Skripsi : Posisi Tawar Buruh Tani Wanita Bekerja di Lahan Perkebunan Tebu PTPN XI Semboro
description
Transcript of Skripsi : Posisi Tawar Buruh Tani Wanita Bekerja di Lahan Perkebunan Tebu PTPN XI Semboro
Posisi Tawar Buruh Tani Wanita Bekerja di Perkebunan TebuPTPN XI Semboro
Bergaining Position of Female Peasants in Surgance PlantationsPTPN XI Semboro
SKRIPSIDiajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Studi Sosiologi (S1)dan mencapai gelar Sarjana Sosial
olehArif Chandra D070910302106
PROGRAM STUDI SOSIOLOGIFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER2015
i
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, dengan rasa syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala, saya
persembahkan karya tulis ini sebagai bentuk hormat dan ungkapan kasih sayang
serta cinta kepada:
1. Kedua orang tuaku yakni ayahku Sulkhan dan ibuku Wiwiek
Sumiarliyah, yang selalu membantu memberikan dukungan dalam
bentuk motivasi maupun materi secara terus menerus untuk
keberhasilan menyelesaikan skripsi ini;
2. Almamaterku tercinta, Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Negeri Jember.
ii
MOTTO
“ Dan kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah gabar gembira
kepada orang-orang yang sabar”( Terjemahan QS Al-Baqarah: 155) 1
“Mereka berkata seseorang hanya membutuhkan tiga hal untuk merasakan kebahagiaan sejati di dunia: seseorang yang dicintai, sesuatu untuk dikerjakan,
dan sesuatu yang diharapkan”(Tom Boddet) 2
1 Kementerian Agama Republik Indonesia.2010.Syaamil Al-Quran (Terjemah Tafsir Per Kata).Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema.2 Tom Boddet.2014. http://www.kata-kata-bijak.com/tiga-hal-untuk-bahagia.html.
iii
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :Nama : Arif Candra Distiyanto
NIM : 070910302106
Program Studi : Sosiologi
menyatakan bahwa karya ilmiah yang berjudul “ Posisi Tawar Buruh Tani Wanita Bekerja di Perkebunan Tebu PTPN XI Semboro “ adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada institusi manapun, dan bukan karya jiplakan atau plagiat dari karya tulis ilmiah lain. Saya bertanggungjawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember, 22 Desember 2014,Yang menyatakan,
Arif Candra DNIM 070910302106
iv
SKRIPSI
POSISI TAWAR BURUH TANI WANITA BEKERJA DI PERKEBUNAN TEBU PTPN XI SEMBORO
BERGAINING POSITION OF FEMALE PEASANTS IN SURGANCE PLANTATIONS PTPN XI SEMBORO
Oleh:
Arif Candra DNIM 070910302106
Pembimbing
Dosen Pembimbing : Drs. Sulomo S.U
v
RINGKASAN
Posisi Tawar Buruh Tani Wanita Bekerja di Perkebunan Tebu PTPN XI
Semboro ; Arif Candra D ; 070910302106 ; 2014 ; 72 Halaman ; Program Studi
Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ; Universitas Jember.
PG Semboro adalah perkebunan tebu di bawah pengawasan dari PTPN XI.
Pabrik gula (PG) Semboro beroperasi pada musim giling yakni pada bulan Mei
hingga pertengahan bulan Desember. Dan pada bulan Januari hingga April adalah
masa tutup giling atau perawatan. Pada musim giling hingga masa perawatan, PG
Semboro memerlukan banyak tenaga kerja yakni buruh tani. Dalam hal buruh tani
wanita adalah buruh tani alternatif yang bekerja dei lahan perkebunan tebu.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1). Mengapa buruh tani wanita
bekerja di lahan perkebunan milik PTPN XI Semboro?; (2). Bagaimana sistem
kerja dan sistem pengupahan pada buruh tani wanita yang bekerja di perkebunan
tebu milik PTPN XI Semboro?; (3). Bagaimana nilai posisi tawar buruh tani
wanita yang bekerja di perkebunan tebu milik PTPN XI Semboro?.
Penelitian ini dilakukan di daerah Desa Semboro. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan teknik purposive sampling untuk mengumpulkan data
secara sengaja dengan beberapa kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh
peneliti. Dalam mengumpulkan data peneliti menggunakan metode observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Setelah itu data akan melalui proses analisis data
dengan tiga proses, yakni proses mereduksi data, penyajian data, dan proses
pengambilan kesimpulan atau memverifikasi data.
Pada hasil pembahasan dalam penelitian ini dapat dijelaskan pada sub
pokok bahasan berkut. (a). Latarbelakang buruh tani wanita dapat bekerja di lahan
perkebunan tebu. faktor ekonomi, tawaran atau ajakan untuk ikut bekerja di lahan
perkebunan tebu, dan keterbatasan keterampilan serta tingkat pendidikan yang
rendah. (b). Sistem pengupahan dan sistem pembagian kerja yang berlaku. Ada
sistem kerja dan pembagian upah yang berbeda antara pihak pemilik lahan yakni
PG Semboro dan Petani tebu. PG Semboro menggunakan 2 sistem kerja yakni
vi
borongan dan harian. Sedangkan pada petani tebu menggunakan sistem kerja
harian. Untuk sistem pembagian upah ditentukan oleh jenis pekerjaan dan lama
waktu bekerja.(c). Nilai posisi tawar buruh tani wanita yang bekerja di lahan
perkebunan PTPN XI Semboro dipengaruhi oleh kebijakan pemilik lahan. Buruh
tani wanita dibutuhkan pada jenis pekerjaan tidak terlalu berat seperti menanam,
memupuk, membersihkan gulma, menyulam, dan klentek. Sedangkan buruh tani
laki-laki melakukan pekerjaan yang berat seperti nggulud (mengolah lahan),
mbumbun, dan menebang tebu. Jadi, kesimpulannya posisi tawar buruh tani itu
sama dalam aspek pekerjaan yang dilakukan. Namun, lemah pada aspek
pengupahan dari buruh tani laki-laki.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, yang telah melimpahkan
rahmat, taufiq dan hidayah-Nya pada penulis untuk dapat menyelesaikan
penulisan karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “Posisi Tawar
Buruh Tani Wanita Bekerja di Lahan Perkebunan Tebu PTPN XI Semboro”,
skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan
pendidikan strata satu (S1) pada Program studi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Jember.
Dalam seluruh proses kegiatan dan penulisan karya tulis ini, tentu saja
terlaksana atas dukungan dari berbagai pihak, baik dari instansi pemerintah
maupun Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember dan segenap
komponen dibawahnya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. Bapak Drs. Sulomo, SU selaku Dosen pembimbing yang telah
mengarahkan dan memberi wawasan tentang pengerjaan skripsi dari tahap
awal sampai penyusunan skripsi ini dan sabar untuk mengarahkan penulis
untuk segera dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Joko Mulyono, M.si selaku dosen penguji skripsi yang selalu
memberikan masukkan dan saran dalam penulisan skripsi ini.
3. Bu Baiq Liliy Handayani, S.sos. M.Sosio, selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Prof. Dr. Harry Yuswadi, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Jember;
5. Bapak Drs. Akhmad Ganefo, M.Si selaku Ketua Program Studi Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember, yang selalu
memberikan arahan dan turut memberi semangat pada mahasiswa untuk
segera menyelesaikan skripsi.
6. Bapak Nurul Hidayat, S. Sos, MUP selaku dosen pembimbing akademik
(DPA) yang turut memberikan arahan selama penulis menjadi mahasiswa.
viii
7. Semua staf pengajar Program Studi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Jember, semoga semua ilmu yang diberikan kepada penulis
akan bermanfaat dimasa yang akan datang.
8. Bapak Arif Rahman Hakim, selaku petani tebu sekaligus merangkap
pengurus di PG Semboro, terimakasih telah memberikan informasi dan
masukan tentang keadaan di lahan perkebunan tebu sehingga penulis
dapat menentukan tujuan dalam penelitian di lapangan.
9. Untuk kedua adikku yang saya sayangi, Muhammad Rizal Robbyansyah
yang selalu memberikan motivasi dan dukungan untuk segera
menyelesaikan skripsi ini, dan untuk Amelia Sukma, yang selalu
mengganggu kakaknya setiap mau mengerjakan skripsi, terimakasih
karena dapat sebagai penghibur untuk mengurangi rasa jenuh;
10. Semua pihak yang ada di desa Semboro, baik itu perangkat desa Semboro,
ketua RT/RW yang membantu memberikan informasi tentang informan,
buruh tani yang ada di desa Semboro, dan beberapa pihak terkait,
terimakasih atas informasinya.
Akhirnya dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini serta berharap
skripsi ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi pembaca
khususnya dan semua pihak pada umumnya.
Jember, 22 Desember 2014
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Isi Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... ii
HALAMAN MOTTO .................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... iv
HALAMAN PEMBIMBINGAN .................................................................. v
RINGKASAN ................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR SKEMA ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................... 6
1.3. Tujuan dan Manfaat ................................................................ 7
1.3.1. Tujuan Penelitian ......................................................... 7
1.3.2. Manfaat Penelitian ....................................................... 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Umum
2.1.1. Definisi Posisi Tawar ................................................... 9
2.1.2. Konsep Buruh Tani Wanita ......................................... 10
2.1.3. Konsep Perkebunan ..................................................... 12
2.1.4. Konsep Kerja ............................................................... 14
2.1.5. Konsep Gender ............................................................. 14
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Pertukaran Sosial ................................................ 16
2.3 Penelitian Terdahulu
2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Posisi Tawar Petani
Tebu ............................................................................. 19
x
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Penentuan Lokasi Penelitian ............................................... 21
3.2 Tehnik Penentuan Informan ............................................... 22
3.3 Metode Pengumpulan Data ................................................. 24
3.4 Uji Validitas Data ................................................................. 27
3.5 Metode Analisis Data ........................................................... 29
BAB IV. PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum
4.1.1 Letak Geografis ............................................................ 30
4.1.2 Letak Daerah dan Penggunaan Tanah .......................... 30
4.1.3 Jumlah Penduduk dan Jenis Kelamin .......................... 31
4.2 Karakteristik Informan
4.2.1 Tingkat Pendidikan ...................................................... 33
4.2.2 Lama Bekerja ............................................................... 34
4.2.3 Usia Informan .............................................................. 37
4.3 Latar Belakang Buruh Tani Wanita Bekerja di Lahan
Perkebunan Tebu ................................................................. 38
4.4 Sistem Kerja dan Sistem Pembagian Upah ....................... 49
4.5 Nilai Tawar Buruh Tani Wanita yang Bekerja di Lahan
Perkebunan Tebu ............................................................... 61
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................... 69
5.2 Saran ...................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 71
xi
DAFTAR SKEMA
Halaman
Metode Trianggulasi Data................................................................................. 28
Daftar Analisis Data ......................................................................................... 32
xii
DAFTAR TABEL
Halaman 4.1 Luas Daerah dan Penggunaan Tanah Desa Semboro.............................. 30
4.2 Jumlah Penduduk menurut Jenis Pekerjaan............................................. 32
4.3 Lama Informan Bekerja........................................................................... 34
4.4 Karakteristik Informan berdasarkan Tingkat Usia................................... 37
4.5 Sistem Kerja dan Pembagian Upah.......................................................... 59
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
A. Pedoman Wawancara
B. Transkip Wawancara
C. Foto-foto Penelitian
D. Surat Permohonan Izin Melaksanakan Penelitian Dari Lembaga Penelitian
Universitas Jember
E. Surat Permohonan Izin Melaksanakan Penelitian Dari Lembaga Bagian
Kesejahteraan dan Pembangunan (BAKESBANG) Kabupaten Jember
F. Surat Permohonan Izin Melaksanakan Penelitian Dari Kecamatan
Semboro
xiv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan pertanian di Indonesia memang masih menjadi salah satu
tumpuan masyarakat untuk bekerja dan bertahan hidup. Data Badan Pusat
Statistik (BPS) hingga Agustus tahun 2012, menurut Menteri Pertanian, jumlah
penyerapan tenaga kerja sektor pertanian sebesar 38,8 juta orang atau 32,94% dari
jumlah total angkatan kerja nasional. [http://www.kabarbisnis.com/read/2835584].
Dari data tersebut menjelaskan bahwa sektor pertanian masih banyak diminati
sebagai lapangan pekerjaan di Indonesia dan sebagian besar tenaga kerja di sektor
pertanian ini terdiri dari buruh tani yang memiliki lahan terbatas dan buruh tani
yang tidak memiliki lahan sehingga bekerja menawarkan jasa tenaga sebagai
buruh tani di lahan milik orang lain.
Perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang mampu menyerap
jumlah tenaga kerja yang besar di Jawa Timur. Penyerapan tenaga kerja di sektor
perkebunan pada tahun 2012 di Jawa Timur sekitar 4.394.068 orang atau 11,69 %
dari jumlah penduduk 37.576.011 orang. Ini mengalami kenaikan dibandingkan
pada tahun 2011 yakni sekitar 4.283.936 orang atau 11,40 % dari jumlah
penduduk 37.756.011 orang [http://www.disbun.jatimprov.go.id/tenagakerja.php]
Luas areal lahan perkebunan di Jawa Timur pada tahun 2012 sekitar
1.060.72 Ha. Ini mengalami kenaikan dibandingkan pada tahun 2011 sekitar
1.028.708 Ha. Dan itu terbagi-bagi berdasar pengusahaan lahan seperti milik
Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN), dan Perkebunan
Besar Swasta (PBS). [http://www.disbun.jatimprov.go.id/arealtanaman.php]
PT Perkebunan Nusantara XI merupakan salah satu perusahaan BUMN
yang memproduksi varietas tunggal yakni gula. Selain dari lahan milik PTPN XI,
sebagian besar bahan baku juga berasal dari tanaman tebu yang diperoleh dengan
menjalin kemitraan dengan para petani tebu. Di Jawa Timur sendiri terdapat
1
beberapa pabrik gula yang memproduksi tebu untuk memenuhi kebutuhan gula
nasional. Salah satu pabrik gula yang beroperasi di bawah naungan PTPN XI
adalah PTPN XI Semboro yang terletak di Kecamatan Semboro, Kabupaten
Jember. Dengan luas areal lahan sekitar 8.285,0 ha yang mencakup lahan Tebu
Sendiri 1.600,0 ha dan Tebu Rakyat 6.685,0 ha, memberikan peluang kerja bagi
masyarakat sekitar untuk bekerja sebagai karyawan maupun penggarap lahan.
[http://manistebuku.blogspot.com/2012/04/sejarahsingkatp-diindonesia-part.html].
Dengan adanya keberadaan Pabrik Gula di Kecamatan Semboro dapat
dimaknai sebagai suatu peluang kerja di sektor perkebunan tebu yang
membutuhkan tenaga kerja yang relatif banyak. Bagi masyarakat yang tinggal di
daerah Kabupaten Jember terutama yang tinggal di kawasan Kecamatan Semboro,
keberadaan pabrik gula (PG) Semboro ini dianggap sebuah keuntungan karena
dapat menjadi mata pencaharian dan memberikan keuntungan bagi pemilik lahan
karena dapat bermitra dengan pabrik gula. Dengan adanya keberadaan pabrik gula
(PG) Semboro ini dapat mendorong perubahan pola pertanian masyarakat dari
sistem pertanian ke perkebunan. Dan merupakan kesempatan utama bagi buruh
tani yang tidak memiliki lahan untuk bekerja di perkebunan tebu.
Dalam proses kerjanya pabrik gula akan mulai beroperasi pada saat musim
giling yakni pada bulan Mei hingga November, sehingga pada musim ini banyak
membutuhkan tenaga kerja seperti buruh tebang, buruh angkut, tenaga kerja yang
mengolah dan memproses tebu di dalam pabrik, serta bagian-bagian lain. Dalam
hal ini, buruh tebang memiliki posisi utama yakni untuk menebang tebu yang
nanti akan diangkut ke truk-truk maupun kereta lori yang selanjutnya akan dikirim
ke pabrik untuk diproses menjadi gula. Pekerjaan ini umumnya sering dilakukan
oleh buruh tani laki-laki, namun tidak jarang juga dikerjakan oleh buruh tani
wanita. Namun, untuk urusan mengangkut tebu setelah ditebang biasanya banyak
dikerjakan oleh buruh tani laki-laki. Tenaga kerja ini biasanya merupakan pekerja-
pekerja yang berasal dari daerah sekitar pabrik gula bahkan tidak jarang berasal
dari luar Kecamatan Semboro. Untuk sistem kerjanya ada dua sistem yakni sistem
upah harian dan sistem upah borongan.
2
Pada periode ini juga waktu dimulainya masa tanam. Masa tanam tebu
berlangsung beberapa bulan setelah tebu ditebang dan setelah lahannya
dibersihkan. Jenis pekerjaan pada masa tanam ini antara lain seperti
membersihkan rumput/ sisa tanaman tebu di lahan (rewos), mengolah lahan
(gulud), menanam bibit tebu, pemupukan, menyulam, dan penyiraman. Dalam hal
ini ada sistem pembagian kerja. Untuk pekerjaan seperti mengolah lahan hanya
dapat dikerjakan oleh buruh tani laki-laki, sedangkan untuk pekerjaan lain banyak
dikerjakan oleh buruh tani laki-laki maupun buruh tani wanita.
Pabrik gula (PG) Semboro mulai menghentikan kegiatan produksi (tutup
giling) pada bulan Desember hingga bulan April. Pada periode ini tidak ada
kegiatan produksi yang terjadi di dalam pabrik karena tidak ada bahan baku yang
akan diproduksi. Pada masa ini adalah masa untuk menyemaikan bibit-bibit tebu
yang akan ditanam saat masa tanam. Pada periode ini juga merupakan fase
perawatan rutin pada tanaman tebu. Jenis pekerjaan yang berlangsung antara lain
seperti pemupukan, penyiraman, menyulam, penyiangan gulma/ rumput (rewos),
dan pembersihan pelepah tanaman tebu (klentek).
Pada periode ini terdapat pembagian kerja antara buruh tani laki-laki dan
buruh tani wanita. Untuk jenis pekerjaan seperti proses pemupukan, peran buruh
tani wanita adalah menyebarkan pupuk pada tanaman tebu sedangkan untuk buruh
tani laki-laki bekerja meratakan dan menutup pupuk dengan tanah (membumbun)3.
Untuk penyiraman, tugas buruh tani laki-laki adalah mengalirkan air ke saluran air
(got) sedangkan buruh tani wanita bekerja menyiram tanaman tebu dengan
menggunakan timba/ ember.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, buruh tani wanita yang bekerja
di perkebunan tebu banyak bekerja pada musim giling dan musim tutup giling.
Dengan waktu kerja buruh tani wanita ini dimulai pada Pukul 06.00 WIB hingga
Pukul 14.00 WIB. Untuk tiba di lokasi kerja, biasanya mereka bersama
menggunakan sepeda onthel (pancal). Ada juga yang diangkut dengan
menggunakan kendaraan seperti truk atau pick up ke tempat kerja mereka. Buruh
3 Membubun : meratakan dan menutup pupuk dengan tanah, menggemburkan tanah. Membumbun berasal dari kata “timbun” yang berarti menutupi. Mbumbun sedikit berbeda dengan gulud, jika mbumbun dilakukan saat masa perawatan tanaman, gulud dilakukan saat masa pembukaan lahan.
3
tani wanita ini selalu bersama-sama dan berkelompok dengan buruh wanita lain
dalam bekerja yang biasanya merupakan tetangga, anggota keluarga maupun
teman kerja.
Dalam hal pembagian kerja, tenaga buruh tani laki-laki masih banyak
dibutuhkan untuk bekerja di lahan perkebunan. Hal ini didasarkan pada
kemampuan yang dimiliki buruh tani laki-laki yang dapat menyelesaikan
pekerjaan dengan cepat dan tidak membutuhkan waktu terlalu lama. Selain itu,
untuk jenis pekerjaan berat seperti mengolah lahan, menyalurkan air ke lahan,
menebang tebu, dan mengangkut tebu setelah ditebang ke truk, hanya dapat
dikerjakan oleh buruh tani laki-laki. Sedangkan posisi buruh tani wanita dianggap
sebagai pihak pendukung dari buruh tani laki-laki. Untuk jenis pekerjaan yang
dilakukan oleh buruh tani wanita adalah pekerjaan yang relatif ringan, seperti
mempersiapkan bibit, menanam bibit, menyulam (mengganti tanaman tebu yang
rusak), membersihkan gulma/ rumput (rewos), memupuk, menyiram, serta
membersihkan pelepah tebu yang kering (klentek).
Ada beberapa faktor penyebab posisi tawar buruh tani wanita bersifat
lemah. Pertama, pekerjaan sebagai buruh tani wanita dilakukan karena dianggap
tidak ada pekerjaan lain yang cocok sesuai dengan tingkat pendidikan. Rata-rata
tingkat pendidikan buruh tani wanita yang bekerja di lahan perkebunan tebu
adalah lulusan sekolah dasar (SD), bahkan ada yang tidak tamat sekolah dasar
(SD). Sehingga mereka memilih bekerja sebagai buruh tani wanita di lahan
perkebunan tebu. Selain itu alasan lainnya mereka dapat bekerja karena adanya
tawaran dari suami atau kerabat yang ingin meminta bantuan untuk bekerja.
Namun, upah yang diterima setelah bekerja lebih sedikit karena posisi buruh tani
wanita saat itu hanya sebagai pendukung. Kedua, status buruh tani wanita saat
bekerja yang dianggap hanya untuk membantu pekerjaan buruh tani laki-laki. Dan
jenis pekerjaan itu bersifat relatif lebih mudah daripada yang dikerjakan buruh
tani laki-laki. Sehingga jumlah upah yang diperoleh kadang lebih sedikit
dibandingkan yang diterima oleh buruh tani laki-laki meskipun dalam waktu kerja
yang sama. Misalnya, dalam satu pekerjaan yang sama, peran buruh tani wanita
adalah menyebarkan pupuk pada tanaman tebu, sedangkan tugas buruh tani laki-
4
laki adalah menutup pupuk dan meratakannya ke setiap tanaman tebu.
Namun, ada beberapa keadaan yang menyebabkan posisi tawar buruh tani
wanita itu dapat dikatakan setara dengan buruh tani laki-laki. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor. Pertama, buruh tani wanita dan buruh tani laki-laki
melakukan pekerjaan yang sama sesuai permintaan dari pemilik lahan/ mandor.
Misalnya, dalam satu pekerjaan yakni menebang tebu dengan sistem kerja harian.
Buruh tani laki-laki dan buruh tani wanita melakukan pekerjaan yang sama
berdasarkan kesepakatan dengan pemilik lahan dan mendapatkan upah yang sama.
Kedua, buruh tani wanita bekerja bersama buruh tani laki-laki dengan jenis
pekerjaan yang berbeda tapi memiliki beban kerja yang dianggap sama. Misalnya,
dalam satu lahan, buruh tani laki-laki bekerja mengolah tanah. Sedangkan buruh
tani wanita bekerja menanam bibit tebu. Mereka bekerja dari pagi hingga siang
hari tergantung pada luas lahan yang dikerjakan.
Ada suatu hal yang menarik dari hasil penelitian. Pada bulan November,
jumlah buruh tani wanita yang bekerja lebih banyak daripada waktu lain. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan banyak buruh tani wanita bekerja pada bulan
November. Faktor pertama yakni pada bulan November hingga bulan Desember
adalah masa puncak panen dari tanaman tebu sebelum pabrik memasuki periode
tutup giling sehingga banyak memerlukan tenaga untuk bekerja. Pada saat itu
untuk mempermudah pekerjaan ada pembagian tugas antara buruh tani laki-laki
dan buruh tani wanita. Bagian mengangkut tebu ke truk adalah tugas buruh tani
laki-laki, sedangkan buruh tani wanita bekerja menebang tebu. Faktor kedua,
pemilik lahan/ mandor saat itu membutuhkan banyak tenaga kerja pada masa
tanam. Pada saat bulan tersebut sulit mencari tenaga buruh tani laki-laki sebab
banyak yang bekerja menebang tebu, sehingga pemilik lahan/ mandor memilih
buruh tani wanita untuk bekerja di lahan perkebunan tebu miliknya.
1.2 Rumusan Masalah
Banyak anggapan yang menyatakan bahwa posisi wanita dalam
masyarakat di bawah kaum laki-laki dan mereka dianggap hanya cocok bekerja di
5
dalam rumah. Peran wanita yang sebenarnya sebagai ibu rumah tangga yang
mengurusi masalah domestik dan tidak berhak mencampuri urusan di luar rumah.
Anggapan seperti itu saat ini mungkin tidak lagi berlaku dan dapat dikatakan itu
hanya sekedar anggapan masyarakat dahulu. Semenjak kemunculan teori tentang
emansipasi dan kesetaraan gender, peran dan hak wanita sudah berubah dan mulai
banyak bekerja di sektor publik.
Ini juga berlaku pada kaum wanita yang bekerja di lahan milik Perkebunan
tebu PTPN XI Semboro. Wanita dalam hal ini berperan sebagai buruh tani yang
mengurus lahan tebu serta ikut memanen tebu saat musim panen. Posisi tawar
buruh tani wanita dalam pekerjaan, dapat dikatakan memiliki posisi yang hampir
sama maupun lebih rendah daripada buruh tani laki-laki. Hal ini dapat dibuktikan
dari jumlah upah yang diterima buruh tani wanita yakni sekitar Rp. 10.000,-
hingga Rp. 30.000,-. Sedangkan upah buruh tani laki-laki yakni sekitar Rp.
15.000,- hingga Rp. 35.000,-. Perbedaan dalam penentuan posisi tawar buruh tani
ini lebih didasarkan pada kebijakan dari pemilik lahan.
Dari uraian permasalahan di atas, dapat ditarik beberapa permasalahan
yang akan diteliti, yakni;
1. Mengapa buruh tani wanita bekerja di lahan perkebunan milik PTPN
XI Semboro?
2. Bagaimana sistem kerja dan sistem pengupahan pada buruh tani
wanita yang bekerja di perkebunan tebu milik PTPN XI Semboro?
3. Bagaimana nilai posisi tawar buruh tani wanita yang bekerja di
perkebunan tebu milik PTPN XI Semboro?
Dalam rumusan masalah yang diuraikan di atas memiliki beberapa tujuan
yang akan menjadi pokok penelitian. Oleh sebab itu, untuk mendukung
memecahkan permasalahan dalam penelitian ini memerlukan suatu fokus kajian.
Fokus kajian ini diperlukan untuk membatasi penelitian agar tidak terlalu
luas dan memiliki kejelasan yang akan diteliti. Untuk itu, fokus kajian dalam
penelitian ini adalah yang pertama, memprioritaskan kajian pada buruh tani
wanita yang bekerja di areal perkebunan tebu milik PTPN XI Semboro. Fokus
kajian yang kedua adalah mencari informasi mengenai sistem kerja dan pola
6
pemberian upah pada buruh tani pada pelaksana dan pengawas buruh tani yang
bekerja di PTPN XI Semboro seperti mandor lapangan di perkebunan tebu serta
para staff PTPN XI yang berkepentingan. Fokus kajian yang ketiga adalah
mencari informasi tentang nilai posisi tawar pada buruh tani wanita yang bekerja
di lahan perkebunan milik PTPN XI Semboro.
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian tentang “Posisi Tawar Buruh Tani Wanita Bekerja di Lahan
Perkebunan Tebu milik PTPN XI Semboro “, bertujuan untuk:
1. Mengetahui, mendeskripsikan, serta menganalisis latar belakang buruh
tani wanita bekerja di pekebunan milik PTPN XI Semboro;
2. Mengetahui, mendeskripsikan, serta menganalisis sistem kerja dan
sistem pengupahan pada buruh tani wanita yang bekerja di lahan
perkebunan tebu milik PTPN XI Semboro;
3. Mengetahui, mendeskripsikan, serta menganalisis nilai posisi tawar
buruh tani wanita yang bekerja di perkebunan tebu milik PTPN XI
Semboro.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan sosial, khususnya sosiologi pertanian;
b. Dapat memberikan pengetahuan tentang keberadaan buruh tani
khususnya buruh tani wanita di Kabupaten Jember yang memerlukan
perhatian dari Pemerintah Daerah.
7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Umum
Pokok pembahasan dalam proposal penelitian ini menekankan pada nilai
tawar dan mekanisme kerja buruh tani wanita sebagai penggarap lahan di sektor
perkebunan yang memiliki upah yang tidak sama dibandingkan buruh tani laki-
laki. Perbedaan dalam pembagian upah ini lebih didasarkan pada jenis pekerjaan
dan sistem kerja yang diterapkan pada jenis pekerjaan tertentu. Hal ini yang
menentukan nilai posisi tawar buruh tani wanita dapat bekerja di lahan
perkebunan tebu.
Menurut Marx dalam Ritzer (2003, 46-47), menyatakan dalam teori nilai
kerja bahwa keuntungan kapitalis menjadi basis eksploitasi tenaga kerja. Kapitalis
melakukan muslihat sederhana dengan membayar upah tenaga kerja kurang dari
selayaknya mereka terima, karena mereka menerima upah kurang dari nilai barang
yang sebenarnya mereka hasilkan dalam suatu periode kerja.
Dengan kata lain, para buruh itu mengalami alienasi (keterasingan) karena
mereka tidak mendapat hasil keuntungan yang lebih dari hasil penjualan
komoditas oleh majikan (pemilik modal). Para buruh ini mengeluarkan tenaga,
waktu, dan pikiran untuk bekerja namun ini dimanfaatkan oleh pemilik modal
untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Dari teori yang dikemukakan oleh Marx, dapat disimpulkan alienasi yang
dialami buruh tani khususnya buruh tani wanita lebih disebabkan oleh karena
ketidaksetaraan perlakuan dari pemilik modal. Ini mungkin juga disebabkan
karena pemilik modal menginginkan tenaga kerja yang murah.
Menurut Marx dalam Magnis dan Suseno (1994:185), upah yang diterima
buruh adalah “adil” dalam arti transaksi antara majikan dan buruh berupa
“pertukaran ekuivalen”: penyerahan tenaga kerja oleh buruh diberi imbalan sesuai
8
dengan hukum pasar.
Keberadaan buruh tani wanita yang bekerja di lahan perkebunan tebu jika
dikaitkan dengan teori Marx dapat dikatakan buruh tani wanita mengalami suatu
kesenjangan dalam pekerjaan di lahan perkebunan tebu. Kesenjangan yang
dimaksud adalah adanya perbedaan perlakuan antara buruh tani wanita dan buruh
tani laki-laki dalam pekerjaan. Pada umumnya pekerjaan di lahan perkebunan tebu
banyak dikerjakan oleh tenaga laki-laki untuk jenis pekerjaan yang utama,
sedangkan peran wanita adalah tenaga pembantu untuk mempermudah pekerjaan
buruh tani laki-laki. Namun seiring perubahan zaman, peran wanita mengalami
kemajuan dan banyak melakukan pekerjaan utama seperti buruh tani laki-laki.
Hingga saat ini posisi buruh tani dapat dikatakan hampir sama dengan buruh tani
laki-laki, namun masih ada perbedaan perlakuan dalam beberapa hal. Perbedaan
perlakuan ini disebabkan oleh intensitas pekerjaan buruh tani laki-laki yang
cenderung banyak melakukan pekerjaan berat dan membutuhkan waktu yang
cepat. Hal ini yang mempengaruhi posisi tawar buruh tani wanita dalam bekerja di
lahan perkebunan tebu.
2.1.1 Definisi Posisi Tawar
Konsep Bargaining position menurut Macmillan Dictionary (2013,
http://www.macmillandictionary.com) dapat didefinisikan sebagai “someone’s
ability to get what they want when they are making a deal with someone else,
based on the situation they are in”. Sedangkan menurut Wikipedia, (2013,
http://en.m.wikipedia.org/wiki/Bargaining_power), Bargaining power dapat
didefinisikan “the relative ability of parties in a situation to exert influence over
each other. If both parties are on an equal footing in debate, then they will have
equal bargaining power, such as in perfectly competitive market, or between an
evenly mached monopoly and monopsony”.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Bargaining
position (posisi tawar) adalah kemampuan seseorang untuk dapat bernegosiasi
dengan orang lain hingga mencapai suatu kesepakatan terhadap apa yang menjadi
9
keinginannya. Dan Bargaining power adalah kemampuan untuk menentukan
harga di pasar dalam suatu kesepakatan bersama. Jadi dapat disimpulkan bahwa
posisi tawar disini adalah kemampuan untuk menentukan kontrak kerja antara
pemilik modal dengan tenaga kerja hingga muncul kesepakatan bersama.
Menurut Dirdjosanjito (1999: 81), menyatakan:
" Kelebihan tenaga kerja pertanian yang meruah, sementara lapangan kerja yang lain sangat terbatas, menempatkan posisi tawar-menawar petani penggarap dan buruh tani sangat lemah dalam menghadapi pemilik tanah garapan.”
Berbeda dengan bidang industri yang dalam sistem kerjanya ada istilah
kontrak kerja yang jelas. Di bidang pertanian ada kesenjangan sosial yang besar
dimana selain tidak ada kontrak kerja yang jelas serta ada diskriminasi dalam
proses pengupahan pada buruh tani. Ini merupakan realitas yang sudah terjadi
sejak lama, dimana posisi tawar buruh tani sangat rendah dibandingkan tingkat
pekerjaannya. Kebutuhan yang menDesak serta keterbatasan kemampuan untuk
bekerja di bidang lain yang “memaksa” orang untuk bekerja sebagai buruh tani
dengan upah yang murah.
Jika ditinjau mengenai posisi tawar buruh tani wanita yang bekerja di
lahan perkebunan tebu dalam penelitian ini tidak dapat ditentukan dari beberapa
faktor yang mampu menguatkan dan melemahkan posisi nilai tawar pada buruh
tani wanita untuk bekerja di lahan perkebunan tebu melainkan pada berapa besar
tenaga buruh tani wanita dibutuhkan untuk bekerja. Jadi dapat disimpulkan yang
dapat menentukan posisi tawar buruh tani dapat bekerja adalah jumlah pekerjaan
di lahan perkebunan tebu yang membutuhkan tenaga buruh tani wanita.
2.1.2 Konsep Buruh Tani Wanita
Menurut Breman (dalam Sasongko, 2006: 100) menyatakan :
“… Buruh tani adalah mereka yang setengah pendapatannya diperoleh di atas lahan yang bukan miliknya. Mayoritas buruh tani adalah rumah tangga yang tidak memiliki tanah (tunakisma), memiliki lahan tetapi dengan luas yang kecil, atau menyewa lahan.”
Dalam bidang pertanian posisi buruh tani menempati posisi terbawah dalam
struktur kerja di bidang pertanian. Ini lebih disebabkan karena keterbatasan dalam
10
kepemilikan tanah serta modal sehingga kebanyakan dari mereka bekerja
serabutan dengan menggarap lahan milik orang lain serta bekerja di sektor lain.
Sistem kerja buruh tani kebanyakan berkelompok, dan tidak jarang bekerja hanya
beberapa orang. Para buruh tani ini ada beberapa orang yang memiliki lahan,
namun dengan luas yang terbatas sehingga hanya mampu ditanami tanaman
tertentu.
Menurut Suyanto dan Hendarso (1996:90) menyatakan :
“ Bagi tenaga kerja perempuan, tanpa bekal pendidikan atau keterampilan yang cukup, jelas mustahil mereka bisa terserap di sektor formal. Mereka umumnya tidak memenuhi syarat tingkat pendidikan minimum yang ditetapkan berbagai badan usaha formal. Dengan segala kelenturan, fleksibilitas, dan kemudahannya,keberadaan sektor informal, industri rumahan, dan sejenisnya bagi tenaga kerja perempuan terutama yang berasal dari golongan miskin adalah sangat strategis dan fungsional.”
Dalam beberapa sektor pekerjaan di luar pertanian kaum wanita mulai
menunjukkan kemampuannya. Buruh wanita yang bekerja di kebanyakan
pekerjaan terutama di sektor industri ini hampir menggusur keberadaan kaum
laki-laki untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu. Faktor utama yang melatarbelakangi
adalah mungkin faktor perekonomian. Disamping itu, faktor penarik seperti
kesempatan kerja yang baik juga ditawarkan beberapa perusahaan membuat
banyak wanita yang bekerja di luar rumah.
Menurut Elson dan Pearson (dalam Suyanto, 1996: 56) menyatakan :
“ Penggunaan tenaga kerja wanita untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu sesungguhnya adalah strategi pengusaha untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah. Kedua ahli tersebut dengan tegas menyatakan tidak benar apabila pembagian kerja timbul karena kaum wanita dianggap paling cocok untuk pekerjaan tertentu.”
Penggunaan jasa tenaga kerja wanita dianggap lebih unggul pada beberapa
aspek tertentu dibandingkan jasa tenaga kerja laki-laki. Pada kenyataannya kaum
wanita juga dapat bekerja hampir semua bidang termasuk ke ranah pekerjaan yang
dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki.
Menurut Manning (dalam Suyanto, 1996: 57) menyatakan :
11
“ Dua keuntungan yang diperoleh pengusaha bila mereka memperkerjakan kaum wanita. Pertama, kaum wanita lebih telaten dan lebih penurut sehingga tidak banyak menimbulkan kesulitan dalam menerapkan langkah kebijaksanaan perusahaan. Kedua, angkatan kerja wanita sangat banyak dari segi upah relatif lebih murah daripada kaum pria sehingga karenanya dapat menekan biaya produksi.”
Pada kenyataannya, posisi wanita yang bekerja sebagai buruh tani di lahan
perkebunan tebu sangat dibutuhkan untuk bekerja oleh pemilik lahan. Ada
beberapa alasan yang menyebabkan pemilihan wanita sebagai tenaga kerja di
lahan perkebunan tebu. Pertama, kemunculan buruh tani wanita sebagai alternatif
dan pendukung kerja dari buruh tani laki-laki. Hal ini disebabkan karena jumlah
buruh tani laki-laki terbatas dalam satu wilayah sehingga mendorong pemilihan
wanita untuk bekerja sebagai buruh tani di lahan perkebunan. Kedua, buruh tani
wanita dikatakan lebih telaten, teliti, dan sabar dalam melakukan pekerjaan
daripada buruh tani laki-laki. Kelebihan ini yang menyebabkan banyak pemilik
lahan yang menggunakan tenaga buruh tani wanita untuk bekerja di lahan
perkebunan tebu miliknya.
2.1.3 Konsep Perkebunan
Menurut Planck (1993: 75) menyatakan :
“ Perkebunan adalah usaha pertanian besar yang produksinya ditujukan untuk menghasilkan tanaman ekspor. Perkebunan muncul pada akhir abad ke-19 dan merupakan khas “anak masa kolonial”.
Di Indonesia, era perkebunan muncul saat masa tanam paksa (cultursteel)
pada zaman penjajahan Belanda. Saat itu pemerintahan belanda tertarik untuk
menanam tanaman-tanaman yang mempunyai nilai ekspor yang besar.
Menurut Utoyo (2009: 74), menyatakan :
“ Dilihat dari jenis komoditas yang dibudidayakan, tanaman perkebunan dibedakan menjadi dua, yaitu tanaman keras seperti teh, karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, cokelat, cengkeh, dan pala. Serta tanaman musiman seperti tembakau dan tebu.”
Di Kabupaten Jember, tanaman tembakau ditanam terlebih dahulu
dibandingkan tanaman tebu. Perkebunan tembakau hampir tersebar di seluruh
12
daerah Jember. Setelah itu tanaman tembakau, mulailah dibangun perkebunan-
perkebunan baru dari kopi, teh, hingga tanaman tebu.
Menurut Poesponegoro et al. (2008 : 181) menyatakan :
“… hampir 70% masyarakat Indonesia terlibat di dalam sektor perkebunan dan kegiatan lainnya yang terkait. Denyut perekonomian perkebunan menjadi sumber penghidupan dan pendapatan masyarakat. Pada abad ke-20, perluasan perkebunan melanda daerah-daerah luar Pulau Jawa, yang menanam seperti kelapa, kelapa sawit, dan karet, melengkapi eksploitasi perkebunan tembakau yang telah ada sebelumnya.”
Salah satu komoditas perkebunan yang tetap bertahan dan menjadi
primadona pada masa kolonial adalah tebu. Perkebunan tebu terhampar luas di
pulau Jawa. Tanaman ini merupakan varietas yang mampu menghasilkan
komoditas yang memiliki nilai jual tinggi yakni gula.
Menurut Poesponegoro et al. (2008 : 96) menyatakan :
“ Perkebunan yang terpenting di Pulau Jawa adalah perkebunan tebu dan industri gula yang mengolah hasil tanaman. Usaha tersebut merupakan salah satu cerita sukses dalam sejarah Kolonial Hindia Belanda.”
Pabrik gula (PG) Semboro merupakan salah satu pabrik yang
memproduksi tebu menjadi gula. PG Semboro memiliki lahan perkebunan yang
luas yang menjadi tempat budidaya tanaman tebu. Di Kabupaten Jember, PG
Semboro merupakan satu-satunya pabrik gula yang masih berddiri hingga saat
ini. Di daerah Kabupaten Jember banyak sekali lahan perkebunan yang ditanami
tanaman selain tebu seperti teh, kopi, tembakau, dan cokelat. Dengan adanya
pabrik gula yang terletak di Kecamatan Semboro dapat memberikan peluang
kerja bagi masyarakat yang tinggal di kawasan terssebut maupun bagi
masyarakat yang tinggal di Kabupaten Jember.
2.1.4 Konsep Kerja
Kerja adalah merupakan kebutuhan yang diperlukan manusia agar dapat
bertahan hidup. Suatu pekerjaan baik apapun itu sangat bernilai karena dapat
menghasilkan sesuatu yang mungkin layak untuk dijual. Manusia merupakan
13
makhluk yang dianggap sempurna dengan memiliki akal yang dapat
menghasilkan sesuatu ide atau gagasan yang bervariasi. Mereka dapat merubah
sesuatu yang berasal dari alam menjadi sesuatu yang berbeda dan dapat dinilai
dengan barang lain.
Menurut Yussuwadinata dalam Koentjaraningrat (1996:60), menyatakan :
“ Kerja adalah suatu aktivitas yang menghasilkan suatu karya.Karya yang dimaksud, berupa segala yang dihasilkan untukmemenuhi kebutuhan. Dan selalu berusaha menciptakan karya-karya lainnya. Pada setiap individu atau kelompok yang hidupmemberikan suatu kedudukan yang penuh kehormatan, dan jugasebagai suatu gerak hidup yang harus menghasilkan lebih banyakkarya lagi”.
Kerja dipandang penting bagi banyak orang untuk menghasilkan sesuatu
yang bermanfaat selain bagi dirinya juga untuk orang lain. Kerja juga dianggap
merupakan seni karena dapat memperlihatkan kemampuan seseorang untuk dapat
mengekspresikan apa yang dimilikinya. Manusia merupakan makhluk sosial yang
harus bekerja karena jika bekerja kita akan terhubung dengan individu atau
komunitas lain dalam suatu sistem di masyarakat. Jadi jika ada seseorang yang
tidak bekerja, maka dianggap orang itu telah terhapus dalam suatu sistem dalam
masyarakat.
Dalam konsep sosiologis juga memperlihatkan bahwa konsep kerja itu
berhubungan dengan peranan dan status seseorang individu dalam komunitas
sosial. Peran seseorang dapat dinilai jika seseorang itu dapat bekerja dan
berintegrasi dengan lingkungannya. Demikian dengan status yang merupakan
hasil dari kerja keras seseorang yang dapat dinilai dengan kedudukan, jabatan,
serta kekayaan yang dimilikinya.
2.1.5 Konsep Gender
Menurut kamus bahasa Indonesia, ada pembedaan dalam pengertian sex
dan gender. Echols dan Shadily (1983:265) menyebutkan bahwa gender berarti
jenis kelamin. Gender adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan
perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Menurut Women”s Studies
14
Encyclopedia, gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan
dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki
dan perempuan yang berkembang pesat dalam masyarakat. (Narwoko, 2004:336).
Menurut Fakih (dalam Mosses, 1996:131), terdapat perbedaan dalam
ketidakadilan gender yang meliputi beberapa bentuk sebagai berikut;
a. Marginalisasi
Peran perempuan kurang mendapat akses kontrol terhadap sumber kekuasaan dan kewenangan. Distribusi kekuasaan didominasi oleh laki-laki. Kalaupun ada perempuan yang mendapat akses tersebut, perempuan tersebut harus dalam menyamakan dirinya dengan laki-laki dalam banyak hal.
b. Subordinasi
Karena sifat-sifat yang disosialisasikan di dalam masyarakat (emosi, lemah lembut, irrasional), maka perempuan tidak cocok untuk ditempatkan dalam posisi strategis dan akibatnya hanya menempati posisi yang kurang penting.
c. Stereotype
Perempuan yang terlibat dalam karier politik atau dalam posisi pengambilan keputusan selalu diberi label “wanita besi”, atau dipandang dengan sebelah mata.
d. Kekuasaan
Perempuan dipaksa untuk bersaing keras untuk bisa bertahan dalam hal sistem nilai yang tidak baik mempunyai keadilan gender dan kurang bisa menyuarakan kepentingan perempuan.
e. Beban ganda
Perempuan dalam berbagai kegiatan selalu ditekankan dengan peran domestiknya atau kodrat yang tidak boleh dilupakan perempuan.
Menurut Umar (1999:35), gender sebagai suatu konsep yang digunakan
untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari sosial dan
budaya. Gender dalam pengertian tersebut mendefinisikan laki-laki dan
perempuan dari sudut nonbiologis (Narwoko, 2004:340). Ada beberapa aspek
yang membedakan peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga maupun
masyarakat. Beberapa aspek ini ditinjau oleh perbedaan fisik dan faktor kebiasaan
yang telah menjadi budaya sejak dahulu hingga saat ini.
15
Aspek-aspek pandangan peran gender menurut Mosses (1996:63);
a. Peran kerja dari laki-laki dan perempuan, mencakup pembagian peran pekerjaan yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga.
b. Tanggungjawab sebagai orang tua, meliputi tanggung jawab dan kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya, terhadap masing-masing pasangan suami istri terhadap pekerjaan rumah tangga.
c. Hubungan antarpribadi, aspek ini mencakup aktivitas yang dilakukan baik suami ataupun istri yang berhubungan dengan orang lain selain pasangan tersebut dalam perkawinannya.
d. Peran khusus kodrat perempuan, menjelaskan peran yang harus dilakukan istri sebagai perempuan dalam kedudukannya, baik di rumah tangga maupun di dalam masyarakat.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Pertukaran Sosial
Homans (dalam Poloma, 2003:59) memulai teorinya dengan ilmu
ekonomi, bukan dengan psikologi. Teori pertukaran Homan situ menakankan
pada asumsi bahwa orang yang terlibat dalam perilaku untuk memperoleh
ganjaran atau menghindari hukuman. Pertukaran perilaku untuk memperoleh
ganjaran adalah prinsip dasar dalam transaksi ekonomi sederhana. Homans
melihat semua perilaku sosial jadi tak hanya perilaku ekonomis sebagai hasil dari
pertukaran yang demikian. Misalnya, pekerjaan tak hanya menyediakan ganjaran
ekstrinsik berupa upah, tetapi juga menyediakan ganjaran intrinsik berupa
persahabatan, keputusan, dan mempertinggi harga diri.
Menurut Homans (dalam Ritzer, 2004:308), menyatakan proposisi itu
bersifat psikologis karena dua alasan. Pertama, “proposisi itu biasanya dinyatakan
dan diuji secara empiris oleh dua orang yang menyebut dirinya sendiri psikolog”.
(Homans, 1967:39-40). Kedua, dan yang lebih penting, proposisi yang bersifat
psikologis karena menerangkan fenomena individu dalam masyarakat: “proposisi
itu lebih mengenai perilaku manusia individual daripada kelompok atau
masyarakat; dan perilaku manusia, sebagai manusia, umumnya dianggap menjadi
bidang kajian psikologi” (Homans, 1967:40).
16
Homans mengembangkan beberapa proposisi yang didasarkan pada
konsep Skinner, yakni :
a. Proposisi sukses
“Untuk semua tindakan yang dilakukan seseorang, semakin sering tindakan khusus seseorang diberi hadiah, semakin besar kemungkinan orang itu melakukan tindakan itu (Homans, 1974:16 dalam Ritzer, 2007:361)”.
Dalam proposisi ini dijelaskan jika seseorang melakukan pekerjaan
tertentu dan berhasil menyelesaikannya. Dan di akhir pekerjaan itu, orang
itu akan mendapatkan suatu ganjaran (reward). Selanjutnya orang itu akan
cenderung melakukan pekerjaan itu lagi secara berulang kali untuk
mendapatkan ganjaran (reward) yang lebih banyak.
b. Proposisi Stimulus
“Bila dalam kejadian di masa lalu dorongan tertentu atau sekumpulan dorongan telah menyebabkan tindakan orang diberi hadiah, maka makin besar serupa dorongan kini dengan dorongan di masa lalu, makin besar kemungkinan orang melakukan tindakan serupa (Homans, 1974:23 dalam Ritzer, 2007:364)”.
Jika dimasa lalu terjadinya stimulus yang khusus, atau seperangkat
stimuli merupakan peristiwa dimana tindakan seseorang memperoleh
ganjaran, maka semakin mirip stimuli yang ada sekarang ini dengan yang
lalu, akan semakin mungkin seseorang melakukan tindakan serupa/ agak
sama. Stimuli dapat kurang lebih sama dengan dimasa lalu, dan proposisi
Homans menyatakan bahwa stimuli yang hampir sama akan dipilih untuk
memperoleh hasil yang diinginkan.
c. Proposisi Nilai
“Makin tinggi nilai hasil tindakan seseorang bagi dirinya, makin besar kemungkinan ia melakukan tindakan tersebut (Homans, 1974:25 dalam Ritzer, 2007:364).
Semakin tinggi suatu tindakan, maka kian senang seseorang
melakukan tindakan itu. Proposisi nilai menyatakan manakah yang lebih
17
penting bagi seseorang, artinya tingkat dimana orang menginginkan
ganjaran yang diberikan oleh stimulus.
d. Proposisi Deprivasi-Satiasi
“Makin sering seseorang menerima hadiah khusus di masa lalu yang dekat, makin kurang bernilai baginya setiap unit hadiah berikutnya (Homans, 1974:29 dalam Ritzer, 2007:365).
Semakin sering dimasa yang lalu seesorang menerima suatu
ganjaran tertentu, maka semakin kurang bernilai bagi orang tersebut
peningkatan setiap unit ganjaran itu.
e. Proposisi Restu-Agresi
“ Proposisi A: bila tindakan orang tak mendapatkan hadiah yang ia harapkan atau menerima hukuman yang tidak ia harapkan, ia akan marah; besar kemungkinan ia akan melakukan tindakan agresif dan akibatnya tindakan demikian makin bernilai baginya (Homans, 1974:37 dalam Ritzer, 2007:365).
Bila tindakan seesorang tidak memperoleh ganjaran yang
diharapkannya, atau menerima hukuman yang tidak diinginkan, maka ia
akan marah, dia menjadi sangat cenderung menunjukkan perilaku agresif
dan hasil perilaku demikian menjadi lebih bernilai baginya.
“ Proposisi B: bila tindakan seseorang menerima hadiah yang ia harapkan, terutama hadiah yang lebih besar daripada yang ia harapkan, atau tidak menerima hukuman yang ia bayangkan, maka ia akan puas; ia makin besar kemungkinannya melaksanakan tindakan yang disetujui dan akibattinadakan seperti itu akan makin bernilai baginya (Homans, 1974:39 dalam Ritzer, 2007:366)”.
. Bilamana tindakan seseorang memperoleh ganjaran yang
diharapkannya, khusus ganjaran yang lebih besar dari yang dikirakan atau
tidak, memperoleh hukuman yang diharapkannya, maka dia akan merasa
senang; dia akan lebih mungkin melaksanakan perilaku yang
disenanginya, dan hasil dari perilaku yang demikian akan menjadi lebih
bernilai baginya.
18
f. Proposisi Rasionalitas
“ Dalam memilih diantara berbagai tindakan alternatif, seseorang akan memilih satu diantaranya, yang dianggap sangat memiliki value (V), sebagai hasil, dikalikan dengan probabilitas (p), untuk mendapatkan hasil, yang lebih besar (Homans, 1974:43 dalam Ritzer, 2007:366)”.
Dalam bidang ekonomi, seseorang pasti mempertimbangkan
sesuatu yang memberikan nilai guna bagi dirinya berupa keuntungan yang
besar. Orang itu pasti akan mencari beberapa cara untuk mendapatkan
hasil yang menguntungkan. Tindakan tersebut berdasarkan oleh beberapa
kemungkinan yang memiliki suatu nilai dan tujuan tertentu.
2.3 Penelitian Terdahulu
2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Posisi Tawar Petani Tebu (Studi
Deskriptif Petani Tebu di Desa Semboro Kabupaten Jember)
Penelitian Wahyudi Hardiyanto, (2006). Dalam penelitian ini menjelaskan
mengenai hubungan kerjasama yang terjadi antara petani tebu dengan Pabrik
Gula (PG) Semboro. Jenis kerjasama yang dilakukan adalah dengan menjalin
kerjasama yang saling menguntungkan (hal 72). Pabrik gula sebagai mitra
kerjasama dari petani memberikan kemudahan bagi petani dalam berproduksi.
Kemudahan-kemudahan tersebut berupa paket kredit (pinjaman) yang dapat
berupa sarana produksi antara lain bibit, pupuk, pestisida, dan biaya-biaya lain.
Dan semua hutang (pinjaman) itu nantinya akan dilunasi saat musim tebang tiba
yakni saat tebu digiling dan diketahui hasil nominalnya dalam bentuk uang yang
nanti hasilnya tersebut akan dipotong dengan jumlah hutang (pinjaman) yang
diterima.
Berdasarkan hasil penelitian Wahyudi Hardiyanto (2006), menyatakan ada
faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi posisi tawar petani tebu yang
menjalin kemitraan dengan Pabrik Gula (PG) Semboro dinyatakan lemah. Faktor
internal yang pertama adalah mengenai posisi sosial petani tebu. Petani tebu yang
memiliki posisi sosial yang kuat (yang memiliki peran sebagai pengurus
19
Paguyuban Petani Tebu Rakyat (PPTR) atau Pengijon), memiliki posisi tawar
yang kuat. Dan petani tebu yang memiliki posisi sosial yang lemah (berperan
sebagai petani murni), memiliki posisi tawar yang lemah. Yang kedua adalah
tingkat pengetahuan petani tebu. Kemampuan petani untuk dapat mengolah tanah
serta pemeliharaan tanaman dapat menentukan tebu yang dihasilkan.
Faktor yang kedua yang mempengaruhi posisi tawar petani adalah faktor
eksternal. Faktor eksternal yang pertama adalah akses petani tebu. Akses tersebut
antara lain seperti akses dalam pengajuan bantuan kredit pada PG Semboro dan
akses memasukkan hasil produksi tanaman tebu ke PG Semboro. Faktor
eksternal yang kedua adalah pemasaran tebu. Adanya jenis pemasaran tebu yang
mengharuskan petani untuk memasukkan tanaman tebunya ke pabrik gula. Pada
pemasaran tersebut terjadi persaingan antara petani tebu di Desa Semboro
dengan petani yang berasal dari daerah lain.
Ada perbedaan dan persamaan dari penelitian Wahyu Hardiyanto, (2006)
dengan judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Posisi Tawar Petani Tebu (Studi
Deskriptif Petani Tebu di Desa Semboro Kabupaten Jember) dan penelitian yang
peneliti lakukan dengan judul Posisi Tawar Buruh Tani Wanita Bekerja di
Perkebunan Tebu PTPN XI Semboro. Perbedaan dari penelitian ini adalah pada
informan utamanya yang akan diteliti yakni pada buruh tani wanita yang bekerja
di lahan perkebunan tebu. Perbedaan kedua adalah pada pokok permasalahan
yang diangkat berbeda. Yakni pada masalah posisi tawar pada buruh tani dengan
petani dan PG Semboro, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Wahyu
Hardiyanto menekankan pada posisi tawar petani dengan PG Semboro. Adapun
persamaan dari penelitian ini adalah obyek penelitian yang sama yakni berlokasi
di lahan perkebunan Pabrik Gula (PG) Semboro dan Perkebunan Rakyat (PR)
milik petani tebu.
20
BAB III. METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan suatu ukuran untuk menentukan metode
yang akan digunakan oleh peneliti dalam menyikapi persoalan yang akan dikaji.
Dalam hal ini peneliti, menggunakan metode penelitian kualitatif. Dengan
mempertimbangkan pada obyek yang menjadi sasaran penelitian, hal ini
didasarkan pada pokok permasalahan yang sangat kompleks dan diperlukan
proses wawancara secara mendalam pada informan.
Dengan metode penelitian kualitatif, penulis berusaha untuk
mengungkapkan permasalahan dan memberikan pemecahan masalah. Melalui
pengumpulan data, perumusan data yang diperoleh di lapangan kemudian
melakukan analisis data serta menarik kesimpulan dari suatu permalahan yang
akan diteliti.
3.1 Penentuan Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di lahan perkebunan tebu yang terletak di
Desa Semboro, di Kecamatan Semboro. Hal ini lebih disebabkan untuk
membatasi lingkup kerja peneliti karena kebanyakan lahan yang menjadi areal
perkebunan tebu tidak hanya banyak berasal di Kecamatan Semboro, namun juga
melingkupi daerah dalam Kabupaten Jember. Untuk fokus penelitian
diprioritaskan pada buruh tani wanita yang bekerja di lahan perkebunan tebu di
Desa Semboro. Adapun berikut ini adalah beberapa alasan yang menyebabkan
pemilihan lokasi penelitian :
1. Lokasi penelitian yakni lahan perkebunan tebu banyak berada dalam
daerah di Desa Semboro;
2. Banyak buruh tani wanita yang ditemukan bertempat tinggal di Desa
Semboro.
21
3.2 Teknik Penentuan Informan
Penentuan informan sangat penting dalam proses penelitian, ini
dikarenakan untuk memperoleh sumber informasi yang akurat. Teknik penentuan
informan yang akan digunakan oleh peneliti adalah teknik purposive sampling.
Menurut Sugiyono (2008:85), menyatakan teknik purposive sampling adalah
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Teknik ini bisa diartikan
sebagai suatu proses pengambilan sampel dengan menentukan terlebih dahulu
jumlah sampel yang hendak diambil, kemudian pemilihan sampel dilakukan
dengan berdasarkan tujuan-tujuan tertentu, asalkan tidak menyimpang dari ciri-
ciri sampel yang ditetapkan.
Adapun
beberapa kriteria-kriteria dalam teknik purposive sampling, menurut
Faisal (1990:56-57) menyatakan sebagai berikut:
1. Subyek yang telah cukup lama intensif dengan kegiatan atau memahami dan aktifitas yang menjadi perhatian peneliti;
2. Subyek yang masih terlibat aktif atau penuh dalam lingkungan atau kegiatan yang menjadi perhatian peneliti;
3. Subyek yang memiliki cukup banyak waktu dan kesempatan untuk dimintai informasi;
4. Subyek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau dikemas terlebih dahulu;
5. Subyek yang sebelumnya tergolong masih asing dengan peneliti.
Teknik purposive sampling yang digunakan peneliti memilki beberapa
pertimbangan atau kriteria-kriteria dalam penentuan informan, yakni
1. Menentukan buruh tani wanita yang akan diteliti berdasarkan lokasi
kerja yakni pada buruh tani yang bekerja di lahan perkebunan PTPN
XI Semboro;
2. Menentukan tingkat usia buruh tani wanita yang bekerja di lahan
perkebunan PTPN XI Semboro.
Informan pokok (principal informants) dapat diketemukan ketika peneliti
22
benar-benar menemukan data yang valid, terperinci, serta mendalam. Informan
pokok dalam kajian ini adalah buruh tani wanita yang bekerja di lahan milik
PTPN XI Semboro.
Dari hasil penelitian di lahan perkebunan tebu menemukan buruh tani
wanita yang berjumlah 12 orang sebagai informan pokok, berikut adalah
informasi buruh tani wanita yang bekerja di lahan perkebunan tebu;
1. Solehati umur 50 tahun pekerjaan buruh tani;
2. Ngatinah umur 36 tahun pekerjaan buruh tani;
3. Sani umur 40 tahun pekerjaan buruh tani;
4. Siti Sulihah umur 50 tahun pekerjaan buruh tani;
5. Sukirah umur 60 tahun pekerjaan buruh tani
6. Sulastri umur 48 tahun pekerjaan buruh tani;
7. Misri umur 50 tahun pekerjaan buruh tani;
8. Khotijah umur 45 tahun pekerjaan buruh tani;
9. Sumarni umur 60 tahun pekerjaan buruh tani;
10. Siti umur 18 tahun pekerjaan buruh tani;
11. Ningsih umur 46 tahun pekerjaan buruh tani;
12. Maisaroh umur 50 tahun pekerjaan buruh tani.
Untuk menunjang data yang diperoleh dari informan pokok, peneliti
memerlukan informan tambahan. Teknik penentuan tambahan dengan
purposive sampling. Teknik ini berupa pengambilan sampel secara sengaja
sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan.
Adapun yang menjadi informan tambahan (secondary informan) adalah
1. Arif Rahman Hakim (36 tahun), Petani tebu yang bermitra dengan
PG Semboro;
2. Didik Santoso (24 tahun), Karyawan PG Semboro bagian pembibitan
tebu.
3. Sulkhan (58 tahun), Perangkat Desa Semboro bagian ekonomi
pertanian.
4. Subiwantoro (47 tahun), Supir truk yang mengangkut tebu ke pabrik
23
gula (PG).
5. Probo Handoko (36 tahun), Mandor di lahan perkebunan tebu milik
petani.
6. Pak Sudarman (52 tahun), Petani tebu, yang dulu pernah bekerja
menjadi mandor.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan,
sedangkan data sekunder adalah data tambahan yang berkaitan dengan penelitian.
Data sekunder juga berkaitan dengan sumber-sumber referensi, literature serta
sumber-sumber lain yang telah tersedia. Adapun metode yang digunakan untuk
memperoleh data sebagai berikut:
a) Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan
mengamati kehidupan sehari-hari dari informan yang akan diteliti. Observasi
juga dapat dilakukan secara langsung, ketika penulis bersama informan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode observasi secara terang-
terangan atau secara tidak terang-terangan/ tersamar (overt observation/ covert
observation). Hal ini seperti yang dinyatakan Faisal (1990:79);
“Sebagaimana halnya wawancara, observasi juga dapat dilakukan dengan secara terus-terang (tidak tersamar), jadi mereka yang tengah diteliti mengetahui sedari awal bahwa penulis melakukan kegiatan penelitian. Observasi pada keadaan/situasi tertentu, penulis dapat juga melakukan observasi secara tersamar sebab adalah tidak realistic untuk serba “terus terang” mengamati suatu situasi”.
Melalui metode ini penulis dapat memperoleh gambaran dari hasil
pengamatan dan dapat dicatat sebagai suatu data awal. Dari hasil temuan awal
di lapangan, kebanyakan para buruh tani wanita mulai berangkat saat pagi hari
yakni pada pukul 06.00 WIB. Dan mereka biasa berangkat berkelompok
bersama-sama. Para buruh tani wanita ini berangkat menggunakan sepeda
24
(onthel), maupun bersama-sama dengan buruh tani wanita lain berangkat
menggunakan truk/ pick up ke lokasi kerja. Sebelum kerja biasanya mereka
bersama-sama sarapan dahulu dari bekal yang dibawa sambil menunggu
mandor/ pemilik lahan datang. Saat mandor datang mereka lalu melanjutkan
untuk bekerja.
b) Wawancara
Selain observasi, penulis juga menggunakan metode wawancara pada
informan. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan kebenaran data yang
diinginkan. Wawancara antara penulis dengan informan, dilakukan dengan
cara melakukan cara tanya jawab.
Jenis wawancara yang dilakukan oleh penulis adalah menggunakan
wawancara mendalam (indepth interview). Wawancara mendalam ini
dilakukan untuk mendapatkan informasi yang sahih dan benar-benar teruji.
Wawancara dilakukan dengan berkali-kali hingga menemukan data yang
dianggap benar. Wawancara oleh penulis dilakukan dapat di lapangan dan
juga di rumah informan. Secara prosedural proses wawancara ini memerlukan
kesepakatan dengan informan untuk membuat janji bertemu.
Untuk mendapatkan informasi yang benar-benar teruji kebenarannya,
peneliti juga memerlukan pedoman wawancara (guide interview). Menurut
Suyanto dan Sutinah (2005:56), guide interview adalah semacam rambu-
rambu yang dipergunakan untuk mengarahkan seorang peneliti agar tidak
terjebak mencari data di luar permasalahan dan tujuan penelitiannya.
Menurut Malo dan Trisnonintyas (1994:139), pedoman wawancara
memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Pedoman wawancara berfungsi membimbing alur wawancara terutama mengarahkan tentang hal-hal yang harus ditanyakan;
2. Dengan pedoman wawancara dapat dihindari kemungkinan melupakan beberapa persoalan yang relevan dengan masalah penelitian.
Pada awal penelitian dimulai peneliti mencari beberapa informan yang
akan di wawancarai. Wawancara pertama dilakukan di rumah salah satu petani
25
tebu yang juga aktif dalam kepengurusan pabrik gula (PG) Semboro, yakni
Pak Arief pada tanggal 15 Oktober 2013 yakni pada Pukul 18.00 WIB.
Peneliti mencoba melakukan wawancara secara mendalam dan juga meminta
saran untuk menemukan buruh tani wanita yang merupakan sumber informan
pokok. Pada penelitian pada tanggal 23 Oktober 2013, penelitian dilakukan
bersama bantuan dari Pak Subiwantoro atau Pak Wan. Pak Wan ini
merupakan supir truk yang sering berhubungan langsung dengan segala
kegiatan di lahan perkebunan. Penelitian kedua dilakukan di lahan perkebunan
tebu menemukan beberapa informan pokok yang sedang bekerja memotong
dan mengumpulkan tebu ke karung yang hendak dijadikan bibit tebu.
Wawancara tersebut berlangsung selama 2 jam dari pukul 06.00 WIB.
Setelah itu peneliti meminta izin pulang karena Pak Wan ingin bekerja. Pada
penelitian ketiga pada tanggal 27 September 2013, penelitian dilakukan
sendiri di lahan perkebunan di daerah pabrik gula (PG) Semboro. Dengan
bantuan informasi dari beberapa buruh tani wanita yang menjadi informan
sebelumnya. Peneliti kemudian menemukan beberapa buruh tani wanita
bekerja menanam bibit tebu bersama 2 orang buruh tani laki-laki. Wawancara
itu dilakukan di lahan perkebunan yang pada saat itu informan tengah istirahat
sambil menunggu lahan diolah oleh buruh tani laki-laki. Lahan tersebut yang
nanti akan ditanami dengan bibit-bibit tebu. Beberapa informan ini
menyatakan pekerjaannya berlangsung dari pagi hingga pukul 14.00 WIB.
Namun, peneliti hanya melakukan wawancara selama 3 jam, dan kemudian
izin untuk pulang.
Peneliti melakukan proses wawancara secara mendalam dengan
beberapa informan yang awalnya dilakukan di lapangan yakni di lahan
perkebunan tebu. Dalam proses wawancara dengan informan pokok, peneliti
melakukan sendiri maupun mendapatkan bantuan dari beberapa pihak yang
juga merupakan informan tambahan. Penelitian awal dilakukan pada saat pagi
hari, ini disebabkan waktu buruh tani wanita banyak yang mulai bekerja di
lahan perkebunan tebu. Ini juga merupakan saran dari beberapa informan
tambahan. Waktu wawancara dengan informan pokok di lahan perkebunan
26
tebu sangat terbatas, hal ini disebabkan pada saat itu mereka sedang bekerja.
Untuk wawancara, ada beberapa informan yang dapat diminta informasinya
meskipun saat bekerja. Dan adapula yang menolak, dan menunggu hingga
waktu istirahat.
Peneliti juga meminta waktu untuk melakukan wawancara dengan
informan saat berada di rumah. Namun, ada beberapa informan yang menolak
untuk diwawancarai di rumah, dan ada juga yang menerima untuk
diwawancarai. Dalam proses wawancara peneliti menggunakan alat bantu
berupa catatan dan alat perekam untuk mempermudah proses wawancara
dengan informan.
c) Dokumentasi
Metode dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan berbagi sumber
referensi, literatur yang telah tersedia, seperti jurnal ilmiah, laporan
penelitian, artikel, serta sumber-sumber lain yang dapat dijadikan acuan
untuk menunjang penelitian.
Dalam metode dokumentasi ini menggunakan berbagai sumber data dan
literatur yang berhubungan dengan penelitian ini. Untuk dokumentasi tertulis
memanfaatkan data sumber informasi dari buku dan makalah tentang
panduan teknik budidaya tebu dari PTPN XI dan beberapa data yang
menunjang. Sedangkan untuk dokumentasi berupa gambar adalah segala
kegiatan yang dilakukan informan saat bekerja sebagai buruh tani wanita di
lahan perkebunan tebu.
Untuk sumber literatur dan referensi lain menggunakan buku-buku,
penelitian terdahulu, artikel, surat kabar, dan berbagai sumber dari internet
yang berhubungan dengan penelitian tentang buruh tani wanita yang bekerja
di lahan perkebunan tebu.
3.4 Uji Validitas Data
Dalam penelitian yang menggunakan metode kualitatif sebagai teknik
dalam mengkaji masalah memerlukan suatu keabsahan data dari informan. Maka
27
dari itu, penulis perlu meng cross check data yang diperoleh dari informan secara
langsung agar dapat menghasilkan data yang benar-benar valid. Dengan
membandingkan data yang diperoleh dari satu informan dengan informan lain,
data dapat teruji kebenarannya.
Uji validitas ini dapat dilakukan dengan teknik triangulasi data. Menurut
Moleong (2001:178): “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut”.
Teknik ini dapat dilakukan dengan memperbandingkan antar data yang diperoleh
dari proses wawancara dengan informan, data hasil observasi, dan data hasil
dokumentasi.
Menurut Moleong (dalam Irawan, 2006:91), menyatakan ada empat
macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan
sumber, metode, penyidik, dan teori. Dalam cross check hasil penelitian, peneliti
menggunakan teknik trianggulasi pada sumber. Berikut empat macam cara
trianggulasi menurut (Moleong dalam Irawan, 2006:91);
1. Membandingkan data hasil pengamatan dan data hasil wawancara2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dikatakannya secara pribadi3. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu4. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
28
Hasil Wawancara dengan Informan
Hasil Observasi
Hasil Dokumentasi
Bagan 1. Metode Triangulasi Data
3.5 Metode Analisis Data
Dalam proses analisis data pada penelitian ini memerlukan beberapa
tahapan pokok yakni mengumpulkan seluruh data dari informan setelah melalui
proses uji keabsahan data. Langkah selanjutnya keseluruhan data yang
dikumpulkan dikategorikan, setelah itu penulis dapat memilah-milah data yang
relevan sesuai kebutuhan. Tahapan selanjutnya adalah melakukan interpretasi
(penafsiran) data dan dihubungkan teori yang sesuai.
Dari hasil interpretasi data yang dilakukan oleh penulis selama penelitian
itu berlangsung. Maka penulis dapat mengambil kesimpulan pokok yang relevan
dengan judul penelitian yakni Posisi Tawar Buruh Tani Wanita Bekerja di
Perkebunan Tebu PTPN XI Semboro. Dengan demikian penelitian yang
dilakukan oleh penulis dapat disajikan sesuai fakta yang valid dan mendalam.
Bagan 2. Skema Analisis Data
29
PENGUMPULAN DATA PENYAJIAN DATA
REDUKSI DATA SIMPULAN: VERIFIKASI
BAB IV. PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum
4.1.1 Letak Geografis
Desa Semboro merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan
Jember, Kabupaten Jember. Desa Semboro dikelilingi beberapa batas wilayah
antara lain meliputi :
a. Batas sebelah utara : Desa Sidomulyo, Desa Tanggul Wetan
b. Batas sebelah Timur : Desa Tanggul Wetan, Desa Sidomekar
c. Batas sebelah Selatan : Desa Umbulrejo, Desa Sidorejo
d. Batas sebelah Barat : Desa Sidorejo, Gadingrejo, Rejoagung
Desa Semboro memiliki luas wilayah ± 952,707 Ha yang terletak pada
wilayah dataran rendah dengan ketinggian ± 25 m dari permukaan laut. Desa
Semboro mempunyai jumlah penduduk 12.503 jiwa pada tahun 2012.
4.1.2 Luas Daerah dan Penggunaan Tanah
Dari segi topografi, Desa Semboro berada pada bagian barat Kabupaten
Jember yang merupakan daerah pertanian yang subur untuk pengembangan
tanaman pangan. Dari luas tanah yang ada di wilayah Desa Semboro dapat dilihat
dari Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Luas Daerah dan Penggunaan Tanah di Desa Semboro,
Kecamatan Semboro, Kabupaten Jember 2012.
No Penggunaan Tanah Luas
(Ha)
Persentase
(%)
1 Tanah Sawah 476,650 30,36
2 Irigasi Teknis 470,05 29,94
3 Tanah Tegal 189,851 12,09
30
4 Tanah Pekarangan 288,706 18,39
5 Perkebunan Negara 74,6 4,75
6 Tanah Kas Desa 42,656 2,72
7 Lapangan Olahraga 2 0,13
8 Perkantoran Pemerintah 2 0,13
9 Tempat Pemakaman Desa/Umum 3 0,19
10 Jalan Desa 12 0,76
11 Bangunan Sekolah 5 0,32
12 Pertokoan 3 0,19
13 Fasilitas Pasar 0,25 0,02
Jumlah 1.569,763 100,00
Sumber: Data Instrumen Kantor Desa Semboro, Kecamatan Semboro,
Kabupaten Jember 2012.
Berdasarkan Tabel 4.1, dapat dijelaskan bahwa dengan luas daerah dan
penggunaan tanah di Desa Semboro berjumlah 1.569,763 ha. Dengan
penggunaan yang terbesar yakni dengan jumlah 476,650 ha atau 30,36 %,
digunakan untuk tanah sawah dan sekitar 470,05 ha atau 29.94 % untuk irigasi
teknis. Dari data tersebut dapat dijelaskan bahwa sebagian besar masyarakat yang
tinggal di Desa Semboro banyak memanfaatkan lahan atau tanah yang dimiliki
untuk berbudidaya tanaman. Pada lahan pertanian itu umumnya dimanfaatkan
untuk budidaya tanaman seperti padi, palawija, jagung, kedelai, dan kacang
panjang. Sebagian lahan lain digunakan untuk budidaya tanaman keras seperti
mangga, jeruk, salak, dan tebu. Dengan pemanfaatan tanah sebagai lahan
pertanian di Desa Semboro juga mendorong terbukanya lapangan kerja bagi
warga yang tidak memiliki lahan untuk bekerja sebagai buruh tani.
4.1.3 Jumlah Penduduk menurut Jenis Pekerjaan
Kerja merupakan aktifitas yang dilakukan manusia untuk dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dengan bekerja manusia dapat saling berinteraksi dengan
manusia lain dan dapat memiliki peran dan status dalam lingkungan masyarakat.
31
Hal ini juga dilakukan oleh setiap warga masyarakat di Desa Semboro untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Pada Tabel 4.3 menunjukkan
tentang jenis pekerjaan penduduk di Desa Semboro sebagai berikut;
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk menurut Jenis Pekerjaan di Desa Semboro, Kecamatan Semboro, Kabupaten Jember 2012.
No Jenis Pekerjaan Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
1. Petani 2.268 47,06
2. Pegawai Desa 27 0,56
3. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 203 4,21
4. Pegawai Swasta 1.270 26,35
5. Pegawai Bank 4 0,08
6. Pemilik Warung/Kios 292 6,06
7. Angkutan/Transportasi 103 2,14
8. Tukang Kayu 310 6,43
9. Tukang Batu 312 6,47
10. Tukang Jahit 12 0,56
11. Tukang Cukur 18 0,37
Jumlah 4.819 100,00
Sumber: Data Instrumen Kantor Desa Semboro, Kecamatan Semboro, Kabupaten Jember 2012.
Berdasarkan Tabel 4.2, dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk menurut
jenis pekerjaan di Desa Semboro berjumlah 4.189 orang. Dengan jenis
pekerjaan yang terbanyak adalah petani yakni berjumlah 2.268 orang atau 47,06
%. Pekerjaan ini merupakan pekerjaan utama bagi masyarakat di Desa Semboro,
disamping jenis pekerjaan lain seperti pegawai negeri sipil (PNS), pegawai
bank, pegawai Desa, pegawai swasta, dan jenis pekerjaan lain. Pertanian di Desa
Semboro merupakan lahan pekerjaan yang utama dan banyak warga masyarakat
yang bekerja di sektor ini. Petani dalam hal ini dapat diartikan sebagai petani
(pemilik lahan) dan buruh tani (tenaga kerja). Keberadaan petani sebagai
32
pemilik lahan ini juga mendorong terbukanya jenis pekerjaan lain seperti
menggarap lahan oleh buruh tani.
Lahan pertanian yang luas, mendorong petani membudidayakan tanaman
dengan variasi lebih beragam seperti padi, palawija, jagung, kedelai, kacang
panjang, jeruk, dan tanaman tebu. Jenis tanaman yang memberikan keuntungan
lebih besar adalah jeruk dan tebu. Diantara kedua tanaman tersebut, budidaya
tanaman tebu lebih mudah dan sederhana serta tidak membutuhkan biaya yang
relatif besar. Selain itu, keberadaan pabrik gula (PG) Semboro sebagai mitra
petani tebu mempermudah hubungan kerja antara kedua belah pihak dan
mendorong terciptanya lapangan pekerjaan bagi buruh tani.
4.2 Karakteristik Informan
4.2.1 Tingkat Pendidikan
Berdasarkan data hasil informasi dengan beberapa informan yakni buruh
tani wanita yang bekerja di lahan perkebunan tebu menyatakan bahwa rata-rata
pendidikan yang ditempuh adalah tingkat sekolah dasar (SD). Hal ini disebabkan
oleh anggapan dari orang tua informan dahulu yang menyatakan bahwa posisi
wanita nanti kelak dewasa hanya akan bekerja di dalam rumah sehingga tidak
perlu sekolah tinggi. Dan yang berhak untuk sekolah tinggi itu untuk laki-laki,
karena nantinya akan berperan sebagai kepala rumah tangga. Pernyataan ini
seperti yang dinyatakan oleh Bu Khatijah (43 Tahun), berikut;
“ Buruh tani sing nyambut damel teng mriki kathah sing tamatan sekolah dasar, malah enten sing mboten tamat SD. Kuwi asale ndhisik wong tuwa kula tau ngandhani, kanggo apa sekolah dhuwur-dhuwur, lah mengkone nyambut damel neng dapur pisan. Sing bisa sekolah dhuwur kuwi mung lanang wae”.
“ Buruh tani yang kerja disini banyak yang tamatan sekolah dasar, ada yang tidak tamat SD. Itu asalnya dulu orang tua ibu pernah bilang untuk apa sekolah tinggi-tinggi, lah nantinya kerjanya juga di dapur. Yang bisa sekolah itu hanya laki-laki saja”.
33
Hal ini juga yang membuat banyak dari buruh tani wanita tidak memiliki
kesempatan untuk dapat bekerja di sektor lain karena dibatasi oleh tingkat
pendidikan yang rendah. Pada umumnya buruh tani wanita ini bekerja di dalam
rumah, namun karena keterbatasan ekonomi memotivasi mereka untuk keluar
bekerja membantu peran suami. Sebelum bekerja di luar rumah sebagai buruh
tani wanita, mereka masih mengutamakan menyelesaikan urusan rumah tangga
dahulu sebelum bekerja.
4.2.2 Lama Bekerja
Bagi buruh tani wanita dengan bekerja di lahan perkebunan tebu dianggap
dapat membantu menambah pendapatan dalam keluarga. Pekerjaan sebagai
buruh tani tidak dibatasi oleh faktor usia, melainkan pada kemampuan seseorang
agar dapat bekerja agar dapat bertahan hidup. Hal ini dapat dibuktikan jika
melihat bagaimana jumlah buruh tani wanita yang sudah tua, namun masih aktif
untuk bekerja.
Tabel 4.3 Lama informan bekerja sebagai buruh tani wanita di lahan perkebunan tebu.
No
.
Nama Umur
(tahun)
Lama
Bekerja
(tahun)
Keterangan
1 Solehati 50 36 bekerja setelah lulus SD
2 Ngatinah 36 18 bekerja setelah menikah
3 Sani 40 - bekerja sebelum menikah
4 Siti Sulihah 50 - bekerja sebelum menikah
5 Sukirah 60 40 -
6 Sulastri 48 32 -
7 Misri 50 - bekerja setelah menikah
8 Khotijah 45 - bekerja sebelum menikah
9 Sumarni 60 43 bekerja setelah menikah
10 Ningsih 46 - bekerja setelah lulus SD
34
11 Maisaroh 50 - bekerja setelah memiliki
anak
12 Siti 18 - -
Sumber : Data Primer Informan 2014.
Pada tabel 4.3, dapat dijelaskan bagaimana awal buruh tani dapat bekerja
di lahan perkebunan tebu. Di dalam tabel tersebut ada beberapa alasan yang
dapat menjadi awal mula buruh tani itu dapat bekerja. Rata-rata buruh tani
wanita memiliki latar belakang pendidikan yang rendah bahkan ada yang tidak
sempat mengenyam bangku sekolah dasar. Hal inilah yang menyebabkan
banyak buruh tani wanita sudah bekerja sejak kecil. Para buruh tani ini sudah di
ajak untuk ikut bekerja sejak kecil, namun mereka hanya ikut membantu orang
tuanya yang bekerja sebagai buruh tani. Beberapa faktor inilah yang
menyebabkan
Faktor lain adalah faktor ekonomi. Sebagian besar buruh tani wanita
bekerja di lahan perkebunan tebu dimulai setelah menikah. Dari beberapa
pernyataan informan, dengan ikut bekerja sebagai buruh tani dapat membantu
penghasilan keluarga selain penghasilan suami. Bahkan ada yang masih tetap
bekerja meskipun mereka tidak memiliki tanggungan, hanya didasarkan oleh
keinginan untuk terus bekerja.
Romany Sihite (2007; 112) menyatakan ciri pempuan di sektor informal
pada umumnya yakni berpendidikan rendah dan berada pada usia produktif.
Biasanya mereka bekerja dengan alasan dapat survive secara ekonomi.
Namun hal ini jauh berbeda dengan apa keadaan buruh tani wanita yakni
meskipun sudah melewati usia produktif tapi mereka tetap bekerja dan mampu
menunjukan eksistensinya dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Dari beberapa informasi dari beberapa informasi dari buruh tani wanita
menyatakan ada yang telah lama bekerja dan adapula yang baru bekerja
didasarkan oleh keinginan dan ditawari oleh temannya untuk ikut bekerja.
Berikut pernyataan dari Bu Sukirah (60 Tahun);
35
“ Yen ibu ora nyambut damel, ya ora bisa kanggo mangan lan kanggo nyukupi kebutuhan hidup. Arep piye meneh, anak ibu wis berkeluarga lan nyambut damel kabeh, malah enten sing nyambut damele dadi buruh tani pisan. Yen kula wis meh 40 taun kerja dadi buruh tani, mas ”.
“ Kalau ibu tidak bekerja, ya tidak bisa untuk makan dan memenuhi kebutuhan hidup. Mau bagaimana lagi, anak ibu kan sudah berkeluarga dan kerjanya buruh tani juga. Kalau Ibu sudah hampir 40 tahun bekerja sebagai buruh tani, mas. ”
Bu Sukirah adalah salah satu dari sekian banyak buruh tani wanita yang
bekerja di lahan perkebunan tebu di saat usia senja masih aktif bekerja demi
memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Selain bu Sukirah juga ada banyak buruh
tani wanita lain yang bekerja dari sejak remaja hingga berusia senja. Hal ini
disebabkan karena pekerjaan sebagai buruh tani dipandang sebagai pekerjaan
yang tidak memerlukan ijazah dan keterampilan khusus.
Selain bu Sukirah, adapula pernyataan dari Siti yang menyatakan dirinya
baru beberapa kali bekerja sebagai buruh tani wanita di lahan perkebunan tebu.
Dirinya menyatakan dapat bekerja di lahan perkebunan tebu sebab didasarkan
oleh ajakan dari orang tuanya untuk ikut membantu pekerjaan. Kemudian ajakan
dari temana atau tetangga.
Dari beberapa faktor yang menyebabkan buruh tani wanita dapat bekerja
di lahan perkebunan tebu hampir semua disebabkan karena faktor tawaran untuk
bekerja dan keinginan untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidup. Banyak buruh
tani wanita yang sudah bekerja sangat lama hingga dapat membesarkan
anaknya, namun masih tetap untuk terus bekerja.
36
4.2.3 Usia Informan
Dalam Tabel 4.3 berikut merupakan data hasil informasi mengenai tingkat
usia dari informan yang bekerja sebagai buruh tani wanita di lahan perkebunan
tebu;
Tabel 4.4 Karakteristik Informan berdasarkan Tingkat Usia di Desa
Semboro, Kecamatan Semboro, Kabupaten Jember 2012.
No. Tingkat Usia
(Tahun)
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
1. 18-28 1 8,3
2. 29-39 1 8,3
3. 40-50 8 66,7
4. 51-61 2 16,7
Jumlah 12 100%
Sumber: Data Primer Tahun 2014.
Pada Tabel 4.4, berdasarkan tabel tersebut menjelaskan mengenai tingkat
usia informan bekerja sebagai buruh tani wanita di lahan perkebunan tebu
berjumlah 12 orang. Dalam tabel tersebut pada tingkat usia 40-50 tahun adalah
usia buruh tani wanita masih tetap produktif bekerja di lahan perkebunan tebu
yakni sekitar 8 orang atau 66,7% dari 12 orang. Pada tingkat usia seharusnya
bukan termasuk usia produktif untuk bekerja namun disebabkan adanya
keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup mendorong buruh tani wanita terus
bekerja meskipun sudah menginjak usia tua. Sebagian dari buruh tani wanita ini
juga masih terus bekerja meskipun sudah tidak memiliki tanggungan untuk
membiayai anak. Pada tingkat usia yang masih produktif yakni di usia 18-28
tahun dan 29-39 tahun masing-masing hanya berjumlah 1 orang atau 8,3%.
Bahkan pada tingkat usia 51-61 tahun atau 16,7% yang sudah melewati usia
produktif masih ada 2 orang yakni masih aktif bekerja. Mereka bekerja dengan
tujuan untuk dapat bertahan hidup.
Berdasarkan usia informan, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor
penyebab wanita dapat bekerja sebagai buruh tani di lahan perkebunan, antara
lain. Pertama, banyak dari informan yang menyatakan salah satu penyebab
37
mereka dapat bekerja sebagai buruh tani dimulai sejak tidak mampu
melanjutkan sekolah. Sebagian informan menyatakan tidak lulus sekolah dasar
sehingga menyebabkan banyak yang ikut bekerja di lahan perkebunan bersama
orang tua. Kedua, setelah menikah. Sebagian informan menyatakan dirinya
menjadi buruh tani wanita setelah menikah untuk membantu menambah
pendapatan keluarga. Ketiga, persepsi dari orang tua dahulu. Persepsi atau
anggapan yang salah mengakibatkan wanita tidak mempunyai hak untuk
mendapatkan pendidikan atau bekerja sesuai dengan keinginannya. Peran wanita
adalah melakukan pekerjaan domestik di dalam rumah sehingga wanita tidak
memiliki hak untuk bekerja di luar rumah. Hal ini yang mengakibatkan posisi
wanita semakin terbatas untuk bekerja sebagai wanita karier atau mendapatkan
posisi yang sama dengan laki-laki.
4.3. Latar Belakang Buruh Tani Wanita Bekerja di Lahan Perkebunan
Tebu
Pada lahan perkebunan tebu membutuhkan banyak tenaga untuk
mengerjakan lahan dan melakukan perawatan rutin serta penanganan saat panen.
Umumnya tenaga utama yang banyak dibutuhkan untuk bekerja adalah tenaga
buruh tani laki-laki. Dimulai sejak tebu akan dipanen hingga saat mulai masa
tanam, banyak pemilik lahan/ mandor mencari buruh tani laki-laki yang akan
disuruh untuk bekerja di lahan perkebunan tebu miliknya. Namun, karena jumlah
buruh tani laki-laki yang terbatas dalam satu daerah menyebabkan pemilik lahan/
mandor mulai mencari cara alternatif untuk mendapatkan tenaga kerja. Adapun
cara yang diterapkan adalah dengan menggunakan bantuan tenaga buruh tani
wanita hingga mencari tenaga buruh tani dari luar daerah. Hal ini merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan buruh tani wanita dapat bekerja di lahan
perkebunan tebu. Berikut ini adalah beberapa informasi menganai buruh tani dan
faktor penyebab yang meyebabkan mereka dapat bekerja sebagai buruh tani
wanita di lahan perkebunan tebu.
Ibu Solehati adalah seorang buruh tani wanita yang bekerja di lahan
perkebunan tebu milik orang lain. Ibu Solehati memiliki dua orang anak. Salah
38
satu sudah menikah dan satunya masih bersekolah. Kedua anak ibu Solehati
adalah laki-laki. Anak ibu Solehati yang pertama saat ini bekerja di Bali dan yang
kedua masih duduk kelas 2 SMA. Ibu Solehati menyatakan, hal ini yang
menyebabkan beliau masih aktif untuk bekerja karena merasa masih memiliki
tanggungan. Ibu Solehati bekerja hampir setiap hari untuk membantu menambah
penghasilan suami. Suami ibu Solehati adalah buruh tani yang bekerja serabutan
atau tidak memiliki penghasilan tetap. Jika memasuki musim panen tebu,
suaminya bekerja sebagai buruh tebang yang bekerja berpindah-pindah pada
setiap lahan bersama buruh tani lain. Untuk dapat menambah pendapatan, suami
ibu Solehati bekerja merawat kambing milik orang lain. Biasanya setelah pulang
bekerja, suaminya mulai mencari rumput untuk kambing.
Ibu Solehati bekerja bersama tetangga atau kerabat dekat. Di lahan
perkebunan tebu, pekerjaan yang dilakukan adalah seperti mempersiapkan bibit
tebu yakni memotong tebu antara 2 atau 3 mata bagal (batang) kemudian
dimasukkan ke karung. Pekerjaan lain adalah menanam bibit tebu, memupuk
tanaman tebu, menyiram tanaman, merawat tanaman seperti membersihkan
pelepah daun yang kering (klentek), hingga ikut menebang tebu. Pekerjaan ini
dilakukan jika ada permintaan dari pemilik lahan untuk bekerja maupun karena
adanya ajakan dari teman untuk bekerja. Ibu Solehati bekerja dari pagi hingga
menjelang siang hari yakni hingga pukul 10.00 WIB. Ibu Solehati menyatakan ini
juga berdasarkan kesepakatan dengan pemilik lahan, dan pemilik lahan satu dan
lainnya berbeda dalam penentuan waktu kerja dan upah yang diterima.
Untuk jumlah upah yang diterima ibu Solehati saat bekerja saat itu adalah
Rp. 15.000. Ibu Solehati menyatakan meskipun pekerjaan seperti mengolah lahan,
menanam bibit, menyiram, hingga menebang tebu akan mendapatkan upah yang
sama. Ibu Solehati juga menyatakan upah yang diperoleh tiap buruh tani wanita
tidak sama. Hal ini seperti yang dinyatakan Ibu Solehati;
“… Kangge upah nyambut damel biasane niku entuk 15 ewu, enten pisan sing entuk 17 ewu sedinae”.
“… Untuk upah kerja biasanya itu dapat 15 ribu, ada juga yang dapat 17 ribu sehari”.
39
Ibu Solehati menyatakan ada perbedaan pembagian upah yang tidak sama
dengan buruh tani wanita lain meskipun pekerjaan yang dilakukan sama. Ibu
Solehati juga menambahkan di lahan perkebunan lain juga ada yang mendapatkan
upah yang besar. Namun, Ibu Solehati menyatakan tidak mempermasalahkan itu
yang penting adalah dapat bekerja untuk menambah penghasilan suami.
Ibu Ngatinah dapat bekerja sebagai buruh tani sejak tidak mampu untuk
melanjutkan sekolah. Ibu Ngatinah menyatakan dirinya awalnya bekerja karena
ajakan orang tua untuk ikut membantu bekerja di lahan perkebunan. Ibu Ngatinah
memiliki dua orang anak, yang salah satunya masih bersekolah di sekolah dasar
(SD), sedangkan yang satunya belum bersekolah dan jika bekerja selalu diajak ke
tempat kerja. Pekerjaan suami ibu Ngatinah setiap hari adalah bekerja sebagai
buruh tani di lahan milik orang lain. Namun, jika memasuki masa tebang tebu,
biasanya suaminya dan buruh tani laki-laki yang bertempat tinggal dalam satu
dusun akan bekerja sebagai buruh tebang. Dan pada saat itu suaminya dikirim ke
lahan perkebunan di Surabaya untuk bekerja menebang tebu. Ibu Ngatinah pernah
memiliki keinginan untuk bekerja di bidang lain atau membuka warung, namun
tidak dapat terwujud karena masalah ijazah dan kurangnya modal untuk usaha.
Ibu Ngatinah menyatakan dirinya bekerja sebagai buruh tani didasarkan untuk
membantu menambah penghasilan keluarga dan juga untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari. Ibu Ngatinah menyatakan penghasilan suaminya dianggap
belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Berikut pernyataan
dari Ibu Ngatinah;
“… Bojo kula nyambut damel dadi buruh tani saben dinae, penghasilane iku biasane entuk 35 ewu. Duit 35 ewu kuwi mung saged kangge tumbas beras, lauk pauk, lan mboten saged kanggo keperluan liyane. Dadi kula pisan kudu nyambut damel ben saged nyukupi kebutuhan kuwi..”“… Suami saya kerja jadi buruh tani setiap hari, penhasilannya itu biasanya dapat 35 ribu. Uang 35 ribu itu hanya bisa untuk membeli beras, lauk pauk, dan tidak bisa untuk keperluan lain. Jadi saya juga harus kerja biar dapat memenuhi kebutuhan itu.”
Ibu Ngatinah bekerja bersama dengan buruh tani wanita lain yang berasal
dari satu dusun juga. Pekerjaan yang biasa dilakukan seperti memotong tebu
untuk dijadikan bibit, menanam bibit tebu, memupuk, membersihkan
40
rumput/gulma (rewos), dan membersihkan pelepah tebu (klentek). Ibu Ngatinah
menyatakan jika dirinya setelah bekerja mendapatkan upah sekitar Rp. 15.000,-.
Ibu Sani sudah bekerja sebagai buruh tani wanita dimulai sejak sebelum
menikah. Ibu Sani memiliki dua orang anak, yang pertama sudah bekerja dan
yang satunya masih bersekolah di SD. Ibu Sani menyatakan dirinya tidak tamat
sekolah dasar (SD) karena keterbatasan ekonomi. Alasan ibu Sani bekerja adalah
untuk membantu menambah pendapatan keluarga. Ibu Sani selalu menggunakan
bahasa Madura jika berkomunikasi karena tidak mampu berbahasa Indonesia.
Suami ibu Sani bekerja sebagai buruh tani di lahan milik orang lain dan juga
sebagai pencari rumput yang nanti akan dijual sebagai pakan ternak. Ibu Sani dan
suami bekerja serabutan yakni bersedia melakukan pekerjaan apapun untuk
menggarap lahan milik orang lain. Pada musim tebu datang, ibu Sani bekerja
menyatakan dirinya biasanya bekerja bersama suaminya di lahan perkebunan
tebu, terkadang bekerja bersama sesama buruh tani wanita lain. Pekerjaan yang
sering ibu Sani lakukan seperti mempersiapkan tebu yang hendak dijadikan bibit,
Pekerjaan ini hanya dilakukan oleh buruh tani wanita sedangkan untuk buruh tani
laki-laki bekerja menebang tebu. Pekerjaan lain seperti menanam bibit tebu,
memupuk tanaman, membersihkan rumput (rewos), membersihkan pelepah tebu
yang kering (klentek), hingga membersihkan bongkol tebu atau sisa tanaman tebu
yang tertinggal di lahan. Untuk jumlah upah yang diterima ibu Sani setiap bekerja
yakni sekitar Rp. 20.000,-.
Selain bekerja sebagai buruh tani wanita, ibu Sani juga bekerja merawat
kambing milik orang lain yang dipelihara di halaman rumahnya. Ada beberapa
pekerjaan lain yang dilakukan ibu Sani jika tidak ada tawaran untuk bekerja
seperti ikut membantu mencari rumput, mengumpulkan sisa padi setelah dipanen
untuk dijual kembali. Ibu Sani menyatakan meskipun suami dan dirinya bekerja
bersama dianggap belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Ibu Sulihah bekerja sebagai buruh tani wanita sejak masih kecil. Ini
disebabkan karena ibu Sulihah tidak pernah merasakan pendidikan di sekolah. Ibu
Sulihah menyatakan awal dirinya dapat bekerja karena diajak oleh orang tuanya
untuk ikut membantu pekerjaan di lahan perkebunan. Suami ibu Sulihah bekerja
41
sebagai tukang becak. Ibu Sulihah menyatakan suaminya jika bekerja dalam satu
hari kadang tidak memperoleh uang, kadang pula mendapatkan uang yang paling
banyak sekitar Rp. 30.000,-. Ibu Sulihah memiliki dua orang anak yang keduanya
sudah berkeluarga. Ibu Sulihah menyatakan dirinya tidak mau ikut tinggal
bersama anak-anaknya karena sudah terbiasa bekerja dan tidak bisa berdiam diri
di rumah. Pekerjaan ibu Sulihah saat bekerja sebagai buruh tani wanita di lahan
perkebunan tebu seperti memotong tebu untuk dijadikan bibit, menanam bibit
tebu, memupuk tanaman tebu, membersihkan rumput, hingga membersihkan sisa-
sisa tanaman tebu setelah dipanen. Ibu Sulihah bekerja bersama teman-temannya
dan mendapatkan upah sekitar Rp. 20.000,- dalam sehari.
Selain bekerja sebagai buruh tani wanita, ibu Sulihah juga bekerja sebagai
pencari rumput untuk pakan ternak kambing yang merupakan milik orang lain
yang dirawat bersama suaminya dengan sistem bagi hasil. Dan kegiatan ini
dilakukan setiap hari setelah bekerja sebagi buruh tani di lahan perkebunan tebu.
Ibu Sukirah (60 Tahun) adalah buruh tani wanita yang bekerja di lahan
perkebunan tebu dilatarbelakangi untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Setelah suami ibu Sukirah meninggal, beliau masih aktif bekerja sebagai buruh
tani di lahan perkebunan tebu. Anak-anak ibu Sukirah sudah berkeluarga dan
bertempat tinggal terpisah dengan beliau. Menurut beliau banyak dari anak-
anaknya yang juga bekerja sebagai buruh tebang tebu. Dalam bekerja ibu Sukirah
mengaku sering ditawari bekerja dari tetangga maupun dari juragan (pemilik
lahan tebu). Pekerjaan yang sering dilakukan oleh beliau seperti memotong tebu
menjadi pendek-pendek yang nanti dijadikan bibit tebu, menanam bibit tebu,
memupuk tanaman tebu, dan klentek (membersihkan pelepah tebu yang kering).
Upah yang didapatkan menurut beliau sekitar Rp. 15.000,- hingga Rp. 20.000,- .
Ibu Sulastri menyatakan dirinya dapat bekerja karena adanya tawaran dari
mandor untuk mengerjakan lahan perkebunan. Awalnya pekerjaan Ibu Sulastri
adalah buruh tanam di sawah. Di Lahan perkebunan tebu, beliau bekerja untuk
menanam bibit tebu. Ibu Sulastri tidak bekerja sendiri melainkan bersama orang
lain yakni buruh tani wanita dan buruh tani laki-laki yang bekerja mengolah lahan
untuk ditanami dan untuk mengalirkan air ke lahan. Jarak tempat kerja dari rumah
42
Ibu Sulastri lumayan jauh sehingga harus berangkat saat pagi hari. Bu Sulastri
menyatakan dirinya berangkat bersama ke lokasi kerja dengan buruh tani wanita
lain dalam satu dusun kemudian nanti akan bertemu di satu tempat dengan
mandor yang akan membawa ke lokasi kerja. Ibu Sulastri menyatakan rata-rata
luas lahan yang akan ditanami sekitar 1 hektar membutuhkan waktu 1-2 hari
untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya. Suami ibu Sulastri bekerja sebagai
buruh tebang tebu di Surabaya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup ibu Sulastri
harus bekerja sebagai buruh tani wanita. Jumlah upah yang diperoleh oleh ibu
Sulastri saat itu sekitar Rp. 35.000,-, dengan waktu kerja dari pagi hingga siang
hari.
Ibu Misri pertama kali bekerja didasarkan oleh dorongan suami untuk ikut
bekerja membantu agar pekerjaan dapat cepat diselesaikan bersama. Saat itu ibu
Misri bekerja mengumpulkan tebu setelah ditebang dan menyisihkan tebu untuk
dijadikan bibit. Dari informasi beliau, upah yang diperoleh lumayan untuk
membeli makan dan keperluan lain. Hingga saat ini ibu Misri masih bekerja
sebagai buruh tani wanita, namun terkadang letak tempat kerjanya berbeda dengan
suami. Ibu Misri bekerja berawal dari mencari dan menerima ajakan dari orang
lain untuk bekerja dengan beberapa orang yang kebanyakan berasal dari satu
daerah. Ibu Misri bekerja dari pagi hingga siang hari, upah yang diperoleh
berbeda-beda menurut lahan yang akan dikerjakan. Untuk jumlah upah yang
diperoleh saat itu sekitar Rp. 15.000,-. Sebelum bekerja biasanya beliau
menyiapkan sarapan untuk keluarga serta bekal untuk dibawa di tempat kerja.
Ibu Khotijah merupakan buruh tani wanita yang bekerja sebagai pekerja tetap
pada satu pemilik lahan perkebunan tebu. Ibu Khotijah tidak sendiri bekerja
melainkan bersama-sama dengan teman-temannya bahkan mendapat bantuan dari
buruh tani laki-laki. Suami ibu Khotijah bukan bekerja sebagai buruh tani
melainkan bekerja sebagai tukang ojek. Ibu Khotijah bekerja didasarkan oleh
keinginan untuk membantu ekonomi keluarga karena jika mengandalkan
penghasilan suami yang terkadang tidak menentu tidak akan dapat terpenuhi.
Selain itu adanya ajakan untuk bekerja oleh orang lain sebagai buruh tani di lahan
perkebunan tebu. Pekerjaan yang dilakukan oleh ibu Khotijah seperti menebang
43
tebu, mempersiapkan bibit tebu yang baik, menanam tebu, memupuk, menyulam,
dan membersihkan pelepah daun yang kering (klentek). Upah yang diperoleh ibu
Khotijah adalah Rp. 15.000,- , dengan waktu kerja setengah hari yakni dari Pukul
06.00 WIB hingga Pukul 11.00 WIB.
Ibu Sumarni bekerja sebagai buruh tani selama hampir 43 tahun. Saat itu
beliau bekerja bersama ibu Khotijah. Ibu Sumarni merupakan seorang janda yang
dulunya suaminya bekerja sebagai buruh tani. Sejak ditinggalkan suaminya,
beliau tetap bekerja meskipun anak-anaknya sudah besar. Hal ini dilakukan karena
beliau tidak mau merepotkan anak-anaknya yang sudah banyak yang berkeluarga.
Meskipun umurnya sudah tua, namun ibu Sumarni masih kuat bekerja. Pekerjaan
yang sering dilakukan seperti menanam bibit tebu, memotong tebu yang akan
dijadikan bibit, membersihkan pelepah (klentek). Ibu Sumarni bekerja tidak hanya
pada lahan di sekitar tempat tinggalnya, namun juga sampai ke tempat bekerja
yang jauh dengan memakai sepeda bersama teman-temannya. Upah yang
diperoleh ibu Sumarni saat bekerja adalah Rp. 15.000.- dengan waktu kerja yakni
dari pagi hingga Pukul 11.00 WIB. Menurut ibu Sumarni upah yang diperoleh
lumayan untuk membeli beras dan keperluan lainnya.
Informasi selanjutnya dari Siti (18 tahun), yang mengaku awalnya dirinya
bekerja sebagai buruh tani di lahan perkebunan tebu didasarkan oleh ajakan dari
orang tuanya untuk ikut bekerja. Menurut pernyataan dirinya bekerja baru
beberapa tahun sebagai buruh tani wanita di lahan perkebunan tebu. Sejak tidak
melanjutkan sekolah, Siti tinggal di rumah karena orang tuanya tidak mampu
membiayai. Awal bekerja dirinya menyatakan diajak orang tuanya untuk
membantu pekerjaan agar cepat selesai. Berikut pernyataan dari Siti;
“ Kula nyambut damele diajak kaleh tetangga, jarene niku timbang nggangur neng omah. Mangke teng mriku jarene nyambut damele kayak nandur bibit tebu kaleh nyulam tanduran tebu sing rusak.”
“ Saya kerjanya diajak sama tetangga, katanya itu daripada mengganggur di rumah. Nanti disana katanya kerjanya seperti nanam bibit tebu sama nyulam tanaman tebu yang rusak.”
Jenis pekerjaan yang sering dilakukan oleh Siti adalah seperti menanam
bibit, memupuk, menyulam tanaman tebu. Menurut Siti, dirinya bekerja dari pagi
44
hingga Pukul 11.00 WIB dan upah yang diperoleh sekitar Rp. 15.000,- hingga Rp.
20.000,- tergantung kesepakatan oleh pemilik lahan.
Bu Ningsih (46 tahun), buruh tani wanita yang berasal dari daerah
kecamatan Sumberbaru. Beliau bekerja sebagai buruh tebang tebu di lahan
perkebunan tebu milik pabrik gula (PG) Semboro. Suami Bu Ningsih juga bekerja
sebagai buruh tebang di Surabaya bersama buruh laki-laki yang berasal dari satu
wilayah di Sumberbaru. Menurut pernyataan beliau berangkat dari subuh sekitar
Pukul 05.00 WIB dengan menggunakan truk yang akan menggangkut ke tempat
kerja dan tiba pada Pukul 06.00. Saat tiba beliau bersama teman-temannya
langsung bekerja tanpa menunggu mandor datang. Beliau bekerja hingga Pukul
17.00 WIB. Saat bekerja beliau menyatakan selalu berkumpul dengan teman-
teman sesama buruh tani wanita.
Ibu Maisaroh (50 tahun), menyatakan bahwa beliau sudah bekerja menjadi
buruh tani wanita sejak memiliki satu orang anak. Suami ibu Maisaroh bekerja
setiap hari sebagai tukang becak dengan penghasilan yang tidak tetap. Ibu
Maisaroh menyatakan penghasilan suaminya tidak menentu, kadang mendapat
uang Rp. 25.000,-, tidak menentu karena saat ini banyak yang menggunakan
sepeda. Suami ibu Maisaroh tidak biasa bekerja di sawah sehingga pekerjaan yang
bisa dilakukan adalah dengan menarik becak. Selain bekerja sebagai tukang
becak, suami ibu Maisaroh juga dipercaya oleh orang lain untuk merawat
kambing orang lain. Setiap hari setelah bekerja baik ibu Maisaroh maupun suami
bekerja mencari rumput untuk kambing. Ibu Maisaroh memilki 4 orang anak,
kedua anaknya saat ini sudah bekerja di Bali sehingga dapat membantu keluarga
dan adik-adiknya yang masih sekolah. Untuk jumlah upah yang diperoleh ibu
Maisaroh sekitar Rp. 25.000,- hingga Rp.35.000,-.
Maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor penyebab yang
menjadi alasan utama buruh tani wanita dapat bekerja di lahan perkebunan tebu
yakni pertama, adalah faktor ekonomi. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh bu
Sukirah (60 Tahun), berikut ini;
“Yen ibu ora nyambut damel, ya ora bisa kanggo mangan lan kanggo nyukupi kebutuhan hidup. Arep piye meneh, anak ibu wis berkeluarga lan
45
nyambut damel kabeh, malah enten sing nyambut damele dadi buruh tani pisa”
“Kalau ibu tidak bekerja, ya tidak bisa untuk makan dan memenuhi kebutuhan hidup. Mau bagaimana lagi, anak ibu kan sudah berkeluarga dan kerjanya buruh tani juga”.
Dan, pernyataan dari Bu Solehati (50 tahun);
“ Ya arep piye maneh, dek. Lek ngandalna penghasilane bojo sing pisan dadi buruh tani ndak cukup kangge memenuhi kebutuhan hidup sedinae. Dadi kula arep ora arep kudu melu kerja pisan ”.
“ Ya mau bagaimana lagi, dek. Kalau mengandalkan penghasilan suami yang kerjanya jadi buruh tani juga tidak akan cukup memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Jadi saya mau tidak mau juga harus bekerja juga ”.
Selanjutnya, pernyataan dari bu Misri (50 Tahun) ;
“Setelah menikah, Ibu baru bekerja sebagai buruh tani untuk membantu
menambah penghasilan.”
Kemudian, Penyataan dari bu Sumarni (60 Tahun) ;
“Ibu nyambut damel kangge saged nambah nambah penghasilane bojo kulo. Lan sakniki mari bojo kulo pejah, ibu tetep nyambut damel kangge nyukupi kebutuhan hidup piyambak.”
“Ibu bekerja untuk dapat menambah penghasilan suami. Dan saat ini setelah suami ibu meninggal, ibu tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri.”
Kedua, adanya ajakan atau tawaran bekerja dari pemilik lahan atau
kerabatnya yang pada awalnya untuk membantu mendukung pekerjaan. Hal ini
seperti yang dinyatakan oleh Pak Arief (36 tahun);
“Kadang-kadang untuk membantu pekerjaannya buruh tebang ini mengajak istrinya untuk ikut bekerja. Biasanya istrinya yang menebang atau mengumpulkan tebu yang akan ditebang, sedangkan suaminya bagian yang mengangkut. Jadi peran buruh tani wanita hanya sebagai pendukung kerja…”.
Kemudian pernyataan dari bu Khotijah (45 Tahun);“ Ibu bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Kalau mengandalkan penghasilan suami yang ndak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Jadi ketika da tawaran untuk bekerja, ibu tidak menolaknya.
46
Ibu juga kalau bekerja bersama tetangga yang juga bekerja sebagai buruh tani wanita.”
Berikutnya pernyataan dari Siti (18 Tahun);“ Kula nyambut damele diajak kaleh tetangga, jarene niku timbang nggangur neng omah. Mangke teng mriku jarene nyambut damele kayak nandur bibit tebu kaleh nyulam tanduran tebu sing rusak.”
“ Saya kerjanya diajak sama tetangga, katanya itu daripada mengganggur di rumah. Nanti disana katanya kerjanya seperti nanam bibit tebu sama nyulam tanaman tebu yang rusak.”
Ketiga, karena faktor minimnya keterampilan serta tingkat pendidikan
yang rendah. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh bu Ngatinah (36 Tahun);
“ Soalnya ndak ada pekerjaan lain yang cocok, kan ibu pendidikannya hanya sampai SD. Mau buka warung, tapi ndak ada modal. Ya terpaksa kerja jadi buruh tani.”
Beberapa faktor penyebab yang sudah dijelaskan tersebut adalah beberapa
urutan yang menyebabkan banyak buruh tani wanita bekerja di lahan perkebunan
tebu. Dari faktor ekonomi, adanya tawaran atau ajakan untuk bekerja, hingga
minimnya keterampilan serta tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan buruh
tani wanita ini tidak dapat bekerja di sektor lain di luar sektor pertanian,
Berdasarkan berbagai pernyataan yang dikemukakan di atas mengenai
faktor penyebab wanita dapat bekerja sebagai buruh tani di lahan perkebunan
tebu, ini dapat dijelaskan dengan teori pertukaran sosial yakni teori Proposisi
Stimulus yang menjelaskan “ Bila dalam kejadian di masa lalu dorongan tertentu
atau sekumpulan dorongan telah menyebabkan tindakan orang diberi hadiah,
maka makin besar serupa dorongan kini dengan dorongan di masa lalu, makin
besar kemungkinan orang melakukan tindakan serupa (Homans, 1974:23 dalam
Ritzer, 2007:364)”.
Jika ditnjau dari segi proposisi ini pada buruh tani wanita ada beberapa
kemungkinan yang dapat menyebabkan buruh tani wanita itu untuk tetap bekerja.
Pertama, buruh tani wanita itu bekerja dengan pemikiran untuk mencari
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Perasaan ini yang menyebabkan
adanya keinginan kuat untuk bekerja dan mereka sudah mengetahui jika dengan
47
bekerja dapat memperoleh ganjaran yang berupa upah hasil kerja. Kedua, stimulus
yang berasal dari orang lain sehingga mempengaruhi buruh tani wanita untuk
bekerja. Rata-rata buruh tani wanita bekerja didasarkan tawaran dari orang lain
untuk ikut bekerja di lahan perkebunan tebu. Hal ini yang mendorong seorang
buruh tani wanita berpikir jika dirinya menerima tawaran itu, maka dirinya akan
mendapatkan suatu ganjaran yakni upah. Keadaan ini yang terjadi secara terus
menerus hingga akhirnya menjadi sebuah kebiasaan.
Peran serta perempuan dalam aktifitas peningkatan pendapatan (income
generating activity) sudah berlangsung begitu lama. Peran tersebut berawal dari
keterlibatan mereka di sektor pertanian dan perkebunan (Romany Sihite, 2007:
23). Keberadaan buruh tani wanita bekerja di lahan pertanian terutama di
perkebunan diawali dengan bekerja di perkebunan tembakau dan pada akhirnya
terus bertambah pada semua bidang di perkebunan lain. Dalam perkebunan tebu,
posisi buruh tani wanita awalnya bukan merupakan pekerja utama. Buruh tani
wanita ini bekerja pada jenis pekerjaan tertentu.
Dari informasi beberapa informan tambahan ada yang menyatakan faktor
yang menyebabkan mereka memilih buruh tani wanita untuk bekerja di lahan
perkebunan tebu disebabkan oleh faktor ketelatenan (kesabaran), ketekunan, ulet,
dan ketelitian saat bekerja. Buruh tani wanita ini juga tidak mempersoalkan pada
jumlah nilai upah yang mereka dapatkan karena yang mereka butuhkan adalah
pekerjaan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan menyatakan
bahwa banyak buruh tani wanita yang mulai bekerja pada bulan November. Hal
ini seperti yang dinyatakan oleh Pak Arief;
“Kebanyakan buruh tani wanita itu mulai muncul bekerja sekitar bulan November. Ini dikarenakan banyak buruh laki-laki yang mulai lelah dan malas untuk bekerja sehingga digantikan oleh buruh tani wanita”.
Kemudian Pak Sudarman (52 tahun) menyatakan;
“Buruh tani perempuan biasanya membaur dengan buruh tani laki-laki pada bulan November- Desember, karena pada bulan itu banyak tebu yang harus dipanen. Sehingga banyak buruh perempuan yang dibutuhkan karena kekurangan buruh tebang. Sedangkan untuk buruh tani laki-laki
48
banyak yang bagian mengangkut tebu ke truk. Buruh tani perempuan banyak yang berasal dari Desa Semboro, Paleran, dan Umbulsari.”
Ada faktor lain yang menyebabkan buruh tani wanita banyak bekerja di
bulan November. Pemilihan buruh tani wanita dimaksudkan untuk mengejar
target yang ditentukan oleh pemilik lahan. Pada bulan ini adalah masa pabrik
untuk tutup giling sehingga untuk mengejar target itu banyak membutuhkan
tenaga kerja yang banyak. Oleh sebab itu buruh tani wanita dapat bekerja di lahan
perkebunan tebu lebih banyak pada bulan November.
4.4. Sistem Kerja dan Sistem Pembagian Upah
Keberadaan pabrik gula (PG) Semboro memberikan dampak ekonomi
yang besar bagi warga yang bertempat tinggal di Kecamatan Semboro. Sejarah
penanaman tebu di Kecamatan Semboro bermula sejak zaman penjajahan Belanda
di Kabupaten Jember. Pada awalnya petani lokal banyak menanam komoditas
pertanian seperti padi dan palawija yang sebagian digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan sebagian dijual ke pasar. Saat itu ada kebijakan untuk
menanam tanaman tebu oleh pemerintah Belanda di Kabupaten Jember.
Kemudian didirikan pabrik untuk memproduksi dan menampung tanaman tebu.
Hal inilah yang mendasari banyaknya tanaman tebu yang ditanam di Kecamatan
Semboro. Banyak petani telah yang menjalin hubungan kerjasama dengan pihak
pabrik gula (PG) Semboro. Hubungan kerjasama ini saling menguntungkan untuk
kedua belah pihak yakni bagi petani dan pabrik gula (PG). Dari sisi lain, hal ini
juga menguntungkan bagi masyarakat yang bekerja sebagai buruh tani karena
dapat mendorong terbukanya kesempatan kerja. Jadi dalam hal ini ada hubungan
saling menguntungkan bagi tiga pihak yakni bagi pabrik gula (PG) Semboro,
petani tebu, dan buruh tani.
Dari hubungan kerjasama yang dilakukan oleh ketiga pihak tersebut
dapat dijelaskan dengan teori pertukaran sosial yakni teori Proposisi Sukses,
“Untuk semua tindakan yang dilakukan seseorang, semakin sering tindakan
khusus seseorang diberi hadiah, semakin besar kemungkinan orang itu melakukan
tindakan itu (Homans, 1974:16 dalam Ritzer, 2007:361)”. Dalam hubungan
49
kerjasama yang terjadi antara petani tebu, PG Semboro, dan buruh tani telah
terjadi sejak lama dan menyebabkan suatu kebiasaan yang dilakukan hingga saat
ini. Tindakan ini terus dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan
(reward). Untuk setiap tindakan yang dilakukan muncul suatu kesepakatan yang
harus disetujui, jika kesepakatan itu tidak sesuai pernjajian akan muncul suatu
hukuman/ ganjaran.
Dalam proposisi sukses ini dapat diartikan jika pemilik lahan dapat
memperlakukan tenaga kerjanya dengan baik maka di lain hari, pemilik lahan itu
tidak akan kesulitan untuk mencari tenaga kerja. Jika sebaliknya buruh tani wanita
itu dapat bekerja dengan baik dan mampu menjalin hubungan baik dengan
pemilik lahan tersebut maka suatu saat jika ada pekerjaan, pemilik lahan itu akan
menghubungi buruh tani itu untuk bekerja.
Di Kecamatan Semboro, dari segi penggunaan lahan pertanian ada
beberapa jenis tanaman yang mendominasi yakni tanaman padi, jeruk, dan
tanaman tebu. Dalam segi waktu panen, hanya dua tanaman yang memerlukan
waktu yang relatif lama seperti tanaman jeruk dan tebu. Dari segi penggunaan
tenaga kerja, ketiganya berimbang saat musim panen datang dan memerlukan
tenaga kerja yang banyak. Namun, dalam proses pengerjaan lahan dan penanaman
hanya tanaman padi dan tebu yang membutuhkan tenaga yang banyak.
Selanjutnya dalam proses perawatan tanaman, tanaman tebu yang lebih banyak
membutuhkan tenaga kerja. Dalam hal ini, jika saat musim panen datang secara
bersamaan maka pada musim itu banyak memerlukan tenaga kerja. Jumlah tenaga
kerja yang terdapat di Kecamatan Semboro tidak seimbang dengan jumlah lahan
yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Untuk mengatasi permasalahan ini
memunculkan beberapa alternatif penyelesaian yakni dengan menggunakan
tenaga buruh tani wanita hingga mencoba mendatangkan tenaga buruh tani dari
luar daerah.
Posisi buruh tani wanita ini awalnya hanya sebagai pendukung kerja bagi
buruh tani laki-laki, namun lama-kelamaan ada perubahan posisi pada buruh tani
wanita untuk dapat melakukan pekerjaan yang sama dengan buruh tani laki-laki.
50
Hal ini didasarkan ada beberapa keadaan yang membutuhkan tenaga buruh tani
wanita yang lebih banyak untuk bekerja di lahan perkebunan.
Dalam satu pekerjaan biasanya ada beberapa orang buruh tani laki-laki
yang bekerja bersama buruh tani wanita yang jumlahnya lebih banyak. Untuk
permasalahan sistem kerja dan pola pembagian upah ada beberapa perbedaan
dalam menentukannya tergantung pada kebijakan dan kesepakatan dengan
pemilik lahan dengan buruh tani. Perbedaan ini didasarkan karena tidak adanya
peraturan yang tertulis tentang pembagian upah untuk buruh tani. Dan penyebab
lain adalah pemikiran pemilik lahan yang satu dengan yang lain berbeda dalam
menentukan sistem kerja dan pembagian upah.
Berdasarkan informasi data wawancara dengan beberapa informan
menyatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan dalam sistem kerja
dan pembagian upah yang diberikan. Faktor pertama adalah permasalahan
mengenai kepemilikan lahan perkebunan tebu. Di dalam perkebunan tebu di
Kecamatan Semboro ada beberapa pihak yang memilki lahan perkebunan yakni
lahan perkebunan tebu milik pabrik gula (PG) atau PTPN XI dan lahan
perkebunan tebu milik petani tebu rakyat (PTR). Dengan perbedaan dalam
kepemilikan lahan memepengaruhi juga dalam perbedaan proses pengolahan,
perawatan, dan kegiatan saat panen. Hal yang utama adalah perbedaan dalam
sistem kerja dan pola pembagian upah yang diterapkan saat buruh tani bekerja di
lahan perkebunan. Faktor kedua, yakni permasalahan dalam menentukan waktu
kerja dan jumlah upah yang diberikan. Para pemilik lahan mempunyai pemikiran
yang berbeda dalam menentukan waktu kerja dan jumlah upah yang akan
diberikan. Namun, ada beberapa kesamaan antara beberapa petani mengenai
aturan ini yang banyak mengalami penyesuaian seiring perubahan zaman. Faktor
ketiga, yakni faktor keadaan lahan dan kondisi tanaman tebu. Selain adanya
perbedaan dalam hal kepemilikan, pembagian upah dan waktu kerja, namun faktor
keadaan dan kondisi lahan juga dapat mempengaruhi dalam penentuan sistem
kerja dan sistem pembagian upah yang akan diberikan nantinya.
51
Berikut adalah pembahasan mengenai perbedaan sistem kerja dan
pembagian upah berdasarkan kepemilikan lahan;
1. Sistem kerja dan sistem pembagian upah pada lahan perkebunan milik
petani atau Perkebunan Tebu Rakyat (PTR).
Perkebunan tebu rakyat adalah lahan perkebunan yang dimiliki para petani
mandiri yang didasarkan oleh keinginan sendiri untuk membudidayakan tanaman
tebu. Pada dasarnya dalam permasalahan kepemilikan lahan ini banyak petani
yang menyewa lahan milik orang lain untuk ditanani tebu. Hal ini dilakukan
dengan alasan untuk memperluas lahan yang mereka miliki. Selain itu banyak
dari lahan perkebunan ini merupakan lahan pertanian yang banyak ditanami
tanaman pokok dan produktif seperti padi, palawija, jagung, kacang-kacangan,
dan jeruk. Lahan pertanian ini kemudian beralih fungsi menjadi lahan perkebunan
dengan didasarkan oleh pemikiran petani yang mengganggap tanaman tebu lebih
menguntungkan. Banyak petani tebu memiliki lahan yang luas yang berasal dari
warisan orang tua, dengan membeli tanah dari orang lain, dan menyewa lahan
pertanian lain untuk ditanami tanaman tebu. Dalam proses mengerjakan lahan
perkebunannya, petani membutuhkan bantuan dari buruh tani untuk bekerja.
Ada perbedaan dalam sistem kerja dan pembagian upah antara petani satu
dengan petani yang lain. Dalam proses kerjanya petani tebu memiliki pandangan
yang berbeda tiap petani dalam menentukan pekerjanya. Ada petani yang
menyerahkan pekerjaan untuk menggarap lahan pada buruh tani yang dipercaya
sebagai buruh tani tetap. Adapula petani yang tidak memiliki buruh tani tetap dan
masih mencari buruh tani lain untuk mengerjakan lahan miliknya.
Dari beberapa informan yang merupakan buruh tani wanita, ada yang
bekerja di lahan perkebunan tebu milik petani sebagai buruh tani tetap. Berikut
informasi dari Bu Khotijah, yang merupakan buruh tani tetap yang bekerja pada
satu orang pemilik lahan. Pada saat itu Bu Khotijah sedang bekerja menebang
tebu bersama teman-temannya. Menurut pernyataan Bu Khotijah, dirinya bekerja
didasarkan oleh permintaan juragan/ pemilik lahan. Pekerjaan yang dilakukan Bu
Khotijah tidak hanya pada satu lahan, namun di lahan lain juga tergantung dari
52
permintaan pemilik lahan. Menurut Bu Khotijah biasanya sistem kerja yang
digunakan adalah sistem kerja harian. Sistem itu berlaku pada jenis pekerjaan
seperti nggulud (mengolah tanah), menanam bibit, memupuk tanaman, menyulam,
klentek, serta menebang tebu. Menurut Bu Khotijah dirinya bekerja dari Pukul
06.00 WIB hingga Pukul 11.00 WIB. Beliau juga menyatakan jika pekerjaannya
belum selesai dapat dilanjutkan pada hari berikutnya. Untuk upah yang didapatkan
dalam satu hari adalah Rp. 15.000,- dan untuk jenis pekerjaan apapun juga
mendapatkan upah yang sama kecuali nggulud (mengolah tanah) yang dikerjakan
buruh tani laki-laki mendapatkan upah Rp. 20.000,-.
Berikut ini adalah beberapa pernyataan dari beberapa informan yang
merupakan buruh tani wanita yang bekerja di lahan perkebunan milik petani
tentang waktu kerja dan sistem pembagian upah.
Berikut adalah pernyataan dari Bu Solehati (50 tahun), yakni;
“…Kula nyambut damelipun teng mriki saking jam 6 nganti jam 10, nanging menawi sampun jam 9 dipunsukani istirahat namung sekedhap. Biasanipun diparingi jajan kalih teh saking sing gadhah lahan niki. Kanggo upah nyambut damelipun biasanipun entuk 15 ewu, namung enten pisan sing entuk 17 ewu sedina…”.
“…Saya bekerja di sini dari jam 6 sampai jam 10, tapi kalau sudah jam 9 diberi istirahat cuma sebentar. Biasanya disediain makanan kecil sama teh dari yang punya lahan ini. Untuk upah kerja biasanya itu 15 ribu, juga ada yang dapat 17 ribu sehari...”
Kemudian Bu Ngatinah (36 tahun) juga menyatakan pernyataan berikut;
“…Menawi teng mriki mboten enten buruh tani estri sing nyambut damelipun harian, menawi nyambut damelipun borongan teng mriki mboten enten. Sing nyambut damelipun borongan niku kathah namung buruh tani lanang…”.
“…Kalau buruh tani wanita itu banyak yang kerjanya harian, kalau kerja borongan buruh wanita disini tidak pernah. Yang kerjanya borongan itu kebanyakan cuma buruh tani laki-laki…”
Pada umumnya sistem kerja yang digunakan di perkebunan tebu yang
dikelola oleh petani menggunakan sistem kerja harian dalam setiap pekerjaannya.
Jika ada pekerjaan yang belum selesai maka akan dilanjutkan di hari berikutnya.
53
Dan waktu kerjanya dibatasi hanya setengah hari yakni dari pagi hingga
menjelang siang hari. Dalam sistem pembagian upah, ada perbedaan dalam
jumlah upah yang didapatkan oleh buruh tani dari pemilik lahan dalam pekerjaan
yang sama. Berikut pernyataan dari pak Arif (36 Tahun);
“Kalau buruh tani itu kerjanya baik dan bisa cepat, nanti upah yang diperoleh juga agak besar. Tapi kalau kerjanya itu biasa saja, nanti upahnya itu berbeda dari buruh tani yang kerjanya baik tadi.”
Berkaitan dengan sistem kerja dan sistem pembagian upah di lahan
perkebunan milik petani. Ada beberapa pernyataan yang dapat menjadi penelasan
mengenai hal ini. Berikut adalah pernyataan dari pak Arief (36 Tahun);
“Umumnya kalau buruh tani itu bekerja mulai pukul 6 sampai 11 siang. Sistem kerjanya itu harian, kerjanya itu disesuaikan dengan keadaan lahan. Upah kerja yang diperoleh itu antara 20 ribu hingga 25 ribu.”
Pernyataan yang sama juga dinyatakan pak Probo (36 Tahun);
“Kalau kerjanya seperti ini (memupuk dan menyiram), kerjanya dari jam 6 sampai jam 11 siang. Nanti ada istirahat sebentar, kemudian kerja lagi. Kalau hari ini tidak selesai bisa dilanjutkan besok. Disini buruh tani wanita bekerja meyebarkan pupuk saja, nanti saya dan buruh tani laki-laki menutup pupuk dan menyiram. Upah yang diperoleh buruh tani wanita itu sekitar 20 ribu, kalau buruh tani laki-laki 25 ribu.”
Dari keterangan informan lain juga menyatakan adanya perbedaan dalam
sistem pembagian upah antara petani satu dengan lainnya. Hal ini didasarkan
oleh perbedaan tempat dan keadaan lahan. Berikut pernyataan dari pak Sulkhan
(58 Tahun);
“Dari keterangan beberapa buruh tani dan petani, di daerah desa Semboro dan daerah lain ada perbedaan dalam menentukan jumlah upah dan sistem kerjanya. Ini ditentukan oleh tingkat kebutuhan pemilik lahan, keadaan lahan perkebunan, dan kondisi tanaman.”
Kemudian pernyataan dari pak Subiwantoro (47 Tahun);
“Kalau di daerah sini, banyak lahan milik petani tebu. Biasanya disini banyak buruh tani wanita yang bekerja sekitar jam 6 pagi sampai jam 11 siang. Katanya kalau kerja itu harian, upahnya sekitar 15 ribu, tapi ada yang dapat 20 ribu.”
54
2. Sistem kerja dan sistem pembagian upah pada lahan perkebunan Pabrik
Gula (PG) Semboro
Pabrik Gula (PG) Semboro memiliki lahan yang luas tidak hanya terdapat
di dalam wilayah Kecamatan Semboro, melainkan tersebar di seluruh wilayah di
Kabupaten Jember. Pada umumnya dalam proses produksinya pabrik gula
membutuhkan banyak tenaga kerja baik dalam mengerjakan lahan tebu serta
menebang tebu, mengirim tebu ke pabrik, serta proses produksi di dalam pabrik.
Dalam proses pengerjaan lahan pihak pabrik gula (PG) Semboro menyerahkan
semua kepada mandor/ pengawas perkebunan. Dalam proses mengerjakan lahan
biasanya banyak membutuhkan tenaga buruh tani untuk menggarap lahan. Buruh
tani ini biasanya banyak yang bertempat tinggal dekat dengan lahan perkebunan
tebu, namun ada yang bertempat tinggal dari daerah yang jauh. Dalam satu daerah
belum tentu banyak masyarakatnya yang bekerja sebagai buruh tani atau banyak
yang bekerja di sektor lain. Hal ini yang menyebabkan banyak buruh tani yang
berasal dari luar daerah. Para buruh tani yang letaknya jauh ini biasanya diangkut
dengan truk/ pickup ke tempat tujuan. Buruh-buruh tani ini dapat bekerja karena
ditawari pekerjaan oleh mandor, teman, atau tetangganya.
Bagi buruh tani wanita ini merupakan kesempatan mereka untuk dapat
bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup dan membantu menambah pendapatan
keluarga. Dari hasil wawancara dengan salah seorang informan yakni bu Sulastri,
yang bekerja di lahan perkebunan tebu milik pabrik gula (PG) Semboro
menyatakan beliau dapat bekerja karena ditawari pekerjaan oleh orang dianggap
sebagai mandor untuk bekerja di lahan perkebunan tebu. Beliau menyatakan
awalnya beliau ditawari bekerja bersama beberapa temannya untuk menanam bibit
tebu di lahan perkebunan tebu. Dan hari berikutnya, beliau bersama teman-
temannya dibawa ke tempat tujuan untuk bekerja. Bu Sulastri selain bekerja
bersama teman-temannya juga bekerja bersama dua orang buruh tani laki-laki
yang bekerja nggulud (mengolah tanah), setelah itu giliran bu Sulastri dan teman-
temannya bekerja untuk menanam bibit. Beliau menyatakan sistem kerjanya
harian yaitu dari Pukul 06.00 WIB hingga Pukul 14.00 WIB. Upah kerja yang
55
didapatkan oleh beliau adalah Rp. 35.000,- ini sama dengan upah kedua buruh
tani laki-laki yang bekerja bersamanya. Berikut pernyataan dari bu Sulastri (43
tahun);
“Ibu disini bekerja menanam bibit tebu bersama buruh tani lain. Itu buruh tani laki-laki sedang gulud (mengolah lahan), nanti kalu sudah selesai giliran ibu dan teman-teman mulai menanam bibit tebu. Sekarang istirahat sambil nunggu mandornya datang. Ini luas lahannya sekitar 1,5 Ha, nanti kerjanya sampai jam 2 siang. Kalau belum selesai dilanjutkan besok. Upahnya ini sama sekitar 35 ribu.”
Selain pekerjaan di hari itu, bu Sulastri mengungkapkan sering ditawari
bekerja untuk memberi pupuk pada tanaman tebu dan menyulam tebu yang rusak
di lahan perkebunan tebu PG Semboro.
Informasi yang sama dinyatakan oleh bu Maisaroh (50 tahun), yang
bekerja di lahan yang sama dengan bu Sulastri untuk menanam bibit tebu. Dari
informasi bu Maisaroh sebelumnya dirinya bekerja untuk menanam bibit tebu di
lahan milik pabrik gula. Untuk waktu kerja, bu Maisaroh mengungkapkan jika
pekerjaan itu tidak dapat selesai maka dapat dikerjakan pada hari berikutnya.
Sistem kerja yang digunakan adalah sistem kerja harian, dengan waktu kerja dari
Pukul 06.00 hingga Pukul 13.00 WIB. Dalam bekerja sebagai buruh tani bu
Maisaroh mengaku bekerja bersama buruh tani wanita lain yang merupakan
tetangga maupun teman dekat. Untuk upah yang diperoleh dalam bekerja bu
Maisaroh memperoleh upah sekitar Rp. 25.000,- hingga Rp. 35.000,-. “
Buruh tani wanita yang bekerja di lahan perkebunan tebu milik pabrik gula
(PG) Semboro banyak yang melakukan pekerjaan seperti menanam bibit tebu,
memupuk tanaman, nyulam serta klentek. Namun juga ada beberapa buruh tani
wanita yang bekerja menebang tebu bersama buruh tebang yang umumnya adalah
laki-laki. Mereka bekerja bersama dan berkelompok dengan sesama buruh tani
wanita lain. Ada juga yang bekerja sama untuk membantu suami mereka yang
juga bekerja menebang tebu. Para buruh tebang ini ada yang berasal dari luar
daerah adapula yang bertempat tinggal dekat dengan tempat kerja.
Bu Ningsih merupakan salah satu diantara beberapa buruh tani wanita
yang bekerja menebang tebu di lahan perkebunan tebu milik pabrik gula (PG)
56
Semboro saat itu. Dari pernyataan bu Ningsih dirinya berangkat bersama buruh
tebang lain menggunakan truk ke tempat bekerja. Saat bekerja selalu beliau
berkumpul bersama buruh tani wanita lain untuk menebang. Saat itu juga ada
buruh tani wanita yang bekerja bersama buruh laki-laki untuk menebang tebu.
Saat itu dirinya bersama buruh tani lain langsung bekerja menebang tebu tanpa
menunggu mandornya datang. Untuk waktu kerja, bu Ningsih menyatakan dirinya
bekerja dari Pukul 06.00 WIB hingga Pukul 17.00 WIB. Berikut pernyataan dari
bu Ningsih (46 Tahun);
“Ibu sampai bekerja disini sekitar jam 7 pagi. Dari rumah berangkat jam 6 pagi bersama teman-teman kemudian nanti naik truk ke tempat kerja. Ini kerjanya pakai sistem borongan (menebang tebu), nanti punya ibu dikumpulin dengan punya teman-teman ibu. Kalo disini upahnya 10 ribu/kwintal, tapi nanti dibagi kalau kerjanya sudah selesai."
. Hal ini juga ditegaskan oleh pak Subiwantoro atau yang akrab dipanggil
Pak Wan yang bekerja sebagai supir truk saat itu disana, menyatakan;
“ Buruh wanita disini biasanya kerja dari pagi sampai Pukul 17.00 WIB. Nanti tebunya sebelum di bawa ke truk ditimbang dulu, dapatnya berapa. Terus untuk pembagian hasilnya menunggu truknya kembali setelah tebunya ditimbang di pabrik ”
Dari beberapa pernyataan informan yang bekerja sebagai buruh tani wanita
di lahan perkebunan tebu milik pabrik gula (PG) Semboro dapat disimpulkan
bahwa salah satu faktor yang menyebabkan mereka dapat bekerja karena adanya
suatu tawaran atau ajakan dari orang lain untuk ikut bekerja sebagai buruh tani
wanita di lahan perkebunan tebu. Dalam bekerja buruh tani wanita ini selalu
bekerja bersama-sama dengan buruh tani wanita lain. Umumnya sistem kerja yang
digunakan ada dua yakni sistem kerja harian dan sistem kerja borongan. Sistem
kerja harian digunakan pada pekerjaan seperti nggulud (mengolah tanah),
menanam bibit tebu, menyulam, memupuk tanaman. Sedangkan pekerjaan yang
menggunakan sistem kerja borongan seperti menebang tebu dan klentek. Buruh
tani wanita yang bekerja di lahan perkebunan tebu milik pabrik gula (PG)
Semboro ini biasanya bekerja dengan sistem kerja harian, namun ada juga
beberapa buruh tani yang bekerja dengan sistem kerja borongan. Untuk sistem
pembagian upah ditentukan berdasarkan sistem kerja yang digunakan. Jika sistem
57
kerja harian upah yang didapatkan adalah sekitar Rp. 30.000.- hingga Rp. 35.000,.
Sedangkan untuk sistem kerja borongan ditentukan oleh jenis pekerjaan yang
dilakukan.
Berikut pernyataan dari Didik (24 Tahun) mengenai sistem kerja dan
sistem pembagian upah di lahan PG Semboro;
“Di lahan perkebunan PG Semboro itu ada dua sistem, harian dan borongan. Kalau harian itu kerjanya biasanya sampai setengah hari, tapi kalau belum selesai bisa sampai siang. Kalau kerjanya itu bisa dilanjutkan di hari berikutnya. Upahnya itu sekitar 25 ribu sampai 35 ribu. Dan kalau borongan, hampir semua pekerjaan itu pakai borongan. Tapi yang umum itu nebang tebu. Upahnya itu berdasarkan jumlah tebu yang ditebang terus nanti ditimbang dibagi dengan jumlah pekerjanya.”
Kemudian pernyataan dari pak Sudarman (50 Tahun);“Kalau sistem harian itu di PG Semboro, upahnya ditentukan dengan waktu kerjanya. Kalau dibawah jam 12 siang, sekitar jam 6 sampai 11 siang itu sekitar 20 ribu, tapi kalau sudah di atas jam 12 siang itu sudah naik, sekitar 25 ribu ke atas. Kalau sistem borongan, kerjanya menebang tebu. Upahnya ditentukan dari kondisi lahannya, biasanya itu Rp. 4.500/kwintal. Tapi kalau musim hujan sekitar 10 ribu. Muatannya truk itu sekitar 6 ton.”
Ada beberapa keuntungan dan kerugian dari perbedaan sistem kerja dan
pola pengupahan pada buruh tani wanita. Hal ini didasarkan pada kesepakatan
awal antara pemilik lahan dengan buruh tani. Dalam lahan pertanian milik petani,
buruh tani wanita hanya bekerja menggunakan sistem kerja harian atau hanya
setengah hari. Untuk sistem pembagian upah, buruh tani wanita cenderung
menerima upah sedikit lebih rendah dari buruh tani laki-laki. Dalam pembagian
kerja, ada beberapa pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh buruh tani laki-
laki seperti nggulud (menaikkan tanah), saat awal penanaman dan saat pemberian
pupuk dan menggangkut tebu ke truk. Untuk jenis pekerjaan lain tidak ada sistem
pembagian kerja.
Sedangkan dalam sistem pembagian kerja yang terjadi di lahan milik PG
Semboro, menggunakan sistem kerja harian dan borongan. Sistem kerja harian
diterapkan saat pembukaan lahan, dan penanaman. Untuk sistem kerja borongan
dilakukan untuk jenis pekerjaan seperti pemupukan, klenthek, rewos, dan saat
58
menebang tebu. Untuk sistem pembagian upah tidak ada perbedaan. Untuk waktu
kerja didasarkan pada kesepakatan yakni hingga pekerjaan itu selesai. Jika
pekerjaan itu hari itu tak selesai, maka akan dilanjutkan pada esok hari.
Tabel 4.5, Sistem kerja dan pembagian upah pada buruh tani wanita di lahan
perkebunan tebu
Keterangan PG Semboro Petani Tebu
Sistem kerja &
Waktu Kerja
- Harian
06.00 WIB - 11.00 WIB
06.00 WIB - 14.00 WIB
(Ditentukan oleh jenis
pekerjaan)
- Borongan
06.00 WIB – 16.00 WIB
Harian
06.00 WIB – 11.00 WIB
Jenis Pekerjaan
& Pembagian
Kerja
Gulud, Menebang,
Mbumbun, Mengangkut Tebu
(buruh tani laki-laki)
Menanam, Memupuk,
Nyulam, Rewos, Klentek
(buruh tani wanita)
Gulud, Menebang,
Mbumbun, Mengangkut
Tebu (buruh tani laki-laki)
Menanam, Memupuk,
Nyulam, Rewos, Klentek
(buruh tani wanita)
Sistem Kerja &
Pembagian
Upah
Harian (Rp. 25.000-Rp.
35.000)
Borongan (Satuan hasil kerja)
Harian (Rp. 20.000-Rp.
25.000)
Sumber : Data Primer Informan 2014.
Pada tabel 4.5, menjelaskan bagaimana sistem kerja dan sistem
pembagian upah yang terjadi di PG Semboro dan petani tebu. perbedaan ini
ditentukan berdasrkan sub-sub kategori mengenai lama waktu bekerja, sistem
yang digunakan, jenis pekerjaan yang dilakukan, dan upah yang diperoleh. Pada
tabel dapat dijelskan seperti ini jika pekerjaan dilakukan di lahan milik PG
Semboro pada umumnya menggunakan 2 sistem yakni harian dan borongan.
59
Sistem harian dimulai di pagi hari yakni pada pukul 06.00 WIB hingga siang hari.
Lama waktu bekerja ini ditentukan oleh faktor kondisi lahan dan jenis pekerjaan
yang dilakukan. Jika pekerjaan itu belum selesai dikerjakan pada hari itu dapat
dilanjutkan di hari berikutnya. Jumlah upah yang diperoleh didasarkan pada jenis
pekerjaan yang dilakukan. Namun pada umumnya jika pekerjaan itu dilakukan
pada waktu pagi hari yakni pukul 06.00 WIB hingga 11.00 WIB, maka upah yang
diperoleh adalah Rp. 20.000- Rp. 25.000. Dan jika pekerjaan itu dilakukan hingga
jam 12 ke atas, maka upah yang diperoleh sebesar Rp. 25.000- Rp.35.000.
Pada sistem borongan ditentukan oleh sistem satuan hasil atau ditentukan
oleh seberapa cepat pekerjaan itu dapat diselesaikan. Sistem ini biasanya
digunakan pada saat klentek dan saat masa tebang tebu. Jumlah tenaga kerja pada
sistem ini biasanya banyak sehingga upah yang diberikan juga akan dibagi rata
dengan jumlah orang yang bekerja.
Dari pernyataan pak Arif, sulit menentukan jumlah buruh tani yang
dibutuhkan untuk bekerja di lahan perkebunan tebu. Hal ini bergantung pada
keinginan dari masing-masing pemilik lahan. Jika pemilik lahan ingin cepat
meneyelesaikan pekerjaan dapat menambah jumlah tenaga kerja. Namun jika
tidak dapat menggunakan tenaga kerja yang sedikit. Hal ini seperti yang
dinyatakan oleh pak Arif (36 Tahun);
“Tidak bisa menentukan jumlah buruh tani yang bekerja dalam satu lahan perkebunan tebu. Sebab itu tergantung yang memiliki lahan dan keadaan lahan yang berubah-rubah. Jadi tidak bisa ditentukan jumlahnya, itu sifatnya variabel bukan konstanta (tetap). Jika ingin cepat bisa menambah tenaga kerja namun biaya yang dikeluakan sedikit lebih banyak.”
Pada perbedaan dalam pembagian kerja dan sistem pengupahan ini dapat
dijelaskan dari Teori Pertukaran Sosial yakni Proposisi Rasionalitas, “ Dalam
memilih diantara berbagai tindakan alternatif, seseorang akan memilih satu
diantaranya, yang dianggap sangat memiliki value (V), sebagai hasil, dikalikan
dengan probabilitas (p), untuk mendapatkan hasil, yang lebih besar (Homans,
1974:43 dalam Ritzer, 2007:366)”. Dapat dijelaskan bahwa ada perbedaan
persepsi atau pola pemikiran antara petani dan PG Semboro dalam menentukan
sistem pembagian kerja dan sistem pengupahan yang didasarkan oleh berbagai
60
pertimbangan tertentu dari pihak PG Semboro dan petani tebu. Pertimbangan-
pertimbangan ini lebih didasarkan pada perhitungan keuntungan yang dapat
dihasilkan setelah panen dengan memperhitungan biaya produksi dan beberapa
keadaan saat itu.
Dalam teori Proposisi Rasionalitas, ini memungkinkan seseorang
mengambil suatu jalan alternatif untuk mendapatkan hasil yang dikehendaki untuk
memangkas pengeluaran. Salah satu jalan keluar dari sulitnya mencari tenaga
buruh tani laki-laki adalah mempekerjakan buruh tani wanita di lahan perkebunan
tebu. Berbeda dengan buruh tani laki-laki, berdasarkan wawancara dengan
beberapa informan menyatakan buruh tani wanita menerima upah yang diperoleh
meskipun nilainya sedikit berbeda dari yang diterima buruh tani laki-laki. Karena
bagi mereka yang penting adalah mereka dapat bekerja.
4.5. Nilai Tawar Buruh Tani Wanita yang Bekerja di Lahan Perkebunan
Tebu
Keberadaan tenaga kerja laki-laki masih dianggap yang utama hingga saat
ini dalam pekerjaan di lahan perkebunan tebu. Anggapan ini lebih disebabkan
oleh karena kelebihan fisik yang dimiliki oleh laki-laki yang dapat menyelesaikan
pekerjaan dengan cepat. Saat musim giling, tenaga dari buruh laki-laki sangat
dibutuhkan untuk bekerja menebang tebu maupun jenis pekerjaan lain. Faktor
inilah yang menyebabkan banyak dari pemilik lahan yang mempekerjakan buruh
laki-laki untuk bekerja di lahan perkebunan tebu miliknya. Namun disebabkan
banyak petani yang membutuhkan tenaga buruh laki-laki tidak sebanding dengan
jumlah buruh laki-laki dalam satu wilayah. Hal ini yang mendorong pemilik lahan
mulai mencoba alternatif lain untuk mencari tenaga untuk mengerjakan lahannya.
Dalam permasalahan ini dapat diatasi dengan mencoba mempekerjakan
tenaga buruh tani wanita sebagai pengganti buruh tani laki-laki untuk bekerja.
Dalam beberapa pekerjaan tidak sepenuhnya dikerjakan oleh buruh tani wanita,
namun juga ada buruh laki-laki yang ikut serta bekerja. Hal ini dianggap dapat
mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja untuk menggarap lahan. Jenis
pekerjaan yang dilakukan oleh buruh tani wanita ini banyak yang merupakan
61
pekerjaan yang ringan. Untuk waktu kerja, pemilik lahan biasanya menentukan
waktu yakni setengah hari. dan untuk jumlah upah yang didapatkan berdasarkan
jenis pekerjaan yang dilakukan.
Tenaga dari buruh tani wanita sangat dibutuhkan saat masa tanam tebu
tiba. Banyak dari pemilik lahan yang menggunakan buruh tani wanita untuk
bekerja menanam bibit tebu serta memupuk tanaman tebu. Masa tanam
berlangsung bersama masa tebang tebu. Setelah beberapa hari tanaman tebu
ditebang dan sisa tanaman tebu dibersihkan mulailah untuk mengolah tanah serta
menanam bibit tebu. Saat inilah ada pembagian tugas antara buruh tani wanita dan
buruh laki-laki dalam mengolah lahan. Peran buruh laki-laki dalam hal ini adalah
mengolah lahan (nggulud), sedangkan peran buruh tani wanita adalah menanam
bibit tebu.
Pada umumnya pekerjaan di lahan perkebunan tebu sering dikerjakan oleh
buruh laki-laki, namun karena tenaga buruh laki-laki banyak dibutuhkan untuk
menebang maka pekerjaan lainnya diserahkan pada buruh tani wanita. Peran
buruh tani wanita ini masih banyak dibutuhkan untuk merawat tanaman tebu.
Buruh tani wanita ini banyak melakukan pekerjaan seperti memupuk tanaman
tebu, menyulam tanaman tebu (menyulam) serta membersihkan pelepah tebu yang
kering (klenthek).
Buruh tani wanita banyak dibutuhkan disebabkan oleh faktor sulitnya
pemilik lahan mencari tenaga buruh tani laki-laki untuk bekerja di lahannya.
Selain itu adanya faktor lain yakni jumlah buruh laki-laki dalam satu wilayah
tidak seimbang dengan jumlah lahan tebu yang akan dikerjakan. Hal ini sama
seperti yang dinyatakan oleh pak Probo, yang menyatakan tentang sulitnya
mencari tenaga kerja laki-laki disebabkan karena buruh laki-laki saat ini banyak
dibutuhkan untuk bekerja menebang tebu. Sehingga Pak Probo menyuruh buruh
tani wanita untuk bekerja di lahan perkebunan tebu yang dikerjakannya. Berikut
adalah pernyataan dari pak Probo (36 tahun);
“ Sakniki angel nemen golek wong lanang kangge nyambut damel soale menawi saiki akeh sing nyambut damel dadi buruh tebang. Sing enten wong wedok, inggih kula kengken nyambut damel menawi mboten enten
62
kepeksa kula piyambak sing nyambut damelaken. Tau nganti sore kula nyambut damelaken piyambak”.“ Saat ini sulit sekali mencari orang (buruh) laki-laki untuk bekerja soalnya kalau sekarang banyak yang bekerja sebagai buruh tebang. Yang ada orang (buruh tani) perempuan, ya saya suruh kerjak kalau tidak ada terpaksa saya sendiri yang mengerjakan. Pernah sampai sore saya kerjakan sendiri”.
Pada saat itu Pak Probo sedang bekerja dan mengarahkan buruh tani
wanita bekerja memberikan pupuk untuk tanaman tebu. Sedangkan beliau
bersama buruh tani laki-laki yang lain bekerja meratakan pupuk dengan tanah
menggunakan cangkul yang kemudian akan disiram dengan air. Menurut beliau
ini adalah cara untuk mendapatkan tebu yang baik. Beliau juga mengungkapkan
untuk waktu kerja dari Pukul 06.00 WIB hingga Pukul 10.45 WIB. Untuk upah
yang diberikan bagi buruh tani wanita adalah Rp. 20.000,- dan buruh tani laki-laki
adalah Rp. 25.000,- dengan sistem kerja harian.
Dalam pekerjaan di lahan perkebunan tebu milik pabrik gula (PG)
Semboro ini buruh tani wanita bekerja bersama buruh tani laki-laki dalam
beberapa pekerjaan seperti saat menanam bibit tebu, pemupukan tanaman tebu,
menyulam tanaman tebu, hingga saat klentek. Keberadaan buruh tani wanita yang
bekerja sebagai buruh tani di lahan perkebunan tebu sangat banyak dibutuhkan
terutama saat banyak buruh tani laki-laki dibutuhkan bekerja untuk menebang
tebu di daerah lain. Pada umumnya buruh laki-laki sangat dibutuhkan untuk
bekerja menebang tebu di luar wilayahnya sendiri karena untuk menebang tebu
membutuhkan tenaga yang banyak. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Didik (24
tahun) ;
“ Kalau sudah waktunya musim tebang banyak mandor yang mencari orang yang mau diajak kerja di lahan tebu. Kalau sudah dapat, nanti semua orang dikumpulkan terus diangkut dengan truk ke tempat kerja. Biasanya kalau PG disini sudah tutup giling, nanti sama mandornya diajak kerja ke daerah lain untuk menebang tebu”.
Pemilihan buruh tani wanita untuk bekerja dalam permasalahan ini lebih
didasarkan pada sulitnya mencari buruh laki-laki yang akan ditawari untuk
bekerja. Waktu musim tebang dengan musim tanam yang beriringan
menyebabkan banyak buruh laki-laki yang dibutuhkan untuk bekerja menebang
63
tebu bahkan hingga ke luar daerah. Hal ini juga ditegaskan oleh pernyataan dari
bu Rini yang mengatakan: “ suami saya bekerja sebagai buruh tebang di daerah
Surabaya, mas.” Buruh tani wanita lain juga menyatakan hal yang sama, karena
rata-rata banyak dari suami mereka yang bekerja di daerah lain untuk menebang
tebu. Umumnya setelah di wilayahnya tidak ada pekerjaan untuk menebang tebu,
para buruh laki-laki ini ditawari untuk bekerja di daerah lain yang banyak
membutuhkan tenaga untuk menebang.
Tinjauan nilai tawar pada buruh tani wanita yang bekerja di lahan
perkebunan tebu pada pokok permasalahan ini lebih didasarkan pada
latarbelakang buruh tani wanita dapat bekerja untuk menggantikan peran buruh
laki-laki. Dari beberapa informasi menyatakan bahwa posisi buruh tani wanita
yang bekerja bukan merupakan tenaga utama yang dapat disejajarkan dengan
buruh laki-laki. Peran buruh tani wanita dianggap sebagai pendukung dari buruh
laki-laki untuk membantu bekerja. Karena pada umumnya ada sebagian buruh
laki-laki yang bekerja ikut membawa serta keluarga mereka untuk membantu
menyelesaikan pekerjaannya.
Jenis pekerjaan seperti menebang tebu merupakan pekerjaan dengan
sistem kerja borongan. Sistem kerja yang mengutamakan pada kuantitas jumlah
tebu yang ditebang sebagai ukuran mendapatkan upah. Untuk jenis pekerjaan
menebang tebu dilakukan secara berkelompok dan pembagian upahnya ditentukan
pada jumlah tebu yang mampu ditebang dalam satu hari. Tebu-tebu ini nanti akan
diangkut ke truk yang selanjutnya ditimbang di pabrik. Biasanya jika musim
penghujan jumlah upah yang diterima lebih besar karena truk tidak dapat masuk
ke lahan perkebunan sehingga tebu harus diangkut ke jalan. Standar penentuan
upah juga ditentukan berdasarkan kualitas tebu yang akan ditebang.
Pada saat menebang tebu ini yang banyak membutuhkan tenaga kerja. Jika
jumlah tenaga kerja di dalam wilayah itu sedikit, maka pemilik lahan/ mandor
akan mendatangkan tenaga kerja yang berasal dari luar wilayah. Tenaga kerja
laki-laki hampir banyak dubutuhkan dalam pekerjaan ini disebabkan karena
kelebihan dalam hal kemampuan fisik dan tenaga. Saat musim tebang, keberadaan
buruh tani wanita jarang banyak ditemukan. Hal ini disebabkan karena buruh tani
64
wanita tidak cocok untuk pekerjaan ini karena membutuhkan tenaga yang ekstra
untuk menebang tebu dalam waktu yang singkat. Dalam lahan perkebunan lain,
saat menebang tebu buruh tani wanita juga ikut bekerja dan ikut berperan dalam
membantu sebagai pendukung kerja dengan mengumpulkan tebu setelah ditebang
kemudian diikat dan nanti akan diangkut ke truk. Buruh tani wanita juga dapat
bekerja menebang tebu.
Jika menggunakan sistem borongan, upah yang diperoleh berdasarkan
satuan hasil tebu setelah ditebang dikumpulkan bersama buruh tani wanita lain
kemudian diitimbang. Setelah itu hasilnya akan dibagi sama rata. Jika sistem
harian, upah yang didapat tidak berdasarkan jumlah tebu yang ditebang melainkan
sistem harian. Jadi buruh tani wanita bekerja pada lahan perkebunan yang telah
ditentukan dan juga berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Jika pada saat itu
pekerjaan belum selesai, maka bisa dilanjutkan pada hari selanjutnya.
Banyak buruh tani wanita yang bekerja berdasarkan sistem kerja harian.
Sistem harian ini hanya berlaku setengah hari, yakni pekerjaan dimulai dari pagi
hingga siang hari. Untuk jenis pekerjaan disesuaikan dengan kesepakatan. Dalam
hal ini juga bergantung pada pemilik lahan/ mandor. Sebagai contoh, pada saat
pemupukan. Ada pembagian kerja yang terlihat, peran buruh tani laki-laki adalah
menutup pupuk yang telah disebar kemudian mengalirkan air ke tanaman tebu.
Sedangkan peran buruh tani wanita adalah menyebar pupuk ke setiap tanaman
tebu. Dalam perbedaan dalam pembagian upah pada jenis pekerjaan ini, dimana
buruh tani laki-laki mendapat upah Rp. 25.000,-. Sedangkan buruh tani wanita
mendapatkan upah Rp. 20.000,-. Di lahan perkebunan yang berbeda dan tentunya
dengan jenis pekerjaan berbeda yakni menebang tebu. Pekerjaan yang dilakukan
sama dengan sistem kerja harian, upah yang didapatkan juga sama yakni Rp.
15.000,-.
Jika ditinjau dari segi teori mengenai pertukaran sosial tentang makna
tujuan yang diharapkan oleh buruh tani wanita dengan bekerja di lahan
perkebunan tebu, maka ada beberapa penjelasan yang dapat disimpulkan seperti
ini. Buruh tani wanita bekerja di lahan perkebunan tebu disebabkan untuk mencari
penghasilan demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Buruh tani wanita ini
65
dapat bekerja disebabkan oleh adanya permintaan dari pemilik lahan atau ajakan
dari seseorang.
Pemilik lahan menggunakan jasa tenaga kerja yakni buruh tani untuk dapat
mengerjakan lahan miliknya. Oleh sebab itu, pemilik lahan memerlukan suatu
cara untuk mendapatkan tenaga kerja yang baik. Jika tenaga kerja itu dapat
bekerja dengan baik maka akan tercapailah hasil akhir yang memiliki nilai
menguntungkan. Begitu juga pada posisi tenaga kerja, jika tenaga kerja itu dapat
bekerja sesuai keinginan pemilik lahan maka akan muncul suatu hubungan yang
saling menguntungkan.
Peter M. Blau (dalam Poloma, 2003: 81-82), menyatakan dia
mengetengahkandua persyaratan yang harus dipenuhi bagi perilaku yang
menjurus pada pertukaran sosial: (1) perilaku tersebut “harus berorientasi pada
tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain”, dan
(2) perilaku “harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-
tujuan tersebut”. Tujuan yang dinginkan itu dapat berupa ganjaran ekstrinsik
(seperti uang, barang-barang, dan jasa-jasa) atau intrinsik (termasuk kasih sayang,
kehorman atau kecantikan).
Orientasi buruh tani wanita bekerja di lahan perkebunan tebu ini
didasarkan oleh faktor ekonomi dan tawaran bekerja dari orang lain. Namun, pada
dasarnya seseorang bekerja adalah untuk mendapatkan suatu ganjaran (reward)
yang berupa upah. Dalam hal ini buruh tani wanita menginginkan suatu ganjaran
ekstrinsik, yakni sesuatu yang bersifat nyata secara material. Tentunya jika
pekerjaan yang dilakukan buruh tani wanita itu baik maka dia akan mendapatkan
keinginannya itu. Di pihak lain, pemilik lahan juga memiliki suatu orientasi tujuan
yang telah ditentukan untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Oleh karena
itu, untuk mewujudkan hal itu dibutuhkan tenaga kerja untuk mengerjakan lahan
perkebunan tebu dalam hal ini buruh tani. Pada umumnya tenaga buruh tani yang
banyak dibutuhkan adalah buruh tani laki-laki. Namun, itu tergantung pada
ketersediaan tenaga buruh tani laki-laki yang dapat bekerja dan dengan
berdasarkan pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Pada saat pemilik lahan sulit
66
mendapatkan buruh tani laki-laki, maka mereka mencari alternatif lain dengan
menawari buruh tani untuk bekerja di lahan perkebunan tebu.
Di sisi lain untuk mempertahankan hubungan yang baik dengan buruh
tani, pemilik lahan juga memperlakukan buruh tani secara baik yakni dengan
memberikan perhatian saat bekerja seperti memberikan makanan dan minuman,
mengajak berbicara. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh pak Arif (36 tahun);
“Kalau kita membutuhkan tenaga buruh tani wanita lagi saat bekerja sebaiknya kita memperlakukan buruh tani wanita itu dengan baik seperti memberikan makanan dan minuman saat istirahat, dan mengajak bicara saat bekerja. Hal ini nanti akan menimbulkan hubungan yang harmonis dengan buruh tani.”
Dari pernyataan tersebut dapat digolongkan salah satu tujuan dalam
pertukaran sosial yang bersifat intrinsik. Membina hubungan baik antara buruh
tani dengan pemilik lahan dapat melahirkan hubungan atau ikatan saling percaya.
Di sisi pemilik lahan itu merupakan bentuk terima kasih untuk pekerjaan yang
dilakukan dan dapat mempererat hubungan baik.
Pemilik lahan itu berorientasi pada jumlah keuntungan yang dapat
diperoleh saat masa panen. Oleh karena itu mereka juga memerlukan tenaga buruh
tani untuk terus bekerja hingga masa panen datang. Selain memberikan upah kerja
pada buruh tani, mereka juga membina hubungan baik dan bersosialisi dengan
buruh tani ini dengan tujuan untuk memberi kenyamanan dalam bekerja bagi
buruh tani. Salah satu yang dilakukan adalah dengan menyediakan makanan dan
minuman saat bekerja. Tujuannya adalah menghormati buruh tani saat bekerja.
Hal inilah yang menyebabkan timbulnya rasa kepercayaan dari pemilik lahan
dengan buruh tani.
Kedudukan posisi tawar buruh tani wanita itu tergantung pada kebijakan
pemilik lahan. Sebab tidak semua pemilik lahan menggunakan tenaga buruh tani
wanita. Namun, dalam masa perawatan tanaman banyak yang menggunakan
tenaga kerja buruh tani wanita. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh pak Probo (36
tahun);
“Buruh tani wanita itu cocok untuk pekerjaan menanam, memupuk, membersihkan gulma, menyulam, dan klentek karena lebih telaten,
67
dan teliti dibandingkan buruh tani laki-laki. Tapi untuk pekerjaan berat tetap buruh tani laki-laki yang tepat mengerjakannya.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa posisi tawar buruh tani wanita itu memiliki
nilai posisi tawar yang sama dengan buruh tani laki-laki dalam hal pekerjaan,
namun memiliki posisi tawar yang lemah dalam pembagian upah dengan buruh
tani laki-laki.
68
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Saat musim giling tebu dimulai di pabrik gula (PG) Semboro
membutuhkan banyak tenaga buruh tani untuk bekerja di lahan perkebunan
tebu. Buruh tani memiliki pekerjaan yang utama untuk mempersiapkan bahan
baku utama yakni tanaman tebu. Selanjutnya tebu akan diangkut ke pabrik dan
diproses menjadi gula. Pada umumnya buruh tani yang berperan sebagai tenaga
kerja utama adalah buruh tani laki-laki. Namun, disebabkan jumlah buruh tani
laki-laki yang bekerja tidak sebanding dengan lahan perkebunan tebu yang luas
akhirnya muncul tenaga kerja alternatif yakni buruh tani wanita. Dan pada
kenyataannya, keberadaan buruh tani wanita sangat membantu pekerjaan di
lahan perkebunan tebu.
Keberadaan buruh tani wanita yang bekerja di lahan perkebunan tebu
memiliki nilai tawar yang berbeda. Dalam jenis pekerjaan yang dilakukan antara
buruh tani wanita dan buruh tani laki-laki hampir memiliki beban kerja yang
relatif sama. Namun, yang membedakan adalah pada sistem penentuan upah
yang diterima. Hal ini terjadi jika keduanya bekerja pada lahan yang sama.
Dalam penelitian mengenai “Posisi Tawar Buruh Tani Wanita Bekerja
di Lahan Perkebunan Tebu PTPN XI Semboro”, dapat disimpulkan sebagai
berikut;
1. Buruh tani wanita bekerja di lahan perkebunan tebu disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu faktor ekonomi, tawaran atau ajakan untuk ikut
bekerja di lahan perkebunan tebu, dan keterbatasan keterampilan serta
tingkat pendidikan yang rendah;
2. Ada sistem kerja dan pembagian upah yang berbeda antara pihak
pemilik lahan yakni PG Semboro dan Petani tebu. PG Semboro
menggunakan 2 sistem kerja yakni borongan dan harian. Sedangkan
69
pada petani tebu menggunakan sistem kerja harian. Untuk sistem
pembagian upah ditentukan oleh jenis pekerjaan dan lama waktu
bekerja.
3. Posisi tawar buruh tani wanita dipengaruhi oleh kebijakan pemilik
lahan. Buruh tani wanita dibutuhkan pada jenis pekerjaan tidak terlalu
berat seperti menanam, memupuk, membersihkan gulma, menyulam,
dan klentek. Sedangkan buruh tani laki-laki melakukan pekerjaan yang
berat seperti nggulud (mengolah lahan), mbumbun, dan menebang
tebu. Jadi, kesimpulannya posisi tawar buruh tani itu sama dalam
aspek pekerjaan yang dilakukan. Namun, lemah pada aspek
pengupahan dari buruh tani laki-laki.
5.2. Saran
1. Wanita yang bekerja sebagai buruh tani ini disebabkan karena tingkat
pendidikan yang rendah. Pada masalah ini seharusnya ada solusi dari instansi
lokal dan pemerintah untuk mengupayakan pekerjaan yang layak untuk buruh
tani wanita ini.
2. Adanya perbedaan upah yang diterima oleh buruh tani menyebabkan
perbedaan kesenjangan antara buruh tani satu dengan buruh tani yang lain.
Sebaiknya ada penentuan bersama menentukan batas minimal upah yang
diterima.
3. Pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan keberlangsungan pabrik gula
untuk tetap beroperasi atau menyediakan wadah untuk menerima hasil
pertanian dari petani. Menetapkan harga tebu di tingkat petani sesuai dengan
biaya yang dikeluarkan. Jika hal ini bisa dilakukan tentunya dapat
mempengaruhi keberlangsungan masyarakat sekitar pabrik terutama pihak
buruh tani untuk dapat bekerja.
70
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Dirdjosanjito, Pradjarta. 1999. Memelihara Umat: Kiai Pesantren,
Kiai Langgar di Jawa. Yogyakarta: LKiS.
Faisal, Sanapiah. 1990. Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar Dan
Aplikasi. Malang: IKIP Malang.
Hardiyanto, Wahyudi. 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Posisi Tawar Petani Tebu (Studi Deskriptif Petani Tebu di Desa
Semboro Kabupaten Jember). Jember: Universitas Jember.
Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk
Ilmu-Ilmu Sosial,Jakarta: DIA FISIP UI.
Koentjaraningrat. 1996. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Malo, Mannase dan Trisnoningtyas, S. 1994. Metode Penelitian
Masyarakat. Jakarta: UI Press.
Magnis, Franz dan Suseno. 1999. Pemikiran Karl Marx: Dari Utopis
Sosialis Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Moleong, Lexy J.2001. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Poesponegoro, Marwati Djoened et al. 2008. Sejarah Nasional
Indonesia V: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa
Penjajahan Belanda. Jakarta: Balai Pustaka.
Planck, Ulrich. 1993. Sosiologi Pertanian.Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2003. Teori Sosiologi
Modern. Jakarta: Kencana.
Robbith Hasani, Moch. 2009. Upaya Buruh Tani dalam
Meningkatkan Pendapatan di Desa Paleran. Jember :
Universitas Negeri Jember.
Sasongko, Tri Handoyo. 2006. Potret Petani: Basis Pembaruan
71
Agraria. Bandung: Akatiga.
Sanapiah, Faisal. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya: Bina
Ilmu.
Sihite, Romany. 2007. Perempuan, Kesetaraan, Keadilan (suatu
tinjauan berwawasan gender). Rajawali Pers: Jakarta.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Suyanto, Bagong dan Emi Susanti Hendraso. 1996. Wanita: Dari
Subordinasi dan Marginalisasi Menuju ke Pemberdayaan.
Surabaya: Airlangga University Press.
.1996. Pemberdayaan
dan Kesetaraan Perempuan. No. 5 Tahun XXV. Prisma:
Jakarta.
Suyanto, Bagong dan Sutinah (ed.). 2005. Metode Penelitian Sosial:
Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana.
Utoyo, Bambang. 2009. Geografi: Membuka Cakrawala Dunia 2.
Jakarta: PT Grafindo Media Pratama.
SUMBER DARI INTERNET
Kabar Bisnis. 2013. Mentan ogah sektor pertanian jadi tumpuan serap
tenaga kerja. http://www.kabarbisnis.com/read/2835584 [08 April
2013]
Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.2012. [http://www.disbun.jatimprov.go.id/ [08 April 2013]
Sang pengembala.2012.Sejarah Singkat PG di Indonesia Part III. http://manistebuku.blogspot.com/2012/04/sejarah-singkat-pg-di-indonesia-part.html [08 April 2013]
Macmillan Dictionary (http://www.macmillandictionary.com) [08 April 2013]
Wikipedia (http://en.m.wikipedia.org/wiki/Bargaining_power) [08 April 2013]
72
Lampiran 1
PEDOMAN WAWANCARAA. Identitas
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pekerjaan :
5. Pendidikan :
B. Pertanyaan
1. Apakah anda bekerja sebagai buruh tani di lahan perkebunan tebu?
2. Berapa lama anda bekerja sebagai buruh tani wanita di lahan perkebunan
tebu?
3. Bagaimana anda dapat bekerja sebagai buruh tani di lahan perkebunan
tebu?
4. Apakah anda bekerja sebagai buruh tani wanita di perkebunan tebu setiap
hari?
5. Apakah anda memiliki keinginan lain selain bekerja sebagai buruh tani di
perkebunan tebu?
6. Jenis pekerjaan apa yang anda biasa kerjakan di lahan perkebunan tebu?
7. Sistem kerja apa yang diterapkan saat anda bekerja?
8. Berapa jumlah upah yang dapatkan setelah bekerja sebagai buruh tani?
9. Menurut anda, apa jumlah yang anda terima itu dapat mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari?
10. Apakah jika bekerja anda selalu bekerja berkelompok dengan buruh tani
wanita lain atau bekerja bersama buruh tani laki-laki?
11. Jika iya, pekerjaan apa yang biasa anda lakukan?
12. Apa ada perbedaan saat pemberian upah setelah bekerja dengan buruh
tani laki-laki?
13. Apakah anda hanya bekerja sebagai buruh tani wanita di lahan
perkebunan tebu?
14. Apakah pekerjaan suami anda?
15. Berapa penghasilan suami anda?
16. Apakah anda sudah berkeluarga?
17. Jika iya, berapa jumlah anggota keluarga anda?
18. Apakah anda masih memiliki tanggungan dalam keluarga?
19. Apakah anda hidup sendiri atau tinggal dengan keluarga anda?
Lampiran 2
TRANSKRIP WAWANCARA
1. Hari / Tanggal : Selasa, 24 September 2013
Tempat : Lahan perkebunan tebu di dusun Rowotapen, Desa SemboroWaktu : 06.00- selesaiNama : Bu SolehatiUmur : 50 TahunPekerjaan : Buruh tani wanitaPendidikan : SDAlamat : dusun Rowotapen, Desa Semboro.
Peneliti : Permisi, bu. Maaf ganggu pekerjaan ibu?Informan : Ada apa ya, mas?Peneliti : Begini, bu. Saya mau tanya- tanya sebentar, boleh?Informan : Mau tanya apa, cuma sebentar kan!!Peneliti : Iya, bu. Begini bu, saya ada tugas dari sekolah tentang kehidupan
buruh tani di perkebunan tebu.Informan : Kalau sebentar, ya tidak apa-apa. Mau tanya apa, mas?Peneliti : Ini ibu kerjain apa sekarang?Informan : Ini lagi menyiapkan sisa-sisa tanaman tebu yang habis ditebang
untuk dijadikan bibit tebu (sambil menunjukkan tebu yang dipotong-potong pendek kemudian dimasukkan ke dalam sak).
Peneliti : Ibu kerjanya disini hanya sendiri atau bersama orang lain?Informan : Tidak sama teman, cuma banyak yang masih belum datang.Peneliti : Ibu disini biasanya kerja apa?
Informan : Macam-macam, mas. Seperti menanam bibit tebu, beri pupuk, kalau pupuk ini biasanya sudah disiapin di rumah dibantu sama suami. Jadi nanti tinggal disebarin ke tanaman tebu.
Peneliti : Ibu kerjanya dari jam berapa?Informan : Kalau kerja itu seperti sekarang waktunya, dari jam 6 pagi sampai
jam 10. Biasanya ada istirahat sebentar, lah saat istirahat itu sama juragannya disediain makanan juga teh.
Peneliti : Ibu suaminya kerjanya dimana?Informan : Suami ibu kerjanya buruh tani juga, cuma kalau agak siang
kerjanya mencari untuk kambing.Peneliti : Itu kambing apa milik ibu?
Informan : Ya ndak, mas. Suami ibu cuma disuruh merawat kambing sama orang lain.Peneliti : Kalau sudah selesai kerja, kalau boleh tahu biasanya dapat uang berapa?Informan : Ndak tentu, mas. Kadang 15 ribu, kadang juga 20 ribu.Peneliti : Kalau menurut ibu, uang itu sudah cukup apa belum untuk kebutuhan hidup?Informan : Ya sebenarnya ndak cukup, mas. Tapi dicukup-cukupin saja, mas.Peneliti : Makasih, bu. Informasinya, maaf ganggu pekerjaan ibu.Informan : Iya, mas.
2. Hari / Tanggal : Selasa, 24 September 2013
Tempat : Lahan perkebunan tebu di dusun Rowotapen, Desa SemboroWaktu : 06.30- selesaiNama : Bu NgatinahUmur : 36 TahunPekerjaan : Buruh tani wanitaPendidikan : SDAlamat : dusun Rowotapen, Desa Semboro.
Peneliti : Maaf ganggu, bu. Boleh tanya-tanya sebentar?Informan : Mau tanya apa, mas?Peneliti : Sekarang ini ibu lagi kerja apa?Informan : Ini lagi memotong tebu untuk dijadikan bibit (sambil memotong
kemudian memasukkan ke karung)Peneliti : Ini anak ibu, yah? Informan : Iya, mas. Ini anak ibu. Saya ajak soalnya ndak ada yang momong
(jaga) di rumah.Peneliti : Ibu mulai kapan kerja jadi buruh tani wanita di perkebunan tebu? Informan : Saya bekerja sebagai buruh tani setelah menikah, mas.Peneliti : Kenapa ibu bekerja sebagai buruh tani?Informan : Soalnya ndak ada pekerjaan lain yang cocok, kan ibu
pendidikannya hanya sampai SD. Mau buka warung, tapi ndak ada modal. Ya terpaksa kerja jadi buruh tani.
Peneliti : Ibu kok bisa kerja sebagai buruh tani, bagaimana?Informan : Awalnya membantu suami kerja, terus diajak sama tetangga. Peneliti : Ibu setiap hari kerja sebagai buruh tani di lahan perkebunan?
Informan : Ya ndak, mas. Kalau ditawari bekerja saja. Kalau ndak, ya di rumah.
Peneliti : Biasanya ibu kerja apa?Informan : Biasanya yah, menanam bibit, memberi pupuk, membersihkan
pelepah kering /klentek, nyiangi rumput.Peneliti : Berapa jumlah upah yang ibu terima?Informan : 15 ribu, mas.Peneliti : Menurut ibu, apa itu cukup untuk kebuhan hidup sehari-hari?Informan : Ya ndak, mas. Itu mungkin cukup untuk beli beras sama lauk
pauk, tapi ndak cukup untuk kebutuhan hidup lainnya.Peneliti : Suami ibu kerja apa?Informan : Suami saya kerja jadi buruh tebang di Surabaya.Peneliti : Terimakasih atas informasinya, bu.
3. Hari / Tanggal : Selasa, 24 September 2013
Tempat : Lahan perkebunan tebu di dusun Rowotapen, Desa SemboroWaktu : 06.30- selesaiNama : Bu SukirahUmur : 60 TahunPekerjaan : Buruh tani wanitaPendidikan : Tidak Tamat SDAlamat : dusun Rowotapen, Desa Semboro.
Peneliti : Bisa minta waktu sebentar, bu?Informan : Iya, mas. Ada apa?Peneliti : Saya mendapat tugas dari sekolah untuk meneliti buruh tani
wanita seperti ibu, apa bisa minta waktu sebentar?Informan : Iya, mas. Ndak apa-apa kalau sebentar.Peneliti : Ibu sudah lama kerja jadi buruh tani wanita?Informan : Sudah lama, mas. Kira-kira saat ibu masih muda dulu.Peneliti : Alasan ibu kerja ini untuk apa?Informan : Iya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, kan ibu hanya
tinggal sendiri sejak suami ibu meninggal beberapa tahun yang lalu.
Peneliti : Apa ibu memiliki anak?Informan : Ada dua orang. Sudah menikah semua, dan sudah tinggal bersama
keluarganya sendiri.Peneliti : Kok ibu ndak ikut tinggal bersama anak ibu?
Informan : Ndak, mas. Ibu ndak bisa diam, kalau ndak dibuat kerja rasanya ndak enak.Peneliti : Kalau kerja, ibu biasanya kerja apa?Informan : Kerjanya ya, memotong tebu untuk bibit, menanam bibit,
memupuk, nyiangi rumput, klentek.Peneliti : Biasanya setelah kerja, ibu mendapat upah berapa?Informan : 15 ribu, tapi ada yang dapat 17 ribu. Tapi di Timbangan, ada yang
dapat 35 ribu. Dulu upahnya cuma 10 ribu, tapi banyak yang protes jadi naik 15 ribu. Ini nanti mau ada protes lagi minta dinaikkin jadi 20 ribu.
4. Hari / Tanggal : Jumat, 27 September 2013
Tempat : Lahan perkebunan tebu di Timbangan (belakang PG Semboro), Desa Semboro
Waktu : 09.00- selesaiNama : Bu SulastriUmur : 48 TahunPekerjaan : Buruh tani wanitaPendidikan : SDAlamat : dusun Rowotapen, Desa Semboro.
Peneliti : Permisi, bu. Bisa minta waktu sebentar?Informan : Ada keperluan apa, mas?Peneliti : Begini, bu. Saya mendapat tugas dari sekolah untuk tugas tentang
buruh tani perkebunan. Apa boleh saya tanya sebentar sama ibu?Informan : Hanya sebentar, ya mas.Peneliti : Sekarang ini sedang mengerjakan apa?Informan : Ini sekarang mau menanam bibit tebu, tapi masih menunggu
tanahnya selesai di nggulud (diolah).Peneliti : Itu nanamnya bagaimana, bu?Informan : Kalau nanamnya hampir sama seperti nanam di sawah, tinggal
ditancapin ke tanah.Peneliti : Apa ibu kerja bersama-sama dengan buruh tani wanita lain?Informan : Iya, sebagian ada yang dari satu dusun. Jadi saat berangkat dan
pulang bisa besama.Peneliti : Ini sistem kerjanya harian atau borongan, bu?Informan : Ini sistemnya harian. Kalau sekarang belum selesai, bisa
dilanjutkan pada hari berikutnya.Peneliti : Ibu waktu kerjanya dari jam berapa?
Informan : Ibu dari jam 7 sudah disini, nanti sampai jam 2 siang baru pulang.Peneliti : Berapa upah yang ibu terima setelah bekerja?Informan : 35 ribu.Peneliti : Kalau dengan yang buruh tani laki-laki yang nggulud itu, apa juga
dapat upah yang berbeda?Informan : Ndak, upah yang didapat sama yakni 35 ribu. Peneliti : Suami ibu kerja apa?Informan : Suami saya kerja sebagai buruh tebang di Surabaya. Apa sudah
cukup, mas?Peneliti : Sudah, bu. Terimakasih.
5. Hari / Tanggal : Jumat, 27 September 2013
Tempat : Lahan perkebunan tebu di Timbangan (belakang PG Semboro), Desa Semboro
Waktu : 09.00- selesaiNama : Bu MisriUmur : 50 TahunPekerjaan : Buruh tani wanitaPendidikan : SDAlamat : dusun Semboro Kulon, Desa Semboro.
Peneliti : Apa ibu sudah lama bekerja sebagai buruh tani wanita?Informan : Setelah menikah, ibu baru bekerja sebagai buruh tani untuk
membantu menambah penghasilan.Peneliti : Apa ibu hanya bekerja sebagai buruh tani di lahan perkebunan
tebu?Informan : Ndak, ibu bekerja kalau ada tawaran. Biasanya ibu kerja jadi
buruh tani di sawah untuk menanam padi.Peneliti : Ibu disini sedang kerja apa?Informan : Ini sekarang menanam bibit tebu bersama buruh tani wanita yang
lain.Peneliti : Selain menanam biasanya, ibu melakukan apa?Informan : Selain menanam bibit, ibu biasanya memotong tebu untuk bibit,
klentek, nyulam, mupuk. Peneliti : Apa ibu sering kerja di daerah sini?Informan : Ya ndak. Kadang di daerah lain, kalau berangkat bareng sama
buruh tani wanita lain.Peneliti : Ibu kalau bekerja biasanya mendapat upah berapa?Informan : Ndak mesti. Kadang dapat 35 ribu, kadang juga dapat 15 ribu.
Peneliti : Iya sudah, bu. Terimakasih, maaf ganggu kerjanya ibu.
6. Hari / Tanggal : Selasa, 15 Oktober 2013
Tempat : Lahan perkebunan tebu di dusun Padangrejo, Desa RejoagungWaktu : 10.00- selesaiNama : Bu SumarniUmur : 60 TahunPekerjaan : Buruh tani wanitaPendidikan : Tidak Tamat SDAlamat : dusun Gumukmas, Desa Semboro.
Peneliti : Permisi, bu. Maaf menganggu apa boleh saya tanya sesuatu sebentar?
Informan : Iya, mau tanya apa ya, mas.Peneliti : Begini, bu. Sudah berapa lama ibu bekerja sebagai buruh tani?Informan : Sudah lama, sekitar 43 tahun. Itu ibu kerja setelah menikah.Peneliti : Mengapa ibu bekerja sebagai buruh tani?Informan : Ibu bekerja untuk menambah penghasilan suami. Dan saat ini
setelah suami ibu meninggal, ibu tetap bekerja untuk memnuhi kebutuhan hidup sendiri.
Peneliti : Apakah ibu memiliki anak?Informan : Iya, anak ibu sudah besar-besar dan sudah menikah semua.Peneliti : Kenapa ibu tetap bekerja, tidak tinggal bersama anak-anak ibu?Informan : Ibu tidak ingin merepotkan anak-anak ibu karena anak-anak ibu
sudah punya keluarga.Peneliti : Pekerjaan apa yang ibu biasa lakukan?Informan : Ibu biasanya kerja memotong tebu untuk dijadikan bibit,
menanam bibit tebu, membersihkan pelepah tebu yang kering (klentek). Tapi ibu bisa juga ikut kerja menebang tebu seperti sekarang.
Peneliti : Selain di lahan perkebunan ini, ibu biasanya bekerja kemana?Informan : Ibu biasanya kalau kerja jauh dan berangkatnya bersama teman-
teman dengan memakai sepeda pancal.Peneliti : Saat ini ibu bekerja dari jam berapa?Informan : Ibu tadi kerja dari pagi, mungkin nanti jam 11 sudah selesai.Peneliti :Kalau soal upah setelah bekerja, berapa uapah yang ibu peroleh?Informan : sekitar 15 ribu, mas. Lumayan untuk membeli beras dan
kebutuhan lain.
7. Hari / Tanggal : Rabu, 15 Oktober 2013
Tempat : Lahan perkebunan tebu di dusun Padangrejo, Desa RejoagungWaktu : 10.00- selesaiNama : Bu KhotijahUmur : 45 TahunPekerjaan : Buruh tani wanitaPendidikan : SDAlamat : dusun Gumukmas, Desa Semboro.
Peneliti : Apa ibu saat ini bekerja menebang tebu?Informan : Iya, ibu ini bekerja menebang tebu bersama-sama berkelompok
sambil menunggu juragannya datang.Peneliti : Ibu tadi kerja dari jam berapa?Informan : Ibu kerja dari tadi pagi jam 6 hingga nanti jam 11 sudah selesai.Peneliti : Mengapa ibu bekerja sebagai buruh tani di lahan perkebunan
tebu?Informan : Ibu bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Kalau
mengandalkan penghasilan suami yang ndak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Jadi ketika da tawaran untuk bekerja, ibu tidak menolaknya. Ibu juga kalau bekerja bersama tetangga yang juga bekerja sebagai buruh tani wanita.
Peneliti : Suami ibu bekerja apa?Informan : Suami ibu kerja jadi tukang ojek. Penghasilannya tidak tentu,
kadang dapat kadang juga tidak.Peneliti : Biasanya ibu melakukan pekerjaan apa?Informan : menanam tebu, mempersiapkan bibit tebu yang akan ditanam,
memupuk, klenthek, nyulam, hingga ikut menebang tebu. Kalau di lahan perkebunan ini sudah tidak ada pekerjaan nanti diarahkan ke lahan perkebunan lain sama juragan.
Peneliti : Ibu biasanya dapat upah berapa kalau bekerja?Informan : Biasanya mendapat sekitar 15 ribu.
8. Hari / Tanggal : Kamis, 07 November 2013
Tempat : Lahan perkebunan tebu di dusun PadangrejoWaktu : 09.25- selesaiNama : SitiUmur : 18 Tahun
Pekerjaan : Buruh tani wanitaPendidikan : SMPAlamat : dusun Padangrejo, Desa Sidorejo.
Peneliti : Kenapa kamu bisa bekerja sebagai buruh tani wanita di perkebunan tebu?
Informan : Ini awalnya, mas. Diajak orang tua untuk ikut bekerja membantu pekerjaan.
Peneliti : Ndak mau mencoba nyari pekerjaan lain?Informan : Belum, mas. Masih belum tahu mau kerja apa.Peneliti : Kalau sekarang apa kerja bersama orang tua?Informan : Tidak, saya kerjanya sekarang diajak sama tetangga, katanya itu
daripada menggangur di rumah. Nanti disana katanya kerjanya seperti menanam bibit tebu sama nyulam tanaman tebu yang rusak.
Peneliti : Sudah berapa kali diajak ikut bekerja sebagai buruh tani di lahan perkebunan tebu?
Informan : mungkin sekitar delapan kali dengan yang ini.Peneliti : Biasanya itu kerja apa yang kamu sering kerjakan?Informan : Menanam bibit tebu, memupuk, menyulam tanaman.Peneliti : Berapa upah yang diperoleh saat setelah bekerja?Informan :Biasanya itu dapat 15 ribu, kadang 20 ribu, tergantung yang punya
lahan.Peneliti : Kalau sekarang, kamu bekerja sampai jam berapa?Informan : Mungkin ini sekitar jam 11 sudah selesai.
9. Hari / Tanggal : Rabu, 06 November 2013
Tempat : Lahan perkebunan tebu di Desa KerangkonganWaktu : 07.00- selesaiNama : Bu NingsihUmur : 46 TahunPekerjaan : Buruh tani wanitaPendidikan : SDAlamat : Kecamatan Sumberbaru
Peneliti : Mengapa ibu bekerja sebagai buruh tani wani di lahan perkebunan tebu?
Informan : Ibu kerja untuk menambah penghasilan suami.Peneliti : Suami ibu bekerja apa?Informan : Suami saya bekerja sebagai buruh tebang di Surabaya.
Peneliti : Apa sekarang ini ibu sedang bekerja menebang tebu?Informan : Iya, ibu kerjanya bersama teman-teman berkelompok.Peneliti : Apa sekarang ibu kerja dengan sistem borongan?Informan : Iya, dek. Nanti hitungannya pakai satuan 10 ribu per kuintal.Peneliti : Ibu dari rumah sampai kesini berangkat jam berapa?Informan : Dari jam 5 pagi sudah harus siap di truk. Nanti berangat terus
nyampe sini jam 6 pagi. Kerja sampai jam 4 sore.
10. Hari / Tanggal : Sabtu, 24 Mei 2014
Tempat : Rumah InformanWaktu : 18.00- selesaiNama : Siti ShulihahUmur : 50 TahunPekerjaan : Buruh tani wanitaPendidikan : -Alamat : dusun Semboro Lor, Desa Semboro.
Peneliti : Sudah berapa lama ibu bekerja sebagai buruh tani?Informan : Saya bekerja sejak masih kecilPeneliti : Apa pekerjaan yang ibu lakukan di perkebunan tebu?Informan : Macem-macem, mas. Seperti bersihkan klaras (daun tebu yang
kering), nyabut bonggol tebu, mupuk, bersihkan rumput (rewos). Peneliti : Berapa penghasilan ibu setiap hari?Informan : Saya setiap hari kalau bekerja mendapat uang 20 ribu.Peneliti : Suami ibu bekerja apa?Informan :Suami saya bekerja sebagai tukang becak.Peneliti : Berapa penghasilan yang diperoleh suami ibu/Informan : Kadang paling banyak dapat 30 ribu, kadang tidak dapat.Peneliti : Selain menjadi buruh tani, adakah pekerjaan lain yang ibu
lakukan?Informan : Ada, biasanya setelah bekerja, saya dan suami bekerja mencari
rumput untuk kambing. Kambing itu milik orang lain yang saya pelihara.
Peneliti : Apakah ibu memiliki anak?Informan : Iya. 2 orang dan sudah menikah semua.Peneliti : Kenapa ibu tetap bekerja sebagai buruh tani?Informan : Ibu sudah biasa bekerja jadi kalau tidak kerja ndak enak.Peneliti : Tapi apa ibu selalu mendapat kiriman dari anak ibu?
Informan : Iya. Setiap bulan. Mereka mengirimkan uang untuk dapat dibelikan beras dan belanja.
11. Hari / Tanggal : Sabtu, 24 Mei 2014
Tempat : Rumah InformanWaktu : 18.30- selesaiNama : Bu SaniUmur : 40 TahunPekerjaan : Buruh tani wanitaPendidikan : -Alamat : dusun Semboro Lor, Desa Semboro.
Peneliti : Sudah berapa lama ibu menjadi buruh tani?Informan : Saya sudah menjadi buruh tani sejak sebelum menikahPeneliti : Apa ibu sudah berkeluarga?Informan : Iya, sudah. Saya memiliki dua orang anak. Satunya sudah bekerja,
satunya lagi masih SDPeneliti : Apakah pekerjaan yang ibu lakukan di perkebunan tebu?Informan : Bersihin bonggol tebu, motong tebu (untuk bibit), nanam, kadang
ikut bersihin daun tebu yang kering.Peneliti : Berapa upah yang ibu terima dalam sehari?Informan : Dalam sehari saya mendapatkan upah sekitar 20 ribu.Peneliti : Apa pekerjaan suami ibu?Informan : Suami saya juga bekerja sebagai buruh tebu dan mencari rumput
untuk dijual. Biasanya saya ikut membantu mencari rumput.Peneliti : Apakah dengan penghasilan ibu dan suami ibu sudah dapat
mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari?Informan : Iya dicukup-cukupkan. Untuk sekolah anak kan sudah dapat
bantuan dari sekolah. Tapi untuk makan sehari-hari harus hutang ke warung.
12. Hari / Tanggal : Sabtu, 24 Mei 2014
Tempat : Rumah InformanWaktu : 19.00- selesaiNama : Bu MaisarohUmur : 50 TahunPekerjaan : Buruh tani wanitaPendidikan : SDAlamat : dusun Semboro Lor, Desa Semboro.
Peneliti : Sudah berapa lama ibu bekerja sebagai buruh tani wanita?Informan : Sudah lama, sejak memiliki anak satuPeneliti : Apa yang menyebabkan ibu bekerja sebagai buruh tani wanita?Informan : Biasa mas, urusan ekonomi. Untuk kebutuhan hidup sehari-hari.Peneliti : Ibu kerja apa saja di sawah?Informan : Yah nyiapin bibit, nanam, mupuk tanaman.Peneliti : Apa pekerjaan suami ibu?Informan : Suami saya bekerja sebagai penarik becak dan tidak biasa kerja di
sawahPeneliti : Berapa penghasilan suami ibu?Informan : Tidak pasti, mas. Kadang dapat 20 ribu, kadang juga tidak dapat.Peneliti : Apa ada pekerjaan sambilan yang ibu dan suami ibu lakukan?Informan : Ada, mas. Kebetulan bapak dipercaya orang untuk merawat
kambingnya, jadi tiap sore saya sama suami selalu mencari rumput.Peneliti : Apa ibu memiliki anak?Informan : Iya, jumlahnya 4 orang. Alhamdulillah anak saya yang 2 sudah
kerja di Bali, yang lainnya masih sekolah tetapi dibantu sama kakaknya.
Peneliti : Terimakasih, bu atas informasinya.
Lampiran 3
FOTO PENELITIAN
Gambar 1. Buruh tani wanita dan laki-laki sedang bekerja menebang tebu.
Gambar 2. Buruh tani wanita sedang membersihkan bungkul (bagian bawah tebu).
Gambar 3 & 4. Buruh tani wanita yang memberikan pupuk untuk tanaman tebu.
.
.
Gambar 5 & 6. Buruh tani wanita mempersiapkan tebu untuk disulam ke lahan yang lain.
Gambar 7 & 8. Buruh tani wanita yang sedang menebang tebu