SKRIPSI KOMUNIKASI AMMATOA DAN PEMERINTAH DESA …
Transcript of SKRIPSI KOMUNIKASI AMMATOA DAN PEMERINTAH DESA …
SKRIPSI
KOMUNIKASI “AMMATOA” DAN PEMERINTAH DESA DALAM
PEMBERIAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN “PAPPASANG” DI
KECAMATAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA
NISMA
Nomor Stambuk :105641107416
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
i
KOMUNIKASI AMMATOA DAN PEMERINTAH DESA DALAM
PEMBERIAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN “PAPPASANG” DI
KECAMATAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Pemerintahan
Disusun dan diajukan Oleh
NISMA
Nomor Induk Mahasiswa: 105641107416
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH
Mahasiswa yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Nisma
Nomor Stambuk : 105641107416
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa Skripsi ini benar
adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa Skripsi ini
merupakan duplikat, tiruan, plagiat atau di buat oleh orang lain, maka gelar yang
di peroleh Skripsi ini karenanya batal demi hukum.
Makassar, 20 Desember 2020
Yang Menyatakan,
Nisma
v
ABSTRAK
NISMA. Komunikasi Ammatoa dan Pemerintah Desa dalam
pemberian sanksi terhadap pelanggaran “Pappasang”di Kecamatan
Kajang Kabupaten Bulukumba (dibimbing oleh Budi Setiawati dan Nur
Khaerah).
Komunikasi sebagai sebuah proses dimana suatu ide dialihkan dari
sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah
tingkah laku mereka proses komunikasi tiap individu biasanya berbeda tergantung
dimana orang tersebut berkomunikasi dan dengan siapa dia berkomunikasi. Cara
komunikasi yang digunakan dalam hal ini adalah Dialog tatap muka yaitu proses
yang dilakukan oleh pihak pemerintah dan masyarakat dengan membicarakan atau
berdiskusi mengenai langkah yang dipilih sebagai langkah yang paling efektif
bagaimana Komunikasi Ammatoa dengan Pemerintah Desa dalam pemberian
sanksi terhadap pelanggaran pappasang di Kecamatan Kajang Kabupaten
Bulukumba. Meskipun pemerintah desa dihargai, tetapi dalam sistem pemberian
sanksi ataupun pelanggaran masih saja jarang terjadi diskusi antara pemerintah
desa dengan Ammatoa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Komunikasi Ammatoa dan
Pemerintah Desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran “Pappasang”di
kecamatan kajang kabupaten Bulukumba. Jenis penelitian yang digunakan adalah
kualitatif yakni suatu bentuk penelitian yang bertujuan untuk memberikan
gambaran umum sebagai macam data yang dikumpul dari lapangan secara
objektif dengan tipe fenomenologi. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah observasi, wawancara terhadap sejumlah informan. Analisis data dengan
menggunakan model analisa interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Komunikasi Ammatoa dan Pemerintah Desa dalam pemberian sanksi terhadap
pelanggaran “Pappasang”di kecamatan kajang kabupaten Bulukumba masih
jarang terjadi diskusi, hal ini dilihat dari indikator (1) Aprehensi komunikasi , (2)
Self- Disclosure , (3) Penilaian sosial , dan (4) Penetrasi sosial. Faktor Faktor
penghambat keharmonisan yang dihindari pasangan beda agama yaitu (a) Labeling,
(b) Dichotomiying, dan (c) Assuming inflexibility.
Kata Kunci : Komunikasi, Ammatoa, Pemerintah Desa, Pemberian Sanksi
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillah, penulis memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT,
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Komunikasi Ammatoa dan Pemerintah Desa
dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran “Pappasang”di kecamatan kajang
kabupaten Bulukumba”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada seluruh pihak yang telah menemani penulis selama ini. Skripsi ini penulis
persembahkan kepada yang tercinta terkhusus dan teristimewa untuk kedua
Orangtua dan juga suami Penulis, Orangtua dan suami tercinta yang tiada henti-
hentinya mendoakan dan memberikan dorongan baik moril maupun materil,
kepercayaan, kesabaran, serta senantiasa mengalunkan doa dan kasih sayang yang
tak henti-hentinya kepada penulis. Doa dan dedikasi yang selalu diberikan kepada
penulis dan menjadi motivasi terbesar penulis dalam menyelesaikan studinya.
Selain itu skripsi ini selesai juga berkat dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itulah dalam kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih dan rasa hormat
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar. Bapak Prof. Dr. H. Ambo
Asse, M.Ag
2. Ibu Dr. Hj Budi Setiawati, M.Si selaku Pembimbing I dan Ibu Nur Khaerah,
S.IP., M.IP selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya
vii
membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
3. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Ibu Dr. Nuryanti Mustari, S.IP.,M.Si selaku Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Para Bapak dan Ibu Dosen-dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang
selama ini memberikan ilmunya kepada penulis serta dorongan dan semangat
yang selalu diberikan.
6. Seluruh staff dan pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang
senantiasa membantu penulis dalam pengurusan administrasi.
7. Para sahabat penulis yang selalu menghibur dan menemani.
8. Semua pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis.
Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Makassar, 12 April 2021
Nisma
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii
PENERIMAAN TIM ............................................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH....................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian......................................................................... 8
D. Manfaat penelitian....................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TinjauanKonsep/ Teori ............................................................. 12
1. Teori Komunikasi .................................................................. 12
2. Konsep Pemerintahan Desa berdasarkan UU Desa.............. 17
3. Konsep Pemerintahan desa Adat Kajang Ammatoa .............. 18
B.Kerangka Fikir............................................................................ 24
C. Deskrifsi Fokus Penelitian ........................................................ 25
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan lokasi penelitian ...................................................... 27
B. Jenis dan tipe penelitian ............................................................ 27
C. Sumber Data .............................................................................. 28
D. Informan penelitian ................................................................... 28
ix
ix
E. Teknik pengumpulan data ......................................................... 29
F. Teknik analisis data ................................................................... 30
G. Teknik pengabsahan data .......................................................... 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Wilayah ...................................................... 33
B. Hasil Penelitian ........................................................................ 53
1. Komunikasi Antar Pribadi................................................ 53
a.Aprehensi Komunikasi ...................................................... 53
b. Self- Disclosure ................................................................ 56
c. Penilaian Sosial ................................................................ 59
d. Penetrasi Sosial ................................................................ 61
2. Fakor Penghambat ............................................................ 64
a. Labeling ............................................................................ 64
b. Dichotomiying....................................................................................... 65
c. Assuming inflexibility ............................................................................ 67
C. Pembahasan ....................................................................................................... 68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 74
B. Saran ......................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 77
LAMPIRAN
x
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.3 Daftar Informan Penelitian ......................................................................... 29
Tabel 2.4 Luas Wilayah Menurut Kelurahan/ Desa di Kecamatan Kajang tahun 2020
............................................................................................................................. 34
Tabel 3.4 Luas Wilayah Menurut Dusun di Desa Tanah Towa tahun 2020
............................................................................................................................. 36
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk ....................................................................................... 37
xi
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.3 Kerangka Pikir ........................................................................................ 24
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Komunikasi antarorganisasi dilakukan untuk bertukar informasi dengan
tujuan yang sudah ditetapkan baik secara formal ataupun non formal.
Komunikasi merupakan suatu hal yang sulit dipisahkan dari kehidupan
manusia. Disadari atau tidak manusia sebagai mahkluk sosial senantiasa
tidakakan lepas dari suatu proses-proses komunikasi baik secara verbal
maupun non verbal.
Komunikasi sebagai sebuah proses dimana suatu ide dialihkan dari
sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah
tingkah laku mereka proses komunikasi tiap individu biasanya berbeda
tergantung dimana orang tersebut berkomunikasi dan dengan siapa dia
berkomunikasi. Karakter tersebut tentu memunculkan suatu pola perilaku
komunikasi yang berbeda antara individu yang satu dengan individu lain
maupun masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Perilaku komunikasi
diartikan sebagai suatu tindakan komunikasi yang meliputi tindakan verbal
maupun tindakan non verbal atau disebut perilaku komunikasi verbal dan
perilaku komunikasi non verbal. Komunikasi dan budaya adalah dua hal yang
tak dapat dipisahkan.
Budaya dan Komunikasi tak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak
hanya menetukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana
orang menyampaikan pesan makna yang ia miliki untuk pesandan kondisi-
2
kondisinya untuk mengirim memperhatikan dan menafsirkan pesan
pernyataan di atas mengindikasikan bahwa salah satu hal yang juga dapat
berpengaruh besar dalam pola perilaku komunikasi adalah budaya.
Indonesia menjadi salah satu negara yang mendapat pengaruh yang
sangat besar dari globalisasi. Indonesia dianggap sebagai pasar potensial
berkembangnya budaya asing indonesia merupakan negara yang luas dan
memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Mereka mendiami wilayah
dengan kondisi georafis yang bervariasi mulai dari pegunungan, tepian hutan,
pesisir, dataran rendah, pedesaan hingga perkotaan kondisi geografis tersebut
kemudian menjadikan Indonesia menjadi salah satu negara yang kaya akan
kebudayaan.
Tetapi terdapat satu daerah di Indonesia yang masih menjunjung tinggi
budaya atau kearifan lokalnya seperti suku Kajang yang terdapat di
Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba, wilayah desa tanah toa terdiri atas
9 (sembilan) dusun dan kesembilan dusun tersebut masuk dalam (ilalang
embayya) yaitu dusun Balagana, Jannaya, Sobbu, Benteng, Pangi, Bongkina,
Tombolo, Lurayya, dan dusun Balambina, sementara dua dusun lainnya
berada diluar kawasan adat (Ipantarang embayya).
Wilayah Kajang dalam merupakan wilayah adat tempat hukum adat
kajang berlaku masyarakat adat kajang beternak, mengembala, dan bercocok
tanam diwilayah adat kajang dalam. Ciri khas masyarakat adat Kajang
terletak pada pakaian berwarna hitam yang mereka kenakan sehari-hari dan
berjalan kaki tanpa mengenakan alas kaki. Kain dari pakaian yang dikenakan
3
merupakan hasil tenunan sendiri segala bentuk barang elektronik tidak di
pergunakan diarea kajang dalam, aturan tersebut juga berlaku bagi siapapun
yang ingin masuk ke wilayah adat (Satriani, 2017).
Masyarakat adat Kajang memiliki ketua adat beserta pemangku adat.
ketua adat disebut dengan Ammatoa yaitu orang yang bersih hatinya dan
dipilih dengan ritual tertentu. Salah satu bagian yang terus dipertahankan oleh
masyarakat adat Kajang adalah pelestarian terhadap lingkungan dengan cara
menjaga hutan. Dalam Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Bulukumba
Nomor 19 tahun 2019 tentang pengukuhan, pengakuan hak, dan perlindungan
hak masyarakat hukum adat Ammatoa kajang. Hal tersebut juga diatur dalam
hukum adat, mereka contohnya apabila salah satu masyarakat ingin
menebang pohon maka orang tersebut harus menanam dua bibit kemudian
merawat dengan baik hingga waktu yang ditentukan barulah orang tersebut
boleh menebang satu pohon. Hutan dikawasan adat terdiri atas dua yaitu
hutan yang dapat ditebang dimanfaatkan serta hutan keramat yang hanya
boleh dipergunakan untuk acara ritual adat.
Adapun bentuk pelanggaran peraturan adat seperti menebang pohon
dihutan, berpakaian berwarna merah, menggunakan elektronik, mencuri,
silariang, dan memakai kendaraan didalam kawasan adat Ammatoa. Setiap
aturan tersebut juga memiliki sanksi adat bagi siapapun yang melanggar.
Dalam kepercayaan masyarakat adat kajang, turiek arakna (sesuatu yang
dipercaya mengatur segala kehidupan dipercaya menurunkan perintahnya
kepada masyarakat kajang dalam bentuk pappasang atau pasang-Pasang
4
berarti pesan-pesan tidak dimaknai secara harfiah semata. Karena pesan yang
dimaksud dalam wahyu tersebut adalah keseluruhan pengetahuan dan
pengalaman tentang segala aspek dan lika-liku yang berkaitan dengan
kehidupan yang dipesankan secara lisan dan penuh makna yang mendalam
tentang (tidak ada yang tertulis) oleh nenek moyang mereka dari generasi ke
generasi (Rahmayani, 2017).
Pasang yang diturunkan kepada Ammatoa harus di taati, dipatuhi dan
dilaksanakan oleh masyarakat adat Ammatoa. Jika mereka melanggar pasang
maka mereka akan mendapatkan ganjaran dan hukuman atas perbuatannya.
Masyarakat adat kajang memiliki cara tersendiri dalam menerapkan sanksi
atas perbuatan yang tidak sesuai dengan aturan adat. Adapun yang berwenang
dalam melakukan proses dan pemecahan masalah yaitu semacam lembaga
adat setempat yang dipercayakan kepada Ammatoa sebagai pemimpin dan
segenap pemangku adat yang dapat menjalankan sidang adat untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi, dimana sanksi adat yang dikeluarkan
oleh Ammatoa bersifat pasti dan tetap. (Rahmayani, 2017)
Masyarakat Kajang terbagi dalam dua bagian yakni masyarakat
kajang dalam dan masyarakat Kajang luar. Masyarakat Kajang dalam
dipimpin oleh satu petua yang disebut Ammatoa yang artinya bapak yang
dituakan, menurut sejarah Ammatoa adalah ”Tu mariolo” atau “mula tau”
manusia pertama yang diciptkan Tu Riek A‟ra‟na (Tuhan) di bumi yang pada
waktu itu hana berupa laut maha luas dengan sebuah daratan yang menjulang.
Tempat itu menyerupai tempurung kelapa dan disebut tombolo.
5
Masyarakat Ammatoa mudah dikenal karna menampakkan ciri-ciri yang
membedakan dari kelompok sosial lainnya. spesifikisinya bukan saja nampak
pada atribut yang dikenakan seperti baju, celana yang hampir menyentuh
lutut, sarung, daster (ikat kepala yang dikenakan bagi kaum laki-laki atau
bisa disebut dengan passapu) yang semuanya berwarna hitam, menggunakan
kuda sebagai sarana transportasi, tata cara hubungan sosial, tata cara
memperlakukan alam serta tindakan religi yang semuanya sangat khas.
Masyarakat Kajang sangat patuh dengan perintah Ammatoa sehingga
apabila ada masyarakat luar yang melakukan komunikasi dengan masyarakat
Kajang Dalam dengan tujuan mempengaruhi dan mengubah pola pikir
masyarakat Kajang Dalam maka masyarakat Kajang Dalam tidak bisa
langsung menerima atau menanggapi karena ada aturan “pasang”yang
mengikat dan semua keputusan harus melalui pemimpin adat (Ammatoa),
sehingga komunikasi tidak berjalan secara efektif.
Mempertahankan adat dan nilai-nilai kultur yang dianut adalah
tanggung jawab kepala Desa Tanah toa, masyarakat kajang serta Ammatoa
dalam mengikat erat solidaritas dari masyarakat kajang untuk tetap
mempertahankan kebudayaannya. Disinilah pemimpin adat (Ammatoa)
membentuk pola komunikasi. Pola komunikasi adalah merupakan proses
komunikasi dalam menyampaikan sebuah pesan dari anggota satu kepada
anggota lain di dalam suatu organisasi, maupun dalam kelompok masyarakat
tertentu. Contoh kasus/ permasalahan di dalam Kawasan adat Ammatoa
6
seperti berpose/ berfoto-foto, memakai sandal, memakai pakaian yang
berwarna merah,menebang pohon di hutan didalam kawasan adat.
Masyarakat adat Ammatoa merupakan komunitas adat yang bertempat
di Desa Tanah Toa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. Ammatoa
merupakan gelar bagi pemimpin dalam komunitas adat ini yang dipilih
berdasarkan aturan adat, kekhasan komunitas ini terletak pada perilaku dan
keseharian masyarakatnya yang tetap memegang teguh nilai-nilai luhur dan
keyakinan adat Ammatoa Kajang, berjarak 56 km dari Kota Bulukumba.
Untuk memasuki Kawasan adat Ammatoa terlebih dahulu harus melalui pintu
masuk menggunakan pakaian adat Kajang berwarna Khas hitam.
Dalam perkembangannya meskipun Ammatoa sebagai Kepala adat
memiliki peranan penting dalam pemerintahan kawasan adat, keberadaan
pemerintah diluar kawasan adat tetap diakui. Bahkan karena dianggap lebih
berpendidikan, pemerintah diluar Kawasan adat Ammatoa Kajang juga sangat
dihormati. Pemerintah dalam hal ini adalah Camat, Bupati, Desa dan
seterusnya. Bukti penghormatan ini terlihat dalam upacara adat sebuah
pertemuan dimana pejabat pemerintah mendapat kappara dengan jumlah
piring lebih banyak dari Ammatoa. kappara adalah baki yang berisi sejumlah
piring dengan beragam makanan. Dengan kappara ini pula kedudukan
seseorang akan terlihat karena semakin besar sebuah kappara atau semakin
banyak piringnya maka semakin tinggi kedudukannya (Faisal, 2015)
Cara komunikasi yang digunakan dalam hal ini adalah dialog tatap
muka yaitu proses yang dilakukan oleh pihak pemerintah dan masyarakat
7
dengan membicarakan atau berdiskusi mengenai langkah yang dipilih sebagai
langkah yang paling efektif bagaimana Komunikasi Ammatoa dengan
Pemerintah Desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran pappasang di
Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba. Meskipun pemerintah desa
dihargai, tetapi dalam sistem pemberian sanksi ataupun pelanggaran masih
saja jarang terjadi diskusi antara pemerintah desa dengan Ammatoa.
Berdasarkan aliran patuntung yang dianut dengan berpedoman pada
Pasang Ri Kajang masyarakat suku Ammatoa Kajang harus menjaga
keseimbangan hidup dengan alam dan para leluhur, suku ini memiliki
beberapa perbedaan dibanding suku lainnya di Sulawesi Selatan, seperti gaya
hidup, adat istiadat, sejarah, tradisi dan kepercayaan. Mereka mengutamakan
kesederhanaan dalam hidup dan tidak perlu hidup berlebihan karena dianggap
akan menimbulkan konflik-konflik di antara masyarakat yang pada akhirnya
menghasilkan ketidak harmonisan dalam masyarakat tersebut.
Oleh karena itu, penting untuk mengetahui Komunikasi Ammatoa dan
Pemerintah Desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran “pappasang”
di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba yang dijadikan sumber hukum
dalam memproses setiap permasalahan yang dilimpahkan kepada Ammatoa
sebagai pemimpin dan bagaimana metode bekerja dari sebuah lembaga adat
tersebut. Maka penulis mengangkatnya dalam sebuah penelitian yang bakal
dilakukan dengan judul “Komunikasi Ammatoa dan Pemerintah Desa
dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran “Pappasang”di
Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba.
8
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis merumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana komunikasi antar pribadi Ammatoa dengan pemerintah desa
dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran “pappasang” di Kecamatan
Kajang Kabupaten Bulukumba?
2. Bagaimana factor penghambat komunikasi antarpribadi Ammatoa dengan
pemerintah Desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran
“Pappasang” di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini
bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui komunikasi antarpribadi Ammatoa dengan pemerintah
desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran Pappasang di
Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba
2. Untuk mengetahui faktor penghambat komunikasi antarpribadi Ammatoa
dengan pemerintah desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran
Pappasang di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba.
9
D. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Secara teoritis
Penelitian yang akan dilakukan ini dapat dijadikan bahan studi
perbandingan selanjutnya serta akan menjadi sumbangsi pemikiran ilmiah
untuk melengkapi kajian-kajian yang dapat mengarahkan pada
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada Komunikasi Ammatoa
dan pemerintah Desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran
Pappasang di kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba.
2. Secara praktis
Hasil penelitian ini dapat diharapkan menjadi salah satu sumbangan
pemikiran serta bahan masukan untuk pelaksanaan bagaimana komunikasi
Ammatoa dan Pemerintah Desa dalam pemberian sanksi terhadap
pelanggaran “Pappasang” di Kacamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu oleh Amin Rais Mahasiswa Universitas Islam
Negeri Makassar Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Ilmu Hukum,
dengan judul tentang Peranan Ammatoa dalam pemberian sanksi tindak
pidana pencurian di kawasan adat Ammatoa kecamatan Kajang kabupaten
Bulukumba, selanjutnya diramu ke dalam sub masalah atau pertanyaan
penelitian, yaitu : 1). Bagaimana proses pembuktian tindak pidana pencurian
di kawasan adat Ammatoa? 2).Bagaimana sistem pemberian sanksi terhadap
pelaku pencurian di kawasan adat Ammatoa? Jenis penelitian ini adalah
penelitian kualitatif dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
yuridis dan sosiologis. Data diperolah dari Galla Puto (Juru Bicara
Ammatoa), Kepala Desa Tanah Towa, Masyarakat dan pemuda desa tanah
toa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara,
observasi, dokumentasi, dan penelusuran berbagai literature atau referensi.
Tehnik pengelolaan dan analisis data dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu
reduksi data, penyajian, dan pengambilan kesimpulan.
Hasil yang dicapai dari penelitian ini yaitu, 1). Mengetahui sistem
ritual adat pada proses pembuktian terhadap pelaku pencurian di kawasan
adat Ammatoa Kecamatan Kajang, yang pada intinya proses pembuktian
dilakukan dengan tiga cara yang pertama patunra (disumpah) orang yang
dicurigai dipanggil oleh Ammatoa untuk mengakui namun apabila tidak ada
11
pengakuan maka pelaku dipatunra (disumpah) yang ke dua dilakukan Tunu
Panrolik (bakar linggis) orang yang dicurigai dan seluruh masyarakat adat
wajib hadir ketika proses pelaksanaan upacara tunu panrolik dilaksanakan
dan setiap orang yang hadir memegan lingis yang merah membara dan
apabila bersalah akan terbakar dan bila tidak bersalah tidak akan merasakan
panasnya linggis tersebut, ketiga Tunu Passau (membakar dupa) upacara ini
dilaksanakan apabila upacara tunu panrolik tidak berhasil menemukan
pelakunya, dan tunu passau dimaksudkan agar pencuri di dalam kawasan
adat mendapat hukuman langsung dari Turi‟e‟ A‟ra‟na berupa musibah
yang bisa terjadi secara beruntun. Musibah itu bukan hanya bagi si pelaku,
tetapi dapat juga terjadi pada keluarganya terutama keturunannya.
Selanjurtnya 2). Mengetahui sistem pemberian sanksi adat terhadap pelaku
pencurian di kawasan adat Ammatoa Kecamatan Kajang
Selanjutnya Penelitian terdahulu dilakukan oleh Eva Rahmayani
Universitas Hasanuddin Makassar Jurusan Departemen Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2017 dengan judul, Pola Perilaku
Komunikasi Masyarakat di Kawasan adat Ammatoa Kajang (Dibimbing
oleh Muh. Nadjib dan Kahar). Tujuan penelitian ini adalah; (1) untuk
mengetahui Pola perilaku komunikasi masyarakat di Kawasan adat
Ammatoa Kajang; (2) untuk mengetahui sarana yang digunakan oleh
masyarakat di Kawasan adat Ammatoa dalam berkomunikasi. Penelitian ini
dilaksanakan di Kawasan adat Ammatoa, Desa Tana Towa, Kecamatan
Kajang, Kabupaten Bulukumba. Informan penelitian ini adalah pemimpin
12
adat, dua pemangku adat dan salah satu masyarakat Kawasan adat Ammatoa
Kajang. Informan penelitian ditentukan secara purposive sampling
berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Tipe penelitian ini bersifat deskriptif
kualitatif dengan pendekatan etnografi. Data primer dikumpulkan melalui
observasi dan wawancara, dan data sekundernya dikumpulkan melalui hasil
studi pustaka yang terkait dengan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pola perilaku komunikasi masyarakat di Kawasan adat Ammatoa
dipengaruhi oleh adat istiadat mereka yang masih dipertahankan hingga saat
ini. Sarana komunikasi yang mereka gunakan juga menunjukkan bagaimana
mereka begitu menghargai leluhur mereka dengan tidak menggunakan hal-
hal yang berbau teknologi.
B. Tinjauan Konsep/ Teori
1. Komunikasi
Istilah “Komunikasi” merupakan terjemahan dari bahasa inggris
Communication yang dikembangkan di Amerika Serikat dan komunikasi berasal dari
unsur persuratkabaran, yakni journalism. Adapun pengertian komunikasi bisa dilihat
dari dua sudut, yaitu dari sudut bahasa (etimologi) dan dari sudut istilah (terminologi).
Komunikasi menurut bahasa atau etimologi dalam ensiklopedi umum diartikan
sebagai perhubungan,.
Pengertian komunikasi secara etimologi ini memberi pengertian bahwa
komunikasi hendaknya dilakukan dengan lambang-lambang atau bahasa yang
mempunyai kesamaan arti antara seorang yang memberi pesan dengan orang yang
menerima peasan.Karena „communis‟ bisa diberi arti sama makna atau sama arti
13
sehingga lambang-lambang yang diberikan itu merupakan milik bersama antar orang
yang memberi lambang dengan orang yang menerima lambang.
Komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi
seseorang dalam hidup masyarakat. Schramm (cangara,2012) menyebutkan
bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin
masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat tidak mungkin dapat
mengembangkan komunikasi. Komunikasi adalah suatu proses
penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain melalui proses tertentu
sehingga tercapai apa yang dimaksudkan atau diinginkan oleh kedua pihak.
Definisi komunikasi dapat dibagi menjadi dengan dua bentuk
diantaranya:
a. Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi (interpersonal communications) adalah
proses saling bertukar informasi serta pemindahan pengertian antara dua
individu atau lebih di dalam suatu kelompok kecil manusia.
Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang berlangsung antara dua
orang,. terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Model Komunikasi ini
dapat berlangsung secara tatap muka, dan melalui telepon. Secara umum,
komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna
antara pelaku yang berkomunikasi.
Komunikasi antarpribadi juga merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan
menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik. Sedangkan makna,
14
sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut adalah kesamaan pemahaman
diantara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan
dalam proses komunikasi.
Menurut Trenholm dkk (Suranto 2011) mendefinisikan komunikasi
interpersonal sebagai komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap
muka (Komunikasi diadik). Sifat komunikasi ini adalah spontan dan informal,
saling menerima respon balik dengan maksimal, partisipan berperan fleksibel.
1. Aprehensi komunikasi
2. Self-Disclosure
3. Penilaian sosial
4. Penetrasi sosial
Menurut RD Nye (2004) mengemukakan dalam pelaksanaan
komunikasi antarpribadi, juga mempunyai hambatan-hambatan yaitu:
a. Labeling
orang lain enggan untuk berteman, berkomunikasi dengannya. Labeling yaitu
terjadi apabila seseorang memberikan atribut mengenai sifat tertentu pada
orang lain dengan asumsi bahwa orang tersebut bertanggung jawab atas atribut
itu. Seperti halnya ada orang yang sudah terkenal meminjam uang, tetapi tidak
membayar atau ada orang yang sering bohong, maka tersebut akan diberi label
“bohong” yang mengakibatkan
b. Dichotomiying
Dichotomiying yaitu menduakan alternatif melakukan persepsi atau menilai
diri sendiri atau menilai orang lain. Misalnya: ada seorang guru yang
15
mencintai muridnya, maka akan terjadi dua alternatif. Jika muridnya kurang
pintar, maka ia akan serba salah, diberi nilai sesuai dengan pekerjaannya
ataukah diberi nilai yang besar. Jika dinilai dengan kecil, maka bagaimana
hubungannya selanjutnya. Tapi bila diberi nilai bagus, maka tidak sesuai
dengan hasil yang dikerjakannya.
c. Assuming Inflexibelity
Assuming inflexibility yaitu menganggap seseorang tidak fleksibel atau
kaku. Misalnya: orang lain selalu dianggap tidak fleksibel, kaku, dan lain-lain.
Hal ini akan menghambat dalam menjalin komunikasi.
b. Komunikasi Antar Organisasi
Komunikasi antarorganisasi (organization communications) adalah
proses dimana pembicara memberikan informasi secara sistematis dan
memindahkan pengertian kepada orang-orang didalam organisasi dan
juga kepada orang-orang dan lembaga-lembaga diluar organisasi namun
masih terkait dengan organisasi tersebut. Komunikasi organisasi yaitu
bentuk pertukaran pesan antara unit-unit komunikasi yang berada dalam
organisasi tertentu. Organisasi sendiri terdiri dari unit-unit komunikasi
dalam hubungan-hubungan hirarkis antara yang satu dengan yang
lainnya dan berfungsi dalam satu lingkungan (sendjaja 2014).
komunikasi adalah satu pandangan dan strategi yang akan
membentuk alat dan rangka kerja untuk sesuatu perkara yang hendak
dilaksanakan dalam proses komunikasi teori akan membina bentuk dan
kaidah komunikasi yang hendak dibuatter dapat dua aspek utama yang
16
dilihat secara tidak langsung dalam bidang ini sebagai satu bidang
pengkajian yang baru.
Aspek pertama ialah perkembangan dari beberapa sudut atau
kejadian seperti teknologi komunikasi, perindustrian dan politik dunia.
Teknologi komunkasi contohnya radio, televisi, telefon, setelit,
rangkaian komputer telah menghasilkan ide untuk mengetahui apakah
kesan perkembangan teknologi komunikasi terhadap individu
masyarakat dan penduduk disebuaah negara. Perkembangan politik
dunia memperlihatkan bagaimana kesan politik terhadap publik
sehingga menimbulkan propaganda dan pendapat umum, seterusnya
perkembangan perindustrian seperti perminyakan dan perkapalan
menuntut betapa perlunya komunikasi yang berkesan untuk
meningkatkan produktiviitas dan kualitas agar mencapai maksud dan
tujuan organisasi tersebut
Aspek kedua ialah dari sudut kajian dimana para pelajar
berminat untuk mengkaji bidang bidang yang berkaitan dengan
komunikasi seperti mereka yang dari bidang psikologi sosial mengkaji
penggunaan teknologi baru terhadap kesan tayangan animasi kepada
anak-anak, propaganda nazi yang mampu mempengaruhi pendengar
sehingga mereka patuh dan bersatu. selanjutnya kajian awal penyelidik
atas perindustrian yang pada separuh abad ke-20 tertuju kepada
memenuhi keinginan sektor pemasaran untuk mengetahui komunikasi
dengan lebih dekat setelah peengiklanan menunjukan kepentingannya.
17
Oleh karena itu, bidang komunikasi mngambil langkah dan maju
kedepan setelah berlakunya pengembangan dari sudut teknologi
komunikasi, perindustrian dan politik dunia serta kajian-kajian yang
telah dilakukan. Sehinggga bidang komunikasi menjadi bidang
pengkajian yang baru dan mula diminati oleh banyak orang. Dalam
perkembangannya banyak para ahli yang mendefinisikan mengenai
teori komunikasi salah satu yang sering menjadi rujukan adalah
pendapat Borman, ia berpendapat bahwa teori komunikasi adalah suatu
istilah atau perkataaan yang merupakan seluruh perbincangan dan
analisis dan dibuat secara berhati-hati, sistematik dan sadar.
2. Konsep Pemerintahan Desa berdasarkan UU Desa
Pemerintah Desa atau disebut pemdes adalah lembaga pemerintah
yang bertugas mengelolah wilayah tingkat desa. Lembaga ini diatur
melalui peraturan pemerintah No.72 Tahun 2005 tentang pemerintahan
desa yang diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan pasal 216 ayat (1)
undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemeritahan daerah.
Pemimpin pemerintah desa seperti tertuang dalam paragraph 2 pasal 14
ayat (1) adalah kepala desa yang bertugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.
Dalam menjalankan pemerintahannya kepala desa memiliki
beberapa kewenangan seperti kewenangan memimpin penyelenggaraan
pemerintahan berdasarkan kebijakan. Penyelenggaraan pemerintahan ini
18
nantinya tidak ditetapkan sendiri, melainkan akan ditetapkan bersama
dengan badan perwakilan Desa (BPD).
Kepala Desa juga berwenang untuk mengajukan rancangan
peraturan desanya sendiri yang sesuai dengan UU, membina kehidupan
perekonomian masyarakat desa hingga mengordinasikan segala elemen
yang ada dalam melakukan pembangunan desa secara partisipatif untuk
kemajuan dan kepentingan desa. Tak hanya itu saja kepala desa juga dapat
mewakili desanya baik untuk dalam maupun diluar peradilan yang yang
mana juga dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakili selama hal
tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada juga
melaksanakan wewenang lainnya sesuai dengan aturan perundang-
undangan.
3. Konsep Pemerintahan Desa Adat Kajang Ammatoa
Ammatoa berada di Desa Tanah Towa Kecamatan Kajang,
Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Gerbang masuk berupa pendopo
kayu dengan atap dari jerami dengan bernuansa hitam ada papan nama yang
menggantung besar bertuliskan “ Selamat datang di kawasan adat
Ammatoa”
Menurut Ammatoa cara hidup kita disini diatur oleh pasang. Pasang
semacam petuah yang tidak tertulis yang disampaikan secara lisan kepada
leluhur.pasang meliputi beberapa unsur dalam kehidupan baik mengatur
bidang kelangsungan hidup dan lain-lain (Rais 2017).
19
Desa Tanah Towa itu memiliki perbedaan dengan desa yang ada di
Kajang diantarnya ialah:
a. Berdasarkan data administrasi pemerintahan desa pada tahun 2012 jumlah
penduduk secara keseluruhan meliputi kawasan Ilalang Embayya maupun
Ipantara Embayya adalah sebanyak 4.073 jiwa, terdiri atas laki laki 1.904
jiwa dan perempuan berjmlah 2.19 jiwa. Jumlah penduduk itu tersebar
kedalam 9 dusun, yakni Dusun Balagana, Sobbu, Benteng, Pangi,
Bongkina, Tombolo, Jannaya, Lurayya, dan Dusun Balambina
b. Kawasan Adat Kajang luar (Ipantarang Embayya) telah membentuk
perkampungan tersendiri, berbeda dengan pola perkampungan masyarakat
(Ipantarang Embayya) dimana posisi rumah tersebut diatur berderet
sebelah menyeblah sepanjang jalan. Sedangkan pada perkampungan
kawasan Ilalang Embayya berkelompok rumah di dirikan di tengah tengah
kebun keluarga dengan arah bangunan rumah berlawanan arah dengan
borong karama‟ (Hutan keramat). Sehingga semua rumah menghadap
kebarat dan beratata rapi serta berjejer dari utara keselatan pada barisan
depan rumah terdapat pagar batu kali setinggi satu meter
c. Sistem teknologi yang dipergunakan dalam kawasan untuk melakukan
pekerjaan dalam memenuhi kebetuhan hidup mereka, seperti dalam hal
mengolah lahan pertanian, mereka pantang atau tabu mempergunakan
piranti produk teknologi modern yangb dapat meningkatkan hasil mutu
sector pertanian, misalnya penggunaan traktor, pekerjaan bertani dilakukan
penggarapan lahan sampai pada tahap panen, semuanya dilakukan secara
20
sederhana dengan menggunakan teknolgi yang masih tradisional.
Penggarapaan sawah dilakukan dengan menggunakan tenaga kerbau atau
sapi untuk menarik bajak
d. Didalam kawasan (Ilalang Embayya) tidak ada yang bisa memakai listrik,
memakai sandal dan memakai pakaian yang berwarna merah
e. Terdapat beberapa upacara yang dilakukan untuk membuktikan pelaku
pencuriann melalui ritual/ upacara Adat: Patunra (disumpah), Attunu
panrolik (membakar linggis), tunu passau(membakar dupa).
f. Bentuk larangan adat yang bersumber dari pasang salah satunya adalah
pencurian yang dilakukan didalam kawasan adat kajang. Adapun bentuk
bentuk sanksi yang dilakukan bagi mereka yang terbukti melakukan
pencurian, berbeda beda tergantung tingkan pelanggaran yang dilakukan
didalam kawasan adat. Agar sanksi sanksi tersebut dapat berjalan dengan
efektif. Maka ditetapkanlah ketentuan yang mengklasifikasi tiga jenis
sanksi dan jumlah denda yang harus dibayar kedalam tiga kategori yaitu:
pelanggaran berat, pelanggaran sedang dan pelanggaran ringan.
g. Masyarakat Ammatoa kajang dipimpin oleh seorang Bohe Amma yang
bantu oleh 2 pemangku adat atau disebut Galla (menteri) yang memiliki
tugas masing masing (syarifuddin,2014).
Terdapat beberapa upacara yanng dilakukan untuk membuktikan
pelaku pencurian ritual/ upacara adat yaitu:
1) Patunra (sumpah)
21
Patunra atau disumpah dilakukan atau ada orang dicurigai, orang
dicurigai dipanggil oleh Ammatoa untuk ditannya dan Ammatoa dalam hal
ini mempunyai kelebihan untuk membaca tingkah orang yang berbohong.
Ammatoa dalam memberikan pertanyaan melihat gerak gerik ketika orang
itu ditanya dan ketika Ammatoa melihat ada kebohongan yang
disembunyikan oleh orang yang curigai dan tidak mau mengaku maka
orang tersebut akan disumpah.
2) Attunu Panrolik (Membakar Linggis)
Sebelum upacara Attunu Panrolik (bakar linggis) dilaksankan seluruh
pemangku adat dikumpulkan dan akan lebih dulu dilakukan abborong
(bermusyawarah) setelah itu mengumumkan dan memerintahkan kepada
orang kepercayaan untuk disampaikan kepada seluruh masyarakat adat akan
diadakan tunu panrolik hari sekian dan jam sekian maka dari itu seluruh
warga masyarakat adat tidak boleh ada yang keluar dari kawasan semuanya
harus berkumpul tepat waktu sebelum upacara dilaksanakan dan ketika ada
orang yang tidak hadir maka dia akan dipanggil oleh Ammatoa untuk
ditanya setiap orang yang hadir diharuskan memegang linggis yang sudah
dibakar oleh Puto Duppa hingga merah membara.
Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui siapa pelaku pencuri
sebenarnya. Jika seorang yang memegang linggis itu tidak bersalah, maka ia
akan tidak merasakan panasnya linggis. Dan demikian sebaliknya, barang
siapa yang tangannya terluka maka dialah pelakunya selanjutnya jika terjadi
22
seorang terdakwa menolak dakwaan atau pelanggaraan hukum dan tidak
dapat diidentifikasi, maka upaya hukum lain.
3) Tunu passau (Membakar Dupa)
Tunu Passau (Membakar Linggis) sebelum upacara tunu passau
dilakukan maka seluruh pemangku adat dikumpulkan untuk dilakukan
abborong. Setelah disepekati dalam musyawarah bahwa akan dilakukan
tunu passau maka Ammatoa memerintakan Puto Kaharu keturuan dari
“Bungko Pabbu” untuk melakukan upacara tunu passau tanpa dihadiri oleh
warga masyarakat pengumuman tersebut berisikan tentang diadakannya
upacara attunu passau, karena diketahuinya bahwa telah terjadi pencurian
dalam kawasan adat tanpa diketahui pelakunya, dan telah pula dilakukan
upaya dengan cara attunu panrolik penyampaian pengumuman itu
dilakukan setiap hari selama satu bulan penuh. Adapun cara
penyampaiannya, yakni baik dari mulut ke mulut maupun dengan memukul
gendang yang ada dirumah Ammatoa dengan irama tertentu yang makanya
dapat dipahami oleh setiap warga masyarakat adat.
Ammatoa dipilih secara tradisional dan memerintah dalam batas waktu
yang tidak tertentu. Ammatoa dipilih tidak hanya terbatas pada kalangan
keluargaa Ammatoa sebelumnya, tetapi siapapun juga ,sebab orang orang
yang naturungi pammase atau orang yang mendapat rahmat dari yang kuasa
(Ahmad M,dkk 2014)
Adapun syarat- syarat untuk dipilih menjadi Ammatoa adalah sebagai
berikut:
23
a) Ahli dalam hal pasang
b) Tidak pernah dilihat oleh masyarakat melakukan sesuatu yang dianggap
tidak baik seperti berdusta, minum tuak, berjudi, ataupun menipu serta
perbuatan orang lain tercelah
c) Konsisten dengan apa yang ia ucapkan
d) Perbuatannya sesuai dengan ucapannya atau satunya kata dengan perbuatan
e) Diyakini oleh masyarakat memiliki kesaktian dan memiliki wibawa serta
disegani dan dihormati oleh masyarakat banyak
Ammatoa memiliki daerah kekuasaan yang terdiri atas kampung
kampung dan kumpulan atas beberapa kampung yang dikepalai oleh
seorang Galla yang merupaka n hasil dari pilihan rakyat Galla biasanya
diambil dari kalangan turunan adat sendiri di daerahnya masing masing.
Selain itu seorang Galla harus memiliki ilmu pengetahuan yang cukup serta
memiliki kharisma di masyarakatnya.selanjutnya seorang Ammatoa yang
terpilih memiliki kewajiban untuk mengayomi dan menciptakan
kesejahteraan bagi rakyatnya. Ia tidak boleh melanggar aturan aturan yang
telah ditetapkan oleh pasang kalau Ammatoa melanggar pasang maka
ibaratnya ia seperti tunas yang memanjang kemudian tiba tiba patah dan
layu, kalau ia menghindari pasang maka kepalanya akan menjadi gundul
(Ahmad M,dkk.2014).
24
C. Kerangka Fikir
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah bagaimana komunikasi
Ammatoa dan pemerintah desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran
“pappasang” di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba. Maka penulis
membangun kerangka pemikiran sebagai fokus dalam penelitian yang
berdasarkan teori.
Bagan 1.2 Kerangka Fikir
C. Fokus Penelitian
Komunikasi “Ammatoa” Dan Pemerintah Desa Dalam Pemberian Sanksi
Terhadap Pelanggaran “Pappasang” Dikecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba
Efektifitas Komunikasi “Ammatoa” Dan Pemerintah Desa Dalam pemberian
Sanksi Terhadap pelanggaran“Pappasang” Di Kecamatan Kajang Kabupaten
Bulukumba
Komunikasi antar pribadi
(Trenholm dkk (Suranto 2011))
1. Aprehensi komunikasi
2. Self disclosure
3. Penilaian sosial
4. Penetrasi sosial
Faktor penghambat
komunikasi
(RD Nye (2004))
25
D. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini berasal dari latar belakang masalah, kemudian
dirumuskan dalam rumusan masalah dan dikaji berdasarkan teori dalam
tinjauan pustaka. Adapun fokus penelitian yang bersangkutan dari rumusan
masalah adalah Desa Tanah Towa Kecamatan Kajang, Kabupaten
Bulukumba.
E. Deskripsi Fokus Penelitian
Adapun Komunikasi “Ammatoa” Dan Pemerintah Desa Dalam
Pemberian Sanksi Terhadap Pelanggaran “Pappasang” Dikecamatan Kajang
Kabupaten Bulukumba yaitu:
1. Komunikasi Aprehensi merupakan kondisi fakta seseorang yang
mengetahui bahwa dirinya saat berkomunikasi dengan orang lain. Melalui
proses komunikasi antara pribadi, seseorang dapat mengetahui sikap dan
juga sifat dirinya sendiri yang tidak diketahui ketika tidak berinteraksi
dengan orang lain.
2. Self-Disclosure (model pengungkapan diri) merupakan proses
mengungkapkan informasi pribadi kita pada orang lain ataupun sebaliknya,
dalam hal ini menjelaskan diri kita kepada orang lain yang bersifat pribadi.
3. Penilaian sosial menyatakan makin besar perbedaan antara pendapat
pembicara dan pandangan pendengarnya maka maka akan makin besar juga
perubahan sikapnya, sejauh pesan tersebut berada dalam wilayah
penerimanya.
26
4. Penetrasi sosial menjelaskan bagaimana kedekatan hubungan itu
berkembang, gagal untuk berkembang ataupun berhenti. Seperti halnya
bawang merah kita menguliti dari ljuar hingga kedalamnya.
5. Labeling yaitu terjadi apabila seseorang memberikan atribut mengenai sifat tertentu
pada orang lain dengan asumsi bahwa orang tersebut bertanggung jawab atas atribut
itu.
6. Dichotomiying, yaitu menduakan alternatif melakukan persepsi atau menilai diri
sendiri atau menilai orang lain. Misalnya: ada seorang guru yang mencintai muridnya,
maka akan terjadi dua alternatif. Jika muridnya kurang pintar, maka ia akan serba
salah, diberi nilai sesuai dengan pekerjaannya ataukah diberi nilai yang besar. Jika
dinilai dengan kecil, maka bagaimana hubungannya selanjutnya. Tapi bila diberi nilai
bagus, maka tidak sesuai dengan hasil yang dikerjakannya.
7. Assuming Inflexibelity, yaitu menganggap seseorang tidak fleksibel atau kaku.
Misalnya: orang lain selalu dianggap tidak fleksibel, kaku, dan lain-lain. Hal ini akan
menghambat dalam menjalin komunikasi.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan lokasi penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan 2 (dua) bulan setelah pelaksanaan
seminar proposal dan lokasi penelitian dilakukan di Kantor Desa Tanah Towa
Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. Adapun alasan memilih obyek
lokasi ini penelitian tersebut adalah karena Masyarakat adat Ammatoa
merupakan komunitas adat yang bertempat di Desa Tanah Towa, Kecamatan
Kajang, Kabupaten Bulukumba. Dalam perkembangannya meskipun Ammatoa
sebagai Kepala adat memiliki peranan penting dalam pemerintahan kawasan
adat, keberadaan pemerintah diluar kawasan adat tetap diakui. Bahkan karena
dianggap lebih berpendidikan, pemerintah diluar Kawasan adat Ammatoa
Kajang juga sangat dihormati. Pemerintah dalam hal ini adalah Camat, Bupati,
Desa dan seterusnya.
B. Jenis dan tipe penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis metode penelitian
kualitatif.metode ini mengerahkan peneliti menghimpun data dengan
melakukan pengamatan yang lebih saksama,mencakup deskripsi dalam konteks
yang mendetail dengan disertai catatan-catatan hasil wawancara dan analisis
dokumen yang mendukung penelitian.
Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe fenomenologi. Fenomenologi
adalah studi tentang pengetahuan yang berasal dari kesadaran atau cara kita
memaknai suatu obyek dan peristiwa yang menjadi pengalaman seseorang
28
secara sadar. Selain itu juga fenomenologi merupakan gagasan relitas sosial,
fakta sosial atau fenomena sosial yang menjadi masalah.
C. Sumber Data
Sumber data merupakan data yang diperoleh apabila peneliti
menggunakan teknik wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber
data tersebut responden (orang yang merespon/menjawab pertanyaan-
pertanyaan dari peneliti). Apabila peneliti menggunakan teknik dokumentasi,
maka catatan yang digunakan menjadi sumber data,.
1.Data primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri atau
dirinya sendiri ini adalah data yang belum pernah dikumpulkan sebelumnya
baik dengan cara tertentu atau pada periode waktu tertentu. Data yang
diperoleh dari hasil interview kepada informan yang dijadikan subyek
penelitian.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang di kumpulkan oleh orang lain, bukan
peneliti itu sendiri. Data ini biasanya berasal dari penelitian lain yang di
lakukan oleh lembaga-lembaga atau organisasi.
D. Informan Penelitian
Informan (narasumber) penelitian adalah seseorang yang, karena memiliki
informasi (data) banyak mengenai objek yang sedang diteliti, dimintai
informasi mengenai objek penelitian tersebut. Lazimnya informan atau
narasumber penelitian ini ada dalam penelitian yang subjek penelitiannya
29
berupa kasus (satu kesatuan unit), antara lain yang berupa lembaga atau
organisasi atau institusi (pranata) sosial.
Adapun informan dalam penelitian tentang” Komunikasi Ammatoa dan
Pemerintah Desa dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran “pappasang”
di Kecamatan Kajang,Kabupaten Bulukumba adalah sebagai berikut :
Tabel 1.3 Informan Penelitian
NO DAFTAR INFORMAN JUMLAH
1. Kepala Desa Tanah Towa (Kajang Dalam) 1 orang
2. Kepala Desa Bonto Baji ( Kajang Luar) 1 orang
3. Tokoh Masyarakat 2 orang
4. Orang pernah Melanggar 3 orang
5. Kepala Adat 1 orang
JUMLAH 8 orang
E. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini adalah penelitian lapangan ,maka teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah:
1. Dokumentasi adalah sebuah cara yang dilakukan untuk menyediakan
dokumen-dokumen dengan menggunakan bukti yang akurat dari pencatatan
sumber-sumber informasi khusus dari karangan/ tulisan, wasiat, buku,
undang-undang.
2. Wawancara merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan
berlangsung antara narasumber dan pewawancara.
30
3. Observasi yaitu mendatangi langsung tempat atau objek penelitian demi
memperoleh data sesuai terkait dengan hukum adat kajang yang hanya
berlaku dikawasan adat Ammatoa
F. Teknik analisis data
Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2012) penelitian
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data,
yaitu data reducation, data display, dan conclusion drawing/ verification,
setelah peneliti melakukan pengumpulan data, maka peneliti melakukan
anticipatory sebelum melakukan reduksi data, setelah data direduksi maka
langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data dengan penyajian data
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan
sejenisnya. Setelah itu adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi yang
dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti yang valid dan konsisten
mengenai “ Komunikasi Ammatoa dan Pemerintah Desa Dalam Pemberian
Sanksi Terhadap Pelanggaran “Pappasang” di Kecamatan Kajang, Kabupaten
Bulukumba”.
G. Teknik pengabsahan data
Sugiyono (2012) Data penelitian yang dikumpulkan diharapkan dapat
menghasilkan penelitian yang bermutu atau data yang kredibel, oleh karena itu
peneliti melakukan pengabsahan data dengan berbagai hal sebagai berikut :
1. Perpanjangan Masa Penelitian
31
Peneliti akan melakukan perpanjangan masa pengamatan jika data yang
dikumpulkan dianggap belum cukup, maka dari itu peneliti dengan melakukan
pengumpulan data, pengamatan dan wawancara kepada informan baik dalam
bentuk pengecekan data maupun mendapatkan data yang belum diperoleh
sebelumnya.
2. Pencermatan Pengamatan
Data yang diperoleh peneliti dilokasi penelitian akan diamati secara
cermat untuk memperoleh data yang bermakna. Oleh karena itu, peneliti akan
memperhatikan dengan secara cermat apa yang terjadi dilapangan sehingga
dapat memperoleh data yang sesungguhnya.
3. Triangulasi
Teknik triangulasi, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan
data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama.
Peneliti menggunakan observasi partisipasif, wawancara mendalam dan
dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Tujuan dari
triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi
lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah
dikemukakan (Sugiyono 2009)
Untuk keperluan triangulasi maka dilakukan tiga cara yaitu :
a. Triangulasi metode: Jika informasi yang diperoleh berasal dari hasil
wawancara misalnya, perlu diuji dengan hasil observasi dan seterusnya.
Dengan ungkapan lain, kebenaran (keabsahan) informasi diperiksa dengan
teknik pengumpulan data yang berbeda.
32
b. Triangulasi peneliti: Jika informasi yang diperoleh salah seorang anggota
tim peneliti diuji oleh anggota tim yang lain, berarti data diperiksa melalui
peneliti (pengumpul data) yang berbeda.
c. Triangulasi sumber: Jika informasi tertentu misalnya ditanyakan kepada
responden yang berbeda atau antara responden dengan dokumentasi.
d.Triangulasi situasi: Bagaimana penuturan seorang responden jika dalam
keadaan ada orang lain dibandingkan dengan dalam keadaan sendiri.
e. Triangulasi teori: Apakah ada keparalelan penjelasan dan analisis atau tidak
antara satu teori dengan teori yang lain terhadap data hasil penelitian
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Wilayah
1. Gambaran Umum Kabupaten Bulukumba
Kabupaten Bulukumba terletak di bagian selatan pulau Sulawesi
dan berjarak kurang lebih 153 kilometer dari ibukota Propinsi Sulawesi
Selatan. Adapun batas-batas wilayah administrasi Kabupaten Bulukumba
adalah:
a) Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten sinjai
b) Sebelah Timur, berbatasan gengan teluk Bone
c) Sebelah Selatan, berbatasan dengan laut Flores
d) Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng
Luas wilayah Kabupaten Bulukumba sekitar 1.154,67 km atau
sekitar 2,5 persen dari luas wilayah Sulawesi Selatan yang meliputi 10
Kecamatan dan terbagi kedalam 27 kelurahan dan 109 desa. Ditinjau dari
segi luas Kecamatan Gantarang dan Bulukumpa merupakan dua wilayah
kecamatan terluas masing-masing seluas 173,51 km dan 171,33 km sekitar
30 persen dari luas kabupaten.
2. Gambaran Umum Kecamatan Kajang
a. Letak Geografis
Kecamatan Kajang salah satu di Kecamatan Bulukumba dengan
luas wilayah 129,09 km. adapun batas- batas wilayah administrasi
Kecamatan Kajang adalah:
34
1) Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Sinjai
2) Sebelah Timur, berbatasan dengan Kecamatan Bulukumpa
3) Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sinjai
4) Sebelah Barat, berbatasan dengan teluk Bone
Kecamatan Kajang terbagi menjadi 19 Desa/ Kelurahan yakni
Desa Bonto Biraeng, Desa Bonto Marannu, Desa Lembang,Desa
Lembang Lohe, Kelurahan Tanah jaya, Kelurahan Laikang, Desa
Pantama, Desa Possi Tanah, Desa Lembanna, Desa Tambangan, Desa
Sangkala, Desa Bonto Baji, Desa Pattiroang, Desa Sapanang, Desa
Batunilamung, Desa Tanah Towa, Desa Malleleng, Desa Mattoanging
dan Desa Lolisang
Table 2.4. Luas Wilayah Menurut Kelurahan/ Desa di Kecamatan
Kajang tahun 2020
NO Desa/ kelurahan Luas (km)
1. Bonto Biraeng 7,55
2. Bonto Marannu 7,00
3. Lembang 9,00
4. Lembang Lohe 5,00
5. Tanah Jaya 6,30
6. Laikang 7,00
7. Pantama 4,00
8. Possi Tanah 4,20
9. Lembanna 4,73
35
10. Tambangan 13,00
11. Bonto Baji 8,50
12. Sangkala 7,20
13. Pattiroang 8,18
14. Sapanang 8,80
15. Batunilamung 4,20
16. Tanah Towa 5,25
17. Malleleng 11,10
18. Mattoanging 4,05
19. Lolisang 4,00
Jumlah 129,06
Sumber: Kecamatan Kajang dalam Angka 2020
Pada tabel dapat diketahui bahwa Desa Tambangan memiliki luas
terbesar dengan luas wilayah 13.00 km, sedangkan Desa Pantama dan
Desa Lolisang memiliki wilayah terkecil dengan luas 4,00 km.
b. Kondisi Aspek Fisik Dasar
1) Topografi
Kecamatan Kajang terdiri atas 0-221 mdpl terdiri 4 Desa/ Kelurahan
pantai yakni kelurahan Tanah Jaya, Kelurahan Laikang, Desa Pantama
dan Desa Lolisang. Sedangkan Desa lainnya bukan Pantai yakni terdiri
atas 15 desa dengan Desa Tanah Towa sebagai wilayah tertinggi di
Kecamatan Kajang dengan ketinggian 221 mdpl.
36
2) Klimotologi
Curah hujan di Desa Tanah Towa rata-rata 5745 mm/tahun dengan
suhu rata-rata antara 13-29 C dengan kelembapan udara 70% pertahun.
3. Gambaran Umum Desa Tanah Towa
a) Letak Geografis
Desa Tanah Towa merupakan salah satu desa di Kecamatan Kajang
Kabupaten Bulukumba dimana terdapat kawasan adat Amma Toa
kajang dengan luas wilayah 729 Ha.
Adapun batas-batas wilayah administrasi Desa Tanah Towa adalah:
1) Sebelah Utara, berbatasan dengan Desa Batunilamung
2) Sebelah Timur, berbatasan dengan Desa Bonto Baji
3) Sebelah Selatan, berbatasan dengan Desa Malleleng
4) Sebelah Barat, berbatasan dengan Desa Pattiroang
Tabel 5. Luas Wilayah Menurut Dusun di Desa Tanah Towa
tahun 2020
NO DUSUN Luas (Ha)
1. Benteng 87
2. Sobbu 69
3. Balagana 54
4. Lurayya 51
5. Balambina 62
6. Pangi 64
7. Jannaya 18
8. Bongkina 20
9. Tombolo 31
JUMLAH 456
Tabel 3.4 Sumber: Profil Desa Tanah Towa Tahun 2020
37
Pada tabel 5 dapat diketahui bahwa Dusun Benteng memiliki lus
terbesar dengan luas wilayah 87 Ha, sedangkan Dusun Jannaya
memiliki wilayah terkecil dengan luas 18 Ha.
b) Kondisi Demografi
Pada tahun 2020 jumlah penduduk di Desa Tanah Towa sebanyak
4261 jiwa dengan penduduk laki-laki sebesar 2013 jiwa sedangkan
jumlah penduduk perempuan sebesar 2248 jiwa yang tersebar di 9
dusun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 7. berikut ini:
Tabel 6. Banyaknya penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa
Tanah Towa Tahun 2020
NO Dusun Laki-laki
(jiwa)
Perempuan
(jiwa)
Jumlah
(jiwa)
1. Balagana 290 328 618
2. Jannaya 165 158 323
3. Benteng 190 220 410
4. Pangi 249 308 557
5. Bongkina 182 198 380
6. Tombolo 196 242 438
7. Luraya 235 260 495
8. Balambina 199 168 367
9. Sobbu 307 366 673
Jumlah 2013 2248 4261
Tabel 4.4 Sumber: Profil Desa Tanah Towa Tahun 2020
38
Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbanyak
terdapat di Dusun Sobbu baik jumlah penduduk secara keseluruhan dan
penduduk per jenis kelamin yakni sebesar 673 jiwa. Untuk jumlah penduduk
laki-laki sebesar 307 jiwa sedangkan jumlah penduduk perempuan sebesar
366 jiwa.
Masyarakat Desa Tanah Towa sebagian besar merupakan bagian dari
masyarakat suku Kajang atau dikenal dengan suku Ammatoa Kajang dengan
bahasa yang digunakan adalah bahasa konjo. Desa Tanah towa berdasarkan
aturan adat yang telah disepakati oleh pemerintah dibagi menjadi 2 bagian
yakni ilalang embayya adalah kawasan adat dimana aturan adat
diberlakukan dan ipantarang embayya merupakan kawasan diluar kawasan
ada.
Struktur Pemerintah Desa Tanah Towa
1. Kepala Desa : Salam,SE
2. Sekretaris : Muhammad Abbas,S.Sos
3. Kasi Pemerintahan : Jamaluddin Muslim
4. Kasi Kesejahteraan : Muh.Rifai
5. Kaur Umum : Zainuddin
6. Kaur Perencanaan : Rosmawati
7. Kaur Keuangan : Kamaluddin,Se
8. Kepala Dusun Balagana : Muhammad Jafar
9. Kepala Dusun Jannaya : Arman
10. Kepala Dusun Sobbu : Suharto
39
11. Pj.Kepala Dusun Benteng : Salam,SE
12. Kepala Dusun Bongkina : Baharuddin.B
13. Kepala Dusun Pangi : Bolong Hamsa
14. Kepala Dusun Tombolo : Asdar
15. Kepala Dusun Balambina : Abul Rahim
16. Kepala Dusun Luraya : Hamsin
4. Profil Adat Ammatoa
Kawasan adat Ammatoa bertempat di Desa Tanah Towa terletak
disebelah utara dalam wilayah Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba
Provinsi Sulawesi Selatan. Masyarakat Desa Tanah Towa sebagian besar
merupakan bagian dari masyarakat suku kajang atau dikenal dengan suku
Ammatoa Kajang dengan bahasa yang digunakan adalah bahasa konjo.
Desa Tanah Towa berdasarkan aturan adat yang telah disepakati oleh
pemerintah dibagi menjadi 2 bagian yakni Ilalang embayya adalah kawasan
adat dimana aturan adat diberlakukan dan Ipantarang embayya merupakan
kawasan diluar kawasan adat.
Pada awalnya seluruh Desa Tanah Towa merupakan kawasan adat,
namun adanya pengaruh modernisasi dan keinginan masyarakat untuk keluar
dari kawasan adat, hingga pada saat ini kawasan adat Ammatoa terdiri dari 7
dusun yakni Dusun Pangi, Dusun Sobbu, Dusun Balambina, Dusun Lurayya,
Dusun Benteng, Dusun Tombolo, dan Dusun Bongkina dengan luas 729 Ha.
Kawasan adat disebut dengan Ilalang embayya sedangkan daerah luar
kawasan disebut Ipantarang embayya yakni mencakup Dusun Jannaya dan
40
Dusun Balagana. Kawasan adat tidak diperbolehkan adanya modernisasi
ataupun kemewahan masuk dalam kawasan sehingga dikenal juga dengan
tanh kamase-masea, berbeda dengan dengan Ipantarang embayya yang telah
mengalami modernisasi untuk fasilitas pendidikan, kesehatan, pemerintah
terletak diluar kawasan adat, begitupun dengan prasarana modern hanya
terdapat di luar kawasan adat seperti jalan aspal, jaringan air bersih dan
jaringan telekomunikasi.
Pasang ri kajang atau pesan dari Kajang merupakan suatu pesan,
petuah, petunjuk, arahan dan aturan bagi masyarakat adat Ammatoa Kajang
dalam menjalankan kehidupannya. Pasang mencakup segala aspek kehidupan
yakni hubungan dengan Tuhan, hubungan manusia dengan alam dan
hubungan manusia dengan manusia untuk mencapai kehidupan yang baik
dengan konsep tau kamase-mase (orang yang hidup sederhana).
Konsep taukamase-mase dalam pasang ri kajang diwujudkan baik
dalam kehidupan ekonomi untuk masyarakat adat yang selalu merasa cukup,
lingkungan yang untuk menciptakan kawasan yang lestari melalui konservasi
lingkungan serta pengelolaan sumber daya alam yang arif serta sosial adalah
nilai yang dibangun dalam masyarakat adat adalah sama rata, gotong royong
dan saling menghargai satu sama lain.
Rasa persaudaraan yang kuat antar masyarakat adat sangat tinggi.
berdasarkan paham tentang gotong royong dan bersatu agar dapat saling
membantu dan adat tetap lestari. Komitmen komunitas adat Ammatoa
terhadap pasang merupakan suatu kekuatan dalam pasang dikenal folosopi:
41
Abbulo sipappa‟, A‟lemo sibatu, Tallang sipahua, manyu‟ siparampe , lingu
sipakainga‟, sallu‟ riajoa, ammolo riadahang;
1) Abbulo sipappa‟ adalah sebatang bambu yang di jadikan simbol pemersatu
untuk menjaga harmonisasi antara pemimpin dan yang dipimpin, serta
antara sesame warga masyarakat. Pasang tersebut menjelaskan bahwa
suatu masyarakat dapat hidup bersatu dan harmonis jika warganya
menyatu dengan pimpinannya bagaikan sebatang pohon bambu yang
tumbuh subur dengan ranting dan dedaunan yang lengkap ditopan oleh
akar-akar yang kuat.
2) A‟lemo sibatu merupakan simbol kebulatan tekat untuk bersatu bagaikan
jeruk sebiji. Jeruk dijadikan simbol karena bentuknya bulat dan terdiri atas
beberapa komponen, mulai ndari kulit, isi dan rasanya bervariasi. Kulit
jeruk terdiri atas kulit luar yang telah membungkus seluruh isinya.
Sementara isi jeruk berupa ulasan-ulasan didalamnya terdiri atas butiran-
butiran yang berlapis-lapis di sertai dengan beberapa biji. Hal itu
menggambarkan komunitas adat yang terdiri atas Ammatoa sebagai
pelindung yang berpedoman pada pasang diibaratkan sebagai kulit jeruk
yang berfungsi melindungi isinya. Sedangkan warga masyarakat memiliki
sifat dan perilaku yang berbeda-beda diibaratkan sebagai isi jeruk yang
rasanya beraneka ragam.
3) Tallang sipahua‟ manyu‟ siparampe merupakan nilai yang mengandung
perasaan empati dan solidaritas untuk membantu sesamanya. Esensi dari
perasaan empati adalah melyani perasaan orang lain melalui perasaan diri
42
sendiri. Adanya perasaan empati mendorong seseorang untuk membantu
atau menolong sesamanya wujud tolong menolong tersebut tampak pada
berbagai kegiatan sosial maupun kegiatan individu dan keluarga dalam
masyarakat, misalnya kegiatan membangun rumah, kegiatan pertanian,
upacara perkawinan, kelahiran, akkattere, kematian dan sebagainya.
Wujud kepedulian Ammatoa adalah senantiasa hadir dalam berbagai
undangan yang dilakukan oleh warga masyarakat, memberikan
pertolongan atau pengobatan kepada yang sakit dan memberikan nasehat
kepada warga masyarakat terutama yang melakukan kesalahan atau
pelanggaran adat.
4) Sallu ri ajoka, ammulu ri adahang, nani gaukang sikontu passuroanna
pammarenta (mengikuti alur yang telah ditentukan pada waktu membajak
dan mengikuti seruan dari dari pemerintah). Maksudnya adalah
melaksanakan segala ketentuan yang digariskan dalam pasang maupun
kesepakatan dalam abborong, demikian pula seruan dari pemerintah.
Ketentuan tersebut harus dilaksanakan secara tegas dan tepat sasaran.
Ammatoa menuntun warga masyarakat melaksanakan ketentuan dan aturan
tersebut dalam rangka stabilitas kehidupan dalam masyarakat.
Adapun Tupoksi dari mentri-Mentri Ammatoa kajang yaitu sebagai
berikut. Ammatoa sebagai pemimpin yang tertinggi dalam masyarakat adat
Kajang yang mempunyai tugas dan wewenang sebagai mana yang
diamanatkan olehTu Rie‟A‟ra‟na, Ammatoa juga dibantu oleh seperangkat
aparat adat lainnya :
43
1. Galla‟ Pantama: statusnya sebagai kepala pemerintahan dalam struktural
pemerintahan adat.
2. Galla‟ Lombo‟: Adalah sebagai mentri luar Negeri adat Kajang. Bertugas
mengurusi daerah-daerah kawasan Ammatoa. Sekarang Galla
Lombo‟sebagai Kepala Desa Tana Toa.
3. Galla‟Anjuru: tugasnya adalah mengurus permasalahan nelayan. Dalam
peta bahwa secara keseluruhan Tanah adat Kajang berdekatan dengan laut,
meskipun banyak yang tergeser oleh orang yang tidak bertanggung jawab
atas persoalan tanah.
4. Galla‟ Kajang: bertugas mendampingi Galla Pantama dalam
mengendalikan pemerintahan adat serta pesta adat.
5. Galla‟ Puto: adalah mentri penerangan, tugasnya sebagai juru bicara
Ammatoa.
Adat Limayya pada mulanya dijabat oleh Putra-Putri Ammatoa pertama.
Setelah itu jabatan tersebut dipegang oleh keturunan mereka berdasarkan
petunjuk pasang. Sedangkan Karaeng Tallua salah satu perangkat adat dalam
struktur pemerintahan adat Ammatoa, memiliki tiga personel yaitu: Karaeng
Kajang, Karaeng Nilau , dan Karaeng Tambangan. Tugas yang dipercayakan
oleh Karaeng Tallua itu mendampingi Galla Pantama pada setiap
berkelangsungannya pesta upacara adat.
Ada beberapa jenis pappasang Ammatoa:
1) Perkawinan (pabbuntingan)
44
Didalam kawasan adat Ammatoa ini tidak boleh memakai dekor, foto dan
pengantin tidak boleh menggunakan aksesoris apapun yang bisa
digunakan oleh pengantin tersebut adalah sarung hitam dan baju kai‟
( baju pokko)
2) Kematian
Apabila ada orang meninggal harus diadakan abbasing dan kelong
basing. Basing ini dilakukan pada saat sementara meninggal dan diambil
harinya dan dihitung dengan angka ganjil selama 3 bulan dan keluarga
yang meniggal harus memakai sarung dan setiap harinya melakukan
abbohong (bagi perempuan) dan laki-lakinya mengenakan passapu
3) Andingingi
Andingingi ini dilakukan di tengah hutan dilakukan satu kali dalam
setahun. Mereka yang datang harus memakai baju hitam dan memakai
sarung dan tidak boleh menggunakan aksesoris apapun itu dan tidak
boleh meneban pohon. Jika ada yang melanggar maka siap untuk
dikenakan sanksi
4) Akkattere
Akkattere ini dilakukan pada orang yang mampu saja
Dalam kehidupan masyarakat adat Ammatoa dilakukan pula upaya
pengendalian yakni terdapat hukum adat yakni berupa sanksi dan proses
pengadilan yang unik adalah :
1. Hukum Adat
45
Setiap pelanggaran yang dilakukan dalam kawasan adat Ammatoa akan
mendapatkan sanksi berupa hukum adat.
a. Hukuman paling ringan atau disebut juga cappa ba‟bala adalah keharusan
membayar denda sebesar Rp 6.000.000
b. Satu tingkat diatasnya adalah tangnga ba‟bala dengan denda sebesar Rp
8.000.000
c. Denda paling tinggi adalah poko ba‟bala dengan denda 12.000.000
Ada dua bentuk hukuman lain di atas hukuman denda yaitu:
a. Tunu panroli, caranya masyarakat adat berkumpul dan harus memegang
linggis (tunu panroli) yang membara setelah dibakar. Bagi orang yang
tidak bersalah maka mereka tidak merasakan panas dari linggis yang
dibakar tersebut, sementara untuk orang yang bersalah akan merasakan
panas dari linggis tersebut.
b. Tunu Passau, jika tersangka lari dari hukuman dengan meninggalkan
Kawasan adat Ammatoa maka pemangku adat akan menggunakan
Tunu Passau caranya Ammatoa akan membakar kemenyang dan
membaca mantra yang dikirimkan kepada pelaku agar jatuh sakit atau
meninggal secara tidak wajar.
Adanya hukum adat dan pemimpin yang sangat tegas dalam
menegakkan hukum membuat masyarakat kawasan adat Ammatoa Kajang
sangat tertib dan mematuhi segala peraturan dan hukum adat sejak dipilih
sebagai pemimpin adat.
a. Ekonomi
46
Interpretasi kesederhanaan dapat dilihat dari upaya menciptakan
masyarakat yang kuat dan tahan terhadap intervensi ataupun modernisasi
yang terus berkembang sehingga mereka tetap mengandalkan perangkat
tradisional dalam mengelola sumber daya alam mereka agar dapat
bertahan hidup. Masyarakat Kawasan adat Ammatoa menganut sistem
perekonomian tradisional dimana masyarakat memusatkan kegiatan
ekonominya hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan pribadinya karena
mereka selalu bersyukur dan merasa cukup dengan apa yang mereka
miliki.
b. Pertanian dan perkebunan
Kegiatan pertanian dan perkebunan dalam kawasan adat Ammatoa
memperlihatkan tentang alam agar hasil produksi baik dan alam tetap
terjaga. Dalam pemanfaatan lahan untuk pertanian juga diatur dalam
pasang yang berbunyi “punna donor koko, punna lappara galung” artinya
jika lahan berbukit cocok untuk kebun, jikia lahannya dasar cocok untuk
sawah.
c. Beternak
Kegiatan beternak dalam kawasan adat Ammatoa Kajang seperti
beternak ayam, sapi, kuda dan kerbau. Ternak tersebut dibuatkan kandang
dan diberi makan agar tidak keluar dan dikhawatirkan dapat merusak
tanaman atau hutan atau pemilik dapat membawa ternaknya mencari
makan namun harus dijaga. Ternak selain di komsumsi juga digunakan
untuk membantu aktivitas masyarakat adat Ammatoa. Sapi dan kerbau
47
digunakan dalam kegiatan membajak sawah yang masih bersifat
tradisional sedangkan kuda merupakan alat transportasi masyarakat adat.
d. Menenun
Sistem ekonomi tradisional berpengaruh terhadap niat yang
digunakan dalam kegiatan ekonomi yang juga bersifat tradisional seperti
alat penenun sarung hitam yang masih menggunakan alat tenung bukan
mesin (ATBM) yang dilakukan oleh kaum wanita yang dilakukan dikolom
rumah. sarung hitam atau tope le‟leng merupakan ikon dari masyarakat
adat Ammatoa Kajang yang khas. Kain hitam tersebut berasal dari benang
putih yang diwarnai dengan daun tarung yakni sejenis tumbuhan yang
menghasilkan warna hitam selama beberapa bulan daun tarung kemudian
direndam beberapa hari dalam wadah.
Pasang tidak mengatur secara khusus mengenai penolakan
terhadap modernisasi kecuali untuk aspal. Namun segala bentuk
modernisasi yang dianggap merusak atau mengganggu dalam kawasan
adat tidak di perbolehkan misalnya dalam penggunaan senso (mesin
pemotong kayu) tidak diperbolehkan masuk dalam kawasan adat karena
menyebabkan kebisingan dan dapat memotong pohon lebih banyak
sementara dalam pasang yang berbunyi “punna nitabbangngi kajua,
nipapprangngangi angngurangi bosi appatanre tumbusu napau
turiolowa” artinya jika kayu ditebang akan mengurangi hujan,
mengganggu mata air. Hal tersebut menjadi dasar bagi masyarakat adat
menolak senso untuk mencegah eksploitasi berlebihan sehingga mereka
48
memotong pohon secara tradisional (menggunakan parang) karena
prosesnya yang lama akan menjadi acuan untuk mengambil seperlunya
saja.
Dalam kawasan adat Ammatoa Kajang. Ammatoa sebagai kepala
suku merupakan pimpinan dalam kawasan adat atau disebut pemerintah
adat. Sementara keberadaan pemerintah diluar kawasan adat tetap diakui
keduanya memiliki peran masing-masing punna lanro tana lanibicara
jarunggi Ada‟a. banning panjai‟i pammarentayya, mingka punna
pammarentaang lani bicara (Atoran pammarentah), nakua jarunggi
pammarentaang, banning panjai‟i Ada‟a. Maksud dari pasang tersebut
adalah dalam kawasan adat masing-masing pemerintah memiliki peran.
Pemerintahan adat mengurus adat sedangkan pemerintah diluar kawasan
adat mengurusi pemerintahan seperti untuk pencatatan sipil dan pelestarian
kawasan adat dari luar. Tidak terdapat bangunan sekolah formal dalam
kawasan adat di karena peraturan adat yang melarang adanya modernisasi
sehingga dibangun SDN 351 Kawasan yang terletak di Dusun Sobbu tepat
didepan pintu gerbang Kawasan adat Ammatoa untuk anak-anak Kajang
Dalam yang seragam sekolahnya berbeda dengan seragam pada umunnya
yakni berwarna putih hitam sehingga untuk mengurangi angka buta huruf
dalam kawasan adat, Pemerintah membangun balla a‟baca (rumah
membaca) untuk masyarakat ada. Bentuk balla a‟baca berupa rumah
panggung yang didalamnya tidak terdapat kursi karna siswa akan duduk
bersila. Aturan adat tidak melarang masyarakat untuk mengenyam
49
pendidikan namun mereka yang yang berpendidikan harus memanfaatkan
ilmunya dengan baik dan mampu memberikan kontribusi terhadap
pelestarian adat.
Tugas dan Fungsi Masing-Masing Pemangku Adat Ammatoa
Ada‟ 5 Ri Tanah Kekea
1. Galla Pantama
2. Galla Kajang
3. Galla Lombo‟
4. Galla Puto
5. Galla Malleleng
Karaeng 3
1. Ana‟ Karaeng(Moncong Buloa)
2. Sulehatan
3. La‟biria
Ada‟ 7 Ri Tanah Lohea
1. Galla Anjuru
2. Galla Bantalang
3. Galla Sapa
4. Galla Sangkala
5. Galla Ganta
6. Tutoa Sangkala
7. Tutoa Ganta
Pemahaman Pasang Tentang Kehidupan
50
a. Hubungan pemahaman Adat Dengan Manusia
b. Hubungan pemahaman Adat Dengan Alam
c. Hubungan pemahaman Adat Dengan Agama
Pemahaman Pasang Tentang Kematian
a. Hubungan pemahaman Adat Dengan Manusia
b. Hubungan pemahaman Adat Dengan Alam
c. Hubungan pemahaman Adat Dengan Agama
Keunikan Dan Keperibadian Masyarakat Adat Amma Toa Kajang Hidup
Sederhana
a. Berpakaian Hitam
b. Rumah Seragam
c. Tidak Pakai Sandal
Bentuk Ritual Yang Dilakukan Ammatoa Secara Umum Serta Maksud
Dan Tujuannya
1. Pa‟nganro
2. Andingingi
3. Appasono‟
4. Attunu Passau
5. Attunu Panroli
Batas wilaya kawasan adat Ammatoa
1. Sirangka‟na alam si ahona butta
2. Tanuntung, tammatto, buatana, sangkala lombo‟, sape, solo‟, kaili,
salaparang
51
3. Limba, doro, tuli,sangkala
Bentuk Dan Warna Pakaian
a. Sarun Hitam
b. Passapu
c. Baju Hitam
d. Celana Putih/Hitam
Bentuk Rumah Dan Makna
1. Model
Model dan keadaan rumah Masyarakat adat Ammatoa berbentuk
seragam seragam yang memiliki 3 bagian;
a. Ruang Tamu berada pada bagian depan sekaligus tempat Dapur dan
tempat cuci kaki.
b. Ruang keluarga berada pada bagian tengah
c. Ruang belakan agak tinggi sekitar 30 cm dari bagian depan dan
tengah sebagai tempat (Kamar Tidur) bagi Anak Perempuan (Dara)
2. Atap
Atap rumah komunitas masyarakat adat semua terbuat dari daun
Pohon Sagu (Kaluku Lohe)
3. Tiang
Jumlah tiang rumah-rumah Komunitas adat sebanyak 16 Btg dan di tanam
masuk kedalam tanah sekitar 1mtr karena tanah tidak boleh terpisah dari
kehidupan manusia.
52
Bentuk Kegiatan Pribadi Masyarakat Adat
a. Pakkatterang Pesta Pakkatterang ini dilakukan bagi orang yang
mampu saja semacam orang naik Haji
b. Taro Bogoro
c. Kalomba
d. Pa‟buntingan
e. Dampo‟
f. Lajo-Lajo (Acara Kematian)
Bentuk Seni Dan Hiburan Masyarakat Adat
a. Kelong Jaga
b. Kelong Osong
c. Pa‟bitte Passapu
d. Pangngaru
e. Pa‟basing
Jenis Hutan Adat
a. Borong Karrasa (Hutan Keramat) Hutan adat yang tidak boleh
diganggu sedikitpun juga.
b. Borong Battasaya (Hutan Penyangga) Hutan adat yang digunakan
kepada Masayarakat Adat yang terkena Bencana atau musibah atas
persetujuan Ammatoa dan Pemangku adat.
53
c. Borong Rajja‟(Hutan Rakyat) hutan yang di tanam di atas kebun
masayarakat sendiri dan dimiliki oleh masyarakat adat masing-
masing
Mata Pencaharian Masyarakat Adat
1. Pertanian
2. Peternakan
3. Pengrajin
Struktur pemerintahan Ammatoa
a. Ammatoa : pemimpin yang tertinggi dalam masyarakat adat kajang
b. Galla puto : Juru bicara ammatoa
c. Galla pantama : kepala pemerintahan dalam struktural pemerintahan
adat
d. Galla Kajang: Bertugas mendampingi galla pantama dalam
mengendalikan pemerintahan adat serta pesta adat
e. Galla Lombo‟:Bertugas mengurusi daerah-daerah kawasan ammatoa
f. Galla Anjuru: Mengurus permasalahan Nelayan
g. Galla Bantalang : Membantu ammatoa untuk menjalankan tugas-
tugas dalam wilayahnya masing-masing
h. Galla Sapa: Membantu ammatoa untuk menjalankan tugas-tugas
dalam wilayahnya masing-masing
i. Galla Sangkala : Accidong adat
j. Galla Ganta : Accidong adat
k. Tutoa sangkala : Accidong adat
54
l. Tutoa ganta : Accidong adat
B. Hasil Penelitian
1. Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang berlangsung
dengan tatap muka antar dua orang atau lebih secara verbal atau non verbal.
Bisa secara direncakan bisa juga dengan secara ototidak atau biasa kita
kenal secara dadakan. Gunanya teori komunikasi antar pribadi diantaranya
yaitu komunikasi untuk saling berbagi informasi atau komunikasi yang
didasari atas perasaan dari tiap-tiap individu keindividu lain atau dari tiap
kelompok ke kelompok lain.
Adapun teori-teori yang termasuk dalam teori komunikasi antar
pribadi yaitu:
a. Aprehensi komunikasi
Aprehensi komunikasi adalah salah satu kondisi kognitif, kondisi
dimana seseorang mengetahui dengan sadar bahwa dirinya memiliki rasa
khawatir dan ketakutan selama terjadinya komunikasi sehingga
menjadikan ia orang yang mati rasa karena tidak memiliki pikiran dan
perasaan apapun bahkan hingga tidak memahami sebab akibat social.
Komunikasi Aprehensi merupakan kondisi fakta seseorang yang
mengetahui bahwa dirinya saat berkomunikasi dengan orang lain. Melalui
proses komunikasi antara pribadi, seseorang dapat mengetahui sikap dan
juga sifat dirinya sendiri yang tidak diketahui ketika tidak berinteraksi
dengan orang lain.
55
Berikut hasil wawancara penulis dengan Kepala Desa Tanah Towa
mengenai Aprehensi komunikasi:
“ Saya berharap masyarakat memahami adat istiadat atau
pappasang nenek moyang sampai saat ini, masyarakat Tanah Toa
harus mengetahui sanksi-sanksi yang dikeluarkan oleh Ammatoa
dengan melakukan komunikasi dengan pemerintah setempat”.
(hasil wawancara informan AS 25 oktober 2020).
Berdasarkan wawancara dari informan diatas dalam hal Aprehensi
komunikasi dapat dipahami bahwa saling mengingatkan satu sama lain
agar pasang nenek moyang tetap terjaga dengan baik. Selanjutnya
wawancara penulis dengan warga masyarakat Desa Tanah Towa,
mengenai Aprehensi komunikasi:
“iya sering dikunjungi oleh beberapa artis dan mereka juga
menggunakan pakaian yang berwarna hitam dan tidak
menggunakan sandal, dengan itu komunikasi masyarakat dan orang
yang datang ke kajang terjaga dengan baik karna kami paham adat
istiadat disini” (hasil wawancara UD 29 Oktober 2020).
Berdasarkan wawancara dari informan UD dalam hal Aprehensi
komunikasi ini dapat dipahami bahwa dalam menghargai pappasang,
setiap orang yang masuk kawasan tanah toa wajib mengikuti aturan adat
yang berlaku maka sebagai masyarakat kajang dalam (Ammatoa)
diwajibkan bersama-sama membangun adat istiadat karena pemahaman
adat istiadat yang dimiliki masyarakat. Lanjut hasil wawancara penulis
dengan Kepala Desa Kajang luar mengenai Aprehensi komunikasi:
“ kehidupan masyarakat Desa Tanah Towa khususunya di dalam
kawasan Ammatoa bisa dibilang tak tersentuh oleh modernisasi, tak
akan ditemui benda elektronik, telepon selular dan listrik. Bahkan
mobil dan motor pun tak dapat masuk dikawasan Ammatoa
masyarakat desa yang akses jalannya masih didominasi bebatuan.
Pendopo di gerbang masuk Ammatoa seakan menjadi pembatas
kehidupan modern dan kehidupan adat khas suku kajang”
(Wawancara AH 5 November 2020).
56
Berdasarkan hasil wawancara dari informan diatas mengenai
Aprehensi komunikasi dapat dipahami bahwa masyarakat Ammatoa
belum tersentuh oleh modernisasi, hidup dengan kesederhanaannya yang
berbeda dengan desa-desa lainnya tetapi mereka tidak pernah ada niat
untuk pindah dari desa tersebut dkarenakan ada hal yang dipegang teguh
oleh masyarakat Ammatoa. Selanjutnya wawancara penulis dengan
warga masyarakat desa Tanah Towa
“ Kalau Hp ada beberapa masyarakat yang punya, tapi tidak dipake
kalau di Kawasan Adat. Orang yang punya Hp masih tetap
mematuhi aturan adat di kawasan, kalau mau masuk ke kwasan Hp
nya di titip sama keluarga yang tinggal diluar. Dan kalau dibawah
masuk Hpnya dimatikan dan baru dinyalakan lagi kalau lagi ada
aktivitas diluar kawasan adat Ammatoa”(wawancara 10 November
2020).
Berdasarkan wawancara informan diatas dapat dipahami bahwa
masyarakat di kawasan adat Ammatoa berusaha untuk tetap menjaga dan
melestarikan warisan leluhur mereka dengan adat istiadatnya serta tetap
berpegang teguh pada pasang yang merupakan pedoman hidup mereka,
salah satunya adalah dengan tidak menggunakan alat komunikasi dalam
bentuk apapun, baik yang sederhana maupun yang modern.
Kemudian kesimpulan secara keseluruhan berkaitan dengan
indikator Aprehensi komunikasi bahwa saling mengingatkan satu sama
lain agar pasang nenek moyang tetap terjaga dengan baik. Dalam
menghargai pappasang, setiap orang yang masuk kawasan tanah toa
wajib mengikuti aturan adat yang berlaku maka sebagai masyarakat
kajang dalam (Ammatoa) diwajibkan bersama-sama membangun adat
istiadat karena pemahaman adat istiadat yang dimiliki masyarakat.
57
Masyarakat Ammatoa belum tersentuh oleh modernisasi, hidup dengan
kesederhanaannya yang berbeda dengan desa-desa lainnya tetapi mereka
tidak pernah ada niat untuk pindah dari desa tersebut dkarenakan ada hal
yang dipegang teguh oleh masyarakat Ammatoa. Masyarakat di kawasan
adat Ammatoa berusaha untuk tetap menjaga dan melestarikan warisan
leluhur mereka dengan adat istiadatnya serta tetap berpegang teguh pada
pasang yang merupakan pedoman hidup mereka, salah satunya adalah
dengan tidak menggunakan alat komunikasi dalam bentuk apapun, baik
yang sederhana maupun yang modern.
b. Self- Disclosure
Self disclosure adalah bagian dari kajian komunikasi perspektif
internasional. Fokus utama dalam tindak komunikasi adalah aspek
interaksi yang melibatkan indicator sebagai individu sosial, ini digunakan
juga untuk mengembangkan potensi kemanusiaan melalui interaksi
sosial, kemudian pada self disclosure komunikasi yang terjadi ketika
individu berani membuka diri dan menyatakan informasi tentang dirinya.
Informasi yang diungkapkan adalah informasi mendalam. Self-Disclosure
(model pengungkapan diri) merupakan proses mengungkapkan informasi
pribadi kita pada orang lain ataupun sebaliknya, dalam hal ini
menjelaskan diri kita kepada orang lain yang bersifat pribadi.
Berikut hasil wawancara penulis dengan Kepala Desa Tanah Towa
mengenai Self disclosure:
“Saya selama menjadi kepala desa disini dek setiap mau
berkomunikasi dengan masyarakat kajang dalam harus didampingi
58
oleh tokoh adat karena tidak sembarang yang bisa berkomunikasi
dengan masyarakat kajang dalam, biasa saya ketemu untuk
berinteraksi langsung mengenai kondisi masyarakat kajang dalam
makanya itu diskusi kami jarang terjadi karena tidak bisa setiap
hari kesana apa lagi setiap ada pelanggaran harus diskusi lagi
pemberian sanksi”. (hasil wawancara informan AS 25 oktober
2020).
Berdasarkan wawancara dari informan diatas dalam hal Self
disclosure dapat dipahami bahwa komunikasi tatap muka antara
pemerintah desa dengan Ammatoa jarang terjadi, diskusi sanksi
pelanggaran ketika ada masyarakat yang melanggar jarang terjadi
sehingga keputusan sepihak di lakukan oleh Ammatoa. Selanjutnya
wawancara penulis dengan warga masyarakat Desa Tanah Towa,
mengenai Self disclosure:
“kita disini samaji sama dengan masyarakat umumnya, kalau
ketemu dijalan saling menyapa, kalau menghadiri acara adat
dikawasan juga begitu, kalau ada Ammatoa kita juga cerita cerita,
tapi kalau cerita yang penting kadang juga ada tempat dan
waktunya jadi tidak sembarang.” (hasil wawancara UD 29 Oktober
2020).
Berdasarkan wawancara dari informan diatas dalam hal Self
disclosure dapat dipahami bahwa komunikasi yang dilakukan
masyarakat dengan Ammatoa seperti umumnya akan tetapi terkait
sanksi pelanggaran ada tempat dan waktu tertentu untuk di diskusikan.
Lanjut hasil wawancara mengenai Self disclosure penulis dengan AH
selaku Kepala Desa Kajang luar:
“Kita dikawasan ada ini semuanya sama terlepas dari jabatan yang
kita peroleh. Jadi tidak ada batasan, asal tetapki bisa jaga sikap
kalau bicara sama orang yang tinggi posisinya, saling menghormati
dan menghargai sesama” (Wawancara 5 November 2020).
Berdasarkan wawancara dari informan diatas mengenai Self
disclosure dapat dipahami bahwa masyarakat setiap orang semuanya
59
sama jadi sanksi yang diberlakukan juga sama akan tetapi tetap
menghargai dan menghormati orang yang mempunyai jabatan.
Selanjutnya wawancara penulis dengan warga masyarakat desa Tanah
Towa mengenai Self disclosure :
“ kalau ada tamu dari luar mau masuk mengetahui adat istiadat di
kawasan ini, harus kesini dulu (rumah Galla Lombo) baru bisa masuk
”(wawancara UP 10 November 2020).
Berdasarkan wawancara informan diatas dapat dipahami bahwa
bahwa ketika masyarakat luar ataupun tamu yang datang harus melapor
terlebih dahulu di Rumah Galla Lombo agar mengetahui adat istiadat dan
diharap tidak melanggar adat istiadat didaerah Kajang.
Kemudian kesimpulan secara keseluruhan berkaitan dengan
indicator Self disclosure bahwa komunikasi tatap muka antara
pemerintah desa dengan Ammatoa jarang terjadi, diskusi sanksi
pelanggaran ketika ada masyarakat yang melanggar jarang terjadi
sehingga keputusan sepihak di lakukan oleh Ammatoa. Komunikasi yang
dilakukan masyarakat dengan Ammatoa seperti umumnya akan tetapi
terkait sanksi pelanggaran ada tempat dan waktu tertentu untuk di
diskusikan. Masyarakat setiap orang semuanya sama jadi sanksi yang
diberlakukan juga sama akan tetapi tetap menghargai dan menghormati
orang yang mempunyai jabatan. Ketika masyarakat luar ataupun tamu
yang datang harus melapor terlebih dahulu di Rumah Galla Lombo agar
mengetahui adat istiadat dan diharap tidak melanggar adat istiadat
didaerah Kajang.
60
c. Penilaian sosial
Orang biasa melakukan dua hal dalam menerima pesan, yakni
mengontraskan dan mengasimilasikan. Kontras adalah distorsi
perspektual yang mengantarkan pada palarisasi ide. Sebagai contoh
mengontraskan pandangan kopi itu bermanfaat bagi kesehatan juga kopi
itu merugikan kesehatan, Sedangkan similasi menunjukkan kekeliruan
dalam melakukan penilaian yang bertentangan. Penilaian sosial
menyatakan makin besar perbedaan antara pendapat pembicara dan
pandangan pendengarnya maka maka akan makin besar juga perubahan
sikapnya, sejauh pesan tersebut berada dalam wilayah penerimanya.
Berikut hasil wawancara penulis dengan AS selaku Kepala Desa
Tanah Towa mengenai Penilaian sosial :
“ Tidak ada alat komunkasi yang digunakan, disini komunikasi dari
mulut ke mulut, musyawarah dan gotong royong, jangankan alat
komunikasi, listrik saja disini tidak dipasang di kawasan ada, kita
mau perbaiki jalan juga tidak bisa oleh Ammatoa (pemimpin adat)
dikarenakan masih teguhnya adat lelulur”. (hasil wawancara
informan SL 25 oktober 2020).
Berdasarkan hasil wawancara dari informan diatas dalam indikator
Penilaian sosial dapat dipahami bahwa komunikasi yang dilakukan yakni
dari mulut ke mulut sehingga tidak ada alat komunikasi yang digunakan.
Keputusan pembangunan desa seperti perbaikan jalan masih saja dilarang
oleh Ammatoa dikarenakan menghilangkan adat leluhur sehingga peran
pemerintah desa belum sepenuhnya didapatkan. Selanjutnya hasil
wawancara penulis dengan warga masyarakat Desa Tanah Towa,
mengenai Penilaian sosial :
61
“Menurut saya ini hal yang positif untuk masyarakat dikawasan
adat, kalau komukasi lewat mulut ke mulut, musyawarah dan
gotong royong masyarakat saling ketemu jadi bisa memperkuat
persaudaraan tanpa ada masuknya budaya luar sesuai dengan
passang bahwa kita harus menjaga adat istiadat disini.” (hasil
wawancara UD 29 Oktober 2020).
Bedasarkan hasil wawancara dari informan diatas dalam hal Penilaian
sosial dapat dipahami bahwa komunikasi dengan cara mulut ke mulut
adalah hal positif dikawasan adat, nasyarakat akan selalu berdiskusi
untuk memperkuat persaudaraan tanpa masuknya budaya luar sehingga
tetap menjaga adat istiadat yang ada. Lanjut hasil wawancara penulis
dengan AH selaku Kepala Desa Kajang luar mengenai Penilaian sosial :
“ disini kalau mau masuk kawasan adat tidak boleh bawa alat
komunikasi karna itu dilarang ,jadi kalau mau masuk disini simpan
alat komunikasi dulu baru bisa masuk supaya menghargai adat
disini” (Wawancara 5 November 2020).
Berdasarkan wawancara dari informan diatas mengenai Penilaian
social dapat dipahami bahwa dalam kawasan adat tidak diperbolehkan
menggunakan alat komunikasi yang ada, jadi ketika didalam kawasan
alat komunikasi harus disimpan untuk menghargai adat dikawasan
tersebut. Selanjutnya wawancara penulis dengan informan warga
masyarakat desa Tanah Towa Penilaian sosial :
“kita ini kan berada di wilayah dengan warisan leluhur yang akan
selalu dijaga dan dilestarikan dengan adat istiadat yang telah turun
temuru, kalau masyarakat disini mengunakan alat komunikasi
seperti masyarakat diluar sana, itu berarti telah menyimpang dari
ajaran leluhur dan melanggar isi pasang yang mengajarkan kita
untuk selalu hidup sederhana”(wawancara UP10 November 2020).
Berdasarkan wawancara informan diatas mengenai Penilaian sosial
dapat dipahami bahwa kajang merupakan wilayah dengan warisan
leluhur yang selalu dijaga oleh masyarakat ataupun pemerintah setempat,
62
sehingga larangan penggunaan alat komunikasi masih berl;aku dan
disetujui oleh pemerintah desa setempat.
Kemudian kesimpulan keseluruhan dari informan diatas terkait
Penilaian sosial bahwa kajang merupakan wilayah dengan warisan
leluhur yang selalu dijaga oleh masyarakat ataupun pemerintah setempat,
sehingga larangan penggunaan alat komunikasi masih berl;aku dan
disetujui oleh pemerintah desa setempat. Komunikasi yang dilakukan
yakni dari mulut ke mulut sehingga tidak ada alat komunikasi yang
digunakan. Keputusan pembangunan desa seperti perbaikan jalan masih
saja dilarang oleh Ammatoa dikarenakan menghilangkan adat leluhur
sehingga peran pemerintah desa belum sepenuhnya didapatkan, dalam
kawasan adat tidak diperbolehkan menggunakan alat komunikasi yang
ada, jadi ketika didalam kawasan alat komunikasi harus disimpan untuk
menghargai adat dikawasan tersebut. Komunikasi dengan cara mulut ke
mulut adalah hal positif dikawasan adat, nasyarakat akan selalu
berdiskusi untuk memperkuat persaudaraan tanpa masuknya budaya luar
sehingga tetap menjaga adat istiadat yang ada.
d. Penetrasi sosial
yang menyatakan kedekatan antar pribadi itu berlangsung secara
bertahap kemudian dilakukan berurutan dimulai dari tahap biasa hingga
tahap intim. Penetrasi sosial menjelaskan bagaimana kedekatan
hubungan itu berkembang, gagal untuk berkembang ataupun berhenti.
63
Seperti halnya bawang merah kita menguliti dari ljuar hingga
kedalamnya.
Berikut hasil wawancara penulis dengan AS selaku Kepala Desa
Tanah Towa mengenai Penetrasi sosial :
“ kalau komunikasi tuhan itu, selain melaksanakan shalat dan
ibadah yang juga dilakukan oleh masyarakat lain diluar sana, kita
disini mengadakan ritual adat yang dipimpin oleh Ammatoa
diwaktu-waktu tertentu”. (hasil wawancara informan AS 25
oktober 2020).
Berdasarkan hasil wawancara dari informan diatas dalam hal
Penetrasi social dapat dipahami bahwa masyarakat masih kental akan
ritual adat yang dipimpin oleh Ammatoa diwaktu tertentu yang dianggap
sebagai jalur komunikasi dengan Tuhan. Selanjutnya hasil wawancara
penulis dengan warga masyarakat Desa Tanah Towa, mengenai
Penetrasi sosial :
“ kita disini mengadakan ritual adat sebagai bentuk komunikasi kita
dengan tuhan, ritual adatnya macam-macam, ritual yang dilakukan
sebagai acara tuntutan dan selamatan hajat terhadap keberadaan
dunia akhirat..” (hasil wawancara UD 29 Oktober 2020).
Berdasarkan hasil wawancara informan diatas dalam hal Penilaian
sosial dapat dipahami bahwa dalam pengadaan ritual adat sebagai bentuk
komunikasi dengan tuhan dilakukan dengan macam-macam ritual
sebagai acara tuntutan dan selamatan hajat terhadap keberadaan dunia
akhirat. Lanjut hasil wawancara penulis dengan AH Selaku Kepala desa
Kajang luar mengenai Penetrasi sosial :
“ kalau ada masyarakat yang mengadakan acara seperti perkawinan
atau sunatan, orang itu datang ke rumah Amma dan pemangku adat
untuk dipanggil sebagai tamu kehormatan” (Wawancara AH 5
November 2020).
64
Berdasarkan wawancara dari informan diatas mengenai Penetrasi
sosial dapat dipahami bahwa ketika ada masyarakat yang melaksanakan
perkawinan maka masyarakat tersebut wajib datang kerumah Ammatoa
dan pemangku adat untuk dipoanggil sebagai tamu kehormatan.
Selanjutnya hasil wawancara penulis dengan informan warga masyarakat
desa Tanah Towa Penetrasi sosial :
“ kalau mau mengadakan ritual, kita kumpul dulu kemudian dibagi
tugasnya masing masing, apa –apa yang mau disiapkan setelah
semuanya tersedia kita berangkat sama-sama ke tempat
ritual”(wawancara UP 10 November 2020).
Berdasarkan hasil wawancara informan diatas mengenai penetrasi
sosial dapat dipahami bahwa ketika mengadakan ritual masyarakat
diharapkan untuk kumpul kemudian diberikan tugas masing-masing
sebelum berangkat ketempat ritual.
Kemudian kesimpulan secara keseluruhan dari informan diatas
terkait indikator Penetrasi Sosial bahwa masyarakat masih kental akan
ritual adat yang dipimpin oleh Ammatoa diwaktu tertentu yang dianggap
sebagai jalur komunikasi dengan Tuhan. Dalam pengadaan ritual adat
sebagai bentuk komunikasi dengan tuhan dilakukan dengan macam-
macam ritual sebagai acara tuntutan dan selamatan hajat terhadap
keberadaan dunia akhirat, ketika ada masyarakat yang melaksanakan
perkawinan maka masyarakat tersebut wajib datang kerumah Ammatoa
dan pemangku adat untuk dipoanggil sebagai tamu kehormatan. Ketika
mengadakan ritual masyarakat diharapkan untuk kumpul kemudian
diberikan tugas masing-masing sebelum berangkat ketempat ritual.
65
2. Faktor Penghambat
Komunikasi adalah proses dimana pembicara memberikan
informasi secara sistematis dan memindahkan pengertian kepada orang-
orang didalam organisasi dan juga kepada orang-orang dan lembaga-
lembaga diluar organisasi namun masih terkait dengan organisasi tersebut.
Komunikasi organisasi yaitu bentuk pertukaran pesan antara unit-unit
komunikasi yang berada dalam organisasi tertentu. Dalam pelaksanaan
komunikasi antarpribadi, juga mempunyai hambatan-hambatan yaitu:
a. Labeling
Labeling yaitu terjadi apabila seseorang memberikan atribut mengenai sifat
tertentu pada orang lain dengan asumsi bahwa orang tersebut bertanggung jawab
atas atribut itu. Berikut hasil wawancara penulis dengan AS selaku Kepala
Desa Tanah Towa mengenai Labeling :
“kami memberikan suatu kepercayaan kepada Ammatoa untuk
memerintah di daerah kajang tetapi segala kepercayaan itu biasanya
terlupakan bahwa ada pemetrintahan desa yang lebih berhak
memberi keputusan atas masyarakat”. (hasil wawancara informan
SL 25 oktober 2020).
Berdasarkan hasil wawancara dari informan diatas dalam indikator
Labeling dapat dipahami bahwa pemerintah desa setempat telah
memberikan kepercayaan kepada Ammatoa terhadap keputusan adat akan
tetapi Ammatoa sering kali melupakan pemerintah desa dalam
pengambilan keputusan. Lanjut hasil wawancara penulis dengan AH
selaku Kepala Desa Kajang luar mengenai Labeling :
“disini kami telah percaya kepada Ammatoa dalam upacara adat
ataupun keputusan adat akan tetapi keputusan sepihak yang telah
66
terjadi beberapa kali sering saja melupakan pemerintahan desa”
(Wawancara 5 November 2020).
Berdasarkan wawancara dari informan diatas mengenai Labeling
dapat dipahami bahwa dalam pengambilan keputusan adat pemerintah
desa telah mempercayai Ammatoa akan tetapi sering saja keputusan
diluar adat diambil sepihak oleh Ammatoa sehingga melupakan
pemerintah desa.
Kemudian kesimpulan keseluruhan dari informan diatas terkait
Labeling bahwa pemerintah desa setempat telah memberikan
kepercayaan kepada Ammatoa terhadap keputusan adat akan tetapi
Ammatoa sering kali melupakan pemerintah desa dalam pengambilan
keputusan. Dalam pengambilan kepitusan adat pemerintah desa telah
mempercayai Ammatoa akan tetapi sering saja keputusan diluar adat
diambil sepihak oleh Ammatoa sehingga melupakan pemerintah desa.
b. Dichotomiying
Dichotomiying yaitu menduakan alternatif melakukan persepsi atau menilai
diri sendiri atau menilai orang lain. Misalnya: ada seorang guru yang mencintai
muridnya, maka akan terjadi dua alternatif. Jika muridnya kurang pintar, maka ia
akan serba salah, diberi nilai sesuai dengan pekerjaannya ataukah diberi nilai yang
besar. Jika dinilai dengan kecil, maka bagaimana hubungannya selanjutnya. Tapi
bila diberi nilai bagus, maka tidak sesuai dengan hasil yang dikerjakannya.
Berikut hasil wawancara penulis dengan AS selaku Kepala Desa
Tanah Towa mengenai Dichotomiying :
“setiap jalur komunikasi dilakukan bukan setiap kali karena selain
Ammatoa yang tidak dapat setiap hari ditemui kami juga punya
67
banyak pekerjaan dikantor jadi komunikasi hanya dilakukan
biasanya sekali-kali saja”. (hasil wawancara informan SL 25
oktober 2020).
Berdasarkan hasil wawancara dari informan diatas dalam indikator
Dichotomiying dapat dipahami bahwa jalur komunikasi tidak setiap saat
dilakukan kana faktor kesibukan dikantor desa begitupun dengan
Ammatoa yang tidak dapat ditemui setiap saat sehingga keterbatasan
komunikasi tatap muka masih jarang terjadi. Lanjut hasil wawancara
penulis dengan AH selaku Kepala Desa Kajang luar mengenai Penilaian
sosial :
“ketika Ammatoa mengambil keputusan sepihak tanpa ada
komunikasi dengan kami pemerintah desa kami hanya menegur
secara baik-baik karena bagaimanapun Ammatoa adalah orang
yang di tuakan.” (Wawancara 5 November 2020).
Berdasarkan wawancara dari informan diatas mengenai Labeling
dapat dipahami bahwa ketika Ammatoa mengambil keputusan sepihak
pihak pemerintah desa menegur secara baik karena mengingat Ammatoa
adalah orang yang di tuakan.
Kemudian kesimpulan keseluruhan dari informan diatas terkait
Dichotomiying bahwa jalur komunikasi tidak setiap saat dilakukan kana
faktor kesibukan dikantor desa begitupun dengan Ammatoa yang tidak
dapat ditemui setiap saat sehingga keterbatasan komunikasi tatap muka
masih jarang terjadi, ketika Ammatoa mengambil keputusan sepihak
pihak pemerintah desa menegur secara baik karena mengingat Ammatoa
adalah orang yang di tuakan.
c. Assuming Inflexibelity
Assuming inflexibility yaitu menganggap seseorang tidak fleksibel atau
68
kaku. Misalnya: orang lain selalu dianggap tidak fleksibel, kaku, dan lain-lain. Hal
ini akan menghambat dalam menjalin komunikasi.
Berikut hasil wawancara penulis dengan AS selaku Kepala Desa
Tanah Towa mengenai Assuming Inflexibelity :
“ketika pengambilan keputusan terhadap sanksi yang dilakukan
sepihak oleh Ammatoa katanya kami pemerintah desa belum paham
sepenuhnya atas apa itu sanksi yang telah dilanggar”. (hasil
wawancara informan SL 25 oktober 2020).
Berdasarkan hasil wawancara dari informan diatas dalam indikator
Assuming Inflexibelity dapat dipahami bahwa ketika Ammatoa melakukan
keputusan sepihak terkait keputusan pemberian sanksi karena Pemerintah
Desa kurang paham atas sanksi ataupun pelanggaran adat. Lanjut hasil
wawancara penulis dengan AH selaku Kepala Desa Kajang luar
mengenai Assuming Inflexibelity :
“kami pihak pemerintah desa masih selalu percaya atas Ammatoa
karena seperti kita ketahui dia pihak yang dituakan dan apa saja dia
ketahui.” (Wawancara 5 November 2020).
Berdasarkan wawancara dari informan diatas mengenai Assuming
Inflexibelity dapat dipahami bahwa Ammatoa selalu dipercaya pihak yang
dituakan oleh karena itu pihak Pemerintah Desa selalu masih percaya.
Kemudian kesimpulan keseluruhan dari informan diatas terkait
Assuming Inflexibelity bahwa ketika Ammatoa melakukan keputusan
sepihak terkait keputusan pemberian sanksi karena pemerintah desa
kurang paham atas sanksi ataupun pelanggaran adat, Ammatoa selalu
dipercaya pihak yang dituakan oleh karena itu pihak pemerintah desa
selalu masih percaya.
69
C. Pembahasan
1. Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang berlangsung dengan
tatap muka antar dua orang atau lebih secara verbal atau non verbal. Bisa
secara direncakan bisa juga dengan secara ototidakatau biasa kita kenal secara
dadakan. Gunanya teori komunikasi antar pribadi diantaranya yaitu
komunikasi untuk saling berbagi informasi atau komunikasi yang didasari
atas perasaan dari tiap-tiap individu ke individu lain atau dari tiap kelompok
ke kelompok lain.
a. Aprehensi komunikasi
Komunikasi Aprehensi merupakan kondisi fakta seseorang yang
mengetahui bahwa dirinya saat berkomunikasi dengan orang lain. Melalui
proses komunikasi antara pribadi, seseorang dapat mengetahui sikap dan
juga sifat dirinya sendiri yang tidak diketahui ketika tidak berinteraksi
dengan orang lain.
Aprehensi komunikasi saling mengingatkan satu sama lain agar
pasang nenek moyang tetap terjaga dengan baik. Dalam menghargai
pappasang, setiap orang yang masuk kawasan tanah toa wajib mengikuti
aturan adat yang berlaku maka sebagai masyarakat kajang dalam
(Ammatoa) diwajibkan bersama-sama membangun adat istiadat karena
pemahaman adat istiadat yang dimiliki masyarakat. Masyarakat
Ammatoa belum tersentuh oleh modernisasi, hidup dengan
kesederhanaannya yang berbeda dengan desa-desa lainnya tetapi mereka
70
tidak pernah ada niat untuk pindah dari desa tersebut dkarenakan ada hal
yang dipegang teguh oleh masyarakat Ammatoa. Masyarakat di kawasan
adat Ammatoa berusaha untuk tetap menjaga dan melestarikan warisan
leluhur mereka dengan adat istiadatnya serta tetap berpegang teguh pada
pasang yang merupakan pedoman hidup mereka, salah satunya adalah
dengan tidak menggunakan alat komunikasi dalam bentuk apapun, baik
yang sederhana maupun yang modern, hal tersebut sesuai dengan teori
yang dikatakan schramm (cangara,2012) tentang komunikasi antar
pribadi.
b. Self- Disclosure
Self disclosure adalah bagian dari kajian komunikasi perspektif
internasional. Fokus utama dalam tindak komunikasi adalah aspek
interaksi yang melibatkan indicator sebagai individu sosial, ini digunakan
juga untuk mengembangkan potensi kemanusiaan melalui interaksi
social.
Komunikasi tatap muka antara pemerintah desa dengan Ammatoa
jarang terjadi, diskusi sanksi pelanggaran ketika ada masyarakat yang
melanggar jarang terjadi sehingga keputusan sepihak di lakukan oleh
Ammatoa. Komunikasi yang dilakukan masyarakat dengan Ammatoa
seperti umumnya akan tetapi terkait sanksi pelanggaran ada tempat dan
waktu tertentu untuk di diskusikan. Masyarakat setiap orang semuanya
sama jadi sanksi yang diberlakukan juga sama akan tetapi tetap
menghargai dan menghormati orang yang mempunyai jabatan. Ketika
71
masyarakat luar ataupun tamu yang datang harus melapor terlebih dahulu
di Rumah Galla Lombo agar mengetahui adat istiadat dan diharap tidak
melanggar adat istiadat didaerah kajang, yang sesuai denag teori
komunikasi antar pribadi oleh schramm (cangara,2012).
c. Penilaian sosial
Orang biasa melakukan dua hal dalam menerima pesan, yakni
mengontraskan dan mengasimilasikan. Kontras adalah distorsi
perspektual yang mengantarkan pada palarisasi ide.
Penilaian sosial, kajang merupakan wilayah dengan warisan
leluhur yang selalu dijaga oleh masyarakat ataupun pemerintah setempat,
sehingga larangan penggunaan alat komunikasi masih berl;aku dan
disetujui oleh pemerintah desa setempat. Komunikasi yang dilakukan
yakni dari mulut ke mulut sehingga tidak ada alat komunikasi yang
digunakan. Keputusan pembangunan desa seperti perbaikan jalan masih
saja dilarang oleh Ammatoa dikarenakan menghilangkan adat leluhur
sehingga peran pemerintah desa belum sepenuhnya didapatkan, dalam
kawasan adat tidak diperbolehkan menggunakan alat komunikasi yang
ada, jadi ketika didalam kawasan alat komunikasi harus disimpan untuk
menghargai adat dikawasan tersebut. Komunikasi dengan cara mulut ke
mulut adalah hal positif dikawasan adat, nasyarakat akan selalu
berdiskusi untuk memperkuat persaudaraan tanpa masuknya budaya luar
sehingga tetap menjaga adat istiadat yang ada, maka hal diatas sesuai
dengan teori oleh schramm (cangara,2012).
72
d. Penetrasi sosial
Kedekatan antar pribadi itu berlangsung secara bertahap kemudian
dilakukan berurutan dimulai dari tahap biasa hingga tahap intim.
Penetrasi social menjelaskan bagaimana kedekatan hubungan itu
berkembang , gagal untuk berkembang ataupun berhenti. Seperti halnya
bawang merah kita menguliti dari ljuar hingga kedalamnya.
Penetrasi Sosial masyarakat masih kental akan ritual adat yang
dipimpin oleh Ammatoa diwaktu tertentu yang dianggap sebagai jalur
komunikasi dengan Tuhan. Dalam pengadaan ritual adat sebagai bentuk
komunikasi dengan tuhan dilakukan dengan macam-macam ritual
sebagai acara tuntutan dan selamatan hajat terhadap keberadaan dunia
akhirat, ketika ada masyarakat yang melaksanakan perkawinan maka
masyarakat tersebut wajib datang kerumah Ammatoa dan pemangku adat
untuk dipoanggil sebagai tamu kehormatan. Ketika mengadakan ritual
masyarakat diharapkan untuk kumpul kemudian diberikan tugas masing-
masing sebelum berangkat ketempat ritual, sesuai yang dijelaskan oleh
teori komunikasi antar pribadi oleh
schramm (cangara,2012).
2. Faktor Penghambat
Komunikasi adalah proses dimana pembicara memberikan
informasi secara sistematis dan memindahkan pengertian kepada orang-
orang didalam organisasi dan juga kepada orang-orang dan lembaga-
lembaga diluar organisasi namun masih terkait dengan organisasi tersebut.
73
Dalam pelaksanaan komunikasi antarpribadi, juga mempunyai hambatan-hambatan
yaitu:
a. Labeling
Labeling yaitu terjadi apabila seseorang memberikan atribut mengenai sifat
tertentu pada orang lain dengan asumsi bahwa orang tersebut bertanggung jawab
atas atribut itu.
Pemerintah desa setempat telah memberikan kepercayaan kepada
Ammatoa terhadap keputusan adat akan tetapi Ammatoa sering kali
melupakan pemerintah desa dalam pengambilan keputusan. Dalam
pengambilan kepitusan adat pemerintah desa telah mempercayai
Ammatoa akan tetapi sering saja keputusan diluar adat diambil sepihak
oleh Ammatoa sehingga melupakan pemerintah desa, hal tersebut seperti
yang dikatakan RD Nye (2019)
b. Dichotomiying
Dichotomiying yaitu menduakan alternatif melakukan persepsi atau menilai
diri sendiri atau menilai orang lain.
Jalur komunikasi tidak setiap saat dilakukan kana faktor kesibukan
dikantor desa begitupun dengan Ammatoa yang tidak dapat ditemui
setiap saat sehingga keterbatasan komunikasi tatap muka masih jarang
terjadi, ketika Ammatoa mengambil keputusan sepihak pihak pemerintah
desa menegur secara baik karena mengingat Ammatoa adalah orang yang
di tuakan.
74
c. Assuming Inflexibelity
Assuming inflexibility yaitu menganggap seseorang tidak fleksibel atau
kaku. Misalnya: orang lain selalu dianggap tidak fleksibel, kaku, dan lain-lain. Hal
ini akan menghambat dalam menjalin komunikasi.
Ketika Ammatoa melakukan keputusan sepihak terkait keputusan
pemberian sanksi karena pemerintah desa kurang paham atas sanksi
ataupun pelanggaran adat, Ammatoa selalu dipercaya pihak yang
dituakan oleh karena itu pihak pemerintah desa selalu masih percaya.
75
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai komunikasi Ammatoa Dan
Pemerintah Desa dalam Pemberian Sanksi terhadap Pelanggaran
Pappasang di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. komunikasi antar pribadi yaitu: (1)Aprehensi komunikasi bahwa
Masyarakat di kawasan adat Ammatoa berusaha untuk tetap menjaga dan
melestarikan warisan leluhur mereka dengan adat istiadatnya serta tetap
berpegang teguh pada pasang yang merupakan pedoman hidup mereka,
salah satunya adalah dengan tidak menggunakan alat komunikasi dalam
bentuk apapun, baik yang sederhana maupun yang modern. (2) Self
disclosure bahwa Ketika masyarakat luar ataupun tamu yang datang
harus melapor terlebih dahulu di Rumah Galla Lombo agar mengetahui
adat istiadat dan diharap tidak melanggar adat istiadat didaerah kajang.
(3) Penilaian sosial bahwa kajang merupakan wilayah dengan warisan
leluhur yang selalu dijaga oleh masyarakat ataupun pemerintah setempat,
sehingga larangan penggunaan alat komunikasi masih berlaku dan
disetujui oleh pemerintah desa setempat. Komunikasi dengan cara mulut
ke mulut adalah hal positif dikawasan adat, nasyarakat akan selalu
berdiskusi untuk memperkuat persaudaraan tanpa masuknya budaya luar
sehingga tetap menjaga adat istiadat yang ada. (4) Penetrasi Sosial bahwa
76
Dalam pengadaan ritual adat sebagai bentuk komunikasi dengan tuhan
dilakukan dengan macam-macam ritual sebagai acara tuntutan dan
selamatan hajat terhadap keberadaan dunia akhirat, ketika ada
masyarakat yang melaksanakan perkawinan maka masyarakat tersebut
wajib datang kerumah Ammatoa dan pemangku adat untuk dipanggil
sebagai tamu kehormatan. Ketika mengadakan ritual masyarakat
diharapkan untuk kumpul kemudian diberikan tugas masing-masing
sebelum berangkat ketempat ritual.
b. Faktor penghambat komunikasi yaitu: (1) Labeling bahwa pemerintah
desa setempat telah memberikan kepercayaan kepada Ammatoa terhadap
keputusan adat akan tetapi Ammatoa sering kali melupakan pemerintah
desa dalam pengambilan keputusan. (2) Dichotomiying bahwa jalur
komunikasi tidak setiap saat dilakukan karena faktor kesibukan dikantor
desa begitupun dengan Ammatoa yang tidak dapat ditemui setiap saat
sehingga keterbatasan komunikasi tatap muka masih jarang terjadi, ketika
Ammatoa mengambil keputusan sepihak pihak pemerintah desa menegur
secara baik karena mengingat Ammatoa adalah orang yang di tuakan. (3)
Assuming Inflexibelity bahwa ketika Ammatoa melakukan keputusan
sepihak terkait keputusan pemberian sanksi karena pemerintah desa
kurang paham atas sanksi ataupun pelanggaran adat, Ammatoa selalu
dipercaya pihak yang dituakan oleh karena itu pihak pemerintah desa
selalu masih percaya.
77
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah disimpulkan diatas, ada beberapa
saran penulis sebagai berikut:
1. Ammatoa dalam kapasitasnya sebagai pemimpin tertinggi komunitas
adat Kajang, dimana dalam melaksanakan tugasnya yang diamanahkan
oleh Tu Rie‟ Ara‟ na, dibantu oleh sejumlah perangkat adat agar
struktur kepemimpinan dan adat istiadat tetap eksis hingga saat ini.
maka diharapkan kepada pihak pemerintah tidak terlalu banyak
mengambil alih urusan dan kekuasaan adat, agar kepemimpinan
Ammatoa tetap mempunyai kewenangan/ kekuasaan untuk
menentukan dan memberikan sanksi kepada masyarakat.
2. Ammatoa selaku pemimpin adat di kawasan adat Ammatoa Kecamatan
Kajang Kabupaten Bulukumba dalam memutuskan sanksi hendaklah
berdasarkan pasang
78
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,Ahmad M,dkk.2014. „Ammatoa: Komunitas Tradisional Kajang di
Tengah Komunikasi dan informasi‟ jurnal Komunikasi KAREBA vol.3
No.2
Akhmad,A.K. 1991 komunikasi Ammatoa dikajang Bulukumba; suatu
peranKepercayaan dalam pelestarian Lingkungan Hidup. Makassar: FPS
Universitas Hasanuddin.
Asriani. Skripsi Perspektif Islam Terhadap Konsep Ajaran Patuntung di Kec.
Kajang Kab. Bulukumba.Unhas: 2012.
Akib Yusuf, Ammatoa Komunitas Berbaju Hitam, Makassar: Pustaka
Repleksi,2008
Eva Rahmayani,2017‟pola komunikasi di kawasan adat Ammatoa kajang‟ jurnal
komunikasi KAREBA vol.6No.2 juli-Desember 2017
Hafid Abdul, Ammatoa Dalam Kelembagaan Komunitas Adat Kajang , Makassar:
De La Macca, 2013
Hamzah, Aminah , Nilai-Nilai luhur Budaya spiritual Masyarakat Ammatoa
Kajang, ujung pandang: Kanwil Depdikbud Prov .Sul-Sel,1982.
Katu, Samiang . 2000, pasang ri kajang tentang Akomodasi islam dengan Budaya
Lokal diSulawesi Selatan, pusat pengkajian Islam & Masyarakat, Makassar.
Katu, Mas Alim.Tasawuf Kajang.Cet. I; Makassar: Pustaka Refleksi, 2005
Kearifan Manusia Kajang.Makassar, Pustaka Refleksi, 2008
Koentjaraningrat. Arti Antropologi Untuk Indonesia Masa ini.
Djakarta:LembagaIlmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), 1969. Pengantar
Antropologi, Jakarta: PD Aksara baru, 1972.
Lureng, Abd Gaffar.Pasang ri Kajang: Suatu Pendekatan Antropologi.
Makassar:Maulana Malik, 2013.
Mattualada 1964 Ammatoa:salah satu Manifestasi Kebudayaan di Indonesia.
Ujung Pandang:FS-Universitas Hasanuddin
Red Berry Uchy, Kajang Ammatoahttp://uchy-red blogspot.co id/2011/11 Kajang-
Ammatoa-desa-tanatoa- kecamatan html
79
Sirajuddin, Munirah. Mencermati Makna Pasang ri Kajang Sulawesi Selatan.
Makassar:Citra Adi Bangsa, 2000.
Syaputra,Dedy,Skripsi. Sistem Pemerintahan Adat Suku Kajang Kab. Bulukumba
Sulawesi-Selatan Dalam Perspektif Fiqih Siyasah.Yogyakarta:Sunan
Kalijaga,2009.
Sukman 1993 Arsitektur Ammatoa Kajang di Sulawesi Selatan: Karakteristik dan
Beberapa Aspek Simbolik dalam perwujudan Rumah Tinggal. Tesis
Program Pascasarjana Yogyakarta: UniversitasGajah Mada.
Tika Zainuddin, dkk, Ammatoa, Makassar: Pustaka Repleksi,2008
Yusuf, Akib.Potret Manusia Kajang, Cet. 1; Makassar: Pustaka Refleksi,
2003..Ammatoa Komunitas Berbaju Hitam.Cet. II;Makassar: Pustaka
Refleksi,2008.
LAMPIRAN
Gambar Struktur Organisasi
Gambar 1. Gerban Pintu Masuk Kawasan Adat Ammatoa
Gambar 2. Tempat Istrahat Tamu Ammatoa
Gambar 3. Rumah salah satu Warga Desa Tanah Towa
Wawancara dengan Kepala Desa Tanah Towa
Wawancara dengan Kepala Desa Tanah Towa
Wawancara dengan masyarakat
Wawancara dengan Masyarakat Desa Tanah Towa
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nisma, dilahirkan di Kecamatan Kajang Kabupaten
Bulukumba, Dusun Saukang, Desa Bonto Baji, pada
hari selasa 12 mei 1998. Anak pertama dari 4 bersaudara
pasangan Udding dan Sia. Penulis menyelesaikan
pendidikan di SD 311 Luraya Kecamatan Kajang pada
Tahun 2010, pada Tahun itu juga penulis melanjutkan
pendidikan ke jenjang selanjutnya di SMP 20
Bulukumba Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba dan tamat pada tahun
2013 kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA 5 Bulukumba,
Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba dan selesai pada tahun 2016. Pada
tahun 2016 kemudian peneliti melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya
yaitu di perguruan Tinggi Universitas Muhammadiyah Makassar (UNISMUH)
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Pemerintahan. Pada tahun
2021 ininakan mengantarkan penulis meraih gelar Sarjana Strata (S1) dalam
karya ilmiah dengan judul “Komunikasi Ammatoa dengan Pemerintah Desa
dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran Pappasang di Kecamatan
Kajang, Kabupaten Bulukumba”.