Skripsi Psikologi
Transcript of Skripsi Psikologi
EFEKTIVITAS TAGLINE
DALAM MENINGKATKAN BRAND AWARENESS (Studi pada Mahasiswa Pengonsumsi Produk Rokok, Minuman Teh, dan
Minuman Bersoda)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi
Oleh:
Darno
1550402048
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
Skripsi yang berjudul:
EFEKTIVITAS TAGLINE
DALAM MENINGKATKAN BRAND AWARENESS
(Studi pada Mahasiswa Pengonsumsi Produk Rokok, Minuman Teh, dan
Minuman Bersoda)
Yang diajukan oleh:
Darno
NIM: 1550402048
Telah diperiksa dan disetujui di depan dewan penguji skripsi
Fakultas Ilmu Pendidikan
Semarang, Agustus 2007
Pembimbing I Pembimbing II
Siti Nuzulia, S.Psi. M.Si. Drs. Edy Purwanto, M.Si. NIP. 132307257` NIP. 131699302
ii
PENGESAHAN KELULUSAN
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang dan dinyatakan diterima untuk memenuhi sebagian
syarat-syarat guna memperoleh Derajat Sarjana Psikologi pada:
Hari : Jumat
Tanggal : 24 Agustus 2007
Panitia Ujian Skripsi
Ketua Sekretaris
Dr. Agus Salim, M.S. Drs. Edy Purwanto, M.Si. NIP. 131127082 NIP. 131699302
Dewan Penguji Tanda Tangan
1. Drs. Sugeng Hariyadi, M.S. NIP. 131472593 ……………………………….
2. Siti Nuzulia, S.Psi., M.Si. NIP. 132307257 ………………………………. 3. Drs. Edy Purwanto, M.Si. NIP. 131699302 ……………………………….
iii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian maupun
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk menurut kode etik ilmiah.
Semarang, Agustus 2007 Darno NIM. 1550402048
iv
ABSTRAK
EFEKTIVITAS TAGLINE DALAM MENINGKATKAN BRAND AWARENESS (Studi pada Mahasiswa Pengonsumsi Produk Rokok, Minuman Teh, dan
Minuman Bersoda)
Oleh: Darno
1550402048
Skripsi, dibawah bimbingan Siti Nuzulia, S.Psi., M.Si. dan Drs. Edi Purwanto, M.Si.
Iklan komersial sebagai salah satu media promosi suatu produk merupakan sarana untuk menginformasikan benefit (keuntungan) yang bisa diperoleh dengan menggunakan produk tersebut. Iklan yang berhasil setidaknya memberikan informasi/pesan yang dapat mengubah pola pikir (mindset) konsumen. Tahapan selanjutnya yakni mempengaruhi perilaku konsumen agar mengonsumsi produk yang diiklankan. Hal ini agar konsumen mengubah perilakunya dalam memenuhi kebutuhannya. Bagian dari iklan dalam iklan televisi adalah tagline yang merupakan penutup pesan agar konsumen mudah mengingat isi pesan iklan dan mempunyai daya pembeda dari iklan-iklan pesaingnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas tagline dalam meningkatkan brand awareness. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif dengan populasi mahasiswa psikologi Universitas Negeri Semarang. Variabel penelitian adalah brand awareness. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 orang yang diambil dengan purpossive sampling. Data diambil dengan angket brand awareness measurement yang meliputi brand name, jenis produk, warna kemasan, keterangan pada kemasan, variasi dan isi kemasan, produsen produk., analisis data yang digunakan adalah validitas isi, sedangkan reliabilitas yang digunakan adalah cross check data yang diperoleh melalui angket dengan wawancara..
Penelitian dilakukan terhadap mahsiswa psikologi Universitas Negeri Semarang sebagai sampel penelitian dengan unlimited population dengan 3 kategori produk sebagai objek penelitian, yang terdiri dari 6 brand, yaitu rokok dengan brand A Mild dan Sampoerna Hijau, minuman teh dengan brand Teh Botol Sosro dan Frestea, dan minuman bersoda dengan Brand Coca-Cola dan Fanta Apel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas tagline dalam meningkatkan brand awareness adalah sebagai berikut: untuk produk rokok tagline yang lebih efektif adalah Sampoerna Hijau dengan tagline-nya Nggak Ada Loe Nggak Rame dengan skor top of mind sebesar 4856 dan presentase sebesar 50,80% lebih besar dibanding A Mild karena menurut hasil penelitian tagline Sampoerna Hijau memiliki karakteristik sebagai berikut: mudah diingat, unik, memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi, untuk produk minuman teh tagline yang lebih efektif adalah Teh Botol Sosro dengan tagline-nya Ahlinya Teh dengan skor top of mind 4858 dan presentase 50,73% lebih tinggi dibanding Frestea, karena tagline menurut hasil penelitian Teh Botol Sosro memiliki karakteristik sebagai berikut: mudah diingat, sudah dikenal lama,
v
memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi, dekat dengan kehidupan konsumen, sedangkan untuk produk minuman bersoda tagline yang lebih efektif adalah Coca-Cola dengan tagline-nya Positif dan Gembira di Hidup Ala Coca-Cola dengan skor top of mind sebesar 4875 dan presentase sebesar 50,68 lebih tinggi dibanding Fanta Apel, karena tagline menurut hasil penelitian Coca-Cola memiliki karakteristik sebagai berikut: mudah diingat, kreatif, memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa faktor-faktor penting yang memengaruhi efektifitas tagline dalam Meningkatkan brand awareness adalah: mudah diingat, unik/kreatif, memiliki frekuensi kemunculan pada tv yang cukup tinggi, sudah dikenal lama, dekat dengan kehidupan konsumen.
Kata kunci: tagline, brand awareness, brand awareness measurement, top
of mind
vi
Motto dan Persembahan
Motto :
• Gusti ora Sare (Pepatah Jawa)
• Aja Rumangsa bisa, nanging bisa rumangsa (Pepatah Jawa)
• Think Likes CEO (Penulis)
Dengan kerendahan hati karya ini kupersembahkan untuk:
Ibu dan Almarhum ayahku yang sangat kucintai, kakakku, adikku
tercinta, keluarga besarku, teman-teman Motor Kost, teman-
temanku seperjuangan, dan rekan-rekan mari kita wujudkan mimpi
dan cita-cita kita.
vii
KATA PENGANTAR
Penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Tagline
dalam Meningkatkan Brand Awareness (Studi Komparatif Deskriptif pada Produk
Rokok, Minuman Teh, dan Minuman Bersoda)”. Oleh karena itu puji syukur
penulis panjatkan kehadriat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
dan inayah-Nya serta ampunan atas dosa-dosa hambanya. Sholawat dan salam
semoga tercurah atas junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
umatnya. Amin.
Skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Agus Salim, M.S., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan.
2. Dra. Sri Maryati D., M.Si., Ketua Jurusan Psikologi.
3. Siti Nuzulia, S.Psi. M.Si., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dalam penulisan skripsi.
4. Drs. Edy Purwanto, M.Si., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dalam penulisan skripsi.
5. Seluruh dosen di Piskologi Universitas Negeri Semarang yang telah
membimbing penulis selama menuntut ilmu di kampus tercinta ini.
6. Ibu dan Almarhum Ayahku yang selalu memberikan kasih sayang yang tak
pernah pupus serta mendoakan kesuksesan anak-anaknya.
7. Teman-teman Motor Kost semuanya, teman-teman seperjuangan mari kita
berjuang untuk kesuksesan kita.
viii
8. Teman-teman mahasiswa psikologi satu angkatan maupun kakak kelas dan
adik kelas.
Skripsi ini tentu tak luput dari kelemahan dan keterbatasan, oleh karena itu
koreksi dan saran senantiasa penulis harapakan demi perbaikan skripsi ini.
Semarang, Agustus 2007
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. ii
PENGESAHAN KELULUSAN .................................................................. iii
PERNYATAAN............................................................................................ iv
ABSTRAK .................................................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN............................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
DAFTAR BAGAN/GRAFIK ...................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Permasalahan ............................................................... 7
C. Penegasan Istilah ......................................................................... 7
D. Tujuan Penelitian ........................................................................ 8
E. Manfaat Penelitian ...................................................................... 8
F. Sistematika skripsi ...................................................................... 9
BAB I I TINJAUAN PUSTAKA
A. Iklan dan Tagline ......................................................................... 10
1. Definisi Iklan.......................................................................... 10
2. Model Persuasi iklan.............................................................. 12
x
3. Tagline ................................................................................... 20
a. Definisi Tagline ............................................................. 20
b. Tagline yang Efektif ....................................................... 21
B. Brand............................................................................................ 22
1. Definisi Brand ........................................................................ 22
2. Manfaat Brand........................................................................ 24
3. Definisi Brand Awareness ..................................................... 27
4. Tingkatan Brand Awareness .................................................. 28
5. Peran Brand Awareness ......................................................... 30
6. Proses Terjadinya Brand Awareness ...................................... 34
7. Iklan dan Nilai-Nilai Budaya Konsumen............................... 38
C. Hubungan antara Tagline dengan Brand Awareness ................... 40
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian............................................................................. 42
B. Variabel Penelitian....................................................................... 44
1. Identifikasi Variabel Penelitian.............................................. 44
2. Definisi Operasional Variabel Penelitian............................... 45
C. Subjek Penelitian.......................................................................... 46
1. Populasi ................................................................................. 46
2. Sampel.................................................................................... 46
D. Metode Pengumpulan Data.......................................................... 47
E. Validitas dan Reliabilitas ............................................................. 51
F. Metode Analisis Data .................................................................. 53
xi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian................................................................. 55
B. Hasil Penelitian ............................................................................ 57
C. Hasil Wawancara ......................................................................... 66
D. Pembahasan.................................................................................. 81
BAB V PENUTUP
E. Simpulan ...................................................................................... 95
F. Saran............................................................................................. 97
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 98
LAMPIRAN.................................................................................................. 100
xii
DAFTAR TABEL
TABEL 1.1..................................................................................................... 49
TABEL 1.2..................................................................................................... 49
TABEL 2.1..................................................................................................... 49
TABEL 2.2..................................................................................................... 50
TABEL 3.1..................................................................................................... 50
TABEL 3.2..................................................................................................... 50
TABEL 4........................................................................................................ 50
TABEL 5.1..................................................................................................... 57
TABEL 5.2..................................................................................................... 58
TABEL 6.1..................................................................................................... 60
TABEL 6.2..................................................................................................... 61
TABEL 7.1..................................................................................................... 62
TABEL 7.2..................................................................................................... 64
TABEL 8........................................................................................................ 65
xiii
DAFTAR BAGAN/GRAFIK
BAGAN 1 ......................................................................................................... 13
BAGAN 2 ......................................................................................................... 29
BAGAN 3 ......................................................................................................... 30
BAGAN 4 ......................................................................................................... 40
GRAFIK 1.1...................................................................................................... 58
GRAFIK 1.2...................................................................................................... 59
GRAFIK 2.1...................................................................................................... 61
GRAFIK 2.2...................................................................................................... 62
GRAFIK 3.1...................................................................................................... 63
GRAFIK 3.2...................................................................................................... 65
GRAFIK 4......................................................................................................... 66
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I .............................................................................................. 100
LAMPIRAN II ............................................................................................. 109
LAMPIRAN III ............................................................................................ 119
LAMPIRAN IV ............................................................................................ 122
LAMPIRAN V ............................................................................................. 123
LAMPIRAN VI ............................................................................................ 138
xv
ABSTRAK
EFEKTIVITAS TAGLINE DALAM MENINGKATKAN BRAND AWARENESS (Studi pada Produk Rokok, Minuman Teh, dan Minuman Bersoda)
Oleh: Darno
1550402048
Skripsi, dibawah bimbingan Siti Nuzulia, S.Psi., M.Psi. dan Drs. Edi Purwanto, M.Si.
Iklan komersial sebagai salah satu media promosi suatu produk merupakan sarana untuk menginformasikan benefit (keuntungan) yang bisa diperoleh dengan menggunakan produk tersebut. Iklan yang berhasil setidaknya memberikan informasi/pesan yang dapat mengubah pola pikir (mindset) konsumen. Tahapan selanjutnya yakni memengaruhi perilaku konsumen agar mengonsumsi produk yang diiklankan. Hal ini agar konsumen mengubah perilakunya dalam memenuhi kebutuhannya. Bagian dari iklan dalam iklan televisi adalah tagline yang merupakan penutup pesan agar konsumen mudah mengingat isi pesan iklan dan mempunyai daya pembeda dari iklan-iklan pesaingnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas tagline dalam meningkatkan brand awareness. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif dengan populasi mahasiswa psikologi Universitas Negeri Semarang. Variabel penelitian adalah brand awareness. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 orang yang diambil dengan purpossive sampling. Data diambil dengan angket brand awareness measurement yang meliputi brand name, jenis produk, warna kemasan, keterangan pada kemasan, variasi dan isi kemasan, produsen produk., analisis data yang digunakan adalah validitas isi, sedangkan reliabilitas yang digunakan adalah cross check data yang diperoleh melalui angket dengan wawancara..
Penelitian dilakukan terhadap 3 kategori produk, dengan 6 brand, yaitu rokok dengan brand A Mild dan Sampoerna Hijau, minuman teh dengan brand Teh Botol Sosro dan Frestea, dan minuman bersoda dengan Brand Coca-Cola dan Fanta Apel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas tagline dalam meningkatkan brand awareness adalah sebagai berikut: untuk produk rokok tagline yang lebih efektif adalah Sampoerna Hijau dengan tagline-nya Nggak Ada Loe Nggak Rame dengan skor top of brand sebesar 4856 dan presentase sebesar 50,80% lebih besar dibanding A Mild karena menurut hasil penelitian tagline Sampoerna Hijau memiliki karakteristik sebagai berikut: mudah diingat, unik, memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi, untuk produk minuman teh tagline yang lebih efektif adalah Teh Botol Sosro dengan tagline-nya Ahlinya Teh dengan skor 4858 dan presentase 50,73% lebih tinggi dibanding Frestea, karena tagline menurut hasil penelitian Teh Botol Sosro memiliki karakteristik sebagai berikut: mudah diingat, sudah dikenal lama, memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi, dekat dengan kehidupan konsumen, sedangkan untuk produk minuman bersoda tagline yang lebih efektif adalah Coca-Cola dengan tagline-nya Positif dan Gembira di Hidup Ala Coca-
Cola dengan skor top of brand sebesar 4875 dan presentase sebesar 50,68 lebih tinggi dibanding Fanta Apel, karena tagline menurut hasil penelitian Coca-Cola memiliki karakteristik sebagai berikut: mudah diingat, kreatif, memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa faktor-faktor penting yang memengaruhi efektifitas tagline dalam Meningkatkan brand awareness adalah: mudah diingat, unik/kreatif, memiliki frekuensi kemunculan pada tv yang cukup tinggi, sudah dikenal lama, dekat dengan kehidupan konsumen.
Kata kunci: tagline, brand awareness
Motto dan Persembahan
Motto :
• Gusti ora Sare (Pepatah Jawa)
• Aja Rumangsa bisa, nanging bisa rumangsa (Pepatah Jawa)
• Think Likes CEO (Penulis)
Dengan kerendahan hati karya ini kupersembahkan untuk:
Ibu dan Almarhum ayahku yang sangat kucintai, kakakku, adikku
tercinta, keluarga besarku, teman-teman Motor Kost, teman-
temanku seperjuangan, dan rekan-rekan mari kita wujudkan mimpi
dan cita-cita kita.
KATA PENGANTAR
Penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Tagline
dalam Meningkatkan Brand Awareness (Studi Komparatif Deskriptif pada Produk
Rokok, Minuman Teh, dan Minuman Bersoda)”. Oleh karena itu puji syukur
penulis panjatkan kehadriat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
dan inayah-Nya serta ampunan atas dosa-dosa hambanya. Sholawat dan salam
semoga tercurah atas junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
umatnya. Amin.
Skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Agus Salim, M.S., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan.
2. Dra. Sri Maryati D., M.Si., Ketua Jurusan Psikologi.
3. Siti Nuzulia, S.Psi., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan
dalam penulisan skripsi.
4. Drs. Edy Purwanto, M.Si., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dalam penulisan skripsi.
5. Seluruh dosen di Piskologi Universitas Negeri Semarang yang telah
membimbing penulis selama menuntut ilmu di kampus tercinta ini.
6. Ibu dan Almarhum Ayahku yang selalu memberikan kasih sayang yang tak
pernah pupus serta mendoakan kesuksesan anak-anaknya.
7. Teman-teman Motor Kost semuanya, teman-teman seperjuangan mari kita
berjuang untuk kesuksesan kita.
8. Teman-teman mahasiswa psikologi satu angkatan maupun kakak kelas dan
adik kelas.
Skripsi ini tentu tak luput dari kelemahan dan keterbatasan, oleh karena itu
koreksi dan saran senantiasa penulis harapakan demi perbaikan skripsi ini.
Semarang, Agustus 2007
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
ABSTRAK ............................................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 6
C. Penegasan Istilah ................................................................................. 7
D. Tujuan Penelitian ................................................................................ 7
E. Manfaat Penelitian .............................................................................. 7
F. Sistematika skripsi .............................................................................. 8
BAB I I TINJAUAN PUSTAKA
A. Iklan dan Tagline ................................................................................. 10
1. Iklan (advertisement) ..................................................................... 10
vii
2. Model Persuasi iklan...................................................................... 12
3. Tagline ........................................................................................... 20
a. Definisi Tagline ..................................................................... 20
b. Tagline yang Efektif ............................................................... 22
B. Brand.................................................................................................... 23
1. Definisi Brand ................................................................................ 23
2. Manfaat Brand ............................................................................... 24
3. Definisi Brand Awareness ............................................................. 27
4. Ekuitas Brand................................................................................. 29
5. Loyalitas Brand .............................................................................. 33
6. Tingkatan Brand Awareness .......................................................... 36
7. Peran Brand Awareness ................................................................. 38
8. Proses Terjadinya Brand Awareness.............................................. 41
C. Hubungan antara Tagline dengan Brand Awareness ........................... 44
D. Hipotesis............................................................................................... 51
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian..................................................................................... 53
B. Variabel Penelitian ............................................................................... 55
1. Identifikasi Variabel Penelitian...................................................... 55
2. Definisi Operasional Variabel Penelitian....................................... 51
C. Subjek Penelitian.................................................................................. 57
1. Populasi ......................................................................................... 57
viii
2. Sampel............................................................................................ 57
D. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 58
E. Validitas dan Reliabilitas ..................................................................... 63
F. Metode Analisis Data .......................................................................... 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 65
B. Hasil Penelitian .................................................................................... 67
C. Hasil Wawancara ................................................................................. 76
D. Pembahasan.......................................................................................... 95
BAB V PENUTUP
A. Simpulan.............................................................................................. 106
B. Saran.................................................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 109
LAMPIRAN ........................................................................................................ 111
ix
DAFTAR TABEL
TABEL 1.1 ............................................................................................ 49
TABEL 1.2 ............................................................................................ 49
TABEL 2.1 ............................................................................................ 49
TABEL 2.2 ............................................................................................ 50
TABEL 3.1 ............................................................................................ 50
TABEL 3.2 ............................................................................................ 50
TABEL 4 ............................................................................................ 50
TABEL 5.1 ............................................................................................ 57
TABEL 5.2 ............................................................................................ 58
TABEL 6.1 ............................................................................................ 60
TABEL 6.2 ............................................................................................ 61
TABEL 7.1 ............................................................................................ 62
TABEL 7.2 ............................................................................................ 64
TABEL 8 ............................................................................................ 65
xiii
DAFTAR BAGAN/GRAFIK
BAGAN 1 ............................................................................................ 13
BAGAN 2 ............................................................................................ 29
BAGAN 3 ............................................................................................ 30
BAGAN 4 ............................................................................................ 40
GRAFIK 1.1 ............................................................................................ 58
GRAFIK 1.2 ............................................................................................ 59
GRAFIK 2.1 ............................................................................................ 61
GRAFIK 2.2 ............................................................................................ 62
GRAFIK 3.1 ............................................................................................ 63
GRAFIK 3.2 ............................................................................................ 65
GRAFIK 4 ............................................................................................ 66
xiv
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Iklan komersial sebagai salah satu media promosi suatu produk
merupakan sarana untuk menginformasikan benefit (keuntungan) yang bisa
diperoleh dengan menggunakan produk tersebut. Iklan yang berhasil
setidaknya memberikan informasi/pesan yang dapat mengubah pola pikir
(mindset) konsumen. Tahapan selanjutnya yakni memengaruhi perilaku
konsumen agar mengonsumsi produk yang diiklankan. Hal ini agar konsumen
mengubah perilakunya dalam memenuhi kebutuhannya. Bila produk yang
diiklankan tersebut merupakan produk baru, maka diharapkan terjadi trial
buying (konsumen melakukan pembelian untuk menguji coba produk).
Kepuasan yang diperoleh saat trial buying mendorong terjadinya repeat
buying (pembelian ulang). Bila produk tersebut merupakan produk yang telah
eksis dan dikenal luas oleh masyarakat maka iklan bertujuan untuk
memelihara loyalitas konsumen terhadap produk tersebut.
Pentingnya iklan atau promosi disebutkan Kottler (dalam Royan,
2004: 22) mengenai bauran pemasaran bahwa produk (product), harga (price),
penempatan produk (place), dan promosi (promotion) merupakan suatu
kesatuan dalam kegiatan pemasaran. Keempat komponen pemasaran tersebut
saling melengkapi. Suatu produk yang bagus dan baik mutunya, desain
kemasan, benefit, dan brand tanpa disertai harga yang kompetitif, tidak akan
1
2
terjual maksimal dalam jangka panjang. Hal yang sama jika produk tersebut
tidak dipromosikan, apalagi juga tidak didistribusikan, maka produk tersebut
tidak akan diserap pasar secara maksimal. Bauran pemasaran yang terdiri dari
4 P (product, price, place, promotion) tersebut saling melengkapi dan saling
berasosiasi.
Penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan efektifitas iklan
dalam meningkatkan brand awareness adalah efektivitas iklan teh botol sosro
di televisi versi pengunjung rumah makan oleh Cahyani (2004: 1-2) diperoleh
bahwa ada pengaruh iklan terhadap perilaku membeli konsumen. Hasil yang
menunjukkan pengaruh iklan dalam memengaruhi perilaku membeli
konsumen adalah penelitian yang dilakukan oleh Irawan (2005: 1-2) yang
menunjukkan bahwa konsumen terpengaruh untuk mengonsumsi Fruit-Tea
setelah melihat iklan tersebut di televisi. Penelitian oleh Dwipayan (2005: 1-
2) juga menunjukkan bahwa iklan televisi mampu memengaruhi konsumen
untukmembeli mie sedaap, karena produk tersebut diiklankan di televisi.
Iklan merupakan bagian dari promosi, oleh karena itu sebagai salah
satu media promosi dalam mecapai sasarannya memengaruhi konsumen harus
mampu memberikan kesan yang mendalam terhadap konsumen, sehingga
diharapkan mampu meningkatkan brand awareness (kesadaran terhadap
merek) yang tinggi. Strategi untuk meningkatkan kesan yang mendalam
dalam kampanye iklan yang sering digunakan adalah tagline. Tagline
merupakan suatu ungkapan pendek berisi pesan yang padat dan mudah
diingat. Mengingat dalam iklan komersial yang di tayangkan di televisi (TV
3
Commerce/TVC) waktu untuk menyampaikan terbatas yaitu dalam hitungan
beberapa detik, maka peranan tagline menjadi begitu penting pada beberapa
produk tertentu.
Penggunaan tagline dalam iklan TV sudah merupakan hal yang sudah
lazim dan jamak dilakukan, diharapkan dengan tagline tersebut mampu
memberikan kesan mendalam yang mudah diingat dalam benak konsumen.
Kesan yang timbul pada konsumen diharapkan mampu mengingat pesan
maupun informasi yang disampaikan melalui iklan tersebut baik sinopsis
cerita, alur cerita, adegan demi adegan, adegan tertentu, dan hal menarik
lainnya dalam iklan tersebut. Iklan yang memberikan pengalaman dan kesan
kepada pemirsa (audiance) diharapkan mampu meningkatkan brand
awareness.
Brand Awareness yang tinggi diharapkan mampu meningkatkan
loyalitas terhadap merek tersebut (Durianto, dkk., 2004: 3). Loyalitas tersebut
diharapkan mampu mengukuhkan eksistensi merek tersebut dalam persaingan
dengan merek lain. Kualitas brand awareness tersebut bisa dicapai melalui
kampanye iklan melalui berbagai media, misalnya: Televisi, radio, bill board,
baliho, sponsorship event, iklan majalah, iklan koran dan lain-lain (Mix,
September 2006: 58).
Tagline diharapkan mampu meningkatkan brand awareness
konsumen, dengan brand awareness yang tinggi diduga mampu
mempengaruhi perilaku pembelian konsumen sehingga diharapkan mampu
meningkatkan volume penjualan. Fenomena tersebut menjadikan unik dan
4
menarik untuk diteliti. Penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan
efektifitas tagline dalam meningkatkan brand awareness, yakni dengan
melakukan studi pada Iklan TV Produk Rokok {(Rokok A Mild (dengan
tagline-nya Tanya Kenapa?) dengan Rokok Sampoerna Hijau dengan
(tagline-nya Nggak ada Loe nggak Rame)}, Minuman Teh {(Teh Botol Sosro
(dengan tagline-nya ahlinya teh) dengan Freshtea (dengan tagline-nya sehat
dan enak)}, dan Minuman Bersoda {(Coca-Cola (dengan tagline-nya Positif
dan Semangat di Hidup Ala Coca-Cola) dengan Fanta Apel (dengan tagline-
nya Cerianya Berasa Banget)}. Pertimbangan menggunakan merek-merek
tersebut menjadi objek penelitian adalah karena iklannya sering diputar di
stasiun-stasiun televisi swasta nasional sehingga cukup dikenal di masyarakat
secara luas, sumber diperoleh melalui pengamatan yang dilakukan peneliti
terhadap brand-brand yang dijadikan objek penelitian dengan hasil sebagai
berikut; untuk rokok iklannya tayang di TV mulai pukul 21.00 WIB sampai
subuh, A Mild rata-rata muncul 5 kali dalam semalam, Sampoerna Hijau
muncul 6 kali dalam semalam. Untuk produk minuman teh dan minuman
bersoda tidak dibatasi jam penayangannya. Berdasarkan pengamatan peneliti
iklan Teh Botol Sosro muncul 6 kali dalam sehari, iklan Frestea muncul 4 kali
dalah sehari, iklan Coca-Cola muncul 5 kali dalam sehari, dan Fanta Apel
muncul 4 kali dalam sehari. Pengamatan peneliti lakukan mulai dari tanggal 1
– 15 Juni 2007 pada berbagai stasiun televisi swasta nasional.
Berdasarkan data pengamatan penelitian tersebut, peneliti berusaha
mengungkap bagaimanakah iklan yang memiliki tagline memberikan
5
sumbangan positif terhadap brand awareness, oleh karena itu perlu
diperhatikan faktor-faktor yang memengaruhi brand awareness. Durianto,
dkk. (2004: 10) menyatakan bahwa pesan dalam iklan yang disampaikan
harus mudah diingat, berbeda dibandingkan dengan merek lainnya, tagline
yang menarik sehingga membantu konsumen mengingat merek, adanya
simbol yang berhubungan dengan merek, diversifikasi merek agar semakin
diingat konsumen, memperkuat kesadaran merek dengan memakai suatu
isyarat yang sesuai dengan kategoti produk, merek atau keduanya, melakukan
pengulangan untuk meningkatkan pengingatan, karena membentuk ingatan
lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan.
Hal yang juga perlu diperhatikan dalam komunikasi iklan dalam
meningkatkan brand awareness adalah persepsi, karena bagaimana tanggapan
pemirsa televisi terhadap suatu iklan ditentukan oleh persepsi mereke
terhadap iklan tersebut, baik persepsi positif maupun negatif. Pada
hakikatnya persepsi merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap orang
di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat
penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. (Thoha,
1986: 138). Persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. (Rahmat, 2004:51). Menurut Leavit (1997:27), persepsi (perception)
dalam arti sempit adalah penglihatan, bagimana cara seseorang melihat
sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu
bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.
6
Persepsi merupakan proses kognitif, dimana seseorang individu
memberikan arti kepada lingkungan. Mengingat bahwa masing-masing orang
memberi artinya sendiri terhadap stimulus, maka dapat dikatakan bahwa
individu-individu yang berbeda “melihat” hal sama dengan cara-cara yang
berbeda. (Winardi, 2004: 203:204). Hal yang sama dikemukakan Robbins
(2001:89) mengemukakan mengenai persepsi adalah suatu proses dimana
individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka
agar memberi makna kepada lingkungan mereka.
Thoha (1986:138) menyatakan bahwa pada hakikatnya persepsi
merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam
memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan,
pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Persepsi merupakan
pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. (Rahmat, 2004:51).
Persepsi merupakan proses kognitif, dimana seseorang individu
memberikan arti kepada lingkungan. Mengingat bahwa masing-masing orang
memberi artinya sendiri terhadap stimulus, maka dapat dikatakan bahwa
individu-individu yang berbeda “melihat” hal sama dengan cara-cara yang
berbeda (Winardi, 2004: 2030-204). Hal yang sama dikemukakan Robbins
(2001:89) mengemukakan mengenai persepsi adalah suatu proses dimana
individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka
agar memberi makna kepada lingkungan mereka.
7
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses
penginderaan yang akan berlangsung setiap saat, pada waktu individu
menerima stimulus melalui alat indera. Alat indera tersebut merupakan alat
penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Dalam persepsi terdapat
aktifitas yang integral, maka seluruh apa yang ada dalam diri individu seperti
perasaan, pengalaman, kemampuan berfikir, kerangka acuan, dan aspek-aspek
lain yang ada dalam diri individu akan ikut peran aktif dalam persepsi itu.
Penelitian ini diharapkan mampu mengungkap tingkat kesuksesan
tagline merek-merek tersebut di atas. Hal ini menarik untuk diteliti karena
setiap merek memiliki tingkat efektivitas tagline yang berbeda-beda, melalui
penelitian inilah peneliti berusaha untuk mengungkapnya.
B. Rumusan Permasalahan
Bagaimanakah gambaran tagline yang efektif dalam meningkatkan
Brand Awareness?
C. Penegasan Istilah
Ada beberapa konsep pokok yang digunakan dalam penelitian ini dan
perlu diberikan penjelasan. Hal ini dilakukan untuk menghindari
kemungkinan terjadinya kesalahan interpretasi makna dalam menggunakan
konsep dan istilah dalam penelitian. Konsep dan istilah yang perlu dijelaskan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
8
1. Tagline
Menurut Nuradi dkk. (1996: 56) tagline adalah kalimat singkat sebagai
penutup teks inti yang menyimpulkan secara singkat tujuan komunikasi
suatu iklan.
2. Brand Awareness
Peter dan Olson (2000: 190) menyatakan bahwa brand awareness adalah
sebuah tujuan umum komunikasi untuk semua strategi promosi.
D. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui tagline yang efektif dalam meningkatkan brand
awareness.
E. Manfaat Penelitian
I. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis
dalam pengembangan ilmu psikologi industri dalam kaitannnya dengan
pengaruh efektivitas tagline dalam meningkatkan brand awareness.
II. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis
teradap instansi/lembaga terkait yaitu bagi perusahaan/biro iklan
diharapkan memberi masukan yang berarti mengenai bagaimana tagline
yang efektif untuk meningkatkan brand awareness sehingga bisa dibuat
tagline yang lebih baik.
9
F. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika skripsi bertujuan untuk memberikan gambaran secara
umum mengenai isi skripsu ini agar jelas dan terstruktur, maka di bawah ini
disajikan secara garis besar sistematika skripsi yaitu:
BAB I PENDAHULUAN berisi: latar belakang masalah, rumusan
permasalahan, penegasan istilah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, garis
besar sistematika skripsi.
BAB II LANDASAN TEORI berisi: Efektivitas tagline dalam
meningkatkan brand awareness yang menjelaskan mengenai definisi iklan,
model persuasi iklan, definisi tagline, tagline yang efektif, definisi brand,
manfaat brand, definisi brand awareness, tingkatan brand awarenes, peran
brand awareness, dan proses terjadinya brand awareness, iklan dan nilai-
nilai budaya konsumen, dan hubungan antara tagline dengan brand
awareness.
BAB III METODE PENELITIAN berisi: jenis penelitian, variabel
penelitian (identifikasi variabel penelitian dan definisi operasional penelitian),
subjek penelitian (populasi dan sampel), metode pengumpulan data, validitas
dan reliabilitas, dan metode analisis data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN meliputi
deskripsi hasil dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V PENUTUP berisi kesimpulan dan saran yang diberikan
berdasarkan hasil penelitian.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Iklan dan Tagline
1. Definisi Iklan
Iklan merupakan sarana komunikasi antara produsen dengan
konsumennya, dengan iklan ini produsen menawarkan produk baik itu
barang maupun jasa kepada konsumennya. Menurut Widjaja (1996: 6)
iklan adalah setiap bentuk presentasi gagasan, barang, atau jasa yang
bukan perorangan dan dibayar oleh sponsor yang dikenal atau iklan juga
bisa diartikan sebagai kegiatan memuat dan menyebarluaskan pesan
dalam media yang bersifat umum tentang perusahaan, organisasi dan
atau tentang produknya, jasanya, atau gagasan yang terkandung di
dalamnya. Rewoldt dkk. (1995: 12) berpendapat bahwa iklan meliputi
setiap bentuk yang dibayar dari presentasi non personal dan promosi dari
gagasan, barang-barang atau jasa-jasa oleh suatu sponsor yang diketahui.
Berdasarkan definisi tersebut bisa diklasifikasikan menjadi 2 tipe utama,
yaitu: (1) iklan produk, dan (2) iklan institusional. Iklan produk adalah
iklan yang bertujuan untuk menciptakan dan atau meningkatkan
penjualan suatu produk tertentu, sedangkan iklan institusional adalah
iklan yang dibuat untuk mennciptakan sikap yang baik (favoable
terhadap suatu lembaga atau suatu gagasan.
10
11
Iklan adalah metode penjualan nonpersonal yakni dengan sasaran
massa publik. Menurut The definition Committe of The American
Associaton Advertising (dalam Sriyadi, 2004: 185) bahwa iklan adalah
segala bentuk presentasi nonpersonal dan prososi ide-ide, barang-barang,
atau jasa yang dibiayai oleh sponsor tertentu, sedangkan menurut Peter
dan Olson (2000: 181) iklan adalah penyajian informasi nonpersonal
tentang suatu produk, brand, perusahaan, atau toko yang dilakukan
dengan bayaran tertentu. Iklan ditujukan untuk memengaruhi afeksi,
kognisi, perasaan, pengetahuaan, makna, kepercayaan, sikap, dan citra
yang berkaitan dengan produk dan brand.
Peter dan Olson (2000: 181-182) menyatakan pada prakteknya
iklan telah dianggap sebagai image management (manajemen citra)
yakni menciptakan dan memelihara citra dan makna dalam benak
konsumen. Walaupun pertama-tama iklan akan memengaruhi afeksi dan
kognisi, tujuannya yang paling utama adalah bagaimana memengaruhi
perilaku pembelian konsumen. Tantangan besar yang dihadapi iklan
dalam mengembangkan pesan/informasi dalam iklan adalah menangkap
perhatian mereka dan menciptakan pemahaman yang tepat.
Jadi iklan adalah sarana komunikasi antara produsen dengan
konsumennya, melalui iklan ini produsen menawarkan produk baik itu
barang maupun jasa kepada konsumennya, atau dengan kata lain iklan
adalah setiap bentuk presentasi gagasan, barang, atau jasa yang bukan
perorangan dan dibayar oleh sponsor yang dikenal atau iklan juga bisa
12
diartikan sebagai kegiatan memuat dan menyebarluaskan pesan dalam
media yang bersifat umum tentang perusahaan, organisasi dan atau
tentang produknya, jasanya, atau gagasan yang terkandung di dalamnya.
2. Model Persuasi Iklan
Iklan yang efektif harus memiliki strategi pendekatan tertentu
agar komunikasi yang disampaikan sesuai sasaran, untuk mencapai
eksekusi, iklan harus memiliki sebuah pendekatan tertentu sehingga
tepat sasaran yakni mampu menciptakan penjualan dan memelihara
loyalitas komsumen. Pendekatan tersebut harus mampu mencapai tujuan
iklan yaitu persuasi. Peter dan Olson (2000: 197) menyatakan bahwa
persuasi yaitu perubahan atas kepercayan, sikap, dan keinginan
berperilaku yang disebabkan oleh suatu komunikasi promosi. Persuasi
melalui iklan dapat digambarkan melalui bagan sebagai berikut:
13
Keterlibatan yang lebih tinggi pada produk
PERHATIAN Fokus pada informasi “sentral” yang berkaitan dengan produk
PEMAHAMAN• pemikiran
yang lebih dalam tentang ciri-ciri produk
• Rincian yang lebih dalam
PERSUASI • kepercayaan
produk • sikap merek • keinginan
membeli
Keterlibatan yang lebih rendah produk
PERHATIAN Fokus pada “peripheral” informasi non produk
PEMAHAMAN• pemikiran
yang dangkal tentang informasi non produk
• Rincian dangkal
PERSUASI • kepercayaan
non produk • sikap
terhadap iklan
• sikap merek • keinginan
membeli
Eksposure terhadap persuasi iklan (yang memiliki tagline)
Jalur periferal menuju persuasi
Jalur sentral menuju persuasi
Melibatkan persepsi
Melibatkan persepsi
Bagan 1 Eksposur terhadap komunikasi persuasif
Sumber: Peter dan Olson (2000: 198)
Dalam pendekatan jalur sentral menuju persuasi konsumen
memiliki tingkat keterlibatan yang lebih tinggi pada produk atau pesan
promosi termotivasi untuk memerhatikan informasi sentral yang
14
berkaitan dengan produk serta memahaminya dalam tingkat yang lebih
mendalam dan terinci (Peter dan Olson, 2000: 197). Sedangkan dalam
pendekatan jalur periferal menuju persuasi, konsumen dengan tingkat
keterlibatan yang rendah pada pesan produk mereka memiliki motivasi
yang kecil untuk msuk dan memahami informasi sentral produk yang
ada dalam iklan. Oleh karena itu persuasi langsung menjadi randah
karena konsumen membangun tingkat kepercayaan yang rendah
terhadap brand dan cenderung tidak akan membentuk sikap terhadap
brand maupun keinginan untuk membeli (Peter dan Olson, 2000: 198).
Rewoldt dkk. (1995: 12-13) menyatakan bahwa iklan produk
dapat digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut:
1. Mempromosikan penjualan suatu brand melalui pengecer-pengecer
dengan:
a. mendapatkan pelanggan-pelanggan baru,
b. membuat pelanggan lama membeli lebih banyak lagi produk dari
pada sebelumnya.
2. Membantu penjualan suatu produk bermerek dengan memberikan
kepada konsumen nama dan alamat dari para pengecer terpilih yang
menyedikan produk tersebut.
3. Jika produk tersebut dijual dari rumah ke rumah, maka iklan produk
itu akan membantu menjual brand, dengan:
a. meratakan jalan untuk para salesman,
b. memberikan tuntunan bagi salesman untuk diikuti
15
4. Membantu mendapatkan distribusi untuk suatu produk baru, atau
mempeluas distribusi dari suatu produk lama, dengan:
a. merangsang permintaan pada toko-toko pengecer melalui iklan
konsumen, dan
b. membangkitkan minat para pengecer terhadap produk itu
melalui iklan yang ditujukan kepada mereka.
5. Mendorong para pengecer untuk mengadakan pameran, iklan dan
menjual secara aktif produk tersebut, (a) dengan mengatakan kepada
mereka melalui iklan dan kesempatan untuk meningkatkan laba
mereka melalui aktivitas-aktivitas tersebut, dan (b) dengan
menginformasikan kepada mereka rencana-rencana promosi
perusahaan dan mendorong mereka untuk menghimpun usaha-usaha
tersebut melalui promosi didalam (tie-in).
6. Memperluas penjualan suatu industri, atau untuk menangkis tren
penjualan yang buruk.
Iklan dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, hal yang perlu
diperhatikan adalah bahwa iklan dapat ditujukan kepada (1) konsumen
akhir atau untuk pemakaian industri dan (2) para perantara yang terlibat
dalam distribusi produk tersebut. Apabila kita analisis kampanye iklan
itu dalam menentukan tujuannnya, maka kita akan mendapatkanbahwa
iklan tersebut dapat diklasifikasikan dalam 2 tipe adasar, bergantung
apda sifat daya tarik yang dipakai. Pada satu pihak adalah iklan yang
dibuat untuk mendorong permintaan primer (primay demand), yaitu
16
permintaan tipe umum (generic) dari produk tersebut. Untuk mencapai
tujuan ini, dalam iklan dipakai daya tarik primer, yaitu daya tarik yang
diharapkan dapat membangkitkan keinginan akan suatu tipe tertentu dari
produk, bukan brand tertentu. Jenis iklan yang lain adalah bertujuan
untuk merangsang permintaan yang selektif (selective demand), yaitu
permintaan terhadap brand tertentu. Iklan ini tidak ditujukan untuk
meningkatkan permintaan terhadap tipe produk, namun ditujukan ntuk
meningkatkan permintaan terhadap brand agar terjual sebanyak
mungkin. Metode yang lazim dipakai adalah menunjukkan bahwa brand
yang diiklankan akan memenuhi keinginan tertentu secara lebih efektif
dibandingkan brand-brand lainnya. Ini dicapai dengan mengemukakan
kualitas-kualitas yang unggul atau sifat-sifat yang unik dari brand yang
membuat brand ini lebih baik dalam memenuhi kebutuhan konsumen
dari pada brand-brand lainnya. Daya tarik semacam ini disebut daya
tarik selektif (selective appeals), karena bertujuan agar konsumen hanya
membeli brand yang diiklankan tersebut Rewoldt dkk. (1995: 14).
Pendekatan untuk memanfaatkan kesempatan dan merangsang
permintaan yang selektif melalui iklan, ada beberapa hal yang perlu ntuk
diperhatikan, yaitu:
1. Iklan mungkin lebih efektif jika perusahaan mengikuti trend
permintaan primer dan bukan sebaliknya.
2. Kondisi yang menentukan kesempatan perusahaan untuk
memengaruhi permintaan adalah adanya kesempatan yang luas
17
dalam mengembangkan diferensiasi produk, jika produk cukup
dapat dideferensiasi, maka besar kemungkinan iklan tersebut akan
efektif. Kondisi sebaliknya, iklan tidak banyak manfaatnya jika
terdapat kecenderungan berbagai produsen menghasilkan produk
yang sama.
3. Kondisi yang ketiga adalah peranan relatif dari kualitas yang
tersembunyi dari produk tersebut terhadap konsumen. kualitas yang
tersembunyi adalah lawan dari kualitas yang dapat dilihat dan
dinilai. Jika kualitas yang tersembunyi itu ada, maka konsumen
cenderung memercayai brand tersebut, dan iklan dapat digunakan
untuk mengasosiasikan adanay kualitas tersebut dengan brand-nya,
sebaliknya jika ciri-ciri suatu produk yang penting bagi konsumen
dapat dinilai pada waktu pembelian, maka brand tersebut cenderung
kehilangan sebagian maknanya, dan iklan tidak dibutuhkan untuk
membangkitkan asosiasi mental mengenai ciri-ciri ini.
4. Motif pembelian emosional yang kuat dapat dipakai sebagai
himbauan iklan kepada konsumen, sebaliknya, jika daya tarik yang
kuat tersebut tidak dapat dipakai secara efektif, maka kesempatan
iklan itu tidak begitu bermanfaat.
5. Apakah kegiatan perusahaan itu memberikanbanyak hal bagi iklan
dan promosi produknya untuk mencapai pasar yang hendak
dijangkau. Iklan haruslah dilaksanakan dalam skala yang cukup
besar untuk membuat kesan yang efektif terhadap pasarnya.
18
Besarnya margin sangat bergantung pada efektivitas iklan dalam
memengaruhi penilaian konsumen terhadap suatu produk. Pengaruh
iklan ini pada gilirannya bergantung pada luasnya dan pentingnya
diferensiasi produk dan pada kekuatan yang berbeda itu. Besarnya
margin yang tersedia untuk usaha penjualan yang agresif bergantung
pula pada keadaan persaingan dalam industri itu, artinya apakah
persaingan tersebut berlangsung dalam bentuk harga atau non harga.
Rewoldt dkk. (1995: 16) menyatakan bahwa iklan sebaiknya
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Jika penilaian menunjukkan bahwa kondisi sangat baik untuk
memengaruhi penilaian konsumen dan untuk menciptakan tindakan
pembelian yang cepat melalui iklan.
2. Jika analisis membawa pada simpulan kewira niagaan tidak penting
dalam pemasaran yang menguntungkan bagi produk ini.
3. Jika usaha promosi dealer dan metode-metode penjulan lainnya, jika
dipakai sendirian ternyata kurang memberikan harapan dalam
meningkatkan penjulan dibandingkan iklan.
Rewoldt dkk. (1995: 31-32) menyatakan ada beberapa kondisi
yang menjelaskan mengapa etalase dan pemeran interior dapat
meningkatkan penjualan eceran dari brand-brand yang bahkan paling
tanggap terhadap daya tarik iklan:
1. Efektifitas iklan yang bertujuan untuk merangsang diskriminasi
suatu brand itu ditingkatkan oleh etalase dan pemeran toko yang
19
memperkuat pesan iklan, merupakan suatu pengingat (reminderi)
akan suatu kebutuhan, dan merangsang pembelian yang segera.
2. Jika sutau produk dibeli hanya sekali-sekali (infrequentlyi), iklan
brand akan sangat bergantung pada etalase dan pameran toko untuk
membangkitkan kembali (recreate) dorongan membeli yang telah
terlelap (dormanti) untuk mengingatkannya akan suatu kebutuhan,
dan untuk mendorong tindakan yang segera.
3. Di mana sebagian besar pelanggan berbelanja untuk produk umum
(generic procut) di sebuah toko swalayan, maka pameran yang
menonjol di tempat pembelian itu dapat merangsang penjulan.
4. Kenyataan bahwa sebagian besar mereka yang mendatangi toko
swalayan tidak datang dengan membawa daftar belanjaan, maka
pameran di tempat pembelian itu dapat mengingatkan mereka apa
yang mereka butuhkan.
5. Setiap brand yang dibeli berdasarkan impuls (gerak hati seketika)
oleh sebagian pembeli akan dapat memperoleh manfaat dari
pameran di tempat pembelian.
Iklan eceran dapat meningkatkan efektivitas iklan brand secara
manufaktur, memberikan rangsangan tambahan yang mungkin
dibutuhkan untuk dapat mengubah rasa suka terhadap brand menjadi
dorongan untuk membeli. Iklan ini menambah penetrasi dari pesan
dalam suatu pasar lokal dan menjadi pengingat (reminder) akan suatu
kebutuhan Rewoldt dkk. (1995: 32).
20
Jadi dalam iklan yang efektif harus terdapat strategi pendekatan
tertentu agar komunikasi yang disampaikan sesuai sasaran, untuk
mencapai eksekusi, yakni mampu menciptakan penjualan dan
memelihara loyalitas komsumen. Pendekatan tersebut harus memiliki
nilai persuasi, yaitu yaitu perubahan atas kepercayan, sikap, dan
keinginan berperilaku yang disebabkan oleh suatu komunikasi promosi
3. Tagline
a. Definisi Tagline
Tagline merupakan bagian dari iklan yang bertujuan agan
iklan tersebut mudah diingat oleh konsumen. Tagline dalam suatu
iklan memegang peranan penting. Menurut Nuradi dkk. (1996: 56)
tagline adalah kalimat singkat sebagai penutup teks inti yang
menyimpulkan secara singkat tujuan komunikasi suatu iklan.
Tagline ini merupakan suatu ungkapan pendek berisi pesan yang
padat dan mudah diingat. Tagline ini bisa disamakan dengan slogan,
atau jargon dalam iklan. Penggunaan tagline ini adalah untuk
memperkuat kemampuan iklan dalam mengeksekusi (mencapai
sasarannya) yaitu memengaruhi konsumen untuk menggunakan
produk yang diiklankan.
Tagline dapat digunakan untuk membantu
mengomunikasikan titik pembeda dari pesaing. (Susanto dan
Wijanarko. 2004: 86). Tagline ini bisa berubah sesuai dengan
21
perubahan situasi dan kondisi, maupun sebagai strategi agar
konsumen tidak bosan (Mix, September 2006: 58). Pengenalan
Tagline baru biasanya dilakukan melalui program above the line
(ATL) berupa penayangan iklan diberbagai media massa cetak dan
elektronik. Seperti yang dilakukan oleh Coca-Cola dari Tagline
sebelumnya yaitu Kapan Saja dan Dimana Saja Coca-Cola, diganti
dengan Tagline Positif dan Semangat di Hidup Ala Coca-Cola. Hal
ini merupakan kebijakan lokal perusahaan Coca-Cola Indonesia
dalam mengingatkan kembali (reminding) terhadap Coca-Cola
sebagai minuman karbonasi yang paling menyegarkan. Perubahan
tersebut juga dimaksudkan supaya konsumen tidak merasa bosan
(boring) terhadap tagline Coca-Cola sebelumnya (Mix, September
2006: 58). Bahkan untuk kini Coca-Cola mengganti Tagline-nya
menjadi positif dan gembira di hidup ala Coca-Cola.
Definisi-definisi di atas dapat ditarik simpulan bahwa tagline
adalah bagian dari iklan yang biasa digunakan sebagai penutup
pesan agar konsumen mudah mengingat isi pesan iklan dan
mempunyai daya pembeda dari iklan-iklan pesaingnya.
b. Tagline yang Efektif
Tagline yang efektif adalah yang mampu meningkatkan
Brand Awareness, sesuai dengan tujuan iklan untuk mengenalkan
atau meningkatkan pengetahuan konsumen tentang brand yang
22
diiklankan tersebut. Iklan mrupakan bagian dari strategi pemasaran
yang harus dinamis. Ia harus mampu memupuk loyalitas konsumen
terhadap brand tersebut, sehingga ia bisa mempertahankan atau
bahkan meningkatkan eksistensi brand tersebut. Mengingat
persaingan dengan produk lain yang sejenis maupun dengan produk
substitusinya merupakan suatu keniscayaan dalam dunia
bisnis/perdagangan.
Iklan yang efektif mampu memengaruhi afeksi dan kognisi
serta perilaku konsumen, dengan iklan konsumen mengenal produk.
Kampanye iklan yang intensif dan berkelanjutan ditujukan untuk
membangun awareness konsumen.
Jadi tagline yang efektif adalah tagline yang mampu
meningkatkan Brand Awareness, sesuai dengan tujuan iklan untuk
mengenalkan atau meningkatkan pengetahuan konsumen tentang
brand yang diiklankan tersebut, serta mampu memengaruhi afeksi
dan kognisi serta perilaku konsumen.
B. Brand
1. Definisi Brand
Brand adalah nama, istilah, tanda simbol, rancangan atau
kombinasi hal-hal tersebut untuk mengidentifikasi barang atau jasa
23
seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakan dari produk
pesaing. Lebih jauh brand merupakan nilai yang dapat dilihat (tangible)
dan nilai yang tidak dapat dilihat (intangible) yang terwakili dalam sebuah
merek dagang (trade mark) yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh
tersendiri di pasar bila dikelola secara tepat (Durianto dkk., 2004: 2).
Brand adalah nama, tanda, simbol, desain, atau kombinasi hal-hal tersebut,
yang ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendiferensiasi (membedakan)
barang atau layanan suatu penjual dari barang dan layanan penjual lain
(Kotler, 2000 dalam Simamora, 2003: 3). Brand juga bisa berarti entitas
pendidentifikasi yang memberikan jaminan atau janji nilai tertentu
(Nicole, 2001 dalam Siamora 2003: 3).
Brand adalah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk
atau jasa dan mampu menimbulkan makna psikologis atau asosiasi
(Susanto dan Wijanarko. 2004: 4). Brand inilah yang membedakan antara
produk dan brand. Produk merupakan sesuatu yang dihasilkan di pabrik,
namun yang sesungguhnya dibeli oleh konsumen adalah brand-nya. Brand
bukan merupakan sesuatu yang tercetak dalam produk atau kemasannya,
tetapi termasuk apa yang ada dalam benak konsumen dan bagaimana
konsumen mengasosiasikannya. (Susanto dan Wijanarko. 2004: 6).
Pendapat lain menyatakan bahwa brand adalah nama dan atau simbol yang
bersifat membedakan (seperti logo, cap atau kemasan) untuk
mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok
24
tertentu, serta untuk membedakannya dari barang atau jasa yang dihasilkan
pesaing (Aaker, 1991 dalam Susanto dan Wijanarko. 2004: 6).
Pendapat-pendapat di atas mengandung pengertian bahwa brand
adalah suatu identitas yang membedakan suatu produk dengan para
pesaing, brand juga mengandung suatu nilai dan jaminan atau janji dari
suatu produsen kepada konsumen.
2. Manfaat Brand
Brand dalam dunia perdagangan sangat penting, karena brand
bermanfaat bagi pembeli, perantara, produsen maupun publik lain (Kotler,
2000 dalam Simamora, 2003: 3). Bagi pembeli, brand bermanfaat untuk
menunjukkan mutu dan membantu memberi perhatian terhadap-produk-
produk baru yang meungkin bermanfaat bagi mereka.
Bagi masyarakat, brand bermanfaat dalam tiga hal. Pertama,
pemberian brand memungkinkan mutu produk lebih terjamin dan lebih
konsisten. Kedua, meningkatkan efesiensi pembeli karena brand dapat
memberikan informasi mengenai produk dan dimana konsumen bisa
membelinya. Ketiga, meningkatkan inovasi-inovasi produk baru, karena
produsen terdorong menciptakan keunikan-keunikan baru guna
meningkatkan daya saing. Lain (Kotler, 2000 dalam Simamora, 2003: 3).
Bagi penjual brand bermanfaat dalam empat hal. Pertama,
memudahkan penjual mengolah pesanan dan menelusuri masalah-masalah
25
yang timbul. Kedua, memberikan perlindingan hukum terhadap
keistimewaan atau ciri khas produk. Ketiga memungkinkan untuk
mendapatkan sekelompok pembeli yang setia dan menguntungkan.
Keempat membantu penjual melakukan segmentasi pasar lain (Kotler,
2000 dalam Siamora, 2003: 3).
Davis (dalam Siamora, 2003: 49-51) berpendapat bahwa brand
yang kuat memperoleh manfaat-manfaat berikut:
1. Loyalitas yang memungkinkan terjadinya transaksi berulang. Misalnya
anda loyal terhadap teh botol sosro, transaksi anda akan berulang, anda
tidak hanya sekali membeli produk tersebut. Keuntungan perusahaan
diperoleh bukan dari sekali transaksi.
2. Brand yang kuat memungkinkan perusahaan menetapkan harga yang
lebih tinggi (premium), yang berarti margin yang lebih tinggi bagi
perusahaan.
3. Brand yang kuat memberikan kredibilitas pada produk lain yang
menggunakan brand tersebut.
4. Brand yang kuat memberikan return yang lebih tinggi.
5. Brand yang kuat memungkinkan diferensiasi relatif dengan pesaing
yang jelas, bernilai dan berkesinambungan.
6. Brand yang kuat memungkinkan fokus internal yang jelas, artinya
dengan brand yang kuat, para karyawan mengerti untuk apa brand ada
dan apa yang perlu mereka lakukan untuk mengusung brand itu.
26
7. Semakin kuat brand, dimana loyalitas semakin tinggi, maka konsumen
akan lebih toleran terhadap kesalahan produk atau perusahaan.
8. Brand yang kuat menjadi faktor yang menarik karyawan-karyawan
berkualitas, sekaligus mempertahankan karyawan-karyawan (yang
puas).
9. Brand yang kuat menarik konsumen untuk hanya menggunakan faktor
brand dalam pengambilan keputusan pembelian.
Brand mengandung janji perusahaan untuk secara konsisten
memberikan ciri, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Durianto dkk.
(2004: 2-3) menyatakan bahwa brand lebih dari sekedar jaminan kualitas
karena di dalamnya tercakup enam pengertian, yaitu:
1. Atribut produk, seperti halnya kualitas, gengsi, nilai jual kembali,
desain dan lain-lain.
2. Manfaat, meskipun suatu brand memiliki sejumlah atribut, konsumen
sebenarnya membeli manfat dari produk tersebut. Dalam hal ini atribut
brand diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional
maupun manfaat emosional.
3. Nilai, brand juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen.
4. Budaya, brand juga mencerminkan budaya tertentu.
5. Kepribadian, brand juga mencerminkan kepribadian tertentu. Sering
kali produk tertentu menggunakan kepribadian orang yang terkenal
untuk mendongkrak maupun menopang brand produknya.
27
6. Pemakai, brand menunjukkan jenis konumen yang membeli atau
menggunakan produk tersebut.
Pendapat para ahli di atas bisa disimpulkan bahwa brand memiliki
sejumlah manfaat, antara lain pemberian brand memungkinkan mutu
produk lebih terjamin dan lebih konsisten, meningkatkan efesiensi pembeli
karena brand dapat memberikan informasi mengenai produk dan dimana
konsumen bisa membelinya, meningkatkan inovasi-inovasi produk baru,
karena produsen terdorong menciptakan keunikan-keunikan baru guna
meningkatkan daya saing.
3. Definisi Brand Awareness
Peter dan Olson (2000: 190) menyatakan bahwa Brand Awareness
adalah sebuah tujuan umum komunikasi untuk semua strategi promosi.
Dengan menciptakan brand awareness, pemasar berharap bahwa
kapanpun kebutuhan kategori muncul, brand tersebut akan dimunculkan
kembali dari ingatan yang selanjutnya dijadikan pertimbangan berbagai
alternatif dalam pengambilan keputusan.
Peter dan Olson (2000: 190) menyatakan tingkat brand awareness
dapat diukur dengan meminta konsumen menyebutkan nama brand yang
mana yang dianggap akrab oleh konsumen. Apakah pengingatan ulang
atau brand awareness sudah memadai tergantung pada di mana dan kapan
suatu keputusan pembelian dilakukan. Strategi brand awareness yang
28
tepat tergantung pada seberapa terkenal brand tersebut. Kadang kala
tujuan promosi adalah untuk memelihara tingkat brand awareness yang
sudah tinggi.
Brand awareness (kesadaran merek) menggambarkan keberadaan
brand dalam benak konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam
beberapa kategori (Durianto dkk., 2004: 6). Brand yang kuat dicerminkan
oleh brand awareness yang tinggi dan asosiasi merek (brand association)
yang kuat dan positif (Temporal, 2000 dalam Siamora, 2003: 36). Aaker
1996 (dalam Siamora 2003: 36) menambahkan bahwa selain kedua faktor
tersebut brand yang kuat juga memiliki persepsi kualitas (perceived
quality) dan loyalitas konsumen (consumer loyality) yang tinggi.
Definisi-definisi para ahli mengenai brand awareness dapat ditarik
simpulan bahwa brand awareness merupakan tujuan umum komunikasi
pemasaran, adanya brand awareness yang tinggi diharapkan kapanpun
kebutuhan kategori muncul, brand tersebut akan dimunculkan kembali
dari ingatan yang selanjutnya dijadikan pertimbangan berbagai alternatif
dalam pengambilan keputusan. Brand awareness menunjukkan
pengetahuan konsumen terhadap eksistensi suatu brand.
4. Tingkatan Brand Awareness
Brand Awareness memiliki beberapa tingkatan dari tingkatan yang
paling rendah (tidak menyadari brand) sampai tingkatan yang paling
29
tinggi yaitu Top of Mind, yang bisa digambarkan dalam sebuah piramida.
Piramida brand awareness dari rendah sampai tingkat tertinggi adalah
sebagai berikut:
Top of Mind
Brand Recall
Brand recognition
Unware of Brand
Bagan 3: Piramida Brand Awareness Sumber: David A. Aaker (1997: 97 dalam Durianto dkk., 2004: 7) Manajemen
Ekuitas Merek: Memanfaatkan Nilai dari Suatu Merek
1. Unware of Brand (tidak menyadari brand) adalah tingkat paling
rendah dalam piramida brand awareness di mana konsumen tidak
menyadari adanya suatu brand.
2. Brand Recognition (pengenalan brand) adalah tingkat minimal brand
awareness, di mana pengenalan suatu brand muncul lagi setelah
dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall).
3. Brand Recall (pengingatan kembali brand) adalah pengingatan
kembali brand tanpa bantuan (unaided recall).
4. Top of Mind (puncak pikiran) adalah brand yang disebutkan pertama
kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak
30
konsumen, atau brand tersebut merupakan brand utama dari berbagai
brand yang ada dalam benak konsumen (Durianto dkk., 2004: 6-7).
Berdasarkan penjelasan di atas adanya tingkatan-tingkatan dalam
brand awareness menunjukan adanya perbedaan tingkat kesadaran yang
berbeda-beda pada masing-masing individu.
5. Peran Brand Awareness
Peran brand awareness dalam membantu brand dapat dipahami
dengan mengkaji bagaimana brand awareness dapat menciptkan suatu
nilai. Berikut ini adalah bagan mengenai peranan brand awareness:
Brand Awareness (Kesadaran Merek)
Brand Awareness menjadi sumber asoasiasi lain
Familier atau rasa suka
Substansi atau komitmen
Mempertimbangkan merek
Bagan 4: Nilai-nilai kesadaran merek Sumber: Durianto dkk., (2004: 7) Brand Equity Ten: Strategi Memimpin
Pasar
31
Penjelasan dari keempat nilai tersebut adalah sebagai berikut:
1. Brand Awareness menjadi sumber asoasiasi lain
Suatu brand yang kesadarannya tinggi akan membantu
asosiasi-asosiasi melekat pada brand tersebut karena daya jelajah
brand tersebut akan menjadi sangat tinggi dalam benak konsumen.
Kondisi ini menunjukkan bahwa suatu brand yang awareness-nya
tinggi mampu menimbulkan asosiasi positif untuk produk lainnya.
misalnya dalam tagline iklan sabun Lifebouy, Unilever menyatakan
bahwa Lifebouy dengan puralin cara sehat untuk mandi (Siamora,
2003: 33). Produk Unilever yang telah terpercaya memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk lebih sukses ketika
meluncurkan produk baru, misalnya ketika meluncurkan shampoo
Lifebuoy karena konsumen telah percaya dengan kualitas produk
Unilever.
2. Familier atau rasa suka
Jika brand awareness kita sangat tinggi, konsumen akan
sangat akrab dengan brand kita, dan lama-kelamaan akan
menimbulkan rasa suka ang tinggi terhadap brand kita. Konsumen
terbiasa dengan Indomie, produk dari Indofood. Karena telah
terbiasa mengonsumsi Indomie maka menimbulkan rasa suka
terhada brand tersebut.
32
3. Substansi/komitmen
Brand awareness dapat menandakan keberadaan, komitmen,
dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika
kesadaran atas brand tinggi, kehadiran brand itu selalu dapat kita
rasakan, sebab sebuah brand dengan brand awareness tinggi
biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Diiklankan secara luas, sehingga diketahui secara luas oleh
masyarakat.
b. Eksistensi yang sudah teruji oleh waktu, keberadaan brand yang
telah berlangsung lama menunjukkan bahwa brand tersebut
mampu memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen.
c. Jangkauan distribusi yang luas, sehingga memudahkan
konsumen untuk mendapatkan produk tersebut.
d. Brand tersebut dikelola dengan baik.
4. Mempertimbangkan brand
Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah
menyeleksi brand-brand yang dikenal dalam suatu kelompok untuk
dipertimbangkan dan diputuskan brand mana yang akan dbeli.
Brand dengan top of mind tinggi mempunyai nilai pertimbangan
yang tinggi. Jika suatu brand tidak tersimpan dalam ingatan, brand
tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam keputusan pembelian.
Basanya brand-brand yang disimpan dalam benak konsumen adalah
brand-brand yang disukai dan dibenci (Durianto dkk., 2004: 8-9).
33
Peran brand awareness dalam ekuitas brand (nilai brand)
tergantung pada tingkat pencapaian kesadaran dalam benak konsumen.
Durianto dkk. (2004: 30) menyatakan bahwa brand awareness dapat
dibangun dan diperbaiki melalui cara-cara berikut:
1. Pesan yang disampaikan oleh suatu brand harus mudah diingat oleh
konsumen.
2. Pesan yang disampaikan harus berbeda dengan produk lainnya serta
harus ada hubungan antara brand dengan kategori produknya.
3. Memakai tagline atau slogan maupun jingle lagu yang menarik
sehingga membantu konsumen mengingat brand.
4. Jika suatu brand memiliki simbol, hendaknya simbol tersebut dapat
dihubungkan dengan brand-nya.
5. Perluasan nama brand dapat dipakai agar brand semakin diingat
konsumen.
6. Brand awareness dapat dperkuat dengan memakai suatu isyarat
yang sesuai dengan kategori produk, brand, maupunkeduanya.
7. Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan, karena
membentuk ingatan adalah lebih sulit dibanding membentuk
pengenalan.
Jadi bisa disimpulkan bahwa brand awareness memiliki 4
peranan utama yaitu: menjadi sumber asosiasi lain, menimbulkan rasa
suka atau familier, sumber komitmen terhadap brand, menjadi bahan
pertimbangan untuk menggunakan brand.
34
6. Proses Terjadinya Brand Awareness
Brand Awareness terjadi karena adanya pengetahuan konsumen
akan brand. Proses terjadinya brand awareness konsumen pertama kali
terbentuk iklan. Pendapat tersebut menunjukkan betapa pentingnya iklan
dalam membangun awareness konsumen terhadap suatu brand.
Penggarapan iklan memang membutuhkan perencanaan dan
pertimbangan yang matang, karena jika salah langkah, bisa-bisa produk
yang diiklankan gagal dipasaran.
Brand Awareness tercipta melalui pembangunan brand, dengan
mengikuti model F.R.E.D. (Familiarity, Relevance, Esteem, dan
Differentation). Bagian paling penting dalam konsep F.R.E.D. adalah
membuat para konsumen akrab dengan produk dan jasa dari brand yang
ditawarkan. Konsep ini menunjukkan pentingnya suatu brand untuk
menjadi familer dengan konsumennya, memiliki relevan dengan
kehidupan konsumen, menghargai pelanggan dan memiliki perbedaan
dengan pesaing dengan menyediakan kualita yang lebih baik, nilai dan
yang paling penting customer service. Konsep F.R.E.D. ini harus
mampu menjawab 3 pertanyaan dalam kampanye iklannya, yaitu:
1. Apa cara-cara terbaik untuk membangun citra brand spesifik?
2. Bagaimana anggaran pemasaran diarahkan untuk mengoptimalkan
ekuitas brand?
3. Apakah manfaat khusus untuk dikomunikasikan kepada target
konsumen (Steward, 2004: 13-15).
35
Selain F.R.E.D. terdapat pula konsep D.R.E.A.M. Yaitu
(Differentiation, Relevance, Esteem, Awarenss, Mind’s Eye). Konsep ini
menyatakan bahwa Differentiation (perbedaan) harus merupakan
langkah pertama jika suatu brand ingin menembus kekusutan pasar dan
memempati suatu posisi khusus dalam benak konsumen. Brand harus
Relevance (relevan) dan Esteem (menghargai) konsumen, dalam konsep
ini familiaritas diganti dengan awareness karena awareness (kesadaran)
dibantu atau tidak dibantu sebagai salah satu kekuatan ekuitas brand.
Atribut-atribut tersebut sebaik persepsi konsumen dan menunjukkan
bagaimana atribibut-atribut brand diposisikan dalam apa yang kitas
sebut pikiran konsumen (Mind’s Eye). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa bila suatu organisasi mendiferensiasikan secara berarti produk
dan jasa-jasa dari brand yang dimilikinya, public relations dan
dukungan pihak ketiga lainnya dapat merupakan alat-alat yang kuat
untuk membangun brand-brand sejati. Metode-metode ini tidak hanya
lebih murah daripada media peiklanan, tetapi juga membangun tingkat
kredibilitas brand yang lebih tinggi (Steward, 2004: 15-17).
Brand awareness menggambarkn kesanggupan seorang calon
pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu brand sebagai
bagian dari suatu kategori produk tertentu. Pada umumnya konsumen
konsumen cenerung membeli produk dengan brand yang sudah
dikenalnya atas dasar petimbangan kenyamanan, keamanan dan lain-
lain. Bagaimnapun juga, brand yang sudah kita kenal menghindarkan
36
kita dari resiko pemakaian dengan asumsi bahwa brand yang sudah
dikenal dapat diandalkan (Durianto dkk., 2004: 29).
Meningkatkan kesadaran adalah suatu mekanisme untuk
memperluas pasar brand, kesadaran juga akan memengaruhi persepsi
dan tingkah aku. (Durianto dkk., 2004: 6). Jadi brand awareness
merupakan suatu proses yang melibatkan persepsi dan tingkah laku.
Thoha (1986:138) menyatakan bahwa pada hakikatnya persepsi
merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam
memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan,
pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Persepsi
merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
(Rahmat, 2004:51).
Persepsi merupakan proses kognitif, dimana seseorang individu
memberikan arti kepada lingkungan. Mengingat bahwa masing-masing
orang memberi artinya sendiri terhadap stimulus, maka dapat dikatakan
bahwa individu-individu yang berbeda “melihat” hal sama dengan cara-
cara yang berbeda (Winardi, 2004: 2030-204). Hal yang sama
dikemukakan Robbins (2001:89) mengemukakan mengenai persepsi
adalah suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan
menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada
lingkungan mereka.
37
Persepsi merupakan proses yang bersifat individual, jadi
meskipun stimulusnya sama, tetapi karena perbedaan pengalaman,
kemampuan berfikir, kerangka acuan, sehingga hasil persepsi antara
individu satu dengan yang lain tidak sama. Keadaan tersebut
memberikan sedikit gambaran bahwa persepsi itu memang berbeda-beda
pada setiap orang sehingga dalam persepsi terdapat beberapa faktor yang
memengaruhi dalam persepsi.
Irwanto (1998: 55) menyatakan bahwa persepsi merupakan
proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala
maupun peristiwa) sampai rangsang itu disadari dan dimengerti.
Menurut Walgito (2002: 69) persepsi adalah suatu peristiwa yang
didahului oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus
oleh individu melalui alat indra. Walgito (2003: 45) juga menyatakan
bahwa persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh
pendindraan, pengindraan adalah merupakan suatu proses diterimanya
stimulus oleh individu melalui alat indra. Namun proses tersebut tidak
berhenti begitu saja, pada umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh
syaraf ke pusat susunan syaraf (otak) dan proses selanjutnya proses
persepsi yang terjadi di otak. Proses pengindraan terjadi setiap individu
meneriman stimulus yang mengenai dirinya melalui alat indra. Stimulus
yang mengenai individu itu kemudian diorganisasikan dan
diinterpretasikan sehingga individu menyadari apa yang diindranya itu,
proses inilah yang dimaksud persepsi.
38
Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan
adanya perhatian yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu
persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan
pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang diajukan
kepada sesuatu atau sekumpulan objek.
Persepsi merupakan proses yang bersifat individual, jadi
meskipun stimulusnya sama, tetapi karena perbedaan pengalaman,
kemampuan berfikir, kerangka acuan, sehingga hasil persepsi antara
individu satu dengan yang lain tidak sama. Keadaan tersebut
memberikan sedikit gambaran bahwa persepsi itu memang berbeda-beda
pada setiap orang sehingga dalam persepsi terdapat beberapa faktor yang
memengaruhi dalam persepsi.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa brand
awareness merupakan hasil kampanye iklan melalui proses yang
melibatkan persepsi dan tingkah laku.
7. Iklan dan Nilai-Nilai Budaya Konsumen
Iklan merupakan sarana untuk mengomunikasikan suatu produk.
Produk mempunyai fungsi, bentuk, dan arti. Ketika konsumen membeli
suatu produk, mereka berharap produk tersebut menjalankan suatu fungsi
Produk yang berhasil harus pula memenuhi harapan mengenai norma
Produk mungkin memberikan simbol makna di dalam suatu masyarakat
(Engel, dkk. 2004: 65).
39
Budaya memengaruhi struktur konsumsi, budaya memengaruhi
bagaimana individu mengambil keputusan, budaya adalah variabel utama
dalam penciptaan dan komunikasi makna dalam produk. Struktur
masyarakat dan etnis menentukan sebagian dari apa yang dibeli dan
digunakan oleh konsumen individual (Engel, dkk. 2004: 66).
Budaya bersama dengan unsur budaya lain dari lingkungan
memberi dampak pada semua tahap pengambilan keputusan konsumen.
Selama proses pembelian, jumlah negosiasi harga yang diharapkan oleh
penjual maupun pembeli ditentutkan secara budaya. Hampir semua elemen
strategi pemasaran akan dipengaruhi oleh harapan budaya, yang sebagian
menjadi peraturan sukarela, jadi budaya menjadi determinan utama dari
bagaimana keputusan konsumen dibuat Budaya memberikan makna pada
barang dan jasa, suatu iklan bisa memberikan makna simbolik dari produk
dalam konteks pemakaiannya. (Engel, dkk. 2004: 67-68).
Nilai-nilai budaya membantu menjelaskan perilaku konsumen
dalam beberapa cara, nilai-nilai itu kerap digabungkan dalam iklan
bersama dengan manfaat produk. Nilai-nilai mendefinisikan bagaimana
produk digunakan dalam masyarakat (Engel, dkk. 2004: 74).
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilia
budaya yang berlaku dalam masyarakat dapat digunakan untuk
menjelaskan perilaku konsumen, oleh karena itu suatu iklan sebaiknya
menawarkan sesuatu yang memiliki nilai bagi konsumennya.
40
C. Hubungan antara Tagline dengan Brand Awareness
Agar lebih jelas mengenai hubungan antara tagline dengan brand
awareness digambarkan dalam bagan sebagai berikut:
Iklan yang
efektif
Persepsi konsumen
Brand Awareness
Mindset Konsumen
Keputusan Pembelian
Konsumen
Persuasi Iklan
Iklan yang memiliki tagline
• Mudah diingat
• Unik • Sering
Bagan 6 Pengaruh Iklan terhadap Konsumen
Iklan terdiri dari iklan yang memiliki tagline dan iklan yang tidak
memiliki tagline. Iklan merupakan komunikasi antara produsen dengan
konsumen, dalam menyampaikan komunikasi tersebut iklan memerlukan
suatu pendekatan yang dikenal dengan persuasi iklan yang bertujuan agar
iklan itu dapat menciptakan brand awareness yang pada akhirnya
meningkatkan keputusan pembelian terhadap brand yang diiklankan. Brand
awareness ini erat kaitannya dengan mindset (pola pikir), dimana mindset
41
tersebut tersebut melibatkan proses persepsi. Dimana persepsi yang menarik
memiliki karakteristik mudah diingat, unik, dan sering muncul.
Iklan yang baik mampu memengaruhi konsumen, sehingga timbul
brand awareness dalam benak konsumen. bagaimana pengaruh frekuensi
dan durasi menonton terhadap barand awareness. hal ini penting karena
brand awareness ini berpengaruh terhadap mindset konsumen, sehingga
diharapkan mampu memengaruhi perilaku pembelian. Pengetahuan
konsumen akan brand akan dijadikan acuan perilaku konsumen dalam
malakukan keputusan pembelian. Brand Awreness menjadi sumber referensi
dalam menentukan mana produk yang disukai dan dikonsumsi.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif deskriptif. Penelitian ini menekankan padan deskripti
fenomena. Nazir (2003: 54) berpendapat bahwa metode kuantitatif deskriptif
adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu
subjek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, maupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang. Secara harfiah metode kuantitatif deskriptif
adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai sitauasi atau
kejadian, sehingga metode ini berkehendak untuk mengadakan dasar data
semata. Penelitian deskriptif merupakan suatu penelitian yang banyak
dipergunakan dan dikembangkan dalam penelitian-penelitian ilmu sosial
(Soedjono dan Abdurrahman, 2005: 19). Penelitian kuantitatif deskriptif pada
dasarnya bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu
individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan
frekuensi adanya hubungan tertentu antar suatu gejala dengan gejala lain
dalam masyarakat.
Nazir (1988: 72) berpendapat bahwa ada beberapa kriteria penelitian
kuantitatif deskriptif, yaitu:
42
43
1. Kriteria Umum: a. Masalah yang dirumuskan harus patut, ada nilai ilmiah, serta tidak
terlalu luas. b. Tujuan penelitian harus dinyatakan dengan tegas dan tidak terlalu
umum. c. Data yang digunakan luas, fakta-fakta terpercaya dan bukan
merupakan opini. d. Standar yang digunakan untuk membuat perbandingan harus memiliki
validitas. e. Harus ada deskripsi yang terang tentang tempat serta waktu penelitian
dilaksanakan. f. Hasil penelitian harus berisi secara detail metode yang digunakan,
baik dalam mengumpulkan data maupun dalam menganalisis serta studi kepustakaan yang dilakukan.
2. Kriteria Khusus a. Prinsip-prinsip maupun data yang digunakan dinyatakan dalam nilai
(value). b. Fakta-fakta maupun prinsip-prinsip yang digunakan adalah mengenai
masalah status. c. Sifat penelitian bersifat ex post facto, karena itu tidak ada kontrol
terhadap variabel dan pneliti tidak mengadakan pengaturan maupun manipulasi terhadap variabel.
Penelitian ini bersifat eksploratif dan ex post facto dan berusaha
mengungkap keadaan sebenarnya. Penelitian kuantitatif deskriptif di
menggunakan metode Brand Recall, yaitu menggali kesadaran dari
pengenalan konsumen mengenai merek (Nuradi, 1996: 8). Menurut Widjaja
(1996: 8) Brand Recall adalah ukuran tak langsung dari efektivitas sebuah
iklan menentukan seberapa banyak orang dapat mengidentifikasi sebuah
iklan.
Penelitian ini mensyaratkan subjek penelitian memiliki
frekuensi/lama menonton televeisi (durasi) yakni minimal 3 jam per hari
agar dipandang memiliki brand awareness yang memadai. Intensitas dilihat
berdasarkan durasi menonton televisi yang dibedakan berdasarkan lamanya
menonton televisi dalam sehari, yaitu: 0-1 jam, 1-2 jam, 3-4 jam, 5-6 jam,
44
dan lebih dari 6 jam. Untuk melengkapi data mengenai hal tersebut, peneliti
telah mengadakan pengamatan terhadap brand-brand yang dijadikan objek
penelitian dengan hasil sebagai berikut; untuk rokok iklannya tayang di TV
mulai pukul 21.00 WIB sampai subuh, A Mild rata-rata muncul 5 kali dalam
semalam, Sampoerna Hijau muncul 6 kali dalam semalam. Untuk produk
minuman teh dan minuman bersoda tidak dibatasi jam penayangannya.
Berdasarkan pengamatan peneliti iklan Teh Botol Sosro muncul 6 kali
dalam sehari, iklan Frestea muncul 4 kali dalah sehari, iklan Coca-Cola
muncul 5 kali dalam sehari, dan Fanta Apel muncul 4 kali dalam sehari.
Pengamatan peneliti lakukan mulai dari tanggal 1 – 15 Juni 2007 pada
berbagai stasiun televisi swasta nasional. Dalam Penelitian ini peneliti
berusaha untuk membandingkan efektifitas tagline dalam meningkatkan
Brand Awareness pada Iklan TV Produk Rokok {(Rokok A Mild (dengan
Tagline-nya Tanya Kenapa?) dengan Rokok Sampoerna Hijau dengan
(Tagline-nya Nggak Ada Loe Nggak Rame)}, Minuman Teh {(Teh Botol
Sosro (dengan Tagline-nya Ahlinya Teh) dengan Frestea (dengan Tagline-
nya Sehat dan Enak)}, dan Minuman Bersoda {(Coca-Cola (dengan
Tagline-nya Positif dan Semangat di Hidup Ala Coca-Cola) dengan Fanta
Apel (dengan Tagline-nya Cerianya Berasa Banget)}.
B. Variabel Penelitian
1. Identifikasi Variabel
Azwar (2003: 59) mengungkapkan bahwa variabel adalah suatu
konsep meneganai atribut maupun sifat yang ada pada subjek penelitian
45
(beraneka ragam baik secara kualitatif maupun kuantitatif). Dalam
penelitian deskriptif kuantitatif ini membandingkan data mengenai brand
awareness dari kategori produk yang sama, yang menjadi acuan utama
adalah kategori brand awareness top of mind, karena untuk menghindari
terjadinya bias, sehingga data yang dipakai adalah data yang
mencerminkan kemampuan subjek dalam menjawab tanpa mendapatkan
bantuan dalam menjawab, sedangkan brand awareness dari kategori yang
lain digunakan sebagai pelengkap.
2. Definisi Operasional
a. Brand awareness adalah tujuan umum komunikasi pemasaran yang
menunjukkan pengetahuan konsumen terhadap eksistensi suatu brand,
adanya brand awareness yang tinggi diharapkan kapanpun kebutuhan
kategori muncul, brand tersebut akan dimunculkan kembali dari
ingatan yang selanjutnya dijadikan pertimbangan berbagai alternatif
dalam pengambilan keputusan. Dalam penelitian ini brand awareness
diukur menggunakan angket Brand Awareness Measurement, yang
terbagi dalam 4 tingkatan brand (Top of Mind, Brand Recall, Brand
Recognition, Unware of Brand) yang meliputi: brand name, jenis
produk, warna kemasan, keterangan pada kemasan, variasi dan isi
kemasan, produsen produk.
b. Tagline adalah slogan/jargon yang merupakan bagian dari iklan yang
biasa digunakan sebagai penutup pesan agar konsumen mudah
46
mengingat isi pesan iklan dan mempunyai daya pembeda dari iklan-
iklan pesaingnya.
C. Subjek Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah sejumlah individu yang dikenai generaliasi hasil
penelitian. Dalam penelitian ini populasinya adalah unlimited
population. Penentuan populasi yaitu minimal memiliki satu
karakteristik yang sama. Dalam penelitian ini karakteristit tersebut
adalah (1) minimal menonton televisi selama 3 jam sehari, (2) pernah
melihat iklan produk yang dijadikan objek penelitian minimal 5 kali, dan
(1) mampu menceritakan salah satu versi iklan dari brand-brand yang
menjadi objek penelitian.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari anggota populasi yang hendak
diteliti, yang ciri keberadaannya diharapkan mampu mewakili atau
menggambarkan ciri-ciri keberadaan populasi yang sebenarnya
(Sugiarto, 2003: 4). Sampel merupakan bagian dari populasi yang
dikenai penelitian secara langsung. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan purposive, dalam teknik
pengambilan sampel ini pemilihan sekelompok subjek didasarkan
padaciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang memiliki keterkaitan
47
yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi. Sampel yang diteliti
dikaji perbandingan frekuensi menonton iklan televisi dengan dengan
tingkat Brand Awareness nya, jika frekuensinya tinggi dan Brand
Awareness nya tinggi maka Tagline iklan tersebut efektif, demikian
sebaliknya jika frekuensi menonton iklan televisi tinggi dan Brand
Awareness nya rendah maka Tagline iklan tersebut rendah.
D. Metode Pengumpulan Data
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner/angket dan wawancara. Angket yang akan digunakan bertujuan
untuk mengungkap indikator-idikator mengenai Brand Awareness kemudian
dari indikator tersebut digunakan untuk menentukan Efektivitas Tagline
dalam Meningkatkan Brand Awareness. Arikunto (2002: 128) berpendapat
bahwa kuesioner/angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden berupa laporan tentang
pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya. Metode Brand Recall, yaitu
menggali kesadaran dari pengenalan konsumen mengenai merek (Nuradi,
1996: 8). Menurut Widjaja (1996: 8) Brand Recall adalah ukuran tak
langsung dari efektivitas sebuah iklan menentukan seberapa banyak orang
dapat mengidentifikasi sebuah iklan. Operasionalisasi metode Brand Recall
yaitu responden diberikan tagline masing-maing iklan, kemudian dari
tagline tersebut responden diminta untuk mengisi angket yang berisi hal-hal
yang ingin diungkap dari iklan tersebut. Metode Brand Recall berusaha
48
mengungkap hal-hal yang diketahui oleh konsumen mengenai suatu Brand,
meskipun demikian metode ini bukan merupakan jenis penelitian
eksperimental karena tidak memberikan perlakuan tertentu dan
membandingkan antara kelompok yang diberi perlakuan dengan kelompok
kontrol. Dari ketiga kateori produk yaitu rokok, minuman ringan, dan
minuman bersoda diberikan kriteria hal apa yang akan dilakukan Brand
Recall. Hasil dari perhitungan brand awareness measurement ditunjukkan
seperti yang dicantumkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 1.1 Brand Awareness Produk Rokok
Kategori
No. Brand Name Top of Mind
Brand Recall
Brand Recognition
Unware of Brand
1. A Mild 2. Sampoerna Hijau Jumlah
Hasil dari perhitungan presentase brand awareness measurement
ditunjukkan seperti yang dicantumkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 1.2 Presentase Brand Awareness Produk Rokok
Kategori
No. Brand Name Top of Mind
Brand Recall
Brand Recognition
Unware of Brand
1. A Mild 2. Sampoerna Hijau Jumlah Presentase (%)
Hasil dari perhitungan brand awareness measurement ditunjukkan
seperti yang dicantumkan dalam tabel berikut ini:
49
Tabel 2.1 Blue Print Brand Awareness Measurement Produk Minuman Teh
Kategori
No. Brand Name Top of Mind
Brand Recall
Brand Recognition
Unware of Brand
1. Teh Botol Sosro 2. Frestea Jumlah
Hasil dari perhitungan presentase brand awareness measurement
ditunjukkan seperti yang dicantumkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.2
Presentase Brand Awareness Produk Minuman Teh
Kategori No. Brand Name Top of
Mind Brand Recall
Brand Recognition
Unware of Brand
1. Teh Botol Sosro 2. Frestea Jumlah Presentase (%)
Hasil dari perhitungan brand awareness measurement ditunjukkan
seperti yang dicantumkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.1 Brand Awareness Produk Minuman Bersoda
Kategori
No. Brand Name Top of Mind
Brand Recall
Brand Recognition
Unware of Brand
1. Coca-Cola 2. Fanta Apel Jumlah
Hasil dari perhitungan presentase brand awareness measurement
ditunjukkan seperti yang dicantumkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.2
50
Presentase Brand Awareness Produk Minuman Bersoda
Kategori No. Brand Name Top of
Mind Brand Recall
Brand Recognition
Unware of Brand
1. Coca-Cola 2. Fanta Apel Jumlah Presentase (%)
Berikut ini adalah blue print brand awareness measurement
ditunjukkan seperti yang dicantumkan dalam tabel berikut ini:
TABEL 4
Blue Print Brand Awareness Produk Rokok, Minuman Teh, Dan Minuman Bersoda
Aspek yang diukur Measurement Instrument Jumlah
Nama Brand mengerti nama brand yang diiklankan 1
Jenis produk Mengerti jenis produk apa yang diiklankan 1
Warna kemasan Mengetahui warna brand, tulisan keterangan pada kemasan yang produk.
8
Keterangan pada bagian kemasan
Mengerti secara detail keterangan yang tercantum pada kemasan produk yang bersangkutan.
14
Variasi produk dan isi kemasan
Mengetahui bentuk dan isi kemasan yang digunakan
2
Produsen produk yang diteliti
Mengetahui mengenai produsen produk yang dijadikan objek penelitian.
2
Jumlah 27
Metode wawancara berisi percakapan dengan maksud tertentu.
Pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan faktual
yang dimiliki oleh responden dengan asumsi bahwa responden memiliki
pengetahuan mengenai iklan-iklan merek yang akan dijadikan objek
51
penelitian. Penelitian dilakukan dengan mewawancari setiap subjek secara
individu dengan metode wawancara terstruktur, dalam wawancara ini
pewawancara terikat oleh suatu fungsi bukan saja sebagai pengumpul data
yang relevan dengan maksud-maksud penelitian yang telah direncanakan
sebelumnya (Hadi, 2000:232).
Responden akan diberikan pertanyaan mengenai tagline iklan-iklan
yang dijadikan bahan penelitian dalam skripsi ini yaitu {(Rokok A Mild
(dengan Tagline-nya Tanya Kenapa?) dengan sampoerna Hijau dengan
(Tagline-nya Nggak Ada loe Nggak Rame )}, Minuman Ringan {(Teh Botol
Sosro (dengan Tagline-nya ahlinya teh) dengan Frestea (dengan Tagline-nya
Sehat dan Enak)}, dan Minuman Bersoda {(Coca-Cola (dengan Tagline-nya
Positif dan Semangat di Hidup Ala Coca-Cola) dengan Fanta Apel (dengan
Tagline-nya Cerianya Berasa Banget)}lalu apa saja yang diketahui oleh
responden dari iklan tersebut. Pertanyaan mengenai efektivitas tagline dalam
wawancara meliputi brand name, jenis produk, warna kemasan, keterangan
pada kemasan, variasi dan isi kemasan, produsen produk. Responden yang
diwawancarai dibatasi 5 orang yang semuanya laki-laki dengan alasan bahwa
dalam penelitian ini juga meneliti produk rokok yang identik dengan laki-laki
sehingga brand awareness lebih tinggi laki-laki lebih tinggi terhadap rokok.
E. Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dilakukan untuk melihat sejauh mana ketepatan dan
kecermatan alat ukur untuk melakukan fungsi ukurnya. Azwar (2003: 52)
52
menyatakan bahwa validitas yang digunakan dalam penelitian kuantitatif
adalah validitas isi atau professional judgement yaitu sejauh mana item-item
tes mewakili komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi objek
yang hendak diukur (aspek representatif) dan sejauh mana item-item tes
mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur (aspek relevansi)
Validitas isi telah dicapai oleh tes, sedikit banyaknya adalah
tergantung pada penilaian subjektif individual. Dikarenakan validitas isi
tidak memerlukan perhitungan statistik apapun melainkan hanya
menggunakan analisis rasional. Penentuan alat ukur validitas ini, biasanya
atau dapat juga didasarkan pada penilaian para ahli bidang tersebut. Ahli
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing skripsi.
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur tingkat keajegan alat
ukur yang pada dasarnya menunjukkan sejauh mana pengukuran dapat
memberi hasil yang relatif sama bila dilakukan pengukuran ulang pada
subjek yang sama (Azwar,1996:180).
Metode pendekatan reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu pendekatan konsistensi internal. Menurut Azwar (2003: 41-42)
“pendekatan konsistensi internal dilakukan dengan menggunakan satu
bentuk tes yang dikenakan hanya sekali saja pada sekelompok sebyek
(single – trial administration)”.
Reliabilitas yang digunakan adalah menggunakan cross check antara
data yang diperoleh menggunakan angket dengan data yang diperoleh
melalui wawancara.
53
F. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis statistik deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan
deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel-variabel
yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan
untukmenguji hipoteisis (Azwar, 2003: 126). Penyajian hasil analisis
deskriptif biasanya berupa frekunensi dan persentase, tabulasi silang, serta
bentuk garfik dan chart pada data yang bersifat kategorikal, serta berupa
statistik-statistik kelompok (antara lain mean dan varians) pada data yang
bukan kategorikal. Penelitian ini termasuk merupakan statistik kelompok
oleh karena itu dalam analisis datanya menggunakan means dan varians.
Penyajian data-data statistik kelompok secara deskriptif memberi
gambaran yang mudah dipahami mengenai variabel yang bersangkutan.
Untuk melakukan analisis deskriptif yang lebih tajam dengan memisahkan
subjek menurut suatau klasifikasi variabel yang dirasa penting, dalam
penelitian ini dengan membandingkan efektivita Tagline iklan produk yang
sejenis yang menjadi subjek penelitian yaitu iklan {(Rokok A Mild (dengan
Tagline-nya Tanya Kenapa?) dengan Rokok Sampoerna Hijau dengan
(Tagline-nya Nggak Ada Loe Nggak Rame)}, Minuman Teh {(Teh Botol
Sosro (dengan Tagline-nya Ahlinya Teh) dengan Frestea (dengan Tagline-
nya Sehat dan Enak)}, dan Minuman Bersoda {(Coca-Cola (dengan
Tagline-nya Positif dan Gembira di Hidup Ala Coca-Cola) dengan Fanta
54
Apel (dengan Tagline-nya Cerianya Berasa Banget)}. Pemilihan brand-
brand tersebut sebagai bahan penelitian didasarkan bahwa brand-brand
sering beriklan di televisi sehingga diasumsikan responden setidaknya
pernah melihat iklan tersebut, sehingga konsumen pernah mengenal iklan
tersebut sebelumnya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan dan membahas hasil penelitian dari instrumen
tertentu yang kemudian dianalisis dengan teknik dan metode yang telah
ditentukan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan pada mahasiswa psikologi, penelitian dilakukan
dengan mewawancari setiap subjek secara individu dengan metode wawancara
terstruktur, dalam wawancara ini pewawancara terikat oleh suatu fungsi bukan
saja sebagai pengumpul data yang relevan dengan maksud-maksud penelitian
yang telah direncanakan sebelumnya (Hadi, 2000:232).
Pelaksanaan penelitian dalam rangka mengambil data dari subjek
dilaksanakan dari tanggal 15 Juni sampai tanggal 10 Agustus 2007. Dalam
pengambilan data peneliti menggunakan cara yaitu yaitu melakukan dengan
wawancara terstruktur, sesuai dengan petunjuk yang ada dalam lembar
pertama skala Brand Awareness Measurement dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Minimal menonton TV selama 3 jam per hari,
2. Pemberian Skor dalam kategori tertentu dengen ketentuian sebagai
berikut:
a. Apabila dalam pertanyaan pertama anda langsung bisa menjawab,
maka anda berada dalam kategori Top of Mind.
55
56
b. Bila anda memerlukan bantuan dalam menjawab, maka anda berada
dalam kategori Brand recall.
c. Bila anda memerlukan bantuan lagi dalam menjawab maka anda
berada dalam kategori Brand Recognition.
d. Namun bila anda telah diberi bantuan dua kali dalam menjawab anda
belum bisa menjawab, maka anda masuk dalam kategori Unware of
Brand.
3. Setiap jawaban dalam setiap kategori akan diberi alokasi waktu20 detik
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Bila menjawab dalam waktu 0 – 4 detik akan mendapatkan skor 5
b. Bila menjawab dalam waktu 4 – 8 detik akan mendapatkan skor 4
c. Bila menjawab dalam waktu 8 – 12 detik akan mendapatkan skor 3
d. Bila menjawab dalam waktu 12 – 16 detik akan mendapatkan skor 2
e. Bila menjawab dalam waktu 16 – 20 detik akan mendapatkan skor 1
Untuk melengkapi data yang diperoleh melalui angket, peneliti
menggunakan wawancara. Wawancara juga digunakan sebagai bahan cek
ulang informasi yang diperoleh mealui angket. Jumlah responden dalam
wawancara ini ada 5 orang laki-laki dengan alasan bahwa dalam penelitian ini
terdapat produk rokok, yang mana konsumen rokok terbesar adalah laki-laki,
apalagi di kalangan mahasiswa. Pemilihan responden laki-laki ini dilakukan
secara acak.
57
B. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai
berikut:
1.1. Produk Rokok
Tabel 5.1 Brand Awareness Produk Rokok
Kategori Brand Brand Unware No. Brand Name Top of Brand Recall Recognition of Brand
1 A Mild 4858 2366 226 35 2 Sampoerna Hijau 4704 2562 253 35 Jumlah 9562 4928 479 70
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori top of brand menduduki
peringkat pertama dengan skor untuk A Mild 4858 dan Sampoerna Hijau
dengan skor 4704, sedangkan peringkat kedua adalah kategori brand recall
dengan skor untuk A Mild sebesar 2356 dan Sampoerna Hijau sebesar 2562.
peringkat ketiga adalah brand recognition dengan skor 226 untuk A Mild dan
253 untuk Sampoerna Hijau. Peringkat terakhir adalah unware of brand
dengan skor 35 untuk A Mild dan Sampoerna Hijau. Hasil penelitian ini dapat
ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:
58
Grafik 1.1. Brand Awareness Produk Rokok
Brand Awareness Produk Rokok
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori
1 A Mild2 Sampoerna Hijau2 Jumlah
1.2. Presentase Brand Awareness Rokok
Tabel 5.2 Brand Awareness Produk Rokok
Kategori
Brand Brand Unware No. Brand Name Top of Brand Recall Recognition of Brand 1 A Mild 4858 2366 226 35 2 Sampoerna Hijau 4704 2562 253 35 Jumlah 9562 4928 479 70 Presentase (%) 50.805271 48.01136 47.18163 50
Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase brand awareness
kategori top of brand sebesar 50,80% yang menunjukkan bahwa A Mild
memiliki brand awareness yang lebih tinggi dibandingkan dengan Sampoerna
Hijau, sedangkan presentase kategori brand recall sebesar 48,01 % yang
59
menunjukkan bahwa brand awareness A Mild lebih kecil dibandingkan
Sampoerna Hijau untuk kategori ini. Presentase kategori brand recognition
menunjukkan nilai 47,18 % yang berarti brand awareness A Mild lebih
rendah dibandingkan dengan Sampoerna Hijau, sedangkan presentase kategori
unware of brand sebesar 50 % yang menunjukkan bahwa tingkat brand
awareness untuk kategori ini sama antara A Mild dan Sampoerna Hijau. Hasil
penelitian ini dapat ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:
Grafik 1.2. Presentase Brand Awareness Produk Rokok
Presentase Brand Awareness Produk Rokok
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori
1 A Mild2 Sampoerna Hijau2 Jumlah2 Presentase (%)
60
2.1. Produk Minuman Teh
Tabel 6.1 Brand Awareness Produk Minuman Teh
Kategori
Brand Brand Unware No. Brand Name Top of Brand Recall Recognition of Brand1 Teh Botol Sosro 4302 2081 188 35 2 Frestea 4178 2241 235 25 Jumlah 8480 4322 423 60
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori top of brand menduduki
peringkat pertama dengan skor untuk Teh Botol Sosro 4302 dan Frestea
dengan skor 4178, sedangkan peringkat kedua adalah kategori brand recall
dengan skor untuk Teh Botol Sosro sebesar 2081 dan Frestea sebesar 2241,.
peringkat ketiga adalah brand recognition dengan skor 188 untuk Teh Botol
Sosro dan 235 untuk Frestea. Peringkat terakhir adalah unware of brand
dengan skor 35 untuk Teh Botol Sosro dan 25 untuk Frestea. Hasil penelitian
ini dapat ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:
61
Grafik 2.1. Brand Awareness Produk Minuman Teh
Brand Awareness Produk Minuman Teh
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori
1 Teh Botol Sosro2 Freste2 Jumlah
2.2. Presentase Brand Awareness Minuman Teh
Tabel 6.2 Brand Awareness Produk Minuman Teh
Kategori
Brand Brand Unware No. Brand Name Top of Brand Recall Recognition of Brand 1 Teh Botol Sosro 4302 2081 188 35 2 Freste 4178 2241 235 25 Jumlah 8480 4322 423 60 Presentase (%) 50.731132 48.14901 44.44444 58.33333
Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase brand awareness
kategori top of brand sebesar 50,73% yang menunjukkan bahwa Teh Botol
Sosro memiliki brand awareness yang lebih tinggi dibandingkan dengan
Frestea, sedangkan presentase kategori brand recall sebesar 48,14 % yang
menunjukkan bahwa brand awareness Teh Botol Sosro lebih kecil
62
dibandingkan Frestea untuk kategori ini. Presentase kategori brand
recognition menunjukkan nilai 44,44 % yang berarti brand awareness Teh
Botol Sosro lebih rendah dibandingkan dengan Frestea, sedangkan presentase
kategori unware of brand sebesar 58,33 % yang menunjukkan bahwa tingkat
brand awareness untuk kategori ini Teh Botol Sosro lebih Tinggi
dibandingkan dengan Frestea. Hasil penelitian ini dapat ditunjukkan dalam
Grafik sebagai berikut:
Grafik 2.2. Presentase Brand Awareness Produk Minuman Teh
Presentase Brand Awareness Produk minuman Teh
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori
1 Teh Botol Sosro2 Freste2 Jumlah2 Presentase (%)
Produk Minuman Bersoda
Tabel 7.1 Brand Awareness Produk Minuman Bersoda
Kategori Brand Brand Unware No. Brand Name Top of BrandRecall Recognition of Brand
1 Fanta Apel 4744 2550 203 16 2 Coca-Cola 4875 2348 163 5 Jumlah 9619 4898 366 21
63
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori top of brand menduduki
peringkat pertama dengan skor untuk Fanta Apel sebesar 4744 dan Coca-Cola
dengan skor 4875, sedangkan peringkat kedua adalah kategori brand recall
dengan skor untuk Fanta Apel sebesar 2550 dan Coca-Cola sebesar 2348,.
peringkat ketiga adalah brand recognition dengan skor 203 untuk Fanta Apel
dan 163 untuk Coca-Cola. Peringkat terakhir adalah unware of brand dengan
skor 16 untuk Fanta Apel dan 5 untuk Coca-Cola. Hasil penelitian ini dapat
ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:
Grafik 3.1.
Brand Awareness Produk Minuman Bersoda
Brand Awareness Produk MInuman Bersoda
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori
1 Fanta Apel2 Coca-cola2 Jumlah
64
Presentase Brand Awareness Minuman Bersoda
Tabel 7.2 Brand Awareness Produk Minuman Bersoda
Kategori
Brand Brand Unware No. Brand Name Top of Brand Recall Recognition of Brand
1 Coca-Cola 4875 2348 163 5 2 Fanta Apel 4744 2550 203 16 Jumlah 9619 4898 366 21 Presentase (%) 49.319056 52.06207 55.46448 76.19048
Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase brand awareness
kategori top of brand sebesar 49,31 % yang menunjukkan bahwa Fanta Apel
memiliki brand awareness yang lebih rendah dibandingkan dengan Coca-
Cola, sedangkan presentase kategori brand recall sebesar 52,06 % yang
menunjukkan bahwa brand awareness Fanta Apel lebih besar dibandingkan
Coca-Cola untuk kategori ini. Presentase kategori brand recognition
menunjukkan nilai 55,46 % yang berarti brand awareness Fanta Apel lebih
tinggi dibandingkan dengan Coca-Cola, sedangkan presentase kategori
unware of brand sebesar 76,19 % yang menunjukkan bahwa tingkat brand
awareness untuk kategori ini Fanta Apel lebih tinggi dibandingkan dengan
Coca-Cola. Hasil penelitian ini dapat ditunjukkan dalam Grafik sebagai
berikut:
65
Grafik 3.2. Presentase Brand Awareness Produk Minuman Bersoda
Presentase Brand Awareness Produk Minuman Bersoda
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori
1 Coca-Cola2 Fanta Apel2 Jumlah2 Presentase (%)
Tabel 8
Ringkasan Brand Awareness Measurement Produk Rokok, Minuman Teh, Dan Minuman Bersoda
Kategori
Brand Brand Unware No. Brand Name Top of Brand Recall Recognition of Brand
1 A Mild 4856 2319 192 51 2 Sampoerna Hijau 5404 2082 124 30 3 Teh Botol Sosro 4858 2366 226 35 4 Frestea 4704 2562 253 35 5 Fanta Apel 4744 2550 203 16 6 Coca-cola 4875 2348 163 5 Jumlah 29441 14227 1161 172 Rata-Rata 4906.8333 2371.167 193.5 28.66667
Hasil penelitian menunjukkan bahwa brand awareness kategori top of
brand menempati urutan tertinggi dengan skor 29441 atau rata-rata sebesar
4906, 83, urutan kedua adalah kategori brand recall dengan skor 14227 atau
rata-rata sebesar 2371,167, urutan ketiga adalah kategori brand recognition
66
dengan skor 1161 atau rata-rata sebesar 193,5, dan urutan terakhir yaitu
kategori unware of brand dengan skor 172 atau dengan rata-rata 28,66. Hasil
penelitian ini dapat ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:
Grafik 4.2.
Brand Awareness Measurement Produk Rokok, Minuman Teh, dan Minuman Bersoda
Brand Awareness Produk Rokok, Minuman Teh, dan Minuman Bersoda
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
A Mild SampoernaHijau
Teh Botol Sosro Fresh Tea Fanta Apel Coca-cola Jumlah
1 2 3 4 5 6
Kategori Top of BrandKategori Brand RecallKategori Brand RecognitionKategori Unware of Brand
C. Hasil Wawancara
Wawancara dilakukan sebagai pelengkap serta bahan cek ulang
informasi yang diperoleh melalui angket. Wawancara dilakukan pada tanggal
15 Juni sampai 10 Agustus 2007. Menurut wawancara yang telah dilakukan
faktor-faktor yang memengaruhi brand awareness adalah sebagai berikut:
67
1. Iklan Rokok
a. Mengapa anda lebih mengenal Sampoerna Hijau dibanding A Mild, apa alasannya?
No. Subjek Jawaban 1. FS Karena Sampoerna Hijau menggunakan warna hijau sehingga bila
disebutkan rokok yang warnanya hijau, maka pikiran saya langsung mengarah pada Sampoerna Hijau, jadi menurut saya warna hijau sudah menjadi ciri khas produk tersebut (FS-R: 1).
2. IF Sampoerna Hijau memiliki slogan Nggak Ada Loe nggak rame, menurut saya iklan ini memiliki kreativitas yang unik, pokoknya berbeda dengan iklan lainlah. Kreativitas yang menarik menurut saya adalah mengenai kebersamaan, sejak menggunakan Gang Hijau sebagai ikon produknya, sampai sekarang selalu menggunakan unsur kebersamaan. Ingat tuh orang yang pegangan rambut temannya agar tidak tercebur ke suangai. Bagian itu yang menarik menurut saya (IF-R: 1).
3. SM Karena menurut saya iklan Sampoerna Hijau menggunakan ide yang menggelitik, oleh karena itu saya jadi lebih mengenal iklan Sampoerna Hijau dibandingkan dengan iklan A Mild. Bagian yang menggelitik itu menurut saya saya ada tiga orang yang saling berpegangan temannya agar tidak tercebur ke sungai (SM-R: 3).
4. TW. Sampeorna Hijau, Nggak Ada Loe Nggak Rame. Itu iklan yang pokoknya keren lah. Idenya baik, ceritanya menarik, dan merakyat. Bagian yang paling menarik menurut saya adalah unsur kebersamaan, yakni ketika ketiga orang saling berpegangan agar tidak terperosok ke sungai (TW-R: 1).
5. YF Iklan Sampoerna Hijau boleh dibilang iklan yang beda dengan iklan produk sejenis. Salut buat yang bikin iklan tersebut. Menurut saya hal yang sudah melekat dalam Sampoerna Hijau adalah warna hijau. Dalam setiap iklannya baik cetak maupun elektronik menggunakan unsur warna hijau, jadi warna hijau sudah melekat pada Sampoerna Hijau (YF-R: 1).
Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa para responden
lebih mengenal Sampoerna Hijau dibandingkan dengan A Mild, karena
Sampoerna Hijau memiliki warna hijau sebagai ciri khas yang melakat pada
kemasannya, dan dari tema yang diangkat dalam cerita tersebut adalah
kebersamaan yang menjadi ciri masyarakat Indonesia.
68
b. Apa yang membuat anda lebih mengenal Sampoerna Hijau dibanding A Mild, apa alasannya?
No. Subjek Jawaban 1. FS Kalau menurut saya dulu kan iklannya pake Geng Ijo, yang ijo-ijo
gitu, kalo sekarang diganti Nggak Ada Loe Nggak Rame, meski begitu karena iklannya menarik jadi mudah diingat. Menurut saya bagian yang menarik dari iklan ini adalah penggunaan warna hijaunya. Kalau membicarakan Sampoerna Hijau menurut saya sudah identik dengan warna hijau (FS-R: 2).
2. IF Sampoerna Hijau menggunakan warna hijau sehingga kalau ada Clue warna hijau maka iklan tersebut pasti Sampoerna Hijau. Sampoerna Hijau kan dari namanya ada sudah Hijau jadi warnanya ya pasti Hijau (IF-R: 2).
3. SM Dari iklannya kali ya. Ya iklannya OK banget. Jarang jarang ada iklan yang sekreatif itu. Menggunakan tiga orang yang saling membantu agar tidak tercebur ke sungai. Jadi yang menarik menurut saya dalam iklan Sampoerna Hijau adalah kebersamaannya (SM-R: 2).
4. TW Dari yang dulu pake Geng Hijau, Hingga kini yang pake tagline Nggak Ada Loe Nggak Rame, itu iklan memang udah bagus, jadi saya sih tahu aja dari iklannya, kan ngikutin perkembangan iklannya juga. Tapi yang tidak pernah ditinggalkan dari iklan Sampoerna Hijau adalah selalu menggunakan warna hijau (TW-R: 2).
5. YF Warna Ijonya itu yang bikin mudah diingat. Dari namanya saja Sampoerna Hijau jadi warna hijau sudah identik dengan warna hijau (YF-R: 2).
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh simpulan bahwa para responden
lebih mengenal Sampoerna Hijau karena kemasannya selalu menggunakan
warna hijau, meskipun memiliki beberapa varian iklan, namun keunggulan
warna hijau yang sudah identik dengan brand tersebut menjadikannya lebih
dikenal dibandingkan dengan A Mild walaupun kreatif iklannya berbeda.
69
c. Apakah warna bisa menjadi ciri khas suatu brand, apa alasannya?
No. Subjek Jawaban 1. FS Bisa saja suatu warna menjadi ciri khas suatu brand, konsistensi
penggunaan warna akan menimbulkan asosiasi. Contohnya pada Sampoerna Hijau menggunakan warna hijau sejak muncul produk tersebut kan belum pernah menggnakan warna lain, sejak dulu produk tersebut memang sudah hijau sih (FS-R: 3).
2. IF Sebetulnya bukanhanya Sampoerna Hijau yang menggunakan Warna Sebagai ciri khas. Misalnya Coca-Cola dengan warna khas merah, jadi mengapa tidak? Yang penting kan penggunaan warnanya ajeg dan tidak berubah-ubah agar tidak membingungkan konsumen (IF-R: 3).
3. SM Menurut saya warna bisa saja jadi ciri khas. Itu ide yang bagus tuh, asalkan digunakan secara terus menerus. Jadi kuncinya kalau menurut saya adalah konsistensi penggunaan warna dalam jangka waktu yang lama (SM-R: 3).
4. TW Kalo warna jadi ciri khas itu OK juga. Jadi lebih mudah dikenal gitu, kan orang jadi tahu dari warnanya ini produk apa. Jadi warna jadi ciri khas itu ide yang cemerlang, jadi kalau suatu warna sudah menjadi ciri khas suatu brand hal itu perlu dipertahankan, agar tetap digunakan pada iklan versi berikutnya (TW-R: 3).
5. YF Penggunaan warna menjadi ciri khas itu adalah ide yang bagus.supaya kita bicara suatu produk yang warnanya ini, oh pikiran kita tertuju pada merek ini, jadi kenapa tidak? Seperti warna hijau pada Sampoerna Hijau (TW-R: 3).
Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa para responden
sepakat bahwa warna bisa menjadi ciri khas suatu brand, dengan syarat
penggunaan warna yang konsisten dalam jangka waktu yang lama sehingga
mampu menimbulkan asosiasi warna dengan suatu brand.
d. Menurut anda mana yang lebih baik dari kedua brand tersebut, apa alasannya?
No. Subjek Jawaban 1. FS. Kalau menurut saya mungkin lebih mementingkan yang yang
berkadar tar dan nikotin rendah. Jadi kalau dari produknya mungkin A Mild lebih bagus. Tapi kalau dari rasa sebenarnya saya lebih menyukai yang kretek, soalnya lebih mantap (FS-R: 4).
2. IF. Menurut saya kualitas produk bagus yang mana, tergantung dari
70
sudut pandang dan selera, kalau yang ditanyai mahasiswa mungkin lebih menyukai yang filter, tapi kalau komunitas tertentu meungkin lebih suka yang kretek. Yang lebih menyukai filter mungkin karena alasan kesehatan, tapi menurut saya rokok filter tidak dapat menyaingi kretek dari segi rasanya yang mantap (IF-R: 4).
3. SM. Saya bingung juga kalau ditanyai mana yang lebih bagus. Soalnya tergantung situasi juga, kalau di daerah dingin misal gunung lebih lebih mantap yang kretek, tapi kalau di kota lebih cocok yang filter. Jadi tergantung sudut pandangnya. Kalau saya pribadi sebetulnya dari segi rasa suka yang kretek, yaitu Sampoerna Hijau (SM-R: 4).
4. TW. Tergantung penilaian orangnya juga, tapi kalau saya pribadi lebih menyukai yang filter, karena lebih ringan kandungan tar dan nikotinnya, tapi kalau dari rasa saya suka Sampoerna Hijau karena rasanya lebih mantap (SM-R: 4).
5. YF. Penilaian saya kalau kualitas produk, saya lebih cenderung menyukai yang A Mild, soalnya kan tar dan nikotinnya lebih rendah. Kalau soal kualitas produk itu kan tergantung yang menilai (YF-R: 5).
Berdasarkan hasil wawancara para responden berpendapat bahwa dari
segi rasa lebih menyukai rokok Sampoerna Hijau, karena rasanya lebih
mantap, namun kalau dari segi kesehatan mereka menyatakan bahwa A Mild
lebih baik karena kandungan tar dan nikotinnya lebih rendah.
e. Menurut anda iklan mana dari kedua brand tersebut yang lebih baik, apa alasannya?
No. Subjek Jawaban 1. FS. Kalau dari iklannya menurut saya Sampoerna Hijau lebih baik, dan
lebih mementingkan solidaritas. Bisa dilihat dari iklannya yang agar temannya selamat ia rela menderita rambutnya dijambak. Adegan ini bisa dilihat saat seorang mau jatuh, ia pegangan rambut temannya, dan temannya yang dijambak tersebut pegangan celana temannya. Pokoknya solidaritasnya tinggi (FS-R: 5).
2. IF. Kalau dari sudut pandang iklannya, saya pikir Sampoerna Hijau lebih baik, dari ceritanya dan kreativitasnya. Saya berpandangan yang menarik pengangkatan warna hijaunya menjadi sesuatu yang tak pernah ditinggalkan (IF-R: 5).
3. SM. Iklan mana yang lebih bagus, sebetulnya dua-duanya bagus, tapi kalau saya disuruh memilih saya lebih cenderung ke Sampoerna
71
Hijau. Sebab idenya iklannya selalu konsisten mengguanakan warna hijau (SM-R: 5).
4. TW. Menurut saya iklan Sampoerna Hijau lebih keratif dan memasyarakat. Bisa dilihat sejak Gang Hijau dengan tagline-nya ijo-ijo itu, tetap mementingkan kebersamaan. Itu yang menurut saya menjadi bagian tak terpisahkan dari Sampoerna Hijau (TW-R: 5).
5. YF. Aduh bingung juga kalau ditanyain mana yang lebih bagus, tapi saya lebih cenderung ke Sampoerna Hijau aja deh. Sebab tidak pernah lepas dari solidaritas (YF-R: 5).
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa para responden
menyatakan bahwa iklan Sampoerna Hijau lebih baik karena mengangkat
tema kebersamaan yang merupakan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat
Indonesia, selain itu penggunaan warna hijau pada brand Sampoerna Hijau,
telah menjadi ciri yang melekat kuat.
2. Iklan Minuman Teh
a. Mengapa anda lebih mengenal Teh Botol Sosro dibanding Frestea, apa alasannya?
No. Subjek Jawaban 1. FS. Karena Teh Botol Sosro sudah lebih dulu ada, dan memang sudah
lebih terkenal dulu. Jadi kalau dari kecil saya sudah minum Teh Botol Sosro, kalau Frestea saya malah mulai mengenal sekitar SMA. Alasan saya lebih mengenal Teh Botol Sosro dibandingkan dengan Frestea adalah karena produk tersebut sudah lebih dulu ada di pasaran (FS-T: 1).
2. IF. Teh Botol Sosro sudah dikenal masyarakat kita, kalau ada acara rapat atau kondangan juga biasanya disuguhi Teh Botol Sosro. Jadi memang kalau menurut saya Teh Botol Sosro sudah lebih dikenal luas oleh masyarakat Indonesia (IF-T: 1).
3. SM. Ya Teh Botol Sosro memang sudah lebih terkenal, jadi saya juga lebih tahu Teh Botol Sosro. Kan kalau teh botol lebih identik dengan Teh Botol Sosro. Selain itu Teh Botol Sosro kan merupakan produsen minuman teh yang terkemuka di Indonesia yang kualitasnya sudah tidak diragukan lagi. Jadi kalau ada iklan Teh Botol Sosro menurut saya akan menambah pengetahuan
72
konsumen Indonesia akan Teh Botol Sosro (SM-T: 1). 4. TW. Dimana-mana diwarung-warung, toko-toko, mini market, rumah
makan, restoran sudah ada. Memang Teh Botol Sosro sudah lebih terkenal dan ada di mana-mana. Jadi dari segi distribusi dan nama menurut saya Teh Botol Sosro lebih unggul jika dibandingkan dengan Frestea (SM-T: 1).
5. YF. Teh Botol Sosro sudah lebih dulu ada jadi sudah lebih dikenal masyarakat, jadi saya juga lebih mengenal Teh Botol Sosro. Soal rasa saya juga lebih suka dan pas rasanya, rasa melati dan manisnya pas jika dibandingkan dengan Frestea. Karena sepengatahuan saya Frestea adalah produk yang relatif masih baru jadi wajar kalau saya pribadi lebih mengenal Teh Botol Sosro dibandingkan dengan Frestea (YF-T: 1).
Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa para responden
menyatakan mereka mengenal Teh Botol Sosro karena mereka memang telah
mengenal sejak kecil, Teh Botol Sosro menjadi suguhan pada acara-acara
tertentu, selain itu faktor rasa dan distribusi menjadi keunggulan Teh Botol
Sosro sehingga para responden lebih aware dibandingkan Frestea.
b. Apa yang membuat anda lebih mengenal Teh Botol Sosro dibanding Frestea, apa alasannya?
No. Subjek Jawaban 1. FS. Karena Teh Botol Sosro sudah lebih dulu ada, dan memang sudah
lebih terkenal dulu, seperti yang sudah saya katakan tadi kalau suatu produk lebih dulu ada dan iklannyapun kerap muncul di televisi menurut saya akan lebih dikenal oleh konsumen (FS-T: 2).
2. IF. Teh Botol Sosro sudah dikenal masyarakat kita, kalau ada acara rapat atau kondangan juga biasanya disuguhi Teh Botol Sosro. Jadi memang kalau menurut saya Teh Botol Sosro sudah lebih dikenal luas oleh masyarakat Indonesia (IF-T: 2).
3. SM. Ya Teh Botol Sosro memang sudah lebih terkenal, jadi saya juga lebih tahu Teh Botol Sosro jika dibandingkan dengan Frestea. Kalau ada iklan mengenai Teh Botol Sosro hal itu akan semakin membuat konsumen mengetahui keberadaan brand tersebut (SM-T: 2).
4. TW. Dimana-mana diwarung-warung, toko-toko, mini market, rumah makan, restoran sudah ada. Memang Teh Botol Sosro sudah lebih
73
terkenal dan ada di mana-mana. Hal itu kalau menurut saya tidak terlepas dari kampanye iklan yang dilakukan oleh PT. Sinar Sosro selaku produsen, agar produk yang dihasilkan menjadi market leader kategori minuman teh dalam botol (TW-T: 2).
5. YF. Teh Botol Sosro sudah lebih dulu ada jadi sudah lebih dikenal masyarakat, jadi saya juga lebih mengenal Teh Botol Sosro. Hal itu kalau menurut saya tidak terlepas dari iklan yang sejak dulu dilakukan. Hal ini menyebabkan konsumen lebih mengenal Teh Botol Sosro. Selain itu Sosro kan dikenal sebagai Ahlinya Teh jadi kualitas dan reputsinya sudah dikenal luas oleh masyarakat (YF-T: 2).
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa para responden
menyatakan mereka lebih mengenal Teh Botol Sosro dibandingkan dengan
Frestea karena sudah eksis lebih dulu, sehingga iklan yang ibuat semakin lebih
meningkatkan awareness para responden terhadap Teh Botol Sosro.
c. Apakah warna bisa menjadi ciri khas suatu brand, apa alasannya?
No. Subjek Jawaban 1. FS. Tentu bisa, asalkan penggunaan warna yang berbeda dengan
pesaing dan konsistensinya dipertahankan. Dengan demikian orang akan mengaitkn warna dengan brand yang dimaksud, jadi suatu warna bisa diidentikan dengan suatu brand tertentu. Menurut saya bila suatu warna telah identik dengan suatu brand maka pesaing akan menggunakan warna lain yang kontras, misalnya kalau Teh Botol Sosro memakai warna merah, sedangkan Frestea menggunakan warna hijau, merah sama hijau kan kontras jadi konsumen bisa membedakannya dengan mudah (FS-T: 3).
2. IF. Warna bisa dikaitkan dengan suatu brand, asalkan berbeda dan digunakan secara konsisten. Pada teh Botol Sosro warna merah yang menjadi ciri khas, jadi kalau menurut saya warna yang digunakan secara konsisten dalam waktu yang lama bisa menjadi ciri khas brand tertentu (IF-T: 3).
3. SM. Warna yang menarik, berbeda, dan konsisten bisa menjadi ciri khas suatu brand. Warna merah pada Teh Botol Sosro sudah melekat. Kan agar warna bisa menjadi ciri khas memerlukan waktu yang lama, kalau menurut saya Teh Botol Sosro kan sudah ada sejak lama, nah ini yang menjadi keunggulan Teh Botol Sosro dibandingkan dengan Frestea (SM-T: 3).
74
4. TW. Kenapa tidak? Asalkan warna tersebut menarik dan berbeda dengan pesaing bisa saja menjadi ciri khas. Beberapa brand telah menggunakannya misalnya Teh Botol Sosro dengan warna merah (TW-T: 3).
5. YF. Ya bisa, karena orang bisa mengaitkan suatu brand dengan warna dengan penggunaan yang terus-menerus. Seperti yang dilakukan teh Botol Sosro warna merah sudah identik (YF-T: 3).
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh dari para responden menyatakan
mereka sependapat penggunaan warna sebagai ciri khas suatu brand, agar hal
tersebut tercapai maka yang perlu dilakukan adalah warna tersebut berbeda
dengan pesaingnya, konsisten dan diperlukan jangka waktu yang lama agar
hal tersebut bisa terwujud.
d. Menurut anda mana yang lebih baik dari kedua brand tersebut, apa alasannya?
No. Subjek Jawaban 1. FS. Soalnya kualitas dan rasanya Teh Botol Sosro sudah tidak
diragukan lagi. Rasa melati dan manisnya menurut saya sudah jaminan soal rasa. Kalau saya di toko ada dua produk tersebut, maka saya akan memilih Teh Botol Sosro (FS-T: 4).
2. IF. Menurut saya, Teh Botol Sosro lebih terpercaya. Jadi pilihan saya lebih cenerung Teh Botol Sosro, yang namanya teh kan yang penting rasa teh, melati dan gulanya komposisi dan rasa, nah soal itu Teh Botol Sosro bisa meracik dengan komposisi yang tepat (IF-T: 4).
3. SM. Saya lebih memilih Teh Botol Sosro. Sebab menurut saya rasanya sudah cocok dengan saya. Teh botol Sosro adalah teh yang sudah terkenal mutunya. Produsennya bahkan mengklaim sebagai Ahlinya Teh (SM-T: 4).
4. TW. Saya lebih suka Teh Botol Sosro, jadi soal kualitas menurut saya Teh Botol Sosro lebih unggul dalam perpaduan rasa teh, melati dan gula yang pas. Jadi menurut saya dari segi kualitas Teh Botol Sosro lebih unggul dibandingkan dengan Frestea, oleh karena itu saya lebih memilih Teh Botol Sosro (TW-T: 4).
5. YF. Bicara kualitas saya lebih memilih Teh Botol Sosro, soalnya rasanya menurut saya lebih enak, sesuai dengan tagline iklannya bahwa Sosro adalah Ahlinya Teh (YF-T: 4).
75
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa para responden
menyatakan kualitas Teh Botol Sosro lebih baik, karena mampu memadukan
antara teh, daun melati dan gula dalam komposisi yang pas sehingga para
responden lebih menyukai Teh Botol Sosro dibandingkan dengan Frestea,
sesuai dengan klaim pihak produsennya sebagai Ahlinya Teh.
e. Menurut anda iklan mana dari kedua brand tersebut yang lebih baik, apa alasannya?
No. Subjek Jawaban 1. FS. Kalau iklan mana yang lebih baik, menurut saya Teh Botol Sosro
lebih unggul. Sebab tagline-nya sudah nggak asing lagi, Ahlinya Teh sebagai tagline Teh Botol Sosro menurut saya sudah lebih akrab di telinga masyarakat Indonesia (FS-T: 5).
2. IF. Iklan Teh Botol Sosro lebih baik kalau menurut saya. Tagline Teh Botol Sosro sudah lebih dikenal lebih dulu, siapa sih yang nggak mengenal Ahlinya Teh? Jadi klaim Sosro sebagai Ahlinya Teh adalah sudah tepat, karena komunikasi dalam iklan tersebut menjadi jelas, bahwa Sosro adalah produsen minuman teh yang berpengalaman dan memiliki reputsi baik (IF-T: 5).
3. SM. Kalau menurut saya iklan Teh Botol Sosro lebih baik. Saya juga ingat kalau bulan puasa Teh Botol Sosro punya iklan yang intinya berbuka dengan Teh Botol Sosro. Sebagai minuman teh dalam botol yang sudah lebih dulu eksis dibandingkan dengan Frestea, hal ini menjadikan Teh Botol Sosro lebih dikenal dibandingkan dengan pesaingnya (SM-T: 5).
4. TW. Kalau menurut saya dari ide cerita dan konsistensi iklan Teh Botol Sosro lebih unggul. Soal konsistensi Ahlinya Teh dan warna merah menjadi keunggulan Teh Botol Sosro (TW-T: 5).
5. YF. Saya lebih memilih Teh Botol Sosro, sebagai Ahlinya Teh Sosro sudah dikenal luas oleh masyarakat. Jadi penggunaan tagline Ahlinya Teh dalam iklan Teh Botol Sosro menurut saya memiliki hasil yang memuaskan, karena konsumen mengenal Teh Botol Sosro sebagai teh yang memiliki kualitas yang bagus (YF-T: 5).
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa para responden
menyatakan iklan Teh Botol Sosro lebih baik, karena keberadaan Teh Botol
76
Sosro yang lebih dulu sehingga telah berhasil membangun brand-nya dengan
tagline Ahlinya Teh sebagai minuman teh yang berkualitas dan memiliki
keterkaitan dengan budaya dan masyarakat Indonesia, hal itu ditunjukkan
dengan versi yang sesuai dengan apa yang sedang dialami masyarakat
misalnya pada saaat bulan puasa Teh Botol Sosro membuat varian iklan yang
relevan dengan puasa.
3. Iklan Minuman Bersoda
a. Mengapa anda lebih mengenal Coca-Cola dibanding Fanta Apel, apa alasannya?
No. Subjek Jawaban 1. FS. Karena Coca-Cola identik dengan warna merah sehingga bila
dihadapkan dengan minuman bersoda yang warnanya merah, maka pikiran saya langsung mengarah pada Coca-Cola, jadi menurut saya warna merahnya itu identik dengan Coca-Cola (FS-S: 1).
2. IF. Menurut saya Coca-Cola memang sudah lebih dikenal luas oleh masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Kan Coca-Cola sudah mendunia. Jadi wajar kalau Coca-Cola lebih dikenal dari pada Fanta Apel, meskipun dari produsen yang sama (IF-S: 1).
3. SM. Coca-Cola adalah brand yang sudah sangat terkenal dan ada di mana-mana. Kalau menurut saya Coca-Cola adalah merek yang sudah ada sejak lama jadi memiliki brand yang lebih dikenal masyarakat, jika dibandingkan dengan Fanta Apel (SM-S: 1).
4. TW. Coca-Cola adalah produk dari Amerika yang sudah mendunia, jadi wajar kalau orang lebih mengenal Coca-Cola daripada Fanta Apel. Karena eksistensi Coca-Cola memang sudah tidak diragukan. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan komunikasi antara produsen dengan konsumen yang dikenal dengan iklan. Dari iklan inilah produsen membangun awareness konsumen (TW-S: 1).
5. YF. Coca-Cola lebih dikenal oleh masyarakat itu hal yang wajar, karena memang lebih terkenal. Demikian pula saya lebih mengenal Coca-Cola dibanding Fanta Apel (YF-S: 1).
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa para responden
menyatakan mereka lebih mengenal Coca-Cola dibandingkan dengan Fanta
77
Apel, karena eksistensi Coca-cola sebagai brand global lebih kuat, hal ini
karena keberadaannya yang lebih dulu sehingga Coca-Cola telah berhasil
membentuk awarenessi konsumen dengan komunikasi iklannya selain itu
Coca-Cola juga sudah identik dengan minuman bersoda yang kemasannya
berwarna merah.
b. Apa yang membuat anda lebih mengenal Coca-Cola dibanding Fanta Apel, apa alasannya?
No. Subjek Jawaban 1. FS. Dari iklannya sekarang tagline-nya kan sudah berubah positif dan
semangat di hidup ala Coca-Cola, tapi warna merahnya kan tetap dipertahankan, jadi seperti yang sudah saya katakan tadi warna merah sudah menjadi ciri khas brand tersebut (FS-S: 2).
2. IF. Kalau menurut saya yang menjadikan lebih mengenal Coca-Cola dari iklannya, Coca-Cola kan sudah memasyarakat, jadi wajar kalau orang lebih mengenal Coca-Cola jika dibandingkan dengan Fanta Apel (IF-S: 2).
3. SM. Dari iklannya dan memang saya sudah banyak mengonsumsi Coca-Cola, kalau menurut saya brand yang sudah eksis lebih dulu akan lebih mudah dalam menyampaikan komunikasi lewat iklan, jadi tujuan iklan tersebut untuk memelihara agar konsumen tetap mengenal dan tidak meninggalkan produk yang bersangkutan (SM-S: 2).
4. TW. Dari dulu saya memang sudah mengonsumsi Coca-Cola, kalau lagi pengin saya beli di warung. Biasanya kan ada kaya kulkas untuk menjual Coca-Cola agar tetap dingin. Kalau iklan Coca-Cola menurut saya untuk memelihara agar brand yang sudah dikenal tetap melekat dalam benak konsumen (TW-S: 2).
5. YF. Coca-Cola kan sudah dari dulu ada di Indonesia. Jadi sudah lebih dikenal dibanding Fanta Apel yang relatif masih baru. Menurut saya kalau suatu brand yang lebih dulu ada, kalau diiklankan secara konsisten maka relatif lebih dikenal dibandingkan dengan brand yang menyusul kemudian (YF-S: 2).
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa para responden
menyatakan mereka lebih mengenal Coca-Cola dibandingkan dengan Fanta
78
Apel melalui iklannya yang menjadikan brand tersebut telah dikenal secara
luas oleh masyarakat hal tersebut karena waktu untuk membangun brand
Coca-Cola untuk meningkatkan awareness konsumen telah berhasil,
dibandingkan dengan Fanta Apel yang merupakan produk yang relatif masih
baru. Sehingga wajar jika masyarakat Indonesia lebih mengenal Coca-Cola
dibandingkan dengan Fanta Apel.
c. Apakah warna bisa menjadi ciri khas suatu brand, apa alasannya?
No. Subjek Jawaban 1. FS. Bisa warna menjadi ciri khas suatu brand, asalkan warna tersebut
digunakan secara terus menerus. Jadi konsistensi adalah syarat yang harus dipenuhi, kalau tidak maka tujuan tersebut tidak akan tercapai (FS-S: 3).
2. IF. Sebetulnya warna memang bisa menjadi ciri khas, seperti Coca-Cola dengan warna khas merah, jadi mengapa tidak? Kalau menurut saya syaratnya adalah penggunaan warna secara konsisten dalam jangka waktu yang lama (IF-S: 3).
3. SM. Menurut saya warna bisa saja jadi ciri khas. Warna merah adalah warnanya Coca-Cola, jadi itu ide yang bagus tuh. Syaratnya adalah memiliki warna yang berbeda dengan pesaing dan digunakan dalam jangka waktu yang lama (SM-S: 3).
4. TW. Kalo warna jadi ciri khas itu OK juga. Jadi lebih mudah dikenal gitu. Seperti Coca-Cola dengan warna merahnya. Jadi hal ini adalah merupakan keunggulan suatu brand yang telah memiliki warna yang menjadi ciri khas (TW-S: 3).
5. YF. Penggunaan warna merah pada Coca-Cola menjadi ciri khas sudah menjadi ciri khas brand tersebut. Jadi warna menjadi ciri khas itu sudah dari dulu ada. Kalau Coca-Cola kan dari dulu selalu memakai warna merah, jadi warna merah itu yang menjadi ciri khas Coca-Cola (YF-S: 3).
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa para responden
menyatakan bahwa warna bisa menjadi ciri khas suatu brand, karena
penggunaan warna yang konsisten dalam jangka waktu yang lama mampu
79
menimbulkan asosiasi warna dengan suatu brand tertentu. Misalnya warna
merah yang merupakan warna yang digunakan Coca-Cola telah menjadi
warna khas produk minuman bersoda tersebut.
d. Menurut anda mana yang lebih baik dari kedua brand tersebut, apa
alasannya?
No. Subjek Jawaban 1. FS. Kalau menurut saya lebih bagus Coca-Cola, karena rasanya lebih
paten. Kalau Fanta kan ada banyak rasanya, jadi lebih pas kalau mengonsumsi Coca-Cola. Menurut saya kalau ditanyai mengenai rasa Coca-Cola, maka saya sudah dapat membayangkan rasanya tanpa harus menyebutkan rasa apa, berbeda dengan Fanta yang memiliki berbagai varian rasa, kalau ditanyai mengenai rasa Fanta maka perlu menanyakan Fanta rasa apa (FS-S: 4).
2. IF. Menurut saya kualitas produk bagus yang mana, tergantung dari sudut pandang dan selera, kalau yang ditanyai tapi kalau saya pribadi berpendapat Coca-Cola lebih bagus mutunya, sebab rasanya sudah pas, baik itu rasa colanya, manisnya dan sodanya (IF-S: 4).
3. SM. Saya lebih cenderung memilih Coca-Cola sebagai produk yang lebih bagus kualitasnya, karena menurut saya rasa soda dari Coca-Cola cukup pas, dan dipadu dengan gula dan rasa cola yang menurut saya sudah pas juga. Coca-Cola kan sebagai produsen minuman berkarbonasi yang sudah terkenal dan memiliki pengalaman yang cukup lama (SM-S: 4).
4. TW. Tergantung penilaian orangnya juga, tapi kalau saya pribadi lebih menyukai Coca-Cola dibanding Fanta Apel. Karena menurut saya lidah saya lebih pas dengan Coca-Cola dibanding Fanta Apel (TW-S: 4).
5. YF. Tergantung penilaian orangnya juga, tapi kalau saya pribadi lebih menyukai Coca-Cola dibanding Fanta Apel. Karena menurut saya lidah saya lebih pas dengan Coca-Cola dibanding Fanta Apel (YF-S: 4)
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa para responden
menyatakan bahwa Coca-Cola lebih baik karena Coca-Cola hanya memiliki
satu varian rasa yang sudah cocok dengan selera para responden,hal itu karena
kualitas dan rasa Coca-Cola sudah teruji, sedangkan Fanta merupakan brand
80
yang memiliki banyak varian rasa, sehingga orang lebih mudah mengenal
Coca-Cola dibandingkan dengan Fanta Apel.
e. Menurut anda iklan mana dari kedua brand tersebut yang lebih baik, apa alasannya?
No. Subjek Jawaban 1. FS. Kalau dari iklannya menurut saya Coca-Cola lebih bagus
dibanding dengan iklan Fanta Apel karena lebih kreatif, itu menurut penilaian saya. Kreativitas yang diangkat dalam iklan adalah menghenai semangat seorang pria yang membagikan botol Coca-Cola kepada orang yang ada di dalam bus (FS-S: 5).
2. IF. Kalau dari iklannya, menurut saya Coca-Cola lebih bagus dibanding iklannya Fanta Apel. Sebab iklan Coca-Cola memiliki khas warna merah, itu yang membuat saya menjadi mudah mengingatnya, ada berbagai versi iklan Coca-Cola, namun sepengatahuan saya tidak pernah meningggalkan warna merah (IF-S: 5).
3. SM. Iklan mana yang lebih bagus, sebetulnya dua-duanya bagus, tapi kalau saya disuruh memilih saya lebih menyukai iklannya Coca-Cola, sebab menurut saya dalam iklan Coca-Cola lebih atraktif dan mempertahankan warna merah sebagai warna khas. Kombinasi kreatifitas dan warna merah itu yang membuat iklan Coca-Cola lebih bagus jika dibandingkan dengan iklan Fanta Apel (SM-S: 5).
4. TW. Menurut saya iklan Coca-Cola lebih baik dibanding iklan Fanta Apel, sebab menurut saya lebih menarik perhatian saya. Yang menurut saya menarik adalah penggunaan warna merah sebagai ciri khas Coca-Cola (TW-S: 5).
5. YF. Menurut saya iklan Coca-Cola lebih baik dibanding iklan Fanta Apel, sebab menurut saya lebih menarik perhatian saya. Yang menurut saya menarik adalah penggunaan warna merah sebagai ciri khas Coca-Cola (YF-S: 5).
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa para responden
menyatakan bahwa iklan Coca-Cola lebih baik dibandingkan Fanta Apel
karena kretaivitas iklan Coca-Cola lebih baik karena lebih atraktif dan lebih
semangat, serta tidak meninggalkan warna merah sebagai ciri khas brand
tersebut.
81
D. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa yang memiliki brand
awareness tertinggi adalah kategori top of brand untuk semua produk.
Efektivitas tagline dalam meningkatkan brand awareness bisa ditinjau
berdasarkan data pada tebel hasil penelitian tabel tersebut terlihat bahwa
kategori top of brand menempati kategori tertinggi dengan skor 29441, disusul
kategori brand recall dengan skor 14227, kemudian brand recognition dengan
skor 1161, dan terendah kateori unware of brand dengan skor 172.
Bila dilihat dirinci menurut produknya adalah sebagai berikut: untuk
produk rokok; A Mild dengan skor top of brand sebesar 4856, skor brand
recall dengan skor 2319, skor brand recognition sebesar 192, dan skor unware
of brand sebesar 51, Sampoerna Hijau dengan skor top of brand sebesar
5404, skor brand recall dengan skor 2082, skor brand recognition sebesar
124, dan skor unware of brand sebesar 30. Produk Minuman Teh dengan hasil
skor sebagai berikut: untuk Teh Botol Sosro dengan skor top of brand sebesar
4858, skor brand recall dengan skor 2366, skor brand recognition sebesar
226, dan skor unware of brand sebesar 35, sedangkan Frestea dengan hasil
skor top of brand sebesar 4704, skor brand recall dengan skor 2550, skor
brand recognition sebesar 203, dan skor unware of brand sebesar 16. Kategori
minuman bersoda dengan hasil skor sebagai berikut; untuk Coca-Cola dengan
skor top of brand sebesar 4875 skor brand recall dengan skor 2348, skor
brand recognition sebesar 163, dan skor unware of brand sebesar 5,
sedangkan Fanta Apel dengan skor top of brand sebesar 4744, skor brand
82
recall dengan skor 2550, skor brand recognition sebesar 203, dan skor unware
of brand sebesar 16.
Berdasarkan data di atas diperoleh simpulan bahwa brand yang memiliki
efektivitas tagline lebih tinggi dalam meningkatkan brand awareness adalah
Sampoerna Hijau untuk produk rokok dengan presentase sebesar 50,80 %
(dihitung dari kategori top of brand)., Teh Botol Sosro untuk produk minuman
teh dengan presentase sebesar 50,73 % (dihitung dari kategori top of brand),
dan Coca-Cola untuk produk minuman bersoda dengan presentase sebesar
50,68 % (dihitung dari kategori top of brand).
Dalam penelitian ini yang dijadikan dasar perhitungan efektivitas tagline
dalam meningkatkan brand awareness adalah kategori top of brand, karena
pada kategori inilah subjek langsung dapat menyebutkan detail brand secara
tepat, jadi untuk menghindari adanya bias maka hanya kategori ini yang
digunakan untuk mengukur Efektivitas Tagline dalam Meningkatkan Brand
Awareness, sedangkan kategori lainnya digunakan sebagai pelengkap.
Brand Awareness terjadi karena adanya pengetahuan konsumen akan
brand. Proses terjadinya brand awareness konsumen pertama kali terbentuk
iklan. Pendapat tersebut menunjukkan betapa pentingnya iklan dalam
membangun awareness konsumen terhadap suatu brand. Brand awareness
menggambarkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali,
mengingat kembali suatu brand sebagai bagian dari suatu kategori produk
tertentu. Brand awareness tercipta melalui iklan yang efektif, oleh karena itu
iklan harus memiliki strategi pendekatan tertentu agar komunikasi yang
83
disampaikan sesuai sasaran, untuk mencapai eksekusi, iklan harus memiliki
sebuah pendekatan tertentu sehingga tepat sasaran yakni mampu menciptakan
penjualan dan memelihara loyalitas konsumen. Pendekatan tersebut harus
mampu mencapai tujuan iklan yaitu persuasi. Peter dan Olson (2000: 197)
menyatakan bahwa persuasi yaitu perubahan atas kepercayan, sikap, dan
keinginan berperilaku yang disebabkan oleh suatu komunikasi promosi.
Peter dan Olson (2000: 181) penyajian informasi nonpersonal tentang
suatu produk, brand, perusahaan, atau toko ditujukan untuk memengaruhi
afeksi, kognisi, perasaan, pengetahuaan, makna, kepercayaan, sikap, dan citra
yang berkaitan dengan produk dan brand. Lebih lanjut Peter dan Olson (2000:
181-182) menyatakan walaupun pertama-tama iklan akan memengaruhi afeksi
dan kognisi, tujuannya yang paling utama adalah bagaimana memengaruhi
perilaku pembelian konsumen. Tantangan besar yang dihadapi iklan dalam
mengembangkan pesan/informasi dalam iklan adalah menangkap perhatian
mereka dan menciptakan pemahaman yang tepat.
Untuk mencapai pemahaman yang tepat tersebut, suatu iklan
memerlukan suatu pendekatan. Pendekatan yang dilakukan agar iklan mampu
menciptakan brand awareness adalah dengan tagline. Tagline merupakan
strategi yang kerap digunakan dalam iklan TV, biasanya Tagline muncul di
akhir iklan tersebut. Dalam beberapa iklan, Tagline merupakan suatu hal yang
sudah melekat dalam dan memunculkan asosiasi terhadap Brand Image
tertentu. Misalnya Brand yang sudah terkenal misalnya rokok A Mild dengan
Taglinenya Tanya Kenapa? Yang merupakan strategi reminding
84
(mengingatkan kembali kosumen terhadap suatu Brand) dari Tagline Bukan
Basa-Basi. Dilakukannya perubahan Tagline tersebut sebagai upaya konsumen
tidak bosan terhadap Tagline sebelumnya. Tagline dapat digunakan untuk
membantu mengomunikasikan titik pembeda dari pesaing. (Susanto, dkk.
2004: 86). Tagline ini bisa berubah sesuai dengan perubahan situasi dan
kondisi, maupun sebagai strategi agar konsumen tidak bosan (Mix, September
2006: 58). Keberhasilan Tagline dalam menimbulkan asosiasi terhadap Brand
tertentu merupakan bukti bahwa Tagline memiliki sumbangan signifikan
dalam meningkatkan Brand Awareness.
Brand awareness terbentuk melalui suatu proses, dimana tagline iklan
dipersepsi oleh konsumen dalam jangka waktu yang lama. Tagline
membutuhkan edukasi yang lama untuk bisa meningkatkan Brand Awareness,
misalnya yang dilakukan oleh Coca-Cola yang mengalami perubahan tagline
membutuhkan waktu yang lama, sehingga konsumen menjadi familiar dengan
tagline yang baru (Mix, September 2006: 58). Perubahan tagline diharapkan
mampu meningkatkan penjualan, seperti yang dilakukan Coca-Cola dengan
kreativitas mengganti tagline-nya, hal itu disebabkan karena penurunan
penjualan karena perubahan konsumen dalam mengonsumsi minuman
berkarbonasi menjadi minuman non karbonasi (Mix, September 2006: 59).
Hubungan antara Tagline dengan Brand Awareness melibatkan persepsi.
Thoha (1986:138) menyatakan bahwa pada hakikatnya persepsi merupakan
proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi
tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan,
85
perasaan, dan penciuman. Persepsi merupakan pengalaman tentang objek,
peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. (Rahmat, 2004:51).
Persepsi merupakan proses yang bersifat individual, jadi meskipun
stimulusnya sama, tetapi karena perbedaan pengalaman, kemampuan berfikir,
kerangka acuan, sehingga hasil persepsi antara individu satu dengan yang lain
tidak sama. Keadaan tersebut memberikan sedikit gambaran bahwa persepsi
itu memang berbeda-beda pada setiap orang sehingga dalam persepsi terdapat
beberapa faktor yang memengaruhi dalam persepsi.
Persepsi itu terkait dengan fungsi maupun arti dari suatu produk. Hal ini
sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa produk mempunyai fungsi,
bentuk, dan arti. Ketika konsumen membeli suatu produk, mereka berharap
produk tersebut menjalankan suatu fungsi (Engel, dkk. 2004: 65). Selain itu
suatu produk dapat juga memiliki simbol dalam suatu masyarakat. Senada
dengan pendapat Engel, dkk. (2004: 66) yang menyatakan bahwa produk
mungkin memberikan simbol makna di dalam suatu masyarakat pertimbangan
yang harus diperhatikan dalam suatu iklan adalah bahwa harus memerhatikan
nilai-nilai budaya yang dianut konsumennya. Budaya memengaruhi struktur
konsumsi, budaya memengaruhi bagaimana individu mengambil keputusan,
budaya adalah variabel utama dalam penciptaan dan komunikasi makna dalam
produk. (Engel, dkk. 2004: 66). Budaya memberikan makna pada barang dan
jasa, suatu iklan bisa memberikan makna simbolik dari produk dalam konteks
pemakaiannya. (Engel, dkk. 2004: 67-68). Nilai-nilai budaya membantu
86
menjelaskan perilaku konsumen dalam beberapa cara, nilai-nilai itu kerap
digabungkan dalam iklan bersama dengan manfaat produk (Engel, dkk. 2004:
74).
Pada hakikatnya iklan bertujuan untuk memengaruhi perilaku konsumen.
Iklan yang baik mampu memengaruhi konsumen, sehingga timbul brand
awareness dalam benak konsumen, oleh karena itu banyak iklan yang
menggunakan tagline. Hal ini penting untuk meningkatkan brand awareness
yang mana dengan terciptanya brand awareness berpengaruh terhadap
mindset konsumen, sehingga diharapkan mampu memengaruhi perilaku
pembelian. Pengetahuan konsumen akan brand akan dijadikan acuan perilaku
konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. Brand Awreness menjadi
sumber referensi dalam menentukan mana produk yang disukai dan
dikonsumsi. Berikut ini adalah faktor-faktor yang meningkatkan brand
awareness iklan TV:
1. Produk Rokok
Berdasarkan hasil wawancara tagline Sampoerna Hijau lebih
efektif dibandingkan dengan tagline A Mild karena memiliki keunggulan
sebagai berikut:
a. Mudah Diingat
Tagline yang mudah diingat menempati peringkat tertingi
dalam meningkatkan brand awareness, karena bila tagline mudah
diingat maka akan mudah menimbulkan asosiasi dan bila tagline
87
tersebut diucapkan benak subjek langsung tertuju pada brand yang
diiklankan di TV.
b. Unik
Suatu iklan harus berbeda dengan iklan lainnya. Oleh karena
itu iklan TV harus unik dan memerlukan kreativitas agar memiliki
daya beda dan memiliki nilai lebih dibandingkan dengan pesaing.
Keunikan bisa digali dari segi cerita, tema yang diangkat, warna,
setting iklan dan lain sebagainya.
c. Memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi
Untuk bisa lebih mudah diingat, maka suatu iklan harus lebih
sering muncul, karena pengulangan akan lebih mudah menimbulkan
recall dan recogition. Berdasarkan data pengamatan penulis
menunjukkan frekuensi kemunculan iklan A Mild rata-rata muncul 5
kali dalam semalam, Sampoerna Hijau muncul 6 kali dalam semalam.
Hal ini terbukti bahwa Sampoerna Hijau memiliki brand awareness
yang lebih tinggi.
2. Produk Minuman Teh
Berdasarkan hasil wawancara tagline Teh Botol Sosro lebih efektif
dibandingkan dengan tagline Frestea karena memiliki keunggulan sebagai
berikut:
a. Mudah Diingat
Tagline yang mudah diingat menempati peringkat tertingi
dalam meningkatkan brand awareness, karena bila tagline mudah
88
diingat maka akan mudah menimbulkan asosiasi dan bila tagline
tersebut diucapkan benak subjek langsung tertuju pada brand yang
diiklankan di TV.
b. Sudah Dikenal Lama
Teh Botol Sosro menggunakan tagline Ahlinya Teh, yang
mana hal ini sudah dikenal sejak dulu, jadi dalam kampanye iklannya
tagline tersebut selalu diusung meskipun dalam berbagai variasi
produknya. Namun memang sudah dikenal luas oleh masyarakat sejak
dulu.
c. Memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi
Untuk bisa lebih mudah diingat, maka suatu iklan harus lebih
sering muncul, karena pengulangan akan lebih mudah menimbulkan
recall dan recogition. Berdasarkan pengamatan peneliti dari tanggal 1
Juni – 15 Juni 2007 iklan Teh Botol Sosro muncul 6 kali dalam sehari,
iklan Frestea muncul 4 kali dalah sehari. Dan berdasarkan penelitian
brand awareness Teh Botol Sosro lebih tinggi dibandingkan dengan
Frestea.
d. Dekat dengan kehidupan konsumen.
Hal yang juga berpengaruh dalam membangun awareness
konsumen adalah memilih iklan yang dekat dengan kehidupan
konsumen, sehingga menimbulkan keterlibatan. Produk yang
dipasarkan untuk masyarakat luas, maka sebaiknya memilih tema
yang sesuai dengan segmen yang dibidik. Dalam iklannya Teh Botol
89
Sosro menyesuaikan dengan situasi yang ada, misalnya pada bulan
puasa, mengusung tema ”Berbukalah dengan yang Manis”. Hal ini
sesuai dengan pendapat (Siamora, 2003: 48) yang menyatakan bahwa
dengan adanya brand awareness konsumen dibantu dalam
menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi mengenai produk
dan brand. Hal ini memengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam
mengambil keputusan pembelian (baik itu karena pengalaman masa
lalu dalam mengonsumsi maupun kedekatan dengan merek maupun
karakteristik unik yang dimiliki brand). produk.
3. Produk Minuman Bersoda
Berdasarkan hasil wawancara tagline Coca-Cola lebih efektif
dibandingkan dengan tagline Fanta Apel karena memiliki keunggulan
sebagai berikut:
a. Mudah Diingat
Tagline yang mudah diingat menempati peringkat tertingi
dalam meningkatkan brand awareness, karena bila tagline mudah
diingat maka akan mudah menimbulkan asosiasi dan bila tagline
tersebut diucapkan benak subjek langsung tertuju pada brand yang
diiklankan di TV.
b. Kreatif
Iklan perlu dibuat lebih kreatif agar memilki daya beda dengan
pesaing. Kreatifitas bisa digali melalui bisa digali dari segi cerita, tema
yang diangkat, warna, setting iklan dan lain sebaginya. Pada iklan
90
Coca-Cola hal yang tidak pernah ditinggalkan adalah penggunaan
warna merah sebagai ciri khasnya. Penggunaan yang konsisten dalam
waktu yang lama akan menimbulkan asosiasi.
c. Memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi
Untuk bisa lebih mudah diingat, maka suatu iklan harus lebih sering
muncul, karena pengulangan akan lebih mudah menimbulkan recall
dan recogition. Berdasarkan pengamatan peneliti dari tanggal 1 Juni –
15 Juni 2007 iklan Coca-Cola muncul 5 kali dalam sehari, dan Fanta
Apel muncul 4 kali dalam sehari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
brand awareness Coca-Cola lebih tinggi dibandingkan dengan Fanta
Apel.
Berdasarkan pemaparan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwa tingkatan brand awareness Sampoerna Hijau, Teh Botol Sosro, dan
coca-Cola lebih tinggi karena mudah diingat, unik/kreatif, memiliki
frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi, sudah dikenal lama,
dekat dengan kehidupan konsumen. hal tersebut sesuai dengan pendapat
para ahli seperti Durianto (2004: 30) yang menyatakan bahwa brand
awareness dapat ditingkatkan melalui cara-cara berikut: pesan yang
disampaikan oleh suatu brand harus mudah diingat oleh konsumen, pesan
yang disampaikan harus berbeda dengan produk lainnya serta harus ada
hubungan antara brand dengan kategori produknya, memakai tagline atau
slogan maupun jingle lagu yang menarik sehingga membantu konsumen
mengingat brand.
91
Mengenai penggunaan warna yang bisa menjadi keunikan masing-
masing brand sehingga mampu asoasisi dengan brand tertentu sesuai
dengan pendapat yang menyatakan bahwa penggunaan warna menimbulkan
asosiasi sesaui dengan pendapat Durianto yang menyatakan bahwa salah
satu peran brand awareness adalah menjadi sumber asosiasi lain, suatu
brand yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasi-asosiasi melekat
pada brand tersebut pada benak konsumen, dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa warna khas dari ketiga brand yang diteliti mampu
menimbulkan asosiasi dengan brand yang diiklankan (Sampoerna Hijau
dengan warna Hijau, Teh Botol Sosro dengan warna merah, dan Coca-Cola
dengan warna merah) Kondisi ini menunjukkan bahwa suatu brand yang
awareness-nya tinggi mampu menimbulkan asosiasi positif untuk produk
tersebut.
Frekuensi kemunculan pada televisi yang sering mampu
meningkatkan brand awareness sesuai dengan pendapat Durianto dkk.
(2004: 30) yang menyatakan bahwa perlunya melakukan pengulangan untuk
meningkatkan pengingatan, karena membentuk ingatan adalah lebih sulit
dibanding membentuk pengenalan. Dalam hal ini adalah frekuensi
kemunculan iklan produk di televisi. Hal ini terbukti, berdasarkan hasil
penelitian yangmenunjukkan brand dengan frekuensi kemunculan iklan
yang lebih tinggi memiliki brand awareness yang lebih tinggi.
Mengenai brand yang muncul lebih dulu memiliki brand awareness
yang lebih tinggi sesuai dengan pendapat Irwanto (1988: 76) yang
menyatakan salah satu yang berpengaruh terhadap persepsi adalah
92
pengalaman terhaluhu. Pendapat serupa juga menyatakan bahwa tagline
membutuhkan edukasi yang lama untuk bisa meningkatkan Brand
Awareness (Mix, September 2006: 58). Durianto (2004: 30) juga
menyatakan bahwa suatu brand yang baik eksistensinya berarti teruji oleh
waktu, keberadaan brand yang telah berlangsung lama menunjukkan bahwa
brand tersebut mampu memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen
Alasan mengapa iklan dibuat sesuai dengan nilai-nilai budaya
konsumen (dekat dengan kehidupan konsumen) adalah bahwa konsumen
akan merasa terlibat dengan brand tersebut. Misalnya pada iklan Sampoerna
Hijau dengan mengangkat tema kebersamaan maka konsumen di Indonesia
akan merasa bahwa nilai tersebut sesuai dengan konsumen, pada iklan Teh
Botol Sosro dengan versi berbuka puasa dengan Teh Botol Sosro. Hal ini
sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa budaya memengaruhi
struktur konsumsi, budaya memengaruhi bagaimana individu mengambil
keputusan, budaya adalah variabel utama dalam penciptaan dan komunikasi
makna dalam produk. (Engel, dkk. 2004: 66). Dengan adanya kesamaan
antara nilai-nilai yang ada dalam iklan dengan nilai-nilai budaya konsumen,
maka diharapkan akan menimbulkan rasa suka terhadap brand tersebut,
sesuai dengan pendapat Durianto (2004: 7) yang menyatakan bahwa salah
satu peran brand awareness adalah menimbulkan rasa familier atau rasa
suka terhadap brand tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa faktor-faktor yang
yang memengaruhi efektifitas tagline dalam meningkatkan brand
awareness, untuk masing-masing kategori tidaklah sama namun pada
93
dasarnya untuk menciptakan tagline yang mampu menciptakan brand
awareness, memiliki karakteritik sebagai berikut: mudah diingat,
unik/kreatif, memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi,
sudah dikenal lama, dekat dengan kehidupan konsumen.
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa iklan yang memiliki
tagline berpengaruh terhadap perilaku konsumen, berikut ini adalah bagan
yang menjelaskan pengaruh iklan terhadap perilaku konsumen:
PERHATIAN Fokus pada informasi “sentral” yang berkaitan dengan produk
Persepsi
• Mudah diingat • Unik/Kreatif • Frekuensi kemunculan
pada TV tinggi • Sudah lama dikenal • Memiliki nilai yang
relevan dengan kehidupan konsumen
Mindset Konsumen
Keputusan Pembelian
Persuasi Iklan (Pendekatan dalam rangka menarik perhatian Konsumen) Iklan yang
memiliki tagline
Konsumen
Brand Awareness
PEMAHAMAN • pemikiran yang lebih
dalam tentang ciri-ciri produk
• Rincian yang lebih dalam
Bagan 7 Pengaruh Iklan terhadap Perilaku konsumen
94
Dari bagan tersebut di atas diketahui bahwa iklan yang memiliki
tagline menggunakan suatu persuasi dalam rangka menarik perhatian
konsumen. Perhatian ini memerlukan fokus pada informasi yang berkaitan
dengan produk yang akan menyebabkan konsumen memerhatikan informasi
mengenai suatu produk. Dari perhatian terhadap iklan muncul pemahaman,
pemahaman ini memerlukan pemikiran yang lebih dalam mengenai ciri-ciri
produk, kemudian muncul rincian pemahaman yang lebih dalam. Dalam
mencapai pemahaman memerlukan persepsi untuk meningkatkan brand
awareness, suatu iklan sebaiknya memiliki tagline yang mudah diingat,
unik/kreatif, frekuensi kemunculan pada TV tinggi, sudah lama dikenal,
memiliki nilai yang relevan dengan kehidupan konsumen, sehingga mampu
memengaruhi mind set (pola pikir) konsumen, yang pada akhirnya
memengaruhi perilaku pembelian.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa brand awaereness
muncul karena adanya persepsi terhadap iklan. Agar pesan suatu iklan dapat
disampaikan secara efektif, maka iklan menggunakan pendekatan dengan
menggunakan tagline. Dengan adanya persuasi tersebut diharapkan pesan
yang disampaikan mudah diingat, sehingga terciptalah brand awareness.
Tagline yang mampu meningkatkan brand awareness memiliki ciri-ciri
sebagai berikut: mudah diingat, unik/kreatif, memiliki frekuensi
kemunculan pada televisi yang cukup tinggi, memiliki nilai-nilai yang
relevan dengan kehidupan konsumen.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan dan membahas hasil penelitian dari instrumen
tertentu yang kemudian dianalisis dengan teknik dan metode yang telah
ditentukan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan pada mahasiswa psikologi, penelitian dilakukan
dengan mewawancari setiap subjek secara individu dengan metode wawancara
terstruktur, dalam wawancara ini pewawancara terikat oleh suatu fungsi bukan
saja sebagai pengumpul data yang relevan dengan maksud-maksud penelitian
yang telah direncanakan sebelumnya (Hadi, 2000:232).
Pelaksanaan penelitian dalam rangka mengambil data dari subjek
dilaksanakan dari tanggal 15 Juni sampai tanggal 21 Juni 2007. Dalam
pengambilan data peneliti menggunakan cara yaitu yaitu melakukan dengan
wawancara terstruktur, sesuai dengan petunjuk yang ada dalam lembar
pertama skala Brand Awareness Measurement dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Minimal menonton TV selama 3 jam per hari,
2. Pemberian Skor dalam kategori tertentu dengen ketentuian sebagai
berikut:
a. Apabila dalam pertanyaan pertama anda langsung bisa menjawab,
maka anda berada dalam kategori Top of Mind.
65
66
b. Bila anda memerlukan bantuan dalam menjawab, maka anda berada
dalam kategori Brand recall.
c. Bila anda memerlukan bantuan lagi dalam menjawab maka anda
berada dalam kategori Brand Recognition.
d. Namun bila anda telah diberi bantuan dua kali dalam menjawab anda
belum bisa menjawab, maka anda masuk dalam kategori Unware of
Brand.
3. Setiap jawaban dalam setiap kategori akan diberi alokasi waktu20 detik
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Bila menjawab dalam waktu 0 – 4 detik akan mendapatkan skor 5
b. Bila menjawab dalam waktu 4 – 8 detik akan mendapatkan skor 4
c. Bila menjawab dalam waktu 8 – 12 detik akan mendapatkan skor 3
d. Bila menjawab dalam waktu 12 – 16 detik akan mendapatkan skor 2
e. Bila menjawab dalam waktu 16 – 20 detik akan mendapatkan skor 1
Untuk melengkapi data yang diperoleh melalui angket, peneliti
menggunakan wawancara. Wawancara juga digunakan sebagai bahan cek
ulang informasi yang diperoleh mealui angket. Jumlah responden dalam
wawancara ini ada 5 orang laki-laki dengan alasan bahwa dalam penelitian ini
terdapat produk rokok, yang mana konsumen rokok terbesar adalah laki-laki,
apalagi di kalangan mahasiswa. Pemilihan responden laki-laki ini dilakukan
secara acak.
67
B. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai
berikut:
1.1.Produk Rokok
Kategori Brand Brand Unware No. Brand Name Top of Brand Recall Recognition of Brand
1 A Mild 4858 2366 226 35 2 Sampoerna Hijau 4704 2562 253 35 Jumlah 9562 4928 479 70
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori top of brand menduduki
peringkat pertama dengan skor untuk A Mild 4858 dan Sampoerna Hijau
dengan skor 4704, sedangkan peringkat kedua adalah kategori brand recall
dengan skor untuk A Mild sebesar 2356 dan Sampoerna Hijau sebesar 2562.
peringkat ketiga adalah brand recognition dengan skor 226 untuk A Mild dan
253 untuk Sampoerna Hijau. Peringkat terakhir adalah unware of brand
dengan skor 35 untuk A Mild dan Sampoerna Hijau. Hasil penelitian ini dapat
ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:
68
Grafik 1.1. Brand Awareness Produk Rokok
Brand Awareness Produk Rokok
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori
1 A Mild2 Sampoerna Hijau2 Jumlah
1.2.Presentase Brand Awareness Rokok
Kategori Brand Brand Unware No. Brand Name Top of Brand Recall Recognition of Brand
1 A Mild 4858 2366 226 35 2 Sampoerna Hijau 4704 2562 253 35 Jumlah 9562 4928 479 70 Presentase (%) 50.805271 48.01136 47.18163 50
Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase brand awareness
kategori top of brand sebesar 50,80% yang menunjukkan bahwa A Mild
memiliki brand awareness yang lebih tinggi dibandingkan dengan Sampoerna
Hijau, sedangkan presentase kategori brand recall sebesar 48,01 % yang
menunjukkan bahwa brand awareness A Mild lebih kecil dibandingkan
Sampoerna Hijau untuk kategori ini. Presentase kategori brand recognition
69
menunjukkan nilai 47,18 % yang berarti brand awareness A Mild lebih
rendah dibandingkan dengan Sampoerna Hijau, sedangkan presentase kategori
unware of brand sebesar 50 % yang menunjukkan bahwa tingkat brand
awareness untuk kategori ini sama antara A Mild dan Sampoerna Hijau. Hasil
penelitian ini dapat ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:
Grafik 1.2. Presentase Brand Awareness Produk Rokok
Presentase Brand Awareness Produk Rokok
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori
1 A Mild2 Sampoerna Hijau2 Jumlah2 Presentase (%)
70
2.1. Produk Minuman Teh
Kategori Brand Brand Unware No. Brand Name Top of Brand Recall Recognition of Brand
1 Teh Botol Sosro 4302 2081 188 35 2 Frestea 4178 2241 235 25 Jumlah 8480 4322 423 60
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori top of brand menduduki
peringkat pertama dengan skor untuk Teh Botol Sosro 4302 dan Frestea
dengan skor 4178, sedangkan peringkat kedua adalah kategori brand recall
dengan skor untuk Teh Botol Sosro sebesar 2081 dan Frestea sebesar 2241,.
peringkat ketiga adalah brand recognition dengan skor 188 untuk Teh Botol
Sosro dan 235 untuk Frestea. Peringkat terakhir adalah unware of brand
dengan skor 35 untuk Teh Botol Sosro dan 25 untuk Frestea. Hasil penelitian
ini dapat ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:
71
Grafik 2.1. Brand Awareness Produk Minuman Teh
Brand Awareness Produk Minuman Teh
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori
1 Teh Botol Sosro2 Freste2 Jumlah
2.2. Presentase Brand Awareness Minuman Teh
Kategori Brand Brand Unware No. Brand Name Top of Brand Recall Recognition of Brand
1 Teh Botol Sosro 4302 2081 188 35 2 Freste 4178 2241 235 25 Jumlah 8480 4322 423 60 Presentase (%) 50.731132 48.14901 44.44444 58.33333
Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase brand awareness
kategori top of brand sebesar 50,73% yang menunjukkan bahwa Teh Botol
Sosro memiliki brand awareness yang lebih tinggi dibandingkan dengan
Frestea, sedangkan presentase kategori brand recall sebesar 48,14 % yang
menunjukkan bahwa brand awareness Teh Botol Sosro lebih kecil
dibandingkan Frestea untuk kategori ini. Presentase kategori brand
recognition menunjukkan nilai 44,44 % yang berarti brand awareness Teh
72
Botol Sosro lebih rendah dibandingkan dengan Frestea, sedangkan presentase
kategori unware of brand sebesar 58,33 % yang menunjukkan bahwa tingkat
brand awareness untuk kategori ini Teh Botol Sosro lebih Tinggi
dibandingkan dengan Frestea. Hasil penelitian ini dapat ditunjukkan dalam
Grafik sebagai berikut:
Grafik 2.2. Presentase Brand Awareness Produk Minuman Teh
Presentase Brand Awareness Produk minuman Teh
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori
1 Teh Botol Sosro2 Freste2 Jumlah2 Presentase (%)
3.1. Produk Minuman Bersoda
Kategori Brand Brand Unware No. Brand Name Top of BrandRecall Recognition of Brand
1 Fanta Apel 4744 2550 203 16 2 Coca-Cola 4875 2348 163 5 Jumlah 9619 4898 366 21
73
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori top of brand menduduki
peringkat pertama dengan skor untuk Fanta Apel sebesar 4744 dan Coca-Cola
dengan skor 4875, sedangkan peringkat kedua adalah kategori brand recall
dengan skor untuk Fanta Apel sebesar 2550 dan Coca-Cola sebesar 2348,.
peringkat ketiga adalah brand recognition dengan skor 203 untuk Fanta Apel
dan 163 untuk Coca-Cola. Peringkat terakhir adalah unware of brand dengan
skor 16 untuk Fanta Apel dan 5 untuk Coca-Cola. Hasil penelitian ini dapat
ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:
Grafik 3.1.
Brand Awareness Produk Minuman Bersoda
Brand Awareness Produk MInuman Bersoda
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori
1 Fanta Apel2 Coca-cola2 Jumlah
74
3.2.Presentase Brand Awareness Minuman Bersoda
Kategori Brand Brand Unware No. Brand Name Top of Brand Recall Recognition of Brand
1 Coca-Cola 4875 2348 163 5 2 Fanta Apel 4744 2550 203 16 Jumlah 9619 4898 366 21 Presentase (%) 49.319056 52.06207 55.46448 76.19048
Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase brand awareness
kategori top of brand sebesar 49,31 % yang menunjukkan bahwa Fanta Apel
memiliki brand awareness yang lebih rendah dibandingkan dengan Coca-
Cola, sedangkan presentase kategori brand recall sebesar 52,06 % yang
menunjukkan bahwa brand awareness Fanta Apel lebih besar dibandingkan
Coca-Cola untuk kategori ini. Presentase kategori brand recognition
menunjukkan nilai 55,46 % yang berarti brand awareness Fanta Apel lebih
tinggi dibandingkan dengan Coca-Cola, sedangkan presentase kategori
unware of brand sebesar 76,19 % yang menunjukkan bahwa tingkat brand
awareness untuk kategori ini Fanta Apel lebih tinggi dibandingkan dengan
Coca-Cola. Hasil penelitian ini dapat ditunjukkan dalam Grafik sebagai
berikut:
75
Grafik 3.2. Presentase Brand Awareness Produk Minuman Bersoda
Presentase Brand Awareness Produk Minuman Bersoda
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori
1 Coca-Cola2 Fanta Apel2 Jumlah2 Presentase (%)
Tabel 4.1
Ringkasan Brand Awareness Measurement Produk Rokok, Minuman Teh, Dan Minuman Bersoda
Kategori
Brand Brand Unware No. Brand Name Top of Brand Recall Recognition of Brand
1 A Mild 4856 2319 192 51 2 Sampoerna Hijau 5404 2082 124 30 3 Teh Botol Sosro 4858 2366 226 35 4 Frestea 4704 2562 253 35 5 Fanta Apel 4744 2550 203 16 6 Coca-cola 4875 2348 163 5 Jumlah 29441 14227 1161 172 Rata-Rata 4906.8333 2371.167 193.5 28.66667
Hasil penelitian menunjukkan bahwa brand awareness kategori top of
brand menempati urutan tertinggi dengan skor 29441 atau rata-rata sebesar
4906, 83, urutan kedua adalah kategori brand recall dengan skor 14227 atau
rata-rata sebesar 2371,167, urutan ketiga adalah kategori brand recognition
76
dengan skor 1161 atau rata-rata sebesar 193,5, dan urutan terakhir yaitu
kategori unware of brand dengan skor 172 atau dengan rata-rata 28,66. Hasil
penelitian ini dapat ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:
Grafik 4.2.
Brand Awareness Measurement Produk Rokok, Minuman Teh, dan Minuman Bersoda
Brand Awareness Produk Rokok, Minuman Teh, dan Minuman Bersoda
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
A Mild SampoernaHijau
Teh Botol Sosro Fresh Tea Fanta Apel Coca-cola Jumlah
1 2 3 4 5 6
Kategori Top of BrandKategori Brand RecallKategori Brand RecognitionKategori Unware of Brand
C. Hasil Wawancara
Wawancara dilakukan sebagai pelengkap serta bahan cek ulang
informasi yang diperoleh melalui angket. Wawancara dilakukan pada tanggal
15 Juni sampai tanggal 21 Juni 2007. Menurut wawancara yang telah
dilakukan faktor-faktor yang memengaruhi brand awareness adalah sebagai
berikut:
77
1. Iklan Rokok
a. Mengapa anda lebih mengenal Sampoerna Hijau dibanding A Mild,
apa alasannya?
No. Subjek Alasan
1. FS Karena Sampoerna Hijau menggunakan warna hijau sehingga bila
disebutkan rokok yang warnanya hijau, maka pikiran saya
langsung mengarah pada Sampoerna Hijau, jadi menurut saya
warna hijau sudah menjadi ciri khas produk tersebut.
2. IF Sampoerna Hijau memiliki slogan Nggak Ada Loe nggak rame,
menurut saya iklan ini memiliki kreativitas yang unik, pokoknya
berbeda dengan iklan lainlah. Kreativitas yang menarik menurut
saya adalah mengenai kebersamaan, sejak menggunakan Gang
Hijau sebagai ikon produknya, sampai sekarang selalu
menggunakan unsur kebersamaan. Ingat tuh orang yang pegangan
rambut temannya agar tidak tercebur ke suangai. Bagian itu yang
menarik menurut saya.
3. SM Karena menurut saya iklan Sampoerna Hijau menggunakan ide
yang menggelitik, oleh karena itu saya jadi lebih mengenal iklan
Sampoerna Hijau dibandingkan dengan iklan A Mild. Bagian yang
menggelitik itu menurut saya saya ada tiga orang yang saling
berpegangan temannya agar tidak tercebur ke sungai.
4. TW. Sampeorna Hijau, Nggak Ada Loe Nggak Rame. Itu iklan yang
pokoknya keren lah. Idenya baik, ceritanya menarik, dan merakyat.
78
Bagian yang paling menarik menurut saya adalah unsur
kebersamaan, yakni ketika ketiga orang saling berpegangan agar
tidak terperosok ke sungai
5. YF Iklan Sampoerna Hijau boleh dibilang iklan yang beda dengan
iklan produk sejenis. Salut buat yang bikin iklan tersebut. Menurut
saya hal yang sudah melekat dalam Sampoerna Hijau adalah warna
hijau. Dalam setiap iklannya baik cetak maupun elektronik
menggunakan unsur warna hijau, jadi warna hijau sudah melekat
pada Sampoerna Hijau.
b. Apa yang membuat anda lebih mengenal Sampoerna Hijau dibanding
A Mild, apa alasannya?
No. Subjek Alasan
1. FS Kalau menurut saya dulu kan iklannya pake Geng Ijo, yang ijo-ijo
gitu, kalo sekarang diganti Nggak Ada Loe Nggak Rame, meski
begitu karena iklannya menarik jadi mudah diingat. Menurut saya
bagian yang menarik dari iklan ini adalah penggunaan warna
hijaunya. Kalau membicarakan Sampoerna Hijau menurut saya
sudah identik dengan warna hijau.
2. IF Sampoerna Hijau menggunakan warna hijau sehingga kalau ada
Clue warna hijau maka iklan tersebut pasti Sampoerna Hijau.
Sampoerna Hijau kan dari namanya ada sudah Hijau jadi warnanya
ya pasti Hijau.
79
3. SM Dari iklannya kali ya. Ya iklannya OK banget. Jarang jarang ada
iklan yang sekreatif itu. Menggunakan tiga orang yang saling
membantu agar tidak tercebur ke sungai. Jadi yang menarik
menurut saya dalam iklan Sampoerna Hijau adalah
kebersamaannya.
4. TW. Dari yang dulu pake Geng Hijau, Hingga kini yang pake tagline
Nggak Ada Loe Nggak Rame, itu iklan memang udah bagus, jadi
saya sih tahu aja dari iklannya, kan ngikutin perkembangan
iklannya juga. Tapi yang tidak pernah ditinggalkan dari iklan
Sampoerna Hijau adalah selalu menggunakan warna hijau.
5. YF Dari dulu saya memang sudah mengonsumsi Coca-Cola, kalau lagi
pengin saya beli di warung. Biasanya kan ada kaya kulkas untuk
menjual Coca-Cola agar tetap dingin. Kalau iklan Coca-Cola
menurut saya untuk memelihara agar brand yang sudah dikenal
tetap melekat dalam benak konsumen.
c. Apakah warna bisa menjadi ciri khas suatu brand, apa alasannya?
No. Subjek Alasan
1. FS Bisa saja suatu warna menjadi ciri khas suatu brand, konsistensi
penggunaan warna akan menimbulkan asosiasi. Contohnya pada
Sampoerna Hijau menggunakan warna hijau sejak muncul produk
tersebut kan belum pernah menggnakan warna lain, sejak dulu
produk tersebut memang sudah hijau sih.
2. IF Sebetulnya bukanhanya Sampoerna Hijau yang menggunakan
80
Warna Sebagai ciri khas. Misalnya Coca-Cola dengan warna khas
merah, jadi mengapa tidak? Yang penting kan penggunaan
warnanya ajeg dan tidak berubah-ubah agar tidak membingungkan
konsumen.
3. SM Menurut saya warna bisa saja jadi ciri khas. Itu ide yang bagus tuh,
asalkan digunakan secara terus menerus. Jadi kuncinya kalau
menurut saya adalah konsistensi penggunaan warna dalam jangka
waktu yang lama.
4. TW. Kalo warna jadi ciri khas itu OK juga. Jadi lebih mudah dikenal
gitu, kan orang jadi tahu dari warnanya ini produk apa. Jadi warna
jadi ciri khas itu ide yang cemerlang, jadi kalau suatu warna sudah
menjadi ciri khas suatu brand hal itu perlu dipertahankan, agar
tetap digunakan pada iklan versi berikutnya.
5. YF Penggunaan warna menjadi ciri khas itu adalah ide yang
bagus.supaya kita bicara suatu produk yang warnanya ini, oh
pikiran kita tertuju pada merek ini, jadi kenapa tidak? Seperti
warna hijau pada Sampoerna Hijau.
d. Menurut anda mana yang lebih baik dari kedua brand tersebut, apa
alasannya?
No. Subjek Alasan
1. FS. Kalau menurut saya mungkin lebih mementingkan yang yang
berkadar tar dan nikotin rendah. Jadi kalau dari produknya
81
mungkin A Mild lebih bagus. Tapi kalau dari rasa sebenarnya saya
lebih menyukai yang kretek, soalnya lebih mantap.
2. IF. Menurut saya kualitas produk bagus yang mana, tergantung dari
sudut pandang dan selera, kalau yang ditanyai mahasiswa mungkin
lebih menyukai yang filter, tapi kalau komunitas tertentu meungkin
lebih suka yang kretek. Yang lebih menyukai filter mungkin
karena alasan kesehatan, tapi menurut saya rokok filter tidak dapat
menyaingi kretek dari segi rasanya yang mantap
3. SM. Saya bingung juga kalau ditanyai mana yang lebih bagus. Soalnya
tergantung situasi juga, kalau di daerah dingin misal gunung lebih
lebih mantap yang kretek, tapi kalau di kota lebih cocok yang
filter. Jadi tergantung sudut pandangnya. Kalau saya pribadi
sebetulnya dari segi rasa suka yang kretek, yaitu Sampoerna Hijau.
4. TW. Tergantung penilaian orangnya juga, tapi kalau saya pribadi lebih
menyukai yang filter, karena lebih ringan kandungan tar dan
nikotinnya, tapi kalau dari rasa saya suka Sampoerna Hijau karena
rasanya lebih mantap.
5. YF. Penilaian saya kalau kualitas produk, saya lebih cenderung
menyukai yang A Mild, soalnya kan tar dan nikotinnya lebih
rendah. Kalau soal kualitas produk itu kan tergantung yang
menilai.
82
e. Menurut anda iklan mana dari kedua brand tersebut yang lebih baik,
apa alasannya?
No. Subjek Alasan
1. FS. Kalau dari iklannya menurut saya Sampoerna Hijau lebih baik, dan
lebih mementingkan solidaritas. Bisa dilihat dari iklannya yang
agar temannya selamat ia rela menderita rambutnya dijambak.
Adegan ini bisa dilihat saat seorang mau jatuh, ia pegangan rambut
temannya, dan temannya yang dijambak tersebut pegangan celana
temannya. Pokoknya solidaritasnya tinggi.
2. IF. Kalau dari sudut pandang iklannya, saya pikir Sampoerna Hijau
lebih baik, dari ceritanya dan kreativitasnya. Saya berpandangan
yang menarik pengangkatan warna hijaunya menjadi sesuatu yang
tak pernah ditinggalkan.
3. SM. Iklan mana yang lebih bagus, sebetulnya dua-duanya bagus, tapi
kalau saya disuruh memilih saya lebih cenderung ke Sampoerna
Hijau. Sebab idenya iklannya selalu konsisten mengguanakan
warna hijau.
4. TW. Menurut saya iklan Sampoerna Hijau lebih keratif dan
memasyarakat. Bisa dilihat sejak Gang Hijau dengan tagline-nya
ijo-ijo itu, tetap mementingkan kebersamaan. Itu yang menurut
saya menjadi bagian tak terpisahkan dari Sampoerna Hiaju.
5. YF. Aduh bingung juga kalau ditanyain mana yang lebih bagus, tapi
saya lebih cenderung ke Sampoerna Hijau aja deh. Sebab tidak
pernah lepas dari solidaritas.
83
2. Iklan Minuman Teh
a. Mengapa anda lebih mengenal Teh Botol Sosro dibanding Frestea, apa
alasannya?
No. Subjek Alasan
1. FS. Karena Teh Botol Sosro sudah lebih dulu ada, dan memang sudah
lebih terkenal dulu. Jadi kalau dari kecil saya sudah minum Teh
Botol Sosro, kalau Frestea saya malah mulai mengenal sekitar
SMA. Alasan saya lebih mengenal Teh Botol Sosro dibandingkan
dengan Frestea adalah karena produk tersebut sudah lebih dulu ada
di pasaran.
2. IF. Teh Botol Sosro sudah dikenal masyarakat kita, kalau ada acara
rapat atau kondangan juga biasanya disuguhi Teh Botol Sosro. Jadi
memang kalau menurut saya Teh Botol Sosro sudah lebih dikenal
luas oleh masyarakat Indonesia.
3. SM. Ya Teh Botol Sosro memang sudah lebih terkenal, jadi saya juga
lebih tahu Teh Botol Sosro. Kan kalau teh botol lebih identik
dengan Teh Botol Sosro. Selain itu Teh Botol Sosro kan
merupakan produsen minuman teh yang terkemuka di Indonesia
yang kualitasnya sudah tidak diragukan lagi. Jadi kalau ada iklan
Teh Botol Sosro menurut saya akan menambah pengetahuan
konsumen Indonesia akan Teh Botol Sosro.
4. TW. Dimana-mana diwarung-warung, toko-toko, mini market, rumah
makan, restoran sudah ada. Memang Teh Botol Sosro sudah lebih
84
terkenal dan ada di mana-mana. Jadi dari segi distribusi dan nama
menurut saya Teh Botol Sosro lebih unggul jika dibandingkan
dengan Frestea.
5. YF. Teh Botol Sosro sudah lebih dulu ada jadi sudah lebih dikenal
masyarakat, jadi saya juga lebih mengenal Teh Botol Sosro. Soal
rasa saya juga lebih suka dan pas rasanya, rasa melati dan
manisnya pas jika dibaningkan dengan Frestea. Karena
sepengatahuan saya Frestea adalah produk yang relatif masih baru
jadi wajar kalau saya pribadi lebih mengenal Teh Botol Sosro
dibandingkan dengan Frestea.
b. Apa yang membuat anda lebih mengenal Teh Botol Sosro dibanding
Frestea, apa alasannya?
No. Subjek Alasan
1. FS. Karena Teh Botol Sosro sudah lebih dulu ada, dan memang sudah
lebih terkenal dulu, seperti yang sudah saya katakan tadi kalau
suatu produk lebih dulu ada dan iklannyapun kerap muncul di
televisi menurut saya akan lebnih dikenal oleh konsumen.
2. IF. Teh Botol Sosro sudah dikenal masyarakat kita, kalau ada acara
rapat atau kondangan juga biasanya disuguhi Teh Botol Sosro. Jadi
memang kalau menurut saya Teh Botol Sosro sudah lebih dikenal
luas oleh masyarakat Indonesia.
3. SM. Ya Teh Botol Sosro memang sudah lebih terkenal, jadi saya juga
85
lebih tahu Teh Botol Sosro jika dibandingkan dengan Frestea.
Kalau ada iklan mengenai Teh Botol Sosro hal itu akan semakin
membuat konsumen mengetahui keberadaan brand tersebut.
4. TW. Dimana-mana diwarung-warung, toko-toko, mini market, rumah
makan, restoran sudah ada. Memang Teh Botol Sosro sudah lebih
terkenal dan ada di mana-mana. Hal itu kalau menurut saya tidak
terlepas dari kampanye iklan yang dilakukan oleh PT. Sinar Sosro
selaku produsen, agar produk yang dihasilkan menjadi market
leader kategori minuman teh dalam botol.
5. YF. Teh Botol Sosro sudah lebih dulu ada jadi sudah lebih dikenal
masyarakat, jadi saya juga lebih mengenal Teh Botol Sosro. Hal itu
kalau menurut saya tidak terlepas dari iklan yang sejak dulu
dilakukan. Hal ini menyebabkan konsumen lebih mengenal Teh
Botol Sosro. Selain itu Sosro kan dikenal sebagai Ahlinya Teh jadi
kualitas dan reputsinya sudah dikenal luas oleh masyarakat.
c. Apakah warna bisa menjadi ciri khas suatu brand, apa alasannya?
No. Subjek Alasan
1. FS. Tentu bisa, asalkan penggunaan warna yang berbeda dengan
pesaing dan konsistensinya dipertahankan. Dengan demikian orang
akan mengaitkn warna dengan brand yang dimaksud, jadi suatu
warna bisa diidntikan dengan suatu brand tertentu. Menurut saya
bila suatu warna telah identik dengan suatu brand maka pesaing
86
akan menggunakan warna lain yang kontras, misalnya kalau Teh
Botol Sosro memakai warna merah, sedangkan Frestea
menggunakan warna hijau, merah sama hijau kan kontras jadi
konsumen bisa membedakannya dengan mudah.
2. IF. Warna bisa dikaitkan dengan suatu brand, asalkan berbeda dan
digunakan secara konsisten. Pada teh Botol Sosro warna merah
yang menjadi ciri khas, jadi kalau menurut saya warna yang
digunakan secara konsisten dalam waktu yang lama bisa menjadi
ciri khas brand tertentu.
3. SM. Warna yang menarik, berbeda, dan konsisten bisa menjadi ciri
khas suatu brand. Warna merah pada Teh Botol Sosro sudah
melekat. Kan agar warna bisa menjadi ciri khas memerlukan waktu
yang lama, kalau menurut saya Teh Botol Sosro kan sudah ada
sejak lama, nah ini yang menjadi keunggulan Teh Botol Sosro
dibandingkan dengan Frestea.
4. TW. Kenapa tidak? Asalkan warna tersebut menarik dan berbeda
dengan pesaing bisa saja menjadi ciri khas. Beberapa brand telah
menggunakannya misalnya Teh Botol Sosro dengan warna merah.
5. YF. Ya bisa, karena orang bisa mengaitkan suatu brand dengan warna
dengan penggunaan yang terus-menerus. Seperti yang dilakukan
teh Botol Sosro warna merah sudah identik.
87
d. Menurut anda mana yang lebih baik dari kedua brand tersebut, apa
alasannya?
No. Subjek Alasan
1. FS. Soalnya kualitas dan rasanya Teh Botol Sosro sudah tidak
diragukan lagi. Rasa melati dan manisnya menurut saya sudah
jaminan soal rasa. Kalau saya di toko ada dua produk tersebut,
maka saya akan memilih Teh Botol Sosro.
2. IF. Menurut saya, Teh Botol Sosro lebih terpercaya. Jadi pilihan saya
lebih cenerung Teh Botol Sosro, yang namanya teh kan yang
penting rasa teh, melati dan gulanya komposisi dan rasa, nah soal
itu Teh Botol Sosro bisa meracik dengan komposisi yang tepat.
3. SM. Saya lebih memilih Teh Botol Sosro. Sebab menurut saya rasanya
sudah cocok dengan saya. Teh botol Sosro adalah teh yang sudah
terkenal mutunya. Produsennya bahkan mengklaim sebagai
Ahlinya Teh.
4. TW. Saya lebih suka Teh Botol Sosro, jadi soal kualitas menurut saya
Teh Botol Sosro lebih unggul dalam perpaduan rasa teh, melati dan
gula yang pas. Jadi menurut saya dari segi kualitas Teh Botol
Sosro lebih unggul dibandingkan dengan Frestea, oleh karena itu
saya lebih memilih Teh Botol Sosro.
5. YF. Bicara kualitas saya lebih memilih Teh Botol Sosro, soalnya
rasanya menurut saya lebih enak, sesuai dengan tagline iklannya
bahwa Sosro adalah Ahlinya Teh.
88
e. Menurut anda iklan mana dari kedua brand tersebut yang lebih baik,
apa alasannya?
No. Subjek Alasan
1. FS. Kalau iklan mana yang lebih baik, menurut saya Teh Botol Sosro
lebih unggul. Sebab tagline-nya sudah nggak asing lagi, Ahlinya
Teh sebagai tagline Teh Botol Sosro menurut saya sudah lebih
akrab di telinga masyarakat Indonesia.
2. IF. Iklan Teh Botol Sosro lebih baik kalau menurut saya. Tagline Teh
Botol Sosro sudah lebih dikenal lebih dulu, siapa sih yang nggak
mengenal Ahlinya Teh? Jadi klaim Sosro sebagai Ahlinya Teh
adalah sudah tepat, karena komunikasi dalam iklan tersebut
menjadi jelas, bahwa Sosro adalah produsen minuman teh yang
berpengalaman dan memiliki reputsi baik.
3. SM. Kalau menurut saya iklan Teh Botol Sosro lebih baik. Saya juga
ingat kalau bulan puasa Teh Botol Sosro punya iklan yang intinya
berbuka dengan Teh Botol Sosro. Sebagai minuman teh dalam
botol yang sudah lebih dulu eksis dibandingkan dengan Frestea,
hal ini menjadikan Teh Botol Sosro lebih dikenal dibaningkan
dengan pesaingnya.
4. TW. Kalau menurut saya dari ide cerita dan konsistensi iklan Teh Botol
Sosro lebih unggul. Soal konsistensi Ahlinya Teh dan warna merah
menjadi keunggulan Teh Botol Sosro.
5. YF. Saya lebih memilih Teh Botol Sosro, sebagai Ahlinya Teh Sosro
89
sudah dikenal luas oleh masyarakat. Jadi penggunaan tagline
Ahlinya Teh dalam iklan Teh Botol Sosro menurut saya memiliki
hasil yang memuaskan, karena konsumen mengenal Teh Botol
Sosro sebagai teh yang memiliki kualitas yang bagus.
3. Iklan Minuman Bersoda
a. Mengapa anda lebih mengenal Coca-Cola dibanding Fanta Apel, apa
alasannya?
No. Subjek Alasan
1. FS. Karena Coca-Cola identik dengan warna merah sehingga bila
dihadapkan dengan minuman bersoda yang warnanya merah, maka
pikiran saya langsung mengarah pada Coca-Cola, jadi menurut
saya warna merahnya itu identik dengan Coca-Cola.
2. IF. Menurut saya Coca-Cola memang sudah lebih dikenal luas oleh
masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Kan Coca-Cola
sudah mendunia. Jadi wajar kalau Coca-Cola lebih dikenal dari
pada Fanta Apel, meskipun dari produsen yang sama.
3. SM. Coca-Cola adalah brand yang sudah sangat terkenal dan ada di
mana-mana. Kalau menurut saya Coca-Cola adalah merek yang
sudah ada sejak lama jadi memiliki brand yang lebih dikenal
masyarakat, jika dibandingkan dengan Fanta Apel.
4. TW. Coca-Cola adalah produk dari Amerika yang sudah mendunia, jadi
wajar kalau orang lebih mengenal Coca-Cola daripada Fanta Apel.
90
Karena eksistensi Coca-Cola memang sudah tidak diragukan.
Untuk mencapai hal tersebut diperlukan komunikasi antara
produsen dengan konsumen yang dikenal dengan iklan. Dari iklan
inilah produsen membangun awareness konsumen.
5. YF. Coca-Cola lebih dikenal oleh masyarakat itu hal yang wajar,
karena memang lebih terkenal. Demikian pula saya lebih mengenal
Coca-Cola dibanding Fanta Apel.
b. Apa yang membuat anda lebih mengenal Coca-Cola dibanding Fanta
Apel, apa alasannya?
No. Subjek Alasan
1. FS. Dari iklannya sekarang tagline-nya kan sudah berubah positif dan
semangat di hidup ala Coca-Cola, tapi warna merahnya kan tetap
dipertahankan, jadi seperti yang sudah saya katakan tadi warna
merah sudah menjadi ciri khas brand tersebut.
2. IF. Kalau menurut saya yang menjadikan lebih mengenal Coca-Cola
dari iklannya, Coca-Cola kan sudah memasyarakat, jadi wajar
kalau orang lebih mengenal Coca-Cola jika dibandingkan dengan
Fanta Apel.
3. SM. Dari iklannya dan memang saya sudah banyak mengonsumsi
Coca-Cola, kalau menurut saya brand yang sudah eksis lebih dulu
akan lebih mudah dalam menyampaikan komunikasi lewat iklan,
jadi tujuan iklan tersebut untuk memelihara agar konsumen tetap
91
mengenal dan tidak meninggalkan produk yang bersangkutan.
4. TW. Dari dulu saya memang sudah mengonsumsi Coca-Cola, kalau lagi
pengin saya beli di warung. Biasanya kan ada kaya kulkas untuk
menjual Coca-Cola agar tetap dingin. Kalau iklan Coca-Cola
menurut saya untuk memelihara agar brand yang sudah dikenal
tetap melekat dalam benak konsumen.
5. YF. Coca-Cola kan sudah dari dulu ada di Indonesia. Jadi sudah lebih
dikenal dibanding Fanta Apel yang relatif masih baru. Menurut
saya kalau suatu brand yang lebih dulu ada, kalau diiklankan
secara konsisten maka relatif lebih dikenal dibandingkan dengan
brand yang menyusul kemudian.
c. Apakah warna bisa menjadi ciri khas suatu brand, apa alasannya?
No. Subjek Alasan
1. FS. Bisa warna menjadi ciri khas suatu brand, asalkan warna tersebut
digunakan secara terus menerus. Jadi konsistensi adalah syarat
yang harus dipenuhi, kalau tidak maka tujuan tersebut tidak akan
tercapai.
2. IF. Sebetulnya warna memang bisa menjadi ciri khas, seperti Coca-
Cola dengan warna khas merah, jadi mengapa tidak? Kalau
menurut saya syaratnya adalah penggunaan warna secara konsisten
dalam jangka waktu yang lama.
3. SM. Menurut saya warna bisa saja jadi ciri khas. Warna merah adalah
92
warnanya Coca-Cola, jadi itu ide yang bagus tuh. Syaratnya adalah
memiliki warna yang berbeda dengan pesaing dan digunakan
dalam jangka waktu yang lama.
4. TW. Kalo warna jadi ciri khas itu OK juga. Jadi lebih mudah dikenal
gitu. Seperti Coca-Cola dengan warna merahnya. Jadi hal ini
adalah merupakan keunggulan suatu brand yang telah memiliki
warna yang menjadi ciri khas.
5. YF. Penggunaan warna merah pada Coca-Cola menjadi ciri khas sudah
menjadi ciri khas brand tersebut. Jadi warna menjadi ciri khas itu
sudah dari dulu ada. Kalau Coca-Cola kan darui dulu selalu
memakai warna merah, jadi warna merah itu yang menjadi ciri
khas Coca-Cola.
d. Menurut anda mana yang lebih baik dari kedua brand tersebut, apa
alasannya?
No. Subjek Alasan
1. FS. Kalau menurut saya lebih bagus Coca-Cola, karena rasanya lebih
paten. Kalau Fanta kan ada banyak rasanya, jadi lebih pas kalau
mengonsumsi Coca-Cola. Menurut saya kalau ditanyai mengenai
rasa Coca-Cola, maka saya sudah dapat membayangkan rasanya
tanpa harus menyebutkan rasa apa, berbeda dengan Fanta yang
memiliki berbagai varian rasa, kalau ditanyai mengenai rasa Fanta
maka perlu menanyakan Fanta rasa apa?
93
2. IF. Menurut saya kualitas produk bagus yang mana, tergantung dari
sudut pandang dan selera, kalau yang ditanyai tapi kalau saya
pribadi berpendapat Coca-Cola lebih bagus mutunya, sebab
rasanya sudah pas, baik itu rasa colanya, manisnya dan sodanya.
3. SM. Saya lebih cenderung memilih Coca-Cola sebagai produk yang
lebih bagus kualitasnya, karena menurut saya rasa soda dari Coca-
Cola cukup pas, dan dipadu dengan gula dan rasa cola yang
menurut saya sudah pas juga. Coca-Cola kan sebagai produsen
minuman berkarbonasi yang sudah terkenal dan memiliki
pengalaman yang cukup lama.
4. TW. Tergantung penilaian orangnya juga, tapi kalau saya pribadi lebih
menyukai Coca-Cola dibanding Fanta Apel. Karena menurut saya
lidah saya lebih pas dengan Coca-Cola dibanding Fanta Apel.
5. YF. Tergantung penilaian orangnya juga, tapi kalau saya pribadi lebih
menyukai Coca-Cola dibanding Fanta Apel. Karena menurut saya
lidah saya lebih pas dengan Coca-Cola dibanding Fanta Apel
e. Menurut anda iklan mana dari kedua brand tersebut yang lebih baik,
apa alasannya?
No. Subjek Alasan
1. FS. Kalau dari iklannya menurut saya Coca-Cola lebih bagus
dibanding dengan iklan Fanta Apel karena lebih kreatif, itu
menurut penilaian saya. Kreativitas yang diangkat dalam iklan
94
adalah menghenai semangat seorang pria yang membagikan botol
Coca-Cola kepada orang yang ada di dalam bus.
2. IF. Kalau dari iklannya, menurut saya Coca-Cola lebih bagus
dibanding iklannya Fanta Apel. Sebab iklan Coca-Cola memiliki
khas warna merah, itu yang membuat saya menjadi mudah
mengingatnya, ada berbagai versi iklan Coca-Cola, namun
sepengatahuan saya tidak pernah meningggalkan warna merah.
3. SM. Iklan mana yang lebih bagus, sebetulnya dua-duanya bagus, tapi
kalau saya disuruh memilih saya lebih menyukai iklannya Coca-
Cola, sebab menurut saya dalam iklan Coca-Cola lebih atraktif dan
mempertahankan warna merah sebagai warna khas. Kombinasi
kreatifitas dan warna merah itu yang membuat iklan Coca-Cola
lebih bagus jika dibandingkan dengan iklan Fanta Apel.
4. TW. Menurut saya iklan Coca-Cola lebih baik dibanding iklan Fanta
Apel, sebab menurut saya lebih menarik perhatian saya. Yang
menurut saya menarik adalah penggunaan warna merah sebagai
ciri khas Coca-Cola.
5. YF. Menurut saya iklan Coca-Cola lebih baik dibanding iklan Fanta
Apel, sebab menurut saya lebih menarik perhatian saya. Yang
menurut saya menarik adalah penggunaan warna merah sebagai
ciri khas Coca-Cola.
95
D. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian (melalui angket dan wawancara) diperoleh
bahwa yang memiliki brand awareness tertinggi adalah kategori top of brand
untuk semua produk. Efektivitas tagline dalam meningkatkan brand
awareness bisa ditinjau berdasarkan data pada tebel hasil penelitian tabel
tersebut terlihat bahwa kategori top of brand menempati kategori tertinggi
dengan skor 29441, disusul kategori brand recall dengan skor 14227,
kemudian brand recognition dengan skor 1161, dan terendah kateori unware
of brand dengan skor 172.
Bila dilihat dirinci menurut produknya adalah sebagai berikut: untuk
produk rokok; A Mild dengan skor top of brand sebesar 4856, skor brand
recall dengan skor 2319, skor brand recognition sebesar 192, dan skor unware
of brand sebesar 51, Sampoerna Hijau dengan skor top of brand sebesar
5404, skor brand recall dengan skor 2082, skor brand recognition sebesar
124, dan skor unware of brand sebesar 30. Produk Minuman Teh dengan hasil
skor sebagai berikut: untuk Teh Botol Sosro dengan skor top of brand sebesar
4858, skor brand recall dengan skor 2366, skor brand recognition sebesar
226, dan skor unware of brand sebesar 35, sedangkan Frestea dengan hasil
skor top of brand sebesar 4704, skor brand recall dengan skor 2550, skor
brand recognition sebesar 203, dan skor unware of brand sebesar 16. untuk
kategori minuman bersoda dengan hasil skor sebagai berikut; untuk Coca-
Cola dengan skor top of brand sebesar 4875 skor brand recall dengan skor
2348, skor brand recognition sebesar 163, dan skor unware of brand sebesar
96
5, sedangkan Fanta Apel dengan skor top of brand sebesar 4744, skor brand
recall dengan skor 2550, skor brand recognition sebesar 203, dan skor unware
of brand sebesar 16.
Berdasarkan data di atas diperoleh simpulan bahwa brand yang memiliki
efektivitas tagline lebih tinggi dalam meningkatkan brand awareness adalah
Sampoerna Hijau untuk produk Rokok dengan presentase sebesar 50, 80 %
(dihitung dari kategori top of brand)., Teh Botol Sosro untuk produk minuman
teh dengan presentase sebesar 50,73 % (dihitung dari kategori top of brand),
dan Coca-Cola untuk produk minuman bersoda dengan presentase sebesar 50,
68 % (dihitung dari kategori top of brand).
Dalam penelitian ini yang dijadikan dasar perhitungan efektivitas tagline
dalam meningkatkan brand awaereness adalah kategori top of brand, karena
pada kategori inilah subjek langsung dapat menyebutkan detail brand secara
tepat. Jadi untuk menghindari adanya bias maka hanya kategori ini yang
digunakan untuk mengukur Efektivitas Tagline dalam Meningkatkan Brand
Awareness, sedangkan kategori lainnya digunakan sebagai pelengkap.
Brand Awareness terjadi karena adanya pengetahuan konsumen akan
brand. Proses terjadinya brand awareness konsumen pertama kali terbentuk
iklan. Pendapat tersebut menunjukkan betapa pentingnya iklan dalam
membangun awareness konsumen terhadap suatu brand. Brand awareness
menggambarkn kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali,
mengingat kembali suatu brand sebagai bagian dari suatu kategori produk
tertentu. Brand awareness tercipta melalui iklan yang efektif, oleh karena itu
97
iklan harus memiliki strategi pendekatan tertentu agar komunikasi yang
disampaikan sesuai sasaran, untuk mencapai eksekusi, iklan harus memiliki
sebuah pendekatan tertentu sehingga tepat sasaran yakni mampu menciptakan
penjualan dan memelihara loyalitas komsumen. Pendekatan tersebut harus
mampu mencapai tujuan iklan yaitu persuasi. Peter dan Oslon (2000: 197)
menyatakan bahwa persuasi yaitu perubahan atas kepercayan, sikap, dan
keinginan berperilaku yang disebabkan oleh suatu komunikasi promosi.
Pendekatan yang dilakukan agar iklan mampu menciptakan brand
awareness adalah dengan tagline. Tagline merupakan startegi yang kerap
digunakan dalam iklan TV, biasanya Tagline muncul di akhir iklan tersebut.
Dalam beberapa iklan, Tagline merupakan suatu hal yang sudah melekat
dalam dan memunculkan asosiasi terhadap Brand Image tertentu. Misalnya
Brand yang sudah terkenal misalnya rokok A Mild dengan Taglinenya Tanya
Kenapa? Yang merupakan strategi reminding (mengingatkan kembali
kosumen terhadap suatu Brand) dari Tagline Bukan Basa-Basi. Dilakukannya
perubahan Tagline tersebut sebagai upaya konsumen tidak bosan terhadap
Tagline sebelumnya. Keberhasilan Tagline dalam menimbulkan asosiasi
terhadap Brand tertentu merupakan bukti bahwa Tagline memiliki sumbangan
signifikan dalam meningkatkan Brand Awareness.
Tagline membutuhkan edukasi yang lama untuk bisa meningkatkan
Brand Awareness, misalnya yang dilakukan oleh Coca-Cola yang mengalami
perubahan tagline membutuhkan waktu yang lama, sehingga konsumen
menjadi familiar dengan tagline yang baru (Mix, September 2006: 58).
98
Perubahan tagline diharapkan mampu meningkatkan penjualan, seperti yang
dilakukan Coca-Cola dengan kreativitas mengganti tagline-nya, hal itu
disebabkan karena penurunan penjualan karena perubahan konsumen dalam
mengonsumsi minuman berkarbonasi menjadi minuman non karbonasi (Mix,
September 2006: 59).
Hubungan antara Tagline dengan Brand Awareness melibatkan persepsi.
Thoha (1986:138) menyatakan bahwa pada hakikatnya persepsi merupakan
proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi
tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan,
perasaan, dan penciuman. Persepsi merupakan pengalaman tentang objek,
peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. (Rahmat, 2004:51).
Persepsi merupakan proses yang bersifat individual, jadi meskipun
stimulusnya sama, tetapi karena perbedaan pengalaman, kemampuan berfikir,
kerangka acuan, sehingga hasil persepsi antara individu satu dengan yang lain
tidak sama. Keadaan tersebut memberikan sedikit gambaran bahwa persepsi
itu memang berbeda-beda pada setiap orang sehingga dalam persepsi terdapat
beberapa faktor yang memengaruhi dalam persepsi.
Iklan yang baik mampu memengaruhi konsumen, sehingga timbul brand
awareness dalam benak konsumen, oleh karena itu banyak iklan yang
menggunakan tagline.. Hal ini penting untuk meningkatkan brand awareness
yang mana dengan terciptanya brand awareness berpengaruh terhadap
mindset konsumen, sehingga diharapkan mampu memengaruhi perilaku
99
pembelian. Pengetahuan konsumen akan brand akan dijadikan acuan perilaku
konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. Brand Awreness menjadi
sumber referensi dalam menentukan mana produk yang disukai dan
dikonsumsi. Berikut ini adalah faktor-faktor yang meningkatkan brand
awareness iklan TV:
1. Produk Rokok
Berdasarkan hasil wawancara tagline Sampoerna Hijau lebih
efektif dibandingkan dengan tagline A Mild karena memiliki keunggulan
sebagai berikut:
a. Mudah Diingat
Tagline yang mudah diingat menempati peringkat tertingi
dalam meningkatkan brand awareness, karena bila tagline mudah
diingat maka akan mudah menimbulkan asosiasi dan bila tagline
tersebut diucapkan benak subjek langsung tertuju pada brand yang
diiklankan di TV. Hal ini sesuai dengan pendapat Durianto (2004: 30)
yang menyatakan bahwa brand awareness dapat ditingkatkan melalui
cara-cara berikut: pesan yang disampaikan oleh suatu brand harus
mudah diingat oleh konsumen, pesan yang disampaikan harus berbeda
dengan produk lainnya serta harus ada hubungan antara brand dengan
kategori produknya, memakai tagline atau slogan maupun jingle lagu
yang menarik sehingga membantu konsumen mengingat brand.
100
b. Unik
Suatu iklan harus berbeda dengan iklan lainnya. Oleh karena itu iklan
TV harus unik dan memerlukan kreativitas agar memiliki daya beda
dan memiliki nilai lebih dibandingkan dengan pesaing. Keunikan bisa
digali dari segi cerita, tema yang diangkat, warna, setting iklan dan
lain sebaginya. Pada iklan Sampoerna Hijau yang diangkat adalah
warna hijau, dari segi ceritanya yaitu kebersamaan. Penggunaan warna
menimbulkan asosiasi sesaui dengan pendapat Durianto yang
menyatakan bahwa salah satu peran brand awareness adalah menjadi
sumber asosiasi lain, suatu brand yang kesadarannya tinggi akan
membantu asosiasi-asosiasi melekat pada brand tersebut pada benak
konsumen. Kondisi ini menunjukkan bahwa suatu brand yang
awareness-nya tinggi mampu menimbulkan asosiasi positif untuk
produk lainnya.
c. Memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi
Untuk bisa lebih mudah diingat, maka suatu iklan harus lebih sering
muncul, karena pengulangan akan lebih mudah menimbulkan recall
dan recogition. Berdasarkan data pengamatan penulis menunjukkan
frekuensi kemunculan iklan A Mild rata-rata muncul 5 kali dalam
semalam, Sampoerna Hijau muncul 6 kali dalam semalam. Hal ini
terbukti bahwa Sampoerna Hijau memiliki brand awareness yang
lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Durianto dkk. (2004: 30)
yang menyatakan bahwa perlunya melakukan pengulangan untuk
101
meningkatkan pengingatan, karena membentuk ingatan adalah lebih
sulit dibanding membentuk pengenalan. Dalam hal ini adalah
frekuensi kemunculan iklan produk di televisi.
2. Produk Minuman Teh
Berdasarkan hasil wawancara tagline Teh Botol Sosro lebih efektif
dibandingkan dengan tagline Frestea karena memiliki keunggulan sebagai
berikut:
a. Mudah Diingat
Tagline yang mudah diingat menempati peringkat tertingi dalam
meningkatkan brand awareness, karena bila tagline mudah diingat
maka akan mudah menimbulkan asosiasi dan bila tagline tersebut
diucapkan benak subjek langsung tertuju pada brand yang diiklankan
di TV. Hal ini sesuai dengan pendapat Durianto (2004: 30) yang
menyatakan bahwa pesan yang disampaikan oleh suatu brand harus
mudah diingat oleh konsumen. Pesan iklan agar mudah diingat ini bisa
disampaikan melalui tagline.
b. Sudah Dikenal Lama
Teh Botol Sosro menggunakan tagline Ahlinya Teh, yang mana hal ini
sudah dikenal sejak dulu, jadi dalam kampanye iklannya tagline
tersebut selalu diusung meskipun dalam berbagai variasi produknya.
Namun memang sudah dikenal luas oleh masyarakat sejak dulu.
Hal ini sesuai dengan pendapat Irwanto (1988: 76) yang menyatakan
salah satu yang berpengaruh terhadap persepsi adalah pengalaman
102
terhaluhu. Pendapat serupa juga menyatakan bahwa tagline
membutuhkan edukasi yang lama untuk bisa meningkatkan Brand
Awareness (Mix, September 2006: 58). Durianto (2004: 30) juga
menyatakan bahwa suatu brand yang baik eksistensinya berarti teruji
oleh waktu, keberadaan brand yang telah berlangsung lama
menunjukkan bahwa brand tersebut mampu memenuhi kebutuhan dan
harapan konsumen
c. Memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi
Untuk bisa lebih mudah diingat, maka suatu iklan harus lebih sering
muncul, karena pengulangan akan lebih mudah menimbulkan recall
dan recogition. Berdasarkan pengamatan peneliti dari tanggal 1 Juni –
15 Juni 2007 iklan Teh Botol Sosro muncul 6 kali dalam sehari, iklan
Frestea muncul 4 kali dalah sehari. Dan berdasarkan penelitian brand
awareness Teh Botol Sosro lebih tinggi dibandingkan dengan Frestea.
Hal ini sesuai dengan pendapat Durianto dkk. (2004: 30) yang
menyatakan bahwa perlunya melakukan pengulangan untuk
meningkatkan pengingatan, karena membentuk ingatan adalah lebih
sulit dibanding membentuk pengenalan. Dalam hal ini adalah
frekuensi kemunculan iklan produk di televisi.
d. Dekat dengan kehidupan konsumen.
Hal yang juga berpengaruh dalam membangun awareness konsumen
adalah memilih iklan yang dekat dengan kehidupan konsumen,
sehingga menimbulkan keterlibatan. Produk yang dipasarkan untuk
103
masyarakat luas, maka sebaiknya memilih tema yang sesuai dengan
segmen yang dibidik. Dalam iklannya Teh Botol Sosro menyesuaikan
dengan situasi yang ada, misalnya pada bulan puasa, mmengusung
tema ”Berbukalah dengan yang Manis”. Hal ini sesuai dengan
pendapat (Siamora, 2003: 48) yang menyatakan bahwa dengan adanya
brand awareness konsumen dibantu dalam menafsirkan, memproses,
dan menyimpan informasi mengenai produk dan brand. Hal ini
memengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam mengambil
keputusan pembelian (baik itu karena pengalaman masa lalu dalam
mengonsumsi maupun kedekatan dengan merek maupun karakteristik
unik yang dimiliki brand).
3. Produk Minuman Bersoda
Berdasarkan hasil wawancara tagline Coca-Cola lebih efektif
dibandingkan dengan tagline Fanta Apel karena memiliki keunggulan
sebagai berikut:
a. Mudah Diingat
Tagline yang mudah diingat menempati peringkat tertingi
dalam meningkatkan brand awareness, karena bila tagline mudah
diingat maka akan mudah menimbulkan asosiasi dan bila tagline
tersebut diucapkan benak subjek langsung tertuju pada brand yang
diiklankan di TV. Hal ini sesuai dengan pendapat Durianto (2004: 30)
yang menyatakan bahwa brand awareness dapat ditingkatkan melalui
cara-cara berikut: pesan yang disampaikan oleh suatu brand harus
104
mudah diingat oleh konsumen, pesan yang disampaikan harus berbeda
dengan produk lainnya serta harus ada hubungan antara brand dengan
kategori produknya, memakai tagline atau slogan maupun jingle lagu
yang menarik sehingga membantu konsumen mengingat brand.
b. Kreatif
Iklan perlu dibuat lebih kreatif agar memilki daya beda dengan
pesaing. Kreatifitas bisa digali melalui bisa digali dari segi cerita, tema
yang diangkat, warna, setting iklan dan lain sebaginya.
Pada iklan Coca-Cola hal yang tidak pernah ditinggalkan adalah
penggunaan warna merah sebagai ciri khasnya. Penggunaan warna
menimbulkan asosiasi sesaui dengan pendapat Durianto yang
menyatakan bahwa salah satu peran brand awareness adalah menjadi
sumber asosiasi lain, suatu brand yang kesadarannya tinggi akan
membantu asosiasi-asosiasi melekat pada brand tersebut pada benak
konsumen. Kondisi ini menunjukkan bahwa suatu brand yang
awareness-nya tinggi mampu menimbulkan asosiasi positif untuk
produk lainnya.
c. Memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi
Untuk bisa lebih mudah diingat, maka suatu iklan harus lebih sering
muncul, karena pengulangan akan lebih mudah menimbulkan recall
dan recogition. Berdasarkan pengamatan peneliti dari tanggal 1 Juni –
15 Juni 2007 iklan Coca-Cola muncul 5 kali dalam sehari, dan Fanta
Apel muncul 4 kali dalam sehari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
105
brand awareness Coca-Cola lebih tinggi dibandingkan dengan Fanta
Apel.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa faktor-faktor yang
yang memengaruhi efektifitas tagline dalam meningkatkan brand
awareness, untuk masing-masing kategori tidaklah sama namun pada
dasarnya untuk menciptakan tagline yang mampu menciptakan brand
awareness, memiliki karakteritik sebagai berikut: mudah diingat,
unik/kreatif, memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi,
sudah dikenal lama, dekat dengan kehidupan konsumen.
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa iklan yang memiliki
tagline berpengaruh terhadap perilaku konsumen, berikut ini adalah bagan
yang menjelaskan pengaruh iklan terhadap perilaku konsumen:
106
PEMAHAMAN • pemikiran yang lebih
dalam tentang ciri-ciri produk
• Rincian yang lebih dalam
PERHATIAN Fokus pada informasi “sentral” yang berkaitan dengan produk
Persepsi
• Mudah diingat • Unik/Kreatif • Frekuensi kemunculan
pada TV tinggi • Sudah lama dikenal • Memiliki nilai yang
relevan dengan kehidupan konsumen
Mindset Konsumen
Keputusan Pembelian
Persuasi Iklan • kepercayaan
produk • sikap merek • keinginan
membeli
Konsumen
Brand Awareness
Iklan yang memiliki tagline
Bagan 7 Pengaruh Iklan terhadap Perilaku Konsumen
Dari bagan tersebut di atas diketahui bahwa iklan yang memiliki
tagline menggunakan suatu persuasi agar konsumen memiliki kepercayaan
terhadap produk yang ditawarkan
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa brand
awareness kategori top of brand menempati urutan tertinggi dengan skor 29441
atau rata-rata sebesar 4906, 83, urutan kedua adalah kategori brand recall
dengan skor 14227 atau rata-rata sebesar 2371,167, urutan ketiga adalah
kategori brand recognition dengan skor 1161 atau rata-rata sebesar 193,5, dan
urutan terakhir yaitu kategori unware of brand dengan skor 172 atau dengan
rata-rata 28,66. Untuk kategori rokok yaitu Sampoerna Hijau untuk produk
Rokok dengan presentase sebesar 50, 80 % (dihitung dari kategori top of
brand), untuk kategori minuman teh Teh Botol Sosro untuk produk minuman
teh dengan presentase sebesar 50,73 % (dihitung dari kategori top of brand),
untuk kategori minuman bersoda Coca-Cola untuk produk minuman bersoda
dengan presentase sebesar 50, 68 % (dihitung dari kategori top of brand).
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh simpulan bahwa faktor-faktor
tagilne yang penting dalam meningkatkan brand awareness yang tinggi adalah
tagline dengan karakteristik sebagai berikut:
a. Mudah Diingat
Tagline yang mudah diingat menempati peringkat tertingi dalam
meningkatkan brand awareness, karena bila tagline mudah diingat maka
95
96
akan mudah menimbulkan asosiasi dan bila tagline tersebut diucapkan
benak subjek langsung tertuju pada brand yang diiklankan di TV.
b. Unik/Kreatif
Suatu iklan harus berbeda dengan iklan lainnya. Oleh karena itu iklan TV
harus unik dan memerlukan kreativitas agar memiliki daya beda dan
memiliki nilai lebih dibandingkan dengan pesaing.
c. Memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi
Untuk bisa lebih mudah diingat, maka suatu iklan harus lebih sering
muncul, karena pengulangan akan lebih mudah menimbulkan recall dan
recogition.
d. Sudah Dikenal Lama
Bila suatu brand memiliki tagline yang sudah lama dikenal luas oleh
masyarakat, maka akan semakin mudah dalam meningkatkan brand
awareness, sebab konsumen sudah mengetahui keberadaan brand, sehingga
tinggal memelihara dan meningkatkan tingkat brand awareness-nya.
e. Dekat dengan kehidupan konsumen.
Hal yang juga berpengaruh dalam membangun awareness konsumen adalah
memilih iklan yang dekat dengan kehidupan konsumen, sehingga
menimbulkan keterlibatan. Produk yang dipasarkan untuk masyarakat luas,
maka sebaiknya memilih tema yang sesuai dengan segmen yang dibidik.
97
B. Saran
1. Bagi Perusahan pemilik brand agar lebih kreatif dalam menciptakan iklan
yang bermutu agar mampu meningkatkan brand awareness dan mampu
memengaruhi perilaku konsumtif konsumennya. Untuk itu perlu menciptakan
tagline yang mampu meningkatkan brand awareness.
2. Bagi lembaga-lembaga pendidikan, misalnya Universitas Negeri Semarang
pada umumnya dan Jurusan Psikologi UNNES pada khususnya untuk dapat
mengembangkan tagline yang efektif guna membangun awareness agar lebih
dikenal masyarakat luas.
3. Bagi peneliti agar lebih meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam
melakukan penelitian, sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih baik dan
lengkap, sehingga bisa mengidentifikasikan faktor-faktor yang memengaruhi
brand awareness secara lebih spesifik.
4. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi kemunculan iklan
TV mampu meningkatkan brand awareness, oleh karena itu perusahaan
pemilik brand agar melakukan menayangkan iklannya lebih sering.
98
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi
Kelima.Jakarta: Rineka Cipta. --------------.1996. Metode Penelitian. Edisi Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. --------------. 2003. Metode Penelitian. Edisi Keempat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cahyani. 2004. Efektifitas Iklan Teh Botol Sosro Versi Pengunjung Rumah Makan
dalam Meningkatkan Brand Awareness. Skripsi.. Unika Soegiyopronoto Semarang.
Doyin, Mokh. 2002. Bahasa Indonesia dalam Penelitian Karya Tulis Ilmiah.
Semarang: Nusa Budaya. Durianto, Darmadi, Sugiarto, dan Budiman, Lie Joko. 2004. Brand Equity Ten,
Strategi Memimpin Pasar. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Dwipayan. 2005. Pengaruh Menonton Televisi terhadap Perilaku Konsumen untuk
Membeli Mie Sedaap. Skripsi. Unika Soegiyopronoto Semarang. Engel, James F. Blackwell, Roger D.. Miniard, Paul W.. 1994. Consumer Behavior
(Perilaku Konsumen). Terjemahan F.X. Budiyarto. Jakarta: Binarupa Aksara. Hadi, Sutrisno. 2000. Metodologi Research (Jilid-2). Yogyakarta. Andi Offset. Irawan. 2005. Pengaruh Menonton Televisi terhadap Brand Awareness Fruit-Tea.
Skripsi. Unika Soegiyopronoto Semarang. Irwanto, Elia. Heman, Hadisoepadima, Antonius. Priyani, Retno M.S. Wismanto,
Yohanes Bagus. Fernandes, Cosmas. 1988. Proyek Pengembangan Mata Kuliah. Jakarta. Unika Atma Jaya.
---------. Heman, Hadisoepadima, Antonius. Priyani, Retno M.S. Wismanto, Yohanes
Bagus. Fernandes, Cosmas., dkk.. 1988. Psikologi Umum. Jakarta : Pusat Penelitian Unika Atma Jaya.
Nazir, Moch. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. ---------. 2003. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Ghalia Indonesia. Leavit, Harold J. 1997. Psikologi Manajemen. Jakarta : Erlangga
99
Mix, September 2006. Jakarta. Nuradi, Noeradi, Wisaksono, Kridalaksana, Harimurti, Utorodewo, Felicia, Indarti,
Nani R.. 1996. Kamus Istilah Periklanan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Peter, J. Paul. dan Jerry, C. Olson. 2000. Consumer Behavior, Perilaku Konsumen
dan Strategi Pemasaran; alih bahasa, Sihombing, Damos. Jakarta: Erlangga. Rewoldt, H. Steward, Scott, james P., Warsaw, Martin R. 1995. Introduction to
Marketing Management, Strategi Promosi Pemasaran. Alih Bahasa, Ali, Hasymi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi (Konsep, Kontroversi, Aplikasi).
Jakarta : Prenhallindo. -----------. 2003. Perilaku organisasi. Jakarta : PT. Indeks Kelompok Gramedia. Royan, Frans M. 2004. Winning The Battle With Distribution Strategy. Yogyakarta:
Penerbit Andi. Simamora, Bilson. 2003. Aura Merek. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Soedjono dan Abdurrahman. 2005. Metode Penelitian, Suatu Pemikiran dan
Penerapan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sugiarto, Endar. 2002. Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama. Susanto, dan Wijanarko, Himawan. 2004. Power Branding, Membangun Merek
Unggul dan Organisasi Pendukungnya. Jakarta: PT. Mizan. Steward, Martha. Brand Dictionary, Kamus Pemasaran. Terjemahan A. Hasyimi Ali.
Jakarta: PT Rineka Cipta. Thoha, M. 1998. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta : CV.
Rajawali. Widjaja. Tunggal, A. 1996. Kamus Marketing. Jakarta: Rineka Cipta. Walgito, Bimo. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta. Andi offset. ------------------.2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogakarta. Andi Offset. Winardi, J. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta : Prenada Media.
100
101
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi
Kelima.Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, S. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2003. Metode Penelitian. Edisi Keempat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar. 1996. Metode Penelitian. Edisi Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. B & B: 2007: 69 Cahyani (2004: 1-2) Doyin, Mokh. 2002. Bahasa Indonesia dalam Penelitian Karya Tulis Ilmiah.
Semarang: Nusa Budaya. Durianto, dkk. 2004. Brand Equity Ten, Strategi Memimpin Pasar. Jakarta. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Dwipayan. 2005. Skripsi UNIKA. Semarang. Hadi, 2000: 232 Indrawijaya, Adam. I. 2000. Perilaku Organisasi. Jakarta : Sinar Baru Algensindo.
Irawan. 2005: 1-2. Skripsi UNIKA. Semarang. Irwanto dkk..1988. Proyek Pengembangan Mata Kuliah. Jakarta. Unika Atma Jaya. Irwanto, dkk.. 1988. Psikologi Umum. Jakarta : Pusat Penelitian Unika Atma Jaya.
Koentjaraningrat (156: 1990) Nazir, Moch. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Leavit, Harold J. 1997. Psikologi Manajemen. Jakarta : Erlangga
Mix, September 2006. Jakarta. Nuradi, dkk. 1996. Kamus Istilah Periklanan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
102
Peter, J. Paul. dan Jerry, C. Olson. 2000. Consumer Behavior, Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran; alih bahasa, Sihombing, Damos. Jakarta: Erlangga.
Rewoldt, dkk. 1995. Introduction to Marketing Management, Strategi Promosi
Pemasaran. Alih Bahasa, Ali, Hasymi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi (Konsep, Kontroversi, Aplikasi).
Jakarta : Prenhallindo. Robbins, Stephen P. 2003. Perilaku organisasi. Jakarta : PT. Indeks Kelompok
GRAMEDIA Royan, Frans M. 2004. Winning The Battle With Distribution Strategy. Yogyakarta:
Penerbit Andi. Simamora, Bilson. 2003. Aura Merek. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Soedjono dan Abdurrahman. 2005. Metode Penelitian, Suatu Pemikiran dan
Penerapan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sriyadi, 2004: 185 Sugiarto, 2003: 4 Susanto, dkk. 2004. Power Branding, Membangun Merek Unggul dan Organisasi
Pendukungnya. Jakarta: PT. Mizan. Thoha, M. 1998. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta : CV.
Rajawali. Tunggal, A. Widjaja. 1996. Kamus Marketing. Jakarta: Rineka Cipta. Walgito, Bimo. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta. Andi offset. Walgito, Bimo.2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogakarta. Andi Offset. Winardi, J. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta : Prenada Media.