SKRIPSI - metrouniv.ac.id...Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu (168).Sesungguhnya...
Transcript of SKRIPSI - metrouniv.ac.id...Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu (168).Sesungguhnya...
SKRIPSI
TEORI KONSUMSI DALAM PERSPEKTIF MONZER KAHF
Oleh :
TRI WAHYUNI
NPM. 13104594
Fakultas: Ekonomi dan Bisnis Islam
Jurusan: Ekonomi Syariah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
METRO
1439 H/2018 M
ii
ii
TEORI KONSUMSI DALAM PERSPEKTIF MONZER KAHF
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Memenuhi Sebagai Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (SE)
Oleh :
TRI WAHYUNI
NPM: 13104594
Pembimbing I : Dr. Suhairi, S.Ag, MH
Pembimbing II : Elfa Murdiana, M. Hum
Fakultas: Ekonomi dan Bisnis Islam
Jurusan: Ekonomi Syariah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
METRO
1439 H/2018 M
iii
iii
iv
iv
v
v
ABSTRAK
TEORI KONSUMSI DALAM PERSPEKTIF MONZER KAHF
Oleh:
Tri Wahyuni
Konsumsi merupakan faktor vital yang mendasari munculnya aktivitas
produksi dan distribusi. Banyak tokoh muslim yang telah memberikan
pendapatnya mengenai teori konsumsi, salah satunya adalah Monzer Kahf. Beliau
merupakan tokoh muslim yang berasal dari Damaskus, Syiria. Beliau merupakan
lulusan dari University of Utah, Salt Lake City dalam bidang Ekonomi
Internasional. Kiprahnya di dunia ekonomi tidak diragukan lagi karena karir
beliau sangat gemilang, tercatat beliau pernah menjabat sebagai auditor, direktur
keuangan di Masyarakat Islam Amerika dan Manajer Zakat Dana Nasional serta
Koperasi Dana Islam bagi umat Islam di Amerika Utara, Senior Research
Economist penelitian Islam dan lembaga pelatihan dari Islamic Development
Bank (IDB) di Jeddah, Arab Saudi, dan sejak tahun 1999-sekarang, beliau bekerja
sebagai konsultan, Trainer dan dosen perbankan syariah, keuangan dan ekonomi
serta memiliki praktek pribadi di California, Amerika Serikat. Masalah yang
diteliti dalam penelitian ini adalah: Bagaimana teori konsumsi dalam perspektif
Monzer Kahf?
Manfaat penelitian ini dapat dilihat dari dua segi, yaitu secara teoretis dan
praktis. Manfaat secara teoretis adalah memberikan sumbangsih pengetahuan
ekonomi syariah, khususnya tentang teori konsumsi. Manfaat secara praktis,
adalah menjadi salah satu acuan dalam menjalankan muamalah sehari-hari,
khususnya untuk perkembangan teori konsumsi.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library
Research) yang bersifat deskriptif dengan analisa data kualitatif. Untuk
memperoleh data, peneliti menggunakan teknik dokumentasi. Semua data yang
diperoleh kemudian dianalisis secara deduktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam memberikan pendapat
mengenai teori konsumsi dalam Islam, Monzer Kahf mengaitkan dengan tiga hal
yaitu Pertama rasionalisme dalam Islam, yang meliputi konsep keberhasilan,
skala waktu perilaku konsumen, dan konsep harta. Kedua, konsep Islam tentang
barang. Dalam hal ini dua macam istilah yang digunakan dalam Al-Qur‟an adalah
at-tayyibat dan ar-rizq. Ketiga, etika konsumsi dalam Islam yang meliputi halal
dan baik, tidak israf atau tabzir. Berdasarkan pemikiran teori konsumsi tersebut,
perilaku masyarakat saat ini masih bersikap tabzir dan israf. Karena masyarakat
yang masih menuruti hawa nafsu dalam memenuhi keinginan baik untuk diri
sendiri maupun keluarga tanpa memperdulikan manfaat yang ditimbulkan dari
barang yang dibeli.
vi
vi
vii
vii
HALAMAN MOTTO
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) masjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak
menyukai yang berlebih-lebihan” (QS. Al-A‟raf (7): 31)
viii
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini peneliti persembahkan untuk:
1. Ayah dan Ibu tercinta, yang selalu memberikan semangat terbesar dengan
doa-doa terbaik yang selalu dilantunkan untuk anak-anaknya, mendidik
dengan penuh kasih sayang, cinta dan perhatian.
2. Kakak tercinta Uswatun Khasanah dan Arif Mustakim yang selalu
memberikan semangat, motivasi, nasehat, dan mendoakan dengan tulus.
3. Keponakanku tersayang Mutiara Eka Putri dan Erlangga Danish Prayoga
yang selalu memberikan semangat dan keceriaan.
4. Semua teman-teman seperjuangan angkatan 2013 Jurusan Ekonomi Syariah.
5. Almamaterku tercinta Jurusan Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam IAIN Metro.
ix
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas taufik hidayah
dan inayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini.
Penelitian skripsi ini adalah sebagai salah satu bagian dari persyaratan untuk
menyelesaikan pendidikan program Strata Satu (S1) Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam IAIN Metro guna memperoleh gelar SE.
Dalam upaya penyelesaian Skripsi ini, peneliti telah menerima banyak
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karenanya peneliti
mengucapkan terimakasih kepada Ibu Prof. Dr. Hj. Enizar, M.Ag selaku Rektor
IAIN Metro, Ibu Dr. Widhiya Ninsiana, M. Hum selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Islam, Ibu Rina Elmaza, S.H.I., M.S.I selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Syariah, Bapak Dr. Suhairi, S.Ag., MH dan Ibu Elfa Murdiana, M. Hum selaku
pembimbing yang telah memberi bimbingan yang sangat berharga dalam
mengarahkan dan memberikan motivasi. Peneliti juga mengucapkan terima kasih
kepada Bapak dan Ibu Dosen/Karyawan IAIN Metro yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dan sarana prasarana selama peneliti menempuh pendidikan. Rasa
sayang dan terimakasih peneliti haturkan kepada Ayah dan Ibunda tercinta yang
senantiasa mendo‟akan dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan
pendidikan.
Kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini sangat diharapkan dan akan
diterima dengan lapang dada. Dan akhirnya semoga hasil penelitian yang telah
dilakukan kiranya dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan agama
Islam.
Metro, Januari 2018
x
x
DAFTAR ISI
Halaman Sampul .............................................................................................. i
Halaman Judul .................................................................................................. ii
Halaman Persetujuan ........................................................................................ iii
Halaman Pengesahan ....................................................................................... iv
Abstrak ............................................................................................................. v
Halaman Orisinalitas Penelitian ....................................................................... vi
Halaman Motto................................................................................................. vii
Halaman Persembahan ..................................................................................... viii
Halaman Kata Pengantar ................................................................................. ix
Daftar Isi........................................................................................................... x
Daftar Lampiran ............................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 7
D. Penelitian Relevan ................................................................................ 7
E. Metodologi Penelitian .......................................................................... 10
1. Jenis dan Sifat Penelitian ................................................................ 10
2. Sumber Data ................................................................................... 11
3. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 12
4. Teknis Analisis Data ...................................................................... 13
xi
xi
BAB II PROFIL MONZER KAHF
A. Biografi Monzer Kahf .......................................................................... 15
B. Karya-karya Monzer Kahf.................................................................... 19
C. Asumsi Dasar Pemikiran Monzer Kahf ............................................... 20
BAB III TEORI KONSUMSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM
A. Pengertian konsumsi ............................................................................ 23
B. Landasan Hukum Konsumsi ................................................................ 25
C. Urgensi dan tujuan Konsumsi Islami ................................................... 28
D. Prinsip dasar Konsumsi Islam .............................................................. 29
BAB IV TEORI KONSUMSI DALAM PERSPEKTIF MONZER
KAHF
A. Rasionalisme Islam .............................................................................. 36
B. Konsep Islam tentang Barang .............................................................. 42
C. Etika Konsumsi dalam Islam ............................................................... 44
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 53
B. Saran ..................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xii
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keputusan Bimbingan Skripsi
Lampiran 2 Nota Dinas
Lampiran 3 Kartu Konsultasi Bimbingan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana kita memilih
untuk mengalokasikan sumber daya yang terbatas (limited resources), seperti
tanah, tenaga kerja dan kapital, kedalam produksi barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan yang tak terbatas (unlimited wants).1 Adapun istilah
ekonomi Islam berasal dari dua kata yaitu ekonomi dan Islam. Islam adalah
bahasa Arab yang terambil dari kata salima yang berarti selamat, damai,
tunduk pasrah, danberserah diri. Objek penyerahan diri ini adalah pencipta
alam semesta yaitu Allah SWT. Michael Mayer dalam bukunya Instruction
Morales et Religieusus, Lere Leson, mendefinisikan Islam sebagai
seperangkat kepercayaan dan aturan yang pasti untuk membimbing dalam
tindakan kita terhadap Tuhan, orang lain, dan terhadap diri kita sendiri. Dari
dua kata tersebut terbentuklah satu istilah baru yaitu ekonomi Islam.2
Muhammad Abdul Mannan mendefinisikan ekonomi Islam sebagai
ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat
yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.3 Definisi yang dikemukakan oleh
Mannan meletakkan ekonomi Islam ke dalam sebuah disiplin keilmuan.
Menurut sholahuddin, ekonomi Islam juga dapat dikatakan sebagai sebuah
1Toni Hartono, Mekanisme Ekonomi: Dalam Konteks Ekonomi Indonesia, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2006), h. 9 2Abdul Aziz, Ekonomi Islam Analisis Mikro dan Makro, (Yogyakarta: Graha Ilmu,2008),
h. 2 3Muhammad Abdul Manan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktik diterjemahkan oleh M.
Nastangin, dari judul asli Islamic Economy Theory and Practice, (Yogyakarta:PT Dana Bhakti
Prima Yasa, 1997) h. 19.
2
sistem ekonomi tersendiri. Aspek-aspek yang ada dalam kajian ekonomi
Islam juga tidak jauh berbeda dengan sistem ekonomi lainnya, yaitu produksi,
distribusi dan konsumsi.4
Konsumsi merupakan faktor vital yang mendasari munculnya aktifitas
produksi dan distribusi. Tanpa konsumsi tidak mungkin seseorang akan
melakukan aktivitas produksi dan distribusi. Sistem ekonomi kapitalis secara
langsung telah menyebabkan perilaku konsumsi masyarakat dunia lebih
cenderung kepada pemuasan keinginan. Perilaku ini direpresentasikan dengan
memaksimalkan penggunaan barang dan jasa yang cenderung kepada
pemuasan keinginan. Semakin lama perilaku semacam ini akan bermuara
pada munculnya budaya baru dalam perilaku konsumsi masyarakat dunia
yaitu hedonisme dan permisivisme. Hedonisme adalah paham yang
mengutamakan pemuasan nafsu duniawi semata sedangkan permisivisme
adalah paham yang serba membolehkan (mengkonsumsi) segalanya.5
Konsumsi merupakan suatu hal yang niscaya dalam kehidupan
manusia, karena manusia membutuhkan berbagai konsumsi untuk dapat
mempertahankan hidupnya. la harus makan untuk hidup, berpakaian untuk
melindungi tubuhnya dari berbagai iklim ekstrem, memiliki rumah untuk
dapat berteduh, beristirahat sekeluarga, serta menjaganya dari berbagai
gangguan fatal. Demikian juga aneka peralatan untuk memudahkan menjalani
kehidupannya bahkan untuk menggapai prestasi dan prestise (gengsi,
4Muhammad Sholahuddin, Asas-asas Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007), h.7 5Hari Mukti, Ubah Pola Pikir Hedonisme, Materi ceramah yang diakses dari
www.antara.co.id/are/2007/9/27/hari-moekti-ubah-pola-pikir-hedonisme.
3
pengaruh, wibawa). Sepanjang hal itu dilakukan sesuai dengan aturan-aturan
syara', maka tidak akan menimbulkan problematika. Akan tetapi, ketika
manusia memperturutkan hawa nafsunya dengan cara-cara yang tidak
dibenarkan oleh agama, maka hal itu akan menimbulkan malapetaka
berkepanjangan.6
Secara sederhana, konsumsi dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai
pemakaian barang untuk mencukupi suatu kebutuhan secara langsung.
Konsumsi juga diartikan dengan penggunaan barang dan jasa untuk
memuaskan kebutuhan manusiawi (the use of goods and services in the
satisfaction of human wants). Menurut Yusuf al-Qardhawi, belanja dan
konsumsi adalah tindakan yang mendorong masyarakat berproduksi hingga
terpenuhi segala kebutuhan hidup. Jika tidak ada manusia yang bersedia
menjadi konsumen, dan jika daya beli masyarakat berkurang, karena sifat
kikir yang melampaui batas, maka cepat atau lambat, roda produksi niscaya
akan terhenti selanjutnya perkembangan bangsa pun terhambat.7
Saringan moral bertujuan untuk menjaga kepentingan diri tetap berada
dalam batasan kepentingan sosial dengan mengubah preferensi individual
menjadi preferensi yang serasi antara individual dan sosial, serta termasuk
pula saringan dalam rangka mewujudkan kebaikan dan manfaat.8 Dalam
konteks inilah kita dapat berbicara tentang bentuk-bentuk konsumsi halal dan
6Idri, Hadis Ekonomi, Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi, (Jakarta: Kencana, 2015),
h. 96 7Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, diterjemahkan oleh Zainal Arifin
dan Dahlia Husin,dari judul asli Darul Qiyam wal Ahlaq Fil Iqtishadil Islami, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1997), h.138 8Muhammad Muflih, Perilaku Konsumen Dalam Prespektif Ilmu Ekonomi Islam,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 12
4
haram, pelarangan terhadap israf, pelarangan terhadap bermewah-mewahan,
konsumsi sosial dan aspek- aspek normatif lainnya. Allah telah menjelaskan
batasan-batasan konsumsi tersebut dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah [2]:
168-169:
Artinya: Wahai manusia! makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan;
Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu
(168).Sesungguhnya (setan) itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji,
dan mengatakan apa yang tidak kamu ketahui tentang Allah (169).9
Dalam hal ini, Monzer Kahf mengaitkan kegiatan konsumsi dalam
Islam dengan rasionalisme Islam, Konsep harta, dan skala waktu. Kahf
menyatakan, konsumsi dalam Islam berimplikasi pada dua tujuan, yaitu
duniawi dan ukhrawi. Baginya, memaksimalkan pemuasan (kebutuhan)
tidaklah dikutuk dalam Islam selama kegiatan tersebut tidak melibatkan hal-
hal yang merusak.10
Jika kita lihat yang terjadi saat ini adalah banyak masyarakat yang
melakukan hal-hal yang sebenarnya telah dilarang dalam Islam. Konsumsi
berlebih-lebihan, yang merupakan ciri khas masyarakat yang tidak mengenal
9QS. Al-Baqarah (2): 168-169
10Monzer Kahf, Ekonomi Islam: Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam,
diterjemahkan oleh Machnun Husein, dari judul asli The Islamic Economy: Analitical of the
Functioning of the Islamic Economic System, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1995), h. 28.
5
Tuhan, dikutuk dalam Islam dan disebut dengan istilah israf (pemborosan)
atau tabzir (menghambur-hamburkan harta tanpa guna). Pemborosan berarti
penggunaan harta secara berlebih-lebihan untuk hal-hal yang melanggar
hukum dalam hal seperti makanan, pakaian, tempat tinggal atau bahkan
sedekah.
Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Euromonitor International
menunjukkan, dalam kurun waktu 25 tahun (1990-2015), rumah tangga
Indonesia mengalami revolusi konsumsi yang luar biasa. Belanja konsumen
untuk produk AC naik 332 persen, cable TV naik 600 persen, kamera naik
471 persen, sepeda motor naik 17.430 persen, mesin cuci piring naik 291
persen dan telepon naik 1.643 persen.11
Dengan kata lain, dalam sebuah
keluarga tidak cukup jika hanya memiliki satu TV, satu sepeda motor atau
bahkan satu mobil.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, terdapat beberapa teori yang
membahas tentang konsumsi. Setidaknya ada tiga tokoh yang membahas
tentang teori konsumsi yaitu Muhammad Abdul Mannan, Fahim Khan dan
Monzer Kahf. Dalam mengemukakan pendapatnya tentang teori konsumsi,
M.A Mannan sangat menekankan pada redistribusi pendapatan dalam
perilaku konsumsi seseorang melalui pola hidup wajar moderation dan
pemberlakuan zakat atas harta berlebih dan sedekah. Sedangkan Fahim Khan
yang mengungkapkan bahwa perlunya membentuk Kerangka (konsep)
kelembagaan agar tercapainya tujuan syariah. Kerangka (konsep)
11
Kharies, Konsumerisme Menjebak Bangsa Indonesia ke dalam Kapitalisme, dalam
http://ardian.awardspace.info/detail.php?recordID=2
6
kelembagaan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan syariah ini, berupa
Lembaga Sukarela dan Lembaga Penegakan Hukum, yang bertujuan untuk
membimbing dan memonitor aspek-aspek khusus perilaku konsumen. Dalam
analisis lain, Monzer Kahf menekankan konsumsi terhadap tiga hal yaitu
rasionalisme Islam, konsep Islam tentang barang dan etika konsumsi dalam
Islam. Dalam upaya mengurangi pemborosan dan penghambur-hamburan
harta Kahf lebih cenderung untuk memaksimalkan tabungan. Kahf juga
mengaitkan rasionalitas manusia dengan konsep keberhasilan yang
merupakan perbuatan-perbuatan baik yang selaras dengan nilai moral dan
spiritual dan tidak memerlukan sebuah lembaga pengawas.
Berdasarkan pemaparan diatas, teori yang dikemukakan oleh M.A.
Mannan membahas mengenai pendistribusian harta yang berlebih dan
sedekah, sedangkan Fahim Khan lebih menekankan pada pembentukan
lembaga pengawas untuk mengawasi perilaku konsumen, berbeda dengan
kedua tokoh tersebut Monzer Kahf lebih lengkap membahas tentang
konsumsi yang meliputi rasionalitas perilaku, konsep barang dalam Islam,
dan etika etika konsumsi dalam Islam. Dengan demikian pendapat Monzer
Kahf sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam mengingat perilaku
konsumen saat ini yang konsumtif. Dengan bertitik tolak pada pemaparan
diatas, maka penulis sangat tertarik meneliti tentang “Teori Konsumsi dalam
Perspektif Monzer Kahf”.
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan masalah yang peneliti ajukan di dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana teori konsumsi dalam perspektif Monzer Kahf?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai di dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui teori konsumsi dalam perspektif Monzer Kahf.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin diperoleh di dalam penelitian ini adalah:
a. Manfaat Teoretis
Penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberikan
sumbangsih pengetahuan ekonomi syariah, khususnya tentang teori
konsumsi.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam
menjalankan muamalah sehari-hari, khususnya untuk perkembangan
teori konsumsi.
D. Penelitian Relevan
Kajian pustaka (prior research) berisi tentang uraian mengenai hasil
penelitian terdahulu tentang persoalan yang akan dikaji. Penelitian yang
diajukan, yaitu mengenai Teori Konsumsi Perspektif Monzer Kahf.
8
Untuk melakukan tinjauan terdapat judul yang mengangkat tentang
pemikiran Monzer Kahf, yaitu:
1. Analisis Komparatif Pemikiran Fahim Khan dan Monzer Kahf tentang
Perilaku Konsumen yang diteliti oleh Isyhar Malija Hakim. Hasil
penelitiannya adalah dalam mengeksplorasi kajian mengenai
perilaku konsumen Muslim, mereka menekankan pada poin-poin
seperti keseimbangan dalam konsumsi, mengutamakan pemenuhan
kebutuhan bukan pemuasan keinginan, mengkonsumsi barang-barang
yang memenuhi kriteria mashlahah serta pemenuhan dari alokasi
sumberdaya yang ada dari yang terpenting dan perilaku konsumsi
yang sesuai etika konsumsi dalam ajaran Islam yang tidak melampaui
batas wajar.12
2. Analisis Komparatif Pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan
Monzer Kahf dalam Konsep Konsumsi Islam, yang diteliti oleh Irham
Fachreza Anas. Hasil penelitiannya adalah variabel proses konsumsi
milik Mannan dan keseimbangan konsumsi milik Kahf adalah sama.
Eksplorasi pemikiran kedua tokoh pada konteks ini secara tidak
langsung bermuara pada penjelasan mengenai penggolongan dari
kegiatan konsumsi dalam Islam yang harus dilakukan secara
seimbang. Variabel prinsip konsumsi Islam milik Mannan dan konsep
barang dalam Islam serta etika konsumsi Islam milik Kahf adalah
sama. Eksplorasi pemikiran kedua tokoh pada konteks ini secara tidak
12
Isyhar Malija Hakim, Analisis Komparatif Pemikiran Fahim Khan dan Monzer Kahf
tentang Perilaku Konsumen, (Semarang: Skripsi Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015).
9
langsung bermuara pada penjelasan mengenai norma, prinsip dan
hukum secara umum yang terkait dengan kegiatan konsumsi dalam
Islam.13
3. Perilaku konsumsi Islam Pemikiran Monzer Kahf (studi kasus di
Perumahan Taman Suko Asri Sidoarjo), yang diteliti oleh Zahidatul
Amanah. Hasil penelitiannya adalah Perilaku konsumsi masyarakat
Perumahan Taman Suko Asri Sidoarjo sebagian masih bersikap
konsumtif yang terlalu mengikuti hawa nafsu dalam memenuhi
keinginan. Kemudian sebagian lagi masih bersikap wajar dalam
berkonsumsi. Perilaku konsumsi masyarakat Perumahan Taman Suko
Asri Sidoarjo dalam perspektif teori konsumsi Islam Monzer Kahf
masih bersikap israf (berlebih-lebihan) atau tabzir (menghambur-
hamburkan uang tanpa guna). Karena masyarakat Perumahan Taman
Suko Asri Sidoarjo yang menuruti hawa nafsu dalam memenuhi
keinginan baik untuk diri sendiri maupun keluarga tanpa
memperdulikan manfaat yang ditimbulkan dari barang yang dibeli.14
Berdasarkan ketiga kutipan tersebut terdapat persamaan yaitu
tentang pemikiran Monzer Kahf. Sedangkan perbedaan penelitian yang
akan peneliti lakukan terletak pada fokus permasalahan yang akan diteliti,
yaitu teori konsumsi dalam perspektif Monzer Kahf.
13
Irham Fachreza Anas, Analisis Komparatif Pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan
Monzer Kahf dalam Konsep Konsumsi Islam, (Jakarta: Skripsi Jurusan Muamalat Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2008). 14
Zahidatul Amanah, Perilaku Konsumsi Islam Pemikiran Monzer Kahf (Studi Kasus di
Perumahan Taman Suko Asri Sidoarjo), (Surabaya: Skripsi Program Studi Ekonomi Syariah
Jurusan Syariah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, 2014).
10
E. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan
(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
mengambil dan mengumpulkan data dari literatur yang berhubungan
dengan masalah yang dibahas. Dengan segala usaha yang dilakukan
oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik
atau masalah yang akan diteliti. Informasi tersebut dapat diperoleh
dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah,
ensiklopedia serta sumber–sumber tertulis baik cetak maupun
elektronik.15
Pada penelitian ini, peneliti akan meneliti tentang teori
konsumsi dalam perspektif Monzer Kahf.
b. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang
ada sekedar berdasarkan data-data, juga menyajikan data menganalisis
dan menginterpretasikan.16
Menurut Husein Umar, deskriptif adalah
menggambarkan sifat sesuatu yang berlangsung pada saat penelitian
dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.17
15
Muhammad Nadzir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), h. 62 16
Cholid Narbuki dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2007), h. 46 17
Husein Umar, Metodologi Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2009), h. 22
11
Dengan sifat penelitian tersebut, peneliti dapat mengkaji
persoalan tersebut dengan data-data yang diperlukan. Sifat penelitian
dimaksudkan untuk menggambarkan bagaimana teori konsumsi dalam
perspektif Monzer Kahf.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat
diperoleh.18
Sumber data ini bisa berupa orang, bisa benda yang berada
dalam wilayah penelitian dimana fenomena terjadi.19
Dalam penelitian ini
peneliti memperoleh data dari berbagai sumber. Kemudian data tersebut
diklasifikasikan menjadi bahan primer, bahan sekunder dan bahan tersier.
a. Bahan Primer
Bahan primer pada penelitian ini merujuk pada buku karya
Monzer Kahf yang berjudul The Islamic Ekonomy: Analitical of the
Functioning of the Islamic Economic System yang telah diterjemahkan
oleh Machnun Husein yang berjudul Ekonomi Islam.
b. Bahan Sekunder
Bahan sekunder pada penelitian ini adalah seluruh literatur
yang berhubungan dengan ekonomi Islam secara umum atau literatur
lain yang dapat memberikan informasi tambahan pada judul yang
diangkat dalam penelitian ini, yaitu: buku, majalah, jurnal, artikel dan
lain sebagainya.
18
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT
Renika Cipta, 2010), h. 172 19
Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Malang: UIN Maliki
Press, 2010), h. 335.
12
c. Bahan Tersier
Bahan tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan primer dan bahan sekunder seperti, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Kamus Ekonomi, internet.20
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data
yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian.21
Teknik
pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah teknik dokumentasi.22
Dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui
peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku
tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum, dan lain-lain yang
berhubungan dengan masalah penelitian.23
Keuntungan menggunakan
teknik dokumentasi ialah biayanya relatif murah, waktu dan tenaga lebih
efisien. Sedangkan kelemahannya ialah data yang diambil dari dokumen
cenderung sudah lama, dan kalau ada yang salah cetak, maka peneliti ikut
salah pula mengambil datanya.
Teknik ini peneliti gunakan untuk memperoleh data analisis pada
dokumen tertulis yang berupa buku karya Monzer Kahf yang berjudul The
Islamic Economy yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh
Machnun Husein.
20
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 32 21
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011), h. 138 22
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Asdi
Mahasatya, 2006), h. 41 23.
S. Margono, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 181.
13
4. Teknis Analisa Data
Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi menemukan bahwa
analisis data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan dipahami. Data deskriptif sering hanya dianalisis
menurut isinya, dan karena itu analisis macam ini disebut analisis isi
(content analysis).24
Kelebihan teknik analisis isi adalah tidak digunakan manusia
sebagai subjek penelitian, relatif murah, tidak terbentur masalah perizinan
penelitian, bahan-bahan penelitian mudah didapat terutama di
perpustakaan, dan biaya untuk coder relatif lebih murah dibandingkan
biaya operasional pengumpulan data untuk survei. Sedangkan kekurangan
teknik analisis isi adalah hanya meneliti pesan yang tampak, sesuatu yang
disembunyikan dalam pesan bisa luput dari analisis isi, kesulitan
menentukan media atau tempat memperoleh pesan-pesan yang relevan
dengan permasalahan yang diteliti, dan pesan komunikasi tidak selamanya
merefleksikan fakta.25
Oleh karena itu, analisis ini hendak menggambarkan
atau menguraikan pendapat Monzer Kahf tentang teori konsumsi.
Adapun metode berpikir yang peneliti gunakan dalam
merumuskan kesimpulan akhir Skripsi ini dengan cara berpikir deduktif,
yaitu menarik kesimpulan berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum
24
Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES,
1989), h. 263 25.
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis Ke Arah
Ragam Varian Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 192-193.
14
dan bertitik tolak pengetahuan yang umum itu kita hendak menilai suatu
kejadian yang khusus.26
26
Sutrisno Hadi, Metode Research Jilid 1, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM,
1984),h. 40
BAB II
PROFIL MONZER KAHF
A. Biografi Monzer Kahf
Monzer Kahf (selanjutnya dibaca: Kahf) dilahirkan di Damaskus,
Syria, pada tahun 1940. Kahf termasuk orang pertama yang
mengaktualisasikan analisis pengggunaan beberapa institusi Islam (seperti
zakat) terhadap agregat ekonomi, seperti simpanan investasi, konsumsi dan
pendapatan.1
Kahf menerima gelar B.A (setara S1) di bidang Bisnis dari
Universitas Damaskus pada tahun 1962 serta memperoleh penghargaan
langsung dari Presiden Syria sebagai lulusan terbaik. Pada tahun 1967, Kahf
mencapai Diploma Tinggi dalam perencanaan sosial dan ekonomi dari PBB
lembaga perencanaan, di Suriah. Selanjutnya, sejak tahun 1968 Kahf menjadi
Akuntan Publik yang bersertifikat di Suriah. Pada tahun 1975, Kahf meraih
gelar Ph.D untuk ilmu ekonomi spesialisasi ekonomi International dari
University of Utah, Salt Lake City, USA.2
Kahf dikenal sebagai seorang ekonom terkemuka, konselor, dosen
dan pakar Syariah serta hukum-hukum Islam. Beliau juga memiliki
pengetahuan yang kuat tentang Fiqh Islam dan studi Islam. Tidak diragukan
lagi, dapat disebutkan bahwa kinerja Kahf cukup memuaskan dalam
organisasi. Beliau tergabung dalam organisasi yang berbeda-beda dalam
1https://junartibakhtiar.wordpress.com/2015/02/16/monzer-khaf/ diunduh pada 5 April
2017 2 Ibid.
16
universitas, lembaga penelitian, dan lembaga keuangan. Kahf bekerja dengan
sangat baik sekali. Berikut ini adalah jenjang karir Kahf, antara lain:3
1. Tahun 1962-1963, Kahf menjadi Instruktur dari School of Business,
University of Damascus, Suriah.
2. Tahun 1963-1971, Kahf menjadi auditor dari kantor Audit Negara
Pemerintahan Suriah.
3. Tahun 1971-1975, Kahf menjadi asisten dosen pengajar ilmu ekonomi
di Universitas Utah.
4. Dari tahun 1974-1999, Kahf menjadi anggota dari American Economic
Association.
5. Tahun 1975-1981, Kahf menjadi Direktur Keuangan di masyarakat
Islam Amerika Utara dan Manajer Zakat Dana Nasional serta Koperasi
Dana Islam bagi umat Islam di Amerika Utara.
6. Tahun 1980, Kahf menjadi salah satu anggota pendiri „Assosiation
International Economic Islam‟ dan „Asosiasi Muslim Ilmuwan Sosial‟
dari Amerika Serikat dan Kanada.
7. Tahun 1985-1999, Kahf menjadi peneliti ekonomi.
8. Tahun 1989-1991, Kahf menjadi Kepala Divisi.
9. Tahun 1995-1999, Kahf menjadi Senior Research Economist penelitian
Islam dan lembaga pelatihan dari Islamic Development Bank (IDB) di
Jeddah, Arab Saudi. Beliau telah menunjukkan hasil kinerja yang yang
luar biasa dalam beberapa hal, seperti:
3 http://monzer.kahf.com/about.html yangdiunduh pada 22 Agustus 2017
17
a. Mempersiapkan rencana penelitian
b. Mengevaluasi karya penelitian
c. Mengorganisir seminar tentang ekonomi Islam, perbankan dan
keuangan
d. Menulis makalah penelitian asli
e. Menghasilkan ide-ide untuk proyek-proyek penelitian
f. Melakukan koordinasi dengan departemen lain dan jaringan
dengan organisasi penelitian yang lain.
10. Tahun 2004-2005, Kahf bergabung di Universitas Yarmouk, Jordan,
sebagai guru besar ekonomi Islam dan perbankan dalam program
pascasarjana serta mengajar ekonomi Islam.
11. Mulai tahun 1999-sekarang, Kahf bekerja sebagai konsultan, Trainer
dan dosen perbankan syariah, keuangan dan ekonomi serta memiliki
praktek pribadi di California, Amerika Serikat. 4
Kahf juga mendirikan negara Indiana berlisensi Credit Union
asosiasi mahasiswa muslim dan Perumahan Koperasi Islam Indiana pada
tahun 1980. Koperasi tersebut berada di Amerika Serikat dan Kanada. Selain
itu, Kahf juga konsultan Islam Perumahan Koperasi, Toronto, Kanada, dan
masyarakat Islam Amerika Utara serta masjid di Amerika Serikat dan Kanada
pada hal-hal „prosedur kerja awal‟ dan hukum Islam yang berkaitan dengan
properti di pernikahan, warisan, wasiat terakhir dan kepercayaan hidup
4 Ibid.
18
masing-masing. Kahf juga menyediakan hukum syariah bagi lembaga
keuangan Islam di Amerika Serikat, Kanada, Trinidad, Nigeria dan Guyana.
Kahf juga telah mengunjungi banyak negara termasuk Amerika
Serikat, Kanada, dan negara-negara Timur Tengah, Eropa, Karibia, Asia
Tenggara, serta Afrika untuk tujuan kuliah dan seminar, konferensi serta
sebagai konsultan bagi lembaga keuangan juga menyampaikan ceramah pada
hukum Islam keuangan dan peraturan ekonomi Islam dan perbankan, wakaf,
perencanaan perumahan Islam, amal dalam agama Islam (zakat), Khotbah
Jum‟at di Masjid-masjid dan pusat Islam. Beliau juga speaker dalam dua
program dari Islam Online. Net: Hidup Fatwa dan Hidup dialog dalam sesi
khusus pada perbankan syariah, keuangan, zakat dan wakaf.5
Kahf memiliki website sendiri yang memberikan informasi kepada
Muslim AS dan Kanada pada isu-isu properti dan kepemilikan. Trust,
hubungan keluarga dan tanggung jawab keuangan, perencanaan perumahan,
pemberian amal dan Wakaf (yayasan amal Islam).6
Kahf juga pernah menerima berbagai penghargaan (award) sebagai
berikut:
1. IDB untuk untuk kontribusi briliant di bidang ekonomi Islam, 2001.
2. Presiden Suriah Award untuk mahasiswa lulusan terbaik, Juli 1962.
3. Bahasa Inggris: membaca, menulis dan perkuliahan sangat baik.
4. Bahasa Arab: membaca, menulis dan perkuliahan sangat baik.
5 Ibid.
6 Ibid.
19
5. Bahasa Perancis: reading dengan baik.7
B. Karya-karya Monzer Kahf
Kahf merupakan seorang penulis yang produktif dalam
menghasilkan pemikiran-pemikiran di bidang ekonomi, keuangan, bisnis, fiqh
dan hukum dengan dwi bahasa, yaitu Arab dan Inggris.
1. Pada tahun 1978, Kahf menerbitkan buku tentang ekonomi Islam yang
berjudul „The Islamic Economy: Analytical Study of the Functioning of
the Islamic Economic System‟. Buku ini dianggap menjadi awal dari
sebuah analisis matematika ekonomi dalam mempelajari ekonomi
Islam, sebab pada tahun 1970-an, sebagian besar karya-karya mengenai
ekonomi Islam masih mendiskusikan masalah prinsip dan garis besar
ekonomi.
2. A Contribution to the Theory of Consumer Behavior in an Islamic
Society (Kairo: 1984).
3. Principles of Islamic Financing: A Survey, (with Taqiullah Khan IDB:
1992),
4. Zakah Management in Some Muslim Societies (IDB: 1993),
5. The Calculation of Zakah for Muslim in North Amerika, (Ed. 3,
Indiana: 1996),
6. Financing Development in Islam (IDB: 1996), The Demand Side or
Consumer Behaviour In Islamic Perspective serta beberapa artikel dan
paper lainnya yang tidak dapat disebut seluruhnya disini.8
7 Ibid.
20
Beliau telah mengembangkan beberapa modul hak cipta di
perbankan dan keuangan Islam, seperti Sukuk Islam dan Pasar Modal,
Syariah Berbasis Wealth Management, konversi efek konvensional menjadi
efek syariah, Penataan Produk Keuangan Islam, Leasing Islam, Takaful dan
Asuransi, dan lain-lain.9
Kahf juga menulis lebih dari 100 artikel dalam bahasa Inggris dan
Arab pada ekonomi Islam, keuangan public dan swasta Islam, perbankan
Islam, zakat, wakaf, termasuk entri untuk Oxford Encyclopedia of Islam
dunia modern.10
C. Asumsi Dasar Pemikiran Monzer Kahf
Kahf melihat agen ekonomi dalam suatu sistem ekonomi Islam tidak
dari sudut pandang afiliasi keagamaan, melainkan sebagai agen yang bersedia
menerima paradigma Islam atau „rules of the game‟. Seorang agen individual
dapat saja seorang muslim maupun non-muslim sepanjang ia bersedia
menerima tata nilai dan noram ekonomi di dalam Islam yang berasal dari hal-
hal berikut ini:
1. Dunia ini benar-benar dimiliki oleh Allah Swt. dan segala sesuatu
adalah miliknya. Manusia adalah wakil atau khalifah yang menjalankan
atau melaksanakan semua perintah-Nya dan harus mengikuti Hukum-
Nya. Hal ini antara lain memiliki implikasi dalam soal kepemilikan.
8 https://irham-anas.blogspot.co.id/2011/04/profil-monzer-kahf.html diunduh pada 19
April 2017 9 http://monzer.kahf.com/about.html
10 Ibid.
21
2. Tuhan adalah Maha Esa, dan oleh karenanya hanya ada satu saja hukum
yang harus diikuti, yakni syariah. Hal ini memiliki implikasi pada
bagaiman agen harus mengatur sistem ekonomi dan semua institusinya
yang hendak ditetapkan.
3. Oleh karena dunia ini hanya sementara, dan hari kiamat sebagai hari
pengadilan diterima sebagai suatu realitas, maka tindakan manusi
haruslah didasarkan tidak saja pada keuntungan di dunia ini melainkan
juga pahala di akhirat. Oleh karena itu, sekalipun aturan „maksimisasi‟
dapat tetap dipakai, namun fungsi yang dimaksimumkan hendaklah
mencakup unsur-unsur tersebut.11
Jika si agen menerima ketiga pilar tersebut diatas, maka keputusan
yang diambilnya pasti akan berbeda dari manusia ekonomi konvensional.
Horison waktu yang mencakup kehidupan sesudah mati tentu akan mencakup
pilihan-pilihan yang tidak tersedia bagi manusia ekonomi (konvensional),
demikian pula pilihan-pilihan yang dianggap tidak masuk akal.
Dalam menjelaskan teori konsumsinya Kahf menunjukkan
bagaimana, karena adanya pemahaman yang berbeda mengenai sukses di
dalam sistem Islam, pilihan seseorang terhadap barang dan perilaku
konsumsinya secara rasional berada segaris dengan ketentuan Allah Swt.
Namun Kahf menyadari bahwa perluasan horison waktu ini akan
menyebabkan analisis menjadi amat kualitatif dan oleh karenanya, keinginan
11
Mohamed Aslam Haneef, Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer:Analisis Komparatif
Terpilih, yang diterjemahkan oleh Suherman Rosyidi dari judul asli Contemporary Muslim
Economic Thought: a Comparative Analisys, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), h. 9
22
untuk mengkuantifikasikan aspek-aspek kualitatif menjadi lebih sulit untuk
dijalankan sekalipun penting.12
12
Ibid.
BAB III
TEORI KONSUMSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM
A. Pengertian Konsumsi
Konsumsi merupakan faktor vital yang mendasari munculnya aktivitas
produksi dan distribusi. Tanpa konsumsi tidak mungkin seseorang akan
melakukan aktivitas produksi dan distribusi. Sistem ekonomi kapitalis secara
langsung telah menyebabkan perilaku konsumsi masyarakat dunia lebih
cenderung kepada pemuasan keinginan. Perilaku ini direpresentasikan dengan
memaksimalkan penggunaan barang dan jasa yang cenderung kepada
pemuasan keinginan. Semakin lama perilaku semacam ini akan bermuara
pada munculnya budaya baru dalam perilaku konsumsi masyarakat dunia
yaitu hedonisme dan permisivisme. Hedonisme adalah paham yang
mengutamakan pemuasan nafsu duniawi semata sedangkan permisivisme
adalah paham yang serba membolehkan (mengkonsumsi) segalanya.1
Keinginan manusia agar terpenuhi kebutuhannya telah melahirkan
konsep teori konsumsi. Perilaku konsumsi manusia bisa bersumber pada
dualitas yaitu economic rasionalism dan utilitarianism yang menekankan
keduanya lebih menekankan kepentingan individu (self interest) dengan
mengorbankan kepentingan pihak lain. Meskipun secara ekonomi terkesan
baik, konsep self interest rationality tetap mengandung konsekuensi terhadap
perilaku konsumsi yang lebih longgar karena ukuran rasional adalah selama
memenuhi self interest tersebut. Sedangkan utilitarianisme yang menekankan
1Hari Mukti, Ubah Pola Pikir Hedonisme, Materi ceramah yang diakses dari
www.antara.co.id/are/2007/9/27/hari-moekti-ubah-pola-pikir-hedonisme.
24
bagaimana manfaat terbesar dapat diperoleh meski harus mengorbankan
kepentingan atau hak pihak lain.2
Ada perbedaan diantara para ekonom dalam mendefinisikan
konsumsi, namun mayoritas definisi berkisar pada penggunaan barang/jasa
untuk memenuhi kebutuhan manusia.3 Secara bahasa, konsumsi berasal dari
bahasa Belanda yaitu “consumptie” yang berarti suatu kegiatan yang
bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, barang
maupun jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan.4 Konsumsi dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia berarti pemakaian barang hasil produksi, baik
pakaian, makanan dan lain-lain. Sedangkan pelakunya disebut sebagai
konsumen.5
Istilah konsumsi dipahami sebagai aktivitas menggunakan,
menghabiskan, atau memanfaatkan barang atau jasa untuk mememuhi
kebutuhan hidup. Ada barang yang langsung habis, ada yang berangsur habis.
Tujuan konsumsi dibedakan menjadi 1) konsumsi sosial, 2) produktif, 3)
keindahan, 4) masa depan, 5) keamanan dan kesehatan, 6) kesenangan / hobi /
kepuasan.6
Menurut Departemen Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, yang dimaksud dengan konsumsi adalah pemakaian barang-barang
2 Arif Pujiyono, “Teori Konsumsi Islam”, dalam Dinamika Pembangunan, () Vol.3 No. 2/
Desember 2006, h. 196. 3 Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Al-Fiqh Al-Iqtishadi Li Amiril Mukminin Umar Ibn Al-
Khaththab, yang diterjemahkan oleh Asmuni Solihan, (Jakarta: Khalifa, 2006), h. 135. 4 Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam Implementasi Etika Islami untuk Dunia
Usaha, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 159. 5 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2008), Edisi.1-1, h. 728. 6 Suwito NS,”Pola Konsumsi dalam Islam dan Konsep Eco-Sufisme Muhammah Zuhri”,
dalam Ibda’ Jurnal Kebudayaan Islam, Vol. 9 No 1/Januari-Juni 2011, h. 73
25
hasil produksi baik berupa bahan pakaian, makanan, dan lain sebagainya.
Atau dapat juga dikatakan konsumsi adalah barang-barang yang langsung
memenuhi kebutuhan hidup kita.7
Berbeda dengan sistem lainnya, Islam mengajarkan pola konsumsi
yang moderat, tidak berlebihan tidak juga keterlaluan, lebih lanjut Al-Qur‟an
melarang terjadinya perbuatan tabzir dan mubazir. Seorang muslim untuk
mencapai tingkat kepuasan harus mempertimbangkan beberapa hal: barang
yang dikonsumsi tidak haram termasuk didalamnya berspekulasi (menimbun
barang dan melakukan kegiatan di pasar gelap, tidak mengandung riba,
memperhitungkan zakat dan infak). Oleh karena itu, kepuasan seorang
muslim tidak didasarkan atas banyak sedikitnya barang yang dikonsumsi,
tetapi didasarkan atas berapa besar nilai ibadah yang didapatkan dari apa yang
dilakukannya.8
B. Landasan Hukum Konsumsi
Perbuatan untuk memanfatkan atau mengkonsumsi barang-barang
yang baik itu sendiri dianggap sebagai kebaikan dalam Islam. Sebab
kenikmataan yang dicipta Allah SWT adalah untuk manusia. Sebagaimana
yang tercantum dalam Al-Qur‟an :
7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1997), Cet. Ke-9, h. 521. 8 Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Ekonisia,
2004), h.169.
26
Artinya: (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan
shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada
mereka.9
Menafkahkan sebagian rezeki atau memberikan sebagian dari harta
yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT kepada orang-orang yang
disyari'atkan oleh agama, seperti orang-orang fakir, orang-orang miskin,
kaum kerabat, anak-anak yatim dan lain-lain.
Etika ilmu ekonomi Islam berusaha untuk mengurangi kebutuhan
material yang luar biasa sekarang ini, untuk mengurangi energi manusia
dalam mengejar cita-cita spiritualnya. Perkembangan batiniah yang bukan
perluasan lahiriah, telah dijadikan cita-cita tertinggi manusia dalam hidup.10
Al-Qur'an memberi peringatan keras kepada orang-orang yang
menimbun harta tanpa dimanfaatkan dan tidak membelanjakan untuk
kebaikan dirinya dan masyarakat tidak menggunakan harta sesuai fungsinya
untuk kemanfaatan diri, keluarga dan masyarakat akan membawa kekacauan
ekonomi masyarakat.
Islam berada diantara suatu paham kebebasan soal makanan dan
ekstrimis dalam soal larangan. Oleh karena itu, Islam kemudian
mengumandangkan kepada segenap umat manusia dengan mengatakan:
9 QS. Al-Baqarah (2): 3
10 Eko Supriyanto, Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam Dan Konvensional,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), Cet-1, h.92.
27
Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;
karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.11
Disini Islam memanggil manusia supaya makan hidangan besar yang
baik yang telah disediakan Allah, yaitu bumi lengkap dengan isinya, dan
kiranya manusia tidak mengikuti kerajaan dan jejak syaitan yang selalu
menggoda manusia supaya mau mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan
Allah, dan mengharamkan kebaikan-kebaikan yang dihalalkan Allah dan
syaitan juga menghendaki manusia supaya terjerumus dalam lembah
kesesatan.12
Dengan harta yang kita miliki dan makin bertambah, hendaklah
dipakai untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Misalnya menggali
ajaran agama lebih mendalam, membeli buku-buku agama untuk ditelaah,
digunakan untuk kemaslahatan umat dengan menolong sesama, dan beramal
yang benar sesuai petunjuk-petunjukNya.13
Islam sebagai rahmatan lil alamin menjamin agar sumberdaya dapat
terdistribusi secara adil. Salah satu upaya untuk menjamin keadilan distribusi
11
QS. Al-Baqarah (2): 168 12
Yusuf al-Qardhawi, Halal Dan Haram Dalam Islam, yang diterjemahkan oleh
Mu‟Ammal Hamidy, dari judul asli(Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995). Cet-1, h. 52. 13
Buchari Alma, Dasar-Dasar Etika Bisnis Islami, (Bandung: CV. Alfabeta, 2003), Cet-
3, h. 364.
28
sumberdaya adalah mengatur bagaimana pola konsumsi sesuai dengan
syariah yang telah ditetapkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah.
C. Urgensi dan Tujuan Konsumsi Islami
Beberapa hal yang melandasi perilaku seorang muslim dalam
berkonsumsi adalah berkaitan dengan urgensi, tujuan dan etika konsumsi.
Konsumsi memiliki urgensi yang sangat besar dalam setiap perekonomian,
karena tiada kehidupan bagi manusia tanpa konsumsi. Oleh sebab itu,
sebagian besar konsumsi akan diarahkan kepada pemenuhan tuntutan
konsumsi bagi manusia. Pengabaian terhadap konsumsi berarti mengabaikan
kehidupan manusia dan tugasnya dalam kehidupan. Manusia diperintahkan
untuk mengkonsumsi pada tingkat yang layak bagi dirinya, keluarganya dan
orang paling dekat di sekitamya. Bahkan ketika manusia lebih mementingkan
ibadah secara mutlak dengan tujuan ibadah, telah dilarang dan diperintahkan
untuk makan/berbuka. Meski demikian konsumsi Islam tidak mengharuskan
seseorang melampaui batas untuk kepentingan konsumsi dasarnya, seperti
mencuri atau merampok. Tapi dalam kondisi darurat dan dikhawatirkan bisa
menimbulkan kematian, maka seseorang diperbolehkan untuk mengkonsumsi
sesuatau yang haram dengan syarat sampai masa darurat itu hilang, tidak
berlebihan dan pada dasarnya memang dia tidak suka (ayat).14
14
Arif Pujiyono, “Teori Konsumsi Islami” dalam Dinamika Pembangunan Vol. 3 No.2/
Desember 2006, h. 198
29
Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana
penolong untuk beribadah kepada Allah. Sesungguhnya mengkonsumsi
sesuatu dengan niat untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan pengamdian
kepada Allah akan menjadikan konsumsi itu bemilai ibadah yang dengannya
manusia mendapatkan pahala. Konsumsi dalam perspektif ekonomi
konvensional dinilai sebagai tujuan terbesar dalam kehidupan dan segala
bentuk kegiatan ekonomi. Bahkan ukuran kebahagiaan seseorang diukur
dengan tingkat kemampummya dalam mengkonsumsi. Konsep konsumen
adalah raja menjadi arah bahwa aktifitas ekonomi khususnya produksi untuk
memenuhi kebutuhan konsumen sesuai dengan kadar relatifitas dari
keinginan konsumen.15
Al-Qur'an telah mengungkapkan hakekat tersebut
dalam firman-Nya:
Artinya: "Dan orang-orang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka
makan seperti makannya binatang".16
D. Prinsip Dasar Konsumsi Islam
Konsumsi Islam senantiasa memperhatikan halal-haram, komitmen
dan konsekuen dengan kaidah-kaidah dan hukum-hukum syariat yang
mengatur konsumsi agar mencapai kemanfaatan konsumsi seoptimal
mungkin dan mencegah penyelewengan dari jalan kebenaran dan dampak
15
Ibid. 16
QS. Muhammad (47): 2
30
mudharat baik bagi dirinya maupun orang lain. Adapun kaidah/ prinsip dasar
konsumsi Islami adalah:17
a. Prinsip syariah, yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi
dalam melakukan konsumsi di mana terdiri dari:
1) Prinsip akidah, yaitu hakikat konsumsi adalah sebagai sarana untuk
ketaatan/ beribadah sebagai perwujudan keyakinan manusia
sebagai makhluk yang mendapatkan beban khalifah dan amanah di
bumi yang nantinya diminta pertanggungjawaban oleh penciptanya.
2) Prinsip ilmu, yaitu seorang ketika akan mengkonsumsi barang yang
akan dikonsumsi dan hukum-hukum yang berkaitan dengannya
apakah merupakan sesuatu yang halal atau haram baik ditinjau dari
zat, proses, maupun tujuannya.
3) Prinsip amaliah, sebagai konsekuensi akidah dan ilmu yang telah
diketahui tentang konsumsi Islami tersebut. Seseorang ketika sudah
berakidah yang lurus dan berilmu, maka dia akan mengkonsumsi
hanya yang halal serta menjauhi yang halal atau syubhat.
b. Prinsip kuantitas, yaitu sesuai dengan batas-batas kuantitas yang telah
dijelaskan dalam syariat Islam, di antaranya
1) Sederhana, yaitu mengkonsumsi yang sifatnya tengah-tengah
antara menghamburkan harta dengan pelit, tidak bermewah-
mewah, tidak mubadzir, hemat.
17
Arif Pujiyono, “Teori Konsumsi”, h. 199
31
2) Sesuai antara pemasukan dan pengeluaran, artinya dalam
mengkonsumsi harus disesuaikan dengan kemampuan yang
dimilikinya, bukan besar pasak daripada tiang.
3) Menabung dan investasi, artinya tidak semua kekayaan digunakan
untuk konsumsi tapi juga disimpan untuk kepentingan
pengembangan kekayaan itu sendiri.
c. Prinsip prioritas, di mana memperhatikan urutan kepentingan yang
harus diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu
1) primer, yaitu konsumsi dasar yang harus terpenuhi agar manusia
dapat hidup dan menegakkan kemaslahatan dirinya dunia dan
agamanya serta orang terdekatnya, seperti makanan pokok.
2) sekunder, yaitu konsumsi untuk menambah / meningkatkan tingkat
kualitas hidup yang lebih baik, misalnya konsumsi madu, susu dan
sebagainya.
3) tersier, yaitu untuk memenuhi konsumsi manusia yang jauh lebih
membutuhkan.
d. Prinsip sosial, yaitu memperhatikan lingkungan sosial di sekitarnya
sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat, di antaranya:
1) Kepentingan umat, yaitu saling menanggung dan menolong
sebagaimana bersatunya suatu badan yang apabila sakit pada salah
satu anggotanya, maka anggota badan yang lain juga akan
merasakan sakitnya.
32
2) Keteladanan, yaitu memberikan contoh yang baik dalam
berkonsumsi apalagi jika dia adalah seorang tokoh atau pejabat
yang banyak mendapat sorotan di masyarakatnya.
3) Tidak membahayakan orang yaitu dalam mengkonsumsi justru
tidak merugikan dan memberikan madharat ke orang lain seperti
merokok.
e. Kaidah lingkungan, yaitu dalam mengkonsumsi harus sesuai dengan
kondisi potensi daya dukung sumber daya atam dan
keberlanjutannya atau tidak merusak lingkungan.
f. Tidak meniru atau mengikuti perbuatan konsumsi yang tidak
mencerminkan etika konsumsi Islami seperti menjamu dengan tujuan
bersenang-senang atau memamerkan kemewahan dan menghambur-
hamburkan harta.18
Pemikiran tentang ekonomi dalam Islam semakin berkembang dengan
pesat. Hal ini ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh yang memberikan
argumennya tentang ekonomi Islam. Kaitannya dengan teori konsumsi,
banyak diantara tokoh tersebut yang telah membahasnya, misalnya saja
Muhammad Abdul Mannan, Fahim Khan, dan Monzer Kahf.
Menurut M.A. Mannan, proses konsumsi adalah kegiatan
mendapatkan dan menggunakan penghasilan seseorang. Mannan membagi
konsumsi dalam tiga bagian yaitu konsumsi individu, konsumsi atas sosial
18
Ibid.
33
atas dasar Allah dan investasi intuk menyokong kehidupan masa datang.19
Mannan juga mengaitkan proses konsumsi dengan pendapatan, konsumsi
pribadi, konsumsi untuk keluarga, konsumsi untuk sosial (tetangga dekat),
zakat dan sadaqah. Pendekatan ini ia sebut sebagai fungsi konsumsi dalam
Islam. Dalam analisisnya M.A Mannan sangat menekankan pada redistribusi
pendapatan dalam perilaku konsumsi seseorang melalui pola hidup wajar
moderation dan pemberlakuan zakat atas harta berlebih dan sedekah.
Berbeda dengan M.A. mannan, pemikiran Fahim Khan tentang
konsumsi didasarkan pada kerangka yang tidak dapat digunakan untuk
menjelaskan semua aspek perilaku konsumen. Beliau berpendapat bahwa
perilaku konsumen seharusnya didasarkan pada pemenuhan kebutuhan dan
bukan pada keinginan memuaskan.20
Menurut Beliau, ada beberapa faktor
yang mempengaruhi pertimbangan dan pengambilan keputusan (decisions
making) seorang konsumen dalam berperilaku yang semuanya saling
berhubungan yaitu pendidikan, agama (kepercayaan), pengaruh lingkungan
sosial dan sekitarnya, budaya, adat dan juga tradisi.
Dari uraian tersebut terdapat perbedaan mendasar tentang corak
pemikiran terhadap tiga tokoh muslim tersebut. Hal ini dikarenakan latar
belakang pendidikan, keluarga, jaman, lingkungan, tradisi yang berbeda.
Muhammad Abdul Mannan dilahirkan di Bangladesh, pada tahun 1918. M.A.
19
Muhammad Abdul Manan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktik diterjemahkan oleh M.
Nastangin, dari judul asli Islamic Economy Theory and Practice, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti
Prima Yasa, 1997), h. 15 20
M. Fahim Khan, An Alternative Approach to Analysis of Consumer Behavior: Need for
Distinctive “Islamic” Theory, Journal of Islamic Bussiness and Management Vol. 3, No. 2, 2013,
h. 1.
34
Mannan menerima gelar master di bidang ekonomi dari universitas Rajashahi
pada tahun 1960. Kemudian Mannan melanjutkan studinya di Michigan State
University, Amerika untuk program MA (economics). Setelah mendapatkan
gelar MA, mannan mengambil program doktor di bidang industri dan
keuangan pada universitas yang sama.21
Fahim Khan merupakan pemikir Muslim yang lahir di India pada
tahun 1946. Beliau merupakan lulusan dari Universitas Punjab, Pakistan pada
tahun 1968 dalam bidang statistik, Serta memperoleh gelar M.A. pada tahun
1977 dan juga Ph.D dalam ilmu Ekonomi dari Universitas Boston, USA pada
tahun 1978.22
Sedangkan Kahf dilahirkan di Damaskus, Syria, pada tahun 1940.
Beliau menerima gelar B.A. di bidang Bisnis dari Universitas Damaskus pada
tahun 1962 serta memperoleh penghargaan langsung dari Presiden Syria
sebagai lulusan terbaik. Pada tahun 1975, Kahf meraih gelar Ph.D untuk ilmu
ekonomi spesialisasi ekonomi internasional dari University of Utah, Salt Lake
City, Amerika Serikat. Selain itu, Kahf juga pernah mengikuti kuliah
informal yaitu Training and Knowledge of Islamic Jurisprudence (Fiqh) and
Islamic Studies di Syria. Sejak tahun 1968, beliau telah menjadi akuntan
publik yang bersertifikat. Pada tahun 2005, Kahf menjadi seorang guru besar
ekonomi Islam dan perbankan di The Graduate Programe of Islamic
Economics and Banking, pada Universitas Yarmouk, Yordania.
21
https://irham-anas.blogspot.co.id/2011/04/profil-muhammad-abdul-manan.html diakses
pada 22 oktober 2017. 22
Isyhar Malija Hakim, Analisis Komparatif Pemikiran Fahim Khan dan Monzer Kahf
tentang Perilaku Konsumen, (Semarang: Skripsi Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015).
35
Perbedaan latar belakang jaman, lingkungan, budaya, pendidikan yang
ditempuh membuat pemikiran teori konsumsi ketiga tokoh ini sangat berbeda.
Meskipun terdapat beberapa persamaan, namun jika diteliti lebih jauh akan
terlihat perbedaan itu. Misalnya saja pada pemikiran Mannan, teori konsumsi
difokuskan pada pendistribusian kembali kekayaan pada harta yang berlebih.
Menurut beliau, dengan meningkatkan sadaqah akan menstabilkan konsumsi
masyarakat terhadap barang mewah. Sedangkan pada pemikiran Fahim Khan,
lebih difokuskan kepada pembentukan lembaga pengawas untuk mengawasi
perilaku konsumsi. Berbeda dengan kedua tokoh tersebut, Kahf mengaitkan
konsumsi dengan rasionalitas perilaku konsumen, konsep barang- barang dan
norma- norma etik mengenai konsumen Muslim.23
23
Monzer Kahf, Ekonomi Islam: Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam,
diterjemahkan oleh Machnun Husein, dari judul asli The Islamic Economy:Analitical ofthe
Functioning of the Islamic Economic System, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 15
BAB IV
TEORI KONSUMSI DALAM PERSPEKTIF MONZER KAHF
Dalam memberikan pendapatnya tentang teori konsumsi, Monzer Kahf
mengaitkan dengan tiga unsur pokok yaitu rasionalisme Islam, konsep Islam
tentang barang dan etika konsumsi dalam Islam.1
A. Rasionalisme Islam
Rasional mengandung pengertian tentang keputusan dan tindakan
yang didasari atas pertimbangan akal budi. Konsep rasionalitas telah
mengakar kuat sejak masa neo klasik. Gagasan awal konsep ini sebenarnya
muncul dari Jeremy Bentham, meskipun banyak ekonom menyangkal bahwa
konsep ini dirujukkan dari ide Adam Smith. Menurut Bentham, tindakan
rasional manusia adalah pemuasan diri untuk memperoleh kesenangan dan
menghindari rasa sakit, bukan semata-mata sebagai cara pemenuhan motif
ekonomi manusia dalam pasar.2
Rasionalisme adalah salah satu istilah yang paling bebas digunakan
dalam ekonomi, karena segala sesuatu dapat dirasionalisasikan sekali
mengacunya kepada beberapa perangkat aksioma yang relevan.3 Pada
dasarnya konsumsi dibangun atas dua hal yaitu kebutuhan dan kegunaan atau
1 Monzer Kahf, Ekonomi Islam: Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam,
diterjemahkan oleh Machnun Husein, dari judul asli The Islamic Economy: Analitical of the
Fuctioning of the Islamic Economic System, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 15 2 Laila Imaroh, Rasionalitas dalam Ekonomi Syariah, http://Lhaelyimma-Makalah-
Rasionalitas-Dalam-Ekonomi-Syariah/24/22/2014.html yang diakses pada tanggal 11 Desember
2017. 3 Monzer Kahf, Ekonomi Islam, h. 16
37
kepuasan.4 Dengan berpikir secara rasional, kita harus dapat membedakan
antara kebutuhan dan hasrat akan suatu barang sehingga kita lebih bijak
dalam melakukan konsumsi.
Teori lain yang sependapat dengan teori konsumsi Islam Monzer
Kahf yakni teori konsumsi Muhammad Nejatullah Siddiqi. Menurut
Muhammad Nejatullah Siddiqi dalam bukunya, The Economic Enterprise in
Islam mengingkari koordinasi kegiatan ekonomi yang dilakukan secara tidak
sadar. Jadi dalam perspektif ekonomi Islam pengertian rasional tidak selalu
sejalan dengan pengetian secara material.5
Perilaku konsumsi sejatinya teori yang dikembangkan dari muara
pemahaman akan rasionalisme ekonomi dan utilitarianisme kapitalis.
Rasionalisme ekonomi menafsirkan perilaku manusia sebagai sesuatu yang
dilandasi dengan perhitungan cermat akan arah pandangan kedepan dan
persiapan akan keberhasilan ekonomi (materil), sedangkan utilitarianisme
ditafsirkan sebagai sesuatu yang berlandaskan pada nilai dan sikap moral.6
Terdapat tiga sifat dasar dalam ekonomi, yakni kelengkapan
(completeness), transivitas (transivity), dan kontinuitas (continuity).7
Kelengkapan berarti setiap barang yang akan dikonsumsi memiliki
kelengkapan sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya seseorang dihadapkan
4 Jenita dan Rustam, “Konsep Konsumsi dan Perilaku Konsumsi dalam Islam” dalam
JEBI (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam), Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2017, h. 76 5 Nur Chamid, Jejak-jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), 343. 6 Andi Bahri S, “Etika Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi Islam” dalam Hunafa:
Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No. 2, Desember 2014, h. 350 7 Laila Imaroh, http://Lhaelyimma-Makalah-Rasionalitas-Dalam-Ekonomi-
Syariah/24/22/2014.html
38
pada barang A, barang B, dan barang C, maka orang tersebut akan memilih
barang yang memiliki semua kebutuhannya. Sedangkan transivitas berarti
orang tersebut bersifat konsisten dalam memilih barang sedangkan
kontinuitas menyatakan bahwa situasi-situasi yang mendekati pilihan, maka
situasi tersebut harus pula menjadi prioritas pilihan.
Dengan demikian rasionalisme sangat dibutuhkan dalam teori
konsumsi. Dengan pemahaman ini, konsumen akan dapat memilah dan
memilih mana yang akan menjadi prioritas kebutuhan sehari-hari. Kasus yang
terjadi saat ini adalah banyak diantara muslim yang mengonsumsi barang
dengan berlebih, misalnya pada penggunaan tas, sepatu, pakaian, alat
komunikasi dan barang-barang komplementer lain yang seharusnya bisa
diminimalisir pemilikannya.
Unsur-unsur pokok rasionalisme adalah konsep keberhasilan, skala
waktu perilaku konsumsi, dan konsep harta. Konsep keberhasilan senantiasa
dikaitkan dengan nilai-nilai moral. Kahf mengutip pendapat M.N Siddiqi
yang mengatakan bahwa keberhasilan terletak dalam kebaikan. Dengan
perilaku manusia yang semakin sesuai dengan pembakuan-pembakuan moral
dan semakin tinggi kebaikannya, maka dia semakin berhasil.8
Manusia dilahirkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang tidak
terhitung, berusaha memenuhinya adalah wajar. Semakin baik kebutuhan-
kebutuhan ini dipenuhi, maka semakin baik pulalah dia. Ini dimaksudkan
ketika kebutuhan dipenuhi dengan cara yang baik maka akan menjamin
8 Monzer Kahf, Ekonomi Islam, h. 18
39
kedamaian jiwa, kepuasan dan rasa aman. Dengan demikian upaya untuk
mendapatkan kemajuan ekonomik bukan kejahatan dalam Islam. Bahkan,
sebenarnya ia menjadi salah satu kebaikan bila ia diseimbangkan dan
diniatkan untuk mendapatkan kebaikan.9
Sebenarnya, Islam banyak memberi kebebasan individual kepada
manusia dalam hal masalah konsumsi. Mereka bebas membelanjakan harta
untuk membeli barang-barang yang baik dan halal demi memenuhi keinginan
mereka dengan ketentuan tidak melanggar batas-batas kesucian. Batasan
tersebut tidak memberi kebebasan pada kaum muslimin membelanjakan harta
mereka atas barang-barang yang tidak bermanfaat bagi kesejahteraan
masyarakat.10
Dari uaraian tersebut dapat dipahami bahwa Islam memberikan
kebebasan dalam membelanjakan hartanya. Namun, Islam juga menganjurkan
selain memenuhi kebutuhan kita juga dianjurkan untuk berbagi dengan orang
lain. Berbagi adalah salah satu perbuatan baik yang dipandang sebagai suatu
keberhasilan. Maksudnya seseorang dikatakan berhasil apabila ia mampu
menerapkan nilai-nilai moral dan berbuat baik pada sesamanya.
Perbuatan baik tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk lebih
mengingatkan kita kepada akhirat. Menurut ajaran-ajaran Islam, setiap
muslim wajib mempergunakan sebagian waktunya untuk mengingat Allah,
dia harus menyumbangkan sebagian hartanya untuk menyiarkan kebenaran
9 Ibid, h. 20
10 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2, diterjemahkan oleh Nastangin
Soeroyo, dari judul asli Economic Doctrines of Islam, (Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1995), h.
20
40
dan amal saleh serta harus selalu memanfaatkan waktu dan usahanya untuk
meningkatkan kehidupan spiritual, moral, dan ekonomi masyarakat.11
Dapat dipahami bahwa setiap muslim harus mempergunakan
waktunya secara imbang untuk kehidupan dunia dan akhirat. Kaitannya
dengan konsumsi adalah setiap muslim akan menggunakan sebagian
waktunya untuk mengingat akhirat sehingga dalam bekerja ia akan
menerapkan nilai-nilai moral dan bijak dalam menggunakan hartanya.
Semangat Islam dalam kaitannya dengan harta dan pembelanjaannya
dirangkum dalam dua sabda Nabi Muhammad saw. Berikut ini: Suatu ketika
Nabi (Muhammad saw.) bertanya kepada para sahabatnya. “kepada siapakan
di antara kamu harta milik ahli warisnya lebih berharga daripada miliknya
sendiri?” Mereka menjawab setiap orang menganggap harta miliknya sendiri
lebih berharga dari milik ahli warisnya.” Kemudian Nabi bersabda “hartamu
adalah apa yang kamu pergunakan dan harta ahli warismu adalah yang tidak
kamu pergunakan.
Tidak ada sedikitpun di antara yang kami punyai (yakni harta dan
penghasilan) benar-benar jadi milikmu kecuali yang kamu makan dan
gunakan habis, yang kamu pakai dan kamu tanggalkan, dan yang kamu
belanjakan untuk kepentingan bersedekah, yang imbalan pahalanya kamu
simpan untukmu. (HR. Muslim dan Ahmad)
Inilah komponen-komponen dalam keberadaan perilaku mukmin.
Kajian terhadap ekonomi menunjukkan bahwa asumsi terhadap motivasi yang
11
Monzer Kahf, Ekonomi Islam, h. 21
41
sekedar materealistik sangat tidak realistik. Namin demikian, faktor-faktor
non-materealistik dapat disisihkan dari analisis ekonomik dengan maksud
memisahkan gejala-gejala ekonomiknya. Namun demikian meskipun hal ini
bisa menyederhanakan persoalannya demi mencapai tujuan kajian, faktor-
faktor non-material itu seharusnya diintergrasikan kembali dalam tahap
analisis yang lebih tinggi.12
Etika ilmu ekonomi Islam berusaha untuk mengurangi kebutuhan
material yang luar biasa sekarang ini, untuk mengurangi energi manusia
dalam mengejar cita-cita spiritualnya. Perkembangan batiniah yang bukan
perluasan lahiriah, telah dijadikan cita-cita tertinggi manusia dalam hidup.
Tetapi semangat modern dunia barat, sekalipun tidak merendahkan nilai
kebutuhan akan kesempurnaan batin, namun rupanya telah mengalihkan
tekanan ke arah perbaikan kondisi-kondisi kehidupan material.13
Dapat dipahami bahwa setiap harta yang dimiliki oleh seorang
mukmin bukanlah miliknya sendiri. Di dalam harta itu terdapat hak orang
lain, misalnya saja ahli waris. Harta kita yang sesungguhnya adalah harta
yang telah kita gunakan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dan yang kita
gunakan untuk bersedekah. Untuk mengendalikan konsumsi yang berlebih
Islam menggunakan prinsip keadilan, prinsip kebersihan, prinsip
kesederhanaan, prinsip kemurahan hati dan prinsip moralitas.
12
Monzer Kahf, Ekonomi Islam, h. 25 13
Eko Suprayitno, Ekonomi Islam Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional,
(Yogyakarta: Graha Ilmu,2005), h. 93
42
B. Konsep Islam tentang Barang.
Barang-barang dalam Islam, adalah anugerah-anugerah yang
diberikan oleh Allah SWT kepada umat manusia. Penelaahan terhadap Al-
Qur‟an memberikan kepada kita konsep unik tentang berbagai produk dan
komoditas. Al-Qur‟an senantiasa menyebut barang-barang yang dapat
dikonsumsi dengan istilah-istilah yang mengaitkan nilai-nilai moral dan
ideologik terhadap keduanya. Dalam hal ini dua macam istilah yang
digunakan dalam Al-Qur‟an adalah at-tayyibat dan ar-rizq.14
Istilah yang pertama, yaitu at-tayyibat, diulang-ulang sebanyak 18
kali dalam Al-Qur‟an. Dalam menerjemahkan istilah ini kedalam bahasa
inggris, Yusuf Ali secara bergantian mempergunakan lima macam frasa untuk
menyatakan nilai-nilai etik dan spiritual terhadap istilah itu. Menurut
pendapatnya, at-tayyibat berarti barang-barang yang baik, barang-barang
yang baik dan suci, barang-barang yang bersih dan suci, hal-hal yang baik
dan indah, dan makanan diantara yang terbaik.
Dengan demikian barang-barang konsumsi terikat erat dengan nilai-
nilai dalam Islam, dengan menunjukkan nilai-nilai kebaikan, kesucian dan
keindahan. Sebaliknya benda-benda yang buruk, tidak suci (najis) dan tidak
bernilai tidak dapat digunakan dan juga tidak dapat dianggap sebagai barang-
barang konsumsi dalam Islam.15
Istilah yang kedua, yaitu ar-rizq, dan kata-kata turunnya diulang-
ulang dalam Al-Qur‟an sebanyak 120 kali. Dalam terjemahan Al-Qur‟an
14
Monzer Kahf, Ekonomi Islam, h. 25 15
Ibid.
43
Yusuf Ali kata ar-rizq digunakan untuk menunjukkan beberapa makna yaitu
makanan dari Tuhan, pemberian Tuhan, bekal dari Tuhan dan anugera-
anugerah dari langit. Semua makna ini menunjukkan konotasi bahwa Allah
adalah pemberi rahmat yang sebenarnya dan pemasok kebutuhan semua
makhluk.16
Dari kedua istilah tersebut, dapat diartikan bahwa dalam konsep
Islam barang-barang konsumen adalah bahan-bahan konsumsi yang berguna
dan baik yang manfaatnya menimbulkan perbaikan secara material, moral
maupun spiritual pada konsumennya. Barang-barang yang tidak memiliki
kebaikan dan tidak membantu meningkatkan manusia, menurut konsep Islam,
bukan barang dan juga tidak dapat dianggap sebagai milik atau aset umat
muslim. Karena itu barang-barang yang terlarang tidak dianggap sebagai
barang dalam Islam.
Didalam menghalalkan dan mengharamkan suatu barang selalu
mempertimbangkan kemaslahatan dan kemudharatan. Segala yang
diharamkan pastilah mengandung seratus persen bahaya atau memuat unsur-
bahaya yang dominan. Syarat suatu barang (pangan atau barang) dikatakan
halal adalah: 1) tidak terdiri dari atau mengandung bagian atau benda
binatang yang dilarang dan binatang yang tidak disembelih sesuai ajaran
islam, 2) tidak mengandung najis, 3) dalam proses penyimpanan dan
menghidangkan tidak bersentuhan dengan makanan yang haram.
16
Ibid, h. 26
44
C. Etika Konsumsi dalam Islam
Menurut Islam, anugerah-anugerah Allah itu milik semua manusia
dan suasana yang menyebabkan sebagian diantara anugerah-anugerah itu
berada di tangan orang-orang tertentu. Namun, tidak berarti mereka dapat
memanfaatkannya untuk mereka sendiri, sedangkan orang lain tidak memiliki
bagiannya. Karena itu,banyak diantara anugerah-anugerah yang diberikan
kepada umat manusia itu masih berhak mereka miliki walaupun mereka tidak
memperolehnya.17
Hal ini seiring dengan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah
Artinya:
261. Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
262. Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, Kemudian
mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-
nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima),
mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.18
17
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga
Kontemporer, (Depok: Gramata Publishing, 2010), h. 311 18
QS. Al-Baqarah (2): 261-262
45
Dapat dipahami bahwa setiap harta yang kita peroleh didalamnya
terdapat hak-hak orang yang kurang mampu. Islam mewajibkan kepada
pemilik harta agar menafkahkan sebagian hartanya untuk kepentingan diri,
keluarga, dan fi sabililah.
Ekonomi dan harta kekayaan (al-Mal) itu antara lain dengan jalan
yang serba halalan tayyiban, baik dalam hal produksi dan distribusi, maupun
dalam memperoleh dan mengonsumsi. Mengonsumsi barang dan jasa yang
halal merupakan syarat utama bagi kehidupan manusia Muslim yang
menghendaki kehidupan yang baik.
Artinya: dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu
surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana
saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang
menyebabkan kamu Termasuk orang-orang yang zalim”.19
Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;
karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. 20
19
QS.al-Baqarah (2): 35 20
QS.Al-Baqarah (2): 168
46
Karena itu, orang mukmin berusaha mencari kenikmatan dengan
menaati perintah-perintah-Nya dengan memuaskan dirinya sendiri dengan
barang-barang dan anugerah-anugerah yang dicipta (Allah) untuk umat
manusia. Konsumsi dan pemuasan tidak dikutuk dalam Islam selama
keduanya tidak melibatkan hal-hal yang tidak baik atau merusak.21
Hal senada juga diungkapkan oleh Vinna Sri Yuniarti dalam
bukunya Ekonomi Mikro Syariah. Menurutnya, setiap mukmin berusaha
mencari kenikmatan dengan cara mematuhi perintah-Nya dan menggunakan
barang-barang dan anugerah yang diciptakan (Allah) untuk umat manusia
demi kemaslahatan umat. Akan tetapi, sebagian orang berpendapat bahwa
harta kepunyaannya adalah mutlak miliknya. Tidak ada orang yang boleh
menikmatinya. Allah Swt. mengutuk dan membatalkan argumen yang
dikemukakan oleh orang kaya yang kikir karena tidak ada kesediaan
memberikan bagian atau miliknya ini.22
Artinya: “Dan apabila dikatakan kepada mereka, “infakkanlah sebagian
rezeki yang diberikan Allah kepadamu,” orang-orang yang kafir itu berkata,
“Apakah pantas kami memberi makanan kepada orang-orang yang jika Allah
menghendaki dia akan memberinya makan?” kamu benar-benar dalam
kesesatan yang nyata.”23
21
Monzer Kahf, Ekonomi Islam, h.28 22
Vinna Sri Yuniarti, Ekonomi Mikro Syariah, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2016), h. 85 23
QS. Yaasin (36): 47
47
Islam menganjurkan umatnya untuk membeli barang-barang yang
baik dan halal dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan ketentuan tidak
melanggar batas-batas yang suci serta tidak mendatangkan bahaya terhadap
keamanan dan kesejahteraan orang lain. Islam menutup semua jalan bagi
manusia untuk membelanjakan harta yang mengakibatkan kerusakan akhlak
di tengah masyarakat, seperti judi yang memperturutkan hawa nafsu.24
Menurut Kahf, konsumsi berlebih-lebihan, yang merupakan ciri khas
masyarakat yang tidak mengenal Tuhan, dikutuk dalam Islam dan disebut
dengan istilah israf (pemborosan) atau tabzir (menghambur-hamburkan harta
tanpa guna). Pemborosan berarti penggunaan harta secara berlebih-lebihan
untuk hal-hal yang melanggar hukum dalam hal seperti makanan, pakaian,
tempat tinggal atau bahkan sedekah. Ajaran-ajaran Islam menganjurkan pola
konsumsi dan penggunaan harta secara wajar dan berimbang, yakni pola yang
terletak diantara kekikiran dan pemborosan. Konsumsi diatas dan melampaui
tingkat moderat (wajar) dianggap israf dan tidak disenangi Islam. 25
Hal ini
dipertegas pula oleh pendapat Yusuf Qardhawi bahwa memboros-boroskan
harta sangat dilarang kecuali untuk sesuatu yang bermanfaat.26
Artinya:
24
Vinna Sri Yuniarti, Ekonomi Mikro, h. 85 25
Monzer Kahf, Ekonomi Islam, h. 28 26
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, diterjemahkan oleh Zainal Arifin
dan Dahlia Husin dari judul asli Darul Qiyam wal Ahlaq fil Iqtishadil Islami, (Jakarta: Gema
Insani Press,1997), h. 137
48
26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,
kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan
dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.27
Kemudian Amin Suma juga menjelaskan tentang larangan boros.
Menurut beliau larangan boros merupakan sifat yang hanya menuruti hawa
nafsu untuk bermewah-mewahan dan tidak bermanfaat.28
Dari beberapa
pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa Islam tidak menyenangi
pemborosan yang tidak bermanfaat karena pemborosan adalah sifat yang
tidak mengenal Tuhan.
Hal ini juga dipertegas dalam firman Allah pada QS. Al-A‟raf (7):31
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap
(memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan,
sesungguhnya Allah tidak menyukai yang berlebih-lebihan.”29
Pelarangan sikap boros juga dikatakan oleh Afzalur Rahman.
Menurutnya agar pemborosan kekayaan terkontrol, Islam melarang umat
untuk memberikan atau mensedekahkan harta benda mereka kepada orang-
orang yang belum sempurna berakal dan belum dewasa.30
Dari uraian di atas, sudah jelas bahwa Islam menganjurkan untuk
memakai pakaian yang indah dan malarang konsumsi suatu barang yang
27
QS. Al-Israa: 26-27 28
Amin Suma, Ekonomi dan Keuangan Islam, (Ciputat: Kholam Publishing, 2008), h 327 29
QS. Al-A‟raf (7): 31 30
Afzalur Rahman, Doktrim Ekonomi, h. 24
49
berlebihan. Pemborosan juga dapat dihindari apabila kita memberikan
sedekah pada orang yang tepat, yaitu orang yang berakal sempurna dan sudah
dewasa.
Dalam ekonomi Islam, konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip
dasar yaitu, prinsip keadilan, prinsip kebersihan, prinsip kesederhanaan,
prinsip kemurahan hati dan prinsip moralitas.31
Syarat pertama adalah prinsip
keadilan. Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari
rezeki secara halal dan tidak dilarang hukum.dalam soal makanan dan
minuman, yang terlarang adalah darah, daging binatang yang telah mati
sendiri, daging babi, daging binatang yang ketika disembelih diserukan nama
selain Allah.32
Artinya:
173. Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,
daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain
Allah. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia
tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada
dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.33
Tiga golongan pertama dilarang karena hewan-hewan ini berbahaya
bagi tubuh sebab yang berbahaya bagi tubuh tentu berbahaya pula bagi jiwa.
Larangan terakhir berkaitan dengan segala sesuatu yang langsung
membahayakan moral dan spiritual, karena seolah-olah ini sama dengan
31
Eko Suprayitno, Ekonomi Makro, h. 92 32
Ibid, h. 93 33
QS. Al-Baqarah (2): 173
50
mempersekutukan Tuhan. Kelonggaran diberikan bagi orang-orang yang
terpaksa dan bagi orang yang pada suatu ketika tidak mempunyai makanan
untuk dimakan. Ia boleh makan makanan yang terlarang itu sekedar yang
dianggap perlu untuk kebutuhannya ketika itu saja.34
Prinsip kedua adalah kebersihan. Prinsip ini mencangkup kriteria
makanan yang baik atau cocok dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan
sehingga merusak selera. Karena itu, tidak semua yang diperkenankan boleh
dimakan dan diminum dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan
makan dan minumlah yang bersih dan bermanfaat.35
Prinsip ketiga adalah kesederhanaan. Prinsip ini mengatur prilaku
manusia mengenai makanan dan minuman adalah sikap tidak berlebih-
lebihan, yang berarti janganlah makan secara berlebih. Prinsip keempat
adalah prinsip kemurahan hati yang berarti dengan menaati perintah Islam
tidak ada bahaya ataupun dosa ketika kita memakan dan meminum makanan
halal yang disediakan Tuhan karena kemurahan hati-Nya. Selama maksudnya
adalah untuk kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik dengan
tujuan menunaikan perintah Tuhan dengan keimanan yang kuat dalam
tuntunan-Nya, dan perbuatan adil sesuai dengan itu, yang menjamin
persesuaian bagi semua perintah-Nya.
Prinsip terakhir adalah prinsip moralitas. Bukan hanya mengenai
makan dan minuman langsung tapi dengan tujuan terakhirnya, yakni untuk
peningkatan atau kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual. Seorang muslim
34
Eko Suprayitno, Ekonomi Makro, h. 93 35
Ibid, h. 94
51
diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan
terima kasih kepada-Nya setelah makan. Dengan demikian ia akan merasakan
kehadirannya Ilahi pada waktu memenuhi keinginan-keinginan fisiknya. Hal
ini penting artinya karena Islam menghendaki perpaduan nilai-nilai hidup
material dan spiritual yang berbahagia.
Meningkatnya pendapatan masyarakat berakibat pada meningkatnya
konsumsi masyarakat. Pada hakikatnya konsumsi bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup, namun saat ini konsumen lebih mementingkan keinginan
dan tidak melihat kebutuhannya. Disisi lain, meningkatnya konsumsi
masyarakat dianggap sebagai peningkatan kesejahteraan masyakat. Namun
perilaku israf dan tabzir seperti ini tidak dibenarkan dalam Islam. Seperti
pendapat Kahf yang mengatakan bahwa, Islam tidak melarang kebutuhan
umatnya, selama keduanya tidak melibatkan hal-hal yang tidak baik atau
merusak. Karena itu, orang mukmin berusaha mencari kenikmatan dengan
menaati perintah-perintah-Nya dengan memuaskan dirinya sendiri dengan
barang-barang dan anugerah-anugerah yang dicipta (Allah) untuk umat
manusia.
Dari pemaparan pendapat Kahf tentang teori konsumsi tersebut,
maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa Kahf memandang Konsumsi
dengan rasionalisme Islam, konsep barang dalam Islam dan etika kosumsi
dalam Islam sehingga dalam penerapannya diharapkan agar masyarakat lebih
selektif untuk menentukan mana yang akan dibeli. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi perilaku israf dan tabzir.
52
Berdasarkan pemikiran teori konsumsi tersebut, perilaku masyarakat
saat ini masih bersikap tabzir dan israf. Karena masyarakat yang masih
menuruti hawa nafsu dalam memenuhi keinginan baik untuk diri sendiri
maupun keluarga tanpa memperdulikan manfaat yang ditimbulkan dari
barang yang dibeli.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, dapat
disimpulkan bahwa dalam memandang teori konsumsi secara Islam, Monzer
Kahf mengaitkan dengan tiga hal yaitu, pertama, Rasionalisme Islam yang
meliputi konsep keberhasilan, skala waktu perilaku konsumen, dan konsep
harta. Kedua, konsep Islam tentang barang. Dalam hal ini dua macam istilah
yang digunakan dalam Al-Qur‟an adalah at-tayyibat dan ar-rizq. Ketiga, etika
konsumsi dalam Islam yang meliputi halal dan baik, tidak israf atau tabzir.
Berdasarkan pemikiran teori konsumsi tersebut, perilaku masyarakat
saat ini masih bersikap tabzir dan israf. Karena masyarakat yang masih
menuruti hawa nafsu dalam memenuhi keinginan baik untuk diri sendiri
maupun keluarga tanpa memperdulikan manfaat yang ditimbulkan dari
barang yang dibeli.
B. Saran
1. Bagi pemerintah, teori konsumsi dalam perspektif Monzer Kahf dapat
menjadi acuan untuk merancang kebijakan ekonomi.
2. Bagi konsumen, hendaknya tidak melakukan israf dan Tabzir.
3. Teori konsumsi masih berkembang, sehingga diharapkan penelitian-
penelitian selanjutnya dapat melengkapi penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz. Ekonomi Islam Analisis Mikro dan Makro. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2008.
-------. Etika Bisnis Perspektif Islam Implementasi Etika Islami untuk Dunia
Usaha. Bandung: Alfabeta, 2013.
Afzalur Rahman. Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2, diterjemahkan oleh Nastangin
Soeroyo, dari judul asli Economic Doctrines of Islam. Yogyakarta: Dana
Bakti Wakaf, 1995.
Amin Suma. Ekonomi dan Keuangan Islam. Ciputat: Kholam Publishing, 2008.
Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2004.
Andi Bahri S. “Etika Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi Islam” dalam Hunafa:
Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No. 2, Desember 2014.
Arif Pujiyono. “Teori Konsumsi Islami” dalam Dinamika Pembangunan Vol. 3
No.2/ Desember 2006.
Buchari Alma. Dasar-Dasar Etika Bisnis Islami. Bandung: CV. Alfabeta, 2003.
Cet-3.
Burhan Bungin. Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis Ke
Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
Cholid Narbuki dan Abu Achmadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2007.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 1997. Cet. Ke-9.
Eko Suprayitno. Ekonomi Islam Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan
Konvensional. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005.
Euis Amalia. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga
Kontemporer. Depok: Gramata Publishing, 2010.
Heri Sudarsono. Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar. Yogyakarta: Ekonisia,
2004.
Husein Umar. Metodologi Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2009.
Idri. Hadis Ekonomi, Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi. Jakarta: Kencana,
2015.
Irham Fachreza Anas. Analisis Komparatif Pemikiran Muhammad Abdul Mannan
dan Monzer Kahf dalam Konsep Konsumsi Islam. Jakarta: Skripsi Jurusan
Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, 2008.
Isyhar Malija Hakim. Analisis Komparatif Pemikiran Fahim Khan dan Monzer
Kahf tentang Perilaku Konsumen. Semarang: Skripsi Jurusan Ekonomi
Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri
Walisongo, 2015.
Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi. Fikih Ekonomi Umar Bin al-Khattab, yang
diterjemahkan oleh Zamakh Sari dari judul asli Al-Fiqh Al-Iqtishadi Li
Amiril Mukminin Umar Ibn Al-Khaththab. Jakarta: Khalifa, 2006.
Jenita dan Rustam. “Konsep Konsumsi dan Perilaku Konsumsi dalam Islam”
dalam JEBI (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam), Volume 2, Nomor 1,
Januari-Juni 2017.
Juliansyah Noor. Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011.
M. Fahim Khan. An Alternative Approach to Analysis of Consumer Behavior:
Need for Distinctive “Islamic” Theory, Journal of Islamic Bussiness and
Management Vol. 3, No. 2, 2013.
Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi. Metode Penelitian Survey. Jakarta:
LP3ES, 1989.
Moh. Kasiram. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Malang: UIN
Maliki Press, 2010.
Mohamed Aslam Hanef. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer: Analisis
Komparatif Terpilih, yang diterjemahkan oleh Suherman Rosyidi dari
judul asli Contemporary Muslim Economic Thought: a Comparative
Analisys. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Monzer Kahf. Ekonomi Islam: Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi
Islam, diterjemahkan oleh Machnun Husein, dari judul asli The Islamic
Economy: Analitical of the Fuctioning of the Islamic Economic System.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1995.
Muhammad Abdul Manan. Ekonomi Islam: Teori dan Praktik diterjemahkan oleh
Potan Arif Harahap, dari judul asli Islamic Economy. Jakarta: PT.
Intermasa, 1992.
Muhammad Muflih. Perilaku Konsumen Dalam Prespektif Ilmu Ekonomi Islam.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Muhammad Nadzir. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010.
Muhammad Sholahuddin. Asas-asas Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007.
Nur Chamid. Jejak-jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). Ekonomi Islam.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008. Edisi.1-1.
S. Margono, Metodologi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT
Renika Cipta, 2010.
Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Asdi
Mahasatya, 2006.
Sutrisno Hadi. Metode Research Jilid 1. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM,
1984.
Toni Hartono. Mekanisme Ekonomi: Dalam Konteks Ekonomi Indonesia.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.
Vinna Sri Yuniarti, Ekonomi Mikro Syariah. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2016.
Yusuf al-Qardhawi. Halal Dan Haram Dalam Islam. Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1995. Cet-1
-------. Norma dan Etika Ekonomi Islam, diterjemahkan oleh Zainal Arifin dan
Dahlia Husin dari judul asli DarulQiyam wal ahlaq fil Iqtishadil Islami.
Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
Zahidatul Amanah. Perilaku Konsumsi Islam Pemikiran Monzer Kahf (Studi
Kasus di Perumahan Taman Suko Asri Sidoarjo). Surabaya: Skripsi
Program Studi Ekonomi Syariah Jurusan Syariah Institut Agama Islam
Negeri Sunan Ampel, 2014.
Laila Imaroh, Rasionalitas dalam Ekonomi Syariah, dalam http://Lhaelyimma-
Makalah-Rasionalitas-Dalam-Ekonomi-Syariah/24/22/2014.html yang
diakses pada tanggal 11 Desember 2017.
Hari Mukti, Ubah Pola Pikir Hedonisme, Materi ceramah yang diakses dari
www.antara.co.id/are/2007/9/27/hari-moekti-ubah-pola-pikir-hedonisme.
http://monzer.kahf.com/about.html yang diunduh pada 22 Agustus 2017
https://irham-anas.blogspot.co.id/2011/04/profil-monzer-kahf.html diunduh pada
19 April 2017
https://irham-anas.blogspot.co.id/2011/04/profil-muhammad-abdul-manan.html
diakses pada 22 oktober 2017.
https://junartibakhtiar.wordpress.com/2015/02/16/monzer-khaf/ diunduh pada 5
April 2017
RIWAYAT HIDUP
Tri Wahyuni dilahirkan di Bungkuk pada tanggal 15 Mei
1994, anak ketiga dari pasangan Bapak Joko Waluyo dan Ibu
Surati.
Pendidikan dasar penulis tempuh di SD Negeri 1
Bungkuk dan selesai pada tahun 2006, kemudian
melanjutkan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Marga Sekampung, dan
selesai pada tahun 2009, sedangkan pendidikan Menengah Atas pada SMA Negeri
1 Waway Karya, dan selesai pada tahun 2012, kemudian melanjutkan pendidikan
di STAIN Jurai Siwo Metro yang kini telah beralih status menjadi IAIN Metro
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Jurusan Ekonomi Syariah dimulai pada
semester 1 TA. 2013/2014.