Skripsi Obes
-
Upload
boh-cucu-karaeng -
Category
Documents
-
view
46 -
download
5
Transcript of Skripsi Obes
SKRIPSI PERBEDAAN GIZI LEBIH
BERDASARKAN AKTIVITAS FISIK PADA ANAK UMUR 10 – 14 TAHUN
DI PROVINSI SUMATERA SELATAN (Analisa Data Sekunder Riskesdas Tahun 2007)
Skripsi ini diajukan sebagai persyaratan untuk mendapatkan Gelar Sarjana Gizi
OLEH : IKA RETNO WAHYUNI
2008-32-060
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA 2010
iii
ABSTRAK
UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI SKRIPSI IKA RETNO WAHYUNI PERBEDAAN GIZI LEBIH PADA ANAK UMUR 10 – 14 TAHUN BERDASARKAN AKTIFITAS FISIK, DI PROVINSI SUMATERA SELATAN (Analisa Data Sekunder Riskesdas Tahun 2007) VI bab,103 halaman, 9 tabel, 15 grafik, 5 lampiran Latar Belakang : Gizi lebih merupakan kejadian yang abnormal dimana terjadi kelebihan atau penumpukan lemak tubuh sehingga mengganggu kesehatan. Gizi lebih terjadi karena ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan keluar, terlalu banyak makan, terlalu sedikit olahraga, atau keduanya. Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan gizi lebih pada anak umur 10 – 14 tahun berdasarkan aktivitas fisik. Responden pada penelitian ini berjumlah 519, yang merupakan sampel pada Riset Kesehatan Dasar (riskesdas) tahun 2007. Data aktifitas fisik dan asupan energi telah dikumpulkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) dengan metode wawancara 1x24 jam. Hasil penelitian : Responden terbanyak adalah yang berusia 10 tahun. Rata-rata tinggi badan responden 125,48(±17,2). Rata-rata berat badan responden adalah 37,04(±10,38). Rata-rata IMT adalah 1,87(±0,62). Sebanyak 73,9% responden beraktivitas fisik kurang dan 26,1% beraktivitas fisik cukup. Rata-rata asupan energi responden adalah 1466,11±(432,07). Rata-rata asupan protein adalah 47,53(±16,86). Rata-rata asupan lemak adalah 35,55(±21,03). Rata-rata asupan karbohidrat adalah 227,85(±71,08). Kesimpulan : Tidak ada perbedaan IMT antara anak yang beraktivitas kurang dengan anak yang beraktivitas cukup (p>0,05). Tidak ada hubungan antara asupan energi, asupan protein, asupan karbohidrat, dan asupan lemak dengan status gizi lebih (p>0,05). Diperlukan perhatian dari pihak terkait mengenai prevalensi gizi lebih dan perlu adanya pendidikan gizi tentang gizi lebih dan cara menanganinya. Daftar bacaan: 26 (1989-2010)
v
LEMBAR PERSETUJUAN
PERBEDAAN GIZI LEBIH PADA ANAK UMUR 10 – 14 TAHUN
BERDASARKAN AKTIVITAS FISIK
DI PROVINSI SUMATERA SELATAN
(Analisa Data Sekunder Riskesdas Tahun 2007)
Skripsi ini telah disetujui sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan pada Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Esa Unggul
Pembimbing I Pembimbing II
(Sugeng Wiyono, SKM,MKes) (Syahmirza Indra Lesmana,SSt.Ft,MOR )
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Gizi dan diterima untuk memenuhi
sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Gizi
Jakarta, 3 September 2010
IDRUS JUS’AT, Ph.D DEKAN
TIM PENGUJI SKRIPSI
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Ketua Sugeng Wiyono, SKM, M.Kes
Sekretaris Syahmirza Indra Lesmana, SSt.Ft, MOR
Anggota Erry Yudhya Mulyani, M.Sc
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmatnya,
penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya, yang
merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata Satu Program
Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul.
Dalam hal ini penulis mengetengahkan judul skripsi yaitu :
“PERBEDAAN GIZI LEBIH PADA ANAK UMUR 10 – 14 TAHUN
BERDASARKAN AKTIVITAS FISIK DI PROVINSI SUMATERA SELATAN
“(Analisa Data Sekuder Riskesdas Tahun 2007).
Laporan penulisan skripsi ini dapat selasai atas bimbingan, bantuan, pengarahan
serta dukungan berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Sugeng Wiyono, SKM,MKes, selaku Pembimbing I yang telah bersedia
meluangkan waktu dan pikirannya serta memberikan semangat, dorongan dan
dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Syahmira Indra Lesmana, SSt.Ft.MOR, selaku pembimbing II yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan saran dan kritik dalam penyusunan
skripsi ini.
3. Bapak Idrus Jus’at , PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Esa Unggul yang telah memberikan semangat, dorongan dan
dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Iskari Ngadiarti, MSc, selaku Ketua Jurusan Ilmu Gizi Universitas Esa
Unggul yang telah memberikan semangat, dorongan dan dukungan kepada
penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
5. Semua para dosen dan staff di jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Esa Unggul. Terima kasih banyak atas bantuannya selama ini. Buat
Mbak Nina dan Mbak Putri juga Mas Ian trimss yach…
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Depkes RI yang
telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. Khususnya
Ibu Atmarita, Mbak Nai dan Pak Bambang.
7. Bapak Bupati dan Jajarannya serta Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan.
8. Orang tua, Suami, Anakku “Riska” serta Adikku yang selalu memberikan
dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
9. Untuk sahabat-sahabatku seperjuangan yang ikut membantu penulis dalam
penyusunan skripsi ini. Buat Yuk Emoy, Mbak Nurul, Yuk Ningsih, Mbak
Okta, Mbak Tris, Mbak Ii, Anty, Mbak Mamas dan Pak Sidik. Terima kasih
banyak atas persahabatan selama ini…
10. Untuk teman-teman di Puskesmas Bungamas yang telah membantu penulis
selama menjalankan pendidikan. Trims all….
11. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi
ini.
Semoga Allah SWT membalas segala budi dan kebaikan kalian semua. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan
skripsi ini. Besar harapan penulis, agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Terima Kasih.
Jakarta, Agustus 2010
Penulis
vii
DAFTAR ISI
hlm.
HALAMAN JUDUL ………………………………………… i ABSTRAKSI ......................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .............................................. iii KATA PENGANTAR .......................................................................... iv DAFTAR ISI ......................................................................................... vii DAFTAR TABEL ................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................ x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .......................................................... 7 C. Pembatasan Masalah ......................................................... 8 D. Perumusan Masalah ........................................................... 8 E. Tujuan Penelitian ............................................................... 9
1. Tujuan Umum ............................................................... 9 2. Tujuan Khusus .............................................................. 9
F. Manfaat Penelitian ............................................................ 10 1. Bagi Praktisi ................................................................. 10 2. Bagi Institusi ................................................................ 10 3. Bagi Pendidikan ........................................................... 10 4. Bagi Peneliti ................................................................. 11
BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ............................................................... 12
1. Gizi Lebih .................................................................... 12 a. Pengertian Gizi Lebih ............................................. 12 b. Indeks Massa Tubuh (IMT) ................................... 14 2. Gizi Anak Umur 10 – 14 Tahun ................................... 15 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gizi Lebih ............ 25
a. Aktivitas Fisik ........................................................ 25 b. Asupan Makanan .................................................... 36 c. Faktor Genetik ........................................................ 38 d. Faktor Obat-obatan ................................................ 39 e. Riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ......... 40 e. Pengaruh Lingkungan dan Sosial ........................... 40 d. Pengaruh Budaya ................................................... 41 f. Pengaruh Iklan dan Televisi ................................... 42
B. Kerangka Berpikir ............................................................. 44 C. Kerangka Konsep .............................................................. 47 D. Hipotesis Penelitian ........................................................... 48
viii
BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 49 B. Jenis Penelitian .................................................................... 50 C. Populasi dan Sampel ............................................................ 52 D. Pengumpulan Data .............................................................. 54 E. Instrumen Penelitian ........................................................... 54 F. Teknik Analisa Data ........................................................... 63
BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ................................................................. 70 B. Gambaran Karakteristik Responden/Analisa Univariat ...... 71 C. Analisa Bivariat ................................................................... 81
BAB V. PEMBAHASAN A. Keterrbatasan Penelitian ...................................................... 91
B. Analisa Univariat .................................................................. 92 1. Umur ............................................................................... 92 2. Berat Badan ..................................................................... 93 3. Tinggi Badan ................................................................... 93 4. Indeks Massa Tubuh ....................................................... 94 5. Jenis Kelamin .................................................................. 95 6. Aktivitas Fisik ................................................................. 95 7. Asupan Zat Gizi ............................................................. 96 B. Analisa Bivariat .................................................................... 98
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .......................................................................... 103 B. Saran ..................................................................................... 104
ix
DAFTAR TABEL
hlm.
Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi Anak Umur 10 – 14 Tahun ............ 16 Tabel 2. Rumus untuk Memperhitungkan BMR Berdasarkan Berat Badan ..................................................... 20 Tabel 3. Pengeluaran Energi Pada Berbagai Penggolongan Kegiatan Remaja .......................................... 32 Tabel 4 Obat-obatan yang Dapat Meningkatkan Berat Badan .......... 39 Tabel 4.1 Distribusi Rata-Rata IMT Anak Menurut Aktivitas Fisik ... 81 Tabel 4.2 Analisa Korelasi dan Regresi Asupan Energi dengan Nilai IMT Responden .............................................. 83 Tabel 4.3 Analisa Korelasi dan Regresi Asupan Protein dengan Nilai IMT Responden .............................................. 85 Tabel 4.4 Analisa Korelasi dan Regresi Asupan Lemak dengan Nilai IMT Responden .............................................. 87 Tabel 4.5 Analisa Korelasi dan Regresi Asupan Kerbohidrat dengan Nilai IMT Responden .............................................. 89
x
DAFTAR GAMBAR
hlm.
Gambar 1 Gambaran Umum Faktor-Faktor yang Berkontribusi pada Perubahan Keseimbangan Energi ..................................... 44 Gambar 2 Kerangka Berpikir ............................................................. 45 Gambar 4.1 Distribusi Responden Menurut Umur ............................... 70 Gambar 4.2 Distribusi Responden Menurut Berat Badan ..................... 71 Gambar 4.3 Distribusi Responden Menurut Tinggi Badan ................... 72 Gambar 4.4 Distribusi Responden Menurut IMT ................................. 73 Gambar 4.5 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin .................. 74 Gambar 4.6 Distribusi Responden Menurut Aktivitas Fisik ................. 75 Gambar 4.7 Distribusi Responden Menurut Asupan Energi ................. 76 Gambar 4.8 Distribusi Responden Menurut Asupan Protein ................ 77 Gambar 4.9 Distribusi Responden Menurut Asupan Lemak ................ 78 Gambar 4.10 Distribusi Responden Menurut Asupan Karbohidrat ........ 79 Gambar 4.11 Diagram Blox Plot Perbedaan IMT Berdasarkan Aktivitas Fisik Anak Umur 10 – 14 Tahun ....................... 81 Gambar 4.12 Diagram Scatter Plot Hubungan Asupan Energi dengan IMT Anak Umur 10 – 14 Tahun ........................... 83 Gambar 4.13 Diagram Scatter Plot Hubungan Asupan Protein dengan IMT Pada Anak Umur 10 – 14 Tahun ................ 85 Gambar 4.14 Diagram Scatter Plot Hubungan Asupan Lemak dengan IMT Pada Anak Umur 10 – 14 Tahun .................. 87 Gambar 4.15 Diagram Scatter Plot Hubungan Asupan Karbohidrat dengan IMT Pada Anak Umur 10 – 14 Tahun .................. 89
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada saat ini bangsa Indonesia masih berjuang untuk menghadapi
masalah kesehatan masyarakat yaitu berbagai macam penyakit infeksi dan
kurang gizi yang memiliki hubungan timbal balik satu sama lain. Di beberapa
daerah di Indonesia, tingginya angka kesakitan dan kematian ibu dan anak
balita disebabkan oleh buruknya status gizi, namun di beberapa kota besar di
Indonesia prevalensi status gizi lebih menunjukkan angka yang cukup
mengkhawatirkan 1.
Survei nasional yang dilakukan pada tahun 1996/1997 di ibukota seluruh
propinsi Indonesia menunjukkan bahwa 8,1% penduduk laki-laki dewasa
(>=18 tahun) mengalami overweight (BMI 25-27) dan 6,8% mengalami
obesitas, 10,5% penduduk wanita dewasa mengalami overweight dan 13,5%
mengalami obesitas. Pada kelompok umur 40-49 tahun overweight maupun
obesitas masing-masing 24,4% dan 23% pada laki-laki dan 30,4% dan 43%
pada wanita (Depkes,2003). Survei yang dilakukan secara terpisah di
1 Hamam Hadi, ”Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional” (Yogyakarta : Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada,2005)hlm .2.
2
beberapa kota besar menujukkan bahwa prevalensi obesitas pada anak
sekolah dan remaja cukup tinggi. Pada anak SD prevalensi obesitas
mencapai 9,7% di Yogyakarta (Ismail, 1999) dan 15,8% di Denpasar
(Padmiari & Hadi, 2002). Survei obesitas yang dilakukan pada anak remaja
siswa/siswi SLTP di Yogyakarta menunjukkan bahwa 7,8% remaja di
perkotaan dan 2% remaja di daerah pedesaan mengalami obesitas (Hadi,
2004) 2 .
Hasil studi cross sectional yang dilakukan oleh Podojoyo dan Hazairin
pada bulan Juli s/d Desember 2005 terhadap 1.300 anak remaja dari 13 SMP
negeri dan swasta yang mewakili 14 kecamatan di Kota Palembang
mendapatkan bahwa terdapat 86 responden yang obesitas dengan IMT ≥ 95
persentil (6,62%). Selebihnya mempunyai status gizi overweight (IMT 85 –
94,99 persentil) sebanyak 71 orang (5,46%), status gizi normal (IMT 5 –
84,99 persentil) sebanyak 873 orang (67,15%) dan underweight (IMT < 5
persentil) sebanyak 270 orang (20,77%) 3 .
Status gizi balita (BB/U) di Indonesia berdasarkan Laporan Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menunjukkan bahwa Prevalensi
Status Gizi Buruk 5,4%, status gizi kurang 13% dan status gizi lebih secara
nasional adalah 4,3%. Sedangkan status gizi pada anak umur 6 – 14 tahun
2 Ibid, hlm .9. 3 Podojoyo dan Hazairin Effendi, “Pola Asupan sebagai Faktor Risiko Terjadinya Obesitas pada
Remaja SMP di Kota Palembang” (Jurnal Kesehatan Politeknik kesehatan Palembang,2006),hlm. 42.
3
berdasarkan pengukuran IMT standar WHO 2007 adalah sebagai berikut :1).
Untuk anak laki-laki prevalensi kurus yaitu 13,3% dan BB-lebih yaitu 9,5%.
2). Untuk anak perempuan prevalensi kurus yaitu 10,9% dan BB-lebih yaitu
6,4%. Dari data tersenut ternyata prevalensi BB-lebih yang tertinggi adalah
di Sumatera Selatan untuk anak laki-laki yaitu 16,0%. Secara nasional
Prevalensi BB- lebih untuk anak laki-laki adalah 9,5%. Sedangkan
prevalensi BB-Lebih untuk anak perempuan di Provinsi Sumatera Selatan
yaitu 11%. Angka ini juga melebihi prevalensi nasional yaitu 6,4% 4 .
Berat badan lebih dan obesitas pada anak-anak berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara asupan energi dengan pengeluaran energi, faktor
biologi dan lingkungan juga berperan terhadap penambahan berat badan 5.
Obesitas meningkatkan risiko kematian untuk semua penyebab kematian.
Orang yang mempunyai berat badan 40% lebih berat dari berat badan rata-
rata populasi mempunyai risiko kematian 2 kali lebih besar dibandingkan
orang dengan berat badan rata-rata (Lew & Garfinkel, 1979). Sebesar 70%
anak-anak yang memiliki berat badan lebih, pada saat dewasa akan
mempunyai risiko terkena obesitas.
Remaja yang memiliki berat badan lebih pada masa dewasa akan
berisiko tinggi terhadap penyakit kardiovaskuler. Sedangkan obesitas pada
4 Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007,hlm.46. 5 Praticia H. Worthington, Practical Aspect of Nutritional Support (Pennsylvania : Elsivier, 2004)hlm 78.
4
masa anak-anak akan meningkatkan risiko kanker colorectal dan gout untuk
laki-laki serta risiko terkena arthritis pada wanita. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Podojoyo dan Hazairin Effendi menunjukkan bahwa setelah
dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji chi square terdapat adanya
hubungan yang bermakna antara asupan energi total (p<0,05) dengan
obesitas, nilai OR yang ada pada asupan energi total (90 – 109% AKG) yaitu
8,6, ini berarti anak yang mengasupan energi total ≥ 110 dari energi AKG
akan mempunyai risiko 8,6 kali dibandingkan anak dengan asupan enenrgi
total 90 – 109% total AKG 6.
Penelitian yang dilakukan oleh Emil Ariefiyanto tahun 2004 pada 68
anak obes dan 68 anak yang tidak obes di SD H. Isriati Baiturrahman
Semarang menunjukkan adanya hubungan antara tingkat asupan energy
dengan obesitas anak (OR=2,86, 95% CI=1,32<6,24, p=0,005) 7. Beberapa
data cross-sectional menunjukkan adanya hubungan negatif antara Indeks
Massa Tubuh (IMT) dan aktivitas fisik (Rising et al., 1994; Schulz &
Schoeler, 1994), yang menunjukkan bahwa orang obesitas atau gemuk
mempunyai aktivitas kurang dibandingkan orang-orang yang ramping. Akan
tetapi hubungan tersebut tidak bisa menggambarkan adanya hubungan sebab-
akibat dan sulit untuk menentukan apakah orang obesitas mempunyai
6 Podojoyo dan Hazairin Effendi , Op.cit., hlm. 42 7 Emil Ariefiyanto, Beberapa Faktor Risiko Kejadian Obesitas pada Anak SD. H. Isriati
Baiturrahman Semarang (http://eprints.undip.ac.id : 23 Februari 2010, 19.26 wib).
5
aktivitas fisik kurang oleh karena obesitasnya atau aktivitas fisik yang kurang
menjadikan mereka obesitas.8
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Jonathan R. Ruiz , dkk pada
anak yang berusia 9-10 tahun, di Swedia (n=413) dan Estonia (n=367)
menunjukkan bahwa lemak tubuh yang rendah mempunyai hubungan yang
bermakna dengan tingginya tingkat aktivitas rutin yang dilakukan, anak-anak
yang melakukan aktivitas rutin >40 menit perhari ternyata memiliki lemak
tubuh yang rendah dibandingkan dengan anak-anak yang melakukan aktivitas
fisik 10-18 menit perhari 9.
Dalam studi yang dilakukan pada tahun 2003 dengan melibatkan 4.747
siswa/siswi SLTP Kota Yogyakarta dan 4.602 siswa/siswi SLTP Kabupaten
Bantul ditemukan bahwa 7,8% remaja di Kota Yogyakarta dan 2% remaja
Kabupaten Bantul mengalami obesitas (cut off IMT>=95 percentile NCHS).
Rata-rata asupan energi anak obes di kota Yogyakarta adalah 2818,3 ± 499,4
kkal/hari sedangkan rata-rata asupan energi remaja non-obes di kota
Yogyakarta adalah 2210,4 ±329,8 kkal/hari. Dengan kata lain bahwa asupan
energi remaja obes adalah 607,9 kkal/hari lebih tinggi dibandingkan remaja
non-obes. Yang menarik ialah bahwa remaja obes 2-3 kali lebih sering
mengasupan fast food seperti Mac Donald, Kentucky Fried Chicken, Pizza,
8 Hamam Hadi, op cit ., hlm. 11 9 Jonathan R Ruiz, et al Relation of Total Physical Activity and Intensity to Fitness and Fatness in
Children : The Europeen Youth Heart Study (American Journal Clinical Nutrition 2006 vol.: 84, hlm. 299 – 303)
6
dsb. Remaja obes dalam kesehariannya mempunyai waktu untuk nonton TV
lebih lama dibandingkan remaja non-obes (3,14 ±1,56 jam/hr VS 2,62 ± 1,67
jam/hari). Remaja obes dalam kesehariannya mempunyai waktu untuk
aktifitas ringan seperti baca buku, dudukduduk, main play stasion, dsb lebih
panjang (12,20 ± 1,94 jam/hr VS 11,36 ± 1,76 jam/hr) dibandingkan remaja
non-obes. Sebaliknya remaja obes mempunyai waktu untuk melakukan
aktivitas sedang atau berat seperti naik sepeda, sepak bola, basket dsb lebih
pendek dibandingkan remaja non-obes. Dalam analisis lebih lanjut ditemukan
bahwa remaja dengan asupan energi normal (<2.200 kkal/hari) tetapi nonton
TV >=3 jam/hari mempunyai risiko obesitas 2,7 kali lebih tinggi
dibandingkan remaja yang asupan energi normal <2,200 kkal/hari dan waktu
nonton TV <3 jam/hari. Remaja yang asupan energinya tinggi (>=2,200
kkal/hari) dan mempunyai waktu nonton TV >= 3 jam/hari mempunyai risiko
menderita obes 12,3 kali lebih tinggi dibandingkan remaja yang asupan energi
<2.200 kkal/hari dan waktu nonton TV <3 jam/hari (Hadi et al, 2004). Studi
ini menunjukkan adanya interaksi yang bersifat additif, multiplikatif antara
gaya hidup sedentarian dan diet tinggi Kalori10.
10 Hamam Hadi, op cit ., hlm. 11-12
7
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Secara umum gizi lebih berkaitan dengan keseimbangan energi di dalam
tubuh. Keseimbangan energi ditentukan oleh asupan energi yang berasal dari
zat gizi penghasil energi yaitu karbohidrat, lemak dan protein serta kebutuhan
energi yang ditentukan oleh kebutuhan energi basal, aktifitas fisik dan thermic
effect of food (TEF) yaitu energi yang diperlukan untuk mengolah zat gizi
menjadi energi. Keseimbangan energi di dalam tubuh dipengaruhi oleh
berbagai faktor baik berasal dari dalam tubuh yaitu regulasi fisiologis dan
metabolisme maupun dari luar tubuh yang berkaitan dengan gaya hidup
(lingkungan) yang akan mempengaruhi kebiasaan makan dan aktivitas fisik.
Dalam penelitian ini variabel dependent adalah gizi lebih yang diukur
melalui IMT anak berdasarkan standar WHO 2007. Variabel independen
adalah aktivitas fisik.
8
C. PEMBATASAN MASALAH
Karena terjadinya gizi lebih (variabel dependen) disebabkan oleh banyak
faktor/multifaktorial seperti keseimbangan energi, perilaku asupan makanan,
aktivitas fisik, obat dan keturunan/genetik maka pada penelitian ini sebagai
variabel independen dibatasi pada aktivitas fisik. Data variabel independen
yaitu aktivitas fisik merupakan data hasil laporan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2007 yang telah dikumpulkan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan RI pada
Agustus 2007 sampai dengan Januari 2008 dan Agustus sampai dengan
September 2008. Pada laporan Riskesdas 2007 tersedia data tentang aktivitas
fisik untuk penduduk berumur diatas 10 tahun, sehingga responden pada
penelitian ini adalah anak yang berumur 10 – 14 tahun.
D. PERUMUSAN MASALAH
Apakah ada perbedaan gizi lebih pada anak umur 10 – 14 tahun berdasarkan
aktivitas fisik di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2007?
9
E. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan gizi lebih pada anak umur 10-14 tahun berdasarkan
aktivitas fisik di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2007.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran karakteristik responden (BB, TB, IMT, Umur,
Jenis Kelamin).
b. Mengidentifikasi asupan energi, protein, karbohidrat dan lemak rata-rata.
c. Menganalisis hubungan antara asupan energi rata-rata dengan gizi lebih
anak umur 10 – 14 tahun.
d. Menganalisis hubungan antara asupan protein rata-rata dengan gizi lebih
anak umur 10 – 14 tahun.
e. Menganalisis hubungan antara asupan karbohidrat rata-rata dengan gizi
lebih anak umur 10 – 14 tahun.
f. Menganalisis hubungan antara asupan lemak rata-rata dengan gizi lebih
anak umur 10 – 14 tahun.
10
F. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat bagi Praktisi
Dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai hubungan antara
aktivitas fisik dengan gizi lebih pada anak umur 10 – 14 tahun di Provinsi
Sumatera Selatan (Analisis Data Sekunder Riskesdas tahun 2007).
2. Manfaat bagi Institusi
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam pengambilan
kebijakan pada upaya pencegahan dan penanggulangan akibat gizi lebih pada
anak-anak sehingga usaha peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dapat
berhasil.
3. Manfaat bagi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan bagi para praktisi maupun
mahasiswa gizi mengenai hubungan antara aktivitas fisik dengan gizi lebih
pada anak umur 10 – 14 tahun di Provinsi Sumatera Selatan (Analisis Data
Sekunder Riskesdas Tahun 2007).
11
4. Manfaat bagi Peneliti
a. Dapat digunakan sebagai sarana untuk mendalami masalah mengenai
hubungan antara aktivitas fisik dengan gizi lebih anak umur 10 – 14 tahun
di Provinsi Sumatera Selatan (Analisis Data Sekunder Riskesdas Tahun
2007).
b. Dapat digunakan sebagai syarat kelulusan Sarjana Gizi pada Program
Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu – Ilmu Kesehatan, Universitas Indonusa
Esa Unggul.
12
BAB II
KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS
A. DESKRIPSI TEORITIS
1. Gizi Lebih
a. Pengertian Gizi lebih
Status gizi adalah keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu,atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu
11. Sedangkan menurut Habict (1979) status gizi adalah tanda-tanda atau
penampilan atau keadaan yang diakibatkan oleh gizi disatu pihak dan
pengeluaran oleh organisme di pihak lain 12. Gibson (1990) menyatakan
bahwa status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari
keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan
utilisasinya 13. Sehingga dari beberapa pengertian diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh
status keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah
yang dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi
11 Supriasa, et al . Penilaian Status Gizi (Jakarta : EGC,2002)hlm :18. 12 Abbas Basuni Jahari, et al. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri (Depkes RI : Jakarta, 2004)hlm:3. 13 http://www.Rajawana.com/artikel/kesehatan.
13
biologis : pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan
kesehatan dan lainnya.
Gizi lebih atau over nutrition merupakan salah satu bentuk dari gizi
salah/malnutrisi, yaitu keadaan patologis akibat kekurangan atau
kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi.
Penilaian status gizi secara antropometri berdasarkan baku harvard
dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:
a). Gizi lebih untuk overweight, termasuk kegemukan dan obesitas.
b). Gizi baik untuk well nourished.
c). Gizi kurang untuk under weight, yang mencakup mild dan moderate
PCM ( Protein Calori Malnutrition)
d). Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik
kwarsiorkor dan kwarsiorkor 14.
Menurut World Health Organization (WHO) berat badan berlebih
(overweight) dan Obesitas didefinisikan sebagai kejadian yang
abnormal dimana terjadi kelebihan atau penumpukan lemak tubuh
sehingga mengganggu kesehatan. Berat badan berlebih terjadi karena
ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan keluar, terlalu
banyak makan, terlalu sedikit olahraga, atau keduanya. Apabila tidak
teratasi berat badan berlebih akan berlanjut menjadi obesitas 15.
14 Supriasa et al Op.cit., hlm.20. 15 Arisman, Gizi dalam Daur Kehidupan (Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010), hlm. 69
14
Kelebihan berat badan (over weight) adalah suatu keadaan terjadinya
penimbunan lemak secara berlebih, hingga berat badannya mencapai 10
% -20% dari berat badan ideal sedangkan apabila berat badan seseorang
melebihi 20% dari berat badan ideal keadaan ini disebut obesitas 16.
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan tentang berat badan
lebih (overweight) dan obesitas merupakan keadaan dimana terjadi
kelebihan lemak di dalam tubuh yang diakibatkan oleh
tidakseimbangnya asupan energi yang masuk dengan energi yang keluar
sehingga tubuh mengalami kelebihan berat badan.
b. Indeks Massa Tubuh
Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah
indeks pengukuran berdasarkan berat badan menurut tinggi badan yang
biasanya digunakan untuk mengkalsifikasikan berat badan berlebih
(overweight) dan obesitas pada populasi dan individu. IMT diirumuskan
sebagai berat badan (BB) dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan (TB)
dalam meter (m) kuadrat (kg/m2). WHO mendefinisikan berat badan
berlebih (overweight) bila IMT sama dengan atau lebih dari 25 dan
obesitas bila IMT sama dengan atau lebih dari 30 . Berdasarkan standar
WHO tahun 2007, IMT anak umur 5 – 19 tahun dapat diukur sebagai :
16 Luthfiana Arifatul Hudha, Hubungan antara Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Obesitas
pada Remaja Kelas II SMP Theresiana I Yayasan Bernadus Semarang (Semarang : Fakultas Teknik Universitas Semarang, 2006),hlm. 24
15
a). Berat badan lebih (overweight): > + 1 SD (IMT 25 kg/m2)
b). Obesitas : > + 2 SD (IMT 30 kg/m2)
c). Kurus : < - 2 SD
d). Kurus Sekali : < - 3 SD
2. Gizi Anak Umur 10 – 14 Tahun
Laju pertumbuhan anak, baik perempuan maupun laki-laki, hampir
sama cepatnya sampai pada usia 9 tahun. Selanjutnya, antara 10 – 12 tahun
pertumbuhan anak perempuan mengalami percepatan lebih dahulu karena
tubuhnya memerlukan persiapan menjelang usia reproduksi; sementara anak
laki-laki baru dapat menyusul dua tahun kemudian. Puncak pertambahan
berat dan tinggi badan perempuan tercapai pada usia masing-masing 12,9
tahun dan 12,1 tahun;sementara laki-laki pada 14,3 dan 14,1 tahun. Masa
remaja merupakan jalan panjang yang menjembatani periode kehidupan
anak dan dewasa, yang berawal pada usia 9 – 10 tahun dan berakhir di usia
18 tahun, merupakan dunia yang rentan dalam artian fisik, psikis, sosial, dan
gizi17.
Kebutuhan Gizi Anak Umur 10 – 14 Tahun
Kebutuhan gizi adalah penentuan angka atau nilai untuk
mempertahankan orang sehat tetap sehat sesuai kelompok umur atau tahap
pertumbuhan dan perkembangan, jenis kelamin, kegiatan dan kondisi
17 Arisman, Op.Cit.,hlm.76
16
fisiologisnya18. Makanan sehat pada masa anak-anak dan remaja akan
mendukung tingkat kesehatan yang optimal, pertumbuhan fisik dan
perkembangan kognitif. Walaupun sebagian kecil anak-anak usia sekolah
sesungguhnya menderita kekurangan gizi, sejumlah masalah kesehatan
tampak pada kelompok umur ini yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
makanan19. Masa yang terentang antara usia 10 tahun sampai remaja boleh
dikatakan sebagai periode laten karena pertumbuhan fisik berlangsung tidak
secepat ketika masih bayi20. Berikut tabel angka kecukupan untuk anak
umur 10 – 14 tahun :
Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi Anak Umur 10 – 14 Tahun No Kelompok
Umur Berat badan (kg)
Tinggi badan (cm)
Energi (Kkal)
Protein (gr)
1 Laki-laki 10 – 12 tahun 13 – 15 tahun
35 46
138 150
2050 2400
50 60
2 Wanita 10 – 12 tahun 13 - 15 tahun
37 48
145 153
2050 2350
50 57
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Tahun 2004
18 Muhilal dan Hardinsyah , Penentuan Kebutuhan Gizi dan Kesepakatan Harmonisasi di Asia
Tenggara dalam Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (Jakarta : LIPI, 2004)hlm. 305
19 Praticia H. Worthington, Op. Cit., hal. 65 20 Arisman, Op. Cit., hlm. 65
17
a. Kebutuhan Energi
Energi didefinisikan sebagai kekuatan yang digunakan untuk
melakukan suatu pekerjaan. Tubuh membutuhkan energi termasuk
aktivitas internal pada sel dan organ-organ tubuh juga aktivitas eksternal
otot. Energi dibutuhkan untuk tumbuh, memperbaiki jaringan yang rusak,
hamil dan menyusui serta mempertahankan suhu tubuh21.
Kebutuhan energi dapat diartikan sebagai tingkat asupan energi
yang dapat dimetabolisasi dari makanan yang akan menyeimbangkan
keluaran energi, ditambah dengan kebutuhan tambahan untuk
pertumbuhan, kehamilan, dan penyusuan yaitu energi makanan yang
diperlukan untuk memelihara keadaan yang telah baik22. Proses
pertumbuhan menjadi lambat dan menetap pada usia 6 – 12 tahun, sesuai
dengan proses pertumbuhan tersebut nafsu makan dan asupan makanan
juga meningkat. Selama masa ini, individu mengkonsumsi berbagai
macam makanan.
Di awal mula masa pubertas pertumbuhan dan perkembangan tubuh
melaju cepat sehingga meningkatkan kebutuhan energi dan zat-zat gizi.
Kebutuhan zat gizi bervariasi sesuai dengan metabolisme basal, ukuran
tubuh, tingkat pertumbuhan, dan tingkat aktivitas. Kebutuhan energi
mencapai nilai tertinggi pada usia 11 – 14 tahun pada perempuan dan 15
21 Carpenter dan Calloway, Nutrition and Health (Philadelphia:CBS College Publishing, 1981)hlm.69 22 Arisman, Gizi dalam Daur Kehidupan (Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010), hlm.188
18
– 18 tahun pada laki-laki 23. Penentuan kebutuhan energi didasarkan pada
energi basal (Bassal Metabolic Rate/BMR), termogenesis dan kegiatan
fisik24.
1. Bassal Metabolic Rate (BMR)
Metabolisme basal adalah jumlah energi minimum yang
dibutuhkan untuk proses vital dalam tubuh. Energi metabolisme basal
termasuk jumlah energi minimum yang dibutuhkan bagi pernapasan
untuk mensuplai oksigen dalam mempertahankan hidup, termasuk
juga energi yang dibutuhkan untuk sirkulasi oksigen, membawa
oksigen dan zat-zat gizi ke dalam sel dan mengeluarkan sampah dari
dalam sel. Jumlah energi minimum yang dibutuhkan tubuh untuk
mempertahankan aktivitas seluler juga termasuk dalam metabolisme
bassal, termasuk juga energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan
sistem syaraf 25.
Menurut Achmad Farich metabolisme basal adalah banyaknya
energi yang dipakai untuk aktivitas jaringan tubuh sewaktu istirahat
jasmani dan rohani. Energi tersebut dibutuhkan tubuh untuk
mempertahankan fungsi vital tubuh berupa metabolisme makanan,
sekresi enzim, sekresi hormon, maupun denyut jantung, bernafas,
23 Praticia H. Worthington, Op. Cit., hlm. 66 24 Arisman, Op.Cit ., hlm. 188 - 193 25 Helen A.Guthrie, Introductory Nutition (Missouri : Times Mirror, 1989)hlm. 171.
19
pemeliharaan tonus otot dan pengaturan suhu tubuh. Metabolisme
basal ditentukan dalam keadaan individu istirahat fisik dan mental
yang sempurna. Metabolisme basal dipengaruhi oleh berbagai faktor
yaitu jenis kelamin, usia, ukuran, dan komposisi tubuh, faktor
pertumbuhan. Metabolisme basal juga dipengaruhi oleh seperti suhu,
kelembaban, dan keadaan emosi atau stres26.
Dapat disimpulkan bahwa metabolisme basal adalah energi
minimal yang dibutuhkan seseorang dalam keadaan istirahat untuk
melakukan proses-proses vital dalam tubuh termasuk denyut jantung
yang dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, ukuran dan komposisi
tubuh seseorang.
Bassal Metabolic Rate (BMR) adalah pengekspresian sejumlah
Kalori (kilo Kalori)yang dikeluarkan oleh tubuh per meter per segi
luas permukaan tubuh setiap jam (kal/jam/m2)27. Laju metabolisme
basal diukur dengan Kalorimeter tak langsung, diukur pada pagi hari,
bangun tidur, belum melakukan kegiatan dan telah berpuasa selama 10
– 12 jam28.
26 Achmad Farich, Pedoman Gizi Bagi Atlit Renang (http://www.achmadfarich.com , 20 Februari
2010 : 16.48 wib)hlm 2. 27 Arisman, Op.Cit., hlm. 188 28 Muhilal dan Hardinsyah, Op.Cit., hlm. 305
20
Cara Memperkirakan BMR
Banyak rumus yang digunakan untuk memperkirakan BMR,
yang biasa dilakukan adalah rumus Harris Benedict. Rumus Harris
Benedict digunakan untuk mengukur BMR laki-laki usia diatas 10
tahun dan wanita pada semua golongan umur29.
Rumus Harris-Benedict
Cara memperhitungkan BMR menurut WHO/FAO/UNU 1985 dapat
dilihat pada tabel 3.
Tabel 2. Rumus untuk Memperhitungkan BMR Berdasarkan Berat Badan Umur (tahun) Kkal/hari Laki-laki :
0 – 3 3 – 10 10 – 18 18 – 30 30 – 60
>60
60,9 x BB - 54
22,7 x BB + 495 17,5 x BB + 651 15,3 x BB + 679 11,6 x BB + 879 13,5 x BB + 487
Wanita : 0 – 3 3 – 10 10 – 18 30 – 60
>60
61,0 x BB – 51
22,5 x BB + 499 12,2 x BB + 746 14,7 x BB + 496 10,5 x BB + 596
Sumber : Laporan WHO/FAO/UNU 1985 dalam Inroductory Nutrition, Helen A. Guthrie, 1989.
29 Helen A.Guthrie, Op. Cit., hlm. 174
BMR Laki-laki = 66,42 + (13,75 x BB) + (5 x TB) – (6,78 x U) BMR Wanita = 655,1 + (9,65 x BB) + (1,85 x TB) – (4,68 x U) Keterangan : BB = Berat Badan (kg)
Berat yang digunakan bergantung pada tujuan penghitungan energy ini, dapat berat normal, berat ideal atau berat sekarang.
BMR = Bassal Metabolic Rate (kkal) TB = Tinggi Badan (cm) U = Umur (tahun)
21
Cara menghitung total kenutuhan energi berdasarkan
WHO/FAO/UNU 1986, yaitu :
Tipe Aktivitas Ringan Sedang Berat
Energi untuk aktivitas Laki-laki : BMR x Wanita : BMR x
1,7 1,7
2,7 2,2
3,8 2,8
Total energi yang dibutuhkan sehari Laki-laki : BMR x Wanita : BMR x
1,6 1,5
1,8 1,6
2,1 1,8
2. Termogenesis
Termogenesis diartikan sebagai perubahan BMR yang terjadi
untuk merespon berbagai keadaan, seperti makanan (food induced
thermogenesis), keadaan dingin (cold induced thermogenesis), obat
atau hormon, serta segala sesuatu yang tidak ada hubungannya
dengan perubahan kegiatan otot. Food Induced
Thermogenesis/Thermic Effect of Food(TEF) dahulu istilah yang
digunakan adalah Specific Dynamic Action(SDA) yakni tambahan
energi yang digunakan untuk metabolisme protein, karbohidrat dan
lemak. TEF diperkirakan sebesar 10% dari energi expenditure30.
30 Muhilal dan Hardinsyah, Op.Cit., hlm. 305
22
3. Kegiatan Fisik
Derajat kegiatan fisik dihitung dengan metode yang diajukan
oleh WHO/FAO/UNU dan hasil penelitian kantor menteri KLH dan
Puslitbang Gizi Bogor tahun 1986. Dengan cara WHO/FAO/UNU,
kegiatan fisik dibagi menjadi 3 derajat, yaitu ringan (75% duduk
atau berdiri), sedang (25% duduk atau berdiri, 75% aktivitas sedang)
dan berat (40% duduk atau berdiri, 60% kerja berat)31. Sedangkan
hasil penelitian KLH dan Puslitbang Gizi, pada berbagai
peruasahaan, membagi kegiatan fisik menjadi 4 yaitu : kerja staf,
kerja ringan, sedang, dan berat.
Contoh kegiatan derajat ringan seorang pria, antara lain yang
digunakan kaum profesional (pengacara, dokter, guru, arsitek,
akuntan,dll). Untuk wanita, kegiatan yang dilakukan oleh ibu
rumah tangga yang menggunakan alat mekanik, menyapu,
memasak, mencuci piring, dan menata meja. Kegiatan sedang pria :
pekerja industri ringan, pelajar, pekerja bangunan (tidak termasuk
kuli bangunan), petani, pemancing, dan tentara yang latihan.
Kegiatan sedang wanita : ibu rumah tangga tanpa menggunakan
alat mekanik, penjaga toko swalayan. Kegiatan berat pria : pekerja
kasar, pekerja kehutanan, tentara dalam keadaan aktif dan pekerja
tambang. Kegiatan berat wanita : menyikat lantai, atlet, dan penari.
31 Helen A. Guthrie, Op. Cit., hlm. 182
23
Kegiatan sangat berat pria : pandai besi dan penebang pohon.
Kegiatan sangat berat wanita : pekerja konstruksi bangunan.
b. Kebutuhan Protein
Pola kebutuhan protein per kg BB/hari meningkat pesat sampai akhir
usia remaja, kemudian konstan pada usia dewasa yaitu
0,66gr/kgBB/hari32.
c. Asupan Lemak
Asupan energi yang berlebih dapat terjadi karena asupan lemak yang
berlebih. Lemak menghasilkan energi lebih banyak per gramnya
(9kal/g) dibandingkan karbohidrat (4kal/g) atau protein (4kal/g).
Karena diet tinggi lemak biasanya padat energi dan memberikan rasa
yang lezat, maka diet dengan mengasupan makanan makanan yang
relatif mengandung lemak akan menimbulkan peningkatan pasif
asupan energi 33. Pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
(WNPG) VIII tahun 2004 angka kecukupan energi dari lemak sekitar
20% dan tidak lebih dari 30% dari total asupan energi 34.
32 Soekirman, et al . Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (Jakarta : LIPI,
2004),hlm. 323 33 Michael J.Gibney, et al, Op.Cit., hlm. 206 34 Soekirman, et al, Op.Cit., hlm. 326
24
d. Asupan Karbohidrat
Ada hubungan timbal balik antara persentase energi dari lemak dan
persentase energi dari karbohidrat dalam makanan karena kedua
nutrien ini secara umum memberikan sekitar 80% dari total energi.
Berbagai makanan sumber karbohidrat akan meningkatkan kadar
glukosa darah dan insulin serum hingga berbagai taraf ketika
karbohidrat diasupan dengan jumlah yang sama. Perubahan yang
berbeda pada kadar glukosa dan/atau insulin dapat memberikan efek
lebih lanjut pada asupan makanan atau peningkatan overweight serta
obesitas 35. Angka kecukupan karbohidrat pada anak-anak dan orang
dewasa yang dianjurkan adalah 130g/kap/hari. Bila karbohidrat terlalu
rendah akan memicu glukoneogenesis yang tidak efisien dan harus
dicegah, yang mana untuk menghasilkan 50 gram glukosa harus
dipecah 80 gr protein36.
35 Michael J.Gibney, et al, Op. Cit.,hlm. 208 36 Soekirman,et al, Op. Cit., hlm 326
25
3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Gizi lebih
a. Aktifitas Fisik
1). Pengertian Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan kebutuhan energi (energy expenditure), sehingga
apabila aktivitas fisik rendah maka kemungkinan terjadinya berat
badan yang berlebihan akan meningkat. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa lamanya kebiasaan menonton televisi
(inaktivitas) berhubungan dengan kejadian obesitas. Sedangkan
aktivitas fisik yang sedang hingga tinggi akan mengurangi
kemungkinan terjadinya obesitas 37.
Aktifitas fisik diartikan sebagai gerak tubuh yang ditimbulkan
oleh otot-otot skeletal dan mengakibatkan pengeluaran energi.
Aktifitas fisik lebih merupakan bentuk multidimensional yang
kompleks dari perilaku manusia,meliputi semua gerak tubuh mulai
dari gerakan kecil hingga turut serta dalam lari maraton, dan
memiliki konsekuensi biologis 38. Sedangkan menurut Siti Fathonah
et al (1996), aktivitas fisik dapat dibedakan menjadi aktivitas fisik
internal dan aktivitas fisik eksternal, aktivitas fisik internal yaitu
37 Rachmad Soegih dan Kunkun Wiramihardja, Obesitas Permasalahan dan Terapi Praktis(Jakarta:
CV Sagung Seto, 2009) hlm : 10. 38 Michael J.Gibney, et al Gizi dan Kesehatan Masyrakat /Public Health Nutrition (Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC,2009)hlm: 102.
26
suatu aktivitas dimana proses bekerjanya organ-organ dalam tubuh
saat istirahat, sedangkan aktivitas eksternal yaitu aktivitas yang
dilakukan oleh pergerakan anggota tubuh yang dilakukan 24 jam
serta banyak mengeluarkan energi 39.
WHO yang mengadaptasi dari American College of Sports
Medicine/American Hearth Association (2007) dan Strong et al
(2005), mendefinisikan aktifitas fisik sebagai gerakan-gerakan
tubuh yang dihasilkan oleh otot skeletal dan mengeluarkan energy40.
Aktivitas fisik diistilahkan sebagai segala sesuatu pergerakan tubuh
karena aktivitas otot yang akan menghasilkan peningkatan
kebutuhan energi, terdapat 3 komponen dari aktivitas fisik antara
lain :
a). Aktivitas yang dilakukan selama bekerja/berhubungan dengan
pekerjaan.
b). Aktivitas yang dilakukan dirumah, merupakan bagian dari
aktivitas sehari-hari.
c). Aktivitas fisik yang dilakukan pada saat luang diluar pekerjaan
dan aktivitas harian, termasuk disini adalah :
- Latihan fisik adalah kegiatan terstruktur yang dilakukan untuk
meningkatkan kebugaran.
39 Luthfiana Arifatul Hudha (Hubungan antara Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Obesitas
Pada Remaja Kelas II SMP Theresiana I Yayasan Bernadus Semarang, 2006),hlm :20. 40 http://www.who.int/en
27
- Olahraga kompetisi yang dilakukan sebagai suatu profesi atau
pekerjaan41.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan
bahwa aktifitas fisik adalah semua gerakan tubuh oleh otot tubuh
dalam hal ini otot skeletal yang dilakukan selama 24 jam baik
didalam maupun diluar rumah yang menyebabkan pengeluaran
energi.
2). Dimensi Aktivitas Fisik
Di dalam menilai aktivitas fisik, terdapat 4 dimensi utama yaitu tipe,
frekuensi, durasi, dan intensitas aktivitas fisik.
a). Tipe atau cara aktivitas fisik mengacu pada berbagai aktivitas
spesifik yang dilakukan oleh seseorang. Sebagian besar orang
menghabiskan bagian terbesar waktu sadar mereka (lebih-
kurang 85-90%) dalam bentuk aktivitas duduk, berdiri dan
berjalan. Yang paling penting dari tipe aktivitas fisik adalah
aktivitas sepanjang sisa waktu dalam satu hari karena pada sisa
waktu ini dapat dilakukan aktivitas dengan intensitas yang lebih
tinggi dan demikian sisa waktu tersebut memberikan kontribusi
yang signifikan bagi total pengeluaran energi tiap hari.
41 Rachmad Soegih dan Kunkun Wiramihardja, Op.Cit, hlm . 52.
28
b). Frekuensi aktivitas fisik mengacu pada jumlah sesi aktivitas fisik
per satuan waktu.
c). Durasi aktivitas fisik merupakan lamanya waktu yang dihabiskan
ketika melakukan aktivitas. Frekuensi dan durasi lebih mudah
dinilai karena seseorang yang melakukan latihan fisik secara
teratur akan mengingat lama dan jumlah sesi latihan. Kita lebih
sulit mengingat frekuensi dan durasi aktivitas yang jarang
dikerjakan 42.
d). Intensitas aktifitas fisik sering dinyatakan dengan istilah ringan,
sedang atau moderate, keras atau vigorous, dan sangat keras atau
strenuous .
3). Aktivitas Fisik Anak Remaja
Menurut Mappiare (1982), masa remaja berlangsung antara
umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun
sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan
17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan
21/22 tahun adalah remaja akhir. Secara psikologis, remaja adalah
suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah
tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak
sejajar. Remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam
42 Michael J.Gibney, et al, Op. Cit.,hlm. 104
29
aspek intelektual. Transformasi intelektual dari cara berpikir remaja
ini memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan
dirinya ke dalam masyarakat dewasa, tapi juga merupakan
karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan
(Shaw dan Costanzo, 1985)43.
Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja
menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa
remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun,
dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun44. Menurut Konopka, masa
remaja ini meliputi:
a). Masa Praremaja (Remaja Awal)
Berlangsung dari usia 12-15 tahun. Masa praremaja biasanya
berlangsung hanya dalam waktu relatif singkat. Masa ini ditandai
oleh sifat-sifat negatif pada si remaja sehingga sering kali masa ini
disebut masa negatif dengan gejalanya seperti tidak tenang,
kurang suka bekerja, pesimistik, dan sebagainya. Secara garis
besar sifat-sifat negatif tersebut dapat diringkas, yaitu: negatif
dalam prestasi, baik prestasi jasmani maupun prestasi mental; dan
negatif dalam sikap sosial, baik dalm bentuk menarik diri dalam
masyarakat (negatif positif) maupun dalam bentuk agresif
terhadap masyarakat (negatif aktif). 43 Mohammad Ali dan Asrori, Psikologi Remaja (Jakarta:PT. Bumi Aksara, 2009)hlm. 9 44 http://ilmupsikologi.wordpress.com/2009/12/11/pengertian-remaja/..8 maret 2010 :22.43
30
b). Masa Remaja (Remaja Madya)
Berlangsung dari usia 15-18 tahun. Pada masa ini mulai tumbuh
dalam diri remaja dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya
teman yang dapat memahami dan menolongnya, teman yang dapat
turut merasakan suka dan dukanya. Pada masa ini, sebagai masa
mencari sesuatu yang dapat dipandang bernilai, pantas dijunjung
tinggi dan dipuja-puja sehingga masa ini disebut masa merindu
puja, yaitu sebagai gejala remaja.
c). Masa Remaja Akhir
Berlangsung dari usia 19-22 tahun. Setelah remaja dapat
menentukan pendirian hidupnya, pada dasarnya telah tercapailah
masa remaja akhir dan telah terpenuhinya tugas-tugas
perkembangan masa remaja, yaitu menemukan pendirian hidup
dan masuklah individu ke dalam masa dewasa45.
Pola aktivitas fisik anak sekolah terdiri dari waktu tidur siang dan
malam, saat menonton televisi, saat belajar di rumah dan di sekolah serta
bermain game/komputer. Aktivitas fisik yang dapat dilakukan pada anak
tidak hanya olahraga , melainkan kegiatan fisik yang melibatkan alat gerak
tubuh yang dapat dilakukan sehari-hari. Anak yang kurang atau enggan
45 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung : PT. Remaja Rusda Karya,
2007)hlm.184
31
melakukan aktivitas fisik sehari-hari menyebabkan tubuhnya kurang
menggunakan energi yang tersimpan di dalam tubuh.
Majunya teknologi saat ini juga turut menyebabkan anak cenderung
menggemari permainan-permainan yang kurang menggunakan energi
seperti menonton televisi, bermain play station dan sebagainya. Kegiatan
yang tidak banyak mengeluarkan energi tersebut bahkan dapat juga
menambah pemasukan energi dengan mengasupan makanan-makanan
ringan saat melakukan kegiatan itu. Kurangnya kebiasaan aktivitas fisik
pada anak juga dipengaruhi dengan tersedianya sarana transportasi sehingga
anak-anak jarang melakukan aktivitas fisik jalan kaki, untuk ukuran anak-
anak46.
Aktivitas fisik remaja atau anak sekolah sebagian besar banyak
dilakukan di sekolah selama 8 jam meliputi kegiatan belajar dan bermain
saat istirahat. Aktivitas berada di rumah kurang lebih selama 5-6 jam
meliputi mengerjakan pekerjaan rumah, membantu orang tua dan bermain di
lingkungan sebayanya. Aktivitas fisik remaja membutuhkan asupan pangan
mengandung gizi yang cukup, sehingga kondisi tubuh remaja akan tetap
baik dalam arti tidak mudah jatuh sakit.
Aktivitas fisik remaja atau usia sekolah pada umumnya memiliki
tingkatan aktivitas fisik sedang, sebab kegiatan yang sering dilakukan
adalah belajar di sekolah. Kegiatan belajar yang mereka lakukan mulai
46 Dina Agoes dan Maria Poppy dalam Trsyati Dasmita, Faktor Resiko Kegemukan pada Murid SD
Kartika XI-2 (Poltekkes Depkes Jakarta II , 2005)hlm. 17
32
pukul 07.00- 13.00 WIB. Tingkat aktivitas remaja laki-laki dan remaja
perempuan sangat berbeda, untuk remaja laki-laki tingkat aktivitasnya lebih
tinggi dari pada perempuan. Remaja laki-laki aktivitas fisiknya lebih berat,
sebab pada usia tersebut sedang memprioritaskan olah raga seperti hiking,
sepak bola, tenis, dan berenang. Sedangkan untuk remaja perempuan
aktivitasnya lebih ringan dari remaja laki-laki seperti megerjakan pekerjaan
rumah, merawat tanaman, berdandan dan sebagainya. Menurut Dina Agoes
dan Maria Poppy, penggolongan kegiatan berdasarkan pengeluaran energi
dapat dilihat dari tabel 1 sebagai berikut47:
Tabel 3. Pengeluaran Energi pada Berbagai Penggolongan Kegiatan Remaja
Macam Kegiatan Kcal/jam Ringan : Membaca, menulis, makan, menonton televisi, mendengarkan radio, merapikan tempat tidur, mandi, berdandan, berjalan lambat, bermain kartu dan berbagai kegiatan yang dikerjakan dengan duduk atau tanpa menggerakkan lengan.
80-160 k.kal ± 1-3 jam
Sedang : Bermain dengan mendorong benda, bermain pingpong, menyetrika, merawat tanaman, penjahit, mengetik, mencuci baju dengan tangan, menjemur pakaian, berjalan kecepatan sedang serta berbagai kegiatan yang dikerjakan dengan berdiri atau duduk yang banyak menggerakkan lengan.
170-240 k.kal ± 4-6 jam
Berat : Berjalan cepat, bermain dengan mengangkat-angkat benda berat, berlari, berenang, bermain tenis, naik turun tangga, memanjat, bersepeda, bermain sky, dansa, sepak bola, bermain bowling, golf, berkebun, bermain dengan banyak menggerakkan lengan.
>250 k.kal > 6 jam
Sumber: Luthfiana Arifatul Hudha (Hubungan antara Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Obesitas Pada Remaja Kelas II SMP Theresiana I Yayasan Bernadus Semarang, 2006).
47 Luthfiana Arifatul Hudha (Hubungan antara Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Obesitas Pada
Remaja Kelas II SMP Theresiana I Yayasan Bernadus Semarang, 2006),hlm :20.
33
4). Metode Pengkajian Aktivitas Fisik
a). Metode Pengkajian Yang Objektif
- Metode DLW (Doubly Labeled Water)
Metode DLW (2H218O) dianggap sebagai teknik yang paling akurat
untuk pengukuran pengeluaran energy pada kondisi hidup bebas.
Metode tersebut mengukur produksi karbon dioksida dan
kemudian digabungkan dengan angka estimasi proporsi respirasi,
pengeluaran energi dapat dihitung. Proporsi respirasi dapat
diperoleh melalui pengkajian asupan makanan atau dapat pula
digunakan nilai yang diasumsikan.
- Pemantauan Frekuensi Jantung Tiap Menit
Pemantauan frekuensi jantung merupakan metode yang objektif
dan sering dipakai untuk menilai aktivitas fisik yang menjadi
kebiasaan (habitual physical activity). Metode ini didasarkan pada
prinsip adanya hubungan linier yang erat antara frekuensi jantung
dan asupan energi (pengeluaran energi) selama seseorang
melakukan gerakan aerobic dengan proporsi yang besar. Jika
hubungan ini diketahui, pengambilan oksigen dapat dapat
diestimasikan dan pengeluaran energi dapat dihitung dari data
frekuensi jantung.
34
- Sensor Gerak
Sensor gerak atau alat pantau aktivitas dikembangkan untuk
mencerminkan gerak tubuh manusia atau aktivitas fisiknya. Alat
yang digunakan dalam sensor gerak adalah pedometer dan
akselerometer. Pedometer dan akselerometer umumnya dikenakan
pada sabuk yang melingkari pinggang.
b). Metode Pengkajian yang Subjektif
- Catatan Harian Aktivitas
Pada catatan harian aktivitas (activity diary), subjek penelitian
diminta untuk mencatat semua aktivitasnya selama suatu periode
waktu tertentu. Lamanya periode tersebut sangat menentukan, baik
dari segi akurasi data yang dikumpulkan maupun dari segi beban
kerja ditanggung oleh subjek penelitian. Biasanya subjek penelitian
memilih aktivitas dari daftar aktivitas fisik dengan berbagai
intensitas yang sudah disiapkan sebelumnya. Salah satu contoh
catatan harian aktivitas adalah catatan harian yang dikembangkan
oleh Claude Bouchard. Catatan harian ini dibagi menjadi 96 blok
yang lamanya 15 menit dan kepada subjek penelitian diminta untuk
mencatat aktivitas utama mereka dalam setiap blok. Semua aktivitas
dirangking pada skala 1 hingga 9 menurut intensitasnya.
Sebagaimana halnya instrumen objektif, jumlah hari yang dicatat
35
sangat penting. Umumnya diasumsikan bahwa jumlah hari tersebut
paling sedikit 3 hari yang meliputi satu hari libur akhir pekan
(weekend), dan untuk menghasilkan data yang dapat diandalkan,
pencatatan dilakukan selama 7 hari.
- Kuesioner Aktivitas Fisik
Kuesioner aktivitas fisik memiliki kompleksitas yang sangat
beragam, yaitu mulai dari satu pertanyaan sederhana (“Apakah anda
melakukan latihan/exercise? Ya atau Tidak) hingga pertanyaan yang
jumlahnya lebih dari satu macam tentang perilaku aktivitas fisik
selama hidup. Kuesioner dapat pula bervariasi menurut periode
referensi atau kerangka waktu (time-frame) kuesioner tersebut. Pada
kuesioner aktivitas fisik, subjek penelitian ditanyakan tentang
aktivitas fisik selama satu periode waktu tertentu seperti satu hari
sebelumnya, 7 hari sebelumnya, atau satu tahun sebelumnya.
Beberapa kuesioner aktivitas fisik telah dikembangkan dan sering
kali digunakan untuk menilai aktivitas fisik pada waktu luang (yang
meliputi partisipasi dalam olahraga) atau aktivitas fisik paada saat
rekreasi maupun saat bekerja. Salah satu kuesioner yang digunakan
untuk mengukur kebiasaan aktivitas fisik pada penelitian
epidemiologi adalah yang dikembangkan oleh Baecke,et al ,1982.
Menurut Baecke, et al 1982, indeks aktivitas fisik dikelompokkan
menjadi 3 kategori yaitu indeks aktivitas pada waktu bekerja (work
36
index atau WI), indeks aktivitas pada waktu olahraga (sport index
atau SI), dan indeks aktivitas pada waktu luang (leisure – time index
atau LI). Ada tiga tingkatan untuk pekerjaan, yaitu : pekerjaan
ringan seperti juru tulis/administrasi, penjaga toko, mengajar,
belajar, mengemudi mobil, pekerjaan rumah, praktek dokter dan
pekerjaan lain yang berhubungan dengan pendidikan. Pekerjaan
tingkat sedang seperti pekerjaan di pabrik, tukang kayu, dan bertani.
Pekerjaan tingkat berat seperti perkapalan, konstruksi bangunan dan
olahraga. Olahraga dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu : olahrga
ringan seperti biliar, selancar, bowling, dan golf. Olahraga sedang
seperti bulutangkis, bersepeda, menari, renang, dan tenis. Olahraga
tingkat berat seperti tinju, basket, rugby dan dayung. Indeks
aktivitas fisik dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu : tingkat
aktivitas ringan (indeks ≤ 6.5), tingkat aktivitas sedang (indeks 6.6 –
9.5), dan tingkat aktivitas berat (indeks > 9.5).
b. Asupan Makanan
Makanan merupakan sumber energi. Di dalam makanan yang akan
diubah menjadi energi adalah zat penghasil energi yaitu karbohidrat,
protein, dan lemak. Makanan yang kaya karbohidrat mudah dicerna dan
mudah diubah menjadi lemak tubuh. Apabila asupan karbohidrat,
protein, dan lemak berlebih, maka karbohidrat akan disimpan sebagai
37
glikogen dalam jumlah terbatas dan sisanya lemak. Protein akan
dibentuk sebagai protein tubuh, dan sisanya lemak. Sedangkan lemak
akan disimpan sebagai lemak. Tubuh memiliki kemampuan menyimpan
lemak yang tidak terbatas. Ketidakseimbangan antara asupan dan
keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Obesitas yang
muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga ke dewasa dan
lansia. Sementara obesitas itu sendiri merupakan salah satu faktor risiko
penyakit degeneratif, seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus,
artritis, penyakit kantong empedu, kanker, gangguan fungsi pernapasan,
dan berbagai gangguan kulit. Faktor-faktor yang berpengaruh dari
asupan makanan adalah jumlah/porsi makanan, kebiasaan makan
(contohnya kebiasaan makan malam hari), frekuensi makan, dan jenis
makanan 48.
Dalam studi yang dilakukan pada tahun 2003 dengan melibatkan
4.747 siswa/siswi SLTP Kota Yogyakarta dan 4.602 siswa/siswi SLTP
Kabupaten Bantul ditemukan bahwa 7,8% remaja di Kota Yogyakarta
dan 2% remaja Kabupaten Bantul mengalami obesitas (cut off IMT>=95
percentile NCHS). Ratarata asupan energi anak obes di kota Yogyakarta
adalah 2818,3 ± 499,4 kkal/hari sedangkan rata-rata asupan energi
remaja non-obes di kota Yogyakarta adalah 2210,4 ±329,8 kkal/hari.
Dengan kata lain bahwa asupan energi remaja obes adalah 607,9
48 Rachmad Soegih dan Kunkun Wiramihardja, Op. Cit., hlm : 52.
38
kkal/hari lebih tinggi dibandingkan remaja non-obes. Yang menarik
ialah bahwa remaja obes 2-3 kali lebih sering mengasupan fast food
seperti Mac Donald, Kentucky Fried Chicken, Pizza, dsb 49. Asupan
makanan dan aktivitas fisik memegang peranan penting terjadinya
status gizi lebih pada seseorang.
c. Faktor Genetik
Banyak gen yang berkaitan dengan terjadinya gizi lebih terutama
obesitas, namun jarang yang berkaitan dengan gen tunggal. Sebagian
besar berkaitan dengan kelainan pada banyak gen. setiap
peptida/neurotransmitter yang merupakan sinyal neural dan humoral
yang mempengaruhi otak memiliki gen tersendiri yang mengkodenya.
Setiap mutasi pada gen-gen tersebut akan menyebabkan kelainan pada
produksi neuropeptida/neurotransmitter yang mempengaruhi otak
sehingga juga akan mempengaruhi respon otak baik akan meningkatkan
asupan makanan ataupun menghambat asupan makanan.
Setiap neuropeptida tersebut memiliki reseptor di otak, dan setiap
reseptor memiliki gen tersendiri pula. Setiap mutasi pada gen tersebut
akan menyebabkan kelainan reseptor yang akan mempengaruhi respon
otak terhadap asupan makanan. Demikian pula faktor transkripsi yang
mempengaruhi pembentukan sel lemak yaitu PPAR-γ = peroxisome
49 Hamam Hadi, Op. Cit., hlm. 11
39
proliferator activated receptor (gen yang mengkode sel lemak).
Kelainan pada gen ini, juga akan menyebabkan kelainan pada nasib zat
gizi50.
d. Faktor Obat-Obatan
Terdapat beberapa obat-obatan yang terbukti meningkatkan
kemungkinan terjadinya gizi lebih. Berikut daftar obat-obatan yang
dapat meningkatkan berat badan.
Tabel 4. Obat-obatan yang dapat Meningkatkan Berat Badan
Kategori Obat-obatan yang dapat Meningkatkan Berat Badan
Neuroleptic Thioridazine, olanzepine quetiapine, resperidon clozapine, ziprasodone
Tricyclics Antidepressants Amitriptyline, nortriptyline Monoamine oxidase inhibitor
Impramine,mitrazapine paroxetine
Selective seronim reuptake inhibitor
Valproate, carbamazepine
Anti-convulsant Gabapentine Obat anti diabetes Insulin, sulfonilurea Anti-serotonin Pizotifen Antihistamine Cyproheptadine Beta bloker Propanolol, terazosin Hormon steroid Glukokortikoid, kontrasepsi, progestational
steroid Sumber : Rachmad Soegih dan Kunkun Wiramihardja,( Obesitas Permasalahan dan
Terapi Praktis),hlm.13
50 Rachmad Soegih dan Kunkun Wiramihardja, Op. Cit., hlm. 18
40
e. Riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Penelitian pada subyek yang lahir dari ibu yang mengalami masa
malnutrisi saat hamil ternyata lebih rentan untuk mengalami obesitas
dan mengalami penyakit kardiovaskuler dikemudian hari. Adanya
malnutrisi pada ibu akan menyebabkan malnutrisi pada janin yang akan
menyebabkan perubahan fisiologis dan metabolisme yang menetap.
Anak dengan BBLR memiliki lean mass yang lebih sedikit
dibandingkan dengan yang normal. Pada saat pertumbuhannya
kemudian akan terjadi peningkatan lemak tubuh dan lean mass, namun
peningkatan lemak tubuhnya akan lebih cepat dari lean mass.
Bahkan peningkatan lemak tubuh yang lebih cepat tetap terjadi
pada saat asupan makanan tidak berlebihan, sehingga pada orang
dengan riwayat BBLR lebih besar kemungkinan mengalami obesitas
(peningkatan lemak tubuh) dibanding dengan yang normal51.
f. Pengaruh Lingkungan dan Sosial
Pengaruh lingkungan dan pergaulan sosial terhadap asupan
makanan cukup berpengaruh, seringnya mengasupan makanan tinggi
Kalori pada lingkungan tertentu dan keterbatasan memilih makanan lain
51 Ibid, hlm. 16 - 17
41
yang lebih sehat dan sulitnya mengatur makan juga menjadi kendala
masyarakat yang cenderung berstatus gizi lebih di kota besar 52.
Anak usia sekolah (6 – 12 tahun) dan remaja umumnya menerima
berbagai macam diet dan lebih terbuka terhadap makanan daripada anak
pra sekolah. Selama masa ini pengawasan orang tua diperlukan untuk
mengurangi kelebihan asupan makanan. Anak-anak pada kelompok
umur ini beranggapan bahwa mereka bertanggung jawab terhadap
persiapan makanan, sehingga mereka lebih bebas dalam menentukan
pilihan makanannya. Kebanyakan anak-anak usia sekolah telah bisa
menentukan apa yang akan dimakan untuk sarapan. Jadwal kegiatan
ekstra-kurikuler yang padat, menambah jumlah makanan yang diasupan
diluar rumah. Pengertian tentang prinsip-prinsip makanan sehat
membantu anak memberikan informasi dalam memilih makanan diluar
rumah 53.
g. Pengaruh Budaya
Masyarakat Indonesia cenderung lebih banyak mengasupan
makanan yang banyak mengandung karbohidrat dan lemak. Porsi
makanannya pun lebih banyak nasi daripada lauknya. Kebiasaan lain
yang masih melekat dari masyarakat Indonesia adalah kebiasaan ngemil
52 Rachmad Soegih dan Kunkun Wiramihardja, Op. Cit., hlm : 41 53 Praticia H. Worthington, Op. Cit., hlm. 65.
42
yang akan mempengaruhi berat badan 54. Makanan khas pada
komunitas tertentu yang sering diasupan juga sering menjadi penyebab
status gizi lebih, makanan Indonesia terutama makanan kecil seperti
jajanan pasar lebih tinggi kandungan karbohidrat sederhana, sedangkan
makanan tinggi lemak terdapat makanan khas daerah tertentu atau
disediakan khusus pada hari istimewa55.
h. Pengaruh Iklan dan Televisi
Anak usia 5 – 10 tahun biasanya tertarik iklan-iklan komersial
yang ada di televisi dibandingkan anak usia 11 – 12 tahun. Anak-anak
berusia diatas 10 tahun sudah mengerti konsep iklan-iklan tersebut,
tujuan penjualan, dan iklan sponsor sehingga mereka kurang suka
menerima iklan-iklan tersebut. Mereka mengerti bahwa iklan-iklan
komersial dirancang untuk menjual produk daripada hiburan atau
pendidikan. Lebih dari 56% program televisi untuk anak-anak
menampilkan iklan makanan seperti ; lebih dari 44% makanan
berlemak, mengandung minyak dan makanan yang manis-manis. Iklan
makanan yang paling sering muncul adalah iklan makanan yang tinggi
gula dan sereal56.
54 Agus Krisno Budyanto, Gizi dan Kesehatan (Malang : Bayu Media, 2002)hlm. 52 55 Rachmad Soegih dan Kunkun Wiramihardja, Op. Cit., hlm. 40 56 Bonnie S. Worthington dan Sue Rodwell, Nutrition Throughout The Life Cycle (Singapura
:McGraw-Hill Book Co, 2000),hlm. 240 - 241
43
Penelitian yang dilakukan di Yogyakarta tahun 2003 menunjukkan
bahwa Remaja obes dalam kesehariannya mempunyai waktu untuk
nonton TV lebih lama dibandingkan remaja non-obes (3,14 ±1,56
jam/hr VS 2,62 ± 1,67 jam/hari). Remaja obes dalam kesehariannya
mempunyai waktu untuk aktifitas ringan seperti baca buku, duduk-
duduk, main play stasion, dsb lebih panjang (12,20 ± 1,94 jam/hr VS
11,36 ± 1,76 jam/hr) dibandingkan remaja non-obes.
Sebaliknya remaja obes mempunyai waktu untuk melakukan aktivitas
sedang atau berat seperti naik sepeda, sepak bola, basket dsb lebih
pendek dibandingkan remaja non-obes. Dalam analisis lebih lanjut
ditemukan bahwa remaja dengan asupan energi normal (<2.200
kkal/hari) tetapi nonton TV >=3 jam/hari mempunyai risiko obesitas 2,7
kali lebih tinggi dibandingkan remaja yang asupan energi normal
<2,200 kkal/hari dan waktu nonton TV <3 jam/hari. Remaja yang
asupan energinya tinggi (>=2,200 kkal/hari) dan mempunyai waktu
nonton TV >= 3 jam/hari mempunyai risiko menderita obes 12,3 kali
lebih tinggi dibandingkan remaja yang asupan energi <2.200 kkal/hari
dan waktu nonton TV <3 jam/hari 57 .
57 Hamam Hadi, Op. Cit., hlm. 11 - 12
44
Sedangkan menurut Mary E. Barasi, faktor etiologs terjadinya berat
badan berlebih dan obesitas dapat di deskripsikan pada gambar berikut 58:
Gambar 1. Gambaran Umum Faktor-faktor yang Berkontribusi
pada Perubahan Keseimbangan Energi
58 Mary E. Barasi, At a Glance Ilmu Gizi (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2007)hlm. 102
Perubahan dalam lingkungan makanan : • Bertambahnya makanan pilihan
yang mudah diasupan/cepat saji • Meningkatnya ukuran porsi • Meningkatnya rasio lemak:KH • Meningkatnya asupan kudapan • Berkembangnya kebiasaan makan
diluar
Energi yang masuk Energi yang keluar
Genetika
• Program diet • Usia • Jenis kelamin • Status social
ekonomi
Kerentanan individu terhadap berat badan berlebih
Iklan/media Budaya Faktor psikologis Pengaruh sesama anggota kelompok
Meningkatnya gaya hidup kurang gerak : • Berkurangnya pekerjaan
manual • Mekanisasi • Urbanisasi dalam populasi • Game elektronik menggantikan
aktivitas fisik
45
B. KERANGKA BERPIKIR
anga
Keterangan :
= Variabel diteliti = Variabel tidak diteliti
Gambar 2. Kerangka Berpikir
Pemilihan Makanan
Asupan Energi, Protein, Lemak,
Karbohidrat
Jenis Makanan
- Pengaruh lingkungan dan sosial seperti kebiasaan makan keluarga
- Pengaruh media - Pengaruh budaya
Status Gizi Lebih
Aktivitas Fisik :
- Aktivitas Cukup - Aktivitas Kurang
Tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan
46
Asupan energi (karbohidrat, protein dan lemak) yang tidakseimbang dan
aktivitas fisik memegang peranan penting dalam terjadinya kelebihan berat
badan pada seseorang, kedua aspek ini mengalami banyak perubahan pada
masyarakat seiring dengan semakin meningkatnya gaya hidup kurang gerak
(sedentari). Asupan energi yang melebihi kebutuhan di dalam tubuh akan
diubah menjadi lemak dan ditimbun pada tempat-tempat tertentu. Jaringan
lemak ini merupakan jaringan yang relatif inaktif, tidak langsung berperan
serta dalam kerja tubuh. Jaringan lemak yang berlebihan inilah yang
menyebabkan kenaikan berat badan terus menerus dan apabila tidak teratasi
maka seseorang akan memiliki status gizi lebih termasuk overweight dan
obesitas. Selain itu ada faktor-faktor lain yang juga dapat menyebabkan status
gizi seorang dikategorikan menjadi gizi lebih yaitu jenis makanan dan
pemilihan makanan.
47
C. KERANGKA KONSEP
Variabel Independen Variabel Dependen
Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah aktivitas
fisik dan yang menjadi variabel dependen adalah status gizi lebih. Dimana
asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak bersamaan dengan aktivitas fisik
dapat mempengaruhi status gizi seseorang.
Asupan Energi, Karbohidrat, Protein,
dan Lemak
Aktivitas Fisik Gizi Lebih
48
D. HIPOTESIS PENELITIAN
a. Ada perbedaan IMT menurut aktivitas fisik pada anak umur 10 – 14 tahun.
b. Ada hubungan antara asupan energi rata-rata dengan IMT anak umur
10 – 14 tahun.
c. Ada hubungan antara asupan protein rata-rata dengan IMT anak umur
10 – 14 tahun.
d. Ada hubungan antara asupan lemak rata-rata dengan IMT anak umur
10 - 14 tahun.
e. Ada hubungan antara asupan karbohidrat rata-rata dengan IMT anak umur
10 – 14 tahun.
49
BAB III
METODE PENELITIAN
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Data yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari laporan riset
kesehatan dasar (riskesdas) yang telah dilakukan pada Agustus 2007 sampai
dengan Januari 2008 dan Agustus sampai dengan September 2008, oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen
Kesehatan RI melakukan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Pelaksanaan
pengumpulan data Riskesdas 2007 telah dilakukan dalam 2 tahap yaitu : tahap
pertama pada awal Agustus 2007 sampai dengan Januari 2008 di 28 provinsi,
tahap kedua Agustus sampai dengan September 2008 di 5 provinsi (NTT,
Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat).
Penelitian ini akan menganalisis data tentang aktivitas fisik, asupan
energi rata-rata perorang perhari (karbohidrat, protein, lemak) dan status gizi
menurut IMT anak umur 10 – 14 tahun di provinsi Sumatera Selatan. Peneliti
meminta izin kepada Balitbangkes Departemen Kesehatan RI agar
diperkenankan memperoleh data hasil riskesdas untuk provinsi Sumatera
Selatan tahun 2007. Sehingga peneliti sudah dapat mulai mengolah data
tersebut pada bulan April 2010.
50
B. JENIS PENELITIAN
Berdasarkan metode, penelitian ini merupakan penelitian cross sectional59.
Penelitian dengan metode cross sectional termasuk ke dalam metode penelitian
survei analitik yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi
antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada satu saat (point time approach)60.
Pengumpulan data pada penelitian ini berupa variabel independen yaitu
aktivitas fisik, asupan energi, protein, karbohidrat dan lemak rata-rata perorang
perhari dengan variabel dependen yaitu status gizi lebih menurut IMT WHO
2007, dilakukan dalam waktu yang bersamaan.
Penelitian ini menggambarkan hubungan antara aktivitas fisik dengan
kejadian status gizi lebih pada anak umur 10 – 14 tahun di provinsi Sumatera
Selatan tahun 2007. Pada awal penelitian dilakukan skrining terhadap status
gizi anak umur 10 – 14 tahun di provinsi Sumatera Selatan tahun 2007 untuk
mengetetahui prevalensi status gizi lebih anak umur 10 – 14 tahun berdasarkan
IMT (WHO 2007). Setelah itu dilakukan identifikasi terhadap aktivitas fisik
yang dilakukan pada anak umur 10 – 14 tahun dengan status gizi lebih untuk
kemudian dilakukan analisis terhadap hubungan aktivitas fisik dengan kejadian
status gizi lebih pada anak umur 10 – 14 tahun di provinsi Sumatera Selatan
tahun 2007 serta hubungan asupan energi, protein, karbohidrat dan lemak rata-
59 Soekidjo Notoatmodjo, Metode Penelitian Kesehatan(Jakarta : Penerbit Rineka Cipt, 2005)hlm. 26 60 Ibid, hlm. 145 - 146
51
rata perorang perhari dengan kejadian status gizi lebih. Terpilihnya provinsi
Sumatera Selatan menjadi lokasi penelitian, karena berdasarkan laporan
riskesdas 2007 tentang status gizi penduduk umur 6 – 14 tahun yang dinilai
berdasarkan IMT WHO 2007, prevalensi berat badan (BB) lebih pada anak
laki-laki menduduki peringkat yang tertinggi secara nasional yaitu 16,0%
(prevalensi nasional 9,5%) sedangkan pada anak perempuan yaitu 11,0%
(prevalensi nasional 6,4%).
52
C. POPULASI DAN SAMPEL
1. Populasi
Populasi adalah subyek/obyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya61. Populasi dalam Riskesdas 2007 adalah
seluruh rumah tangga di seluruh pelosok Republik Indonesia. Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh anak umur 10 – 14 tahun di provinsi Sumatera
Selatan tahun 2007.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel62.
Sampel yang digunakan pada Riskesdas 2007 sepenuhnya menggunakan
sampel yang terpilih pada Susenas 2007. Metodologi penghitungan dan cara
penarikan sampel pada Riskesdas 2007 two stage sampling. Dari setiap
kabupaten/kota yang masuk dalam kerangka sampel kabupaten/kota
diambil sejumlah blok sensus yang proporsional terhadap jumlah rumah
tangga di kabupaten/kota tersebut. Kemungkinan sebuah blok sensus masuk
kedalam sampel blok sensus pada sebuah kabupaten/kota bersifat
proporsional terhadap jumlah rumah tangga pada sebuah kabupaten/kota
61 Sugiyono, Statistik untuk Penelitian (Bandung:Penerbit Alfabeta, 2007)hlm.61 62 Ibid, hlm. 63
53
(probability proportional to size). Bila dalam sebuah blok sensus terdapat
lebih dari 150 (seratus lima puluh) rumah tangga maka dalam penarikan
sampel di tingkat ini akan dibentuk sub-blok sensus. Kemudian Dari setiap
blok sensus terpilih kemudian dipilih 16 (enam belas) rumah tangga secara
acak sederhana (simple random sampling), yang menjadi sampel rumah
tangga dengan jumlah rumah tangga di blok sensus tersebut. Selanjutnya,
seluruh anggota rumah tangga dari setiap rumah tangga yang terpilih dari
kedua proses penarikan sampel tersebut diatas diambil sebagai sampel
individu63.
Pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah seluruh anak umur 10
– 14 tahun dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan di provinsi
Sumatera Selatan tahun 2007 yang berstatus gizi lebih menurut IMT WHO
2007. Teknik pengambilan sampel semacam ini disebut Sampling
purpossive, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan
tertentu64.
63 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Laporan Riset
Kesehatan Dasar 2007 (Jakarta:Departemen Kesehatan RI, 2008)hlm. 8 64 Sugiyono, Op.Cit., hlm. 68
54
D. PENGUMPULAN DATA
1. Jenis Data
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang berasal dari hasil laporan riskesdas 2007 meliputi umur, BB, TB,
IMT, jenis kelamin, pendapatan keluarga, status gizi, aktivitas fisik, dan
asupan makanan(energi, protein, karbohidrat, dan lemak) rumah tangga 24
jam lalu.
2. Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari hasil laporan
riskesdas 2007.
E. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih
baik dalam arti cepat, lengkap, sistematis, sehingga lebih mudah diolah.
1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya65. Dalam Riskesdas
2007 terdapat kurang lebih 900 variabel yang tersebar dalam 6 (enam)
65 Ibid, hlm.3
55
jenis kuesioner, dengan rincian variabel pokok sebagai berikut: kuesioner
rumah tangga (RKD07.RT) , kuesioner gizi (RKD07.GIZI), yang terdiri
dari: asupan makanan rumah tangga 24 jam yang lalu, dan kuesioner
individu (RKD07.IND).
a. Variabel Independen (variabel bebas)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (dependen)66.
Variabel bebas pada penelitian ini yaitu aktivitas fisik. Untuk
mengukur aktivitas fisik yang akan diteliti, maka instrumen yang akan
digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner individu
(RKD07.IND).
b. Variabel Dependen (variabel terikat)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
emnjadi akibat, karena adanya variabel bebas67. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah status gizi lebih pada anak umur 10 – 14 tahun di
provinsi Sumatera Selatan tahun 2007. Untuk mengukur variabel
moderator yang akan diteliti, maka instrumen yang akan digunakan
adalah dengan menggunakan kuesioner individu (RKD07.IND) BLOK
XI.
66 Ibid, hlm.4 67 Loc. cit
56
c. Variabel Moderator (variabel independen kedua)
Variabel moderator adalah variabel yang mempengaruhi (memperkuat
atau memperlemah) hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen. Variabel ini juga disebut variabel independen
kedua68. Pada penelitian ini asupan energi (karbohidrat, protein, dan
lemak) rata-rata per orang perhari menjadi variabel independen kedua.
Untuk mengukur variabel moderator yang akan diteliti, maka instrumen
yang akan digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner individu
(RKD07.GIZI).
2. Definisi Konseptual
a. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah semua gerakan tubuh oleh otot tubuh dalam hal
ini otot skeletal yang dilakukan selama 24 jam baik didalam maupun
diluar rumah yang menyebabkan pengeluaran energi.
b. Gizi Lebih
Gizi lebih adalah suatu keadaan dimana terjadi kelebihan lemak di
dalam tubuh yang diakibatkan oleh tidakseimbangnya asupan energi
68 Loc.cit
57
yang masuk dengan energi yang keluar sehingga tubuh mengalami
kelebihan berat badan.
c. Asupan Energi
Asupan energi adalah jumlah asupan makanan dan minuman yang
mengandung energi.
d. Asupan Karbohidrat
Asupan karbohidrat adalah jumlah asupan makanan dan minuman yang
mengandung karbohidrat.
e. Asupan Protein
Asupan protein adalah adalah jumlah asupan makanan dan minuman
yang mengandung protein.
f. Asupan Lemak
Asupan lemak adalah adalah jumlah asupan makanan dan minuman
yang mengandung lemak.
58
3. Definisi Operasional
a. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah kegiatan fisik yang melibatkan organ tubuh
terutama alat gerak seperti tangan, lengan atau kaki yang dilakukan di
rumah, selama disekolah, dan kegiatan yang dilakukan di luar rumah
termasuk pada waktu senggang meliputi olahraga dan rekreasi serta
perjalanan menuju ke sekolah, tempat rekreasi, dan lain-lain. Aktivitas
fisik dibagi menjadi aktivitas fisik berat, aktivitas fisik sedang, dan
aktivitas fisik ringan .
1). Cara Pengukuran
Aktivitas fisik diukur dengan menanyakan segala aktivitas fisik yang
dilakukan responden secara terus menerus selama 10 menit atau
lebih dalam melakukan setiap kali kegiatan kemudian dihitung pula
frekuensi melakukan aktivitas fisik dalam seminggu terakhir dan
total waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas fisik dalam
satu minggu. Aktivitas fisik tersebut meliputi :
a). Kegiatan disekolah.
b). Waktu senggang termasuk olahraga dan rekreasi
c). Perjalanan menuju ke sekolah, pasar, tempat rekreasi, dll.
59
2). Alat Ukur : Kuesioner
3). Hasil Pengukuran : Penilaian terhadap aktivitas fisik responden
4). Skala : Ordinal
• Cukup
− Apabila aktivitas fisik dilakukan minimal 5 hari dalam 1
minggu
− Dalam 1 kali melakukan aktivitas fisik minimal 10 menit dan
apabila diakumulasikan minimal 150 menit seminggu.
• Kurang
− Apabila aktivitas fisik dilakukan kurang dari 5 hari dalam 1
minggu
− Dalam 1 kali melakukan aktivitas fisik kurang dari 10 menit
dan apabila diakumulasikan minimal 150 menit seminggu.
b. Gizi Lebih
Gizi lebih adalah suatu keadaan dimana nilai IMT anak yang berumur
10 – 14 tahun berdasarkan standar WHO 2007 berada > 1 SD.
1). Cara Pengukuran
Pada responden dilakukan pengukuran berat badan dengan
menggunakan timbangan berat badan digital dan pengukuran
tinggi badan (cm) menggunakan microtoise kapasitas 2 m dan
ketelitian 0,1cm.
60
2). Alat ukur : Kuesioner, timbangan berat badan digital, dan
microtoise kapasitas 2 m dan ketelitian 0,1 cm.
3). Hasil Pengukuran : Penilaian terhadap pengukuran berat badan
responden serta peningkatan berat badan (BB) yang didasarkan
pada kategori IMT standar WHO 2007.
4). Skala : Rasio
c. Asupan Energi
Asupan Energi adalah asupan energi rata-rata perorang perhari yaitu
jumlah asupan makanan dan minuman yang mengandung energi
dalam 24 jam terakhir yang diasupan di rumah tangga kemudian
dibagi dengan jumlah anggota dalam rumah tangga .
1). Cara Pengukuran
Asupan energi didapat melalui wawancara tentang asupan
makanan rumah tangga 24 jam yang lalu kemudian diterjemahkan
kedalam berat bahan makanan (ukuran rumah tangga dan gram),
berat bahan makanan yang diasupan dijumlahkan dan hasilnya
dirata-ratakan sesuai dengan jumlah anggota rumah tangga.
2). Alat Ukur : Kuesioner asupan makanan rumah tangga
3). Hasil pengukuran : Jumlah energi rata-rata perhari yang diasupan
setiap anggota rumah tangga .
4). Skala : Rasio
61
d. Asupan Protein
Asupan protein adalah asupan protein rata-rata perorang perhari yaitu
jumlah asupan makanan dan minuman yang mengandung protein
dalam 24 jam terakhir yang diasupan di rumah tangga kemudian
dibagi dengan jumlah anggota dalam rumah tangga .
1). Cara Pengukuran
Asupan protein didapat melalui wawancara tentang asupan
makanan rumah tangga 24 jam yang lalu kemudian
diterjemahkan kedalam berat bahan makanan (ukuran rumah
tangga dan gram), berat bahan makanan yang diasupan
dijumlahkan dan hasilnya dirata-ratakan sesuai dengan jumlah
anggota rumah tangga.
2). Alat Ukur : Kuesioner asupan makanan rumah tangga
3). Hasil pengukuran : Jumlah protein rata-rata perhari yang diasupan
setiap anggota rumah tangga.
4). Skala : Rasio
62
e. Asupan Karbohidrat
Asupan karbohidrat adalah asupan karbohidrat rata-rata perorang
perhari yaitu jumlah asupan makanan dan minuman yang mengandung
protein dalam 24 jam terakhir yang diasupan di rumah tangga
kemudian dibagi dengan jumlah anggota dalam rumah tangga.
1). Cara Pengukuran
Asupan energi didapat melalui wawancara tentang asupan makanan
rumah tangga 24 jam yang lalu kemudian diterjemahkan kedalam
berat bahan makanan (ukuran rumah tangga dan gram), berat bahan
makanan yang diasupan dijumlahkan dan hasilnya dirata-ratakan
sesuai dengan jumlah anggota rumah tangga.
2). Alat Ukur : Kuesioner asupan makanan rumah tangga
3). Hasil pengukuran : Jumlah karbohidrat rata-rata yang diasupan
setiap anggota rumah tangga perhari.
4). Skala : Rasio
63
F. TEKNIK ANALISIS DATA
1. Analisis Univariat
Variabel – variabel yang akan diteliti dalam analisis univariat ini meliputi
Variabel Umur, Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB), Status Gizi
Berdasarkan IMT, Aktivitas Fisik, dan Asupan Zat Gizi Makro. Analisis
ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi
variabel-variabel penelitian Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan
Status Gizi Lebih pada Anak Umur 10 -14 tahun di Provinsi Sumatera
Selatan Tahun 2007.
2. Analisis Bivariat
Analisis Bivariat ini digunakan untuk melihat hubungan yang signifikan
/ bermakna atau tidak signifikan antara aktivitas fisik dengan status gizi
lebih, asupan energi rata-rata perorang perhari dengan status gizi lebih,
asupan karbohidrat rata-rata perorang perhari dengan status gizi lebih,
asupan protein rata-rata perorang perhari dengan status gizi lebih, dan
asupan lemak rata-rata perorang perhari dengan status gizi lebih .
64
3. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer,
melalui tahapan sebagai berikut:
a. Editing
Memeriksa kelengkapan data. Dalam proses ini akan dilakukan
perbaikan dan pembersihan data untuk mengkoreksi semua data yang
telah diisi agar diketahui kelengkapan jawaban, kejelasan tulisan,
serta kesesuaian jawaban satu dengan lainnya.
b. Skrining
Semua data anak umur 10 – 14 tahun di provinsi Sumatera Selatan
dianalisis status gizinya, kemudian anak dengan status gizi lebih
diambil sebagai sampel dalam penelitian ini.
c. Coding
Setelah proses editing dianggap cukup maka proses selanjutnya adalah
coding. Dalam proses ini akan dilakukan pengklasifikasian jawaban
dengan memberi kode-kode untuk mempermudah proses pengolahan
data.
d. Entry
Memasukkan data dari kuesioner ke dalam komputer .
65
e. Cleanning
Membersikan data dengan tujuan untuk melihat validitas data, dengan
cara melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel dan menilai
kelogisannya serta melihat ada tidaknya pencilan.
f. Penskoran
Untuk variabel aktivitas fisik dilakukan penskoran terhadap seluruh
item pertanyaan pada kuesioner yang berhubungan dengan aktivifitas
fisik. Jumlah item pertanyaan mengenai aktivitas fisik berjumlah 9
item. Setiap pertanyaan besar skor yang diberikan yaitu: 1 dan 2. Jenis
pertanyaan mengenai aktivitas fisik tersebut antara lain :
• Pertanyaan mengenai tipe/jenis aktivitas fisik . Jawaban ya diberi
skor 1 dan jawaban tidak diberi skor 2.
• Pertanyaan mengenai frekuensi melakukan aktivitas fisik dalam 1
minggu terakhir. Apabila frekuensi melakukan aktivitas fisik
dilakukan minimal 5 kali dalam 1 minggu atau secara kumulatif
dilakukan minimal 150 menit dalam 1 minggu maka diberi skor 1.
dan bila frekuensi melakukan aktivitas fisik dilakukan kurang dari
5 kali dalam 1 minggu atau secara kumulatif dilakukan kurang dari
150 menit seminggu maka diberi skor 2.
• Pertanyaan mengenai lama waktu dalam melakukan 1 kali
kegiatan aktivitas fisik tersebut. Apabila kegiatan aktivitas fisik
tersebut dilakukan selama minimal 10 menit dalam 1 kegiatan
66
maka diberi skor 1 dan apabila kegiatan aktivitas fisik tersebut
dilakukan kurang dari 10 menit dalam 1 kegiatan maka diberi skor.
Setelah setiap item pertanyaan dilakukan penskoran, maka langkah
selanjutnya adalah69 :
a. Menghitung skor tertinggi
∑ item pertanyaan x skor tertinggi = 9 x 2 = 18
b. Menentukan skor terendah
∑ item pertanyaan x skor terendah = 9 x 1 = 9
d. Menghitung interval
18 - 9 = 3 3
e. Kelas Interval
9 – 11 = Aktivitas Berat
11 – 14 = Aktivitas Sedang
15 – 18 = Aktivitas Ringan
Untuk pengolahan data kelas interval diringkas menjadi 2 kelas, yaitu :
< 14 = Cukup
≥ 14 = Kurang Aktivitas
69 Luthfiana Arifatul Hudha (Hubungan antara Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Obesitas
Pada Remaja Kelas II SMP Theresiana I Yayasan Bernadus Semarang, 2006),hlm :20.
67
4. Uji Statistik
Uji Statistik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan uji t – test independen , yang digunakan untuk menguji
hipotesis komparatif dua sampel independen tetapi sebelumnya dilakukan
uji varians kedua sampel homogen atau tidak. Pengujian homogenitas
varians digunakan uji F sebagai berikut :
Apabila F hitung ≥ F tabel maka varians dinyatakan homogen. Apabila
varians homogeny maka uji t-test yang dipakai adalah sebagai berikut :
Apabila F hitung < F tabel maka varians dinyatakan tidak homogen.
Apabila varians homogeny maka uji t-test yang dipakai adalah sebagai
berikut :
68
Akhir dari proses pengujian ini akan diambil berdasarkan pada
perbandingan nilai t dengan nilai t pada table, dengan ketentuan sebagai
berikut :
• Jika, t hitung ≥ t tabel atau p < ά, maka Ho ditolak.
o Jika, t hitung ≤ t tabel atau p > ά, maka Ho diterima atau gagal tolak
Ho.
Untuk menguji hipotesa korelatif digunakan uji korelasi dan regresi linier
sederhana. Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui derajat/keeratan
hubungan dan arah hubungan. Untuk mengetahui derajat/keeratan
hubungan dan mengetahui arah hubungan, maka dilakukan uji korelasi.
Rumus koefisien korelasi pearson adalah sebagai berikut:
Menurut Colton, kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat
dibagi dalam 4 area, yaitu :
• r = 0,00 – 0,25 : tidak ada hubungan/hubungan lemah
• r = 0,26 – 0,50 : hubungan sedang
• r = 0,51 – 0,75 : hubungan kuat
• r = 0,76 – 1,00 : hubungan sangat kuat/sempurna70
70 Sutanto Priyo Hastono, Analisis Data Kesehatan (Jakarta:Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia,2007)hlm.130
69
Koefisien korelasi yang telah dihasilkan merupakan langkah pertama
untuk menjelaskan derajat hubungan linier antara dua variabel.
Selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui apakah hubungan
antara dua variabel tersebut signifikan atau hanya karena faktor kebetulan
dari random sample. Uji hipotesis dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan distribusi t, dengan formula :
Kelanjutan dari proses pengujian ini akan diambil berdasarkan pada
perbandingan nilai t hitung dengan nilai t pada tabel, dengan ketentuan
sebagai berikut:
• Jika, t hitung ≥ t tabel atau p < ά, maka Ho ditolak.
• Jika, t hitung ≤ t tabel atau p > ά, maka Ho diterima atau gagal tolak
Ho.
Untuk mengetahui bentuk hubungan dan memprediksi nilai IMT anak
dapat dilakukan dengan analisis regresi, dengan persamaan sebagai
berikut :
70
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. LOKASI PENELITIAN
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) adalah sebuah peraturan bagi pembuat
kebijakan kesehatan diberbagai jenjang administrasi. Riskesdas 2007
diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Balitbangkes), sebagai salah satu unit utama dilingkungan Departemen
Kesehatan yang berfungsi menyediakan informasi kesehatan yang berbasis
bukti. Pelaksanaan pengumpulan data Riskesdas 2007 dilakukan dalam 2 tahap
yaitu tahap pertama dimulai pada awal Agustus 2007 sampai dengan Januari
2008 di 28 provinsi dan tahap kedua pada Agustus – September 2008 di 5
provinsi (NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat).
Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang dijadikan
lokasi dalam Riskesdas 2007. Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi
di Indonesia yang terletak di bagian selatan pulau Sumatera. Secara geografis
Provinsi Sumatera Selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi di utara, Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung di Timur, Provinsi Lampung di selatan dan
Provinsi Bengkulu di barat. Luas Provinsi Sumatera Selatan adalah 113.339
km2. Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari 11 kabupaten, 4 kota, 147
kecamatan, dan 2693 desa. Jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Selatan
pada tahun 2007 adalah 7.019.964 jiwa.
71
B. GAMBARAN KARAKTERISTIK RESPONDEN/ANALISIS UNIVARIAT
1. Umur
Responden dalam penelitian ini adalah anak umur 10 – 14 tahun di
Provinsi Sumatera Selatan tahun 2007.
Gambar 4.1 Distribusi Responden Menurut Umur
Umur (Tahun)1 51 41 31 21 11 09
Fre
qu
ency
2 00
1 50
1 00
50
0
4 0
7 7
1 2 01 1 5
1 6 7
M ean = 1 1 . 4 4 �S td . D ev. = 1 . 2 8 5�
N = 5 1 9
Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 519 responden rata-rata berumur
11,44 tahun dengan standar deviasi 1,285 tahun.
72
2. Berat Badan
Pengukuran berat badan dilakukan untuk mendapatkan data tentang
berat badan agar dapat diketahui status gizi responden. Berat badan
ditimbang menggunakan timbangan berat badan digital kapasitas 150 kg
dan ketelitian 50 gram.
Gambar 4.2 Distribusi Responden Menurut Berat Badan
Berat Badan (kg)8 0.060.04 0.02 0.0
Fre
qu
ency
8 0
60
4 0
2 0
0
M ean = 3 7 . 04 �S td . D ev. = 1 0. 3 8 �
N = 5 1 9
Berdasarkan hasil analisis terhadap berat badan responden dapat
diketahui bahwa dari 519 responden, rata-rata berat badan responden
adalah 37,04 kg dengan standar deviasi 10,38 kg.
73
3. Tinggi Badan
Pengukuran tinggi badan (cm), dimaksudkan untuk mengetahui data
tentang tinggi badan responden agar dapat menentukan status gizi. Tinggi
badan diukur dengan menggunakan microtoise kapasitas ukur 2 meter dan
ketelitian 0,1cm.
Gambar 4.3 Distribusi Responden Menurut Tinggi Badan
Tinggi Badan (cm)1 8 0. 01 60.01 4 0. 01 2 0. 01 00.08 0.0
Fre
qu
ency
50
4 0
3 0
2 0
1 0
0
M ean = 1 2 5 . 4 9�S td . D ev. = 1 7 . 2 07 �
N = 5 1 9
Gambar diatas menunjukkan bahwa dari 519 responden rata-rata tinggi
badan responden adalah 125,49 cm dan standar deviasi adalah 17,207 cm.
74
4. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Gambar 4.3 Distribusi Responden Menurut IMT
Indeks Massa Tubuh (IMT)4 . 003 . 503 . 002 . 502 . 001 . 501 . 00
Fre
qu
ency
50
4 0
3 0
2 0
1 0
0
M ean = 1 . 8 7 �S td . D ev. = 0. 6 2 3 �
N = 5 1 9
Dari gambar 4.3 diatas dapat diketahui bahwa setelah dilakukan
skrining terhadap nilai IMT menurut umur maka didapat nilai rata-rata IMT
dari 519 responden adalah 1,87 SD dan standar deviasi 0,623 SD.
75
5. Jenis Kelamin
Dari hasil identifikasi terhadap 519 responden maka dapat diketahui
bahwa 58,77% (305 responden) berjenis kelamin laki-laki dan 41,23% (214
responden) berjenis kelamin perempuan. Distribusi data jenis kelamin
responden dapat dilihat pada gambar 4.4 dibawah ini.
Gambar 4.4 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin
41.23%
58.77%
Per
cen
t
60.0%
50.0%
4 0.0%
3 0.0%
2 0.0%
1 0.0%
0.0%
Jenis KelaminP erem p u anL ak i-la k i
76
7. Aktivitas Fisik
Gambar 4.6 Distribusi Responden Menurut Aktivitas Fisik
26.8%
73.2%Per
cen
t
8 0.0%
60.0%
4 0.0%
2 0.0%
0.0%
Aktivitas Fisikaktivita s cu ku paktivitas ku rang
Berdasarkan gambar 4.6 diatas dapat diketahui bahwa responden yang
termasuk kedalam aktivitas fisik kurang sebanyak 73,9% (455 responden) dan
yang termasuk kedalam aktivitas cukup sebanyak 26,1% (161 responden).
77
8. Asupan Zat Gizi Makro
a. Energi
Gambar 4.7 Distribusi Responden Menurut Asupan Energi
Asupan Energi (Kalori)3 000.002 500.002 000.001 500.001 000.00500.00
Fre
qu
ency
50
4 0
3 0
2 0
1 0
0
M ean = 1 4 6 6 . 1 2 �S td . D ev. = 4 3 2 . 07 1 �
N = 51 9
Dari gambar 4.7 dapat diketahui bahwa dari 516 responden, rata-rata
asupan energinya adalah 1433,12 Kalori dengan standar deviasi 432,071
Kalori.
78
b. Protein
Selama masa remaja, kebutuhan protein meningkat karena proses tumbuh
kembang berlangsung cepat. Kebutuhan protein terutama untuk sintesa
jaringan baru.
Gambar 4.8 Distribusi Responden Menurut Asupan Protein
Asupan Protein (gram)1 00.008 0.0060.004 0.002 0.000.00
Fre
qu
ency
50
4 0
3 0
2 0
1 0
0
M ean = 4 7 . 53 �S td . D ev. = 1 6 . 8 6 3 �
N = 51 9
Berdasarkan gambar 4.8 diatas dapat diketahui bahwa dari 519 responden
ternyata asupan protein rata-ratanya adalah 47,53 gram dengan standar
deviasi 16,863 gram.
79
c. Lemak
Gambar 4.9 Distribusi Responden Menurut Asupan Lemak
Asupan Lemak (gram)1 00.008 0.0060.004 0.002 0.000.00
Fre
qu
ency
4 0
3 0
2 0
1 0
0
M ean = 3 5 . 55�S td . D ev. = 2 1 . 02 8 �
N = 51 9
Gambar 4.9 menjelaskan bahwa dari 519 responden, rata-rata asupan
lemaknya adalah 35,55 gram dengan standar deviasi 21,028 gram.
80
d. Karbohidrat
Gambar 4.10
Distribusi Responden Menurut Asupan Karbohidrat
Asupan Karbohidrat (gram)500.004 00.003 00.002 00.001 00.000.00
Fre
qu
ency
8 0
60
4 0
2 0
0
M ean = 2 2 7 . 8 5�S td . D ev. = 7 1 . 3 05�
N = 51 9
Gambar 4.10 menjelaskan bahwa dari 519 responden ternyata rata-rata
asupan karbohidratnya adalah 227,85 gram dengan standar deviasi 71,305
gram.
81
C. ANALISIS BIVARIAT
Setelah dilakukan analisis terhadap variabel univariat, maka langkah
selanjutnya adalah analisis bivariat. Analisis bivariat ini dilakukan untuk
mengetahui keeratan hubungan diantara variabel-variabel yang menjadi titik
perhatian dalam penelitian ini. Pada analisis univariat, didapatkan nilai mean,
median, modus serta standar deviasi.
1. Perbedaan Gizi Lebih Menurut Aktivitas Fisik Anak Umur 10 – 14 tahun
Tabel 4.1 Distribusi Rata-Rata IMT Anak Menurut Aktivitas Fisik
Aktivitas Fisik N Mean SD SE P value
Kurang 380 1,88 0,62 0,03 0,332
Cukup 139 1,83 0,63 0,05
Hasil uji t-test independen sample, dapat diketahui bahwa anak dengan
aktivitas fisik kurang berjumlah 380 anak, nilai rata-rata IMT pada kelompok
tersebut adalah 1,88 SD dengan standar deviasi 0,62 SD sedangkan anak
dengan aktivitas fisik cukup sebanyak 139 anak dengan rata-rata IMT adalah
1,83 SD dengan standar deviasi 0,63 SD. Hasil uji statistik didapatkan nilai p =
0,332 (p>0,05) terlihat tidak ada perbedaan rata-rata IMT antara anak yang
beraktivitas cukup dengan anak yang beraktivitas kurang.
82
Berikut ini diagram blox plot untuk variabel independen (aktivitas fisik)
dengan variabel dependen (IMT Responden) adalah sebagai berikut :
Gambar 4.11 Diagram Box Plot Perbedaan IMT
Berdasarkan Aktivitas Fisik Anak Umur 10 – 14 Tahun
Aktivitas Fisikaktivita s cu ku paktivita s ku rang
IMT
4 . 00
3 . 50
3 . 00
2 . 50
2 . 00
1 . 50
1 . 00
Gambar diatas menunjukkan adanya selisih atau perbedaan nilai rata-rata
IMT antara anak yang beraktivitas cukup dengan anak yang beraktivitas fisik
kurang sebesar 0,05 SD, namun perbedaan ini tidak signifikan.
83
2. Hubungan Asupan Energi dengan Gizi Lebih Anak Umur 10 – 14 Tahun
Tabel 4.2. Analisis Korelasi dan Regresi Asupan Energi
dengan Nilai IMT Responden
Variabel R R2 Persamaan Garis P value
Asupan Energi 0,028 0,001
Nilai IMT = 1,813+
0,000*Asupan Energi
0,527
Pada hasil uji korelasi didapat nilai r = 0,028 dan berpola positif, ini
menunjukkan hubungan yang sangat lemah antara asupan energi dengan
IMT responden. Setelah dilakukan uji korelasi, dilanjutkan dengan uji
regresi. Hasil uji regresi mendapatkan nilai R2 = 0,001 untuk data asupan
energi, berarti variabel asupan energi memberikan pengaruh terhadap IMT
responden sebesar 0,1%. Selain itu terdapat persamaan garis dengan nilai
koefisien b = 0,000 ini berarti bahwa penambahan 1 kalori tidak akan
menambah nilai IMT. Berikut diagram scatter plot untuk variabel
independen (asupan energi rata-rata perorang perhari) dengan variabel
dependen (IMT responden).
84
Gambar 4.12 Diagram Scatter Plot Hubungan
Asupan Energi dengan Gizi Lebih Pada Anak Umur 10 – 14 Tahun
Asupan Energi (Kalori)3000.002 500.002 000.001 500.001 000.00500.00
IMT
4 . 00
3 . 50
3 . 00
2 . 50
2 . 00
1 . 50
1 . 00
R S q L inea r = 7 . 7 6 E -4
Gambar 4.12 diatas menjelaskan bahwa nilai koefisien b = 0 berarti
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan
energi dengan gizi lebih pada anak umur 10 – 14 tahun.
85
3. Hubungan antara Asupan Protein dengan Gizi Lebih
Tabel 4.3 Analisis Korelasi dan Regresi Asupan Protein
dengan Nilai IMT Responden
Variabel R R2 Persamaan Garis P value
Asupan Protein 0,028 0,001
Nilai IMT = 1,823 +
0,001*Asupan Protein
0,530
Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
asupan protein rata-rata dengan nilai IMT responden (r = 0,028). Hasil uji
regresi juga mendapatkan nilai R2 = 0,001 artinya, variabel asupan protein
memberikan pengaruh sebesar 0,1% terhadap nilai IMT responden. Pada
persamaan garis diatas dapat diketahui bahwa koefisien b = 0,001 berarti
penambahan 1 gram protein akan menambah nilai IMT sebesar 0,001 SD.
Berikut disajikan diagram scatter plot hubungan variabel independen
(asupan protein rata-rata perorang perhari) dengan IMT responden :
86
Gambar 4.13 Diagram Scatter Plot Hubungan
Asupan Protein dengan IMT Pada Anak Umur 10 – 14 Tahun
Asupan Protein (gram)1 00.008 0.0060.004 0.002 0.000.00
IMT
4 . 00
3 . 50
3 . 00
2 . 50
2 . 00
1 . 50
1 . 00
R S q L inea r = 7 . 6 2 E -4
Dari gambar diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada
hubungan antara asupan protein dengan gizi lebih pada anak umur 10 – 14
tahun.
87
4. Hubungan antara Asupan Lemak dengan Gizi Lebih
Tabel 4.4 Analisis Korelasi dan Regresi Asupan Lemak
dengan Nilai IMT Responden
Variabel R R2 Persamaan Garis P value
Asupan Lemak 0,030 0,001
Nilai IMT = 1,840+
0,001*Asupan Lemak
0,495
Dari hasil uji korelasi didapatkan nilai r = 0,030 ini menunjukkan ada
hubungan yang sangat lemah antara asupan lemak dengan IMT responden.
Nilai R2 = 0,001 berarti asupan lemak hanya berpengaruh sebesar 0,1%
terhadap nilai IMT responden. Pada persamaan garis diatas maka nilai IMT
dapat diprediksi, sehingga apabila asupan lemak bertambah sebanyak 1
gram maka akan menambah nilai IMT sebesar 0,001 SD.
88
Berikut disajikan diagram scatter plot hubungan asupan lemak dengan
IMT responden :
Gambar 4.14 Diagram Scatter Plot Hubungan
Asupan Lemak Dengan IMT Pada Anak Umur 10 – 14 Tahun
Asupan Lemak (gram)1 00.008 0.0060.004 0.002 0.000.00
IMT
4 . 00
3 . 50
3 . 00
2 . 50
2 . 00
1 . 50
1 . 00
R S q L inea r = 9 . 02 E -4
Dengan melihat diagram scatter plot pada gambar 4.14 maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan lemak dengan gizi
lebih pada anak umur 10 – 14 tahun .
89
5. Hubungan antara Asupan Karbohidrat dengan IMT Responden
Tabel 4.6 Analisis Korelasi dan Regresi Asupan Karbohidrat
dengan Nilai IMT Responden
Variabel R R2 Persamaan Garis P value
Asupan Karbohidrat 0,034 0,001
Nilai IMT = 0,805 +
0,000*Asupan Karbohidrat
0,444
Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa hubungan yang sangat
lemah antara asupan karbohidrat dengan nilai IMT responden (r = 0,029).
Hasil uji regresi mendapatkan nilai R2 = 0,001 artinya, variabel asupan
karbohidrat memberikan pengaruh terhadap nilai IMT responden sebesar
0,1% dan selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain. Nilai koefisien b = 0,000
pada persamaan regresi berarti bahwa penambahan 1 gram karbohidrat
tidak akan menambah nilai IMT.
90
Berikut diagram scatter plot hubungan asupan karbohidrat dengan
IMT responden :
Gambar 4.15 Diagram Scatter Plot Hubungan Asupan Karbohidrat
Dengan IMT Pada Anak Umur 10 – 14 Tahun
Asupan Karbohidrat (gram)500.004 00.00300.002 00.001 00.000.00
IMT
4 . 00
3 . 50
3 . 00
2 . 50
2 . 00
1 . 50
1 . 00
R S q L in ear = 0. 001
Dengan melihat diagram scatter plot pada gambar 4.15 maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan
gizi lebih pada anak umur 10 – 14 tahun.
91
BAB V
PEMBAHASAN
A. ANALISIS UNIVARIAT/KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Umur
Responden dalam penelitian ini adalah anak umur 10 – 14 tahun di
provinsi Sumatera Selatan yang menjadi responden dalam riset kesehatan
dasar (RISKESDAS) tahun 2007. Anak umur 10 – 14 tahun dipilih
menjadi responden karena pada Riskesdas tahun 2007 variabel aktivitas
fisik hanya diukur pada penduduk umur diatas 10 tahun. Kemudian anak
umur 10 – 14 tahun merupakan masa remaja awal dimana pada masa ini
anak sudah bisa menentukan sendiri apa yang ingin dimakan dan pada masa
ini juga mereka sudah bisa menentukan sikap dan perilaku.
Jumlah anak umur 10 – 14 tahun pada laporan riskesdas 2007 adalah
3546 anak. Kemudian di skrining sehingga jumlah responden sekarang
adalah 519 responden. Responden dalam penelitian ini rata-rata berumur
11,44 tahun. Berdasarkan umur, responden yang terbanyak adalah yang
berumur 10 tahun. Bila dikelompokkan maka responden yang berumur 13 -
15 tahun sebanyak 138 anak (22,4%) dan yang berumur 10 – 12 tahun
sebanyak 478 anak (77,6%).
92
2. Berat Badan
Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan
mineral pada tulang. Didalam antropometri berat badan digunakan untuk
melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan
klinis seperti dehidrasi, edema dan adanya tumor. Pada masa pubertas laju
pertumbuhan berat badan anak perempuan rata-rata bertambah 20 kg
sedangka pada anak laki- laki bertambah 30 kg.
Pada penelitian ini dari diketahui rata-rata responden memiliki berat
badan 37,04 kg dengan standar deviasi ± 10,38 kg. Pada penelitian yang
dilakukan di Swedia (n= 413) dan Estonia (367) tentang aktivitas fisik
dengan lemak tubuh anak usia 9 – 10 tahun mendapatkan rata-rata berat
badan responden adalah 32,6 kg dengan standar deviasi 6,4 kg. Bila berat
badan rata-rata responden pada penelitian ini dibandingkan dengan
penelitian yang dilakukan di Swedia dan Estonia tersebut maka dapat
diketahui bahwa rata-rata berat badan responden pada penelitian ini lebih
tinggi dari rata-rata berat badan anak di Swedia dan Estonia.
3. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk
pengukuran antropometri. Tinggi badan merupakan gambaran keadaan gizi
masa lampau dan sekarang. Pada masa kanak-kanak laju pertumbuhan
93
tinggi badan relatif konstan, namun pada masa pubertas laju pertumbuhan
tinggi badan pada anak perempuan rata-rata bertambah 20 cm sedangkan
pada anak laki-laki 30 cm.
Pada penelitian ini rata-rata responden memiliki tinggi badan 125,48
cm dengan standar deviasi ± 17,21 cm. Pada penelitian yang dilakukan di
Swedia (n= 413) dan Estonia (367) tentang aktivitas fisik dengan lemak
tubuh anak usia 9 – 10 tahun mendapatkan rata-rata berat badan responden
adalah 138,3cm dengan standar deviasi 6,46 cm. Bila tinggi badan rata-rata
responden pada penelitian ini dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan di Swedia dan Estonia tersebut maka dapat diketahui bahwa rata-
rata tinggi badan responden pada penelitian ini lebih rendah daripada rata-
rata tinggi badan anak di Swedia dan Estonia.
4. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah indeks pengukuran berdasarkan
berat badan menurut tinggi badan yang biasanya digunakan untuk
mengkalsifikasikan berat badan berlebih (overweight) dan obesitas pada
populasi dan individu. IMT diirumuskan sebagai berat badan (BB) dalam
kilogram (kg) dibagi tinggi badan (TB) dalam meter (m) kuadrat (kg/m2).
Setelah dilakukan skrining terhadap 3546 anak maka didapat 519 anak
yang memiliki IMT > 1 SD sehingga dapat diketahui prevalensi gizi lebih
diantara anak umur 10 – 14 tahun yaitu 14,6% sedangkan menurut laporan
94
riskesdas tahun 2007, prevalensi gizi lebih anak umur 6 – 14 tahun adalah
27%. Pada penelitian ini dari 519 responden, rata-rata IMT adalah 1,87 SD
dengan standar deviasi 0,62 SD. Berdasarkan pengkategorian IMT menurut
umur dari WHO 2007 untuk anak umur 5 -19 tahun maka dapat diketahui
bahwa anak yang mengalami obesitas (IMT > 2SD) sebanyak 187 anak
(36,0%) dan yang berat badan lebih (1 SD<IMT≤2SD) sebanyak 332 anak
(64,0%).
5. Jenis Kelamin
Pada penelitian ini dari 519 responden, sebagian besar responden
berjenis kelamin laki-laki yaitu 367 anak (59,6%) dan selebihnya sebanyak
249 anak (40,4%) berjenis kelamin perempuan.
6. Aktivitas Fisik
Usia 10 – 14 tahun merupakan masa remaja awal atau usia sekolah
dimana pola aktivitas fisik anak banyak dilakukan di sekolah. Hasil analisis
terhadap aktivitas responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden
yaitu 73,9% (455 anak) kurang melakukan aktivitas fisik sedangkan
selebihnya yaitu 24,1% (161 anak) sudah cukup melakukan aktivitas fisik.
Berdasarkan laporan riskesdas tahun 2007 secara nasional hampir seluruh
penduduk Indonesia (48,2%) kurang melakukan aktivitas fisik. Bahkan
menurut kelompok umur, kurang aktivitas fisik paling tinggi terjadi pada
kelompok umur 75 tahun keatas (76,0%) dan kelompok umur 10 – 14 tahun
95
(66,9%). Bila dibandingkan dengan angka nasional maka persentase kurang
melakukan aktivitas fisik pada penelitian ini melebihi angka nasional.
7. Asupan Zat Gizi Makro
a. Asupan Energi
Asupan energi pada responden dihitung berdasarkan jumlah energi
yang diasupan di rumah tangga kemudian dihitung nilai rata-rata yang
disesuaikan dengan jumlah anggota rumah tangga. Namun asupan
energi ini tidak memperhitungkan asupan energi anggota rumah tangga
pada waktu berada diluar rumah.
Setelah menganalisis asupan energi rata-rata setiap responden
didapatkan nilai rata-rata sebesar 1466,12 Kalori dengan standar deviasi
432,07 Kalori. Apabila merujuk pada Angka Kecukupan Gizi (AKG)
2004 maka terdapat 30,6% anak pada penelitian ini memiliki asupan
energi ≥ 80% AKG sedangkan 69,4% anak asupan energinya < 80%
AKG. Pada laporan riskesdas tahun 2007, rata-rata asupan energi
perkapita perhari penduduk Indonesia adalah 1735,5 Kalori. Bila
dibandingkan dengan angka nasional maka rata-rata asupan energi pada
responden dibawah angka nasional.
b. Asupan Protein
Selama masa remaja, kebutuhan protein meningkat karena proses
tumbuh kembang berlangsung cepat. Apabila asupan energi kurang atau
96
terbatas maka protein akan dipergunakan sebagai energi. Kebutuhan
protein pada masa remaja ini dibutuhkan untuk pembentukan jaringan
baru.
Rata-rata asupan protein responden perhari sebesar 47,53 gram
dengan standar deviasi 16,86 gram. Berdasarkan laporan riskesdas
tahun 2007 angka rata-rata asupan protein perkapita perhari adalah 55,5
gram. Bila dibandingkan dengan angka nasional maka rata-rata asupan
protein responden lebih rendah dari angka nasional.
c. Lemak
Lemak dibutuhkan manusia dalam jumlah tertentu. Kelebihan
lemak akan disimpan oleh tubuh sebagai lemak tubuh yang sewaktu
diperlukan dapat digunakan. Rata-rata asupan lemak responden sebesar
35,55 gram dengan standar deviasi adalah 21,03 gram. Berdasarkan
hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) 2004 asupan
lemak yang dianjurkan adalah tidak melebihi 30% dari total Kalori
dalam satu hari. Dari 519 responden, ternyata sebanyak 80,3%
responden dengan asupan lemak ≤ 30% dari total kalori sedangkan
19,7% responden dengan asupan lemak > 30% total kalori.
d. Asupan Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi dalam bentuk glukosa.
Sumbangan energi bagi tubuh sebagian besar berasal dari karbohidrat.
97
Asupan karbohidrat rata-rata responden adalah 227,85 gram dengan
standar deviasi 71,30 gram. Berdasarkan WNPG 2004 asupan
karbohidrat yang dianjurkan adalah 130 gram/hari. Pada penelitian ini
responden dengan asupan karbohidrat > 130 gram/hari sebanyak 92,3%
sedangkan ≤ 130 gram/hari sejumlah 7,7%.
B. ANALISIS BIVARIAT
1. Perbedaan Gizi Lebih Berdasarkan Aktivitas Fisik Responden
Untuk mengetahui adanya perbedaan dan seberapa besar perbedaan
antara nilai IMT anak menurut aktivitas fisik dilakukan uji t-test
independen sampel. Dari uji t-independen menghasilkan nilai p = 0,203 (p
> 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara rata-
rata IMT anak yang beraktivitas fisik kurang dengan rata-rata IMT anak
yang beraktivitas fisik cukup. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh
Emil Ariefiyanto tentang faktor-faktor penyebab obesitas pada anak SD H.
Isriati Baiturrahman Semarang mendapatkan bahwa tidak ada hubungan
antara aktivitas fisik dengan obesitas pada anak dan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Nurlayla tentang hubungan aktivitas fisik dengan status gizi
remaja Sekolah Menengah Umum (SMU) juga mendapatkan bahwa tidak
ada perbedaan status gizi remaja berdasarkan aktivitas fisik.
98
Walaupun secara teoritis kejadian gizi lebih disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara aktivitas fisik dengan asupan energi, namun
banyak faktor lain yang berkontribusi terhadap terjadinya gizi lebih seperti
faktor genetika, riwayat BBLR, penggunaan obat-obatan, pengaruh sosial,
budaya dan lingkungan sekitar. Pada penelitian ini, faktor-faktor lain
tersebut tidak diteliti.
2. Hubungan Asupan Energi dengan Gizi Lebih
Analisis korelasi dan regresi yang dilakukan terhadap variabel asupan
protein rata-rata dengan IMT responden bertujuan untuk mengetahui
keeratan hubungan antara asupan protein rata-rata dengan nilai IMT
responden dan ingin melihat apakah asupan protein berpengaruh terhadap
nilai IMT responden. Hasil uji korelasi mendapatkan nilai r = 0,009 , nilai
R2 = 0,000 dan koefisien b = 0,000 yang berarti bahwa tidak ada hubungan
antara asupan energi dengan nilai IMT responden, karena
penambahan/pengurangan 1 Kalori asupan energi tidak memberikan
pengaruh apapun terhadap nilai IMT.
Pada penelitian yang sama mengenai pola aktivitas dan asupan pangan
dengan status gizi pada anak umur 5 – 18 tahun di kota Bandung tahun
2006 oleh Nur’aini dan Mira Dewi (Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia,Institut Pertanian Bogor) menunjukkan tidak terdapat
99
hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dengan status
gizi dimana berdasarkan analisis korelasi spearman nilai p > 0,05.
Pada penelitian ini data asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat
pada anak umur 10 – 14 tahun berasal dari tingkat asupan makanan di
rumah tangga bukan asupan makanan individu. Data asupan makanan
mencakup makanan dan minuman yang diasupan di rumah tangga selama
24 jam yang lalu termasuk makanan sisa, terbuang dan diberikan pada
hewan piaraan serta makanan pemberian dari orang lain. Namun dalam hal
ini wawancara tidak mencatat tentang makanan yang dikonsumsi anggota
rumah tangga diluar rumah.
3. Hubungan Asupan Protein dengan Gizi Lebih
Hasil analisis terhadap variabel asupan protein dan IMT responden
menggunakan uji korelasi-regresi menghasilkan nilai r = 0,018 R2 = 0,000
maka dapat dijelaskan bahwa asupan protein memberikan pengaruh sebesar
0% terhadap nilai IMT responden. Selain itu terdapat pula nilai koefisien b
= 0,000 yang berarti bahwa penambahan atau pengurangan 1 gram protein
tidak akan menyebakan menurun atau meningkatnya nilai IMT responden .
Pada nilai P = 0,649 (P>0,05) maka dapat disimpulkan bahwa asupan
protein tidak berhubungan dengan IMT. Pada penelitian ini data mengenai
asupan protein responden merupakan hasil asupan protein di rumah tangga
yang dirata-ratakan dengan jumlah seluruh anggota rumah tangga dan
100
asupan protein ini tidak memperhitungkan asupan protein yang dikonsumsi
selama berada diluar rumah.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Rina Saripah tahun 2007, tentang
hubungan asupan energi, protein dan zinc dengan status gizi (TB/U) pada
anak umur 7 – 9 tahun mendapatkan tidak ada hubungan asupan protein
terhadap status gizi dengan indikator TB/U.
4. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Gizi Lebih
Analisis korelasi dan regresi yang dilakukan terhadap variabel asupan
karbohidrat dengan IMT responden bertujuan untuk mengetahui keeratan
hubungan antara asupan karbohidrat dengan nilai IMT responden dan ingin
melihat apakah asupan karbohidrat berpengaruh terhadap nilai IMT
responden. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa hubungan yang
sangat lemah/tidak ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan nilai
IMT responden (r = 0,029). Hasil uji regresi mendapatkan nilai R2 = 0,001
artinya, variabel asupan karbohidrat memberikan pengaruh terhadap nilai
IMT responden sebesar 0,1% dan selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain.
Nilai koefisien b = 0,000 pada persamaan regresi berarti bahwa peningkatan
atau penurunan 1 gram karbohidrat tidak meningkatkan IMT. Pada nilai P =
0,466 (P>0,05) dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan
karbohidrat rata-rata dengan nilai IMT.
101
5. Hubungan Asupan Lemak Dengan Gizi Lebih
Lemak merupakan sumber energi bagi tubuh yang berkonsentrasi
tinggi, karena 1 gram lemak mampu memberikan sumbangan sebanyak 9
kalori. Tubuh memiliki kemampuan yang terbatas dalam menyimpan lemak
sehingga bila asupan lemak melebihi jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh
maka lemak disimpan sebagai cadangan energi dalam jaringan adiposa.
Apabila keadaan ini terjadi dalam waktu lama maka lemak akan
terakumulasi didalam tubuh. Asupan karbohidrat yang tinggi melebihi
kebutuhan tubuh juga dapat disintesa menjadi lemak tubuh. Dengan
demikian, sebagian besar lemak yang tersimpan berasal dari lemak
makanan dan lemak endogen.
Hasil uji korelasi dan regresi menunjukkan nilai r = 0,03 dengan R2 =
0,001 dan nilai p = 0,495 hal ini mengartikan bahwa tidak ada hubungan
antara asupan lemak dengan gizi lebih. Ada faktor lain yang mempengaruhi
kejadian gizi lebih selain asupan lemak, seperti yang telah dijelaskan pada
bagian deskripsi teoritis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian gizi lebih seperti adanya riwayat BBLR.
102
C. KETERBATASAN PENELITIAN
1. Penelitian ini tidak bisa mengontrol faktor-faktor lain yang juga
berkontribusi terhadap kejadian gizi lebih seperti faktor genetik,
penggunaan obat-obatan, riwayat BBLR, pengaruh lingkungan sosial dan
budaya.
2. Sulitnya mengetahui informasi tentang aktivitas fisik yang dilakukan
responden secara lebih rinci.
3. Data asupan energi, protein, karbohidrat dan lemak merupakan jumlah
asupan energi, protein, karbohidrat, dan lemak yang dikonsumsi di rumah
tangga dibagi dengan jumlah seluruh anggota rumah tangga sehingga
kurang menggambarkan asupan energi, protein, karbohidrat dan lemak
individu yang menjadi responden dalam penelitian ini.
103
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Rata-rata responden berumur 11,44 tahun. Rata-rata responden memiliki
berat badan 37,04 kg. Rata-rata responden memiliki tinggi badan 125,48
cm. Rata-rata responden memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) 1,87 SD.
Sebagian besar responden 58,8% berjenis kelamin laki-laki dan 41,2%
responden berjenis kelamin perempuan. 73,2% responden beraktivitas fisik
kurang dan 26,8% responden beraktivitas cukup. Asupan energi rata-rata
responden adalah 1466,12 Kalori. Asupan protein rata-rata responden
adalah 47,53 gram. Asupan lemak rata-rata 35,55 gram. Asupan karbohidrat
rata-rata responden adalah 227,85 gram.
2. Tidak ada perbedaan gizi lebih pada anak umur 10 – 14 tahut menurut
aktivitas fisik.
3. Tidak ada hubungan antara asupan energi dengan IMT responden.
4. Tidak ada hubungan antara asupan protein dengan IMT responden.
5. Tidak ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan IMT responden.
6. Tidak ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan IMT responden.
104
B. SARAN
1. Sebaiknya penderita gizi lebih memperhatikan asupan zat gizi sesuai
dengan aktivitas fisik yang dilakukan agar tidak terjadi kelebihan energi
didalam tubuh yang memicu peningkatan berat badan .
2. Perlu adanya pendidikan gizi (penyuluhan dan konsultasi gizi) kepada
anak-anak penderita gizi lebih mengenai pencegahan dan penyakit penyerta
gizi lebih serta cara pemilihan makanan yang sehat bagi penderita gizi
lebih.
3. Prevalensi gizi lebih perlu mendapat perhatian oleh Dinas Kesehatan terkait
karena anak-anak yang memiliki berat badan lebih, pada saat dewasa akan
mempunyai risiko terkena obesitas.
4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang gizi lebih dengan variabel lain
yang tidak diteliti pada penelitian ini seperti genetika, riwayat BBLR,
pengetahuan gizi, penggunaan obat, dan sebagainya.
105
DAFTAR PUSTAKA
1. Abbas Basuni Jahari, et al. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri (Depkes RI : Jakarta, 2004).
2. Achmad Farich, Pedoman Gizi Bagi Atlit Renang (http://www.achmadfarich.com , 20 Februari 2010 : 16.48 wib).
3. Arisman, Gizi dalam Daur Kehidupan (Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010).
4. Bonnie S. Worthington dan Sue Rodwell, Nutrition Throughout The Life Cycle (Singapura :McGraw-Hill Book Co, 2000).
5. Carpenter dan Calloway, Nutrition and Health (Philadelphia:CBS College Publishing, 1981).
6. Emil Ariefiyanto, Beberapa Faktor Risiko Kejadian Obesitas pada Anak SD. H. Isriati Baiturrahman Semarang (http://eprints.undip.ac.id : 23 Februari 2010, 19.26 wib).
7. Hamam Hadi, ”Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional” (Yogyakarta : Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada,2005).
8. Helen A.Guthrie, Introductory Nutition (Missouri : Times Mirror, 1989).
9. http://ilmupsikologi.wordpress.com/2009/12/11/pengertian-remaja/..8 maret 2010 :22.43.
10. http://www.Rajawana.com/artikel/kesehatan
11. http://www.who.int/en
106
12. Jonathan R Ruiz,dkk. Relation of Total Physical Activity and Intensitas to Fitness and Fatness Children : the European Youth Hearth Study. AJCN : 2006.
13. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007.
14. Luthfiana Arifatul Hudha, Hubungan antara Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Obesitas pada Remaja Kelas II SMP Theresiana I Yayasan Bernadus Semarang (Semarang : Fakultas Teknik Universitas Semarang, 2006).
15. Michael J.Gibney, et al Gizi dan Kesehatan Masyrakat /Public Health Nutrition (Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,2009.
16. Mohammad Ali dan Asrori, Psikologi Remaja (Jakarta:PT. Bumi Aksara, 2009).
17. Muhilal dan Hardinsyah , Penentuan Kebutuhan Gizi dan Kesepakatan Harmonisasi di Asia Tenggara dalam Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (Jakarta : LIPI, 2004).
18. Podojoyo dan Hazairin Effendi, “Pola Asupan sebagai Faktor Risiko Terjadinya Obesitas pada Remaja SMP di Kota Palembang” (Jurnal Kesehatan Politeknik kesehatan Palembang,2006).
19. Praticia H. Worthington, Practical Aspect of Nutritional Support (Pennsylvania : Elsivier, 2004).
20. Rachmad Soegih dan Kunkun Wiramihardja, Obesitas Permasalahan dan Terapi Praktis(Jakarta: CV Sagung Seto, 2009).
21. Soekidjo Notoatmodjo, Metode Penelitian Kesehatan(Jakarta : Penerbit Rineka Cipt, 2005).
22. Soekirman, et al . Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (Jakarta : LIPI, 2004).
23. Sugiyono, Statistik untuk Penelitian (Bandung:Penerbit Alfabeta, 2007).
24. Supriasa, et al . Penilaian Status Gizi (Jakarta : EGC,2002).
107
25. Sutanto Priyo Hastono, Analisis Data Kesehatan (Jakarta:Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,2007).
26. Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung : PT. Remaja Rusda Karya, 2007).
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :
Nama : Ika Retno Wahyuni NIM : 2008-32-060 Program Studi : Ilmu Gizi Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul
menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi saya yang berjudul :
PERBEDAAN GIZI LEBIH PADA ANAK UMUR 10 – 14 TAHUN
BERDASARKAN AKTIFITAS FISIK
DI PROVINSI SUMATERA SELATAN
(Analisa Data Sekunder Riskesdas Tahun 2007)
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan menerima sanksi yang akan ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Jakarta , 24 september 2010
Materai
Ika Retno Wahyuni