skripsi komunikasi

download skripsi komunikasi

of 87

Transcript of skripsi komunikasi

REVISI HASIL PENELITIAN

ANALISA KOMUNIKASI POLITIK MAHASISWA (STUDI PADA PEMILIHAN BEM FISIP)

Oleh : S U K I R M AN C1D1 06 090

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2011

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Komunikasi merupakan sarana yang paling vital bagi setiap manusia untuk mengerti dirinya sendiri, mengerti orang lain dan memahami lingkungannya. Mengetahui tempat dan cara kehadirannya di masyarakat serta hubungan dengan sesama yang ada di sekitarnya. Hampir di setiap aspek kehidupan manusia terjalin proses komunikasi yang disadari maupun tidak disadari. Pada setiap proses politik, komunikasi menempati posisi yang strategis. Bahkan, komunikasi dinyatakan sebagai urat nadi proses politik. Berbagai struktur politik seperti parlemen, kepresidenan, partai politik, lembaga swadaya masyarakat, kelompok kepentingan, dan warganegara biasa memperoleh informasi politik melalui komunikasi politik ini. Komunikasi politik merupakan fungsi dalam sistem politik yang sangat penting. Komunikasi politik menyalurkn informasi dan kepentingan politik. Komunikasi politik menyalurkan aspirasi dan kepentingan politik yang menjadi input sistem politik dan pada waktu yang sama ia juga menyalurkan kebijakan yang diambil atau output sistem politik itu. Melalui komunikasi politik, orang-orang memberi dukungan, menyampaikan aspirasi dan melakukan pengawasan terhadap system politik. Melalui itu pula mereka mengetahui apakah dukungan, aspirasi dan pengawasan itu tersalur atau tidak

sebagaimana dapat mereka simpulkan dari berbagai kebijakan politik yang diambil (Maswadi dkk, 1993). Kampus memiliki struktur formal keorganisasian seperti negara yang punya presiden, dewan perwakilan, menteri dan gubernur bahkan bupati. Untuk mengisi posisi di struktur keorganisasian, di kampus pun dilakukan pesta rakyat yaitu pemilihan umum. Pemilihan ketua dan wakil ketua BEM FISIP merupakan sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi mahasiswa khususnya dalam lingkup Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik. Ini menjadi media pembelajaran berdemokrasi, regenerasi dan aktualisasi diri bagi mahasiswa yang diharapkan membentuk kesadaran kolektif segenap unsur mahasiswa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya. Pemilihan merupakan suatu prosedur yang melalui para anggota masyarakat atau organisasi orang untuk memegang suatu jabatan tertentu, pemilihan umum merupakan suatu cara untuk menemukan orang-orang yang memenuhi kualitas perwakilan Pemilihan ketua dan wakil ketua Badan Eksekutif Mahasiswa baik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas maupun Fakultas

dilaksanakan setiap tahun sekali dan dilaksanakan dengan sistem pemilihan langsung. Setiap mahasiswa kecuali mahasiswa pasca sarjana memiliki hak untuk memilih dan dipilih, dengan syarat-syarat seperti yang tercantum dalam SK Rektor Unhalu No. 041A Tahun 2005 yaitu bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, terdaftar aktif sebagai mahasiswa dan dapat dibuktikan dengan kuliah dari fakultas masing-masing pada saat pemilu Mahasiswa dilaksanakan,

memiliki kemampuan akademik yang memadai, Mampu secara jasmani dan rohani untuk menjalankan tugas dan kewajibannya, mempunyai kelakuan baik dibuktikan dengan surat keterangan berrkelakuan baik dari polisi dan fakultas. telah mengikuti kegiatan orientasi akademik mahasiswa yang dibuktikan dengan piagam peserta. tidak sedang menjabat sebagai ketua/wakil ketua dalam organisasi kemahasiswaan di lingkup Unhalu. Dan tidak penah melakukan perbuatan tercela. Pemilihan ketua dan wakil ketua Badan Eksekutif Mahasiswa adalah sesuatu yang unik, dimana pemilihan dilakukan seperti didalam masyarakat umum akan tetapi dengan pemilih dan yang dipilih adalah mahasiswa dan merupakan orang-orang terdidik, khusus di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, masyarakatnya adalah mereka yang terdidik dengan masalah politik dan sosial sehingga diharapkan menjadi terjadinya sebuah pemilihan yang ideal. Pemilihan ketua dan wakil BEM Fisip periode 2008/2009 dan periode 2009/2010 masing-masing diikuti masing-masing 4 (empat) pasang calon. Pada pemilihan ketua dan wakil ketua BEM Fisip periode 2009/2010, pesertanya adalah Hamrul Marsula dan Nur Alam, Ibrahim dan Risdah, Bahchtiar dan Ayu Pradesti, dan pasangan Ali Musyafar dan Baiduri. Sedangkan pemilihan ketua dan wakil ketua BEM Fisip periode 2010/2011 pesertanya adalah La Ode Agus dan Hendri Lipi, Asrudin dan Rismawati, Syahirudin dan Taufik idzak, serta pasangan Lahimulku dan Karmisla. Dalam setiap pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)

FISIP, ada beberapa hal yang menarik yakni pertama, pemilih dan yang akan dipilih saling mengenal satu sama lain, hal ini sangat dimungkinkan karena kebanyakan calon ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan pasangannya adalah orang-orang yang populer; kedua, calon ketua dan wakil ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) adalah mereka yang aktif dalam organisasi mahasiswa diluar kampus(HMI, PMII, KAMMI, dan sebagainya),; ketiga, Jurusan dan program studi dianggap menjadi basis pemilih bagi calon ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari jurusan atau program studi yang bersangkutan; keempat, keikutsertaan kaum mahasiswi sebagai calon wakil ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM); dan kelima, primordial kesukuan, menurut Agus (2009) apa yang ditampilkan sebagai sebagai komunikasi politik yang ideal merupakan panggung depan sedangkan dibaliknya (panggung belakang), etnisitaslah yag terjadi. Erving Goffman menjelaskan bahwa kehidupan manusia terdiri dari panggung depan (front region) dan panggung belakang (back stage). Dalam teori dramaturgi, ada dua pertanyaan pokok : mengapa pada panggung depan individu bertindak seperti sosok ideal? Sosok ideal yang dikemas dalam topeng kehidupan akan menjaga kesatuan bertindak, dalam situasi rutin anggota tim harus dapat dipercaya sehingga harus dipilih hati-hati. Kedua, apa tujuan tindakan bertopeng? Tujuan secara rasional adalah untuk menjaga kesatuan bertindak antara kondisi ideal dan real atau tetapnya integrasi suatu integrasi sosial. Sedang secara tidak rasional tujuan tindakan itu memang sudah dipastikan pada kehidupan yang fatalis. Hal

menggambarkan tampilan politisi dipanggung depan dalam proses selebritisasi politik tentu tampilan performa yang ideal, yang tentu berbeda dengan performa di panggung belakang. Kampanye pemilihan ketua dan wakil ketua Bem tidak mampu mendekatkan pemilih dengan para kandidat. Kampanye dialogis hanya dilakukan satu kali dengan menampilkan para calon secara keseluruhan bersamaan. Seleberan dan posterpun biasanya hanya diisi dengan riwayat organisasi dan slogan-slogan dari para calon. Cara yang lazim dilakukan dalam politik mahasiswa adalah membangun kesan yang baik di panggung depan tentang dirinya baik pada seluruh mahasiswa. Sebelum berinteraksi dengan orang lain, seseorang pasti akan mempersiapkan perannya terlebih dahulu, atau kesan yang ingin ditangkap oleh orang lain. Kesan yang hendak ditampilkan tentu saja sebagai calon pemimpin yang baik, dan di panggung belakang, para kandidat biasanya menyiapkan cara untuk memperoleh suara dalam jumlah banyak dan mempertahankan suara tersebut dengan cara apapun termasuk kekerasan. Sehingga, suasana pada hari pelaksanaan pemilihan ketua BEM Fisip cukup menegangkan dan seringkali diwarnai dengan bentrokan fisik antara pendukung calon ketua dan wakil ketua BEM, biasanya berasal dari suku yang sama dengan kandidat tersebut. Bentrokan ini biasanya terjadi pasca pemilihan, dalam pengamatan penulis bentrokan yang terjadi pada pemilihan BEM Fisip lebih sering terjadi dibandingkan pemilihan BEM fakultas lainnya. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul Analisa Komunikasi Politik Mahasiswa (Studi Pada Pemilihan Bem Fisip). 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana komunikasi panggung depan (Front Stage) pada pemilihan ketua bem fisip? 2. Bagaimana realitas panggung belakang (Back Stage) pada pemilihan ketua bem fisip? 1.3. 1.3.1. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mengetahui komunikasi yang dilakukan panggung depan (Front Stage) pada pemilihan ketua bem fisip. 2. Mengetahui realitas panggung belakang (Back Stage) pada pemilihan ketua bem fisip. 1.3.2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis: hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas

wawasan keilmuan khususnya kajian komunikasi politik. 2. Secara praktis: hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada seluruh masyarakat, elemen pemerintah, elemen mahasiswa dan lembaga sosial mengenai komunikasi politik

3. Secara metodologi: dapat menjadi kajian dalam rangka pengembangan metodologi riset yang sesuai dengan kebutuhan peneliti berikutnya pada studi komunikasi politik, khususnya menyangkut komunikasi politik. 1.4. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan proposal ini yaitu sebagai berikut: 1. Bab I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, dan sistematika penulisan 2. Bab II Tinjauan Pustaka, terdiri atas Telaah pustaka yang terbagi dalam tiga sub bab yakni konsep komunikasi politik , teknik komunikasi, konsep badan eksekutif mahasiswa, dan kerangka pikir 3. Bab III Metode penelitian, yang terdiri dari lokasi penelitian, subyek dan informan, jenis data yang dibagi 2 (dua) yakni data primer dan data sekunder, teknik pengambilan data, teknik analisis data, Desain operasional variable, dan defenisi operasional. 4. Bab IV Hasil dan pembahasan, terdiri atas potret pemilihan ketua bem fisip, hasil penelitian yang terbagi atas dua yakni keadaan panggung depan pemilihan ketua bem fisip dan realitas panggung belakang pemiliha ketua bem fisip, dan pada pembahasan 5. Bab V Penutup, terdiri atas kesimpulan dan saran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Telaah Pustaka Dramaturgi

2.1.1

Salah satu kontribusi interaksionisme simbolik adalah menjabarkan berbagai macam pengaruh yang ditimbulkan penafsiran orang lain terhadap identitas atau citra-diri individu yang merupakan objek interpretasi, yang lebih jauh dijabarkan Goffman sebagai keutuhan diri. Dramaturgi adalah suatu pendekatan yang lahir dari pengembangan Teori Interaksionisme Simbolik. Dramaturgi diartikan sebagai suatu model untuk mempelajari tingkah laku manusia, tentang bagaimana manusia itu menetapkan arti kepada hidup mereka dan lingkungan tempat dia berada demi memelihara keutuhan diri. Istilah dramaturgi dipopulerkan oleh Erving Goffman, salah seorang sosiolog yang paling berpengaruh pada abad 20. Dalam bukunya yang berjudul The Presentation of Self in Everyday Life yang diterbitkan pada tahun 1959, Goffman memperkenalkan konsep dramaturgi yang bersifat penampilan teateris. Yakni memusatkan perhatian atas kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan drama yang mirip dengan pertunjukan drama di panggung. Ada aktor dan penonton. Tugas aktor hanya mempersiapkan dirinya dengan berbagai atribut pendukung dari peran yang ia mainkan, sedangkan bagaimana makna itu tercipta, masyarakatlah (penonton) yang memberi interpretasi. Individu tidak lagi bebas dalam menentukan makna tetapi konteks yang lebih luas menentukan makna (dalam hal ini adalah penonton dari sang aktor). Karyanya melukiskan bahwa manusia sebagai manipulator simbol yang hidup di dunia simbol. Dalam konsep dramaturgi, Goffman mengawalinya dengan penafsiran konsep-diri, di mana Goffman menggambarkan pengertian diri yang lebih luas daripada Mead (menurut Mead, konsep-diri seorang individu bersifat stabil dan sinambung selagi membentuk dan dibentuk masyarakat berdasarkan basis jangka panjang). Sedangkan menurut Goffman, konsep-diri lebih bersifat temporer, dalam arti bahwa diri bersifat jangka pendek, bermain peran, karena selalu dituntut oleh peranperan sosial yang berlainan, yang interaksinya dalam masyarakat berlangsung dalam episode-episode pendek (Mulyana, 2003). Berkaitan dengan interaksi, definisi situasi bagi konsep-diri individu tertentu dinamakan Goffman sebagai presentasi diri.

Manusia adalah aktor yang berusaha menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui pertunjukan dramanya sendiri. Dalam mencapai tujuannya tersebut, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor dalam drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kemudian ketika perangkat simbol dan pemaknaaan identitas yang hendak disampaikan itu telah siap, maka individu tersebut akan melakukan suatu gambaran-diri yang akan diterima oleh orang lain. Upaya itu disebut Goffman sebagai pengelolaan kesan (impression management), yaitu teknik-teknik yang digunakan aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi-situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu (Mulyana, 2003). Menurut Goffman, kebanyakan atribut, milik atau aktivitas manusia digunakan untuk presentasi diri, termasuk busana yang kita kenakan, tempat kita tinggal, rumah yang kita huni berikut cara kita melengkapinya (furnitur dan perabotan rumah), cara kita berjalan dan berbicara, pekerjaaan yang kita lakukan dan cara kita menghabiskan waktu luang kita (Mulyana, 2003). Lebih jauh lagi, dengan mengelola informasi yang kita berikan kepada orang lain, maka kita akan mengendalikan pemaknaan orang lain terhadap diri kita. Hal itu digunakan untuk memberi tahu kepada orang lain mengenai siapa kita. Dalam konsep dramaturgi, Goffman menyebut aktivitas untuk mempengaruhi orang lain itu sebagai pertunjukkan (performance), yakni presentasi diri yang dilakukan individu pada ungkapan-ungkapan yang tersirat, suatu ungkapan yang lebih bersifat teateris, kontekstual, nonverbal dan tidak bersifat intensional. Dalam arti, orang akan berusaha memahami makna untuk mendapatkan kesan dari berbagai tindakan orang lain, baik yang dipancarkan dari mimik wajah, isyarat dan kualitas tindakan (Sukidin, 2002). Menurut Goffman, perilaku orang dalam interaksi sosial selalu melakukan permainan informasi agar orang lain mempunyai kesan yang lebih baik. Kesan non-verbal inilah yang menurut Goffman harus dicek keasliannya. Goffman menyatakan bahwa hidup adalah teater, individunya sebagai aktor dan masyarakat adalah penontonnya. Dalam pelaksanaannya, selain panggung di mana ia melakukan pementasan peran, ia juga memerlukan ruang ganti yang berfungsi untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Ketika individu dihadapkan pada panggung, ia akan menggunakan simbol-simbol yang relevan untuk memperkuat identitas karakternya, namun ketika individu tersebut telah habis masa

pementasannya, maka di belakang panggung akan terlihat tampilan seutuhnya dari individu tersebut. 2.1.1.1. Panggung Pertunjukan Goffman melihat ada perbedan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage) drama kehidupan. Kondisi akting di panggung depan adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh konsep-konsep drama yang bertujuan membuat drama yang berhasil. Sedangkan di panggung belakang adalah keadaan di mana kita berada di belakang panggung dengan kondisi tidak ada penonton, sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa memperdulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan. Lebih jauh untuk memahami konsep dramaturgi, analogi front liner hotel adalah sebagai contoh. Seorang front liner hotel senantiasa berpakaian rapi menyambut tamu hotel dengan ramah, santun, bersikap formil dengan perkataan yang diatur. Tetapi, saat istirahat siang, sang front liner bisa bersikap lebih santai, bersenda gurau menggunakan bahasa gaul dengan temannya atau melakukan sikap tidak formil lainnya (merokok dan sebagainya). Saat front liner menyambut tamu di hotel, merupakan saat front stage baginya (pertunjukan). Tanggung jawabnya adalah menyambut tamu hotel dan memberi kesan baik hotel kepada tamu tersebut. Oleh karenanya, perilaku front liner merupakan perilaku yang sudah digariskan skenarionya oleh pihak manajemen hotel. Saat istirahat makan siang, front liner bebas untuk mempersiapkan dirinya menuju babak ke-dua dari pertunjukan tersebut. Karenanya skenario yang disiapkan oleh manajemen hotel adalah bagaimana front liner tersebut dapat refresh untuk dapat menjalankan perannya di babak selanjutnya. Akan sangat beresiko jika front liner tersebut tertangkap basah sedang merokok oleh tamu walaupun front liner tersebut berada di rest room, karena akan menimbulkan kesan negatif dari tamu. Oleh karena itu, ada suatu resiko yang besar ketika panggung belakang atau privat dari seorang individu bisa diketahui orang lain. Mengingat dalam hal ini, panggung tersebut bersifat rahasia, maka hal yang wajar bagi individu untuk menutupi panggung privat tersebut dengan tampilan luar yang memukau.

Lebih jelas akan dibahas dua panggung pertunjukan dalam kajian dramaturgi: a. Front Stage (Panggung Depan) Merupakan suatu panggung yang terdiri dari bagian pertunjukkan (appearance) atas penampilan dan gaya (manner) (Sudikin, 2002:49-51). Di panggung inilah aktor akan membangun dan menunjukkan sosok ideal dari identitas yang akan ditonjolkan dalam interaksi sosialnya. Pengelolaan kesan yang ditampilkan merupakan gambaran aktor mengenai konsep ideal dirinya yang sekiranya bisa diterima penonton. Aktor akan menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukkan mereka. Menurut Goffman, aktor menyembunyikan hal-hal tertentu tersebut dengan alasan: 1. Aktor mungkin menyembunyikan kesenangan-kesenangan tersembunyi, seperti meminum minuman keras, yang

dilakukan sebelum pertunjukan, atau kehidupan masa lalu, seperti pecandu alkohol, pecandu obat bius atau perilaku kriminal yang tidak sesuai dengan panggung pertunjukan. 2. Aktor mungkin ingin menyembunyikan kesalahan yang terjadi saat persiapan pertunjukan, juga langkah-langkah yang diambil untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Misalnya, supir taksi mulai menyembunyikan fakta ketika ia salah mengambil arah jalan. 3. Aktor mungkin merasa perlu menunjukkan hanya produk akhir dan menyembunyikan proses memproduksinya.

Misalnya dosen memerlukan waktu beberapa jam untuk memberikan kuliah, namun mereka bertindak seolah-olah mereka telah lama memahami materi kuliah itu.

4.

Aktor mungkin perlu menyembunyikan kerja kotor yang dilakukan untuk membuat produk akhir itu dari khalayak. Kerja kotor itu mungkin meliputi tugas-tugas yang secara fisik kotor, semi-legal, kejam dan menghinakan.

5.

Dalam melakukan pertunjukan tertentu, aktor mungkin harus mengabaikan standar lain. Akhirnya aktor mungkin perlu menyembunyikan hinaan, pelecehan atau perundingan yang dibuat sehingga pertunjukan dapat berlangsung (Mulyana, 2003:116).

b. Back Stage (Panggung Belakang) Merupakan panggung penampilan individu di mana ia dapat menyesuaikan diri dengan situasi penontonnya (Sudikin, 2002:49-51). Di panggung inilah segala persiapan aktor disesuaikan dengan apa yang akan dihadapi di lapangan, untuk menutupi identitas aslinya. panggung ini disebut juga panggung pribadi, yang tidak boleh diketahui oleh orang lain. Dalam arena ini individu memiliki peran yang berbeda dari front stage, ada alasan-alasan tertentu di mana individu menutupi atau tidak menonjolkan peran yang sama dengan panggung depan. Di panggung inilah individu akan tampil seutuhnya dalam arti identitas aslinya. Lebih jauh, panggung ini juga yang menjadi tempat bagi aktor untuk mempersiapkan segala sesuatu atribut pendukung pertunjukannya. Baik itu make-up (tata rias), peran, pakaian, sikap, perilaku, bahasa tubuh, mimik wajah, isi pesan, cara bertutur dan gaya bahasa. Di panggung inilah, aktor boleh bertindak dengan cara yang berbeda dibandingkan ketika berada di hadapan penonton, jauh dari peran publik. Di sini bisa terlihat perbandingan antara penampilan palsu dengan keseluruhan kenyataan diri seorang aktor. Konsep Diri

2.1.2

Konsep diri (self consept) merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Para ahli psikologi kepribadian berusaha menjelaskan sifat dan fungsi dari konsep diri, sehingga terdapat beberapa pengertian. Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan. Perasaan individu bahwa ia tidak mempunyai kemampuan yang ia miliki. Padahal segala keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimiliki. Pandangan dan sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang sulit untuk diselesaikan. Sebaliknya pandangan positif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan seseorang individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang mudah untuk diselesaikan. Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungannya. Beberapa ahli merumuskan definisi konsep diri, menurut Burns, konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat, mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu (Mulyana, 2000:7). Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri yang dimiliki individu dapat diketahui lewat informasi, pendapat, penilaian atau evaliasi dari orang lain mengenai dirinya. Individu akan mengetahui dirinya cantik, pandai, atau ramah jika ada informasi dari orang lain mengenai dirinya. Sebaliknya individu tidak tahu bagaimana ia dihadapkan orang lain tanpa ada informasi atau masukan dari lingkungan maupun orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung individu telah menilai dirinya sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri itu meliputi watak dirinya, orang lain dapat menghargai dirinya atau tidak, dirinya termasuk orang yang berpenampilan menarik, cantik atau tidak. Seperti yang dikemukakan Hurlock (1990:58) memberikan pengertian tentang konsep diri sebagai gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri ini merupakan

gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi. Menurut William D. Brooks bahwa pengertian konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita (Rakhmat, 2005:105). Sedangkan Centi (1993:9) mengemukakan konsep diri (self-concept) tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri sendiri, konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana kita harapkan Konsep diri didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang, perasaan dan pemikiran individu terhadap dirinya yang meliputi kemampuan, karakter, maupun sikap yang dimiliki individu (Rini, 2002:http:/www.epsikologi.com/dewa/160502.htm). Konsep diri merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuat individu menuju kesuksesan. Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja mempersiapkan kegagalan bagi dirinya. Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku individu. Individu memandang atau menilai dirinya sendiri akan tampak jelas dari seluruh perilakunya, dengan kata lain perilaku seseorang akan sesuai dengan cara individu memandang dan menilai dirinya sendiri. Apabila individu memandang dirinya sebagai seorang yang memiliki cukup kemampuan untuk melaksanakan tugas, maka individu itu akan menampakan perilaku sukses dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya apabila individu memandang dirinya sebagai seorang yang kurang memiliki kemampuan melaksanakan tugas, maka individu itu akan menunjukkan ketidakmampuan dalam perilakunya. Rogers (dalam Burns, 1993:353) menyatakan bahwa konsep diri memainkan peranan yang sentral dalam tingkah laku manusia, dan bahwa semakin besar kesesuaian di antara konsep diri dan realitas semakin berkurang ketidakmampuan diri orang yang bersangkutan dan juga semakin berkurang perasaan tidak puasnya. Hal ini karena cara individu memandang dirinya akan tampak dari seluruh perilakunya. Konsep diri berperan dalam mempertahankan keselarasan batin, penafsiran pengalaman dan menentukan harapan individu. Konsep diri mempunyai peranan dalam mempertahankan keselarasan batin karena apabila timbul perasaan atau persepsi yang tidak seimbang atau saling bertentangan,

maka akan terjadi situasi psikologis yang tidak menyenangkan. Untuk menghilangkan ketidakselarasan tersebut, ia akan mengubah perilakunya sampai dirinya merasakan adanya keseimbangan kembali dan situasinya menjadi menyenangkan lagi. Hurlock (1990:238) mengemukakan, konsep diri merupakan inti dari pola perkembangan kepribadian seseorang yang akan mempengaruhi berbagai bentuk sifat. Jika konsep diri positif, anak akan mengembangkan sifat-sifat seperti kepercayaan diri, harga diri dan kemampuan untuk melihat dirinya secara realitas, sehingga akan menumbuhkan penyesuaian sosial yang baik. Sebaliknya apabila konsep diri negatif, anak akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri. Mereka merasa ragu dan kurang percaya diri, sehingga menumbuhkan penyesuaian pribadi dan sosial yang buruk pula. Konsep diri juga dikatakan berperan dalam perilaku individu karena seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya akan mempengaruhi individu tersebut dalam menafsirkan setiap aspek pengalamanpengalamannya. Suatu kejadian akan ditafsirkan secaraberbeda-beda antara individu yang satu dengan individu yang lain, karena masing-masing individu mempunyai pandangan dan sikap berbeda terhadap diri mereka. Tafsiran-tafsiran individu terhadap sesuatu peristiwa banyak dipengaruhi oleh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya sendiri. Tafsiran negatif terhadap pengalaman disebabkan oleh pandangan dan sikap negatif terhadap dirinya sendiri, begitu pula sebaliknya. Selanjutnya konsep diri dikatakan berperan dalam menentukan perilaku karena konsep diri menentukan pengharapan individu. Menurut beberapa ahli, pengharapan ini merupakan inti dari konsep diri. Pengharapan merupakan tujuan, cita-cita individu yang selalu ingin dicapainya demi tercapainya keseimbangan batin yang menyenangkan. Menurut Rakhmat (2005:104) konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Misalnya bila seorang individu berpikir bahwa dia bodoh, individu tersebut akan benarbenar menjadi bodoh. Sebaliknya apabila individu tersebut merasa bahwa dia memiliki kemampuan untuk mengatasi persoalan, maka persoalan apapun yang dihadapinya pada akhirnya dapat diatasi. Ini karena individu tersebut berusaha hidup sesuai dengan label yang diletakkan pada dirinya. Dengan kata lain sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri seseorang, positif atau negatif.

Konsep diri terdiri dari 5 komponen ( Stuart dan Sundeen,1991 ) yaitu : 1. Gambaran diri Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar atau tidak sadar termasuk persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu. Gambaran diri ini harus realistis karena lebih banyak seseorang menerima dan menyukai tubunnya akan lebih Ideal diri Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berprilaku sesuai dengan standar pribadi. Standar ini dapat berhubungan dengan tipe orang atau sejumlah aspirasi cita-cita nilai yang di capai. Ideal diri mulai berkembang pada masa kanakkanak yang dipengaruhi oleh orang penting dari dirinya yang memberikan tuntutan atau harapan. Pada masa remaja, ideal diri akan dibentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Ideal diri sebaiknya ditetapkan lebih tinggi dari kemampuan individu saat ini tapi masih dalam batas yang dapat dicapai. Ini diperlukan oleh individu untuk memacu dirinya ketingkat yang lebih tinggi. Harga diri Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai degan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri. Harga diri yang tinggi berakar dari penerimaan diri tanpa syarat sebagai individu yang berarti dan penting walaupun salah, gagal atau kalah. Hargadiri diperoleh dari penghargaan diri sendiri dan dari orang lain yaitu perasaan dicintai, dihargai dan dihormati. Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri tinggi atau juga harga diri rendah. Jika individu selalu berhasil maka cenderung mempunyai harga diri yang tinggi dan jika individu sering mengalami kegagalan maka cenderung mempunyai harga diri yang rendah. Untuk meningkatkan harga diri dapat dilakukan dengan cara: a. Memberi kesempatan untuk berhasil yaitu dengan memberikan tugas yang kemungkinan dapat di selesaikan,

2.

3.

kemudian

diberi

pujian

atau

penghargaan

atas

keberhasilannya. b. Menanamkan gagasan dengan member gagasan yang dapat memotivasi kreatifitas untuk berkembang. c. Mendorong aspirasi dengan menaggapi pertanyaan dan pendapatnya serta member dukungan terhadap aspirasi yang positif sehingga merasa diterima.

Pada masa dewasa, harga diri semakin stabil dan memberikan gambaran yang jelas tentang dirinya, Hal ini didapatkan dari pengalaman menghadapi kekurangan yang ada pada diri dan meningkatkan kemampuan secara optimal.

4.

Peran Peran adalah pola sikap, prilaku, nilai dan tujuan yang di harapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. Posisi di masyarakat dapat menjadikan stressor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran atau tuntutan posisi yang tidak mungkin dilaksanakan. Stres peran terdiri dari konflik peran, peran yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai dan peran yang berlebihan. Konflik peran dialami jika peran yang diminta konflik dengan system individu atau peran yang konflik satu sama lain Identitas Identitas adalah kesadaran akan diri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat adalah seseorang yang memandang dirinya berbeda dengan orang lain termasuk persepsinya terhadap jenis kelamin, memiliki

5.

otonomi yaitu mengerti dan percaya diri, respek diri, mampu dan menguasai diri, mengatur diri sendiri dan menerima diri. Siri-ciri individu dengan identitas diri positif adalah: a. Mengenal diri sebagai organism yang utuh, terpisah dari orang lain. b. Mengakui jenis kelamin sendiri

c. Memandang berbagai aspek diri sebagai suatu keselarasan d. Menilai diri sesuai dengan penilaian masyarakat e. Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan dating f. Memiliki tujuan yang dapat direalisasikan 2.1.3 Komunikasi Politik

Komunikasi politik adalah aspek yang selalu dapat ditemui dalam setiap aktivitas politik. Komunikasi politik banyak menggunakan konsepkonsep dari ilmu komunikasi oleh sebab, ilmu komunikasi memang berkembang terlebih dahulu ketimbang komunikasi politik. Konsepkonsep seperti komunikator, pesan, media, komunikan, dan feedback sesungguhnya juga digunakan dalam komunikasi politik. Titik perbedaan utama adalah, komunikasi politik mengkhususkan diri dalam hal penyampaian informasi politik. Komunikasi politik memungkinkan bekerjanya semua fungsi dalam sistem politik; seperti halnya darah di dalam tubuh manusia yang menyalurkan pesan-pesan ke seluruh tubuh sistem politik.Komunikasi politik, sebagai layaknya darah, mengalirkan pesan-pesan politik berupa tuntutan, protes, dan dukungan (aspirasi dan kepentingan) ke jantung (pusat) pemprosesan sistem politik; dan hasil pemprosesan itu, yang tersimpul dalam fungsi-fungsi output, dialirkan kembali oleh komunikasi politik yang selanjutnya menjadi feedback sistem politik. komunikasi menjadikan suatu sistem politik menjadi lebih dinamis Ada beberapa defenisi komunikasi politik yakni antara lain menurut Fagen (1966) mengatakan bahwa Komunikasi Politik sebagai segala komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem komunikasi politik dan anatara sistem tersebut dengan lingkungannya, cakupannya meliputi studi mengenai jaringan komunikasi (Organisasi, Kelompok Media Massa, dan

saluran saluran Khusus) dan determinan sosial ekonomi dari pola pola komunikasi yang ada pada sistem yang dimaksud. Dahlan dalam Cangara (2009) mendefenisikan politik sebagai suatu bidang atau disiplin yang menelaah perilaku dan kegiatan komunikasi yang bersifat politik, mempunyai akibat politik, atau pengaruh terhadap perilaku politik . Dengan demikian, menurut Cangara (2009,35) komunikasi politik dirumuskan sebagai suatu pengoperan lambanglambang atau simbol-simbol komunikasi yang berisi pesan-pesan politik dari seseorang atau kelompok kepada orang lain dengan tujuan untuk membuka wawasan atau cara berpikir, serta mempengaruhi sikap dan tingkah laku khalayak yang menjadi target politik. Sementara itu, Karl W. Deutsch mendefinisikan komunikasi politik sebagai transmisi informasi yang relevan secara politis dari satu bagian sistem politik kepada sistem politik yang lain, dan antara sistem sosial dan sistem politik yang merupakan unsur dinamis dari suatu sistem politik, sehingga hasil yang dicapai dapat mempengaruhi pembahasan suatu kebijaksanaan yang ditujukan untuk kepentingan umum. Berkenaan dengan itu, Dan Nimmo mendefinisikan komunikasi politik sebagai kegiatan politik yang benar-benar mempertimbangkan dengan segala konsekuensi kebaikan yang mengatur tingkah laku manusia dalam keadaan yang bertentangan.Sejalan dengan pendapat Dan Nimmo di atas, maka Maswadi Rauf menyatakan bahwa komunikasi dapat dipandang sebagai politik, jika pesan yang dibawa itu berusaha untuk mempengaruhi proses pembuatan yang menghasilkan kebijaksanaan publik. Menurut Lucian Pye, antara Komunikasi dan Politik mempunyai hubungan erat yang istimewa karena berada dalam kawasan atau domain politik dengan menempatkan komunikasi pada posisi yang sangat fundamental. Galnoor mengatakan bahwa tanpa komunikasi , tidak akan ada usaha bersama, sehingga tidak ada politik. Almond berpendapat bahwa komunikasi politik adalah salah satu dari tujuh fungsi yang dijalankan oleh setiap sistem politik. Ketujuh fungsi itu adalah sebagai berikut: komunikasi politik; sosialisasi dan rekrutmen politik; artikulasi kepentingan; agregasi kepentingan; pembuatan aturan; aplikasi aturan; pengadilan atas pelaksanaan aturan (rule adjudication) Seperti telah disebutkan sebelumnya, Gabriel Almond (1960) berpendapat bahwa komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. All of the functions performed in the political system, political socialization and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication,are performed by means of communication. Komunikasi

politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat keenam fungsi lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat secara inheren di dalam setiap fungsi sistem politik. Almond (1960) mengusulkan suatu pembahasan komparatif atas penampilan komunikasi di berbagai sistem politik yang beragam. Penampilan fungsi komunkasi itu dapat diperbandingkan menurut struktur-struktur penampilannya, gaya penampilan itu sendiri. Semua struktur politik badan pemerintahan, partai, kelompok kepentingan, media komunikasi- dan semua struktur sosial seperti keluarga, kelompok kekerabatan dan usia, klas dan status, etnis, kasta, dapat terlibat dalam penampilan fungsi komunikasi yang dimaksud. Secara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dari beberapa pengertian di atas, jelas komunikasi politik adalah suatu proses komunikasi yang mempunyai implikasi atau konsekuensi terhadap aktivitas politik. Politik adalah pengambilan keputusan bukan untuk perorangan, melainkan untuk kepentingan orang banyak, maka cita-cita politik harus diarahkan untuk menciptakan individu yang memiliki komitmen untuk menjadi negarawan. Karena negarawan hanya bisa dicapai melalui keikhlasan dan kejujuran, komunikasi politik memiliki filosofi, yakni pendayagunaan sumber daya komunikasi apakah itu summber daya manusia, infrastuktur,maupun piranti lunak untuk mendorong terwujudnya sistem politik yang mengusung demokrasi, dimana kekuasaan menjalankan pemerintahan ada ditangan pemenang pemilu (mayoritas) dengan melindungi hak-hak golongan yang kalah (minoritas). Komunikasi politik sebagai Body of Knowledge juga terdiri atas berbagai unsur, yakni: sumber (komunikator), pesan, media, penerima, dan efek (Nimmo: 1978, Mansfield dan Weaver: 1982, Dahlan: 1990 dalam Cangara: 2009) 1. Komunikator Politik Komunikasi politik tidak hanya menyangkut partai politik, melainkan juga lembaga pemerintahan legislative, dan eksekutif. Dengan demikian, sumber atau komunikator politik adalah mereka-mereka yang dapat memberi informasi tentang hal-hal yang mengandung makna atau bobot politik, misalnya presiden, menteri, DPR, MPR, KPU, gubernur, bupati, DPRD, Politisi, fungsionaris partai politik,

fungsionaris Lembaga Swadaya Masyarakat, dan kelompok-kelompok penekan yang bisa memengaruhi jalannya pemerintahan 2. Pesan Politik Pesan politik adalah pernyataan yang disampaikan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik secara verbal maupun nonverbal, tersembunyi maupun terang-terangan, baik yang disadari maupun yang tidak disadari, yang isinya mengandung bobot politik. 3. Media Politik Saluran atau media politik ialah alat atau sarana yang digunakan oleh para komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya. 4. Sasaran atau Target Politik Sasaran adalah anggota masyarakat yang diharapkan dapat memberi dukungan dalam bentuk pemberian suara (vote) kepada partai atau kandidat dalam pemilihan umum. 5. Pengaruh atau Efek Komunikasi Politik Efek komunikasi politik yang diharapkan adalah terciptanya pemahaman terhadap sistem pemerintahan dan partai-partai politik, di mana nuansanya akan bermuara pada pemberian suara atau vote dalam pemilihan umum. Secara singkat komunikasi politik dapat digambarkan sebagai berikut: Komunikator Pesan Politik Media Komunikan Feed back Bagan 2.1. proses komunikasi politik Sumber: hasil modifikasi penulis 1. Komunikator = Partisipan yang menyampaikan informasi politik2. 3.

Pesan Politik = Informasi, fakta, opini, keyakinan politik Media = Wadah (medium) yang digunakan untuk menyampaikan pesan (misalnya surat kabar, orasi, konperensi pers, televisi, internet, Demonstrasi, polling, radio)

4.

Komunikan = Partisipan yang diberikan informasi politik oleh komunikator

5.

FeedBack = Tanggapan dari Komunikan atas informasi politik yang diberikan oleh komunikator Dean Barnlund mengatakan bahwa komunikasi politik adalah proses

transaksi makna yang memiliki beberapa karakteristik, diantaranya:1.

Bersifat dinamis: Komunikasi dari waktu ke waktu memiliki makna yang berbeda.

2.

Continuous: Komunikasi berlangsung terus menerus dari awal hingga akhir.

3. 4.

Sirkuler: Seseorang berperan gkandidatsebagai komunikator komunikan. Irriversibel: Proses transaksi makna yang telah disampaikan tidak dapat ditarik lagi walaupun telah diralat.

5. 6.

Unrepeatable: Pesan dapat berubah makna apabila dilakukan pengulangan. Kompleks: Prosesnya rumit, tidak secara langsung.

Politisi, professional, atau warga Negara yang aktif, satu hal yang menonjolkannya sebagai komunikator politik adalah mereka berbicara politik. Bagaimana pembicaraan politik itu? David V.J Bell (dalam Nimmo, 1989) meyakini terdapat tiga jenis pembicaraan yang mempunyai kepentingan politik. Yaitu: pembicaraan kekuasaan; pembicaraan pengaruh, dan pembicaraan outoritas. 1. Pembicara kekuasaan merupakan pembicaraan yang mempengaruhi orang lain dengan ancaman atau janji. Bentuknya yang khas adalah jika kandidatmelakukan X, saya akan melakukan Y. kunci pembicaraan kekuasaan adalah bahwa saya mempunyai kemampuan untuk

mendukung janji maupun ancaman (baca kekuasaan koersif). 2. Pembicaraan pengaruh merupakan pembicaraan yang mempengaruhi orang lain dengan nasihat, dorongan, permintaan, dan peringatan.

Bentuknya yang khas adalah jika kandidatmelakukan X, maka akan terjadi Y. Kunci pembicaraan pengaruh adalah bagaimana si pembicara berhasil memanipulasi persepsi atau pengharapan orang lain terhadap kemungkinan mendapat untung atau rugi. 3. Pembicaraan autoritas adalah pemberian perintah. Bentuknya yang khas adalah lakukan X atau Dilarang melakukan X. Yang dianggap sebagai penguasa yang sah adalah suara outoritas dan memiliki hak untuk dipatuhi. Selanjutnya, komunikasi politik juga memiliki fungsi-fungsi tertentu dalam setiap sistem sosial. Menurut A.W. Widjaja fungsi komunikasi politik dalam setiap sistem sosial meliputi beberapa hal berikut : a. Informasi : pengumpulan, penyimpanan, pemprosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta dan pesan opini dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat. b. Sosialisasi (pemasyarakatan) : penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif di dalam masyarakat. c. Motivasi : menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan

keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar.

d.

Perdebatan dan diskusi : menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan

perbedaan pendapat mengenai masalah publik. Fungsi komunikasi politik menurut Mc Nair dan digabung dengan fungsi komunikasi politik yang dirumuskan oleh Goran Hedebro (Cangara, 2009), maka fungsi komunikasi politik yaitu: 1. Memberikan informasi kepada masyarakat terhadap usaha-usaha yang dilakukan lembaga politik maupun dalam hubungannya dengan

pemerintah dan masyarakat. 2. Melakukan sosialisasi tentang kebijakan, program, dan tujuan lembaga politik 3. Memberi motivasi kepada politisi, fungsionaris dan pendukung partai 4. Menjadi platform yang bisa menampung ide-ide masyarakat sehingga menjadi bahan pembicaraan dalam bentuk opini publik 5. Mendidik masyarakat dengan memberikan informasi, sosialisasi tentag cara-cara pemilihan umum dan penggunaan hak mereka sebagai pemberi suara 6. Menjadi hiburan masyarakat sebagai pesta demokrasi dengan

menampilkan para juru kampanye, artis dan para pengamat politik

komentator atau

7. Memupuk integrasi dengan mempertinggi rasa kebangsaan guna menghindari konflik dan ancaman berupa tindakan separatis yang mengancam persatua nasional

8. Menciptakan iklim perubahan dengan mengubah struktur kekuasaan melalui informasi untuk mencari dukungan masyarakat luas terhadap gerakan reformasi dan demokratisasi 9. Meningkatkan aktivitas politik masyarakat melalui informasi siaran berita, agenda setting, maupun komentar-komentar politik 10. Menjadi watchdog atau anjing penjaga dalam membantu terciptanya good governance yang transparansi dan akuntabilitas Dalam pemilihan ketua Bem Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik, setiap calon Ketua BEM merupakan komunikator politik, karena merekalah yang menciptakan pesan politik untuk kepentingan politis mereka. Dan Nimmo (1989) mengklasifikasikan komunikator utama dalam politik sebagai berikut: politikus; professional; dan aktivis 1. Politisi adalah orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintah, seperti aktivis parpol, anggota parlemen, menteri, dan sebagainya; 2. Profesional adalah orang yang menjadikan komunikasi sebagai nafkah pencahariannya, baik di dalam maupun di luar politik, yang uncul akibat revolusi komunikasi: munculnya media massa lintas batas dan perkembangan sporadis media khusus (majalah internal, radio siaran, dsb.) yang menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan. Terdiri dari jurnalis (wartawan, penulis) dan promotor (humas, jurubicara, jurukampanye, dan sebagainya.). 3. Aktivis terdiri atas (a) Jurubicara (spokesman) bagi kepentingan terorganisasi, tidak memegang atau mencita-citakan jabatan pemerintahan, juga bukan profesional dalam komunikasi. Perannya mirip jurnalis. (b)

Pemuka pendapat (opinion leader) yakni orang yang sering dimintai petunjuk dan informasi oleh masyarakat; meneruskan informasi politik dari media massa kepada masyarakat. Misalnya tokoh informal masyarakat kharismatis, atau siapa pun yang dipercaya public Berbicara mengenai komunikasi dalam pemilihan Ketua dan wakil ketua BEM, tentu tidak akan lepas dari dua komponen komunikasi yang akan menentukan keefektifan dan keberhasilan komunikasi, yaitu : a. Komunikator Kedudukan dan fungsi komunikator dalam upaya menciptakan efektifitas dalam proses komunikasi adalah sangat penting, karena dari padanya terletak efektif tidaknya pesan-pesan yang disampaikan. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang dipersiapkan. Persiapan dalam arti membuat perencanaan dan strategi itu adalah tugas dan fungsi komunikator. Dalam menyusun perencanaan, terdapat dua faktor yang sangat menentukan lancar dan efektifnya suatu komunikasi. Adapun kedua faktor tersebut adalah sebagai berikut : a. Kepercayaan (credibility) Komunikator yang baik hendaknya memiliki kredibilitas atau kepercayaan yang baik dimata khalayaknya. Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikan tentang sifat-sifat komunikator. Karena itu kredibilitas tidak melekat pada diri seseorang, artinya

seorang istri bisa jadi memiliki kredibilitas dimata suaminya, namun tidak dikalangan teman-temannya (Rakhmat, 2005 : 257). Ada tiga macam kredibilitas dilihat dari bentuknya : 1. Initial credibility Yaitu kredibilitas yang diperoleh komunikator sebelum proses komunikator sebelum proses komunikasi berlangsung, seperti orang yang terkenal. 2. Devired credibility Yaitu kredibilitas yang diperoleh seseorang pada saat komunikasi berlangsung, seperti tepuk tangan dari pendengar saat pidato seseorang. 3. Terminal credibility Yaitu kredibilitas yang diperoleh setelah pendengar atau pembaca mengikuti ulasannya (Cangara, 1997: 97) Beberapa cara membangun kredibilitas (Rakhmat, 2004 : 74), yaitu : 1. Otoritas atau keahlian dibidangnya yang disampaikan 2. Good sense dengan menghindari ketidakjujuran, julukan-julukan tertentu dan sebagainya 3. Good will dengan berbicara tentang kepentingan khalayak 4. Good character dengan menampilkan serta kata-kata yang sopan dan ramah

5. Dinamisme jika berbicara serius, ekspresikan dengan suara yang serius, demikian pula ketika bergembira tunjukkan dengan semangat. b. Daya tarik (Attractivites) Selain memiliki kredibilitas yang baik, seorang komunikator harus pula mampu menunjukkan daya tarik yang dimilikinya. Daya tarik seorang komunikator dilihat dari segi fisik maupun charisma yang dimilikinya. Dalam hal ini fisik dilihat dari penampilan, kecantikan, dan hal lainnya yang melekat pada diri komunikator tersebut. Daya tarik komunikator terletak pada empat hal, yaitu : 1. Similarity, kesamaan demografik seperti bahasa, suku, agama, ideolagi dan lain-lain. 2. Familiarity, komunikator dikenal dengan baik 3. Liking, komunikator disukai atau diidolakan oleh khalayak 4. Physic, bentuk dan tampilan fisiknya sempurna (Cangara, 1998 : 98) b. Pesan Pesan sebagai terjemahan dari bahasa asing massage adalah lambang yang bermakna (meaning for symbol) yakni, lambang yang membawakan pikiran atau pesan komunikator. Pengemasan pesan juga sangat menentukan berhasil tidaknya suatu komunikasi. Pesan yang dikemas sedemikian rupa tentunya akan

mudah diserap dan dimengerti sehingga tujuan komunikasi tepat mengenai sasaran. Menurut Wilbur Schramm (Effendy, 2003 : 37), agar proses penyampaian pesan dapat berjalan secara efektif, maka komunikator harus memperhatikan kondisi-kondisi (the condition of success in communication), berikut ini : 1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikan rupa, sehingga dapat menarik perhatian komunikan. 2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang yang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikannya sehingga sama-sama mengerti. 3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut. 4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki. Mahasiswa adalah pemilih dalam pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Untuk memahami perilaku pemilih dalam pemilihan tersebut. Agustino(2009) menyebutkan tiga pendekatan teori yang sering digunakan banyak sarjana politik untuk memahami perilaku pemilih ialah pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, dan pendekatan pilihan rasional. a. Pendekatan sosiologis menekankan pentingnya beberapa hal yang berkaitan dengan instrument kemasyarakatan seseorang seperti, (i) status sosioekonomi (seperti pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan, dan kelas),

(ii) agama, (iii) etnik, bahkan (iv) wilayah tempat tinggal (misalnya kota, desa, pesisir, ataupun pedalaman). b. Pendekatan kedua disebut dengan pendekatan psikologis, Pendekatan ini (disebut juga Michigans School) menerangkan bahwa perilaku pemilih sangat bergantung pada sosialisasi politik lingkungan yang menyelimuti diri pemilih. Identifikasi kepartaian (party identification) adalah wujud dari sosialisasi politik tersebut, yang bisa dibina orang tua, organisasi sosial kemasyarakatan, dan lainnya. Sosialisasi ini berkenaan dengan nilai dan norma yang diturunkan orang tua, organisasi sosial kemasyarakatan, dan lainnya sebagai bentuk penurunan dan penanaman kepada generasi baru. c. Pendekatan ketiga, pendekatan pilihan rasional yang dipopulerkan oleh Downs (1957) yang mengasumsikan bahwa pemilih pada dasarnya bertindak secara rasional ketika membuat pilihan dalam tempat pemungutan suara (TPS), tanpa mengira agama, jenis kelamin, kelas, latar belakang orang tua, dan macam sebagainya.Dalam konteks pilihan rasional, ketika pemilih merasa tidak mendapatkan faedah dengan memilih partai atau calon pemimpin yang tengah berkompetisi, ia tidak akan melakukan pilihan pada pemilihan 2.1.4 Mahasiswa

Mahasiswa secara harafiah adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi otomatis dapat disebut sebagai mahasiswa. Tetapi pada dasarnya makna mahasiswa tidak sesempit itu. Terdaftar sebagai pelajar di sebuah perguruan tinggi hanyalah syarat

administratif menjadi mahasiswa. Menjadi mahasiswa mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar masalah administratif. Berbicara tentang mahasiswa menurut Matulessy (2005) tidak terlepas dari dua penegertian yang paling komplementer, pertama, predikat maha yang berarti besar menempatkan mahasiswa pada posisi atau status sosial yang tinggi, dalam arti memiliki kapasitas mental-sosial yang patut dibanggakan, yakni idealisme yang tinggi, kejujuran, keterbukaan, krativitas, menolong yang lemah, berani dan berbagai predikat lain yang sulit dicapai oleh golongan yang lain. Kedua, mahasiswa dianggap memiliki kapasitas kecerdasan/intelektual yang melebihi kelompok lain yang ditunjukan dengan kemampuanya untuk menganalisa persoalan, memecahkan persoalan penting dalam kehidupan sosialnya, melakukan kajian pada persoalan yang up-to date, mendalami ilmu, tampil dalam mimbar ilmiah, perdebatan akademik dsb. Aktualisasi diri kedua fungsi tersebut ditampilkan dalam berbagai kegiatan, baik yang bernuansakan ilmiah-akademik, religius, hura-hura, lomba karya ilmiah, penyaluran hobby sampai dengan memunculkan dalam sebuah bentuk gerakan sosial atau lebih dikenal dengan unjuk rasa ataupun demo Sejak masa Socrates, Plato, Aristoteles hingga Immanuel Kant, juga para pemikir abad ke-20, terlihat peran orang-orang hasil didikan perguruan tinggi. Peran mencolok yang jelas-jelas tertangkap adalah peran pembaharu. Orang-orang yang berasal dari universitas banyak melakukan pembaruan di banyak bidang kehidupan. Beratus-ratus halaman kertas yang kita butuhkan untuk menuliskan nama para penemu yang berasal dari perguruan tinggi Peran pembaharu yang kelak akan dijalankan oleh mahasiswa ketika ia terjun ke masyarakat, menuntut mahasiswa untuk melatih dirinya sebagai pembaharu. Mahasiswa dituntut untuk memiliki kepekaan terhadap berbagai hal yang membutuhkan pembaruan dan perbaikan di berbagai bidang. Kepekaan itu harus dilatih sejak awal ia masuk ke perguruan tinggi. Peran mahasiswa sebagai calon pembaharu berkaitan erat dengan perannya sebagai calon cendekiawan. Sebagai calon cendekiawan, mahasiswa harus melatih kepekaannya sedemikian rupa sehingga pada saat terjun ke masyarakat, mahasiswa siap menjalankan perannya sebagai cendekiawan. Kelak, sebagai seorang cendekiawan, mahasiswa dituntut menyumbangkan pemikiran untuk melakukan berbagai perbaikan. Kaum cendekiawan adalah mereka yang berperan sebagai pihak yang memberi petunjuk dan memberi pimpinan kepada perkembangan hidup kemasyarakatan dan bukannya malahan menyerahkan diri kepada

golongan yang berkuasa yang memperjuangkan kepentingan mereka masing-masing. Selain sebagai calon pembaharu dan cendekiawan, mahasiswa juga nantinya diharapkan akan menjadi penyangga keberlangsungan hidup masyarakatnya. Setelah lulus, mahasiswa dituntut untuk terus meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat. Mahasiswa dituntut untuk dapat mengaplikasikan ilmunya agar menghasilkan produk-produk yang bermanfaat bagi orang banyak. Peneliti menyimpulkan definisi mahasiswa sebagai calon pembaharu, calon cendekiawan dan calon penyangga keberlangsungan hidup masyarakat. Tiga hal itu menjadi tujuan yang akan dicapai oleh mahasiswa melalui perguruan tinggi, merupakan dasar bagi penentuan kualitas-kualitas psikologis apa yang seharusnya dimiliki oleh mahasiswa. Tujuan-tujuan itu juga menjadi dasar pertimbangan bagi penentuan kegiatan-kegiatan apa saja yang sebaiknya dilakukan oleh mahasiswa. 2.1.5 Badan Eksekutif Mahasiswa Fisip Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (BEM FISIP) merupakan salah satu organisasi kemahasiswaan di Universitas Haluoleo, organisasi kemahasiswaan ini merupakan wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa kearah perluasan wawasan, peningkatan kecendikaan serta kepribadian untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi. Organisasi kemahasiswaan ini bertujuan menghimpun mahasiswa mahasiswa dalam upaya meningkatkan pengetahuan, spiritual, teknologi dan kesenian, keterampilan generik, dan profesional serta kepedulian sosial dalam mencapai tujuan pendidikan tinggi. Selanjutnya, organisasi kemahasiswaan diselenggarkan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluaasan lebih besar kepada mahasiswa dengan mengacu pada kebebasan akademik, etika ilmiah dan etika sosial serta normanorma yang berlaku dengan tetap berpedoman bahwa pimpinan perguruan tinggi merupakan penanggung jawab segala kegiatan di perguruan tinggi dan/atau yang mengatasnamakan perguruan tinggi. Menurut Wikipedia, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ialah lembaga kemahasiswaan yang menjalankan organisasi serupa pemerintahan (lembaga eksekutif). Dipimpin oleh Ketua/Presiden BEM yang dipilih melalui pemilu mahasiswa setiap tahunnya. Dalam tataran Universitas Haluoleo, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dibagi atas dua yakni; pertama, BEM yang berkedudukan di Universitas atau BEM dan; kedua, BEM yang berkedudukan di Tingkat Fakultas (BEMF) dan merupakan kelengkapan non struktural pada fakultas.

Perlu diketahui bahwa BEM Fakultas tidak bertanggung jawab kepada BEM Universitas melainkan kepada Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPMF). Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) adalah merupakan lembaga eksekutif tertinggi (organisasi) didalam lingkungan Fakultas. BEM ini dipimpin oleh seorang pimpinan mahasiswa yang dipilih secara langsung oleh seluruh mahasiswa FISIP UNHALU.Badan eksekutif mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unhalu adalah lembaga operasional yang dipimpin oleh seorang Ketua Umum dan dibantu oleh beberapa orang pengurus yang menjabarkan dan ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Badan Eksekutif Mahasiswa menjadi tempat perkumpulnya perwakilan suara-suara dari berbagai elemen mahasiswa dalam mengambil kebijakan kampus. BEM serta lembaga mahasiswa lainnya memiliki andil penting dalam menciptakan sebuah perubahan, termasuk merubah kebijakan birokrat kampus. Fungsi ini mampu dikendalikan oleh BEM, BEM merupakan suatu kendaraan politik dalam mengaspirasikan suara mahasiswa. Tempat mahasiswa berkumpul dalam mengasah pemikirannya yang kritis serta responsive. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultasberfungsi sebagai lembaga kerja operasional mahasiswa fakultas. Selain itu BEMF juga memiliki sejumlah tugas pokok yakni sebagai berikut: 1. Menjabarkan dan melaksanakan garis-garis besar program kerja (GPBK) yang disusun oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas 2. Mendengarkan dan memperhatikan pendapat, usul dan saran dari Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas 3. Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan didepan forum Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas 4. Menyampaikan laporan pertanggung jawaban pelaksanaan didepan forum Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas pada akhir masa jabatan. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas juga memiliki wewenang yakni sebagai berikut: 1. Mewakili mahasiswa pada tingkat fakultas

2. Memberikan pendapat, usul dan saran kepada pimpinan fakultas yang berkaitan dengan kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler 3. Mengkoordinasikan kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler organisasi kemahasiswaan di tingkat fakultas Sebagai sebuah organisasi, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas pada umumnya dan FISIP khususnya, memiliki pengurus. Adapun pengurusnya terdiri dari mahasiswa yang terdaftar dan aktif dalam kegiatan akademik di fakultas, pengurus tersebut dipimpin oleh seorang ketua umum dan dibantu oleh seorang wakil ketua serta perangkat organisasi lainnya seperti sekretaris, bendahara dan lain sebagainya. Dalam perekrutan pengurus harus mencerminkan pola perekrutan yang aspiratif, akomodatif dan representatif dari program studi, pengurus juga tidak boleh merangkap jabatan struktural pada organisasi kemahasiswaan di lingkup Unhalu.Jika ada perbedaan birobiro pada tiap-tiap Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas di Unhalu, hal ini bisa saja terjadi mengingat hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan BEM yang bersangkutan. Kepengurusan hanya selama satu tahun dan setelah itu tidak dapat dipilih kembali. 2.2. Kerangka Pikir Sebagai calon Ketua dan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP, pasti berjuang untuk terpilih. Mereka dituntut untuk mampu meyakinkan pemilihnya bahwa mereka adalah orang yang tepat dalam memimpin mahasiswa. Dalam setiap kegiatan komunikasi, khususnya dilingkup kecil semisal kampus FISIP Unhalu, pemilih dan yang akan dipilih pasti terjadi sebuah interaksi yang dimuati tujuan politis. Berdasarkan hal tersebut penulis menggunakan teori Dramaturgi (Mulyana, 2007) untuk membedah fenomena yang terjadi pada pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP. Teori ini mengasumsikan bahwa Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai sudut yang memang ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan semakin mudah untuk membawa penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut. Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada kesepakatan perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut.

Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut. Manusia menciptakan sebuah mekanisme tersendiri, dimana dengan permainan peran tersebut ia bisa tampil sebagai sosok-sosok tertentu. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui pertunjukan dramanya sendiri. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Gofmann dalam Mulyana (2007:38) membagi kehidupan social ke dalam dua wilayah yaitu: 1. Wilayah depan (front region), yaitu tempat atau peristiwa social yang memungkinkan indvidu menampilkan perilaku formal atau berlagak layaknya aktor yang berperan. Wilayah ini juga disebut panggung depan (front stage) yang ditonton khalayak 2. Wilayah Belakang (back region), yaitu tempat untuk mempersiapkan perannya di wilayah depan. Disebut juga panggung belakang (back stage) atau kamar rias tempat pemain sandiwara merias diri atau berlatih untuk memainkan perannya di panggung depan. Menurut Goffman, dua bidang penampilan yang perlu dibedakan yaitu panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage). Front adalah bagian pertunjukan yang pada umumnya berfungsi secara pasti dan umum untuk mendefinisikan situasi bagi orang yang menyaksikan pertunjukan (George Ritzer, 2004; 298). Didalam front stage Goffman membedakan antara setting dan front personal. Setting adalah sesuatu hal yang mengacu pada pemandangan fisik yang biasanya harus ada disitu jika aktor memainkan perannya. Layaknya pertunjukan drama, setting merupakan faktor pendukung yang fundamental demi terbentuknya sebuah pertunjukan drama tersebut. Sedangkan front personal terdiri dari barang perlengkapan yang bersifat menyatakan perasaan yang memperkenalkan penonton dengan aktor. Wujud dari front personal dapat dibagi menjadi dua, yaitu penampilan dan gaya. Costume merupakan salah satu bentuk dari pembentuk sebuah penampilan

yang dapat membentuk karakter. Sedangkan gaya merupakan bentuk sikap perilaku dari aktor itu sendiri. Interaksi yang dipelajari Goffman bukanlah individu, tetapi tim. Tim adalah sekumpulan individu yang berkerjasama dalam membentuk dan menuntaskan rourine masing-masing. Sedangkan back stage merupakan tempat dimana seseorang atau individu harus mempersiapkan diri untuk mendukung perannya dalam front stage. Kontras dengan panggung depan, panggung belakang adalah tempat dimana seseorang menjadi I dalam kosep mead4. Dimana seseorang akan melakukan sebuah tindakan yang leluasa, dan melakukan tindakan yang menampakan sifat asli individu, dan biasanya tersembunyi dari khalayak. Dan audience tidak diijinkan untuk melihat panggung belakang Untuk mendapatkan dukungan harus melakukan sesuatu agar orang yang akan kandidat pengaruhi mempunyai kesan yang akan mendukung. Untuk melakukan sesuatu agar mendapat kesan atau persepsi yang baik dari seseorang maka hal itu harus ada caranya pula. Cara itu dinamakan sebagai Manajemen Kesan (Impression Management). Pendekatan ini berintikan pandangan bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin mengelola kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadap dirinya. Dalam Manajemen Kesan, keinginan atau tuntutan dibuat sedemikian rupa agar hal tersebut dipersepsikan secara positif oleh orang lain akan manfaat dari keinginan dan tuntutan itu bagi orang-orang dalam organisasi dan lingkungan (formal dan non formal). Dalam konteks politik, hal itu agar memungkinkan membantu membelokkan distribusi keuntungan agar menguntungkan kepentingan/keinginan/ tuntutan. Menurut Jones dan Pitman menjabarkan 4 (empat) teknik manajemen kesan yaitu 1. Mengambil hati Mereka berusaha dipandang positif dengan memuji orang lain dan menawarkan diri untuk memberi bantuan 2. Mempromosikan diri sendiri Mereka menunjukkan dan mengeluarkan kemampuan dan kompetensi mereka 3. Memberikan contoh Mereka berusaha menunjukkan diri sebagai seseorang yang berdedikasi dengan berkinerja diatas rata-rata atau melampaui yang diminta oleh tugas 4. Memohon

Mereka berusaha dianggap sebagai seseorang yang memerlukan bantuan karena keterbatasan mereka Menurut Senjaya (http://agustocom.blogspot.com/2010_11_01) Konsep diri dan pengelolaan kesan saling berkaitan. Konsep diri merupakan suatu pengamatan yang kita lakukan terhadap diri kita bagaimana kita melihat gambaran diri dan memberikan penilaian terhadap diri kita sendiri. Sedangkan pengelolaan kesan berkaitan dengan bagaimana orang melihat kita dengan segala atribut, yang notabenenya berasal dari konsep diri kita yang kita buat. Memang tidak dapat dipungkiri, bahwa pengaruh orang lain ketika memandang diri kita sangat berperan dalam pembentukan konsep diri kita dan bagaimana kita mengelola kesan (impression management) Menurut Brooks (Rakhmat, 2000) yang menyatakan bahwa konsep diri sebagai persepsi mengenai diri individu baik secara fisik, psikis dan sosial yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi individu dengan orang lain. Konsep ini dapat membantunya untuk mengekspresikan citra apa yang ingin dipancarkan. Citra tersebut dapat merefleksikan citra diri aktual (actual self) yang menggambarkan gambaran saya yang sebenarnya (the real me) maupun citra diri ideal (the ideal self) yang menggambarkan sosok yang diinginkan (the person Id like to be). Komunikasi politik mahasiswa dapat di tela dengan menggunakan kedua citra tersebut: dapat digunakan untuk merefleksikan siapa diri kita, dan juga dikesempatan lain dapat dimanfaatkan menjadi apa yang kita inginkan. Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku individu. Bagaimana individu memandang dirinya akan tampak dari seluruh perilakunya. Apabila individu memandang dirinya sebagai orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan sesuatu, maka seluruh perilakunya akan menunjukkan kemampuannya. Demikian pula sebaliknya apabila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak mampu, maka seluruh perilakunya akan menunjukkan ketidakmampuan. Pandangan individu tentang dirinya tersebut dipengaruhi oleh peristiwa belajar dan pengalaman, terutama yang berhubungan erat dengan dirinya, seperti harga diri, kegagalan dan kesuksesan (Surachman dalam Rahmah, 2003). Konsep diri memiliki 3 komponen yang sangat penting karena akan mempengaruhi hidup kita mulai saat kecil hingga sekarang, komponen tersebut antara lain (Rakhmat, 2003):

1. Diri Ideal. Gambaran seseorang tentang penampilan dan kepribadian yang didambakannya. 2. Citra Diri. Anda akan selalu bertindak atau bersikap sesuai dengan gambar yang muncul dalam cermin/citra diri anda. 3. Harga Diri. Semakin anda menyukai diri anda, menerima diri anda, & hormat pada diri anda sendiri sebagai seorang yang berharga & bermakna, maka semakin tinggi harga diri anda. Komunikasi Politik pada Pemilihan Ketua BEM Fisip Teori Dramaturgi Goffman (Mulyana dan Solatun ,2007) Panggung Depan (Front Stage) a. Costume b. Manner Manajemen Kesan Panggung belakang (Back Stage)

Konsep Diri a. Diri Ideal b. Citra Diri c. Harga Diri Bagan 2.2. Kerangka pikir Sumber: Hasil Modifikasi penulis 2011

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Haluoleo, dengan pertimbangan bahwa calon ketua bem dan wakil ketua bem melakukan dramaturgi dalam komunikasi politik pada pemilihan ketua dan wakil Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Haluoleo sehingga memungkinkan untuk mengetahui bagaimana dramaturgi komunikasi politik dilakukan dalam pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Haluoleo 3.2.Subyek dan Informan Subjek dari penelitian ini adalah keseluruhan peserta pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Haluoleo pada periode 2009/2010 dan 2010/2011 yang berjumlah delapan orang pada pemilihan Ketua BEM FISIP periode 2009/2010 dan delapan orang pada pemilihan ketua BEM FISIP selanjutnya. Informan yang akan dipilih dalam penelitian ini berjumlah sebelas orang, yakni mahasiswa yang pernah mencalonkan diri sebagai calon ketua dan wakil ketua badan eksekutif mahasiswa serta mereka yang pernah terlibat dalam pemilihan badan eksekutif mahasiswa. Adapun informan yang akan dipilih yaitu (1) dua orang Calon Ketua BEM FISIP periode 2009/2010 (2) dua orang Calon wakil Ketua BEM FISIP

periode 2010/2011 (3) dua orang Calon Ketua BEM FISIP periode 2009/2010, (4) dua orang Calon wakil Ketua BEM FISIP periode 2010/2011 (5) satu orang anggota KPUM, (6) satu orang anggota tim pemenang (7) satu orang mahasiswa yang pernah mengikuti dua pemilihan ini. Informan ini diambil dengan cara tertentu dari para pihak yang karena kedudukan atau kemampuannya dianggap dapat merepresentasikan masalah yang dijadikan obyek penelitian. 3.3. Jenis Data Data merupakan salah satu komponen penelitian, artinya tanpa data maka tidak ada penelitian. Menurut Nazir (1988: 58-59) jika dilihat dari segi pengumpulan datanya dapat diperoleh dari data primer dan data skunder. Dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Data Primer Data Primer adalah jenis data yang langsung didapat dari sumbernya. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dengan menggunakan wawancara dan diskusi terhadap informan b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait, khususnya data yang ada hubungannya dengan penelitian berupa data tentang gambaran umum lokasi penelitian dan data tentang jumlah mahasiswa, serta kepengurusan kelembagaan mahasiswa (BEM) terkait 3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik, yang digabungkan sekaligus dalam mengambil data pada objek penelitian, hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang padat, dan tepat serta komprehensif dengan demikian dapat memenuhi standar data yang valid,. Berikut teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini. 3.4.1 Observasi Metode observasi ini merupakan pengamatan atau mendengarkan perilaku individu dalam situasi atau selang waktu tanpa manipulasi atau mengontrol dimana perilaku itu ditampilkan. Observasi dalam penelitian ini juga tidak mengabaikan kemungkinan menggunakan sumber-sumber non manusia seperti dokumen dan catatan-catatan. 3.4.2 Wawancara Wawancara adalah pertemuan peneliti dan informan, dimana jawaban akan menjadi data mentah. Dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara dengan hanya memberikan garis-garis besar materi yang akan ditanyakan, keuntungan dari wawancara ini, pewawancara dapat melebarkan pertanyaan hingga mendapatkan data yang diinginkan dari penelitian. Keuntungan selanjutnya, peneliti (pewawancara) dapat mencari informasi yang belum jelas sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Untuk penelitian ini, pengumpulan data primer akan dilakukan melalui wawancara mendalam (Indepth Interview) yang bertujuan untuk mencari lebih dalam apa yang terkandung dalam hati dan pikiran informan. 3.4.3 Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Dalam penelitian ini dokumentasi dimaksudkan untuk melengkapi data dari hasil wawancara dan observasi. Dokumentasi yang diteliti dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumentasi resmi. Dokumentasi dapat berupa buku harian, surat pribadi, laporan, catatan kasus dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan komunikasi politik yang dilakukan dalam pemilihan ketua BEM FISIP periode 2008/2009 dan periode 2009/2010. 3.5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan deskripsi kualitatif, yakni data yang diperoleh dijelaskan secara rinci berdasarkan hasil wawancara dan membandingkannya dengan observasi di lapangan sehingga pada akhirnya ditarik kesimpulan. Data dianalisis pula berdasarkan berdasarkan metode pendekatan terhadap permasalahan yang diangkat sehingga ada relevansi antara data dan kesimpulan.

3.6. Desain Operasional PenelitianNo Unit Analisis Struktur Kerangka Analisis Teknik Pengumpulan Data

1

Keadaan panggung depan (Front Stage) pada pemilihan Ketua BEM FISIP. a. Costumea. Menganalisa

b. Manner

komunikasi yang dilakukan panggung depan (Front Stage) pada pemilihan Ketua BEM FISIP sebagai costume b. Menganalisa komunikasi yang dilakukan panggung depan (Front Stage) pada pemilihan Ketua BEM FISIP sebagai mannerMenganalisa realitas panggung belakang (back stage) pemilihan ketua BEM FISIP

a. Observasi b. Melakukan wawancara secara lansung dengan informan tentang bentuk persuasi politik pada pemilihan ketua BEM FISIP periode 2008/2009 dan 2009/2010 c. Dokumentasi

2

Realitas panggung belakang (Back Stage) pada pemilihan Ketua BEM FISIP

a. Observasi b. Melakukan wawancara secara lansung dengan informan tentang bentuk persuasi politik pada pemilihan ketua BEM FISIP periode 2008/2009 dan 2009/2010 c. Dokumentasi

3.7. Defenisi Operasional 1. Komunikasi pada pemilihan ketua dan wakil ketua BEM merupakan proses penyampaikan pesan politik tertentu kepada audiens atau sasaran yang sudah diidentifikasi secara luas dengan menggunakan banyak cara dan saluran yang semuanya bertujuan untuk menghasilkan efek : diketahui, dikenal, disukai dan dipilih

2. Dramaturgi merupakan teori yang membahas bagaimana orang mengatur peran baik di panggung depan (yang ditampilkan) juga di panggung belakang (yang tidak ditampilkan) 3. Panggung depan dalam pemilihan bem fisip merupakan peristiwa atau tempat ketua dan wakil ketua bem menampilkan dirinya pada calon konstituennya secara formal baik melalui komunikasi antar persona maupun dengan menggunakan media 4. Panggung belakang dalam pemilihan bem fisip merupakan daerah belakang tempat ketua bem bersama tim menyiapkan diri sebelum berhadapan dengan calon pemilih. Daerah ini diasumsikan sebagai daerah yang tidak terlihat oleh penonton sehingga komunikator melakukan apa yang tidak ditampilkan di depan, meskipun demikian seringkali aktivitas dipanggung belakang menyeruak ke panggung depan. 5. Costume merupakan apa yang seharusnya dipakai untuk melambangkan diri ketika calon ketua dan wakil ketua bem fisip sedang melakukan komunikasi dipanggung depan 6. Manner merupakan bagaimana calon ketua dan wakil ketua bem fisip menampilkan dirinya ketika sedang melakukan komunikasi dipanggung depan 7. Manajamen kesan merupakan segala upaya pembuatan kesan yang baik dan menghindari kesan yang buruk sehingga apa yang terlihat oleh pemilih adalah gambaran yang diharapkan dari calon ketua dan wakil ketua bem fisip

8. Konsep diri merupakan pandangan kita memandang diri kita berdasarkan pada pengalaman dan interaksi dengan orang lain 9. Diri ideal merupakan gambaran diri yang diharapkan 10. Citra diri merupakan cara melihat diri sendiri dan berpikir mengenai diri sekarang saat ini. 11. Harga diri merupakan kesukaan terhadap diri sendiri, harga diri akan menentukan semangat, antusiasme, dan motivasi diri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil Penelitian 4.1.1. Potret Pemilihan Bem Fisip Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ialah lembaga kemahasiswaan yang menjalankan organisasi serupa pemerintahan (lembaga eksekutif). Dipimpin oleh Ketua/Presiden BEM yang dipilih melalui pemilu mahasiswa setiap tahunnya. Pemilihan ketua dan wakil ketua Badan Eksekutif Mahasiswa baik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas maupun Fakultas dilaksanakan setiap tahun sekali dan dilaksanakan dengan sistem pemilihan langsung. Setiap mahasiswa kecuali mahasiswa pasca sarjana memiliki hak untuk memilih dan dipilih, dengan syarat-syarat seperti yang tercantum dalam SK Rektor Unhalu No. 041A Tahun 2005 yaitu 1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, terdaftar aktif sebagai mahasiswa dan dapat dibuktikan dengan kuliah dari fakultas masingmasing pada saat pemilu mahasiswa dilaksanakan 2. Memiliki kemampuan akademik yang memadai dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) minimal 2,50 (dua koma lima puluh) 3. Mampu secara jasmani dan rohani untuk menjalankan tugas dan kewajibannya, 4. Mempunyai kelakuan baik dibuktikan dengan surat keterangan

berrkelakuan baik dari polisi dan fakultas. 5. Telah mengikuti kegiatan orientasi akademik mahasiswa yang dibuktikan dengan piagam peserta. 6. Tidak sedang menjabat sebagai ketua/wakil ketua dalam organisasi kemahasiswaan di lingkup Unhalu. 7. Tidak penah melakukan perbuatan tercela. Seperti pada pemilihan dalam masyarakat, pemilihan Bem Fisip juga diorganisir oleh penyelenggara pemilihan independen yaitu Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) yang anggotanya berasal dari Dewan perwakilan Mahasiswa (DPM) yang merupakan perwakilan dari jurusan dan program sudi yang ada di berada dalam lingkup fakultas ilmu politik. Dalam setiap pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP, ada beberapa hal yang menarik yakni pertama, pemilih dan yang akan dipilih saling mengenal satu sama lain, hal ini sangat dimungkinkan karena kebanyakan calon ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan pasangannya adalah orang-orang yang popular. Kepopuleran mereka adalah karena mereka merupakan aktivis mahasiswa, misalnya Ibrahim dan La Ode Agus yang kemudian terpilih sebagai ketua Bem merupakan aktivis mahasiswa yang rajin mengkritisi kebijakan pemerintah; kedua, calon ketua dan wakil ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) adalah mereka yang aktif dalam organisasi mahasiswa diluar kampus( HMI, PMII, KAMMI, dan sebagainya),; ketiga, Jurusan dan program studi

dianggap menjadi basis pemilih bagi calon ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari jurusan atau program studi yang bersangkutan; keempat, keikutsertaan kaum mahasiswi sebagai calon wakil ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM); dan kelima, primordial kesukuan,

masyarakat fisip setidaknya memiliki mahasiswa yang berasal dari suku lokal maupun suku pendatang di Sulawesi tenggara. Mahasiswa suku-suku lokal dominan menghiasi pentas pemilihan ketua bem fisip, semisal suku Buton, Muna dan Tolaki. Munculnya beberapa calon ketua dan wakil ketua BEM yang berasal dari sebuah kelompok baik kelompok suku, jurusan maupun organisasi ekstra kampus seringkali dianggap sebagai penyebab kekalahan dari pasangan calon ketua dan wakil ketua tersebut, misalnya kekalahan pasangan Asruddin-Rismawati (Ilmu Komunikasisosiologi) dan

Lahimulku-Karmisla (Ilmu Komunikasi- Antropologi), sedangkan calon tunggal dari sebuah Kelompok dianggap sebagai alasan kemenangan pasangan calon tertentu, misalnya La Ode Agus-Hendri Lipi (Administrasi Negara-Sosiologi). Akan tetapi, hal itu tidak sepenuhnya benar, mengingat Muh. Taufik, Calon Wakil Ketua BEM pasangan Syahiruddin, merupakan satu-satunya calon dari Jurusan Reguler Sore tidak menang, dan La Ode Muhammad Agus bukanlah satu-satunya Calon dari Etnis Muna. Kampanye sebagai aktivitas utama dalam setiap kegiatan politik juga dilakukan melaui kampanye dialogis dan melalui media, baik jejaring sosial, seleberan dan poster, beberapa diantaranya jauh-jauh hari sudah

mulai menuliskan opini tentang gambaran organisasi mahasiswa yang ideal. Pemilihan Presiden BEM FISIP (Badan Eksekutif MahasiswaFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik), intensitas gerakan dari Mahasiswa yang akan mencalonkan diri dimulai dari Mempublish Curiculum Vitae, sosialisasi dini, hingga membuat Grup Kandidat di Facebook. Merujuk pada realita ini, dapat disebut para Mahasiswa yang akan mencalonkan diri ini sedang melakukan Gerilya dini, sebuah politik yang menjadi strategi favorit para politisi lokal dalam berpolitik, secara umum tidak ada yang salah dari hal ini, namun sangat disayangkan karena langkah ini menandakan tidak adanya kretifitas mahasiswa, utamanya dalam hal berpolitik yang terkesan mengekor. Sosialiasasi dini ini biasanya dilakukan terhadap mahasiswa baru. Dalam tiga periode pemilihan Ketua Bem Fisip terakhir, penulis melihat aktivitas pengumpulan mahasiswa baru jauh-jauh hari sebelum pemilihan bem fisip, Selanjutnya diadakan monolog yang biasanya bertemakan pergerakan mahasiswa. Tidak cukup disitu, seiring dengan memanasnya tensi di bursa pencalonan Kandidat yang akan tampil, berbagai cara pun dilakukan, diantaranya adalah Membawa konsep identitas, salah satu ciri dari Politik Etnis, dalam hal ini semangat yang diangkat adalah Suku dan Ego jurusan, cara yang umum namun cukup ampuh untuk mendapatkan kedudukan, Sudah menjadi rahasia umum bahwa Berbagai komponen masyarakat di daerah ini masih terpedaya dengan Praktik Politik Etnis yang pada

akhirnya akan membuat sekat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tak terkecuali Mahasiswa yang katanya sebagai golongan yang selalu mengedepankan sikap ilmiah. Etnis merupakan kenderaan yang cukup besar untuk

memenangkan pemilihan ketua Bem Fisip. Mahasiswa dari etnis Muna, Tolaki, dan Buton menjadi kekuatan etnis yang secara tradisional bersaing hampir tiap periode pemilihan menjadi calon ketua dan wakil ketua dalam pemilihan bem. Bukan hal yang baru, hal ini telah terbukti pada Pemilihan Bem Fisip dan Fakultas lainnya, dimana para pendukung dari masing-masing kandidat membuat aliansi antar beberapa etnis untuk membendung dominasi etnis lainnya, semangat komunal yang ditambah dengan sentimen Etnis ini yang pada akhirnya memecah konflik antar Mahasiswa dalam satu Fakultas tersebut, sangat disesalkan jika momentum Pemilihan BEM FISIP ini menjadi sebuah awal dari perpecahan identitas dan visi hanya dikarenakan Kedudukan dan Popularitas semata, maka dari itu, hal ini patut mendapat perhatian serius dari pihak-pihak terkait, terutama dari Mahasiswa itu sendiri, agar ini tidak menjadi sebuah Manifestasi politik masa depan yang nantinya akan terus berkesinambungan, dan yang terpenting adalah momentum ini dapat menjadi sebuah contoh bagi nuansa perpolitikan masa depan yang ideal. Buntut dari fenomena sentiment etnis ini adalah terjadinya bentrokan antara dua kelompok mahasiswa pendukung calon ketua dan

wakil ketua Bem Fisip., Kerusuhan antar mahasiswa yang dipicu oleh pemilihan Bem Fisip terakhir sempat terjadi pada pemilihan periode 2005/2006. Kerusuhan ini bukan hanya menggangu keamananan dan ketertiban dalam kampus Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik dan merembet hingga ke lingkungan sekitar yang penghuninya bukan hanya mahasiswa melainkan juga masyarakat biasa. Tidak heran media lokal Kendari Pos, memplesetkan FISIP sebagai FISIB yang merupakan akronim dari Fakultas Ilmu Silat dan Ilmu Badik. Terkait dengan aksi bentrokan antar mahasiswa ini, Metro TV

(Metrotvnews.com/bentrokanmahasiswafisipunhalu) menggambarkannya sebagai berikut: Dua kelompok mahasiswa Universitas Haluoleo Kendari, Sulawesi Tenggara, terlibat bentrok. Bentrokan dipicu oleh kekecewaan sekelompok mahasiswa dalam pemilihan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Haluoleo. Bentrok berlangsung sampai ke halaman kampus. Mereka saling kejar-mengejar di seputar area kampus. Bahkan, sekelompok mahasiswa berupaya untuk mengobrak-abrik fakultas tersebut. Untungnya, upaya tersebut berhasil dihalangi oleh petugas keamanan. Suasana kampus pun masih terasa tegang. Ketegangan antara kedua kubu sudah terjadi sejak pemilihan ketua BEM berlangsung sejak Senin (30/4) pagi.

Keadaan tersebut mulai berkurang pada pemilihan Ketua Bem Fisip selanjutnya. pemilihan Ketua Bem Fisip periode 2008/2009, 2009/2010, dan 2010/2011, sama sekali tidak diwarnai lagi aksi bentrokan antar mahasiswa. Meskipun demikian suasana menegangkan tetap saja terasa dengan keterlibatan mahasiswa-mahasiswa yang merupakan pendekar dilingkup Universitas Haluoelo. Keterlibatan mereka biasanya

menyiapkan perangkat keras yang bertugas melindungi atau bahkan merebut kekuasaan hingga mengarahkan yuniornya untuk memilih salah satu kandidat tertentu Pemilihan bem fisip pada periode 2008/2009 dimenangkan oleh pasangan Ibrahim-Risdayanti dan pemilihan bem fisip periode 2009/2010 dimenangkan oleh . 4.1.2. Komunikasi Panggung Depan Pada Pemilihan Ketua Bem Fisip Panggung depan dalam pemilihan Bem Fisip merupakan tempat dimana calon ketua Bem berinteraksi dengan komunikannya. Panggung ini adalah bagian pertunjukan yang umumnya berfungsi secara pasti dan umum untuk mendefinisikan situasi bagi orang yang menyaksikan pertunjukan. Front personal terdiri dari dua yakni costume (penampilan) dan manner (gaya), untuk menganalisa ini, yang penulis menggunakan

pamflet milik calon ketua dan wakil ketua bem yang digunakan dalam pemilihan ketua bem. Pasangan Syahiruddin dan Taufiq Idzak (lampiran 1) dalam pamfletnya memuat slogan Reguler Sore Juga Pasti Bisa dengan menampilkan nama panggilan masing-masing yakni ijonk dan ofic, keduaduanya memakai dasi yang jika dilihat dari motif dasinya merupakan dasi yang sama atau dengan kata lain saling meminjamkan untuk kepentingan pemotretan. Taufiq Idzak tampak tersenyum sedangkan Syahiruddin menampilkan mimik serius sambil memegang buku yang terbuka, rambut

panjangnya diikat. Taufiq merupakan mahasiwa reguler sore sedangkan Syahiruddin merupakan mahasiswa jurusan Sosiologi. Gambaran diatas memberikan pemahaman bahwa pasangan ini ingin menarik simpati jurusan reguler sore melalui kandidat wakil ketua bem dan slogan mereka. Buku yang terbuka sebagai atribut memberikan kesan bahwa calon ketua bem merupakan orang cerdas, serta rambut yang tertata rapi meskipun panjang memberikan kesan bahwa sopan dan baik. Penggunaan nama panggilan keduanya tampaknya ditujukan untuk memberikan kesan akrab dan lebih memperkenalkan pasangan ini terhadap mahasiswa sebagai pemilih Pasangan La Ode Agus dan Hendri Lipu (lampiran 2) menggunakan akronim AHLI dan memuat visi misi Mewujudkan Lembaga Kemahasiswaan Yang Kritis, Independen, Kapabel, Kredibel, Amanah Serta Mampu Menjadi Wadah Bagi Mahasiswa Bagi Mahasiswa Untuk Menyampaikan Aspirasinya. Dalam pamflet ini, La Ode Agus mengepalkan tangannya dengan posisi saling menyamping antara keduanya. Gambaran diatas memberikan pemahaman bahwa kandidat diatas siap bertarung dalam memperjuangkan kemenangan dan visi-misi mereka lewat bahasa nonverbal yang ditunjukkan. Akronim Ahli tampaknya bukan hanya ditujukan untuk mempermudahkan penyebutan pasangan ini melainkan juga menciptakan kesan kemampuan yang mereka miliki.

Pasangan Asruddin-Rismawati (lampiran 3) menggunakan slogan satukan langkah dan buat perubahan yang lebih baik, memberikan pemahaman bahwa pasangan ini mengajak pemilih untuk bersama mereka untuk memperbaiki lembaga bem yang dianggap kurang baik. SY, salah satu peserta pemilihan ketua bem periode 2009/2010, dalam salah satu pamfletnye yang dipasang jauh-jauh hari sebelum pemilihan, memfotokopi sejumlah kliping koran yang memampang aktivitas demonstrasi memperjuangkan kepentingan masyarakat yang ia lakukan, tentu saja disertai dengan foto dirinya didalamnya. Hal ini diungkapkan oleh RM: iya ada yang depannya lab, ada berapa itu yang dia pasang. Saya liat foto-foto demonya, yang saya ingat dia soal demo tentang lapangan golf Wawancara diatas memberikan pemahaman bahwa calon ini menampilkan dirinya sebagai pejuang yang membela kepentingan masyarakat dan mahasiswa sehingga tepat untuk menjadi ketua bem fisip. Di panggung depan ini, calon ketua dan wakil ketua Bem sering mencoba menyampaikan kesan bahwa mereka lebih akrab dengan audien ketimbang dalam keadaan yang sebenarnya. Untuk itu diperlukan pengelolaan kesan. Manajemen kesan ini adalah upaya seorang calon ketua dan wakil ketua Bem untuk menyampaikan gagasan mereka adalah orang tepat untuk menjadi calon ketua dan wakil ketua Bem. Ada 4 (empat) teknik manajemen kesan yang terdiri dari:

5. Mempromosikan diri sendiri Calon ketua dan wakil ketua Bem menunjukkan dan mengeluarkan kemampuan dan kompetensi mereka hal ini merupakan hal pertama yang dilakukan oleh seorang calon ketua dan wakil ketua BEM dalam upaya untuk memenangkan suksesi pemilihan BEM Fisip dengan memberikan informasi tentang diri, niatnya dan visi misinya pada mahasiswa lain. Hal ini dilakukan bukan hanya pada pemilihan ketua BEM tapi juga jauh-jauh hari sebelum pemilihan itu dilaksanakan, para peserta sudah melakukan pengenalan diri kepada calon pemilih secara intensif. Hal ini dikatakan oleh peserta Pemilihan BEM periode 2009/2010, La Ode Agus. Hasil wawancara diatas memberikan pemahaman bahwa dalam upaya mencalonkan diri sebagai ketua Bem telah dilakukan dari waktu yang telah lama dengan membangun wacana tentang pencalonannya. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Rismawati, peser