Skripsi Hamdani

77
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, tindakannya yang pertama dan yang paling penting adalah tindakan sosial. Suatu tindakan tempat saling mempertukarkan pengalaman, saling mengemukakan dan menerima pikiran, saling mengutarakan perasaan dan saling mengekpresikan serta menyetujui sesuatu pendirian atau keyakinan. Oleh karena itu, di dalam tindakan sosial haruslah terdapat elemen-elemen yang umum, yang sama-sama disetujui dan dipahami oleh sejumlah orang merupakan suatu masyarakat untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan komunikasi. Di sini perlu disadari bahwa “Bahasa berperan penting dalam 1

Transcript of Skripsi Hamdani

Page 1: Skripsi Hamdani

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial, tindakannya yang pertama dan yang

paling penting adalah tindakan sosial. Suatu tindakan tempat saling

mempertukarkan pengalaman, saling mengemukakan dan menerima pikiran,

saling mengutarakan perasaan dan saling mengekpresikan serta menyetujui

sesuatu pendirian atau keyakinan. Oleh karena itu, di dalam tindakan sosial

haruslah terdapat elemen-elemen yang umum, yang sama-sama disetujui dan

dipahami oleh sejumlah orang merupakan suatu masyarakat untuk

mewujudkan hal tersebut diperlukan komunikasi. Di sini perlu disadari bahwa

“Bahasa berperan penting dalam kehidupan bermasyarakat, karena tanpa

bahasa maka segala jenis kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh” (Keraf,

1993:1).

Berbahasa pada dasarnya tidak lain adalah mencetuskan pikiran,

gagasan dan maksud dengan perkataan lain, manfaat yang paling besar dari

bahasa adalah dapat dipergunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan, atau

maksud kepada orang lain. Bahasa merupakan kegiatan keterampilan yang

1

1

Page 2: Skripsi Hamdani

meliputi beberapa aspek, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan

berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. “Terampil

berbahasa berarti terampil menyimak, terampil berbicara, terampil membaca,

dan terampil menulis (Tarigan, 1986:22).

Setiap keterampilan tersebut saling berhubungan dengan proses-

proses berpikir yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan

pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa semakin cerah dan jelas

pula jalan pikirannya. Semua itu dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan

berlatih. “Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan

berpikir.” (Tarigan, 1986:1).

Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal, secara sistematis

merencanakan bermacam-macam lingkungan, yakni lingkungan pendidikan

yang menyediakan berbagai kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan

berbagai kegiatan belajar. Dengan berbagai kesempatan belajat itu,

pertumbuhan dan perkembangan peserta didik diarahkan dan didorong ke

pencapaian tujuan yang dicita-citakan. Lingkungan tersebut disusun dan ditata

dalam suatu kurikulum, yang pada gilirannya dilaksanakan dalam bentuk

proses pembelajaran (Oemar Hamalik, 2008: 3).

2

Page 3: Skripsi Hamdani

Pembelajaran ada yang bersifat universal atau semua mempelajarinya,

seperti berbicara, berjalan, atau makan. Ada pula pembelajaran yang tidak

universal, karena seseorang mempelajari sesuatu yag berbeda dari orang lain.

Inilah yang menunjukkan bahwa pembelajaran adalah kontekstual. Sesorang

belajar apa dan kapan waktunya tergantung pada lingkungan mereka dianggap

penting dan relevan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang mempelajari

sesuatu karena mereka memiliki kesempatan untuk menerapkan pembelajaran

ini dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan demikian pembelajaran dapat

dilakukan oleh seseorang pada waktu yang berbeda dengan orang lain dengan

tempat yang berbeda pula, seperti di rumah, di sekolah, atau dimasyarakat.

Orang dewasa akan mempelajari sesuatu karena yang dipelajarinya itu

berguna dan mendapatkan kesempatan untuk mengaplikasikan pembelajaran

ini dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan peserta didik memiliki kesempatan

terbatas untuk menerapkan pembelajarannya dalam konteks kehidupan nyata.

Mereka masih mengembangkannya, sehingga seringkali tidak melihat

relevansi dari isi pelajaran di kelas dengan kehidupan nyata sehari-hari. Upaya

guru untuk membantu peserta didik memahami relevansi materi pembelajaran

yang dipelajarinya itu adalah dengan melakukan suatu pendekatan yang

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengaplikasikan apa

yang dipelajarinya di kelas.

3

Page 4: Skripsi Hamdani

Berdasarkan uraian di atas, penulis terdorong ingin mengetahui

peningkatan kemampuan belajar Bahasa Indonesia melalui pendekatan

Contextual Teaching Learning (CTL) terhadap peserta didik kelas V di SD

Inpres No 27 Pepebulaeng Kabupaten Maros dan selain itu pertimbangan biaya

dan kemudahan akomodasi. Selain itu pula, di tempat tersebut belum ada yang

mengangkat masalah tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

rumusan masalah yang diajukan adalah apakah dengan menerapkan

pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan

kemampuan belajar Bahasa Indonesia di SD Negeri No. 27 Pepebulaeng

Kabupaten Maros?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat

kemampuan belajar Bahasa Indonesia melalui pendekatan Contextual Teaching

and Learning (CTL) di SD Negeri No 27 Pepebulaeng Kabupaten Maros.

4

Page 5: Skripsi Hamdani

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :

1. Dapat memberikan suatu masukan pada pengajaran bahasa dan

sastra Indonesia, khususnya kemampuan belajar Bahasa Indonesia

di SD Negeri No 27 Pepebulaeng kabupaten Maros;

2. Memberikan sumbangan pikiran terhadap guru-guru mata

pelajaran bahasa Indonesia di SD tentang cara penyusunan materi

bagi pembelajaran/ pengajaran Bahasa Indonesia.

3. Memberikan masukan dalam rangka peningkatan kemampuan

kreativitas guru-guru bahasa Indonesia di SDN No 27 Pepebulaeng

Kabupaten Maros dalam mengajarkan keterampilan berbahasa.

5

Page 6: Skripsi Hamdani

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Belajar

Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat

tafsiran tentang ”belajar”. Seringkali pula perumusan dan tafsiran itu berbeda

satu sama lain. Dalam uraian ini kita akan berkenalan dengan beberapa

perumusan saja, guna melengkapi dan memperluas pandangan kita tentang

mengajar. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalaui

pengalaman (Hamalik, 2008: 36).

Menurut pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, suatu

kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat,

akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu

penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.(Hamalik, 2008: 36)

Pengertian ini sangat berbeda dengan pengertian lain tentang belajar,

yang menyatakan bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan, belajar

adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara otomatis, dan seterusnya.

6

6

Page 7: Skripsi Hamdani

Sejalan dengan perumusan di atas, ada pula tafsiran lain tentang belajar,

yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku

individu melalui interaksi dengan lingkungan. (Hamalik, 2008: 36)

Dibandingkan dengan pengertian pertama, maka jelas, tujuan belajar

itu prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau

usaha pencapainnya. Pengertian ini menitikberatkan pada interaksi antara

individu dengan lingkungan. Di dalam interaksi inilah terjadi serangkaian

pengalaman belajar.

Pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, dan sebagainya yang

dimiliki seseorang tidak dapat diidentifikasi, karena ini merupakan

kecenderungan perilaku saja. Hal ini dapat diidentifikasi bahkan dapat diukur

dari penampilan (behavior performance). Penampilan ini dapat berupa

kemampuan menjelaskan, menyebutkan sesuatu, atau melakukan suatu

perbuatan. Jadi, kita dapat mengidentifikasi hasil belajar melalui penampilan.

Namun demikian, individu dapat dikatakan telah menjalani proses belajar,

meskipun pada dirinya hanya ada perubahan dalam kecenderungan perilaku.

De Cocco & Crawford (dalam Hamalik: 2008).

Menurut Kimble & Garmezy (dalam Hamalik: 2008), sifat

perubahan perilaku dalam belajar relatif permanen. Dengan demikian hasil

7

Page 8: Skripsi Hamdani

belajar dapat diidentifikasi dari adanya kemampuan melakukan sesuatu secara

permanen, dapat berulang-ulang dengan hasil yang sama. Kita membedakan

antara perubahan perilaku hasil belajar dengan apa yang terjadi di luar

lingkungan sekolah. Orang yang secara kebetulan dapat melakukan seasuatu,

tentu tidak dapat menghalangi perbuatan itu dengan hasil yang sama.

Sedangkan orang dapat melakukan sesuatu karena hasil belajar dapat

melakukannya secara berulang-ulang dengan hasil yang sama.

2. Pengertian Pembelajaran dan Pengajaran

Jika kita mengamati berbagai praktik pembelajaran yang dilaksanakan

oleh para guru, akan dapat dijumpai gejala beraneka ragam. Keanekaragaman

itu terjadi, baik pada tingkah laku guru, peserta didik, maupun situasi kelas.

Secara umum gejala yang dapat diamati dapat dikelompokkan ke dalam tiga

kelompok utama Sumiati & Asra (dalam Hamalik: 2008), yaitu :

1. Ada guru yang mengajar dengan cara menyampaikan materi

pelajaran semata-mata.

2. Ada guru yang sengaja menciptakan kondisi sedemikian rupa,

sehingga peserta didik dapat melakukan berbagai kegiatan yang

beraneka ragam dalam mempelajari materi pembelajaran.

8

Page 9: Skripsi Hamdani

3. Ada guru yang mengajar dengan memberi kebebasan kepada peserta

didik memilih materi pembelajaran apa akan dipelajari sesuai

dengan minat dan pilihannya, juga memberi kebebasan kepada

setiap peserta didik untuk melakukan proses mempelajari materi

pembelajaran tersebut.

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-

unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling

mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem

pengajaran terdiri dari peserta didik, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga

laboratorium. Meterial meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografi,

sliem dan film, audio, dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari

ruangan kelas, perlengkapan audio vidual, juga komputer. Prosedur, meliputi

jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, elajar, ujian dan

sebagaianya. (Oemar Hamalik, 2008: 57).

3. Peran Guru dalam Proses Pembelajaran

Jika ditelusuri secara mendalam, proses pembelajaran yang

merupakan inti dari proses pendidikan formal di sekolah di dalamnya terjadi

interaksi antara berbagai kompoen pembelajaran. Komponen-komponen ini

9

Page 10: Skripsi Hamdani

dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama, yaitu guru, isi atau materi

pembelajaran, dan peserta didik.

Interaksi antara ketiga komponen utama melibatkan sarana dan

prasarana, seperti metode pemelajaran, media pembelajaran, dan penataan

lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi pembelajaran yang

memungkinkan tercapainya tujuan yang telah dilaksanakan sebelumnya.

Dengan demikian, guru memegang peranan sentral dalam proses pembelajaran.

Pada awal proses pembelajaran peran guru bisa lebih aktif. Guru

memberikan pengetahuan yang dibutuhkan peserta didik dengan

mengemukakan pendapat, bertanya, menjelaskan, memberikan contoh yang

akan dipelajari peserta didik. Selanjutnya, guru memberikan kesempatan

kepada peserta didik untuk aktif dan berpartisipasi secara nyata menerapkan

apa yang telah pelajarinya dari guru dengan bertanya, berpendapat,

mengerjakan tugas, berlatih, atau mencoba. Ketika peserta didik aktif peran

guru mulai berubah menjadi lebih pasif, misalnya dengan cara mengawasi atau

membimbing peserta didik dan memberikan feedback. Sebaliknya dari guru,

pada awal pelajaran peserta didik cenderung pasif. Mereka mendengarkan dan

mengamati penjelasan guru. Selanjutnya, peserta didik menjadi lebih aktif

dengan menerapkan pengetahuan yang mereka terima di awal pembelajaran

10

Page 11: Skripsi Hamdani

tadi. Misalnya dengan melakukan praktik, latihan, atau percobaan. Seluruh

proses belajar seharusnya memungkinkan peserta didik aktif hingga berhasil.

Peran guru dalam proses pembelajaran yang dapat membangkitkan

aktivitas peserta didik setidak-tidaknya menjalankan tugas utama Sumiati &

Asra (dalam Oemar Hamalik: 2008), berikut ini:

1. Merencanakan Pembelajaran

2. Melaksanakan Pembelajaran

3. Mengevaluasi Pembelajaran

4. Memberikan Umpan Balik

4. Pendekatan Sistem dalam Pembelajaran

Peserta didik adalah peserta yang aktif. Titik tolak pemikiran peserta

didik diajar dan guru mengajar beralih ke pandangan bahwa peserta didik

belajar, peserta didik mempelajari berbagai hal terus menerus dalam perjalanan

hidupnya. Sekolah merupakan tempat dan kesempatan belajar untuk belajar.

Kegiatan belajar adalah kegiatan sepanjang hayati, kegiatan yang tidak

berhenti pada saat peserta didik tamat sekolah. Oleh karena itu, kegiatan di

sekolah adalah lebih daripada sekedar belajar. Kegiatan di sekolah adalah

kegiatan pembelajaran. Peserta didik belajar, saling belajar, bukan hanya dari

11

Page 12: Skripsi Hamdani

guru melainkan juga dari teman-teman sekelas, dari sumer belajar yang lain

(media cetak, media elektronik).

Guru dapat menggunakan berbagai metode pembelajaran, teknik dan

pendekatan pembelajaran untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal.

Teknik dan metode pembelajaran yang dipilih harus pembelajaran dalam

bentuk pemberian tugas proyek demonstrasi, pemecahan masalah untuk

menghasilkannya yang meliatkan partisipasi aktif peserta didik. Guru perlu

mempertimbangkan model pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi yang

dikembangkan. Guru juga garus membuat perencanaan pembelajaran,

penilaian, alokasi waktu, jenis penugasan, dan batas akhir suatu tugas.

Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran berorientasi peserta

didik adalah peran guru bergeser dari menentukan ”apa yang akan dipelajari?”

ke ”bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar peserta

didik”. Pengalaman belajar diperoleh melalui serangkaian kegiatan untuk

mengeksplorasi interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan narasumber lain.

5. Pembelajaran Kontekstual (CTL; Contextual Teaching and Learning)

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses

pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami

makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka

12

Page 13: Skripsi Hamdani

sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki

pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi

sendiri secara aktif pemahamannya.

CTL disebut pendekatan kontekstual karena konsep belajar yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi

dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka

sebagai anggota masyarakat.

Dalam Contextual Teaching and Learning (CTL) diperlukan sebuah

pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu

mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan

fakta. Di samping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal,

mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap

diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan

rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan

jaman.

Proses belajar anak dalam belajar dari mengalami sendiri,

mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan

itu. Transfer belajar; anak harus tahu makna belajar dan menggunakan

13

Page 14: Skripsi Hamdani

pengetahuan serta ketrampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah

dalam kehidupannya. Peserta didik sebagai pelajar; tugas guru mengatur

strategi belajar dan membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan

pengetahuan baru, kemudian memfasilitasi kegiatan belajar. Komponen

pembelajaran yang efektif meliputi:

a. Konstruktivisme

Konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun

makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu.

Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas

melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan

pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa

mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.

b. Tanya jawab

Dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru

maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan

kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara

berpikir siswa, sedangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan.

Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa,

siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.

14

Page 15: Skripsi Hamdani

c. Inkuiri

Merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/ konsep

yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis,

kemudian membangun teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi; observasi,

tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan.

d. Komunitas belajar

Adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah

komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat

berwujud dalam; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta

mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan

kelas di atasnya, beekrja dengan masyarakat.

e. Pemodelan

Dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar

siswa dapat mencontoh, belajr atau melakukan sesuatu sesuai dengan model

yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan

guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau

melalui media cetak dan elektroniksi.

15

Page 16: Skripsi Hamdani

f. Refleksi

Yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan

pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui,

dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan

penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-

apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan dan

saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.

g. Penilaian otentik

Prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan,

ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah

pada; pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari

sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhr periode, kemajuan belajar

dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara,

menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.

Perkembangan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna

dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan engkonstruksi sendiri

pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri

untuk semua toipik. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara

bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).

16

Page 17: Skripsi Hamdani

Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada

akhir pertemuan. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan

kemampuan siswa.

6. Hasil Belajar

a. Pengertian hasil belajar

Belajar merupakan proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang

melalui penguatan (reinfarcemen), sehingga terjadi perubahan yang bersifat

permanen dan persistem pada dirinya sebagai hasil pengalaman (Learning is a

change of behavior of experience),demikian pendapat John Dewey, salah

seorang ahli pendidikan Amerika Serikat dari aliran bahavioural approach

(Dwitaqma, 2008: 1).

Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat progresif dan

akumulatif, mengarah pada kesempatan, misalnya dari tidak mampu menjadi

mampu, dan tidak mengerti menjadi mengerti, baik mencakup aspek

pengetahuan (coqnitive domain), aspek afektif (afektive domain). Hal tersebut

sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Winkel (1996: 244) bahwa “Dalam

taksonomi Bloom, aspek belajar yang harus diukur keberhasilannya adalah

aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sehingga dapat menggambarkan

tingkah laku menyeluruh sebagai hasil belajar siswa?”.

17

Page 18: Skripsi Hamdani

Pencapaian hasil belajar dapat diukur dengan melihat prestasi belajar

yang diperoleh pada proses pembelajaran. Tingkah laku sebagai hasil belajar

juga tidak terlepas dari proses pembelajaran di kelas dan berbagai bentuk

interaksi belajar lainnya. Menurut Sudjana (1984: 3) bahwa hasil belajar adalah

“Tingkah laku yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar

mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Hasil belajar

dalam hal ini, meliputi wawasan kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Adapun menurut Mappasoro (2006: 1-2) bahwa “Hasil belajar adalah

sejumlah perubahan yang terjadi pada diri seseorang yang disebabkan oleh

faktor lain di luar seperti perubahan karena kematangan, perubahan karena

kelelahan fisik dan sebagainya”.

Hasil belajar dan prestasi belajar ibarat dari sisi mata uang yang tidak

dapat dipisahkan. Oleh Karena itu, berbicara hasil belajar maka orientasinya

adalah berbicara prestasi belajar yang diukur dengan nilai tertentu.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa hasil belajar adalah perubahan yang dicapai seorang pelajar setelah

mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang

diharapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Berdasarkan hal tersebut, maka hasil yang dimaksudkan adalah prestasi

belajar yang diperoleh dari kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian,

18

Page 19: Skripsi Hamdani

tujuan pembelajaran dipandang sebagai suatu harapan yang akan diperoleh

siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Hal ini sebagaimana

dikemukakan oleh Nasution (2000 : 61) bahwa “hasil belajar siswa dirumuskan

sebagai standar kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk yang lebih spesifik

dan merupakan komponen dari tujuan umum bidang studi”.

b. Fungsi hasil belajar

Hasil belajar yang dicapai siswa dapat dijadikan indikator untuk

mengikuti tingkat kemampuan, kesanggupan, penguasaan tentang materi

belajar. Sehingga hasil belajar dalam pendidikan tidak dapat dilepaskan dari

tujuan evaluasi itu sendiri. Di dalam pengertian tentang evaluasi pendidikan

ialah untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai di

mana kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan kurikuler.

Di samping hasil belajar yang digunakan oleh guru-guru dan para

pengawas pendidik untuk mengukur dan menilai sampai di mana keefektifan

pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatan-kegiatan belajar dan metode-

metode mengajar yang digunakan. Dengan demikian, dapat dikatakan betapa

penting peranan dan fungsi hasil belajar dalam pendidikan dan pengajaran

dikelompokkan menjadi empat fungsi (Purnama, 1996 : 2) yaitu :

1. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan peserta didik setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar

19

Page 20: Skripsi Hamdani

selama jangka waktu tertentu. Hasil belajar dapat diperoleh itu selanjutnya dapat digunakan untuk memperbaiki cara belajar peserta didik (fungsi formatif) dan atau untuk mengisi rapor atau Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional, yang berbarti pula untuk menentukan kenaikan kelas atau lulus tidak hanya seorang peserta didik dari suatu lembaga pendidikan tertentu (fungsi sumatif).

2. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran. Pengajaran sebagai suatu sistem terdiri atas beberapa komponen yang saling berkaitan satu sama lainnya.

3. Untuk keperluan bimbingan dan konseling (BK). Hasil-hasil yang telah dilaksanakan terhadapa peserta didiknya dapat dijadikan informasi atau data bagi pelayanan BK oleh para konselor sekolah.

4. Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan.

Adapun menurut Winkel (1996: 483-484) bahwa hasil belajar dapat

digunakan untuk :

1. Mendapatkan informasi tentang masing-masing peserta didik, sampai sejauh mana mereka telah mencapai tujuan-tujuan intruksional. Hasil belajar pada tahap evaluasi formatif merupakan bahan untuk memonitor kemajuan peserta didik menyangkut pencapaian tujuan intruksional untuk unit pelajaran tertentu, pada tahap evaluasi sumatif dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk menentukan tingkat keberhasilan peserta didik dalam beberapa tujuan instruksional yang diuji bersama-sama.

2. Mendapatkan informasi tentang suatu kelompok peserta didik sampai berapa jauh kelompok peserta didik mengenai tujuan-tujuan instruksional, misalnya satu satuan kelas di bidang studi Bahasa Indonesia. Informasi ini diperoleh dengan menerapkan evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Hasil evaluasi tersebut juga bersifat diganostik yaitu membantu menentukan faktor kesulitan dan kesukaran yang masih dialami peserta didik dalam mencapai tujuan instruksional tertentu, dimana faktor tersebut mungkin terdapat pada pribadi peserta didik dan mungkin juga terletak dalam model proses belajar mengajar itu sendiri.

20

Page 21: Skripsi Hamdani

c. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar

Belajar merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku

subyek belajar ternyata banyak faktor yang mempengaruhi dari sekian banyak

yang berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar, menurur Sardiman (2003:

49) bahwa secara garis besar dapat dibagi dalam klasifikasi faktor interen (dari

dalam) dan faktor eksteren (dari luar) diri subyek belajar. Hal ini, sama

dikemukakan oleh Abdurahman (1993: 114) bahwa “Hasil belajar secara

pokok dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: 1. Faktor internal dan 2. Faktor

eksternal.

Faktor internal terdapat pada diri siswa itu sendiri, yang meliputi

faktor fisiologis dan faktor psikologi. Sedangkan faktor eksternal merupakan

kondisi yang berada di luar siswa yang terdiri atas faktor keluarga atau rumah

tangga, faktor sekolah dan faktor lingkungan masyarakat.

Menurut Abdurrahman (1993: 114) bahwa

Faktor fisiologis-biologis yang berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik, antara lain: (1) bentuk atau postur tubuh, (2) kesegaran dan kebugaran, (3) kesehatan atau keutuhan tubuh, (4) instink, refleks dan driff (dorongan), (5) komposisi zat cair tubuh, dan (6) rentang dan susunan saraf. Adapun faktor psikologis, antara lain : (1) kemampuan kognitif (pengenalan) berupa pengamatan, tanggapan, ingatan, assosiasi/ reproduksi, fantasi dan intelegensi, (2) kematangan emosi (perasaan berupa kematangan emosi biologis dan emosi rohani, (3) kekuatan konasi (kemauan), dan dorongan kombinasi berupa minat, perhatian, dan sugesti.

21

Page 22: Skripsi Hamdani

Lebih lanjut Abdurrahman (1993: 115)

Faktor-faktor yang berkaitan dengan keluarga dan lingkungan, antara lain: (1) suasana kehidupan dalam keluarga, (2) kondisi sosial ekonomi, (3) perhatian orang tua terhadap pelajaran anaknya, (4) pemberian motivasi dan dorongan untuk belajar, (5) fasilitas belajar. Faktor sekolah berkaitan dengan (1) pengelolaan kelas dan sekolah, (2) hubungan antara guru dan peserta didik, antara peserta didik dan antara peserta didik dengan guru, (3) pelaksanaan bimbingan konseling, (4) fasilitas dan sumber belajar, (5) penetapan dan penggunaan metode dan media pembelajaran oleh guru, (6) kondisi ruangan dan tempat belajar, dan (7) kerjasama orang tua dengan guru dan sekolah dengan masyarakat. Sedangkan faktor ligkungan masyarakat berkaitan dengan (8) perhatian dan kepedulian lembaga-lembaga masyarakat akan pendidikan, (9) keteladanan para pemimpin formal dan informal, (10) peranan media massa, dan (11) bentuk kehidupan masyarakat.

7. Prinsip-prinsip pengembangan hasil belajar

Pengembangan hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan cara

mengemas pelajaran dan suasana menantang, merangsang dan menggugah

daya cipta siswa untuk menemukan dan mengesankan. Gagne dalam Mulyasa

(2007 : 111) menambahkan bahwa jika seorang peserta didik dihadapkan pada

suatu masalah pada akhirnya mereka bukan hanya sekedar memecahkan

masalah memegang peranan penting dalam pemgembangan siswa.

Menurut Abdurrahman (1993 : 189-110) bahwa “beberapa prinsip yang

dapat digunakan dalam mengembangkan hasil belajar antara lain:

22

Page 23: Skripsi Hamdani

a) Prinsip motivasi

Prinsip motivasi dimaksudkan untuk merangsan daya dorong pribadi

peserta didik melakukan sesuatu (motivasi intrinsil dan motivasi ekstrinsik).

Untuk motivasi instrinsik, gairahkanlah perasaan ingin tahu anak, keinginan

mencoba dan hasrta untuk lebih memajukan hasil belajar.

b) Prinsip latar atau konteks;

Peserta didik akan terangsang mempelajari sesuatu jika mengetahui

adanya hubungan langsung pada hal-hal yang sudah diketahui sebelumnya.

Guru hendaknya mengetahui apa kira-kira pengetahuan, keterampilan, sikap,

dan pengalaman yang sudah dimiliki peserta didi. Dengan pengetahuan latar

ini, guru dapat mengembangkan kemampuan dan hasil belajar peserta didik.

c) Prinsip sosialisasi;

Kegiatan belajar bersama dala kelompok perlu dikembangkan di

kalangan peserta didik, karena hasil belajar akan lebih baik. Pengelompokan

peserta idik dapat dilakukan dengan pendekatan kemampuan, tempat tinggal,

jenis kelamin, dan minat. Setiap kelompok diberi tugas yang berbeda dari

sumber yang sama.

23

Page 24: Skripsi Hamdani

d) Prinsip belajar sambil bermain.

Bekerja merupakan tuntutan menyatakan diri untuk berprestasi pada

diri anak, karena itu berilah kesempatan mengembangkan kemampuan dan

hasil belajarnya melalui kegiatan bermain sambil belajar atau belajar sambil

bermain.

B. Kerangka Pikir

Pembelajaran bahasa adalah proses memberi rangsangan belajar

berbahasa kepada siswa dalam upaya siswa mencapai kemampuan belajar.

Untuk meningkatkan hasil belajar, harus menarik peserta didik

sehingga peserta didik termotivasi untuk belajar. Diperlukan model

pembelajaran interaktif dimana guru lebih banyak memberikan peran kepada

peserta didik sebagai subyek belajar. Guru merancang proses belajar mengajar

yang melibatkan peserta didik secara integrative dan komprehensif pada aspek

kognitif, efaketif, dan psikomotorik sehingga terapai hasil belajar. Agar hasil

belajar membaca meningkat diperlukan situasi, cara dan strategi pembelajaran

yang tepat untuk melibatkan peserta didik secara aktif baik pikiran,

pendengaran, penglihatan, dan psikomotorik dalam proses belajar mengajar.

Adapun pembelajaran yang tepat utuk melibatkan peserta didik secara totalitas

adalaha pembelajaran degan pendekatan keterampilan proses.

24

Page 25: Skripsi Hamdani

Pembelajaran Bahasa Indonesia

Model Pembelajaran

Contextual Teaching Learning(CTL)

Hasil Belajar

Temuan

Pendekatan Kontekstual menekankan pada upaya mengajarkan kepada

peserta didik terlibat secara optimal dalam proses belajar mengajar.

Dari uraian di atas dapat diperoleh bahwa pembelajaran dengan

pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Secara

sistematika kerangka pikir dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1 Skema Kerangka Pikir

25

Page 26: Skripsi Hamdani

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini di SD Inpres No 27 Pepebulaeng Kecamatan

Bontoa Kabupaten Maros.

B. Variabel dan Desain Penelitian

1. Variabel penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Pendekatan keterampilan proses sebagai variabel bebas.

2. Hasil belajar membaca sebagai variabel terikat.

2. Desain Penelitian

Terdapat beberapa macam model PTK. Namun yang akan dipilih

dalam penelitian ini adalah model Kemmis dan Mc Taggart (Tiro, 2007),

model ini terdiri dari empat komponen dalam satu siklus, yaitu (1)

Perencanaan, (2) Tindakan, (3) Obervasi, (4) Refleksi. Keempat komponen

tersebut dilaksanakan secara berurutan dalam dua siklus. Daur penelitian

tindakan kelas ditujukan sebagai perbaikan atau hasil refleksi terhadap

26

26

Page 27: Skripsi Hamdani

Perencanaan

Refleksi Tindakan

Observasi

tindakan sebelumnya yang dianggap belum berhasil. Secara skematik desain

PTK dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2 Skema Penelitian tindakan kelas dalam satu siklus

C. Subjek Penelitian

Adapun subjek dalam penelitian tindakan kelas adalah kelas V SD No.

27 Inpres Pepebulang terletak di dusun Pepebulaeng, Desa Balosi, Kec. Bontoa

Kabupaten Maros tahun Pelajaran 2009/2010 dibina oleh 15 (lima belas) guru

dan seorang bujang yang berjumlah sebanyak 27 orang. Siswa dengan rincian

14 siswa perempuan dan 13 siswa laki-laki.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui beberapa teknik

sebagai berikut:

27

Page 28: Skripsi Hamdani

1. Tes, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan dan

kelemahan butir soal sehingga dapat diseleksi atau revisi.

2. Observasi, tentang hasil belajar peserta didik dan keaktifan peserta

didik selama mengikuti kegiatan belajar mengajar. Observasi terhadap

aktivitas kelas yang berhubungan dengan perilaku peserta didik

maupun guru. Kegiatan dimulai dari awal pembelajaran yang berkaitan

dengan membaca.

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Siklus I

1. Tahap Perencanaan (planning)

1. Guru membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai

dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

2. Membuat bahan evaluasi berdasarkan materi yang diajarkan.

3. Selain perangkat pembelajaran juga disiapkan instrumen

penelitian berupa lembar observasi dan tes hasil belajar.

2. Tahap Tindakan (acting)

Guru melaksanakan langkah-langkah kegiatan belajar mengajar sesuai

dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang sudah disiapkan.

28

Page 29: Skripsi Hamdani

Adapun hal yang dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan adalah

implementasi rencana yang telah dirumuskan sebelumnya. Dalam penelitian ini

yang dimaksud adalah pelaksanaan langkah-langkah proses pembelajaran yang

telah disusun pada rencana perbaikan pembelajaran.

3. Tahap Observasi (observation)

Untuk melihat penampilan guru dan pengaruhnya terhadap aktivitas

peserta didik selama proses belajar mengajar, maka peneliti mengamati lembar

observasi untuk mengamati aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran.

Pelaksanaan tindakan, dilakukan pencatatan dengan menggunakan

daftar observasi untuk memudahkan pelaksanaannya. Observator mengamati

kegiatan yang berlangsung sambil mengisi daftar observasi yang telah

disiapkan.

Adapun hal-hal yang dicatat selama berlangsungnya kegiatan

observasi adalah keaktifan peserta didik meliputi kerjasama, partisipasi,

kejujuran. Sedangkan observasi untuk guru adala segala perubahan tindakan/

perilaku guru saat terjadi proses belajar mengajar yang meliputi memotivasi

peserta didik, menyampaikan tujuan, peguasaan materi, dan pemberian umpan

balik.

29

Page 30: Skripsi Hamdani

4. Tahap Refleksi (reflection)

Guru dan peneliti berdiskusi untuk melihat keberhasilan dan

kegagalan yang telah terjadi setelah proses belajar mengajar dalam selang

waktu tertentu. Hasil sebagai masukan guru dan observer untuk membuat

perencanaan siklus berikutnya. Untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan

siklus I, maka disepakati bersama observatory untuk merevisi rencana

perbaikan pembelajaran siklus II. Revisi dilakukan metode pendekatan proses

dan mengoptimalkan motivasi peserta didik serta peraikan umpan balik.

Siklus II

1. Perencanaan (planning)

Rencana tindakan untuk siklus II masih menggunakan tahap kegiatan

seperti pada siklus I, namun diberikan penekanan untuk perbaikan terhadap

kekurangan berdasarkan hasil refleksi dan penemuan penelitian siklus I,

rencana tindakan perbaikan dilaksanakan pada siklus II.

2. Pelaksaaan Tindakan (actioan)

Fokus utama dalam siklus II dibandingkan siklus sebelumnya adalah

mengupayakan semaksimal mungkin bagaimana peserta didik menjawab soal-

soal pertanyaan yang berkaitan dengan materi.

30

Page 31: Skripsi Hamdani

3. Tahap Observasi (observation)

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan ternyata paa siklus kedua ini

menunjukkan kreativitas belajar dengan kegiatan sangat baik pada seluruh

aktivitas yang diamati. Selanjutnya tindakan/ perilaku guru memperlihatkan

perubahan yang signifikan setelah rencana perbaikan pembelajaran direvisi.

Seluruh aspek yang diamati dalam proses belajar mengajar dengan kualitas

yang baik.

4. Refleksi (reflection)

Pada akhir siklus dilakukan refleksi hal yang diperoleh baik dari hasil

observasi maupun hasil tes. Kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus I

akan diperbaiki pada siklus selanjutnya.

Siklus II dilakukan dengan mangacu pada prosedur kegiatan yang

sama pada siklus I yang meliputi perencanaan, tindakan, osbservasi, dan

refleksi. Hanya saja, pada siklus II seluruh perencanaan dan pengambilan

tindakan mengacu pada upaya perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan

yang diperoleh pada siklus I guna mencapai hasil yang diharapkan.

31

Page 32: Skripsi Hamdani

Perencanaan

Perencanaan tindakan I Pelaksanaan Tindakan IObservasi

Refleksi

Perencanaan Tindakan IIHasil

Pelaksanaan Tindakan II

Observasi Refleksi Observasi

Hasil

Alur pelaksanaan penelitian sebagai berikut.

Gambar 2 Skema Alur pelaksanaan penelitian

F. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik

deskriptif, yang terdiri dari rata-rata nilai maksimal dan minimum yang

32

Page 33: Skripsi Hamdani

diperoleh siswa pada setiap siklus untuk analisis kuantitatif, yang digunakan

teknik kategorisasi yang dikemukakan oleh Suherman (1990 : 272) sebagai

berikut:

1. Tingkat penguasaan 85 % ≤A≤ 100% atau 85 % - 100% sangat tinggi

2. Tingkat penguasaan 75% ≤B≤ 84% atau 75% - 84% tinggi

3. Tingkat penguasaan 55 % ≤C≤ 74% atau 55 % - 74% sedang, cukup

4. Tingkat penguasaan 40 % ≤D≤ 54% atau 35 % - 54% rendah

5. Tingkat penguasaan 0 % ≤A≤ 39 % atau 0 % - 34 % jelek, sangat rendah

Untuk analisis deskriptif, rumus yang digunakan sebagai berikut :

Keterangan :

Me = Mean

f = Frekuensi

x = Nilai perolehan siswa

N = Jumlah siswa

33

Page 34: Skripsi Hamdani

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini akan dibahas hasil dari rata-rata yang diambil selama

melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan kontekstual dalam

meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Inpres No 27 Pepebulaeng

Kabupaten Maros .

Data tentang hasil belajar siswa yang diambil dari hasil tes akan dibahas

secara kuantitatif dengan menggunakan analisis deskriptif dan data tentang

hasil pengamatan beserta tanggapan siswa dianalisis secara kualitatif.

A. Hasil Penelitian

1. Aktivitas siswa

Data kualitatif merupakan data sikap siswa kelas V SD Inpres No 27

Pepebulaeng Kabupaten Maros dalam mengikuti materi membaca dengan

teknik pengelompokan kata yang diperoleh dari lembar observasi. Lembar

Observasi pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia terdiri dari dua, yaitu

lembar observasi siklus I dan siklus II. Lembar observasi siklus I merupakan

gambaran sikap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran tiap pertemuan

pada siklus I. Sedang lembar observasi siklus II merupakan gambaran sikap

siswa selama mengikuti proses pembelajaran tiap pertemuan pada siklus II.

35

34

Page 35: Skripsi Hamdani

Berikut hasil analisis sikap siswa selama mengikuti proses pembelajaran siklus

I dan siklus II.

Tabel 1. Frekuensi Hasil Observasi dengan Menggunakan Pendekatan Keterampilan Proses pada Siswa Kelas V SD Inpres Pepebulaeng Kabupaten Maros pada Siklus I dan Siklus II

No Kegiatan

Frekuensi Persentase (%)

Siklus

I

Siklu

s II

Rata-

rata

Siklus

I

Siklus

II

Rata-

rata

1 Menyimak Pengajaran Guru 14 18 16 47 60 53

2 Kerja Sama Kelompok 18 21 20 60 70 65

3 Meminta Bimbingan Guru 11 7 9 37 23 30

4 Mengajukan Pertanyaan 12 12 12 40 40 40

5

Kegiatan yang tidak relevan

dengan KBM

5a Keluar Masuk Kelas 2 0 1 7 0 3

5b Mengganggu teman 3 0 2 10 0 5

6 Menjawab Pertanyaan 0 21 11 0 70 35

7 Keterampilan Proses

7a Mengamati 16 21 19 53 70 62

7b Mengklasifikasikan 5 0 3 17 0 8

7c Mengkomunikasikan 10 21 16 33 70 52

7d Mengukur 0 0 0 0 0 0

35

Page 36: Skripsi Hamdani

No Kegiatan

Frekuensi Persentase (%)

Siklus

I

Siklu

s II

Rata-

rata

Siklus

I

Siklus

II

Rata-

rata

7e Memproduksi 0 0 0 0 0 0

7f Menyimpulkan 15 21 18 50 70 60

7g Merancang Penelitian 0 0 0 0 0 0

7h Bereksperimen 0 0 0 0 0 0

Sumber : Hasil Observasi, 2010

Dari data tabel 1 di atas maka dapat diketahui bahwa terjadi perubahan

sikap belajar bahasa Indonesia pada siswa kelas V SD Inpres No 27

Pepebulaeng Kabupaten Maros. Perhatikan tabel 1 di atas frekuensi siswa yang

menyimak penjelasan guru pada siklus I sebanyak 47% dan pada siklus II naik

menjadi 60%, siswa yang bekerjasama dalam kelompok atau teman

sebangkunya pada siklus I sebanyak 60% dan pada siklus II sebanyak 70%,

siswa yang meminta bimbingan guru pada siklus I sebanyak 37% dan pada

siklus II sebanyak 23%, siswa yang mengajukan pertanyaan pada siklus I

sebanyak 40% dan pada siklus II tidak terjadi perubahan yakni sama dengan

siklus I sebanyak 40%, siswa yang melakukan kegiatan yang tidak relevan

pada siklus I sebanyak 17% dan pada siklus II sudah tidak ada siswa yang

melakukan kegiatan yang tidak relevan, siswa yang menjawab pertanyaan saat

melakukan kegiatan secara individual pada siklus I sebanyak 0% dan pada

36

Page 37: Skripsi Hamdani

siklus II semua siswa sudah mampu menjawab pertanyaan yang diajukan guru

sebanyak 70%, dan pada proses pembelajaran siswa yang menyimpulkan hasil

pembelajaran pada siklus I sebanyak 50% dan pada siklus II sebanyak 70%.

Hal ini berarti bahwa pada siklus II terjadi peningkatan aktivitas belajar karena

adanya perubahan yang dilakukan oleh siswa dalam mengikuti materi

membaca pemahaman.

2. Hasil belajar

a. Siklus I

Proses belajar mengajar dimulai dengan perkenalan oleh guru dengan

siswa. Siklus I dilakukan dua kali pertemuan proses belajar mengajar, dan tes

akhir siklus I pada pertemuan ketiga. Khusus untuk pertemuan pertama semua

siswa hadir dan begitupun pada pertemuan kedua semua siswa hadir yang

berjumlah 21 orang sebagai subjek penelitian. Pertemuan ketiga yang

merupakan tes akhir siklus I semua siswa menjadi sampel hadir. Tes akhir ini

bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami materi yag

telah diberikan, adapun skor hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel 1

berikut

37

Page 38: Skripsi Hamdani

Tabel 2 Statistik Hasil Belajar Bahasa Indonesia melalui Pendekatan Kontekstual pada siklus I

Statistik Nilai Statistik

Subjek Penelitian 21

Mean 66,7

Median 70

Modus 80

Standar Deviasi 12

Skor Tertinggi 80

Skor Terendah 50

Rentang Nilai 30

Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Dari tabel 2 di atas, menunjukkan bahwa dari 21 subjek penelitian di SD

Inpres 27 Pepebulaeng Kabupaten Maros, diperoleh nilai mean senilai 66,7,

nilai median senilai 70, nilai modus senilai 80, nilai standar deviasi senilai 12,

nilai skor tertinggi senilai 80, nilai skor terendah senilai 50, dan rentang nilai

senilai 30.

Jika skor penguasaan siswa pada tabel 1 di atas, dikelompokkan ke

dalam lima kategori, maka diperoleh distribusi frekuensi dan persentase skor

seperti yang ditunjukkan pada tabel 2 berikut;

38

Page 39: Skripsi Hamdani

Tabel 3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa pada Kelas V SD Inpres No. 27 Pepebulaeng Kabupaten Maros Siklus I

Interval Kategori Frekuensi Persentase

0 – 39 Sangat Rendah 0 0

40 – 54 Rendah 6 28,57

55 – 74 Sedang 10 47,62

75 – 84 Tinggi 5 23,81

85 – 100 Sangat Tinggi 0 0

Jumlah 21 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Berdasarkan tabel 3 di atas, diperoleh bahwa dari 21 siwa kelas V SD

Inpres No. 27 Pepebulaeng Kabupaten Maros, pada kategori sangat rendah

sebanyak 0%, yang termasuk kategori rendah sebanyak 6 orang dengan

persentase 28,57%, yang termasuk kategori sedang sebanyak 10 orang dengan

persentase 47,62%, yang termasuk kategori tinggi sebanyak 5 orang dengan

persentase 23,81%, yang termasuk kategori sangat tinggi sebanyak 0%. Pada

siklus I ini jumlah siswa yang mempunyai kategori sedang yang paling

dominan. Oleh karena itu, keberhasilan siklus ini tidak mencapai skor nilai

yang diharapkan.

Dari tabel 2 dan 3 di atas, dapat disimpulkan bahwa rata-rata siklus I

berada pada kategori rendah.

39

Page 40: Skripsi Hamdani

Persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel

4 berikut:

Tabel 4 Deskripsi Ketuntasan Belajas Siswa Kelas V pada Siklus I

Interval Kategori Frekuensi Persentase

0 – 59 Tidak Tuntas 16 76,19

60 – 100 Tuntas 5 23,81

Sumber : Hasil Analisis data, 2010

Dari tabel 4 di atas menunjukkan bahwa 16 orang atau sebanyak

76,19% siswa termasuk dalam kategori tidak tuntas dalam pembelajaran

Bahasa Indonesia dan 5 orang dengan persentase 23,81% yag termasuk dalam

kategori tuntas dalam pembelajaran bahasa indonesia dengan tema kegiatan.

Hal ini berarti masih ada siswa sebanyak 16 orang yang memerlukan perbaikan

secara individual maupun kelompok.

b. Siklus II

Setelah melihat hasil tes akhir siklus I, maka semua yang ada pada

siklus I dilakukan perbaikan pada proses tindakan siklus II. Proses belajar

mengajar pada siklus II dilakukan selama dua kali pertemuan dan pertemuan

ketiga diadakan tes akhir. Hasil tes akhir siklus II dapat dilihat pada tabel 5

berikut:

Tabel 5 Statistik Hasil Belajar Bahasa Indonesia melalui Pendekatan Kontekstual pada Tes Akhir Siklus II

40

Page 41: Skripsi Hamdani

Statistik Nilai Statistik

Subjek Penelitian 21

Mean 78,1

Median 80Modus 80

Standar Deviasi 7,5Skor Tertinggi 90Skor Terendah 70Rentang Nilai 30

Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Berdasarkan tabel 5 di atas, diperolah bahwa dari 21 subjek penelitian di

SD Inpres No 27 Kabupaten Maros, nilai mean yang diperoleh adalah senilai

78,1, nilai median yang diperoleh adalah senilai 80, nilai modus yang

diperoleh adalah senilai 80, nilai standar deviasi yang diperoleh adalah senilai

7,5, nilai skor tertinggi yang diperoleh adalah 90, dan nilai skor terendah yang

diperoleh adalah 70, dan rentang nilai yang diperoleh adalah 30.

Jika skor penguasaan siswa pada tabel 5 di atas, dikelompokkan ke

dalam lima kategori maka diperoleh distribusi frekuensi skor seperti yang

ditunjukkan pada tabel 6 berikut:

41

Page 42: Skripsi Hamdani

Tabel 6 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa kelas V SD Inpres No. 27 Kabupaten Maros pada siklus II.

Interval Kategori Frekuensi Persentase

0 – 39 Sangat Rendah 0 0

40 – 54 Rendah 0 0

55 – 74 Sedang 8 38,10

75 – 84 Tinggi 9 42,86

85 – 100 Sangat Tinggi 4 19,04

Jumlah 21 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Dari tabel 6 di atas, menujukkan bahwa dari 21 subjek penelitian di SD

Inpres No. 27 Pepebulaeng Kabupaten Maros, yang termasuk dalam kategori

sangat rendah sebanyak 0%, yang termasuk dalam kategori rendah sebanyak

0%, yang termasuk kategori sedang sebanyak 8 orang dengan persentase

38,10%, yang termasuk kategori tinggi sebanyak 9 orang dengan persentase

42,86%, dan yang termasuk kategori sangat tinggi sebanyak 4 orang dengan

persentase 19,04%.

Dari tabel 5 dan 6 di atas, dapat disimpulkan bahwa rata-rata siklus II

berada pada ketegori tinggi.

Persentase ketuntasan belajar siswa kelas V pada siklus II dapat dilihat

pada tabel 7 berikut:

42

Page 43: Skripsi Hamdani

Tabel 7 Persentasen Ketuntasan Belajar Siswa Kelas V pada Siklus II

Interval Kategori Frekuensi Persentase

0 – 59 Tidak Tuntas 0 0

60 – 100 Tuntas 21 100

Sumber : Hasil Analisis data, 2010

Dari tabel 7 di atas, menunjukkan bahwa 0 siswa yang termasuk dalam

ketegori tidak tuntas dalam pembelajaran dan 21 siswa dalam kategori tuntas

dalam pembelajaran bahasa indonesia dengan pendekatan kontekstual.

Untuk melihat secara jelas perubahan yang terjadi setelah penerapan

pendekatan kontekstual dalam meningkatkan hasil belajar dari siklus I hingga

siklus II. Perhatikan tabel 8 berikut:

Tabel 8 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa kelas V SD Inpres No. 27 Kabupaten Maros pada siklus II.

Interval KategoriFrekuensi Persentase

Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II

0 – 39 Sangat Rendah 0 0 0 0

40 – 54 Rendah 6 0 28,57 0

55 – 74 Sedang 10 8 47,62 38,10

75 – 84 Tinggi 5 9 23,81 42,86

85 – 100 Sangat Tinggi 0 4 0 19,04

Jumlah 21 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2010

43

Page 44: Skripsi Hamdani

Dari tabel 8 di atas menunjukkan bahwa terjadi perubahan hasil belajar

siswa dari siklus I ke siklus II. Pada sikus I frekunsi hasil belajar siswa berada

pada kategori rendah yaitu 6 dengan frekuensi 28,57%. Kemudian kategori

sangat rendah dengan frekuensi 0 dan persentase 0%, yang mendapat skor

yang sangat sedikit. Pada siklus II terlihat bahwa skor hasil belajar siswa

meninkat menjadi kategori sedang dengan frekuensi 8 orang dengan persentase

38,10%, yang berada pada kategori tinggi dengan frekuensi 9 dan persentase

42,86%, kategori rendah 0 dengan persentase 0% serta kategori sangat rendah

sudah tidak ada lagi. Hal ini, terbukti bahwa setelah menerapkan pedekatan

kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa kela V SD Inpres No. 27

Pepebulaeng Kabupaten Maros.

B. Pembahasan

1. Aktivitas siswa

Faktor lain yang menyebabkan belum maksimalnya hasil belajar siswa

pada siklus I, dikarenakan masih banyak siswa yang melakukan aktivitas yang

tidak relevan dengan pembelajaran di antaranya: tidak memperhatikan

penjelasan guru, mengobrol teman, mengerjakan tugas lain, bersikap seadanya

dalam melakukan kegiatan. Meskipun jumlah siswa yang melakukan kegiatan

tersebut tidak terlalu signifikan dan masih terkategori ditoleransi, namun tetap

44

Page 45: Skripsi Hamdani

harus menjadi perhatian karena jika dibiarkan tanpa tindakan korektif akan

mengakibatkan orientasi belajar siswa terganggu sehingga tujuan pembelajaran

tak dapat dicapai.

Pada siklus II tidak jauh berbeda dengan siklus I. siklus II keaktifan

siswa sudah nampak, dorongan dan minat siswa dalam belajar sudah dapat

terlihat dari keaktifannya bertanya, bekerja sama dalam kelompok dan hasil

belajarnya.

2. Hasil belajar

Hasil belajar siswa yang diperoleh setelah dilakukan tes siklus I dengan

pendekatan kontekstual adalah rata-rata yang diperoleh adalah 66,7 dengan

nilai tertinggi 80 dan terendah adalah 50 serta mediannya adalah 80 dari skor

ideal 100 dan berada pada kategori sedang. Hal ini disebakan karena

kurangnya motivasi belajar, sehingga siswa tidak tertarik dengan pembelajaran

yang diberikan. Dalam pendekatan kontekstual siswa ditekankan pada

pembelajaran secara individual, namum dalam siklus I siswa belum dapat

bekerja seefisien mungkin, dalam kelas masih banyak siswa yang memonopoli

tugas yang diberikan dan yang lainnya hanya bercerita dan tidak membantu

temannya. Siswa belum mengetahui apa arti dalam bekerja sama dengan teman

45

Page 46: Skripsi Hamdani

sebangkunya. Oleh karena itu, dalam siklus I ini guru lebih membimbing dan

mengarahkan siswa.

Tes siklus II menunjukkan nilai yang lebih baik dari siklus I yaitu

dengan rata-rata 78,1, nilai tertinggi adalah 90 dan terendah adalah 70,

mediannya adalah 80 dan modusnya adalah 80 dengan standar deviasi 7,5 dan

berada pada kategori tinggi. Dengan pendekatan kontekstual, aktivitas siswa

dalam kelompok sudah baik, pasangan-pasangan bekerja dengan baik, laporan

lembar kerja siswa sudah merupakan hasil diskusi kelompok.

Dari pembahasan di atas diketahui bahwa pada siklus I dengan siklus II

terjadi peningkatan mulai dari rata-ratanya naik sebesar 11,4. Nilai tertinggi

meningkat dari 80 menjadi 90. Dan nilai terendah adalah dari 50 menjadi 70.

46

Page 47: Skripsi Hamdani

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, peneliti mengemukakan beberapa kesimpulan

sebagai berikut :

1. Hasil belajar siswa yang diperoleh setelah dilakukan tes siklus I dengan

pendekatan kontekstual adalah rata-rata yang diperoleh adalah 66,7

dengan nilai tertinggi 80 dan terendah adalah 50 serta mediannya adalah

80 dari skor ideal 100 dan berada pada kategori sedang. Tes siklus II

menunjukkan nilai yang lebih baik dari siklus I yaitu dengan rata-rata

78,1, nilai tertinggi adalah 90 dan terendah adalah 70, mediannya adalah

80 dan modusnya adalah 80 dengan standar deviasi 7,5 dan berada pada

kategori tinggi. pada siklus I dengan siklus II terjadi peningkatan mulai

dari rata-ratanya naik sebesar 11,4. Nilai tertinggi meningkat dari 80

menjadi 90. Dan nilai terendah adalah dari 50 menjadi 70.

2. Pada siklus I siswa masih belum terlalu aktif, dikarenakan masih banyak

siswa yang melakukan aktivitas yang tidak relevan dengan

pembelajaran di antaranya: tidak memperhatikan penjelasan guru,

mengobrol teman, mengerjakan tugas lain, bersikap seadanya dalam

melakukan kegiatan. Pada siklus II tidak jauh berbeda dengan siklus I.

48

47

Page 48: Skripsi Hamdani

siklus II keaktifan siswa sudah nampak, dorongan dan minat siswa

dalam belajar sudah dapat terlihat dari keaktifannya bertanya, bekerja

sama dalam kelompok dan hasil belajarnya.

B. Saran

Dalam upaya peningkatan hasil belajar membaca maka melalui

penelitian ini disarankan hal-hal sebagai berikut.

1. Menetapkan pendekatan melalui keterampilan proses untuk meningkatkan

hasil belajar membaca siswa dalam menyelesaikan soal-soal.

2. Dalam kegiatan pembelajaran guru hendaknya memberikan situasi yang

bervariasi sehingga tidak menyebabkan kejenuhan bagi siswa.

3. Diharapkan para peneliti dibidang pendidikan, agar dapat melakukan

penelitian lebih lanjut tentang penggunaan pendekatan keterampilan proses.

48

Page 49: Skripsi Hamdani

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, 1993. Pengelolahan Pengajaran. Ujung Pandang :PT. Bintang Selatan.

Ali, Muhammad. 1985. Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi. Bandung : Angkasa

Arikunto, Suharsimi, 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta

Dimyanti, Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud.

Dwitaqama, D, 2008. Laporan Penelitian Tindakan Kelas (online).

Hamalik, Oemar. 2008. Keterampilan Membaca di Sekolah Dasar. Penerbit.

Keraf, Gorys. 1993. Komposisi Jakarta : Ikrar Mandiri Abadi.

Mappasaro, S, 2006. Belajar dan Pengajaran. Makassar : FIP UNM

Mulyasa. 2007. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Moedjiono, Moh. Dimyanti, 1992, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud.

Nasution. 2000. Metode Research. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Sudjana, Nana. 1984. Pedoman Praktis Mengajar. Jakarta: PPPP. Agama Islam.

Suherman. E. 1990. Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Pendidikan Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Wijaya Kusuma: Bandung.

Tarigan, Hendry Guntur. 1986. Berbicara Sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung Angkasa.

Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo.

49