SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat … · 2017. 8. 13. · Skripsi ini...
Transcript of SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat … · 2017. 8. 13. · Skripsi ini...
-
i
PERAN LEMBAGA AMIL ZAKAT, INFAK, DAN
SEDEKAH (LAZIS) BAITURRAHMAN SEMARANG
DALAM PENINGKATAN EKONOMI MUSTAHIK
DI KELURAHAN TAMBAK REJO KALIGAWE
SEMARANG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Dalam Ilmu Ekonomi Islam
Oleh:
KHOLISATUL ANWARIYAH
NIM.112411110
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016
-
ii
-
iii
-
iv
MOTTO
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-
syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat
siksa-Nya.1.
1 Departemen Agama R.I Al-Qur’an dan Terjemahnya Mushaf
Quantum Tauhid (Bandung: MQS Publishing 2010), h. 106
-
v
PERSEMBAHAN
Dengan segenap kerendahan hati, skripsi ini saya
persembahkan untuk mereka yang saya cintai dan sayangi, yang
selalu hadir menemani setiap langkah perjalanan hidup dan dalam
mengarungi hari-hari ini, baik dalam suka maupun duka.
Kupersembahkan karya ini kepada mereka yang tetap ada untuk
setia mendukung dan mendo’akan di setiap waktu. Terkhusus
kepada: Allah Swt. yang telah memberikan rahmat, hidayah,
nikmat waktu dan kesehatan serta memberikan kemudahan dan
kelancaran dalam setiap aktivitas. Pembimbing yang saya
hormati. Bapak H. Khoirul Anwar, M.Ag, selaku Pembimbing I dan
Bapak H. Ahmad Furqon, Lc., MA, selaku Pembimbing II, yang
telah sabar memberikan bimbingan dan arahan dari awal hingga
akhir dalam proses penulisan skripsi ini. Bapak Darmanto dan Ibu
Munafi’ah yang selalu memberikan yang terbaik untuk kebahagiaan
dan masa depanku. Dengan kasih sayang mereka, memberikanku
lentera penerang jalan dalam menjalani perjalanan hidup ini, do’a
mereka yang tak pernah putus adalah sumber kekuatanku dalam
usaha meraih keberhasilan serta tak ada yang saya inginkan,
selain melihat Bapak dan Ibu selalu tersenyum bahagia. Semoga Allah
Swt. selalu melindungi dan memberkahi mereka berdua, dunia dan
akhirat. Adik-adikku tersayang Muhammad Jalaluddin dan Nur
Khafidhoh, semoga mereka juga dalam lindungan dan kasih sayang-
Nya. Keluarga Besar LAZIS Baiturrhman Semarang, Kawan-kawan
serta Asatidz, MA NU Nurul Huda. Semoga mereka semua selalu
diberkahi oleh-Nya. Keluarga Besar KAMMI UIN Walisongo
Semarang. Keluarga Besar Wisma Prestasi Qolbun Salim khususnya
Wisma Al-Husna. Keluarga besar Mecsico ‘2011. Sahabat-sahabat
seperjuangan tercinta Amalin, Arik, Latifah. Teman-teman Jaisyul
Islam ‘2011. BesMan DPU.DT ‘2011 tercinta. Rekan-rekan KKN
Posko 12 Desa Kedungwaru. Serta, kepada semua pihak yang terlibat
dalam pembuatan skripsi ini, yang tak dapat saya sabutkan satu
persatu.
-
vi
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, penulis
menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah
ditulis oleh pihak lain atau telah diterbitkan. Demikian pula
skripsi ini tidak berisi pemikiran-pemikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan
rujukan.
Semarang, 21 Juli 2016
Deklarator
KHOLISATUL ANWARIYAH
NIM. 112411110
-
vii
ABSTRAK
Keberdayaan adalah sebuah taraf hidup yang di idam-idamkan
bagi semua orang khususnya para masyarakat menengah kebawah
atau biasa dikenal dengan miskin. Satu bukti bahwa salah satu
swadaya pengumpul zakat yang telah mencoba dalam mengatasi
masalah kemiskinan itu dalam programnya yaitu pemberdayaan
ekonomi mustahik yang dilaksanakan oleh salah satu program yang
bernama Kredit Usaha Barokah di bawah naungan yayasan Masjid
Baiturrahman Semarang yang berdampak pada ekonomi mustahik
sesudah adanya program tersebut.
Penelitian ini memfokuskan pada dua permasalahan, yaitu: (1)
Bagaimana langkah yang ditempuh oleh Lembaga Amil Zakat, infak
dan, Sedekah dalam peningkatan ekonomi mustahik di Desa Tambak
Rejo, Kaligawe Semarang? (2) Apakah yang menjadi faktor
pendukung dan penghambat dalam peningkatan ekonomi mustahik?
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, adapun spesifikasi
penelitian ini adalah studi kasus dan lapangan (cash study and field
research).
Hasil dari penelitian ini adalah belum maksimalnya dalam
peningkatan ekonomi pada program Kredit Usaha Barokah. Langkah
yang diambil dalam peningkatan ekonomi mustahiknya, diantaranya:
pertama, Penguatan karakter berbisnis, aspek produksi, dan
pemasaran produk melalui workshop, pelatihan dan motivasi untuk
berbisnis. Kedua. Pembinaan dan pendampingan dalam menjalankan
program Kredit Usaha Barokah. Ketiga. Pengguliran modal kepada
anggota Kredit Usaha Barokah didasarkan akad pinjaman tanpa
bunga.
Faktor pendukung pelaksanaan program Kredit Usaha
Barokah ini adalah sudah ada konsep panduan yang jelas tentang
pelaksanaan Program Kredit Usaha Barokah (KUBAH), Loyalitas
karyawan yang sangat tinggi, Sudah memiliki muzakki tetap.
Sedangkan faktor penghambatnya adalah terbatasnya dana yang
tersedia, tingkat pendidikan yang tidak merata pada anggota
kelompok, keterbatasan sarana transportasi, keterbatasan jumlah
SDM.
Kata kunci: Zakat, Organisasi Pengelola Zakat, Pemberdayaan
Ekonomi
-
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,
yang berjudul “PERAN LEMBAGA AMIL ZAKAT, INFAK DAN
SEDEKAH (LAZIS) BAITURRAHMAN SEMARANG DALAM
PENINGKATAN EKONOMI MUSTAHIK DI DESA TAMBAK
REJO, KALIGAWE, SEMARANG”.
Skripsi ini diajukan guna memenuhi tugas dan syarat
untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) pada Jurusan
Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam
Negeri Walisongo Semarang. Ucapan terimakasih sedalam-
dalamnya penulis haturkan kepada semua yang telah memberikan
arahan, bimbingan, dan pengorbanan baik secara moral, materil
dan apapaun yang besar artinya bagi penulis. Ucapan terimakasih
terutama penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag, selaku Rektor UIN Walisongo
Semarang.
2. Dr. H. Imam Yahya, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam UIN Walisongo Semarang dan Wakil Dekan serta
segenap Dosen Pengampu di lingkungan fakultas.
3. Bapak Muhammad Nadzir, MSI, selaku Ketua Jurusan
Ekonomi Islam dan Bapak H. Ahmad Furqon, Lc., MA, selaku
Sekertaris Jurusan Ekonomi Islam.
-
ix
4. Bapak H. Khoirul Anwar, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing I dan
Bapak H. Ahmad Furqon, Lc., MA, selaku Dosen Pembimbing
II, yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran
untuk memberikan arahan dan bimbingan menyusun skripsi
ini.
5. Semua Dosen dan Civitas Akademika Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam UIN Walisongo Semarang.
6. Kedua orang tua tercinta (Bapak Darmanto, dan Ibu Munafi’ah).
Yang telah memberikan segalanya kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan, yang setia melangkah bersama dalam
suka maupun duka.
Terimakasih atas kebaikan dan keikhlasan yang telah
diberikan. Penulis hanya mampu berdo’a dan berikhtiar, semoga
Allah membalas kebaikan untuk semua. Penulis menyadari bahwa
penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya,
masukan dan koreksian sangat penulis harapkan. Dan penulis
berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
sendiri khususnya dan bagi para pembaca umumnya.
Semarang, 22 April 2016
Penulis
KHOLISATUL ANWARIYAH
NIM. 112411110
-
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii
PENGESAHAN ......................................................................... iii
MOTTO ...................................................................................... iv
PERSEMBAHAN ...................................................................... v
DEKLARASI .............................................................................. vi
ABSTRAK .................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ............................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................ 8
D. Tinjauan Pustaka .............................................. 9
E. Metode Penelitian.............................................. 12
F. Sistematika Penulisan ....................................... 15
BAB II ZAKAT, LEMBAGA AMIL ZAKAT DAN
PENINGKATAN EKONOMI MUSTAHIK
A. Zakat .................................................................. 17
1. Pengertian Zakat ........................................ 17
2. Dasar Hukum ............................................. 20
3. Hikmah dan Tujuan Zakat ......................... 22
-
xi
4. Jenis dan Syarat Harta yang Wajib
Dizakati .................................................... 25
B. Pengertian Amil, Lembaga Pengelola Zakat,
dan Tugasnya .................................................... 27
C. Pengelolaan Zakat ............................................ 35
D. Distribusi Zakat ................................................ 37
E. Pemberdayaan Ekonomi dan Peningkatan
Ekonomi ............................................................ 40
F. Pendampingan ................................................... 51
BAB III PERAN LEMBAGA AMIL ZAKAT INFAK
DAN SEDEKAH (LAZIS) BAITURRAHMAN
SEMARANG DALAM PENINGKATAN
EKONOMI MUSTAHIK
A. Gambaran Umum .............................................. 55
1. Profil ......................................................... 55
2. Visi dan Misi ............................................ 56
3. Program Kerja .......................................... 58
4. Landasan Yuridis LAZIS Baiturrahman
Semarang ................................................... 61
5. Fungsi dan Tugas LAZIS Baiturrahman
Semarang ................................................... 63
6. Struktur Kepengurusan LAZIS
Baiturrahman Semarang ........................... 65
B. Pola Pengelolaan Zakat di LAZIS
Baiturrahman Semarang
-
xii
1. Pola Pengumpulan ..................................... 70
2. Pola pendayagunaan dan Pendistribusian . 74
C. Pelaksanaan Program Kubah di Kelurahan
Tambak Rejo ..................................................... 79
BAB IV ANALISIS PERAN LEMBAGA AMIL ZAKAT
LAZISBA SEMARANG MELALUI
PROGRAM KUBAH (KREDIT USAHA
BAROKAH) DI KELURAHAN TAMBAK
REJO, KALIGAWE, SEMARANG
A. Analisis Peran Lembaga Amil Zakat LAZIS
Baiturrahman Semarang melalui program
KUBAH Di Kelurahan Tambak Rejo,
Kaligawe Semarang ......................................... 85
B. Analisis Faktor Penghambat dan Faktor
Pendukung Pelaksanaan Program KUBAH di
Kelurahan Tambak Rejo, Kaligawe, Semarang 91
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................... 94
B. Saran-Saran ...................................................... 95
C. Kata Penutup .................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah yang sulit diatasi bahkan
sejak bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tahun
1945. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Periode
Maret 2015 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin
(penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah
garis kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,59 juta jiwa baik di
perkotaan maupun di pedesaan. Jika dibanding periode September
2014, angka penduduk miskin bertambah 27,73 juta orang dengan
prosentase (11,22 %). Sedangkan Tingkat pengangguran Terbuka
(TP) di Indonesia pada Februari 2015 mencapai 5,81%. Data ini
menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan dan pengangguran
merupakan permasalahan yang sangat penting dan perlu perhatian
yang lebih.1
Yusuf Qardhawi Islam memandang kemiskinan sebagai
sesuatu yang membahayakan aqidah, akhlak, moral, keluarga,
masyarakat dan mengancam kestabilan pemikiran. Sebab,
seseorang yang terjerat kesulitan ekonomi, pada umumnya
menyimpan kedengkian terhadap orang yang kaya. Bahkan ini,
menurut Imam al-Nawawi sebagaimana dikutip dari Yusuf
1 http://www.bps.go.id/brs/view/id/1139. diakses pada tanggal 6
April 2016. Jam 08.37
-
2
Qardhawi mampu melenyapkan kebaikan, memunculkan
kehinaan, dan mendorong seseorang harus dianggap sebagai
bencana dan segera ditanggulangi, salah satunya melalui
pemberdayaan potensi Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS).2
Zakat merupakan salah satu rukun yang bercorak sosial-
ekonomi dari lima rukun Islam. Dengan zakat, di samping ikrar
tauhid dan shalat, seseorang barulah sah masuk ke dalam barisan
umat Islam dan diakui keislamannya.3 Di dalam zakat terdapat dua
dimensi peribadatan, yaitu dimensi vertikal yang hubungannya
antara kaum muslim dengan Allah SWT, dan dimensi horizontal
dimana seorang muslim itu akan selalu berhubungan dengan
muslim yang lain.
Agar zakat mampu memberi pengaruh signifikan terhadap
perekonomian masyarakat, maka potensi zakat harus
dioptimalkan. Pendistribusian zakat sebaiknya diprioritaskan
untuk membangun usaha produktif bagi penerima zakat yang
mampu mendatangkan pendapatan bagi mereka dan bahkan
menyerap tenaga kerja. Lebih lanjut Didin Hafidhuddin
mengatakan bahwa zakat yang dikelola dengan baik akan mampu
2 Yusuf Qardhawi, Kiat Islam Mengentasan Kemiskinan, Jakarta:
Gema Insani Press 1995, h. 3
3 Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, cet. Ke-12, Jakarta: Lintera
Antarnusa, 2011, h. 3
-
3
membuka lapangan kerja dan usaha yang luas sekaligus
penguasaan aset-aset umat islam.4
Dari sudut bahasa, kata zakat berasal dari kata “zaka”
yang berarti berkah, tumbuh bersih, dan baik. Segala sesuatu yang
bertambah disebut zakat. Menurut istilah fikih zakat berarti
sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan
kepada yang berhak. Orang yang wajib zakat disebut “muzakki”,
sedangkan orang yang berhak menerima zakat disebut “mustahik”.
Zakat merupakan pengikat solidaritas dalam masyarakat dan
mendidik jiwa untuk mengalahkan kelemahan dan mempraktikkan
pengorbanan diri serta kemurahan hati.5
Zakat sebagai institusi ekonomi umat dapat dikelola dan
didistribusikan secara lebih baik. Tidak hanya diberikan dalam
bentuk konsumtif, tetapi dapat dikembangkan dalam bentuk
pemberian investasi (produktif), sehingga dengan demikian misi
utama zakat untuk mewujudkan pemerataan terwujud. Upaya
pendayagunaan harta zakat pada usaha-usaha yang bersifat
produktif itu dimaksudkan agar mustahik tidak di didik menjadi
masyarakat yang bersifat konsumtif.6 Sedangkan dalam dimensi
ekonomi, zakat mencegah penumpukan harta kekayaan pada
4 Didin Hafifdhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta:
Gema Insani Press 2002, h. 15
5 Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003, h. 75
6 Djazuli, Yadi Janwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Ummat,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, h. 49
-
4
segelintir orang tertentu yang pada akhirnya akan berdampak pada
ekonomi secara keseluruhan.7
Dana zakat yang disalurkan ke masyarakat atau tepatnya
kepada mustahik lebih banyak digunakan untuk kepentingan
konsumtif, artinya zakat yang bersumber dari para muzakki yang
menunaikan zakatnya digunakan hanya untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, dimana kebutuhan itu akan habis setelah
pemakaian atau pemanfaatannya, sehingga tidak bisa digunakan
kembali untuk waktu berikutnya atau tidak produktif. Hal tersebut
tidak menjadikan para mustahik untuk bisa keluar dari
permasalahan ekonominya, karena hanya diberikan berupa dana
yang tentunya habis setelah digunakan, tanpa dikelola sebagai
modal usaha yang diharapkan mampu mengembangkan kegiatan
ekonomi dan meningkatkan taraf kehidupan keluarga, hal inilah
yang disebut kegiatan produktif.8
Apabila dana zakat yang diberikan kepada mustahik, maka
dana tersebut memiliki peran dalam peningkatan ekonomi mereka
apabila dikonsumsikan pada kegiatan produktif. Pendayagunaan
zakat produktif sebenarnya mempunyai konsep perencanaan dan
pelaksanaan yang cermat, karena mengkaji penyebab kemiskinan,
ketiadaan modal kerja, dan sempitnya lapangan pekerjaan. Dengan
7 Ruslan Abdul Ghofur Noor, Konsep Distribusi Ekonomi Islam dan
Format Keadilan Ekonomi di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013,
h. 100
8 Asnaini, Zakat Produktif dalam Perspektif Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008, h. 134
-
5
temuan permasalahan itu, dana zakat dapat direncanakan untuk
menanggulangi permasalahan tersebut dengan melaksanakan
kegiatan-kegiatan produktif, artinya dana zakat yang digulirkan
kepada mustahik, dapat digulirkan kepada berbagai usaha
sehingga didapat penghasilan untuk kemudian dikembangkan lagi.
Bermula dari pemberian zakat produktif berupa modal
kerja, maka usaha yang dijalankan mustahik akan menghasilkan
penghasilan, keuntungan, dan mengembangkan usahanya, serta
digunakan untuk menabung guna kebutuhan di masa mendatang.
Hal ini menjadikan bahwa zakat produktif sangat berperan dalam
produktifitas mustahik.9
Agar penyaluran dana zakat produktif berjalan optimal,
sebaiknya kegiatan penyaluran itu dilakukan oleh sebuah lembaga
pengumpul, pengelola, dan penyalur dana zakat, yaitu lembaga
Badan Amil Zakat, Infak, dan Sedekah (LAZIS).
Pada tahun 2011, pemerintah mengeluarkan Undang-
Undang (UU) NOMOR 38 TAHUN 2011 tentang pengelolaan
zakat. Berbagai perkembangan positif telah terjadi pada
pengelolaan zakat nasional. Sebuah organisasi yang menangani
pengelolaan zakat adalah LAZ dan BAZNAS. Sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2014
Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat. Badan Amil Zakat Nasional
9 Umrotun Khasanah, Manajemen Zakat Modern, Malang: UIN-
Maliki Press, 2010, h. 80
-
6
(BAZNAS) adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat
secara nasional, dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah lembaga
yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu
pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan.10
Salah satu LAZ yang ada di Semarang adalah Lembaga
Amil Zakat Infak, dan Sedekah Baiturrahman. LAZIS
Baiturrahman adalah lembaga zakat, infak dan sedekah yang
bergerak dalam sosialisasi. Penghimpunan (fundraising) dan
pendayagunaan dana sosial lainnya. Lembaga ini berada di
naungan Yayasan Masjid Baiturrahman Semarang yang
dilaunching pertama kali pada tanggal 10 Agustus 2010 sesuai
dengan SK Yayasan Masjid Baiturrahman tanggal 23 Maret 2006
Nomor 015/SKEP/YMB/III/2006. Salah satu program LAZIS
Baiturrahman dibidang ekonomi yaitu Kredit Usaha Barokah
(KUBAH).
Kredit Usaha Barokah (KUBAH) merupakan program
dari LAZIS Baiturrahman yang berupa pemberdayaan ekonomi
kepada mustahik dengan pemberian bantuan modal untuk
membiayai modal mustahik dengan akad qardhul hasan,
pendampingan dan pelatihan-pelatihan. Adapun tujuan dari
program ini yaitu untuk mengentaskan kemiskinan.
LAZIS Baiturrahman mempunyai 3 desa binaan yang
berada di 2 kecamatan, yaitu Gunungpati dan Kaligawe. Dalam
10 UU nomor 23 tahun 2011, Tentang pengelolaan zakat, Di akses
pada 12-2-2016, jam 11.00
-
7
kenyataannya pada tahun 2015 kelurahan tambak rejo menempati
prosentase paling rendah dibanding 2 desa lainnya. Dengan
modal, pembinaan, program yang sama namun memiliki hasil
yang berbeda.
NO Desa Anggota Rp Prosentase
1 Jetis 17 Rp. 17.500.000 44,30%
2 Cepoko 12 Rp. 12.000.000 30,30%
3 Tambak rejo 10 Rp. 10.000.000 25,30%
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengkaji
bagaimana peran Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah
Baiturrahman Semarang dalam peningkatan Ekonomi Mustahik di
Kelurahan Tambak Rejo Kaligawe Semarang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalahnya adalah:
1. Bagaimanakah peran LAZIS Baiturrahman dalam peningkatan
ekonomi mustahik di Kelurahan Tambak Rejo Kaligawe
Semarang?
2. Apakah yang menjadi faktor pendukung dan penghambat
LAZIS Baiturrahman dalam peningkatan Ekonomi mustahik
di Kelurahan Tambak Rejo Kaligawe Semarang?
-
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan
sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui peran LAZIS Baiturrahman dalam
peningkatan ekonomi mustahik.
b. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat
pelaksanaan Program Peningkatan Ekonomi Mustahik
KUBAH (Kredit Usaha Barokah) di Kelurahan Tambak
Rejo Kaligawe Semarang.
2. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian ini sangat berguna sebagai motivasi
acuan dan evaluasi untuk lembaga ke depannya. Manfaat dari
penelitan ini adalah:
a. Manfaat akademis
Penelitian ini diharapkan menambah wawasan
dan pengetahuan, pengalaman dan penerapan bagi
akademisi dari teori yang ada terutama pada ilmu Syari’ah
dan Ekonomi Islam pada umumnya. Khususnya ilmu
pengelolaan zakat dan sebagai bahan referensi untuk
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan
pendayagunaan dan penyaluran dana zakat, infak dan
sedekah.
-
9
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumber informasi bagi Lembaga Amil Zakat
Baiturrahman dan bahan evaluasi dalam pengelolaan dana
zakat pada usaha mustahik ke depannya.
D. Tinjauan Pustaka
Adapun penelitian yang relevan dengan skripsi ini yang
membahas tentang pengelolaan zakat dan pemberdayaan
masyarakat miskin, antara lain sebagai berikut:
1. Skripsi yang dibahas oleh saudari Resti Ardhanareswari,
Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia tahun
2008 yang berjudul “ Analisis Sumber dan Penggunaan Dana
Zakat yang Berpengaruh Terhadap Pemberdayaan Masyarakat
(studi kasus pada Dompet Peduli Ummat Daarut Tuhiid
Bandung) ”. Skripsi ini membahas tentang sumber dan
penggunaan dana zakat untuk program pemberdayaan dengan
menggunakan metode persentase DJ. Champion. Metode ini
digunakan untuk mengetahui hubungan analisis sumber dan
penggunaan dana zakat dengan pemberdayaan masyarakat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber dan
penggunaan dana zakat cukup berpengaruh terhadap
pemberdayaan masyarakat.11
11http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/456/jbptunikompp-gdl-
restiardha-22770-1-analisis-t.pdf. Diakses pada 11 januari 2016. Jam 08.45
-
10
2. Skripsi yang dibahas oleh saudari Rifyatur Rohmawati,
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2010 yang berjudul “ Pengaruh Program Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM) terhadap kesejahteraan Mustahik (Studi
Kasus Pada LAZIS PT PLN P3B Jawa Bali di Cinere-Depok
Jawa Barat)”. Skripsi ini membahas tentang pengoptimalan
penggalian dana zakat, infak, sedekah (ZIS) untuk
mengurangi kemiskinan melalui pola pendayagunaan zakat
yang diperuntukkan bagi usaha produktif yang lebih
sistematis, berkesinambungan dan berjangka panjang. Dalam
hal ini bentuk pemberian modal untuk usaha, lalu diberikan
pembinaan dan pendampingan sampai mereka menjadi
mandiri.12
3. Skripsi yang dibahas oleh Ikka Wahyuny, Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta 2015 yang berjudul “Analisis
Efisiensi Organisasi Pengelola Zakat Dengan Metode Data
Envelopment Analysis (DEA) pada Badan Amil Zakat,
Dompet Dhuafa dan Lazis Nahdlatul Ulama periode 2013“.
Hasil dari penelitian ini bahwa OPZ memiliki kinerja yang
efisien sebagai lembaga intermediasi namun masih terbatas,
hal ini dikarenakan jumlah subjek pada penelitian yang
12 http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21538-
/1/RUFYATUR%20ROHMAWATI-FSH.pdf. Diakses pada 11 januari 2016.
Jam 08.50
-
11
dilakukan hanya pada periode 2013 sehingga menyebabkan
penilaian efisiensi terbatas pada tahun tersebut.13
4. Skripsi yang dibahas oleh saudara Abdur Rohim, Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga 2013 yang
berjudul “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan
Desa Wisata (Studi di Desa Wisata Bejiharjo, Kecamatan
Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, DIY)” . Skripsi ini
membahas tentang pengentasan kemiskinan melalui
pemberdayaan desa wisata. Salah satu kota DIY yang sedang
mengembangkan potensi pariwisata adalah Gunungkidul.
Penelitian ini mendeskripsikan bentuk-bentuk kegiatan
pemberdayaan masyarakat melalui desa wisata yang
berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat
sekitar. Keberhasilan desa wisata Bejiharjo, tidak terlepas
adanya kerjasama antara pemerintah setempat untuk menggali
potensi wisata, stimulan dana dari program PNPM Mandiri
Pariwisata dan masyarakat desa Bejiharjo. Sehingga bisa
menjadi desa wisata seperti sekarang ini dengan objek wisata
unggulannya Gua Pindul.14
Skripsi yang penulis tulis memiliki perbedaan dan
kesamaan. Beberapa perbedaannya ialah objek penelitian, dan
13 http:/digilib.uin-suka.ac.id/11230008_bab_iv-atau-v_daftar-
pustaka.pdf. Diakses pada 11 januari 2016. Jam 09.15
14 http://digilib.uin-suka.ac.id/8267/1/BAB%20I,%20IV,%20DAF-
TAR%20 PUSTAKA. pdf. Diakses pada 11 januari 2016. Jam 09.30
-
12
hasilnya. Namun memiliki kesamaan, yaitu sama-sama meneliti
tentang zakat produktif dan pemberdayaan masyarakat miskin.
E. Metode Penelitian
Agar penelitian ini memiliki kriteria karya ilmiah yang
bermutu, dan mengarah pada objek kajian serta sesuai dengan
tujuan penelitian, maka dalam skripsi ini digunakan metode
penulisan sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian kualitatif adalah meneliti informan-sebagai
subjek penelitian-dalam lingkungan hidup kesehariannya.
Untuk itu peneliti kualitatif sedapat mungkin berinteraksi
secara dekat dengan informan, mengenal secara lebih dekat
dunia mereka, mengamati dan mengikuti alur kehidupan
informan, secara apa adanya (wajar). 15
Qualitative research adalah jenis penelitian yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai
(diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik
atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).16
Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor (1992) penelitian
kualitatif diartikan sebagai salah satu prosedur penelitian yang
15 Idrus, Muhammad, Metode Penelitian Ilmu Sosial, Yogyakarta:
Erlangga, 2009, h. 23
16 Djunaidi Ghony, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Surabaya: PT.
Bina Ilmu, 1997, h. 11
-
13
menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan
perilaku orang-orang yang diamati.17
Adapun spesifikasi penelitian ini adalah penelitian
lapangan atau Field Research yakni penelitian yang dilakukan
di lapangan atau dalam masyarakat, yang berarti bahwa
datanya diambil atau didapat dari lapangan atau masyarakat
untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang
keadaan sekarang, lingkungan sesuai unit sosial: individu,
kelompok, lembaga, atau masyarakat.18 Studi kasus adalah
uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek
seorang individu, akan suatu kasus secara terinci.19
2. Sumber Data
Kemudian penulis membagi sumber data yang
digunakan ke dalam dua kelompok yaitu:
a. Sumber primer adalah sumber yang berasal dari
responden, baik melalui wawancara maupun data lainnya.
Sumber data primer saya dapatkan dari obyek penelitian
yang saya teliti. Obyek penelitian ini adalah Lembaga
Amil Zakat Baiturrahman Semarang dan mustahik pada
program Kredit Usaha Barokah KUBAH.
17 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya 2002, h. 3
18 Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada 1995, h. 22
19 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya 2010, h. 2 01
-
14
b. Sumber sekunder adalah sumber data tambahan sebagai
penunjang, berbagai bahan yang tidak langsung berkaitan
dengan objek dan tujuan dari penelitian ini. Bahan
tersebut diharapkan dapat melengkapi dan memperjelas
data-data primer, seperti buku, artikel, dan lain-lain.
3. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang
paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari
penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik
pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan
data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Data ini
dapat melalui:
a. Observasi adalah studi yang disengaja dan sistematis
tentang fenomena sosial dan sistematis tentang fenomena
sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan
dan pencatatan.
b. Wawancara adalah suatu kegiatan Tanya jawab dengan
tatap muka (face to face) antara pewawancara
(interviewer) dan yang diwawancarai (interviewee)
tentang masalah yang diteliti, dimana pewawancara
bermaksud memperoleh persepsi, sikap dan pola pikir dari
yang diwawancarai yang relevan dengan masalah yang
diteliti. 20
20 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: teori & praktek,
Jakarta: Bumi Aksara, 2013, h. 143
-
15
c. Dokumentasi adalah cara mencari data atau informasi
dari buku-buku, catatan-catatan, transkip, surat kabar,
majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan yang
lainnya.21 Metode ini digunakan untuk memperdalam
pemahaman akan konsep teori yang terkait dengannya
berikut profil badan atau lembaga yang bersangkutan.
4. Analisis Data
Untuk menganalisis data yang terkumpul, penulis
menggunakan metode penelitian deskriptif yaitu penelitian
yang bermaksud untuk membuat deskripsi mengenai situasi-
situasi atau kejadian-kejadian.22 penelitian deskriptif
bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta
dan karakteristik mengenai populasi atau bidang tertentu.23
F. Sistematika Penulisan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini terbagi dalam lima bab, yaitu
dengan perincian sebagai berikut:
Bab 1 pendahuluan, bab ini berisi tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan skripsi.
21 Gunawan, Metode ..., h. 160
22 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1983, h. 18
23 Saifuddin Azwar, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998, h. 7
-
16
Bab II merupakan bagian yang mencakup tentang
kerangka teori dari skripsi ini. Bagian ini akan mendeskripsikan
tinjauan umum tentang lembaga amil zakat dan perannya, setelah
itu akan dibahas bagaimana lembaga amil zakat ini mengelola
dana zakat produktif pada usaha mustahik tersebut. Bahasan ini
penting karena untuk mengetahui bagaimana usaha yang
dilakukan oleh sekelompok mustahik ini sukses. Untuk itu dalam
bab ini terdiri dari tiga sub bab, masing-masing-masing yaitu
pengertian zakat dan tujuan, lembaga amil zakat dan perannya,
pengelolaan zakat, distribusi zakat, pemberdayaan ekonomi
mustahik.
Bab III bab ini akan menjelaskan tentang pelaksanaan
program masyarakat berdaya pada program KUBAH bab ini
terdiri dari dua sub bab masing-masing yaitu profil tentang
Lembaga Amil Zakat Baiturrahman, pelaksanaan program
KUBAH
Bab IV ini berisi tentang analisis peran LAZIS
Baiturrahman dalam peningkatan ekonomi mustahik pada program
KUBAH dan analisis tentang faktor pendukung dan penghambat
usaha,,
Bab V merupakan penutup dari bab-bab yang sebelumnya,
sehingga akan disampaikan kesimpulan kemudian diikuti dengan
saran dan diakhiri dengan penutup.
-
17
BAB II
ZAKAT, LEMBAGA PENGELOLA ZAKAT, DISTRIBUSI
ZAKAT, DAN PENINGKATAN EKONOMI MUSTAHIK
A. Zakat
1. Pengertian Zakat
Kata zakat merupakan kata dasar dari zaka yang
berarti berkah, tumbuh, dan baik. Menurut lisan al Arab kata
zakat mengandung arti suci, tumbuh, berkah, dan terpuji.
Zakat menurut istilah fikih adalah sejumlah harta tertentu
yang harus diserahkan kepada orang-orang yang berhak
menurut syariat Allah.24
Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa jumlah yang
dikeluarkan dari kekayaan disebut zakat, karena yang
dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lebih berarti, dan
melindungi kekayaan dari kebinasaan. Atau dapat
disimpulkan bahwa zakat adalah kewajiban bagi orang yang
memiliki sejumlah kekayaan tertentu.25
Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa yang berhak
menerima zakat dikumpulkan menjadi dua bagian:
a. Mereka yang membutuhkan di antara orang-orang
Muslim, fakir, miskin, hamba sahaya, orang yang
24 Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, Cet. Ke-5, 2011. h. 75
25 Muhammad Hasan, Manajemen Zakat, Yogyakarta: Idea Press
Yogyakarta, cet. I, 2011, h. l2
-
18
mempunyai banyak hutang untuk kepentingan mereka
sendiri dalam membayar hutang, ibn sabil. Mereka
diberikan hak zakat sesuai dengan kebutuhan.
b. Mereka yang dibutuhkan oleh orang-orang Muslim;
pegawai zakat, Muallaf, orang yang mempunyai banyak
hutang demi kepentingan orang yang memberikan hutang
kepada mereka, dan fi sabilillah. Mereka diberikan hak
zakat tanpa memandang kaya atau miskin.26
Infak adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang
guna menutupi kebutuhan orang lain, baik berupa makanan,
minuman, dan sebagainya; dengan kata lain mendermakan
atau memberikan rezeki (karunia) atau menafkahkan sesuatu
kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas dan karena Allah
semata.
Adapun waktu pengeluarannya di saat mendapat
rezeki dari Allah dan tanpa ditentukan kadar jumlah yang
harus dikeluarkan. Infak lebih khusus ditujukan pada sesuatu
yang bersifat materiil, walaupun tidak terdapat ketentuan
mengenai jenis dan jumlah harta yang akan dikeluarkan serta
tidak pula ditentukan kepada siapa infak itu harus diberikan.
Allah telah memberikan kebebasan kepada pemiliknya untuk
menentukan jenis, jumlah dan waktu pelaksanaan dari harta
26 Abdul Al-Hamid Mahmud, Ekonomi Zakat, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada 1991, h. 64
-
19
yang akan diinfakkan itu, dan dilakukan dengan rasa ikhlas
kepada Allah.
Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ketentuan yang
harus dilakukan dalam berinfak, di antaranya adalah sebagai
berikut.
a. Harus didahulukan kepada orang-orang yang memiliki
hubungan terdekat dengan orang yang berinfak. Misalnya
kedua orang tua, kerabat dekat, dan seterusnya.
b. Setelah itu kepada anak-anak yatim, orang-orang miskin,
dan orang yang sedang dalam perjalanan.27
Sedangkan sedekah adalah pemberian dari seorang
muslim secara sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah
tertentu; sebagai kebijakan yang mengharap ridha Allah dan
pahala semata. Dibandingkan dengan infak, sedekah
mempunyai arti lebih luas, tidak hanya terbatas pada
pemberian sesuatu yang sifatnya materiil kepada orang-orang
miskin, tetapi lebih dari itu. Sedekah mencakup perbuatan
kebaikan, yang bersifat fisik maupun non fisik. sesuatu dari
seseorang kepada orang lain karena ingin mendapatkan pahala
dari Allah.28
27 M. Zaidi Abdad, Lembaga Perekonomian Umat di Dunia Islam,
Bandung: Angkasa Bandung, 2003, h. 38
28 Gus Arifin, Zakat, Infak, Sedekah, Jakarta: Elek Media
Komputindo 2011, h. 189
-
20
2. Dasar Hukum
Perintah berzakat sering muncul berdampingan
sesudah perintah mendirikan shalat. Hal ini menunjukkan
betapa pentingnya kegiatan berzakat dalam Islam.29 Dan juga
sangat penting untuk menjaga kestabilan ekonomi di suatu
negara.
Dalil-dalil zakat, baik dari Al-Quran dan Sunnah
diantaranya:
a. Dalil Al-Quran
1) Al-Quran Surat At-Taubah 60
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, Para
mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana.
29 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,
jakarta: Prenada Media Group 2007, h. 210
-
21
2) Surat At-Taubah 103
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka
dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.30
b. Dalil Sunnah
ُهَما قَاَل : َي هللاي َعن ْ ْ َعْبديالرَّْْحَني َعّبديهللاي ْبني ُعَمَر ْبني ْاخَلطَّابي َرضي َعْن َأِبيَ ْاإلْساَل ُم َعلَى ََخٍْس : َشَها َدةي اَ ْن الَ ص م يَ ُقْوُل : ُبِني
ْعُت َرُسْوَل هللاي َسَيالزَّ كأةي, َوَحجّي اي ًداَرُسْوُل هللاي َواي قَا مي الصَّاَل ةي, َو اييْتاءي َله ايالَّ هللُا َو َا نَّ ُُمَمَّ
, َوَصْومي َرَم َضَنا. )رواه البخاري ومسلم( اْلبَ ْيتتيArtinya: Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin
Khathab ra. berkata, Aku pernah mendengar
Rasulullah saw. bersabda, Islam itu dibangun di
atas dasar lima pondasi: Persaksian bahwa tidak
ada ilah, yang berhak disembah selain Allah,
dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah,
mendirikan shalat, membayar zakat, membayar
zakat, melaksanakan ibadah haji, berpuasa
Ramadhan. (H.R. Bukhari Muslim)31
30 Departemen Agama R.I Al-Qur’an dan Terjemahnya Mushaf
Quantum Tauhid Bandung: MQS Publishing 2010, h. 196, 203
31 Syaikh Shaleh bin Fauzan al-Fauzan, Mulakhkhas Fiqhi, Jilid 1,
Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir 2011, h. 512
-
22
3. Tujuan Zakat
Tujuan disyariatkannya zakat adalah sebagai berikut:
a. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar
dan kesulitan hidup dan penderitaan.
b. Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh orang
yang berutang, ibnu sabil, dan para mustahik lainnya.
c. Membina tali persaudaraan sesama umat islam
d. Menghilangkan sifat kikir dari pemilik harta.
e. Membersihkan sifat dengki dan iri hati dari orang-orang
miskin.32
4. Hikmah dan Manfaat Pengelolaan Zakat
Manfaat dari zakat:
a. Sebagai sarana menghindari kesenjangan sosial yang
mungkin dapat terjadi antara kaum aghniya dan dhuafa.
b. Sebagai sarana pembersihan harta dan juga ketamakan
yang dapat terjadi serta dilakukan oleh orang yang jahat.
c. Sebagai pengemban potensi umat dan menunjukkan
bahwa umat Islam merupakan ummatan wahidan (umat
yang satu), musawah (persamaan derajat), ukhuwah
islamiyah (persaudaraan Islam), dan tafakul ijti’ma
(tanggung jawab bersama).
d. Dukungan moral bagi mualaf
32 Fahrur Mu’is, Zakat A-Z, Fahrur Mu’is, Zakat A-Z, Solo: Tinta
Medina, 2011, h. 32
-
23
e. Sebagai sarana memberantas penyakit iri hati bagi mereka
yang tidak punya.
f. Zakat menjadi salah satu unsur penting dalam “social
distribution” yang menegaskan bahwa Islam merupakan
agama yang peduli dengan kehidupan umatnya sehari-
hari. Selain itu, juga menegaskan tanggung jawab
individu terhadap masyarakatnya.
g. Sebagai sarana menyucikan diri dari perbuatan dosa.
h. Sebagai sarana dimensi sosial dan ekonomi yang penting
dalam Islam.
i. sebagai ibadah “maaliyah”.33
Prinsip zakat dalam tatanan sosial ekonomi
mempunyai tujuan untuk memberikan pihak tertentu yang
membutuhkan untuk menghidupi dirinya selama satu tahun ke
depan bahkan diharapkan sepanjang hidupnya. Dalam konteks
ini, zakat didistribusikan untung dapat mengembangkan
ekonomi baik melalui keterampilan yang menghasilkan,
maupun dalam bidang perdagangan. Oleh karena itu prinsip
zakat memberikan solusi untuk dapat mengentaskan
kemiskinan dan kemalasan, pemborosan dan penumpukan
harta sehingga menghidupkan perekonomian mikro maupun
makro.34
33 Nurul huda, Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, h. 297.
34 Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, cet.5 2011, h. 171
-
24
5. Jenis-Jenis Zakat
Zakat menurut jenisnya pada dasarnya terbagi
menjadi 2 macam, yaitu:
a. Zakat Fithrah
Zakat fithrah adalah satu sha’ (2,5 kilogram) dari
makanan pokok yang dikeluarkan oleh seorang hamba
ketika selesai bulan Ramadhan. Zakat fithrah sebagai
wujud rasa syukur kepada Allah. Mulai diwajibkannya
zakat fithrah adalah apabila matahari telah tenggelam
pada malam ‘Ied.35
Akan tetapi zakat ini memiliki perbedaan dengan
zakat lainnya. Jika zakat-zakat lainnya yang dikeluarkan
merupakan bagian dari barang. Lalu dapat dikeluarkan
baik berupa barang atau uang dengan nilai yang sama.36
b. Zakat Mal
Zakat harta (Zakat Mal) yaitu zakat yang
diwajibkan kepada pemilik harta ketika terpenuhi syarat-
syaratnya seperti nishab dan haul, walaupun tidak semua
zakat mal ada nishab dan haul. Diantara jenis zakat mal:37
35 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Fatwa-fatwa Zakat,
Jakarta: Darus Sunnah Press, cet. 1. 2008, h. 149
36 Wawan Shofwan Shalehuddin, Risalah Zakat, Bandung: tafakur
(kelompok Humaniora)-Anggota IKAPI Berkhidmat untuk Umat, 2011, h.
167
37 Gus Arifin, Zakat, Infak, Sedekah, Jakarta: Elek Media
Komputindo 2011, h. 59
-
25
1) Pertanian dan buah-buahan
2) Emas dan perak
3) Mata uang
4) Hewan ternak
5) Perdagangan
6) Harta terpendam dan Barang Tambang
6. Syarat-Syarat Harta yang Wajib Dizakati
a. Islam
Tidak wajib zakat bagi orang-orang kafir asli (yaitu yang
terlahir sebagai orang kafir karena kedua orangtuanya
kafir dan tidak pernah masuk islam).
b. Aqil, Baligh dan Mumayyiz (telah dapat membedakan
mana yang baik dan buruk) zakat itu tidak diwajibkan
kepada (anak kecil dan orang gila tadi) wajib dizakati.
c. Merdeka dan tidak mempunyai tanggungan (yang
mengurangi objek zakat).
d. Untuk wajibnya zakat disyariatkan milik penuh. Milik
penuh (tamlik) yaitu dimiliki oleh perorangan atau secara
kelompok.
e. Mencapai nishab, yaitu kadar tertentu sesuatu yang
terkena kewajiban zakat.
f. Waktunya sampai setahun atau haul, menurut ijma’,
setahun merupakan syarat wajibnya zakat.
Zakat itu tidak wajib kecuali apabila ia memiliki nishab
dan berlangsung selama satu tahun sebagai miliknya.
-
26
Syarat satu tahun itu tidak berlaku untuk zakat tanaman
(hasil pertanian), buah-buahan, harta karun/ temuan
(rikaz) dan semacamnya, zakatnya dikeluarkan pada saat
memperolehnya, tanpa menunggu haul/setahun.
g. Lebih dari kebutuhan pokok, melebihi dari kebutuhan
rutin/primer.
h. Diambil dari objek zakat
i. Tidak diperoleh dengan cara haram, seperti korupsi,
mencuri dan lain-lain. Juga tidak ada zakat untuk harta
yang memang haram seperti Babi, Anjing, Khamr,
Narkoba.38
Yusuf Qardhawi mengemukakan beberapa
persyaratan agar zakat dapat dikenakan pada harta kekayaan
yang dimiliki oleh seorang muslim, yaitu:
a. Kepemilikan yang bersifat penuh, bahwa harta yang
dizakatkan berada dalam kepemilikan yang sepenuhnya
dari yang memiliki harta tersebut, dalam memanfaatkan
harta maupun menikmati hasil dari harta tersebut.
b. Harta yang dizakatkan bersifat produktif atau berkembang
c. Harta harus mencapai nishab
d. Harta harus lebih dari kebutuhan pokok, harta zakat harus
lebih dari kebutuhan rutin yang diperlukan agar dapat
melanjutkan hidupnya secara wajar sebagai manusia.
38 Gus Arifin, Zakat, Infak, Sedekah, Jakarta: Elek Media
Komputindo 2011, h. 31
-
27
e. Harta zakat harus bebas dari sisa utang, harta yang akan
dizakatkan harus bebas dari sisa utang.
f. Harta aset yang harus berada dalam kepemilikan selama
setahun penuh (haul).
B. Pengertian Amil, Lembaga Pengelola Zakat dan Tugasnya
1. Amil Zakat
Amil adalah para pekerja yang telah diserahi penguasa
atau penggantinya untuk mengurusi harta zakat. Mereka diberi
zakat, walaupun orang kaya, sebagai imbalan jerih payahnya
dalam membantu kelancaran zakat, karena mereka telah
mencurahkan tenaganya untuk kepentingan orang-orang
Islam. Menurut Quraish Shihab, dengan menafsirkan
rangkaian kata “amilina alaiha” amil memperoleh bagian dari
zakat karena dua hal. Pertama, karena upaya mereka yang
berat, dan kedua karena upaya tersebut mencakup kepentingan
sedekah.39
Adapun syarat-syarat menjadi amil zakat adalah:40
a. Orang Islam (muslim)
b. Orang dewasa yang sehat akal dan pikirannya (mukallaf)
c. Orang jujur
d. Orang yang memahami hukum-hukum zakat
39 Muhammad Hasan, Manajemen Zakat, Yogyakarta: Idea Press
Yogyakarta, 2011, cet. I, h. 76
40 Mursyidi, Akuntansi Zakat kontemporer, Bandung: PT
Rosdakarya 2011, cet. 5, h. 174
-
28
e. Mempunyai kemampuan melaksanakan tugas
f. Laki-laki
g. Bukan orang yang berstatus hamba sahaya
2. Lembaga Pengelola Zakat
Menurut pasal 1 ayat 2 Undang - Undang Nomor
23 tahun 2011. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan
oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada
yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
Sedangkan organisasi pengelola zakat adalah organisasi
yang bergerak di bidang pengelolaan zakat, infak, maupun
sedekah. Di Indonesia sendiri zakat di kelola oleh 2 lembaga
yakni Badan Amil Zakat Nasional yang pengelolaan di
urus oleh Pemerintah dan yang kedua adalah Lembaga
Amil Zakat yang pengelolaanya di urus oleh masyarakat.
a. Badan Amil Zakat Nasional ( BAZNAS )
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2014 dan Keputusan Presiden
Nomor 8 tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat Nasional.
Mendefinisikan Badan Amil Zakat Nasional yang
selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang
melakukan pengelolaan zakat secara nasional.
Dalam tingkatanya Badan Amil Zakat Nasional
memiliki tingkatan sebagai berikut:
1) Badan Amil Zakat Nasional, dibentuk oleh Presiden
atas usul Menteri Agama;
-
29
2) Badan Amil Zakat Nasional Provinsi, dibentuk
oleh Gubernur atas usul dari Kepala Kantor
Wilayah Departemen Agama Provinsi;
3) Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten atau Kota,
dibentuk oleh Bupati atau Walikota atas usul dari
Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kota;
4) Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ
adalah LAZ berskala nasional, dan LAZ berskala
kabupaten/kota yang telah mendapat izin resmi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.41
Untuk memudahkan pelayanan zakat kepada
masyarakat, maka dibentuklah Unit Pengumpulan Zakat
(UPZ), yaitu suatu organisasi yang dibentuk BAZNAS
untuk membantu pengumpulan zakat yang mana hasil
pengumpulan zakat oleh UPZ wajib disetorkan akatke
BAZNAS Provinsi, atau BAZNAS Kabupaten/ Kota.
Pembentukan UPZ ini diatur dengan Peraturan Ketua
BAZNAS.
b. Lembaga Amil Zakat
Definisi Lembaga Amil Zakat (LAZ) terdapat
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014. Lembaga
41 Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Nomor 03 Tahun 2014
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Amil Zakat Nasional Provinsi dan
Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten/Kota. Diakses pada 27 April 2016
jam 18.41.
-
30
Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah
lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas
membantu pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat.42
Ada beberapa alasan mengapa zakat perlu
ditunaikan melalui lembaga, yaitu antara lain:
1) Kalau setiap muzakki membayarkan zakat melalui
lembaga, maka akan dapat dikikis sikap “egoisme”
muzakki, yang seolah memandang harta zakat adalah
miliknya semata.
2) Dengan adanya penyaluran zakat melalui lembaga,
maka tidak akan terjadi proses “perendahan”
mustahik. Karena mustahik tidak secara langsung
berhubungan dengan muzakki.
3) Jika zakat diserahkan langsung oleh muzakki kepada
individu mustahik, maka tidak dapat dicapai
pemerataan, keadilan dan ketepatan sasaran.
4) Sudah menjadi fitrah manusia, apabila
mengamanahkan dana besar maka seharusnya melalui
“lembaga”, bukan kepada perorangan. Karena jika
kepada perorangan yang muncul kemudian adalah
rasa ketidakadilan masyarakat manakala dana besar
diberikan kepada satu atau dua orang.
42 Undang-undang No 23 tahun 2011. Pasal 1. Diakses pada 10
April 2016. Pukul 08.45
-
31
5) Kalau tidak dikelola (melalui lembaga), maka potensi
zakat yang besar tidak dapat dimobilisasi dan
didayagunakan untuk keperluan strategis umat. 43
Kedua lembaga tersebut memiliki tugas yang
sama, yakni mengumpulkan dan menyalurkan zakat.
Dalam penyalurannya, Badan Amil Zakat wajib
menyalurkan dana zakat yang telah dikumpulkan kepada
yang berhak menerima sesuai dengan ketentuan hukum
islam.44
Di Indonesia, pengelolaan zakat diatur
berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat. Dalam UU tersebut ditegaskan bahwa
lembaga pengelola zakat yang ada di Indonesia adalah
badan amil zakat yang dikelola oleh Negara dan lembaga
amil zakat yang dikelola oleh swasta. Meskipun dapat
dikelola oleh dua pihak, yaitu Negara dan swasta, akan
tetapi lembaga pengelola zakat haruslah bersifat:
1) Independent, lembaga ini tidak mempunyai
ketergantungan kepada orang-orang tertentu atau
lembaga lain. Lembaga yang demikian akan lebih
leluasa untuk memberikan pertanggungjawaban
kepada masyarakat donatur.
43 Hidayat Nur Wahid, Zakat dan Peran Negara, Jakarta: Forum
Zakat, 2006, h. 60
44 Ahmad Rofiq, Kompilasi zakat, Semarang: Balai Penelitian dan
Pengembangan Agama Semarang, 2010, h. 21
-
32
2) Netral, karena didanai oleh masyarakat, berarti
lembaga ini adalah milik masyarakat, sehingga dalam
menjalankan aktivitasnya lembaga tidak boleh hanya
untuk menguntungkan golongan tertentu saja (harus
berdiri diatas semua golongan). Karena jika tidak
maka, tindakan itu telah menyakiti donatur.
3) Tidak berpolitik (praktis), lembaga ini jangan sampai
terjebak dalam kegiatan politik praktis, hal ini perlu
dilakukan agar donatur dari partai lain yakin bahwa
dana itu tidak digunakan untuk kepentingan partai
politik.
4) Tidak bersifat diskriminatif, kekayaan dan kemiskinan
bersifat universal. Dimana pun, kapan pun, siapa pun
dapat menjadi kaya atau miskin. Karena itu dalam
menyalurkan dananya, lembaga tidak boleh
mendasarkan pada perbedaan suku atau golongan,
tetapi selalu menggunakan parameter-parameter yang
jelas dan dapat dipertanggungjawabkan, baik secara
syari’ah maupun secara manajemen.45
Selain itu, pemerintah juga mendorong peran serta
masyarakat untuk membentuk lembaga amil zakat yang
sepenuhnya diurus atas prakarsa masyarakat sendiri, dan
secara resmi diakui pemerintah. Mereka ini memenuhi
45 Umrotun Kasanah, Manajemen Zakat Modern, cet1, Malang: UIN
Maliki PRESS, 2010, h. 70
-
33
syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2014
tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun
2011. Bahwa pemerintah mengukuhkan, membina dan
melindungi lembaga amil zakat dengan syarat memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1) Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam
yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan
sosial, atau lembaga berbadan hukum
2) Mendapat rekomendasi dari BAZNAS
3) Memiliki pengawas syariat
4) Memiliki kemampuan teknis, administratif, dan
keuangan untuk melaksanakan kegiatannya
5) Bersifat nirlaba
6) Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi
kesejahteraan umat dan
7) Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala46
c. Tugas Lembaga Pengelola Zakat
Secara umum, lembaga amil zakat memiliki
fungsi mensosialisasikan zakat, mengumpulkan zakat,
mendistribusikan dan mendayagunakan zakat, dan
mengelola harta zakat. Melihat fungsi-fungsi tersebut
46 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
zakat pasal 57
-
34
diketahui bahwa personil amil zakat memiliki tugas pokok
antara lain:
1) Bidang sosialisasi memiliki tugas pokok
menyampaikan dan menyadarkan masyarakat agar
memahami dan mengamalkan ajaran zakat.
2) Bidang pengumpulan memiliki tugas pokok
melakukan pendataan muzakki dan mengumpulkan
harta zakat dari muzakki.
3) Bidang pendistribusian memiliki tugas pokok
melakukan pendataan mustahik konsumtif dan
melakukan pendistribusian zakat terhadap mereka.
4) Bidang pendayagunaan memiliki tugas pokok
melakukan pendataan mustahik produktif,
mendistribusikan zakat kepada mereka, mendampingi,
memotivasi, dan mengevaluasi pekerjaan mereka.
5) Bidang pengelolaan harta zakat memiliki tugas pokok
pencatatan, pembukuan dan menginventarisir harta
zakat.47
BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang
melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.
BAZNAS memiliki fungsi:
1) Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan .
pendayagunaan zakat;
47 Muhammad Hasan, Manajemen Zakat, Yogyakarta: Idea Press
Yogyakarta 2011, h. l29
-
35
2) pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat;
3) pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat; dan
4) pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan
pengelolaan zakat.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,
BAZNAS dapat bekerja sama dengan pihak terkait sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya
secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.48
C. Pengelolaan Zakat
Istilah pengelolaan berasal dari kata mengelola yang
berarti mengendalikan atau menyelenggarakan. Pengelolaan
menyangkut proses suatu aktifitas. Dalam kaitannya dengan zakat,
proses tersebut meliputi sosialisasi zakat, pengumpulan zakat,
pendistribusian dan pendayagunaan, dan pengawasan. Dengan
demikian yang dimaksud pengelolaan zakat adalah proses dari
pengorganisasian sosialisasi, pengumpulan, pendistribusian dan
48 Undang-Undang No. 23 tahun 2011. Pasal 6 dan 7 tentang
penelolaan zakat. Diakses pada 22 April 2016
-
36
pendayagunaan, dan pengawasan dalam pelaksanaan zakat.49
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011. Pengelolaan
Zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengorganisasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat.50 Sedangkan lembaga dalam pengelolaan
zakat maksudnya lembaga yang bertugas secara khusus untuk
mengurus dan mengelola zakat.51
Dalam masalah pengumpulan zakat, Nabi telah
mengarahkan para pengumpul dan pembayar zakat agar
bertanggungjawab, memegang amanat dan bersikap lemah
lembut.52
Dalam mengumpulkan apa yang semestinya, Abu Ubayd
menegaskan bahwa hal itu harus dilakukan dalam bentuk
kekayaan yang lebih para pembayar zakat. Karena itu, ia
menyatakan bahwa jika seorang pembayar zakat menginginkan, ia
dapat membayar zakat komoditas dalam bentuk komoditas lain
atau dengan tunai yang sebanding.53
49 Muhammad Hasan, Manajemen Zakat, yogyakarta: Idea Press
Yogyakarta 2011, h. 6
50 Undang-undang nomor 23 tahun 2011 pasal 1 ayat 1 tentang
pengelolaan zakat. Diakses pada 27 april 2016 jam 07.45
51 Muhammad Hasan, Manajemen .., h. 37
52 Yasin Ibrahim al-syaikh, Kitab Zakat, Penerbit Marja.
Bandung:2008, h. 104
53 Sabahuddin Azmi, Menimbang Ekonomi Islam, Bandung:
Penerbit Nuansa 2005, h. 106
-
37
Untuk memenuhi hajat para mustahik, Pengelolaan zakat
haruslah berasaskan:54
1. syariat Islam;
2. amanah;
3. kemanfaatan;
4. keadilan;
5. kepastian hukum;
6. terintegrasi; dan
7. akuntabilitas.
Adanya Pengelolaan zakat, hal ini bertujuan untuk:
1. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam
pengelolaan zakat; dan
2. meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.55
D. Distribusi Zakat
Istilah pendistribusian, berasal dari kata distribusi yang
berarti penyaluran atau pembagian kepada beberapa orang atau
kepada beberapa tempat. Yakni mengandung makna pemberian
harta zakat kepada para mustahik zakat secara konsumtif.56
54 Undang-undang nomor 23 tahun 2011 pasal 2 tentang
Pengelolaan Zakat. Diakses pada 7 Mei 2016. Jam 07.02
55 Undang-undang nomor 23 tahun 2011 pasal 3 tentang
Pengelolaan Zakat. Diakses pada 7 Mei 2016. Jam 07.08
56 Muhammad Hasan, Manajemen Zakat, yogyakarta: Idea Press
Yogyakarta 2011, h. 71
-
38
Islam menetapkan pembayaran zakat agar sebagian
pendapatan kaum kaya dibagikan kepada kaum miskin yang
karena ketidakmampuan individual atau kehidupan yang layak
dengan usahanya sendiri. Sehingga dalam bahasa Al-Qur’an
diungkapkan “kekayaan tidak hanya berputar pada kaum kaya
diantara kamu.” 57
Zakat menjadi unsur penting dalam mewujudkan
keseimbangan distribusi harta dan keseimbangan tanggung jawab
individu dalam masyarakat. Zakat sebagai ibadah maaliyah
mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan
karunia Allah. 58
Pada hakikatnya, zakat merupakan bagian penting dari
suatu sistem distribusi kekayaan yang diberikan Allah secara adil
dan terperinci untuk manfaat kemanusiaan. Islam tidak menyetujui
penimbunan dan penumpukan modal tak terbatas dan menolak
pembagian yang sama rata dalam distribusi kekayaan karena
kedua hal tersebut merupakan ketidakadilan.
Pemberian zakat kepada para mustahik, secara konsumtif
dan produktif perlu dilakukan sesuai kondisi mustahik. Untuk
mengetahui kondisi mustahik, amil zakat perlu memastikan
57 Yasin Ibrahim al-syaikh, Kitab Zakat,. Bandung: Penerbit Marja
2008, h. 48
58 Ruslan Abdul Ghofur Noor, Konsep Distribusi Ekonomi Islam
dan Format Keadilan Ekonomi di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2013, h. 1.
-
39
kelayakan para mustahik, apakah mereka dapat dikategorikan
mustahik produktif atau mustahik konsumtif. 59
Pada pasal 2 UU No 23 Tahun tentang Pengelolaan Zakat
ditegaskan bahwa:
1. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam
rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas
umat.
2. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar
mustahik telah terpenuhi.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk
usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Penggunaan dana zakat ke arah produktif adalah
pemanfaatan zakat sebagai modal usaha produktif dengan
memberikan dana bergulir kepada para mustahik yang produktif.
Mustahik dipinjami modal dan diharuskan melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penggunaan modal kerja itu dalam
waktu yang telah ditentukan, dengan kewajiban mengembalikan
modal usahanya secara angsuran. Untuk kemudian modal kerja
tadi, oleh Lembaga Zakat dikumpulkan dan pada waktunya
diberikan lagi pada mustahik lain untuk mengembangkannya.60
59 Muhammad Hasan, Manajemen Zakat, yogyakarta: Idea Press
Yogyakarta 2011, h. 72
60 Saifudin Zuhri, Zakat di Era Reformasi (Tata Kelola Baru),
Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, cet. 1, 2012, h. 113
-
40
Untuk pendayaan dana zakat, bentuk inovasi distribusi
dikategorikan dalam empat bentuk berikut: 61
1. Distribusi bersifat konsumtif tradisional yaitu zakat dibagikan
kepada mustahik untuk dimanfaatkan secara langsung, seperti
zakat fitrah yang dibagikan kepada para korban bencana alam.
2. Distribusi konsumtif kreatif, yaitu zakat diwujudkan dalam
bentuk lain dari barangnya semula, seperti diberikan dalam
bentuk alat-alat sekolah atau beasiswa.
3. Distribusi bersifat produktif tradisional dimana zakat
diberikan dalam bentuk barang-barang yang produktif seperti
kambing, sapi, alat cukur, dan lain sebagainya.
4. Distribusi dalam bentuk produktif kreatif yaitu zakat
diwujudkan dalam bentuk permodalan baik untuk membangun
proyek sosial atau menambah modal pedagang pengusaha
kecil.
E. Pemberdayaan Ekonomi dan Peningkatan Ekonomi
Lahirnya konsep pemberdayaan sebagai antitesa
terhadap model pembangunan yang kurang memihak pada
rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun dari kerangka logik
sebagai berikut: (1) bahwa proses pemusatan kekuasaan
terbangun dari pemusatan kekuasaan faktor produksi; (2)
pemusatan kekuasaan faktor produksi akan melahirkan
masyarakat pekerja dan masyarakat pengusaha pinggiran; (3)
61 Arief Mufraini, Akuntansi Manajemen Zakat, Jakarta: Prenada
Media Group 2006. Hal 153
-
41
kekuasaan akan membangun bangunan atas atau sistem
pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan sistem
ideologi yang manipulatif untuk memperkuat legitimasi; dan
(4) pelaksanaan sistem pengetahuan, sistem politik, sistem
hukum dan ideologi secara sistematik akan menciptakan dua
kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan
masyarakat tunadaya (Prijono dan Pranarka, 1996).
Akhirnya yang terjadi ialah dikotomi, yaitu masyarakat
yang berkuasa dan manusia yang dikuasai. Untuk
membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus
dilakukan pembebasan melalui proses pemberdayaan bagi yang
lemah (empowerment of the powerless).62
Definisi pemberdayaan dalam arti sempit, berasal kata
”empower” mengandung dua arti. Pengertian pertama adalah to
give power of authority dan pengertian kedua berarti to give
ability to or enable. Dalam pengertian pertama diartikan sebagai
memberi kekuasaan, mengalihkan kekuasaan, atau
mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan, dalam
pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberikan
kemampuan atau keberdayaan.63
Menurut Sumodiningrat, bahwa pemberdayaan
masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat
62 Effendi m. Guntur, Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Sagung
Seto, Jakarta: 2002, h. 4
63 Ibid ..., h. 3.
-
42
lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki.
Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua
kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak
yang diberdayakan dan pihak yang menaruh kepedulian
sebagai pihak yang memberdayakan.64
Pemberdayaan dalam arti lain adalah serangkaian kegiatan
untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok yang
lemah dalam masyarakat, dengan cara mendorong, memotivasi,
dan membangkitkan kesadaran atau potensi yang dimiliki dan
berupaya untuk mengembangkan potensi itu menjadi sebuah
tindakan yang nyata. Seperti individu yang mengalami
perekonomian lemah atau miskin.65
Pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni
kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan di sini diartikan
bukan hanya menyangkut kekuasaan dalam arti sempit, melainkan
kekuasaan atau penguasaan. Pertama, pilihan-pilihan personel dan
kesempatan-kesempatan hidup: kemampuan dalam membuat
keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal,
pekerjaan. Kedua, pendefinisian kebutuhan: kemampuan
menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya.
Ketiga, Ide atau gagasan: kemampuan menjangkau, menggunakan
dan mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga
64 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat,
Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial,
Bandung: PT Refika Aditama, 2002, h. 9
65 Ibid ..., h. 56
-
43
sosial, pendidikan, kesehatan. Keempat; sumber-sumber
kemampuan memobilisasi, sumber-sumber formal, informal dan
kemasyarakatan. Kelima; Aktivitas ekonomi: kemampuan
memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi, dan
pertukaran barang serta jasa. Keenam, Reproduksi: kemampuan
dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawatan anak,
pendidikan dan sosialisasi.66
Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses
untuk mencapai tujuan hidup yang berkuasa dan berdaya. Sebagai
proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk
memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam
masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah
kemiskinan. Sebagai tujuannya, maka pemberdayaan menunjuk
pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan
sosial; yaitu masyarakat yang bergaya, memiliki kekuasaan atau
mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun
sosial. Seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan
aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam
kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas
kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali
digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai
sebuah proses.67
66 Edi Suharto, Membangun..., h. 59
67 Edi Suharto, Membangun..., h. 58
-
44
Pendekatan Pemberdayaan
Pelaksanaan proses dan pencapaian melalui pendekatan
pemberdayaan yang dapat di singkat menjadi 5P, yaitu:
1. Pemungkinan: menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara
optimal. Pemberdayaan mampu membebaskan masyarakat
dari sekat-sekat cultural dan structural yang menghambat.
2. Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan
memenuhi kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu
menumbuh-kembangkan segenap dan kepercayaan diri
masyarakat yang menunjang kemandirian mereka.
3. Perlindungan: melindungi masyarakat terutama masyarakat
yang lemah agar tidak tertindas oleh masyarakat yang kuat
dengan tujuan menjaga persaingan yang tidak seimbang
apalagi tidak sehat antara yang kuat dan yang lemah dan
mencegahnya eksploitasi kelompok kuat kepada kelompok
lemah.
4. Penyokongan: memberikan bimbingan dan dukungan agar
masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas
kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong
masyarakat agar tidak terjatuh kedalam keadaan dan posisi
semakin lemah dan terpinggirkan.
5. Pemeliharaan: memelihara kondisi yang kondusif agar tetap
terjadi keseimbangan hak kekuasaan antara berbagai
-
45
kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu
menjamin kesederhanaan setiap orang memperoleh
kesempatan berusaha.68
Secara umum mustahik zakat dapat dikelompokkan
menjadi dua bagian yakni mustahik zakat produktif dan mustahik
zakat tidak produktif. Mustahik zakat dalam kategori produktif
adalah mustahik zakat dari delapan asnaf yang mempunyai potensi
dan tenaga untuk bekerja. Sedangkan mustahik tidak produktif
adalah mustahik dari kelompok delapan asnaf terutama fakir
miskin yang tidak mempunyai tenaga, cacat, dan tidak mempunyai
kemampuan untuk bekerja.
Mustahik dalam kategori produktif mestinya
diberdayakan, dibina dan dikembangkan. Disinilah zakat berperan
untuk merubah dan sekaligus meningkatkan perekonomian dan
taraf hidup mereka. Mereka yang sudah punya potensi
dikembangkan potensinya. Bagi yang tidak mempunyai potensi,
namun memiliki kemampuan dan tenaga perlu dibina dan dilatih
sehingga mempunyai skill untuk bekerja, bahkan diberikan modal
untuk mengembangkan skillnya.
Pemberdayaan para mustahik produktif dilakukan dengan
melihat latar belakang aktifitasnya. Pemberdayaan zakat terhadap
para mustahik produktif hendaknya dilakukan dengan syarat-
68 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat,
Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial,
Bandung: PT Refika Aditama, 2002. hal 67
-
46
syarat dan prosedur yang jelas. Diantara syarat-syarat
pemberdayaan/ pendayagunaan zakat sebagai berikut:
a. Usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan
b. Mendapat persetujuan tertulis dari dewan pertimbangan
c. Usaha mustahik di wilayahnya masing-masing
Sedangkan, prosedur pendayagunaan zakat produktif yaitu:
a. Melakukan studi kelayakan
b. Menetapkan jenis usaha produktif
c. Penerima (mustahik) usaha produktif diberikan bimbingan dan
penyuluhan.
Pemanfaatan dana zakat baik kepada mustahik konsumtif
maupun kepada mustahik produktif perlu mempertimbangkan
faktor-faktor pemerataan dan penyamaan. Disamping faktor
tersebut, juga perlu memperhatikan tingkat kebutuhan yang nyata
dari kelompok-kelompok mustahik zakat, kemampuan
penggunaan dana zakat, dan kondisi mustahik, sehingga mengarah
kepada mustahik produktif pemanfaatan dana zakat diarahkan agar
pada gilirannya yang bersangkutan tidak lagi menjadi penerima
zakat, tetapi akan menjadi pembayar zakat.69
Pemberdayaan kaitannya dengan penyampaian
kepemilikan harta zakat kepada mereka yang berhak terbagi ke
empat bagian, yaitu:
69 Umrotun Khasanah, Manajemen Zakat Modern, Malang: UIN-
Maliki Press, 2010, h. 86
-
47
1. Pemberdayaan sebagian dari kelompok yang berhak akan
harta zakat, misalnya fakir miskin, yaitu dengan memberikan
harta zakat kepada mereka sehingga dapat memenuhi
kebutuhan mereka. Selain itu juga dengan memberikan modal
kepada mereka yang mempunyai keahlian dalam sesuatu,
sehingga dapat meneruskan kegiatan profesi, karena mereka
tidak mempunyai modal tersebut. Baik fakir miskin maupun
yang mempunyai keahlian tetapi tidak memiliki modal,
mereka ini diberikan sebagian harta zakat untuk
memberdayakan mereka sehingga mereka dapat memenuhi
kebutuhan mereka sendiri. Ini adalah suatu bentuk peran serta
yang baik dari harta zakat.
2. Pemberdayaan sebagian kelompok yang berhak atas harta
zakat, adalah para fakir. Dengan memberikan sejumlah harta
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan
memberdayakan mereka yang memang tidak memiliki
keahlian apa pun, baik kerajinan maupun perdagangan.
3. Pemberdayaan sebagian kelompok yang berhak akan harta
zakat, yang memiliki penghasilan baru dengan
ketidakmampuan mereka. Mereka adalah pegawai zakat dan
para Muallaf.
4. Pemberdayaan sebagian kelompok yang berhak atas harta
zakat untuk mewujudkan arti dan maksud sebenarnya dari
zakat selain yang disebutkan di atas. Diantaranya adalah
hamba sahaya, mereka yang di jalan Allah, ibn sabil, orang
-
48
yang berperang di jalan Allah dan orang yang mempunyai
banyak hutang untuk kepentingan yang berpiutang, walaupun
kaya tetap diberikan sebagian harta zakat kepada mereka.
Akan tetapi, pemberian ini diterima dengan pengawasan dan
harus sesuai dengan tujuan diberikannya zakat. Jika tidak,
mereka harus menggantinya dan jika mereka
menggunakannya kemudian mendapat keuntungan, maka
semua harta zakat dan keuntungan tersebut wajib
dikembalikan.70
Sebagaimana tersebut diatas bahwa zakat mempunyai
fungsi sosial yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat Islam
yang ideal, yang adil dan sejahtera, dimana orang yang mampu
membagikan harta nya kepada orang yang lemah. Zakat yang
telah dikumpulkan oleh pengelola zakat harus disalurkan kepada
mustahik sesuai dengan skala prioritas, yakni fakir dan miskin.
Zakat yang disalurkan kepada kedua kelompok ini dan bersifat
konsumtif, yakni : untuk memenuhi keperluan konsumsi sehari-
hari, dan dapat pula bersifat produktif.71
Pembagian zakat secara konsumtif boleh jadi masih
diperlukan, namun tidak semua harta zakat yang dihimpun dari
para aghniya’ dihabiskan. Maksudnya ada sebagian lain yang
mestinya lebih besar dikelola dan didistribusikan secara investatif,
70 Abdul Al-Hamid Mahmud, Ekonomi Zakat, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada 1991, h. 84-86
71 Ahmad Rofiq, Kompilasi zakat, Semarang: Balai Penelitian dan
Pengembangan Agama Semarang, 2010, h. 22
-
49
untuk memberikan modal kepada para mustahik.72 Dengan
investasi tersebut, mereka dapat membuka usaha, dan secara
lambat laun mereka akan memiliki kemampuan ekonomi yang
memadai. Hal ini berarti bahwa zakat dapat dijadikan sebagai
upaya pengentasan kemiskinan dan menciptakan kesejahteraan
umat.73
Untuk meningkatkan penghasilan, tentu harus kita
lakukan peningkatan kerja kaitannya dengan skill dam juga
pendidikan, yang lebih penting lagi adalah semangat dan tanggung
jawab. Dengan demikian, untuk mengurangi kemiskinan, tidak
akan selesai dengan cara mengumpulkan zakat kemudian hasilnya
dibagi-bagikan secara konsumtif kepada orang-orang miskin.74
Menurut Yusuf Qardhawi cara untuk mengurangi
kemiskinan adalah dengan menggalakkan kerja di kalangan kaum
miskin, baik dengan cara menyemangatinya maupun menyediakan
lapangan kerja, karena bekerja merupakan perintah Allah yang
sangat jelas bahwa setiap manusia harus bekerja. Berdasarkan hal
tersebut, beberapa lembaga pengelola zakat program
pendayagunaaan zakatnya dilakukan dalam bentuk bantuan
ekonomi. Sebagian besar bantuan ekonomi diberikan berupa
modal kerja langsung kepada mustahik untuk bekerja di sektor
72Ibid..., h. 268
73 Ahmad Rofiq, Kompilasi..., h. 22
74 Qodry azizi, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar 2004, h. 141
-
50
informal seperti pedagang kaki lima, maupun melalui kelompok-
kelompok usaha di bidang pertanian dan peternakan.
Problem pengayagunaan bidang ekonomi adalah resiko
kegagalan yang tinggi. Kegagalan terjadi karena faktor usahanya
sendiri, misalnya kelemahan aspek produksi, pemasaran: faktor
eksternal seperti cuaca, hilangnya tempat usaha dan yang paling
banyak adalah faktor internal mustahik. Rendahnya motivasi
berusaha, ketidakdisiplinan dalam penggunaan data, dan
keinginan untuk mendapatkan hasil secara cepat (instan)
merupakan sebagian dari penyebab kegagalan program
pendayagunaan ekonomi. Solusi untuk problem tersebut adalah
adanya pendampingan kepada mustahik yang tidak hanya
membantu dalam aspek teknis usaha, namun yang lebih penting
adalah membantu mengubah mental mustahik.75
Pengentasan kemiskinan dapat dilaksanakan melalui
banyak sarana dan program, baik yang bersifat langsung maupun
tidak langsung. Usaha ini dapat berupa transfer of payment dari
pemerintah, misalnya melalui pinjaman dalam bentuk kredit
mikro. Secara potensi, kaitan antara pemberdayaan kredit mikro
dengan upaya pengentasan kemiskinan merupakan pintu masuk
yang relatif mudah bagi orang yang akan menjadi pengusaha
pemula.
75 Hidayat Nur Wahid, Zakat dan Peran Negara, jakarta: Forum
Zakat, 2006, h. 128
-
51
F. Pendampingan
Dalam ilmu kesejahteraan sosial, terdapat beberapa istilah
yang terkait berkait dengan pendamping. Misalnya Rex. A.
Skidmore member istilah Community Organizer, Jim Ife member
istilah Community Worker, Cox member istilah front line worker,
dan beberapa istilah lain seperti Social Agent, Aktivist, Enabler,
dan beberapa istilah yang pada hakekatnya memiliki esensi yang
sama yaitu pekerja sosial yang berfungsi sebagai pendamping
komunitas yang melaksanakan tugas dengan masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraan manusia.
Keberadaan pendamping sebagai unsur penggerak
tercapainya keswadayaan dan kemandirian masyarakat
mempunyai posisi yang strategis dalam upaya pemberdayaan
masyarakat petani di pedesaan. Seperti telah dijelaskan di atas
bahwa suatu gerakan pemberdayaan berangkat dari kondisi
ketidakberdayaan masyarakat untuk memperjuangkan hidupnya ke
atah yang lebih baik. Oleh karenanya dibutuhkan pendamping
baik berasal dari “luar” masyarakat ataupun pendamping yang
berasal dari masyarakat itu sendiri.76
Tugas utama dari pendamping ini adalah memfasilitasi
proses belajar atau refleksi dan menjadi mediator untuk penguatan
kemitraan baik antara usaha mikro, usaha kecil maupun usaha
76 https://idtesis.com/pendampingan-sebagai-strategi-dalam-
pemberdayaan-masyarakat/. Diakses pada 20 Juni 2016. Jam 22.27
-
52
menengah dengan usaha besar.77 Berkaitan dengan siapa yang
akan melaksanakan tugas pendampingan, juga merupakan bahasan
tersendiri. Sumodiningrat, dalam Priyono dan AMW Pranarka,
mengemukakan bahwa pendampingan dapat dilakukan melalui
beberapa cara, yaitu : Pertama Pendamping setempat yaitu tokoh-
tokoh masyarakat dan kader-kader yang ada di desa setempat.
Kedua, Pendamping Teknis, yang berasal dari tenaga penyuluh
lapangan, petugas sosial dan petugas-petugas lapangan lainnya.
Ketiga, Pendamping Khusus, yang disediakan bagi masyarakat
desa miskin tertinggal dengan pembinaan khusus.
Mengenai siapa yang melakukan pendampingan, Midgley,
memberikan pemikiran bahwa untuk melakukan pengembangan
masyarakat pada umumnya menggunakan tenaga para
professional yang terlatih (trained para professional personnel)
yang berasal dari luar masyarakat. Namun demikian
dimungkinkan juga kegiatan pengembangan masyarakat
menggunakan tenaga pendamping dari petugas-petugas lokal,
dalam rangka memobilisasi partisipasi lokal, mengorganisir
kegiatan dan menghubungka