktivitas untuk pencari keseimbangan sosial, dan curiga pada orang asing cukup tinggi juga.

F. Jenis-jenis Perkawinan/Pernikahan Papua

Keaneka ragaman budaya bangsa IndonesIa ditunjukan dari adanya berbagai suku bangsa,

bahasa daerah dan pola perilaku yang berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah yang lain.

Perbedaan ini menunjukan juga bahwa hukum sebagai salah satu unsur kebudayaan, terutama hukum

adat, yang mengatur kehidupan tiap masyarakat antara satu daerah dengan daerah lain juga

berbeda. Di satu sisi masyarakat menganggap penting untuk tetap mempertahankan nilai-nilai

budaya yang dimiliki termasuk didalamnya hukum local (adat), namun tidak jarang disisi lain nilai-

nilai budaya tersebut bertentangan dengan peraturan hukum nasional yang diciptakan dan digunakan

sejak Indonesia merdeka. Proses perkawinan adat merupakan salah satu aspek budaya yang penting

didalam masyarakat yang sudah jelas berbeda tata cara antara suku, derah yang satu dengan yang

lainnya. Khususnya masyarakat biasa proses perkawinan adat bersifat sakral dan magis. Dengan

demikian maka proses perkawinan adat biak diatur secara hati-hati, sistematis dan penuh

kesungguhan yang bertanggung jawab, sebab akibat sanksi hukum adatnya cukup berat bila tidak

terproses sebagaimana mestinya.

Orang Biak mengenal beberapa jenis perkawinan adat yang disesuaikan dengan status sosial dan gaya hidupnya. Perkawinan bagi orang biak tidak semata-mata untuk memperoleh keturunan dan pemenuhan biologis akan tetapi berkaitan erat dengan peran dan fungsi yang disandang oleh seseorang dalam kelompok masyarakatnya serta keberlangsungan marga (Keret atau Er).

Jenis-jenis perkawinan adat yang pada umumnya terjadi dikalangan masyarakat biak itu antara lain :

a) Perkawinan Murni (FARBAKBUK BEKAKU)Jenis perkawinan ini dipandang sangat terhormat dikalangan masyarakat biak

karena memenuhi syarat-syarat utama norma adat byak sebagaimana akan dijelaskan pada Bab II berikut ini, jenis perkawinan ini gampang – sulit terlaksana dikalangan orang byak karena yang dipertaruhkan disini adalah derajat atau harga diri dan kedua pihak keret marga yang bersangkutan langsung dalam proses perkawinan adat tersebut, penonjolan harta kekayaan , kemampuan memberi mas kawin, disiplin dalam soal tepat waktu melunasi maskawin dalam pelaksanaan pesta perkawinan adat yang bersangkutan.

b) Perkawinan Kenalan (FARBAKBUKMANIBOW)Jenis perkawinan ini adalah sebagal wujud dan tindak lanjut dari niat dua

orang yang berkenalan baik, artinya sebagal balas jasa dari kedua kenalan yang saling

Page 9: Sosial Budaya Papua

menguntungkan misalnya ketika salah satu kenalan (teman) yang lain dari himpitan kesulitannya. Dengan demikian, maka kedua kenalan atau teman baik itu berikrar untuk saling mengawinkan anaknya kelak sebagai tanda persahabatan itu agar berlangsung terus. Biasanya proses perkawinannya tidak sama persis seperti proses perkawinan murni (Farbakbuk bekaku) misalnya : Nilai maskwain disesuaikan kemampuan pihak keluarga yang memberi, sedangkan syarat – syarat proses perkawinan adat yang lain tetap harus dipenuhi sebagaimana mestinya.

c) Kawin Lari ( PARBAKBUK BEBUR)Jenis perkawinan ini terlaksana sebagai wujud dari niat seorang laki-laki / atau

perempuan tidak direstui oleh pihak keluarga karena pihak keluarga mempunyai calon lain diluar keinginan kedua orang tersebut.

Bila terjadi seperti itu, maka wanita yang bersangkutan mengambil keputusan lari kawin dengan calon suami yang telah menjadi pilihannya dengan penuh resiko. Perkawinan ini disebut Farbakbuk Bin Berbur perempuan yang lari kawin).

Sebaliknya kalau wanita (perempuan) tidak berani lari kawin, maka laki – laki yang mengambil inisiatif merampas wanita tersebut dari keluarganya untuk dijadikan istri, sudah jelas penuh resiko.

Perkawinan ini disebut Farbakbuk Pasposer ( perkawinan karena perampasan), Perkawinan adat, jenis ini prosedurnya jauh berbeda dengan proses perkawinan tersebut diatas karena sifatnya terpaksa dan mengundang emosi keluarga pihak perempuan, maka biasanya maskawin yang diminta oleh pihak perempuan pun mahal (Dua kali lipat) karena sanksi adat.

d) Perkawinan Pergantian Tungku (FARBAKBUK KINKAFSR)Jenis perkawinan ini dapat di setujui kalangan masyarakat adat byak untuk

diberlakukan khusus bagi seseorang laki-laki yang apabila istri pertamanya telah meninggal ( Wafat), maka adik kandung yang sudah genap usia kawin, dibenarkan kawin dengan kakak iparnya agar hubungan kekeluargaan yang ada tetap berlangsung terus. Proses perkawinannya, biasanya tidak diacarakan tetapi langsung menjadi istri (Suami – Isteri) artinya cukup dengan mendapat restu dari kedua belah pihak keluarga yang bensangkutan dan maskawinnya terserah dan kepada kemampuan pihak keluarga laki-laki dan tidak dipaksakan.

e) Perkawinan Ppengganti Korban Pembunuhan (FARBAKBUK BIN BABYAK)Jenis perkawinan ini dikalangan masyarakat byak termasuk perkawinan luar

biasa, karena wanita diberikan oleh keluarga pihak pelaku pembunuhan kepada pihak keluarga yang menjadi korban sebagai pengganti dengan maksud agar wanita tersebut kelak dalam perkawinannya melahirkan seorang anak sebagai pengganti korban dan selain dari itu berfungsi sebagai alat perdamaian dan sekaligus mengikat hubungan kekeluargaan diantara kedua keluarga yang bersangkutan serta menghilangkan dendam kusumat.

Proses perkawinan adat ditiadakan termasuk maskawinnya dengan catatan bila dikemudian hari bila melahirkan seorang anak wanita dan ada maskawin, maka maskawinnya separuh / sebagian diberikan kepada keluarga korban sebagai tanda.

Page 10: Sosial Budaya Papua

f) Perkawinan Hadiah Perampasan Sebagai Budak (TARBAKBUK WOMEN)Jenis perkawinan ini ada pada masyarakat byak “tempo doeloe”, sekarang

sudah tidak ada lagi, dan mungkin sekali masih terdapat dikalangan masyarakat didaerah terpencil dipedalaman Papua atau didaerah-daerah terisolir pada lembah-lembah barisan pegunungan tengah Papua. Jenis perkawinan ini dikalangan masyarakat byak “tempo doeloe” terjadi bila marga-marga disuatu kampung menyerang kampung lain karena suatu sebab khusus, sebab khusus itu antara lain.

a) Kampung itu pernah diserang oleh kampung yang bersangkutan (Balas dendam).b) Kampung yang bersangkutan dicurigai sebagai mata-mata yang memudahkan kampung mereka diserang.c) Kampung yang bersangkutan dinilai berpeluang potensi ekonomisd) Kampung yang bersangkutan dinilai letaknya strategis guna mengatur teknik penyerangan dan darat maupun dan laut.

Pada waktu serangan atau perang suku itu, pihak yang lebih kuat merampas dan membawa pergi secara paksa wanita muda yang belum kawin atau wanita muda yang sudah kawin sebagai hadiah kemenangan untuk kemudian dijadikan istri.

Wanita yang dirampas dalam serangan atau perang suku itu menurut aturan perang suku harus berasal dari tokoh masyarakat kampung yang dikalahkan.

Syarat wajib dalam perang suku masyarakat byak “tempo doeloe” ini diperlukan sebagai :

a) Pameran kekuatan dan kehebatan dalam teknik perang suku (perang tradisional).b) Pameran patriotik, sebagai motifasi kepada generasi muda untuk selalu memiliki jiwa perang (Patriotik) tidak mudah menyerah dan selalu mencontohi leluhur yang selalu pemberani (Mambri)

Mambri adalah orang kuat dalam masyarakat kampung yang selain memiliki keunggulan perang, memiliki sifat dan sikap tidak kenal menyerah dalam kondisi apapun, dan selalu berada pada posisi terdepan dan tidak perlu mundur ketengah dan kebelakang dalam kepemimpinannya, dengan demikian dia adalah “Snon kaku byak (Laki-laki sejati Biak) dengan gelar “Mambri” (Orang Kuat / Strong man).

Proses perkawinan pada jenis perkawinan “ women” (Budak) ini ditiadakan karena tidak ada wali orang tua yang jelas, demikian prosesi perkawinan diatur oleh kesepakatan tua-tua adat dalam kampung kepada siapa wanita yang dirampas (Pasposer) dalam perang suku menjadi kewenangan “Kain – kain karkar Biak” (KKB) Dewan adat mnu (Dewan adat kampung) yang terdiri dari para Mananwir Er (Kepala keret / marga).

G. Kesenian Papua1. Tarian Papua

Tari Papua, menampilkan sekumpulan penari pria dengan pakaian adat Papua, lengkap dengan tameng dan tombak. Tarian ini mirip seperti tarian perang, dimana gerakan yang energik dalam memainkan tombak dan tameng, dan terkadang diiringi dengan suara teriakan khas, merupakan gerakan yang khas dari tarian tersebut. Iringan alat musik serupa kendang, merupakan salah satu iringan musik yang dominan dalam

Page 11: Sosial Budaya Papua

tarian tersebut.

2. Rumah AdatDi daerah Wamena, Papua, ada gaya arsitektur tradisional yang begitu terkenal,

yakni honai. Rumah khas masyarakat Papua itu berbentuk lingkaran, terbuat dari kayu dan beratap jerami atau ilalang.

Satu keluarga bisa memiliki beberapa honai yang berkumpul menjadi satu dan dibatasi pagar kayu di sekelilingnya. Tiap-tiap rumah dihuni satu pria beserta para istri dan anak-anak mereka. Rumah tradisional itu memiliki pintu yang kecil serta rendah dan tidak memiliki jendela sebagai saluran ventilasi udara. Konstruksi demikian dibuat dengan tujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua. Struktur rumah tradisional tersebut tersusun atas dua lantai. Lantai dasar sebagai tempat tidur dan lantai kedua untuk tempat bersantai, makan, dan mengerjakan kerajinan tangan. Karena dibangun dua lantai, tinggi rumah mencapai sekitar 2,5 meter.

Pada bagian tengah rumah disiapkan tempat membuat api unggun untuk menghangatkan diri sekaligus sebagai tempat untuk memasak. Gaya arsitektur honai memang memiliki banyak kekhasan sebagai wujud cara arsitek terdahulu dalam memandang, memahami, dan mewujudkannya dengan mengandalkan bahan yang sederhana dan sangat natural. Eksplorasi materialnya pun dibuat sedemikian efektif dan ekonomis, tanpa mengurangi kualitas dan nilai fungsional bangunan. Jika masuk ke dalam honai ini, kegelapan diiringi rasa hangat langsung menyergap. Pasalnya, di dalam ruang tidak terdapat satu pun jendela, yang ada hanya satu pintu.

3. Makanan Khas Papua Ubi Jalar (Petatas) dan Keladi (Kastela) makanan khas Papua yang akan Go Public

Tanaman ubijalar (petatas) dan keladi (kastela) merupakan makanan khas masyarakat pedalaman Papua dan masyarakat Papua umumnya. Olah karenanya sangat tepat jika Direktris Yayasan Honai Timika Ibu Anastasia Takage, SA.g mengembangkan dua tanaman yang merupakan makanan pokok masyarakat gunung ini, sebagai tanaman yang mempunyai nilai jualannya sangat tinggi, seperti dikatakannya pada Rabu 13 Pebruari 2008. Sebagai anggota dewan, juga sebagai anak Papua pedalaman, Ibu Anastasia mengaku merasa terpanggil untuk mengembangkan dua jenis makanan pokok suku pedalaman ini menjadi makanan khas berkualitas tinggi dan disajikan pada semua momen acara besar atau kecil di daerah ini.

“Kehidupan masyarakat Papua terutama masyarakat pedalaman, dengan adanya modernisasi perlahan-lahan orang mulai lupa dengan makanan khas yang merupakan warisan nenek moyang ini. Bagi Yayasan Honai melihat ini sangat menarik, sehingga kedua tanaman ini perlu ada program budidaya dengan persemaian yang baik sehingga hasilnya mempunyai kualitas yang tinggi, dan sebagai makanan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi pula,” kata Ibu Anastasia yang juga Ketua Dewan Kehormatan DPRD Kabupaten Mimika ini.Untuk membudidayakan kedua tanaman ini, Yayasan Honai bekerjasama dengan beberapa kepala kampung yang ada di beberapa Satuan Pemukiman

Page 12: Sosial Budaya Papua

(SP-SP). Para kepala kampung telah memberi 3 hektare lahan, yang kemudian kelompok-kelompok ibu-ibu yang ada pada kampung tersebut mengelola lahan ini sebagai kebun percontohan. Melalui kebun percontohan ini, maka ke depan lahirlah petani-petani petatas dan keladi yang secara rutin menghasilkan petatas dan keladi dalam jumlah yang begitu banyak. Petatas dan keladi yang dihasilkan oleh kelompok ibu-ibu maupun dari lahan-lahan secara pribadi itu, akan dibeli oleh Yayasan Honai yang selanjutnya akan dipasarkan keluar Timika.

H. Peninggalan Bersejarah PapuaWilayah Papua memiliki peninggalan arkeologi yang sangat beragam dan cukup lengkap dari

sisi pembabakan sejarah, mulai dari masa prasejarah hingga zaman pendudukan kolonial. Tony

mengatakan, situs purbakala tertua yang ditemukan di Pulau Papua berusia prasejarah, yaitu 40.000-

30.000 tahun sebelum masehi. Situs yang berlokasi di Kabupaten Biak ini berupa gua-gua yang pada

dindingnya dijumpai lukisan-lukisan dan fosil-fosil moluska atau cangkang kerang. Menurut dia,

penemuan fosil moluska menjadi indikator penting adanya aktivitas manusia purbakala, karena pada

periode waktu tersebut menjadi makanan pokok bagi manusia prasejarah.

Selain di Biak, penemuan dari zaman megalitikum terdapat di Situs Tutari, Kabupaten

Jayapura. Di tempat ini ditemukan bongkahan batu berlukis berbentuk binatang-binatang melata.

Sementara itu, peninggalan arkeologi dari zaman kolonial juga banyak ditemukan di beberapa

daerah di Papua karena wilayah ini pernah diduduki bangsa Belanda sejak tahun 1900-an hingga

pecah perang Pasifik di tahun 1940-an.

Situs zaman kolonial ini misalnya Situs Ifar Gunung, Situs Asei Pulau dan Situs Hirekombe

di Kabupaten Jayapura.

Adapun peninggalan arkeologi yang berkaitan dengan sejarah masuknya agama Islam ke

Papua, dibuktikan dengan ditemukannya Situs Makam Islam di Lapintal, Kabupaten Raja Ampat,

Situs Islam di Pulau Nusmawan, Kabupaten Teluk Bintuni dan lain sebagainya

DAFTAR PUSTAKA

Http://Renggaputra-karya.blogspot.com/2011/05/sosial-budaya-papua.www.google.com Alisyahbana, ST. 1981. Pembangunan Kebudayaan Indonesian Di Tengah Laju

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta: Prisma No. II (P3ES)Arifin, Syamsul. 1998. Spiritualitas Islam dan Peradaban Masa Depan.

Yogyakarta: Sipress.

Page 13: Sosial Budaya Papua

Koentjaraningrat (1974). Rintangan-Rintangan Mental Dalam Pembangunan Ekonomi di Indonesia. Jakarta: Bharata.

Nata, Abuddin. 2000. Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Konstribusi dalam Mengatasi Krisis Masyarakat Modern. Dikdaktika: Vol. 1 No. 3.

Rokeach. 1982. Teory and Problem of Psychology. New Delhi: Mc Graw Hill.Soekanto, Soerjono. 1992. Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta:Rajawali Pers.

DAFTAR ISI

Kata pengantar................................................................................................................ IDaftar isi.......................................................................................................................... IIBAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1

A. Latar belakang ................................................................................................... 2B. Tujuan ............................................................................................................... 3

Page 14: Sosial Budaya Papua

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................... 4A. Sistem social dan budaya di papua.................................................................... 4B. Suku di papua..................................................................................................... 5C. Agama yang di anut masyarakat papua............................................................. 6D. Pendidikan di papua........................................................................................... 7E. Mata pencaharian masyarakat papua................................................................. 9F. Jenis-jenis perkawinan/pernikahan di papua..................................................... 10G. Kesenian papua.................................................................................................. 11H. Peninggalan bersejarah papua............................................................................ 12

Daftar pustaka................................................................................................................. 15

MAKALAHPENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Page 15: Sosial Budaya Papua

Disusun oleh :

NAMA : SUWANDI. MSTAMBUK :12.701.015KELAS : B12

FAKULTAS PSIKOLOGIUNIVERSITAS INDONESIA TIMUR

2012

Page 16: Sosial Budaya Papua

D. Tempat Wisata Papua

1) KAMPUNG WISATA TABLANUSUKampung Tablanusu terletak di distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi

Papua. Di kampung nelayan yang telah dicanangkan oleh pemerintah Kabupaten Jayapura sebagai desa wisata ini para wisatawan siap dimanjakan dengan aneka jenis wisata, seperti wisata hutan, wisata pantai, wisata danau, wisata sejarah, dan wisata budaya.

Sebelum menetap di desa nan asri ini, nenek moyang masyarakat Tablanusu telah pindah sebanyak dua kali. Pertama sekali mereka mendiami dua pulau di teluk yang tidak jauh letaknya.

2) UKIR-UKIRAN ASMATSeni ukir Asmat telah dikenal luas sejak terjadi kontak dengan budaya Barat pada

tahun 1700-an. Saat diadakan Festival Budaya Asmat yang berlangsung tiap bulan Oktober, banyak wisatawan dari mancanegara berkunjung ke Asmat. Mereka sengaja datang dengan kapal dari negaranya, untuk mempermudah membawa pulang ukiran Asmat yang mereka borong.