Skripsi Obes

119
SKRIPSI PERBEDAAN GIZI LEBIH BERDASARKAN AKTIVITAS FISIK PADA ANAK UMUR 10 – 14 TAHUN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN (Analisa Data Sekunder Riskesdas Tahun 2007) Skripsi ini diajukan sebagai persyaratan untuk mendapatkan Gelar Sarjana Gizi OLEH : IKA RETNO WAHYUNI 2008-32-060 PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA 2010

Transcript of Skripsi Obes

Page 1: Skripsi Obes

SKRIPSI PERBEDAAN GIZI LEBIH

BERDASARKAN AKTIVITAS FISIK PADA ANAK UMUR 10 – 14 TAHUN

DI PROVINSI SUMATERA SELATAN (Analisa Data Sekunder Riskesdas Tahun 2007)

Skripsi ini diajukan sebagai persyaratan untuk mendapatkan Gelar Sarjana Gizi

OLEH : IKA RETNO WAHYUNI

2008-32-060

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

JAKARTA 2010

Page 2: Skripsi Obes

iii  

ABSTRAK

UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI SKRIPSI IKA RETNO WAHYUNI PERBEDAAN GIZI LEBIH PADA ANAK UMUR 10 – 14 TAHUN BERDASARKAN AKTIFITAS FISIK, DI PROVINSI SUMATERA SELATAN (Analisa Data Sekunder Riskesdas Tahun 2007) VI bab,103 halaman, 9 tabel, 15 grafik, 5 lampiran Latar Belakang : Gizi lebih merupakan kejadian yang abnormal dimana terjadi kelebihan atau penumpukan lemak tubuh sehingga mengganggu kesehatan. Gizi lebih terjadi karena ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan keluar, terlalu banyak makan, terlalu sedikit olahraga, atau keduanya. Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan gizi lebih pada anak umur 10 – 14 tahun berdasarkan aktivitas fisik. Responden pada penelitian ini berjumlah 519, yang merupakan sampel pada Riset Kesehatan Dasar (riskesdas) tahun 2007. Data aktifitas fisik dan asupan energi telah dikumpulkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) dengan metode wawancara 1x24 jam. Hasil penelitian : Responden terbanyak adalah yang berusia 10 tahun. Rata-rata tinggi badan responden 125,48(±17,2). Rata-rata berat badan responden adalah 37,04(±10,38). Rata-rata IMT adalah 1,87(±0,62). Sebanyak 73,9% responden beraktivitas fisik kurang dan 26,1% beraktivitas fisik cukup. Rata-rata asupan energi responden adalah 1466,11±(432,07). Rata-rata asupan protein adalah 47,53(±16,86). Rata-rata asupan lemak adalah 35,55(±21,03). Rata-rata asupan karbohidrat adalah 227,85(±71,08). Kesimpulan : Tidak ada perbedaan IMT antara anak yang beraktivitas kurang dengan anak yang beraktivitas cukup (p>0,05). Tidak ada hubungan antara asupan energi, asupan protein, asupan karbohidrat, dan asupan lemak dengan status gizi lebih (p>0,05). Diperlukan perhatian dari pihak terkait mengenai prevalensi gizi lebih dan perlu adanya pendidikan gizi tentang gizi lebih dan cara menanganinya. Daftar bacaan: 26 (1989-2010)

Page 3: Skripsi Obes

v  

 

LEMBAR PERSETUJUAN

 

PERBEDAAN GIZI LEBIH PADA ANAK UMUR 10 – 14 TAHUN

BERDASARKAN AKTIVITAS FISIK

DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

(Analisa Data Sekunder Riskesdas Tahun 2007)

Skripsi ini telah disetujui sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan pada Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan

Universitas Esa Unggul

Pembimbing I Pembimbing II

(Sugeng Wiyono, SKM,MKes) (Syahmirza Indra Lesmana,SSt.Ft,MOR )

 

Page 4: Skripsi Obes

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Gizi dan diterima untuk memenuhi

sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Gizi

Jakarta, 3 September 2010

IDRUS JUS’AT, Ph.D DEKAN

TIM PENGUJI SKRIPSI

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Ketua Sugeng Wiyono, SKM, M.Kes

Sekretaris Syahmirza Indra Lesmana, SSt.Ft, MOR

Anggota Erry Yudhya Mulyani, M.Sc

Page 5: Skripsi Obes

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmatnya,

penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya, yang

merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata Satu Program

Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul.

Dalam hal ini penulis mengetengahkan judul skripsi yaitu :

“PERBEDAAN GIZI LEBIH PADA ANAK UMUR 10 – 14 TAHUN

BERDASARKAN AKTIVITAS FISIK DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

“(Analisa Data Sekuder Riskesdas Tahun 2007).

Laporan penulisan skripsi ini dapat selasai atas bimbingan, bantuan, pengarahan

serta dukungan berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Sugeng Wiyono, SKM,MKes, selaku Pembimbing I yang telah bersedia

meluangkan waktu dan pikirannya serta memberikan semangat, dorongan dan

dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Syahmira Indra Lesmana, SSt.Ft.MOR, selaku pembimbing II yang

telah meluangkan waktu untuk memberikan saran dan kritik dalam penyusunan

skripsi ini.

Page 6: Skripsi Obes

3. Bapak Idrus Jus’at , PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan

Universitas Esa Unggul yang telah memberikan semangat, dorongan dan

dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Iskari Ngadiarti, MSc, selaku Ketua Jurusan Ilmu Gizi Universitas Esa

Unggul yang telah memberikan semangat, dorongan dan dukungan kepada

penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

5. Semua para dosen dan staff di jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Esa Unggul. Terima kasih banyak atas bantuannya selama ini. Buat

Mbak Nina dan Mbak Putri juga Mas Ian trimss yach…

6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Depkes RI yang

telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. Khususnya

Ibu Atmarita, Mbak Nai dan Pak Bambang.

7. Bapak Bupati dan Jajarannya serta Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat

yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan.

8. Orang tua, Suami, Anakku “Riska” serta Adikku yang selalu memberikan

dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

9. Untuk sahabat-sahabatku seperjuangan yang ikut membantu penulis dalam

penyusunan skripsi ini. Buat Yuk Emoy, Mbak Nurul, Yuk Ningsih, Mbak

Okta, Mbak Tris, Mbak Ii, Anty, Mbak Mamas dan Pak Sidik. Terima kasih

banyak atas persahabatan selama ini…

10. Untuk teman-teman di Puskesmas Bungamas yang telah membantu penulis

selama menjalankan pendidikan. Trims all….

Page 7: Skripsi Obes

11. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi

ini.

Semoga Allah SWT membalas segala budi dan kebaikan kalian semua. Penulis

menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu

penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan

skripsi ini. Besar harapan penulis, agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Terima Kasih.

Jakarta, Agustus 2010

Penulis

Page 8: Skripsi Obes

vii

DAFTAR ISI

hlm.

HALAMAN JUDUL ………………………………………… i ABSTRAKSI ......................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .............................................. iii KATA PENGANTAR .......................................................................... iv DAFTAR ISI ......................................................................................... vii DAFTAR TABEL ................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................ x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah .......................................................... 7 C. Pembatasan Masalah ......................................................... 8 D. Perumusan Masalah ........................................................... 8 E. Tujuan Penelitian ............................................................... 9

1. Tujuan Umum ............................................................... 9 2. Tujuan Khusus .............................................................. 9

F. Manfaat Penelitian ............................................................ 10 1. Bagi Praktisi ................................................................. 10 2. Bagi Institusi ................................................................ 10 3. Bagi Pendidikan ........................................................... 10 4. Bagi Peneliti ................................................................. 11

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ............................................................... 12

1. Gizi Lebih .................................................................... 12 a. Pengertian Gizi Lebih ............................................. 12 b. Indeks Massa Tubuh (IMT) ................................... 14 2. Gizi Anak Umur 10 – 14 Tahun ................................... 15 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gizi Lebih ............ 25

a. Aktivitas Fisik ........................................................ 25 b. Asupan Makanan .................................................... 36 c. Faktor Genetik ........................................................ 38 d. Faktor Obat-obatan ................................................ 39 e. Riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ......... 40 e. Pengaruh Lingkungan dan Sosial ........................... 40 d. Pengaruh Budaya ................................................... 41 f. Pengaruh Iklan dan Televisi ................................... 42

B. Kerangka Berpikir ............................................................. 44 C. Kerangka Konsep .............................................................. 47 D. Hipotesis Penelitian ........................................................... 48

Page 9: Skripsi Obes

viii

BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 49 B. Jenis Penelitian .................................................................... 50 C. Populasi dan Sampel ............................................................ 52 D. Pengumpulan Data .............................................................. 54 E. Instrumen Penelitian ........................................................... 54 F. Teknik Analisa Data ........................................................... 63

BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ................................................................. 70 B. Gambaran Karakteristik Responden/Analisa Univariat ...... 71 C. Analisa Bivariat ................................................................... 81

BAB V. PEMBAHASAN A. Keterrbatasan Penelitian ...................................................... 91

B. Analisa Univariat .................................................................. 92 1. Umur ............................................................................... 92 2. Berat Badan ..................................................................... 93 3. Tinggi Badan ................................................................... 93 4. Indeks Massa Tubuh ....................................................... 94 5. Jenis Kelamin .................................................................. 95 6. Aktivitas Fisik ................................................................. 95 7. Asupan Zat Gizi ............................................................. 96 B. Analisa Bivariat .................................................................... 98

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .......................................................................... 103 B. Saran ..................................................................................... 104

Page 10: Skripsi Obes

ix

DAFTAR TABEL

hlm.

Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi Anak Umur 10 – 14 Tahun ............ 16 Tabel 2. Rumus untuk Memperhitungkan BMR Berdasarkan Berat Badan ..................................................... 20 Tabel 3. Pengeluaran Energi Pada Berbagai Penggolongan Kegiatan Remaja .......................................... 32 Tabel 4 Obat-obatan yang Dapat Meningkatkan Berat Badan .......... 39 Tabel 4.1 Distribusi Rata-Rata IMT Anak Menurut Aktivitas Fisik ... 81 Tabel 4.2 Analisa Korelasi dan Regresi Asupan Energi dengan Nilai IMT Responden .............................................. 83 Tabel 4.3 Analisa Korelasi dan Regresi Asupan Protein dengan Nilai IMT Responden .............................................. 85 Tabel 4.4 Analisa Korelasi dan Regresi Asupan Lemak dengan Nilai IMT Responden .............................................. 87 Tabel 4.5 Analisa Korelasi dan Regresi Asupan Kerbohidrat dengan Nilai IMT Responden .............................................. 89

Page 11: Skripsi Obes

x

DAFTAR GAMBAR

hlm.

Gambar 1 Gambaran Umum Faktor-Faktor yang Berkontribusi pada Perubahan Keseimbangan Energi ..................................... 44 Gambar 2 Kerangka Berpikir ............................................................. 45 Gambar 4.1 Distribusi Responden Menurut Umur ............................... 70 Gambar 4.2 Distribusi Responden Menurut Berat Badan ..................... 71 Gambar 4.3 Distribusi Responden Menurut Tinggi Badan ................... 72 Gambar 4.4 Distribusi Responden Menurut IMT ................................. 73 Gambar 4.5 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin .................. 74 Gambar 4.6 Distribusi Responden Menurut Aktivitas Fisik ................. 75 Gambar 4.7 Distribusi Responden Menurut Asupan Energi ................. 76 Gambar 4.8 Distribusi Responden Menurut Asupan Protein ................ 77 Gambar 4.9 Distribusi Responden Menurut Asupan Lemak ................ 78 Gambar 4.10 Distribusi Responden Menurut Asupan Karbohidrat ........ 79 Gambar 4.11 Diagram Blox Plot Perbedaan IMT Berdasarkan Aktivitas Fisik Anak Umur 10 – 14 Tahun ....................... 81 Gambar 4.12 Diagram Scatter Plot Hubungan Asupan Energi dengan IMT Anak Umur 10 – 14 Tahun ........................... 83 Gambar 4.13 Diagram Scatter Plot Hubungan Asupan Protein dengan IMT Pada Anak Umur 10 – 14 Tahun ................ 85 Gambar 4.14 Diagram Scatter Plot Hubungan Asupan Lemak dengan IMT Pada Anak Umur 10 – 14 Tahun .................. 87 Gambar 4.15 Diagram Scatter Plot Hubungan Asupan Karbohidrat dengan IMT Pada Anak Umur 10 – 14 Tahun .................. 89

Page 12: Skripsi Obes

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada saat ini bangsa Indonesia masih berjuang untuk menghadapi

masalah kesehatan masyarakat yaitu berbagai macam penyakit infeksi dan

kurang gizi yang memiliki hubungan timbal balik satu sama lain. Di beberapa

daerah di Indonesia, tingginya angka kesakitan dan kematian ibu dan anak

balita disebabkan oleh buruknya status gizi, namun di beberapa kota besar di

Indonesia prevalensi status gizi lebih menunjukkan angka yang cukup

mengkhawatirkan 1.

Survei nasional yang dilakukan pada tahun 1996/1997 di ibukota seluruh

propinsi Indonesia menunjukkan bahwa 8,1% penduduk laki-laki dewasa

(>=18 tahun) mengalami overweight (BMI 25-27) dan 6,8% mengalami

obesitas, 10,5% penduduk wanita dewasa mengalami overweight dan 13,5%

mengalami obesitas. Pada kelompok umur 40-49 tahun overweight maupun

obesitas masing-masing 24,4% dan 23% pada laki-laki dan 30,4% dan 43%

pada wanita (Depkes,2003). Survei yang dilakukan secara terpisah di

1 Hamam Hadi, ”Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional” (Yogyakarta : Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada,2005)hlm .2.

Page 13: Skripsi Obes

2

beberapa kota besar menujukkan bahwa prevalensi obesitas pada anak

sekolah dan remaja cukup tinggi. Pada anak SD prevalensi obesitas

mencapai 9,7% di Yogyakarta (Ismail, 1999) dan 15,8% di Denpasar

(Padmiari & Hadi, 2002). Survei obesitas yang dilakukan pada anak remaja

siswa/siswi SLTP di Yogyakarta menunjukkan bahwa 7,8% remaja di

perkotaan dan 2% remaja di daerah pedesaan mengalami obesitas (Hadi,

2004) 2 .

Hasil studi cross sectional yang dilakukan oleh Podojoyo dan Hazairin

pada bulan Juli s/d Desember 2005 terhadap 1.300 anak remaja dari 13 SMP

negeri dan swasta yang mewakili 14 kecamatan di Kota Palembang

mendapatkan bahwa terdapat 86 responden yang obesitas dengan IMT ≥ 95

persentil (6,62%). Selebihnya mempunyai status gizi overweight (IMT 85 –

94,99 persentil) sebanyak 71 orang (5,46%), status gizi normal (IMT 5 –

84,99 persentil) sebanyak 873 orang (67,15%) dan underweight (IMT < 5

persentil) sebanyak 270 orang (20,77%) 3 .

Status gizi balita (BB/U) di Indonesia berdasarkan Laporan Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menunjukkan bahwa Prevalensi

Status Gizi Buruk 5,4%, status gizi kurang 13% dan status gizi lebih secara

nasional adalah 4,3%. Sedangkan status gizi pada anak umur 6 – 14 tahun

2 Ibid, hlm .9. 3 Podojoyo dan Hazairin Effendi, “Pola Asupan sebagai Faktor Risiko Terjadinya Obesitas pada

Remaja SMP di Kota Palembang” (Jurnal Kesehatan Politeknik kesehatan Palembang,2006),hlm. 42.

Page 14: Skripsi Obes

3

berdasarkan pengukuran IMT standar WHO 2007 adalah sebagai berikut :1).

Untuk anak laki-laki prevalensi kurus yaitu 13,3% dan BB-lebih yaitu 9,5%.

2). Untuk anak perempuan prevalensi kurus yaitu 10,9% dan BB-lebih yaitu

6,4%. Dari data tersenut ternyata prevalensi BB-lebih yang tertinggi adalah

di Sumatera Selatan untuk anak laki-laki yaitu 16,0%. Secara nasional

Prevalensi BB- lebih untuk anak laki-laki adalah 9,5%. Sedangkan

prevalensi BB-Lebih untuk anak perempuan di Provinsi Sumatera Selatan

yaitu 11%. Angka ini juga melebihi prevalensi nasional yaitu 6,4% 4 .

Berat badan lebih dan obesitas pada anak-anak berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara asupan energi dengan pengeluaran energi, faktor

biologi dan lingkungan juga berperan terhadap penambahan berat badan 5.

Obesitas meningkatkan risiko kematian untuk semua penyebab kematian.

Orang yang mempunyai berat badan 40% lebih berat dari berat badan rata-

rata populasi mempunyai risiko kematian 2 kali lebih besar dibandingkan

orang dengan berat badan rata-rata (Lew & Garfinkel, 1979). Sebesar 70%

anak-anak yang memiliki berat badan lebih, pada saat dewasa akan

mempunyai risiko terkena obesitas.

Remaja yang memiliki berat badan lebih pada masa dewasa akan

berisiko tinggi terhadap penyakit kardiovaskuler. Sedangkan obesitas pada

4 Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007,hlm.46. 5 Praticia H. Worthington, Practical Aspect of Nutritional Support (Pennsylvania : Elsivier, 2004)hlm 78.

Page 15: Skripsi Obes

4

masa anak-anak akan meningkatkan risiko kanker colorectal dan gout untuk

laki-laki serta risiko terkena arthritis pada wanita. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Podojoyo dan Hazairin Effendi menunjukkan bahwa setelah

dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji chi square terdapat adanya

hubungan yang bermakna antara asupan energi total (p<0,05) dengan

obesitas, nilai OR yang ada pada asupan energi total (90 – 109% AKG) yaitu

8,6, ini berarti anak yang mengasupan energi total ≥ 110 dari energi AKG

akan mempunyai risiko 8,6 kali dibandingkan anak dengan asupan enenrgi

total 90 – 109% total AKG 6.

Penelitian yang dilakukan oleh Emil Ariefiyanto tahun 2004 pada 68

anak obes dan 68 anak yang tidak obes di SD H. Isriati Baiturrahman

Semarang menunjukkan adanya hubungan antara tingkat asupan energy

dengan obesitas anak (OR=2,86, 95% CI=1,32<6,24, p=0,005) 7. Beberapa

data cross-sectional menunjukkan adanya hubungan negatif antara Indeks

Massa Tubuh (IMT) dan aktivitas fisik (Rising et al., 1994; Schulz &

Schoeler, 1994), yang menunjukkan bahwa orang obesitas atau gemuk

mempunyai aktivitas kurang dibandingkan orang-orang yang ramping. Akan

tetapi hubungan tersebut tidak bisa menggambarkan adanya hubungan sebab-

akibat dan sulit untuk menentukan apakah orang obesitas mempunyai

6 Podojoyo dan Hazairin Effendi , Op.cit., hlm. 42 7 Emil Ariefiyanto, Beberapa Faktor Risiko Kejadian Obesitas pada Anak SD. H. Isriati

Baiturrahman Semarang (http://eprints.undip.ac.id : 23 Februari 2010, 19.26 wib).

Page 16: Skripsi Obes

5

aktivitas fisik kurang oleh karena obesitasnya atau aktivitas fisik yang kurang

menjadikan mereka obesitas.8

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Jonathan R. Ruiz , dkk pada

anak yang berusia 9-10 tahun, di Swedia (n=413) dan Estonia (n=367)

menunjukkan bahwa lemak tubuh yang rendah mempunyai hubungan yang

bermakna dengan tingginya tingkat aktivitas rutin yang dilakukan, anak-anak

yang melakukan aktivitas rutin >40 menit perhari ternyata memiliki lemak

tubuh yang rendah dibandingkan dengan anak-anak yang melakukan aktivitas

fisik 10-18 menit perhari 9.

Dalam studi yang dilakukan pada tahun 2003 dengan melibatkan 4.747

siswa/siswi SLTP Kota Yogyakarta dan 4.602 siswa/siswi SLTP Kabupaten

Bantul ditemukan bahwa 7,8% remaja di Kota Yogyakarta dan 2% remaja

Kabupaten Bantul mengalami obesitas (cut off IMT>=95 percentile NCHS).

Rata-rata asupan energi anak obes di kota Yogyakarta adalah 2818,3 ± 499,4

kkal/hari sedangkan rata-rata asupan energi remaja non-obes di kota

Yogyakarta adalah 2210,4 ±329,8 kkal/hari. Dengan kata lain bahwa asupan

energi remaja obes adalah 607,9 kkal/hari lebih tinggi dibandingkan remaja

non-obes. Yang menarik ialah bahwa remaja obes 2-3 kali lebih sering

mengasupan fast food seperti Mac Donald, Kentucky Fried Chicken, Pizza,

8 Hamam Hadi, op cit ., hlm. 11 9 Jonathan R Ruiz, et al Relation of Total Physical Activity and Intensity to Fitness and Fatness in

Children : The Europeen Youth Heart Study (American Journal Clinical Nutrition 2006 vol.: 84, hlm. 299 – 303)

Page 17: Skripsi Obes

6

dsb. Remaja obes dalam kesehariannya mempunyai waktu untuk nonton TV

lebih lama dibandingkan remaja non-obes (3,14 ±1,56 jam/hr VS 2,62 ± 1,67

jam/hari). Remaja obes dalam kesehariannya mempunyai waktu untuk

aktifitas ringan seperti baca buku, dudukduduk, main play stasion, dsb lebih

panjang (12,20 ± 1,94 jam/hr VS 11,36 ± 1,76 jam/hr) dibandingkan remaja

non-obes. Sebaliknya remaja obes mempunyai waktu untuk melakukan

aktivitas sedang atau berat seperti naik sepeda, sepak bola, basket dsb lebih

pendek dibandingkan remaja non-obes. Dalam analisis lebih lanjut ditemukan

bahwa remaja dengan asupan energi normal (<2.200 kkal/hari) tetapi nonton

TV >=3 jam/hari mempunyai risiko obesitas 2,7 kali lebih tinggi

dibandingkan remaja yang asupan energi normal <2,200 kkal/hari dan waktu

nonton TV <3 jam/hari. Remaja yang asupan energinya tinggi (>=2,200

kkal/hari) dan mempunyai waktu nonton TV >= 3 jam/hari mempunyai risiko

menderita obes 12,3 kali lebih tinggi dibandingkan remaja yang asupan energi

<2.200 kkal/hari dan waktu nonton TV <3 jam/hari (Hadi et al, 2004). Studi

ini menunjukkan adanya interaksi yang bersifat additif, multiplikatif antara

gaya hidup sedentarian dan diet tinggi Kalori10.

10 Hamam Hadi, op cit ., hlm. 11-12

Page 18: Skripsi Obes

7

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Secara umum gizi lebih berkaitan dengan keseimbangan energi di dalam

tubuh. Keseimbangan energi ditentukan oleh asupan energi yang berasal dari

zat gizi penghasil energi yaitu karbohidrat, lemak dan protein serta kebutuhan

energi yang ditentukan oleh kebutuhan energi basal, aktifitas fisik dan thermic

effect of food (TEF) yaitu energi yang diperlukan untuk mengolah zat gizi

menjadi energi. Keseimbangan energi di dalam tubuh dipengaruhi oleh

berbagai faktor baik berasal dari dalam tubuh yaitu regulasi fisiologis dan

metabolisme maupun dari luar tubuh yang berkaitan dengan gaya hidup

(lingkungan) yang akan mempengaruhi kebiasaan makan dan aktivitas fisik.

Dalam penelitian ini variabel dependent adalah gizi lebih yang diukur

melalui IMT anak berdasarkan standar WHO 2007. Variabel independen

adalah aktivitas fisik.

Page 19: Skripsi Obes

8

C. PEMBATASAN MASALAH

Karena terjadinya gizi lebih (variabel dependen) disebabkan oleh banyak

faktor/multifaktorial seperti keseimbangan energi, perilaku asupan makanan,

aktivitas fisik, obat dan keturunan/genetik maka pada penelitian ini sebagai

variabel independen dibatasi pada aktivitas fisik. Data variabel independen

yaitu aktivitas fisik merupakan data hasil laporan Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) 2007 yang telah dikumpulkan oleh Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan RI pada

Agustus 2007 sampai dengan Januari 2008 dan Agustus sampai dengan

September 2008. Pada laporan Riskesdas 2007 tersedia data tentang aktivitas

fisik untuk penduduk berumur diatas 10 tahun, sehingga responden pada

penelitian ini adalah anak yang berumur 10 – 14 tahun.

D. PERUMUSAN MASALAH

Apakah ada perbedaan gizi lebih pada anak umur 10 – 14 tahun berdasarkan

aktivitas fisik di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2007?

Page 20: Skripsi Obes

9

E. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan gizi lebih pada anak umur 10-14 tahun berdasarkan

aktivitas fisik di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2007.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran karakteristik responden (BB, TB, IMT, Umur,

Jenis Kelamin).

b. Mengidentifikasi asupan energi, protein, karbohidrat dan lemak rata-rata.

c. Menganalisis hubungan antara asupan energi rata-rata dengan gizi lebih

anak umur 10 – 14 tahun.

d. Menganalisis hubungan antara asupan protein rata-rata dengan gizi lebih

anak umur 10 – 14 tahun.

e. Menganalisis hubungan antara asupan karbohidrat rata-rata dengan gizi

lebih anak umur 10 – 14 tahun.

f. Menganalisis hubungan antara asupan lemak rata-rata dengan gizi lebih

anak umur 10 – 14 tahun.

Page 21: Skripsi Obes

10

F. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat bagi Praktisi

Dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai hubungan antara

aktivitas fisik dengan gizi lebih pada anak umur 10 – 14 tahun di Provinsi

Sumatera Selatan (Analisis Data Sekunder Riskesdas tahun 2007).

2. Manfaat bagi Institusi

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam pengambilan

kebijakan pada upaya pencegahan dan penanggulangan akibat gizi lebih pada

anak-anak sehingga usaha peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dapat

berhasil.

3. Manfaat bagi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan bagi para praktisi maupun

mahasiswa gizi mengenai hubungan antara aktivitas fisik dengan gizi lebih

pada anak umur 10 – 14 tahun di Provinsi Sumatera Selatan (Analisis Data

Sekunder Riskesdas Tahun 2007).

Page 22: Skripsi Obes

11

4. Manfaat bagi Peneliti

a. Dapat digunakan sebagai sarana untuk mendalami masalah mengenai

hubungan antara aktivitas fisik dengan gizi lebih anak umur 10 – 14 tahun

di Provinsi Sumatera Selatan (Analisis Data Sekunder Riskesdas Tahun

2007).

b. Dapat digunakan sebagai syarat kelulusan Sarjana Gizi pada Program

Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu – Ilmu Kesehatan, Universitas Indonusa

Esa Unggul.

Page 23: Skripsi Obes

12

BAB II

KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

A. DESKRIPSI TEORITIS

1. Gizi Lebih

a. Pengertian Gizi lebih

Status gizi adalah keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel

tertentu,atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu

11. Sedangkan menurut Habict (1979) status gizi adalah tanda-tanda atau

penampilan atau keadaan yang diakibatkan oleh gizi disatu pihak dan

pengeluaran oleh organisme di pihak lain 12. Gibson (1990) menyatakan

bahwa status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari

keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan

utilisasinya 13. Sehingga dari beberapa pengertian diatas dapat diambil

kesimpulan bahwa status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh

status keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah

yang dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi

11 Supriasa, et al . Penilaian Status Gizi (Jakarta : EGC,2002)hlm :18. 12 Abbas Basuni Jahari, et al. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri (Depkes RI : Jakarta, 2004)hlm:3. 13 http://www.Rajawana.com/artikel/kesehatan.

Page 24: Skripsi Obes

13

biologis : pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan

kesehatan dan lainnya.

Gizi lebih atau over nutrition merupakan salah satu bentuk dari gizi

salah/malnutrisi, yaitu keadaan patologis akibat kekurangan atau

kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi.

Penilaian status gizi secara antropometri berdasarkan baku harvard

dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:

a). Gizi lebih untuk overweight, termasuk kegemukan dan obesitas.

b). Gizi baik untuk well nourished.

c). Gizi kurang untuk under weight, yang mencakup mild dan moderate

PCM ( Protein Calori Malnutrition)

d). Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik

kwarsiorkor dan kwarsiorkor 14.

Menurut World Health Organization (WHO) berat badan berlebih

(overweight) dan Obesitas didefinisikan sebagai kejadian yang

abnormal dimana terjadi kelebihan atau penumpukan lemak tubuh

sehingga mengganggu kesehatan. Berat badan berlebih terjadi karena

ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan keluar, terlalu

banyak makan, terlalu sedikit olahraga, atau keduanya. Apabila tidak

teratasi berat badan berlebih akan berlanjut menjadi obesitas 15.

14 Supriasa et al Op.cit., hlm.20. 15 Arisman, Gizi dalam Daur Kehidupan (Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010), hlm. 69

Page 25: Skripsi Obes

14

Kelebihan berat badan (over weight) adalah suatu keadaan terjadinya

penimbunan lemak secara berlebih, hingga berat badannya mencapai 10

% -20% dari berat badan ideal sedangkan apabila berat badan seseorang

melebihi 20% dari berat badan ideal keadaan ini disebut obesitas 16.

Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan tentang berat badan

lebih (overweight) dan obesitas merupakan keadaan dimana terjadi

kelebihan lemak di dalam tubuh yang diakibatkan oleh

tidakseimbangnya asupan energi yang masuk dengan energi yang keluar

sehingga tubuh mengalami kelebihan berat badan.

b. Indeks Massa Tubuh

Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah

indeks pengukuran berdasarkan berat badan menurut tinggi badan yang

biasanya digunakan untuk mengkalsifikasikan berat badan berlebih

(overweight) dan obesitas pada populasi dan individu. IMT diirumuskan

sebagai berat badan (BB) dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan (TB)

dalam meter (m) kuadrat (kg/m2). WHO mendefinisikan berat badan

berlebih (overweight) bila IMT sama dengan atau lebih dari 25 dan

obesitas bila IMT sama dengan atau lebih dari 30 . Berdasarkan standar

WHO tahun 2007, IMT anak umur 5 – 19 tahun dapat diukur sebagai :

16 Luthfiana Arifatul Hudha, Hubungan antara Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Obesitas

pada Remaja Kelas II SMP Theresiana I Yayasan Bernadus Semarang (Semarang : Fakultas Teknik Universitas Semarang, 2006),hlm. 24

Page 26: Skripsi Obes

15

a). Berat badan lebih (overweight): > + 1 SD (IMT 25 kg/m2)

b). Obesitas : > + 2 SD (IMT 30 kg/m2)

c). Kurus : < - 2 SD

d). Kurus Sekali : < - 3 SD

2. Gizi Anak Umur 10 – 14 Tahun

Laju pertumbuhan anak, baik perempuan maupun laki-laki, hampir

sama cepatnya sampai pada usia 9 tahun. Selanjutnya, antara 10 – 12 tahun

pertumbuhan anak perempuan mengalami percepatan lebih dahulu karena

tubuhnya memerlukan persiapan menjelang usia reproduksi; sementara anak

laki-laki baru dapat menyusul dua tahun kemudian. Puncak pertambahan

berat dan tinggi badan perempuan tercapai pada usia masing-masing 12,9

tahun dan 12,1 tahun;sementara laki-laki pada 14,3 dan 14,1 tahun. Masa

remaja merupakan jalan panjang yang menjembatani periode kehidupan

anak dan dewasa, yang berawal pada usia 9 – 10 tahun dan berakhir di usia

18 tahun, merupakan dunia yang rentan dalam artian fisik, psikis, sosial, dan

gizi17.

Kebutuhan Gizi Anak Umur 10 – 14 Tahun

Kebutuhan gizi adalah penentuan angka atau nilai untuk

mempertahankan orang sehat tetap sehat sesuai kelompok umur atau tahap

pertumbuhan dan perkembangan, jenis kelamin, kegiatan dan kondisi

17 Arisman, Op.Cit.,hlm.76

Page 27: Skripsi Obes

16

fisiologisnya18. Makanan sehat pada masa anak-anak dan remaja akan

mendukung tingkat kesehatan yang optimal, pertumbuhan fisik dan

perkembangan kognitif. Walaupun sebagian kecil anak-anak usia sekolah

sesungguhnya menderita kekurangan gizi, sejumlah masalah kesehatan

tampak pada kelompok umur ini yang disebabkan oleh ketidakseimbangan

makanan19. Masa yang terentang antara usia 10 tahun sampai remaja boleh

dikatakan sebagai periode laten karena pertumbuhan fisik berlangsung tidak

secepat ketika masih bayi20. Berikut tabel angka kecukupan untuk anak

umur 10 – 14 tahun :

Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi Anak Umur 10 – 14 Tahun No Kelompok

Umur Berat badan (kg)

Tinggi badan (cm)

Energi (Kkal)

Protein (gr)

1 Laki-laki 10 – 12 tahun 13 – 15 tahun

35 46

138 150

2050 2400

50 60

2 Wanita 10 – 12 tahun 13 - 15 tahun

37 48

145 153

2050 2350

50 57

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Tahun 2004

18 Muhilal dan Hardinsyah , Penentuan Kebutuhan Gizi dan Kesepakatan Harmonisasi di Asia

Tenggara dalam Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (Jakarta : LIPI, 2004)hlm. 305

19 Praticia H. Worthington, Op. Cit., hal. 65 20 Arisman, Op. Cit., hlm. 65

Page 28: Skripsi Obes

17

a. Kebutuhan Energi

Energi didefinisikan sebagai kekuatan yang digunakan untuk

melakukan suatu pekerjaan. Tubuh membutuhkan energi termasuk

aktivitas internal pada sel dan organ-organ tubuh juga aktivitas eksternal

otot. Energi dibutuhkan untuk tumbuh, memperbaiki jaringan yang rusak,

hamil dan menyusui serta mempertahankan suhu tubuh21.

Kebutuhan energi dapat diartikan sebagai tingkat asupan energi

yang dapat dimetabolisasi dari makanan yang akan menyeimbangkan

keluaran energi, ditambah dengan kebutuhan tambahan untuk

pertumbuhan, kehamilan, dan penyusuan yaitu energi makanan yang

diperlukan untuk memelihara keadaan yang telah baik22. Proses

pertumbuhan menjadi lambat dan menetap pada usia 6 – 12 tahun, sesuai

dengan proses pertumbuhan tersebut nafsu makan dan asupan makanan

juga meningkat. Selama masa ini, individu mengkonsumsi berbagai

macam makanan.

Di awal mula masa pubertas pertumbuhan dan perkembangan tubuh

melaju cepat sehingga meningkatkan kebutuhan energi dan zat-zat gizi.

Kebutuhan zat gizi bervariasi sesuai dengan metabolisme basal, ukuran

tubuh, tingkat pertumbuhan, dan tingkat aktivitas. Kebutuhan energi

mencapai nilai tertinggi pada usia 11 – 14 tahun pada perempuan dan 15

21 Carpenter dan Calloway, Nutrition and Health (Philadelphia:CBS College Publishing, 1981)hlm.69 22 Arisman, Gizi dalam Daur Kehidupan (Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010), hlm.188

Page 29: Skripsi Obes

18

– 18 tahun pada laki-laki 23. Penentuan kebutuhan energi didasarkan pada

energi basal (Bassal Metabolic Rate/BMR), termogenesis dan kegiatan

fisik24.

1. Bassal Metabolic Rate (BMR)

Metabolisme basal adalah jumlah energi minimum yang

dibutuhkan untuk proses vital dalam tubuh. Energi metabolisme basal

termasuk jumlah energi minimum yang dibutuhkan bagi pernapasan

untuk mensuplai oksigen dalam mempertahankan hidup, termasuk

juga energi yang dibutuhkan untuk sirkulasi oksigen, membawa

oksigen dan zat-zat gizi ke dalam sel dan mengeluarkan sampah dari

dalam sel. Jumlah energi minimum yang dibutuhkan tubuh untuk

mempertahankan aktivitas seluler juga termasuk dalam metabolisme

bassal, termasuk juga energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan

sistem syaraf 25.

Menurut Achmad Farich metabolisme basal adalah banyaknya

energi yang dipakai untuk aktivitas jaringan tubuh sewaktu istirahat

jasmani dan rohani. Energi tersebut dibutuhkan tubuh untuk

mempertahankan fungsi vital tubuh berupa metabolisme makanan,

sekresi enzim, sekresi hormon, maupun denyut jantung, bernafas,

23 Praticia H. Worthington, Op. Cit., hlm. 66 24 Arisman, Op.Cit ., hlm. 188 - 193 25 Helen A.Guthrie, Introductory Nutition (Missouri : Times Mirror, 1989)hlm. 171.

Page 30: Skripsi Obes

19

pemeliharaan tonus otot dan pengaturan suhu tubuh. Metabolisme

basal ditentukan dalam keadaan individu istirahat fisik dan mental

yang sempurna. Metabolisme basal dipengaruhi oleh berbagai faktor

yaitu jenis kelamin, usia, ukuran, dan komposisi tubuh, faktor

pertumbuhan. Metabolisme basal juga dipengaruhi oleh seperti suhu,

kelembaban, dan keadaan emosi atau stres26.

Dapat disimpulkan bahwa metabolisme basal adalah energi

minimal yang dibutuhkan seseorang dalam keadaan istirahat untuk

melakukan proses-proses vital dalam tubuh termasuk denyut jantung

yang dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, ukuran dan komposisi

tubuh seseorang.

Bassal Metabolic Rate (BMR) adalah pengekspresian sejumlah

Kalori (kilo Kalori)yang dikeluarkan oleh tubuh per meter per segi

luas permukaan tubuh setiap jam (kal/jam/m2)27. Laju metabolisme

basal diukur dengan Kalorimeter tak langsung, diukur pada pagi hari,

bangun tidur, belum melakukan kegiatan dan telah berpuasa selama 10

– 12 jam28.

26 Achmad Farich, Pedoman Gizi Bagi Atlit Renang (http://www.achmadfarich.com , 20 Februari

2010 : 16.48 wib)hlm 2. 27 Arisman, Op.Cit., hlm. 188 28 Muhilal dan Hardinsyah, Op.Cit., hlm. 305

Page 31: Skripsi Obes

20

Cara Memperkirakan BMR

Banyak rumus yang digunakan untuk memperkirakan BMR,

yang biasa dilakukan adalah rumus Harris Benedict. Rumus Harris

Benedict digunakan untuk mengukur BMR laki-laki usia diatas 10

tahun dan wanita pada semua golongan umur29.

Rumus Harris-Benedict

Cara memperhitungkan BMR menurut WHO/FAO/UNU 1985 dapat

dilihat pada tabel 3.

Tabel 2. Rumus untuk Memperhitungkan BMR Berdasarkan Berat Badan Umur (tahun) Kkal/hari Laki-laki :

0 – 3 3 – 10 10 – 18 18 – 30 30 – 60

>60

60,9 x BB - 54

22,7 x BB + 495 17,5 x BB + 651 15,3 x BB + 679 11,6 x BB + 879 13,5 x BB + 487

Wanita : 0 – 3 3 – 10 10 – 18 30 – 60

>60

61,0 x BB – 51

22,5 x BB + 499 12,2 x BB + 746 14,7 x BB + 496 10,5 x BB + 596

Sumber : Laporan WHO/FAO/UNU 1985 dalam Inroductory Nutrition, Helen A. Guthrie, 1989.

29 Helen A.Guthrie, Op. Cit., hlm. 174

BMR Laki-laki = 66,42 + (13,75 x BB) + (5 x TB) – (6,78 x U) BMR Wanita = 655,1 + (9,65 x BB) + (1,85 x TB) – (4,68 x U) Keterangan : BB = Berat Badan (kg)

Berat yang digunakan bergantung pada tujuan penghitungan energy ini, dapat berat normal, berat ideal atau berat sekarang.

BMR = Bassal Metabolic Rate (kkal) TB = Tinggi Badan (cm) U = Umur (tahun)

Page 32: Skripsi Obes

21

Cara menghitung total kenutuhan energi berdasarkan

WHO/FAO/UNU 1986, yaitu :

Tipe Aktivitas Ringan Sedang Berat

Energi untuk aktivitas Laki-laki : BMR x Wanita : BMR x

1,7 1,7

2,7 2,2

3,8 2,8

Total energi yang dibutuhkan sehari Laki-laki : BMR x Wanita : BMR x

1,6 1,5

1,8 1,6

2,1 1,8

2. Termogenesis

Termogenesis diartikan sebagai perubahan BMR yang terjadi

untuk merespon berbagai keadaan, seperti makanan (food induced

thermogenesis), keadaan dingin (cold induced thermogenesis), obat

atau hormon, serta segala sesuatu yang tidak ada hubungannya

dengan perubahan kegiatan otot. Food Induced

Thermogenesis/Thermic Effect of Food(TEF) dahulu istilah yang

digunakan adalah Specific Dynamic Action(SDA) yakni tambahan

energi yang digunakan untuk metabolisme protein, karbohidrat dan

lemak. TEF diperkirakan sebesar 10% dari energi expenditure30.

30 Muhilal dan Hardinsyah, Op.Cit., hlm. 305

Page 33: Skripsi Obes

22

3. Kegiatan Fisik

Derajat kegiatan fisik dihitung dengan metode yang diajukan

oleh WHO/FAO/UNU dan hasil penelitian kantor menteri KLH dan

Puslitbang Gizi Bogor tahun 1986. Dengan cara WHO/FAO/UNU,

kegiatan fisik dibagi menjadi 3 derajat, yaitu ringan (75% duduk

atau berdiri), sedang (25% duduk atau berdiri, 75% aktivitas sedang)

dan berat (40% duduk atau berdiri, 60% kerja berat)31. Sedangkan

hasil penelitian KLH dan Puslitbang Gizi, pada berbagai

peruasahaan, membagi kegiatan fisik menjadi 4 yaitu : kerja staf,

kerja ringan, sedang, dan berat.

Contoh kegiatan derajat ringan seorang pria, antara lain yang

digunakan kaum profesional (pengacara, dokter, guru, arsitek,

akuntan,dll). Untuk wanita, kegiatan yang dilakukan oleh ibu

rumah tangga yang menggunakan alat mekanik, menyapu,

memasak, mencuci piring, dan menata meja. Kegiatan sedang pria :

pekerja industri ringan, pelajar, pekerja bangunan (tidak termasuk

kuli bangunan), petani, pemancing, dan tentara yang latihan.

Kegiatan sedang wanita : ibu rumah tangga tanpa menggunakan

alat mekanik, penjaga toko swalayan. Kegiatan berat pria : pekerja

kasar, pekerja kehutanan, tentara dalam keadaan aktif dan pekerja

tambang. Kegiatan berat wanita : menyikat lantai, atlet, dan penari.

31 Helen A. Guthrie, Op. Cit., hlm. 182

Page 34: Skripsi Obes

23

Kegiatan sangat berat pria : pandai besi dan penebang pohon.

Kegiatan sangat berat wanita : pekerja konstruksi bangunan.

b. Kebutuhan Protein

Pola kebutuhan protein per kg BB/hari meningkat pesat sampai akhir

usia remaja, kemudian konstan pada usia dewasa yaitu

0,66gr/kgBB/hari32.

c. Asupan Lemak

Asupan energi yang berlebih dapat terjadi karena asupan lemak yang

berlebih. Lemak menghasilkan energi lebih banyak per gramnya

(9kal/g) dibandingkan karbohidrat (4kal/g) atau protein (4kal/g).

Karena diet tinggi lemak biasanya padat energi dan memberikan rasa

yang lezat, maka diet dengan mengasupan makanan makanan yang

relatif mengandung lemak akan menimbulkan peningkatan pasif

asupan energi 33. Pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi

(WNPG) VIII tahun 2004 angka kecukupan energi dari lemak sekitar

20% dan tidak lebih dari 30% dari total asupan energi 34.

32 Soekirman, et al . Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (Jakarta : LIPI,

2004),hlm. 323 33 Michael J.Gibney, et al, Op.Cit., hlm. 206 34 Soekirman, et al, Op.Cit., hlm. 326

Page 35: Skripsi Obes

24

d. Asupan Karbohidrat

Ada hubungan timbal balik antara persentase energi dari lemak dan

persentase energi dari karbohidrat dalam makanan karena kedua

nutrien ini secara umum memberikan sekitar 80% dari total energi.

Berbagai makanan sumber karbohidrat akan meningkatkan kadar

glukosa darah dan insulin serum hingga berbagai taraf ketika

karbohidrat diasupan dengan jumlah yang sama. Perubahan yang

berbeda pada kadar glukosa dan/atau insulin dapat memberikan efek

lebih lanjut pada asupan makanan atau peningkatan overweight serta

obesitas 35. Angka kecukupan karbohidrat pada anak-anak dan orang

dewasa yang dianjurkan adalah 130g/kap/hari. Bila karbohidrat terlalu

rendah akan memicu glukoneogenesis yang tidak efisien dan harus

dicegah, yang mana untuk menghasilkan 50 gram glukosa harus

dipecah 80 gr protein36.

35 Michael J.Gibney, et al, Op. Cit.,hlm. 208 36 Soekirman,et al, Op. Cit., hlm 326

Page 36: Skripsi Obes

25

3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Gizi lebih

a. Aktifitas Fisik

1). Pengertian Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat

meningkatkan kebutuhan energi (energy expenditure), sehingga

apabila aktivitas fisik rendah maka kemungkinan terjadinya berat

badan yang berlebihan akan meningkat. Berbagai penelitian

menunjukkan bahwa lamanya kebiasaan menonton televisi

(inaktivitas) berhubungan dengan kejadian obesitas. Sedangkan

aktivitas fisik yang sedang hingga tinggi akan mengurangi

kemungkinan terjadinya obesitas 37.

Aktifitas fisik diartikan sebagai gerak tubuh yang ditimbulkan

oleh otot-otot skeletal dan mengakibatkan pengeluaran energi.

Aktifitas fisik lebih merupakan bentuk multidimensional yang

kompleks dari perilaku manusia,meliputi semua gerak tubuh mulai

dari gerakan kecil hingga turut serta dalam lari maraton, dan

memiliki konsekuensi biologis 38. Sedangkan menurut Siti Fathonah

et al (1996), aktivitas fisik dapat dibedakan menjadi aktivitas fisik

internal dan aktivitas fisik eksternal, aktivitas fisik internal yaitu

37 Rachmad Soegih dan Kunkun Wiramihardja, Obesitas Permasalahan dan Terapi Praktis(Jakarta:

CV Sagung Seto, 2009) hlm : 10. 38 Michael J.Gibney, et al Gizi dan Kesehatan Masyrakat /Public Health Nutrition (Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC,2009)hlm: 102.

Page 37: Skripsi Obes

26

suatu aktivitas dimana proses bekerjanya organ-organ dalam tubuh

saat istirahat, sedangkan aktivitas eksternal yaitu aktivitas yang

dilakukan oleh pergerakan anggota tubuh yang dilakukan 24 jam

serta banyak mengeluarkan energi 39.

WHO yang mengadaptasi dari American College of Sports

Medicine/American Hearth Association (2007) dan Strong et al

(2005), mendefinisikan aktifitas fisik sebagai gerakan-gerakan

tubuh yang dihasilkan oleh otot skeletal dan mengeluarkan energy40.

Aktivitas fisik diistilahkan sebagai segala sesuatu pergerakan tubuh

karena aktivitas otot yang akan menghasilkan peningkatan

kebutuhan energi, terdapat 3 komponen dari aktivitas fisik antara

lain :

a). Aktivitas yang dilakukan selama bekerja/berhubungan dengan

pekerjaan.

b). Aktivitas yang dilakukan dirumah, merupakan bagian dari

aktivitas sehari-hari.

c). Aktivitas fisik yang dilakukan pada saat luang diluar pekerjaan

dan aktivitas harian, termasuk disini adalah :

- Latihan fisik adalah kegiatan terstruktur yang dilakukan untuk

meningkatkan kebugaran.

39 Luthfiana Arifatul Hudha (Hubungan antara Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Obesitas

Pada Remaja Kelas II SMP Theresiana I Yayasan Bernadus Semarang, 2006),hlm :20. 40 http://www.who.int/en

Page 38: Skripsi Obes

27

- Olahraga kompetisi yang dilakukan sebagai suatu profesi atau

pekerjaan41.

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan

bahwa aktifitas fisik adalah semua gerakan tubuh oleh otot tubuh

dalam hal ini otot skeletal yang dilakukan selama 24 jam baik

didalam maupun diluar rumah yang menyebabkan pengeluaran

energi.

2). Dimensi Aktivitas Fisik

Di dalam menilai aktivitas fisik, terdapat 4 dimensi utama yaitu tipe,

frekuensi, durasi, dan intensitas aktivitas fisik.

a). Tipe atau cara aktivitas fisik mengacu pada berbagai aktivitas

spesifik yang dilakukan oleh seseorang. Sebagian besar orang

menghabiskan bagian terbesar waktu sadar mereka (lebih-

kurang 85-90%) dalam bentuk aktivitas duduk, berdiri dan

berjalan. Yang paling penting dari tipe aktivitas fisik adalah

aktivitas sepanjang sisa waktu dalam satu hari karena pada sisa

waktu ini dapat dilakukan aktivitas dengan intensitas yang lebih

tinggi dan demikian sisa waktu tersebut memberikan kontribusi

yang signifikan bagi total pengeluaran energi tiap hari.

41 Rachmad Soegih dan Kunkun Wiramihardja, Op.Cit, hlm . 52.

Page 39: Skripsi Obes

28

b). Frekuensi aktivitas fisik mengacu pada jumlah sesi aktivitas fisik

per satuan waktu.

c). Durasi aktivitas fisik merupakan lamanya waktu yang dihabiskan

ketika melakukan aktivitas. Frekuensi dan durasi lebih mudah

dinilai karena seseorang yang melakukan latihan fisik secara

teratur akan mengingat lama dan jumlah sesi latihan. Kita lebih

sulit mengingat frekuensi dan durasi aktivitas yang jarang

dikerjakan 42.

d). Intensitas aktifitas fisik sering dinyatakan dengan istilah ringan,

sedang atau moderate, keras atau vigorous, dan sangat keras atau

strenuous .

3). Aktivitas Fisik Anak Remaja

Menurut Mappiare (1982), masa remaja berlangsung antara

umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun

sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat

dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan

17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan

21/22 tahun adalah remaja akhir. Secara psikologis, remaja adalah

suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah

tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak

sejajar. Remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam

42 Michael J.Gibney, et al, Op. Cit.,hlm. 104

Page 40: Skripsi Obes

29

aspek intelektual. Transformasi intelektual dari cara berpikir remaja

ini memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan

dirinya ke dalam masyarakat dewasa, tapi juga merupakan

karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan

(Shaw dan Costanzo, 1985)43.

Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja

menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa

remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun,

dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun44. Menurut Konopka, masa

remaja ini meliputi:

a). Masa Praremaja (Remaja Awal)

Berlangsung dari usia 12-15 tahun. Masa praremaja biasanya

berlangsung hanya dalam waktu relatif singkat. Masa ini ditandai

oleh sifat-sifat negatif pada si remaja sehingga sering kali masa ini

disebut masa negatif dengan gejalanya seperti tidak tenang,

kurang suka bekerja, pesimistik, dan sebagainya. Secara garis

besar sifat-sifat negatif tersebut dapat diringkas, yaitu: negatif

dalam prestasi, baik prestasi jasmani maupun prestasi mental; dan

negatif dalam sikap sosial, baik dalm bentuk menarik diri dalam

masyarakat (negatif positif) maupun dalam bentuk agresif

terhadap masyarakat (negatif aktif). 43 Mohammad Ali dan Asrori, Psikologi Remaja (Jakarta:PT. Bumi Aksara, 2009)hlm. 9 44 http://ilmupsikologi.wordpress.com/2009/12/11/pengertian-remaja/..8 maret 2010 :22.43

Page 41: Skripsi Obes

30

b). Masa Remaja (Remaja Madya)

Berlangsung dari usia 15-18 tahun. Pada masa ini mulai tumbuh

dalam diri remaja dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya

teman yang dapat memahami dan menolongnya, teman yang dapat

turut merasakan suka dan dukanya. Pada masa ini, sebagai masa

mencari sesuatu yang dapat dipandang bernilai, pantas dijunjung

tinggi dan dipuja-puja sehingga masa ini disebut masa merindu

puja, yaitu sebagai gejala remaja.

c). Masa Remaja Akhir

Berlangsung dari usia 19-22 tahun. Setelah remaja dapat

menentukan pendirian hidupnya, pada dasarnya telah tercapailah

masa remaja akhir dan telah terpenuhinya tugas-tugas

perkembangan masa remaja, yaitu menemukan pendirian hidup

dan masuklah individu ke dalam masa dewasa45.

Pola aktivitas fisik anak sekolah terdiri dari waktu tidur siang dan

malam, saat menonton televisi, saat belajar di rumah dan di sekolah serta

bermain game/komputer. Aktivitas fisik yang dapat dilakukan pada anak

tidak hanya olahraga , melainkan kegiatan fisik yang melibatkan alat gerak

tubuh yang dapat dilakukan sehari-hari. Anak yang kurang atau enggan

45 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung : PT. Remaja Rusda Karya,

2007)hlm.184

Page 42: Skripsi Obes

31

melakukan aktivitas fisik sehari-hari menyebabkan tubuhnya kurang

menggunakan energi yang tersimpan di dalam tubuh.

Majunya teknologi saat ini juga turut menyebabkan anak cenderung

menggemari permainan-permainan yang kurang menggunakan energi

seperti menonton televisi, bermain play station dan sebagainya. Kegiatan

yang tidak banyak mengeluarkan energi tersebut bahkan dapat juga

menambah pemasukan energi dengan mengasupan makanan-makanan

ringan saat melakukan kegiatan itu. Kurangnya kebiasaan aktivitas fisik

pada anak juga dipengaruhi dengan tersedianya sarana transportasi sehingga

anak-anak jarang melakukan aktivitas fisik jalan kaki, untuk ukuran anak-

anak46.

Aktivitas fisik remaja atau anak sekolah sebagian besar banyak

dilakukan di sekolah selama 8 jam meliputi kegiatan belajar dan bermain

saat istirahat. Aktivitas berada di rumah kurang lebih selama 5-6 jam

meliputi mengerjakan pekerjaan rumah, membantu orang tua dan bermain di

lingkungan sebayanya. Aktivitas fisik remaja membutuhkan asupan pangan

mengandung gizi yang cukup, sehingga kondisi tubuh remaja akan tetap

baik dalam arti tidak mudah jatuh sakit.

Aktivitas fisik remaja atau usia sekolah pada umumnya memiliki

tingkatan aktivitas fisik sedang, sebab kegiatan yang sering dilakukan

adalah belajar di sekolah. Kegiatan belajar yang mereka lakukan mulai

46 Dina Agoes dan Maria Poppy dalam Trsyati Dasmita, Faktor Resiko Kegemukan pada Murid SD

Kartika XI-2 (Poltekkes Depkes Jakarta II , 2005)hlm. 17

Page 43: Skripsi Obes

32

pukul 07.00- 13.00 WIB. Tingkat aktivitas remaja laki-laki dan remaja

perempuan sangat berbeda, untuk remaja laki-laki tingkat aktivitasnya lebih

tinggi dari pada perempuan. Remaja laki-laki aktivitas fisiknya lebih berat,

sebab pada usia tersebut sedang memprioritaskan olah raga seperti hiking,

sepak bola, tenis, dan berenang. Sedangkan untuk remaja perempuan

aktivitasnya lebih ringan dari remaja laki-laki seperti megerjakan pekerjaan

rumah, merawat tanaman, berdandan dan sebagainya. Menurut Dina Agoes

dan Maria Poppy, penggolongan kegiatan berdasarkan pengeluaran energi

dapat dilihat dari tabel 1 sebagai berikut47:

Tabel 3. Pengeluaran Energi pada Berbagai Penggolongan Kegiatan Remaja

Macam Kegiatan Kcal/jam Ringan : Membaca, menulis, makan, menonton televisi, mendengarkan radio, merapikan tempat tidur, mandi, berdandan, berjalan lambat, bermain kartu dan berbagai kegiatan yang dikerjakan dengan duduk atau tanpa menggerakkan lengan.

80-160 k.kal ± 1-3 jam

Sedang : Bermain dengan mendorong benda, bermain pingpong, menyetrika, merawat tanaman, penjahit, mengetik, mencuci baju dengan tangan, menjemur pakaian, berjalan kecepatan sedang serta berbagai kegiatan yang dikerjakan dengan berdiri atau duduk yang banyak menggerakkan lengan.

170-240 k.kal ± 4-6 jam

Berat : Berjalan cepat, bermain dengan mengangkat-angkat benda berat, berlari, berenang, bermain tenis, naik turun tangga, memanjat, bersepeda, bermain sky, dansa, sepak bola, bermain bowling, golf, berkebun, bermain dengan banyak menggerakkan lengan.

>250 k.kal > 6 jam

Sumber: Luthfiana Arifatul Hudha (Hubungan antara Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Obesitas Pada Remaja Kelas II SMP Theresiana I Yayasan Bernadus Semarang, 2006).

47 Luthfiana Arifatul Hudha (Hubungan antara Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Obesitas Pada

Remaja Kelas II SMP Theresiana I Yayasan Bernadus Semarang, 2006),hlm :20.

Page 44: Skripsi Obes

33

4). Metode Pengkajian Aktivitas Fisik

a). Metode Pengkajian Yang Objektif

- Metode DLW (Doubly Labeled Water)

Metode DLW (2H218O) dianggap sebagai teknik yang paling akurat

untuk pengukuran pengeluaran energy pada kondisi hidup bebas.

Metode tersebut mengukur produksi karbon dioksida dan

kemudian digabungkan dengan angka estimasi proporsi respirasi,

pengeluaran energi dapat dihitung. Proporsi respirasi dapat

diperoleh melalui pengkajian asupan makanan atau dapat pula

digunakan nilai yang diasumsikan.

- Pemantauan Frekuensi Jantung Tiap Menit

Pemantauan frekuensi jantung merupakan metode yang objektif

dan sering dipakai untuk menilai aktivitas fisik yang menjadi

kebiasaan (habitual physical activity). Metode ini didasarkan pada

prinsip adanya hubungan linier yang erat antara frekuensi jantung

dan asupan energi (pengeluaran energi) selama seseorang

melakukan gerakan aerobic dengan proporsi yang besar. Jika

hubungan ini diketahui, pengambilan oksigen dapat dapat

diestimasikan dan pengeluaran energi dapat dihitung dari data

frekuensi jantung.

Page 45: Skripsi Obes

34

- Sensor Gerak

Sensor gerak atau alat pantau aktivitas dikembangkan untuk

mencerminkan gerak tubuh manusia atau aktivitas fisiknya. Alat

yang digunakan dalam sensor gerak adalah pedometer dan

akselerometer. Pedometer dan akselerometer umumnya dikenakan

pada sabuk yang melingkari pinggang.

b). Metode Pengkajian yang Subjektif

- Catatan Harian Aktivitas

Pada catatan harian aktivitas (activity diary), subjek penelitian

diminta untuk mencatat semua aktivitasnya selama suatu periode

waktu tertentu. Lamanya periode tersebut sangat menentukan, baik

dari segi akurasi data yang dikumpulkan maupun dari segi beban

kerja ditanggung oleh subjek penelitian. Biasanya subjek penelitian

memilih aktivitas dari daftar aktivitas fisik dengan berbagai

intensitas yang sudah disiapkan sebelumnya. Salah satu contoh

catatan harian aktivitas adalah catatan harian yang dikembangkan

oleh Claude Bouchard. Catatan harian ini dibagi menjadi 96 blok

yang lamanya 15 menit dan kepada subjek penelitian diminta untuk

mencatat aktivitas utama mereka dalam setiap blok. Semua aktivitas

dirangking pada skala 1 hingga 9 menurut intensitasnya.

Sebagaimana halnya instrumen objektif, jumlah hari yang dicatat

Page 46: Skripsi Obes

35

sangat penting. Umumnya diasumsikan bahwa jumlah hari tersebut

paling sedikit 3 hari yang meliputi satu hari libur akhir pekan

(weekend), dan untuk menghasilkan data yang dapat diandalkan,

pencatatan dilakukan selama 7 hari.

- Kuesioner Aktivitas Fisik

Kuesioner aktivitas fisik memiliki kompleksitas yang sangat

beragam, yaitu mulai dari satu pertanyaan sederhana (“Apakah anda

melakukan latihan/exercise? Ya atau Tidak) hingga pertanyaan yang

jumlahnya lebih dari satu macam tentang perilaku aktivitas fisik

selama hidup. Kuesioner dapat pula bervariasi menurut periode

referensi atau kerangka waktu (time-frame) kuesioner tersebut. Pada

kuesioner aktivitas fisik, subjek penelitian ditanyakan tentang

aktivitas fisik selama satu periode waktu tertentu seperti satu hari

sebelumnya, 7 hari sebelumnya, atau satu tahun sebelumnya.

Beberapa kuesioner aktivitas fisik telah dikembangkan dan sering

kali digunakan untuk menilai aktivitas fisik pada waktu luang (yang

meliputi partisipasi dalam olahraga) atau aktivitas fisik paada saat

rekreasi maupun saat bekerja. Salah satu kuesioner yang digunakan

untuk mengukur kebiasaan aktivitas fisik pada penelitian

epidemiologi adalah yang dikembangkan oleh Baecke,et al ,1982.

Menurut Baecke, et al 1982, indeks aktivitas fisik dikelompokkan

menjadi 3 kategori yaitu indeks aktivitas pada waktu bekerja (work

Page 47: Skripsi Obes

36

index atau WI), indeks aktivitas pada waktu olahraga (sport index

atau SI), dan indeks aktivitas pada waktu luang (leisure – time index

atau LI). Ada tiga tingkatan untuk pekerjaan, yaitu : pekerjaan

ringan seperti juru tulis/administrasi, penjaga toko, mengajar,

belajar, mengemudi mobil, pekerjaan rumah, praktek dokter dan

pekerjaan lain yang berhubungan dengan pendidikan. Pekerjaan

tingkat sedang seperti pekerjaan di pabrik, tukang kayu, dan bertani.

Pekerjaan tingkat berat seperti perkapalan, konstruksi bangunan dan

olahraga. Olahraga dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu : olahrga

ringan seperti biliar, selancar, bowling, dan golf. Olahraga sedang

seperti bulutangkis, bersepeda, menari, renang, dan tenis. Olahraga

tingkat berat seperti tinju, basket, rugby dan dayung. Indeks

aktivitas fisik dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu : tingkat

aktivitas ringan (indeks ≤ 6.5), tingkat aktivitas sedang (indeks 6.6 –

9.5), dan tingkat aktivitas berat (indeks > 9.5).

b. Asupan Makanan

Makanan merupakan sumber energi. Di dalam makanan yang akan

diubah menjadi energi adalah zat penghasil energi yaitu karbohidrat,

protein, dan lemak. Makanan yang kaya karbohidrat mudah dicerna dan

mudah diubah menjadi lemak tubuh. Apabila asupan karbohidrat,

protein, dan lemak berlebih, maka karbohidrat akan disimpan sebagai

Page 48: Skripsi Obes

37

glikogen dalam jumlah terbatas dan sisanya lemak. Protein akan

dibentuk sebagai protein tubuh, dan sisanya lemak. Sedangkan lemak

akan disimpan sebagai lemak. Tubuh memiliki kemampuan menyimpan

lemak yang tidak terbatas. Ketidakseimbangan antara asupan dan

keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Obesitas yang

muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga ke dewasa dan

lansia. Sementara obesitas itu sendiri merupakan salah satu faktor risiko

penyakit degeneratif, seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus,

artritis, penyakit kantong empedu, kanker, gangguan fungsi pernapasan,

dan berbagai gangguan kulit. Faktor-faktor yang berpengaruh dari

asupan makanan adalah jumlah/porsi makanan, kebiasaan makan

(contohnya kebiasaan makan malam hari), frekuensi makan, dan jenis

makanan 48.

Dalam studi yang dilakukan pada tahun 2003 dengan melibatkan

4.747 siswa/siswi SLTP Kota Yogyakarta dan 4.602 siswa/siswi SLTP

Kabupaten Bantul ditemukan bahwa 7,8% remaja di Kota Yogyakarta

dan 2% remaja Kabupaten Bantul mengalami obesitas (cut off IMT>=95

percentile NCHS). Ratarata asupan energi anak obes di kota Yogyakarta

adalah 2818,3 ± 499,4 kkal/hari sedangkan rata-rata asupan energi

remaja non-obes di kota Yogyakarta adalah 2210,4 ±329,8 kkal/hari.

Dengan kata lain bahwa asupan energi remaja obes adalah 607,9

48 Rachmad Soegih dan Kunkun Wiramihardja, Op. Cit., hlm : 52.

Page 49: Skripsi Obes

38

kkal/hari lebih tinggi dibandingkan remaja non-obes. Yang menarik

ialah bahwa remaja obes 2-3 kali lebih sering mengasupan fast food

seperti Mac Donald, Kentucky Fried Chicken, Pizza, dsb 49. Asupan

makanan dan aktivitas fisik memegang peranan penting terjadinya

status gizi lebih pada seseorang.

c. Faktor Genetik

Banyak gen yang berkaitan dengan terjadinya gizi lebih terutama

obesitas, namun jarang yang berkaitan dengan gen tunggal. Sebagian

besar berkaitan dengan kelainan pada banyak gen. setiap

peptida/neurotransmitter yang merupakan sinyal neural dan humoral

yang mempengaruhi otak memiliki gen tersendiri yang mengkodenya.

Setiap mutasi pada gen-gen tersebut akan menyebabkan kelainan pada

produksi neuropeptida/neurotransmitter yang mempengaruhi otak

sehingga juga akan mempengaruhi respon otak baik akan meningkatkan

asupan makanan ataupun menghambat asupan makanan.

Setiap neuropeptida tersebut memiliki reseptor di otak, dan setiap

reseptor memiliki gen tersendiri pula. Setiap mutasi pada gen tersebut

akan menyebabkan kelainan reseptor yang akan mempengaruhi respon

otak terhadap asupan makanan. Demikian pula faktor transkripsi yang

mempengaruhi pembentukan sel lemak yaitu PPAR-γ = peroxisome

49 Hamam Hadi, Op. Cit., hlm. 11

Page 50: Skripsi Obes

39

proliferator activated receptor (gen yang mengkode sel lemak).

Kelainan pada gen ini, juga akan menyebabkan kelainan pada nasib zat

gizi50.

d. Faktor Obat-Obatan

Terdapat beberapa obat-obatan yang terbukti meningkatkan

kemungkinan terjadinya gizi lebih. Berikut daftar obat-obatan yang

dapat meningkatkan berat badan.

Tabel 4. Obat-obatan yang dapat Meningkatkan Berat Badan

Kategori Obat-obatan yang dapat Meningkatkan Berat Badan

Neuroleptic Thioridazine, olanzepine quetiapine, resperidon clozapine, ziprasodone

Tricyclics Antidepressants Amitriptyline, nortriptyline Monoamine oxidase inhibitor

Impramine,mitrazapine paroxetine

Selective seronim reuptake inhibitor

Valproate, carbamazepine

Anti-convulsant Gabapentine Obat anti diabetes Insulin, sulfonilurea Anti-serotonin Pizotifen Antihistamine Cyproheptadine Beta bloker Propanolol, terazosin Hormon steroid Glukokortikoid, kontrasepsi, progestational

steroid Sumber : Rachmad Soegih dan Kunkun Wiramihardja,( Obesitas Permasalahan dan

Terapi Praktis),hlm.13

50 Rachmad Soegih dan Kunkun Wiramihardja, Op. Cit., hlm. 18

Page 51: Skripsi Obes

40

e. Riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Penelitian pada subyek yang lahir dari ibu yang mengalami masa

malnutrisi saat hamil ternyata lebih rentan untuk mengalami obesitas

dan mengalami penyakit kardiovaskuler dikemudian hari. Adanya

malnutrisi pada ibu akan menyebabkan malnutrisi pada janin yang akan

menyebabkan perubahan fisiologis dan metabolisme yang menetap.

Anak dengan BBLR memiliki lean mass yang lebih sedikit

dibandingkan dengan yang normal. Pada saat pertumbuhannya

kemudian akan terjadi peningkatan lemak tubuh dan lean mass, namun

peningkatan lemak tubuhnya akan lebih cepat dari lean mass.

Bahkan peningkatan lemak tubuh yang lebih cepat tetap terjadi

pada saat asupan makanan tidak berlebihan, sehingga pada orang

dengan riwayat BBLR lebih besar kemungkinan mengalami obesitas

(peningkatan lemak tubuh) dibanding dengan yang normal51.

f. Pengaruh Lingkungan dan Sosial

Pengaruh lingkungan dan pergaulan sosial terhadap asupan

makanan cukup berpengaruh, seringnya mengasupan makanan tinggi

Kalori pada lingkungan tertentu dan keterbatasan memilih makanan lain

51 Ibid, hlm. 16 - 17

Page 52: Skripsi Obes

41

yang lebih sehat dan sulitnya mengatur makan juga menjadi kendala

masyarakat yang cenderung berstatus gizi lebih di kota besar 52.

Anak usia sekolah (6 – 12 tahun) dan remaja umumnya menerima

berbagai macam diet dan lebih terbuka terhadap makanan daripada anak

pra sekolah. Selama masa ini pengawasan orang tua diperlukan untuk

mengurangi kelebihan asupan makanan. Anak-anak pada kelompok

umur ini beranggapan bahwa mereka bertanggung jawab terhadap

persiapan makanan, sehingga mereka lebih bebas dalam menentukan

pilihan makanannya. Kebanyakan anak-anak usia sekolah telah bisa

menentukan apa yang akan dimakan untuk sarapan. Jadwal kegiatan

ekstra-kurikuler yang padat, menambah jumlah makanan yang diasupan

diluar rumah. Pengertian tentang prinsip-prinsip makanan sehat

membantu anak memberikan informasi dalam memilih makanan diluar

rumah 53.

g. Pengaruh Budaya

Masyarakat Indonesia cenderung lebih banyak mengasupan

makanan yang banyak mengandung karbohidrat dan lemak. Porsi

makanannya pun lebih banyak nasi daripada lauknya. Kebiasaan lain

yang masih melekat dari masyarakat Indonesia adalah kebiasaan ngemil

52 Rachmad Soegih dan Kunkun Wiramihardja, Op. Cit., hlm : 41 53 Praticia H. Worthington, Op. Cit., hlm. 65.

Page 53: Skripsi Obes

42

yang akan mempengaruhi berat badan 54. Makanan khas pada

komunitas tertentu yang sering diasupan juga sering menjadi penyebab

status gizi lebih, makanan Indonesia terutama makanan kecil seperti

jajanan pasar lebih tinggi kandungan karbohidrat sederhana, sedangkan

makanan tinggi lemak terdapat makanan khas daerah tertentu atau

disediakan khusus pada hari istimewa55.

h. Pengaruh Iklan dan Televisi

Anak usia 5 – 10 tahun biasanya tertarik iklan-iklan komersial

yang ada di televisi dibandingkan anak usia 11 – 12 tahun. Anak-anak

berusia diatas 10 tahun sudah mengerti konsep iklan-iklan tersebut,

tujuan penjualan, dan iklan sponsor sehingga mereka kurang suka

menerima iklan-iklan tersebut. Mereka mengerti bahwa iklan-iklan

komersial dirancang untuk menjual produk daripada hiburan atau

pendidikan. Lebih dari 56% program televisi untuk anak-anak

menampilkan iklan makanan seperti ; lebih dari 44% makanan

berlemak, mengandung minyak dan makanan yang manis-manis. Iklan

makanan yang paling sering muncul adalah iklan makanan yang tinggi

gula dan sereal56.

54 Agus Krisno Budyanto, Gizi dan Kesehatan (Malang : Bayu Media, 2002)hlm. 52 55 Rachmad Soegih dan Kunkun Wiramihardja, Op. Cit., hlm. 40 56 Bonnie S. Worthington dan Sue Rodwell, Nutrition Throughout The Life Cycle (Singapura

:McGraw-Hill Book Co, 2000),hlm. 240 - 241

Page 54: Skripsi Obes

43

Penelitian yang dilakukan di Yogyakarta tahun 2003 menunjukkan

bahwa Remaja obes dalam kesehariannya mempunyai waktu untuk

nonton TV lebih lama dibandingkan remaja non-obes (3,14 ±1,56

jam/hr VS 2,62 ± 1,67 jam/hari). Remaja obes dalam kesehariannya

mempunyai waktu untuk aktifitas ringan seperti baca buku, duduk-

duduk, main play stasion, dsb lebih panjang (12,20 ± 1,94 jam/hr VS

11,36 ± 1,76 jam/hr) dibandingkan remaja non-obes.

Sebaliknya remaja obes mempunyai waktu untuk melakukan aktivitas

sedang atau berat seperti naik sepeda, sepak bola, basket dsb lebih

pendek dibandingkan remaja non-obes. Dalam analisis lebih lanjut

ditemukan bahwa remaja dengan asupan energi normal (<2.200

kkal/hari) tetapi nonton TV >=3 jam/hari mempunyai risiko obesitas 2,7

kali lebih tinggi dibandingkan remaja yang asupan energi normal

<2,200 kkal/hari dan waktu nonton TV <3 jam/hari. Remaja yang

asupan energinya tinggi (>=2,200 kkal/hari) dan mempunyai waktu

nonton TV >= 3 jam/hari mempunyai risiko menderita obes 12,3 kali

lebih tinggi dibandingkan remaja yang asupan energi <2.200 kkal/hari

dan waktu nonton TV <3 jam/hari 57 .

57 Hamam Hadi, Op. Cit., hlm. 11 - 12

Page 55: Skripsi Obes

44

Sedangkan menurut Mary E. Barasi, faktor etiologs terjadinya berat

badan berlebih dan obesitas dapat di deskripsikan pada gambar berikut 58:

Gambar 1. Gambaran Umum Faktor-faktor yang Berkontribusi

pada Perubahan Keseimbangan Energi

58 Mary E. Barasi, At a Glance Ilmu Gizi (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2007)hlm. 102

Perubahan dalam lingkungan makanan : • Bertambahnya makanan pilihan

yang mudah diasupan/cepat saji • Meningkatnya ukuran porsi • Meningkatnya rasio lemak:KH • Meningkatnya asupan kudapan • Berkembangnya kebiasaan makan

diluar

Energi yang masuk Energi yang keluar

Genetika

• Program diet • Usia • Jenis kelamin • Status social

ekonomi

Kerentanan individu terhadap berat badan berlebih

Iklan/media Budaya Faktor psikologis Pengaruh sesama anggota kelompok

Meningkatnya gaya hidup kurang gerak : • Berkurangnya pekerjaan

manual • Mekanisasi • Urbanisasi dalam populasi • Game elektronik menggantikan

aktivitas fisik

Page 56: Skripsi Obes

45

B. KERANGKA BERPIKIR

anga

Keterangan :

= Variabel diteliti = Variabel tidak diteliti

Gambar 2. Kerangka Berpikir

Pemilihan Makanan

Asupan Energi, Protein, Lemak,

Karbohidrat

Jenis Makanan

- Pengaruh lingkungan dan sosial seperti kebiasaan makan keluarga

- Pengaruh media - Pengaruh budaya

Status Gizi Lebih

Aktivitas Fisik :

- Aktivitas Cukup - Aktivitas Kurang

Tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan

Page 57: Skripsi Obes

46

Asupan energi (karbohidrat, protein dan lemak) yang tidakseimbang dan

aktivitas fisik memegang peranan penting dalam terjadinya kelebihan berat

badan pada seseorang, kedua aspek ini mengalami banyak perubahan pada

masyarakat seiring dengan semakin meningkatnya gaya hidup kurang gerak

(sedentari). Asupan energi yang melebihi kebutuhan di dalam tubuh akan

diubah menjadi lemak dan ditimbun pada tempat-tempat tertentu. Jaringan

lemak ini merupakan jaringan yang relatif inaktif, tidak langsung berperan

serta dalam kerja tubuh. Jaringan lemak yang berlebihan inilah yang

menyebabkan kenaikan berat badan terus menerus dan apabila tidak teratasi

maka seseorang akan memiliki status gizi lebih termasuk overweight dan

obesitas. Selain itu ada faktor-faktor lain yang juga dapat menyebabkan status

gizi seorang dikategorikan menjadi gizi lebih yaitu jenis makanan dan

pemilihan makanan.

Page 58: Skripsi Obes

47

C. KERANGKA KONSEP

Variabel Independen Variabel Dependen

Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah aktivitas

fisik dan yang menjadi variabel dependen adalah status gizi lebih. Dimana

asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak bersamaan dengan aktivitas fisik

dapat mempengaruhi status gizi seseorang.

Asupan Energi, Karbohidrat, Protein,

dan Lemak

Aktivitas Fisik Gizi Lebih

Page 59: Skripsi Obes

48

D. HIPOTESIS PENELITIAN

a. Ada perbedaan IMT menurut aktivitas fisik pada anak umur 10 – 14 tahun.

b. Ada hubungan antara asupan energi rata-rata dengan IMT anak umur

10 – 14 tahun.

c. Ada hubungan antara asupan protein rata-rata dengan IMT anak umur

10 – 14 tahun.

d. Ada hubungan antara asupan lemak rata-rata dengan IMT anak umur

10 - 14 tahun.

e. Ada hubungan antara asupan karbohidrat rata-rata dengan IMT anak umur

10 – 14 tahun.

 

Page 60: Skripsi Obes

49

BAB III

METODE PENELITIAN

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Data yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari laporan riset

kesehatan dasar (riskesdas) yang telah dilakukan pada Agustus 2007 sampai

dengan Januari 2008 dan Agustus sampai dengan September 2008, oleh Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen

Kesehatan RI melakukan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Pelaksanaan

pengumpulan data Riskesdas 2007 telah dilakukan dalam 2 tahap yaitu : tahap

pertama pada awal Agustus 2007 sampai dengan Januari 2008 di 28 provinsi,

tahap kedua Agustus sampai dengan September 2008 di 5 provinsi (NTT,

Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat).

Penelitian ini akan menganalisis data tentang aktivitas fisik, asupan

energi rata-rata perorang perhari (karbohidrat, protein, lemak) dan status gizi

menurut IMT anak umur 10 – 14 tahun di provinsi Sumatera Selatan. Peneliti

meminta izin kepada Balitbangkes Departemen Kesehatan RI agar

diperkenankan memperoleh data hasil riskesdas untuk provinsi Sumatera

Selatan tahun 2007. Sehingga peneliti sudah dapat mulai mengolah data

tersebut pada bulan April 2010.

Page 61: Skripsi Obes

50

B. JENIS PENELITIAN

Berdasarkan metode, penelitian ini merupakan penelitian cross sectional59.

Penelitian dengan metode cross sectional termasuk ke dalam metode penelitian

survei analitik yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi

antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau

pengumpulan data sekaligus pada satu saat (point time approach)60.

Pengumpulan data pada penelitian ini berupa variabel independen yaitu

aktivitas fisik, asupan energi, protein, karbohidrat dan lemak rata-rata perorang

perhari dengan variabel dependen yaitu status gizi lebih menurut IMT WHO

2007, dilakukan dalam waktu yang bersamaan.

Penelitian ini menggambarkan hubungan antara aktivitas fisik dengan

kejadian status gizi lebih pada anak umur 10 – 14 tahun di provinsi Sumatera

Selatan tahun 2007. Pada awal penelitian dilakukan skrining terhadap status

gizi anak umur 10 – 14 tahun di provinsi Sumatera Selatan tahun 2007 untuk

mengetetahui prevalensi status gizi lebih anak umur 10 – 14 tahun berdasarkan

IMT (WHO 2007). Setelah itu dilakukan identifikasi terhadap aktivitas fisik

yang dilakukan pada anak umur 10 – 14 tahun dengan status gizi lebih untuk

kemudian dilakukan analisis terhadap hubungan aktivitas fisik dengan kejadian

status gizi lebih pada anak umur 10 – 14 tahun di provinsi Sumatera Selatan

tahun 2007 serta hubungan asupan energi, protein, karbohidrat dan lemak rata-

59 Soekidjo Notoatmodjo, Metode Penelitian Kesehatan(Jakarta : Penerbit Rineka Cipt, 2005)hlm. 26 60 Ibid, hlm. 145 - 146

Page 62: Skripsi Obes

51

rata perorang perhari dengan kejadian status gizi lebih. Terpilihnya provinsi

Sumatera Selatan menjadi lokasi penelitian, karena berdasarkan laporan

riskesdas 2007 tentang status gizi penduduk umur 6 – 14 tahun yang dinilai

berdasarkan IMT WHO 2007, prevalensi berat badan (BB) lebih pada anak

laki-laki menduduki peringkat yang tertinggi secara nasional yaitu 16,0%

(prevalensi nasional 9,5%) sedangkan pada anak perempuan yaitu 11,0%

(prevalensi nasional 6,4%).

Page 63: Skripsi Obes

52

C. POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi

Populasi adalah subyek/obyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya61. Populasi dalam Riskesdas 2007 adalah

seluruh rumah tangga di seluruh pelosok Republik Indonesia. Populasi pada

penelitian ini adalah seluruh anak umur 10 – 14 tahun di provinsi Sumatera

Selatan tahun 2007.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi. Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel62.

Sampel yang digunakan pada Riskesdas 2007 sepenuhnya menggunakan

sampel yang terpilih pada Susenas 2007. Metodologi penghitungan dan cara

penarikan sampel pada Riskesdas 2007 two stage sampling. Dari setiap

kabupaten/kota yang masuk dalam kerangka sampel kabupaten/kota

diambil sejumlah blok sensus yang proporsional terhadap jumlah rumah

tangga di kabupaten/kota tersebut. Kemungkinan sebuah blok sensus masuk

kedalam sampel blok sensus pada sebuah kabupaten/kota bersifat

proporsional terhadap jumlah rumah tangga pada sebuah kabupaten/kota

61 Sugiyono, Statistik untuk Penelitian (Bandung:Penerbit Alfabeta, 2007)hlm.61 62 Ibid, hlm. 63

Page 64: Skripsi Obes

53

(probability proportional to size). Bila dalam sebuah blok sensus terdapat

lebih dari 150 (seratus lima puluh) rumah tangga maka dalam penarikan

sampel di tingkat ini akan dibentuk sub-blok sensus. Kemudian Dari setiap

blok sensus terpilih kemudian dipilih 16 (enam belas) rumah tangga secara

acak sederhana (simple random sampling), yang menjadi sampel rumah

tangga dengan jumlah rumah tangga di blok sensus tersebut. Selanjutnya,

seluruh anggota rumah tangga dari setiap rumah tangga yang terpilih dari

kedua proses penarikan sampel tersebut diatas diambil sebagai sampel

individu63.

Pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah seluruh anak umur 10

– 14 tahun dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan di provinsi

Sumatera Selatan tahun 2007 yang berstatus gizi lebih menurut IMT WHO

2007. Teknik pengambilan sampel semacam ini disebut Sampling

purpossive, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan

tertentu64.

63 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Laporan Riset

Kesehatan Dasar 2007 (Jakarta:Departemen Kesehatan RI, 2008)hlm. 8 64 Sugiyono, Op.Cit., hlm. 68

Page 65: Skripsi Obes

54

D. PENGUMPULAN DATA

1. Jenis Data

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yang berasal dari hasil laporan riskesdas 2007 meliputi umur, BB, TB,

IMT, jenis kelamin, pendapatan keluarga, status gizi, aktivitas fisik, dan

asupan makanan(energi, protein, karbohidrat, dan lemak) rumah tangga 24

jam lalu.

2. Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari hasil laporan

riskesdas 2007.

E. INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih

baik dalam arti cepat, lengkap, sistematis, sehingga lebih mudah diolah.

1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,

obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya65. Dalam Riskesdas

2007 terdapat kurang lebih 900 variabel yang tersebar dalam 6 (enam)

65 Ibid, hlm.3

Page 66: Skripsi Obes

55

jenis kuesioner, dengan rincian variabel pokok sebagai berikut: kuesioner

rumah tangga (RKD07.RT) , kuesioner gizi (RKD07.GIZI), yang terdiri

dari: asupan makanan rumah tangga 24 jam yang lalu, dan kuesioner

individu (RKD07.IND).

a. Variabel Independen (variabel bebas)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (dependen)66.

Variabel bebas pada penelitian ini yaitu aktivitas fisik. Untuk

mengukur aktivitas fisik yang akan diteliti, maka instrumen yang akan

digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner individu

(RKD07.IND).

b. Variabel Dependen (variabel terikat)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

emnjadi akibat, karena adanya variabel bebas67. Variabel terikat dalam

penelitian ini adalah status gizi lebih pada anak umur 10 – 14 tahun di

provinsi Sumatera Selatan tahun 2007. Untuk mengukur variabel

moderator yang akan diteliti, maka instrumen yang akan digunakan

adalah dengan menggunakan kuesioner individu (RKD07.IND) BLOK

XI.

66 Ibid, hlm.4 67 Loc. cit

Page 67: Skripsi Obes

56

c. Variabel Moderator (variabel independen kedua)

Variabel moderator adalah variabel yang mempengaruhi (memperkuat

atau memperlemah) hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen. Variabel ini juga disebut variabel independen

kedua68. Pada penelitian ini asupan energi (karbohidrat, protein, dan

lemak) rata-rata per orang perhari menjadi variabel independen kedua.

Untuk mengukur variabel moderator yang akan diteliti, maka instrumen

yang akan digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner individu

(RKD07.GIZI).

2. Definisi Konseptual

a. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah semua gerakan tubuh oleh otot tubuh dalam hal

ini otot skeletal yang dilakukan selama 24 jam baik didalam maupun

diluar rumah yang menyebabkan pengeluaran energi.

b. Gizi Lebih

Gizi lebih adalah suatu keadaan dimana terjadi kelebihan lemak di

dalam tubuh yang diakibatkan oleh tidakseimbangnya asupan energi

68 Loc.cit

Page 68: Skripsi Obes

57

yang masuk dengan energi yang keluar sehingga tubuh mengalami

kelebihan berat badan.

c. Asupan Energi

Asupan energi adalah jumlah asupan makanan dan minuman yang

mengandung energi.

d. Asupan Karbohidrat

Asupan karbohidrat adalah jumlah asupan makanan dan minuman yang

mengandung karbohidrat.

e. Asupan Protein

Asupan protein adalah adalah jumlah asupan makanan dan minuman

yang mengandung protein.

f. Asupan Lemak

Asupan lemak adalah adalah jumlah asupan makanan dan minuman

yang mengandung lemak.

Page 69: Skripsi Obes

58

3. Definisi Operasional

a. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah kegiatan fisik yang melibatkan organ tubuh

terutama alat gerak seperti tangan, lengan atau kaki yang dilakukan di

rumah, selama disekolah, dan kegiatan yang dilakukan di luar rumah

termasuk pada waktu senggang meliputi olahraga dan rekreasi serta

perjalanan menuju ke sekolah, tempat rekreasi, dan lain-lain. Aktivitas

fisik dibagi menjadi aktivitas fisik berat, aktivitas fisik sedang, dan

aktivitas fisik ringan .

1). Cara Pengukuran

Aktivitas fisik diukur dengan menanyakan segala aktivitas fisik yang

dilakukan responden secara terus menerus selama 10 menit atau

lebih dalam melakukan setiap kali kegiatan kemudian dihitung pula

frekuensi melakukan aktivitas fisik dalam seminggu terakhir dan

total waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas fisik dalam

satu minggu. Aktivitas fisik tersebut meliputi :

a). Kegiatan disekolah.

b). Waktu senggang termasuk olahraga dan rekreasi

c). Perjalanan menuju ke sekolah, pasar, tempat rekreasi, dll.

Page 70: Skripsi Obes

59

2). Alat Ukur : Kuesioner

3). Hasil Pengukuran : Penilaian terhadap aktivitas fisik responden

4). Skala : Ordinal

• Cukup

− Apabila aktivitas fisik dilakukan minimal 5 hari dalam 1

minggu

− Dalam 1 kali melakukan aktivitas fisik minimal 10 menit dan

apabila diakumulasikan minimal 150 menit seminggu.

• Kurang

− Apabila aktivitas fisik dilakukan kurang dari 5 hari dalam 1

minggu

− Dalam 1 kali melakukan aktivitas fisik kurang dari 10 menit

dan apabila diakumulasikan minimal 150 menit seminggu.

b. Gizi Lebih

Gizi lebih adalah suatu keadaan dimana nilai IMT anak yang berumur

10 – 14 tahun berdasarkan standar WHO 2007 berada > 1 SD.

1). Cara Pengukuran

Pada responden dilakukan pengukuran berat badan dengan

menggunakan timbangan berat badan digital dan pengukuran

tinggi badan (cm) menggunakan microtoise kapasitas 2 m dan

ketelitian 0,1cm.

Page 71: Skripsi Obes

60

2). Alat ukur : Kuesioner, timbangan berat badan digital, dan

microtoise kapasitas 2 m dan ketelitian 0,1 cm.

3). Hasil Pengukuran : Penilaian terhadap pengukuran berat badan

responden serta peningkatan berat badan (BB) yang didasarkan

pada kategori IMT standar WHO 2007.

4). Skala : Rasio

c. Asupan Energi

Asupan Energi adalah asupan energi rata-rata perorang perhari yaitu

jumlah asupan makanan dan minuman yang mengandung energi

dalam 24 jam terakhir yang diasupan di rumah tangga kemudian

dibagi dengan jumlah anggota dalam rumah tangga .

1). Cara Pengukuran

Asupan energi didapat melalui wawancara tentang asupan

makanan rumah tangga 24 jam yang lalu kemudian diterjemahkan

kedalam berat bahan makanan (ukuran rumah tangga dan gram),

berat bahan makanan yang diasupan dijumlahkan dan hasilnya

dirata-ratakan sesuai dengan jumlah anggota rumah tangga.

2). Alat Ukur : Kuesioner asupan makanan rumah tangga

3). Hasil pengukuran : Jumlah energi rata-rata perhari yang diasupan

setiap anggota rumah tangga .

4). Skala : Rasio

Page 72: Skripsi Obes

61

d. Asupan Protein

Asupan protein adalah asupan protein rata-rata perorang perhari yaitu

jumlah asupan makanan dan minuman yang mengandung protein

dalam 24 jam terakhir yang diasupan di rumah tangga kemudian

dibagi dengan jumlah anggota dalam rumah tangga .

1). Cara Pengukuran

Asupan protein didapat melalui wawancara tentang asupan

makanan rumah tangga 24 jam yang lalu kemudian

diterjemahkan kedalam berat bahan makanan (ukuran rumah

tangga dan gram), berat bahan makanan yang diasupan

dijumlahkan dan hasilnya dirata-ratakan sesuai dengan jumlah

anggota rumah tangga.

2). Alat Ukur : Kuesioner asupan makanan rumah tangga

3). Hasil pengukuran : Jumlah protein rata-rata perhari yang diasupan

setiap anggota rumah tangga.

4). Skala : Rasio

Page 73: Skripsi Obes

62

e. Asupan Karbohidrat

Asupan karbohidrat adalah asupan karbohidrat rata-rata perorang

perhari yaitu jumlah asupan makanan dan minuman yang mengandung

protein dalam 24 jam terakhir yang diasupan di rumah tangga

kemudian dibagi dengan jumlah anggota dalam rumah tangga.

1). Cara Pengukuran

Asupan energi didapat melalui wawancara tentang asupan makanan

rumah tangga 24 jam yang lalu kemudian diterjemahkan kedalam

berat bahan makanan (ukuran rumah tangga dan gram), berat bahan

makanan yang diasupan dijumlahkan dan hasilnya dirata-ratakan

sesuai dengan jumlah anggota rumah tangga.

2). Alat Ukur : Kuesioner asupan makanan rumah tangga

3). Hasil pengukuran : Jumlah karbohidrat rata-rata yang diasupan

setiap anggota rumah tangga perhari.

4). Skala : Rasio

Page 74: Skripsi Obes

63

F. TEKNIK ANALISIS DATA

1. Analisis Univariat

Variabel – variabel yang akan diteliti dalam analisis univariat ini meliputi

Variabel Umur, Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB), Status Gizi

Berdasarkan IMT, Aktivitas Fisik, dan Asupan Zat Gizi Makro. Analisis

ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi

variabel-variabel penelitian Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan

Status Gizi Lebih pada Anak Umur 10 -14 tahun di Provinsi Sumatera

Selatan Tahun 2007.

2. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat ini digunakan untuk melihat hubungan yang signifikan

/ bermakna atau tidak signifikan antara aktivitas fisik dengan status gizi

lebih, asupan energi rata-rata perorang perhari dengan status gizi lebih,

asupan karbohidrat rata-rata perorang perhari dengan status gizi lebih,

asupan protein rata-rata perorang perhari dengan status gizi lebih, dan

asupan lemak rata-rata perorang perhari dengan status gizi lebih .

Page 75: Skripsi Obes

64

3. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer,

melalui tahapan sebagai berikut:

a. Editing

Memeriksa kelengkapan data. Dalam proses ini akan dilakukan

perbaikan dan pembersihan data untuk mengkoreksi semua data yang

telah diisi agar diketahui kelengkapan jawaban, kejelasan tulisan,

serta kesesuaian jawaban satu dengan lainnya.

b. Skrining

Semua data anak umur 10 – 14 tahun di provinsi Sumatera Selatan

dianalisis status gizinya, kemudian anak dengan status gizi lebih

diambil sebagai sampel dalam penelitian ini.

c. Coding

Setelah proses editing dianggap cukup maka proses selanjutnya adalah

coding. Dalam proses ini akan dilakukan pengklasifikasian jawaban

dengan memberi kode-kode untuk mempermudah proses pengolahan

data.

d. Entry

Memasukkan data dari kuesioner ke dalam komputer .

Page 76: Skripsi Obes

65

e. Cleanning

Membersikan data dengan tujuan untuk melihat validitas data, dengan

cara melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel dan menilai

kelogisannya serta melihat ada tidaknya pencilan.

f. Penskoran

Untuk variabel aktivitas fisik dilakukan penskoran terhadap seluruh

item pertanyaan pada kuesioner yang berhubungan dengan aktivifitas

fisik. Jumlah item pertanyaan mengenai aktivitas fisik berjumlah 9

item. Setiap pertanyaan besar skor yang diberikan yaitu: 1 dan 2. Jenis

pertanyaan mengenai aktivitas fisik tersebut antara lain :

• Pertanyaan mengenai tipe/jenis aktivitas fisik . Jawaban ya diberi

skor 1 dan jawaban tidak diberi skor 2.

• Pertanyaan mengenai frekuensi melakukan aktivitas fisik dalam 1

minggu terakhir. Apabila frekuensi melakukan aktivitas fisik

dilakukan minimal 5 kali dalam 1 minggu atau secara kumulatif

dilakukan minimal 150 menit dalam 1 minggu maka diberi skor 1.

dan bila frekuensi melakukan aktivitas fisik dilakukan kurang dari

5 kali dalam 1 minggu atau secara kumulatif dilakukan kurang dari

150 menit seminggu maka diberi skor 2.

• Pertanyaan mengenai lama waktu dalam melakukan 1 kali

kegiatan aktivitas fisik tersebut. Apabila kegiatan aktivitas fisik

tersebut dilakukan selama minimal 10 menit dalam 1 kegiatan

Page 77: Skripsi Obes

66

maka diberi skor 1 dan apabila kegiatan aktivitas fisik tersebut

dilakukan kurang dari 10 menit dalam 1 kegiatan maka diberi skor.

Setelah setiap item pertanyaan dilakukan penskoran, maka langkah

selanjutnya adalah69 :

a. Menghitung skor tertinggi

∑ item pertanyaan x skor tertinggi = 9 x 2 = 18

b. Menentukan skor terendah

∑ item pertanyaan x skor terendah = 9 x 1 = 9

d. Menghitung interval

18 - 9 = 3 3

e. Kelas Interval

9 – 11 = Aktivitas Berat

11 – 14 = Aktivitas Sedang

15 – 18 = Aktivitas Ringan

Untuk pengolahan data kelas interval diringkas menjadi 2 kelas, yaitu :

< 14 = Cukup

≥ 14 = Kurang Aktivitas

69 Luthfiana Arifatul Hudha (Hubungan antara Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Obesitas

Pada Remaja Kelas II SMP Theresiana I Yayasan Bernadus Semarang, 2006),hlm :20.

Page 78: Skripsi Obes

67

4. Uji Statistik

Uji Statistik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan uji t – test independen , yang digunakan untuk menguji

hipotesis komparatif dua sampel independen tetapi sebelumnya dilakukan

uji varians kedua sampel homogen atau tidak. Pengujian homogenitas

varians digunakan uji F sebagai berikut :

Apabila F hitung ≥ F tabel maka varians dinyatakan homogen. Apabila

varians homogeny maka uji t-test yang dipakai adalah sebagai berikut :

Apabila F hitung < F tabel maka varians dinyatakan tidak homogen.

Apabila varians homogeny maka uji t-test yang dipakai adalah sebagai

berikut :

Page 79: Skripsi Obes

68

Akhir dari proses pengujian ini akan diambil berdasarkan pada

perbandingan nilai t dengan nilai t pada table, dengan ketentuan sebagai

berikut :

• Jika, t hitung ≥ t tabel atau p < ά, maka Ho ditolak.

o Jika, t hitung ≤ t tabel atau p > ά, maka Ho diterima atau gagal tolak

Ho.

Untuk menguji hipotesa korelatif digunakan uji korelasi dan regresi linier

sederhana. Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui derajat/keeratan

hubungan dan arah hubungan. Untuk mengetahui derajat/keeratan

hubungan dan mengetahui arah hubungan, maka dilakukan uji korelasi.

Rumus koefisien korelasi pearson adalah sebagai berikut:

Menurut Colton, kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat

dibagi dalam 4 area, yaitu :

• r = 0,00 – 0,25 : tidak ada hubungan/hubungan lemah

• r = 0,26 – 0,50 : hubungan sedang

• r = 0,51 – 0,75 : hubungan kuat

• r = 0,76 – 1,00 : hubungan sangat kuat/sempurna70

70 Sutanto Priyo Hastono, Analisis Data Kesehatan (Jakarta:Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Indonesia,2007)hlm.130

Page 80: Skripsi Obes

69

Koefisien korelasi yang telah dihasilkan merupakan langkah pertama

untuk menjelaskan derajat hubungan linier antara dua variabel.

Selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui apakah hubungan

antara dua variabel tersebut signifikan atau hanya karena faktor kebetulan

dari random sample. Uji hipotesis dapat dilakukan dengan menggunakan

pendekatan distribusi t, dengan formula :

Kelanjutan dari proses pengujian ini akan diambil berdasarkan pada

perbandingan nilai t hitung dengan nilai t pada tabel, dengan ketentuan

sebagai berikut:

• Jika, t hitung ≥ t tabel atau p < ά, maka Ho ditolak.

• Jika, t hitung ≤ t tabel atau p > ά, maka Ho diterima atau gagal tolak

Ho.

Untuk mengetahui bentuk hubungan dan memprediksi nilai IMT anak

dapat dilakukan dengan analisis regresi, dengan persamaan sebagai

berikut :

Page 81: Skripsi Obes

70

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. LOKASI PENELITIAN

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) adalah sebuah peraturan bagi pembuat

kebijakan kesehatan diberbagai jenjang administrasi. Riskesdas 2007

diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

(Balitbangkes), sebagai salah satu unit utama dilingkungan Departemen

Kesehatan yang berfungsi menyediakan informasi kesehatan yang berbasis

bukti. Pelaksanaan pengumpulan data Riskesdas 2007 dilakukan dalam 2 tahap

yaitu tahap pertama dimulai pada awal Agustus 2007 sampai dengan Januari

2008 di 28 provinsi dan tahap kedua pada Agustus – September 2008 di 5

provinsi (NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat).

Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang dijadikan

lokasi dalam Riskesdas 2007. Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi

di Indonesia yang terletak di bagian selatan pulau Sumatera. Secara geografis

Provinsi Sumatera Selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi di utara, Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung di Timur, Provinsi Lampung di selatan dan

Provinsi Bengkulu di barat. Luas Provinsi Sumatera Selatan adalah 113.339

km2. Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari 11 kabupaten, 4 kota, 147

kecamatan, dan 2693 desa. Jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Selatan

pada tahun 2007 adalah 7.019.964 jiwa.

Page 82: Skripsi Obes

71

B. GAMBARAN KARAKTERISTIK RESPONDEN/ANALISIS UNIVARIAT

1. Umur

Responden dalam penelitian ini adalah anak umur 10 – 14 tahun di

Provinsi Sumatera Selatan tahun 2007.

Gambar 4.1 Distribusi Responden Menurut Umur

Umur (Tahun)1 51 41 31 21 11 09

Fre

qu

ency

2 00

1 50

1 00

50

0

4 0

7 7

1 2 01 1 5

1 6 7

M ean = 1 1 . 4 4 �S td . D ev. = 1 . 2 8 5�

N = 5 1 9

Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 519 responden rata-rata berumur

11,44 tahun dengan standar deviasi 1,285 tahun.

Page 83: Skripsi Obes

72

2. Berat Badan

Pengukuran berat badan dilakukan untuk mendapatkan data tentang

berat badan agar dapat diketahui status gizi responden. Berat badan

ditimbang menggunakan timbangan berat badan digital kapasitas 150 kg

dan ketelitian 50 gram.

Gambar 4.2 Distribusi Responden Menurut Berat Badan

Berat Badan (kg)8 0.060.04 0.02 0.0

Fre

qu

ency

8 0

60

4 0

2 0

0

M ean = 3 7 . 04 �S td . D ev. = 1 0. 3 8 �

N = 5 1 9

Berdasarkan hasil analisis terhadap berat badan responden dapat

diketahui bahwa dari 519 responden, rata-rata berat badan responden

adalah 37,04 kg dengan standar deviasi 10,38 kg.

Page 84: Skripsi Obes

73

3. Tinggi Badan

Pengukuran tinggi badan (cm), dimaksudkan untuk mengetahui data

tentang tinggi badan responden agar dapat menentukan status gizi. Tinggi

badan diukur dengan menggunakan microtoise kapasitas ukur 2 meter dan

ketelitian 0,1cm.

Gambar 4.3 Distribusi Responden Menurut Tinggi Badan

Tinggi Badan (cm)1 8 0. 01 60.01 4 0. 01 2 0. 01 00.08 0.0

Fre

qu

ency

50

4 0

3 0

2 0

1 0

0

M ean = 1 2 5 . 4 9�S td . D ev. = 1 7 . 2 07 �

N = 5 1 9

Gambar diatas menunjukkan bahwa dari 519 responden rata-rata tinggi

badan responden adalah 125,49 cm dan standar deviasi adalah 17,207 cm.

Page 85: Skripsi Obes

74

4. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Gambar 4.3 Distribusi Responden Menurut IMT

Indeks Massa Tubuh (IMT)4 . 003 . 503 . 002 . 502 . 001 . 501 . 00

Fre

qu

ency

50

4 0

3 0

2 0

1 0

0

M ean = 1 . 8 7 �S td . D ev. = 0. 6 2 3 �

N = 5 1 9

Dari gambar 4.3 diatas dapat diketahui bahwa setelah dilakukan

skrining terhadap nilai IMT menurut umur maka didapat nilai rata-rata IMT

dari 519 responden adalah 1,87 SD dan standar deviasi 0,623 SD.

Page 86: Skripsi Obes

75

5. Jenis Kelamin

Dari hasil identifikasi terhadap 519 responden maka dapat diketahui

bahwa 58,77% (305 responden) berjenis kelamin laki-laki dan 41,23% (214

responden) berjenis kelamin perempuan. Distribusi data jenis kelamin

responden dapat dilihat pada gambar 4.4 dibawah ini.

Gambar 4.4 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin

41.23%

58.77%

Per

cen

t

60.0%

50.0%

4 0.0%

3 0.0%

2 0.0%

1 0.0%

0.0%

Jenis KelaminP erem p u anL ak i-la k i

Page 87: Skripsi Obes

76

7. Aktivitas Fisik

Gambar 4.6 Distribusi Responden Menurut Aktivitas Fisik

26.8%

73.2%Per

cen

t

8 0.0%

60.0%

4 0.0%

2 0.0%

0.0%

Aktivitas Fisikaktivita s cu ku paktivitas ku rang

Berdasarkan gambar 4.6 diatas dapat diketahui bahwa responden yang

termasuk kedalam aktivitas fisik kurang sebanyak 73,9% (455 responden) dan

yang termasuk kedalam aktivitas cukup sebanyak 26,1% (161 responden).

Page 88: Skripsi Obes

77

8. Asupan Zat Gizi Makro

a. Energi

Gambar 4.7 Distribusi Responden Menurut Asupan Energi

Asupan Energi (Kalori)3 000.002 500.002 000.001 500.001 000.00500.00

Fre

qu

ency

50

4 0

3 0

2 0

1 0

0

M ean = 1 4 6 6 . 1 2 �S td . D ev. = 4 3 2 . 07 1 �

N = 51 9

Dari gambar 4.7 dapat diketahui bahwa dari 516 responden, rata-rata

asupan energinya adalah 1433,12 Kalori dengan standar deviasi 432,071

Kalori.

Page 89: Skripsi Obes

78

b. Protein

Selama masa remaja, kebutuhan protein meningkat karena proses tumbuh

kembang berlangsung cepat. Kebutuhan protein terutama untuk sintesa

jaringan baru.

Gambar 4.8 Distribusi Responden Menurut Asupan Protein

Asupan Protein (gram)1 00.008 0.0060.004 0.002 0.000.00

Fre

qu

ency

50

4 0

3 0

2 0

1 0

0

M ean = 4 7 . 53 �S td . D ev. = 1 6 . 8 6 3 �

N = 51 9

Berdasarkan gambar 4.8 diatas dapat diketahui bahwa dari 519 responden

ternyata asupan protein rata-ratanya adalah 47,53 gram dengan standar

deviasi 16,863 gram.

Page 90: Skripsi Obes

79

c. Lemak

Gambar 4.9 Distribusi Responden Menurut Asupan Lemak

Asupan Lemak (gram)1 00.008 0.0060.004 0.002 0.000.00

Fre

qu

ency

4 0

3 0

2 0

1 0

0

M ean = 3 5 . 55�S td . D ev. = 2 1 . 02 8 �

N = 51 9

Gambar 4.9 menjelaskan bahwa dari 519 responden, rata-rata asupan

lemaknya adalah 35,55 gram dengan standar deviasi 21,028 gram.

Page 91: Skripsi Obes

80

d. Karbohidrat

Gambar 4.10

Distribusi Responden Menurut Asupan Karbohidrat

Asupan Karbohidrat (gram)500.004 00.003 00.002 00.001 00.000.00

Fre

qu

ency

8 0

60

4 0

2 0

0

M ean = 2 2 7 . 8 5�S td . D ev. = 7 1 . 3 05�

N = 51 9

Gambar 4.10 menjelaskan bahwa dari 519 responden ternyata rata-rata

asupan karbohidratnya adalah 227,85 gram dengan standar deviasi 71,305

gram.

Page 92: Skripsi Obes

81

C. ANALISIS BIVARIAT

Setelah dilakukan analisis terhadap variabel univariat, maka langkah

selanjutnya adalah analisis bivariat. Analisis bivariat ini dilakukan untuk

mengetahui keeratan hubungan diantara variabel-variabel yang menjadi titik

perhatian dalam penelitian ini. Pada analisis univariat, didapatkan nilai mean,

median, modus serta standar deviasi.

1. Perbedaan Gizi Lebih Menurut Aktivitas Fisik Anak Umur 10 – 14 tahun

Tabel 4.1 Distribusi Rata-Rata IMT Anak Menurut Aktivitas Fisik

Aktivitas Fisik N Mean SD SE P value

Kurang 380 1,88 0,62 0,03 0,332

Cukup 139 1,83 0,63 0,05

Hasil uji t-test independen sample, dapat diketahui bahwa anak dengan

aktivitas fisik kurang berjumlah 380 anak, nilai rata-rata IMT pada kelompok

tersebut adalah 1,88 SD dengan standar deviasi 0,62 SD sedangkan anak

dengan aktivitas fisik cukup sebanyak 139 anak dengan rata-rata IMT adalah

1,83 SD dengan standar deviasi 0,63 SD. Hasil uji statistik didapatkan nilai p =

0,332 (p>0,05) terlihat tidak ada perbedaan rata-rata IMT antara anak yang

beraktivitas cukup dengan anak yang beraktivitas kurang.

Page 93: Skripsi Obes

82

Berikut ini diagram blox plot untuk variabel independen (aktivitas fisik)

dengan variabel dependen (IMT Responden) adalah sebagai berikut :

Gambar 4.11 Diagram Box Plot Perbedaan IMT

Berdasarkan Aktivitas Fisik Anak Umur 10 – 14 Tahun

Aktivitas Fisikaktivita s cu ku paktivita s ku rang

IMT

4 . 00

3 . 50

3 . 00

2 . 50

2 . 00

1 . 50

1 . 00

Gambar diatas menunjukkan adanya selisih atau perbedaan nilai rata-rata

IMT antara anak yang beraktivitas cukup dengan anak yang beraktivitas fisik

kurang sebesar 0,05 SD, namun perbedaan ini tidak signifikan.

Page 94: Skripsi Obes

83

2. Hubungan Asupan Energi dengan Gizi Lebih Anak Umur 10 – 14 Tahun

Tabel 4.2. Analisis Korelasi dan Regresi Asupan Energi

dengan Nilai IMT Responden

Variabel R R2 Persamaan Garis P value

Asupan Energi 0,028 0,001

Nilai IMT = 1,813+

0,000*Asupan Energi

0,527

Pada hasil uji korelasi didapat nilai r = 0,028 dan berpola positif, ini

menunjukkan hubungan yang sangat lemah antara asupan energi dengan

IMT responden. Setelah dilakukan uji korelasi, dilanjutkan dengan uji

regresi. Hasil uji regresi mendapatkan nilai R2 = 0,001 untuk data asupan

energi, berarti variabel asupan energi memberikan pengaruh terhadap IMT

responden sebesar 0,1%. Selain itu terdapat persamaan garis dengan nilai

koefisien b = 0,000 ini berarti bahwa penambahan 1 kalori tidak akan

menambah nilai IMT. Berikut diagram scatter plot untuk variabel

independen (asupan energi rata-rata perorang perhari) dengan variabel

dependen (IMT responden).

Page 95: Skripsi Obes

84

Gambar 4.12 Diagram Scatter Plot Hubungan

Asupan Energi dengan Gizi Lebih Pada Anak Umur 10 – 14 Tahun

Asupan Energi (Kalori)3000.002 500.002 000.001 500.001 000.00500.00

IMT

4 . 00

3 . 50

3 . 00

2 . 50

2 . 00

1 . 50

1 . 00

R S q L inea r = 7 . 7 6 E -4

Gambar 4.12 diatas menjelaskan bahwa nilai koefisien b = 0 berarti

dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan

energi dengan gizi lebih pada anak umur 10 – 14 tahun.

Page 96: Skripsi Obes

85

3. Hubungan antara Asupan Protein dengan Gizi Lebih

Tabel 4.3 Analisis Korelasi dan Regresi Asupan Protein

dengan Nilai IMT Responden

Variabel R R2 Persamaan Garis P value

Asupan Protein 0,028 0,001

Nilai IMT = 1,823 +

0,001*Asupan Protein

0,530

Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara

asupan protein rata-rata dengan nilai IMT responden (r = 0,028). Hasil uji

regresi juga mendapatkan nilai R2 = 0,001 artinya, variabel asupan protein

memberikan pengaruh sebesar 0,1% terhadap nilai IMT responden. Pada

persamaan garis diatas dapat diketahui bahwa koefisien b = 0,001 berarti

penambahan 1 gram protein akan menambah nilai IMT sebesar 0,001 SD.

Berikut disajikan diagram scatter plot hubungan variabel independen

(asupan protein rata-rata perorang perhari) dengan IMT responden :

Page 97: Skripsi Obes

86

Gambar 4.13 Diagram Scatter Plot Hubungan

Asupan Protein dengan IMT Pada Anak Umur 10 – 14 Tahun

Asupan Protein (gram)1 00.008 0.0060.004 0.002 0.000.00

IMT

4 . 00

3 . 50

3 . 00

2 . 50

2 . 00

1 . 50

1 . 00

R S q L inea r = 7 . 6 2 E -4

Dari gambar diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada

hubungan antara asupan protein dengan gizi lebih pada anak umur 10 – 14

tahun.

Page 98: Skripsi Obes

87

4. Hubungan antara Asupan Lemak dengan Gizi Lebih

Tabel 4.4 Analisis Korelasi dan Regresi Asupan Lemak

dengan Nilai IMT Responden

Variabel R R2 Persamaan Garis P value

Asupan Lemak 0,030 0,001

Nilai IMT = 1,840+

0,001*Asupan Lemak

0,495

Dari hasil uji korelasi didapatkan nilai r = 0,030 ini menunjukkan ada

hubungan yang sangat lemah antara asupan lemak dengan IMT responden.

Nilai R2 = 0,001 berarti asupan lemak hanya berpengaruh sebesar 0,1%

terhadap nilai IMT responden. Pada persamaan garis diatas maka nilai IMT

dapat diprediksi, sehingga apabila asupan lemak bertambah sebanyak 1

gram maka akan menambah nilai IMT sebesar 0,001 SD.

Page 99: Skripsi Obes

88

Berikut disajikan diagram scatter plot hubungan asupan lemak dengan

IMT responden :

Gambar 4.14 Diagram Scatter Plot Hubungan

Asupan Lemak Dengan IMT Pada Anak Umur 10 – 14 Tahun

Asupan Lemak (gram)1 00.008 0.0060.004 0.002 0.000.00

IMT

4 . 00

3 . 50

3 . 00

2 . 50

2 . 00

1 . 50

1 . 00

R S q L inea r = 9 . 02 E -4

Dengan melihat diagram scatter plot pada gambar 4.14 maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan lemak dengan gizi

lebih pada anak umur 10 – 14 tahun .

Page 100: Skripsi Obes

89

5. Hubungan antara Asupan Karbohidrat dengan IMT Responden

Tabel 4.6 Analisis Korelasi dan Regresi Asupan Karbohidrat

dengan Nilai IMT Responden

Variabel R R2 Persamaan Garis P value

Asupan Karbohidrat 0,034 0,001

Nilai IMT = 0,805 +

0,000*Asupan Karbohidrat

0,444

Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa hubungan yang sangat

lemah antara asupan karbohidrat dengan nilai IMT responden (r = 0,029).

Hasil uji regresi mendapatkan nilai R2 = 0,001 artinya, variabel asupan

karbohidrat memberikan pengaruh terhadap nilai IMT responden sebesar

0,1% dan selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain. Nilai koefisien b = 0,000

pada persamaan regresi berarti bahwa penambahan 1 gram karbohidrat

tidak akan menambah nilai IMT.

Page 101: Skripsi Obes

90

Berikut diagram scatter plot hubungan asupan karbohidrat dengan

IMT responden :

Gambar 4.15 Diagram Scatter Plot Hubungan Asupan Karbohidrat

Dengan IMT Pada Anak Umur 10 – 14 Tahun

Asupan Karbohidrat (gram)500.004 00.00300.002 00.001 00.000.00

IMT

4 . 00

3 . 50

3 . 00

2 . 50

2 . 00

1 . 50

1 . 00

R S q L in ear = 0. 001

Dengan melihat diagram scatter plot pada gambar 4.15 maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan

gizi lebih pada anak umur 10 – 14 tahun.

Page 102: Skripsi Obes

91

BAB V

PEMBAHASAN

A. ANALISIS UNIVARIAT/KARAKTERISTIK RESPONDEN

1. Umur

Responden dalam penelitian ini adalah anak umur 10 – 14 tahun di

provinsi Sumatera Selatan yang menjadi responden dalam riset kesehatan

dasar (RISKESDAS) tahun 2007. Anak umur 10 – 14 tahun dipilih

menjadi responden karena pada Riskesdas tahun 2007 variabel aktivitas

fisik hanya diukur pada penduduk umur diatas 10 tahun. Kemudian anak

umur 10 – 14 tahun merupakan masa remaja awal dimana pada masa ini

anak sudah bisa menentukan sendiri apa yang ingin dimakan dan pada masa

ini juga mereka sudah bisa menentukan sikap dan perilaku.

Jumlah anak umur 10 – 14 tahun pada laporan riskesdas 2007 adalah

3546 anak. Kemudian di skrining sehingga jumlah responden sekarang

adalah 519 responden. Responden dalam penelitian ini rata-rata berumur

11,44 tahun. Berdasarkan umur, responden yang terbanyak adalah yang

berumur 10 tahun. Bila dikelompokkan maka responden yang berumur 13 -

15 tahun sebanyak 138 anak (22,4%) dan yang berumur 10 – 12 tahun

sebanyak 478 anak (77,6%).

Page 103: Skripsi Obes

92

2. Berat Badan

Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan

mineral pada tulang. Didalam antropometri berat badan digunakan untuk

melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan

klinis seperti dehidrasi, edema dan adanya tumor. Pada masa pubertas laju

pertumbuhan berat badan anak perempuan rata-rata bertambah 20 kg

sedangka pada anak laki- laki bertambah 30 kg.

Pada penelitian ini dari diketahui rata-rata responden memiliki berat

badan 37,04 kg dengan standar deviasi ± 10,38 kg. Pada penelitian yang

dilakukan di Swedia (n= 413) dan Estonia (367) tentang aktivitas fisik

dengan lemak tubuh anak usia 9 – 10 tahun mendapatkan rata-rata berat

badan responden adalah 32,6 kg dengan standar deviasi 6,4 kg. Bila berat

badan rata-rata responden pada penelitian ini dibandingkan dengan

penelitian yang dilakukan di Swedia dan Estonia tersebut maka dapat

diketahui bahwa rata-rata berat badan responden pada penelitian ini lebih

tinggi dari rata-rata berat badan anak di Swedia dan Estonia.

3. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk

pengukuran antropometri. Tinggi badan merupakan gambaran keadaan gizi

masa lampau dan sekarang. Pada masa kanak-kanak laju pertumbuhan

Page 104: Skripsi Obes

93

tinggi badan relatif konstan, namun pada masa pubertas laju pertumbuhan

tinggi badan pada anak perempuan rata-rata bertambah 20 cm sedangkan

pada anak laki-laki 30 cm.

Pada penelitian ini rata-rata responden memiliki tinggi badan 125,48

cm dengan standar deviasi ± 17,21 cm. Pada penelitian yang dilakukan di

Swedia (n= 413) dan Estonia (367) tentang aktivitas fisik dengan lemak

tubuh anak usia 9 – 10 tahun mendapatkan rata-rata berat badan responden

adalah 138,3cm dengan standar deviasi 6,46 cm. Bila tinggi badan rata-rata

responden pada penelitian ini dibandingkan dengan penelitian yang

dilakukan di Swedia dan Estonia tersebut maka dapat diketahui bahwa rata-

rata tinggi badan responden pada penelitian ini lebih rendah daripada rata-

rata tinggi badan anak di Swedia dan Estonia.

4. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah indeks pengukuran berdasarkan

berat badan menurut tinggi badan yang biasanya digunakan untuk

mengkalsifikasikan berat badan berlebih (overweight) dan obesitas pada

populasi dan individu. IMT diirumuskan sebagai berat badan (BB) dalam

kilogram (kg) dibagi tinggi badan (TB) dalam meter (m) kuadrat (kg/m2).

Setelah dilakukan skrining terhadap 3546 anak maka didapat 519 anak

yang memiliki IMT > 1 SD sehingga dapat diketahui prevalensi gizi lebih

diantara anak umur 10 – 14 tahun yaitu 14,6% sedangkan menurut laporan

Page 105: Skripsi Obes

94

riskesdas tahun 2007, prevalensi gizi lebih anak umur 6 – 14 tahun adalah

27%. Pada penelitian ini dari 519 responden, rata-rata IMT adalah 1,87 SD

dengan standar deviasi 0,62 SD. Berdasarkan pengkategorian IMT menurut

umur dari WHO 2007 untuk anak umur 5 -19 tahun maka dapat diketahui

bahwa anak yang mengalami obesitas (IMT > 2SD) sebanyak 187 anak

(36,0%) dan yang berat badan lebih (1 SD<IMT≤2SD) sebanyak 332 anak

(64,0%).

5. Jenis Kelamin

Pada penelitian ini dari 519 responden, sebagian besar responden

berjenis kelamin laki-laki yaitu 367 anak (59,6%) dan selebihnya sebanyak

249 anak (40,4%) berjenis kelamin perempuan.

6. Aktivitas Fisik

Usia 10 – 14 tahun merupakan masa remaja awal atau usia sekolah

dimana pola aktivitas fisik anak banyak dilakukan di sekolah. Hasil analisis

terhadap aktivitas responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden

yaitu 73,9% (455 anak) kurang melakukan aktivitas fisik sedangkan

selebihnya yaitu 24,1% (161 anak) sudah cukup melakukan aktivitas fisik.

Berdasarkan laporan riskesdas tahun 2007 secara nasional hampir seluruh

penduduk Indonesia (48,2%) kurang melakukan aktivitas fisik. Bahkan

menurut kelompok umur, kurang aktivitas fisik paling tinggi terjadi pada

kelompok umur 75 tahun keatas (76,0%) dan kelompok umur 10 – 14 tahun

Page 106: Skripsi Obes

95

(66,9%). Bila dibandingkan dengan angka nasional maka persentase kurang

melakukan aktivitas fisik pada penelitian ini melebihi angka nasional.

7. Asupan Zat Gizi Makro

a. Asupan Energi

Asupan energi pada responden dihitung berdasarkan jumlah energi

yang diasupan di rumah tangga kemudian dihitung nilai rata-rata yang

disesuaikan dengan jumlah anggota rumah tangga. Namun asupan

energi ini tidak memperhitungkan asupan energi anggota rumah tangga

pada waktu berada diluar rumah.

Setelah menganalisis asupan energi rata-rata setiap responden

didapatkan nilai rata-rata sebesar 1466,12 Kalori dengan standar deviasi

432,07 Kalori. Apabila merujuk pada Angka Kecukupan Gizi (AKG)

2004 maka terdapat 30,6% anak pada penelitian ini memiliki asupan

energi ≥ 80% AKG sedangkan 69,4% anak asupan energinya < 80%

AKG. Pada laporan riskesdas tahun 2007, rata-rata asupan energi

perkapita perhari penduduk Indonesia adalah 1735,5 Kalori. Bila

dibandingkan dengan angka nasional maka rata-rata asupan energi pada

responden dibawah angka nasional.

b. Asupan Protein

Selama masa remaja, kebutuhan protein meningkat karena proses

tumbuh kembang berlangsung cepat. Apabila asupan energi kurang atau

Page 107: Skripsi Obes

96

terbatas maka protein akan dipergunakan sebagai energi. Kebutuhan

protein pada masa remaja ini dibutuhkan untuk pembentukan jaringan

baru.

Rata-rata asupan protein responden perhari sebesar 47,53 gram

dengan standar deviasi 16,86 gram. Berdasarkan laporan riskesdas

tahun 2007 angka rata-rata asupan protein perkapita perhari adalah 55,5

gram. Bila dibandingkan dengan angka nasional maka rata-rata asupan

protein responden lebih rendah dari angka nasional.

c. Lemak

Lemak dibutuhkan manusia dalam jumlah tertentu. Kelebihan

lemak akan disimpan oleh tubuh sebagai lemak tubuh yang sewaktu

diperlukan dapat digunakan. Rata-rata asupan lemak responden sebesar

35,55 gram dengan standar deviasi adalah 21,03 gram. Berdasarkan

hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) 2004 asupan

lemak yang dianjurkan adalah tidak melebihi 30% dari total Kalori

dalam satu hari. Dari 519 responden, ternyata sebanyak 80,3%

responden dengan asupan lemak ≤ 30% dari total kalori sedangkan

19,7% responden dengan asupan lemak > 30% total kalori.

d. Asupan Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi dalam bentuk glukosa.

Sumbangan energi bagi tubuh sebagian besar berasal dari karbohidrat.

Page 108: Skripsi Obes

97

Asupan karbohidrat rata-rata responden adalah 227,85 gram dengan

standar deviasi 71,30 gram. Berdasarkan WNPG 2004 asupan

karbohidrat yang dianjurkan adalah 130 gram/hari. Pada penelitian ini

responden dengan asupan karbohidrat > 130 gram/hari sebanyak 92,3%

sedangkan ≤ 130 gram/hari sejumlah 7,7%.

B. ANALISIS BIVARIAT

1. Perbedaan Gizi Lebih Berdasarkan Aktivitas Fisik Responden

Untuk mengetahui adanya perbedaan dan seberapa besar perbedaan

antara nilai IMT anak menurut aktivitas fisik dilakukan uji t-test

independen sampel. Dari uji t-independen menghasilkan nilai p = 0,203 (p

> 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara rata-

rata IMT anak yang beraktivitas fisik kurang dengan rata-rata IMT anak

yang beraktivitas fisik cukup. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh

Emil Ariefiyanto tentang faktor-faktor penyebab obesitas pada anak SD H.

Isriati Baiturrahman Semarang mendapatkan bahwa tidak ada hubungan

antara aktivitas fisik dengan obesitas pada anak dan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Nurlayla tentang hubungan aktivitas fisik dengan status gizi

remaja Sekolah Menengah Umum (SMU) juga mendapatkan bahwa tidak

ada perbedaan status gizi remaja berdasarkan aktivitas fisik.

Page 109: Skripsi Obes

98

Walaupun secara teoritis kejadian gizi lebih disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara aktivitas fisik dengan asupan energi, namun

banyak faktor lain yang berkontribusi terhadap terjadinya gizi lebih seperti

faktor genetika, riwayat BBLR, penggunaan obat-obatan, pengaruh sosial,

budaya dan lingkungan sekitar. Pada penelitian ini, faktor-faktor lain

tersebut tidak diteliti.

2. Hubungan Asupan Energi dengan Gizi Lebih

Analisis korelasi dan regresi yang dilakukan terhadap variabel asupan

protein rata-rata dengan IMT responden bertujuan untuk mengetahui

keeratan hubungan antara asupan protein rata-rata dengan nilai IMT

responden dan ingin melihat apakah asupan protein berpengaruh terhadap

nilai IMT responden. Hasil uji korelasi mendapatkan nilai r = 0,009 , nilai

R2 = 0,000 dan koefisien b = 0,000 yang berarti bahwa tidak ada hubungan

antara asupan energi dengan nilai IMT responden, karena

penambahan/pengurangan 1 Kalori asupan energi tidak memberikan

pengaruh apapun terhadap nilai IMT.

Pada penelitian yang sama mengenai pola aktivitas dan asupan pangan

dengan status gizi pada anak umur 5 – 18 tahun di kota Bandung tahun

2006 oleh Nur’aini dan Mira Dewi (Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Ekologi Manusia,Institut Pertanian Bogor) menunjukkan tidak terdapat

Page 110: Skripsi Obes

99

hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dengan status

gizi dimana berdasarkan analisis korelasi spearman nilai p > 0,05.

Pada penelitian ini data asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat

pada anak umur 10 – 14 tahun berasal dari tingkat asupan makanan di

rumah tangga bukan asupan makanan individu. Data asupan makanan

mencakup makanan dan minuman yang diasupan di rumah tangga selama

24 jam yang lalu termasuk makanan sisa, terbuang dan diberikan pada

hewan piaraan serta makanan pemberian dari orang lain. Namun dalam hal

ini wawancara tidak mencatat tentang makanan yang dikonsumsi anggota

rumah tangga diluar rumah.

3. Hubungan Asupan Protein dengan Gizi Lebih

Hasil analisis terhadap variabel asupan protein dan IMT responden

menggunakan uji korelasi-regresi menghasilkan nilai r = 0,018 R2 = 0,000

maka dapat dijelaskan bahwa asupan protein memberikan pengaruh sebesar

0% terhadap nilai IMT responden. Selain itu terdapat pula nilai koefisien b

= 0,000 yang berarti bahwa penambahan atau pengurangan 1 gram protein

tidak akan menyebakan menurun atau meningkatnya nilai IMT responden .

Pada nilai P = 0,649 (P>0,05) maka dapat disimpulkan bahwa asupan

protein tidak berhubungan dengan IMT. Pada penelitian ini data mengenai

asupan protein responden merupakan hasil asupan protein di rumah tangga

yang dirata-ratakan dengan jumlah seluruh anggota rumah tangga dan

Page 111: Skripsi Obes

100

asupan protein ini tidak memperhitungkan asupan protein yang dikonsumsi

selama berada diluar rumah.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Rina Saripah tahun 2007, tentang

hubungan asupan energi, protein dan zinc dengan status gizi (TB/U) pada

anak umur 7 – 9 tahun mendapatkan tidak ada hubungan asupan protein

terhadap status gizi dengan indikator TB/U.

4. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Gizi Lebih

Analisis korelasi dan regresi yang dilakukan terhadap variabel asupan

karbohidrat dengan IMT responden bertujuan untuk mengetahui keeratan

hubungan antara asupan karbohidrat dengan nilai IMT responden dan ingin

melihat apakah asupan karbohidrat berpengaruh terhadap nilai IMT

responden. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa hubungan yang

sangat lemah/tidak ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan nilai

IMT responden (r = 0,029). Hasil uji regresi mendapatkan nilai R2 = 0,001

artinya, variabel asupan karbohidrat memberikan pengaruh terhadap nilai

IMT responden sebesar 0,1% dan selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain.

Nilai koefisien b = 0,000 pada persamaan regresi berarti bahwa peningkatan

atau penurunan 1 gram karbohidrat tidak meningkatkan IMT. Pada nilai P =

0,466 (P>0,05) dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan

karbohidrat rata-rata dengan nilai IMT.

Page 112: Skripsi Obes

101

5. Hubungan Asupan Lemak Dengan Gizi Lebih

Lemak merupakan sumber energi bagi tubuh yang berkonsentrasi

tinggi, karena 1 gram lemak mampu memberikan sumbangan sebanyak 9

kalori. Tubuh memiliki kemampuan yang terbatas dalam menyimpan lemak

sehingga bila asupan lemak melebihi jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh

maka lemak disimpan sebagai cadangan energi dalam jaringan adiposa.

Apabila keadaan ini terjadi dalam waktu lama maka lemak akan

terakumulasi didalam tubuh. Asupan karbohidrat yang tinggi melebihi

kebutuhan tubuh juga dapat disintesa menjadi lemak tubuh. Dengan

demikian, sebagian besar lemak yang tersimpan berasal dari lemak

makanan dan lemak endogen.

Hasil uji korelasi dan regresi menunjukkan nilai r = 0,03 dengan R2 =

0,001 dan nilai p = 0,495 hal ini mengartikan bahwa tidak ada hubungan

antara asupan lemak dengan gizi lebih. Ada faktor lain yang mempengaruhi

kejadian gizi lebih selain asupan lemak, seperti yang telah dijelaskan pada

bagian deskripsi teoritis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

kejadian gizi lebih seperti adanya riwayat BBLR.

Page 113: Skripsi Obes

102

C. KETERBATASAN PENELITIAN

1. Penelitian ini tidak bisa mengontrol faktor-faktor lain yang juga

berkontribusi terhadap kejadian gizi lebih seperti faktor genetik,

penggunaan obat-obatan, riwayat BBLR, pengaruh lingkungan sosial dan

budaya.

2. Sulitnya mengetahui informasi tentang aktivitas fisik yang dilakukan

responden secara lebih rinci.

3. Data asupan energi, protein, karbohidrat dan lemak merupakan jumlah

asupan energi, protein, karbohidrat, dan lemak yang dikonsumsi di rumah

tangga dibagi dengan jumlah seluruh anggota rumah tangga sehingga

kurang menggambarkan asupan energi, protein, karbohidrat dan lemak

individu yang menjadi responden dalam penelitian ini.

Page 114: Skripsi Obes

103

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Rata-rata responden berumur 11,44 tahun. Rata-rata responden memiliki

berat badan 37,04 kg. Rata-rata responden memiliki tinggi badan 125,48

cm. Rata-rata responden memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) 1,87 SD.

Sebagian besar responden 58,8% berjenis kelamin laki-laki dan 41,2%

responden berjenis kelamin perempuan. 73,2% responden beraktivitas fisik

kurang dan 26,8% responden beraktivitas cukup. Asupan energi rata-rata

responden adalah 1466,12 Kalori. Asupan protein rata-rata responden

adalah 47,53 gram. Asupan lemak rata-rata 35,55 gram. Asupan karbohidrat

rata-rata responden adalah 227,85 gram.

2. Tidak ada perbedaan gizi lebih pada anak umur 10 – 14 tahut menurut

aktivitas fisik.

3. Tidak ada hubungan antara asupan energi dengan IMT responden.

4. Tidak ada hubungan antara asupan protein dengan IMT responden.

5. Tidak ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan IMT responden.

6. Tidak ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan IMT responden.

Page 115: Skripsi Obes

104

B. SARAN

1. Sebaiknya penderita gizi lebih memperhatikan asupan zat gizi sesuai

dengan aktivitas fisik yang dilakukan agar tidak terjadi kelebihan energi

didalam tubuh yang memicu peningkatan berat badan .

2. Perlu adanya pendidikan gizi (penyuluhan dan konsultasi gizi) kepada

anak-anak penderita gizi lebih mengenai pencegahan dan penyakit penyerta

gizi lebih serta cara pemilihan makanan yang sehat bagi penderita gizi

lebih.

3. Prevalensi gizi lebih perlu mendapat perhatian oleh Dinas Kesehatan terkait

karena anak-anak yang memiliki berat badan lebih, pada saat dewasa akan

mempunyai risiko terkena obesitas.

4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang gizi lebih dengan variabel lain

yang tidak diteliti pada penelitian ini seperti genetika, riwayat BBLR,

pengetahuan gizi, penggunaan obat, dan sebagainya.

Page 116: Skripsi Obes

105

DAFTAR PUSTAKA

1. Abbas Basuni Jahari, et al. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri (Depkes RI : Jakarta, 2004).

2. Achmad Farich, Pedoman Gizi Bagi Atlit Renang (http://www.achmadfarich.com , 20 Februari 2010 : 16.48 wib).

3. Arisman, Gizi dalam Daur Kehidupan (Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010).

4. Bonnie S. Worthington dan Sue Rodwell, Nutrition Throughout The Life Cycle (Singapura :McGraw-Hill Book Co, 2000).

5. Carpenter dan Calloway, Nutrition and Health (Philadelphia:CBS College Publishing, 1981).

6. Emil Ariefiyanto, Beberapa Faktor Risiko Kejadian Obesitas pada Anak SD. H. Isriati Baiturrahman Semarang (http://eprints.undip.ac.id : 23 Februari 2010, 19.26 wib).

7. Hamam Hadi, ”Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional” (Yogyakarta : Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada,2005).

8. Helen A.Guthrie, Introductory Nutition (Missouri : Times Mirror, 1989).

9. http://ilmupsikologi.wordpress.com/2009/12/11/pengertian-remaja/..8 maret 2010 :22.43.

10. http://www.Rajawana.com/artikel/kesehatan

11. http://www.who.int/en

Page 117: Skripsi Obes

106

12. Jonathan R Ruiz,dkk. Relation of Total Physical Activity and Intensitas to Fitness and Fatness Children : the European Youth Hearth Study. AJCN : 2006.

13. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007.

14. Luthfiana Arifatul Hudha, Hubungan antara Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Obesitas pada Remaja Kelas II SMP Theresiana I Yayasan Bernadus Semarang (Semarang : Fakultas Teknik Universitas Semarang, 2006).

15. Michael J.Gibney, et al Gizi dan Kesehatan Masyrakat /Public Health Nutrition (Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,2009.

16. Mohammad Ali dan Asrori, Psikologi Remaja (Jakarta:PT. Bumi Aksara, 2009).

17. Muhilal dan Hardinsyah , Penentuan Kebutuhan Gizi dan Kesepakatan Harmonisasi di Asia Tenggara dalam Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (Jakarta : LIPI, 2004).

18. Podojoyo dan Hazairin Effendi, “Pola Asupan sebagai Faktor Risiko Terjadinya Obesitas pada Remaja SMP di Kota Palembang” (Jurnal Kesehatan Politeknik kesehatan Palembang,2006).

19. Praticia H. Worthington, Practical Aspect of Nutritional Support (Pennsylvania : Elsivier, 2004).

20. Rachmad Soegih dan Kunkun Wiramihardja, Obesitas Permasalahan dan Terapi Praktis(Jakarta: CV Sagung Seto, 2009).

21. Soekidjo Notoatmodjo, Metode Penelitian Kesehatan(Jakarta : Penerbit Rineka Cipt, 2005).

22. Soekirman, et al . Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (Jakarta : LIPI, 2004).

23. Sugiyono, Statistik untuk Penelitian (Bandung:Penerbit Alfabeta, 2007).

24. Supriasa, et al . Penilaian Status Gizi (Jakarta : EGC,2002).

Page 118: Skripsi Obes

107

25. Sutanto Priyo Hastono, Analisis Data Kesehatan (Jakarta:Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,2007).

26. Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung : PT. Remaja Rusda Karya, 2007).

Page 119: Skripsi Obes

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :

Nama : Ika Retno Wahyuni NIM : 2008-32-060 Program Studi : Ilmu Gizi Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul

menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi saya yang berjudul :

PERBEDAAN GIZI LEBIH PADA ANAK UMUR 10 – 14 TAHUN

BERDASARKAN AKTIFITAS FISIK

DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

(Analisa Data Sekunder Riskesdas Tahun 2007)

Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan menerima sanksi yang akan ditetapkan.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Jakarta , 24 september 2010

Materai

Ika Retno Wahyuni