SKRIPSI -...
Transcript of SKRIPSI -...
PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP RESPON
PEDAGANG BUAH DALAM PELAKSANAAN TERA ULANG
TIMBANGAN MEJA DI PASAR BLAURAN SALATIGA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh :
TUGINI
NIM. 21413037
FAKULTAS SYARI’AH
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan
dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Tugini
NIM : 21413037
Judul : PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP
RESPON PEDAGANG BUAH DALAM
PELAKSANAAN TERA ULANG TIMBANGAN
MEJA DI PASAR BLAURAN SALATIGA
dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diujikan
dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 29 Maret 2018
Pembimbing
Drs. Badwan, M. Ag
NIP. 195612021980031005
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
Jl. Nakula Sadewa No. 09 Telp (0298) 323706, 323433 Salatiga
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul
PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP RESPON PEDAGANG
BUAH DALAM PELAKSANAAN TERA ULANG TIMBANGAN MEJA DI
PASAR BLAURAN SALATIGA
Oleh:
Tugini
NIM: 21413037
Telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari’ah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Senin, tanggal 02 April
2018, dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
sarjana dalam hukum Hukum (SH).
Dewan Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang : Dr. H. Muh. Irfan Helmy, Lc., M.A.
Sekertaris Sidang : Drs. Badwan, M. Ag.
Penguji I : Evi Ariyani, M. H
Penguji II : Sukron Ma’mun, M. Si
Salatiga, 05 April 2018
Dekan Fakultas Syariah
Dr. Siti Zumrotun, M.Ag
NIP. 19670115 199803 2 002
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
DAN
KESEDIAAN DIPUBLIKASIKAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Tugini
NIM : 21413037
Jurusan : Hukum Ekonomi Syari’ah
Fakultas : Syari’ah
Judul Skripsi : PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP RESPON
PEDAGANG BUAH DALAM PELAKSANAAN TERA
ULANG TIMBANGAN MEJA DI PASAR BLAURAN
SALATIGA
Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,
bukan jiplakan dari karya tulis orang. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Skripsi ini diperbolehkan untuk di Publikasikan oleh Perpustakaan IAIN Salatiga
Salatiga, 29 Maret 2018
Yang menyatakan
Tugini
NIM: 21413037
MOTTO “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain.”
(QS Al-Insyiroh : 6-7)
“Bekerjalah engkau seakan hidup seribu tahun lagi, dan beribadahlah hanya
kepada Allah seolah olah akan mati besok pagi”
(Al hadist)
“Gantungkan cita – citamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika
engkau jatuh, engkau akan jatuh diantara bintang - bintang”
(Ir. Soekarno)
“Hidup kaya raya, Mati masuk surga”
(Anonim)
“Sukses adalah ketika mampu menyelesaikan masalah”
(Anonim)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk:
1. ALLAH SUBHANAHU WATA’ALA Yang telah memberikan jalan
kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak (Sumarno Atmojo) dan ibu (Lafifa Widiastuti) tercinta yang telah
memberikan do’a, inspirasi, motivasi, dorongan, perhatian, dan bantuan
disetiap langkahku dalam mewujudkan cita-citaku ini.
3. Bapak (alm) Damiri dan ibu Sutiyem, orang tua kandung saya tercinta yang
telah membesarkan aku dengan penuh kasih sayang serta menggenggam Do’a
disetiap langkahku, walaupun kita tidak tinggal bersama, namun inilah wujud
dari salah satu do’amu.
4. Bapak Drs. Badwan, M. Ag selaku Dosen Pembimbing yang selalu
memberikan saran, pengarahan, dan masukan sehingga skripsi dapat selesai
dengan maksiaml sesuai dengan yang diharapkan.
5. Sahabat – sahabat, adik-adik, dan seluruh keluarga besar di P.A. SAHAL-
SUHAIL yang telah memacu semangat belajarku dengan iringan do’a disetiap
langkahku.
6. Sahabat – sahabat seperjuanganku Hukum Ekonomi Syari’ah angkatan 2013
yang selalu memberikan warna dalam menempuh pemndidikan di IAIN
Salatiga.
Kata Pengantar
Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kepada kehadirat Allah SWT,
karena berkat rahmat – Nya penulisan sekripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai
dengan yag di harapkan. Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan yang
telah diberikan oleh – Nya, sehingga penulis dapat menyusun penulisan sekripsi
ini.
Shalawat dan salam penulis sanjungkan kepada Nabi, kekasih, spirit
perubahan Rasulullah SAW beserta segenap keluarga dan para sahabat –
sahabatnya, syafa’at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan.
Penulisan Sekripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan
guan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H), Fakultas Syari’ah, Jurusan Hukum
Ekonomi Syari’ah yang berjudul : “Pandangan Hukum Islam Terhadap Respon
Pedagang Buah Dalam Pelaksanaan Tera Ulang Timbangan Meja Di Pasar
Blauran Salatiga”. Penulis mengakui bahwa dalam menyususn penulisan sekripsi
ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena
itulah penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi – tingginya, ungkapan
terima kasih kadang tak bisa mewakili kata – kata, namun perlu kiranya penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN
Salatiga.
3. Ibu Evi Ariyani, M. H, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah
IAIN Salatiga.
4. Bapak Drs. Badwan, M. Ag, Selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan saran pengarahan dan masukan berkaitan dengan penulisan
sekripsi sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai dengan yang
diharapkan.
5. Ibu Luthfiana Zahriani, M. H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari’ah IAIN
Salatiga yang memberikan pemahaman, arahan dalam penulisan skripsi,
sehingga penulisan skripsi ini bisa saya selesaikan.
6. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf administrasi
Fakultas Syari’ah yang tidak bisa penulis sebut satu persatu yang selalu
memeberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
tanpa halangan apapun.
7. Sahabat – sahabatku selama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga
Lindut, Intan, Ijah, Diana, Umik, Aenun, mas Mujito, dan mb Yayan yang
selalu memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi.
8. Teman – temanku Dopel, Mumun, yang tidak banyak membantu lebih
banyak merepotkan, tetapi selalu memberikan warna dan dukungannya
untuk menyelesaikan skripsi.
9. Ipin (Diena Surianas Tutie) yang selalu menuruti keinginan saya walaupun
kadang dia tidak suka.
10. Riyana Gumun, Oviana, Ihah dan faoziyah yang selalu saya ributi dan
ganggu untuk memeberikan lembaran-lembaran skripsi ini ke bapak
dosen.
11. Teman – teman Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah angkatan 2013 di IAIN
Salatiga yang telah banyak memberikan cerita selama menempuh
pendidikan di IAIN Salatiga.
12. Dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu namun
memberikan kontribusi hebat dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan
yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa
mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya, Amiin.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun analisisnya,
sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan penulisan sekripsi ini, sehingga mudah dipahami.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.
Salatiga, 29 Maret 2018
Penulis.
ABSTRAK
Tugini. 2018. Pandangan Hukum Islam Terhadap Respon Pedagang Buah Dalam
Pelaksanaan Tera Ulang Timbangan Meja Di Pasar Blauran Salatiga.
Skripsi. Fakultas Syari’ah. Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah. Institut
Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Badwan, M. Ag.
Kata Kunci: Pandangan Islam, Respon Pedagang, Pelaksanaan Tera.
Pelaksanaan tera ulang sangat dibutuhkan dalam kegiatan ukur mengukur
dan takar menakar untuk mengurangi resiko kecurangan, termasuk dalam kegiatan
jual beli dan berdagang. Seorang pedagang harus mengikuti sidang tera ulang
yang sudah dijadwalkan sesuai dengan aturannya. Sidang tera ulang pedagang
membuat peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pelaksanaan tera ulang
pedagang, apa saja kendala yang dihadapi para petugas tera, dan bagaimana
pandangan Islam terhadap pelaksanaan tera ulang tersebut. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pelaksanaan tera ulang, kendala yang dihadapi serta
solusinya, dan pandangan Islam terhadap respon pedagang dalam pelaksanaan tera
ulang timbangan meja.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research) dengan
metode pengumpulan data, observasi, wawancara, dan studi pustaka. Sifat
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan
normatif sosiologis dengan cara meneliti bahan – bahan perpustakaan yang
merupakan data sekunder, sedangkan penelitian hukum sosiologis/ empiris
dilakukan dengan meneliti data primer yang diperoleh secara langsung di
lapangan.
Berdasarkan penelitian yang diperoleh, penulis menyimpulkan bahwa
pelaksanaan tera ulang pedagang buah di Pasar Blauran Salatiga tersebut sudah
berjalan setiap tahunnya sesuai dengan masa berlaku tanda tera dan Undang-
Undang No 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal, hanya saja respon dan
keantusiasan para pedagang yang masih sedikit dan kurang pemahaman akan
pentingnya sidang tera tersebut yang membuat para pedagang kurang tanggap.
Serta sanksi atau hukuman yang kurang tegas dari pemerintah membuat para
pedagang tidak begitu menghiraukan. Dari segi hukum Islam masih ada pedagang
yang tidak mau ditera sehingga meragukan timbangan yang digunakan dan
memicu kecurangan timbangan serta mengurangi takaran yang dilarang dalam
syari’at Islam.
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................... i
NOTA PEMBIMBING ............................................................................ ii
PENGESAHAN SKRIPSI ...................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................. iv
MOTTO ................................................................................................... v
PERSEMBAHAN .................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .............................................................................. vii
ABSTRAK ................................................................................................ x
DAFTAR ISI ............................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penleitian ................................................... 6
D. Telaah Pustaka .............................................................................. 7
E. Metode Penelitian .......................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan..................................................................... 11
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan umum tentang jual beli.................................................... 12
B. Tinjauan umum tentang timbangan ................................................ 29
BAB III HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi tempat penelitian ............................................................ 41
B. Pelaksanaan Tera Ulang Pedagang Buah di Pasar Blauran
Salatiga .......................................................................................... 45
C. Kendala yang di hadapi para petugas dan solusinya ...................... 50
BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP RESPON
PEDAGANG BUAH DALAM PELAKSANAAN TERA ULANG
TIMBANGAN MEJA DI PASAR BLAURAN SALATIGA ........... 53
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 58
B. Saran ............................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 60
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap
dimensi kehidupan umat manusia, tak terkecuali dalam urusan
perekonomian. Sistem nilai dalam Islam mendialeksikan nilai nilai
ekonomi dengan nilai aqidah dan etika. Kegiatan ekonomi ini tidak semata
berbasis nilai materi, namun juga terdapat sandaran nilai ibadah
didalamnya (Ghazaly, 2010:12).
Salah satu kegiatan ekonomi yaitu perdagangan dimana kegiatan
itu memiliki peran yang sangat fital dalam kehidupan manusia. Sektor
perdagangan dianggap cukup menjanjikan dalam meningkatkan
kesejahteraan kehidupan manusia. Sektor ini mendatangkan keuntungan
yang realtif besar bagi para pelakunya (Subakti, 2013: 2). Perdagangan
biasanya dilakukan di tempat- tempat yang sering dikunjungi oleh orang-
orang diantaranya pasar, pasar yang merupakan tempat bertemunya
penjual dan pembeli yang selalu ada transaksi didalamnya. Baik itu hanya
sekedar melihat lihat, maupun membeli barang barang yang dibutuhkan.
Pengurangan timbangan merupakan suatu fenomena yang terjadi
dalam dunia bisnis atau perdagangan. Fenomena ini terjadi sejak zaman
dahulu dan berlanjut hingga sekarang. Lihat saja di pasar- pasar yang ada.
Tidak sedikit para pedagang yang mengurangi timbangan. Para pedagang
itu melakukan banyak cara untuk mengurangi timbangan. Pada timbangan-
timbangan tradisional, cara mengurangi timbangan biasanya dilakukan
dengan mengganjal timbangan tersebut sehingga memberikan pengukuran
yang lebih berat dari berat barang sebenarnya. Mereka memang
mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda yaitu dari keuntungan harga
barang dan keuntungan jumlah atau berat barang yang dikurangi. Tapi hal
itu tentu saja sangat merugikan konsumen atau pembeli. Ini adalah
fenomena yang memperihatinkan sekaligus merusak.
Islam sangat mengutamakan kebaikan dalam bisnis. Karena semua
kecurangan dalam bisnis diharamkan. Dan salah satu kecurangan yang
diharamkan itu adalah mengurangi timbangan. Sehingga pembeli
dirugikan karena tertipu oleh sang penjual. Pembeli menerima barang
tidak sesuai dengan ukuran yang semestinya.
Di pasar- pasar tradisional banyak ditemukan pedagang yang
melakukan kecurangan dalam mengukur, menakar, atau menimbang
barang. Banyak pedagang yang menggunakan takaran dan timbangan
“bermain” dalam menggunakan alat-alat ini demi mendapatkan
keuntungan yang berlipat-ganda. Kecurangan yang dilakukan baik dalam
bentuk penggunaan alat-alat yang tidak layak lagi maupun “bermain”
dalam isi atau berat bersih. Berat barang yang seharusnya satu kg (seberat
10 ons), misalnya, ternyata setelah ditimbang kembali hanya sekitar
sembilan ons. Hal ini sudah menjadi pengalaman keseharian di pasar
tradisional. Di sisi lain, Islam telah memberikan aturan tentang masalah
takaran dan timbangan ini.
Yang menjadi prihatin adalah kurangnya kesadaran dari pedagang
akan kerugian atau akibat yang diterima bagi para pembeli dengan perilaku
yang dilakukannya, padahal pemerintah sendiri telah melakukan berbagai
cara untuk meminimalisir hal tersebut dengan mengadakan sidang tera
ulang bagi seluruh pedagang yang ada di pasar, namun hanya sebagian
diantara mereka yang melakukan yang lainnya lebih baik diam dan masa
bodoh.
Sidang tera tersebut dilakukan oleh Dinas Perdagangan didampingi
oleh petugas baik dari Pasar maupun Balai Metrologi, yang mana apabila
para pedagang sudah melakukan sidang tera maka akan dibubuhi cap tanda
tera yang sah, kegiatan sidang tersebut dilakukan setiap satu tahun sekali.
Dalam Alquran disebutkan secara tegas perintah untuk
menyempurnakan takaran secara adil, sekaligus ancaman bagi orang yang
melakukan kecurangan. Terdapat norma bahwa setiap muslim harus
menyempurnakan takaran dan timbangan secara adil, dan itu disebutkan
secara berulang-ulang. Surat Al Isra’: 35 menyebutkan perintah untuk
bagus dalam takaran atau timbangan,
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah
dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya.” (QS. Al Isra’: 35 )
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang
yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi
dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi.” (QS. Al Muthoffifin: 1-3).
Kalimat Al Muthoffifin ditafsirkan dengan ayat selanjutnya, yaitu
mereka yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta
dipenuhi secara sempurna, tanpa boleh ada kekurangan. Namun saat
mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka malah
mengurangi. Bisa jadi dengan alat takaran atau timbangan yang mereka
curangi. Mereka bisa pula berbuat curang dengan enggan
menyempurnakan takaran atau timbangan, atau semisal itu. Ini sama saja
merampas harta manusia tanpa lewat jalan yang benar.
Jika ancaman bagi yang berbuat curang dalam timbangan-
timbangan atau takaran saja seperti itu, bagaimanakah lagi dengan orang
yang merampas dan mencuri, tentu lebih parah dari Al Muthoffifin.
Demikian penjelasan dari Syaikh As Sa’di dalam kitab tafsirnya.
Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir Al Quran Al ‘Azhim
berkata bahwa yang dimaksud dengan Al Muthoffifin adalah berbuat
curang ketika menakar dan menimbang. Bentuknya bisa jadi, ia meminta
untuk ditambah lebih ketika ia meminta orang lain menimbang. Bisa jadi
pula, ia meminta untuk dikurangi jika ia menimbangkan untuk orang lain.
Itulah mengapa akibatnya begitu pedih yaitu dengan kerugian dan
kebinasaan. Itulah yang dinamakan wail (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7:
508).
Dalam hadist juga dijelaskan akan pentingnya menyempurnakan
timbangan secara adil dan jujur.
(Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin Bisyr bin Al Hakam
dan Muhammad bin Aqil bin Khuwailid keduanya berkata; telah
menceritakan kepada kami Ali bin Al Husain bin Waqid berkata, telah
menceritakan kepadaku Bapakku berkata, telah menceritakan kepadaku
Yazid An Nahwi bahwa Ikrimah menceritakan kepadanya dari Ibnu Abbas
ia berkata, "Tatkala Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah,
mereka adalah orang-orang yang paling buruk dalam menimbang. Maka
Allah menurunkan ayat: '(Celakalah bagi orang-orang yang curang dalam
timbangan) ', Setelah itu mereka berlaku jujur dalam timbangannya."
(H.R. IBNUMAJAH nomor 2214 dalam Sunan Ibnu Majah Lidwa Pustaka
i-Software). Fenomena yang terjadi di pasar tradisional seperti diceritakan di
atas, memunculkan permasalahan yang perlu kita waspadai dan
minimalisir. Dan oleh itu penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam
dengan judul “ Pandangan Hukum Islam Terhadap Respon Pedagang Buah
Dalam Pelaksanaan Tera Ulang Timbangan Meja Di Pasar Blauran
Salatiga”
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana Pelaksanaan Tera Ulang pedagang buah di Pasar Blauran
Salatiga?
2. Apa kendala yang dihadapi para Petugas Tera dalam melaksanakan
Tera Ulang Pedagang Buah Di Pasar Blauran Salatiga?
3. Bagaimana Pandangan Hukum Islam terhadap Respon Pedagang
dalam pelaksanaan tera ulang Timbangan Meja di Pasar Blauran
Salatiga?
C. Tujuan dan kegunaan penelitian
1. Tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui pelaksanaan tera ulang pedagang buah.
b. Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi para petugas
dalam melaksanakan Tera Ulang Pedagang Buah.
c. Untuk mengetahui pandangan Hukum Islam terhadap Respon
Pedagang Buah dalam pelaksanaan Tera Ulang Timbangan Meja
Pasar Blauran Salatiga?
2. Kegunaan penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengharapkan bahwa penelitian ini
tidak hanya berguna untuk pribadi tetapi dapat juga berguna bagi
orang lain. Beberapa kegunaan penelitian dapat dirumuskan sebagai
berikut:
a. Bagi Akademik
1) Menambah wawasan dan pengetahuan terutama pada penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya yang ingin mendalami
permasalahan ini.
2) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh civitas
akademika sebagai bahan informasi dan rujukan bagi mereka
yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.
b. Bagi Praktisi
1) Bagi Dinas Perdagangan Kota Salatiga, dapat dijadikan bahan
tambahan dalam menjalankan sistem sistem yang akan
diterapkan bagi para pedagang dengan baik yang sesuai syariah
Islam.
2) Dapat dijadikan pedoman bagi pedagang untuk lebih jujur dan
berhati hati dalam bersikap dan bertindak.
D. Telaah pustaka
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang
pelaksanaan tera ulang, anatar lain:
Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Supendi Mahasiswa Fakultas
Syari’ah dan Hukum, Universitas Negeri Islam Sultan Syarif Kasim Riau
dengan judul “Pelaksanaan Penimbangan Dalam Jual Beli Buah Kelapa
Sawit Ditinjau Ekonomi Islam”. Dalam tulisannya ia mengatakan bahwa
pelaksanaan penimbangan dalam jual beli tersebut tetap sah, namun sistem
penimbangan yang dilakukan belum sesuai dengan hukum Islam atau
ekonomi Islam karena dalam penimbangan terdapat kelebihan yang
diambil dengan cara bathil, dan kelebihan tersebut adalah riba dan haram
hukumnya.
Skripsi yang ditulis oleh Rasgi Suyasmas Mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Andalas dengan judul “Pelaksanaan Tera Ulang oleh
Balai Metrologi Di Pasar Tradisional Kota Pariaman dalam Mewujudkan
Perlindungan Konsumen”. Dalam tulisannya ia mengatakan bahwa
pelaksanaan tera ulang berjalan dengan benar dan jujur dengan kesadaran
para pedagang dan penegak hukum akan pentingnya ukuran yang sesuai,
dan ketegasan penegak hukum dalam memberikan sanksi yang menjadi
efek jera bagi pedagang.
Skripsi yang ditulis Suryanata Mahasiswa Fakultas Syari’ah
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dengan judul
“Standarisasi Takaran Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum “PASTI
PAS!” Dalam Perspektif Hukum Islam”. Dalam tulisannya ia mengatakan
bahwa SPBU “PASTI PAS!” telah melakukan standarisasi takaran sesuai
dengan aturan yang telah ditentukan, seluruh alatnya telah lolos uji tera
ulang dengan batas toleransi. Dan menurut Perspektif Islam SPBU
“PASTI PAS!” tidak termasuk jual beli yang dilarang.
E. Metode penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang
lokasinya di Pasar Blauran Salatiga dengan metode deskriptif
kualitatif. Penelitian ini deskriptif analitis adalah suatu penelitian yang
bertujuan untuk membuat deskriptif atau gambaran mengenai fakta-
fakta, sifat- sifat serta hubungan anatara fenomena yang diselidiki
(Nasir, 1999: 63). Sedangkan penelitian kualitatif adalah bertujuan
untuk menghasilkan data deskriptif , berupa kata- kata lisan atau dari
orang- orang dan perilaku yang diamati (Moloeng, 2000: 3). Dalam
penelitian yang diteliti adalah pelaksanan tera ulang, dan kendala yang
dihadapi para petugas tera serta solusi mengatasinya, sedangkan data-
data diperoleh dari pedagang, pegawai dinas perdagangan.
2. Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek
penelitian dengan menggunakan alat pengambilan data langsung
pada objek sebagai sumber informasi yang dicari (Nata, 2000: 39).
Adapun sumber data primer adalah dari para pedagang buah itu
sendiri dan juga petugas Balai Metrologi Dinas Perdagangan
tentang pelaksanaan tera ulang serta kendala yang dihadapi para
petugas tera.
b. Data sekunder data yang diperoleh secara tidak langsung dari
subjek penelitinya, yaitu di ambil dari undang – undang, buku–
buku, artikel, dan sumber lainnya yang memiliki hubungan dengan
permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.
3. Metode pengumpulan data
1. Observasi yaitu pengamatan yang dilakukan secara sengaja,
sistematis, mengenai fenomena sosial dengan gejala– gejala psikis
untuk kemudian dilakukan pencatatan (Subagyo, 1991: 231). dalam
hal ini penulis melakukan pengamatan di pasar Blauran Salatiga,
timbangan yang digunakan para pedagang dan anak timbangannya,
serta proses penimbangan barang yang dilakukan pedagang pada
saat melayani pembeli.
2. Interview atau wawancara yaitu percakapan dengan maksud
tertentu (Moloeng, 2000: 148). sedangkan jenis interview atau
wawancara yang digunakan oleh penulis adalah jenis pedoman
interview yang tidak terstruktur, yakni pedoman wawancara yang
hanya memmuat garis– garis besar pertanyaan yang akan diajukan
(Arikunto, 1997: 231). dalam hal ini penulis bertanya langsung
kepada Pedagang dan Pegawai Dinas Perdagangan Kota Salatiga.
3. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal– hal atau variabel
yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, agenda,
dan foto foto yang berkaitan dengan pembahasan (Arikunto, 1997:
206). Dalam hal ini penulis memperoleh data dari buku– buku dan
literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti, dan
foto foto pada saat dilakukan wawancara dengan pedagang maupun
dengan petugas penera, dan pada saat melakukan observasi
mengamati timbangan yang digunakan.
F. Sistematika penulisan
Untuk memberikan kemudahan dalam penyusunan laporan
penelitian ini, maka penulisan skripsi ini disusun dengan sistematika
sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, batasan
masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II Landasan teori yang terdiri dari tinjauan umum tentang jual
beli, rukun dan syarat jual beli, jual beli yang diperbolehkan,
dan jual beli yang dilarang menurut hukum Islam, dan
tinjauan umum tentang timbangan, tera dan tera ulang.
BAB III Hasil Penelitian dan pembahasan yang terdiri dari deskripsi
Tempat Penelitian, Pelaksanan Tera Ulang.
BAB IV Pandangan Hukum Islam terhadap Respon Pedagang Buah
dalam pelaksanaan Tera Ulang Timbangan Meja di Pasar
Blauran Salatiga.
BAB V Penutup yang berisi kesimpulan yang memuat semua
kesimpulan dari semua pembahasan hasil penelitian yang
telah dilakukan dan saran yang berkaitan dengan hasil
penelitian.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli
1. Pengertian Jual Beli
Jual beli (al-bay’) secara bahasa adalah memindahkan hak
milik terhadap benda dengan akad saling mengganti dan saling
memiliki (Aziz, 2010: 23).
Jual beli menurut bahasa adalah memberikan sesuatu
karena ada pemberian (imbalan yang tertentu). Menurut istilah jual
beli adalah pemberian harta karena menerima harta dengan ikrar
menyerahkan dan menerima (Ijab dan Qabul) dengan cara yang
diizinkan (Rifai,1976:183). Jual beli adalah tukar menukar barang
dengan adanya barang dan saling ikhlas atau menerima.
Menurut pengertian syari’at jual beli yaitu pertukaran harga
atas dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang
diperbolehkan (Sabiq,1987:45). Secara terminologi ada beberapa
definisi jual beli yang dikemukakan oleh para ulama fikih,
sekalipun substansinya dan tujuan masing masing definisi adalah
sama, yaitu tukar menukar barang dengan cara tertentu dan atau
tukar menukar sesuatu dengan barang yang sama dengan tata cara
yang benar. Jual beli (al-buyyu) adalah pertukaran harta atas dasar
saling rela atau memindahkaan hak milik dengan ganti yang dapat
dibenarkan (alat tukar yang sah) (Dewi dkk, 2006:99).
Definisi sebagian ulama yang mengatakan bahwa jual
adalah menukar satu harta dengan harta lain dengan cara khusus
merupakan definisi yang bersifat toleran karena menjadikan jual
beli sebagai alat tukar menukar, sebab pada dasarnya akad tidak
harus saling tukar menukar akan tetapi menjadi bagian dari
konsekuensinya, kecuali jika dikatakan seperti:”akad yang
mempunyai sifat saling tukar menukar artinya menuntut adanya
satu pertukaran” (Aziz,2010: 5).
Jual beli secara histori dapat menggunakan dua cara yaitu,
dengan tukar menukar barang (barter) atau dengan jual beli dengan
sistem uang, yaitu alat tukar yang sah menurut hukum (Anshori,
2009: 40).
Menurut Ali Fikri yang dikutip oleh Ahmad (2010:175),
bahwa pendapat dari hanafiah menyatakan jual beli memiliki dua
arti, yaitu:
a. Arti khusus, jual beli adalah menukar barang dengan mata uang
(emas dan perak) dan semacamnya, atau tukar menukar barang
dengan uang atau menukar barang dengan barang dengan cara
yang sesuai dengan syari’at.
b. Arti umum, jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta
menurut cara yang khusus, harta mencakup zat barang atau
uang.
2. Dasar hukum jual beli
Dasar hukum pelaksanaan jual beli sudah diatur baik dalam
Al-qur’an maupun As-sunnah diantaranya:
a. Surah Al-Baqarah ayat 275
… …
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba”.
b. Surah An-nisa ayat 29
…
“Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan bathil kecuali dengan jalan perniagaan yag berlaku
dengan suka sama suka diantara kamu”.
3. Rukun dan syarat jual beli
Dalam jual beli memiliki rukun dan syarat yang harus
dipenuhi agar proses jual beli tersebut dapat sah dan sesuai dengan
syariat. Dalam jual beli ada perbedaan pendapat antara ulama
Hanafiyah dengan Jumhur ulama dalam menentukan rukun dan
syarat jual beli. Rukun jual beli menurut ulama Hanafiyah hanya
satu, yaitu Ijab (ucapan membeli dari pembeli) dan Qabul (ucapan
menjual dari penjual). Menurut mereka yang menjadi rukun dalam
jual beli tersebut adalah kerelaan antara keduanya untuk melakukan
jual beli tersebut (Hasan, 2004: 19).
Jual beli merupakan suatu akad, dan sah apabila sudah
memenuhi rukun dan syarat jual beli. Menurut jumhur ulama
terdapat empat rukun jual beli yang harus dipenuhi yaitu (Hasan,
2004:38).:
a) Orang yang berakad (Adanya penjual dan pembeli).
b) Sighat (lafal Ijab dan Qabul). Ijab adalah perkataan penjual
misal, “saya jual barang ini seharga 20.000”. Qabul adalah
perkataan pembeli misal, “saya beli barang ini seharga
20.000”
c) Ada barang yang diperjualbelikan.
d) Ada nilai tukar pengganti barang.
Adapun syarat syarat jual beli sesuai dengan rukun yang
dikemukakan jumhur ulama diatas adalah sebagai berikut:
(Haroen, 2007: 155).
1) Syarat orang yang berakad
Para ulama fikih sepakat bahwa orang yang melakukan
akad jual beli harus memenuhi syarat:
a) Berakal. Jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang
belum berakal dan orang gila hukumnya tidak sah.
Adapun anak kecil yang mumayyiz, menurut ulama
Hanafiyah, apabila akad yang dilakukan membawa
keuntungan bagi dirinya, seperti menerima hibah,
wasiat, dan sedekah maka akadnya sah.
b) Yang melakukan akad adalah orang yang berbeda.
Artinya, seorang tidak dapat bertindak dalam waktu
yang bersamaan sebagai penjual dan pembeli.
Misalnya, Mahfud membeli dan menjual barangnya
sendiri, maka akad jual belinya tidak sah.
2) Syarat-syarat yang terkait dengan Ijab dan Qabul
Para ulama berpendapat bahwa unsur utama dari
jual beli yaitu kerelaan atau keikhlasan dari kedua belah
pihak. Kerelaan atau keikhlasan kedua belah pihak dapat
dilihat dari Ijab dan Qabul yang dilakukan. Menurut
mereka Ijab dan Qabul perlu diucapkan dengan jelas dalam
transaksi-transaksi yang mengikat kedua belah pihak,
seperti akad sewa menyewa, jual beli, pinjam meminjam
dan usaha lainnya. Akan tetapi terhadap transaksi yang
mengikat salah satu pihak, seperti wakaf, hibah, dan wasiat
tidak perlu Qabul cukup dengan mengucapkan Ijab saja.
Apabila Ijab dan Qabul sudah diucapkan dalam jual
beli maka kepemilikan barang atau uang sudah berpindah
tangan dari pemilik asalnya. Barang yang dibeli berpindah
tangan menjadi milik pembeli, dan uang atau alat tukarnya
berpindah menjadi milik penjual (Shiddiq,dkk, 2010:73).
Maka dari itu, para ulama fikih berpendapat bahwa syarat
Ijab dan Qabul adalah sebagai berikut: (Haroen, 2010:
116).
a) Orang mengucapkan telah baliq dan berakal
b) Qabul sesuai dengan ijab. Misal, penjual berkata: “saya
jual mangga ini dengan harga 10.000, kemudian si
pembeli bilang “saya beli mangga ini dengan harga
10.000. apabila dalam Ijab Qabul tersebut ada yang
tidak sesuai atau sama, maka jual beli tersebut tidak
sah.
c) Ijab Qabul dilakukan dalam satu majelis, yaitu antara
penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi berada
ditempat yang sama dan waktu yang sama pula.
Namun seiiring berkembangnya zaman yang semakin maju,
dimana Ijab dan Qabul sekarang tidak diucapkan lagi, melainkan
mereka menggunakan bahasa tubuh dimana sang pembeli
mengambil barang dan kemudian membayar kepada penjual tanpa
ada ucapan menyerahkan dan menerima. Seperti jual beli yang
biasa dilakukan ketika berbelanja di swalayan atau toko toko yang
sistem belanjanya mengambil sendiri. Didalam fikih Islam, jual
beli seperti itu disebut Ba’i Al-Mua’thah karena menunjukkan
adanya unsur ridha atau ikhlas antara kedua belah pihak.
3) Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan (ma’qud alaih)
Adapun syarat-syarat yang terkait dengan barang yang
diperjualbelikan diantaranya yaitu:
a) Barangnya harus ada, atau tidak ada ditempat, akan
tetapi penjual tersebut bersedia untuk mengadakan
barang tersebut. Misal Toko Barokah karena kiosnya
kecil tidak dapat menampung stok banyak, oleh
karenanya stok tersebut ditaruh di gudang, dan penjual
tersebut bersedia mengambilkan barang yang
diinginkan pembelinya.
b) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat untuk manusia.
Oleh karena itu, bangkai, khamr, dan darah, tidaklah
sah menjadi objek atau barang dalam jual beli, karena
menurut syara’ barang atau benda tersebut tidak dapat
bermanfaat untuk manusia muslim.
c) Milik seseorang. Barang yang bukan miliknya atau
belum dimilikinya tidak diperbolehkan untuk diperjual
belikan. Misal menjual ikan yang ada di laut, atau emas
yang masih berada di dalam tanah, karena ikan dan
emas tersebut belum menjadi hak miliknya.
d) Boleh diserahkan pada saat akad berlangsung atau pada
waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak
yaitu penjual dan pembeli.
4) Syarat-syarat nilai tukar atau harga barang
Unsur terpenting dalam jual beli yaitu nilai tukar
dari barang yang dijualbelikan pada zaman sekarang ini
yaitu uang. Terkait dalam masalah nilai tukar ini para ulama
fikih membedakan menjadi dua yaitu al-tsaman dan al-si’r.
Menurut mereka al-tsaman adalah harga pasar yang berlaku
diantara para penjual penjual secara nyata, dan al-si’r
adalah harga barang yang diterima para pedagang sebelum
mereka menjual kepada konsumen atau pembeli.
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa harga yang diberikan untuk sesama pedagang
harusnya berbeda dengan harga yang akan diberikan kepada
para pembeli. Dalam praktiknya pada zaman sekarang
seperti toko yang melayani pembelian secara grosir dan
eceran harganya harus berbeda.
4. Macam Macam Jual Beli
a) Jual beli yang diperbolehkan
Jual beli yang diperbolehkan menurut syari’at Islam
terbagi menjadi beberapa diantaranya jual beli dilihat dari
hukumnya, ada dua jenis yaitu jual beli yang sah menurut
hukum dan jual beli batal untuk hukum, dan dari segi obyek
benda yang diperjualbelikan, dan dari segi orang atau
pelaku dalam jual beli tersebut (Suhendi, 2010:75).
Dilihat dari obyek benda yang diperjualbelikan
diantaranya:
1. Jual beli benda yang kelihatan.
Pada saat melakukan akad jual beli, barang atau benda
yang akan diperjualbelikan harus ada atau terlihat oleh
kedua belah pihak. Seperti kalau membeli buah di
pasar.
2. Jual beli yang disebutkan sifatnya (jual beli as-salam).
Jual beli as-salam adalah jual beli yang proses
pembayarannya tidak langsung diterima atau tidak
tunai, jual beli ini dulunya meminjamkan barang yang
harganya seimbang dengan barang tersebut, maksudnya
perjanjian yang penyerahan barangnya disimpan
terlebih dahulu sampai batas waktu kesepakatan yang
telah ditentukan.
3. Jual beli benda yang tidak ada
Jual beli yang dilarang karena barang atau bendanya
belum diketahui atau belum terlihat dan tidak pasti,
apakah barang tersebut milik sendiri, curian, ataupun
barang titipin, sehingga akan merugikan salah satu
pihak (Supendi, 2011:75-77).
b) Jual beli yang sah, tapi dilarang
1. Membeli barang dengan harga yang lebih mahal
daripada harga pasar, padahal dia tidak menginginkan
barang tersebut, akan tetapi semata-mata agar orang lain
tidak dapat membeli barang itu.
2. Membeli barang yang sudah dibeli orang lain yang
masih dalam khiyar.
3. Mencegat orang-orang yang datang dari desa di luar
kota, lalu membeli barangnya sebelum mereka smapai
ke pasar dan sebelum mereka mengetahui harga pasar.
Hal tersebut tidak diperbolehkan karena karena dapat
merugikan orang desa yang datang, dan
menngecewakan serta tidak mendukung gerakan
pemasaran karena barangnya tidak sampai pasar.
4. Membeli barang untuk ditahan agar dapat dijual dengan
harga yang lebih mahal, sedangkan masyarakat umum
memerlukan barang tersebut. Hal ini tidak
diperbolehkan karena menimbun barang dilarang oleh
agama.
5. Menjual barang yang berguna, kemudian dijadikan alat
maksiat oleh yang memebelinya.
6. Jual beli yang disertai tipuan. Yang berarti dalam jual
beli tersebut ada unsur tipuannya. Baik dari pihak
penjual maupun pembelinya, pada barang ataupun
ukuran dan timbangannya. Semua ulama sepakat bahwa
perbuatan itu sangat tercela dalam agama, menurut akal
pemikiran kita pun tercela.
c) Jual beli yang terlarang
1. Jual beli dengan transaksi riba
Secara umum riba dapat dikelompokkan menjadi dua
macam, yaitu:
(a) Riba Nasi’ah
Nasi’ah artinya penundaan, yaitu riba yang
terjadi dalam suatu transaksi karena adanya unsur
penundaan, baik yang terjadi dalam jual beli
maupun dalam transaksi hutang piutang. Riba
Nasi’ah merupakan jenis riba yang populer pada
jaman jahiliyah. Contoh riba Nasi’ah yang popular
adalah riba yang terdapat dalam qardl (hutang
piutang) yaitu seseorang memberikan qardl kepada
pihak lain sejumlah uang dalam tempo yang
disepakati, dan pihak mustaqrdl (orang yang
berhutang) harus membayar pada waktu yang
disepakati dengan sejumlah tambahan tertentu sesuai
dengan waktu yang disepakati pula (Azzam, 2010:
218).
(b) Riba Fadhl
Riba Fadhl adalah tambahan pada salah
pertukaran dua barang yang sama saat terjadi tukar
menukar secara tunai. Hal ini biasanya terjadi
dalam suatu transaksi pertukaran atau jual beli, di
mana penjual dan pembeli melakukan akad jual beli
antara barang yang sama (sejenis) tetapi terdapat
perbedaan kuantitas. Riba Fadhl adalah jenis riba
yang diharamkan melalui hadis nabi, contohnya
yaitu apabila seseorang menukar gandum dengan
gandum tetapi tidak sama ukurannya (Azzam, 2010:
218).
2. Jual beli yang mengandung unsur gharar
Setiap transaksi jual beli yang memberi peluang
terjadinya persengketaan, karena barang yang dijual
tidak transparan,atau ada unsur penipuan yang dapat
membangkitkan permusuhan antara dua pihak yang
bertransaksi, atau salah satu pihak menipu pihak lain
dilarang oleh nabi Saw, transaksi yang mengandung
gharar seperti menjual ikan yang masih dalam air,
menjual buah yang masih di pohon dan semua jenis jual
beli yang mengandung unsur ketidaktransparanannya
(Qardhawi, 2007: 356).
3. Jual beli yang mengandung maysir
Istilah maysir (judi) merupakan bentuk objek yang
diartikan sebagai tempat untuk memudahkan sesuatu
karena seseorang seharusnya menempuh jalan
semestinya, walaupun jalan pintas dengan harapan
dapat mencapai apa yang dikehendaki, walaupun jalan
pintas tersebut bertentangan dengan nilai aturan
syari’ah (Nawawi, 2012: 265).
Allah Swt telah melarang segala jenis perjudian.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat
90-91:
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud
hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di
antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi
itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari
mengerjakan pekerjaan itu)(Al-Maidah:90-91)
4. Jual beli yang mengandung unsur dharar
Salah satu tujuan hukum islam adalah untuk
melindungi jiwa. Maka sebagai umat islam kita harus
mematuhinya karena dengan mematuhi hukum islam
maka berarti kita telah menjaga diri kita. Segala sesuatu
yang diharamkan oleh Allah Swt maka kita harus
tunduk walaupun kita tidak mengetahui secara detail
keburukan atau kemadharatannya. Terkadang sesuatu
yang dapat dilihat oleh orang lain, suatu keburukan
yang tidak terungkap pada suatu masa ternyata dapat
diketahui pada masa sesudahnya (Qardhawi, 2007: 50).
Hal ini bisa kita perhatikan bagaimana Allah Swt
mengharamkan babi. Pada mulanya, umat islam hanya
mengetahui bahwa pengharaman atas babi tersebut
kotor dan menjijikan. Seiring perkembangan zaman
ilmu pengetahuan berhasil mengungkap bahwa di dalam
daging babi tersebut terdapat kuman dan bakteri yang
mematikan (Qardhawi, 2007: 50).
Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S Al-Baqarah
ayat 220:
Tentang dunia dan akhirat. dan mereka bertanya
kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus
urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu
bergaul dengan mereka, Maka mereka adalah
saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang Mengadakan perbaikan. dan
Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat
mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Q.S. Al
Baqarah:220)
5. Jual beli yang mengandung unsur haram
Pada pembahasan rukun dan syarat jual beli sudah
dijelaskan bahwa tidak boleh melakukan jual beli atas
barang yang haram diperjualbelikan seperti bangkai,
darah, babi dan lain sebagainya. Sebagaimana firman
Allah dalam Q.S Al-Maidah ayat 3:
…
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394],
daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas
nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang
jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas,
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.
dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak
panah[396], (mengundi nasib dengan anak panah itu)
adalah kefasikan. pada hari ini[397] orang-orang kafir
telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab
itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah
kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama
bagimu. Maka barang siapa terpaksa[398] karena
kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
6. Jual beli yang mengandung unsur dzulm
kedhaliman merupakan tindakan melampaui batas yangt
sering terjadi dan digunakan seseorang untuk
memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya.
Tindakan dengan melakukan kdhaliman untuk
mendapatkan keuntungan ini sering juga disebut dengan
machiavellian yaitu sikap menghalalkan segala cara
asal tujuan bisa tercapai. Kedhaliman (penindasan)
merupakan salah satu hal yang sangat dimurkai dan
diharamkan dalam islam. Bahkan kedhaliman kepada
orang lain tidak akan diampuni Allah sehingga orang
tersebut meminta maaf kepada orang yang didhaliminya
(http://tuntunanislam.com/etika bisnis dalam islam/,
diakses 27 Maret 2018). Larangan berbuat dzulm
diterangkan dalam Al Qur’an surat Al-Baqarah ayat
279:
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu
tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.(Al
Baqarah:279)
7. Jual beli yang mengandung unsur maksiat
Seorang muslim haram menjual atau membeli barang
yang diketahuinya adalah hasil perbuatan maksiat atau
akan digunakan untuk maksiat (Alfaifi, 2010: 270).
Hal ini diperkuat sebagaimana firman Allah dalam Al-
Qur’an surat Al-Maidah ayat 2:
…
…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah
kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat
siksa-Nya. (Q.S. Al Maidah ayat:2)
Jual beli yang sudah dijelaskan diatas dilihat sah, hanya saja
hukumnya haram karena kaidah fikih berikut ini: apabila larangan
dalam urusan muamalat itu karena hal yang diluar urusan muamalat,
larangan itu tidak menghalangi sahnya akad (Rasjid.1994: 284-286).
B. Tinjauan Umum Tentang Timbangan
1. Pengertian Timbangan
Timbangan diambil dari kata imbang yang artinya banding,
timbangan, imbangan. Menimbang tidak boleh berat sebelah (Sugono,
2008: 1706). Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa
penimbangan adalah kegiatan yang kita lakukan untuk menimbang,
sedangkan alat yang bisa kita pakai untuk menimbang adalah
timbangan. Timbangan adalah alat yang kita gunakan untuk
menentukan berat benda atau barang yang sesuai dengan ukurannya.
Timbangan mencerminkan sikap kejujuran dan keadilan, apabila
praktik penimbangan kita sesuai maka hasil akhir kitapun akan baik.
2. Macam-macam timbangan
a. Timbangan bukan otomatis adalah timbangan yang dalam proses
penimbangannya dilakukan oleh operator secara langsung (misal
dengan menaruh atau menurunkan barang yang ditimbang dari
atau ke penerima muatan dan untuk mendapatkan hasilnya).
b. Timbangan berskala adalah timbangan yang memberikan
penunjukan langsung hasil penimbangannya, baik secara
keseluruhan maupun sebagian.
b. Timbangan elektronik adalah timbangan yang dilengkapi dengan
peralatan elektronik.
c. Timbangan otomatis adalah timbangan yang dengan penunjukan
kedudukan keseimbangan diperoleh secara langsung tanpa
bantuan operator ataun orang lain.
d. Timbangan mekanik adalah timbangan yang berskala kontinyu
atau yang tidak berskala yang seluruh komponennya tersusun dan
bekerja secara mekanik (Undang-Undang No.2 Tahun 1981
tentang Metrologi legal).
3. Dasar hukum timbangan dalam Islam
Manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan hidupnya
sendiri sendiri termasuk dalam mencari rizki, dan sebagian besar
manusia melakukan kegiatan muamalah atau berdagang dimana
kegiatan berdagang tersebut harus melihat ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan sesuai dengan syariat. Jual beli atau berdagang sangat
disukai oleh Nabi namun, dalam berdagang harus memiliki prinsip
jujur dan adil seperti firman Allah SWT didalam Surat Ar-Rohman
ayat 9
“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah
mengurangi neraca itu”.
Penjelasan dari ayat diatas adalah bahwa kita dalam
melakukan kegiatan jual beli maupun berdagang tidak diperbolehkan
untuk melakukan kecurangan mengurangi timbangan, baik barangnya,
ukurannya maupun berat timbangannya. Ayat diatas menjelaskan
bahwa kita diharuskan atau diwajibkan untuk mengukur, menakar, dan
menimbang dengan ukuran dan takaran yang pas, dan menegakkan
timbangan ukuran dengan benar dan tepat.
Kecurangan dan ketidakjujuran dalam mengukur dan
menimbang menjadi hal yang sangat memprihatinkan dan merugikan
orang banyak, ketentuan dan juga akibat orang yang tidak jujur dalam
timbangan sudah diatur dalam Al-Qur’an surat Al-Muthofifin ayat 1-7
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-
orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dipenuhi,. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang
lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka,
bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, Pada suatu hari
yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan
semesta alam. Sekali-kali jangan curang, karena Sesungguhnya kitab
orang yang durhaka tersimpan dalam sijjin
Dari ayat diatas sudah sangat jelas bahwa berbuat curang
dalam timbangan sangat dilarang oleh agama, ancaman dan akibatnya
yang kita terima apabila berbuat curang juga dijelaskan, maka takar
dan timbanglah barang sesuai dengan beratnya, jangan ada
kecurangan karena hukumannya sangat menyakitkan.
4. Prinsip-prinsip adil dalam berdagang
Ada beberapa prinsip yang dijadikan landasan dalam berdagang dan
berusaha diantaranya (Arifin, 2005: 131). :
a. Prinsip tauhid prinsip ini merupakan prinsip pokok dari segala
sesuatu, karena didalamnya terkandung perpaduan keseluruhan
aspek-aspek kehidupan muslimin baik dalam bidang ekonomi,
politik sosial dan lain sebagainya menjadi satu.
b. Prinsip keseimbangan ( keadilan)
Prinsip keseimbangan ini berisikan ajaran keadilan yang
merupakan salajh satu prinsip dasar yang harus dijadikan
pegangan oleh semua orang. Ikatan antara keadilan dengan
kehidupan manusia yang tak lain yaitu untuk menciptakan
keharmonian kehidupoan yang berjalan sesuai dengan hukum
alam dan syari’at Islam yang diperintahkan Allah SWT dan Nabi
Muhammad SAW.
c. Prinsip pertanggungjawaban
Sebagai manusia, yang merupakan seorang makhluk individu
maka bertanggung jawab akan dirinya sendiri dan sebagai
makhluk sosial dia bertanggung jawab untuk orang yang berada
disekitarnya dan masyarakat.
d. Prinsip kebenaran
Dalam lingkup usaha kebenaran dimaksudkan sebagai niat awal,
sikap, dan juga tingkah laku yang benar dan luput dari kesalahan.
Misalkan dalam proses jual beli maka ketika kita menimbang
suatu barang, berat barang dan timbangan haruslah sama dan tidak
boleh kurang.
5. Pengertian adil
Adil menurut bahasa yaitu sama sesuai dengan porsi dan
kebutuhan masing-masing, tidak berat sebelah, tidak memihak
maupun menyamakan satu dengan yang lain, meletakkan sesuatu
sesuai tempatnya, dan tidak memihak kepada yang benar (Sugono,
2008: 6).
Adil menurut istilah yaitu seimbang atau tidak memihak dan
memberikan hak kepada orang yang berhak menerimanya tanpa ada
pengurangan, dan meletakkan segala urusan pada tempat yang
sebenarnya tanpa ada aniaya, selanjutnya mengucapkan kalimat yang
benar tanpa ada yang ditakuti kecuali Allah SWT. Selanjutnya
menetapkan suatu kebenaran terhadap dua masalah atau beberapa
untuk dipecahkan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh
syariat Islam. Dengan begitu perbuatan adil yaitu suatu tindakan
berdasar kepada kebenaran, bukan mengikuti kehendak hawa nafsu
pribadi. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 8 yang
artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-
orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi
saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil, karena adil
itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Penjelasan dari ayat diatas yaitu bahwa kita sebagai manusia dan
makhluk Allah diharuskan untuk selalu bersikap adil dimanapun kita
berada dan dalam keadaan apapun, karena Allah selalu mengetahui
apa yang kita pikirkan dan yang kita kerjakan.
Dalam hadist juga diterangkan akan pentingnya bersikap adil
dalam transaksi jual beli yaitu sebagai berikut:
Telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah bin Mu'adz, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami
Sufyan dari Simak bin Harb, telah menceritakan kepadaku Suwaid bin
Qais, ia berkata; aku dan Makhramah menyambut jenis pakaian dari
sutera yang datang dari Hajar menuju Mekkah, kemudian Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mendatangi kami dengan berjalan kaki
kemudian beliau menawar beberapa celana panjang dari kami
kemudian kami menjualnya kepada beliau, dan disana terdapat
tukang penimbang yang melakukan penimbangan dengan diberi
diupah. Kemudian beliau berkata kepada tukang penimbang tersebut:
"Timbanglah dan penuhilah (sempurnakanlah) timbangan.." telah
menceritakan kepada kami Hafshah bin Umar dan Muslim bin
Ibrahim secara makna hampir sama. Mereka berdua berkata; telah
menceritakan kepada kami Syu'bah dari Simak bin Harb dari Abu
Shafwan bin 'Umairah, ia berkata; aku datang kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam di Mekkah sebelum beliau berhijrah, -ia
menceritakan dengan hadits ini dan tidak menyebutkan; menimbang
dengan diberi upah. Abu Daud berkata; hadits tersebut diriwayatkan
oleh Qais, sebagaimana yang dikatakan Sufyan. Dan perkataan yang
benar adalah perkataan Sufyan. Telah menceritakan kepada kami
Ibnu Abu Rizmah; aku mendengar ayahku berkata; seorang laki-laki
berkata kepada Syu'bah, Sufyan telah menyelisihimu. Engkau telah
melukaiku, telah sampai kepadaku khabar dari Yahya bin Ma'in, ia
berkata; seluruh orang yang menyelisihi Sufyan, maka perkataan
yang benar adalah perkataan Sufyan. Telah menceritakan kepada
kami Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepada kami Waki' dari
Syu'bah ia berkata; Sufyan lebih hafal dariku (H.R. ABU DAUD
nomor 2898 dalam Sunan Abu Daud Lidwa Pustaka i-Software).
6. Macam macam perilaku adil
Berlaku adil dapat dikelompokkan menjadi empat bagian diantaranya
yaitu: (Haroen, 2007:115).
a. Berlaku adil kepada Allah SWT, adalah menjadikan Allah
SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang memiliki
kesempurnaan. Misal tidak menyembah yang lain atau berbuat
syirik.
b. Berlaku adil kepada diri sendiri, adalah menempatkan diri
pribadi pada tempat yang baik dan benar.
c. Berlaku adil pada orang lain, adalah menempatkan orang lain
pada tempat yang sesuai, dan memberikan hak orang lain
dengan jujur tanpa merugikan orang lain. Misal dalam
menakar timbangan antara berat dan barang haruslah sama.
d. Berlaku adil kepada makhluk lain, adalah memperlakukan
makhluk Allah yang lain dengan layak sesuai dengan
ajarannya dan tidak menyakitinya atau merusaknya.
Kewajiban berlaku adil
Sebagai manusia ciptaanNya kita diperintahkan untuk
senantiasa bertakwa dan berbuat adil dalam segala aspek.
Sesuai dengan gambaranNya bahwa Allah mencintai orang-
orang yang berbuat adil. Dan dalam firman Allah surat An-
Nahl ayat 90:
…
artinya: sesungguhnya allah memerintahkan berbuat adil dan baik.
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meminimalisir
kecurangan yang dilakukan pedagang adalah dengan melakukan tera
dan tera ulang, dimana kegiatan tersebut dimaksud agar tidak ada
pihak yang dirugikan dan juga pedagang melakukan kegiatan
berdagangnya dengan adil dan jujur. Untuk lebih jelasnya apa yang
dimaksud dengan tera dan tera ulang akan dijelaskan dibawah ini:
7. Pengertian tera dan tera ulang
a. Pengertian tera
Tera (menera) adalah menandai dengan tanda tera yang sah
atau tanda tera batal yang berlaku, atau memberikan keterangan-
keterangan tertulis yang bertanda tera yang sah atau tanda tera
batal yang berlaku, dilakukan oleh pegawai-pegawai yang berhak
melakukannya berdasarkan pengujian yang dijalankan pada alat
alat ukur, timbang, takar, dan perlengkapannya yang belum
dipakai.
Tera ulang adalah menandai ulang dengan tanda tera yang
sah atau tanda tera batal yang berlaku, atau memberikan
keterangan-keterangan tertulis yang bertanda tera yang sah atau
tanda tera batal yang berlaku, dilakukan oleh pegawai-pegawai
yang berhak melakukannya berdasarkan pengujian yang dijalankan
pada alat alat ukur, timbang, takar, dan perlengkapannya yang
belum dipakai. dilakukan setiap satu tahun sekali
(https://www.academia.edu/ 20131823/ Tera dan Kalibrasi?
auto=download, diakses 6 desember 2017, pukul 6.48).
b. Unsur unsur tera (menera)
1. Menandai atau membubuhi atau mengecap
2. Tanda tera sah atau batal atau surat sebagai pengganti tanda
tera sah atau tanda batal yang berlaku
3. Oleh pegawai yang berhak
4. Atas hasil pengujian
5. UTTP yang belum atau sudah dipakai
c. Peraturan perundang undangan yang mengatur tentang timbangan
yaitu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1981
tentang metrologi legal .
Selanjutnya, Pasal 12 Bab keempat dalam Undang-Undang
Nomor 2 tahun 1981 tentang metrologi legal menjelaskan bahwa
Setiap pedagang yang memiliki alat-alat ukur, takar, timbang dan
perlengkapannaya yang wajib ditera dan ditera ulang. Kemudian,
Pasal 13 menjelaskan tentang Pengujian dan pemeriksaan alat-alat
ukur, takar, timbang dan perlengkapannya, pelaksanaan serta
jangka waktu dilakukan tera dan tera ulang, tempat-tempat dan
daerah-daerah dimana dilaksanakan tera dan tera ulang alat-alat
ukur, takar, timbang dan perlengkapannya
Pasal 14 menjelaskan tentang apabila semua alat-alat, ukur, takar
seperti yang disebutkan di pasal 12 pada saat tera dan tera ulang
tidak memenuhi syarat dan ada yang tidak mungkin diperbaiki
lagi, dapat dirusak sampai tidak dapat digunakan lagi, dan yang
merusak adalah pegawai yang berhak menera atau menera ulang.
Kemudian, tata cara pengrusakan alat-alat ukur, takar, timbang,
dan perlengkapannya mengikuti pegawai yang berhak tera. Pasal
15 menjelaskan tentang pegawai yang berhak menera atau menera
ulang berhak juga menjustir alat-alat ukur, takar, timbang, dan
perlengkapannya yang akan diajukan untuk ditera atau ditera
ulang apabila alat ukur tersebut belum memenuhi syarat-syarat.
Pasal 16 menjelaskan tentang berapa biaya yang dikeluarkan
untuk pelaksanaan tera atau tera ulang.
Selanjutnya pasal 19 bab kelima dalam Undang-Undang No 2
Tahun 1981 menjelaskan bahwa tanda tanda tera dalam sidang
tera atau tera ulang sebagai berikut:
1. Tanda sah yang dibubuhkan atau dipasang pada alat-alat
ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang disahkan
pada waktu ditera atau tera ulang.
2. Tanda batal yang dibubuhkan pada alat-alat ukur, takar,
timbang dan perlengkapannya yang dibatalkan pada waktu
tera maupun tera ulang.
3. Tanda jaminan yang dibubuhkan atau dipasang pada bagian-
bagian tertentu dari alat-alat ukur, takar, timbang atau
perlengkapannya yang sudah disahkan untuk mencegah
penukaran dan atau perubaahan.
4. Tanda daerah dan tanda pegawai yang berhak menera
dibubuhkan atau dipasang pada alat-alat ukur, takar, timbang
dan perlengkapannya, agar dapat diketahui dimana daerah itu
tinggal dan oleh siapa peneraan dilakukan.
Kesadaran hukum merupakan sikap atau perilaku mengetahui
atau mengerti dan taat pada aturan serta perundang-undangan
yang ada. Jadi kesadaran dapat diartikan sebagai sikap atau
perilaku mengetahui dan mengerti dan taat pada aturan yang
berlaku , oleh karena itu suatu aturan wajib untuk
dilaksanakan serta ada sanksi bagi yang melanggarnya
(Ahmad, 2009: 298). Terkait dengan kewajiban tera ulang
yang mana merupakan kewajiban yang harus dijalankan.
Apabila tidak menjalankan, maka bagi pelanggar akan
dikenai sanksi.
BAB III
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Pasar Tradisional Salatiga
Kota salatiga merupakan salah satu Kota Madya di Provinsi Jawa
Tengah. Kota dengan Luas 56.781 km², dan terletak pada astronomi antara
1100.27’. 56581”-1100.32’ 4.64” BT 0070.17- 17’.23”LS. Pada awalnya
Kota Madya Salatiga hanya terdiri dari satu Kecamatan yaitu Kecamatan
Salatiga. Namun, seiring dengan adanya pemekaran wilayah, Kota
Salatiga mendapatkan beberapa tambahan daerah yang berasal dari
Kabupaten Semarang. Hingga sekarang secara administratif Kota Salatiga
terdiri dari 4 Kecamatan dan 22 Kelurahan.
Kemudian Salatiga memiliki 12 Pasar Tradisional diantaranya,
Pasar Banyuputih, Pasar Jetis, Pasar Andong, Pasar Rejosari, Pasar
Blauran I, Pasar Blauran II, Pasar Raya I, Pasar Raya II, Pasar Loak
Shoping Centre, Pasar Sayangan, Pasar Eks. Hasil Bumi, Pasar Cengek.
Secara keseluruhan Pasar Tradisional di Kota Salatiga pernah
mengalami beberapa kali regulasi. Sekitar tahun 1980 – 1998 dimana dari
kantor pasar menjadi kantor yang berbentuk UPTD (Unit Pengelolaan
Tingkat Daerah) yang menginduk di bawah naungan DIPENDA (Dinas
Pendapatan Daerah). Yang kemudian terjadi regulasi lagi pada tahun 2011
menjadi Kantor Pasar dan kembali menjadi Dinas Paasar yang kemudian
menginduk ke DISPERINDAGKOP (Dinas Perindustrian, Perdagangan,
Perdagangan, Koperasi) dan UMKM. Kemudian pada Februari 2012,
Disperindagkop khususnya pada bidang Pasar dihapuskan atau ditiadakan
dan kembali lagi menjadi UPTD (Unit Teknis Dinas), karena banyaknya
jumlah pasar tradisional di Kota Salatiga akhirnya terbagi menjadi 4
UPTD. Adapun sistem pengelolaannya yaitu :
UPTD I Pasar Raya I, Pasar Ayam, dan Bagi Hasil
UPTD II Pasar Buah, Pasar Raya II, Pasar Shoping, dan
Pasar Loak Shoping
UPTD III Pasar Blauran I, Pasar Blauran II, Pasar
Sayangan.
UPTD IV Pasar Rejo Sari, Pasar Andong, Pasar
Banyuputih, pasar Cengek, dan Pasar Jetis.
Sumber: wawancara dengan petugas UPTD III 5 Januari 2018
B. Gambaran Umum tentang Pasar Blauran 1
Pasar Blauran merupakan Pasar Tradisional yang dibangun pada
tahun 2005, yang dibangun oleh dana APBD, tetapi ternyata bangunan itu
tidak representatif untuk dijadikan pasar. Bangunan tersebut memiliki
banyak tiang-tiang penyangga di dalam bangunan tersebut sehingga pasar
menjadi terkesan gelap dan kumuh yang mengakibatkan para pembeli
enggan berbelanja. Dari hal tersebut memberikan dampak yang kurang
menyenangkan bagi para penjual, sehingga banyak penjual yang memilih
untuk keluar dan berjualan di luar pasar tersebut dan hanya beberapa
pedagang yang masih menempati pasar tersebut. Dan para pedagang yang
keluar dari pasar tersebut berjualan disepanjang jalan disekitar jalan
pahlawan,
Tahun 2016, kepala Dinas Perdagangan (Bapak Mutho’in)
mengusulkan alokasi dana tugas pembantuan kepada pemerintah pusat
namanya Departemen Koperasi yang kemudian dapat dana bantuan
sebesar 900 juta untuk membangun pasar Blauran. Kemudian pada tahun
2017 dibangunlah Pasar Blauran yang menghasilkan bangunan yang
berbentuk kubah dan terlihat lebih baik dan banyak disukai oleh
masyarakat sekitar, yang didalamnya telah ada lubang yang dapat
dimasuki sinar matahari masuk ada tatakan pedagang juga sehingga pasar
tidak terkesan kumuh lagi. Tanggal 6 Februari 2018 pedagang mulai
memasuki Pasar Blauran tersebut. Dan mulai tanggal 6-8 Februari 2018
mulai ditempati dan diresmikan (hasil wawancara dengan Bapak Danus
Kepala Bidang Pasar Kota Salatiga tanggal 7 Januari 2018).
Dengan dibangunnya Pasar yang baru semoga memberikan
kenyamanan dan kemudahan untuk para pedagang dan juga pembeli dalam
melakukan transaksi jual beli. Kepala Dinas Perdagangan bapak Muhto’in
menghimbau agar para pedagang dalam berjualan bisa tertib dan nyaman
sehingga membawa berkah serta manfaat untuk kita semua, Pasar yang
sekarang ini dibuat lebih lebar sehingga memudahkan para pembeli untuk
melakukan aktifitas di pasar tersebut.
Berikut Ini Gambar Pasar Blauran:
Foto Pasar Blauran
C. Struktur organisasi
Sumber: wawancara petugas UPTD III 7 Januari 2018
D. Tempat pelaksanaan
Tempat pelaksanaan untuk sidang tera ulang dilakukakan di luar
laboratorium kemetrologian atau untuk sidang tera ulang di Pasar Blauran
Salatiga ini dilakukan di area terbuka dan luas dan masih berada di area
Pasar Blauran (hasil wawancara dengan mas Ardian tanggal 7 Januari
2018).
E. Pelaksanaan Tera Ulang di Pasar Blauran
Timbangan meja termasuk timbangan yang memiliki jangka waktu
tera ulang satu tahun. Maka pelaksanaan tera ulang pada timbangan meja
juga dilakukan setiap satu tahun sekali berdasarkan masa berlaku tanda
tera yang dicapkan.
Pelaksanaan tera ulang timbangan merupakan kewajiban bagi
pedagang, terutama yang digunakan untuk menimbang dalam menjalankan
kegiatan usahanya di pasar untuk berjualan (Zaid, 2005: 20). Timbangan
yang paling banyak digunakan di pasar Blauran adalah timbangan meja
beranger, dimana timbangan meja beranger tersebut untuk penunjukannya
tidak otomatis, dalam penunjukan keseimbangannya sepenuhnya didapat
dari bantuan operator atau pedagang. Adapun proses pelaksanaannya
sebagai berikut:
1. Proses Tera Ulang
Dalam pelaksanaan tera ulang yaitu dengan memberitahukan
kepada seluruh pedagang yang ada di pasar Blauran yang biasanya
diumumkan dua smapai tiga hari sebelum pelaksanaan tera dimulai
biasanya diumumkan lewat pengeras suara oleh petugas pasar yang
berada di situ dan para petugas tersebut berkeliling untuk mengecek dan
memeriksa timbangan para pedagang (hasil wawancara dengan bapak
Wisnu Kasi bidang Perdagangan Disdag Tanggal 7 Januari 2018).
Dan untuk biaya sidang tera ditanggung oleh masing masing
pedagang dengan beban biaya 50.000- 60.000 ribu satu kali tera (hasil
wawancara dengan Bpk Thohwarin pedagang tanggal 5 Januari 2018).
Dan ketika nanti ada kerusakan terkait timbangan maka para pedagang
itu sendiri membetulkan timbangannya ke reparasi yang telah bekerja
sama dengan Dinas Perdagangan, dan untuk biayanya menjadi
tanggungan para pedagang itu sendiri (hasil wawancara dengan mas
Ardian petugas tera tanggal 9 Januari 2018).
Sidang tera ini bertujuan agar timbangan para pedagang menjadi
sempurna dan akurat, sehingga baik pedagang maupun pembeli sama-
sama diuntungkan dan tidak kecewa atau rugi.
Teknis pelaksanaan sidang tera ini yaitu para pedagang langsung
membawa timbangan mereka sendiri ke lokasi sidang tera, dan disana
dicek semua kondisi dari timbangan itu sendiri. Apabila timbangan itu
masih bagus dan baik maka, timbangan itu akan diberi tanda tera sah
sesuai dengan tanggal, tahun, dan peneranya. Namun, apabila
timbangan itu mengalami kerusakan yang bisa dibetulkan oleh si
penera, timbangan tersebut akan dibetulkan pada saat diperiksa. Dan
bila timbangan itu sudah tidak layak dipakai lagi atau sudah diperbaiki
tapi masih tidak berfungsi, maka timbangan tersebut diberi tanda tera
batal dan tidak boleh digunakan lagi untuk menimbang atau berjualan
(hasil wawancara dengan mas Ardian petugas Tera tanggal 9 Januari
2018).
2. Waktu Pelaksanaan Tera Ulang
Untuk waktu pelaksanaan tera ulang biasanya dilakukan setiap 1
(satu) tahun sekali sesuai dengan masa tanda yang berlaku, karena
untuk timbangan meja masa berlakunya 1 (satu) tahun maka setelah itu
dilakukan tera ulang lagi. Dan pelaksanaannya diambil pada catur
wulan III dan lamanya tera bisa beberapa hari sampai beberapa minggu,
karena nanti harus bergantian mengingat petugas yang diperbolehkan
untuk melakukan tera terbatas (hasil wawancara dengan mas Ardian
petugas tera tanggal 9 Januari 2018).
3. Petugas Tera Ulang
Anggota dalam pelaksanaan tera ulang ini berjumlah 21 orang
yang sesuai dengan keputusan Walikota Salatiga Nomor
900/131/SK/2015 Tentang TIM PENDATAAN ALAT UKUR TAKAR
TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA PADA KEGIATAN
PENGEMBANGAN KAPASITAS PRANATA PENGUKURAN
STANDARISASI PENGUJIAN DAN KUALITAS KOTA SALATIGA
TAHUN 2015 (hasil wawancara dengan mba oktavia petugas UPTD III
tanggal 27 Maret 2018).
4. Hasil dari pelaksanaan tera ulang
Setelah dilakukan tera ulang pada timbangan meja oleh para
petugas dan dicek semua kondisi timbangannya, maka untuk timbangan
yang kondisinya masih bagus akan diberi cap atau tanda oleh petugas
yang menera dengan tanda tera sah, tahun peneraan, kota atau daerah
pelaksanaan tera itu, dan inisial nama dari orang yang menera itu. Jadi,
apabila nanti habis peneraan kondisi bagus, akan tetapi setelah beberapa
hari mengalami ketidak cocokan maka, petugas tera yang ada di tanda
timbangan tersebut yang akan bertanggungjawab (hasil wawancara
dengan Mas Ardian tanggal 15 Januari 2018).
Namun apabila timbangan tersebut sudah rusak atau tidak layak
digunakan lagi maka, akan diberi tanda batal pada timbangannya, tahun
peneraan, kota atau daerah pelaksanaan tera, dan petugas yang menera
timbangan tersebut (hasil wawancara dengan Mas Ardian tanggal 15
Januari 2018).
Dan apabila timbangan tersebut pada saat dicek atau ditera rusak,
tapi ada kemungkinan untuk bisa diperbaiki lagi maka nanti akan diberi
tanda jaminan oleh petugas yang artinya timbangan itu setelah dalam
masa perbaikan bisa dipergunakan lagi sesuai dengan tanda tera, namun
apabila sudah di perbaiki tapi tidak bisa sesuai maka timbangan tersebut
tidak boleh di pergunakan lagi (hasil wawancara dengan petugas Dinas
tanggal 15 Januari 2018).
Dalam penelitian skripsi ini saya melakukan wawancara dengan
beberapa pedagang buah di pasar blauran kota salatiga, dimana dapat
diketahui bahwa dalam pelaksanaan sidang tera tersebut, sebagian besar
para pedagang beranggapan bahwa pelaksanaan tera tersebut hanya buang-
buang waktu karena timbangan tidak ditera pun bisa digunakan dan malah
lebih akurat. Kurangnya kesadaran dari para pedagang dan pentingnya
timbangan yang dipakai itu benar dan tidak ada masalah atau akurat, yang
menyebabkan para pedagang enggan melakukan sidang tera.
Dan salah satu pedagang yang berjualan disekitar pasar tersebut
bernama bapak Thohwarin usia 50 tahun dan berjualan ditempat itu sudah
hampir 30 tahun, berpendapat bahwa dilaksanakannya tera sebenarnya
bagus dan baik, untuk keakuratan dan kebaikan timbangan menjadi benar
dan baik. Akan tetapi karena menurut beliau biaya tera yang lumayan
mahal dan para pembeli lebih suka dan mantap apabila menggunakan
timbangan meja daripada timbangan elektrik. Padahal untuk kemudahan
dan keakuratan timbangan tersebut sebenarnya lebih enak menggunakan
timbangan elektrik karena, baik para pembeli maupun pedagang bisa
mengetahui berat timbangan tersebut tanpa harus bertanya (hasil
wawancara dengan pedagang tanggal 5 Januari 2018).
Pedagang yang lainnya yang juga berjualan yaitu ibu x umur 45
tahun, menurutnya sidang tera itu tidak harus dilakukan karena timbangan
yang digunakan tersebut bisa dipakai untuk seumur hidup tanpa harus
dilakukan tera dan tera ulang. Namun karena di Pasar tersebut para
petugas selalu mengoperasi dan berkeliling ke setiap pedagang atau kios
kios, maka mereka terpaksa melakukan tera terseburt (hasil wawancara
dengan ibu x pedagang tanggal 5 Januari 2018). Dan untuk pedagang yang
tidak mau mereka lebih mengacuhkan dan tidak mengindahkan.
F. Kendala pelaksanaan tera ulang
Dalam pelaksanaan tera banyak sekali kendala kendala yang
dihadapi para petugas tera dalam menjalankan sidang tersebut diantara
yaitu (hasil wawancara dengan petugas Dinas tanggal 9 Januari 2018).:
1. Banyaknya para pedagang yang tidak mau ditera dengan alasan ketika
selesai ditera timbangan para pedagang menjadi tidak akurat atau
rusak.
2. Pedagang yang tidak mau ditera pada hari pelaksanaan biasanya
mereka tetap buka ruko maupun kios akan tetapi mereka pura pura
tidak tahu dan tidak mau tahu.
3. Ada sebagian pedagang yang ketika pelaksanaan tera mereka
membawa parang untuk menolak para petugas tera.
4. Pedagang yang mau ditera dalam pembawaan timbangan mereka
membawa timbangan dengan berbondong-bondong, atau dijadikan
satu tempat sehingga timbangan tersebut berbenturan satu dengan
yang lainnya.
5. Untuk melaksanakan sidang tera di pasar, para petugas harus keliling
dan mengejar para pedagang untuk melaksanankan sidang tera.
6. Dan ketika selesai ditera pun para pedagang tersebut membawa
timbangan mereka dengan berbondong-bondong lagi, padahal
sebelum dan sesudah sidang tera timbangan tersebut harusnya dibawa
sendiri sendiri oleh para pedagang.
7. Kurangnya kesadaran diri dari para pedagang akan pentingnya
pelaksanaan tera demi kebaikan bersama (pedagang dan pembeli).
G. Solusi atau penyelesaian masalah dari kendala pelaksanaan tera
1. Memberikan pengetahuan akan pentingnya keakuratan dan
kejujuran dalam timbangan.
2. Para petugas dari Dinas berkeliling mengecek dan mengoperasi
setiap pedagang di lingkungan tersebut.
3. Dalam pelaksanaan tera para petugas didampingi oleh petugas
keamanan dan Satpol PP demi kelancaran dan keamanan semua
pihak.
4. Masing-masing pedagang tersebut harus datang ketempat sidang
tera dengan membawa timbangannya dan melihat atau mengikuti
proses pelaksanaan agar para pedagang mengetahui dan memahami
kondisi serta keadaan timbangan yang mereka gunakan.
5. Memberikan sanksi atau teguran bagi mereka yang tidak mau tertib
melaksanakan sidang tera tersebut.
6. Mengadakan sosialisasi akan pentingnya timbangan yang benar
dan sanksi bagi mereka yang tidak mengikuti aturan dalam hal ini
sidang tera.
Dalam hal penyelesaiaan kendala yang dihadapi, para
petugas harus lebih jeli untuk mengadakan sosialisasi atau
pemahaman kepada pedagang untuk lebih memerhatikan kondisi
dan keadaan timbangannya. Dan para petugas harus lebih tegas dan
tertib agar para pedagang tidak meremehkan dan mengacuhkan
aturan yang sudah ada. Dan mulai menjalankan sanksi-sanksi bagi
para pedagang yang tidak tertib, karena apabila sanksi tersebut
dijalankan dan para pedagang paham akan pentingnya timbangan
yang benar dan akurat maka mereka akan sadar dan menjalankan
sidang dengan senang hati.
BAB IV
PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP RESPON PEDAGANG
BUAH DALAM PELAKSANAAN TERA ULANG TIMBANGAN MEJA
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari setiap manusia selalu
berusaha dan berusaha agar segala kebutuhannya terpenuhi, segala macam
usaha mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan. Salah satu usaha yang
biasanya dilakukan adalah dengan berdagang atau berjualan, dimana
penghasilan atau keuntungannya bisa mereka nikmati langsung tanpa harus
menunggu lama terlebih dahulu.
Jual beli atau berdagang adalah salah satu pekerjaan yang di anjurkan
atau disenangi oleh Allah dan Nabi, karena Nabi juga sejak kecil sudah
melakukan pekerjaan tersebut. Dalam berdagang manusia tidak bisa melakukan
sendiri tanpa ada orang lain, karena rukun dan syarat dari berdagang adalah
adanya penjual dan pembeli seperti yang dijelaskan dan diatur didalam Al-
Qur’an dan Hadist. Dalam berdagang kita dianjurkan dan diperintahkan untuk
menjadi pedagang yang jujur dan adil dan tidak merugikan orang lain, karena
pedagang yang jujur dan adil akan mendapatkan imbalan yang baik dari Allah
SWT.
Dalam wawancara, peneliti menemukan bahwa pasar Blauran Salatiga
dalam berjualan banyak diantara para pedagang yang tidak jujur dan adil,
mereka menaruh suatu benda pemberat ke dalam timbangan yang nantinya
akan membantu pedagang dalam menetukan hasil timbangan. Hasil timbangan
nanti menjadi berat di tempat meletakkan barang yang akan ditimbang
sehingga hasil timbangan menjadi sedikit.
Didalam usaha perdagangan, setiap orang meninginkan keuntungan
yang banyak. Sehingga mereka lupa akan batasan dan aturan yang ada dalam
Islam. Ada kalanya orang yang berjualan tersebut mengurangi ukuran atau
takaran dalam timbangan yang digunakan. Itu semua dilakukan agar bisa
mendapatkan keuntungan yang lebih tanpa harus mengeluarkan modal yang
banyak. Akan tetapi tanpa orang itu sadar maupun tidak tindakan tersebut
tidaklah benar dan melanggar syariat Islam.
Di dalam Islam melarang usaha atau kegiatan yang terdapat unsur
haram baik disengaja maupun tidak. Misal melalui kegiatan riba, judi, mencuri,
jual beli barang haram, curang dalam takaran dan mengurangi timbangan dari
jalan yang batil dan merugikan orang lain.
Di pasar Blauran Salatiga sendiri sudah dilakukan berbagai cara untuk
meminimalisir kecurangan tersebut dengan diadakannya sidang tera atau tera
ulang, akan tetapi para pedagang kebanyakan enggan melakukan sidang tera
atau tera ulang dengan alasan timbangannya itu masih bagus, masih bisa
digunakan, tidak ada masalah dengan timbangan dan menurut pedagang yang
telah diwawancarai itu juga salah satu yang menjadi alasan para pedagang
untuk tetap menggunakan timbangan meja walaupun tanpa ditera.
Dari semua jenis usaha atau kegiatan yang dilarang adalah curang
dalam hal takaran dan timbangan, seperti yang dijelaskan dalam bab II yang
menjadi permasalahan yaitu alat timbangan itu sendiri yang dilakukan oleh
pedagang buah di pasar Blauran Salatiga. Peneliti telah melakukan penelitian
pada pedagang tersebut dengan cara observasi dan mewawancarai para
pedagang, petugas pasar, dan pegawai Dinas Perdagangan setempat. Dimana
alat timbangan yang mereka gunakan harusnya dilakukan tera setiap 1 (satu)
tahun sekali ini mereka keberatan melakukannya dengan berbagai alasan.
Ketika peneliti melakukan penelitian dengan mewawancarai pegawai
Dinas Perdagangan mereka bilang bahwa para pedagang tersebut sebenarnya
tahu adanya peraturan yang mengatur tentang tera tersebut, akan tetapi para
pedagang enggan atau malas untuk melakukannya dengan banyaknya alasan
yang mereka utarakan. Yang membuat peneliti semakin penasaran untuk
membahas permasalahan ini adalah alat timbangan yang digunakan para
pedagang untuk berjualan apabila digunakan terus menerus maka bahan materil
dari timbangan itu lama- kelamaan aus atau kendor, sehingga untuk transaksi
penimbangan ukuran atau takaran menjadi tidak akurat dan benar.
Dari hasil wawancara dengan (ibu x 45 Tahun) tersebut mengatakan
bahwa timbangan yang mereka gunakan tidaklah harus dilakukan tera karena
timbangan tersebut digunakan seumur hidup juga tidak apa-apa. Karena
mereka beranggapan timbangan tersebut kuat dan akurasi timbangan tidak akan
bergeser. Padahal apabila timbangan itu dipakai terus menerus timbangan
tersebut sedikit demi sedikit akan kendor dan untuk penakaran tidaklah
menjadi sempurna dan akurat. Menurut mereka juga para pembeli lebih suka
dan mantap apabila mereka beli barang dengan menggunakan timbangan
manual atau timbangan meja, padahal kalau untuk keakuratan dan kejujuran
dalam timbangan, timbangan digitallah yang lebih baik digunakan karena
untuk mencurangi takaran sangatlah sulit dibandingkan dengan timbangan
manual atau meja. Karena timbangan digital dilengkapi dengan angka berat
dan jumlah yang bisa dilihat oleh pembeli dan pedagang.
Dalam Al-Qura’an dijelaskan akan pentingnya kejujuran dalam
timbangan seperti dalam surat Ar-Rohman ayat 9 :
Artinya: “dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah
mengurangi neraca itu.”
Dari ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kita dalam melakukan
kegiatan jual beli maupun berdagang tidak diperbolehkan untuk mengurangi
timbangan, baik barangnya, ukuran maupun berat timbangannya. Kita
diharuskan dan diwajibkan untuk mengukur, menakar, dan menimbang dengan
ukuran yang pas, dan menegakkan timbangan dengan jujur, benar, akurat dan
tepat.
Kecurangan dan ketidakjujuran dalam mengukur dan menimbang
menjadi hal meresahkan dan merugikan orang banyak. Dalam Al-Qur’an juga
dijelaskan hukuman atau akibat bagi mereka yang tidak jujur dalam timbangan
adalah surat Al-Muthofifin ayat 1-7:
“Celakalah bagi orang-orang yang curang dalam menimbang dan
menakar. Yaitu apabila mereka menerima takaran (dari orang lain)
mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang
untuk orang lain mereka mengurangi. tidakkah orang-orang itu mengira
bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang
besar. Yaitu pada hari ketika semua orang bangkit menghadap tuhan
seluruh alam.”
Perilaku para pedagang di Pasar Blauran Salatiga kebanyakan
melakukan tindak kecurangan, salah satu contohnya dengan melakukan
kecurangan dan pengurangan dalam timbangan. Dan para pedagang tersebut
tahu bahwa mengurangi atau mencurangi timbangan tidak boleh seperti yang
dijelaskan dalam bab II sebelumnya yaitu apabila mereka curang dalam takaran
dan timbangan maka, mereka akan mendapat siksa di akhirat.
Dan mereka juga melanggar Undang-Undang No 2 Tahun 1981
Tentang Kemetrologian Legal karena didalam undang undang tersebut
dijelaskan bahwa setiap pedagang yang memiliki timbangan atau alat ukur
diwajibkan untuk melakukan tera atau tera ulang, yang bertujuan untuk
meminimalkan kecurangan juga untuk keakuratan alat ukur timbangan
pedagang itu. Para pedagang di Pasar Blauran sangat sedikit dalam
menanggapi pelaksanaan tera atau tera ulang yang dilakukan setiap satu tahun
sekali sesuai dengan masa tanda tera itu sendiri, dengan diadakanya sidang tera
atau tera ulang kecurangan-kecurangan yang dilakukan pedagang akan terlihat
karena setiap tahun selalu dicek dan diperbaiki timbangan para pedagang.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil analisis yang telah penulis paparkan di bab sebelumnya,
maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan tera ulang pedagang buah di pasar Blauran Salatiga tersebut
sudah berjalan setiap tahunnya sesuai dengan masa berlaku tanda tera dan
Undang-Undang No 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
2. Kendalanya adalah respon dan keantusiasan para pedagang yang masih
sedikit dan kurangnya pemahaman akan pentingnya sidang tera tersebut
membuat para pedagang tidak tanggap. Serta sanksi atau hukuman yang
kurang tegas dari pemerintah membuat para pedagang mengabaikannya.
dan penyelesaiannya para petugas tera selalu mengelilingi tiap tiap
pedagang yang memiliki timbangan untuk disidang tera kan. Dan
memberikan pembinaan kepada para pedagang akan pentingnya
timbangan di tera.
3. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa masih ada
pedagang yang tidak mau ditera sehingga itu meragukan timbangan yang
digunakan dan melanggar hukum Islam karena memicu kecurangan
timbangan dan mengurangi takaran yang dilarang oleh syari’at Islam.
B. SARAN
1. Untuk Dinas atau Instansi yang tekait agar selalu mensosialisaiskan akan
pentingnya pelaksanaan tera bagi para pedagang dan juga pembeli,
sehingga dalam bekerja menjadi berkah dan tidak merugikan orang lain.
Dan lebih tegas untuk memberikan sanksi atau hukuman bagi para
pedagang yang tidak melaksanakan kewajibannya. Sehingga apabila
sanksi itu dijalankan maka, kesadaran para pedagang akan pentingnya
melakukan sidang tera timbangan meningkat, dan petugas tidak harus
berkeliling mengoperasi para pedagang.
2. Untuk para pedagang diharapkan dengan adanya pelaksanaan sidang tera
timbangan ini menjadikan lebih berhati-hati dalam memberikan takaran
timbangan dan tidak asal mendapatkan keuntungan banyak akan tetapi
merugikan orang lain.
3. Sebagai umat Islam hendaklah kita lebih berhati-hati dalam menjalankan
kegiatan bisnis agar tidak terjebak dalam transaksi yang dilarang oleh
agama seperti mengurangi takaran dan mencurangi timbangan.
4. Para pembeli yang ingin terhindar dari kecurangan dalam penimbangan
berat supaya memilih pedagang yang mempunyai alat ukur (timbangan)
yang sudah mendapatkan tanda tera.
DAFTAR PUSTAKA
Abu abdullah, Muhammad bin Yazid bin Abdullah bin Majah Al Quzwaini al.
Sunan Majah Lidwa Pustaka i-Software-Kitab 9 Imam Hadist
Abu Daud, Sulaiman bin al As’ats bin Ishaq bin Basyir bin Syadad. Al-Sunan
Daud Lidwa Pustaka i-Software-Kitab 9 Imam Hadist
Alfaifi, Sulaiman bin Amad bin Yahya. Tanpa tahun. Mukhtashar Fiqih Sunnah
Sayid Sabiq. Terjemahan oleh: Abdul Majid, dkk.2010. Solo: AQWAM.
Achmad, Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan.
Jakarta: Prenada Media Group.
Arikunto, Suharsimi. 1988. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Azzam, Abdul Azis Muhammad. Tanpa tahun. Fiqih Muamalah: Sistem Transaksi
Fiqh Islam. Terjemahan oleh Hawari Nadirsyah. 2010. Jakarta: Amzah.
Dewi, Gemala, Widyaningsih, & Yeni Salma Barlinti. 2006. Hukum Perikatan
Islam Di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Drijarkara, A. Praba dan Ghufron Zaid. 2008. Metrologi: Sebuah Pengantar.
Jakarta: Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Moleong, Lexy. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
. 2011. Metode Penelitan Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Muchlich, Ahmad Wardi. 2010. Fikih Muamalah. Jakarta: Amzah.
Nasrun, Haroen. 2007. Fiqih Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Rahman Ghazaly, Abdul, dkk. 2010. Fikih Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Rasjid, Sulaiman, Haji.1994. Fikih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sabiq, Sayyid, 1987. Fikih Sunnah 13. Bandung: PT Alma’arif.
, 1987. Fikih Sunnah 12. Bandung: PT Alma’arif.
Subakti, frans, 2013, Implementasi Kebijakan Tera Ulang di Kabupaten Kota
Baru, vol. 1, nomor 1
Supendi, Ahmad, 2011, Pelaksanaan Penimbangan Dalam Jual Beli Buah Kelapa
Sawit Ditinjau Ekonomi Islam. Skripsi tidak diterbitkan.
Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Suyasmas, Rasgi, , Pelaksanaan Tera Ulang oleh Balai Metrologi di Pasar
Tradisional Kota Pariaman Dalam Mewujudkan Perlindungan
Konsumen. Skripsi tidak diterbitkan. Padang: Universitas
Andalas.
Suryanata, 2014, Standarisasi Takaran Stasiun Pengisian Bahan Bakanr Umum
“PASTI PAS!” dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: UIN Malang
Sugono, Dedy. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Qardhawi, Yusuf. Tanpa tahun. Halal Haram dalam Islam. Terjemahan oleh
Jasiman, dkk.2007. Surakarta: Era Media.
Undang Undang Republik Indonesia No 2 Tahun 1981 Tentang Metrologi Legal.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 2 Tahun 1985 Tentang Wajib Dan
Pembebasan Untuk Ditera Dan Atau Ditera Ulang Serta Syarat-Syarat Bagi Alat-
Alat Ukur, Takar, Timbang, Dan Perlengkapannya.
http://kaifahal.com/jangan-mengurangi-timbangan/ diakses pada tanggal 17
Oktober 2017 pukul 19.15.
https://www.academia.edu/20131823/Tera_dan_Kalibrasi?auto=download,
diakses pada tanggal 6 Desember 2017, pukul 6.48.
http://tuntunanislam.com/etika-bisnis-dalam-islam/diakses pada tanggal 27 Maret
2018
SURAT KETERANGAN KEAKTIFAN (SKK)
Nama : Tugini
Nim : 214- 13- 037
Jurusan : Hukum Ekonomi Syari’ah
Fakultas : Syari’ah
Dosen P. A : Drs. Badwan., M. Ag
No. KEGIATAN WAKTU KETERANGAN Nilai
1. OPAK STAIN SALATIGA
2013
26 – 27 AGUSTUS
2013 PESERTA 3
2. OPAK SYARI’AH 2013 29 AGUSTUS 2013 PESERTA 3
3. LIBRARY USER
EDUCATION OLEH
STAIN SALATIGA
16 SEPTEMBER
2013 PESERTA 2
4. TRAINING
PEMBUATAN
MAKALAH LDK STAIN
SALATIGA
18 SEPTEMBER
2013 PESERTA 3
5. GRAND OPENING UK –
UK OLEH KSEI STAIN
SALATIGA
21 SEPTEMBER
2013 PESERTA 2
6. TRAINING MOTIVASI
DAN LOMBA
RANGKING 1 STAIN
SALATIGA
26 SEPTEMBER
2013 PESERTA 3
7. SEMINAR NASIONAL
“KEKERASAN PADA
ANAK: PENCEGAHAN
DAN
PENANGANANNYA”
17 JANUARI 2015 PESERTA 6
DWP FKM UNDIP
8. SEMINAR NASIONAL
“REVITALISASI GAYA
HIDUP ISLAMI UNTUK
MENINGKATKAN
PANGSA PASAR
INDUSTRI HALAL
DALAM MENGHADAPI
MEA” OLEH KSEI
UNDIP
19 MARET 2015 PESERTA 8
9. SEMINAR NASIONAL
“PEMUDA, PERADAPAN
ISLAM, DAN MANDIRI”
OLEH KARIMA
LEARNING DAN
TRAINING CENTER
02 SEPTEMBER
2015 PESERTA 6
10. SEMINAR NASIONAL
“PERAN SISTEM
EKONOMI ISLAM
DALAM
MENINGKATKAN
STABILITAS EKONOMI
GLOBAL DENGAN
MENSINERGIKAN
SEKTOR RIIL DAN
SEKTOR KEUANGAN”
OLEH KSEI IAIN
SALATIGA
13 OKTOBER 2015 PESERTA 8
11. SEMINAR NASIONAL
“PERBANKAN
SYARI’AH DI
INDONESIA: ANTARA
TEORI DAN PRAKTIK”
OLEH HMJ HES
4 NOVEMBER 2015 PANITIA 8
12. SEMINAR NASIONAL
“MUSIK, ISLAM, &
NUSANTARA” OLEH
SMC IAIN SALATIGA
5 DESEMBER 2015 PESERTA 6
13. WORKSHOP CONTRACT 23 DESEMBER 2015 PANITIA 3
DRAFTING OLEH HMJ
HES
14. SEMINAR NASIONAL
“MEMEPERKUAT
PERAN PEMUDA
DALAM
MENINGKATKAN
EKONOMI NASIONAL
MELALUI
KEWIRAUSAHAAN ”
OLEH KOPMA FATAWA
26 APRIL 2016 PESERTA 8
15. SEMINAR NASIONAL
“PENGUATAN
WAWASAN
KEBANGSAAN DAN
NASIONALISME” OLEH
DEMA INSTITUT
28 APRIL 2016 PESERTA 6
16. SEMINAR NASIONAL
“LGBT DALAM
PERSPEKTIF
PSIKOLOGI DAN
KESEHATAN” OLEH PIK
SAHAJASA
26 MEI 2016 PESERTA 6
17. SEMINAR NASIONAL
“ANALISIS METODE
IMSAKIYAH YANG
BERKEMBANG DI
INDONESIA” OLEH
DEMA FAKULTAS
SYARI’AH
2 JUNI 2016 PESERTA 6
18. KULIAH UMUM
“PERAN PARTAI
POLITIK ISLAM DALAM
PENTAS POLITIK
NASIONAL UNTUK
MEWUJUDKAN
INDONESIA EMAS”
OLEH JURUSAN HTN
19 SEPTEMBER
2016 PESERTA 2
19. SEMINAR NASIONAL 12 OKTOBER 2016 PESERTA 8
“TAX AMNESTY,
FAKTOR – FAKTOR
YANG
MELATARBELAKANGI
LAHIRNYA AMNESTY
PAJAK” OLEH HMJ HES
20. SEMINAR NASIONAL
“PERAN PARTAI
POLITIK PENDUKUNG
DAN OPOSISI DALAM
MEWUJUDKAN
PEMERINTAHAN YANG
BERDAULAT MENUJU
KESEJAHTERAAN
RAKYAT” OLEH HMJ
HTN
19 OKTOBER 2016 PESERTA 6
21. SEMINAR NASIONAL
“KONTRIBUSI HUKUM
ISLAM TERHADAP
PEMBERANTASAN
KORUPSI DI
INDONESIA BERSAMA
MERAJUT ASA
MEMBERANTAS
KORUPSI DI
INDONESIA OLEH
DEMA FAKULTAS
SYARI’AH
10 NOVEMBER
2016 PESERTA 6
DAFTAR TIMBANGAN PEDAGANG BUAH
YANG DI TERA DI PASAR BLAURAN SALATIGA TAHUN 2015
NO NAMA TANDA TERA
1. SURAJI BERLAKU ATAU SAH
2. NAPSIAH BERLAKU ATAU SAH
3. DALIYEM BERLAKU ATAU SAH
4. LISTIANA BERLAKU ATAU SAH
5. SULARSIH BERLAKU ATAU SAH
6. SUKARNI BERLAKU ATAU SAH
7. WIJI SUWARNI BERLAKU ATAU SAH
8. ANIK MARDANI BERLAKU ATAU SAH
9. SUMIATI BERLAKU ATAU SAH
10. LASTRI BERLAKU ATAU SAH
11. SUWARSI BERLAKU ATAU SAH
12. ASTUTI RUKMIASIH BERLAKU ATAU SAH
13. RUKINI BERLAKU ATAU SAH
15. YUNI ASTUTI BERLAKU ATAU SAH
16. PREHATIN BERLAKU ATAU SAH
17. JUMARNI BERLAKU ATAU SAH
18. HJ. NGATIMAH BERLAKU ATAU SAH
19. JUMIATI BERLAKU ATAU SAH
20. MUSAROPAH BERLAKU ATAU SAH
21. PARIYEM BERLAKU ATAU SAH
22. JANATUN BERLAKU ATAU SAH
23. SRI LESTARI BERLAKU
24. SUWARNO BERLAKU
25. SUKARSIH BERLAKU
26. INDRI LEGOWO BERLAKU
27. JUMINAH TIDAK BERLAKU
28. NGATMIATUN TIDAK BERLAKU
29. SITI ROHMATUN TIDAK BERLAKU
30. TUKIYEM TIDAK BERLAKU
31. SARYONO WARDI TIDAK BERLAKU
32. THOHWARIN TIDAK BERLAKU
33. SUMINAH TIDAK BERLAKU
34. SLAMET SISWANTO TIDAK BERLAKU
35. SUDARMINI TIDAK BERLAKU
36. SLAMET TIDAK BERLAKU
37. SUYATMI TIDAK BERLAKU
38. MUDRIKAH TIDAK BERTANDA TERA
39. H. MAHMUDI TIDAK BERTANDA TERA
40. KATRI TIDAK BERTANDA TERA
41. SARNO TIDAK BERTANDA TERA
42. RASMI TIDAK BERTANDA TERA
43. ISMIYATI TIDAK BERTANDA TERA
44. NUR HALIMAH TIDAK BERTANDA TERA
45. TRI HANDAYANI TIDAK BERTANDA TERA
46. PAIKEM TIDAK BERTANDA TERA
47. HARTINI TIDAK BERTANDA TERA
48. M. TADZKIR TIDAK BERTANDA TERA
49. RONDIYAH TIDAK BERTANDA TERA
50. SLAMET TIDAK BERTANDA TERA
KETERANGAN:
Jumlah Timbangan Tanda Tera Berlaku : 26 Buah
Jumlah Timbangan Tanda Tidak Berlaku : 11 Buah
Jumlah Timbangan Tidak Bertanda Tera : 13 Buah
DATA PEDAGANG BUAH PASAR BLAURAN II
KOTA SALATIGA
No. Urut
Blok No. Los
Nama Alamat NO. SIP Tanggal Berakhir
Luas (m2)
Jumlah Retribusi (Rp) / Hari
Ket Ret. Ret. Yg hrs Terbayar
Los Sihkam dibayar
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 A.I 001 Suraji 1.75
2 002 Napsiah Jl. Ekotirto 1, Rt. 18/04 Kutowinangun Tingkir, Salatiga 511 / 215 / TDUPKL / 2009 1.75 525 100 625
3 003 Daliyem 1.75 525 100 625
4 004 Listiana Ngentak 1.75 525 100 625
5 005 Sularsih
6 006 Sukarni Jl. Benoyo 874 c, Rt. 04/05 Kutowinangun Tingkir 511 / 254 / TDUPKL / 2009 1.75 525 100 625
7 007 Wiji Suwarni Jl. Ekotirto 8, Rt. 12/04 Kutowinangun Tingkir, Salatiga 511 / 063 / TDUPKL / 2009
8 008 Anik Mardiani Ngentak III Rt.4/V Kutowinangun Salatiga 511 / 681 / TDUPKL / 2007 1.75 525 100 625
9 009 Sumiati Gendongan 1.75 525 100 625
10 010 Lastri
11 011 Suwarsi Ngentak Mulyo Rt.15/V Kutowinangun Salatiga 511 / 676 / TDUPKL / 2007 1.75 525 100 625
12 012 Astuti Rukmiasih Jl. Ekotirto, Rt.18/04 Kutowinangun Salatiga 511 / 055 / TDUPKL / 2009
13 A.II 001 Rukini Dsn. Gondangsari Rt.01/V Pabelan, Kab.Semarang 511 / 313 / TDUPKL / 2007
14 002 Yuni Astuti Jl. Muria 88, Rt.04/08 Kalicacing Sidomukti, Salatiga 511 / 252 / TDUPKL / 2009
15 003 Suwarni Dsn. Ujung-ujung, Rt.04/01 pabelan Smg 511 / 153 / TDUPKL / 2009
16 004 Prehatin Gunung Sari, Rt.001/007 Sidorejo Kidul, Tingkir, Sltg 511 / 14 / TDUPKL / 2009
17 005 Jumarni
18 006 Hj. Ngatimah Kauman Kidul Rt.02/03 Sidorejo, Salatiga 511 / 152 / TDUPKL / 2009
19 007 Jumiati Dsn. Tegalsari, Rt.04/03 Jembrak pabelan, Smg 511 / 163 / TDUPKL / 2009
20 008 Musaropah Dsn. Lebak Rt.2/III Beringin Kab. Semarang 511 / 616 / TDUPKL / 2007
21 009 Pariyem Dk. Krajen, Rt.15/07 511 / 155 / TDUPKL / 2009
22 010 Janatun dsn. Ujung-ujung, Pabelan Smg 511 / 157 / TDUPKL / 2009 1.75 525 100 625
23 011 Sri Lestari Jl. Dwitirto Rt.10/04 Kutowinangun Tingkir Salatiga 511 / 151 / TDUPKL / 2009
24 012 Suwarno Ngentak III Rt.4/V Kutowinangun Salatiga 511 / 150 / TDUPKL / 2009 1.75 525 100 625
25 A.III 001 Sukarsih 1.75 525 100 625
26 002 Indri Legowo Perengsari Kr.Duwet Rt.07/11 Kutowinangun, Sltg 511 / 247 / TDUPKL / 2009
27 003 Juminah Dsn. Tegalrejo, Rt.01/01 Tengaran Semarang 511 / 238 / TDUPKL / 2009
28 004 Ngatmiatun Dsn. Jetak Rt.21/IX Getasan Kab.Semarang 511 / 290 / TDUPKL / 2007
29 005 Siti Rohmatun Jl. Argotunggal 16 Rt.01/07 Ledok Argomulyo, Sltg 511 / 254 / TDUPKL / 2007
30 006 Tukiyem Jetak, Rt.24/09 Getasan Semarang 511 / 195 / TDUPKL / 2009 1.75 525 100 625
31 007 Saryono Wardi Getas, Rt.07/II kauman Lor Pabelan, Kab.Semarang 511 / 319 / TDUPKL / 2007
32 008 Thohwarin Nglelo Rt.3/II Getasan Kab.Semarang 511 / 403 / TDUPKL / 2007
33 009 Suminah Gudekerep Rt.04/I Urutsewu Ampel Boyolali 511 / 601 / TDUPKL / 2007 1.75 525 100 625
34 010 Slamet Siswanto Sukosari Rt.4/II Cebongan 511 / 434 / TDUPKL / 2007
35 011 Sudarmini Ngelo, Rt.05/02 Getasan Semarang 511 / 192 / TDUPKL / 2009 1.75 525 100 625
36 012 Slamet Dsn. Weru Rt.16/VII Getasan, Kab.Semarang 511 / 308 / TDUPKL / 2007
37 B.I 001 Suyatmi
38 002 Mudrikah Nogosari, Rt.02/05 Bugel Sidorejo 511/ 141 / TDUPKL / 2009 1.75 525 100 625
39 003 H. Mahmudi Nogosari, Rt.02/05 Bugel Sidorejo 511 / 011 / TDUPKL / 2009 1.75 525 100 625
40 004 Tri Handayani Krajan Jl. Damarjati 37 Rt.5/5 Sidorejo Salatiga 511 / 682 / TDUPKL / 2008 1.75 525 100 625
41 005 Nur Halimah candiwesi, Rt.02/04 Bugel Sidorejo Salatiga 511 / 064 / TDUPKL / 2009 1.75 525 100 625
42 006 Slamet Cabean Rt.05/01 Sidomukti Salatiga 511 / 339 / TDUPKL / 2007 1.75 525 100 625
43 007 Paikem Jl. Kalitaman 89 Rt.03/IV Sidorejo Salatiga 511 / 335 / TDUPKL / 2007
44 008 Hartini Nogosari, Rt.02/05 Bugel Sidorejo 511 / 076 / TDUPKL / 2009
45 009 M. Tadzkir Candiwesi, Rt.01/IV Bugel Sidorejo Salatiga 511 / 003 / TDUPKL / 2008 1.75 525 100 625
46 010 Rondiyah Ds. Boro Lor Rt.23/04 Kedungringin Suruh 511 / 283 / TDUPKL / 2007
47 011 Katri Ds. Panggang Rt.2/XII kaliwungu kab Semarang 511 / 509 / TDUPKL /2007 1.75 525 100 625
48 012 Sarno Ds. Boro Lor Rt.23/04 Kedungringin Suruh 511 / 241 / TDUPKL / 2007
49 013 Rasmi kalipanggang Rt.03/X Tuntang Kab.Semarang 511 / 371 / TDUPKL / 2007
50 014 Ismiyati Jl. Manggarsari Butuh Rt.07/8 Kutowinangun salatiga 511 / 744 / TDUPKL / 2008
Keterangan :
- Pasar Blauran termasuk Kategori Pasar Kelas I
- Perda No 2 Tahun 1983, Tarif Retribusi Pasar pada Kios / Ruko adalah Lantai I = Ro 200,- dan II + Rp 150,-
- Perda No 10 Tahun 1998, Tarif Retribusi Pasar pada Kios / Ruko Rp 150,-/M2/hari
- Perda No 12 Tahun 2011, Tarif Retribusi Pasar pada Kios / Ruko Rp 350,-/M2/hari
- Jumlah Los 50
- Jumlah Pedagang 50
- Jumlah Ijin 15
Pedoman wawancara
1. Bagaimana sejarah adanya pasar blauran?
2. Apakah ada visi misi dari pasar blauran?
3. Struktur organisasi pasar blauran seperti apa?
4. Berapa jumlah pedagang buah dipasar blauran secara keseluruhan?
5. Berapa jumlah pedagang buah dipasar blauran?
6. Apakah ada pemberitahuan sebelum diadakan tera?
7. Apakah ada biaya yang diberikan kepada pedagang?
8. Bagaimana tanggapan pedagang ketika akan diadakan tera ulang? Ada yg keberatan
atau tidak? Jika ya, alasan. Jika tidak, alasannya?
9. Berapa kali pelaksanaan sidang tera ulang?
10. Petugas yang menera siapa saja?
11. Bagaimana pelaksanaan tera ulang itu?
12. Apa saja kendala yang dihadapinya? Solusinya?
13. Bagaimana dengan timbangan yang tidak sesuai ?
14. Apakah ada sanksi bagi pedagang yg tidak mengikuti tera?
15. Apakah ada cara yg bisa menghindari dari pelaksanaan tera ?
16. Berapa tahun masa pakai tanda tera itu?
Pedoman wawancara pedagang
1. Siapa nama ibu/ bapak
2. Berapa umurnya?
3. Berapa lama jualan disini?
4. Apa alasan ibu jualan ini?
5. Bagaimana penjualan ibu setiap harinya?
6. Barang yg dijual ibu kulakan sendiri apa ada yg menyetori?
7. Apa saja kendala yg ibu hadapi selama berjualan disini?
8. Apakah ada pembeli yg menanyakan tentang berat timbangan?
9. Bagaimana pendapat ibu diadakannya tera ulang? Membebani atau senang?
10. Apakah semua pedagang diharuskan mengikuti tera?
11. Apakah ada pedagang yg tidak mau ditera? Alasannya?
12. Apakah ada beban biaya dalam pelaksanaan tera? Jika ya, berapa? Trus yg tidak
bagaimana?
13. Apakah petugas selalu mengecek timbangan ibu?
14. Apakah ada ciri ciri yang membedakan timbangan yg ditera dengan yg tidak?
15. Apakah ada cara untuk menghindari pelaksanaan tera?
16. Apabila timbangan ibu sudah angus apakah diista oleh petugas? Diganti atau tidak?
17. Apakah ada denda dan sanksi yang diberikan?