SkripsiFix.doc
-
Upload
rahmat-agung -
Category
Documents
-
view
6 -
download
2
Transcript of SkripsiFix.doc
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan
atau tidak berfungsinya indera penglihatan. Di Indonesia, kaum tunanetra secara
stereotip digambarkan sebagai seseorang yang tidak berdaya, tidak mandiri, dan
menyedihkan. Sehingga terbentuk pandangan dikalangan masyarakat bahwa para
kaum tunanetra itu patut dikasihani, selalu membutuhkan perlindungan dan
bantuan.
Selama ini sikap dan pandangan masyarakat yang negatif itu
menyebabkan para remaja tunanetra kurang percaya diri, menjadi rendah diri,
minder dan merasa tidak berguna. Hal ini akan berakibat pada aktualisasi dan
pengembangan potensi kepribadian menjadi terhambat, sehingga remaja
tunanetra menjadi pesimis dalam menghadapi tantangan, takut dan khawatir
dalam menyampaikan gagasan, ragu-ragu dalam menentukan pilihan dan
memiliki sedikit keinginan untuk bersaing dengan orang lain.
Setiap makhluk hidup, termasuk manusia, mempunyai tuntutan kebutuhan
yang harus dipenuhi, baik kebutuhan fisik, psikis, maupun sosial. Tuntutan
kebutuhan membuat seseorang aktif dan terus aktif sampai situasi seseorang dan
lingkungan diubah untuk meredakan kebutuhan tersebut. Beberapa tuntutan
kebutuhan disertai dengan emosi atau perasaan tertentu dan seringkali disertai
dengan perilaku/tindakan instrumental tertentu yang efektif untuk memenuhi
kebutuhan yang dirasakan.
Seseorang yang mempunyai kecacatan biasanya disebut dengan kondisi
luar biasa. Pada umumnya, yang termasuk dalam kondisi luar biasa adalah
seseorang atau individu yang mengalami cacat baik jasmani maupun rohani,
1
berupa kelainan fisik, mental, ataupun sosial, sehingga mengalami hambatan
dalam mencapai tujuan atau kebutuhan dalam hidupnya.
Seorang tunanetra, dalam kondisinya yang khusus atau luar biasa dengan
berbagai kesulitannya, sering menghadapi berbagai masalah karena hambatan
dalam fungsi penglihatannya.
Dengan gambaran kondisi seperti diatas, maka sudah dapat dilihat
bagaimana sulitnya penderita tunanetra membangun semangat dan pola hidupnya.
Termasuk dalam pola hidup kesehatan penderita tunanetra itu sendiri, terkhusus
dalam kesehatan gigi dan mulutnya.
Dalam kaitannya dengan stomatitis, dengan memperhatikan faktor
penyebab terjadinya stomatitis, maka penderita tunanetra seharusnya memperoleh
perhatian yang lebih lagi. Mengingat pola hidup dan lingkungan penyandang
tunanetra yang sangat mendukung terjadinya stomatitis.
Stomatitis itu sendiri adalah lesi yang timbul di rongga mulut yang
disebabkan oleh penurunan daya tahan tubuh yang dapat dipicu oleh beberapa
faktor antara lain akibat defisiensi nutrisi, kebiasaan hidup yang kurang
memperhatikan kesehatan gigi dan mulut, akibat kebiasaan buruk (badhabbit),
sehingga virus dan bakteri mudah menyerang jaringan lunak rongga mulut.
Penyakit ini sangat mengganggu dengan rasa sakit dan seperti terbakar, membuat
penderitanya susah makan dan susah minum.
Stomatitis dapat menyerang siapa saja, tidak mengenal umur maupun
jenis kelamin. Biasanya daerah bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah serta di
langit-langit.
I.2 Dasar Pemikiran
Dengan memperhatikan faktor penyebab terjadinya stomatitis berupa
defisiensi nutrisi, kebiasaan hidup yang kurang memperhatikan kebersihan gigi
dan mulut, kebiasaan buruk (badhabbit), trauma, infeksi, dan penyakit sistemik,
2
maka penulis ingin mengetahui dan membuktikan apa sebenarnya yang menjadi
penyebab paling dominan terjadinya stomatitis pada penderita tunanetra.
I.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui tingkat kejadian dan faktor yang mempengaruhi terjadinya
stomatitis pada penderita tunanetra.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Stomatitis
Stomatitis merupakan istilah untuk menerangkan berbagai macam lesi
yang timbul di rongga mulut. Gejalanya berupa rasa sakit atau rasa terbakar satu
sampai dua hari yang kemudian bisa timbul luka (ulser) di rongga mulut. Rasa
sakit dan rasa panas pada stomatitis ini membuat kita susah makan dan minum.
Sehingga pasien dengan stomatitis datang ke dokter gigi dalam keadaan lemas.
Stomatitis biasanya berupa bercak putih kekuningan dengan permukaan agak
cekung, dapat berupa bercak tunggal maupun bercak kelompok.1,2
Walaupun stomatitis memang bukan penyakit yang mematikan, namun
jika penyakit ini terjadi di dalam mulut, maka akan sangat menyiksa
penderitanya. Mulut terasa nyeri, tidak nyaman dan di dalamnya muncul luka-
luka yang terbuka, sehingga sangat tidak nyaman jika luka tersebut disentuh oleh
makanan atau benda asing yang masuk ke dalam mulut. Kondisi tersebut
menyebabkan penderita sulit makan dan bicara. Apalagi, bila penyakit di rongga
mulut ini menimbulkan komplikasi berupa selulitis (radang sel) mulut akibat
infeksi bakteri sekunder sariawan, infeksi dental (abses gigi) dan kanker mulut.4
Stomatitis dikatakan sering kambuh jika dalam sebulan 2-3 kali. Proses
penyembunhannya juga cukup lama, rata-rata 7-9 hari atau sampai 2 minggu.
Masyarakat awam kebanyakan menganggap bahwa stomatitis diakibatkan
karena kekurangan vitamin C. Maka dari itu, ketika penyakit tersebut menyerang,
banyak yang langsung berusaha menyembuhkannya dengan mengkonsumsi
vitamin C. Baik vitamin C dalam bentuk tablet, hisap, telan, effervescent (tablet
yang dilarutkan), dan lain sebagainya dalam takar berlebih. Pemahaman semacam
ini tidak selamanya benar, sebab stomatitis bisa terjadi akibat beberapa faktor,
4
misalnya trauma. Trauma bisa terjadi pada saat makan, di mana proses
pengunyahan bahan makanan yang padat atau keras berikbat pada rusaknya
jaringan lunak rungga mulut. Stomatitis yang disebabkan karena trauma biasanya
sembuh sendiri tanpa pengobatan. Selain trauma, beberapa infeksi bisa menjadi
penyebab timbulnya stomatitis seperti herpes simpleks, tuberculosis (TBC),
hingga infeksi karena HIV/AIDS. Selain itu, stomatitis dapat juga diakibatkan
munculnya penyakit sistemik.4
II.2 Jenis-jenis Stomatitis
Setelah kita membahas pengertia dari stomatitis, selanjutnya kita akan
membahas tentang pembagian dari stomatitis. Secara garis besar stomatitis
terbagi atas:
1. Stomatitis Apthous
Yaitu sariawan yang terjadi akibat tergigit atau luka akibat benturan
dengan sikat gigi. Bila kuman masuk dan daya tahan tubuh anak sedang turun,
maka bisa terjadi infeksi, timbul peradangan dan melahirkan rasa sakit atau nyeri.
Stomatitis jenis ini dibagi atas dua jenis yaitu akut dan kronis.5,6
- Stomatitis akut
Stomatitis akut adalah stomatitis yang disebabkan oleh trauma akibat sikat
gigi, tergigit, dan sebagainya. Bila dibiarkan saja stomatitis ini akan
sembuh dengan sednirinya dalam beberapa hari.
- Stomatitis kronis
Stomatitis kronis adalah stomatitis yang disebabkan xerostomia (mulut
kering). Jenis ini jika dibiarkan akan sulit sembuh.5
5
Stomatitis apthous yang sifatnya rekuren dapat diklasifikasikan
berdasarkan karakteristik klinis yaitu ulser minor, ulser mayor, dan ulser
hipertiform:
-Rekuren Apthous Stomatitis Minor
Sebagian besar pasien (80%) yang menderita bentuk minor (MIRAS,
ditandai dengan ulser berbentuk bulat atau oval dan dangkal dengan diameter
yang kurang daro 5 mm serta pada bagian tepinya terdiri dari eritematous.
Ulserasi bisa tunggal ataupun merupakan kelompok yang terdiri atas empat atau
lima.
Gambar 1: Recurrent Apthous Stomatitis Minor
Sumber : http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/564/resources/
image/bp/1.html
Frekuensi RAS lebih sering pada laki-laki daripada wanita dan mayoritas
penyakit terjadi pada usia antara 10 dan 30 tahun. Pasien dengan MIRAS
mengalami ulserasu yang berulang dan lesi individual dpapat terjadi dalam
jangka waktu yang pendek dibandingkan dengan tiga jenis yang lain. Ulser ini
6
sering muncul pada mukosa non-keratin. Lesi ini didahului dengan rasa terbakar,
gatal, atau rasa pedih dan adanya pertumbuhan macula eritematous. Klasiknya,
ulserasi berdiameter 3 sampai 10 mm dan sembuh tanpa luka dalam 7 sampai 14
hari.
- Rekuren Apthous Stomatitis Major
Rekuren aphtous stomatitis major (MARAS), yang diderita kira-kira 10%
dari penderita RAS dan lebih hebat dari MIRAS. Secara klasik, ulser ini
berdiameter kira-kira 1-3 cm dan berlangsung 4 minggu termasuk daerah-daerah
yang berkeratin. Tanda adanya ulser seringkali dilihat pada MARAS. Jaringan
parut terbentukkarena keparahan dan lamanya lesi terjadi.
Gambar 2: Recurrent Apthous Stomatitis MayorSumber : http://dentosca.wordpress.com/2011/04/08/recurrent-aphthous-
stomatitis-ras/
Rekuren apthous stomatitis major lebih besar disbanding MIRAS dan
terjadi dalam jangkan waktu yang panjang. Awal dari MARAS terjadi setelah
masa puberty dan akan terus menerus hingga 20 tahun atau lebih.
7
- Hipertiformis Apthous Stomatitis
Istilah herpertiformis digunakan karena bentuk klinis HU (yang dapat
terdiri dari atas 100 ulser kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis
herpetic primer tetapi virus-virus herpes tidak mempunyai peranan dalam
etioologi HU atau dalam setiap bentuk ulserasi aptosa.
Gambar 3: Herpertiformis Apthous StomatitisSumber : http://dentosca.wordpress.com/2011/04/08/recurrent-aphthous-
stomatitis-ras/
Herpertiformis apthous stomatitis menunjukkan lesi yang besar dan
frekuensi terjadinya berulang. Pada beberapa individu, lesi berbentuk kecil dan
berdiameter rata-rata 1 sampai 3 mm.
Etiologi yang utama dari RAS adalah faktor keturunan. Faktor ini
mempunyai pengaruh yang cukup besar, karena itu bila dalam satu keluarga ada
yang memiliki sariwan maka anggota lainnya biasanya juga terkena. Adanya
peningkatan terjadinya RAS pada anak dengan orang tua yang positif RAS.
8
2. Oral thrush/moniliasis
Yaitu Sariawan yang disebabkan jamur candidas albican, biasanya
banyak dijumpai di lidah. Pada keadaan normal, jamur memang terdapat
dalam mulut. Namun, saat daya tahan tubuh anak menurun, ditambah
penggunaan obat antibiotika yang berlangsung lama atau melebihi jangka
waktu pemakaian, jamur Candida Albican tumbuh lebih banyak lagi.7
3. Stomatitis herpetic
Yaitu sariawan yang disebabkan virus herpes simplek dan berlokasi di
bagian belakang tenggorokan. Sariawan di tenggorokan boasanya langsung
terjadi jika ada virus yang sedang mewabah dan pada saat itu daya tahan
tubuh sedang rendah, sehingga system imun tidak dapat mentralisir /
mengatasi virus yang masuk sehingga terjadilah ulser.8
II.3 Faktor Penyebab Terjadinya Stomatitis
Sampai saat ini penyebab utama dari Sariawan belum diketahui. Namun
para ahli telah menduga banyak hal yang menjadi penyebab timbulnya sariawan
ini, diantaranya adalah :9
1. Faktor General antara lain :
- Hormonal maupun penyakit sistemik
- Stres
2. Faktor Lokal antara lain :
- Overhang tambalan atau karies, protesa (gigi tiruan)
- Luka pada bibir akibat tergigit/benturan
- Defisiensi (kekurangan) vitamin B12 dan zat besi
9
Infeksi virus dan bkteri juga diduga sebagai pencetus timbulnya stomatitis
ini. Ada pula yang mengatakan bahwa stomatitis merupakan reakasi imunologik
abnormal pada rongga mulut. Sedangkan yang cukup sering terjadi pada kita,
terutama warga kota yang sibuk, adalah stres. Faktor psikologis ini (stres) telah
diselidiki berhubungan dengan timbulnya stomatitis.9
Selain itu, faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya stomatitis
adalah sebagai berikut :
1. Trauma
Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa trauma pada bagian
dalam rongga mulut dapat menyebabkan RAS. Dalam banyak kasus, trauma ini
disebabkan masalah-masalah yang sangat sederhana. Trauma merupakan salah
satu faktor yang dapat menyebabkan ulser teruatama pada pasien yang
mempunyai kelainan tetapi kebanyakan RAS mempunyai daya perlindungan
yang rlatif dan mukosa mastikasi adalah salah satu proteksi yang paling umum.10
Faktor lain yang dapat menyebabkan trauma di dalam rongga mulut
meliputi :10
- Pemakaian gigi tiruan
Rekuren apthous stomatitis disebabkan oleh pemasangan gigi palsu.
Seringkali, gigitiruan yang dipasang secara tidak tepat dapat mengiritasi
dan melukai jaringan yang ada di dalam rongga mulut. Masalah yang
sama sering pula dialami oleh porang-orang yang menggunakan gigitiruan
kerangka logam. Logam dapat melukai bagian dalam rongga mulut.
- Trauma sikat gigi
Beberapa pasien berpikir bahwa ulser terjadi karena trauma pada mukosa
rongga mulut yang disebabkan oleh cara penggunaan dari sikat gigi yang
10
berlebihan dan cara menyikat gigi yang salah dapat merusak gigi dan
jaringan yang ada di dalam rongga mulut.
- Trauma makanan
Banyak jenis makanan yang kita makan dapat menorah, menggores atau
melukai jaringan-jaringan yang ada di dalam rongga mulut dan
menyebabkan terjadinya RAS. Contohnya adalah keripik kentang, kue
kering yang keras, apel dan setelah mengunya permen keras.
- Prosedur Dental
Prosedur dental dapat mengiritasi jaringan lunak mulut yang tipis dan
menyebabkan RAS. Terdapat informasi bahwa hanya dengan injeksi
novacaine dengan jarum dapat menyebabkan timbulnya RAS beberapa
hari setelah dilakukan penyuntikan.
- Menggigit bagian dalam mulut
Banyak orang menderita luka di daam mulutnya karena menggigit bibir
dan jaringan lunak yang ada di dalam rongga mulut secara tidak sengaja.
Sering kali, hal ini dapat menjadi sebuah kebiasaan yang tidak disadari
atau dapat terjadi selama tidur dan luka juga disebabkan oleh tergigitnya
mukosa ketika makan dan tertusuk kawat gigi sehingga dapat
menimbulkan ulser yang mengakibatkan RAS. Luka gigit pada bibir atau
lidah akibat susunan gigi yang tidak teratur.
2. Infeksi
Tidak terdapat fakta yang menunjukkan bahwa stomatitis secara langsung
disebabkan oleh mikroba karena hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh
11
infeksi silang dari Streptococci. Biasanya, untuk mencegah infeksi rongga mulut
dapat digunakan providone-iodine (obat kumur).11
Namun pada dasarnya, providone-iodine merupakan iodine kompleks
yang berfungsi sebagai antiseptic. Povidone-iodine mapu membunuh
mikroorganisme seperti jamur, bakteri, virus, protozoa, dan spora bakteri. Tak
heran agen ini berguna untuk terapi infeksi yang berkaitan dengan makhluk-
makhluk renik tesebut. Selain sebagai obat kumur (mouthwash) yang digunakan
setelah gosok gigi, povidone-iodine gargle memang digunakan untuk mengatasi
infeksi-infeksi mulut dan tenggorokan, seperti gingivitis (inflamasi di gusi) dan
tukak mulut (sariawan).11
3. Abnormalitas Imunologi
Abnormalitas imonologi kemungkinan juga dapat menybabkan ulser.
Sirkulasi antibody diduga berhubungan dengan keadaan mukosa dari rongga
mulut. Dimana antibody tersebut bergantung pada mekanisme sitoksik atau
proses penetralisir racun yang masuk ke dalam tubuh. Sehingga jika system
immunologi mengalami abnormalitas, maka dengan mudah bakteri ataupun virus
menginfeksi jaringan lunak disekitar mulut.11
4. Penyakit Gastrointestinal
Walaupun diketahui bahwa ulser dapat menyebabakn penderitan sukar
mencerna makanan, namun hal tersebut jarang dihubungkan dengan penyakit
gastrointestinal. Tetapi lebih sering dihubungkan dengan defisiensi vitamin B12.
Akan tetapi, ditemukan bahwa 5% psien dengan penyakit tersebut disebabkan
oleh penyakit gastrointestinal.11
5. Defisiensi Hematologi
12
Pasien dengan RAS yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12, folat
atau besi mencapai 20%. Seperti frekuensi defisiensi pada pasien awalnya akan
menjadi lebih buruk pada pertengahan usia. Banyak pasien yang defisiensinya
tersembunyi, hemoglobin dengan batasan normal dan cirri utama adalah
mikrositosis atau makrositosis pada sel darah merah. Defisiensi hematologi juga
dapat disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 atau folat.11
6. Faktor Hormonal
Pada umumnya penyakit stomatitis banyak menyerang wanita, khususnya
terjadi pada fase stres dengan sirkulasi menstruasi. Dalam sebuah penlitian,
ditemukan kadar hormone progesterone yang lebih rendah dari normal pada
penderita RAS. Sementara kadar hormone Estradiol, LH, Prolaktin, FSH pada
kedua group adalah normal. Pada wawancara didapat adanya riwayat anggota
keluarga yang mengalami RAS pada kelompok penderita dibandingkan bukan
penderita RAS (5% versus 10%, p=0,002). Dari penelitian tersebut dapat
disimpukan bahwa penderita RAS pada umumnya mempunyai kadar hormone
progesterone yang lebih rendah dari normal dan ada salah satu keluarganya yang
menderita RAS.11
7. Stres
Faktor stres dapat memicu terjadinya stomatitis sebab stres dapat
mengganggu proses kerja dari tubuh sehingga mengganggu proses metabolism
tubuh dan menyebabkan tubuh rentan terhadap serangan penyakit, tidak hanya
kejadian stomatitis bahkan gangguan-gangguan lainnya dapat dapat dipicu oleh
stres.11
Biasanya pasien mengalami ulser pada saat stres dan beberapa fakta
menunjukkan hal tersebut. Namun, stres sulit untuk diukur dan beberapa
penelitian belum dapat menemukan hubungan antara sters dengan munculnya
13
ulser. Faktor psikologis (seperti emosi dan stres) juga merupakan faktor penyebab
terjadinya stomatitis.12
8. Infeksi HIV
Stomatitis dapat digunakan sebagai tanda adanya infeksi HIV, dimana
stomatitis memiliki frekuensi yang lebih tinggi pada keadaan defisiensi imun,
seperti yang telah dibahas sebelumnya. Namun infeksi akibat virus HIV biasanya
menunjukkan tanda klinis yang sangat jelas. Dimana jaringan sudah parah.11
Infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan
infeksi kronik, yang memiliki 2 pola pada anak, yaitu :11
- Pola pertama adalah yang didapati pada bayi dan anak-anak akibat
penularan prenatal.
- Pola kedua adalah pada remaja melalui perilaku risiko tinggi seperti orang
dewasa.
9. Kebiasaan merokok
Kelainan stomatitis biasanya terjadi pada pasien yang merokok. Bahkan
dapat terjadi ketika kebiasaan merokok dihentikan.11,12
II.2 Penanganan Stomatitis
Pada umumnya stomatitis dapat sembuh dengan sendirinya, kecuali
stomatitis yang disebabkan jamur karena harus diobati dengan obat anti jamur.
Biasanya butuh waktu penyembuhan sekitar seminggu. Jika tak diobati, bisa
berkelanjutan. Walaupun tidak sampai menyebar ke seluruh tubuh dan hanya
14
disekitar mulut, akan tetapi stomatitis yang diakibatkan oleh jamur segera
diobati. Sebab jika jamur ikut tertelan, sangat mungkin terjadi diare.11,13
Pengobatan untuk menyembuhkan stomatitis secara umum ada dua,
yaitu :13
- Dengan menghilangkan penyebabnya seperti anemia, avitaminosis
(kekurangan vitamin dan mineral) dan infeksi berat.
- Dengan menghindarkan penyebab seperti kebiasaan merokok, bumbu
masak yang merangsang, makan makanan panas, serta selalu menjaga
kebersihan gigi dan mulut.
Pengobatan secara local di mulut biasanya dengan memakai obat-obatan
yang diminum atau yang dikumur sehingga mengurangi keluhan penderita. Ada
sifat unik dari jaringa mulut yang memudahkan proses penyembuhan stomatitis
tetapi juga rentan untuk kambuh kembali yakni banyaknya pembuluh darah.
Sering terkena trauma/ perlukaan, dan terdapat sel-sel yang daya regenerasinya
cepat.13
Dengan mengetahui penyebabnya, diharapkan kita dapat menghindari
timbulnya stomatitis ini, diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga mulut
serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12
dan zat besi. Juga selain itu, menghindari stres. Namun bila ternyata stomatitis
timbul, maka dapat mencoba denga kumur-kumur air garam dan pergi ke dokter
gigi untuk meminta obat yang tepat. Hal tersebut untuk menghindari kita dari
mengkonsumsi obat yang salah.13
Pengobatan sebaiknya diberika berdasarkan faktor penyebabnya. Dengan
tujuan menghindari efek samping dai obat tersebut, apakah obat tersebut bersifat
karsinogenik, atau merangsang kanker13.
Apabila telah diberi obat dan berkumur dengan obat kumur, anak tidak
juga sembuh, maka harus dicari penyebab lain. Mungkin karena jumlah kuman
15
bertambah, dosis pemakaian obat kurang, atau akibat mengunyah terjadi lagi
trauma baru di lidah. Bisa juga lantaran daya tahan tubuh anak memang randah
atau karena kebersihan mulut dan gigi tidak terjaga.13
Selain cara penanganan stomatitis yang telah dibahas diatas ada beberapa
bentuk penanganan lain yaitu sebagai berikut :13
- Sebelum tidur, daerah yang mengalami stomatitis diolesi kenalog (sejenis
salep untuk sariawan) ditambah minum suplemen vitamin C cair.
- Olesi bagian yang terkena stomatitis dengan madu, namun hati-hati dalam
mengkonsumsi madu, karena jika kelebihan madu dapat menyebabkan
panas dalam.
- Timbulnya sariawan bisa jadi karena pertanda akan sakit flu, oleh karena
itu disarankan mengkonsumsi vitamin C 1000mg agar tidak terkena sakit
flu.
- Gunakan pasta gigi yang dapat meringankan sariawan.
- Perbanyaklah minum jus tomat, karena dapat mengurangi pembesaran
dari stomatitis dan mengurangi gejala klinisnya.
- Minum the bunga teratai/chyrantenum, teh ini juga sangat efektif untuk
mengobati panas dalam.
- Hindari gejala stres dan kecapekan, karena dapat menimbulkan dan
memperparah gejala stomatitis.
- Gejala stomatitis dapat juga dihilangkan dengan berkumur air rebusan
daun saga.
- Minumlah air kacang hijau setiap pagi. Kacang hijaunya tidak direbus tapi
hanya diseduh dengan air panas sampai airnya warna hijau baru diminum
ditambah denga gula sedikit agar rasanya lebih enak.
16
- Gunakan obat-obatan yang dapat meredakan gejala stomatitis.
II.5 Pengertian Kebutaan
Ketajaman penglihatan (visus) seseorang dapat diukur, secara subjektif,
dengan Optotype, ialah lembar papan yang memuat / huruf atau tanda-tanda lain.
Bila seseorang tidak mampu menyebutkan huruf atau gambar pada papan
Optotype itu maka dinyatakan orang itu tergolong low vision. Pengukuran
visusnya dengan cara mengenal jari (finger counting) dan tangan (hand
movement) dari pemeriksa, maka diminta mengenal pacuan sinar yang biasanya
digunakan lampus senter.14,16
Departemen Kesehatan telah menetapkan batasan dari kebutaan, ialah
golongan social blind bila visusnya finger counting jarak satu meter (visus =
1/60) dan medical ophthahmological blind bila tidak ada persepsi sinar. (visus =
nol)16
Tunanetra itu sendiri adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam
penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan.16
II.6 Kondisi Psikologi Tunanetra
Seseorang yang mempunyai kecacatan biasanya disebut dengan kondisi
luar biasa. Pada umumnya, yang termasuk dalam kondisi luar biasa adalah
seseorang atau individu yang mengalami cacat baik jasmani maupun rohani, yang
berupa kelainan fisik, mental, ataupun sosial, sehingga mengalami hambatan
dalam mencapai tujuan-tujuan atau kebutuhan dalam hidupnya.15
Seorang tunanetra, dalam kondisinya yang khusus atau luar biasa dengan
berbagai kesulitannya, sering menghadapi berbagai masalah karena hambatan
dalam fungsi penglihatannya.15
17
Menurut Sukini Pradopo (1976) terdapat beberapa gambaran sifat anak
tunanetra diantaranya ialah ragu-ragu, rendah diri, dan curiga pada orang lain.
Sedangkan Sommer(dalam Somantri, 2005) mengatakan bahwa anak tunanetra
cenderung memiliki sifat-sifat takut yang berlebihan, menghindari kontak sosial,
mempertahankan diri dan menyalahkan orang lain, serta tidak mengakui
kecacatannya.16
Hasil penelitian El-Gilany dan kawan-kawan (2002) terhadap 113 orang
dengan gangguan penglihatan di Mesir menunjukkan bahwa meskipun 90,3%
sampel mempersepsikan masyarakat sebagai suportif dan memuaskan, namun
mayoritas dari sampel memandang diri mereka sebagai tidak mampu/disable
(71,7%), meragukan kemampuan diri sendiri (78,8%), dan tidak puas dengan
kehidupan (88,5%).17
Sedangkan penelitian Rosa (1993) menunjukkan bahwa usia terjadinya
kebutaan atau gangguan penglihatan memiliki dampak yang signifikan terhadap
perkembangan afektif individu. Berdasarkan pengamatannya, seseorang yang
buta sejak lahir tetap merasa bahagia dengan ketunanetraannya karena mereka
tidak merasa kehilangan apapun seperti halnya mereka pun tidak punya harapan
tentang apa yang bisa diperoleh dengan melihat. Seseorang yang buta sejak lahir,
hampir secara otomatis menerima keadaan mereka. Sebaliknya dengan orang
yang mengalami kebutaan setelah pernah mampu melihat.19,20
18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian observasional yaitu
suatu rancangan penelitian dimana mengamati objek tanpa melakukan intervensi
kepada objek tersebut.
III.2 Rancangan Penelitian
Rancangan peneltian berupa penelitian survey yang bersifat analitik yaitu
study retrospektif
III.3 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Panti Tunanetra Yukartuni, Panti Guna Yapti,
dan YPKCNI Makassar
III.4 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama 2 hari, pada tanggal 27-28 Juli 2011.
III.5 Populasi Penelitian
Populasi yang ditetapkan adalah penderita tunanetra yang bermukim di
panti Yukartuni, Yapti, dan YPKCNI, Makassar
III.6 Metode Sampling
Total sampling atau quota sampling adalah metode pengambilan sampel
yang berdasarkan suatu jumlah unit sampel tertentu dari kategori berbeda dengan
ciri khas yang ada sehingga semua karakteristik yang ada di populasi diwakili.
19
III.7 Kriteria Sampel
Sampel adalah penderita kebutaan visual.
III.8 Data
1. Jenis data : Data Primer yaitu data yang diperoleh dari hasil yang diamati
langsung di lapangan.
2. Pengumpulan data : Pengumpulan data diperoleh dari hasil tanya jawab
antara pasien dengan operator berupa anamnesis yang dilakukan pada
pemeriksaan klinik.
3. Penyajian data : Tabel
III.9 Alat dan Bahan
Alat :
- Alat diagnostic : Untuk melakukan pemeriksaan klinis oral
- Neer Beckhen : Untuk menyimpan alat diagnostik
- Senter kecil : Membantu jangkauan penglihatan pemeriksaan klinis oral
- Alat tulis menulis : Untuk mencatat hasil penelitian
Bahan :
- Alkohol / Betadine : Untuk sterilisasi alat
- Kapas / kasa dan tissue : Untuk membersihkan dan mengeringkan alat
20
III.10 Definisi Operasional
Stomatitis adalah peradangan yang terjadi pada mukosa mulut, yang
ditandai dengan adanya gejala inflamasi seperti rubor (kemerahan), kalor (panas),
dolor (nyeri), tumor (pembengkakan). Function laesa, serta ditandai dengan
adanya bercak. Bercak dapat berupa bercak tunggal maupun jamak. Stomatitis
dapat menyerang selaput lender pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah,
gusi, serta langit-langit dalam rongga mulut.
III.11 Jalannya Penelitian
1. Populasi yang ada dianamnesis terlebih dahulu.
2. Setelah itu dilakukan pemeriksaan secara klinis keterpaparan stomatitis
dan kondisi oral hygiene nya.
3. Setelah data dari pemeriksaan sampel tersebut, sampel dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu:
a. Kelompok I : Usia kebutaan sejak lahir
b. Kelompok II: Usia kebutaan kurang dari satu tahun
c. Kelompok III: Usia kebutaan lebih dari satu tahun
4. Ketiga kelompok tersebut kemudian didata keterpaparan dan riwayat
stomatitisnya.
5. Data yang ada dianalisa berdasarkan pengelompokkannya kemudian
ditarik kesimpulan.
21
III.12 Bagan Rancangan Penelitian
22
POPULASI
Sampel yang Diteliti
Sampel yang Buta Sejak
Lahir
Analisa
Skripsi
Anamnesis dan
Pemeriksaan Klinis
Sampel yang Usia Buta <1tahun
Sampel yang Usia Buta >1tahun
Keterpaparan dan Riwayat Stomatitis
Keterpaparan dan Riwayat Stomatitis
Keterpaparan dan Riwayat Stomatitis
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada panti tunanetra yang terdapat di Makassar,
Sulawesi Selatan, yaitu Panti YPKCNI dan Panti Guna Yapti pada tanggal 27 Juli
2011, kemudian Panti Yukartuni pada tanggal 28 Juli 2011, dengan penyebaran
jumlah sampel yaitu 11 orang di Panti YPKCNI, 33 orang di Panti Guna Yapti,
dan 17 orang di Panti Yukartuni, totalnya menjadi 61 orang sampel. Kemudian
berdasarkan pemeriksaan oral klinis dan wawancara dengan sampel, maka
diperoleh data tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia Kebutaan
No Usia KebutaanJumlah
N %
1 Sejak Lahir 34 55,74
2 0 < n < 1 tahun lalu 8 13,11
4 n >1 tahun lalu 19 31,15
Total 61 100,0
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 1 di atas, diketahui bahwa penderita tunanetra dengan
usia kebutaan sejak lahir sebanyak 34 orang, sedangkan yang usia kebutaannya
kurang dari setahun sebanyak 8 orang, dan yang lebih dari setahun sebanyak 19
orang.
23
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Keterpaparan Stomatitis
No Keterpaparan
Usia Kebutaan (tahun)
JumlahSejak
Lahir 0<n<1 n>1
N % N % N % N %
1 Terpapar 6 17,7 1 12,5 2 10,5 9 14,75
2 Tidak Terpapar 28 82,3 7 87,5 17 89,5 52 85,25
Total 61 100
Sumber : Data Primer
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa responden tunanetra yang buta sejak
lahir terpapar stomatitis sebanyak 6 orang, usia buta kurang satu tahun terpapar
sebanyak 1 orang, dan usia buta lebih dari satu tahun sebanyak 2 orang. Secara
keseluruhan, jumlah responden tunanetra yang terpapar stomatitis sebanyak 9
orang.
Tabel 3. Distribusi Keadaan Stomatitis
No Keadaan StomatitisJumlah
N %
1 Tunggal 3 33,33
2 Multiple 6 66,67
Total 9 100,0
Sumber : Data Primer
24
Pada tabel 3, dapat diketahui bahwa keadaan stomatitis yang terpapar
pada saat penelitian dilakukan memiliki keadaan tunggal sebanyak 3 orang, dan
multipel sebanyak 6 orang.
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Oral Higiene
No Derajat OHIs
Usia Kebutaan (tahun) Jumlah
Sejak
Lahir 0<n<1 n>1
N % N % N % N %
1 Baik (0 - 1) 12 35,3 2 25 9 47,4 23 37,70
2 Sedang (1,1 - 3) 20 58,8 6 75 10 52,6 36 59,02
3 Buruk (3,1 - 6) 2 5,9 0 0 0 0 2 3,28
Total 61 100
Sumber : Data Primer
Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa responden tunanetra yang buta sejak
lahir memiliki oral higiene baik sebanyak 12 orang, usia buta kurang satu tahun
sebanyak 2 orang, dan usia buta lebih dari satu tahun sebanyak 9 orang.
Responden tunanetra yang buta sejak lahir memiliki oral higiene sedang
sebanyak 20 orang, usia buta kurang satu tahun sebanyak 6 orang, dan usia buta
lebih dari satu tahun sebanyak 10 orang. Responden tunanetra yang buta sejak
lahir memiliki oral higiene buruk sebanyak 2 orang, usia buta kurang satu tahun
tidak ada, dan usia buta lebih dari satu tahun tidak ada. Secara keseluruhan,
jumlah responden tunanetra yang memiliki oral higiene baik sebanyak 23 orang,
sedang sebanyak 36 orang, buruk sebanyak 2 orang.
25
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Terjadinya
Stomatitis
NoFrekuensi Terjadinya
Stomatitis
Usia Kebutaan (tahun) Jumlah
Sejak
Lahir 0<n<1 n>1
N % N % N % N %
1 Lebih dari sekali sebulan 2 5,9 4 50 0 0 6 9,84
2 Sebulan sekali 2 5,9 2 25 2 10,5 6 9,84
3 Setahun sekali 7 20,6 2 25 4 21,1 13 21,31
4 Saat tertentu saja 23 67,6 0 0 13 68,4 36 59,01
Total 61 100
Sumber : Data Primer
Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa responden tunanetra yang buta sejak
lahir mengalami stomatitis lebih dari sekali dalam sebulan sebanyak 2 orang, usia
buta kurang satu tahun sebanyak 4 orang, dan usia buta lebih dari satu tahun tidak
ada. Responden tunanetra yang buta sejak lahir mengalami stomatitis sebulan
sekali sebanyak 2 orang, usia buta kurang satu tahun sebanyak 2 orang, dan usia
buta lebih dari satu tahun sebanyak 2 orang. Responden tunanetra yang buta sejak
lahir mengalami stomatitis setahun sekali sebanyak 7 orang, usia buta kurang satu
tahun 2 orang, dan usia buta lebih dari satu tahun sebanya 4 orang. Responden
tunanetra yang buta sejak lahir mengalami stomatitis saat tertentu saja
( disebabkan oleh faktor eksternal) sebanyak 23 orang, usia buta kurang satu
tahun tidak ada, dan usia buta lebih dari satu tahun sebanya 13 orang. Secara
keseluruhan, jumlah responden tunanetra yang mengalami stomatitis lebih dari
sekali dalam sebulan sebanyak 6 orang, sebulan sekali sebanyak 6 orang, setahun
sekali sebanyak 13 orang, dan saat tertentu saja sebanyak 36 orang
26
.
Tabel 6. Penyebab Terjadinya Stomatitis
NoPenyebab Terjadinya
Stomatitis
Usia Kebutaan (tahun) Jumlah
Sejak
Lahir 0<n<1 n>1
N % N % N % N %
1 Defisiensi Nutrisi 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Kebiasaan Buruk 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Trauma 16 47,1 4 50 7 36,8 27 44,26
4 Alergi 4 11,8 0 0 2 10,6 6 9,84
5 Stress 2 5,9 2 25 3 15,8 7 11,48
6 Tidak Tahu 12 35,2 2 25 7 36,8 21 34,42
Total 61 100
Sumber : Data Primer
Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa responden tunanetra yang buta sejak
lahir mengalami stomatitis karena trauma sebanyak 16 orang, usia buta kurang
satu tahun sebanyak 4 orang, dan usia buta lebih dari satu tahun sebanyak 7
orang. Responden tunanetra yang buta sejak lahir mengalami stomatitis karena
alergi sebanyak 4 orang, usia buta kurang satu tahun tidak ada, dan usia buta
lebih dari satu tahun sebanyak 2 orang. Responden tunanetra yang buta sejak
lahir mengalami stomatitis karena stres sebanyak 2 orang, usia buta kurang satu
tahun 2 orang, dan usia buta lebih dari satu tahun sebanya 3 orang. Responden
tunanetra yang buta sejak lahir dan tidak mengetahui penyebab biasanya mereka
mengalami stomatitis sebanyak 12 orang, usia buta kurang satu tahun 2 orang,
dan usia buta lebih dari satu tahun sebanya 7 orang. Secara keseluruhan, jumlah
responden tunanetra yang mengalami stomatitis karena trauma sebanyak 27
27
orang, karena alergi sebanyak 6 orang, karena stres sebanyak 7 orang, dan yang
tidak mengetahui penyebabnya sebanyak 21 orang
Tabel 7. Kesembuhan Stomatitis
No Kesembuhan Stomatitis
Jumlah
N %
1 Diobati 36 59,02
2 Tidak diobati 25 40,98
Jumlah 61 100
Sumber : Data Primer
Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa responden tunanetra yang melakukan
perawatan pada saat mengalami stomatitis sebanyak 36 orang, sedangkan yang
tidak melakukan perawatan sebnayak 25 orang.
Tabel 8. Frekuensi Menyikat Gigi
No Frekuensi Menyikat Gigi
Jumlah
N %
1 1 kali 7 11,47
2 2 kali 43 70.49
3 3 Kali 11 18,03
4 Lebih dari 3 kali 0 0
Jumlah 61 100
Sumber : Data Primer
28
Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa responden tunanetra yang melakukan
sikat gigi sebanyak 1 kali dalam sehari adalah 36 orang, 2 kali dalam sehari
sebanyak 43 orang, 3 kali dalam sehari sebnyak 11 orang, dan tidak ada yang
menyikat giginya lebih dari 3 kali dalam sehari;.
Tabel 9. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
No Tingkat Pendidikan
Jumlah
N %
1 SD 29 47,54
2 SMP 20 32,79
3 SMA 9 14,75
6 Tidak Sekolah 3 4,92
Jumlah 61 100
Sumber : Data Primer
Dari tabel 9 dapat diketahui bahwa responden tunanetra memiliki
pendidikan terkahir di tingkat SD sebanyak 29 orang, tingkat SMP sebanyak 20
orang, tingkat SMA sebanyak 9 orang, dan yang tidak bersekolah sama sekali
sebanyak 3 orang.
29
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian dimulai dengan mengelompokkan usia dari kebutaan yang
diderita oleh responden. Hal ini berdasarkan kondisi dari psikologi tunanetra
yang sangat dipengaruhi oleh usia tunanetra yang dialaminya. Dari hasil
pengelompokkan tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah penderita tunanetra
yang buta sejak lahir ternyata begitu dominan dibandingkan dengan yang baru
mengalami kebutaan. Hal ini menunjukkan bahwa kasus kebutaan sejak lahir
memang lebih sering terjadi dibandingkan kebutaan pada masa post natal.
Tingkat kejadian stomatitis pada penderita tunanetra secara umum tidak
menunjukkan hal yang signifikan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, secara umum jumlah penderita tunanetra yang terpapar hanya sebesar
14,75%, yang kemudian dapat disimpulkan bahwa kondisi tunanetra yang dialami
responden tidak mengakibatkan mereka mengalami perbedaan konsisi fisik yang
signifikan dalam kesehatan mulut dibandingkan dengan individu dengan
penglihatan normal lainnya. Ini berdasarkan pembandingan denga hasil penelitian
sebelumnya 21. Begitupun dengan tingkat kejadian itu berdasarkan usia kebutaan
yang mereka alami, ternyata tidak menunjukkan hal yang signifikan. Penyebaran
yang terjadi berdasarkan penenelitian hampir merata di setiap tingkat kejadian
stomatitis.
Dalam hal kondisi stomatitis yang terjadi, ternyata cukup menunjukkan
hal yang siginifikan, dimana stomatitis yang terjadi di dominasi oleh stomatitis
multipel. Total stomatitis multiple yang terjadi mencapai 66,67% dibandingkan
dengan stomatitis tunggal yang hanya 33,33%. Hal ini menunjukkan pada
penyebab yang bersifat sistemik, kondisi tubuh yang lemah, kondisi psikologis
yang tidak menentu, atau trauma yang terjadi secara berulang-ulang.
Dilihat dari kondisi oral hygiene, ternyata kondisi dari tunanetra
berdasarkan peneletian yang dilakukan tidak menunjukkan hal yang signifikan.
30
Bahkan cenderung sama dengan individu normal yang lainnya. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa dengan kondisi kebutaan yang dialami, tidak membuat
tunanetra tidak dapat menjaga kondisi mulutnya dengan baik. Adapun responden
yang memiliki kondisi oral hygiene buruk, berdasarkan penelitian lapangan
responden tersebut memiliki keterbelakangan mental,sehingga wajar jika tidak
mampu menjaga oral hygiene dengan baik.
Jika dilihat dari usia kebutaannya, ternyata penyebaran kondisi oral
hygiene nya cukup merata.
Pada frekuensi kejadian stomatitis pada penderita tunanetra, hal yang
cukup signifikan terjadi pada penderita tunanetra dengan usia kebutaan di bawah
satu tahun. Dimana kebanyakan respondennya mengalami stomatitis lebih dari
sebulan sekali. Menurut data, ada hingga 50% responden usia kebutaan kurang
dari satu tahun mengalami stomatitis lebih dari sebulan sekali. Bisa banyak faktor
yang mengakibatkan hal itu, tapi pastinya, berdasarkan referensi yang ada,
kondisi psikologi tunanetra yang baru mengalami kebutaan sangat tidak stabil.
Hal ini tentu akan berdampak pada pola hidup yang berubah, penyesuaian kondisi
fisik yang tentu akan berjalan agak sulit, hingga pola stres yang pastinya berbeda
dengan responden lainnya.
Berdasarkan pengakuan dari responden, diketahui tingkat penyebab
terjadinya stomatitis pada penderita tunanetra yang paling tinggi adalah trauma.
Hal ini tentu dipahami, bahwa dengan kondisi kebutaan yang dialami, sudah tentu
sering terjadi trauma yang mungkin berulang pada saat makan maupun sikat gigi.
Hal ini mungkin bisa menjawab mengapa kemudian, pada kondisi stomatitis yang
paling dominan pada tunanetra adalah multiple.
Adapun faktor berikutnya yang sering menyebakan stomatitis adalah
karena stres, kemudian faktor alergi. Namun ternyata, masih sangat banyak
responden yang tidak mengetahui apa saja yang menyebabkan stomatitis. Bahkan
jumlahnya terbesar kedua setelah faktor trauma. Hal ini menunjukkan
ketidaktahuan dan ketidakpedulian penderita tunanetra dengan stomatitis yang
mereka alami.
31
Berdasarkan hasil penelitian, ternyata mayoritas penderita tunanetra
sering melakukan perawatan jika mengalami stomatitis. Dari data ini dapat
dilihat bahwa sikap tunanetra pada stomatitis ini tidak terlalu memperhatikan
bagaimana kejadian dari stomatitis ini, dan diyakini mereka tidak melakukan
perhatian khusus untuk mencegah terjadinya stomatitis. Tapi mereka justru
bereaksi ketika mengalami stomatitis dengan melakukan perawatan dan
pengobatan. Dalam kesimpulannya bahwa sikap preventif dari penderita
tunanetra tidak terlalu besar dibandingkan dengan sikap kuratif yang mereka
miliki dalam hal stomatitis.
Dilihat dari frekuensi responden melakukan sikat gigi, ternyata mayoritas
sudah cukup baik. Dimana mereka yang sikat gigi 3 kali dalam sehari. Dan hanya
sedikit kurang dari 2 kali dalam sehari. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian
mereka dalam menjaga kebersihan mulut cukup baik. Tentunya ini berbanding
lurus dengan data sebelumnya tentang kondisi oral hygiene responden yang juga
cukup baik.
Dari segi pendidikan, ternyata mayoritas responden telah mengenyam
pendidikan di panti masing-masing. Sehingga seharusnya sudah lebih memahami
bagaimana pentingnya menjaga kesehatan diri, terkhusus kesehatan gigi dan
mulut.
Sekedar tambahan, berdasarkan informasi dari pihak panti, ternyata
penyuluhan akan penting kesehatan gigi dan mulut sudah sering dilakukan
dipanti tersebut. Sehingga tidak heran jika sudah banyak dari responden yang
memahami bagaimana merawat kondisi mulut dengan baik dan tepat.
32
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
V.I Kesimpulan
1. Jumlah penderita tunanetra yang buta sejak lahir ternyata begitu dominan
dibandingkan dengan yang baru mengalami kebutaan. Hal ini menunjukkan
bahwa kasus kebutaan sejak lahir memang lebih sering terjadi dibandingkan
kebutaan pada masa post natal.
2. Tingkat kejadian stomatitis pada penderita tunanetra secara umum tidak
menunjukkan hal yang signifikan dibandingkan dengan individu dengan
kondisi normal lainnya.
3. Penderita tunanetra dengan usia kebutaan dibawah satu tahun sangat rentan
mengalami stomatitis , dibandingkan dengan usia kebutaan yang lebih lama.
4. Penyebab paling dominana dari stomatitis pada penderita tunanetra adalah
trauma, diikuti oleh stres dan kemudian alergi.
5. Sikap kuratif dari penderita tunanetra ternyata lebih tinggi dibandingkan
sikap preventif dalam hal stomatitis.
VI.2 Saran
1. Pelayanan kesehatan gigi pada tunanetra hendaknya lebih intens
dilakukan pada setiap panti,karen kemungkinan penyakit mulut yang bisa
terjadi di kelompok masyarakat ini. Terutama kegiatan pengabdian yang
sangat membantu mereka yang kebanyakan mengalami kesulitan dalam
hal finansial.
2. Sebaiknya penelitian bisa dilakukan di daerah lain juga, agar data yang
terkumpul bisa memberikan gambaran yang lebih umum lagi.
3. Sebaiknya dalam aktivitas penelitian, bisa disertai dengan penyuluhan dan
pembagian paket alat kebersihan mulut, agar bisa memotivasi semangat
menjaga kebersihan gigi dan mulut para penderita tunanetra tersebut.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2010. Sariawan dan Stomatitis. Diakses dari
http://kesehatangigi.blogspot.com/208/01/sariawanstomstitis.html pada tanggal
10 Juli 2011.
2. Suwondo. 2010. Mengenali Sariawan. Diakses dari http://www.tabloid-wanita-
indonesia.com/929/sehat.htm pada tanggal 10 Juli 2011.
3. Anis,Suarni. 2010. Sariawan Kecil tapi Menyengsarakan. Diakses dari
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1611761-sariawan-kecil-tapi-
menyengsarakan/ pada tanggal 10 Juli 2011.
4. Hartono,Rudi. 2010. Jenis-jenis Stomatitis. Diakses dari
http://www.wawasandigital.com/index.php?
option=com_content&task=view&id=17224&Itemid=32 pada tanggal 10 Juli
2011.
5. Policetyawati,Tridara. Mengenal Lebih dekat Sariawan. Diakses dari
http://www.republika.co.id/cetak_berita.asp?
id=236166&kat_id=105&edisi=Cetak pada tanggal 10 Juli 2011.
6. Uttiek. 2010. Sariawan. Diakses dari http://mail-archive.com/milis-
[email protected]/msg03970.html pada tanggal 10 Juli 2011.
7. Cawson,R.A,et al. 2002, cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral
Medicine, 7th edition,New York,Churchill Living Stone,13:192-193
8. Departemen Kesehatan. 2010. Data Tingkat Kejadian Stomatitis. Diakses dari
www.bmf.litbang.depkes.go.id/index.php?
option=content&task=view&id=130<emid=53 pada tanggal 10 juli 2011.
9. Anonim. 2010. Penyebab Terjadinya Stomatitis. Diakses dari
www.smokingcard.info/?jdl=adt&bid=17 pada tanggal 10 Juli 2011.
10. Greenberg MS,Michael Glick. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment.
10th ed.Philadelpia: BC Decker Inc: 2003.pp.63-64
34
11. Lewis, M.A.o dan Lamey,P-J. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut.Editor: Alih
Wirawan. Jakarta : 1998.pp.48-49
12. Neville, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and Maxillofacial Pathology.
2nd Ed.Philadelpia: WB Saunders Company: 1991.pp.287
13. Causon RA, Odell EW, Porter S. Causons Essentials of Oral Pathology and Oral
Medicine.7th ed.Edinburgh: Churchill Livingstone : 2002.pp.192-193
14. Creswell, W.J. 1994. Research Design. United Kingdom: Sage Publication, Inc.
15. Hall, C.S, & G. Lindzey. 2005. Psikologi Kepribadian 2 : Teori-teori Holistik.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius
16. Mangunsong, F. 1998. Psikologi dan Pendidikan anak Luar Biasa. Jakarta :
LPSP3 Universitas Indonesia
17. Mappiare, A.1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional Mason,
Heather., & Stephen McCall. 1999. Visual Impairment, Access to Education for
18. Children and Young People. GB: David Fulton Publishers. PERDAMI. 2002.
Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Penerbit C.V Sagung Seto
19. Somantri, T. Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : Penerbit P.T
Refika Aditama
20. Sunanto, J. 2005. Mengembangkan Potensi Anak Berkelainan Penglihatan.
Jakarta : Depdiknas-Dikti
21. Jayakusuma,Ardian. 2008. Tingkat Kejadian Stomatitis pada Anak Usia Sekolah
Dasar dan Penyebabnya Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas
Hasanuddin.
35