Skripsi Hubungan Komunikasi Antarpribadi Antara Orang Tua ...
Transcript of Skripsi Hubungan Komunikasi Antarpribadi Antara Orang Tua ...
UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA) FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Skripsi
Hubungan Komunikasi Antarpribadi Antara
Orang Tua Dan Anak Dengan Sikap Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta Terhadap Seks Bebas
Diajukan Oleh :
Nama : Malik Bintoro
NIM : 2009 – 41 – 443
Konsentrasi : Hubungan Masyarakat
Untuk memenuhi sebagian dari syarat Guna mencapai gelar
Sarjana Ilmu Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi
Jakarta
201
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Hubungan Komunikasi Antarpribadi Antara Orang
Tua Dan Anak Dengan Sikap Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta terhadap Seks
Bebas” untuk memenuhi sebagian syarat guna mencapai gelar sarjana strata
satu (S1) Ilmu Komunikasi konsentrasi Hubungan Masyarakat Universitas
Prof.Dr.Moestopo (Beragama).
Adapun alasan utama penulis memilih judul diatas karena untuk
mengetahui Hubungan Komunikasi Antarpribadi Antara Orang Tua Dan Anak
Dengan Sikap Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta terhadap Seks Bebas.
Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
saran dan kritik akan penulis terima dengan lapang dada dan tulus hati.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat dan berguna bagi yang membacanya.
Jakarta, November 2015
Penulis
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah yang tak terhingga
kehadirat Allah SWT hingga mampu menyelesaikan penyusunan sekripsi ini.
Yang diajukan dalam rangka memenuhi tugas akhir untuk menyelesaikan
pendidikan strata 1 (S1) bidang setudi ilmu komunikasi pada Fakultas ilmu
Komunikasai Universitas Prof.Dr. Moestopo (Beragama)
Atas segala bimbingan dan perhatian yang diberikan selama
penulisan menyusun sekripsi ini, penulis ingin mengucapkan banyak
trimakasih kepada:
1. Kedua orang tua yakni Babeh Ismail dan Mama (Alm) Supriki, Mama
Eni Qudus Serta Mba Siti, Mba Nur, Mba Yayan, Mas Sito, Mas Rudi
untuk doa, perhatian, kasih sayang, dorongan moril maupun materil
dalam setiap langkah selama ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan kuliah dan skripsi dengan baik.
2. My lovely Wife, Istiqomah Nurul Qudus, S.Pd atas bantuan moril dan
materil, kesabarannya, dukungannya, perhatiannya, kasih sayangnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik dan penuh
dengan semangat.
3. Bapak Dr.H.Hanafi Murtani, MM selaku Dekan Fakultas Ilmu
Komunikasi Prof.Dr.Moestopo (Beragama).
4. Bapak Freddy Richardo, S.Sos, M.Si selaku ketua Jurusan Hubungan
Masyarakat Fakultas Ilmu Komunikasi Prof.Dr.Moestopo (Beragama).
5. Ibu Dra.Ida Fariastuti, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak
Dr.H.Muhtadin, MA selaku Dosen Pembimbing II, yang meluangkan
waktu untuk memberi bimbingan dan pengarahan dengan penuh
iii
kesabaran serta motivasi yang sangat besar dan ilmu yang
bermanfaat selama proses penulisan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Prof.Dr.Moestopo
(Beragama) yang memberikan ilmunya kepada penulis selama ini.
7. Seluruh Staf Sekretariat dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Komunikasi
Prof.Dr.Moestopo (Beragama) yang telah membantu penulis selama
penyusunan skripsi.
8. Seluruh teman-teman Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Hubungan
Masyarakat khususnya angkatan 2009,2010,2011 yang telah
memberikat semangat, dukungan, perhatian dan menghibur penulis.
9. Dan semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi
ini namun tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca dan bermanfaat
bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi. Aamiin.
Jakarta, November 2015
Penulis
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................. i
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ........................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. ix
ABSTRAK .................................................................................. x
ABSTRACT ................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian ..................................................... 1
1.2 Pembatasan Masalah ........................................................... 7
1.3 Rumusan Masalah ................................................................ 12
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................. 12
1.5 Signifikansi Penelitian ........................................................... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA, TEORI, HIPOTESIS DAN
KERANGKA KONSEP
2.1 Kajian Pustaka ..................................................................... 14
2.2 Kerangka Teori ..................................................................... 20
2.3 Hipotesis Penelitian .............................................................. 41
2.4 Kerangka Konsep ................................................................. 42
2.5 Operasional Konsep ............................................................. 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Paradigma Penelitian ............................................................ 49
3.2 Jenis/Format Penelitian ........................................................ 50
3.3 Metodologi Penelitian ............................................................ 51
3.4 Populasi ................................................................................ 52
v
3.5 Teknik Pengambilan Sampel ................................................ 53
3.6 Teknik Pengumpulan Data .................................................... 56
3.7 Uji Validitas dan Realibitas Instrumen ................................... 58
3.8 Teknik Analisis Data ............................................................. 63
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian .................................................... 67
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ...................................................... 70
4.3 Korelasi Pearson Product Moment ....................................... 106
4.4 Pembahasan ........................................................................ 109
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ............................................................................... 115
5.2 Saran .................................................................................... 116
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vi
DAFTAR TABEL
TABEL 1 : Operasional Konsep .................................................. 48
TABEL 2 : Uji Validitas Butir Soal ............................................... 59
TABEL 3 : Uji Realibitas .............................................................. 61
TABEL 4 : Jenis Kelamin ............................................................ 71
TABEL 5 : Usia ........................................................................... 71
TABEL 6 : Pekerjaan Orang Tua ................................................ 72
TABEL 7 : Orang Tua siswa membebaskan siswa untuk
mengungkapkan isi hati siswa tentang seks bebas ... 73
TABEL 8 : Siswa dapat mengutarakan semua pendapat
siswa sendiri kepada orang tua ................................. 74
TABEL 9 : Orang tua selalu dapat berterus terang dalam
menjelaskan informasi yang berkaitan dengan
masalah seks bebas (tanpa tabu membicarakannya) 75
TABEL 10 :Siswa merasa nyaman untuk berbagi cerita masalah
seks bebas kepada orang tua ................................... 76
TABEL 11 :Orang tua mampu mengerti permasalahan yang
siswa alami ............................................................... 77
TABEL 12 :Orang tua dapat memahami perasaan siswa
ketika menghadapi permasalahan yang berkaitan
dengan seks bebas ................................................... 78
TABEL 13 :Orang tua dapat menghargai pendapat siswa
mengenai permasalahan seks bebas di lingkungan
pergaulan siswa ........................................................ 79
TABEL 14 :Orang tua memberikan dukungan secara moral
kepada siswa mengenai permasalahan seks bebas
tanpa adanya penekanan ......................................... 80
TABEL 15 :Orang tua selalu mempunyai kesediaan waktu untuk
mengunjungi siswa agar dapat berkomunikasi
vii
persuasif dengan siswa ............................................. 81
TABEL 16 :Orang tua selalu menunjukan kepercayaan kepada
siswa agar dapat mengungkapkan isi hati ................ 82
TABEL 17 :Orang tua selalu berfikir positif terhadap langkah-
langkah yang siswa tempuh untuk menghadapi
masalah seks bebas ................................................. 83
TABEL 18 :Orang tua selalu melakukan interaksi yang baik
dengan siswa untuk menjelaskan masalah
seks bebas ................................................................ 84
TABEL 19 :Orang tua memberikan pendapat jika siswa
memiliki masalah dengan teman sekelas atau
satu sekolahan .......................................................... 85
TABEL 20 :Orang tua memberikan rasa optimis kepada siswa
untuk menceritakan masalah anda ............................ 86
TABEL 21 :Orang tua selalu menghargai dan mendengarkan
siswa jika siswa sedang berbicara ............................. 87
TABEL 22 :Orang tua tidak pernah membeda-bedakan
siswa dengan saudara kandung siswa lainnya ......... 88
TABEL 23 :Orang tua menyikapi dengan baik pendapat dan
komentar siswa mengenai seks bebas ..................... 89
TABEL 24 :Pengukuran variabel X (Komunikasi Antarpribadi
antara Orang tua dan Anak) ..................................... 90
TABEL 25 :Interaksi antara siswa dan orang tua menumbuhkan
pengertian seks bebas .............................................. 94
TABEL 26 :Interaksi antara siswa dan orang tua membuat
siswa mengetahui pandangan agama
terhadap seks bebas ................................................. 95
TABEL 27 : Siswa memahami efek buruk dari seks bebas
setelah berbicara hal tersebut kepada kedua
orang tua siswa ........................................................ 96
TABEL 28 :Orang tua banyak memberikan arahan sehingga
viii
siswa dapat memahami pandangan agama
terhadap seks bebas ................................................. 97
TABEL 29 :Siswa tidak melakukan seks bebas karena siswa
takut akan sanksi agama .......................................... 98
TABEL 30 :Siswa sadar akan bahaya seks bebas karena
takut akan sanksi sosial ............................................ 99
TABEL 31 :Siswa membenci perbuatan seks bebas setelah
orang tua memberikan informasinya ......................... 100
TABEL 32 :Seluruh informasi yang di berikan oleh orang tua
siswa mengenai bahaya seks bebas, membuat siswa
untuk tidak melakukan seks dengan pasangan
sebelum menikah ...................................................... 101
TABEL 33 :Seluruh informasi yang diberikan oleh orang tua siswa
mengenai bahaya seks bebas, mendorong siswa untuk
melarang orang lain untuk melakukan seks bebas ... 102
TABEL 34 :Siswa tidak akan melakukan hal-hal mengarah pada
seks bebas ................................................................ 103
TABEL 35 :Pengukuran variabel Y (sikap seks bebas siswa
SMAN 31 Jakarta) ..................................................... 104
TABEL 36 :Correlations Pearson Product Moment ..................... 107
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner
2. Coding Sheet
3. Tabel Tunggal
4. Surat Keterangan Penelitian
x
UNIVERSITAS PROF.DR.MOESTOPO (BERAGAMA)
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
PROGRAM STUDI : ILMU KOMUNIKASI
ABSTRAK
Nama : Malik Bintoro
NIM : 2009 – 41 – 443
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Konsentrasi : Hubungan Masyarakat
Judul : Hubungan Komunikasi Antarpribadi Antara Orang Tua
Dan Anak Dengan Sikap Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta
Terhadap Seks Bebas
Jumlah Isi : 117 Halaman
Bibliografi : 40 Buku
Pembimbing I : Dra.Ida Fariastuti, M.Si
Pembimbing II : Dr.H.Muhtadin, MA
Di Indonesia, terutama di kota kota besar perilaku seks bebas pada
remaja semakin meningkat. Akibat dari perilaku tersebut adalah kehamilan
diluar nikah, pemerkosaan, aborsi, penyakit menular seksual seperti AIDS
dan pelecehan seksual. Hal tersebut melatarbelakangi dalam penelitian ini,
yakni sikap seks bebas pada remaja yang mengalami perubahan karena
kurang berkualitasnya komunikasi orang tua dan anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Komunikasi
Antarpribadi antara Orang Tua dan Anak dengan Sikap Siswa SMAN 31
Jakarta terhadap Seks Bebas. Teori yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teori Hubungan Komunikasi Antarpribadi antara Orang Tua dan Anak,
variabel bebas (X) dan teori Sikap Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta terhadap
Seks Bebas, variabel terikat (Y). Metode dalam penelitian ini menggunakan
xi
pendekatan kuantitatif eksplanatif. Responden yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Siswa kelas XII SMAN 31 Jakarta dan jumlah sampel
yang diambil dengan teknik Simple Random Sampling dengan
menggunakan rumus Taro Yamane sebanyak 82 responden. Teknik
pengumpulan data didapat dari hasil kuesioner yang dijawab oleh
responden, kemudian diukur menggunakan skala Likert. Skor tersebut
dimasukkan ke dalam lembaran koding (Cooding Sheet). Analisis data yang
digunakan adalah teknik Pearson Product Moment dengan program SPSS.
Berdasarkan hasil analisis data penelitian ini diperoleh nilai koefisien
korelasi yaitu 0,749, maka menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
sangat kuat antara variabel Komunikasi Antarpribadi antara Orang Tua dan
Anak dengan Sikap Siswa –Siswi SMAN 31 Jakarta terhadap Seks Bebas.
Sedangkan besaran pengaruh antara variabel Komunikasi Orang Tua
terhadap Sikap Seks Bebas sebesar 56%, dan sisanya 44% dipengaruhi
oleh faktor lain di luar variabel Komunikasi Orang Tua.
Kata Kunci : Komunikasi Antarpribadi antara Orang Tua dan Anak,
Sikap Siswa, Seks Bebas.
xii
UNIVERSITY OF PROF.DR.MOESTOPO (BERAGAMA)
DEPARTEMENT OF COMMUNICATION SCIENCE
STUDY PROGRAM : COMMUNICATION SCIENCE
ABSTRACT
Name : Malik Bintoro
NIM : 2009 – 41 – 443
Study Program : Communication Science
Concentration : Public Relation
Title : The Correlation of Interpersonal Communication
between Parents and Children with Students Attitude
of Senior High School 31 Jakarta towards free sex.
Total Pages : 117 Pages
Bibliography : 40 Books
Advisor I : Dra.Ida Fariastuti, M.Si
Advisor II : Dr.H.Muhtadin, MA
In Indonesia, especially in the big cities, free sex behavior in
adolescent progressively increase. The effects of the behavior are pregnancy
out of wedlock, violation, abortion, sexual contaminate disease such as AIDS
and insulting sexuality. The background of this research is free sex attitude in
andolescent, who they have changed their attitude because the less of
communication quality between parent and children.
The Purpose of this research is to find out if there is an existing The
Correlation of Interpersonal Communication between Parents and Children
with Students Attitude of Senior High School 31 Jakarta towards free sex.
The theories used in this research The correlation of Interpersonal
Communication between Parents and Children theory for the independent
variable (X) and Students Attitude of Senior High School 31 Jakarta towards
xiii
free sex for dependent variable (Y). The method of this research is using the
quantitative with correlation analysis. The Respondent selected regarding to
this research is the students at third grade of 31 Senior High School Jakarta
and amount of sample 82 respondents. The sample collecting technique
based on Simple Random Sampling technique with reference Taro Yamane.
The data were collected through the result of questionnaires answered by the
respondents, then that be measured with Likert scale. The Score is
incorporated into cooding sheet. The data analysis used Pearson Product
Moment technique with Statistical Package for Social Science (SPSS).
Based on data analysis of this research, the result of correlation
coefficient is 0,749, therefore shown that there is a strong Correlation of
Interpersonal Communication between Parents and Children with Students
Attitude of Senior High School 31 Jakarta towards free sex, however the
effect between parents communication variable towards free sex attitude is
56% and the rest 44% affected by other variable.
Keywords : Interpersonal Communication between Parents and Children,
Attitude of Students, Free Sex.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Sekitar 62,7 % remaja di Indonesi telah melakukan hubungan seks
di luar nikah. 20% dari 94.270 perempuan mengalami hamil di luar nikah
juga berasal dari kelompok usia remaja dan 21% diantaranya pernah
melakukan aborsi, lalu 30% dari 10.203 remaja terinveksi HIV
(www.kompasiana.com/Remaja di Indonesia melakukan seks pra
nikah/29 November 2015: 17.08). Berdasarkan survei tersebut maka
perilaku dan pandangan remaja mengenai seks mengalami perubahan.
Perubahan ini menunjukkan adanya kecenderungan sikap permisif
remaja terhadap seks bebas, yakni sikap yang berperilaku secara bebas
terhadap perilaku seks yang melanggar norma-norma atau berperilaku
seperti seks diluar nikah. Sedangkan selama ini diketahui bahwa pola-
pola perilaku tersebut sebetulnya merupakan suatu larangan yang
ditetapkan secara normatif dan menjadi pegangan bagi sebagian
masyarakat.
Seksualitas itu sendiri menurut Myles,dkk dalam Mukholid
merupakan sebuah proses yang berlangsung secara terus menerus sejak
seorang bayi lahir sampai meninggal. Sebuah proses yang
memperlihatkan hubungan yang erat antara aspek fisik (sistem
reproduksi) dengan aspek psikis dan sosial yang muncul dalam bentuk
Formatted: Different first page header
2
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + Not at 3.25" + 6.5"
perilaku serta merupakan bagian integral dari kehidupan manusia
(Mukholid, 2007:120). Pengertian dari Myles tersebut menunjukkan
bahwa dimensi seksualitas sangatlah luas meliputi bukan saja dimensi
fisik namun juga psikis dan sosial. Saat ini telah terjadi pergeseran
makna, seksualitas disempitkan hanya pada aspek fisik hubungan seks.
Akibatnya seksualitas cenderung tidak diakui sebagai sesuatu yang
alamiah dan hanya sah dibicarakan dalam lembaga perkawinan.
Situasi ini sangat mempengaruhi perkembangan seksualitas anak
pada usia remaja yang sedang berada dipuncaknya, mengingat bahwa
“masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan ini
menyebabkan seorang anak sering bertingkah laku labil.” (Darajat,
1990:22). Disatu sisi, remaja berada pada masa gejolak seks yang besar,
disisi lain mereka harus mampu menguasai gejolak tersebut tanpa tahu
bagaimana cara mengelolanya. Seks bebas yang di lakukan anak pada
masa remaja atau siswa umumnya masih “fase remaja pertengahan akan
menghadapi sebuah masa pubertas yang biasanya terjadi pada usia 15-
18 tahun” (Djiwandono, 2007:93), namun sekarang masa puberatas lebih
cepat awalnya biasanya pada usia 10-13 tahun.
Adapun penjelasan yang melatar belakangi perilaku seks bebas di
kalangan siswa pada usia remaja, seperti Diri sendiri, Hubungan dalam
lingkungan keluarga, Hubungan dalam luar lingkungan, Kebudayaan
Asing dan Perkembangan Teknologi. Hal tersebut yang telah dipaparkan
oleh Hasan dan Nasma, bahwa penyebab seks bebas dapat dipengaruhi
3
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + Not at 3.25" + 6.5"
oleh beberapa faktor, yakni “Faktor internal yang meliputi faktor biologis
yang terjadi dalam diri sendiri. Kemudian Faktor Eksternal adalah
sumber-sumber informasi dari kehidupan keluarga, lingkungan
masyarakat, maupun perkembangan media massa.” (Hasan dan Nasma,
2010:29)
Dalam faktor tersebut, seks bebas siswa terjadi dikarenakan
pengaruh yang timbul dari diri seorang siswa itu sendiri dengan adanya
suatu dorongan untuk bereksperimen hal-hal yang belum mereka ketahui
tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. Selain itu faktor dari teman
memungkinkan seseorang untuk melakukan seks bebas, karena siswa
menganggap bahwa temannya yang paling mengerti akan dirinya dari
pada keluarganya. Seharusnya peran keluargalah yang sangat berperan
penting dalam membimbing dan mengontrol perilaku anaknya, sehingga
salah memilih teman yang akan menjerumuskan siswa tersebut kedalam
seks bebas tidak akan terjadi. Akan tetapi ada beberapa orang tua yang
punya sedikit waktu untuk berkomunikasi kepada anaknya, sehingga
seorang anak kurang mendapatkan perhatian. Selain itu hubungan guru
dengan siswanya seharusnya dapat mendidik anak siswanya untuk
berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku, namun yang terlihat pada
masa kini banyaknya guru berbuat asusila, seperti memperkosa atau
mencabuli siswanya.
Arus teknologi yang makin pesat dan tidak terkendali turut
memberikan dampak negatif terhadap perkembangan sikap siswa,
4
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + Not at 3.25" + 6.5"
khususnya sikap terhadap seks bebas, seperti meluasnya situs porno
yang dapat mudah diakses siswa. Sehingga siswa sering berpikiran
negatif terhadap lawan jenisnya, bahkan mencontoh adegan dalam film
porno tersebut. Selain itu pengaruh budaya asing yang mempertunjukan
cara berpakaian budaya barat yang seksi dan berpacaran yang bergaul
secara bebas. Hal itu semua dapat berpengaruh besar merubah karakter
seorang siswa dan menambah hasrat siswa untuk berperilaku seks
bebas.
Pada kenyataannya pola pergaulan anak sudah menjerumus ke
arah budaya asing, seperti free sex (seks bebas) di Indonesia sangat
memperhatinkan. Hal tersebut berdasarkan hasil survei dari Kesehatan
Reproduksi Remaja Indonesia (KRRI) “di tahun 2010-2012, remaja
mengatakan pernah berhubungan seksual pada usia 14-19 Tahun 43,7%
(Perempuan), 30,9% (Laki-Laki), sedangkan pada usia 20-24 Tahun
48,6% (Perempuan), 46,5% (Laki-Laki).”(www.okezone.com/Tiap Tahun,
Remaja Seks Pra Nikah Mengingkat, 29 November 2015:22.00). Itu
semua tidak dapat terlepas dari pengaruh oleh perilaku hal negatif yang
di kemukakan hal-hal yang bersifat pornogarafi. Hasil survei komisi
perlindungan anak (KPA) terhadap 4.500 remaja, mengungkapkan “97%
remaja pernah menonton atau mengakses pornografi dan 93% pernah
berciuman bibir dalam pergaulan.” (www.BKKBN.com/17.Juni.2010.
ABG/Tahu Proses Reproduksi Sebatas Seks, 29 November 2015:16.54).
Hal-hal tersebut mengakibatkan suatu keinginan dari seorang anak untuk
5
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + Not at 3.25" + 6.5"
melakukan hal-hal yang menjerumus kearah perilaku free sex (seks
bebas). Seperti halnya sekarang banyaknya siswa yang harus drop out
(di keluarkan) dari sekolah hanya karna hamil di luar nikah. Sehingga
siswa yang seharusnya memiliki masa depan yang cerah, dapat sirna
masa depannya hanya karna perbuatan asusila tersebut.
Penyimpangan perilaku seks tersebut bertentangan dengan nilai-
nilai agama, sosial dan budaya Indonesia. Perilaku seks bebas dapat
dikatakan tidak memiliki iman dan ilmu. Dikatakan tidak mempunyai iman
karena orang yang beriman pasti tahu bahwa seks bebas dilarang oleh
agama karena selain berdosa, seks bebas atau berzina yang membuat
berbagai penyakit jasmani dan rohani, seperti yang dikemukakan oleh
salah satu agama, agama islam dalam HR.Ahmad dan Ath-Thabrani
mengungkapkan bahwa “Tidak ada dosa yang paling besar disisi Allah
SWT setelah mempersekutukanNya yang dapat melebihi dosa seseorang
yang menumpahkan spermanya pada perempuan yang tidak halal.” (Iwan
Januar, 2007:133). Dengan demikian orang tersebut akan mengendalikan
diri agar tidak terjerumus pada perbuatan tersebut. Dan dikatakan tidak
memiliki ilmu karena pelaku tidak memahami masalah kesehatan
reproduksi atau dampak dari seks bebas.
Untuk menghindari terjadinya perilaku seksual yang menyimpang
pada siswa remaja maka perlu adanya pendidikan seks (sex education)
yang sebaiknya diberikan di setiap sekolah secara sistematis dan terarah
serta disampaikan dalam bentuk komunikasi yang dapat diterima oleh
6
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + Not at 3.25" + 6.5"
siswa usia remaja. Karena dengan adanya pengetahuan seks
perkembangan anak remaja akan menuju tingkat kedewasaan. Selain itu
pendidikan seks ini siswa sedikit banyak dapat mengetahui konsekuensi
atau akibat yang timbul apabila melakukan seks diluar nikah. Tetapi
sayangnya pendidikan seks di Indonesia terhambat pelaksanaannya. Hal
ini disebabkan adanya beberapa faktor antara lain :
1. “Masih adanya anggapan yang kuat dari anggota masyarakat bahwa membicarakan seks adalah tabu (terlarang) baik oleh pengaruh adat maupun agama.
2. Kekurangan tenaga ahli dan guru-guru yang berpengalaman untuk memberikan pendidikan seks terhadap anak-anak sekolah.
3. Kurangnya keberanian dari pihak-pihak pemerintah untuk menyusun kurikulum yang berhubungan dengan pendidikan seks.” (Willis, 1993:34).
Kurangnya pendidikan seks pada siswa menyebabkan banyaknya
siswa terjerumus dalam ketidaktahuannya dan mengakibatkan
penyimpangan perilaku seks dikalangan remaja. Menurut Sarwono,
“remaja umumnya memang memasuki masa tersebut tanpa pengetahuan
yang memadai tentang seks dan selama hubungan pacaran berlangsung
pengetahuan tersebut bukan saja tidak bertambah, tetapi akan
bertambah dengan informasi yang salah.” (Sarwono, 2011:26). Selain itu
dapat mengakibatkan penyimpangan perilaku seks yang mengakibatkan
kehamilan diluar nikah, aborsi, tingkat kematian bayi, penyakit kelamin,
bahkan AIDS.
Oleh sebab itu tampaknya perlu adanya keterbukaan antara orang
tua dengan anak. Komunikasi antara orang tua dan anak harus efektif
7
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + Not at 3.25" + 6.5"
agar orang tua dapat mengontrol sejauh mana perilaku seks anak mereka
dalam pergaulannya. Untuk menciptakan keterbukaan antara orang tua
dengan anak diperlukan komunikasi yang efektif sebagai jembatan
hubungan orang tua dengan anak. Dengan adanya dasar keterbukaan
melalui jembatan komunikasi yang efektif antara orang tua dengan anak,
diharapkan dapat membentuk sikap positif anak dalam menghadapi
bahaya seks bebas. Sehingga dampak-dampak negatif dari pola perilaku
seksual remaja dapat diantisipasi sedini mungkin.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dalam penelitian ini penulis
menentukan judul, yakni “Hubungan Komunikasi Antarpribadi Antara
Orang Tua dan Anak Dengan Sikap Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta
Terhadap Seks Bebas”. Alasan penulis memilih SIswa SMAN 31
dikarenakan beberapa siswa SMAN 31 pernah terindikasi mengikuti
“Bikini Party” yang dilaksanakan di salah satu Hotel ternama di Jakarta
dan tidak seharusnya anak di bawah umur tidak berpartisipasi dalam
acara tersebut.
1.2 Pembatasan Masalah
Skripsi ini mengambil judul “Hubungan Komunikasi Antarpribadi
Antara Orang Tua dan Anak Dengan Sikap Siswa-Siswi SMAN 31
Jakarta Terhadap Seks Bebas.” Karena keterbatasan waktu, dana dan
tenaga juga untuk menghindari kesalahan pengertian dan persepsi dalam
penelitian atau studi mengenai komunikasi antarpribadi (orang tua), maka
8
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + Not at 3.25" + 6.5"
penulis memberikan penjelasan dan pembatasan masalah sebagai
berikut :
1.2.1 Pembatasan Materi
Pada penulisan skripsi ini, penulis hanya membahas tentang
hubungan komunikasi antarpribadi antara orang tua dan anak
dengan sikap siswa-siswi SMAN 31 Jakarta terhadap seks bebas.
1.2.2 Pembatasan Istilah
Untuk menghindari salah pengertian dan kemungkinan salah
tafsir dalam penulisan ini, maka penulis perlu memberikan
pengertian dari :
a. Hubungan
Hubungan adalah jaringan yang terwujud karena interaksi
antara satuan-satuan yang aktif (KBBI 2008:313). Yang dimaksud
dengan hubungan disini adalah keterkaitan antara variabel dalam
penelitian ini adalah antara komunikasi antar pribadi orang tua
terhadap sikap seks bebas siswa.
b. Komunikasi AntarpribadI
Menurut Devito yang dikutip oleh Alo Liliweri bahwa
Komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari
seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan
balik langsung (Liliweri, 1997:12).
9
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + Not at 3.25" + 6.5"
Liliweri juga mengemukakan bahwa pada hakikatnya
komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seseorang
komunikator dengan seorang komunikan. Jenis komunikasi
tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat
atau perilaku manusia berhubung prosesnya dialogis (Liliweri,
1997:12)
c. Orang Tua
Menurut Ny. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa,
Ayah dan ibu adalah dua manusia yang berbeda jenis, manusia
yang diciptakan sebagai pria dan wanita yang menjalin kasih dan
bertujuan untuk saling menyempurnakan dan saling melengkapi
serta saling membantu bahkan untuk berkembang biak dan
meneruskan keturunan. Ayah dan ibu adalah sepasang kekasih
yang dikukuhkan dalam pernikahan dengan tekad membentuk
keluarga yang bahagia yang diresmikan melalui catatan sipil
dilandasi kasih sayang, saling memberi cinta dan mau berkorban
demi kesejahteraan masing-masing dengan peneguhan pernikahan
di gereja atau akad nikah di hadapan penghulu (Gunarsa, 1997:94).
d. Siswa pada usia Remaja
Menurut Ny. Singgih D. Gunarsa anak merupakan hasil dari
cinta kasih ayah dan ibu yang telah menjalin hubungan suami istri
10
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + Not at 3.25" + 6.5"
sejak mulai hidupnya, yakni sejak detiknya kehamilan, maka ia
adalah calon pria atau wanita ketika sel benih dari ayah memasuki
sel telur pada ibu, maka jenis anak yang akan tumbuh dalam rahim
ibu sudah ditentukan (Gunarsah, 1997:105).
Pada 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja yang
lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut Sarwono dalam
kutipan Muangman (1980:9) mengkemukakan terdapat tiga kriteria,
yaitu biologis, psikologis dan social ekonomi, sehingga secara
lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut.
Remaja adalah suatu masa dimana :
1. “Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ini ia mencapai kematangan sekual.
2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola indentifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
3. Terjadi peralihan dari ketergantungan social-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.” (Sarwono, 2011:12)
Anak yang diteliti dalam penelitian ini adalah siswa remaja
yang berusia 14-23 tahun. Karena dalam usia tersebut anak
memasuki masa pubertas.
e. Sikap
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berfikir,
dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, dan nilai. Sikap
bukan perilaku tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku
11
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + Not at 3.25" + 6.5"
dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Sikap mempunyai
daya pendorong/motivasi, sikap bukan sekedar rekaman masa lalu
tetapi juga apakah orang harus pro/kontra terhadap sesuatu,
menentukan apa yang disukai, diharapkan dan diinginkan, dan apa
yang harus dihindari.” (Rakhmat, 2003:40)
f. Seks Bebas
Dalam kehidupan sehari-hari, kata seks secara harfiah
berarti jenis kelamin. Pengertian seks kerap hanya mengacu pada
aktivitas biologis yang berhubungan dengan alat kelamin, meski
sebenarnya seks sebagai kesadaran anatomi dan biologis,
sebenarnya hanyalah pengertian sempit dari yang dimaksud
denganseksualitas. Definisi seks bebas itu sendiri yang penulis
ambil dari Ensiklopedia adalah :
“Seks bebas disini merupakan perilaku seks yang dilakukan
pleh pria dan wanita (dalam hal ini lebih kepada hubungan intim
atau hubungan badan) tanpa adanya ikatan yang resmi layaknya
suami istri yang melalui pernikahan.” (http://uk.m.worldbooks.org/
theworldbook encylopedia/sex, 2 Maret 2015:18.19)
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis dapat
merumusan masalah sebagai berikut “Seberapa kuat hubungan
12
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + Not at 3.25" + 6.5"
komunikasi antarpribadi antara orang tua dan anak dengan sikap siswa-
siswi SMAN 31 Jakarta terhadap seks bebas?”
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka
penulis melakukan penelitian dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui Intensitas Komunikasi Antarpribadi Antara Orang Tua
Dan Anak di kalangan Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta.
2. Mengetahui Sikap Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta Terhadap Seks
Bebas.
3. Mengetahui kekuatan Hubungan Komunikasi Antarpribadi Antara
Orang Tua Dan Anak Dengan Sikap Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta
Terhadap Seks Bebas.
1.5 Signifikansi Penelitian
1.5.1 Signifikansi Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
bagi pengembangan teori yang dikemukakan para ahli komunikasi
dan dapat diterapkan dalam penelitian. Selain itu peneliti berharap
dapat memberikan andil di dalam perkembangan ilmu komunikasi,
khususnya ilmu komunikasi yang berkaitan dengan komunikasi
antar pribadi.
13
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + Not at 3.25" + 6.5"
1.5.2 Signifikansi Praktis
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
masukan pada orang tua agar dapat mengontrol perilaku dari
anak remajanya, terutama mengenai seks bebas. Dengan
demikian bisa dilakukan langkah-langkah antisipasi terhadap
perilaku dan perkembangan anak tersebut.
Formatted: Indent: Left: 0", First line: 0"
Formatted
14
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, TEORI, HIPOTESIS DAN KERANGKA KONSEP
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka dilakukan untuk memberikan pandangan kritis
pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sehingga dapat
memberikan perkembangan yang signifikan dengan penelitian yang
sedang dilakukan penulis. Tujuan kajian pustaka adalah untuk
mendukung permasalahan yang akan diungkap dalam hal ini komunikasi
antarpribadi.
Pada kajian pustaka ini ada beberapa penelitian yang membahas
tentang komunikasi antarpribadi. Penelitian terdahulu yang sejenis
dengan yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian yang berjudul
Hubungan Kualitas Komunikasi Orang Tua Anak dan Kontrol Diri dengan
Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa Progdi Bimbingan dan
Konseling Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. yang dianggap
relevan dibahas secara krisis. Penelitian ini diteliti oleh Mahasiswa
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang bernama Andrian Achmad
Handoko. Selain itu penelitian yang berjudul Hubungan Antara
Pengetahuan Seksualitas dan Kualitas Komunikasi Orang Tua dan Anak
dengan Prilaku Seks Bebas Pada Remaja Siswa-Siswi MAN
Gondangrejo Karanganyar, yang diteliti oleh Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta bernama Evidanika Nifa
14
Formatted: Centered
15
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Mertia. Perbedaan dengan penelitian penulis yang berjudul “Hubungan
Komunikasi Antarpribadi Antara Orang Tua Dan Anak Dengan Sikap
Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta Terhadap Seks Bebas.”
Kedua penelitian terdahulu dilakukan guna mengambil sampel
populasi, yaitu pada kalangan anak remaja (Mahsiswa di Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga dan Siswa-Siswi MAN Gondangrejo
Karanganyer) Sedangkan penelitian penulis dilakukan guna mengambil
sampel dari populasi, yaitu pada Siswa SMAN 31 Jakarta kelas XII atau
siswa SMAN 31 Jakarta yang berusia remaja yakni pada rentang umur
17-19 tahun. Dari Unit bidang studi penelitian terdahulu, menyebutkan
bahwa Komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi manusia yang
ada didalamnya ada unsur keakraban dan saling mempengaruhi di antara
pihak-pihak yang berkomunikasi. Dalam komunikasi antarpribadi,
ekspektasi pribadi merupakan faktor penting yang mempengaruhi
berlangsungnya komunikasi. Di dalam ekspetasi pribadi tersebut ada
unsur-unsur kebutuhan, presepsi dan nilai-nilai yang akan mempengaruhi
pengiriman dan penerimaan pesan dalam proses komunikasi
antarpribadi.
Komunikasi orang tua adalah lebih dari percakapan dan berfokus
pada pesan yang disampaikan, apa yang didengar, dan pesan yang
dimengerti. Komunikasi antara orang tua dan anak dikatakan efektif atau
berkualitas bila kedua belah pihak saling dekat, saling menyukai dan
komunikasi di antara keduanya merupakan hal yang menyenangkan dan
16
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
adanya keterbukaan sehingga tumbuh sikap percaya. Komunikasi yang
efektif dilandasi adanya kepercayaan, keterbukaan dan dukungan yang
positif pada anak agar anak dapat menerima dengan baik apa yang
disampaikan oleh orang tua.
Dalam studi penelitian terdahulu penulis tersebut ingin mengetahui
taraf signifikan hubungan antara kualitas komunikasi orang tua-anak dan
kontrol diri dengan perilaku seks pranikah pada mahasiswa Progdi
Bimbingan dan Konseling Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga..
Perbedaan dengan penelitian penulis ini penulis ingin mengukur sampai
seberapa kuat Hubungan Komunikasi Antarpribadi Antara Orang Tua Dan
Anak Dengan Sikap Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta Terhadap Seks
Bebas. Hal itu hampir sama dengan penelitian Mertia, yakni mengetahui
hubungan antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orang
tua dan anak dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN
Gondangrejo Karanganyer. Sedangkan persamaan dari ketiga penelitian
ini adalah dimananya sama-sama meneliti Komunikasi Antarpribadi atau
Komunikasi Interpersonal yang dianggap paling efektif dalam hal upaya
mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang.
Dari pendekatan kedua penelitian terdahulu, penelitian tersebut
menggunakan pendekatan kuantitatif dan jenis penelitiannya bersifat
eksplantif (korelasional). Analisis data dalam penelitian ini adalah
menggunakan analisis data regresi ganda. Penelitian penulis disini juga
menggunakan pendekatan kuantitatif dan jenis penelitiannya bersifat
17
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
eksplantif (korelasional), namun menggunakan skala pengukuran skala
likert.
Kesimpulan berdasarkan hasil penelitian Handoko yang dilakukan
oleh peneliti di lapangan dan hasil pengujian hipotesis yang telah
diuraikan pada penelitian tersebut, maka kesimpulan hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif signifikan antara
kualitas komunikasi orang tua-anak dan kontrol diri dengan perilaku seks
pranikah mahasiswa Progdi Bimbingan dan Konseling Universitas Kristen
Satya Wacana Salatiga, dengan skor koefisien korelasi X sebesar (r) -
0,245 dengan signifikansi (p) 0,0001 dan skor koefisien korelasi Z
sebesar (r) -0,381 dengan signifikansi 0,000. Dari hasil pembahasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kualitas komunikasi
orang tua-anak dan kontol diri maka semakin rendah perilaku seks
pranikah pada mahasiswa Progdi Bimbingan dan Konseling Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga.
Dan kesimpulan bedasarkan hasil penelitian Mertia yang
dilakukan oleh peneliti di lapangan dan hasil pengujian hipotesis telah
diuraikan pada penelitian tersebut, maka kesimpulan hasil perhitungan
regresi ganda menunjukkan koefisien regresi variabel pengetahuan
seksual sebesar -0,595 pada taraf signifikansi p<0,05. Dan koefisien
regresi variabel kualitas komunikasi orang tua dan anak sebesar -0,615
pada taraf signifikansi p<0,05 Artinya bahwa pengetahuan seksualitas
dan kualitas komunikasi orang tua dan anak mempunyai hubungan
18
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
negatif dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN
Gondangrejo Karanganyer.
Berdasarkan beberapa hasil analisis, maka kritikan dari studi
terdahulu, pembahasan isi pesan komunikasi antar pribadi orang tua dan
anak remaja kurang mendalami mengenai pembentukan konsep diri.
Sebaiknya dalam pembentukan konsep diri, sikap seseorang seharusnya
diarahkan terhadap sesuatu objek tertentu. Sikap seseorang yang harus
diperhatikan seperti aspek kognitif, afektif, konaktif.
Berikut penjelasan kajian pustaka dengan membandingkan
beberapa penelitian terdahulu :
Penelitian Terdahulu Penelitian Penulis
Identitas Peneliti
Andrian Achamd Handoko
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2013
Evidanika Nifa Mertia
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
2010
Malik Bintoro
Universitas
Prof.Dr.Moestopo (Beragama)
2015
Judul Penelitian
Hubungan Kualitas Komunikasi Orang Tua Anak dan Kontrol Diri dengan Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa Progdi Bimbingan dan Konseling Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Hubungan Antara Pengetahuan Seksualitas dan Kualitas Komunikasi Orang Tua dan Anak dengan Prilaku Seks Bebas Pada Remaja Siswa-Siswi MAN Gondangrejo Karanganyar.
Hubungan Komunikasi Antarpribadi Antara Orang Tua Dan Anak Dengan Sikap Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta Terhadap Seks Bebas
Tujuan Mengetahui hubungan antara kualitas komunikasi orang tua-anak dan kontrol diri dengan
Mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara pengetahuan seksualitas dan
Mengukur sampai seberapa kuat hubungan komunikasi antarpribadi antara
19
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
perilaku seks pranikah pada mahasiswa Progdi Bimbingan dan Konseling Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
kualitas komunikasi orang tua dan anak dengan prilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar.
orang tua dan anak dengan sikap siswa-siswi SMAN 31 Jakarta terhadap seks bebas.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan jenis penelitiannya kuantitatif (korelasional).
Penelitian ini menggunakan Simple Random Sampling.
Penelitian ini menggunakan pendekatan jenis penelitiannya kuantitatif (korelasional).
Penelitian ini menggunakan Cluster Random Sampling.
Penelitian ini menggunakan pendekatan jenis penelitiannya kuantitatif (korelasional).
Penelitian ini menggunakan Simple Random Sampling.
Teori Teori S.O.R Teori S.O.R Teori S.O.R
Hasil Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh hipotesis yaitu ada hubungan yang positif signifikan antara kualitas komunikasi orang tua-anak dan kontrol diri dengan perilaku seks pranikah mahasiswa Progdi Bimbingan dan Konseling Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, dengan skor koefisien korelasi X sebesar (r) 0,245 dengan signifikansi (p) 0,0001 dan skor koefisien korelasi Z sebesar (r) 0,381 dengan signifikansi 0,000.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan koefisien regresi variabel pengetahuan seksual sebesar 0,595 pada taraf signifikansi p<0,05. Dan koefisien regresi variabel kualitas komunikasi orang tua dan anak sebesar 0,615 pada taraf signifikansi p<0,05 Artinya bahwa pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orang tua dan anak mempunyai hubungan positif dengan perilaku seks bebas.
20
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Kritik terhadap penelitian terdahulu
Peneliti sebaiknya dalam pembahasan isi pesan kualitas komunikasi antara orang tua dan anak terhadap kontrol diri dan perilaku seks pranikah kurang mendalami mengenai pembentukan konsep diri. Sebaiknya dalam pembentukan konsep diri, sikap seseorang seharusnya diarahkan terhadap sesuatu objek tertentu. Sikap seseorang yang harus diperhatikan seperti aspek kognitif, afektif, konaktif.
Penelitian sebaiknya dilakukan dengan memperluas responden pada instansi yang lain sehingga daya generalisasi hasil penelitian dapat diperbesar. Dan Peneliti sebaiknya mengembangkan variabel-variabel yang diteliti, sebab tidak menutup kemungkinan bawha penelitian ini mencangkup lebih banyak variabel yang akan menghasilkan kesimpulan yang lebih baik.
2.2 Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan uraian dasar teori dan model yang
digunakan sebagai acuan penelitian. Penulisan ilmiah harus mengacu
kepada landasan teori yang kuat dan rasional. Kerlinger mendefinisikan
bahwa : “Teori adalah himpunan konstruk (konsep) definisi dan proposisi
yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan
menjabarkan relasi antara variable, untuk menjelaskan dan meramalkan
gejala tersebut.” (Rakhmat, 2002:9).
Teori berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu pengetahuan
yang sistematis dan dapat membimbing penelitian. Teori dapat
memberikan arah pada roda disiplin ilmu tertentu. Dengan demikian
21
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
peneliti dapat memperoleh sesuatu kerangka teori untuk menerangkan
hasil penemuannya.
Kerangka teori menurut Dr. Mardalis adalah “kerangka pemikiran
untuk memberikan gambaran atau batasan”. Tentang teori yang akan
dicapai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan, yaitu teori
“mengenai variabel yang akan diteliti” (Mardalis, 2003:41)
Pada penelitian ini penulis menggunakan teori yang ada
relevansinya dengan variabel dalam penelitian ini antara lain :
2.2.1 Komunikasi
Dari segi Etimologis, “Komunikasi berasal dari bahasa latin
communication dan bersumber juga dari kata communis yang
artinya sama, dalam arti kata sama makna. Jadi komunikasi
berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat
kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan.”
(Uchjana, 2008:3 )
Komunikasi merupakan penyampaian informasi dan
pengertian dari seseorang kepada orang lain. Tanpa berkomunikasi
seseorang tidak dapat menjalin hubungan dan akan merasa
kesepian dalam menjalankan berbagai aktivitasnya. Seperti yang
dipaparkan oleh Patton, mengartikan :
“Komunikasi adalah penyampaian (transfer) informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain. Komunikasi merupakan cara penyampaian gagasan, fakta, pikiran, perasaaan dan nilai kepada orang lain. Komunikasi adalah jembatan arti diantara orang-orang sehingga mereka dapat
22
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
berbagi hal-hal yang mereka rasakan dan ketahui.” (Patton, 2006:181). Komunikasi tidak hanya sebatas penyampaian pesan saja,
adanya umpan balik (feedback) atau respon dari penerima pesan
menandakan bahwa komunikasi dapat terjadi hanya jika memenuhi
komponen-komponen tertentu. Komunikasi juga merupakan suatu
proses yang tidak akan berjalan baik tentunya jika tidak memenuhi
komponen-komponen tersebut. Ini seperti diuraikan oleh Patton
(2006:181), “Hal yang penting tentang komunikasi adalah bahwa ia
paling sedikit harus melibatkan dua orang – pengirim dan penerima.
Satu orang saja tidak dapat berkomunikasi. Adanya satu penerima
atau lebih dapat melengkapi tindakan berkomunikasi itu.”
Dalam proses komunikasi terdapat komponen-komponen
dasar. Proses komunikasi adalah setiap langkah mulai dari saat
menciptakan informasi sampai dipahami oleh komunikan. Devito
(2009:7) mengungkapkan “komunikasi adalah transaksi”. Hal
tersebut dimaksudkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses,
dimana komponen-komponen saling terkait. Bahwa para pelaku
komunikasi beraksi dan bereaksi sebagai satu kesatuan dan
keseluruhan. Adapun proses komunikasi dapat dilihat pada skema
dibawah ini :
IDE
ENCODING
23
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
1. Langkah pertama, ide/gagasan diciptakan oleh sumber/komunikator.
2. Langkah kedua, ide yang diciptakan tersebut kemudian dialihbentukan menjadi lambing-lambang komunikasi yang mempunyai makna dan dapat dikirim.
3. Langkah ketiga, pesan yang telah di-encoding tersebut selanjutnya dikirim melalui saluran/media yang sesuai dengan karakteristik lambing-lambang komunikasi ditujukan kepada komunikan.
4. Langkah keempat, penerima menafsirkan isi pesan sesuai dengan persepsinya untuk mengartikan maksud pesan tersebut.
5. Langkah kelima, apabila pesan tersebut telah berhasil di-decoding, khalayak akan mengirim kembali pesan tersebut ke komunikator. (Suprapto, 2009:)
Sehingga secara garis besar komunikasi adalah
penyampaian informasi, gagasan, pikiran, dan perasaan dari
komunikator kepada komunikan untuk mempengaruhi pikiran
komunikan dan mendapatkan tanggapan balik sebagai feedback
bagi komunikator. Sehingga komunikator dapat mengukur berhasil
atau tidaknya pesan yang di sampaikan kepada komunikan.
PENGIRIMAN
DECODING
BALIKAN
24
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
2.2.2 Komunikasi AntarPribadi
Komunikasi merupakan salah satu bentuk kebutuhan
manusia dalam berinteraksi, dengan berkomunikasi manusia dapat
mengekspresikan diri serta berbagi informasi dengan sesama.
Selain itu komunikasi antarpribadi berperan penting dalam
membentuk kehidupan manusia, sebab kita tergantung pada orang
lain dalam perasaan, memahami informasi, dukungan, dan
berbagai komunikasi yang mempengaruhi citra diri dan membantu
seseorang dalam mengenali harapan – harapan orang lain.
Sebagian besar komunikasi yang dilakukan berlangsung dalam
situasi komunikasi antarpribadi. Komunikasi interpersonal
merupakan komunikasi yang terjadi diantara dua orang yang saling
berhubungan (Devito,2009:4).
Komunikasi antarpribadi bisa mempunyai berbagai macam
kegunaan. Komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu
proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling
berkomunikasi. Komunikasi antarpribadi adalah proses
transaksional dalam menciptakan makna. Proses transaksional itu
sendiri adalah sebuah proses di mana komunikan saling
berkomunikasi dan bertanggung jawab akan apa yang terjadi
setelah komunikasi itu terjalin (Verderber,1992:7). Makna yang
diciptakan terjadi di antara dua peserta yang didasarkan pada
pesan asli dan respon yang ada.
25
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Alo Liliweri mengutip pendapat dari Effendy (Liliweri,
1997:12) yang mengemukakan bahwa : pada hakekatnya
komunikasi antar pribadi adalah “komunikasi antara seorang
komunikator dan seorang komunikan. Jenis komunikasi tersebut di
anggap efektif untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku
manusia berhubung prosesnya yang dialogis.”
Komunikasi antarpribadi berlangsung terjadi manakala
pihak-pihak yang berkomunikasi memiliki relasi personal, misalnya
saling mengenal, sudah akrab satu sama lain. Dalam situasi seperti
itu maka akan terlibat dalam komunikasi adalah pribadi-pribadi.
Situasi komunikasi antarpribadi ini bisa kita temui dalam konteks
kehidupan dua orang, keluarga, kelompok maupun organisasi.
Seperti yang didefinisikan oleh Iriantara, yakni :
“Komunikasi antarpribadi, pada dasarnya, berlangsung setiap hari dalam kehidupan kita. Saat kita berkomunikasi dengan orang tua, teman kita bahkan dengan kekasih kita. Komunikasi tersebut bersifat relasional, artinya terbangun dalam bingkai relasi sekaligus menjaga dan mengembangkan relasi. Komunikasi antarpribadi itu dapat dipandang sebagai kegiatan membuat, menyampaikan dan menafsirkan symbol-simbol yang digunakan dalam komunikasi”. (Iriantara, 2005:7)
Dengan demikian komunikasi antara orang tua dengan anak
merupakan bentuk dari komunikasi antarpribadi yang sangat
penting untuk mempengaruhi dan mengembangkan serta
membentuk sikap anak terhadap suatu hal terutama sikap positif
terhadap suatu masalah dalam berkomunikasi.
26
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Devito mengungkapkan bahwa Komunikasi Antarpribadi
yang efektif meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. “Keterbukaan, yaitu adanya keinginan untuk mengungkapkan perasaan pribadi.
2. Empati, yaitu mengetahui apa yang sedang dialami orang lain dan memahami suasana hati orang lain.
3. Sikap mendukung, yaitu tidak membuat orang lain merasa tertekan.
4. Sikap positif, yaitu mendorong lawan bicara berinterkasi dan melakukan komunikasi persuasive dengan lawan bicaranya.
5. Kesetaraan, yaitu mengakui bahwa kedua belah pihak sama-sama bernilai dan berharga.”(Devito, 2009:123-125).
Berdasarkan paparan diatas dapat dijelaskan, yakni empati
adalah kemampuan memproyeksikan diri kepada diri orang lain
dengan lain perkataan kemampuan menghayati perasaan orang
lain atau merasakan apa yang dirasakan orang lain. Dalam hal ini
orang tua harus mampu melakukan komunikasi dengan anaknya
berusaha untuk selalu dekat dengan anaknya dan mampu
menempatkan dirinya dengan situasi perasaan anak pada saat
yang tepat dalam menyampaikan pesan.
Komunikasi orang tua kepada anaknya adalah komunikasi
yang sifatnya persuasif, di mana orang tua dapat menyaksikan
ekspresi anak, bagaimana sikap dalam bentuk gerak-gerik anak
sehingga komunikasi antara kedua belah pihak dapat dikatakan
efektif.
27
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Keefektifan komunikasi terjadi ditandai dengan adanya
kontak pribadi yang mengetahui kondisi fisik, mental, suasana, dan
tanggapan langsung dari anak. Orang memerlukan hubungan antar
pribadi untuk dua hal yakni perasaan dan ketergantungan.
Perasaan mengacu pada hubungan, yang secara emosional
intensif, sementara ketergantungan mengacu pada instrumen
perilaku antar pribadi yang sifatnya membutuhkan bantuan,
membutuhkan persetujuan dan mencari kedekatan.
Dalam prosesnya, komunikasi tidak selalu berjalan dengan
lancar. Pada banyak kasus, banyak pesan-pesan yang diterima
tidak secara murni memiliki makna seperti yang ingin di sampaikan,
penerima pesan dapat saja memodifikasi, salah
menginterpretasikan bahkan mengabaikan pesan yang dikirimkan,
masing-masing individu penerima pesan akan menginterpretasikan
pesan-pesan yang dikirimkan sesuai dengan kerangka struktur
sosial dan latar belakang sistem budaya dan kepercayaan masing-
masing. Selain itu terdapat factor lain yang mengahambatkan
komunikasi antarpribadi, seperti faktor psikologis yang diungkapkan
oleh Effendy :
“Faktor psikologis seringkali menjadi hambatan dalam komunikasi antar pribadi, hal ini bisa terjadi apabila komunikator dalam melancarkan komunikasinya tidak mengkaji terlebih dahulu diri komunikan, maka dari itu agar komunikasi dapat berlangsung dengan baik, si komunikator harus bisa mengenal diri komunikan seraya mengkaji kondisi psikologisnya, apakah sedang sedih, marah, bingung,
28
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
kecewa dan kondisi psikologis lainnya, dan si komunikator harus bersikap empatik kepadanya.”(Effendy, 2008:7).
2.2.3 Efektivitas Komunikasi Antarpribadi Perspektif Humanistik
Komunikasi antarpribadi merupakan proses pertukaran
informasi yang dianggap paling efektif prosesnya dapat dilakukan
dengan cara yang sederhana. Dalam hal ini Harapan dan Ahmad
ini memandang “komunikasi antarpribadi berpusat pada kualitas
pertukaraan informasi antar orang-orang yang terlibat, dimana para
partisipan yang saling berkomunikasi mampu memilih, mempunyai
perasaan, bermanfaat dan dapat merefleksikan kemampuan diri
masing-masing.” (Harapan dan Ahmad, 2014:5). Sehingga
komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal
yang baik, dimana si penerima pesan menginterpretasikan pesan
yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim pesan.
Sehingga si pengirim pesan berhasil menyampaikan apa yang
dimaksudnya. Agar pengirim pesan dapat berlangsung secara
efektif perlu memperhatikan pada segi perspektif humanistik.
Sebagai acuan utama yang mendukung penelitian ini penulis
akan menggunakan teori efektivitas komunikasi antar pribadi dari
perspektif humanistik sebagai dasar untuk mengetahui sejauh
mana komunikasi orang tua dengan sikap anaknya yang berusia
remaja (siswa SMAN 31) terhadap seks bebas.
29
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Hubungan kegiatan komunikasi antarpribadi dari perspektif
humanistik ini menekankan keterbukaan, empati, sifat suportif, sifat
positif dan kesamaan. Pada umumnya sifat-sifat ini akan membantu
interaksi menjadi lebih berarti, jujur, dan memuaskan. Pendekatan
ini berasal dari psikologi humanistik. Berikut keefektifitas
komunikasi antarpribadi yang dilihat dari perspektif Humanistik
menurut Devito, meliputi sifat-sifat :
a. “Keterbukaan Sifat keterbukaan menunjuk paling tidak pada dua aspek tentang komunikasi antarpribadi. Aspek pertama dan mungkin yang paling jelas, yaitu bahwa kita harus terbuka kepada orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Dengan membuka diri, orang lain akan mengetahui pendapat, pikiran dan gagasan kita. Aspek kedua, dari keterbukaan menunjuk pada kemauan kita untuk memberikan tanggapan terhadap orang lain dengan jujur dan terus terang tentang segala sesuatu yang dikatakannya. Demikian pula sebaliknya, kita ingin orang lain memberikan tanggapan secara jujur dan terbuka tentang segala sesuatu yang kita katakana. Disini keterbukaan diperlihatkan dengan cara memberikan tanggapan secara spontan dan tanpa dalih terhadap komunikasi dan umpan balik orang lain. Tentunya, hal ini tidak dapat dilakukan dengan mudah dan dapat menimbulkan kesalahpahaman orang lain.
b. Empati
Empati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada peranan atau posisi orang lain. Dalam arti bahwa seseorang secara emosional maupun intelektual mampu memahami apa yang dirasakan dan dialami orang lain.
c. Perilaku Suportif
Komunikasi antar pribadi akan efektif bila dalam diri seseorang ada perilaku positif. Artinya seseorang dalam
30
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
menghadapi suatu masalah tidak bersikap bertahan (defensif).
d. Perilaku positif
Komunikasi antar pribadi akan efektif bila kita memiliki perilaku positif. Sikap positif dalam komunikasi antarpribadi menunjuk paling tidak ada dua aspek, yaitu : Pertama, komunikasi antarpribadi akan berkembang bila ada pandangan positif terhadap diri sendiri. Kedua, mempunyai perasaan positif terhadap orang lain dan berbagai situasi komunikasi.
e. Kesamaan
Kesamaan dalam komunikasi antarpribadi ini mencakup dua hal. Pertama, kesamaan bidang pengalaman diantara para pelaku komunikasi. Artinya, komunikasi akan lebih efektif bila para pelakunya mempunyai nilai, sikap, perilaku dan pengalaman yang sama. Kedua, kesamaan dalam percakapan diantara para pelaku komunikasi. Hal ini memberi pengertian bahwa dalam komunikasi antarpribadi harus ada kesamaan dalam hal mengirim dan menerima pesan”. (Devito, 2009:123-125)
Dalam proses komunikasi antarpribadi agar dapat berjalan
dengan baik, maka komunikator (orang tua) dapat menempatkan
dirinya dengan baik agar terjalin hubungan yang penuh keakraban
dan keterbukaan antara anak kepada orang tua itu sendiri. Orang
tua harus bisa memahami suasana hati anak, kondisi anak pada
saat itu, sehingga pesa yang ingin disampaikan dapat diterima baik
oleh anak dengan penerapan yang tepat pula. Dengan demikian
sikap anak remaja terhadap seks bebas dapat dikontrol oleh orang
tua atau masih dalam pengawasan orang tua, jika tindakan
perspektif humanistik yang dilakukan oleh orang tua sesuai dengan
31
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
tujuannya, maka keefektivitasan komunikasi antar pribadi berhasil
dilakukan.
2.2.4 Sikap
Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana
seseorang bereaksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya.
Istilah sikap yang ada dalam bahasa Inggris disebut “attitude” yang
menggunakan kata ini untuk menunjuk suatu status mental
seseorang. Sikap bukan perilaku tetapi merupakan kecenderungan
untuk berperilaku atau bertindak dengan cara-cara tertentu
terhadap situasi atau objek sikap lainnya.
Sikap menurut Mar’at dipandang sebagai “hasil belajar yang
diperoleh melalui pengalaman dan interaksi yang terus-menerus
dengan lingkungannya.”(Mar’at, 1996:11). Ia kemudian
menambahkan bahwa sikap merupakan “sesuatu yang dibangun
dan dipelajari, bukan diturunkan secara fisiologis” (Mar’at, 1996:20).
Oleh sebab itu, sikap bersifat dinamis dan terbuka, yang berarti
pula sikap itu dapat kita ubah, abaikan, atau bahkan diganti dengan
sikap yang lainnya.
Dari berbagai defenisi, Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya
Psikologi Komunikasi menyimpulkan beberapa hal :
“Pertama sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasakan dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berprilaku dengan cara-
32
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat gagasan atau situasi, atau kelompok, jadi pada kenyataannya tidak ada istilah sikap yang berdiri sendiri. Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, diinginkan, apa yang harus dihindari. Ketiga, sikap relatif lebih mantap, berbagai studi menunjukkan bahwa sikap politik kelompok cenderung di pertahankan dan jarang mengalami perubahan. Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. Kelima, sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar, karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.” (Rakhmat, 2003:13).
Terbentuknya suatu sikap itu banyak dipengaruhi
perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan misalnya
keluarga, norma, golongan agama, dan adat istiadat. Dalam hal ini
keluarga mempunyai peranan yang sangat besar dalam
membentuk sikap anaknya. Sebab keluargalah sebagai kelompok
primer bagi anak dan merupakan pengaruh yang paling dominan.
Sikap seseorang tidak selamanya tetap. Sikap dapat berkembang
manakala mendapat pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar
yang bersifat positif dan mengesankan.
Sikap memiliki kecenderungan baik positif atau suka maupun
negatif atau tidak suka. Dalam sikap positif, kecenderungan
tindakan adalah mendekati, menyenangi dan mendukung atau
33
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
memihak suatu objek tertentu. Sementara itu dalam sikap negatif
terdapat kecenderungan untuk menjauh, menghindari ataupun
perasaan tidak mendukung (unfavorable) akan obyek tertentu.
Disisi lain sikap juga dapat berupa perasaan yang tidak
menyatakan setuju atau tidak setuju atas obyek tertentu atau netral.
Sikap juga dapat didefinisikan sebagai “kehendak hati yang
konsisten dari individu mengenai produk jasa, tempat atau kejadian.
Sikap dapat dipelajari dan dibentuk sebagai hasil dari pengalaman
individu terhadap produk atau melalui informasi yang didapat dari
orang lain termasuk media massa.” (Hanna dan Wazniak,
2001:174-175).
Sumber-sumber yang membentuk sikap antara lain,
“pertama, pengalaman pribadi dengan obyek, kedua, intraksi sosial,
yaitu sikap individu yang dibentuk melalui interaksi dengan anggota
keluarga, teman, kolega, dan lainnya, dan terakhir, terpaan media
massa, dimana pengaruh media massa terhadap pembentukan dan
perubahan sikap tidak dapat diremehkan.” (Hanna dan Wazniak,
2001:175).
Sikap yang dimiliki seseorang tidak didapat sejak lahir
melainkan diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman hidupnya.
Dalam bukunya Prinsip-prinsip Hubungan Masyarakat, Hamdan
dan Hafield mengungkapkan terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap, diantaranya adalah:
34
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
1. “Keluarga Pengaruh sikap sangat mudah terjadi dalam suatu keluarga, terutama kalau anak-anak patuh pada orang tuanya. Anak-anak biasanya mewarisi kepercayaan, kebudayaan, dan memiliki sikap yang tidak jauh dari sikap keluarga mereka.
2. Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang biasanya menentukan sikapnya. Semakin banyak pengetahuan yang seseorang miliki biasanya akan semakin liberal sikap seseorang.
3. Keadaan Ekonomi Keadaan ekonomi juga bisa mempengaruhi sikap seseorang. Contoh : Karyawan yang berpenghasilan rendah cenderung bersikap radikal terhadap kenaikan gaji.
4. Pengalaman Pengalaman sangat kuat pengaruhnya terhadap sikap dan pendapat seseorang. Seseorang yang pernah mengalami suatu peristiwa penting akan memberi kesan dalam hidupnya. Pengalaman tersebut kemudian membentuk sikapnya.”(Hamdan dan Hafield, 1996:158).
2.2.5 Siswa SMA
Menurut Wikipedia, siswa atau peserta didik adalah
komponen masukan dalam system pendidikan, yang selanjutnya
diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang
berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
(http://id.m.wikipedia.org/wiki/ Peserta_Didik, 10 April 2015:05.48).
Ditilik dari segi usia, siswa SMA termasuk fase atau masa
remaja. Menurut fase ini meliputi :
“Masa Awal : 12-14 Tahun
Masa Pertengahan : 14-18 Tahun
Masa Akhir : 18-20 Tahun”
(Djiwandono, 2007:93)
35
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Masa remaja menurut Zakiah Darajat (1990:23) adalah masa
peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini
anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan
fisiknya maupun psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik
bentuk badan ataupun cara berpikir atau bertindak, tetapi bukan
pula orang dewasa yang telah matang.
Seperti yang sudah dipaparkan bahwa dari segi usia, remaja
memiliki beberapa masa atau fase perkembangannya :
1.“Remaja Awal (early adolescence) Seorang remaja pada ini masih terheran-heran akan
perubahan-perubahan yang akan terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik dengan lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.
2.Remaja Madya (middle adolescence)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana : peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis dan sebagainya.
3.Remaja Akhir (late addolescence)
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal, yaitu : 1. minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek, 2.Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-
36
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
pengalaman baru, 3.Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi, 4.Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain, 5.Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum”. (Sarwono, 2011:30-31)
Jadi dilihat dari klarifikasi diatas, maka siswa Sekolah
Menengah Keatas (SMA) termasuk kedalam kategori masa remaja
awal. Menjelang usia remaja, anak sudah mengembangkan nilai-
nilai moral sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman di rumah, di
sekolah dan dalam hubungannya dengan anak-anak lain. Nilai-nilai
ini sebagian akan menetap dan mempengaruhi tingkah-tingkah
lakunya, dan sebagian lainnya akan mengalami perubahan akibat
pengaruh lingkungan dan nilai-nilai moral yang berlaku dalam
lingkungan tersebut.
Siswa SMA adalah anak remaja yang sedang menuntut ilmu
di sekolah. Sekolah adalah lingkungan pendidik sekunder. Hurlock
(1986:322) mengemukakan bahwa “sekolah merupakan faktor
penentu bagi perkembangan kepribadian anak (siswa), baik dalam
cara berpikir, bersikap, maupun cara berprilaku. Sekolah berperan
sebagai substitusi keluarga dan guru substitusi orang tua.” (LN
Yusuf, 2009:95). Pengaruh sekolah itu tentunya diharapkan positif
terhadap perkembangan jiwa anak remaja karena sekolah adalah
lembaga pendidikan. Sebagaimana lembaga pendidikan,
sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan
37
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat
disamping mengajarkan ilmu pengetahuan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa dimana seseorang
akan terus mencari identitas dirinya, baik mencari dalam lingkungan
keluarga, sekolah maupun masyarakat.
2.2.6 Seks Bebas
Masa pubertas merupakan masa peralihan dari masa kanak-
kanak menjadi dewasa yang dimulai umur 8-14. Remaja adalah
anak yang sedang mengalami pubertas, dimana mempunyai
dorongan atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan
yang terjadi pada tubuhnya dan mulai timbul ketertarikan dengan
lawan jenis. Selain itu remaja memiliki rasa penasaran atas suatu
hal yang baru dan berani mengambil resiko tanpa dipertimbangkan
terlebih dahulu. Awal pubertas dipengaruhi oleh bangsa, iklim, gizi,
kebudayaan dan pergaulan. Pada masa tersebut, remaja
mengalami perkembangan seksual. Kematangan organ seksualnya
berfungsi, baik untuk reproduksi (menghasilkan keturunan) maupun
reaksi (mendapat kesenangan).
Seks bebas merupakan hubungan yang dilakukan oleh laki-
laki dan perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan. Pergaulan
bebas itu adalah salah satu bentuk perilaku menyimpang, dimana
38
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
“bebas” yang dimaksud adalah melawati batasa-batasan norma
yang ada. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Himawan :
“Free Sex atau seks bebas adalah sebuah model hubungan seks yang dilakukan secara bebas, tanpa dibatasi oleh aturan-aturan serta tujuan yang jelas. Secara normatif seks bebas termasuk kategori penyimpangan yang disebabkan perilaku yang cenderung lepas dari aturan, baik hukum positif maupun agama.” (Himawan, 2007:43)
Sedangkan Sarwono (2011:183) menyatakan bahwa perilaku
seks bebas adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis mulai dari
tingkah laku yang dilakukannya dengan sentuhan, berciuman
(kissing), berciuman belum menempelkan alat kelamin yang
biasanya dilakukan dengan memegang payudara atau melalui oral
seks pada alat kelamin tetapi belum bersenggama (necking), dan
bercumbu sampai menempelkan alat kelamin yaitu dengan saling
menggesekan alat kelamin dengan pasangan namun belum
bersenggama (petting) dan yang sudah bersenggama (intercourse),
yang dilakukan di luar hubungan pernikahan.
Hal serupa juga diungkapkan Basuki mengenai bentuk-
bentuk perilaku seks bebas, tetapi pada umumnya bentuk-bentuk
perilaku seks dibedakan menjadi :
1. “Kissing (berciuman), batasan dari perilaku ini adalah mulai dari hanya sekedar kecupan (light kissing) sampai pada French kiss (deep kissing).
2. Necking, yaitu berciuman disekitar leher, yang biasa juga dilakukan oleh remaja saat ini.
39
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
3. Petting, (bercumbuan), yaitu bentuk kegiatan seksual yang lebih dari sekedar berpelukan dan berciuman dan sudah mengarah kepada pembangkitan gairah seksual tetapi belum sampai berhubungan badan.
4. Intercourse (bersenggama), yaitu adanya kontak antara penis dengan vagina dan terjadi penetrasi penis ke dalam vagina.”(Basuki, 2005:8)
Munculnya permasalahan seksual yang terjadi pada individu
terjadi dari berbagai faktor. Berikut adalah :
1. “Perubahan-perubahan hormonal yang meningkat hasrat seksual (libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu.
2. Adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum maupun karena norma sosial yang makin lama menuntut persyaratan yang semakin tinggi untuk perkawinan.
3. Larangan berkembang lebih jauh kepada tingkah laku yang melanggar norma-norma agama, karena remaja tidak dapat menahan diri.
4. Kurangnya informasi tentang seks, sehingga adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual yang salah melalui media massa yang didukung dengan perkembangan teknologi yang canggih.
5. Sikap dan komunikasi orang tua yang masih tabu dan tidak tebuka dalam menginformasikan mengenai masalah seks dengan anak.
6. Adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga kedudukan wanita makin sejajar dengan pria.” (Sarwono, 2011:187-188)
Dalam perkembangan kehidupan sekarang munculnya
dampak negatif dengan perilaku pergaulan remaja masa kini, yakni
seks bebas. Remaja adalah individu labil yang emosinya rentan
tidak terkontrol oleh pengendalian diri yang benar. Kurangnya
keimanan, masalah keluarga, kekecewaan, pengetahuan yang
40
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
minim, dan ajakan teman-teman yang bergaul bebas membuat
makin berkurangnya dan menyimpang dari norma-norma yang ada.
Hal itu terbukti dari lembaga penelitian yang telah meneliti dan
memperoleh hasil yang kecenderungan meningkat masalah seks
bebas yang melanda remaja di Indonesia pada setiap tahunnya.
Hasil penelitian Yayasan Kesuma Buana “menunjukkan bahwa
sebanyak 10.3% dari 3,594 remaja di 12 kota besar di Indonesia
telah melakukan hubungan seks bebas” (http:/www.acicis.murdoch.
edu.au, 01 Juni 2014:23.16). Berdasarkan penelitian di berbagai
kota besar di Indonesia, sekitar 20-30% remaja mengaku pernah
melakukan hubungan seks bebas. Celakanya perilaku seks bebas
tersebut berlanjut hingga menginjak ke jenjang perkawinan. Hal ini
dimungkinkan karena longgarnya pengawasan orang tua pada
mereka. Pakar seks juga spesialis Obstetri dan Ginekologi
Dr.Boyke Dian Nugraha di Jakarta mengungkapkan, “dari tahun ke
tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin
meningkat. Dari sekitar 5% pada tahun 1980, menjadi 20% pada
tahun 2000.” (www.kompasiana.com/harniandriani/pergaulan-bebas
-di-kalangan-remaja, 01 Juni 2014:22.40)
Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa seks
bebas adalah perilaku seksual yang dilakukan pasangan lawan
jenis yang dilakukan oleh individu yang dilakukan diluar
perkawinan, meliputi berpegangan, berpelukan, berciuman,
41
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
necking, meraba daerah sensitif (petting), sampai dengan sexual
intercourse atau hubungan seksual. Pada umumnya siswa yang
berusia remaja melakukan hubungan seks bebas dengan pacarnya,
karena kebanyakan dari mereka beranggapan bahwa pacar adalah
calon suaminya kelak. Fakta menyatakan bahwa sebagian besar
perzinahan atau seks bebas disebabkan oleh berpacaran
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis sangat berguna dalam penelitian sebagai petunjuk untuk
langkah penelitian selanjutnya karena hipotesis adalah merupakan suatu
keterangan sementara dari suatu fakta yang dapat diamati.
“Salah satu langkah yang penting dalam penelitian itu sendiri
adalah merumuskan hipotesis yang jelas yang variabel-variabelnya dapat
diukur, sehingga pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan baik dan
sistematis. Hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian.” (Sugiyono,2010:160). Dikatakan
sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori
yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh
melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai
jawaban teoritis rumusan masalah penelitian, bukan jawaban empiris.
Menurut Kerlinger (2000) dalam Juliandi Dkk, “Hipotesis penelitian
adalah hipotesis yang mengandung pernyataan mengenai relasi antara
dua variabel atau lebih sesuai dengan teori. Agar hipotesis dapat diuji
42
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
harus terlebih dahulu diterjemahkan menjadi term-term operasional atau
term-term statistik yang disebut dengan hipotesis statistik.” (Juliandi Dkk,
2014:47). “Menurut tingkat eksplanasi hipotesis yang akan diuji, maka
rumusan hipotesis dapat dikelompokan menjadi tiga macam, yaitu
hipotesis deskriptif (pada suatu sample atau variable mandiri atau tidak
dibandingkan dan dihubungkan), komparatif dan hubungan.” (Sugiyono,
2000:83). Hipotesis asosiatif adalah “suatu pernyataan yang
menunjukkan dugaan tentang hubungan dengan dua variabel atau lebih.”
(Sugiyono, 2000:85).
Maka hipotesis yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai
berikut :
Ho (r x y = 0) : Tidak ada hubungan antara komunikasi antarpribadi
antara orang tua dan anak dengan sikap siswa-siswi SMAN 31
Jakarta terhadap seks bebas.
Ha (r x y > 0) : Ada hubungan positif antara komunikasi antarpribadi
antara orang tua dan anak dengan sikap siswa-siswi SMAN 31
Jakarta terhadap seks bebas.
2.4 Kerangka Konsep
Secara umum konsep merupakan abstraksi mengenai suatu
fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah
karakteristik kegiatan, keadaan, kelompok ataupun individual tertentu
43
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
(Rakhmat, 2002:66). Kerangka konsep digunakan sebagai pedoman
untuk melihat hubungan teori dengan praktek di lapangan.
Kerangka konsep ini berguna untuk menggambarkan hubungan
konsep khusus yang berbeda-beda dari variable-variabel penelitian yang
akan diteliti. Kerangka konsep ini juga mendukung atau menjelaskan latar
belakang dan gambaran singkat dari penelitian ini.
Dalam penelitian ini berusaha mencari gambaran mengenai
hubungan-hubungan yang terdapat dalam variabel yang akan diteliti,
yakni hubungan komunikasi antarpribadi antara orang tua dan anak
dengan sikap siswa-siswi SMAN 31 Jakarta terhadap seks bebas sebagai
dua variabel. Dari judul tersebut, penulis ingin menunjukkan variabel yang
digunakan dalam penelitian ini :
1. Variabel Bebas
Variabel Bebas (Independent Variabel) yaitu “tipe variabel yang
menjelaskan atau mempengaruhi variabel lainnya atau diduga
sebagai penyebab (presumed caused variabel) dari variabel
dependent.”(Ruslan, 2010:276). Variabel bebas dalam penelitian ini
terdapat pada komunikasi antar pribadi (orang tua-anak).
Komunikasi antarpribadi memainkan peranan penting dalam
membentuk kehidupan kita, sebab kita tergantung pada orang lain
dalam perasaan, memahami informasi, dukungan, dan berbagai
komunikasi yang mempengaruhi citra diri kita dan membantu kita
dalam mengenali harapan – harapan orang lain.
44
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Komunikasi antara orang tua dengan anak merupakan bentuk
dari komunikasi antar pribadi yang sangat penting untuk
mempengaruhi dan membentuk sikap anak terhadap suatu hal
terutama sikap positif terhadap suatu masalah.
Untuk dapat menciptakan komunikasi antarpribadi yang efektif
antara orang tua dengan anak maka perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1. “Keterbukaan
Yaitu keinginan intuk mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran termasuk mengungkapkan perasaan pribadi. Pembukaan diri antara orang tua dengan anak juga mempengaruhi hubungan sehingga akan dapat tercipta hubungan komunikasi yang akrab dan terbuka antara orang tua dan anak dalam keluarga. Keterbukaan anak terhadap orang tua akan membantu orang tua untuk memahami cara anaknya bereaksi terhadap kejadian disekitarnya sehingga membantu menyelesaikan konflik yang dihadapi anak.
2. Empati
Yaitu kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu dari sudut pandang orang lain. Dalam proses komunikasi antar pribadi agar dapat berjalan dengan baik maka komunikator (orang tua) dapat menempatkan dirinya dengan baik agar terjalinnya hubungan yang penuh keakraban dan keterbukaan antara anak kepada orang tua itu sendir. Orang tua harus bisa memahami suasana hati anak, kondisi anak pada saat itu, sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat diterima oleh anak dengan penerapan yang tepat pula. Karena dengan berempati dalam berkomunikasi akan membantu orang tua untuk lebih dekat dengan anak. Orang tua perlu menumbuhkan keakraban dengan anaknya secara bertahap, melalui serangkaian langkah yang tepat dan efektif.
3. Sikap mendukung
Yaitu menciptakan suasana mendukung dalam berkomunikasi dan berterus terang dalam mengutarakan pikirannya.
45
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Orang tua bisa bersikap mendukung terhadap anaknya, tidak membatasi anak dengan cara menekan segala kegiatan anak dengan sikap keras sehingga anak harus menuruti dengan keterpaksaan, akan tetapi orang tua berusaha menuntun dengan dukungan yang tidak membuat merasa ditekan.
4. Sikap positif
Yaitu menyatakan sikap positif dan secara positif mendorong lawan bicara kita berinteraksi. Orang tua berusaha untuk berkomunikasi secara positif dengan anaknya sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima secara positif pula.
5. Kesetaraan
Yaitu adanya pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak sama-sama bernilai dan berharga, masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam hal ini untuk melancarkan komunikasi, orang tua tidak hanya bicara terus-terusan dan anak hanya mendengarkan saja, akan tetapi anak harus diberi kesempatan juga untuk berbicara.”(Devito, 2009:259-263).
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan
Devito mengungkapkan bahwa Komunikasi Antarpribadi yang efektif
meliputi hal-hal sebagai berikut Keterbukaan, yaitu adanya keinginan
untuk mengungkapkan perasaan pribadi. Empati, yaitu mengetahui
apa yang sedang dialami orang lain dan memahami suasana hati
orang lain. Sikap mendukung, yaitu tidak membuat orang lain
merasa tertekan. Sikap positif, yaitu mendorong lawan bicara
berinterkasi dan melakukan komunikasi persuasif dengan lawan
bicaranya. Kesetaraan, yaitu mengakui bahwa kedua belah pihak
sama-sama bernilai dan berharga.
46
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
2. Variabel Terikat
Variabel Terikat (Dependent Variabel), yaitu “tipe variabel yang
dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel yang diduga sebagai akibat
(presumed effect variabel) dari variabel independent.” (Ruslan,
2010:276). Variabel terikat pada penelitian ini terdapat pada Sikap
Siswa-Siswi SMAN 31 terhadap Seks Bebas.
“Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berfikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, dan nilai. Sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu tetapi juga apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu menentukan apa yang disukai, diharapkan dan diinginkan, dan apa yang harus dihindari.”(Rakhmat, 2003:40).
Kita telah mengetahui bahwa didalam berhubungan dengan
orang lain tidak hanya berbuat begitu saja, tetapi juga menyadari
perbuatannya yang dilakukan dan menyadari pula situasi yang ada
sangkut pautnya dengan perbuatan itu. Kesadaran itu tidak hanya
mengenai tingkah laku yang sudah terjadi. Kesadaran individu yang
menentukan perbuatan nyata dan perbuatan yang mungkin akan
terjadi itulah yang dinamai sikap. Jadi sikap ialah suatu hal yang
menentukan sikap sifat, hakekat, baik perbuatan sekarang maupun
perbuatan yang akan datang.
Oleh karena itu ahli Psikologi W.J Thomas memberi batasan
sikap sebagai suatu kesadaran individu yang menentukan perbuatan-
perbuatan yang nyata ataupun yang mungkin akan terjadi dalam
47
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
kegiatan sosial. Dalam hal ini Thomas, menyatakan bahwa sikap
seseorang selalu diarahkan terhadap sesuatu objek tertentu.
Tiap-tiap sikap mempunyai tiga aspek yaitu :
1. “Kognitif, yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenal fikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman, dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek atau kelompok objek tertentu.
2. Afektif, berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati, antipati, dan sebagainya yang ditujukan kepada obyek-obyek tertentu.
3. Konatif, berwujud proses tendensi atau kecenderungan untuk berbuat sesuatu.”(Ahmadi, 1999:162).
Seperti yang dikatakan oleh W.J Thomas bahwa sikap
seseorang selalu diarahkan terhadap objek tertentu, maka yang
menjadi objek sikap dalam penelitian ini adalah Seks Bebas. Seks
Bebas itu sendiri merupakan perilaku seks yang dilakukan oleh pria
dan wanita (dalam hal ini lebih kepada hubungan intim atau hubungan
badan) tanpa adanya ikatan yang resmi layaknya suami isteri yang
melalui pernikahan.
48
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
2.5 Operasionalisasi Konsep
Tabel 1. Operasionalisasi Konsep :
Variabel Bebas Variabel Terikat Komunikasi Antarpribadi Sikap terhadap seks bebas
Dimensi Indikator Dimensi Indikator Frekuensi Durasi Pesan : Keterbukaan Empati Sikap mendukung Sikap positif Kesetaraan
- Seberapa sering komunikasi yang terjadi
- Lamanya komunikasi yang terjadi
- Mengungkapkan keinginan
pribadi - Memberikan informasi
secara jujur dan terus terang - Kepercayaan untuk berbagi
cerita - Mengetahui apa yang
sedang dialami anak - Memahami suasana hati
anak - Mendengarkan dan
menghargai pendapat - Berkomunikasi dengan anak
tanpa ada unsur penekanan - Melakukan komunikasi
persuasi dengan anak - Kepercayaan untuk
mengungkapkan isi hati - Mendorong anak untuk
berinteraksi - Rasa optimis dalam
menceritakan masalah - Menghargai dan
menghormati pendapat anak.
Kognitif
Afektif
Konatif
- Mengetahui pengertian seks bebas
- Mengetahui pandangan agama terhadap seks bebas
- Memahami efek buruk dari seks bebas
- Memahami pandangan agama terhadap seks bebas
- Takut akan dosa - Takut akan resiko
yang akan dihadapi dari sanksi sosial masyarakat
- Membenci perbuatan seks bebas
- Memilih melakukan
seks dengan pasangan resmi setelah menikah
- Melarang orang lain untuk tidak melakukan seks bebas
- Tidak melakukan hal-hal yang mengarah pada seks bebas
Sumber : Devito, 2009:259-263
Sumber : Ahmadi, 1999:162
49
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Paradigma Penelitian
“Dalam penelitian kuantitatif, yang dilandasi pada suatu asumsi
bahwa suatu gejala itu dapat diklasifikasikan, dan hubungan gejala
bersifat kausal (sebab akibat), maka peneliti dapat memfokuskan kepada
beberapa variabel yang akan diteliti. Pola hubungan antara variabel yang
akan diteliti tersebut selanjutnya disebut paradigma penelitian.”
(Sugiyono, 2009:42).
Paradigma diartikan sebagai pola pikir yang menunjukkan
hubungan antara variabel yang akan diteliti yang sekaligus
mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah positivistik
atau empiris. Menurut West dan Turner. “pendekatan postivistik atau
empiris berasumsi bahwa akan adanya realita yang objektif dan
penelitian yang bebas dari nilai. Peneliti pada tradisi intelektual ini
berusaha objektif dan bekerja dalam kontrol atau mengarah ke konsep
penting yang ada dalam teori.” (West dan Turner, 2009:75).
Dari uraian diatas, dapat penulis analisis mengenai paradigma
positivistik atau empiris yakni paradigma yang lebih mengarah pada hasil
yang lebih nyata (realita) serta objektif karena peneliti dalam melakukan
penelitian mengacu pada penggunaan operasionalisasi konsep yang
49
Formatted: Centered
50
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
telah sesuai dengan teori-teori yang digunakan dan peneliti tidak asal
saja dalam memberikan penilaian mengenai fenomena yang sedang
diteliti. Maka peneliti memiliki dasar yang kuat dalam melakukan
penilaian suatu fenomena sosial yakni mengacu pada teori dan realita di
lapangan sehingga hasil penelitian lebih objektif dan valid.
3.2 Jenis/Format Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksplanatif
(korelasional) dengan sifat pendekatan kuantitatif. Menurut Faisal,
penelitian eksplantif “adalah untuk menguji hubungan antara variabel
yang dihipotesiskan, pada jenis penelitian ini jelas ada himpunan yang
akan diuji kebenarannya. Hipotesis itu sendiri menggambarkan
hubungan antara dua atau lebih variabel; untuk mengetahui apakah
suatu variabel berasosiasi atau tidak dengan variabel lainnya; atau
apakah suatu variabel disebabkan/dipengaruhi atau tidaknya oleh
variabel lainnya.” (Faisal, 2001:21-22)”. Sedangkan menurut Kriyantono,
“penelitian eksplantif digunakan untuk mengetahui mengapa situasi atau
kondisi tertentu terjadi, atau apa yang mempengaruhi terjadinya sesuatu.
Dengan kata lain, penelitian korelasi digunakan untuk menjelaskan
hubungan sebab-akibat antara dua variabel atau lebih.” (Kriyantono,
2008:61).
Menurut Jalaluddin Rakhmat, “Analisa korelasional adalah suatu
sifat penelitian atau metode untuk meneliti hubungan diantara variabel-
51
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
variabel. Metode korelasi ini bertujuan meneliti sejauh mana variasi pada
suatu faktor berkaitan dengan variabel faktor lainnya.” (Rakhmat,
2002:12).
Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik kesempulan, bahwa
jenis penelitian ini bersifat korelasional (correlational research), yaitu
penelitian yang mempelajari hubungan antara korelasi antar variabel
yang diteliti. Dalam penelitian kualitatif ini mengumpulkan data dengan
cara memecahkan pengumpulan data yang dikumpulkan, yakni
penelitian survey dengan menggunakan angket yang disebarkan kepada
populasi yang diteliti, guna menguji sekaligus menjelaskan hubungan
antara variabel yang dihipotesiskan. Kemudian hasil pengumpulan data
diuji dengan cara menggunakan hitungan statistik.
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan
hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu,
cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan (Sugiyono, 2010:2).
Sedangkan menurut Ardianto, “Metodologi Penelitian Kuantitatif
adalah metode yang hanya memberikan gambaran atau definisi tentang
variabel dari sebuah fenomena yang diteliti. Penelitian kuantitatif memiliki
karakteristik, yakni (1) ilmu-ilmu keras, (2) fokus “ringkas“ dan sempit, (3)
reduksionistik, (4) objektif, (5) penalaran logis dan deduktif, (6) basis
52
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
pengetahuan: hubungan sebab-akibat, (7) menguji teori, (8) control atas
variabel, (9) instrument, (10) elemen dasar analisis: angka, (11) analisis
statistik atas data, (12) generalisasi.” (Ardianto, 2010:47).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni
survei yang mengacu kepada pembagian kuesioner. Respon dari
responden berikan melalui kuesioner akan peneliti pergunakan untuk
menaik kesimpulan peneliti. West dan Turner menyatakan, “Penelitian
survei adalah bentuk pengumpulan data yang menggunakan kuesioner
yang disebarkan kepada sekelompok orang. Data yang akan diperoleh
dari hasil kuesioner akan dianalisis secara kuantitatif. ” (West dan
Turner, 2009:79).
3.4 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas :
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono,2010 : 80).
Berdasarkan lokasi penelitian yang akan dilaksakan di SMAN 31,
maka populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah siswa SMAN 31
Jakarta kelas XII atau siswa yang berusia remaja yakni pada rentang
umur 17-19 tahun. Adapun jumlah siswa yang menjadi populasi adalah
431 Siswa SMAN 31, dipilih karena sudah makin meningkatnya
53
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
kenakalan remaja khususnya seputar seks bebas yang terjadi pada
siswa SMA pada zaman sekarang.
3.5 Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah bagian dari individu atau populasi yang akan
menjadi objek dalam penelitian. Menurut Sugiyono, “sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
Sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar representatif
(mewakili).” (Sugiyono 2010:81).
Penentuan jumlah sampel dilakukan berdasarkan rumus Taro
Yamane adalah sebagi berikut :
N
n =
Nd2 + 1
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Jumlah presisi yang inginkan (10%)
Menggunakan rumus tersebut, tekhnik dalam penelitian ini,
menggunakan rancangan teknik Simple Random Sampling. Menurut
54
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Kriyantono, “Teknik sampling random sederhana adalah setiap anggota
populasi mempunyai peluang sama untuk dipilih menjadi sampel. Selain
itu pengambilan sampel dari semua anggota populasi dilakukan secara
acak tanpa memperhatikan strata yang ada di dalam anggota populasi.
Cara ini dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen.” (Sugiyono,
2007:93).
Berdasarkan acuan tersebut maka sampel yang diambil
menggunakan teknik Simple Random Sampling dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
431
n =
431 (0,1) 2 + 1
431
n =
431 (0,01) + 1
n = 81,676082863
n = Dibulatkan 82 siswa.
Jadi berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus Taro
Yamane didapatkan jumlah sampel 82 siswa yang tersebar dari SIswa
kelas XII SMAN 31 Jakarta. Dengan teknik Simple Random Sampling,
55
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
maka sampel yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebagai
berikut :
Kelas XII IPA 1 39 X 81 = 7,32 = 7 Siswa
431
Kelas XII IPA 2 38 X 81 = 7,14 = 7 Siswa
431
Kelas XII IPA 3 40 X 81 = 7,51 = 8 Siswa
431
Kelas XII IPA 4 39 X 81 = 7,32 = 7 Siswa
431
Kelas XII IPA 5 40 X 81 = 7,51 = 8 Siswa
431
Kelas XII Bahasa 37 X 81 = 6,95 = 7 Siswa
431
Kelas XII IPS 1 40 X 81 = 7,51 = 8 Siswa
431
Kelas XII IPS 2 40 X 81 = 7,51 = 8 Siswa
431
Kelas XII IPS 3 39 X 81 = 7,32 = 7 Siswa
431
Kelas XII IPS 4 39 X 81 = 7,32 = 7 Siswa
431
56
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Kelas XII IPS 5 40 X 81 = 7,51 = 8 Siswa
431 +
Jumlah Sampel = 82 Siswa
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
bersumber dari dua kategori :
1. Data primer
“Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama,
misalnya dari individu atau perseorangan.” (Kriyantono, 2008:41).
Data primer merupakan data yang didapat dari hasil kuesioner
yang dibagikan kepada sekunder. Kuisioner atau angket adalah
daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain yang bersedia
memberikan respons, seperti yang diungkapkan oleh Ardianto,
“Angket atau Kuesioner merupakan serangkaian atau daftar
pertanyaan yang disusun secara sistemastis, untuk diisi oleh
responden.” (Ardianto, 2010:162). Dalam penelitian ini responden
yang akan diberikan Kuesioner atau angket adalah Siswa SMAN
31 Jakarta kelas XII atau siswa yang berusia remaja yakni pada
rentang umur 17-19 tahun.
Sedangkan untuk mengukur pendapat/presepsi dari
responden menggunakan skala pengukuran Likert. Ridwan dalam
bukunya Metode dan Teknik menyusun Tesis mengungkapkan,
57
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
“Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan
presepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala
sosial.” (Ridwan, 2008:86). Dengan menggunakan skala likert,
maka variabel yang akan diukur. Akhirnya indikator-indikator yang
terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item
instrumentnya yang berupa pertanyaan atas pertanyaan yang
perlu dijawab oleh responden.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat bukan hasil dari
peneliti secara langsung, melainkan dari sumber lainnya, seperti
surat kabar, majalah, internet dan lainnya. Menurut Arikunto,
“Sumber Kajian pustaka dapat diperoleh melalui buku-buku yang
terkait dengan judul penelitian, internet, maupun data penelitian
sebelumnya (jurnal).” (Arikunto, 2006:34).
Hal ini sependapat dengan yang diungkapkan oleh
Hermawan, “Data sekunder merupakan struktur data historis
mengenai variable-variabel yang telah dikumpulkan dan dihimpun
sebelumnya oleh pihak lain. Sumber data sekunder bisa diperoleh
dari dalam suatu perusahaan (sumber internal), berbagai internet
website, perpustakaan umum maupun lembaga pendidikan,
membeli dari perusahaan-perusahaan yang memang
mengkhususkan diri untuk menyajikan data sekunder.”
(Hermawan, 2005:168).
58
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
3.7 Uji Validitas dan Realibitas Instrumen
1. Uji Validitas
Sugiyono (2010:121) menjelaskan bahwa “Hasil penelitian yang
valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data
yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti”. Validitas
menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur itu mengukur sesuatu. Uji
validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan mengukur tiap-tiap
skor total dari masing-masing pernyataan yang terdapat dalam
kuesioner, untuk mengetahui apakah ada hubungan komunikasi
antarpribadi antara orang tua dan anak dengan sikap siswa-siswi
SMAN 31 terhadap seks bebas. Adapun rumus yang digunakan untuk
mengukur atau menguji validitas dari korelasi variabel penelitian ini
adalah Pearson Product Moment dengan bantuan SPSS. Berikut ini
adalah uji validitas terhadap angket penelitian.
59
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 2
Uji Validitas Butir Soal
Variabel X
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa uji validitas variabel
Komunikasi Antarpribadi antara Orang Tua dengan responden (n) =
82. Semua nilai pada kolom r hitung lebih besar dari kolom r tabel =
0,183. Maka dapat disimpulkan semua item pertanyaan pada variabel
X dinyatakan valid dan dapat dilanjutkan untuk pengujian selanjutnya.
Item-Total Statistics
69.01 33.988 .498 .887
69.12 32.331 .661 .881
69.35 33.540 .492 .887
69.17 33.008 .578 .884
69.09 33.240 .584 .884
69.15 32.596 .630 .882
69.09 32.474 .678 .880
69.26 33.551 .458 .889
69.09 32.770 .688 .880
69.34 33.561 .500 .887
69.11 34.025 .467 .888
69.04 33.863 .550 .885
69.09 33.116 .603 .883
69.02 33.036 .629 .882
69.15 34.917 .293 .894
69.20 33.369 .446 .890
68.96 34.554 .449 .888
VAR00004
VAR00005
VAR00006
VAR00007
VAR00008
VAR00009
VAR00010
VAR00011
VAR00012
VAR00013
VAR00014
VAR00015
VAR00016
VAR00017
VAR00018
VAR00019
VAR00020
Scale Mean if
Item Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
60
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Variabel Y
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa uji validitas variabel Sikap
Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta terhadap Seks Bebas dengan
responden (n) = 82. Semua nilai pada kolom r hitung lebih besar dari
kolom r tabel = 0,183. Maka dapat disimpulkan semua item pertanyaan
pada variabel Y dinyatakan valid dan dapat dilanjutkan untuk
pengujian selanjutnya.
2. Uji Realibitas
Pengujian reliabilitas pada penelitian ini menggunakan analisis
reability melalui Cronbach Alpha dengan bantuan program SPSS. Hal
ini dilakukan guna mencari realibitas butir-butir pertanyaan dalam
instrument penelitian, apakah baik atau dapat dipercaya untuk
Item-Total Statistics
39.45 9.362 .573 .795
39.48 9.117 .665 .786
39.73 9.952 .320 .821
39.55 9.411 .483 .804
39.46 9.560 .504 .802
39.56 9.163 .566 .795
39.44 9.262 .609 .792
39.62 9.621 .373 .817
39.60 9.206 .426 .813
39.45 9.362 .573 .795
VAR00021
VAR00022
VAR00023
VAR00024
VAR00025
VAR00026
VAR00027
VAR00028
VAR00029
VAR00030
Scale Mean if
Item Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
61
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
diajukan. Menurut Nunnaly yang dikutip oleh Hermawan dalam
bukunya Penelitian Bisnis Paradigma Kuantitatif, “Suatu ‘construct’
dianggap ‘reliabel’ jika koefisien alpha-nya lebih besar dari 0.70.”
(Hermawan, 2005:126). Sehingga suatu konsep dinyatakan reliabel,
jika nilai alpha lebih besar dari 0,70 maka kuesioner dapat dikatakan
memenuhi konsep reliabilitas. Sedangkan jika nilai alpha lebih kecil
dari 0,70 maka kuesioner tidak dapat memenuhi konsep reliabilitas
sehingga pernyataan tidak bisa dijadikan alat ukur. Berikut ini adalah
uji reliabilitas terhadap angket peneliti :
Tabel 3
Uji Reliabilitas
Analisis Uji Realibitas Variabel X
Dari table di atas menjelaskan bahwa jumlah data atau case
yang valid berjumlah 82 dengan persentase 100% dan tidak ada
Case Processing Summary
82 100.0
0 .0
82 100.0
Valid
Excludeda
Total
Cases
N %
Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
a.
Reliability Statistics
.892 17
Cronbach's
Alpha N of Items
62
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
data yang dikeluarkan (exclude). Kemudian diketahui nilai
Cronbach’s Alpha dengan jumlah item (N) = 17 item pertanyaan
sebesar 0,892. Maka dapat disimpulkan bahwa instrument pada
Komunikasi Antarpribadi Antara Orang Tua dan Anak dinyatakan
reliabel, karena nilai Cronbach’s Alpha tersebut jelas berada di
atas batas minimal 0.70.
Analisis Uji Realibitas Variabel Y
Dari table di atas menjelaskan bahwa jumlah data atau case
yang valid berjumlah 82 dengan persentase 100% dan tidak ada
data yang dikeluarkan (exclude). Kemudian diketahui nilai
Cronbach’s Alpha dengan jumlah item (N) = 10 item pertanyaan
sebesar 0,818. Maka dapat disimpulkan bahwa instrument pada
Komunikasi Antarpribadi Antara Orang Tua dan Anak dinyatakan
reliabel.
Case Processing Summary
82 100.0
0 .0
82 100.0
Valid
Excludeda
Total
Cases
N %
Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
a.
Reliability Statistics
.818 10
Cronbach's
Alpha N of Items
63
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
3.8 Teknik Analisis Data
Analisi data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk
yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Menurut Kriyantono,
“analisis data sebagai proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
disarankan oleh data. Interpretasi data adalah memberikan arti yang
signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian.” (Kriyantono,
2008:165)
Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dengan
menggunakan studi korelasional. Dalam penelitian kuantitatif, analisis
data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau
sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah :
mengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis responden,
mentabulasi data tiap variabel dari seluruh responden, menyajikan data
tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan dengan menggunakan
software SPSS (Statistic Package Social Science) untuk menjawab
rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis
yang telah diajukan.
Dalam penelitian ini analisis dilakukan secara kuantitatif yang
menjelaskan hubungan antar variabel untuk memperoleh jawaban atas
permasalahan yang menyangkut komunikasi antarpribadi antara orang
tua dan anak dengan sikap siswa-siswi SMAN 31 jakarta terhadap seks
64
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
bebas. Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan dianalisis
dan diinterpretasikan secara kuantitatif dengan menggunakan Skala
Likert. Berdasarkan pendapat Sugiyono (2010:93), “Skala Likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang
atau kelompok tentang fenomena sosial.”
Dalam penelitian fenomena sosial ini telah ditetapkan secara
spesifik oleh peneliti yang selanjutnya disebut sebagai variabel
penelitian, dengan skala likert maka variabel akan diukur dijabarkan
menjadi indikator variabel, kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai
titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa
pernyataan atau pertanyaan.
Jawaban setiap item instrument yang menggunakan Skala Likert
mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif yang dapat
berupa kata-kata untuk keperluan analisis kuantitatif. seperti :
1. “Sangat Setuju/selalu/sangat positif diberi skor 5 2. Setuju/sering/positif diberi skor 4 3. Ragu-ragu/kadang-kadang/netral diberi skor 3 4. Tidak setuju/hampir tidak pernah/negatif diberi skor 2 5. Sangat tidak setuju/tidak pernah diberi skor 1” (Sugiyono, 2009 : 108)
Rumus pengolahan data yang digunakan untuk menganalisis
adalah korelasi Pearson dengan bantuan menggunakan SPSS. Analisis
korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui derajat hubungan antar
variabel bebas (independent) dengan variabel terikat (dependent) :
65
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Rumus Korelasi Product Moment adalah :
2222 yyn.xxn
x-xyn r
y
Keterangan :
r = koefisien korelasi Pearson’s Product Moment
N = jumlah individu dalam sampel
X = angka mentah untuk variable X
Y = angka mentah untuk variable Y
ΣXY = Jumlah nilai variabel X dan Y
ΣX = Jumlah nilai variabel X
ΣY = Jumlah nilai variabel Y
X2 = Kuadrat X
Y2 = Kuadrat Y. “ (Sarwono, 2000:49)
Untuk memberikan penafsiran interpretasi koefisien korelasi yang
ditemukan besar kecil hubungan yang diuji menurut Sugiyono dalam
bukunya Metode Penelitian Bisnis, maka berpedoman pada ketentuan
yang terdapat pada tabel sebagai berikut:
66
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Korelasi Keterangan Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0, 399 Rendah
0,40 – 0, 599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
(Sugiyono 2010:184)
67
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Sejarah SMAN 31 Jakarta
SMA Negeri 31 Jakarta didirikan pada tahun 1978 di atas
tanah ± 8120 m2 yang merupakan milik Pemerintah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, terletak di Jalan Kayumanis Timur No.17,
Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan Matraman, Wilayah
Jakarta Timur.
Kepala SMA Negeri 31 Jakarta yang pertama di pimpin oleh
Drs.R.Pasaribu sampai dengan tahun 1981. SMA Negeri 31
adalah pecahan dari SMA Negeri 5 menjadi SMA Negeri 22 dan
SMA Negeri 31. Gurunya sebagian ada yang dari SMA Negeri 22
dan SMA Negeri 31, sedangkan muridnya murni dari penerimaan
murid baru.
Selanjutnya pada tahun 1981-1983 SMA Negeri 31 di pimpin
oleh Drs.Subroto, tahun 1983-1987 di pimpin oleh Dra.Retty
Surjanah. Pada saat inilah nama dari SMA Negeri 31 melambung
tinggi keseluruh pelosok nusantara, dikarenakan beberapa
prestasinya yang diraih oleh SMA Negeri 31 sangat memuaskan,
yaitu lulusan SMA Negeri 31 yang diterima di Perguruan Tinggi
Negeri (PTN) hampir mencapai 95%.
67
Formatted: Centered
68
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Seluruh Kegiatan ektrakurikuler seperti PMR, Pramuka
selalu membawa nama baik Provinsi DKI Jakarta. SMA Negeri 31
Jakarta cukup terkenal di DKI Jakarta karena aktivitas
kegiatannya, baik dibidang intrakurikuler maupun ekstrakurikuler
cukup memusakan dan dikenal oleh masyarakat. Prestasi lain
yang telah dicapai oleh SMA Negeri 31 mendapatkan kesempatan
rangking III di DKI Jakarta dan hampir setiap tahunnya
mengirimkan tiga orang siswa ke Negara Jerman.
SMA Negeri 31 mempunyai 30 Kelas belajar dengan jumlah
murid 1150 orang, 101 guru dan karyawan (30 guru honor dan 45
guru tetap). Saat ini SMA Negeri 31 terus berbenah dan intropeksi
sekolah agar bisa kembali menjadi SMA unggulan seperti tahun-
tahun awal berdirinya.
4.1.2 Visi dan Misi SMAN 31 Jakarta
VISI :
Terwujudnya Sekolah Sehat, Cerdas, Religius, tangguh dan
Kompetitif.
MISI :
1. Mewujudkan Budaya Sehat.
2. Menumbuhkembangkan pendidikan karakter.
3. Menumbuhkembangkan budaya kompetitif warga sekolah.
69
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
4. Meningkatkan IMTAQ sesuai dengan ajaran agama yang
dianut.
5. Meningkatkan daya saing yang bernuansa Sains, Teknologi,
Bahasa Asing dan Kecakapan hidup.
4.1.3 Logo SMAN 31 Jakarta
70
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2015 hingga bulan
September 2015 di SMAN 31 Jakarta. Pada bagian ini disajikan hasil
penelitian dan pembahasan terhadap kuesioner yang telah disebarkan
kepada 82 siswa responden yang terdapat di SMAN 31 Jakarta.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksplanatif dengan pendekatan kuantitatif yaitu menguji hubungan antara
variabel yang dihipotesiskan. Hipotesis tersebut menggambarkan adanya
hubungan antara dua variabel yang akan diuji. Dua variabel yang akan
diuji dalam penelitian ini adalah Hubungan Komunikasi Antarpribadi
antara Orang Tua dan Anak (X) dengan Sikap Siswa-Siswi SMAN 31
Jakarta terhadap Seks Bebas (Y).
Data yang diperoleh dikelompokkan atau diklarifikasikan ke dalam
table tunggal dengan maksud meyederhanakan data-data dan mudah
dipahami. Data tersebut kemudian dianalisis secara kuantitatif, yaitu
analisis data berdasarkan statistik dengan bantuan software SPSS.
4.2.1 Karakteristik Responden
Karakteristik dari responden penelitian ini diketahui untuk
memperoleh gambaran mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan Komunikasi Antarpribadai antara Orang Tua dan Anak
dengan Sikap Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta terhadap Seks
Bebas siswa dapat dilihat pada tabel berikut:
71
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 4
Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persen
Laki-laki 36 43.9%
Perempuan 46 56.1%
Total 82 100%
Dari tabel di atas dapat diketahui jumlah responden pada
penelitian ini yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 36 orang
(43.9%), dan responden yang berjenis kelami perempuan
sebanyak 46 orang (56.1%).
Tabel 5
Usia
Usia Frekuensi Persen
12 - 14 tahun - -
15 - 17 tahun 44 53.7%
18 - 20 tahun 38 46.3%
Total 82 100%
Dari tabel di atas diketahui bahwa responden yang berusia
12-14 tahun sebanyak 44 orang (53.7%), dan responden yang
berusia 18-20 tahun sebanyak 38 orang (46.3%).
72
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 6
Pekerjaan Orang Tua
Pekerjaan Orang Tua Frekuensi Persen
Pegawai Negeri 12 14.6%
Pegawai Swasta 28 34.1%
Wiraswasta 22 26.8%
Lainnya 20 24.4%
Total 82 100%
Dari tabel di atas diketahui bahwa responden yang pekerjaan
orang tuanya Pegawai Negeri sebanyak 12 orang (14.6%), yang
pekerjaan orang tuanya Pegawai Swasta sebanyak 28 orang
(34.1%), yang pekerjaan orang tuanya Wiraswasta sebanyak 22
orang (26.8%), dan yang lainnya sebanyak 20 orang (24.4%).
4.2.2 Analisisi Deskripsi Variabel
1. Frekuensi Variabel Komunikasi Orang Tua
Berdasarkan kuisioner yang disebar kepada responden,
maka jawaban responden atas variabel Hubungan Komunikasi
Orang Tua dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
73
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 7
Orang tua siswa membebaskan siswa untuk mengungkapkan
isi hati siswa tentang seks bebas
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 38 46.3 190
Setuju 42 51.2 168
Ragu-ragu 2 2.4 6
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 364
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai orang tua siswa SMAN 31 Jakarta
membebaskan anaknya untuk mengungkapkan isi hati tentang
seks bebas, sebagian besar menyatakan 42 (51.2%) setuju. Ini
berarti orang tua membebaskan anaknya untuk mengungkapkan
isi hati tentang seks bebas.
74
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 8
Siswa dapat mengutarakan semua pendapat
siswa sendiri kepada orang tuanya
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 33 40.2 165
Setuju 44 53.7 176
Ragu-ragu 4 4.9 12
Tidak Setuju 1 1.2 2
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 355
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai adanya kedekatan interaksi orang tua siswa
SMAN 31 Jakarta dengan anak membuat anak dapat
mengutarakan semua pendapat sendiri, sebagian besar
menyatakan 44 (53.7%) setuju. Ini berarti siswa SMAN 31 Jakarta
dapat mengutarakan semua pendapat sendiri kepada orang
tuanya.
75
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 9
Orang tua selalu dapat berterus terang dalam menjelaskan
informasi yang berkaitan dengan masalah seks bebas (tanpa
tabu membicarakannya)
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 20 24.4 100
Setuju 50 61 200
Ragu-ragu 12 14.6 36
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 336
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai orang tua siswa SMAN 31 Jakarta selalu
dapat berterus terang dalam menjelaskan informasi yang
berkaitan dengan masalah seks bebas (tanpa tabu
membicarakannya), sebagian besar menyatakan 50 (61%) setuju.
Ini berarti orang tua berterus terang dalam menjelaskan informasi
yang berkaitan dengan masalah seks bebas (tanpa tabu
membicarakannya).
76
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 10
Siswa merasa nyaman untuk berbagi cerita masalah seks
bebas kepada orang tua
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 30 36.6 150
Setuju 45 54.9 180
Ragu-ragu 7 8.5 21
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 351
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai siswa SMAN 31 Jakarta merasa nyaman
untuk berbagi cerita kepada orang tua tentang masalah seks
bebas, sebagian besar menyatakan 45 (54.9%) setuju. Ini berarti
siswa merasa nyaman untuk berbagi cerita masalah seks bebas
kepada orang tua.
77
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 11
Orang tua mampu mengerti permasalahan yang siswa alami
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 34 41.5 170
Setuju 44 53.7 176
Ragu-ragu 4 4.9 12
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 358
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai orang tua siswa SMAN 31 Jakarta mampu
mengerti permasalahan yang dialami anaknya, sebagian besar
menyatakan 44 (53.7%) setuju. Ini berarti mampu mengerti
permasalahan yang dialami anaknya.
78
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 12
Orang tua dapat memahami perasaan siswa ketika
menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan
seks bebas
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 32 39 160
Setuju 43 52.4 172
Ragu-ragu 7 8.5 21
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 353
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai orang tua siswa SMAN 31 Jakarta dapat
memahami perasaan anaknya ketika menghadapi permasalahan
yang berkaitan dengan seks bebas, sebagian besar menyatakan
43 (52.4%) setuju. Ini berarti orang tua dapat memahami perasaan
anaknya ketika menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan
seks bebas.
79
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 13
Orang tua dapat menghargai pendapat siswa mengenai
permasalahan seks bebas di lingkungan pergaulan siswa
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 35 42.7 175
Setuju 42 51.2 168
Ragu-ragu 5 6.1 15
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 358
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai orang tua siswa SMAN 31 Jakarta dapat
menghargai pendapat anaknya mengenai permasalahan seks
bebas di lingkungan pergaulan, sebagian besar menyatakan 42
(51.2%) setuju. Ini berarti orang tua menghargai pendapat anak
mengenai permasalahan seks bebas di lingkungan pergaulan
anak.
80
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 14
Orang tua memberikan dukungan secara moral kepada siswa
mengenai permasalahan seks bebas tanpa adanya penekanan
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 26 31.7 130
Setuju 47 57.3 188
Ragu-ragu 8 9.8 24
Tidak Setuju 1 1.2 2
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 344
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai orang tua siswa SMAN 31 Jakarta
memberikan dukungan secara moral kepada anak mengenai
permasalahan seks bebas tanpa adanya penekanan, sebagian
besar menyatakan 47 (57.3%) setuju. Ini berarti orang tua
memberikan dukungan secara moral kepada anaknya mengenai
permasalahan seks bebas tanpa adanya penekanan.
81
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 15
Orang tua selalu mempunyai kesediaan waktu untuk
mengunjungi siswa agar dapat berkomunikasi persuasif
dengan siswa
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 33 40.2 165
Setuju 46 56.1 184
Ragu-ragu 3 3.7 9
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 358
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai orang tua siswa SMAN 31 Jakarta
mempunyai kesediaan waktu untuk mengunjungi anak agar dapat
berkomunikasi persuasif dengan anaknya, sebagian besar
menyatakan 46 (56.1%) setuju. Ini berarti orang tua mempunyai
kesediaan waktu untuk mengunjungi anak agar dapat
berkomunikasi persuasif.
82
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 16
Orang tua selalu menunjukkan kepercayaan kepada siswa
agar dapat mengungkapkan isi hati
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 20 24.4 100
Setuju 51 62.2 204
Ragu-ragu 11 13.4 33
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 337
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai orang tua siswa SMAN 31 Jakarta selalu
menunjukkan kepercayaan kepada anak agar dapat
mengungkapkan isi hati, sebagian besar menyatakan 51 (62.2%)
setuju. Ini berarti orang tua selalu menunjukkan kepercayaan
kepada anak agar dapat mengungkapkan isi hatinya.
83
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 17
Orang tua selalu berpikir positif terhadap langkah-langkah
yang siswa tempuh untuk menghadapi masalah seks bebas
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 32 39 160
Setuju 46 56.1 184
Ragu-ragu 4 4.9 12
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 356
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai orang tua siswa SMAN 31 Jakarta selalu
berpikir positif terhadap langkah-langkah yang tempuh anak untuk
menghadapi masalah seks bebas, sebagian besar menyatakan 46
(56.1%) setuju. Ini berarti orang tua selalu berpikir positif terhadap
langkah-langkah yang tempuh anaknya untuk menghadapi
masalah seks bebas.
84
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 18
Orang tua selalu melakukan interaksi yang baik dengan siswa
untuk menjelaskan masalah seks bebas
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 35 42.7 175
Setuju 46 56.1 184
Ragu-ragu 1 1.2 3
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 362
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai orang tua siswa SMAN 31 Jakarta selalu
melakukan interaksi yang baik dengan anak untuk menjelaskan
masalah seks bebas, sebagian besar menyatakan 46 (56.1%)
setuju. Ini berarti orang tua selalu melakukan interaksi yang baik
dengan anak untuk menjelaskan masalah seks bebas.
85
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 19
Orang tua memberikan pendapat jika siswa memiliki masalah
dengan teman sekelas atau satu sekolahan
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 34 41.5 170
Setuju 44 53.7 176
Ragu-ragu 4 4.9 12
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 358
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai orang tua siswa SMAN 31 Jakarta
memberikan pendapat jika anak memiliki masalah dengan teman
sekelas atau satu sekolahan, sebagian besar menyatakan 44
(53.7%) setuju. Ini berarti orang tua memberikan pendapat jika
anak memiliki masalah dengan teman sekelas atau satu
sekolahan.
86
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 20
Orang tua memberikan rasa optimis kepada siswa untuk
menceritakan masalah siswa
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 38 46.3 190
Setuju 41 50 164
Ragu-ragu 3 3.7 9
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 363
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai orang tua memberikan rasa optimis kepada
anak untuk menceritakan masalahnya, sebagian besar
menyatakan 41 (50%) setuju. Ini berarti orang tua memberikan
rasa optimis kepada anak untuk menceritakan masalahnya.
87
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 21
Orang tua selalu menghargai dan mendengarkan siswa jika
siswa sedang berbicara
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 32 39 160
Setuju 43 52.4 172
Ragu-ragu 7 8.5 21
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 353
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai orang tua siswa SMAN 31 Jakarta selalu
menghargai dan mendengarkan anaknya jika sedang berbicara,
sebagian besar menyatakan 43 (52.4%) setuju. Ini berarti orang
tua selalu menghargai dan mendengarkan anak jika sedang
berbicara.
88
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 22
Orang tua tidak pernah membeda-bedakan siswa dengan
saudara kandung siswa lainnya
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 33 40.2 165
Setuju 37 45.1 148
Ragu-ragu 12 14.6 36
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 349
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai orang tua siswa SMAN 31 Jakarta tidak
pernah membeda-bedakan anaknya dengan saudara kandung
lainnya, sebagian besar menyatakan 37 (45.1%) setuju. Ini berarti
orang tua tidak pernah membeda-bedakan anaknya dengan
saudara kandung lainnya.
89
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 23
Orang tua menyikapi dengan baik pendapat dan komentar
siswa mengenai seks bebas
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 40 48.8 200
Setuju 42 51.2 168
Ragu-ragu 0 0 0
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 368
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai orang tua siswa SMAN 31 Jakarta
menyikapi dengan baik pendapat dan komentar anak mengenai
seks bebas, sebagian besar menyatakan 42 (51.2%) setuju. Ini
berarti orang tua menyikapi dengan baik pendapat dan komentar
anaknya mengenai seks bebas.
90
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 24
Pengukuran Variabel X (Komunikasi Antarpribadi antara
Orang Tua dan Anak)
No.
Tabel Pernyataan Mean
7 Orang tua siswa membebaskan siswa untuk
mengungkapkan isi hati siswa tentang seks bebas.
4.4
8 Siswa dapat mengutarakan semua pendapat siswa
sendiri kepada orang tua.
4.3
9 Orang tua selalu dapat berterus terang dalam
menjelaskan informasi yang berkaitan dengan masalah
seks bebas (tanpa tabu membicarakannya).
4.1
10 Siswa merasa nyaman untuk berbagi cerita masalah
seks bebas kepada orang tua.
4.3
11 Orang tua mampu mengerti permasalahan yang siswa
alami.
4.4
12 Orang tua dapat memahami perasaan siswa ketika
menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan
seks bebas.
4.3
13 Orang tua dapat menghargai pendapat siswa
mengenai permasalahan seks bebas di lingkungan
pergaulan siswa.
4.4
91
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
14 Orang tua memberikan dukungan secara moral
kepada siswa mengenai permasalahan seks bebas
tanpa adanya penekanan.
4.2
15 Orang tua selalu mempunyai kesediaan waktu untuk
mengunjungi siswa agar dapat berkomunikasi
persuasif dengan siswa.
4.4
16 Orang tua selalu menunjukkan kepercayaan kepada
siswa agar dapat mengungkapkan isi hati.
4.1
17 Orang tua selalu berpikir positif terhadap langkah-
langkah yang siswa tempuh untuk menghadapi
masalah seks bebas.
4.3
18 Orang tua selalu melakukan interaksi yang baik
dengan siswa untuk menjelaskan masalah seks bebas.
4.4
19 Orang tua memberikan pendapat jika siswa memiliki
masalah dengan teman sekelas atau satu sekolahan.
4.4
20 Orang tua memberikan rasa optimis kepada siswa
untuk menceritakan masalah siswa.
4.4
21 Orang tua selalu menghargai dan mendengarkan
siswa jika siswa sedang berbicara.
4.3
22 Orang tua tidak pernah membeda-bedakan siswa
dengan saudara kandung siswa lainnya.
4.3
23 Orang tua menyikapi dengan baik pendapat dan
komentar siswa mengenai seks bebas.
4.5
92
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Rata-rata Mean 4.3
Berdasarkan table tersebut, dapat kita hitung akumulasi
mean di variabel X :
Total Mean = 73.5
Jumlah Tabel 17
= 4.323 dibulatkan menjadi 4.3
Maksimum = 5
Minimum = 1
Range = 5-1
Interval 4 : 5 = 0,8
1 1,8 2,6 3,4 4,2 5
Sangat
rendah/
Rendah/ Cukup Tinggi/ Sangat Tinggi/
Sangat tidak
baik
Tidak baik Baik Sangat Baik
4.3
93
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Maka berdasarkan penjelasan di atas telah didapatkan nilai
rata-rata mean untuk variabel komunikasi orang tua yaitu sebesar
4.3. Jika dilihat dari rentang skala nilai rata-rata tersebut termasuk
dalam kategori sangat tinggi/sangat baik, maka dapat dikatakan
bahwa komunikasi antarpribadi antara orang tua dan anak sudah
sangat baik.
2. Frekuensi Variabel Sikap Seks Bebas Siswa SMAN 31 Jakarta
Dari data variabel sikap seks bebas siswa SMAN 31 Jakarta
yang diperoleh di lapangan, dapat disajikan dalam bentuk tabel
frekuensi sebagai berikut:
94
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 25
Interaksi siswa dan orang tua menumbuhkan pengertian seks
bebas
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 39 47.6 195
Setuju 43 52.4 172
Ragu-ragu 0 0 0
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 367
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai interaksi komunikasi siswa SMAN 31
Jakarta dan orang tua menumbuhkan pengertian seks bebas,
sebagian besar menyatakan 43 (52.4%) setuju. Ini berarti interaksi
komunikasi siswa dan orang tua dapat menumbuhkan pengertian
seks bebas.
95
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 26
Interaksi siswa dan orang tua membuat siswa mengetahui
pandangan agama terhadap seks bebas
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 37 45.1 185
Setuju 45 54.9 180
Ragu-ragu 0 0 0
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 365
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai interaksi komunikasi siswa SMAN 31
Jakarta dan orang tua membuat siswa mengetahui pandangan
agama terhadap seks bebas, sebagian besar menyatakan 45
(54.9%) setuju. Ini berarti interaksi komunikasi anak dan orang tua
membuat anak mengetahui pandangan agama terhadap seks
bebas.
96
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 27
Siswa memahami efek buruk dari seks bebas setelah
berbicara hal tersebut kepada kedua orang tua siswa
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 22 26.8 110
Setuju 54 65.9 216
Ragu-ragu 6 7.3 18
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 344
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai siswa SMAN 31 Jakarta memahami efek
buruk dari seks bebas setelah berbicara hal tersebut kepada
kedua orang tua, sebagian besar menyatakan 54 (65.9%) setuju.
Ini berarti siswa memahami efek buruk dari seks bebas setelah
berbicara hal tersebut kepada kedua orang tuanya.
97
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 28
Orang tua banyak memberikan arahan sehingga siswa dapat
memahami pandangan agama terhadap seks bebas
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 34 41.5 170
Setuju 45 54.9 180
Ragu-ragu 3 3.7 9
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 359
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai orang tua siswa SMAN 31 Jakarta banyak
memberikan arahan sehingga anak dapat memahami pandangan
agama terhadap seks bebas, sebagian besar menyatakan 45
(54.9%) setuju. Ini berarti orang tua banyak memberikan arahan
sehingga anak dapat memahami pandangan agama terhadap
seks bebas.
98
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 29
Siswa tidak melakukan seks bebas karena siswa takut akan
sanksi agama
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 38 46.3 190
Setuju 44 53.7 176
Ragu-ragu 0 0 0
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 366
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai siswa SMAN 31 Jakarta untuk tidak
melakukan seks bebas dikarenakan siswa takut akan sanksi
agama, sebagian besar menyatakan 44 (53.7%) setuju. Ini berarti
siswa tidak melakukan seks bebas karena takut akan sanksi
agama.
99
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 30
Siswa sadar akan bahaya seks bebas karena takut akan
sanksi sosial.
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 33 40.2 165
Setuju 46 56.1 184
Ragu-ragu 3 3.7 9
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 358
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai kesadaran siswa SMAN 31 Jakarta akan
bahaya seks bebas membuat takut akan sanksi sosial masyarakat
yang akan dihadapi, sebagian besar menyatakan 46 (56.1%)
setuju. Ini berarti siswa sadar akan bahaya seks bebas membuat
siswa takut akan sanksi sosial.
100
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 31
Siswa membenci perbuatan seks bebas setelah orang tua
memberikan informasinya.
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 40 48.8 200
Setuju 42 51.2 168
Ragu-ragu 0 0 0
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 368
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai seluruh informasi yang telah diberikan oleh
orang tua mengenai bahaya seks bebas membuatnya membenci
perbuatan seks bebas, sebagian besar menyatakan 42 (51.2%)
setuju. Ini berarti siswa membenci perbuatan seks bebas setelah
orang tua memberika informasi tentang seks bebas.
101
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 32
Seluruh informasi yang diberikan oleh orang tua siswa
mengenai bahaya seks bebas, membuat siswa untuk tidak
melakukan seks dengan pasangan sebelum menikah
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 31 37.8 155
Setuju 45 54.9 180
Ragu-ragu 6 7.3 18
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 353
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai seluruh informasi yang diberikan oleh orang
tua mengenai bahaya seks bebas membuat siswa untuk tidak
melakukan seks dengan pasangan sebelum menikah, sebagian
besar menyatakan 45 (54.9%) setuju. Ini berarti seluruh informasi
yang diberikan oleh orang tua mengenai bahaya seks bebas
membuat para siswa tidak melakukan seks dengan pasangan
sebelum menikah.
102
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 33
Seluruh informasi yang diberikan oleh orang tua siswa
mengenai bahaya seks bebas, mendorong siswa untuk
melarang orang lain untuk melakukan seks bebas
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 36 43.9 180
Setuju 37 45.1 148
Ragu-ragu 9 11 27
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 355
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai seluruh informasi yang diberikan oleh orang
tua mengenai bahaya seks bebas mendorongnya untuk melarang
orang lain untuk melakukan seks bebas, sebagian besar
menyatakan 37 (45.1%) setuju. Ini berarti seluruh informasi yang
diberikan oleh orang tua mengenai bahaya seks bebas
mendorong siswa untuk melarang orang lain melakukan seks
bebas.
103
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 34
Siswa tidak akan melakukan hal-hal yang mengarah pada
seks bebas
Keterangan F % Skor
Sangat Setuju 39 47.6 195
Setuju 43 52.4 172
Ragu-ragu 0 0 0
Tidak Setuju 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Total 82 100 367
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel di atas, pendapat
responden mengenai siswa SMAN 31 Jakarta tidak akan
melakukan hal-hal yang mengarah pada seks bebas, sebagian
besar menyatakan 43 (42.4%) setuju. Ini berarti siswa tidak akan
melakukan hal-hal yang mengarah pada seks bebas.
104
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Tabel 35
Pengukuran variabel Y (Sikap Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta
Terhadap Seks Bebas)
No.
Tabel Pernyataan Mean
25 Interaksi siswa dan orang tua menumbuhkan
pengertian seks bebas.
4.5
26 Interaksi siswa dan orang tua membuat siswa
mengetahui pandangan agama terhadap seks bebas.
4.5
27 Siswa memahami efek buruk dari seks bebas setelah
berbicara hal tersebut kepada kedua orang tua siswa.
4.2
28 Orang tua banyak memberikan arahan sehingga
siswa dapat memahami pandangan agama terhadap
seks bebas.
4.4
29 Siswa tidak melakukan seks bebas, karena siswa
takut akan sanksi agama.
4.5
30 Siswa sadar akan bahaya seks bebas karena takut
sanksi sosial.
4.4
31 Siswa membenci perbuatan seks bebas setelah
orang tua memberikan informasi tersebut tentang
seks bebas.
4.5
32 Seluruh informasi yang diberikan oleh orang tua siswa 4.3
105
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
mengenai bahaya seks bebas, membuat siswa untuk
tidak melakukan seks dengan pasangan sebelum
menikah.
33 Seluruh informasi yang diberikan oleh orang tua
siswa mengenai bahaya seks bebas, mendorong
siswa untuk melarang orang lain untuk melakukan
seks bebas.
4.3
34 Siswa tidak akan melakukan hal-hal yang mengarah
pada seks bebas.
4.5
Rata-rata 4.4
Berdasarkan table tersebut, dapat kita hitung akumulasi
mean di variabel X :
Total Mean = 44.1
Jumlah Tabel 10
= 4.41 dibulatkan menjadi 4.4
Maksimum = 5
Minimum = 1
Range = 5 - 1
Interval 4 : 5 = 0,8
106
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
1 1,8 2,6 3,4 4,2 5
Sangat
rendah/
Rendah/ Cukup Tinggi/ Sangat Tinggi/
Sangat tidak Tidak baik Baik Sangat Baik
Maka berdasarkan penjelasan di atas telah didapatkan nilai
rata-rata mean untuk variabel sikap siswa-siswi SMAN 31 Jakarta
terhadap seks bebas yaitu sebesar 4.4. Jika dilihat dari rentang
skala nilai rata-rata tersebut termasuk dalam kategori sangat
tinggi/sangat baik, maka dapat dikatakan bahwa sikap siswa-siswi
SMAN 31 Jakarta terhadap seks bebas sudah sangat baik.
4.3 Korelasi Pearson Product Moment
Analisis Korelasi merupakan suatu analisis untuk mengetahui
tingkat keeratan hubungan antara dua variabel. Tingkat hubungan antara
variabel Komunikasi Antarpribadi antara Orang Tua dan Anak dengan
variabel Siikap Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta terhadap Seks Bebas
dapat dilihat pada tabel berikut :
4.4
baik
107
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
2222 yyn.xxn
x-xyn r
y
r = 82 . 265485 – (6023) (3602)
(82 . 445434 – (6023)2 . 82 . 162881 – (3602)2
r = 21769770 – 21694846
36525588 – 36276529 . 13356242 – 12974404
r = 71224
249509 . 381838
r = 71224
951002
r = 0,749
Tabel 36
Correlations
1 .749**
.000
82 82
.749** 1
.000
82 82
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Komunikasi Orang Tua
Sikap Seks Bebas
Komunikasi
Orang Tua
Sikap Seks
Bebas
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
108
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Berdasarkan hasil perhitungan manual dan perhitungan SPSS
pada tabel di atas, maka dapat dijelaskan hasil analisisnya sebagai
berikut:
1. Ada korelasi antara variabel X (Hubungan Komunikasi Antarpribadi
antara Orang Tua dengan Anak) dengan variabel Y (dengan Sikap
Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta terhadap Seks Bebas), dimana nilai
koefisien korelasi (r) didapatkan sebesar 0.749. Koefisien korelasi
sebesar 0.749 menurut Kategori Sugiyono berikut ini :
Interprestasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00-0,199 Sangat rendah
0,20-0,399 Rendah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,000 Sangat Kuat
Sumber: Sugiyono, 2010:184
Maka dapat diketahui bahwa nilai koefisien yang diperoleh yaitu
0,749 berada pada tingkat hubungan kuat. Hal ini menunjukkan
adanya hubungan yang kuat antar variabel Komunikasi
Antarpribadi antara Orang Tua dan Anak dengan sikap Siswa-Siswi
SMAN 31 Jakarta terhadap Seks Bebas.
109
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
2. Nilai signifikansi 0.000 lebih kecil dari batas level yang ditetapkan
yaitu 0.01 artinya hubungan yang terjadi adalah hubungan yang
signifikan.
3. Jadi kesimpulannya, Ho : ρs = 0, ditolak dan Ha diterima serta
Hipotesis dalam penelitian ini dapat terbukti, yang menyatakan
bahwa; “Adanya hubungan positif dan signifikan antara komunikasi
antarpribadi antara orang tua dan anak dengan sikap siswa-siswi
SMAN 31 Jakarta terhadap seks bebas.”
4.5 Pembahasan
Pembahasan dilakukan dengan mensintesiskan hasil penelitian
dengan teori-teori relevan dan hasil penelitian sejenis terdahulu, yaitu
dengan mengidentifikasi persaman dan perbedaan-perbedaannya untuk
menemukan implikasi hasil penelitian dan menawarkan solusi atas
implikasi tersebut. Hal hal yang diuraikan dalam pembahasan ini
meliputi:
1. Komunikasi Antarpribadi antara Orang Tua dan Anak
Untuk menjawab pertanyaan mengenai seberapa intens
Hubungan Komunikasi Antarpribadi Antara Orang Tua Dan Anak,
teori-teori yang relevan adalah teori komunikasi antarpribadi dimana
menurut Alo Liliweri (1997:12), mengatakan bahwa “komunikasi
antara seorang komunikator dan seorang komunikan. Jenis
komunikasi tersebut di anggap efektif untuk mengubah sikap,
110
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
pendapat, atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis.”
Sifat dialogis yang dimaksud adalah komunikasi timbal balik secara
lisan. Komunikator mengetahui dengan pasti pesan-pesan yang
dikirim atau diterima atau ditolak, berdampak positif atau negatif. Jika
diterima oleh komunikan maka akan memberikan kesempatan kepada
komunikan tersebut untuk bertanya.
Secara empirik hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
mean untuk variabel komunikasi antarpribadi antara orang tua dan
anak adalah 4.3 termasuk dalam klarifikasi sangat baik atau sangat
intens.
Hasil penelitian lain yang sejenis dengan penelitian ini yaitu
penelitian Evidanika Nifa Mertia yang berjudul “Hubungan Antara
Pengetahuan Seksualitas dan Kualitas Komunikasi Orang Tua dan
Anak dengan Prilaku Seks Bebas Pada Remaja Siswa-Siswi MAN
Gondangrejo Karanganyar.” Tentang kualitas komunikasi orang tua
dan siswanya tinggi.
Dengan demikian hasil penelitian penulis bahwa komunikasi
antarpribadi antara orang tua dan anak sangat intens, didukung oleh
teori manapun pleh hasil penelitian sejenis lainnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam pembahasan ini dapat di
identifikasi implikasi hasil penelitian bahwa komunikasi antarpribadi
antara orang tua dan anak harus lancar dan efektif. Untuk menjaga
111
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
agar komunikasi antarpribadi antara orang tua dan anak tetap lancar
dan efektif, ditawarkan solusi sebagai berikut :
1. Diharapkan dengan adanya hasil dari penelitian ini, orang tua
dapat lebih perhatian dan terbuka terhadap anaknya.
2. Sebaiknya orang tua dapat lebih mendengarkan masalah yang
sedang dihadapi anaknya.
3. Diharapkan dengan adanya penelitian ini, orang tua dapat lebih
memberikan dukungan moral kepada anaknya.
2. Sikap Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta terhadap Seks Bebas
Dalam membahas masalah sikap siswa-siswi SMAN 31 Jakarta
terhadap seks bebas, maka persoalan yang harus dijawab adalah;
“seberapa tinggi sikap siswa-siswi SMAN 31 Jakarta terhadap seks
bebas?”.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka menurut Rakhmat
(2003,40) menyatakan bahwa, “Sikap adalah kecenderungan
bertindak, berpersepsi, berfikir dan merasa dalam menghadapi objek,
ide, situasi, dan nilai. Sikap merupakan kecenderungan untuk
berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Sikap
mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar
rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro
atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai,
diharapkan, diinginkan, apa yang harus dihindari.” Maka dari segi
112
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
pandang tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap siswa-siswi SMAN
31 Jakarta terhadap seks bebas merupakan presepsi yang dituangkan
kedalam tindakan atau sikap yang nyata, dimana sikap tersebut dapat
pro dan kontra secara sangat baik terhadap seks bebas.
Secara empirik hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
mean untuk variabel sikap siswa-siswi SMAN 31 Jakarta terhadap
seks bebas adalah 4.4 termasuk dalam klarifikasi sangat baik.
Hasil penelitian sejenis terdahulu yakni, penelitian Evidanika Nifa
Mertia yang berjudul “Hubungan Antara Pengetahuan Seksualitas dan
Kualitas Komunikasi Orang Tua dan Anak dengan Prilaku Seks Bebas
Pada Remaja Siswa-Siswi MAN Gondangrejo Karanganyar.”,
menyatakan bahwa Perilaku Seks Bebas pada Remaja Siswa-Siswi
MAN Gondangrejo Karanganyar adalah tinggi atau sudah sangat baik.
Dengan demikian hasil penelitian penulis yang menyatakan bahwa
sikap siswa-siswi SMAN 31 Jakarta terhadap seks bebas sangat tinggi
atau sangat baik. Hal ini didukung oleh teori maupun hasil penelitian
sejenis terdahulu lainnya.
Bedasarkan paparan diatas, maka dalam pembahasan ini dapat di
identifikasi implikasi hasil penelitian bahwa sikap siswa-siswi SMAN
31 Jakarta terhadap seks bebas harus tinggi atau baik. Untuk
menjaga agar sikap siswa-siswi SMAN 31 Jakarta terhadap seks
bebas harus tinggi atau baik, ditawarkan solusi sebagai berikut :
113
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
1. Diharapkan dengan adanya hasil dari penelitian ini siswa-siswi
mempunyai pengetahuan tentang seks bebas yang lebih baik.
2. Sebaiknya siswa-siswi bersikap untuk tidak melakukan tindakan
seks bebas karena telah memahami efek buruknya.
3. Hubungan Komunikasi Antarpribadi Antara Orang Tua Dan Anak
Dengan Sikap Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta Terhadap Seks
Bebas.
Membahas masalah keterkaitan mengenai komunikasi
antarpribadi antara orang tua dan anak dengan sikap siswa-siswi
SMAN 31 Jakarta terhadap seks bebas, maka pertanyaan yang harus
dijawab adalah; “Seberapa kuat Hubungan Komunikasi Antarpribadi
Antara Orang Tua Dan Anak Dengan Sikap Siswa-Siswi SMAN 31
Jakarta Terhadap Seks Bebas?”
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka hasil penelitian
secara empirik menunjukkan bahwa nilai koefisien yang diperoleh
yaitu 0,749 berada pada tingkat hubungan kuat. Hal ini menunjukkan
adanya hubungan yang kuat antar variabel Komunikasi Antarpribadi
antara Orang Tua dan Anak dengan sikap Siswa-Siswi SMAN 31
Jakarta terhadap Seks Bebas.
Hasil penelitian sejenis terdahulu yakni, penelitian Evidanika Nifa
Mertia yang berjudul “Hubungan Antara Pengetahuan Seksualitas dan
Kualitas Komunikasi Orang Tua dan Anak dengan Prilaku Seks Bebas
114
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Pada Remaja Siswa-Siswi MAN Gondangrejo Karanganyar.”,
menyatakan bahwa Hubungan Antara Pengetahuan Seksualitas dan
Kualitas Komunikasi Orang Tua dan Anak dengan Prilaku Seks Bebas
Pada Remaja Siswa-Siswi MAN Gondangrejo Karanganyar adalah
kuat.
Hasil verifikasi hasil penelitian penulis dengan hasil penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa hasil penelitian penulis didukung oleh
teori maupun hasil penelitian sejenis. Maka dapat disimpulkan bahwa,
Hubungan Komunikasi Antarpribadi Antara Orang Tua Dan Anak
Dengan Sikap Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta Terhadap Seks Bebas
sudah kuat.
115
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis pada bab sebelumnya, maka penulis
menarik beberapa simpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan komunikasi
antarpribadi antara orang tua dan anak, telah menunjukkan hasil
bahwa komunikasi antarpribadi antara orang tua dan anak dikalangan
siswa-siswi SMAN 31 Jakarta berjalan dengan baik. Hal ini terbukti
dari pengukuran variabel X (Komunikasi Antarpribadi Antara Orang
Tua Dan Anak) dengan nilai rata-rata mean yaitu sebesar 4.3. Nilai
tersebut termasuk dalam kategori yang sangat baik, maka dapat
dikatakan bahwa komunikasi orang tua sudah sangat baik.
2. Dari hasil penelitian yang dilakukan untuk mengetahui sikap siswa-
siswi SMAN 31 Jakarta hasil menunjukkan bahwa sikap siswa-siswi
SMAN 31 Jakarta mengenai pengetahuan tentang seks bebas sudah
sangat baik. Hal ini terbukti dari pengukuran variabel Y (Sikap Siswa-
Siswi SMAN 31 Jakarta Terhadap Seks Bebas) dengan nilai rata-rata
mean yaitu sebesar 4.4. Nilai tersebut termasuk dalam kategori yang
sangat baik, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi orang tua
sudah sangat baik.
115 Formatted: Centered
116
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
3. Hubungan Komunikasi Antarpribadi Antara Orang Tua Dan Anak
dengan Sikap Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta Terhadap Seks Bebas di
dapat hasil klarifikasi yang positif. Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan adanya hubungan yang kuat atau tinggi dari
Komunikasi Antarpribadi Antara Orang Tua Dan Anak dengan Sikap
Siswa-Siswi SMAN 31 Jakarta Terhadap Seks Bebas, terbukti dari
nilai koefisien korelasinya yakni sebesar 0,749 .
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan, berikut ini adalah
saran yang diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan
untuk dikembangkan, yaitu:
1. Berdasarkan tabel 9 menunjukkan besar responden menyatakan 50
(61%) setuju mengenai orang tua selalu dapat berterus terang dalam
menjelaskan informasi yang berkaitan dengan masalah seks bebas
(tanpa tabu membicarakannya). Dari pernyataan ini solusi yang
memungkinkan adalah orang tua agar lebih dapat berterus terang
dalam menjelaskan informasi yang berkaitan dengan masalah seks
bebas tanpa tabu untuk membicarakannya. Dengan memposisikan
dirinya sebagai teman dekat, dengan cara tersebut maka anak akan
lebih akrab dan tidak segan untuk menanyakan hal-hal mengenai
akibat dan bahaya dari seks bebas.
117
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
2. Berdasarkan tabel 16 menunjukkan besar responden menyatakan 51
(62.2%) setuju terhadap orang tua selalu percaya kepada anak agar
dapat mengungkapkan isi hatinya. Dari pernyataan ini solusi yang
memungkinkan adalah orang tua agar lebih menunjukkan sikap dan
rasa kepercayaan kepada anaknya agar dapat mengungkapkan isi
hati. Karena nasihat yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya
sangat membantu dalam menyelesaikan masalah-masalah yang
dialami oleh anak.
3. Berdasarkan tabel 33 menunjukkan besar responden menyatakan 33
(45.1%) setuju terhadap seluruh informasi yang diberikan oleh orang
tua mengenai bahaya seks bebas mendorong siswa untuk melarang
orang lain untuk melakukan seks bebas. Dari pernyataan ini solusi
yang memungkinkan adalah disarankan agar siswa menjaga
komunikasi kepada orang tua terutama mengenai dampak buruk dari
seks bebas. Sehingga siswa mendapatkan informasi atau
pengetahuan tentang seks bebas lebih banyak dan hal itu mendorong
siswa untuk tidak melakukan tindakan seks bebas ataupun melarang
orang lain melakukan seks bebas.
118
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ahmadi, H.Abu, 1999, Psikologi Sosial (Edisi Revisi), Jakarta, Rineka Cipta.
Ardianto, Dr.Elvinaro, 2010, Metodologi Penelitian untuk Public Relations
Kuantitatif dan Kualitatif, Bandung, Simbiosa Rekatama Media.
Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta PT.Rineka Cipta.
Basuki, A.M. Heru, 2005, Pendidikan Seks Bagi Remaja, Jakarta,
PT.RajaGrafindo Pustaka.
Daradjat, Zakiah, 1990, Kesehatan Mental, Jakarta, C.V Haji Masagung.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2008, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka.
Devito, A.Joseph, 2009, Komunikasi Antar Manusia (Terjemahan), Jakarta,
PT.Gramedia Pustaka.
Djiwandono, Sri Esti Wuryani, 2007, Psikologi Pendidikan, Edisi Revisi,
Jakarta, Grasindo.
Effendy, Onong Uchjana, 2008, Dinamika Komunikasi, Bandung, PT.Remaja
Rosdakarya.
Faisal, Sanapiah, 2001, Format-Format Penelitian Komunikasi, Bandung,
PT.Remaja Rosdakarya.
Juliandi, Azuar, Dkk, 2014, Metodeologi Penelitian Bisnis, Medan, Umsu
Press.
Hamdan, Adnan dan Cangara Hafield, 1996, Prinsip-prinsip Hubungan
Masyarakat, Surabaya, Usaha Nasional.
119
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Harapan, Dr.Edi dan Dr.H.Syarwani Ahmad, 2014, Komunikasi Antarpribadi :
Perilaku Insani Dalam Organisasi Pendidikan, Jakarta, PT.RajaGrafindo
Persada.
Hermawan, A, 2005, Penelitian Bisnis Paradigma Kuantitatif, Jakarta,
Grasindo.
Himawan, Anang Harris, 2007, Bukan Salah Tuhan mengazab, Solo, Tiga
Serangkai.
Iriantara, Yosal, 2005, Media Relations Konsep Pendekatan dan Praktek,
Bandung, Simbiosa Rekatama Media.
Januar, Iwan, 2007, Sex Before Married?, Jakarta, Gema Insani Press.
Kriyantono, Rachmat, 2008, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta,
Kencana Prenada Media Group.
Liliweri, Alo, 1997, Komunikasi Antar Pribadi, Bandung, PT.Cika Aditya Bakti.
LN Yusuf, Dr. H. Syamsu, 2009, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,
Bandung, PT.Remaja Rosdakarya.
Mar’at, 1996, Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya, Jakarta,
PT.Gramedia Widiya Pustaka Utama.
Mardalis, 2006, Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal), Jakarta,
Bumi Aksara.
Mukholid, Dr.Agus, 2007, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan,
Jakarta, Yudhistira.
Patton, Andri, 2006, Perilaku dan Pengembangan Organisasi, Malang,
Agritek Yayasan Pembangunan Nasional Malang.
Rakhmat, Jalaludin, 2002, Metode Penelitian Kuantitatif, Bandung,
PT.Remaja Rosdakarya.
……………………., 2003, Psikologi Komunikasi, Bandung, PT.Remaja
Rosdakarya.
120
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
………………………, 2007, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung,
PT.Remaja Rosdakarya.
Riduwan, 2008, Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Jakarta, Alfabeta.
Ruslan, Rosady, 2010, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi,
Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada.
Sarwono, Jonathan, 2000, Analisis Data Penelitian MenggunakaN SPSS 13,
Jakarta, PT.RajaGrafindo Persada.
Sarwono, Sarlito.W, 2011, Psikologi Remaja (Edisi Revisi Cet.14), Jakarta,
PT.RajaGrafindo Persada.
Sugiyono, 2000, Statistikal Untuk Penelitian, Bandung, CV.Alfabeta.
…………., 2007, Metode Penelitian Administrasi, Bandung, CV.Alfabeta.
………….., 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D, Bandung, CV
Alfabeta.
…………..., 2010, Metode Penelitian Kuantitatif, Bandung, CV.Alfabeta.
Suprapto, Drs.Tommy, 2009, Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi,
Yogyakarta, MedPress.
Verderber, S.Kathleer & Rudolph E. Verderber, 1992, Inter-Act : Using
Interpersonal Communication Skills, Amerika Serikat, Us of America
Wadsworth.
West, Richard dan Turner, Lynn H, 2009, Pengantar Teori Komunikasi
Analisis dan Aplikasi Buku 2, Jakarta, Salemba Humanika.
Willis, Sofyan S, 1993, Problema Remaja dan Pemecahannya, Jakarta,
Angkasa.
121
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Website
Kompasiana, 01 Juni 2014:22.40,
www.kompasiana.com/harniandriani/pergaulan-bebas-di-kalangan-
remaja.
Kompasiana, 29 November 2015: 17.08, www.kompasiana.com/Remaja di
Indonesia melakukan seks pra nikah.
Okezone, 29 November 2015:22.00, www.okezone.com/Tiap Tahun, Remaja
Seks Pra Nikah Mengingkat.
Penelitian Yayasan Kesuma Buana, 01 Juni 2014:23.16,
http:/www.acicis.murdoch.edu.au.
The World Book Encyclopedia, 2 Maret 2015:18.19,
http://uk.m.worldbooks.org/theworldbookencylopedia/freesex.
Wikipedia,10 April 2015:05.48, http://id.m.wikipedia.org/wiki/Peserta_Didik.
122
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN KOMUNIKASI ORANG TUA TERHADAP SIKAP SEKS BEBAS
SISWA SMAN 31 JAKARTA
Dengan Hormat,
Daftar pertanyaan dibawah ini dimaksudkan untuk pengumpulan data guna
penyusunan skripsi untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana
Strata Satu Ilmu Komunikasi Hubungan Masyarakat di Universitas
Prof.Dr.Moestopo (Beragama) dengan Judul “Hubungan Komunikasi
Antarpribadi Orang Tua Dan Anak Dengan Sikap Siswa-Siswi SMAN 31
Jakarta Terhadap Seks Bebas”. Saya mohon kesediaan dari Saudara
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pada lembar angket berikut ini,
mengingat data yang akan saya peroleh begitu penting untuk objektivitas
penelitian yang sedang dilakukan.
Atas kesediaan Saudara menjadi responden pada penelitian ini, saya
mengucapkan terima kasih.
Bagian Satu
Anda cukup memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai dengan
identitas anda.
Identitas Responden
1. Jenis Kelamin
( ) Laki-laki
( ) Perempuan
2. Usia
( ) 12-14 Tahun
( ) 15-17 Tahun
( ) 18-20 Tahun
123
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
3. Pekerjaan Orang tua
( ) Pegawai Negeri
( ) Pegawai Swasta
( ) Wiraswasta
( ) Lainnya ……………... ( Sebutkan !)
Bagian Dua
Pada bagian ini berisi pertanyaan-pertanyaan dengan pilihan jawaban sesuai
dengan keterangan :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
R : Ragu-ragu
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Bacalah terlebih dahulu pertanyaan yang ada, lalu berikan tanda silang (X)
pada jawaban yang sesuai dengan pilihan anda.
Variabel Bebas
Keterbukaan
No Pertanyaan SS S R TS STS
4. Orang tua anda membebaskan anda untuk mengungkapkan isi hati anda tentang seks bebas.
5. Anda dapat mengutarakan semua pendapat anda sendiri kepada orang tua.
6. Orang tua selalu dapat berterus terang dalam menjelaskan informasi yang berkaitan dengan masalah seks bebas (tanpa tabu membicarakannya).
7. Anda merasa nyaman untuk berbagi cerita masalah seks bebas kepada orang tua.
124
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
Empati
No Pertanyaan SS S R TS STS
8. Orang tua mampu mengerti permasalahan yang anda alami.
9. Orang tua dapat memahami perasaan anda ketika menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan seks bebas.
10. Orang tua dapat menghargai pendapat anda mengenai permasalahan seks bebas di lingkungan pergaulan anda.
Dukungan
No Pertanyaan SS S R TS STS
11. Orang tua memberikan dukungan secara moral kepada anda mengenai permasalahan seks bebas tanpa adanya penekanan.
12. Orang tua selalu mempunyai kesediaan waktu untuk mengunjungi anda agar dapat berkomunikasi persuasif dengan anda.
13. Orang tua selalu menunjukkan kepercayaan kepada anda agar dapat mengungkapkan isi hati.
Sikap Positif
No Pertanyaan SS S R TS STS
14. Orang tua selalu berpikir positif terhadap langkah-langkah yang anda tempuh untuk menghadapi masalah seks bebas.
15. Orang tua selalu melakukan interaksi yang baik dengan anda untuk menjelaskan masalah seks bebas.
16. Orang tua memberikan pendapat jika anda memiliki masalah dengan teman sekelas atau satu sekolahan.
125
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
17. Orang tua memberikan rasa optimis kepada anda untuk menceritakan masalah anda.
Kesetaraan
No Pertanyaan SS S R TS STS
18. Orang tua selalu menghargai dan mendengarkan anda jika anda sedang berbicara.
19. Orang tua tidak pernah membeda-bedakan anda dengan saudara kandung anda lainnya.
20. Orang tua menyikapi dengan baik pendapat dan komentar anda mengenai seks bebas.
Variable Terikat Kognitif
No Pertanyaan SS S R TS STS
21. Interaksi anda dan orang tua menumbuhkan pengertian seks bebas.
22. Interaksi anda dan orang tua membuat anda mengetahui pandangan agama terhadap seks bebas.
23. Anda memahami efek buruk dari seks bebas setelah berbicara hal tersebut kepada kedua orang tua anda.
24. Orang tua banyak memberikan arahan sehingga anda dapat memahami pandangan agama terhadap seks bebas.
Afektif
No Pertanyaan SS S R TS STS
25. Anda tidak melakukan seks bebas karena anda takut akan sanksi agama.
26. Anda sadar akan bahaya seks bebas karena takut akan sanksi sosial.
126
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"
27. Anda membenci perbuatan seks bebas setelah orang tua memberikan informasinya.
Konatif
No Pertanyaan SS S R TS STS
28. Seluruh informasi yang diberikan oleh orang tua anda mengenai bahaya seks bebas, membuat anda untuk tidak melakukan seks dengan pasangan sebelum menikah.
29. Seluruh informasi yang diberikan oleh orang tua anda mengenai bahaya seks bebas, mendorong anda untuk melarang orang lain untuk melakukan seks bebas.
30. Anda tidak akan melakukan hal-hal yang mengarah pada seks bebas.
Formatted: Indent: First line: 0"
127
Formatted: Tab stops: 4.83", Left + 5.71", Right + Not at 3.25" + 6.5"