SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo...

109
i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Pasal 20 UU. No. 31 Tahun 1999 Jo. UU. No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Syari’ah Oleh : FAQIHUDIN NIM. 072211021 JURUSAN JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARI’AH IAIN WALISONGO SEMARANG 2011

Transcript of SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo...

Page 1: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

i

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG

MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

(Studi Pasal 20 UU. No. 31 Tahun 1999 Jo. UU. No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Guna memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Syari’ah

Oleh :

FAQIHUDIN

NIM. 072211021

JURUSAN JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH

IAIN WALISONGO SEMARANG

2011

Page 2: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

ii

Drs. Mohammad Solek, M.A.

JL. Segaran Baru RT 4/XI Purwoyoso Ngalian Semarang.

M. Harun, S.Ag. M.H

Jl. Mega Permai 11/40 Bringin Ngalian Semarang

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eks. Kpd Yth.

Hal : Naskah Skripsi Dekan Fakultas Syariah

A.n. Sdr. Faqihudin IAIN Walisongo Semarang

Di Semarang

Assalamu'alaikum. Wr. Wb.

Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya bersama ini

saya kirim naskah skripsi saudara :

Nama : Faqihudin

NIM : 072211021

Jurusan : Jinayah Siyasah

Judul Skripsi : Tinjauan Hukum Islam Terhadap Korporasi yang

Melakukan Tindak Pidana Korupsi (Studi Pasal 20

UU No. 31 Tahun 1999 jo UU. 20 Tahun 2001)

Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera

dimunaqosyahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Semarang, 12 Desember 2011

Pembimbing I

Drs. Mohammad Solek, M.A.

NIP. 196603181993031004

Pembimbing II

M. Harun. S.Ag. M.H

NIP. 197508152008011017

Page 3: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

iii

KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

FAKULTAS SYARI’AH Alamat : Jalan Raya Boja Ngaliyan Km. 3 Semarang 50159 Telp. (024) 7601297

PENGESAHAN

Nama : Faqihudin

NIM : 072211021

Jurusan : Jinayah Siyasah

Judul Skripsi : Tinjauan Hukum Islam Terhadap Korporasi yang

Melakukan Tindak Pidana Korupsi (Studi Pasal 20

UU No. 31 Tahun 1999 jo UU. 20 Tahun 2001)

Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syariah Institut Agama

Islam Negeri Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat

cumlaude / baik / cukup, pada tanggal : ________________________

dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata 1 tahun

akademik 2011/2012.

Semarang, 29 Desember 2011

Ketua Sidang Sekretaris Sidang

(.............................) (.............................)

Penguji Penguji

(.............................) (...............................)

Pembimbing I

Drs. Mohammad Solek, M.A.

NIP. 196603181993031004

Pembimbing II

M. Harun. S.Ag. M.H

NIP. 197508152008011017

Page 4: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

iv

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab,

penulis Menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi

materi yang telah atau pernah ditulis oleh orang

lain atau diterbitkan. Dengan demikian skripsi ini

tidak berisi satupun pikiran orang lain, kecuali

informasi yang terdapat dalam referensi yang

menjadi bahan rujukan.

Semarang, 12 Desember 2011

Deklarator,

Faqihudin

NIM. 072211021

Page 5: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

v

ABSTRAK

Korupsi merupakan perbuatan seseorang atau sekelompok orang,

menyuap orang atau kelompok lain untuk mempermudah keinginannya dan

mempengaruhi si penerima untuk memberikan pertimbangan khusus guna

mengabulkan permohonannya. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau

korporasi dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Dengan berlakunya Undang-undang. No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-undang No. 20 Tahun 2001

tentang perubahan atas Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga merupakan langkah prestatif yang

dilakukan oleh pembentuk Undang-undang, mengingat bahwa uu. No. 3 Tahun

1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi

dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena itu uu. No. 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.Undang-Undang No. 20

Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diharapkan lebih efektif dalam

mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.

Rumusan masalah dalam sekripasi ini adalah bagaimana bentuk

rumusan terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi yang

diterapakan dalam pasal 20 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. No. 20

tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi. Bagaimana tinjauan

hukum Islam terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi

yang diberlakukan dalam pasal 20 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. No.

20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, yaitu suatu metode penelitian

dengan mengumpulkan data-data, disusun, dijelaskan, dianalisa dan

diinterpretasikan dan kemudian disimpulkan. Disamping itu, jenis penelitian ini

adalah penelitian literatur/ kepustakaan (library reseach). Penelitian dilakukan

dengan jalan membaca, menelaah buku-buku/kitab , dan kaidah-kaidah hukum

normatif.

Dengan demikian tindakan korupsi yang dilakukan oleh korporasi

dapat dianggap sebagai tindak pidana, sebagaimana di atur dalam Pasal 20 UU.

31/1999 jo. UU. 20/2001 hal ini didasarkan atas terpenuhinya unsur-unsur

tindak pidana yang meliputi baik unsur formil maupun matriil. Sebagaiman

hukum positif hukum Islam juga mengenal adanya korprorasi ini terbukti

dengan beberapa ayat al-Quran yang menjelaskan tentang kelompok atau

korporasi.

Kata kunci: Korupsi, Korporasi, Hukum Islam

Page 6: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

vi

MOTTO

ه وسلم قال آة عل صلى للا رةأن رسول للا عن أبه عن أب هر

و ا ن ان ا اا ث و وع أ ل

(رو ه بخاري)

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu

'alaihi wasallam bersabda: "Tanda-tanda orang

munafik itu ada tiga, yaitu; jika berbicara berdusta, jika

berjanji mengingkari dan jika dipercaya berkhianat".

(HR. Bukhari)

Page 7: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua

tercinta, Ibu Sholihah dan Bapak Aspawi (alm) Atas

curahan Doa, bimbingan dan kasih sayang mereka berdua

penulis bisa seperti sekarang ini.

Kakak dan Adik-adiku tercinta, Mustaidah, Umaroh,

Aliatus Sa‟ni, Nurofiq Amarudin, Khilyatul Aulia, „Ala

Al-„Aqil, Hisbi Maulana

Keluarga besar waud dan duhran dimanapun berada

Murrabbi ruuhina KH. Abdul mana syukur,

KH. Aufal Marom

Segenap Keluarga Besar PP. Nurul Anwar Sarang

Rembang PP. Al-Qur‟An Nurul Huda Singosari

Malang, MA Al-Ma‟arif Malang

Sahabat-sahabat karibku dan Kawan-kawan seperjuangan

“Jangan pernah lemahkan kepalan tangan kiri, karena

perjuangan belum Usai….!!!”

Page 8: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karuniaNya

kepada kita semua berupa akal dan fikiran sehingga manusia mampu merenungi

kebesaran dan kuasaNya. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada

bagida besar sayyidina Muhammad SAW. Semoga kita termasuk umatnya yang

mendapatkan limpahan syafa’atnya di akhirat kelak.

Dengan penuh kerendahan hati, penulis bersyukur dapat menyelesaikan

karya ilmiah yang sederhana berupa skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Korporasi yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi (Studi Pasal 20 UU

No. 31 Tahun 1999 jo UU. 20 Tahun 2001)” dengan lancar tanpa banyak kendala

yang berarti.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah hasil jerih

payah penulis secara pribadi. Tetapi semua itu merupakan wujud akumulasi dari

usaha dan bantuan, pertolongan serta do’a dari berbagai pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, sudah

sepatutnya penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Prof. DR. Muhibbin, M.Ag, rektor IAIN Walisongo Semarang.

2. DR. Imam Yahya, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo

Semarang dan Pembantu Dekan I, II dan III yang telah memberikan ijin

kepada penulis untuk menulis skripsi ini dan yang telah mencurahkan tenaga

dan fikiranya guna menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif

sehingga penulis bisa menyelesaikan studi formal di bangku kuliah dengan

baik.

3. Drs. Mohammad Solek, M.A, selaku Ketua Jurusan Jinayah Siyasah, dan

Rustam Dahar KAH, M.Ag, selaku Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah

Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.

Page 9: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

ix

4. Drs. Mohammad Solek, M.A, dan M. Harun. S.Ag. M.H, selaku Pembimbing

atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan dengan sabar dan tulus ikhlas

sehingga penulis bisa menyelesaikan karyatulis ini dengan baik.

5. Kedua orang tua penulis beserta segenap keluarga, atas segala doa, perhatian

dan arahan kasih sayangnya yang tidak dapat penulis ungkapan dalam untaian

kata-kata.

6. Teman-temanku yang selalu memberi semangat sehingga terselesainya skripsi

ini. Dan penulis untuk mereka, “Semoga Allah membalas semua amal

kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari mereka berikan pada

penulis”, amin.

7. Teman-teman senasib seperjuangan yang tidak bisa aku sebutkan satu per satu,

terutama teman-teman JS angkatan 2007 dan teman-teman di lingkungan

Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.

Penulis juga menyadari dengan segala kerendahan hati bahwa penulisan

skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, semua kritik dan saran yang

membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini

dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca yang budiman

pada umumnya. Amin.

Semarang, 12 Desember 2011

Penulis,

Faqihudin

NIM. 072111002

Page 10: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ....................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii

HALAMAN DEKLARASI ...................................................................... iv

HALAMAN ABSTRAK ........................................................................... v

HALAMAN MOTTO ............................................................................... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... vii

HALAMAN KATA PENGANTAR ........................................................ viii

HALAMAN DAFTAR ISI ....................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................... 5

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian .................................................... 5

D. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 6

E. Metode Penelitian ......................................................................... 9

F. Sistematika Penulisan ................................................................... 11

BAB II KETENTUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK

PIDANA KORUPSI

A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Dalam Hukum Islam ............. 16

1. Pengertian Korupsi ................................................................. 16

2. Pengertian Korupsi Dalam Hukum Islam ............................... 18

B. Pertanggungjawaban Pidana Dalam Hukum Islam ...................... 28

C. Tinjauan Umum Tentang Korporasi ............................................. 33

1. Pengertian Korporasi .............................................................. 32

2. Jenis-jenis Korporasi .............................................................. 33

3. Korporasi Dalam Hukum Islam ............................................. 34

Page 11: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

xi

4. Pertanggungjawaban Korporasi Perspektif Hukum Islam ...... 37

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

DALAM UU TINDAK PIDANA KORUPSI

A. Latar Belakang Munculnya UU. No. 31 Tahun 1999 dan UU. 20

Tahun 2001 ................................................................................... 41

1. Latar Belakang Munculnya UU No. 31 Tahun 1999 ................ 41

2. Latar Belakang Munculnya UU. No. 20 Tahun 2001 .............. 44

B. Rumusan/formulasi Perbuatan Pidana Korupsi ............................ 47

C. Pertanggungjawaban Korporasi dalam Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 ................................................................................... 55

1. Pengaturan korporasi sebagai subjek hukum ............................ 55

2. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Undang-Undang no.

31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang no. 20 tahun 2001 ........... 59

BAB IV ANALISIS PIDANA ISLAM TERHADAP KORPORASI

YANGMELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

A. Analisis Dari Segi Pertanggungjawaban Pidana .......................... 67

B. Analisis Dari Segi Sanksi Pidana ................................................. 82

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulann ................................................................................. 91

B. Saran-saran .................................................................................... 92

C. Penutup .......................................................................................... 92

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 12: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah korupsi bukan lagi sebagai masalah baru dalam persoalan

hukum dan ekonomi bagi suatu negara, karena masalah korupsi telah ada sejak

ratusan tahun yang lalu baik di negara maju maupun di negara berkembang

termasuk di Indonesia. Korupsi di Indonesia saat ini sudah demikian parah

ibarat sebuah lingkaran setan yang tidak diketahui ujung pangkalnya dari mana

menguraikan dan mencegahnya serta menjadi masalah yang luar biasa karena

telah berjangkit ke seluruh lapisan masyarakat sehingga sudah merupakan

bagian kebudayaan masyarakat.

Ibarat penyakit, korupsi di Indonesia telah berkembang dalam tiga

tahap, yaitu elitis, endemic, dan systemic. Pada tahap elitis korupsi masih

menjadi patologi/gangguan/penyimpangan sosial yang khas di lingkungan para

elit/pejabat. Dalam tahap endemic, korupsi mewabah menjangkau lapisan

masyarakat luas. Lalu ditahap yang kritis, ketika korupsi menjadi systemic,

setiap setiap individu terjangkit penyakit yang serupa. Boleh jadi penyakit

korupsi di bangsa ini telah sampai pada tahap sistemik.1

Kasus korupsi terkini adalah pembangunan wisma atlet di Palembang

yang merupakan proyek pemerintah yang dibiayai dana APBN dan terjadi

dugaan suap menyuap antara perusahaan (korporasi) pelaksana proyek

1 Ermansajah Djaja, Membarantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta: Sinar Grafindo,

2010, hlm. 12

Page 13: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

2

pembangunan wisma atlet sea games dengan pejabat Pemerintah. Kasus

tersebut kemungkinan melibatkan banyak pihak. Komite Pengawas KPK untuk

Kasus Nazaruddin (KPK2N) menduga, “Kami tidak punya bukti bahwa

Nazaruddin berbohong. Teorinya itu, korupsi politik pasti melibatkan banyak

orang, melibatkan birokrat, kapitalis, non kapitalis, korporasi, dalam kasus

Nazaruddin”, ujar Boni Hargens, salah satu anggota KPK2N saat mendatangi

gedung KPK, Jakarta.2

Korupsi merupakan perbuatan seseorang atau sekelompok orang,

menyuap orang atau kelompok lain untuk mempermudah keinginannya dan

mempengaruhi si penerima untuk memberikan pertimbangan khusus guna

mengabulkan permohonannya.3 Dari sudut pandang hukum, tindak pidana

korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur perbuatan melawan hukum,

penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana. Memperkaya diri

sendiri, orang lain atau korporasi4 dan merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara.5

Menyinggung masalah korporasi, tidak ada lagi yang dapat

menyangkal bahwa dalam lapangan hukum perdata sudah sangat lazim

korporasi/badan hukum diakui sebagai subjek hukum. Dalam hal ini korporasi

2 http://www.kompas.com/ rabu 12 Oktober 2011

3 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi (melalui hukum pidana nasional dan

Internasional), Raja Grafindo, Jakarta, hlm.28 4 Korporasi sebagai sebuah institusi yang memiliki struktur unik dan dilengkapi dengan

seperangkat ketentuan yang mengatur tindakan personalia di dalamnya. Korporasi juga

merupakan institusi legal, suatu lembaga yang keberadaan dan kapasitasnya untuk berbuat

sesuatu ditentukan oleh hukum. Mandat korporasi secara legal didefiniskan sebagai untuk

memperoleh, tanpa henti dan tanpa kecuali, keuntungan pribadi (self interest), tanpa

memedulikan apakah upayanya tersebut berdampak merugikan kepada pihak-pihak lain. Joel

Bakan, The Corporation The Pathological Pursuit of Profit and Power, 2010, hlm. 2 5 Baharudin Lopa, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Jakarta: Kompas, 2002,

hlm. 64

Page 14: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

3

dapat melakukan perbuatan hukum (positif) seperti mengadakan/membuat

perjanjian, melakukan transaksi jual beli, dan lain-lain. Apabila dalam hukum

perdata korporasi/badan hukum sudah lazim menjadi subyek hukum,

pertanyaan yang muncul adalah, apakah dalam lapangan hukum pidana badan

hukum/korporasi dapat menjadi subjek tindak pidana. Sebab berdasarkan Pasal

59 KUHP, subyek hukum pidana korporasi tidak dikenal, karena menurut

hukum pidana umum subjek hukumnya adalah manusia.6 Korporasi merupakan

sebutan yang lazim digunakan pakar hukum pidana untuk menyebutkan apa

yang lazim dalam hukum perdata sebagai badan hukum.

Kejahatan korporasi yang semakin canggih baik bentuk ataupun

jenisnya maupun bentuk operadinya sering melampaui batas, digambarkan

ibarat “gurita” yang merambah ke segala arah tanpa kendali. Mereka dapat

berbuat sesukanya tanpa mengindahkan etika, bahkan memanfaatkan berbagai

instrumen hukum untuk kepentingannya. Perbuatan korporasi ini dapat

dikategorikan sebagai suatu tindak pidana karena dengan perbuatannya bukan

saja telah merugikan kepentingan yang bersifat privat saja tetapi di sini

kepentingan publik telah dilanggar bahkan negara juga telah dirugikan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, yaitu bahwa korporasi sebagai

subyek tindak pidana, maka hal ini menimbulkan permasalahan yang

menyangkut pertanggungjawaban dalam hukum pidana, yaitu, apabila badan

hukum mempunyai kesalahan baik berupa kesengajaan atau kealpaan. Sebab

bagaimanapun kita masih menganut asas “tiada pidana tanpa kesalahan”

6 Muladi dan Dwidja Priyanto, Pertangungjawaban Pidana Korporasi Jakarta: kencana,

2010, hlm. 34.

Page 15: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

4

(dalam UU No. 4 Tahun 2004, yaitu dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang

Kekuasaan Kehakiman). Sehubungan dengan hal tersebut, dapatkah korporasi

mempunyai alasan yang dapat menghapuskan pemidanan seperti halnya subyek

hukum manusia.7

Berdasarkan hal tersebut di atas ternyata Indonesia sebagai salah satu

negara yang mengalami modrnisasi dan merupakan salah satu bagian

masyarakat internasional, sejalan dengan laju perkembangan di berbagai

bidang, lebih-lebih terhadap suatu institusi pemerintahan yang cenderung

korup. Maka dengan berlakunya Undang-undang. No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-undang No. 20 Tahun 2001

tentang perubahan atas Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga merupakan langkah prestatif yang

dilakukan oleh pembentuk Undang-undang, mengingat bahwa uu. No. 3 Tahun

1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi

dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena itu uu. No. 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.Undang-Undang No. 20

Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diharapkan lebih efektif dalam

mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.

Melihat uraian di atas persoalan pertanggungjawaban pidana korporasi

semakin menarik dan penting jika ditinjau dari Hukum Pidana Islam. Dalam

hal merumuskan kejahatan yang dilakukan oleh korporasi memang relatif sulit

7 Ibid hal. 17.

Page 16: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

5

karena belum ada aturan yang jelas, yang menjadi permasalahan kepada siapa

saja perbuatan tersebut akan dipertanggung jawabkan, apakah kepada semua

pihak yang terlibat dengan jumlah yang ratusan bahkan ribuan ataukah hanya

kepada kepala atau ketuanya saja?. Maka persoalan inilah yang menjadi latar

belakang dan daya tarik penulis di dalam melakukan penulisan skripsi ini atau

melakukan penelitian. Sehingga besar harapan kemudian adalah, penulis

mendapatkan saran dan kritik konstruktif guna menyempurnakan penelitian

atau penulisan skripsi ini dan penulis mampu menyelesaikannya dengan baik.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah didefinisikan sebagai suatu pertanyaan yang dicoba

untuk ditemukan jawabannya.8 Berdasarkan latarbelakang diatas maka dapat

dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk rumusan terhadap korporasi yang melakukan tindak

pidana korupsi yang diterapakan dalam pasal 20 Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 jo. No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak Pidana

Korupsi.

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tindak pidana korupsi yang

dilakukan oleh korporasi yang diberlakukan dalam pasal 20 Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 jo. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tidak Pidana Korupsi.

8 Burhan Ashhofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996, hlm. 118

Page 17: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

6

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian:

a. Untuk mengetahui bentuk dan rumusan pertanggungjawaban pidana

korporasi yang diterapkan dalam dalam UU. No. 31 Tahun 1999 jo.

Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak

Pidana Korupsi.

b. Untuk menjelaskan tinjauan hukun Islam terhadap sanksi pidana bagi

korporasi yang diberlakukan dalam UU. No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang undang No. 20

Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

2. Manfaat Penelitian

a. Untuk memperkaya perbendaharaan khazanah kepustakaan ilmu

hukum pada umumnya dan berguna untuk pengembangan materi

hukum Islam dalam bidang jinayah khususnya.

b. Sebagai sumbangan pemikiran bagi legislatif dalam rangka

penyusunan rumusan dan bentuk pertanggungjawaban pidana

korporasi dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang No. 20

Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Page 18: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

7

D. Tinjauan Pustaka

Mengenai kajian hukum korupsi sudah banyak buku yang

membahasnya, namun hanya bersifat individu atau perseorangan. Sedangkan

kajian yang berkaiatan dengan judul skripsi ini semisal di dalam skripsi yang

ditulis oleh Kholil Said Nasihin yang berjudul “Analisis Keputusan Munas

Alim Ulama Nu Nomor: 001/Munas/2002 Tentang Masa‟il Maudhuiyah

Siyasiyah Pada Tanggal 25-28 Juli 2002 Tentang Sanksi Bagi “Koruptor”

skripsi tersebut hanya menjelaskan tentang dijatuhi sanksi potong tangan

sampai dengan hukuman mati sesuai dengan kualitas kejahatan terhadap

koruptor perorangan sebagai subyek hukum, namun tidak menjelasakan

korporasi atau badan hukum yang terlibat langsung dalam melakukan tindak

pidana korupsi.9

Muhammad Nurul Irfan dalam hasil penelitiaannya di dalam buku

yang bejudul “Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Dalam Perspektif Fiqih

Jinayah” dijelaskan bahwasanya ta’zir merupakan sanksi hukuman yang

dijatuhkan terhadap koruptor sebab korupsi tidak bisa dianalogikan dengan

jarimah sariqoh atau tindak pidana pencurian dan jarimah hirobah atau tindak

pidana perampokan. Sebab tindak pidana pencurian dan perampokan masuk

dalam jarimah hudud yang sanksinya sudah ditentukan di dalam al-Quran dan

terhadapnya tidak berlaku kias. Disamping itu tindak pidana korupsi berbeda

dengan jarimah sariqoh, kalau tindak pidana korupsi terdapat kekuasaan pelaku

atas harta yang dikorupsinya sedangkan pencurian tidak ada hubungan dengan

9 Kholil Said Nasihin, Analisis Keputusan Munas Alim Ulama NU Nomor:

001/Munas/2002 Tentang Masa’il Maudhuiyah Siyasiyah Pada Tanggal 25-28 Juli 2002

Tentang Sanksi Bagi Koruptor. Semarang: Fakultas Syari‟ah. 2008. t.d.

Page 19: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

8

kekuasaan pencurian atas harta yang dicurinya harta tersebut berada di luar

kekuasaan.

Walaupun tindak pidana korupsi hanya masuk dalam jarimah ta’zir,

namun karena bahaya dan pengaruh negatifnya bisa lebih besar daripada

sekedar mencuri dan merampok, maka bentuk hukuman ta‟zirnya dapat berupa

pidana pemecatan, pidana penjara, pidana penjara seumur hidup dan bahkan

bisa berupa pidana mati.10

Sebagai mana hal tersebut di atas di dalam buku yang disusun oleh

Majlis Tarjih dan Tajdid yang berjudul Fikih Anti Korupsi Perspektif Ulama

Muhammadiyah dijelaskan bahwasanya ta’zir merupakan sanksi hukuman

yang dijatuhkan terhadap terpidana yang tidak ditentukan secara tegas di

dalam al-Qur‟an dan al-Hadis. Hukuman ini diberikan untuk memberikan

pelajaran kepada terpidana atau orang agar tidak mengulangi kejahatan yang

pernah ia lakukan. Hukuman ta’zir disebut dengan „uqubah mukhayyarah

(hukuman pilihan).11

Keberadaan ataupun eksistensi dari ta’zir secara harfiah memang

diakui, mengapa dapat dikatakan demikian hal tersebut didasarkan pada

penjatuhan sanksi ta’zir yang diserahkan kepada ulil amri dan merupakan

hukuman tambahan selain itu juga ta’zir sangat tergantung kepada tuntutan

kemaslahatan. Menurut para fuqaha jarimah ta’zir dibagi menjadi dua; yakni

1) jarimah yang berkaitan dengan hak Allah; dan 2) ta’zir yang berkaitan

10

Muhammad Nurul Irfan, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Dalam Persepektif

Fiqih Jinayah, Jakarta: Badan Litbang Dan Diklat Departemen RI, hlm. 150 11

Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Fikih Anti Korupsi Perspektif Ulama

Muhammadiyah Jakarta: PASP, 2006 hlm. 80-81

Page 20: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

9

dengan hak perorangan. Adapun yang menjadi fokus pembahasan ini adalah

ta’zir yang berkaitan dengan hak perorangan, dimana objek dari materi UU No.

31 Tahun 1999 jo. Uu No. 20 Tahun 2001 adalah tindak pidana sehingga

hubungan hukum yang terjadi adalah antara pelaku tindak pidana, pemerintah

dan korporasi atau badan hukum.

Dalam hal ini hukum pidana Islam (fiqh jinayah) memberikan sebuah

ketentuan bagi keberlangsungan hubungan hukum antara tindakan pidana

(sebagai objek), pemerintah (sebagai legislator) korporasi (badan

hukum/subyek) bahwasanya kesalahan atau pelanggaran terhadap norma

hukum tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Hal ini sesuai dengan salah

satu asas hukum pidana Islam, yakni “asas larangan memindahkan kesalahan

kepada orang lain”.

Hal serupa dijelaskan di dalam buku Hukum Islam (Pengantar Ilmu

Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia)12

sehingga menjadi sangat jelas

bahwa kesalahan yang dilakukan seseorang beban pidananya tidak dapat atau

tidak boleh diwakilkan kepada orang lain.

Jadi, sejauh penulis telusuri tetang penelitian yang pernah dilakukan

oleh para ahli hukum maupun para sarjana belum ada yang menyentuh ranah

pertanggungjawaban pidana korporasi yang secara khusus membidik

permasalahan tersebut dari sudut pandang hukum Islam yang mengacu pada

pasal 20 Uu. No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang no 20 Tahun 2001

tentang Tindak Pidana Korupsi.

12

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam

diIndonesia), cet. Ke-XI Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004. hlm. 30

Page 21: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

10

E. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh dalam

mencari, menggali, mengolah dan membahas data dalam suatu penelitian,

untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap permasalahan.13

Untuk

memperoleh dan membahas data dalam penelitian ini penulis menggunakan

metode-metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif, juga

disebut penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu dengan jalan

melakukan penelitian terhadap sumber-sumber tertulis, maka penelitian ini

bersifat kualitatif. Library Research menurut Bambang Waluyo adalah

metode tunggal yang dipergunakan dalam penelitian hukum normatif.14

Dalam penelitan ini dilakukan dengan mengkaji dokumen atau sumber

tertulis seperti buku, majalah, jurnal dan lain-lain.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, yaitu suatu metode

penelitian dengan mengumpulkan data-data yang tertuju pada masa

sekarang, disusun, dijelaskan, dianalisa dan diinterpretasikan dan kemudian

disimpulkan.15 Penelitian ini juga menggunakan pendekatan perundang-

undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach),

pendekatan historis (hisrotcal approach), pendekatan komparatif

13

Joko Subagyo, Metodologi Penelitian, Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta: PT.Rineka

Cipta, 1994, hlm. 2 14

Bambang Waluyo, S.H. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika,

2002, hlm. 50. 15

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta; Gajah Mada

University, 1993, h. 30.

Page 22: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

11

(commprative approach), dan pendekatan konsepsual (conceptual

approach).16

2. Sumber Data

Sumber-sumber peneitian terdiri dari dua sumber diantaranya adalah

sumber primer dan sumber sekunder. Bahan hukum primer merupakan

bahan hukum yang besifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-

bahan primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau

risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.

Sedangkan bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum

meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan

komentar-komentar atas putusan pengadilan. 17

a. Data Primer: Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari

obyek yang diteliti.18 Konsep-konsep hukum yang berkaitan dengan

tindak Korupsi dan Korporasi yang mengatur tentang tindak pidana

korupsi yang tercantum di dalam: Undang-undang No. 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang No.

20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan kitab Al-

Quran, Hadist, dan AL-Tasyri’ Al-Islami karya Abd. Qodir Auda.

b. Data Sekunder: Data sekunder yaitu data pendukung yang berupa

dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berbentuk

16

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2010, hal.93 17

Opcit. Hal 141 18

Adi Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta; Granit, 2004, hlm. 57.

Page 23: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

12

laporan dan lain sebagainya.19 Merupakan bahan-bahan hukum yang

diambil dari pendapat atau tulisan para ahli hukum tentang korupsi

untuk digunakan dalam membuat konsep-konsep hukum yang berkaitan

dengan penelitian ini dan dianggap sangat penting.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode

dokumentasi, yaitu mencari dan mengumpulkan data mengenai suatu hal atau

variabel tertentun yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, agenda dan lain sebagainya.20 Untuk mengumpulkan

data dimaksud di atas digunakan teknik sebagai berikut: Studi Kepustakaan

(library research). Dilakukan dengan mencari, mencatat, menginventarisasi,

menganalisis, dan mempelajari data-data yang berupa bahan-bahan pustaka.

4. Analisis Data

Untuk menganalisis data yang telah terkumpul, maka penulis akan

menggunakan teknik content analysis, yaitu analisis isi data, pengumpulan

bahan-bahan hukum dan diinterpretasi, dan untuk ketentuan hukum

dipakai interpretasi teleologis yaitu berdasar pada tujuan norma. 21

Selain itu

juga digunakan pendekatan Undang-undang baru terkait dengan korupsi, yaitu

Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas

19

Amirudin Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta; Raja

Grafindo Persada, 2006, hlm. 30. 20

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta;

Rineka Cipta, 1993, hlm. 202. 21

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada,

1998. hlm. 85.

Page 24: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

13

Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

F. Sistematika Penulisan

Penulis membuat sistematika penulisan yang terdiri dari bab-bab yang

saling berhubungan dan saling menunjang yang satu dengan yang lain secara

logis, agar tidak terjadi tumpang tindih dan untuk konsistensi pemikiran.

BAB I: Berisi pendahuluan, yang membahas tentang, latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penulisan, tinjauan

pustaka, metode penelitian dan systematika penulisan. Bab ini sangat

penting untuk menjawab mengapa penelitian ini dilakukan, sekaligus

sebagai pengantar bagi penulisan bab-bab selanjutnya.

BAB II: Mengemukakan tentang kerangka teori penelitian mencakup

pengertian dan unsur-unsur tindak pidana korupsi, tinjauan umum

tentang korporasi, asas pertangungjawaban pidana dalam hukum

Islam dan pertangungjawaban korporasi perspektif hukum Islam.

Bab III: Menerangkan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam Undang-

undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi jo. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan

atas Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan

tindak pidana korupsi. Mencakup latar belakang munculnya Undang-

undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi jo. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan

Atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Page 25: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

14

Tindak Pidana Korupsi yang kemudian dilanjutkan dengan

perumusan dan identifikasi perbuatan pidana yang diatur di dalam

Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 20

Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Terakhir

menjelaskan bagaimana pertanggungjawaban pidana korporasi yang

diatur di dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-

undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU. No. 31

Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Bab IV: Merupakan inti dari penelitian ini, berisi tinjauan hukum Islam

terhadap pertanggungjawaban dan sanksi pidana koporasi dalam

Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 20

Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun

1999 tentang pemberantasan tindank pidana korupsi. Dan

dilanjutkan dengan tinjauan dari segi sanksi pidananya. Keterkaitan

antara bab keempat dan kelima adalah dari segi analisis akadmik

terhadap pertanggungjawaban pidana dan sanksi pidana yang

selanjutnya akan diperoleh kesimpulan dan sekaligus akan di peroleh

jawaban pokok permasalahan.

Bab V: Yaitu penutup berisi kesimpulan dan saran. Sebagai bab terakhir dari

penulisan hasil penelitian ini yang merupakan intisari dari analisis

dari uraian sebelumnya dalam bentuk kesimpulan. Penulis juga

memasukkan saran-saran konstruktif bagi penelitian ini demi utuhnya

Page 26: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

15

sebuah skripsi. Bab ini juga akan di lengkapi dengan daftar pustaka

serta lampiran-lampiran.

Page 27: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

16

BAB II

KETENTUAN HUKUM ISLAM TERHADAP

TINDAK PIDANA KORUPSI

A. PENGERTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM HUKUM ISLAM

1. Pengertian Korupsi

Istilah korupsi berasal dari satu kata dalam bahasa latin yakni

Corupptio atau corruptus yang disalin dalam bahasa Inggris menjadi

corruption atau corrupt, dalam bahasa Prancis menjadi corruption dan

dalam bahasa Belanda dan disalin menjadi corruptive (korruptie). Asumsi

kuat kita menyatakan bahwa dari bahasa Belanda inilah kata itu turun ke

bahasa Indonesia, yaitu Korupsi.1 Arti harfiah dari kata korupsi ialah

kebusukan, keburukan, kejahatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak

bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang

menghina atau mengfitnah. Dalam kamus hukum korupsi adalalah

perbuatan curang tindak pidana yang merugikan keuangan Negara.2 Istilah

korupsi yang telah diterima dalam pembendaharaan kata bahasa Indonesia

itu, disimpulkan oleh Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa

Indonesia: korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,

penerimaan uang sogok dan sebagainya.

1 Perbedaan pemaparan diantara para penulis buku hukum pidana ini, kalau

dicermati ternyata hanya terbatas pada redaksi kalimat dan pemggunaan kata ketika

menjelaskan beberapa unsur obyektif dari sebuah tindak pidana. 2 Subekti & Tjitrosoe, Kamus Hukum, hlm. 30

Page 28: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

17

Di dalam bukunya Helbert Edelherz berjudul The Investigation of

White Collar, A Manual for Law Enforcement Agencies yang terangkum

dalam bukunya Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK,

perbuatan pidana korupsi disebutkan sebagai berikut: “kejahatan kerah

putih: serentetan perbuatan yang bersifat illegal yang dilakukan secara fisik,

tetapi dengan akal bulus/terselubung untuk mendapatkan uang atau

kekayaan serta menghindari pembayaran/pengeluaran uang atau kekayaan

atau untuk mendapatkan bisnis/keuntungan pribadi”.3

Pengertian korupsi dalam UU. No. 31 Tahun 1999 pasal 2 ayat 1

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, berarti perbuatan yang

secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau suatu

korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara. Yang di perkuat dengan pasal 3 UU. No. 31 Tahun 1999

bahwasanya korupsi adalah setiap tindakan dengan tujuan menguntungkan

diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan,

kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan

yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Dengan melihat definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa

korupsi adalah menyalahgunakan kewenangan, jabatan, atau amanah (trust)

secara melawan untuk mendapatkan manfaat atau keuntungan pribadi dan

atau kelompok/golongan tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum.

3 Ermansaja Djaja, Membarantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta: Sinar Grafindo,

2010, hlm. 24.

Page 29: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

18

2. Pengertian dan Jenis-Jenis Korupsi Dalam Hukum Islam

Dalam literatur Islam tidak terdapat istilah yang sepadan dengan

korupsi, namun ada beberapa jarimah yang mendekati dengan terminologi

korupsi di masa sekarang, beberapa jarimah tersebut adalah ghulul,

(penggelapan), risywah (penyuapan), gasab (mengambil paksa hak/harta

orang lain), khianat, sariqah (pencurian), dan hirabah (perampokan).4

Sebelum menjelaskan arti korupsi menurut Islam penulis akan

menjelaskan beberapa jarimah yang mendekati dengan tindak pidana

korupsi sebagai mana yang dijelaskan oleh Muhamad Nurul Irfan dalam

bukunya yang berjudul Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Dalam

Perspektif Fiqih Jinayah diantaranya: 5

a. Ghulul (penggelapan)

Secara etimologis kata ghulul berasal dari kata kerja “ يغلل– غلل "

masdarnya “ -yang semuanya diartikan oleh Ibnu al ”الغل الغلح الغلل الغليل

Manzur “ sangat haus dan kepanashan. Lebih sesifik ”ضذج العطص حزارتح

kata ghulul dari kata kerja " يغل- غل" yang berarti "خان في المغىم غيزي "

berhianat dalam pembagian harta rampasan perang atau dalam harta-

harta lain.6

4 Diatara enam macam jarimah atau pelanggaran dan penyimpangan-

penyimpangan tersebut, dua diantaranya merupakan bagian dari hudud, yaitu sariqah dan

hirobah. Sedangkan empat jarimah yang lain masuk ke dalam jarimah takzir, yaitu jarimah

sejenis sanksi dan teknis pelaksanaannya diserahkan kepada penguasa atau hakim. 5 Muhammad Nurul Irfan, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Dalam Perspektif

Fiqih Jinayah, Jakarta : Badan Litbang Dan Diklat Departemen Agama RI, hlm. 149-150 6 Ibrahim Anis, Abdul Halim Muntasir Dkk, Al-Mu’jam Al-Wasit, Mesir, Dar Al-

Maarif, 1972, hlm 659. Lihat juga kamus al-munawir, hlm 1014.

Page 30: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

19

Adapun kata “الغلل” dalam arti berhianat terhadap harta

rampasan perang disebutkan dalam firman Allah surat Ali Imran ayat

161: 7

Artinya: Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta

rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam

urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan

datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, (QS.Ali

Imran: ayat 161)

Adapun ghulul menurt terminologi antara lain dikemukakan oleh

Rawas Qala‟arji dan Hamid Sadiq Qunaybi dengan “ اخذ الطيء دس في

.mengambil sesuatu dan menyembunyikannya dalam hartanya ”متاع8

Definisi ghulul yang agak lengkap dijelaskan oleh Muhammad

bin Salim bin Sa‟ad Babasil al-Syafii dengan sedikit uraian, ia

menjelaskan bahwa diantara bentuk-bentuk kemaksiatan tangan adalah

ghulul berhianat dengan harta rampasan perang, hal ini termasuk dosa

besar. Dalam kitab al-Bawajir dijelaskan bahwa ghulul adalah tindakan

mengkhususkan/memisahkan yang dilakuakn oleh salah seorang tentara,

baik itu pemimpin atau prajurit terhadap harta rampasan perang sebelum

dibagi menjadi lima bagian, walaupun harta yang digelapkan hanya

sedikit.9

Dalam hadis yang dirwayatkan oleh Bukhori:

7 Al-quran Dan Terjemah, Jakarta: Yayasan Penyelenggara

Penterjemah/Penafsiran Al-Quran, 1971 8 Muhammad Rawas Qala‟arji Dan Hamid Sadiq Qunaibi, Mu’jam Lughat Al-

Fuqaha, Bairut: Dar Al-Nafis 1985, hlm. 334 9 Muhhamad Bin Salim Bin Sa‟di Babasil, Al-Syafii, Isad Al-Rafiq Wa Bughiyah

Al Sadik Syarah Matn Sulam Al-Taufiq Ila Mahabbatillah Ala Al-Tahqiq, Indonesia: Ttp,

Darul Ihya Al-Kutuba Al-Arabiyah, Tth, Jilid 2, hlm 98

Page 31: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

20

في ا لب صللى الل لين وسللم فذك انغلوا ا ن ا ن ين الل فيعظلم و ظلم من ه ا ل انفيل حدكمن يونا انقي مة لى يبت ش ل ثيغ ء لى يبت لك اك شينئ دن بينلغنتك و لى في س ا حنحمة يقوا سوا الل غثنن فأ وا ل منلك اك شينئ دن بينلغنتك و لى يبت بعري ا غ ء يقوا سوا الل غثنن فأ وا ل منلك اك شينئ دن بينلغنتك ون لى يبت ص مت فيييقوا سوا الل غثنن فأ وا ل منلك اك شينئ دن بينلغنتك و ا يبت ع تنفق فيييقوا سوا الل غثنن فأ وا ل من

10 وو ن حيل ا في س ا حنحمة

Artinya: Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi

Shallallahu'alaihiwasallam berdiri di hadapan kami lalu

Beliau menuturkan tentang ghulul (mengambil harta

Rampasan perang sebelum dibagikan) dan Beliau

(memperingatkan) besarnya dosa dan akibat dari perbuatan

tersebut. Beliau bersabda: "Sungguh akan kutemui salah

seorang dari kalian pada hari qiyamat yang di tengkuknya

ada seekor kambing yang mengembik, di tengkuknya ada

seekor kuda yang meringkik sambil dia berkata; "Wahai

Rasulullah, tolonglah aku", lalu aku jawab; "Aku tidak

berkuasa sedikitpun terhadapmu. Aku sudah menyampaikan

kepada kamu (ketika di dunia) ". Dan kutemui seseorang

yang di atas tengkuknya ada seekor unta yang melenguh,

sambil dia berkata; "Wahai Rasulullah, tolonglah aku", lalu

aku menjawab: "Aku tidak berkuasa sedikitpun terhadapmu.

Aku sudah menyampaikan kepada kamu (ketika di dunia) ".

Dan kutemui seseorang yang di atas tengkuknya ada

sebongkah emas dan perak lalu dia berkata; "Wahai

Rasulullah, tolonglah aku", lalu kujawab: "Aku tidak

berkuasa sedikitpun terhadapmu. Aku sudah menyampaikan

kepada kamu (ketika di dunia) ", Dan kutemui seseorang

yang di atas tengkuknya ada lembaran kain sembari berkata;

"Wahai Rasulullah, tolonglah aku", lalu aku katakan: "Aku

tidak bekuasa sedikitpun terhadapmu. Aku sudah

menyampaikan kepada kamu (ketika di dunia) ". Dan Ayyub

dari Abu Hayyan mengatakan; "(Dan seseorang) yang di

tengkuknya ada kuda yang meringkik".

10

Sumber: Bukhari Kitab: Jihad dan penjelajahan Bab: Mencuri ghanimah, dan

firman Allah "Barangsiapa berkhianat…."No. Hadist : 2844

Page 32: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

21

Dari beberapa definisi di atas baik secara etimologis maupun

terminologis, bisa disimpulkan bahwa istilah ghulul diambil dari surat

Ali Imron ayat 161 yang pada mulanya hanya terbatas pada tindakan

pengambilan, penggelapan atau berlaku curang dan khianat terhadap

harta rampasan perang. Akan tetapi dalam perkembangan pemikiran

berikutnya tindakan curang dan khianat terhadap harta-harta lain, seperti

tindakan penggelapan terhadap harta baitul mal, harta milik bersama

kaum muslimin, harta bersama dalam kerjasama bisnis, harta negara,

dan lain-lain.

b. Risywah (penyuapan)

Secara etimologis kata risywah berasal dari bahasa Arab “ رضا

11”يزض masdarnya “رضج" ”رضج“ ”رضج" (huruf ra‟nya dibaca kasrah,

fathah, atau dhammah) berarti “العجل”, upah, hadiah, komisi atau suap.

Adapun secara terminologis risywah adalah sesuatu yang

diberikan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan atau sesuatu yang

diberikan dalam rangka membenarkan yang batil/salah atau

menyalahkan yang benar.12

Riyswah melibatkan tiga unsur utama yaitu pihak pemberi

dan barang yang diserahtrimakan. Akan ,(المزتص) pihak penerima ,(الزاش)

tetapi dalam kasus risywah tertentu melibatkan pihak keempat sebagai

broker atau perantara.

11

Ahmad Warso, Munawir, Kamus Al-Munawir, Surabaya: Pustaka Progresif, cet

ke 25, 2002. Hlm. 501 12

Ibrahim Anis, dkk, al-Mu’jam al-Wasit, Mesir: Majma al-lughah al-Arabiyyah,

1972, Cet Ke-2 hlm. 348

Page 33: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

22

Dalam hadis disebutkan:

ا سوا الل صللى الل لين وسللم اع الل ا ل ش و انم نتش ف ن ين ا م 13 ان ن

Artinya: Telah menceritakan kepada kami 'Affan telah menceritakan

kepada kami Abu 'Awanah berkata; telah menceritakan

kepada kami Umar bin Abu Salamah dari bapaknya dari

Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi

wasallam bersabda: "Allah melaknat orang yang menyuap

dan yang disuap dalam hukum."

ب ا ا اع سوا الل صللى الل لين وسللم ا ل ش و انم نتش ن ن ة ن ثيون14و ا ل ئش يعنن الذي ينش بييين يهم

Arftinya: Telah menceritakan kepada kami Al Aswad bin 'Amir telah

bercerita kepada kami Abu Bakar bin 'Ayyasy dari Laits

dari Abu Al Khoththob dari Abu Zur'ah dari Tsauban

berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam melaknat

orang yang menyuap, yang disuap dan perantaranya

(broker, makelar)."

Dari beberapa uraian di atas tentang pengertian risywah dapat

disimpulkan, bahwa risywah adalah suatu pemberian yang diberikan

seseorang kepada hakim, petugas atau pejabat tertentu dengan suatu

tujuan yang diinginkan oleh kedua belah pihak baik pemberi maupun

penerima, melibatkan beberapa unsur yaitu pemberi, penerima, barang,

dan broker atau perantara.

c. Gasab (mengambil paksa hak/harta orang lain)

Secara etimologis gasab berasal dari kata kerja “ -يغصة-غصة

”غصثا15

yang berarti “ ااخذي قزا ظلم ” mengambil sesuatu secara paksa

13 Sumber: Ahmad, Kitab: Sisa Musnad Sahabat Yang Banyak

Meriwayatkan Hadits, Bab: Musnad Abu Hurairah Radliyallahu 'anhu, No. Hadist : 8670

14

Sumber: Ahmad, Kitab: Sisa musnad sahabat Anshar, Bab: Dan dari Hadits

Tsauban Radliyallahu 'anhu, No. Hadist : 21365

Page 34: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

23

dan zalim, Muhammad al-Katib al-Syarbini menjelaskan definisi gasab

secara etimologis lebih lengkap dari definisi di atas yaitu “ لغح اخذ الطيء

gasab secara bahasa berarti mengambil sesuatu) ”ظلما قثل اخذي ظلما جزا

secara zalim, sebelum mengambilnya secara zalim ia melakukannya

juga secara terang-terangan) sedangkan al-Jurjani secara etimologis

mendefinisikan gasab dengan “ mengambil) ”اخذالطيء ظلما ماال كان ا غيزي

sesuatu secara zalim baik yang diambil itu harta atau yang lain) 16

Sedangkan secara terminologis gasab didefinisikan sebagai

upaya untuk mnguasai hak orang lain secara permusuhan/terang-

terangan.

Adapun dalil-dalil tentang larang melakukan gasab terdapat

dalam beberapa nash baik alquran maupun hadist bahkan ijmak para

ulama. Diantara ayat yang melarang perbuatan gasab adalah firman

Allah dalam surat al-Baqarah ayat 188 dan al-Nisa ayat 29:

Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian

yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan

(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada

hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada

harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,

Padahal kamu mengetahui. (QS, al-Baqarah: 188)

15

Ahmad Warso, Munawir, Kamus Al-Munawir,ibid, 1007. 16

Al-Jurjani, Kitab al-Ta’rifat, hlm. 162

Page 35: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

24

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali

dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-

suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu

Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

(QS, al-Nisa: 29)

d. Khianat

Kata khianat berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk

masdar dari kata “ يخن-خان ”.17

Selain “خياوح” bentuk masdarnya bisa

brupa “ مخاوح-خاوح-خن yang semuanya berarti “ ”أيؤتمه اإلوسان فاليىصح

sikap tidak becusnya seseorang pada saat diberi kepercayaan.18

Bentuk fa‟il pelaku dari kata kerja “ يخن-خان ” adalah “خائه” yang

oleh al-Fayumi dalam dalam al-Misbah al-Munir diartikan dengan “,,,,”

seseorang yang berhianat terhadap sesuatu yang dipercayakan

kepadanya, dan oleh Syaukani dalam Nail al-Autar diberi penjelasan

bahwa “خائه” adalah “ orang yang ”مه يأخذ المال خفيح يظز الىصح للمالك

mengambil harta secara sembunyi-sembunyi dan menampakkan perilaku

baiknya terhadap pemilik harta tersebut.19

Penjelasan makna kata “خائه” yang dikemukakan oleh al-

Syaukani ini juga dikemukakan oleh Syamsul Haq al-Azim Abadi dalam

17

Ahmad Warso, Munawir, Kamus Al-Munawir,ibid, hlm. 337 18

Ibnu manzur, lisan al-arab, jilid 13 hlm. 144 19

Al-syaukani, Nail al-Autar, Beirut: dar al fiqr, jilid 7 hlm. 304

Page 36: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

25

„Aun al-Mabud dan al-Mubarakfuri dalam Tuhfah al-Ahwazi secara

mendetail dan lengkap ia mengatakan bahwa dalam kitab al-Mirqah

pengarangnya berkata bahwa kha’in adalah seseorang yang diberi

kepercayaan untuk (merawat/mengurus) sesuatu barang dengan aqad

sewa menyewa, kemudian ia mengaku kalau barang itu hilang atau dia

mengingkari barang sewaan atau titipan tersebut ada padanya.

Dengan demikian, ungkapan khianat juga digunakan bagi orang

yang melanggar atau mengambil hak orang lain dan dapat pula dalam

bentuk pembatalan sepihak perjanjian yang dibuatnya, khususnya dalam

masalah utang piutang atau masalah muamalah umumnya.

e. Sariqoh (pencurian)

Secara etimologis sariqah adalah bentuk masdar dari kata “ -سزق

سزقا-يسزق20

” yang berarti “ mengambil harta milik ”أخذ مال خفيح جيلح

seseorang secara sembunyi-sembunyi dan dengan tipu daya. Sedangkan

secara terminologis definiskan sariqah dalam syariat Islam yang

pelakunnya harus diberi hukuman potong tangan adalah mengambil

sejumlah harta senilai sepuluh dirham yang masih berlaku, disimpan di

tempat penyimpanan atau dijaga dan dilakukan oleh seorang mukalaf

secara sembunyi-sembunyi serta tidak terdapat unsur subhat, sehingga

kalau barang itu kurang dari sepuluh dirham yang masih berlaku maka

tidak bisa dikatagorikan sebagai pencurian yang pelakunya diancam

hukuman potong tangan.

20 Ahmad Warso, Munawir, Kamus Al-Munawir,ibid, hlm. 628

Page 37: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

26

Jadi sariqah adalah mengambil barang atau harta orang lain

dengan cara sembunyi-sembunyi dari tempat penyimpanan yang bisa

digunakan untuk menyimpan barang atau harta kekayaan tersebut.

f. Hirobah (perampokan)

Secara etimologis hirabah adalah bentuk masadar dari kata kerja

“ حزاتح-محارتح-يحارب-حارب ”21

yang berarti “قاتل” memerangi. Atau dalam

kalimat “حارب هللا” berarti seseorang bermaksiat kepada Allah.

Adapaun secara terminologis muharid atau qutau al-Tariq adalah

mereka yang melakukan penyerangan dengan membawa senjata kepada

sebuah komunitas orang, sehingga para pelaku merampas harta

kekayaan mereka di tempat-tempat terbuka secara terang-terangan

dengan demikian, perampokan jelas sangat berbeda dengan pencurian.

Perbedaan antara keduanya bisa dilihat dari segi unsur-unsur

mendasarnya. Yaitu kalau pencurian, pengambilan harta milik orang lain

itu dilakukan dengancara sembunyi-sembunyi sedangklan pada hirobah

prosesnya berlangsung secara kasar dan terang-terangan.

Jadi hirobah atau perampokan adalah tindakan kekerasan yang

dilakukan seseorang atau sekelompok orang kepada pihak lain baik

dilakukan di dalam rumah maupun diluar rumah dengan tujuan untuk

menguasai atau merampas harta benda milik orang lain tersebut atau

dengan maksud membunuh korban atau sekedar bertujuan untuk

melakukan terror dan menakut-nakuti pihak korban.

21

Lihat Ahmad Warso, Munawir, Kamus Al-Munawir,ibid, hlm. 148

Page 38: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

27

Dalil tentang perampokan disebutkan secara tegas di dalam Al-

Quran surat al-Maidah ayat 33 yaitu:

Artinya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang

memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di

muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau

dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik

atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang

demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka

didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar,

(QS, al-Maidah ayat: 33)

Maksudnya Ialah: memotong tangan kanan dan kaki kiri; dan

kalau melakukan lagi Maka dipotong tangan kiri dan kaki kanan.

Dari uraian beberapa uraian diatas pengertian dan jenis pidana

dalam hukum Islam atau fiqih jinayah yang relefan dengan tindak

pidana korupsi. Diantara jarimah tersebut adalah ghulul, (penggelapan),

khianat (ingkar terhadap janji jabatan), risywah (gratifikasi), dan ghasab

(memakai/mengambil hak orang lain dengan paksa dan tanpa izin),

syariqah (pencurian), dan hirabah (perampokan). Dari semua pengertian

tersebut korupsi mempunyai arti yang kesemuannya mengarah kepada

keburukan, ketidakbaikan, kecurangan bahkan kedzaliman yang

akibatnya akan merusak dan menghancurkan tata kehidupan keluarga,

Page 39: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

28

masyarakat, bangsa dan bahkan negarapun bisa bangkrut disebabkan

korupsi sebagai sebuah tindakan pidana yang sangat jahat.22

Untuk dua jenis jarimah yang disebutkan terakhir (syariqah

(pencurian), dan hirabah (perampokan)), keduanya masuk dalam

wilayah jarimah hudud, apakah tindak pidana korupsi bisa disamakan

atau dianalogikan dengan tindak pidana pencurian atau perampokan?

Dalam hal ini Andi Hamzah, dengan mengutip pendapat M. Cherif

Bassioni ahli pidana Internashional berkebangsaan Mesir, berpendapat

bahwa tindak pidana korupsi tidak bisa disamakan atau dianalogikan

dengan pencurian atau perampokan. Sebab kedua jenis tindak pidana ini

masuk dalam wilayah jarimah hudud yang ketentuannya sudah baku dan

tegas disebutkan dalam Al-Quran.

Oleh sebab itu sanksi tindak pidana korupsi tidak sama dengan

sanksi tindak pidana pencurian berupa potong tangan. Dan berlainan

dengan sanksi tindak pidana perampokan berupa hukuman mati.

Menurutnya sanksi tindak pidana korupsi sebaiknya masuk dalam

wilayah jarimah ta’zir yang terbuka untuk didialogkan namun demikian

sekalipun sanksi tindak pidana korupsi hanya masuk dalam wilayah

jarimah ta’zir, bukan berarti pasti dalam bentuk sanksi yang sangat

ringan, sebab bentuk dan jenis-jenis hukuman ta’zir meliputi berbagai

22

Muhammad Nurul Irfan, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Dalam Perspektif

Fiqih Jinayah, ibid, hlm. 46

Page 40: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

29

macam, termasuk dalam bentuk penjara seumur hidup bahkan bisa

berupa hukuman mati.23

B. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM HUKUM ISLAM

1. Pengertian Pertanggungjawaban

Dalam syari‟at Islam pertanggungjawaban pidana mempunyai arti

pembebasan seseorang dengan hasil (akibat) perbuatan atau (tidak adanya

perbuatan) yang dikerjakan dengan kemauan sendiri, di mana ia mengetahui

maksud-maksud dan akibat-akibat dari perbuatannya itu. Pertanggungjawaban

pidana ini ditegakkan atas tiga hal, yaitu: adanya perbuatan yang dilarang,

dikarenakan dengan kemauan sendiri, pembuatanya mengetahui terhadap

akibat perbuatan tersebut.24

Apabila terdapat tiga hal tersebut maka terdapat pula

pertanggungjawabkan. Apabila tidak terdapat maka tidak terdapat pula

pertanggungjawaban. Dengan demikian orang gila, anak dibawah umur, orang

yang dipaksa dan terpaksa tidak dibebani pertanggungjawaban, karena dasar

pertanggungjawaban pada mereka ini tidak ada.25

Dalam sebuah hadis yang

diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud disebutkan:

عع ت ن ل ي الل ن مم الل صللى الل لين وسللم يقوا ف انقلم ن ث ثة ن سوا سس

ش ن تيينق و ن انمل و ح ل ن ل و ن ا ل ئم ح ل ن اللغري ح ل يبين

Artinya: Dari Ali Radliallah 'anhu aku mendengar Rasulullah shallallahu

'alaihi wasallam bersabda: "Diangkat pena dari tiga hal; anak kecil

23

ibid, hlm. 150. 24

Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum PIdana Islam, cet ke-6 Jakarta : Bulan

Bintang, 2005 hal. 119 25

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih

Jinayah, cet ke-2, Jakarta: Mediaka Garfika, 2006. hlm. 74

Page 41: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

30

sampai dia mencapai akil baligh, orang yang tertidur sampai dia

terjaga dan orang yang sakit (gila) sampai dia sembuh."26

Di dalam firman Allah surat An-Nahl: 106 yang berbunyi:

Artinya: Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia

mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir

Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa),

akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka

kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.(QS. An-

Nahl: 106)

Berkaitan dengan siapa yang harus bertanggungjawab atas kejahatan

adalah orang yang melakukan kejahatan itu sendiri bukan orang lain. Hal inilah

yang menjadi konsepsi mengenai pertanggungjawaban pidana. Konsep

pertanggungjawaban pidana dalam hukum Islam dinukil dari sumber utama

agama Islam al-Qur‟an dan al-Hadits. Seperti yang dijelaskan di bawah ini:

27

Artinya: Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.

Di dalamnya mengandung pengertian bahwa setiap jiwa terikat pada

apa yang dia kerjakan, dan setiap orang tidak akan memikul dosa atau

kesalahan yang dibuat oleh orang lain. Sangat jelas telah diterangkan di dalam

isi surat tersebut, hal ini menandakan bahwa beban kesalahan atau beban

pidana tidak dapat diwakilkan kepada orang lain atau menjadi beban orang

26

Sumber : AhmadKitab : Musnad sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga Bab

: Musnad Ali bin Abu Thalib Radliyallahu 'anhu No. Hadist : 896 27

Q.S. Al-Muddatstsir (74) : 38

Page 42: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

31

lain. Bahkan isi kandungan ayat tersebut juga dikuatkan atau didukung oleh

ayat-ayat yang lain, seperti yang terkandung didalam surat Al-An‟am:

28

Artinya:Tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali

kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan

memikul dosa orang lain. (QS. Al-An‟am: 164)

Dijelaskan bahwa Allah SWT menyatakan, bahwa setiap pribadi

melakukan sesuatu kejahatan akan menerima balasan kejahatan yang

dilakukannya. Hal ini berarti, bahwa tidak boleh sekali-kali beban seseorang

dijadikan beban orang lain. Selain ayat-ayat diatas terdapat beberapa ayat lain

yang menjelaskan mengenai permasalahan ini, diantaranya surat Faathir:

29

Artinya: Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain dan jika

seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul

dosanya itu Tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun

(yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. (QS. Faathir:18)

Menerangkan, bahwa orang yang berdosa tidak akan memikul dosa

orang lain, yang pada intinya adalah beban dosa tidak bisa dibebankan kepada

orang lain. Didalam surat Az-Zumar:

Artinya: Jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan

(iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika

28

Q.S. Al-an‟am : 164 29

Q.S. Faathir : 18

Page 43: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

32

kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan

seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. 30

Surat Al-Najm pun menerangkan hal yang sama, yang berbunyi :

Artinya: “(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa

orang lain (QS.Az-Zumar: 38). 31

Dari ayat-ayat tersebut, dapat dipahami dengan jelas bahwa orang

tidak dapat diminta memikul tanggung jawab mengenai kejahatan atau

kesalahan orang lain. Atau orang bertanggungjawab sesuai dengan apa yang

diperbuatnya. Karena pertanggungjawaban pidana itu individual sifatnya,

kesalahan seseorang tidak dapat dipindahkan kepada orang lain.32

Mengenai badan hukum apakah dibebani pertanggungjawaban atau

tidak sejak semula syariat Islam sudah mengenal mengenai badan hukum

seperti baitul mall. Badan hukum ini dianggap mempunyai hak-hak milik dan

dapat mngadakan tindakan-tindakan tertentu. Akan tetapi, menurut syariat

Islam badan hukum ini tidak dibebani pertanggungjawaban pidana, karena

sebagaimana telah dikemukakan pertanggungjawaban ini didasarkan kepada

adanya pengetahuan dan pilihan, sedangkan kedua hal tersebut tidak terdapat

pada badan hukum. Dengan demikian apabila terjadi perbuatan-perbuatan yang

dilarang yang dilakukan oleh orang-orang yang bertindak atas nama badan

hukum maka penguruslah yang dibebani pertanggungjawaban pidana. Jadi

bukan syakhsiyah ma’nawiyah yang bertanggungjawab melainkan syakhsiyah

30

Az-Zumar 38 31

Al-Najm 38 32

Ahamad Hanafi, Asas-Asas hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 2005,

cet. Ke-6, hlm. 119

Page 44: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

33

haqiqiyah.33

Untuk lebih jelasnya penulis akan membahnya dalam sub

berikutnya.

C. TINJAUAN UMUM TENTANG KORPORASI

1. Pengertian Korporasi

Secara etimologi kata korporasi (Belanda: corporatie, Inggris:

corporation, Jerman: corporation) berasal dari kata corporatio dalam

bahasa latin. Corporare sendiri berasal dari kata „corpus” (Indonesia:

badan), yang berarti memberikan badan atau membadankan. Dengan

demikian, corporation itu berarti hasil dari pekerjaan membadankan,

dengan lain perkataan badan yang dijadikan orang, badan yang diperoleh

dengan perbuatan manusia sebagai lawan terhadap badan manusia, yang

terjadi menurut alam.34

Secara triminologi korporasi mempunyai pengertian yang sudah

banyak dirumuskan oleh beberapa tokoh hukum. Semisal menurut Subekti

dan Tjitrosudibo yang dimaksud dengan corporatie atau korporasi adalah

suatu perseorangan yang merupakan badan hukum. Sedangkan, Yan

Pramadya Puspa menyatakan yang dimaksud dengan korporasi adalah suatu

perseroan yang merupakan badan hukum; korporasi atau perseroan disini

yang dimaksud adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang oleh hukum

diperlukan seperti seorang manusia (persona) ialah sebagai pengemban

(atau pemilik) hak dan kewajiban memiliki hak menggugat ataupun digugat

33

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih

Jinayah, hlm. 76 34

Muladi dan Dwidja Priyanto, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta:

Kencana, 2010, hlm.23.

Page 45: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

34

di muka pengadilan. Contoh badan hukum itu adalah PT (perseroan

terbatas), NV (namloze vennootschap), dan yayasan (stichting); bahkan

negara juga merupakan badan hukum. 35

Selanjutnya pengertian korporasi sebagai subjek hukum pidana,

menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi memberikan kualifikasi sebagai berikut menurut

Pasal 20 ayat (2): “Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila

tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan

hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam

lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama”.

2. Jenis-jenis Korporasi

Dari penggolongan tersebut, maka jenis-jenis korporasi dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Korporasi Publik adalah sebuah korporasi yang didirikan oleh

pemerintah yang mempunyai tujuan untuk memenuhi tugas-tugas

administrasi di bidang urusan publik. Contohnya di Indonesia seperti

pemerintahan kabupaten atau kota.

2. Korporasi Privat adalah sebuah korporasi yang didirikan untuk

kepentingan privat/pribadi, yang dapat bergerak di bidang keuangan,

industri, dan perdagangan.

3. Korporasi Publik Quasi, lebih dikenal dengan korporasi yang melayani

kepentingan umum (public services).

35

A.Z. Abidin, Bunga Rampai Hukum Pidana, Jakarta: Pradnya Paramita 1983,

hlm. 54.

Page 46: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

35

Berbeda dengan pengertian korporasi dalam hukum perdata, hukum

pidana menambahkan yang "bukan badan hukum" yang belum ada dalam

hukum perdata.

3. Korporasi Dalam Hukum Islam

Menurut etimologi korporasi atau badan hukum adalah الطخص المعىي

36. Secara terminology, Hasbi Ash-Shiddieqy menggambarkan Syakhshiyah

pada asalnya, ialah: Syakhshiyah thabi’iyah yang nampak pada setiap

manusia. Kemudian pandangan-pandangan itu berkembang. Pandangan

menetapkan bahwa disamping pribadi-pribadi manusia, ada lagi bermacam-

macam rupa mashlahat yang harus mendapatkan perawatan-perawatan

tertentu dan tetap diperlukan biaya dan harus memelihara harta-harta waqaf

yang dibangun untuk memeliharanya.

Maka badan-badan wakaf yang dibangun untuk memelihara suatu

kepentingan umum, dapat kita pandang sebagai seorang pribadi dalam arti

dapat memiliki, dapat mempunyai dan dipandang sebagai kepunyaan

manusia bersama. Jelasnya, mula-mulanya yang dipandang orang hanya

orang, kemudian berkembang jalan pikiran lalu badan-badan yang mengurus

kepentingan-kepentingan umum dipandang sebagai orang juga. Abdul Qodir

Audah menyebutkan bahwa:37

و مل تشفي ت وغري المالجئ بيت مل ا و ملد سة ترب افقه ء اشخلي ت ملع و ة

Dari uraian di atas jelaslah bahwa badan hukum termasuk kategori

asysyakhsiyyah, atau kepribadian. Syakhsiyyah ini dalam istilah modern

36

Ahmad Warso, op.cit, hlm. 700 37

Abd Qadir Audah, At-Tasyri al-Jinai., I, hlm. 393

Page 47: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

36

dinamakan asy-syakhsiyyah al-i’tibariyyah, disebut juga asy-syakhsiyyah

alhukmiyyah, atau asy-syakhsiyyah al-ma’nawiyyah berarti yang dianggap

selaku orang atau badan hukum. Jadi, disamping manusia alami sebagai

syakhsiyyah, maka ada lagi sesuatu yang dianggap sebagai syakhsiyyah.

Oleh karena itu ia dikatakan “pribadi dalam pandangan”. Pribadi dalam

pandangan ini dalam istilah resmi di Indonesia disebut badan hukum.38

Dengan demikian dapat dipahami bahwa yang dimaksudkan dengan

badan hukum dalam hukum Islam menunjukkan persamaan dengan badan

hukum dalam hukum positif, namun begitu hukum Islam jelas berbeda

dengan sistem yang lain. Perbedaan itu disebabkan hukum Islam memiliki

konsep-konsep dan teori-teori sumber yang benar-benar tidak diragukan

kebenarannya dan bukan buah tangan manusia.

Dalam al-Qur‟an banyak dijumpai kata al-qaryah yang dapat

dijadikan rujukan bagi keberadaan badan hukum, khususnya korporasi.

Misalnya firman Allah SWT:

Artinya: Dan Tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak

di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di

waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar)

mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang

bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah

38

Hasbi Ash-Shiddiqy, Pengantar Fiqh Muamalah, cet. Ke-II Jakarta: Bulan

Bintang, 1984, hlm178-179

Page 48: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

37

Kami mencoba mereka disebabkan mereka Berlaku fasik. (QS. Al-A'raf:

163) 39

Menurut Imam Al-Mahalli dan Imam As-Sayuti ayat tersebut

menerangkan tentang peristiwa yang menimpa penduduk negeri Eilah yang

berdiam di tepi laut. Keduanya secara singkat juga menjelaskan bahwa yang

dikehendaki dalam alqaryah (negeri) pada surat al-Haj ayat 45 adalah

penduduk negeri itu sendiri. Ayat itu berbunyi:

Artinya:Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinashakannya,

yang penduduknya dalam Keadaan zalim, Maka (tembok-tembok) kota

itu roboh menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur

yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi. (QS, al-Haj ayat: 45) 40

Jadi yang dimaksud dengan al-qaryah pada kedua ayat diatas

bukanlah negeri yang bukan makhluk berakal, tetapi orang-orang atau

kumpulan orang yang tinggal di wilayah tertentu. Sedangkan pemakaian

kata al-qaryah tersebut dapat dijadikan landasan bagi badan hukum, karena

yang dinamakan negeri tergolong badan korporasi.

Dasar lain ialah hadis tentang syirkah yang merupakan salah satu

bentuk dari badan hukum. Sabda Rasulullah SAW:

ثي عند بن ل حدل بي ن ال نا ي ان زمييت خن ن اشل ن ب ند بن حبل ا ن ثنم ا بن حسثي و ح ي نا م ن ثي م دل حدل ثي ون بن ي ى حدل ثي ثنم ا بن ح ي حدل بو حدل

وسللم لين الل صللى ا لب صنح و م ن انمه م ن ن ل ي افن و ذ خد ا

39

Al-A'raf (22) : 163 40

al-Haj ayat 45

Page 49: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

38

لموا يقوا نع ث ث وسللم لين الل صللى ا لب م غيونت ا ف ث ف ش ك ء انم ن و ا ل و انم ء ان

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Al Ja'dan Al Lu`lui telah

mengabarkan kepada kami Hariz bin Utsman dari Hibban bin Zaid

Asy Syar'i dari seorang laki-laki Qarn. (dalam jalur lain disebutkan)

Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan

kepada kami Isa bin Yunus telah menceritakan kepada kami Hariz

bin Utsman telah menceritakan kepada kami Abu Khidasy dan ini

adalah lafazh Ali, dari seorang laki-laki Muhajirin sahabat Nabi

shallallahu 'alaihi wasallam, ia berkata, "Aku pernah berperang

bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tiga kali, aku mendengar

beliau bersabda: "Orang-orang Muslim bersekutu dalam hal

rumput, air dan api.41

4. Pertanggungjawaban Korporasi Perspektif Hukum Islam

Pertanggungjawaban identik dengan seseorang yang bersalah namun

dalah kehidupan sehari-hari seringkali kita nememui kejahatan-kejahatan

yang dilakukan oleh korporasi atau badan hukum maka dalam hal ini

penulis akan menjelaskan terkait dengan badan hukum atau korporasi

melakukan tindak pidana.

Diantara dalil yang cocok untuk korporasi atau badan hukum sebagai

landasan adanya tindak pidana dan tanggungjawab pidana bagi badan

hukum ialah firman Allah SWT:

Artinya: Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang zalim yang teIah

Kami binashakan, dan Kami adakan sesudah mereka itu kaum yang

lain (sebagai penggantinya). (Q.S. al-Anbiya :11)

42

41

Sulaiman Bin Al-Asy'asy Abu Daud As-Sijistani Al-Azdi, Sunan Abu Daud,

Bab Fi Man'e Al-Ma', jilid 2, hlm 300. CD Al-Maktabah Asy-Syamilah Islamic Global

Software Ridwana Media. 42

Q.S.Al-anbiya :11

Page 50: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

39

Ayat ini menceritakan tentang azab yang ditimpakan oleh Allah SWT

terhadap suatu negeri beserta seluruh isinya yang berupa harta benda dan

manusia, karena melakukan kejahatan. Secara tegas lahir ayat ini

menyatakan negeri (al-qaryah) sebagai pelaku kejahatan. Singkatnya arti

majaz atau yang dimaksud negeri (al-qaryah) ialah kumpulan manusia yang

bertempat tinggal di wilayah tertentu.

Pemakaian kata al-qaryah (negeri) dalam Al-Qur‟an dapat dijadikan

rujukan bagi badan hukum, karena yang dinamakan negeri atau negara

termasuk badan hukum Korporasi. Berkaitan dengan ayat di atas, suatu

negeri yang berkedudukan badan hukum/korporasi dapat dikategorikan

sebagai pelaku kejahatan atau subyek pidana. Lantaran telah berbuat jahat,

maka Allah SWT sebagai Al-Hakim memutuskan untuk menjatuhkan siksa

atau kepada negeri itu dan segenap isinya yang berwujud harta benda

maupun manusia.

Abd Qadir Audah menyebutkan:

اعقوبة و عة لى م ش فوا لى ش ن و كاو وي ق و اشخص ملع وى كم , آلشخ ص اقيقيي اذ يثلهم اشخص ملع وى كعقوبة ا و لدا وإل اة و ملل كذاك ي ش ا ف ض لى ذه اشخلي ت م حيد م نش هت اض ح ة

الجم ة ونظ مه و م ه Bahwa dalam hukum Islam bila terjadi tindak pidana yang dibuat oleh

wali (pengurus) untuk kepentingan badan hukum, maka pengurus itulah

yang memikul akibat perbuatannya tersebut.43

Peristiwa ini selaras dengan

prinsip “keseorangan dalam tanggungjawab pidana” artinya, seseorang tidak

43

Abd Qadir Audah, At-Tasyri al-Jinai., I : 394

Page 51: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

40

bertanggungjawab kecuali atas perbuatan pidana yang telah diperbuatnya

sendiri, dan bagaimanapun juga ia tidak memikul akibat perbuatan pidana

orang lain.

Mengenai tanggungjawab bersama atau tanggungjawab kolektif ini

Muhammad Quraisah Shihab menerangkan bahwa karena pentingnya kaitan

pribadi-pribadi dengan masyarakat, maka dalam Al-Qur‟an banyak

ditemukan ayat yang membicarakan tentang tanggungjawab kolektif

disamping tanggungjawab pribadi.44

Salah satu ayat yang dikemukakan

beliau ialah :

Artinya: Dan (penduduk) negeri telah Kami binashakan ketika mereka

berbuat zalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi

kebinashaan mereka. 45

Ayat ini mengisahkan tentang azab atau sanksi yang dijatuhkan

kepada al-qura (jamak dari al-quryah), yakni negeri-negeri, karena

kelalimannya. Lalu baliau menghubungkan ayat ini dengan firman Allah

SWT:

Artinya: Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus

menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan

ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya. (QS. Al-Anfal (8) : 25)

46

44

M. Quraisah Shihab, Membumikan Al-qur’an, hlm. 247 45

QS. Al-Kahfi (18) : 59 46

QS. Al-Anfal (8) : 25

Page 52: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

41

Dari kedua ayat itu Muhammad Quraisah Shihab menjelaskan bahwa

kehancuran suatu masyarakat tidak hanya menimpa orang-orang zalim,

tetapi mencakup keseluruhan mereka sebagai masyarakat. Kemudian beliau

mengatakan bahwa: ini tentunya tidak bertentangan dengan ayat 18 surat

Fathir, yang menyatakan antara lain: orang yang berdosa tidak akan

memikul dosa orang lain, sebab ayat ini berbicara tentang tanggungjawab

pribadi, dan ayat yang lalu tentang tanggungjawab kolektif. 47

Dengan demikian tanggungjawab pidana badan hukum adalah bersifat

kolektif dan diwakilkan. Adakalanya tanggungjawab badan hukum ini

selaras dengan asas kesalahan. Hal ini terwujud jika perbuatan pidana yang

dilakukan pengurus bukan semata-mata atas prakarsanya sendiri, tapi juga

karena pengaruh atau dorongan dari pihak badan hukum.

47

M. Quraisah Shihab, Membumikan Al-Qur’an, hlm. 248

Page 53: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

42

BAB III

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

DALAM UU TINDAK PIDANA KORUPSI

A. Latar Belakang Munculnya UU. No. 31 Tahun 1999 dan UU. 20 Tahun

2001.

1. Latar Belakang Munculnya Undang-undang. No. 31 Tahun 1999

Perkembangan dan perubahan masyarakat disertai pesatnya laju ilmu

pengetahuan dan teknologi informasi juga dibarengi dengan aspek negatif

yang melekat padanya yaitu dengan munculnya kejahatan-kejahatan yang

sangat kompeks. Disertai dengan modus operandi yang baru sama sekali.

Apa yang saat ini dikenal dengan kejahatan-kejahatan baru seperti cyber

crime dan terororisme, sesungguhnya merupakan imbas negatif dari

perkembangan dan perubahan masyarakat dan pesatnya laju ilmu

pengetahuan dan teknologi informasi. Tidak mengherankan bila dikatakan

bahwa kejahatan tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan

masyarakat, atau dengan kata lain masyarakatlah yang menyebabkan

terjadinya kejahatan (crime is a product of society its self). Akibat lanjutan

yang tidak bisa dihindari adalah hukum pidana sebagai salah satu instrumen

pengendalian kejahatan dituntut untuk juga meng-update dan mengkreasi

dirinya agar mampu mengimbangi laju kejahatan yang sedemikan rupa.

Page 54: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

43

Kalau tidak, maka eksistensinya tidak banyak diharapkan khususnya di

dalam menanggulangi kejahatan-kejahatan baru di atas.1

Pada tahun 1960, peraturan-peraturan mengenai korupsi ini diganti

dan disempurnakan lagi dengan diterbitkannya Undang-undang (Prp)

Nomor: 24 Tahun 1960, dalam Undang-undang ini ada beberapa Pasal

dalam ketentuan lama yang diganti diantaranya Pasal 40 sampai dengan

Pasal 50 diganti dengan Pasal. 17 sampai dengan Pasal 21 ditambah dengan

beberapa Pasal dalam KUHP diantaranya Pasal 415, 416, 417, 423, 425 dan

Pasal 435 KUHP.2

Kemudian pada pemerintahan Orde Baru, karena didorong oleh

desakan aspirasi masyarakat maka Presiden telah mengeluarkan KEPRES

No. 13 Tahun 1970, tentang Komisi Empat, dan KEPRES No.13 Tahun

1970, tentang pengangkatan Mohamad Hatta sebagai Penasehat Presiden

dalam bidang Pemberantasan Korupsi, dan setelah melalui berbagai proses

maka pada tanggal. 29 Maret 1971 Undang-undang (Prp) Tahun 1960

diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 19713, Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Lembaran Negara No.19 Tahun

1971.

1 Mahrus Ali, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, Yogyakarta: UII Pres, 2011,

cet. Ke-1, hlm. 11 2 Andi Hamzah, KUHP & KUHAP, Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

3 Ada dua alasan Undang-undang ini dibentuk, pertama perbuatan-perbuatan korupsi

sangat merugikan keuangan Negara/perekonomian Negara dan menghambat pembangunan

nasional. Kedua undang-undang No. 24 Prp. Tahun 1960 tentang pengusutan, penuntutan

dan pemeriksaan tindak pidana korupsi berhubungan dengan perkembangan masyarakat

kurang mencukupi untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan dan oelh karenanya

undang-undang tersebut perlu diganti. Lihat Mahrus Ali, Hukum Pidana Korupsi di

Indonesia, Yogyakarta: UII Pres, 2011, cet. Ke-, hlm 22.

Page 55: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

44

Kemudian dengan berjalannya waktu Undang-undang No. 3 Tahun

19714 yang menjadi legitimasi bagi delik- delik korupsi pada masa tersebut

dianggap sudah tidak lagi mampu mengantisipasi dan sekaligus

menanggulangi tindak pidana korupsi yang senantiasi mengalami

perkembangan dan perubahan bentuknya sehingga pemerintah menganggap

perlu adanya Undang-undang baru yang lebih mampu mengakomodasi

delik-delik korupsi yang mengalami perubahan.

Pada pemerintahan B.J.Habibi, karena pemerintahannya menganggap

Undang-undang Nomor: 3 Tahun 1971 kurang sempurna maka melalui

Undang-undang No.31 Tahun 19995, Undang-undang Tindak Pidana

Korupsi diganti lagi, tepatnya pada tanggal 16 Agustus 1999, kemudian

ketika Baharuddin Lopa menduduki jabatan Menteri Kehakiman, Undang-

undang Nomor: 31 Tahun 1999, dirubah dengan Undang-undang Nomor: 20

Tahun 2001, dan masih berlaku hingga kini, ( selanjutnya disingkat dengan

UU Tipikor ).

Ada beberapa hal yang merupakan penerapan ketentuan-ketentuan

yang tidak terlepasa dari situasi tindak pidana yang terjadi pada saat

pembentukan undang-undang tersebut diantaranya:

4 Undang-undang No. 3 tahun 1971 hakikatnya lebih maju dan progresif

dibandingkan dengan undang-undang No. 24 Prp tahun 1960, namun perkembangan

masyarakat dan teknologi informasi yang memicu munculnya kejahatan-kejahatan “korupsi

baru” dengan modus operandi yang sama sekali baru mau tidak mau harus terkover dalam

perundang-undangan pidana korupsi lihat Mahrus Ali, Hukum Pidana Korupsi di

Indonesia, op cit, hlm. 25. 5 Undang-undang ini dimaksudkan untuk menggantikan Undang-undang No. 3

Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diharapkan mampu

memenuhi dan mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dalam rangka

mencegah dan memberantas secara lebih efektif setiap bentuk tindak pidana korupsi yang

sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara pada khususnya serta

masyarakat pada umumnya.

Page 56: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

45

1. Adanya beban pembuktian terbalik, tindak Pidana Korupsi yang nilainya

kerugian Negaranya sampai dengan Rp.10.000.000,- (sepuluh juta),

rupiah Jaksa Penuntut Umum mempunyai kewajiban untuk

membuktikan adanya tindak Pidana Korupsi, sedang terhadap tindak

pidana korupsi yang nilainya diatas Rp.10.000.000,-(sepuluh juta) rupiah

terdakwalah yang membuktikan bahwa uang tersebut bukan berasal dari

tindak Pidana Korupsi ;

2. Adanya pemberlakuan Straf minimum khusus, hlm ini diberlakukan bagi

delik korupsi yang nilainya Rp.5.000.000,- (lima juta) rupiah atau lebih.

3. Pengambil alihan beberapa Pasal dari KUHP, menjadi Pasal-pasal delik

Korupsi dan mencabut Pasal-pasal tersebut dari KUHP.

2. Latar Belakang Munculnya UU. No. 20 Tahun 2001.

Sejak undang-undang Nomor. 31 tahun 1999 tentang

pemberantasan tindak pidana korupsi (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3874) diundangkan, terdapat berbagai interpretasi atau

penafsiran yang berkembang di masyarakat khususnya mengenai penerapan

Undang-undang tersebut terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi

sebelum undang-undang Nomor 31 tahun 1999 diundangkan. Hal ini

disebabkan Pasal 44 undang-undang tersebut menyatakan bahwa Undang-

undang Nomor 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi

dinyatakan tidak berlaku sejak Undang-undang nomor 31 tahun 1999

diundangkan, sehingga timbul suatu anggapan adanya kekosongan hukum

Page 57: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

46

untuk memproses tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum berlakunya

Undang-undang nomor 31 tahun 1999.6

Sehingga pada masa ini telah terjadi perubahan yang mendasar

pada sistem pemerintahan Indonesia, yakni tepilihnya Megawati Soekarno

Putri sebagai presiden RI yang menggantikan Presiden Abdurahman Wahid.

Langkah politk yang dilakukan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri di

dalam menanggulangi kejahatan luar biasa ekstra ordinary crime/korupsi memang

merupakan langkah yang populis sehingga mendapatkan respon yang luar

biasa dari masyarakat dan kalangan akademisi di Indonesia.

Langkah politik yang di maksud adalah dengan disahkan dan

diundangkannya Undang-undang No. 20 Tahun 2001 pada tanggal 21

November 2001 di Jakarta yang ditanda tangani oleh Presiden Megawati

Soekarno Putri dan di catat pada Lembaran Negara No. 134 tentang

perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.7

Pada dasarnya undang-undang No. 20 tahun 2001 ini merupakan

perubahan atau penambahan terhadap beberapa ketentuan dalam undang-

undang No.31 tahun 1999 yang dianggap belum lengkap. Terdapat dua

alasan mengapa undang-undang No. 31 tahun 1999 perlu diadakan

perubahan. Pertama, tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara

6 Tim Redaksi Nuansa Indah, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi &

Suap,Bandung: CV Nuansa Indah, 2008, cet. Ke-1. hlm. 61 7 Untuk mencapai kepastian hukum, menghilangkan keragaman penafsiran, dan

perlakuan adil dalam memberantas tindak pidana korupsi, perlu diadakan perubahan atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Page 58: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

47

meluas, tidak hanaya merugikan keuangan Negara, tetapi juga telah

merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat

secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai

kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara adil dalam

memberantas tindak pidana korupsi merupakan hlm penting untuk

diwujudkan.8

Perubahan-perubahan yang terjadi memang dirasakan penting, hlm

ini dapat dilihat dengan adanya perubahan redaksi pada antara lain:

Pertama, pasal 2 dan 3 yang secara substansi tidak mengalami perubahan,

perubahan tersebut terletak pada penjelasan pasal. Kedua, ketentuan pasal 5,

6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 pada pasal-pasal tersebut rumusannya diubah dengan

tidak mengacu pasal-pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana tetapi

langsung menyebutkan unsur-unsur yang terdapat di dalam masing-masing

pasal Kitab Undang-undang Pidana yang diacu. Ketiga, Diantara pasal 12

dan 13 disisipkan tiga pasal baru yakni pasal 12A, 12B, 12C. Keempat,

Diantara Pasal 26 dan 27 disisipkan satu pasal baru sehingga menjadi pasal

26A. Kelima, Pasal 37 dipecah menjadi dua pasal yakni pasal 37 dan pasal

37A. Keenam, diantara pasal 38 dan 39 ditambahkan tiga pasal baru yakni

pasal 38A, 38C, 38C. Ketujuh, diantara bab VI dan VII ditambahkan bab

baru yakni bab VI A mengenai Ketentuan Peralihan yang berisi stau pasal,

yaitu pasal 43 A yang diletakkan diantara pasal 43 dan 44. Dan Kedelapan,

di dalam bab VII sebelum pasal 44 ditambah satu pasal baru yakni pasal 43

8 lihat Mahrus Ali, ,op.cit,..hlm, 29.

Page 59: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

48

B. Selanjutnya dalam undang-undang ini juga diatur ketentuan baru

mengenai maksimum pidana penjara dan pidana denda bagi tindak pidana

korupsi yang nilainya kurang dari Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).9

B. Rumusan/formulasi Perbuatan Pidana Korupsi.

Rumusan tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Repuplik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, terdapat pada Pasal-Pasal 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9,

10, 11, 12, 12A, 12B, 13, 14, 15, 16, 20, 21, 22, dan 23, selain memperluas

pengertian perbuatan yang dapat dikualifikasikan sebagai korupsi, undang-

undang juga menegaskan bahwa pengembalian keuangan negara atau

perekonomian negara tidak menghapus dipidananya pelaku tindak pidana

korupsi (pasal 4). Meskipun berlebihan penegasan ini penting, karena kerugian

keuangan negara merupakan salah satu unsur esensial dalam perbuatan

korupsi.10

Berdasarkan pasal-pasal tersebut korupsi dapat dirumuskan ke dalam

tiga puluh bentuk/ jenis tindak pidana korupsi, ketigapuluh bentuk/ jenis tindak

pidana korupsi pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:11

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana

diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 terbagi menjadi tujuh

tipe atau kelompok:

9 Tim Redaksi Nuansa Indah, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi & Suap,

op.cit hlm. 62 10

Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK,. Edisi ke 2, Jakarta: Sinar

Grafika, 2010, hlm, 42. 11

ibid.,hlm. 52-54.

Page 60: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

49

1. Tindak Pidana Korupsi “Murni Merugikan Keuangan Negara”

Tindak pidana korupsi “murni merugikan keuangan Negara” adalah

suatu perbuatan yang dilakukan oleh orang, pegawai negeri sipil, dan

penyelenggara Negara yang secara , melawan hukum, menyalahgunakan

kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan dengan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau

orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau

perekonomian Negara.

Pelaku tindak pidan korupsi murni merugikan keuangan Negara dapat

dijerat atau didakwa dengan pasal-pasal:

a. Pasal 2,

b. Pasal 3,

c. Pasal 7 ayat 1 huruf a

d. Pasal 7 ayat 1 huruf c,

e. Pasal 7 ayat 2

f. Pasal 8,

g. Pasal 9,

h. Pasal 10 huruf a,

i. Pasal 12 huruf i,

j. Pasal 12 A dan

k. Pasal 17

Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan

undang-undang nomor 20 tahun 2001.

Page 61: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

50

2. Tipe Tindak Pidana Korupsi “Suap”

Tipe tindak pidana korupsi “suap” pada prinsipnya tidak berakibat

langsung pada kerugian keuangan Negara ataupun perekonomian Negara,

karena sejumlah uang ataupun benda berharga yang diterima oleh pegawai

negeri sipil atau penyelenggara Negara sebagai hasil dari perbuatan

melawan hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana

yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan untuk memperkaya diri

sendiri atau orang lain atau suatu korporasi bukan berasal dari uang Negara

atau asset Negara tetapi melainkan dari uang atau aset orang yang

melakukan penyuapan, di dalam peristiwa atau perbuatan tindak pidana

korupsi “suap” selalu melibatkan peran aktif antara orang yang melakukan

penyuapan dengan pegawai negeri sipil atau penyelenggra Negara sebagai

pihak yang menerima suap, dengan disertai deal atau kesepakatan antara

kedua belah pihak mengenai besar atau nilai penyuapan yang akan

ditransaksikan dan cara-cara penyerahannya.

Berbeda dengan tindak pidana korupsi “pemerasan” yang berperan

aktif adalah pegawai negeri sipil atau penyelenggara Negara yang meminta

bahkan cendrung melkukan pemerasan kepada masyarakat yang

memerlukan pelayanan atau bantuan dari pegawai negeri sipil atau

penyelenggara Negara tersebut, juag lebih berbeda lagi kedua tindak pidana

korupsi ini dengan tindak pidana koruspi “Gratifikasi” karena dalam tindak

pidana korupsi “gratifikasi” pegawai negeri sipil atau penyelenggara Negara

tidak tahu menahu kalau akan diberi sejumlah uang ataupun benda berharga,

Page 62: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

51

tidak ada deal atau kesepakatan antara pegawai negeri sipil atau

penyelenggra Negara dengan masyarakat yang akan member gratifikasi,

tetapi secara sepihak dan tanpa diduga pegawai negeri sipil atau

penyelenggra Negara tersebut menerima pemberian atau gratifikasi.

Pelaku tindak pidana korupsi “suap” dapat dijerat atau didakwa

dengan pasal-pasal:

a. Pasal 5,

b. Pasal 6,

c. Pasal 11,

d. Pasal 12 huruf a,

e. Pasal 12 huruf d,

f. Pasal 12 huruf c,

g. Pasal 12 huruf d,

h. Pasal 12 A dan

i. Pasal 17,

Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan

undang-undang no 20 tahu 2001.

3. Tindak Pidana Korupsi “Pemerasan”

Telah penulis uraikan bahwa tindak pidana korupsi “pemerasan”

berbeda dengan tindak pidan korupsi “suap” juga dengan tindak pidana

korupsi “gratifikasi”, karena dalam peristiwa tindak pidan korupsi

“pemerasan” yang berperan aktif adalah pegawai negeri sipil atau

penyelenggra Negara yang meminta bahkan cenderung melakukan

Page 63: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

52

pemerasan kepada masyarakat yang memerlukan oelayanan ataupun

bantuan dari pegawai negeri sipil atau penyelenggara Negara tersebut,

disebabkan factor ketidakmampuan secara materiil dari masyarakat yang

memerluakan pelayanan atau bantuan dari pegawai negeri sipil atau

penyelenggara Negara, sehingga terjadi tindak pidana “pemerasan”.

Pelaku tindak pidana korupsi “pemerasan” dapat dijerat atau didakwa

dengan pasal-pasal:

a. Pasal 12 huruf e,

b. Pasal 12 huruf f,

c. Pasal 12 huruf g,

d. Pasal 12 huruf A dan pasal 17,

Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan

undang-undang no 20 tahu 2001.

4. Tipe Tindak Pidana Korupsi “Penyerobotan”

Telah penulis uraikan bahwa tindak pidana korupsi “pemerasan”

berbeda dengan tindak pidana korupsi “suap” juga dengan tindak pidana

korupsi “gratifikasi”, karena dalam peristiwa tindak pidna koruspsi

“penyerobotan” yang berperan aktif adalah pegawai negeri sipil atau

penyelenggra Negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah

menggunakan tanah Negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah

sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang

berhak, padahal diketahuainya bahwa perbuatan tetsebut bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan”.

Page 64: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

53

Pelaku tindak pidana korupsi “penyerobotan’ dapat dijerat atau

didakwa denganpasal-pasal:

a. pasal 12 huruf h, dan

b. pasal 17,

Undang-undang nomor 20 tahun 2001.

5. Tipe Tindak Pidana Korupsi “Gratifikasi”

Tindak pidana korupsi “gartifikasi” berbeda dengan tindak pidana

korupsi “suap” dan “pemerasan”. Dan tindak pidan korupsi “gratifikasi”

tidak terjadi kesepakatan atau diel berapa besar nilai uang atau benda

berharga dan dimana uang atau benda berharga tersebut dilakukan

penyerahan serta siapa dan kapan uang atau benda berhraga itu diserahkan,

antara pemberi gratifikasi dengan pegawai negeri sipil atau penyelenggra

Negara yang menerima gratifikasi, tetapi dalam tindak pidana korupsi

“suap” telah terjadi diel antara pemberi suap dengan pegawai negeri atau

penyelenggara Negara yang menerima suap, yaitu dela mengenai berapa

besar nilai uang atau benda berharga dan dimana uang atau benda berharga

tersebut dilakukan penyerahan serta siapa dan kapan uang atau benda

berharga itu diserahkan.

Tindak pidana korupsi “gratifikasi” juga berbeda dengan tindak

pidnaa korupsi “pemerasan”, karena dalam tindak pidana korupsi

“pemerasan’ walaupun terjadi penyerahan sejumlah uang atau benda

berharga dari korban pemerasan pada pegawa negeri atau penyelenggara

Page 65: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

54

Negara yang melakukan pemerasan, tidak berdasarkan kesepakatan tetapi

karena keterpaksaan.

Di dalam penjelasan pasal 12 B dijelaskan:

“Yang dimaksud dengan gratifikasi dalam ayat ini adalah pemberian dalam

arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat “discon”, komisi,

pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalan

wisata, pengobatan Cuma-Cuma dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut

baik yang diterima di dalam negeri maupun luar negeri dan dilakukan

dengan menggunakan sara elektronik atau tanpa sarana elektronik”.

Dengan demikian, semakin jelas perbedaan pengertian gratifikasi

dengan pengertian suap ataupun pemerasan, karena sifatnya gratifikasi itu

adalah pemberian dalam arti luas, dimana pegawai negeri sipil atau

penyelenggra Negara bersifat pasif dan yang lebih bersifat aktif adalah

pemeberi gratifikasi, gratifikasi juga tidak ada diel antara pegawai negeri

sipil atau penyelenggara negera dengan member gratifikasi.

Pelaku tindak pidana korupsi “gratifikasi” dapat dijerat atau didakwa

dengan pasal-pasal:

a. Pasal 12 B juncto 12 C,

b. Pasal 13, dan

c. Pasal 17,

Undang-undang nomor 20 tahun 2001.

6. Tipe Tindak Pidana Korupsi “Percobaan”, Pembantuan, dan

Permufakatan”

Tindak pinana korupsi “percobaan”, pembantuan, dan permufakatan”

dilakukan masih atau hanyan sebatas percobaan, pembantuan, dan

Page 66: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

55

pemufakatan untuk melkukan tindak pidana korupsi, sehingga sanksi hukum

terhadap terpidana tindak pidana korupsi “percobaan, pembantuan, dan

permufakatan” dikurangi 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana, seperti

yang dijelaskan dalam penjelasan Pasal 15: “ketentuan ini merupakan aturan

khusus karena ancaman pidana pada percobaan, dan pembantuan tindak

pidana pada umunya dikurangi 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidananya.

Pelaku tindak pidana korupsi “percobaan, pembantuan, dan permufakatan”

dapat dijerat atau didakwa dengan pasal:

a. Pasal 7 ayat 1 buruf b,

b. Pasal 7 ayat 1 huruf d,

c. Pasal 8,

d. Pasal 10 huruf b,

e. Pasal 10 hufur c,

f. Pasal 15,

g. Pasal 16, dan

h. Pasal 17

Undang-undnag nomor 31 tahun 1999 juncto undang-undang no 20 tahu

2001.

7. Tindak Pidana “Lainnya”

Tindak pidana korupsi lainnya adalah peristiwa atau perbutan yang

berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yaitu perbuatan yang dengan

sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara tidak langusung

Page 67: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

56

penyidikan, penuntutan, dan pemerikasaan di sidang pengadilan terhadap

tersangka dan terdakwa ataupun saksi dalam perkara pidana.

Pelaku tindak pidana korupsi “lainnya” dapat dijerat atau didakwa

dengan pasal-pasal:

a. Pasal 21,

b. Pasal 22,

c. Pasal 23, dan

d. Pasal 24

Undang-undang nomor 31 tahu 1999.

C. PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM UNDANG-

UNDANG NO. 31 TAHUN 1999

1. Pengaturan korporasi sebagai subjek hukum

Penempatan korporasi sebagai subjek tindak pidana sampai

sekarang masih menjadi masalah, sehingga timbul sikap pro dan kontra.

Para pihak baik yang pro maupun yang kontra terhadap korporasi dapat

dipertanggungjawabkan mengajukan argumentasinya masing-masing.

Pihak yang tidak setuju dengan hal tersebut mengemukakan alasan-

alasannya sebagai berikut. Bahwasanya pertanggungjawaban pidana

ditegakkaan atas tiga dasar, yaitu: adanya perbuatan yang dilarang,

dikerjakan dengan kemauan sendiri, dan pelakunya mengetahui maksud-

maksud dan akibat-akibat dari perbuatan itu. Oleh karena itu tidak ada

pertanggungjawaban pidana bagi anak-anak, orang gila, orang dungu,

orang yang sudah hilang kemauaannya dan orang yang dipaksa dan yang

Page 68: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

57

terpaksa. Kemudian mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi atau

badan hukum, seperti rumah sakit, sekolah-sekolah, baitul mal, hukum

Islam sudah mengenal sejak mula, dan dianggap mempunyai hak-hak dan

mengadakan tindakan-tindakan tertentu terhadapnya. Akan tetapi, menurut

Ahmad Hanafi badan-badan tersebut tidak dapat dimintai

pertanggungjawaban pidana, kerena pertanggungjawaban pidana ini

didasarkan atas adanya pengetahuan terhadap perbuatan dan pilihan,

sedangkan kedua perkara ini tidak terdapat dalam badan-badan hukum. 12

Chairul Huda menyebutkan bahwa dicelanya subjek hukum

manusia karena melakukan perbuatan pidana, hanya dapat dilakuakan oleh

mereka yang keadaan batinya normal. Dengan kata lain, untuk adanya

kesalahan pada diri pembuat diperlukan syarat batin yang normal.13

Moeljatno mengatakan, “hanya terhadap orang-orang yang keadaan

jiwanya normal sejalah, dapat kita harapkan akan mengatur

tingkahlakunya sesuai dengan pola yang telah dianggap baik dalam

masyarakat.”14

Sebagaimana ahmad hanafi, Setiyono dalam bukunya Kejahatan

Korporasi sebagai berikut: “tidak semua ahli sepakat jika korporasi

dijadikan sebagai subjek hukum dalam hukum pidana, dengan alasan;

12

Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta; 2006, cet. Ke-6 hlm.

119

13 Chairul Huda, Dari Tindak Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta, Prenada Medika, cet. Ke-1,

2006, hlm. 88 14

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: bina aksara, 1987, hlm. 160.

Page 69: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

58

1) Menyangkut masalah kesengajaan, sebenarnya kesengajaan dan

kesalahan hanya terdapat pada personal alamiah,

2) Bahwa yang merupakan tihkah laku materiil, yang merupakan syarat

dapat dipidananya beberapa macam tindak pidana, hanya dapat

dilaksanakan oleh personal alamiah, tidak bisa oleh korporasi,

3) Bahwa pidana dan tindakanyang berupa merampas kebebasan orang,

tidak dapat dikenakan pada korporasi,

4) Bahwa tuntutan dan pemidanaan terhadap korporasi dengan

sendirinya mungkin menimpa pada orang yang tidak bersalah,

5) Bahwa di dalam praktek tidak mudah untuk menentukan norma-

norma atas dasar apa yang diputuskan, apakah pengurus saja atau

korporasi itu sendiri atau kedua-duanya harus dituntut dan dipidana.”15

Sedangkan yang setuju dengan adanya pertanggungjawaban pidana

bagi korporasi mengajukan alasan-alasan sebagai berikut:

1) Pemidanaan pengurus saja ternyata tidak cukup untuk mengadakan

represi terhadap delik-delik yang dilakukan oleh atau dengan suatu

korporasi. Karenanya perlu pula kemungkinan pemidanaan korporasi,

korporasi dan pengurus, atau pengurus saja.

2) Dalam kehidupan social ekonomi, korporasi semakin memainkan

peranan yang penting pula.

3) Hukum pidana harus mempunyai fungsi di dalam masyarakat, yaitu

melindungi masyarakat dan menegakkan norma-norma dan ketentuan-

15

Setiyono, Kejahatan Korporasi, Cet Ke-3 Banyu Media Publishing, Malang,

2005, hlm 10.

Page 70: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

59

ketentuan yang ada dalam masyarakat. Kalau hukum pidana hanya

ditentukan pada segi perorangan, yang hanya berlaku pada manusia,

maka tujuan itu tidak efektif, oleh karena itu tidak ada alasan untuk

selalu menekan dan menentang dapat dipidananya korporasi.

4) Pemidanaan korporasi merupakan salah satu upaya untuk

menghindarkan tindakan pemidanaan terhadap pegawai korporasi itu

sendiri.

Terlepas dari prokontra terhadap pertanggungjawaban korporasi

sebagai subjek hukum pidana, Oemar Seno Adji berpendapat,

“kemungkinan adanya pemidanaan terhadap persekutuan-persekutuan,

didasarkan tidak saja atas pertimbangan-pertimbangan utilitas, melainkan

pula atas dasar-dasar teoritis dapat dibenarkan”.16

Sebagaimana telah disinggung di atas bahwasanya pengaturan

korporasi sebagai subjek hukum pidana ada peraturan perundang-undang

pidana diluar KUHP. Baik perundang-undangan pidana maupun

perundang-undangan administrasi yang bersanksi pidana telah mengatur

korporasi sebagai subjek hukum pidana.

Adapun undang-undang pengaturan korporasi sebagai subjek

hukum pidana positif tersebut yakni sebagai berikut: 17

1. Undang-undang No. 7 Drt Tahun 1955 tentang Tindak Pidana

Ekonomi (pasal 15);

16

Ibid, hlm. 11. 17

Muladi & Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, cet. Ke-1

Jakarta: Kencana, hlm. 89

Page 71: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

60

2. Undang-undang No. 6 Tahun 1984, tentang Pos (pasal 19 ayat 3);

3. Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (pasal 5 ayat

3);

4. Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 20 Tahun

2001 tentang Tindak Pidana Korupsi pasal 20;

5. Undang-undang No. 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian

Uang (pasal 4 ayat 1)

Namun dalam hal ini yang menjadi fokus penulis dalam penelitian

skripsi ini yaitu Pasal 20 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo. No. 20

Tahun 2001 tantang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam undang-undang korupsi subjek delik yang dapat malakukan

tindak pidana korupsi hanya manusia sebagaimana dalam KUHP, tetapi

juga mengakui eksistensi korporasi sebagai delik. Maka setiap orang tidak

hanya menunjuk pada orang perorangan tapi termasuk juga korporasi

(pasal 1 ayat 3). Sedangkan korporasi adalah kumpulan orang dan atau

kekayaan yang terorganisir baik berupa badan hukum maupun bukan

badan hukum (pasal 1 ayat 1). Pengaturan yang demikian jelas merupakan

penyinggungan (lex specialis) terhadap subjek delik dalam KUHP.18

2. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Undang-Undang no. 31

Tahun 1999 jo. Undang-Undang no. 20 tahun 2001

Berbicara tentang pertanggungjawaban pidana korporasi, tidak

dapat dilepaskan dengan tindak pidana. Walaupun dalam pengertian tindak

18

Mahrus Ali, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia,op.cit,..hlm. 49.

Page 72: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

61

pidana tidak termasuk masalah pertanggungjawaban. Tindak pidana hanya

menunjukkan kepada dilarangnya suatu perbuatan.19

Rumusan tentang pertanggungjawaban pidana korporasi secara

khusus dibahas dalam pasal 20 Undang-undang No. 31 tahun 1999 jo. No.

20 tahun 2001. Sistem pemidanaan (the sentencing system) yang termuat di

dalam ketentuan pidana ( di dalam pasal 20 Undang-undang No. 31 Tahun

1999 jo. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi) mengandung pengertian sebagai berikut: 20

1. Aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan sanksi pidana

dan pemidanaan.

2. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan untuk pemidanaan)

3. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk pemberian atau

penjatuhan dan pelaksanaan pidana.

4. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk fungsionalisasi

atau operasionalisasi atau konkritisasi pidana.

5. Keselurahan sistem (perundang-undangan) yang mengatur bagaimana

hukum pidana itu ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkrit

sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum pidana).

Pembahasan selanjutnya mengenai pasal 20 sehingga akan

ditemukan dengan jelas tentang rumusan pertanggungjawaban pidana

19

Dwidja Priyatno, Kebijakan Legislasi Tentang Sistem Pertanggungjawaban

Pidana Korporasi Di Indonesia, Bandung, CV Utomo, 2004, hlm 30. 20

Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, cet. Ke-1 Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 2003 hlm. 135-136

Page 73: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

62

korporasi yang di atur dalam undang-undang ini. Adapun bunyi pasal 20

adalah sebagai berikut:

1. Dalam hal tindak pidana korupsi oleh atau atas nama korporasi, maka

tuntutan pidana dapat dilakukan terhadap koprasi atau pengurusnya.

2. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana

tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hunungan kerja

maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan

korporasi tersebut baik sendiri maupun bersasma-sama.

3. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka

korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.

4. Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud dalam ayat

(3) dapat diwakili oleh orang lain.

5. Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap

sendiri dipengadilan dan dapat pula memrintahkan supaya pengurus

tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

6. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan

untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disasmpaikan

kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus

kantor.

7. Pidan pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana

denda, dengan ketentuan maksimum pidana ditambah1/3 (satu pertiga)

Hukuman atau sanksi bagi korporasi yang telah melanggar

terhadap aturan yg terdapat pada pasal 20 Undang-Undang No. 31 Tahun

1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 adalah "dipidana dengan

pidana denda" deangan ketentuan maksimum ditambah 1/3 (sepertiga)

sebagai mana tertuang dalam pasal ini ayat ke-7.

Melihat dampak yang dilakukan oleh korporasi sangat luas

merugikan masyarakat maupun negara maka pertanggungjawaban harus

diperluas, buakn hanya terhadap individu maupun korporasi yang diduga

melakukan tindak pidana korupsi.

Disejajarkannya kata pelaku dan korporasi, memiliki makna bahwa

keduanya dapat dimintakan pertanggungjawaban secara sendiri-sendiri,

Page 74: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

63

bukan alternatif. Filosofi pertanggungjawaban pidana individual lebih

ditujukan sebagai akibat perbuatan individu yang mengakibatkan matinya

orang lain. Kepada korporasi lebih ditujukan untuk ''mengganti" kerugian

yang ditimbulkan dalam rangka menciptakan rasa keadilan bagi masyarakat

yang hak-haknya telah terkorbankan.

Pentingnya pertanggungjawaban pidana korporasi ketimbang

pertanggungjawaban individual dapat merujuk kepada pendapat Elliot dan

Quinn sebagai berikut: 21

1. Tanpa pertanggungjawaban pidana korporasi, perusahaan-perusahaan

bukan mustahil menghindarkan diri dari peraturan pidana dan hanya

pegawainya yang dituntut karena telah melakukan tindak pidana yang

merupakan kesalahan perusahaan.

2. Dengan adanya peraturan akan memudahkan menuntut perusahaan

daripada para pegawainya.

3. Dalam hal tindak pidana serius, sebuah perusahaan lebih memiliki

kemampuan untuk membayar pidana denda yang dijatuhkan daripada

pegawai tersebut.

4. Ancaman tuntutan pidana terhadap perusahaan dapat mendorong para

pemegang saham untuk mengawasi kegiatan-kegiatan perusahaan di

mana mereka telah menanamkan investasinya.

5. Apabila sebuah perusahaan telah mengeruk keuntungan dari kegiatan

usaha yang ilegal, seharusnya perusahaan itu pula yang memikul sanksi

21

www.seputar-indonesia.com/opinisore/Lucky Raspati Staf Pengajar Bagian

Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Pada tanggal browsing 24 sep. 2011

Page 75: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

64

atas tindak pidana yang telah dilakukan bukannya pegawai perusahaan

saja.

6. Pertanggungjawaban korporasi dapat mencegah perusahaan-perusahaan

untuk menekan pegawainya, baik secara langsung atau tidak langsung,

agar para pegawai itu mengusahakan perolehan laba tidak dari kegiatan

usaha yang ilegal.

7. Publisitas yang merugikan dan pengenaan pidana denda terhadap

perusahaan itu dapat berfungsi sebagai pencegah bagi perusahaan untuk

melakukan kegiatan ilegal, di mana hal ini tidak mungkin terjadi bila

yang dituntut itu adalah pegawainya.

Dalam hukum pidana hal pertanggungjawaban pidana korporasi

dimungkinkan melalui doktrin strick liability dan vicarious lebility. Strict

liability pertanggungjawaban ketat, artinya seseorang sudah dapat dipertanggungjawabkan

untuk tindak pidana tertentu walaupun pada diri orang itu didak ada kesalahan mens rea.

Secara singkat , strick liability diartikan sebagai liability without fault pertanggungjawaban tanpa

kesalahan. Sedangkan vicarious lebility adalah suatu pertanggungjawaban pidana yang

dibebankan kepada seseorang atas perbuatan orang lain (the legal responsibility of one person

for the wrongful acts of another). Pertanggungjawan demikian misalnya terjadi dalam hal

perbuatan yang dilakukan oleh orang lain itu adalah dalam ruang lingkup pekerjaan atau

jabatan. Jadi, pada umumnya terbatas pada kasus-kasus yang menyangkut hubungan antara

majikan dengan buruh, pembantu dan bawahannya. Dengan demikian dalam pengertian

vicarious liability ini, walaupun seseorang tidak melakukan sendiri suatu tindak pidana dan

Page 76: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

65

tidak mempunyai kesalahan dalam arti yang biasa, ia masih tepat dapat

dipertanggungjawabkan.22

Dapat dipertanggungjawabkannya korporasi atas dasar kedua doktrin tersebut,

disamping adanya asas identifikasi, dalam perkembangannya memang kedua doktrin sangat

diperlukan.23

Lebih-lebih melihat tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi.

Mengenai beberapa masalah tersebut di atas, maka untuk lebih jelas

harus diketahui lebih dahulu sistem pertanggungjawaban pidana korporasi

dalam hukum pidana, dimana untuk sistem pertanggungjawaban pidana ini

terdapat beberapa sistem yaitu:24

1. Pengurus Korporasi Sebagai Pembuat, maka Penguruslah Yang

Bertanggungjawab

System pertanggungjawaban ini ditandai dengan usaha-usaha agar

sifat tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi dibatasi pada

perorangan (natuurlijk persoon). Sehingga apabila suatu tindak pidana

terjadi dalam lingkungan korporasi, maka tindak pidana itu dianggap

dilakukan pengurus korporasi itu. System ini membedakan “tugas

pengurus” dari pengurus.

Pada sistem pertama ini, pengurus-pengurus yang tidak memenuhi

kewajiban-kewajiban yang sebenarnya merupakan kewajiban korporasi

dapat dinyatakan bertanggungjawab.

22 Muladi & Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, cet. Ke-1

Jakarta: Kencana, hlm. 107-110.

23 Ibid, hlm. 114

24 Setiyono, Kejahatan Korporasi, op.cit, hlm. 10-15.

Page 77: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

66

2. Korporasi Sebagai Pembuat, maka Pengurus Yang

Bertanggungjawab,

Sistem pertanggungjawaban korporasi yang kedua ditandai dengan

pengakuan yang timbul dalam perumusan undang-undang bahwa suatu

tindak pidana dapat dilakukan oleh perserikatan atau badan usaha

(korporasi), akan tetapi tanggung jawab untuk itu menjadi beban dari

pengurus dan badan hukum (korprasi) tersebut. Secara perlahan-lahan

tanggung jawab pidana beralih dari anggota pengurus kepada mereka

yang memerintah, atau dengan larangan melakukan apabila melalaikan

memimpin korporasi secara sesungguhnya. Dalam system

pertanggungjawaban ini, korporasi dapan menjadi pembuat tindak

pidana, akan tetapi yang bertanggungjawab adalah para anggota

pengurus, asal saja dinyatakan dengan tegas dalam peraturan itu.

Menurut penulis, dalam sistem yang kedua ini, pertanggungjawaban

pidana secara langsung masih belum muncul.

3. Korporasi Sebagai Pembuat dan Bertanggungjawab

Sistem pertanggungjawaban yang ketiga ini merupakan permulaan

adanya tanggung jawab yang langsung dari korporasi. Dalam sistem ini

dibuka kemungkinan menuntut korporasi dan meminta

pertanggungjawabannya menurut hukum pidana. Hal-hal yang dapat

dipakai sebagai dasar pembenar atau alasan-alasan bahwa korporasi

sebagai pembuat dan sekaligus yang bertanggungjawab adalah sebagai

berikut. Pertama, karena dalam berbagai tindak pidana ekonomi dan

Page 78: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

67

fiscal, keuntungan yang diperoleh korporasi atau kerugian yang diderita

masyarakat dapat sedemikian besar sehingga tidak akan mungkin

seimbang bilamana pidana hanya dijatuhkan pada pengurus saja. Kedua,

dengan hanya memidana pengurus saja, tidak atau belum ada jaminan

bahwa korporasi tidak akan mengulangi tindak pidana lagi. Dengan

memidana korprasi dengan jenis dan berat sesuai dengan sifat korporasi

itu, diharapkan korproasi dapat menaati peraturan yang bersangkutan.

Membicarakan sistem petanggungjawaban pidana korporasi yang

secara khusus dibahas dalam pasal 20 UU. No. 31 Tahun 1999 yang

diubah dengan UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, tidak akan terlepas dari berbagai unsur perbuatan pidana

yang telah diatur di dalam undang-undang tersebut. Hal tersebut

dikarenakan yang menjadi latar belakang adanya suatu hukuman atau

sanksi hukum yang dibebankan kepada pelaku delik adalah telah

terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan hukum di dalam suatu

undang-undang, yang dalam hal ini disebabkan telah melanggar

ketentuan hukum (ketentuan pidana) yang terdapat di dalam Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 jo. No. 20 Tahun 2001 yang kemudian dapat

dikatakan melaggar atau melawan hukum formil. Sehingga pelaku delik

tidak dapat menghindar dari beban pidana atau pertanggungjawaban

pidana, yang telah ditetapkan ketentuannya di dalam undang-undang

tersebut.

Page 79: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

68

BAB IV

ANALISIS PIDANA ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG

MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

A. Analisis Dari Segi Pertanggungjawaban Pidana

Munculnya berbagai masalah di zaman yang modern ini menyebabkan

ijtihad dalam menentukan hukum merupakan suatu hal yang manjadi suatu

keharusan untuk dilakukan. Permasalahannya, di zaman sekarang. Al-Qur'an

telah mengajarkan agar umat Islam berijtihad, berupaya menarik kesimpulan

hukum serta menerima pengarahan para ulama dan ahli-ahli pikir mereka.

Allah SWT berfirman:

Artinya: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan

ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka

menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka,

tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan

dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri). kalau

tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah

kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di

antaramu).(Q.S. al-Nisa':83).

Ayat ini jelas berisi anjuran yang cukup tegas, untuk beristinbath dan

berijtihad, yakni mengambil kesimpulan dan berusaha mencari hukum dengan

mengadakan perbandingan dan lain sebagainya.

Page 80: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

69

Dalam bidang hukum pidana materiil ada 3 masalah pokok yaitu:

perbuatan yang dilarang, pertanggungjawaban pidana, dan sanksi yang

diancamkan.

Berbicara tentang pertanggungjawaban pidana maka tidak terlepas dari

asas kesalahan. Hal ini didasarkan pada prinsip pertanggungjawaban pidana

yang berdasar pada asas "tiada pidana tanpa kesalahan" yang dikenal dengan

asas kesalahan. Artinya pelaku dapat dipidana bila melakukan perbuatan

pidana yang dilandasi sikap batin yang salah/jahat. Dan telah diatur oleh

undang-undang seperti yang diatur dalam pasal 1 buku satu KUHP yang berisi

tentang asas legalitas.

Jadi dapat dikatakan bahwa pidana itu dapat dikenakan secara sah,

dengan demikian terdakwa harus:1

1. Melakukan perbuatannya pidana (melawan hukum)

2. Mampu bertanggungjawab.

3. Mempunyai bentuk suatu kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan.

4. Tidak adanya alasan pemaaf.

Seperti halnya dalam hukum positif dalam syariat Islam pun

pertanggungjawaban didasarkan kepada 3 hal: adanya perbuatan yang dilarang,

perbuatan itu dikerjakan oleh kemauan sendiri, pelakunya mengetahui akibat

perbuatannya. 2

1 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Edisi Revisi, Jakarta: 2009, hlm. 177

2 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum iIdana Islam, cet ke-6 Jakarta : Bulan Bintang, 2005

hal. 119

Page 81: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

70

Apabila terdapat tiga hal tersebut maka terdapat pula

pertanggungjawabkan. Apabila tidak terdapat maka tidak terdapat pula

pertanggungjawaban. Dengan demikian orang gila, anak dibawah umur, orang

yang dipaksa dan terpaksa tidak dibebani pertanggungjawaban, karena dasar

pertanggungjawaban pada mereka ini tidak ada.3 Dalam sebuah hadis yang

diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud disebutkan:

ىنه ه ع هن ع ل ي زع ل ع هللا فلعع النقع عمه ع له زه سع هللامع يعقه ع ل ه ع عين ل صع هللاى هللا سهلع هللا ته زع عن مل سع

هن هن ع ع عحة ع تهللاى ع ابل حع هن النمهصع ع ع تعينقلظع تهللاى يعسن هن الىهللاائلمل حع ع ع تهللاى يعثن هغع يسل حع غل الصهللا

ىنه يه ن ع ع عArtinya: Dari Ali Radliallah 'anhu aku mendengar Rasulullah shallallahu

'alaihi wasallam bersabda: "Diangkat pena dari tiga hal; anak kecil

sampai dia mencapai akil baligh, orang yang tertidur sampai dia terjaga

dan orang yang sakit (gila) sampai dia sembuh."4

Mengenai pertanggungjawaban hukum Islam mempunyai konsep yang

tidak jauh seperti halnya hukum positif bahakan boleh dikatakn sama. Seperti

yang dijelaskan di dalam firman Allah surat Al-Muddatstsir ayat 38 yang

berbunyi:

Artinya: Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya, 5

Ayat ini menjelaskan bahwa setiap jiwa terkait dengan apa yang menjadi

hasil usahanya atau perbuatannya, hanya orang-orang yang bisa membebaskan

diri dari semua pertanggungjawabannya dengan mengerjakan amal soleh.

Artinya bahwa dampak dari apa yang telah dikerjakan oleh seseorang

3 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah, cet

ke-2, Jakarta: Mediaka Garfika, 2006. hlm. 74 4 Sumber : AhmadKitab : Musnad sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga Bab :

Musnad Ali bin Abu Thalib Radliyallahu 'anhu No. Hadist : 896 5 Q.S.Al-Muddatstsir ayat 38.

Page 82: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

71

pertanggungjawabannya kembali kepada orang tersebut.6 Isi kandungan ayat

tersebut juga diperkuat oleh ayat-ayat lain, seperti yang terkandung di dalam

firman Allah SWT Al-An'am ayat 164, surat Az-Zumar ayat 7 An-Najm 38.

Secara umum isi yang terkandung didalam ayat-ayat tersebut adalah bahwa

pertanggungjawaban itu individual sifatnya, yang mempunyai arti kesalahan

orang lain tidak dapat dipindahkan pertanggungjwabannya kepada orang lain

(yang tidak bersalah).

Seperti yang telah penulis sebutkan di atas bahwa pertanggungjawaban

pidana ditegakkan atas 3 hal, yaitu: Adanaya perbuatan yang dilarang,

dikerjakan dengan kemauan sendiri, pembuatnya mengetahui terhadap akibat

perbuatan tersebut.

Dengan adanya syarat-syarat tersebut maka dapat diketahui bahwa yang

bisa dimintai pertanggungjawaban hanya manusia, yaitu manusia yang berakal

pikiran, dewasa dan berkemauan sendiri. Jika tidak demikan maka tidak ada

pertanggungjawaban pidana atasnya. Karena orang yang tidak berakal pikiran

bukanlah orang yang mengetahui dan bukanlah orang yang mempunyai pilihan.

Demikian pula orang yang belum dewasa, atau tidak mempunyai kedewasaan

tidak bisa dikatakan bahwa pengetahuan dan pilihannya telah menjadi

sempurna.

Pokok permasalahan yang terdapat sekripsi ini adalah mengenai unsur-

unsur/formulasi pidana korporasi yang diatur pada pasal 20 Undang-undang

no. 31 tahun 1999 jo. No. 20 tahun 2001 dapat dijelaskan mengenai bentuk-

6 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir An-Nuur, Jilid-5, cet. Ke-2,

Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000, h. 4412

Page 83: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

72

bentuk pertanggunjawaban pidana, hal ini terlihat dari bunyi Pasalnya sebagai

berikut:

1. Dalam hal tindak pidana korupsi oleh atau atas nama korporasi, maka

tuntutan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi atau pengurusnya.

2. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana

tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja

maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi

tersebut baik sendiri maupun bersasma-sama.

3. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka

korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.

4. Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)

dapat diwakili oleh orang lain.

5. Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri

dipengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus tersebut

dibawa ke sidang pengadilan.

6. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan

untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan

kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus kantor.

7. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda,

dengan ketentuan maksimum pidana ditambah1/3 (satu pertiga).

Selanjutnya akan dibahas mengenai pertanggungjawaban piadana

korporasi ayat-perayat dari isi pasal 20. Berkenaan dengan pasal 20 ayat 1 yang

dimaksud dengan “pengurus” adalah korporasi yang menjalankan

kepengurusan korporasi yang bersangkutan sesuai dengan anggran dasar,

termasuk mereka yang dalam kenyatannya memiliki kewenangan dan ikut

memutuskan kebijakan korporasi yang dapat dikualifikasikan sebagai tindak

pidana korupsi.7 Ayat ini menganut sistem pertanggungjawaban pidana yang

pertama dan ketiga.8 Yaitu, pengurus korporasi sebagai pembuat dan pengurus

bertanggungjwab. Sistem pertama berpijak pada pemikiran bahwa korporasi itu

7 Tim Redaksi Nuansa Aulia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Republic

Indonesia, Tindak Pidana Korupsi dan Suap, cet ke-1, Bandung: Cv. Nuansa Aulia, 2008. Hal. 43 8 Pertama Pengurus Korporasi Sebagai Pembuat, maka Penguruslah Yang

Bertanggungjawab, kedua, Korporasi Sebagai Pembuat, maka Pengurus Yang Bertanggungjawab,

Ketiga, Korporasi Sebagai Pembuat dan Bertanggungjawab. Lihat Setiyono, Kejehatan Korpirasi,

hlm. 12-14.

Page 84: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

73

sendiri tidak dapat dibebani tanggungjawab pidana, melainkan senantiasa

penguruslah yang melakukan delik itu. Oleh sebab itu penguruslah yang

diancam dengan pidana. Dan juga sistem ketiga yaitu korporasi sebagai

pembuat dan korporasi bertanggungwab. Pada sistem ketiga ini berkenaan

dengan korporasi sebagai pembuat, juga sebagai yang bertanggungjawab,

motivasinya adalah membebankan tanggungjawab pidana kepada pengurus dan

korporasi itu sendiri.

Sebgaimana penulis sebutkan pada bab sebelumya bahwa dalam hal

menjadikan korporasi sebagi subjek hukum dalam hukum pidana, yaitu adanya

hak dan kewajiban yang melekat padanya. Usaha ini dilatarbelakangi oleh

fakta bahwa tidak jarang korporasi mendapat keuntungan yang banyak dari

hasil kejahatan yang dilakukan oleh pengurus. Begitu juga dengan dampak atau

kerugian yang dialami oleh masyarakat yang disebabkan oleh tindakakan-

tindankan pengurus-pengurus korporasi. Dianggap tidak adil bila korporasi

tidak dikenakan hak dan kewajiban seperti halnya manusia. Kenyataan inilah

yang kemudian memunculkan tahap-tahap perkembangan korporasi sebagai

subyek hukum.9

Untuk lebih jelasnya akan dibahas menganai unsur-unsur pidana yang

ada pada pasal 20 didasarkan pada 3 unsur yaitu,

1. Adanya undang-undang atau nas, (unsur formil).

2. Sifat melawan hukum, (unsur materiil),

9 Mahrus Ali, Hukum Pidana Korupsi Di Indonesia, cet, ke-1, Yogyakarta: Uii Press,

2011, hal. 48

Page 85: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

74

3. Pelakunya (unsur moril) dapat dipersalahkan atau disesalkan atas

perbuatannya.

Sehubungan dengan pasal 20 penulis coba melakukan pendekatan

melalui unsur-unsur pidananya apakah memenuhi unsur-unsur pidana. Dari

teori yang tersebut diatas:

1. Adanya Undang-Undang atau Nas

Artinya setiap perbuatan tidak dianggap melawan hukum dan

pelakunya tidak dapat dipidana kecuali adanya nas atau undang-undang

yang mengaturnya. Dalam hukum positif istilah ini dikenal dengan istilah

asas legalitas, yaitu suatu perbuatan tidak dapat dianggap melawan hukum

dan pelakunya tidak dapat dikenai sanksi sebelum adanya peraturan yang

mengundangkannya. Dalam syari'at Islam lebih dikenal dengan istilah ar-

rukn asy-syar'i10

Asas legalitas juga banyak ditemukan dalam al-Qur'an yang pada

intinya hampir tidak ada perbedaannya dengan hukum positif, seperti

diantaranya firman Allah surat al-isra' ayat 15:

Artinya: Dan Kami tidak akan menghukum sebelum Kami mengutus

seorang rasul.

Di dalam firman Allah surat al-Qasas ayat 59:

10

Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, cet. Pertama, Yogyakarta:

Logung Pustaka, 2004, hal. 10

Page 86: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

75

Artinya: Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia

mengutus di ibu kota itu seorang Rasul yang membacakan ayat-ayat

Kami kepada mereka.

Di dalam firman Allah surat al-an'am ayat 19:

Artinya: Dan Al Quran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan Dia aku

memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai

Al-Quran (kepadanya).

Dari ayat-ayat tersebut di atas dapat dipahami dengan jelas bahwa

suatu perbuatan tidak bisa dianggap sebagai sebuah tindak pidana dan

pelakunya tidak dapat dipertanggungjawaban secara hukum. Mengenai asas

legalitas dapat dijumpai juga dalam KUHP buku 1 pasal (1) berbunyi

sebagai berikut.11

“Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas ketentuan

pidana dalam undang-undang yang ada terdahulu daripida perbuatan itu.”

Topo Santoso berpendapat tentang asas legalitas dalam Islam, yaitu

merupakan suatu jaminan dasar bagi kebebasan individu dengan memberi

batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas. Asas ini melindungi

dari penyalahgunaan kekuasaan atau kesewenang-wenangan hakim,

menjamin keamanan individu dengan informasi yang boleh dan dilarang.12

11

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-

Komentarnya Pasal Demi Pasal, Pasal 1 ayat 1, Politeia : Bogor, 1996. 12

Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, cet. Pertama, Jakarta: Gema Insani

Press, 2003, hlm. 11

Page 87: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

76

2. Sifat melawan hukum

Dari segi "sifat melawan hukum" yang merupakan unsur matreriil.

Unsur ini merupakan sebuah keharusan dalam suatu perbuatan sehingga

dapat dimintai pertanggungjawaban.13

Makhrus Munajat mendefinisikan tentang melawan hukum adalah

adanya tingkah laku seseorang yang membentuk jarimah (tindak pidana),

baik dengan sikap berbuat ataupun sikap tidak berbuat yang dikenal dengan

istilah (Islam) ar-rukn al-madi.14

Dalam penjelasan pasal 2 ayat 1 UU No.31 tahun 1999, yang

dimaksud dengan "secara melawan hukum" adalah mencakup perbuatan

formil ataupun perbuatan materiil, yakni meskipun perbuatan itu tidak diatur

dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut

dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa ketidakadilan atau norma-

norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat

dipidana.

Oleh karena itu melawan hukum dengan memperkaya diri adalah

suatu kesatuan dalam konteks rumusan tindak pidana korupsi pasal 20 UU.

No. 31 Tahun 1999 jo. No. 20 Tahun 2001. Memperkaya dengan melawan

hukum artinya si pembuat dalam mewujudkan perbuatan memperkaya diri

adalah tercela, dia tidak berhak melakukannya dalam memperoleh atau

menambah kekayaanya tersebut. Setiap subyek hukum mempunyai hak

13

Adami Chazawi, Hukum Formil dan Materiil Korupsi di Indomisia, cet. Ke-1 Malang:

Bayumedia Publishing, 2003, hal 32. 14

Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, cet. Pertama, Yogyakarta:

Logung Pustaka, 2004, hal. 10

Page 88: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

77

untuk memperoleh atau menambah kekayaannya, tetapi haruslah dengan

perbuatan hukum atau perbuatan yang dibenarkan oleh hukum.

3. Pelakunya

Dilihat dari unsur "pelakunya", maka hal tersebut merupakan

unsur ketiga yang disebut juga dengan unsur moril. Ayat (1) mempunyai

unsur tersebut, hal ini sudah tertuang dalam kalimat "oleh atau atas nama

korporasi". Kalimat tersebut mengundung arti bahwa tindak pidana yang

dilakukan oleh korporasi, atau orang (pengurus) atas nama korporasi dalam

hal ini mempunyai hubungan dengan koporasi tersebut. Yang dimaksud

dengan pengurus dalam penjelasan UU No. 31 Tahun 1999 adalah organ

korporasi yang menjalankan kepengurusan korporasi yang bersangkutan

sesuai dengan anggaran dasar, termasuk mereka yang dalam kenyataannya

memiliki kewenangan dan ikut memutuskan kebijakan korporasi yang dapat

dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi.

Ahmad Hanafi dalam menempatkan pelaku sebagai subjek hukum

dan bisa dimintai pertanggungjawaban adalah diwajibkan orang mukallaf,

yaitu orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap jarimah

(tindak pidana) yang diperbuatnya, yang dikenal dengan unsur moril.15

Dengan demikian yang dapat dimintai pertanggungjawaban hanya manusia

yang sudah mampu untuk berpikir sehat dan bijaksana, bukan orang gila

yang tidak mempunyai pikiran waras, dan juga bukan anak kecil yang masih

berpikiran labil serta bukan orang yang berada dibawah tekanan orang lain.

15

Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, cet. Ke-6 Jakarta: Bulan Bintang,

2005, hal 6

Page 89: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

78

Dari hasil analisis, di sini penulis menjelaskan bahwa,

pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi apabila melakukan

perbuatan yang dianggap atau terbukti secara sah melawan hukum dapat

dijatuhkan. Korporasi yang merupakan bukan "badan alami" (manusia) yang

tidak mempunyai pengetahuan atau pilihan terhadap perbuatannya tetap

harus bertanggungjawab atas perbuatan pelanggaran hukum yang dilakukan

oleh pengurusnya, karena korporasi (dalam hukum perdata) dapat

melakukan perbuatan-perbuatan seperti mengadakan perjanjian yang apabila

kemudian melakukan wanpresatasi terhadap maka yang harus

bertanggungjawab adalah korporasi itu sendiri.

Kemudian berkenaan dengan korporasi apakah dapat dimintai

pertanggungjawaban pidana dalam hukum Islam, Ahmad Hanafi menolak

adanya pertanggungjwaban pidana terhadap korporasi. Dengan memberikan

alasan bahwa yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana didasarkan

atas adanya pengetahuan terhadap perbuatan dan pilihan. Sedangkan

korporasi (badan hukum) tidak mempunyai syarat tersebut. Akan tetapi

kalau terjadi perbuatan-perbuatan yang dilarang dan yang keluar dari orang-

orang yang bertindak atas nama badan hukum tersebut, maka orang-orang

itulah yang bertanggungjawab atas perbuatannya.16

Ada dua ajaran pokok yang menjadi alasan bagi pembenaran

dibebankannya pertanggungjawaban pidana kepada korporasi. Ajaran ajaran

tersebut adalah doctrine of strict liability dan dontrine of vicarious

16

Ibid, h. 119-120

Page 90: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

79

liability.17

Salah satu pemecahan praktis masalah pertanggungjawaban

pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang bekerja

dilingkungan korporasi tempat ia bekerja ialah doctrine strict liability,

pertanggungjawaban dapat dibebankan kepada pelaku tindak pidana yang

bersangkutan dengan tidak perlu dibuktikan adanya kesalahan pada

pelakunya.

Ajaran yang kedua yang membenarkan bagi adanya pembebanan

pertanggungjawaban pidana kepada korporasi adalah dotrin vicarious

liability. Menurut ajaran ini seseorang dimungkinkan harus

bertanggungjawab atas perbuatan orang lain. Apabila teori ini diterapkan

pada korporasi, berarti korporasi dimungkinkan harus bertanggungjawab

atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh para pegawainya, kuasanya,

mandatarisnya, atau kepada siapapun yang bertanggungjawab kepada

korporasi tersebut.18

Dalam hal korporasi sebagai pembuat dan pengurus

bertanggungjawab, maka ditegaskan bahwa korporasi mungkin sebagi

pembuat. Pengurus ditunjuk sebgai yang bertanggungjawab yang dipandang

dilakukan oleh korporasi adalah apa yang dilakukan oleh alat

perlengkapannya korporasi menurut wewenang berdasarkan anggaran

dasarnya. Tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi adalah tindak pidana

yang dilakukan oleh oaring tertentu sebagai pengurus dari badan hukum

17

Muladi & Dwija Priyanto , Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, cet. Ke-1, Jakarta:

Kencana Prenada Media Grup. Hal. 107-109 18

Ibid, hlm. 84-86

Page 91: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

80

tersebut. Sifat dari perbutan yang menjadi tindak pidana itu adalah

onpersoonlijk. Orang yang memimpin korporasi bertanggung jawab pidana,

terlepas dari apakah ia tahu atau tidak tentang dilakukannya perbuatn itu.19

Kemudian masih tentang korporasi sebagai subjek hukum atau

"pelaku", Chidir Ali memberikan definisi sebagai berikut:20

"Hukum memberi kemungkinan dengan memenuhi syarat-syarat

tertentu, bahwa suatu perkumpulan atau badan lain dianggap sebagai orang

yang merupakan pembawa hak, dan karenanya dapat menjalankan hak-hak

seperti orang biasa yang dapat dipertanggungjawabkan. Namun demikian,

badan hukum atau korporasi bertindak harus dengan perantara orang biasa.

Akan tetapi, orang yang bertindak itu tidak untuk dirinya sendiri, melainkan

untuk dan atas nama pertanggungjawaban korporasi".

Dari definisi di atas dapatlah disimpulkan bahwa korporasi (badan

hukum ataupun bukan badan hukum) dapat dipertanggungjawabkan secara

pidana (subjek hukum), dan dianggap sebagai yang mempunyai kemampuan

bisa berbuat seperti layaknya manusia alami, serta mempunyai hak-hak dan

kewajiban. Namun dalam melakukan suatu perbuatan (korporasi) melalui

perantara manusia.

Selanjutnya mengenai pasal 20 ayat (2). Ayat (2) ini tidak terlalu

jauh berbeda dengan ayat (1) dimana ayat satu berkenaan dengan

penuntutan sedangkan ayat dua adalah mengenai perbuatan seperti apakah

yang dikerjakan oleh korporasi, adalah apabila suatu perbuatan itu dilakukan

oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan

19

Muladi & Dwidja Priyanto, Pertanggungjawaban Korporasi, cet. Ke-1, Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2010, hal. 86 20

Chidir Ali, Badan Hukum, cet. Pertama, Bandung : PT. Alumni, 1987, hal. 20

Page 92: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

81

hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik

sendiri maupun bersama-sama.

Artinya apabila suatu perbuatan tindak pidana telah terjadi yang

dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai hubungan kerja atau

mempunyai hubungan lain, yang bertindak atas nama korporasi, maka

pertanggungjawaban terhadap korporasi dapat dijatuhkan.

Pasal 20 ayat (3),ayat (4), ayat (5), menurut ketentuan-ketentuan

ayat tersebut, apabila tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka

yang akan diperiksa oleh polisi, atau jaksa, dan harus tampil didepan

pengadilan adalah pengurus dari korporasi tersebut. Pada ayat (4) bukan saja

memberikan kesempatan bagi korporasi dalam hal diwakili oleh pengurus

bahkan memberikan hak kepada pengurus untuk tidak tampil sendiri dalam

proses penyidikan, penututan, dan dari korporasi yang bersangkutan atau

menguasakan kepada orang lain atau beberapa orang advokat untuk

mewakili dirinya tampil di depan pengadilan. Dengan kata lain, pengurus

yang bersangkutan tidak harus secara pribadi baik ke hadapan polisi, jaksa,

atau ke muka sidang pengadilan. Hal ini diambil dari asas hukum perdata

yang menentukan bahwa suatu subjek hukum (orang peroangan atau badan

hukum) dapat mewakilkan dirinya kepada pihak lain, baik kepada orang

perorangan atau kepada badan hukum lain dengan memberikan kuasa untuk

melakukan perbuatan hukum tertentu atau melakukan segala hukum yang

Page 93: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

82

terkait dengan masalah yang serahkan pengurusan atau penyelesaiannya

kepada pihak yang diberi kuasa (penerima kuasa) itu.21

Berkenaan dengan ini Barda Nawawi Arif dalam bukunya

menjelaskan, dengan dijadikannya korporasi (berbadan hukum atau bukan)

sebagai subjek Tindak Pidana Korupsi, maka sistem pidana dan

pemidanaannya juga seharusnya berorientasi pada korporasi. Ini berarti,

harus ada ketentuan khusus mengenai:

(1) Kapan dikatakan korporasi melakukang tindak pidana,

(2) Siapa yang dapat dipertanggungjawabkan,

(3) Dalam hal bagaimana korporasi dapat dipertanggungjawabkan, dan

(4) Jenis-jenis sanksi apa yang dapat dijatuhi untuk korporasi.

Menegnai sub (1), undang-undang Tindak Pidana Korupsi Tahun

1999 telah mengaturnya dalam pasal 20 ayat (2), yaitu:

“Apabila tindak pidana dilakukan oleh orang-oarang, baik

berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam

lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama”.

Menengnai sub (2), diatur dalam pasal 20 ayat (1) yang

menyatakan, bahwa:

“Tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap

korporasi dan atau pengurusnya”.

Untuk sub (3), undang-undang tindak pidana korupsi tahun 1999

tidak membuat ketentuan khusus yang rinci, tetapi

diintergrasikan/terkandung dalam pasal 20 ayait (1) dan ayat (2) di atas.

21

Sutan Remy Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, cet. Pertama, Jakarta :

PT. Grafity, 2006, hal 176-177

Page 94: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

83

Mengenai sub (4), undang-undang tindak pidana korupsi tahun 1999

menyatakan bahwa:

“Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada korporasi hanya

pidana denda, yang maksimumnya ditambah /diberatkan 1/3 (satu pertiga)”

(pasal 20 ayat 7).

Jadi dengan melihat uraian-uraian di atas berkenaan dengan

pertanggungjawaban korporasi yang melakukan tindak pidan korupsi, maka

pertangungjawaban pidana dibebankan hanya kepada pengurus, atau kepada

pengurus dan korporasi. Ketentuan yang demikian inilah kiranya yang

menjadi salah satu penyebab mengapa eksistensi korporasi dalam tindak

pidana korupsi belum dijatuhi pidana. Sebab apabila tindak pidana yang

dilakukan oleh korporasi, umumnya yang betanggungjawab secara pidana

adalah pengurus korporasi, bukan korporasi itu sendiri.22

B. Analisis Dari Segi Sanksi Pidana

1. Pengertian dan Pemidanaan

Sebelum menjelaskan apa hukuman atau sanksi yang pantas untuk

tindak pidana korupsi di sini penulis akan menjelaskan pengertian hukuman,

dan tujuanhukuman itu dijatuhkan kepelakunya. Hukuman atau sanksi

dalam istilah Arab sering disebut dengan 'uqubah, yaitu bentuk balasan

terhadap seseorang yang atas perbuatannya melanggar ketentuan syara' yang

ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk kemaslahatan manusia.23

Abdul Qodir Audah dalam kitabnya menjelaskan bahwa:

22

Mahrus Ali, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, Yogyakarta: UII Press hlm. 54. 23

Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, cet pertama, Yogjakarta, Logung

Pustaka, 2004, hlm. 39

Page 95: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

84

العقتح ى الجصاء المقسز لمص حح الجما ح ى صيان ازم ال ازع

hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk memelihara

kepentingan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-

ketentuan syara’.24

Tujuan dari hukuman dalam syari'at Islam merupakan merupakan

realisasi dari tujuan hukum Islam itu sendiri, yakni sebagai pembalasan

perbuatan jahat, pencegahan secara umum dan pencegahan secara khusus

serta perlindungan tehadap hak-hak korban. Pemidanaan (penjatuhan

sanksi) dimaksudkan untuk mendatangkan kemaslahatan umat dan

mencegah kedzaliman dan kemadharatan.25

Ahmad Hanafi mengemukakan tujuan hukuman dalam Islam adalah

pencegahan dan pengajaran serta pendidikan. Pengertian pencegahan ialah

menahan pembuat agar tidak mengulangi perbuatan jarimahnya atau agar

tidak terus menerus memperbuatnya, di samping pencegahan terhadap orang

lain selain pembuat agar tidak memperbuat jarimah, sebab ia bisa

mengetahui hukuman yang dikenakan terhadap orang yang memperbuat

pula perbuatan yang sama.26

Oleh karena tujuan hukuman adalah

pencegahan maka besarnya hukuman harus sedemikian rupa yang cukup

mewujudkan tujuan tesebut, tidak boleh kurang atau lebih dari batas yang

24

Abdul Qodir Audah, At-Tasyr’ Al-Jina’iy Al-Islamy, Juz 1, Dar Al-Kitab Al-„Raby,

Beirut, hlm. 609 25

Makhrus Munajat, op.cithlm. 39 26

Ahamd Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, cet. Ke-6 Jakarta : PT Bulan Bintang,

2005, hlm. 191

Page 96: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

85

diperlukan, dan dengan demikian maka terdapat prinsip keadilan dalam

menjatuhkan hukuman.

Sebagaimana penulis menjelaskan pada bab sebelumnya bahwa ada

beberapa jenis tindak pidana atau jarimah yang relevan dengan tindak pidna

korupsi. Diantaranya ghulul, (penggelapan), khianat, ingkar terhadap (janji

jabatan), risywah (gratifikasi), ghasab, (memakai/mengambil hak orang lain

dengan paksa dan tanpa ijin), sariqoh (pencurian), dan hirobah

(perampokan).

Untuk dua jenis jarimah yang disebutkan terakhir keduanya masuk

dalam wilayah jarimah hudud, pertanyaannya adalah apakah tindak pidana

korupsi bisa dianalogikan atau disamakan dengan perampokan dan atau

pencurian? Dalam hal ini Andi Hamzah, dengan mengutip pendapat M.

Cherif Bassioni ahli pidana internasional yang berkembangsaan Mesir,

berpendapat bahwa tindak pidana korupsi tidak bisa disamakan atau

dianalogikan dengan pencurian dan perampokan. Sebab kedu jenis tindak

pidana ini masuk dalam wilayah jarimah hudud yang ketentuannya sudah

baku dan tegas disebut dalam Alquran. Oleh sebab itu sanksi tindak pidana

korupsi tidak sama dengan sanki pidana pencurian berupa potong tangan

dan berlainan dengan sanksi tindak pidana perampokan berupa hukuman

mati. Menuruntan sanksi tindak pidana korupsi masuk dalam jarimah ta‟zir,

bukan berarti pasti dalam bentuk sanksi yang sanagat ringan, sebab bentuk

Page 97: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

86

dan jenis-jenis hukuman ta‟zir meliputi berbagai macam, termasuk bisa saja

dalam bentuk penjara seumur hidup bahkan bisa berupa hukuman mati.27

Takzir secara etimologi adalah bentuk masdar atau kata kerja صز –

.yang berarati mencela atau menegur, menolak, dan mencegah يعصز 28

Adpun

mneurut terminologi adalah pengajran yang tidak sampai ketentuan had

syari‟ seperti pengajaran terhadap seseorang yang mencacimakipihak

laintetapi bukan mnuduh (orang lain berbuat zina).

Melihat kasus-kasus yang ada di Indonesia maka hukuman ta‟zir

bisa saja lebih berat. Ta‟zir memang bukan termasuk dalam katagoti dalam

hukuman hudud. Namun bukan berarti tidak boleh keras dari hudud, bahkan

sangat dimungkinkan diantara sekian banyak jenis dan bentuk ta‟zir berupa

hukuman mati.

Dalam masalah ini abdul qodir audah tampaknya sangat berat hati

untuk mengatakan bahwa ta‟zir boleh dalam bentuk hukuman mati, secara

tegasi ia mengatakan:

فيمثغ أن ال ت ن قتح التعصيس م ح مه ف يجش ف

التعصيس قتل

ال قطح ل ه ال ثيسيه مه الفقاء اجاشا ستثىاء مه ري القا دج اويعاقة

تالقتل تعصيسا إذا قتضت المص حح العامح تقسيس قتح القتل

Seyogyanya sanksi ta’zir bukan sanksi yang bersifat mematikan,

maka dari itu ta’zir tidak boleh dalam bentuk hukuman mati atau potong

tangan anggota tubuh pelaku. Tetapi mayoritas fuqoha membolehkan

sebgai pengecualian dari prinsip umum ini, untuk menetapkan hukuman

mati sebagai ta’zir, kalau akan membawa kemaslahatan umum.29

27

Muhammad Nurul Irfan, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Perspektif Fiqih Jinayah,

Jakrta: Badan Litbang Dan Diklat Departemen Agama RI, 2009, hlm. 150. 28

A.w. Munawir, Kamus al-Munawir, Edisi Kedua, Surabaya: pustaka progresif, 2002.

29 Abdul qodir audah, op.cit, hlm. 52

Page 98: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

87

Dengan demikian sanksi ta‟zir adalah sebuah sanksi hukum yang

yang diperlakukan kepada seseorang pelaku jarimah atau tindak pidana

yang melakukan pelanggran-pelanggaran baik yang berkaitan dengan hak

Allah maupun hak mausia dan pelanggaran-pelanggaran dimaksud tidak

masuk dalam katagori hukuman hudud dan kafarat. Oleh karena hukuman

ta‟zir tidak ditentukan secara langsung oleh alquran dan hadist maka jenis

hukuman ini menjadi kompetensi hakim atau penguasa setempat.

2. Bentuk-Bentuk Sanksi Pidana Bagi Korporasi

Sanksi pidana adalah akibat yang harus ditanggung oleh pembuat

dosa (melanggar hukum) dari perbuatan yang dilakukan secara melawan

hukum. Adapun bentuk-bentuk pidana dalam hukum pidana Indonesia

dibagi menjadi:30

a. Pidana pokok:

1) Pidana penjara

2) Pidana tutupan

3) Pidana pengawasan

4) Pidana denda

5) Pidana kerja sosial

b. Pidana tambahan:

1) Pencabutan hak-hak tertentu

2) Perampasan barang-barang tertentu dan tagihan

3) Pengumuman putusan hakim

30 Barada Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, cet.ke-3 Bandung:

Citra Aditiya Bakti, 2005, hlm. 155

Page 99: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

88

4) Pembayaran ganti kerugian

5) Pemenuhan kewajiban adat

c. Pidana khusus:

1) Pidana mati

Demikian juga layaknya hukum positif, hukum Islam juga membagi

jrimah dalam dalam tiga macam, yaitu jarimah hudud, jarimah qisas-diyat,

dan jarimah ta'zir. Kemudian sebagai efek dari jarimah-jarimah tersebut

adalah adanya sanksi/hukuman. Makhrus Munajat mengklasifikasikan

sanksi pidana ataupun hukuman dalam Islam dapat dikelompokkan dalam

beberapa jenis, hal ini dapat diperinci sebagai berikut.31

a. Hukuman dilidat dari pertalian hukuman yang satu dengan yang lain ada

empat macam:

1) Hukuman pokok, yaitu hukuman yang diterangkan secara definitive,

artinya hakim hanya menerapkan sesuai dengan apa yang telah

ditentukan oleh nas.dalam fikih jinayat disebut jarimah hudud.

2) Hukuman pengganti, yaitu hukuman yang diterapkan sebagai

pengganti, karena hukuman pokok tidak dapat diterapkan dengan

alasan yang syah. Seperti qisas diganti dengan diyat, diyat diganti

dengan dimaafkan.

3) Hukuman tmbahan, yaitu suatru hukuman yang menyertai hukuman

pokok tanpa adanya putusan hakim tersendiri, misalnya bagi pelaku

31

Mkhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, cet. Pertama Yogyakarta: Logung

Pustaka , 2004, hlm. 44-46

Page 100: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

89

qazf, hak persaksian hilang, dan bagi pembunuh, hak pewarisan

hilang.

4) Hukuuman pelengkap, yaitu tambahan hukuman pokok dengan

melalui keputusan tersendiri, misalnya pencuri, selain dipotong tangan

juga diberi tambahan dengan dikalungkannya tangan dilehernya.

b. Hukuman dilihat dari kewenagan hakim dalam memutuskan perkara,

maka ada dua macam yaitu:

1) Hukukam yang bersihat terbatas, yakni ketentuan pidana yang

diterapkan secara pasti oleeh nas, artinya tidak adas batas tertinggi

dasn terendah. Contoh hukuuman dera bagi pelaku zina 100 kali dan

80 kali bagi penuduh zina.

2) Hukuman yang memiliki alternatif untuk dipilih, contohnya pada

jarimah yang belum selesai seperti percobaan pembunuhan, dll.

c. Hukuman dari segi objeknya, hal ini dapat dibagi menjadi tiga

kelompok:

1) Hukuman jasmani, seperti potong tangan.

2) Hukuman yang berkenaan dengan psikologis, ancaman dan teguran.

3) Hukuman denda, ganti rugi, diyat, dan penyitaan harta.

Selanjutnya akan dibahas mengenai sanksi pidana yang pantas dan

layak dijatuhkan terhadap korporasi sebagai pelaku tindak pidana. Pada

pasal 20 ayat 7 di jelaskan bahwa korporasi sekalipun bukan badan alami

(manusia) dapat dikenai pertanggungjaawaban pidana.

Page 101: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

90

Adapun bentuk-bentuk sanksi pidana yang dapat dijatuhkan pada

korporasi dapat berupa pidana pokok dan pidana tambahan. Sementara itu,

berbagai undang-undang pidana Indonisia baru menetapkan denda sebagai

pidana pokok bagi korporasi. Bentuk-bentuk sanksi pidana lain oleh

undang-undang ditetapkan sebagai sanksi pidana tambahan atau tindakan

tata tertib.32

Pasal 20 ayat 7 menjelasakan tetang pidana yang dapat dinjatuhkan

terhadap korporasi:

“Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya

pidana denda, dengan ketenyuan maksimum pidana ditambah1/3 (satu

pertiga)”

Menurut ketentuan ayat ini pidana pokok yang dapat dijatuhkan

terhadap korporasi sebagai pertanggungjawaban pidana hanyalah pidana

denda yang ditambah 1/3 (sepertiga).

Ketentuan demikina cukup wajar, karena dari dua jenis pidana pokok

yang diancamkan dalam perumusan delik yaitu (penjara dan denda), hanya

pidana dendalah yang paling cocok untuk korporasi. Namun sebenarnya,

dismping pidana denda, beberapa jenis pidana tambahan dalam pasal 18

ayat (1) dapat juga dijadikan pidana pokok untuk korporasi atau setidak

tidaknya sebagai pidana tambahan yang dapat dijatuhkan secara mandiri.

Kalau pidana penjara (perampasan kemerdekaan) merupakan pidana pokok

untuk “orang”, maka pidana pokok untuk korporasi yang dapat diidentikan

32

Sutan Remy Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, cet pertama, Jakarta:

Grafity, 2006, hlm. 205

Page 102: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

91

dengan pidana perampasan kemerdekaan adalah sanksi berupa “penutupan

perusahaan/korporasi untuk waktu tertentu atau pencabutan hak ijin usaha”.

Mengenai pidana denda untuk korporasi, pasal 20 ayat (7) undang-

undang nomor 31 tahun 1999 hanya menentukan, bahwa maksimumnya 1/3

(satu pertiga). Sayangnya, tidak ada ketentuan khusus mengenai

pelaksanaan pidana denda dalam pasal 30 KUHP (yaitu apabila denda tidak

dibayar, diganti dengan pidana kurungan pengganti selama enam bulan)

tidak diterapkan terhadap korporasi.33

Dari pasal 20 ayat 7 tersebut diatas penulis memberikan penilaian

bahwa hukum positif telah mengenal adanya pertanggungjawaban pidana

terhadap korporasi. Artinya korporasi yang dalam berbuat tidak dengan

kehendak sendiri melainkan melalui perantara manusia dapat juga dimintai

pertanggungjawaban dan dikenakan sanksi pidana. Tidak seperti yang

dikemukakan oleh Ahmad Hanafi yang berpendapat bahwa yang dapat

dimitai pertanggungjawaban pidana hanya manusia, hal ini Ahmad Hanafi

mendasarkan/mensyaratkan pertanggungjawan pidana pada adanya

pengetahuan terhadap perbuatannya dan adanya pilihan sedangkan korporasi

atau badan hukum tidak mempunyai syarat tersebut.

33 Barada Nawawi Arief, op. cit. hlm. 157.

Page 103: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

92

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, mengenai tindak pidana korupsi

yang dilakukanoleh korporasi maka dapat diambil kesimpulan:

1. Tindakan korupsi yang dilakukan oleh korporasi dapat dianggap sebagai

tindak pidana, sebagaimana di atur dalam Pasal 20 UU. 31/1999 jo. UU.

20/2001 hal ini didasarkan atas terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana

yang meliputi baik unsur formil maupun matriil. Dalam hal ini korproasi

disamakan dengan personal atau manusia. Maka dalam hal tindak pidana

korporasi dapat memeprtanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum.

Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana

denda, dengan ketentuan maksimum pidana ditambah1/3 (satu pertiga).

2. Sebagaiman hukum positif hukum Islam juga mengenal adanya korprorasi

ini terbukti dengan beberapa ayat al-Quran yang menjelaskan tentang

kelompok atau korporasi. Menurut hukum Islam tindakan korupsi yang

dilakukan oleh korporasi juga bisa dikatagorikan sebgai jarimah. Hal ini

karena telah terpenuhinya unsur-unsur jarimah yaitu unsur formal ( الركن

(الشرعي , unsur matriil (الركن المادي) , unsur moral ( dan dapat (الركن األدبي

dimintai pertanggungjawaban. Mengenai hukuman terhadap tindak pidana

korupsi yaitu hukuman ta’zir.

Page 104: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

93

B. Saran

Melihat hiruk pikunya perpolitik di Indonesia tentunya kita harus

memeperhatikan dan mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah terutama

dalam bidang hukum yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Dari

penulisan skripsi ini tentunya membutuhkan penelitian dan pengembangan

lebih lanjut tentang pidana khususnya di bidang jinayah. Masalah-masalah ini

perlu dibahas untuk mengembangkan dan merumuskan teori-teori hukum

Islam agar dapat menenuhi dan sebagai jawaban terhadap kebutuhan zaman,

dan sekaligus sebagai bahan masukan bagi materi-materi hukum positif di

Indoneseia.

C. Penutup

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan pencipta alam, atas segala

limpahan Rahmat dan taufik-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian ini. Penulis menyadari skripsi ini masih sarat dari keterbatasan. Oleh

karena itu, saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan. Semoga

apa yang telah penulis lakukan dapat bermanfaat bagi diri penulis sendiri

khususnya, dan bagi khalayak umum pada umumnya, dan semoga penelitian

yang penulis lakukan dapat memberikan sumbangsih terhadap wacana

mengenai korupsi yang dilakukan oleh korporasi dalam hukum positif dan

hukum Islam. Akhirnya penulis menyampaikan trimakasih dengan tulus hati

kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, dengan

harapan semoga Allah SWT. Menerima sebagai amal kebaikan dan

memberikan balasan kebaikan, amin.

Page 105: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

DAFTAR PUSTAKA

A.Z. Abidin, Bunga Rampai Hukum Pidana, Jakarta: Pradnya Paramita 1983.

Abdul Halim Muntasir Dkk, Al-Mu’jam Al-Wasit, Mesir : Dar Al-Maarif, 1972,

Abdul Qodir Audah, At-Tasyr’ Al-Jina’iy Al-Islamy, Juz 1, Dar Al-Kitab Al-

‘Raby, Beirut,

Adami Chazawi, Hukum Formil dan Materiil Korupsi di Indomisia, cet. Ke-1

Malang: Bayumedia Publishing, 2003,

Ahamd Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, cet. Ke-6 Jakarta : PT Bulan

Bintang, 2005.

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah,

cet ke-2, Jakarta: Mediaka Garfika, 2006

Ahmad Warso, Munawir, Kamus al-Munawir, Edisi Kedua, Surabaya: Pustaka

Progresif, 2002.

Al-Jurjani, Kitab al-Ta’rifat,

Al-quran Dan Terjemah, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsiran

Al-Quran, 1971.

Al-syaukani, Nail al-Autar, Beirut: dar al fiqr, jilid 7. T.t.

Andi Hamzah, KUHP & KUHAP, Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi (melalui hukum pidana nasional dan

Internasional), Raja Grafindo, Jakarta.

Baharudin Lopa, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Jakarta: Kompas,

2002.

Page 106: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

Bambang Waluyo, S.H. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika,

2002,

Barada Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, cet.ke-3

Bandung: Citra Aditiya Bakti, 2005.

Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, cet. Ke-1 Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 2003

Burhan Ashhofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996,

Chairul Huda, Dari Tindak Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta, Prenada Medika,

cet. Ke-1, 2006,

Chidir Ali, Badan Hukum, cet. Pertama, Bandung : PT. Alumni, 1987,

Dwidja Priyatno, Kebijakan Legislasi Tentang Sistem Pertanggungjawaban

Pidana Korporasi Di Indonesia, Bandung, CV Utomo, 2004,

Ermansaja Djaja, Membarantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta: Sinar Grafindo,

2010,

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta; Gajah Mada

University, 1993

Hasbi Ash-Shiddiqy, Pengantar Fiqh Muamalah, cet. Ke-II Jakarta: Bulan

Bintang, 1984,

Ibnu manzur, lisan al-arab, jilid 13

Ibrahim Anis, dkk, al-Mu’jam al-Wasit, Mesir: Majma al-lughah al-Arabiyyah,

1972, Cet Ke-2

Joko Subagyo, Metodologi Penelitian, Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta:

PT.Rineka Cipta, 1994,

Page 107: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

Kholil Said Nasihin, Analisis Keputusan Munas Alim Ulama NU Nomor:

001/Munas/2002 Tentang Masa’il Maudhuiyah Siyasiyah Pada Tanggal

25-28 Juli 2002 Tentang Sanksi Bagi Koruptor. Semarang: Fakultas

Syari’ah. 2008. t.d.

M. Quraisah Shihab, Membumikan Al-qur’an,

Mahmud mulyadi & Feri Antoni Surbakti, Politik Hukum Pidana Terhadap

Kejahatan Korporasi, Jakarta: Sofmedia, 2010.

Mahrus Ali, Hukum Pidana Korupsi Di Indonesia, cet, ke-1, Yogyakarta: Uii

Press, 2011

Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, cet pertama, Yogjakarta,

Logung Pustaka, 2004.

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Edisi Revisi, Jakarta: 2009.

Muhammad Nurul Irfan, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Dalam Persepektif

Fiqih Jinayah, Jakarta: Badan Litbang Dan Diklat Departemen RI,

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum

Islam diIndonesia), cet. Ke-XI Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004.

Muhammad Rawas Qala’arji Dan Hamid Sadiq Qunaibi, Mu’jam Lughat Al-

Fuqaha, Bairut: Dar Al-Nafis 1985,

Muhhamad Bin Salim Bin Sa’di Babasil, Al-Syafii, Isad Al-Rafiq Wa Bughiyah Al

Sadik Syarah Matn Sulam Al-Taufiq Ila Mahabbatillah Ala Al-Tahqiq,

Indonesia: Ttp, Darul Ihya Al-Kutuba Al-Arabiyah, Tth, Jilid 2,

Muladi & Dwidja Priyanto, Pertanggungjawaban Korporasi, cet. Ke-1, Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2010,

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2010,Subekti &

Tjitrosoe, Kamus Hukum,

Page 108: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, cet. Ke-1 Jakarta: Kencana

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-

Komentarnya Pasal Demi Pasal, Pasal 1 ayat 1, Politeia : Bogor, 1996.

Setiyono, Kejahatan Korporasi, Cet Ke-3 Banyu Media Publishing, Malang,

2005,

Sulaiman Bin Al-Asy'asy Abu Daud As-Sijistani Al-Azdi, Sunan Abu Daud, Bab

Fi Man'e Al-Ma', CD Al-Maktabah Asy-Syamilah Islamic Global

Software Ridwana Media.

Sutan Remy Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, cet pertama,

Jakarta: Grafity, 2006.

Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir An-Nuur, Jilid-5, cet. Ke-2,

Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000,

Tim Redaksi Nuansa Aulia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Republic

Indonesia, Tindak Pidana Korupsi dan Suap, cet ke-1, Bandung: Cv.

Nuansa Aulia, 2008.

Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, cet. Pertama, Jakarta: Gema

Insani Press, 2003,

www.kompas.com/ rabu 12 Oktober 2011

www.seputar-indonesia.com/opinisore/Lucky Raspati Staf Pengajar Bagian

Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Pada tanggal

browsing 24 sep. 2011

Page 109: SKRIPSI - Perpustakaan UIN Walisongo Semaranglibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/117/jtptiain-gdl... · i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Faqihudin

Tempat/Tanggal Lahir : Pemalang, 27 maret 1983

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Ds. Moga Jl. Soka RT/RW 003/004 Kec. Moga

Kab. pemalang Jawa Tengan

Riwayat Pendidikan Formal :

1. SDN 02 Moga : Tahun lulus 1997

2. SLTPN 01 Moga : Tahun lulus 2000

3. MA Al-Maarif Singosari Malang : Tahun lulus 2003

Riwayat Pendidikan Nonformal :

1. PP. Al-Qur’an Nurul Hudan Singosari Malang Jawa Timur

2. PP. Nurul Anwar Sarang Rembang Jawa Tengah

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya,

untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Semarang, 12 Desember 2011

Penulis,

Faqihudin

NIM. 072211021