Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan...

31
GENDER DALAM MAJALAH FASHION MUSLIM (Studi Semiotik tentang Perempuan Muslim pada Tampilan Fashion dalam Scarf Magazine Volume 11) Sarah Umi Nur Azizah Firdastin Ruthnia Yudiningrum Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract The research wants to know and analyse Muslim women’s image through fashion that displayed in Scarf Magazine volume 11 year 2014. Type of this research is descriptive qualitative conducted with semiotic analysis method. Data analytical techniques that used in this research is analytical techniques Roland Barthes. This research produces some results of Muslim women’s image on fashion display in Scarf Magazine, such as: (1) breaking the stereotype of domestification of women; (2) da’wah media for Muslim women; (3) close to urban life; and (4) the image of the woman formed are the image of the frame and the image of association. Keywords: semiotic, magazine, Muslim women, fashion Pendahuluan Cheris Kramarae (dalam Morissan, 2013: 88) berpendapat bahwa pesan memperlakukan perempuan dan laki-laki atau wanita dan pria secara berbeda. Dalam 1

Transcript of Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan...

Page 1: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

GENDER DALAM MAJALAH FASHION MUSLIM

(Studi Semiotik tentang Perempuan Muslim pada Tampilan Fashion

dalam Scarf Magazine Volume 11)

Sarah Umi Nur Azizah

Firdastin Ruthnia Yudiningrum

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract

The research wants to know and analyse Muslim women’s image through fashion that displayed in Scarf Magazine volume 11 year 2014. Type of this research is descriptive qualitative conducted with semiotic analysis method. Data analytical techniques that used in this research is analytical techniques Roland Barthes.

This research produces some results of Muslim women’s image on fashion display in Scarf Magazine, such as: (1) breaking the stereotype of domestification of women; (2) da’wah media for Muslim women; (3) close to urban life; and (4) the image of the woman formed are the image of the frame and the image of association.Keywords: semiotic, magazine, Muslim women, fashion

Pendahuluan

Cheris Kramarae (dalam Morissan, 2013: 88) berpendapat bahwa pesan

memperlakukan perempuan dan laki-laki atau wanita dan pria secara berbeda.

Dalam agama Islam, perempuan diangap memiliki posisi khusus yang berbeda

dengan laki-laki yang dibuktikan dengan adanya seruan atau ayat perintah dan

larangan khusus bagi perempuan. Salah satu seruan tersebut ialah aturan

berpakaian. Bagi perempuan dewasa, maka tidak baik baginya untuk

menampakkan dirinya kecuali pada wajah dan telapak tangan (diterangkan dalam

Al Hadits Riwayat Abu Dawud). Bagian tubuh selain wajah dan telapak tangan

pada wanita inilah yang disebut dengan aurat. Aurat merujuk pada sesuatu yang

dinilai dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang menampakkan maupun

1

Page 2: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

2

yang melihat (Shihab, 2004: 52-53). Dengan tujuan menutup aurat, muncul istilah

busana Muslim yang sebenarnya bersifat universal, atau dapat dikenakan oleh

umat Muslim di manapun tanpa memandang suku yang menjadi asal mereka

maupun tempat tinggal mereka (Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia,

2010: 5).

Cara berpakaian menjadi salah satu bentuk komunikasi non verbal. Tiap

orang punya persepsi mengenai penampilan fisik seseorang, baik dari busana

maupun ornamen lain yang dipakainya (Mulyana, 2008: 392). Ungkapan “I speak

through my cloth” mencerminkan bahwa pakaian yang kita kenakan menjadi salah

satu cara membuat pernyataan mengenai siapa diri kita (Barnard, 1996: vi).

Media massa lazim melakukan berbagai tindakan dalam konstruksi realitas

yang berpengaruh atas pembentukan citra maupun makna suatu realitas (Sobur,

2012: 92). Media massa dinilai dapat memperkokoh ketidakadilan terhadap

perempuan di masyarakat (Haryati, 2012: 41). Terkait kajian media dengan

bahasan fashion dan perempuan Muslim, dalam penelitian ini dipilih media cetak

dengan nama Majalah Scarf yang menjadi satu dari rekomendasi majalah Islami

untuk fashion Muslimah (Puspita, http://abiummi.com/rekomendasi-6-majalah-

islami-untuk-fashion-Muslimah/, diakses 6 Maret 2017). Dalam penelitian ini

digunakan obyek penelitian berupa rubrik Fashion Daily dalam Scarf Magazine

volume 11 tahun 2014 yang mengangkat tema “Fashion and Art”. Tema tersebut

dinilai menjadi pilihan tepat untuk bahasan fashion perempuan dalam media.

Rubrik Fashion Daily dipilih karena, sesuai namanya, dinilai mencerminkan

keseharian tampilan perempuan Muslim.

Bahasan kali ini akan ditelaah menggunakan studi semiotik yang melihat

bahwa pesan merupakan konstruksi tanda-tanda yang ketika bersinggungan

dengan penerima, penerima akan memproduksi makna dari pesan tersebut (Sobur,

2012: 122). Lebih lanjut, semiotika yang digunakan ialah semiotika Roland

Barthes. Roland Barthes (dalam Sobur, 2012: 123) mengatakan bahwa semua

objek dapat diolah secara tekstual. Teks yang dimaksud Roland Barthes sendiri

tak sebatas membahas aspek linguistik atau cabang ilmu bahasa, melainkan suatu

Page 3: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

3

sistem tempat tanda-tanda terkodifikasi. Sehingga semiotik dapat meneliti

berbagai macam teks semisal berita, film, iklan, fashion, fiksi, puisi, juga drama.

Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran perempuan Muslim melalui fashion yang ditampilkan

dalam Scarf Magazine volume 11 tahun 2014?

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan dan untuk kejelasan arah penelitian, maka

ditetapkan tujuan penelitian yakni untuk mengetahui dan menganalisis gambaran

perempuan Muslim melalui fashion yang ditampilkan dalam Scarf Magazine

volume 11 tahun 2014.

Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih berupa kajian yang

berkaitan dengan studi media dan gender.

b. Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terkait

penelitian serupa dalam lingkup yang lebih luas dan lebih mendalam

2. Manfaat Praktis

Di luar studi komunikasi, diharapkan melalui penelitian ini dapat lebih

dipahami posisi perempuan dalam Islam berdasarkan gambaran fashion yang

ditampilkan pada media. Dengan memahami hal tersebut diharapkan citra

perempuan Muslim dapat dijauhkan dari kesan diskriminatif terkait fashion

Muslim yang menjadi pilihan berdasarkan ideologi yang dianut.

Landasan Teori

1. Komunikasi

Komunikasi dimaknai Bernard Berelson dan Gary A. Steiner (dalam Mulyana,

2008: 68) sebagai proses penyampaian informasi, emosi, maupun gagasan melalui

penggunaan simbol. Simbol dalam komunikasi disebut juga sebagai kode atau

lambang, yaitu tanda yang digunakan komunikator untuk mengubah pesan abstrak

Page 4: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

4

menjadi konkret. Simbol dalam komunikasi berwujud verbal dan non verbal.

Simbol verbal menggunakan bahasa lisan dan tulisan (Vardiansyah, 2004: 61-62),

sementara simbol non verbal secara harfiah adalah komunikasi tanpa kata (Tubbs

& Moss, 2005: 65).

2. Majalah

Dalam penelitian ini, digunakan media berupa majalah yang merupakan

penerbitan berkala (bukan harian), yang terbit secara teratur dengan sifat isi

berupa pembahasan yang menyeluruh dan mendalam (Junaedhie, 1995: xiii).

Lebih spesifik, majalah yang digunakan dalam penelitian ini ialah Scarf

Magazine. Scarf Magazine (dalam situs resmi Scarf Magazine,

http://www.scarfmagz.com, diakses 20 Februari 2015.) merupakan majalah

fashion dwi bulanan yang memiliki segmentasi pembaca Muslimah Urban dengan

karakter smart, active, dynamic, and confident (dalam Media Kit Scarf Magazine).

Scarf Magazine menjadi salah satu dari rekomendasi majalah Islami untuk fashion

Muslimah di antara beberapa nama majalah lain di antara beberapa nama majalah

lain yakni: Alisha, Hijabella, Noor, Muslimah Magazine (Musmagz), dan Majalah

Paras (Puspita, http://abiummi.com/rekomendasi-6-majalah-islami-untuk-fashion-

Muslimah/, diakses 6 Maret 2017). Kusika Budiyatun Aminah (2015: 3)

melakukan penelitian terhadap Scarf Magazine dengan alasan keberragaman

rubrik yang dimiliki Scarf Magazine..

3. Semiotika

Semiotika dimaknai Roland Barthes (dalam Sobur, 2013: 15) sebagai ilmu

atau metode analisis yang mengkaji tanda yang pada dasarnya mempelajari cara

kemanusiaan (humanity) memaknai sesuatu (things). Memaknai mengandung arti

bahwa objek bukan hanya mengemban informasi berkaitan hal yang hendak

dikomunikasikan objek namun juga mengkonstitusi sistem dari tanda.

Roland Barthes (dalam Sobur, 2012: 127-128) membuat sebuah model

sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda. Pada signifikansi tahap

pertama terdapat denotasi, yakni makna paling nyata dari tanda. Sementara pada

tahap kedua terdapat konotasi, yang menggambarkan interaksi yang tejadi ketika

Page 5: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

5

tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca berikut nilai

kebudayaannya. Pada tahap konotasi, tanda bekerja melalui mitos (myth) atau

produk kelas sosial yang mempunyai suatu dominasi. Dalam masyarakat primitif,

mitos misalnya dapat menyangkut hidup dan mati, manusia dan dewa. Sementara

kini, mitos misalnya menyangkut feminitas, maskulinitas, dan ilmu pengetahuan.

4. Studi Media dan Gender

Gender ialah konstruksi sosial yang didominasi laki-laki dan menindas

perempuan, yang kemudian memunculkan teori feminis yang bertujuan

menentang asumsi-asumsi gender yang berlaku di masyarakat (Daryanto &

Rahardjo, 2016: 307).

Gender ibarat peran yang dimainkan seseorang untuk menampilkan dirinya

feminin atau maskulin dengan perangkat perilaku khusus, meliputi penampilan,

pakaian, sikap, kepribadian, pekerjaan, seksualitas, tanggung jawab keluarga yang

kemudian menjadi satu kesatuan yang melengkapi “peran gender” seseorang

(Mosse, 2004: 3). Dikenal stereotip gender yang menempatkan perempuan sebatas

bekerja di rumah dan tidak di luar rumah, sementara laki-laki adalah pencari

nafkah (Mosse, 2004: 29). Hal tersebut berakibat pada sesuatu yang diistilahkan

sebagai domestifikasi perempuan (domestification of women) yang membatasi

perempuan hanya dalam lingkup rumah tangga (Mosse, 2004: 31).

Media massa mungkin bukan yang melahirkan ketidaksetaraan gender, namun

media massa dinilai dapat memperburuk ketidakadilan terhadap perempuan di

masyarakat (Haryati, 2012: 41).

Tamrin Amal Tamagola (dalam Ummy Hanifah, 2011: 200) menemukan lima

citra perempuan yang digambarkan terutama oleh iklan di media massa. Pertama,

citra pigura, yaitu perempuan dituntut untuk tampil memikat. Kedua, citra pilar,

yakni keharusan bagi perempuan untuk dapat mengelola dunia domestiknya

dengan baik. Ketiga, citra pinggan, yang beranggapan bahwa perempuan tidak

perlu merasa tersiksa dengan pekerjaannya di dapur dan hal tersebut dapat

menyenangkan. Keempat, citra peraduan, yang menganggap wajar bila perempuan

ditempatkan sebagai objek segala jenis pemuasan laki-laki. Lima, citra pergaulan,

Page 6: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

6

ialah keharusan bagi perempuan untuk tampil menarik dalam hal fisik agar tak

memalukan jika harus berhubungan sosial dengan individu lainnya.

5. Fashion: Hubungan Fashion dengan Komunikasi, Perempuan, dan

Perempuan Muslim

Malcolm Barnard (1996: 132-133) membagi fashion sebagai bentuk

komunikasi menjadi fashion visual dan fashion tulisan. Fashion visual merupakan

tampilan fashion dan pakaian yang menjelaskan bagaimana makna dan citra

garmen diungkapkan dalam bentuk visual. Sementara fashion tulisan ialah

misalnya majalah dan artikel mengkomunikasikan setelan dan koleksi pakaian

sebagai sesuatu yang komunikatif melalui tulisan-tulisannya.

Fashion dikatakan bersifat komunikatif karena menjadi cara nonverbal untuk

memproduksi dan mempertukarkan makna dan nilai-nilai (Barnard, 1996: 66).

Terdapat fungsi komunikasi dalam pakaian yang mewakili bentuk komunikasi

artifaktual, yang berlangsung melalui pakaian dan artefak lain semisal dandanan,

perhiasan, dan dekorasi (Barnard, 1996: vi-vii). Sementara wanita, atau feminin,

direpresentasikan dalam masyarakat kontemporer sebagai makhluk yang dekat

dengan hal-hal mengenai kosmetika, diasosiasikan dengan tampilan luar dengan

kepedulian tinggi atau bahkan terobsesi dengan penampilan (Barnard, 1996: 33).

Umat Islam meyakini aturan berpakaian yang harus menutup aurat, yakni

sesuatu dinilai dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang menampakkan

maupun yang melihat (Shihab, 2004: 52-53). Kemudian muncul busana Muslim

yang sebenarnya bersifat universal, artinya dapat dikenakan di manapun tanpa

memandang suku atau tempat tinggal seseorang (Asosiasi Perancang Pengusaha

Mode Indonesia, 2010: 5). Ibrahim (2007: 207) berpendapat bahwa sejak akhir

1990-an terjadi fenomena perkembangan Moslem fashion dengan pergeseran

selera dan gaya berbusana Muslimah yang menjadi suatu transformasi sosial yang

menarik dengan “kekayaan semiotik” fashion Muslim mengenai bagaimana cara,

corak, aksesoris, dan gaya Muslimah dalam berpakaian. Terdapat pandangan

bernada kritis yang menanggapi perkembangan busana Muslim di dunia Islam

sebagai suatu wujud kontrol ideologi patriarki (Barnard, 1996: xi).

Page 7: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

7

Metodologi Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk

mengetahui dan menganalisis gambaran perempuan Muslim melalui fashion yang

ditampilkan dalam Scarf Magazine. Penelitian menggunakan data primer berupa

artikel dalam rubrik Fashion Daily pada Scarf Magazine volume 11 tahun 2014.

Sementara data sekunder penelitian ini ialah studi kepustakaan berbagai literatur

baik cetak maupun digital berbentuk buku, jurnal, artikel, maupun sumber lain,

semisal company profile, dan media kit yang berkaitan dengan Scarf Magazine.

Penelitian dilakukan terhadap artikel-artikel dalam rubrik Fashion Daily Scarf

Magazine volume 11 tahun 2014, yang terdiri atas empat artikel berjudul

Enchanteur, Blooming Red, Power Suit, dan Minimal dengan menggunakan

analisis semiotika Roland Barthes.

Semiotika mengkaji busana pada tataran fungsi sosial yang kemudian

memandang setiap busana sebagai penanda yang mempunyai petanda, yang

merujuk pada makna tertentu (Noor Hidayati, 2011: 4). Barthes (dalam Pawito,

2007: 163-164) menggunakan istilah denotasi dan konotasi untuk menunjuk

tingkatan-tingkatan makna. Makna denotasi merupakan makna tingkat pertama

(first order) yang bersifat objektif yang dapat diberikan kepada lambang-lambang

dengan secara langsung mengaitkan lambang dengan realitas atau gejala yang

ditunjuk. Sementara makna konotasi menjadi makna-makna pada tingkatan kedua

yang diberikan kepada lambang-lambang dengan mengacu pada nilai-nilai budaya

(second order). Sisi menarik pada semiotika Roland Barthes adalah digunakannya

istilah mitos (myth) sebagai rujukan yang bersifat kultural karena bersumber dari

budaya atau dapat juga sejarah yang ada dan kemudian digunakan untuk

menjelaskan gejala atau realitas yang ditunjuk dengan lambang-lambang.

Penyajian dan Analisis Data

Dalam metode semiotika, merupakan hal memungkinkan bagi peneliti untuk

mengembangkan penafsiran sendiri terhadap objek analisis (Stakes, 2006: 21).

Hal tersebut dilakukan dengan cara memecahkan atau menjabarkan teks menjadi

komponen-komponen unit makna atau seme-seme.

Page 8: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

8

Sebagai sebuah metode, semiotika bersifat interpretatif dan, konsekuensinya

sangat subjektif. Karena sangat subjektif, semiotika tidak reliable dalam konteks

pemahaman ilmu pengetahuan sosial tradisional (Stakes, 2006: 78). Peneliti lain

yang mempelajari teks yang sama dapat saja mengeluarkan sebuah makna yang

berbeda tanpa mengurangi nilai semiotika. Hal ini dikarenakan semiotika adalah

tentang memperkaya pemahaman kita terhadap teks. Teks dalam bentuk apapun,

dapat dilihat dalam aktivitas penanda (Sobur, 2013: 15). Aktivitas penanda sendiri

merupakan suatu proses signifikansi yang menggunakan tanda yang

menghubungkan objek dan interpretasi.

Pemaknaan Malcolm Barnard atas fashion sebagai komunikasi, dalam

penelitian ini, akan dihadirkan menggunakan analisis semiotika Roland Barthes.

Semiotika mengkaji busana pada tataran fungsi sosial yang memandang busana

sebagai penanda yang mempunyai petanda, yang merujuk pada makna tertentu

(Noor Hidayati, 2011: 4). Kaitannya dengan studi fashion sebagai komunikasi,

diterangkan Malcolm Barnard (1996: 105) bahwa terdapat dua macam penjelasan

mengenai pembangkitan makna, yakni: pemaknaan eksternal atas

garmen/setelan/pakaian/citra dapat meliputi perancang atau pemakai; dan

pemaknaan internal atas garmen/setelan/pakaian/citra menempatkan asal mula

makna dari dalam pakaian, meliputi tekstur, warna, bentuk, serta perubahan

tekstur, warna, dan bentuk.

Semiotika Roland Barthes digunakan mulai dari sistem pemaknaan tahap

pertama atau denotasi, dan juga di tahap kedua atau konotasi. Selanjutnya, makna

di tahap konotasi dikaitkan dengan ideologi, sejarah, atau kebudayaan yang

berlaku untuk kemudian ditarik mitos yang berhubungan dengan isu gender yang

menjadi fokus penelitian. Hal ini bertujuan untuk ditemukannya kesimpulan

sebagai akhir dari proses pemaknaan simbol-simbol fashion perempuan Muslim.

A. Analisis Artikel Berjudul “Power Suit”

1. Makna Denotasi

Artikel Power Suit menampilkan model dengan wajah bukan keturunan

asli Indonesia. Model berfoto dengan beberapa latar belakang tempat pemotretan

Page 9: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

9

yang didominasi dengan lokasi luar ruangan. Terdapat pula lokasi pemotretan di

dalam ruangan yang menampilkan banyak kaca sebagai dinding.

Di bagian awal artikel terdapat pengantar artikel sebagai berikut:

“MUNCULKAN ENERGI YANG KUAT DAN BERKARAKTER DARI PADANAN FORMAL YANG MODERN. PADUKAN ITEM UTAMA POWER SUIT BERUPA JAKET, CELANA BERPOTONGAN LONGGAR ATAU KEMEJA BERKERAH UNTUK HASIL TAMPILAN YANG KONSERVATIF. BERIKAN SENTUHAN FEMININ PADA ITEM MASKULIN TERSEBUT DENGAN HIJAB BERMOTIF DALAM WARNA YANG LEMBUT.”

Secara denotatif, masing-masing halaman dalam artikel didesain berisi

konten berupa foto model yang mengenakan fashion icon dari label iROO,

Novierock @ Muse101, Moshaict by Itang Yunasz, Longchamp, Karen Millen,

Jenahara for Zalora, dan Warehouse.

2. Makna Konotasi

Pada pengantar artikel, terdapat fashion icon yang disebutkan untuk

menghasilkan tampilan feminin, yakni disarankan menggunakan jilbab bermotif

yang menjadi makna internal pakaian.

Ditemukan di semua bagian artikel bahwa jilbab yang digunakan berasal

dari label Moshaict by Itang Yunasz. Moschaict by Itang Yunasz (dalam

http://www.dewimagazine.com/, diakses 23 Agustus 2016) merupakan label

busana muslim wanita dengan ciri khas warna cerah yang segar, yang

diperuntukkan bagi generasi muda (dalam http://lifestyle.liputan6.com, diakses

pada 23 Agustus 2016) dengan rentang usia berkisar antara 25 – 35 tahun (dalam

Situs Resmi PT. Yunasz Astabrata, http://www.itangsz.com, diakses 23 Agustus

2016.). Dapat disimpulkan berdasarkan makna eksternal dari label pakaian berupa

jilbab yang dikenakan model, model merupakan perempuan dengan usia yang

tergolong masih produktif. Model yang memiliki wajah bukan keturunan asli

Indonesia, secara konotatif mengarahkan pemikiran bahwa busana Muslim dapat

dikenakan oleh siapa saja.

Lokasi luar ruangan dan dalam ruangan dengan dinding terbuat dari kaca

yang menjadi latar tempat pemotretan masuk dalam kategori konsep minimalis.

Page 10: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

10

Konsep bangunan minimalis memiliki ciri jendela yang lebar, bidang dinding dan

tiang, serta keterbukaan yang digambarkan pada banyaknya bahan kaca

(Abdullah, dalam http://joglosemar.co., diakses 31 Agustus 2016).

3. Mitos

Meskipun menampilkan sisi kuat sebagaimana gambaran umum sifat

maskulin, artikel tidak menyarankan untuk mengubah penampilan menjadi seperti

laki-laki dengan menyarankan penggunaan jilbab motif untuk kesan feminin. Hal

tersebut selaras dengan tuntunan Islam yang menerangkan bahwa Nabi

Muhammad (dalam Al Hadits Riwayat Bukhari dari Ibni Abbas Radhiyallahu

Anhu) melaknat laki-laki yang berdandan seperti perempuan, maupun sebaliknya.

Mitos yang dibangun melalui artikel ini adalah tampilan fashion tidak terlepas

dari misi dakwah yang mengingatkan pada perempuan Muslim untuk mematuhi

aturan berpakaian dalam Islam.

Penggunaan fashion icon berupa jilbab secara konotatif memunculkan

makna internal bahwa jilbab bermotif memberikan nuansa feminin pada tampilan,

serta makna eksternal bahwa model ialah perempuan berusia produktif.

Penggunaan latar tempat yang di luar ruangan kemudian memunculkan kode

sosial yang mematahkan stereotip gender bahwa tempat perempuan ialah di rumah

(dalam Mosse, 2004: 29). Hal tersebut menegaskan bahwa, terutama perempuan

Muslim berusia produktif, memiliki hak untuk aktif di luar rumah. Sementara

untuk lokasi pemotretan di dalam ruangan, terdapat nuansa minimalis yang

menjadi latar pemotretan. Desain minimalis sering mencerminkan gaya hidup

masyarakat perkotaan yang terkenal dengan rutinitas serbacepat (Hanggara,

http://www.koran-sindo.com, diakses pada 31 Agustus 2016). Dari kode tersebut

kemudian muncul kode sosial bahwa perempuan yang digambarkan dalam artikel

ialah mereka yang lekat dengan hal-hal urban.

Sosok model yang bukan merupakan keturunan asli Indonesia,

memunculkan kode sosial bahwa busana Muslim bersifat universal. Sehingga

berkembang mitos yang memperkuat definisi universal busana muslim yang

diterangkan sebagai pakaian yang dapat dikenakan oleh umat muslim di manapun

Page 11: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

11

tanpa memandang suku asal mereka maupun tempat tinggal mereka (Asosiasi

Perancang Pengusaha Mode Indonesia, 2010: 5).

B. Analisis Artikel Berjudul “Enchanteur”

1. Makna Denotasi

Artikel memiliki 8 tampilan fashion yang didominasi oleh fashion icon

berupa gaun. Gaun atau dress pada artikel ini antara lain memiliki bahan yang

tampak sedikit mengkilap dengan detail ranting dan bebungaan, gaun lebar

dengan ornamen bunga yang ditampilkan model berpose duduk dan

menampakkan lebar gaun yang dikenakan, gaun bernuansa dusty blue dengan

modifikasi jilbab berupa kupluk dan baju atas dengan detail tumpukan kain di

bagian dada, gaun berwarna cokelat pastel dengan motif bunga, gaun putih

transparan yang dilapisi kain batik berwarna hitam, serta gaun berpotongan lebar

dengan jilbab dililitkan di bagian leher yang didaramatisir dengan pose model

yang membentangkan kain di belakang model. Terdapat pula setelan pakaian

berbahan kain songket yang dipadukan dengan bahan brukat dengan nuansa warna

cokelat, serta setelan berbahan mengkilap dengan warna hijau menyala. Berbagai

pakaian tersebut dikenakan oleh model yang berpose di luar ruangan.

Di bagian awal artikel terdapat pengantar artikel sebagai berikut:

“KEINDAHAN EKSPLORASI TEKSTIL LOKAL DIHADIRKAN DALAM GAUN PANJANG DAN SETELAN YANG ANGGUN OLEH DESAINER KENAMAAN PILIHAN KAMI. SIMAK SISI ROMANTIS YANG KAMI ANGKAT DARI KOLEKSI TREND 2015 MEREKA YANG MEMESONA.”

2. Makna Konotasi

Enchanteur berasal dari bahasa Perancis yang memiliki arti mempesona

(https://translate.google.co.id, diakses 10 Oktober 2016). Diidentifikasi dari

pengantar artikel, artikel bermaksud menunjukkan pesona tekstil lokal dalam

busana dari koleksi trend 2015 karya desainer pilihan. Pesona tekstil lokal antara

lain dihadirkan melalui aksen brukat yang teratur memberi kesan mewah (Zanifah,

2015: 14), serta perpaduan bahan berwarna putih transparan untuk bahan di

bagian luar pakaian dipadukan batik hitam yang menghadirkan kesan pure and

Page 12: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

12

classy (Zanifah, 2015: 8). Tak hanya dari gaun, tampilan mempesona juga

ditampilkan melalui fashion icon berupa jilbab yang salah satunya dimodifikasi

dengan penggantian penggunaan kupluk yang diteruskan dengan aksen kain

bertumpuk di bagian dada dari bagian atas yang diidentifikasi menjadi praktik

kelonggaran tampilan jilbab pada umumnya. Namun di bagian lain, tampak

penggunaan jilbab yang minimalis yakni sebatas menutupi bagian leher.

3. Mitos

Muncul kode bahwa digunakan bahasa Perancis yang hadir sebagai judul

artikel “Enchanteur” dalam Scarf Magazine. Hal ini menunjukkan penggunaan

lebih dari dua bahasa, yang biasanya tampak nyata di kota-kota besar atau

masyarakat urban yang salah satunya memiliki ciri terbuka akan pengaruh luar

dan senang mengikuti pola-pola baru dalam kehidupan (Soekanto, 2007: 140).

Pada foto, tampak model diambil gambarnya di luar ruangan. yang

kemudian memunculkan kode sosial yang mematahkan stereotip gender bahwa

tempat perempuan ialah di rumah (dalam Mosse, 2004: 29).

Terdapat panduan berpakaian bagi perempuan Muslim bahwa mereka

harus menurunkan jilbab hingga menutup dada (dalam QS. An-Nur (24):30-3).

Maka berdasarkan ketentuan tersebut penggunaan topi sebagai pengganti jilbab

sebagai penutup aurat bagian kepala yang dilengkapi dengan tumpukan kain di

bagian dada pada pakaian atas yang dikenakan model, menampilkan kode berupa

kelonggaran penggunaan jilbab yang tidak melulu harus terbuat dari selembar

kain yang dililitkan mengelilingi wajah. Kode tersebut memunculkan kode sosial

bahwa walaupun berjilbab, seorang perempuan Muslim boleh tampil memikat

dengan melonggarkan tampilan jilbab pada umumnya namun tidak melanggar

aturan berjilbab sesuai Al Quran. Sehingga melalui artikel ini, kembali dibangun

mitos berupa fashion muslim dapat menjadi media dakwah bagi perempuan

Muslim.

Namun ditemukan aturan tersebut tampak tidak dipenuhi secara konsisten.

Hal tersebut tampak pada bagian terakhir artikel yang menampakkan model hanya

menutupkan jilbabnya dengan melilitkan di bagian leher dan tidak menutupkan

Page 13: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

13

jilbabnya ke bagian dada, ataupun menutupkan bagian dada dengan fashion icon

tambahan seperti jaket maupun baju luar. Sehingga muncul kode sosial bahwa

dalam berjilbab, tidaklah saklek harus mengikuti peraturan dalam Al Quran dan

Al Hadits. Dan pada beberapa bagian, lebih diutamakan tampilan fisik semata

agar perempuan dapat tampil memikat.

Jika dihubungkan dengan citra perempuan menurut Tamrin Amal

Tamagola (dalam Ummy Hanifah, 2011: 200), maka artikel bermaksud

menggambarkan perempuan dengan citra pergaulan, yakni keharusan bagi

perempuan untuk tampil menarik dalam hal fisik agar tak memalukan jika harus

berhubungan sosial dengan individu lainnya. Selain itu, dramatisasi untuk

mendukung tampilan dress mulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut

pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan

Muslim dapat mengenakan pakaian yang mempesona untuk tampil memikat, atau

menggambarkan perempuan dengan citra pigura, yaitu tuntutan untuk tampil

memikat.

C. Analisis Artikel Berjudul “Minimal”

1. Makna Denotasi

Artikel berisi 6 tampilan fashion yang ditampilkan pada halaman berlatar

warna putih berisi beberapa macam fashion icon. Masing-masing halaman pada

artikel memuat sub artikel yang memiliki judul, yaitu: Sporty Plaid, Chic Off

White, Into The Woods, Comfy Knit, Wrap With Tweed, dan Yellow Blush.

Secara denotatif, artikel menampilkan fashion icon berupa sweatshirt,

kemeja, celana, dan tweed jacket. Serta aksesoris berupa tas, topi, kacamata,

kalung, jam tangan, shawl, dan sepatu, gelang, cincin, dan pouch. Berbagai

fashion icon yang ditampilkan berasal dari label asal luar negeri, yakni: Zara,

Guess Accessories, Charriol Geneve, Le Specs @The Goods Dept. Terdapat pula

fashion icon dengan label asli Indonesia, yakni: Alex(a)lexa @ The Goods

Dept.,Cotton Ink @ The Goods Dept., Avanava @The Goods Dept., dan Antyk

Butyk @The Goods Dept.

Page 14: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

14

Di bagian awal artikel tertulis pengantar artikel sebagai berikut:

“LESS IS MORE ADALAH UNGKAPAN YANG TEPAT UNTUK TAMPIL CHIC DAN CASUAL. BAHKAN AKSESORI PUN MENGAMBIL PERAN UNTUK MEMAKSIMALKAN PENAMPILAN. CUKUP TAMBAHKAN AKSESORI MINIMALIS SEPERTI JEWEL ATAU TIME PIECES, YOU WILL STANDING OUT FROM THE CROWD!”

2. Makna Konotasi

Diidentifikasi melalui pengantar, artikel bermaksud menunjukkan pilihan

tampilan yang casual atau non formal, dan chic yang berarti serasi dan penuh

gaya (Hadisurya, Pambudy & Jusuf, 2011: 50) dengan pilihan aksesori minimalis.

Artikel menampilkan fotografi benda yang obyeknya tidak bergerak atau umum

disebut sebagai fotografi still life (http://www.infofotografi.com, diakses 24

Oktober 2016). Di setiap bagian sub artikel digunakan background putih yang

lekat akan kesan ketepatan (Wibowo, 2015: 150).

Artikel dilengkapi dengan fashion icon dari brand dengan reputasi

internasional atau telah dikenal dalam skala global, sehingga tidak diragukan

kualitasnya yang terdiri atas label dari luar negeri maupun label dari Indonesia.

Secara konotatif, melalui makna eksternal pakaian dari label yang ditampilkan

bermaksud menunjukkan tampilan dengan kualitas tinggi.

3. Mitos

Variasi pilihan tampilan bertema yang diwakili oleh sub judul

memunculkan kode sosial bahwa perempuan Muslim dimanapun tempat harus

dapat membawa dirinya dengan mengutamakan tampilan fisik. Jika dihubungkan

dengan citra perempuan menurut Tamrin Amal Tamagola (dalam Ummy Hanifah,

2011: 200), maka artikel bermaksud menggambarkan perempuan dengan citra

pergaulan, yakni keharusan bagi perempuan untuk tampil menarik dalam hal fisik

agar tak memalukan jika harus berhubungan sosial dengan individu lainnya.

Tampilan fisik menarik tidaklah cukup dan harus ditunjang dengan item berupa

perhiasan dari label ternama, yang menggambarkan perempuan Muslim dengan

citra pigura, yaitu tuntutan untuk tampil memikat.

Page 15: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

15

D. Analisis Artikel Berjudul “Blooming Red”

1. Makna Denotasi

Artikel berjudul Blooming Red yang berarti “Merah yang Mekar”

memiliki 5 tampilan fashion. Di bagian awal artikel terdapat pengantar sebagai

berikut:

“DENTUMAN WARNA MERAH YANG HANGAT PATUT MENJADI PILIHAN FAVORIT ANDA DI MUSIM INI. INTENSITASNYA BEGITU MEREKAH DIPADU DENGAN WARNA NETRAL. RIASAN YANG NATURAL ADALAH PASANGAN YANG TEPAT SAAT ANDA MENGAPLIKASIKAN WARNA PRIMER INI.”

Sesuai judul, artikel menampilkan padanan pakaian yang di setiap

tampilannya terdapat fashion icon dengan warna merah, yang terdiri atas baju

atas, jilbab, dan baju luar. Di beberapa bagian artikel terdapat pula fashion icon

berupa aksesoris penunjang semisal tas dan sepatu. Di salah satu halaman tampak

model memegang mawar merah yang mekar sebagai properti. Tampilan

diperlihatkan melalui model yang didandani dengan riasan pucat atau natural

yang tidak mencolok.

2. Makna Konotasi

Pada pengantar diterangkan bahwa pada artikel akan ditunjukkan paduan

warna merah dengan warna netral untuk intensitas yang merekah. Secara

konotatif, terdapat pesan bahwa riasan natural menjadi paduan tepat untuk

tampilan pakaian dengan nuansa warna merah.

3. Mitos

Seluruh tampilan dalam artikel menampilkan model dalam riasan pucat

yang menjadi penyeimbang warna merah merekah dari tema pakaian model.

Pakaian bertema merah juga dipadukan dengan warna netral yang memunculkan

kode sosial bahwa perempuan Muslim hendaklah tidak berlebihan dalam tampilan

keseharian. Kode sosial yang ditampilkan artikel senada dengan ajakan Felix

Siauw (2015: 104) untuk menghindari tabarruj atau berlaku sombong bagi

perempuan Muslim yang salah satunya dapat terjadi karena dandanan. Maka mitos

yang dibangun majalah Scarf mengandung misi dakwah, atau mengajak kebaikan

pada perempuan Muslim, berupa ajakan untuk tidak melakukan tabarruj.

Page 16: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

16

Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan dan analisis yang dilakukan peneliti, diperoleh

kesimpulan gambaran perempuan Muslim melalui fashion dalam Scarf Magazine

sebagai berikut:

1. Mematahkan Stereotip Domestifikasi Perempuan

Domestifikasi perempuan adalah batasan bagi kehidupan perempuan yang

hanya berada di lingkup rumah tangga. Scarf Magazine menampilkan perempuan

Muslim tidak selalu berada di lingkungan domestik dengan pekerjaan yang juga

seputar hal domestik yang menyoal urusan rumah tangga.

2. Media Dakwah bagi Perempuan Muslim

Fashion dapat menjadi media dakwah atau ajakan menaati aturan Islam.

Ditemukan misi dakwah dimuat di dalam konten-konten fashion baik fashion

visual maupun fashion tulisan. Dakwah yang ditunjukkan antara lain meliputi

anjuran untuk menampilkan sisi feminin dalam pakaian, karena Islam melarang

perempuan berdandan atau berpenampilan seperti laki-laki maupun sebaliknya.

Ajakan lain yang ditampilkan adalah menghindari tabarruj atau berlaku sombong

yang salah satunya disebabkan melalui dandanan. Karenanya ditampilkan

dandanan natural pada model. Terdapat pula pengingat bagi perempuan Muslim

untuk tidak ragu mengenakan busana Muslim dimanapun dan tanpa memandang

suku yang menjadi asal maupun tempat tinggal mereka, sejalan dengan definisi

busana Muslim.

Namun misi dakwah tidak konsisten ditampilkan dalam Scarf Magazine

karena ditemukan pula pelanggaran teradap salah satu aturan berjilbab, yakni

menutupkan jilbab hingga bagian dada. Misi dakwah yang tidak konsisten

ditampilkan ini diidentifikasi karena lebih diutamakannya tampilan fisik.

3. Dekat dengan Kehidupan Urban

Ciri khas masyarakat urban adalah berpikiran terbuka dan mudah

menerima hal-hal baru. Hal baru tersebut salah satunya tampak pada penggunaan

hijab atau jilbab yang dimodifikasi dengan melonggarkan tampilan jilbab yang

monoton atau tampilan pada umumnya. Selain konten tersebut, Scarf Magazine

secara konsisten menampilkan kehidupan yang lekat dengan gaya hidup kekotaan

Page 17: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

17

atau urban antara lain melalui variasi pilihan pakaian dengan barang-barang dari

label premium dengan reputasi internasional, pengggunaan latar belakang yang

digunakan dalam pemotretan, dan penggunaan bahasa asing dalam konten-konten

yang ditampilkan. Kedekatan dengan kehidupan urban tersebut diidentifikasi

karena tagline yang diusung Scarf Magazine yang tak lain adalah “Muslimah

Urban Fashion Magazine”.

4. Citra Perempuan dalam Media

Citra perempuan yang terbentuk pada rubrik Fashion Daily Scarf

Magazine volume 11 tahun 2014 adalah citra pergaulan dan citra pigura. Citra

pergaulan ialah keharusan bagi perempuan untuk tampil menarik dalam hal fisik

agar tak memalukan jika harus berhubungan sosial dengan individu lainnya.

Sementara citra pigura adalah tuntutan untuk tampil memikat. Tampilan memikat

ditunjukkan antara lain melalui pilihan busana dengan model yang berragam,

ditunjang dengan pilihan aksesoris dan pose yang mendukung.

Saran

Setelah melakukan penelitian rubrik Fashion Daily dalam Scarf Magazine

volume 11 tahun 2014, peneliti menyampaikan beberapa saran:

1. Media massa turut berperan dalam membangun citra perempuan. Tampilan

perempuan yang tertindas dan memiliki pilihan terbatas ditepis oleh tampilan

konten dalam Scarf Magazine. Gambaran perempuan Muslim sebagai sosok yang

bebas dari batasan dunia domestik, peduli akan tampilan fisik dan boleh tampil

menarik dengan batasan tertentu membuat perempuan Muslim jauh dari kesan

diskriminatif melalui tampilan nilai-nilai Islam yang longgar dan universal dalam

hal fashion Muslim. Diharapkan di masa mendatang akan bermunculan media

penyebaran nilai-nilai Islam yang selain universal juga tidak lengah akan

keterbukaan dan kebebasan berekspresi dengan melanggar batasan-batasan yang

telah ditentukan dalam Al Quran maupun Al Hadits.

2. Penulis berharap kajian penelitian ini dapat menjadi acuan bagi penelitian

sejenis di masa mendatang untuk didapatkannya hasil yang lebih detail dan

sempurna.

Page 18: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

18

Daftar Pustaka

Abdulla, Ahmad Yasin. (Oktober 2013). Karakteristik Bangunan Minimalis dan Modern. Website: http://joglosemar.co/2013/10/karakteristik-bangunan-minimalis-dan-modern.html, diakses pada 31 Agustus 2016.

Al Hadits Riwayat Abu Dawud

Al Hadits Riwayat Bukhari dari Ibni Abbas Radhiyallahu Anhu.

Al Quran QS. An-Nur (24):30-31.

Aminah, Kusika Budiyatun dan Sofiah. (2015). “Majalah Hijab Scarf dan Perilaku Imitasi Pelanggan Majalah Hijab Scarf (Studi Pengaruh Terpaan Media Massa Majalah Hijab Scarf dan Interaksi Sosial Terhadap Perilaku Imitasi Pelanggan Majalah Hijab Scarf di Agen Koran dan Majalah ABC Solo”, Jurnal Kommas. Website: http://www.jurnalkommas.com/docs/jurnal%20sika.pdf, diakses 23 Februari 2017 pukul 08:30.

Asosiasi Perancang Busana Mode Indonesia. (2010). Modifikasi Busana Muslim. Jakarta: Gramedia.

Barnard, Malcolm. (1996). Fashion sebagai Komunikasi: Cara Mengkomunikasikan Identitas Sosial, Seksual, Kelas, dan Gender. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra.

Daryanto & Mulyo Rahardjo. (2016). Teori Komunikasi. Yogyakarta: Gava Media.

Hadisurya, Irma, Ninuk Mardiana Pambudy dan Herman Jusuf. (2011). Kamus Mode Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Hanggara, Rendra. (Agustus 2006). Kesan Elegan Desain Minimalis. Website: http://www.koran-sindo.com/news.php?r=4&n=2&date=2016-08-03, diakses pada 31 Agustus 2016

.Hanifah, Ummy. (Juli – Desember 2011). “Konstruksi Ideologi Gender pada

Majalah Wanita (Analisis Wacana Kritis Majalah Ummi)”, Komunika: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 5 (2). Website: http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php/komunika/article/view/170/14, diakses pada 8 Mei 2017.

Haryati. (2012). “Konstruktivisme Bias Gender dalam Media Massa”, Observasi: Citra Perempuan dalam Media, Vol. 10 (1). Website:

Page 19: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

19

https://jurnal.kominfo.go.id/index.php/observasi/article/download/76/69, diakses pada 12 Mei 2017.

Hidayati, Noor. (2011). Skripsi. Analisis Semiotika Terhadap Rubrik Mode Pada Majalah Ummi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

http://lifestyle.liputan6.com/read/2226472/itang-yunasz-rancang-baju-untuk-semua-kalangan, diakses pada 23 Agustus 2016.

http://www.dewimagazine.com/news/sambut-ramadhan-desainer-busana-muslim-itang-yunasz-luncurkan-label-moshaict?m=1, diakses pada 23 Agustus 2016.

http://www.infofotografi.com/blog/2015/07/belajar-foto-still-life/, diakses pada 25 Oktober 2016.

https://translate.google.co.id/#fr/id/enchanteur, diakses pada 10 Oktober 2016.

Junaedhie, Kurniawan. (1995). Rahasia Dapur Majalah Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Media kit Scarf Magazine.

Morissan. (2013). Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana.

Mosse, Julia Cleves. (2004). Gender & Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mulyana, Deddy. (2008). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Rosdakarya.

Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.

Puspita, Eka. (2015). Rekomendasi 6 Majalah Islami Untuk Fashion Muslimah. Website: http://abiummi.com/rekomendasi-6-majalah-islami-untuk-fashion-muslimah/. Diakses pada 6 Maret 2017.

Shihab, M. Quraish. (2004). Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendekiawan Kontemporer. Jakarta: Lentera Hati.

Siauw, Felix. Y. (2015). Yuk Berhijab!. Jakarta: Al-Fatih Press.

Situs Resmi PT. Yunasz Astabrata. http://www.itangsz.com/news-top/sejarah-perusahaan, diakses pada 23 Agustus 2016.

Page 20: Skripsi Sarah D0211092.docx · Web viewmulai dari pose, pencahayaan, maupun sudut pengambilan gambar tertentu memunculkan kode sosial yaitu seorang perempuan Muslim dapat mengenakan

20

Situs Resmi Scarf Magazine. http://www.scarfmagz.com, diakses pada 20 Februari 2015.

Sobur, Alex. (2003). Semiotika Komunikasi. Bandung: Rosdakarya.

Sobur, Alex. (2012). Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Rosdakarya.

Soekanto, Soerjono. (2007). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Stakes, Jane. (2006). How to Do Media and Cultural Studies: Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya. Yogyakarta: Bentang.

Subandi, Ibrahim I. (2007). Budaya Populer sebagai Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra.

Tubs, Stewart L. dan Sylvia Moss. (2005). Human Communication: Prinsip-Prinsip Dasar. Bandung: Rosda.

Vardiansyah, Dani. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi: Pendekatan Taksonomi Konseptual. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia.

Wibowo, Ibnu Teguh. (2015). Belajar Desain Grafis: Cara Cepat dan Mudah Belajar Desain Grafis untuk Pemula. Yogyakarta: Notebook.

Zanifah, Imawati. (2015). Panduan Desain Baju dari Pola hingga Jadi. Jakarta: Prima.