Skripsi Manusia Gerbong

download Skripsi Manusia Gerbong

of 119

Transcript of Skripsi Manusia Gerbong

MANUSIA GERBONG (Studi tentang Sekelompok Orang yang Tinggal di Gerbong Kereta Api di Eks Stasiun Timur Purwokerto)

Disusun Oleh : YULI NUR PRATOWO F1A006047

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN SOSIOLOGI PURWOKERTO 2011

MANUSIA GERBONG (Studi tentang Sekelompok Orang yang Tinggal di Gerbong Kereta Api di Eks Stasiun Timur Purwokerto)

SKRIPSI Disusun Oleh : YULI NUR PRATOWO F1A006047

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN SOSIOLOGI PURWOKERTO 2011

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI MANUSIA GERBONG (Studi tentang Sekelompok Orang yang Tinggal di Gerbong Kereta Api di eks Stasiun Timur Purwokerto) Oleh: YULI NUR PRATOWO F1A006047 Diterima dan disahkan Pada tanggal .. Agustus 2011

1. Pembimbing I Drs. Hendri Restuadhi, M.Si MA (Soc) NIP. 19611102 198803 1 001 2. Pembimbing II Dra. Elis Puspitasari, M.Si NIP. 19690913 199303 2 002 3. Dosen Penguji Dr. Masrukin, M.Si NIP. 19660510 199203 1 003 Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman (....) (....) (....)

Drs. Muslihudin, M.Si NIP. 19630414 198901 1 001

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi manapun. Sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis atau dicantumkan dalam skripsi ini dan telah disebutkan sumbernya. Dengan kata lain seluruh isi yang ada dalam skripsi ini menjadi tanggungjawab penulis sepenuhnya.

Purwokerto, Agustus 2011

Yuli Nur Pratowo F1A006047

MOTTO

. . nang, senakal-nakalnya kamu, jangan sampai lupa untuk sholat . . (kata sang Ibu kepada Penulis disuatu sore)

PERSEMBAHAN

teruntuk Mamam dan Bapak yang tak Lelah melantunkan doa yang indah untuk anaknya . .

teruntuk mba Temy dan mas Bayu yang tlah memberikan perhatiannya serta si jagoan kecil Azka yang memberi warna baru dalam kehidupan kami . .

teruntuk keluarga besar , khususnya Padhe Kusno dan Padhe Kasdi yang tlah memberikan pelajaran hidup berharga . .

teruntuk Manusia Gerbong di seluruh dunia yang tetap ikhlas menjalani hidup di tengah keterbatasan . .

Ucapan terima kasih :

Karya kecil ini tidak bisa terselesaikan tanpa andil dari semua pihak yang telah membantu. Pertama, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah dan rahmat sehingga bisa terselesaikan skripsi ini. Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan teladan bagi umat manusia. Mamam dan Bapak atas segala perhatian, kasih sayang dan doa sehingga penulis sampai pada tahap ini. Mba Temy , Mas Bayu dan si kecil Azka yang menjadi bagian baru dalam hidup kami. Padhe Kusno, Budhe Sri, Nur Azizah dan Pade Kasdi serta seluruh Keluarga besar di Jakarta, Cilacap. Purworejo, Purwokerto. Drs. Hendri Restuadhi, M.Si MA (Soc) selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing serta memberikan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing serta memberikan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Dra. Elis Puspitasari, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis dalam penyusunnan skripsi ini. Dr. Masrukin M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan serta arahan sehingga memberikan perbaikan pada penyusunan skripsi ini. Seluruh dosen dan staf Jurusan Sosiologi Fisip Unsoed, terutama mas Lutfi dan mba Puji. Terimakasih atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis. Seluruh staf Bapendik, Perpustakaan, Kemahasiswaan dan seluruh karyawan Fisip Unsoed. Terima kasih atas kerjasamanya dalam segala hal. Para manusia gerbong seperti Pak Madi (tukang ngenei gedang karo wedang kopi)+ bu Kustiyah, Pak Edi, Pak Waidin n Bu Sri, Mbah Satem. Semoga tetap tabah dalam menerima kerasnya hidup. PT KAI Daop V Purwokerto, terutama Bapak Surono selaku Manager Humas. Teman-teman Sosiologi 2006 yang telah berjuang bersama maupun yang telah melangkah duluan. Buwat para sahabat karib, Tiwi dan Tita anggota Ti_Ti_Te (44_77_47), Evan Zakarnine si putra tidur, Susmi Sugiarto (guru vocal dangdut di jasmine), Ajib si juragan mbako dari Temanggung (kancane bemo), Laras, Wiwid (benang merah Sos06), Bush, Hermawan (benalu Sos06), Maret, Steve odongodong, Kak dega, Jabat, Beny+Ira (pasangan canggih), alm Asri, Konya (tukang mbatik), Intan (dancer), Widi, Wawe, Suep, Ratih+Fatichatu, bocah SD maya dan ibunya bu dian, Wicak, Dian manager, Egi, Asta, Kemal, Inung cs, Gading cs, Tri Mas Gombong, serta semua teman-teman Sos06 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Teman-teman UKM Sepakbola (Fisip FC), Simon, Bima, Agus, Ochant, Fathur, Ammar, Qirab, Adit, Heru, Nanang, Mayung, Towo, Ucup, Faisal, Lia. Semoga Fisip FC bisa tetap menjadi juara. Teman-teman UKM Bulutangkis dan UKM Bola Voli Fisip Unsoed.

Teman-teman KKN Desa Merden, Kab Banjarnegara 2009/2010, Rizza, Rangga, Ayi, Ratna, Sari, dan Nurlita, serta keluarga pak Ahmad Badrussalam, keluarga pak Taat dan seluruh warga Desa Merden Kab. Banjarnegara. Teman-teman di Tim Sepakbola SAMBA Bancarkembar, Mas Yopi (pelatih), Cu_ot, Gusdur, Cingik, Dias, Udin, Ruli, Dwi, dan yang lain. Teman-teman Tim Futsal NA FC dan Tim Futsal Gabresz FC. Teman-teman Internazionale Milan FC Teman-teman yg telah membantu proses penelitian seperti, Pak Sudiro (Ketua RT yang Plural), Pak Timbul (Lurah Kranji), Adis (Anak Disco), Lia si itik, Ninik, Melizza, Opunk dan Nana Chan. Buat semua tokoh yang telah menjadi inspirasi penulis seperti; Alm. Kasino Warkop, Bang Haji Rhoma Irama, Alm. Abdurrahman Wahid (Gusdur), Bang Iwan Fals. Suatu kebanggaan bisa mencuri ilmu dan menjadi penggemar kalian. Buat orang yang selalu memberikan doa dan semangat bagi penulis, Nenk MeL Dan orang-orang yang tak lelah memberikan kasih sayang sehingga menjadikan tiap detik bersamanya begitu berharga Buat orang yang selalu berkesan bagi penulis, Shansay nan jauh di sana Terimakasih kepada semua yang telah menjadi tiang semangat dalam bangunan kehidupanku. Semoga dengan karya kecil ini menjadi awal perjalanan yang lebih baik, sehingga setiap detik diberikan lisan yang selalu berdzikir mengingatMu, hati yang selalu bersyukur atas segala nikmatMu, pekerjaan yang amanah dan kelak istri sholehah yang akan memperkokoh imankuamin

KATA PENGANTAR

Manusia gerbong adalah istilah untuk menyebut orang yang menggunakan gerbong kereta api yang sudah tidak digunakan sebagai tempat tinggal. Penggunaan gerbong kereta api sebagai tempat tinggal menarik mengingat tempat tersebut tidak memenuhi kriteria rumah pada umumnya. Gerbong adalah salah satu bagian dari alat transportasi kereta api. Oelh karena itu, penggunaan gerbong kereta api sebagai tempat tinggal menjadi hal yang menarik. Kepemilikkan KTP dan KK, menjadi hal menarik lainnya mengingat keberadaan manusia gerbong yang bertempat pada lokasi yang tidak permanen dan sewaktu-waktu dapat digusur. Selain itu, tempat tinggal yang berbeda dengan warga sekitar menyebabkan interaksi manusia gerbong dengan warga sekitar menjadi menarik dan berbeda dari kebanyakan interaksi dalam masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud mengungkapkan motif dan interaksi sosial manusia gerbong dengan warga sekitar secara sosiologis. Skripsi berjudul Manusia Gerbong (Studi tentang Sekelompok Orang yang Tinggal di Gerbong Kereta Api di eks Stasiun Timur Purwokerto), menekankan kepada deskripsi tentang motif manusia gerbong menggunakan gerbong kereta api sebagai tempat tinggal, serta interaksi sosial manusia gerbong dengan warga sekitarnya. Dalam penulisan skripsi ini terbagi dalam enam bab, yaitu Bab I Pendahuluan, yang berisi mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Dalam bab ini disampaikan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian tentang manusia gerbong. Bab II Landasan Teori membahas tentang teori dan tinjauan pustaka yang digunakan sebagai alat analisa dalam penelitian. Penggunaaan teori tindakan sosial Max Weber dimaksudkan untuk menganalisa motif manusia gerbong menggunakan gerbong sebagai tempat tinggalnya. Sedangkan, teori fenomenologi yang menitikberatkan pada hubungan interaksi antara manusia gerbong

dengan warga sekitar. Bab III menyangkut metode yang digunakan dalama penelitian, metode analisis dan validitas dara yang digunakan. Mengenai deskripsi lokasi penelitian dan informan serta profil manusia gerbong, dijelaskan pada Bab IV. Selanjutnya di Bab V, diuraikan mengenai terbentuknya squatter area di kawasan eks Stasiun Timur Purwokerto, keberadaan manusia gerbong, motivasi manusia gerbong dan interaksi sosial manusia gerbong dengan warga sekitarnya. Skripsi ini diakhiri dengan kesimpulan dan implikasi di Bab VI yang merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian yaitu asal-usul keberadaan manusia gerbong di eks Stasiun Timur Purwokerto, motivasi manusia gerbong tinggal di gerbong dan interaksi sosial manusia gerbong dengan warga sekitarnya. Segala kekurangan yang terdapat dalam karya ilmiah ini semata-mata kekhilafan yang tidak disengaja. Oleh karena itu, penulis mohon maaf dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah banyak membantu kelancaran penyelesaian karya ilmiah ini.

Purwokerto, Agustus 2011

Yuli Nur Pratowo

DAFTAR ISI JUDUL PENELITIAN. i LEMBAR PENGESAHAN . ii SURAT PERNYATAAN . iii MOTTO.. iv HALAMAN PERSEMBAHAN v KATA PENGANTAR.. viii

DAFTAR ISI.. x DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN RINGKASAN.. xiii xiv xv xvi

ABSTRACT. xviii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1

B. Perumusan Masalah 4 C. Tujuan Penelitian... D. Manfaat Penelitian. BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori.. B. Tinjauan Pustaka 1. Masyarakat Miskin Kota 8 7 5 5

2. Manusia Gerbong... 3. Motivasi.

13 14

4. Interaksi dalam Masyarakat 17 BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Metode Penelitian.. B. Sasaran Penelitian.. C. Lokasi Penelitian... D. Teknik Pengambilan Sampel. E. Metode Pengumpulan Data 1. Wawancara Mendalam.. 2. Observasi 3. Dokumentasi.. F. Sumber Data 1. Data Primer 2. Data Sekunder G. Metode Analisis Data 1. Reduksi Data. 25 24 25 22 23 24 19 20 21 21

2. Penyajian Data 25 3. Penarikan Kesimpulan 26 H. Validitas Data I. Proses Penelitian 27 29

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH DAN INFORMAN A. Deskripsi Wilayah Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis. 2. Jumlah Penduduk.. 3. Mata Pencaharian.. 4. Tingkat Pendidikan... B. Karakteristik Informan.. C. Profil Manusia Gerbong 1. Keluarga Bapak Edi Purwanto.. 2. Keluarga Bapak Madi 44 46 32 34 35 37 39

3. Mbah Satem 47 4. Keluarga Bapak Nur Wahidin 48

BAB V MANUSIA GERBONG: ANTARA MOTIF DAN INTERAKSI SOSIAL A. Terbentuknya Squatter Area di Eks Stasiun Timur Purwokerto 50 B. Keberadaan Manusia Gerbong 52 C. Motivasi Manusia Gerbong. 70 D. Interaksi Sosial Manusia Gerbong dengan Warga sekitar. BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan.. 91 B. Implikasi LAMPIRAN 93 80

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kelurahan Kranji 34 Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk 36 Tabel 3. Tingkat Pendidikan.. 37 Tabel 4. Tingkat Pendidikan Empat Keluarga Manusia Gerbong. 38 Tabel 5. Karakteristik Informan 39

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kondisi eks Stasiun Timur Purwokerto.. 2 Gambar 2. Model Analisis Interaktif. 27 Gambar 3. Peta Lokasi eks Stasiun Timur Purwokerto 33 Gambar 4. Tempat Tinggal Bapak Edi Purwanto. 45 Gambar 5. Ibu Kustiyah 46 Gambar 6. Bapak Madi. 46 Gambar 7. Mbah Satem. 47 Gambar 8. Bapak Nur Wahidin dan Ibu Sri Haryati. 49 Gambar 9. KTP Manusia Gerbong 64 Gambar 10. Kartu Keluarga Manusia Gerbong. 64 Gambar 11. Kondisi WC70 Gambar 12. Kondisi Sumber Mata Air (Sumur) 70 Gambar 13. Kondisi di dalam Gerbong. 71 Gambar 14. Kondisi Gerbong 73 Gambar 15. Sumber Air dan Pembuangan 73 Gambar 16. Interaksi Manusia Gerbong 82 Gambar 17. Saluran Listrik dari Pertokoan menuju Gerbong... 83 Gambar 18. Pemanfaatan Lahan di eks Stasiun Timur Purwokerto.. 86

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Riwayat Hidup 2. Pedoman Wawancara 3. Pedoman Observasi 4. Peta Kelurahan Kranji 5. Surat Izin Penelitian 6. Surat Keterangan Penelitian di Kelurahan Kranji

RINGKASAN

Keberadaan sekelompok orang yang menempati gerbong kereta api menjadi realitas kehidupan di sekitar wilayah Kota Purwokerto. Gerbong yang dahulu menjadi bagian dari alat transportasi kereta api, kini tidak digunakan lagi. Akan tetapi, oleh sekelompok orang memanfaatkannya sebagai tempat tinggal, meskipun dengan kondisi yang tidak layak sebagai tempat hunian. Fenomena ini terjadi di eks Stasiun Timur Purwokerto. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motif dan interaksi sosial manusia gerbong tinggal di gerbong. Lokasi penelitian terletak di eks Stasiun Timur Purwokerto, atau secara administrasi berada di Kelurahan Kranji Kecamatan Purwokerto Timur. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif dimaksudkan supaya dapat mengeksploitasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial dengan masalah dan unit yang diteliti. Teknik pengambilan sasaran penelitian dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, yaitu metode pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu yang mengarah pada cakupan, kekhasan dan kedalaman informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan teori tindakan sosial dan fenomenologi dalam menganalisis fenomena manusia gerbong. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terbentuknya squatter area di eks Stasiun Timur Purwokerto disebabkan faktor kurangnya teknis pemanfaatan lahan di kawasan tersebut. Manusia gerbong mengetahui keberadaan gerbong melalui dua cara, yaitu karena diberitahu oleh orang lain dan karena lokasi kerja yang dekat dengan lokasi gerbong. Motif manusia gerbong menempati gerbong ada tiga macam, yaitu kondisi ekonomi yang mengakibatkan tidak memiliki rumah, lokasi kerja yang dekat dengan gerbong, serta adanya konflik dalam keluarga. Interaksi sosial manusia gerbong terjadi dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan budaya. Dalam bidang sosial, interaksi sosial terjalin dalam keterlibatan manusia gerbong dalam kegiatan sosial di wilayah Kelurahan Kranji, seperti gotong royong, kerja bakti, arisan, ronda dan sebagainya. Dalam bidang ekonomi, interaksi terlihat pada transaksi jual beli yang terjadi di antara kedua belah pihak. Dibidang politik, manusia gerbong berfungsi sebagai obyek politik bagi kalangan tertentu seperti partai politik pada saat kampanye untuk merebut simpati pemilih maupun pemerintah yang berkuasa. Dibidang budaya terlihat pada pola hidup boros manusia gerbong dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, manusia gerbong juga ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan budaya di tengah warga Kelurahan Kranji. Implikasi dalam penelitian ini antara lain ditingkatkanya teknis pemanfaatan lahan yang sistematis dan tepat sasaran serta mempertimbangkan keberadaan manusia

gerbong dan warga miskin lainnya. Kedua, dibutuhkan pengawasan terhadap sarana publik guna mengantisipasi penyalahgunaan. Selanjutnya, perlu diadakan kegiatan bersifat positif berupa pelatihan dan keterampilan untuk meningkatkan kemampuan sehingga dalam jangka panjang dapat meningkatkan taraf hidup manusia gerbong. Selain itu, keterlibatan manusia gerbong dalam kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat perlu ditingkatkan agar terjalin hubungan yang baik. Selanjutnya, perlu diberikan pendidikan politik agar manusia gerbong mengetahui hak-hak politik sebagai warga negara. Keterlibatan manusia gerbong dalam kegiatan budaya dimasyarakat perlu ditingkatkan agar budaya perilaku dan berfikir manusia gerbong dapat lebih baik lagi.

Kata Kunci : Manusia Gerbong, squatter area, kemiskinan

ABSTRACT

The existence of a group of people who occupy the train into the reality of life in the vicinity of Purwokerto. The carriage was formerly a part of railway transportation, is no longer used. However, by a group of people use it as a place to live, albeit with conditions that are not viable as a shelter. This phenomenon occurs in the former East Purwokerto Station. This study aims to determine the motive and human social interaction in the wagon train stayed. Research sites located in the former East Purwokerto Station, or administratively located in the Village of East Purwokerto District Kranji. This study used descriptive qualitative research methods. Descriptive research is intended in order to exploit and clarification on something or the phenomenon of social reality with the problem and the unit under study. Retrieval techniques of research objectives in this study using purposive sampling, the sampling methods are based on certain considerations that led to the scope, specificity and depth of information required in this study. This study uses the theory of social action and phenomenology in analyzing the phenomenon of human carriage. The results of this study indicate that the formation of squatter areas in the former East Purwokerto Station due to lack of technical factors of land use in the region. Humans know the existence of hopper cars in two ways, namely as told by others and because of the work site near the location of the carriage. Human motives occupy hopper cars are of three kinds, namely the economic conditions that resulted did not have a home, work location which is close to the carriage, as well as the conflicts in the family. Carriage of human social interaction occurs in the social, economic, political and cultural. In the social field, social interaction intertwined in the carriage of human involvement in social activities in the Kranji village, such as

mutual cooperation, communal work, social gathering, patrolling, etc. In the economic field, the interaction seen in the sale and purchase transactions that occur between the two sides. In the political, human carriage serves as a political object to certain circles as the political parties during campaigns to win the sympathy of voters and the government in power. In the field of culture seen in the extravagant lifestyle of human carriage in everyday life. In addition, human carriage is also actively participating in cultural activities in the Village residents Kranji. The implications of this study include technical optimized land use systematic and well targeted as well as considering the carriage of human existence and other poor citizens. Second, it takes control of public facilities in order to anticipate abuse. Furthermore, it should be held in the form of positive activities and skills training to increase capacity so that in the long run can improve human life hopper. In addition, human involvement in the carriage social and economic activities need to be increased in order to established a good relationship. Furthermore, it should be given political education so that people know the car's political rights as citizens. The involvement of human carriage in cultural activities in the community need to be increased in order to think of human behavior and culture can train better.

Keywords: Human carriage, squatter areas, poverty

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan masih menjadi isu sentral bagi negara dunia ketiga termasuk didalamnya Indonesia. Data kemiskinan dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka kemiskinan Indonesia per Maret 2009 mencapai 32,53 juta jiwa atau berkisar 14,15 persen1. Hal ini menunjukkan bahwa kemiskinan Indonesia yang tinggi, sehingga masih membutuhkan perhatian dari pemerintah. Kemiskinan itu sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan2. Dengan kata lain kemiskinan merupakan kondisi kekurangan yang dibandingkan dengan kondisi orang lain terutama dalam bidang ekonomi. Kemiskinan tidak sebatas hanya dicerminkan oleh rendahnya tingkat pendapatan dan pengeluaran, tetapi juga rendahnya peluang berusaha dan bekerja, tingkat pemenuhan pangan, sandang dan perumahan, tingkat pendidikan dan

1

(www.bps.go.id) diakses pada hari kamis 15 April 2010 Suparlan, Parsudi. Kemiskinan di Perkotaan. (Jakarta: Sinar Harapan, 1984) hlm. 12

2

kesehatan, kesenjangan desa dan kota, peran serta masyarakat, pemerataan, kesamaan dan kepastian hukum dan pola keterkaitan dari beberapa jalur tersebut3.

Gambar 1. Kondisi eks Stasiun Timur Purwokerto

Salah satu ciri masyarakat miskin dalam pemenuhan jalur pemerataan menurut Sajogyo adalah tingkat pemenuhan perumahan atau tempat tinggal 4. Orang yang tidak memiliki tempat tinggal atau rumah, langsung diidentikan dengan masyarakat miskin. Kelompok orang yang tidak memiliki tempat tinggal atau rumah,

Sajogyo dalam Harsono, Kemiskinan Perkotaan : Penyebab dan Penanggulangannya. (http://www.rudyct.com) hlm. 4 4 Ibid., hlm. 4

3

kemudian mencoba dengan berbagai cara supaya mendapatkan tempat untuk berlindung dari panas matahari dan hujan, salah satunya menggunakan gerbong kereta api yang sudah tidak terpakai. Fenomena komunitas orang yang menggunakan gerbong kereta api yang sudah tidak terpakai, biasa disebut sebagai manusia gerbong5. Di eks Stasiun Timur Purwokerto terdapat empat gerbong kereta api yang semuanya ditempati oleh delapan orang. Kumpulan orang-orang tersebut biasa disebut sebagai manusia gerbong. Mayoritas manusia gerbong bekerja dibidang informal sebagai pemulung, pengamen, tukang parkir hingga pengemis. Keberadaan manusia gerbong di Eks Stasiun Timur Purwokerto itu sendiri telah ada sejak tahun 2004, dan kebanyakan dari mereka adalah pendatang yang berasal dari berbagai daerah sekitar Purwokerto seperti, Purbalingga, Wonosobo, Banyumas, hingga yang paling jauh Purworejo. Fenomena manusia gerbong di eks Stasiun Timur Purwokerto menjadi hal menarik yang terjadi pada masyarakat miskin di perkotaan. Hal menarik lainnya dari fenomena manusia gerbong ini adalah kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dikeluarkan dari Kelurahan Kranji Kecamatan Purwokerto Timur. Kepemilikan KTP bagi manusia gerbong di wilayah Kelurahan Kranji menjadi hal yang menarik, mengingat keberadaannya di gerbong eks Stasiun Timur Purwokerto yang dijadikan

Manusia gerbong diartikan sebagai sekelompok manusia atau suatu komunitas yang menempati gerbong sebagai tempat tinggal atau rumah.

5

sebagai tempat tinggal merupakan tempat non permanen dan sewaktu-waktu dapat digusur.

B. Perumusan Masalah Tempat tinggal dapat mencerminkan status sosial seseorang. Begitu halnya dengan manusia gerbong yang dianggap sebagai masyarakat yang memiliki status sosial rendah (miskin) karena tempat tinggal yang berbeda pada umumnya. Selain itu, mata pencaharian dibidang informal semakin mendukung anggapan manusia gerbong sebagai masyarakat miskin. Terlepas dari hal tersebut, penggunaan gerbong kereta api sebagai tempat tinggal oleh manusia gerbong dilandasi oleh suatu motivasi tertentu. Manusia gerbong memiliki status sosial yang berbeda dengan masyarakat sekitarnya. Salah satu faktor pembedanya adalah kepemilikan tempat tinggal yang layak pada umumnya. Sebagai makhluk sosial, interaksi menjadi hal yang penting dalam kehidupan bermasyarakat. Status sosial yang berbeda di tengah interaksi manusia gerbong dengan masyarakat sekitar menjadi hal menarik yang perlu diungkapkan. Dari latar belakang dan deskripsi di atas, maka dapat ditarik suatu perumusan masalah sebagai berikut : GRAND QUESTION : Bagaimanakah asal-usul manusia gerbong tingggal di eks Stasiun Timur Purwokerto?

SUB QUESTION : 1. Apakah motivasi manusia gerbong menggunakan gerbong kereta api sebagai tempat tinggalnya? 2. Bagaimanakah interaksi sosial antara manusia gerbong dengan masyarakat sekitar?

C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asal-usul manusia gerbong menempati gerbong kereta api di eks Stasiun Timur Purwokerto serta untuk mengetahui motivasi manusia gerbong tersebut dalam menempati gerbong yang sudah tidak terpakai di eks Stasiun Timur Purwokerto. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pola interaksi manusia gerbong di eks Stasiun Timur Purwokerto dengan masyarakat di sekitarnya, terutama masyarakat di Kelurahan Kranji.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan disiplin Ilmu Sosiologi, khususnya Sosiologi Perkotaan serta dapat menjadi sumber pemikiran dan referensi bagi para peneliti selanjutnya yang terkait dengan permasalahan ini.

2. Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran mengenai permasalahan sosial di perkotaan terutama yang berkaitan dengan masyarakat miskin kota serta dapat memberikan masukan bagi semua pihak guna memperbaiki permasalahan yang timbul dari fenomena manusia gerbong tersebut, yang identik dengan permasalahan kemiskinan di wilayah perkotaan.

BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori Keberadaan sekelompok orang yang menempati gerbong kereta api sebagai tempat tinggalnya menjadi realitas kehidupan di sekitar wilayah Kota Purwokerto. Gerbong yang dahulunya menjadi bagian dari alat transportasi kereta api Daop V yang melayani rute Purwokerto ke Wonosobo, kini tidak digunakan lagi. Akan tetapi sebagian masyarakat menggunakannya sebagai tempat berteduh meskipun dengan kondisi yang tidak layak sebagai sebuah tempat hunian. Fenomena tersebut, terkadang luput dari pandangan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, penelitian ini akan berusaha menelaah fenomena manusia gerbong secara lebih mendalam lagi melalui perspektif sosiologis. Kehidupan sosial tidak dibangun secara subyektif saja dari dalam diri seorang individu. Kehidupan sosial dibangun secara interaktif bersama dengan individuindividu lain yang terlibat didalam kehidupan tersebut. Selain itu, setiap individu dipandang sebagai aktor yang membangun tindakan, yang terlibat dalam interaksi sosial maupun peristiwa-peristiwa sosial. Meskipun tindakan setiap orang merupakan produk dari interpretasi dan pemahaman individual-subyektifnya sendiri terhadap kehidupan sosial, secara fenomenologis, setiap orang meyakini bahwa tindakan yang dilakukannya dapat dimengerti oleh orang lain, sebagaimana yang dimaksudkannya. Dengan perkataan lain dalam kerangka berfikir fenomenologis, kehidupan sosial

bukanlah kehidupan individual-subyektif melainkan kehidupan inter-subyektif dimana setiap orang di dalamnya saling bertukar perspektif (reciprocity of perspective). Terkait dengan fenomena manusia gerbong di eks Stasiun Timur Purwokerto ini, fokus utamanya terletak pada pemaknaan yang dilakukan oleh aktor. Dalam hal ini adalah manusia gerbong membentuk interpretasi serta kesadarannya sebagai masyarakat yang memilih sebuah tempat tinggal. Aktor dalam melakukan suatu tindakan dikarenakan ada makna yang terkandung di dalamnya. Manusia gerbong memiliki alasan guna memanfaatkan gerbong kereta api yang sudah tidak terpakai sebagai tempat tinggalnya. Dengan demikian, tindakan tersebut memiliki makna yang sangat penting bagi manusia gerbong tersebut.

B. Tinjauan Pustaka 1. Masyarakat Miskin Kota Kemiskinan adalah sebuah keadaan yang menunjukan terjadinya kekurangan hal-hal yang biasa untuk dimiliki seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air minum. Hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global, sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari

segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah negara berkembang biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang miskin. Berdasarkan penyebabnya, kemiskinan digolongkan menjadi dua yaitu kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural6. Kemiskinan bisa terjadi karena sistem dan struktur sosial yang tidak memihak pada masyarakat miskin. Pola, prosedur, dan syarat-syarat akses terhadap sumber-sumber keuangan yang tidak prorakyat miskin, pola hubungan, dan diskriminasi gender yang membuat kaum perempuan termarginalisasi secara ekonomis, feodalisme yang memungkinkan para tuan tanah hidup mewah di atas penderitaan buruh tani, merupakan contoh struktur sosial yang bisa melahirkan kemiskinan struktural. Hal-hal di atas bisa melahirkan apa yang dinamakan kemiskinan struktural. Dengan demikian, kemiskinan struktural pada dasarnya merupakan kemiskinan yang terjadi akibat struktur sosial yang ada. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang diderita oleh seseorang, suatu keluarga, atau sekelompok masyarakat karena sikap mental seseorang, suatu keluarga, atau sekelompok masyarakat itu sendiri. Kebiasaan hidup boros, malas, tidak mau bekerja keras, tidak memiliki rencana masa depan, dan sikap gampang menyerah pada nasib merupakan beberapa contoh sikap mental yang bisa menyebabkan seseorang hidup dalam kemiskinan7. Beberapa faktor tersebut pada

Jamasy, Owin. Keadilan, Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan. (Jakarta: Blantika Mizan, 2004) hlm 31 7 (stevanusrahoyo.blogspot.com) diakses pada tanggal 13 September 2010

6

akhirnya akan membuat seseorang akan selalu berada pada lingkaran kemiskinan. Ketika seseorang berada pada kondisi kemiskinan tersebut dan memiliki sikap mental yang tidak mau bekerja keras untuk memperbaiki kondisi kehidupannya maka hal ini juga mengarah pada kemiskinan yang diakibatkan oleh kondisi sosial ataupun yang diakibatkan oleh nilai-nilai yang dimiliki oleh orang tersebut. Permasalahan kemiskinan di Indonesia tidak hanya terjadi di pedesaan, tetapi juga merupakan permasalahan di perkotaan. Masalah kemiskinan di perkotaan merupakan masalah laten dan kompleks yang implikasi sosial dan kebudayaannya bukan melibatkan dan mewujudkan berbagai masalah sosial yang ada di kota yang bersangkutan saja atau menjadi masalah orang miskin di kota tersebut, tetapi juga melibatkan masalah-masalah sosial yang ada di pedesaan8. Dengan kata lain, kemiskinan di perkotaan juga diakibatkan permasalahan sosial di pedesaan. Lapangan pekerjaan yang kurang di pedesaan membuat kota menjadi tujuan utama guna mendapatkan penghasilan. Urbanisasi atau perpindahhan penduduk dari desa ke kota menjadi salah satu jalan keluar bagi masyarakat desa untuk mendapat pekerjaan yang dianggap lebih layak di kota dengan penghasilan tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data State of World Population pada tahun 2008 yang menyebutkan sekitar 3,3 milyar warga dunia menjadi bagian dari urbanisasi9. Angka yang tinggi

8

Suparlan, Parsudi. Kemiskinan di Perkotaan (Jakarta: Sinar Harapan, 1984) hlm. 13

Dalam Bahtiar, M. Hariman . Urbanisasi dan Kemiskinan Kota, Kedaulatan Rakyat, edisi Kamis, 8 April 2010

9

tersebut mengindikasikan bahwa kota memliki potensi ekonomi yang besar dibandingkan desa. Kemajuan ekonomi yang pada umumnya terjadi di perkotaan, sementara berbagai aspek di desa tidak diurus secara optimal, menyebabkan masyarakat desa melakukan urbanisasi ke perkotaan. Sulitnya mencari lapangan pekerjaan di pedesaan menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya urbanisasi. Faktor pendorong tersebut menjadi salah satu bentuk kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan karena sistem dan struktur sosial yang ada tidak berpihak kepada masyarakat miskin terutama di pedesaan. Pada saat orang miskin menghadapi berbagai permasalahan internal dan eksternal yang disebabkan sistem dan struktur sosial yang ada tidak berpihak, keadaan ini beresiko terhadap terciptanya kemiskinan budaya (culture poverty), kemalasan, dan pasrah atau patah semangat (fatalistik), yang merupakan awal terciptanya kemiskinan kultural10. Masyarakat miskin kota mayoritas muncul disebabkan oleh masyarakat miskin yang tidak memiliki kemampuan beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan-perubahan teknologi maupun ekonomi, mengakibatkan kesempatan kerja yang dimiliki mereka semakin tertutup11. Masyarakat miskin tidak mendapatkan hasil yang proporsional dari keuntungan-keuntungan akibat dari perubahan-perubahan itu. Selain itu, masyarakat miskin kota lahir dari masyarakat yang melakukan urbanisasi.

Oscar Lewis dalam Sriharti, (http://www.ronakatulistiwa.wordpress.com) diakses pada Senin, 15 November 2010 11 Harsono, Marliati. Kemiskinan Perkotaan : penyebab dan Penanggulangannya (http://www.rudyct.com) hlm.2

10

Mayoritas orang melakukan urbanisasi hanya berspekulasi tanpa diimbangi dengan ketrampilan, kemampuan, dan pengetahuan yang cukup, sehingga urbanisasi menjadi salah satu faktor meningkatnya masyarakat miskin kota. Urbanisasi yang tidak terkendali juga berdampak pada munculnya permukiman kumuh (slum area), selain itu, proses urbanisasi baik secara fisik maupun karena adanya mobilitas penduduk dari luar perkotaan berakibat terhadap adanya krisis perumahan12. Disaat masyarakat miskin perkotaan berusaha memperbaiki

perekonomiannya, termasuk permasalahan tempat tinggal, muncul peraturan yang menyebabkan masyarakat miskin sulit untuk berkembang. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 8 Tahun 2007 yang melarang setiap orang untuk berprofesi sebagai pengemis, pengamen, pemulung dan pekerjaan lain yang biasa dilakukan di jalanan serta perempatan traffic light. Bahkan peraturan tersebut akan menjerat dan menangkap siapapun yang memberi kepada gelandangan, pengemis, pengamen, dan berbagai pekerjaan lainnya. Meskipun peraturan daerah tersebut merupakan produk dari provinsi DKI Jakarta, akan tetapi peraturan tersebut dapat menjadi ancaman bagi warga miskin kota di daerah lainnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sistem yang ada masih belum berpihak pada masyarakat miskin.

Drakakis Smith dalam Rindarjono, M. Gamal. Residental Mobility di Pinggiran Kota Semarang (Studi Kasus Kaum Miskin Kota di Kota Semarang) (http://www.eprints.ums.ac.id/721/) diakses pada Senin, 15 November 2010

12

2. Manusia Gerbong Istilah manusia gerbong yang digunakan untuk menyebut sekumpulan masyarakat pendatang yang menempati bekas gerbong kereta api sebagai tempat tinggal, pertama kali muncul disebuah media cetak di Kabupaten Banyumas bernama Radar Banyumas13. Manusia gerbong merujuk pada beberapa orang yang menempati gerbong kereta api yang sudah tidak terpakai sebagai rumah atau tempat tinggalnya. Perubahan fungsi gerbong menjadi tempat tinggal merupakan hal yang unik, mengingat gerbong sangat berbeda dengan rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal dalam membentuk suatu keluarga. Fungsi rumah14 pada dasarnya adalah sebagai: 1. Kebutuhan pokok manusia 2. Tempat berlindung 3. Tempat mencurahkan kasih sayang 4. Tempat pendidikan

Rumah merupakan tempat berlindung dari gangguan alam seperti hujan, panas, gangguan binatang dan sebagainya. Selain itu, rumah memiliki fungsi sebagai tempat berlindung dan menciptakan rasa aman bagi penghuninya serta sebagai tempat mencurahkan kasih sayang dan tempat pendidikan dini bagi seluruh anggota keluarga. Melihat pentingnya fungsi rumah seperti tersebut di atas, sudah seharusnyaKehidupan Manusia Gerbong dari Tahun ke Tahun : Dihuni 12 orang, Masih Andalkan Memulung, Radar Banyumas, edisi Selasa, 10 November 2009 14 (http://duadua.blogsome.com) diakses pada hari Sabtu, 15 Mei 201013

kenyamanan harus dipenuhi rumah guna mewujudkan fungsi rumah di atas. Penggunaan gerbong sebagai tempat tinggal atau rumah kurang memenuhi tingkat kenyamanan sehingga fungsi rumah sebagai kebutuhan pokok manusia, tempat berlindung, tempat mencurahkan kasih sayang dan tempat pendidikan, sulit untuk terwujud. Inti permasalahan manusia gerbong adalah kurang layaknya rumah yang ditinggali. Permasalahan tersebut menyebabkan fungsi rumah yang ingin dicapai sulit untuk terwujud. Ketika fungsi rumah tidak dapat berjalan dengan baik maka hal tersebut mempengaruhi semua aspek dalam kehidupan, seperti ekonomi, sosial, keluarga dan sebagainya. Manusia gerbong akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok manusia seperti perlindungan dari hujan, panas dan badai. Manusia gerbong kurang memiliki rasa aman tinggal di gerbong karena fungsi rumah sebagai tempat berlindung tidak dapat diterwujud oleh keberadaan gerbong. Selain itu, fungsi rumah sebagai tempat mencurahkan kasih sayang dan tempat memberikan pendidikan tidak berjalan dengan sempurna disebabkan penggunaan gerbong sebagai tempat tinggal.

3. Motivasi Motivasi merupakan proses psikologi yang terjadi pada diri seseorang yang mencerminkan sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri

seseorang15. Motivasi menjadi bagian terpenting yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dan menimbulkan semacam kekuatan agar seseorang tersebut berbuat dengan perkataan dan tingkah laku. Menurut Arkison, terdapat tiga unsur yang harus ditempuh berkaitan dengan motivasi16, yaitu: 1. Motivasi yaitu setiap manusia senantiasa mempunyai motif yang secara potensial ada dalam dirinya yang dapat memberikan dorongan dari dalam untuk bertindak. 2. Harapan yaitu adanya keyakinan bahwa dengan bertindak maupun berperilaku seseorang akan mencapai tujuannya. 3. Rangsangan (stimulus) adalah sesuatu yang membangkitkan, merangsang daya energi dalam diri manusia untuk bertindak mencapai rangsangan kearah tujuan tertentu dengan maksud atau alasan untuk memenuhi kebutuhan. Oleh karena itu, motivasi yang melatarbelakangi manusia gerbong untuk menempati gerbong kereta api sebagai tempat tinggalnya adalah adanya kebutuhan akan sesuatu yang diyakini dan dipercaya dapat terpenuhi dengan melakukan hal tersebut. Manusia gerbong menempati gerbong kereta api sebagai tempat tinggalnya didasari oleh adanya motivasi. Motivasi dapat berupa motif untuk (in order to motives) yang berarti motif yang mendorong seseorang berperilaku atau bertindak

15 16

Wahjosumijo, Kepemimpinan dan Motivasi. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998) Vembrianto, Sosiologi Pendidikan. (Jakarta: Rajawali Press, 1990) hlm. 25

karena memiliki tujuan, yang digambarkan sebagai maksud, rencana, harapan dan minat yang diinginkan individu dan berorientasi masa depan17. Manusia gerbong berharap dengan menghuni gerbong kereta api dapat mencapai tujuannya yaitu memiliki tempat tinggal. Selain itu, motivasi juga dapat berupa motif karena (because motives) atau yang lazim disebut sebagai sebab atau alasan, yaitu motif yang mendorong seseorang untuk bertindak disebabkan karena alasan-alasan tertentu. Motif karena menunjuk pada pengalaman masa lalu individu dan tertanam dalam pengetahuan dan pikirannya yang terendapkan18. Manusia gerbong hidup dalam keadaan yang serba terbatas. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari mata pencaharian manusia gerbong dibidang informal. Faktor mata pencaharian berpengaruh dengan penghasilan yang didapat. Kondisi ekonomi manusia gerbong tersebut mengakibatkan mereka tidak memiliki tempat tinggal, menyebabkan manusia gerbong memiliki motivasi untuk memanfaatkan gerbong kereta api sebagai tempat tinggal. Max Weber mengemukakan bahwa untuk menjelaskan suatu tindakan maka harus digali makna dibalik tindakan tersebut serta motif-motifnya yang berkaitan dengan pengambilan tindakan tersebut19. Motif-motif yang ada tidak dianggap sebagai penyebab psikologis tetapi sebagai proses sosial yang bersifat interaktif dimana individu menemukan dan membangun makna atas perilakunya. PerilakuSchutz, Alferd dalam Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001) hlm. 31 18 Ibid. 19 Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. (Jakarta: Rajawali Press, 2007) hlm 1517

manusia gerbong memiliki motif-motif tertentu. Motif ini dapat dibentuk oleh adanya berbagai pengalaman dari aspek-aspek tertentu dari diri individu masing-masing. Motif dapat muncul berkenaan dengan aspek khusus yang memiliki arti baginya.

4. Interaksi dalam Masyarakat Manusia sebagai makhluk sosial merupakan manusia yang membutuhkan orang lain dan tidak dapat hidup sendiri. Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi sosial dengan manusia lainnya sebagai aktivitas makhluk sosial. Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia yang memperlihatkan kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu lain atau sebaliknya. Berarti di situ menggambarkan adanya kelangsungan timbal balik interaksi sosial antara dua atau lebih manusia 20. Interaksi sosial tidak akan terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu kontak sosial dan adanya komunikasi antar individu 21. Kontak sosial merupakan syarat utama terjadinya interaksi sosial. Kontak sosial akan berlangsung apabila individu atau kelompok dapat menangkap makna yang diberikan sehingga kelompok atau individu lainnya akan memberikan reaksi dari makna yang telah diberikan tersebut. Kontak sosial dapat bersifat positif dan negatif. Kontak sosial yang positif menciptakan suatu kerjasama sedangkan yang negatif memunculkan pertentangan atau sama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial.Boner dalam Gerungan, Psikologi Sosial (Bandung: Eresco, 1991) hlm. 57 Gilin dan Gilin dalam Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Press, 2001) hlm. 7121 20

Syarat kedua terciptanya interaksi sosial dalam masyarakat adalah adanya komunikasi antar individu. Faktor terpenting dalam proses komunikasi adalah kemampuan memberikan tafsiran dan tanggapan terhadap perilaku orang lain, meliputi perasaan-perasaan yang ingin disampaikan orang tersebut, kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan orang tersebut22. Manusia gerbong perlu saling memahami dalam menafsirkan sesuatu agar komunikasi dengan individu lainnya dapat berjalan. Apabila hubungan antara kedua belah pihak tidak dapat saling memahami maka tidak akan terjadi komunikasi yang harmonis. Suatu proses komunikasi dapat dikatakan komunikatif apabila pesan disampaikan berdaya guna dan berhasil guna. Dengan demikian apabila komunikasi dapat berjalan baik maka interaksi sosial dapat berjalan dengan baik pula. Interaksi sosial menjadi hal yang dibutuhkan dalam kehidupan sosial masyarakat. Tanpa adanya interaksi sosial, maka tidak akan terwujud suatu kehidupan bersama. Manusia gerbong di kawasan eks Stasiun Timur Purwokerto tentu saja selalu melakukan interaksi dengan sesama manusia gerbong lainnya maupun dengan masyarakat di sekitarnya, apalagi manusia gerbong sudah menjadi bagian warga Kelurahan Kranji dengan kepemilikkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) kelurahan setempat. Perbedaan dari sisi ekonomi membuat interaksi manusia gerbong dengan masyarakat di sekitarnya menjadi berbeda dengan interaksi masyarakat pada umumnya.

22

Abdulsyani, Sosiologi, Skematika, Teori dan Terapan (Jakarta: Bumi Aksara, 2002) hlm. 150

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Metode penelitian tersebut menghasilkan data deskriptif berupa ucapan, tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang yang menjadi sasaran penelitian. Tipe penelitian deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menemukan pengetahuan yang seluas-luasnya terhadap obyek penelitian pada suatu saat tertentu23. Metode penelitian kualitatif deskriptif memberikan peluang guna menggali fakta di lapangan dari fenomena yang akan diteliti dan kemudian melakukan analisa deskriptif. Penelitian yang menggunakan metode kualitatif deskriptif, tidak diperlukan pengujian hipotesis seperti dalam penelitian kuantitatif, akan tetapi memberikan gambaran secara deskriptif berdasarkan temuan-temuan yang kemudian muncul di lapangan dengan didukung oleh data-data penunjang lainnya24. Metode kualitatif deskriptif dianggap paling tepat digunakan dalam penelitian ini karena yang menjadi subyek penelitian adalah sekelompok orang yang tinggal di gerbong kereta api (manusia gerbong). Penelitian ini berusaha memberikan gambaran

Widodo, Erna dan Mukhtar, Konstruksi Ke Arah Penelitian Deskriptif (Yogyakarta: Avyrouz, 1992) hlm. 15 24 Bogdan dan Taylor dalam Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Bina Remaja Rosdakarya, 2001) hlm. 13

23

tentang alasan mereka tinggal di gerbong kereta api dan interaksi manusia gerbong dengan masyarakat sekitar yang bertempat tinggal di rumah. Selain itu, metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk diketahui dan

dipahami. Dengan menggunakan penelitian kualitatif, maka fenomena yang ada pada manusia gerbong akan dapat dijelaskan. Pertimbangan lain dari penggunaan metode penelitian kualitatif deskriptif adalah pertama, metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode kualitatif deskriptif menyajikan secara langsung hakikat peneliti dan informan. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi25. Metode kualitatif deskriptif akan dapat menjelaskan berbagai macam pendapat serta alasan manusia gerbong tinggal di gerbong kereta api.

B. Sasaran Penelitian Sasaran dalam penelitian ini adalah sekelompok orang pengguna gerbong kereta api yang sudah tidak terpakai di wilayah eks Stasiun Timur Purwokerto sebagai sasaran utamanya. Sekelompok orang yang menggunakan gerbong kereta api tersebut dijuluki sebagai manusia gerbong oleh masyarakat sekitar dan media massa di wilayah Kabupaten Banyumas. Sedangkan sasaran pendukungnya adalah aparat

25

Moleong, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Bina Remaja Rosdakarya, 2006)

hlm. 11

Kelurahan Kranji, tetangga atau masyarakat sekitar eks Stasiun Timur Purwokerto serta Perusahaan Terbatas Kereta Api Indonesia (PTKAI).

C. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini berada di eks Stasiun Timur Purwokerto yang termasuk dalam Kelurahan Kranji Kecamatan Purwokerto Timur Kabupaten Banyumas. Pemilihan eks Stasiun Timur Purwokerto sebagai lokasi penelitian didasarkan pada tujuan penelitian yang ingin mengungkapkan kehidupan dari empat keluarga manusia gerbong. Keberadaan manusia gerbong yang masih eksis hingga sekarang berada di eks Stasiun Timur Purwokerto. Keberadaan manusia gerbong pada awalnya juga berada di Stasiun Purwokerto, akan tetapi karena beberapa pertimbangan sehingga dilakukan penggusuran.

D. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian kualitatif pada umumnya menggunakan sampel yang lebih kecil dan pengambilannya cenderung menggunakan purposive sampling, yang dapat diartikan sebagai metode pengambilan sampel didasarkan pada pertimbanganpertimbangan tertentu yang mengarah pada cakupan, kekhasan dan kedalaman informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Purposive sampling sebagai

pengambilan sampel yang ditetapkan secara sengaja oleh peneliti berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang sesuai dengan tujuan penelitian26.

E. Metode Pengumpulan Data 1. Wawancara Mendalam Wawancara dapat diartikan sebagai percakapan dengan maksud tertentu yang merupakan proses tanya jawab secara lisan diantara dua orang atau lebih, baik secara langsung bertatap muka maupun menggunakan media perantara27. Wawancara dimaksudkan untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain kebulatan, merekonstruksi kebulatankebulatan demikian sebagai yang dialami masyarakat lalu, memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain serta memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota28. Salah satu bentuk wawancara adalah wawancara mendalam yang dapat diartikan sebagai sebuah bentuk wawancara yang dilakukan pada waktu dan konteks yang dianggap tepat guna mendapatkan data yang mempunyai kedalaman dan dapat

Faisal, Sanapiah. Format-format Penelitian Dasar dan Aplikasi. (Jakarta: Rajawali Press, 1999) hlm. 67 27 Moleong, Lexy Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosadakarya, 1998) hlm. 135. 28 Lincoln dan Guba dalam Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007) hlm. 186

26

dilakukan berkal-kali sesuai dengan keperluan mengenai kejelasan masalah yang dijelajahinya29.

2. Observasi Observasi atau pengamatan merupakan suatu metode pengumpulan data dengan cara pengamatan secara langsung terhadap fenomena sosial yang terjadi di lokasi penelitian guna mendapatkan data yang bersifat tindakan dari sasaran penelitian. Observasi atau pengamatan merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan pengamatan atau penginderaan langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses maupun perilaku 30. Observasi atau pengamatan bertujuan untuk mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya; pengamatan memungkinkan peneliti untuk dapat melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subjek penelitian, hidup pada saat itu, menangkap kehidupan budaya dari segi pandangan dan anutan para subjek pada keadaan waktu itu, pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek sehingga memungkinkan pula peneliti menjadi sumber data; pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama, baik dari

Miles dan Huberman, Analisa Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-metode Baru (diterjemahkan oleh : Tjetjep Rohendi. (Yogyakarta: UI Press, 1992) 30 Faisal, Sanapiah. Format-format Penelitian Dasar dan Aplikasi. (Jakarta: Rajawali Press, 1999) hlm. 52

29

pihaknya maupun dari pihak subjek31. Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observer as participant yaitu peneliti hanya berada di tempat penelitian untuk jangka waktu yang pendek, sehingga mengharuskan peneliti menggunakan pedoman wawancara atau daftar pertanyaan terstruktur dalam melakukan penelitiannya32. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat mendalami masalah yang sedang dikaji dan diteliti tersebut.

3. Dokumentasi Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan berbagai literature, arsip, dokumen, surat kabar, majalah, jurnal, internet, foto, dan sebagainya untuk mencari data yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

F. Sumber Data 1. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumber utama yang menjadi sasaran penelitian melalui wawancara maupun pengamatan secara langsung. Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari sekelompok orang yang menghuni gerbong yang sudah tidak terpakai di eks Stasiun Timur Purwokerto.

31

Moleong, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007)

hlm.17532

Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 1993) hlm. 227

2. Data Sekunder Data sekunder adalah data pendukung yang digunakan untuk melengkapi data primer yang sudah diperoleh sebelumnya. Data sekunder ini dapat diperoleh dari studi pustaka maupun referensi dan dokumentasi yang berhubungan dengan penelitian ini.

G. Metode Analisis Data Penelitian yang menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif cenderung menggunakan metode analisis data interaktif berupa 33: 1. Reduksi Data Reduksi data merupakan proses seleksi pemfokusan dan penyederhanaan data dari catatan tertulis di lapangan. Proses reduksi data berlangsung dari tahap awal hingga tahap akhir penelitian. Proses ini merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data secara sedemikian rupa hingga dapat ditarik kesimpulan akhirnya34. 2. Penyajian Data Penyajian data adalah suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dilakukan. Penyajian data dapat membantu dalam memahami berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu padaMiles dan Huberman, Analisa Data Kualitatif : Buku Sumber tentang Metode-metode Baru (diterjemahkan oleh Tjetjep Rohendi). (Yogyakarta: UI Press, 1992) hlm. 12 34 Ibid., hlm 1233

analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut, dengan kata lain, penyajian data berfungsi untuk menyatukan informasi secara teratur agar mudah dimengerti dan disimpulkan. 3. Penarikan Kesimpulan Proses ini merupakan penarikan kesimpulan yang dimulai sejak kegiatan di lapangan hingga proses pengumpulan data berakhir. Penarikan kesimpulan merupakan suatu kegiatan mencari arti data atau mengintepretasikan data, mencari pola keteraturan dan pola-pola penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin alur sebab akibat dan proposisi sehingga dapat menjelaskan arti secara menyeluruh terhadap hasil penelitian. Dalam metode analisis data interaktif tersebut menggunakan tiga komponen pokok dalam menganalisis, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Ketiga proses tersebut saling berhubungan pada saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk sejajar, kemudian empat tahapan dalam pengumpulan data bergerak bolak-balik diantara kegiatan sebagai berikut; pertama, kegiatan reduksi data untuk mempertegas, memperpendek dan memfokuskan data. Kedua, kegiatan penyajian data dalam bentuk matriks, skema dan jaringan kerja yang berkaitan dengan kegiatan. Ketiga, kegiatan tersebut dialihkan secara terus menerus dan berulang-ulang sampai akhirnya tersusunlah data akhir penelitian.

Gambar 2. Model Analisis Interaktif35

Pengumpulan data

Reduksi Data

Penyajian Data

Penarikan Kesimpulan

H. Validitas Data Validitas data sangat dibutuhkan dalam sebuah penelitian, oleh karena itu guna menjamin validitas data dalam penelitian ini, dilakukan cara triangulasi data. Triangulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan suatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

35

Ibid. hlm. 20

terhadap data tersebut36. Menurut Denzin yang dikutip oleh Moleong membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi yang memanfaatkan penggunaan sumber. Triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi kualitatif 37, hal ini dapat dicapai dengan jalan sebagai berikut: a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara b. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain.

Sasaran validasi yang digunakan adalah perspektif, pandangan dan pendapat orang lain selain manusia gerbong, dalam hal ini adalah pendapat dari aparat Kelurahan Kranji sebagai pemilik otoritas dalam kepemilikkan KTP. Selain itu, pendapat masyarakat sekitar eks Stasiun Timur Purwokerto sebagai tetangga yang berinteraksi secara langsung dan merasakan dampak keberadaan manusia gerbong. Kemudian, perpesktif PTKAI sebagai pemilik tanah eks Stasiun Timur Purwokerto yang memberikan ijin tinggal kepada manusia gerbong untuk menempati gerbong kereta api sebagai tempat tinggal.

36

Moleong, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007) hlm. Ibid., hlm. 330

33037

I. Proses Penelitian Penelitian ini berjudul Manusia Gerbong (Studi tentang Sekelompok Orang yang Tinggal di Gerbong Kereta Api di eks Stasiun Timur Purwokerto). Salah satu alasan yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian dengan tema tersebut karena fenomena manusia gerbong atau sekelompok manusia yang menempati gerbong kereta api sebagai tempat tinggal, hanya ada di eks Stasiun Timur Purwokerto. Selain itu, karena keberadaan manusia gerbong berada di Stasiun yang notabene sudah tidak beroperasi lagi. Hal menarik lainnya dari penelitian tentang manusia gerbong ini adalah kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dikeluarkan oleh Kelurahan Kranji Kecamatan Purwokerto Timur. Proses penelitian ini diawali dengan melakukan pra-survey di tempat manusia gerbong tinggal yaitu, eks Stasiun Timur Purwokerto. Pada awalnya peneliti melakukan wawancara secara informal dengan beberapa manusia gerbong, akan tetapi ada beberapa dari manusia gerbong yang tidak mau terbuka kepada peneliti. Mereka merasa malu dan takut jika peneliti adalah seorang wartawan dan kemudian diberitakan di media massa. Hal tersebut terkait dengan pengalaman manusia gerbong yang beberapa kali ditangkap oleh satpol PP dan diberitakan di media. Hal ini menjadi kendala dalam penelitian karena manusia gerbong pada awalnya tidak mau menceritakan kehidupan mereka. Setelah diberikan penjelasan bahwa wawancara tersebut bertujuan untuk pengambilan data dalam penelitian skripsi, manusia gerbong mulai terbuka dalam memberikan jawaban.

Faktor usia juga menjadi kendala tersendiri dalam proses wawancara dengan salah satu manusia gerbong. Informan utama yang sudah berusia sekitar 80 tahunan mengalami gangguan pendengaran dan ingatan (pikun) sehingga sempat menghambat proses wawancara karena setiap pertanyaan yang diajukan peneliti dijawab dengan seadanya dan tidak lengkap. Akan tetapi, hal tersebut dapat sedikit teratasi dengan bantuan manusia gerbong lainnya. Proses penelitian dilakukan pada sore dan malam hari. Hal ini menjadi hambatan pula, sebab lokasi penelitian tidak memiliki penerangan yang cukup. Penelitian ini juga menggunakan teknik dokumentasi dalam proses pengumpulan datanya. Teknik dokumentasi yang dimaksud adalah dengan mengumpulkan berbagai arsip dan dokumen terkait, seperti fotokopi Kartu Keluarga (KK), KTP, dan data-data demografi lokasi penelitian dari pihak Kelurahan Kranji. Selain itu, teknik dokumentasi dilakukan dengan cara pengambilan foto tentang lokasi penelitian, aktivitas manusia gerbong dan kondisi manusia gerbong. Proses penelitian selanjutnya diteruskan dengan membuat surat ijin penelitian ke kantor Bakesbangpollinmas serta kantor Bapedda Kabupaten Banyumas. Setelah

mendapatkan surat ijin dari kedua instansi tersebut, peneliti melanjutkan penelitian dengan mendatangi kantor PT Kereta Api Indonesia (PTKAI). Pada saat mendatangi PTKAI, ternyata peneliti masih belum bisa mendapatkan data, karena Kepala Daerah Operasional (DAOP) V Purwokerto sebagai jabatan tertinggi tidak berada di kantor. Kemudian, peneliti menuju kantor Kelurahan Kranji guna mendapatkan data mengenai kepemilikkan KTP serta validitas mengenai motivasi dan sejarah

keberadaan manusia gerbong di eks Stasiun Timur Purwokerto. Peneliti menemui Lurah Kelurahan Kranji guna melakukan wawancara, selain itu, peneliti juga dipertemukan dengan Karyawan Kelurahan bernama Bapak Mihad yang masih satu RW dengan manusia gerbong dan dianggap lebih mengetahui tentang permasalahan manusia gerbong di eks Stasiun Timur Purwokerto. Melalui bantuan Bapak Mihad, peneliti dipertemukan dengan ketua RT 1 RW 1 Kelurahan Kranji yang menjadi lokasi manusia gerbong berada. Peneliti kemudian mendatangi rumah Ketua RT 1 RW 1, yaitu Bapak Christoper Sudiro. Setelah memberitahukan maksud kedatangan peneliti, pak Diro dengan senang hati bersedia membantu selama proses penelitian. Wawancara dengan pak Diro berlangsung cukup lama karena yang bersangkutan memiliki wawasan yang luas sehingga bisa berbagi cerita. Selain itu, dari pak Diro juga didapatkan dokumen atau data sekunder berupa fotokopi Kartu Keluarga (KK) manusia gerbong. Keesokan harinya, peneliti meminta keterangan dari pihak PTKAI menyangkut perijinan penggunaan gerbong oleh empat keluarga manusia gerbong. Dari pihak PTKAI melalui Manajer Humas, Bapak Surono didapatkan keterangan terkait dengan sejarah dan ijin tinggal empat keluarga manusia gerbong di eks Stasiun Timur Purwokerto.

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH DAN INFORMAN

A. Deskripsi Wilayah Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kabupaten Banyumas merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah dan beribukota di Purwokerto. Secara administratif, Banyumas terdiri dari 27 kecamatan yang terbagi menjadi 301 desa dan 30 kelurahan. Kabupaten Banyumas berbatasan langsung dengan Kabupaten Brebes di sebelah utara, kemudian di sebelah timur berbatasan langsung dengan Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Kebumen, serta Kabupaten Cilacap di sebelah selatan dan barat. Berdasarkan data mengenai jumlah penduduk pada akhir tahun 2009 tercatat sebesar 1.510.102 jiwa atau naik sebesar 6.840 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 1.137 jiwa/km persegi38. Berdasarkan jenis kelamin, penduduk Banyumas dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 734.790 orang (48,66 persen) dan penduduk dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 775.312 orang (51,34 persen). Kecamatan Purwokerto Timur terbagi dalam enam wilayah kelurahan yaitu, Kelurahan Kranji, Kelurahan Sokanegara, Kelurahan Purwokerto Lor, Kelurahan Purwokerto Wetan, Kelurahan Arcawinangun dan Kelurahan Mersi. Penelitian ini

38

(http//:www.bps.go.id) diakses pada hari Kamis, 31 Maret 2011

dilakukan di eks Stasiun Timur Purwokerto yang termasuk dalam wilayah Kelurahan Kranji. Secara topografi, wilayah Kelurahan Kranji memiilki struktur tanah yang datar dan bertekstur tanah padat. Suhu udara di Kelurahan Kranji berkisar antara 3036 derajat celcius, curah hujan rata-rata 2000 mm/th39. Secara administratif wilayah Kelurahan Kranji berbatasan langsung dengan wilayah lain yaitu; Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur : Kelurahan Bancarkembar : Kelurahan Karangpucung : Kelurahan Purwokerto Lor dan

Kelurahan Purwokerto Kulon Sebelah Barat : Kelurahan Sokanegara

ket :

= Eks Stasiun Timur Purwokerto

Gambar 3. Peta Lokasi eks Stasiun Timur Purwokerto

39

Data Statistik Kelurahan Kranji

Luas wilayah Kelurahan Kranji Kecamatan Purwokerto Timur mencapai 1,82 kilometer persegi yang terbagi menjadi beberapa bagian yaitu tanah sawah 97 ha, tanah pemukiman penduduk 25,21 ha, dan selebihnya merupakan tanah fasilitas umum. Lokasi penelitian di eks Stasiun Timur Purwokerto berdiri di atas tanah fasilitas umum. Hal tersebut didasarkan pada asal-usul lokasi penelitian berupa stasiun kereta api. 2. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk Kelurahan Kranji Kecamatan Purwokerto Timur dari data terakhir tahun 2009 sebanyak 13.031 jiwa. Penduduk Kelurahan Kranji dirinci berdasarkan jenis kelamin pada kisaran usia 15 tahun hingga 75 tahun adalah sebagai berikut; Tabel 1. Jumlah penduduk Kelurahan Kranji usia 15 tahun -75 tahunNo 1. 2. Laki-laki Perempuan Total Jenis Kelamin Jumlah Penduduk (jiwa) 4743 5547 10290

Sumber: data registrasi penduduk Kelurahan Kranji Dari data di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. Dari data di atas juga dapat diketahui jumlah penduduk di luar usia 15 tahun hingga 75 tahun yang mencapai 2741 jiwa. Empat keluarga manusia gerbong berkisar pada usia 13 tahun hingga 80

tahun. Satu orang berusia 13 tahun bernama Oka Supriawan, anak dari Keluarga Bapak Nur Wahidin. Satu orang berusia 80 tahun bernama Mbah Satem. Dari empat keluarga manusia gerbong tersebut, terdapat tiga laki-laki yang termasuk dalam usia 15 tahun hingga 75 tahun yaitu Bapak Edi, Bapak Madi, dan Bapak Nur Wahidin. Terdapat tiga perempuan yang termasuk dalam usia 15 hingga 75 tahun, yaitu Ibu Sunarsi, Ibu Kustiyah, dan Ibu Sri Haryati. Dari delapan orang manusia gerbong, terdapat dua orang yang belum terdata secara administratif sebagai penduduk Kelurahan Kranji. Kedua orang tersebut adalah Mbah Satem dan Ibu Kustiyah. 3. Mata Pencaharian Perekonomian masyarakat Kelurahan Kranji sangat beragam karena masyarakatnya merupakan masyarakat heterogen dengan multi keahlian yang majemuk. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh migrasi penduduk dan letak geografisnya. Akibat dari kondisi tersebut, akan membentuk perekonomian yang variatif untuk menggerakkan sendi-sendi kehidupan seperti perdagangan (berupa toko, kios, pasar), industri (berskala sedang, besar dan kecil), industry rumahan (home industry), dan tersedianya sarana perkreditan (KUD, Koperasi, BKD dan BPR). Berbagai macam mata pencaharian masyarakat Kelurahan Kranji pada usia produktif (10 tahun ke atas) adalah sebagai berikut;

Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Mata Pencaharian Petani Buruh Tani Pengusaha Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Jasa Pengangkutan Pegawai Negeri Sipil (PNS) ABRI Jumlah 24 9 174 182 528 1126 256 1302 104 126 574 38 139 4582 Persentase 0,52 0,19 3,80 3,97 11,52 24,57 5,59 28,42 2,27 2,75 12,53 0,83 3,03 100

10. Pegawai BUMN/BUMD 11. Pensiunan 12. Jasa Sosial 13. Lain-lain Jumlah

Sumber: Potensi Kelurahan Kranji tahun 2009 Dari data tabel mata pencaharian penduduk Kelurahan Kranji tersebut di atas, dapat dilihat mayoritas penduduk bermatapencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pedagang. Hal tersebut dapat dimengerti, mengingat potensi Kelurahan Kranji yang notabene termasuk dalam pusat kota Purwokerto, sehingga penduduknya memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Tingkat pendidikan yang tinggi berpengaruh terhadap pekerjaan penduduk Kelurahan Kranji yang mayoritas sebagai

PNS. Selain itu, potensi di perdagangan yang besar juga mempengaruhi mata pencaharian penduduk Kelurahan Kranji di bidang niaga. Kelurahan Kranji yang berada di pusat Kota Purwokerto dan memiliki berbagai macam akses pendukung yang baik dalam hal ekonomi. Hal tersebut berbanding terbalik dengan keberadaan manusia gerbong yang ada di wilayah Kelurahan Kranji. Manusia gerbong di eks Stasiun Timur Purwokerto bekerja di sektor informal, antara lain sebagai pemulung, pengemis dan juru parkir. Berdasarkan potensi kelurahan, profesi manusia gerbong di sektor informal termasuk dalam 3,03 persen penduduk yang memiliki mata pencaharian lain-lain dalam tabel di atas. 4. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan penduduk Kelurahan Kranji Kecamatan Purwokerto Timur pada usia 10 tahun ke atas adalah sebagai berikut; Tabel 3. Tingkat Pendidikan Penduduk No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tingkat Pendidikan Tidak sekolah Belum tamat SD Tidak tamat SD Tamat SD/sederajat Tamat SLTP/sederajat Tamat SLTA/sederajat Perguruan Tinggi Jumlah Penduduk 228 1274 30 2826 2556 4082 1173 12169 Persentase 1,87 10,47 0,25 23,22 21 33,54 9,64 100

Sumber: Potensi Kelurahan Kranji tahun 2009

Mayoritas penduduk Kelurahan Kranji memiliki tingkat pendidikan tamat SLTA atau sederajat yang mencapai total 4082 orang atau 33,54 persen. Selain itu, penduduk yang tidak tamat SD menjadi penduduk paling sedikit hanya 30 orang atau 0,25 persen. Penduduk yang tidak sekolah mencapai 228 orang atau 1,87 persen. Dari empat keluarga manusia gerbong, terdapat satu orang bernama Oka Supriawan yang masih bersekolah di kelas 2 Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Purwokerto. Enam orang memiliki tingkat pendidikan tamat SD atau sederajat. Keenam orang manusia gerbong tersebut adalah Bapak Edi, Ibu Sunarsi, Bapak Madi, Ibu Kustiyah, Bapak Nur Wahidin, dan Ibu Sri Haryati. Terdapat satu orang manusia gerbong yang tidak bersekolah yaitu Mbah Satem.

Tabel 4. Tingkat Pendidikan Manusia Gerbong No. 1 2 3 4 5 6 7 8 Bpk. Edi Purwanto Ibu Sunarsi Bpk. Madi Ibu Kustiyah Mbah Satem Nur Wahidin Ibu Sri Haryati Oka Supriawan Sumber: Diolah, April 2011 Nama Tingkat Pendidikan Tamat SD/sederajat Tamat SD/sederajat Tamat SD/sederajat Tamat SD/sederajat Tidak Sekolah Tamat SD/sederajat Tamat SD/sederajat Tamat SD/sederajat

B. Karakteristik Informan Informan dalam penelitian berjumlah sepuluh orang, yang terdiri dari lima informan utama dan lima informan pendukung. Informasi yang didapatkan dari informan pendukung digunakan sebagai bahan validasi data yang diperoleh sebelumnya dari informan utama. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dapat diketahui karakteristik informan yaitu sebagai berikut: Tabel 5. Karateristik InformanNo 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Nama Ibu Sri Haryati Ibu Kustiyah Bapak Madi Bapak Edi Purwanto Mbah Satem Bapak Timbul Bapak Mihad Bapak Christoper Sudiro Ibu Samiati Bapak Surono Umur (tahun) 35 59 35 32 80 54 50 45 31 49 Pekerjaan Pengemis Ibu Rumah Tangga Juru Parkir Pemulung Pemulung Lurah Kelurahan Kranji Karyawan Kelurahan Kranji Ketua RT 1 RW 1 Kel. Kranji Pembantu Rumah Tangga Ka. Humas PTKAI DAOP V Purwokerto

Sumber: Diolah, Januari 2011

Dari tabel karakteristik informan di atas, berikut adalah deskripsi dari masingmasing informan utama; 1. Ibu Sri Haryati (35 tahun) Ibu Sri Haryati adalah informan dengan postur kecil dengan warna kulit coklat dan rambut keriting. Ibu Sri Haryati merupakan salah satu manusia gerbong yang telah 11 tahun tinggal di gerbong kereta api dan berasal dari Banjarnegara. Ibu Sri Haryati berprofesi sebagai pengemis di sekitar pusat kota Purwokerto seperti Alunalun Purwokerto, Kebondalem hingga kawasan Universitas Jenderal Soedirman. Ibu Sri Haryati tinggal bersama suaminya yang bernama Nur Wahidin (36 tahun). Kegiatan sehari-hari dari Nur Wahidin adalah sebagai pengumpul rongsok atau pemulung dan memiliki bos rongsok (juragan pemulung) di kawasan eks Stasiun Timur Purwokerto. Keluarga Ibu Sri Haryati tinggal dengan anaknya yang bernama Oka Supriawan (14 tahun) yang masih duduk di kelas 3 Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Purwokerto. 2. Bapak Madi (35 tahun) Bapak Madi adalah salah seorang manusia gerbong dengan postur kekar berisi tapi agak pendek. Dari cara berbicaranya, Bapak Madi tergolong orang yang terbuka dan apa adanya. Bapak Madi merupakan salah satu manusia gerbong yang telah tinggal selama 13 tahun, bahkan telah mendapatkan istri dan melakukan pernikahan selama tinggal di gerbong kereta api, meskipun status perkawinannya masih nikah di

bawah tangan (nikah siri). Istri dari Bapak Madi bernama Ibu Kustiyah (59 tahun) berasal dari Purworejo, sedangkan Bapak Madi sendiri berasal dari Bobotsari Purbalingga. Bapak Madi berprofesi sebagai juru parkir di kawasan pertokoan eks Stasiun Timur Purwokerto. 3. Ibu Kustiyah ( 59 tahun) Ibu Kustiyah adalah informan utama yang berpostur gemuk dengan model rambut pendek dan kulit coklat kehitaman. Ibu kustiyah berasal dari Purworejo, dan dikaruniai dua orang anak dan tiga orang cucu dari hasil pernikahanya dengan suami pertamanya yang berasal dari Purworejo. Setelah berpisah dengan suami pertamanya, Ibu Kustiyah menderita sakit keras. Hal ini menyebabkan Ibu Kustiyah harus dirawat di Rumah Sakit Islam. Ibu Kustiyah dijodohkan dengan Bapak Madi oleh saudara perempuannya. 4. Bapak Edi Purwanto (32 tahun) Bapak Edi Purwanto biasa dipanggil dengan nama Pak Edi, merupakan manusia gerbong yang memiliki postur tubuh kekar dan besar. Pak Edi sehari-harinya berprofesi sebagai pengumpul barang-barang bekas atau Pemulung di daerah sekitar wilayah Kebondalem Purwokerto. Pak Edi tinggal di gerbong dengan istrinya yang bernama Ibu Sunarsi. Bapak Edi merupakan salah seorang manusia gerbong yang sejak kecil hidup di jalanan sehingga tidak diketahui secara pasti asal daerahnya.

5. Mbah Satem (80 tahun) Mbah Satem merupakan manusia gerbong paling tua jika dibandingkan dengan manusia gerbong lainnya. Secara administratif, Mbah Satem tidak terdaftar sebagai warga Kelurahan Kranji Kecamatan Purwokerto Timur. Akan tetapi demi rasa kemanusiaan, Mbah Satem diperbolehkan untuk menetap di wilayah Kelurahan Kranji. Mbah Satem berpostur pendek dengan tinggi badan kurang lebih 150 cm. Seperti kebanyakan orang tua lainnya yang sudah pikun dan menderita gangguan pada pendengaranya, akan tetapi Mbah Satem masih bisa berjalan dengan baik meskipun pelan. Guna memperoleh informasi yang valid, maka dibutuhkan pula informan pendukung. Berikut deskripsi informan pendukung dalam penelitian ini: 1. Bapak Timbul (54 tahun) Bapak Timbul adalah Lurah Kelurahan Kranji Kecamatan Purwokerto Timur. Beliau menjabat sebagai lurah di Kelurahan Kranji mulai pada bulan maret 2009. Pak Timbul berpostur pendek dan agak gendut serta berkulit putih. Pak Timbul merupakan warga asli Bobosan, sebuah kelurahan di daerah Kecamatan Purwokerto Utara. Pak Timbul merupakan sosok yang humoris. Hal tersebut terlihat ketika peneliti melakukan wawancara yang disertai canda dan tawa. Hal tersebut dialami pula oleh Bapak Timbul sehingga pengetahuan mengenai warganya terbilang sangat minim.

2. Bapak Mihad (50 tahun) Bapak Mihad merupakan warga asli Kelurahan Kranji. Sejak kecil beliau seringkali bermain di wilayah eks Stasiun Timur Purwokerto. Bapak Mihad merupakan karyawan di Kelurahan Kranji yang ditunjuk oleh Lurah Kelurahan Kranji untuk membantu peneliti karena dianggap lebih mengetahui tentang keberadaan manusia gerbong yang tinggal berdekatan dengan rumah Bapak Mihad. Selain itu, profesi bapak Mihad di Kelurahan Kranji sebagai karyawan yang keseharianya melayani pelayanan KTP dan sensus penduduk turut membantu dalam validasi data. 3. Bapak Christoper Sudiro (45 tahun) Bapak Christoper Sudiro biasa dipanggil dengan nama Pak Diro oleh warga setempat. Beliau adalah Ketua RT 1 RW 1 Kelurahan Kranji yang telah menjabat sekitar 3 tahun terakhir. Pak Diro merupakan pribadi yang ramah dan memiliki pengetahuan luas sehingga mudah diajak ngobrol. Pak Diro berprofesi dibidang jasa transportasi barang antar kota. Postur tubuh dari Pak Diro padat berisi, meskipun agak pendek sekitar 165 cm. 4. Ibu Samiati (31 tahun) Ibu Samiati berpostur kecil dengan rambut panjang dan kulit cokelat kehitaman. Ibu Samiati merupakan tetangga keempat keluarga manusia gerbong. Beliau tinggal di rumah yang terbuat dari kayu dan lapak bekas di sebelah gerbong yang dihuni Bapak Edi. Ibu Samiati bekerja di Paparons sebagai tenaga kerja di

bagian dapur. Ibu Samiati tinggal dengan suaminya bernama Bapak Slamet yang bekerja sebagai tukang becak dan satu anak perempuannya. 5. Bapak Surono (49 tahun) Bapak Surono adalah Manajer Humas PTKAI Daop V Purwokerto dengan postur tubuhnya yang kecil sekitar 160 cm, berkulit putih dan rambut sedikit putih. Selama melakukan wawancara, dapat terlihat pengetahuan yang luas dan keramahan ditunjukkan oleh Bapak Surono. Wawancara kepada Bapak Surono diperlukan guna mendapatkan data mengenai perijian dan sejarah keberadaan empat manusia gerbong di eks Stasiun Timur Purwokerto.

C. Profil Manusia Gerbong 1. Keluarga Bapak Edi Purwanto Keluarga Bapak Edi Purwanto tinggal di gerbong paling timur. Bapak Edi berasal dari Kebumen. Sejak kecil, beliau hidup sendiri karena kedua orang tuanya meninggal. Pada sekitar tahun 2003, beliau memutuskan untuk merantau ke Purwokerto guna mencari pekerjaan. Hingga sekitar tahun 2008, Bapak Edi tinggal di kawasan pertokoan eks Stasiun Timur Purwokerto. Pada awal tahun 2008, Bapak Edi ditawari oleh Bapak Slamet Priyanto untuk menggantikan dirinya menempati gerbong kereta api. Bapak Slamet sendiri mendirikan rumah semi permanen di sebelah timur gerbong tersebut.

Bapak Edi tinggal bersama dengan istrinya yang bernama Ibu Sunarsi. Dari pernikahan tersebut, Keluarga Bapak Edi belum dikaruniai anak. Bapak Edi merupakan suami kedua Ibu Sunarsi, setelah bercerai dengan suami pertamanya. Ibu Sunarsi berasal dari Kebumen. Pada tahun 2005 memutuskan untuk mencari pekerjaan di Purwokerto.

Gambar 4. Tempat tinggal Bapak Edi Purwanto

2. Keluarga Bapak Madi Keluarga Bapak Madi telah menghuni gerbong kereta api sejak tahun 1997. Bapak Madi bekerja sebagai juru parkir di pertokoan eks Stasiun Timur Purwokerto. Bapak Madi berasal dari Bobotsari. Kedatangan Bapak Madi ke Purwokerto adalah mengikuti saudara perempuannya yang sekarang sudah berkeluarga dan menetap di daerah Pancor, Kelurahan Kranji. Pada akhir tahun 1997, Bapak Madi memutuskan untuk mencari tempat tinggal sendiri. Lokasi kerja yang berada di pertokoan eks Stasiun Timur Purwokerto, membuat Bapak Madi mengetahui keberadaan gerbong kereta api yang dapat ditinggali. Awalnya, Bapak Madi bekerja sebagai pengamen di traffic light daerah Palma. Setelah itu, sekitar tahun 2003 beliau ditawari pekerjaan sebagai juru parkir di daerah pertokoan eks Stasiun Timur Purwokerto.

Gambar 5. Ibu Kustiyah

Gambar 6. Bapak Madi

Bapak Madi tinggal bersama Ibu Kustiyah yang dinikahi secara sirri40 pada tahun 2008. Awal mula kedatangan Ibu Kustiyah ke Purwokerto untuk berobat di RS Islam bersama kakak perempuanya yang tinggal di Kelurahan Karang Pucung. Ibu Kustiyah yang sudah bercerai dengan suami pertamanya dijodohkan dengan Bapak Madi. Saudara perempuan Ibu Kustiyah yang sebelumnya sudah mengenal Bapak Madi, mengenalkan Ibu Kustiyah dengan Bapak Madi.

3. Mbah Satem Mbah Satem adalah satu-satunya manusia gerbong yang tinggal sendirian di gerbong. Hal tersebut dikarenakan Mbah Satem tidak memiliki keluarga lagi. Beliau telah tinggal di gerbong selama empat tahun lamanya. Keberadaan Mbah Satem di eks Stasiun Timur Purwokerto tidak terdata oleh pemerintah Kelurahan Kranji.

Gambar 7. Mbah SatemPernikahan yang dilakukan dengan tata cara agama. Sah secara agama tetapi belum tercatat oleh negara karena tidak melibatkan perangkat pemerintahan seperti Kantor Urusan Agama (KUA). Pernikahan sirri biasa disebut dengan nikah bawah tangan.40

Gerbong kereta api yang ditempati oleh Mbah Satem sebelumnya ditempati oleh Ibu Sri Bandiah dan suaminya. Sebelumnya, Mbah Satem tidur di depan pertokoan eks Stasiun Timur Purwokerto. Ibu Sri Bandiah sebagai penghuni gerbong memutuskan untuk pindah dan mengontrak sebuah rumah di daerah Karanglewas. Kemudian, Mbah Satem yang tidak memiliki tempat tinggal diminta oleh manusia gerbong lainnya untuk menghuni gerbong tersebut. Mbah Satem bekerja sebagai pengumpul barang bekas. Lokasi kerjanya mencapai daerah Cilacap seperti Sampang, Maos, dan sekitarnya. Mbah Satem menempuh perjalanan ke Cilacap, menggunakan angkutan umum dan bus. Meskipun mengalami gangguan ingatan dan pendengaran, Mbah Satem dapat kembali lagi ke gerbong karena beberapa supir angkutan umum sudah terbiasa mengantar Mbah Satem. Menurut manusia gerbong yang lainnya, Mbah Satem dikabarkan masih memiliki keluarga di Purwokerto, akan tetapi tidak ada yang mengetahui keberadaanya.

4. Keluarga Bapak Nur Wahidin Keluarga Nur Wahidin telah 11 tahun menempati gerbong kereta api di eks Stasiun Timur Purwokerto. Keluarga ini terdiri dari Bapak Nur Wahidin sebagai kepala rumah tangga, Ibu Sri Haryati dan seorang putra berusia 13 tahun, bernama Oka Supriawan. Bapak Nur Wahidin bekerja sebagai pemulung, sedangkan Ibu Sri Haryati berprofesi sebagai pengemis. Oka Supriawan sebagai anak tunggal keluarga Nur Wahidin merupakan siswa kelas 3 Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Purwokerto.

Bapak Nur Wahidin berasal dari Desa Pasir Muncang Kecamatan Karanglewas. Beliau telah 15 tahun bekerja sebagai pemulung di Kelurahan Kranji. Pada tahun 1996 menikah dengan Ibu Sri Haryati yang berasal dari Banjarnegara. Bapak Nur Wahidin bekerja sebagai pemulung di sekitar eks Stasiun Timur Purwokerto sehingga mengetahui keberadaan gerbong kosong yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal karena lokasi kerja dekat dengan gerbong kereta api. Dengan kata lain, Awal mula keluarga Bapak Nur Wahidin menempati gerbong kereta api tidak dapat dilepaskan dari lokasi eks Stasiun Timur Purwokerto yang berdekatan dengan tempat kerja Bapak Nur Wahidin.

Gambar 8. Bapak Nur Wahidin dan Ibu Sri Haryati

BAB V MANUSIA GERBONG: ANTARA MOTIF DAN INTERAKSI SOSIAL

A. Terbentuknya Squatter Area41 di Eks Stasiun Timur Purwokerto Eks Stasiun Timur Purwokerto resmi ditutup sebagai stasiun komersil pada tahun 1975. Setahun berikutnya, PT Pusri menjalin kerjasama dengan PTKAI untuk memanfaatkan Stasiun Timur Purwokerto dan rel kereta api yang masih bisa digunakan sebagai angkutan pengangkut pupuk dari Cilacap. PT Pusri mendatangkan pupuk dari Palembang menggunakan jasa angkutan laut menuju Cilacap, kemudian dilanjutkan melalui kereta pengangkut pupuk ke eks Stasiun Timur Purwokerto. Kerjasama PTKAI dengan PT Pusri berakhir pada tahun 2001. PT KAI memanfaatkan eks Stasiun Timur Purwokerto sebagai tempat penyimpanan gerbong bekas maupun gerbong rusak yang membutuhkan perbaikan. Akan tetapi, sebagai tempat penyimpanan gerbong bekas dan gerbong rusak, Stasiun Timur Purwokerto tidak jelas penggunaanya. Pemanfaatan eks Stasiun Timur Purwokerto hanya terlihat pada daerah pertokoan sebelah utara dan selatan, sedangkan lahan di dalam eks Stasiun Timur Purwokerto, berupa jalur rel sekaligus gerbong kurang diperhatikan pemanfaatanya. Hal tersebut menimbulkan peluang bagi kaum tunawisma dan kaum urban untuk menggunakan gerbong kereta api sebagai tempat tinggal.

Squatter area adalah suatu area hunian yang dibangun di atas lahan tanpa dilindungi hak kepemilikkan atas tanahnya.

41

Faktor lemahnya teknis pemanfaatan lahan menjadi salah satu penyebab munculnya kawasan kumuh42. Lemahnya teknis pemanfaatan lahan menjadi salah satu penyebab terbentuknya kawasan kumuh di eks Stasiun Timur Purwokerto. Hingga sekarang, lokasi eks Stasiun Timur Purwokerto tidak memiliki kejelasan tentang masa depan lokasi tersebut. Pihak PTKAI Daop V Purwokerto hingga sekarang belum memutuskan secara pasti pemanfaatan lokasi eks Stasiun Timur Purwokerto yang memiliki luas 1900 meter persegi tersebut. Padahal stasiun tersebut sudah tidak beroperasi sejak tahun 1975. Ketidakjelasan tersebut memberikan peluang kepada sebagian orang, khususnya kaum urban dan tunawisma untuk memanfaatkanya sebagai tempat tinggal. Ketika segala sesuatunya telah berlangsung lama, PTKAI dan semua dinas terkait tidak mampu untuk mengendalikannya. Kementerian Negara Perumahan Rakyat mengartikan kawasan kumuh sebagai lingkungan tempat tinggal dan atau wilayah bisnis kecil yang kondisinya tidak memadai untuk tempat tinggal karena tidak terpenuhinya berbagai kebutuhan dasar 43. Gerbong kereta api tidak dapat memenuhi kriteria sebagai tempat tinggal yang layak. Gerbong sebagai sebuah tempat tinggal tidak memiliki ventilasi udara, sumber air, pembuangan dan kualitas lingkungan yang sehat. Permukiman di eks Stasiun Timur Purwokerto tersebut termasuk dalam kawasan squatter, yaitu suatu area hunian yang

Haryanto, Asep. Strategi Penanganan Kawasan Kumuh sebagai Upaya Menciptakan Lingkungan Perumahan dan Pemukiman yang Sehat. (Jurnal PWK, Unisba Bandung) 43 Dalam Soehendera, Sertifikat Tanah dan Orang Miskin. (Jakarta: HuMa, 2010) hlm 5

42

dibangun di atas lahan tanpa dilindungi hak kepemilikkan atas tanahnya 44. Empat keluarga manusia gerbong dapat dikatakan menghuni squatter area karena tidak mempunyai hak kepemilikan atas tanah dan bangunannya. Hak atas kepemilikan tanah dan bangunan di eks Stasiun Timur Purwokerto menjadi milik PTKAI Daop V Purwokerto. Kawasan tersebut juga tidak diperuntukkan bagi permukiman dan pada dasarnya merupakan lokasi terlarang untuk dihuni. Sekelompok orang yang menempati gerbong kereta api berasal dari daerah di sekitar Purwokerto. Mayoritas merupakan golongan ekonomi lemah yang mencari nafkah di Purwokerto. Secara ekonomis, manusia gerbong merupakan komunitas yang berpenghasilan rendah, bekerja di sektor informal dengan penghasilan yang tidak tetap. Secara sosial, manusia gerbong berpendidikan rendah dan memiliki ketrampilan yang terbatas. Secara fisik, manusia gerbong tinggal dalam kondisi lingkungan yang sangat buruk dengan fasilitas sarana dan prasarana yang terbatas, bahkan seringkali terkena banjir saat hujan turun dan polusi lingkungan seperti limbah dari pertokoan. Secara hukum, manusia gerbong telah diakui sebagai warga Kelurahan Kranji Kecamatan Purwokerto Timur.

B. Keberadaan Manusia Gerbong Eks Stasiun Timur Purwokerto dalam sejarahnya adalah stasiun yang melayani perjalanan dengan rute Purwokerto menuju Wonosobo. Stasiun Timur

44

Van Kampen dalam Soehendera Sertifikat Tanah dan Orang Miskin. (Jakarta: HuMa, 2010)

hlm 6

Purwokerto

merupakan

stasiun

yang

menghubungkan

Purwokerto

dengan

Purbalingga, Banjarnegara dan Wonosobo. Pada tahun 1975, Stasiun Timur Purwokerto resmi ditutup untuk pelayanan transportasi penumpang dari Purwokerto ke Wonosobo dan sebaliknya. Setelah tidak digunakan sebagai sarana transportasi penumpang, Stasiun Timur Purwokerto dialih fungsikan sebagai transportasi pupuk hingga tahun 2001. Hal tersebut tidak terlepas dari kerjasama antara PTKAI yang sekarang telah berubah menjadi PTKAI dengan PT PUSRI. Sejak tahun 2001 hingga sekarang, Stasiun Timur Purwokerto tidak digunakan untuk kegiatan apapun, mengingat kontrak perjanjian sewa antara PTKAI dengan PT PUSRI telah berakhir. Sejak saat itulah Stasiun Timur Purwokerto lebih dikenal oleh masyarakat sekitar dengan sebutan eks Stasiun Timur Purwokerto. Keberadaan manusia gerbong tidak dapat dijelaskan secara pasti kapan fenomena tersebut muncul pertama kali di eks Stasiun Timur Purwokerto. Menurut pihak PTKAI Daop V Purwokerto melalui Bapak Surono, mengungkapkan asal-usul keberadaan manusia gerbong, sebagai berikut; ..jadi itu kan kebanyakan kaum tunawisma begitu ya, kemudian melihat gerbong yang tidak digunakan, terus mereka menempati gerbong itu.. ..kalau masalah tahunnya ya, itu mungkin setelah Stasiun Timur resmi ditutup itu mulai banyak yang tinggal di gerbong..

Pihak PTKAI menyadari bahwa awal mula keberadaan manusia gerbong di eks Stasiun Timur Purwokerto mulai terjadi sejak stasiun tersebut ditutup pada tahun 1975. Pihak PTKAI juga mengungkapkan bahwa penghuni gerbong adalah kaum

tunawisma yang memanfaatkan gerbong kereta api sebagai tempat tinggalnya. Sedangkan Pemerintahan Kelurahan Kranji melalui Bapak Sudiro selaku Ketua RT 1 RW 1 Kelurahan Kranji mengatakan bahwa keberadaan manusia gerbong sudah ada sejak beliau kecil atau sekitar tahun 1976an. Bapak Sudiro adalah warga asli Kelurahan Kranji. .kalo awal mulanya itu terus terang saja, dulu-dulunya sebelum saya tinggal di sini, saya kan aslinya disebelah situ di RT 4 waktu saya kecil masih mengikuti orang tua..itu sudah ada sejak dulu sejak jaman ada nomer.. SDSB sebelumnya kan NALO namane itu waktu masih kecildari dulu sudah ada...

Dari pendapat ketua RT 1 RW 1 yang merupakan warga asli Kelurahan Kranji diketahui bahwa tidak ada yang mengetahui secara pasti sejarah atau awal mula manusia gerbong menempati gerbong kereta api yang sudah tidak terpakai di eks Stasiun Timur Purwokerto. Dengan demikian, keberadaan manusia gerbong di eks Stasiun Timur Purwokerto hingga saat ini sudah ada sejak tahun 1976. Awal mula empat keluarga manusia gerbong menempati gerbong memiliki beragam cerita dan asal usul. Hal tersebut diungkapkan oleh salah seorang manusia gerbong bernama Ibu Sri Haryati yang menyebutkan bahwa; .saking Purbalingga kan langsung ngertos wonten gerbong teng mriki..lah nek ganu lah katah tiyange, seniki pada pindahduko pada kesah teng pundi.. (dari Purbalingga sudah mengetahui ada gerbong di sini, kalau dulu banyak orangnya, sedangkan sekarang sudah pindah semua tidak diketahui kemana perginya)

Keluarga Bapak Edi yang menempati gerbong paling timur menceritakan awal mula menempati gerbong sebagai berikut; pertama nggih kulo.carane nggih waune si kulo mboten pengin teng gerbong... tapi kanee..kan enten sing tiyang kampung mriki lah dari pada kan kulo maune anu teng ndalan sih ya kae nang gerbong bae ngko kan wong kampung ana sing ngerti ikihlah wong kasaranesanjang tukang parkir karo keamanane kankulo nggih teng mriki.. lah sameniko kulo laporan kalih.. RT (awalnya saya tidak ingin di gerbong, tapi ada orang daerah sini yang mengatakan bahwa daripada hidup di jalan lebih baik tinggal di gerbong saja, nanti ada orang desa yang mengatahui keberadaan kamu. Setelah saya bertanya dengan tukang parkir dan keamanan, saya bisa tinggal di gerbong setelah sebelumnya saya laporan ke RT)

Pemanfaatan teknis lahan di eks Stasiun Timur Puwokerto terlihat lemah. Ibu Sri Haryati yang berasal dari Purbalingga mengetahui keberadaan gerbong kereta api dapat dihuni. Hal tersebut mengindikasikan bahwa keberadaan gerbong di eks Stasiun Timur Purwokerto sudah menjadi rahasia umum. Sehingga, warga di luar kota Purwokerto bisa mendapatkan informasi tersebut. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari lemahnya teknis pemanfaatan lahan eks Stasiun Timur Purwokerto. Lemahnya teknis pemanfaatan lahan berdampak pada munculnya permasalahan perumahan dan pemukinan45. Lemahnya teknis pemanfaatan lahan kawasan eks Stasiun Timur Purwokerto membuka kesempatan munculnya permasalahan dalam perumahan dan pemukiman, sehingga mengakibatkan munculnya kawasan kumuh. Lemahnya pemanfaatan lahan eks Stasiun Timur ini juga membuat keberadaan manusia gerbong

Haryanto, Asep. Strategi Penanganan Kawasan Kumuh sebagai Upaya Menciptakan Lingkungan Perumahan dan Pemukiman Sehat. (Jurnal PWK, Unisba Bandung)

45

silih berganti datang dan pergi tak terkendali dengan jumlah yang relatif banyak. Melihat dari perizinannya, maka eks Stasiun Timur Purwokerto dikategorikan sebagai squatter area. Kemiskinan membuat Bapak Edi tidak bisa memenuhi k