SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

79
PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A24051868 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Transcript of SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Page 1: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU

(Saccharum officinarum L.)

RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO

A24051868

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 2: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

RINGKASAN

RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO. Pengaruh Pemupukan Nitrogen dan

Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tebu (Saccharum officinarum

L.) (Dibimbing oleh SUWARTO).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemupukan Nitrogen

dan Fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi tebu. Penelitian ini dilaksanakan

pada bulan Februari 2009 sampai Agustus 2009 yang berlokasi di Rayon II

Afdeling 7 Kebun Bungamayang PTPN VII (Persero) Kotabumi, Kabupaten

Lampung Utara.

Penelitian ini menggunakan bahan tanaman tebu varietas Kidang Kencana

(BM 9605) yang sudah ditanam sejak bulan Agustus 2008. Model rancangan

penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Perlakuan yang digunakan

terdiri atas dua faktor. Faktor pertama adalah taraf pemupukan Nitrogen yang

terdiri atas 90, 135, 180, dan 225 kg N/ha. Faktor kedua adalah taraf pemupukan

Fosfor yang terdiri atas 36, 72, 108, dan 144 kg P/ha. Tiap petak percobaan

dipupuk K2O dengan dosis 270 kg/ha. Percobaan terdiri atas 16 kombinasi

perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 48 satuan percobaan.

Setiap satuan percobaan terdiri atas 10 juring dengan jarak pusat ke pusat (pkp)

1.3 m dan setiap juring ditanam 90 stek. Setiap satuan percobaan terdiri dari 3

rumpun contoh yang diamati. Variabel-variabel yang diamati terdiri atas jumlah

anakan per rumpun, tinggi batang, diameter batang, jumlah ruas, jumlah daun per

tanaman, jumlah tanaman per juring, bobot kering organ tanaman, rendemen,

jumlah tanaman dipanen per juring, luas daun spesifik, analisis hara tanaman,

peubah parameter tanah dan analisis hara tanah.

Aplikasi pemupukan Nitrogen berpengaruh terhadap beberapa parameter

pengamatan seperti meningkatnya tinggi batang, jumlah tanaman per juring,

diameter batang bagian tengah dan bawah. Pemupukan N 225 kg/ha pada 1 BST

menghasilkan bobot kering daun tertinggi, kemudian pada 10 BST juga

menghasilkan jumlah tanaman per juring tertinggi. Selain itu, pada 11 BST

perlakuan tersebut menghasilkan diameter bawah terbesar jika dibandingkan

Page 3: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

dengan perlakuan lainnya. Pada pemupukan N 180 kg/ha saat 4 BST

menghasilkan tinggi batang tertinggi yaitu sebesar 144.72 cm. Kemudian pada 7

BST juga menghasilkan jumlah tanaman per juring tertinggi, selain itu saat 6 BST

diameter tengah tertinggi sebesar 27.08 cm. Pemupukan Fosfor hanya

menunjukkan pengaruh terhadap parameter bobot kering daun dan jumlah

tanaman per juring. Pemupukan Fosfor 108 dan 72 kg/ha menghasilkan BK daun

tertinggi, sedangkan jumlah tanaman per juring tertinggi terdapat pada

pemupukan 144 kg P/ha. Kombinasi perlakuan 225 kg N/ha dan 72 kg P/ha

menghasilkan tinggi batang dan jumlah ruas tertinggi berturut-turut sebesar 0.61

g/tanaman dan 31.11 ruas/tanaman. Selain itu, kombinasi perlakuan 225 kg N/ha

dan 108 kg P/ha menghasilkan bobot kering daun tertinggi. Peubah produksi tidak

dipengaruhi oleh pemberian pupuk N dan P, serta interaksi keduanya. Rendemen

rata-rata tebu sebesar 8.3 % dan rata-rata jumlah tanaman dipanen per juring

sebesar 125.4 batang. Produksi tebu yang dihasilkan sebesar 83.2 ton/ha dengan

jumlah hablur 6 942 kg/ha.

Page 4: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU

(Saccharum officinarum L.)

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO

A24051868

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 5: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Judul : PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU

(Saccharum officinarum L.)

Nama : Rifka Ernawan Ikhtiyanto

NRP : A24051868

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Suwarto, MSi

NIP 19630212 198903 1 004

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr

NIP 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :………………..........

Page 6: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Kebonharjo, Kecamatan Patebon Kabupaten

Kendal Jawa Tengah pada tanggal 19 Desember 1986. Penulis merupakan anak

kedua dari dua bersaudara dari Bapak Moch.Ichsan (alm) dan Ibu Hj. Istianah.

Pada tahun 1999 penulis lulus dari SD Kebonharjo 2, kemudian pada

tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 2 Kendal. Selanjutnya penulis

lulus dari SMA Negeri 1 Kendal pada tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan

Seleksi Masuk IPB) di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Pertanian dengan kompetensi minor bidang Agroforestry Departemen Silvikultur

Fakultas Kehutanan. Selama di IPB, penulis menjadi anggota UKM Panahan,

kemudian aktif dalam organisasi BEM Fakultas Pertanian sebagai Ketua

Departemen Pertanian Tahun 2008 serta menjadi koordinator dalam kegiatan Bina

Desa BEM Faperta hingga tahun 2008. Kepanitiaan yang pernah diikuti adalah

Masa Perkenalan Fakultas Pertanian “Saung Tani’ Tahun 2007 sebagai

koordinator Komdis, Seminar Pertanian Nasional Tahun 2007 sebagai koordinator

Humas dan Dana Usaha. Selain aktif di organisasi dan kepanitiaan, penulis juga

mengikuti beberapa seminar seperti Seminar Pertanian Nasional BEM Faperta

Tahun 2007 dan 2008, Pelatihan Pembuatan jamur tiram, embedding, dan nata de

coco Himabio 2006, Semiloka Nasional membahas tentang pertanian organik

yang diselenggarakan oleh BEM Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Tahun

2008.

Page 7: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Pengaruh

Pemupukan Nitrogen dan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tebu

(Saccharum officinarum L.) sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di

Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian

Bogor.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima

kasih kepada :

1. Dr. Ir Suwarto, M.Si selaku dosen pembimbing yang memberikan bimbingan

serta arahan selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Ir Roedhy Poerwanto, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik

atas saran, arahan dan bimbingannya tentang kegiatan akademik penulis.

3. Prof. Dr. Ir. M. A. Chozin, M.Agr dan Dwi Guntoro, S.P. M.Si, selaku dosen

penguji yang memberkan kritik dan saran penyusunan skripsi.

4. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia (P3GI) yang telah

mendanai penelitian ini.

5. Ir. Rozi Hermawan selaku Sinder Kepala Litbang Unit Usaha Bungamayang

PTPN VII (Persero) dan Ir. Maria beserta staf (Pak Asep, Pak Asman dan

Pak Tukidi) atas bantuan dan sarannya selama penulis melakukan penelitian

6. Ibu Dyah Setyorini, peneliti dari Balai Penelitian Tanah Bogor yang telah

membantu dalam analisis organ tanaman dan tanah

7. Ibu, kakak, segenap keluarga, sahabat, penghuni wisma Evergreen, Fokma

Bahurekso Kendal, BEM A 07 dan 08 serta semua warga AGH 42, 43 dan 44

yang telah memberikan motivasi baik moral maupun spiritual kepada penulis

Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi dan

bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, November 2009

Penulis

Page 8: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ........................................................................................ vi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix

PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

Latar Belakang .................................................................................... 1

Tujuan ................................................................................................. 2

Hipotesis .............................................................................................. 2

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 3

Tanaman Tebu ..................................................................................... 3

Peranan Nitrogen bagi Tanaman .......................................................... 6

Peranan Fosfor bagi Tanaman .............................................................. 8

BAHAN DAN METODE ............................................................................. 10

Waktu dan Tempat ............................................................................... 10

Bahan .................................................................................................. 10

Metode Penelitian ................................................................................ 10

Pengamatan ......................................................................................... 11

Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 20

Pengaruh Pupuk Nitrogen .................................................................... 40

Pengaruh Pupuk Fosfor ........................................................................ 42

Pengaruh Interaksi Pupuk Nitrogen dan Fosfor .................................... 43

KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 46

Kesimpulan.......................................................................................... 46

Saran ................................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 47

LAMPIRAN ................................................................................................. 49

Page 9: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pupuk Nitrogen

dan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tebu ....................... 21

2. Tabel 2. Tinggi Batang pada Pengaruh Pupuk N pada 4 BST ............. 22

3. Tabel 3. Rata-rata Jumlah Daun, Tinggi Batang dan Jumlah Anakan

per Rumpun Tebu umur 1-11 BST..................................................... 22

4. Tabel 4. Pengaruh Interaksi N dan P terhadap Tinggi Batang

pada 11 BST ...................................................................................... 23

5. Tabel 5. Jumlah Tanaman per Juring pada Perlakuan Dosis Pupuk

Nitrogen dan Dosis Pupuk Fosfor ...................................................... 24

6. Tabel 6. Rata-rata SLA pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen

dan Fosfor ......................................................................................... 26

7. Tabel 7. Rata-rata Bobot Kering Akar, Batang, dan Daun (g)

Tanaman Tebu umur 1-11 BST ......................................................... 26

8. Tabel 8. Bobot Kering Daun pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen

dan Fosfor ......................................................................................... 27

9. Tabel 9. Pengaruh Interaksi N dan P terhadap Bobot Kering Daun

pada Umur 1 BST.............................................................................. 27

10. Tabel 10. Rata-rata Jumlah Ruas Tanaman Tebu (ruas/tanaman)

umur 7-11 BST ................................................................................. 29

11. Tabel 11. Jumlah Ruas pada Interaksi Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen

dan Fosfor pada 11 BST .................................................................... 29

12. Tabel 12. Diameter Tengah dan Diameter Bawah pada Berbagai

Dosis Pupuk Nitrogen ....................................................................... 30

13. Tabel 13. Rata-rata Diameter Batang Tebu (cm) Bagian Atas, Tengah

dan Bawah pada Berbagai Umur ....................................................... 30

14. Tabel 14. Rata-rata Rendemen pada Perlakuan Pupuk Nitrogen

dan Fosfor pada 9-11 BST ................................................................. 31

15. Tabel 15. Rata-rata Jumlah Tanaman Dipanen per Juring pada

Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor saat Panen ............................... 32

Page 10: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

16. Tabel 16. Rata-rata Bobot Tebu (Produksi) pada Perlakuan Dosis

Nitrogen dan Fosfor saat Panen ......................................................... 33

17. Tabel 17. Rata-rata Hablur pada Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor

saat Panen ......................................................................................... 33

18. Tabel 18. Kandungan Hara N Daun Tebu pada Berbagai Dosis

Pupuk N dan P (1, 3, dan 6 BST) ....................................................... 34

19. Tabel 19. Kandungan Hara N Batang Tebu pada Berbagai Dosis

Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) ............................................................ 34

20. Tabel 20. Kandungan Hara N Akar Tebu pada Berbagai Dosis

Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) ............................................................ 35

21. Tabel 21. Efisiensi Serapan N (%) pada Organ Tanaman Tebu ......... 35

22. Tabel 22. Efisiensi Penggunaan N pada Organ Tanaman Tebu saat

Berumur 6 BST ................................................................................. 36

23. Tabel 23. Kandungan Hara P Daun Tebu pada Berbagai Dosis

Pupuk N dan P (1, 3, dan 6 BST) ....................................................... 37

24. Tabel 24. Kandungan Hara P Batang Tebu pada Berbagai Dosis

Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) ............................................................ 37

25. Tabel 25. Kandungan Hara P Akar Tebu pada Berbagai Dosis

Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) ............................................................ 37

26. Tabel 26. Efisiensi Serapan P (%) pada Organ Tanaman Tebu ........... 38

27. Tabel 27. Efisiensi Penggunaan P pada Organ Tanaman Tebu saat

Berumur 6 BST ................................................................................. 39

28. Tabel 28. Kandungan Hara K Daun Tebu pada Berbagai Dosis

Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) ............................................................ 40

Page 11: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Gambar 1. Fase-fase perkembangan tanaman Tebu ............................ 4

2. Gambar 2. (a) Fase perkecambahan tanaman tebu,

(b) Fase pembentukan anakan ............................................................ 5

3. Gambar 3. (a) Fase pertumbuhan cepat (b) Fase pemasakan

dan pematangan ................................................................................. 6

4. Gambar 4. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Tebu

Umur 3-11 BST ................................................................................. 23

5. Gambar 5. Hubungan Persamaan Antara Jumlah Tanaman

per Juring dengan Pupuk N ................................................................ 25

6. Gambar 6. Hubungan Persamaan Antara Jumlah Tanaman

per Juring dengan Pupuk P ................................................................ 25

7. Gambar 7. Perkembangan Bobot Kering Organ Tanaman Tebu ......... 28

8. Gambar 8. Pertumbuhan Diameter Batang Bagian Atas,

Tengah, dan Bawah ........................................................................... 31

9. Gambar 9. Rata-rata Efisiensi Serapan N pada Organ Tanaman Tebu

saat 1, 3, dan 6 BST ........................................................................... 36

10. Gambar 10. Rata-rata Efisiensi Serapan P pada Organ Tanaman Tebu

saat 1, 3, dan 6 BST ........................................................................... 39

11. Gambar 11. Reaksi Pembentukan Sukrosa ......................................... 43

Page 12: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kidang Kencana ............................. 50

2. Lampiran 2. Denah Penelitian ......................................................... 53

3. Lampiran 3. Gambar Persiapan Lahan dan Penanaman .................... 54

4. Lampiran 4. Gambar Pemeliharaan dan Panen Tebu ........................ 55

5. Lampiran 5. Gambar Kegiatan Pengamatan Percobaan

Pemupukan Tebu............................................................................. 56

6. Lampiran 6. Analisa Kemasakan ..................................................... 59

7. Lampiran 7. Waktu Pengamatan Penelitian ..................................... 60

8. Lampiran 8. Hasil Analisa Tanah (Balai Penelitian Tanah) .............. 61

9. Lampiran 9. Kriteria Penilaian Sifat-Sifat Kimia Tanah Menurut

Balai Penelitian Tanah (1983) ......................................................... 62

10. Lampiran 10. Data Klimatologi ....................................................... 63

11. Lampiran 11. Pengamatan Penggerek Batang / Pucuk Early Warning

System (EWS) ................................................................................. 64

12. Lampiran 12. Batas Antara Kecukupan dan Defisiensi Unsur Hara

Berdasarkan Analisis Tanaman Tebu .............................................. 66

13. Lampiran 13. Produksi Varietas Kebun Tahun Giling 2008/2009

Tebu Sendiri (TS) dan Tebu Rakyat (TR) ........................................ 67

Page 13: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masyarakat Indonesia sudah lama mengenal gula, biasanya gula

dikonsumsi sebagai pemanis dalam minuman kopi, teh, atau digunakan untuk

penyedap rasa masakan. Pada skala industri, gula dapat dimanfaatkan sebagai

bahan pemanis baik dalam bentuk gula konsumsi maupun gula rafinasi yang akan

diolah menjadi berbagai produk makanan.

Wakil sekjen IKAGI (Ikatan Ahli Gula Indonesia) menyatakan bahwa

hingga akhir September 2008, produksi gula berbahan baku tebu di Indonesia

mencapai 2.29 juta ton. Tahun 2008, produksi gula diperkirakan mencapai 2.78

juta ton atau melampaui kebutuhan gula nasional (konsumsi) sebanyak 2.70 juta

ton, hasil ini lebih tinggi dibandingkan produksi gula tahun 2007 yang hanya 1.83

juta ton. Hasil perkiraan tersebut diproduksi dari 28.07 juta ton tebu di atas lahan

seluas 369.8 hektar dan setiap hektar lahan rata-rata menghasilkan 6.19 ton gula.

Apabila jumlah tersebut terlampaui, maka swasembada gula di Indonesia akan

terwujud pada tahun 2009 (Kompas, 2008).

Proyeksi naiknya produksi tebu tahun 2008 merupakan imbas dari

membaiknya harga gula sepanjang tahun 2005 hingga 2007. Dalam kondisi

seperti itu, petani akan lebih termotivasi untuk memperluas lahan dan

meningkatkan produksi (Kompas, 2008). Tingginya produksi tahun 2008 belum

menjamin peningkatan hasil pada tahun 2009 karena tahun 2009 harga gula lokal

terpuruk setelah beredarnya gula rafinasi di tingkat konsumen. Sehingga ada

persaingan harga antara gula konsumsi dan gula rafinasi.

Permasalahan lain yang mampu mengancam penurunan produksi tebu

adalah adanya kelangkaan pupuk. Krisis global menyebabkan harga bahan dasar

pupuk di tingkat internasional meningkat. Akibatnya, ketersediaan pupuk di pasar

terbatas dan harganya meningkat luar biasa. Pada komoditas tebu, kenaikan harga

pupuk tersebut melemahkan daya saing karena pemerintah memberlakukan

kebijakan pengendalian harga gula domestik. Akibatnya pupuk di pasaran yang

jumlahnya terbatas tersebut lebih banyak tersedot ke komoditas pertanian non

tebu karena petaninya mempunyai daya beli pupuk yang lebih kuat. Sementara itu,

Page 14: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

upaya industri gula untuk membantu petani dalam pengadaan pupuk juga

terkendala karena terjadinya kelangkaan pupuk. Apabila masalah tersebut tidak

segera diatasi program swasembada gula terancam gagal karena sebagian besar

tebu masa tanam 2008/2009 tidak dapat dipupuk, sehingga produktivitasnya dapat

menurun (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia, 2008).

Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman

perkebunan semusim yang di dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu termasuk

keluarga rumput-rumputan seperti halnya padi, jagung, bambu dan lain-lain.

Selama ini di kalangan petani tebu ada kecenderungan penggunaan dosis aplikasi

pupuk yang berlebihan untuk meningkatkan bobot. Di lain pihak, di perusahaan

perkebunan tebu dosis aplikasi pupuk cenderung sama rata untuk semua kondisi

lahan yang beragam. Dengan terjadinya kelangkaan dan mahalnya pupuk maka

aplikasi dosis pemupukan perlu dirasionalisasi sesuai dengan status hara tanah dan

kebutuhan tebu sehingga mampu mengefisiensikan biaya produksi.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh

pupuk Nitrogen dan Fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tebu.

Hipotesis

1. Semakin tinggi pemupukan Nitrogen, semakin tinggi pertumbuhan dan

produksi tanaman tebu.

2. Semakin tinggi pemupukan Fosfor, semakin tinggi pertumbuhan dan produksi

tanaman tebu.

3. Terdapat pengaruh interaksi perlakuan pemupukan Nitrogen dan Fosfor

terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tebu.

Page 15: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Tebu

Botani dan Syarat Tumbuh Tebu

Tebu termasuk ke dalam kelas Monocotyledoneae dan ordo

Glumamaceae. Saccharum officinarum adalah jenis yang paling banyak

dikembangkan dan dibudidayakan karena kandungan sukrosa yang tinggi dan

seratnya rendah (Wikipedia, 2006).

Tanaman tebu dapat tumbuh di daerah beriklim panas dan sedang dengan

daerah penyebaran antara 35ºLS dan 39ºLU. Namun umumnya tanaman tebu

tumbuh baik di daerah beriklim tropis. Tebu memerlukan suhu tertentu, yaitu 22 –

27 ºC dengan kelembaban nisbi 65 – 85 % untuk menghasilkan sukrosa yang

tinggi. Di daerah tropik yang bersuhu tinggi, altitude menjadi pembatas

kemungkinan pengembangan pengusahaan tebu. Sebagai perbandingan, umur

tanaman tebu memerlukan 12 bulan, sedangkan pada ketinggian 2 500 m dpl

memerlukan waktu 24 bulan (Sudiatso, 1999).

Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air.

Sedangkan menjelang tebu masak untuk dipanen, dikehendaki keadaan kering

tidak ada hujan, sehingga pertumbuhannya terhenti (Sudiatso, 1980). Kemasakan

batang memerlukan kondisi cuaca kering, suhu rendah, dan kelaparan Nitrogen

(Sudiatso, 1999).

Tebu dapat ditanam pada berbagai tipe tanah, tetapi tanah berat biasanya

lebih dikehendaki. Tanaman tebu menghendaki tanah yang mempunyai tekstur

tanah sedang pada lapisan permukaan dan sub-soilnya porous agak lebih halus

untuk menghindari intensifnya pencucian dan dapat menahan air, sehingga

mempermudah pengelolaan dan pertumbuhan tanaman tebu. Tanaman ini

membutuhkan banyak nutrisi dan memerlukan tanah subur (Sudiatso, 1999).

Pada tanah yang pH-nya kurang dari 5.5, merugikan perkembangan akar

tanaman tebu. Dalam keadaan tersebut, akar rambut yang berfungsi menyerap air

dan larutan hara tidak aktif berfungsi. Tanah demikian memerlukan pemberian

kapur. Tanah kapur yang cenderung alkalis (pH 8.0 – 8.5) kurang menguntungkan

Page 16: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

bagi pertumbuhan tanaman tebu. Kondisi tanah demikian akan menghambat

penyerapan hara oleh akar tanaman tebu (Sudiatso, 1999).

Tanaman tebu termasuk golongan tumbuhan C4 yang cukup efisien

menggunakan CO2 untuk menyusun 1 bagian berat bahan kering memerlukan 250

bagian berat air yang diperlukan untuk membentuk bahan kering sebagai 219 : 1

untuk air efektif, atau 366 : 1 untuk total air (Sudiatso, 1999).

Perkembangan Tanaman Tebu

Kuyper (1952) dalam Wikipedia (2006) membedakan empat fase

pertumbuhan penting pada tanaman tebu yaitu fase perkecambahan (germination

phase), fase pembentukan anakan (tillering formative phase), fase pertumbuhan

utama (grand growth phase) dan fase masak dan matang (maturity and ripening

phase) seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Fase-fase Perkembangan Tanaman Tebu (Wikipedia, 2006)

Fase perkecambahan (germination phase) adalah dari saat tanam sampai

terjadinya perkecambahan tunas secara lengkap (Gambar 2a.). Pada kondisi

lapang perkecambahan akan mulai pada umur 7 – 10 hari setelah tanam (HST)

dan biasanya berakhir pada 30 – 35 HST. Suhu optimum untuk muncul tunas

adalah 28o - 30

oC. Suhu dasar untuk berkecambah adalah sekitar 12

oC. Kondisi

yang hangat dan lembab menjamin terjadinya perkecambahan yang cepat.

Fase pembentukan anakan (tillering phase), seperti Gambar 2b., dimulai

pada sekitar umur 40 HST dan dapat berakhir hingga 120 HST. Pembentukan

Page 17: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

anakan menghasilkan tanaman dengan batang yang cukup untuk hasil yang ti

Suhu optimum untuk pembentukan anakan adalah sekitar 30

20oC akan menghambat pembentukan anakan. Anakan yang terbentuk lebih awal

akan menghasilkan tebu dengan batang lebih tebal dan berat. Anakan yang

terbentuk lebih akhir akan

anakan maksimum tercapai pada sekitar 90

antara 150 – 180 HST paling tidak 50

stabil (steady phase). Dari 6

tebu yang dapat dipanen.

Gambar 2. Fase Awal Pertumbuhan Tanaman Tebu.

(a) Fase

Fase pertumbuhan cepat (

120 HST dan berakhir hingga 270 HST untuk tebu berumur 12 bulan. Selama

awal pada periode fase ini terjadi pemantapan jumlah anakan (

seluruh anakan yang dihasilkan, hanya 40

hingga umur 150 HST membentuk batang tebu

cane). Pada fase ini terjadi pembentukan dan

menentukan produksi. Pembentukan daun berlangsung terus menerus secara cepat

dengan indeks luas daun hi

tumbuh secara cepat, hampir 4

kondisi hangat dan lembab, kondisi matahari cerah akan memacu perpanjangan

anakan menghasilkan tanaman dengan batang yang cukup untuk hasil yang ti

Suhu optimum untuk pembentukan anakan adalah sekitar 30oC, suhu di bawah

C akan menghambat pembentukan anakan. Anakan yang terbentuk lebih awal

akan menghasilkan tebu dengan batang lebih tebal dan berat. Anakan yang

terbentuk lebih akhir akan mati atau menjadi pendek dan tidak matang. Populasi

anakan maksimum tercapai pada sekitar 90 – 120 HST. Selanjutnya, pada umur

180 HST paling tidak 50 % anakan mati dan mencapai populasi yang

). Dari 6 – 8 anakan, biasanya hanya 1.5 – 2 yang menjadi

tebu yang dapat dipanen.

Gambar 2. Fase Awal Pertumbuhan Tanaman Tebu.

(a) Fase Perkecambahan, (b) Fase Pembentukan Anakan

Fase pertumbuhan cepat (grand growth phase), Gambar 3a., dimulai pada

120 HST dan berakhir hingga 270 HST untuk tebu berumur 12 bulan. Selama

awal pada periode fase ini terjadi pemantapan jumlah anakan (fase steady

seluruh anakan yang dihasilkan, hanya 40 – 50 % yang akan berlangsung hidup

150 HST membentuk batang tebu yang dapat digiling (

ase ini terjadi pembentukan dan pemanjangan batang yang

Pembentukan daun berlangsung terus menerus secara cepat

s daun hingga mencapai 6 – 7. Pada kondisi yang cocok batang

, hampir 4 – 5 ruas per bulan. Irigasi tetes, pemupukan,

kondisi hangat dan lembab, kondisi matahari cerah akan memacu perpanjangan

a

anakan menghasilkan tanaman dengan batang yang cukup untuk hasil yang tinggi.

C, suhu di bawah

C akan menghambat pembentukan anakan. Anakan yang terbentuk lebih awal

akan menghasilkan tebu dengan batang lebih tebal dan berat. Anakan yang

mati atau menjadi pendek dan tidak matang. Populasi

120 HST. Selanjutnya, pada umur

anakan mati dan mencapai populasi yang

2 yang menjadi

(b) Fase Pembentukan Anakan

), Gambar 3a., dimulai pada

120 HST dan berakhir hingga 270 HST untuk tebu berumur 12 bulan. Selama

fase steady). Dari

gsung hidup

yang dapat digiling (millable

tang yang

Pembentukan daun berlangsung terus menerus secara cepat

Pada kondisi yang cocok batang

Irigasi tetes, pemupukan,

kondisi hangat dan lembab, kondisi matahari cerah akan memacu perpanjangan

b

Page 18: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

batang lebih baik. Stres air akan mengurangi panjang ruas. Suhu sekitar 30oC

dengan kelambaban sekitar 80% sangat kondusif untuk pertumbuhan yang baik.

Fase pemasakan dan pematangan (ripening and maturity phase), seperti

Gambar 3b., untuk tebu berumur 12 bulan akan berlangsung dari 270 HST sampai

360 HST. Pembentukan dan akumulasi gula secara cepat terjadi pada fase ini,

sebaliknya pertumbuhan vegetatif berkurang. Saat mencapai masak, gula-gula

sederhana (monosakarida seperti fruktosa dan glukosa) dikonversi ke dalam gula

tebu (sukrosa, disakarida). Tebu masak dimulai dari batang bagian bawah ke atas

sehingga batang bagian bawah mengandung kadar gula lebih tinggi dari bagian

atas.

Gambar 3. Fase Pertumbuhan Utama. (a) Fase pertumbuhan cepat

(b) Fase pemasakan dan pematangan

Peranan Nitrogen bagi Tanaman

Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro yang sangat penting bagi

pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Nitrogen dibutuhkan oleh tanaman

dalam jumlah paling besar dibandingkan dengan unsur hara yang lainnya. Secara

umum kandungan Nitrogen dalam tanaman sebesar 1-5% bobot. Tanaman

menyerap nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3-

) dan ammonium (NH4+

). Preferensi

tanaman terhadap nitrit atau ammonium ditentukan oleh umur, jenis tanaman,

lingkungan dan faktor lain. Tanaman sereal, jagung, kentang, gula bit, dan nenas

mengggunakan kedua bentuk ini. Tomat, seledri dan tembakau tumbuh dengan

baik ketika tersedia NO3-

(Tisdale et al., 1985).

a b

Page 19: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Nitrogen lebih mudah menjadi faktor pembatas dibandingkan dengan

Fosfor dan Kalium. Hal ini disebabkan nitrat sangat larut dalam air, sehingga

dapat menghilang dari sekitar perakaran karena pencucian. Selain itu, kehilangan

terbesar dari tanah disebabkan terangkut tanaman waktu panen (Soepardi, 1983).

Nitrogen merupakan bahan penyusun asam amino, amida, basa

bernitrogen, protein, dan nukleoprotein. Nitrogen juga dibutuhkan untuk

membentuk senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat, dan enzim. Karena

itu, Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah relatif besar pada setiap tahap

pertumbuhan tanaman khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif, seperti pada

pembentukan tunas, atau perkembangan batang dan daun (Novizan, 2003).

Suplai N yang cukup ditunjukkan dengan adanya aktivitas fotosintesis

yang tinggi, pertumbuhan vegetatif yang vigor, dan warna daun yang hijau tua

(Tisdale et al., 1985). Tumbuhan yang terlalu banyak mendapatkan N biasanya

mempunyai daun yang berwarna hijau tua dan lebat dengan sistem akar yang

kerdil sehingga nisbah tajuk dan akar tinggi. Hal ini diduga karena terjadinya

penurunan jumlah gula yang tersedia untuk ditranslokasikan ke akar (Salisbury

dan Ross, 1995).

Menurut Novizan (2003), defisiensi Nitrogen menyebabkan tanaman

tumbuh lambat dan kerdil. Daunnya berwarna hijau muda. Sementara itu, daun-

daun yang lebih tua menguning dan akhirnya mengering. Di dalam tubuh

tanaman, N bersifat mobil sehingga jika terjadi kekurangan N pada bagian pucuk,

Nitrogen yang tersimpan pada daun tua akan dipindahkan ke organ yang lebih

muda. Dengan demikian, pada daun-daun yang lebih tua gejala kekurangan

Nitrogen akan terlihat lebih awal.

Menurut Sundara (1998) Nitrogen merupakan unsur hara utama yang

mempengaruhi hasil dan kualitas tebu. Hal ini dibutuhkan untuk pertumbuhan

vegetatif, yaitu pembentukan tunas, pembentukan daun, pertumbuhan batang

(pembentukan ruas, pemanjangan ruas, peningkatan ketebalan batang dan bobot

batang) dan pertumbuhan akar. Pertumbuhan vegetatif secara langsung berkaitan

dengan hasil tebu, sehingga Nitrogen sangat penting untuk meningkatkan

produksi. Kekurangan Nitrogen menyebabkan daun pucat, penuaan pada daun

pertama, batang pendek dan kurus, akar menjadi panjang tetapi berukuran lebih

Page 20: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

kecil. Kelebihan N juga berbahaya bagi tanaman tebu karena dapat

memperpanjang pertumbuhan vegetatif, penundaan kedewasaan dan pematangan,

menurunkan kadar gula dalam nira dan dengan demikian menurunkan kemurnian

nira. Selain itu, tanaman tebu menjadi sukulen dan rentan terhadap serangan hama

dan penyakit.

Peranan Fosfor bagi Tanaman

Fosfor (P) merupakan unsur tanaman hara mikro yang sangat penting

untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Fosfor berperan dalam macam-

macam metabolisme utama seperti karbohidrat, protein dan lemak (Ashari, 1995).

Fosfor merupakan penyusun dari senyawa-senyawa tanaman seperti enzim dan

protein serta komponen struktural dari phosphoprotein, phospholipid, dan

nukleotida yang merupakan bahan pembentuk RNA dan DNA. Fosfor juga

dilibatkan dalam transpor elektron dalam reaksi oksidasi-reduksi. Selain itu Fosfor

merupakan bagian dari asam nukleat, koenzim NAD (Nicotinamide Dinucleotida),

dan nikotinamide dinukleotida phosphate (NADP) yang berperan dalam proses

fotosintesis. Fosfor sebagai penyimpan energi pada metabolisme tanaman melalui

transformasi ADP ke ATP dan juga berperan dalam formasi dan translokasi dari

substrat seperti gula dan pati (Gardner, 1991).

Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (1998), kekurangan Fosfor

menyebabkan perakaran tidak berkembang dengan baik, pertumbuhan tanaman

terhambat, dan daun tua cepat rontok karena Fosfor dalam tanaman bersifat mobil

dan bergerak dari daun tua ke daun muda. Menurut Sundara (1998) perkembangan

tebu secara normal sangat tergantung pada ketersediaan fosfat terlarut dalam

bentuk yang dapat diserap tanaman di dalam tanah. Kebutuhan tanaman akan

unsur Fosfor relatif lebih rendah dari unsur N dan K. Namun, Fosfor berperan

penting dalam produksi tebu. Fosfor diperlukan untuk pembentukan protein.

Selain itu, Fosfor berperan dalam dalam pembelahan sel, merangsang

pertumbuhan akar, diperlukan dalam proses metabolisme dan fotosintesis

tanaman. Gula dapat diperoleh dari penguraian pati atau lemak di organ

penyimpanan saat perkembangan kecambah, atau dari hasil fotosintesis (Salisbury

dan Ross, 1995).

Page 21: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Fosfor juga berinteraksi dengan unsur Nitrogen yang mempengaruhi

pemasakan (PT Perkebunan Nusantara VII, 1997). Fosfor banyak ditemukan

dalam bagian-bagian tumbuhan yang memiliki aktivitas fisiologi yang besar.

Kekurangan Fosfor menyebabkan pembentukan tunas berkurang, penundaan

pembentukan kanopi yang menyebabkan gulma tumbuh lebih cepat, mengurangi

panjang tangkai, daun tumbuh berdekatan, dan daun muncul warna hijau-ungu

pada daun kelebihan residu Fosfor di dalam tanah dapat menimbulkan masalah

karena dapat mengganggu penyerapan unsur hara.

Page 22: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Agustus 2009, bertempat

di Rayon II Afdeling 7 Kebun Bungamayang PTPN VII Kabupaten Lampung

Utara, Provinsi Lampung.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman tebu yang

sudah ditanam sejak bulan Agustus 2008 yang umurnya 5 bulan. Varietas tebu

yang digunakan adalah BM 9605 (Kidang Kencana) dengan kategori masak awal–

tengah dengan deskripsi seperti pada Lampiran 1.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan percobaan faktorial dengan dasar Rancangan

Acak Kelompok yang terdiri 2 faktor, yaitu pemupukan Nitrogen dan Fosfor.

Pupuk Nitrogen (N) dengan 4 taraf yaitu N1 = 90 kg/ha setara 200 kg Urea/ha,

N2 = 135 kg/ha setara 300 kg Urea/ha, N3 = 180 kg/ha setara 400 kg Urea/ha,

N4= 225 kg/ha setara 500 kg Urea/ha, dan pupuk Fosfor (P) dengan 4 taraf yaitu

P1 = 36 kg/ha setara 80 kg TSP/ha, P2 = 72 kg/ha setara 160 kg TSP/ha, P3 = 108

kg/ha setara 240 kg TSP/ha, P4 = 144 kg/ha setara 320 kg TSP/ha. Petak

percobaan berukuran 10 juring x 15 m dengan jarak pusat ke pusat (pkp) 1.3 m.

Tata letak percobaan lapangan tertera pada Lampiran 2. Tiap petak percobaan

dipupuk K2O dengan dosis 270 kg/ha.

Total kombinasi perlakuan adalah 4 x 4 = 16 perlakuan. Tiap perlakuan

diulang 3 kali sehingga terdapat 3 x 16 = 48 petak percobaan. Ukuran tiap petak

percobaan adalah 15 m x 10 m = 150 m2 atau total lahan efektif = 7 200 m

2 untuk

seluruh petak percobaan. Selain perlakuan pupuk N dan P, tiap petak percobaan

memperoleh perlakuan yang sama. Pengolahan tanah, penanaman dan

pemeliharaan tanaman (Lampiran 3 dan 4) disesuaikan dengan kebiasaan di

wilayah percobaan untuk tebu lahan kering. Pengairan mengandalkan curah hujan

setempat dengan suplementary irigation sekedarnya; gulma dikendalikan secara

Page 23: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

bersih; hama penyakit dikendalikan sesuai keperluan. Model statistik yang

digunakan dalam penelitian ini adalah :

Yijk = µ + Ai + Bj + Kk + (AB)ij + εijk

i = 0,2,3,4 j = 0,1,2,3,4 k = 1,2,3

Yij = nilai pengamatan dari ulangan ke-k pada pemupukan N ke-I dan

pemupukan P ke-j

µ = nilai rata-rata

Ai = pengaruh pemupukan N taraf ke-i

Bj = pengaruh pemupukan P taraf ke-j

Kk = pengaruh dari kelompok ke-k

(AB)ij = pengaruh interaksi taraf pemupukan N ke-I dan tara pemupukan P ke-j

εij = pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-k yang memperoleh

pemupukan N taraf ke-i dan pemupukan P taraf ke-j

Untuk mengetahui pengaruh maka digunakan uji F pada α = 5%. Bila

terdapat pengaruh nyata dari perlakuan terhadap peubah yang diamati, maka

setiap taraf perlakuan dibandingkan dengan menggunakan uji lanjut DMRT pada

taraf kesalahan 5%.

Pengamatan

Peubah dan parameter pertumbuhan tanaman tebu yang diukur meliputi

jumlah anakan per rumpun, tinggi batang, diameter batang, jumlah ruas, jumlah

daun per tanaman, jumlah tanaman per juring, bobot basah dan bobot kering organ

tanaman (akar, batang, dan daun), bilangan brix, rendemen tebu, luas daun

spesifik (spesific leaf area = Sla). Beberapa gambar pengamatan dalam penelitian

disampaikan pada Lampiran 5.

(1) Jumlah anakan per rumpun

Jumlah anakan per rumpun dihitung pada umur 3, 4, 5, dan 6 BST.

Pengamatan dilakukan pada rumpun contoh yang telah ditetapkan, dengan

menghitung jumlah anakan yang muncul dari tanaman induk, tanaman induk tidak

ikut dihitung. Tiap petak percobaan diambil 3 rumpun contoh.

Page 24: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

(2) Tinggi batang

Tinggi batang diukur pada 3 rumpun contoh yang telah ditetapkan dengan

mengukur tinggi batang tanaman induk dari permukaan tanah sampai cincin

teratas. Pengukuran dilakukan tiap bulan dari saat berumur 3 BST sampai panen.

(3) Diamater batang

Diameter batang diukur tiap bulan dari saat umur 6 BST sampai panen.

Diameter batang diukur pada ketinggian 10 cm dari permukaan tanah (bagian b),

pada bagian tengah batang (bagian t), dan pada 10 cm dari ujung batang (bagian

a). Tanaman contoh yang diukur sama dengan pada pengukuran tinggi batang,

tiap petak percobaan diukur 3 rumpun contoh.

(4) Jumlah ruas

Ruas batang dihitung bersamaan dengan pengukuran diameter batang.

Ruas dihitung mulai dari atas permukaan tanah sampai daun terbawah. Tanaman

contoh yang diukur sama dengan pada pengukuran tinggi batang, tiap petak

percobaan diukur 3 rumpun contoh.

(5) Jumlah daun per tanaman

Dihitung pada tanaman induk yang terdapat di rumpun contoh. Rumpun

contoh yang diamati sama dengan untuk peubah sebelumnya, tiap petak 3 rumpun

contoh. Jumlah daun ditentukan dengan menghitung daun yang telah membuka

sempurna (dan masih hijau) sampai cincin teratas, daun pucuk yang masih belum

membuka dihitung sebagai 1 helai. Penghitungan dilakukan tiap bulan pada umur

3 BST sampai panen.

(6) Jumlah tanaman per juring

Jumlah tanaman atau batang dihitung tiap bulan dimulai sejak fase

emergence sampai panen. Tiap petak percobaan diambil 3 juring contoh untuk

dihitung yaitu juring 4, 5, dan 6. Penghitungan dilakukan tiap bulan mulai dari

umur 3 BST sampai panen.

(7) Bobot basah (BB) dan bobot kering (BK) organ tanaman

Bagian-bagian atau organ vegetatif tanaman tebu yang terdiri atas akar,

batang, dan daun diukur pada tiap fase pertumbuhan (fase emergence, fase

anakan maksimum, fase steady, fase diameter maks, dan fase matang). Pada tiap

Page 25: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

petak percobaan diambil 1 rumpun tanaman tebu di juring ke-3 untuk contoh

destruktif. Langkah-langkah pengukuran adalah sebagai berikut:

- Rumpun untuk contoh destruktif adalah yang terdapat pada juring ke-3.

- Jumlah tanaman pada rumpun contoh yang akan dibongkar tersebut dihitung.

- Rumpun contoh dibongkar beserta seluruh akar-akarnya, selanjutnya akar

dicuci bersih dari tanah yang menempel.

- Rumpun contoh dipisahkan menjadi akar, daun, dan batang; bagian daun yang

dikumpulkan adalah seluruh helaian daun (tidak termasuk pelepah) baik yang

hijau maupun yang telah kering; bagian batang termasuk pelepah/seludang

daun (sisa batang bekas bibit dibuang, tidak dimasukkan dalam perhitungan).

- Seluruh bagian akar (BbA-tot), seluruh bagian batang (BbB-tot), dan seluruh

bagian daun (BbD-tot) ditimbang bobot basahnya.

- Sebagian dari akar tersebut diambil sebagai sampel akar dan ditimbang bobot

basahnya (BbA-sample).

- Sebagian dari batang (yang mewakili bagian pangkal, tengah, dan ujung

batang) diambil sebagai sampel batang dan ditimbang bobot basahnya (BbB-

sample).

- Sebagian dari daun yang mewakili daun pada batang bagian bawah, tengah,

dan atas diambil sebagai sampel daun dan ditimbang bobot basahnya (sebagai

BbD-sample).

- Bagian akar, daun dan batang tersebut dipotong-potong menjadi berukuran

kecil-kecil, selanjutnya masukkan tiap bagian tanaman (akar, daun, dan

batang) pada kantong kertas semen.

- Selanjutnya dilakukan pengeringan dengan oven bersuhu 80oC selama 3 hari x

24 jam.

- Setelah waktu tersebut bagian tanaman beserta kantong dikeluarkan dari oven,

lalu dinginkan (sebaiknya dalam desikator bila tersedia) dan ditimbang bobot

keringnya.

- Hasil penimbangan bobot kering akar (BkA-sample), bobot kering batang

(BkB-sample), dan bobot kering daun (BkD-sample) dimasukkan pada lembar

pengamatan yang tersedia.

Page 26: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

(8) Bilangan Brix

Pengukuran bilangan brix pada bagian pangkal, tengah, dan ujung batang

dilakukan tiap minggu sejak tanaman memasuki fase diameter maksimum sampai

panen. Pada tiap petak percobaan dilakukan pengukuran 3 tanaman contoh.

Tanaman contoh ini merupakan tanaman yang sama untuk pengukuran peubah

tinggi batang, diameter batang, dan jumlah daun.

(9) Penentuan kandungan gula

Kandungan gula pada batang tebu atau rendemen ditentukan tiap minggu

sejak tanaman memasuki fase diameter maksimum sampai fase panen dengan

menggiling tebu contoh. Dari tiap petak percobaan diambil 3 tanaman contoh

untuk digiling.

(10) Luas daun spesifik (SLA)

Parameter ini akan diukur pada tiap fase pertumbuhan. Contoh luasan

daun (L) diambil dari daun bagian bawah, tengah, dan atas; kemudian daun

tersebut dioven untuk mengetahui bobot keringnya (BK_daun). Nilai Sla dihitung

sebagai nisbah antara luasan daun yang dioven dan bobot bahan keringnya; Sla =

L/ BK_daun, satuannya cm2g

-1 atau dikonversikan menjadi ha kg

-1. Pengukuran

dilakukan bersamaan dengan pengukuran bobot basah dan bobot kering organ.

(11) Analisis hara tanaman

Data hasil analisis hara tanaman (N dan P) diperoleh dengan melakukan

analisis kandungan hara tersebut pada organ batang, daun, dan akar secara

periodik. Analisis kandungan hara dilakukan pada fase anakan maksimum dan

saat panen.

(12) Analisis Tanah

Berbagai peubah dan parameter yang menggambarkan keadaan fisik tanah

yang diamati adalah bobot jenis tanah, kadar air kapasitas lapang, kadar air titik

layu permanen, dan kadar air tanah. Keadaan kimia tanah juga diperlukan untuk

mengetahui tingkat kesuburan dan kesesuainnya bagi tanaman tebu.

Page 27: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

(13) Analisis Serapan Hara

Analisis serapan merpakan salah satu parameter yang digunakan untuk

menunjukkan seberapa besar unsur hara dalam tanah yang dapat diserap oleh

tanaman. Nilai efisiensi serapan hara dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Efisiensi Serapan Hara (%)= C/[G+Kandungan hara dalam pupuk (g)] x 100%

C = Hara yang diserap tanaman (g) = A x B

A = Kandungan hara organ tanaman (%)

B = Bobot kering organ (g)

G = Hara yang diserap tanah (g) = E x F

E = Hara tanah (%)

F = Bobot tanah (g)

(14) Analisis Efisiensi Penggunaan Hara

Analisis efisiensi penggunaan hara menunjukkan keseimbangan relatif

antara jumlah pupuk diambil dan digunakan oleh tanaman dengan jumlah pupuk

yang hilang (Nielsen, 2006). Untuk unsur Nitrogen dapat diistilahkan dengan

NUE (Nitrogen Uptake Efficiency) dan unsur Fosfor (Phospor Uptake Efficiency).

NUE dan PUE dihitung dengan rumus sebagai berikut :

NUE (%) = [E/Dosis pupuk N (kg/ha)] x 100%

E = Serapan N (kg/ha) = (A/100) x C x (D/100)

A = Kandungan hara N organ tanaman (%)

C = Bobot basah organ (kg/ha)

D = Kadar Padatan (%) = 100 – B

B = Kadar air (%)

PUE (%) = [E/Dosis pupuk P (kg/ha)] x 100%

E = Serapan P (kg/ha) = (A/100) x C x (D/100)

A = Kandungan hara P organ tanaman (%)

C = Bobot basah organ (kg/ha)

D = Kadar padatan (%) = 100 – B

B = Kadar air (%)

Page 28: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

(15) Jumlah tanaman dipanen per juring

Jumlah tanaman dipanen perjuring dihitung pada saat panen. Dari setiap

petak percobaan diambil 5 juring contoh untuk dihitung yaitu juring ke-6 sampai

10. Tebu yang telah ditebang kemudian diikat, masing-masing ikatan berjumlah

25 batang tebu. Setelah itu, dihitung jumlah ikatan dan sisanya.

(16) Produksi tanaman

Batang tebu ditebang pada setiap petak perlakuan kemudian ditimbang

untuk diketahui bobotnya. Produksi tebu dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut :

Produksi (ton/ha) = A x bobot tebu per juring (ton/juring)

A = Jumlah juring per hektar (juring/ha) = [(100 m /pkp) x 100 m] / B

pkp = jarak pusat ke pusat (m)

B = panjang juring (m)

(17) Hablur

Hablur (gula sukrosa yang dikristalkan) dihasilkan setelah proses ekstraksi

nira dari batang tebu dan pengolahan gula di dalam pabrik. Nilai hablur dapat

dihitung sebagai hasil kali antara berat tebu (produksi) dengan rendemen yang

sudah dibagi 100; Hablur = Produksi x (Rendemen / 100), satuannya ton/ha atau

dikonversikan menjadi kg/ha.

Pelaksanaan Penelitian

Tahap awal penelitian yang merupakan kegiatan perencanaan perlakuan

dan rancangan percobaan dilakukan oleh tim peneliti dari Pusat Penelitian dan

Pengembangan Gula Indonesia (P3GI). Selanjutnya, kegiatan pengolahan lahan,

penanaman, dan pemupukan, hingga tanaman berumur 5 BST dilaksanakan oleh

petugas lapangan dan mandor dari Penelitian dan Pengembangan Unit Usaha

Bungamayang PTPN VII Kabupaten Lampung Utara. Penulis melanjutkan

pengamatan 6 BST hingga panen. Secara umum, kegiatan budidaya tebu yang

dilakukan oleh Unit Usaha Bungamayang PTPN VII adalah sebagai berikut :

Page 29: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Persiapan lahan

Lahan yang digunakan untuk penelitian merupakan lahan yang

sebelumnya ditanami tebu ratoon 3 dengan dosis pupuk standar perusahaan yaitu

pupuk Urea 300 kg/ha, pupuk TSP 350 kg/ha, dan K2O 300 kg/ha. Lahan

dibersihkan dari sisa tebangan atau tunggul tebu, daduk, maupun sogolan tebu

dengan cara dibakar. Akan tetapi apabila tidak ada sogolan sebaiknya tidak

dibakar tetapi dilakukan serak seresah (meratakan serasah) supaya serasah dapat

ikut terolah saat dilakukan pembajakan sebagai tambahan bahan organik. Gulma

dibabat, dibuang atau dibakar. Kemudian lahan dibersihkan dari segala kotoran.

Pengolahan tanah

Pengolahan tanah dilakukan sebanyak 3 kali dengan menggunakan bajak

atau garu yang ditarik traktor. Pengolahan tanah pertama menggunakan bajak

bertujuan untuk memecah dan membalik tanah. Arah bajak 450 dari alur tanaman

yang dibongkar sehingga akan meratakan lahan bekas guludan lama. Hal ini akan

memberikan kesempatan proses oksidasi dan membusukkan bahan organik yang

masih mentah. Pengolahan tanah yang kedua menggunakan garu (harrow) yang

arah kerjanya tegak lurus dengan kegiatan bajak, tujuannya adalah untuk

mencacah ulang serasah dan sisa tebangan yang masih terdapat di dalam tanah

dan menghancurkan bongkahan tanah. Setelah 7 hari, dilanjutkan pengolahan

tanah ketiga (Garu II) agar bongkahan tanah memiliki tekstur remah.

Selanjutnya dilakukan plotting perlakuan sebanyak 48 petak yang masing-

masing berukuran 10 juring x 15 m. Pembuatan kair/alur tanaman dengan jarak

pusat ke pusat (PKP) juring 1.30 m dan kedalaman juring 40 cm. Setelah alur dan

plot tanaman terbentuk, kegiatan selanjutnya membuat jalan infield dengan

menggunakan alat ridgers. Jalan infield kebun dibuat dengan panjang row ±50 m

dan lebar jalan infield 2 – 3 m untuk membatasi antar ulangan atau blok.

Penanaman

Bibit yang ditanam berumur 6 – 7 bulan dari Kebun Bibit Dasar (KBD)

dimuat pada truk yang membawa 5 ton (1 ha = 2 truk). Bibit yang ditanam

merupakan bibit bagal (bibit yang mata tunasnya belum tumbuh) dengan mata

tunas berjumlah 12 mata/m dan setiap meter ditanam 6 stek, jadi setiap juring

ditanam 90 stek atau 180 mata tunas. Kemudian bibit lonjoran diecer di juringan

Page 30: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

dengan posisi mendatar dan berjajar lurus. Setelah itu, bibit lonjoran dicacah

setiap 2 mata atau 2 ruas. Bibit ditimbun dengan tanah hingga kedalaman 10-15

cm. Selanjutnya dilakukan irigasi pada kairan.

Pemeliharaan di Lahan

Setelah 1 – 2 BST dilakukan penggemburan I dengan menggunakan

sprintyn 4 mata yang ditarik oleh traktor. Posisi mata di samping juring sehingga

tidak mengenai tebu. Tujuan dilakukan penggemburan adalah untuk menimbun

tebu dan memberikan aerasi pada tanah. Penggemburan (kultivasi) dilakukan 2

kali, pada penggemburan II menggunakan alat teratyn 3 mata.

Gulma dikendalikan secara manual dan grosok (mengendalikan gulma

merambat sebelum tebu roboh) selama 2 hari. Sedangkan pengendalian gulma

secara kimiawi dilakukan dengan penyemprotan herbisida pre emergence Diuron

dosis 2 kg/L per hektar saat 1 minggu setelah penanaman. Pengendalian biologis

hama penggerek pucuk dilakukan dengan memasang pias (lembaran kertas karton

berukuran 2 x 5 cm yang berisi sekitar 2 500 telur ulat beras (Corcyra

cephalonica Stainton) yang telah mengandung embryo/terparasit oleh

Trichogramma spp) sebagai parasitoid penggerek pucuk pada stadia telur.

Pelepasan ini dilakukan sejak 1.5 hingga 4 bulan dengan interval waktu 1 minggu.

Minggu pertama dilakukan 1 pias/Ha, selanjutnya 6 pias/minggu/ha.

Pada 3 BST dilakukan pengguludan selama 4 hari dengan menggunakan

cangkul. Klentek (pembuangan daun kering/daduk) dilakukan 1 kali pada saat

tanaman berumur 6 BST.

Aplikasi Pemupukan Nitrogen dan Fosfor

Pemupukan Nitrogen dilakukan sebanyak dua kali. Pemupukan pertama

diberikan pada saat penanaman di lahan sebanyak 1/3 dosis dari perlakuan untuk

N, yaitu N1:30 kg/ha, N2:45 kg/ha, N3:60 kg/ha, dan N4:75 kg/ha. Pemupukan

Fosfor diberikan seluruhnya sesuai dosis perlakuan. Pada pemupukan pertama

juga diberikan kapur dolomit sebanyak 2 ton/ha. Pemupukan kedua diberikan

pada saat tanaman berumur 2 BST (Bulan Setelah Tanam) sebanyak 2/3 dosis

perlakuan Nitrogen, yaitu N1:60 kg/ha, N2:90 kg/ha, N3:120 kg/ha, N4:150

kg/ha, dan pupuk Kalium diberikan seluruhnya sesuai dosis perlakuan (270

kg/ha).

Page 31: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Analisis Kemasakan

Analisis kemasakan tebu dilakukan di laboratorium analisa kemasakan

Unit Usaha Bungamayang PTPN VII. Analisis dilakukan pada saat tebu berumur

9, 10 dan 11 BST. Tebu yang akan dianalisis dipilih 3 batang pada juring ke-7

disetiap perlakuan. Urutan Analisis kemasakan tebu disajikan pada Lampiran 6.

Waktu Pengamatan

Waktu pengamatan terhadap masing-masing peubah pertumbuhan dan

produksi tanaman tebu mulai umur 1 – 11 BST disajikan pada Lampiran 7.

Page 32: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Umum Pertanaman

Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa tanah lokasi penelitian

tergolong agak masam dengan pH 5.6. Menurut Sundara (1998) tanaman tebu

masih dapat toleran pada kisaran pH 5-8.5. Kandungan N-total, Na dan KTK

tergolong sangat rendah. Kandungan Ca, Mg, dan K rendah, dan P sangat tinggi.

Nilai-nilai kandungan hara dapat dilihat pada Lampiran 8 dan penggolongannya

menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) seperti pada Lampiran 9. Curah hujan dari

bulan Juli 2008 hingga bulan Agustus 2009 sebesar 1 280 mm (Lampiran 10).

Kondisi suhu pada bulan-bulan tersebut sebesar 27 0C. Menurut Sundara (1998)

tebu dapat beradaptasi baik pada curah hujan rata-rata 1200 mm/tahun dan

pertumbuhan optimum tanaman tebu dicapai pada suhu 24 – 30 0C. Secara umum,

kondisi lingkungan pada saat penelitian sesuai untuk pertumbuhan tanaman tebu.

Hama yang menyerang tanaman adalah penggerek pucuk dan penggerek

batang. Hasil pengamatan tim EWS (Early Warning System) Unit Usaha

Bungamayang PTPN 7 (Lampiran 11), rata-rata intensitas serangan penggerek

pucuk dan penggerek batang masing-masing sebesar 5.21% dan 12.57%. Petak

percobaan juga ditumbuhi gulma jenis daun lebar yang banyak tumbuh disela-sela

tanaman seperti Ageratum conyzoides, Borreria alata, dan Physalis angulata.

Beberapa jenis gulma rumput juga tumbuh di jalan dalam petak, seperti Axonopus

compressus, Cynodon dactylon, dan Eleusine indica.

Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh pemupukan N, P dan interaksinya

tertera pada Tabel 1. Sebagian besar peubah yang diamati tidak dipengaruhi oleh

pemupukan N, P, dan interaksinya. Pupuk N pada tanaman tebu berpengaruh

sangat nyata pada peubah BK daun 1 BST, pengaruh nyata pada peubah jumlah

tanaman per juring 7 dan 10 BST, diameter tengah 6 BST, tinggi batang 4 BST,

dan diameter bawah 11 BST. Pupuk P hanya berpengaruh nyata pada jumlah

tanaman per juring 5 dan 10 BST dan BK daun 1 dan 11 BST. Interaksi pupuk N

dan P berpengaruh sangat nyata hanya pada BK daun 11 BST dan berpengaruh

nyata pada tinggi batang, dan jumlah ruas 11 BST. Rendemen tebu, jumlah

Page 33: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

tanaman dipanen per juring, produksi tebu dan hablur tidak dipengaruhi oleh

pupuk N, pupuk P, dan interaksinya.

Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pupuk Nitrogen dan Fosfor

terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tebu

Peubah Nilai F-hitung

Nitrogen Fosfor Interaksi

Jumlah Daun (1-11 BST) tn tn tn

Jumlah Tanaman per Juring 5 BST

Jumlah Tanaman per Juring 7 BST

Jumlah Tanaman per Juring 10 BST

Jumlah Tanaman per Juring (1, 3, 4, 6, 8, 9, 11 BST)

tn

*

*

tn

*

tn

*

tn

tn

tn

tn

tn

Jumlah Anakan per Rumpun (3-11 BST) tn tn tn

Tinggi Batang 4 BST

Tinggi Batang 11 BST

Tinggi Batang (3, 5, 6, 7, 8, 9, 10 BST)

*

tn

tn

tn

tn

tn

tn

*

tn

SLA (3, 5, 7, 8, 9, 10, 11 BST) tn tn tn

Bobot Kering Akar (1, 3, 5, 9, 11 BST) tn(a

tn(a

tn(a

Bobot Kering Batang (1, 3, 5, 9, 11 BST) tn tn tn

Bobot Kering Daun 1 BST

Bobot Kering Daun 11 BST

Bobot Kering Daun 3, 5 dan 9 BST

**

tn

tn(a

*

*

tn(a

**

tn

tn(a

Jumlah Ruas 11 BST

Jumlah Ruas (7-10 BST)

tn

tn

tn

tn

*

tn

Diameter Batang Atas (6, 7, 8, 11 BST) tn tn tn

Diameter Batang Tengah 6 BST

Diameter Batang Tengah (7-11 BST)

*

tn

tn

tn

tn

tn

Diameter Batang Bawah 11 BST

Diameter Batang Bawah (6-10 BST)

*

tn

tn

tn

tn

tn

Rendemen tn tn tn

Jumlah Tanaman Dipanen per Juring tn tn tn

Produksi tn tn tn

Hablur tn tn tn

Kadar N Daun (1,3 dan 6 BST) tn - -

Kadar P Daun (1 dan 6 BST)

Kadar P Daun 3 BST

-

-

tn

tn(a

-

-

Kadar N Batang (1,3 dan 6 BST) tn - -

Kadar P Batang (1 dan 3 BST)

Kadar P Batang 6 BST

-

-

tn

tn(a

-

-

Kadar N Akar (1,3 dan 6 BST) tn - -

Kadar P Akar (1 dan 3 BST)

Kadar P Akar 6 BST

-

-

tn

tn(a

-

- Keterangan : * = Berpengaruh nyata pada uji-F pada taraf 5%

** = Berpengaruh sangat nyata uji-F pada taraf 1%

tn = Tidak berpengaruh nyata

(a = Hasil transformasi √x+0.5

Page 34: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Jumlah Daun, Tinggi Batang, dan Jumlah Anakan per Rumpun

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemupukan N, P dan interaksinya

tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun/tanaman dan jumlah anakan per

rumpun umur 1 sampai 11 BST (Tabel 1). Pengaruh nyata hanya terdapat pada

tinggi batang umur 4 BST. Semakin tinggi dosis pupuk N hingga 180 kg/ha akan

meningkatkan tinggi batang. Pupuk N dengan dosis terendah (90 kg/ha)

menghasilkan tinggi batang terendah (Tabel 2).

Tabel 2. Tinggi Batang pada Pengaruh Pupuk N pada 4 BST

Peubah Dosis Pupuk N (kg/ha)

90 135 180 225

------------------------------cm------------------------------

Tinggi Batang 137.4b 141.3ab 144.7a 144.3a Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada uji DMRT taraf 5%

Nilai rata-rata jumlah daun berkisar antara 2.0 sampai 7.8 helai/tanaman.

Jumlah daun/tanaman induk meningkat hingga 6 BST kemudian berangsur-angsur

menurun akibat penuaan daun. Tinggi batang tebu terus meningkat dari umur 3

BST sampai 11 BST (Gambar 4). Jumlah anakan per rumpun mengalami

penurunan hingga umur 8 BST, selanjutnya meningkat lagi hingga umur 11 BST

(Tabel 3).

Tabel 3. Rata-rata Jumlah Daun, Tinggi Batang dan Jumlah Anakan per

Rumpun Tebu umur 1-11 BST

BST

Peubah

Jumlah Daun

(helai)

Tinggi Batang

(cm)

Jumlah Anakan per Rumpun

(anakan/rumpun)

1 2.0 - -

2 6.4 - -

3 7.4 78.3 3.2

4 7.6 141.9 3.2

5 7.3 182.4 2.7

6 7.8 221.1 3.1

7 7.3 250.2 3.0

8 6.9 276.4 2.4

9 6.6 286.4 3.5

10 6.2 302.5 3.6

11 6.0 307.2 4.3

Page 35: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Gambar 4. Pertumbuhan Tinggi

Interaksi N dan P tampak pengaruhnya secara nyata pada tinggi batang

umur 11 BST (Tabel 4

menghasilkan tanaman tertinggi dan mampu meningkatkan tinggi batang sebesar

14.67 % jika dibandingkan

terendah (interaksi perlakuan 135 kg N/ha dengan 108 kg P/

perlakuan 90 kg N/ha dengan 36 kg P/ha tidak berbeda nyata dengan interaksi

perlakuan 225 kg N/ha dengan 144 kg P/ha. Sehingga, dapat dinyatakan

pemupukan dosis perlakuan tertinggi dan terendah menghasilkan tinggi batang

yang tidak berbeda nyata.

Tabel 4. Pengaruh Interaksi N dan P

Pupuk N

(kg/ha) 36

--------------------------------

90 299.3abcd

135 313.9abcd

180 308.6abcd

225 308.2abcdKeterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT

taraf 5%

0

50

100

150

200

250

300

350

3 4

Tin

ggi

Bat

ang

(cm

)

Gambar 4. Pertumbuhan Tinggi Batang Tebu Umur 3-11 BST

Interaksi N dan P tampak pengaruhnya secara nyata pada tinggi batang

4). Interaksi perlakuan 225 kg N/ha dengan 72 kg P/ha

menghasilkan tanaman tertinggi dan mampu meningkatkan tinggi batang sebesar

14.67 % jika dibandingkan dengan perlakuan yang menghasilkan tanaman

terendah (interaksi perlakuan 135 kg N/ha dengan 108 kg P/ha). Interaksi

perlakuan 90 kg N/ha dengan 36 kg P/ha tidak berbeda nyata dengan interaksi

perlakuan 225 kg N/ha dengan 144 kg P/ha. Sehingga, dapat dinyatakan

pemupukan dosis perlakuan tertinggi dan terendah menghasilkan tinggi batang

yata.

Pengaruh Interaksi N dan P terhadap Tinggi Batang pada 11 BST

Pupuk P (kg/ha)

72 108 144

--------------------------------cm--------------------------------------

299.3abcd 290.8cd 322.8ab 303.4abcd

313.9abcd 323.0ab 283.6d 316.6abc

308.6abcd 295.0abcd 312.1abcd 304.9abcd

308.2abcd 325.2a 293.0bcd 315.2abcdangka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT

5 6 7 8 9 10 11

Umur (BST)

Interaksi N dan P tampak pengaruhnya secara nyata pada tinggi batang

perlakuan 225 kg N/ha dengan 72 kg P/ha

menghasilkan tanaman tertinggi dan mampu meningkatkan tinggi batang sebesar

dengan perlakuan yang menghasilkan tanaman

ha). Interaksi

perlakuan 90 kg N/ha dengan 36 kg P/ha tidak berbeda nyata dengan interaksi

perlakuan 225 kg N/ha dengan 144 kg P/ha. Sehingga, dapat dinyatakan

pemupukan dosis perlakuan tertinggi dan terendah menghasilkan tinggi batang

pada 11 BST

144

--------------------------------------

303.4abcd

316.6abc

304.9abcd

315.2abcd angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT

Page 36: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Jumlah Tanaman per Juring

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan N berpengaruh

nyata terhadap jumlah tanaman per juring. Semakin tinggi dosis pupuk N semakin

banyak jumlah tanaman per juring seperti yang terjadi pada pengamatan 7 dan 10

BST (Tabel 5). Pupuk N dengan dosis terendah (90 kg/ha) menghasilkan tanaman

per juring paling sedikit. Tiga dosis selebihnya menghasilkan jumlah tanaman per

juring yang tidak berbeda nyata, namun lebih tinggi daripada dosis 90 kg/ha

tersebut. Semakin tinggi dosis pupuk P juga menghasilkan jumlah tanaman per

juring semakin banyak, yang tampak nyata pada umur 5 dan 10 BST.

Tabel 5. Jumlah Tanaman per Juring pada Perlakuan Dosis Pupuk

Nitrogen dan Dosis Pupuk Fosfor

Perlakuan

Bulan Setelah Tanam (BST)

1 3 4 5 6 7 8 9 10 11

--------------------------------------tanaman /juring----------------------------------------

Nitrogen

(kg/ha)

90 52.2 187.4 120.7 112.7 112.9 104.9b 122.2 140.1 122.7b 135.8

135 52.3 192.5 123.5 113.8 112.5 110.9ab 123.4 143.9 128.5ab 137.6

180 55.3 197.3 127.9 116.6 115.1 117.4a 125.1 146.2 132.5a 135.7

255 55.5 191.5 127.6 117.1 117.4 111.2ab 126.4 149.1 133.6a 141.1

Rata-Rata N 53.8 192.1 124.9 115.1 114.5 111.1 124.3 144.8 129.3 137.5

Fosfor

(kg/ha)

36 55.2 189.6 121.1 114.5ab 112.9 109.8 123.6 142.6 125.1b 138.6

72 54.1 194.6 125.1 114.5ab 115.4 106.3 124.3 145.2 132.0ab 135.7

108 54.4 185.1 123.2 112.2b 114.2 110.6 122.6 145.9 124.1b 128.1

144 51.6 199.2 130.3 119.1a 115.5 117.5 126.6 145.5 136.1a 147.8

Rata-Rata P 53.8 192.1 124.9 115.1 114.5 111.1 124.3 144.8 129.3 137.5

Rata-Rata NP 53.8 192.1 124.9 115.1 114.5 111.1 124.3 144.8 129.3 137.5

Rata-rata NP/m 3.6 12.8 8.3 7.7 7.6 7.4 8.3 9.7 8.6 9.2

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada uji DMRT taraf 5%

Kurva respon pada Gambar 5, menunjukkan peningkatan dosis pupuk N

dapat meningkatkan jumlah tanaman per juring berdasarkan persamaan linier

Y=0.034x+116.5, dan menggambarkan bahwa dosis 225 kg N/ha belum

merupakan dosis yang optimum. Hal ini terlihat lebih jelas terutama saat tanaman

berumur 10 BST (R2= 0.921) dari pada 7 BST (R

2= 0.409). Nilai koefisien

determinasi (R2) = 0.921 menunjukkan bahwa 92.1% dari keragaman rataan

jumlah tanaman per juring terhitung dalam fungsi linier pada 10 BST, sedangkan

pada 7 BST hanya 40.9 %.

Page 37: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Gambar 5. Hubungan Persamaan Antara Jumlah Tanaman per Juring

dengan Pupuk N

Respon pemupukan P terhadap peubah jumlah tanaman per juring dapat

dinyatakan dalam persamaan regresi Y= 0.014x+112.2 pada 5 BST dan

persamaan regresi Y= 0.031x+123.0 pada 10 BST. Kurva respon yang dihasilkan

cenderung menunjukkan hubungan yang tidak linier karena pada 5 dan 10 BST

mempunyai nilai koefisien determinasi (R2) yang kecil yaitu sebesar 0.263 dan

0.320 (Gambar 6). Nilai R2

tersebut menunjukkan bahwa hanya 26.3% dan 32%

dari keragaman rataan jumlah tanaman per juring terhitung dalam fungsi linier.

Gambar 6. Hubungan Persamaan Antara Jumlah Tanaman per Juring

dengan Pupuk P

y = 0,023x + 102,2

R² = 0,409

y = 0,034x + 116,5

R² = 0,921

0

20

40

60

80

100

120

140

160

90 135 180 225

Jum

lah

Tan

aman

/ J

uri

ng

Dosis Pupuk N (kg/ha)

7 BST

10 BST

y = 0,014x + 112,2

R² = 0,263

y = 0,031x + 123,0

R² = 0,320

0

20

40

60

80

100

120

140

160

36 72 108 144

Jum

lah T

anam

an /

Ju

rin

g

Dosis Pupuk P (kg/ha)

5 BST

10 BST

Page 38: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Spesific Leaf Area (SLA)

Pemupukan Nitrogen dan Fosfor serta interaksinya tidak berpengaruh

terhadap peubah Spesific Leaf Area (SLA). SLA Rata-rata SLA pada perlakuan N

dan P adalah 1.1 Ha/kg. Nilai rata-rata SLA cenderung menurun dengan

bertambahnya umur. Hal tersebut menunjukkan bahwa saat fase pemasakan dan

pematangan tebu kemampuan tanaman dalam fotosintesis semakin berkurang dan

pertumbuhan vegetatif mulai berkurang. Nilai rata-rata SLA mulai dari umur 3-11

BST tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata SLA pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor

Peubah BST

3 5 7 8 9 10 11

---------------------------------Ha/kg (/1000)-------------------------------

SLA 1.2 1.2 1.1 1.0 1.0 1.1 1.0

BK Akar, BK Batang, dan BK Daun

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan Nitrogen dan Fosfor

serta interaksinya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah BK

akar dan BK batang. Nilai berat kering masing-masing organ tebu (1-11 BST)

tertera pada Tabel 7. Pengaruh pupuk N terhadap BK daun hanya terlihat pada

awal pertumbuhan (1 BST) selanjutnya tidak berpengaruh. Tanaman yang

memperoleh pupuk N sebesar 225 kg/ha memiliki BK daun tertinggi, sedangkan

untuk ketiga dosis lainnya yang lebih rendah tidak berbeda nyata. Pupuk P

memperlihatkan pengaruh yang tidak konsisten selama pertumbuhan dari 1-11

BST (Tabel 8).

Tabel 7. Rata-rata Bobot Kering Akar, Batang, dan Daun (g) Tanaman

Tebu umur 1-11 BST

Peubah 1BST 3 BST 5 BST 9 BST 11 BST

BK Akar 0.20 8.50 30.10 42.90 41.50

BK Batang 0.58 99.43 509.32 1168.85 1319.58

BK Daun 0.30 93.76 174.22 227.73 146.92

BK Daduk 0.09 28.81 57.13 56.17 51.01

BK Daun Total 0.39 122.56 231.35 283.89 197.94

Page 39: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Tabel 8. Bobot Kering Daun pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan

Fosfor

Perlakuan Bulan Setelah Tanam (BST)

1 3 5 9 11

-------------------------------g/tanaman------------------------------

Nitrogen

(kg/ha)

90 0.26b 94.27 159.83 203.11 149.23

135 0.28b 83.36 191.93 247.55 136.09

180 0.25b 99.01 164.09 214.82 159.64

225 0.39a 98.38 181.04 245.42 142.74

Rata-Rata N 0.30 93.76 174.22 227.73 146.92

Fosfor

(kg/ha)

36 0.24b 87.89 163.30 209.12 137.40b

72 0.28ab 86.87 157.69 233.18 191.49a

108 0.35a 108.99 177.26 242.49 134.67b

144 0.31ab 91.27 198.64 226.12 124.13b

Rata-Rata P 0.30 93.76 174.22 227.73 146.92

Rata-Rata NP 0.30 93.76 174.22 227.73 146.92 Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Interaksi pupuk N dan P juga berpengaruh sangat nyata terhadap bobot

kering daun pada 1 BST. Pemupukan N dosis tertinggi (225 kg/ha) yang

dikombinasikan dengan pemupukan P 108 kg/ha mampu menghasilkan bobot

kering daun paling tinggi dari perlakuan lainnya. Kombinasi pemupukan N dan P

dengan dosis terendah (90 kg N/ha dan 36 kg P/ha) menghasilkan BK daun

terendah (Tabel 9). Kombinasi perlakuan lainnya menunjukkan hasil yang tidak

berbeda nyata.

Tabel 9. Pengaruh Interaksi N dan P terhadap Bobot Kering Daun pada

Umur 1 BST

Pupuk N

(kg/ha)

Pupuk P (kg/ha)

36 72 108 144

--------------------------------------g--------------------------------

90 0.15c 0.29bc 0.26bc 0.34b

135 0.29bc 0.30bc 0.24bc 0.29bc

180 0.19bc 0.19bc 0.29bc 0.35b

225 0.35b 0.33b 0.61a 0.26bc Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT

taraf 5%

Page 40: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Peningkatan bobot kering organ daun, batang dan akar

terjadi dengan adanya peningkatan

menurun sehingga akan terbentuk kurva pertumbuhan (sigmoid)

masing-masing organ memiliki perbedaan

kering maksimum. Pada organ akar dan daun nilai maksimum dicapai saat

tanaman tebu berumur 9 BST, sedangkan organ batang nilainya cenderung

meningkat hingga panen seperti tam

Gambar 7. Per

Dari gambar di atas juga diketahui periode kritis yaitu pada saat tanaman

melakukan aktivitas pertumbuhan maksimal. Pada 3 dan 9 BST, terjadi

peningkatan pertumbuhan BK organ daun,

itu, unsur hara yang tersedia harus dapat mencukupi kebutuhan tanaman yang

dimanfaatkan dalam pertumbuhan vegetatif. Sehingga pada 3 dan 9 BST

merupakan periode kritis yang sangat menentukan tinggi rendahnya produksi

tanaman tebu.

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1

BK

(g/t

anam

an)

Akar

Batang

Daun

Peningkatan bobot kering organ daun, batang dan akar tanaman

adanya peningkatan umur dan pada titik tertentu berangsur

menurun sehingga akan terbentuk kurva pertumbuhan (sigmoid). Se

memiliki perbedaan waktu untuk mencapai nilai

kering maksimum. Pada organ akar dan daun nilai maksimum dicapai saat

tanaman tebu berumur 9 BST, sedangkan organ batang nilainya cenderung

meningkat hingga panen seperti tampak pada Gambar 7.

Gambar 7. Perkembangan Bobot Kering Tanaman Tebu

Dari gambar di atas juga diketahui periode kritis yaitu pada saat tanaman

melakukan aktivitas pertumbuhan maksimal. Pada 3 dan 9 BST, terjadi

peningkatan pertumbuhan BK organ daun, batang dan akar yang tinggi. Pada saat

itu, unsur hara yang tersedia harus dapat mencukupi kebutuhan tanaman yang

dimanfaatkan dalam pertumbuhan vegetatif. Sehingga pada 3 dan 9 BST

merupakan periode kritis yang sangat menentukan tinggi rendahnya produksi

3 5 9 11

Umur (BST)

Akar

Batang

Daun

tanaman tebu

dan pada titik tertentu berangsur-angsur

. Selain itu,

waktu untuk mencapai nilai bobot

kering maksimum. Pada organ akar dan daun nilai maksimum dicapai saat

tanaman tebu berumur 9 BST, sedangkan organ batang nilainya cenderung

Dari gambar di atas juga diketahui periode kritis yaitu pada saat tanaman

melakukan aktivitas pertumbuhan maksimal. Pada 3 dan 9 BST, terjadi

batang dan akar yang tinggi. Pada saat

itu, unsur hara yang tersedia harus dapat mencukupi kebutuhan tanaman yang

dimanfaatkan dalam pertumbuhan vegetatif. Sehingga pada 3 dan 9 BST

merupakan periode kritis yang sangat menentukan tinggi rendahnya produksi

Page 41: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Jumlah Ruas

Pupuk N dan P tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah ruas. Interaksi

keduanya juga tidak berpengaruh nyata dari awal pertumbuhan hingga tanaman

berumur 10 BST. Interaksi pupuk N dan P berpengaruh nyata pada saat tanaman

tebu berumur 11 BST. Nilai rata-rata jumlah ruas cenderung meningkat dengan

bertambahnya umur (Tabel 10). Rata-rata pembentukan ruas pada tebu kurang

lebih 2 ruas/bulan.

Tabel 10. Rata-rata Jumlah Ruas Tanaman Tebu (ruas/tanaman) umur 7-

11 BST

Perlakuan 7 BST 8 BST 9 BST 10 BST 11 BST

Jumlah Ruas 20.2 22.8 24.1 29.5 29.7

Perlakuan pupuk N sebesar 180 kg/ha yang dikombinasikan dengan pupuk

P 72 kg/ha menghasilkan tanaman dengan jumlah ruas paling sedikit pada 11

BST. Perlakuan pupuk N 135 kg/ha dan pupuk P 36 kg/ha menghasilkan tanaman

dengan jumlah ruas yang lebih banyak, tetapi tidak berbeda nyata dengan

perlakuan lainnya (Tabel 11).

Tabel 11. Jumlah Ruas pada Interaksi Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen

dan Fosfor pada 11 BST

Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha)

36 72 108 144

----------------------------------ruas/tanaman--------------------------

90 28.2ab 29.3ab 31.1a 30.1ab

135 31.1a 30.2ab 27.8ab 30.1ab

180 31.0a 27.2b 30.9a 30.0ab

225 29.2ab 31.1a 28.2ab 29.7ab Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT

taraf 5%

Diameter Batang

Perlakuan pemupukan N dan P serta interaksinya, tidak berpengaruh nyata

terhadap diameter batang bagian atas dan tengah pada umur 7-11 BST. Pada umur

6 BST pupuk N berpengaruh nyata pada diameter batang bagian tengah dengan

pola yang tidak menentu, dan pengaruhnya menjadi tidak nyata pada umur-umur

Page 42: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

yang lebih tua. Pada diameter bagian bawah, pengaruh pupuk N terlihat pada

akhir pengamatan (11 BST) semakin tinggi dosis pupuk N semakin besar diameter

batang tebu (Tabel 12). Nilai rata-rata diameter batang cenderung menurun mulai

tanaman berumur 7 BST hingga 11 BST. Nilai rata-rata diameter batang bagian

atas tengah dan bawah berkisar antara 16.1 – 28.7 cm (Tabel 13).

Tabel 12. Diameter Tengah dan Diameter Bawah pada Berbagai Dosis

Pupuk Nitrogen

Perlakuan Diameter Tengah Diameter Bawah

6 BST 11 BST

------------------------------cm-------------------------

Pupuk N (kg/ha)

90 26.8a 26.7ab

135 25.7b 25.6b

180 27.1a 27.1ab

225 26.5ab 28.3a

Rata-Rata N 26.5 26.9 Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada uji DMRT taraf 5%

Tabel 13. Rata-rata Diameter Batang Tebu (cm) Bagian Atas, Tengah dan

Bawah pada Berbagai Umur

Perlakuan 6 BST 7 BST 8 BST 9 BST 10 BST 11 BST

Bagian Atas 17.7 18.1 17.2 16.8 16.5 16.1

Bagian Tengah 26.5 26.2 25.6 26.0 26.1 24.6

Batang Bawah 27.4 28.7 27.7 28.2 28.3 26.9

Respon diameter batang terhitung dalam persamaan linier Y= -0.364x +

20.15 untuk diameter bagian atas, Y= -0.274x + 28.15 untuk diameter bagian

tengah dan persamaan Y = -0.096x + 28.67 untuk bagian bawah. Nilai koefisien

keragaman (R2) dari ketiga bagian pengukuran diameter tersebut menunjukkan

bahwa sebesar 87%, 56.2% dan 7% dari keragaman rataan diameter bagian atas,

tengah dan bawah terhitung dalam fungsi linier. Pada kurva respon terlihat bahwa

terjadi penurunan diameter batang seiring dengan bertambahnya umur. Hal

tersebut terlihat jelas pada diameter bagian atas karena nilai R2

paling besar

daripada lainnya (Gambar 8).

Page 43: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Gambar 8. Pertumbuhan Diameter Batang Bagian Atas, Tengah, dan

Bawah

Rendemen

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan Nitrogen, Fosfor,

dan interaksinya tidak berpengaruh terhadap rendemen. Rata-rata nilai rendemen

cenderung meningkat dengan semakin bertambahnya umur tanaman (Tabel 14)

karena proses pemasakan dan pembentukan gula terus berlangsung hingga

rendemen mencapai maksimum. Rendemen tebu berkisar antara 8.1 % - 8.5 %.

Tabel 14. Rata-rata Rendemen pada Perlakuan Pupuk Nitrogen dan Fosfor

pada 9-11 BST

Perlakuan Bulan Setelah Tanam (BST)

9 10 11

Nitrogen (kg/ha)

-------------------------%--------------------------

90 7.8 7.0 8.3

135 7.3 7.0 8.3

180 7.2 7.1 8.3

225 7.3 7.3 8.5

Rata-Rata N 7.4 7.1 8.3

Fosfor (kg/ha)

36 7.3 7.2 8.3

72 7.5 7.2 8.5

108 7.5 7.2 8.4

144 7.3 6.8 8.1

Rata-Rata P 7.4 7.1 8.3

Rata-Rata NP 7.4 7.1 8.3

y = -0,364x + 20,15

R² = 0,870

y = -0,274x + 28,15

R² = 0,562

y = -0,096x + 28,67

R² = 0,077

0

5

10

15

20

25

30

35

6 7 8 9 10 11

Dia

met

er B

atan

g (

cm)

Umur (BST)

Bagian Atas

Bagian Tengah

Batang Bawah

Page 44: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Jumlah Tanaman Dipanen per Juring

Hasil analisis ragam, menunjukkan bahwa pemupukan N dan P dan

interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah batang tebu dipanen

per juring. Pada penelitian ini diperoleh nilai jumlah tanaman dipanen per juring

berkisar antara 118.2 tanaman/juring sampai 131.3 tanaman/juring (Tabel 15).

Rata-rata batang tebu yang dapat dipanen sebanyak 125.4 tanaman/juring atau 8.4

tanaman/m.

Tabel 15. Rata-rata Jumlah Tanaman Dipanen per Juring pada Perlakuan

Dosis Nitrogen dan Fosfor saat Panen

Perlakuan Panen

--tanaman/juring *) -- ---tanaman/m---

Nitrogen (kg/ha)

90 119.6 8.0

135 125.8 8.4

180 127.9 8.5

225 128.2 8.5

Rata-Rata N 125.4 8.4

Fosfor (kg/ha)

36 121.3 8.1

72 130.8 8.7

108 131.3 8.8

144 118.2 7.9

Rata-Rata P 125.3 8.4

Rata-Rata NP 125.4 8.4 *) = Panjang juring 15 m

Produksi

Analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan N dan P dan interaksi

keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap berat tebu atau produksi. Pada

penelitian ini diperoleh nilai produksi tebu berkisar antara 79.4 ton/ha sampai 87.5

ton/ha dengan rata-rata sebesar 162.3 kg/juring atau 83.2 ton/ha (Tabel 16). Nilai

tersebut hanya mencapai 83.9 % potensi produksi varietas yang digunakan

(Kidang Kencana) yaitu sebesar 99.2 ton/ha.

Page 45: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Tabel 16. Rata-rata Bobot Tebu (Produksi) pada Perlakuan Dosis Nitrogen

dan Fosfor saat Panen

Perlakuan Bobot Tebu

---kg/juring*)--- .---ton/ha---

Nitrogen (kg/ha)

90 159.5 81.8

135 159.0 81.5

180 164.6 84.4

255 165.9 85.1

Rata-Rata N 162.3 83.2

Fosfor (kg/ha)

36 159.2 81.6

72 170.7 87.5

108 164.2 84.2

144 154.9 79.4

Rata-Rata P 162.3 83.2

Rata-Rata NP 162.3 83.2 *) = Panjang juring 15 m

Hablur

Sidik ragam menunjukkan bahwa pemupukan N dan P tidak berpengaruh

nyata terhadap hablur (kristal gula) yang akan dihasilkan ketika tebu diproses

menjadi gula di dalam pabrik. Pada penelitian ini nilai hablur yang dihasilkan

berkisar antara 6 452 kg/ha sampai 7 448 kg/ha dengan rata-rata sebesar 6 942

ton/ha (Tabel 17).

Tabel 17. Rata-rata Hablur pada Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor saat

Panen

Perlakuan Panen

---kg/ha---

Nitrogen (kg/ha)

90 6 771

135 6 780

180 6 967

225 6 942

Rata-Rata N

Fosfor (kg/ha)

36 6 795

72 7 448

108 7 072

144 6 452

Rata-Rata P 6 942

Rata-Rata NP 6 942

Page 46: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Kandungan Nitrogen

Saat tanaman berumur 1, 3 dan 6 BST kadar N daun cenderung menurun

(Tabel 18) dan nilainya tergolong lebih rendah dari batas kecukupan unsur hara

tanaman tebu (Lampiran 12). Hal serupa juga terjadi pada kadar N batang (Tabel

19) dan akar (Tabel 20).

Tabel 18. Kandungan Hara N Daun Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N

dan P (1, 3, dan 6 BST)

Umur Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha)

36 72 108 144

1 BST

-----------------------%----------------------------

90 1.48 1.43 1.47 1.38

135 1.44 1.45 1.57 1.44

180 1.44 1.37 1.71 1.48

225 1.48 1.48 1.51 1.51

3 BST

90 1.07 1.17 1.17 1.06

135 1.07 1.14 1.01 1.17

180 1.02 1.06 1.09 1.14

225 0.96 1.24 1.10 1.11

6 BST

90 0.95 0.79 0.86 0.88

135 0.95 0.88 0.96 0.93

180 0.93 0.77 0.94 0.83

225 0.93 0.83 0.82 0.82

Tabel 19. Kandungan Hara N Batang Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N

dan P (3 dan 6 BST)

Umur Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha)

36 72 108 144

3 BST

-------------------------%---------------------------

90 0.97 0.94 0.81 0.79

135 0.87 0.85 0.98 1.00

180 0.85 0.86 0.95 0.78

225 0.84 0.84 0.86 0.81

6 BST

90 0.49 0.45 0.46 0.48

135 0.48 0.45 0.57 0.59

180 0.47 0.51 0.57 0.50

225 0.48 0.50 0.50 0.56

Page 47: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Tabel 20. Kandungan Hara N Akar Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N

dan P (3 dan 6 BST)

Umur Pupuk N (kg/ha)

Pupuk P (kg/ha)

36 72 108 144

3 BST

--------------------------%--------------------------

90 0.48 0.46 0.44 0.48

135 0.44 0.43 0.47 0.44

180 0.45 0.40 0.50 0.43

225 0.43 0.42 0.46 0.42

6 BST

90 0.35 0.35 0.38 0.36

135 0.35 0.43 0.39 0.42

180 0.35 0.37 0.36 0.35

225 0.40 0.37 0.36 0.41

Efisiensi serapan unsur N pada organ daun, batang dan akar tebu

mengalami peningkatan dengan bertambahnya umur. Serapan N tertinggi terdapat

pada organ batang (Tabel 21). Menurut Erwin dan Abidin (1986) unsur N diserap

relatif sedikit pada umur 1 bulan dan makin bertambah jumlahnya sesuai dengan

bertambahnya umur. Jika kebutuhan N tidak diimbangi dengan ketersediaan

kecukupan N dalam tanah akan mengakibatkan penyerapan terhadap unsur N

berkurang sehingga dapat terjadi penurunan kadar N pada daun, batang dan akar.

Tabel 21. Efisiensi Serapan N (%) pada Organ Tanaman Tebu

Perlakuan Daun Batang Akar

1 BST 3 BST 6 BST 3 BST 6 BST 3 BST 6 BST

N1P1 0.0031 3.38 5.06 3.13 7.21 0.13 0.37

N1P2 0.0056 4.78 3.93 2.66 6.09 0.18 0.29

N1P3 0.0058 6.92 4.33 5.02 7.82 0.25 0.33

N1P4 0.0061 4.38 5.25 4.33 7.15 0.17 0.39

N2P1 0.0059 4.70 3.97 3.84 5.01 0.12 0.30

N2P2 0.0067 3.63 5.16 4.10 8.42 0.15 0.42

N2P3 0.0048 5.35 4.05 4.46 7.55 0.15 0.32

N2P4 0.0058 5.65 5.89 3.72 9.32 0.14 0.37

N3P1 0.0038 5.28 3.52 4.28 5.96 0.12 0.33

N3P2 0.0038 5.91 5.14 6.07 8.93 0.29 0.35

N3P3 0.0071 5.73 4.14 4.37 6.42 0.19 0.24

N3P4 0.0071 4.87 4.48 3.99 6.88 0.16 0.35

N4P1 0.0079 6.18 4.81 4.92 7.06 0.25 0.26

N4P2 0.0063 4.05 3.66 6.28 8.27 0.28 0.40

N4P3 0.0149 4.72 5.38 3.19 8.57 0.18 0.32

N4P4 0.0055 6.07 4.81 4.18 12.40 0.21 0.38

Rata-rata 0.0063 5.10 4.60 4.28 7.69 0.17 0.34

Page 48: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Rata-rata efisiensi serapan N pada organ batang dan akar mengalami kenaikan

hingga tanaman berumur 6 BST. Pada organ daun mengalami peningkatan hingga

3 BST kemudian berangsur-angsur turun (Gambar 9). Efisiensi penggunaan unsur

N tertinggi terdapat pada batang tebu saat tanaman berumur 6 BST ( Tabel 22).

Gambar 9. Rata-rata Efisiensi Serapan N Organ Tanaman Tebu saat 1, 3 dan 6

BST

Tabel 22. Efisiensi Penggunaan N pada Organ Tanaman Tebu saat

Berumur 6 BST

Perlakuan Daun Batang

Serapan N (kg/ha) NUE (%) Serapan N (kg/ha) NUE (%)

N1P1 26.54 29.49 32.76 36.40

N1P2 29.32 32.57 32.99 36.65

N1P3 34.34 38.16 39.47 43.86

N1P4 26.03 28.92 28.17 31.30

N2P1 24.90 18.44

27.36 20.27

N2P2 30.23 22.39

39.16 29.00

N2P3 25.69 19.03

35.41 26.23

N2P4 35.41 26.23 41.47 30.72

N3P1 25.92 14.40 32.82 18.23

N3P2 35.51 19.73 46.85 26.03

N3P3 32.63 18.13 37.83 21.02

N3P4 27.94 15.52 33.48 18.60

N4P1 33.74 15.00 40.63 18.06

N4P2 30.98 13.77 47.63 21.17

N4P3 30.08 13.37

37.33 16.59

N4P4 30.26 13.45 55.35 24.60

Rata-rata 29.97 21.16

38.05 26.17

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1 BST 3 BST 6 BST

N (

%)

N Daun

N Batang

N Akar

Page 49: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Kandungan Fosfor

Kandungan hara P daun, cenderung menurun seiring bertambahnya umur

(Tabel 23). Hal serupa juga terjadi pada kadar P batang (Tabel 24) dan akar (Tabel

25) meskipun demikian, kadar unsur P tersebut tergolong masih mencukupi

kebutuhan hara tanaman tebu (Lampiran 12).

Tabel 23. Kandungan Hara P Daun Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N

dan P (1, 3, dan 6 BST)

Umur Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha)

36 72 108 144

1 BST

----------------------------%---------------------------

90 0.25 0.23 0.23 0.24

135 0.23 0.22 0.22 0.23

180 0.24 0.24 0.23 0.23

225 0.24 0.24 0.24 0.23

3 BST

90 0.22 0.32 0.27 0.29

135 0.27 0.26 0.28 0.27

180 0.28 0.28 0.29 0.30

225 0.29 0.33 0.27 0.32

6 BST

90 0.18 0.23 0.19 0.14

135 0.16 0.21 0.20 0.18

180 0.16 0.19 0.19 0.16

225 0.28 0.18 0.13 0.20

Tabel 24. Kandungan Hara P Batang Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N

dan P (3 dan 6 BST)

Umur Pupuk N (kg/ha)

Pupuk P (kg/ha)

36 72 108 144

3 BST

---------------------------%---------------------------

90 0.23 0.31 0.20 0.25

135 0.28 0.20 0.14 0.25

180 0.21 0.29 0.20 0.22

225 0.26 0.27 0.16 0.21

6 BST

90 0.14 0.17 0.12 0.17

135 0.15 0.16 0.16 0.17

180 0.15 0.13 0.16 0.12

225 0.18 0.19 0.15 0.16

Page 50: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Tabel 25. Kandungan Hara P Akar Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N

dan P (3 dan 6 BST)

Umur Pupuk N (kg/ha)

Pupuk P (kg/ha)

36 72 108 144

3 BST

---------------------------%---------------------------

90 0.07 0.08 0.11 0.06

135 0.06 0.06 0.08 0.06

180 0.06 0.08 0.08 0.08

225 0.07 0.06 0.07 0.07

6 BST

90 0.05 0.06 0.06 0.05

135 0.06 0.06 0.05 0.06

180 0.05 0.07 0.05 0.06

225 0.07 0.08 0.06 0.07

Efisiensi serapan unsur P memiliki nilai yang berbeda pada organ daun,

batang dan akar tebu dan nilainya semakin cenderung meningkat pada 1, 3 dan 6

BST. Serapan P tertinggi terdapat pada organ batang (Tabel 26) sehingga

kandungan P batang nilainya paling tinggi (0.31%).

Tabel 26. Efisiensi Serapan P (%) pada Organ Tanaman Tebu

Perlakuan Daun Batang Akar

1 BST 3 BST 6 BST 3 BST 6 BST 3 BST 6 BST

N1P1 0.0007 0.88 1.22 0.99 2.82 0.02 0.08

N1P2 0.0012 1.51 0.78 0.96 2.55 0.03 0.07

N1P3 0.0012 2.35 0.85 1.84 3.06 0.04 0.06

N1P4 0.0013 1.67 1.93 1.69 3.57 0.04 0.08

N2P1 0.0013 1.55 1.55 1.51 2.66 0.03 0.06

N2P2 0.0013 1.12 1.68 1.28 3.86 0.03 0.08

N2P3 0.0009 1.94 1.19 2.05 2.50 0.04 0.07

N2P4 0.0012 1.98 1.18 1.50 4.49 0.03 0.10

N3P1 0.0008 1.67 1.04 1.42 2.08 0.04 0.08

N3P2 0.0008 2.16 1.44 1.05 3.49 0.05 0.06

N3P3 0.0013 1.93 1.11 1.01 2.41 0.04 0.05

N3P4 0.0015 1.47 0.71 0.94 2.75 0.03 0.07

N4P1 0.0018 2.28 0.71 2.34 4.25 0.05 0.06

N4P2 0.0014 1.34 0.78 2.17 3.44 0.06 0.07

N4P3 0.0028 1.64 1.40 1.27 2.71 0.05 0.07

N4P4 0.0011 2.27 1.56 1.39 4.77 0.05 0.09

Rata-rata 0.0013 1.74 1.20 1.46 3.21 0.04 0.07

Rata-rata efisiensi serapan P pada organ batang dan akar mengalami kenaikan

hingga 6 BST. Pada organ daun mengalami peningkatan hingga 3 BST kemudian

berangsur-angsur turun (Gambar 10). Selain itu, batang tebu juga menggunakan

Page 51: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

unsur P yang terbanyak (Tabel 27). Hal ini dikarenakan unsur P sangat diperlukan

dalam proses pembentukan gula pada batang tebu.

Gambar 10. Rata-rata Efisiensi Serapan P pada Organ Tanaman Tebu saat 1, 3 dan

6 BST

Tabel 27. Efisiensi Penggunaan P pada Organ Tanaman Tebu saat

Berumur 6 BST

Perlakuan Daun Batang

Serapan P* (kg/ha) PUE (%) Serapan P* (kg/ha) PUE (%)

N1P1 26.54 29.49 32.76 36.40

N1P2 29.32 32.57 32.99 36.65

N1P3 34.34 38.16 39.47 43.86

N1P4 26.03 28.92 28.17 31.30

N2P1 24.90 18.44 27.36 20.27

N2P2 30.23 22.39 39.16 29.00

N2P3 25.69 19.03 35.41 26.23

N2P4 35.41 26.23 41.47 30.72

N3P1 25.92 14.40

32.82 18.23

N3P2 35.51 19.73

46.85 26.03

N3P3 32.63 18.13

37.83 21.02

N3P4 27.94 15.52 33.48 18.60

N4P1 33.74 15.00 40.63 18.06

N4P2 30.98 13.77 47.63 21.17

N4P3 30.08 13.37 37.33 16.59

N4P4 30.26 13.45 55.35 24.60

Rata-rata 6.00 8.43 11.83 16.78 *) P2O5

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

1 BST 3 BST 6 BST

P (

%)

Daun

Batang

Akar

Page 52: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Kandungan Kalium

Hasil analisis kandungan K daun, saat tanaman berumur 3 BST kadarnya

lebih besar dari umur 6 BST (Tabel 28). Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian

unsur K meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Ketersediaan K tanah

yang rendah (0.13 cmol(+)/kg) menyebabkan unsur K yang diserap tanaman

jumlahnya sedikit sehingga kecukupan unsur K pada tanaman tebu belum

terpenuhi (Lampiran 12) walaupun pupuk K tetap diberikan dengan dosis 270

kg/ha untuk semua perlakuan. Unsur K banyak dibutuhkan tanaman tebu yang

digunakan untuk aktivitas pertumbuhan seperti fotosintesis, translokasi gula ke

batang, dan dapat menyeimbangkan penyerapan unsur N dan P (Sundara, 1998).

Tabel 28. Kandungan Hara K Daun Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N

dan P (3 dan 6 BST)

Umur Pupuk N (kg/ha)

Pupuk P (kg/ha)

36 72 108 144

3 BST

---------------------------%---------------------------

90 1.47 1.56 1.53 2.01

135 2.03 1.68 1.54 1.75

180 1.55 1.40 2.26 1.81

225 2.30 2.00 1.77 1.63

6 BST

90 0.67 1.14 1.07 1.35

135 1.37 1.17 1.05 1.10

180 1.38 1.09 1.56 0.77

225 0.98 0.78 0.74 0.92

Pembahasan

Pengaruh Pupuk Nitrogen

Pupuk N tidak berpengaruh pada produksi tebu (Tabel 16) dan hablur

(Tabel 17), walaupun pengaruhnya tampak pada beberapa peubah pertumbuhan

seperti meningkatnya tinggi tanaman pada 4 BST (Tabel 2), jumlah tanaman per

juring pada 7 dan 10 BST (Tabel 5), diameter batang bagian tengah pada 6 BST

dan diameter bagian bawah pada 11 BST (Tabel 12). Hasil analisis tanah pada

awal percobaan menunjukkan kandungan unsur N dalam tanah tergolong sangat

rendah (0.09 %). Setelah pupuk N diberikan, maka akan terlihat respon yang nyata

pada peubah pertumbuhan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Page 53: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Wagimin (1985) terhadap tanaman Saccharum spontaneum menunjukkan bahwa

kandungan N total pada tanah yang cukup rendah menyebabkan N yang tersedia

bagi tanaman juga rendah sehingga penambahan Nitrogen menyebabkan tanaman

memberikan respon nyata.

Jumlah tanaman dipanen per juring juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan

Nitrogen (Tabel 15), meskipun jumlah tanaman per juring berpengaruh nyata pada

7 dan 10 BST. Penyebabnya adalah saat panen dilakukan, terdapat batang tebu

yang tidak memenuhi kriteria tebang seperti sogolan (anakan tebu) yang tingginya

kurang dari 1 m, tebu berpenyakit atau terkena hama penggerek dan tebu mati

sehingga batang tersebut tidak dihitung dalam produksi. Peubah pertumbuhan

seperti tinggi batang, jumlah tanaman dan diameter batang menjadi faktor yang

menentukan tinggi rendahnya produksi (Apoen, 1975) yaitu semakin tinggi

jumlah tanaman, tinggi batang dan diameter batang maka semakin besar pula

produksi dan hablur yang dihasilkan.

Pupuk N yang diberikan dari 90, 135, 180 sampai 225 kg/ha tidak

berpengaruh nyata terhadap peubah produksi tebu karena pada peubah

pertumbuhan tersebut juga tidak berpengaruh nyata saat menjelang panen (11

BST). Hal tersebut dapat terjadi, diduga adanya kehilangan unsur N yang

berdampak pada penurunan kandungan N dalam tanah.

Unsur N dalam tanah dapat berkurang jumlahnya karena diserap oleh

tanaman tebu selama fase pertumbuhan. Selain diserap oleh tanaman, unsur N

dapat hilang karena tekstur tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah

lempung liat berpasir. Menurut Hardjowigeno (2003) tanah berpasir cenderung

memiliki KTK tanah yang rendah seperti pada penelitian ini (4.78 cmol(+)/kg).

Hardjowigeno (2003) menambahkan KTK tanah yang rendah akan berdampak

pada sedikitnya kation (NH4+) yang dijerap oleh koloid-koloid tanah. Hal tersebut

didukung oleh pendapat Leiwakabessy dan Sutadi (1998) yang menyatakan bahwa

kehilangan N-NH3 dari pemberian sejumlah urea ternyata meningkat dengan

menurunnya KTK tanah.

Kehilangan unsur N dapat juga terjadi karena volatilisasi yang prosesnya

dibantu oleh mikroorganisme. Menurut Soepardi (1983) reduksi biokimia dari

Nitrogen nitrat menjadi senyawa gas melibatkan jasad mikro dari golongan

Page 54: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

heterotropik. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan

mikroorganisme tersebut adalah pH tanah. Dalam penelitian ini, pH tanah

termasuk dalam kategori agak masam (5.6). Pada kondisi ini memberikan

lingkungan tumbuh yang baik untuk perkembangan bakteri (Hardjowigeno, 2003)

dalam mereduksi Nitrogen nitrat menjadi gas. Kehilangan unsur N dapat pula

disebabkan oleh curah hujan tinggi (1 280 mm) yang mengakibatkan terjadinya

pencucian N. Pencucian yang tinggi terjadi pada tanah dengan tekstur berpasir.

Tanah berpasir seperti pada penelitian ini, memiliki ruang pori drainase yang lebih

besar sehingga kemampuan dalam memegang air rendah. Akibatnya, N yang

terlarut dalam air akan lebih mudah hilang karena pencucian.

Pengaruh Pupuk Fosfor

Pupuk P juga tidak berpengaruh pada produksi tebu (Tabel 16) dan hablur

(Tabel 17), Pengaruhnya hanya tampak pada peubah pertumbuhan yaitu

meningkatnya jumlah tanaman per juring pada 5 dan 10 BST (Tabel 5). Respon

yang berbeda, diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Suhadi, et al (1985)

terhadap tanaman tebu varietas PS 56 dan F 154 yaitu pemupukan P memberikan

pengaruh terhadap panjang daun, lebar daun, panjang batang, panjang ruas dan

diameter batang akan tetapi tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan dan

jumlah daun. Jumlah tanaman per juring merupakan salah satu faktor yang

menentukan besar kecilnya berat batang per hektar (produksi). Jumlah tanaman

yang semakin banyak akan menghasilkan produksi yang semakin besar.

Dalam penelitian ini, pupuk P yang diberikan dari 36, 72, 108 sampai 144

kg/ha tidak memberikan pengaruh terhadap peubah pertumbuhan, produksi tebu,

dan hablur. Hal ini diduga karena kebutuhan hara tebu terhadap unsur P sudah

terpenuhi sehingga P dosis tinggi dan rendah menghasilkan respon yang tidak

nyata. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Afrida (2009) yang melaporkan

bahwa pemberian pupuk P tidak berpengaruh terhadap produksi dan sebagian

besar peubah pertumbuhan tanaman pegagan pada kondisi kebutuhan tanaman

akan unsur P sudah tercukupi. Selain itu, pupuk P dapat mempengaruhi

pertumbuhan tanaman secara tidak langsung jika dibandingkan dengan pemberian

Page 55: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

pupuk N (Soepardi, 1983). Menurut Sundara (1998) kebutuhan tanaman tebu akan

unsur Fosfor relatif lebih rendah dari unsur N dan K.

Hasil analisis tanah pada awal percobaan menunjukkan kandungan unsur P

dalam tanah tergolong sangat tinggi (187 ppm). Kandungan unsur P yang tinggi

pada tanah diduga berasal dari residu pupuk TSP yang diberikan sebelumnya yaitu

sebesar 350 kg/ha. Fosfor hanya berperan dalam proses metabolisme energetik

dan biosintesis tanaman (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998) misalnya pada proses

pembentukan gula, Fosfor diinkorporasikan dalam adenosin trifosfat (ATP)

(Soepardi, 1983). Pada reaksi pembentukan sukrosa (Gambar 11), ATP digunakan

bersama enzim untuk membentuk sukrosa (gula).

CO2 + O2 C6H12O6 + C6H12O6+O2

C6H12O6 + C6H12O6 C6H22O11 + H2O

Gambar 11. Reaksi Pembentukan Sukrosa

Tercukupinya Fosfor pada tanaman tebu diduga karena curah hujan yang

tinggi (1 280 mm) menyebabkan Fosfor dilarutkan oleh air sehingga tersedia

untuk tanaman dan memudahkan penyerapan unsur Fosfor secara difusi. Salah

satu cara untuk meningkatkan keefisienan pengambilan Fosfor tanah yaitu dengan

menurunkan kesukaran difusi melalui penambahan air dalam tanah (Sabiham et

al., 1983). Tersedianya P bagi tanaman juga disebabkan oleh rendahnya

kejenuhan Al (0.00 cmol(+)/kg) dan unsur Ca (3.33 cmol(+)/kg) yang sangat

mudah mengikat unsur P menjadi bentuk senyawa yang tidak tersedia. Menurut

Hardjowigeno (2003) salah satu penyebab kekurangan P di dalam tanah adalah

pengikatan (fiksasi) oleh Al pada tanah masam atau Ca pada tanah alkalis.

Pengaruh Interaksi Pupuk Nitrogen dengan Fosfor

Interaksi Pupuk N dan P tidak berpengaruh pada produksi tebu (Tabel 16)

dan hablur (Tabel 17), walaupun pengaruhnya tampak pada beberapa peubah

pertumbuhan seperti tinggi batang pada 11 BST (Tabel 4), dan jumlah ruas pada

11 BST (Tabel 11). Jumlah ruas dan tinggi batang merupakan parameter untuk

Daun

Matahari

Glukosa Fruktosa Sukrosa

Enzim+ATP

Air

Page 56: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

melihat pemanjangan batang saat tebu memasuki fase pertumbuhan cepat.

Bertambahnya tinggi batang akan diikuti oleh peningkatan jumlah ruas batang

sehingga kedua peubah tersebut memiliki hubungan sinergis yang menentukan

produksi. Saat panen, batang bawah tebu ditebang dengan ketinggian yang

berbeda dari atas tanah sehingga panjang batang tebu menjadi lebih seragam. Hal

tersebut menyebabkan tinggi batang tidak berpengaruh pada produksi.

Kombinasi pupuk N dan P yang diberikan berpengaruh terhadap peubah

tinggi batang pada 11 BST tetapi tidak berpengaruh pada produksi dan hablur.

Penelitian yang dilakukan oleh Saputro et al. (1990) melaporkan bahwa perlakuan

pemupukan NPK yang dicobakan terhadap varietas tebu PSBM 86-418 dan PS

82-792 di Bungamayang menghasilkan pengaruh yang tidak berbeda nyata

terhadap peubah produksi, rendemen dan hablur. Hal ini kemungkinan disebabkan

oleh terganggunya keseimbangan unsur hara dalam tanah.

Penjelasan sebelumnya menunjukkan bahwa kandungan N dalam tanah

dan organ tanaman tergolong rendah. Kehilangan N dalam tanah menyebabkan

unsur N tersedia bagi tanaman juga rendah. Namun di sisi lain, kandungan P

tersedia yang sangat tinggi menyebabkan kebutuhan tanaman tebu terhadap unsur

P sudah tercukupi. Adanya ketidakseimbangan unsur hara tersebut akan

mengganggu tanaman selama fase pertumbuhan. Menurut Foth (1988)

peningkatan pertumbuhan dan produksi akibat pemberian Nitrogen tidak berubah

apabila Fosfor, Kalium dan unsur penting lainnya tidak tersedia bagi tanaman

dalam jumlah yang cukup. Hal tersebut menunjukkan bahwa keseimbangan unsur

hara sangat diperlukan karena pemupukan yang berimbang berpengaruh baik

terhadap produksi. Keseimbangan unsur hara di dalam tubuh tanah terjadi karena

adanya interaksi antar unsur hara, sehingga untuk menjaga agar tetap diperoleh

hasil gula yang tinggi, diperlukan adanya keseimbangan antar unsur hara yang

satu dengan yang lain. (Usman, 1985).

Pada dasarnya, unsur N dan P memiliki hubungan yang sinergis yaitu jika

pupuk Nitrogen diberikan dan pertumbuhan tanaman dirangsang, maka akan

meningkatkan permintaan semua unsur hara tanaman lainnya misalnya pemakaian

pupuk N-nitrat menyebabkan peningkatan penyerapan P dibanding pemakaian

pupuk N-ammonium, sebagai konsekuensi meningkatnya reduksi nitrat menjadi

Page 57: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

ammonium dalam metabolisme tanaman yang membutuhkan sejumlah energi

ATP (Hanafiah, 2005). Selain itu, interaksi Fosfor dengan unsur Nitrogen

mempengaruhi pemasakan (Sundara, 2004) dalam proses pembentukan gula

(sukrosa). Marsadi dalam Maswal dan Abidin (1988) menyatakan bahwa Nitrogen

merupakan unsur yang paling dominan diantara unsur yang diperlukan oleh

tanaman tebu, yang berfungsi antara lain untuk mendorong pembentukan anakan

yang akhirnya akan memperbanyak jumlah batang dan berat batang per hektar.

Dalam keseimbangan yang serasi, Nitrogen, Fosfor, dan kalium merupakan

pelengkap satu sama lainnya yang akan menaikkan produksi.

Pupuk N dan P tidak berpengaruh terhadap peubah produksi. Meskipun

demikian, pupuk N dan P yang diberikan mampu menghasilkan rata-rata produksi

yang lebih tinggi (83.2 ton/ha) jika dibandingkan dengan produksi tebu pabrik dan

tebu rakyat (Lampiran 13). Hal ini diduga penggunaan dosis N yang lebih besar

dari dosis sebelumnya (135 kg N/ha) pada perlakuan sehingga terdapat

penambahan unsur N dalam tanah untuk meminimalisasi kehilangan unsur N

selama fase pertumbuhan. Menurut Pawirosemadi dalam Maswal dan Abidin

(1988), pada tanah yang kurang persediaan unsur hara N, P dan K, perlu ditambah

unsur hara yang di perlukan dalam jumlah yang serasi, sebab masing-masing

unsur hara akan memberikan pengaruh baik yang penuh kepada tanaman, jika

unsur hara lain juga tersedia dalam jumlah yang cukup.

Page 58: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pupuk N dan P yang diberikan tidak berpengaruh terhadap produksi tebu

kecuali pada beberapa peubah pertumbuhan. Semakin tinggi dosis pupuk Nitrogen

meningkatkan BK daun, jumlah tanaman per juring, diameter batang bagian

tengah dan bawah. Selain itu, semakin tinggi dosis pupuk Fosfor dapat

meningkatkan jumlah tanaman per juring tanaman tebu. Kandungan Fosfor dalam

tanah tergolong sangat tinggi sehingga kebutuhan tanaman sudah tercukupi. Hal

ini berakibat pupuk P yang diberikan tidak berpengaruh terhadap sebagian besar

peubah yang diamati.

Interaksi pupuk Nitrogen dan Fosfor tidak berpengaruh pada produksi tebu

dan hablur yang dihasilkan, tetapi pada peubah pertumbuhan berpengaruh pada

tinggi batang dan jumlah ruas. Rata-rata produksi tebu sebesar 83.2 ton/ha dan

hablur 6 942 kg/ha. Nilai ini lebih tinggi dari rata-rata produksi tebu pabrik dan

tebu rakyat.

Saran

Perlu diketahui status hara tanah terutama unsur P sebelum penanaman.

Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh pemupukan

Nitrogen dan Fosfor pada tanaman RC 1 (Ratoon Cane) sehingga diharapkan

pupuk yang diaplikasikan akan lebih terlihat responnya terhadap pertumbuhan dan

produksi tanaman tebu dari pada tanaman PC (Plant Cane).

Page 59: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

DAFTAR PUSTAKA

Afrida, A. 2009. Pengaruh pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi

tanaman pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) di dataran tinggi.

Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB. Bogor. 52

hal

Apoen, S. D. 1975. Peranan Jumlah Batang dan Tinggi Tanaman terhadap Hasil

Panen pada Budidaya Tebu. Pertemuan Teknis Tengah Tahunan II.

BP3G. Pasuruan

Ashari, S. 1995. Hortikultura: Aspek Budidaya. UI Press, Jakarta, 485 hal.

Dinas Infokom Jatim. 2009. Pertengahan Juli, sudah 342,042 ton gula diproduksi.

http://www.d-infokom-jatim.go.id [15 Desember 2009]

Erwin dan Z. Abidin. 1986. Percobaan penggunaan pupuk campur dan waktu

aplikasi pada tanaman tebu. Bulletin (04): 1-10

Foth, H. D. 1988. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Edisi ketujuh. Gajah Mada University

Press. Yogyakarta. 762 hal.

Gardner, F. P., R. B. Pearce, R. L. Mitchell. 1985. Terjemahan Susilo, Herawati.

1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia.

Jakarta. 428 hal.

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada.

Jakarta. 360 hal.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 286 hal.

Kompas. 2008. Tahun 2009, Surplus Gula. http://cetak.kompas.com [21

November 2008]

Leiwakabessy, F. dan Sutadi. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah.

Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Maswal dan Z. Abidin. 1988. Pengaruh pemupukan NPK terhadap pertumbuhan

vegetatif dan produksi tebu varietas F-156 pada tanah aluvial. Bulletin

(2): 1-36

Nielsen, R. L. 2006. N Loss Mechanisms and Nitrogen Use Efficiency.

www.nysaba.com/nlosspurdue.pdf [ 27 Maret 2010].

Novizan. 2003. Petunjuk Penggunaan Pupuk yang Efektif. Agromedia Pustaka,

Jakarta. 114 hal

Page 60: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Pramono, D. 2005. Seri Pengelolaan Hama Tebu Secara Terpadu. Dioma,

Malang. 219 hal.

PT Perkebunan Nusantara VII (Persero). 1997. Vademecum Tanaman Tebu. PT

Perkebunan Nusantara VII (Persero). Bandar Lampung. 355 hal.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula. 2008. Kiat Mengatasi Kelangkaan

Pupuk untuk Mempertahankan Produktivitas Tebu dan Produksi Gula

Nasional. www.p3gi.net [16 Desember 2009]

Sabiham, S., S. Djokosudardjo, G. Soepardi. 1983. Diktat Kuliah Pupuk dan

Pemupukan. Jurusan Ilmu tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian

Bogor. Bogor. 140 hal.

Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid I, II, dan III.

Terjemahan dari : Plant Physiology. Penerjemah : D. R. Lukman dan

Sumaryono. Penerbit ITB, Bandung. 241 hal.

Saputro, S.E., I. Ismail, dan Sukarto. 1993. Pemupukan NPK berimbang pada

tanaman pertama beberapa varietas unggul lokal PG Bungamayang.

Berita. 9: 35-39.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Faperta, Institut

Pertanian Bogor. Bogor. 591 hal.

Sudiatso, S. 1999. Tanaman bahan baku pemanis dan produksi pemanis.

Departemen Budidaya pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 87 hal

Sudiatso, S. 1980. Bertanam Tebu. Departemen Agronomi. Institut Pertanian

Bogor. Bogor. 32 hal

Sundara, B. 1998. Sugarcane Cultivation. First Edition. Vikas Publishing House

Pvt Ltd, New Delhi.292 p.

Tisdale, S. M. , W. L. Nelson, and J. D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizer.

Fourth Edition. Macmillan Publishing company, New York. 694 p.

Usman, B. 1985. Pengaruh tipe agroklimat dan jenis tanah terhadap hasil gula

tanaman tebu dengan pemupukan urea dan AS. Prosiding Pertemuan

Teknis Tengah Tahunan. BP3G Pasuruan: 266-291

Wagimin, S. Aminudin, Pudjiarti, dan Munadi. 1985. Pengaruh pemupukan

nitrogen dan fosfor terhadap produksi kandungan protein dan serat kasar

(Saccharum spontaneum). Laporan Hasil Penelitian. Fakultas

Peternakan, Universitas Jenderal Sudirman. Purwokerto. 20 hal.

Wikipedia. 2006. Sugarcane. http://en.wikipedia.org/wiki/Sugarcane.html. [30

Mei 2006]

Page 61: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

LAMPIRAN

Page 62: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kidang Kencana

Keputusan Menteri Pertanian

Nomor : 334/Kpts/SR.120/3/2008

Tanggal : 28 Maret 2008

Tentang Pelepasan Tebu Varietas PA 198

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA

(NAMA ASAL PA 198)

Asal : tidak diketahui, pertama kali berkembang di Dusun Kencana,

Kecamatan Jatitujuh, Majalengka Jawa Barat.

Sifat Morfologi

1. Batang

• Bentuk ruas : Silindris, susunan antar ruas lurus sampai

berbiku, dengan penampang melintang

bulat

• Warna batang : hijau kekuningan, menjadi coklat

keunguan bila terpapar sinar matahari

• Lapisan lilin : ada di sepanjang ruas, tipis tidak

mempengaruhi warna ruas

• Retakan tumbuh : tidak ada

• Cincin tumbuh : melingkar datar di atas puncak mata,

dengan warna kuning kehijauan

• Teras dan lubang : masif

• Bentuk buku ruas : konis, dengan 2-3 baris mata akar, baris

paling atas tidak melewati puncak mata

• Alur mata : tidak ada

Page 63: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

2. Daun

• Warna daun : hijau muda

• Ukuran lebar daun : lebar (lebih dari 6 cm)

• Lengkung daun : melengkung kurang dari ½ panjang daun

• Telinga daun : ada, lemah-sedang, dengan kedudukan

serong

• Bulu bidang punggung : tidak ada

• Sifat lepas pelepah : mudah

3. Mata

• Letak mata : pada bekas pangkal pelepah

• Bentuk mata : bulat telur, dengan bagian terlebar di

tengah

• Sayap mata : berukuran sama lebar, dengan tepi sayap

bergerigi

• Rambut tepi basal : tidak ada

• Rambut jambul : tidak ada

• Pusat tumbuh : di atas tengah mata

Sifat-Sifat Agronomis

1. Pertumbuhan

• Perkecambahan : cepat, seragam

• Awal pertunasan : cepat

• Kerapatan batang : sedang (8-10 batang/meter)

• Diameter batang : sedang - besar

• Pembungaan : sporadis

• Kemasakan : tengah - lambat

• Daya kepras : baik

Page 64: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

2. Potensi produksi

Lahan sawah :

- Hasil tebu (ku/ha) : 1.125 ± 325

- Rendemen (%) : 10,99 ± 1,65

- Hasil hablur (ku/ha) : 110,6 ± 22,1

Lahan tegalan :

- Hasil tebu (ku/ha) : 992 ± 238

- Rendemen (%) : 9,51 ± 0,88

- Hasil hablur (ku/ha) : 95,4 ± 25,5

3. Ketahanan hama dan penyakit

- Penggerek batang : tahan

- Penyakit blendok : tahan

- Pokkahbung : tahan

- Luka api : tahan

4. Kesesuaian lokasi : cocok untuk lahan tegalan dan sawah jenis tanah

mediteran dengan iklim C3, Kambisol C3, Aluvial C2 dan Grumusol C2.

5. Kadar sabut : + 13,05

Peneliti : Bari Ngarijan dan Kusmiyanto

Pemilik varietas : PT. PG. Rajawali Nusantara II

Page 65: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Lampiran 2. Denah Penelitian

PERLAKUAN MACAM DOSIS

PUPUK KG/ HA

N1 UREA 200

N2 UREA 300

N3 UREA 400

N4 UREA 500

P1 TSP 80

P2 TSP 160

P3 TSP 240

P4 TSP 320

K KCL 270

N1P2 N2P1 N2P3 N1P1 N1P1 N2P2 N4P3 N1P3 N4P2 N1P3 N2P2 N4P4

N1P4 N3P3 N1P3 N4P2 N3P2 N2P1 N1P2 N4P1 N4P1 N1P1 N3P4 N3P2

N3P1 N2P2 N3P2 N4P4 N1P4 N4P4 N2P3 N3P4 N4P3 N2P3 N2P1 N2P4

N2P4 N4P1 N4P3 N3P4 N3P1 N4P2 N2P4 N3P3 N3P3 N1P2 N1P4 N3P1

Jalan kontrol Jalan kontrol

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

Page 66: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Lampiran 3. Gambar Persiapan Lahan dan Penanaman

Pembajakan Penggaruan I

Penggaruan II Pembuatan alur tanaman

Dropping bibit Ecer bibit

Pencacahan 2 mata Tutup tanam

Page 67: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Lampiran 4. Gambar Pemeliharaan dan Panen Tebu

Irigasi di alur tanaman Pemupukan II

Pengendalian gulma Pembumbunan

Klentek Penebangan

Muat (loading) tebu Pengangkutan ke pabrik

Page 68: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Lampiran 5. Gambar Kegiatan Pengamatan Percobaan Pemupukan Tebu

Pengukuran Tinggi Batang Pengambilan sampel SLA

Pengukuran diameter batang Sampel organ tebu kering

Organ tebu umur 9 BST Organ tebu umur 11 BST

Penampang tanah Tinggi batang tebu

Page 69: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Serangan penggerek pucuk Serangan penggerek batang

Serangan penggerek pucuk Larva penggerek batang

Page 70: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Warna batang tebu akibat perbedaan penerimaan cahaya matahari

Sogolan Petak percobaan tebu

Petak perlakuan N2P4 Petak perlakuan N3P4

Page 71: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Lampiran 6. Analisa Kemasakan

URUTAN ANALISA KEMASAKAN UNIT USAHA BUNGAMAYANG

PTPN VII

No Urutan Kegiatan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

Tebu contoh masuk Lab. Analisa Kemasakan

Tebu contoh diukur panjang, diameter, berat, dan jumlah

penggerek batang

Tebu dipotong, ditumpuk dan disusun dipisahkan antar perlakuan

Tebu digiling

Nira yang keluar ditimbang beratnya dan diukur suhu serta nilai

brix nya dengan alat hand refraktometer

Nira ditambah BB acetat dan air

Masukkan nira ke dalam kertas saring untuk disaring

Kotoran dan kertas saring dibuang

Setelah keluar nira jernih, dimasukkan ke alat polarimeter

Nilai yang tertera merupakan besarnya putaran

Perhitungan %pol, HK, Nilai nira, faktor, rendemen, faktor

kemasakan, KP dan KDT

• % pol � � putaran × 26

berat jenis % brik sebelum terkoreksi� � 1,1 � 100

• HK = % pol

% brix terkoreksi� 100

• Nilai Nira = % pol - 0,4 %brix - % pol�

• Perasan = jumlah berat nira

jumlah berat tebu � 100

• Faktor = perasan

• Rendemen = Nilai Nira × Faktor

• Faktor Kemasakan = rendemen bawah – rendemen atas

rendemen bawah × 100

• Kuosien Peningkatan = rendemen ronde III

rendemen ronde I � 100

• Kuosien Daya Tahan = HK ronde III

HK ronde I � 100

Page 72: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Lampiran 7. Waktu Pengamatan Penelitian

Peubah Waktu / Tanggal Pengamatan

1 BST 2 BST 3 BST 4 BST 5 BST 6 BST 7 BST 8 BST 9 BST 10 BST 11 BST

Jumlah Daun 15/9/09 11/10/09 7-9/11/08 10/12/08 5-7/1/09 3-5/3/09 4-6/3/09 3-5/4/09 5-7/5/09 10-13/6/09 2-6/7/09

Jumlah Tanaman per

Juring 15/9/09 7-9/11/08 10/12/08 5-7/1/09 3-5/3/09 4-6/3/09 3-5/4/09 5-7/5/09 10-13/6/09 2-6/7/09

Jumlah Anakan per

Rumpun 7-9/11/08 10/12/08 5-7/1/09 3-5/3/09 4-6/3/09 3-5/4/09 5-7/5/09 10-13/6/09 2-6/7/09

Tinggi Batang 7-9/11/08 10/12/08 5-7/1/09 3-5/3/09 4-6/3/09 3-5/4/09 5-7/5/09 10-13/6/09 2-6/7/09

SLA 10/11/08 8/1/09 4-6/3/09 7/4/09 8/5/09 10-13/6/09 7/7/09

Bobot Kering Akar 29/9/09 15-17/11/08 12-15/1/09 13-15/5/09 11-12/7/09

Bobot Kering Batang 29/9/09 13-15/11/08 9-11/1/09 10-12/5/09 8-10/7/09

Bobot Kering Daun 29/9/09 13-15/11/08 9-11/1/09 10-12/5/09 8-10/7/09

Bobot Daduk 9-11/1/09 10-12/5/09 8-10/7/09

Jumlah Ruas 4-6/3/09 3-5/4/09 5-7/5/09 10-13/6/09 2-6/7/09

Diameter Batang Atas 3-5/3/09 4-6/3/09 3-5/4/09 2-6/7/09

Diameter Batang

Tengah 3-5/3/09 4-6/3/09 3-5/4/09 5-7/5/09 10-13/6/09 2-6/7/09

Diameter Batang

Bawah 3-5/3/09 4-6/3/09 3-5/4/09 5-7/5/09 10-13/6/09 2-6/7/09

Rendemen 9/5/09 21/6/09 8/7/09

Produksi 17/7/09

Hablur 17/7/09

Page 73: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Lampiran 8. Hasil Analisa Tanah (Balai Penelitian Tanah)

Karakteristik Tanah Nilai Keterangan

Fraksi tanah (%)

- Pasir 69

Lempung Liat Berpasir - Debu 9

- Liat 22

pH 5.6 Agak Masam

C Organik – Walkey and Black (%) 1.17 Rendah

N Organik – Kjehdal (%) 0.09 Sangat Rendah

C/N Rasio 13 Sedang

P2O5 – HCl 25% (mg/ 100g) 70 Sangat Tinggi

K2O – HCL 25% (mg/ 100g)

P2O5 Olsen (ppm)

11

187

Rendah

Sangat Tinggi

Nilai Tukar Kation (cmol(+)/kg

- Ca 3.33 Rendah

- Mg 0.45 Rendah

- K 0.13 Rendah

- Na 0.00 Sangat Rendah

KTK 4.78 Sangat Rendah

Sumber: Balai Penelitian Tanah, Bogor

Page 74: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Lampiran 9. Kriteria Penilaian Sifat-Sifat Kimia Tanah Menurut Balai

Penelitian Tanah (1983)

Sifat Tanah

Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat

Tinggi

C (%) < 1.0 1.0 – 2.0 2,01 – 3.0 3.01 – 5.0 > 5.0

N (%) < 0.1 0.1 – 0.2 0.21 - 0,5 0.51 - 0.5 > 0.75

C/N < 5 5 - 10 11 - 15 16 - 25 > 25

P2O5 HCl 25% (mg/100g) < 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60

P2O5 Bray I (ppm) < 10 10 - 15 16 - 25 26 - 35 > 35

P2O5 Olsen (ppm) < 10 10 - 25 26 - 45 46 - 60 > 60

K2O HCl 25%

(mg/100g) < 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60

KTK (cmol(+)/kg) < 5 5 - 16 17 - 24 25 - 40 > 40

Susunan Kation :

K (cmol(+)/kg) < 0.1 0.1 – 0.2 0.3 – 0.5 0.6 – 1.0 > 1.0

Na (cmol(+)/kg) < 0.1 0.1 – 0.3 0.4 – 0.7 0.8 – 1.0 > 1.0

Mg (cmol(+)/kg) < 0.4 0.4 – 1.0 1.1 – 2.0 2.1 – 8.0 > 8.0

Ca (cmol(+)/kg) < 2 2 - 5 6 - 10 11 - 20 > 20

Kejenuhan Basa (%) < 20 20 - 35 36 - 50 51 - 70 > 70

Kejenuhan Alumunium (%) < 10 10 - 20 21 - 30 31 - 60 > 60

pH H2O

Sangat

Masam Masam

Agak

Masam Netral

Agak

Alkalis Alkalis

< 4.5 4.5 – 5.5 5.6 – 6.5 6.6 – 7.5 7.6 – 8.5 > 8.5 Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah, Bogor

Page 75: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Lampiran 10. Data Klimatologi

Bulan/Tahun Curah Hujan (mm) Hari Hujan Temperatur (0C)

Januari/2008

Februari/2008

Maret/2008

April/2008

Mei/2008

Juni/2008

Juli/2008

Agustus/2008

September/2008

Oktober/2008

November/2008

Desember/2008

Januari/2009

Februari/2009

Maret/2009

April/2009

Mei/2009

Juni/2009

Juli/2009

Agustus/2009

169,2

290,1

455,4

242,2

28,7

58,7

73,3

103,8

76

77,7

261,5

353,8

164,18

212

288,3

47,2

201,2

38,6

19,9

25,8

17

19

16

10

5

6

8

11

7

9

14

27

18

21

20

13

11

10

3

10

27,1

26,4

26,5

26,7

26,8

26,5

26

26,3

26,5

26,3

26,6

26,1

26,3

26

26,6

27,1

27,1

26,7

26,8

26,8

Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klas III Kotabumi,

Lampung Utara.

Page 76: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Lampiran 11. Pengamatan Penggerek Batang / Pucuk Early Warning

System (EWS)

Perlakuan Sampel Jumlah

Penggerek Pucuk Penggerek Batang

Serangan Jumlah Ruas

Batang PH PM Sehat Sakit

N1P1

1 127 0 6 391 54

2 121 0 7 361 61

3 130 0 5 476 72

Rata2 126.00 0.00 6.00 409.33 62.33

% 4.76 15.23

N1P2

1 123 0 3 342 31

2 133 0 4 410 48

3 135 0 2 260 43

Rata2 130.33 0.00 3.00 337.33 40.67

% 2.30 12.06

N1P3

1 124 0 8 431 34

2 116 0 4 321 42

3 120 0 11 364 47

Rata2 120.00 0.00 7.67 372.00 41.00

% 6.39 11.02

N1P4

1 128 0 5 598 12

2 125 0 3 457 10

3 121 0 6 438 14

Rata2 124.67 0.00 4.67 497.67 12.00

% 3.74 2.41

N2P1

1 128 0 3 476 43

2 120 0 7 501 56

3 109 0 4 306 48

Rata2 119.00 0.00 4.67 427.67 49.00

% 3.92 11.46

N2P2

1 131 0 6 481 63

2 126 2 8 396 54

3 106 0 7 361 47

Rata2 121.00 0.67 7.00 412.67 54.67

% 0.55 5.79 13.25

N2P3

1 139 0 8 376 32

2 131 0 10 381 39

3 128 0 6 363 46

Rata2 132.67 0.00 8.00 373.33 39.00

% 6.03 10.45

N2P4

1 118 0 4 448 75

2 123 0 6 397 63

3 126 0 8 416 47

Page 77: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Rata2 122.33 0.00 6.00 420.33 61.67

% 4.90 14.67

N3P1

1 122 6 4 243 47

2 146 1 2 391 56

3 109 2 6 396 60

Rata2 125.67 3.00 4.00 343.33 54.33

% 2.39 3.18 15.83

N3P2

1 122 0 9 471 36

2 109 0 11 326 42

3 116 0 6 361 51

Rata2 115.67 0.00 8.67 386.00 43.00

% 7.49 11.14

N3P3

1 115 0 10 450 82

2 121 0 5 396 32

3 128 0 6 407 43

Rata2 121.33 0.00 7.00 417.67 52.33

% 5.77 12.53

N3P4

1 118 0 10 327 32

2 127 0 6 451 61

3 110 0 5 341 54

Rata2 118.33 0.00 7.00 373.00 49.00

% 5.92 13.14

N4P1

1 124 1 3 448 76

2 142 0 3 288 54

3 121 0 10 379 61

Rata2 129.00 0.33 5.33 371.67 63.67

% 4.13 17.13

N4P2

1 136 0 5 354 46

2 141 0 7 437 37

3 121 0 8 321 35

Rata2 132.67 0.00 6.67 370.67 39.33

% 5.03 10.61

N4P3

1 110 0 8 348 51

2 131 0 8 451 40

3 124 0 10 481 63

Rata2 121.67 0.00 8.67 426.67 51.33

% 7.12 12.03

N4P4

1 125 0 10 374 63

2 130 0 6 401 76

3 120 0 10 361 67

Rata2 125.00 0.00 8.67 378.67 68.67

% 6.93 18.13

Page 78: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Lampiran 12. Batas Antara Kecukupan dan Defisiensi Unsur Hara

Berdasarkan Analisis Tanaman Tebu

Unsur hara Kadar Unsur Hara

Nitrogen %N 1.5

Fosfor %P 0.05

Kalium %K 2.25

Kalsium %Ca 0.15

Magnesium %Mg 0.10

Belerang %S 0.01

Boron ppm 1.00

Tembaga; ppm Cu 5.00

Besi; ppm Fe 10.00

Mangan; ppm Mn 10-20

Molibdenum; Mo -

Seng; ppm Zn 10.00

Silika; %Si -

Sumber: Sanchez (1976) dalam Hardjowigeno, 2003

Page 79: SKRIPSI Rifka Ernawan Ikhtiyanto (A24051868)

Lampiran 13. Produksi Varietas Kebun Tahun Giling 2008/2009 Tebu

Sendiri (TS) dan Tebu Rakyat (TR)

VARIETAS Produksi (Ton/Ha)

Tebu Sendiri Tebu Rakyat

MASAK AWAL

BM 9603 73.1 71.5

BM 96113 65.6

BM 21-2027 71.6

PSBM 9044 74.8 71.4

BM 21-114 64.6 79.7

MASAK TENGAH

PSBM 95-1142 70.2 -

BM 9605 (Kidang Kencana) 70.5 66.0

BM 9514 64.2 61.9

BM 2104 72.7 76.1

MASAK LAMBAT

BM 9513 56.8 -

PS 864 63.2 63.1

PSBM 88-144 54.5 53.0

TOTAL 69.2 65.9 Sumber : Penelitian dan Pengembangan Unit Usaha Bungamayang PTPN 7 (Persero) Kotabumi,

Lampung Utara