Soal Ttk 2 Blok Nu 2011
-
Upload
sidik-kaca-paiisan -
Category
Documents
-
view
57 -
download
7
Transcript of Soal Ttk 2 Blok Nu 2011
Soal TTk 2 BLOk NU 2011
Bagian 1
1. Apa sajakah metode pengambilan sampel urn untuk urinalisis ? Jelaskan dari masing-masing aspek :
Pemeriksaan penunjang paling efektif pada Infeksi Saluran Kemih adalah dengan analisa urin rutin. Pemeriksaan urin secara mikroskopis dilakukan tanpa sentrifugasi, setelah itu urin dikultur dan dihitung jumlah kuman/mL (Sukandar, 2006).
Untuk mendapatkan hasil yang akurat maka perlu diperhatikan cara pengumpulan specimen yang tepat.
a. Wanita:
1. Sediakan 2 mangkuk yang berisi masing-masing 5 butir kapas. Mangkuk pertama diberikan sabun pencuci piring 5 mL dan 20-30mL air keran. Mangkuk kedua diberikan air keran dengan volume yang sama. Pegang wadah urin sekali pakai.
2. Lebarkan labium dengan dua jari dan jaga agar tetap terbuka selama proses pembersihan dan pengumpulan. Apus daerah uretra sekali dari depan ke belakang dengan 5 kapas bersabun lalu apus lagi daerah uretra dari depan ke belakang dengan kapas yang telah direndam air keran.
3. Mulai alirkan urin pada wadah, lalu specimen dikumpulkan dan diberi label
b. Pria:
Sama dengan metode pada wanita namun bagi laki-laki yang belum disirkumsisi sebaiknya kulit depan tetap diretraksi.
Selain dengan mengalirkan urin lewat uretra, specimen juga bisa didapatkan dengan cara kateterisasi, untuk diagnostic urine dapat diaspirasi secara aseptic langsung dari kandung kemih yang penuh dengan tindakan pungsi suprapubik dinding abdomen (Brooks, 2007). Namun pemakaian kateter untuk diagnosis hanya digunakan pada pasien yang menggunakan kateter. Aspirasi suprapubik dilakukan pada bayi dan dewasa yang dimana pemeriksaan urin porsi tengah berulang kali tidak menunjukkan hasil karena kontaminasi atau jumlah bakteri yang rendah (Mansjoer, 2000).
Jumlah specimen yang dibutuhkan untuk pemeriksaan biasanya hanya dengan 0,5mL urin ureteral atau 5 mL urine yang dikeluarkan. Specimen harus segera dikirim ke laboratorium atau dibekukan maksimal satu malam (Brooks, 2007).
Setelah mendapatkan specimen, selanjutnya dilakukan pemeriksaan mikroskopik, dengan cara urin segar tanpa sentrifugasi diteteskan pada objek glass (1 tetes), ditutup dengan cover glass, lalu diamati di bawah mikroskop yang biasanya dapat memperlihatkan leukosit,n sel epitel, dan bakteri jika terdapat lebih dari 105/mL (Brooks, 2007).
2. Terkait tes carik celup, jelaskan mengenai hal berikut :a. Kelebihan dan kekurangan
Kelebihan KekuranganCepat untuk mendiagnosa berbagai penyakit
Hasil pembacaan mungkin tidak akurat jika membaca terlalu cepat atau terlalu lambat, atau jika pencahayaan kurang.
Table. Kekurangan kelebihan tes carik celup
b. IndikasiIndikasi untu kdiagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal,memantau perkembangan penyakit seperti diabetes mellitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.
c. Cara / tehnik penggunaan
Gambar. Tes carik celup
Ambil hanya sebanyak strip yang diperlukan dari wadah dan segera tutup wadah. Celupkan strip reagen sepenuhnya kedalam urin selama dua detik. Hilangkan kelebihan urine dengan menyentuhkan strip di tepi wadah specimen atau dengan meletakkan strip di atas secarik kertas tisu. Perubahan warna diinterpretasikan dengan membandingkannya dengan skala warna rujukan, yang biasanya ditempel pada botol/wadah reagen strip. Perhatikan waktu reaksi untuk setiap item.
d. Interpretasi
Tes Prinsip Indikasi False (+) False (-) Sensitivitas Spesifitas
pH pH urine yang basa sepanjang hari kemungkinan oleh adanya infeksi. Urine dengan pH
Darah
Protein
mendeteksi hemoglobin dengan pemakaian substrat peroksidase serta aseptor oksigen.
mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones, dan mukoprotein.
yang selalu asam dapat menyebabkan terjadinya batu asam urat.
Peningkatan ekskresi albumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul rendah merupakan
bila urine tercemar deterjen yang mengandung hipoklorid atau peroksida, bila terdapat bakteriuria yang mengandung peroksidase.
bila urine mengandung vitamin C dosis tinggi, pengawet formaldehid, nitrit konsentrasi tinggi, protein konsentrasi tinggi, atau berat jenis sangat tinggi.
Glukosa
Leukosit
Keton
Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun.
Lekosit netrofil mensekresi esterase yang dapat dideteksi secara kimiawi.
Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam β-hidroksibutirat) diproduksi untuk menghasilkan energi saat karbohidrat
petanda yang sensitif untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel.
Untuk pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi enzim glukosa oksidase (GOD), peroksidase (POD) dan zat warna.
Hasil tes lekosit esterase positif mengindikasikan kehadiran sel-sel lekosit (granulosit), baik secara utuh atau sebagai sel yang lisis.
gangguan absorbsi
pada penggunaan pengawet formaldehid. Urine basi dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
terjadi bila kadar glukosa urine tinggi (>500mg/dl), protein urine tinggi (>300mg/dl), berat jenis urine tinggi, kadar asam oksalat tinggi, dan urine mengandung cephaloxin, cephalothin, tetrasiklin
Nitrit
tidak dapat digunakan. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi maka akan diekskresi ke dalam urine, dan apabila kemampuan ginjal untuk mengekskresi keton telah melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.
urine orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme protein, yang kemudian jika terdapat bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam urin (Escherichia coli, Enterobakter,
karbohidrat (kelainan gastrointestinal), gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes)
metabolisme bakteri in vitro apabila pemeriksaan tertunda, urine merah oleh sebab apapun, pengaruh obat (fenazopiridin). diet
vegetarian menghasilkan nitrat dalam jumlah cukup banyak, terapi
Citrobacter, Klebsiella, Proteus) yang megandung enzim reduktase, akan mereduksi nitrat menjadi nitrit.
antibiotik mengubah metabolisme bakteri, organism penginfeksi mungkin tidak mereduksi nitrat, kadar asam askorbat tinggi, urine tidak dalam kandung kemih selama 4-6 jam, atau berat jenis urine tinggi.
Table. Interpretasi tes carik celup
3. Terkait pemeriksaan mikroskopis urin, jelaskan mengenai hal berikut :a. Kelebihan dan kekurangan pemeriksaan mikroskopis urine
Kelebihan : Lebih akurat dan teliti dalam diagnosisKekurangan : lebih banyak tahapan dan sulit dalam pelaksanaannya dibandingkan pemeriksaan makroskopis.
b. Indikasi
cystitis, gagal ginjal, glomerulonefritis akut, pielonefritisc. cara/teknik pelaksanaan
sampel urine dihomogenkan terlebih dahulu,kemudian dipindahkan ke dalam tabung dan disentrifuge dengan kecepatan 1500-2000 rpm selama 5 menit. Akan terbentuk endapan. Endapan tersebut bisa diletakkan di objek glass dan ditutup cover glass. Siap untuk diamati.
d. interpretasi:1) eritrosit normal : 0-3 / lapang pandang2) silinder normal : 0-1 / lapang pandang3) kristal normal : 0-1 / lapang pandang4) bakteri normal : tidak ada bakteri5) leukosit normal : 0-4 / lapang pandang
4. Bagaimanakah sensitivitas dan spesivitas urinalisis ?a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk menentukan dua parameter penting ISK yaitu leukosit
dan bakteri. Pemeriksaan rutin lainnya seperti deskripsi warna, berat jenis dan pH, konsentrasi
glukosa, protein, keton, darah dan bilirubin tetap dilakukan. (Semeniuk H, Church D. 1999).
Prinsip pemeriksaan urinalisis dengan reagen celup atau dipstick urine melalui analisis kimiawi
urine. Carik celup telah membuktikan dapat melakukan srining untuk specimen urin dalam
jumlah banyak. Carik celup ini merupakan secarik plastic yang pada permukaannya terdapat pita
yang telah mengandung reagen secara terpisah satu sama lain dan dapat menguji 10 jenis
pemeriksaan sekaligus yaitu PH, protein, glukosa, keton, eritrosit, bilirubin, urobilinogen, nitrit,
lekosit esterase dan berat jenis (Lewandrowski, 2002).
b. Pemeriksaan Dipstik
Pemeriksaan dengan dipstik merupakan salah satu alternatif pemeriksaan leukosit dan bakteri di
urin dengan cepat. Untuk mengetahui leukosituri, dipstik akan bereaksi dengan leucocyte
esterase (suatu enzim yang terdapat dalam granul primer netrofil). Sedangkan untuk
mengetahui bakteri, dipstik akan bereaksi dengan nitrit (yang merupakan hasil perubahan nitrat
oleh enzym nitrate reductase pada bakteri). Penentuan nitrit sering memberikan hasil false-
negative karena tidak semua bakteri patogen memiliki kemampuan mengubah nitrat atau kadar
nitrat dalam urin menurun akibat obat diuretik. (Semeniuk H, Church D. 1999).
Sensitivitas dan spesifitas dipstick urine pernah dilaporkan memiliki nilai 82 % dan 42 % dan
negative palsu 36 %. Pada tahun 2001 melaporkan bahwa dipstick urine memiliki nilai 98-99 %.
Sementara pada penelitian ini akan menggunakan dipstick urine Aution Sticks yang memiliki
sensitivitas 52-91 % (Lewandrowski, 2002). Uji sensitivitas antibiotika, antibiotik atau
antimikroba adalah obat atau zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungsi yang
dapat menghambat/membasmi mikroba lain (jasad / bakteri), khususnya mikroba yang
merugikan manusia yaitu mikroba penyebab infeksi pada manusia (Saepudin dkk, 2007).
Kedua pemeriksaan ini memiliki angka sensitifitas 60-80% dan spesifisitas 70 – 98 %. Sedangkan nilai
positive predictive value kurang dari 80 % dan negative predictive value mencapai 95%. Akan tetapi
pemeriksaan ini tidak lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik urin dan kultur urin.
Pemeriksaan dipstik digunakan pada kasus skrining follow up. Apabila kedua hasil menunjukkan hasil
negatif, maka urin tidak perlu dilakukan kultur. (Semeniuk H, Church D. 1999).
5. Terkait pemeriksaan kultur urin, jelaskan mengenai hal berikut :a. Indikasi :
1) Penderita dengan gejala dan tanda infeksi saluran kemih (simtomatik).
2) Untuk pemantauan penatalaksanaan infeksi saluran kemih.
3) Pasca instrumentasi saluran kemih dalam waktu lama, terutama pasca keteterisasi urin.
4) Penapisan bakteriuria asimtomatik pada masa kehamilan.
5) Penderita dengan nefropati / uropati obstruktif, terutama sebelum dilakukan .
b. Cara/teknik pelaksanaan :
1) Pengambilan sampel
Untuk pemeriksaan infeksi saluran kemih, digunakan urin segar (urin pagi). Urin pagi
adalah urin yang pertama – tama diambil pada pagi hari setelah bangun tidur. Digunakan
urin pagi karena yang diperlukan adalah pemeriksaan pada sedimen dan protein dalam
urin. Sampel urin yang sudah diambil, harus segera diperiksa dalam waktu maksimal 2
jam. Apabila tidak segera diperiksa, maka sampel harus disimpan dalam lemari es atau
diberi pengawet seperti asam format.
Bahan untuk sampel urin dapat diambil dari:
1. Urin porsi tengah, sebelumnya genitalia eksterna dicuci dulu dengan air sabun
dan NaCl 0,9%.
2. Urin yang diambil dengan kateterisasi 1 kali.
3. Urin hasil aspirasi supra pubik.
2) Pemeriksaan Sampel
Sampel yang sudah diambil harus segera dilakukan pemeriksaan, jika tidak bakteri akan
berkembang biak dan akan memberikan hasil yang palsu pada pemeriksaan. Jika
pemeriksaan akan ditunda maka urine harus disimpan dulu dalam lemari es hingga 24jam.
3) Cara pemeriksaan sampel urin
1. Urine harus disentrifuge (dicampur) terlebih dahulu untuk memisahkan antara pelarut
dengan terlarut.
2. Setelah terpisah ambil bagian yang mengendap sebagai sampel untuk pemeriksaan
sampel urine.
3. Lakukan isolasi dengan menempelkan sampel ke media pertumbuhan.
4. Inkubasi selama 24jam dalam suhu 370 celsius.
4) Setelah 24 jam bisa dilihat pada media pertumbuhan dari cirri-ciri dan bentuk dari koloni.
Setelah itu bisa dilakukan pewarnaan gram untuk mengetahui morfologi sel dari bakteri.
c. Karakteristik koloni bakteri
Organisme Warna Koloni Memfermentasi Laktosa
E.coli Warna merah tua
sampai merah bata,
metalik, berukuran
sedang-besar, sedikit
cembung.
Lactose fermented
Pseudomonas koloni besar, pipih,
berwarna putih abu-abu,
tidak teratur,
menghasilkan pigmen
Lactose fermented
P.vulgaris koloni sedang-besar,
tidak berwarna, non
laktosa fermented,
smooth, menjalar/tidak
Non-lactosa fermented
(Jawetz, 1996)
6. Bagaimanakah mengetahui lokasi infeksi berdasarkan hasil urinalisis ?a. Eritrosit
Eritrosit dalam air seni dapat berasal dari bagian manapun dari saluran kemih.
Secara teoritis, harusnya tidak dapat ditemukan adanya eritrosit, namun dalam urine
normal dapat ditemukan 0 – 3 sel/LPK. Hematuria adalah adanya peningkatan jumlah
eritrosit dalam urin karena: kerusakan glomerular, tumor yang mengikis saluran kemih,
trauma ginjal, batu saluran kemih, infeksi, inflamasi, infark ginjal, nekrosis tubular akut,
infeksi saluran kemih atas dan bawah, nefrotoksin, dll (FK USU, 2008)
Hematuria dibedakan menjadi hematuria makroskopik (gross hematuria) dan
hematuria mikroskopik. Darah yang dapat terlihat jelas secara visual menunjukkan
perdarahan berasal dari saluran kemih bagian bawah, sedangkan hematuria mikroskopik
lebih bermakna untuk kerusakan glomerulus (FK USU, 2008)
Dinyatakan hematuria mikroskopik jika dalam urin ditemukan lebih dari 5
eritrosit/LPK. Hematuria mikroskopik sering dijumpai pada nefropati diabetik, hipertensi,
dan ginjal polikistik. Hematuria mikroskopik dapat terjadi persisten, berulang atau
sementara dan berasal dari sepanjang ginjal-saluran kemih. Hematuria persisten banyak
dijumpai pada perdarahan glomerulus ginjal. Eritrosit dismorfik tampak pada ukuran
yang heterogen, hipokromik, terdistorsi dan sering tampak gumpalan-gumpalan kecil
tidak beraturan tersebar di membran sel. Eritrosit dismorfik memiliki bentuk aneh akibat
terdistorsi saat melalui struktur glomerulus yang abnormal. Adanya eritrosit dismorfik
dalam urin menunjukkan penyakit glomerular seperti glomerulonefritis (FK USU, 2008).
b. Leukosit
Lekosit berbentuk bulat, berinti, granuler, berukuran kira-kira 1,5 – 2 kali eritrosit.
Lekosit dalam urine umumnya adalah neutrofil (polymorphonuclear, PMN). Lekosit
dapat berasal dari bagian manapun dari saluran kemih (FK USU, 2008)
Lekosit hingga 4 atau 5 per LPK umumnya masih dianggap normal. Peningkatan jumlah
lekosit dalam urine (leukosituria atau piuria) umumnya menunjukkan adanya infeksi
saluran kemih baik bagian atas atau bawah, sistitis, pielonefritis, atau glomerulonefritis
akut. Leukosituria juga dapat dijumpai pada febris, dehidrasi, stress, leukemia tanpa
adanya infeksi atau inflamasi, karena kecepatan ekskresi leukosit meningkat yang
mungkin disebabkan karena adanya perubahan permeabilitas membran glomerulus atau
perubahan motilitas leukosit. Pada kondisi berat jenis urin rendah, leukosit dapat
ditemukan dalam bentuk sel Glitter merupakan lekosit PMN yang menunjukkan gerakan
Brown butiran dalam sitoplasma. Pada suasana pH alkali leukosit cenderung
berkelompok (FK USU, 2008) Lekosit dalam urine juga dapat merupakan suatu
kontaminan dari saluran urogenital, misalnya dari vagina dan infeksi serviks, atau meatus
uretra eksterna pada laki-laki.
c. Sel Epitel
1) Sel Epitel Tubulus
Sel epitel tubulus ginjal berbentuk bulat atau oval, lebih besar dari leukosit,
mengandung inti bulat atau oval besar, bergranula dan biasanya terbawa ke urin
dalam jumlah kecil. Namun, pada sindrom nefrotik dan dalam kondisi yang mengarah
ke degenerasi saluran kemih, jumlahnya bisa meningkat. Jumlah sel tubulus ≥ 13 /
LPK atau penemuan fragmen sel tubulus dapat menunjukkan adanya penyakit ginjal
yang aktif atau luka pada tubulus, seperti pada nefritis, nekrosis tubuler akut, infeksi
virus pada ginjal, penolakan transplnatasi ginjal, keracunan salisilat. Sel epitel tubulus
dapat terisi oleh banyak tetesan lemak yang berada dalam lumen tubulus (lipoprotein
yang menembus glomerulus), sel-sel seperti ini disebut oval fat bodies / renal tubular
fat / renal tubular fat bodies. Oval fat bodiesmenunjukkan adanya disfungsi disfungsi
glomerulus dengan kebocoran plasma ke dalam urin dan kematian sel epitel tubulus
(FK USU, 2008)
Oval fat bodies dapat dijumpai pada sindrom nefrotik, diabetes mellitus lanjut,
kerusakan sel epitel tubulus yang berat karena keracunan etilen glikol, air raksa. Selain
sel epitel tubulus, oval fat bodies juga dapat berupa makrofag atau hisiosit. Sel epitel
tubulus yang membesar dengan multinukleus (multinucleated giant cells) dapat
dijumpai pada infeksi virus. Jenis virus yang dapat menginfeksi saluran kemih adalah
Cytomegalovirus (CMV) atau Herpes simplex virus (HSV) tipe 1 maupun tipe 2 (FK
USU, 2008)
2) Sel epitel transisional
Sel epitel ini dari pelvis ginjal, ureter, kandung kemih (vesica urinaria), atau uretra,
lebih besar dari sel epitel tubulus ginjal, dan agak lebih kecil dari sel epitel skuamosa.
Sel epitel ini berbentuk bulat atau oval, gelendong dan sering mempunyai tonjolan.
Besar kecilnya ukuran sel epitel transisional tergantung dari bagian saluran kemih
yang mana dia berasal. Sel epitel skuamosa adalah sel epitel terbesar yang terlihat
pada spesimen urin normal. Sel epitel ini tipis, datar, dan inti bulat kecil. Mereka
mungkin hadir sebagai sel tunggal atau sebagai kelompok dengan ukuran bervariasi
(FK USU, 2008)
3) Sel skuamosa
Epitel skuamosa umumnya dalam jumlah yang lebih dan berasal dari permukaan kulit
atau dari luar uretra. Signifikansi utama mereka adalah sebagai indikator kontaminasi
(FK USU, 2008)
d. Silinder
Silinder (cast) adalah massa protein berbentuk silindris yang terbentuk di tubulus ginjal
dan dibilas masuk ke dalam urine. Silinder terbentuk hanya dalam tubulus distal yang
rumit atau saluran pengumpul (nefron distal). Tubulus proksimal dan lengkung Henle
bukan lokasi untuk pembentukan silinder. Silinder dibagi-bagi berdasarkan gambaran
morfologik dan komposisinya. Faktor-faktor yang mendukung pembentukan silinder
adalah laju aliran yang rendah, konsentrasi garam tinggi, volume urine yang rendah, dan
pH rendah (asam) yang menyebabkan denaturasi dan precipitasi protein, terutama
mukoprotein Tamm-Horsfall. Mukoprotein Tamm-Horsfall adalah matriks protein yang
lengket yang terdiri dari glikoprotein yang dihasilkan oleh sel epitel ginjal. Semua benda
berupa partikel atau sel yang terdapat dalam tubulus yang abnormal mudah melekat pada
matriks protein yang lengket.
Konstituen selular yang umumnya melekat pada silinder adalah eritrosit, leukosit, dan sel
epitel tubulus, baik dalam keadaan utuh atau dalam berbagai tahapan disintegrasi.
Apabila silinder mengandung sel atau bahan lain yang cukup banyak, silinder tersebut
dilaporkan berdasarkan konstituennya. Apabila konstituen selular mengalami disintegrasi
menjadi partikel granuler atau debris, biasanya silinder hanya disebut sebagai silinder
granular (FK USU, 2008)
1) Silinder hialin
Silinder hialin atau silinder protein terutama terdiri dari mucoprotein (protein Tamm-
Horsfall) yang dikeluarkan oleh sel-sel tubulus. Silinder ini homogen (tanpa struktur),
tekstur halus, jernih, sisi-sisinya parallel, dan ujung-ujungnya membulat. Sekresi
protein Tamm-Horsfall membentuk sebuah silinder hialin di saluran pengumpul (FK
USU, 2008)
Silinder hialin tidak selalu menunjukkan penyakit klinis. Silinder hialin dapat dilihat
bahkan pada pasien yang sehat. Sedimen urin normal mungkin berisi 0 – 1 silinder
hialin per LPL. Jumlah yang lebih besar dapat dikaitkan dengan proteinuria ginjal
(misalnya, penyakit glomerular) atau ekstra-ginjal (misalnya, overflow proteinuria
seperti dalam myeloma). Silinder protein dengan panjang, ekor tipis terbentuk di
persimpangan lengkung Henle's dan tubulus distal yang rumit disebut silindroid
(cylindroids) (FK USU, 2008)
2) Silinder Eritrosit
Silinder eritrosit bersifat granuler dan mengandung hemoglobin dari kerusakan
eritrosit. Adanya silinder eritrosit disertai hematuria mikroskopik memperkuat
diagnosis untuk kelainan glomerulus. Cedera glomerulus yang parah dengan
kebocoran eritrosit atau kerusakan tubular yang parah menyebabkan sel-sel eritrosit
melekat pada matriks protein (mukoprotein Tamm-Horsfall) dan membentuk silinder
eritrosit (FK USU, 2008)
3) Silinder Leukosit
Silinder lekosit atau silinder nanah, terjadi ketika leukosit masuk dalam matriks
Silinder. Kehadiran mereka menunjukkan peradangan pada ginjal, karena silinder
tersebut tidak akan terbentuk kecuali dalam ginjal. Silinder lekosit paling khas untuk
pielonefritis akut, tetapi juga dapat ditemukan pada penyakit glomerulus
(glomerulonefritis). Glitter sel (fagositik neutrofil) biasanya akan menyertai silinder
lekosit. Penemuan silinder leukosit yang bercampur dengan bakteri mempunyai arti
penting untuk pielonefritis, mengingat pielonefritis dapat berjalan tanpa keluhan
meskipun telah merusak jaringan ginjal secara progresif (FK USU, 2008)
4) Silinder Granular
Silinder granular adalah silinder selular yang mengalami degenerasi. Disintegrasi sel
selama transit melalui sistem saluran kemih menghasilkan perubahan membran sel,
fragmentasi inti, dan granulasi sitoplasma. Hasil disintegrasi awalnya granular kasar,
kemudian menjadi butiran halus (FK USU, 2008)
5) Silinder Lilin (Waxy Cast)
Silinder lilin adalah silinder tua hasil silinder granular yang mengalami perubahan
degeneratif lebih lanjut. Ketika silinder selular tetap berada di nefron untuk beberapa
waktu sebelum mereka dikeluarkan ke kandung kemih, sel-sel dapat berubah menjadi
silinder granular kasar, kemudian menjadi sebuah silinder granular halus, dan
akhirnya, menjadi silinder yang licin seperti lilin (waxy). Silinder lilin umumnya
terkait dengan penyakit ginjal berat dan amiloidosis ginjal. Kemunculan mereka
menunjukkan keparahan penyakit dan dilasi nefron dan karena itu terlihat pada tahap
akhir penyakit ginjal kronis (FK USU, 2008)
Yang disebut telescoped urinary sediment adalah salah satu di mana eritrosit,
leukosit, oval fat bodies, dan segala jenis silinder yang ditemukan kurang lebih sama-
sama berlimpah. Kondisi yang dapat menyebabkan telescoped urinary sediment
adalah: 1) lupus nefritis 2) hipertensi ganas 3) diabetes glomerulosclerosis, dan 4)
glomerulonefritis progresif cepat. Pada tahap akhir penyakit ginjal dari setiap
penyebab, sedimen saluran kemih sering menjadi sangat kurang karena nefron yang
masih tersisa menghasilkan urin encer (FK USU, 2008)
7. Apakah indikasi pemeriksaan tambahan selain urinalisis dan kultur ?a. ISK kambuh (relapsing infection)
b. Pasien laki-laki
c. Gejala urologik
d. Hematuria persisten
e. Mikroorganisme jarang
f. ISK berulang denga interval kurang dari sama dengan enam minggu (Sukandar, 2006)
8. Apakah indikasi dari :a. Kultur darah
Kultur darah adalah tes laboratorium darah, yang diambil melalui sampling darah
vena untuk mengetahui apakah dalam darah terdapat bakteri ataupun
mikroorganisme lainnya untuk mengetahui adanya infeksi pada darah seperti
septikemia atau bakterimia. Selain itu dengan kultur darah dapat diidentifikasi
bakteri apa yang menyebabkan terjadinya infeksi pada tubuh. Hal ini akan
membantu klinisi untuk menentukan terapi yang tepat.
b. Swab urethra
Swab urethra adalah pemeriksaan lab dengan mengambil sample dari uretra dengan
cara memasukkan kapas tipis yang disebut cotton swab kedalam uretra, dengan
sedikit diputar secara halus. Prosedur ini membutuhkan beberapa detik dan memang
sedikit tidak nyaman, namun tidak nyeri dikarenakan hanya perlu beberapa detik
untuk melakukannya. Indikasi dilakukan urethral swab ini adalah untuk mengetahui
penyebab radang uretra (urethritis). Selain itu tes ini juga bisa digunakan untuk
mengetahui bakteri-bakteri lain yang terdapat pada uretra, seperti Gonore, dan
lainnya. Tes ini dilakukan apabila terdapat discharge abnormal pada urin.
c. Pemeriksaan urodinamik
Urodinamik merupakan tes untuk mengetahui bagaimana kandung kemih bekerja
untuk menyimpan urin, dan kerja uretra serta musculus sphincter dalam ekskresi
urin. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui penyebab dari inkontinensia,
frequency, urgency, rasa sakit ketika miksi, dan infeksi traktus urinarius yang
rekuren. Pada pemeriksaan ini, pasien diminta mengosongkan kandung kemih
kepada suatu toilet yang sudah dipasang uroflowmetry, yaitu alat untuk mengukur
kecepatan dan volume dari pengeluaran urin, yang dapat mengetahui fungsi dari
otot kandung kemih. Kemudian, pasien dipasangkan kateter untuk mengukur urin
residual dalam kandung kemih, pemasangan cystometry, dan electromyography
untuk mengetahui ada tidaknya gangguan impuls saraf dalam menyampaikan
informasi miksi.
d. Ronsen traktus urinariusdigunakan untuk melihat bayangan,besar,dan posisi organ traktus urinarius dan dapat pula dilihat klasifikasi kista,tumor,dan batu.
e. USG
digunakanuntukmenemukanletakmassadalamronggaperutataupelvis,membedakankistadenganmassa yang solid,mempelajaripergerakanorganmaupunpergerakanjanin,pengukurandanpenentuanvolum.Batuempedu, pemeriksaanutamaadalahdengan USG.
f. IVUTes ini dilakukan dengan menginjeksikan cairan kontras lewat vena sebelum dilakukan
pencitraan. Cairan kontras yang diinjeksikan akan masuk melalui saluran-saluran traktus
urinarius, dari ureter dan uretra, juga ke ginjal. Dengan ini dapat diketahui adanya
obstruksi pada ginjal dan saluran kemih seperti pembentukan batu ginjal atau batu saluran
kemih, tumor, kista, pembesaran kelenjar prostat, dan pemendekan ureter.
g. Voidingcystourethrogramuntukmengungkapkanadanyarefluksvesiko-ureter,buli-bulineurogenic,atau diverticulum uretrapadawanita yang seringmenyebabkaninfeksi yang seringkambuh
h. CT-scanddapatdilakukansecarapolosataudengankontras(mengetahuiadanya enhancement). Dapatdilakukanuntuk cranium, thorax., abdomen, dsb. CT-scan cranium sangatmembantubagianSaraf / NeurologidanBedahSaraf.
i. Pemeriksaandenganradionuklidamerupakanpemeriksaan in vivo karenamenjadikan organ tubuhsebagaisumberradiasi.Diamatiuntukmenentukanbesar,bentuk,danletak organ sertakelainannya.Radionuklidajugadimanfaatkanuntukmenghitungkonsentrasi hormone atauobatdalamdarah.
Bagian 2
1. Apa definisi / pengertian dari ISK ?ISK uncomplicated (sederhana) yaitu infeksi saluran kemih pada pasien tanpa disertai kelinan
anatomi maupun kelainan struktur saluran kemih. (Purnomo,B Basuki.2007)
ISK complicated (rumit) yaitu adalah infeksi saluran kemih yang terjadi pada pasien yang menderita
kelainan anatomik/struktur saluran kemih, atau adanya penyakit sistemik. Kelainan ini akan
menyulitkan pemberantasan kuman oleh antibiotika. (Purnomo,B Basuki.2007)
2. Apa faktor resiko terkait ISK pada tiap kelompok usia ?
Umur (Tahun)Insidensi (%)
Faktor risikoPerempuan Laki-laki
< 1 0, 7 2, 7 Foreskin, kelainan anatomy gastrourinary
1 – 5 4, 5 0, 5 Kelainan anatomy gastrourinary
6 – 15 4, 5 0, 5 Kelainan fungsional gastrourinary
16 – 35 20 0, 5 Hubungan seksual, penggunaan diaphragm
36 – 6535 20
Pembedahan, obstruksi prostat,
pemasangan kateter
>6540 35
Inkontinensia, pemasangan kateter,
obstruksi prostat
3. Jelaskan 4 cara masuknya bakteri ke dalam traktus urinarius> Manakah yang paling sering terjadi ?
Bakteri masuk ke saluran kemih manusia dapat melalui beberapa cara yaitu :
a. Penyebaran endogen
yaitu kontak langsung dari tempat infeksi terdekat. Jika didaerah saluran urinarius terdapat suatu
perlukaan makan bakteri akan menyebar ke lingkungan sekitarnya sehingga menyebabkan ISK.
b. Hematogen
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh rendah, karena
menderita suatu penyakit kronik, atau pada pasien yang sementara mendapat pengobatan
imunosupresif. Penyebaran hematogen dapat juga terjadi akibat adanya fokus infeksi di salah satu
tempat. Contoh mikroorganisme yang dapat menyebar secara hematogen adalah Staphylococcus
aureus, Salmonella sp, Pseudomonas, Candida sp., dan Proteus sp (Price,2006).
Ginjal yang normal biasanya mempunyai daya tahan terhadap infeksi E.coli karena itu jarang
terjadi infeksi hematogen E.coli. Ada beberapa tindakan yang mempengaruhi struktur dan fungsi
ginjal yang dapat meningkatkan kepekaan ginjal sehingga mempermudah penyebaran
hematogen. Hal ini dapat terjadi pada keadaan sebagai berikut :
1) Adanya bendungan total aliran urin
2) Adanya bendungan internal baik karena jaringan parut maupun terdapatnya presipitasi obat
intratubular, misalnya sulfonamide
3) Terdapat faktor vaskular misalnya kontriksi pembuluh darah
4) Pemakaian obat analgetik atau estrogen
5) Pijat ginjal
6) Penyakit ginjal polikistik
7) Penderita diabetes melitus (Britigan,1985).
c. Limfogen
Yaitu dari saluran kelenjar getah bening atau kelenjar limfe. Biasanya terjadi pada ginjal dan
ureter.
d. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi
Jalur eksogen merupakan jalur yang sering menyebabkan masuknya bakteri ke dalam traktus
urinaria. Hal ini dikarenakan pada saat pemasangan kateter dan tindakan medis lain yang tidak
steril sehingga kuman bisa mudah masuk lewat peralatan medis.
4. Jelaskan factor host-defense berperan dalam mencegah ISK. Sebutkan contoh kelainan dari tiap factor tersebut :a. Aliran urin yang tidak tersumbat
Kelainan anatomi dapat mengganggu mekanisme pertahanan tubuh, karena akan mengakibatkan stasis urin. Pada wanita kelainan anatomi yang sering dijumpai adalah nefropati refluks, nefropati analgesic, bat, dan kehamilan. Sedangkan pada pria biasanya akibat batu dan penyakit prostat. Aliran urin yang stasis ini tidak dapat membersihkan bakteri yang masuk ke saluran kemih (Mansjoer, 2000).
b. Karakteristik urinTubuh menjaga agar urin yang dikeluarkan memiliki tingkat osmolalitas tinggi, konsentrasi urea tinggi, dan pH asam. Kondisi menyebabkan urin mempunyai 'efek antibakteri' (Mansjoer, 2000).
c. Lapisan epitel Tr. UrinariusLapisen Epitel dari traktus urinarius memiliki sel penghasil uromukoid, zat ini sangat
membantu sekali dalam proses pertahanan tubuh dikarenakan memiliki enzim lisozim,
yang berfungsi untuk membunuh mikro organisme yang menempel di lapisan mukosa
traktur urinarius. Contoh kelainan : defisiensi Estrogen pada kehamilan (menyebabkan
produksi uromukoid di uroepitelial terganggu). (Lumbanbatu, S.M., 2003).
d. Antibodi spesifikPenelitian laboratorium melaporkan sekresi IgA urin meningkat dan diduga mempunyai peranan penting untuk kepekaan terhadap ISK (Sukandar, 2006).
e. GenetikPenelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status secretor mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK meningkat juga terkait dengan golongan darah AB, B, dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) den dengan fenotipe golongan darah Lewis. Kepekaan terhadap ISK rekuren dari kelompok pasien dengan saluran kemih normal (ISK tipe sederhana) lebih besar pada kelompok antigen darah non-sekretorik dibandingkan dengan kelompok sekretorik (Sukandar, 2006).
f. Flora normal
Gram Negative Gram Positive
Enterob
acteriac
ai
Escherichia Coli Micrococcacea
e
Staphy
lococc
us
aureus
Klebsiella pneumonia
oxytosa
Streptococcea
e
Strepto
coccus
fecalis
enteroco
ccus
Proteus mirabilis
vulgaris
Enterobacte
r
Cloacae
aerogenes
Providencia rettgeri
stuartii
Morganella morganii
Citrobacter Freundii
diversus
Serratia morcescens
Pseudo
monada
ceae
Pseudomon
as
aeruginosa
5. Menjelaskan :a. Apa sajakah factor patogenisitas bakteri?
Pili,karena berfungsi untuk menempel pada urotelium.Selain itu bakteri mempunyai sifat dapat membentuk antigen,menghasilkan toksin,dan menghasilkan enzim urease yang dapat merubah suasana urine menjadi basa
b. Strain e.coli apa yang mempunyai uropatogen?
Banyak sekali strain-strain dari E. coli E. coli yang patogenik terhadap tubuh kita. Akan
tetapi, strain E.coli yang uropatogen adalah E. coli yang umumnya memiliki P-pili di
permukaan selnya (Jawetz et al, 2007).
c. Jelaskan tentang ligand?Ligand adalah molekul organic yang berkaitan dengan molekul lainnya, digunakan terutama untuk menunjukkan molekul yang terikat terutama dengan molekul yang lebih besar
d. Jelaskan tentang P pili?Pili P adalah pili yang dimiliki oleh bakteri untuk menempel pada urotelium.Bakteri yang mempunyai pili P sangat virulen,karena pili P tidak dapat diikat oleh uromukoid/protein Tamm-Horsfall(protein di dalam urin yang bertindak sebagai bakterisidal)
e. Jelaskan tentang tipe 1 pili?Pili tipe 1 adalah pili yang dapat menimbulkan infeksi pada sistitis
f. Jelaskan tentang hemolisin?Hemolisin adalah bahan yang dapat mengakibatkan perusakan integritas membrane eritrosit sehingga terjadi pelepasan hemoglobin.
g. Jelaskan tentang Ag K?Antigen K adalah bagian luar dari antigen O yang berupa polisakarida. Antigen K berpengaruh terhadap reaksi aglutinasi dan dihubungkan dengan virulensi (menyebabkan perlekatan bakteri pada sel epithelial yang memungkinkan invasi ke system GI atau saluran kemih.
h. Jelaskan tentang patogenisitas bakteri dalam menyediakan mekanisme ISK persisten?Bakteri masuk kesaluran kemih dengan 3 cara
a. Hematogen Ascending Organ yang terinfeksi
b. Virulensi agen meningkat
c. Terjadi gangguan keseimbangan oleh karena system pertahanan tubuh menurun
d. Infeksi saluran Kemih (ISK)
6. Sebutkan bakteri yang paling sering menyebabkan ISK pada kelompok ?7. Bagaimanakah diagram alir investigasi disuria pada wanita ?
ya tidak
Disuria(pasien wanita)
Beresiko terkena penyakit menular
seksual
Evaluasi kemungkinan sistitis / penyakit menular seksual
Kemungkinan sistitis
Kemungkinan penyakit menular seksual
Obati sebagai penyakit menular seksual
obati
Resolusi gejala
dalam 2 hari
Terapi ISK akut
demam
demam dan toksisitas sitemik
tidak ya
Tanda dan gejala nyeri suprapubikya tidak
Positif dan tidak berespon
terhadap terapi
Positif dan berespon
terhadap terapi
Evaluasi penyebab lain
negatif
Kemungkinan :Organisme
resistenAbnormalitas
saluran kemihPenyebab lain
demam
Terapi penuh, atasi berbagai
problem
Terapi sebagai ISK akut
(pielonefritis)
Terapi penuh
Kultur urin jika belum
Periksa etiologi lain dari demam
Kultur urin
(+) dan tidak
terdeteksi etiologi
lain
ISK
ya tidak
8. Bagaimanakah diagram alir investigasi disuria pad pria ?
(JB. 2000)
Evaluasi adanya penyebab lainPertimbangkan :
Resistensi bakteriAbnormalitas traktur
urinarius
Terapi komplit dan terapi problem yang berkaitan
lakukan kultur urine dan beri terapi awal
Jika ada Gejala persisten
Positif
Positif dan tidak responsif untuk terapi
Positif dan responsif untuk terapi
Negatif
Resiko penyakit menular seksual
(PMS)
Diterapi sebagai gonococcal /
nongonococcal urethritis
Cari predisposisi ISK
Iya Tidak
Disuria pada pria
9. Kapan skrining terhadap bakteriuria asimtomatik yang direkomendasikan ?Bakteriuria asimptomatikdidefinisikan sebagai kultur urin positif tanpa keluhan, terjadi pada 1-2% gadis usia sekolah, 5% dari wanita muda aktif seksual, 15-50% pasien lanjut usia dalam perawatan, 50% wanita dengan kateterisasi intermiten, dan 100% pasien dengan foley kateter jangka lama. Bacteria asimptomatik tidak sinonim dengan ISK akut dan hanya diobati pada keadaan khusus seperti kehamilan atau pada wanita yang menjalani prosedur genitourinary invasive (Santoso, 2008).
10.Bagaimana prinsip terapi pada ISK ?Prinsip pengobatan penderita ISK adalah untuk membebaskan saluran kemih dari bakteri dan
mencegah atau mengendalikan infeksi berulang, sehingga angka kesakitannya dapat
dihilangkan atau dikurangi. Dalam pengobatan ini, pemilihan antibiotika memegang peranan
yang penting untuk menunjang keberhasilannya. Dewasa ini ada berbagai macam jenis
antibiotika di pasaran. Pengobatan ISK harus memperhatikan pola kuman yang ada, sehingga
antibiotika yang diberikan akan bekerja optimal.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya selain pengobatan di atas adalah perbaikan kebiasaan,
terutama yang menyangkut kebersihan daerah perkemihan dan kelamin. Hal ini menjadi
penting karena kebersihan daerah tersebut dapat mengurangi risiko berkoloni dan masuknya
kuman merugikan ke dalam saluran kemih sehingga faktor predisposisi tersebut hilang. Selain
itu, penderita ISK dianjurkan untuk minum air sekitar 1,5 sampai 2 liter per hari.
11.Faktor apa sajakah yang berperan dalam pemilihan antibiotic pada ISK ?
Pada ISK yang tidak memberikan gejala klinis tidak perlu pemberian terapi,tetapi ISK yang telah memberikan keluhan harus segera mendapatkan antibiotika;bahkan jika infeksi cukup parah diperlukan perawatan di rumah sakit guna tirah baring,pemberian hidrasi,dan pemberian medikamentosa secara inravena berupa analgesika dan antibiotika.Antibiotika yang diberikan berdasarkan atas kultur kuman dan tes kepekaan antibiotika.
12.Susunlah table antimicrobial yang direkomendasikan berdasarkan lokasi anatomisnya
Antimikroba Dosis Lama Terapi
Trimetoprim-Sulfametoksazol
Trimetoprim
Siprofloksasin
Levofloksasin
Sefiksim
Sefpodoksim proksetil
Nitrofurantoin makrokristal
Nitrofurantoin monohidrat
makrokristal
Amoksisilin/Klavulanat
2 x 160/800 mg
2 x 100 mg
2 x 100-250 mg
2 x 250 mg
1 x 400 mg
2 x 100 mg
4 x 50 mg
2 x 100 mg
2 x 500 mg
3 hari
3 hari
3 hari
3 hari
3 hari
3 hari
7 hari
7 hari
7 hari
Table 1. Antimikroba pada ISK bawah tak berkomplikasi
Antimikroba Dosis Interval
Sefepim
Siprofloksasin
Levofloksasin
Ofloksasin
Gentamisin (+ ampisilin)
Ampisilin (+ gentamisin)
Tikarsilin-klavulanat
Piperasilin-tazobaktam
Imipenem-silastatin
1 gram
400 gram
500 gram
400 gram
3-5 mg/kgBB
1 mg/kgBB
1-2 gram
3,2 gram
3,375 gram
250-500 mg
12 jam
12 jam
24 jam
12 jam
24 jam
8 jam
6 jam
8 jam
2-8 jam
6-8 jam
Tabel 2. Obat parenteral pada ISK atas akut berkomplikasi
13.Susunlah table antimicrobial yang direkomendasikan berdasarkan tipe ISk, serta durasi terapi masing-masing ?
Jenis Infeksi Penyebab Tersering Pilihan Antimikroba
Infeksi Saluran kemih
a. Sistitis akut E. coli, S. saprophyticus, kuman
gram negatif lainnya
Nitrofurantoin, ampisilin,
trimetroprim
b. Pielonefritis akut E. coli, kuman gram negatif
lainnya, Streptococcus
untuk pasien rawat :
Gentamisin (atau aminoglikosid
lainnya), kotrimoksazol parenteral,
sefalosporin generasi III, aztreonam
c. prostatitis akut E. coli, kuman gram negatif
lainnya, E. faecalis
Kotrimoksazol atau fluorokuinolon
atau aminoglikosid dan ampisilin
parenteral
d. Prostatitis kronis E. coli, kuman gram negatif
lainnya, E. faecalis
Kotrimoksazol, fluorokuinolon atau
trimetroprim
14.Bagaimana regimen Ab profilaksis ?
Terapi antibiotika profilaksis bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih rekurens.
Antibiotika yang diberikan dalam dosis rendah selama 6 bulan. Daftar regimen antibiotika yang
digunakan untuk profilaksis.
Agent Dosis
Regimen Standar:
• Trimethoprim-sulphamethoxazole 40/200 mg/hari or tiga kali /minggu
• Trimethoprim 100 mg/hari
• Nitrofurantoin 50 mg/hari
• Nitrofurantoin macrocrystals 100 mg/hari
Lain-lain:
• Cephalexin 125 or 250 mg/hari
• Norfloxacin 200 mg/hari
• Ciprofloxacin 125 mg/hari
Tabel 1. Regimen antibiotika profilaksis untuk pencegahan infeksi saluran kemih non komplikata
akut pada wanita. (Zunilda, 2007)
15.Apa sajakah Ab yang memerlukan penyesuaian dosis untuk penyakit hepar dan ginjal ?
ACE inhibitor1 Cidofovir Ifosfamid Mitomisin Simetidin
Allopurinol Cisplatin Kokain NSAID6 Statin7
Amfoterisin B Fenofibrat Kuinolon baru4 Penisilin Sulfonamid
Aminoglikosida2 Foscarnet Laksatif5 Pentamidin Tetrasiklin
Asam
asetilsalisilat3
Furosemid Metadon Rifampisin Thiazide
diuretik
Asiklovir (IV) Gemfibrozil Metamfetamin Sefalosporin Trimetoprim
Basitrasin Heroin Metotreksat Siklosporin Vankomisin
Keterangan1Misalnya: captopril, ramipril, lisinopril, dan sebagainya.2Misalnya: streptomisin, gentamisin, tobramisin, dan sebagainya.3Pada lansia dalam dosis kecil.4Misalnya: siprofloksasin, levofloksasin, dan sebagainya.5Hanya pada pemakaian kronik.6Misalnya: ibuprofen, meloksikam, indometasin, dan sebagainya.7Misalnya: atorvastatin, simvastatin, dan sebagainya.
16.Bagaimana manajemen ISK pada pasien yang sedang hamil ?
Langkah yang dapat kita lakukan adalah sebagai berikut:
a. Istirahat
1) Upayakan segera miksi setelah reflex miksi muncul
2) Pada wanita bila cebok tangan dari arah belakang tidak sampai
kedepan/vagina/orifisium uretrae
b. Diet
Cukup vitamin A dan C untuk mempertahankan epitel saluran kemih
c. Medikamentosa
Obat pertama :
Terbaik menurut kultur
Bila tidak, obat-obat berikut dapat dipilih dan diikuti :
1) Sefotaksin
2) Seftriakson, 2-3 1 gr/hari
3) Kotrimoksazol : dosis tunggal 4 tablet
4) Trimetoprin : 400
5) Fluoroquinolon (norfloxacin, ciprofloxacin, ofloxacin)
6) Amoksisilin 3 gram obat ini sepertiganya resisten terhadap E. Coli
7) Doksisiklin pada klamedia : 2 x 100 mg/hari
8) Aminoglikosid
9) Sefalosporin generasi ketiga
10) Bila penyakit berat atau ada tanda-tanda urosepsis, harus dirawat inap dan secara
emperis dapat diberikan Imipenem atau Penisilin/Sefalosporin plus amino
glikoside dan seftriakson atau seftazidine. Obat-obat tersebut diberikan 7-14 hari.
Ditindaklanjuti 7-21 pasca-terapi
11) Pada ibu hamil, sistitis akut diberikan amoksisilin, nitrofurantoin atau
sefalosporin
12) Pada ibu hamil pun di lakukan :
13) Terapi yang dapat diberikan :
14) Ampisilin 3 x 500 mg selama 7 – 10 hari atau
15) Cephalosporin
16) Nitrofurantoin
Setelah terapi, lakukan pemeriksaan ulangan dengan biakan urine oleh karena
kejadian ini seringkali berulang ( 25% )
17.Antibiotik apa saja yang aman untuk ISK pada kehamilan ?a. Sulfonamide
Pemakaian sistemik dapat menimbulkan komplikasi pada saluran kemih, meskipun sekarang jarang terjadi karena telah banyak ditemukan sulfa yang lebih mudah larut seperti sulfisoksazol. Penyebab utama ialah pembentukan dan penumpukan Kristal dalam ginjal, kaliks, pelvis, ureter atau kandung kemih, yang menyebabkan iritasi dan obstruksi.
b. MetenaminMetenamin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi hati karena dalam lambung obat ini membebaskan ammonia. Metenamin sebenarnya tidak kontraindikasi untuk gagal ginjal, namun asamnya dapat memperburuk keadaan. Oleh karena itu metenamin mandelat misalnya, tidak boleh diberikan pada keadaan ini.
c. NitrofurantionNitrofurantion dikontraindikasikan pada gangguan faal ginjal dengan klirens kreatinin kurang dari 40mL/menit (FKUI, 2007)
18.Bagaimana manajemen ISK rekuren ?
Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotika yang adekuat, dan
kalau perlu terapi asimtomatik untuk alkalinisasi urin:
a. Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan antibiotika tunggal; seperti
ampisilin 3 gram, trimetoprim 200 mg.
b. Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisi (lekositoria) diperlukan terapi konvensional selama
5-10 hari.
c. Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala hilang dan tanpa
lekositoria (Sukandar, 2004).
Reinfeksi berulang (frequent re-infection)
a. Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif diikuti koreksi faktor resiko.
b. Tanpa faktor predisposisi seperti, asupan cairan banyak, cuci setelah melakukan senggama
diikuti terapi antimikroba takaran tunggal (misal trimetroprim 200 mg) dan terapi antimikroba
jangka lama sampai 6 bulan (Sukandar, 2004).
Sindroma uretra akut (SUA). Pasien dengan SUA dengan hitungan kuman 103-
105memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasi l yang baik dengan
tetrasiklin. Infeksi disebabkan MO anaerobic diperlukan antimikroba yang serasi, misal golongan
kuinolon (Sukandar, 2004).
Pielonefritis akut pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap
untuk memlihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam. Indikasi rawat
inap pielonefritis akut adalah seperti berikut (Sukandar, 2004):
a. Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotika oral.
b. Pasien sakit berat atau debilitasi.
c. Terapi antibiotika oral selama rawat jalan mengalami kegagalan.
d. Diperlukan invesstigasi lanjutan.
e. Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi.
f. Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes mellitus, usia lanjut.
The Infection Disease of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi antibiotik IV
sebagai terapi awal selama 48-72jam sebelum diketahui MO sebagai penyebabnya yaitu
fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan sefalosporin dengan spectrum luas
dengan atau tanpa aminoglikosida (Sukandar, 2004).
Antibiotika merupakan terapi utama pada ISK. Hasil uji kultur dan tes sensitivitas sangat
membantu dalam pemilihan antibiotika yang tepat. Efektivitas terapi antibiotika pada ISK dapat
dilihat dari penurunan angka lekosit urin disamping hasil pembiakan bakteri dari urin setelah terapi
dan perbaikan status klinis pasien. Idealnya antibiotika yang dipilih untuk pengobatan ISK harus
memiliki sifat-sifat sebagai berikut : dapat diabsorpsi dengan baik, ditoleransi oleh pasien, dapat
mencapai kadar yang tinggi dalam urin, serta memiliki spektrum terbatas untuk mikroba yang
diketahui atau dicurigai. Pemilihan antibiotika harus disesuaikan dengan pola resistensi lokal,
disamping juga memperhatikan riwayat antibiotika yang digunakan pasien (Coyle and Prince, 2005).
Terapi antibiotika profilaksis bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih rekurens.
Antibiotika yang diberikan dalam dosis rendah selama 6 bulan. Daftar regimen antibiotika yang
digunakan untuk profilaksis. (Rubin RH et all, 1992)
Agent Dosis
Regimen Standar:
• Trimethoprim-
sulphamethoxazole
40/200 mg/hari or tiga kali /minggu
• Trimethoprim 100 mg/hari
• Nitrofurantoin 50 mg/hari
• Nitrofurantoin macrocrystals 100 mg/hari
Lain-lain:
• Cephalexin 125 or 250 mg/hari
• Norfloxacin 200 mg/hari
• Ciprofloxacin 125 mg/hari
Tabel 1. Regimen antibiotika profilaksis untuk pencegahan infeksi saluran kemih
non komplikata akut pada wanita. (Rubin RH et all, 1992)
19.Bagaimanakah manajemen ISK pada pasien DM ? a. Farmakologis (Aru,2009)
1) Tes glukosa urine dengan metode dipstick urine2) Berikan AB aesuai kultur3) AB profilaksis dosis rendah = digunakan setelah lebih dari 3x kejadian ISK dalam 1 tahun4) AB profilaksis diberikan 6 bulan sampai 1 tahun tetapi dapat lebih lama.5) AB diminum sebelum tidur atau setelah koitus
b. Non-farmakologis1) Celana damlam katun 2) Celana dalam tidak ketat dan tidak panas dan basah untuk mencegah timbulnya bakteri.3) Bersihkan dari depan ke belakang setelah miksi dan defekasi untuk mencegah penyebaran
bakteri dari anus ke vagina dan uretra.4) Tidak menahan kencing5) Batasi makanan yang mengandung gula berlebih
Daftar Pustaka
Semeniuk H, Church D. Evaluation of the lecocyte esterase and nitrite urine dipstick screening
tests for detection of bacteriuria in womwn with suspected uncomplicated urinary tract
infections. Journal of clinical microbiology 1999 : 3051-2.
Henry, J.B. 2000. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods. Saunders: New York
Sudoyo, Aru W.2009.Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid II. FKUI: Jakarta.
Britigan BE et al. 1985. Gonococal infection: A model molecular pathogenesis, N Engl J. Med ;
312 :1682.
Jawetz, Ernest, dkk.1996.Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. EGC: Jakarta.
Price dan Wilson.2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. EGC:
Jakarta.
Zunilda.2007.Farmakolgi dan Terapi Edisi 5. FKUI: Jakarta.
SuryaatmadjaM,SosroR.Tesfaalginjaldanmanfaatnya di klinik.CerminDunia Kedokteran.1983;30:39-44
Purnomo,Basuki.2008.Dasar-dasar Urologi.Jakarta:CV.SagungSeto
FK USU, Infeksi Saliran Kemih, diakses dari repository.usu.ac.id/infeksi.saluran.kemih/tghl3a/2008
Sukandar, Enday. 2006. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa (Ilmu Penyakit Dalam). Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI.
Departemen Farmakologi dan Teurapetik FKUI. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Rubin RH, Shapiro ED, Andriole VT, Davis RJ, Stamm WE. General guidelines for the evaluation of
new anti-infective drugs for the treatment of urinary tract infection. Clin Inf Dis 1992
(15) : S216-27.
Sukandar,Enday.2009.Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa.dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.Jakarta:FKUI
Rubin RH, Shapiro ED, Andriole VT, Davis RJ, Stamm WE. General guidelines for the evaluation of
new anti-infective drugs for the treatment of urinary tract infection. Clin Inf Dis 1992
(15) : S216-27.
Sukandar,Enday.2009.Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa.dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.Jakarta:FKUI
Coyle, EA and Prince, RA. 2005. Urinary Tract Infections and Prostatitis, Pharmacotherapy A
Pathophysiologic Approach, DiPiro, J.T., et al, (eds) McGraw-Hill Mudical Publishing Division
Lewandrowski, K. 2002. Clinical Chemistry Laboratory Management and Clinical Correlations. Lippincott
Williams and Wilkins. Philadelphia.
Nguyen, H.T. 2004. Bacterial Infection of the Genitourinary Tract. In: Tanagho, E.A., and McAninch, J.W.,
ed. Smith’s General Urology 16thedtion. The McGraw Hill companies. US of America: 203-227
Saepudin, Sulistiawa, R Y, dan Hanifah, S. 2007. Perbandingan Penggunaan Antibiotika Pada Pengobatan
Pasien Infeksi Saluran Kemih Yang Menjalani Rawat Inap di Salah Satu RSUD di Yogyakarta
Tahun 2004 dan 2006. Yogyakarta : Universtitas Islam Indonesia, 57-63
Setiabudy, Rianto. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Stevenson, Farazier; Datta, Shreelata. 2003. Crash Course-Renal and Urinary Systems. California : Elsevier
Mosby.
Sukandar, E. 2004. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI. Hal:553-557
Suryaatmadja M,Sosro R.Tes faal ginjal dan manfaatnya di klinik.Cermin Dunia Kedokteran.1983;30:39-44