Skrip Si

56
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi merupakan masalah yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Penyakit infeksi ini masih sangat dominan menyerang negara-negara berkembang. Hal ini dipicu baik oleh tingkah laku masyarakat itu sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Kondisi ini sering disebabkan oleh mikroba patogen, contohnya seperti Escherichia coli. Bakteri ini termasuk kelompok famili Enterobacteriaceae. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri gram negatif berbentuk batang yang paling umum dibiakkan dalam laboratorium klinis dan merupakan bakteri yang paling umum menyebabkan penyakit. Escherichia coli adalah bagian flora normal gastrointestinal pada manusia dan dapat menyebabkan diare akut, serta penyebab utama infeksi saluran kemih ( Jawetz et al, 2005). Diare karena E.coli sering kali dianggap remeh oleh masyarakat kita, padahal angka kejadian diare di Indonesia cukup tinggi. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia, angka kejadian diare pada tahun 2010 dengan jumlah penderita 4204 dan kematian sebanyak 73 orang (Depkes RI, 2011). 1

description

hh

Transcript of Skrip Si

Page 1: Skrip Si

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi merupakan masalah yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-

hari. Penyakit infeksi ini masih sangat dominan menyerang negara-negara

berkembang. Hal ini dipicu baik oleh tingkah laku masyarakat itu sendiri maupun

lingkungan sekitarnya. Kondisi ini sering disebabkan oleh mikroba patogen,

contohnya seperti Escherichia coli.

Bakteri ini termasuk kelompok famili Enterobacteriaceae.

Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri gram negatif berbentuk batang

yang paling umum dibiakkan dalam laboratorium klinis dan merupakan bakteri

yang paling umum menyebabkan penyakit. Escherichia coli adalah bagian flora

normal gastrointestinal pada manusia dan dapat menyebabkan diare akut, serta

penyebab utama infeksi saluran kemih ( Jawetz et al, 2005).

Diare karena E.coli sering kali dianggap remeh oleh masyarakat kita, padahal

angka kejadian diare di Indonesia cukup tinggi. Berdasarkan data dari Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, angka kejadian diare pada tahun 2010 dengan

jumlah penderita 4204 dan kematian sebanyak 73 orang (Depkes RI, 2011).

Selain menyebabkan diare, E.coli juga menjadi penyebab utama Infeksi

Saluran Kemih (ISK) dan diperkirakan sekitar 90% infeksi saluran kemih pada

wanita muda disebabkan oleh E.coli (Dzen dkk, 2004).

Di kota Palu sendiri berdasarkan laporan dari puskesmas, jumlah penemuan

penderita diare pada tahun 2008 sebanyak 7. 148 (55,66%) , dan jumlah penderita

yang meninggal sebanyak 3 orang yang terjadi pada kelompok umur balita. Hal

ini dikarenakan perilaku hidup bersih dan sehat yang relatif masih rendah (Dinkes

Kota Palu, 2009).

Tidak hanya itu, bakteri E. coli ini ternyata juga mulai lebih sulit dalam

penanganannya. Padahal hampir sebagian besar obat anti mikroba cukup sensitif

terhadap bakteri ini. Beberapa penelitian telah mengemukakan sejumlah obat

antibakteri yang mulai resisten terhadap bakteri ini. Seorang dokter di India

1

Page 2: Skrip Si

2

melakukan percobaan resistensi bakteri E.coli pada beberapa obat antimikroba,

dan hasilnya menunjukkan bahwa bakteri ini sudah resisten terhadap ampicilin,

cotrimoxazole, dan nalidixic acid (Winarsih, 2009).

Adanya resistensi ini dapat menimbulkan banyak masalah dalam pengobatan

penyakit infeksi, sehingga diperlukan usaha untuk mengembangkan obat

tradisional berbahan herbal yang dapat membunuh bakteri untuk menghindari

terjadinya resistensi tersebut. Jumlah tanaman obat Indonesia yang digunakan

sebagai alternatif obat sangatlah banyak. Salah satu contoh tanaman obat yang

sudah lama digunakan adalah kelor atau Moringa oleifera Lam (Tedjo, 2011).

Kelor (Moringa oleifera Lam) adalah spesies monogenarik famili

moringaceae yang paling luas ditanam, dan merupakan tanaman asli untuk lahan

tanah di India sub-himalaya, Pakistan, Bangladesh, dan Afganistan (Fahey, 2005).

Pada penelitian sebelumnya ditemukan bahwa kelor (Moringa oleifera Lam)

mengandung asam amino, kalsium, antioksidan, antibakteri, seperti 4 (a-L-

rhamnosyloxy) benzyl isothiocyanate serta zat-zat yang lain seperti alkaloid,

flavonoid, tanin, dan saponin (Goyal, 2007).

Hampir semua bagian dari tanaman kelor dijadikan bahan antibakteri.

Bagian-bagian tanaman kelor yang telah terbukti sebagai bahan antibakteri

diantaranya daun, biji, minyak, bunga, akar, dan kulit kayu tanaman kelor (Fahey,

2009). Namun, dari berbagai macam bagian tumbuhan itu, biji kelor terbukti lebih

efektif sebagai bahan antimikroba pada penelitian yang dilakukan oleh Bukar

(Bukar, 2010).

Berdasarkan fakta tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Efek Antibakteria Ekstrak Biji Kelor (Moringa oleifera Lam) pada

bakteri Escherichia coli” di dalam laboratorium dengan mengukur zona hambat

pada cakram disk.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka dapat dirumuskan

permasalahannya, yaitu: “Apakah Ekstrak Biji Kelor (Moringa oleifera Lam)

Memiliki Efek Antibakteri Terhadap Bakteri Escherichia coli?”

Page 3: Skrip Si

3

C. Tujuan Penelitian

1. Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak biji kelor

(Moringa oleifera Lam) terhadap bakteri Escherichia coli.

2. Khusus

Mengetahui Kadar Hambat Minimal (KHM) ekstrak biji kelor (Moringa

oleifera Lam) terhadap bakteri Escherichia coli.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti:

a. Dapat memenuhi syarat pembuatan skripsi sebagai tugas akhir

perkuliahan

b. Dapat mengetahui efek antibakteri biji kelor (Moringa oleifera Lam)

terhadap bakteri Escherichia coli.

2. Bagi masyarakat dan pemerintah:

a. Dapat mengetahui manfaat biji kelor sebagai obat-obatan herbal

b. Dapat dijadikan sebagai referensi sehingga biji kelor dapat menjadi obat

herbal standar yang khasiatnya diakui.

3. Bagi penelitian selanjutnya:

Dapat di jadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian

Keaslian dari penelitian ini dapat diketahui dari penelitian serupa dengan

yang penulis lakukan, yaitu:

Petter (2011) telah melakukan penelitian untuk melihat efektifitas

antimikroba dari ekstrak biji kelor pada bakteri Streptococcus pyogenes secara in

vitro. Penelitian ini merupakan jenis penelitian true experimental design dengan

rancangan penelitian post test only control group design dengan menggunakan

metode dilusi tabung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak biji kelor

memiliki efek antimikroba terhadap bakteri Streptococcus pyogenes dengan nilai

Kadar Bunuh Minimal (KBM) terlihat pada konsentrasi ekstrak 13,75%.

Page 4: Skrip Si

4

Perbedaan antara penelitian yang dilakukan sebelumnya dengan yang akan

peneliti lakukan saat ini yaitu terletak pada bakteri yang akan diuji (sampel),

perlakuan yang diberikan, dan tempat dilakukannya eksperimen.

Penelitian yang dilakukan oleh Irmudita (2008) untuk melihat aktivitas

antibakteri ekstrak bawang putih pada bakteri Escherichia coli secara in vitro.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan post test only

control group design dengan menggunakan metode dilusi yang meliputi dua

tahap, yaitu penentuan Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh

Minimal (KBM). Hasil penelitian menunjukkan ekstrak bawang putih memiliki

efek antimikroba terhadap bakteri Escherichia coli dengan nilai Kadar Hambat

Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM) terlihat pada konsentrasi

ekstrak 50%.

Perbedaan antara penelitian yang dilakukan Irmudita dengan yang akan

peneliti lakukan saat ini yaitu terletak pada ekstrak yang digunakan, perlakuan

yang diberikan, dan tempat dilakukannya penelitian.

Page 5: Skrip Si

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Tanaman Kelor

a. Taksonomi Tumbuhan Kelor

Kingdom : Plantae (Tanaman)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/ dikotil)

Sub Kelas : Dilleniidae

Ordo : Capparales

Famili : Moringaceae

Genus : Moringa

Spesies : Moringa Oleifera Lam (Tilong, 2012)

b. Nama Daerah

Kelor dikenal dengan nama berbeda di berbagai negara, seperti

moringa, dan drumstick plant (Inggris). Sedangkan di Indonesia sendiri

kelor memiliki beberapa macam nama sebagai berikut: kerol (Pulau Buru);

maranggih (Madura); moltong (Flores); kelo (Gorontalo); keloro (Bugis);

kawano (Sumba); ongge (Bima); hau fo (Timor). Sementara di dalam

bahasa Indonesia termasuk dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan

Lampung, penduduk setempat lebih mengenalnya dengan sebutan kelor.

Sementara di Sulawesi Tengah sendiri tumbuhan kelor dikenal dengan

nama kelo (Jonni, 2008).

c. Morfologi

Tumbuhan yang mempunyai nama latin Moringa oleifera ini tumbuh

dalam bentuk pohon, berumur panjang (perenial) dengan tinggi 7-12 m.

Page 6: Skrip Si

6

Batang : Batang berkayu (lignosus), tegak, berwarna putih kotor, kulit

tipis, permukaan kasar. Percabangan simpodial, arah cabang

tegak atau miring, cenderung tumbuh lurus dan memanjang.

Daun : Daun majemuk, bertangkai panjang, tersusun berseling

(alternate), beranak daun gasal (imparipinnatus), helai daun

saat muda berwarna hijau muda – setelah dewasa hijau tua,

bentuk helai daun bulat telur, panjang 1-2 cm, tipis lemas,

ujung dan pangkal tumpul (obtusus), tepi rata, susunan

pertulangan menyirip (pinnate), permukaan atas dan bawah

halus.

Bunga : Bunga muncul diketiak daun (axillaris), bertangkai panjang,

kelopak berwarna putih agak krem, menebar aroma khas.

Buah : Buah kelor berbentuk panjang bersegi tiga, panjang 20 – 60

cm, buah muda berwarna hijau- setelah tua menjadi cokelat,

bentuk biji bulat – berwarna cokelat kehitaman, berbuah

setelah berumur 12-18 bulan.

Akar : Akar tunggang, berwarna putih, membesar seperti lobak.

Biji : berbentuk bulat dan berwarna coklat kehitaman, terdapat

lapisan seperti selaput di bagian luar biji.

Tumbuhan kelor dapat diperbanyak secara generatif (biji) maupun

vegetatif (setek batang). Tumbuh didataran rendah maupun dataran

tinggi sampai di ketinggian ± 1.000 m di atas permukaan laut (Ashari,

2010).

Gambar 2.1 Tanaman kelor (Moringa oleifera)

Sumber: Jonni, 2008

Page 7: Skrip Si

7

d. Sifat Kimia dan Kandungan Tanaman Moringa Oleifera

Moringa oleifera kaya dengan berbagai kandungan kimia yang sudah

diketahui, antara lain: Biji: Minyak “behen”. Kulit akar: Minyak atsiri.

Senyawa lain: myrosine, emulsine, alkaloid pahit tidak beracun, vitamin

A, B1, B2 dan C (Ashari, 2010).

Selain yang disebutkan diatas, Moringa oleifera mengandung banyak

zat kimia lain seperti alkaloid moringin, moringinan, dan pteringospermin.

Bijinya mengandung linoleat, olleat, lignoserat, dan asam palminat

(Thilong, 2012).

e. Khasiat dan pemanfaatan tanaman Moringa oleifera

Dalam farmakologi Cina dan pengobatan tradisional lain disebutkan

bahwa tanaman kelor memiliki sifat: rasa agak pahit, netral, antiinflamasi,

antipiretik, antiskorbut, dan tidak beracun (Ashari, 2010). Sedangkan

menurut Thilong, manfaat dan khasiat kelor antara lain sebagai anti

epilepsi, antispasmodik, diuretik, menurunkan kolesterol, antioksidan,

antidiabetes, antibakteri, dan anti jamur (Thilong, 2012).

Biji kelor sendiri memiliki khasiat mengatasi muntah/mual, biji kelor

yang masak dan kering mengandung pterigospermin yang lebih pekat

sampai bersifat germisida. Hasil penelitian Madsen dan Dchlundt serta

Grabow dan kawan-kawan menunjukkan bahwa serbuk biji kelor mampu

menumpas bakteri Escherichia coli, Streptococcus faecalis dan Salmonella

typhy. Karena itu di Afrika, biji kelor dimanfaatkan untuk mendeteksi

pencemaran air oleh bakteri-bakteri seperti yang disebut diatas (Ashari,

2010).

f. Struktur fitokimia dari Moringa oleifera

Fitokimia berasal dari kata phytochemical. Phyto berarti tumbuhan

atau tanaman dan chemical sama dengan zat kimia, berarti fitokimia

adalah zat kimia yang terdapat pada tanaman. Senyawa fitokimia tidak

Page 8: Skrip Si

8

termasuk kedalam zat gizi karena bukan karbohidrat, protein, lemak,

vitamin, mineral maupun air. Senyawa fitokimia merupakan zat kimia

alami yang terdapat di dalam tumbuhan dan dapat memberikan rasa,

aroma, atau warna pada tumbuhan itu dan dapat memberikan dampak pada

kesehatan. Pada penelitian sebelumnya ditemukan bahwa kelor (Moringa

oleifera Lam) mengandung asam amino, kalsium, antioksidan, antibakteri,

seperti 4 (a-L-rhamnosyloxy) benzyl isothiocyanate (Goyal, 2007).

Gambar 2.2 struktur fitokimia Moringa oleifera 4 (a-L-rhamnosyloxy)

benzyl isothiocyanate

(Sumber: Fahey, 2005)

Kelor juga mengandung beberapa senyawa lain, yaitu:

a. Flavonoid

Menurut (Dwidjoseputro, 1994 dalam Vonny, 2013) flavonoid

merupakan senyawa fenol yang bersifat sebagai koagulator protein. Salah

satu fungsi flavonoid adalah sebagai antibakteri yang bekerja dengan cara

membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraselular yang

mengganggu integritas sel bakteri.

b. Alkaloid

Alkaloid memiliki fungsi sebagai antibakteri dengan cara

mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga

lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian

sel tersebut (Vonny, 2013).

Page 9: Skrip Si

9

c. Tanin

Tanin berfungsi sebagai antibakteri dengan cara mengerutkan dinding

sel atau membran sel sehingga sel tidak dapat melakukan aktifitas hidup

sehingga pertumbuhannya terhambat atau mati (Vonny, 2013).

d. Saponin

Saponin merupakan senyawa yang larut dalam air dan etanol, tetapi

tidak larut dalam eter. Sebagai antibakteri, saponin bekerja dengan

mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel

bakteri lisis dan menyebabkan keluarnya komponen penting di dalam sel

bakteri yaitu protein, asam nukleat, dan nukleotida (Vonny, 2013).

2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan secara kimia dan fisika kandungan zat

simplisia menggunakan pelarut yang sesuai. Hal-hal yang penting

diperhatikan dalam melakukan ekstrasi yaitu pemilihan pelarut yang sesuai

dengan sifat-sifat polaritas senyawa yang ingin  diekstraksi ataupun sesuai

dengan sifat kepolaran kandungan kimia yang diduga dimiliki simplisia

tersebut, hal lain yang perlu diperhatikan adalah ukuran simplisia harus

diperkecil dengan cara perajangan untuk memperluas sudut kontak pelarut dan

simplisia, tapi jangan terlalu halus karena dikhawatirkan menyumbat pori-pori

saringan menyebabkan sulit dan lamanya poses ekstraksi.

Metode ektraksi di bagi menjadi dua:

1. Cara dingin

a) Maserasi: metode ekstrasi dengan prinsip pencapaian kesetimbangan

konsentrasi, menggunakan pelarut yang direndamkan pada simplisia

dalam suhu kamar, bila dibantu pengadukan secara konstan maka

disebut maserasi kinetik. Remaserasi adalah penambahan pelarut

kedalam simplisia yang diekstraksi, maserat (hasil maserasi) pertama

disaring, sisa simplisia (residu) diekstraksi dengan menambahkan

Page 10: Skrip Si

10

pelarut yang baru dengan cara yang sama seperti diatas. kekurangan

metode ini, butuh waktu yang lama dan memerlukan pelarut dalam

jumlah yang banyak.

Prinsip ekstraksi dengan cara paserasi yaitu penyarian zat aktif yang

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan

penyari yang sesuai pada temperatur kamar, terlindung dari cahaya.

Cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel

akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam

sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan

terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi

rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi

keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.

b) Perkolasi: ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru

hingga semua pelarut tertarik dengan sempurna (exhaustive

extraction), umunya dilakukan pada suhu kamar. tahapan perkolasi

penetesan pelarut serta penampungan perkolatnya hingga didapat

volume 1 sampai 5 kali jumlah bahan. Proses keberhasilan ekstraksi

dengan cara perkolasi dipengaruhi selektifitas pelarut, kecepatan alir

pelarut dan suhunya, ukuran simplisia tidak boleh terlalu halus, karna

dapat menyumbat pori-pori saringan perkolator (Ansel, 1989)

2. Cara panas

a) Refluks: proses ekstraksi dengan pelarut yang dididihkan beserta

simplisia selama waktu tertentu dan jumlah pelarutnya konstan, karna

pelarut terus bersirkulasi didalam refluks (menguap, didinginkan,

kondensasi, kemudian menetes kembali ke menstrum (campuran

pelarut dan simplisia) di dalam alat). Umumnya dilakukan

pengulangan pada residu pertama, hingga didapat sebanyak 3-5 kali

hingga didapat proses ekstraksi sempurna (exhaustive extraction).

b) Soxhletasi: proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu

baru dengan menggunakan soxhlet. ekstrasi terjadi secara

kontinyu,dengan jumlah pelarut yang relatif konstan.

Page 11: Skrip Si

11

c) Digesti: maserasi kinetik (maserasi dengan pengadukan konstan) yang

dilakukan pada suhu temperatur yang lebih tinggi, umumnya 40-50

Celcius.

d) Infus: ekstraksi dengan menggunakan air yang mendidih pada suhu

96-98 C, dalam waktu tertentu sekitar 15-20 menit.

e) Dekok: proses infus yang terjadi selama skitar 30 menit lebih, untuk

dekok sekarang sudah sangat jarang digunakan (Ansel, 1989).

3. Escherchia coli

Escherichia coli adalah kuman oportunistik yang banyak ditemukan di

dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena

dapat menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak.

E.coli merupakan bakteri yang dapat hidup pada lingkungan yang berbeda.

Bakteri ini dapat ditemukan di tanah, air, tanaman, hewan, dan manusia

(Karsinah, 2010).

a. Klasifikasi ilmiah

Kingdom : Bacteria

Divisi : Protophyta

Kelas : Schizomycetes

Ordo : Eubacteriales

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Escherchia

Spesies : Escherchia coli (Jawetz et.al, 2007)

b. Morfologi

Kuman berbentuk batang pendek (kokobasil), gram negatif, ukuran

0,4-0,7 µm x 1,4 µm, sebagian besar bergerak positif (motil) dan beberapa

strain mempunyai kapsul (Karsinah, 2010).

Page 12: Skrip Si

12

Gambar 2.3 Tampakan mikroskopik bakteri Escherichia coli

c. Faktor-faktor patogenesis

Antigen permukaan

Escherichia coli mempunyai antigen O, H, dan K. Pada saat ini telah

ditemukan 150 tipe antigen O, 90 tipe antigen K dan 50 tipe antigen H.

Antigen K dibedakan lagi berdasarkan sifat-sifat fisiknya menjadi tiga

tipe yaitu: L, A dan B (Karsinah, 2010).

a) Antigen O adalah bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel

dan terdiri dari unit polisakarida yang berulang. Antigen O

resisten terhadap panas dan alkohol.

b) Antigen K terletak di luar antigen O pada beberapa

Enterobacteriaceae tetapi tidak semuanya. Antigen K pada E.coli

menyebabkan perlekatan bakteri pada sel epitel sebelum invasi ke

saluran cerna dan saluran kemih

c) Antigen H terdapat di flagela dan didenaturasi atau dirusak oleh

panas atau alkohol (Brooks, 2007).

Enterotoksin

Ada dua macam enterotoksin yang telah berhasil diisolasi dari E. Coli:

a. Toksin LT (termolabil)

b. Toksin ST (termostabil)

Toksi LT bekerja merangsang enzim adenil siklase yang terdapat

didalam sel epitel mukosa usus halus, menyebabkan peningkatan aktivitas

Page 13: Skrip Si

13

enzim tersebut dan terjadinya peningkatan permeabilitas sel epitel usus.

Sehingga terjadi akumulasi cairan didalam usus dan berakhir dengan diare.

Toksin ST adalah asam amino dengan berat molekul 1970 dalton,

mempunyai satu atau lebih ikatan disulfida, yang penting untuk mengatur

stabilitas PH dan suhu. Toksin ST bekerja dengan cara mengaktivasi

enzim guanilat siklase menghasilkan siklik guanosin monofosfat,

menyebabkan gangguan absorpsi klorida dan natrium, selain itu ST

menurunkan motilitas usus halus (Karsinah, 2010).

Hemolisin

Pembentukan hemolisis diatur oleh plasmid yang berukuran 41 mega

dalton, bersifat toksik terhadap sel pada biakan jaringan. Peranan

hemolisin pada infeksi E. coli tidak jelas tetapi strain hemolitik E. coli

ternyata lebih patogen daripada strain yang nonhemolitik (Karsinah,

2010).

4. Antibakteri

Antibekteri adalah obat pembasmi bakteri, khususnya bakteri yang

merugikan manusia. Dalam hal ini yang dimaksud dengan bakteri terbatas

pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit (Setiabudy, 2007).

Berdasarkan toksisitas selektif, antibakteri dapat digolongkan menjadi

dua yaitu: antibakteri yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri,

dikenal sebagai aktivitas bakteriostatika; dan ada yang bersifat membunuh

bakteri, dikenal sebagai aktivitas antibakterisid (Setiabudy, 2007)

A) Mekanisme kerja antibakteri

a. Menghambat metabolisme sel bakteri

Antibakteri yang tergolong dalam kelompok ini ialah sulfonamid,

trimetropim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon.

Bakteri membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya.

Kuman patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari luar asam

amino benzoat (PABA) untuk kebutuhan hidupnya. Apabila

Page 14: Skrip Si

14

sulfonamid atau sulfon menang bersaing dengan PABA untuk

diikutsertakan dalam pembentukan asam folat, maka terbentuk analog

asam folat yang nonfungsional. Akibatnya, kehidupan bakteri akan

terganggu (Setiabudy, 2007).

b. Menghambat sintesis dinding sel bakteri.

Dinding sel bakteri, terdiri dari peptidoglikan yaitu suatu kompleks

polimer mukopeptida (glikopeptida). Sikloserin menghambat reaksi

yang paling dini dalam proses sintesis dinding sel; diikuti berturut-

turut oleh basitrasin, vankomisin, dan diakhiri oleh penisilin dan

sefalosporin, yang menghambat reaksi terakhir (transpeptisida) dalam

rangkaian reaksi tersebut. Oleh karena tekanan osmotik dalam sel

kuman lebih tinggi daripada diluar sel maka kerusakan dinding sel

kuman akan menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek

bakterisidal pada kuman yang peka (Setiabudy, 2007).

c. Merusak membran sel bakteri

Membran sel menjaga komposisi internal dari sel dengan cara

berfungsi didalam permeabilitas selektif dan proses transport aktif.

Rusaknya membran sel dapat menyebabkan keluarnya metabolit

penting didalam sel yang berakibat pada kematian sel. Contoh

antibakteri yang merusak membran sel bakteri adalah: polimiksin-B,

golongan poliene (amfoterisisn-B), golongan azol (klotrimazol,

mikonazole, dan ketokonazol) (Gunawan, 2009).

d. Menghambat sintesis protein sel bakteri

Sel bakteri harus mensintesis berbagai protein untuk kehidupannya.

Sintesis protein berlangsung didalam ribosom dengan bantuan mRNA

dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas dua subunit, yang

berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 3OS

dan 5OS. Untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua kompunen ini

Page 15: Skrip Si

15

akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 7OS.

Streptomisin berikatan dengan komponen ribososm 3OS dan

menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca ole tRNA pada waktu

sintesis protein. Akibatnya terbentuk protein yang abnormal dan

nonfungsional bagi sel bakteri. Eritromisin berikatan dengan ribososm

5OS dan menghambat translokasi kompleks tRNA-peptida dari lokasi

asam amino ke lokasi peptida. Akibatnya, rantai polipeptida tidak

dapat diperpanjang karena lokasi asam amino tidak dapat menerima

kompleks tRNA-asam amino yang baru. Dan tetrasiklin berikatan

dengan ribososm 3OS dan menghalangi masuknya kompleks tRNA-

asam amino pada lokasi asam amino (Setiabudy, 2007)

e. Menghambat sintesis asam nukleat

Yang termasuk dalam golongan ini ialah rifampisin, dan golongan

kuinolon. Antibakteri ini bekerja pada proses transkripsi, misalnya

rifampisin menghambat replikasi deoksiribosa Nukleutida Acid (DNA)

pada proses pembelahan sel. Rifampisin bekerja dengan cara mengikat

kuat DNA-dependent RNA polimerase sehingga menghambat sintesis

ribosa Nukleutida Acid (RNA) bakteri (Setiabudy, 2007).

B) Pengukuran Aktifitas Antibakteri

Penentuan kerentanan patogen bakteri terhadap obat-obatan antibakteri

dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode utama di bawah ini,

yaitu:

1. Metode dilusi

Pada metode ini, sejumlah zat antibakteri dimasukkan ke dalam

medium bakteriologi padat atau cair. Biasanya digunakan pengenceran dua

kali lipat zat antibakteri. Kemudian medium diinokulasi dengan bakteri

yang diuji dan diinkubasi. Tujuan akhirnya ialah untuk mengetahui

seberapa banyak jumlah zat antibakteri yang dibutuhkan untuk

Page 16: Skrip Si

16

menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri yang diuji . kekurangan

uji kerentanan dilusi agar ini adalah membutuhkan waktu yang banayak,

dan kegunaannya terbatas pada keadaan-keadaan tertentu (Brooks et.al,

2007).

2. Metode difusi

Metode ini merupakan metode yang paling luas digunakan yaitu dengan

uji difusi cakram. Cakram kertas filter yang mengandung obat tertentu

ditempatkan diatas permukaan medium padat yang telah diinokulasi pada

permukaan dengan organisme uji. Setelah inkubasi, diameter zona jernih

inhibisi di sekitar cakram diukur sebagai ukuran kekuatan inhibisi obat

melawan organisme uji tertentu (Brooks et.al, 2007).

Page 17: Skrip Si

17

5. Kerangka teori

Gambar 2.4 Keangka Teori

Sumber: Vonny, 2013; Setiabudy, 2007

antibakteri

cefotaxim(kontrol positif)

Biji kelor

alkaloid taninsaponin flavonoid

Gangguan struktur bakteri

Menghambat metabolisme sel bakteri

Meng-hambat sintesis dinding sel bakteri

Merusak membran sel bakteri

Menghambat sintesis

protein sel bakteri

Menghambat sintesis asam nukleat

Kematian sel bakteri

Zona inhibisi

Page 18: Skrip Si

18

6. Kerangka konsep

Gambar 2.5 Kerangka Konsep

B. Landasan Teori

Biji kelor sendiri memiliki khasiat mengatasi muntah/mual, biji kelor yang

masak dan kering mengandung pterigospermin yang lebih pekat sampai bersifat

germisida. Hasil penelitian Madsen dan Dchlundt serta Grabow dan kawan-kawan

menunjukkan bahwa serbuk biji kelor mampu menumpas bakteri Escherchia coli,

Streptococcus faecalis dan Salmonella typhy. Karena itu di Afrika, biji kelor

dimanfaatkan untuk mendeteksi pencemaran air oleh bakteri-bakteri seperti yang

disebut diatas (Ashari, 2010). Tanaman kelor mengandung senyawa seperti

flavonoid, alkaloid, saponin, dan tanin yang memiliki potensi sebagai antibakteri

dan antifungal (Farooq et.al, 2012).

Alkaloid memiliki fungsi sebagai antibakteri dengan cara mengganggu

komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel

tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut. Saponin

bekerja dengan mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga

menyebabkan sel bakteri lisis dan menyebabkan keluarnya komponen penting di

dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat, dan nukleotida (Vonny, 2013).

Variabel bebas

Ekstrak biji kelor

Variabel terikat

Escherchia coli

Variabel perancu (terkontrol)

- Lama waktu inkubasi- Temperatur inkubasi- Jumlah tetesan larutan uji

Page 19: Skrip Si

19

Escherchia coli adalah kuman oportunistik yang banyak ditemukan di dalam

usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat

menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak. E. Coli

merupakan bakteri yang dapat hidup pada lingkungan yang berbeda. Bakteri ini

dapat ditemukan di tanah, air, tanaman, hewan, dan manusia (Karsinah, 2010).

C. Hipotesis

H1: ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) memiliki efek antibakteri terhadap

bakteri Escherchia coli

H0: ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) tidak memiliki efek antibakteri terhadap

bakteri Escherchia coli.

Page 20: Skrip Si

20

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium dengan

desain posttest-only control group untuk mengetahui adanya perbedaan yang

signifikan antara grup kontrol dan grup yang diberikan perlakuan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan pada bulan April 2014 di

Laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Tadulako Kota Palu untuk pembuatan ekstrak, dan dilanjutkan di

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Tadulako.

C. Populasi, Sampel, dan Besar Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah bakteri Escherchia coli, dan sampel

dalam penelitian ini adalah biakan Escherchia coli yang berasal dari Balai

Laboratorium Kesehatan Kota Palu. Pada penelitian ini menggunakan 4 kelompok

perlakuan, yaitu:

a. Kelompok 1: Ekstrak Biji kelor 100%

b. Kelompok 2: Ekstrak biji kelor 50%

c. Kelompok 3: Ekstrak biji kelor 25%

d. Kelompok 4: ekstrak biji kelor 12.5%

e. Cefotaxim sebagai kontrol positif

f. Aquadest sebagai kontrol negatif

Karena terdapat 4 kelompok perlakuan, sehingga untuk menentukan jumlah

sampel minimal yang akan digunakan, maka digunakan rumus federer (Hanafiah

2000, dalam Hayati, 2009):

Page 21: Skrip Si

21

Dimana:

t = jumlah perlakuan

n = jumlah sampel

karena t = 4, maka:

(4-1) (n-1) ≥ 15

3 (n-1) ≥ 15

n-1 ≥ 15

n ≥ 6

minimal jumlah sampel = 6

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, jumlah sampel yang digunakan pada

penelitian ini adalah ≥ 6 sampel per kelompok perlakuan. Jumlah kelompok

perlakuan adalah 4, maka sampel yang digunakan adalah ≥ 24 sampel.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak biji kelor dengan

berbagai konsentrasi pengenceran.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dari penelitian ini adalah efek antibakteri yang dilihat

dari diameter zona hambat pada cakram (disk)

E. Definisi Operasional

1. Antibakteri

Adalah senyawa organik sintetik atau yang terdapat secara alami yang dapat

menghambat atau menghancurkan bakteri tertentu, biasanya pada konsentrasi

rendah (Brooks et. al, 2007).

2. Ekstrak etanol biji kelor

Adalah cairan kental yang diperoleh dengan melakukan kegiatan penarikan

kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak

(t-1) (n-1) ≥ 15

Page 22: Skrip Si

22

larut dengan pelarut cair dari biji Moringa oleifera Lam yang telah

dikeringkan dan dihaluskan dengan pelarut cair etanol 96% dan diuapkan

dengan rotary evaporator.

3. Diameter zona hambat

Adalah area bening di sekitar cakram (disk) yang menunjukkan ukuran

kekuatan dari bahan uji untuk melawan bakteri uji yang diukur dengan

menggunakan satuan milimeter.

diameter zonaha mbat=diameter vertikal+diameter horizontal2

Zona hambat tampak sebagai area bersih atau jernih yang mengelilingi

cakram tempat zat dengan aktivitas antibakteri terdifusi. Diameter zona

hambat dapat diukur dengan penggaris. Diameter zona hambat dibagi menjadi

tiga kategori yaitu sensitif, intermediet, dan resisten yang mana berpedoman

pada National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS).

Cara ukur : Menggunakan penggaris

Hasil ukur terdiri dari tiga kategori, yaitu:

- sensitif ≥ 20 mm

- intermediet 11-19 mm, dan

- resisten ≤ 10 mm.

Skala ukur : Ordinal

F. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan adalah

a. Timbangan

b. Blender

c. Ose steril

d. Rotary evaporator

e. Gelas ukur

f. Tabung reaksi

g. Inkubator

Page 23: Skrip Si

23

h. Kertas saring

i. Gelas beaker

j. Mikropipet

k. Mistar

l. Pinset

m. Cawan petri

2. Bahan yang dipakai dalam penelitian

a. Biji kelor

b. cefotaxime

c. Aluminium foil

d. Aquadest

e. Benzena

f. Amonia

g. Petri disk

h. Etanol

i. Biakan Escherchia coli

G. Prosedur dan Alur Penelitian

1. Pembuatan ekstrak biji kelor

Biji kelor yang baik digunakan merupakan biji kelor yang kulit luarnya

berwarna hijau kecoklatan sampai coklat muda dengan bagian dalam inti biji

berwarna putih (Nasir, 2010).

Tahap pembuatan ekstrak biji kelor, yaitu:

1. Biji kelor dengan berat 3 kg di cuci sampai bersih dengan menggunakan

air keran.

2. Kupas kulit biji kelor, dan keringkan di bawah sinar matahari dengan

ditutup kain hitam

3. Setelah kering, biji kelor di haluskan sampai menjadi serbuk.

4. Setelah itu, serbuk biji kelor di rendam dengan pelarut etanol 96% selama

3x24 jam

Page 24: Skrip Si

24

5. Setelah 3x24 jam, larutan kemudian disaring menggunakan kertas saring

steril.

6. Setelah disaring, ekstrak cair yang diperoleh kemudian dikentalkan

dengan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental

sebanyak 30 ml.

2. Uji fitokimia

a. Saponin

Sampel sebanyak 0,5 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian

ditambahkan 10 ml aquadest lalu dikocok selama 30 detik, kemudian

amati perubahan yang terjadi. Apabila terbentuk busa dan tidak hilang

selama 30 detik maka menunjukkan adanya saponin.

b. Alkaloid

0,5 gram sampel di masukkan kedalam tabung reaksi, kemudian

tambahkan 5 ml larutan asam klorida 2 N dan dipanaskan selama 2 menit

dan tambahkan larutan dragendorff. Apabila terbentuk endapan kuning,

orange, dan merah bata maka menunjukkan adanya alkaloid pada sampel.

3. Pembagian konsentrasi ekstrak

Ekstrak kental biji kelor di bagi dalam 4 konsentrasi yaitu konsentrasi 100%,

50%, 25%, dan 12,5%. Pengenceran ekstrak menggunakan aquabidest dengan

perbandingan sebagai berikut:

- Konsentrasi 100% menggunakan ekstrak sebanyak 5 ml

- Konsentrasi 50% menggunakan ekstrak sebanyak 2,5 ml + aquadest

sebanyak 2,5 ml

- Konsentrasi 25% menggunakan ekstrak sebanyak 1,25 ml + aquadest

sebanyak 3,75 ml

- Konsentrasi 12,5% menggunakan ekstrak sebanyak 0,625 + aquadest

sebanyak 4,375 ml

4. Uji efektivitas antibakteri

1. Siapkan cawan petri yang telah berisi Nutrien Agar.

2. Membuat inokulum bakteri dengan standar mcfarland

Page 25: Skrip Si

25

3. Meletakkan atau menggoreskan bakteri uji diatas Nutrian Agar pada

cawan petri

4. Buat sumuran pada agar dengan menggunakan pelubang yang sesuai

(diameter 5 mm)

5. Masukkan ekstrak dengan berbagai konsentrasi pada sumuran yang telah

dibuat.

6. Masukkan cawan petri yang telah selesai di isi bakteri dan ekstrak

kedalam inkubator pada suhu 370C selama 24 jam.

7. Setelah 24 jam, amati zona hambat yang terbentuk. Jika ada, ukur

menggunakan penggaris.

8. Dalam melakukan penelitian dibutuhkan ketelitian, sehingga tidak

terjadinya kesalahan terutama akibat “Human error”

Gambar 3.1 Alur penelitian

Sumber: (Brooks et. al, 2007; Hayati, 2009: Marliana et. al, 2005; Arini, 2013)

Pengumpulan Biji Kelor (Moringa

oleifera Lam)

Pembuatan Ekstrak Biji

Kelor

Uji fitokimia alkaloid dan

saponin

Uji efektivitas antibakteri

Membagi konsentrasi ekstrak

menjadi 100%, 50%, 25%, 12,5%

Page 26: Skrip Si

26

Gambar 3.2 Rancangan Penelitian Posttest-only control group

Keterangan :

K1 : Kelompok uji ekstrak konsentrasi 1

K2 : Kelompok uji ekstrak konsentrasi 2

K3 : Kelompok uji ekstrak konsentrasi 3

K4 : Kelompok uji ekstrak konsentrasi 4

K5 : Kelompok kontrol positif

K2 : Kelompok kontrol negatif

E1 : Pemberian ekstrak biji kelor 100%

E2 : Pemberian ekstrak biji kelor 50%

E3 : Pemberian ekstrak biji kelor 25%

E4 : Pemberian ekstrak biji kelor 12,5%

E5 : Pemberian antibiotik cefotaxime

E6 : Pemberian aquadest

ZH : Pengukuran zona hambat

A : Analisis data menggunakan Uji one-way ANOVA dan uji Duncan’s

Multiple Range Test

K1

K2

K3

K4

K5

K6

K1E1

K2E2

K3E3

K4E4

K5E5

K6E6

ZH

ZH

ZH

ZH

ZH

ZH

A

Page 27: Skrip Si

27

H. Analisis Data

Analisis data untuk mengetahui adanya efek antibakteri dari berbagai

kelompok perlakuan maka digunakan uji one way ANOVA dan dilanjutkan

dengan uji Duncan’s Multiple Range Test atau sering disebut uji DMRT atau uji

jarak berganda duncan untuk mengetahui konsentrasi perlakuan yang terbaik,

analisa data ini dilakukan dengan menggunakan program Statistical Product and

Service Solution (SPSS).

Page 28: Skrip Si

28

BAB III

METODE PENELITIAN

I. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium dengan

desain posttest-only control group untuk mengetahui adanya perbedaan yang

signifikan antara grup kontrol dan grup yang diberikan perlakuan.

J. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan pada bulan April 2014 di

Laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Tadulako Kota Palu untuk pembuatan ekstrak, dan dilanjutkan di

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Tadulako.

K. Populasi, Sampel, dan Besar Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah bakteri Escherchia coli, dan sampel

dalam penelitian ini adalah biakan Escherchia coli yang berasal dari Balai

Laboratorium Kesehatan Kota Palu. Pada penelitian ini menggunakan 4 kelompok

perlakuan, yaitu:

g. Kelompok 1: Ekstrak Biji kelor 100%

h. Kelompok 2: Ekstrak biji kelor 50%

i. Kelompok 3: Ekstrak biji kelor 25%

j. Kelompok 4: ekstrak biji kelor 12.5%

k. Cefotaxim sebagai kontrol positif

l. Aquadest sebagai kontrol negatif

Karena terdapat 4 kelompok perlakuan, sehingga untuk menentukan jumlah

sampel minimal yang akan digunakan, maka digunakan rumus federer (Hanafiah

2000, dalam Hayati, 2009):

Page 29: Skrip Si

29

Dimana:

t = jumlah perlakuan

n = jumlah sampel

karena t = 4, maka:

(4-1) (n-1) ≥ 15

3 (n-1) ≥ 15

n-1 ≥ 15

n ≥ 6

minimal jumlah sampel = 6

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, jumlah sampel yang digunakan pada

penelitian ini adalah ≥ 6 sampel per kelompok perlakuan. Jumlah kelompok

perlakuan adalah 4, maka sampel yang digunakan adalah ≥ 24 sampel.

L. Variabel Penelitian

3. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak biji kelor dengan

berbagai konsentrasi pengenceran.

4. Variabel tergantung

Variabel tergantung dari penelitian ini adalah efek antibakteri yang dilihat

dari diameter zona hambat pada cakram (disk)

M. Definisi Operasional

4. Antibakteri

Adalah senyawa organik sintetik atau yang terdapat secara alami yang dapat

menghambat atau menghancurkan bakteri tertentu, biasanya pada konsentrasi

rendah (Brooks et. al, 2007).

5. Ekstrak etanol biji kelor

Adalah cairan kental yang diperoleh dengan melakukan kegiatan penarikan

kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak

(t-1) (n-1) ≥ 15

Page 30: Skrip Si

30

larut dengan pelarut cair dari biji Moringa oleifera Lam yang telah

dikeringkan dan dihaluskan dengan pelarut cair etanol 96% dan diuapkan

dengan rotary evaporator.

6. Diameter zona hambat

Adalah area bening di sekitar cakram (disk) yang menunjukkan ukuran

kekuatan dari bahan uji untuk melawan bakteri uji yang diukur dengan

menggunakan satuan milimeter.

diameter zonahambat=diameter vertikal+diameter horizontal2

Zona hambat tampak sebagai area bersih atau jernih yang mengelilingi

cakram tempat zat dengan aktivitas antibakteri terdifusi. Diameter zona

hambat dapat diukur dengan penggaris. Diameter zona hambat dibagi menjadi

tiga kategori yaitu sensitif, intermediet, dan resisten yang mana berpedoman

pada National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS).

Cara ukur : Menggunakan penggaris

Hasil ukur terdiri dari tiga kategori, yaitu:

- sensitif ≥ 20 mm

- intermediet 11-19 mm, dan

- resisten ≤ 10 mm.

Skala ukur : Ordinal

N. Alat dan Bahan

3. Alat yang digunakan adalah

n. Timbangan

o. Blender

p. Ose steril

q. Rotary evaporator

r. Gelas ukur

s. Tabung reaksi

t. Inkubator

Page 31: Skrip Si

31

u. Kertas saring

v. Gelas beaker

w. Mikropipet

x. Mistar

y. Pinset

z. Cawan petri

4. Bahan yang dipakai dalam penelitian

j. Biji kelor

k. cefotaxime

l. Aluminium foil

m. Aquadest

n. Benzena

o. Amonia

p. Petri disk

q. Etanol

r. Biakan Escherchia coli

O. Prosedur dan Alur Penelitian

5. Pembuatan ekstrak biji kelor

Biji kelor yang baik digunakan merupakan biji kelor yang kulit luarnya

berwarna hijau kecoklatan sampai coklat muda dengan bagian dalam inti biji

berwarna putih (Nasir, 2010).

Tahap pembuatan ekstrak biji kelor, yaitu:

7. Biji kelor dengan berat 3 kg di cuci sampai bersih dengan menggunakan

air keran.

8. Kupas kulit biji kelor, dan keringkan di bawah sinar matahari dengan

ditutup kain hitam

9. Setelah kering, biji kelor di haluskan sampai menjadi serbuk.

10. Setelah itu, serbuk biji kelor di rendam dengan pelarut etanol 96% selama

3x24 jam

Page 32: Skrip Si

32

11. Setelah 3x24 jam, larutan kemudian disaring menggunakan kertas saring

steril.

12. Setelah disaring, ekstrak cair yang diperoleh kemudian dikentalkan

dengan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental

sebanyak 30 ml.

6. Uji fitokimia

c. Saponin

Sampel sebanyak 0,5 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian

ditambahkan 10 ml aquadest lalu dikocok selama 30 detik, kemudian

amati perubahan yang terjadi. Apabila terbentuk busa dan tidak hilang

selama 30 detik maka menunjukkan adanya saponin.

d. Alkaloid

0,5 gram sampel di masukkan kedalam tabung reaksi, kemudian

tambahkan 5 ml larutan asam klorida 2 N dan dipanaskan selama 2 menit

dan tambahkan larutan dragendorff. Apabila terbentuk endapan kuning,

orange, dan merah bata maka menunjukkan adanya alkaloid pada sampel.

7. Pembagian konsentrasi ekstrak

Ekstrak kental biji kelor di bagi dalam 4 konsentrasi yaitu konsentrasi 100%,

50%, 25%, dan 12,5%. Pengenceran ekstrak menggunakan aquabidest dengan

perbandingan sebagai berikut:

- Konsentrasi 100% menggunakan ekstrak sebanyak 5 ml

- Konsentrasi 50% menggunakan ekstrak sebanyak 2,5 ml + aquadest

sebanyak 2,5 ml

- Konsentrasi 25% menggunakan ekstrak sebanyak 1,25 ml + aquadest

sebanyak 3,75 ml

- Konsentrasi 12,5% menggunakan ekstrak sebanyak 0,625 + aquadest

sebanyak 4,375 ml

8. Uji efektivitas antibakteri

9. Siapkan cawan petri yang telah berisi Nutrien Agar.

10. Membuat inokulum bakteri dengan standar mcfarland

Page 33: Skrip Si

33

11. Meletakkan atau menggoreskan bakteri uji diatas Nutrian Agar pada

cawan petri

12. Buat sumuran pada agar dengan menggunakan pelubang yang sesuai

(diameter 5 mm)

13. Masukkan ekstrak dengan berbagai konsentrasi pada sumuran yang telah

dibuat.

14. Masukkan cawan petri yang telah selesai di isi bakteri dan ekstrak

kedalam inkubator pada suhu 370C selama 24 jam.

15. Setelah 24 jam, amati zona hambat yang terbentuk. Jika ada, ukur

menggunakan penggaris.

16. Dalam melakukan penelitian dibutuhkan ketelitian, sehingga tidak

terjadinya kesalahan terutama akibat “Human error”

Gambar 3.1 Alur penelitian

Sumber: (Brooks et. al, 2007; Hayati, 2009: Marliana et. al, 2005; Arini, 2013)

Pengumpulan Biji Kelor (Moringa

oleifera Lam)

Pembuatan Ekstrak Biji

Kelor

Uji fitokimia alkaloid dan

saponin

Uji efektivitas antibakteri

Membagi konsentrasi ekstrak

menjadi 100%, 50%, 25%, 12,5%

Page 34: Skrip Si

34

Gambar 3.2 Rancangan Penelitian Posttest-only control group

Keterangan :

K1 : Kelompok uji ekstrak konsentrasi 1

K2 : Kelompok uji ekstrak konsentrasi 2

K3 : Kelompok uji ekstrak konsentrasi 3

K4 : Kelompok uji ekstrak konsentrasi 4

K5 : Kelompok kontrol positif

K2 : Kelompok kontrol negatif

E1 : Pemberian ekstrak biji kelor 100%

E2 : Pemberian ekstrak biji kelor 50%

E3 : Pemberian ekstrak biji kelor 25%

E4 : Pemberian ekstrak biji kelor 12,5%

E5 : Pemberian antibiotik cefotaxime

E6 : Pemberian aquadest

ZH : Pengukuran zona hambat

A : Analisis data menggunakan Uji one-way ANOVA dan uji Duncan’s

Multiple Range Test

K1

K2

K3

K4

K5

K6

K1E1

K2E2

K3E3

K4E4

K5E5

K6E6

ZH

ZH

ZH

ZH

ZH

ZH

A

Page 35: Skrip Si

35

P. Analisis Data

Analisis data untuk mengetahui adanya efek antibakteri dari berbagai

kelompok perlakuan maka digunakan uji one way ANOVA dan dilanjutkan

dengan uji Duncan’s Multiple Range Test atau sering disebut uji DMRT atau uji

jarak berganda duncan untuk mengetahui konsentrasi perlakuan yang terbaik,

analisa data ini dilakukan dengan menggunakan program Statistical Product and

Service Solution (SPSS).

Page 36: Skrip Si

36

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Ekstrak biji kelor memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Escherichia

coli.

2. Kadar Hambat Minimal (KHM) ekstrak biji kelor terhadap bakteri

Escherichia coli terlihat pada konsentrasi ekstrak 100%.

3. Bakteri Escherichia coli memiliki tingkat resistensi terhadap ekstrak biji

kelor sesuai dengan standar NCCLS.

4. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Madsen dan Dchlundt serta Grabow dan kawan-kawan

B. Saran

1. Peneliti berharap adanya penelitian lanjut tentang efek antibakteri ekstrak

biji kelor dengan menggunakan spesies bakteri yang lain.

2. Peneliti berharap adanya penelitian lanjut tentang efek antibakteri ekstrak

biji kelor dengan menggunakan pelarut lain yang bersifat non-polar

3. Peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang efek

antibakteri ekstrak biji kelor dengan teknik dan metode ektraksi yang lain.

Page 37: Skrip Si

37

DAFTAR PUSTAKA

Ansel Hc. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Ed.4. UI Press. Jakarta

Ashari, B.J.A., 2010. Mengenal Lebih Dekat Tumbuhan Kelor. Tadulako

University Press. Sulawesi Tengah.

Brooks, G.F., Butel, J.S., Morse, S.A., 2007. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23.

EGC. Jakarta.

Bukar, A, Uba, A. And Oyeyi, T.I. 2010. Antimicrobial Profile of Moringa

Oleifera Lam. Extracts Against Some Foodborne Microorganisms. Bayero

journal of pure and applied sciences. Diakses pada tanggal 23 desember 2013.

Depkes RI. 2011. Profil kesehatan Indonesia. Jakarta

Dinas Kesehatan Kota Palu. 2009. Profil Dinas Kesehatan Kota Palu tahun 2008.

Palu: Dinkes Kota

Dzen, S.M., Roeksitingsih, Santoso S., Winarsih S., Sumarno, Islam S., dkk.

2004. Bakteriologik Medik. Malang: Bayu Media Publishing.

Edberg, C dan Berger, AS. 1986. Antibiotika dan Infeksi. (Terjemahan dr.

Chandra Sanusi). Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.

Fahey, J. W. 2005. Moringa oleifera: A Nutrional, Therapeutic, and Prophylatic

Properties Part 1. Trees for life journal.

Farooq, F., Rai, M., Tiwari, A., Khan, A.A., Farooq, S., 2012. Medicinal

Properties of Moringa Oleifera: An Overview of Promising Healer, Journal

of Medicinal Plants Reasearch Vol 6 (27). Diakses desember 2013. Dari

http://www.academicjournals.org/jmpr.

Page 38: Skrip Si

38

Guandalini S. 2004. Acute diarrhea. In: Walker WA, editor. Pediatric

gastrointestinal disease, pathophysiology, diagnosis, management. 4th ed.

Ontario: Decker, Inc

Gunawan, S.G., 2009. Framakologi dan Terapi Edisi 5. Balai penerbit FKUI.

Jakarta

Goyal, Bhoomika R, et al. 2007. Phytopharmacology of Moringa Oleifera Lam.

An overview. Natural product Radiance.

Hayati, K., 2009. Efek Anti Bakteri Lidah Buaya (Aloe Vera) Terhadap

Staphylococcus Aureus yang Diisolasi Dari Denture Stomatitis (Penelitian In

Vitro). Diakses: 25 Desember 2013 dari http://www.respiratory.usu.acid.

Jawetz, ernest., joseph L. Malnick., Edward A. Adelberg. 2005. Mikrobiologi

Kedokteran. Penerbit salemba medika. Jakarta.

Jonni, M.S., Sitorus, M., Katharina, Nelly., 2008. Cegah Malnutrisi Dengan

Kelor. Penerbit Kanisius. Jogjakarta.

Karsinah, Lucky H.M., Suharto, Mardiastuti H.W., 2010. Buku Ajar Mikrobiologi

Kedokteran. Binarupa Aksara. Tanggerang.

Maharani, Vonny., Nuryastuti, Titik., Munir, Ardi., Diana, Vera., 2013. Efek

Antibakteri Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) terhadap

Escherchia coli dan Staphylococcus aureus. Palu.

Nasir, Subriyer., Soraya, Delfi fatina., Pratiwi, Dewi., 2010. Pemanfaatan Ekstrak

Biji Kelor (Moringa Oleifera) Untuk Pembuatan Bahan Bakar Nabati. Jurnal

Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17. Diakses pada tanggal 23 juni 2014. Dari <

http://jtk.unsri.ac.id/index.php/jtk/article/viewFile/115/113>

Nuria, Maulita Cut., Faizatun, Arvin., Sumantri., 2009. UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas

L) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia

coli ATCC 25922, Dan Salmonella typhi ATCC 1408. Diakses pada tanggal 3

Page 39: Skrip Si

39

Juli 2014. Dari <http://download.portalgaruda.org/article.php?

article=134433&val=5639&title=>

Setiabudy, Rianto., 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Balai Penerbit FKUI.

Jakarta.

Tedjo, Petter., dkk. 2011. Uji efektifitas ekstrak metanol biji kelor (moringa

oleifera) sebagai antimikroba sreptococcus pyogenes secara in vitro.

www.old.fk.ub.ac.id. Diakses pada tanggal 21 november 2013.

Thilong, A.D., 2012. Ternyata, Kelor Penakluk Diabetes!. Diva Press. Jogjakarta

Wayne, Pa:NCCLS. 2001. National Committee for Clinical Laboratory Standards

(NCCLS) Performance standards for antimicrobial disk susceptibility testing.

Approved standard M100-S11.

Winarsih, sri., dkk. 2009. Uji efektifitas ekstrak etanol gel lidah buaya sebagai

antimikroba terhadap bakteri escherchia coli secara in vitro. (online)

http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/kedokteran/alfian%20reddy

%20sagala%20_0710710001_.pdf.

Yusnita, R dan Rahayu, S.F., 2011. Metode Pembuatan Kairomon. Diakses 25

juni 2014. Dari

<http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tpsur/images/stories/proteksi/kairomoon.p

df>

Page 40: Skrip Si

40

LAMPIRAN

1. Proses ekstraksi

2.

Proses uji efek antibakteri